Anda di halaman 1dari 61

BAHAN AJAR

MATA KULIAH AKUSTIK TERAPAN

AKUSTIK, NOISE DAN MATERIAL PENYERAP SUARA

Oleh

KRISMAN

PROGRAM STUDI S1
FAKULTAS MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS RIAU
2020

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang
Maha Esa karena kami berhasil menyelesaikan Diktat Mata Kuliah Akustik Dan
Material Penyerap Suara yang diajarkan pada Jurusan/Program Studi FisikaS1
Universitas Riau
Diktat Mata Kuliah Akustik Dan Material Penyerap Suara ini merupakan salah
satu mata kuliah pilihan yang tidak harus diambil oleh mahasiswa Jurusan Fisika pada
semester 4 - 8 dengan jumlah SKS sebesar 2 SKS. Penulisan diktat ini dimaksudkan
sebagai pelengkap bahan kuliah sehingga dapat membantu mahasiswa untuk lebih
memahami materi perkuliahan yang diberikan pada saat tatap muka sehingga proses
pembelajaran menjadi lancar. Diktat ini terdiri dari beberapa bab yang membahas
tentang Pengertian Akustik, Gelombang bunyi, Metode rambatan suara, Metode
Pengukuran Suara dan Medium Penyerap Suara serta Kebisingan Lingkungan. Yang
sebagian besar materi dalam diktat ini di hubungkan dengan Jurusan Fisika. Mengingat
bahwa fungsi diktat ini hanya sekedar membantu dalam mengikuti perkuliahan, maka
hendaknya mahasiswa tidak meningggalkan textbook/ buku acuan yang dianjurkan.
Disadari bahwa diktat ini masih jauh dari sempurna, maka penulis selalu
mengharapkan saransaran untuk kesempurnaan diktat ini di waktu yang akan datang.
Semoga Diktat ini bermanfaat bagi semua pihak. Kepada pihak-pihak yang telah
membantu kelancaran penyusunan diktat ini, tak lupa kami ucapkan banyak terima
kasih.

Pekanbaru Januari 2020

II
DAFTAR ISI

Halaman Sampul...........................................................................................................i
Kata Pengantar..............................................................................................................ii
Daftar isi.......................................................................................................................iii

BAB I Akustik
1.1. Pengertian Akustik ........................................................................... 1
1.2. Teori Akustik ................................................................................... 3
1.3. Perkembangan Akustik Auditorium .................................................. 4

BAB II Gelombang bunyi


2.1 Pengertian Gelombang Bunyi ........................................................... 10
2.2 Cepat Rambat Bunyi ........................................................................ 11
2.3 Intensitas dan Taraf Intensitas .......................................................... 12
2.4 Efek Dopler ...................................................................................... 16
2.5 Sifat-Sifat Gelombang Bunyi ........................................................... 17

BAB III Metode Pengukuran Serap Suara


3.1 Tingkat Bising Latar Belakang (Background Noise Level) ............... 20
3.2 Distribusi Tingkat Tekanan Bunyi (TTB) ......................................... 21
3.3 Respon Impuls Ruang ...................................................................... 22

BAB IV Medium Penyerap Suara


4.1. Karakteristik Media Penyerap Suara ................................................. 27
4.2. Jenis-jenis Media Penyerap Suara ..................................................... 28

BAB V Kebisingan Lingkungan


5.1. Pengertian Bising ............................................................................. 31
5.2. Jenis-jenis Kebisingan ...................................................................... 33
5.3. Pengukuran kenisingan ..................................................................... 34

III
5.4. Nilai Ambang Batas Kebsiingan.............................................................35
5.5. Pengaruh Paparan Bising Terhadap Kesehatan Pekerja.........................37
5.6. Pengendalian Kebisingan........................................................................39

BAB VII Panel Akustik


6.1. Panel Akustik Meningkatkan Kualitas Suara.........................................42
6.2. Teori panel akustik.................................................................................47
6.3. Bahan Penyerap Bunyi...........................................................................50
6.4. Penutup...................................................................................................51

Daftar pustaka...............................................................................................................iv

IV
BAB I

AKUSTIK

1.1. Pengertian Akustik

Akustik ( dari bahasa Yunani akouein = mendengar) adalah ilmu terapan yang

dimaksudkan untuk memanjakan indra pendengaran Anda di suatu ruang tertutup

terutama yang relatif besar.Arsitek Romawi dari abad ke 1 Marcus Pollio sudah mulai

melakukan pengamatan cermat tentang gema dan interferensi (getaran-getaran suara asli

dan getaran pantulan yang saling menghilangkan) dari suatu ruangan. Namun baru pada

tahun 1856 akustik ini mulai dibangun sebagai suatu ilmu oleh Joseph Henry dan

akhirnya dikembangkan penuh oleh Wallace Sabine di tahun 1900. Keduanya adalah

fisikawan Amerika. Namun sayangnya kecenderungan sampai saat ini dinegara kita

nampaknya menunjukan bahwa kecuali pada ruangan ruangan khusus seperti untuk

ruang konsert, studio rekaman atau panggung teater, rancangan akustik umumnya

diabaikan. Padahal di ruang manapun , bagi orang-orang yang indra pendengarannya

sensitif, berada diruang yang berakustik buruk merupakan siksaan.

Akustik adalah ilmu interdisipliner yang berkaitan dengan studi dari semua

gelombang mekanik dalam gas, cairan, dan padatan termasuk getaran, USG, suara, dan

infrasonik. Akustik sendiri memiliki definisi sebagai teori gelombang suara dan

perambatannya pada suatu medium. Seorang ilmuwan yang bekerja di bidang akustik

adalah acoustician sementara seseorang yang bekerja di bidang teknologi akustik dapat

disebut seorang insinyur akustik. Penerapan akustik dapat dilihat di hampir semua aspek

masyarakat modern dengan yang paling jelas adalah industri audio.

1
Akustik merupakan satu bidang ilmu yang mempelajari tentang suara atau bunyi

yang ditimbulkan dari benda yang bergetar. Apa itu suara? Mungkin pertanyaan ini

terkesan konyol, tapi mungkin juga tak banyak orang dapat menjawabnya, kenapa?

Suara, ia merupakan sesuatu yang tak asing buat kita, karena dalam kehidupan kita

selalu bersinggungan dengan suara (kecuali bagi orang tuli). Suara dapat kita rasakan

dan dengarkan, namun keberadaannya tak pernah dapat kita lihat alias tak kasad mata,

sehingga akan sangat sulit menerangkan seperti apa gambaran suara itu.

Jadi apa suara itu? Suara atau bunyi dapat didefinisikan sebagai gelombang yang

bergerak dalam medium baik gas, cair maupun padat. Untuk menggambarkan rupa dari

suatu gelombang bunyi kita dapat melakukan percobaan dengan memberikan usikan

pada air atau tali maka akan tampak aliran getaran (energy getaran) yang merupakan

gambaran dari bunyi:

Gambar 1. Usikan Pada Air

Salah satu karakteristik dari fluida, yaitu cairan dan gas adalah kurang bisa

dipaksa untuk berubah bentuk. Gelombang suara merupakan tekanan dari getaran yang

ditampakkan dalam suatu fluida, dimana ia memiliki analogi dengan gelombang yang

2
ditampakkan pada tali yang diberi usikan (gambar 1). Sehingga apabila kita cermati

lebih dalam, gelombang tali maupun gelombang pada air yang merupakan efek getaran

(termasuk getaran suara) dapat kita simulasikan dengan konsep getarah harmonic pada

pegas yang diayunkan. Ada hubungan yang sederhana namun merupakan hubungan

matematis yang penting antara gerak harmonic sederhana dan gerak melingkar dengan

kelajuan konstan, hal ini seperti digambarka pada gambar 2:

Gambar 2.
“Pada suatu garis lurus, proyeksi sebuah partikel yang bergerak dengan gerak
melingkar seragam merupakan gerak harmonik sederhana.”

1.2. Teori Akustik

Kata akustik berasal dari bahasa Yunani ”akuostikos” yang berarti, segala sesuatu

yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat

mempengaruhi mutu bunyi. Akustik mempunyai tujuan untuk mencapai kondisi

pendengaran suara yang sempurna yaitu murni, merata, jelas dan tidak berdengung

sehingga sama seperti aslinya, bebas dari cacat dan kebisingan.

Akustik mempunyai ruang lingkup yang sangat luas dan menyentuh ke hampir

semua segi kehidupan manusia. Akustik lingkungan adalah menciptakan suatu

lingkungan, dimana kondisi ideal disediakan, baik dalam ruang tertutup maupun di

udara terbuka.

3
Faktor – faktor yang mendasari masalah akustik adalah :

1. Sumber suara

2. Perambatan suara

3. Penerimaan suara

4. Intensitas suara

5. Frekuensi suara

Faktor – faktor lain yang juga ikut mempengaruhi keberhasilan tata suara didalam ruang

antara lain faktor konstruksi bangunan, kualitas dan sifat bahan serta kondisi

lingkungan.

1.3. Perkembangan Akustik Auditorium

Untuk dapat mengenal akustik dengan baik, berikut diuraikan sejarah

perkembangannya yang berawal dari desain bangunan umum bangsa Yunani. Dahulu

perkembangan akustik ruang berasal dari kebutuhan akan perlakuan bunyi pada

bangunan umum, mulai dari perkembangan teater Yunani klasik dan Romawi, gereja

Gothic dan Baroque, gedung opera abad ke-19 serta gedung pertunjukan abad ke-20.

Dalam membangun tempat-tempat pertemuan umum, bangsa Yunani telah mempelajari

dasar-dasar akustik ruang dengan mengarahkan bunyi yang dikehendaki dan

mengurangi bunyi yang mengganggu. Bangunan-bangunan Yunani yang perlu

diperhatikan akustiknya seperti arena gladiator, tempat pertandingan, dan olah raga.

Bentuk denah teater Yunani antara lain berupa semi-circular atau semi-elliptical dengan

panggung melingkar di tengah dan tempat duduk penonton mengelilingi panggung

sedangkan di belakang panggung merupakan bangunan yang berfungsi sebagai ruang

ganti, ruang istirahat, ruang pelayanan (service) dan sebagainya. Bangsa Yunani

4
berusaha untuk mendapatkan kenyamanan garis pandang sekaligus pendengaran yang

baik dengan cara pengaturan tempat duduk yang bertingkat-tingkat. Maksud dan tujuan

pengaturan ini agar penonton dapat sedekat mungkin dengan panggung, sehingga dialog

dapat didengar dan ekspresi muka aktor dapat terlihat. Contoh teater yang masih ada

sampai saat ini antara lain teater berbentuk semi-elliptical di Herodes Atticus-Athena,

yang bentuknya didesain dengan menggunakan banyak permukaan pantul di sekeliling

panggung untuk memperkuat intensitas bunyi asli.

