TIM PENELITI
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Ikan Guppy (Poecilia reticulata Peters) merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar
yang banyak digemari masyarakat sebagai hobi, terutama ikan guppy jantan karena mempunyai
warna yang lebih cerah dan sirip ekor yang lebar dengan corak warna bervariasi, sehingga
lebih menarik dibandingkan betina. Hal ini menyebabkan budidaya ikan guppy jantan secara
monokultur akan menguntungkan karena daya tarik dan daya jualnya yang tinggi. Kendala
saat ini adalah ketersediaan ikan guppy jantan sangatlah sedikit dibandingkan dengan ikan
guppy betina, dikarenakan dari hasil pemijahan yang dilakukan tidak dapat dikontrol rasio
jumlah ikan jantan yang didapatkan. Untuk itu perlu adanya upaya manipulasi untuk
menghasilkan ikan guppy (Poecilia reticulata Peters) jantan. Penelitian ini dilakukan dengan
tujuan mengetahui fenotipe Ikan Guppy, mengetahui perubahan sex reversal ikan guppy
dengan pemberian larutan aromatase inhibitor alami, mendapatkan data jumlah ikan guppy
yang dihasilkan dari pengaruh aromatase inhibitor alami. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan
Desember 2017-Mei 2018 di Perumahan Kalibata Utara II no 27 rt 5, Kelurahan Kalibata
Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan, Laboratorium IPA PGSD UHAMKA. Tahapan
penelitian ini meliputi: pengujian dosis, penentuan dosis aromatase inhibitor alami (propolis)
pada pakan, pembuatan pakan, pemeliharaan induk dan larva ikan guppy, sampling larva ikan
, pengukuran variabel, analisis data. Hasil penelitian didapatkan dosis propolis 0,3 µl pakan
untuk ikan guppy memberikan hasil fenotipe induk ikan guppy lebih cemerlang, burayak ikan
guppy lebih berwarna, dan gerakan lebih lincah dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan
pemberian propolis memberikan dampak perubahan sex reversal pada morfologi fenotipe ikan
guppy, sehingga terjadi maskulinasi ikan guppy betina menjadi cemerlang layaknya
jantan,terlihat pada fenotipe serit sirip ekor yang mengembang dan frekuensi pada saat
pertumbuhan dewasa jumlah jantan lebih banyak dibandingkan betina perbandingan 3 :1.
Sesuai dengan konsep hukum Mendel tentang Segregasi gen secara berkelompok.
v
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
SURAT KONTRAK PENELITIAN ................................................................ iii
ABSTRAK ...................................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Permasalahan Penelitian ................................................................. 2
C. Tujuan Khusus Penelitian ............................................................... 2
D. Urgensi Penelitian ........................................................................... 2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3
A. State Of The Art .................................................................................. 3
B. Biologi Ikan Guppy ............................................................................. 5
C. Sex Reversal............................................................................................ 6
D. Aromatase Inhibitor ............................................................................. 7
E. Inhibitor Alami........................................................................................ 8
F. Roadmap Penelitian................................................................................. 9
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Dosis dan Jumlah Bahan untuk Perlakuan………………………… 12
Tabel 2. Tingkat Kelangsungan Hidup Induk Ikan Guppy…………………. 14
Tabel 3. Perkawinan Ikan Guppy…………………………………………… 15
Tabel 4. Jumlah Konsumsi Pakan Harian Pada Induk Ikan Guppy………… 17
Tabel 5. Pengukuran Parameter Kualitas Air Selama Penelitian…………… 18
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Roadmap Penelitian……………………………………………. 9
Gambar 2. Bagan Alir Penelitian…………………………………………… 10
Gambar 3. Foto Lokasi Penelitian………………………………………….. 14
Gambar 4. Akuarium Pemeliharaan Burayak Ikan Guppy…………………. 16
Gambar 5. Induk Ikan Guppy Jantan dan Betina…………………………… 17
Gambar 1.a-b.c. Tempat Pemeliharaan Ikan Guppy……………………….. 24
Gambar 2.a-b-c Pakan Ikan, Propolis, Larutan Obat………………………… 24
Gambar 3. Ikan Kelompok 1………………………………………………… 24
Gambar 4. Ikan Kelompok 2 ……………………………………………….. 25
Gambar 5. Ikan Kelompok 3………………………………………………… 25
Gambar 6. Ikan Kelompok 4…………………………………………………. 26
Gambar 7. Ikan Generasi Filial 1 (F1)……………………………………….. 26
Gambar 8. Ikan Generasi Filial 1 (F1)……………………………………….. 27
Gambar 9. Ikan Generasi Filial 1 (F1) ……………………………………… 27
Gambar 10. Produksi Benih Ikan Generasi Filial …………………………... 28
Gambar 11. Produksi Benih untuk Generasi Filial 2 (F2)…………………… 29
Gambar 12. Produksi Benih untuk Generasi Filial 2 (F2)…………………… 30
Gambar 13. Produksi Benih untuk Generasi Filial 2 (F2) ………………….. 31
viii
BAB I. PENDAHULUAN
1
flavonoid dengan kadar protein yang tinggi (kandungan berflavonoid > 23.000 ppm/100 ml)
sehingga diharapkan lebih efektif dan efisien berperan sebagai penghambat aromatase alami dan
ramah lingkungan. Perubahan diferensiasi secara alami dimungkinkan pada fase larva,
dikarenakan pada masa tersebut kelamin ikan belum terbentuk secara permanen. Berdasarkan
hal ini maka peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian tentang lama waktu perendaman
indukan ikan guppy dengan aromatase inhibitor alami propolis setelah pasca fertilisasi terhadap
nisbah kelamin burayak/ larva ikan guppy (Poecilia reticulata Peters).
