Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KELOMPOK TEKNOLOGI PELAYANAN KEBIDANAN

RANCANG BANGUN PROTOTYPE ALAT BERBASIS BIOSENSOR DALAM


DUNIA KESEHATAN

Tugas ini diajukan untuk sebagai salah satu syarat mengikuti Mata kuliah Teknologi dalam
Pelayanan Kebidanan yang diampu oleh Dr. Melyana Nurul Widyawati, S.Si.T., M.Kes

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 7
P1337424721004 FITRI ANNISA NUUR MAHMUDAH
P1337424721005 BILQIS AR-ROHMAN
P3337424721014 HULFA AHADIAN OKTAVIANI
P1337424721023 LILIK ASMAWATI

PROGRAM STUDI MAGISTER TERAPAN KEBIDANAN


PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TERAPAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
SEMARANG
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah
Teknologi Pelayanan Kebidanan. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita tentang "Rancang Bangun Prototype Alat
Berbasis Biosensor dalam Dunia Kesehatan”. Tujuan dari pembuatan tugas ini adalah untuk
memenuhi kewajiban mata kuliah Teknologi Pelanan Kebidanan yang diampu oleh Dr.
Melyana Nurul Widyawati, S.Si.T.,M.Kes
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam penyusunan/ pembuatan tugas ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan tugas yang kami buat demi masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga tugas
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Harapan kami tugas
yang telah disusun ini dapat memenuhi kewajiban dalam mata kuliah Teknologi dalam
Pelayanan Kebidanan dan tugas makalah ini berguna bagi yang membacanya. Terima kasih.

Semarang, 10 Februari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................4
2.1 Definisi Prototype ...........................................................................................4
2.1.1 Tahapan Prototyping................................................................................4
2.1.2 Keunggulan..............................................................................................5
2.1.3 Kelemahan...............................................................................................5
2.1.4 Contoh Prototyping dalam era Modern..................................................6
2.2 Definisi Biomarker.........................................................................................6
2.2.1 Prinsip kerja biosensor............................................................................7
2.2.2 Jenis-jenis biosensor...............................................................................8
2.2.3 Aplikasi Biosensor................................................................................13
2.3 Definisi Biomarker..........................................................................................14
2.3.1 Keuntungan Biomarker.........................................................................14
2.3.2 Aplikasi Biomarker...............................................................................15
BAB III PENUTUP.............................................................................................18
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................18
3.2 Saran...............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................20

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan ilmu pegetahuan dan teknologi telah mengalami peningkatan yang
sangat pesat. Keadaan ini berimbas pada semua bidang kehidupan manusia. Salah
satunya adalah bidang industri. Berbagai macam bidang industri berkembang pesat
sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sedemikian maju baik industri berat maupun industri ringan. Berbagai masalah dapat
dijadikan implementasi dari ilmu dan teknologi, salah satunya adalah sensor. Sensor
adalah bagian penting dari peralatan elektronik dan digunakan pada industri sebagai
pengatur produk, mesin ataupun aktivitas manusia, termasuk untuk mengatur
keamanan. Dengan komponen elektronika ini, pengaturan kerja sistem menghasilkan
keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Dimasa mendatang, sensor cerdas akan
menjadi trend dan dapat diandalkan untuk penggunaan di industri dan untuk kontrol
kualitas (Sukendar, dkk,. 2013).
Jika seseorang memikirkan sebuah Software atau perangkat lunak dilihat dari
fungsi-Nya adalah bentuk media pendukung dalam kegiatan kerja dan aktifitas lain-
Nya, software tidak di ciptakan secara sembarangan berdasarkan keinginan diri sendiri
atau pengembang-Nya itu sendiri, tetapi software di ciptakan agar supaya memudahkan
kegiatan berdasarkan spesifikasi yang user atau pelanggan harapkan. Spesifikasi user
akan terpenuhi jika software yang diharapkan sesuai seperti permasalahan-Nya, tetapi
sebalik-Nya jika software tersebut tidak sesuai maka user akan merasa kecewa. Disini
terlihat bahwa salah satu faktor penting-Nya kesuksesan sebuah proyek software adalah
komunikasi antara pelanggan dan pengembang sangatlah penting untuk suksesi-Nya
sebuah perangkat lunak
Sensor sampai saat ini masih merupakan suatu topik yang sangat luas dan
melibatkan berbagai disiplin ilmu, di mana perkembangan teknologi sensor mengikuti
kemajuan teknologi mikroelektronika. Sedangkan untuk aplikasi dari teknologi sensor
dapat ditemui dalam banyak peralatan konsumen, otomotif, laboratorium, pengelolaan
lingkungan, konservasi energi, pabrikasi, industri, kedokteran, pertambangan,
pertanian, dan sebagainya. Aplikasi sistem sensor ini masih dan akan terus berkembang
sesuai dengan kebutuhan. Namun, sensor- sensor yang ada saat ini dipasaran hampir

