Anda di halaman 1dari 17

4.

OBAT-OBATAN DALAM PERSALINAN

A. Pereda Nyeri Pada Persalinan

Banyak ibu hamil meminta kepada dokter penolongnya untuk

mengurangi nyeri selama persalinan, dan untuk itu terdapat

berbagai macam pilihan terapi farmakologis maupun non-

farmakologis.

Patofisiologi Nyeri

Sebagian besar pakar mendefinisikan rasa nyeri sebagai suatu

perasaan sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan

dengan disertai kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau

yang dikemukakan dalam pengertian kerusakan semacam itu,

pengalaman nyeri bersifat individual dan kontekstual, tidak ada

selalu ada hubungan yang jelas antara kerusakan jaringan dan

rasa nyeri. Skor nyeri merupakan alat komunikasi yang berguna

untuk membantu apakah perlu dilakukan terapi analgesia.

Pengalaman dalam proses melahirkan yang sebelumnya akan

mempengaruhi kebutuhan ibu hamil terhadap terapi analgesia.

Peningkatan frekuensi dan kedalaman respirasi

Hiperventilasi dengan cepat akan meningkatkan kadar karbon

diaoksida didalam tubuh sehingga terjadi vasokotriksi pada sirkulasi

darah maternal dan plasental yang membahayakan keselamatan

janin. Diantara saat-saat kontraksi uterus (his), kekurangan karbon

dioksida akan menurunkan dorongan untuk bernafas dan


mengurangi frekuensi respirasi. Keadaan ini dapat mengakibatkan

hipoksia pada ibu dan janinnya.

Eksibilitas Sistem Saraf Pusat

Normeperidin (metabolit neperidin) dapat menyebabkan

abnormalitas perilaku saraf seperti kedutaan (twitching) dan

konvulsi. Meskipun depresi pernafasan yang ditimbulkan oleh

meperidin (petidin) dapat dipulihkan oleh nalokson, setiap gejala

konvulsi dan depresi pernafasan yang diakibatkan oleh

normeperidin memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk bereaksi

terhadap pemberian nalokson.

Sistem Saraf Pusat – Batang Otak

Opioid menghambat aktivitas pusat vital dalam batang otak. Karena

itu, bidan harus memberi perhatian yang ketat terhadap tanda vital

yang diperlihatkan oleh ibu, janin, dan neonates.

Depresi Pernafasan

Opioid bekerja langsung pada pusat pernafasan dalam medulla

oblongata untuk mendepresi pernafasan dan kadang-kadang

bekerja pada resepton perifer untuk menimbulkan apnea. Opioid

mengurangi sensitivitas pusat pernafasan terhadap karbon dioksida

dan dengan demikian menurunkan dorongan respirasi yang normal.

Karena itu, frekuensi pernafasan tidak dapat meningkat untuk

memenuhi kebutuhan metabolism yang tinggi dalam persalinan.

Frekuensi, kedalaman dan keteraturan akan menurun sehingga


terjadi pengurangan ventilasi alveoli dan oksigenasi. Efek ini akan

bertambah nyata jika ibu hamil tersebut begitu mengantuk sehingga

ia tertidur. Jika sirkulasi darahnya memadai, depresi pernafasan

akan mencapai keadaan maksimal dalam waktu 90 menit setelah

penyuntikan opioid intramuskuler. Jika sirkulasi parifernya sangat

menurun seperti dalam keadaan syok atau pendarahan, ansorpsi

dan efek samping obat-obatan yang disuntikkan intramuskuler

dapat diperlambat.

Depresi pengaturan pernafasan oleh karbon dioksida berarti bahwa

pernafasan pasien bergantung pada pengaturan pernafasan

hipoksik. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi pada pasien

dewasa maupun neonates yang mengalami depresi pernafasan

karena opioid dapat mengganggu peraturan pernafasan yang ada

dan mencetuskan henti nafas tiba-tiba. Kondisi ini mungkin sulit

kembali normal, karena peningkatan tajam konsentrasi karbon

dioksida.

Depresi pernafasan pada ibu yang sedang menjalani persalinan

dapat menyebabkan :

a. Retensi karbon dioksida dan asidosis respiratorilk pada ibu dan

janin

b. Hipoksia pada ibu dan janinnya menyebabkan penurunan

frekuensi denyut jantung janin.