1.2 Permasalahan
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimanakah perilaku fenotipik ikan guppy dengan pemberian aromatase inhibitor
alami
b. Bagaimanakah perubahan sex reversal ikan Guppy dengan pemberian larutan
aromatase inhibitor alami
2
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
3
penggunaan salinitas yang berbeda juga
berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan nila
5. Diferensiasi Kelamin Tiga Genotipe Bahan aromatase inhibitor efektif
Ikan Nila yang Diberi Bahan meningkatkan persentase kelamin jantan ikan
Aromatase Inhibitor nila pada genotipe homogamet XX dan YY,
Peneliti : Ariyanto & Sudradjat. 2010 tetapi tidak pada genotipe heterogamete XY.
Jurnal Akuakultur Vol 5 No 2: 165- Selain ditentukan oleh faktor genetik,
174 diferensiasi kelamin ikan nila juga
dipengaruhi oleh lingkungan dan interaksi
antara faktor genetik dan lingkungan.
6. Pengaruh Hormon Testosteron Dari penelitian ini didapatka hasil
terhadap Maskulinisasi Benih Ikan perendaman benih ikan nila dalam larutan
Nila dengan Metode Dipping hormone metiltestosteron pada perlakuan H2
Peneliti : Muslim, Nopirman. 2011 sebesar 80 % dengan dosis 1,0 ml/ l sangat
Jurnal Majalah Ilmiah Sriwijaya Vol berpengaruh terhadap nsibah kelamin jantan
XIX No 12 Juli 2011 yang dihasilkan. Tingkat kelangsungan hidup
yang baik didapatkan pada perlakuan H3
sebesar 82,67% dengan dosis hormone 1,5
ml/l.
7. Peningkatan Jumlah Nila Jantan Hasil pengamatan didapatkan bahwa
Melalui Penggunaan Hormon pemberian hormone metiltestosteron alami
Metiltestosteron Alami daapt meningkatkan persentase jenis kelamin
Peneliti : Rosmaidar, Herlina jantan. Pemberian secara perendaman lebih
Jurnal Medika Veterinaria Vol 8 No 2 baik daripada pemberian melalui pakan.
Agustus 2014.
8. Pengaruh Pemberian Pakan yang Hasil penelitian ini didapatkan bahwa testis
Mengandung Tesits Sapi pada sapi sebagai campuran pakan dapat
Pengalihan Jenis Kelamin (Sex- mengubah jenis kelamin (sex reversal) ikan
Reversal) Ikan Nila Merah nila merah (Oreochromis niloticus) dan
(Oreochromis niloticus) menambah berat badan ikan nila merah, hasil
Peneliti : Adria & Hasibuan. 1999 yang paling efisien dengan pakan tambahan
Jurnal Batan Penelitian dan 10 % testis sapi berhasil 84 % ikan nila merah
Pnegembangan Apliasi Isotop dan jantan, sedangkan untuk berat badan ikan
Radiasi. P 353-357. nila merah jantan sampai umur 5 bulan 160
gram dan betina 120 gram. Kondisi
lingkungan dan kolam percobaan
mempengaruhi kehidupan ikan nila merah.
4
2.2 Biologi Ikan Guppy
Klasifikasi ikan Guppy menurut Nelson (1984)
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Cyprinodonoidi
Sub Ordo : Poecilioidei
Family : Poecilidae
Genus : Poecilia
Species : Poecilia reticulate Peters
Ikan guppy berasal dari daerah Amerika Selatan, tepatnya di daerah Amazon. Ikan guppy
merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki penampilan morfologis cukup menarik
dan toleransi yang tinggi terhadap kondisi perairan yang kurang baik. Selain hidup di perairan
tawar, ikan guppy juga mampu beradaptasi di perairan payau (Nelson, 1984) serta pada kisaran
0
suhu antara 25-28 C dengan pH sekitar ± 7,0. Ikan guppy bersifat omnivora dan memiliki panjang
tubuh sekitar 5-6 cm.
