Anda di halaman 1dari 30

Pelaksanaan MONEV dan Clinical Pathways di Rumah Sakit


Dr. Dody Firmanda, Sp.A, MA
Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati
Jakarta.

Pendahuluan

Salah satu tujuan dari subsistem pembiayaan kesehatan dalam Sistem


Kesehatan Nasional (SKN) 2004 adalah tersedianya pembiayaan kesehatan
dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara
1
berhasil dan berdaya guna ; serta bidang yang jarang/belum disentuh oleh
profesi medis adalah kaitan dalam hal mutu profesi dan biaya, meskipun dalam
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada pasal
49 ayat 1 menyebutkan bahwa dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.2 Sebagaimana telah
diketahui komponen terbesar dari pembiayaan kesehatan di Rumah Sakit adalah
obat dan penggunaan pemeriksaan alat penunjang diagnostik maupun
terapeutik, maka sudah sewajarnya bila pengadaan dan pelayanan obat di
rumah sakit didasarkan pada formularium yang ditetapkan oleh Komite Farmasi
dan Terapi Rumah Sakit.3, 4,5

Dalam rangka menuju tujuan tersebut di rumah sakit agar terwujud dalam satu
sistem yang tertata secara sistematik adalah melalui suatu sistem yang dikenal
sebagai penataan klinis (Clinical Governance/CG), dimana salah satu dari 5
komponen CG adalah clinical effectiveness yang apabila diimplementasikan

Disampaikan pada Seminar sehari Peranan farmasis dalam pengembangan konsep DRGs-
Casemix di Rumah Sakit, diselenggarakan oleh Himpunan Seminat Farmasi Runah Sakit
Indonesia (HISFARSI) Jakarta. Hotel Twin Plaza, Jakarta 20 April 2006.
1
Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 131/enkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan
Nasional Bab V Subsistem Pembiayaan Kesehatan.
2
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
3
Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 131/enkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan
Nasional Bab VII Subsistem Obat dan Prbekalan Kesehatan Kesehatan.
4
WHO. Drugs and Therapeutics Commmittee: a practical guide WHO/EDM/PAR/2004.1. Geneva
2003.
5
Green T, Beith A, Chalker J. Drugs and Therapeutics Commmittee: a vehicles for improving
rational drug use. WHO/EDM Anniversary Issue 2003:32;10-1.

1
secara sinergis dengan pelayanan yang bersifat fokus terhadap pasien (Patient
Focused Care/PFC) dan berkesinambungan (continuing patient care) menjadi
dalam bentuk terpadu/integrasi yang disebut sebagai Integrated Clinical
Pathways (ICP) sebagai kunci utama untuk masuk ke dalam sistem pembiayaan
6
yang dinamakan DRG-Casemix. (Lihat Gambar 1)

Pada makalah ini akan dibahas mengenai definisi dari Integrated Clinical
Pathways (ICP) dan posisinya dalam Clinical Governance dan Sistem DRGs
Casemix serta langkah langkah persiapan, imlementasi dan monitoring-evaluasi
(monev) dengan menitik beratkan pada peran profesi farmasis/apoteker dalam
rangka mewujudkan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang berhasil dan
berdaya guna dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan derajat
kesehatan .

Definisi

Integrated Clinical Pathways (ICP) adalah suatu konsep perencanaan pelayanan


terpadu yang merangkum setiap langkah yang diberikan kepada pasien
berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis
bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di
rumah sakit. 7,8,9

6
Firmanda D. Introduction to Diagnoses Related Groups (DRGs), Medical Record coding and
Casemiix management. Pleno Komite Medik R Fatmawati 18 Agustus 2005.
7
Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem
DRGs Casemix di rumah sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati,
Jakarta 7 Oktober 2005.
8
Firmanda D. Integrated Clinical Pathways: Peran profesi medis dalam rangka menyusun Sistem
DRGs Casemix di rumah sakit. Disampakan pada kunjungan lapangan ke RSUP Adam Malik
Medan 22 Desember 2005, RSUP Hasan Sadikin Bandung 23 Desember 2005 dan Evaluasi
Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka penyempurnaan Pedoman DRGs Casemix Depkes
RI, Hotel Grand Cempaka Jakarta 29 Desember 2005.
9
Firmanda D, Pratiwi Andayani, Nuraini Irma Susanti, Srie Enggar KD dkk. Clinical Pathways
Kesehatan Anak dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di RS Fatmawati, Jakarta
2006 (dalam pencetakan).

