Handi Supriadi
ABSTRAK
Terjadinya perubahan iklim pada saat ini telah mengkibatkan dampak buruk terhadap kehidupan makhluk hidup di permukaan bumi.
Kekeringan, banjir atau rob, gelombang udara panas, dan badai merupakan beberapa contoh yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Pada sektor pertanian, kondisi tersebut akan menyebabkan produksi tanaman mengalami penurunan yang cukup signifikan sehingga
mengganggu ketahanan pangan nasional dan menurunkan pendapatan petani dan devisa negara. Penyebab utama terjadinya perubahan
iklim adalah meningkatnya emisi gas rumah kaca (terutama gas CO 2) di udara, yang dihasilkan oleh aktivitas manusia (antropogenik).
Untuk mengurangi emisi gas CO2 Pemerintah Republik Indonesia telah mencanangkan Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas
Rumah Kaca (RAN-GRK) sesuai Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2011. Salah satu kegiatan utamanya adalah penanaman
105.200 ha tanaman karet. Peran ekologis tanaman karet yaitu tajuknya dapat menyerap gas CO 2 dari udara dan dari hasil biji karet
dapat dibuat biodiesel dengan gas buang CO2 yang lebih rendah dari bahan bakar minyak (solar), sehingga tanaman karet mempunyai
peran yang penting dalam mengurangi kejadian perubahan iklim (mitigasi). Jumlah CO 2 yang diserap oleh tanaman karet bervariasi
tergantung kepada umur tanaman, kondisi tanaman, kesuburan tanah, dan teknis budidaya yang diterapkan. Rata-rata stok karbon
pada karet tradional (perkebunan rakyat) 19,8 ton C/ha, sedangkan pada karet klon unggul (perkebunan besar) 42,4 ton C/ha.
Jumlah gas CO2 yang diserap oleh perkebunan karet di Indonesia mencapai 291,16 Mton CO2e. Potensi produksi biodiesel dari RSO
di Indonesia mencapai 424.460 ton. Campuran solar dan biodiesel dari RSO dapat menurunkan emisi gas buang CO 2 sebesar
40,14%.
ABSTRACT
Role of rubber plant in climate change mitigation. Climate change happened and resulted in adverse effect of our life on the earth's
surface. Droughts, floods, or rob, heatwaves, and hurricanes happened recently of incident that might be caused by climate change. In the agricultural
sector, these conditions will lead to reduction of yields significantly, in turn disrupt the national food security and reduce foreign exchange. Major
factor that may induce climate change is the increased greenhouse gas emissions primarily CO 2 in air, generated by human activity (anthropogenic).
To reduce emissions of CO2 gas, Government of Indonesia has launched the National Action Plan for Reducing Emissions of Greenhouse Gases (RAN-
GRK) through Presidential Decree No. 61 of 2011. One of the main activity is the planting of 105,200 ha of rubber trees. Ecological role of the
rubber plant is an sequestration CO 2 from the air. Moreover, rubber yielded may be converted into biodiesel fuel having CO 2 content being lower than
diesel oil in otherwords, rubber plant has an important role in reducing of incidences of climate change (mitigation). The amount of CO2 is
sequestrated by rubber plant varies depending on the age of the plant, crop conditions, soil fertility and technical cultivation applied. Average of
carbon stock of those rubber plants cultivated traditionally was 19.8 ton C / ha, while those superior clone ones was 42.4 ton C/ha. The amount of
CO2 gas sequestrated by rubber in Indonesia reached of 291.16 Mton CO 2e. Potentially biodiesel production developed from the RSO in Indonesia
reached 424,460 ton, blending of diesel oil and biodiesel from RSO able to reduce CO 2 emissions of 40.14%.
