Anda di halaman 1dari 17

KEBIJAKAN ADMINISTRASI BISNIS

Oleh
Muhammad Alfa Sikar, S.IP., M.Si.

A. Pengertian Kebijakan Administrasi Bisnis


Setiap perusahaan mempunyai cara pandang, pola-pola dan rumusan-rumusan
masing-masing yang ditujukan untuk mencapai tujuan perusahaan. Selama kurun waktu
20 tahun terakhir banyak perusahaan menentukan rumusan dengan sejumlah aturan
baru yang terus berubah sebagai respons dari kondisi eksternal usahanya. Kim dan
Mauborgne (2005) mengatakan, “penelitian kami menegaskan bahwa tidak ada
perusahaan yang selalu unggul, sebagaimana tidak ada industri yang selalu
unggul”. Pernyataan tersebut membuktikan bahwa tidak ada perusahaan yang mampu
mempertahankan pola pikir atau strategi yang digunakan secara terus-menerus. Pola pikir
dan atau strategi terus berubah. Levi’s, sebuah contoh, pada era 1970-an nama Levi’s
identik dengan Blue Jeans dan menjadi idola setiap orang, baik tua, pria, perempuan.
Namun demikian, sebagai akibat dari perkembangan ilmu, pengetahuan dan teknologi,
perilaku manusia dalam memproduksi dan mengonsumsi barang atau jasa menjadi
berubah. Levi’s tidak terkecuali. Pada sekitar tahun 1980-an Levi’s mendapat
persaingan yang cukup ketat. Di samping harus bersaing dengan merek lain seperti
Wrangler, Lee, Lea, Tommy Hilfiger, Calvin Klein, banyak toko-toko ritel mulai
menawarkan produknya sendiri, seperti JCPenney menawarkan Arizona-nya, sementara
Sears menjual joins bermerek Canyon River.
Masalah yang dihadapi Levi’s lainnya adalah citra merek. Remaja dan anak-anak
muda tidak ingin memakai merek yang juga dipakai oleh generasi tua. Levi's adalah
merek yang digunakan oleh semua generasi. Levi's kemudian bereaksi, dengan
melakukan diversivikasi model dengan membuat celana yang bisa berfungsi ganda, yaitu
bisa dipakai baik di tempat kerja maupun dalam situasi santai— bukan jeans—yaitu
Docker dan Slates. Sekalipun dinilai terlambat, agar dapat menjangkau pelanggan yang
tersebar di seluruh penjuru dumia dan alasan efisiensi, Levi's me-mindahkan pabrik-
pabriknya yang berada di Amerika Serikat dan Kanada ke Meksiko, Amerika Selatan dan
Asia Tenggara.
Perubahan kebijakan lain yang dilakukan Levi's adalah memasuki pemasaran
elektronik dengan internet www.levi.com atau www.docker.com untuk dapat
berkomunikasi dengan pelanggannya. Pelanggan bisa memperoleh tips atau petunjuk
mengenai model, atau me-madukan dan mengombinasi pakaian yang sesuai dengan gaya
potongan yang disesuaikan. Situs-situs web yang dikembangkan memungkinkan konsep
adaptasi massal yang banyak diiklankan — sebuah metode produksi yang memungkinkan
barang dan jasa diproduksi dalam satu atau beberapa kelompok ukuran pada satu waktu.
Pelanggan bisa memperoleh jeans yang akan pas dengan ukuran yang dikehendaki —
program Jeans Levi's Personal Pair. Data tentang ukuran tubuh pelanggan dimasukkan ke
dalam komputer yang menyeleksi dari 500 pilihan rancangan untuk menemukan yang
paling sesuai dengan pesanan pelanggan. Levi's telah memasuki babak baru dengan
pemasaran yang berbasis pelanggan dengan menyesuaikan produk berdasar kebutuhan
individual. Levi's juga membuat iklan yang disesuaikan dengan fokus baru tersebut
dengan menampilkan iklan seorang anak muda menggunakan celana baggy Levi's
berwarna gelap sambil berdiri di tepi jalan dengan sebuah tanda berbunyi "Conformity Breeds
Mediocrity", maksudnya adalah Levi's tetap eksis untuk siapa saja. Kaitannya, untuk
mengembangkan hubungan yang langgeng dengan pelanggannya di lebih dari 76 pasar
di seluruh dunia, Levi's menggunakan piranti yang kuat seperti database komputer
untuk menyediakan hubungan yang berkelanjutan dalam bentuk iklan direct-mail. Fokus
perhatian baru Levi's merupakan perubahan dalam kebijakan bisnisnya yang tadinya
berfokus pada produk berubah pada berbasis pelanggan. Ditinjau dari aspek administrasi
bisnis, Levi's telah melakukan perubahan kebijakan dari berfokus pada produk menjadi
berfokus pada kebutuhan-kebutuhan pelanggannya yang mempunyai implikasi pada
strategi yang dijalankan.