2
Implementasi ICP sangat erat berhubungan dan berkaitan dengan Clinical
Governance dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan dengan
biaya yang dapat diestimasikan dan terjangkau. 10, 11,12,13,14,15, 16,17

Hubungan MONEV dengan Clinical Pathways

Integrated Clinical Pathways (ICP) merupakan salah satu komponen dari Sistem
DRG-Casemix yang terdiri dari kodefikasi penyakit dan prosedur tindakan (ICD
10 dan ICD 9-CM) dan perhitungan biaya (baik secara top down costing atau
activity based costing maupun kombinasi keduanya).7,8,9
ICP dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan audit medis dan manajemen
st nd
baik untuk tingkat pertama maupun kedua (1 Party and 2 Party Audits) dalam
18,19,20,21
rangka menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan. ICP dapat
digunakan juga sebagai salah satu alat mekanisme evaluasi penilaian risiko
untuk mendeteksi kesalahan aktif (active errors) dan laten (latent / system errors)
maupun nyaris terjadi (near miss) dalam Manajemen Risiko Klinis (Clinical Risk
Management) dalam rangka menjaga dan meningkatkan keamanan dan
keselamatan pasien (patient safety).22, 23

10
Campbell H et al. Integrated clinical pathways. BMJ 1998:316;133-4.
11
Johnson S. Pathways of care. Blackwell Science, Oxford 1997.
12
Edwards J. Clinical Care Pathways: a model for effective delivery of health care? J of
Integrated Care 1998:2; 59-62
13
Hale C. Case Management and Managed Care. Nursing Standard 1995: 9(19); 33-5
14
Kitchener D et al. Integrated Care Pathways; Effective Tools for Continuous Evaluation of
Clinical Practice. J Evaluation in Clinical Practice 1996:2(1); 65-9
15
Petryshen PR, Petryshen PM. The case management model: an approach to the delivery of
patient care. J Advance Nursing 1992:17;1188-94
16
Wall M. Managed Care: Development of an Integrated Care Pathway in Neurosciences. NT
Research 1997: 2(4); 290-1
17
Wilson J, Integrated Care Management: The Pathway to Success? Oxford Butterworth
Heimeman 1997
18
Firmanda D. Pedoman Audit Medis. Komite Medis RS Fatmawati Jakarta 2003.
19
Firmanda D. Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit. Disampaikan di RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya 2003.
20
Firmanda D. edoman Audit Medis di Rumah Sakit. Disampaikan dalam rangka Penyusunan
dan Penyempurnaan Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit. Depkes RI, Jakarta 2004.
21
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang edoman Audit Medis
di Rumah Sakit.
22
Firmanda D. Pedoman dan Instrumen Manajemen Risiko Klinis dan Keamnan Pasien (Clinical
Risks Management and Patients Safety). Pleno Komite Medik RS Fatmawati 21 Juni 2005.
23
Firmanda D. Instrumen Manajemen Risiko Klinis dan Keamanan Pasien (Clinical Risks
Management and Patients Safety). Disampaikan dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan

3
Secara sederhana dapat dilihat sebagaimana dalam Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Hubungan Integrated Clinical Pathways (dalam Clinical Governance)


dengan Sistem DRGs Casemix dan MONEV (dalam hal ini Audit, Clinical Risk
Management dan Patient Safety).24,25,26

Dalam membuat Integrated Clinical Pathways penanganan kasus pasien rawat


inap di rumah sakit harus bersifat: 7,8,9

Instrumen Manajemen Risiko Klinis dan Keamanan Pasien (Clinical Risks Management and
Patients Safety) dan uji coba di 4 propinsi di Depkes RI Jakarta 2005.
24
Firmanda D. Pedoman Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka implementasi Sistem
DRGs Casemix di rumah sakit. Disampaikan dalam Sidang Pleno Komite Medik RS Fatmawati,
Jakarta 7 Oktober 2005.
25
Firmanda D. Integrated Clinical Pathways: Peran profesi medis dalam rangka menyusun
Sistem DRGs Casemix di rumah sakit. Disampakan pada kunjungan lapangan ke RSUP Adam
Malik Medan 22 Desember 2005, RSUP Hasan Sadikin Bandung 23 Desember 2005 dan
Evaluasi Penyusunan Clinical Pathways dalam rangka penyempurnaan Pedoman DRGs
Casemix Depkes RI, Hotel Grand Cempaka Jakarta 29 Desember 2005.
26
Firmanda D, Pratiwi Andayani, Nuraini Irma Susanti, Srie Enggar KD dkk. Clinical Pathways
Kesehatan Anak dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di RS Fatmawati, Jakarta
2006 (dalam pencetakan).

