Anda di halaman 1dari 32

Makalah

Penyimpanan Energi Kimia

MOLTEN CARBONATE FUEL CELL (MCFC)

Disusun Oleh:
KELOMPOK 5

Sulfi (H031181025)
Ibnu Ashari (H031181326)
Sri Restyati M (H031191018)
Ismi Sri Rahayu (H031191019)
Fia Apriani Fatrial (H031191020)
Marhama P (H031191022)
Alfiyah Nur'aini Musyahadah (H031191025)
Annisa Rifdah Maghfira (H031191040)
Agnes Aldora (H031191053)
Syahrezi Surya Putra (H031191077)

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan teknologi yang sangat cepat, menuntut penyediaan energi yang

makin banyak, untuk industri maupun kebutuhan energi penggerak kendaraan.

Mengingat makin mendesaknya tuntutan tersebut, maka selalu dicari cara-cara untuk

memanfaatkan energi yang sudah tersedia sebaik mungkin, sehingga energi yang

terbuang dapat semakin berkurang, hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan

penggunaan energi tersebut se-efisien mungkin. Keterbatasan cadangan minyak bumi

merupakan salah satu pertimbangan untuk mencari energi atau alat yang baru yang

dapat mengolah minyak semaksimal mungkin. Kendala yang ditimbulkan oleh energi

minyak, yaitu mengakibatkan proses ekologi yang tidak menguntungkan

menyebabkan perlu dikembangkannya pemanfaatan energi yang lain.

Dinamika perkembangan ilmu pengetahuan mendorong penciptaan teknologi

baru dengan sangat cepat. Perkembangan yang semakin canggih dan meningkatnya

teknologi membutuhkan sumber energi dalam skala besar. Secara sederhana dampak

dari kemajuan teknologi adalah konsumsi energi berlebih. Saat ini, sektor minyak

bumi dan gas masih menjadi andalan bagi pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri

dan dunia. Berdasarkan data ESDM (2006), minyak bumi mendominasi 52,5%

pemakaian energi di Indonesia, sedangkan gas bumi sebesar 19%, batu bara 21,5%,

air 3,7%, panas bumi 3%, dan energi terbarukan hanya sekitar 0.2% dari total
penggunaan energi. Padahal, cadangan minyak bumi Indonesia berdasarkan ESDM

(2006) hanya sekitar 9 miliar barel dan produksi Indonesia hanya sekitar 500 juta

barel per tahun. Hal ini berarti jika terus dikonsumsi dan tidak ditemukan teknologi

baru untuk meningkatkan recovery minyak bumi, diperkirakan minyak bumi

Indonesia akan habis dalam waktu dekat.

Kontinuitas penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel) memunculkan dua

ancaman serius. Pertama, faktor ekonomi yaitu berupa jaminan ketersediaan bahan

bakar fosil untuk beberapa dekade mendatang, masalah suplai, harga, dan

fluktuasinya. Kedua, polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil ke

lingkungan. Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki

dampak langsung maupun tidak langsung kepada derajat kesehatan manusia dan gas

rumah kaca yang dihasilkan. Teknologi konvensional menggunakan minyak bumi

sebagai sumber energi dipandang kurang efisien serta menimbulkan polusi udara.

Pembakaran minyak bumi menghasilkan karbon monoksida (CO) dan

karbondioksida (CO2) yang berbahaya.

Kesadaran terhadap ancaman krisis energi dan pencemaran lingkungan telah

mengintensifkan berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi

(energy resource) yang lebih terjamin keberlanjutannya (sustainable) dan lebih

ramah lingkungan. Salah satu sumber energi alternatif yang sedang dikembangkan

saat ini adalah energi hidrogen yang bersumber dari air.

Salah satu teknologi yang ditawarkan adalah fuel cell yang berbahan bakar

dasar hidrogen. "fuel cell adalah perangkat elektronika yang mampu mengonversi
perubahan energi bebas suatu rekasi elektronikia menjadi energi listrik," Alat yang

sejenis fuel cell yang sering kita jumpai adalah baterai. baterai yang mempunyai

komponen2 kimia sebagai penyusunnya, akan mengubah energi kimia tersbut

menjadi energi listrik. akan tetapi energi baterai akan habis dan untuk mendapatkan

energi lagi kita harus menggantinya dengan baterei yang baru atau me recharge ulang

baterei tersebut.

Dengan fuel cell, bahan/senyawa kimia -sebagai sumber energi- akan terus

ada selama kita mengisi bahan bakar fuel cell tersebut. senyawa kimia yang paling

banyak dipakai dalam fuel cell adalah hidrogen dan oksigen. kedua senyawa tersebut

dipilih karena kelimpahannya di alam sangat banyak.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan Fuel Cell ?

2. Apa saja jenis dari Fuel Cell ?

3. Apa yang dimaksud dengan Molten carbonate Fuel Cell (MCFC) ?

4. Bagaimana cara kerja dari Molten carbonate Fuel Cell (MCFC) ?

5. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari Molten carbonate Fuel Cell

(MCFC) ?
1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari makalah ini adalah diharapkan mahasiswa mampu

untuk:

1. Mengetahui dan memahami pengertian Fuel Cell

2. Mengetahui jenis dari Fuel Cell.

3. Mengetahui dan memahami pengertian Molten carbonate Fuel Cell (MCFC)

4. Memahami cara kerja dari Molten carbonate Fuel Cell (MCFC)

5. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Fuel cell & Molten carbonate

Fuel Cell (MCFC)


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Fuel Cell

Sir William Grove untuk pertama kali menemukan fuel cell pada tahun 1839.

