Anda di halaman 1dari 22

MODEL EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK MODERN

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas akhir mata kuliah Ekologi Administrasi

Dosen pengampu : Drs. Mubarok, M.Si

DISUSUN OLEH

RIFKA NURLAELA (1178010197)

Kelas : E – AP / Semester 6

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang mana telah memberikan nikmat
serta karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Model
Ekologi Administrasi Publik Modern” ini.

Shalawat serta salam juga semoga tercurah limpahkan kepada pahlawan


reformasi Islam se-dunia Muhammad SAW, dan juga kepada sahabat-sahabatnya
beserta keluarganya.

Makalah ini telah disusun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
saya dengan senang hati menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bandung, Mei 2020

(Rifka Nurlaela)

i|M o d el Ek ologi A dmi nis tr asi P ublik M ode rn


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang ................................................................................................. 1

2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 1

3. Tujuan .............................................................................................................. 2

BAB II. ISI

1. Konsep Dasar Model Ekologi Administrasi Modern ......................................... 3

2. Desain Ekologi Administrasi Publik Modern .................................................... 5

3. Skema Ekologi Administrasi Publik Modern dalam Birokrasi Pemerintahan


Pusat dan Daerah .............................................................................................. 9

BAB III. PENUTUP

1. Kesimpulan .................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 19

ii | M o d e l E k o l o g i A d m i n i s t r a s i P u b l i k M o d e r n
BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Konsep mengenai administrasi negara mengalami perkembangan dari masa ke


masa. Hal ini terjadi bukan tanpa alasan, sebab mulai semakin banyak permasalahan
baru yang bermunculan dan mendorong para ahli untuk meneliti akan langkah nyata
apa yang harus diambil. Administrasi negara merupakan salah satu cabang ilmu
sosial yang cukup mudah untuk beradaptasi dengan karakteristik masyarakat dan
negara yang terus-menerus cenderung mengalami perkembangan, sehingga ada
beragam teori dan konsep yang dimiliki oleh administrasi.

Saat ini mulai marak pemanfaatan teknologi informasi untuk seluruh kegiatan,
sehingga cukup sulit jika kegiatan yang dilakukan tanpa menggunakan teknologi.
Hal ini tentu dapat mengubah skema pelaksanaan kegiatan administrasi yang justru
dapat mempermudah atau bahkan mempersulit administrasi karena dituntut harus
terus-menerus memberikan informasi yang ter-update.

Dinamika yang sangat cepat ini memberikan pengaruh yang sangat besar pula
di kalangan para ahli, juga memberikan dampak yang cukup siginifikan bagi negara
maju dan negara yang masih berkembang seperti Indonesia. Dapat dilihat dari
bagaimana sistem administrasi di negara, provinsi, kota, atau bahkan lembaga-
lembaga pendidikan yang ada di negara Indonesia.

Terdapat berbagai cara terkhusus bagi birokrat publik dalam melakukan


pelaksanaan tugasnya, terutama di era pesatnya teknologi seperti ini. Kali ini akan
dijelaskan mengenai bagaimana bentuk atau model administrasi pada era modern.

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana konsep dasar ekologi administrasi modern?


b. Bagaimana desain ekologi administrasi modern?
c. Bagaimana skema ekologi administrasi modern dalam birokrasi
pemerintahan pusat dan daerah?

1|M o d el Ek ologi A dmi nis tr asi P ub lik M o der n


3. Tujuan

a. Untuk mengetahui konsep dasar model administrasi modern


b. Untuk mengetahui desain ekologi administrasi modern
c. Untuk mengetahui skema ekologi administrasi modern dalam birokrasi
pemerintahan pusat dan daerah

2|M o d el Ek ologi A dmi nis tr asi P ub lik M o der n


BAB II. ISI

1. Konsep Dasar Model Ekologi Administrasi Modern

a. Definisi Modern

Kata modern dalam bahasa latin disebut modernus, dari akar kata modo
yang berarti sekarang. Sedangkan dalam bahasa Perancis disebut moderne yaitu
baru saja atau model baru. Kata modern menurut KBBI berarti terbaru atau
mutakhir, ini berarti menunjukan suatu situasi yang sedang berjalan atau terjadi
saat ini.

