Anda di halaman 1dari 15

BLOK 19

QA (Quality Assurance / Penjaminan Mutu)

ENIS RACHMAWATI
20100350067

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2013
QA (Quality Assurance / Penjaminan Mutu)
Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi
persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality) dalam dosis yang
digunakan untuk tujuan pengobatan. Dalam CPOB disebutkan bahwa faktor yang
mempengaruhi mutu produk antara lain (1) kualitas dari bahan awal pembuatan dan bahan
pengemas yang digunakan, (2) proses pembuatan dan pengawasan mutu, (3) bagunan dan
peralatan, serta (4) personalia yang terlibat dalam pembuatan obat. Dengan semakin
menigkatnya tuntutan terhadap jaminan khasiat, keamanan dan kualitas produk maka “konsep
pengawasan mutu” yang masih banyak digunakan sangat tidak memadai. Konsep
pengawasan mutu itu sendiri didasarkan pada konsep “defect detection”, artinya sistem
tersebut dapat mendeteksi terjadinya kesalahan/penyimpangan yang telah terjadi. Namun
untuk menjamin khasiat, keamanan dan mutu suatau produk perusahaan farmasi tidak hanya
boleh menerapkan konsep/sistem tersebut, tapi juga harus bisa menerapkan konsep/sistem
yang dapat mencegah sebelum terjadinya kesalahan dan /atau penyimpnagan daalam proses
pembuatan obat/produk tersebut. Konsep inilah yang disebut dengan “Konsep Penjaminan
Mutu” (Quality Assurance). Didalam CPOB telah secara tegas menyebutkan pemisahan
kewenangan dan tanggung jawab Bagian/Departemen Pengawasan Mutu (Quality
Control/QC Departement) dengan Bagian/Departemen Penjaminan Mutu (Quality
Assurance/QA Departement). Departemen QA memiliki kewenangan dan bertanggung jawab
untuk menyusun kebijakan mutu (quality policy) perusahaan yang dapat menjamin mutu obat
yang dihasilkan agar sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan dan memastikan
bahwa seluruh bagian yang terlibat dalam proses pembutan obat, melaksanakan kebijakan
tersebut.

Terdapat beberapa model struktur organisasi yang ada di industri farmasi, namun
disini akan diurakan model struktur oragnisasi yang sesuai dengan CPOB 2006. Pada struktur
organisasi model ini, fungsi Pengawasan Mutu benar-benar terpisah dengan fungsi
Penjaminan Mutu. Manager Penjaminan Mutu berada langsung dibawah Direksi perusahaan
“sehingga perusahaan” dalam Urusan Mutu (Quality Managemen Respresentatif). Dengan
model oragnisasi seperti ini maka mutu akan benar-benar tertanam kedalam produk, karena
seluruh aspek dalam organisasi “diawasi” oleh bagian Penjaminan Mutu. Bagian Penjaminan
Mutu (Quality Assurance/QA) menjadi ”polisi” yang mandiri utnuk memantau keseluruhan
proses pembuatan obat mulai dari rencana design industri (R&D), pembelian bahan hingga
distribusi obat jadi. Departemen QA juga secara pro-aktif, dengan cara menilai data-data
mengenai proses, bahan dan pemasok serta memberikan petunjuk/rekomendasi perubahan
yang dapat memperbaiki efisisensi dan konsistensi. Secara organisasi, Departemen QA
bertanggung jawab langsung kepada Direksi Perusahaan dan merupakan wakil perusahaan
dalam urusan mutu (Quality Management Representatif) sehingga kedudukan QA adalah
sangat kuat. Sedangkan Departement QC merupakan bagian dari Divisi Manufacture (pabrik)
sehingga bertnggung jawab terhadap kepala pabrik (Plant Manager/Plant Director). Meskipun
demikian, antara QC dengan Bagian Produksi, tetap merupakan bagian yang terpisah dan
tidak boleh saling bertanggung jawab.
President Director

HRD Manager HH
Plant Manager Marketing Manager Finance Manager

Technical R&D Production QC/Lab PPIC Manager QA Manager


Manager Manager Manager Manager
Int. Auditor
Lab. supervisor
Product. dev Production
supervisor Microbiology Validation
Packaging dev Off

