Anda di halaman 1dari 29

ATYPICAL FACIAL PAIN

REFERAT ORAL MEDICINE

Disusun oleh:

Vika Yunita Wulandari, S.KG 2021-16-156


Vini Meilansari, S.KG 2021-16-157
Vionna Noor Apriliani Z, S.KG 2021-16-158
Whisnu Galih Ekasiwi, S.KG 2021-16-159
Yelinda Dewi Monika, S.KG 2021-16-160
Yesis Putri Dumai, S.KG 2021-16-161
Zafira Citra Aniza, S.KG 2021-16-162
Arvinidia Nafisa Imtinan, S.KG 2021-16-163
Agnes Rhenathalia, S.KG 2021-16-164

Dosen Pembimbing:
drg. Manuel Dwiyanto Hardjo Lugito, Sp.PM

PROGRAM PROFESI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4


2.1 Atypical Facial Pain...........................................................................4
2.1.1 Etiologi.....................................................................................5
2.1.2 Patogenesis...............................................................................8
2.1.3 Gambaran Klinis........................................................................8
2.1.4 Klasifikasi...............................................................................10
2.1.5 Diagnosis................................................................................12
2.1.6 Diagnosis Banding..................................................................12
2.1.7 Perawatan...............................................................................13

BAB 3 PEMBAHASAN.......................................................................................17
3.1 Kasus 1.............................................................................................17
3.2 Kasus 2.............................................................................................19
3.3 Kasus 3.............................................................................................21

BAB 4 RINGKASAN...........................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................25

i
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyeri wajah atipikal atau idiopatik (AFP) adalah ketidaknyamanan atau

nyeri orofasial kronis yang konstan, yang didefinisikan oleh International

Headache Society sebagai 'nyeri wajah yang tidak memenuhi kriteria lain. Oleh

karena itu, diagnosis dapat sulit dibuat karena hanya dapat dicapai dengan

menyingkirkan penyakit organik. Penyakit organik yang mungkin menyebabkan

nyeri orofasial kronis serupa biasanya di daerah kepala dan leher, atau bahkan di

dada. AFP termasuk dalam kategori gejala yang tidak dapat dijelaskan secara

medis (medically unexplained symptoms (MUS), yang sebagian besar tampaknya

memiliki dasar psikogenik. Harus diakui, bagaimanapun, bahwa pasien yang

kesakitan mungkin juga memanifestasikan reaksi psikologis terhadap pengalaman

tersebut.1

Pada tahun 1924, diagnosis AFP pertama yang diketahui dicatat oleh

Frazier dan Russell yang menetapkan bahwa 10% hingga 15% pasien yang

mengalami nyeri wajah kronis memiliki gejala yang berbeda dari pola klinis khas

neuralgia trigeminal, yang mengarahkan mereka untuk menciptakan istilah

neuralgia atipikal. Fakta bahwa pasien dengan gangguan ini mengalami nyeri

yang tidak mengikuti distribusi saraf perifer atau merespon agen antiepilepsi,

pelabelan kondisi ini sebagai atipikal telah berfungsi untuk membedakannya dari

1
neuralgia trigeminal tipikal. Meskipun hal ini memberikan cara untuk

mengkategorikan pasien dengan riwayat dan profil nyeri yang serupa, dasar yang

membedakan gangguan ini dapat dianggap memiliki keterbatasan diagnostik

karena kondisi ini ditentukan oleh eksklusi daripada inklusi.2

Kebanyakan penderita AFP adalah individu normal yang sedang, atau

pernah, berada di bawah tekanan yang ekstrim, seperti kehilangan atau

kekhawatiran tentang kanker atau infeksi. Tomografi emisi positron pada orang

dengan AFP menunjukkan peningkatan aktivitas otak, menunjukkan mekanisme

peringatan yang ditingkatkan dalam menanggapi rangsangan perifer. Hal ini dapat

menyebabkan pelepasan neuropeptida dan produksi radikal bebas, yang

menyebabkan kerusakan sel dan pelepasan eikosanoid yang memicu rasa sakit,

seperti prostaglandin. Mungkin ada komponen neuromuskular. Beberapa pasien

memiliki ciri-ciri kepribadian, seperti hipokondriasis atau neurosis (seringkali

depresi), dan sangat sedikit yang mengalami psikosis.1

Nyeri wajah secara luas dapat dibagi menjadi dua kategori: nyeri mulut

yang berhubungan dengan gigi dan tidak terkait dengan gigi. Sakit wajah yang

berhubungan dengan gigi adalah jenis rasa sakit yang paling umum dialami orang

dan dapat memiliki dampak negatif yang serius pada kehidupan seseorang. Sakit

gigi memiliki prevalensi yang tinggi pada populasi anak, terutama bagi mereka

yang memiliki status sosial ekonomi rendah yang kurang memiliki akses ke

perawatan gigi. Pada orang dewasa, nyeri gigi sangat berkorelasi dengan

kerusakan gigi akibat penyakit gigi yang tidak diobati. Ini termasuk gigi yang

retak dan dentin yang terbuka karena berbagai penyebab yang dapat menyebabkan

2
nyeri wajah yang parah. Penyebab paling sering dari nyeri orofasial yang tidak

dapat dijelaskan adalah gigi molar rahang bawah yang retak karena berkurangnya

akses ke perawatan gigi. Mereka yang menderita penyakit gusi mengalami

peningkatan skor rasa sakit selama proses penyakit alami jika tidak diobati. Hanya