Dalam bahasa Indonesia, kata modern sering dipakai karena dianggap


mempunyai kedekatan makna dalam pembaharuan. Bisa dikatakan sebagai
kebalikan dari “lama, kolot, atau semacamya”. Zaman modern salah satunya
ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang dicapai umat
manusia di jagad raya ini. 1

Menurut Dadang Rahmad, secara harfiah istilah modern mengacu


pengertian “sekarang ini”. Istilah ini dianggap sebagai lawan dari istilah ancient
atau tradisional. Dengan demikian kedua istilah ini merupakan tipe ideal dari
dua tatanan masyarakat yang berbeda.

b. Ekologi Administrasi Publik Modern

Kondisi administrasi negara Indonesia saat ini belum sepenuhnya


berorientasi pada kepentingan publik. Hal ini dapat dinilai dari banyaknya kritik
yang dialamatkan pada instansi pemerintah, baik manajemen, pelayanan,
maupun organisasinya. Semua kritik dan keluhan yang disampaikan banyak
bermuara pada aparatur yang bertugas, mulai dari tingkat atas sampai bawah.

1
Efendi : Pendidikan Islam Trasformatif ala KH Abdurrahman Wahid (2016)

3|M o d el Ek ologi A dmi nis tr asi P ub lik M o der n


Di tengah era keterbukaan, arus informasi yang beredar dan masuk dalam
arena publik mendapat respons dari masyarakat, baik positif maupun negatif.
Respons positif merupakan ukuran keberhasilan administrasi publik dalam
menjalankan kinerjanya, sedangkan respons negatif melambangkan
ketidakberhasilan administrasi publik dalam menjalankan amanat yang
diembannya. Respons-respons yang disampaikan oleh publik, dalam sekejap
dapat beredar di mana-mana, baik surat kabar, televisi, radio, maupun internet.

1. Kondisi Administrasi Negara


Arie Soelendro menyebutkan dua faktor penting yang berkaitan
dengan kondisi administrasi negara saat ini:
Pertama, faktor sistem pemerintahan yang menyangkut tatanan, elemen-
elemen dari sistem administrasi, prosedur atau mekanisme kerja
peralatan, sarana dan prasarana pelayanan publik. Untuk itu,
pengembangan sistem administrasi perlu mendapat perhatian yang
besar. Hal ini karena pentingnya pembangunan dan pengembangan
sistem, baik dari segi kelembagaan, prosedur, mekanisme koordinasi
dan sinkronisasi, yang harus ditujukan pada pembangunan tata
kepemerintahan yang baik. Selain itu, pembangunan sistem
administrasi, baik dalam skala mikro maupun makro perlu diarahkan
pada terciptanya good governance.
Kedua, faktor manusianya sebagai pelaku yang menjalankan sistem
administrasi tersebut. Bertahun-tahun lamanya, pendekatan yang
dipakai dalam sistem administrasi pemerintahan adalah command and
control, perencanaan terpusat, kewenangan dan pembagian kekuasaan
yang juga terpusat, serta budaya pelaku pejabat pemerintah yang lebih
superior terhadap masyarakat yang dilayani. Walaupun sudah banyak
anjuran dan imbauan dari para pejabat tinggi pemerintahan bahwa
pejabat pemerintah dan pegawai negeri adalah abdi negara, ternyata
tidak mudah untuk mengubah dengan cepat pejabat pemerintah dan
pegawai negeri untuk berorientasi melayani masyarakat. Jika mungkin
bahkan lebih jauh lagi, instansi pemerintah bukan hanya melayani,

4|M o d el Ek ologi A dmi nis tr asi P ub lik M o der n


melainkan memberi kewenangan kepada masyarakat untuk mengatur
dan menolong dirinya sendiri.
2. Teori Governance
Konsep governance berasumsi bahwa kekuatan negara tidak hanya
terpusat pada satu kekuasaan, yaitu pemerintah, tetapi sudah mulai
terdispersi pada kekuasaan lain di luar pemerintah, yaitu civil society
dan sektor swasta. Kedua sektor ini dapat ambil bagian dalam tata
pemerintahan dan kebijakan publik. Governance di sini diartikan
sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga
mengatur sumber daya serta memecahkan masalah-masalah publik.
Dalam konsep governance, pemerintah hanya menjadi salah satu
aktor dan tidak selalu menjadi aktor paling menentukan. Artinya,
masyarakat luas, sektor swasta, serta sektor-sektor lain di luar
pemerintah dapat berperan serta dalam memecahkan masalah-masalah
publik.
Konsep governance kemudian diadopsi oleh Bank Dunia (World
Bank), United Nation Development Program (UNDP), International
Monetary Fund (IMF), dan lembaga-lembaga donor lainnya menjadi
good governance.
Adapun prinsip-prinsip yang terkandung dalam good governance
meliputi efisiensi, efektivitas, tranparansi, akuntabilitas, keadilan,
responsivitas, dan responsibilitas.