Grove mengetahui bahwa air dapat dipisahkan menjadi air dan oksigen dengan

mengalirkan arus listrik di dalamnya (sebuah proses yang disebut elektrolisis). Dia

membuat hipotesa bahwa dengan membalik prosedur anda bisa menghasilkan tenaga

listrik dari air tawar dia menciptakan fuel cell primitive dan menyebutnya sebagai

suatu gas voltaic battery. Setelah bereksperimen dengan temuannya yang baru,

Grove dapat membuktikan hipotesanya. Lima puluh tahun kemudian, ahli ilmu

pengetahuan Ludwig Mond dan Charles Langer mengubah istilahnya dengan fuel

cell sambil berusaha membuat contoh atau model yang nyata untuk menghasilkan

energi listrik.

2.1.1 Prinsip Dasar

Fuel cell bekerja berdasar prinsip pembakaran listrik-kimiawi, cell ini akan

memproduksi energi listrik arus searah. Fuel cell ini terdiri dari elektrolit yang

memisahkan katoda dari anoda, elektrolit hanya dapat menghantar ion saja,

sedangkan elektron tidak dapat melewati elektrolit, jadi elektrolit ini bukan

penghantar listrik dan juga menghindarkan terjadinya reaksi kimia. Pada anoda akan

dialirkan secara berkesinambungan bahan bakar dan pada katode dialirkan oksigen,

pengaliran ini dilakukan secara terpisah. Karena pengaruh katalisator pada elektroda,

maka molekul-molekul dari gas yang dialirkan akan berubah menjadi ion. Reaksi

pada anoda menghasilkan elektron yang bebas, sedang pada katoda elektron yang

bebas akan diikat.


Elektron-elektron bebas yang terjadi harus dialirkan keluar melalui
penghantar menuju ke anoda, agar proses listrik-kimiawi dapat berlangsung.
Panas yang timbul dari hasil reaksi kimia harus terus menerus dibuang, agar
energy listrik dapat terbentuk secara kontinyu.

Skema Fuel Cell

Reaksi kimia pada fuel cell.


➢ 2H2 + O2 → 2H2O

Pada anoda hidrogen di oksidasi menjadi proton:


➢ 2H2 → 4H+ + 4 e-
Setiap molekul H2 terpecah menjadi dua atom H+ (proton), sedang setiap
atom hydrogen melepaskan elektronnya. Proton ini akan bergerak menuju katoda
melewati membran. Elektron yang terbentuk akan menghasilkan arus listrik kalau
dihubungkan dengan penghantar listrik menuju katoda.
Pada katoda oksigen dirubah :
➢ O2 + 4H+ + 4e- → 2H2O
Molekul oksigen akan bergabung dengan empat elektron, menjadi ion
oksigen yang bermuatan negatif untuk selanjutnya bergabung lagi dengan proton
yang mengalir dari anoda. Setiap ion oksigen akan melepaskan kedua muatan
negatifnya dan bergabung dengan dua proton, sehingga terjadi oxidasi menjadi air.
2.2 Pengertian Fuel Cell

Fuel cell merupakan alat konversi energi elektrokimia yang mengubah energi

kimia dari hidrogen (H2) dan oksigen (O2) ke dalam energi listrik dan panas melalui

reaksi reduksi elektrokimia masing-masing anoda (kutub positif) dan katoda (kutub

negatif) dari sel dengan air (H2O) sebagai hasil sampingnya. Struktur fisik dasarnya

terdiri atas lapisan elektrolit yang salah satu sisinya merupakan daerah kontak anoda

berpori dengan katoda berpori pada sisi lainnya. Sel bahan bakar dibagi atas

beberapa kategori berdasarkan kombinasi tipe bahan bakar dan oksidan, tipe

elektrolit yang digunakan, temperatur operasi, dan lain-lain.

Pada fuel cell, bahan gas oksigen didapat dari udara sedang gas hidrogen

dapat diperoleh dari reaksi reformer dari hidrokarbon. Gas hidrogen mempunyai

kesulitan untuk disimpan dan ditransport karena molekul yang kecil sehingga sulit

untuk dicairkan dan mudah terbakar. Usaha memperoleh hidrogen dengan mudah

sedang diusahakan dengan berbagai cara misalnya memperkecil reaktor reformer

dengan bahan baku LPG atau gas methane, menguraikan metanol yang dibuat dari

pabrik besar tetapi dalam bentuk cair sehingga mudah untuk ditransport. Gas

hidrogen dapat juga diperoleh dari metanol setelah diuraikan menjadi gas CO dan

hidrogen, kemudian gas CO dioksidasi menjadi CO2 dan air.

Ion yang bemigrasi dapat sebagai hidrogen, oksigen atau hidroksida. Sedang

elektrolit dapat berupa membran polimer, garam karbonat cair, lapisan oksida

keramik, larutan alkali dan asam fospat. Elektroda biasanya terbuat dari logam

platina atau nikel.


Gambar 2.1 Blok Diagram Masukan dan Keluaran Fuel Cell

Reaksi kimia pada fuel cell :

2H2 + O2 → 2H2O

Pada anoda hidrogen di oksidasi menjadi proton :

2H2 → 4H+ + 4 e-

Setiap molekul H2 terpecah menjadi dua atom H+(proton), sedang setiap atom

hidrogen melepaskan elektronnya. Proton ini akan bergerak menuju katoda melewati

membran. Yang menjadi sasaran dalam penulisan ini adalah Molten Carbonate Fuel

Cell (MCFC).

2.3 Jenis-jenis Fuel Cell

Jenis dari pada fuel cell ditentukan oleh material yang digunakan sebagai

elektrolit yang mampu menghantar proton. Ada enam tipe umum fuel cell, yaitu

Alkaline Fuel Cell (AFC), Phosphoric Acid Fuel Cell (PAFC), Molten Carbonate

Fuel Cell (MCFC), Solid Oxide Fuel Cell (SOFC), Polymer Electrolyte Membrane

Fuel Cell (PEMFC), dan Direct Methanol Fuel Cell (DMFC). Namun yang dibahas

dalam makalah ini adalah Pengembangan fuel cell tipe PEMFC, menggunakan

material dengan bahan membrane polimer, katalis elektroda dan graphite bi-polar

plate.

Pada tabel berikut dapat dilihat jenis dari pada elektrolit untuk 6 jenis fuel cell

dan operasi temperatur, karakteristik dan penggunaannya.


