Anda di halaman 1dari 68

STUDI KASUS: ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN HOMOSEKSUAL DENGAN HIV/AIDS


DI RUANG CEMPAKA RSUD BANYUMAS

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

KIKI ARMANSYAH, S.Kep


1811040040

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
1
Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
2
Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
3
Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
4
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan karuniaNya, Sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini

dengan judul “Studi Kasus: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Homoseksual dengan

HIV/AIDS Di Ruang Cempaka RSUD Banyumas”

Penulisan karya ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

mencapai gelar Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Purwokerto.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Karya Ilmiah ini, sangat lah sulit

untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Anjar Nugroho, M.Hi., M.Si., selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Purwokerto;

2. Bapak Drs.H. Ikhsan Mujahid,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang telah memberi berbagai informasi

dan bimbingan tentang laksana penyusunan karya ilmiah;

3. Ns.Siti Nurjanah, M.Kep, Sp.Kep.J selaku Ketua program Studi Profesi Ners

yang telah memberikan berbagai informasi dan bimbingan tentang tata laksana

penyusunan karya ilmiah;

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
5
4. Ns. Agus Santosa M.kep selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan

dan saran-saran selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

karya ilmiah.

5. Ns. Nur Isnaini S.Kep., M.kep Selaku penguji yang telah memberikan berbagai

pertanyaan untuk menguji kelayakan sebagai Ners;

6. Kedua orang tuaku yang saya cintai dan yang saya banggakan terimakasih atas

do’a, semangat dan dukungan yang sudah diberikan;

Semoga Allah SWT memberikan rahmatnya kepada mereka dan Semoga selalu ada

dalam lindungan Allah AWT. Amin.

Purwokerto,13 september 2019

Penulis

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
6
Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
7
STUDI KASUS: ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
HOMOSEKSUAL DENGAN HIV/AIDS YANG DI RAWAT DIRUANG
CEMPAKA RSUD BANYUMAS

Kiki Armansyah1 Agus Santosa2

ABSTRAK
Latar Belakang Masalah: Jawa tengah menduduki peringkat ke-5 terbesar jumlah
infeksi HIV di Indonesia sebesar 18.038 orang. HIV dapat disebabkan dengan
berhubungan homoseksual melalui anal tanpa perlindungan (kondom). Dampak HIV /
AIDS itu rumit dan para perawat Penting untuk membantu dan memecahkan masalah
ini di antara pasien HIV / AIDS. Penulisan
Tujuan: Karya ilmiah ini bertujuan ini untuk mengetahui asuhan keperawatan pasien
Homoseksual dengan HIV / AIDS yang dirawat di ruang Cempaka RSUD Banyumas.
Dalam tulisan ini peneliti memberikan asuhan keperawatan untuk pasien dengan
HIV / AIDS.
Metode: Metodologi penelitian ini menggunakan proses asuhan keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.,
Hasil: Kesimpulan dari penelitian ini ditemukan masalah keperawatan tidak efektif
pada bersihan jalan napas, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, dan
intoleransi aktivitas. Dan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
masalah dapat teratasi sesuai rencana yang ditetapkan.

Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, HIV/AIDS


1. Mahasiswa program studi profesi ners fakultas ilmu kesehatan UMP
2. Dosen Fakultas ilmu kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
8
CASE STUDY: NURSING CARE IN HOMOSEXUAL PATIENTS WITH
HIV / AIDS TREATED IN CEMPAKA BANYUMAS HOSPITAL

Kiki Armansyah1 Agus Santosa2

ABSTRACT
Background of the Problem: Central Java is ranked the 5th largest number of HIV
infections in Indonesia amounting to 18,038 people. HIV can be caused by
homosexual intercourse through unprotected anal intercourse (condoms). The impact
of HIV / AIDS is complex and it is important for nurses to help and solve this
problem among HIV / AIDS patients. Writing
Purpose: This scientific work aims to determine the nursing care of Homosexual
patients with HIV / AIDS who are treated in the Cempaka room of Banyumas
Regional Hospital. In this paper researchers provide nursing care for patients with
HIV / AIDS.
Methods: This research methodology uses a nursing care process that includes
assessment, nursing diagnoses, planning, implementation and evaluation.
Results: The conclusion of this study found that the problem of nursing is not
effective in cleansing the airway, changes in nutrition less than the body's needs, and
activity intolerance. And after 3x24 hours of nursing action the problem can be
resolved according to the plan set.

Keywords: Nursing Care, HIV / AIDS


1. Student of nursing Study Program Profesi Ners Faculty of Health Sciences UMP
2. Lecturer Of Health Science Faculty University of Muhammadiyah Purwokerto

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
9
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ......................................................................... i

HALAMAN JUDUL............................................................................. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................. iii

HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................. iv

HALAMAN PENGESAHAN............................................................... v

KATA PENGANTAR........................................................................... vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.......... viii

ABSTRAK.............................................................................................. ix

ABSTRACT........................................................................................... x

DAFTAR ISI.......................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xiv

BAB I : PENDAHULUAN.................................................................... 1

A. Latar Belakang............................................................................ 1

B. Tujuan Penelitian......................................................................... 5

C. Manfaat Penelitian....................................................................... 5

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA........................................................ 7

A. Definisi........................................................................................ 7

B. Penyebab..................................................................................... 7
Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
10
C. Tanda dan gejala.......................................................................... 9

D. Patofisiologi................................................................................ 11

E. Pemeriksaan penunjang............................................................... 13

F. Penatalaksanaan.......................................................................... 14

G. Komplikasi.................................................................................. 18

H. Asuhan keperawatan................................................................... 20

BAB III : METODE KARYA ILMIAH............................................. 34

A. Desain Penelitian......................................................................... 34

B. Subjek Penelitian......................................................................... 34

C. Tempat dan Waktu Penelitian..................................................... 35

D. Populasi dan Sampel................................................................... 35

E. Teknik Pengumpulan Data.......................................................... 36

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN............................................. 37

A. Hasil............................................................................................ 37

B. Pembahasan................................................................................. 38

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN............................................... 48

A. Kesimpulan.................................................................................. 48

B. Saran............................................................................................ 49

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
11
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Rangkaian Hasil ..................................................................... 65

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
12
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Lembar Konsultasi

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

gejala penyakit yang disebabkan karena rusaknya sistem kekebalan tubuh oleh

infeksi virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). Sistem kekebalan tubuh

bertugas untuk melindungi tubuh dari berbagai penyakit yang setiap hari

menyerang dari luar. Salah satu unsur yang penting dalam sistem kekebalan tubuh

adalah sel CD4, yaitu salah satu jenis sel darah putih. Sel CD4 ini dibunuh oleh

HIV saat menggandakan diri dalam darah sehingga semakin lama seseorang

terinfeksi HIV, berakibat pada pengurangan jumlah sel CD4. Penurunan jumlah

sel CD4 ini menyebabkan melemahnya kemampuan sistem kekebalan untuk

melindungi tubuh dari infeksi (Spritia, 2009).

Kasus HIV-AIDS berkembang sangat cepat di seluruh dunia. Hal ini terlihat

dari besarnya jumlah orang yang telah terinfeksi oleh virus tersebut. 40 juta orang

diperkirakan telah terinfeksi dan lebih dari 20 juta orang meninggal dunia serta

menginfeksi lebih dari 6000 orang usia produktif (KPAN, 2007 dalam

Purwaningsih dan Widayatun, 2008).