Tabel 2. Cadangan karbon pohon karet pada berbagai tingkat umur di Sukabumi
Table 2. Carbon stocks of rubber plants at various age levels in Sukabumi
Umur Atas Bawah Total Penyerapan CO2
(tahun) (ton C/ha) (ton C /ha) (ton C/ha) (ton CO2e/ha)
20 56,33 11,12 67,45 274,29
25 87,65 15,49 103,14 378,14
31 108,05 19,86 127,91 468,96
Sumber : Susilowati (2010)
Tabel 3. Cadangan karbon pohon karet pada berbagai tingkat umur di India
Table 3. Carbon stocks of rubber plants at various age levels in India
Umur Atas Bawah Total Penyerapan CO2
(tahun) (ton C /ha) (ton C/ha) (ton C/ha) (ton CO2e/ha)
5 12,6 5,7 18,4 67,46
10 52,3 11,1 63,3 232,08
15 67,1 13,2 80,3 294,40
20 69,2 14,5 83,7 306,87
25 69,2 14,3 83,5 306,14
30 69,5 13,3 82,9 303,94
Sumber : http://www.wamis.org
Hasil penelitian di India menunjukkan menggunakan klon unggul (PB 260, BPM 24, PB
bahwa sampai umur 20 tahun total stok karbon 217 dan lain-lain), sehingga rata-rata stok
pada tanaman karet meningkat sesuai dengan karbonnya pun berbeda. Pada perkebunan rakyat
bertambahnya umur. Pada umur 5 tahun stok stok karbon 19,8 ton C/ha dan perkebunan besar
karbon 18,4 ton C/ha, pada umur 10 dan 15 42,4 ton C/ha. Jumlah stok karbon pada
tahun meningkat menjadi masing-masing 63,3 dan perkebunan rakyat mencapai 57.622.211,84 ton C
80,3 ton C/ha. Pada umur 20 tahun stok karbon dan perkebunan besar 21.793.981,6 ton C
mencapai angka tertinggi yaitu 83,7 ton C/ha. sehingga total seluruhnya mencapai 79.416.193,44
Stok karbon mulai mengalami sedikit penurunan ton C. Dari hasil perhitungan tersebut, maka dapat
pada umur 25 tahun yaitu menjadi 83,5 ton C/ha ditentukan jumlah CO2 yang ditambat oleh
dan pada umur 30 tahun kembali menurun menjadi perkebunan karet di Indonesia mencapai 291,16
82,9 ton C/ha. Penurunan tersebut disebabkan Mton (mega ton) CO2e.
karena menurunnya stok karbon pada bagian bawah Bila dibandingkan dengan tanaman
(akar) sehingga total karbon pada tanaman karet perkebunan lain terlihat bahwa tanaman karet asal
juga ikut menurun (Tabel 3) klon unggul mempunyai rata-rata stok karbon yang
(http://www.wamis.org). lebih tinggi (Tabel 4) sehingga dalam
Luas areal tanaman karet di Indonesia pada pengembangan tanaman perkebunan yang ramah
tahun 2008 mencapai 3.424.217 ha yang terdiri lingkungan sebaiknya menggunakan bahan tanaman
dari perkebunan rakyat seluas 2.910.208 ha dan karet unggul (klon unggul) terutama klon penghasil
perkebunan besar (milik pemerintah maupun kayu dan lateks seperti BPM 1, PB 330, PB 3420,
swasta) seluas 514.009 ha (Ditjenbun, 2009). AVROS 2037 dan lain-lain.
Perkebunan rakyat umumnya menggunakan karet
tradisional, sedangkan perkebunan besar
keras berwarna coklat, 50-60% kernel yang menghasilkan kinerja mesin diesel yang baik dan
berwarna putih kekuningan. Kernel biji karet emisi gas buang CO2 lebih rendah dibandingkan
terdiri dari 45-50% minyak, 2,71% abu, 3,71% dengan minyak solar murni. Kandungan gas buang
air, 22,17% protein dan 24,21% karbohidrat CO2 pada berbagai putaran mesin motor diesel
sehingga biji karet berpotensi digunakan sebagai merk Nissan, model DWE 47 50 HS AV
bahan baku biodiesel (Ikwuagwu et al., 2000; untuk minyak solar murni (B-0), campuran 95%
Hardjosuwito dan Hoesnan, 1976). solar dan 5% biodiesel RSO (B-5), 90% solar dan
Jika diasumsikan bahwa 80% tanaman 10% biodiesel RSO (B-10), 85% solar dan 15%
karet menghasilkan buah dengan produksi rata-rata biodiesel RSO (B-15) dan 80% solar dan 20%
biji karet satu ton/ha/tahun, maka dari luas areal biodiesel RSO (B-20) terdapat pada Tabel 5.
