Anda di halaman 1dari 33

Review Jurnal

Sel Bahan Bakar Padatan Oksida

Disusun oleh:
Rahma Laras Novisa
08092682125009

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
1. Sel Bahan Bakar Oksida Padat Sebagai Sumber Energi Yang Ramah
Lingkungan di Masa Pandemik COVID-19

Kebutuhan untuk memenuhi daya untuk rumah sakit dan pusat kesehatan
menjadi salah satu perhatian di masa pandemik saat ini. Kebutuhan daya ini dapat
dipenuhi dengan memanfaatkan sel bahan bakar oksida padat (SOFC) yang
menggunakan gas H2 melalui proses elektrokimia untuk menghasilkan listrik dengan
emisi rendah. SOFC memiliki efisiensi hingga 85%, menyediakan alternatif yang
ramah lingkungan dan efisien untuk perangkat penghasil listrik. Komponen SOFC
yang terdiri dari elektrolit dan elektrode yang memenuhi syarat dari berbagai aspek,
diharapkan dapat menghasilkan sel dengan kinerja elektrokimia yang baik agar
menghasilkan efisiensi yang tinggi ketika dikombinasikan dengan CHP, APU atau
UPS untuk menghasilkan daya yang dapat membantu dalam mengatasi pasokan
listrik di rumah sakit dan pusat kesehatan pada masa pandemik COVID-19.
Sel bahan bakar dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat mengubah
reaksi kimia antara hidrogen dan oksigen menjadi listrik. Hidrogen memiliki potensi
yang sangat tinggi sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan dengan karakteristik
yang menarik diantaranya hidrogen memiliki unit energi/massa tertinggi dari semua
jenis bahan bakar (141.90 J/kg), ramah lingkungan karena dari pembakarannya hanya
menghasilkan uap air yang menunjukkan jumlah emisi karbonnya nol, memiliki
energi reserve factor yang paling tinggi (1.00) dan faktor konversi menjadi listrik
yang besar membuatnya menjadi bahan bakar terbaik dengan efisiensi yang tinggi.
Teknologi dalam sel bahan bakar, memungkinkan transisi energi yang aman dan
sesuai dengan hasil yang ramah lingkungan juga hemat biaya. Sel bahan bakar
memiliki aplikasi potensial berupa penggantian baterai pada barang-barang konsumen
dan komputer portabel, melalui gabungan panas dan daya skala
perumahan/residential scale combined heat and power (CHP), hingga pembangkit
energi terdistribusi. Sel bahan bakar oksida padat/Solid Oxide Fuel Cell (SOFC)
menyediakan alternatif yang ramah lingkungan dan efisien untuk perangkat penghasil
listrik konvensional dan teknologi alternatif untuk menggantikan mesin pembakaran
internal. Sel Bahan Bakar Oksida Padat (SOFC) merupakan perangkat elektrokimia
yang dapat mengkonversi energi kimia menjadi energi listrik, beroperasi pada suhu
yang relatif tinggi yaitu sekitar 873-1.473K (600-1.200'C). Sel bahan bakar oksida
padat menggunakan elektrolit padat dan kedap gas untuk memisahkan bahan bakar di
sisi anoda sel bahan bakar dari udara di sisi katode. Aliran elektron di sekitar sirkuit
eksternal menghasilkan listrik DC yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi
listrik. Ion oksida hasil reduksi kemudian mengalir melalui komponen elektrolit
untuk bereaksi dengan ion positif atau molekul bahan bakar di anode untuk
menghasilkan air dan CO2. Ciri khas dari SOFC yaitu menggunakan material keramik
yang memiliki sifat ion-conducting sebagai elektrolit dan hanya dengan memiliki 2
fase operasi yaitu gas dan padatan. Elektrolit yang dihasilkan sebaiknya berbentuk
lapisan tipis untuk mengurangi kehilangan ohmik (ohmic losses) dan memiliki nilai
koefisien ekspansi termal (TEC) yang dekat dengan anoda dan katoda. Syarat agar
suatu material dapat menjadi elektrolit dalam SOFC diantaranya material elektrolit
harus memiliki tingkat konduktivitas oksida, ion atau proton yang lebih tinggi.

2. Struktur Dan Morfologi Elektrolit Apatit Lantanum Silikat Berbahan


Dasar Silika Sekam Padi

Silika komersil merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk preparasi
elektrolit padatan apatit lantanum silikat selama ini. Sekam padi mengandung silika
(SiO2) dengan jumlah yang tinggi yaitu 87-98%. Penelitian ini bertujuan menyintesis
apatit lantanum silikat dengan sumber silikon dari silika sekam padi untuk
mengetahui pengaruh penggunaan silikon dari sumber yang berbeda terhadap struktur
dan morfologi kedua lantanum silikat apatit dikarakterisasi dengan XRD dan SEM.
Struktur dihaluskan dengan menggunakan metode Le bail dari rietica kedua elektrolit
apatit memiliki struktur dengan grup ruang P 63/m. Hal ini disebabkan bahan bakar
fosil merupakan suatu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Sel bahan
bakar atau fuel cell merupakan salah satu solusi dari krisis energi. Sel bahan bakar
dapat dibedakan berdasarkan jenis elektrolitnya yaitu alkaline fuel cell (AFC), direct
methanol fuel cell (DMFC), phosphoric acid fuel cell (PAFC), proton exchange
membrane fuel cell (PEMFC), molten carbonate fuel cell (MCFC) dan solid oxide
fuel cell (SOFC). Material pendukung sel bahan bakar ini terbuat dari oksida-oksida
yang relatif stabil terhadap suhu tinggi. Selain itu, sel bahan bakar ini dapat
beroperasi dengan berbagai jenis bahan bakar (H2, gas alam dan gas sintetis).
Hidrotermal merupakan metoda yang layak dipilih untuk sintesis apatit lantanum
silikat karena memungkinkan didapatkan padatan yang memiliki kemurnian dan
kristalinitas tinggi dan suhu sintesis yang digunakan rendah menggunakan SiO 2
sebagai sumber silikat pada elektrolit apatit yang dibuatnya. Silika yang digunakan
merupakan silika komersil berjenis amorf dengan tingkat kemurnian 99,99%. Silika
dapat dihasilkan dari proses sintesis bahan kimia maupun ekstraksi dari bahan alam.
Isolasi silika yang ramah lingkungan juga sudah banyak dilakukan diantaranya isolasi
silika dari sekam padi menggunakan metode presipitasi. Hasil XRD didapat puncak
yang lebar dan khas untuk silika yaitu pada 2θ = 22. Puncak yang lebar tersebut
menunjukkan bahwa silika yang dihasilkan merupakan silika berjenis amorf sehingga
dapat diaplikasikan untuk berbagai bidang penelitian diantaranya sebagai bahan
pelapis sebagai katalis dan sebagai salah satu prekursor zeolit sintetis.
Sumber lantanum diperoleh dari lantanum oksida dengan kemurnian tinggi
(Sigma-Aldrich 99,999%) sebelum digunakan dikalsinasi pada 1000°C selama 10 jam
untuk dekarbonasi. Kedua oksida ditimbang sesuai dengan perbandingkan
stoikiometrinya kemudian dilarutkan dalam 50 mL NaOH 3M selanjutnya diaduk dan
dimasukkan ke dalam autoklaf dan dipanaskan dalam oven pada 230°C selama 3 hari.
Padatan yang terbentuk dipisahkan dari pelarutnya, kemudian dicuci dengan air bebas
ion, dan dikeringkan dalam oven pada 100°C selama 24 jam untuk menghilangkan
air. Padatan oksida yang terbentuk selanjutnya dikarakterisasi. Difraktogram XRD
yang dihasilkan kemudian dihaluskan strukturnya dengan metode Lebail dari
perangkat lunak Rietica. Morfologi oksida dikarakterisasi dengan SEM pada pelet
apatit lantanum silikat yang sudah dilakukan kompaksi dengan tekanan sebesar 5
Kg/cm2 selama 30s dan dilakukan sintering pada suhu 1330ºC selama 3 jam.
Pola difraksi sinar-x oksida hasil sintesis dibandingkan dengan pola difraksi sinar-
x oksida apatit dengan komposisi sama yang terdapat dalam ICSD. Data hasil
eksperimen ditunjukkan dengan bulatan-bulatan kecil warna hitam, sedangkan data
standar dari ICSD ditunjukkan dengan grafik warna merah, perbedaan antara data
eksperimen dan data standar atau data hitung ditunjukkan dengan garis-garis warna
hijau. Selain adanya fase apatit lantanum silikat, fase ini yang hampir selalu
ditemukan pada reaksi pembentukan apatit lantanum silikat sesuai dengan diagram
fase untuk La2O3/SiO2. Hal ini ini juga sangat dimungkinkan karena secara
termodinamika fase lantanum ortoosisilikat lebih stabil daripada apatit lantanum
silikat pada suhu di bawah 1600°C.

