Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KONSEP KESEHATAN DAN KEBUTUHAN NUTRISI MASYARAKAT


DAERAH PESISIR DAN HUTAN TROPIS

Dosen Pengampu :

Kurnia Dewiyani, S.ST., M.Keb

Disusun Oleh Kelompok 6 :

1. Ramadita Safira_F0G021053
2. Mesha Suci Ramadhani_F0G021055
3. Alya Damayanti_F0G021056
4. Yolanda Herliani W_F0G021066
5. Delvina Anestasyah.A.N_F0G021071

FALKUTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN
UNIVERSITAS BENGKULU
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah mencurahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah  GIZI DALAM KESEHATAN REPRODUKSI dengan judul “Konsep kesehatan dan
kebutuhan nutrisi masyarakat daerah pesisir dan huta tropis” ini dapat terselesaiakan,
walaupun mengalami berbagai kesulitan.
            Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu, selain karena usaha dari
kami selaku penulis, melainkan juga banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
kami mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu kami baik itu dosen
kami Bunda Kurnia Dewiyani,S.ST., M.Keb dan semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.

            Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami selaku penulis
makalah ini mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan tugas kami
selanjutnya.
            Demikian kami selaku penulis makalah, mohon maaf bila dalam pembuatan makalah ini
ada hal-hal yang kurang berkenan. Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat dan
berguna bagi semua pihak.

Bengkulu, 30 Januari 2022


DAFTAR ISI

BAB I..........................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................5
A. Latar Belakang....................................................................................................................................5
B.Rumusan Masalah................................................................................................................................6
c. Tujuan..................................................................................................................................................6
BAB II.........................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................7
A. Karakteristik penduduk pesisir dan hutan topis...................................................................................7
B. Permasalahan Kesehatan di daerah pesisir dan hutan tropis................................................................9
C. Kebutuhan Nutrisi untuk Masyarakat Daerah Pesisir dan hutan tropis..............................................13
D. Sumber nutrisi yang tersedia di daerah pesisir dan hutan tropis........................................................16
E. Evidancebased nutrisi masyarakat daerah pesisir dan hutan tropis....................................................20
BAB III......................................................................................................................................................21
PENUTUP.................................................................................................................................................21
A. Kesimpulan.......................................................................................................................................21
DAFTAR FUSTAKA......................................................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Status gizi merupakan gambaran ukuran terpenuhinya kebutuhan gizi yan diperoleh dari
asupan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh.Saat ini salah satu tantangan yang harus dihadapi
sektor kesehatan Indonesia adalah kekurangan gizi kronis anak. Meskipun banyak perkembangan
dan kemajuan kesehatan telah dilakukan di Indonesia selama beberapa tahun terakhir, namun
masalah stunting tetap signifikan. Stunting merupakan kondisi kronis buruknya pertumbuhan
linear seorang anak yang merupakan akumulasi dampak berbagai faktor seperti buruknya gizi
dan kesehatan sebelum dan setelah kelahiran. Stunting yang terjadi selama masa anak-anak
mempengaruhi kemampuan kognitif dan mengurangi potensi akses ke pendapatan yang lebih
tinggi, risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, dan jangka hidup yang lebih
pendek(Fikawati,dkk, 2017).

Riwayat pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI yang terlalu dini menjadi salah satu
pemicu terjadinya stunting pada anak balita. ASI sangat dibutuhkan dalam masa pertumbuhan
bayi agar kebutuhan gizinya tercukupi(Aridiyah,dkk,2015). Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Wanda Lestari,dkk (2014) menunjukkan bahwa proporsi stunting lebih banyak terjadi
karena anak tidak diberi ASI eksklusif. Selain itu, anak yang diberikan MP-ASI terlalu dini juga
memiliki risiko menjadi stunting 6,54 kali dibandingkan dengan anak yang diberikan MP-ASI
sesuai dengan umur yang seharusnya. Oleh karena itu, WHO merekomendasikan pemberian ASI
eksklusif 6 bulan pertama kehidupan dan dilanjutkan dengan pengenalan MP-ASI dengan terus
memberikan ASI sampai usia 2 tahun.Batita yang stunting juga cenderung memiliki riwayat
BBLR.