sekitar 6% orang dengan gingivitis yang mengalami nyeri yang signifikan, tetapi

satu dari empat orang dengan penyakit periodontal mengalami nyeri karena

pembentukan abses poket.3

Sebagai dokter gigi, kita harus berperan dalam mengenal dan mendiagnosa

nyeri wajah atipikal sebagai salah satu penyebab nyeri sesudah prosedur

kedokteran gigi dan diharapkan mampu memberikan perawatan awal untuk

mengatasinya. Penggunaan obat-obatan, yang diketahui memiliki efek pada

neuropati yang menyakitkan, yaitu antidepresan dan obat antiepilepsi, bisa

bermanfaat di AFP. Amitriptyline sering menjadi obat pilihan pertama pada AFP

karena obat ini mengurangi muatan nosiseptif yang berasal dari jaringan

myofascial dan dengan demikian membantu dalam mengendalikan rasa sakit.

Obat yang berbeda juga telah dicoba dalam uji klinis untuk pengelolaan AFP

seperti Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), Calcitonin, Sumatriptan,

Topiramate dan lain-lain.4

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Atypical Facial Pain

Atypical Facial Pain (AFP) adalah ketidaknyamanan atau nyeri orofasial

kronis yang konstan.5 Atypical Facial Pain (AFP) pertama kali dijelaskan oleh

Frazier dan Russell pada tahun 1924, membedakannya dari neuralgia trigeminal.

Hal ini termasuk dalam kategori “nyeri wajah yang tidak memenuhi kriteria” yang

dinyatakan dalam system klasifikasi International Headache Society. Oleh karena

itu diagnosis umumnya dibuat setelah menghilangkan penyakit orofasial lokal,

gangguan neurologis dan penyakit sistemik yang terkait. Hal ini tidak terkait

dengan objektif neurologia, temuan wajah atau oral dan bahkan sering ditemukan

pola non anatomi dan pola perpindahan. Oleh karena ketidakjelasan dalam istilah

tersebut dan untuk menghindari kekeliruan yang lebih lanjut, International

Association Study of Pain (IASP) menghapus daftar Atypical Facial Pain (AFP)

dalam klasifikasi nyeri kronis. Sebaliknya dalam istilah yang lebih luas, AFP telah

digantikan dengan dua istilah yang spesifik yaitu Atypical Odontalgia (AO) dan

Oral Dysesthesia atau yang disebut dengan Burning Mouth Syndrome.6

Karakteristik yang mendefinisikan AFP adalah:5

 Jenis nyeri yang terasa seperti terbakar terus menerus yang berasal dari

lokasi yang tidak spesifik.

4
 Tanda-tanda objektif kurang.

 Semua pemeriksaan menghasilkan hasil negatif.

 Tidak ada penjelasan tentang penyebabnya.

 Respons buruk terhadap pengobatan.

 Sering ada beberapa konsultasi.

Pasien yang mengalami AFP biasanya remaja atau orang dewasa, dan

jarang terjadi pada anak-anak. Biasanya terjadi pada pasien wanita sekitar 70%.

Perkiraan insiden dan prevalensi AFP berbeda secara signifikan. Dalam sebuah

penelitian terhadap perawatan pasien Belanda, insidennya adalah 39,5 sampai

100.000 orang pertahun. Dalam sebuah studi epidemiologi yang dilakukan di

Jerman, Mueller dan rekannya memperkirakan prevalensi AFP sebesar 0,03%,

sedangkan penelitian lain menyatakan bisa lebih dari 1%. Perbedaan besar dalam

perkiraan kejadian dan prevalensi ini yaitu karena tidak adanya pedoman

diagnostik yang jelas. Ketidakmampuan secara jelas untuk mengevaluasi dan

mendiagnosis kondisi ini kemungkinan besar berkaitan dengan perkiraan yang

terlalu rendah dan terlalu tinggi dalam berbagai penelitian. Dengan demikian,

tidak ada data yang cukup untuk memberikan bukti tentang insiden, prevalensi,

dan predileksi pada kondisi ini.7

2.1.1 Etiologi

Mulut dan jaringan didalamnya memiliki persarafan sensorik terbanyak

didalam tubuh. Selain itu, sebagian besar dari sensorik pada korteks serebral

5
menerima informasi dari struktur orofasial. Saat masa pertumbuhan, mulut

berkaitan erat dengan perkembangan psikologis individu, dan gangguan struktur

seperti bibir, gigi, dan mukosa mulut dapat memiliki makna emosional yang

sangat besar. Oleh karena itu, tidak heran bahwa gangguan orofasial dapat

mengakibatkan stress yang cukup besar dan terdapat berbagai jenis nyeri orofasial

