Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol.

16, Nomor 1, Januari 2010

Penuntasan Wajib Belajar 12 Tahun di Provinsi DKI Jakarta


Muhamad Husin
Guru SMA Negeri 111 Jakarta, e-mail: husin_111@yahoo.com

Abstrak: Program wajib belajar sembilan tahun pendidikan di Indonesia mulai dicanangkan pada
tahun 1994 dan ditargetkan penuntasannya pada tahun 2008. Akan tetapi dalam pelaksanaannya
masih menemui banyak kendala, antara lain adalah faktor biaya, sarana persekolahan, dan keadaan
yang mengharuskan anak didik bekerja, sehingga target penuntasan wajib belajar sembilan tahun
secara keseluruhan belum tercapai. Khusus Provinsi DKI Jakarta program wajib belajar 9 tahun telah
berhasil dituntaskan. Angka Partisipasi Kasar (APK) Sekolah Menengah Pertama Provinsi DKI Jakarta
pada tahun 2004 telah mencapai 102,86%, sedangkan untuk Sekolah Menengah mencapai 81,41%.
Berdasarkan fakta ini, seharusnya provinsi DKI Jakarta mulai meningkatkan kualitas pendidikan
warganya dengan program wajib belajar 12 tahun. Hal ini sesuai dengan perkembangan kota Jakarta
sebagai kota jasa yang sejajar dengan kota-kota besar lainnya di Asia, yang membutuhkan sumber
daya manusia yang unggul dan tangguh dalam bidang industri jasa. Dalam rangka menuntaskan wajib
belajar 12 tahun, masih dibutuhkan tambahan anggaran baik dari APBN, APBD maupun partisipasi
masyarakat dan dunia usaha. Pembiayaan program wajib belajar 12 tahun, harus diarahkan pada
pengelolaan dan pengawasan sumber daya pembiayaan dan peningkatan kualitas pendidikan.

Kata kunci: penuntasan wajib belajar sembilan tahun, APK dan APM, kualitas lulusan, perencanaan
pembiayaan, manajemen strategis.

Abstract: Program nine years of compulsory education in Indonesia started launched in 1994 and
finished in the year targeted 2008. However, in practice still have a lot of obstacles, among others, is
the cost factor, the means of schooling, and the circumstances that require students to work, so that
the target of completing the nine-year compulsory education as a whole have not been met. Special
Province of DKI Jakarta program compulsory education of 9-year, has been successfully completed.
Gross Enrollment Rate (GER) Junior High School for DKI Jakarta province in 2004 has reached
102.86%, while for senior high school by 81.41%. Based on these facts, it should provincial DKI
Jakarta began improving education quality by improving citizens 12 years of mandatory programs.
This is in accordance with the development of Jakarta as a city service that is parallel to the major
cities the other in Asia, which requires human resources and strong excel in the service industry. In
order for completing compulsory education reached 12 years, still required additional budget from the
state budget, budget and community participation and the business world. Financing programs
compulsory education to 12-year, should be directed to the management and supervision of financial
resources and improving the quality of education.

Key words: completion of nine-year compulsory education, GER and NER, the quality of graduates,
financial planning, strategic management.

