Anda di halaman 1dari 5

ISSN: 2338-1027 Jurnal Wahana Pendidikan Fisika (2017) Vol.2 No.

1 20-24
Februari 2017

ANALISIS DESAIN PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN LITERASI


SAINS BERDASARKAN PROFIL PENALARAN ILMIAH

Nehru1*, Ahmad Syarkowi1

1
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi, Jl. Raya Jambi - Muara Bulian KM.15, Mendalo
Indah, Jambi, Indonesia
e-mail: nehruunja@gmail.com

ABSTRAK

Mendesain suatu pembelajaran merupakan suatu kewajiban seorang pendidik. Desain pembelajaran harus
disesuaikan dengan keadaan peserta didik.Penelitian ini bertujuan untuk menentukan desain pembelajaran
Elektronika Dasar 1 yang sesuai dengan kemampuan penalaran ilmiah peserta didik di Program Studi
Pendidikan Fisika Universitas Jambi dalam rangka melatihkan kemampuan literasi sain mahasiswa.Desain
yang digunakan adalah desain campuran dengan menggunakan instrumen Lawson’s classroom test of
scientific reasoning pada subjek penelitian sebanyak 93 mahasiswa yangakan mengontrak matakuliah
elektronika dasar 1 tahun depan. Penelitian ini menemukan bahwa 95,7% mahasiswa dalam kategori
konkret, 4,3% mahasiswa dengan kategori tansisi, dan 0% dalam kategori formal. Persentase kemampuan
penalaran Conservation thinking41%, proportional thinking 8%, control of variable 11%, probabilistic thinking
12%, correlational thinking 19%, dan hypothetivo-deductive reasoning 13%. Dari data kuantitatif ini
dilanjutkan penentuan desain secara kualitatif yang menyimpulkan bahwa desain pembelajaran yang cocok
adalah pembelajaran berbasis inkuiri terstruktur, pembelajaran inkuiri terbimbing atau dengan pembelajaran
proyek yang dibimbing serta kegiatan lab haruslah bersifat real lab.

ABSTRACT

Designing an instructional design is a responsibility of lecturer. Instructional design refers to the


characteristic of students. The aim of this research was determine an instructional design of a subject, first
fundamental of electronic, in physics education major of Jambi University to foster science literacy of
student. The design was mixed method design with Lawson’s classroom test of scientific reasoning for 93
students who will learn first fundamental electronic next year. This research found 95, 7% of students in
concrete category, 4,3% students in transition category and 0% in formal category. Percentage of each
reasoning ability are Conservation thinking 41%, proportional thinking 8%, control of variable 11%,
probabilistic thinking 12%, correlational thinking 19%, and hypothetivo-deductive reasoning 13%. According
that quantitative data research continued by qualitative which conclude the appropriate instructional design
are structured inquiry, guided inquiry, and project based learning by guided process, which use real
laboratory process.

© 2017 Departemen Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung

Keywords: Instructional, Reasoning, Scientific

PENDAHULUAN Literasi sains memiliki banyak defenisi dan


cenderung berubah seiring zaman menurut [3]
Pembelajaran di abad 21 sudah bergeser defenisinya adalah pengetahuan dan
kesuatu paradigma baru yang proses pemahaman tentang konsep-konsep ilmiah
pengajaranya berfokus kepada peserta didik. dan proses yang diperlukan untuk pengambilan
Salah satu tujuan dalam pembelajaran diabad keputusan pribadi, partisipasi dalam urusan
ini adalah melatihkan kemampuan literasi sipil dan budaya, dan produktivitas ekonomi.
sains. Hal ini dikarenakan literasi sains akan Literasi sains didefenisikan sebagai kapasitas
menjadi sesuatu bagian penting dalam untuk menggunakan pengetahuan ilmiah,
partisipasi seseorang di masyarakat [1] dan untuk mengidentifikasi pertanyaan dan untuk
masyarakat memerlukan integrasi pemahaman menarik kesimpulan berdasarkan bukti untuk
dari suatu ide besar sains dan kebiasaan memahami dan membantu membuat
berpikir seperti berpikir sistematis dan keputusan tentang alam dan perubahan yang
komunikasi [2]. dibuat melalui aktivitas manusia [4]. Namun
pada draft PISA 2015 disebutkan bahwa
Nehru, dkk, - Analisis Desain Pembelajaran Untuk Meningkatkan Literasi Sains 21

literasi sains adalah adalah kemampuan untuk (CTSR)[12]. Tes pilihan ganda yang berjumlah
terlibat dengan isu-isu terkait ilmu 24 soal ini mendefenisikan penalaran ilmiah
pengetahuan, dan dengan ide-ide ilmu yang meliputi:
pengetahuan, sebagai warga reflektif [5]. Dari 1. conservation of matter and volume
ketiga pengertian literasi sains di atas maka 2. proportional reasoning
dapat disimpulkan bahwa literasi sain adalah 3. control of variables
pemahaman tentang pengetahuan ilmiah yang 4. probability reasoning
digunakan dalam kehidupan. 5. correlation reasoning
Dari kesimpulan di atas maka literasi sains 6. hypothetical-deductive reasoning.
merupakan suatu hal yang sangat penting
untuk dikembangkan dalam diri peserta didik. Selain itu penalaran ilmiah menjadi penting
Demi memfasilitasi berkembangnya diketahui karena merepresentasikan kumpulan
kemampuan ini maka desain pembelajaran keterampilan dan kemampuan yang
yang dirancang oleh guru haruslah mengacu dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas pada
pada hakikat dari literasi sains itu sendiri. proses penyelidikan sains [13]. Hal ini
Perubahan paradigma pendidikan di abad ditunjukan oleh dalam penelitianyang
21 mengharuskan suatu desain pembelajaran dilakukan oleh Shayer, M. dan P.S. Adey
yang bersifat student center sehingga guru selama tiga tahun yang salah satu hasilnya
harus mengetahui bagaimana sifat perserta menyimpulkan bahwa keampuan penalaran
didiknya, dan mengetahui cara atau ilmiah mempunyai korelasi terhadap hasil
pendekatan yang tepat dalam melatihkan belajar konten sains [14].
kemampuan yang menjadi tujuan dalam
pendidikan saat ini. METODE
Dengan mengetahui bagaimana
kharakteristik peserta didik maka seorang guru Metode yang digunakan adalah metode
akan dapat mendesain suatu pembelajaran penelitian campuran tipe embedded design
yang efektif dan menarik [6]. Semakin banyak kuantitatif kualitiatif.Data pertama yang
guru mengetahui tentang peserta didiknya dikumpulkan adalah data kuantitatif.Data
maka semakin responsive pengajaran yang kuantitatif yang digunakan adalah profil
akan dilakukan [7]. kemampuan bernalar ilmiah mahasiswa, serta
Salah satu karakteristik yang diperlukan data kualitatif meliputi telaah tentang desain
dalam mendesain pembelajaran adalah tahap pembelajaran yang sesuai dengan hasil
perkembangan peserta didik. Tahap tes.Subjek penelitian adalah 93 mahasiswa
perkembangan peserta didik ini dapat yang akan mengontak mata kuliah elektronika
dijelaskan melalui kemampuan penalaran dasar 1 tahun depan.Subjek penelitian terdiri
ilmiah [8]. Dengan mengetahui profil dari 90% perempuan dan 10% laki-laki, dengan
kemampuan penalaran ilmiah ini, guru akan umur 16-20 tahun.Secara umum mahasiswa
mudah menentukan pendekatan dan cara dikelompokan menjadi 3 kelas yaitu kelas
mengajar yang tepat. reguler, Unggulan (PGMIPAU) dan
Penalaran ilmiah merepresentasikan mandiri.Instrumen yang digunakan dalam
kemampuan untuk mengeksplor masalah penelitian ini adalah Lawson’s classroom test
secara sistematis, memformulasikan dan of scientific reasoning yang terdiri dari 24 soal
mengujicobakan hipotesis, mengontrol dan [12].
memanipulasi variabel, dan mengevaluasi hasil
eksperimen atau percobaan [9,10]. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemampuan ini didefenisikanlah sebagai
kumpulan keterampilan bernalar dasar yang Tes kemampuan penalaran ilmiah
umum digunakan oleh peserta didik untuk dilakukan pada bulan November 2016.Pada
sukses atau menyelesaikan kegiatan ketiga kelas secara serentak.Mendapatkan
penyelidikan ilmiah, hasil yang dikategorikan menjadi tiga sesuai
Kemampuan ini dapat dinilai dengan suatu dengan tahapan perkembangan kognitif
tes yang dikenal dengan The Lawson’s Test of [11]. Adapun hasilnya adalah sebagai
Scientific Reasoning [11] dan direvisi menjadi berikut.
classroom test of scientific reasoning
22 Jurnal Wahana Pendidikan Fisika (2017) Vol.2 No.1 20-24

Tabel 1. Hasil Tes Penalaran Ilmiah berasal dari hal-hal yang akrab bagi
kehidupannya lalu berkembang ke hal-hal
Kelas Kogkret Transisi Formal yang berhubungan dengan hal-hal yang
(Orang) (Orang) (Orang) tidak akrab bagi mereka atau dengan kata
Reguler 65 4 0 lain pembelajaran haruslah bersifat
PGMIPAU 19 0 0 konstruktivisme dimana pengetahuan baru
Reguler 5 0 0 harus dalam jangkauan pengetahuan
Mandiri sebelumnya [15], atau menghubungkan
Total 89 4 0 pengetahuan lama dengan pengetahuan
baru [16].
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa 95,7% Ada banyak model pembelajaran yang
mahasiswa berada pada profil kongkret, bersifat kontruktivisme dan berpusat pada
4,3% mahasiswa berprofil transisi, dan 0% siswa diantaranya adalah model
mahasiswa berprofil formal. Dilain pihak pembelajaran inkuiri, problem based
kemampuan bernalar ilmiahyang learning, proyek [17].
menggunakan CTSR juga dapat Model pembelajaran inkuiri sendiri terbagi
dikategorikan berdasarkan ketegori menjadi 4 macam yaituLevel 1 Confirmation/
kemampuannya. Adapun hasil untuk verification, Level 2 Structured inquiry, Level
masing-masing kategori adalah sebagai 3 Guided inquiry,dan Level 4 Open inquiry,
berikut. [18], sedangkan meurut Wenning inkuiri
terbagi menjadi 5 yaitudiscovery learning,
Berdasarkan data pada Tabel 2 dapat demonstrasi interaktif, inquiry lesson, inquiry
disimpulkan bahwa hampir seluruh lab., real-world application, dan hypothetical
mahasiswa berprofil kongkret dan sebagian inquiry [19].
kecil berprofil transisi, serta tidak ada yang Namun pada Tabel 2 ditunjukan bahwa
berprofil formal, dan sebagian besar mayoritas mahasiswa memiliki kemampuan
mahasiswa diketiga kelas memiliki berpikir konservatif dan sangat sedikit yang
kemampuan berpikir konservatif atau memiliki kemampuan penalaran ilmiah yang
dengan kata lain kemampuan berpikir lain sehingga dapat disimpulkan bahwa
konservatif lebih dominan jika dibandingkan mahasiswa akan kesulitan dalam melakukan
dengan kemampuan yang lain. kegiatan ilmiah baik berupa inkuiri level
Profil ini menunjukan bahwa mayoritas tinggi maupun problem based learning
mahasiswa hanya dapat membuat alasan karena pada pembelajaran tersebut
yang menggunakan logika secara kongkret mahasiswa harus memiliki kemampuan
serta memperoleh konsep melalui Proportional Thinking, probability reasoning
konservasi nomor, luas, volume dan dan hypothetical-deductive reasoning.
orientasi atau logika yang digunakan hanya Dalam pembelajaran sains juga sangat
sebatas hal-hal yang nyata dan dapat dilihat sering menggunakan pembelajaran berbasis
dan tidak asing bagi mereka [8]. Desain laboratorium.Dengan profil mahasiswa yang
pembelajaran yang dibuat untuk proses mayoritas kongkret maka pembelajaran
belajar mahasiswa berprofil ini haruslah dilab haruslah berhubungan dengan

Tabel 2. Hasil Test Penalaran Ilmiah


Penalaran Ilmiah
Control
Hypothetico
Kelas Conservatio Proportiona of Probabilisti Correlationa
-deductive
n thinking l Thinking Variable c Thinking l Thinking
Reasoning
s
Reguler 44% 14% 19% 22% 26% 7%
PGMIPA
50% 0% 14% 5% 11% 13%
U
Mandiri 30% 10% 0% 10% 20% 20%
Nehru, dkk, - Analisis Desain Pembelajaran Untuk Meningkatkan Literasi Sains 23

benda yang kongkret juga sehingga [4] Lokan, J., L. Greenwood, and J.
kegiatan lab yang digunakan haruslah Cresswell, The PISA 2000 survey of
laboratorium nyata (real lab). students’ reading, mathematical and
Dari pertimbangan data tersebut maka scientific literacy skills. Melbourne:
dapat disimpulkan bahwa jenis ACER, 2001.
pembelajaran yang dapat digunakan adalah
[5] OECD, Draft Science Framework, 2013,
jenis pembelajaran inkuiri level rendah dan
Pairs: OECD.
pembelajaran proyek dengan bantuan
(dibimbing), serta kegiatan lab.yang [6]. Smith, P.L. and T.J. Ragan,
digunakan adalah laboratorium nyata Instructional design. 2005: Wiley New
York.
SIMPULAN [7] Shambaugh, R.N. and S. Magliaro,
Instructional design: A systematic
Berdasarkan hasil tes penalaran maka approach for reflective practice. 2006:
dapat disimpulkan bahwa sebagai besar Pearson College Division.
mahasiswa memiliki profil kongkret, dan
memiliki kemampuan berpikir konservatif yang [8] O’Donnell, J.R., Creation of national
lebih baik dari kemampuan yang lain, sehingga norms for scientific thinking skills using
dapat dismpulkna desain pembelajaran yang the classroom test of scientific
tepat adalah pembelajaran berbasis reasoning, 2011, Winona State
konstruktivisme dan menggunakan model University.
pembelajaran inkuiri tingkat rendah atau [9] Zimmerman, C., The development of
proyek dengan bantuan (bimbingan). scientific thinking skills in elementary
and middle school. Developmental
UCAPAN TERIMAKASIH Review, 2007. 27(2): p. 172-223.
Ucapan terimakasih penulis ucapkan [10] Bao, L., et al., Learning and scientific
kepada Nurul Kamisani dari Univ. Tadulako reasoning. Science, 2009. 323(5914): p.
Palu yang telah banyak membantu dalam 586-587.
pengadaan instrumen, Anton W. Lawson dari [11] Lawson, A.E., The development and
Arizona University yang telah banyak validation of a classroom test of formal
membantu dalam penyediaan referensi dan reasoning. Journal of research in
memberikan petunjuk dalam pemilihan Science teaching, 1978. 15(1): p. 11-24.
instrumen dan kepada Univ. Jambi sebagai
penyandang dana penelitian ini. [12] Lawson, A.E., et al., Development of
Scientific Reasoning in College Biology:
DAFTAR PUSTAKA Do Two Levels of General
Hypothesis‐Testing Skills Exist? Journal
[1] Bybee, R.W., Scientific literacy, of research in Science teaching, 2000.
environmental issues, and PISA 2006: 37(1): p. 81-101.
The 2008 Paul F-Brandwein lecture. [13] Han, J., Scientific reasoning: Research,
Journal of Science Education and development, and assessment, 2013,
Technology, 2008. 17(6): p. 566-585. The Ohio State University.
[2] Choi, K., et al., Re‐conceptualization of [14] Shayer, M. and P.S. Adey, Accelerating
scientific literacy in South Korea for the the development of formal thinking in
21st century. Journal of research in middle and high school students IV:
Science teaching, 2011. 48(6): p. 670- Three years after a two‐year
697. intervention. Journal of research in
[3] NRC, National science education Science teaching, 1993. 30(4): p. 351-
standards. 1996: National Academy 366.
Press.
24 Jurnal Wahana Pendidikan Fisika (2017) Vol.2 No.1 20-24

[15] Vygotsky, L.S., Mind in society: The


development of higher psychological
processes. 1978: Harvard university
press.
[16] Piaget, I.a., The Growth of Logical
Thinking from Childhood to
Adolescence. 1958: Routledge & Kegan
Paul.
[17] Arends, R., Learning to teach. 2014:
McGraw-Hill Higher Education.
[18] Pizzini, E.L., D.P. Shepardson, and S.K.
Abell, The inquiry level of junior high
activities: Implications to science
teaching. Journal of research in Science
teaching, 1991. 28(2): p. 111-121.
[19] Wenning, C.J., The Levels of Inquiry
Model of Science Teaching. Journal of
Physics Teacher Education Online,
2011. 6(2): p. 2-9.

Anda mungkin juga menyukai