Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HAZARD

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah K3

Psik 8 Reg A2

Dosen Pengampu :

Romliyadi S.kep.,Ners.,M.Kes.,M.kep

Disusun Oleh :

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA HUSADA

PALEMBANG

2021
KONSEP

HAZARD

1. Pengertian
Hazard adalah suatu potensi yang menimbulkan bahaya terhadap kehidupan,
kesehatan, harta benda atau lingkungan. Hazard adalah segala sesuatu yang berpotensi
menyebabkan kecelakaan penyakit. Risk (resiko) adalah kemungkinan yang dapat
diukur dari suatu kejadian yang menimbulkan bahaya terhadap kehidupan, kesehatan,
harta benda atau lingkungan (Madjid, A. 2005).
Berdasarkan Kurniawan (2008) mengatakan bahwa hazard adalah faktor faktor
intrinsik yang melekat pada sesuatu berupa barang atau kondisi dan mempunyai
potensi menimbulkan efek kesehatan maupun keselamatan pekerja serta lingkungan
yang memberikan dampak buruk. Pengertian (definisi) bahaya (hazard) ialah semua
sumber, situasi ataupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan
kerja) dan atau penyakit akibat kerja – definisi berdasarkan OHSAS 18001:2007.
Secara umum terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja, antara lain : Faktor
Bahaya Biologi (Seperti : Jamur, Virus, Bakteri, dll.), Faktor Bahaya Kimia (Seperti:
Gas, Debu, Bahan Beracun, dll.), Faktor Bahaya Fisik/Mekanik (Seperti : Mesin,
Tekanan, dll.), Faktor Bahaya Biomekanik (Seperti : Posisi Kerja, Gerakan, dll.),
Faktor Bahaya Sosial Psikologis (Seperti : Stress, Kekerasan, dll.)

2. Regulasi/Aturan (Undang-Undang, Perpres,PerMen,dll)


1. UU No.1  /1970 tentang keselamatan kerja
2. UU No.23 /1992 tentang kesehatan
3. Permenkes RI No. 986/92 tentang kesehatan lingkungan RS
4. Permenkes RI No. 66 tahun 2016 tentang keselamatan dan kesehatan kerja di
Rumah Sakit.
5. SK Menkes No.351 tahun 2003 tentang Komite K3 sektor Kesehatan
6. Permenaker no.05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
7. Keputusan Dir.Jen. P2PLP nomor 1204 tahun 2004 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit
8. Pedoman K3 di rumah sakit th 2006 ( BinKesja DepKes )
9. Pedoman teknis pengelolaan limbah klinis dan desinfeksi dan sterilisasi di
rumah sakit tahun 2002.

