Anda di halaman 1dari 4

1

Masyarakat Madani1
Oleh: Faisal Muzzammil, M.Kom.I. 2

Pada zaman Budha, ada seorang perempuan bernama Kisatogami. Ia sedang berduka karena
kematian anak satu-satunya. Tak mampu menerima kematian anaknya itu, ia berlari menemui
orang demi orang, mencari “obat” untuk menghidupkan kembali anaknya. Obat yang dicarinya
tidak dapat ditemukan, tapi dia mendapat kabar bahwa Sidharta Gautama (Budha) memiliki obat
seperti itu. Singkat cerita, Kisatogami menemui Budha Gautama, memberi hormat kepadanya, dan
bertanya, “Bisakan anda membuat obat untuk menyembuhkan anak saya..?”.

“Saya tahu obat seperti itu”, jawab Budha, “namun untuk membuatnya, saya harus punya bahan
tertentu”. Mendengar jawaban tersebut, Kisatogami merasa lega. Ia pun bertanya, “bahan apa
yang anda butuhkan”. “Bawakan saya segenggam biji sawi”, ujar Budha. Kisatogami berjanji
membawakannya untuk Budha, namun saat ia menjelang pergi, Budha menambahkan, “Saya perlu
biji sawi yang diambil dari sebuah rumah tangga yang tidak pernah ada anak, pasangan, orang
tua, atau pelayannya yang mati”. Diperjelas lagi, jadi syarat yang diminta itu adalah mengambil
biji sawi dari sebuah rumah, yang di dalam rumah tersebut penghuni rumahnya tidak ada yang
mati, baik anaknya, suami, istri, orang tua, saudara, pelayan, atau siapapun penghuni rumah.

Perempuan itu menyanggupi dan mulai pergi dari rumah ke rumah mencari biji sawi itu. Di tiap
rumah, orang-orang bersedia memberinya biji sawi itu, namun ketika Kisatogami menanyai
mereka (penghuni rumah) apakah ada siapapun yang telah mati di rumah tangga itu, ia selalu
menemukan rumah tangga yang selalu ada kematian di dalamnya. Ia tak bisa menemukan rumah
yang belum pernah “dikunjungi kematian”, di satu rumah ada anak perempuan yang sudah mati,
di rumah yang lain orang tua sudah mati, dan terus seperti itu sampai seluruh rumah yang
didatanginya. Hingga akhirnya, Kisatogami tak mampu menemukan rumah yang bebas dari “derita
kematian”. Dan ia pun gagal menjalankan syarat yang diberikan Budha.

Kisatogami kembali menghadap Budha. Dan ia mulai menyadari, bahwa ia tak sendirian dalam
dukanya. Banyak ratusan orang lain di luaran sana yang lebih menderita darinya. Maka ia mulai
paham atas apa yang disyaratkan oleh Budha tersebut. Kemudian, Budha berkata: “Engkau pikir
engkau sendiri yang telah kehilangan seorang putra; inilah hukum kematian bahwa di antara
segala mahluk hidup tidak ada keabadian”. Pencarian Kisatogami mengajarinya bahwa tiada
orang yang hidup bebas dari penderitaan dan kehilangan. Ia tidak terkecualikan dari kemalangan
besar ini. Wawasan ini tidak menyingkirkan duka tak terhindarkan akibat kehilangan itu, namun
mengurangi duka yang datang dari berkutat melawan fakta sedih kehidupan ini.

1 Materi Pengayaan untuk Perkuliahan Pertemuan ke-11 pada 22 Juni 2020 Mata Kuliah Pendikan Agama Islam Prodi
Teknik Sipil (Kelas C dan D) Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Itenas. Materi inti dari pekuliahan dengan tema
utama “Masyarakat Madani” ini, secara lebih lengkap harus dibaca pada buku perkuliahan “Pendikan Agama Islam
Itenas 2020”, Bab X halman 64-68.
2 Dosen Pengampu Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam Teknik Sipil (Kelas C dan D) Itenas.
2

Cerita lebih lengkap bisa dibaca dalam buku Howard C. Cutler dengan judul The Art of Happiness
pada bab “facing fuffering”, menghadapi penderitaan. Apa yang kita dapat dari cerita Kisatogami
tersebut? Silahkan ambil pelajarannya berdasarkan penafsiran masing-masiang. Namun setidakya,
cerita tersebut menyiratkan pesan bahwa kita jangan terlalu menganggap bahwa diri kita ini adalah
orang yang paling menderita, orang orang yang paling susah, dan orang yang paling sengsara;
karena pada kenyataannya di luaran sana masih ada orang yang lebih susah dari kita, ada orang
yang masih kurang beruntung dari kita. Kita masih bisa kuliah, belum tentu orang lain bisa. Kita
masih bisa mendapatkan fasilias hidup, belum tentu orang lain bisa. Maka dari itu bersyukurlah
atas apapun yang Allah swt berikan kepada kita. Coba bayangkan jika kita berada di posisi mereka
yang serba kekurangan, serba kesusahan, dan hidup yang bergulat dengan pederitaan.