4
a. Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara terpadu/integrasi
dan berorientasi fokus terhadap pasien (Patient Focused Care) serta
berkesinambungan (continuing of care)
b. Melibatkan seluruh profesi (dokter, perawat/bidan, penata, laboratoris dan
farmasis)
c. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan
perjalanan penyakit pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian
(untuk kasus rawat inap) atau jam (untuk kasus gawat darurat di unit
emergensi).
d. Pencatatan ICP seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada
pasien secara terpadu dan berkesinambungan tersebut dalam bentuk
dokumen yang merupakan bagian dari Rekam Medis.
e. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan ICP dicatat sebagai
varians dan dilakukan kajian analisis dalam bentuk audit.
f. Varians tersebut dapat karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit
penyerta atau komplikasi maupun kesalahan medis (medical errors).
g. Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam
rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan.

Integrated Clinical Pathways tersebut dapat merupakan suatu Standar Prosedur


7,8,9
Operasional yang merangkum:
a. Profesi medis: Standar Pelayanan Medis dari setiap Kelompok Staf
Medis/Staf Medis Fungsional (SMF) klinis dan penunjang.
b. Profesi keperawatan: Asuhan Keperawatan
c. Profesi farmasi: Unit Dose Daily dan Stop Ordering
d. Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap dan Operasi dari Sistem Kelompok
Staf Medis/Staf Medis Fungsional (SMF), Instalasi dan Sistem Manajemen
Rumah Sakit.

5
Gambar 2. Kombinasi perpaduan sinergis setiap komponen dalam ICP. 7,8,9

Jadi tampak bahwa dalam menyusun dan melaksanakan implementasi Clinical


Pathways di rumah sakit, profesi farmasis/apoteker secara langsung harus
terlibat secara aktif baik sebagai individu profesi maupun kelompok dalam
Komite/Panitia/Tim Farmasi dan Terapi Komite Medik dengan strategi 5
Langkah 12 Kegiatan dalam pengelolaan obat dan alat kesehatan di rumah

6
sakit yang secara ringkasnya sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3
berikut.27,28

Pemantauan
Efektivitas

27,28
Gambar 3. Strategi 5 Langkah 12 Kegiatan

Yang harus disesuaikan dan dimodifikasi adalah langkah kedua dan ketiga
dalam hal perencanaan pengadaan dan pengadaan itu sendiri dengan
melibatkan pihak terkait mengingat adanya dan telah berlaku Undang Undang
Nomor 17 tahun 200329, Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 30, Undang

27
Firmanda D. Pedoman Mekanisme Tim Farmasi dan Terapi Komite Medik RS Fatmawati,
Jakarta 2003.
28
Firmanda D. Peran Komite (Tim) Farmasi dan Terapi dalam system dan kebijakan obat di RS
Fatmawati. Disampaikan pada Lokakarya Nasional Pertama Strategy to combat the emergence
and spread of antimicrobial resistance bacteria in Indonesia. Diselenggarakan oleh Ditjen
Pelayanan Medik Depkes RI di Bandung 30-31 Mei 2005.
29
Undang Undang RI Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 37.

7
Undang Nomor 15 tahun 200431 dan perubahan ICW Sttbld 1925 N0.448 UU
No. 9 Tahun 1968 yang telah diubah menjadi Kepres No. 42 Tahun 2002 yang
pada pasal 115 dilengkapi dengan Kepres No. 80 Tahun 2003 tentang
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang kemudian diperjelas
dengan Kepres No. 61 Tahun 2004 dan Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2005
serta Peraturan Pemerintah RI No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 4, 5
dan 6 berikut.

Gambar 4. Berbagai perubahan peraturan yang ada kaitannya dengan langkah


kedua dan ketiga dalam Siklus 5 Langkah 12 Kegiatan

30
Undang Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 1 ayat 23,
Pasal 68, 69 dan 72.
31
Undang Undang RI Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara Pasal 28.