Pada perkembangan selanjutnya, bangsa Romawi memotong lingkaran panggung

menjadi setengah lingkaran, sehingga penonton menjadi lebih dekat dengan sumber

bunyi. Teater Romawi memperlihatkan tempat duduk yang bertingkat-tingkat lebih

curam dibandingkan dengan teater Yunani. Belakang panggung diberi latar belakang

dan ornamen, berfungsi untuk memantulkan bunyi dari panggung agar intensitas bunyi

langsung menjadi bertambah kuat. Contoh teater Romawi yang megah antara lain

Colloseum di Roma juga teater di Orange, Perancis yang dibangun abad ke-50 SM.

Setelah kerajaan Romawi jatuh, satu-satunya bangunan umum yang dibangun selama

abad pertengahan adalah gereja. Pada abad pertengahan, drama yang berkembang

berasal dari gereja katolik dengan karakteristik liturgis, kadang-kadang diiringi dengan

koor yang berfungsi juga untuk mengiringi misa (kebaktian). Ruang-ruang di katedral

biasanya tertutup sepenuhnya dengan volume sangat besar, sehingga waktu dengung

(reverberation time) dapat mencapai sekitar 8 detik. Akustik pada bangunan ini dengan

waktu dengung (reverberation time) yang panjang diperuntukkan bagi musik organ dan

koor gereja. Pada jaman Renaissance dan sesudahnya, bentuk terbuka teater Romawi

berkembang menjadi teater tertutup di Itali, sehingga bunyi dapat dipantulkan berulang

kali melalui dinding dan plafon, daripada diserap oleh udara terbuka. Contohnya pada

5
Teatro Olimpico di Vicenza (1585) yang dirancang oleh Palladio dan diselesaikan oleh

Scamozzi. Teater ini menjadi awal mula yang penting dari sejarah perkembangan teater

modern. Kemudian, bentuk denah berkembang menjadi bentuk U atau bentuk telur.

Tempat duduk di dalam kotak mengelilingi panggung secara berhadap-hadapan, dan

berkembang menjadi opera house. Contoh desain awal antara lain Teatro di Tor di Nona

(1671) serta Opera House di Bayreuth-Jerman (1748) yang mempertunjukkan music

khusus karya Wagner. Pengaturan tempat duduk seperti ini dipertahankan terus sampai

abad ke-19. Pada abad ke-19 beberapa nama yang menaruh perhatian terhadap akustik

muncul, diantaranya Lord Rayleigh dengan bukunya berjudul “The Theory of Sound”.

Sebelum abad ke-20, W.C. Sabine dari Univeristas Harvard telah merintis perancangan

akustik ruang, dengan teorinya ”Reverberation Time” (waktu dengung). Mulai saat itu,

ilmu akustik menjadi maju dengan pesat. Pada abad ke-20 (1927) Walter Gropius

mendesain “The Total Theatre” yang mengambil inspirasi dari teater Yunani. Denahnya

berbentuk oval dengan tempat duduk penonton melingkari panggung. Selain itu masih

banyak lagi desain-desain auditorium dengan kapasitas penonton lebih dari 2.000 orang,

yang tentunya membutuhkan desain akustik serius, seperti “The Boston Symphony

Hall” dengan kapasitas 2.600 tempat duduk (Legoh, 1993).

Parameter Akustik antara lain :

2.1 Bunyi

 Leslie L. Doelle (1986) mengatakan bahwa :

Bunyi memiliki dua definisi, secara fisis yaitu penyimpangan tekanan,

pergeseran partikel dalam medium elastik seperti udara (bunyi obyektif) dan

secara fisiologis yaitu sensasi pendengaran yang disebabkan oleh

penyimpangan fisis (bunyi subyektif).

6
 James Cowan (2010) mengatakan bahwa :

Bunyi dengan gelombang yang tidak berubah atau stabil walaupun didengar

dari jarak yang jauh dapat disebut sebagai point source atau sumber. Apabila

sumber tersebut berada dalam laju yang konstan maka sumber tersebut akan

menghasilkan nada murni yang dapat digambarkan dengan frekuensi

2.2 Frekuensi

 Leslie L. Doelle (1986) mengatakan bahwa :

Frekuensi merupakan jumlah pergeseran atau osilasi yang dilakukan sebuah

partikel dalam 1 sekon. Satuan dari frekuensi adalah hertz (Hz).

 James Cowan (2010) mengatakan bahwa :

Manusia dapat mendengar frekuensi antara 20 dan 20.000 Hz. Tingkatan

frekuensi yang paling sensitif terhadap pendengaran manusia adalah antara

500 dan 4000 Hz, tingkatan frekuensi yang dihasilkan oleh bunyi manusia.

Pendengaran manusia tidak terlalu sensitif terhadap nada rendah antara 20

dan 500 Hz serta nada tinggi antara 4000 dan 20.000 Hz. Frekuensi di bawah

20 Hz disebut sebagai infrasonic, dapat dirasakan sebagai getaran. Frekuensi

di atas 20.000 Hz disebut sebagai ultrasonic.

2.3 Desibel

 Leslie L. Doelle (1986) mengatakan bahwa :

Desibel (dB) adalah perubahan terkecil dalam tekanan bunyi yang dapat

dideteksi telinga pada umumnya.

7
Tingkatan tekanan bunyi :

Kantor pribadi, rumah yang tenang, percakapan yang tenang : 20– 40 dB

(lemah).

Rumah yang bising, percakapan pada umumnya : 40 – 60 Db (sedang).

Kantor yang bising : 60 – 80 dB (keras).

Bising lalulintas : 80 – 100 dB (sangat keras).

 James Cowan (2010) mengatakan bahwa :

Desibel (dB) adalah ukuran kekuatan medan bunyi pada skala logaritmik.

Dapat digunakan untuk menunjukkan besarnya tingkat bunyi pada suatu titik

dalam sebuah medan bunyi atau jumlah keseluruhan tingkat kekuatan sebuah

sumber bunyi. Dapat didefinisikan secara mametatik sebagai 10 dikalikan

dengan logaritma dari kuantitas yang diukur dengan nilai referensi dari

kuantitas yang sama, dimana kuantitas berhubungan dengan kekuatan dari

sumber.

2.4 Reverberation time (RT)

 James Cowan (2000) mengatakan bahwa :

Reverberation (gema/gaung) merupakan penumpukan bunyi dalam ruang,

yang dihasilkan oleh pemantulan gelombang bunyi yang berulang-ulang dari

seluruh permukaan sebuah ruang. Reverberation dapat menaikkan tingkat

bunyi dalam sebuah ruang sebanyak 15 dBA, serta mendistorsi kejelasan

perkataan dalam seminar. Reverberation dibutuhkan dalam ruangan yang

diperuntukkan untuk musik terutama musik klasik untuk memberi dan

menambah kesan elegan pada nada yang dihasilkan. Karena itu reverberation

8
memiliki karakter yang berbeda tergantung dari kegunaan sebuah ruang.

Reverberation (gema/gaung) dapat digambarkan atau diukur dengan

reverberation time.

9
BAB II

GELOMBANG BUNYI

2.1 Pengertian Gelombang Bunyi

Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal, karena gelombang

berosilasi searah dengan gerak gelombang tersebut, membentuk daerah bertekanan

tinggi dan rendah (rapatan dan renggangan). Partikel yang saling berdesakan akan

menghasilkan gelombang bertekanan tinggi, sedangkan molekul yang meregang akan

menghasilkan gelombang bertekanan rendah. Kedua jenis gelombang ini menyebar dari

sumber bunyi dan bergerak secara bergantian pada medium.

Gelombang bunyi adalah getaran/osilasi yang terjadi akibat fenomena tekanan,

regangan, perubahan posisi partikel, dan perubahan kecepatan partikel dari medium

pengantar gelombang suara itu sendiri (udara, air/cairan atau juga benda padat).

Getaran/osilasi itu sendiri, terjadi pada sumber suaranya, misalnya snar gitar dan juga

body gitar itu sendiri. Gelombang suara itu sendiri harus merambat melalui medium

(atau juga kombinasi medium2 dengan jenis berbeda, misalnya udara dan tembok atau

kaca jendela). Gelombang suara yang merambat di udara (umumnya) merupakan

penyebab terjadinya sensasi pendengaran pada telinga manusia. Seperti efek domino,

pergerakan gelombang terjadi dengan cara perpindahan energi yang terdapat pada

gelombang tersebut dari satu partikel ke satu partikel dekat lainnya pada suatu medium.

Kecepatan rambat gelombang bergantung pada kerapatan massa mediumnya. Di udara,

gelombang suara merambat dengan kecepatan kira-kira 340 m/s. Pada medium rambat

10
zat cair dan padat, kecepatan rambat gelombang suara menjadi lebih cepat yaitu 1500

m/s di dalam air dan 5000 m/s di dalam besi.

2.2 Cepat Rambat Bunyi

Gelombang bunyi dapat bergerak melalui zat padat, zat cair, dan gas, tetapi tidak

bisa melalui vakum, karena di tempat vakum tidak ada partikel zat yang akan

mentransmisikan getaran. Kemampuan gelombang bunyi untuk menempuh jarak

tertentu dalam satu waktu disebut Kecepatan Bunyi. Kecepatan bunyi di udara

bervariasi, tergantung temperatur udara dan kerapatannya. Apabila temperatur udara

meningkat, maka kecepatan bunyi akan bertambah. Semakin tinggi kerapatan udara,

maka bunyi semakin cepat merambat. Kecepatan bunyi dalam zat cair lebih besar

daripada cepat rambat bunyi di udara. Sementara itu, kecepatan bunyi pada zat padat

lebih besar daripada cepat rambat bunyi dalam zat cair dan udara. Cepat rambat bunyi

di udara bergantung pada jenis partikel yang membentuk udara tersebut. Persamaannya

dapat dituliskan sebagai berikut.

Keterangan:

γ = konstanta Laplace

R = tetapan umum gas (8,31 J/mol K)

Cepat rambat bunyi dalam zat padat ditentukan oleh modulus Young dan massa

jenis zat tersebut. Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut.