Ikan gapi merupakan ikan yang bersifat ovovivipar (Kirpichnikov, 1981) yaitu ikan yang
bertelur dan melahirkan. Menurut Jollie (1964) selama di dalam perut induknya, embrio mendapat
makanan bukan langsung dari induknya melainkan dari kuning telur. Ikan guppy memiliki gonad
yang cepat berkembang yaitu 3 minggu setelah larva lahir gonopodium pada jantan telah
berkembang , karena itu ikan guppy dikenal sebagai ikan yang berkembang biak cepat. Dalam satu
kali perkawinan, seekor ikan guppy melahirkan secara parsial sampai 3 kali dengan interval waktu
1 bulan (Fernando dan Phang, 1985). Pada saat fertilisasi , sperma yang masuk dalam tubuh induk
betina dapat bertahan hingga 6 bulan, sehingga dalam waktu 6 bulan tersebut ikan dapat
melahirkan walaupun tidak terjadi perkawinan kembali (Lesmana dan Dermawan, 2001). Ikan
guppy dapat menghasilkan anak dengan rata-rata terendah 30-80 ekor, namun ada juga yang dapat
5
menghasilkan sampai ratusan ekor ( Fernando dan Phang, 1985). Menurut Iwasaki (1989) siklus
hidup melewati berbagai tahap yaitu larva, juvenile, dewasa dan masa pertumbuhan maksimum.
Ikan guppy dapat memiliki pertumbuhan yang optimum di daerah yang mempunyai pencahayaan
yang cukup baik, selain berpangaruh juga terhadap keaktifan dan kecemerlangan warna tubuh.
Menurut Lingga dan Susanto (2007) perbedaan antara ikan gapi jantan dan ikan betina
telihat dari ciri-ciri morfologisnya. Ikan guppy jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil
dibandingkan ikan betina, ikan guppy jantan memiliki ekor lebih lebar dan warna ekor yang lebih
cemerlang dibandingkan betina. Pada ikan guppy jantan, sirip anal mengalami modifikasi menjadi
gonopodium (Mozart, 1996). Ikan guppy pada habitat alami untuk ikan betina dapat mencapai
ukuran maksimal 7cm, lebih panjang dari jantan yang panjangnya kurang dari 4 cm (Lingga dan
Susanto, 2007).
6
1:1. Tetapi apabila proses diferensiasi kelamin mengalami intervensi dengan bahan-bahan seperti
hormon maka akan mengalami perkembangan gonad yang berlawanan. Proses diferensisasi
kelamin pada betina ditandai dengan meiosis oogonia dan memperbanyak sel-sel somatik
membentuk rongga ovari. Sedangkan difereniasi kelamin pada jantan ditandai dengan munculnya
spermatogonia serta pembentukan sistem vaskuler pada testis (Zairin, 2002)
Perubahan lingkungan yang terjadi di dalam atau di luar tubuh akan diterima oleh indra
disampaikan ke sistem syaraf pusat, setelah itu dikirim ke hypotalamus, kemudian memerintahkan
kelenjar hipofisa untuk mengeluarkan hormon gonadotropin yang masuk ke dalam darah dan
dibawa kembali ke gonad sebagai petunjuk untuk memulai pembentukan gonad. Perubahan jenis
kelamin secara buatan dimungkinkan karena pada saat fase pertumbuhan gonad belum terjadi
diferensiasi kelamin dan belum ada pembentukan steroid sehingga dapat diarahkan dengan
menggunakan hormon steroid (Fujaya, 2002).
Keberhasilan penggunaan hormon steroid dalam pengarahan kelamin dipengaruhi oleh
jenis, dosis, waktu pemberian, lama pemberian, cara pemberian, dan suhu (Nagy et al., 1981).
Perlakuan hormon steroid untuk mengarahkan kelamin pada ikan secara eksogenus harus dimulai
pada waktu yang tepat. Yamazaki (1983) menyatakan bahwa waktu yang tepat untuk perlakuan
tersebut adalah sebelum diferensiasi kelamin dimulai yaitu pada saat stadia larva atau pada saat
ikan baru mulai makan. Menurut Kwon et al (2000) menyatakan bahwa masa diferensiasi kelamin
pada ikan bersifat spesifik tergantung spesies. Pada ikan guppy diferensiasi kelamin terjadi
sebelum ikan dilahirkan sampai beberapa saat setelah menjadi larva. Maka untuk proses
manipulasi dapat dilakukan pada fase embrio ketika masih di dalam ovari induknya (Yamazaki
dalam Anjastuti, 1995) maupun pada fase larva. Sedangkan menurut Arfah (1997), bahwa fase
diferensiasi kelamin ikan Poecilidae terjadi pada fase embrio sampai larva berumur 12 hari.
