Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS PERMASALAHAN DAYA DUKUNG AIR DI KOTA YOGYAKARTA

DENGAN DPSIR

LAPORAN
Diajukan sebagai salah satu tugas Lingkungan dan Sumberdaya Alam pada Semester I
Tahun Akademik 2021-2022

Oleh:
Nama : Yogma Noor Dinara G.
NIM : 15420058

Jurusan : Perencanaan Wilayah dan Kota


Kelas : 02

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


SEKOLAH ARSITEKTUR PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


BANDUNG
2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 2
A. PENDAHULUAN ................................................................................................................... 3
B. DRIVING FORCE .................................................................................................................. 3
C. PRESSURE ............................................................................................................................. 4
D. STATE ..................................................................................................................................... 5
E. IMPACT .................................................................................................................................. 5
F. RESPONSE ............................................................................................................................. 6
DIAGRAM DPSIR
LAMPIRAN ARTIKEL

2
A. PENDAHULUAN
Isu kualitas lingkungan hidup di Indonesia menjadi salah satu bahasan menarik
untuk diangkat dan dibahas. Permasalahan mengenai kualitas lingkungan hidup ini dapat
bersumber dari banyak hal, salah satunya adalah akibat dari rendahnya daya dukung
sumber daya air. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup Republik
Indonesia, Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi salah satu provinsi yang memiliki nilai
Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKHL) yang cenderung rendah dan mengalami
ketidakstabilan tiap tahunnya yakni sebesar 61,69 pada tahun 2018, mengalami penurunan
sebesar 0,64 menjadi 61,05 pada tahun 2019 dan sedikit mengalami peningkatam sebesar
0,5 pada tahun 2020 (KLHK, 2020). Data ini menunjukkan bahwa Daerah Istimewa
Yogyakarta menjadi salah satu provinsi yang belum optimal dan stabil dalam hal penataan
lingkungan dan kualitas hidup masyarakatnya. Ketidakstabilan indeks kualitas lingkungan
hidup di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak bisa lepas dari rendahnya kemampuan daya
dukung sumber daya air yang disebabkan oleh beberapa permasalahan yang kompleks.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melihat permasalahan sumber daya
air di Kota Yogyakarta perlu menggunakan berbagai macam pendekatan. Hal itu karena
masalah sumber daya air yang ada di Yogyakarta sudah semakin kompleks, tidak hanya
mengalami penurunan jumlah, namun juga kualitas yang semakin memburuk. Hal ini
diperparah dengan perubahan iklim sehingga terjadi penurunan curah hujan di Kawasan
Yogyakarta, curah hujan yang seharusnya telah mencapai 100-150 milimeter per dasarian,
kini di Yogyakarta dan sekitarnya hanya mencapai rata-rata 20-75 milimeter per dasarian,
atau di bawah normal. Tidak berhenti disitu, masih ada beberapa faktor yang mempengaru
permasalahan ini. Oleh karena itu, akan digunakan Analisis DPSIR (Driver, Pressure,
State, Impact and Response) untuk melihat faktor penyebab dan akibat dari permasalahan
yang ada.

B. DRIVING FORCE
Driver dapat didefinisikan sebagai faktor pemicu yang memberikan tekanan tidak langsung
terhadap kondisi lingkungan. Driver juga dapat diartikan sebagai aktivitas antropogenik
yang mungkin memiliki efek terhadap lingkungan (misalnya pertanian, industri). Pada
permasalahan ini ada beberapa sektor yang menjadi driving force. Pertama, bidang sosial,
driver di bidang sosial adalah peningkatan populasi. Kota Yogyakarta bukanlah kota

3
yang besar bila dibandingkan dengan Jakarta, Surabaya, atau Medan. Namun, beberapa
tahun belakangan ini telah terjadi aglomerasi antara Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman,
dan Kabupaten Bantul. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS, 2020), populasi Kota
Yogyakarta sebanyak 394.012 jiwa pada 2020, sementara Sleman memiliki penduduk
sebanyak 1.114.833 jiwa dan Bantul sebanyak 927.958 jiwa. Populasi menjadi driving
force karena manusia sejatinya membutuhkan air.
Kedua, adalah bidang ekonomi, driver di bidang ekonomi adalah peningkatan
turisme di Kota Yogyakarta. Hal ini dipertegas dengan ikon Kota Yogyakarta sebagai
destinasi wisata favorit dan sebagai kota budaya, sehingga tidak heran, pada kondisi
normal, jumlah wisatawan di Yogyakarta setiap tahun akan cenderung meningkat. Selain
itu, driving force ekonomi juga ditambah dengan banyak industri batik di Yogyakarta.
Ketiga, adalah bidang lingkungan, seperti sudah dijelaskan pada bagian pendahuluan,
driver di bidang lingkungan adalah terjadinya perubahan iklim yang tidak menentu.
Terakhir, adalah bidang institusi, driver pada bidang ini adalah kebijakan institusi dan
personal masyarakat dan manajemen data mengenai sumber daya air di Yogyakarta.