11
Keterangan:

E = modulus Young zat padat (N/m3)

ρ = massa jenis zat padat (kg/m2)

Di dalam zat cair, cepat rambat bunyi ditentukan oleh modulus Bulk dan kerapatan

(massa jenis) cairan tersebut. Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut.

Keterangan:

B = modulus Bulk (N/m2)

ρ = massa jenis zat cair (kg/m3)

2.3 Intensitas dan Taraf Intensitas

Pada dasarnya gelombang bunyi adalah rambatan energi yang berasal dari sumber

bunyi yang merambat ke segala arah, sehingga muka gelombangnya berbentuk bola

(sferis). Intensitas bunyi adalah energi gelombang bunyi yang menembus permukaan

bidang tiap satu satuan luas tiap detiknya. Apabila suatu sumber bunyi mempunyai daya

sebesar P watt, maka besarnya intensitas bunyi di suatu tempat yang berjarak r dari

sumber bunyi dapat dinyatakan :

12
dengan :

I = intensitas bunyi (watt/m2)

P = daya sumber bunyi (watt, joule/s)

A = luas permukaan yang ditembus gelombang bunyi (m2)

r = jarak tempat dari sumber bunyi (m)

Jika titik A berjarak r1 dan titik B berjarak r dari sumber bunyi, maka

perbandingan intensitas bunyi antara titik A dan B dapat dinyatakan dalam persamaan :

Dikarenakan keterbatasan pendengaran telinga manusia, maka para ahli

menggunakan istilah dalam intensitas bunyi dengan menggunakan ambang pendengaran

dan ambang perasaan.


Intensitas ambang pendengaran (Io) yaitu intensitas bunyi terkecil yang masih

mampu didengar oleh telinga, Besarnya ambang pendengaran berkisar pada

10-12 watt/m2


Intensitas ambang perasaan yaitu intensitas bunyi yang terbesar yang masih

dapat didengar telinga tanpa menimbulkan rasa sakit. Besarnya ambang

perasaan berkisar pada 1 watt/m2

Taraf intensitas bunyi merupakan perbandingan nilai logaritma antara intensitas

bunyi yang diukur dengan intensitas ambang pendengaran (I o) yang dituliskan dalam

persamaan :

13
dengan :

TI = taraf intensitas bunyi (dB = desi bell)

I = intesitas bunyi (watt/m2)

Io = intensitas ambang pendengaran (Io = 10-12 watt/m2)

2.4 Efek Doppler

Efek Doppler adalah perubahan frekuensi yang diterima pendengar dibanding

dengan frekuensi sumbernya akibat gerak relatif pendengar dan sumber. Gejala

perubahan frekuensi ini ditemukan oleh Christian Johanm Doppler (1803-1855),

seorang fisikawan Austria. Secara matematis efek Doppler dinyatakan sebagai berikut.

dengan :

fp = frekuensi bunyi yang diterima pendengar (Hz)

fs = frekuensi bunyi sumber (Hz)

V = cepat rambat bunyi di udara (m/s)

Vs = kecepatan sumber bunyi (m/s)

Vp = kecepatan pendengar (m/s) (±) = operasi kecepatan relatif,

(+) untuk kecepatan berlawanan arah

(-) untuk kecepatan searah

14
2.5 Sifat-Sifat Gelombang Bunyi

Sifat-sifat umum tentang gelombang, yaitu pembiasan (refraksi), pemantulan

(refleksi), pelenturan (difraksi), interferensi, dan polarisasi. Bunyi merupakan salah satu

bentuk gelombang. Oleh karena itu, gelombang bunyi juga mengalami peristiwa-

peristiwa tersebut.

i. Pemantulan Gelombang Bunyi

Mengapa saat Anda berteriak di sekitar tebing selalu ada bunyi yang menirukan

suara Anda tersebut? Mengapa suara Anda terdengar lebih keras ketika berada

di dalam gedung? Kedua peristiwa tersebut menunjukkan bahwa bunyi dapat

dipantulkan. Bunyi pantul dapat memperkuat bunyi aslinya. Itulah sebabnya

suara musik akan terdengar lebih keras di dalam ruangan daripada di lapangan

terbuka.

ii. Pembiasan Gelombang Bunyi

Sesuai dengan hukum pembiasan gelombang bahwa gelombang yang datang

dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat akan dibiaskan mendekati

garis normal atau sebaliknya. Pada siang hari, suhu udara di permukaan lebih

tinggi daripada di atasnya. Hal tersebut menyebabkan lapisan udara pada

bagian atas lebih rapat daripada di bawahnya. Sehingga, pada siang hari arah

rambat bunyi dibiaskan menjauhi garis normal (melengkung ke atas).

Akibatnya, suara teriakan yang cukup jauh pada siang hari terdengar kurang

jelas. Sebaliknya, pada malam hari lapisan udara di permukaan lebih rapat

daripada di atasnya. Sehingga, arah rambat bunyi dibiaskan mendekati garis

normal (melengkung ke bawah). Akibatnya, suara teriakan yang cukup jauh

pada malam hari

15
terdengar lebih jelas.

iii. Difraksi Gelombang Bunyi

Difraksi adalah peristiwa pelenturan gelombang ketika melewati celah, yang

ukuran celahnya se-orde dengan panjang gelombangnya. kaca pembatas loket

pembayaran di sebuah bank yang sengaja dibuat dengan beberapa lubang kecil

agar gelombang bunyi tidak memantul, walaupun arah rambat bunyi tidak

berupa garis lurus. Gelombang bunyi mudah mengalami difraksi karena

gelombang bunyi di udara memiliki panjang gelombang sekitar beberapa

sentimeter sampai beberapa meter. Bandingkan dengan cahaya yang memiliki

panjang gelombang berkisar 500 mm.

iv.Interferensi Gelombang Bunyi

Interferensi Gelombang Bunyi terjadi jika beda lintasannya merupakan

kelipatan bilangan bulat dari setengah panjang gelombang bunyi, secara

matematis dituliskan sebagai berikut

dengan n = 0, 1, 2, 3, ...n = 0, n = 1, dan n = 2 berturut-turut untuk bunyi kuat

pertama, bunyi kuat kedua, dan bunyi kuat ketiga.

v. Pelayangan Bunyi

Interferensi yang ditimbulkan dari dua gelombang bunyi dapat menyebabkan

peristiwa pelayangan bunyi, yaitu penguatan dan pelemahan bunyi. Hal

tersebut terjadi akibat superposisi dua gelombang yang memiliki frekuensi

yang sedikit berbeda dan merambat dalam arah yang sama. Jadi, satu

pelayangan didefinisikan sebagai dua bunyi keras atau dua bunyi lemah yang

16
terjadi secara berurutan, (layangan = kuat — lemah — kuat atau lemah — kuat

— lemah). Jika kedua gelombang bunyi tersebut merambat bersamaan, akan

menghasilkan bunyi paling kuat saat fase keduanya sama. Jika kedua getaran

berlawanan fase, akan dihasilkan bunyi paling lemah. Jika kedua gelombang

bunyi tersebut merambat bersamaan, akan menghasilkan bunyi paling kuat saat

fase keduanya sama. Jika kedua getaran berlawanan fase, akan dihasilkan

bunyi paling lemah. Secara matematis pelayangan bunyi dapat dinyatakan

sebagai berikut :

17
BAB III

METODE PENGUKURAN SERAP SUARA

Kriteria yang biasa dipakai untuk mengukur kualitas akustik ruang auditorium

adalah parameter subjektif dan objektif. Parameter subjektif lebih banyak ditentukan

oleh persepsi individu, berupa penilaian terhadap seorang pembicara oleh pendengar

dengan nilai indeks antara 0 sampai 10. Parameter subjektif meliputi intimacy,

spaciousness atau envelopment, fullness, dan overal impressions yang biasanya dipakai

untuk akustik teater dan concert hall (Legoh, 1993). Paramater ini memiliki banyak

kelemahan karena persepsi masing-masing individu dapat memberikan penilaian yang

berbedabeda sesuai dengan latar belakang individu, sehingga diperlukan metoda

pengukuran yang lebih objektif dan bersifat analitis seperti bising latar belakang

(background noise), distribusi Tingkat Tekanan Bunyi (TTB), RT (Reverberation

Time), EDT (Early Decay Time), D50 (Deutlichkeit), C50, C80 (Clarity), dan TS

(Centre Time).

3.1 Tingkat Bising Latar Belakang (Background Noise Level)

Dalam setiap ruangan, dirasakan atau tidak, akan selalu ada suara. Hal ini menjadi

dasar pengertian tentang adanya bising latar belakang (background noise). Bising latar

belakang dapat didefinisikan sebagai suara yang berasal bukan dari sumber suarautama

atau suara yang tidak diinginkan. Dalam suatu ruangan tertutup seperti auditorium maka

bising latar belakang dihasilkan oleh peralatan mekanikal atauelektrikal di dalam ruang

seperti pendingin udara (air conditioning), kipas angin, dan seterusnya. Demikian pula,

18
kebisingan yang datang dari luar ruangan, seperti bising lalu lintas di jalan raya, bising

di area parkir kendaraan, dan seterusnya. Bising latar belakang tidak dapat sepenuhnya

dihilangkan, akan tetapi dapat dikurangi atau diturunkan melalui serangkaian perlakuan

akustik terhadap ruangan. Besaran bising latar belakang ruang dapat diketahui melalui

pengukuran Tingkat Tekanan Bunyi (TTB) di dalam ruangan pada rentang frekuensi

tengah pita oktaf antara 63 Hz sampai dengan 8 kHz, dimana hasil pengukuran

digunakan untuk menentukan kriteria kebisingan ruang dengan cara memetakannya

pada kurva kriteria kebisingan (Noise Criteria – NC).

3.2 Distribusi Tingkat Tekanan Bunyi (TTB)

Salah satu tujuan dalam mendesain ruang auditorium adalah mencapai suatu

tingkat kejelasan yang tinggi sehingga diharapkan agar setiap pendengar pada semua

posisi menerima tingkat tekanan bunyi yang sama. Suara yang dipancarkan oleh

pembicara atau pemusik diupayakan dapat menyebar merata dalam auditorium, agar

para pendengar dengan posisi yang berbeda-beda dalam auditorium tersebut memiliki

penangkapan dan pemahaman yang sama akan informasi yang disampaikan oleh

pembicara maupun pemusik. Syarat agar pendengar dapat menangkap informasi yang

disampaikan meskipun dalam posisi berbeda adalah selisih antara tingkat tekanan bunyi

terjauh dan terdekat tidak lebih dari 6 dB. Jika dalam suatu ruangan yang relatif kecil di

mana sumber bunyi dengan tingkat suara yang normal telah mampu menjangkau

pendengar terjauh, maka hampir dapat dipastikan bahwa distribusi tingkat tekanan bunyi

dalam ruangan tersebut telah merata.