92
Muhamad Husin, Penuntasan Wajib Belajar 12 Tahun di Provinsi DKI Jakarta

Pendahuluan masyarakat tidak bersekolah atau putus sekolah


Upaya peningkatan sumber daya manusia yang adalah ketiadaan biaya. Kesulitan ini bertambah
utama dilakukan melalui pembangunan sektor dengan krisis yang melanda Indonesia sejak tahun
pendidikan, seperti yang dinyatakan oleh Becker 1997. Data tahun 1998-1999 menunjukkan bahwa
bahwa pendidikan merupakan faktor yang penting terjadi peningkatan angka putus sekolah pada
dalam pengembangan sumber daya manusia. jenjang pendidikan dasar yang cukup signifikan.
Pendidikan tidak saja menambah pengetahuan, Pada jenjang sekolah dasar siswa yang potensial
akan tetapi juga meningkatkan keterampilan putus sekolah sebesar 5,7% dari sebelumnya
beke rja yang akhirnya akan meningkatkan 2,6% dan jenjang sekolah menengah pertama
produktivitas kerja (Becker, 1994). Pengalaman sebesar 11,5% dari sebelumnya 5,1% (Yahya,
empiris telah membuktikan bahwa bangsa-bangsa 2003).
yang tela h menikmati kese jahter aan dan Sesuai dengan hasil Susenas sebagian besar
kemakmuran bagi rakyatnya adalah bangsa yang masyarakat tidak mengikuti kegiatan perse-
memulai pembangunannya melalui pendidikan kolahan karena tidak adanya biaya. Hal ini
meskipun tidak memiliki sumber daya alam. menunjukkan bahwa faktor biaya pendidikan
Dengan sumber daya manusia yang berkualitas merupakan unsur utama dalam penuntasan wajib
serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, belajar sembilan tahun dan peningkatan mutu
bangsa tersebut dapat menikmati kemakmuran pembelajaran. Padahal wajib belajar sembilan
bangsanya. Sebagai contoh adalah negara- tahun juga merupakan amanat Undang-undang
negara seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
dan Singapura. Nasional yang mewajibkan negara menanggung
Pro gram wajib bel ajar sembi lan tahun biayanya. Akan tetapi kenyataannya, anggaran
merupakan kebijakan pemerintah di dalam untuk pendidikan dalam APBN 2006/2007 masih
memperbaiki kualitas sumber daya manusia dirasakan kecil, sebab baru sekitar 8% dari 20%
Indonesia agar memiliki standar pendidikan yang diamanatkan Undang-undang Sisdiknas.
minimal sembilan tahun sebagai modal dasar Meskipun dari dana kompensasi bahan bakar
pembangunan bangsa dalam meni ngkat kan minyak (PKPS BBM) tahun 2005 pemerintah
pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan memberikan subsidi pada pendidikan dasar dan
produktivitas kerja tenaga terdidik di masa datang menengah sebesar 6,27 triliun, tetapi masih belum
sekaligus mempersiapkan masyarakat agar mencukupi apabila digunakan untuk penuntasan
mampu bersaing di pasar global. Program wajib wajib belajar sembilan tahun dan peningkatan
bel ajar sembila n tahun di dasari konse p mutu pembelajaran.
“pendidikan dasar untuk semua”(universal basic Dari hasil perhitungan panitia anggaran
educatio n), yang pada hakekat nya berart i Dewan Perwakilan rakyat bersama pemerintah
penyediaan akses yang sama untuk semua anak diperoleh bahwa satuan biaya pendidikan untuk
(Daliyo, 1998). Tujuan yang ingin dicapai dengan SD pada tahun 2005 adalah sebesar Rp. 235.000
pro gram i ni ada lah me rangsang aspirasi per tahun per siswa, dan untuk SMP adalah Rp.
pendidikan orang t ua dan anak yang pada 324.000 per tahun per siswa (www.kompas.
gili rannya diharapka n dapat me ningkatkan co.id). Sedangkan hasil perhitungan Ghozali rata-
produktivitas kerja penduduk secara nasional. rata satuan biaya pendidikan di sekolah negeri
Pelaksanaan program wajib belajar sembilan untuk SD pada tahun 2004 adalah sebesar 1,864
tahun masih banyak menemui kendala, antara lain juta per siswa per tahun, dan untuk SMP sebesar
adal ah faktor bi aya, sarana pe rs ekolahan, 2,771 juta per siswa per tahun (www.kompas.
keadaan geografis, ketidakmampuan mengikuti co.id). Terdapat selisih yang sangat besar di
pelajaran, adanya larangan orang tua, dan antara keduanya. Hal ini bisa terjadi karena masih
keadaan yang mengharuskan anak didik bekerja. adanya pungutan atau keperluan lain yang kurang
Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional diperhit ungkan o leh DPR dan pe me rintah,
(Susenas) tahun 2003 yang dilaksanakan oleh misalnya untuk honorarium guru dan kegiatan
Badan Pusat Statistik menyebutkan 67% alasan ekstrakurikuler.

93
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 1, Januari 2010

Program wajib belajar sembilan tahun juga manajemen strategi yang diterapkan untuk
menghadapi masalah kualitas pembelajaran. menjaga mutu pembel ajaran dalam rangka
Kualitas pembelajaran ditunjukkan oleh mutu penuntasan wajib belajar 12 tahun di provinsi DKI
proses pembelajaran dan hasil pembelajaran Jakarta.
yang dilaksanakan. Hasil penelitian Ghozali
menunjukkan bahwa mutu proses pembelajaran
Kajian Literatur dan Pembahasan
pada pendidikan dasar dan menengah tergolong
Program Wajib Belajar
rendah. Sedangkan mutu hasil belajar siswa
secara keseluruhan belum mencapai nilai rata-rata Pro gram wajib b elajar merupakan amanat
yang baik, karena masih di bawah nilai tujuh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 yang
(Ghozali, 2005). Selain itu, masalah lainnya dalam menyatakan bahwa setiap warga negara berhak
kualitas pembelajaran adalah mutu guru. Saat ini memperoleh pendidikan, setiap warga negara
hanya sekitar 50% guru pada pendidikan dasar wajib memperol eh pendidikan dasa r da n
yang memenuhi kualifikasi pendidikan strata satu pemerintah wajib menyediakan dananya. Hal ini
(Harian Kompas, 29 November 2005). Dengan diperkuat dengan Undang-Undang No. 20 Tahun
demikian secara nasional masih diperlukan banyak 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
pembenahan dalam pelaksanaan program wajib pada pasal 6 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap
belajar sembilan tahun. Kenyataan ini membuat warga negara yang berusia tujuh sampai dengan
pemerintah memundurkan target penuntasan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan
program wajib belajar sembilan tahun dari tahun dasar. Selanjutnya pada pasal 17 ayat 2 dijelaskan
2004 menjadi tahun 2008. bahwa yang dimaksud dengan pendidikan dasar
adal ah berbent uk s ekolah d asar (SD ) da n
Akan tetapi kenyataan tersebut berbeda
madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang
dengan yang terjadi Di Provinsi DKI Jakarta. Angka
sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP)
partisipasi kasar (APK) SMP untuk provinsi DKI
dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain
Jakarta pada tahun 2004 telah mencapai 102,86%
yang sederajat.
(Harian Kompas, 29 November 2005), sedangkan
untuk SLTA sebesar 81,41%. APK SLTA kemudian Se lain a manat Undang-undang, pada
meningkat menjadi 81,65% pada tahun 2006 dasarnya program wajib belajar merupakan
(www.dikmentidki .go.id). De ng an ke adaan tuntutan perubahan karena didasari konsep
seperti itu, pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah “pendidikan dasar untuk semua”(universal basic
menuntaskan program wajib belajar 9 tahun. Oleh educ atio n), yang pada hakekat nya bera rt i
sebab itu perlu ditingkatkan menjadi program penyediaan akses yang sama untuk semua anak
penuntasan wajib belajar 12 tahun. Dari uraian (Daliyo, 1998). Dengan penyediaan akses yang
di atas maka diperlukan kajian yang meneliti sama bagi semua anak, maka setiap anak akan
penuntasan wajib belajar dua belas tahun di memperoleh peningkatan kemampuan bersaing
Provinsi DKI Jakarta, terutama yang terkait dengan dalam iklim gobal, sebab peningkatan mutu SDM
pembiayaan dan mutu pembelajaran. pada tingkat penguasaan pendidikan dasar
merupakan persyaratan minimum bagi setiap
Masalah dalam kajian ini dirumuskan sebagai
warga negara Indonesia untuk mengenal
berikut: 1) Bagaimanakah perencanaan pem-
peralatan elektronik, prinsip kerja mesin-mesin
biayaan yang dilaksanakan dalam penuntasan
produksi dan pertanian, alat-alat rumah tangga
wajib belajar 12 tahun di provinsi DKI Jakarta? 2)
yang diperlukan untuk membangun kehidupan
Bagaimanaka h ma najemen strategi yang
modern dengan menggunakan teknologi dasar.
diterapkan untuk menjaga mutu pembelajaran Dengan demikian program wajib belajar bertujuan
dalam rangka penuntasan wajib belajar 12 tahun untuk memberikan bekal kemampuan dasar
di provinsi DKI Jakarta. kepada peserta didik untuk mengembangkan
Tujuan kajian ini adalah dapat diperoleh data kehidupannya sebagai pribadi, anggota ma-
dan informasi tentang: 1) perencanaan pem- syarakat, warga negara dan anggota umat
biayaan yang dilaksanakan dalam penuntasan manusia serta mempersiapkan peserta didik
wajib belajar 12 tahun di provinsi DKI Jakarta, 2) untuk mengikuti pendidikan menengah.