7
bersaing dengan substrat alami (testosteron) sehingga aktivitas aromatase tidak berjalan (Brodie,
1991).
Menurut Wozniak et al., (1992) terdapat dua jenis aromatase inhibitor, yaitu aromatase
inhibitor steroid dan aromatase inhibitor non steroid. Contoh dari aromatase inhibitor steroid
adalah 1,4,6-androstatrien-3,17-dione (ATD dan 4-hydroxy-androstenedione (4-OH-A),
sedangkan aromatase inhibitor non steroid diantaranya adalah imidazole (Hutchison et al., 1997)
dan fadrozole (Affonso et al., 2000). Aromatase inhibitor non steroid lebih efektif dalam
menghambat aktivitas aromatase dibandingkan dengan aromatase inhibitor steroid (ATD atau 4-
OH-A). Pada ikan Salmon, aromatase inhibitor telah berhasil menghasilkan jantan fungsional
sebesar 20% melalui perendaman telur selama 2 jam dengan dosis 10 mg/l (Piferrer et al., 1994).
Pemberian aromatase inhibitor ini telah terbukti mampu menghasilkan jantan sebanyak 38,89%
pada ikan cupang (Betta sp.) melalui perendaman embrio dengan dosis 30 mg/l (Wulansari, 2002),
meningkatkan persentase jantan pada ikan nila merah sebesar 20% dari kontrol melalui
perendaman embrio selama 10 jam dengan dosis 20 mg/l dengan persentase jantan 82,22%
(Nurlaela, 2002), ikan gapi (Poecilia reticula) sebesar 14% melalui perendaman induk selama 10
jam dengan dosis 50 mg/l dengan persentase jantan 54,29% (Mazida, 2002). Aktivitas aromatase
berkorelasi dengan struktur gonad, dimana larva dengan aktivitas aromatase yang rendah akan
mengarah pada terbentuknya testis sedangkan aktivitas aromatase yang tinggi akan mengarah pada
terbentuknya ovari (Server et al., 1999).
8
kelamin jantan . Mineral yang terdapat dalam propolis menyebabkan reaksi alkalis pada saluran
ekstraseluler pada menict. Reaksi ini menyebabkan androsperma (Y) bergerak lebih cepat daripada
gymnosperma (X) sehingga akan menghasilkan anakan jantan lebih banyak.
Dosis Gametik
Ikan Guppy Pemeliharaan
Aromatase Ikan Guppy
(Poecillia Induk dan Sex Reversal
Inhibitor
Larva Ikan Dominan
reticulata Alami Ikan Guppy
Guppy dan
Peters) (Propolis) Kodominan
9
BAB III. METODE PENELITIAN
Penentuan Dosis
Pengujian Aromatase Pembuatan
Dosis Inhibitor Alami Pakan Ikan
(Propolis)
Pemeliharaan
Pengukuran Sampling Larva Indukan dan
Variabel Ikan Guppy Larva Ikan
Guppy
Publikasi Jurnal
Laporan
Analisis Data Nasional ber-
Penelitian
ISSN
10
akuarium ukuran 20 x 20 x 20 cm untuk pemeliharaan larva, 24 buah akuarium ukuran 15 x 15 x
15 cm untuk induk yang akan melahirkan, serokan, 6 buah akuarium untuk memisahkan jantan
dan betina, perlengkapan aerasi/aerator, filter akuarium, pompa air mini, heater water, lampu air,
syring, thermometer, seser, mikroskop stereo, mikroskop compound, kamera digital DSLR, alat
bedah, pipet tetes, gelas objek, cover glass, dan alat-alat untuk mengukur kualitas air.
3.4.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah ikan Guppy (Poecilia reticulata Peters) 12 ekor jantan dan
12 ekor betina, pakan pellet, cacing sutera (Tubifex filiformis) untuk indukan, larutan metilen blue,
air tawar, propolis (resin lebah Trigona sp) mengandung ekstrak propolis 60 % rendemen propolis
(Propolis produksi LIPI Cibinong
11
Tabel 1. Dosis dan Jumlah Bahan untuk Perlakuan
Dosis Jumlah Pakan(gram) Propolis (µl) Alkohol (ml)
0 20 0 5
10 20 0,10 5
20 20 0,20 5
30 20 0,30 5
12
yang banyak. Pada gonad betina, sel bakal telur akan terlihat bulat besar dan terdapat bagian inti
yang dikelilingi sitoplasma yang berwarna merah.
