Anda di halaman 1dari 57

PENGARUH EKONOMI POLITIK TERHADAP PEMBANGUNAN DI

INDONESIA

CRITICAL BOOK REPORT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pada Jurusan
Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Medan
Dosen Pengampu : Drs.Halking, M.Si

Disusun oleh

Kelompok 2 Tim 2 Reguler B 2021

Nama kelompok :
Wulan Ayu Trisna (3212111003)
Saparutdin Brutu (3213111039)
Lidia Rumapea (3212411016)

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS


ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa,
atas berkat dan rahmatnya, Critical Book Report kami ini dapat kami selesaikan
dengan tepat waktu. Sebagaimana Critital Book Report ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah yaitu PENGARUH EKONOMI POLITIK
TERHADAP PEM,BANGUNAN Critical Book Report ini ditugaskan agar setiap
mahasiswa mampu mengkritisi sebuah buku beserta pembandingnya dengan baik.

Critical Book Report kami ini berjudul ”EKONOMI POLITIK” oleh Dr.
Muslim Mufti, M.Si.

Sebelumnya kami mengucapkan Terima Kasih kepada Dosen Pengampu


kami Bapak Drs. HALKING, M.Si, yang telah memberikan dan menjelaskan
pedoman dan cara mengerjakan Critical Book Report ini. Kami juga
berterimakasih kepada Orangtua kami yang telah mendukung kami baik dalam hal
materi maupun nasihat dan semangat. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami, kami sadar masih terdapat banyak kekurangan dalam
pengerjaan Critical Book Report ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun. Semoga Critical Book Report ini bermanfaat
bagi kita semua.

Medan, 24 September 2021

Kelompok 2, tim 2

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................................................ 1

DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... 2

BAB 1 ............................................................................................................................................................. 3

1.1Identitas Buku Yang Direview ............................................................................................................. 4

BAB II ............................................................................................................................................................. 6

RINGKASAN BUKU ........................................................................................................................................ 6

2.1 Buku utama ......................................................................................................................................... 6

2.2 Buku Pembanding I ........................................................................................................................... 25

2.3 Buku pembanding II .......................................................................................................................... 42

BAB III .......................................................................................................................................................... 47

KEUNGGULAN BUKU ................................................................................................................................... 47

3.1 Keunggulan Buku Utama ................................................................................................................. 47

3.2 Keunggulan Buku Pembanding I ...................................................................................................... 49

3.3 Keunggulan Buku Pembanding II ..................................................................................................... 51

BAB IV .......................................................................................................................................................... 52

KELEMAHAN BUKU ..................................................................................................................................... 52

4.1 Keterkaitan Antar bab(Kohesi dan koherensi Bab) ......................................................................... 53

4.2 Kemuktahiran Isi Buku(Kemuktahiran buku yang ditawarkan oleh buku yang dikritis)............... 53

4.3 Keterkaitan antara isi Buku dengan bidang Ilmu ............................................................................ 53

BAB V ........................................................................................................................................................... 54

HASIL ANALISIS ........................................................................................................................................... 54

BAB VI .......................................................................................................................................................... 55

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................................ 56

2
BAB 1

3
1.1Identitas Buku Yang Direview
 Buku Utama
1. Judul : Pengantar Ekonomi Politik
2. Edisi : Penerbit Ulang
3. Pengarang : Cahyo Sasmito dan Dyanasari
4. Penerbit : Deepublish
5. Kota terbit : Yogyakarta
6. Tahun terbit : 2019
7. ISBN : 978-623-209-388-1
8. Jumlah halaman : 199

 Buku Pembanding I
1. Judul : Ekonomi Politik Pembangunan
2. Edisi :1
3. Pengarang : Dr. Drs. Amirul Mustofa, M.Si
4. Penerbit : Unitomo Press
5. Kota terbit : Surabaya, Jawa Timur
6. Tahun terbit : 2020
7. ISBN : 978-623-6665-05-3
8. Jumlah halaman : 142 halaman

 Buku Pembanding II
1. Judul : Ekonomi Politik Jepang Di Asia Tenggara
2. Edisi :1
3. Pengarang : Faris Al-Fadhat, Ph.D.
4. Penerbit : Pustaka belajar (anggota IKAPI)
5. Kota terbit : Yogyakarta
6. Tahun terbit : 2019
7. ISBN : 978-602-229-986-5
8. Jumlah halaman : 197 halaman
1.1 Penjelasan singkat tentang relevensi dan konstribusi pengetahuan mahasiswa
terhadap kajian ekonomi politik

4
Ekonomi politik adalah studi mengenai produksi dan perdaggangan serta kaitanya
dengan hukum, adat, dan pemerintah, juga dengan pembagian pendapatan negara dan
kemakmuran nasional.

Membahasa ekonomi politik bertarget agar dapat memahami masalah yang dihadapi
dalam dunia ekonomi politik dan memungkinkan untuk menitikberatkan kepada solusi
kesenjangan yang dihadapi, sehingga dapat diperoleh keterampilan dan pengetahuan
analitis mengatasi masalah ekonomi politik yang ada. Selanjutnya dapat melakukan studi
mengenai kebijakan yang ada,bahkan mengusulkan kebijakan yang membuat kondisi
lebih baik dari sebelumnya.

5
BAB II

RINGKASAN BUKU

2.1 Buku utama


BAB 1 PENDAHULUAN
1. 1. Pengertian Ekonomi Politik (Political Economy)
Ekonomi politik adalah studi tentang produksi dan perdagangan serta hubungannya
dengan hukum, adat dan pemerintahan; juga dengan distribusi pendapatan nasional serta
kekayaan negara (Steiner, 2010). Demikian banyak definisi ekonomi politik sehingga
pengertian yang sederhana adalah :
(a) Ekonomi Politik adalah teori atau studi tentang peran kebijakan publik dalam
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dan sosial dalam kaitan politik (Merriam, 2018).
(b) Menurut Investopedia (2018), Ekonomi Politik adalah studi tentang produksi dan
perdagangan dan hubungannya dengan adat, pemerintah dan hukum. Ilmu ini merupakan
studi dan penggunaan teori dan metode ekonomi yang mempengaruhi sistem sosial dan
ekonomi yang berbeda dan berkembang , seperti kapitalisme, sosialisme; dll dan juga
menganalisis bagaimana kebijakan publik dibuat dan diimplementasikan. Karena berbagai
individu dan kelompok memiliki kepentingan yang berbeda dalam suatu negara atau ekonomi
yang berkembang, maka Ekonomi Politik dianggap sebagai suatu disiplin ilmu yang
kompleks, mencakup beragam kepentingan yang berpotensi terjadinya persaingan.

Sebagai suatu disiplin ilmu, ekonomi politik penuh dengan filsafat moral, yang pada
abad ke-18, digunakan untuk mengeksplorasi administrasi kekayaan negara, yang saat itu
dikaitkan dengan pengertian pemerintahan (“politik” = pemerintahan dan ‘ekonomi’ yang
berarti manajemen rumahtangga dalam bahasa Yunani) . ekonomi politik merupakan
pendekatan yang berbeda dan tidak digunakan sebagai sinonim untuk ekonomi, serta dapat
merujuk pada hal-hal yang sangat berbeda. Dari sudut pandang akademis, istilah itu bisa
merujuk pada ekonomi Marxian, yang menerapkan pendekatan kepada keadaan masyarakat
umum. Literatur ekonomi politik lebih berkembang pesat sejak 1970-an sehingga mengarah
kepada model kebijakan ekonomi yang memaksimalkan ekonomi politik. studi Ekonomi
Politik merupakan suatu disiplin ilmu yang didalamnya terkait dengan :
1. Ilmu Politik yang mempelajari hubungan kekuasaan dan hubungannya mencapai
tujuan yang diinginka

6
2. Ilmu Filsafat yang secara ketat menilai dan mempelajari serangkaian keyakinan dan
penerapannya pada realitas
3. Ilmu Ekonomi mempelajari distribusi sumber daya sehingga keinginan material
masyarakat terpuaskan dalam hubungannya dalam meningkatkan kesejahteraan sosial
4. Ilmu Sosiologi yang mempelajari dampak keterlibatan orang dalam masyarakat sebagai
anggota kelompok masyarakat dan bagaimana kondisi itu dapat mengubah kemampuan
mereka untuk berfungsi dalam masyarakat
5. Ilmu Antropologi yang mempelajari ekonomi politik dengan menginvestigasi rezim-rezim
nilai politik dan ekonomi yang mengkondisikan aspek-aspek praktik sosiokultural
6. Ilmu Arkeologi yang berupaya merekonstruksi ekonomi politik masa lalu dengan
memeriksa bukti material untuk strategi administratif untuk mengendalikan dan memobilisasi
sumber daya. Bukti ini mungkin termasuk arsitektur, sisa-sisa hewan, bukti untuk lokakarya
kerajinan, bukti adanya pesta dan ritual, bukti impor atau ekspor barang berharga, atau bukti
penyimpanan makanan.
7. Ilmu Psikologi , sebagai titik tumpuan dari ekonomi politik dalam mengerahkan
kekuatannya mempelajari pengambilan keputusan (tidak hanya dalam harga), tetapi sebagai
bidang studi yang mempunyai asumsi model ekonomi politik.
8. Ilmu Sejarah yang digunakan untuk berdebat dalam ilmu Ekonomi Politik,
9. Ilmu Ekologi yang berhubungan dengan ekonomi politik karena aktivitas manusia
memiliki pengaruh terbesar terhadap lingkungan, sehingga perhatian utamanya adalah
kesesuaian lingkungan untuk aktivitas manusia. Efek ekologi dari kegiatan ekonomi memacu
penelitian pada perubahan insentif ekonomi pasar. Selain itu dan baru-baru ini, teori ekologi
telah digunakan untuk menganalisa sistem ekonomi.
10. Ilmu Budaya untuk menganalisa kelas sosial, produksi, tenaga kerja, ras, jenis kelamin
dan seterusnya.
11. Ilmu Komunikasi yang berhubungan dengan aspek kelembagaan, media dan sistem
telekomunikasi. Sebagai bidang studi yang berfokus pada aspek komunikasi manusia, ilmu
ini juga memberi perhatian khusus pada hubungan antara pemilik, pekerja, konsumen,
pengiklan, struktur produksi dan negara dan hubungan kekuasaan yang ada dalam hubungan .

1.2. Mengapa Perlu Mempelajari Ekonomi Politik


Ilmu Ekonomi Politik sangat dekat dengan ilmu – ilmu lainnya dan sifatnya sangat kompleks
sehingga dengan mempelajarinya akan mempunyai pandangan yang lebih luas untuk

7
mendukung ekonomi, sosial dan penerapan politiknya, juga perlu melakukan pendekatan
yang menekankan pentingnya proses historis, kekuatan struktural dan institusi dalam
membentuk hasil ekonomi. Ekonomi Politik mempunyai peran penting untuk dipelajari,
bagaimana melakukan kebijakan dari hubungan ekonomi serta politik; dengan
mempertimbangkan hubungan dengan ilmu-ilmu lainnya.

Ekonomi Politik merupakan jalan untuk bersikap kritis dan memotong jalur untuk
melihat dengan cara sederhana melihat dunia. Ekonomi politik pada dasarnya adalah tentang
bagaimana mengatur dan menyediakan kebutuhan dasar (dan lebih kompleks) manusia yang
mempunyai perbedaan dalam kehidupan mereka. Ekonomi politik peduli dengan perbedaan
pandangan manusia tentang ekonomi dan politik yang lebih dari sekedar ekonomi neoklasik.
Ekonomi juga bukan hanya tentang matematika; tetapi juga tentang sejarah ekonomi dan
sejarah pemikiran ekonomi.

1.3. Tujuan dan Manfaat Mempelajari Ekonomi Politik


Mempelajari Ekonomi Politik bertujuan agar dapat memahami masalah yang
dihadapi dalam dunia ekonomi politik dan memungkinkan untuk berfokus kepada solusi
permasalahan yang dihadapi, sehingga dapat diperoleh keterampilan dan pengetahuan analitis
mengatasi masalah ekonomi politik yang ada. Selanjutnya dapat melakukan studi tentang
kebijakan-kebijakan yang ada, bahkan mengusulkan kebijakan yang membuat kondisi lebih
baikdari sebelumnya. Selain itu , kejadian masa lalu dapat dijadikan suatu pelajaran berharga
dan menjadi landasan untuk menganalisa dan ,mengambil keputusan terbaik.

BAB II PRINSIP-PRINSIP EKONOMI


Prinsip Ekonomi Politik diperkenalkan pertama kali oleh John Stuart Mill pada 1848
melalui peluncuran bukunya yang berjudul Principles of Political Economy pada pertengahan
abad kesembilan belas (Hollander, 1985 dalam Routledge, 2015). Prinsip dasar Ekonomi
Politik kemudian disebarluaskan Samuel Hollander dan ia diakui sebagai salah satu
sejarawan pemikiran ekonomi yang paling penting dan kontroversial.
Prinsip dalam Ekonomi Politik yang diuraikan oleh Mill(2009) adalah sbb :
2.1. Tanah, Tenaga Kerja dan Modal Sebagai Faktor Produksi
Mill (2007) menguraikan bahwa prinsip utama dalam Ekonomi Politik adalah produksi,
kebutuhan produksi dan syarat-syarat produksi, Selain itu juga kebutuhan tenaga kerja dan
modal. Mill (2007) juga membahas mengenai buruh yang tidak produktif, adanya konsumsi

8
yang produktif dan tidak produktif, serta modal untuk melakukan produksi yang terus
menerus. Mill (2007) menekankan bahwa dalam Ekonomi Politik, produksi merupakan faktor
fundamental dalam ekonomi yang akan berpengaruh kepada politik.
2. 2. Pentingnya hal-hal yang terkait dalam menjalankan faktor produksi
Mill (2007) menguraikan perlunya peningkatan modal untuk meningkatkan jumlah tenaga
kerja, modal juga berguna bagi sebuah negara untuk pemulihan dari kehancuran. Selain itu,
Mill (2009) juga menguraikan tentang berinvestasi dan pemanfaatan modal untuk efisiensi
berproduksi, serta bagaimana mencapai tingkat produktivitas yang baik.
2.3. Pentingnya Hukum-hukum yang Timbul
Hukum-hukum tentang peningkatan tenaga kerja dan produksi juga timbul dari aktivitas
produksi. Hukum Peningkatan Produksi tergantung dari 3 elemen : buruh – modal- tanah.
Mill (2009) juga membahas Hukum Penduduk dan Kependudukan. Hukum Produksi atas
tanah yang digunakan, Hukum Modal, Hukum Supply dan Demand, dan semua hukum yang
timbul karena berkaitan dengan produksi.
2.4. Pentingnya Menabung
Mill( 2009) juga menguraikan perlunya menabung untuk terutama agar terus dapat
berproduksi.
2.5. Pentingnya Memperhatikan Hal-hal lain di luar Produksi
Masalah populasi, perdagangan, imigrasi, distribusi, property, upah, bea cukai, keuntungan
produksi, sewa tanah, harga, biaya, fungsi uang, paham –paham sosialis, kredit, perbankan,
supply berlebih, perdagangan internasional, ekspor-impor, distribusi, logam mulia,
pembayaran internasional, nilai tukar, permintaan domestik, suku bunga bank, surat berharga,
dll mempengaruhi kelangsungan dan kelancaran aktivitas manusia berproduksi, sehingga
dibahas dalam prinsip ekonomi politik.
2.6. Kesimpulan pada Prinsip Ekonomi Politik
Prinsip dalam Ekonomi Politik harus dipandang dalam perspektif filosofi, yang tidak
berfokus tentang isi dari ekonomi dalam arti sesungguhnya, tetapi kepada tindakan yang
diambil pada pengambilan keputusan karena berhubungan dengan hal-hal lainnya yang
berhubungan dengan kepentingan masyarakat. . Meski demikian, banyak pengamat yang
berpendapat, bahwa pendiri ilmu ekonomi, Adam Smith, merupakan orang yang sangat
berpengariuh rterhadap perkembagan ilmu ekonomi politik di dunia.