94
Muhamad Husin, Penuntasan Wajib Belajar 12 Tahun di Provinsi DKI Jakarta

Hal ini sejalan dengan komitmen Negara- sekolah pada jenjang tertentu. APK dihitung
negara PBB untuk Education for All (EFA) di Jomtien dengan rumus:
tahun 1991 dan Dakar tahun 2000 berisikan enam (Jumlah siswa seluruhnya)
tujuan utama, yaitu: (1) memperluas pendidikan
APK = ________________________ X 100%
untuk anak usia dini, (2) menuntaskan wajib
(Jumlah penduduk usia 7-15)
belajar untuk semua pada tahun 2015, (3) me-
ngembangkan proses pembelajaran/keahlian
untuk orang muda dan dewasa, (4) meningkatnya Angka Parti sipasi Mur ni (APM) a da lah
50% orang dewasa yang melek huruf pada tahun persentase jumlah siswa usia sekolah terhadap
2015, khususnya perempuan, (5) menghapuskan jumlah penduduk usia sekolah pada suatu jenjang
kesenjangan gender, dan (6) meningkatkan mutu sekolah, usia sekolah pendidikan dasar adalah 7-
pendidikan (Muchtar, 2004). Komitmen ini tentunya 15 Tahun. Besarnya APM dihitung dengan rumus:
juga mengikat Indonesia sebagai negara anggota
PBB. (Jumlah siswa usia 7-15)
Program wajib belajar sembilan tahun di APM = _________________________ X 100%
Indonesia di mulai pencanangannya pada tahun
(Jumlah penduduk usia 7-15)
1994 dan ditargetkan penuntasannya pada tahun
2008 (Harian Kompas, 29 November 2005). Ada
(sumber:www.depdiknas.go.id/ditjen
lima alasan bagi pemerintah untuk memulai
manajemendikdasmen)
program wajib belajar sembilan tahun: (1) lebih
dari 80 perse n angkat an kerja hanya ber-
pendidikan SD atau kurang, atau SMP tidak tamat; Berdasarkan laporan Bank Dunia tahun 2004
(2) program wajib belajar sembilan tahun akan Indones ia masih belum mampu memenuhi

meningkatkan kualitas SDM dan dapat memberi program wajib belajar sembilan tahun bagi semua