Perubahan kebijakan yang didasarkan pada dinamika lingkungan usaha tidak
hanya dilakukan oleh Levi’s, tetapi juga pada banyak perusahaan yang sudah mendunia
seperti IBM yang merupakan sebuah legenda keberhasilan kemajuan teknologi yang
dimulai tahun 1911. IBM kini masuk ke pasar dunia dengan bekerja sama dengan Lenovo
dari China. Ini dilakukan karena IBM menghadapi persaingan yang semakin ketat, di
mana
efisiensi menjadi salah satu senjata dalam mempertahankan dan memperluas pasarnya. Di
Indonesia sejak era reformasi, banyak perusahaan negara yang diubah menjadi perusahaan
terbuka, seperti Pos, Pegadaian dan Telkom. Perubahan bentuk organisasi menuntut
perubahan kebijakan administrasi secara menyeluruh.
Perubahan status organisasi mempengaruhi perubahan di berbagai kebijakan
pengelolaan organisasi. Ketika PT. Pos, Perum. Pegadaian dan PT. Telkom berubah
status, pertama-tama yang dilakukan adalah mengubah budaya organisasi yang di
dalamnya mencakup visi dan misi organisasi. Perum Pegadaian misalnya, pada waktu
Sjamsir Kadir menjadi pemimpin, ia melakukan perubahan mendasar bagi Perum
Pegadaian, dari yang memiliki citra pelayanan jelek, tata ruang yang kumuh, dan sarang
calo, menjadi perusahaan yang dinamis dan menghasilkan keuntungan bagi pihak-pihak
berkepentingan. Sjamsir membuat kredo perusahaan yang sesuai dengan bidangnya yaitu
“mengatasi masalah tanpa masalah”.
Perubahan bentuk organisasi Pegadaian berimplikasi pada kebijakan administrasi
bisnisnya. Strategi utama untuk mewujudkan kebijakan baru adalah membenahi kualitas
sumber daya manusianya baik melalui pendekatan pribadi maupun struktur dengan tujuan
membangun “percaya diri”. Untuk itu Sjamsir tidak segan memberi kesempatan pada
karyawannya untuk kursus kepribadian, melanjutkan ke jenjang S2, bahkan memberi
kursus kecantikan kepada para isteri kepala cabangnya di seluruh Indonesia. Tujuannya,
untuk menumbuhkan rasa kepercayaan pada diri mereka, dan bangga bersama pegadaian.
Hasilnya, pada saat awal jabatan Sjamsir Kadir tahun 1991, nasabah Perum Pegadaian
hanya 3 juta, namun pada tahun 2001 menjadi 13 juta orang. Tidak hanya itu, Perum
Pegadaian telah menjadi perusahaan yang tumbuh dan mempunyai mitra kerja yang luas,
termasuk membantu pengembangan Usaha Kecil Menegah.
Kebijakan bisnis adalah berpikir sistem (system thinking) dari orang atau organisasi
dalam mengelola dan mengembangkan usaha. Berpikir sistem adalah pemikiran bahwa
kegiatan bisnis tidak berdiri sendiri, tetapi berada pada suatu lingkungan yang elemen-
elemennya saling mengait dan membentuk sebuah sistem. Kebijakan administrasi bisnis
adalah rumusan umum organisasi yang mencakup ide-ide dan standar-standar yang
mengarahkan perilaku dalam mencapai tujuan-tujuan. Kebijakan adrninistrasi bisnis atau
yang sering disebut sebagai kebijakan bisnis, dan manajemen strategis sering dipahami
secara tumpang tindih (overlapping), karena keduanya diasumsikan mempunyai kerangka
yang sama, yaitu tentang bagaimana perusahaan dikelola secara benar, dapat bertahan,
berkembang dan memperoleh keuntungan untuk jangka panjang. Quinn (1980)
mengatakan, strategi sebagai pola atau rencana yang terintegrasi dengan tujuan utama,
kebijakan dan tindakan semestinya dilakukan secara utuh. Formulasi strategi yang baik
akan membantu menyusun dan mengalokasikan sumber daya organisasi menjadi sebuah
kekuatan yang mampu mengantisipasi perubahan lingkungan.
Sharplin (1985) merumuskan manajemen strategis sebagai formulasi dan
implementasi dari rencana-rencana dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan sesuatu yang penting guna kelangsungan hidup organisasi secara keseluruhan.
Hunger dan Wheelen (1996) menjelaskan bahwa manajemen strategis adalah serangkaian
keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka
panjang. Manajemen strategis meliputi pengamatan lingkungan, perumusan strategi
(perencanaan strategis atau perencanaan jangka panjang), implementasi strategi, dan
evaluasi serta pengendalian. Manajemen strategis menekankan pada pengamatan dan
evaluasi peluang serta ancaman lingkungan dengan melihat kekuatan dan kelemahan
perusahaan. Sedangkan kebijakan bisnis, sebaliknya, berorientasi pada manajemen umum
dan cenderung melihat ke dalam dan lebih menekankan pada integrasi yang sesuai dengan
aktivitas fungsional dalam perusahaan. Dalam konteks ilmu, Hunger dan Wheelen
menambahkan bahwa istilah manajemen strategis menggantikan istilah kebijakan bisnis
sebagai suatu nama bidang ilmu.