3. Studi Awal Penggabungan Antar Komponen Sel Bahan Bakar Berbasis


Keramik

Hal ini karena berkurangnya cadangan minyak bumi, meningkatnya kebutuhan


energi, dan pemeliharaan lingkungan. Sel bahan-bakar oksida padat adalah
pembangkit listrik baru yang memberikan harapan untuk memenuhi kebutuhan energi
dimasa mendatang, karena disamping membangkitkan energi yang ramah lingkungan
juga dapat mengkonversi energi dengan efisiensi lebih tinggi dibandingkan jenis lain.
Untuk menguasai teknologi solid oxide fuel cell/SOFC, perlu penelitian dan
pengembangan komponen utamanya yang terdiri dari elektrolit, katoda dan anoda.
Pada penelitian ini dilakukan studi awal penggabungan antar komponen fuel cell
berbasis keramik menggunakan teknik pressing, tape casting, dan electro phoretic
deposition (EPD), dengan kondisi dan proses sinter pada suhu dan waktu tertentu.
Bahan komponen yang dipilih sesuai untuk kondisi operasi SOFC. Bahan elektroda
yang cocok dengan elektrolit ini adalah La1-xSrxMnO3 atau La1-yCayMnO3
(sebagai katoda) dan Ni-ZrO2 (sebagai anoda). Pengamatan secara visual maupun
menggunakan SEM untuk penggabungan antar komponen dengan teknik tape casting
dan EPD menunjukkan hasil perekatan yang baik. Energi yang banyak digunakan
adalah energi listrik dan energi penggerak lainnya untuk transportasi. Untuk
mengantisipasi hal tersebut negara-negara maju telah kira-kira 20 tahun ini
mengembangkan pembangkit energi alternatif yang dapat diperbaharui, sehingga
tidak akan habis terpakai dan masih dapat terus dikembangkan, salah satu pembangkit
energi terbarukan yang saat ini sedang giat diteliti adalah fuel cell. Fuel cell adalah
divais elektrokimia yang dapat mengkonversikan secara langsung energi kimia
menjadi energi listrik atau dapat dikatakan adalah suatu media/perangkat tempat
terjadinya perubahan energi kimia menjadi energi listrik, melalui reaksi antara bahan
bakar gas (hydrogen). Prinsip kerjanya hampir sama dengan baterai, perbedaannya
baterai adalah benda penyimpan energi, sedangkan fuel cell alat untuk pembangkir
energi. Produk samping fuel cell ini berupa air, sebagai reaksi antara hydrogen dan
oksigen. Hasil samping tidak mengandung gas berbahaya (NOx atau SOx) yang
umumnya dihasilkan pada pemakaian bahan bakar minyak bumi. Jenis fuel cell ada
beberapa macam tergantung bahan elektrolitnya, ada yang berbentuk cair dan ada
yang berbentuk padat. Fuel cell dengan elektrolit cair kurang banyak
perkembangannya, kemungkinan besar karena lebih rumit pengemasannya, belum
lagi bila terjadi korosi akan memerlukan perawatan ekstra. Fuel cell dengan elektrolit
padat paling pesat perkembangannya, bahan elektrolitnya ada dua macam dari bahan
polimer dan dari bahan keramik, yang sudah dikenal dan banyak macam produknya
di pasaran luar negri adalah fuel cell jenis polimer. Dalam pembangkitannya fuel cell
ini menggunakan katalis dari bahan platina, yang mana merupakan bahan yang
mahal. Fuel cell jenis keramik juga menarik untuk dikembangkan, karena fuel cell
jenis keramik ini tidak memerlukan katalis, fuel cell ini akan otomatis terbangkitkan
bila dikondisikan pada suhu operasinya dengan adanya bahan bakar gas dan udara
(oksigen) di kedua elektrodanya. Fuel cell ini mampu menghasilkan energi listrik
pada kondisi operasi antara 700°C - 1000°C dengan daya out put bervariasi mulai
dari orde Watt sampai Mega Watt, tergantung jumlah dan luas sel yang dibuat (daya
sel dapat ditingkatkan dengan seri atau parallel). Oleh karena itu, fuel cell ini dapat
diaplikasikan sebagai central power station atau power station kecil (suatu
pembangkit listrik), cocok untuk kondisi wilayah Indonesia yang kepulauan, dapat
pula diaplikasikan untuk pembangkit di perumahan atau industri-industri. Selain
energi listrik, fuel cell jenis ini juga memproduksi energi panas, karena produk air
sebagai hasil samping masih mempunyai suhu tinggi, sehingga dapat berfungsi
sebagai turbin uap atau sebagai pemanas atau pengering. Sayangnya produk fuel cell
jenis keramik masih jarang, bahkan dipasaran luar negri masih dapat dihitung dengan
jari, dan yang adapun kapasitasnya yang lebih besar dibanding jenis polimer, dan
harganya tentu mahal. Penelitian dan pengkajian masih terus dilakukan, untuk
meningkatkan efisiensinya, baik daya maupun biaya produksinya.

4. Sintesis Dan Karakterisasi Elektrolit Ce0,9gd0,1-X Ndxo1,90 Untuk

Aplikasi Sel Bahan Bakar Padatan Suhu Sedang

Elektrolit berbasis serium seperti GDC10 telah banyak dikembangkan untuk


aplikasi sel bahan bakar oksida padatan suhu sedang atau yang dikenal dengan
Intermediate Temperatur Solid Oxide Fuel Cell (IT-SOFC). Kodoping merupakan
salah satu cara untuk meningkatkan konduktivitas elektrolit IT-SOFC. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh penambahan kodopan neodimium
(Nd) terhadap GDC10 dengan rasio molar x = 0,025, 0,050 dan 0,075 terhadap sifat
fisis dan elektrokimianya. Neodimium digunakan sebagai kodopan karena dapat
menurunkan energi aktivasi, sehingga konduktivitas elektrolit meningkat. Sampel
dikarakterisasi dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) untuk
mengidentifikasi fasa, Scanning Electron Microscope (SEM) untuk melihat morfologi
dan Thermal Gravimetric Analysis (TGA) untuk melihat stabilitas termalnya. Hasil
penelitian, kalsinasi pada suhu 700°C selama 5 jam dan sintering pada suhu 1350°C
selama 2 jam diperoleh densitas pelet elektrolit lebih besar dari 95%. Hal ini telah
memenuhi syarat sebagai elektrolit sel bahan bakar padatan yang baik. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa kodoping dapat meningkatkan konduktivitas sel elektrolit GDC
untuk aplikasi sel bahan bakar oksida padatan suhu sedang SOFC adalah sistem
pembangkit listrik yang menjanjikan karena memiliki efisiensi konversi energi kimia
menjadi listrik yang tinggi SOFC menggunakan elektrolit dalam bentuk padat dan
mampu secara langsung menghasilkan energi listrik dari energi kimia tanpa
mengeluarkan emisi yang berbahaya SOFC konvensional beroperasi pada suhu
tinggi.
Suhu operasi yang tinggi diantaranya menyebabkan ketidakstabilan pada
sistem jika digunakan untuk jangka panjang, biaya manufaktur yang tinggi dan
kesulitan pada pemilihan material yang tepat. Telah dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang SOFC yang bekerja pada suhu 500°C hingga 750°C. Penurunan suhu operasi
pada SOFC telah menarik perhatian para peneliti dikarenakan pada suhu tinggi akan
mempercepat degradasi komponen sel, biaya manufaktur semakin tinggi dan
kesulitan dalam pemilihan material yang sesuai. Sel elektrolit pada SOFC harus
memiliki konduktivitas ionik yang tinggi, densitas diatas 95% agar tidak terjadi
kebocoran, stabil pada suhu operasinya dan dapat difabrikasi melalui pemrosesan
keramik. Elektrolit berbasis serium adalah bahan terbaik untuk elektrolit pada suhu
sedang. Gadoliniumterdoping serium atau dikenal dengan GDC (Gadolinium Doped
Cerium) diketahui menjadi salah satu elektrolit berbasis serium yang paling baik di
antara jenis material lainnya. Pada suhu sedang, GDC harus memiliki konduktivitas
ionik yang tinggi dan bersifat stabil untuk penggunaan dalam jangka panjang. Akan
tetapi GDC mudah mengalami reduksi parsial pada operasi suhu sedang sehingga
stabilitasnya berkurang seiring penggunaan bahwa kodoping dapat mengurangi
reduksi parsial pada bahan dan lebih stabil pada suhu sedang sehingga meningkatkan
konduktivitas.
Strategi untuk menambahkan dopan dengan dua atau lebih kation heterovalen
(aliovalen) menunjukan hasil peningkatan konduktivitas ionik,memiliki kestabilan
termal pada suhu sedang dan densitas yang lebih baik dari sel elektrolit dengan
doping tunggal. Neodimium (Nd) memiliki ionik radius yang lebih besar dari pada
serium. Pada penelitian ini, dipelajari pengaruh penambahan neodimium sebagai
kodopan terhadap sifat fisis dan elekrokimia dopant tunggal GDC. Analisis elemen
dilakukan dengan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) Horiba EMAX bersamaan
dengan pengamatan SEM. Analisis elemen ini dilakukan dengan pengambilan 4
(empat) buah titik secara acak pada sampel dan diambil nilai rata-ratanya. Pembuatan
elektrolit padat untuk pengujian elektrokimia dilakukan dengan metode sintering
tanpa tekanan (pressureless sintering).

5. Perkembangan Teknologi Material Pada Sel Bahan-Bakar Padat

Paper ini akan membahas berbagai kemajuan dan tantangan dalam teknologi
material pada SOFC temperatur menengah, khususnya tentang perkembangan
material dan teknik untuk meningkatkan konduktivitas ionik material elektrolit.
Dalam situasi demikian, fuel cell banyak menarik perhatian karena memiliki banyak
keunggulan dibanding sistem pembangkit listrik konvensional termasuk efisiensi
yang tinggi, tahan uji, toleransi terhadap bahan bakar dan emisi SOx dan NOx yang
sangat rendah. Saat ini ada beberapa jenis fuel cell yang sedang dikembangkan.
Berdasarkan karakteristik elektrolit-nya fuel cell dibagi menjadi empat kelompok,
yang dinamakan phosphoric acid fuel cell (PAFC), molten carbonate fuel cell
(MCFC), proton exchange membrane fuel cell (PEMFC), dan solid oxide fuel cell
(SOFC). Sistem fuel cell yang paling maju adalah PAFC. MCFC sesuai dan efisien
untuk pembangkit listrik sekala besar sebab menghasilkan gas buang dengan
temperatur tinggi untuk dapat digunakan lagi dalam combined heat power (CHP).
Karakteristik SOFC memiliki keuntungan dibanding sistem pembangkit listrik dan
jenis fuel cell yang lain diantaranya penggunaan katalis platinum atau ruthenium yang
mahal tidak diperlukan, kualitas yang tinggi dari panas gas buang sangat berguna
untuk aplikasi pembangkit di industry, efisiensi tinggi untuk menghasilkan listrik (45-
65%) dapat dicapai dalam siklus kombinasi, perbaikan akibat hilangnya elektrolit dan
korosi elektroda dapat dibatasi dimana hal ini tidak dapat dilakukan pada jenis PAFC
dan MCFC, daya tahan sel sangat baik karena memiliki toleransi yang tinggi terhadap
pengotor seperti sulfur dalam bahan bakar, emisi CO2 sangat berkurang, SOFC dapat
digunakan sebagai water electrolyzer tanpa modifikasi yang banyak.
Sebagian besar material tersebut bekerja dengan baik pada temperatur operasi
yang tinggi. Namun demikian, ketika temperatur operasi diturunkan maka kinerjanya
akan menurun, dan aplikasinya untuk SOFC temperatur menengah sangat terbatas.
Saat ini, banyak usaha yang ditujukan untuk mengembangkan teknologi dan material
baru untuk SOFC temperatur menengah. Skema yang menggambarkan sel SOFC dan
fungsi dari masing-masing komponen diberikan. Mikrostruktur dan fungsi dari
komponen SOFC elektrolit harus memenuhi beberapa persyaratan, termasuk transfer
ionik yang cepat, mengabaikan konduktivitas elektronik dan stabilitas termodinamis
pada rentang temperatur yang luas dan tekanan parsial oksigen.