nilai tambah pada pertumbuhan ekonomi; (3) anak, karena masih terdapat sekitar 20 persen
anak usia sekolah menengah pertama yang masih
semakin tinggi pendidikan akan semakin besar
belum bersekolah (Bank Dunia, 2004). Krisis
partisipasi dan kontribusinya di sektor-sektor
ekonomi yang melanda Indonesia berpengaruh
yang produktif; (4) dengan peningkatan program
terhadap APK dan APM pendidikan dasar. Pada
wajib belajar dari enam ke sembilan tahun, akan
tahun 1998 meskipun APK dan APM SD+MI secara
meningkatkan kematangan dan ketrampilan
nasio nal tela h tuntas yait u masing-masing
siswa; (5) peningkatan wajib belajar menjadi
sebesar 113,74% dan 93,74%, namun untuk
sembilan tahun akan meningkatkan umur kerja
SLTP+MTs masih jauh dari tuntas, yaitu sebesar
minimum dari 10 ke 15 tahun (Daliyo, 1998). Jadi
71,92% dan 55,05% ( www.depdiknas.go.id/
suksesnya pelaksanaan wajib belajar sembilan
ditjenmanajemendikdasmen).
tahun akan meningkatkan produktivitas kerja
Keadaan menjadi sangat ironis b ila
manusia Indonesia secara keseluruhan.
dibandingkan dengan kondisi negara pesaing
Akan tetapi pencapaian program wajib belajar
Indonesia di Asia Tenggara, seperti Thailand dan
sembilan tahun oleh pemerintah belum mencapai
Malaysia. Tahun 2003, Thailand telah memperluas
hasil maksimal sehingga target pencapaian
wajib belajar 9 tahun menjadi 12 tahun dan mulai
penuntasan wajib belajar sembilan tahun pada
mempersiapkan kebijakan wajib belajar 15 tahun
tahun 2008 masih merupakan pekerjaan yang
secara gratis, sementara Malaysia mentargetkan
berat bagi pemerintahan di orde reformasi ini.
angka partisipasi di universitas mencapai 40%
Indikator- pencapaian program wajib belajar
pada tahun 2010 (www.economist.com). Rencana
sembilan tahun adalah kinerja pencapaian Angka
ini tentu akan meninggalkan Indonesia jauh di
Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni
belakang dalam rata-rata lama sekolah para
(APM) untuk jenjang pendidikan SD sampai SMP
tenaga kerjanya.
se be sar 90% (Bank Duni a, 200 4). Angka
Partisipasi Kasar (APK) adalah persentase jumlah De ngan merujuk indikat or penca pa ian
siswa seluruhnya terhadap jumlah penduduk usia program wajib belajar sembilan tahun, secara

95
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 1, Januari 2010

nasional Indonesia telah mencapai hasil-hasil Perencanaan Pembiayaan Program Wajib


seperti dalam tabel berikut: Belajar Dua Belas Tahun
Pencapaian ketuntasan program wajib belajar dua
Tabel 1. Pencapaian Program Wajib Belajar 9 belas tahun yang diikuti dengan peningkatan mutu
Tahun Nasional Tahun 2003/2004. proses dan hasil pembelajaran pendidikan dasar
memerlukan pembiayaan yang cukup besar.
No. Indikator Pencapaian (%) Meskipun manajemen strategi yang dikem-
SD+MI SMP+MTs bangkan dan kemudian siap diimplementasikan
1. Angka Partisipasi Kasar (APK) 114,88 81,65 dinilai telah cukup baik, tetapi tanpa dukungan
dana yang memadai maka agenda itu akan
2. Angka Partisipasi Murni (APM) 94,00 61,60
menjadi sia-sia.
Pembiayaan pendidikan untuk pendidikan
Sumber: Bank Dunia “Indonesia Policy Briefs” Tahun
dasar dan menengah memiliki cakupan yang luas
2004.
yakni semua pengeluaran yang diperlukan untuk
Dari data tersebut terlihat keadaan yang penyelenggaraan pendidikan dasar (Supriadi,
memprihatinkan pada APK dan APM SMP yang baru 200 3). Biaya tersebut o leh Ghozal i (20 05)
mencapai masing-masing 81,65% dan 61,60%. digolongkan menjadi tiga tingkatan yaitu biaya di
Akan tetapi keadaan tersebut berbeda untuk tingkat orangtua/siswa, tingkat sekolah, dan
provinsi DKI Jakarta. Pencapaian program wajib tingkat wi layah at au pusat . Biaya tingkat
belajar di provinsi DKI Jakarta pada tahun 2004 orangtua/siswa adalah seluruh biaya pribadi
memuaskan. APK untuk SMP sudah mencapai o rangtua/si swa yang dipergunakan untuk
ketuntasan yaitu sebesar 102,86% dan APM nya bersekolah seperti biaya transport, uang iuran
91,20% (www.depdiknas.go.id/statistik pendi- sekolah, kebutuhan buku dan alat tulis, dan uang
dikan). Terlihat bahwa APK dan APM untuk jenjang saku. Biaya tingkat sekolah adalah biaya yang
SMP di provinsi DKI Jakarta di atas rata-rata diperlukan sekolah untuk melaksanakan kegiatan-
nasional. kegiatan pembelajaran. Termasuk di dalamnya
Keadaan itu bisa dicapai karena pemerintah adalah gaji guru/pegawai sekolah, bahan ajar,
provinsi DKI Jakarta telah memberikan anggaran sarana, kegiatan pembelajaran dan penilaian.
untuk pendidikan dengan porsi yang besar. Dari Sedangkan biaya tingkat wilayah/pusat adalah
APBD Provinsi DKI Jakarta tahun 2008 anggaran biaya yang diperlukan oleh dinas pendidikan/
pendidikan dialokasikan sebesar 5,25 Trilyun atau depart emen pendi dikan untuk mengel ola
sebesar 25,61% dari total APBD sebesar 20,5 persekolahan, khususnya sekolah tingkat dasar.
Trilyun. Bahkan untuk mencapai program wajib Pada tingkat satuan pendidi kan bi aya
belajar sembilan tahun, mulai tahun 2005 Pemprov pendidikan diperoleh melalui subsidi pemerintah
DKI Jakarta telah memberikan pendidikan gratis pusat, pemerintah daerah, iuran siswa, dan
bagi siswa sampai tingkat SMP. sumbangan masyarakat (Supriadi, 2003). Subsidi
Berdasarkan kenyataan di atas, maka sudah pemerintah dianggarkan untuk bantua n
selayaknya pemprov DKI Jakarta mulai me- operasional sekolah melalui APBN/APBD maupun
ningkatkan kualitas pendidikan warganya dengan subsidi lainnya, seperti subsidi dari kenaikan
meningkatkan program wajib belajar dua belas harga bahan bakar minyak. Pendapatan sekolah
tahun. Hal ini sesuai dengan pengembangan kota diang garkan mel alui APBS dan sumbanga n
Jakarta sebagai kota jasa yang sejajar dengan masyarakat baik bersifat perorangan maupun dari
kota-kota besar lainnya di Asia yang menuntut organisasi atau perusahaan.
sumber daya manusia yang unggul dan tangguh Penggunaan biaya pendidikan oleh UNDP
dalam bidang industri jasa. (2004) dikategorikan untuk biaya peningkatan
kualitas , peningkatan pemerataan, da n
manajemen pendidikan. Pada tingkat pendidikan
dasar nilainya mencapai Rp. 1.174.700 perorang
pertahun. Se dangkan berdas arkan ha sil