Ditinjau dari perspektif adrninistrasi dalam arti luas, kebijakan adrninistrasi
bisnis berbeda dengan manajemen strategis. Kebijakan adrninistrasi bisnis atau dalam era
global ada yang menyebut sebagai corporate planning berorientasi pada penetapan tujuan-
tujuan dan pengembangan ide-ide secara umum, sedangkan manajemen strategis
berorientasi pada tindakan manajerial dalam upaya pencapaian tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan. Kebijakan adrninistrasi bisnis menyediakan pedoman umum dan luas
untuk pengambilan
keputusan organisasi secara keseluruhan serta untuk menghubungkan antara perumusan
strategi dengan implementasi.
TELKOM, sebuah contoh, pada waktu peta bisnis telekomunikasi
mengalami perubahan yang sangat cepat baik dari sisi teknologi, regulasi, struktur
pasar maupun persaingan, TELKOM melakukan perubahan kebijakan yaitu transformasi
organisasi dari “Asset-Based Company ke Customer Centric Company”. Perubahan tersebut
didasari oleh kenyataan bahwa dari sisi teknologi usahanya telah memasuki fenomena
konvergensi digital. Dari sisi regulasi global muncul tiga perubahan mendasar: pertama,
privatisasi incumbent operator di berbagai negara; kedua, pembukaan pasar dan perubahan
paradigma pengelolaan otoritas telekomunikasi dari pendekatan monopoli (monopolistic
approach) menuju ke pendekatan pasar (market-based approach), dan ketiga,
pembentukan badan regulasi independen yang menjamin agar industri telekomunikasi
selalu di dalam rel kompetisi yang sehat dan fair.
Pembukaan pasar dalam industri telekomunikasi memicu munculnya hyper
competition yang cenderung menempatkan bargaining position pelanggan di hadapan operator.
Konsekuensinya, para operator harus semakin fokus kepada pelanggan. Menghadapi
perubahan lingkungan bisnis, TELKOM melakukan inovasi dan mengambil berbagai
langkah strategis untuk mengamankan sustainability sekaligus memperkukuh kemampuan
daya saingnya. Langkah strategis pertama adalah mengubah dan merumuskan visi-misi
perusahaan yang baru yang dapat memberikan strategic guidelines bagi seluruh karyawan
mengenai tujuan akhir transformasi TELKOM.
Rumusan visi baru TELKOM adalah “To Become a Leading InfoCom Player in the
Region”. Sedangkan misi baru adalah: pertama, “TELKOM menjamin bahwa pelanggan
akan mendapatkan layanan terbaik, berupa kemudahan, kualitas produk, kualitas jaringan
dengan harga yang kompetitif.” Kedua, “TELKOM akan mengelola bisnis melalui
praktik- praktik terbaik dengan mengoptimalisasi SDM unggul, menggunakan teknologi
yang kompetitif, serta membangun kemitraan yang menguntungkan secara timbal balik
(win-win solution) dan saling mendukung secara sinergis”.
TELKOM menyadari bahwa perubahan visi-misi tersebut berimplikasi pada
perubahan strategi TELKOM secara menyeluruh. Untuk mewujudkan visi menjadi
pemain InfoCom terkemuka TELKOM menggunakan pendekatan customer-centric sebagai
grand strategy-nya. Hal tersebut dipilih, sejalan dengan era konvergensi digital yang
menghasilkan rule of the game baru. Di era tersebut, sukses pemain tidak lagi hanya
terletak pada kapabilitas penguasaan teknologi, kepemilikan jaringan, atau
kemampuan memproduksi layanan, tapi di atas itu semua adalah kemampuan dalam
memahami kebutuhan problem, dan harapan pelanggan. Upaya untuk mewujudkan
menjadi customer- centric company, TELKOM menata lebih dulu portfolio bisnisnya
dengan melakukan langkah fundamental, yaitu restrukturisasi portfolio bisnis dari POTS
(Plain Ordinary Telephone Service) ke PMM (Phone Mobile Multimedia) dan transformasi dari
single-business menjadi multi-businesses.
Transformasi yang dilakukan TELKOM menggambarkan perbedaan antara
kebijakan administrasi bisnis dengan strategi. Kebijakan administrasi bisnisnya adalah
transformasi dari asset-based company ke customer-centric company dengan sasaran menjadi
pemain InfoCom terkemuka. Untuk mencapai tujuan tersebut TELKOM mencanangkan
customer-centric sebagai grand strategy-nya.

B. Alur Kebijakan dan Strategi Bisnis


Kebijakan organisasi merupakan arah usaha yang didasari oleh analisis,
penilaian dan gagasan bisnis (business idea) terhadap lingkungan. Heijden (2002) mengatakan;
terdapat tiga faktor fundamental untuk dipertimbangkan dalam membangun gagasan bisnis
yang kuat:
1) Gagasan bisnis harus mampu menjelaskan bagaimana
nilai akan diciptakan untuk pihak-pihak berkepentingan dan organisasi.
2) Bagi organisasi yang menginginkan dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat harus memiliki sesuatu yang
unik untuk ditawarkan.
3) Sekali organisasi mampu membuat kontribusi keunikan
dan menciptakan nilai bagi masyarakat, hal tersebut
merupakan investasi.
Ketiga faktor tersebut dioperasikan dalam suatu kerangka kerja sebagai dasar
dari pengambilan kebijakan organisasi.