2. Desain Ekologi Administrasi Publik Modern

Dalam praktiknya, administrasi publik memiliki dua peran kunci. Pertama,


dalam ruang publik, administrasi publik terlibat dalam pengambilan keputusan
yang di dalamnya wilayah politik lebih berperan. Dalam ruang publik, semua
keputusan politik dibuat dan bersifat mengikat ke dalam ataupun keluar.
Selanjutnya ruang publik memberikan kewenangan politik pada administrasi publik
untuk membentuk perangkat yang bertugas menegakkan regulasi yang dibuat.
Kedua, berdasarkan kewenangan politik yang diberikan oleh komponen ruang

5|M o d el Ek ologi A dmi nis tr asi P ub lik M o der n


publik, administrasi publik berhak untuk membentuk perangkat hukum serta
menegakkannya.

1. Desain Konteks Politik Administrasi Publik


Desain politik administrasi publik menurut Herbert Kufman, yaitu:
a. desentralisasi dan distribusi kekuasan di tingkat daerah
b. desentralisasi dan distribusi korupsi
c. hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
d. desentralisasi, distribusi sumber daya, dan disintegrasi.
2. Desain Konteks Birokrasi dalam Administrasi Publik
Desain konteks birokrasi meliputi sebagai berikut.
a. Street Level Bureaucracy: the critical role of street level Bureaucrats
(1980): (peran street level birokrasi dalam diskresi pengambilan
keputusan; diskresi versus responsibilitas, efektivitas, efisiensi,
keadilan).
b. Breaking through bureaucracy (1992) Michael Barzealy dan Babak J.
Armajani: (kepentingan publik berdasarkan perspektif pemerintah
versus kepentingan masyarakat; kualitas pelayanan publik).
3. Desain Konteks Organisasi dalam Administrasi Publik
Administrasi publik adalah bahasan ilmu sosial yang mempelajari
tiga elemen penting kehidupan bernegara, meliputi lembaga legislatif,
yudikatif, dan eksekutif serta hal-hal yang berkaitan dengan publik yang
meliputi kebijakan publik, tujuan negara, dan etika yang mengatur
penyelenggara negara. Dalam hal ini lokus dari ilmu administrasi publik
adalah kepentingan publik (public interest) dan urusan publik (public
affair). Fokus ilmu administrasi publik adalah teori organisasi. Dengan
demikian, hubungan antara organisasi dan administrasi publik adalah
organisasi termasuk fokus dari administrasi publik.

6|M o d el Ek ologi A dmi nis tr asi P ub lik M o der n


Dalam konteks ini, desain teori organisasi terdiri atas sebagai
berikut.2
a. Scientific management (1912): F.W. Taylor (tenaga informal dalam
proses akumulasi modal dan dukungan bagi domonasi pembuat
keputusan/decision maker).
b. The cooperative mechanism (1949): Philip Zelsnick (partisipasi-
kooptasi; kepemimpinan-kooptasi).
c. Informal organization and their relation to formal organization (1938):
Chester I. Barnard (teamwork-kualitas pelayanan; kinerja organisasi;
klik-efisiensi/klik inefisiensi).
d. Struktur, desain dan budaya organisasi (struktur, efisiensi, manajemen,
dan resolusi konflik).
4. Konteks SDM dalam Administrasi Publik
Salah satu isu strategis dalam reformasi administrasi publik
berkaitan dengan kompetensi SDM aparatur yang di dalamnya mencakup
kompetensi, profesionalisme, etika, dan budaya kerja. Sejauh ini masih
banyak aparatur negara yang belum kompeten, serta mengabaikan norma,
etika dan aturan administrasi negara yang baik. Indikasinya adalah masih
tingginya penyalahgunaan kewenangan sehingga menimbulkan
ketidakefisienan, ketidakefektifan, dan ketidakproduktifan dalam
penyelenggaraan negara dan pembangunan sehingga harapan akan suatu
kultur aparatur negara yang profesional dan akuntabel belum dapat tercapai.
Salah satu fungsi negara adalah penyedia pelayanan publik dengan
penyediaan layanan yang tidak boleh memperhitungkan seberapa besar
profit atau keuntungan yang diperoleh. Oleh karena itu, pelayanan publik
akan bersifat ekonomis, artinya biaya yang dibebankan harus terjangkau
oleh masyarakat.
5. Desain Konteks Manajemen Publik dengan Administrasi Publik
Desain manajemen publik terdiri atas sebagai berikut.