3.5.6 Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel meliputi persentase jantan, tingkat kelangsungan hidup (SR), dan
kualitas air. Pengukuran kualitas air media pemeliharaan dilakukan 4 kali yaitu pada saat
pemeliharaan induk, sebelum diberi perlakuan (awal), selama perlakuan (tengah), dan akhir
perlakuan di media pemeliharaan. Paramater kualitas air yang diamati adalah suhu, DO, pH, dan
ammonia.
Jumlah Ikan Jantan
-Persentase Ikan Jantan = Jumlah Ikan yang Diamati 𝑥 100 %
13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Wilayah Penelitian
Wilayah Penelitian berada di Perumahan Kalibata Utara II NO 27 RT 4 RW 05 Kelurahan
Kalibata, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Penelitian dilakukan di rumah tempat peneliti
tinggal, di ruang kedua yang didesain untuk pemeliharaan ikan guppy di akuarium.
Foto Lokasi Penelitian
14
4.2.2. Kelangsungan Hidup Larva Ikan Guppy
Tingkat Kelangsungan hidup larva ikan baik dengan dosis propolis 0,10,20,30 µl. /kg
pakan. Hanya dalam masa pertumbuhan larva ikan ada beberapa yang mati, dikarenakan terserang
cendawan semu Saprolegnia sp dan Achlya sp pada sirip insang larva ikan, dan mata ikan, sehingga
mengakibatkan ada beberapa larva ikan mati sebanyak 3 ikan mati dihari yang berbeda. Untuk
kelangsungan hidup ikan didapatkan data pertumbuhan sampai bulan Mei, ikan jantan dan ikan
betina dengan frekuensi 1: 2 (jantan: betina), dan semuanya sudah siap untuk dilakukan pemijahan
generasi F2, tetapi penelitian adalah sex reversal yang hanya mencari data dari generasi indukan
menghasilkan anakan F1, selesai penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian lanjutan secara
mandiri untuk melakukan pemijahan generasi F2 sampai f3 sehingga didapatkan data siklus
genetika ikan Guppy secara komprehensif dan bisa berpotensi menjadi paten dengan perlakuan
sex reversal kembali. Data dari indukan sampai menghasilkan keturuan generasi F1 disajikan pada
tabel berikut ini .
No Indukan Ikan Ikan Jantan Ikan Betina
1 Jantan merah x Betina Merah 9 12
2 Jantan Merah x Betina Tuxedo 6 15
3 Jantan Tuxedo x Betina Merah 7 14
4 Jantan tuxedo x Betina tuxedo 5 16
5 Jantan merah x betina tuxedo 7 14
6 Jantan tuxedo x betina merah 8 13
Dari tabel didapatkan jenis kelamin ikan banyak jenis ikan betina, Hal ini sudah lazim
terjadi jumlah ikan betina akan lebih banyak dibandingkan ikan jantan, maka dari itu dilakukan
pemberian propolis sex reversal ditahap berikutnya, dengan mengubah karakter morfologis dan
fenotipe dari iakn jenis kelamin betina menjadi karakter morofologi dan fenotipe ikan jantan
sehingga nilai jual ikan betina menjadi tinggi juga seperti pada ikan jantan.
15
Gambar 4. Akuarium Pemeliharaan Burayak Ikan Guppy
16
Gambar 5. Induk Ikan Guppy Jantan dan Betina
Selama penelitian suhu akuarium berkisar antara 25.8-27.6 ºC, Ph berkisar antara 7.42-8.47,
DO berkisar antara 3.14-6.19 mg/L, dan ammonia berkisar antara 0.014-0.073 mg/L.
4.3 Pembahasan
Penentuan jenis kelamin pada ikan ditentukan oleh faktor genetika dan faktor lingkungan.
Faktor genetika merupakan penentu kelmain pada awal perkembangan embrio yaitu pasangan
kromosom kelaminnya saat zigot. Gonad berfungsi untuk menghasilkan sel gamet dan hormone
kelamin sesuai dengan kelamin yang ditentukan secara genetic. Hormon kelamin kemudian
mengatur perkembangan karakter kelamin sekunder dan mempengaruhi fungsi reproduksi
(Ukhroy, 2006).
Genotip betina XX akan terekspresi menjadi fenotip betina begitu pula dengan genotip
jantan XY akan terekspresi menjadi fenotip jantan dengan perbandingan 1 :1 untuk kondisi normal
tanpa pengaruh dari luar (Zairin, 2002)
Dalam penelitian , jumlah ikan guppy jantan yang dihasilkan pada perlakuan propolis dosis
30 µl propolis/ kg pakan,data menunjukkan lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Hal ini
diprediksi karena faktor penentu kelamin betina dan jantan tidak seimbang sebagaimana pernah
dilaporkan Yamamoto (1969) bahwa terdapat perbedaan persentase jumlah keturunan berkelamin
jantan dan betina pada ikan guppy dan beberapa ikan-ikan lain seperti ikan platy, ikan kongotetra,
rainbow tetra,neon tetra, marbel, black molly, cupang dan jenis ikan hias lainnya tidak normal.