BAB III PEMBAGIAN ILMU EKONOMI POLITIK

9
Ekonom Politik secara umum sangat memperhatikan alokasi sumber daya yang
langka di dunia menghadapi keinginan dan kebutuhan manusia yang tak terbatas(fundamental
dasar ilmu Ekonomi). Hampir semua negara berpedoman bahwa sumber daya alam ditujukan
untuk kesejahteraan rakyatnya. Untuk mengalokasikan sumber daya tersebut, setiap negara
menggunakan politik. Jadi secara umum, Ekonomi Politik adalah studi tentang hubungan
antara individu dan masyarakat, dan lebih khusus lagi, hubungan antara warga dan negara.

Selain itu, Ekonomi Politik juga merupakan studi filsafat dan ideologi yang
mempelajari evolusi ide-ide politik dan ekonomi. Ekonomi Politik merupakan perpaduan
antara politik, ekonomi, sosiologi, filsafat, dan sejarah, yang semuanya menyatu untuk
mempelajari manusia di dalam masyarakat. Ekonom politik mempelajari ideologi politik,
struktur ekonomi, interaksi manusia, sifat manusia, dan teori dalam pemikiran filosofis. Ilmu
ini juga merupakan studi yang mempelajari tidak hanya mekanisme struktur tertentu, tetapi
juga berbagai alasan di balik berbagai orang dengan keyakinan yang berbeda.

Ilmu Ekonomi Politik awalnya berasal dari Ilmu Ekonomi Klasik. Para pemikir ilmu
ekonomi mempunyai dinamika yang luar biasa karena jaman itu memang perekonomian
dunia sedang bangkit, hingga sampai kepada sistem kapitalisme muncul. Kapitalisme muncul
juga cukup kontroversial karena ia muncul dari kondisi terjadinya feodalisme dan saat itu
sedang terjadi Revolusi Industri yang menyebabkan perubahan besar dalam masyarakat.
Munculnya ekonomi politik antar lain adanya istilah “invisible hand” dari Adam Smith dan
adanya gagasan bahwa perekonomian dapat mengatur diri mereka sendiri.

Adam Smith pun mengikuti fisiokrat Francois Quesnay, bahwa untuk


mengidentifikasi kekayaan suatu bangsa dapat tercermin dari pendapatan nasional negara itu,
bukan kekayaan yang dimiliki raja. Adam Smith melihat pendapatan nasional ini dihasilkan
oleh tenaga kerja, tanah, dan modal. Dengan hak milik atas tanah dan modal yang dipegang
oleh individu, pendapatan nasional dibagi antara buruh, tuan tanah, dan kapitalis dalam
bentuk upah, sewa, dan bunga atau laba. Dalam visinya, tenaga kerja produktif adalah sumber
pendapatan sejati, sementara modal adalah kekuatan pengorganisasian utama, meningkatkan
produktivitas tenaga kerja dan mendorong pertumbuhan.

David Ricardo dan James Stuart Mill kemudian mensistematisasikan teori Adam
Smith. Ide-ide keduanya kemudian menjadi panutan ekonomi secara ortodoks pada 1815-

10
1848, apalagi setelah ada reaksi “anti-Ricardian" terbentuk, terutama di benua Eropa, yang
akhirnya menjadi ekonomi termarginalkan, lalu muncullah istilah ekonomi marginalis /
neoklasik.

Henry George adalah ekonom Prancis yang terkenal yang menjembatani teori
ekonomi neiklasik yang diungkapkan dalam thesisnya. Ekonom Mason Gaffney
mendokumentasikan sumber-sumber asli Henry George yang kemudian dianggap sebagai
Warisan modern. Ekonomi klasik masih tetap fundamental dalam ekonomi, meskipun teori
itu jkemudian bergeser menjadi ekonomi neoklasik sejak 1870-an. Apalagi terjadi pula
Revolusi Keynesian dan terjadi pula ide-ide klasik lain yang muncul di berbaga sekolah
ekonimi. Henry George mempunyai penganut yakni Georgisme (Georgism) dan Karl Marx
dengan Marxis dan keduanya menjadi pelorpor ekonomi neoklasik. Teori ekonomi klasik
mulai mengalami pertumbuhan dan perkembangan dan mulai dilakukan analisis pertumbuhan
kekayaan bangsa-bangsa dan mengadvokasi kebijakan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi, yang menjadi fokus utama sebagian besar ekonom klasik. Namun, John Stuart Mill
percaya bahwa keadaan stasioner di masa depan akan terjadi, yang berangkat dari ukuran
populasi yang konstan, demikian juga persediaan modal konstan yang tidak dapat
terhindarkan, sehingga muncullah istilah ekonomi negara konstan yang terkenal.

3.1. Ekonomi Politik Klasik


Ekonomi politik klasik awalnya disebut sebagai ekonomi klasik, karena ilmu ekonomi politik
berasal dari ilmu ekoomi klasik. Ekonomi politik klasik adalah studi pemikiran di bidang
ekonomi yang berkembang, terutama di Inggris, pada akhir abad ke-18 dan awal hingga
pertengahan abad ke-19. Pemikir ekonomi seperti Adam Smith, Jean-Baptiste Say, David
Ricardo, Thomas Robert Malthus, dan John Stuart Mill akhirnya menjadi para pemikir
Ekonomi Politik Klasik. Para ekonom ini menghasilkan teori ekonomi pasar sebagai sistem
yang mengatur diri sendiri, yang disebut oleh Adam Smith sebagai “the invisible hand” (
tangan yang tak terlihat). Adam Smith dengan bukunya yang terkenal “The Wealth of
Nations” pada 1776 dianggap menandai awal dari ekonomi klasik. Pesan mendasar dari buku
Adam Smith adalah kekayaan negara di dunia, berdasarkan pendapatan nasionalnya.
Pendapatan ini didasarkan pada tenaga kerja dari penduduknya, dan hal itu mudah dicapai
oleh pembagian kerja dan penggunaan modal akumulasi, yang menjadi salah satu konsep
sentral ekonomi klasik. Pemikir Karl Marx sebenarya ia seorang pemikir ekonomi klasik,

11
namun seiring berjalannya waktu, apalagi ada masa yang disebut sebagai neoklasik, maka ia
menetapkan diri sebagai bagian dari Marxisme.
3.2.. Ekonomi Politik Modern
Ekonomi Politik modern adalah studi tentang Ekonomi Politik setelah masa Ekonomi Politik
Klasik dan Neoklasik dan seringkali dikaitkan dengan Marxisme atau Kapitalisme maupun
Liberalisme.
Marxisme mempunyai arti bahwa kekayaan berasal dari kerja manual dan pertukaran, bukan
kecerdikan dan semua individu harus mendapat manfaat dari ekonomi. Dalam negara dengan
paham Marxisme, terjadinya ketimpangan merupakan hal yang buruk. Ekonomi dianggap
sebagai sebuah permainan tambah kurang,
Kapitalisme dan Liberalisme akan dijelaskan lebih rinci pada bab selanjutnya.
Negara berdasarkan Nasionalisme Ekonomi, artinya kekayaan berasal dari penggunaan
kekuasaan, dan penggunaan kekuasaan memfasilitasi akumulasi kekayaan. Setiap individu
harus bekerja untuk menguntungkan kekayaan dan kekuatan negara. Bagi sebuah negara yang
berdasarkan nasionalisme ekonomi, maka posisi negara itu penting, tetapi individu tidak
terlalu penting.

BAB IV SEJARAH KAPITALISME DI INDONESIA


Dalam Ekonomi Politik, terdapat 3 hal yang harus dipahami dalam konteks Ekonomi
Politik : Kapitalisme, liberalisme dan imperalisme. Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang
didasarkan pada kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi termasuk proses operasi
berproduksi demi keuntungan( Zimbalist et all, 1988). Karakteristik kapitalisme adalah
kepemilikan pribadi yang kuat, akumulasi modal yang berlimpah, menggunakan pekerja
upahan, memberlakukan sistem harga, dan bermain di pasar kompetitif. Dalam ekonomi
pasar kapitalis, pengambilan keputusan dan investasi ditentukan oleh setiap pemilik
kekayaan, properti atau kemampuan produksi di pasar keuangan dan modal, sedangkan harga
dan distribusi barang dan jasa terutama ditentukan oleh persaingan di pasar barang dan jasa.
Namun demikian, para ekonom, termasuk ekonom politik, sosiolog dan sejarawan
mempunyai perspektif yang berbeda dalam analisis mereka tentang kapitalisme. Sebab
bentuk kapitalisme bermacam-macam, termasuk diantaranya laissez-faire juga disebut
sebagai kapitalisme pasar bebas, kapitalisme kesejahteraan, dan kapitalisme negara. Istilah
Laissez-faire berasal dari Bahasa Prancis: yang berarti sistem ekonomi yang dibangun dari
transaksi antara pihak swasta bebas dengan intervensi pemerintah seperti peraturan , hak

12
istimewa, tarif dan subsidi. Arti harfiahnya adalah "biarkan (mereka / mereka) lakukan",
tetapi dalam konteks yang biasanya berarti "melepaskan". Berbagai bentuk kapitalisme
menampilkan berbagai tingkat pasar bebas, kepemilikan publik, rintangan untuk persaingan
bebas dan kebijakan negara. Tingkat persaingan di pasar, peran intervensi dan regulasi, serta
ruang lingkup kepemilikan negara bervariasi di berbagai model kapitalisme. Kapitalisme
menjadi masalah politik dan kebijakan jika aktivitas yang dilakukan merugikan kepentingan
kaum minoritas yang tersisih. Sebagian besar ekonomi kapitalis yang ada adalah ekonomi
campuran, yang menggabungkan elemen pasar bebas dengan intervensi negara dan beberapa
kasus terlibat dalam perencanaan ekonomi negara.

Liberalisme berusaha menggantikan norma-norma hak istimewa keturunan, agama,


monarki absolut, hak para raja dan konservatisme tradisional dengan demokrasi perwakilan
dan supremasi hukum. Liberal juga mengakhiri kebijakan merkantilis, monopoli kerajaan dan
hambatan lain untuk berdagang, dan mempromosikan pasar bebas. Dalam Liberalisme, setiap
orang memiliki hak alami untuk hidup, kebebasan dan properti, dan pemerintah tidak 4boleh
melanggar hak-hak ini berdasarkan kontrak sosial.

Liberalisme artinya, kekayaan berasal dari kecerdikan, kerja dan pertukaran. Maksud
lebih lanjut adalah bahwa kekayaan itu merupakan hasil dari penggunaan sumber daya alam,
bersama dengan modal dalam bentuk barang tahan lama dan tenaga kerja. Dalam paham
Liberalisme,semua orang bisa mendapat manfaat dari ekonomi. Ekonomi harus terus
berkembang dengan standar yang meningkat. Prinsip dalam Liberalisme, setiap orang bisa
menang, ketika kondisinya adil dan menguntungkan. Di bawah Liberalisme, kesetaraan
peluang adalah penting, sedangkan ketidaksetaraan kepemilikan kurang begitu penting.
Artinya, seseorang bisa lebih kaya dari yang lain, tetapi keadilan tetap dijunjung tinggi.
Negara mendukung struktur masyarakat sipil. Oleh karenanya, negara tidak boleh dibiarkan
menderita bahaya, karena akan menyengsarakan rakyatnya. Liberalisme mencari dan
membentuk tatanan konstitusional yang menghargai kebebasan individu, seperti kebebasan
berbicara dan kebebasan berserikat; peradilan yang independen dan pengadilan publik oleh
juri; dan penghapusan hak istimewa aristokrat.

Imperialisme adalah suatu pemerintahan yang dijalankan untuk memperluas


kekuasaan terutama dengan akuisisi teritorial atau dengan memperoleh kontrol politik dan
ekonomi dari wilayah lain. Karena selalu melibatkan penggunaan kekuasaan, baik kekuatan

13
militer atau bentuk yang lebih halus, imperialisme sering dianggap tercela secara moral, dan
istilah ini sering digunakan dalam propaganda internasional untuk mengecam dan
mendiskreditkan kebijakan luar negeri lawan. Hal ini berbeda dari imperialisme baru, karena
istilah imperialisme biasanya diterapkan pada kolonisasi Amerika antara abad ke-15 dan ke-
19, yang bertentangan dengan ekspansi kekuasaan Barat dan Jepang selama akhir abad ke-20
ke-19 dan awal. Namun, keduanya adalah contoh imperialisme yang tercela secara moral.

4.1. Masa Kolonisasi Belanda ( (1600-1945)


Perkembangan kapitalisme di Indonesia diuraikan oleh Sprangue (2011) secara runtut
dalam 4 bagian. Bagian pertama tentang kondisi kolonialisasi di Indonesia yang pada masa
itu disebut sebagai Hindia Belanda dan Belanda memainkan peranan. Tahapan sejarah
kapitalisme Indonesia dibagi Sprangue (2011) sebagai berikut: ~Masa Penjajahan Belanda (
(1600-1945),
a. perjuangan kemerdekaan nasional (1945-49),
b. Orde Lama (1949-1965),
c. Orde Baru (1965-1998), dan
d. 1998 Reformasi dan akibatnya (1998-sekarang).
4.1.1. Periode V.O.C (1600-1800)
Pada masa ini bertepatan dengan perubahan administratif, sosial, dan politik, baik di
Indonesia dan Belanda, serta di seluruh dunia. Oleh karena itu, tidak mungkin untuk
mempelajari perkembangan sosial, ekonomi dan politik Indonesia yang terpisah dari orang
Belanda, dan Eropa juga. Terobosan revolusi di Eropa (Revolusi Belanda, Revolusi Inggris,
Revolusi Prancis, dan kemudian Revolusi Rusia) mengubah jalannya sejarah di Indonesia.
Sejarah penjajahan Indonesia oleh Belanda disebut oleh Sptangue (2011) sebagai
sejarah eksploitasi imperialis kapitalis. Penjajahan Indonesia adalah yang pertama dilakukan
oleh kaum borjuasi (Sprangue, 2011). Istilah borjuasi atau bourgeoisie digunakana oleh kaum
Marxisme unyuk menyebut bagian masyarakat, termasuk pengusaha dan orang-orang yang
menjalankan perusahaan besar, yang memiliki sebagian besar uang dan mengambil
keuntungan dari pekerja biasa, sedangkan pengertian Borjuasi baru, diciptakan oleh Revolusi
Industri, yang berarti mereka yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan ingin bepergian (
Cambridge Dictionary, 2018).
Terbentuknya VOC karena pemerintah Belanda memberikan hak monopoli untuk
melaksanakan kegiatan kolonial di Asia. VOC merupakan perusahaan saham gabungan
multinasional pertama yang menerbitkan saham publik. Setelah pembentukannya, VOC

14
mendirikan bursa saham pertama di dunia, Bursa Efek Amsterdam, untuk transaksi saham
dan obligasi.

4.1.2. Periode “Kebingungan” dan “Ketidakpastian”: (1800-1830)


Revolusi Perancis 1789 menjadikan seluruh Eropa ke dalam kekacauan besar. Seluruh
penduduk Belanda terinfeksi dengan semangat Revolusi Prancis, dan pada 1795 sebuah
revolusi populer pecah yang memproklamasikan Republik Batavia yang berumur pendek
(1795-1806). Dalam periode kebingungan dan ketidakpastian ini, administrasi kolonial
Belanda berangsur-angsur bergeser dengan menggabungkan elit penguasa lokal ke dalam
pemerintahan Belanda. Belanda kemudian mengimplementasikan penguasa lokal yang
dibayar secara efektif dan ditunjuk sebagai pegawai pemerintah kolonial. Pemerintah desa,
vergadering (pejabat lokal), prinsip “suka berkuasa” (menggabungkan kelas penguasa lokal
ke dalam pemerintahan), semua ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan ekonomi saat itu
. 4.1.3. The Cultivation System (Cultuurstelsel) (1830-1870)

Setelah Perang Diponegoro 1825-1830 yang berakhir dengan menyerahnya kerajaan


Mataram, maka berarti Belanda menaklukkan sepenuhnya atas Jawa, kemudian Belanda
memperkenalkan sistem tanam paksa. Berbeda dengan sistem perdagangan rempah-rempah
sebelumnya, Sistem Budidaya Paksa ini, diberlakukan oleh pemerintah kolonial dengan
menyelenggarakan sistem produksi tanaman penghasil uang yang direncanakan untuk
diekspor, menyebabkan evolusi industri perkebunan yang membentuk sejarah Indonesia
sebagai pengekspor hasil mentah. untuk abad berikutnya. Hindia Timur kemudian menjadi
sumber hasil mentah untuk kapitalisme pedagang, yang kemudian secara bertahap menjadi
sumber hasil mentah untuk kapitalisme industri.