2
Sahya Anggara, 2018, Ekologi Administrasi Holistik, Kontemporer, dan Kontesktual, Bandung:
CV Pustaka Setia, hlm 249

7|M o d el Ek ologi A dmi nis tr asi P ub lik M o der n


a. Productivity & Quality Management (1952): Marc Holzer (kualitas
pelayanan sektor publik).
b. Exploring the limit of Privatization (1987): Ronald C. Moe (dampak
privatisasi, informasi bagi pengambil keputusan untuk privatisasi).
c. Public and private management (1980): Graham T. Allison (perbedaan
pelayanan sektor publik dan swasta).

Manajemen publik tidak berbeda dengan manajemen instansi


pemerintah. Overman mengemukakan bahwa manajemen publik bukan
“manajemen ilmiah”, meskipun sangat dipengaruhi oleh “manajemen
ilmiah”. Manajemen publik juga bukan “analisis kebijakan”, bukan
administrasi publik yang baru, atau kerangka yang lebih baru. Manajemen
publik merefleksikan tekanan antara orientasi “rational-instrumental” pada
satu pihak, dan orientasi politik kebijakan di pihak lain.

Manajemen publik adalah suatu studi interdisipliner dari aspek-aspek


umum organisasi. Ia merupakan gabungan fungsi manajemen, seperti
perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan dengan sumber daya
manusia, keuangan, fisik, informasi, dan politik.

6. Desain Konteks Kebijakan Publik dalam Administrasi Publik


Kebijakan publik merupakan kajian utama dari ilmu administrasi
publik. Chandler dan Plano (1982), dalam The Public Administration
Dictionary, mengatakan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang
strategis terhadap sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah publik
atau pemerintah. Chandler dan Plano lalu membedakannya atas empat
bentuk, yakni regulatory, redistributive, distributive, dan constituent.
Kebijakan publik dapat dikatakan sebagai:
a. keputusan atau aksi bersama yang dibuat oleh pemilik wewenang
(pemerintah)
b. berorientasi pada kepentingan publik dengan dipertimbangkan secara
matang terlebih dahulu baik buruknya dampak yang ditimbulkan
c. untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

8|M o d el Ek ologi A dmi nis tr asi P ub lik M o der n


7. Desain Konteks Etika dalam Administrasi Publik
a. Administrasi adalah Dunia Keputusan dan Tindakan
Etika bersifat abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik dan buruk,
sedangkan administrasi adalah konkret dan harus mewujudkan hal-hal
yang diinginkan (get the job done). Pembicaraan tentang etika dalam
administrasi adalah cara mengaitkan keduanya, gagasan-gagasan
administrasi, seperti ketertiban, efisiensi, kemanfaatan, produktivitas,
yang dapat menjelaskan etika dalam praktiknya dan gagasan-gagasan
dasar etika, mewujudkan yang baik dan menghindari yang buruk.
b. Desain Posisi Etika dalam Studi Administrasi Publik
Dalam konteks ini, desain posisi etika dalam studi administrasi publik,
meliputi:
1) teori administrasi publik klasik (Wilson, Weber, Gulick, Urwick)
kurang memberikan tempat pada pilihan-pilihan moral (etika)
2) kebutuhan moral administrator hanya keharusan untuk menjalankan
tugas sehari-hari secara efisien
3) dengan diskresi yang dimiliki, administrator publik tidak hanya
efisien, tetapi juga harus dapat mendefinisikan kepentingan publik,
barang publik dan menentukan pilihan kebijakan atau tindakan
secara bertanggung jawab.

3. Skema Ekologi Administrasi Publik Modern dalam Birokrasi


Pemerintahan Pusat dan Daerah

1. Konteks Normatif Ekologi Birokrasi

Konsep birokrasi secara etimologis berasal dari paduan kata bureau dan
cracy. Makna sederhananya adalah kekuasaan atau aturan, yang dikendalikan
melalui meja atau kantor. Pada organisasi modern, terminologi tersebut sering
dianalogikan sebagai “mesin” yang dijalankan untuk mengolah pekerjaan dan
menghasilkan produk fisik dan nonfisik. Capaian produk membutuhkan
jaminan berfungsinya seluruh komponen mesin birokrasi secara efektif
danefisien. Pada konteks itu, birokrasi hadir dalam institusi pemerintahan,

9|M o d el Ek ologi A dmi nis tr asi P ub lik M o der n


swasta, sosial kemasyarakatan, keagamaan, peradilan, kemiliteran, pendidikan,
kesehatan, dan sebagainya dengan ragam dan sifat pekerjaan serta produk sesuai
tujuan dan sasaran masing-masing.

