Anda di halaman 1dari 8

REVITALISASI IMAN MENUJU BUDAYA PROFETIK

BALDATUN TOYYIBATUN WARABUN GHAFUR DALAM WUJUD INDONESIA

Oleh

Adi Rahmat Sudrajat

Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Tangerang

Introduction:

Melihat era perkembangan umat manusia dan gerak respon seluruh alam yang seolah
menggambarkan sifat manusia itu sendiri, di dalam kesadaran yang selalu muncul bencana datang. Tentu
kita memahami bencana ini dengan dua sisi yang berbeda secara kompleks baik itu secara alam yang
hadir dari alam itu sendiri, bencana tersebut bisa berupa bencana alam seperti gempa bumi, erupsi gunung
merapi, tsunami, banjir bandang atau sebuah wabah virus yang merugikan mahluk social, maupun
bencana social dan ini sering terjadi sebagai makhluk social yaitu bencana social itu sendiri yang
tendensinya adalah hanya mengikuti atas dasar gerak napsu semata yang menunujukan esensinya adalah
kehidupan yang saling menjatuhkan, kehidupan yang tidak saling memakmurkan yang pada kenyataan
kehidupan ini membentuk suatu system social pyramid. Yaitu suatu kehidupan sedang terlibat kedalam
saling bermusuhan dan yakni ujud kehiduupan itu telah berada pada tepi jurang kehancuran total / neraka
hidup yang disebut bencana social.

Entah kenapa pada abad ini yaitu abad 21 terbilangnya kondisi keadaan manusia jatuh pada ajaran
– ajaran kolot yang disebut individualisme apa lagi didukung perkembangan teknologi yang rasa –
rasanya kita sudah tidak bisa menikmati kebersamaan yang hangat tetapi seperti gagal menjadi makhluk
social tentu ini menjadi semakin induvidualis, ajaran ini dimulai pada imperium romawi menegakan satu
ajaran yang disebut individualisme, yaitu ajaran tentang kehidupan yang bersumber dari yunani, yang
teorinya mula pertama diletakan oleh aneximandros ( tahun 610 – 547 ).

Individualisme adalah satu ajaran yang menganggap bahwa hakekat kehidupan ini adalah
pertarungan antara individu – individu, di mana individu – individu yang sangat kuat menguasai individu
– individu yang lemah. Lewat liberalisme ( ajaran tetang persaingan bebas ) sebagai tekniknya.
Individualisme menjelma kedalam Imperium Romawi, yang melakukan pemerasan manusia atas
manusia, dan bangsa atas bangsa, sehingga kehidupan di kala itu seperti berada model kehidupan social
pyramid dimana massal manusia dia kuasai dan ditindas oleh segelintir orang yang kuat.
Demikian juga ummat manusia di daerah Asia hidupanya berada di dalam kuasa – menguasai,
hisap menghisap berdasarkan ajaran Hindu Budha, yaitu model kehidupan di mana manusia di klas –
klaskan ke dalam apa yang disebut Kasta yaitu Brahma, yang paling berkuasa; Kesatria golongan
menengah; Sudra golongan tani; Waisya golong an buruh; dan paria golongan manusia yang diperlakukan
sebagai binatang. Kesimpulan, ujud kehidupan manusia pada abad 21 ini berada pada jurang neraka hidup
/ bencana social.