8
Gambar 5. Perundangan dan peraturan yang terkait dengan langkah kedua dan
ketiga dalam Siklus Siklus 5 Langkah 12 Kegiatan

9
Gambar 6. Perundangan dan peraturan yang terkait dengan langkah kedua dan
ketiga dalam Siklus 5 Langkah 12 Kegiatan

10
Khusus dalam rangka menilai persiapan rumah sakit dalam implementasi Sistem
DRGs Casemix, profesi farmasis/apoteker akan dinilai sebagai salah satu
standar/indikator dalam keterlibatannya untuk standar formularium rumah sakit,
unit dose daily dan proses stop ordering (Standar 3) untuk selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 1. Instrumen Penilaian Persiapan Rumah Sakit dalam
Penyusunan Integrated Clinical Pathways untuk pelaksanaan Sistem DRGs
Casemix. 8

Langkah selanjutnya adalah mengkaji dan mendesain Format Umum Clinical


Pathways sebagai ‘template’ untuk setiap profesi untuk membuat clinical
pathways masing masing sesaui dengan bidang keahliannya dan melibatkan
multidisiplin profesi medis, keperawatan dan farmasis/apoteker seabgai contoh
dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.

11
Gambar 8. Contoh Format Umum Clinical Pathways

12
Dalam kolom obat obatan harus sesuai dengan yang dari Standar Formularium
Rumah Sakit yang telah disusun oleh Komite (Tim) Farmasi dan Terapi Rumah
Sakit. Penyimpangan (deviasi) obat obatan (jenis, dosis dan cara pemberian)
dapat diperkenankan bila memang diperlukan setelah mengisi Formulir Lampiran
1 Formularium Rumah Sakit Edisi III 2003 (Gambar 9) dan harus dicatat dalam
kolom varians serta dapat dipertanggungjawabkan melalui audit medis tingkat
pertama (1 st party medical audit) sebagaimana dalam Form 1 Audit Medis
(Gambar 10).

32
Gambar 9. Formulir Lampiran 1 Formularium Rumah Sakit Edisi III 2003
32
Tim Farmasi dan Terapi Komite Medik RS Fatmawati. Formularium Edisi III 2003. Halaman
111

13
Gambar 10. Form 1 Audit Medis tingkat pertama (1st party medical audit)33

33
Firmanda D. Pedoman Audit Medis Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta 2003.

14
Contoh Buku Clinical Pathways dari salah satu SMF di RS Fatmawati dan salah
satu contoh Clinical Pathways satu jenis penyakit (Gambar 11 dan 12)

Gambar 11. Contoh Buku Clinical Pathways dari salah satu SMF di RS
34
Fatmawati

34
Firmanda D, Pratiwi Andayani, Nuraini Irma Susanti, Srie Enggar KD dkk. Clinical Pathways
Kesehatan Anak dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di RS Fatmawati, Jakarta
2006.

15
Gambar 12. Contoh Clinical Pathways untuk Pneumonia dari Buku Clinical
Pathways SMF Kesehatan Anak RS Fatmawati Jakarta.34

16
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya diatas bahwa Clinical Pathways
dapat digunakan juga sebagai salah satu alat mekanisme evaluasi penilaian
risiko untuk mendeteksi kesalahan aktif (active errors) dan laten (latent / system
errors) maupun nyaris terjadi (near miss) dalam Manajemen Risiko Klinis
(Clinical Risk Management) dalam rangka menjaga dan meningkatkan
35, 36
keamanan dan keselamatan pasien (patient safety). Yang sangat penting
adalah mengenai penanganan infeksi nosokomial rumah sakit melalui
pendekatan sistematik surveillance yang diadakan dan lebih mendetail, lebih
sensitiif dan lebih spesifik melalui kegiatan Health Impact Intervention 37 yang
dilakukan secara terintegrasi dengan Tim Pengendali Infeksi Nososokomial
Komite Medik. Sebagaimana contoh dapat dilihat dalam Gambar 13 sampai
dengan 18 berikut yang sudah tentunya menuntut partisipasi dan
profesionalisme dari profesi farmasis/apoteker.

35
Firmanda D. Pedoman dan Instrumen Manajemen Risiko Klinis dan Keamnan Pasien (Clinical
Risks Management and Patients Safety). Pleno Komite Medik RS Fatmawati 21 Juni 2005.
36
Firmanda D. Instrumen Manajemen Risiko Klinis dan Keamanan Pasien (Clinical Risks
Management and Patients Safety). Disampaikan dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan
Instrumen Manajemen Risiko Klinis dan Keamanan Pasien (Clinical Risks Management and
Patients Safety) dan uji coba di 4 propinsi di Depkes RI Jakarta 2005.
37
Firmanda D. Pedoman Health Iimpact Intervention (HII) Komite Medik RS Fatmawati, Jakarta
2006.