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
14
Benua Asia diindikasikan memiliki laju infeksi HIV tertinggi di dunia.

Prevalensi HIV tertinggi terdapat di wilayah Asia Tenggara dengan trend

epidemik yang bervariasi di setiap negara. Trend epidemik di Kamboja,

Myanmar, dan Thailand menunjukkan penurunan, sedangkan di Indonesia dan

Vietnam justru semakin meningkat (Dorothy, 2011).

WHO dan UNAIDS memberi peringatan bahaya kepada tiga negara di Asia

yang saat ini disebut-sebut pada titik infeksi HIV bahkan dapat dikatakan ketiga

negara tersebut berada dalam posisi serius. Berdasarkan laporan WHO dan

UNAIDS ketiga negara tersebut adalah China, India dan Indonesia yaitu negara

dengan populasi penduduk terbesar di dunia (Dorothy, 2011).

Pada awalnya kasus infeksi HIV-AIDS di Indonesia ditemukan pada laki-

laki dari kelompok homoseksual dan biseksual yang sekarang ini telah menyebar

ke semua orang tanpa kecuali berpotensi untuk terinfeksi HIV. Risiko penularan

terjadi tidak hanya pada populasi berperilaku risiko tinggi. Data yang ada

menunjukkan bahwa HIV-AIDS telah menginfeksi ibu rumah tangga, bahkan

pada anak-anak atau bayi yang dikandung tertular dari ibu pengidap HIV

(Nugroho dan Sugih, 2009).

Virus HIV tidak mudah menular dan disebarkan melalui cara-cara yang

jumlahnya terbatas. Penularan baru terjadi jika ada pertukaran cairan tubuh antara

orang yang terinfeksi HIV dengan yang belum terinfeksi. Cara penularan yang

utama di Indonesia adalah melalui hubungan seks tidak aman dan berbagi jarum

suntik yang tidak steril. Sekalipun penularan melalui pengguna narkoba suntik
Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
15
adalah paling efektif, namun dari segi potensi jumlah kelompok berisiko, ditahun

2007 KPAN sudah melihat penularan melalui jalur seksual tetap akan menjadi

cara penularan utama di Indonesia dalam dekade kedepan (KPAN, 2007 dalam

Nugroho dan Sugih, 2009).

Laporan dari Kementerian Kesehatan RI dari Januari sampai dengan Maret

2012 jumlah kasus baru HIV yang dilaporkan sebanyak 5991 kasus sedangkan

AIDS sebanyak 551 kasus. Persentase kasus HIV-AIDS yang tertinggi dilaporkan

pada kelompok umur 25-49 tahun (75,4%) diikuti kelompok umur 20-24 tahun

(15,0%) dengan rasio kasus antara laki-laki dan perempuan adalah 1:1. Persentase

faktor risiko tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual

(46,6%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (12,6%), dan LSL

(6%) (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Jawa tengah menduduki peringkat ke-5 terbesar jumlah infeksi HIV di

Indonesia sebesar18.038 orang setelah Jawa Barat (24.650), Papua (25.586), Jawa

Timur (33.043), dan DKI Jakarta (46.758) (Ditjen P2P Kemenkes RI, 2017).

Sedangkan menurut Laporan Perkembangan HIV/AIDS Triwulan I tahun 2017,

Jawa Tengah menduduki peringkat ke4 yaitu sebesar 1.171 orang setelah DKI

Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Berdasarkan hasil Final Laporan HIV/AIDS

Triwulan I tahun 2016, Kota Surakarta merupakan penyumbang terbesar kasus

HIV di Jawa Tengah. Pada tahun 2017, kasus HIV/AIDS di Surakarta mengalami

peningkatan dari 91 kasus pada tahun 2016 menjadi 118 kasus, sedangkan 3

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
16
sampai Maret 2018 di Surakarta terdapat 27 kasus HIV/AIDS (P2P Dinkes

Surakarta, 2018).

Kecamatan Banjarsari menduduki peringkat pertama penyumbang

HIV/AIDS di Surakarta yaitu pada tahun 2014 (20 kasus HIV), tahun 2015 (27

kasus HIV), tahun 2016 (24 kasus HIV), dan tahun 2017 (35 kasus HIV),

kemudian diikuti oleh Kecamatan Jebres pada urutan kedua dengan kejadian

kasus pada tahun 2014 (17 kasus HIV), tahun 2015 (17 kasus HIV), tahun 2016

(23 kasus HIV), dan tahun 2017 (16 kasus HIV). Kejadian HIV di Kecamatan

Banjarsari berpotensi meningkatkan risiko penularan HIV kepada populasi umum

bila dibandingkan dengan wilayah lain di Surakarta (P2P Dinkes Surakarta,

2018). Salah satu upaya untuk menekan laju penyebaran HIV/AIDS yaitu dengan

memberikan pendidikan kesehatan HIV/AIDS sejak dini pada remaja, karena di

Indonesia kasus HIV banyak menjangkiti pada usia produktif yaitu usia 20-49

tahun dan dapat diperkirakan remaja usia 15-24 tahun virus HIV sudah berada di

dalam tubuhnya, hal ini dimungkinkan karena kurangnya informasi terkait

HIV/AIDS pada remaja.

Hasil penelitian Stanhope dan Lancaster (2000), menggambarkan bahwa

faktor sosial yang berkaitan dengan kurangnya pengetahuan disebabkan kurang

terpapar informasi tentang penyebab terjadinya penularan infeksi HIV/AIDS, hal

ini menyebabkan individu salah dalam bersikap dan berperilaku. Faktor sosial

juga berkaitan dengan kemampuan masyarakat mendapatkan sumber-sumber

informasi baik formal maupun informal. Kurangnya paparan terhadap informasi


Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
17
khususnya masalah kesehatan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku, sehingga

cenderung melakukan tindakan yang berisiko terhadap masalah kesehatan.

Salah satu bentuk penyimpangan perilaku Homoseksual merupakan istilah

yang diciptakan pada tahun 1869 oleh bidang ilmu psikiatri di Eropa, untuk

mengacu pada suatu fenomena yang berkonotasi klinis. Pengertian homoseks

tersebut pada awalnya dapat dikategorikan sebagai perilaku menyimpang.

Pengertian homoseks kemudian terbagi dalam dua istilah yaitu Gay dan Lesbi.