6. Karakteristik Fisik Dan Konduktivitas Spesifik Batas Butir Dari


Elektrolit Padat Gadolinium Ceria (Gc) Untuk Aplikasi Sel Bahan Bakar
Oksida Padat Temperatur Menengah

Percobaan ini diawali dengan preparasi serbuk elektrolit menggunakan metode


sol-gel dengan prekursor berupa nitrat tanah jarang. Material untuk pengujian dibuat
dalam bentuk pelet dengan dimensi 1 cm dengan cara kompaksi dengan gaya 40 kN
untuk menghasilkan pelet basah. Perubahan dimensi dari pelet sebelum dan sesudah
sintering diukur untuk menentukan nilai densitas relatif dari setiap pelet. Pengujian
EIS dilakukan pada rentang temperatur 350-600C pada selang pengukuran 50C dan
frekuensi 2 MHz-20 Hz. Data-data impedansi kemudian dimodelkan dan dilakukan
simulasi fitting dengan bantuan paket program Zview. Beberapa pelet elektrolit hasil
sintering pun dianalisis dengan menggunakan XRD dan SEM untuk mendapatkan
karakteristik fisik dari elektrolit padat hasil sintering. Struktur kristal yang dihasilkan
dari pelet hasil proses sintering berupa cubic fluorite. Untuk itu, sel bahan bakar
khususnya sel bahan bakar oksida padat menjadi nitrat dalam menyediakan energi
alternatif. Komponen utama dari devais ini terdiri dari tiga bagian yang semuanya
dalam bentuk padatan, yaitu anoda, katoda dan elektrolit. Diantara ketiganya,
elektrolit memainkan peranan penting dalam menentukan kinerja devais ini.
Temperatur operasi yang tinggi (800-1000°C) yang digunakan untuk mengaktivasi
elektrolit padat dalam SOFC, merupakan masalah utama dalam operasional devais
elektrokimia ini. Dalam upaya menurunkan temperatur operasi menuju temperatur
menengah (450-700C), berbagai metode diperlukan mulai dari pencarian elektrolit
padat alternatif, modifikasi komposisi, mikrostruktur, hingga pembuatan elektrolit
padat lapisan tipis. YSZ (yttria stabillized zirconia) telah dikenal secara luas sebagai
sistem elektrolit padat yang digunakan dalam komponen elektrolit dalam berbagai
devais elektrokimia, mulai dari sensor, SOFCs, hingga SOECs (solid oxide
electrolyte cells), meskipun begitu pada temperatur yang lebih rendah, konduktivitas
ionik elektrolit padat YSZ menurun sehingga belum dapat digunakan untuk aplikasi
temperatur menengah. Elektrolit padat berbasis GC (gadolinium ceria), menjadi
kandidat kuat dan berpotensi untuk dijadikan alternatif YSZ untuk mengatasi masalah
konduktivtas ionik yang rendah. Lebih lanjut, modifikasi mikrostruktur dengan
melakukan pendekatan metode sintesis sistem elektrolit padat menuju ukuran nano
dan pembuatan elektrolit padat dalam bentuk lapisan tipis, dipercaya dapat
meningkatkan peforma kelistrikan dari sistem elektrolit padat yang digunakan. Pada
penelitian ini, akan dibahas pengaruh penambahan variasi dopan Nd3+ terhadap
karakteristik fisik dan konduktivitas ionik spesifik batas butir dari elektrolit padat
berbasis GC pada serbuk dengan rumus kimia Ce0,8Gd0,15Sm0,05NdxO1,9.
Preparasi Sampel Untuk melihat pengaruh dopan Nd3+ terhadap karakteristik
fisik dan elektrik dari elektrolit padatan GC (gadolinium ceria), serbuk dengan
komposisi Ce0,8Gd0,15Sm0,05NdxO1,9 dibuat dengan teknik doping ganda variasi x
(at%) = 0; dan multi doping dengan variasi x (at%) = 0,025; 0,05; dan 0,075.
Kemudian prekursor dilarutkan dengan aquades dan dicampur dengan asam sitrat
sebagai katalis. Setelah itu, gel dikeringkan dalam oven pada temperatur 110C
selama 24 jam dan kemudian dikalsinasi pada temperatur 600C selama 2 jam.
Dimensi pelet diukur dan kemudian pelet dilakukan proses sintering di dalam muffle
furnace. Temperatur sintering divariasikan mulai dari 1200, 1300 dan 1400C dengan
waktu penahanan selama 5 jam. Dimensi dan massa dari masing-masing sampel
sebelum sintering dan sesudahnya, diukur untuk mendapatkan karakteristik rapat
massa dari setiap sampel. Elektroda standar dalam penelitian ini berupa pasta perak
yang dibuat dengan metode screen printing pada kedua sisi pelet elektrolit padatan.
Pasta perak yang sudah terlapisi pada permukaan pelet elektrolit, kemudian
dipanaskan pada temperatur 600C selama 1 jam. Selanjutnya, sampel dihubungkan
dengan kawat platina (Pt) dengan bantuan pasta.
Pengujian EIS dilakukan pada rentang temperatur 600 - 350C dengan selang
pengukuran 50C dan pada rentang frekuensi 20 Hz - 2 MHz. Karakterisasi ini
bertujuan untuk memastikan kehomogenan sampel hasil sintesis, analisis morfologi
dan penentuan struktur kristal hasil sintesis. Analisis XRD dan SEM EDS Hasil
pengujian XRD dari representasi material hasil rekayasa doping dengan teknik
doping ganda (0% Nd) dan multidoping (2,5% Nd), pola difraktogram hasil
karakterisasi XRD pada dua buah pelet yang disinter pada temperatur 1300C.

7. Aplikasi Sistem Fuel Cell Sebagai Energi Ramah Lingkungan


Di Sektor Transportasi Dan Pembangkit

Perkembangan teknologi fuel cell baru terasa setelah terjadi semakin pesatnya
perkembangan teknologi material. Perusahaan yang sukses dalam pengembangan
aplikasi ini seperti misalnya Pratt & Whitney telah berhasil mengaplikasikannya
untuk misi penerbangan antariksa Gemini IV dan suksesnya pendaratan Apolo di
bulan. Aplikasi teknologi fuel cell yang paling mutakhir adalah digunakannya 12 KW
fuel cell alkaline di pesawat ulang-alik NASA. Pada fuel cell ini, hidrogen dan
oksigen mumi digunakan untuk proses konversi listrik. Sejak tahun 1970,
Departemen Energi Amerika telah melakukan riset tipe Phosphoric Acid Fuel Cell
(PAFC) untuk pembangkit listrik dan sekarang telah memasuki tahap komersialisasi.
Sedangkan di Eropa, perkembangan teknologi fuel cell didukung oleh negara Uni
Masyarakat Eropa dan berbagai pihak swasta. Demikian pula di Jepang,
pengembangan teknologi fuel cell ini didukung oleh berbagai macam organisasi
pemerintah maupun swasta. Fuel cell adalah suatu sistem elektrokimia yang
mengubah energi kimia dari hidrogen dan oksigen langsung menjadi energi listrik.
Konstruksinya modular sehingga fleksibel dalam menyesuaikan dengan sumber
bahan bakar yang ada. Beberapa kendala yang masih dihadapi dalam komersialisasi
adalah ketahanan cell stack dan biaya perawatan yang tinggi. Untuk jenis SOFC,
status teknologinya baru pada tahap percontohan dengan kapasitas 1 kW sampai
dengan 25 kW yang dilakukan oleh NEDO Jepang, Enireche Italy, Westinghouse
USA. Kendala yang muncul dalam percontohan tersebut adalah cell material sintering
dan densitas tenaga yang rendah. Untuk jenis MCFC, status teknologinya baru pada
tahap percontohan dengan kapasitas 30 kW sampai dengan 1 MW (Jepang, Amerika
dan Italia). Di samping untuk pembangkit tenaga listrik, jenis ini dapat berfungsi
sebagai kogenerasi.
Permasalahan yang dihadapi dalam percontohan adalah penurunan tegangan,
pelarutan katoda dalam elektrolit, dan stabilitas material pada suhu tinggi. Untuk jenis
SOFC, sudah diaplikasikan untuk transportasi (bus kota, mobil, boat). Status
teknologi jenis ini baru pada tahap percontohan dengan kapasitas 21 kW Aplikasi
Sistem Fuel Cell. SOFC ini dapat dikembangkan untuk sistem hibrida dengan
pembakaran hidrogen. Masalah yang timbul selama percontohan adalah material,
sistem hibrida, dan penyimpanan hidrogen. Selain itu, Indonesia memiliki bahan baku
yang cukup besar jumlahnya serta cukup lengkap untuk digunakan dalam
membangun dan mengembangkan teknologi fuel cell. Seperti diketahui bahwa harga
fuel cell terus menurun sesuai dengan peningkatan perkembangan teknologi. Dan fuel
cell stack di mana proses elektrokimia akan terjadi pada sub-sistem ini, akan
menghasilkan listrik. Sedangkan unit power conditioning berfungsi mengkonversikan
listrik DC menjadi listrik AC.Proses penting yang terjadi pada subsistem fuel cell
adalah proses elektrokimia di mana reduksi-oksidasi gas hidrogen akan menentukan
efisiensi listrik yang dihasilkan. Tentunya hal ini dikaitkan dengan beberapa
komponen pokok sehingga aliran gas, reduksi-oksidasi gas, aliran proton dan elektron
dapat berjalan sehingga efisiensi sistem pembangkit listrik dapat dicapai.

