Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

GEJALA ALAM, SOSIAL, BUDAYA DALAM PEMBENTUKAN


PERILAKU KEBERAGAMAAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : IAD, ISD dan IBD
Dosen Pengampu : Muhammad Muchtar Arif, M.Pd

Disusun Oleh :
Nurhasanah ( 2311102108087 )
Nur’aini Salsabila ( 2311102108010 )
Danis Ramadania Saputri ( 2311102108057 )

UNIVERSITAS NAHDATUL ULAMA KALIMANTAN SELATAN


PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEMESTER 2
2024
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan dapat dikelompokan melalui beberapa cara. Secara
umum ilmu pengetahuan dikelompokan menjadi tiga yaitu ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan ilmu pengetahuan budaya.
Pengelompokan ilmu pengetahuan ini yang mendasari pengembangan Ilmu
Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, dan Ilmu Budaya Dasar sebagai mata
kuliah dasar umum yang wajib diambil oleh mahasiswa di samping mata
kuliah dasar umum lainnya seperti Agama, Pancasila, dan Kewiraan.
Berbicara tentang alam, sosial dan budaya tidak akan lepas dari suatu
konflik, dan konflik alam yang terjadi secara langsung akan menimbulkan
suatu masalah yang akan menyangkut terhadap budaya dan sosial di
lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku keberagamaan. gejala
alam, sosial dan budaya dapat berpengaruh dalam keberagamaan karena
secara tidak langsung agama selalu mempengaruhi perilaku manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Alam dan agama sangat erat kaitannya. Perubahan
alam dipengaruhi juga karena perubahan moral beragama atau tingkah laku
keberagamaan seseorang. Alam ini merupakan nikmat besar yang diberikan
Tuhan untuk manusia agar dapat dimanfaatkan dalam kehidupannya.
Dengan demikian, manusia sebagai khalifah dimuka bumi harus memiliki
kemampuan dan kesempatan untuk memanfaatkan alam bagi kehidupannya.
Dan sebagai khalifah di bumi manusia juga harus bijak dalam menghadapi
gejala sosial dan budaya yang sejatinya gejala-gejala tersebut akan selalu
mewarnai kehidupan manusia di bumi.

B. Rumusan Masalah
A. Apa pengertian keberagamaan?
B. Bagaimana penjelasan gejala alam dalam perilaku keberagamaan?
C. Bagaimana penjelasan gejala sosial dalam perilaku keberagamaan?
D. Bagaimana penjelasan gejala budaya dalam perilaku
keberagamaan?
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian keberagamaan
Keberagamaan yang maksudkan di sini adalah sifat-sifat yang terdapat
dalam agama. Atau dengan kata lain keberagamaan adalah yang menyangkut
segala aspek kehidupan yang berkaitan dengan kehidupan keagamaan
seseorang. Keberagamaan dari kata dasar agama yang berartisegenap
kepercayaan kepada Tuhan. Beragama berarti memeluk atau menjalankan
agama. Sedangkan keberagamaan adalah adanya kesadaran diri individu
dalam menjalankan suatu ajaran dari suatu agama yang dianut. Keberagamaan
juga berasal dari bahasa Inggris yaitu religiosity dari akar kata religy yang
berarti agama. Religiosity merupakan bentuk kata dari kata religious yang
berarti beragama, beriman. Jalaluddin Rahmat mendefinisikan keberagamaan
sebagai perilaku yang bersumber langsung atau tidak langsung kepada Nash.
Keberagamaan juga diartikan sebagai kondisi pemeluk agama dalam
mencapai dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan atau segenap
kerukunan, kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan ajaran dan
kewajiban melakukan sesuatu ibadah menurut agama. Sehingga dapat
disimpulkan tingkat keberagamaan yang dimaksud adalah seberapa jauh
seseorang taat kepada ajaran agama dengan cara menghayati dan
mengamalkan ajaran agama tersebut yang meliputi cara berfikir, bersikap,
serta berperilaku baik dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sosial
masyarakat yang dilandasi ajaran agama Islam (Hablum Minallah dan
Hablum Minannas) yang diukur melalui dimensi keberagamaan yaitu
keyakinan, praktek agama, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi atau
pengamalan.
Keberagamaan (religiusity) dalam dataran situasi tentang keberadaan
agama diakui oleh para pakar sebagai konsep yang rumit (complicated)
meskipun secara luas ia banyak digunakan. Secara subtantif kesulitan itu
tercermin terdapat kemungkinan untuk mengetahui kualitas untuk beragama
terhadap sistem ajaran agamanya yang tercermin pada berbagai dimensinya.