Hawkin pada tahun 1997 menuliskan bahwa istilah Gay atau Lesbi dimaksudkan

sebagai kombinasi antara identitas diri sendiri dan identitas sosial yang

mencerminkan kenyataan bahwa orang memiliki perasaan menjadi dari kelompok

sosial yang memiliki label yang sama. Istilah gay biasanya mengacu pada jenis

kelamin laki-laki dan istilah lesbian mengacu pada jenis kelamin perempuan

(Hartanto, 2006).Berdasarkan fenomena di atas, pengetahuan mengenai kesehatan

reproduksi dan HIV/AIDS sangatlah penting untuk mengontrol perilaku seksual

remaja dengan lawan jenis ataupun sesama jenis (Gay/Lesbi) yang cenderung

bebas. Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dari karya tulis

ilmiah ini adalah “bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pada pasien

HIV/AIDS

B. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian Untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan pada

pasien dengan HIV/AIDS

C. Manfaat Penulisan
Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
18
1. Bagi penulis

Sebagai aplikasi teori yang diperoleh selama pembelajaran serta

menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang berharga yang

dapat menjadi bekal untuk memasuki dunia kerja dan mengembangkann

penelitian yang sudah ada, terutama dalam asuhan keperawatan pada

pasien HIV/AIDS

2. Bagi profesi keperawatan

Penulisan karya tulis ilmiah ini sebagai masukan informasi bagi

semua referensi bagi yang akan melakukan penelitian lebih lanjut

khususnya keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang keperawatan pada

pasien HIV/AIDS

3. Bagi institusi pendidikan

Hasil penulisan ini untuk dijadikan bahan tambahan referensi dalam

pembelajaran mahasiswa keperawatan.

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
19
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang

termasuk dalam family lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan

RNA nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama

masa inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam

proses yang panjang (klinik laten), dan utamanya penyebab munculnya tanda dan

gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan

menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan

limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus tersebut

menghancurkan CD4+ dan limfosit (Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson,

2006)

B. PENYEBAB

Pada individu yang terinfeksi, biasanya virus akan membetuk antibody

dalam watu 6-12 minggu. Kebanyakan individu yag terinfeksi HIV akan

berada dalam fase viremia selama 2-6 minggu.pada kasus yang langka, bisa

selama 35 bulan. Periode inkubasi AIDS padakebanyakan inidvidu yang

terinfeksi individu yang terinveksi HIV adalah 10-12 tahun. Kira-kira 30%

penderita AIDS yang meninggal setelah 3 tahun didiagnosa AIDS dan kira-

kira 50% hidup selama 10 tahun.

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
20
Pintu masuk utama HIV ke dalam tubuh adalah melalui hubungan sekual

yang tidak terlindungi dengan orang yang terinfeksi virus HIV, jarum suntik,

tindik, tato yang tidak steril, mendapatkan transfusi darah, ibu penderita HIV

positifkepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui

ASI. HIV yang masuk kedalam tubuh menuju kelenjar limfe dan berada

dalam sel dendritik selama beberapa hari. Kemudian terjadi sindrom retrovial

akut seperti flu disertai viremia hebat dengan keterlibatan berbagai kelenjar

limfe. Sindrom ini akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu, karena kadar virus

yang tinggi dalam darah dapat diturunkan oleh sistem iimun tubuh. Proses ini

berlangsung berminggu-minggu sampai terjadi keseimbangan antara

pembentukan virus baru dan upaya eliminasi respon imun.titik keseibangan

disebut set point. Apabila angka tinggi,perjalanan penyakit menuju AIDS

akan berlangsung cepat.

Tahap selanjutnya adalah serokonversi yaitu perubahan antibodi negatif

menjadi positif, terjadi 1-3 bulan setelah infeksi dan pasien akan memasuki

masa tanpa gejala. Pada masa ini terjadi penurunan CD4 secara bertahap

(CD4 normal 800-1000/mm3) yang terjadi setelah replikasi persisten HIV

dengan kadar RNA virus realatif konstan. Mula-mula penurunan jumlah CD4

sekitar 50-60tahun tetapi pada 2 thaunterakhir penurunanjumlah menjadi

cepat sektar 50-100/tahunsehingga jika tanpa pengobata, rata-rata masa

infeksi HIV sampai AIDS adalah 8-10 tahun saat jumlah CD4 mencapai

dibawah 200. (Mandal,dkk. 2008)


Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
21
C. TANDA DAN GEJALA

Gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala

minor (tidak umum terjadi):

1. Gejala mayor:

a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan

b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologise. Demensia/ HIV

ensefalopati 

2. Gejala minor

a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan

b. Dermatitis generalisata

c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang

d. Kandidias orofaringeale.

e. Herpes simpleks kronis progresiff. 

f. Limfadenopati generalisatag.

g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
22
Ada 2 klasifikasi yang sampai sekarang sering digunakan untuk remaja

dan dewasa yaitu klasifikasi menurut WHO dan Centers for Disease Control

and Preventoin (CDC) Amerika Serikat. Di negara negara berkembang

menggunakan sistem klasifikasi WHO dengan memakai data klinis dan

laboratorium, sementara di negara-negara maju digunakan sistem klasifikasi

CDC. Klasifikasi menurut WHO digunakan pada beberapa Negara yang

pemeriksaan limfosit CD4+ tidak tersedia. Klasifikasi stadium klinis

HIV/AIDS WHO dibedakan menjadi 4 stadium,Yaitu:

Stadium Gejala Klinis

Stadium 1:

Tidak ada penurunan berat badan Tanpa gejala atau hanya Limfadenopati

Generalisata Persisten

Stadium 2:

Penurunan berat badan <10% ISPA berulang: sinusitis, otitis media, tonsilitis,

dan faringitis Herpes zooster dalam 5 tahun terakhir Luka di sekitar bibir

(Kelitis Angularis) Ulkus mulut berulang Ruam kulit yang gatal (seboroik

atau prurigo) Dermatitis Seboroik Infeksi jamur pada kuku

Stadium 3:

Penurunan berat badan >10% Diare, demam yang tidak diketahui

penyebabnya >1 bulan Kandidiasis oral atau Oral Hairy Leukoplakia TB Paru
Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
23
dalam 1 tahun terakhir Limfadenitis TB Infeksi bakterial yang berat:

Pneumonia, Piomiosis Anemia (<8 gr/dl), Trombositopeni Kronik (<50 109

per liter)

Stadium 4:

Sindroma Wasting (HIV) Pneumoni Pneumocystis Pneumonia Bakterial yang

berat berulang dalam 6 bulan Kandidiasis esofagus Herpes Simpleks Ulseratif

>1 bulan Limfoma Sarkoma Kaposi Kanker Serviks yang invasif Retinitis

CMV TB Ekstra paru Toksoplasmosis Ensefalopati HIV Meningitis

Kriptokokus Infeksi mikobakteria non-TB meluas Lekoensefalopati

multifokal progresif Kriptosporidiosis kronis, mikosis meluas.(Price , Sylvia

A dan Lorraine M.Wilson . 2006)

D. PATOFISIOLOGI

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah

sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan

terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human

Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan

protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup

120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human

Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan

reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon

imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang

terinfeksi.
Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
24
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan

melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi

untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam

nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang

permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali

virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh

tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang

menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali

antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi,

menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan

mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper

terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan

memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang

serius.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin

lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan

menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human

Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala

(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat

berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar

200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
25
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster

dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat

timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya

terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila

jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi

opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS. (Price , Sylvia A dan Lorraine

M.Wilson . 2006)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Mendeteksi antigen virus dengan pcr (polierase chain reaction)

2. Tes elsa memberikan hasil postif 2-3 bulan setelah terinfesi

3. Serologis: skriing hiv dengan elisa, tes western blot, limfosit t

4. Pemeriksaandarah rutin

5. Pemeriksaan neurologis

6. Tes fungsi paru, broscoscopi

F. PENATALAKSANAAN

1. Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk

HIV/AIDS tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang

mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik pengaturannya permulaan

dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
26
jumlah sel CD4 dari orangyang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau

lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau

lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi

Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut

ini dapat mengunakan:

a. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'),

mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam

mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA

(contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).

b. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's)

memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan

reverse transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim

tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi

turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk:

Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).

c. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan

menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada

sel tuan rumah dan dilepaskan.

2. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang

mengidap HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada bayinya selama masa

kehamilan, persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari

intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang


Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
27
mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan

pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke

anak. Obat–obatan tersebut adalah:

a. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang

dari 14–28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan

bahwa hal ini menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu

rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36

minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai

pada masa persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah

menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam kombinasi

dengan Lamivudine (3TC)

b. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa

persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3

hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan

penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu

dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba,

sementara bayi tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.

3. Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa

obat antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling

kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV

sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun terinfeksi

occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP,


Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
28
maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang

yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk

memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk

mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan

memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk

PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC

telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai

bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati.

Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu

dimulai sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk

mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai pengobatan, maka

keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak

merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS

sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan

efek samping yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak

aman.

4. Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi

untuk mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula

kemungkinan pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang

terinfeksi HIV akan diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti

HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda

onset AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat


Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
29
bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak

tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi

primer (Brooks, 2005).

5. Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi

opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang

aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab

sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.

G. KOMPKASI

a. Komplikasi pada mata

Infeksi okular, yaitu uveitis, keratitis, neuritis optik, konjungtivitis, atrofi 

optikdan korioretinitis. Kelainan mata yang terbanyak adalah uveitis (infl

amasiintraokular) yang dapat terjadi pada semua stadium dan dapat semb

uh spontan, namun angka kekambuhannya tinggi bila sifilis tidak diobati.

b. Komplikasi neurologi :Komplikasi ini dapat mengenai susunan saraf tepi

dan susunan saraf pusat.Komplikasi yang dapat mengenai susunan saraf


Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
30
pusat bermanifestasi sebagaidemensia terkait HIV (7% dari penderita)

dengan gejala seperti gangguan kognitif,motorik, dan gangguan perilaku.

c. Kandidiasis (infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur Candida albicans)

bronkus,trakea, paru-paru

d. Kandidiasi esophagus.

e. Kriptokokosis (Kriptokokosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh

jamurCryptococcus neoformans, infeksi ini secara luas ditemukan di

dunia dan umumyadialami oleh penderita dengan sistem imun yang

rendah) ekstraparu

f. Kriptosporidiosis (penyakit yang disebabkan oleh parasit

Cryptosporidium, yangmerupakan protozoa parasit dalam divisi

Apicomplexa), intestinal kronis (>1 bulan)

g. Renitis CMV (gangguan penglihatan)

h. Herpes simplek : ulkus kronik (>1 bulan)

i. Ensefalitis toxoplasma

j. Diare11.

k. Tb, Umum dikenal dengan tuberculosis, adalah penyakit umum yang

diderita penderita Aids dan dapat mematikan. hampir semua penderita

HIV/Aids, jugamenderita Tb.

l. Salmonela. Menular melalui makanan dan air. Gejalanya ialah diare

parah, demam,menggigil, sakit perut dan muntah.

m. Cytomegalovirus (CMV)
Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
31
Adalah jenis virusherpesyang menular melalui cairantubuh, seperti air

liur, darah, ASI, semen dan urin. Virus ini dapat menyebabkankerusakan

pada mata, sistem pencernaan, paru-paru dan organ tubuh lainnya.

n. Candiasis,Menyebabkan peradangan dan bercak putih pada muluT

(lidah),tenggorokan dan vagina. Bintik putih ini menyebabkan nyeri.

Akan lebih parah jika mengenai anak-anak.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas klien

Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat

tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah

kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya

penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu

yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 1).

2. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari

pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan

effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada,

nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir

terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
32
3. Riwayat penyakit sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang

di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada,

keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat

mendorong penderita untuk mencari pengonbatan. Pasien dengan effusi

pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk,

sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun

dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.

Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau

menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.

4. Riwayat penyakit dahulu

Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita

yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA

efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.

5. Riwayat penyakit keluarga

Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita

penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.

6. Riwayat pola pemeliharaan kesehatan klien

a.  Pola Persepsi Kesehatan

-          Adanya riwayat infeksi sebelumya.

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
33
-          Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.

-          Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.

-          Adakah konsultasi rutin ke Dokter.

-          Hygiene personal yang kurang.

-          Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.

b.  Pola Nutrisi Metabolik

-          Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa

kali sehari makan.

-          Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.

-          Jenis makanan yang disukai.

-          Napsu makan menurun.

-          Muntah-muntah.

-          Penurunan berat badan.

-          Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.

-          Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa

terbakar atau perih.

c. Pola Eliminasi

-          Sering berkeringat.

-          Tanyakan pola berkemih dan bowel.

d.  Pola Aktivitas dan Latihan

-          Pemenuhan sehari-hari terganggu.

-          Kelemahan umum, malaise.


Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
34
-          Toleransi terhadap aktivitas rendah.

-          Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan.

-          Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.

e.  Pola Tidur dan Istirahat

-          Kesulitan tidur pada malam hari karena stres

f.    Pola Persepsi Kognitif

-          Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.

-          Pengetahuan akan penyakitnya.

g. Pola Persepsi dan Konsep Diri

-          Perasaan tidak percaya diri atau minder.

-          Perasaan terisolasi.

h.  Pola Hubungan dengan Sesama

-          Hidup sendiri atau berkeluarga

-          Frekuensi interaksi berkurang

-          Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran

i. Pola Reproduksi Seksualitas

-          Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.

-          Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.

j.  Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress

-          Emosi tidak stabil

-          Ansietas, takut akan penyakitnya

-          Disorientasi, gelisah
Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
35
k. Pola Sistem Kepercayaan

-  Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah

-  Agama yang dianut

7. Pemeriksaan head to too

a. Status Kesehatan Umum

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien

secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap

dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk

mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga

dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.

b. Berdasarkan sistem – sistem tubuh

Sistem pernapasan

Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :

Inspeksi : Adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan

napas yang tertinggal, suara napas melemah.

Palpasi : Fremitus suara meningkat.

Perkusi : Suara ketok redup.

Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,

kasar dan yang nyaring

Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit

mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan

pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax


Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
36
kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR

cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.Fremitus tokal menurun

terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.

Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada

yang tertinggal pada dada yang sakit.Suara perkusi redup sampai peka

tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga

pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung

dengan ujung lateral atas ke medial penderita dalam posisi duduk. Garis

ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian

depan dada, kurang jelas di punggung.Auskultasi Suara nafas menurun

sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis,

dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkim paru, mungkin

saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di

sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila

penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e

sengau, yang disebut egofoni.

c. Sistem kordiovaskuler

Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada

ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini

bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi

untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan

kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa


Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
37
adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas

jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk

menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi

untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah

bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah

murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi

darah.Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras.

d. Sistem neurologis

Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan

pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma.

refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu

fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran,

penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan,diperhatikan, adakah

nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut

untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga

apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa

padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika

urinarta, tumor).Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan

turun.

e. Sistem musculoskeletal

Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada

kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan


Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
38
pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi

dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri

dan kanan. Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang

tidur dan keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.

f. Sistem integument

Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi

pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat

adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa

mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture

kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat

hidrasi seseorang.Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor

kulit menurun.

g. Sistem pengindraan

h. Sistem genetalia, Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada

genitalia.