Penelitian yang dilakukan oleh Amaliah,dkk (2016) menyatakan bahwa anak dengan
panjang badan lahir pendek akan berisiko mengalami keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan sebesar 3,08 kali lebih tinggi dibandingkan anak yang normal. Dan anak dengan
berat badan lahir rendah cenderung menjadi stunting sebesar 5,250 kali dibandingkan dengan
anak yang berat lahirnya normal.Faktor genetik orang tua merupakan faktor tidak langsung yang
mempengaruhi terjadinya stunting pada anak balita. Salah satu atau kedua orang tua yang pendek
akibat kondisi patologis dan memiliki gen dalam kromosom yang membawa sifat pendek dapat
mengakibatkan anak balita akan mewarisi gen tersebut dan tumbuh menjadi pendek atau stunting
(Aridiyah,dkk,2015). Ibu yang pendek memiliki kemungkinan melahirkan bayi yang pendek
pula. Hasil penelitian di Mesir menunjukkan bahwa anak yang lahir dari ibu yang memiliki
tinggi badan < 150 cm memiliki risiko lebih tinggi untuk tumbuh menjadi stunting (Amin &
Julia,2014).

B.Rumusan Masalah
1. Sebutkan karakteristik penduduk pesisir dan hutan tropis!

2. Sebutkan permasalahan kesehatan didaerah pesisir dan hutan tropis!

3. Sebutkan Kebutuhan nutrisi untuk masyarakat didaerah pesisir dan hutan tropis !

4. Sebutkan sumber nutrisi yang tersedia didaerah pesisir dan hutang tropis !

5. Sebutkan Evudancebased nutrisi masyarakat daerah pesisir dan hutan tropis!

c. Tujuan
1. Menjelaskan karakteristik penduduk pesisir dan hutan tropis!

2. Menjelaskan permasalahan kesehatan didaerah pesisir dan hutan tropis!

3. Menjelaskan Kebutuhan nutrisi untuk masyarakat didaerah pesisir dan hutan tropis !

4. Menjelaskan sumber nutrisi yang tersedia didaerah pesisir dan hutang tropis !

5. Menjelaskan Evudancebased nutrisi masyarakat daerah pesisir dan hutan tropis!


BAB II
PEMBAHASAN

A. Karakteristik penduduk pesisir dan hutan topis


1. Karakteristik Penduduk Pesisir
Karakteristik Masyarakat Pesisir memiliki ciri yang khas. Masyarakat pesisir
adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir
membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya
pada pemanfaatan sumberdaya pesisir (Satria, 2004). Tentu masyarakat pesisir tidak saja
nelayan, melainkan juga pembudidaya ikan, pengolah ikan bahkan pedagang
ikan.Karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakterisik masyarakat agraris
atau petani. Dari segi penghasilan, petani mempunyai pendapatan yang dapat dikontrol
karena pola panen yang terkontrol sehingga hasil pangan atau ternak yang mereka miliki
dapat ditentukan untuk mencapai hasil pendapatan yang mereka inginkan. Berbeda
halnya dengan masyarakat pesisir yang mata pencahariannya didominasi dengan pelayan.
Pelayan bergelut dengan laut untuk mendapatkan penghasilan, maka pendapatan yang
mereka inginkan tidak bisa dikontrol.

sifat dan karakteristik masyarakat pesisir adalah sebagai berikut:

a. Sangat dipengaruhi oleh jenis kegiatan. Contohnya seperti usaha perikanan tangkap,
usaha perikanan tambak, dan usaha pengelolaan hasil perikanan yang memang
dominan dilakukan.
b. Sangat di pengaruhi oleh faktor lingkungan, musim dan juga pasar.
c. Struktur masyarakat yang masih sederhana dan belum banyak dimasuki oleh pihak
luar. Hal ini dikarenakan baik budaya, tatanan hidup, dan kegiatan masyarakat relatif
homogen dan maasing-masing individu merasa mempunyai kepentingan yang sama
dan tanggung jawab dalam melaksanakan dan mengawasi hukum yang sudah
disepakati bersama.
d. Sebagian besar masyarakan pesisir bekerja sebagai Nelayan. Nelayan adalah
perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang mata pencahariannya atau
kegiatan usahanya melakukan penangkapan ikan.