Sistem Budidaya Tanam Paksa merupakan sebuah sistem Belanda yang memaksa
petani Indonesia untuk memproduksi komoditi ekspor - adalah suatu systemyang
memberikan dasar bagi kemajuan ekonomi Belanda. Sistem ini adalah bagian klasik dari
eksploitasi kolonial, dengan tujuan utama untuk meningkatkan secara paksa kapasitas
produktif pertanian (terutama di pulau Jawa) untuk kepentingan perbendaharaan Belanda.
Sistem Budidaya Paksa ini juga mengekploitasi banyak tenaga kerja dari petani untuk
pembangunan infrastruktur yang dianggap perlu untuk pengoperasian Sistem Budidaya,
termasuk, tetapi tidak terbatas pada, pembangunan jalan dan jembatan untuk transportasi
hasil panen, perbaikan fasilitas pelabuhan, pembangunan kantor, tempat tinggal para pejabat

15
dan pabrik serta gudang untuk hasil bumi, pembangunan bendungan dan saluran irigasi, dan
bahkan pertahanan benteng pertahanan.
4.1.4. Periode Liberal (1870-1900)
Sistem Budidaya Paksa sebelumnya memberikan dasar untuk periode liberal. Selama periode
sebelumnya, pemerintah menyuntikkan sejumlah besar modal untuk membangun perkebunan
dan fasilitasnya, terutama gula dan kopi, dan juga untuk memastikan adanya pasokan tenaga
kerja murah melalui kerja paksa. Namun, sistem Budidaya Paksa yang dikelola pemerintah
Belanda dikuasai oleh nepotisme, seperti kontraktor pemerintah, pekebun swasta, rumah
ekspor-impor, dan pegawai negeri Belanda yang dihubungkan secara erat melalui ikatan
keluarga. Hal ini memprovokasi kemarahan kapitalis Belanda (dan kapitalis asing lainnya)
yang berada di luar Jawa .. Inilah alasan sebenarnya mengapa Sistem Tanam Paksa
dihentikan pada 1870, bukan karena keprihatinan moral yang dimiliki oleh kaum imperialis
Belanda atas kesengsaraan yang dialami petani Indonesia karena sistem eksploitatif, namun
karena adanya nepotisme.

Pada sistem liberal ini, hasil pertanian semakin meningkat bahkan pada tingkat yang
lebih cepat dan tidak menandakan apa pun kecuali eksploitasi yang lebih kejam terhadap
rakyat Hindia Belanda.

Dengan demikian, dalam industri perkebunan gula di Hindia Belanda telah


mengalami evolusi kapitalisme dari persaingan bebas ke kapitalisme kartel. Menurut
Sprangue (2/011), kondisi ini telah disinggung oleh Lenin dalam karya agungnya “
Imperialisme: Panggung Tertinggi Kapitalisme:” sebagai berikut:
“Tahapan utama dalam sejarah monopoli adalah sebagai berikut:
(1) 1860-70, tahap tertinggi, puncak perkembangan persaingan bebas; monopoli dalam tahap
embrionik yang nyaris tak terlihat.
(2) Setelah krisis tahun 1873, periode perkembangan kartel yang panjang; tetapi mereka
masih pengecualian. Mereka belum tahan lama. Mereka masih merupakan fenomena
sementara.
(3) Ledakan di akhir abad kesembilan belas dan krisis 1900-03. Kartel menjadi salah satu
fondasi dari seluruh kehidupan ekonomi. Kapitalisme telah berubah menjadi imperialisme”.

Pada saat yang sama, Belanda juga menjalankan industri minyak b4umi dan karet dari
pulau-pulau di luar Jawa pada awal 1870-an. Perluasan kontrol Belanda atas pulau-pulau di

16
luar Jawa bertepatan dengan kepentingan perkebunan swasta tembakau, karet, teh, kopi dan
kelapa di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera Selatan; tetapi lokasi
utama untuk kegiatan perkebunan di luar Jawa adalah Pantai Timur Sumatra, yang berubah
dari hutan lebat di tahun 1860-an menjadi salah satu situs real estate dunia pada tahun 1920-
an. Sebagai pintu masuk untuk perdagangan bebas, Singapura digunakan sebagai tempat
singgah, untuk dikirim sebagian besar ekspor Hindia Timur Belanda ( Indonesia) ke tempat
lain, terutama ke AS.

Perkembangan industri perkebunan bergerak pesat seiring dengan kemajuan dominasi


kolonial atas kawasan Asia Tenggara oleh Inggris (di Malaya dan Burma), Perancis
(Indochina: Vietnam, Laos, Kamboja), AS (Filipina), dan Belanda. (Indonesia).

Peningkatan transportasi dan komunikasi antar negara-negara di Asia Tenggara dan


Eropa juga berkontribusi terhadap perkembangan ekspor, khususnya pembukaan Terusan
Suez pada 1869 dan peletakan kabel bawah laut untuk telekomunikasi telegraf antara Eropa
dan Asia pada 1860-an dan 1870-an.

Ekonomi kolonial modern Asia Tenggara mencapai pertumbuhan yang belum pernah
terjadi sebelumnya antara tahun 1870 hingga tahun 1920-an, bertepatan dengan periode
booming kapitalis. Setelah para pemerintahan kolonial merasa aman di wilayah tersebut,
kekuatan Eropa (Inggris, Perancis, Belanda, AS) melakukan konsolidasi dua pilar ekonomi,
yaitu, industri perkebunan Insular Southeast Asia (Indonesia, Malaysia, dan Filipina), dan
daerah-daerah penghasil beras di Daratan Asia Tenggara (Mekong di Indocina oleh Perancis,
Chao Phraya di Thailand, dan Ayeyardwady di Burma oleh Inggris). Kebutuhan beras saat itu
sebagai makanan pokok ke Insular Asia Tenggara meningkat dan tidak mencukupi karena
areal perkebunan meluas dan adanya peningkatan populasi. Perkembangan pesat ini dicapai
di bawah perdagangan internasional dan sistem keuangan yang berputar di sekitar Inggris
pada waktu itu.

4.1.5. Tahun-tahun Etis (1900-1930)


Periode Etis (1900-1930) disebut juga periode Kebangkitan Nasionalisme Indonesia. Pada
awal abad ke-20, kaum moralis borjuasi Belanda memiliki hati nurani Para borjuasi Belanda
memperdebatkan hal itu dan mempertanyakan bagaimana untuk peningkatan kesejahteraan
moral dan material pribumi. Namun, agaknya kebijakan etis hanya merupakan ungkapan

17
kebutuhan ekonomi, bukan karena sifat borjuis Belanda yang baik hati (Sprangue, 2011).
Kebutuhan untuk semakin menguras sumber daya alam Indonesia disebabkan keserakahan
yang meledak-ledak di Eropa dan AS, yang memaksa penindas menciptakan dasar dasar
untuk mengeploitasi sumber daya
semaksimalnya. Hal itu tidak cukup bila hanya bergantung pada orang Belanda yang bertugas
mengurus perkebunan, ekonomi, dan tata kelola yang terus berkembang. Belanda mulai lebih
banyak membangun sekolah untuk penduduk asli agar dapat melatih mereka menjadi pekerja
kereta api, dokter, juru tulis, guru, administrator lokal, ahli pertanian dll. Kondisi ini
memungkinkan cikal bakal kaum intelektual dan proletariat (para pekerja) Indonesia
4.1.6. The Great Depression
. Pada periode ini, terjadi depresi ekoonom besar di Amerika Serikat, yang sangat terkenal
dengan sebutan The Great Depression, sekitar tahun 1930-an sekaligus terjadinya Perang
Dunia Pertama. Ciri yang menentukan dari periode ini adalah terjadinya kontraksi ekspor-
impor ke Belanda dan Inggris, dan perluasan ekspor dan impor ke AS dan Jepang. Hal Ini
menandakan kebusukan kapitalisme Inggris dan Belanda dan munculnya AS dan Jepang
sebagai kekuatan utama (Sprangue, 2011).

Awal abad ke-20, muncullah organisasi-organisasi nasionalisme di sebagian besar


dunia terjajah. Di satu sisi, kekuatan-kekuatan imperialis menciptakan pasar bersama dan
menguasai dunia kolonial yang tidak pernah ada sebelumnya,; di sisi lain, identitas nasional
diciptakan di antara orang-orang terjajah melalui perjuangan bersama melawan para
penindas. Indonesia atau Hindia Timur, dengan 17.000 pulau, 300 etnis berbeda, dan 740
bahasa serta dialek , merupakan surga bagi antropolog - disatukan oleh sejarah kolonisasi
Belanda. Lapisan pertama yang mengartikulasikan nasionalisme Indonesia adalah kaum
intelektual muda yang belajar di luar negeri dan membawa pulang semangat Revolusi
Prancis, liberté (kebebasan), égalité (kesetaraan), fraternité (persaudaraan) dan revolusi
borjuis-demokratik. Kekalahan tentara Tsar Rusia oleh Jepang juga membantu membubarkan
gagasan Eropa yang tak terkalahkan sebelumnya. Rusia dianggap sebagai kekuatan Eropa
yang dipukuli oleh negara Asia yang datang. Ide lain yang mengguncang dunia selama
periode itu adalah Revolusi Rusia. Di tengah-tengah Sturm und Drang of the Great War
(badai dan dorongan Perang Besar) sebuah negara (Rusia ) yang mencakup 1/6 bumi
melakukan Revolusi Proletariat pertama dan menginfeksi seluruh dunia, termasuk dunia yang
dijajah dengan

18
4.2. Masa Kemerdekaan Indonesia
Sejak pemusnahan fisik PKI pada tahun 1927, panggung gerakan nasionalis didominasi oleh
elemen-elemen nasionalis borjuis seperti Soekarno dan Mohammad Hatta. Depresi Besar
turut memukul perekonomian pendapatan nasional turun dari 3,5 miliar gulden hingga 2
miliar gulden (Sprangue, 2011) Sekitar 13.000 penangkapan orang-orang yang turut dalam
aktivis dan dibuang ke kamp konsentrasi terkenal di Boven Digul, Siberianya Indonesia.

Pada 1942, pasukan Belanda di Indonesia menyerah kepada Jepang , menandai


berakhirnya penjajahan Belanda tiga setengah abad dan dimulainya penjajahan Jepang tiga
setengah tahun. Jepang ingin gerakan nasionalis Indonesia memperoleh momentum yang
dikontrol ketat oleh Jepang dalam lingkup Co-Prosperity Asia Timur Raya, dengan slogan
"Asia untuk Asia". Jepang seolah-olah mendukung rencana kemerdekaan Indonesia dari
seramgan pasukan Sekutu.

Di balik janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan Indonesia adalah upaya untuk
mengendalikan gerakan nasionalis, sehingga jika Indonesia memperoleh kemerdekaannya,
kemerdekaan itu akan tetap berada di bawah kekuasaan langsung Jepang.

Namun Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945. Setelah banyak pertimbangan dari
keraguan, pada pagi hari 17 Agustus 1945, Soekarno memproklamirkan kemerdekaan
Indonesia, dan dengan demikian dimulainya babak baru perjuangan kemerdekaan Indonesia,
bertempur di pesawat militer melawan pasukan Sekutu dan di bidang politik antara kaum
reformis dan kaum revolusioner.

Perekonomian Indonesia pada 1950-an dicirikan dengan "jatuhnya kroni kapitalis"


oleh Benjamin Higgins, penulis buku paling berpengaruh dalam Pembangunan Ekonomi
selama periode itu.

4.2.1. Orde Lama Awal penyelenggaraan negara Republik Indonesia, tidak mengherankan
jika dipenuhi oleh kekacauan, sehingga perekonomian negara berjalan kurang baik.
Pada tahun 1965 harga-harga pada umumnya naik lebih dari 500 persen .Pada tahun 1950,
anggaran negara mengalami defisit 10 hingga 30 persen dari penerimaan dan pada tahun
1960-an melonjak menjadi lebih banyak lagi. dari 100 persen. Pada 1965, bahkan mencapai
300 persen(Sprangue, 2011)

19
Indikator ekonomi selama periode 1960-65 jelas menunjukkan ekonomi Indonesia
yang menurun. Dalam lima tahun, inflasi naik dari 20% menjadi 600%, defisit anggaran
meningkat dari 17% menjadi 63%. Meningkatnya inflasi ini, bagi para pekerja dan petani
berarti penurunan upah riil mereka.
Banyak pemberontakan, banyak kelompok yang disponsori dan didukung oleh imperialis,
pecah yang mengancam persatuan nasional, yang tidak hanya harus ditangani secara militer
tetapi juga secara politik. Usaha militer untuk melawan kaum separatis adalah salah satu
faktor utama yang membuat pemerintah bangkrut (Sprangue, 2011)

Indonesia merupakan tempat penting bagi kapitalisme dunia karena berlimpahnya


sumber daya alam. Setelah Perang Dunia II, Amerika Serikat mengarahkan Indonesia untuk
mengekspor ke Jepang :minyak, hasil tambang, hasil perkebunan, untuk mendorong
industrialisasi Jepang. Perhatian utama AS adalah keamanan Jepang, yang aksesnya murah ke
sumber daya Indonesia yang besar, agar AS dapat menyimpannya dengan aman. Hal ini dapat
dilihat dari statistik ekspor pasca-1965, yang menunjukkan Jepang menjadi tujuan ekspor
utama Indonesia, dari sekitar 3-7% pangsa ekspor dari 1958-1962 menjadi sekitar 50% pada
tahun 1970-an dan 80-an. Masa ini disebutkan Sprangue (2011), sebagai imperalisme USA.

4.2.2. Masa Orde Baru - Kini


Dalam pengamatan Sprangue (2011), meski independen, ekonomi Indonesia benar-benar
tunduk pada kebutuhan imperialisme. Pembangunan ekonomi membawa serta pertumbuhan
industrialisasi dan perkembangan proletariat modern, yang kemudian menjadi faktor kunci di
masa depan.

Minyak bumi dan gas alam telah secara konsisten menyumbang lebih dari 50 persen
dari total nilai ekspor hingga tahun 1987, dengan Jepang menjadi tujuan ekspor utama Sekitar
80% dari ekspor minyak dan gas alam menuju Jepang dan Amerika Serikat. Periode 1971
hingga 1987 sering disebut sebagai periode migas (minyak dan gas). Jepang telah menjadi
pasar ekspor terpenting untuk barang-barang Indonesia, khususnya antara awal 1970-an
hingga akhir 1980-an, ekspor ke Jepang mencapai 40 hingga 50 persen.

Hal ini sejalan dengan kebijakan luar negeri AS untuk menempatkan Indonesia pada
pengaruh ekonomi Jepang. Dominasi ekspor minyak bumi mulai menurun setelah mencapai
puncaknya pada 1981. Dari paruh kedua tahun 1980-an, ekspor minyak bumi turun ke tingkat

20
yang hanya sekitar sepertiga dari tahun 1981. Penurunan ini terutama disebabkan karena
jatuhnya harag minyak internasional tahun 1980-an, $ 35 per barel pada tahun 1980 menjadi
di bawah $ 10 pada tahun 1986.

4.2.2.1. Pertumbuhan Kelas Pekerja di Indonesia


Pertumbuhan kelas pekerja di Indonesia disebabkan adanya pergeseran komoditas ekspor
utama dari pertanian dan pertambangan ke berbagai barang manufaktur/industri. Pada akhir
1980-an, manufaktur saja berkontribusi hampir 30% dari total pertumbuhan PDB, berbeda
sekitar 10% kontribusi terhadap pertumbuhan di akhir 1960-an. (Manning dalam Sprangue,
2011).. Antara 1986 dan 1993, pertumbuhan pekerjaan dalam manufaktur skala besar dan
menengah meningkat pada tingkat 9% per tahun (Manning dalam Sprangue, 2011). Selama
periode yang sama, pekerjaan di sektor pertanian mengalami penurunan.

