Anda di halaman 1dari 25

Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di

Kabupaten Badung 2013

BAB INVENTARISASI
GRK
III

Dari aspek meteorologis, perubahan iklim adalah kondisi beberapa unsur iklim
yang magnitude dan/atau intensitasnya cenderung berubah atau menyimpang dari
dinamika dan kondisi rata-rata menuju ke arah tertentu, meningkat atau menurun.
Perubahan iklim terjadi karena proses alam dan/atau akibat kegiatan manusia secara
terus-menerus yang mengubah komposisi atmosfer dan tata guna lahan yang
menyebabkan pemanasan global. Pemanasan global disebabkan oleh peningkatan emisi
gas rumah kaca yang berlangsung dalam jangka waktu lama.
GRK adalah gas yang terkandung dalam atmosfer, baik alami maupun
antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah. GRK utama
dari pertanian adalah CO2 (karbondioksida), CH4 (metana), dan N2O (dinitrogen
oksida), CFCs (chlorofluorocarbon), dll. Inventory atau Inventarisasi GRK adalah
kegiatan untuk memperoleh data dan informasi mengenai tingkat, status, dan
kecenderungan perubahan emisi GRK secara berkala dari berbagai sumber emisi (source)
dan penyerapnya (sink), termasuk simpanan karbon (carbon stock). Emisi GRK adalah
lepasnya gas rumah kaca ke atmosfer pada area tertentu dalam jangka waktu tertentu.
Data Aktivitas adalah besaran kuantitatif kegiatan atau aktivitas manusia yang dapat
melepaskan dan/atau menyerap GRK. Faktor Emisi adalah besaran emisi GRK yang
dilepaskan ke atmosfer per satuan aktivitas tertentu.
Perubahan iklim menuntut perhatian ekstra umat manusia di muka bumi. Ada dua
kata kunci yang berakitan dengan perubahan iklim, yaitu (1) mitigasi dan (2) adaptasi.
Kedua kata ini sering disebut dalam tulisan tentang perubahan iklim dan di lapangan
adakalanya tidak mudah dibedakan. Mitigasi adalah usaha untuk menurunkan emisi dan
atau meningkatkan penyerapan GRK dari berbagai sumber emisi, dalam upaya
pengendalian atau pengurangan dampak perubahan iklim. Adaptasi adalah kemampuan
manusia, ternak, dan tanaman atau organisme untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan, baik bersifat mikro maupun makro, baik langsung maupun tidak langsung
akibat perubahan iklim, agar tetap dapat menjalankan fungsi biologisnya secara wajar.

Laporan Akhir
BAB III - 1
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

Emisi GRK adalah lepasnya gas-gas yang mempunyai efek rumah kaca pada
suatu area ke atmosfer dalam jangka waktu tertentu, baik yang disebabkan oleh proses
alamiah dan biologi maupun proses kimia dan fisika akibat aktivitas manusia, seperti
pertanian, kehutanan, industri, dan transportasi. Peningkatan emisi GRK secara langsung
akan meningkatkan konsentrasi GRK di atmosfer yang menyebabkan pemanasan global
akibat efek rumah kaca atau terhalangnya panas (heat) atau radiasi gelombang panjang ke
luar atau ke atmosfir oleh GRK.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No 71 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Inventaris Gas Rumah Kaca Nasional, maka inventaris GRK di
Kabupaten Badung dilakukan dengan pemantauan dan pengumpulan data aktivitas
sumber emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon serta penetapan faktor emisi
dan faktor serapan GRK yang dikelompokkan dalam 6 sektor utama yaitu Pertanian dan
Peternakan, Kehutanan, Energi, Industri, Transportasi dan Limbah. Adapun hasil
inventaris GRK di Kabupaten Badung adalah sebagai berikut.

3.1. SEKTOR PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Sawah yang tergenang air memberikan kontribusi besar terhadap meningkatnya


emisi GRK terutama gas methana. Sumber emisi utama GRK terdiri atas CO2, N2O dan
CH4. Gas CO2 diserap dari atmosfer melalui proses fotosintesis dan dilepaskan melalui
respirasi, dekomposisi, dan pembakaran bahan organik. Gas N2O terutama diemisikan
sebagai hasil samping proses nitrifikasi dan denitrifikasi, sedangkan gas CH4 diemisikan
melalui proses metanogenesis pada kondisi an-aerob dalam tanah, penyimpanan pupuk
kandang melalui proses enteric fermentation, dan akibat pembakaran tidak sempurna pada
pembakaran bahan organik. Gas lain yang dihasilkan dari proses pembakaran adalah
NOx, NH3, NMVOC dan CO yang disebut emisi tidak langsung. Gas-gas tersebut
merupakan pemicu (precursor) dalam pembentukan GRK di atmosfer. Emisi tidak
langsung juga terjadi dari proses pencucian atau aliran permukaan yang membawa
senyawa nitrogen, terutama NO3 yang kemudian dapat dikonversi menjadi N2O melalui
proses denitrifikasi.

Sumber GRK dari aktivitas pertanian dikelompokkan sebagai berikut: 1) enteric


fermentation, 2) pengelolaan limbah ternak, 3) pembakaran pada aktivitas pertanian
(grassland burning), 4) pembakaran padang rumput, 5) penggunaan kapur pertanian, 6)

Laporan Akhir
BAB III - 2
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

pemupukan urea, 7) emisi langsung dan tidak langsung N2O dari tanah, dan 8) lahan
sawah irigasi.
Proses enteric fermentation mengemisikan CH4, sedangkan pengelolaan limbah
ternak menghasilkan emisi CH4 dan N2O. Emisi N2O dari lahan pertanian bersumber
dari pupuk N, pengelolaan sisa tanaman, bahan organik, dan konversi lahan yang
menyebabkan mineralisasi bahan organik tanah. Emisi CO2 bersumber dari pengapuran
dan pemupukan urea. Emisi non-CO2 dihasilkan dari pembakaran sisa tanaman seperti
jerami (padi, jagung, tebu) dan dari pembakaran yang dilakukan pada saat konversi lahan.
Sawah irigasi mengemisi CH4 akibat proses an-aerobik yang terjadi pada proses
dekomposisi bahan organik pada tanah sawah yang tergenang dan dilepaskan ke atmosfer
melalui tanaman. Volume gas CH4 dari lahan sawah dipengaruhi oleh masa tanam, jenis
irigasi, pupuk organik dan an-organik, jenis tanah, suhu, dan varietas.

Gambar 3.1.
Proses Pembentukan Dan Pembuangan GRK Dalam Ekosistem Yang Dikelola.