psikogenik, termasuk Atypical Facial Pain (AFP) atau Idiopathic Facial Pain

(IFP). Sebagian besar penderita IFP adalah individu normal yang sedang atau

pernah berada dibawah tekanan yang hebat atau ekstrem, seperti: merasa

kehilangan (kesedihan yang terlalu dalam) atau kekhawatiran tentang kanker dan

infeksi.5

Etiologi yang disebabkan oleh AFP (Atypical Facial Pain) belum

diketahui dengan pasti. Para peneliti telah menyatakan bahwa penyebab yang

mendasari AFP berhubungan dengan cedera pada saraf trigeminal, demielinasi

sentral perifer, atau trauma ringan, seperti pencabutan gigi. Beberapa literatur

menyatakan bahwa ada kemungkinan bahwa sensitisasi abnormal dari sistem

nosiseptif trigeminal mungkin berperan penting dalam timbulnya AFP, sedangkan

peneliti yang lain telah menyatakan bahwa AFP adalah nyeri yang dihubungkan

secara terpusat dan kemungkinan berasal dari psikologis karena mereka telah

menemukan hubungan dengan gangguan psikologis yang mendasarinya, seperti

depresi dan kecemasan. Penelitian belum memberikan kejelasan apakah gangguan

psikologis ini berperan penting atas AFP atau apakah AFP berperan dalam

timbulnya kondisi ini karena kondisi nyeri kronis lainnya umumnya terkait

dengan gangguan psikologis ini. Secara umum, penelitian sejauh ini telah

6
menghasilkan pendapat asosiasi dan kemungkinan etiologi AFP. Namun,

asosiasinya lemah dan etiologi yang diberikan tidak memiliki bukti yang benar

secara ilmiah.7 Untuk menjelaskannya, beberapa teori sederhana telah diberikan,

tetapi sedikit bukti yang ditemukan untuk mendukung teori-teori ini. Etiologi

yang paling sering dijelaskan untuk AFP adalah: psikologis, deaferentasi, vaskular

atau neurovaskular. Dari teori-teori tersebut, gangguan psikologis, biasanya

depresi merukapakan penyebab yang paling sering dikaitkan. Lesse yang dikutip

oleh Issrani et al. (2015) menyimpulkan bahwa 18 pasien AFP dengan keluhan

nyeri sepenuhnya berasal dari psikogenik atau mewakili reaksi berlebihan

terhadap defisit organik yang sangat kecil yang telah lama dipertimbangkan.

Maier dan Hoffmeister yang dikutip oleh Issrani et al. (2015) menyatakan bahwa

beberapa aspek AFP dapat dilihat sebagai bentuk distrofi refleks simpatis. Baik

AFP dan sindrom nyeri regional kompleks memiliki kesamaan gambar, seperti

perkembangan yang tidak proposional setelah melalui kejadian yang berbahaya

dengan intensitas yang relatif rendah, hilang rasa sakit setelah intervensi

simpatolitik. Selama beberapa dekade, faktor emosional telah dinyatakan sebagai

penyebab nyeri kronis pada wajah. Engel yang dikutip oleh Issrani et al. (2015)

menggambarkan AFP sebagai perubahan gejala kegelisahan dan cukup pasti

bahwa gangguan emosional adalah penyebabnya. Mock et al. yang dikutip oleh

Issrani et al. (2015) mengatakan bahwa suatu etiologi harus sering dicurigai dan

harus didahulukan, tetapi hal ini juga dapat mengakibatkan perawatan gigi yang

panjang, biasanya tidak perlu, terutama pada perawatan ekstraksi dan endodontik.

7
Namun, gigi yang tidak tepat dalam perawatanya dapat menyebabkan

berkelanjutan dan bahkan memperburuk rasa sakit pasien.6

2.1.2 Patogenesis

Dalam beberapa kasus, rasa sakit dipicu oleh prosedur pembedahan gigi

atau trauma wajah, seringkali cukup kecil. Mekanisme yang terlibat dalam

patogenesis nyeri termasuk sensitisasi serabut nyeri, tumbuhnya serabut nyeri,

tumbuhnya serabut aferen yang berdekatan, aktivasi simpatis aferen, aktivasi

silang aferen, hilangnya mekanisme penghambatan dan peralihan fenotipik neuron

aferen. Proses tersebut bisa dikatakan sebagai dasar manifestasi klinis AFP. 8

Tomografi emisi positron pada penderita IFP menunjukkan peningkatan aktivitas

otak, menunjukkan mekanisme peringatan yang ditingkatkan dalam menanggapi

rangsang perifer. Hal ini dapat menyebabkan pelepasan neuropeptide dan

produksi radikal bebas yang menyebabkan kerusakan sel dan pelepasan

eicosanoid yang memicu rasa sakit seperti prostaglandin. Beberapa pasien

memiliki ciri-ciri kepribadian, seperti hipokondriasis atau neurosis (sering kali