19
3.3 Respon Impuls Ruang

a. Waktu Dengung (Reverberation Time)

Parameter yang sangat berpengaruh dalam desain akustik auditorium adalah

waktu dengung (Reverberation Time). Hingga saat ini, waktu dengung tetap

dianggap sebagai kriteria paling penting dalam menentukan kualitas akustik

suatu auditorium. Dalam geometri akustik disebutkan bahwa bunyi juga

mengalami pantulan jika mengenai permukaan yang keras, tegar, dan rata,

seperti plesteran, batu bata, beton, atau kaca. Selain bunyi langsung, akan

muncul pula bunyi yang berasal dari pantulan tersebut. Bunyi yang

berkepanjangan akibat pemantulan permukaan yang berulang-ulang ini

disebut dengung. Waktu dengung adalah waktu yang dibutuhkan suatu energi

suara untuk meluruh hingga sebesar sepersatujuta dari energi awalnya, yaitu

sebesar 60 dB. Sabine (1993) mendefinisikan waktu dengung yaitu waktu

lamanya terjadi dengung di dalam ruangan yang masih dapat didengar. Dalam

perkembangannya, waktu dengung tidak hanya didasarkan pada peluruhan 60

dB saja, tetapi juga pada pengaruh suara langsung dan pantulan awal (EDT)

atau peluruhan-peluruhan yang terjadi kurang dari 60 dB, seperti 15 dB

(RT15), 20 dB (RT20), dan 30 dB (RT30). Waktu dengung (Reverberation

Time) sangat menentukan dalam mengukur tingkat kejelasan speech.

Auditorium yang memiliki waktu dengung terlalu panjang akan

menyebabkan penurunan speech inteligibility, karena suara langsung masih

sangat dipengaruhi oleh suara pantulnya. Sedangkan auditorium dengan

waktu dengung terlalu pendek akan mengesankan ruangan tersebut “mati”.

20
b. EDT (Early Decay Time)

EDT atau Early Decay Time yang diperkenalkan oleh V. Jordan yaitu

perhitungan waktu dengung (RT) yang didasarkan pada pengaruh bunyi awal

yaitu bunyi langsung dan pantulan-pantulan awal yaitu waktu yang

diperlukan Tingkat Tekanan Bunyi (TTB) untuk meluruh sebesar 10 dB.

Pengukuran EDT disarankan untuk menghitung parameter subjektif seperti

reverberance, clarity, dan impression.

c. Definition atau Deutlichkeit ( a time window of 50 ms), D50

Definition merupakan kemampuan pendengar membedakan suara dari

masing-masing instrumen dalam sebuah pertunjukan musik dalam kondisi

transien, nada dasar dan harmoniknya mulai membentuk sehingga

kemungkinan terjadi variasi spektrum. Definition juga merupakan kriteria

dalam penentuan kejelasan pembicaraan dalam suatu ruangan dengan cara

memanfaatkan konsep perbandingan energi yang termanfaatkan dengan

energi suara total dalam ruangan. D50 merupakan rasio antara energi yang

diterima pada 50 ms pertama dengan total energi yang diterima. Durasi 50 ms

disebut juga batas kejelasan speech yang dapat diterima. Semakin besar nilai

D50 maka semakin baik pula tingkat kejelasan pembicaraan, karena semakin

banyak energi suara yang termanfaatkan dalam waktu 50 ms. Inteligibilitas

atau kejelasan yang baik didapatkan untuk harga D50 >0%. Adapun kategori

penilaian bagi speech intelligibility berdasarkan D50 dapat diukur seperti

pada Tabel 1.

21
Tabel 1. Kategori penilaian Speech Intelligibility berdasarkan D50

D50(%) SI (%) Kategori

0- 20 0-60 Sangat buruk

20-30 60-80 Buruk

30-45 80-90 Cukup/sedang

45-70 90-97,5 Bagus

70-80 97,5-100 Sangat bagus

d. Clarity atau Klarheitsmass (C50 ; C80)

Clarity diukur dengan membandingkan antara energi suara yang

termanfaatkan (yang datang sekitar 0.05 – 0.08 detik pertama setelah suara

langsung) dengan suara pantulan yang datang setelahnya, dengan mengacu

pada asumsi bahwa suara yang ditangkap pendengar dalam percakapan

adalah antara 50-80 ms dan suara yang datang sesudahnya dianggap suara

yang merusak. Semakin tinggi nilai C50, maka semakin pendek waktu

dengung, demikian pula sebaliknya. Tingkat kejelasan pembicaraan akan

bernilai baik jika C50 lebih kecil atau sama dengan -2 dB. C80 merupakan

rasio dalam dB antara energi yang diterima pada 80 ms pertama dari signal

yang diterima dan energi yang diterima sesudahnya. Batas ini ditujukan untuk

kejelasan pada musik. Nilai C80 adalah nilai parameter yang terukur lebih

dari 80 ms, semakin tinggi nilai C80 maka suara akan semakin tidak bagus.

22
e. TS (Centre Time)

TS merupakan waktu tengah antara suara datang (direct) dan suara pantul

(early to late), semakin tinggi nilai TS maka kejernihan suara akan semakin

buruk.TS merupakan sebuah titik dimana energi diterima sebelum titik ini

seimbang dengan energi yang diterima sesudah titik tersebut. TS sebagai

pengukur sejauh mana kejelasan sebuah suara diterima oleh pendengar, di

mana semakin rendah nilai TS semakin jelas suara yang diterima. Menurut

Ribeiro (2002), parameter objektif berupa respon impuls ruang yang meliputi

waktu dengung (Reverberation Time), waktu peluruhan (Early Decay Time),

D50 (Definition), C50, C80 (Clarity) dan TS (Centre Time) memiliki standar

besaran optimum tertentu yang perlu diperhatikan,

f. Parameter Subjektif

Parameter subjektif (berupa intimacy) merupakan impresi dalam kualitas

bunyi yang seolah-olah sumber bunyi berada di dekat pendengar, atau disebut

pula “presence”.Spaciousness atau envelopment merupakan kriteria bunyi

yang seolah-olah meliputi seluruh ruang dengan merata. Sedangkan fullness

of tone merupakan karakter yang mudah dikenali dalam musik, berkaitan

dengan kualitas bunyi yang dihasilkan oleh instrumen musik secara

memuaskan, kualitasnya sangat ditentukan oleh waktu dengung.Overal

impression merupakan penilaian rata-rata dari semua parameter yang penting.

Kondisi akustik suatu pertunjukan perlu disesuaikan dengan karakter kebutuhan

akustik bagi suatu pertunjukan. Untuk ruang yang tidakterlalu besar, sampai dengan

2.800 m2, perlakuan akustiknya tidak begitu berbeda.Namun, untuk ruang yang lebih

23
besar, pilihan waktu dengung yang tepat perlu dikompromikan. Apabila auditorium

tidak dilengkapi oleh sistem pengeras suaraelektronik (elektro-akustik ), sebaiknya

jumlah penonton dibatasi sampai 1.000 orang. Bila ruang dilengkapi dengan sistem

pengeras suara elektronik, maka karakter akustikyang diinginkan dapat diatur dengan

mudah, disesuaikan dengan waktu dengung yang tepat untuk kebutuhan tertentu. Sistem

tersebut dapat dipakai untuk mengubah dan menyesuaikan kondisi akustik yang

dibutuhkan.

24
BAB IV

MEDIA PENYERAP SUARA

4.1. Karakteristik Media Penyerap Suara

Material memiliki reaksi reaksi yang berbeda terhadap bunyi dengan frekuensi

yang berbeda. Pada umumnya material dengan nilai NRC di bawah 0.20 bersifat

reflektif, sedangkan material dengan nilai NRC di atas 0.40 bersifat menyerap.

25
4.2. Jenis-jenis media penyerap suara :

1. Bata : Merupakan blok bangunan moduler, terbuat dari tanah liat, bersifat

sebagai pereduksi udara yang sangat baik terutama pada sistem dua

paralel dibuat tanpa hubungan dengan adukan semen atau tanpa pelapis.

2. Beton : Material hasil campuran dari bahan air mempunyai daya yang kuat

terhadp gaya tekan, digunakan untuk struktur slab atau dinding

struktural. Beton merupakan pereduksi kebisingan udara yang sangat

baik, dan tidak bersifat sebagai penyerap. Bila beton diberi celah udara

dapat menyerap kebisingan dengan lebih baik lagi.

3. Unit-unit blok beton : Digunakan sebagai modular bangunan, bersifat mereduksi

bunyi dan sangat baik, tergantung pada berat dan tidak pada kepadatan

blok beton.

4. Kaca : Merupakan bahan transparan dari silikat yang sangat ringan, dan bersifat

sebagai pereduksi yang sangat baik terutama pada frekuensi menengah.

Kualitas dapat ditingkatkan dengan sistem berlapis dan berfungsi

sebagai penyerap kebisingan tetapi beresiko pada resonansi frekuensi

rendah.

5. Plywood : Jenis material ini tidak efektif untuk mereduksi bunyi kecuali bila

digabung dengan material lain tetapi bila bentuknya tipis dapat menjadi

26
penyerap yang kuat pada frekuensi rendah. Bahan plywood merupakan

pemantul bunyi yang cukup baik.

6. Rangka baja : Merupakan material dengan banyak kemungkinan. Susunan untuk

menopang lantai atau atap sifatnya tidak mereduksi bunyi karena cukup

kaku. Material baja berlubang yang dilengkapi dengan bahan penyerap

seperti fiberglass, bersifat menyerap bunyi (NRC 0,5-0,9). Bahan yang

banyak digunakan dalam sistem ekspos untuk mengurangi kebisingan

dan dengung.

7. Busa akustik : Merupakan material penyerap yang baik (NRC 0,25-0,9) sebagai

bahan pengisi pada kursi teater sehingga dengan kosongnya penonton

tidak akan mengakibatkan perubahan dengung dalam ruang.

8. Kaca laminasi : Penggabungan dua atau lebih lembar kaca dengan perekat. Jika

dibandingkan dengan kaca tunggal, akan berfungsi sebagai pereduksi

bunyi yang lebih baik.