Demikianlah maka situasi di abad ke 21 M sekarang ini hakekatnya adalah concruent yaitu
sebangun dan serupa dengan situasi di atas, kini di abad 21 M Negara – Negara Nasioanal telah muncul
mulai dari Amerika Selatan, Afrika dan Asia, Negara – Negara ini secara formil saja bersifat Nasional,
tetapi model kehidupanya sampai dengan kebudayaanya berada dalam kekuasaan Liberalisme lawan
Komunisme. Ringkasnya tidak ada satupun bangsa pada abad ke 21 M sekarang ini yang bebas dari
liberalisme dan atau komunisme, yaitu model kehidupan social pyramid yang membelah – belah ummat
manusia ke dalam pecahan, hidup – menghisap yang lemah dikuasai yang kuat inilah isu bencana social
wujud dari gerak respon alam yang menawarkan alternative yang ingin menjaga MAU yakni hidup
bersikap dan berpandangan Ilmu Allah yakni Wahyu Allah ( Al- Quran ), mencapai kehidupan saling
memakmurkan kehidupan saling kasih sayang tanpa tending aling – aling bagi seluruh alam tatanan hidup
yang membentuk satu ajaran yaitu Islam Rahmatan Lil Alamin, atau lepas atas satu ajara-Nya yang
menjadikan atau membawa pada tepi jurang neraka hidup.

Refleksi ni membuat kita bercermin pada pribadi kita dengan adanya kerusakan kerusakan alam
yang sangat berpengaruh kelangsungan hidup manusia berada ditepi jurang neraka hidup ( bencana
social ), kesengsaraan yang tiada taranya itu membangkitkan harapan – harapan mereka ke arah
datangnya juru selamat kehidupan. Demikianlah sebagai tantangan yang kita hadapi, dimana Al- Qur’an
adalah merupakan jawaban ( respond ) sebagai tantangan hidup menuju system kehidupan yang Baldatun
Toyyibatun wa rabbun ghafur khususnya di Indonesia.

Isi Essay :

Jadi tampilnya tokoh panutan Islam Nabi Muhammad S.A.W menerima wahyu yakni Al-Quran
adalah sebagai jawaban terhadap kenyataan hidup yang membawa rancangan kehidupan menurut yang di
ajarkan oleh Allah yaitu untuk membebaskan manusia dari sistim social pyramid kedalam kehidupan
Kaljasadi. Akan tetapi seiring abad sampai pada era digital atau perkembangan Industry 4.0 dan kaum
didalamnya disebut milenial itu seprti tidak paham apa yang disampaikan bahwa Al-Quran sebagai
petunjuk bagi manusia, kita mudah sekali diserang oleh budaya – budaya luar yang membuat kita terlena
terbuay oleh permainan yahudi yang berupaya menjauhkan kita pada satu ilmu yang menawarkan
alternative keselamatan yaitu Al-quran, maka sudah sepatutnya jika kita sudah tahu bahwa dinul Islam
adalah satu jalan yang menyelamatkan untuk menuju bangunan sistim kehidupan yang Baldatun
Thoyibatun Warobbun Ghafur.

Meski saat ini Indonesia sedang berada dalam kondisi carut marut dengan degradasinya akhlak
pribadi seorang yang sudah jauh dari ajaran-Nya dengan demikian, tetapi akan selalu ada harapan negri
ini mejadi lebih baik. Karna kaum muslim selalu berharap agar Indonesia menjadi sebuah negri yang
penuh dengan kemakmuran kehidupan yang saling sayang saling memberi karna berdampak pada alam
dimana sebuah Negara yang baik, kehidupan hidupnya terpenuhi, keamanan terjaga. Masyarakat juga
jauh dari kata permusuhan dan saling membenci maka perlunya kita melakukan muhasabah dalam
pendekatan Iman bagi penulis hal paling dasar untuk mencapai keadaan yang kita harap harapkan bahkan
ini sudah menjadi Doa Bangsa yang tertuang dalam UU Dasar dan Panca sila yang di dalamnya ada
Kemakmuran, Keadilan, Persatuan dan Kesatuan sebagai wujud budaya untuk mencapai kesana yaitu
dengan pendekatan Iman. Iman yang dimaksud disini adalah ( pandangan dan sikap hidup ) disinilah
penulis berusaha menyampaikan pesan topic besar yang fundamental pendekatan ini tentu ada kaitanya
dengan perwujudan Baldatun Thoyibatun Warabbun Ghafur di dalam sistim kehidupan berbangsa di
Negara Indonesia.

