Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEBIJAKAN NASIONAL TERKAIT

PERAWATAN PALIATIF di INDONESIA

MATA KULIAH :
KEPERAWATAN MENJELANG AJAL dan PALIATIF

Dosen Pengampu :
Hj. UMI KALSUM, M.Kes

Disusun Oleh :
Kelompok 13
1. Dwi Ambarwati NIM : P07220221069
2. Lydia Kurniati NIM : P07220221088
3. Serafina Supiah NIM : P07220221106

PROGRAM ALIH JENJANG SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALTIM
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas rahmat dan karunianya kelompok dapat menyelesaikan makalah ini tepat

pada waktunya. Adapun judul dari makalah ini adalah “Kebijakan Nasional

Terkait Perawatan Paliatif di Indonesia”. Makalah ini di susun untuk memenuhi

salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif

Dalam kesempatan ini kelompok mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah dan kepada pihak-pihak yang turut

membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kelompok menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih

terdapat kesalahan dan kekurangan. Dengan kerendahan hati kelompok menerima

saran dan kritiknya demi untuk menambah wawasan. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi kelompok khususnya dan bagi rekan-rekan semua pada

umumnya.

Penyusun

Kelompok 13

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... 1

DAFTAR ISI...................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................. 3

B. Rumusan Masalah........................................................................................ 4

C. Tujuan Penulisan......................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Perawatan Paliatif...................................................................... 6

B. Dasar Hukum Keperawatan Paliatif............................................................ 7

C. Kajian Etik Dalam Keperawatan Paliatif..................................................... 7

D. Aspek Medikolegal Dalam Keperawatan Paliatif....................................... 13

E. Ruang Lingkup Perawatan Paliatif ............................................................. 16

F. Tempat Dan Organisasi Perawatan Paliatif................................................. 17

G. Kebijakan Terkait Perawatan Paliatif ......................................................... 18

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................. 24

B. Saran............................................................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 26

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan

menyeluruh,dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Meski pada

akhirnya pasien meninggal dunia, yang terpenting sebelum meninggal dia

sudah siap secara psikologis dan spiritual,serta tidak stres menghadapi

penyakit yang dideritanya. Prinsip perawatan paliatif : menghargai setiap

kehidupan, mengganggap kematian sebagai proses yang normal, tidak

mempercepat atau menunda kematian, menghargai keinginan pasien dalam

mengambil keputusan, menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang

mengganggu, mengintegrasikan aspek psikologis, social, dan spiritual dalam

perawatan pasien dan keluarga, menghindari tindakan medis yang sia - sia,

memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetep aktif sesuai dengan

kondisinya sampai akhir hayat, memberikan dukungan kepada keluarga

dalam masa duka cita. Masyarakat menganggap perawatan paliatif hanya

untuk pasien dalam kondisi terminal yang akan segera meninggal.

Namun konsep baru perawatan paliatif menekankan pentingnya

integrasi perawatan paliatif lebih dini agar masalah fisik, psikososial dan

spiritual dapat diatasi dengan baik. Perawatan paliatif adalah pelayanan

kesehatan yang bersifat holistic dan terintegrasi dengan melibatkan berbagai

profesi dengan dasar falsafah bahwa setiap pasien berhak mendapatkan

perawatan terbaik sampai akhir hayatnya. Keadaan sarana pelayanan

3
perawatan paliatif di Indonesia masih belum merata sedangkan pasien

memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu, komprehensif dan

holistic, maka diperlukan kebijakan perawatan paliatif di Indonesia yang

memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan

pelayanan perawatan paliatif.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas,rumusan masalah dari

makalah ini yaitu:

1) Apa yang dimaksud dengan keperawatan paliatif?

2) Apa saja dasar hukum keperawatan paliatif?

3) Apa saja kajian etik dalam keperawatan paliatif?

4) Apa saja aspek medikolegal dalam keperawatan paliatif?

5) Apa saja ruang lingkup dalam keperawatan paliatif?

6) Dimana saja tempat dan apa organisasi perawatan paliatif?

7) Apa saja kebijakan terkait perawatan paliatif?