96
Muhamad Husin, Penuntasan Wajib Belajar 12 Tahun di Provinsi DKI Jakarta

pene litian Gho za li rat a-rata b iaya s atuan Manajemen Strategi Mutu Wajib Belajar 12
pendidikan persiswa pertahun untuk SD mencapai Tahun
Rp. 1.864.000 dan SMP mencapai Rp. 2.771.000 Program wajib belajar dua belas tahun adalah
(www.kompas.co.id). Bila melihat nilai sebesar itu, bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan.
pendidikan dasar di Indonesia masih terasa mahal Selain pencapaian target penuntasan APK dan
jika dibandingkan penghasilan orang miskin yang APM, pendidikan dasar dan menengah masih
perharinya hanya kurang lebih Rp. 20.000, memiliki banyak masalah yang terkait dengan mutu
sementara bantuan biaya dari pemerintah sebagai proses dan hasil pembelajaran. Proses dan hasil
akibat kenaikan harga BBM baru mencapai Rp. pembelajaran dinilai dari kinerja pelayanan yang
235.000 untuk tingkat SD dan Rp. 324.000 untuk diberikan oleh satuan pendidikan kepada peserta
tingkat SMP (Harian Kompas, 27 Juni 2005). didik. Tola dan Furqon (2003) menyatakan bahwa
Demikian halnya pendidikan pada tingkat mutu pembelajaran dan hasi l belajar ya ng
sekolah menengah (SM). Menurut Ghozali (2005) memuaskan merupakan produk akumulatif dari
biaya pendidikan perorang pertahun di SMA seluruh layanan yang dilakukan sekolah dan
sebesar Rp. Rp. 3.612.000 dan SMK Rp. 4.737.000. pengaruh dari suasana/iklim yang kondusif yang
Sementara untuk jenjang pendidikan SM tidak ada diciptakan di sekolah. Selanjutnya Levine (1994)
bantuan operasional sekolah (BOS) seperti pada menyatakan bahwa s ekolah yang efekti f
SD dan SMP, padahal jumlah orang miskin di menunjukkan tingkat kinerja yang diharapkan
Indonesia sudah mencapai 40 juta orang. dalam menyelenggarakan proses belajarnya,
Besarnya biaya pendidikan, terutama pada dengan menunjukkan hasil belajar yang bermutu
tingkat satuan pendidikan menurut Supriadi pada pe serta didik se suai dengan tugas
(2003), berhubungan dengan berbagai indikator pokoknya. Esensi pernyataan tersebut adalah
mutu pendidikan, seperti angka partisipasi, angka menunjukkan bahwa sekolah berfungsi sebagai
putus sekolah, dan prestasi belajar siswa. Oleh tempat belajar yang memiliki kewajiban untuk
sebab itu, dalam konteks perencanaan pem- menyelenggarakan pengalaman pembelajaran
biayaan pendidikan, pemahaman terhadap yang bermutu bagi peserta didiknya.
berbagai aspek pembiayaan pendidikan sangat Sekolah sebagai sistem harus menekankan
penting. Pemahaman tersebut dari hal-hal yang proses belajar mengajar sebagai “pemberdayaan”
sifatnya mikro pada satuan pendidikan hingga pelajar, yang dilakukan melalui interaksi perilaku
yang makro secara nasional, antara lain meliputi pengajar dan perilaku pelajar, baik di ruang
sumber-sumber pembiayaan pendidikan, sistem maupun diluar kelas. Karena proses belajar
dan mekanisme pengalokasiannya, efektivitas dan mengajar merupakan pemberdayaan pelajar,
efsiensi dalam penggunaannya, dan akuntabilitas maka penekanannya bukan sekadar mengajarkan
hasilnya yang diukur dari perubahan-perubahan sesuatu kepada pelajar, melainkan proses belajar
kuantitatif dan kualitatif yang terjadi pada semua mengajar yang mampu menumbuhkan daya
tataran, khususnya di tingkat sekolah. kreasi, daya nalar, rasa keingintahuan, dan
Dengan demikian pembiayaan program wajib eksperimentasi untuk membuka dan menemukan
bel ajar dua bel as tahun diarahkan pada kemungkinan-kemungkinan baru, menumbuhkan
pengelo laan dan penga wasan sumber daya demo krasi, memberikan keme rdekaan, dan
pembiayaan pendidikan yang diperlukan untuk memberikan toleransi terhadap kekeliruan-
penuntasan program wajib belajar sembilan tahun kekeliruan akibat kreativitas berfikir (Bakrie, 1999).
dan peningkatan mutu pendidikan. Pengelolaan Proses belajar mengajar dapat digambarkan
menyangkut distribusi, efektivitas dan efisiensi sebagai berikut:
sumber dana dan pengawasan adal ah ber-
jalannya fungsi-fungsi kontrol baik secara internal
maupun eksternal dalam pembiayaan pendidikan
dasar dan menengah di provinsi DKI Jakarta.