Sektor pertanian menghasilkan gas methana tertinggi dibandingkan dengan


sektor-sektor lainnya. Praktek pertanian dan pemanfaatan pupuk di sektor pertanian juga
menghasilkan emisi GRK lainnya yakni dinitrooksida (N2O). Luas lahan sawah di
Kabupaten Badung tahun 2012 adalah 10.243 ha dengan sebaran menurut kecamatan
berkisar 33 ha sampai 4.615 ha, terluas di Kecamatan Mengwi dan terendah di
Kecamatan Kuta (Gambar 3.2). Sedangkan untuk luas panen dan rata-rata produksi
tanaman padi dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Laporan Akhir
BAB III - 3
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

Tabel 3.1. Luas Panen dan Rata-rata Produksi Tanaman Padi Sawah
per Kecamatan Di Kabupaten Badung
Rata-rata
Kecamatan Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
Produksi (Kw/Ha)
Kuta Selatan
Kuta 62 265 42.80
Kuta Utara 3459 23258 67.23
Mengwi 8941 56411 63.09
Abiansemal 5339 32854 61.54
Petang 2153 11450 53.18
Jumlah 19954 124328 62.26
Sumber : BPS Kabupten Badung dan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung

Sumber: Dinas Pertanian, Perhutanan dan Perkebunan Kabupaten Badung (2012)

Gambar 3.2
Lahan Sawah menurut Kecamatan di Kabupaten Badung Tahun 2012

Pupuk urea dan NPK untuk intensifikasi padi di lahan sawah tahun 2012 masing-
masing mencapai 45.074 ton/tahun sedangkan pemakaian pupuk SP.36 mencapai 22.537
ton/tahun, pemakaian terkecil adalah pupuk jenis ZA yang mencapai 11.269 ton/tahun.
Dari keempat jenis pupuk tersebut, petani di Kabupaten Badung telah mulai beralih
menggunakan pupuk organik, dimana hal ini dibuktikan dengan besarnya pemakaian
pupuk organik yang mencapai 67.611 ton/tahun. Adapun detail penggunaan pupuk sampai
akhir tahun 2012 di Kabupaten Badung berdasarkan jenis tanamannya dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 3.2. Penggunaa Pupuk untuk Tanaman Padi dan Palawija

menurut Jenis Pupuk

No Jenis Tanaman Pemakaian Pupuk (Ton)

Laporan Akhir
BAB III - 4
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

Urea SP.36 ZA NPK Organik


1 Padi 45.074 22.537 11.269 45.074 67.611
2 Jagung 139 - - - 834
3 Kedelai 986 - 493 - 2.958
4 Kacang tanah 124 - - 198
5 Ubi kayu 318 - - - 848
6 Ubi jalar 271 - - - 722
Jumlah Total 46.912 22.537 11.762 45.074 73.171
Sumber : Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung 2012

Pembakaran dan sisa pertanian membusuk juga menghasilkan emisi GRK.


Ternak-ternak ruminansia di Bali umumnya mendapatkan pakan yang kualitasnya kurang
baik sehingga akan menghasilkan feses yang mengemisikan GRK seperti methana ke
atmosfer. Diperkirakan 1 Kg kotoran ternak akan melepaskan sekitar 230 liter gas
methana ke atmosfer. Populasi ternak ruminansia di Kabupaten Badung sampai akhir
tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 3.3. Jumlah Hewan Ternak menurut Jenis Ternak


No Kecamatan Sapi Kerbau Kuda Kambing Babi
1 Kuta Selatan 14.158 - - 30 4.059
2 Kuta 808 - - 46 362
3 Kuta Utara 2.662 - 34 56 5.937
4 Mengwi 7.224 2 - 276 35.543
5 Abiansemal 9.104 - - 126 33.192
6 Petang 14.093 - - 363 31.129
Total 48.049 2 34 897 110.222
Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Badung 2012

Sedangkan untuk populasi ternak jenis ungags di dominasi oleh jenis ayam dan
itik, adapun populasi sampai akhir tahun 2012 adalah sebagai berikut :

Tabel 3.4. Jumlah Hewan Unggas menurut Jenis Unggas


Ayam
No Kecamatan Ayam Itik
Ayam Kampung Ayam Pedaging
Petelor
1 Kuta Selatan 71.341 900 16.000 1.319
2 Kuta 18.228 -   -  
3 Kuta Utara 70.685 13.000 52.500 3.078

Laporan Akhir
BAB III - 5
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

4 Mengwi 243.605 41.000 311.000 31.998


5 Abiansemal 95.406 60.000 107.500 47.266
6 Petang 58.981 10.000 191.100 6.175
Total 558.246 124.900 678.100 89.836
Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Badung 2012

3.2. SEKTOR KEHUTANAN

Permasalahan utama yang terjadi di Pulau Bali pada umumnya dan Kabupaten
Badung khususnya yang berdampak pada timbulnya emisi GRK secara garis besar
berkaitan dengan 3 hal, yaitu penataan ruang dan lingkungan hidup, pemanfaatan sumber
daya hutan dan perlindungan sumber daya hayati. Dalam hal penerapan tata ruang di
Kabupaten Badung sampai saat ini menunjukkan adanya indikasi berbagai pelanggaran
dalam pemanfaatan ruang. Pelaksanaan pembangunan di beberapa wilayah atau kawasan
banyak yang dilakukan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah rencana tata ruang, belum
mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta belum
memperhatikan kerentanan suatu wilayah terhadap kemungkinan terjadinya bencana
alam.
Beberapa penyebab terjadinya pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang antara
lain karena rencana tata ruang wilayah belum sepenuhnya dipakai sebagai pedoman
dalam menyusun kebijakan dan rencana program/kegiatan pembangunan daerah serta
pelaksanaan investasi, disamping masih lemahnya penegakan hukum terhadap kasus-
kasus pelanggaran tata ruang.
Kawasan Hutan yang terdapat di
Kabupaten Badung, yaitu kawasan hutan Sangeh
dengan luas 13,97 ha, hutan Mangrove Prapat
Benoa seluas 627 ha dan hutan lindung Pelaga
seluas 1.126,90 ha. Dengan Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor: 87/Kpts-II/1993 tanggal 16
Pebruari 1993, status Cagar Alam Hutan Sangeh
diubah menjadi Taman Wisata Alam Sangeh
dengan luas 13, 97 Ha. Tipe ekosistem di kawasan hutan Sangeh termasuk tipe hutan
dataran rendah, yang didominasi oleh jenis pohon Pala (Dipterocarpus trinervis) alam,
suatu tipe ekosistem hutan Diterocarpus trinervis alam yang menempati luasan yang
cukup besar, yang masih tersisa di Bali.