Tabel 1. Jenis-Jenis Fuel Cell

Temperatur
Jenis Elektrolit Karakteristik Penggunaan
Operasi (oC)
Efesiensi
energi tinggi, Pesawat ruang
Kalilauge
Alkaline (AFC) 60 - 120 memiliki angkasa,
(KOH)
kepekaan kendaraan
terhadap CO2
Kerapatan Kendaraan
Polymer energy tinggi, (sedan, bus,
Exchange Polymer memiliki minivan),
60 - 100
Membrane electrolyte kepekaan stasiun
(PEM) terhadap CO pembangkit
(<100 ppm) panas
Efisiensi
Stasiun
Phosphoric energi
Phosphor pembangkit
Acid Fuel Cell 160 – 200 terbatas, peka
Acid panas,
(PAFC) terhadap CO
kendaraan
(<1,5 % Vol)
Stasiun
Molten Molten pembangkit
Problem
Carbonate Carbonate 500 - 650 energi panas,
korosi
(MCFC) (CO32-) pembangkit
energi listrik
Pembangkit
Efisiensi energi panas,
sistem tinggi, penggabung
Solid Oxyde Lapisan
800 - 1000 temperature stasiun
(SOFC) keramik (O2-)
operasi perlu pembangkit
diturunkan dengan turbin
gas
Efisiensi
Direct Methode sistem tinggi,
Polymer
Fuell cell 60-120 peka terhadap Kendaraan
electrolyte
(DMFC) hasil oksidasi
di anoda

2.4 Prinsip Kerja Fuel Cell

Fuel cell adalah alat konversi energi elektrokimia yang akan mengubah

hidrogen dan oksigen menjadi air, secara bersamaan menghasilkan energi listrik dan

panas dalam prosesnya. fuel cell merupakan suatu bentuk teknologi sederhana seperti
baterai yang dapat diisi bahan bakar untuk mendapatkan energinya kembali, dalam

hal ini yang menjadi bahan bakar adalah oksigen dan hidrogen.

Layaknya sebuah baterai, segala jenis fuel cell memiliki elektroda positif dan

negatif atau disebut juga katoda dan anoda. Reaksi kimia yang menghasilkan listrik

terjadi pada elektroda. Selain elektroda, satu unit fuel cell terdapat elektrolit yang

akan membawa muatan-muatan listrik dari satu elektroda ke elektroda lain, serta

katalis yang akan mempercepat reaksi di elektroda. Umumnya yang membedakan

jenis-jenis fuel cell adalah material elektrolit yang digunakan. Arus listrik serta panas

yang dihasilkan setiap jenis fuel cell merupakan produk samping reaksi kimia yang

terjadi di katoda dan anoda.

Karena energi yang diproduksi fuel cell merupakan reaksi kimia

pembentukan air, alat konversi energi elektrokimia ini tidak akan menghasilkan efek

samping yang berbahaya bagi lingkungan seperti alat konversi energi konvensional

(misalnya proses pembakaran pada mesin mobil). Sedangkan dari segi efisiensi

energi, penerapan fuel cell pada baterai portable seperti pada handphone atau laptop

akan sepuluh kali tahan lebih lama dibandingkan dengan baterai litium. Dan untuk
mengisi kembali energi akan lebih cepat karena energi yang digunakan bukan listrik,

tetapi bahan bakar berbentuk cair atau gas.

2.5 Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC)

Semua sel bahan bakar hidrogen-oksigen; MCFC adalah satu-satunya, yang

menggunakan garam cair elektrolit. Secara khusus, teknologi MCFC sekarang berada

pada tahap skala hingga komersialisasi dan banyak pengembang telah menunjukkan

kemajuan yang signifikan. MCFC adalah sel planar yang dibentuk oleh matriks diisi

dengan karbonat dan digabungkan dengan dua elektroda dimana reaksi berikut

terjadi:

Oleh karena itu, reaksi sel bersihnya adalah

Teknologi Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC) telah dikembangkan di

Amerika Serikat, Jepang, Korea dan Eropa selama bertahun-tahun. Apa yang sudah

dimulai sekitar 30 tahun yang lalu sebagai objek laboratorium yang menarik. Objek

sekarang telah mendekati alternatif potensial untuk sistem pembangkit tenaga

konvensional, terutama gabungan tenaga panas dan tenaga (CHP) adalah area dimana

pembangkit listrik MCFC dapat diterapkan dengan keuntungan besar, karena

tingginya efisiensi yang bisa diraih. Makalah ini akan diskusikan beberapa aspek

pekerjaan pembangunan yang sedang berlangsung dengan fokus pada peran


peleburan karbonat untuk komersialisasi. Demonstrasi sel bahan bakar karbonat

sampai saat ini telah mampu menunjukkan efisiensi konversi bahan bakar ke listrik

tertinggi (> 50%) dari jenis sel bahan bakar yang berdiri sendiri. Teknologi sel bahan

bakar karbonat lebih fleksibel dari pada teknologi fuel cell suhu rendah dan cocok

untuk aplikasi kelautan dan militer.

Teknologi untuk pembangkit listrik MCFC berbahan bakar gas alam dapat

memanfaatkan CO2 dan H2, seperti biomassa gasifikasi atau limbah gasifikasi

sebagai katalis tidak digunakan. Fitur ini telah menjadi sangat penting karena

persyaratan depresi CO2 di seluruh dunia. Kinerja sel tunggal diverifikasi dengan

bahan bakar CO yang kaya. Hal ini diperlukan agar reaksi pergeseran cepat

dibandingkan dengan reaksi anoda untuk mengisi H2 yang dikonsumsi pada anoda.