8. Sintesis Nanopartikel Codoped Ceria Melalui Metode Sol-Gel


Menggunakan Ekstrak Jeruk Lemon (Citrus limon) Sebagai Agen
Pengkelat

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan sintesis dan karakterisasi


nanopartikel ceria terdoping Gadolinia 10% dan Neodimia 10% dengan metode sol-
gel menggunakan asam sitrat atau ekstrak jeruk lemon sebagai agen pengkelat.
Ce0,8Gd0,1Nd0,1O1,9 (GNDC1010) telah berhasil disintesis dengan metode sol-gel
menggunakan asam sitrat dan ekstrak jeruk lemon dengan variasi pH 5, 7 dan 9.
Berdasarkan hasil XRD, pola XRD dari GNDC1010 memiliki kemiripan dengan pola
XRD dari struktur fluorit ceria murni (JCPDS ICDD:00-034-394). Pergeseran 2θ ke
arah yang lebih kecil dari pola difraksi GNDC1010 dibandingkan dengan ceria murni
mengindikasikan terjadinya ekspansi kisi. Berdasarkan hasil penghalusan
(refinement) GNDC1010 hasil sintesis memiliki struktur kubik dengan grup ruang
Fm3m dan parameter kisi pada rentang 5,435(1) hingga 5,4438(7) Å. Ukuran kristalit
(persamaan Scherrer) GNDC1010 ekstrak berada pada rentang 4,27 nm hingga 13,85
nm. Ceria terdoping merupakan salah satu kandidat elektrolit padat yang unggul
untuk pengembangan elektrolit padat IT-SOFC karena konduktivitasnya yang tinggi
pada suhu menengah dibandingkan dengan elektrolit padat komersial, Zirkonia
terstabilkan Ittria (Ytrria Stabilized Zirconia). Guan et al. telah berhasil menyintesis
nanopartikel seng oksida (ZnO) dengan menggunakan ekstrak jeruk nipis sebagai
sumber zat pengkelatnya (Ain & Nor 2013). Tyas (2015) telah berhasil menyintesis
nanopartikel ceria terdoping gadolinia 20% menggunakan metode solgel dengan jeruk
nipis sebagai agen pengkelat. Ekstrak jeruk lemon telah digunakan oleh Sujitha &
Kannan (2013) sebagai agen pereduksi dan penstabil pada biosintesis nanopartikel
emas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan jeruk lemon
terhadap sintesis nanopartikel ceria terdoping Gadolinia 10% dan Neodimia 10%
dengan metode sol-gel serta untuk mengetahui pengaruh parameter pH terhadap
karakteristik nanopartikel ceria terdoping Gadolinia 10% dan Neodimia 10%
(GNDC1010) yang dihasilkan. Bahan-bahan yang digunakan antara lain
Ce(NO3)3.6H2O (Aldrich, 99%), Gd(NO3)3.6H2O (Aldrich, 99,99%),
Nd(NO3)3.6H2O (Aldrich, 99,9%), NH4OH 1M, asam sitrat dan ekstrak jeruk
lemon. Pola difraksi hasil analisis dengan XRD dilakukan penghalusan (refinement)
dengan software Rietica untuk menentukan struktur kristal, grup ruang, dan
parameter kisi GNDC1010 yang dihasilkan. Sintesis nanopartikel ceria terdoping
Gadolinia 10% dan Neodimia 10% (GNDC1010) telah dilakukan dengan metode sol-
gel menggunakan ekstrak jeruk lemon. Ekstrak jeruk lemon mengandung asam sitrat
yang berperan sebagai pengkhelat dalam proses sintesis ini.

9. Membran Polimer Elektrolit Dalam Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

Dengan terus berjalannya waktu, maka dibutuhkan sumber energi baru yang bisa
mengurangi penggunaan minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Banyak
dikembangkan mesin - mesin penghasil energi listrik yang ramah lingkungan, salah
satunya yaitu sel bahan bakar (Fuel Cell). Dalam teknologi PEMFC terdapat beberapa
komponen diantaranya elektroda, sumber bahan bakar dan membran elektrolit. Dari
sekian banyak jenis membran elektrolit yang telah dikembangkan, membran polimer
berbasis perfluorosulfonic acid (PFSA) misalnya Nafionr, merupakan membran yang
menjadi pilihan utama dan kini dapat dengan mudah ditemukan dipasaran namun
memiliki harga yang cukup mahal dan penurunan konduktivitas ionik pada
pemakaian diatas 80°C. Oleh karena itu saat ini beberapa usaha pengembangan
membran polimer elektrolit terus dilakukan untuk mendapatkan membran polimer
dengan konduktivitas ionik dan stabilitas termal maupun kimia yang tinggi serta
harga yang relatif murah. Limbah bungkus makanan mengandung zat - zat kimia
yang berbahaya bagi tubuh dan dapat diuraikan di dalam tanah dengan waktu yang
lama.
Limbah plastik mengandung jenis polimer sintetis diantaranya polistirena,
polietilen dan polipropilena (BPPOM., 2008). Polistirena mampu digunakan sebagai
bahan pembuatan membran elektrolit. Polistirena sebagai bahan termoplastik mampu
dijadikan bahan membran elektrolit dengan terlebih dahulu dilakukan sulfonasi untuk
menghasilkan Polistirena Tersulfonasi (PST) agar dapat diaplikasikan pada Fuel cell.
Gugus sulfonat mampu menghantarkan proton PST dibuat komposit dengan bahan
lain untuk meningkatkan kemampuan tukar kation. Zeolit ditambahkan pada material
komposit karena zeolit sebagai proton konduktor memiliki sifat hidrofilik sehingga
dapat meningkatkan konduktivitas ionik membran. Disamping itu, Penambahan
oksida dapat meningkatkan sifat fisik dan ketahanan termal dari membrane. Membran
PST/KV/Zeolit bersifat getas dan pecah - pecah jika dicetak. Untuk itu digunakan
pemlastik (plastisizer) sehingga membran lebih elastis dan mudah dibentuk. Dalam
penelitian ini dibuat komposit dari PST/KV/PEG/Zeolit untuk aplikasi membran
polimer elektrolit dalam sel bahan bakar dengan memvariasikan konsentrasi berat
zeolit dan PEG untuk mengetahui pengaruhnya pada KTK dan SD.
Preparasi Limbah Styrofoam Limbah Styrofoam bungkus makanan dilarutkan ke
dalam 200 mL klorofoam dan diisolasi dengan meneteskan pada akuades panas.
Sintesis PST 1,2-diklorometana sebanyak 20 mL dimasukkan dalam labu leher dua
lalu ditambahkan polistirena sebanyak 8 gram lalu distirer sampai semua polistirena
larut dan jenuh. Setelah polistirena larut dan jenuh lalu ditambahkan Asetil Sulfat (10;
20; 30; 40; 50 mL) dan direfluks pada suhu 50°C selama 1 jam. Pembuatan Kitosan-
vanilin (KV) 3,5 g vanilin dilarutkan dalam 15 mL etanol absolut dan ditambahkan
1,25 g kitosan (perbandingan kitosan: vanilin = 1: 2,8) dengan pengadukan serta
ditambahkan 2 tetes larutan piperidin kedalam larutan yang berfungsi sebagai katalis.
Setelah itu, campuran disaring kemudian endapan dicuci dengan etanol. Kitosan-
vanilin yang diperoleh dioven pada suhu 60°C sampai kering. Pembuatan Membran
Polimer Digunakan variasi penambahan Zeolit pada membran dengan komposisi
PST: KV: PEG: Zeolit = 12 %: 3 %: 6%: ( 1%; 2%; 3%; 4% ) dan variasi
penambahan PEG 2%; 4%; 6%; 8% dengan komposisi zeolit 4%. masing - masing
komposisi dilarutkan pada Dimetil Asetamida dengan komposisi total 10 g (b/b).
Larutan campuran di Stirer selama 24 jam dan di cetak pada plat kaca dan diuapkan
selama 12 jam pada oven dengna suhu 40°C sehingga didapat membran komposit.
Analisis Kapasitas Penukar Kation (KTK) Membran dengan ukuran 2 x 2 cm
ditimbang dan dicatat beratnya. Membran dimasukan dalam erlenmeyer dan
ditambahkan 50 mL HCl 0,1 M. (khusus kitosan vanillin penambahan HCl diganti
akuades). kemudian dioven pada suhu 60°C selama satu jam. Larutan kemudian
diambil 10 mL dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,005 M. Penentuan nilai KPK
menggunakan persamaan: = × Swelling degre (SD) air pada membran SD membran
ditentukan dengan menimbang membran dengan ukuran 2 x 2 cm dioven 60 oC
selama 12 jam dan ditimbang sebagai berat kering kemudian membran direndam
dalam 50 mL akuades selama 24 jam. Pemanasan dilakukan pada suhu 30-70°C
dengan kecepatan pemanasan 20°C per menit pada atmosfer udara dan reference
Al2O3. Gugus ~SO3H ditambahkan pada matriks polimer melalui reaksi substitusi
gugus Hidrogen yang terikat pada benzena oleh sulfur trioksida terprotonasi (~SO3H)
dengan suatu agen sulfonasi. Pada penelitian ini digunakan asetil sulfat sebagai agen
sulfonasi, karena asetil sulfat mudah bereaksi dengan matriks polimer polistirena
sehingga menghasilkan sebaran sulfonat yang homogen.