i
semuanya berupa produksi impor. Secara umum sensor dibedakan menjadi dua jenis
yaitu sensor fisika dan sensor kimia. Sensor fisika lebih kepada kemampuannya untuk
mendeteksi kondisi besaran fisika seperti tekanan, gaya, tinggi permukaan air laut,
kecepatan angin, dan sebagainya. Sedangkan sensor kimia merupakan alat yang mampu
mendeteksi fenomena kimia seperti komposisi gas, kadar keasaman, susunan zat suatu
bahan makanan, dan sebagainya. Termasuk ke dalam sensor kimia ini adalah biosensor.
Makalah ini dibuat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai biosensor.
Biomarker adalah parameter yang dapat digunakan untuk mengukur
perkembangan penyakit atau efek pengobatan. Parameter bisa bahan kimia, fisik atau
biologis. Dalam hal molekul biomarker adalah "bagian dari penanda yang mungkin
ditemukan menggunakan genomik, teknologi proteomik atau teknologi pencitraan
Biomarkers memainkan peran utama dalam biologi obat. Biomarker membawa hal-hal
masa depan di tangan kita dengan membantu dalam diagnosis dini, pencegahan
penyakit, target obat identifikasi, respon obat berdasarkan penyakit. Beberapa
biomarker telah diidentifikasi untuk banyak penyakit seperti LDL serum untuk
kolesterol, tekanan darah, gen P53 dan MMPs untuk kanker dan sebagainya.
Berdasarkan biomarker gen ditemukan menjadi efektif dan diterima penanda di dunia
ilmiah ini.
Biomarkers dapat berupa sel-sel spesifik, molekul, atau gen, produk gen, enzim,
atau hormon. Sebagai contoh, suhu tubuh adalah biomarker yang dikenal baik untuk
demam. Tekanan darah digunakan untuk menentukan risiko stroke. Hal ini juga banyak
diketahui bahwa kolesterol adalah nilai-nilai dan risiko indikator biomarker untuk
penyakit koroner dan pembuluh darah, dan protein C-reaktif (CRP) adalah penanda
peradangan. Beberapa penanda biologis paparan polusi udara, seperti DNA atau protein
adduct, dapat spesifik. DNA aduk, adisi hemoglobin, dan lainnya langsung berubah
protein menunjukkan baik keberadaan substansi xenobiotik maupun interaksi dengan
makromolekul penting atau pengganti makromolekul.
Dari paparan diatas sudah seharus-Nya agar menghindari kesalahpahaman dari
hasil komunikasi antara pelanggan dan pengembang, lalu kemudian memberikan solusi
agar menemukan spesifikasi yang benar dari permintaan pelanggan tersebut, salah satu
metode yang melibatkan antara pelanggan dan pengembang dengan baik adalah dengan
menggunakan metode prototyping, dengan metode tersebut pelanggan akan terlibat

i
lebih aktif dalam komunikasi yang baik sehinggan kedepan memunculkan perangkat
lunak yang ideal.

Dengan kata lain adalah Prototipe dapat memecahkan masalah ini untuk tipe-tipe
tertentu dalam sistem. Karena kesalahpahaman antara user dan analis akan
mengakibatkan perubahan yang berarti atau sistem tidak akan pernah sempurna dalam
pelaksanaan-Nya atau sekaligus perangkat lunak akan ditolak oleh user.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Prototype
2. Apa itu Biosensor
3. Apa itu Biomarker?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui defenisi Prototype
2. Mengetahui defenisi Biosensor
3. Mengetahui defenisi Biomarker

i
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Prototype


Prototype merupakan salah satu metode pengembangan perangat lunak yang
banyak digunakan. Dengan metode prototyping ini pengembang dan pelanggan dapat
saling berinteraksi selama proses pembuatan sistem.Sering terjadi seorang pelanggan
hanya mendefinisikan secara umum apa yang dikehendakinya tanpa menyebutkan
secara detal output apa saja yang dibutuhkan, pemrosesan dan data-data apa saja yang
dibutuhkan. Sebaliknya disisi pengembang kurang memperhatikan efesiensi algoritma,
kemampuan sistem operasi dan interface yang menghubungkan manusia dan komputer.
Untuk mengatasi ketidakserasian antara pelanggan dan pengembang , maka harus
dibutuhakan kerjasama yang baik diantara keduanya sehingga pengembang akan
mengetahui dengan benar apa yang diinginkan pelanggan dengan tidak
mengesampingkan segi-segi teknis dan pelanggan akan mengetahui proses-proses dalm
menyelasaikan system yang diinginkan.
Dengan demikian akan menghasilkan sistem sesuai dengan jadwal waktu
penyelesaian yang telah ditentukan. Kunci agar model prototype ini berhasil dengan
baik adalah dengan mendefinisikan aturan-aturan main pada saat awal, yaitu pelanggan
dan pengembang harus setuju bahwa prototype dibangun untuk mendefinisikan
kebutuhan.Prototype akan dihilangkan sebagian atau seluruhnya dan perangkat lunak
aktual aktual direkayasa dengan kualitas dan implementasi yang sudah ditentukan.