Dari cerita Kisotagami tersebut kita dapat belajar, bahwa apapun yang terjadi, penderitaan seberat
apapun yang dialami, kita tetap harus optimis dalam menjalani kehidupan. Karena kita harus
meyakini bahwa Allah swt tidak akan memberikan ujian kepada hamba-Nya melebihi
kemampuannya, laa yukalifullahu nafsan illa wus’aha, termasuk pada kondisi yang sedang kita
hadapi saat ini, kita tetap harus optimis, kita harus tetap belajar, kita harus tetap kuliah, kita harus
tetap bermanfaat bagi orang lain, dan kita tetap harus mencari ilmu, karena mencari ilmu adalah
sebuah kewajiban bagi setiap muslim (HR. Ibnu Majah No. 224).

Mengacu pada kisah penderitaan hidup yang dialami oleh Kisatogami, bahwa menurut
Kuntowijoyo ada dua cara pandang manusia dalam menyikapi dan menjalani kehidupan, yaitu:
“Tragedic Sense of Life” dan “Comedic Sense of Life”. Tipe yang pertama, manusia memandang
hidup ini sebagai sebuah tragedi, yang di dalamnya dipenuhi dengan penderitaan; Tipe yang
kedua, manusia memandang hidup ini sebagai suatu komedi, yang di dalamnya dihiasi kesenangan.
Secara psikologis, jika ada orang yang memiliki cara pandang hidup tipe yang pertama, maka ia
akan cenderung diliputi oleh rasa pesimisme dalam hidupnya; sedangkan jika ada orang yang
memiliki cara pandang hidup tipe yang kedua, maka ia akan cenderung dipenuhi oleh rasa
optimisme dalam hidupnya. Nah pertanyaannya, dalam situasi dan kondisi yang sedang
menghadapi pandemi seperti sekarang ini, kalian termasuk tipe manusia yang mana..? Silahkan
jawab masing-masig berdasarkan kenyataan hidup yang dialami.

Selanjutnya, manusia yang mempunyai cara pandang optimis inilah yang bisa membangun
masyarakat madani. Dari sini kita mulai masuk pada tema perkuliahan pokok pada pertemuan hari
ini, ialah “masyarakat madani”. Mungkin bagi kita yang belum populer dengan istilah ini, akan
sedikit bertanya, apa sebenarnya yang dimaksud dengan masyarakat madani. Saya coba uraikan
secara singkat terkait dengan masyarakat madani ini. Jika diterjemahan ke dalam bahasa Indonesia
masyarakat madani adalah masyarakat berperadaban atau suatu masyarakat yang memiliki
peradaban. Dalam bahasa Inggris, masyarakat madani ini disebut dengan civil society atau
masyarakat sipil. Kata “madani”, berasal dari bahasa Arab, artinya peradaban. Selain kata
3

“madani”, dalam bahasa Arab juga ada yang disebut dengan “madinah” artinya kota. Awalnya
Madinah (tempat suci bagi umat Islam setelah Mekkah) yang kita kenal sekarang, sebelum
berkembangnya Islam, bernama Yastrib. Kemudian, setelah Islam mulai berkembang, ketika Nabi
Muhammad saw hijrah dari Mekkah ke tempat tersebut, Nabi saw mengganti nama tempat tesebut
dari Yastrib menjadi Madinah, atau lebih lengkapnya Madinah Al-Munawwarah. “Madinah”
artinya “Kota” dan “Al-Munawwarah” artinya “Pencerahan”. Jadi Madinah Al-Munawwarah
berarti Kota Pencerahan, karena mulai dari sanalah titik cerah peradaban Islam di mulai. Bahkan
di Madinah juga, tempat dimakamnya Baginda Nabi Muhammad saw, pemimpin peradaban dunia.

Jadi pada intinya makna dari masyarakat madani adalah masyarakat berperadaban. Untuk lebih
mendalami apa dan bagaimana masyarakat berperadaban itu, silahkan cari dan pelajari masing-
masing, termasuk ada satu buku menarik yang ditulis oleh Yuval Noah Harari dengan judul “21
Lessons for The 21’st Century” (21 Adab untuk Abad 21). Pada kuliah ini, saya hanya sedikit saja
menjelaskan tentang masyarakat madani, masyarakat sipil, atau masyarakat berperadaban.
Kemudian, dalam konteks kajian ilmu Antroplogi, “Peradaban” ini dibedakan dengan
“Kebudayaan”. Jadi ada dua, ada Peradaban dan ada Kebudayaan. Dalam bahasa Arab, Peradaban
disebut dengan al-hadharah, sedangkan dalam bahasa Inggris ialah civilization. Selanjutnya,
Kebudayaan dalam bahasa Arab disebut dengan al-tsaqafah, sedangkan dalam bahasa Inggris ialah
culture. Dari sini dapat diketahui, dari segi bahasapun antara Peradaban dan Kebudayaan itu
berbeda. Jadi, apa perbedaan Peradaban dan Kebudayaan? Tugas kalian untuk mencarinya.

