Proposal Skripsi Keperawatan Anak Konsul
Proposal Skripsi Keperawatan Anak Konsul
Hubungan Tingkat Stress Dengan Respon Anak Usia Todler di Paviliun Anggrek Rumah
Sakit Dr.Soesilo Slawi
BAB I
PENDAHULUAN
1
pasien dan keluarga. Saat anak di rumah sakit, stres yang diperlihatkan berupa rasa ketakutan
terhadap tindakan yang dianggap menyakitkan serta rutinitas di rumah sakit, anak merasa
diisolasi dan tindakan perawatan atau prosedur yang menyakitkan akan menjadikan anak sangat
stres (Whaley & Wong, 1999).
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya. Sumber stres
yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Sebagian besar stres yang terjadi pada anak usia
todler (usia 1 – 3 tahun) saat mengalami hospitalisasi adalah cemas karena perpisahan,
khususnya dengan ibu. Hal tersebut disebabkan karena hubungan anak dengan ibu merupakan
hubungan yang sangat dekat, akibatnya perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa
kehilangan pada anak akan orang yang terdekat bagi dirinya dan akan lingkungan yang dikenal
olehnya, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan perasaan tidak aman dan rasa cemas.
Selain perasaan cemas karena perpisahan, stressor pada anak yang dirawat di rumah sakit dapat
berupa kehilangan kontrol diri, sehingga anak merasa bahwa dirawat di rumah sakit merupakan
suatu hukuman, dipisahkan, merasa tidak aman dan kemandiriannya dihambat. Stressor yang
juga sering dialami oleh anak yang dirawat di rumah sakit, yakni rasa takut terhadap perlukaan
pada tubuh. Dampak dari stressor tersebut pada anak dapat berupa menyeringaikan wajah,
menangis kuat, mengatupkan gigi, menggigit bibir, bahkan melakukan tindakan agresif seperti
menggigit, menendang, memukul atau berlari ke luar (Nursalam, 2005).
Adanya respon anak terhadap hospitalisasi menimbulkan kendala dalam pelaksanaan perawatan
yang akan diberikan sehingga menghambat proses penyembuhan. Hal tersebut menyebabkan
waktu perawatan yang lebih lama, bahkan akan mempercepat terjadinya komplikasi-komplikasi
selama perawatan (Nursalam, 2005).
Walaupun ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan anak telah berkembang pesat,
tindakan yang dilakukan pada anak tetap menimbulkan trauma, rasa nyeri, marah, cemas dan
takut pada anak. Oleh karena itu, perlu dikembangkan asuhan keperawatan yang tidak
menimbulkan trauma pada anak. Atraumatic care adalah bentuk perawatan terapeutik yang
diberikan oleh perawat dalam peran dan fungsinya sebagai pemberi asuhan keperawatan anak,
melalui tindakan yang dapat meminimalkan stressor yang dialami anak (Supartini, 2004).
Hasil penelitian Safitri (2004) dalam penelitiannya mengenai stres anak di Instalasi Rawat Inap
Anak Rumah Sakit xxx, didapatkan bahwa 60% klien anak (18 responden dari 30 responden)
berperilaku agresif, seperti menggigit, menendang dan memukul pada saat dirawat.
2
Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat dianggap sebagai :
1. Pengalaman yang mengacam
2. Stressor
Keduanya dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga
Stress yang umumnya terjadi berhubungan dengan hospitalisasi :
1. Takut
2. Isolasi
3. Privasi yang terhambat
Terjadi pada anak remaja ; rasa malu, tidak bebas berpakaian
Rumah Sakit Dr. Soesilo Slawo memberikan pelayanan kesehatan berupa rawat jalan dan
rawat inap. Salah satu bentuk pelayanan rawat inap yang diberikan, yakni bangsal perawatan
anak pada Paviliun Anggrek Berdasarkan laporan RS Dr. Soesilo Slawi diketahui bahwa jumlah
anak yang dirawat di Paviliun Anggrek sebanyak 1223 orang. Menurut laporan bulanan Paviliun
Anggrek RS Dr. Soesilo Slawi diketahui bahwa jumlah anak usia todler yang dirawat pada bulan
Januari tahun 2014 sebanyak 30 anak, sedangkan pada bulan Pebruari sebanyak 27 anak,
kemudian pada bulan Maret sebanyak 15 anak, pada bulan April sebanyak 19 anak dan pada
bulan Mei sebanyak 14 anak.
Selama waktu perawatan, pada umumnya dilakukan tindakan keperawatan secara invasive
terhadap anak usia todler. Tindakan ini menimbulkan nyeri sehingga anak merasa takut dan stres.
Bahkan, sebelum perawat melakukan tindakan, anak telah merasa takut dengan kedatangan
perawat, karena anak berpikir bahwa perawat adalah orang yang menakutkan dan sering
melakukan tindakan yang menyakitkan tubuhnya (Sacharin, 1996).