C. PRESSURE
Pressure adalah tekanan dari kegiatan-kegiatan manusia terhadap lingkungan dan sumber
daya alam, untuk memenuhi kebutuhan manusia menyebabkan tekanan terhadap
komponen lingkungan sebagai akibat dari produksi barang/jasa dan konsumsi manusia
yang dapat menyebabkan turunnya kualitas lingkungan hidup manusia. Komponen
lingkungan yang mendapat tekanan tersebut adalah komponen fisik/kimia, biologi, sosial,
ekonomi, budaya dan kesehatan. Pada permasalahan ini, dapat diidentifikasi bahwa
tekanan yang terjadi akibat dari driving force sebelumnya adalah :
1. Konsumsi air menjadi meningkat
2. Debit air buangan meningkat dan Industri Batik menyebabkan beban kemampuan
perairan meningkat.
3. Curah hujan semakin sedikit dan jarang
4. Muncul Peraturan Walikota tahun 2013 yang memicu banyaknya hotel dan lemahnya
kapasitas Institusi dan Personal

4
D. STATE
State pada permasalahan ini dapat diartikan sebagai kondisi sumber daya air yang
dihasilkan, baik dari faktor alamiah maupun faktor antropogenik. Berdasarkan driver dan
pressure, state pada permasalahan ini dapat diidentifikasi menjadi :
1. Penurunan muka air tanah
Dari segi kuantitas, terjadi penurunan terus-menerus pada permukaan groundwater (air
tanah) di sekitar Yogyakarta. Berbagai angka muncul baik melalui artikel di jurnal
ilmiah maupun pernyataan ahli di media. Meskipun tidak dalam semua kesempatan
disebutkan bahwa muka air tanah yang turun ini maksudnya adalah akuifer Merapi
yang berada di bawah Kota Yogyakarta, tetapi besar kemungkinan inilah yang
dimaksud. Akuifer adalah formasi geologi dengan batuan yang mampu melalukan air,
dan karena itu dia mampu menghasilkan air untuk digunakan sebagai sumber air
(Astriningtyas dan Putra, 2006).
2. Air tanah terkontaminasi bakteri E-Coli, nitrat dan zat kimia lainnya. Hal ini adalah
state langsung dari faktor ekonomi yang terjadi di Kota Yogyakarta.
3. Menipisnya ketersediaan air yang merupakan state dari faktor lingkungan
4. Kebijakan Institusi terkait hotel, mall, dan apartemen dan fungsi PDAM sangat lemah
serta manajemen Data mengenai Sumber Daya Air tidak dikelola dengan baik

E. IMPACT
Impact/dampak adalah ekses negatif dari perubahan kondisi/keadaan/sistem lingkungan
terutama turunnya daya dukung lingkungan yang dapat menimbulkan dampak terhadap
kualitas hidup manusia. Pada permasalahnya daya dukung air di Kota Yogyakarta ini,
berdasarkan state sebelumnya, dapat dianalisis dampak yang terjadi adalah :
1. Harga/Biaya air di Kota Yogyakarta menjadi mahal, dampak dari menipisnya
ketersediaan air.
2. Penurunan Kesehatan masyarakat., dampak tidak langsung dari terkontaminasinya air
tanah akibat banyaknya debit air buangan dari turisme dan industri batik.
3. Penurunan Kuantitas dan Kualitas Air, dampak langsung dari peningkatan konsumsi
air.

5
4. Kebijakan berdasarkan asumsi, merupakan dampak dari instansi yang belum memiliki
acuan kebijakan tentang pengelolaan air dan kebijakan pembangunan hotel, mall, dan
apartemen di Kota Yogyakarta
5. Tidak ada model sumber daya air yang meyakinkan, dampak dari masih terbatasnya
kajian literatur tentang day dukung air.

F. RESPONSE
Response adalah aktivitas menanggapi dampak dan biasanya dalam suatu tatanan normatif
seperti pengambilan keputusan dan kebijakan dalam skala yang berbeda guna
mengendalikan dan mengurangi dampak negatif yang terjadi. Selain itu, response juga
akan menunjukkan seberapa besar respon masyarakat, pemerintah, dan dunia terhadap
masalah lingkungan; mengacu pada aksi dan reaksi yang dilakukan secara perorangan dan
bersama. Pada permasalahan ini, beberapa response yang terjadi dan dapat dirumuskan
anatara lain:
1. Pemerintah : Batasi pembangunan hotel, mall, dan apartemen di Yogyakarta serta
pembuatan kebijakan tepat sasaran.
2. KPK dan Lembaga Anti korupsi : Pengawasan dan Pengusutan Korupsi di bidang
pembangunan hotel, mall, apartemen, dan pelayanan air
3. Universitas dan Badan penelitian : Penggalakan penelitian tentang kualitas dan
kuantitas air
4. Warga : Kesadaran menjaga kelestarian dan paham bahwa Air merupakan HAM
sehingga harus saling menjaga.

Anda mungkin juga menyukai