Berkaitan dengan konteks kebijakan dan pembuatan strategi bisnis, Baron dalam
bukunya Business and Its Environment (2003) menjelaskan bahwa lingkungan bisnis
terdiri dari komponen market dan nonmarket. Termasuk dalam lingkungan pasar adalah
interaksi antara perusahaan, para pemasok, dan para pelanggan yang dimanajemeni oleh
pasar atau persetujuan perorangan sebagai kontrak. Interaksi yang dimaksud, secara
tipikal mencakup transaksi ekonomi dan pertukaran hak milik. Untuk bisa sukses,
perusahaan harus efektif dalam lingkungan pasamya. Perusahaan harus efisien dalam
memproduksi dan responsif terhadap permintaan pelanggan. Perusahaan harus
mengantisipasi dan mengadaptasi pada perubahan, melakukan inovasi melalui riset dan
pengembangan, serta mengembangkan produk-produk dan layanan-layanan baru.
Manajemen yang efektif di lingkungan pasar merupakan kondisi penting untuk sukses.
Tetapi tidak cukup hanya itu. Lebih lanjut Baron menambahkan, bahwa performansi
perusahaan dan manajemen, juga tergantung pada kegiatan-kegiatan pada lingkungan
nonmarket, atau bukan pasar. Lingkungan bukan pasar, termasuk sosial, politik, dan
susunan legal di luar struktur interaksi, tetapi sehubungan dengan pasar dan perjanjian
perorangan. Lingkungan bukan pasar meliputi interaksi antara perusahaan dan individu-
individu, kelompok kepentingan, pemerintah, dan publik yang menjadi perantara bukan
oleh pasar tetapi oleh institusi publik dan individu. Manajemen yang efektif dalam
lingkungan bukan pasar merupakan kondisi yang penting untuk menuju sukses.
Lingkungan bukan bisnis telah tumbuh dan menjadi kompleks pada tahun-tahun terakhir,
dan mendorong meningkatnya perhatian serius secara manajerial. Baron juga
menambahkan bahwa lingkungan isu-isu bukan pasar yang menjadi agenda penting bagi
perusahaan mencakup masalah proteksi lingkungan, kesehatan dan jaminan keamanan,
kebijakan teknologi, regulasi dan deregulasi, hak asasi, kebijakan perdagangan
internasional, politik dari legislatif, regulasi dan antitrust, tekanan-tekanan dari para
aktivis,
pemberitaan dari media bisnis, hubungan antar pihak-pihak berkepentingan, tanggung
jawab sosial perusahaan, dan etika. Isu-isu bukan pasar tersebut merupakan kekuatan-
kekuatan yang mempengaruhi pengembangan perusahaan, dan strategi yang diarahkan
untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu, dalam menyusun
kebijakan dan strategi perusahaan, maka salah satu fondasi pokok adalah adaptasi
yang efektif terhadap lingkungan bukan pasar.
Dalam praktik, alur kebijakan dan strategi bisnis diawali dengan pengamatan
lingkungan untuk menentukan tujuan pokok organisasi, kemudian pembuatan visi dan
misi, diteruskan dengan pengembangan altematif yang memungkinkan, kemudian
perumusan dan penentuan strategi yang harus dijalankan. Alur kebijakan dan strategi
adalah siklus, karena implementasi dari kebijakan dan strategi dievaluasi dan dijadikan
masukan bagi kelangsungan hidup usaha. Siklus kebijakan dan strategi bisnis
digambarkan sebagai berikut.

Gambar 6.1. Siklus Kebijakan dan Strategi Bisnis


(Poerwanto, 2006)

Sebagai rumusan umum organisasi, kebijakan administrasi bisnis harus dapat


menjadi landasan bagi penyusunan strategi usaha. Pada era persaingan yang dilandasi oleh
kemajuan teknologi informasi, arah kebijakan bisnis harus disesuaikan dan berorientasi
pada masa depan yang didesain dengan berpikir sistem dan skenanario.

C. Berpikir Skenario
Pola berpikir sistem (systems thinking) dalam bisnis didasarkan pada
pemahaman bahwa setiap aksi akan terjadi reaksi, atau sebaliknya reaksi akan
mendorong aksi selanjutnya. Pemikiran lain adalah bahwa bisnis sebagai pola
hubungan sebab akibat. Dengan pengertian bahwa pihak yang satu memerlukan suatu
kondisi tertentu yaitu kebutuhan dan keinginan, dan di lain pihak memahami bahwa
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut manusia miliki keterbatasan, dan
keterbatasan tersebut merupakan peluang bagi pihak lain untuk membantu
memenuhinya.
Perusahaan dapat menentukan tujuan-tujuan bisnisnya tentang bagaimana
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Untuk membuat strategi yang prospektif yang dapat
diimplementasikan dengan sukses, perusahaan perlu berpikir secara skenario. Seperti telah
dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa skenario adalah wawasan yang konsisten
tentang apa yang harus dilakukan di masa depan, dan bukan merupakan ramalan. Berpikir
skenario merupakan wawasan yang digunakan untuk meningkatkan terciptanya suatu
pandangan bersama di antara tim manajemen, dan membantu manajemen untuk
memahami secara lebih baik tentang keadaan perusahaan serta membangun strategi
untuk masa depan. Skenario menyediakan mekanisme efektif dalam menilai strategi,
rencana secara efektif untuk pengembangan serta penilaian opsi-opsi secara tim. Oleh
karenanya, perusahaan harus dapat membangun tim kerja yang tangguh, sebab proses
pembuatan skenario memerlukan partisipasi dari tim manajemen untuk dapat
memprediksi dan menanggung risiko sebagai akibat dari kebijakan dan strategi
organisasi.