Dalam keadaan ini janin akan mengalami asidosis yang

meningkatkan penumpukan meperidin dan metabolitnya

didalam tubuh janin tersebut. Depresi pernafasan yang

ditimbulkan pada neonates berpotensi untuk membawa

kematian (letal). Bayi premature terutama menghadapi resiko

ini. Pemulihan balik yang cepat dengan pemberian nalokson,

yaitu suatu preparat antagonis oploid, merupakan tindakan yang

wajib dilakukan. Tinjauan tentang uji klinik mendapatkan

hubungan antara anelgeesia opioid dan nilai APGAR yang

rendah.

Bradikardia

Opioid akan menurunkan frekuensi jantung melalui kerja

langsung pada pusat kardiovaskuler dalam medulla oblongata,

penurunan aktivitas pada system saraf simpatik dan

pengurangan ansietas. Beberapa bentuk brakardia janin pada

terapi anglesia merupakan keadaan yang normal.

Hipotensi

Opioid bekerja pada pusat kardiovaskuler dalam medulla

oblongata, system pembulu darah dan saraf simpatik untuk

menurunkan tekanan darah.


Kegagalan Respirasi

Otot – otot interkostalis dapat terganggu dengan anestesi spinal

yang tinggi sehingga pernapasan pasien bergantung pada

diagragma.
Anastesi Spinal (Interatekal) dihindari pada :

- Kelainan inflamasi pada tulang belakang

- Meningitis

- TB lumbal

- Metastase spinal

- Septikimia

Analgesia Gabungan Spinal – Epidural

Opidoid dan obat anastesi local dapat diberikan secara epidural atau

interatekal, dan kerap kali keduanya diberikan dengan cara kombinasi

atau gabungan.

B. Antiemetik

Antiemetic adalah obat-obatan yang digunaakn dalam penatalaksanaan

mual dan muntah. Obat – obatan tersebut bekerja dengan cara

mengurangi hiperaktifitas reflex muntah menggunakan satu dengan dua

cara : secara local, untuk mengurangi respons local terhadap stimulus

yang dikirim kemedula guna memicu terjadinya muntah, atau secara

sentral, untuk menghemat CTZ secara langsung atau menekan pusat

muntah.

C. Obat yang meningkatkan Kontraktilitas Uterus / Oksitosik

Obat Oksitosik

Obat oksitosik digunakan untuk meningkatkan kontraksi uterus. Obat-obat

oksitosik banyak digunakan untuk induksi serta penguatan persalinan,


pencegahan serta penanganan pendarahan postpartum, pengendalian

pendarahan akibat abortus inkompletus, dan penanganan aktif pada kala

tiga persalinan.

Obat-obatan yang dipakai untuk pencegahan adalah Oksitosin dan

Ergometrin. Caranya, disuntikkan intra maskuler atau intravena (bila

diinginkan kerja cepat), setelah anak lahir,

1. Prostaglandin

Pembentukan Prostaglandin oleh Amion akan meningkat pada saat

menjelang akhir kehamilan. Ada 4 tipe prostaglandin endogenosus

yang memainkan peranan dalam proses melahirkan.

2. Oksitosin

Oksitosin bekerja pada reseptor oksitosik untuk menyebabkan :

- Kontraksi uterus pada kehamilan aterm yang terjadi lewat kerja

langsung pada otot polos maupun lewat peningkatan produksi

prostaglandin.

- Kontriksi pembuluh darah umbilicus

- Kontraksi sel-sel mioepitel ASI.

3. Ergometrin

Ergot merupakan jamur (fungus) yang tumbuh pada tanaman rye

(gandum hitam), dan pepadian laiinya. Beberapa zat aktif

farmakologis berasal dari ergot, semua zat ini dikenal sebagai

alkaloid ergot dan meliputi ergometrin (di AS disebut ergotamine),

asam lisergat, metilsergida dan brokokriptin.


D. Efek samping obat – obat Uterotonika

Efek samping obat Oksitosik

Efek Samping Prostaglandin

- Kontraksi otot Rahim

- Peningkatan kontraktilitas Gastrointestinal

- Konstriksi Bronkiolus

- Pireksia

- Reaksi inflamasi dan rasa nyeri

- System Saraf Pusat

- Peningkatan tekanan instraokuler

Efek samping oksitosin

- Stimulasi berlebih pada uterus

- Vasokontriksi pembuluh darah umbilicus

- Mual dan muntah

Efek samping Ergometrin

- Kontraksi uterus yang sakit

- Diare dan muntah

- Vasokontriksi

Efek ergometrin pada neonates

pemberian memiliki kaitan dengan hipotermia, peningkatan ketegangan

otot, masalah respirasi dan konvulsi pada neonates.