Hasilnya adalah jangka panjangnya kinerja sel tunggal menurun sangat lambat

dengan bahan bakar CO tinggi. Untuk menyimpulkan bahwa kemampuan elektroda

dipengaruhi oleh komposisi bahan bakar dan bahwa distribusi elektrolit mungkin

bertanggung jawab untuk menyebabkan kinerja tidak stabil seperti itu. Menggunakan

anoda yang diperbaiki menunjukkan kinerja yang stabil. Tumpukan diuji dengan

berbagai komposisi gas dan ditunjukkan kinerja stabil bahkan dengan CO tinggi dan

kondisi penggunaan bahan bakar yang tinggi. Gasifikasi biomassa atau limbah dapat

mengandung banyak jenis kotoran seperti H2S, HCl, HF, NH3, dll.

2.5.1 Komponen Molten Carbonate Fuel Cell

Data pada Tabel 2-1 memberikan kronologi evolusi dalam teknologi

komponen sel untuk MCFC. Pada pertengahan 1960-an, bahan elektroda, dalam
banyak kasus, logam mulia, namun teknologinya segera berevolusi dengan

penggunaan paduan berbasis Ni pada anoda dan oksida di katoda. Sejak pertengahan

1970an, bahan untuk elektroda dan struktur elektrolit (karbonat cair / LiAlO2) pada

dasarnya tidak berubah. Perkembangan besar di tahun 1980an adalah evolusi

teknologi pembuatan struktur elektrolit. Perkembangan komponen sel untuk MCFC

telah ditinjau. Selama 20 tahun terakhir, kinerja sel tunggal telah meningkat dari

sekitar 10 mW / cm2 sampai> 150 mW / cm2. Selama tahun 1980an, baik kinerja

dan daya tahan tumpukan MCFC menunjukkan perbaikan dramatis. Data pada

menggambarkan kemajuan yang telah dicapai dalam kinerja sel tunggal, dan pada

tegangan sel pada 172 mA / cm2 (160 A / ft2) dari tumpukan kecil di 650 oC, dengan

bahan bakar rendah [17% (H2 + CO)] pada 65 psia. Beberapa pengembang MCFC

stack telah menghasilkan tumpukan sel dengan area sel hingga 1 m2. Tumpukan A.S.

skala besar yang dibuat sampai saat ini mencakup tumpukan ERC dengan sel

246.500 cm2 yang menghasilkan 125 kW, sebuah ERC. Tumpukan dengan 253.700

cm2 sel menghasilkan 253 kW, dan sebuah M-C Power stack dengan sel 250 1 m2

menghasilkan 250 kW.

Tabel 2 Evolusi Teknologi Komponen Sel untuk Molten Carbonate Fuel Cell

Component ca. 1965 ca. 1975 Current Status


Anode • Pt, Pd, or Ni • Ni-10 wt% Cr • Ni-Cr/Ni-Al
• 3-6 m pore size
• 45-70% initial porosity
• 0.20-1.52 mm thickness
• 0.1-1 m /g
Cathode • Ag2O or lithiated • lithiated NiO • lithiated NiO
NiO • 7-15 m pore size
• 70-80% initial porosity
• 60-65% after lithiation
and oxidation
• 0.5-1 2mm thickness
• 0.5 m /g
Electrolyte • MgO • mixture of -, -, • -LiAlO2, -LiAlO2
Support and -LiAlO2
2
2
• 10-20 m /g • 0.1-12 m /g
• 0.5-1 mm thickness

2.5.2 Komponen Pengembangan

Komponen sel MCFC dibatasi oleh beberapa masalah teknis. Tinjauan

literatur dari tahun 1994 sampai sekarang menunjukkan bahwa upaya penelitian yang

dijelaskan pada intinya terus berlanjut. Perlu dicatat bahwa rancangan komponen

MCFC dan pendekatan operasional ada secara individual yang akan menghasilkan

operasi selama 40.000 jam seumur hidup pada tekanan atmosfir dan dengan bahan

bakar gas alam. Penggandaan perbaikan ini perlu dibuktikan untuk memenuhi tujuan

ketahanan; Operasi pada tekanan pasti akan memerlukan perubahan. Studi yang

dijelaskan dalam literatur baru-baru ini memberikan informasi terkini tentang

pengembangan elektroda, matriks elektrolit yang menjanjikan, dan kemampuan sel

untuk mentolerir unsur-unsur penyusun dalam pasokan bahan bakar. Tujuan dari

karya-karya ini adalah untuk meningkatkan umur sel, memperbaiki kinerja sel, dan

biaya komponen sel yang lebih rendah. Deskripsi dari beberapa karya ini mengikuti.

Anoda: anoda mutakhir hadir dengan paduan Ni-Cr / Ni-Al. Cr ditambahkan

untuk menghilangkan masalah sintering anoda. Namun, anoda Ni-Cr rentan terhadap

creep saat ditempatkan di bawah beban torquing yang dibutuhkan di stack untuk
meminimalkan tahanan kontak antar komponen. Cr di anoda juga diliat oleh

elektrolit; Kemudian mengkonsumsi karbonat. Pengembang mencoba jumlah Cr

yang lebih sedikit (8%) untuk mengurangi hilangnya elektrolit, namun beberapa telah

menemukan bahwa mengurangi Cr sebesar 2 poin persentase meningkatkan creep.

Beberapa pengembang telah memulai pengujian dengan anoda paduan Ni-Al yang

memberikan ketahanan creep dengan kehilangan elektrolit minimum. Tingkat creep

rendah dengan paduan ini disebabkan pembentukan LiAlO2 yang terdispersi dalam

Ni.

Meskipun pekerjaan di atas menyediakan anoda tahan banting yang stabil,

non-sintering, elektroda yang dibuat dengan Ni relatif tinggi harganya. Pekerjaan

sedang berlangsung untuk menentukan apakah bahan yang lebih murah, terutama Cu,

dapat diganti dengan Ni untuk menurunkan biaya sambil mempertahankan stabilitas.

Penggantian Cu yang lengkap untuk Ni tidak dimungkinkan karena Cu akan

menunjukkan creep lebih banyak daripada Ni. Telah ditemukan bahwa anoda yang

terbuat dari paduan Cu-50% Ni-5% Al akan memberikan ketahanan creep jangka

panjang. Pendekatan lain yang diuji di IGT menunjukkan bahwa anoda Cu "IGT"

stabil memiliki creep persen lebih rendah daripada anoda Cr-Ni 10% 10%.

