Kebijakan Administrasi Bisnis
Kebijakan Administrasi Bisnis
Oleh
Muhammad Alfa Sikar, S.IP., M.Si.
C. Berpikir Skenario
Pola berpikir sistem (systems thinking) dalam bisnis didasarkan pada
pemahaman bahwa setiap aksi akan terjadi reaksi, atau sebaliknya reaksi akan
mendorong aksi selanjutnya. Pemikiran lain adalah bahwa bisnis sebagai pola
hubungan sebab akibat. Dengan pengertian bahwa pihak yang satu memerlukan suatu
kondisi tertentu yaitu kebutuhan dan keinginan, dan di lain pihak memahami bahwa
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut manusia miliki keterbatasan, dan
keterbatasan tersebut merupakan peluang bagi pihak lain untuk membantu
memenuhinya.
Perusahaan dapat menentukan tujuan-tujuan bisnisnya tentang bagaimana
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Untuk membuat strategi yang prospektif yang dapat
diimplementasikan dengan sukses, perusahaan perlu berpikir secara skenario. Seperti telah
dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa skenario adalah wawasan yang konsisten
tentang apa yang harus dilakukan di masa depan, dan bukan merupakan ramalan. Berpikir
skenario merupakan wawasan yang digunakan untuk meningkatkan terciptanya suatu
pandangan bersama di antara tim manajemen, dan membantu manajemen untuk
memahami secara lebih baik tentang keadaan perusahaan serta membangun strategi
untuk masa depan. Skenario menyediakan mekanisme efektif dalam menilai strategi,
rencana secara efektif untuk pengembangan serta penilaian opsi-opsi secara tim. Oleh
karenanya, perusahaan harus dapat membangun tim kerja yang tangguh, sebab proses
pembuatan skenario memerlukan partisipasi dari tim manajemen untuk dapat
memprediksi dan menanggung risiko sebagai akibat dari kebijakan dan strategi
organisasi.
Robbins (1998) menggambarkan bahwa duapuluh tahun yang lalu, ketika
perusahaan seperti Volvo, Toyota, dan General Foods memasukkan tim ke dalam proses
produksi mereka, tindakan itu menjadi berita karena tidak ada perusahaan lain melakukan
hal tersebut. Dewasa ini justru sebaliknya, organisasi yang tidak menggunakan timlah
yang pantas untuk diberitakan. Ambillah setiap majalah bisnis berkala dewasa ini, maka
Anda
membaca bagaimana tim telah menjadi bagian yang mutlak diperlukan dalam melakukan
bisnis perusahaan seperti General Electric, AT&T, Hewlett-Packard, Motorola, Apple
Computer, Shisedo, Federal Express, Chrysler, Saab, 3M Co., John Deere, Texas
Instruments, Australian Lines, Johnson&Johnson, Dayton Hudson, Shenadoah Life
Insurance Co., Florida Power & Light, dan Emerson Electric. Bahkan San Diego Zoo
yang terkenal di dunia tersebut telah merestrukturisasi zona-zona habitat asli dalam
tim lintas-departemental.
Beberapa kasus menunjukkan bahwa kinerja tim lebih unggul daripada kinerja
individu jika tugas yang harus dilakukan menuntut keterampilan ganda. Organisasi yang
merestrukturisasi dengan tim memungkinkan untuk melakukan persaingan dengan efektif
dan efisien, karena memanfaatkan kemampuan karyawan secara bersama. Robbins (1998)
membedakan antara tim kerja dengan kelompok kerja. Kelompok kerja adalah kelompok
yang terutama berinteraksi untuk membagi informasi dan mengambil keputusan untuk
membantu tiap anggota dalam bidang tanggung jawabnya. Sedangkan tim kerja adalah
kelompok yang upaya-upaya individunya menghasilkan suatu kinerja yang lebih besar
daripada jumlah dari masukan-masukan individualnya.
Ringland (2002) menambahkan bahwa partisipasi dalam proses pembuatan
skenario akan memperbaiki kemampuan tim manajemen untuk memanajemeni
ketidakpastian dan risiko. Keputusan yang berisiko menjadi lebih jernih, dan kunci
ancaman serta peluang dapat diidentifikasi. Proses partisipatif dan kreatif membuat peka
para manajer untuk melihat dunia luar. Hal tersebut membantu individu-individu dan tim
untuk belajar mengenal ketidakpastian lingkungan operasional mereka, sehingga mereka
mampu bertanya tentang asumsi-asumsi harian mereka, menyesuaikan peta mental mereka
dan benar-benar memikirkan "outside the box" (hal-hal yang di luar pemikiran) secara
terpadu. Tim merupakan kunci sukses dari organisasi modern, khususnya dalam
pembuatan skenario ataupun implementasi dari strategi yang telah ditetapkan. Kerja tim
mempunyai nilai lebih yang memiliki manfaat lebih banyak dibanding dengan kerja
individu atau kelompok kerja.