E. Obat yang Menurunkan Kontraktilitas Uterus/Tokolitik

Terapi tokolisis dapat memberikan keuntungan jangka pendek dalam

menangani persalinan pretern, dimana persalinan yang dihambat dapat

dimanfaatkan untuk pemberian kortikosteroid untuk meningkatkan

pemantangan paru dan mengurangi beratnya sindrom gawat nafas dan

mengurangi resiko pendarahan intraventrikular.

Peranan β Agonis Sebagai Tokolitik

- Farmakokinetik

Metabolism obat tokolitik dari golongan β adrenergic agonic ini

berbeda dengan katekolamin endogen. Ritodrin dan Terbutalin

dieksresi melalui urin setelah dimetabolisme di hati.

- Kontraindikasi dan Penggunaan Klinik

obat tokolitik dari golongan β Agonis ini dapat diberikan melalui

parenteral atau oral. Terapi pertama kali harus melalui intra vena

yang didasarkan pada puis ibu, tekanan darah dan aktivitas uterus.

- Efek-efek terhadap ibu

Berikut adalah efek – efek maternal akibat terapi tokolitik dengan

golongan β Adrenergik agonis :

Fisiologi :

- agitasi

- sakit kepala

- Mual
Muntah

- Demam

- Halusinasi

Metabolik

- Hiperglisemia

- Diabetic ketoasidosis

- Hiperinsulinemia

- Hypokalemia

- Hipokalsemia

Jantung :

- Edema Pulmonum

- Takikardi

- Palpitasi

- Hipotensi

- Gagal Jantung

- Aritmia, DLL

- Efek Terhadap Janin dan Neonatus

Efek fetal β - adregenetik agonis lebih kecil disbanding efek maternalnya.

Walaupun terjadi perpindahan obat ini secara cepat melalui plasenta yang

menyebabkan timbulnya efek fetal dan neonatal, kebanyakan fetus dapat

mentoleransinya tanpa timbul masalah maupun komplikasi.


Berikut adalah efek-efek terhadap Fetus dan Neonatus akibat terapi

tokolitik dengan golongan β – Adregenetik agonis :

Fetal :

 Takikardi

 Aritmia

 Iskemik otot jantung

 Hipertropi otot jantung

 Gagal jantung

 Hiperglisemia

 Hiperinsulinemia

Neonatal :

 Takikardi

 Hipokalsemia

 Hiperbilirubinemia

 Hipoglikemi

 Hipotensi

 Aritmia

Peranan Obat Anti Inflamasi Non Steroid sebagai Tokolitik

A. Farmakokinetik
OIANS bekerja primer sebagai penghambat cyclooxygenase,

Indomethacin adalah obat dari golongan ini yang memiliki potensi

untuk digunakan sebagai tokolitik. Obat ini dimetabolisme di hati

dan dieksresi melalui urin.

B. Kontraindikasi dan Penggunaan Klinik

Indomethacin dapat diberikan peroral atau peranal, dosis yang

digunakan sebagai terapi pada persalinan premature adalah 150-

300 mg/hari, dengan dosis awal adalah 100-200 mg peranal atau

50-100 mg peroral dan kemudian 25-50 mg setiap 4-6 jam.

C. Efek-Efek terhadap Ibu

Bila dibandingkan dengan magnesium sulfat atau ritodrin, efek

samping maternal indomethacin lebih minimal dan jarang terjadi,

kemungkinan efek yang paling sering terjadi adalah iritasi

gastrointestinal termasuk mual, sakit lambung, heartburn, dan

muntah yang berkaitan dengan terapi oral obat ini.

D. Efek terhadap janin dan Neonatus

Indomethachin telah ditemukan berkaitan dengan adanya

morbiditas pada bayi baru lahir, terutama jika terapi tokolitik tidak

berhasil dan bayi dilahirkan premature atau obat digunakan lebih

dari 2 hari.
E. OAINS Lain Sebagai Tokolitik

Pada manusia peningkatan kadar COX tipe 2 diyakini lebih

bermankna terhadap terjadinya persalinan premature disbanding

COX tipe 1.9,23 contoh obat-obat yang dapat digunakan sebagai

tokolitik dari golongan ini adalah Nimesulid dan Celecoxid 1,22.