Kinerjanya sekitar 40 sampai 50 mV lebih rendah dari sel standar pada 160 mA /

cm2. Sebuah analisis berhipotesis bahwa perbedaan polarisasi dapat dikurangi

menjadi 32 mV paling banyak dengan optimasi struktur pori.

Ada kebutuhan untuk memberikan toleransi yang lebih baik dalam sistem

yang menggunakan MCFC, terutama saat mempertimbangkan operasi batubara.

Insentif yang kuat untuk sel toleran sulfur adalah untuk menghilangkan peralatan
pembersih yang mempengaruhi efisiensi sistem. Hal ini terutama berlaku jika

pembersihan suhu rendah diperlukan, karena efisiensi sistem dan biaya modal

menderita ketika suhu gas bahan bakar pertama kali dikurangi, kemudian meningkat

ke suhu sel. Pengujian dilakukan pada anoda keramik untuk mengatasi masalah,

termasuk pencemaran belerang, yang dialami dengan anoda. Anoda sedang diuji

dengan undo LiFeO2 dan LiFeO2 yang didoping dengan Mn dan Nb. Uji awal

dimana beberapa parameter tidak dikontrol secara ketat menunjukkan bahwa

elektroda alternatif menunjukkan kinerja yang buruk dan tidak akan beroperasi 80

mA / cm2 Pada saat ini, tidak ada anoda alternatif yang diidentifikasi. Sebaliknya,

pekerjaan masa depan akan fokus pada melakukan tes untuk lebih memahami

perilaku material dan mengembangkan bahan alternatif lainnya dengan penekanan

pada toleransi sulfur.

Katoda: Bahan kandidat yang dapat diterima untuk katoda harus memiliki

konduktivitas listrik, kekuatan struktural, dan tingkat disolusi yang rendah dalam

karbonat alkali cair untuk menghindari presipitasi logam dalam struktur elektrolit.

Katoda katoda mutakhir sekarang terbuat dari NiO litiasi yang memiliki

konduktivitas dan kekuatan struktural yang dapat diterima. Namun, pada pengujian

awal, pendahulu International Fuel Cells Corporation menemukan bahwa nikel

dilarutkan, kemudian diendapkan dan direformasi sebagai dendrit di seluruh matriks

elektrolit. Hal ini menyebabkan hilangnya kinerja dan korsleting sel. Pembubaran

katoda ternyata menjadi batasan utama pembatasan MCFC, terutama pada operasi

bertekanan. Pengembang sedang menyelidiki beberapa pendekatan untuk

menyelesaikan masalah pembubaran NiO: mengembangkan bahan alternatif untuk


katoda, meningkatkan ketebalan matriks, menggunakan aditif dalam elektrolit untuk

meningkatkan sifat dasarnya, dan meningkatkan fraksi Li pada elektrolit dasar.

Pekerjaan awal pada katoda LiFeO2 menunjukkan bahwa elektroda yang

dibuat dengan bahan ini sangat stabil secara kimiawi di lingkungan katoda; Pada

dasarnya tidak ada pembubaran. Namun, elektroda ini memiliki kinerja yang buruk

dibandingkan dengan katoda NiO mutakhir pada tekanan atmosfir karena kinetika

yang lambat. Elektroda menunjukkan janji pada operasi bertekanan sehingga masih

diselidiki. Peningkatan kinerja yang lebih tinggi diharapkan dengan Co-doped

LiFeO2; Katoda ini akan diuji coba di masa depan. Ini juga telah ditunjukkan bahwa

5% mol lithium doped NiO dengan ketebalan 0,02 cm memberikan hasil

overpotential 43 mV (kinerja lebih tinggi) pada 160 mA / cm2 dibandingkan dengan

katoda NiO mutakhir. Diasumsikan bahwa peningkatan kinerja lebih lanjut dapat

dilakukan dengan menyusun ulang struktur, seperti mengurangi ukuran aglomerat.

62 MOL% 52 MOL% Li2CO3/NA2CO3


Li2CO3/K2CO2
CaCO3 0 - 15 0-5
SrCO3 0-5 0-5
BaCO3 0 - 10 0-5

Struktur Elektrolit: Kekalahan Ohm berkontribusi sekitar 65 mV kerugian

pada awal kehidupan dan dapat meningkat menjadi sebanyak 145 mV sampai 40.000

jam. Sebagian besar kehilangan tegangan ada pada elektrolit dan komponen katoda.

Komponen elektrolit menawarkan potensi pengurangan tertinggi karena 70% dari

total kehilangan ohmic sel terjadi di sana. Dua pendekatan telah diteliti:
meningkatkan porositas struktur elektrolit 5% untuk mengurangi tahanan matriks

sebesar 15%, dan mengubah lelehan Li / Na dari Li / K untuk mengurangi resistivitas

matriks sebesar 40%. Sistem elektrolit litium / natrium (Li / Na) diimplementasikan

oleh M-C Power karena konduktivitas ioniknya yang tinggi, pelarutan katoda yang

berkurang, dan tekanan uap yang lebih rendah, yang menghasilkan kinerja sel lebih

tinggi. Pekerjaan berlanjut pada interaksi elektrolit dengan komponen katoda. Pada

saat ini, kehilangan elektrolit sebesar 25% dari persediaan awal dapat diproyeksikan

dengan kolektor arus katoda permukaan rendah dan dengan pemilihan bahan yang

tepat. Bidang lain untuk perbaikan struktur elektrolit adalah kemampuan matriks

untuk mencegah crossover gas dari satu elektroda ke elektroda lainnya. ERC telah

menghasilkan proses fabrikasi matriks yang lebih baik yang menghasilkan burner

pengikat suhu rendah. Proses ini telah mengakibatkan seringnya terjadi kebocoran

gas yang diijinkan 1%, jauh di bawah tujuan 2%. ERC melaporkan pada tahun 1997

bahwa mereka telah mengembangkan matriks kasar berkinerja tinggi yang

meningkatkan efisiensi penyegelan gas sekitar sepuluh faktor lebih baik daripada

tujuan perancangan.