9. Karpet : Jenis material yang berfungsi sebagai bahan absorbs ruang dalam

bentuk elemen lantai dengan tingkat penyerapan tinggi. Keberhasilan

fungsi ditentukan oleh tebal dan proporsi bahan

10. Tirai dan tenunan : Beberapa jenis kain yang berfungsi sebagai penyerap bunyi

yang baik bila memiliki (± 500 gr/m²). Tirai yang ringan hanya

27
memiliki NRC 0,2 dan tirai yang berat berat dapat memiliki NRC lebih

dari 0,7.

11. Selimut berserat : Berupa fiberglassyang digunakan untuk dinding atau plafon

ekspos, berfungsi mengabsorbsi bunyi serta mereduksi kebisingan dan

dengung (NRC 0,9).

12. Papan berserat : Biasa digunakan untuk panel dinding atau plafon, merupakan

material penyerap yang baik tergantung dari ketebalannya (NRC 0,75-

0,9).

13. Semprotan berserat : Bersifat sebagai penyerap bunyi yang sangat baik dalam

bentuk selimut atau papan, tergantung pada ketebalan, kepadatan dan

diameter bahan.

14. Fiber mineral dan selulosa : Jenis bahan fiber yang sering digunakan sebagai

ubin, selimut, papan atau semproten untuk penyerap bunyi.

28
BAB V

KEBISINGAN LINGKUNGAN

5.1. Pengertian Kebisingan

Kebisingan adalah suara ditempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja

(occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau tidak diinginkan

secara fisik (menyakitkan pada telinga pekerja) dan psikis (mengganggu konsentrasi dan

kelancaran komunikasi) yang akan menjadi polutan bagi lingkungan, sehingga

kebisingan didefinisikan sebagai polusi lingkungan yang disebabkan oleh suara (Sihar

Tigor B.T., 2005). Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang

bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat

tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (PER.13/MEN/X/2011).

Suara adalah sensasi yang sewaktu vibrasi longitudinal dari molekul-molekul

udara, yang berupa gelombang mencapai membrana timpani dari telinga (Perhimpunan

Ahli Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Indonesia, 1985). Tambunan (2005),

menyatakan bahwa dalam konteks keselamatan dan kesehatan kerja, pembahasan suara

(sound) agak berbeda dibandingkan pembahasan-pembahasan suara dalam ilmu fisika

murni maupun fisika terapan. Dalam K3, pembahasan suara lebih terfokus pada potensi

gelombang suara sebagai salah satu bahaya lingkungan potensial bagi pekerja di tempat

kerja beserta teknik-teknik pengendaliannya.

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam

tingkat dan waktu dan tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia

dan kenyamanan lingkungan (Kepmen LH No 48. tahun 1996). Menurut Suma’mur

29
(2009), bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengaran dalam

telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau

suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya,

dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau

timbul diluar kemauan orang yang bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara

demikian dinyatakan sebagai kebisingan. Kebisingan didefinisikan sebagai bunyi yang

tidak dikehehndaki. Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja,

seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian,

atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan pendengaran, misalnya

gangguan terhadap pendengaran dan gangguan pendengaran seperti komunikasi

terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performa kerja, kelelahan dan

stres.

Jenis pekerjaan yang melibatkan paparan terhadap kebisingan antara lain

pertabangan, pembuatan terowongan, mesin berat, penggalian (pengeboman,

peledakan), mesin tekstil, dan uji coba mesin jet. Bising dapat didefinisikan sebagai

bunyi yang tidak disukai, suara yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan.

Suara bising adalah suatu hal yang dihindari oleh siapapun, lebih-lebih dalam

melaksanakan suatu pekerjaan, karena konsentrasi pekerja akan dapat terganggu.

Dengan terganggunya konsentrasi ini maka pekerjaan yang dilakukkan akan banyak

timbul kesalahan ataupun kerusakan sehingga akan menimbulkan kerugian (Anizar,

2009).

Frekuensi kebisingan juga penting dalam menentukan perasaan yang subjektif,

namun bahaya di area kebisingan tergantung pada frekuensi bising yang ada (Ridley,

2003). Menurut Harrianto (2008), tuli dapat disebabkan oleh tempat kerja yang terlalu

30
bising. Yang dimaksud dengan “tuli akibat kerja” yaitu gangguan pendengaran parsial

atau total pada satu atau kedua telinga yang didapat di tempat kerja. Termasuk dalam

hal ini adalah trauma akustik

5.2. Jenis – Jenis Kebisingan

Menurut Buchari (2007), kebisingan dibagi menjadi 4 jenis yaitu :

1. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas, misalnya mesin-

mesin, dapur pijar, dan lain-lain.

2. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit, misalnya gergaji

serkuler, katup gas, dan lain-lain.

3. Kebisingan terputus-putus (intermitten/interuted noise) adalah kebisingan dimana

suara mengeras dan kemudian melemah secara perlahan-lahan, misalnya lalu-lintas,

suara kapal terbang di lapangan udara.

Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dibagi atas:

1. Bising yang mengganggu (irritating noise). Intensitas tidak terlalu keras, misalnya

mendengkur.

2. Bising yang menutupi (masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi

pendengaran yang jelas. Secra tidak langsung bunyi ini akan mempengaruhi

kesehatan dan keselamatan pekerja, karena teriakan isyarat atau tanda bahaya

tenggelam dari bising dari sumber lain.

3. Bising yang merusak (damaging/injurious noise), adalah bunyi yang melampaui

NAB. Bunyi jenis ini akan merusak/menurunkan fungsi pendengaran.

31
5.3. Pengukuran Kebisingan

Untuk mengukur kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan dengan

menggunakan alat Sound Level Meter. Sebelumnya, intensitas bunyi adalah jumlah

energi bunyi yang menembus tegak lurus bidang per detik.

Metode pengukuran akibat kebisingan di lokasi kerja, yaitu:

1) Pengukuran dengan titik sampling

Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi ambang batas hanya

pada satu atau beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk

mengevalusai kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana,

misalnya kompresor/generator. Jarak pengukuran dari sumber harus dicantumkan,

misal 3 meter dari ketinggian 1 meter. Selain itu juga harus diperhatikan arah

mikrofon alat pengukur yang digunakan.

Gambar Sound Level Meter

2) Pengukuran dengan peta kontur

Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam mengukur

kebisingan, karena peta tersebut dapat menentukan gambar tentang kondisi

32
kebisingan dalam cakupan area. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat

gambar isoplet pada kertas berskala yang sesuai dengan pengukuran yang dibuat.

Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk menggambarkan keadaan kebisingan,

warna hijau untuk kebisingan dengan intensitas di bawah 85 dBA, warna oranye

untuk tingkat kebisingan yang tinggi di atas 90 dBA, warna kuning untuk

kebisingan dengan intensitas antara 85–90 dBA.

5.4. Nilai Ambang Batas Kebisingan

NAB menurut Kepmenaker No. per-51/ MEN/ 1999, ACGIH, 2008 dan SNI 16-

7063-2004 adalah 85dB untuk pekerja yang sedang bekerja selama 8 jam perhari atau

40 jam perminggu. Nilai ambang batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah

intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih diterima tenaga kerja tanpa

menghilangkan daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari 8

jam sehari atau 40 jam perminggu. Menurut Permenaker No. per-51/MEN/1999,

ACGIH dan SNI 16-7063-2004, waktu maksimum bekerja dapat dirumuskan sebagai

berikut:

33
Kebisingan di atas 80 dB dapat menyebabkan kegelisahan, tidak enak badan,

kejenuhan mendengar, sakit lambung, dan masalah peredaran darah. Kebisingan yang

berlebihan dan berkepanjangan terlihat dalam masalah-masalah kelainan seperti

penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan luka perut. Pengaruh kebisingan yang

merusak pada efisiensi kerja dan produksi telah dibuktikan secara statistik dalam

beberapa bidang industri (Prasetio, 2006).

5.5. Pengaruh Paparan Bising Terhadap Kesehatan Pekerja

Sanders dan Mc Cormick, 1987, dan Pulat, 1992, dalam Tarwaka (2004)

menyatakan bahwa pengaruh pemaparan kebisingan secara umum ada dua berdasarkan

tinggi rendahnya intensitas kebisingan dan lamanya waktu pemaparan, yaitu:

1. Pengaruh kebisingan intensitas tinggi (di atas NAB)

a. Pengaruh kebisingan intensitas tinggi terjadinya kerusakan pada indera

pendengaran yang dapat menurunkan pendengaran baik yang bersifat

sementara maupun permanen atau ketulian.

34
b. Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila jenis kebisingannya terputus-

putus dan sumbernya tidak diketahui.

c. Secara fisiologis, kebisingan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan

gangguan kesehatan seperti, meningkatnya tekanan darah (± 10 mmHg),

peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama tangan dan kaki,

serta dapat menyebabkan pucat, gangguan sensoris dan denyut jantung, risiko

serangan jantung meningkat, dan gangguan pencernaan.

d. Reaksi masyarakat, apabila kebisingan akibat dari suatu proses produksi

demikian hebatnya, sehingga masyarakat sekitarnya protes menuntut agar

kegiatan tersebut dihentikan.

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus

atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10

mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan

kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Bising dengan intensitas

tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala.Hal ini disebabkan bising dapat

merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam yang akan menimbulkan

efek pusing/vertigo. Perasaan mual, susah tidur dan sesak nafas disbabkan oleh

rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin,

tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.

2. Pengaruh kebisingan intensitas rendah (di bawah NAB)

Secara fisiologis intensitas kebisingan yang masih di bawah NAB tidak menyebabkan

kerusakan pendengaran, namun demikian kehadirannya sering dapat menurunkan

35
performasi kerja, sebagai salah satu penyebab stres dan gangguan kesehatan lainnya.

Stres yang disebabkan karena pemaparan kebisingan dapat menyebabkan antara lain:

a. Stres menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur. Seperti

halnya dampak dari bising intensitas tinggi, bising intensitas rendah juga dapat

merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga yang akan menimbulkan

efek pusing/vertigo. Perasaan mual, susah tidur, dan sesak nafas disebabkan

oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar

endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan, dan keseimbangan elektrolit.

b. Gangguan reaksi psikomotorik.

c. Kehilangan konsentrasi.

d. Gangguan konsentrasi antara lawan bicara. Biasanya disebabkan masking effect

(bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan

suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan berteriak. Gangguan

ini mengakibatkan terganggunya pekerja, sampai pada kemungkinan terjadinya

kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan

komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang.

e. Penurunan performasi kerja yang kesemuanya itu akan bermuara pada

kehilangan efisiensi dan produktivitas.