Secara umum, terjadi peningkatan dalam kategori pekerja-upahan, baik reguler


maupun kasual, dari total 26,4% pada tahun 1986 menjadi 38,5% pada tahun 2007, dan
penurunan yang sesuai di sektor informal pekerja (pekerja mandiri dan pekerja keluarga tidak
dibayar ) dari 73% menjadi 58,6%. Setelah krisis tahun 1997, ada sedikit penurunan dalam
pekerja upahan biasa menjadi 26%. Pekerja upahan reguler adalah pekerja dengan upah
reguler, sedangkan pekerja dengan upah kasual adalah pekerja dengan upah yang lebih tinggi
dari reguler.

Secara umum, Sprangue (2011) melihat, peningkatan pekerja, baik reguler maupun
kasual, dari total 26,4% pada 1986 menjadi 38,5% pada 2007, dan terjadi penurunan di sektor
informal pekerja (pekerja mandiri dan pekerja keluarga tidak dibayar dari 73% menjadi
58,6%. Setelah krisis ekonomi 1997, ada sedikit penurunan dalam pekerja upahan reguler
menjadi 26% pada tahun 2003, tetapi naik kembali ke tingkat sebelum krisis pada 2005 dan
kemudian meningkat menjadi 28% pada 2007.

Artinya , penurunan tenaga kerja yang terjadi diserap oleh tenaga kerja yang tidak
dibayar (pekerja keluarga), karena pekerja yang diberhentikan bergantung pada keluarga
mereka untuk pekerjaan sebagai imbalan atas biaya hidup mereka. Pekerja upahan biasa
(reguler) lebih umum bekerja di bidang manufaktur dan jasa. Lebih dari 40 persen pekerja di
sektor non-pertanian adalah pekerja tetap, dibandingkan dengan hanya 6 persen di sektor
pertanian. Terjadi pergeseran pekerja upahan di sektor pertanian, sedangkan pada 1986 hanya

21
0,3% pekerja pertanian adalah pekerja upahan, namun pada 2007 mereka naik menjadi 5,8%.
Kaum roletariat (pekerja) di Indonesia jelas meningkat dalam jumlah sebagaimana juga posisi
ekonomi mereka dalam sistem kapitalis (Sprangue, 2011).

Pesatnya industrialisasi telah menyebabkan pertumbuhan kelas pekerja yang juga


telah menarik sebagian besar perempuan ke dalam tenaga kerja. Perempuan kemudian
menjadi i agen aktif dalam perubahan sosial mereka sendiri, dan sangat sering lebih vokal
daripada rekan-rekan pria. Tidak sedikit yang menjadi pemimpin serikat pekerja dan
perjuangan tenaga kerja.
4.2.2.2. Krisis Ekonomi dan Era Reformasi
Krisis ekonomi 1997 yang melanda semua negara-negara Asia Tenggara, telah menyerang
pula Indonesia dan bahkan menyebabkan revolusi pada 1998 yakni Reformasi dan
tersingkirnya rezim Orde Baru. Namun, ,emurut Sprangue (2011), peristiwa Reformasi gagal
menyingkirkan borjuasi dari kekuasaan, sehingga "Reformasi" dianggap sebagai adopsi dan
sarana untuk menyalurkan revolusi ke jalur aman; sementara pemberian istilah "demokrasi",
merupakan intensifikasi dan eksploitasi tenaga kerja serta "liberalisasi" yang lebih besar
(Sprangue, 2011).

Dalam tujuh tahun sebelum krisis ekonomi 1997, terjadi arus modal besar ke sektor
swasta, dari $ 314 juta pada 1989 menjadi $ 11,5 miliar pada 1996, meningkat 3500% ( Kano
dalam Sprangue, 2011). Modal ini merupakan modal swasta yang besar, sebagian besar
merupakan modal jangka pendek yang spekulatif dan diinvestasikan dalam sektor real estate,
menciptakan ekonomi gelembung yang meledak di krisis keuangan Asia 1997. Krisis ini
menghancurkan seluruh sendi perekonomian Indonesia. Rupiah terdepresiasi dari Rp. 2.450
menjadi Rp. 14.900 per dolar AS antara Juni 1997 dan Juni 1998. Pemerintah kapitalis,
dengan bantuan para reformis sejati, dengan cepat menyelamatkan bank-bank dan perusahaan
pembiayaan yang gagal.

Sadli (1998) mengungkapkan bahwa penyebab krisis di Indonesia disebabkan karena


keruntuhan kepercayaan secara tiba-tiba dari modal jangka pendek internasional yang
berakhir dengan ketakutan. Fundamental ekonomi, dalam retrospeksi, kurang kuat dari yang
terlihat. Sektor swasta telah melakukan pola pembelanjaan investasi, didukung oleh pinjaman
luar negeri yang disediakan dengan tingkat keamanan dan kehati-hatian minimum.

22
Namun, kedalaman krisis Indonesia sebagian besar disebabkan oleh faktor politik,
ketidakstabilan politik di sekitar Soeharto, suksesi yang akan datang, korupsi yang nyata, dan
penindasan terhadap semua oposisi politik. Kritik juga menyalahkan IMF untuk resep
ortodoks yang awalnya memperburuk situasi.
4.2.2.3. Resesi Keuangan Dunia 2008/2009
Indonesia tidak bisa lepas dari dampak resesi dunia yang dipicu oleh krisis hipotek
perumahan di AS. Di Indonesia, ekonomi di tiga kuartal pertama tahun 2008 masih memberi
ruang bagi optimisme, tumbuh lebih dari 6%, tetapi ketika resesi keuangan dunia melanda,
kontraksi menjadi 5,2% terjadi pada kuartal keempat 2008.

Faktor lain yang menyelamatkan Indonesia dari krisis keuangan 2008/2009 adalah
bahwa nilai ekspor dalam perekonomian Indonesia hanya sekitar 25% dari PDB, sementara
banyak negara di Asia memiliki rasio ekspor terhadap PDB yang jauh lebih tinggi.

Pada 2009, Pemerintah mengeluarkan UU 39/2009 yang mempromosikan


pembentukan Zona Ekonomi Khusus (Special Economy Zone=SEZ), untuk mempromosikan
industri dengan mengendurkan peraturan tenaga kerja dan lingkungan serta memberikan
subsidi bagi perusahaan, semua atas nama mempromosikan persaingan di Indonesia. Sejak
disahkannya undang-undang tersebut, ada 48 wilayah yang telah menerapkan SEZ.
Pemerintah berencana untuk membangun lima SEZ di seluruh Indonesia pada 2012 (Tvoen
dalam Sprangue, 2011).

Pada 1 Januari 2010, Indonesia, dengan sembilan negara anggota ASEAN lainnya,
meratifikasi ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang mengurangi tarif lebih
dari 7500 kategori produk, atau sekitar 90 persen barang impor, menjadi nol untuk ACFTA.
ACFTA adalah kawasan perdagangan bebas terbesar dalam hal jumlah penduduk, dengan
hampir 1,9 miliar orang, dan ketiga terbesar dalam hal PDB nominal. ACFTA dilengkapi
dengan Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-India (AIFTA) yang berlaku di Indonesia
pada 1 Juni 2010 dan Indonesia berkomitmen untuk mengurangi tarif impor sebanyak 42,5%.

Kedua pihak dalam perjanjian perdagangan bebas tersebut (China dan ASEAN)
membanjiri pasar Indonesia dengan barang-barang murah dari China, yang dinilia Sprangue
(2011) menghancurkan industri manufaktur dan pertanian di Indonesia, dan menciptakan

23
persaingan yang lebih berat di tingkat bawah, tidak hanya di Indonesia tetapi di seluruh
kawasan ASEAN-China-India.

proteksionisme menghasilkan kontraksi tajam perdagangan dunia dan bahkan


penyebab kemerosotan dunia. Untuk negara yang belum sangat maju seperti Indonesia,
tindakan proteksionis dari negara-negara kapitalis besar akan merampas pasar ekspor dan
dengan demikian menghancurkan industri kecil, dan mendorong jutaan pekerja dan petani
keluar dari pekerjaan (Sprangue, 2011).

4.2.2 4. Era Baru


Krisis keuangan 2008/2009 merupakan krisis terbesar sejak Depresi Besar 1929. Secara
ekonomi, sosial, dan politik, telah meninggalkan bekas dalam sejarah kapitalisme. Dengan
semakin globalnya dunia, maka Indonesia pun terkait erat dengan
kapitalisme global, dan akan mempunyai dampak dari peristiwa global. Ketika kaum kapitalis
di seluruh dunia berjuang untuk menghadapi kontradiksi sistem mereka, maka dampak akan
sangat terasa pada kelas pekerja dan petani.

24
2.2 Buku Pembanding I

BAB 1 PEBDAHULUAN
Krisis ekonomi makro paska oil boom (1974-1981), seperti: penurunan harga ekspor
komoditas minyak periode pertama (1982- 1985) periode kedua (1986-1988) : apresiasi Yen
terhadap Dolar Amerika, dan membengkaknya hutang luar negeri Indonesia, memotivasi
pemerintah untuk mengambil kebijakan penyesuaian (political adjustment) di berbagai
bidang. Melalui kebijakan tersebut, pemerintah sengaja merubah system etatisme yang
dipertahankan sejak awal Orde Baru menjadi d’etatisme. Pada sistem etatisme negara beserta
aparatur ekonomi Negara berdo-minasi penuh dan mendesak serta mematikan potensi serta
daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara. Pada kajian teoritis yang senada.

Jenning memperjelas bahwa dilaksanakan privatisasi diberbagai negara, karena


didasari oleh kondisi empirik, seperti ; (1) Government is into more thing then it should be, it
is intruding into private enterprise and lives, (Government is unable to provide services
effectively or efficiently, (3) Public officials and public agencies are not adequately
responsive, and (4) Government consumes too many resources and thereby threatens
economic growth. (Jenning dalam Shafrizt, 1991 : 113). Melalui kajian teoritis ini, Jening
mengajukan privatisasi alternatif untuk mereduksipengeluaran anggaran pemerintah,
meningkatkan skill manajemen BUMN dan merampungkan manajemen organisasi BUMN,
mereduksi peran birokrasi dalam membuat kebijakan, dan meningkatkan derajat peran
birokrasi yang berupa regulasi saja.

Tujuan spesifik penulisan buku ini dibagi menjadi tiga, yakni: pertama, untuk menganalisis
kebijakan ekonomi Indonesia yang mendorong untuk meningkatkan kinerja BUMN. Berbagai
kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah pada era Orde Baru adalah dengan melakukan
penyederhanaan urusan yang rumit di lembaga birokrasi (debirokratisasi) dan
penyederhanaan peraturan perundangan yang bisa mendorong investasi (deregulasi). Dengan
demikian, bahwa sector BUMN yang menjadi sektor parastatal diharapkan akan bertindak
efisien, efektif dan ekonomis seiring dengan sektor ekonomi makro. Kedua, untuk
menganalisis kebijakan privatisasi BUMN dan manfaat dari kebijakan privatisasi. Pada
analisis ini penulis bermaksud untuk menganalisis tentang pentingnya privatisasi BUMN
dengan berbagai bentuknya, sehingga pendekatan privatisasi ini akan dapat menciptakan

25
kinerja BUMN yang lebih efisien, efektif dan ekonomis. Ketiga adalah untuk menganalisis
aliansi politik kebijakan BUMN untuk meningkatkan kinerja BUMN. Pada bahasan ini ini
yang menjadi target penulis adalah menganalisis kinerja aliansi yang dilaksanakan oleh
BUMN dan merumuskan model kerjasama yang efektif di masa depan.

BAB III PEMBAHASAN DAN PEMECAHAN MASALAH


Analisis struktur pembangunan di indonesia
Kegagalan Orde Lama untuk menata struktur ekonomi Indonesia, disinyalir bahwa
pemerintah dominan proteksionis dalam mengembangkan ekonomi negara. Sementara
pengandalan modal dalam negeri untuk merealisasikan sejumlah program yang dicanangkan
nampaknya sulit, tanpa adanya injeksi modal asing baik swasta maupun donatur internasional
lainnya, serta keterlibatan pengusaha asing. Idealisme pemerintah orde Lama dengan
beberapa programnya seperti, RUP, Rencana Lima Tahun, realitasnya juga mengalami
hambatan yang berarti akibat sistem proteksi dan nasionalistik ekonomi yang digunakan,
selain kondisi politik yang tidak stabil.

Pada awal kemerdekaan sampai dengan tahun 1965 atau yang dikenal dengan Orde
Lama, upaya pemerintah dalam merealisasikan pembangunan ekonomi difokuskan pada
strategi pembangunan yang berorientasi pertumbuhan. Karena strategi pembangunan yang
demikian, maka kebijakan ekonomi dan politik sengaja diformulasikan untuk mencapai
tujuan termaksud.

Momentum yang mengawali lahirnya kebijaksanaan benteng adalah program ekonomi


pemerintah yang dikenal dengan Rencana Urgensi Perekonomian (RUP), pada saat kabinet
Natsir. Program yang dipersiapkan oleh Meperindag (Dr. Soemtiro Djojohadikusumo) dan
Direktur Perdagangan dan Industri (Dr. Saroso Wirodihardjo) ini dimaksudkan dalam menata
perekonomian Indonesia, antara lain ; (1) membimbing berbagai kegiatan pemerintah pada
sektor industri, pertanian, dan mengawasi pembentukan beberapa perusahaan baru ; (2)
menetapkan penguasaan pemerintah pada beberapa industri vital yang baru berdiri ; (3)
memberi dukungan pada industri kecil di pedesaan, dan ; (4) mengizinkan modal asing untuk
memainkan peran yang lebih aktif pada industri yang tidak penting (lihat Muhaimin,
1990:26-32).

26
Khusus industri vital yang baru berdiri, seperti industri ; kimia dasar, semen,
angkutan, tenaga listrik, menurut RUP. Program terakhir dari RUP adalah memberikan izin
modal asing menanamkan investasinya pada industri yang dianggap tidak terlalu vital dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat. Kendatipun adanya keterbukaan penanaman investasi
asing pada sejumlah industri di Indonesia, tetapi proteksi akan berkembangnya investasi
berkembangnya investasi sangat ketat. Beberapa proteksi yang ditentukan oleh pemerintah
berdasar studi Sutter (1951) yang dikutip oleh Muhaimin (1990), adalah ; pelaku bisnis
swasta Indonesia harus memainkan peran lebih dominan ketimbang, investor asing, sehingga
pelaku bisnis Indonesia harus memiliki saham terbesar ; dalam anggaran dasar perusahaan
harus dimuat ketentuan tentang pemindahan saham secara berangsur dari tangan investor
asing ke tangan pelaku bisnis pribumi ; dan expatriate diharuskan melatih tenaga kerja
Indonesia. kendati saat kabinet Natsir, Sjafruddin (Menteri Keuangan) menentang cukup
keras pada program tersebut, dengan alasan bahwa ; RUP yang merupakan bagian integral
dari kebijakan ekonomi, tidak jelas dalam mendefinisikan masyarakat yang menjadi promotor
dalam proses industrialisasi, apalagi lebih mengacu pada pelaku bisnis Cina ; dan pemerintah
terlalu mempercayakan diri pada pengusaha nasional dalam memenuhi barang substitusi
impor. Akibat konflik di dalam tubuh birokrasi semacam ini, maka RUP tidak dapat
diimplementasikan dengan baik. Tetapi, setelah jatuhnya Kabinet Natsir, akhirnya
disempurnakan dengan kebijakan benteng.
Kebijakan benteng, sebagai kelanjutan dari RUP berkomitmen untuk mendorong importir
nasional, agar dalam bisnisnya mampu berkompetisi dengan sejumlah pengusaha asing di
Indonesia.

upaya yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan program tersebut, menurut studi
Nan Grindle Amstutz (1958) dalam disertasinya, antara lain ; melakukan proteksi pada
barang-barang impor tertentu ; memberikan kredit pada pengusaha nasional, karena pada
umumnya pengusaha ini memiliki aset yang minim dan sulit untuk mendapatkan kredit dari
pelaku bisnis swasta internasional (Amstutz, dikutipMuhaimin, 1990 : 29).