C. Tujuan penulisan

Tujuan dari makalah ini adalah:

1) Mengetahui apa yang dimaksud dengan keperawatan paliatif

2) Mengetahui apa saja dasar hukum keperawatan paliatif

3) Mengetahui apa saja kajian etik dalam keperawatan paliatif

4
4) Mengetahui apa saja aspek medikolegal dalam keperawatan paliatif

5) Mengetahui apa saja ruang lingkup keperawatan paliatif

6) Mengetahui dimana saja tempat dan apa organisasi perawatan paliatif

7) Mengetahui apa saja kebijakan terkait perawatan paliatif

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif adalah kesehatan terpadu yang aktif dan

menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya

untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya,

meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada

keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, sebelum meninggal

pasien tersebut sudah siap secara psikologis dan spiritual. Etik adalah

kesepakatan tentang praktik moral, keyakinan, system nilai, standar perilaku

individu dan atau kelompok tentang penilaian terhadap apa yang benar dan

apa yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, apa yang merupakan

kejahatan, apa yang dikehendaki dan apa yang ditolak.

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki

kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang

berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui

pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib

serta penanganan nyeri dan masalah – masalah lain, fisik, psikososial dan

spiritual (WHO, 2002).

Etika Keperawatan adalah Kesepakatan / peraturan tentang penerapan

nilai moral dan keputusan – keputusan yang ditetapkan untuk profesi

keperawatan (Wikipedia, 2008.

6
B. Dasar Hukum Keperawatan Paliatif

Dasar hokum keperawatan paliatif diantaranya meliputi :

a. Aspek Medikolegal dalam perawatan paliatif (Kep.Menkes NOMOR:

812/Menkes/SK/VII/2007)

1) Persetujuan tindakan medis / informed consent untuk pasien

paliatif.

2) Resusitasi / Tidak resusitasi pada pasien paliatif.

3) Perawatan pasien paliatif di ICU.

4) Masalah medicolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif.

b. Medicolegal Euthanasia

Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk

memperpanjang hidup seseorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu

untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan

ini dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri.

C. Kajian Etik Tentang Perawatan Paliatif

a. Prinsip Dasar Dari Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif terkait seluruh bidang perawatan mulai dari medis,

perawatan, psikologis social, budaya dan spiritual, sehingga secara

praktis prinsip dasar perawatan paliatif dapat dipersamakan dengan

prinsip pada praktek medis yang baik (Rasjidi, 2010)

1) Sikap peduli terhadap pasien.

7
Termasuk sensitifitas dan empati. Perlu dipertimbangkan segala

aspek dari penderitaan pasien, bukan hanya masalah kesehatan.

Pendekatan yang dilakukan tidak boleh bersifat menghakimi.

Factor karakteristik, kepandaian, suku, agama, atau factor

individual lainnya tidak boleh mempengaruhi perawatan.

2) Menganggap pasien sebagai seorang individu.

Setiap pasien adalah unik. Meskipun memiliki penyakit ataupun

gejala – gejala yang sama, namun tidak ada satu pasienpun yang

sama persis dengan pasien lainnya. Keunikan inilah yang harus

dipertimbangkan dalam merencanakan perawatan paliatif untuk

tiap individu.

3) Pertimbangan kebudayaan.

Factor etnis, ras, agama, dan factor budaya lainnya bida jadi

mempengaruhi penderitaan pasien. Perbedaan ini harus

diperhatikan dalam perencanaan perawatan.

4) Persetujuan.

Persetujuan dari pasien adalah mutlak diperlukan sebelum

perawatan dimulai atau diakhiri. Pasien yang telah diberi informasi

dan setuju dengan perawatan yang akan diberikan akan lebih patuh

mengikuti segala usaha perawatan.

5) Memilih tempat dilakukannya perawatan.

8
Untuk menentukan tempat perawatan, baik pasien dan keluarganya

harus ikut serta dalam diskusi ini. Pasien dengan penyakit terminal

sebisa mungkin diberi perawatan di rumah.

6) Komunikasi.

Komunikasi yang baik antara dokter dan pasien majpun dengan

keluarga adalah hal yang sangat penting dan mendasar dalam

pelaksanaan perawatan paliatif.

7) Aspek klinis.

Perawatan yang sesuai, semua perawatan paliatif harus sesuai

dengan stadium dan prognosis dari penyakit yang diderita pasien.