Migrasi elektrolit: Sel mengalami kerusakan karena kebocoran elektrolit dari

sel. Ada kecenderungan elektrolit untuk bermigrasi dari ujung positif tumpukan ke

ujung negatif tumpukan. Kebocorannya adalah melalui paking yang digunakan untuk

memasangkan manifold eksternal ke tumpukan sel. Bahan paking dasar yang saat ini

digunakan adalah porositas tinggi dan menyediakan sirkuit siap untuk transfer

elektrolit. Desain baru dengan material yang memiliki porositas rendah ditambah

kemampuan persediaan sel akhir menawarkan potensi untuk mencapai 40.000 jam,
jika hanya mode kegagalan ini yang dipertimbangkan. Tumpukan dengan manifold

internal tidak memerlukan paking dan tidak mengalami masalah ini.

2.6 Cara Kerja dari Molten carbonate Fuel Cell (MCFC)

Molten Carbonate Fuel Cell terdiri dari dua pelat medan alir yaitu anoda

elektrolit karbonat cair dan hidrogen katoda, secara langsung melalui saluran di pelat

medan aliran dan masuk ke elektroda "anoda" atau bermuatan negatif. Oksigen dan

karbondioksida masuk ke "katoda" atau elektroda bermuatan positif.


Ketika hidrogen mencapai anoda, katalis mendorongnya untuk dipecah

menjadi proton bermuatan positif dan elektron bermuatan negatif. Elektron

bermuatan negatif tidak diperbolehkan melalui membrane dan dialihkan jadi harus

melalui sirkuit eksternal yang menghasilkan listrik. Ketika elektron memasuki katoda,

mereka digabungkan dengan oksigen dari udara dan karbon dioksida didaur ulang

dari bahan bakar bekas. Molekul-molekul ini dari ion karbonat. Ion karbonat yang

bermuatan negatif kemudian bergerak melalui elektrolit ke anoda dimana mereka

digabungkan dengan proton untuk mempertahankan keseimbangan muatan. Ini hanya

mungkin jika elektrolitnya sangat panas, diatas 600 derajat celcius. Anoda adalah

karbondioksida dan air. Karbondioksida dipisahkan dan didaur ulang ke sisi katoda.

Beberapa panas yang dihasilkan dalam proses ini habis dengan air dari uap. Sistem

pendingin menghapus sisanya. Mendapatkan jumlah yang diinginkan dari sel bahan

bakar tenaga listrik masing-masing digabungkan menjadi sel bahan bakar tumpukan.
Sebuah tumpukan tipikal terdiri dari ratusan sel bahan bakar untuk meningkatkan

voltase.

2.6.1 Kinerja Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC)

Faktor-faktor yang terlibat dalam memilih kondisi operasi MCFC sama

dengan kondisi operasi PAFC. Faktor-faktor ini meliputi ukuran tumpukan,

kecepatan perpindahan panas, tingkat voltase, kebutuhan beban, dan biaya. Kurva

kinerja ditentukan oleh tekanan sel, suhu, komposisi gas, dan pemanfaatan. MCFC

khas umumnya akan beroperasi pada kisaran 100 sampai 200 mA / cm2 pada 750

sampai 900 mV / sel. Kurva kinerja katoda khas diperoleh pada suhu 650 ° C dengan

komposisi oksidan (12,6% O2 / 18,4% CO2 / 69% N2) yang diantisipasi untuk

digunakan dalam MCFC, dan garis dasar yang umum. Komposisi (33% O2 / 67%

CO2) disajikan pada Gambar 3 (20,49). Komposisi dasar mengandung reaktan, O2

dan CO2, dalam rasio stoikiometri yang dibutuhkan dalam reaksi elektrokimia pada

katoda. Dengan komposisi gas ini, sedikit atau tidak keterbatasan difusi terjadi di

katoda karena reaktannya disediakan terutama oleh bulk mengalir. Komposisi gas

lainnya, yang mengandung fraksi N2 yang substansial, menghasilkan katoda. Kinerja

yang dibatasi oleh difusi fasa gas dari pengenceran oleh gas inert.
Gambar 3. Pengaruh Komposisi Gas Oxidant pada Kinerja Katoda MCFC pada suhu 650 ° C,

(Kurva 1, 12,6% O2 / 18,4% CO2 / 69,0% N2; Kurva 2, 33% O2 / 67% CO2)

Pada tahun 1980an, kinerja tumpukan MCFC meningkat secara dramatis; Akhir-

akhir ini, sel-sel sebesar 1,0 m2 sedang diuji di tumpukan. Baru-baru ini, fokusnya adalah

pada pencapaian kinerja di a setumpuk setara dengan sel tunggal. Sel dengan daerah

elektroda 0,3 m2 diuji secara rutin pada tekanan di atas ambien dengan struktur elektrolit

yang diperbaiki yang dibuat dengan tape casting proses. Beberapa tumpukan telah menjalani

uji ketahanan di kisaran 7.000 sampai 10.000 jam. Tegangan dan tenaga sebagai fungsi

kerapatan arus setelah 960 jam untuk a tumpukan 1,0 m2 yang terdiri dari 19 sel ditunjukkan

pada Gambar 4. Data diperoleh dengan sel susun pada suhu 650 ° C dan 1 atmosfir.
Gambar 4 Tegangan dan Keluaran Daya dari tumpukan MCFC sel 1,0 / m2 19 setelah 960 Jam

di 965 ° C dan 1 atm, Pemanfaatan Bahan Bakar, 75%

Sisa dari bagian ini akan meninjau parameter operasi yang mempengaruhi

kinerja MCFC. Data pendukung akan disajikan serta persamaan turunan yang

dihasilkan analisis empiris ini.