Berdasarkan uraian di atas, maka akan sangat bermanfaat bila dilaksanakan penelitian mengenai
respon anak usia todler terhadap hospitalisasi di Paviliun Anggrek RS Dr. Soesilo Slawi
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan permasalahan yangakan diteliti adalah :
Hubungan Tingkat Stress Dengan Respon Anak Usia Todler di Paviliun Anggrek Rumah Sakit
Dr.Soesilo Slawi.
3
1.3 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat stress akibat
hospitalisasi pada anak usia toddler di bangsal perawatan anak
b. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik anak usia todler
2. Untuk mengetahui dan menganalisis tingkat dukungan keluarga yang diberikan orang
tua selama proses hospitalisasi anak di Paviliun Anggrek Rumah Sakit Dr.Soesilo
Slawi.
3. Untuk mengetahui tingkat stress anak usia toddler yang sedang dirawat di bangsal
perawatan anak Paviliun Anggrek Rumah Sakit Dr.Soesilo Slawi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
(2) Prasekolah akhir : mulai 4 – 6 tahun
4) Masa sekolah atau masa prapubertas, terbagi atas :
(1) Wanita : 6 – 10 tahun
(2) Laki-laki : 8 – 12 tahun
5) Masa adolesensi atau masa remaja, terbagi atas :
(1) Wanita : 10 – 18 tahun
(2) Laki-laki : 12 – 20 tahun
2.1.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Todler
Pada masa ini pertumbuhan fisik anak relatif lebih lambat
dibandingkan dengan masa bayi, tetapi perkembangan motoriknya berjalan lebih cepat.
Anak sering mengalami penurunan napsu makan sehingga tampak langsing dan berotot
serta anak mulai belajar jalan. Pada mulanya anak berdiri tegak dan kaku, kemudian
berjalan dengan berpegangan. Sekitar usia 16 bulan, anak mulai belajar berlari dan
menaiki tangga, tetapi masih terlihat kaku. Oleh karena itu, anak perlu diawasi, karena
dalam beraktivitas anak tidak memperhatikan bahaya. Pada masa ini anak bersifat
egosentris, yaitu mempunyai sifat keakuan yang kuat sehingga segala sesuatu yang
disukainya dianggap sebagai miliknya (Hidayat,2005).
2.1.4 Kebutuhan Dasar untuk Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Menurut Soetjiningsih (2000), kebutuhan dasar untuk pertumbuhan dan perkembangan
anak dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu :
a) Asuh (Kebutuhan Fisik – Biomedis)
Kebutuhan asuh meliputi :
1. Nutrisi yang cukup dan seimbang
Pemberian nutrisi secara mencukupi pada anak harus sudah dimulai sejak dalam
kandungan, yaitu dengan pemberian nutrisi yang cukup memadai pada ibu hamil.
Setelah lahir, harus diupayakan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, yakni
pemberian ASI saja sampai anak berumur 4 – 6 bulan. Sejak berumur 6 bulan, sudah
waktunya anak diberikan makanan tambahan atau makanan pendamping ASI.
Pemberian makanan tambahan ini penting untuk melatih kebiasaan makan yang baik
dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang mulai meningkat pada masa bayi dan
6
prasekolah, karena pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi adalah
sangat pesat, terutama pertumbuhan otak.
2. Perawatan kesehatan dasar
Untuk mencapai keadaan kesehatan anak yang optimal diperlukan beberapa upaya,
misalnya imunisasi, kontrol ke puskesmas atau posyandu secara berkala serta
diperiksakan segera bila sakit. Dengan upaya tersebut keadaan kesehatan anak dapat
dipantau secara dini, sehingga bila ada kelainan, maka anak segera mendapatkan
penanganan yang benar.
3. Pakaian
Anak perlu mendapatkan pakaian yang bersih dan nyaman dipakai karena aktivitas
anak lebih banyak, hendaknya pakaian tersebut dari bahan yang mudah menyerap
keringat.
4. Perumahan
Dengan memberikan tempat tinggal yang layak, maka hal tersebut akan
membantu anak untuk bertumbuh dan berkembang secara optimal.
5. Higiene diri dan lingkungan
Kebersihan badan dan lingkungan yang terjaga berarti sudah mengurangi risiko
tertularnya berbagai penyakit infeksi. Selain itu, lingkungan yang bersih akan
memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan aktivitas bermain secara
aman.