depsresi), dan sangat sedikit yang memiliki psikosis.5

2.1.3 Gambaran Klinis

Gambaran klinis Atypical Facial Pain sebagian besar bervariasi dan

tergantung pada pasien. Umumnya, pasien yang menderita gangguan ini

8
mengalami nyeri yang muncul sebagai nyeri tidak terlokalisir, dalam, tumpul,

terbakar, tertarik, dan melibatkan area difus dari distribusi saraf trigeminal di

wajah. Selain itu, nyerinya berlangsung lama, muncul setiap hari, dan cenderung

berlangsung hampir sepanjang hari. Nyeri dapat terus menerus atau intermiten

dengan periode tanpa nyeri. Stres dan kelelahan dapat menimbulkan gejala. Saat

onset, nyeri terasa pada area terbatas, yang biasanya unilateral dan kemudian

dapat menyebar ke area yang lebih luas dan difuse. Dalam beberapa kasus, nyeri

dapat muncul sebagai tajam dan bilateral. Pasien dengan Atypical Facial Pain

sering melaporkan bahwa analgesik tidak efektif dan rasa sakit ini telah ada

selama beberapa tahun. Kondisi ini tampaknya memiliki predileksi pada rahang

atas, wanita, dan paruh baya-lansia, dengan usia terbanyak 30 tahun hingga 50

tahun.7 Lokasi nyeri terutama terjadi di rahang atas, tidak berhubungan dengan

distribusi anatomis syaraf nervus trigeminal terlokalisasi buruk dan terkadang

melibatkan sisi yang lain atau berpindah ke tempat yang lain. Rasa sakitnya kronis

dan tajam serta terus menerus namun tidak mengganggu pasien. Terdapat keluhan

yang terkait oral atau psikogenik yang sering muncul seperti, mulut kering, rasa

tidak nyaman, sakit kepala, sakit punggung kronis dan iritasi usus besar.5

Mock dkk. mengatakan bahwa gejala Atypical Facial Pain disebabkan

oleh lokal, seringnya karena pembedahan atau trauma. Dalam kebanyakan kasus,

trauma tidak selalu berhubungan dengan lesi saraf, relatif ringan. Menurut

Paulson Atypical Facial Pain ditandai dengan nyeri yang intens, dalam dan

konstan. Rasa sakitnya seperti terbakar atau sakit dan tidak terlokalisasi dengan

baik. Secara umum, distribusi nyeri tidak mengikuti jalur anatomi saraf perifer.

9
Pfaffenrath dkk. melaporkan alodinia, disestesia dan parestesia; seperti perasaan

nyeri tekan, sensasi hangat, kesemutan atau mati rasa sebagai perubahan sensorik

adalah keluhan tambahan umum dari nyeri.6

Loeser dan Bell menyatakan bahwa ini berbeda dengan neuralgia

trigeminal, di mana nyeri terlokalisir dengan baik, menusuk dan paroksismal

dengan area atau tempat pemicu yang ditentukan dan tidak seperti neuralgia

trigeminal, makan, berbicara dan fungsi wajah lainnya biasanya tidak terganggu

pada pasien dengan Atypical Facial Pain. Selain itu, sebagian besar penderita

Atypical Facial Pain tidak memiliki atau memiliki keterbatasan kecil dalam

kemampuan mereka untuk bekerja. Beberapa pasien memiliki riwayat perawatan

gigi sebelum timbulnya rasa sakit, oleh karena itu kasus mungkin tumpang tindih

dengan Atypical Odontolgia.6

Kemungkinan AFP tidak mewakili entitas klinis tunggal melainkan

beberapa gangguan, masing-masing dengan faktor etiologi yang berbeda.

Beberapa mungkin benar nyeri neuropatik, terkait dengan cedera saraf perifer

yang tidak dapat didokumentasikan atau aktivitas yang tidak sesuai dalam sistem

saraf simpatik yang mengakibatkan gangguan sistem saraf pusat.6

2.1.4 Klasifikasi

Nyeri wajah secara luas dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu nyeri

wajah yang berhubungan dengan gigi dan tidak berhubungan dengan gigi. Nyeri

wajah yang berhubungan dengan gigi adalah jenis rasa sakit yang paling umum

10
dialami orang dan dapat memiliki dampak negatif yang serius pada kualitas hidup

seseorang. Sakit gigi memiliki prevalensi yang tinggi pada populasi anak,

terutama bagi mereka yang memiliki status sosial ekonomi rendah yang kurang

memiliki akses terhadap perawatan gigi. Pada orang dewasa, nyeri terkait gigi

sangat berkorelasi dengan kerusakan gigi akibat penyakit gigi yang tidak diobati.