10. Sulfonasi Film Cptfe Tercangkok Stirena Untuk Membran Penghantar


Proton Sel Bahan Bakar

Penelitian bertujuan untuk membuat bahan membran hidrofil yang dapat berperan
sebagai membran penukar proton pada sel bahan bakar jenis PEMFC. Sulfonasi
dilakukan dengan asam klorosulfonat dalam pelarut dikloroetana pada berbagai
kondisi. Pengaruh persen pencangkokan, konsentrasi asam klorosulfonat, waktu dan
suhu reaksi terhadap sifat-sifat film tersulfonasi diuji. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa proses sulfonasi yang dilakukan pada suhu kamar tidak memberikan hasil
yang sempurna. Peningkatan konsentrasi ClSO3H dan suhu reaksi mempercepat
terjadinya proses sulfonasi namun juga menambah jumlah reaksi samping. Akibatnya
kapasitas penukaran ion, pengikatan air dan konduktivitas proton film menjadi
semakin berkurang namun ketahanan oksidasi pada larutan perhidrol menjadi
semakin bertambah. Penggunaan sel ini sangat menguntungkan karena dapat
menghasilkan energi listrik dengan efisiensi yang tinggi, beroperasi pada suhu yang
relatif rendah (50-80°C), bersih dan ramah lingkungan. Akan tetapi, komersialisasi
sel ini mengalami kendala mengingat penggunaan membran nafion yang mahal dan
berumur pendek. Oleh karena itu, perlu dikembangkan membran alternatif yang lebih
murah dan mempunyai unjuk kerja yang tinggi, di antaranya melalui modifikasi film
komersial menggunakan metode pencangkokan radiasi.
Film komersial yang digunakan dalam penelitian ini adalah politetrafluoroetilena
(PTFE) yang merupakan fluoropolimer dengan rumus struktur -(CF2CF2)m Film ini
mempunyai ketahanan kimia dan panas yang sangat baik sehingga untuk
mengembangkan membran berbasis film ini sudah banyak diupayakan, namun Film
PTFE berikatan silang (cPTFE) sangat stabil pada radiasi energi yang tinggi dan lebih
mudah dicangkok stirena daripada film PTFE. Agar bersifat hidrofil dan dapat
menghantarkan proton maka film cPTFE-g-S disulfonasi dan dihidrolisis dalam air
panas. Pada makalah ini akan didiskusikan hasil penelitian tentang sulfonasi pada
film cPTFE-g-S. Film teriradiasi dicangkok dengan larutan stirena 20-60% volume
dalam pelarut 2-propanol pada suhu 50-90oC selama 2-12 jam. Setelah itu, film
tercangkok stirena diekstraksi dengan kloroform dan dikeringkan hingga diperoleh
berat tetap. Sulfonasi. Sulfonasi dilakukan dalam tempat tertutup menggunakan asam
klorosulfonat dalam dikloroetana.`Setelah selesai, cuplikan direndam dalam etanol
selama beberapa jam, lalu dalam larutan NaOH 0,1 N dan dalam larutan HCl 0,1 N.
Akhirnya, cuplikan dididihkan dalam air distilat selama beberapa jam. Topografi
permukaan dan distribusi unsur-unsur dalam film sebelum dan sesudah sulfonasi
diamati dengan SEM-EDS. Keberhasilan reaksi sulfonasi dievaluasi dari nilai
kapasitas pertukaran ion (KPI). Mulamula film tersulfonasi direndam dalam larutan
NaOH standard kemudian kelebihan NaOH dititrasi dengan larutan HCl standard.
Setelah itu cuplikan direndam kembali dalam air selama beberapa jam lalu
dikeringkan dan ditimbang hingga berat tetap. Massa yang hilang dari film dalam
bentuk kering dihitung. Pereaksi yang dapat digunakan adalah asam sulfat, oleum,
belerang trioksida, asam klorosulfonat, dan asetil sulfat. Pada reaksi tersebut gugus -
SO3H ditambahkan pada lingkar benzena melalui mekanisme reaksi substitusi
elektrofilik. Beberapa reaksi samping seperti reaksi pembentukan sulfonil klorida dan
reaksi pembentukan ikatan silang dapat terjadi. Film cPTFE-g-S harus disulfonasi
untuk mendapatkan membran penghantar proton.

11. Nanopartikel Ceria Yang Didop Neodimium Untuk Aplikasi Solid Oxide
Fuel Cell (SOFC)
Hasil ini menginformasikan bahwa sampel yang disintesis menarbenar memiliki
konduktivitas yang cukup tinggi pada suhu medium sehingga memiliki potensi
aplikasi pada pengembangan solid oxide fuel cell (SOFC) yang beropreasi pada suhu
rendah. Proses yang terjadi pada sel bahan bakar adalah kebalikan dari proses
elektrolisis. Dalam sel bahan bakar terjadi penggabungan H2 dan O2 untuk
membentuk H2O. Dengan demikian reaksi total yang terjadi dalam sel bahan bakar
adalah 2H2 + O2 → 2 H2O. Semua negara maju melajukan penelitian intensif
pengembangan sel bahan bakar. Ini dilatarbelakangi oleh sejumlah keuntungan yang
diberikan sel tersebut seperti: a) Tidak ada gas rumah kaca yang dihasilkan.
Pembakaran bahan bakar fosil seperti premium dan solar menambah kandungan gas
rumah kaca di atmosfer bumi. Kendaraan yang menggunakan sel bahan bakar
digerakkan oleh mesin hidrogen yang tidak menghasilkan gas rumah kaca. b) Tidak
ada polusi udara. Buangan kendaraan memberi kontribusi yang besar pada piolusi
udara seperi asap dan partikel-partikel halus yang berbahaya. Kendaraan yang
menggunakan sel bahan bakar digerakkan oleh mesin hidrogen di mana buangannya
adalah air sehingga tidak ada polutan berbahaya yang dihasilkan. c) Meningkatkan
ketahanan nasional. Kendaraan sel bahan bakar berpotensi meningkatkan ketahan
energi nasional dengan mengurangi kebergantungan pada bahan bakar impor. Dengan
harga minyak sekitar $US 95 per barel maka biaya bahan bakar yang dihabiskan
sehari sekitar Rp 870 miliar. Hidrogen yang digunakan pada sel bahan bakar dapat
dihasilkan dari berbagai macam sumber seperti pengubahan bahan bakar fosil
menjadi hidrogen, dari reaktor nuklir, atau dari sumber energi terbarukan sehingga
dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil Lebih efisien. Motor bakar
pada kendaraan yang ada sekarang memiliki efisien konversi energi kurang bahan
bakar fosil menjadi energi yang menggerakkan kendaraan sekitar 20%. Kendaraan
yang menggunakan sel bahan bakar dapat mencapai efisiensi antara 40 - 60%. e)
Fleksibilitas disain. Penggunakan sel bahan bakar bentuk 'stack' dan motor listrik
memungkinan perancangan mobil dalam bentuk apapun. Sel bahan bakar dapat
didesain dalam bentuk apa saja untuk menempati ruang jenis apa pun dalam
kendaraan.
Hal ini tidak dijumpai pada mesin mobil bahan bakar fosil di mana bentuk mesin
harus tertentu. f) Tidak berisik. Kendaraan yang menggunakan sel bahan bakar tidak
berisik seperti kendaraan motor bakar yang ada saat ini. Meningkatnya harga bahan
bakar fosil dan makin menipisnya cadangan bahan bakar tersebut menjadi alasan lain
mengapa riset sel bahan bakar intensif dilakukan di seluruh dunia. Sekalipun seluruh
produksi minyak mentah diolah di kilang dalam negeri hasilnya tetap di bawah
konsumsi nasional. Ini artinya produksi minyak secara de facto sudah lebih kecil dari
konsumsi ICP merupakan patokan minyak untuk APBN Salah satu sumber energi
alternatif potensial adalah sel bahan bakar (fuel cell). Kajian serius tentang sel bahan
bakar harus segera dilakukan karena rentang waktu dari riset hingga tahap aplikasi
biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun. Harapan kita adalah saat cadangan
minyak Indonesia sudah masuk tahap kritis, sel bahan bakar suadah siap
diaplikasikan. Sebenarnya hampir seluruh produsen outomotif dunia telah membuat
prototipe mobil sel bahan bakar. Trend ini menunjukkan bahwa komersialisasi sel
bahan bakar tinggal menunggu waktu. Sel bahan bakar, khususnya yang
menggunakan oksida elektrolit padat, solid oxide fuel cell (SOFC) dianggap sebagai
sumber energi utama di masa depan karena efisiensinya yang tinggi, emisi polusi
yang rendah, dan sangat fleksibel. Yttria stabilized zirconia (YSZ), adalah material
yang umum digunakan sebagai elektrolit SOFC yang ada sekarang. Namun,
konduksitivtas ionik yang cukup tinggi agar dapat dipakai dalam sel bahan bakar baru
dicapai pada rentang suhu operasi 700 - 1000 oC [3], sehingga masih kurang praktis
diaplikasikan pada barang-barang elektronik bergerak yang umumnya beoperasi pada
suhu kamar. Dua pendekatan yang umumnya digunakan untuk mencapai tujuan
tersebut adalah mereduksi ketebalan elektrolit atau menggunakan material elektrolit
alternatif yang sudah memiliki sifat konduktivitas ionik yang tinggi pada suhu
rendah.
Lapisan tipis elektrolit yang berbasis ceirum oksida yang didop unsur tanah jarang
sangat potensial karena menghasilkan konduktivitas ionik yang lebih tinggi dibanding
YSZ. Maric dkk menyatakan bahwa elektolit YSZ konvensional tidak dapat
memenuhi harapan untuk mencapai konduktivitas tinggi pada suhu rendah meskipun
dibuat dalam bentuk film tipis. Meskipun film YSZ yang memiliki kerapatan tinggi
dengan ketebalan hingga beberapa mikrometer telah berhasil dideposisikan pada
anoda atau katoda, penurunan IR dari sel yang dibuat tetap tinggi pada suhu antara
500 - 700 oC. Dengan demikian, menjadi sangat vital untuk mengembangkan
material elektrolit yang dapat menghasilkan konduktivits tinggi pada suhu rendah
untuk membuat low-temperature solid oxide fuel cells (LTSOFCs). Contoh material
yang dikaji secara luas untuk aplikasi LTSOFC adalah ceria atau lantanum gallat
yang didop tanah jarang karena konduktivitas oksigen yang tinggi [7,8]. Ceria yang
didop Gd, and ceria yang didop Sm adalah contoh material yang populer yang dikaji
karena diprediksi memiliki konduktivitas yang cukup tinggi pada suhu rendah. Energi
aktivasi yang rendah menyebabkan ion lebih mudah berpindah dalam material
tersebut yang pada akhirnya melahirkan nilai konduktivitas ionik yang tinggi.