2.7 Kelebihan dan Kekurangan Fuel Cell

2.7.1 Kelebihan Fuel Cell

a. Tidak Mengeluarkan Emisi Berbahaya (Zero Emision)

Sebuah sistem fuel cell hanya akan mengeluarkan uap air apabila memakai

hidrogen murni. Tetapi ketika memakai hidrogen hasil dari reforming

hidrokarbon/fosil (misal: batu bara, gas alam, dll) maka harus dilakukan uji

emisi untuk menentukan apakah sistem tersebut masih dapat dikategorikan

zero emission.

b. Efisiensi Tinggi

Oleh sebab fuel cell tidak menggunakan proses pembakaran dalam konversi
energi, maka efisiensinya tidak dibatasi oleh batas maksimum temperatur

operasional (tidak dibatasi oleh efisiensi siklus Carnot). Hasilnya, efisiensi

konversi energi pada fuel cell melalui reaksi elektrokimia lebih tinggi

dibandingkan efisiensi konversi energi pada mesin kalor (konvensional) yang

melalui reaksi pembakaran.

c. Cepat Mengikuti Perubahan Pembebanan

Fuel cell memperlihatkan karakteristik yang baik dalam mengikuti perubahan

beban. Sistem Fuel cell yang menggunakan hidrogen murni dan digunakan

pada sebagian besar peralatan mekanik (misal: motor listrik) memiliki

kemampuan untuk merespon perubahan pembebanan dengan cepat.

d. Temperatur Operasional Rendah

Sistem fuel cell sangat baik diaplikasikan pada industri otomotif yang

beroperasi pada temperatur rendah. Keuntungannya adalah fuel cell hanya

memerlukan sedikit waktu pemanasan (warmup time), resiko operasional

pada temperatur tinggi dikurangi, dan efisiensi termodinamik dari reaksi

elektrokimia lebih baik.

e. Reduksi Transformasi Energi

Ketika fuel cell digunakan untuk menghasilkan energi listrik maka fuel cell

hanya membutuhkan sedikit transformasi energi, yaitu dari energi kimia

menjadi energi listrik. Bandingkan dengan mesin kalor yang harus mengubah

energi kimia menjadi energi panas kemudian menjadi energi mekanik yang

akan memutar generator untuk menghasilkan energi listrik. Fuel cell yang

diaplikasikan untuk menggerakkan motor listrik memiliki jumlah


transformasi energi yang sama dengan mesin kalor, tetapi transformasi energi

pada fuel cell memiliki efisiensi yang lebih tinggi.

f. Waktu Pengisian Hidrogen Singkat

Sistem fuel cell tidak perlu penyetruman (recharge) layaknya baterai. Tetapi

sistem fuel cell harus diisi ulang dengan hidrogen, dimana prosesnya lebih

cepat dibandingkan penyetruman baterai. Selain itu, baterai tidak dapat

dipasang dalam jumlah besar pada mesin otomotif untuk meningkatkan

performance karena akan semakin menambah beban pada kendaraan tersebut.

2.7.2 Kelebihan Molten Carbonate Fuel Cell

• Dukungan spontan internal mereformasi bahan bakar karbon-karbon

ringan

• Hasilkan limbah panas bermutu tinggi

• Memiliki kinetika reaksi cepat (bereaksi cepat)

• Memiliki efisiensi tinggi

• Tidak perlu katalis logam mulia

2.7.3 Kekurangan Fuel Cell

a. Hidrogen

Hidrogen sulit untuk diproduksi dan disimpan. Saat ini proses produksi

hidrogen masih sangat mahal dan membutuhkan input energi yang besar

(artinya: efisiensi produksi hidrogen masih rendah). Untuk mengatasi

kesulitan ini, banyak negara menggunakan teknologi reforming

hidrokarbon/fosil untuk memperoleh hidrogen. Tetapi cara ini hanya

digunakan dalam masa transisi untuk menuju produksi hidrogen dari air yang
efisien.

b. Sensitif pada Kontaminasi Zat-asing

Fuel cell membutuhkan hidrogen murni, bebas dari kontaminasi zat-asing.

Zat-asing yang meliputi sulfur, campuran senyawa karbon, dll dapat

menonaktifkan katalisator dalam fuel cell dan secara efektif akan

menghancurkannya. Pada mesin kalor pembakaran dalam (internal

combustion engine), masuknya zat-asing tersebut tidak menghalangi konversi

energi melalui proses pembakaran.

c. Harga Katalisator Platinum Mahal

Fuel cell yang diaplikasikan pada industri otomotif memerlukan katalisator

yang berupa Platinum untuk membantu reaksi pembangkitan listrik. Platinum

adalah logam yang jarang ditemui dan sangat mahal. Berdasarkan survei

geologis ahli USA, total cadangan logam platinum di dunia hanya sekitar 100

juta kg (Bruce Tonn and Das Sujit, 2001). Dan pada saat ini, diperkirakan

teknologi fuel cell berkapasitas 50 kW memerlukan 100 gram platinum

sebagai katalisator (DEO, 2000). Misalkan penerapan teknologi fuel cell

berjalan baik (meliputi: penghematan pemakaian platinum pada fuel cell,

pertumbuhan pasar fuel cell rendah, dan permintaan platinum rendah) maka

sebelum tahun 2030 diperkirakan sudah tidak ada lagi logam platinum (Anna

Monis Shipley and R. Neal Elliott, 2004). Untuk itulah diperlukan penelitian

untuk menemukan jenis katalisator alternatif yang memiliki kemampuan

mirip katalisator dari platinum.


d. Pembekuan

Selama beroperasi, sistem fuel cell menghasilkan panas yang dapat berguna

untuk mencegah pembekuan pada temperatur normal lingkungan. Tetapi jika

temperatur lingkungan terlampau sangat dingin (-10 s/d -20 C) maka air

murni yang dihasilkan akan membeku di dalam fuel cell dan kondisi ini akan

dapat merusak membran fuel cell (David Keenan, 10/01/2004). Untuk itu

harus didesain sebuah sistem yang dapat menjaga fuel cell tetap berada dalam

kondisi temperatur normal operasi.

e. Teknologi Tinggi dan Baru

Perlu dikembangkan beberapa material alternatif dan metode konstruksi yang

baru sehingga dapat mereduksi biaya pembuatan sistem fuel cell (harga

komersial saat ini untuk pembangkit listrik dengan fuel cell ~$4000/kW)

(Javit Drake, 29/03/2005). Diharapkan dimasa depan dapat dihasilkan sebuah

sistem fuel cell yang lebih kompetitif dibandingkan mesin bakar/otomotif

konvensional (harga saat ini: $20/kW) dan sistem pembangkit listrik

konvensional (harga saat ini: $1000/kW) (Matthew M. Mench, 24/05/2001).