2. Karakteristik hutan tropis


Sejak dulu kala, manusia yang hidup di iklim tropis lebih mudah untuk mencari
makan karena banyak vegetasi dan hewan yang bisa diburu. Sebaliknya, hidup di iklim
subtropis, pada musim dingin ketersediaan bahan makanan akan sangat sulit diperoleh.
Pada musim dingin, tanah menjadi beku seperti es batu dan tak mungkin untuk bercocok
tanam. Pohon pun terpaksa merontokkan daunnya karena kekurangan aliran air ke ranting
dan daun.
Manusia pun harus berada di ruang yang hangat dan berlindung di balik rumah
bertembok tebal dengan daun pintu dan jendela rangkap. Manusia akan mati membeku di
rumah yang tanpa pemanasan yang memadai sehingga tidak akan kita temukan manusia
gembel tidur di emperan toko atau sembarang tempat. Mereka sadar, dalam setahun
hanya bisa bercocok tanam selama delapan bulan. Oleh karena itu, mereka harus bangun
silo atau gudang penyimpanan panenan gandum.
Alam dan lingkungan hidup di daerah beriklim tropis ternyata membentuk
perilaku berbeda dengan manusia yang hidup di daerah beriklim subtropis. Manusia
tropis bisa tinggal dan tidur di mana saja mereka mau. Rumah gubug sederhana pun bisa
untuk bertahan hidup. Kesemua itu mengakibatkan orang tropis cenderung bergantung
pada alam raya dan malas untuk mengatasi sistem yang diciptakan alam raya. Perilaku
orang tropis cenderung menyerah pada alam, asal bisa hidup, dan menikmati hidup.
Orang subtropis, yang harus bertahan hidup di lingkungan alam yang keras, akan
cenderung berusaha mengatasi dan menundukkan alam yang mengitarinya agar bisa
bertahan hidup. Di musim dingin, orang subtropis akan mati kelaparan bilamana tidak
mempunyai logistik yang cukup selama tiga hingga empat bulan baik untuk dirinya
maupun untuk ternaknya. Mereka akan mati membeku bilamana tak mempunyai rumah
yang bertembok tebal dan tersedia instrumen pemanasan ruang. Artinya, hidup di daerah
subtropis pasti lebih rumit dan lebih mahal harganya dibanding dengan di alam tropis.
B. Permasalahan Kesehatan di daerah pesisir dan hutan tropis
1. Masalah kesehatan di daerah pesisir
Pemanfaatan sumber daya pesisir di satu sisi berdampak pada kesejahteraan masyarakat,
yaitu dengan penyediaan lapangan pekerjaan seperti penangkapan ikan secara tradisional,
budi daya tambak, penambangan terumbu karang , dan lain sebagainya. Namun di sisi
lain, pemanfaatan sumber daya alam secara terus menerus dan berlebihan akan
menimbulkan dampak negatif terhadap kelangsungan ekosistem pesisir.
Ada beberapa masalah yang terjadi dalam pembangunan di kawasan pesisir dan lautan di
Indonesia antara lain.
a) Pencemaran
Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan
manusia sehingga kualitasnya menurun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau
fungsinya.
b) Kerusakan Fisik Habitat
Hal ini terjadi pada ekosistem mangrove, terumbu karang, dan rumput laut
atau padang lamun. Kebanyakan rusaknya habitat di daerah pesisir adalah akibat
aktivitas manusia seperti konversi hutan mangrove untuk kepentingan
pemukiman, pembangunan infrastruktur, dan perikanan tambak. Ekosistem
lainnya yang mengalami kerusakan cukup parah adalah ekosistem terumbu
karang. Ada beberapa faktor yang menyebabkan rusaknya terumbu karang antara
lain adalah: (1) penambangan batu karang untuk bahan bangunan, jalan, dan
hiasan, (2) penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak, racun, dan
alat tangkap ikan tertentu, (3) pencemaran perairan oleh limbah industri, pertanian
dan rumah tangga, (4) pengendapan dan peningkatan kekeruhan perairan akibat
erosi tanah di darat, penggalian dan penambangan, (5) eksploitasi berlebihan
sumber daya perikanan karang (Dahuri, 2001).
Ekosistem padang lamun secara khusus rentan terhadap degradasi
lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Beberapa aktivitas manusia
yang dapat mengrusak ekosistem padang lamun adalah (1) pengerukan dan
pengurugan untuk pembangunan pemukiman pinggir laut, pelabuhan, industri dan
saluran navigasi, (2) pencemaran logam industri terutama logam berat, dan
senyawa organoklorin, pembuangan sampah organik, pencemaran oleh limbah
industri, pertanian, dan minyak (Bengen, 2000).
c) Eksploitasi sumber daya secara berlebihan
Ada beberapa sumber daya perikanan yang telah dieksploitir secara
berlebihan (overfishing), termasuk udang, ikan demersal, palagis kecil, dan ikan
karang. Menipisnya stok sumber daya tersebut, selain karena overfishing juga
dipicu oleh aktivitas ekonomi yang baik secara langsung atau tidak merusak
ekosistem dan lingkungan sehingga perkembangan sumber daya perikanan
terganggu. Disamping itu, kurangnya apresiasi dan pengetahuan manusia untuk
melakukan konservasi sumber daya perikanan, seperti udang, mangrove, terumbu
karang, dan lain-lain.
d) Abrasi Pantai
Ada 2 faktor yang menyebabkan terjadinya abrasi pantai, yaitu : (1) proses
alami (karena gerakan gelombang pada pantai terbuka), (2) aktivitas manusia.
Kegiatan manusia tersebut misalnya kegiatan penebangan hutan (HPH) atau
pertanian di lahan atas yang tidak mengindahkan konsep konservasi telah
menyebabkan erosi tanah dan kemudian sedimen tersebut dibawa ke aliran sungai
serta diendapkan di kawasan pesisir. Aktivitas manusia lainya adalah menebang
atau merusak ekosistem mangrove di garis pantai baik untuk keperluan kayu,
bahan baku arang, maupun dalam rangka pembuatan tambak.
e) Konversi Kawasan Lindung ke Penggunaan Lainnya
Dewasa ini banyak sekali terjadi pergeseran penggunaan lahan, misalnya
dari lahan pertanian menjadi lahan industri, property, perkantoran, dan lain
sebagainya yang terkadang kebijakan persegeran tersebut tanpa
mempertimbangkan efek ekologi, tetapi hanya mempertimbangkan keuntungan
ekonomi jangka pendek. Demikian juga halnya yang terjadi di kawasan pesisir,
banyak terjadi pergeseran lahan pesisir dan bahkan kawasan lindung sekalipun
menjadi lahan pemukiman, industri, pelabuhan, perikanan tambak, dan
parawisata. Akibatnya terjadi kerusakan ekosistem di sekitar pesisir, terutama
ekosistem mangrove. Jika ekosistem mangrove rusak dan bahkan punah, maka
hal yang akan terjadi adalah (1) regenerasi stok ikan dan udang terancam, (2)
terjadi pencemaran laut oleh bahan pencemar yang sebelumnya diikat oleh hutan
mangrove, (3) pedangkalan perairan pantai, (4) erosi garis pantai dan intrusi
garam.
Menurut Sugandhy (1999) permasalahan-permasalahan pengelolaan
lingkungan hidup yang ada di kawasan pesisir adalah sebagai berikut:
a. Perubahan fungsi dan tatanan lingkungan.
b. Penurunan daya dukung lingkungan pesisir.
c. Penurunan mutu lingkungan pesisir.
d. Penyusutan keanekaragaman flora dan fauna pesisir.
e. Adanya ketidak terpaduan pengelolaan sumberdaya manusia, alam, dan
buatan dalam pengelolaan lingkungan di pesisir.
f. Kurang optimalnya pemanfaatan ruang kawasan.
g. Perusakan dan pencemaran lingkungan.
h. Rendahnya peran serta masyarakat.
i. Kurang lengkap dan konsistennya sistem informasi lingkungj. Belum
terintegrasinya ekonomi lingkungan dalam perhitungan investasi
pembangunan.
j. Belum berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pengelolaan
lingkungan.
k. Lemahnya penegakan hukum dalam mendukung pengelolaan lingkungan.
2. Masalah Kesehatan di Hutan Tropis
Sekitar 350 juta orang tinggal di dalam atau di dekat hutan dan mereka tidak lepas
dari berbagai penyakit dalam kehidupan sehari-hari. Penyakit seperti malaria, Ebola,
kebutaan, demam, kaki gajah, dan berbagai penyakit lain diidap masyarakat yang hidup