Ini termasuk gigi yang fraktur dan dentin yang terbuka karena berbagai penyebab

yang dapat menyebabkan nyeri wajah yang parah. Penyebab paling sering dari

nyeri orofasial yang tidak dapat dijelaskan disebabkan gigi molar rahang bawah

yang fraktur karena kurangnya akses ke perawatan gigi. Mereka yang menderita

penyakit gusi mengalami peningkatan skor rasa sakit selama proses perjalan

penyakit, jika tidak diobati. Hanya sekitar 6% orang dengan gingivitis yang

mengalami nyeri signifikan, tetapi satu dari empat orang dengan penyakit

periodontal mengalami nyeri karena pembentukan poket abses.8

Sebagian besar nyeri orofasial yang tidak berhubungan dengan gigi berasal

dari dua subtipe utama: gangguan temporomandibular (TMD) dan nyeri wajah

neuropatik. Gejala umum TMD adalah nyeri pada sendi temporomandibular atau

daerah preauricular dan pembatasan atau penyimpangan dalam gerakan otot-otot

pengunyahan.8

Nyeri wajah neuropatik adalah istilah umum untuk nyeri wajah yang

berhubungan dengan lesi atau cedera saraf. Neuralgia trigeminal (TN) adalah yang

paling umum dan mungkin bentuk paling terkenal dari nyeri wajah neuropatik,

tetapi insidennya relatif rendah dengan sekitar 5 dari 100.000 orang per tahun

menderita gangguan ini. Neuralgia postherpetik (PHN) adalah komplikasi jangka

11
panjang dari reaktivasi infeksi herpes zoster sebelumnya dan memiliki insiden

neuralgia trigeminal yang serupa. Sindrom mulut terbakar adalah jenis lain dari

nyeri wajah neuropatik yang digambarkan sebagai sensasi mulut terbakar di

selaput lendir mulut atau lidah tanpa temuan klinis abnormal atau penyebab

diagnostik. Sindrom ini lebih sering terjadi pada wanita paruh baya dan lebih tua

dengan tingkat prevalensi berkisar antara 0,6-12,22%.8

2.1.5 Diagnosis

Berdasarkan etiologi dari AFP yang belum jelas dan bervarien tinggi,

maka tidak ada penelitian atau tes yang menghasilkan diagnosis yang akurat.

Sejauh ini diagnosis AFP dibuat berdasarkan penilaian klinis yang dibuat oleh ahli

bedah mulut yang sudah berpengalaman yang mampu menyeleksi penyebab nyeri

wajah lainnya dengan cara eksklusi.7

2.1.6 Diagnosis Banding

Nyeri wajah atipikal (Atypical Facial Pain) penting dibedakan dari

gangguan nyeri orofacial presisten lainnya, seperti trigeminal neuralgia, neuropati

trigeminal traumatis, nyeri miofasial, dan lain-lain. Pada pemeriksaan klinis

secara menyeluruh harus dapat menyeleksi kemungkinan gangguan lainnya.9

Diagnosis banding pada nyeri neuropatik adalah aspek yang paling

menantang dalam mengelola rujukan kasus nyeri. Nyeri di kepala dan leher bisa

beragam. Namun, ada karakteristik kondisi odontogenik dan neuropatik yang

dapat membantu meneggakkan diagnosis. Meskipun ada beberapa tumpang tindih

12
dalam presentasi klinis, pemeriksaan gejala yang cermat dapat membedakan

trigeminal neuralgia dari Atypical Odontalgia. Fakta bahwa nyeri gigi neuropatik

dapat muncul secara eksklusif intra-oral tanpa adanya infeksi atau trauma yang

jelas sehingga dapat membingungkan pasien dan dokter. Pasien kedokteran gigi

lebih cenderung dianggap memiliki sakit gigi dibandingkan dengan pasien yang

dirujuk ke ahli saraf. Di sinilah persepsi pasien tentang masalah mereka dapat

mempengaruhi pertimbangan pengobatan dan rujukan. Anamnesis yang tepat,

pemeriksaan klinis dan radiologis sangat penting.6

2.1.7 Perawatan

Beberapa pasien dengan AFP memiliki remisi spontan, maka indikasi

perawatan yang dilakukan:5

1. Informasi dari pasien (Anamnesis), sangat penting dalam pengendalian

penyakit

2. Merujuk ke spesialis

3. Dilakukan terapi kognitif/perilaku

4. Pasien dengan AFP dapat dibantu dengan teknik yang disebut

“Reattribution” yang menunjukkan pemahaman tentang keluhan dengan

mengambil riwayat dari faktor fisik, suasana hati pasien dan sosial, hal ini

membuat pasien lebih dipahami dan didukung.

13
Hal yang harus dilakukan oleh dokter:5

1. Mengetahui dengan jelas gejala dan keluhan pasien serta tidak

mengabaikannya.

2. Mencoba menjelaskan latar psikosomatik dari masalah pasien dan

menjelaskan bahwa gejala bukan dari kesalahan pasien.