8. Data penunjang

a. Laboratorium

b. Radologi

(Duarsa, N. Wirya. 2009)

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
39
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan spasme jalan

napas

2. Hipertermia berhubungan dengan penyakit

3. Ketidakseimbangn nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan faktor biologis

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme

regulasi

Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
40
Studi Kasus “Asuhan..., Kiki Armansyah, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
41
DIAGNOSA NOC NIC

Ketidakefektifa Setelah dilakukan tindakan keperawatan


Manajemen jalan napas 3140 hal 18
n bersihan jalan selama 3x24 jam diharapkan bersihan
 Identifikasi status pernapasan pas
napas jalan napas dapat teratasi. Dengan
 Monitor ttv
berhubungan kriteria hasil:
 Posisikan pasien
dengan spasme Status pernapasan 0415 halaman 556
memaksimalkan ventilasi
jalan napas 1. Frekuensi pernapasan
 Ajarkan pasien batuk efektif
(00031) hal 406 2. Irama pernapasan
 Kolaborasi pemberian oksigen
3. Kepatenan jalan napas
bronkodilator.

Hipertermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan Managemen cairan 4120 halaman 1

berhubungan selama 3x24 jam diharapkan suhu tubuh  Monitor status hidrasi

dengan penyakit daam batas normal. Dengan kriteria  Monitor ttv

(00007) hasil:  Timbang berat badan setiap ha


halaman 457 Hidrasi 0602 halaman 102 monitor status pasien
2. Tidakadapeningktansuhu tubuh  Dukung pasien dan ke
3. Turgorkulit dalam rentang normal untukmembantu dalam pem
4. Membran mukosa lembab makanan yang baik.

 Kolaborasi pemberian cairan I

paracetamol.

Ketidakseimban Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nutrisi 1100 halaman 1

gan nutrisi selama 3x24 jam diharapkan berat  Memonitor kecender

kurang dari badan dalam batas normal. Dengan terjadinya penurunan berat bad

xlii
kebutuhan tubuh kriteria hasil:  Identifikasi adanya alergi

berhubungan Status nutrisi 1004 halaman 551 intoleransi makanan yang

dengan faktor 1. Asupan makanan bertambah pasien

biologis(00002) 2. Asupan cairan bertambah  Bantu pasien membuka ke

halaman 177 3. Rasio berat badan dan tinggi badan makanan, memotong makana

dalam rentng normal makan jika diperlukan

 Anjurkan pasien untuk dudu

makan, jika memungkinkan

 Ciptakan lingkungan yang

saat mengonsmsi makanan

(bersih, berfen

santai,danbebasdari au

menyengat)

 Anjurkan keluarga untuk mem

makanan favorit pasien sem

(pasien) berada dirumah sakit

 Kolaborasi megatur diet

diperlukan bersama ahli gizi.

Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri 1400 halaman 19

berhubungan selama 3x24 jam diharapkan nyeri  Lakukan pengkajian nyeri

dengan agen hilang. Dengan kriteria hasil: komrehensif

cidera biologis Kepuasan klien: manajemen nyeri  Monitoring ttv

xliii
(00132) hal 469 3016 halaman 179  Ajaran teknik non farma

1. Tingkat nyeri dipantau secara untukmengurangi nyeri

reguler  Dukung istirahat yang adekuat

2. Mengambil tindakan untuk  Kolaborasi pemberian analgeti

mengurangi nyeri

3. Nyeri terkontrol

Kekurangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan demam 3740 halaman 35

volume cairan selama 3x24 jam diharapkan keuangan  Pantau suhu dan tanda-tanda v

berhubungan volume cairan teratasi. Dengan kriteria  Monitor warna kulit dan suhu

dengan hasil:  tutup pasien degan selimut


kegagalan Termoregulasi 0800 halaman 564 pakaian ringan
mekanisme 1. Tingkat pernapasan dalamrentang  fasilitasi istirahat
regulasi (00027) normal
 Dorong konsumsi cairan
hal 193 2. Kenamanan suhu dalam rentang
 Kolaborasi pemberian caira IV
normal

3. Suhu kulit dalamrentang normal

xliv
BAB III

METODE KARYA ILMIAH

A. DESAIN PENELTIAN

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini

digunakan dengan metode studi deskriptif. Tujuan dari penelitian

deskriptif ini adalah untuk membuat gambaran (deskriptif) secara

sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari

suatu populasi (Suryabrata, 2003). Metode deskriptif tidak bertujuan untuk

menguji suatu hipotesis, melainkan bertujuan untuk membuat deskripsi

mengenai hal yang akan diteliti (Suryabrata, 2003). Penelitian ini

mendeskripsikan bagaimana gambaran asuhan keperawatan pada pasien

Homoseksual dengan HIV/AIDS.

B. SUBJEK PENELITIAN

Pasien dengan inisial Tn. S berusia 23 tahun datang ke IGD RSUD

Banyumas tanggal 06 april 2019 dan dipindahkan ke ruang cempaka

RSUD Banyumas. Pada saat pengkajian pada tanggal 06 april 2019 pasien

mengatakan lemas dan batuk sudah 1 minggu.

C. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

a) Tempat

xlv
Penelitian dilakukan diruang Cempaka RSUD Banyumas

b) Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 06 april - 08 april ditahun

2019

D. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian (Natoatmodjo,

2010). Populasi dalam penelitian ini adalah Tn. S diruang Cempaka RSUD

Banyumas.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

akan diteliti (Natoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini menggunakan 1

sampel. Pemilihan sampel dilakukan pada semua pasien diruangan

cempaka RSUD Banyumas, yang sesuai dengan kriteria inklusi dan

eksklusi.

Kriteria inklusi

1) Pasien dengan HIV/AIDS

Kriteris ekslusi

1) Pasien yang tidak menderita HIV/AIDS

xlvi
E. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian untuk

melakukan pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian.

Menurut Azwar (2007). Teknik pengumpulan data menggunakan asesmen

dan observasi asuhan keperawatan.

Pada pelaksanaan penelitian penulis mengumpulkan data melalui

1. Data primer: dikumpulkan menggunakan observasi/wawancara.

2. Data sekunder : diperoleh dari arsip yang ada di RSUD Banyumas.

xlvii
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Pasien Tn. S berusia 23 tahun, berjenis kelamin laki-laki, beragama

islam, lulusan SMA, yang bekerja sebagai pelayan di restoran dan belum

menikah. Pasien datang ke RSUD Banyumas diantar oleh tetangga dan

temannya untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif karena pada

tanggal 06 april 2019 pukul 07.00 WIB pasien panas. Kemudian pukul

10.00 WIB semakin panas menggigil.

Pasien 1 bulan yang lalu masuk kepuskesmas Jeruk dengan keluhan

lemas dan tensi rendah, cek VCT dengan hasil positif selanjutnya dirujuk

ke Rumah sakit Soetomo Surabaya dengan keluhan yang sama dan dicek

VCT dan hasilnya sama positif dan rawat jalan, Cek VCT di Rumah sakit

Soetomo pada tanggal 08 maret 2019. Kemudian pasien kembali

kepurwokerto dan dibawa ke RSUD Banyumas untuk mendapatkan

perawatan yang lebih intensif. Di IGD TD Pasien 80/50 mmHg, Suhu

38˚C, masuk cairan RL 2000cc dan paracetamol infus, setelah di

masukkan cairan Td pasien menjadi 90/60 mmHg dan suhu 37,5˚C.