Hal ini penting karena pemberian perawatan yang tidak sesuai, baik

itu lebih maupun kurang, hanya akan menambah penderitaan

pasien. Pemberian perawatan yang berlebihan beresiko untuk

memberikan harapan palsu kepada pasien. Hal ini berhubungan

dengan masalah etika yang akan dibahas kemudian. Perawatan

yang diberikan hanya karena dokter merasa harus melakukan

sesuatu meskipun itu sia – sia adalah tidak etis.

8) Perawatan komprehensif dan terkoordinasi dari berbagai bidang

profesi perawatan paliatif memberikan perawatan yang bersifat

holistic dan integrative sehingga dibutuhkan sebuah tim yang

mencakup keseluruhan aspek hidup pasien serta koordinasi yang

9
baik dari masing – masing anggota tim tersebut untuk memberikan

hasil yang maksimal kepada pasien dan keluarga.

9) Kualitas perawatan yang baik mungkin perawatan medis secara

konsisten, terkoordinasi dan berkelanjutan. Perawatan medis yang

konsisten akan mengurangi kemungkinan terjadinya perubahan

kondisi yang tidak terduga, dimana hal ini akan sangat

mengganggu baik pasien maupun keluarga.

10) Perawatan yang berkelanjutan.

Pemberian perawatan simtomatis dan supportif dari awal hingga

akhir merupakan dasar tujuan dari perawatan paliatif. Masalah

yang sering terjadi adalah pasien dipindahkan dari satu tempat ke

tempat lain sehingga sulit untuk mempertahankan komunitas

perawatan.

11) Mencegah terjadinya kegawatan.

Perawatan paliatif yang baik mencakup perencanaan yang teliti

untuk mencegah terjadinya kegawatan fisik dan emosional yang

mungkin terjadi dalam perjalanan penyakit. Pasien dan keluarga

harus diberitahukan sebelumnya mengenai masalah yang sering

terjadi dan membentuk rencana untuk meminimalisasi stress fisik

dan emosional.

12) Bantuan kepada sang perawat.

Keluarga pasien dengan penyakit lanjut sering kali rentan terhadap

stress fisik dan emosional terutama apabila pasien dirawat di rumah

10
sehingga perlu diberikan perhatian khusus kepada mereka,

mengingat keberhasilan dari perawatan paliatif tergantung dari

pemberi perawatan.

13) Pemeriksaan ulang

Perlu dilakukan pemeriksaan mengenai kondisi pasien secara terus

menerus mengingat pasien dengan penyakit lanjut.

b. Prinsip Otonomi

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu

berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Prinsip otonomi

merupakan bentuk respek terhadap seseorang atau dipandang sebagai

persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.

1) Autonomy (Kemandirian)

Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu

mampu berpikir secara logis dan mampu membuat keputusan

sendiri. Orang dewasa mampu memutuskan sesuatu dan orang lain

harus menghargainya. Otonomi merupakan hak kemandirian dan

kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri, dan perawat

haruslah bisa menghormati dan meghargai kemandirian ini.

2) Fidelity (Menepati Janji)

Tanggung jawab besar seorang perawat adalah meningkatkn

kesehatan dan mencegah penyakit dan meminimalkan penderitaan.

Untuk mencapai itu perawat harus memiliki komitmen menepati

janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain.

11
3) Non Maleficienci (Tidak Merugikan)

Prinsip ini berati tidak menimbulkan bahya / cedera fisik dan

psikologis pada klien. Prinsip tidak merugikan, bahwa kita

berkwaiban jika melakukan suatu tindakan agar jangan sa mpai

merugikan orang lain.

4) Veracity (Kejujuran)

Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini

diperlukan oleh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan

kebenaran pada setiap pasien dan untuk menyakinkan bahwa pasien

sangat mengerti.

5) Beneficience (Berbuat Baik)

Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik.

Kebaikan memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,

penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan

oleh diri dan orang lain.Terkadang dalam situsi pelayanan

kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.

6) Justice (Keadilan)

Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil

terhadap orang lain yang menjunjung prinsip – prinsip moral, legal

dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional

ketika tim perawatan paliatif bekerja untuk terapi yang benar sesuai

12
hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk

memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.

7) Kerahasiaan (Confidentiality)

Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi

tentang pasien harus dijaga privasinya. Apa yang terdapat dalam

dokumen catatan kesehatan pasien hanya boleh dibaca dalam

rangka pengobatan pasien. Tak ada satu orangpun dapat

memperoleh informasi tersebut kecuali diijinkan oleh pasien

dengan bukti pesetujuannya.