Jenis kelamin suatu individu ditentukan oleh faktor genetis dan lingkungan (fenotipe). Jenis
kelamin pada zigot secara genetis merupakan hasil dari keseimbangan gen penentu jantan dan
betina di dalam kromosom kelamin, serta sebagian kecil gen yang berada di dalam autosom).
Kirpichnikov (1981) menyatakan perubahan jenis kelamin dapat terjadi apabila keseimbangan
gen penentu jantan dan betina di dalam autosom berubah.
Proporsi ikan guppy berkelamin jantan pada perlakuan dosis propolis 10,20,30 µl/kg untuk
sementara menunjukkan hasil lebih tinggi dibandingkan kontrol. Dalam hal ini perlakuan dosis
18
propolis 30µl/kg menunjukkan hasil yang baik walau ada perlakuan induk yang mati setelah
melahirkan karena terlambat dilakukan sifon pada akuarium . Pemberian dosis propolis untuk
sementara waktu menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan kontrol dan kadar dosis propolis
rendah, dikarenakan burayak ikan menunjukkan aktivitas berenang yang lincah, warna tubuh yang
lebih cemerlang mengkilap walau masih agak kesulitan menentukan jenis kelamin anak ikan,
dikarenakan masih belum cukup usia dalam pertumbuhan burayak ikan menjadi matang kelamin.
Kemampuan propolis dalam peningkatan proporsi ikan guppy jantan berhubungan dengan
bahan aktif bioflavonoid yang terdapat dalam chrysin, yang berfungsi sebagai aromatase inhibitor.
Aromatase inhibitor bekerja dengan cara menghambat aktivitas aromatase. Penghambatan ini
mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi estrogen yang mengarah pada tidak aktifnya
transkripsi dari aromatase sebagai feedbacknya.
Pengarahan kelamin jantan pada ikan guppy juga diduga terkait dengan adanya kadar
kalium dan mineral yang terdapat dalap propolis. Martati (2006) menyatakan bahwa tingginya
kandungan kalium yang diberikan dalam madu pada pakan larva ikan nila GIFT menyebabkan
perubahan kolesterol yang terdapat dalam jaringan tubuh larva menjadi pregnenolon. Pregnenolon
merupakan sumber biosistensis hormone-hormon steroid (testosterone) oleh kelenjar adrenal.
Hormon testosterone akan mempengaruhi perkembangan genital jantan, karakteristik seks
sekunder jantan dan spermatogenesis
Pada dosis propolis 30 µL/kg menunjukkan untuk sementara ikan guppy jantan menjadi
lebih agresif, dan proporsi mendekati ikan betina tinggi. Perlakuan pemberian dosis berlaku baik
pada perlakuan induk juga untuk burayak ikan guppy agar dihasilkan ikan guppy jantan lebih
dominan matang kelaminnya.
Parameter kualitas air merupakan salah satu faktor yang terkait dengan kelangsungan hidup
ikan. Kualitas yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan biologis ikan atau masih dalam toleransi
untuk hidup ikan. Selama penelitian parameter kualitas air masih berada dalam kisaran yang layak
untuk kehidupan ikan guppy( Tabel 4).
Suhu merupakan faktor lingkunga yang berpengaruh terhadap proporsi ikan guppy.
Proporsi betina meningkat secara gradual seiring dengan penurunan suhu dan proporsi jantan
meningkat seiring dengan meningkatnya suhu lingkungan (Karay’cel, 2006). Proporsi anak jantan
yang dihasilkan oleh induk yang dipelihara pada suhu 30ºC lebih banyak dibandingkan pada suhu
27ºC. Peningkatan jumlah ikan jantan diduga karena adanya peningkatan hormone jantan
testosterone yang sejalan denganmeningkatnya suhu inkubasi (Arfah, 2005).
Nilai pH berkisar antara 7.42-8.47 masih termasuk dlaam kisaran ph 6,.5-9 yang baik
untuk pertumbuhan dan reproduksi ikan.Nilai derajat keasaman berpengaruh terhadap
karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi pH maka semakin tinggi nilai alkalinitas dan
semakin rendahnya karbondioksid bebeas. Toksisitas senyawa kimia seperti ammonia yang tidak
terionisasi pada ph tinggi bersifat toksik (membunuh) dan lebih mudah terserap ke dalam tubuh
organisme akuatik (Effendi, 2003).
DO (dissolve oxygen) merupakan kadar oksigen yang terlarut di dalam air. Organisme
akuatik memerlukan oksigen dalam jumlah yang cukup agar tidak terjadi stress, hypoxia pada
jaringan, mudah terserang penyakit dan parasite. Bahkan dalam kondisi air ekstrim menyebabkan
kematian secara mendadak dan massal.