tanaman karet 3.424.217 ha akan dihasilkan biji Rata-rata emisi gas buang CO2 yang
karet sebanyak 2,74 juta ton/tahun. Dari produksi dihasilkan B-0 pada putaran mesin 1350, 1750,
biji karet tersebut akan diperoleh 1,10 juta ton 2150, 2550 dan 2950 rpm rata-rata 7% sedangkan
kulit biji (40%) dan 1,64 juta ton kernel (60%). pada minyak solar yang dicampur biodiesel RSO
Biji karet adalah bahan dasar untuk (B-5, B-10, B-15 dan B-20) rata-rata hanya 4,19%,
pembuatan biodiesel. Proses pembutan biodiesel hal ini menunjukkan bahwa pemberian biodiesel
melalui beberapa tahapan sebagai berikut : (1) biji RSO pada minyak solar dapat menurunkan emisi
karet dipres secara hidrolik, dari proses ini akan gas buang CO2 sebesar 40,14%. Pada putaran
dihasilkan minyak kasar biji karet (rubber seed oil optimal (2550 rpm) emisi gas buang CO2 yang
(RSO)) dengan rendemen sekitar 22,28-30,00% dihasilkan minyak solar murni 8%, lebih tinggi jika
(Yunarlaeli dan Rochmatika, 2009; Tazora, 2011). dibandingkan dengan minyak solar yang dicampur
(2) minyak kasar yang dihasilkan kemudian biodiesel RSO yang hanya mencapai rata-rata
dimurnikan dari lendir, getah, dan kotoran dengan 4,90%. Pada putaran ini campuran minyak solar
proses degumming, dari proses ini akan dihasilkan dan biodiesel RSO dapat menurunkan emisi gas
minyak biji karet murni dengan rendemen 83,44%, buang CO2 sebesar 38,75% (Tabel 3).
(3) minyak biji karet umumnya memiliki kadar Campuran minyak solar dan biodiesel RSO
asam lemak bebas yang tinggi yaitu di atas 5% terbaik adalah B-10. Pada putaran mesin 1350,
sehingga untuk menurunkannya perlu dilakukan 1750, 2150, 2550 dan 2950 rpm rata-rata gas
proses esterifikasi, dari proses ini akan dihasilkan buang CO2 dari B-10 rata-rata hanya 3,52% lebih
campuran trigliserida dan fatty acid metil ester rendah baik jika dibandingkan dengan B-0 maupun
(FAME) dan (4) proses akhir dari pembuatan B-5, B-15, dan B-20 yang masing-masing rata-rata
biodiesel, adalah transesterifikasi, dari proses ini mencapai 7, 4,72, 4,72 dan 3,80%. Campuran B-
dihasilkan biodiesel dengan rendemen 74,5-74,6% 10 dapat menurunkan emisi gas buang CO 2
(Fachrie, 2009; Tazora, 2011). 49,71%, sedangkan B-5, B-15 dan B-20 masing-
Jumlah minyak kasar yang dihasilkan dari masing mencapai 32,57, 32,57 dan 45,71% (Tabel
2,74 juta ton biji karet mencapai 685 ribu ton 3).
(dengan asumsi rendemen minyak kasar biji karet Putaran mesin optimal komposisi B-10
25%), setetah dimurnikan dengan proses menghasilkan emisi gas buang CO2 terendah yaitu
degumming akan dihasilkan minyak murni 571,66 3,6% dibandingkan dengan B-0, B-5, B-15 dan B-
ribu ton dan melaui proses esterifikasi dan 20 yang masing-masing mencapai 8,0, 4,4, 4,4 dan
transestrifikasi, dihasilkan biodiesel sebanyak 7,2%. Penurunan emisi gas buang CO2 pada B-5,
424,46 ribu ton. B-10, B-15 dan B-20 masing-masing mencapai 55,
Hasil penelitian Susila (2010) 45, 45 dan 10% (Tabel 3).
menunjukkan bahwa biodiesel yang dihasilkan dari
RSO dapat dicampur dengan minyak solar dan
Tanaman karet dalam mitigasi perubahan Anwar, C. 2006. Manajemen dan teknologi
iklim dapat mengurangi emisi gas CO 2 di udara budidaya karet pusat penelitian karet.
melalui penambatan CO2 oleh tajuk tanaman dan Disampaikan pada pelatihan Tekno
pemanfaatan biodiesel minyak biji karet untuk Ekonomi Agribisnis Karet tanggal 18 Mei
campuran minyak solar dengan emisi gas buang 2006, di Jakarta PT. FABA Indonesia
(CO2) yang lebih rendah dari minyak solar murni. Konsultan.