Alasan pemerintah saat itu memilih sektor impor untuk diproteksi, dan dijadikan
sebagai pilihan kebijakan, karena sektor ini tidak terlalu banyak membutuhkan modal dalam
operasional eksploitasinya, sementara konsumsi pada sejumlah barang sektor ini banyak yang
membutuhkan. Secara ekonomi politik, sektor ini dipandang paling strategis untuk
mendominasi sejumlah kebijakan ekonomi politik yang akan diambil.

27
Deklarasi ekonomi dan liberalisme tatanan ekonomi.

Maksud Deklarasi Ekonomi dicanangkan adalah untuk menata kondisi ekonomi


Indonesia dengan membagi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi dua tahap. Pertama,
penataan ekonomi yang sifatnya nasional dan demokratis, bersih dari sisa-sisa imperalisme
dan feodalisme. Kedua, pembangunan ekonomi sosialisme Indonesia (Muhaimin, 1990 : 46).

Penataan ekonomi yang diinginkan Dekon berkaitan dengan pimpinan negara adalah
bahwa para pemimpin ekonomi baru ini, paling tidak mampu menciptakan suatu kondisi
ekonomi, diantaranya adalah; penentuan laju pertumbuhan ekonomi, peningkatan laju
penanaman modal dalam negeri dan asing, pembukaan hubungan ekonomi internasional, dan
penentuan kegiatan ekonomi sektor negara, koperasi, dan

Pada tahun 1963, realitasnya rezim Orde Lama ini menemui kegagalan kesekian
kalinya dalam upaya mereformasi ekonomi yang stabil dan berkembang, akibat event politik.
Salah satu event penting saat itu adalah perebutan wilayah Irian Barat. Dana yang digunakan
pemerintah untuk menuntaskan momentum ini, dan dana untuk menambah kekuatan militer
cukup banyak, sehingga inflasi saat itu tidak dapat dikendalikan. Dengan demikian, sejumlah
kebijakan
pemerintah Orde Lama di bidang ekonomi, seperti ; RUP, kebijakan benteng,
Rencana Lima Tahun, dan Dekon tidak ada yang berimplikasi baik, sementara kondisi
ekonomi secara drastis semakin memburuk. Pada kondisi yang demikian, akhirnya
pemerintah yang diprakarsai

Perdana Menteri Ir. Djuanda, mengambil langkah penataan ekonomi dengan sistem
liberal, yang selanjutnya dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah tanggal 26 Mei 1963.
Melalui peraturan itu, keuntungan yang dapat diambil antara lain ; harga bahan pokok secara
otomatis ditentukan oleh mekanisme pasar, sehingga harga bahan pokok saat itu lebih murah
tiga sampai empat kali dibanding sebelumnya, pajak pada barang mewah yang diimpor
menjadi tinggi; memberi kebebasan pada BUMN untuk menarik keuntungan dari usahanya.

Ekonmi politik orde baru


Di dalam menghadapi krisis ekonomi yang parah tersebut, pemerintahan Orde Baru
mengetengahkan strategi pembangunan ekonomi kapitalis dengan mengandalkan pasar

28
sebagai tolak ukur keberhasilan ekonomi masyarakat atau yang sering disebut dengan model
ekonomi Keynesian. Untuk mendukung strategi ini, pemerintah melakukan korporatisme
dengan para pelaku bisnis dalam negeri dan memanfaatkan dana bantuan asing dengan
sejumlah investasinya.
Idealisme kebijakan pemerintah Orde baru saat itu, ketika diimplementasikan, ternyata sedikit
mengalami hambatan, karena
1. bantuan modal asing saat itu dalam kondisi suram, sementara modal swasta milik
pelaku bisnis internasional masih langkah..
2. pemerintah Indonesia yang diambil alih oleh pemerintah Orde Baru ini sulit
meyakinkan peminjam modal asing, akibat kekecewaannya pada pemerintah Orde
Lama. (lihat Mas’oed, 1989 : 62).

Untuk memecahkan problematika di atas, satu-satunya jalan yang bisa membantunya


adalah kepedulian dari Dana Moneter Internasional (IMF). Namun demikian, syarat yang
harus dipenuhi untuk mendapatkan dana dari IMF tidaklah muda, kendati IMF sendiri punya
misi dan kepentingan dalam menyalurkan dananya pada Indonesia khususnya dan negara di
dunia ketiga umumnya. Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pemerintah Indonesia saat
itu adalah pemerintah harus bisa menunjukkan program stabilisasi ekonomi drastis (shock-
treatmentapproach) untuk mendapatkan kelayakan kredit. Akhirnya dengan dipenuhinya
syarat tersebut, kepentingan antara keduanya dapat direalisasikan, yakni pemerintah
Indonesia dapat dana pembangunan, sementara kepentingan IMF dalam menyalurkan
dananya juga tercapai.

Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi-Politik (1966 – 1972)


Studi yang dilakukan oleh Widjojo Nitisastro (1965), Mohtar Mas’oed (1989), Yahya
A. Muhaimin (1990), Mari Pangestu (1996), dan lainnya adalah penataan kembali jadwal
perlunasan hutang luar negeri yang jumlahnya berkisar $ 2.400 juta ; menanggulangi inflasi
yang membumbung tinggi menciptakan ekonomi makro yang stabil dan merehabilitasi
infrastruktur,
serta mendorong pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan substitusi impor.

Langkah awal untuk merealisasikan beberapa idealisme tersebut, pemerintah


mengeluarkan kebijakan yang intinya adalah mengeliminasi defisit fiskal dengan mengurangi
sejumlah pengeluaran, menciptakan anggaran negara yang berimbang, pelarangan penciptaan

29
uang baru, dan melakukan devaluasi nilai rupiah untuk mengurang inflasi. selanjutnya, dalam
upaya penataan struktur ekonomi dan politik Indonesia saat itu, untuk memperkuat
konsolidasi ke dalam, beberapa nasehat dari IMF dari injeksi modal sangat berarti.

Salah satu nasehat penting dari IMF pada pemerintah Indonesia adalah membentuk
program stabilisasi baru, yang kemudian dinyatakan pada waktu konferensi para kreditur di
Paris. Empat kisi penting pernyataan tersebut (Far Eastern Economic Review, 29 Desember
1996 kutip Muhaimin, 1990 : 58), yakni
1. kekuatan pasar akan memainkan peran vital dalam stabilitas ekonomi.
2. Beberapa perusahaan negara akan beroperasi kompetitif dengan sektor swasta.
Pemberian kredit dan alokasi devisa yang berdasarkan preferensi akan diberhentikan,
dan perusahaan akan dibebaskan keharusan menjual produksinya dengan harga
rendah, tetapi berdasarkan pasar, sehingga tidak perlu subsidi lagi.
3. sektor swasta harus diberi dorongan beroperasi dengan jalan menghapus pembatasan
lisensi impor bahan baku dan perlengkapan. Dan keempat, investasi modal swasta
asing akan dirangsang dengan Undang-undang penanaman modal baru.

Peningkatan Harga Komoditas Minyak (1973-1981)


Keberhasilan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi politik pada masa sebelumnya
(1966-1971), menjadi semakin meningkat ketika komoditas minyak membumbung tinggi (oil
boom) yang disertai dengan kenaikan pada tahun 1973 dan 1979. Konsekwensi logis
kenaikan harga minyak per barrel, secara otomatis menambah income pemerintah dari sektor
utama ini. Manfaat yang terasa, bahwa progresifitas income sektor minyak dapat digunakan
secara seksama guna merealisasikan sejumlah kebijakan ekonomi yang diambil, demi
menjamin kelancaran pembangunan dan stabilitas ekonomi makro.

Secara makro, perkembangan ekonomi saat itu relatif stabil dan strategi pembangunan
yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan utama (mainstream of
development), yang sebagian besar dibiayai dari sektor minyak ini, menunjukkan hasil
pertumbuhan ekonomi (GNP) yang memuaskan, yakni kurang lebih mendekati 8% per tahun
(ketentuan Bank Dunia hanya 5% dan GNP Indonesia pada tahun 1960-an hanya 4%).

30
Progresifitas prosentase GNP yang dicapai saat itu, berdampak positif untuk
mengangkat derajat prestasi pembangunan Indonesia dihadapan donatur dunia dan negara
berkembang lainnya. Oleh karena itu, tepatlah kalau Bank Dunia saat itu langsung
mengangkat Indonesia, sebagai negara yang berkembang, karena dari sisi GNP Indonesia
mampu menunjukkan prestasi yang baik, kendati disisi lain seperti laju inflasi belum bisa
dihambat. Dampak positif lain yang tidak disadari, selain Indonesia mampu mengangsur
hutang luar negeri bahwa progress pembangunan saat itu mampu mengangkat derajat
masyarakat dari belenggu kemiskinan (cum
poverty reduction).

Kebijakan pemerintah yang diambil saat itu paling tidak ditekankan pada 5 aspek, menurut
klasifikasi Pangestu (1990:99-101), yakni :
(1) Insentif birokrasi dinaikkan progresif dan pengurangan pada insentif struktural dengan
berorientasi pada kondisi dan karakteristik tugas ;
(2) Mengurangi keterlibatan birokrasi dalam Perdagangan, tetapi lebih diarahkan untuk
mengontrol investasi dan keuangan, dalam bentuk pemberian lisensi investasi dan
pemberiansubsidi pada suku bunga berjalan (interest rates) ;
(3) Memperluas wilayah kerja BUMN secara substansi, dan mendominasi pada beberapa
sektor, oleh karena itu tahun 1980 investasi pada sektor publik berkisar 68%. Investasi pada
sektor
yang bersifat tradisional dialihkan pada sektor publik berkisar 68%. Investasi pada sektor
yang bersifat tradisional dialihkan pada industri besar, misalnya industri kimia dan baja ;
(4) Seiring dengan pembenahan departemen pemerintah dan sejumlah peraturan, maka
pegawai negeri sipil ditambah sesuai dengan skop intervensi birokrasi, dan
(5) Secara makro stabilitas ekonomi sangat tergantung pada penghasilan sektor minyak. Pada
sektor non-minyak hampir tidak ada keinginan untuk berkompetisi, sehingga pendapatan
sektor nonminyak sedikit menurun atau hampir tidak ada kenaikan.

Selama periode tersebut, industri substitusi impor (ISI) tambah berkembang dengan baik,
melalui subsidi sektor minyak. Untuk memperkuat perkembangan ISI, pemerintah
memproteksi industri dalam negeri dan mengurangi sejumlah abrang yang masuk dari luar
negeri, sehingga intervensi pemerintah saat itu cukup kuat, terutama di bidang perdagangan
dan industry.

31
Penurunan Harga Minyak dan Kebijakan Penyesuaian Periode Pertama (1982-1985)
Antisipasi kebijakan yang diambil pemerintah saat itu berupa kebijakan penyesuaian
(adjustment policy), yang bertujuan untuk mempertahankan stabilitas neraca pembayaran dan
fiskal, dan mengurangi ketergantungan pendapatan negara dari sektor minyak. Langkah
praktis
yang diambil untuk mempertahankan maksud tersebut, berupa;
pembuatan regulasi yang mendorong kompetisi ekspor sektor nonmigas; pengadaan devaluasi
rupiah sekitar 28% dengan nilai tukar dollar; pengurangan secara tajam pengeluaran publik
yang berupa pemotongan subsidi pada beberapa proyek-proyek besar dan BUMN ;
pereformasian struktur penarikan perpajakan untuk menaikkan keuangan negara dari sektor
pajak ; dan pemberian kelonggaran impor barang-barang dengan mengurangi tarif pajak
impor (non-tarif barriers).

Oleh karena itu, pemerintah mengekang pengeluaran anggaran semaksimal mungkin


yang berupa subsidi. Total subsidi pemerintah pada semua sektor pada tahun 1982 berkisar
14,3% berkurang menjadi 7,4% tahun 1985.

Dari sejumlah upaya tersebut, dampak positif yang terasa adalah inflasi saat itu dapat
ditekan serendah mungkin (dibawa 5%), yakni dari 9,5% tahun 1982 menjadi 4,7% tahun
1985. Begitu juga defisit transaksi neraca pembayaran dapat dikurangi dari minus US $ 5.458
juta tahun
1982 menjadi US$ 1.950 juta tahun 1985 (Warr, 1992:139). Dari sejumlah data sebagai
indikator kebijakan penyesuaian di atas, bisa dikatakan berhasil, kendatipun ekspor minyak
mengalami penurunan yang menyedihkan.

Kebijakan Penyesuaian Periode Kedua (1986 – 1988)

Pada periode ini, pemerintah Indonesia semakin berhati-hati mengeluarkan anggaran negara,
karena perubahan kondisi eksterna. Membengkaknya hutang luar negeri Indonesia pada
1980-an
seperti di atas, menurut penulis kiranya tepat kalau dikatakan oleh Rachbini (1995), bukan
karena digunakan untuk pembangunan dalam negeri, tetapi sebagian besar hutang tersebut
digunakan kembali untuk mengangsur hutang yang telah diambil sebelumnya. Persoalan
pelik semacam ini, bukan hanya mengakibatkan persoalan pembayaran bunga dan angsuran

32
bunga saja, tetapi berakibat juga pada persoalan ekonomi politik lain, seperti korupsi, watak
birokrasi yang seenaknya menggunakan dana (infisiensi), kroni kapitalisme, dan politik yang
tertutup. Kroni kapitalisme dan korupsi di kalangan birokrasi, merupakan konsekwensi sosial
politik akibat derasnya aliran uang dari hasil minyak tahun 1970-an. Kebijakan sentral yang
diambil pemerintah dalam mengatasi krisis di atas, dikenal dengan political adjustment atau
structural adjustment. Beberapa literatur yang membahas tentang kebijakan penyesuaian,
seperti; Pangestu (1992 : 196-197), dan Pangestu (1996:103); Nelson (1990: 3-5); dan
Mas’oed (1994 : 55-57), bentuknya paling tidak ada empat kebijakan, yakni
1. kebijakan stabilisasi jangka pendek atau kebijakan manajemen permintaan dalam
bentuk kebijakan fiskal, moneter, dan nilai tukar mata uang untuk mengurangi
permintaanagregat.
2. kebijakan struktural yang bertujuan untuk meningkatkan output, melalui peningkatan
efisiensi dan alokasi sumberdaya dengan cara mengurangi distorsi yang bermacam-
macam, akibat pengendalian harga, pajak, subsidi, dan berbagai hambatan
perdagangan (tariffs dan non-tariff barriers).
3. kebijakan yang bertujuan untuk memperluas kapasitas produksi ekonomi melalui
penggalakan saving dan investasi. Peningkatan saving pemerintah melalui reformasi
fiskal dan peningkatan saving, swasta melalui reformasi sektor finansial.
4. kebijakan menciptakan kondisi hukum dan kelembagaan yang memungkinkan dapat
mendorong mekanisme pasar berjalan secara efektif. Implikasi kebijakan ini adalah
dilakukan reformasi hukum, peraturan dan aturan main lain, sehingga kompetisi bebas
terjamin adanya, selain peraturan tentang jaminan hak milik. Suasanahukum yang
kondusif semacam ini, merupakan bagian terpenting dan menjadi harapan Bank
Dunia.

Upaya pemerintah untuk melanjutkan stabilitas ekonomi makro, dengan mengalihkan


orientasi dari industrialisasi dan perdagangan yang semula hanya untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri atau sector impor, ke industrialisasi dan perdagangan yang berorientasi ekspor,
maka kebijakan penyesuaian dapat dikatakan berhasil, karena mampu memulihkan stabilitas
ekonomi yang relatif mapan.

Liberalisasi Ekonomi yang Berorientasi Ekspor (1989- sekarang)


Di awal tahun 1990-an, kondisi perekonomian dunia ditandai dengan beberapa
persoalan yang men dasar dan sarat untuk melangkah ke arah sistem ekonomi kapitalisme

33
global. Sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia masih mentransformasikan system
perekonomiannya ke arah marketisasi (liberalisasi), yang dipicu oleh gelombang globalisasi.
Baik negara dibelahan bumi utara maupun selatan, relatif optimis menyambut sistem di atas,
dengan harapan akan menjadikan negaranya semakin mapan perekonomiannya, karena ; (1)
adanya kesatuan idiologi pasar dunia, semenjak runtuhnya rezim komunis di Uni Soviet dan
Eropa Timur, dan (2) tuntasnya perundingan Putaran Uruguay dan terbentuknya lembaga
baru World Trade Organizati
on (WTO), yang lebih diharapkan dapat menggairahkan laba lintas perdagangan dunia.