3. Menetapkan target tujuan yang dapat membantu pasien menghadapi

gejalanya.

4. Menghindari pemeriksaan berulang pada janji temu selanjutnya.

5. Hindari upaya menghilangkan rasa sakit dengan cara operative seperti

perawatan bedah gigi atau mulut, karena tingkat keberhasilannya kecil.

14
Pengobatan farmakologis dengan antidepresan, antiepilepsi atau obat lain yang

dapat dicoba (Tabel 35.2).5

Percobaan antidepresan mungkin pilihan yang tepat, dengan menjelaskan

pada pasien bahwa ini digunakan untuk mengobati gejala depresi dan antidepresan

telah dilakukan uji coba terkontrol yang efektif untuk masalah ini, bahkan pada

orang yang tidak depresi. Pengurangan rasa sakit yang dicapai dengan

antidepresan melebihi yang dihasilkan oleh plasebo. Namun, meskipun

antidepresan harus diberikan setidaknya selama 2-3 minggu untuk mencapai efek

antidepresi, banyak pasien dengan gejala yang tidak dapat dijelaskan secara

medis, seperti AFP, menunjukkan efek manfaat dalam 1 minggu. Amitryptilin

adalah pilihan yang utama dengan dosis awal 10 mg pada malam hari, diberikan

dalam bentuk tablet atau larutan, lalu dosis ditingkatkan hingga 75 mg jika

diperlukan tetapi pengobatan venlafaxine dan fluoxetine juga dapat

dipertimbangkan sebagai pengobatan. Tindakan pembedahan jarang dilakukan

15
pada pengobatan AFP namun stimulasi otak dalam pada hipotalamus posterior

dan pengobatan frekuensi radio berdenyut dari ganglion pterygopalatine

dilaporkan dapat efektif.5

16
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Kasus 1

Pasien wanita berusia 32 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan

nyeri leher bilateral yang diperburuk ketika kepala diputar ke samping dan saat

menelan sejak 4 tahun. Pasien telah ditinjau oleh banyak konsultan selama

beberapa tahun terakhir untuk hal yang sama tanpa mendapatkan bantuan apapun.

Pasien dirujuk oleh dokter THT. Tidak ada gejala klinis lain seperti sakit kepala,

nyeri temporomandibular, atau nyeri telinga. Tidak ada riwayat trauma

sebelumnya atau prosedur pembedahan apapun.

Pada palpasi, proses styloid dapat dirasakan dengan mudah secara intraoral

dan ekstraoral. Amitriptyline oral ditawarkan kepada pasien dalam upaya untuk

mengobati kondisi secara konservatif, tetapi ini tidak membantu pasien

mendapatkan bantuan dari rasa sakit. Karena itu, eksisi bedah melalui sayatan

risdon (Gambar 1).

Gambar 1. Sayatan

17
Ketika proses styloid dievaluasi secara radiografi, di sisi kanan ditemukan

variasi Tipe II dan di sisi kiri variasi Tipe I. Ini dikonfirmasi selama fase

intraoperatif (Gambar 2 dan 3). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan meliputi

pemindaian tomografi terkomputasi dengan rekonstruksi 3 dimensi. Proses

dilakukan dengan anestesi umum dengan intubasi oral.

Setelah insisi Risdon, flap subplatysmal diangkat dengan hati-hati untuk

mempertahankan cabang mandibula marginal dari saraf wajah. Batas posterior

otot sternokleidomatoid dan perut posterior otot digastrik diidentifikasi dengan

hati-hati, dan diseksi dilakukan di reses stylofarnygeal. Ujung prosesus styloid

yang memanjang mudah dirasakan di celah ini. Jaringan di bawah proses styloid

dilindungi menggunakan retraktor, dan diseksi diperluas secara hati-hati ke

kranial untuk memungkinkan reseksi yang lebih panjang. Bur digunakan untuk

memotong proses styloid. Pasien ditinjau setelah 24 jam dan bebas gejala.10

Gambar. 2 Proses styloid sisi kanan (Tipe II).10

18
Gambar. 3 Proses styloid sisi kiri (Tipe I).10

3.2 Kasus 2

Seorang laki-laki 38 tahun datang dengan keluhan utama nyeri di sisi

kanan wajahnya sejak dua bulan (Gambar 1a). Rasa sakit itu dari jenis sedang dan

intermiten yang menyebar ke daerah temporal dan leher kanan dan dikaitkan

dengan gerakan leher terbatas di sisi kanan. Pasien mengungkapkan bahwa dia

sedang stres, karena dia khawatir tentang perubahan pekerjaannya sejak dua

sampai tiga bulan, yang memperburuk rasa sakit, dan kadang-kadang dikaitkan

dengan gangguan tidur. Riwayat medis sebelumnya biasa-biasa saja, tetapi

riwayat gigi termasuk pencabutan gigi belakang kanan bawah yang lancar, tiga

bulan sebelumnya.