36
5.6. Pengendalian Kebisingan

Secara konseptual teknik pengendalian kebisingan yang sesuai dengan hirarki

pengendalian risiko (Tarwaka, 2008) adalah :

1. Eliminasi

Eliminasi merupakan suatu pengendalian risiko yan bersifat permanen dan harus

dicoba untuk diterapkan sebagai pilihan prioritas utama. Eliminasi dapat dicapai

dengan memindahkan objek kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan

tempat kerja yang kehadirannya pada batas yang tidak dapat diterima oleh

ketentuan, peraturan dan standart baku K3 atau kadarnya melebihi Nilai Ambang

Batas (NAB).

2. Subtitusi

Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan bahan-bahan dan peralatan

yang berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau

yang lebih aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih bias

ditoleransi atau dapat diterima.

3. Engenering Control

Pengendalian dan rekayasa tehnik termasuk merubah struktur objek kerja untuk

menceganh seseorang terpapar kepada potensi bahaya, seperti pemberian pengaman

pada mesin.

4. Isolasi

Isolasi merupakan pengendalian risiko dengan cara memisahkan seseorang dari

objek kerja. Pengendalian kebisingan pada media propagasi dengan tujuan

menghalangi paparan kebisingan suatu sumber agar tidak mencapai penerima,

contohnya : pemasangan barier, enclosure sumber kebisingan dan tehnik

37
pengendalian aktif (active noise control) menggunakan prinsip dasar dimana

gelombang kebisingan yang menjalar dalam media penghantar dikonselasi dengan

gelombang suara identik tetapi mempunyai perbedaan fase 180 0 pada gelombang

kebisingan tersebut dengan menggunakan peralatan control.

5. Pengendalian Administratif

Pengendalian administratif dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang

dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya. Metode

pengendalian ini sangat tergantung dari perilaku pekerja dan memerlukan

pengawasan yang teratur untuk dipatuhinya pengendalian secara administratif ini.

Metode ini meliputi pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk

mengurangi kelelahan dan kejenuhan.

6. Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri secara umum merupakan sarana pengendalian yang digunakan

untuk jangka pendek dan bersifat sementara, ketika suatu sistem pengendalian yang

permanen belum dapat

diimplementasikan. APD (Alat Pelindung Diri) merupakan pilihan terakhir dari

suatu sistem pengendalian risiko tempat kerja. Antara lain dapat dengan

menggunakan alat proteksi pendengaran berupa : ear plug dan ear muff. Ear plug

dapat terbuat dari kapas, spon, dan malam (wax) hanya dapat digunakan untuk satu

kali pakai. Sedangkan yang terbuat dari bahan karet dan plastik yang dicetak

(molded rubber/ plastic) dapat digunakan berulang kali. Alat ini dapat mengurangi

suara sampai 20 dB(A). Sedangkan untuk ear muff terdiri dari dua buah tutup

telinga dan sebuah headband. Alat ini dapat mengurangi intensitas suara hingga 30

38
dB(A) dan juga dapat melindungi bagian luar telinga dari benturan benda keras atau

percikan bahan kimia.

39
BAB VI

PANEL AKUSTIK

6.1. Panel Akustik Meningkatkan Kualitas Suara

Menciptakan panel akustik untuk ruang dengar anda dapat dilakukan dengan sederhana

seperti menggantung permadani di dinding sampai pada panel-panel akustik yang

canggih dengan perhitungan dan material khusus. Anda dapat merasakan perubahan

kualitassuara hanya dengan menambahan atau memindahkan bahan-bahan yang umum

sepertikarpet, permadani, dan gorden. Panel akustik ini tergolong murah dan sederhana,

terkadangmemiliki estetika yang lebih baik dan menyenangkan. Pada tulisan ini saya

mengajak untuk memahami teori panel akustik dan teknik perancangan panel akustik

yang sederhana.

Gambar 6.1

40
Beberapa reaksi permukaan terhadap gelombang suara Pada gambar 6.1 kita lihat

beberapa reaksi permukaan terhadap gelombang suara.

1. Reaksi serap

Reaksi serap terjadi akibat turut bergetarnya material terhadap gelombang suara

yang sampai pada permukaan material tersebut. Getaran suara yang sampai

dipermukaan turut menggetarkan partikel dan pori – pori udara pada material

tersebut. Sebagian dari getaran tersebut terpantul kembali ke ruangan, sebagian

berubah menjadi panas dan sebagian lagi di teruskan ke bidang lain dari material

tersebut. Contohnya kita dapat mendengarkan suara musik yang diputar dari ruang

sebelah kita jika dinding ruang tersebut tidak dipasangkan peredam suara.

Umumnya bahan kain, kapas, karet dan sejenisnya memililki reaksi serap yang

lebih tinggi terhadap gelombang suara dengan frekuensi tinggi dibandingkan

dengan frekuensi rendah. Sedangkan bahan tembok, kaca, besi, kayu umumnya

meneruskan sebagian energi gelombang nada rendah ke sisi lain dari material

tersebut, dan sebagian gelombang suara bergetarnya menjadi panas dan sebagian

lagi dipantulkan kembali ke ruang dengar.

2. Reaksi pantulan

Hampir semua permasalahan ruang dengar adalah minimnya panel akustik pada

permukaan dinding, lantai, plafon ruang tersebut. Jika permukaan dinding, lantai

dan plafon memantulkan kembali sebagian dari energi suara maka kita akan

mendengar suara pantulan. Suara pantulan ini bagai bola ping pong yang mana

pantulan suara terdengar walau suara asli telah mati. Dalam ruang kosong anda

dapat menepuk tangan anda dan mendengar suara pantulan setelah anda menepuk

41
tangan anda. Suara pantulan terjadi berkali-kali dengan waktu dan bunyi yang tak

teratur. Efek ini seperti anda masuk ke rumah cermin dimana anda dapat melihat

bayangan anda berpuluh – puluh jumlahnya. Suara pantulan ini mengaburkan suara

hentakan alat musik dan memberi bunyi tambahan setelah hentakan alat musik,

Lakukan eksperimen dengan menepukan tangan anda di beberapa ruang dirumah

seperti kamar mandi, ruang makan, kamar tidur dsb. Jika ruang dengar anda

memiliki suara pantulan sama dengan apa yang anda dengar didalam kamar mandi

maka anda perlu panel akustik untuk magatasi masalah ini. Mengatasi suara

pantulan sangatlah mudah, dengan solusi sederhana yaitu dengan meletakkan panel

akustik yang berfungsi sebagai penyerap suara yang tak diinginkan atau diffuser

yang menyebarkan energi pantulan ke berbagai arah, akan meniadakan

pengulangan pantulan suara. Materialnya bisa berupa permadani yang digantung di

dinding, karpet diatas lantai, korden pada dinding/jendela, atau material penyerap

suara di dinding. Material yang efektif untuk pengendalian suara pantulan tanpa

membuat ruang terlihat buruk adalah menggunakan bahan korden yang tipis seperti

penggunaan di airport atau ruang konferensi. Selain itu ada pula solusi yang mahal

yaitu produk khusus untuk panel akustik. Kelebihannya adalah karakteristik

penyerapannya yang sangat baik untuk mencegahan suara pantulan tanpa menyerap

banyak energi sehingga membuat ruangan “mati”.

42
Gambar 6.2

Menciptakan panel akustik untuk ruang dengar anda dapat dilakukan dengan

sederhana seperti menggantung permadani di dinding sampai pada panel-panel

akustik yang canggih dengan perhitungan dan material khusus. Anda dapat

merasakan perubahan kualitas suara hanya dengan menambahan atau

memindahkan bahan-bahan yang umum seperti karpet, permadani, dan korden.

Panel akustik ini tergolong murah dan sederhana, terkadang memiliki estetika yang

lebih baik dan menyenangkan. Pada tulisan ini saya mengajak anda untuk

memahami teori panel akustik dan teknik perancangan panel akustik yang

sederhana.

Pada gambar 6.2, terlihat speaker yang ditempatkan di ruang dekat dinding dan

lantai. Kita akan mendengar suara langsung dari speaker plus suara pantulan

dinding, lantai, dan plafon.Suara pantulan tersebut terdengar sedikit lebih lambat

dari suara langsung plus warna suara yang berbeda, dan fase suara yang berbeda

pula. Gabungan semua suara pantulan dan suara langsung mengakibatkan

43
penurunan kualitas suara yang kita dengar. Tiga hal yang mengurangi kualitas suara

karena pantulan dinding adalah: Pertama, Suara off-axis dari speaker tidak seakurat

(ada kolorasi) suara on-axis. Sehingga suara yang menyembur ke dinding memiliki

rentang frekuensi yang tidak rata. Jadi saat suara pantulan dari suara off axis speaker

sampai ke telinga kita maka kita akan mendengar kolorasi suara

Kedua, permukaan dinding memberikan kolorasi terhadap suara yang dipantulkan.

Misalnya jika material dinding memiliki karaker serap pada nada tinggi tetapi tidak

pada nada mid,maka suara yang terpantul hanya pada nada mid dan kurang pada

nada tinggi. Ketiga, suara langsung dan suara pantulan sampai ketelinga pendengar

dalam fase dan tempo yang berbeda.

Perbedaan waktu akibatkan jelajah suara langsung dan pantulan dapat dihitung.

Seperti kita ketahui bahwa kecepatan rambatan suara di udara pada kecepatan 300

meter per detik, maka kita dapat menghitung selisih waktu. Jika perbedaan jarak

antara suara langsung dan suara pantulan adalah 1,5 meter maka suara pantulan

yang kita dengar memiliki perlambatan sebesar 5 mili detik.

Fenomena ini dinamakan “comb filtering”, dimana dua buah gelombang suara

dengan selisih fase pada puncak dan lembah gelombang yang saling meniadakan

atau saling memperkuatfrekuensi tertentu. Hal ini menyebabkan kolorasi suara

yang kita dengar. Suara pantulan dinding tidak hanya mengganggu keseimbangan

warna suara, mereka juga menghancurkan image musik dan soundstage.

Pantulan suara dari lantai dan plafon turut memberi gangguan, misalnya

melemahnya suara pada nada mid, membuat suara menjadi tipis. Pantulan suara

plafon memberi pengaruh yang lebih sedikit karena jarak yang cukup jauh dan

pancaran suara yang relative lebih lemah ke arah plafon.