Robbins (1998) menggambarkan bahwa duapuluh tahun yang lalu, ketika
perusahaan seperti Volvo, Toyota, dan General Foods memasukkan tim ke dalam proses
produksi mereka, tindakan itu menjadi berita karena tidak ada perusahaan lain melakukan
hal tersebut. Dewasa ini justru sebaliknya, organisasi yang tidak menggunakan timlah
yang pantas untuk diberitakan. Ambillah setiap majalah bisnis berkala dewasa ini, maka
Anda
membaca bagaimana tim telah menjadi bagian yang mutlak diperlukan dalam melakukan
bisnis perusahaan seperti General Electric, AT&T, Hewlett-Packard, Motorola, Apple
Computer, Shisedo, Federal Express, Chrysler, Saab, 3M Co., John Deere, Texas
Instruments, Australian Lines, Johnson&Johnson, Dayton Hudson, Shenadoah Life
Insurance Co., Florida Power & Light, dan Emerson Electric. Bahkan San Diego Zoo
yang terkenal di dunia tersebut telah merestrukturisasi zona-zona habitat asli dalam
tim lintas-departemental.
Beberapa kasus menunjukkan bahwa kinerja tim lebih unggul daripada kinerja
individu jika tugas yang harus dilakukan menuntut keterampilan ganda. Organisasi yang
merestrukturisasi dengan tim memungkinkan untuk melakukan persaingan dengan efektif
dan efisien, karena memanfaatkan kemampuan karyawan secara bersama. Robbins (1998)
membedakan antara tim kerja dengan kelompok kerja. Kelompok kerja adalah kelompok
yang terutama berinteraksi untuk membagi informasi dan mengambil keputusan untuk
membantu tiap anggota dalam bidang tanggung jawabnya. Sedangkan tim kerja adalah
kelompok yang upaya-upaya individunya menghasilkan suatu kinerja yang lebih besar
daripada jumlah dari masukan-masukan individualnya.
Ringland (2002) menambahkan bahwa partisipasi dalam proses pembuatan
skenario akan memperbaiki kemampuan tim manajemen untuk memanajemeni
ketidakpastian dan risiko. Keputusan yang berisiko menjadi lebih jernih, dan kunci
ancaman serta peluang dapat diidentifikasi. Proses partisipatif dan kreatif membuat peka
para manajer untuk melihat dunia luar. Hal tersebut membantu individu-individu dan tim
untuk belajar mengenal ketidakpastian lingkungan operasional mereka, sehingga mereka
mampu bertanya tentang asumsi-asumsi harian mereka, menyesuaikan peta mental mereka
dan benar-benar memikirkan "outside the box" (hal-hal yang di luar pemikiran) secara
terpadu. Tim merupakan kunci sukses dari organisasi modern, khususnya dalam
pembuatan skenario ataupun implementasi dari strategi yang telah ditetapkan. Kerja tim
mempunyai nilai lebih yang memiliki manfaat lebih banyak dibanding dengan kerja
individu atau kelompok kerja.
Berkaitan dengan kerja tim R. Zemke dalam "Rethinking the Rush to Team Up,"
Training (November 1993), dalam Robbins (1998), tim bermanfaat:
(1) Meningkatnya motivasi karyawan. Kerja tim meningkatkan pelibatan karyawan.
Lazimnya tim itu membuat pekerjaan lebih menarik. Tim membantu karyawan dalam
memenuhi kebutuhan sosialnya. Tim juga menciptakan tekanan sosial pada penghindar
tugas untuk mengeluarkan tingkat upaya yang lebih tinggi agar tetap disukai dalam tim.
(2) Tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Tim mempunyai potensi untuk
menciptakan sinergi positif. Tahun-tahun terakhir ini, pengenalan tim ke dalam
kebanyakan organisasi telah dikaitkan dengan pemotongan banyaknya staf. Apa yang
telah dikerjakan manajemen adalah menggunakan sinergi positif itu untuk
mendapatkan keluaran yang sama atau lebih banyak dari orang lebih sedikit. Hal tersebut
diterjemahkan menjadi tingkat produktivitas yang lebih tinggi.
(3) Kepuasan karyawan meningkat. Karyawan mempunyai kebutuhan akan afiliasi.
Bekerja dalam tim dapat membantu memenuhi kebutuhan ini dengan meningkatkan
interaksi pekerja dan menciptakan persahabatan di antara anggota tim.
(4) Komitmen bersama terhadap tujuan. Tim mendorong individu untuk
menghaluskan tujuan individual mereka demi kelompok. Proses mengembangkan maksud
bersama, berkomitmen terhadap maksud itu, dan menyepakati tujuan-tujuan spesifik —
yang digabung dengan tekanan sosial yang dikenakan oleh tim — menghasilkan kesatuan
komitmen yang tinggi terhadap tujuan tim.