19
Amonia di perairan dihasilkan dari pemecahan nitrogen organic (protein dan urea) dan
nitrogen organic yang berasal dari dekomposisi bahan organic melalui proses amonifikasi. Amonia
yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Toksisitas meningkat seiring
dengan penurunan kadar oksigen terlarut, ph dan suhu.
Ikan Guppy hasil penelitian menunjukkan hasil perbandingan 1: 2( 1 jantan: 2 betina),
dengan tingkat kematian kecil, dikarenakan setiap dua hari dilakukan penyifonan pada wadah
akuarium ikan dipelihara, tujuanny agar kotoran ikan cepat terambil sehingga tidak terjadi proses
fermentasi anaerobic yang dapat meningkatkan kandungan nitrit sebagai zat toksik yang bisa
mengakibatkan ikan keraunan. Dengan teknik penyifonan setiap 2 hari dilakukan pada ikan guppy,
tingkat kematian dan stress ikan bisa ditekan signifikan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mazzida (2002) untuk menekan laju mortalitas ikan guppy.
Ikan guppy yang dipelihara dan setelah diberi perlakuan propolis dengan dosis rendah
dapat menghasilkan guppy kualitas kontes untuk jenis kelamin jantan. Nilai keindahan untuk ikan
guppy kualitas kontes dilihat dari bentuk sirip ekor dan bentuk tubuh. Sirip ekor sudah terlihat
indah melekat di pangkal ekor, bentuk tubuh proporsional, semisilinder, dan tidak terlalu panjang.
Nilai tertinggi diberikan untuk bentuk sirip yang menampilkan kesan kelembutan dan anggun,
apa pun tipe siripnya, dan ikan hasil penelitian memenuhi kriteria tersebut. Warna sudah
menunjukkan tingkat kecerahan, kemilau, dan komposisi warna merata sebagai nilai tambah dalam
kategori ikan guppy kualitas kontes.
20
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Propolis dapat meningkatkan persentase ikan guppy jantan dilihat secara fenotipe pada
dosis propolis 30 µl/kg pakan buatan, dan pertumbuhan burayak ikan guppy menunjukkan tingkat
kecemerlangan warna kulit yang lebih baik dibandingkan kontrol. Perlakuan sex reversal pada ikan
menunjukkan hasil signifikan, karakter ikan betina secara morfologi dan fenotipe sudah
menunjukkan karakter serit ekor lebih lebar dan corak warna lebih cemerlang yang menujukkan
karakter fenotipe ikan jantan dan tetap dipertahankan bagian perut tetap mengembang sebagai
karakter ciri khas ikan betina. Karakter fenotipe ikan jantan menunjukkan tingkat kecemerlangan
corak warna makin terang, dan serit ekor makin mengembang melebar sehingga didapatkan ikan
guppy jantan mendekati ke arah guppy kualitas kontes.
5.2 Saran
Perlu mencari alternatif aromatase inhibitor alami lainnya yang lebih ekonomis dan
terjangkau dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada ikan guppy sampai generasi F2 dan F3,
sehingga bisa dibuat peta pedigree keturunan ikan(sehingga bisa dihasilkan ikan guppy varietas/
ras baru yang lebih baik dan lebih unggul)
21
BAB VI. LUARAN YANG DICAPAI
IDENTITAS JURNAL
1 Nama Jurnal BIOSFER
22
DAFTAR PUSTAKA
Afonso, Iwama GK, Smith J, Donaldson EM. (2000). Effect of the aromatase inhibitor Fadrozole
on reproductive steroids and spermiation in male salmon (Onycorlyhchus kisutch) during
sexual maturation. Aquaculture, 188,175-187.
Arfah H. (1997). Efektivitas Hormon Metiltestosteron dengan Metode Perendaman Induk terhadap
Nisbah Kelamin dan Fertilitas Keturunan Ikan Gappi. Tesis.Tidak dipublikasikan, Institut
Pertanian Bogor.
Brodie A.(1991). Aromatase and Its Inhibitor . An Overview. J.Steroid Biochem. Molec.Biol.
40,255-261
Davis RB, Simco CA, Groudie NC. (1990). Hormonal Sex Manipulation and Evidence for Female
Homogamety in Channel Catfish. Gen.Comp.Endocr, 78,219-223
Dean W.(2004). Chrysin: It is an Effective Aromatase Inhibitor. Vitamin Research Vol 18, No, 4
Fernando A, Phang. (1985). Culture of the Guppy Poecilia reticulate. In Singapore. Aquaculture,
51,49-63
Fujaya Y.(2002). Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan Proyek Peningkatan
Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen
Pendidikan Nasional. 201 hal
Hartami P, Hatta M. (2013). Lama Waktu Perendaman Larva Ikan Cupang (Betta splendens) yang
Berumur 5 hari dengan Hormon 17α- Metiltestosteron terhadap Keberhasilan Monosex
Jantan. Konferensi Akuakultur Indonesia p. 1-8.