Pasien dirawat diruang Cempaka RSUD Banyumas. pasien diberikan

terapi infus RL 500cc /24jam, O2 2 Lpm, injeksi ceftriaxone 2x1 gr,

levofloxacin 1x500 mg, cotrimoxaxole 1x2 tablet dan kandistatin oral

drop. pasien didiagnosa HIV positif tetapi pasien tidak menerimanya.

Teman pasien juga menjelaskan mereka adalah pasangan homoseksual,

xlviii
teman pasien menjelaskan telah melakukan hubungan homoseksual sejak

awal tahun 2018 saat mereka bekerja restoran di Surabaya dan mereka

tinggal 1 kostan, hal itu dilakukan tidak hanya sekali dua kali.

Rangkaian hasil pengkajian telah didapatkan masalah keperawatan,

selanjutnya telah dilaksanakan implementasi dan evaluasi. Hasilnya

sebagai berikut :

xlix
Pengkajian Diagnosa Implementasi evaluasi
keperawatan
Data subjektif : 1. Ketidak Dx 1 Setelah dilakukan tindakan
pasien mengatakan batuk terus efektifan bersihan Membina hubungan saling percaya, Mengkaji keperawatan selama 3x24 jam
menerus dan mengeluarkan dahak jalan nafas frekuensi pernafasan dan gerakan dada, Dx 1
berwarna kuning, berhubungan Mengobservasi suara paru dan bunyi nafas, Masalah teratasi, pasien
tenggorokkannya terasa sakit jika dengan Menjelaskan dan ajarkan latihan nafas dalam mengatakan kadang- kadang saja
dibuat menelan dan badannya peningkatan dan batuk efektif, Menganjurkan pemberian batuk, tidak keluar secret, tidak
sangat lemas. produksi sputum minum air hangat, Berkolaborasi dengan tim ada suara tambahan ronchi.
Data obyektif : 2. Perubahan medis dalam pemberian cairan dan obat. Dx 2
pasien batuk terus menerus dan nutrisi kurang dari Dx 2 Masalah teratasi, pasien
mengeluarkan secret berwarna kebutuhan tubuh Mengkaji kesulitan untuk menelan, mengatakan tenggorokkannya
kuning kental, terdapat plak putih berhubungan Mengobservasi bising usus, Memberikan fase tidak sakit lagi jika dibuat
pada mulut, mukosa bibir kering dengan kesulitan istirahat sebelum makan, Menjelaskan menelan, bising usus kurang lebih
dan gigi kuning, makan 2 kali untuk menelan pentingnya nutrisi pada pasien, berkolaborasi 15x/m, pasien istirahat sebelum
/hari, porsi sedikit (2-4 sendok) 3. Intoleransi dengan tim ahli gizi dalam pemberian diet, makan, pasien makan 1 porsi
makanan dari RSUD Banyumas, aktivitas Memberikan oral hygiene sebelum dan makan makanan dari RSUD
minum 3-4/hari air putih, susu berhubungan sesudah makan. Banyumas, pasien berkumur
putih, terlihat pasien lemah dengan gangguan Dx 3 dengan air hangat setelah makan.
terbaring ditempat tidur, saat system transpot Mengkaji pola tidur dan mencatat perubahan Dx 3
makan pasien disuapi oleh oksigen sekunder dalam proses berperilaku masalah teratasi, pasien
temannya, saat mandi pasien Mengobservasi respon psikologis terhadap mengatakan sudah mampu
diseka oleh temannya, dan saat aktivitas, missal perubahan tekanan darah , melakukan kegiatan sendiri, TD :
ganti baju pasien dibantu.TD : frekuensi pernafasan. 100/60 mmHg, Nadi : 90x/m, suhu
80/60 mmHg, nadi 85x/m, RR Memberikan lingkungan yang nyaman dan 37˚C, RR : 24x/m, pasien merasa
26x/m, terdapat ronchi di paru tenang lingkungannya nyaman, pasien
paru kanan, HB : 6,2 g/dl. Menjelaskan pentingnya istirahat bagi pasien mampu duduk dan makan sendiri.
Mendorong pasien untuk melakukan apapun

l
yang mungkin, misalnya perawatan diri dan
duduk dikursi.
Tabel 4.1 Rangkaian Hasil

li
B. PEMBAHASAN

Hasil pengkajian pada pasien yang menderita HIV/AIDS berjenis

kelamin laki-laki dan berumur 23 tahun. Distribusi menurut jenis kelamin

penderita Aids di Afrika dan As atau Eropa menunjukkan perbedaan yang

sangat jelas sesuai dengan cara penularannnya yang dominan dinegara –

negara tersebut. Saat ini distribusi penderita pria dan wanita di Afrika

hampir sama (1:1), sedangkan di As atau Eropa bervariasi antara 10

sampai 25 kali lebih banyak penderita pria. Dan kelompok besar adalah

golongan 30-39 tahun, disusul dengan golongan umur 40-49 tahun dan 20-

29 tahun. Mereka ini termasuk kelompok umur yang memang aktiv

seksual (Irianto, 2014)

Informasi yang didapatkan bahwa pasien Informasi yang didapatkan

bahwa pasien sejak awal 2018 sering melakukan hubungan homoseksual

dengan teman satu kamar kostnya yang sama sama bekerja di Restaurant

di Surabaya. Menurut Huda (2013) bahwa HIV dapat disebabkan dengan

berhubungan (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom).

Dari hal ini tersebut penulis dapat menyebutkan bahwa HIV memang

dapat ditularkan melalui berhubungan seksual. Selain itu juga bisa

disebabkan karena jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai

52
bergantian, mendapatkan transfuse darah yang mengandung virus HIV, ibu

penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan.

Hasil pengkajian didapatkan plak putih pada mulut, pasien

mengatakan 3 bulan yang lalu BBnya 60 Kg. hasil laboratorium pada

tanggal 06 april 2019 HB : 6,2 g/dl, dan hasil thorax adanya pneumonia

diparu paru kanan. Manifestasi klinis pada HIV stadium 2 yaitu Penurunan

berat badan <10% ISPA berulang: sinusitis, otitis media, tonsilitis, dan

faringitis Herpes zooster dalam 5 tahun terakhir Luka di sekitar bibir

(Kelitis Angularis) Ulkus mulut berulang Ruam kulit yang gatal (seboroik

atau prurigo) Dermatitis Seboroik Infeksi jamur pada kuku. Dan stadium 3

yaitu Penurunan berat badan >10% Diare, demam yang tidak diketahui

penyebabnya >1 bulan Kandidiasis oral atau Oral Hairy Leukoplakia TB

Paru dalam 1 tahun terakhir Limfadenitis TB Infeksi bakterial yang berat:

Pneumonia, Piomiosis Anemia (<8 gr/dl), Trombositopeni Kronik (<50

109 per liter) (Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2006). Maka

pasien HIV tidak mengalami manifestasi klinis pada stadium 1 dan 2, hal

ini disebabkan karena setiap individu memiliki perbedaan antara yang satu

dengan yang lainnya.