6. Kesegaran jasmani (olahraga dan rekreasi)
Aktivitas olahraga dan rekreasi digunakan untuk melatih kekuatan otot-otot tubuh
dan membuang sisa metabolisme, selain itu juga membantu meningkatkan motorik
anak dan aspek perkembangan lainnya.
b) Asih (Kebutuhan Emosi dan Kasih Sayang)
Kebutuhan asih meliputi :
1. Kasih sayang orang tua
Orang tua yang harmonis akan mendidik dan membimbing anak dengan penuh
kasih sayang. Kasih sayang tidak berarti memanjakan atau tidak pernah memarahi,
tatapi bagaimana orang tua menciptakan hubungan yang hangat dengan anak
sehingga anak merasa aman dan senang.
7
2. Rasa aman
Adanya interaksi yang harmonis antara orang tua dan anak akan
memberikan rasa aman bagi anak untuk melakukan aktivitas sehari-harinya.
3. Harga diri
Setiap anak ingin diakui keberadaan dan keinginannya, tetapi bila anak diacuhkan
maka hal ini dapat menyebabkan frustasi.
4. Dukungan atau dorongan
Dalam melakukan aktivitas, anak perlu memperoleh dukungan dari lingkungan,
tetapi bila orang tua sering melarang aktivitas yang akan dilakukan, maka hal tersebut
dapat menyebabkan anak ragu-ragu dalam melakukan setiap aktivitasnya. Selain itu,
orang tua perlu memberikan dukungan agar anak dapat mengatasi stresor atau
masalah yang dihadapi.
5. Mandiri
Agar anak menjadi pribadi yang mandiri, maka sejak awal anak harus dilatih
untuk tidak selalu tergantung pada lingkungannya.
6. Rasa memiliki
Anak perlu dilatih untuk mempunyai rasa memiliki terhadap barang-
barang yang dipunyainya sehingga anak tersebut akan mempunyai rasa tanggung
jawab untuk memelihara barangnya.
7. Kebutuhan akan sukses, mendapatkan kesempatan dan pengalaman
Anak perlu diberikan kesempatan untuk berkembang sesuai dengan kemampuan
dan sifat-sifat bawaannya. Tidak pada tempatnya jika orang tua memaksakan
keinginannya untuk dilakukan oleh anak tanpa memperhatikan kemauan anak.
c) Asah (Kebutuhan Stimulasi)
Stimulasi adalah adanya perangsangan dari lingkungan luar anak yang berupa
latihan atau bermain. Stimulasi merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang banyak mendapatkan stimulasi yang
terarah akan cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan
stimulasi. Pemberian stimulasi ini sudah dapat dilakukan sejak masa pranatal dan setelah
lahir dengan cara menyusukan bayi pada ibunya sedini mungkin. Asah merupakan
8
kebutuhan untuk perkembangan mental psikososial anak yang dapat dilakukan dengan
pendidikan dan pelatihan.
9
2.3 Kerangka Teroi
Pada penelitian ini kerangka teori penelitian dapat digambarkan seperti bagan sebagai
berikut:
Dampak hospitalisasi
10
Sumber : Wong, (2007), James & Aswill (2007), Kolcaba (2010), Mercer (2006), Supartini
(2004), Mubarok (2006), Broks (2011), Abdulbaki, Gaafar & Waziry (2011).
Variabel terikat
Variabel bebas
Respon Anak Usia
Tingkas Stress
Todler
- Jenis kelamin
- Pengalaman anak dirawat
- Orang tua yang menunggu
- usia orang tua
- pendidikan orang tua
- pekerjaan orang tua
- pengalaman merawat anak
2.5 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2010). Adapun hipotesis
pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ho : Ada Hubungan Tingkat Stress Dengan Respon Anak Usia Todler di Paviliun Anggrek
Rumah Sakit Dr.Soesilo Slawi
Ha : Tidak Ada Hubungan Tingkat Stress Dengan Respon Anak Usia Todler di Paviliun
Anggrek Rumah Sakit Dr.Soesilo Slawi
11
BAB III
METODE PENELITIAN
12
2) Balita (usia 4 -12 tahun);
3) Anak yang mengalami syok;
4) Anak yang apatis;
5) Anak yang coma.
3. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan April 2015 yang akan
dilaksanakan di Ruang Anggrek Rs. Dr. Sesilo Slawi
4. Devinisi operasional variabel penelitian dan skala pengukuran
Definisi operasional dari variabel akan megkhususkan tindakan yang harus
dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan informasi data yang diperlukan (Saryono,
2011). Variabel bebas (independen variable) adalah variabel yang nilainya
mempengaruhi variabel lain, dan variabel terikat (dependen variable) adalah variabel
yang nilainya ditentukan oleh variabel yang lain (Nursalam, 2008).