2.1.1 Tahapan - Tahapan Prototyping


1. Pengumpulan kebutuhan.
Pelanggan dan pengembang bersama-sama mendefinisikan format seluruh perangkat
lunak, mengidentifikasikan semua kebutuhan, dan garis besar sistem yang akan
dibuat.
2. Membangun prototyping.

i
Membangun prototyping dengan membuat perancangan sementara yang berfokus
pada penyajian kepada pelanggan (misalnya dengan membuat input dan format
output).
3. Evaluasi protoptyping.
Evaluasi ini dilakukan oleh pelanggan apakah prototyping yang sudah dibangun
sudah sesuai dengan keinginann pelanggan. Jika sudah sesuai maka langkah 4 akan
diambil. Jika tidak prototyping direvisi dengan mengulangu langkah 1, 2, dan 3.
4. Mengkodekan system.
Dalam tahap ini prototyping yang sudah di sepakati diterjemahkan ke dalam bahasa
pemrograman yang sesuai.
5. Menguji system.
Setelah sistem sudah menjadi suatu perangkat lunak yang siap pakai, harus dites
dahulu sebelum digunakan. Pengujian ini dilakukan dengan White Box, Black Box,
Basis Path, pengujian arsitektur dan lain-lain.
6. Evaluasi Sistem.
Pelanggan mengevaluasi apakah sistem yang sudah jadi sudah sesuai dengan yang
diharapkan . Jika ya, langkah 7 dilakukan; jika tidak, ulangi langkah 4 dan 5.
7. Menggunakan system.
perangkat lunak yang telah diuji dan diterima pelanggan siap untuk digunakan.

2.1.2 Keunggulan dan Kelemahan dari Prototyping


Keunggulan prototyping adalah:
1) Adanya komunikasi yang baik antara pengembang dan pelanggan
2) Pengembang dapat bekerja lebih baik dalam menentukan kebutuhan pelanggan
3) Pelanggan berperan aktif dalam pengembangan system
4) Lebih menghemat waktu dalam pengembangan system
5) Penerapan menjadi lebih mudah karena pemakai mengetahui apa yang
diharapkannya.

2.1.3 Kelemahan prototyping adalah:


a. Pelanggan kadang tidak melihat atau menyadari bahwa perangkat lunak yang ada
belum mencantumkan kualitas perangkat lunak secara keseluruhan dan juga belum
memikirkan kemampuan pemeliharaan untuk jangja waktu lama.

i
b. Pengembang biasanya ingin cepat menyelesaikan proyek. Sehingga menggunakan
algoritma dan bahasa pemrograman yang sederhana untuk membuat prototyping
lebih cepat selesai tanpa memikirkan lebih lanjut bahwa program tersebut hanya
merupakan cetak biru sistem.
c. Hubungan pelanggan dengan komputer yang disediakan mungkin tidak
mencerminkan teknik perancangan yang baik.

2.1.4 Contoh prototyping di era modern sat ini


Di era modern ini, banyak produsen produk atau desainer menggunakan sebuah
program 3D untuk membuat prototype dari sebuah produk. Jika dahulu seorang
desainer yang akan membuat sebuah contoh produk harus membuatnya dari kayu yang
dibentuk sedemikian rupa hingga membentuk produk yang akan dibuat, maka sekarang
desainer tidak perlu lagi mencari kayu lagi kemudian membentuknya. Cukup dengan
menginstall program 3D di komputer/laptop maka anda dapat membuat sebuah
prototype tersebut dengan lebih mudah dan lebih detail.
Program 3D tersebut seperti Blender, 3DMAX, AutoCAD, 3ds Max, dan masih
banyak lagi. Program aplikasi tersebut-pun disesuaikan dengan kebutuhan anda. Jika
anda akan membuat sebuah prototype bangunan ataupun rumah maka anda dapat
menggunakan AutoCAD, jika anda membutuhkan aplikasi 3D untuk membuat sebuah
karakter dalam game atau animasi maka anda dapat menggunakan aplikasi Blender
yang opensouce(gratis), sehingga anda tidak perlu mengeluarkan uang lebih untuk
membeli aplikasi tersebut.