3. Hazard Yang ada di Rumah Sakit


3.1 Hazard fisik
Faktor resiko di rumah sakit terdiri dari berbagai kegiatan, antara lain kebisingan, suhu,
getaran, cahaya, radiasi, dan listrik.
a. Kebisingan
Kebisingan merupakan kesehatan kerja yang selalu timbul. Batasan pengertian
kebisingan adalah merupakan suatu bunyi yang tidak dikehendaki. Musik keras
merupakan suatu bunyi yang tidak dikehendaki. Musik keras merupakan kebisingan
bagi sebagian orang tua. Sebaliknya musik kelasik merupakan ‘’suara’’ yang tidak
dikehendaki kebisingan bagi sebagian orang muda. Bising bagi setiap orang
mempunyai makna berlainan tergantung situasi dan kondisi (Achmadi, 1990).
Beberapa sumber kebisingan dirumah sakit antara lain : Ruang generator,
ruang AHU (Air Handing Unit), jet Pump, mesin cuci pakaian, dsb.
Dampak dari kebisingan :
1) Auditional/accupational hearing loss yaitu trauma akustik dan noise induce
hearing loss
2) Non auditional, dampak yang diterima antara lain: gangguan komunikasi,
gangguan tidur, serta gangguan perilaku yang ditandai dengan sakit kepala,
mual dan berdebar.
3) Cahaya bising berhubungan dengan faktor :
 Intesitas
Intesitas bunyi yanag ditangkap oleh telingan berbanding langsung dengan
logaritma kuadrat tekanann aukustik ynag dihasilkan getaran dalam
rentang yang dapat didengar. Jadi tingkattekannaa bunyi yang diukur
dengan skalla logaritma dalam decibel (dB).
 Frekuensi
Frekuensi yang dapat didengar telinga manusia terletak diantara 16 hingga
20.000 Hz. Frekuensi bicara dalam rentan 250 sampai dengan 4.000 Hz.
Bunyi frekuensi tinggi adalah yang paling berbahaya.
 Durasi
Efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan, dan
kelihatannya berhubungan dengan jumalaah total energi yang dapat
merekam dan memandu bunyinya.
3.2 Suhu
Suhu yang terlalu tinggi atau rendah dapat menyebabkan :
a) Heart Stroke terjadi pada orang yang melakukan pekerjaan berat didalam
linkungan yang panas dan belum teraklimitasi.
b) Heart Cramp dialami dalam lingkungan suhu yang tinggi sebagai akibat
bertambahnya keringat yang disertai hilangnya Na yang hilang.
c) Heat Exhaustion terjadi oleh karena cuaca yang sangat panas dan orang yang
belum teraklimitasi
d) Frosbite terjadi karena berkerja di tempat yang cukup dingin dalam waktu yang
cukup lama
e) Trenchfood terjadi karena terendam dalam air dingin cukup lama.
3.3 Getaran
Getaran atau vibrasi adalah faktor fisik yang ditimbulkan oleh objek dengan
getran isolasi misalnya mesin, peralatan kerja yang bergetar dan memanjani
pekerjaan melalui transmisi.
Penyakit yang dapat ditimbulkan oleh getaran itu :
a) Sistem peredaran darah misalnya kesemutan pada jaringan tangan dan kadang-
kadang ujung jari memucat disertai rasa nyeri.
b) Sistem Tulang, sendi otot gangguan osteartikular terutama pada tulang, kurpal,
sendi siku.
c) Istem syaraf yaitu kelainan syaraf sensoris yang menimbulkan
paraestesia/kesemutan, menurunya sensitivitas gangguan membedakan atropi.
3.4 Cahaya
Cahaya merupakan sumber yang memancar energi, sebagian energi diubah
menjadi cahaya tampak. Penyebaran cahaya dari sumber cahaya yang tergantung
pada akontruksi kulit pelindung yang digunakan. Penerangan kurang dapat
menyebabkan kelainan ada indera.
Dampak dari pencahayaan antara lain : mengeluh kelelahan mata (iritai
konjugtivis), sakit kepala, terganngu ketajaman penglihatan serta akomodasi dan
konvergasi menurun.
3.5 Radiasi
Radiasi adalah suatu energi yang memiliki kemampuan untuk menembus
objek termasuk tubuh manusia . Ada 2 jenis radiasi : 1) radiasi pengion jika
radiasi mempunyai kemampuan untuk melepas elektron dari orbitnya pada system
atom dan membentuk suatu ion. Misalnya sinar X, sinar gamma, dan sinar kosmis;
2)Radiasi nonpengion adalah radiasi yang tanpa ada pelepasan electron yang
tergantung pada panjang gelombang, mialnya sinar ultraviolet, sinar yang bias
dilihat (sinar laser) dan sinardengangelombangpendek.
3.5.1.1 Radiasi Ultraviolet
Sinar ulta violet digunakan pada biological safety cabinet dalam
menyipakan obat-obatan kangker yang sering juga untuk mencuci hamakan
rugan yang terkontaminasi dengan virus misalnya campak, varisella. Efek
yang ditimbulkan kulit terbakar dan kerusakan mata.
Dari hasil seminar Kesehatan dan Keselamata Kerja (K3)di rumah sakit
persahabatan tanggal 13 Nopember 2001 didapat bahwa penyebab kematian
yang berhubungan dengan pekerjaan diantaranya kanker mendudukipersentase
tertinggi dengan jumlah 34%, kecelakaan 25%, penyakit saluran pernafasan
kronis 21 %, penyakit kardiovaskuler 15 %, dan lain-lain sebesar 5%.
3.5.1.2 Laser
Sinar laser digunakan di ruangoperasi minor dan mayor untuk proses eksisi
dan kateterisasijaringan. Pemaparan umumnyaterjadijika proses
tersebutdilaksanakansecarakurangtepat.
a) Radiasi Ionisasi
Pernapasan dapat terjadi pada pekerja di radiologi yang tidak
menggunakan alat pelindung diri (APD) dan berada didekat pesawat
rontgen. Derajat pernapasan tergantung pada jumlah radiasi, lama
pernapasan, jarak sumber radiasi dan jenis alat pelindung diri yang
digunakan. Spesimen jaringan maupun sekret manusia yang mengandung
isotop radioaktif dapat berbahaya.Efek yang ditimbulkan: eritema dan
dermatitis, mual,muntah, diare dan dapat menyebabkan kematian.Efek
kesehatan kronik dapat menimbulkan kangker kulit, tulang, kelainan
genetik, dan dapat terjadi cacat bawaan.

b) Radiasi Magnetik
Berasal dari instrumentasi resonasi magnetik yang berasal dari ruang 
MRI.