Meminjam pernyataan hadist Ibnu Majah memberikan ruang lingkup iman demikian “Iman itu
tambatan hati yaitu yang menggema menjadi ucapan dan seluruh laku perbuatan” juga hadist Thabrani
mengajukan redaksi yang lain, yaitu “ Iman itu satu ketetapan yang menggema menjadi ucapan dan
seluruh laku perbuatan “

Dengan pembuktian dua hadist tersebut di atas menjadi jelas bahwa ruang lingkup Iman, menurut
Al-Quran dan Sunah Rasull mencakup aspek kehidupan manusia, yaotu meliputi isi HATI, seluruh
UNGKAPAN dan segenap LAKU PERBUATAN. Dan untuk libih ringkas maka masalah bahagian isi
hati dan ucapan yaitu memberi atau mernyatakan Penilaian dan Pandangan, maka kita simpulkan
menjadi PANDANGAN HIDUP dan bagian lain dari sisi hati atau ketetapan hati dan ucapan juga seluruh
laku perbuatan yang mewujudkan gerak berbuat dalam keseluruhan hidup manusia, kita simpulkan
menjadi SIKAP HIDUP.

Dengan demikian maka kedua hadist tersebut di atas, untuk lebih singkat dan mendekati
haqeqatnya, kita tejemahkan menjadi IMAN ialah “PANDANGAN DAN SIKAP HIDUP” dari
pembuktian ruang lingkup iman ialah pandangan dan sikap hidup yang tersebut diatas perlu diperhatikan
bahwa bahwa perkataan iman itu sendiri belum bernilai dan berharga sebelum dihubungkan atau
disandingkan dengan sesuatu, di atas sudah dibuktikan bahwa IMAN ialah pandangan dan sikap hidup
menjadi timbul pertanyaan “ pandangan dan sikap hidup menurut apa?” perkataan iman itu sendiri tidak
bisa menjawab pertanyaan ini, terkecuali kalau di hubungkan atau disandngkan dengan perkataan lain,
yaitu dengan ajaran Ilmu Allah yaitu Al- Quran dan Sunah Rasul ( Hadist ) maka apa selanjutnya?

Tentu dengan demikian penulis ingin mengajak lagi mengingat yang sudah dibahas dalam
introduction diatas bahwasan AL-Quran adalah petunjuk bagi seluruh manusia Al- Quran sebgai
hudan linnas, maka sudah sepatutnya kita menerima seutuhnya arti kata iman sebagai pandangan
dan sikap hidup yakni iman kepada al-quran sudah seharusnya mampu memanifestasikan atau
menjelma pada sikap laku perbuatan dengan kita berpandangan hidup pada Alquran yang
didalamnya ada aspek kepercayaan atau keyakinan yang merupakan bagian dari isi hati dan
ucapan yaitu memberi atau menyatakan penilaian dan pandangan. Serta sikap hidup yang di
inginkan quran.

Gambaran al-Quran
Frasa  baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur ada dalam firman Allah SWT. Frasa tersebut
disematkan pada negeri Saba’.
َ ٌ‫ق َربِّ ُك ْم َوا ْش ُكرُوا لَهُ بَ ْل َدة‬
‫طيِّبَةٌ َو َربٌّ َغفُو ٌر‬ ِ ‫لَقَ ْد َكانَ لِ َسبَإ ٍ فِي َم ْس َكنِ ِه ْم آيَةٌ َجنَّتَا ِن ع َْن يَ ِمي ٍن َو ِش َما ٍل ُكلُوا ِم ْن ِر ْز‬
Sungguh bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua
buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan), “Makanlah oleh
kalian dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhan kalian dan bersyukurlah kalian kepada-Nya.
(Negeri kalian) adalah negeri yang baik dan (Tuhan kalian) adalah Tuhan Yang Maha
Pengampun.” (TQS Saba’ [34]: 15).