2.2 Defenisi Biosensor


Biosensor adalah alat untuk mendeteksi suatu analit yang menggabungkan
komponen biologis dengan komponen detektor fisikokimia. Ini terdiri dari 3 bagian:
1) Unsur biologis sensitif bahan biologis misalnya jaringan, mikroorganisme, organel,
reseptor sel, enzim, antibodi, asam nukleat, dll yang berasal bahan biologis atau
biomimic.
2) transduser atau elemen detektor, bekerja dengan cara yang fisikokimia; optik,
piezoelektrik, elektrokimia, dll yang mengubah sinyal yang dihasilkan dari interaksi
antara analit dengan unsur biologis menjadi sinyal listrik dan
3) elektronik yang terkait atau prosesor sinyal yang terutama bertanggung jawab untuk

i
menampilkan hasil dalam cara yang user-friendly.
Contoh umum dari biosensor komersial adalah biosensor glukosa darah, yang
menggunakan enzim glukosa oksidase untuk memecah glukosa darah turun. Dalam
melakukan hal itu pertama mengoksidasi glukosa dan menggunakan dua elektron untuk
mengurangi FAD (komponen enzim) untuk FADH2. Hal ini pada gilirannya teroksidasi
oleh elektrode (menerima dua elektron dari elektroda) di sejumlah langkah. Arus yang
dihasilkan adalah ukuran konsentrasi glukosa. Dalam hal ini, elektroda adalah
transduser dan enzim adalah komponen biologis aktif.
Biosensor sendiri didefinisikan sebagai suatu perangkat sensor yang
menggabungkan senyawa biologi dengan suatu tranduser. Dalam proses kerjanya
senyawa aktif biologi akan berinteraksi dengan molekul yang akan dideteksi yang
disebut molekul sasaran. Hasil interaksi yang berupa besaran fisik seperti panas, arus
listrik, potensial listrik atau lainnya akan dimonitor oleh transduser. Besaran tersebut
kemudian diproses sebagai sinyal sehingga diperoleh hasil yang dapat dimengerti.
Biosensor yang pertama kali dibuat adalah sensor yang menggunakan transduser
elektrokimia yaitu elektroda enzim untuk menentukan kadar glukosa dengan metode
amperometri.
Sejauh ini, biosensor dalam perkembangannya mempunyai tiga generasi yaitu
generasi pertama; dimana biosensor berbasis oksigen, generasi kedua; biosensor
menjadi lebih spesifik yang melibatkan “mediator” diantara reaksi dan transduser, dan
terakhir generasi ketiga; dimana biosensor berbasis enzyme coupling.

2.2.1 Prinsip Kerja Biosensor


Pada dasarnya biosensor terdiri dari tiga unsur yaitu unsur biologi (reseptor
biologi), transduser, dan sistem elektronik pemroses sinyal. Unsur biologi yang
umumnya digunakan dalam mendesain suatu biosensor dapat berupa enzim, organel,
jaringan, antibodi, bakteri, jasad renik, dan DNA. Unsur biologi ini biasanya berada
dalam bentuk terimmobilisasi pada suatu transduser. Immobilisasi sendiri dapat
dilakukan dengan berbagai cara baik dengan (1) adsorpsi fisik, (2) dengan
menggunakan membran atau perangkap matriks atau (3) dengan membuat ikatan
kovalen antara biomolekul dengan transduser.
Untuk transduser, yang banyak digunakan dalam suatu biosensor adalah
transduser elektrokimia, optoelektronik, kristal piezoelektronik, field effect transistor

i
dan temistor. Proses yang terjadi dalam transduser dapat berupa calorimetric biosensor,
potentiometric biosensor, amperometric biosensor, optical biosensor maupun piezo-
electric biosensor. Sinyal yang keluar dari transduser ini kemudian di proses dalam
suatu sistem elektronik misalnya recorder atau komputer. Berikut adalah contoh skema
umum dari biosensor.

Gambar 1. Skema Umum Biosensor

2.2.2 Jenis-jenis Biosensor


3.1 Biosensor Elektrokimia
Secara umum, biosensor elektrokimia didasarkan pada reaksi katalisis
enzimatik yang mengonsumsi atau menghasilkan elektron. Jenis-jenis enzim
semacam itu dinamai Enzim Redox. Substrat biosensor ini umumnya mencakup
tiga elektroda seperti counter, referensi, dan jenis kerja.

Gambar 2. Biosensor Elektrokimia

Analit objek terlibat dalam respons yang terjadi pada permukaan elektroda
aktif, dan reaksi ini dapat juga menghasilkan transfer elektron melintasi potensial
lapisan ganda. Arus dapat dihitung pada potensi yang ditetapkan. Biosensor
elektrokimia diklasifikasikan menjadi empat jenis, antara lain:
a. Biosensor Amperometrik
i
Biosensor amperometrik adalah perangkat terpadu mandiri berdasarkan
jumlah arus yang dihasilkan dari oksidasi yang menawarkan informasi analitik
kuantitatif yang tepat. Secara umum, Biosensor ini memiliki waktu reaksi,
rentang energik & sensitivitas yang sebanding dengan Biosensor-
potensiometrik. Biosensor amperometrik sederhana yang sering digunakan
termasuk elektroda "Clark oxygen".

Gambar 3. Biosensor Amperometrik

b. Biosensor Potensiometrik
Jenis biosensor ini memberikan balasan logaritmik dengan rentang energi
yang tinggi. Biosensor ini seringkali lengkap dengan monitor yang
memproduksi prototipe elektroda yang diletakkan di atas substrat sintetis,
ditutupi oleh polimer berkinerja dengan beberapa enzim yang terhubung.