Registration Packaging IPC supervisor Product


off supervisor Stability

Menurut WHO 2004 Quality Assurance didefinisikan sebagai “Semua aspek yang
secara individual mempengaruhi mutu produk, dari konsep design hingga produk tersebut
ditangan konsumen”. Quality Assurance sendiri adalah merupakan keseluruhan sistem yang
dibuat dengan tujuan agar seluruh produk industri farmasi yang dihasilkan memenuhi
persyaratan mutu yang telah ditetapkan. Quality assurance tidak saja mencakup pelaksanaan
Cara Pembuatan Obat yang Baik (Good Manufacturing Practice/GMP) melainkan juga cara
Berlaboratorium yang Baik (Good Laboratory Practices/GLP) dan Cara Uji Klinis yang Baik
(Good Distribution Practices/GDP). Dengan demikian CPOB/GMP merupakan bagian dari
sistem Penjaminan Mutu (Quality Assurance) industri farmasi, dalam rangka memenuhi
tuntutan konsumen atas jaminan terhadap khasiat, keamanan dan kualitas produk-produk
industri farmasi. Sedangakan QC sendiri merupakan bagian dari CPOB/GMP yang berkaitan
dengan prosedur sampling, spesifikasi & pengujian, memastikan dokumentasi & prosedure
rilis yang diperlukan & uji yang relevan, kemudian produk dilepaskan setelah memastikan
kualitas dari produk tersebut. Dengan kata lain tugas dan peran QA sendiri adalah tugas dan
mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan produksi dalam perusahaan, sedangkan
mengawasi tugas dan peran QA adalah BPOM dan QMS.

Tugas dan Tanggung Jawab QA Manager

1. Merumuskan dan menetapkan Kebijakan Mutu (quality policy) perusahaan


2. Merumuskan dan menetapkan Sistem Manajemen Mutu (Quality Management
System) perusahaan
3. Melakukan evaluasi terhadap materi pelatihan karyawan, terutama yang terkait
dengan CPOB
4. Bertanggung jawab terhadap program inspeksi diri maupun external inspection
(terhadap pemasok, contract manufacture, dan lain-lain)
5. Melakukan Overview terhadap sistem Protap di perusahaan
6. Melakukan pengkajian dan persetujuan terhadap protap, protokol dan laporan
validasi, usulan terhadap perubahan proses, bahan maupun metode
7. Menyetujui seluruh perubahan sebelum ditetapkan
8. Menyusun dan menetapkan sistem pelulusan bahan awal, produk antara, dan produk
jadi
9. Memberikan persetujuan terhadap laporan penyimpangan
10. Menyetujui seluruh sistem dokumentasi perusahaan (Protap, spesifikasi, master batch,
batch record, protokol dan laporan validasi, program kalibrasi, audit lingkungan dan
lain-lain)

Penetapan dan perumusan kebijakan mutu dan sistem manajemen mutu itu sendiri
memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan,
para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat
diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara menyeluruh dan
diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan Obat yang Baik termasuk
Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu
Unsur dasar dari manajemen mutu adalah:
a) suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,
prosedur, proses dan sumber daya; dan
b) tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan
selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut
disebut Pemastian Mutu.
Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan ketersediaan
personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai.
Tambahan tanggung jawab legal hendaklah diberikan kepada kepala Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu).