Data pengkajian yang diperoleh dianalisis untuk menentukan masalah

yang muncul.

Berikut ini adalah diagnose yang terjadi pada pasien:

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

peningkatan produksi sputum. Nanda (2018). Diagnose ini terjadi

53
karea pasien mengalami batuk terus menerus dan mengeluarkan secret

berwarna kuning kental, nadi 85x/m, RR: 26x/m, terdapat xronchi

diparu-paru kanan. Menurut Smeltzer (2002) bahwa infeksi yang

paling sering ditemukan diantara penderita AIDS adalah Pneumoni

yang merupakan penyakit oportunisb pertama yang dideskripsikan

berkaitan dengan AIDS. Pneumonia ini merupakan manifestasi

pendahuluan penyakit AIDS pada 60% pasien. Menurut penulis

diagnose ketidak efektifan bersihan jalan nafas ini perlu diangkat

karena pasien mengalami pneumonia sehingga terjadi penumpukan

secret. diagnosa yang ditegakan berdasarkan batasan karakteristik

menurut (Nanda, 2018).

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kesulitan untuk menelan Nanda (2018). Diagnose ini terjadi karena

pasien mengalami plak putih pada mulut, mukosa bibir kering dan gigi

kuning, makan 2 kali /hari, porsi sedikit (2-4 sendok) makanan dari

RSUD Banyumas, minum 3-4/hari air putih, susu putih BB SMRS 60

Kg(3 bulan yang lalu), BB MRS 40 Kg. manifestasi

gastrontestinalpenyakit aids mencakup hilangnya selera makan, mual,

vomitus, kandidiasis oral serta esophagus dan diare kronis (Smeltzer

dan Bare, 2002). Diagnose perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh perlu diangkat karena terdapat beberapa gejala yang sesuai

sebagai data penunjang. Tetapi pasien ini tidak mengalami mual dan

54
vomitus. diagnosa yang ditegakan berdasarkan batasan karakteristik

menurut (Nanda, 2018).

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan system transpot

oksigen sekunder akibat anemi. Nanda (2018). Diagnose ini terjadi

karena pasien makan disuapi oleh temannya, pasien lemah terbaring

ditempat tidur, pasien diseka oleh temannya saat masuk rumah sakit,

pasien dibantu temannya saat ganti baju, HB : 6,2 g/dl. Menurut

Smeltzer dan Bare (2002) bahwa pasien mungkin tidak mampu

mempertahankan tingkat aktivitas yang lazim karena gangguan system

transport oksigen sekunder akibat anemi dan keadaan mudah lemah.

diagnosa yang ditegakan berdasarkan batasan karakteristik menurut

(Nanda, 2018)

Implementasi secara umum dilakukan berdasarkan intervensi

yang telah dibuat sebelumnya. Tetapi pada saat pengkajian tidak bisa

dilaksanakan secara berurutan. Hal ini tergantung dari respon dan

sakit.

1. Semua intervensi telah dilakukan meliputi membina hubungan

saling percaya, mengkaji frekuensi pernafasan dan pergerakan

dada, mengobservasi suara paru dengan metode IPPA yaitu

Inspeksi (I): bentuk dada dan pergerakan pernafasan, gerakan

pernafasan simetris serta frekuensi cepat dan dangkal. Palpasi (P):

palpasi gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang

antara bagian kanan dan kiri. Perkusi (P): biasanya didaptkan bunyi

55
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Aukultasi (A): bunyi

nafas nafas yang melemah dan bunyi nafas tambahan (Muttaqin,

2008), menganjurkan pemberian minum air hangat, menjelaskan

dan ajarkan latihan nafas dalam sering dan batuk efektif,

diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena

terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja

batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru

yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan

bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah

timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).

Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mengeluarkan sputum.

Terutama pada pasien yang tidak batuk atau batuk yang non

produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan

sputum, pasien dianjurkan minum sebanyak 2 liter dan diajarkan

melakukan reflek batuk. Untuk mempermudah pengeluaran sputum

dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu batuk efektif, postural

drainase, vibrating dan clapping. Cara melakukan batuk efektif

posisi badan agak condong kedepan, kemudian hirup napas dalam

2 kali secara perlahan-lahan melalui hidung dan hembuskan

melalui mulut hirup napas dalam ketiga kalinya ditahan 3 detik

kemudian batukkan dengan kuat 2 atau 3 kali secara berturut-turut

tanpa menghirup napas kembali selama melakukan batuk

kemudiannapas ringan (Yuliati & Rodiyah, 2013). Semua

56
intervensi dapat dilaksanakan karena melihat dari kondisi pasien

yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas karena pasien batuk

terus menerus dan mengeluarkan secret warna kuning kental.

2. Mengkaji kesulitan untuk menelan, Mengobservasi bising usus,

Memberikan fase istirahat sebelum makan, Menjelaskan

pentingnya nutrisi pada pasien, berkolaborasi dengan tim ahli gizi

dalam pemberian diet untuk bisa memberikan asupan diet yang

tepat, Memberikan oral hygiene sebelum dan sesudah makan. Oral

hygiene merupakan tindakan untuk membersihkan dan

menyegarkan mulut, gigi dan gusi (Clark, 1993). oral hygiene

adalah tindakan yang ditujukan untuk :

a. menjaga kontiunitas bibir, lidah dan mukosa membran mulut,

b. mencegah terjadinya infeksi rongga mulut dan

c. melembabkan mukosa membran mulut dan bibir. Menurut

Taylor et al (1997),

Semua intervensi dapat dilaksanakan karena melihat dari

kondisi pasien yaitu perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh.

3. Mengkaji pola tidur dan mencatat perubahan dalam proses

berperilaku, Mengobservasi respon psikologis terhadap aktivitas,

misal perubahan tekanan darah , frekuensi pernafasan, memberikan

57
lingkungan yang nyaman dan tenang, Menjelaskan pentingnya

istirahat bagi pasien hal ini dilakukan untuk meningkatkan istirahat

pasien. Pasien membutuhkan banyak istirahat lebih banyak dalam

proses penyembuhan penyakitnya dibandingkan orang yang sehat.

Setiap penyakit menyebabkan masalah suasana hati, seperti

kecemasan atau depresi, dapat menyebabkan masalah tidur (Potter

& Perry, 2006), Mendorong pasien untuk melakukan apapun yang

mungkin, misalnya perawatan diri dan duduk dikursi hal ini

memungkinkan penghematan energy, peningkatan stamina, dan

mengijinkan pasien untuk lebih aktif  tanpa menyebabkan

kepenatan dan rasa frustasi (Marilyn, 1999) intervensi dapat

dilaksanakan karena melihat dari kondisi pasien yaitu intoleransi

aktivitas karena pasien terlihat lemas dan semua kebutuhan dibantu

oleh teman.

Evaluasi Keperawatan

1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

peningkatan produksi sputum ditandai dengan pasien mengalami

batuk terus menerus dan mengeluarkan secret berwarna kuning

kental, nadi 85x/m, RR: 26x/m, terdapat ronchi diparu-paru kanan.