Laporan Akhir
BAB III - 6
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

Potensi Flora di Hutan Sangeh Selain


didominasi oleh Pohon Pala (Diptericarpus
trinervis), terdapat jenis flora yang sudah mulai
langka seperti Amplas (Tetracera scandens), Pule
(Alstonia scholaris), Buni (Antidesma bunius),
Cempaka Kuning (Michelia champaka),
Kepohpoh (Buchanania arborescens) dan lain
sebagainya.
Potensi Fauna di Hutan Sangeh antara lain Kera Abu-abu (Macaca fascicularis), Alap-
alap Sapi (Falco moluccensis), Elang Brontok
(Spizaetus cirrhatus), Elang Ular Bido (Spilornis
cheela), Elang-alap Kawah (Falco peregrinus),
Alap-alap Capung, Burung Hantu (Pypte alba
javanica), Merbah Cerucuk (Picnonotus gouvier),
Musang (Paradoxurus hermaproditus), Kucing
Hutan (Felis bengalensis), Sendanglawe (Ciconia
episcopus) dan lain sebagainya.
Selain Hutan Sangeh Kabupaten Badung juga mempunyai Hutan Mangrove yang
berada di Kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Menurut Unit Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah Unda-Anyar, Ditjen Rehabilitasi dan Perhutanan Sosial Departemen
Kehutanan dan Perkebunan (2004), secara keseluruhan luas hutan mangrove di Bali
adalah 3.005,90 ha, 639 ha ada di wilayah Kabupaten Badung. Hutan mangrove di
wilayah Kabupaten Badung terhampar mulai Pantai Timur Desa Kuta (muara Tukad
Mati), Tuban, Jimbaran, Mumbul, Pantai Barat Bualu sampai dengan Tanjung Benoa
termasuk Pulau Pudut.
Di wilayah pesisir Kabupaten Badung ditemukan 46 jenis mangrove dari 27 famili
yang tumbuh murni di zone air asin (mayor mangrove), di zone peralihan (assosiate
mangrove) dan mangrove minor yang tumbuhnya relatif ke arah daratan sebagai
tumbuhan pantai. Dengan pendekatan analisis kualitatif ditemukan kekayaan jenis
(species richnees) mangrove adalah sebagai berikut kelompok species mangrove sejati
(true/mayor mangrove species) seperti : jenis Prapat (Sonneratia alba), Bakau putih
(Rhizophora apiculata), Api-api (Avicennia marina), Teruntun (Aegiceras corniculatum),
Bakau gandul (Rhizophora mucronata), Tanjang merah (Bruguiera gymnorrhiza), Lindur
(Ceriops tagal) dan Banang-banang (Xylocarpus granatum), buta-buta (Excocaria
agalloca), dungun (Heritiera littoralis), teruntun putih (Lummitzera racemosa),

Laporan Akhir
BAB III - 7
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

buyuk/nipah (Nypa fruticans), dan sentigi pasir (Pempis acidula) berlimpah pada
sumstrat berpasir; serta jenis assosiasi di antaranya : Nyamplung (Calophyllum
inophyllum), Tangi (Pongamia pinnata), Biduri (Calotropis gigantea), Ketapang
(Terminalia catappa), dan waru lot (Thespesia populnea yang dijumpai secara sporadis di
kawasan tersebut.
Sebagai ilustrasi kondisi tegakan hutan mangrove di Kabupaten Badung diambil
dari hasil analisis komunitas mangrove di wilayah Pantai Barat Bualu- Tanjung Benoa
seperti disajikan pada Tabel Kumpulan data LH.
1) Dominansi Jenis
Hasil analisis vegetasi mangrove di wilayah studi didapatkan gambaran dominansi
jenis pada kelompok pohon didominansi oleh jenis Prapat (Sonneratia alba), yang
ditunjukkan oleh nilai dominansi relatif sebesar 100 % dan INP sebesar 300 %
untuk tingkat pohon. Sedangkan pada tingkat tiang ditempati jenis bakau merah
(Rhizophora apiculata), Bakau kurap (Rhizophora stylosa) dan Lindur (Bruguiera
gumnorrhiza). Sedangkan untuk tingkat pancang dan anakan didominansi oleh jenis
Bakau (Rhizophora apiculata dan R. stylosa), Lindur (Bruguiera gumnorrhiza), dan
(dengan nilai INP sebesar 300 %.
2) Keanekaragaman Jenis
Keragaman jenis vegetasi hutan mangrove di wilayah studi tergolong rendah untuk
semua tingkat pertumbuhan mangrove. Untuk tingkat pohon terjadi dominansi
mutlat (100 %) oleh jenis Prapat (Sonneratia alba). Pada tingkat tiang, pancang dan
keragaman jenis sangat kecil yaitu antara 0,00 – 1,087.
3) Penyebaran Jenis
Pengamatan di plot I dan II menunjukan jenis Prapat (Sonneratia alba) memiliki
nilai frekuensi relatif tertinggi pada tingkat pertumbuhan pohon (100 %) dan tingkat
tiang merata di antara tiga jenis (31,24 – 34,33 %). Sedangkan pada tingkat pancang
dan anakan ditemukan tiga jenis yaitu
Bakau (Rhizophora apiculata dan R. stylosa) dan Aegiceras corniculatum yang
penyebarannya merata.
Berdasarkan evaluasi kualitatif
kondisi hutan mangrove di Kabupaten
Badung dalam tahun 2007-2008 berjalan,
tidak banyak mengalami perubahan; baik
yang bersifat positif maupun yang negatif.

Kondisi sebagian hutan mangrove) di


Jimbaran

Laporan Akhir
BAB III - 8
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

o Sebagian kawasan hutan mangrove dijadikan tempat pembuangan


sampah liar oleh masyarakat, sehingga menyebabkan kerusakan dan kematian pada
beberapa jenis mangrove. Di wilayah Jimbaran, Mumbul, Bualu, dan pantai barat
Bualu-Tanjung Benoa.
o Sedimentasi dan pengurugan, hal ini terjadi di sekitar Tuban dan Muara
tukad Mati.
o Kegiatan pemotongan, pengambilan kayu dan bagian lainnya oleh
masyarakat untuk kayu bakar, bahan rumpon, dan untuk pembatas/penguat tanggul.
Pemerintah Kabupaten Badung, masyarakat, dan segenap pemangku kepentingan
telah melakukan upaya untuk mengatasi permasalahan yang terjadi seperti :
o Membuat dan memasang larangan membuang sampah di wilayah hutan
mangrove. Akan tetapi larangan-larangan tersebut tidak diindahkan oleh komponen
masyarakat.
o Membuat dan mengoperasikan TPS dan tempat pembakaran ” senorator”
di wilayah terdekat untuk mencegah pembuangan sampah secara liar ke lingkungan.
o Sosialisasi secara terpadu untuk mengelola sampah dan limbah rumah
tangga.

Selain adanya konversi lahan dan reklamasi/pengurugan, kerusakan Mangrove juga


terjadi karena pencemaran, baik pencemaran limbah padat (sampah) maupun limbah cair.
Kematian mangrove di sekitar Patung Ngurah Rai, khususnya jenis Sonneratia
diperkirakan karena pengaruh pencemaran minyak yang menutupi permukaan akar napas
vegetasi tersebut, dan akibat sampah yang menutupi akar napas vegetasi mangrove
sehingga menimbulkan kematian beberapa vegetasi. Pemanfaatan lahan mangrove
sebagai tempat pembuangan akhir (TPA) sampah juga mempunyai pengaruh terhadap
kesehatan hutan Mangrove di kawasan ini.

3.2.1. Kawasan Lindung


Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya
buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan
berkelanjutan (Kepres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung).
Kawasan lindung meliputi Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan
Bawahannya, Kawasan Perlindungan Setempat, Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
dan Kawasan Rawan Bencana Alam.

Laporan Akhir
BAB III - 9
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

Menurut Penjelasan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan


lindung meliputi:
a) kawasan yang memberikan pelindungan kawasan bawahannya, antara lain, kawasan
hutan lindung, kawasan bergambut, dan kawasan resapan air;
b) kawasan perlindungan setempat, antara lain, sempadan pantai, sempadan sungai,
kawasan sekitar danau/waduk, dan kawasan sekitar mata air;
c) kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain, kawasan suaka alam, kawasan
suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman
nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, serta
kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
d) kawasan rawan bencana alam, antara lain, kawasan rawan letusan gunung berapi,
kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan
gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir; dan
e) kawasan lindung lainnya, misalnya taman buru, cagar biosfer, kawasan perlindungan
plasma nutfah, kawasan pengungsian satwa, dan terumbu karang.