Sistem Pemastian Mutu yang benar dan tepat bagi pembuatan obat hendaklah
memastikan bahwa:
a) Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memerhatikan
persyaratan CPOB;
b) Semua langkah produksi dan pengawasan diuraikan secara jelas dan CPOB
diterapkan;
c) Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan;
d) Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pemasokan dan penggunaan bahan awal dan
pengemas yang benar;
e) Semua pengawasan terhadap produk antara dan pengawasan selama-proses lain serta
dilakukan validasi;
f) Pengkajian terhadap semua dokumen terkait dengan proses, pengemasan dan
pengujian tiap bets, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk
distribusi produk jadi. Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan
termasuk kondisi produksi, hasil pengujian selama-proses, pengkajian dokumen
pembuatan (termasuk pengemasan), pengkajian penyimpangan dari prosedur yang
telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dari Spesifikasi Produk Jadi dan
pemeriksaan produk dalam kemasan akhir;
g) Obat tidak dijual atau didistribusikan sebelum kepala Manajemen Mutu (Pemastian
Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan
persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain yang berkaitan dengan
aspek produksi, pengawasan mutu dan pelulusan produk;
h) Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat mungkin,
produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar
mutu tetap dijaga selama masa simpan obat;
i) Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala mengevaluasi
efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu;
j) Pemasok bahan awal dan bahan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi
spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan;
k) Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat;
l) Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu produk;
m) Prosedur pengolahan ulang produk dievaluasi dan disetujui; dan
n) Evaluasi berkala mutu obat dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan
memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.
Untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan CPOB maka setiap karyawan
yang bekerja pada industri farmasi wajib untuk diberikan pelatihan (training). Pelatihan pada
CPOB tersusun dalam beberapa tingkatan, mulai dari orientasi umum mengenai CPOB,
latihan ditempat kerja (on the job training), maupun pelatihan yang bersifat khusus, misalnya
untuk karyawan yang bekerja di daerah steril, β-laktam, sefalosporin, dan lain-lain. Pelatihan
biasanya diberikan oleh orang yang ahli dibidangnya atau atasan yang bersangkutan.
Pelatihan CPOB ini harus dilakukan secara terus-menerus sesuai dengan pembaharuan CPOB
agar karyawan terbiasa dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing yang telah diatur
oleh CPOB. Pada setiap pelatihan yang diberikan masing-masing karyawan harus membuat
“Catatan Pelatihan” untuk nantinya dievaluasi.
Pengertian dari self inspection/inspeksi diri adalah pengkajian secara obyektif seluruh
tata kerja diri sendiri dari aspek yang mungkin berpengaruh pada jamianan mutu (Quality
Assurance). Tujuan program inspeksi diri adalah untuk mengtahui kekurangan, baik yang
berdampak besar maupun kecil untuk kemudian menetapkan cara yang efektif untuk
mencegah/memperbaikinya.
Hal-hal yang perlu di-inspek:
A. Karyawan
1. Catatan kesehatan
2. Catatan pelatihan
3. Sanitasi dan Higiene
B. Bangunan (Termasuk Sarana Penunjang)
1. Kualitas ruangan produksi (jumlah partikel, suhu, kebersihan, dll)
2. Kapasitas ruangan, cukup/tidak?
3. AHU, Air Untuk Produksi
C. Dokumentasi
1. Batch Record, protap,dll
2. Protokol dan laporan validasi/kualifikasi
3. Kartu stock, penandaan, dan catatan distribusi
D. Produksi
1. Pengisian catatan bets, penandaan alat/mesin utama, pelaksanaan proses produksi
2. Resiko Mix-up dna cross contamination
E. Pengawasan mutu
1. Validasi/verifikasi metoda analisa
2. Uji kesesuaian sistem (HLPC, Spektrofotometer UV-Vis, GC, dll)
3. Personalia (kompeten dan terlatih)
Program inspeksi diri dilaksanakan sekurang-kurangnya satu tahun sekali oleh sebuah
team inspeksi diri yang diketuai oleh QA Manager. Setelah pelaksanaan inspeksi diri, disusun
laporan inspeksi diri serta dibuat Rencana Aksi pebaikan/CAP dan laporan tindak lanjutnya.
Untuk eksternal audit dilaksanakan oleh pihak ketiga yang berhubungan dengan industri
farmasi yang bersangkutan, antara lain pemasok (supplier), pembuat obat kontrak (contract
manufacture), dan pihak-pihak lain yang berhubungan (konsultan, BPOM, dll). Pelaksanaan
audit eksternal dilakukan secara berkala dan hasilnya diuraikan dalam bentuk laporan audit
yang akan dijadikan pedoman penyusun krieria pemasok dan daftar pemasok yang disetujui.
Salah satu tugas dan tanggung jawa manager QA adalah melakukan pengkajian dan
persetujuan terhadap protap di perusahaan. Contoh beberapa protap yang perlu dikaji dan
disetujui dari manager QA sendiri meliputi:

1. Protap penanganan penyimpangan


Yang dimaksud penyimpangan dalam Protap ini adalah semua kejadian yang tidak
direncanakan yang ditemukan selama dan atau sesudah proses pembuatan obat.
Contoh beberapa formulir yang harus diisi selama proses pengkajian laporan :
2. Protap pengendalian perubahan
Menetapkan prosedur untuk menghindari perubahan yang tak terkendali terhadap
sistem dan prosedur, peralatan dan proses yang sudah divalidasi, sehingga
memperkecil risiko dampak yang merugikan terhadap mutu produk dalam proses.
Bagian Pemastian Mutu bertanggung jawab untuk memberikan persetujuan terhadap
usulan perubahan, mengoordinasi, dan memantau pelaksanaan perubahan.
Contoh beberapa formulir yang harus diisi selama proses pengkajian laporan:
3. Pengkajian produk tahunan (PPT)
Kepala Bagian Pemastian Mutu bertanggung jawab untuk menyiapkan PPT, membuat
risalah laporan, menyediakan data analisis termasuk penafsiran dari hasil-hasilnya,
dan keterangan yang diperoleh berkaitan dengan proses produksi yang kemudian akan
dilaporkan kepada Pimpinan Perusahaan secara tahunan. PPT dilaksanakan untuk tiap
produk dengan kerja sama antara Bagian Produksi, Bagian Pengawasan Mutu dan
Bagian Pemastian Mutu.
Contoh formulir PPT :
4. Contoh beberapa formulir yang juga memerlukan persetujuan dari manger QA
Sistem dokumentasi merupakan hal yang sangat penting dalam industri farmasi untuk
memastikan bahwa setiap petugas (karyawan) mendapatkan instruksi yang jelas dan rinci
mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya sehingga memperkecil rsiko kekeliruan
ynag biasanya timbul apabila hanya mengeandalkan instruksi lisan. Sitem dokumentasi yang
baik juga akan memungkinkan ketelusuran kembali proses produksi yang telah dilakukan
apabila terdapat kesalahan selama produk tersebut diapasarkan. Sistem dokumentasi produk
(misalnya Catatan Pengolahan atau Pengemasan bets/batch record) harus menggambarkan
riwayat lengkap dari setiap batch atau lot suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan
serta penelusuran terhadap batch aatu lot yang bersangkutan. Peran QA sendiri dalam sistem
dokumentasi adalah mengevaluasi seluruh dokumentasi apakah sudah sesuai dengan CPOB
atau cGMP atau tidak sehingga hasil produksi dapat terjamin kualitasnya. Sistem
dokumentasi dalam industri farmasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen
yang meliputi :

1. Prosedur tetap (Standar Operating Procedure/SOP)


2. Spesifikasi (bahan baku, pengemas, produk jadi)
3. Catatan Pengolahan Batch/Catatan pengemasaan Batch (batch processing record).
4. Identifikasi (kode/ penomoran protap, perlatan, batch)
5. Penandaan (status ruangan, mesin, label bahan baku. Karantina, rejected)
6. Protokol dan laporan Qualifikasi/Validasi.
7. Dokumen registrasi
8. Catatan kalibrasi, pemantauan kondisi lingkungan ruang produksi dan lain-lain.

Telah dijelaskan sebelumnya tugas dan tanggung jawab QA/Pemastian Mutu, dari uraian
diatas dapat dinilai bahwa peran QA disini adalah sebagai pemimpin yang harus memastikan
semua hasil produksi terjamin kualitasnya. Didalam islam sendiri terdapat figur seperti Nabi
Muhammad SAW yang dapat menjadi contoh untuk menjadi pemimpin yang baik. Dalam
Islam seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki sekurang-kurangnya 4
(empat) sifat dalam menjalankan kepemimpinannya, yakni:

(1) Siddiq (jujur) sehingga ia dapat dipercaya;

(2) Tabligh (penyampai) atau kemampuan berkomunikasi dan bernegosiasi;

(3) Amanah (bertanggung jawab) dalam menjalankan tugasnya;

(4) Fathanah (cerdas) dalam membuat perencanaan, visi, misi, strategi dan
mengimplementasikannya.

Al-Quran sendiri memerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya dengan tetap Allah


dan menunjukkan sikap yang baik kepada pengikut atau bawahannya. Dalam Al-Quran
Allah Swt berfirman:

“(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya
mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari
perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. al-Hajj
[22]:41).
DAFTAR PUSTAKA

Priyambodo Bambang., 2007, Manajemen Farmasi Industri, 216-229, Global Pustaka Utama,
Yogyakarta

Petunjuk Operasional Cara Pembuatan Obat Yang Baik, 2009, 2-28, 223, 224, 236, Dirjen
Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, 2012, 3-8, Dirjen Pengawasan Obat dan
Makanan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

http://berkarya.um.ac.id/2011/05/01/pemimpinan-dan-kepemimpinan-menurut-islam/

Anda mungkin juga menyukai