Beragama berarti mengadakan hubungan dengan sesuatu yang kodrati,
hubungan makhluk dengan khaliknya, hubungan ini mewujudkan dalam sikap
batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula
dalam sikap kesehariannya. Adapun perwujudan keagamaan itu dapat dilihat
melalui dua bentuk atau gejala yaitu gejala batin yang sifatnya abstrak
(pengetahuan, pikiran dan perasaan keagamaan), dan gejala lahir yang
sifatnya konkrit, semacam amaliah-amaliah peribadatan yang dilakukan
secara individual dalam bentuk ritus atau upacara keagamaan dan dalam
bentuk muamalah sosial kemasyarakatan.
B. Pengertian gejala alam
Ilmu Alamiah (I.A) atau sering disebut Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
dan akhir-akhir ini ada juga yang menyebut Ilmu Kealaman, yang dalam
bahasa Inggris desebut Natural Science atau disingkat Science dan dalam
bahasa Indonesia sudah lazim digunakan istilah Sains.
Ilmu alamiah merupakan Ilmu Pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-
gejala dalam Alam semesta, termasuk di muka bumi ini, sehingga terbentuk
konsep dan prinsip. Ilmu Alamiah Dasar (Basic Natural Science) hanya
mengkaji konsep-konsep dan prinsip-prinsip dasar yang esensial saja.
Gejala alam adalah sesuatu yang terjadi pada pemukaan bumi yang
disebabkan oleh peristiwa alam. Contoh gejala alam dalam perilaku
keberagamaan
A. Gerhana
Gerhana merupakan suatu istilah untuk menjelaskan suatu gejala gelap
yang terjadi bila benda langit terhalang benda langit lain. Sehingga dapat juga
dicermati dalam padanan kata bahasa Inggris “eclipse” berasal dari bahasa
Yunani yakni eklipses yang berarti peninggalan atau pelalaian. Istilah ini
dipergunakan secara umum, baik gerhana Matahari maupun gerhana Bulan.
Gerhana Matahari terjadi pada waktu Bulan berada di antara Bumi dan
Matahari.
Banyak cerita khurafat dan tahayyul beredar di masyarakat seputar
terjadinya gerhana. Namun syariat telah menyatakan dengan tegas nilai-nilai
yang terkandung dibalik terjadinya peristiwa tersebut.
Sabda Rasulullah SAW :
“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana Matahari. Beliau lalu
mengutus seseorang untuk memanggil jama’ah dengan: ‘ASHSHALATU
JAMI’AH’ (mari kita lakukan shalat berjama’ah). Orang- orang lantas
berkumpul, Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’
dan empat kali sujud dalam dua raka’at” (HR Bukhari dan Muslim, nas ini
lafaz Muslim 4/463 hadits nomor 1516) begitu pula latar belakang dalil yang
mendasari dilakukannya shalat gerhana sebagaimana Imam ibnu Qayyim
rahimakumullah berkata, dalam sabda Nabi Muhammad Saw.: “Dari
Mughirah bin Syu’bah radliallahu‘anhu berkata: terjadi gerhana Matahari
pada zaman Rasul ketika hari wafatnya Ibrahim, masyarakat berkata: gerhana
Matahari terjadi untuk wafatnya Ibrahim, maka Rasulullah berkata:
Sesungguhnya Matahari dan Bulan adalah dua tanda dari tanda- tanda
kekuasaan Allah, tidak tertutupi (gerhana) karena matinya seseorang dan tidak
juga karena hidupnya, jika engkau melihat keduanya maka berdo’alah dan
shalatlah hingga tersingkap.” (Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al Asqalani, tt.:
100).
Hikmah Dibalik Peristiwa Gerhana Menunjukkan salah satu keagungan
dan kekuasaan Allah Ta’ala yang Maha mengatur alam ini. Untuk
menimbulkan rasa gentar di hati setiap hamba atas kebesaran Allah Ta’ala dan
azab- Nya bagi siapa yang tidak taat kepada-Nya. Rasulullah saw bersabda,
“Sesungguhnya matahari dan bulan tidak gerhana karena kematian
seseorang atau karena kehidupannya. Akan tetapi keduanya merupakan
tanda-tanda kebesaran Allah. Jika kalian menyaksikannya, maka
hendaklah kalian shalat.” (HR. Bukhari) Dalam redaksi yang lain,
Bukhari juga meriwayatkan, “Sesungguhnya matahari dan bulan keduanya
merupakan tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya tidak gerhana karena
kematian seseorang atau karena kehidupannya.. Akan tetapi Allah hendak
membuat gentar para hamba-Nya.” (HR. Bukhari)
Disamping hal ini juga mengingatkan seseorang dengan kejadian hari
kiamat yang salah satu bentuknya adalah terjadinya gerhana dan menyatunya
matahari dengan bulan, seperti Allah nyatakan dalam surat Al-Qiyamah: 8-9.