(5) Komunikasi yang diperbaiki. Tim pengelolaan diri menciptakan ketergantungan
antarpribadi yang menuntut anggota untuk berinteraksi lebih banyak daripada bila mereka
bekerja sendiri. Sama halnya bila, tim lintas-fungsional menciptakan ketergantungan
antar- fungsional dan meningkatkan komunikasi seluruh organisasi.
(6) Keterampilan pekerjaan yang diperluas. Implementasi tim hampir selalu diiringi
dengan pelatihan pekerjaan yang diperluas. Lewat pelatihan ini, para karyawan
membangun keterampilan teknis, pengambilan-keputusan, dan antar pribadi.
(7) Fleksibilitas organisasional. Tim memfokuskan pada proses, bukannya fungsi.
Tim mendorong pelatihan silang, sehingga anggota dapat mengerjakan pekerjaan lain, dan
perluasan keterampilan. Tidaklah luar biasa bahwa kompensasi terhadap tim didasarkan
pada banyaknya keterampilan yang diperoleh seorang anggota. Perluasan keterampilan ini
meningkatkan fleksibelitas organisasional. Kerja dapat direorganisasi dan pekerja di bagi-
bagi, jika diperlukan, untuk menghadapi kondisi yang berubah.
Sebagai alat untuk mempelajari kemungkinan-ke-mungkinan masa depan
skenario dibuat oleh sebuah tim yang anggota-anggotanya terdiri dari berbagai bidang
atau departemen dalam organisasi. Skenario pada dasarnya membantu organisasi pada saat
itu untuk memahami keadaan lebih baik dengan cara memperluas visi dan
memberdayakan karyawan untuk mengenal lebih dalam tentang perubahan.
Di sisi lain, skenario dapat digunakan untuk menciptakan strategi baru pada
berbagai tingkatan organisasi dan area lintas fungsional. Kegiatan memperbarui dan
menciptakan strategi menurut Ringland adalah active scenario transfer. Skenario erat dengan
perubahan, dan perubahan berkaitan dengan pembelajaran organisasi. Pembelajaran dalam
organisasi melibatkan semua komponen untuk terus melakukan pemantauan, analisis, dan
mengembangkan alternatif baru yang dapat mendukung pembuatan kebijakan baru atau
memantapkan yang sudah dijalankan.
Terdapat tiga tahap dalam membuat skenario, masing-masing tahap mempunyai
konsekuensi logis dan kontribusi terhadap tahap selanjutnya. Tahap pertama adalah
analisis strategis, yaitu kegiatan mendeskripsikan karakteristik situasi lingkungan
eksternal dan internal dengan menggunakan metode dan instrumen yang dikenal untuk
mengukur lingkungan bisnis seperti analisis portfolio, critical success factors, analisis
SWOT, atau segmentasi bisnis.
Tahap kedua adalah menciptakan skenario, yaitu menggambarkan perkembangan
masa depan yang memungkinkan mempengaruhi organisasi, melalui kegiatan elaborasi
secara sistematis terhadap situasi dan kompleksitas yang dapat mempengaruhi dalam
pengambilan keputusan dan manajemen kondisi pada tahap selanjutnya.
Tahap ketiga adalah menemukan strategi yaitu mengembangkan opsi-opsi
alternatif dan penentuan dari pendekatan strategi umum.
Ketiga tahap tersebut menjadi dasar dari penentuan formulasi strategi yang
meliputi: (a) menentukan misi, (b) kompetensi strategis, (c) menentukan posisi strategis,
dan (d) mengukur — skenario menjadi dasar dari strategi organisasi.

D. Strategi
Strategi merupakan rumusan perencanaan komprehensif dan terintegrasi dengan
teknik atau cara pencapaian tujuan. Strategi dimulai dari konsep bagaimana
memberdayakan sumber-sumber perusahaan secara efektif dalam mengatasi tantangan dan
peluang usaha untuk memperoleh keunggulan. Widjaja dalam bukunya A Market-Driven
Corporate Strategy (2004) menjelaskan bahwa strategi adalah konsep multi-dimensi yang
mencakup semua aktivitas penting dalam sebuah lembaga bisnis. Strategi harus dapat
memberikan kesatuan, arah, maksud dan tujuan, serta memungkinkan dilakukannya
perubahan-perubahan proaktif yang diperlukan untuk membentuk masa depan
perusahaan. Konsep strategi harus holistis, meliputi berbagai macam aspek yang luas, dan
di dalamnya tercakup vision serta perancangan cara untuk mencapainya.
Untuk dapat menyusun strategi yang multidimensi dan holistis, perlu
mempelajari berbagai dimensi yang berkaitan dengan bangunan strategi. Widjaja (2004)
menjabarkan dimensi-dimensi strategi sebagai berikut:
1) Strategi sebagai penentu sasaran jangka panjang
perusahaan, program kerja, dan prioritas alokasi sumber daya.
2) Strategi sebagai penentu bidang keunggulan perusahaan.
3) Strategi sebagai penentu tugas managerial dalam perspektif korporasi, bisnis, dan
fungsional.