8) Akuntabilitas (Accountability)

Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa

tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan

untuk menilai orang lain. Akuntabilitas merupakan standar yang

pasti yang mana tindakan seorang professional dapat dinilai dalam

situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

D. Aspek Medikolegal Dalam Perawatan Paliatif

1. Persetujuan tindakan medis / informed consent untuk pasien paliatif:

a) Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan

perawatan paliatif melalui komunikasi yang intensif dan

berkesinambungan antara tim perawatan paliatif dengan pasien dan

keluarganya.

13
b) Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran

pada dasarnya dilakukan sebagaimana telah di atur dalam peraturan

perundang-undangan.

c) Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang

membutuhkan informed consent, tetapi pada perawatan paliatif

sebaiknya setiap tindakan yang berisiko dilakukan informed consent.

d) Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan, diutamakan

pasien sendiri apabila ia masih kompeten, dengan saksi anggota

keluarga terdekatnya. Jika pasien tidak berkompeten maka anggota

keluarga terdekat yang sudah di percaya oleh pasien yang akan

melakukannya atas nama pasien.

e) Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh

pesan atau pernyataan pasien pada saat ia sedang berkompeten

tentang apa yang harus atau boleh atau tidak boleh dilakukan

terhadapnya apabila kompetensinya kemudian menurun (advanced

directive). Pesan dapat memuat secara eksplisit tindakan apa yang

boleh atau tidak boleh dilakukan, atau dapat pula hanya menunjuk

seseorang yang nantinya akan mewakilinya dalam membuat

keputusan pada saat ia tidak berkompeten. Pernyataan tersebut di

buat tertulis dan akan di jadikan panduan utama bagi tim perawatan

paliatif.

14
f) Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim

perawatan paliatif dapat melakukan tindakan kedokteran yang di

perlukan, dan informasi dapat diberikan pada kesempatan pertama.

2. Resusitasi / tidak resusitasi pada pasien paliatif

a) Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi

dapat dibuat oleh pasien yang kompeten atau oleh tim perawat

paliatif.

b) Informasi tentang hal ini sebaiknya telah di informasikan pada saat

pasien memasuki atau memulai perawatan paliatif.

c) Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki

resusitasi, sepanjang informasi adekuat yang di butuhkannya untuk

membuat keputusan telah dipahaminya. Keputusan tersebut dapat di

berikan dalam bentuk pesan (advanced directive) atau dalam

informed consent menjelang ia kehilangan kompetensinya.

d) Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak beleh membuat keputusan

tidak resusitasi, kecuali telah di pesankan dalam advanced

directivetertulis. Namun demikian, dalam keadaan tertentu dan atas

petimbangan tertentu yang lauyak dan petut, permintaan tertulis oleh

seluruh anggota keluarga dapat dimintakan penetapan pengadilan

untuk pengesahannya.

e) Tim perawat paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak

melakukan resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini,

yaitu apabila pasien berada dalam tahap terminal dan tindakan

15
resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan atau memperbaiki

kuaitas hidupnya berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut.

3. Perawatan pasien peliatif di ICU

a) Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti

ketentuan-ketentuan umum yang berlaku sebaimana di uraikan di

atas.

b) Dalam menghadapi tahap terminal, tim perawatan paliatif harus

mengikuti pedoman penentuan kematian batang otak dan

penghentian peralatan life-supporting.

4. Masalah medikolegal lainya pada perawatan pasien paliatif

a) Tim perawatan paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang

diberikan oleh pimpinan rumah sakit, termasuk pada saat melakukan

perawatan di rumah pasien.

b) Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan

oleh tenaga medis, tetapi dengan pertimbangan yang memperhatikan

keselamatan pasien tindakan-tindakan tertentu dapat di delegasikan

kepada tenaga kesehatan non medis yang terlatih. Komunikasi antara

pelaksana dengan pembuat kebijkan harus dipelihara.

E. Lingkup Kegiatan Perawatan Paliatif

1) Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :

a. Penatalaksanaan nyeri

b. Penatalaksanaan keluhan fisik lain

16
c. Asuhan keperawatan

d. Dukungan psikologis

e. Dukungan social

f. Dukungan kultural dan spiritual

g. Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement)

2) Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan

kunjungan / rawat rumah.