Selain itu efek radiasi dapat mengenai:


 Sistem pembentukan darah
Sumsum tulang adalah organ sasaran dari sistem pembentukan darah
karena pajanan radiasi dosis tinggi akan mengakibatkan kematian dalam waktu
beberapa minggu. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan jumlah sel
basal pada sumsum tulang secara tajam. Komponen sel darah terdiri dari sel
darah merah (eritrosit), sel darah putih (limfosit dan granulosit) dan sel keping
darah (trombosit).Dosis sekitar 0,5 Gy pada sumsum tulang sudah dapat
menyebabkan penekanan proses pembentukan komponen sel darah sehingga
jumlahnya mengalami penurunan. Efek stokastik pada sumsum tulang adalah
leukemia dan kanker sel darah merah. Berdasarkan pengamatan pada para
korban bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, leukemia merupakan efek
stokastik tertunda pertama yang terjadi setelah pajanan radiasi seluruh tubuh
dengan masa laten sekitar 2 tahun dengan puncaknya setelah 6 – 7 tahun.
 Kulit
Efek deterministik pada kulit bervariasi dengan besarnya dosis. Pajanan
radiasi sekitar 2-3 Gy dapat menimbulkan efek kemerahan (eritema) sementara
yang timbul dalam waktu beberapa jam. Beberapa minggu kemudian, eritema
akan kembali muncul sebagai akibat dari hilangnya sel-sel basal pada epidermis.
Dosis sekitar 3 – 8 Gy menyebabkan terjadinya kerontokan rambut (epilasi) dan
pengelupasan kering (deskuamasi kering) dalam waktu 3 – 6 minggu setelah
pajanan radiasi. Pada dosis yang lebih tinggi, 12 – 20 Gy, akan mengakibatkan
terjadinya pengelupasan kulit disertai dengan pelepuhan dan bernanah (blister)
serta peradangan akibat infeksi pada lapisan dalam kulit (dermis) sekitar 4 – 6
minggu kemudian.
 Mata
Mata terkena pajanan radiasi baik akibat dari radiasi lokal (akut atau
protraksi) maupun pajanan radiasi seluruh tubuh. Lensa mata merupakan bagian
dari struktur mata yang paling sensitif terhadap radiasi. Terjadinya kekeruhan
atau hilangnya sifat transparansi lensa mata sudah mulai dapat dideteksi setelah
pajanan radiasi yang relatif rendah yaitu sekitar 0,5 Gy dan bersifat akumulatif.
Dengan demikian tidak seperti efek deterministik pada organ lainnya, katarak
tidak akan terjadi beberapa saat setelah pajanan, tetapi setelah masa laten antara
6 bulan sampai 35 tahun, dengan rerata sekitar 3 tahun.
 Organ reproduksi
Efek deterministik pada organ reproduksi atau gonad adalah sterilitas atau
kemandulan. Pajanan radiasi pada testis akan mengganggu proses pembentukan
sel sperma yang akhirnya akan mempengaruhi jumlah sel sperma yang akan
dihasilkan. Dosis radiasi 0,15 Gy merupakan dosis ambang terjadinya sterilitas
yang bersifat sementara karena sudah mengakibatkan terjadinya penurunan
jumlah sel sperma selama beberapa minggu. Sedangkan dosis ambang sterilitas
yang permanen berdasarkan ICRP 60 adalah 3,5 – 6 Gy. Semakin besar dosis
yang di terima testis, semakin banyak jumlah penurunan sel sperma dan
semakin lama waktu pulih kembali normal, selama belum mencapai dosis
ambang kemandulan permanen. Pengaruh radiasi pada sel telur sangat
bergantung pada usia. Semakin tua usia, semakin sensitif terhadap radiasi
karena semakin sedikit sel telur yang masih tersisa dalam ovarium. Selain
sterilitas, radiasi dapat menyebabkan menopuse dini sebagai akibat dari
gangguan hormonal sistem reproduksi.
 Paru
Paru dapat terkena pajanan radiasi secara eksterna dan interna. Efek
deterministik berupa pneumonitis biasanya mulai timbul setelah beberapa
minggu atau bulan. Efek utama adalah pneumonitis interstisial yang dapat
diikuti dengan terjadinya fibrosis sebagai akibat dari rusaknya sel sistim
vaskularisasi kapiler dan jaringan ikat, yang dapat berakhir dengan kematian.
Kerusakan sel yang mengakibatkan terjadinya peradangan akut paru ini
biasanya terjadi pada dosis 5 – 15 Gy. Perkembangan tingkat kerusakan sangat
bergantung pada volume paru yang terkena radiasi dan laju dosis. Hal ini juga
dapat terjadi setelah inhalasi partikel radioaktif dengan aktivitas tinggi dan
waktu paro pendek. Efek stokastik berupa kanker paru. Keadaan ini banyak