3.2.2. Lahan Kritis


Lahan kritis di Kabupaten Badung adalah seluas 18.610 ha atau 44% dari luas
wilayah Kabupaten Badung. Berdasarkan tingkat kritis lahan, maka lahan kritis tersebut
dibedakan menjadi kritis, agak kritis dan potensial kritis, hanya 5,28 % termasuk,ke
dalam kriteria kritis. Lahan kritis yang terdapat di Kabupaten Badung tersebar pada 2
kawasan, yaitu di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan. Luas lahan kritis di
dalam kawasan hutan terdapat pada 2 kecamatan, yaitu di Kecamatan Petang 775 ha
(potensial kritis), di kecamatan Abiansemal 270 ha (90 ha kritis dan 180 ha potensial
kritis). Dengan demikian luas lahan kritis di dalam kawasan hutan secara keseluruhan
luasnya 1.045 ha. Dari luas tersebut hanya 2,49 % dari luas Kabupaten Badung.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bali No : 539/03-N/HK/2006 tanggal 12
Oktober 2006 tentang Penetapan Luasan Lahan Kritis di 9 (sembilan) Kabupaten/Kota se
Bali, maka luas lahan kritis di Kabupaten Badung adalah : 2.301 hektar terdiri dari 2.211
hektar di luar kawasan hutan dan 90 hektar di dalam kawasan hutan (penetapan
berdasarkan kriteria sangat kritis dan kritis), yang menyebar di Kecamatan Kuta Selatan.
Luas lahan kritis di luar kawasan hutan terutama di kawasan budidaya pertanian
sebanyak 2.211 ha atau 22,39 % dari luas wilayah yang tersebar di Kecamatan Kuta
Selatan (Desa Kutuh, Ungasan dan Jimbaran). Lahan kritis di dalam kawasan hutan
sebanyak 90 ha, atau 5,09 %.

Laporan Akhir
BAB III - 10
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

Lahan kritis di luar kawasan hutan penyebarannya dibedakan pada dua lokasi,
yaitu pada kawasan lindung di luar kawasan hutan dan pada kawasan budidaya pertanian.
Lahan kritis pada kawasan lindung di luar kawasan hutan terdapat pada 2 kecamatan. Di
Kecamatan Petang seluas 141 ha (agak kritis) dan di Kecamatan Abiansemal 136 ha (agak
kritis). Sedangkan lahan kritis pada kawasan budidaya tersebar pada 3 kecamatan, yaitu
di Kecamatan Petang seluas 7.846 ha (2.091 ha agak kritis, 5.755 ha potensial kritis). Di
kecamatan Abiansemal terdapat 1.062 ha (potensial kritis), sedangkan di Kecamatan Kuta
Selatan seluas 8.020 ha (2.211 ha kritis, 4.056 ha agak kritis dan 1.483 ha potensial kritis.
Lahan kritis adalah lahan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai pengatur media
pengatur tata air, unsur produksi pertanian, maupun unsur perlindungan alam dan
lingkungannya. Lahan kritis merupakan suatu lahan yang kondisi tanahnya telah
mengalami atau dalam proses kerusakan fisik, kimia atau biologi yang akhirnya
membahayakan fungsi hidrologi, orologi, produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan
sosial ekonomi di sekitar daerah pengaruhnya.
Tabel 3.5. Luas Lahan Kritis
No. Kecamatan/Kabupaten/Kota Luas (Ha)
1 Kecamatan Kuta Selatan 8.020
2 Kecamatan Kuta 0
3 Kecamatan Kuta Utara 0
4 Kecamatan Mengwi 0
5 Kecamatan Abiansemal 1.198
6 Kecamatan Petang 9.397
Total 18.610
Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung 2012

3.3. SEKTOR ENERGI

Sektor energi merupakan salah satu sumber emisi yang berkontribusi terhadap
pemanasan global. Ekstraksi dan pembakaran minyak bumi disebut sebagai penyebab
utama terjadinya pemanasan global. Sebagai salah satu penghasil emisi terbesar di dunia,
Indonesia menempatkan sektor energi sebagai sumber emisi gas rumah kaca (GRK)
terbesar kedua setelah sektor berbasis lahan (pertanian, kehutanan dan lahan gambut).
Emisi dihasilkan dari pembakaran minyak bumi. Kilang minyak dan pembangkit listrik
memroses minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan energi. Listrik dan minyak bumi
yang telah diproses selanjutnya akan digunakan oleh sektor transportasi, industri, rumah
tangga dan jasa. Sektor transportasi merupakan pengguna minyak bumi yang telah

Laporan Akhir
BAB III - 11
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

diproses sedangkan sektor industri, rumah tangga dan jasa mengonsumsi baik listrik
maupun minyak bumi yang telah diproses.
Pemanfaatan energi di Kabupaten Badung digunakan untuk berbagai aktivitas
yang secara garis besar terbagi menjadi konsumsi energi untuk rumah tangga,
transportasi, industri dan lainnya. Kebutuhan listrik di Kabupaten Badung mengalami
pertumbuhan rata-rata 18.83 % dalam kurun watu tahun 2007 - 2011 dimana penjualan
tertinggi adalah pada akhir tahun (Bulan Desember) yang disebabkan oleh banyaknya
wisatawan yang dating ke Bali khususnya ke Kuta untuk merayakan akhir tahun. Adapun
detail jumlah penjualan listrik perbulan oleh PT. PLN untuk tahun 2011 dapat dilihat pada
tabel berikut :

Tabel 3.6. Jumlah Kapasitas dan Pemakaian Tenaga Listrik PT. PLN (Persero)
Rayon Kuta dan Mengwi

Bulan KWH Produksi KWH Siap KWH Jual (MWH)


Januari     100.938.959
Februari     93.018.524
Maret     99.315.839
April     99.959.513
Mei     104.550.349
Juni     98.181.932
Juli     100.294.024
Agustus     99.076.293
September     102.756.083
Oktober     109.761.738
November     112.121.616
Desember     115.815.954
2011     115.815.954
2010   95.763.168 65.595.198
2009   99.130.824 81.957.143
2008   93.739.014 74.184.899
2007   89.208.823 68.521.048
Sumber : Data Tahun 2007 - 2009 PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Denpasar
Data Tahun 2010 - 2011 PT. PLN (Persero) Rayon Kuta dan Mengwi

Pada tahun 2012 konsumsi energi listrik di Kabupaten Badung mencapai


115.815.954 Kilo Watt Hour (KWh) dari 147441 pelanggan. Pertumbuhan konsumsi
energi listrik menyebabkan peningkatan kapasitas daya pembangkit yang artinya
menambah konsumsi bahan bakar. Adapun banyaknya pelanggan yang dirinci
berdasarkan bentuk pemakaian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Laporan Akhir
BAB III - 12
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

Tabel 3.7. Jumlah Pelanggan Pemakai Listrik pada PT. PLN (Persero)
Rayon Kuta dan Mengwi