17
Gambar 13. Pedoman Health Impact Intervention (HII) Komite Medik RS
37
Fatmawati Jakarta.

18
37
Gambar 14. Komite Medik RS Fatmawati: Health Impact Intervention (HII) 1

37
Gambar 15. Komite Medik RS Fatmawati: Health Impact Intervention (HII) 2

19
37
Gambar 16. Komite Medik RS Fatmawati: Health Impact Intervention (HII) 3

37
Gambar 17. Komite Medik RS Fatmawati: Health Impact Intervention (HII) 4

20
37
Gambar 18. Komite Medik RS Fatmawati: Health Impact Intervention (HII) 5

21
Kesimpulan
1. Pembiayaan di rumah sakit sudah saatnya menerapkan sistem
pembiayaan yang bersifat fixed prospective payment yakni berdasarkan
DRGs-Casemix versi Indonesia (Indonesian DRGs-Casemix) sesuai
amanah dari Undang Undang Praktik Kedokteran Nomor: 29 Tahun 2004
pasal 49 ayat 1 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
131/Menkes/SK/II/2004 Bab V Subsistem pembiayaan kesehatan.
2. Komponen terbesar dari pembiayaan kesehatan di Rumah Sakit adalah
obat dan penggunaan pemeriksaan alat penunjang diagnostik/ terapeutik,
maka sudah sewajarnya bila pengadaan dan pelayanan obat di rumah
sakit berdasarkan pada formularium yang ditetapkan oleh Komite (Tim)
Farmasi dan Terapi Rumah Sakit sesuai dengan keputusan anjuran World
Health Organization WHO/EDM/PAR/2004.1 tahun 2003 dimana Indonesia
ikut terikat.
3. Langkah strategi (5 Langkah 12 Kegiatan) Komite (Tim) Farmasi dan
Terapi Rumah Sakit, terutma langkah kedua dan ketiga disesuaikan
dengan situasi dan kondisi serta perundangan dan peraturan yang
berlaku.
4. Profesi farmasis/apoteker harus ikut berpartisipasi sebagai salah satu
komponen profesi dalam rangka penyusunan Integrated Clinical Pathways
yang merupakan kunci utama keberhasilan untuk masuk melakukan
implementasi Sistem DRGs Casemix rumah sakit.
5. Profesi farmasis/apotker harus ikut berpartisipasi sebagai individu profesi
maupun kelompok tim (dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi atau Tim
Pengendali Infeksi Nosokomial) dalam kegiatan Health Impact
Intervention dalam rangka manajemen risiko klinis dan keamanan pasien
(Clinical Risks Management and Patients Safety).
6. Dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau – kompetensi profesi memegang peran sangat strategik dalam
mekanisme pengambilan keputusan. Oleh karena itu diperlukan
kepemimpinan (leadership) yang bersifat visioner dan dapat menciptakan
lingkungan kerja yang kondusif dengan meningkatkan prinsip dasar
“profesionalisme” yakni :
a. Responsiveness
b. Responsible
c. Duty of care

22
LAMPIRAN 1.

INSTRUMEN
PENILAIAN PERSIAPAN RUMAH SAKIT
DALAM PENYUSUNAN
INTEGRATED CLINICAL PATHWAYS (ICP)
UNTUK PELAKSANAAN
SISTEM DRGS-CASEMIX

Dr. Dody Firmanda, SpA, MA


Ketua Komite Medik
RS Fatmawati
Jakarta

23
DAFTAR ISTILAH

Integrated Clinical Pathways adalah suatu konsep perencanaan pelayanan


(ICP) terpadu yang merangkum setiap langkah yang
diberikan kepada pasien berdasarkan standar
pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang
berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam
jangka waktu tertentu selama di rumah sakit.

Sistem DRG’s-Casemix adalah sistem pembiayaan berdasarkan


pengelompokan dan pembauran penatalaksanaan
pasien dalam hal diagnosis (utama, pnyakit
penyerta/komorbid dan komplikasi) dan prosedur
tindakan dengan menggunakan kodefikasi ICD 10
dan ICD 9 – CM serta penghitungan biaya secara
pendekatan top-down, activity based atau
kombinasi keduanya dari setiap langkah dalam
Integrated Clinical Pathways (ICP).