dijumpai pada para penambang uranium. Selama melakukan aktivitasnya, para
pekerja menginhalasi gas Radon-222 secara berkesinambungan sebagai hasil
luruh dari uranium. Di dalam paru, radon selama proses peluruhannya sampai
mencapai bentuk stabil yaitu timbal, akan melepaskan partikel alpa yang sangat
berbahaya sebagai sumber pajanan radiasi interna.
 Sistem Pencernaan
Bagian dari sistim ini yang paling sensitif terhadap radiasi adalah usus
halus. Kerusakan pada saluran pencernaan menimbulkan gejala mual, muntah,
diare, dan gangguan sistem pencernaan dan penyerapan makanan. Dosis radiasi
yang tinggi dapat mengakibatkan kematian karena dehidrasi akibat muntah dan
diare yang parah. Efek stokastik yang timbul berupa kanker pada epitel saluran
pencernaan.
c) Laser
Sinar Laser yang digunakan diruangan Operasi monor dan mayor untuk
proses exsisi dan kateterisasi jaringan. Pemaparan umumnya terjadi ketika proes
tersebut dilaksanakan secara kurang tepat.
 Radiasi ionisasi
Pemaaran yang dpat terjadi pada pekerja diradiologi yang tidak
menggunakan pelindungdiri (APP) dan berada didekat pesawat ronsent.
Derajat pemaparan tergantung jumlah radiasi dan jenis alat pelindung iri
yang digunakan.
3.5.2 Aliran Listrik
Pemanfaatan aliran listrik di rumah sakit sebagai penerang, pemanfaatan
Peralatan medic dan non medic, yang juga secara langsung dimanfaatkan oleh
petugas rumah sakit ataupun oleh pasien. Bahaya listrik antara lain makroshock
yaitu adanya arus listrik yang dalam jumlah relatife besar mengalir melalui jarngan
tubuh manusia. Akibatnya terkejut, rasa lelah, gangguan pernafasan atau fibrilisasi
vestikuler pada jantung san luka bakar.
2.2 Hazard Biologi
Pemaparan kontak melalui produk darah dan cairan tubuh. Terjadi kontak dengan
produk dan cairan tubuh mungkin saja terjadi selama melakukan tindakan medis, tindakan
keperawatan maupun pembedahan. Pemaparan terhadap agen biologis ini umumnya terjadi
karena penerapan prosedur kerja yang tidak tepat.
2.3 Hazard Kimia
1) Karbon monoksida dan Nitrogen Oksida
Sumber utama karbon monoksida adalah dari asap rokok, pembakaraan yang
tidak sempurna, asap dari kendaraan dariemisi buangan kendaraan bermotor. Efek
yang ditimbulkan : pusing, mual, iritasi mata dan saluran pernapasan.
2) Ozon
Sumber utama ozon dari sarana sterilisasi yaitu air ozon yang merupakan
sumber air minum dari mesin fhoto copy. Efek yang ditimbulkan: iritasi mata dan
saluran pernapasan, pusing dapat menimbulkan kelainan genetik.
3) Etilen Oksida
Bahan kimia ini digunakan untuk desinfektan dan bahan untuk
mensterilisasikan alat. Pernapasan umumnya terjadi karena aerasi yang kurang
tepat pada wadah penampungan etilen oksida setelah proses sterilisasi selesai. Efek
yang ditimbulkan : iritasi saluran pernapasan, mata, diare, perubahan prilaku,
anemia, infeksi saluran nafas sekunder, sensitisasi pada kulit, gangguan reproduksi
dan karsinogen.
4) Metil Matakrilat (MMA)
Umumnya digunakan untuk proses fiksasi sedian di labortorium. Efek
kesehatan akut; iritasi mata, kulit dan membrane mulosa. Efek yang ditimbulkan:
sangat bervariasi mulai dari penurunan tekanan darah hingga serangan jantung.
Efek kesehatan kronik : degenerasi, mutagenesis dan teratogenesis.
5) Formaldehid
Efek kesehatan akut : iritasi pada mata dan pernapasan, nyeri ulu hati, mual,
hilang kesadaran (jika tertelan dalam jumlah yang besar). Efek kesehatan kronis:
terpapar dalam konsentrasi yang tinggi dalam uap pormalin selama beberapa waktu
dapat menyebabkan laryngitis, bronchitis, atau bronkopneumonia. Terpapar dalam
jangka waktu lama  dapat menyebabkan conjungtivitasdandiperkirakan dapat
menyebabkan kanker.
6) Tolueene dan Xylene
Bahan kimia ini digunakan untuk proses fiksasi sfesimen jaringan dan
pembersihan noda. Umumnya ditemukan di laboratorium histology, hemology,
makrobiology, dan sitilogy.
 Efek kesehatan akut: uap maupun cairannya dapat menyebabkan iritasi mata dan
lapisan mukosa, hilangan kesadaran, pusing dan penurunan mental. Tertelan
atau absorbsi bahan kimia ini melalui kulit dapat menyebabkan kulit terbkar dan
bersifat mudah terbakar.(flammable).