Evaluasi pada diagnose tersebut sudah sangat sesuai dengan tujuan

yaitu dalam waktu 3x24 jam masalah teratasi. Hal ini dapat

dibuktikan secara subyektif pasien mengatakan kadang-kadang saja

batuk. Secara obyektif tidak keluar secret, tidak ada suara

58
tambahan ronchi. Karena sebelum tindakan didapatkan hasil

pengkajian pasien mengalami batuk terus menerus dan

mengeluarkan secret berwarna kuning kental, nadi 85x/m, RR:

26x/m, terdapat ronchi diparu paru kanan.

2. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kesulitan menelan ditandai dengan plak putih pada mulut,

mukosa bibir kering dan gigi kuning, makan 2 kali /hari, porsi

sedikit (2-4 sendok) makanan dari RSUD Banyumas, minum

3-4/hari air putih, susu putih BB SMRS 60 Kg(3 bulan yang lalu),

BB MRS 40 Kg. Evaluasi pada diagnose tersebut sudah sangat

sesuai dengan tujuan yaitu dalam waktu 3x24 jam masalah teratasi,

hal ini dapat dibuktikan secara subyektif pasien mengatakan

tenggorokkannya tidak sakit lagi jika dibuat menelan, bising usus

kurang lebih 15x/m, pasien istirahat sebelum makan, pasien makan

1 porsi makan makanan dari RSUD Banyumas, pasien berkumur

dengan air hangat setelah makan.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan system

transpot oksigen sekunder akibat anemi. Diagnose ini terjadi

karena pasien makan disuapi oleh temannya, pasien lemah

terbaring ditempat tidur, pasien diseka oleh temannya saat di

rumah sakit, pasien dibantu temannya saat ganti baju, HB : 6,2

g/dl. Evaluasi pada diagnose tersebut sudah sangat sesuai dengan

tujuan yaitu dalam waktu 3x24 jam masalah teratasi, hal ini

59
dibuktikan secara subyektif pasien mengatakan sudah mampu

melakukan kegiatan sendiri, TD : 100/60 mmHg, Nadi : 90x/m,

suhu 37˚C, RR : 24x/m, pasien merasa lingkungannya nyaman,

pasien mampu duduk dan makan sendiri.

60
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Pasien Tn. S 23 tahun dengan HIV/AIDS dirawat di ruang Cempaka

RSUD Banyumas. pasien terinfeksi HIV diduga karena disebabkan oleh

berhubungan homoseksual melalui Anal bersama pasangannya (Gay) yang

tidak terlindungi (Kondom). Dari hasil pengkajian ditemukan masalah

keperawatan Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

peningkatan produksi sputum, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan kesulitan untuk menelan dan Intoleransi

aktivitas berhubungan dengan gangguan system transpot oksigen sekunder

akibat anemi. Intervensi fokus pada masalah keperawatan dan dapat di

laksanakan sesuai teori yaitu 3x24 jam. Implementasi pada kasus HIV /

AIDS sudah dilakukan semua. Evaluasi dari masalah yang dialami pasien

secara umum dapat teratasi sesuai dengan rencana yang ditetapkan.

Namun pasien masih belum bisa menerima bahwa telah terdiagnosis HIV

positif.

B. SARAN

1. Bagi institusi

61
Referensi yang berupa buku dan jurnal ilmiah merupakan bahan-bahan

bacaan sangat diperlukan pada proses pembelajaran dan gudang

pengetahuan bagi mahasiswa, oleh karena itu pengadaan buku dan

jurnal ilmiah yang terbaru terutama berkaitan dengan masalah

keperawatan pada pasien dengan HIV/AIDS

2. Bagi Praktek Keperawatan

Diharapkan selalu berkordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien agar lebih maksimal,

khususnya pada pasien HIV/AIDS. Perawat diharapkan dapat

memberikan pelayanan professional dan komperhensif. Hasil studi

kasus ini dapat dijadikan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan.

62
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Y Tjandra. (2007). Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral Panduan


Tatalaksana Klinis Dan Remaja. Edisi 2. Jakarta:
Andrews, Gilly. (2009). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2.
Jakarta: EGC
Azwar.2007.Metodologi Penelitian Kesehatan.
Adhi. (2007). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 5. Jakarta: fakultas
kedokteran universitas Indonesia
Burns A, August . (2009). Perempuan dan AIDS. Yogyakarta: INSISTPress
Djuanda,
Duarsa, N. Wirya. 2009. Penyakit Menular seksual Edisi kedua.Jakarta :FKUI
Doenges, E Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta: EGC
Dorothy. 2011 “Fighting HIV/AIDS The Greatest Epidemic in Modern History”.
Ditjen P2P Kemenkes RI, 2017.Laporan situasi perkembangan HIV/AIDS dan
PIMS di Indonesia.
Gloria M, Howard K, Joanne M, Cheryl M. 2013. Nursing Interention
Clasification (NIC). Elsevier Global Rights
Gloria M, Howard K, Joanne M, Cheryl M. 2013. Nursing Outcomes Clasification
(NOC). Elsevier Global Rights
Hartanto D. 2006. Aku Memang Gay. Skripsi Yogyakarta : Fakultas Ilmu
Pendidikan UNY
Herdman, T. Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-
2017. Jakarta: EGC
Hutapea, Ronald. (2011). AIDS dan PMS dan Perkosaan. Edisi Revisi 2011.
Jakarta: Rineka Cipta
Irianto, Koes. (2014). Epidemiologi Penyakit Menular Dan Tidak Menular
Panduan Klinis. Bandung: ALFABET
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2013. Statistik Kasus HIV/AIDS di
Indonesia Dilapor s/d Juni 2013. Ditjen PP & PL Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2012. Rangkuman Eksekutif Upaya


Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia 2006-2011: Laporan 5 tahun
Pelaksanaan Peraturan Presiden No. 75/2006 tentang Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional. Jakarta.

Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series

63
Notoatmodjo.2010.Metodologi Penelitian Kesehatan.
Nugroho, K.Priyo dan Sugih Hartono. 2009. “Perilaku Seksual dan Struktur
Sosial: Studi tentang Epidemic HIV dan AIDS di Indonesia.” (Online).
Jurnal Indonesian Society for Social Transformation (INSIST) Yogyakarta
(Diakses Agustus 2012).
Nursalam. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.
Jakarta: Salemba Medika
Pencegahan dan Pengendalian Dinas Kesehatan Surakarta. (2018). Kasus
HIV/AIDS Tahun 2016-2018. Surakarta: Dinas Kesehatan Surakarta.
Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2006 . Patofissiologis Konsep Klinis
Proses – Proses Penyakit . Jakarta : EGC
Purwaningsih, Sri Sunarti dan Widayatun. 2008. “Perkembangan HIV dan AIDS
di Indonesia: Tinjauan Sosio Demografi.” Jurnal Kependudukan
Indonesia.
Suryabrata.(2003).Metodologi penelitian.Jakarta:Raja Grafindo Persada
Spritia (2009). Pengobatan untuk AIDS: Ingin dimulai?.Jakarta:Yayasan Spritia

Stanhope dan Lancastar. 2000. Community & Public Health Nursing. 5th ed. St
Louis: Mosby
UNAIDS Epidemic Update December 2004

64
LAMPIRAN

65
66
67
68

Anda mungkin juga menyukai