V. PENGARUH BESAR ADAM SMITH TERHADAP EKONOMI POLITIK


Smith umumnya dianggap sebagai bapak ekonomi politik dan ekonomi "klasik". The Wealth
of Nations merupakan buku yang memberikan laporan komprehensif awal pasar sebagai
sistem terdesentralisasi yang dapat "diatur dengan baik" yakni harga mengkoordinasikan
alokasi sumber daya yang efisien dalam ekonomi yang kompetitif.

Adam Smith memperkenalkan konsep-konsep kompleks seperti teori nilai kerja,


manfaat perdagangan bebas, produktivitas dan pembagian kerja, kategori analisis ekonomi
(keuntungan, upah, bunga dan sewa), dan penentuan harga, serta pengertian

Adam Smith pernah memperoleh penghargaan Fellow of the Royal Society of Arts,
yakni penghargaan Fellowship dari Royal Society of Arts (FRSA) adalah penghargaan yang
diberikan kepada individu bahwa Royal Society of Arts (RSA) mengakui bahwa Adam Smith
telah membuat prestasi luar biasa untuk kemajuan sosial dan pembangunan.

Adam Smith (16 Juni 1723 – 17 Juli 1790) merupakan ekonom Skotlandia, filosfer,
dan pengarang buku filosofi moral. Ia dianggap sebagai pionir Ekonomi Politik dan figur
kunci (a key figure) bagi masyarakat Skotlandia. Dua karya termasyhurnya adalah The
Theory of Moral Sentiments (1759) dan An Inquiry into the Nature and Causes of the
Wealth of Nations (1776). Kemudian , The Wealth of Nations, memperoleh magnum opus
sebagai hasil kerja ekonomi modern yang pertama. Magnum opus adalah istilah pencapaian
terbesar dari seseorang artis atau penulis, atau disebut sebagai masterpiece.

Adam Smith adalah seorang filsuf abad ke-18 yang terkenal sebagai bapak ekonomi
modern, dan pendukung utama kebijakan ekonomi laissez-faire. Dalam buku, "The Theory of

34
Moral Sentiments," Smith mengajukan gagasan tentang tangan yang tidak terlihat —
kecenderungan pasar bebas untuk mengatur diri mereka sendiri melalui kompetisi, penawaran
dan permintaan, dan kepentingan pribadi. Smith juga dikenal karena teorinya tentang
kompensasi perbedaan upah, yang berarti bahwa pekerjaan yang berbahaya atau tidak
diinginkan cenderung membayar upah yang lebih tinggi untuk menarik pekerja ke posisi ini.
Tapi dia paling terkenal untuk buku 1776: "An Inquiry into the Nature and Causes of the
Wealth of Nations.

Filsuf Skotlandia ini menentang merkantilisme sehingga ia dikenal sebagai bapak


perdagangan bebas modern dan pencipta konsep yang sekarang dikenal sebagai GDP (Gross
Domestic Products).

Smith meletakkan dasar-dasar teori ekonomi pasar bebas klasik. The Wealth of
Nations merupakan pendahulu disiplin ilmu ekonomi modern. Dalam karya ini dan lainnya,
ia mengembangkan konsep pembagian kerja dan menjelaskan tentang

5.1. Masa muda Adam Smith


Sejarah kehidupan Smith yang tercatat, dilahirkan pada tanggal 16 Juni 1723, dan
langsung dibaptis di Skotlandia; Namun, tanggal lahirnya yang pasti tidak terdokumentasi.
Smith kuliah di Universitas Glasgow pada usia 14 tahun, kemudian menghadiri Balliol
College yang bergengsi di Universitas Oxford. Setelah kembali dari pendidikannya di
Oxford, Smith memulai serangkaian kuliah umum di Edinburgh.
5.2. Keterbatasan Manusia untuk Tidak Memihak
“Penonton yang tidak memihak” ada dalam pikiran manusia saat berinteraksi dengan orang
lain. Mungkin hal ini tampak bertentangan dengan pandangan ekonominya tentang individu
yang ingin memperbaiki diri tanpa memperhatikan kebaikan umum. Artinya, manusia
mempunyai naluri membantu orang lain tanpa ada pengaruh situasi disekelilingnya. Gagasan
tangan tak terlihat yang membantu setiap orang melalui kerja individu yang berpusat pada
diri sendiri, mengimbangi kontradiksi yang tampak pada setiap manusia.
5.2. The Wealth of Nations
Karya Smith 1776 ini merupakan sebuah "Penyelidikan Ke Alam dan Penyebab Kekayaan
Bangsa-Bangsa," juga disingkat sebagai "The Wealth of Nations," yang sebenarnya
mendokumentasikan perkembangan industri di Eropa. Para kritikus menilai, bahwa Smith
tidak menemukan banyak ide yang ditulisnya, dia hanya orang pertama yang mengumpulkan

35
dan menerbitkannya dalam format yang dirancang untuk menjelaskannya kepada pembaca
pada saat itu. Akibat dari aktivitas Smith, ia mempopulerkan banyak ide yang mendukung
apa yang telah dijelaskannya hingga tercapai pada suatu titik pemikiran yang dikenal sebagai
ekonomi klasik.
5.3. Pemikir Ekonomi Politik selain Adam Smith
Sebelum Adam Smith mengungkapkan teori "penawaran dan permintaan" , ternyata
ungkapan itu sudah dicetuskan sebelum Adam Smith, yakni pertama kali digunakan oleh
James Denham-Steuart dalam bukunya Prinsip Ekonomi Politik, yang diterbitkan pada 1767.
Adam Smith menggunakan frasa itu dalam bukunya The Wealth of Nations 1776, dan
ternyata David Ricardo pun sudah pernah mengungkapkan dalam \satu bab dari karyanya
Ekonomi Politik dan Perpajakan "Tentang Pengaruh Permintaan dan Penawaran pada
Harga". Dalam The Wealth of Nations, Smith umumnya mengasumsikan bahwa harga
pasokan tetap, tetapi bahwa "nilai" (nilainya) akan menurun ketika "kelangkaan" -nya
meningkat, sebagai akibatnya muncullah hukum permintaan. Dalam Prinsip Ekonomi Politik
dan perpajakan.

BAB VI. IMPLEMENTASI DALAM EKONOMI POLITIK


Implementasi Ekonomi Politik dijabarkan oleh ahli Ekonomi Politik dari Duke University,
Profesor Michael Munger (2016) , yang menjelaskan bahwa dalam mempelajari Ekonomi
Politik, hendaknya dimengerti/dipahami sejarah intelektual Ekonomi Politik, logika Ekonomi
Mikro, dan beberapa definisi dalam Ekonomi Makro (Munger, 2016). Diuraikannya, bahwa
dalam Ekoomi Politik, harus memahami notasi (notion) dalam Ekonomi Poliktik,
menekankan masalah moral dan etika dalam memecahkan masalah pasar, baru pemecahan
dapat ditemukan. Sebagai contoh adalah peristiwa-peristiwa berikut, yang disampaikan oleh
Munger (2016) sebagai berikut :
6.1. Kasus Membuat Pensil.
Hal yang sama terjadi di Indonesia, dengan banyaknya para pekerja tambang yang
bekerja/menambang sendiri (emas), sehingga menimbulkan kubangan-kubangan yang
merusak lingkungan, dan terjadi pencemaran Mercury yang relatif tinggi karena dalam
penambang emas seringnya menggunakan Hydrargerum./Mercury, yang jika tidak dilakukan
dengan hati-hati, akan terjadi pencemaran Mercury, sebagaimana terjadi di wilayah
Kalimantan yang tercemar Mercury melampaui ambang batas, sbb (Anonymous, 2013)
6..2. Kasus Jendela Rusak (The Broken Window Fallacy)

36
Kasus Jendela Rusak dicetuskan pertama kali oleh Frederic Bastiat (29 Juni 1801 – 24
Desember 1850) seorang ekonom Prancis, yang menjabarkan menghadapi masalah jika
terjadi,, yang seolah-oleh hal itu merugikan, tetapi hal itu sebenarnya menimbulkan sebuah
stimulasi ekonomi. Frederic Bastiat menjabarkan teori The Broken Window Fallacy yang
dimaksudkan untuk memberi pencerahan dalam memecahkan kebuntuan. Kasus The Broken
Window Fallancy menjadi sangat terkenal dalam Ekonomi Politik dan menjadi ulasan dalam
diskusi-diskusi Ekonomi Politik selanjutnya, dengan banyak versi, tetapi tidak mengurangi
atau mengubah arti.
6..3. Kasus “Jakarta Protests”
“Jakarta Protests” pertama kali terjadi pada 4 November 2/016, berkaitan dengan protes
massa Islamis membela Al Qur’an. Peristiwa ini disebut juga Protes Damai 4 November
(Firmansyah, 2016).
6..3.1. Kasus 212 - 2016
Awal kejadian jika dapat disebut “kasus 212”, dimulai oleh Basuki Tjahaja Purnama, yang
dikenal dengan nama "Ahok", menjadi Gubernur Jakarta, menggantikan Joko Widodo yang
terpilih sebagai Presiden Indonesia pada 2014. Ahok menjadi gubernur etnis Cina pertama di
Jakarta, dan non-Muslim pertama dalam lebih dari 50 tahun Indonesia merdeka.
Di Amerika Serikat, sebanyak 34 negara bagian telah memberlakukan HukuM Price-
Gouging. Hukum ini dilengkapi oleh 3 haL :
1. Trigger, yakni pemicu, diibaratkan adanya kesempatan yang tersedia, tetapi sudah
diantisipasi Pemerintah.
2. Domain, yakni tersedianya pos-pos yang telah disediakan pemerintah untuk
mengatasi hal-hal darurat/emergency
3.Limit yakni batasan yang diberikan pemerintah jika ada pihak lain turut membantu
keadaan darurat didalamnya.

BAB VII. KAPITALISME DAN LIBERALISME


1. Apa itu kapitalisme
Kapitalisme menurut kamus Oxford (2018) adalah suatu sistem ekonomi dan Politik yang
mempunyai perdagangan dan industri dalam negara tersebut dikendalikan Oleh pihak
swasta untuk mendapatkan keuntungan, bukan oleh negara. Menurut Friedman (2012),
semua negara di dunia saat ini adalah Kapitalisme. Kini dikenal sebagai ‘Era kapitalisme
pasar bebas’, artinya kepemilikan pribadi Merupakan fitur utama kapitalisme yang
merupakan salah satu bentuk sistem ekonomi. Di dalamnya pemerintah memainkan peran

37
sekunder. Masyarakat dan perusahaan Membuat sebagian besar keputusan, dan memiliki
sebagian besar properti. Barang Biasanya dibuat oleh perusahaan dan dijual untuk
mendapatkan keuntungan. Alat-alat Produksi sebagian besar atau seluruhnya dimiliki
secara pribadi (oleh individu atau Perusahaan) dan dioperasikan untuk keuntungan.
Sebagian besar properti, misalnya, dimiliki oleh orang atau perusahaan, bukan Oleh
pemerintah. Kapitalisme memiliki pasar ekonomi yang kurang lebih bebas, yang Berarti
bahwa harga bergerak naik atau turun sesuai dengan ketersediaan produk. Orang membeli
dan menjual barang sesuai dengan penilaian mereka sendiri. Di Sebagian besar negara ada
beberapa peraturan (undang-undang perdagangan) dan Beberapa perencanaan yang
dilakukan oleh pemerintah. Artinya, Pemerintah turut Campur didalam-Nya, sehingga
sistem ekonomi itu disebut sebagai “ekonomi campuran”
Buku filsuf , The Wealth of Nations, merupakan buku penting yang Mengembangkan
gagasan kapitalisme dan pasar bebas. Kata “kapitalisme” tidak Digunakan sampai abad
ke-19. Kata kapitalisme sering digunakan dalam perusahaan Saham gabungan.
Perusahaan saham gabungan mirip bursa efek yang memungkinkan Saham yang berbeda
dapat dibeli dan dimiliki oleh pemegang saham. Setiap pemegang Saham memiliki
saham perusahaan secara proporsional dengan jumlah saham mereka.

2. .Membeli, menjual, bekerja, dan merekrut karyawan.


Dalam sistem kapitalisme, orang dapat menjual atau meminjamkan properti Mereka,
dan orang lain dapat membeli atau meminjamnya. Jika satu orang ingin Membeli, dan
orang lain ingin menjual kepada mereka, mereka tidak perlu Mendapatkan izin dari
kekuatan yang lebih tinggi. Orang dapat memiliki pasar (jual beli Dengan satu sama
lain) tanpa ada orang lain yang menyuruh mereka melakukannya. Orang yang
memiliki modal kadang-kadang disebut kapitalis (orang yang mendukung Kapitalisme
juga disebut kapitalis). Mereka dapat memperkerjakan siapa saja yang ingin Bekerja
di pabrik, toko, atau tanah mereka untuk bayaran yang mereka tawarkan. Kata modal
dapat digunakan untuk mengartikan hal-hal yang menghasilkan lebih Banyak barang
atau uang. Misalnya, tanah, pabrik, toko, peralatan, dan mesin adalah modal.
Dalam sistem kapitalis, orang digunakan sebagai pekerja (atau proletar). Mereka
diperkerjakan untuk mendapatkan uang, dan uang itu dipergunakan untuk Hidup.
Orang dapat memilih bekerja untuk siapa saja yang akan memperkerjakan Mereka di
pasar bebas. Kondisi ini berbeda dari banyak sistem ekonomi yang lebih tua. Dalam
Feodalisme, kebanyakan orang adalah budak dan harus bekerja untuk orang-orang

38
Yang memiliki tanah yang mereka tinggali. Dalam merkantilisme, pemerintah tidak
Mudah membeli barang dari negara lain.
3. Berinvestasi
Kapitalisme artinya juga berinvestasi, yakni memberikan uang untuk berbagai Hal.
Orang-orang dapat mengumpulkan uang mereka untuk membeli atau membangun
Sesuatu, bahkan jika seseorang mempunyai modal yang cukup besar, maka mereka
Dapat mengusahakan dan menghasilkan sendiri. Orang yang berinvestasi akan
menjadi Pemilik dari apa yang mereka beli atau bangun. Pasar saham memungkinkan
orang Membeli dan menjual investasi.
Orang yang memulai bisnis, atau berinvestasi dalam bisnis, dapat menghasilkan
Banyak uang. Bisnis dapat diartikan dari menjual barang yang diinginkan orang lain.
Investor menghasilkan uang ekstra, yang disebut laba. Investor dapat mengambil
Keuntungan dan berinvestasi di lebih banyak bisnis, atau membuat bisnis lebih besar.
Investor dapat memperoleh lebih banyak keuntungan jika bisnisnya berhasil.
Sebagian orang-orang tidak mendukung kapitalisme. Mereka mengatakan Bahwa
kapitalisme itu menyakiti pekerja, karena bisnis menghasilkan lebih banyak uang
Dengan menjual barang daripada membayar pekerja yang menghasilkan barang.
Pemilik bisnis menjadi kaya sementara pekerja tetap miskin dan dieksploitasi
(dimanfaatkan). Mereka juga berpendapat bahwa masyarakat akan lebih efisien jika
Orang kurang berpikir tentang harus bersaing satu sama lain untuk kepentingan
mereka Sendiri dan lebih memikirkan kerja sama untuk kebaikan masyarakat secara
Keseluruhan. Argumen lain adalah bahwa setiap orang memiliki hak untuk kebutuhan
Dasar (seperti makanan dan tempat tinggal). Dalam kapitalisme, kadang-kadang
orang Mungkin tidak mendapatkan semua yang mereka butuh kan untuk
mempertahankan Hidup. Sebagian besar ekonomi kapitalis yang ada Adalah ekonomi
campuran, yang menggabungkan unsur-unsur pasar bebas dengan Intervensi negara
dan dalam beberapa kasus perencanaan ekonomi.
4. Sejarah Kapitalisme
Berawal dari mengumpulkan modal, seseorang pastinya mempunyai modal , Meski
dalam skala kecil, selama berabad-abad dalam bentuk kegiatan pedagang, Penyewaan
dan peminjaman dan kadang-kadang sebagai industri skala kecil dengan Sejumlah
tenaga kerja upahan. Pertukaran komoditas dilakukan secara sederhana dan
Merupakan dasar awal untuk pertumbuhan modal dari perdagangan, memiliki sejarah
Yang sangat panjang. “Era kapitalistik” menurut Karl Marx berasal dari pedagang

39
abad ke-16 dan bengkel-bengkel perkotaan kecil. Marx tahu bahwa pekerja upahan
ada dalam skala kecil selama berabad-abad sebelum industri kapitalis.
Islam yang memulai mengumumkan kebijakan ekonomi kapitalis, yang Bermigrasi ke
Eropa melalui mitra dagang dari kota-kota seperti Venesia. Kapitalisme Dalam
bentuknya yang modern dapat ditelusuri hingga kemunculan kapitalisme agraria Dan
merkantilisme di zaman Renaisans (The Economist, 2009).
Modal dan perdagangan komersial dengan demikian ada untuk sebagian besar
Sejarah, tetapi tidak mengarah pada industrialisasi atau mendominasi proses produksi
Masyarakat. Untuk itu diperlukan seperangkat kondisi, termasuk teknologi spesifik
Produksi massal, kemampuan untuk secara mandiri dan pribadi memiliki dan
berdagang Alat-alat produksi, kelas pekerja yang bersedia menjual tenaga kerja
mereka untuk Hidup, kerangka hukum yang mempromosikan perdagangan, fisik
infrastruktur Memungkinkan sirkulasi barang dalam skala besar dan keamanan untuk
akumulasi Pribadi. Banyak dari kondisi saat ini tidak ada di banyak negara
berkembang, meskipun Ada banyak modal dan tenaga kerja. Oleh karena itu
hambatan untuk pengembangan Pasar kapitalis kurang teknis dan lebih ke sosial,
budaya dan politik.