Rata-rata stok karbon pada karet tradional
(perkebunan rakyat) 19,8 ton C/ha, sedangkan Boerhendhy, I. 2009. Pengelolaan biji karet untuk
pada karet klon unggul (perkebunan besar) 42,4 bibit. Warta Penelitian dan Pengembangan
ton C/ha. Jumlah gas CO2 yang ditambat oleh Pertanian 31(5):6-9.
perkebunan karet di Indonesia mencapai 291,16 Brown, S., A. J. R. Gillespie and A. E. Lugo.
Mton CO2e. 1989. Biomass estimation methods for
Potensi produksi biodiesel dari RSO tropical forest with applications to
(rubber seed oil) di Indonesia mencapai 424.460 forest inventory data. Forest Science
ton. Campuran solar dan biodiesel dari RSO dapat 35:881-902.
menurunkan emisi gas buang CO2 sebesar 40,14%.
Brown, S. 1997. Estimating biomass and Haryadi. 2005. Kajian potensi cadangan karbon
biomass change of tropical forest. A pada pertanaman teh (Camelia sinensis (L)
Primer. FAO. Forestry Paper No. 134. F O. Kuntze) dan berbagai tipe penggunaan
AO, USA. lahan di Kawasan Taman Nasional Gunung
Halimun, Kecamatan Nanggung,
Darmandono. 1995. Pengaruh komponen hujan
Kabupaten Bogor [Tesis]. Sekolah
terhadap produktivitas karet. Jurnal
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian Karet 13(3), 223-238.
Bogor
Ditjenbun, 2009. Statistik perkebunan 2008-2010.
http://www.manado.kaukustujuhbelas.org.
Karet. Direktorat Jenderal Perkebunan.
Diakses tanggal 12 Januari 2012
Jakarta. 46 hal.
http://www.gtuneland.wordpress.com. Diakses
DNPI. 2010. Kurva biaya (cost curve) pengurangan
tanggal 20 Desember 2011
gas rumah kaca Indonesia. Dewan Nasional
Perubahan Iklim Indonesia. Jakarta. 54 hal. http://www.indonesiafinancetoday.com . Diakses
tanggal 12 Nopember 2011
Fachrie, M. Y. M. 2009. Sintesis dan karakteristik
biodiesel dari minyak biji karet (Hevea http://www.its.ac.id/personal/files/pub/2294-
brasiliensis) melalui proses etrans orchidea-chem-eng-UPN-sby. Diakses
(Esterifikasi-Transesterifikasi) [skripsi]. tanggal 12 Januari 2012.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut http://www.rakyatmerdekaonline.com. Diakses
Pertanian Bogor. Bogor. tanggal 10 Oktober 2011
Ginoga, K., O Cacho, Erwidodo, M Lugina, , and http://www.regional.kompas.com. Diakses
D Djaenudin. 2002. Economic tanggal 10 Oktober 2011
performance of common agroforestry
systems in Southern Sumatra, Indonesia: http://www.wamis.org/agm/meetings/rsama08
implications for carbon sequestration /Bari401-Islam-Carbon-Sequestration-
services. Working Paper CC03, ACIAR Rubber.pdf. Diakses tanggal 15 September
Project ASEM 1999/093. 2011.
Hairiah, K. dan S. Rahayu. 2007. Pengukuran Ikwuagwu, O. E., I. C. Ononogbu, and O. U.
karbon tersimpan di berbagai macam Njoku. 2000. Production of biodiesel using
penggunaan lahan. Bogor: World rubber (Hevea brasiliensis) seed oil. J
Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Industrial Crops and Products 12:5762.
Regional Office, University of Brawijaya, IPCC. 2001. Climate change 2001. : Impacts,
Unibraw, Indonesia. 77 hal, adaptation, and vulnerability.
Hardjosuwito, B., dan Hoesnan, A. 1976. Minyak Contribution of Working Group II to the
biji karet: analisis dan kemungkinan Third Assessment Report of the
penggunaannya. Menara Perkebunan Intergovernmental Panel on Climate
44(5):255-259. Change. J.J. Carthy, O.F. Canziani, N.A.
Leary, D.J. Dokken, and K.S. White,
(Eds) Cambridge University Press.