Clinical Governance (CG) adalah satu kerangka konsep sistem mutu dalam
rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu
di sarana/fasilitas pelayanan kesehatan yang terdiri
dari:
1. pengelolaan secara transparan, adil dan
akauntabel
2. clinical effectiveness
3. manajemen risiko klinis
4. audit medis
5. pendidikan, pengembangan dan penelitian
profesi

Keamanan Pasien (Patient adalah proses pelayanan pasien yang aman, terdiri
Safety) dari:
1. Asesmen risiko
2. Identifikasi dan manajemen risiko
3. Pelaporan dan analisis insiden
4. Tindak lanjut dan solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko

24
S1 Profesi Medis

S1 P1 Komite Medis dan Kelompok Staf Medis (KSM)/Staf Medis Fungsional


(SMF)/Departemen/Bagian
Kriteria
Belum ada organisasi profesi dalam bentuk Komite Medis dan
Kelompok Staf Medis (KSM)/Staf Medis Fungsional
(SMF)/Departemen/Bagian
Telah ada organisasi profesi dalam bentuk Komite Medis dan
Kelompok Staf Medis (KSM), akan tetapi belum/tidak sesuai dengan
yang dianjurkan sebagaimana dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005 tentang Peraturan Internal Staf Medis
(Medical Staff Bylaws) di rumah sakit.
Telah ada organisasi dan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan
RI Nomor 631/Menkes/SK/IV/2005, akan tetapi belum disahkan oleh
pimpinan rumah sakit dalam bentuk Surat Keputusan (SK).
Organisasi tersebut telah ada SK pimpinan rumah sakit, akan tetapi
belum melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya.
Telah melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang dari organisasi
tersebut dan ada bukti tertulis akan kegiatan tersebut.
Telah melakukan evaluasi dan revisi dari organisasi Komite Medis dan
SMF.

S1 P2 Standar Pelayanan Medis (SPM)/Standar Prosedur Operasional (SPO)


dari Kelompok Staf Medis (KSM)/Staf Medis Fungsional (SMF)/
Departemen/Bagian
Kriteria
Belum ada Format SPM/SPO dari Komite Medis untuk seluruh
Kelompok Staf Medis (KSM)/Staf Medis Fungsional
(SMF)/Departemen/Bagian
Telah ada Format SPM/SPO dari Komite Medis untuk seluruh
Kelompok Staf Medis (KSM)/Staf Medis Fungsional (SMF)/
Departemen/Bagian, akan tetapi belum seluruh SMF membuat
SPM/SPO sesuai profesinya masing masing.
Telah ada SPM/SPO, akan tetapi belum disahkan penggunaanya oleh
pimpinan rumah sakit dalam bentuk Surat Keputusan (SK).
SPM/SPO tersebut telah disahkan penggunaannya dalam bentuk SK
pimpinan rumah sakit, akan tetapi belum sosialisasikan kepada
seluruh staf medis sesuai dengan bidang profesinya masing masing.
Telah melakukan implementasi SPM/SPO tersebut dan ada bukti
tertulis telah melakukan audit medis.
Telah melakukan evaluasi dan revisi dari SPM/SPO tersebut.

25
S2 Profesi Keperawatan

S2 P1 Asuhan Keperawatan
Kriteria
Belum ada Format Asuhan Keperawatan dari Komite/Bidang
Keperawatan untuk seluruh Kelompok Staf Keperawatan dan Penata
sesuai dengan bidangnya masing masing
Telah ada Format Asuhan Keperawatan dari Komite/Bidang
Keperawatan, akan tetapi belum seluruh Kelompok Staf Keperawatan
dan Penata Asuhan Keperawatan sesuai bidang masing masing.
Telah ada Asuhan Keperawatan, akan tetapi belum disahkan
penggunaanya oleh pimpinan rumah sakit dalam bentuk Surat
Keputusan (SK).
Asuhan Keperawatan tersebut telah disahkan penggunaannya dalam
bentuk SK pimpinan rumah sakit, akan tetapi belum sosialisasikan
kepada seluruh staf perawat dan penata sesuai dengan bidangnya
masing masing.
Telah melakukan implementasi Asuhan Keperawatan tersebut dan ada
bukti tertulis telah melakukan PSBH.
Telah melakukan evaluasi dan revisi dari Asuhan Keperawatan
tersebut.