VIII. TANTANGAN EKONOMI POLITIK


Krisis demokrasi
Wolf (2017) menyampaikan bahwa saat ini demokrasi dalam resesi, setelah
mengalami kemajuan antara 1970-an hingga awal 2000-an. Artinya, Wolf (2017)
beropini, bahwa demokrasi saat ini mengalami kemunduran. revolusi industri pada
akhirnya mengarah ke revolusi politik, dari otokrasi menuju demokrasi. Selain itu,
periode globalisasi telah dikaitkan dengan penyebaran demokrasi. Menurut Wolf
(2017), Benjamin Friedman dari Harvard menyatakan bahwa periode kemakmuran
memperkuat demokratisasi dan sebaliknya. Sejak 1820, pendapatan riil global rata-
rata per kepala telah meningkat 13 kali lipat dan bahkan lebih jauh pada negara-
negara yang berpenghasilan tinggi.
Dampak krisis keuangan terhadap demokrasi
Wolf (2017) menjelaskan bagaimana ketidakseimbangan global mendorong terjadinya
krisis keuangan yang saat itu menghancurkan ekonomi A.S. Kesimpulan yang
diperluas merekomendasikan langkah jangka pendek dan jangka panjang untuk
menstabilkan dan melindungi pasar keuangan di masa depan. Wolf (2017) bahkan

40
menilai bahwa krisis keuangan global terjadi sejak 1980, dan ia menjelaskan
hubungan antara keuangan ekonomi mikro dan ekonomi makro dari neraca
pembayaran, menunjukkan bagaimana krisis pinjaman di Amerika Serikat
menyebabkab pula dengan guncangan ekonomi 1997, 1998, dan awal 1999 di
Amerika Latin, Rusia, dan Asia. Dia menjelaskan mengapa Amerika Serikat menjadi
"peminjam terbesar," dan berpendapat bahwa keamanan ekonomi global tergantung
pada reformasi radikal dalam sistem moneter internasional serta kemampuan negara
berkembang untuk meminjam berkelanjutan dalam mata uang domestik.
Dampak Perjanjian Internasional terhadap Demokrasi
Menurut Wolf (2017), tatanan ekonomi global selama tiga dekade terakhir telah
memberikan hak istimewa pada beberapa elit - yang telah melihat pendapatan dan
kekuatan politik mereka berkembang - dengan mengorbankan jumlah pekerja yang
jauh lebih besar - yang telah melihat pendapatan mereka terhenti dan pengaruh politik
mereka berkurang.
Demokrasi di Indonesia
Indonesia menjadi sorotan negara-negara lain di dunia, karena perjalanan panjangnya
menuju demokrasi.. Menurut Freedman dan Tiburzi, 2012) , masyarakat Indonesia
memiliki kekuatan politik, kebebasan bersuara, dan berbagai hak sipil dan politik
yang lima belas tahun yang lalu tidak terbayangkan dan tidak dapat dipungkiri betapa
banyak perubahan positif telah terjadi dalam waktu sesingkat itu.
Diamond menguraikan fungsi demokrasi masyarakat sipil (Freedman dan Tiburzi,
2012):
1. menetapkan batas kemampuan negara;
2. melengkapi peran partai politik;
3. mengembangkan atribut demokratis;

4. membuat saluran untuk artikulasi, agregasi, dan representasi minat, dan


menghasilkan peluang untuk berpartisipasi dalam tingkat pemerintahan;
5. mengurangi polaritas utama dari konflik politik;
6. merekrut dan melatih para pemimpin politik baru;
7. memantau pemilihan umum;
8. menyebarkan informasi dan membantu warga negara;
9. mendukung reformasi ekonomi;

41
2.3 Buku pembanding II

BAB I PENDAHULUAN
Secara historis, kebijakan politik internasional Jepang menempatkan Amerika Serikat
(AS) sebagai patron politik, di mana kebijakan-kebijakan strategis baik ekonomi maupun
politik selalu ditempatkan dalam perspektif AS-Jepang. Kondisi Jepang yang kalah pada
Perang Dunia II membuat negara yang dijuluki matahari terbit ini kehilangan supremasi
politik dan kedigdayaan ekonomi, karena itu aliansi dengan AS, selain dilatarbelakangi
“keterpaksaan” sejarah kalah perang, juga menjadi strategi politik sekaligus ekonomi
yang pragmatis. Kepentingan ekonomi Jepang serta besarnya potensi negara-negara di
kawasan menjadi dorongan yang begitu kuat untuk merangkul kawasan ini. Namun
demikian pasca Perang Dingin, di saat berakhirnya persaingan dua kekuatan besar dalam
politik internasional, perhatian Jepang mulai melampaui kepentingan ekonomi.
Jepang membangun kembali mimpi-mimpi politik di dunia internasional. Apa yang
dicapai Jepang secara politik dan ekonomi di kawasan Asia Tenggara pasca Perang
Dingin sungguh sebuah prestasi dalam sejarah politik Jepang, di mana Jepang berhasil
menempatkan dirinya sebagai aktor yang independen dan dominan namun sekaligus
diterima oleh sebagian besar negara di kawasan ini. Buku yang didasarkan dari penelitian
ini mengupas ekonomi politik internasional Jepang, khususnya perubahan kebijakan
ekonomi luar negeri Jepang terhadap negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Buku ini
merupakan studi lanjut dari beberapa penulis yang sudah mengkaji tentang politik luar
negeri Jepang. Namun demikian, buku yang ada di tangan pembaca ini berusaha
menelusuri perubahan politik luar negeri Jepang melalui peran dan polarisasi aktor-aktor
politik domestik dalam proses pembuatan kebijakan politik luar negeri terhadap ASEAN.
Penelitian terkait peran aktor-aktor politik penulis anggap sangat penting mengingat
aktor-aktor tersebut memainkan peran yang sangat signifikan dalam pembentukan politik
luar negeri Jepang, baik di kawasan Asia Tenggara maupun secara lebih luas di Asia-
Pasifik. Penelitian dalam buku ini menggunakan kerangka berpikir teori ekonomi politik
di dalam kebijakan luar negeri serta model proses pembuatan kebijakan dalam politik luar
negeri, yakni model tripartial elit yang menekankan peran serta kompetisi antara tiga
aktor politik dominan di Jepang: elit politik, sentral birokrasi dan kelompok bisnis. Selain
itu analisis dalam buku ini juga dijelaskan melalui model pembuatan kebijakan, di mana
persaingan dan pergeseran peran aktor-aktor ekonoomi politik akan turut memengaruhi

42
perubahan tujuan serta sifat dari ambisi politik internasional Jepang. Apa yang berlaku
pada Jepang tersebut tidak terlepas dari peran politik yang cukup kuat dari sentral
birokrasi, terutama Ministry of Economy Trade and Industry (METI)—yang sebelumnya
bernama Ministry of International Trade and Industry (MITI). Hal ini selain disebabkan
besarnya kepentingan ekonomi nasional Jepang juga turut didorong oleh dua hal, yakni:
(a) adanya restrukturisasi birokrasi di tahun 1990-an yang memungkinkan METI
mengambil peran (ekonomi-politik) regional dan internasional lebih besar, sekaligus
mereduksi peran Ministry of Foreign Affairs (MOFA) yang sebelumnya lebih dominan;
(b) perubahan ideologi METI ke arah kebijakan liberalisasi ekonomi dan dinamisasi pasar
dengan terus mendorong terciptanya pasar yang kondusif serta liberalisasi ekonomi secara
regional.

Bab III Kontestasi Aktor Dalam Ekonomi Politik Jepang


Polarisasi Aktor dalam Kebijakan Ekonomi Politik Jepang
sebelum dibentuknya ASEAN tahun 1967, terutama periode awal pasca perang,
Jepang sudah mengidentifikasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara sebagai mitra yang
sangat penting bagi ekonomi maupun politik Jepang. Memang, pada periode awal, kerja sama
kedua belah pihak sangat didominasi faktor ekonomi. Dalam sistem politik modern Jepang,
terutama periode pasca perang, terdapat tiga aktor yang cukup dominan dalam mendorong
lahirnya kebijakan ekonomi-politik: politisi, sentral birokrasi, dan kelompok bisnis.1 Politisi
sering diasosiasikan kepada partai berkuasa (ketika itu) LDP. Sementara sentral birokrasi
diwakili oleh tiga Kementerian yang selama ini memang dikenal cukup powerfull: Ministry of
Foreign Affairs (MOFA), Ministry of Finance (MOF), dan Ministry of International Trade
and Industry (MITI)—yang sejak akhir tahun 2000 berubah menjadi Ministry of Economic,
Trade and Industry (METI). Sedangkan kelompok bisnis terdiri dari korporasi-korporasi
besar maupun kecil yang memiliki kepentingan langsung sekaligus hubungan yang sangat
erat dengan kedua aktor yang disebut di atas.

Johnson berargumen bahwa prioritas Jepang terhadap kemajuan ekonomi dalam


periode yang cukup panjang (bahkan sejak periode sebelum perang) berasal dari situasi
sangat mendesak yang dihadapi Jepang, terutama minimnya sumber daya alam, besarnya
jumlah populasi, kebutuhan akan perdagangan, serta desakan akan international balance of

43
payments. Hal ini kemudian memunculkan konsekuensi tersendiri bagi kebijakan ekonomi-
politik Jepang, yakni membentuk mainset yang berbeda dalam mendukung kemajuan
ekonomi secepat mungkin: mengonsentrasikan kekuatan organisasi negara kepada birokrasi,
serta memungkinkan pemerintah dan kelompok bisnis bekerja secara bersama. Karena itu
menurut Johnson, akselerasi ekonomi yang sungguh fantastis dialami Jepang sejak 1970-an
sangat dipengaruhi oleh kekuatan birokrasi. MITI kemudian menjadi fokus dari argumen
Johnson, bahwa Kementerian ini menggunakan kekuatannya untuk memengaruhi langsung
ekonomi Jepang dengan memaksimalkan kontrol formal dan tekanan informal.

Bagi Wolferen, sistem ekonomi-politik Jepang lebih menyerupai “headless chicken”


(ayam tanpa kepala), atau “truncated pyramid” (piramida terbalik), di mana tidak ada satu
aktor pun yang bertanggungjawab sepenuhnya secara dominan..

Namun argumen lain segera muncul dari Ramseyer dan Rosenbluth melalui bukunya
Japan’s Political Marketplace (1993).5Pemikiran kedua penulis ini dipengaruhi oleh teori
rational choise, dan cabang dari teori tersebut yakni teori principal-agent. Buku tersebut
menjelaskan beberapa aspek mengenai ekonomi politik Jepang, namun yang sangat penting
adalah analisis mereka mengenai hubungan antara politisi dan birokrat.

Politisi
Politisi seperti Ozawa Ichiro, misalnya, mengeluarkan statemen yang cukup berani
dan baru mengenai politik luar negeri Jepang pasca-perang dingin yang mana mendorong
peran yang lebih besar yang bisa dimainkan Jepang dalam politik internasional. Begitu juga
politisi yang lain seperti Shin Kanemaru, politisi senior LDP, yang melakukan negosiasi
tertutup dengan Korea Utara pada September 1993, dengan menyampaikan komitmen Jepang
untuk membayar ganti rugi bahkan untuk periode pasca perang karena absennya hubungan
diplomatik selama ini, yang kemudian menimbulkan kemarahan.

Peran politisi dalam hal kebijakan luar negeri Jepang bisa dibilang masih terbatas. Hal
ini tidak hanya terkait batasan yang diatur oleh Undang-Undang tetapi juga rotasi jabatan
politis yang dihadapi para politisi di parlemen (tidak seperti para birokrat yang jabatannya
belangsung cukup lama), sementara itu mereka juga disibukkan untuk aktivitas kampanye
dalam mempertahankan suara konstituen. Peran politisi dalam politik luar negeri Jepang juga
menjadi sedikit dibatasi oleh faktor seperti kemampuan bahasa asing. Seperti banyak

44
diketahui, Jepang termasuk negara yang sedikit sekali mengajarkan bahasa asing, walaupun
kini sudah mulai ditingkatkan

Kantor Perdana Menteri


peran Yoshida cukup signifikan dalam merumuskan karakter politik luar negeri Jepang yang
reaktif, terutama melalui kebijakan yang kemudian dikenal dengan Doktrin Yoshida, di mana
semua aspek dalam politik luar negeri pasca perang disinergikan dengan kepentingan
akselerasi ekonomi, sekaligus membangun aliansi (dependent) dengan AS. Begitu juga
politik luar negeri Jepang terhadap ASEAN pada periode PM Fukuda (1976- 1978). Peran
PM tampak sangat krusial dalam membangun hubungan harmonis dengan negara-negara di
Asia Tenggara melalui Doktrin Fukuda tahun 1977.

Di awal abad dua satu, banyak yang menilai peran PM juga tampak dominan,
terutama dengan naiknya Koizumi Junichiro, seorang politisi senior yang karismatis dan
sangat populer. Hubungan Jepang-AS yang sangat mesra pada periode ini banyak yang
melihatnya sebagai manifestasi dari kedekatan Koizumi dan George W Bush semata. Begitu
pula hubungan Jepang-ASEAN yang kembali mesra dengan digagasnya beberapa
kesepakatan pasca hubungan ekonomi kedua pihak yang agak merenggang selama dekade
1990-an, menyusul ekonomi nasional Jepang sendiri yang kurang kondusif, serta kondisi
ekonomi beberapa negara ASEAN yang kolaps akibat dihantam krisis finansial Asia.

Menurut Tomohito Shinoda (2000), yang ia kemukakan dalam studinya menganai


Kantor Perdana Menteri Jepang, sebagai pemimpin eksekutif dan mewakili kelompok
mayoritas di Diet, PM Jepang seharusnya mampu memengaruhi keseluruhan pemerintahan.
Namun kenyataannya kebijakan PM selalu dibenturkan dengan kepentingan sekaligus friksi
faksi yang terdapat dalam tubuh partai, begitu juga kepentingan partai partner koalisi.

Sentral birokrasi
Dalam tradisi ekonomi-politik Jepang yang cukup panjang, peran birokrasi bisa
dibilang cukup sentral dan krusial. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh serta kekuatan yang
dimiliki oleh sentral birokrasi seperti MOFA, MITI/ METI dan MOF. Kekuatan dan
pengaruh birokrasi terhadap ekonomi-politik Jepang (terutama kebijakan luarnegeri), bukan
semata-mata didasarkan pada besarnya anggaran dana atau jumlah staf mereka, ataupun
kekuatan hukum yang dimiliki, tetapi justru terletak pada jaringannya yang begitu kuat serta

45
keterhubungannya dengan kelompok bisnis (korporasi-korporasi), penguasaan informasi,
serta konteks kebudayaan.