Cambridge. 1032 p.
Ketaren S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Susilowati, S. 2010. Pendugaan Cadangan karbon
Lemak Pangan. UI Press.Jakarta. (carbon stock) dan Neraca Karbon Pada
Perkebunan Karet. IPB. Bogor.
Ketterings, Q. M., R Coe, Van Noordwijk, M
Ambagau, Y Palm, C.A. 2001. Reducing Syahbuddin, H., dan T. N. Wihendar. 2010.
uncertaintly in the use of allometrics Anomali Curah Hujan Periode 2010-2040
biomass equation for predicting above- di Indonesia.
ground tree biomass in mixed secondary http://www.balitklimat.litbang.deptan.go
forest. Forest ecology and management 120: .id
199-209. Tazora, Z. 2011. Peningkatan Mutu Biodiesel dari
Las, I. 2007. Kebijakan Litbang Pertanian Minyak Biji Karet Melalui Pencampuran
menghadapi perubahan iklim. dengan Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar .
Dipresentasikan pada pertemuan Pokja SPS IPB. Bogor. 90 hal.
Anomali Iklim mengenal Dampak Toh, K.S and SK Chia. 1987. Nutritional value of
Perubahan Iklim terhadap Sektor rubber seed meal in livestock, feedingstuffs
Pertanian. Strategi Antisipasi dan for livestock in South East Asia proced.
Teknologi Adaptasi. 20 Agustus 2007. dalam: Aritonang D. Kemungkinan
Bogor. Pemanfaatan Karet dalam Ramuan
Lou, W. Y, M. H. Zong, and Z. Q. Duan. 2008. Makanan Ternak. J Penelitian dan
Efficient production of biodiesel from high Pengembangan Pertanian 1986 5(3):73-78.
free fatty acid-containing waste oils using UNEP and IPIECA, 1991. Climate change and
various carbohydrate-derived solid acid energy efficiency in industry. International
catalysts. J Bioresource Technology 99:8752 Petroleum Industry Environmental
8758. Conservation Association. London. 64 p.
Meiviana, A., D. R. Sulistiowati dan M. H. Van Noordwijk, M., S Rahayu, K Hairiah, YC
Soejachmoen. 2004. Bumi makin panas, Wulan, Farida & B Verbist. 2002. Carbon
ancaman perubahan iklim di Indonesia. stock assessment for a forest-to-coffee
Kementerian Lingkungan Hidup Republik conversion landscape in Sumber Jaya
Indonesia dan Yayasan Pelangi Indonesia. (Lampung, Indonesia): from allometric
Jakarta. 65 hal. equations to land use change analysis. J. Sc.
Phalakornkule, C., A Petiruksakul, and W China (special issue on Impacts of land use
Puthavithi. 2009. Biodiesel production in a change on the terrestrial carbon cycle in
small community: case study in Thailand. J the Asia Pacific region). Vol 45 (C): 75-
Resources, Conservation and Recycling 86.
53:129135. Vladu, I. F. 2006. Adaptation as part of the
Ratag, M. 2007. Perubahan iklim Indonesia development process. Technology Sub-
periode 1900-2000. BMG. Jakarta progamme. Adaptation Technology and
Science Programe. UNFCCC.
Runtunuwu, E., and Kondoh. 2006. Assessing
global climate variability and change under Yuliasmara, F., A. Wibawa dan A. A. Prawoto.
coldest and warmest periods at different 2009. Karbon tersimpan pada berbagai
Latitude Regions. Submitted to IJAS. umur dan sistem pertanaman kakao:
pendekatan allometrik. Pelita Perkebunan
Susila, I. W. 2010. Kinerja mesin diesel memakai
25(2):86-100.
bahan bakar diodisel biji karet dan analisa
emisi gas buang. Jurnal Teknik Mesin.
Universitas Kristen Petra 12(1):43-50
Yulyana, R. 2005. Potensi kandungan karbon pada Yunarlaeli, F., dan B. Rochmatika. 2009. Pengaruh
pertanaman karet (Hevea brasiliensis) yang metode pengepresan terhadap yield
disadap: kasus perkebunan inti rakyat minyak biji karet.
Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten http://eprints.undip.ac.id. Diakses
Bengkulu Utara [Tesis]. Bogor. Program tanggal 2 Pebruari 2010.
Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.