Dalam berbagai literatur akademis, dapat ditemukan dua pandangan ekstrem


mengenai birokrasi, yaitu sebagai berikut.3

a. Birokrasi Bersifat Integratif


Melihat birokrasi sebagai bagian penting yang bersifat integratif dan
melekat pada sistem administrasi publik dalam rangka mewujudkan visi
pemerintahan. Pada konteks itu, dapat dirunut konsep birokrasi berikut.
1) Sebagai organisasi bertipe ideal
Max Weber menjelaskan secara lugas mengenai “consequences of
Bureucratic organization for the achievement of bureaucratic goals:
primarily the goals of a political authority”.
Sesuai perkembangannya, tipe ideal telah membentuk pola anutan
tersistemis dalam tubuh organisasi yang diyakini sebagai model
normatif acuan mengukur derajat keberhasilan birokrasi dalam
menjalankan tugas dan fungsinya melayani publik. Para pejabat dan
ilmuan memandang ciri bawaan tipe ideal itu sebagai norma baku yang
dijadikan referensi piker dan tindakan dalam memutar roda organisasi
pemerintahan.
2) Tata pemerintahan oleh biro-biro/kombinasi
Kombinasi tipe ideal dan tata pemerintahan oleh biro disebut bercorak
legal-rasional dengan sifat-sifat:
a) fungsi dan tugas secara resmi berdasar aturan; terbagi dalam bidang
bidang spesialisasi sesuai kompetensi

3
Akbar Sasilo, 2013, Model Birokrasi Kontekstual: Gravitasi Ekologis Kearifan Lokal dan
Globalisasi, Jayapura: UNCEN, hlm 28

10 | M o d e l E k o l o g i A d m i n i s t r a s i P u b l i k M o d e r n
b) membutuhkan keterampilan untuk memahami dan mengelola
pekerjaan sesuai aturannya; impersonality melalui persamaan
perlakuan dalam organisasi
c) mengangkat dan mempromosikan berdasarkan prestasi, upah atas
dasar kinerja dan hak pensiun, pembedaan kepentingan publik dan
swasta termasuk dalam hal keuangan; disiplin yang ketat, dan
kontrol harian, keputusan, tindakan, dan aturan dirumuskan dan
dicatat secara tertulis, dan biro-biro itu terdiri atas aparat yang
diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diberi mandat untuk
menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
b. Birokrasi dari Sisi Negatif
Birokrasi dari sisi negatif, sebagai instrumen untuk tujuan kepentingan
eksklusif, tecermin dalam bentuk perilaku pejabat dan aparatur
pemerintahan yang bertendensi kaku.

2. Model Birokrasi Modern

Gagasan tentang birokrasi kontekstual ditawarkan untuk diintersepsikan


sebagai bagian penting dari Grand Desain Roadmap reformasi birokrasi
Indonesia dalam jangka panjang. Gagasan ini berisi langkah-langkah umum
penataan organisasi, penataan tata laksana, penataan manajemen sumber daya
manusia aparatur, penguatan sistem pengawasan intern, penguatan
akuntabilitas, peningkatan kualitas layanan publik, dan pemberantasan praktik
KKN. Langkah-langkah penerapannya meliputi sembilan program: manajemen
perubahan, penataan organisasi, penataan tata laksana, manajemen sumber daya
aparatur, penguatan unit organisasi, penataan peraturan perundangan,
penguatan pengawasan intern, penguatan akuntablitas, dan peningkatan kualitas
pelayanan publik.

Keban (2008) menyatakan bahwa penyebab utama pembangunan birokrasi


selama ini terabaikan sehingga mutunya berangsur-angsur mengalami
kemorosotan. Reformasi birokrasi dipolakan dari pusat (convergence) dan

11 | M o d e l E k o l o g i A d m i n i s t r a s i P u b l i k M o d e r n
daerah wajib menyesuaikan, meneropong secara terpusat sehingga bersifat
generalis. 4

Sementara itu, reformasi birokrasi di tingkat pusat tidak pernah selesai,


termasuk prioritas pencapaian tahunannya. Misalnya, sejumlah aturan
menyangkut aparatur dan kelembagaan birokrasi yang tumpang tindih, pola
pikir dan budaya kerja birokrasi belum sepenuhnya profesional, dan birokrasi
menjadi kehilangan kepastian arah, luput dari pertimbangan geografis dan
karakter ekologis lainnya. Domain pusat terlalu besar, berimplikasi pada saling
tumpang tindih dan benturan fungsi dan kewenangan antarinstansi pemerintah.