12. Pengaruh Dopan Y2o5, Er2o3 Dan Cao


Terhadap Sifat Fisis Dan Konduktivitas Bismuth Oxide (Bi2o3) Sebagai
Elektrolit Padat Pada Sistem Sofc

Penelitian tentang sintesa bahan elektrolit padatan untuk fuel cel berbasis bismuth
oksida dengan yttrium oksida, erbium oksida dan kalsium oksida sebagai dopan telah
dilakukan melalui proses coo presipitasi; dimana bismuth oksida; Y2O3, Er2O5 dan
CaO sebagai bahan dasarnya. Bahan-bahan tersebut dilarutkan dan kemudian di co-
precipitasi hingga dihasilkan suatu campuran material dengan ukuran butiran yang
sangat kecil (dalam orde nm) dan setelah itu di sintesa dengan teknik keramik
standar. Bahan hasil proses kemudian dianalisa menggunakan teknik difraksi sinar-X-
ray untuk memeriksa struktur dari fasa yang terbentuk. Hasil karakterisasi
memperlihatkan bahwa proses preparasi pada pembuatan padatan elektrolit berbasis
bismuth oksida dengan metoda coo presipitasi meningkatkan daya hantar ion oksigen
100 hingga 1000 kali. Bi2O3 murni mempunyai nilai daya hantar ion oksigen sebesar
7 x 10-4 ohm/cm dan setelah penambahan dopan, nilai daya hantar ion oksigennya
naik hingga mencapai 1 x 10-1 ohm/cm.
Bismut oksida (Bi2O3) merupakan padatan berwarna kuning pucat dan sangat
mudah tereduksi menjadi logam Bi dalam pemanasan dengan karbon atau hidrogen.
Bismut seskuioksida (Bi2O3) murni mempunyai dua bentuk kristal yang stabil yaitu
α-Bi2O3 yang berstruktur kristal monoklin yang stabil pada suhu di bawah 730°C
serta memiliki daya hantar (conductivity) yang rendah. Pada suhu yang tinggi yaitu di
atas 730°C Bi2O3 berubah fasanya menjadi fasa δ-Bi2O3 yang stabil sampai
mendekati titik lelehnya yaitu 825°C dan mengkristal dalam struktur kubik fluorit.
Lemahnya ikatan antara bismut dengan oksigen meningkatkan mobilitas dari ruang
kosong dalam kisi-kisi kristalnya. Kelemahan fasa δ-Bi2O3 sebagai bahan dasar
elektrolit padat yaitu fasa tersebut hanya stabil dalam kisaran suhu yang relatif sempit
yaitu 730 - 825°C. Penelitian dan pengembangan sel bahan bakar dengan bahan dasar
keramik sebagai elektrolit padatnya belum diperoleh hasil yang benar-benar
optimum.
Elektrolit dipilih sebagai obyek dalam penelitian ini karena peluang untuk
mengembangkan komponen tersebut masih sangat lebar, dari segi bahan dan proses
pembuatannya masih banyak hal yang bisa dikembangkan. Sejumlah penelitian telah
membuktikan bahwa tingginya daya hantar Bi2O3 pada fasa δ tersebut dapat
dipertahankan pada suhu rendah dengan cara menambahkan dopan berupa kation
logam. Lebih khusus lagi yaitu dengan dopan kation divalen dari logam golongan
alkali tanah seperti kalsium, stronsium, dan barium. Berbagai variasi komposisi
oksida logam alkali tanah yang ditambahkan ke dalam sistem bismut oksida,
menghasilkan kenaikan daya hantar yang cukup tajam pada kisaran suhu 600 -
800°C. Bismuth oksida digunakan sebagai electrolit padat karena mempunyai
beberapa keunggulan seperti mempunyai titik leleh yang rendah yaitu sekitar 825°C
sehingga pada proses sinteringnya tidak memerlukan suhu yang tinggi. Dengan
semakin rendahnya suhu sintering, menyebabkan dalam proses fabrikasinya tidak
memerlukan suhu yang tinggi dan hal ini akan berdampak pada penggunaan energi
pada waktu proses, sehingga dengan demikian dapat mengurangi biaya pembuatan
elektrolit padat. Bismuth oksida dalam bentuk fasa δ-Bi2O3 mempunyai nilai daya
hantar ionik yang paling tinggi yaitu mencapai 1 Scm-1, sementara dalam bentuk
senyawa lain yaitu dalam reaksi dengan logam-logam tanah jarang mempunyai nilai
daya hantar ionik yang sebanding dengan electrolit padat lainnya. Bismuth oksida
murni mempunyai nilai daya hantar ionik 5x10-4 Scm-1 tapi apabila ditambahkan
dengan oksida tanah jarang seperti Y2O3 misalnya nilai daya hantar ionik nya dapat
meningkat hingga mencapai 1000 kalinya yaitu mencapai sekitar 5.

13. Karakteristik Fisik Dan Konduktivitas Spesifik Batas Butir Dari


Elektrolit Padat Gadolinium Ceria (Gc) Untuk Aplikasi Sel Bahan Bakar
Oksida Padat Temperatur Menengah

Struktur kristal yang dihasilkan dari pelet hasil proses sintering berupa cubic
fluorite. Untuk itu, sel bahan bakar, khususnya sel bahan bakar oksida padat (solid
oxide fuel cell, SOFC), menjadi nitrat dalam menyediakan energi alternatif.
Komponen utama dari devais ini terdiri dari tiga bagian yang semuanya dalam bentuk
padatan, yaitu anoda, katoda, dan elektrolit. Diantara ketiganya, elektrolit memainkan
peranan penting dalam menentukan kinerja devais ini. Temperatur operasi yang tinggi
(800-1000 'C) yang digunakan untuk mengaktivasi elektrolit padat dalam SOFC,
merupakan masalah utama dalam operasional devais elektrokimia ini.
Dalam upaya menurunkan temperatur operasi menuju temperatur menengah (450-
700 C), berbagai metode diperlukan mulai dari pencarian elektrolit padat alternatif,
modifikasi komposisi, mikrostruktur, hingga pembuatan elektrolit padat lapisan tipis.
YSZ (yttria stabillized zirconia) telah dikenal secara luas sebagai sistem elektrolit
padat yang digunakan dalam komponen elektrolit dalam berbagai devais
elektrokimia, mulai dari sensor, SOFCs, hingga SOECs (solid oxide electrolyte cells).
Meskipun begitu, pada temperatur yang lebih rendah, konduktivitas ionik elektrolit
padat YSZ menurun sehingga belum dapat digunakan untuk aplikasi temperatur
menengah. Elektrolit padat berbasis GC (gadolinium ceria), menjadi kandidat kuat
dan berpotensi untuk dijadikan alternatif YSZ untuk mengatasi masalah konduktivtas
ionik yang rendah.
Pada penelitian ini, akan dibahas pengaruh penambahan variasi dopan Nd3+
terhadap karakteristik fisik dan konduktivitas ionik spesifik batas butir dari elektrolit
padat berbasis GC pada serbuk dengan rumus kimia Ce0,8Gd0,15Sm0,05NdxO1,9.
Preparasi Sampel Untuk melihat pengaruh dopan Nd3+ terhadap karakteristik fisik dan
elektrik dari elektrolit padatan GC (gadolinium ceria), serbuk dengan komposisi
Ce0,8Gd0,15Sm0,05NdxO1,9 dibuat dengan teknik doping ganda variasi x (at%) = 0;
dan multidoping dengan variasi x (at%) = 0,025; 0,05; dan 0,075. Kemudian
prekursor dilarutkan dengan aquades dan dicampur dengan asam sitrat sebagai
katalis. Setelah itu, gel dikeringkan dalam oven pada temperatur 110C selama 24
jam dan kemudian dikalsinasi pada temperatur 600C selama 2 jam. Dimensi pelet
diukur dan kemudian pelet dilakukan proses sintering di dalam muffle furnace.
Temperatur sintering divariasikan mulai dari 1200, 1300 dan 1400C dengan waktu
penahanan selama 5 jam. Analisis XRD dan SEM EDS Hasil pengujian XRD (x-ray
diffractrion) dari representasi material hasil rekayasa doping dengan teknik doping
ganda (0% Nd) dan multidoping (2,5% Nd), diperlihatkan pola difraktogram hasil
karakterisasi XRD pada dua buah pelet yang disinter pada temperatur 1300C.

14. Pengaruh Komposisi PVA/Kitosan Terhadap Perilaku Membran


Komposit PVA/Kitosan/Grafin Oksida Yang Terikat Silang Asam Sulfat

Bahan bakar yang paling banyak digunakan adalah bahan bakar fosil. Selain tidak
dapat diperbaharui, proses pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan produk
berupa hidrokarbon (HC), nitrogen oksida (NOx), karbon monoksida (CO) dan sulfur
dioksida (SO2) yang merugikan manusia. Salah satu sumber energi terbarukan yang
saat ini sedang dikembangkan adalah sel bahan bakar (fuel cell), karena sel bahan
bakar mampu mengkonversi energi kimia hidrogen menjadi energi listrik dan air
sebagai hasil sampingnya. Salah satu keunggulan dari sel bahan bakar adalah gas
buang yang mengandung racun sangat sedikit bahkan dapat mencapai tidak ada.
Selain itu, bahan bakar yang digunakan adalah hidrogen, yang dapat diperoleh dari
bermacam-macam sumber. Sel bahan bakar terdapat beberapa macam, yang
dibedakan berdasarkan sumber bahan bakar hidrogen yang digunakan, salah satunya
adalah Direct Methanol Fuel Cell (DMFC). DMFC merupakan sel bahan bakar
dengan sumber bahan bakar berupa metanol. Metanol kemudian akan dikonversi
menjadi hidrogen untuk dapat dielektrolisis dan menghasilkan energi listrik. Selain
memiliki suhu operasi yang rendah, DMFC juga memiliki beberapa kelebihan
sehingga dapat dikatakan sebagai sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan,
antara lain tidak memerlukan energi listrik dalam mengoperasikan, memiliki sistem
pengisian bahan bakar yang praktis, dan dirancang untuk bekerja dalam jangka waktu
yang lama. Akan tetapi kinerja dari DMFC masih memiliki kekurangan, antara lain
pada membran penukar proton (PEM) yang digunakan. PEM yang baik adalah
membran yang memiliki konduktivitas proton yang tinggi, dan tidak cepat rusak.
Pada saat ini, salah satu membran yang banyak digunakan yaitu membran asam
perfluorosulfonik atau yang biasa disebut dengan Nafion. Nafion sudah cukup baik
dalam hal konduktivitas proton, akan tetapi Nafion masih kurang optimal jika
digunakan sebagai membran penukar proton. Hal ini menyebakan efisiensi sel bahan
bakar akan menurun dan membran akan cepat rusak. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian terhadap bahan pengganti yang lebih baik dari Nafion. Penelitian membran
polimer yang telah banyak dikembangkan saat ini menggunakan kitosan sebagai
material utamanya. Kitosan termasuk polimer alami yang keberadaannya melimpah
di alam. Selain itu, kitosan bersifat mudah terbiodegrasi, tidak beracun dan ramah
lingkungan. Oleh karena itu, biasanya kitosan dikombinasikan dengan bahan lain
untuk meningkatkan kualitas dan kereaktifannya. Polivinil alkohol (PVA) merupakan
senyawa yang sering dikombinasikan dengan kitosan. Sebagai polimer Pengaruh
Komposisi PVA/Kitosan terhadap Perilaku Membran Komposit PVA/Kitosan/Grafin
Oksida yang Terikat Silang Asam Sulfat Johan Julian dan Eko Santoso Kimia. Akan
tetapi, PVA baru akan larut dalam air pada suhu 90°C. Dengan dikombinasikannya
kitosan/PVA, maka akan menghasilkan polimer aktif yang sedikit bersifat semipolar.
Untuk nilai fluksnya juga menunjukkan perilaku yang sama dengan sifat mekaniknya.
Oleh sebab itu, perlu diketahui komposisi kitosan:PVA yang sesuai agar menunjukan
nilai optimumnya. Selvy [9] melakukan penelitian dengan membuat variasi membran
kitosan/PVA dengan variasi grafin oksida (GO) yang diikat silang dengan asam
sulfat. Membran kitosan/PVA 3:3 ditambahkan dengan variasi GO 0%, 0,5%, 1%,
1,5%, 2% berat membran. Karena variasi GO yang paling optimal sudah ditemukan,
maka penelitian ini dilakukan untuk menentukan perbandingan komposisi
kitosan/PVA yang paling optimal dengan penambahan GO sebesar 1,5% berat
membran yang diikat silang dengan asam sulfat.