‫وخسف القمر والشمس وجمع القمر‬
“Dan apabila bulan telah hilang cahayanya. Dan Matahari dan bulan
dikumpulkan.” (QS. Al-Qiyamah: 8-9)
C. Pengertian gejala sosial
Gejala sosial merupakan segala sesuatu yang di buat maupun dilkukan
oleh manusia di dalam lingkungan kehidupannya. Terdapat bermacam-
macam gejala sosial yang bisa dilihat dari kehidupan sehari-hari atau bahkan
di lingkungannya. Gejala-gejala sosial yang terjadi nantinya akan
menimbulkan suatu permasalahan baru dalam lingkungan masarakat. Hal
tersebut akan terus terjadi hingga di temukan sebuah upaya penyelesaian
untuk masalah tersebut.
Sosiologi menelaah gejala-gejala yang wajar dalam masyarakat seperti
norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat, lembaga kemasyarakatan,
proses sosial, perubahan sosial dan kebudayaan, serata perwujudannya.
Contoh gejala sosial dalam perilaku keberagamaan
A. kasus pencurian
mencuri adalah mengambil sesuatu barang secara sembunyi-sembunyi, baik
Tek
s
yang melakukan seorang anak kecilatau orang dewasa, baik barang yang
dicuri itu sedikit atau banyak, dan barang yang dicuri itu disimpan ditempat
yang wajar untuk menyimpan atau tidak.
Hukum mencuri adalah haram. Pelaku pencurian wajib dikenakan had
mencuri, yaitu potong tangan. Firman Allah SWT dalam Q.S. A l- Maidah:
38 “ Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuripotonglah
tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang merekakerjakan dan
sebagaisiksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. “
Setelah melihat bahwa hukuman mencuri adalah dipotong tangan seharusnya
pencuri itu semakin jera dan tidak berani melakukan hal tersebut lagi.
Gejala sosial dalam keberagamaan adalah gejala- gejala yang ada di
masyarakat yang melahirkan sebuah konflik dan perubahan yang mengarah
padasesuatu yang positif maupun negatif yang di mana konflik tersebut bisa
mempengaruhi perilaku keberagamaan.
D. Pengertian gejala budaya
Gejala budaya adalah suatu hal yang membuat manusia mengikuti
tradisi yang berlaku dari dulu dan sudah menjadi hal biasa di lingkungan
masyarakat. Pengaruh lingkungan budaya yang dalam ekspresi keberagamaan
lebih banyak ditemukan dalam hal-hal praktis dan konkrit.
Nurcholish Madjid menjelaskan hubungan agama dan budaya.
Menurutnya, agama dan budaya adalah dua bidang yang dapat dibedakan
tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama bernilai mutlak, tidak berubah karena
perubahan tempat dan waktu. Sedangkan budaya, sekalipun berdasarkan
agama, dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat.
Sebagian besar budaya didasarkan pada agama. Oleh Karena itu, agama
adalah primer, dan budaya adalah sekunder. Budaya bisa merupakan ekspresi
hidup keagamaan, karena ia adalah sub-ordinat terhadap agama.
Contoh gejala budaya dalam perilaku keberagamaan
A. Buka Luhur
Bagi Masyarakat Kudus tentunya sudah mengenal acara Buka Luwur
sunan Kudus. Acara ini merupakan upacara peringatan wafatnya sunan Kudus
atau disebut dengan “Khaul” yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Muharram
atau 10 Syura. Namun ada sebagian masyarakat yang menganggap bahwa
upacara tradisional Buka Luwur sebenarnya bukanlah Khaul atau peringatan
wafatnya sunan Kudus, sebab kapan tanggal wafatnya Sunan Kudus tidak atau
belum diketahui. Mengapa Buka Luwur diadakan tanggal 10 Syura atau 10
Muharram, hal itu disebabkan karena pada tanggal tersebut diyakini bahwa
ilmu Tuhan (dari langit) diturunkan ke bumi, sehingga tanggal tersebut
dianggap keramat. Namun menurut seorang sesepuh Kudus yang menjadi
ulama yang disegani oleh masyarakat Kudus, yaitu KH. Ma’ruf upacara Buka
Luwur itu sebenarnya adalah dalama rangka Khaul Mbah Sunan Kudus, yang
memang tanggal 10 Muharram atau 10 Syura adalah tanggal wafat beliau.