 Efek kesadaran kronik: jika bahan kimia ini mengandung campuran benzena,
maka dapat menyebabkan leukemia. Kontak kulit yang berkepanjangan dapat
menyebabkan dermatitis. Toluene diperkirakan dapt menyebabkan kerusakan
sistem reproduksi.
2.4 Hazard Ergonomi
Sikap tubuh, penggunaan alat yang tidak sesuai dengan antropometri pekerja dapat
menyebabkan gangguan kesehatan. Misalnya melakukan pekerjaan memindahkan pasien
dari tempat tidur ke restul atau sebaliknya, kalau tidak dilakukan dengan tehnik yang benar
akan menimbulkan gangguan kesehatan mulai dari gangguan yang ringan seperti mialgia
sampai berat terjadi HNP (Nucleus Pulsesus).
Menurut Sama’mur (1944) mengemukan beberapa prinsip ergonomi sebagai
pengangan :
1. Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran, dan
penempatan mesin-mesin, alat-alat petunjuk, car-cara sebagaimana seharusnya
menggunakan mesin(gerakkan, arah, dan kekuatan).
2. Untuk nomalisasi ukuran dan alat-alat industri harus diambil ukuran terbesar sebagai
dasar kerja, serta diatur dengan suatu cara sehingga ukuran dapat dikecilkan dan dapat
digunakan oleh tenaga kerja yang lebih kecil(misalnya kursi yang dapat dinaikkan
diturunkan, tempat duduk yang dapat disetel maju mundur).
3. Ukuran-ukuran antropometri terpenting seperti dasar ukuran-ukura dan penempatan
alat-alat adalah :
a. Bila dalam keadaan berdiri :
 Tinggi badan berdiri
 Tinggi bahu
 Tinggi siku
 Tinggi pinggul
 Tinggidepa
 Tinggi lengan
b. Dalam keadaan duduk :
 Tinggi duduk
 Panjang lengan atas
 Panjang lengan atas dan bawah
 Panjang lekuk lutut –garis punggung
 Arah lekuk lutut telapak
4. Pada pekerjaan tangan yang dialakukan diambil berdiri, tinggi meja kerja
sebaikanya 5-10 cm di bawah siku. Apabila berkerja berdiri dengan pekerjaan di
ats meja dan jika dataran tinggi siku di siku disebut O maka hendaknya dataran
kerja adalah :
Untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian O 5-10 cm
Untukm pkerjaan ringan 0- (5-10) cm
Untuk pekerjaan yang diperlukan untuk mengangkat beban berat yang
menggunakan otot punggung O – (10-20) cm.
5. Tempat duduk yang baikmemenuhio syarat sebagai berikut :
a. Tinggi dataran duduk yang dapat diatur dengan papan kaki yangsesuai dengan
tinggi lutut, sedangkan pada dalam keadaan latar.
b. Papan tolak punggung yangtingginya dapat diatur dan menekan pada punggung
c. Lebar papan duduk tidak kurang dari 35 cm
d. Tinggi meja disesuaikan dengan jenis pekerjaan.
2.5 Hazard Psikologi
Hazard psikologis biasanya disebabkan karena:
1. Stess akibat kerja
Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik tehadap
setiap tuntutan atasnya. Penyebab stress misalnya, tuntutan pekerjaan, sruktur
organisasi, kurangnya dukungan atau adanya kendala dalam berhubungan.
Manifestasi yang dapat ditimbulkan akibat stres adalah depresi, kecemasan, skit
kepal, jenuh, sulit mengambil keputusan, tidak ada kepuasan berkerjaan, tidak ada
keputusan berkerja dan gangguan pencernaan. Sedangkan perubahan akibat stres
antaralain absen dari pekerjaan, merokok, minuman keras.
2. Kerja Bergilir
Kerja bergilir adalah pekerjaan yangada dasarnya dilakukan diluar jam kerja.
Adapun mekanisme terjadinya penyakit ini yaitu : terganggunya ritme circadian akibat
(gangguan tidur dan peningkatan kepekaan), perubahan kebiasaan (diet, merokok) dan
perubahan kehiduapan sosial.
Gangguan kesehatan akibat kerja bergilir dapat menimbulkan reaksi fisiologis
antara lain : reaksi tingkah laku (kesalahan atau kecelakaan kerja), reaksi psikologis
(gangguan tidur), reaksi sosial (masalah keluarga).
2.6 Hazard Unsafe Condition
1. Peralatan pengamatan/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tindak
memenuhi syarat
2. Bahan alat-alat/peralatan rusak
3. Terlalu sempit /sempit
4. Sistem-sistem tanda peringatan yangkurang memadai
5. Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan
6. Keterampilan/tata/letak (Housekeeping) yang jelek
7. Lingkunagn berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap dan lain-lain
8. Bising
9. Paparan radiasi
10. Ventilasi dan penerangan yang kurang.