Jenis Tarif Bentuk Pemakaian Banyaknya Pelanggan


S1 Badan Sosial Kecil  
S2 Badan Sosial Kecil s/d Sedang 3015
S3 Badan Sosial Besar 2
R1 Rumah Tangga Kecil 104684
R2 Rumah Tangga Kecil s/d Sedang 11167
R3 Rumah Tangga Besar 3924
B1 Bisnis Kecil 17450
B2 Bisnis Kecil s/d Sedang 5683
B3 Bisnis Besar 163
B4 Sambungan Sementara  
I1 Industri Kecil 29
I2 Industri Kecil s/d Sedang 43
I3 Industri Besar 3
P1 Pemerintahan Kecil s/d Sedang 336
P2 Pemerintahan Besar 4
P3 Penerangan Jalan Umum 655
L Khusus 283
Jumlah 2011 147441
  2010 77909
  2009 235278
  2008 233556
  2007 227246
Sumber : Data Tahun 2007 - 2009 PT. PLN (Persero) Area Pelayanan Denpasar
Data Tahun 2010 - 2011 PT. PLN (Persero) Rayon Kuta dan Mengwi

3.4. SEKTOR INDUSTRI

Kegiatan industri masyarakat Kabupaten Badung masih didominasi oleh industri


tektstil dan pakaian jadi, industri makanan dan minuman serta industri barang dari kayu.
Skala usaha ada beberapa industri besar/sedang dan industri kerajinan rumang tangga.
Jenis industri pada dasarnya terbagi 2 kelompok yaitu industri kimia, agro dan hasil hutan
(IKAHH) serta industri logam, mesin elektronika dan aneka (ILMEA). Pada Tahun 2011

Laporan Akhir
BAB III - 13
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

industri IKAHH yang terdaftar sebanyak 47 unit usaha dan jumlah tenaga kerja yang
terserap 343 orang, besarnya investasi yang dilakukan Rp. 3.753.889.000 serta kapasitas
produksi sebesar Rp. 41.072.938.000, sedangkan industri ILMEA yang terdaftar sebanyak
7 unit usaha dengan jumlah kerja yang terserap 123 orang, besarnya investasi yang
dilakukan Rp. 945. 853.000 dan kapasitas produksi sebesar Rp. 4.167.032.000.

3.4.1. Industri Skala Menengah dan Besar


Industri yang tergolong skala menengah dan besar yang terdapat di Kabupaten
Badung Tahun 2012 berjumlah 72 perusahaan. Berdasarkan jenis industrinya, industri
skala menengah dan besar terdiri dari 11 jenis (Tabel 3.8). Jenis industri skala menengah
dan besar terbanyak jumlahnya di Badung yaitu industri pakaian jadi, industri makanan
dan minuman dan industri pengolahan selain mebeller sebanyak 48 perusahaan.
Sedangkan jenis industri lainnya hanya berkisar 1 – 5 perusahaan.

Tabel 3.8. Jenis Industri Skala Menengah dan Besar


di Kabupaten Badung Tahun 2012

No Jenis Industri Jumlah


1 Industri Makanan dan Minuman 8
2 Industri Tekstil 3
3 Industri Pakaian Jadi 31
4 Industri Kulit dan Barang dari Kulit 2
5 Industri Kayu dan Barang dari Kayu 5
6 Industri Penerbitan, Percetakan dan Reproduksi 3
7 Industri Galian Bukan logam 4
8 Industri Barang dari Logam Kecuali Mesin 1
9 Industri Furnitur 5
10 Industri Pengolahan Lainnya 9
11 Pengolahan Sampah dan Daur Ulang 1
Sumber: BPS Kabupaten Badung (2012)

3.4.2. Limbah Kegiatan Industri


Industri-industri yang berkembang di Kabupaten Badung sebagian besar
merupakan industri yang tidak berpolusi limbah seperti industri kayu dan furnitur.
Sumbangannya terhadap pencemaran lingkungan relatif kecil. Jenis industri yang paling
besar potensinya menimbulkan pencemaran lingkungan yang berasal dari limbah cair
yang dihasilkannya yaitu industri tekstil, industri kulit dan barang dari kulit, industri

Laporan Akhir
BAB III - 14
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

barang dari logam, dan industri galian mengingat usaha inudustri ini juga menggunakan
senyawa-senyawa tertentu yang limbahnya mempunyai kandungan logam-logam berat.
Jenis industri lainnya yang berpotensi menimbulkan limbah yang berbahaya bagi
lingkungan yaitu industri industri tekstil, industri kulit dan barang dari kulit, industri
barang dari logam, industri minuman, industri galian dan beberapa industri pengolahan
makanan lainnya.
Beban pencemaran air limbah berupa beban BOD, COD, TSS dan parameter
lainnya belum dapat dihitung besarnya karena belum tersedia data mengenai volume
limbah yang dihasilkan oleh masing-maing industri dan nilai BOD, COD, TSS dan
parameter lainnya pada air limbah menurut jenis industri tersebut. Hal ini perlu menjadi
perhatian dan dapat ditindaklanjuti dalam upaya pengendalian pencemaran lingkungan
dari sektor industri.

Tabel 3.9. Industri Penghasil Limbah B3

No Jenis Industri Jenis Kegiatan Jenis Limbah


Limbah zat warna logam berat
1 Industri Tekstil Pembuatan pakaian (Cu, Cr, Cd, Zn, As, Hidrokarbon
terhalogenasi, pigmen)
Hidrokarbon terhalogenasi (dari
2 Industri Pakaian Jadi Pembuatan pakaian
proses dressing dan finishing)
Limbah zat warna logam berat
Industri Kulit dan Barang dari Pembuatan barang
3 (Cu, Cr, Zn,Pb,Ni,Sn dan senyawa
Kulit dari kulit
organometal)
Fenol terklorinasi, hidrokarbon
Industri Kayu dan Barang dari Pembutan lemari,
4 terhalogenasi, da senyawa
Kayu kursi
organometal
Industri Penerbitan, Percetakan
5 Pembuatan buku logam berat dari tinta dan pewarna
dan Reproduksi
6 Industri Galian Bukan logam Pengerajin emas Larutan asam/alkali
Industri Barang dari Logam Pengerajin barang Logam berat terutama As, Ba, Cd,
7
Kecuali Mesin dari logam Ni dan Pb
Fenol terklorinasi, hidrokarbon
Pembutan lemari,
8 Industri Furnitur terhalogenasi, da senyawa
kursi serta finishing
organometal
Pengolahan
Logam dan Logam berat (Cd, Cr,
barang-barang besi
9 Industri Pengolahan Lainnya Pb, Hg, Se, Ag, Cu, Ni serta
yang mengasilkan
amonia, Sulfida dan Fluorida
limbah cair
Sumber : BLH Kabupaten Badung, 2012