Akibatnya, sulit menemukan penyelesaian tuntas dan serentak. Pada pihak


lain, pemerintah pusat terus-menerus menuntut perbaikan kinerja birokrasi di
daerah untuk peningkatan pelayanan publik dan mereduksi praktik KKN.
Pengalaman membuktikan bahwa birokrasi yang dikendalikan dari jauh hanya
menghasilkan penyeragaman yang sering tidak cocok dengan situasi dan
kondisi variabilitas antardaerah.

Perbedaan kultural, geografis, dan ekonomis melahirkan kebutuhan berbeda


dan menuntut program pembangunan yang berbeda pula. Untuk mengaktualkan
model holistik birokrasi kontekstual, diperlukan penataan kembali hubungan
eksternal dan internalnya dengan kecenderungan pada sistem terpencar
(divergen) sehingga dapat dicapai keseimbangan harmonis.

3. Model Holistik Birokrasi Kontekstual

Model ini bermaksud mengakomodasi hubungan kausalitas secara eksternal


dan internal. Pada lingkup eksternal, hubunganinternasional dalam sistem dunia
memerlukan tata kerja birokrasi yang profesional dan responsif, bahwa
kapasitas birokrasi harus mampu mengelola pergaulan antarbangsa dalam

4
Yeremias Keban, 2008, Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teori, dan Issu,
Yogyakarta: Gaya Media, hlm 49

12 | M o d e l E k o l o g i A d m i n i s t r a s i P u b l i k M o d e r n
proses pencapaian tujuan negara. Oleh karena itu, selalu ada kandungan nilai
universal dalam tubuh birokrasi. Jika dikalkulasi proporsi kewenangan negara,
pada konteks global diperlukan responsivitas birokrasi maksimal 20%, dan pada
lingkup nasional dibutuhkan minimal 80%. Dengan asumsi bahwa segala
urusan internasional dimaksudkan untuk mencapai tujuan nasional.

Fauzi dan Zakaria melihat hubungan kewenangan itu dalam bentuk


desentralisasi sebagai bentuk penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah otonom dalam rangka NKRI; dekonsentrasi sebagai
pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah otonom sebagai
wakil pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah; medebewind adalah
keikutsertaan pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat
yang kewenangannya lebih luas dan lebih tinggi.

Sementara itu, Musaad (2002) menjelaskan bahwa kewenangan perlu


dirasionalisasi sesuai tuntutan kebutuhan dan potensi daerah untuk
meningkatkan kinerja pemerintah daerah, dengan menghindari duplikasi
kewenangan antardaerah (provinsi/kabupaten/kota) yang dianggap tidak
realistis.

Birokrasi kontekstual digagas dengan formula lokal dalam Negara Kesatuan


Republik Indonesia yang mengedepankan kearifan lokal yang ciri-cirinya
adalah sistem budaya yang hidup dan berkembang dinamis. Untuk itu,
pemerintah harus dapat mendorong terciptanya kondisi yang dapat
memunculkan ragam inisiatif dan kreativitas daerah dalam mencari
keunggulannya masing-masing memasuki era kompetisi global.

Fakta menceritakan bahwa fungsi birokrasi tidak dapat dijalankan dengan


baik karena tidak cukup responsif terhadap dinamika kebutuhan masyarakat.
Untuk itu, dalam rangka reaktualisasi birokrasi, perlu diawali dengan redefinisi
misi yang diembannya. Dalam hal itu, diperlukan adanya strategi penguatan
birokrasi di daerah-daerah dalam matra institusionalisasi tata aturan baru yang
demokratis dan mekanisme responsif yang memihak pada kebutuhan
masyarakat yang dilayani, serta internalisasi nilai-nilai baru yang lebih

13 | M o d e l E k o l o g i A d m i n i s t r a s i P u b l i k M o d e r n
kontekstual kepada setiap elite pemerintahan, pejabat, dan aparatur birokrasi
daerah.