Jollie.WP, (1964). The Fine Structure of the Ovarian Folicle of the Ovoviviporous Poecilid Fish.
Journal of Morphology, 144,479-502.
Kartal M, Sender Kya, Semia Kurucu.(2002). GC-MS Analysis of Propolis Sample From Two
Regions of Turkey. Ankara University, Faculty Pharmacy, Department of
Pharmacognocy. Turkey
Kirpichnikov.(2004). Genetic Bases of Fish Selection Springer Veerlag. Berlin Heidelberg. New
York.410p
Kwon JY, Hurtado B, Mc Andrew.(2000). Maskulinization of Genetic Female Nile Tilapia
(Oreochromis niloticus) by Dietary Administration of an Aromatase Inhibitor During
Sexual Differentiation. Journal of Experimental Zoology, 287,46-53.
Lingga P, Susanto.(1987). Ikan Hias Air Tawar. Pt.Gramedia Jakarta. Jakarta
Mazzida A.(2002). Pengaruh Aromatase Inhibitor terhadap Nisbah Kelamin Ikan Gapi.
Skripsi.Tidak dipublikasikan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
23
Piferrer FS, Januy M,Carrilo I, Devlin E. (1994). Brief Treatment with an Aromatase Inhibitor
During Sex Differentiation Causes Cromosomally Female Salmon to Develop as Normal
Functional Males. Journal of Experimental Zoology,270,255-262. Wiley-Liss.Inc
Server, DM, Halliday , Waight, Dvies. (1999). Sperm Storage in Female of the Smooth New
(Triturus vulgaris L). Ultrastructure of the Spermathecal During the BEEDING Season.
Journal of Experimental Zoology, 283,51-70. Wiley-Liss Inc.
Syaifuddin A. (2004). Pengaruh Pemberian Suplemen Madu pada Larva Ikan Nila Gift
(Oreochromis niloticus) terhadap Rasio Jenis Kelamin . Skripsi. Tidak dipublikasikan.
Universitas Brawijaya, Fakultas Perikanan.Malang.
Wulansari R.S.(2002). Pengaruh Dosis Aromatase Inhibitor terhadap Nisbah Kelamin Ikan
Betta (Betta sp). Tesis. Tidak dipublikasikan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Wozniak A. Holman J. Hutchinson JB. (1992). In Vitro Potency and Selectivity of the Non-
Steroidal Androgen Aromatase Inhibitor CGS . Compared to Steroidal Inhibitor in the Brain.
J.Steroid. Biochem.Mol.Biol, 43,281.
Yamamoto. (1969). Sex Differentiantion Fish Physiology. Vol III P: 117-158. In Academic Pres.
New York
Yamazaki R.(1963). Sex Conrol and Manipulation in Fish . Aquaculture. 33, 329-354
Zairin M. Jr O Carman, A Laining, Nurdiana. (2002). The Effects of Different Exposure Time of
Metiltestosteron on Sex Ratio of Congo Tetra. Jurnal Ilmu Perairan dan Perikanan
Indonesia, 9,59-65
24
LAMPIRAN
Dokumentasi Ikan Guppy
25
Gambar 4. Ikan Kelompok 2
26
Gambar 6. Ikan Kelompok 4
27
Gambar 8. Ikan Generasi Filial 1 (F1)
28
Gambar 11. Produksi Benih Ikan Generasi Filial 1 (Untuk benih menuju generasi F2)
29
Gambar 12. Produksi Benih untuk Generasi F2
30
Gambar 13. Produksi Benih untuk Generasi F2
31
Gambar 14. Produksi Benih Ikan Guppy untuk Generasi Filial II (F2)
32
Lampiran Surat Keterangan Pengiriman Artikel
SURAT KETERANGAN
NO. 105/Pen.Bio/V/2018
Ketua Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Pasundan Bandung, dengan ini menerangkan bahwa :
Nama : Erwin,M.Si
NIDN : 0321018303
Unit Kerja : Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
Telah mengirimkan artikel penelitian dengan judul “ Studi Fenotipik Ikan Guppy (Poecilia
reticulate Peters) dengan Pengaruh Aromatase Inhibitor Alami untuk Sex Reversal Gametik Ikan”
dan dalam proses review pada Jurnal Ilmiah “BIOSFER” e-ISSN : 2549-0486. Yang dikelola oleh
Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Pasundan, Bandung.
Demikan surat keterangan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
33
34