44
3. Reaksi sebar

Salah satu solusi akustik yang terbaik adalah meletakan panel serap dan sebar

(difusi) pada bidang pantul pararel. Pantulan suara dari lantai mudah untuk diatasi

dengan meletakan karpet atau permadani. Frekuensi rendah, biasanya, tidak

terserap oleh karpet atau rug, menghasilkan fase negative pada frekuensi midbass

yang saling meniadakan, akibat interfensi suara langsung dan suara pantulan, sering

disebut dengan “Allison Affect”, diambil dari nama designer loudspeaker Roy

Allison, yaitu orang pertama mempublikasikan fenomena ini. Perlu di ingat, jenis

karpet berhubungan pula dengan kualitas suara. Sebagai contoh karpet wool

memilki suara yang lebih alami dibandingkan dengan karpet sintetik. Karena

serabut padan karpet wool memiliki panjang dan ketebalan yang tidak sama,

sehingga masing –masing serabut menyerap frekuensi yang berbeda. Karpet

sintetik, sebaliknya, terbuat dari serabut dengan panjang dan ketebalan yang persis

sama sehingga masing – masing serabut menyerap frekuensi yang sama.

6.2. Teori panel akustik

Pantulan dinding seharusnya disebar (difuse) dan diserap. Panel Sebar mengubah

energi suara dari satu arah dan satu besaran menjadi ke beberapa arah dengan beberapa

besaran. Panel sebar dapat dibuat sendiri atau dengan membeli panel sebar yang sudah

jadi. Rak buku terbuka yang penuh dengan beragam buku dengan besar dan tebal yang

berbeda adalah panel sebar yang ampuh.

Panel serap pada dinding dengan materi serap akustik. Sampai sekarang dunia

High End masih memperdebatkan solusi yang lebih baik antara memakai panel serap

atau panel sebar.Yang beranggapan panel sebar lebih baik menggaris bawahi

45
keuntungan penyebaran suara kebeberapa arah dengan beberapa besaran memberikan

kesan suara berada di sebuah “ruang”dan “hawa” musik lebih mengalir. Sedang yang

beranggapan panel serap lebih baik berpendapat dengan pantulan suara melebih 20mili

detik dari suara langsung menurunkan kualitas suara yang kita dengar. Kebanyakan

pada studio rekaman ruang kontrol di rancang untuk menghasilkan sebuah ruang

“reflection free zone” (RFZ) dimana sound engineer duduk, dia hanya mendengar suara

langsung dari speaker monitor. Berdasarkan pengalaman panel serap pada dinding kiri

kanan lebih baik disbanding dengan panel sebar, tetapi panel sebar dibelakang tempat

duduk pendengar akan lebih baik dibanding dengan panel serap. Hal ini tidak ada

perdebatan.

Salah satu produk yang tepat untuk pengontrolan refleksi sisi dinding adalah

“Reflection Control Panel”yang dikembangkan oleh Acoustic Revolutionary

Technology. Sebuah panel dengan tingkat serapan yang baik. Panel ini dapat di set

secara sederhana, pada titik pantul di dinding, panel ini mencegah pantulan suara

pertama. Cara menentukan titik pantul sangatlah mudah, dengan bantuan seorang kawan

dan sepotong cermin anda dapat menentukan titik pantulan dengan mudah. Minta teman

anda untuk memegang cermin dan anda duduk di posisi dengar. Minta teman anda untuk

meletakkan cermin pada dinding sampai anda dapat melihat posisi driver speaker anda.

Berikan tanda pada titik tersebut dan ulangi prosedur ini berualang kali sampai anda

mendapatkan semua titik pantul. Panel akustik yang diletakan pada titik pantul dapat

memperbaiki tata panggung musik. Dinding akan memantulkan suara dari sisi kanan

dan sisi kiri speaker. Suara pantulan speaker kiri dari dinding sebelah kanan

mengaburkan tata panggung musik dan kelebaran panggung musik. Suara pantulan

seperti ini kerap disebut “Acoustic crosstalk”; kita tidak mau telinga kiri kita mendengar

46
pantulan suara speaker kanan. Catatan tambahan panel akustik yang di letakan dengan

sedikit jarak dari dinding menciptakan bidang yang lebih luas disbanding panel akustik

yang di tempel ke dinding. Jarak antara panel akustik dan dinding menyebabkan bidang

tambahan akustik, membuat kerja panel serap menjadi lebih baik. Teknik ini dapat

diterapkan ke semua bidang pantul di ruang dengar.

Bass berdengung dan tebal sangat sering di temukan dan sangat sukar di atasi.

Hal ini terjadi akibat pertama adalah dari resonansi ruang (baca artikel akustik kami

yang pertama), kedua adalah penempatan speaker yang tidak benar (baca artikel akustik

kami yang ketiga), ketiga adalah minimnya panel serap frekuensi rendah di ruang

dengar. Jika masalah bass tetap terjadi walau telah dilakukan perletakan speaker secara

benar atau anda telah mengubah dimensi ruang dengar anda sehingga tidak ada

penggemukan bass akibat resonansi ruang, maka solusinya adalah dengan

menambahkan panel serap frekuensi rendah. Panel serap ini mencegah pantulan nada

rendah kembali ke ruangan yang menyebabkan suara bass langsung bercampur dengan

suara bass pantulan.

Teori dasar penyerapan frekuensi rendah adalah mengubah energy nada rendah

menjadi bentuk energi lain yaitu energi panas. Panel serap nada rendah dapat di beli

yang sudah jadi seperti Acourete – Corner Correction, yang dibuat dengan material dan

design khusus yang dapat cocok di letakan di ruang dengar. Atau anda dapat membuat

sendiri panel ini dengan biaya yang relatif murah. Panel ini, disebut panel Air

Suspension, memiliki daya serap yang tinggi pada frekuensi rendah. Panel serap dapat

dibuat tersendiri atau menempel ke dinding. Pertama – tama buat bingkai kayu dengan

ukuran 1200 mm x 2400 mm di pantek ke dinding. Setelah itu bubuhkan silicon siler

pada siku – siku antara kayu dan dinding sampai kedap udara, setelah itu isi rongga

47
tersebut dengan material penyerap suara seperti Acourete Fiber. Lalu, tutup rangka kayu

tersebut dengan selembar plywood atau Acourete Board. Buatlah lubang – lubang keci

pada lembaran panel. Kini anda telah memiliki panel serap nada rendah.

Ada beberapa panel serap yang tidak dilubangi, hanya menggunakan lembaran

tipis yang bergetar jika menerima gelombang suara. Frekuensi serap dapat di sesuaikan

dengan mengatur volume rongga udara di dalam panel, rongga berukuran 60cmx120cm,

60cmx240cm, 60cmx300cm, atau 60cmx360cm dengan ketebalan panel. Bahan serap

high density di rongga panel berfungsi memperluas kemampuan redam pada frekuensi

yang lebih lebar. Kita dapat mengatur rentang frekuensi serap dari nada paling rendah

ke nada mid dengan mengatur besaran ketebalan x luas panel rongga panel dan jumlah

dan ukuran lubang. Kebanyakan ruang dengar memerlukan penyerapan bass, tetapi

panel serap dapat pula diatur untuk menyerap frekuensi tertentu saja untuk

meminimalkan masalah resonansi ruang. Panel serap yang independent dapat dibangun

dengan cara yang sama, dengan landasan material yang kokoh, misalnya 20mm triplek.

Untuk perhitungan detail panel serap dapat ditemukan di buku yang di karang oleh

F.Alton Everest’s The Master Handbook of Acoustics.

Cara lain untuk membuat panel serap frekuensi rendah adalah dengan membuat

rongga pada dinding, lalu ditutup dengan material serap. Struktur ini kerap disebut

“quarter wavelength trap”. Panel serap ini memiliki frekuensi serap pada ¼ frekuensi

gelombang suara. Rumus perhitungan frekuensi serap adalah:

F = 300/4D

F= adalah nada yang di serap (dalam Hz)

300 (meter/detik) adalah kecepatan suara (berbeda-beda tergantung suhu udara)

D = ketebalan rongga (dalam meter)

48
Jika membuat rongga dengan ketebalan 0.6 meter maka frekuensi serapnya adalah:

F = 300/ 4 x 0.6 = 125 Hz

Selain itu frekuensi serap terjadi pada harmoni pertama, kedua, ketiga dst: harmoni ke

dua 250 Hz, harmoni ke tiga kedua: 375 HZ, harmoni ke tiga: 500Hz dan seterusnya.

Korden dan rongga jendela juga mempunyai fungsi sebagai panel serap nada rendah.

6.3. Bahan Penyerap Bunyi.

Definisi teknis bahan insulasi peredam suara adalah bahan yang dapat menginsulasi

perpindahan suara. Bahan insulasi suara umumnya dipakai untuk mencegah gangguan

suara dari sebuah ruangan ke ruangan lainnya seperti ilustrasi dibawah ini. Kemampuan

sebuah material peredam suara untuk menginsulasisuara di tentukan dengan nilai STC

atau Sound Transmission Class atau Sound Transmission Loss. STC adalah nilai

tunggal yang dinyatakan dalam besaran dB (decibel). Sound Transmission Loss adalah

nilai pengurangan suara dalam dB (decibel) dari frekuensi rendah ke frekuensi tinggi.

1. Bahan peredam suara

Definisi teknis bahan peredam suara adalah bahan yang mampu menyerap energi

suara. Bahan insulasi suara umumnya dipakai untuk meredam suara yang

memantul dalam sebuah ruangan seperti ilustrasi dibawah ini. Kemampuan sebuah

material peredam suara untuk menyerap suara di tentukan dengan nilai NRC atau

Noise Reduction Class atau Sound Absorbing Coefficient. NRC adalah nilai

koefisien. Sound Absorbing CoeTransmission Loss adalah nilai pengurangan suara

dalam dB (decibel) dari frekuensi rendah ke frekuensi tinggi.

49
6.4. Penutup

Apabila kita memiliki permasalahan dengan gangguan suara seperti kebocoran

suara atau pantulan suara yang mengganggu, dan menginginkan solusi yang terbaik

dengan harga yang sesuai, kami menyarankan untuk mempelajari spesifikasi bahan

peredam suara yang akan dibeli beserta metode pemasangan peredam suara.

a. Perencanaan Layout

Pertama kali yang perlu direncanakan adalah melakukan design penempatan

ruangan yang baik. Apabila hal ini dilakukan dengan baik dapat mengurangi biaya

untuk melakukan insulasi serta produktifitas ruangan. Usahakan untuk

memposisikan ruangan yang butuh ketenangan berjauhan dari ruangan yang bising.