Berkaitan dengan kerja tim R. Zemke dalam "Rethinking the Rush to Team Up,"
Training (November 1993), dalam Robbins (1998), tim bermanfaat:
(1) Meningkatnya motivasi karyawan. Kerja tim meningkatkan pelibatan karyawan.
Lazimnya tim itu membuat pekerjaan lebih menarik. Tim membantu karyawan dalam
memenuhi kebutuhan sosialnya. Tim juga menciptakan tekanan sosial pada penghindar
tugas untuk mengeluarkan tingkat upaya yang lebih tinggi agar tetap disukai dalam tim.
(2) Tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Tim mempunyai potensi untuk
menciptakan sinergi positif. Tahun-tahun terakhir ini, pengenalan tim ke dalam
kebanyakan organisasi telah dikaitkan dengan pemotongan banyaknya staf. Apa yang
telah dikerjakan manajemen adalah menggunakan sinergi positif itu untuk
mendapatkan keluaran yang sama atau lebih banyak dari orang lebih sedikit. Hal tersebut
diterjemahkan menjadi tingkat produktivitas yang lebih tinggi.
(3) Kepuasan karyawan meningkat. Karyawan mempunyai kebutuhan akan afiliasi.
Bekerja dalam tim dapat membantu memenuhi kebutuhan ini dengan meningkatkan
interaksi pekerja dan menciptakan persahabatan di antara anggota tim.
(4) Komitmen bersama terhadap tujuan. Tim mendorong individu untuk
menghaluskan tujuan individual mereka demi kelompok. Proses mengembangkan maksud
bersama, berkomitmen terhadap maksud itu, dan menyepakati tujuan-tujuan spesifik —
yang digabung dengan tekanan sosial yang dikenakan oleh tim — menghasilkan kesatuan
komitmen yang tinggi terhadap tujuan tim.
(5) Komunikasi yang diperbaiki. Tim pengelolaan diri menciptakan ketergantungan
antarpribadi yang menuntut anggota untuk berinteraksi lebih banyak daripada bila mereka
bekerja sendiri. Sama halnya bila, tim lintas-fungsional menciptakan ketergantungan
antar- fungsional dan meningkatkan komunikasi seluruh organisasi.
(6) Keterampilan pekerjaan yang diperluas. Implementasi tim hampir selalu diiringi
dengan pelatihan pekerjaan yang diperluas. Lewat pelatihan ini, para karyawan
membangun keterampilan teknis, pengambilan-keputusan, dan antar pribadi.
(7) Fleksibilitas organisasional. Tim memfokuskan pada proses, bukannya fungsi.
Tim mendorong pelatihan silang, sehingga anggota dapat mengerjakan pekerjaan lain, dan
perluasan keterampilan. Tidaklah luar biasa bahwa kompensasi terhadap tim didasarkan
pada banyaknya keterampilan yang diperoleh seorang anggota. Perluasan keterampilan ini
meningkatkan fleksibelitas organisasional. Kerja dapat direorganisasi dan pekerja di bagi-
bagi, jika diperlukan, untuk menghadapi kondisi yang berubah.
Sebagai alat untuk mempelajari kemungkinan-ke-mungkinan masa depan
skenario dibuat oleh sebuah tim yang anggota-anggotanya terdiri dari berbagai bidang
atau departemen dalam organisasi. Skenario pada dasarnya membantu organisasi pada saat
itu untuk memahami keadaan lebih baik dengan cara memperluas visi dan
memberdayakan karyawan untuk mengenal lebih dalam tentang perubahan.
Di sisi lain, skenario dapat digunakan untuk menciptakan strategi baru pada
berbagai tingkatan organisasi dan area lintas fungsional. Kegiatan memperbarui dan
menciptakan strategi menurut Ringland adalah active scenario transfer. Skenario erat dengan
perubahan, dan perubahan berkaitan dengan pembelajaran organisasi. Pembelajaran dalam
organisasi melibatkan semua komponen untuk terus melakukan pemantauan, analisis, dan
mengembangkan alternatif baru yang dapat mendukung pembuatan kebijakan baru atau
memantapkan yang sudah dijalankan.