Pemerintah pusat perlu mendorong transformasi birokrasi di setiap daerah


yang kondusif bagi lahirnya kreativitas dan inisiatif daerah berbasis kearifan
lokalnya. Transformasi birokrasi ke arah itu akan dapat meningkatkan derajat
kepercayaan dan respek masyarakat terhadap pemerintahannya serta
berpartisipasi aktif menjalankan kewajibannya, tidak lagi merasa kehilangan
hak dilayani.

4. Faktor Determinan Birokrasi

Meminjam model kongruen E-V-R dari Thompson, kompetensi birokrasi


dapat dirunut dari empat faktor deteminannya. Kondisi yang mungkin terjadi
dalam desain birokrasi kontekstual adalah sebagai berikut.

a. Strategic drift, ketika faktor lingkungan tidak menjadi bagian penting


dalam strategi birokrasi. Secara internal, organisasi tidak memiliki
hubungan kohesif dengan lingkungan. Tuntutan kebutuhan diubah
sehingga kompetisi justru tidak mendorong ke arah upaya meningkatkan
produksi dan pelayanan.
b. The consciously incompetent organization, ketika birokrasi
mengabaikan pentingnya faktor sumber daya, termasuk individu,
fasilitas, waktu, dan informasi. Birokrasi menjadi lumpuh tanpa
dukungan sumber daya berkarakter yang memadai.
c. The unconsciously competent organization, ketika nilai-nilai organisasi
menjadi terabaikan. Birokrasi berjalan tanpa komitmen jelas dan
orientasi perubahan. Penekanan pada kesadaran pejabat dan aparat
pemerintahan dalam mengapresiasi pentingnya kepuasan publik pun
sangat rendah.
d. The lost organization, terjadi ketika tiga faktor tersebut tidak terkait satu
sama lain. Kombinasi terbaik dari komponen tersebut diyakini akan
dapat memberikan format desain dan rencana tindak yang ideal.

14 | M o d e l E k o l o g i A d m i n i s t r a s i P u b l i k M o d e r n
Oleh karena itu, desain model birokrasi kontekstual harus
mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan, sumber daya, dan nilai-nilai yang
berkembang dinamis.

Untuk menjamin bekerjanya sistem birokrasi kontekstual, ketiga faktor


tersebut harus dapat disinergikan dan dipadukan secara optimal dalam
keseimbangan internal dan eksternal. Dalam perspektif hubungan pusat–daerah,
Hofstede dan Peterson menekankan adanya penyesuaian nilai-nilai yang
berlaku di institusi (pusat) induk pada institusi cabang-cabangnya (daerah-
daerah).5

Hofstede dan Peterson yang membandingkan nilai-nilai yang diterapkan di


lingkungan kerja di negara-negara yang berbeda kulturnya, menemukan
karakter nasional (power distance, uncertainty avoidance, individualism vs
collectivism, maskulinitas vs feminitas) pada level nilai-nilai, dan kultur
organisasi (simbol, pahlawan, dan ritual) yang dibedakan pada cakupan
pengaruhnya.

Pembedaan kultur nasional dan kultur organisasi didasarkan pada


pengukuran indikator: orientasi proses versus orientasi hasil, orientasi
pekerjaan versus orientasi kepada pekerja, kultur profesional versus parokial,
kultur sistem terbuka versus sistem tertutup, kultur yang dikontrol ketat versus
kultur yang dikontrol longgar, dan kultur pragmatik versus kultur normatif.

Dalam skema pengembangan organisasi modern, birokrasi harus


mengintersepsi kaitan waktu dan informasi sebagai sumber daya utama
organisasi selain individu dan fasilitasnya. Bukankah telah didefinisikan bahwa
waktu adalah uang, dan bahwa siapa yang menguasai informasi berarti
menguasai dunia. Dengan demikian, birokrasi kontekstual tidak boleh
bersembunyi di balik kekhususan faktor ekologisnya, tetapi dapat dijangkau
oleh pihak mana pun yang membutuhkan pelayanan. Birokrasi kontekstual

5
Kusdi, 2011, Budaya Organisasi, Jakarta: Salemba Empat, hlm 101

15 | M o d e l E k o l o g i A d m i n i s t r a s i P u b l i k M o d e r n
mensyaratkan kapasitas pejabat dan aparatur yang berkarakter, mampu
mengelola waktu dan informasi untuk tujuan pelayanan publik, kapasitas
kepemimpinan manajerial yang bersifat situasional, dan beragam sumber daya
berwujud (modal fasilitas, keuangan, teknologi, dan fisik lainnya).