S3 Profesi Apoteker/Farmasis

S3 P1 Daftar Formularium Rumah Sakit


Kriteria
Belum ada Format Daftar Formularium Rumah Sakit dari
Panitia/Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
Telah ada Format Daftar Formularium Rumah Sakit, akan tetapi tidak
melibatkan seluruh perwakilan dari KSM/SMF dan profesi
apoteker/farmasis dalam penyusunan Daftar Formularium Rumah
Sakit.
Telah ada Daftar Formularium Rumah Sakit, akan tetapi belum
disahkan penggunaanya oleh pimpinan rumah sakit dalam bentuk Surat
Keputusan (SK).
Daftar Formularium Rumah Sakit tersebut telah disahkan
penggunaannya dalam bentuk SK pimpinan rumah sakit, akan tetapi
belum sosialisasikan kepada seluruh staf profesi medis dan
apoteker/farmasis.
Ada bukti tertulis telah melakukan monitoring penggunaan dan laporan
(feed back) Daftar Formularium Rumah Sakit .
Telah melakukan evaluasi dan revisi Daftar Formularium Rumah Sakit .

26
S3 P2 Unit Dose Daily (UDD)
Kriteria
Belum ada format Unit Dose Daily (UDD) Rumah Sakit dari
Panitia/Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
Telah ada Unit Dose Daily (UDD), akan tetapi tidak melibatkan seluruh
perwakilan dari KSM/SMF dan profesi apoteker/farmasis dalam
penyusunan format Unit Dose Daily (UDD).
Telah ada Unit Dose Daily (UDD), akan tetapi belum disahkan
penggunaanya oleh pimpinan rumah sakit dalam bentuk Surat
Keputusan (SK).
Unit Dose Daily (UDD) telah disahkan penggunaannya dalam bentuk
SK pimpinan rumah sakit, akan tetapi belum sosialisasikan kepada
seluruh staf profesi medis dan apoteker/farmasis.
Ada bukti tertulis telah melakukan monitoring penggunaan dan laporan
(feed back) Unit Dose Daily (UDD) .
Telah melakukan evaluasi dan revisi Unit Dose Daily (UDD).

S3 P3 Stop Ordering (SO)


Kriteria
Belum ada format Stop Ordering (SO) dari Panitia/Komite/Tim Farmasi
dan Terapi.
Telah ada Stop Ordering (SO), akan tetapi tidak melibatkan seluruh
perwakilan dari KSM/SMF dan profesi apoteker/farmasis dalam
penyusunan format Stop Ordering (SO).
Telah ada Stop Ordering (SO), akan tetapi belum disahkan
implementasinya oleh pimpinan rumah sakit dalam bentuk Surat
Keputusan (SK).
Stop Ordering (SO)telah disahkan implementasinya dalam bentuk SK
pimpinan rumah sakit, akan tetapi belum sosialisasikan kepada
seluruh staf profesi medis dan apoteker/farmasis.
Ada bukti tertulis telah melakukan monitoring implementasi Stop
Ordering (SO) .
Telah melakukan evaluasi dan revisi format Stop Ordering (SO).

27
S4 Integrated Clinical Pathways (ICP)

S4 P1 Format Integrated Clinical Pathways (ICP) tingkat Rumah Sakit


Kriteria
Belum ada Format Integrated Clinical Pathways (ICP) dari Komite
Medis RS.
Telah ada Format Integrated Clinical Pathways (ICP) Rumah Sakit,
akan tetapi tidak melibatkan seluruh perwakilan dari KSM/SMF,
Komite/Bidang Keperawatan dan profesi apoteker/farmasis dalam
penyusunan format tersebut.
Telah ada Format Integrated Clinical Pathways (ICP), akan tetapi
belum disahkan penggunaanya oleh pimpinan rumah sakit dalam
bentuk Surat Keputusan (SK).
Format Integrated Clinical Pathways (ICP) tersebut telah disahkan
penggunaannya dalam bentuk SK pimpinan rumah sakit, akan tetapi
belum sosialisasikan kepada seluruh staf profesi medis, staf
perawat/penata dan apoteker/farmasis.
Ada bukti tertulis telah membuat sekurangnya 5 (lima) jenis Integrated
Clinical Pathways (ICP) yang berbeda berdasarkan prioritas dan
disusun sesuai dengan SPM/SPO dan Asuhan Keperawatan serta
Daftar Formularium Rumah Sakit.
Telah melakukan uji coba pelaksaan sekurangnya 5 (lima) jenis
Integrated Clinical Pathways (ICP) akan tetapi belum melaksanakan
evaluasi/audit.
Ada bukti tertulis telah melaksanakan evaluasi/audit uji coba pelaksaan
sekurangnya 5 (lima) jenis Integrated Clinical Pathways (ICP).
Ada bukti tertulis telah melakukan revisi atas uji coba format Integrated
Clinical Pathways (ICP).