17
F. Tempat Dan Organisasi Perawatan Paliatif

Tempat untuk melakukan perawatan paliatif adalah:

a. Rumah sakit : Untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan yang

memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus.

b. Puskesmas : Untuk pasien yang memerlukan pelayanan rawat jalan.

c. Rumah singgah / panti (hospis) : Untuk pasien yang tidak memerlukan

pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus, tetapi belum

dapat dirawat di rumah karena masih memerlukan pengawasan tenaga

kesehatan.

d. Rumah pasien : Untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat,

tindakan khusus atau peralatan khusus atau ketrampilan perawatan yang

tidak mungkin dilakukan oleh keluarga.

Organisasi perawatan paliatif, menurut tempat pelayanan/sarana kesehatannya

adalah :

1) Kelompok Perawatan Paliatif dibentuk di tingkat puskesmas.

2) Unit Perawatan Paliatif dibentuk di rumah sakit kelas D, kelas C dan

kelas B non pendidikan.

3) Instalasi Perawatan Paliatif dibentuk di Rumah sakit kelas B Pendidikan

dan kelas A.

18
4) Tata kerja organisasi perawatan paliatif bersifat koordinatif dan

melibatkan semua unsur terkait.

G. Kebijakan Nasional Terkait Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki

kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang

berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui

pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib

serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan

spiritual (WHO, 2002). Kualitas hidup pasien adalah keadaan pasien yang

dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai konteks budaya dan sistem nilai

yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan niatnya. Dimensi dari

kualitas hidup menurut Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon dan Harvey

Schipper (1999), adalah : Gejala fisik, Kemampuan fungsional (aktivitas),

Kesejahteraan keluarga, Spiritual, Fungsi sosial, Kepuasan terhadap

pengobatan (termasuk masalah keuangan) , Orientasi masa depan, Kehidupan

seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri dan Fungsi dalam bekerja.

Palliative home care adalah pelayanan perawatan paliatif yang

dilakukan di rumah pasien, oleh tenaga paliatif dan atau keluarga atas

bimbingan/ pengawasan tenaga paliatif.

Hospis adalah tempat dimana pasien dengan penyakit stadium

terminal yang tidak dapat dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan

yang harus dilakukan di rumah sakit Pelayanan yang diberikan tidak seperti di

19
rumah sakit, tetapi dapat memberikan pelayaan untuk mengendalikan gejala-

gejala yang ada, dengan keadaan seperti di rumah pasien sendiri.

Sarana (fasilitas) kesehatan adalah tempat yang menyediakan layanan

kesehatan secara medis bagi masyarakat.Kompeten adalah keadaan kesehatan

mental pasien sedemikian rupa 11 sehingga mampu menerima dan memahami

informasi yang diperlukan dan mampu membuat keputusan secara rasional

berdasarkan informasi tersebut.

a. Tujuan Kebijakan

Tujuan Umum :

1) Terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang

berlaku di seluruh Indonesia.

2) Tersusunnya pedoman – pedoman pelaksanaan / juklak perawatan

paliatif.

3) Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih.

4) Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.

b. Sasaran Kebijakan Pelayanan Paliatif

1) Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan

yang memerlukan perawatan paliatif di mana pun pasien berada di

seluruh Indonesia.

2) Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan

lainnya dan tenaga terkait lainnya.

3) Insitusi – institusi terkait, misalnya :

20
a) Dinas kesehatan propinsi dan dinas kesehatan kabupaten / kota

b) Rumah Sakit pemerintah dan swasta

c) Puskesmas

d) Rumah perawatan / hospis

e) Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain.

21
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 812/Menkes/SK/VII/2007

TENTANG

KEBIJAKAN PERAWATAN PALIATIF

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa kasus penyakit yang belum dapat disembuhkan


semakin meningkat jumlahnya baik pada pasien dewasa
maupun anak;

b. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan


kesehatan bagi pasien dengan penyakit yang belum dapat
disembuhkan selain dengan perawatan kuratif dan
rehabilitatif juga diperlukan perawatan paliatif bagi pasien
dengan stadium terminal;

c. bahwa sesuai dengan pertimbangan butir a dan b di atas,


perlu adanya Keputusan Menteri Kesehatan tentang
Kebijakan Perawatan Paliatif.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan


(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3495);