3.5. SEKTOR TRANSPORTASI

Laporan Akhir
BAB III - 15
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

Kabupaten Badung secara geografis merupakan wilayah yang sangat strategis


berada diantara tiga wilayah yang berkembang pesat yaitu Kota Denpasar, Kabupaten
Tabanan, dan Gianyar serta memiliki jaringan infrastruktur yang lebih maju dan lengkap
dibandingkan dengan kabupaten lain di Bali. Kondisi tersebut menyebabkan aktivitas
penduduknya terus meningkat dari waktu ke waktu, sehingga dalam mendukung
aktivitasnya masyarakat tersebut diperlukan sarana dan prasarana transportasi yang
memadai sehingga memudahkan mereka untuk melakukan mobilisasi.
Representasi sarana dan prasarana transportasi merupakan salah satu indikator
kemajuan suatu wilayah dalam mengelola sumberdaya daerah dalam pengembangan
pemangunan. Kegagalan di sektor transportasi akan mengakibatkan pengaruh negatif
terhadap lingkungan hidup dan percepatan pertumbuhan perekonomian daerah.
Dampak yang ditimbulkan dari sektor transportasi antara lain berupa polusi udara
dari gas buang yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor dan kebisingan dari suara
kendaraan bermotor. Mengingat penyebab pencemaran udara dari gas buang kendaraan
bermotor, selain dipengaruhi oleh faktor internal antara lain jumlah kendaraan, kemacetan
lalu lintas dan kondisi kendaraan (perawatan dan umur), serta jenis bahan bakar
kendaraan, juga dipengaruhi faktor eksternal antara lain kecepatan dan arah angin, suhu
udara, topografi daerah, dan penggunaan lahan serta iklim wilayah.
Berdasarkan analisis kualitatif dan kuantitatif permasalahan transportasi di
Kabupaten Badung khususna Badung Selatan (Kecamatan Kuta Utara, Kuta dan Kuta
Selatan) merupakan konsentrasi aktivitas warga yang juga merupakan kawasan
perdagangan, perkantoran, pariwisata dan jasa lainnya. Dari berbagai macam penelitian
yang pernah dilakukan terkait dengan sektor transportasi, hal ini merupakan masalah
besar karena selain jumlah angkutan umum yang harus mencukupi, kualitas pelayanan
harus memadai sesuai permintaan, juga konsumsi bahan bakar minyak (BBM) yang besar
dan tingkat kemacetan yang terjadi akan menimbulkan terjadinya pencemaran udara dan
kebisingan yang merusak lingkungan dan kesehatan manusia.
Kabupaten Badung sebagai kota yang tumbuh pesat, maka tidak dapat dipungkiri
pertumbuhan penduduk yang terus meningkat akan diikuti oleh meningkatnya kebutuhan
sarana transportasi. Dari perkembangan ini menuntut penyediaan prasarana perkotaan
termasuk sistem transportasi yang cepat, aman dan nyaman serta terjangkau oleh daya
beli masyarakat. Sementara ini penyediaan transportasi massal dirasakan sangat tidak
memenuhi keinginan masyarakat disamping tidak semua wilayah dapat diakses dengan
angkutan umum juga biaya serta waktu tunggu di terminal yang cukup lama

Laporan Akhir
BAB III - 16
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

menyebabkan masyarakat kurang tertarik untuk menggunakan angkutan umum dan


masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi (sepeda motor dan mobil).
Apalagi dengan berbagai tawaran yang diberikan para pemilik dealer sepeda motor yang
memungkinkan bagi masyarakat untuk memiliki sepeda motor dengan cara yang mudah.
Telah terjadi peningkatan jumlah kendaraan bermotor rata-rata kenaikannya sebesar 6%
tiap tahunnya,
Permasalah transportasi lainnya yang mungkin timbul adalah karena ketidak
tahuan serta ketidak disiplinan pemakai kendaraan yang masih dibawah umur ini dapat
menimbulkan pelanggaran terhadap larangan berhenti, larangan parkir, dan pemanfaatan
jalan sebagai garase mobil menyebabkan kesemrawutan lalu lintas di perkotaan.
Pengembangan sistem transportasi khususnya di Kuta sudah tidak memungkinkan lagi
karena lahan yang sangat terbatas, sedangkan pertumbuhan penduduk dan kendaraaan
bermotor yang mengakses rangeroad Badung Utarake Badung Selatan semakin
meningkat pesat. Dampak yang terjadi hampir setiap hari di jalur tersebut terjadi
kemacetan, dan sangat kritis terutama pada hari raya dan hari libur.
Konsumsi energi transportasi terkait erat dengan jumlah kendaraan bermotor.
Jumlah kendaraan cenderung mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk sehingga konsumsi energi untuk transportasi juga mengalami peningkatan.
Jumlah kendaraan bermotor menurut jenis kendaraan dan bahan bakar yang digunakan di
Kabupaten Badung Tahun 2012, seperti disajikan pada Tabel 3.9, menunjukkan kendaraan
roda dua yang dominan. Untuk kendaraan roda empat atau lebih, kendaraan penumpang
pribadi paling banyak jumlahnya serta sebagian besar menggunakan bahan bakar
premium. Kendaraan berbahan bakar solar terbanyak juga pada jenis kendaraan
penumpang pribadi, disusul kendaraan beban dan truk besar.
Berdasarkan data Pertamina Unit V Bagian Pemasaran Jawa Timur dan Bali
tahun 2009 diketahui bahwa konsumsi bahan bakar minyak di bidang transportasi di
Kabupaten Badung sendiri sebesar 2.837,77 kl/hari atau 85.133 kl/bulan hampir 20%
konsumsi Premium di Bali diperuntukan untuk semua SPBU yang ada di Kabupaten
Badung yang berjumlah 27 unit. Sedangkan untuk bahan bakar diesel yaitu Solar untuk
Kabupaten Badung sebesar 431,77 kl/hari atau 12.953 kl/bulan.

Tabel 3.10. Jumlah Kendaraan Bermotor menurut Jenis Kendaraan dan Bahan bakar
yang Digunakan di Kabupaten Badung Tahun 2012

Laporan Akhir
BAB III - 17
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

Jumlah Kendaraan
No. Jenis Kendaraan
Premium Solar Jumlah
1 Barang 7.178 756 7.933
2 Penumpang pribadi 45.493 - 45.493
3 Penumpang umum 4.743 464 5.207
4 Bus besar pribadi - 43 43
5 Bus besar umum - 282 282
6 Bus kecil pribadi - 24 24
7 Bus kecil umum - 328 328
8 Truk besar - 2.433 2.433
9 Truk kecil - 867 867
10 Roda tiga - - -
11 Roda dua 342.373 - 342.373
Sumber : Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten Badung 2012

Untuk mendukung penyaluran bahan bakar, di Kabupaten Badung terdapat


Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang tersebar di beberapa wilayah
kecamatan, seperti disajikan pada tabel 3.11.