Fenomena keagamaan seperti ini adalah perwujudan sikap dan perilaku
manusia yang menyangkut hal-hal yang dipandang suci, keramat, dan berasal
dari sesuatu yang ghaib. Secara kronologis, sebenarnya proses upacara Buka
Luwur tersebut diawali dengan penyucian pusaka yang berupa keris yang
diyakini milik sunan Kudus yang dilaksanakan jauh sebelum tanggal 10
Syura, yaitu pada akhir Besar (nama bulan sebelum bulan Syura). Biasanya
air bekas untuk mencuci keris tersebut yang dalam bahasa jawa disebut
dengan “kolo”, diperebutkan masyarakat yang memiliki keris untuk mencuci
kerisnya, karena mengharap “berkah” dari sunan Kudus. Kemudian pada
tanggal 1 Syura dilakukan pencopotan kelambu atau kain putih penutup
makam yang sudah satu tahun digunakan. Kelambu atau kain pitih itulah
yang disebut dengan luwur. Menurut K.H. Ma’ruf Asnawi, pernah pada
waktu dulu kelambu atau kain putih penutup makam tidak diganti, kemudian
timbul kebakaran pada kelambu tersebut.
Kelambu atau kain putih bekas penutup makam tersebut menjadi
rebutan masyarakat karena untuk mendapatkan “berkah”. Pada malam tanggal
9 Muharram atau Syura diadakan pembacaan Barjanji (berjanjen) yang
merupakan ekspresi kecintaan mereka kepada Nabi Muhammad SAW.
Tanggal 9 Muharram setelah shalat subuh
diadakah khataman (pembacaan Al Quran dari awal sampai akhir). Sementara
khataman berlangsung dibuatlah “bubur suro” yaitu makanan yang berupa
bubur yang diberi bumbu yang berasal dari berbagai macam rempah- rempah.
Hal ini dimaksudkan sebagai “tafa’ul” kepada Nabi Nuh setelah habisnya air
dari banjir yang melanda kaumnya, sedangkan makanan tersebut diyakini
dapat menjadi obat berbagai macam penyakit.
Di samping pembuatan “bubur suro” pada saat khataman Al Quran
berlangsung, juga diadakan penyembelihan hewan yang yang biasanya berupa
kambing dan kerbau, menurut salah seorang yang pernah menjadi panitia
dalam acara tersebut kambing yang disembelih bisa mencapai 80 hingga 100
kambing. Kemudian pada malam harinya, yaitu malam tanggal 10 Muharram
diadakan pengajian umum yang isinya mengenai perjuangan dan kepribadian
sunan Kudus yang diharapkan menjadi teladan oleh masyarakat. Pada pagi
hari tanggal 10 Muharram setelah shalat subuh dimulailah acara penggantian
kelambu atau kain putih yang diawali dengan pembacaan ayat suci Al Quran
dan tahlil yang hanya khusus diikuti oleh para kyai, lalu mulailah pemasangan
kelambu. Bersamaan dengan itu diadakan pembagian makanan yang berupa
nasi dan daging yang sudah di masak kepada masyarakat, yang dibungkus
dengan daun jati. Masyarakat bersusah payah untuk mendapatkan nasi dan
daging tersebut, sebab makanan tersebut dianggap memiliki berkah dan
banyak mengandung kahsiat menyembuhkan penyakit. Walaupun hanya
mendapatkan sedikit, nasi tersebut biasa disebut dengan “sego mbah sunan”
(nasinya sunan Kudus). Setelah acara penggantian kelambu dan pembagian
nasi tersebut, berakhir sudah upacara buka luwur.