97
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 1, Januari 2010

bahwa proses belajar-mengajar yang ber-


langsung di sekolah di provinsi DKI Jakarta sudah
baik.
Selain itu mutu pendidikan sangat ditentukan
o leh mutu hasil pembelajaran. Mutu ha sil
pembelajaran ditunjukkan oleh pencapaian hasil
belajar siswa, angka lulusan, mengulang, dan
putus sekolah. Di Provinsi DKI Jakarta angka
lul us an untuk SMA pada tahun 2005 /2 006
mencapai 99,44%, sementara di SMK mencapai

(Sumber: Slamet PH. 2000. Karakteristik Kepala 98,55% (www.depdiknas.go.id/statistikpendi-

Sekolah Tangguh. www:depdiknas.go.id/balitbang/


dikan). Kondisi ini sudah baik, namun masih

publikasi) diperlukan manajemen strategi yang handal


dalam mengelola pendidikan menengah di provinsi
DKI Jakarta.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi pro se s belajar Manajemen st rategi peningkatan mutu

mengajar adalah tujuan pembelajaran, alat pendidikan saat ini lebih berorientasi pada

evaluasi, materi, pengajar, siswa, metode, media, sekolah. Strategi ini berbeda dengan konsep

waktu, dan lingkunga n. Hal yang sejala n mengenai pengelolaan sekolah selama ini. Dalam

dinyatakan oleh Sudjana (1995) yang me- sistem lama, birokrasi pusat sangat mendominasi

nyebutkan bahwa komponen pengajaran sebagai proses pengambilan atau pembuatan keputusan

dimensi penilaia n pros es belajar-mengaja r pendidikan, yang bukan hanya kebijakan bersifat

mencakup tujuan pengajaran (kurikulum), bahan makro saja tetapi lebih jauh kepada hal-hal yang

pengajaran, siswa, guru, alat dan sumber belajar, bersifat mikro; Sementara sekolah cenderung

dan penilaian. Meskipun faktor-faktor tersebut hanya melaksanakan ke bi jakan-kebijaka n

merupakan komponen kinerja pelayanan pada te rs ebut yang belum tent u sesuai denga n

tingkat sat ua n pendidikan, akan t etapi kebutuhan belajar siswa, lingkungan Sekolah, dan

pengelolaan satuan pendidikan adalah tanggung harapan orang tua. Pengalaman menunjukkan

jawab di nas pendidikan di daerah maupun bahwa sistem lama seringkali menimbulkan

pemerintah pusat. Oleh sebab itu agar proses kontradiksi antara apa yang menjadi kebutuhan

pembelajaran dapat berlangsung secara optimal, se ko lah dengan kebijakan yang harus di-

maka faktor-faktor tersebut menjadi titik fokus laksanakan di dalam proses peningkatan mutu

dalam pengelolaan pendidikan baik di tingkat pendidikan. Hal inilah yang kemudian mendorong

satuan pendidikan, dinas pendidikan daerah munculnya pemikiran untuk beralih kepada konsep

maupun pemerintah pusat. manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah


sebagai pendekatan baru di Indonesia, yang
Pada tingkat pendidikan dasar faktor-faktor
merupakan bagian dari desentralisasi pendidikan
yang me mpenga ruhi kualitas proses pem-
yang tengah dikembangkan.
belajaran masih dirasakan kurang memenuhi
kebutuhan. Misalnya untuk faktor alat dan sumber Konsep ini diperkenalkan oleh teori effective

belajar berupa sarana sekolah, masih terdapat sc ho ol yang le bi h memfo kuskan diri pada

10 5.00 0 kela s yang rus ak, banyak ke las perbaikan proses pendidikan. Beberapa indikator

kekurangan buku, dan masih banyak guru yang yang menunjukkan karakter dari konse p
memiliki pendidikan tidak memadai (mismatch) manajemen ini menurut Umaedi (1999) antara lain
(Harian Kompas, 29 November 2005). Di provinsi sebagai berikut; (i) lingkungan sekolah yang aman
DKI Jakarta pada tahun ajaran 2006/2007 untuk dan tertib, (ii) sekolah memiliki misi dan target mutu
SMA menunjukkan rasio ruang belajar/murid 1:33, yang ingi n di capai, (ii i) sekol ah memiliki
untuk SMK 1:37. Rasio guru murid SMA 1:11 dan kepemimpinan yang kuat, (iv) adanya harapan
SMK 1:12 (www.dikmentidki.go.id/datapokok yang tinggi dari personel sekolah (kepala sekolah,
pendidikan2006/2007). Fakta ini ini membuktikan guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk

98
Muhamad Husin, Penuntasan Wajib Belajar 12 Tahun di Provinsi DKI Jakarta

berprestasi, (v) adanya pengembangan staf Simpulan dan Saran


sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan Simpulan
IPTEK, (vi) adanya pelaksanaan evaluasi yang
Dari hasil analisis pemaparan, maka disimpulkan
te rus me nerus terhad ap berbagai aspe k
beberapa hal sebagai be ri kut. Pertama,
akademik dan administratif, dan pemanfaatan
perencanaan pembiayaan untuk pelaksanaan
hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu,
wajib belajar 12 tahun di provinsi DKI Jakarta
dan (vii) adanya komunikasi dan dukungan intensif
dapat dipenuhi mengingat anggaran bidang
dari orang tua murid/masyarakat. Meskipun
pendidikan di provinsi DKI Jakarta cukup besar.
peningkatan mutu pendidikan ditekanka n
Namun pembiayaan itu porsinya lebih besar untuk
berbasis sekolah, tetapi pengembangan konsep
penuntasan wajib belajar di pendidikan dasar.
manajemen ini didesain untuk meningkatkan
Agar penuntasan wajib belajar 12 tahun tercapai,
kemampuan sekolah dan masyarakat dalam
masih diperlukan anggaran tambahan baik dari
mengelola perubahan pendidikan kaitannya
APBN, APBD maupun partisipasi masyarakat dan
dengan tujuan keseluruhan, kebijakan, strategi
dunia usaha. Pembiayaan program wajib belajar
perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah
dua belas tahun juga harus diarahkan pada
dite ntukan oleh pe me rintah dan o to ri tas
pengelo laan dan pengawasan sumber daya
pendidikan.
pembiayaan dan peningkatan mutu pendidikan.
Dalam uraian di atas telah disebutkan bahwa Pengelolaan menyangkut distribusi, efektivitas
mutu proses pembelajaran ditentukan dari dan efisiensi sumber dana. Pengawasan adalah
terselenggaranya secara optimal komponen- berjalannya fungsi-fungsi kontrol baik secara
komponen pembelajaran berupa kurikulum, siswa, internal maupun eksternal dalam pembiayaan
guru, alat dan sumber belajar. Kemudian mutu pendidikan di provinsi DKI Jakarta. Kedua,
hasil pembelajaran ditentukan dari pencapaian manajemen strategi yang diterapkan dalam
hasil belajar siswa, angka kelulusan, angka menjaga mutu pembelajaran sudah baik. Ini
mengulang, dan angka putus sekolah. Sementara terbukti dengan rasio sarana yang baik untuk
itu manajemen strat egi diarti kan se bagai murid dan tingginya tingkat kelulusan siswa SMA/
pene tapan da n pengelol aan fungsi -fungsi SMK di Provinsi DKI Jakarta. Akan tetapi dalam
manejemen berdasarkan analisis internal dan rangka penuntas an wajib belajar 12 tahun
eksternal dalam sebuah organisasi. Fungsi-fungsi diper lukan ke bijakan yang akurat dalam
manajemen t erse but adal ah perencanaan, menet apkan dan me ngelola fungsi -fungsi
pengo rganisasia n, pel aksanaan, dan manajemen berupa perencanaan, pengorga-
pengawasan. nisasian, pelaksanaan, dan pengawasa n
Dengan demikian manajemen strat egi berdasarkan analisis internal dan eksternal yang
peningkatan mutu wajib belajar 12 tahun dilakukan oleh dinas pendidikan menengah tinggi
merupakan kualitas penetapan dan pengelolaan provinsi DKI Jakarta. Hal itu untuk mendukung
fungsi-fungsi manajemen berupa perencanaan, terlaksananya manajemen peningkatan mutu
pengorganisa sian, pela ksanaan, d an peng- berbas is sekolah (MPMBS) dal am rangka
awasan be rdasarka n anal isis internal da n peningkatan komponen kurikulum, siswa, guru,
eksternal yang dilakukan oleh dinas pendidikan alat dan sumber belajar, pencapaian hasil belajar
pemerintah daerah provinsi DKI Jakarta untuk siswa, dan angka kelulusan, serta penurunan
mendukung te rl aksa na nya manaje me n pe- angka mengulang dan angka putus sekolah.
ningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS), dalam
rangka peningkatan komponen kurikulum, siswa, Saran
guru, alat dan sumber belajar, pencapaian hasil Pertama, untuk mengurangi angka putus sekolah
belajar siswa, dan angka kel ul usan, serta dan pemerataan mutu pendidikan di SMA/SMK
penurunan angka mengulang, dan angka putus dapat dilakukan dengan subsidi yang berbeda
sekolah pada tingkat pendidikan dasar dan antara sekolah satu dengan yang lainnya. Saat
menengah. ini di provinsi DKI Jakarta sekolah gratis baru
dilaksanakan sampai tingkat SMP. Oleh sebab itu