Gambar 4. Biosensor Potensiometrik

i
Mereka terdiri dari dua elektroda yang sangat responsif dan kuat. Mereka
memungkinkan pengenalan analit pada tahapan sebelum hanya dapat dicapai
oleh HPLC, LC / MS & tanpa persiapan model yang tepat. Perubahan-
perubahan ini mungkin dikreditkan pada gaya ionik, hidrasi, pH, dan respons
redoks, yang belakangan sebagai label enzim yang berotasi di atas substrat.
Dalam FET, terminal gerbang telah diubah dengan antibodi atau enzim, juga
dapat merasakan perhatian yang sangat rendah dari analit yang berbeda karena
kebutuhan analit terhadap terminal gerbang membuat modifikasi dalam saluran
ke sumber arus.
c. Biosensor Impedimetrik
EIS (Spektroskopi impedansi elektrokimia) adalah indikator responsif
untuk berbagai sifat fisik dan kimia. Tren meningkatnya ekspansi biosensor
Impedimetri sedang diamati. Teknik-teknik Impedimetri telah dilakukan untuk
membedakan penemuan biosensor serta untuk memeriksa respon katalis dari
lektin enzim, asam nukleat, reseptor, seluruh sel, dan antibodi.

Gambar 5. Biosensor Impedimetrik

d. Biosensor Voltametrik
Komunikasi ini adalah dasar dari biosensor voltametri baru untuk
memperhatikan akrilamida. Biosensor ini dibuat dengan elektroda lem karbon
yang disesuaikan dengan Hb (hemoglobin), yang mencakup empat kelompok
prostat dari hem (Fe). Jenis elektroda ini menunjukkan oksidasi reversibel atau
prosedur reduksi Hb (Fe).
3.2 Biosensor Fisik
Dalam kondisi klasifikasi, biosensor fisik adalah sensor yang paling

i
mendasar dan banyak digunakan. Gagasan utama di balik kategorisasi ini juga
terjadi dari memeriksa pikiran manusia. Sebagai metode kerja umum di balik
kecerdasan pendengaran, penglihatan, sentuhan adalah untuk bereaksi terhadap
rangsangan fisik eksterior, oleh karena itu setiap alat pendeteksi yang menawarkan
reaksi terhadap kepemilikan fisik medium disebut sebagai biosensor fisik.
Biosensor fisik diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Biosensor Piezoelektrik
Sensor-sensor ini adalah kumpulan perangkat analitik yang bekerja
berdasarkan hukum "rekaman interaksi afinitas". Platform piezoelektrik adalah
elemen sensor yang bekerja berdasarkan hukum osilasi karena lompatan
koleksi pada permukaan kristal piezoelektrik. Dalam analisis ini, biosensor
memiliki permukaan yang dimodifikasi dengan antigen atau antibodi, polimer
bermeter molekul, dan informasi yang diwariskan. Bagian deteksi yang
dideklarasikan biasanya disatukan dengan menggunakan partikel nano.

Gambar 6. Biosensor Piezoelektrik

i
b. Biosensor Termometrik
Ada berbagai jenis reaksi biologis yang terhubung dengan penemuan
panas, dan ini menjadikan dasar dari biosensor termometrik. Sensor-sensor ini
biasanya dinamai sebagai biosensor panas.

Gambar 7. Biosensor Termometrik


3.3 Biosensor Optik
Biosensor Optik adalah perangkat yang menggunakan prinsip pengukuran
optik. Mereka menggunakan serat optik serta transduser optoelektronik. Istilah
optrode mewakili kompresi dua istilah optikal & elektroda. Sensor-sensor ini
terutama melibatkan antibodi dan enzim seperti elemen transduksi.

Gambar 8. Biosensor Optik


Biosensor optik memungkinkan pengindraan peralatan yang tidak dapat
diakses listrik yang aman. Manfaat tambahan adalah bahwa ini sering tidak
memerlukan sensor referensi, karena sinyal komparatif dapat dihasilkan dengan
menggunakan sumber cahaya yang sama seperti Sensor Sampling. Biosensor optik

i
diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu biosensor deteksi optik langsung dan
biosensor deteksi optik berlabel.
3.4 Biosensor Wearable
Biosensor wearable adalah perangkat digital, digunakan untuk dipakai pada
tubuh manusia dalam sistem yang dapat dipakai seperti jam tangan pintar, kemeja
pintar, tato yang memungkinkan kadar glukosa darah, TD, laju detak jantung, dll.