Makna Buka Luwur merupakan sebuah ekspresi dari kepercayaan
melalui akal yang mencoba memahami realita kebenaran mengenai manusia
dan sejarah serta kalbu yang digunakan untuk memahami pesan firman-firman
Tuhan melalui perasaan. Hal itu menghasilkan rentetan seremoni atau upacara
yang berlangsung secara kronologis dan berjalan secara turun menurun dari
generasi ke generasi, yang menjadi ekspresi perasaan masyarakat dalam
dinamika tindakannya. Peringatan buka luwur mempunyai nilai yang cukup
tinggi. Meneladani nilai-nilai dari perjuangan para wali khususnya sunan
Kudus dalam hidup bermasyarakat.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Gejala alam dalam perilaku keberagamaan adalah suatu tanda-tanda
yang menyebabkan perubahan paa alam yang memudian di ekspresikan dalam
keberagamaan baik ibadah maupun saling menolong sesama yang sedang
terkena musibah. Dengan gejala alam tersebut menunjukkan salah satu
keagungan dan kekuasaan Allah Ta’ala yang Maha mengatur alam ini. Untuk
menimbulkan rasa gentar di hati setiap hamba atas kebesaran Allah Ta’ala dan
azab-Nya bagi siapa yang tidak taat kepada-Nya.
Gejala sosial dalam perilaku keberagamaan adalah gejala-gejala yang
ada di masyarakat yang melahirkan sebuah konflik dan perubahan yang
mengarah pada sesuatu yang positif maupun negatif yang dimana konflik
tersebut bisa mempengaruhi perikaku keberagamaan.
Gejala budaya dalam perilaku keberagamaan
adalah sesuatu yang ada dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan
gambaran kalau budaya itu sudah ada sejak zaman dahulu. Misalnya
Fenomena keagamaan Buka Luhur adalah perwujudan sikap dan perilaku
manusia yang menyangkut hal-hal yang dipandang suci, keramat, dan berasal
dari sesuatu yang ghaib.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan yang
sudah barang tentu banyak kekeliruan baik dari segi materi maupun
penyampain kami. Kami sadar bahwa kami adalah manusia biasa yang tidak
luput dari kesalahan dan kekeliruan. Maka kami mohon akan kritik dan saran
anda semua serta masukan-masukan yang bersifat membangun demi masa
depannya. Semoga makalah yang kami berikan ini bermanfaat bagi
pemakalah sendiri dan untuk pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Atang Abd. Hakim, metodologi studi Islam, PT. Remaja Rosdakarya,


bandung, 1999.
Istamar Syamsuri, Biologi 2000 SMU jilid B, Erlangga, Jakarta, 2000.
Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1997.
Mudji Raharto, Fenomena Gerhana, dalam kumpulan tulisan Mudji Raharto,
Pendidikan Pelatihan hisab rukyah Negara- negara MABIMS, Lembang,
2000.
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka, Jakarta, 1986.
http://www.referensimakalah.com/2013/02/pengertian- keberagamaan.html
Diakses pada tanggal 02-04-2015 pada pukul 09:22 AM
http://suaramuslim.net/fiqih-tentang-gerhana-matahari-dan- bulan.html
Diakses tanggal 30-03-2015, 09:25 PM
http://www.artikelsridianti.gejala.alam.sosial.dan.budaya.dal
am.perilaku.keberagamaan.html Diakses pada tanggal 27-04- 2015, pada
pukul 01:48 PM
https://www.PonPes-Tarbiyatus-Shibyan-dan- Tarbiyatul-Banat.html Diakses
pada tanggal 16-04- 2015 pada pukul 07:29 AM
[1] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 191.
[2] http://www.referensimakalah.com/2013/02/pengertian-
keberagamaan.html Diakses pada tanggal 02-04-2015 pada pukul
09:22 AM
[3] Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1997, hal:1.
Istamar Syamsuri, Biologi 2000 SMU jilid B, Erlangga, Jakarta,
2000, hlm.24
Mudji Raharto, Fenomena Gerhana, dalam kumpulan tulisan Mudji
Raharto, Pendidikan Pelatihan hisab rukyah Negara-negara
MABIMS, Lembang, 2000, hlm. 6
[6] http://suaramuslim.net/fiqih-tentang-gerhana-matahari- dan-bulan
Diakses tanggal 30-03-2015, 09:25 PM
[7] http://www.artikelsridianti.gejala.alam.sosial.dan.budaya.dala
m.perilaku.keberagamaan diakses pada tanggal 27-04-2015, pada pukul
01:48 PM
[8] Atang Abd. Hakim, metodologi studi Islam, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1999, hlm. 34
[9] https://PonPes-Tarbiyatus-Shibyan-dan-Tarbiyatul-Banat.html
Diakses pada tanggal 16-04-2015 pada pukul 07:29 AM

Anda mungkin juga menyukai