Menurut Effat al-Sharqawi dalam Filsafat Kebudayaan Islam, kebudayaan adalah bentuk
ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat; Sedangkan peradaban ialah manifestasi-
manifestasi kemajuan mekanis dan teknologi suatu masyarakat. Jika kebudayaan lebih banyak
diwujudkan dalam seni, sastra, religi, dan moral, maka peradaban terwujud dalam sistem politik,
sistem ekonomi, dan sistem teknologi. Sampai di sini cukup dipahami..? Jadi secara sederhana
dapat dikatan bahwa peradaban itu lebih khusus dan lebih dalam dari kebudayaan.

Berbicara tentang kebudayaan, J.J. Honigman dalam The World of Man menyatakan bawa ada tiga
wujud kebudayaan, yaitu: Ideafact, Artifact, dan Sociofact. Ideafact berkenaan dengan kebudayaan
denga wujud gagasan, ide, pemikiran, dan pengetahuan, seperti misalnya hukum adat dan norma
kebudayaan suatu masyarakat. Artifact berkaitan dengan kesenian, bentuk bangunan, dan benda
kebudayaan dari suatu masyarakat, seperti misalnya Rumah Gadang, Kujang, Tari Kecak, dan lain-
lain. Sociofact berhubungan dengan tata perilaku dan pola hubungan antar manusia dalam suatu
masyarakat, ini biasa disebut juga dengan sistem sosial. Misalkan, budaya punten dalam Sunda itu
tidak ada aturan secara tertulisnya, namun ini dipraktikan oleh masyarakat Sunda, dan jika tidak
tidak ada yang menjalankannya dianggap tidak sopan dan sudah jauh dari etika dan budya Sunda.
Nah inilah yang disebut dengan sociofact wujud kebudayaan dalam sistem hubungan sosial.
Pahamkan apa yang saya jelaskan..? Lalu posisi peradaban berada pada masing-masing tiga wujud
tersebut secara lebih dalam dan lebih luas. Begitulah pada intinya.
4

The one and only, satu-satunya pemimpin besar pembangun peradaban umat manusia sepanjang
sejarah ialah Baginda Nabi Muhammad saw. Dimulai dari Madinah Al-Munawwarah, beliau
berhasil membangun peradaban umat manusia melalui pencerahan (al-munawwarah) Islam,
sehingga terbentuklah suatu tatanan masyarakat yang disebut dengan Masyarakat Madani. Lebih
dari itu, Islam yang disebarkan oleh Baginda Nabi saw bukan hanya sekedar sebuah agama, tapi
telah menjelma menjadi sebuah peradaban, yakni Peradaan Islam, al-Hadharah al-Islamiyah, atau
Islamic Civilazation. Bahkan menurut H.A.R. Gibb, seorang sejarawan Barat, kemajuan Barat
pada mulanya bersumber dari peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol (Andalusia).

Agama Islam yang disebarkan oleh Bagi Nabi saw, dan para pelanjutnya, dengan cepat bergerak
mengembangkan dunia, membina suatu kebudayaan, dan peradaban yang sangat penting dalam
sejarah manusia hingga sekarang. Islam bukan hanya sekedar sebuah agama, tapi telah menjadi
suatu peradaban. Dalam bukunya yang berjudul Wither Islam, H.A.R. Gibb menulis: Islam is
indeed much more than a system of theology, it is a complete civilazation (Islam sesungguhnya
lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah adalah suatu peradaban yang sempurna). Maka
beruntunglah dan bersyukurlah kalian sebagai generasi muda Islam, karena oleh kalianlah peradan
Islam akan terus berkembang. Dan oleh kalian jugalah masyarakat madani akan terwujud.

Demikian yang saya bisa sampaikan, semoga melalui tulisan ini ada informasi dan pengetahuan
baru yang didapatkan. Mohon maaf, jika penjelasan dan tulisan saya ini loncat-loncat dan
terkadang tidak sesuai dengan tema pembahasan. Kata orang, ada kesamaan antara orang jenius
dan orang gila. Kedua-keduanya kalau berbicara loncat sana loncat sini. Bedanya, orang jenius
bisa kembali ke pembicaraan semula. Orang jenius bisa merangkai benang merah seluruh
pembicaraan itu. Orang gila tidak. Ia terus saja loncat sana loncat sini. Melalui tulisan ini, kalian
sebagai pembaca bisa menilai, masuk bagian manakah saya: apakah pembicarannya terangkai
dalam satu benang merah yang pasti, atau terus meloncat ke sana ke mari? Terimakasih.

Cibiru, 21 Juni 2020.

Untuk mengecek kalian membaca tulisan ini atau tidak, silahkan beri respon, komentar, saran,
kritik, pertanyaan, pernyataan, tambahan, atau sanggahan kalian terhadap tulisan ini di grup
WhatsApp atau personal chat selambat-lambatnya pada pukul 16:00 WIB. Terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai