PEMBANGUNAN
GEDUNG PPPG UPI, BANDUNG
Kontraktor
Oleh :
Fuad Adi Setianto
10417026
PEMBANGUNAN
GEDUNG PPPG UPI, BANDUNG
Kontraktor
Disetuji Oleh :
Dr. Salmon Priaji Martana,ST, MT. Dr. Wanita Subadra Abioso, Ir., MT.
NIP. 4127 70 12 001 NIP.
Laporan Kerja Praktik 1
Gedung PPPG UPI, Jl Dr Setiabudi, Kota Bandung
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan,
kesempatan, dan kemudahan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan Laporan Kerja
Praktik 1 ini, dengan judul “Pemasangan Tangga Darurat pada Projek Gedung PPPG UPI,
Bandung” yang telah praktikan laksanakan sejak 08 Maret 2021 hingga 24 Mei 2021 di Projek
pembangunan PPPG UPI yang berlokasi di Jl. Dr. Setiabudi No.229, Isola, Kec. Sukasari, Kota
Bandung, Jawa Barat 40154 Bandung.
Tujuan pembuatan laporan ini yaitu untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Studio Apresiasi
Lapangan 1 (Satu) di Program Studi Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer,
Universitas Komputer Indonesia.
Selesainya laporan kerja praktik ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak yang telah
memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada :
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat dan Hidayat-Nya bagi orang-orang yang
telah membantu saya dengan segala kesabaran dan keikhlasan dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan dengan segala
kekurangannya. Untuk itu penyusun mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak
demi kesempurnaan dari laporan Kerja Praktik I ini. Akhir kata penyusun berharap, semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa-mahasiswi dan pembaca sekaligus
menambah pengetahuan tentang Kerja Praktik.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 1
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ 3
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 5
1.2 Maksud Tujuan ......................................................................................................... 5
1.2.1 Maksud................................................................................................................ 5
1.2.2 Tujuan ................................................................................................................. 5
1.3 Teknik Perolehan Data ........................................................................................... 6
1.4 Sistematika Penyusunan ......................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 8
2.1 Definisi Tangga Darurat................................................................................................ 8
2.2 Komponen Tangga Darurat ........................................................................................ 9
2.3 Sistem Proteksi Tangga Darurat ................................................................................. 13
2.4 Persyaratan Kinerja padaTangga Darurat ................................................................ 14
2.4.1 Menurut Harapan & Triyadi, 2015 ..................................................................... 14
2.4.2 Menurut Scott, 2010 .............................................................................................. 15
2.5 Akses Koridor…………….. ......................................................................................... 15
2.6 Jalur Exit…………........................................................................................... ............. 15
2.7 Sarana Evakuasi…………………………. .................................................................. 16
2.8 Sarana dan Prasarana Pendukung Evakuasi ............................................................. 29
BAB III TINJAUAN UMUM PROJEK .............................................................................. 46
3.1 Latar Belakang Pembangunan Gedung PPPG .............................................................. 46
3.2 Struktur Organisasi Projek CWP – 01. ..................................................................... 46
3.3 Perusahaan yang Terlibat dalam Projek Gedung PPPG.......................................... 47
3.4 Deskripsi Umum Projek .............................................................................................. 47
3.4.1 Lokasi......................................................................................................................48
3.4.2 Deskripsi Gedung PPPGr .....................................................................................49
BAB IV PENGAMATAN ......................................................................................................58
4.1 Pembahasan Projek Gedung PPPGr ..........................................................................58
4.1.1 Deskripsi Projek ....................................................................................................58
4.1.2 Proses Kerja Praktik .............................................................................................61
4.1.3 Lingkup Pengamatan pada Proses Kerja Praktik..............................................62
4.1.4 Uraian Pengamatan ...............................................................................................63
4.1.5 Proses Pemasangan Tangga Darurat ......................................................................64
4.1.5.1 Peralatan dan Material ......................................................................................77
4.1.5.2 Rangkaian Kegiatan Pemasangan Tangga Darurat........................................88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................91
5.1 Kesimpulan ...................................................................................................................91
5.2 Saran .........................................................................................................................96
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................103
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada Kerja Praktik I yang dilaksanakan di lapangan ini, mahasiswa diharapkan dapat
menyaksikan langsung proses-proses pembangunan suatu gedung baik itu dalam pekerjaan
arsitektural, maupun pekerjaan struktural, sehingga secara tidak langsung mahasiswa juga
dapat melihat bagaimana penanganan suatu kasus dalam sebuah projek pembangunan.
Kerja Praktik dilakukan selama minimal 60 hari kerja, yang dilaksanakan di projek
pembangunan gedung PPPG yang berlokasi di Jalan Dr. Setiabudi No.229, Isola, Kec.
Sukasari, Kota Bandung, Jawa Barat 40154 Bandung. Gedung PPPG ini merupakan gedung
yang memiliki 9 lantai, yaitu 1 lantai basement, 6 lantai bangunan, 1 lantai atap dan 1 lantai
dak.
1.2.2 Tujuan
a) Mahasiswa dapat mengetahui sistem kerja dari MK dan Kontraktor.
b) Wawancara
Wawancara dilakukan dengan narasumber Managemen Projek dan juga
Kontraktor yang terlibat dala projek pembangunan gedung PPPG UPI. Data yang
praktikan peroleh dari narasumber berupa data-data mengenai spesifikasi material
dan sistem kerja perusahaan.
c) Pengamatan
Data pengamatan praktikan dapatkan dari apa yang praktikan amati selama 60
hari kerja di projek pembangunan.
d) Dokumentasi
Data dokumentasi parktikan dapatkan dari pengambilan gambar selama
berlangsungnya projek pembangunan.
Sistem tangga darurat biasanya berada di Kawasan perkantoran, mall, apartemen atau
hotel yang merupakan bangunan 4 (empat) lantai atau lebih. Tangga darurat menjadi jalur
evakuasi khusus jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti saat terjadinya
kebakaran atau bencana alam. Tangga darurat digunakan saat terjadi bencana alam atau
kebakaran dimana eskalator atau lift mati dan tidak dapat digunakan, maka alternatif atau
jalan satu-satunya untuk menyelamatkan diri adalah melalui tangga darurat/emergency
exit. Tangga darurat/emergency exit dibuat dengan jalur mudah, mudah diakses dan
berbentuk vertikal kebawah yang mampu digunakan oleh anak kecil, orang dewasa, dan
orang berkebutuhan khusus.
Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum NO.10 (2000), tangga darurat adalah
tangga yang digunakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran. Tangga yang
menghubungkan kegiatan vertical dalam bangunan yang digunakan hanya dalam
keadaan darurat. Tangga darurat kebakaran harus dibangun pararel dangan bangunan itu
sendiri. Tangga keluar dibuat untuk meminimalkan bahaya jatuh, karena bila orang jatuh
pada tangga dapat mengakibatkan tertutupnya keseluruhan jalan keluar. Tangga harus
cukup lebar untuk dilalui dua orang bersebelahan. Tidak bolleh ada penyempitan lebar
tangga sepanjang tangga dan pegangan tangga harus lulus, tidak boleh putus-putus.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.45/PRT/M (2007) dan SNI 03-1746
(2000) tangga darurat merupakan tempat yang paling aman untuk evakuasi penghuni dan
harus bebas dari gas panas dan gas beracun. Oleh sebab itu tangga darurat harus
direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran. Berikut ini syarat
perencanaan tangga darurat menurut peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.45/PRT/M
(2007) dan SNI 03-1746 (2000) yaitu :
1. Setiap bangunan gedung negara yang bertingkat lebih dari 3 lantai, harus mempunyai
tangga darurat/penyelamatan minimal 2 buah dengan jarak maksimum 30 m (bila
menggunakan sprinkler jarak bisa 1,5 kali yaitu 45 m).
5. Tangga darurat/penyelamatan tidak boleh berbentuk tangga melingkar vertical, exit pada
lantai dasar langsung ke arah luar.
Menurut Triyadi dan harapan (2015), bangunan Gedung bila dilihat dari sebuah
system,mempunyai 4 bagian atau subsistem yang saling mendukung satu sama lainnya
secara terpadu (integerated). Keempat subsistem dimaksud adalah : 1) struktur bangunan
gedung, 2) kulit bangunan (envelope), 3) utilitas bangunan (utility), dan 4) interior
bangunan.
Lebar bersih dari segala rintangan, 110 cm (44 inci), 90 cm (36 inci), apabila
kecuali tonjolan pada atau dibawah total beban hunian dari semua lantai-lantai
tinggi pegangan tangan pada tiap yang dilayani oleh jalur tangga kurang dari
sisinya tidak lebih dari 9 cm (3½“) 50.
Maksimum ketinggian anak tangga 18 cm (7 inci).
Minimum ketinggian anak tangga 10 cm (4 inci).
Minimum kedalaman anak tangga 28 cm (11 inci).
Tinggi ruangan minimum 200 cm (6 ft, 8 inci).
Ketinggian maksimum antar bordes 3,7 m (12 ft).
tangga
Tabel 2.1: Dimensi tangga darurat
Sumber : SNI No. 23-1746 (2000)
• Anak Tangga
Menurut SNI No. 03-1746 (2000) ketinggian anak tangga harus diukur sebagai
jarak vertikal antar pingulan anak tangga. Kedalaman anak tangga harus diukur
horisontal antara bidang vertikal dari tonjolan terdepan dari anak tangga yang
bersebelahan dan pada sudut yang betul terhadap ujung terdepan anak tangga, tetapi
tidak termasuk permukaan anak tangga yang dimiringkan atau dibulatkan terhadap
kemiringan lebih dari 20 derajat ( kemiringan 1 : 2,75)
Menurut SNI No. 03-1746 (2000) tangga dan bordes antar tangga harus sama lebar
dengan tanpa pengurangan lebar sepanjang arah lintasan jalan ke luar. Dalam
bangunan baru, setiap bordes tangga harus mempunyai dimensi yang diukur dalam
arah lintasan sama dengan lebar tangga.
Anak tangga dan bordes tangga harus padat, tahanan gelincirnya seragam, dan bebas
dari tonjolan atau bibir yang dapat menyebabkan pengguna tangga jatuh. Jika tidak
tegak (vertikal), ketinggian anak tangga harus diijinkan dengan kemiringan di
bawah anak tangga pada sudut tidak lebih dari 30 derajat dari vertikal,
bagaimanapun, tonjolan yang diijinkan dari pingulan harus tidak lebih dari 4 cm (
1½ inci ).
Menurut SNI No. 03-1746 (2000) sarana jalan ke luar yang lebih dari 75 cm (
30 inci ) diatas lantai atau di bawah tanah harus dilengkapi dengan pagar
pengaman untuk mencegah jatuh dari sisi yang terbuka.
Menurut SNI No. 03-1746 (2000) tangga dan ram harus mempunyai rel
pegangan tangan pada kedua sisinya. Di dalam penambahan, rel pegangan
tangan harus disediakan di dalam jarak 75 cm (30 inci) dari semua bagian lebar
jalan ke luar yang dipersyaratkan oleh tangga. Lebar jalan ke luar yang
dipersyaratkan harus sepanjang jalur dasar dari lintasan.
Rel pegangan tangan yang baru harus menyediakan suatu jarak bebas paling sedikit
3,8 cm ( 1½ inci ) antara rel pegangan tangan dan dinding pada mana rel itu
dipasangkan.
Rel pegangan tangan yang baru harus memiliki luas penampang lingkaran dengan
diameter luar paling sedikit 3,2 cm ( 1¼ inci ) dan tidak lebih dari 5 cm ( 2 inci ).
Rel pegangan tangan yang baru harus dengan mudah dipegang terus menerus
sepanjang seluruh panjangnya.
• Pintu Darurat
Gambar 2.6 : Minimum jarak antara tak terhalangi yang disyaratkan dengan pintu yang mengganggu pada
bordes dalam bangunan gedung baru
Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M (2008)
• Semua tangga di dalam bangunan gedung, yang melayani sebuah eksit atau
komponen eksit, harus tertutup sesuai butir 3.5 (EXIT).
• Tangga di dalam bangunan gedung, selain yang melayani eksit, harus diproteksi
sesuai ketentuan tentang “bukaan vertikal”.
• Dalam bangunan gedung yang sudah ada, apabila dua lantai ruang exit terlindung
menghubungkan lantai eksit pelepasan dengan suatu lantai yang berdekatan, eksit
tersebut diperkenankan dilindungi hanya pada lantai eksit pelepasan, asalkan
sekurang kurangnya 50 persen dari jumlah dan kapasitas eksit pada lantai pelepasan
dilindungi tersendiri.
1) Sarana jalan ke luar dalam bangunan gedung baru dan yang sudah ada harus
memenuhi persyaratan teknis ini.
2) Sarana jalan ke luar dari bangunan gedung harus disediakan agar penghuni bangunan
gedung dapat menggunakannya untuk penyelamatan diri dengan jumlah, lokasi dan
dimensi sesuai dengan:
a) jarak tempuh; dan
b) jumlah, mobilitas dan karakter lain dari penghuni bangunan gedung; dan
c) fungsi atau penggunaan bangunan gedung; dan
d) tinggi bangunan gedung; dan
e) arah sarana jalan ke luar apakah dari atas bangunan gedung atau dari bawah
level permukaan tanah.
3) Jalan ke luar harus ditempatkan terpisah dengan memperhitungkan:
a) jumlah lantai bangunan gedung yang dihubungkan oleh jalan ke luar tersebut;
dan
b) sistem proteksi kebakaran yang terpasang pada bangunan gedung; dan
c) fungsi atau penggunaan bangunan gedung; dan
d) jumlah lantai yang dilalui; dan
e) tindakan petugas pemadam kebakaran.
4) Agar penghuni atau pemakai bangunan gedung dapat menggunakan jalan ke luar
tersebut secara aman, maka jalur jalan ke luar harus memiliki dimensi yang
ditentukan berdasarkan:
a) jumlah, mobilitas dan karakter-karakter lainnya dari penghuni atau pemakai
bangunan gedung; dan
b) fungsi atau pemakaian bangunan gedung.
Catatan:
Persyaratan (4) tidak berlaku terhadap bagian-bagian interval dari unit hunian
tunggal pada bangunan gedung kelas 2, 3 dan bagian bangunan gedung kelas 4.
1) Persyaratan ini tidak diterapkan untuk bangunan gedung yang sudah ada, asalkan
klasifikasi huniannya tidak berubah.
2) Persyaratan ini tidak diterapkan pada seluruh klasifikasi hunian bangunan gedung
bila bangunan gedung tersebut sudah mempunyai persyaratan sendiri.
Gambar 2.10 : Pintu yang diizinkan dari lantai bawah ke dalam eksit terlindung.
Sumber : Permen PU Nomor : 26/Prt/M (2008)
Tangga darurat dirancang untuk dipasang secara vertikal pada bangunan tinggi yang
teraplikasikan antara plat lantai. Tangga darurat saling mengaku antara plat lantai dan
saling terhubung antara plat lantai bawah keatas secara menerus, didalam jalur
evakuasi darurat saling terhubung oleh udara sarana penghubung yang diartikulasikan
sehingga saat evakuasi dilakukan pasokan udara tidak terganggu. Tangga
ditangguhkan dari bagian bawah plat dan balok lantai yang saling mengikat satu sama
lain. Tangga berada di ujung bawah didukung oleh plat bawah berikutnya secara
menerus.
Sistem evakuasi darurat dilakukan untuk kondisi yang mendesak saat terjadi
kebakaran, bencana alam sehingga memungkinkan untuk membahayakan bagi
penghuni gedung bertingkat sehingga diperlukan evakuasi jalur khusus seperti lift
darurat atau tangga darurat untuk keamanan, keselamatan dan kenyamanan penghuni.
Sistem evakuasi darurat tidak hanya dilakukan secara vertikal ke lantai dasar namun
evakuasi darurat dapat dilakukan secara horizontal dimana biasa terjadi pada gedung
2 tower atau lebih. Sistem evakuasi horizontal dilakukan dimana gedung tower 1 yang
mengalami masalah maka penghuni akan dievakuasi pada gedung tower 2 atau dapat
dievakuasi secara vertikal ke lantai dasar.
Tangga darurat dibagian lantai dasar penghuni langsung diarahkan keluar gedung
yang terhubung langsung pada area lapang dan terbuka agar saat dilakukan evakuasi
penghuni dapat langsung berada ditempat aman yang tidak membahayakan.
Sarana evakuasi dapat mencakup jalur perjalanan vertikal atau horizontal, ruang, pintu,
lorong, koridor, balkon, ram, tangga, lobi, eskalator, lapangan dan halaman. Sarana
evakuasi terdiri atas 3 bagian utama meliputi:
1. Rencana evakuasi;
2. Sistem peringatan bahaya;
3. Pencahayaan eksit dan tanda arah;
4. Area tempat berlindung (refuge area);
5. Titik berkumpul; dan
6. Lif kebakaran.
11. Pintu akses eksit dari ruangan berkapasitas lebih dari 50 (lima puluh) orang
yang terbuka ke arah koridor umum tidak boleh melebihi setengah dari
lebar koridor.
12. Jarak ayunan pintu akses eksit ke tangga eksit tidak boleh melebihi
setengah dari lebar bordes tangga.
Hal ini berarti menghitung jumlah orang yang dapat ditampung di semua
ruang di lantai Bangunan Gedung.
Catatan:
Jika jumlah total unit lebar dibagi dengan jumlah eksit “n”
yang dimaksud melebihi 4 unit atau 2 m, maka tambahan
eksit harus dimasukkan dengan meningkatkan nilai “n”
sampai persamaan di atas terpenuhi.
Tabel 2.3 : Lebar Eksit untuk Jumlah Eksit lebih dari 2 Unit
Sumber : Permen PU Nomor : 14/Prt/M (2017)
Oleh karena itu, lantai bangunan membutuhkan penyediaan
minimal 2 tangga eksit dengan lebar lorong efektif masing-masing
2 m, dan 2 pintu eksit masingmasing dengan lebar efektif 1 m.
Kapasitas eksit lantai harus total kapasitas eksit dari tangga atau
pintu eksit (yang lebih kecil).
28. Dalam segala situasi, sampai persamaan di atas terpenuhi 2 atau lebih
tangga diperlukan sehingga jumlah paling sedikit tangga eksit 2 buah.
a. Persyaratan Teknis
2) Ruang terbuka yang aman di luar Bangunan Gedung dapat berupa selasar
terbuka yang tidak digunakan untuk kegiatan komersial dengan lebar tidak lebih
dari 5 m diukur dari dinding bagian luar Bangunan Gedung.
3) Pada Bangunan Gedung yang diproteksi oleh sprinkler, paling banyak 50%
dari jumlah eksit dapat dilepas langsung kurang sirkulasi tertutup di permukaan tanah
dengan ketentuan :
4) Lebar bersih pintu eksit menuju ruang terbuka yang aman di luar
Bangunan Gedung harus mampu menerima beban hunian di lantai
pertama dan jumlah Pengguna Bangunan Gedung dan Pengunjung
Bangunan Gedung yang keluar dari tangga eksit.
a) Ruang sirkulasi tertutup pada lantai dasar harus bebas dari kegiatan
komersial;
b) Titik pelepasan ke dalam ruang sirkulasi lantai dasar harus terlihat dan
dilengkapi dengan paling sedikit 2 jalur alternatif menuju ruang terbuka
yang aman di luar Bangunan Gedung; dan
c) Jarak paling jauh antara titik pelepasan tangga eksit dan ruang terbuka
yang aman di luar Bangunan Gedung harus tidak melebihi 10 m.
5) Bukaan pada area hunian dalam jarak 3 m dari titik pelepasan tangga eksit
(internal dan eksternal) harus terproteksi namun dapat dikurangi menjadi 1,5
m jika bukaan yang terproteksi memiliki bidang yang sama dengan tangga
eksit.
a. Rencana Evakuasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 14 (2017) akses eksit terbagi harus
memenuhi persyaratan teknis yaitu sebagai berikut :
1) Persyaratan Teknis
2) Slang kebakaran;
1) Persyaratan Teknis
“Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL 2011)”, dan SNI 3985:
2000 atau edisi terbaru tentang “Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan
Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran Untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran Pada Bangunan Gedung”.
c) Sistem pencahayaan darurat dipasang sesuai SNI 6574: 2001 tentang “Tata
b) Sarana jalan keluar dipasang sesuai SNI 1746: 2000 tentang “Tata
Cara Perencanaan dan Pemasangan Sarana Jalan Keluar untuk
Penyelamatan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung”.
c) Jalur evakuasi pada saat terjadi tsunami dipasang sesuai SNI 7766: 2012
tentang “Jalur Evakuasi Tsunami”.
d) Jenis-jenis sensor yang dapat digunakan pada alarm kebakaran antara lain:
1) Sensor asap (Smoke Detector)
Sensor asap akan mendeteksi intensitas asap pada suatu ruangan.
2) Sensor panas (Heat Detector)
Sensor panas akan mendeteksi perubahan panas di suatu ruangan
dengan perubahan bentuk atau konduktivitas benda pada sensor karena
perubahan panas tersebut.
3) Sensor percikan api (Flame Detector)
Sensor percikan api akan bekerja untuk mendeteksi bila terjadi
percikan api di suatu area pantauannya.
4) Sensor gas (Gas Detector)
Sensor gas akan untuk mendeteksi kehadiran sebuah gas dalam area
tertentu yang berpotensi menimbulkan kebakaran atau pun
menyebabkan gangguan keselamatan bagi manusia.
5) Sensor warna/citra (Images sensor)
Sensor warna/citra menganalisa spektrum warna yang dihasilkan dari
suatu objek yang berpotensi menghasilkan ledakan kebakaran.
1) Persyaratan Teknis
Berdasarkan SNI-03-6571 (2001) kontrol pressure auto exhaust terhadap setiap zona
yang dapat dikontrol sebagai bentuk tunggal yang mengandalkan sistem pemrograman
pada urutan yang tepat seluruh peralatan dalam zona yang menghasilkan efek yang
diinginkan. Dalam sistem yang menggunakan dakting pasok atau balik bersama, atau
keduanya, termasuk pada moda isolasi adalah diinginkan. Untuk memungkinkan
penggunakan sistem menggelontor asap keluar dari zona setelah api dipadamkan, moda
pembilasan (pasok dan pembuangan yang sama) mungkin juga diinginkan.
Sistem pembuangan asap sistem mekanik atau gravitasi ditujukan untuk menggerakkan
asap dari zona asap ke luar bangunan, termasuk sistem pembersihan asap, pembilasan
dan ven, seperti fungsi fan pembuangan yang digunakan untuk mengurangi tekanan
dalam zona asap
Sistem pengendalian asap sistem keteknikan yang menggunakan fan mekanik untuk
menghasilkan perbedaan tekanan di kedua sisi penghalang asap untuk mencegah aliran
asap.
Gambar 2.38 : Presurisasi sumur tangga oleh fan propeler yang dipasang di atap
Sumber : SNI-03-6571 (2001)
• Instalasi-instalasi yang sudah ada dan masih berfungsi harus diberi tanda yang
jelas dan lindungi dari kerusakan-kerusakan yang mungkin terjadi akibat
pekerjaan proyek ini, dan untuk itu harus dicantumkan dalam gambar
pengukuran seperti disebutkan dalam pengukuran sesuai dengan ayat 1.
Kontraktor harus bertanggung jawab atas segala kerusakan akibat pekerjaan
yang sudah dilaksakannya.
1. Standard
2. Bahan-bahan
1. Pengendalian Pekerjaan
2. Bahan-bahan
Bahan menggunakan adukan beton siap pakai (ready mixed concrete) atau
dengan beton adukan di tempat dengan memakai molen, kontrol mutu sesuai
dengan spesifikasi ini :
• Agregat Beton
- Agregat beton berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan
batu dengan Wet System Stone Crusher.
- Agregat beton harus sesuai dengan spesifikasi agregat beton
menurut ASTM-C 33.
- Ukuran terbesar agregat beton adalah 2,5 cm.
• Agregat Kasar
- Agregat Kasar untuk beton harus terdiri dari butir-butir yang kasar,
keras tidak berpori dan berbentuk kubus. Bila ada butir-butir yang
pipih jumlahnya tidak boleh melampaui 20 % dari jumlah berat
seluruhnya.
- Agregat kasar tidak bolehmengalami pembubukan hingga
melebihi 50% kehilangan berat menurut test mesin Los Angeles
ASTM-C 131 - 55.
- Agregat kasar harus bersih dari zat-zat organis, zat-zat reaktif alkali
atau substansi yang merusak beton.
Saringan Ukuran % Lewat Saringan
1” 25 mm 100
3/4” 20 mm 90-100
3/8” 95 mm 20-55
4 4.75 mm 0-1
• Agregat Halus
- Agregat halus dapat digunakan pasir alam yang berasal dari pasir
lokal.
- Pasir harus bersih dari bahan organis, zat-zat alkali & substansi-
substansi yang merusak beton.
- Pasir tidak boleh mengandung segala jenis substansi tersebut lebih
dari 5%.
- Pasir laut tidak boleh digunakan untuk beton.
- Pasir harus terdiri dari partikel-partikel yang tajam dan keras.
- Cara dan penyimpanan harus sedemikian rupa agar menjamin
kemudahan pelaksanaan pekerjaan dan menjaga agar tidak terjadi kontaminasi
yang tidak diinginkan.
• PC (Portland Cement)
Semen yang dipakai harus dari mutu yang disyaratkan dalam SNI - 8
Bab 3.2. PC type 1.
Kontraktor harus mengusahakan agar satu merk semen saja yang
dipakai untuk seluruh pekerjaan beton.
Semen ini harus dibawa ke tempat pekerjaan dalam zak yang tertutup
oleh pabrik dan terlindung serta harus dalam jumlah sesuai dengan
urutan pengirimannya. Penyimpanannya harus dilaksanakan dalam
tempat-tempat rapat air dengan lantai terangkat dan ditumpuk dalam
urutan pengirimannya. Semen yang rusak atau tercampur apapun tidak
boleh dipakai dan harus dikeluarkan dari lapangan.
• Pembesian
Besi penulangan beton harus disimpan dengan cara-cara sedemikian
rupa,
sehingga bebas dari hubungan langsung dengan tanah lembab maupun
basah. Besi penulangan harus disimpan berkelompok berdasarkan
ukuran-ukuran penulangan masing-masing. Besi rata maupun besi-besi
penulangan bergelombang (deformed bars) harus sesuai dengan
persyaratan dalam SNI
– 2 Bab 3.7.
Besi penulangan yang akan digunakan harus bebas dari karat dan
kotoran lain, apabila harus dibersihkan dengan cara disikat atau
digosok tanpa mengurangi diameter penampang besi, atau dengan
bahan cairan sejenis “Vikaoxy Off” yang disetuji pengawas.
• Additive
Untuk mencapai slump yang disyaratkan dengan mutu yang tinggi, bila
diperlukan campuran beton dapat menggunakan bahan-bahan additive
merk POZZOLITH 300 R atau yang setaraf. Bahan tersebut harus
disetujui oleh Pengawas. Additive yang mengandung chloride atau nitrat
tidak boleh dipergunakan.
1. Pelaksanaan
Sebelum dilaksanakan, kontraktor harus mengadakan trial test atau
mixed design yang dapat membuktikan bahwa mutu beton yang
disyaratkan dapat tercapai. Dari hasil test tersebut ditentukan oleh
Pengawas "Deviasi Standard" yang akan dipergunakan untuk menilai
mutu beton selama pelaksanaan.
• Pengecoran Beton
Pengecoran beton dapat dilaksanakan setelah kontraktor
mendapat ijin secara tertulis dari Pengawas. Permohonan ijin
rencana pengecoran harus diserahkan paling lambat 2 (dua) hari
sebelumnya.
• Pengecoran Beton
- Memberitahukan Direksi selambat-lambatnya 24 jam
sebelum sesuatu pengecoran beton dilaksanakan.
- Persetujuan Direksi untuk mengecor beton berkaitan dengan
pelaksanaan pekerjaan cetakan dan pemasangan besi
serta
bukti bahwa kontraktor dapat melaksanakan pengecoran
tanpa gangguan. Persetujuan tersebut di atas tidak
mengurangi tanggung jawab kontraktor atas pelaksanaan
pekerjaan beton secara menyeluruh.
- Adukan beton tidak boleh dituang bila waktu sejak
dicampurnya air pada semen dan agregat atau semen pada
agregat telah melampaui 1 jam dan waktu ini dapat
berkurang lagi jika Direksi menganggap perlu didasarkan
pada kondisi tertentu.
- Beton harus dicor sedemikian rupa sehingga menghindarkan
terjadinya pemisahan material (segregation) dan perubahan
letak tulangan.
- Cara penuangan dengan alat-alat pembantu seperti talang,
pipa, chute & sebagainya, harus mendapat persetujuan
direksi.
- Alat-alat penuang seperti talang, pipa chute dan sebagainya
harus selalu bersih dan bebas dari lapisan-lapisan beton yang mengeras.
• Pemadatan Beton
- Kontraktor harus bertanggung jawab untuk menyediakan
peralatan untuk mengangkut dan menuang beton dengan
kekentalan secukupnya agar didapat beton padat tanpa
menggetarkan secara berlebihan.
- Pelaksanaan penuangan dan penggetaran beton adalah
sangat penting.
- Beton digetarkan dengan vibrator secukupnya dan dijaga
agar tidak berlebihan (overvibrate). Hasil beton yang
berongga-rongga dan terjadi pengantongan beton-beton tidak
akan diterima.
- Penggetaran tidak boleh dengan maksud mengalirkan beton.
- Pada daerah pembesian yang penuh (padat) harus digetarkan dengan penggetar
frekwensi tinggi 0.2 cm, agar
• Pemeriksaan Lanjutan
Apabilahasilpemeriksaantersebutdiatasmasih meragukan,
maka pemeriksaan lanjutan dilakukan dengan
menggunakan concrete gun atau kalau perlu dengan core drilling
untuk meyakinkan penilaian terhadap kualitas beton yang sudah
ada sesuai dengan pasal 4.8 (Peraturan Beton Bertulang
Indonesia) PBI (1971). Seluruh biaya pekerjaan pemeriksaan
lanjutan ini sepenuhnya menjadi tanggungan kontraktor.
Owner
UPI
Berikut adalah struktur organisasi PT. Adhikarya (Persero) Tbk pada proyek CWP –
01 Construction Buildings For PPG, FPTK, COE :
Gambar 3.3 Struktur Organisai PT Ahikarya (Persero) Tbk Proyek CWP-01
Gambar kerja yang dikeluarkan oleh konsultan perencana, BOQ, RKS, dan risalah-
risalah rapat. Sebelum shop drawing digunakkan sebagai acuan pelaksanaan pekerjaan
di lapangan terlebih dahulu diajukan oleh kontraktor untuk di review oleh konsultan
pengawas/konsultan manajemen konstruksi (MK) yang kemudian didapatkan status dari
gambar tersebut.
dari sayap kanan sampai sayap kiri berjarak total panjang gedung 40 meter
dengan jarak as antar tangga darurat 24 meter, hal ini sesuai dengan peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M (2007) dan SNI 03-1746 (2000)
dimana setiap bangunan gedung yang bertingkat lebih dari 3 lantai, harus
mempunyai tangga darurat/penyelamatan minimal 2 buah dengan jarak
maksimum 30 meter, sehingga gambar perencanaan sesuai dengan peraturan
pemerintah terkait tentang tangga kebakaran.
3.5.2 Tampak
Tampak gedung PPPG ini ditunjukkan dari gambar perencanaan gedung
pelatihan dengan perwujudan bangunan yang terbangun dipresentasikan dengan
gambar visualisasi 2 dimensi untuk menunjukkan hasil akhir tampak bangunan
dari proyek ini. Gambar tampak biasanya dilengkapi dengan legenda atau notasi
balok dimensi atau jenis material dan façade yang digunakan sehingga pekerja
dapat dengan mudah mengerti jenis bahan material yang digunakan dan bentuk
tampak bangunan dari gambar tersebut.
Pada gambar kerja tampak menunjukkan sisi-sisi pada bangunan seperti tampak
depan, tampak samping untuk acuan pekerja mengetahui tampak bangunan
dalam gambar kerja 2 dimensi.
3.5.3 Potongan
Potongan gedung PPPG ini menjelaskan detail seperti peil lantai, jarak plafond
dari lantai, jarak antara lantai 1 ke lantai 2 dan dimensi-dimensi lain yang
dibutuhkan lainnya untuk mempermudah pengerjaan. Gambar potongan
memberikan sudut pandang bagian dalam bangunan untuk melihat sudut
pandang bangunan lain yang memperlihatkan bagian dalam bangunan lain
sehingga mempermudah pekerja melihat berbagai sudut dari potongan.
BAB IV PENGAMATAN
Gambar perencana/gambar kerja yang dibuat oleh konsultan perencana yaitu PT. Pandu
Persada, praktikum mempelajari dan memahami gambar kerja yang diberikan sebagai
acuan praktikum mengamati dan menganalisa di lapangan. Fungsi dan tujuan gambar
kerja adalah untuk :
1. Penyampaian informasi,
2. Penyimpanan dan penggunaan keterangan (data teknis),
3. Metode (perencanaan) data penyiapan informasi.
Praktikum mengamati gambar kerja tangga darurat untuk pekerjaan Gedung Pusat
Pedidikan dan Pelatihan Guru di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, praktikum
akan mengamati gambar kerja yang digunakan untuk pekerja dalam pelaksanaan
pekerjaan tangga darurat.
Pada gambar kerja bordes memiliki lebar yang sama dengan anak tangga
untuk lintasan naik dan turun pengguna dengan dimensi yang sesuai
dengan standar yang berlaku.
Pada gambar kerja raling tangga atau rel pegangan tangga menggunakan
bahan material stainless dengan ketinggian 75 cm, kesesuaian gambar kerja
pada standar yang berlaku untuk pekerjaan tangga darurat sangat penting
untuk keamanan dan kenyamana pengguna.
Pada gamabar kerja akses pintu darurat akan langsung menuju keluar gedung
dengan akses tangga darurat vertical terdapat area jalan terusan dengan lebar
sama dengan tangga darurat untuk space pengguna tangga darurat.
Eksit pelepasan merupakan jalur terakhir eksit atau area bebas diluar gedung yang
aman setelah melewati tangga darurat, eksit pelepasan juga berupa area titik
kumpul dimana area aman pengguna gedung saat terjadi kebakaran atau bencana.
arah keluar bangunan yang aman, smoke detector untuk pendeteksi asap dalam
gedung, heat detector untuk mendeteksi panas api dalam gedung, apar atau
pemadam kebakaran darurat dalam gedung, dan sarana prasarana lain dapat
membantu saat dalam keadaan darurat dalam gedung.
Pekerjaan papan begisting untuk tangga harus dilakukan dengan teliti dan
pengukuran yang akurat agar tidak terjadi kesalahan tinggi atau lebar anak
tangga, saat proses pembuatan begisting tangga pekerja dianjurkan untuk
A. Portland Cement
4.2.10.4.1 Persyaratan Umum
4.2.10.4.2 Pemeriksaan
Pengawas harus memeriksa semen yang disimpan dalam Gudang
pada setiap waktu sebelum dipergunakan. Tim dari kontraktor
akan bersedia untuk memberi bantuan yang dibutuhkan oleh
pengawas untuk pengambilan contoh-contoh atau pemeriksaan
tersebut.
a. Persyaratan Umum
Tempat dan pengaturan dari semua daerah penimbunan harus
mendapat persetujuan dari pengawas.
yang tidak dikehendaki, segala macam tanah dan pasir yang tidak
dapat dipakai harus disingkirkan. Timbunan harus diatur dan
dilaksanakan sedemikian rupa tidak merusak mutu pasir.
4.2.10.4.4 A i r
Air yang dipakai untuk semua pekerjaan beton harus bebas dari
lumpur, minyak, asam, bahan organik basah, garam dan kotoran-
C. Material Approving
Proses pelaksanaan pekerjaan tangga darurat dengan menggunakan acuan gambar kerja
yang sesuai dengan standar nasional yang berlaku. Proses pelaksanaan tangga darurat
tercantum dalam Permen PU No. 26 PRT/M (2008),Permen PU No. 45/PRT/M (2007),
SNI 03-1746 (2000), Permen PU No. 45/PRT/M (2007), SNI 03-1746 (2000),
Peraturan Beton Indonesia (1971), Peraturan Beton (1979), dan peraturan lain sebagai
pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan tangga darurat atau proteksi kebakaran.
Berikut perbandingan dan tahap pekerjaan tangga darurat menurut SNI dengan
pelaksanaan dilapangan :
4.3.1 Komponen Tangga Darurat
Menurut SNI No. 03-1746 (2000) tangga yang digunakan sebagai suatu komponen
jalan ke luar, harus sesuai dengan persyaratan umum yang terlampir dalam kajian teori
seperti lebar anak tangga, kemiringan, dan ketinggian anak tangga.
• Anak Tangga
- Pagar Pengaman dan Rel Pegangan Tangan Menurut SNI No. 03-
1746 (2000)
Menurut SNI no. 03-1746 (2000) tangga dan ram mempunyai rel
pegangan tangan pada kedua sisinya. Di dalam penambahan, rel pegangan
tangan harus disediakan di dalam jarak 75 cm (30 inci) dari semua bagian
lebar jalan ke luar yang dipersyaratkan harus sepanjang jalur dasar dari
lintasan.
• Pintu Darurat
Pada gambar kerja terdapat dua unit tangga darurat dengan jarak 40 meter
sesuai dengan standar yang berlaku, pada gambar kerja dapat disimpulkan
sebagai berikut :
• Tangga darurat atau jalur eksit tertutup dengan pelapis dengan proteksi
kebakaran dengan sistam tangga darurat vertikal.
• Terdapat 2 unit tangga darurat atau jalur eksit dengan jarak 40 meter.
Akses koridor pada gambar kerja sesuai dengan standar yang berlaku di
Indonesia, akses koridor sangat penting untuk memenuhi mobilitas saat
terjadi kebakaran atau bencana agar pengguna gedung dapat keluar gedung
dengan aman dan tidak berdesak-desakan.
Gambar 4.3.16 : Pintu yang diizinkan dari lantai bawah ke dalam eksit terlindung.
Sumber : Permen PU Nomor : 26/Prt/M (2008)
Pada gambar kerja tangga darurat sesuai dengan standar nasional Indonesia
yang berlaku untuk pekerjaan tangga darurat yaitu dengan diadakan dinding
pemisah untuk sistem proteksi untuk evakuasi tangga darurat dengan akses
eksit dengan langsung keluar gedung.
Dilihat dari gambar kerja akses pelepasan tangga darurat langsung menuju
ke ruang terbuka diluar bangunan gedung untuk titik aman pengguna saat ke
luar dari bangunan gedung jika terjadi bencana atau kebakaran.
Gambar 4.3.41 : Presurisasi sumur tangga oleh fan propeler yang dipasang di atap
Sumber : SNI-03-6571 (2001)
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan dan Analisa yang dilakukan dilapangan, dalam mengamati
tangga darurat maka dapat disimpulkan berdasarkan gambar kerja dan pengerjaan
dilapangan sebagai berikut :
• Anak Tangga
Pada gambar kerja dimensi lebar dan tinggi anak tangga sesuai
dengan standar yang berlaku.
• Bordes
Lebar dan Panjang bordes tangga darurat pada gambar kerja
sesuai dengan apa yang ditentukan oleh Standar Nasional
Indonesia sebagai acuan.
• Pintu Darurat
Pada gambar kerja pintu darurat sesuai dengan standar yang
berlaku seperti ayunan pintu harus arah ke luar.
1. Akses Eksit
Exit pada tangga darurat harus tersedia, yaitu area bebas diluar Gedung
dimana area pada gambar kerja setelah melalui jalur evakuasi, hal ini
sesuai dengan ketentuan dan standar yang berlaku.
1. Akses Eksit
Akses eksit dengan perletakkan simbol jalur evakuasi dan letak
keamananan darurat pada gedung.
2. Eksit
Eksit pada tangga darurat yaitu area bebas diluar gedung, dimana area
titik kumpul yang aman dari bencana atau dari kebakaran terletak setelah
keluar dari tangga darurat.
Sarana dan prasaran pendukung evakuasi seperti apar, smoke detector, fire
alarm, dan saran lain yang dapat digunakan saat terjadi kebakaran dilakukan
dibagian finishing pekerjaan sesuai dengan ketentuan dan acuan kerja.
Dilapangan
5.2 Saran
Berdasarkan pengamatan dan Analisa pada gambar kerja maka ada beberpa saran untuk
pekerjaan tangga darurat pada gambar kerja yaitu :
• Bordes
Saran untuk bordes pada gambar kerja harus lebih mendetail seperti
ketinggian bordes dari plat lantai pada gambar kerja.
5.2.2 Saran Komponen Tangga Darurat pada Gambar Kerja Dan Dilapangan
Dalam pengamatan tangga darurat antara gambar kerja dan pelaksanaan
dilapangan sudah sesuai dengan tahap-tahapan antara pelaksanaan dan gambar
kerja, secara keseluruhan pelaksanaan tangga darurat sesuai dengan gambar kerja,
secara umum pelaksanaan tangga darurat dari tahap awal sampai akhir mengalami
kesesuain dengan gambar kerja.
Buku
Mark A. Lewis, Boca Raton. FL. Pub. Number. US 2010/0025156 AI. 2010.
Emergency Evacuation System For Multi-Story Buildings. United State. Patent
Application Publication.
Stig Johansen, Horten, Norway. Patent Number. 5.131.493. 1992. Emergency Stairs
For External Mounting On Buildings. United State Patent Documents.
Thomas H. Allen, Roanoke, Boise. Patent Number. 5.979.607. 1999 : Multiple Level
Building With An Elevator System Operable Asa Means Of Emergency Egress And
Evacuation During A Fire Incident. United State Patent Documents.
SNI 03-1970-1990. Metode Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan Air Agregat
Halus. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum, Badan Penelitian Dan Pengembangan
PU, Standar Nasional Indonesia
SNI 03-1746-2000. 2000. Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Sarana Jalan
Keluar Untuk Penyelamatan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung.
Jakarta : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.