Apabila memungkinkan letakan ruangan yang jarang dipakai seperti toilet, gudang

dan sebagainya diantara ruang yang berisik dan ruangan yang butuh ketenangan.

b. Resonansi Antar Ruang

Salah satu penyebab kebocoran suara antar ruangan adalah terjadinya resonansi

antara dua ruangan. Solusi yang dapat di lakukan untuk meminimalkan

permasalahan ini adalah sebagai berikut. Apabila memungkinkan bedakan dimensi

ruang yang berdempetan dengan perbedaan ukuran 1/3, 1/5, atau 1,7. Apabila

memungkinkan cobalah mengindari perbedaan ukuran untuk mengurangi resonansi

yang terjadi di ruang adalah dengan menghindari design dengan permukaan dinding

yang pararel begitu pula dengan plafond dan lantai.

c. Bayangan Suara

Penyebab lain kebocoran suara adalah karena kebocoran suara yang disebabkan

karena adanya celah pada dinding partisi di bagian atas. Sebaiknya dinding partisi

harus dibuat full dari lantai sampai dengan dek atap.

50
d. Konduksi Suara

Kebocoran suara dihantarkan atau dikonduksikan melalui dua media. Konduksi

pertama adalah konduksi melalui media udara dan konduksi kedua adalah konduksi

melalui media struktur. Solusi untuk mengurangi konduksi suara melalui media

udara adalah dengan membuat rongga udara diantara dua dinding partisi.

Sedangkan solusi untuk mengurangi konduksi yang terjadi karena rambatan

getaran pada struktur adalah mengisolasi struktur dengan vibration damping

material seperti Acourete Mat dan Acourete Resilient Channel.

Gunakan double door dan double window untuk menginsulasi suara keluar dari

ruangan atau sebaliknya.

e. Resonansi Pada Rongga

Ada beberapa saran untuk mengurangi resonansi yang terjadi pada rongga. Pertama-

tama adalah mengisi rongga udara dengan sound absorbing material seperti

Acourete Fiber. Cara lain untuk mengurangi resonansi yang terjadi pada rongga

adalah memiringkan salah satu atau kedua dinding partisi. Terakhir adalah untuk

meminimalkan resonansi antar bidang partisi gunakan material partisi dengan

ketebalan yang berbeda atau bahan yang berbeda.

f. Meningkatkan Massa Partisi

Partisi dengan massa yang besar memiliki nilai insulasi yang lebih baik

dibandingkan dengan partisi dengan massa yang kecil. Menambahkan sound

insulation material dengan massa yang besar seperti Acourete Mat pada partisi yang

ada dapat meningkatkan nilai insulasi suara terutama suara dengan frekuensi yang

rendah.

51
Tiga Kesalahan Umum Insulasi Suara Analisa Pengerjaan Insulasi Suara

1. Kesalahan Analisa

Kesalahan yang paling mendasar pada saat memulai pekerjaan insulasi suara adalah

tidak melakukan analisa terlebih dahulu atau melakukan analisa yang salah. Faktor

faktor yang perlu di analisa sebelum melakukan tindakan insulasi suara adalah sebagai

berikut:

 Menganalisa sumber bunyi yang menganggu dari mana asalnya. Bisa ditentukan dari

yang paling umum adalah indra pendengaraan, hingga mengunakan alat bantu.

 Mengukur kekuatan suara yang akan di insulasi dengan memakai alat ukur yang

telah terlebih dahulu di kalibrasi agar nilai hasil pengukuran dapat dipertanggung

jawabkan.

 Pengukuran tidak direkomendasikan hanya berdasarkan intuisi / feeling seseorang.

Setelah itu perlu pula diketahui frekuensi suara yang akan di insulasi. Apakah bunyi

mendesis sebuah peralatan atau dentuman bass dari sebuah sub woofer? Tahapan

selanjutnya adalah menganalisa bagaimana suara tersebut merambat dari sumber

bunyi ke tempat yang terganggu. Apakah suara merambat melalui media

udara:dalam ruang, udara bebas, dan lain lain atau merambat melalui struktir benda

padat seperti tanah, konstruksi bangunan dan lain lain.Apabila kita tidak melakukan

hal tersebut diatas dan langsung melakukan tindakan pemasangan insulasi suara

maka insulasi suara yang di pasangkan tidak akan berfungsi dengan baik atau

tambah memperparah masalah yang ada.

52
2. Kesalahan Pemakaian Bahan

Kesalahan kedua yang umumnya di temukan di lapangan adalah penggunaan bahan

yang secara mitos mampu menginsulasi suara yang sangat populer di sebut sebut oleh

masyarakat umum. Berikut adalah beberapa contoh kesalahan dalam penggunaan bahan

insulasi suara:

 Penggunaan gipsum dan mineral wool untuk meredam suara drum pada ruang

studio musik

 Penggunaan rockwool dan karpet pada dinding studio musik

 Kaca film untuk menginsulasi suara

 Busa telor untuk menginsulasi suara

 Lembaran karet untuk menginsulasi suara

 Gabus (steroform) untuk menginsulasi suara

 Busa untuk menginsulasi suara

Bahan yang di sebutkan diatas tidak efektif untuk menginsulasi suara karena bahan

tersebut tidak memiliki massa yang besar. Bahan yang efektik untuk menginsulasi suara

adalah bahan dengan massa yang besar sehingga memiliki sound transmission loss yang

cukup tinggi dan mampu mengurangi rambatan getaran. Salah satu contoh bahan yang

memenuhi syarat tersebut adalah Acourete Mat yang memiliki Sound Transmission

Loss yang cukup besar yaitu 17 dB pada frekuensi 125 Hz, 31 db pada 1000 Hz dan 52

dB pada 4000 Hz.

53
3. Kesalahan Perencanaan Desain dan Sistem Pemasangan

Apabila kita sudah benar dalam menganalisa sumber suara dan pemilihan bahan maka

kita masuk ke tahapan membuat perencanaan desain insulasi suara dan sistem

pemasangan.Dari data data analisa sumber suara, besaran suara, cara merambat suara,

data teknis bahan maka kita dapat melakukan perencanaan dan perhitungan sistem

insulasi yang benar.

Hal hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan sistem insulasi adalah:

 Sistem Insulasi Getaran yang tidak benar sehingga kurang efektif meredam suara

yang merambat pada media padat

 Sistem Peredaman Resonansi yang tidak benar sehingga sistem insulasi kurang

bekerja sempurna karena resonansi yang terjadi pada sistem insulasi yang ada.

 Aplikasi pekerjaan lapangan yang tidak tepat seperti lupa menutup lubang, atau

beberapa kelalaian kecil yang berakibat fatal.Demikianlah tiga kesalahan yang

umumnya diperbuat oleh masyarakat umum dalam hal melakukan pekerjaan

insulasi suara.

Memahami Perbedaan Peredam Insulasi Suara Dengan Peredam Serap Suara

Peredam Suara Untuk Ruang Studio Musik, Home Theater, Aula, Sekolah, Industri,

Kendaraan Bermotor Ruangan yang berhubungan dengan suara seperti studio, home

theater, aula dan lainnya akan mendapat fungsi akustik dengan baik apabila

menggunakanperedam suara yang tepat dengan tujuannya. Tetapi sering terjadi

penggunaan peredam suara tidak sesuai dengan tujuannya. Seperti pemasangan glaswoll

dengan tujuan mengurangi kebocoran suara pada studio. Tentunya kebocoran suara

54
tidak akan berkurangkarena glaswoll bertujuan untuk menyerap suara. Sedangkan untuk

mengurangi kebocoran suara digunakan material yang dapat mengisolasi berpindahnya

suara. Maka untuk dapat menentukan peredam suara dengan tepat sesuai kebutuhan

marilah kita melihat tujuan dari peredam suara.

1. Peredam Insulasi Suara (Sound Insulation)

Bertujuan untuk mencegah, mengurangi kebocoran suara dari satu ruangan ke

ruangan lainnya. Definisi teknisnya ialah bahan yang dapat menginsulasi

perpindahan suara. Contoh material peredam insulasi suara adalah Acourete Mat

Resin, Acoutere paint. Bahan peredam insulasi suara umumnya dipakai untuk

mencegah gangguan suara dari sebuah ruangan ke ruangan lainnya seperti ilustrasi

dibawah ini.Di ilustrasikan diatas sumber suara datang menuju material insulasi,

kemudian di isolasi oleh material insulasi, dan sebagian dipantulkan sehingga suara

yang bocor/berpindah dari dalam ruangan maupun sebaliknya dapat di minimalkan.

Karakteristik material peredam insulasi suara ini adalah:

1. Berat, Semakin berat material, semakin baik nilai redamannya

2. Tidak Berpori, Semakin rapat material,semakin baik nilai redamannya

3. Permukaan Keras, Semakin keras permukaan material semakin baik nilai

redamannya

4. Viscoelastic, Yaitu dapat meredam getaran,semakin baik dalam menahan

redaman makin baik nilai redamannya.

Kemampuan sebuah material peredam suara untuk meng insulasi suara di tentukan

dengan nilai STC atau Sound Transmission Class atau Sound Transmission Loss.

STC adalah nilai tunggal yang dinyatakan dalam besaran dB (decibel). Sound

55
Transmission Loss adalah nilai pengurangan suara dalam dB (decibel) dari

frekuensi rendah ke frekuensi tinggi.

2. Peredam Serap suara (Sound Absorbing)

Bertujuan untuk mengurangi pantulan yang menyebabkan gema pada sebuah

ruangan.Definisi teknisnya ialah bahan yang mampu menyerap energi suara.

Contoh material serap suara adalah Acourete Fiber, Acourete Board 230.

Bahan peredam serap suara umumnya dipakai untuk mengurangi suara yang

memantul dalam sebuah ruangan seperti ilustrasi dibawah ini. Karakteristik dari

bahan serap suara adalah:

 Ringan

 Berpori

 Permukaan lunak

 Tidak dapat meredam getaran

Kemampuan sebuah material peredam suara untuk menyerap suara di tentukan

dengan nilai NRC atau Noise Reduction Class atau Sound Absorbing Coefficient.

NRC adalah nilai koefisien. Sound Absorbing CoeTransmission Loss adalah nilai

pengurangan suara dalam dB (decibel) dari frekuensi rendah ke frekuensi tinggi.

56
57

Anda mungkin juga menyukai