4) Strategi sebagai pola pengambilan keputusan yang saling mengikat, menyatukan, dan
menggabungkan.
5) Strategi sebagai penentu imbalan ekonomis ataupun nonekonomis perusahaan kepada
stakeholder.
6) Strategi sebagai pernyataan keinginan strategis: untuk menarik organisasi ke kejayaan
baru.
7) Strategi sebagai cara untuk rnengembangkan kom-petensi utama perusahaan.
8) Strategi sebagai upaya untuk menginvestasikan sumber daya dengan tujuan
rnengembangkan kemampuan yang memberikan keunggulan daya saing
berkesinambungan.
Strategi sangat luas dan implikasinya dapat berbeda tergantung dari kondisi,
kejadian atau kepentingan yang dihadapi oleh masing-masing organisasi. Strategi dalam
konteks kepentingan bisnis, menurut Quinn (1991), sebagai pola atau rencana yang
terintegrasi dengan tujuan utama, kebijakan dan tindakan yang semestinya dilakukan
secara utuh. Formulasi strategi yang baik akan membantu menyusun dan mengalokasikan
sumber daya organisasi menjadi sebuah kekuatan yang mampu mengantisipasi perubahan.
Dalam konteks tersebut Minztberg (1987) mengemukakan bahwa strategi mengandung 5
(lima) pengertian yang disebut sebagai The Five Ps, yaitu:
1) Strategy as plan, strategi sebagai rencana. Strategi dibentuk untuk dilanjutkan dalam
tindakan terhadap apa yang harus dilakukan dan dikembangkan secara sadar.
2) Strategy can be a ploy, strategi sebagai cara yang harus ditempuh.
3) Strategy as pattern, strategi sebagai pola perilaku yang mencakup pemikiran, pandangan
dan tindakan organisasional.
4) Strategy as position, strategi sebagai penempatan organisasi baik dalam konteks dengan
lingkungan organisasi, pasar maupun penguasaan sumber-sumber.
5) Strategy as perspective, strategi sebagai sudut pandang dan masa depan organisasi yang
memberikan gambaran tentang arahan dalam setiap tindakan pencapaian tujuan.
Pembuatan strategi adalah proses yang dinamis, melibatkan lebih dari
sekumpulan formula sederhana yang disebut rencana yang digabungkan menjadi sebuah
pedoman kegiatan strategis organisasi. Sebagai proses, strategi dibangun melalui beberapa
tahapan seperti pada gambar 6.1. Strategi dibangun dari ketidaktahuan dengan melibatkan
sejumlah besar pengetahuan, informasi dan kekuatan internal seperti kemampuan
perusahaan untuk memproduk yang dikehendaki pasar atau sebanding dengan
pesaing, maupun situasi eksternal seperti daya beli masyarakat atau ketersediaan sumber-
sumber yang diperlukan.
Jika kebijakan administrasi bisnis menyediakan pedoman umum untuk
pengambilan keputusan organisasi secara keseluruhan, maka strategi adalah rencana
tindakan dalam upaya mencapai tujuan-tujuan kebijakan. Strategi harus kontekstual
tergantung pada kebutuhan masing-masing divisi atau departemen, misal strategi
pengembangan sumber daya manusia, strategi pengembangan produksi, strategi
pemasaran atau strategi pengembangan organisasi. Sebagai rencana, strategi harus mampu
menjadi dasar untuk memaksimalkan sumber daya dan fungsi-fungsi perusahaan dalam
membangun keunggulan kompetitif. Strategi dapat berasal dari tujuan-tujuan pokok
perusahaan, program-program yang disetujui, serta kondisi eksternal. Implementasi
strategi menurut Hunger dan Wheelen (2004) adalah proses di mana manajemen
mewujudkan strategi dan kebijakannya dalam tindakan melalui pengembangan program,
anggaran, dan prosedur. Proses tersebut mungkin meliputi perubahan budaya secara
menyeluruh, struktur dan atau sistem manajemen dari organisasi secara keseluruhan.
Kecuali ketika diperlukan perubahan secara drastis pada perusahaan, manajer tingkat
menengah dan bawah akan mengimplementasikan strateginya secara khusus dengan
pertimbangan dari manajemen puncak. Kadang-kadang dirujuk sebagai perencanaan
operasional, implementasi strategi sering melibatkan keputusan sehari-hari dalam alokasi
sumber daya.
Strategi sering disesuaikan dengan keadaan lingkungan di mana perusahaan
sedang beroperasi, oleh karenanya strategi harus dievaluasi dan dikendalikan. Evaluasi
dan pengendalian strategi merupakan proses penilaian terhadap kinerja sesungguhnya
dibandingkan dengan kinerja perusahaan yang diinginkan. Evaluasi dilakukan pada semua
tingkatan strategi secara terpadu guna mendukung dan mengontrol terhadap apa yang
sedang dikerjakan. Hunger dan Wheelen memberi contoh tindakan evaluasi dan
pengendalian pada perusahaan MAYTAG. May tag Corporation adalah pemanufaktur
yang sukses pada pembuatan perlengkapan rumah tangga. Dimulai dengan suksesnya
mesin cuci dan pengering yang berkualitas tinggi, dan berkembang dengan akuisisi pada
alat-alat masak (Magic Chef, Hardwick, dan Jenn-Air), lemari es (Admiral), dan alat
penghisap debu (Hoover). Sampai tahun 1978, perusahaan (kemudian dikenal sebagai
Maytag Company) merupakan pemanufaktur perlengkapan mencuci pakaian. Perusahaan
itu hanya berpengalaman pada perencanaan strategi pendek dalam menyiapkan anggaran
tahun depan.