Ekstraoral, pada palpasi digital, nyeri tekan ditemukan di regio fossa

tonsilaris kanan, dengan tulang yang besar dan keras (Gambar 1b). Pemeriksaan

sisi kontralateral normal. Sendi temporomandibular bilateral menunjukkan

gerakan normal. Pemeriksaan intraoral menunjukkan kehilangan gigi 46 dan 48,

dengan karies mesioproksimal pada gigi 47 (Gambar 1c). Diagnosis sementara

Nyeri Wajah Atipikal dengan proses styloid memanjang.

19
Gambar 1: (a) Gambaran klinis profil depan pasien (b) Gambar klinis profil

samping pasien menunjukkan massa tulang di daerah fossa tonsilar kanan (c)

Gambar klinis intraoral menunjukkan hilang 46 dan 48, dengan karies 47.11

Pemeriksaan radiografi panoramik menunjukkan pemanjangan dengan

kalsifikasi ringan dari proses styloid bilateral [Gambar 2]. Selanjutnya, Computed

Tomography (CT) scan dari dasar tengkorak juga menunjukkan proses styloid

bilateral memanjang, di mana sisi kanan berukuran sekitar 4,8 cm dan sisi kiri

berukuran 4 cm [Gambar 3]. Setelah korelasi radiologis dan klinis menyeluruh,

diagnosis akhir Sindrom Elang ditentukan.

20
Gambar 2: Radiografi panoramik menunjukkan pemanjangan dengan kalsifikasi

ringan dari prosesus styloid bilateral.11

Gambar 3: Computed Tomography (CT) dari dasar tengkorak menunjukkan

proses styloid bilateral memanjang.11

Awalnya, tes infiltrasi lidokain positif dengan 1 ml lidokain 2% diberikan

ke daerah fossa tonsilar, dengan gejala pasien yang selanjutnya mereda. Selain itu,

paien disarankan untuk menghindari stres dan diberikan ansiolitik seperti

diazepam 0,25 mg untuk lima hari. Karena pasien menolak perawatan bedah

sebagai pilihan pertama, ia menjalani pengobatan lokal anti-inflamasi nonsteroid

dan terapi Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) setiap empat

hingga lima hari. Setelah lima bulan follow-up, pasien tidak menunjukkan gejala

apa pun.11

3.3 Kasus 3

Seorang anak perempuan berusia 13 tahun dan tinggal di India Utara.

Ayahnya menjalankan bisnis keluarga sementara ibunya adalah ibu rumah tangga.

21
Pada usia 11 tahun dia mulai mengeluh nyeri ringan sampai sedang di telinga

kanan setiap hari. Dia sering menangis dan bolos sekolah karena sakit. Dia diberi

carbamazepine 600 mg/hari oleh ahli saraf. Rasa sakit muncul kembali setelah

liburan musim panas ketika sekolah dibuka kembali. Dokter mendiagnosa

trigeminal neuralgia. Selain carbamazepine, dokter juga meresepkan pregabalin

75 mg.

Dia memiliki nyeri wajah sisi kanan dan nyeri tekan yang melibatkan pipi

kanan, daerah submandibular, sudut mulut dan rahang, tetapi menyisakan pinna

bawah, sisi hidung, kelopak mata bawah, dan dahi. Selain itu, daerah oksipital

kanan yang dipersarafi oleh cabang maksila dan mandibula dari saraf wajah juga

terlibat. Secara keseluruhan, pemeriksaan menunjukkan bahwa nyeri tidak sesuai

dengan distribusi sensorik saraf trigeminal. Pasien juga temperamental dan tidak

mudah beradaptasi.

Diagnosis "Atypical Facial Pain" dipertahankan. Berbagai upaya

dilakukan untuk membangun hubungan baik dengannya dan meningkatkan

fungsinya. Amitriptyline 10 mg dimulai pada awalnya, dan obat lain dihentikan.

Secara bertahap, fokusnya dialihkan pada koping dan toleransi frustrasinya. Orang

tua juga diberi konseling. Pasien menjalani follow-up teratur selama 18 bulan

terakhir, tidak melaporkan nyeri.

AFP mengacu pada nyeri yang tidak mengikuti jalur anatomi saraf kranial

atau perifer. Ini tidak memiliki tanda-tanda objektif, dan tidak ada penjelasan yang

jelas untuk penyebab nyeri. Pemeriksaan penunjang adalah normal, dan ada

22
respons yang buruk terhadap pengobatan biasa untuk nyeri neuralgik. Pada kasus

ini, nyeri bersifat hemifasial dan tipe nyeri tumpul. Rasa sakit tidak sesuai dengan

distribusi sensorik saraf trigeminal dan tidak menanggapi carbamazepine,

pengobatan standar untuk neuralgia trigeminal. Dengan demikian, kasus indeks

disajikan dengan apa yang secara historis digambarkan sebagai AFP. Yang

menarik adalah bahwa AFP dianggap biasanya mempengaruhi wanita paruh baya

dan jarang terjadi pada anak-anak. Kasus ini menunjukkan bahwa meskipun

jarang; gejala serupa dapat terjadi pada anak-anak dan remaja, dan dokter harus

mewaspadai hal yang sama.