15. Sintesis Bahan Ysz (Yttria Stabilized Zirconia, Y2o3-Zro2) Dengan


Metode Reaksi Padatan Dan Karakterisasinya

Beragamnya aplikasi zirkonia ini berkaitan dengan sifat-sifat khusus dan


kemampuan yang dimilikinya. Zirkonia murni memiliki struktur yang tidak stabil
dalam fungsi temperatur, karena zirkonia murni memiliki tiga macam struktur kristal
pada temperatur yang berbeda. Untuk berbagai aplikasi termasuk zirkonia digunakan
dalam keadaan stabil (stabilized state). Hal ini karena zirkonia memiliki ketangguhan
mekanik yang dimiliki pada fasa tetragonal atau untuk konduktivitas ionik yang
tinggi pada fasa kubik. Untuk proses stabilisasi zirkonia, biasanya zirkonia
ditambahkan dengan oksida lain seperti MnO, NiO, Cr2O3, Fe2O3, Y2O3, dan
Ce2O3. Bila zirkonia dicampur dengan bahan oksida lain, maka fasa tetragonal dan
fasa kubik zirkonia menjadi stabil pada temperatur ruang. Zirkonia yang telah
distabilkan oleh yttria disebut YSZ (Yttria Stabilized Zirconia). Penambahan yttria
pada zirkonia mengakibatkan pergantian beberapa ion Zr4+ dalam kisi zirkonia
dengan ion Y3+.
Hasil penambahan yttria pada zirkonia dalam stabilisasi fasa tetragonal terjadi
pada konsentrasi dopan yang lebih rendah (untuk ketangguhan mekanik) atau fasa
kubik pada konsentrasi dopan yang lebih tinggi (untuk konduktivitas ionik tinggi)
pada temperatur kamar (Shackelford dan Doremus, 2008). Zirkonia yang
mengandung 5% sampai dengan 7% mol yttria disebut Partially Stabilized Zirconia
(PSZ), dan > 7% mol yttria disebut Cubic Stabilized Zirconia (CSZ). Pengembangan
bahan YSZ telah dilakukan dengan berbagai metode sintesis dan salah satunya adalah
metode fisika (solid state reaction). Solid state reaction khususnya proses pemaduan
dengan penggerusan memiliki kelebihan yaitu relatif sederhana bila dibandingkan
dengan metode yang lainnya. Metode ini merupakan metode yang paling banyak
digunakan untuk sintesis bahan anorganik dengan mengikuti rute yang hampir
universal, yakni melibatkan pemanasan berbagai komponen pada temperatur tinggi
selama periode yang relatif lama (Ismunandar, 2006).Tingkat dispersi dan
pencampuran merupakan hal penting untuk mekanisme solid state raection secara
keseluruhan. Dalam kasus yang mana dua partikel terlibat dalam solid state raection,
partikel-partikel yang tidak dekat tidak akan bereaksi, sedangkan partikel-partikel
yang dekat akan mengalami solid state raection dengan mudah.
Adapun tujuan penelitian ini adalah mensintesis bahan YSZ dengan metode solid
state reaction melalui proses pemaduan dengan penggerusan yang komposisi
bahannya adalah 4,5% mol Y2O3 - 95,5% mol ZrO2 dan 8% mol Y2O3 - 92,0% mol
ZrO2, dan karakterisasi bahan yang diperoleh serta pengaruh masing-masing
komposisi tersebut.

16. Sel Bahan Bakar Oksida Padat Film Tipis Beroperasi Di Bawah 600°C

Sel bahan bakar oksida padat (SOFC) 1-21 memiliki banyak keuntungan seperti
pengelolaan air yang mudah, fleksibilitas bahan bakar yang tinggi dan efektivitas
biaya yang tinggi karena suhu operasinya yang tinggi. Degradasi termal tumpukan
SOFC dan bagian BOP sangat parah karena suhu tinggi. Namun, jika operasi suhu
rendah dari SOFCs dimungkinkan, secara alami akan meningkatkan masa pakai
sistem dan tumpukan, dan mengarah pada pilihan bahan BOP yang lebih banyak, dan
start-up yang cepat. Sintesis bahan ion tinggi (σ) adalah metode yang layak untuk
menurunkan suhu operasi SOFC, yang dapat diproses dengan metode tradisional
seperti metode bubur bubuk basah. Metode bubur bubuk basah adalah digunakan
untuk SOFC konvensional yang membutuhkan lingkungan suhu operasi tinggi.
Berbagai teknik deposisi vakum seperti sputter, pulsed laser deposition (PLD), dan
deposisi lapisan atom (ALD) telah digunakan untuk membuat elektrolit "film tipis"
dengan ketebalan beberapa ratus nanometer. Banyak penelitian tentang metode
pengendapan, arsitektur, dan karakterisasi elektrolit film tipis telah dilakukan.
Masalah paling kritis dari SOFC film tipis (TF-SOFCs) adalah kekurangan listrik
yang disebabkan oleh lubang kecil. Meskipun metode deposisi uap fisik (PVD)
seperti sputtering dan PLD digunakan untuk membuat elektrolit film tipis, lubang
kecil tetap terbentuk.43 Jadi, untuk menekan pembentukan lubang kecil dengan rasio
aspek tinggi, sebagian besar kelompok menggunakan bahan kimia deposisi uap
(CVD), dan teknik mutakhir seperti ALD dan deposisi larutan kimia.44,45
Akibatnya, TF-SOFC dengan ketebalan sekitar 100 nm berhasil dibuat dan kinerja
elektrokimia diukur dalam kisaran suhu rendah 300-500oC.46,47 TF-SOFC yang
beroperasi pada kisaran suhu rendah 300-500oC dapat menghasilkan daya melebihi
RA Lσ = ---- Baru-baru ini, beberapa studi terkait SOFC skala besar telah dilakukan.
Dalam makalah ini, kami meninjau metode pemrosesan yang digunakan untuk
membuat TF-SOFC, dan membahas tentang masalah struktural berdiri bebas, substrat
berpori, dan TF-SOFC berbasis cermet. Deposisi uap kimia (CVD) melibatkan reaksi
kimia dalam konversi uap menjadi padatan, sedangkan proses deposisi uap fisik
(PVD) hanya memiliki reaksi fisik selama seluruh deposisi.48 PVD membutuhkan
lingkungan vakum tinggi untuk padat dan sangat murni tipis film, tetapi bahan apa
pun dapat disimpan jika dapat dibentuk dalam target padat dan pengendapan suhu
kamar juga diperbolehkan.