Teknologi baru tersebut akan mampu menghasilkan reduksi biaya, reduksi

berat dan ukuran, sejalan dengan meningkatnya kehandalan dan umur operasi

(lifetime) sistem fuel cell. Penggunaan sistem fuel cell dalam industri otomotif

minimal harus memiliki umur operasi 4.000 jam (ekivalen 100.000 mil pada

kecepatan 25 mil per jam) dan dalam industri pembangkit listrik minimal

harus memiliki umur operasi 40.000 jam.


f. Ketiadaan Infrastruktur

Infrastruktur produksi hidrogen yang efektif belum tersedia. Tersedianya

teknologi manufaktur dan produksi massal yang handal merupakan kunci

penting usaha komersialisasi sistem fuel cell.

2.7.4 Kekurangan Molten Carbonate Fuel Cell

• Memiliki intoleransi tinggi terhadap belerang. Anoda pada khususnya

tidak dapat mentoleransi lebih dari 1-5 senyawa belerang (terutama

H2S dan COS) dalam bahan bakar gas tanpa mengalami penurunan

kinerja yang signifikan.

• Memiliki elektrolit cair, yang mengenalkan masalah penanganan

cairan.

• Perlu waktu pemanasan yang cukup lama


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah:

1. Fuel cell adalah alat konversi energi elektrokimia yang mengubah energi

kimia dari hidrogen (H2) dan oksigen (O2) ke dalam energi listrik dan panas

melalui reaksi reduksi elektrokimia masing-masing anoda (kutub positif) dan

katoda (kutub negatif) dari sel dengan air (H2O) sebagai hasil sampingnya.

2. Jenis dari pada fuel cell ditentukan oleh material yang digunakan sebagai

elektrolit yang mampu menghantar proton. Ada enam tipe umum fuel cell,

yaitu Alkaline Fuel Cell (AFC), Phosphoric Acid Fuel Cell (PAFC), Molten

Carbonate Fuel Cell (MCFC), Solid Oxide Fuel Cell (SOFC), Polymer

Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC), dan Direct Methanol Fuel Cell

(DMFC).

3. Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC) adalah sel planar yang dibentuk oleh

matriks diisi dengan karbonat dan digabungkan dengan dua elektroda.

Teknologi Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC) telah dikembangkan di

Amerika Serikat, Jepang, Korea dan Eropa selama bertahun-tahun.

Demonstrasi sel bahan bakar karbonat sampai saat ini telah mampu

menunjukkan efisiensi konversi bahan bakar ke listrik tertinggi (> 50%) dari

jenis sel bahan bakar yang berdiri sendiri.


4. Molten Carbonate Fuel Cell terdiri dari dua pelat medan alir yaitu anoda

elektrolit karbonat cair dan hidrogen katoda, secara langsung melalui saluran

di pelat medan aliran dan masuk ke elektroda "anoda" atau bermuatan negatif.

Oksigen dan karbondioksida masuk ke "katoda" atau elektroda bermuatan

positif. Ketika hidrogen mencapai anoda, katalis mendorongnya untuk

dipecah menjadi proton bermuatan positif dan elektron bermuatan negatif.

Elektron bermuatan negatif tidak diperbolehkan melalui membrane dan

dialihkan jadi harus melalui sirkuit eksternal yang menghasilkan listrik.

Ketika elektron memasuki katoda, Kelebihan fuel cell adalah zero emision,

efisiensi tinggi, cepat mengikuti perubahan pembebanan, temperatur

operasional rendah, reduksi transformasi energi, waktu pengisian hidrogen

singkat.

5. Kelebihan dari Molten Carbonate Fuel Cell adalah dukungan spontan internal

mereformasi bahan bakar karbon-karbon ringan, menghasilkan limbah panas

bermutu tinggi, memiliki kinetika reaksi cepat (bereaksi cepat), memiliki

efisiensi tinggi, tidak perlu katalis logam mulia.

Kekurangan dari Molten Carbonate Fuel Cell adalah memiliki intoleransi

tinggi terhadap belerang. Anoda pada khususnya tidak dapat mentoleransi

lebih dari 1-5 senyawa belerang (terutama H2S dan COS) dalam bahan bakar

gas tanpa mengalami penurunan kinerja yang signifikan, memiliki elektrolit

cair, yang mengenalkan masalah penanganan cairan, perlu waktu pemanasan

yang cukup lama


DAFTAR PUSTAKA

Hoogers, G., 2003, Fuel Cell Technology Handbook, New York: CRC Press.

Fuel cell handbook (4th Ed, 1998)

http://www.fuelcelltoday.com/media/1871508/water_electrolysis renewable_ener
gy_systems

J. Robert Selman (2006), Molten-salt fuel cells-Technical and economic challenges, J.


Power Sources

www.energyagency.at/fileadmin/dam/pdf/projekte/gebaeude/afc-molten-carbonate

Derek W. Hengeveld, Shirpad T. Revankar (2007), Economic analysis of a combined


heat and power molten carbonate fuel cell system, J. Power Sources

www.diva-portal.org/smash/get/diva2:757952/FULLTEXT01.pdf

Anda mungkin juga menyukai