AFP telah bervariasi dilihat sebagai gejala yang tidak dapat dijelaskan

secara medis yang dikaitkan dengan aktivitas otot seperti bruxism atau gangguan

vaskular otonom yang diaktifkan secara terpusat, demielinasi, atau penyebab

infeksi. penyakit psikosomatik, dengan asal psikogenik. AFP pada anak indeks

dapat dianggap sebagai asal psikogenik dan memberikan beberapa bukti terbatas

bahwa penyebab psikologis menjadi salah satu etiologi AFP. Seperti disebutkan

sebelumnya, AFP tidak menanggapi pengobatan standar tetapi terbukti

menanggapi antidepresan, terutama amitriptyline, dossthiepin, dan fluoxetine.

Pasien ini mengalami pereda nyeri setelah memulai amitriptyline.12

23
BAB 4

RINGKASAN

Nyeri wajah atipikal atau idiopatik (AFP) adalah ketidaknyamanan atau

nyeri orofasial kronis yang konstan. Belum ditentukan etiologi utama AFP, tetapi

menurut para ahli AFP dapat disebabkan oleh masalah psikologis pasien, cedera

pada saraf trigeminal, demielinasi sentral perifer, pembedahan atau trauma ringan.

Umumnya, pasien yang menderita gangguan ini mengalami nyeri terlokalisir,

dalam, tumpul, terbakar, tertarik, dan melibatkan area difus dari distribusi saraf

trigeminal di wajah. Selain itu, nyerinya berlangsung lama, muncul setiap hari,

dan cenderung berlangsung hampir sepanjang hari. Terdapat keluhan yang terkait

oral atau psikogenik yang sering muncul seperti, mulut kering, rasa tidak nyaman,

sakit kepala, sakit punggung kronis dan iritasi usus besar. Sejauh ini diagnosis

AFP dibuat berdasarkan penilaian klinis yang dibuat oleh ahli bedah mulut.

Amitryptilin adalah pilihan utama dengan dosis awal 10 mg pada malam hari,

diberikan dalam bentuk tablet atau larutan, lalu dosis ditingkatkan hingga 75 mg

jika diperlukan. Pengobatan venlafaxine dan fluoxetine juga dapat

dipertimbangkan. Tindakan pembedahan jarang dilakukan pada pengobatan AFP

namun stimulasi otak dalam pada hipotalamus posterior dan pengobatan frekuensi

radio berdenyut dari ganglion pterygopalatine dilaporkan efektif menjadi

perawatan AFP.

24
25
DAFTAR PUSTAKA

1. Scully C. Oral and Maxillofacial Medicine “The Basis of Diagnosis and


Treatment” 3rd ed. London: Elsevier, 2013: 248-250.

2. Clarkson E, Jung E. Atypical Facial Pain. Dent Clin N Am.


2020;64(1):249-53.

3. Weiss Al, Ehrhardt KP, Tolba R. Atypical Facial Pain: a Comprehensive,


Evidence-Based Review. Curr Pain Headache Rep. 2017;21(8):1-5.

4. Melek LN. Atypical facial pain: a mini-review. Galore International


Journal of Health Sciences & Research. 2017;2(2):20-3.

5. Scully C. Oral and Maxillofacial Medicine “The Basis of Diagnosis and


Treatment” 3rd ed. London: Elsevier, 2013: 248-250.

6. Issrani R, Prabhu N, Mathur S. Atypical facial pain and atypical


odontolgia: A concise review. International Journal of Contemporary
Dental and Medical Reviews. 2015:1-4

7. Clarkson E, Jung E. Atypical Facial Pain. Dent Clin N Am.


2020;64(1):249-53.

8. Weiss Al, Ehrhardt KP, Tolba R. Atypical Facial Pain: a Comprehensive,


Evidence-Based Review. Curr Pain Headache Rep. 2017;21(8):1-5.

9. Melek LN. Atypical facial pain: a mini-review. Galore International


Journal of Health Sciences & Research. 2017;2(2):20-3.

10. Anuradha V, Sachidananda R., Pugazhendi SK, Satish P, Navaneetham, R.


Bilateral Atypical Facial Pain Caused by Eagle’s Syndrome. Case reports
in dentistry. 2020:1-4.

11. Sowmya GV, Singh MP, Manjunatha BS, Nahar P, Astekar M. A case of
unilateral atypical orofacial pain with Eagle's syndrome. Journal of cancer
research and therapeutics. 2016;12(4):1323.

12. Shah R, Chauhan N. Somatoform pain disorder presenting as “Atypical


facial pain:” A rare presentation in a 13-year-old. Indian journal of
psychological medicine. 2017;39(4):500-502.

26

Anda mungkin juga menyukai