99
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 16, Nomor 1, Januari 2010

kebijakan ini perlu diperluas sampai SM, namun (school mapping) hendaknya menjadi perhatian
dengan perlakuan yang berbeda. Untuk sekolah utama serta tetap memberi pe rhatia n da n
favorit dan kaya, tidak diperlakukan sama dengan bantuan kepada sekolah-sekolah swasta yang
sekolah miskin. Pada sekolah mampu/mandiri, membutuhkan. Ketiga, melanjutkan program
siswa diberikan subsidi biaya pendidikan yang jaring pengaman sosial di bidang pendidikan
sama dengan siswa dari sekolah tidak mampu, melalui program pemberian beasiswa bagi siswa
tetapi kebutuhan fasilitas lainnya hanya diberikan yang kurang mampu, serta pemberian dana
pemerintah ke pa da s ekol ah tidak mampu. bantuan operasional (DBO) bagi sekolah-sekolah
Deskripsinya adalah sebagai berikut: misalkan yang berada di kantong-kantong masyarakat
biaya iuran pendidikan siswa SMA perorang miskin. Masih terjadi siswa putus sekolah bukan
pertahun adalah sebesar Rp. 3.000.000, jika suatu karena biaya sekolah, tetapi masalah ekonomi
sekolah memiliki 500 orang siswa, maka besarnya keluarganya at au ketiadaan sarana untuk
subsidi dari pemerintah adalah Rp. 3.000.000 x transportasi ke sekolah. Keempat, member-
500 = Rp. 1.500.000.000. Subsidi ini di luar gaji dayakan dan meningkatkan mutu SLTP/SLTA
guru dan biaya rutin sekolah (mis: Telepon, Listrik, Terbuka yang telah dikembangkan pada tahun-
dan Air). Hal ini berlaku untuk semua sekolah, akan tahun sebelumnya. Hal ini dilakukan melalui
tetapi bagi sekolah mampu masih diperbolehkan ko nsol idasi dan pe rbaikan manaje me n ke-
meminta bantuan komite sekolah/orang tua siswa lembagaan, peningkatan kualitas guru bina dan
untuk memenuhi kebutuhan fasilitas sekolahnya. pamong, perbaikan mutu buku modul, perbaikan
Sementara unt uk s ekol ah tid ak mampu, pro ses belaja r mengaj ar, dan pe ningkata n
kebutuhan fasilitas masih dipenuhi lagi oleh dukungan dan kerjasama dengan masyarakat.
pemerintah hingga mencapai standar sekolah Kelima, melanjutkan pengadaan buku mata
yang maju. Orangtua atau masyarakat berperan pelajaran yang berkualitas sehingga rasio buku
membantu pengembangan sekolah mencapai dan murid mencapai 1:1 untuk setiap mata
standar pelayanan pendidikan yang bermutu. pelajaran. Oleh karena itu, berbagai kegiatan
Kategori kemampuan sekolah antara lain dapat pokok perlu diperhatikan antara lain perbaikan/
dilihat dari prosentase pencapaian sumbangan revisi buku teks, pengadaan buku berdasarkan
dari komite/orang tua dalam memenuhi anggaran analisis kebutuhan atau permintaan sekolah, dan
dan pe ndapat an sekol ah (APBS). Kedua, pemberian grant untuk pembelian buku sehingga
melanjutkan pembangunan unit sekolah baru sekolah mendapatkannya secara tepat jumlah
(USB) dan ruang ke las baru (RKB). Dal am dan tepat waktu.
pemb angunan USB/RKB, pemetaan seko lah

Pustaka Acuan
Bakrie, Aburizal. 1999. Mengefektifkan Sistem Pendidikan Ganda. Makalah Disampaikan pada Rapat
Kerja Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional, Tanggal 29 Maret 1999 di Jakarta.
Becker, Gary S. 1994. Human Capital. Chicago: The University of Chicago Press.
Daliyo et. al. 1998. Pekerja Anak dan Perencanaan Pendidikan di Nusa Tenggara Barat dan Timur, Policy
Paper No. 7. Jakarta: AisAID.
Ghozali, Abbas. 2005. Analisis Biaya Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Laporan Penelitian.
Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Levine, M (Ed.). 1994. Professional Practices Schools. New York: Teachers College Press.
Muchtar, Yanti. 2004. Capaian MDGs untuk Goal Pendidikan? Jakarta: Yayasan Kapal Perempuan.
Slamet PH. 2000. Karakteristik Kepala Sekolah Tangguh. www:depdiknas.go.id/balitbang/publikasi
Sudjana, Nana. 1995. Penilaian Hasil dan Proses Belajar Mengajar. Bandung: P.T. Remadja Rosdakarya.
Supriadi, Dedi. 2003. Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

100
Muhamad Husin, Penuntasan Wajib Belajar 12 Tahun di Provinsi DKI Jakarta

Tola, Burhanuddin dan Furqon. 2003. Pengembangan Model Penilaian Sekolah Efektif.
www:depdiknas.go.id/publikasi/jurnal pendidikan.
Umaedi. 1999. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. www.depdiknas.go.id/publikasi.
Batu Ujian bagi Pemerintahan SBY-JK. Kompas, 29 November 2005.
Dana Kompensasi BBM Disepakati Biaya Pendidikan Dasar Dijamin Gratis. www.kompas.co.id . 2005
Biaya Pendidikan Lebih Banyak Ditanggung Orang tua Siswa. www.kompas.co.id. 2004.
Glosari Pendidikan. www.depdiknas.go.id./Ditjen Manajemen Dikdasmen.2003.
Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. www.depdiknas.go.id/ditjen dikdasmen. 2003.
Negara Pesaing Indonesia telah Melangkah Lebih Jauh. www.economist.com. 2003.
Peningkatan Kualitas Pendidikan. www:cbe.org.id/Bank Dunia. 2004.
Indonesia Human Development Report. www.bappenas.go.id/UNDP. 2004.
www.depdiknas.go.id/statistik pendidikan
www.dikmentidki.go.id/data pokok pendidikan.

101

Anda mungkin juga menyukai