Terdapat tiga tahap dalam membuat skenario, masing-masing tahap mempunyai
konsekuensi logis dan kontribusi terhadap tahap selanjutnya. Tahap pertama adalah
analisis strategis, yaitu kegiatan mendeskripsikan karakteristik situasi lingkungan
eksternal dan internal dengan menggunakan metode dan instrumen yang dikenal untuk
mengukur lingkungan bisnis seperti analisis portfolio, critical success factors, analisis
SWOT, atau segmentasi bisnis.
Tahap kedua adalah menciptakan skenario, yaitu menggambarkan perkembangan
masa depan yang memungkinkan mempengaruhi organisasi, melalui kegiatan elaborasi
secara sistematis terhadap situasi dan kompleksitas yang dapat mempengaruhi dalam
pengambilan keputusan dan manajemen kondisi pada tahap selanjutnya.
Tahap ketiga adalah menemukan strategi yaitu mengembangkan opsi-opsi
alternatif dan penentuan dari pendekatan strategi umum.
Ketiga tahap tersebut menjadi dasar dari penentuan formulasi strategi yang
meliputi: (a) menentukan misi, (b) kompetensi strategis, (c) menentukan posisi strategis,
dan (d) mengukur — skenario menjadi dasar dari strategi organisasi.
D. Strategi
Strategi merupakan rumusan perencanaan komprehensif dan terintegrasi dengan
teknik atau cara pencapaian tujuan. Strategi dimulai dari konsep bagaimana
memberdayakan sumber-sumber perusahaan secara efektif dalam mengatasi tantangan dan
peluang usaha untuk memperoleh keunggulan. Widjaja dalam bukunya A Market-Driven
Corporate Strategy (2004) menjelaskan bahwa strategi adalah konsep multi-dimensi yang
mencakup semua aktivitas penting dalam sebuah lembaga bisnis. Strategi harus dapat
memberikan kesatuan, arah, maksud dan tujuan, serta memungkinkan dilakukannya
perubahan-perubahan proaktif yang diperlukan untuk membentuk masa depan
perusahaan. Konsep strategi harus holistis, meliputi berbagai macam aspek yang luas, dan
di dalamnya tercakup vision serta perancangan cara untuk mencapainya.
Untuk dapat menyusun strategi yang multidimensi dan holistis, perlu
mempelajari berbagai dimensi yang berkaitan dengan bangunan strategi. Widjaja (2004)
menjabarkan dimensi-dimensi strategi sebagai berikut:
1) Strategi sebagai penentu sasaran jangka panjang
perusahaan, program kerja, dan prioritas alokasi sumber daya.
2) Strategi sebagai penentu bidang keunggulan perusahaan.
3) Strategi sebagai penentu tugas managerial dalam perspektif korporasi, bisnis, dan
fungsional.
4) Strategi sebagai pola pengambilan keputusan yang saling mengikat, menyatukan, dan
menggabungkan.
5) Strategi sebagai penentu imbalan ekonomis ataupun nonekonomis perusahaan kepada
stakeholder.
6) Strategi sebagai pernyataan keinginan strategis: untuk menarik organisasi ke kejayaan
baru.
7) Strategi sebagai cara untuk rnengembangkan kom-petensi utama perusahaan.
8) Strategi sebagai upaya untuk menginvestasikan sumber daya dengan tujuan
rnengembangkan kemampuan yang memberikan keunggulan daya saing
berkesinambungan.
Strategi sangat luas dan implikasinya dapat berbeda tergantung dari kondisi,
kejadian atau kepentingan yang dihadapi oleh masing-masing organisasi. Strategi dalam
konteks kepentingan bisnis, menurut Quinn (1991), sebagai pola atau rencana yang
terintegrasi dengan tujuan utama, kebijakan dan tindakan yang semestinya dilakukan
secara utuh. Formulasi strategi yang baik akan membantu menyusun dan mengalokasikan
sumber daya organisasi menjadi sebuah kekuatan yang mampu mengantisipasi perubahan.
Dalam konteks tersebut Minztberg (1987) mengemukakan bahwa strategi mengandung 5
(lima) pengertian yang disebut sebagai The Five Ps, yaitu:
1) Strategy as plan, strategi sebagai rencana. Strategi dibentuk untuk dilanjutkan dalam
tindakan terhadap apa yang harus dilakukan dan dikembangkan secara sadar.