2.7 Hazard Unsafe Action


1. Mengoprasikan alat/peralatan tanpa wewenang
2. Gagal untuk memberikan peringatan
3. Gagal untuk mengamankan
4. Berkerja dengan kecepatan yang salah
5. Menyebabkan alat-alat
6. Memindahkan alat kesehatan
7. Menggunakan alat-alat dengan cara yang salah
8. Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.
9. Membokar secarasalah
10. Menempatkan/ menyusun secara salah
11. Menganggakt secara salah
12. Mengambil posisi salah
13. Memperbaiki alat/peralatan yang sedag salah jalan/hidup
14. Bersenda/bergurw di tempat kerja
15. Mabuk karena minuman berakohol atau minuman/obat.
2.8 Hazard Elektrikal
Proses pernapasan dapat terjadi jika pemakaian peralatan yang kurang tepat,
kurang pemahaman terhadap peralatan, kurang pengawasan maupun pemeliharaan alat
kurang diperhatikan. Kondisi yang berbahaya dapat terjadi karena adanya oksigen dan
uap air udara. Efek yang ditimbulkan: painful shocks, susah bernapas, kulit terbakar
(listrik dan panas), denyut jantung tidak teratur, dapat meenyebabkan kematian.

4. Identifikasi hazard
Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan
manajemen risiko K3. Identifikasi sumber bahaya dilakukan dengan
mempertimbangkan :

a. Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya


b. Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi
Kegiatan ini dilaksanakan melalui :
1) Konsultasi orang yang mempunyai pengalaman dalam bidang pekerjaan yang
mereka sukai dan menimbulkan kegiatan bahaya.
2) Pemeriksaan-pemeriksaan fisik lingkungan kerja.
3) Catatan sakit dan cidera-cidera insiden waktu yang lalu yang mengakibatkan
cidera dan sakit, menjelaskan sumber bahaya yang potensial.
4) Informasi/ nasehat identifikasi bahaya yang memerlukan nasehat, penelitian, dan
informasi dari seseorang ahli
5) Analisa tugas dengan membagi kedalam unsur-unsurnya maka bahaya yang
berhubungan dengan tugas dapat didefinisikan
6) Sistem formal analisa bahaya misalnya HAZOP/ HASAN (Depnaker, 1996)
 Kegunaan identifikasi bahaya adalah sebagai berikut :
a) Mengetahui bahaya-bahaya yang ada
b) Untuk mengetahui potensi bahaya tersebut, baik akibat maupun frekuansi
terjadinya
c) Untuk mengetahui lokasi bahaya
d) Untuk menunjukan bahwa bahaya-bahaya tersebut telah dapat memberikan
perlindungan
e) Untuk menunjukkan bawa bahaya tertentu tidak akan menimbulkan akibat
kecelakaan, sehingga tidak diberikan perlindungan.
f) Untuk analisa lebih lanjut
 Setalah bahaya-bahaya tersebut dianalisa akan memberikan keuntungan antara
lain :
(1) Dapat ditentukan sumber atau penyebab timbulnya bahaya
(2) Dapat ditentukan kualifikasi fisik dan mental seseorang yang diberi tugas
(3) Dapat ditentukan cara, prosedure, pergerakan, dan posisi-posisi yang berbahaya
kemudian dicari cara untuk mengatasinya
(4) Dapat ditentukan lingkup yang harus dianalisa lebih lanjut.

Menilai Resiko Hazard


Penelilaian Tiggkat Resiko Indentifikasi Hazard
Tinggka Uraian Penjelasan
t
A Almost Certain Kejadian hampir pasti terjadi disetiap
(sangat Mungkin) situasi
B Likely (Mungkin) Kejadian yang mempunyai peluang
terjadi disetiap situasi
C Moderate (Kadang-kadang) Kejadian yang dapat terjadi sekali-
kali pada beberapa waktu
D Unlikely Kejadian ada (Tiap kerap kali) di
beebrapa waktu
E Rare Kejadian hanaya terjadi dalam
keadaan yang tidak mungkin.

Ukuran Kualitatif tingkat Keparahan


Tinggka Uraian Penjelasan
t
1 Insignifikan Tidaka da cidera, kerugian Financial
(Tidak Signifikan) kecil
2 Monitor (Rendah) Pertolongan pertama dibutuhkan,
kerugian financial sedang
3 Moderate (Menengah) Perawatan medis, kerugian financial
cukup besar
4 Major Cidera serius, kehilangan kemampuan
produksi, kemampuan produksi,
kerugian financial besar.
5 Catastrophic Kematian, kerugian financial sangat
(Dasyat) besar.

5. Tujuan Identifikasi Hazard


Mengidentifikasi suatu bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui
potensi bahaya yang ada di lingkunga kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik
bahaya, maka dapat lebih berhati-hati dan waspada untuk melakukan langkah-langkah
pengamanan agar tidak terjadi kecelakaan, namun tidak semua bahaya dapat dikenali
dengan mudah (Ramli, 2009).

6. Kendala/Hambatan

Potensi bahaya dan risiko di tempat kerja antara lain akibat sistem kerja atau
proses kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan, yang bersumber dari keterbatasan
pekerjaannya sendiri, perilaku hidup yang tidak sehat dan perilaku kerja yang tidak
selamat/aman, buruknya lingkungan kerja, kondisi pekerjaan yang tidak ergonomik,
pengorganisasian pekerjaan dan hudaya kerja yang tidak kondusif bagi keselamatan dan
kesehatan kerja (Kurniawidjaja, 2010).

7. Solusi
Salah satu upaya penting untuk melindungi tenaga kerja dari potensi bahaya
yang ada yaitu dengan melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko, pengendalian
risiko pada pekerja Rumah Sakit serta melakukan risk mapping yang merupakan suatu
pemetaan bahaya di tempat kerja yang mempunyai potensi risiko bahaya tinggi dan dapat
mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja di masa yang
akan datang.
Melihat dari berbagai potensi bahaya tersebut maka perlu upaya untuk
mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakan bahaya yang dapat timbul
didalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu K3 rumah sakit dapat dikelola dengan baik
untuk pelaksanaan di pelayanan kesehatan seperti puskesmas atau klinik yang tujuannya
adalah melindungi pasien, pengunjung, pekerja dan masyarakat sekitar ditempat kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kurniawidjaja. ( 2010). Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta : Universitas
Indonesia
Ramli, S. (2010). Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja K3. Jakarta :
Dian Rakyat.

Anda mungkin juga menyukai