Gambar 9. Wearable Biosensor

3.4.1 Aplikasi Biosensor


Aplikasi biosensor pada dasarnya meningkat seiring dengan berkembangnya
keperluan manusia dan kemajuan iptek. Tetapi secara umum tetap didominasi untuk
aplikasi dibidang medis dan lingkungan hidup. Beberapa bidang aplikasi lainnya dapat
dilihat sebagai berikut:
1. Medis dan Farmasi
a) Mengontrol penyakit :
b) diabetes, kolesterol, jantung dll
c) Diagnosis untuk : obat, metabolit, enzim, vitamin
d) Penyakit infeksi, alergi.
e) Studi efisiensi obat
2. Lingkungan Hidup
a) Kontrol polusi
b) Monitoring senyawasenyawa toksik di udara, air, dan tanah.
c) Penentuan BOD (biological oxygen demand)
3. Kimia

i
a) Mengontrol kualitas makanan (mendeteksi kontaminasi mikroba, menentukan
kesegaran, analisis lemak, protein dan karbohidrat dalam makanan.
b) Mendeteksi kebocoran, menentukan lokasi deposit minyak.
c) Mengecek kualitas udara di ruangan.
d) Penentuan parameter kualitas pada susu
4. Pertanian
a) Mengontrol kualitas tanah.
b) Penentuan degradasi seperti biodegradable pada kayu dan makanan.
c) Mendeteksi keberadaan pestisida
5. Militer
Mendeteksi zat-zat kimia dan biologi yang digunakan sebagai senjata perang (senjata
kimia/biologi) seperti virus, bakteri patogen, dan gas urat syaraf.

3.5 Definisi Biomarker


Dalam arti luas biomarker atau biological markers atau marka biologis adalah
suatu teknik pengukuran spesimen biologis yang dapat menjelaskan hubungan antara
pemaparan lingkungan dan timbulnya kerusakan atau dampak buruk pada organisme.
Definisi lain Biomarker : variasi-variasi dalam biokimia, seluler, fisiologi atau tingkah
laku, di dalam jaringan atau cairan tubuh atau pada suluruh bagian organisme, yang
member bukti tentang pemaparan bahan kimia pencemar dan juga dapat
mengindikasikan suatu dampak toksik.
Terminologi ‘marker’ merupakan istilah yang umum digunakan dalam bidang
imunologi kedokteran untuk senyawa kimia yang digunakan pada membran protein
yang mencirikan jenis sel yang berbeda. Istilah ini kemudian berkembang dan
digunakan oleh para peneliti dalam bidang-bidang kedokteran, epidemiologi,
toksikologi dan bidang-bidang terkait lainnya untuk mempelajari dampak pemaparan
toxicant lingkungan pada kesehatan manusia atau organisme lainnya. Penggunaan
biomarker oleh ahli toksikologi terutama ditujukan untuk pengembangan teknik-teknik
untuk estimasi dan prediksi hubungan konsentrasi dan respon, dalam rangka fasilitasi
penilaian resiko yang terkait dengan pemaparan toxicant. Demikian juga dalam hal
klarifikasi terhadap mekanisme terjadinya penyakit yang disebabkan oleh faktor
pemaparan terhadap bahan kimia toksik.

i
2.3.1 Keuntungan Biomarker
Biomarker secara umum dapat digolongkan sebagai pemarka dari pemaparan,
dampak atau kerentanan. Pemilihan jenis biomarker yang tepat untuk digunakan dalam
evaluasi ancaman bahaya (hazard) dilakukan berdasarkan pada mekanisme dari suatu
kondisi penyakit yang disebabkan oleh suatu bahan kimia. Beberapa waktu berselang
timbul kesadaran tentang kemungkinan penggunaan organisme alami/liar sebagai
biomarker non-lethal dari penyakit-penyakit yang ada di lingkungan, yang kemudian
dihubungkan dengan efek buruk yang bersesuaian pada manusia.
Pemahaman yang lebih baik terhadap kondisi penyakit yang ditimbulkan oleh
bahan kimia meningkatkan jumlah biomarker spesifik dan bermanfaat dalam
ekstrapolasi pada spesies lainnya. Menjadi suatu kenyataan bahwa semakin cepat kita
mengetahui dampak pada suatu titik rawan, maka prediksi terhadap ancaman bahaya
atau penyakit akan lebih sensitif. Namun dalam banyak kasus, mekanisme pasti tentang
bagaimana suatu toksikan menimbulkan kerusakan sel, jaringan atau organ belum
diketahui secara pasti, sehingga indikator-indikator non-spesifik harus dipakai dalam
penggunaan biomarker.

gambar 10. Ketidakseimbangan vs cacat sebagai indikator toksisitas


Biomarker sangat dipengaruhi oleh kehadiran campuran senyawa kimia (chemical
mixtures) dalam suatu area terkontaminasi yang menghasilkan peningkatan dampak
dalam aspek-aspek additif, sinergi dan/atau antagonis. Oleh karena itu penilaian
dampak biologis harus didasarkan pada suatu seri dari sejumlah biomarker, karena tidak

i
ada satu jenis biomarker yang dapat secara tepat mengukur degradasi lingkungan.