2) Strategy can be a ploy, strategi sebagai cara yang harus ditempuh.
3) Strategy as pattern, strategi sebagai pola perilaku yang mencakup pemikiran, pandangan
dan tindakan organisasional.
4) Strategy as position, strategi sebagai penempatan organisasi baik dalam konteks dengan
lingkungan organisasi, pasar maupun penguasaan sumber-sumber.
5) Strategy as perspective, strategi sebagai sudut pandang dan masa depan organisasi yang
memberikan gambaran tentang arahan dalam setiap tindakan pencapaian tujuan.
Pembuatan strategi adalah proses yang dinamis, melibatkan lebih dari
sekumpulan formula sederhana yang disebut rencana yang digabungkan menjadi sebuah
pedoman kegiatan strategis organisasi. Sebagai proses, strategi dibangun melalui beberapa
tahapan seperti pada gambar 6.1. Strategi dibangun dari ketidaktahuan dengan melibatkan
sejumlah besar pengetahuan, informasi dan kekuatan internal seperti kemampuan
perusahaan untuk memproduk yang dikehendaki pasar atau sebanding dengan
pesaing, maupun situasi eksternal seperti daya beli masyarakat atau ketersediaan sumber-
sumber yang diperlukan.
Jika kebijakan administrasi bisnis menyediakan pedoman umum untuk
pengambilan keputusan organisasi secara keseluruhan, maka strategi adalah rencana
tindakan dalam upaya mencapai tujuan-tujuan kebijakan. Strategi harus kontekstual
tergantung pada kebutuhan masing-masing divisi atau departemen, misal strategi
pengembangan sumber daya manusia, strategi pengembangan produksi, strategi
pemasaran atau strategi pengembangan organisasi. Sebagai rencana, strategi harus mampu
menjadi dasar untuk memaksimalkan sumber daya dan fungsi-fungsi perusahaan dalam
membangun keunggulan kompetitif. Strategi dapat berasal dari tujuan-tujuan pokok
perusahaan, program-program yang disetujui, serta kondisi eksternal. Implementasi
strategi menurut Hunger dan Wheelen (2004) adalah proses di mana manajemen
mewujudkan strategi dan kebijakannya dalam tindakan melalui pengembangan program,
anggaran, dan prosedur. Proses tersebut mungkin meliputi perubahan budaya secara
menyeluruh, struktur dan atau sistem manajemen dari organisasi secara keseluruhan.
Kecuali ketika diperlukan perubahan secara drastis pada perusahaan, manajer tingkat
menengah dan bawah akan mengimplementasikan strateginya secara khusus dengan
pertimbangan dari manajemen puncak. Kadang-kadang dirujuk sebagai perencanaan
operasional, implementasi strategi sering melibatkan keputusan sehari-hari dalam alokasi
sumber daya.
Strategi sering disesuaikan dengan keadaan lingkungan di mana perusahaan
sedang beroperasi, oleh karenanya strategi harus dievaluasi dan dikendalikan. Evaluasi
dan pengendalian strategi merupakan proses penilaian terhadap kinerja sesungguhnya
dibandingkan dengan kinerja perusahaan yang diinginkan. Evaluasi dilakukan pada semua
tingkatan strategi secara terpadu guna mendukung dan mengontrol terhadap apa yang
sedang dikerjakan. Hunger dan Wheelen memberi contoh tindakan evaluasi dan
pengendalian pada perusahaan MAYTAG. May tag Corporation adalah pemanufaktur
yang sukses pada pembuatan perlengkapan rumah tangga. Dimulai dengan suksesnya
mesin cuci dan pengering yang berkualitas tinggi, dan berkembang dengan akuisisi pada
alat-alat masak (Magic Chef, Hardwick, dan Jenn-Air), lemari es (Admiral), dan alat
penghisap debu (Hoover). Sampai tahun 1978, perusahaan (kemudian dikenal sebagai
Maytag Company) merupakan pemanufaktur perlengkapan mencuci pakaian. Perusahaan
itu hanya berpengalaman pada perencanaan strategi pendek dalam menyiapkan anggaran
tahun depan.