Imam Ibnu Katsir rahimahulLah, ketika menafsirkan ayat ini, menyatakan: “Saba’ adalah
(sebutan) raja-raja Negeri Yaman dan penduduknya…Dulu mereka berada dalam kenikmatan
dan kebahagiaan yang mengisi negeri dan kehidupan mereka, kelapangan rezeki mereka serta
tanam-tanaman dan buah-buahan mereka. Allah SWT lalu mengutus kepada mereka para rasul.
Para rasul itu menyeru mereka agar memakan rezeki yang Dia berikan dan agar bersyukur
kepada-Nya dengan mentauhidkan-Nya dan beribadah kepada-Nya. Keadaan mereka (yang baik)
itu terus berlangsung hingga masa yang Allah kehendaki. Lalu mereka berpaling dari apa yang
diserukan kepada mereka. Akibatnya, mereka dihukum dengan datangnya banjir bandang dan
terpencar-pencarnya mereka di banyak negeri.” (Tafsir Ibnu Katsîr, 6/445).

Adapun makna “rabbun ghafur”, menurut Imam ath-Thabari rahimahulLah, bermakna, “Rabb
kalian adalah Rabb Yang Maha Pengampun jika kalian mentaati-Nya”. (Tafsir ath-Thabari,
6/215).

Sayang, kejayaan dan kemakmuran negeri Saba’ berakhir saat mereka berpaling dari peringatan
Allah SWT  dengan meninggalkan ketaatan kepada-Nya. Allah SWT lalu menimpakan azab
keras yang memporakporandakan keadaan yang semula baik itu.

‫فَأ َ ْع َرضُوا فَأَرْ َس ْلنَا َعلَ ْي ِه ْم َسي َْل ْال َع ِر ِم َوبَ َّد ْلنَاهُ ْم بِ َجنَّتَ ْي ِه ْم َجنَّتَ ْي ِن َذ َوات َْي أُ ُك ٍل َخ ْم ٍط َوأَ ْث ٍل َو َش ْي ٍء ِم ْن ِس ْد ٍر قَلِي ٍل‬
Lalu mereka berpaling sehingga Kami mendatangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami
mengganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah
pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr (TQS Saba’ [34]: 16).

Akibatnya, Negeri Saba’ yang awalnya subur dan makmur, pasca bencana banjir besar itu, tidak
lagi menghasilkan tanaman-tanaman yang dapat menghidupi mereka. Allah SWT mengganti
tanaman-tanaman di negeri itu dengan tanaman yang buahnya pahit sehingga hal itu
meruntuhkan kejayaan negeri Saba’

Menwujudkan Baldah Thayyibah


Belajar dari kaum Saba’, seharusnya umat Muslim dapat mengambil sejumlah hikmah antara
lain: Pertama, bahwa kemakmuran dan kejayaan suatu kaum semata-mata adalah karunia Allah
SWT. Hal itu bisa diraih dengan cara mentauhidkan Allah SWT, mengimani dan mengikuti
ajaran rasul-Nya serta menerapkan syariah-Nya. Allah SWT berfirman:

َ‫ض َولَ ِك ْن َك َّذبُوا فَأَخ َْذنَاهُ ْم بِ َما َكانُوا يَ ْك ِسبُون‬


ِ ْ‫ت ِمنَ ال َّس َما ِء َواأْل َر‬
ٍ ‫َولَوْ أَ َّن أَ ْه َل ْالقُ َرى آ َمنُوا َواتَّقَوْ ا لَفَتَحْ نَا َعلَ ْي ِه ْم بَ َر َكا‬

Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu. Karena itu
Kami menyiksa mereka disebabkan oleh perbuatan mereka itu (TQS al-A’raf [7]: 96).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan, “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa”
maknanya  adalah: “Kalbu-kalbu mereka mengimani apa saja yang dibawa oleh para rasul
kepada mereka. Mereka membenarkan dan mengikuti para rasul itu. Mereka bertakwa dengan
melakukan ragam ketaatan dan meninggalkan aneka keharaman…” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/404).