2. Undang-undang Nomor 29 tahun 2004, tentang Praktik


Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431);

3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit;

22
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
585/Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan
Medik;

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi RS
di Lingkungan Departemen Kesehatan;

6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


0588/YM/RSKS/SK/VI/1992 tentang Proyek Panduan
Pelaksanaan Paliatif dan Bebas Nyeri Kanker;

7. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia


Nomor 319/PB/A.4/88 tentang Informed Consent;

8. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia


Nomor 336/PB/A.4/88 tentang MATI.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


KEBIJAKAN PERAWATAN PALIATIF

Kedua : Keputusan Menteri Kesehatan mengenai Perawatan Paliatif


sebagaimana dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini.

Ketiga : Surat Persetujuan Tindakan Perawatan Paliatif


sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan ini

Keempat : Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan


keputusan ini dilakukan oleh Menteri Kesehatan, Dinas
Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota

23
sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing – masing.

Kelima : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan;

Keenam : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam surat


keputusan ini, akan dilakukan perbaikan-perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : 19 Juli 2007

MENTERI KESEHATAN RI,

Dr.dr. SITI FADILAH SUPARDI, Sp.JP (K)

Tembusan Kepada Yth.

1. Para Pejabat Eselon I Departemen Kesehatan RI


2. Para Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
3. Para Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota

BAB III

24
PENUTUP

A. Kesimpulan

Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan

untuk meningkatkan kualitas kehidupan pasien dan keluarganya dalam

menghadapi masalah – masalah yang berhubungan dengan penyakit yang

mengancam jiwa, dengan cara mencegah dan meringankan nyeri dan

penderitaan lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat

diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga

yang kehilangan / berduka. Palliative care ini bertujuan mengurangi rasa sakit

dan gejala tidak nyaman lainnya, meningkatkan kualitas hidup, dan

memberikan pengaruh positif selama sakit, membantu pasien hidup seaktif

mungkin sampai saat meninggalnya, menjawab kebutuhan pasien dan

keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan, dan

membantu keluarga agar tabah selama pasien sakit serta disaat sedih

Etik merupakan kesadaran yang sistematis terhadap perilaku yang dapat

dipertanggung jawabkan, didalam etik terdapat nila-nilai moral yang

merupakan dasar dari perilaku manusia (niat). Yang terpenting adalah rambu

- rambu etika, moral maupun hukum yang tegas tentang euthanasia,agar

terdapat kejelasan.

Tata kerja organisasi perawatan paliatif harus bersifat koordinatif &

melibatkan semua unsur terkait dengan mengedepankan tim kerja yang kuat,

membentuk jaringan yang luas, berinovasi tinggi & layanan sepenuh hati.

25
B. Saran

Dalam pembuatan makalah ini kelompok mendapatkan pengalaman

yang sangat berharga mengenai Kebijakan Nasional Terkait Perawatan

Menjelang Ajal dan Paliatif. Kelompok menyarankan kepada semua pembaca

untuk mempelajari apa itu Kebijakan Nasional Terkait Perawatan Menjelang

Ajal dan Paliatif, juga kelompok menyarankan supaya kita semua selalu

menerapkan pola gaya hidup yang baik dan menyehatkan.

DAFTAR PUSTAKA

26
Anita. (2016). Perawatan Paliatif dan Kualitas Hidup Penderita Kanker. Jurnal

Kesehatan, 7(3): 508-513.

Anita. (2016). Perawatan Paliatif dan Kualitas Hidup Penderita Kanker. Jurnal

Kesehatan, 7(3),508-513. Retrieved April 5, 2018, from

https://ejurnal.poltekkestjk.ac.id/index.php/JK/article/view/237/223

Kemp, Charles.2009. Klien Sakit Terminal, seri asuhan keperawatan. Edisi 2.

Jakarta:EGC

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Pedoman Nasional Program Paliatif Kanker.

Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

KEPMENKES RI. (2007). KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR:812/Menkes/SK/VII/2007 TENTANG

KEBIJAKAN PERAWATAN PALIATIF MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA.Retrieved Februari 17, 2018, from

http://www.aidsindonesia.or.id/uploads/20130506131833.Skmenkes_Nom

or_812MENKESSKV II2007_Tentang_Kebijakan_Perawatan_Paliatif.pdf

27

Anda mungkin juga menyukai