Tahun 1978, Daniel Krumm, CEO Maytag, berkata kepada Leonard Hadley
(pada saat itu Assisten Controller yang bertanggung jawab menyiapkan anggaran
tahunan), dan dua lainnya (dari pemanufakturan dan pemasaran) untuk bekerja
sebagai tim perencanaan strategis. Krumm mengajukan pertanyaan kepada mereka: "Jika
kita tetap mempertahankan apa yang kita lakukan saat ini, akan seperti apa Maytag dalam
lima tahun mendatang?" Pertanyaan itu menantang untuk dijawab, khususnya karena
perusahaan tidak pernah mempunyai model keuangan dan ketiga orang itu tidak
mengetahui perencanaan strategis. Hadley bekerja dengan seorang pemrogram dalam
sistem informasi manajemen untuk mengembangkan skenario "what-if Tim tersebut
mempresentasikan kesimpulannya di depan dewan komisaris: Bagian terbesar dari laba
Maytag (pada waktu itu perusahaan mencapai marjin laba terbaik di bidang industri)
berasal dari produk dan jasa tanpa masa depan: komponen-komponen untuk perbaikan,
mesin cuci dan pengering portabel, dan mesin cuci dengan alat pemeras.
Laporan tersebut memicu Maytag untuk mengubah strateginya. Setelah
melakukan serangkaian akuisisi pada produk-produk utamanya, pada 1993 perusahaan
berhenti melakukan akuisisi dan menjadi kekuatan global dalam industri perlengkapan
rumah tangga. Pembelian Hoover pada 1988 membuat Maytag tidak hanya menjadi
perusahaan dengan kekuatan mendunia pada alat-alat pembersih lantai, tetapi juga
menjadikannya sebagai kekuatan bisnis peralatan mencuci pakaian, peralatan memasak,
dan perlengkapan lemari es di Inggris dan Australia. Kecenderungan terjadinya penyatuan
Eropa dan perkembangan ekonomi yang sangat cepat di Timur Jauh, membuat
Maytag tidak dapat lagi bertahan hidup hanya sebagai pemanufaktur perlengkapan
rumah tangga di Amerika Utara.
Kasus Maytag menggambarkan bahwa strategi mengandung pertimbangan masa
depan yang dibangun melalui pengembangan program, anggaran, prosedur, evaluasi dan
pengendalian. Evaluasi dan pengendalian terhadap strategi harus diperbarui selaras
dengan
program-program yang sedang dijalankan serta kondisi lingkungan. Setiap departemen
atau divisi harus membuat rencana dan laporan kemajuan berkala sebagai bahan dasar dari
evaluasi serta pengendalian.
Menyusun strategi merupakan sebuah proses. Mintzberg (1989) menjelaskan
bahwa merencanakan berbeda dengan menyusun. Bayangkan seseorang merencanakan
strategi. Apa yang mungkin muncul dalam pikiran merupakan suatu citra pemikiran yang
rapi tertata: seorang manajer senior, atau sebuah kelompok, duduk di suatu kantor
menyusun rangkaian tindakan yang akan dilakukan oleh setiap orang sesuai jadual. Hal
yang terpenting adalah dasar pemikiran — kendali rasional, analisis sistematik tentang
pesaing dan pasar, tentang kekuatan dan kelemahan perusahaan, kombinasi antara analsis-
analisis ini menghasilkan strategi-strategi yang jelas eksplisit, dan lengkap.
Lebih lanjut Mintzberg mengatakan: Sekarang bayangkan seseorang sedang
menyusun strategi (crafting strategy). Sebuah gambaran yang secara keseluruhan berbeda
mungkin dapat terjadi, merencanakan berbeda dari menyusun dan dari mekanisasi. Barang
kerajinan memerlukan keterampilan tradisional, dedikasi, kesempurnaan terhadap hal-hal
yang detil. Apa yang muncul dalam pikiran bukanlah suatu keterlibatan antara pemikiran
dan alasan, melainkan suatu perasaan keintiman dan keserasian dengan material yang
ditanganinya, yang dikembangkan melalui pengalaman dan komitmen. Perumusan dan
implementasi bergabung dalam suatu proses pembelajaran melalui strategi yang muncul.
Menyusun strategi memerlukan berbagai informasi baik masa lalu maupun apa yang
terjadi pada waktu penyusunan dengan berbasis pada kebijakan pokok perusahaan
yang telah ditetapkan. Penyusunan diawali dengan analisis kondisi eksternal dan internal
perusahaan dengan menggunakan berbagai ukuran yang dikembangkan, yang mencakup:
kekuatan; kelemahan; peluang dan tantangan terhadap berbagai aspek operasional
usaha.