Sebagaimana kaum Saba’ yang telah Allah SWT perintahkan untuk mensyukuri berbagai
kenikmatan, kaum Muslim juga diperintahkan untuk bersyukur atas karunia-Nya:

‫…لَئِ ْن َشكَرْ تُ ْم أَل َ ِزي َدنَّ ُك ْم َولَئِ ْن َكفَرْ تُ ْم إِ َّن َع َذابِي لَ َش ِدي ٌد‬

…Jika kalian bersyukur, pasti Allah akan menambah nikmat-Nya kepada kalian. Jika kalian
kufur, sungguh azab-Ku amat pedih (TQS Ibrahim [14]: 7).

Menurut Ibnu Qayyim al-Jauzi, “Syukur adalah menampakkan nikmat Allah. Secara lisan
dengan cara memuji dan mengakui. Secara hati dengan persaksian dan kecintaan (kepada Allah).
Secara anggota tubuh dengan terikat dan taat (pada syariah-Nya),” (Madarij as-Salikin, 2/244).

Inilah sikap syukur hakiki, yakni taat dan tunduk pada segenap aturan Allah SWT. Sikap
semacam inilah yang akan melanggengkan keberlimpahan nikmat dan karunia pada suatu negeri
dan menjadikan negeri itu sebagai baldah thayyibah.

Kedua, agar sebuah negeri bisa mendapatkan status “wa rabbun ghafur” adalah selalu bersegera
kembali ke jalan Allah SWT dengan menjaga tauhid dan kembali menaati-Nya. Imam ath-
Thabari rahimahulLah dalam tafsirnya menjelaskan frasa wa rabbun ghafur dengan menyatakan:
“Rabb kalian adalah Rabb Yang Maha Pengampun jika kalian mentaati-Nya.” (Tafsir ath-
Thabari, 6/215).
Manakala berbagai kemaksiatan merebak, kemungkaran merajalela dan ragam perbuatan
terlarang dilakukan, sikap yang harus ditunjukkan oleh seorang hamba yang shalih adalah
memperbaiki kerusakan tersebut dengan cara kembali pada aturan-aturan Allah SWT. Itulah
syarat bila ingin mendapatkan ampunan-Nya. Apalagi Allah SWT telah memerintahkan:

‫وا تُوب ُٓو ۟ا إِلَى ٱهَّلل ِ تَوْ بَ ۭةً نَّصُوحًا‬


۟ ُ‫يَ ٰـٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
َ
Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya
(TQS at-Tahrim [66]: 8).

Menurut Ibnu Katsir rahimahulLah, tawbat[an] nashuha, sebagaimana kata para ulama,


bermakna: bertobat dari perbuatan dosa, kemudian tidak kembali pada dosa tersebut dan tidak
menginginkannya kembali (Tafsir Ibnu Katsir, 8/190).
Dalam konteks Indonesia, bagaimana mungkin aneka kebaikan dan ampunan Allah SWT akan
datang bila bangsa ini terus melakukan berbagai kemaksiatan. Ekonomi ribawi terus
dipraktikkan. Kehidupan sosial liberal-hedonis terus dipertahankan. Syariah Allah SWT tetap
dicampakkan. Para penguasa terus berdusta. Para penista agama justru dibela.

Jika bangsa ini tidak segera melakukan tawbat[an] nashuha, dengan meninggalkan semua
kemungkaran, lalu kembali ke jalan Allah SWT, pasti negeri ini pun akan mengalami
kehancuran.
ِ ْ‫أَلَ ْم يَ َروْ ا َك ْم أَ ْهلَ ْكنَا ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم ِم ْن قَرْ ٍن َم َّكنَّاهُ ْم فِي اأْل َر‬
…‫ض َما لَ ْم نُ َم ِّك ْن لَ ُك ْم‬

Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan
sebelum mereka, padahal sebelumnya kedudukan (generasi itu) telah Kami teguhkan di muka
bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepada kalian… (TQS al-An’am [6]: 6).