Setiap variabel dalam penelitian ini diukur dan diamati dengan menggunakan
kuesioner. Adapun kriteria pengukuran dan pengamatan masing-masing variabel tersebut
sebagai berikut :
A. Penilaian
0 = Tidak ada gejala sama sekali
1 = Satu gejala dari pilihan yang ada
2 = Separuh dari gejala yang ada
3 = Lebih dari separuh dari gejala yang ada
4 = Semua gejala ada
13
Pengukuran dan Pengamatan Variabel Penelitian
14
memodifikasi klasifikasi tingkat kecemasan menurut Hamilton Anxiety Rating
Scale (HARS) dalam Nursalam (2003).
5.2 Data Primer
Data primer diperoleh melalui observasi langsung dan wawancara
dengan menggunakan kuesioner kepada ibu yang mempunyai anak usia
todler (umur 1 – 3 tahun) yang baru pertama kali dirawat di Paviliun Anggrek RS
Dr. Soesilo slawi
Data primer yang dikumpulkan adalah data anak usia todler yang meliputi
kecemasan karena perpisahan, kehilangan kontrol diri dan rasa takut terhadap
perlukaan pada tubuh.
Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dan dibantu oleh orang
lain yang sebelumnya para petugas telah diberi pelatihan teknik pengumpulan
data.
5.3 Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui profil RS Dr. Soesilo Slawi tahun 2014
dan laporan bulanan Paviliun Anggrek tahun 2014 Dari laporan tersebut juga
diketahui bahwa pada 5 bulan terakhir (Januari sampai Mei 2014) klien anak
yang dirawat di Paviliun Anggrek sebanyak 105 orang anak.
5.4 Pengolahan Data
Data yang terkumpul kemudian diolah melalui tahap-tahap berikut :
5.4.1 Editing, yaitu meneliti kembali setiap lembar jawaban dari kuesioner,
apakah jawaban pada kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan
konsisten;
5.4.2 Coding, yaitu upaya mengklasifikasikan jawaban atau hasil yang ada
menurut macamnya dalam bentuk yang lebih ringkas dengan
menggunakan kode-kode;
5.4.3 Transfering, yaitu proses pemindahan atau penyusunan data yang telah
diberi kode sesuai kelompoknya masing-masing untuk mempermudah
pengolahan data;
5.4.4 Entry Data, yaitu proses memasukkan data ke dalam program pengolahan
data komputer;
5.4.5 Cleaning, yaitu proses pengecekan ulang dan pembersihan data dari
kesalahan.
15
6. Teknik pengolahan data dan analisa data
6.1 Teknik pengolahan data
6.1.1 Editing
Data akan diedit untuk mempermudah pengolahan data selanjutnya.
Pengeditan yang akan dilakukan meliputi pemeriksaan kelengkapan
pengisian lembar observasi, memperjelas catatan agar mudah dibaca, dan
memperbaiki coretan. Proses pengeditan tidak akan mengubah jawaban dan
angka yang telah didapatkan selama proses peneitian sehingga data akan
tetap orisinal.
6.1.2 Coding
Kode-kode angka akan diberikan pada jawaban dan catatan selama
penelitian untuk mempermudah proses analisis data.
6.1.3 Tabulasi
Data yang telah dikumpulkan akan dimasukan ke dalam program
komputer sesuai dengan kode yang teah ditetapkan.
6.2 Analisa data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat.
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk memperoleh gambaran
distribusi frekuensi dan persentase dari variabel.
d
t=
Sd
√n
16
Keterangan :
t = t- hitung
d = Nilai selisih/ beda antara nilai post dan pre (nilai post - nilai pre)
d = Rata – rata beda antara nilai pre dengan post
d = ( d1 + d2 + …….. + dn)
n
n = Banyaknya sampel pengukuran
Sd = Simpangan baku dari d
Jika t-hitung > t-tabel maka Ha diterima, Jika t-hitung > t-tabel maka Ha ditolak
Uji ini dipilih karena variabel bebas menggunakan skala nominal dan
variabel terikat menggunakan rasio (Wasis, 2008).
7. Etika penelitian
Masalah etika dalam melakukan penelitian merupakan masalah yang sangat penting
sehingga perlu dijelaskan (Notoatmojo, 2010). Etika penelitian dalam penelitian ini akan
menerapkan prinsip sebagai berikut :
7.1 Otonomi
Prinsip ini berkaitan dengan kebebasan seseorang dalam menentukan nasibnya
sendiri (independen). Informed consent digunakan untuk meminta persetujuan
responden apakah ia disertakan atau tidak dalam penelitian ini.
7.2 Beneficience
Peneliti akan selalu berupaya agar segala perlakuan dalam penelitian ini
mengandung rinsip kebaikan (promote good).
7.3 Nonmaleficence
Peneliti akan selalu berupaya untuk tidak membahayakan atau merugikan
responden, apalagi sampai mengancam jiwa responden.
7.4 Veracity, Peneliti akan menjelaskan secara jujur tentang manfaat, efek, dan apa yang
didapat jika responden dilibatkan dalam penelitian ini.
17