2.3.2 Aplikasi Biomarker


a. Biomarker Pemaparan (Biomarkers of Exposure)
Biomarker pemaparan umumnya digunakan untuk memprediksi dosis atau
konsentrasi yang diterima oleh individu, yang selanjutnya dapat dikaitkan dengan
perubahan yang timbul dalam suatu kondisi penyakit. Dalam banyak hal, biomarker
pemaparan merupakan hal yang cukup mudah untuk diketahui, karena kebanyakan
kontaminan atau metabolitnya dapat dikuantifikasi dari sampel tanpa membunuh
organismenya, seperti: darah, urin, faeces atau jaringan-jaringan yang dapat
diperoleh melalui biopsi atau nekropsi.
Salah satu biomarker pemaparan yang stabil dan sangat bermanfaat adalah
biomarker kanker yang melibatkan deteksi terhadap kemampuan bahan-bahan kimia
karsinogen dalam membentuk simpul dengan makromolekul seluler seperti DNA
atau protein. Hal ini dimungkinkan terjadi karena hampir seluruh bahan kimia
karsinogen merupakan bahan-bahan yang mampu mengikat elektron dengan kuatnya
atau dikonversi menjadi bahan-bahan eletrofilik aktif melalui proses aktifasi
metabolik.
b. Biomarker Dampak (Biomarkers of Effects)
Biomarker dampak adalah perubahan-perubahan biokimiawi, fisiologis,
tingkah laku dan lainnya yang dapat diukur, dalam suatu organisme yang bergantung
pada besarannya, dapat dikenali sebagai manisfestasi atau potensi gangguan
kesehatan atau penyakit. Idealnya, suatu biomarker dampak harus dapat berdiri
sendiri yang tidak memerlukan analisis kimia atau uji biologis tambahan untuk
mengkonfirmasinya. Penggunaan biomarker dampak dalam jenis-jenis uji tersebut
sangat tinggi spesifitasnya untuk setiap jenis bahan kimia sehingga penggunaannya
sangat terbatas. Contoh dari biomarker dampak termasuk: uji daya hambat enzim
cholinesterase otak oleh insektisida Karbamat, induksi asam delta aminolevulinic
synthetase dan inhibisi asam aminolevulinic dehydratase (ALAD) oleh Pb dan
logam-logam berat tertentu lainnya.
c. Biomarker Kerentanan (biomarkers of susceptibility)
Biomarker kerentanan (biomarkers of susceptibility) adalah titik atau hasil
akhir yang merupakan indikasi dari suatu perubahan kondisi fisiologi dan

i
biokimiawi yang menjadikan individu spesies terkena dampak, baik yang berupa
faktor kimia, fisik atau patogen. Biomarker ini terutama bermanfaat dalam
memprediksi kondisi penyakit pada manusia menggunakan hewan sebagai
acuannnya.
d. Interpretasi Biomarker
Ketelitian harus digunakan dalam melakukan interpretasi dan ekstrapolasi
terhadap hasil yang diberikan oleh suatu biomarker, dari satu spesies ke spesies
lainnya. Sebab bahan kimia yang sama dapat menginduksi protein yang berbeda
dalam satu spesies dibanding spesies lainnya, dan enzim yang sama dapat memiliki
spesifisitas bahan yang berbeda, bahkan dalam spesies yang kekerabatannya sangat
dekat. Perbedaan dalam kelas cytochrome P450 yang diinduksi terlihat pada
pemaparan spesies ikan yang sama (salah satunya adalah hasil budidaya
laboratorium) pada kontaminan TCDD. Hal ini jelas menunjukkan bahwa
dibutuhkan pemahaman menyeluruh dalam bidang fisiologi dan biokimia
komparatif.

i
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Metode prptotyping melakukan bentuk antsipatif terhadap kesalahpahaman idea atau
spesifikasi kebutuhan user dari percakapan yang dilakukan dari metode lain-nya.
Sehingga dari hasil paparan teori diatas jelas bahwa metode prototyping memilki
kelebihan dalam hal komunikasi antara user dan analis untuk menemukan spesifikasi
yang sesuai dan ideal. Metode prototyping melakukan design secara cepat (quick
design) untuk menyelesaikan sebuah perangkat lunak. Dalam pembuatan sebuah
perangkat lunak metode ini melibatkan secara lebih aktif kepada user untuk
mengutarakan spesifikasi personal-nya kepada analis. Sehingga analis akan dapat
sedikit-nya memahami dengan betul apa yang menjadi keinginan dari user atau
client yang bersangkutan.
2. Biosensor adalah suatu perangkat sensor yang menggabungkan senyawa biologi
dengan suatu tranduser.
3. Proses yang terjadi dalam transduser dapat berupa calorimetric biosensor,
potentiometric biosensor, amperometric biosensor, optical biosensor maupun piezo-
electric biosensor. Sinyal yang keluar dari transduser ini kemudian di proses dalam
suatu sistem elektronik misalnya recorder atau computer.
4. Berbagai jenis biosensor diklasifikasikan berdasarkan perangkat sensor serta bahan
biologis, antara lain biosensor elektrokimia, biosensor fisik, biosensor optik, dan
biosensor wearable. Biosensor elektrokimia diklasifikasikan menjadi empat jenis,
yakni biosensor amperometrik, biosensor potensiometrik, biosensor impedimetrik,