Kita bisa menyaksikan di negeri ini berbagai kefasadan terjadi. Angka ketimpangan antara orang
kaya dan miskin di Indonesia tahun ini mencapai 0,42%. Tertinggi sepanjang sejarah (Country
Director Indonesia The World Bank, 2015). Utang luar negeri mencapai Rp 5.410 triliun.
Semuanya berbasis riba yang telah Allah SWT haramkan. Krisis keluarga terus meningkat setiap
tahun. Pada tahun 2017 saja ada 357 ribu pasangan bercerai. Ironinya, perceraian itu banyak
terjadi pada pasangan dengan usia pernikahan di bawah lima tahun. KDRT, khususnya dengan
korban perempuan, terus mengalami peningkatan hingga 71%. Tahun 2017 tercatat 348.446
kasus, melonjak jauh dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 259.150 kasus. Tentu masih
banyak lagi kefasadan yang telah terjadi di negeri ini seperti kemiskinan, pengangguran, korupsi,
ketidakadilan hukum, kerusakan moral (seperti perzinaan, pelacuran, LGBT, dll), dsb.

Oleh karena itu, jika bangsa ini menghendaki negeri ini menjadi baldatun thayyibatun wa
rabbun ghafur, semestinya mereka berusaha keras mengubah kondisi fasad ini agar sesuai
dengan tuntunan Allah SWT. Caranya adalah dengan melaksanakan syariah-Nya secara kaffah.
Itulah tuntunan hakiki atas kaum Muslim yang mengharapkan keberkahan dan ampunan Ilahi.
Bukankah ironi jika kita mengharapkan aneka kebaikan datang, tetapi justru kita menjauh dari
Allah SWT sebagai Pemilik segala kebaikan.
Kesimpulan :

Dengan iman sebagai konstruksi fundamental karna iman mencakup segala aspek
kehidupan dengan kita dapat memahaminya secara kaffah dan menjadikan alquran sebagai
pandangan dan sikap hidup yang menjadikan sistim kehidupan yang saling memakmurkan,
kehidupan tidak saling tindas kehidupan saling memberi serta menjadikan hubungan horizontal
damai saling menjaga satu sama lain, sehingga Allah serta seluruh alam merahmati atas manusia
yang konsisten menjaga MAU dengan pandangan dan sikap hidup atas ilmu Allah yaitu Alquran.
Hikmah dan perwujudan merevitalisasi definisi pemaknaan arti kata iman sebagai konstruk
fundamental yaitu pandangan dan sikap hidup, mengutip satu ajaran yang diwariskan KH.
Ahmad Dahlan yaitu Teologis AL-MAUN dengan begitu terciptanya Negara yang Baldatun
Thoyibatun Warabbun Ghafur dengan landasan Iman yang sebenar – benarnya Iman.

Daftar Pustaka

1. Buku IMM untuk Kemanusiaan dari Nalar ke Aksi ( sebuah pengantar : 14 - 22 )


2. Buku Pengantar Persiapan Study Al-Quran dan Hadist
3. Ebook Internalisasi Nilai – nilai AL-Quran untuk membentuk Pemimpin yang qurani
4. Jurnal kualitas hidup menurut tafsir nusantara ; baldatun thayibatun warabbun ghafur
dalam tafsir Marah Labid, tafsir al- azhar, tafsir an-nur, tafsir departemen agama, dan
tafsir al – misbah oleh : Yuli Andriansyah
5. Manifesto Gerakan Intelektual Profetik ( kunto wijoyo )

Anda mungkin juga menyukai