Tabel 3.11. Lokasi SPBU di Kabupaten Badung 2012


BBM
No Lokasi SPBU Premiu
Pertamax Solar
m
Bay Pas Ngurah Rai
1 720 0,45 160
Jimbaran
2 Nusa Dua 870 0,5 120
3 Bay Pass Ngurah Rai Kuta 630 - 100
4 Kuta 860 0,7 125
5 Jl. Raya Canggu 360 - 115
6 Jl Uluwatu 260 - 120
7 Jl. Imam Bonjol 650 - 200
8 Darma Saba 370 - 300
9 Kapal 300 - 480
10 Jl. Raya Dalung 480 - 130
11 Mengwi 180 - 225
12 Sibang Kaja 160 - 100
13 Sangeh 150 - 120
14 Petang 100 - 131
15 Kerobokan 480 - 100
16 Bandara Ngurah Rai 630 0,7 0
17 Pecatu 420 - -
Sumber : Pertamina, 2011

Laporan Akhir
BAB III - 18
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

3.5.1. Jalan dan Terminal


Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas,
yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel. Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi yang mempunyai peranan penting
dalam mendukung urat nadi kehidupan masyarakat. Dalam kerangka tersebut, jalan
mempunyai peranan untuk mewujudkan sasaran pembangunan seperti pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan perwujudan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, jalan dapat
dikelompokkan menurut peruntukan, sistem jaringan, fungsi, status dan kelas jalan. Jalan
menurut peruntukan dibedakan atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan menurut sistem
jaringan dapat dibedakan atas jaringan jalan primer dan jaringan jalan sekunder. Jalan
menurut fungsinya dapat dibedakan atas jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan
lingkungan. Jalan menurut statusnya dapat dibedakan atas jalan nasional, jalan provinsi,
jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa. Sedangkan jalan menurut kelasnya dapat
dibedakan atas jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang dan jalan kecil. Selain itu,
jalan dapat juga dibedakan berdasarkan klasifikasi ruas jalan yaitu jalan kota, pelayanan
umum, pariwisata dan jaringan jalan strategis.
Jalan menurut kewenangannya di Kabupaten Badung tahun 2011 terdiri dari jalan
Nasional 46.284 km, jalan Provinsi 103.580 km dan jalan kabupaten 565.981 km.
Kondisi jalan kabupaten di Kabupaten Badung dalam kondisi baik hanya 27.638 km
kondisi sedang 8.766 km dan kondisi rusak 9.880 km.

Tabel 3.12. Panjang Jalan Negara, Provinsi, Kabupaten Menurut


Jenis Permukaan, Kondisi, Kelas Jalan di Kabupaten Badung
Jalan Negara Jalan Provinsi Jalan Kabupaten
Uraian
(Km) (Km) (Km)
I. Jenis Permukaan 46284 103580 565981
a. Aspal 46284 103580 553556
b. Kerikil/Limestone
c. Tanah 4275
d. Lainnya/Paving 8150
II
. Kondisi Jalan 46284 103580 565981

Laporan Akhir
BAB III - 19
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

a. Baik 27638 33180 355353


b. Sedang 8766 21450 169118
c. Rusak 9880 48950 41510
d. Rusak Berat
II
I. Kelas Jalan
a. Kelas I
b. Kelas II
c. Kelas III
d. Kelas III A
e. Kelas III B
f. Kelas III C
g. Kelas Tidak Terinci
Sumber : Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Badung

Selain jaringan jalan, sistem transportasi darat juga didukung oleh keberadaan
terminal. Terminal adalah titik simpul dari prasarana transportasi jalan untuk keperluan
memuat dan menurunkan orang dan atau barang serta mengatur keberangkatan dan
kedatangan kendaraan umum. Sebagai tempat terputusnya dan awal suatu pergerakan
penumpang dan kendaraan, daya dukung terminal dicerminkan dari karakteristik
terminal itu sendiri, yaitu dari titik lokasi, luas dan kapasitas, serta tingkat pertumbuhan
kedatangan kendaraan dan penumpang seperti disajikan pada Tabel 3.13.

Tabel 3.13. Sarana Terminal Kendaraan Penumpang Umum yang ada


di Kabupaten Badung 2012
Luas
No. Nama Terminal Tipe Lokasi Kawasan
(ha )
Desa Beringkit Kecamatan
1 Mengwi Terminal Tipe A 1,135
Mengwi
2 Sentral Parkir Kuta Terminal Tipe C Jl. Raya Kuta Kecamatan Kuta 0,15
Desa Dalung Kecamatan Kuta
3 Dalung Terminal Tipe C 0,3
Utara
Sumber : Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi Kabupaten Badung 2012

3.5.2. Pelabuhan Laut, Sungai dan Danau

Laporan Akhir
BAB III - 20
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

Kabupaten Badung tidak memiliki pelabuhan laut, dan danau. Perairan pantai di
Kabupaten Badung secara oseanografi tidak mendukung dibangunnya pelabuhan karena
umumnya memiliki gelombang yang tinggi. Sementara itu, Kabupaten Badung tidak
memiliki danau.

3.5.3. Pelabuhan Udara


Salah Satu pintu gerbang keluar/masuk Provinsi Bali adalah Bandar Udara
Ngurah Rai yang terletak di Kabupaten Badung. Pada tahun 2011 jenis penerbangan
domestik untuk kedatangan mencapai 32008 penerbangan dan keberangkatan mencapai
32174 penerbangan, sedangkan jenis penerbangan internasional untuk kedatangan
mencapai 19740 penerbangan dan 21443 penerbangan untuk keberangkatan. Tabel
berikut memperlihatkan detail penerbangan di Bandar Udara Ngurah Rai rentang tahun
2007 - 2011.

Tabel 3.14. Banyaknya Pesawat Terbang yang Datang dan Berangkat


Menurut Jenis Penerbangan di Bandar Udara Ngurah Rai

Jenis Penerbangan
Bulan Domestik Internasional
Datang Berangkat Datang Berangkat
Januari 2591 2623 1608 1611
Februari 2228 2237 1453 1457
Maret 2458 2483 1499 1501
April 2544 2544 1599 1609
Mei 2704 2705 1646 1652
Juni 2764 2776 1606 1611
Juli 2889 2896 1771 1763
Agustus 2610 2608 1720 1928
September 2779 2784 1674 3348
Oktober 2827 2838 1711 1721
November 2766 2759 1686 1682
Desember 2928 2921 1767 1760
2011 32088 32174 19740 21443
2010 24863 24934 17606 17603
2009 22712 22727 15665 16785
2008 22361 22370 11915 11888
2007 21152 21161 9491 9608
Sumber : PT (Persero) Angkasa Pura I Kantor Cabang Bandar Udara Ngurah Rai

Laporan Akhir
BAB III - 21
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

Selain data bayaknya pesawat dating yang dating dan berangkat, data lebih detail
dapat disajikan dan dirinci berdasarkan lalu lintas penumpang dan barang seperti yang
tersaji pada tabel berikut :

Tabel 3.15. Lalu Lintas Penumpang Menurut Terminal Keberangkatan


Pada Bandar Udara Ngurah Rai

Domestik Internasional
Bulan Transi
Datang Berangkat Transit Datang Berangkat t
Januari 241418 266312 7926 226831 250698 3735
Februari 228452 222564 8279 215312 216479 6644
Maret 232021 229500 6713 218465 220898 3195
April 244608 242178 7269 241684 231727 2714
Mei 262609 261806 7923 237268 247117 2454
Juni 298581 280570 9164 269969 263129 4083
Juli 312529 322004 9837 304275 291237 3471
Agustus 255878 241207 8427 276359 302213 3351
September 283522 299221 8503 272539 263715 3585
Oktober 285235 287050 9162 268770 289824 2617
November 291316 288037 8165 248169 253909 2779
Desember 317942 300026 9076 274798 248499 4532
2011 3254111 3240475 100444 3054439 3079445 43160
2010 2668245 2951874 64129 2823940 2838113 53826
2009 2300136 2344616 87599 2473648 2507031 41398
2008 2079815 2036432 89331 2100290 2091381 33726
2007 1956394 1938197 58130 1803112 1797482 26643
Sumber : PT (Persero) Angkasa Pura I Kantor Cabang Bandar Udara Ngurah Rai

3.5.4. Limbah Padat dari Prasarana Transportasi


Limbah padat atau sampah yang dihasilkan dari prasarana transportasi khususnya
dari tiga terminal di Kabupaten Badung yaitu diperkirakan sebanyak 4,6 m3/hari.
Timbulan sampah tersebut tidak hanya dari aktivitas transportasi tetapi juga dari kegiatan
perdagangan yang ada di dalam terminal.