Peranan Magnesium Sulfat (MgSO4) sebagai Tokolitik

A. Farmakokinetik

Jumlah total magnesium dalam tubuh manusia adalh 24gr yang

sebagian besar terdapat pada tulang dan ruang intraseluler dan

hanya 1 % pada ekstraseluler. Konsentrasi magnesium pada

seum wanita normal berkisar antara 1,83 mEq/1 dan turun

menjadi 1,39 mEq/1 pada wanita hamil

B. Kontraindikasi dan Penggunaan Klinik

Intoindikasi MgSO4 dapat dihindari dengan memastikan bahwa

pengeluaran urin memadai, reflex patella ada dan tidak ada

depresi pernafasan. Reflex patella menghilang pada kadar 10

mEq/1 (antara 9-13 mg/dI) dan pada kadar plasma lebih dari 10

mEq/I akan timbul depresi pernafasan dan henti napas dapat

terjadi pada kadar plasma 12 mEq/I atau lebih.


C. Efek Terhadap Ibu

Elliot merupakan salah satu dari yang pertama kali

mengabarkan efek samping maternal yang dapat timbul pada

pasien yang menerima magnesium sulfat untuk menghambat

persalinan premature

D. Efek Terhadap Janin dan Neonatus

Terapi tokolitik magnesium sulfat terbukti aman dan bermanfaat

tehadap janin dan ibu. Namun, perubahan tulang yang terlihat

melalui rontgen terlihat pada neonates dari pasien yang

menerima infus magnesium sulfat jangka panjang (lebih dari 1

minggu).

Peranan Calsium Channel Blocker (Nifedipine) Sebagai

Tokolitik

A. Farmakokinetik

Nifedipin diabsorpsi cepat disaluran pencernaan setelah

pemberian oral ataupun sublingual. Konsentrasi maksimal

pada plasma umumnya dicapai setelah 15-90 menit setelah

5 menit pemberian.

B. Kontraindikasi dan Penggunaan Klinik

Dosis nifedifine untuk terapi pada persalinan premature pada

percobaan bervariasi. Dosis inisial 30mg per oral atau 30mg

ditambah 20mg peroral dalam 90 menit atau 10mg sublingul


setiap 20 menit, dengan diikuti oleh 4 dosis tambahan

sebanyak 20 mg Peroral setiap 4-8 jam untuk terapitokolitik.

C. Efek terhadap ibu

Nifedipin menghasilkan hipotensi sistemik dengan

menyebabkan vasodilatasi perifer. Obat ini digunakan dalam

terapi hipertensi selama kehamilan atau post partum

D. Efek terhadap Janin dan Neonatus

Meskipun beberapa fakta memperlihatkan bahwa penyekat

kanal kalsium menjanjikan beberapa harapan sebagai obat

tokolitik karena efek samping terhadap ibu yang lebih sedikit,

beberapa perhatian muncul menyangkut efeknya terhadap

janin.

Peranan Antagonis Oksitosin Sebagai Tokolitik

A. Farmakologi Atosiban

Atosiban ((1-deamino-2-D-Thr-8-Orn)-oxytosin) adalah

antagonis reseptor oksitosin, yang dikembangkan untuk

terapi persalinan premature. Atosiban merupakan

antagonis kompetitif dari oksitosin yang menghambat

oksitosin menginduksi terjadinya kontraksi uterus.

B. Keefektifan Atosiban sebagai Tokolitik

Penggunaan Atosiban sebagai tokolitik telah resmi

dipakai di UK. Dosis yang diberikan dan jadwal


pemberian adalah sebagai berikut : dosis pertama bolus

6,75 mg atosiban selama lebih daeri 1 menit.dilanjutkan

infus 18 mg/jam selama 3 jam dan 6mg/jam selama 45

jam. Lama pemberian tidak boleh melebihi 48 jam, dan

total dosis pemberian tidak melebihi 330 mg.

C. Efek Samping

efek samping yang dilaporkan sampai saat ini dan telah

dibandingkan dengan golongan beta agonis seperti nyeri

dada (1 % vs 5 %). Palpitasi (2% vs 16 %) , takikardi (6

% vs 76 %), hipotensi (3% vs 6 %), dyspnea (0,3% vs

7%), mual (12% vs 16%), muntah (7% vs 22%) dan sakit

kepala (10 % vs 19%). Serta satu kasus dengan edema

pulmonum yang mana wanita tersebut juga mendapat

terapi tokolitiksalbutamol selama 7 hari dibandingkan

dengan grup β agonis terdapat 2 orang yang menderita

pulmonum.

D. Terapi pemeliharaan Atosiban sebagai Tokolitik

Terapi pemeliharaan Atosiban diberikan menggunakan 3

ml pompa infuse subkutan, dengan dosis secara kontinyu

6ml/jam (30mg/menit) . terapi pemeliharaan dihentikan

pada umur kehamilan 36 minggu, persalinan, atau

kemajuan persalinan menimbulkan perlunya diberikan

tokolitik dengan cara lain.

Anda mungkin juga menyukai