Tahun 1978, Daniel Krumm, CEO Maytag, berkata kepada Leonard Hadley
(pada saat itu Assisten Controller yang bertanggung jawab menyiapkan anggaran
tahunan), dan dua lainnya (dari pemanufakturan dan pemasaran) untuk bekerja
sebagai tim perencanaan strategis. Krumm mengajukan pertanyaan kepada mereka: "Jika
kita tetap mempertahankan apa yang kita lakukan saat ini, akan seperti apa Maytag dalam
lima tahun mendatang?" Pertanyaan itu menantang untuk dijawab, khususnya karena
perusahaan tidak pernah mempunyai model keuangan dan ketiga orang itu tidak
mengetahui perencanaan strategis. Hadley bekerja dengan seorang pemrogram dalam
sistem informasi manajemen untuk mengembangkan skenario "what-if Tim tersebut
mempresentasikan kesimpulannya di depan dewan komisaris: Bagian terbesar dari laba
Maytag (pada waktu itu perusahaan mencapai marjin laba terbaik di bidang industri)
berasal dari produk dan jasa tanpa masa depan: komponen-komponen untuk perbaikan,
mesin cuci dan pengering portabel, dan mesin cuci dengan alat pemeras.
Laporan tersebut memicu Maytag untuk mengubah strateginya. Setelah
melakukan serangkaian akuisisi pada produk-produk utamanya, pada 1993 perusahaan
berhenti melakukan akuisisi dan menjadi kekuatan global dalam industri perlengkapan
rumah tangga. Pembelian Hoover pada 1988 membuat Maytag tidak hanya menjadi
perusahaan dengan kekuatan mendunia pada alat-alat pembersih lantai, tetapi juga
menjadikannya sebagai kekuatan bisnis peralatan mencuci pakaian, peralatan memasak,
dan perlengkapan lemari es di Inggris dan Australia. Kecenderungan terjadinya penyatuan
Eropa dan perkembangan ekonomi yang sangat cepat di Timur Jauh, membuat
Maytag tidak dapat lagi bertahan hidup hanya sebagai pemanufaktur perlengkapan
rumah tangga di Amerika Utara.
Kasus Maytag menggambarkan bahwa strategi mengandung pertimbangan masa
depan yang dibangun melalui pengembangan program, anggaran, prosedur, evaluasi dan
pengendalian. Evaluasi dan pengendalian terhadap strategi harus diperbarui selaras
dengan
program-program yang sedang dijalankan serta kondisi lingkungan. Setiap departemen
atau divisi harus membuat rencana dan laporan kemajuan berkala sebagai bahan dasar dari
evaluasi serta pengendalian.
Menyusun strategi merupakan sebuah proses. Mintzberg (1989) menjelaskan
bahwa merencanakan berbeda dengan menyusun. Bayangkan seseorang merencanakan
strategi. Apa yang mungkin muncul dalam pikiran merupakan suatu citra pemikiran yang
rapi tertata: seorang manajer senior, atau sebuah kelompok, duduk di suatu kantor
menyusun rangkaian tindakan yang akan dilakukan oleh setiap orang sesuai jadual. Hal
yang terpenting adalah dasar pemikiran — kendali rasional, analisis sistematik tentang
pesaing dan pasar, tentang kekuatan dan kelemahan perusahaan, kombinasi antara analsis-
analisis ini menghasilkan strategi-strategi yang jelas eksplisit, dan lengkap.
Lebih lanjut Mintzberg mengatakan: Sekarang bayangkan seseorang sedang
menyusun strategi (crafting strategy). Sebuah gambaran yang secara keseluruhan berbeda
mungkin dapat terjadi, merencanakan berbeda dari menyusun dan dari mekanisasi. Barang
kerajinan memerlukan keterampilan tradisional, dedikasi, kesempurnaan terhadap hal-hal
yang detil. Apa yang muncul dalam pikiran bukanlah suatu keterlibatan antara pemikiran
dan alasan, melainkan suatu perasaan keintiman dan keserasian dengan material yang
ditanganinya, yang dikembangkan melalui pengalaman dan komitmen. Perumusan dan
implementasi bergabung dalam suatu proses pembelajaran melalui strategi yang muncul.
Menyusun strategi memerlukan berbagai informasi baik masa lalu maupun apa yang
terjadi pada waktu penyusunan dengan berbasis pada kebijakan pokok perusahaan
yang telah ditetapkan. Penyusunan diawali dengan analisis kondisi eksternal dan internal
perusahaan dengan menggunakan berbagai ukuran yang dikembangkan, yang mencakup:
kekuatan; kelemahan; peluang dan tantangan terhadap berbagai aspek operasional
usaha.

Anda mungkin juga menyukai