3.6. SEKTOR LIMBAH

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai
jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air
buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water).

Laporan Akhir
BAB III - 22
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki
kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah
ini terdiri dari bahan kimia Senyawa organik dan Senyawa anorganik. Dengan konsentrasi
dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan
terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah.
Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan
karakteristik limbah.

3.6.1. Sampah
Sampah adalah benda padat yang timbul dari kegiatan manusia yang dibuang
karena tidak dipergunakan lagi oleh pemiliknya. Munculnya permasalahan sampah
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi,
kesejahteraan penduduk, pola konsumsi masyarakat dan perilaku penduduk, aktivitas
fungsi kota, kepadatan penduduk dan bangunan serta kompleksitas problem transportasi.
Faktor-faktor tersebut disamping mempengaruhi jumlah timbulan sampah juga
berpengaruh terhadap komposisi sampah.
Berdasarkan sumbernya, sampah dapat dibedakan atas sampah domestik (rumah
tangga), sampah institusional (sekolah, kantor, dll), sampah komersial (pasar, toko, dll),
sampah industri, sampah aktivitas perkotaan (penyapuan jalan, lapangan, dll), sampah
rumah sakit, sampah pertanian dan peternakan, sampah konstruksi dan lain sebagainya.
Sedangkan komposisi sampah secara umum meliputi sampah organik, kertas, logam,
kaca, tekstil, plastic/karet dan lain-lain.
Penanganan sampah khususnya di kota-kota besar di Indonesia merupakan salah
satu permasalahan perkotaan yang sampai saat ini merupakan tantangan bagi pengelola
kota. Pertambahan penduduk dan peningkatan aktivitas yang demikian pesat di kota-kota
besar, telah mengakibatkan meningkatnya jumlah sampah disertai permasalahannya.
Diprakirakan paling banyak hanya sekitar 60% - 70 % yang dapat terangkut ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) oleh institusi yang bertanggung jawab atas masalah sampah
dan kebersihan, seperti Dinas Kebersihan. Bagian sampah yang tidak terangkut tersebut
ditangani oleh masyarakat secara swadaya, atau tercecer dan secara sistematis terbuang
ke mana saja.
Tambah banyak sampah yang dapat diangkut ke TPA bukan pula jaminan bahwa
kota akan menjadi makin bersih. Kualitas kebersihan suatu kota, lebih tergantung pada
peran serta masyarakatnya untuk menjaga kebersihan kota tersebut. Kebersihan suatu
kota biasanya tercermin dari penanganan sampah di tempat-tempat umum seperti di pasar

Laporan Akhir
BAB III - 23
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

dan sebagainya. Oleh karenanya, pengertian masyarakat bukan hanya terbatas pada
penduduk di permukiman-permukiman, tetapi seluruh penghasil sampah, seperti
pedagang di pasar, pedagang kaki lima, pejalan kaki, pengusaha hotel dan restoran,
pengendara kendaraan, atau karyawan/pegawai di kantor-kantor pemerintah atau swasta,
dan sebagainya.
Aktivitas utama pemusnahan sampah di TPA adalah dengan landfilling. Beragam
tingkat teknologi landfilling, diantaranya yang paling sering disebut adalah sanitary
landfill yang sebetulnya di negara industri dianggap paling sederhana. Dapat dipastikan
bahwa yang digunakan di Indonesia adalah bukan landfilling yang baik, karena hampir
seluruh TPA di kota-kota di Indonesia hanya menerapkan apa yang dikenal sebagai open-
dumping, yang sebetulnya tidak layak disebut sebagai sebuah cara yang sistematis, dan
sama sekali sulit pula disebut sebagai sebuah bentuk teknologi penanganan sampah.
Permasalahan sampah tidak hanya terkait dengan semakin meningkatnya
timbulan sampah tetapi juga sangat terkait dengan kesadaran dan partisipasi masyarakat
dalam mengelola sampah dan kemampuan Pemerintah Daerah dalam memfasilitasi
pengelolaan sampah, seperti menyediakan sarana pengelolaan sampah untuk mengurangi
timbulan sampah, banyaknya volume produksi sampah yang sudah dan belum ditangani
dapat dilihat pada Tabel 3.16.
Tabel 3.16.
Volume produksi sampah yang sudah dan belum ditangani
di Kabupaten Badung
No Uraian m3/hari
1 Produksi Sampah di Kabupaten Badung 1.378
  a. Kecamatan Kuta Selatan 275
  b. Kecamatan Kuta 296
  c. Kecamatan Kuta Utara 241
  d. Kecamatan Mengwi 286
  e. Kecamatan Abiansemal 211

  f. Kecamatan Petang 69
2. Volume Sampah yang Dapat Ditangani 994
  a. Kecamatan Kuta Selatan, Kuta, dan Kuta Utara 728
  b. Kecamatan Mengwi 154
  c. Kecamatan Abiansemal dan Petang 26
  d. Sampah yang di musnahkan dengan Incenerator 72
  e. Sampah Trass Rack 14
3. Volume Sampah yang Belum Tertangani dan 384
  Dibuang Ke Pekarangan Masyarakat  

Laporan Akhir
BAB III - 24
Inventarisasi dan Monitoring Sumber Pencemar Gas Rumah Kaca (GRK) di
Kabupaten Badung 2013

Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Badug 2012

Dalam rangka pengelolaan sampah, sarana dan prasarana pengelolaan sampah


yang tersedia di Kabupaten Badung sebagai berikut:
1) Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah
Pemerintah Kabupaten Badung melakukan kerjasama pengelolaan sampah dalam
kerangka IPST Sarbagita bersama-sama Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, dan
Tabanan dengan memanfaatkan TPA Regional Sarbagita di Kota Denpasar. Luas
TPA Regional Sarbagita adalah 23 ha dengan sistem pengelolaan sampah masih
open damping.
2) Sarana Pengumpulan, Pemindahan dan Pengangkutan Sampah
Sarana pengumpulan dan pemindahan sampah yang dimiliki Kabupaten Badung
yaitu truk tangki 10 unit, truck amroll 9 unit, truck treller 1 unit, truck biasa 3
unit, truck tinja 1 unit, mobil tangga 4 unit, mobil penyapuan 4 unit, dump truck
34, alat berat 6 unit, kijang operasional 10, sepeda motor operasional 7 unit,
sepeda motor gerobak 6 unit.

Laporan Akhir
BAB III - 25

Anda mungkin juga menyukai