28
S4 P2 Integrated Clinical Pathways (ICP) tingkat KSM/SMF/Departemen/
Bagian
Kriteria
Belum ada KSM/SMF/Departemen/Bagian yang membuat Integrated
Clinical Pathways (ICP) sesuai format dari Komite Medis RS.
Telah ada sekurangnya setengah dari jumlah
KSM/SMF/Departemen/Bagian dengan minimal 3 Integrated Clinical
Pathways (ICP) yang berbeda sesuai prioritas dan disusun sesuai
dengan SPM/SPO dan Asuhan Keperawatan serta Daftar Formularium
Rumah Sakit.
Telah melakukan Integrated Clinical Pathways (ICP) tersebut di atas
akan tetapi belum melaksanakan evaluasi/audit.
Ada bukti tertulis telah melaksanakan evaluasi/audit terhadap
Integrated Clinical Pathways (ICP) di atas.
Ada bukti tertulis telah melakukan revisi atas Integrated Clinical
Pathways (ICP) di atas.
Seluruh KSM/SMF/Departemen/Bagian dengan minimal 3 Integrated
Clinical Pathways (ICP) yang berbeda sesuai prioritas dan disusun
sesuai dengan SPM/SPO dan Asuhan Keperawatan serta Daftar
Formularium Rumah Sakit.
Seluruh KSM/SMF/Departemen/Bagian telah melakukan audit terhadap
3 Integrated Clinical Pathways (ICP) masing masing.
Ada bukti tertulis Seluruh KSM/SMF/Departemen/Bagian telah
melakukan revisi terhadap 3 Integrated Clinical Pathways (ICP) masing
masing.

29
S4 P3 Kodefikasi Integrated Clinical Pathways (ICP) tingkat KSM/SMF/
Departemen/Bagian berdasarkan ICD 10 dan ICD 9 – CM.

Kriteria
Belum ada KSM/SMF/Departemen/Bagian yang membuat kodefikasi
sesuai ICD 10 dan ICD 9 – CM dalam Integrated Clinical Pathways
(ICP) sesuai format dari Komite Medis RS.
Telah ada kodefikasi sekurangnya setengah dari jumlah
KSM/SMF/Departemen/Bagian dengan minimal 3 Integrated Clinical
Pathways (ICP) yang berbeda sesuai prioritas dan disusun sesuai
dengan SPM/SPO dan Asuhan Keperawatan serta Daftar Formularium
Rumah Sakit.
Telah melakukan kodefikasi Integrated Clinical Pathways (ICP) tersebut
di atas akan tetapi belum melaksanakan evaluasi/audit.
Ada bukti tertulis telah melaksanakan monitoring kodefikasi terhadap
Integrated Clinical Pathways (ICP) di atas.
Ada bukti tertulis telah melakukan feed back tentang kodefikasi
Integrated Clinical Pathways (ICP) di atas.
Seluruh KSM/SMF/Departemen/Bagian dengan minimal 3 Integrated
Clinical Pathways (ICP) yang berbeda sesuai prioritas dan disusun
sesuai dengan SPM/SPO dan Asuhan Keperawatan serta Daftar
Formularium Rumah Sakit telah melaksanakan kodefikasi sesuai ICD
10 dan ICD 9 - CM.
Bagian Rekam Medik telah melakukan monitoring dan memberikan
feed back kepada seluruh KSM/SMF/Departemen/Bagian.

S4 P5 Varians Integrated Clinical Pathways (ICP) tingkat KSM/SMF/


Departemen/Bagian.
Kriteria
Tidak ada catatan tentang varians dalam Integrated Clinical Pathways
(ICP) sesuai format dari Komite Medis RS.
Ada catatan dan pelaporan tenatng varians

Ada tindak lanjut atas varians yang ditemukan/dilaporkan.

Ada bukti tertulis telah melakukan feed back tentang varians dalam
Integrated Clinical Pathways (ICP) di atas.

Ada bukti tertulis telah melaksanakan revisi Integrated Clinical


Pathways (ICP) atas varians di atas.

30

Anda mungkin juga menyukai