17. Ulasan Tentang Pemodelan Tingkat Makro Sel Bahan Bakar Oksida
Padat Planar

Sel bahan bakar oksida padat (SOFC) adalah perangkat konversi energi yang
mengandung elektrolit penghantar ion oksida yang terdiri dari bahan keramik dan
beroperasi pada suhu mulai dari 500 hingga 1000°C. Area aplikasi utama SOFC
adalah daya stasioner dan pembangkit panas. Prinsip pengoperasian SOFC sederhana.
Bahan bakar dan udara terus menerus dipasok ke saluran bahan bakar dan udara,
masing-masing. Arus listrik dibentuk oleh aliran elektron dan mempengaruhi kerja
pada beban. Banyak sel harus dihubungkan untuk membentuk jumlah daya yang
berarti, yang disebut susun. SOFC telah menarik perhatian yang signifikan dari
industri dan peneliti atas sel bahan bakar lainnya karena beberapa keunggulannya:
Konsep lebih sederhana karena hanya ada fase padat dan gas, tidak ada masalah
manajemen elektrolit, tidak perlu elektrokatalis logam mulia, reformasi internal
campuran gas termasuk hidrokarbon, kemampuan untuk menggunakan karbon
monoksida sebagai bahan bakar, dan integrasi termal yang efisien dengan siklus dasar
seperti turbin gas.
SOFC dapat diklasifikasikan menurut tingkat suhu, desain sel dan tumpukan,
jenis dukungan, konfigurasi aliran, dan jenis reformasi bahan bakar, yang ditunjukkan
pada Tabel I. Desain dan pengembangan SOFC planar berkembang lebih lambat
daripada yang berbentuk tabung karena masalah penyegelan dengan desain planar.
Masalah ini hampir diselesaikan dengan perbaikan bahan dan pengembangan SOFC
suhu rendah, seperti LT-SOFC dan IT-SOFC. SOFC lebih efisien telah menyelidiki
pengaruh resirkulasi gas bahan bakar keluar untuk sistem ER-SOFC berbahan bakar
metana. ditemukan bahwa meningkatkan rasio resirkulasi menurunkan efisiensi listrik
pada rapat arus tinggi dan meningkatkan penggunaan bahan bakar meningkatkan
efisiensi listrik pada rapat arus rendah. Hidrogen sulfida dikenal sebagai gas yang
sangat korosif dan berbahaya dan penggunaan langsungnya di SOFC menyebabkan
kerusakan anoda dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, diusulkan kemungkinan opsi
yang menggunakan reaktor dekomposisi yang terintegrasi dengan SOFC. Ada juga
beberapa penelitian untuk menyelidiki dan membandingkan sistem gabungan
termasuk SOFC, yaitu turbin gas-SOFC dan gasifikasi-SOFC, menggunakan alat
termodinamika. Namun penelitian tersebut tidak disebutkan dalam makalah ini
karena fokus makalah ini hanya pada SOFC. Dalam banyak penelitian, perhitungan
kesetimbangan kimia dilakukan untuk melihat pengaruh bahan bakar yang berbeda
pada kinerja.
18. Pemodelan Termodinamika Sel Bahan Bakar Oksida Padat Reformasi
Internal Langsung Yang Beroperasi Dengan Syngas
Sel bahan bakar oksida padat reformasi internal langsung (DIR-SOFC)
dimodelkan secara termodinamika dari sudut pandang energi. Sygas yang dihasilkan
dari proses gasifikasi dipilih sebagai bahan bakar untuk SOFC. Pertama, komposisi
gas kesetimbangan pada saluran keluar bahan bakar diturunkan dalam hal laju aliran
massa saluran masuk bahan bakar, rasio pemanfaatan bahan bakar, rasio resirkulasi
dan perluasan steam reforming dan reaksi perpindahan air-gas. Kedua, rasio
pemanfaatan udara ditentukan sesuai dengan kebutuhan pendinginan sel. Akhirnya,
tegangan terminal, keluaran daya dan efisiensi listrik sel dihitung. Metodologi yang
diusulkan diterapkan pada suhu menengah, SOFC planar yang didukung anoda yang
beroperasi dengan gas tipikal yang dihasilkan dari proses pirolisis. Untuk analisis
parametrik, efek rasio resirkulasi dan rasio pemanfaatan bahan bakar diselidiki. Hasil
menunjukkan bahwa rasio resirkulasi tidak berpengaruh signifikan untuk kondisi
rapat arus rendah. Pada rapat arus yang lebih tinggi, meningkatkan rasio resirkulasi
menurunkan output daya dan efisiensi listrik sel. Hasilnya juga menunjukkan bahwa
pemilihan rasio penggunaan bahan bakar sangat penting. Kondisi rasio pemanfaatan
bahan bakar yang tinggi menghasilkan output daya dan rasio pemanfaatan udara yang
rendah tetapi efisiensi listrik sel yang lebih tinggi.
Pendahuluan Sel bahan bakar oksida padat (SOFC) adalah perangkat konversi
energi keadaan padat yang mengandung elektrolit penghantar ion oksida yang terbuat
dari bahan keramik dan beroperasi pada suhu dari 500 hingga 1000°C. Beberapa
deskripsi rinci tentang berbagai jenis SOFC ini, kelebihan dan kekurangan masing-
masing jenis di atas yang lain, dll. Ada banyak pilihan untuk memilih bahan bakar
SOFC. Metana, hidrokarbon yang lebih tinggi, metanol, etanol, gas TPA, gas yang
dihasilkan biomassa, amonia, hidrogen sulfida, dll. dapat menjadi pilihan bahan bakar
untuk SOFC. SOFC memiliki suhu operasi tinggi yang memungkinkan integrasi
termal yang sukses dengan siklus bottoming. Sebagian besar studi dalam literatur
menyelidiki peluang integrasi SOFC dengan siklus turbin gas.
Semua hasil ini menunjukkan bahwa LSCFN berpotensi menjadi kandidat yang
menjanjikan untuk bahan elektroda sel bahan bakar simetris. Teknologi sel bahan
bakar oksida padat (SOFC) menawarkan kemungkinan konversi energi fosil dengan
efisiensi tinggi dengan cara yang ramah lingkungan. SOFC terdiri dari dua elektroda:
anoda dan katoda, yang dipisahkan oleh elektrolit. Baik anoda dan katoda harus
memiliki konduktivitas listrik yang tinggi, struktur mikro berpori dan kompatibilitas
kimia dan mekanik yang baik dengan elektrolit. Oleh karena itu, untuk sel bahan
bakar simetris (SFC) dengan bahan yang sama dengan anoda dan katoda, antarmuka
elektrolit-elektroda akan serupa, dan proses fabrikasi akan lebih sederhana karena
pengurangan jumlah komponen. Selanjutnya, masalah deposisi karbon dan keracunan
belerang di anoda dapat dihilangkan dengan memasukkan udara atau oksigen secara
singkat. La0.75Sr0.25Cr0.5Mn0.5O3d (LSCM) yang digunakan sebagai katoda dan
anoda secara bersamaan telah diteliti oleh beberapa peneliti menunjukkan
konduktivitas listrik yang lebih baik daripada perovskit LSCM pada kondisi operasi
anoda dan katoda. Di sisi lain, anoda dan katoda berbasis LSCM digabungkan
menggunakan teknik impregnasi basah. Kepadatan daya maksimum sel tunggal
dengan 32 wt.% LSCM impregnasi YSZ anoda dan katoda mencapai 333 mW cm2
pada 900 C. Selanjutnya, SFC baru dengan kerangka Sm0.2Ce0.8O1.9 (SDC) dan
elektrokatalis silverinfiltrated (sel simetris Ag-SDCjSDCjAg-SDC) telah disajikan.
Oleh karena itu, pengembangan bahan elektroda baru untuk SFC menjadi sangat
diperlukan. Di sisi lain, La1xSrxCo1yFeyO3d sebagai bahan katoda telah banyak
digunakan karena aktivitas katalitik oksigennya yang tinggi. Selanjutnya, struktur
nano
La0.6Sr0.4Co0.8Fe0.2O3djY0.08Zr0.92O1.96jLa0.6Sr0.4Co0.8Fe0.2O3(LSCFjYSZ
jLSCF) sel bahan bakar oksida padat film tipis simetris juga telah dilaporkan. Hal ini
terutama dikaitkan dengan kerugian resistif dari anoda LSCF karena kolektor arus
tidak digunakan dan LSCF memiliki konduktivitas elektronik dan ionik yang jauh
lebih rendah di lingkungan pereduksi daripada di lingkungan pengoksidasi. Namun,
niobium-doping di B-site mampu meningkatkan stabilitas kimia bahan perovskite.
Dalam komunikasi ini, La0.4Sr0.6Co0.2Fe0.7Nb0.1O3d (LSCFN) telah disiapkan
dan dievaluasi sebagai bahan katoda dan anoda SFC. Bubuk
La0.8Sr0.2Ga0.83Mg0.17O3d (LSGM) dibuat dengan metode reaksi keadaan padat
seperti yang dijelaskan sebelumnya. Sel tunggal LSCFNjLSGMjLSCFN yang
dipelajari dalam penelitian ini adalah sel yang didukung elektrolit LSGM. Bubuk
LSGM dipadatkan menjadi piringan berdiameter 20 mm dan ketebalan sekitar 300
mm di bawah 200 MPa, diikuti dengan sintering.
19. Simulasi Kinetika Sintering Dan Evolusi Struktur Mikro Elektroda Sel
Bahan Bakar Oksida Padat Komposit
.
Model ini menggunakan komposit Lanthanum Strontium Manganit (LSM) e
Yttria-stabilized Zirconia (YSZ) sebagai elektroda contoh tetapi dapat diterapkan
pada bahan lain. Mekanisme sintering meliputi difusi permukaan, migrasi batas butir,
penciptaan kekosongan, dan pemusnahan. Tiga fase batas (TPB) panjang, porositas
dan faktor tortuositas katoda komposit dihitung selama sintering kMC. Studi
parametrik dilakukan untuk menyelidiki pengaruh ukuran partikel, distribusi ukuran
dan suhu sintering pada kinetika sintering serta evolusi mikrostruktur elektroda.
Model kMC mampu mensimulasikan tahap sintering awal dan sebagian dari elektroda
SOFC dengan mempertimbangkan berbagai mekanisme sintering secara bersamaan.
Hal ini dapat berfungsi sebagai alat yang berguna untuk merancang dan
mengoptimalkan proses sintering untuk elektroda SOFC komposit. Selama sintering,
ikatan antar partikel bertambah, mengarah pada peningkatan kekuatan mekanik dan
konduktivitas ionik/elektronik. Lebih penting lagi, proses sintering menciptakan batas
tiga fase (TPB) dimana partikel ionik, partikel elektronik dan pori-pori bertemu satu
sama lain. Semua ini diatur oleh struktur mikro elektroda SOFC melalui proses
sintering. Baik pendekatan pemodelan eksperimental dan matematis dapat digunakan
untuk menangkap informasi struktur mikro penting dari elektroda SOFC
merekonstruksi mikrostruktur 3D dari komposit anoda NieYttria-stabilized Zirconia
(YSZ) dengan teknik FIBSEM. Model ini mensimulasikan sintering dari perspektif
geometri tanpa fisika kinetika sintering, yaitu tanpa mempertimbangkan konservasi
massa. Memahami sepenuhnya kinetika sintering dari evolusi struktur mikro sangat
penting untuk mengoptimalkan struktur mikro elektroda, dan karenanya untuk
meningkatkan kinerja elektrokimia sel. Model Monte Carlo (kMC) kinetik adalah alat
yang ampuh untuk mensimulasikan evolusi mikrostruktur 3D selama semua tahap
sintering, dari compact longgar hingga bulk padat [20e22]. Namun, model kMC
canggih hanya dapat diterapkan untuk sistem dua fase, seperti compact fase tunggal
berpori. Dalam pekerjaan ini, kami mengembangkan model kMC untuk disimulasikan

Anda mungkin juga menyukai