i
biosensor voltametrik. Biosensor fisik diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu
biosensor piezoelektrik dan biosensor termometrik.
5. Biosensor telah digunakan di banyak bidang kesehatan, penelitian ilmu kehidupan,
aplikasi lingkungan, makanan & militer.
6. Biomarker adalah suatu teknik pengukuran spesimen biologis yang dapat
menjelaskan hubungan antara pemaparan lingkungan timbulnya kerusakan atau
dampak buruk pada organisme, dalam makalah ini khusus kepada biomarker
epidemiologi lingkungan dan kaitannya dengan pencemaran udara yang memberikan
paparan terhadap lingkungan.
7. Macam-macam aplikasi biomarker yang dapat digunakan diantaranya biomarker
pemaparan (biomarkers of exposure), biomarker dampak (biomarkers of effects),
biomarker kerentanan (biomarkers of susceptibility).
8. Pendekatan berbasis biomarker sangat membantu dalam mengatasi hambatan-
hambatan, melalui pengukuran langsung dari efek toksik pada spesies yang terkena
dampak. Biomarker didefinisikan sebagai perubahan dalam komponen, proses,
struktur dan fungsi seluler atau biokimiawi yang ditimbulkan oleh bahan kimia asing
(xenobiotics) yang dapat diukur dalam suatu sistem atau sampel biologis.

3.2 Saran
Penulis menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih terdapat
kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera
melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari
beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.

i
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, B. (2010, Desember 10). Aplikasi Sensor Kimia Sebagai Biosensor Berbasis
DNA. Mawas.
Sukendar, A., Martinus, dan Tanti, N. (2013). Pembuatan Sistem Otomasi Untuk
Pengaturan Mekanisme Kerja Mesin Cetak Kerupuk Menggunakan Mikrokontroler
AT Mega. Jurnal Fema. 1(1): 31-33.
Rusydi Indra : Hongbing Xu, Tong Wang, Shengcong Liu, Rober D. Brook et. al, 2018,
Extreme Levels of Air Pollution Associated with Changes in Biomarkers of
Atherosclerotic Plaque Vulnerability and Thrombogenicity in Healthy Adults: The
Beijing AIRCHD Study, Department of Occupational and Environmental Health,
Peking University School of Public Health, Beijing : 1-28
Hermansyah Mamonto : Kabindra M. Shakya, Richard E. Peltier, Yimin Zhang & Basu D.
Pandey, 2019, Roadside Exposure and Inflammation Biomarkers among a Cohort of
Traffic Police in Kathmandu, Nepal, International Journal of Environmental
Research and Public Health, Vol. 16 No. 377 : 1-16
Nano Hajra El : Hyewon Lee, Woojae Myung, Byeong-Ho Jeong, Hong Choid, Byung
Woo Jhunc & Ho Kim, 2018, Short- and long-term exposure to ambient air
pollution and circulating biomarkers of inflammation in non-smokers:
Environmental International, Vol 119 : 264-273
Ervina Septami : Wenyuan Li, Kirsten S. Dorans, Elissa H. Wilker, Mary B. Rice, Petter
L. Ljungman et.al, 2018, Short-term Exposure to Ambient Air Pollution and
Circulating Biomarkers of Endothelial Cell Activation: The Framingham Heart
Study, Harvard T.H. Chan School of Public Health, Boston, MA

i
Suyanti : Cheng-Yang Hu, Yuan Fang, Feng-Li Lia, Bao Donga et.al, 2019, Association
between ambient air pollution and Parkinson's disease: Systematic review and
meta-analysis, Environmental Research Vol. 168 : 448-459
Ariyanto : Yang Baia, Annouschka Laenenb, Vincent Haufroidc, Tim S. Nawrot et.al,
2019, Urinary lead in relation to combustion-derived air pollution in urban
environments. A longitudinal study of an international panel, Environmental
Research Vol. 125 : 75-81
Mugfira Mayangsari Putri : Yang Bai , Hannelore Bové, Tim S. Nawrot & Benoit
Nemery, 2018, Carbon load in airway macrophages as a biomarker of exposure to
particulate air pollution; a longitudinal study of an international Panel, Particle and
Fibre Toxicology Vol. 15 No.14 : 1-10
Califf RM. Biomarker definitions and their applications. Experimental Biology and
Medicine. 2018 Feb;243(3):213-21.
Gafson AR, Barthélemy NR, Bomont P, Carare RO, Durham HD, Julien JP, Kuhle J,
Leppert D, Nixon RA, Weller RO, Zetterberg H. Neurofilaments: neurobiological
foundations for biomarker applications. Brain. 2020 Jul 1;143(7):1975-98.

Anda mungkin juga menyukai