Ministry of Foreign Affairs (MOFA)


MOFA merupakan salah satu sentral birokrasi yang paling banyak terlibat dalam politik luar
negeri Jepang, baik politik maupun ekonomi. Dalam hubungan dengan ASEAN sejak
pertama kali dilegalisasi melalui Doktrin Fukuda, misalnya, peran MOFA sangat dominan
dalam mendorong kebijakan ekonomi sekaligus politik. MOFA turut mengambil tanggung
jawab dalam merumuskan kebijakan ekonomi Jepang.

Ministry of International Trade and Industry (MITI) atau Ministry of Economy, Trade and
Inddustry (METI)—setelah tahun 2000
MITI merupakan aktor paling penting dalam kemajuan ekonomi Jepang yang banyak
dikenal dengan model Developmental State. Melalui kebijakannya, MITI banyak mendorong
pelaku-pelaku industri termasuk produksi offshore Jepang di tahun 1980-an.

46
BAB III

KEUNGGULAN BUKU

3.1 Keunggulan Buku Utama


Ditinjau dari beberapa aspek yaitu:
 Keterkaitan Antara Bab (Kohesi dan Koherensi Antar Bab)

Kohesi adalah hubungan antara bagian dalam teks yang ditandai penggunaan
unsur bahasa. Konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk,
artinya unsur-unsur wacanan (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyususn
suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh (Mulyana, 2005: 26) dan
koherensi adalah keterkaitan antara bagian-bagian yang satu dengan bagian lainya,
sehingga kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh (Brown dan Yule dalam
Mulyana, 2005: 30). Pada buku utama ini juga terdapat koherensi antara babnya
yaitu:
 Pengertian masing-masing bab tentang ekonomi politik cakupanya
sangat luas. Masing-masing orang memiliki pendapat tentang apa itu
ekonomi politik, seperti yang disebut Menurut Investopedia (2018),
Pada Bab (1) Ekonomi Politik adalah studi tentang produksi dan
perdagangan dan hubungannya dengan adat, pemerintah dan hukum.
Ilmu ini merupakan studi dan penggunaan teori dan metode ekonomi
yang mempengaruhi sistem sosial dan ekonomi yang berbeda dan
berkembang , seperti kapitalisme, sosialisme; dll dan juga menganalisis
bagaimana kebijakan publik dibuat dan diimplementasikan. Karena
berbagai individu dan kelompok memiliki kepentingan yang berbeda
dalam suatu negara atau ekonomi yang berkembang, maka Ekonomi
Politik dianggap sebagai suatu disiplin ilmu yang kompleks, mencakup
beragam kepentingan yang berpotensi terjadinya persaingan.
 Kemuktahiran Isi Buku (Teori yang ditawarkan oleh buku)

Pada buku utama ini memiliki beberapa teori yang mutakhir dari pada pakar-
pakar terkenal sesuai dengan bidangnya, teori-teori tersebut sebagai berikut:

47
 Menurut Steiner, 2010: Ekonomi politik adalah studi tentang produksi
dan perdagangan serta hubungannya dengan hukum, adat dan
pemerintahan; juga dengan distribusi pendapatan nasional serta
kekayaan negara (Terletak Bab 1)
 Merriam, 2018 berpendapat: Ekonomi Politik adalah teori atau studi
tentang peran kebijakan publik dalam mempengaruhi kesejahteraan
ekonomi dan sosial dal am kaitan politik.
 Keterkaitan Antara isi Buku dengan Pengaruh Ekonomi Politik Terhadap
Pembangunan di Indonesia
Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang
ikut membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang. Pengaruh merupakan
suatu daya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu, baik itu orang maupun benda serta
segala sesuatu yang ada di dunia.

Pengaruh-pengaruh yang dibahas dalam teori ekonomi politik ini mencakup


ekonomi politik, hukum peningkatan produksi, Merchantilisme, kapitalisme industri,
laissez-faire, dan sebagainya. Pada kali ini, keunggulan ditinjau berdasarkan
keterkaitannya isi buku utama dengan pengaruh ekonomi politik terhadap
pembangunan indonesia adalah sebagai beriut:
 Di buku utama ini pada bab 1 dan 7 memiliki keterkaitan pengaruh
ekonomi terhadap pembangunan di Indonesia yang kami ambil tema
tentang ekonomi politik. Ekonomi politik adalah studi tentang produksi
dan perdagangan serta hubunganya dengan hukum, adat dan
pemerintahan, juga dengan distribusi pendapatan nasional serta
kekayaan negara(bab 1) kapitalisme industri menandai pengembangan
sistem manufaktur pabrik, ditandai dengan pembagian kerja yang
kompleks antara dan didalam proses kerja rutinitas tugaas kerja,
kemudian mendirikn dominasi global dari cara produksi kapitalis(bab
7). Dari sini kita paham, bahwa pembangunan ekonomi politik
merupakan upaya untuk memahami perubahan sosial politik yang
terjadi di negara-negara berkembang. Pembangunan politik identik
dengan modernisasi karena akan berbicara mengenai perubahan secara
menyeluruh yang membawa konsekuensi terhadap aspek pertumbuhan

48
pendidikan, infranstrutur, kesehatan, penerapan keadilan sosial, dan
pelaksanaan demokrasi untuk mempertahankan persatuan.

3.2 Keunggulan Buku Pembanding I


Ditinjau dari beberapa aspek, yaitu:

 Keterkaitan Antar Bab (Kohesi dan Koherensi Antar Bab)


unsur bahasa. Konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada hubungan
bentuk, artinya unsur-unsur wacanan (kata atau kalimat) yang digunakan untuk
menyususn suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh (Mulyana, 2005:
26) dan koherensi adalah keterkaitan Keterkaitan Antar Bab (kohesi dan koherensi
Antar Bab)
antara bagian-bagian yang satu dengan bagian lainya, sehingga kalimat memiliki
kesatuan makna yang utuh (Brown dan Yule dalam Mulyana, 2005: 26).
Pada buku pembanding pertama inin juga terdapat kohesi antar babnya yaitu:
 Terletak pada bab I dan bab III memiliki judul pendahuluan dan
pembahasan dan pemecahan masalah. Dimana bab I memiliki bagian
yaitu negara menghadapi krisis konomi, upaya-upaya untuk
menyediakan barang publik, pendekatan ekonmi politik, dan aliansi
politik. Dan untuk bab II memiliki bagian analisa struktur ekonomi
politik pembangunan di indonesia, liberalisasi ekonomi, dan ekonomi
politik orde lama dan baru. Keterkaitan antar bab ini menjelaskan
secara lengkap dari pendapat para ahli dan para sarjana tentang
pengaruh ekonomi politik.

 Kemuktahiran Isi Buku (Teori yang ditawarkan oleh buku)

Pada buku pembanding I ini memiliki beberapa teori yang mutakhir dari para
pakar-pakar terkenal sesuai dengan bidangnya, teori tersebut sebagai berikut:
 Muhaimin, 1990 : 46 berpendapat Ekonomi dicanangkan adalah untuk
menata kondisi ekonomi Indonesia dengan membagi pertumbuhan
ekonomi Indonesia menjadi dua tahap. Pertama, penataan ekonomi
yang sifatnya nasional dan demokratis, bersih dari sisa-sisa

49
imperalisme dan feodalisme. Kedua, pembangunan ekonomi
sosialisme Indonesia.(Bab II)
 Dekon berpendapat penataan ekonomi berkaitan dengan pimpinan
negara adalah bahwa para pemimpin ekonomi baru ini, paling tidak
mampu menciptakan suatu kondisi ekonomi, diantaranya adalah;
penentuan laju pertumbuhan ekonomi, peningkatan laju penanaman
modal dalam negeri dan asing, pembukaan hubungan ekonomi
internasional, dan penentuan kegiatan ekonomi sektor negara,
koperasi.(Bab II)
 Keterkaitan Antara isi Buku dengan pengaruh Ekonomi Politik Terhadap
Pembangunan di Indonesia

Pengaruh-pengaruh yang dibahas dalam teori ekonomi politik mencakup: struktur


pembangunan indonesia, ekonomi politik orde baru, stabilisasi dan rehabilitasi
ekonomi politik dan sebagainya. Pada kali ini, keunggulan ditinjau berdasarkan
keterkaitan isi buku pembanding I dengan pengaruh ekonomi politik terhadap
pembangunan di indonesia.

 Pada buku Bab II memiliki keterkaitan antara pengaruh ekonomi


politik terhadap pembangunan indonesia. program ekonomi
pemerintah yang dikenal dengan Rencana Urgensi Perekonomian
(RUP), pada saat kabinet Natsir. Program yang dipersiapkan oleh
Meperindag (Dr. Soemtiro Djojohadikusumo) dan
Direktur Perdagangan dan Industri (Dr. Saroso Wirodihardjo) ini
dimaksudkan dalam menata perekonomian Indonesia, antara lain ; (1)
membimbing berbagai kegiatan pemerintah pada sektor industri,
pertanian, dan mengawasi pembentukan beberapa perusahaan baru ;
(2) menetapkan penguasaan pemerintah pada beberapa industri vital
yang baru berdiri ; (3) memberi dukungan pada industri kecil di
pedesaan, dan ; (4) mengizinkan modal asing untuk memainkan peran
yang lebih aktif pada industri yang tidak penting (lihat Muhaimin,
1990:26-32).

50
3.3 Keunggulan Buku Pembanding II
 Keterkaitan Antar Bab ( Kohesi dan Koherensi Antar Bab)
Kohesi adalah hubungan antara bagian dalam teks yang ditandai penggunaan
unsur bahasa. Konsep kohesi pada dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk,
artinya unsur-unsur wacanan (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyususn
suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh (Mulyana, 2005: 26) dan
koherensi adalah keterkaitan Keterkaitan Antar Bab (kohesi dan koherensi Antar Bab)
antara bagian-bagian yang satu dengan bagian lainya, sehingga kalimat memiliki
kesatuan makna yang utuh (Brown dan Yule dalam Mulyana, 2005: 26).
Pada buku pembanding II juga terdapat kohesi antar babnya yaitu:
 Terletak pada Bab I dan III memiliki keterkaitan satu sama lain.
Tentang kebijakan ekonomi politik jepang terkandung dalam bab
tersebut.
 Kemuktahiran Isi Buku (Teori yang ditawarkan oleh buku)
 Menurut Takashi Shiraisi (1997) pola kerja sama ekonomi jepang yang
mendorong dinamisasi dan keterbukaan pasar Asia serta merangkul
ASEAN ini sebenarnya bisa dilihat sebagai politik jepang menghadapi
AS dan China –argumen ini sekaligus menolak pendapat Chalder
(1991) bahwa jepang pada dasarnya memang memerlukan kekuatan
ekonomi yang prulastik, lebih konsisten, dan keterhubungan yang
stabil.(BAB I)
 Menurut Atarashi (1985) ada beberapa dimensi penting dalam kerja
sama tersebut, dintaranya struktur dari perdagangan dan investasi
internasional jepang, dan bagi jepang Asia Tenggara sangat penting
dalam menyelesaikan persoalan Utara-Selatan.(BAB I)
 Keterkaitan Antara Isi buku dengan pengaruh Ekonomi Politik Terhadap
Pembangunan di Indonesia
 Pada bab III yaitu materi kontestasi aktor dalam ekonomi politik
jepang memiliki keterkaitan dengan pengaruh ekonomi politik
terhadap pembangunan indonesia pembangunan ekonomi politik
merupakan salah satu kajian dalam ilmu politik yang hadir sebagai
suatu upaya memahami perubahan sosial politik yang terjadi di negara
berkembang.

51
BAB IV

KELEMAHAN BUKU

52
4.1 Keterkaitan Antar bab(Kohesi dan koherensi Bab)
Seperti yang kami paparkan pada sebelumnya mengenai keterkaitan. ini dalam bab
kelebiha buku Maka kekurangan buku ini baik buku utama maupun buku Pembanding adalah
banyaknya pemaparan para ahli, sehingga para pembaca dibuat bingung dalam menentukan
penjelasan yang mana yang akan digunakan sebagai pedoman. Selain itu bahasa yang
digunakan terlalu baku sehingga pembaca lebih sulit untuk memahami isi buku tersebut, Dan
juga banyaknya penggunaan survey dalam bentuk tabel sehingga cakupan pembahasan yang
kurang luas. penjelasannya yang bertele-tele sehingga dapat membuat pembaca Jenuh untuk
membaca buku tersebut

4.2 Kemuktahiran Isi Buku(Kemuktahiran buku yang ditawarkan


oleh buku yang dikritis)
Kata muktahir merujuk pada suatu yang baru dan kekinian.Dalam buku utama
maupun buku Pembanding yang kami riview ,Kurangnya teori-teori Baru mengenai Ekonomi
politik sehingga para sarjana pendidikan dimasa akan datang terkesan hanya menggunakan
teori-teori itu saja.

4.3 Keterkaitan antara isi Buku dengan bidang Ilmu


Seperti yang sudah kami amati, Dimana materi. Kami membahas tentang pengaruh
Ekonomi politik terhadap pembangunan Indonesia kurangnya materi yang menyinggung
tentang Ekonomi politik terhadap pembangunan Indonesia sehingga perlu dikembangkan
lebih dalam lagi

53
BAB V

HASIL ANALISIS

Berdasarkan buku utama dan buku pembanding yang penulis ringkas


berdasarkan keunggulan dan kelemahan buku, bahwasanya buku utama lebih
memiliki kajian yang luas dibandingkan dari kedua buku pembanding. Namun bukan
berarti dari kedua buku pembanding yang saya review tidak bagus hanya saja materi
yang disampaikan oleh buku utama karangan Cahyo Sasmito dan dyanasari lebih
lengkap maka dari itu penulis menempatkannya sebagai buku utama.

Buku utama dan buku pembanding materinya sama membahas tentang


ekonomi dan politik namun dilihat dari aspek teori kurangnya terobosan baru
mengenai ekonomi politik sehingga untuk menjadi seorang sarjana pendidikan
terkesan menggunakan teori itu-itu saja. Maka perlu ada penekanan teori-teori yang
lebih modern agar memiliki pengetahuan luas bagi para pembaca dan generasi
selanjutnya.

54
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang dapat penulis ambil bahwa buku utama dan buku
pembanding saling memiliki keterkaitan antar bab, dan Teori-teori yang disajikan
oleh para ahli juga relevan. Dan untuk materi pada buku utama dan pembanding buku
utama materinya lebih luas cangkupannya penjelasan materinya juga mudah dipahami
karena langsung kebagian intinya. Pada materi buku utama dan pembanding sama-
sama bagus dan menarik sehingga penulis berkeinginan meriview buku-buku tersebut.
Namun dengan halnya karya sama seperti manusia memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing maka dari itu tergantung pembaca yang menyimpulkan
suatu karya tersebut.

Saran penulis semoga kedepannya buku ini memiliki teori-teori dari para ahli
yang baru artinya suatu teori itu harus dinamis harus di perbaharui sehingga pada
masa yang akan datang seorang guru akan memiliki pengetahuan yang luas mengenai
banyak teori tentang ekonomi dan politik dan tidak terpaku pada teori-teori yang
lama. Kemudian hendaknya materi yang disampaikan dan disajikan langsung ke
bagian intinya. Artinya pembahasan suatu materi jangan terlalu melebar hal ini
dilakukan agar menjaga pemahaman sang pembaca dan juga membuat pembaca lebih
nyaman dan tidak bosan atau mengantuk dalam membaca buku tersebut.

55
DAFTAR PUSTAKA

Al-fadhat,faris. 2019. EKONOMI POLITIK JEPANG DI ASIA TENGGARA (Dominasi dan


kontestasi aktor-aktor domestik). Yokyakarta: Pustaka Pelajar

Mustofa,Amirul. 2020. EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN ( Kebijakan privatisasi dan


aliansi politik BUMN). Surabaya: Unitomo Press

Sasmito Cahyo dan dyanasari. 2020. Pengantar Ekonomi Politik. Yokyakarta: Deepublish

56

Anda mungkin juga menyukai