Sumber daya organisasi merupakan elemen penguat daya saing kompetitif.


Dari sumber daya inilah dibentuk suatu tatanan nilai budaya birokrasi. Osborne
dan Plastrik, senada dengan pandangan Moss-Kanter (1995), Bornstein dan
Sands (1996), Nugroho (2003), bahwa dimensi penting dari budaya organisasi
mencakup seperangkat perilaku, perasaan dan kerangka psikologis yang
terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi;
keyakinan, gagasan, cita-cita, harapan dan impian; sebagai acuan mengelola
sikap dan perilaku yang tepat, hal-hal yang sebaiknya dilakukan, serta cara
berpikir dan bertindak. Nugroho mengkaji faktor kunci pembangunan sebagai
salah satu fungsi pokok birokrasi pemerintahan, yaitu:

a. faktor kepemimpinan, didasarkan pada konsep karakter pemimpin dari


Moss-Kanter: concept, competence, and connectedness, serta konsep
Bornstein dan Sands tentang kredibilitas pemimpin: conviction, character,
courage, composure, and competence;
b. faktor manajemen, yang dilihatnya sebagai suatu kebudayaan bermuatan
sistem nilai untuk berpikir dan bertindak;
c. faktor kelembagaan, yang dibedakan menurut jenisnya sebagai organisasi
publik, bisnis, dan nirlaba;
d. faktor sistem nilai, meliputi variabel profesional, sikap hidup positif,
pembelajaran tanpa henti;
e. faktor kekayaan alam, yang menekankan perpektif kapital ekonomi dan
kapital-politiknya.

Tatanan budaya birokrasi kontekstual harus tecermin dalam matra:

a. produktif, didasarkan pada kemampuan untuk menyesuaikan diri,


keterlibatan intensif, misi yang jelas dan kemantapan pribadi;

16 | M o d e l E k o l o g i A d m i n i s t r a s i P u b l i k M o d e r n
b. konsisten, mendorong setiap elemen birokrasi untuk mampu dan terlibat
mengatasi permasalahan yang dihadapi.

Merujuk pada pandangan itu, birokrasi kontekstual hendaknya berorientai


visi dan misi, memiliki relevansi dan koherensi dalam menginternalisasi
perilaku pejabat dan aparatur pemerintahan ke dalam budaya organisasi
sehingga dapat diukur konsistensi ekspresi sikap dan perilaku dalam
mengemban tugas pokok dan fungsinya. Budaya birokrasi terefleksi dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi untuk mencapai sasaran, berpengaruh
terhadap pembuatan keputusan, serta dalam memikirkan dan merespons
peluang dan tantangan.

17 | M o d e l E k o l o g i A d m i n i s t r a s i P u b l i k M o d e r n
BAB III. PENUTUP

1. Kesimpulan

Di tengah era keterbukaan, arus informasi yang beredar dan masuk dalam arena
publik mendapat respons dari masyarakat, baik positif maupun negatif. Respons
positif merupakan ukuran keberhasilan administrasi publik dalam menjalankan
kinerjanya, sedangkan respons negatif melambangkan ketidakberhasilan
administrasi publik dalam menjalankan amanat yang diembannya.

Dalam praktiknya, administrasi publik memiliki dua peran kunci. Pertama,


dalam ruang publik, administrasi publik terlibat dalam pengambilan keputusan
yang di dalamnya wilayah politik lebih berperan. Kedua, berdasarkan kewenangan
politik yang diberikan oleh komponen ruang publik, administrasi publik berhak
untuk membentuk perangkat hukum serta menegakkannya.

18 | M o d e l E k o l o g i A d m i n i s t r a s i P u b l i k M o d e r n
DAFTAR PUSTAKA

Anggara, S. (2018). Ekologi Administrasi Holistik, Kontemporer, dan Kontekstual.


Bandung: CV Pustaka Setia.

Asilo, A. (2013). Model Birokrasi Kontekstual: Gravitasi Ekologis Kearifan Lokal


dan Globalisasi. Jayapura: UNCEN.

Efendi. (2016). Pendidikan Islam Transformatif ala KH Abdurrahman Wahid.

Keban, Y. (2008). Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep, Teori, dan
Issu. Yogyakarta: Gaya Media.

Kusdi. (2011). Budaya Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

19 | M o d e l E k o l o g i A d m i n i s t r a s i P u b l i k M o d e r n

Anda mungkin juga menyukai