di daerah hutan. Seringkali, penyakit tersebut tumbuh subur saat hutan berada dalam
kondisi rusak atau ditebang habis. Hubungan antara kesehatan manusia dan hutan tropis
merupakan hubungan yang sangat rumit dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk
pola makan, kemiskinan, perubahan iklim, dan kegiatan pemanfaatan lahan. Sebuah
laporan CIFOR baru-baru ini mengungkapkan berbagai cara bagaimana hutan tropis
mempengaruhi kesehatan manusia, baik yang tinggal di dalam atau di luar hutan.
Infobrief ini memberikan rangkuman singkat mengenai hal tersebut.
Hutan tropis menyediakan pangan, obat-obatan, dan bahan bakar bagi jutaan
manusia. Namun ada sisi yang tidak menguntungkan bagi kehidupan manusia yang
tinggal di hutan: banyak dari mereka terkena penyakit yang parah dan seringkali fatal.
Penebangan hutan yang dilakukan dengan bijak kadang-kadang dapat memperbaiki
kehidupan, misalnya bila hutan diubah menjadi ladang atau kebun yang produktif.
Namun, deforestasi, selain menyebabkan masalah-masalah lingkungan, juga
menyebabkan hilangnya pangan alami dan mendorong penyebaran penyakit.
Penyakit yang bermula dari hutan – contoh nyatanya adalah HIV/AIDS – dapat
menyebar ke daerah sekitarnya. Demikian pula halnya dengan penyakit yang berasal dari
luar wilayah hutan dapat memberikan dampak yang serius bagi penduduk hutan.
Perubahan iklim secara nyata dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dan tumbuhan
obat-obatan yang berasal dari hutan di masa datang. Perubahan iklim juga dapat memicu
peningkatan berbagai penyakit di wilayah hutan.
Masyarakat yang tinggal di hutan seringkali tidak terjangkau oleh layanan
kesehatan. Tidaklah mungkin untuk mendatangkan praktisi kesehatan yang terlatih ke
setiap desa. Pemecahan masalahnya terletak pada upaya-upaya yang sifatnya lintas
disiplin yang menggabungkan sistem penyembuhan tradisional dengan pemeliharaan
kesehatan modern.Sebagian besar penyakit ini mempengaruhi penduduk yang tinggal di
hutan dan keberadaan penyakit ini seringkali dipengaruhi oleh deforestasi, kegiatan
pertambangan, pembangunan bendungan, dan kegiatan lainnya.Malaria, yang disebarkan
oleh nyamuk, merupakan pembunuh utama di negara-negara tropis. Pernah pada satu saat
sekitar 500 juta orang menderita penyakit malaria, 70 persen dari kasus tersebut terjadi di
Afrika. Keterkaitan antara penyakit dan hutan merupakan hubungan yang rumit.
Di Nepal dan Panama, pembabatan hutan memungkinkan populasi manusia
untuk menempati daerah yang sebelumnya tidak mungkin ditinggali karenamalaria.
Namun demikian, eksploitasi hutan juga dapat menyebabkan peningkatan penyakit
malaria, terutama saat kegiatan penebangan kayu menimbulkan genangan-genangan air
tempat nyamuk berkembang biak.HIV/AIDS merupakan penyakit yang bersumber dari
hutan, dalam arti bahwa virus yang berpindah dari simpanse ke manusia di Afrika
Tengah. Karena ditularkan melalui kontak seksual, HIV/AIDS tidak mengenal batas
geografis. Penyakit ini telah mematikan lebih dari 25 juta orang, terutama di Afrika, dan
telah menghancurkan ekonomi berbagai negara di Sub-Sahara. Kemiskinan, imigrasi,
prostitusi, perkosaan sebagai perangkat perang, dan faktor lain merupakan penyebab
utama penyebaran HIV/AIDS. Di wilayah hutan, pembangunan jalan bagi kegiatan
penebangan kayu dan pertambangan merupakan “perangkat” penyebar penyakit ini ke
tempat-tempat terpencil.Sejumlah penyakit terkait secara erat dengan penurunan kualitas
ekologi dan hilangnya.
Di Afrika, penyakit tersebut antara lain adalah Ebola, demam kuning, dan
kebutaan yang disebabkan di luar hutan menularkan penyakit kepada penduduk yang
tinggal di dalam hutan yang memiliki ketahanan yang rendah, atau bahkan tidak memiliki
ketahanan sama sekali, terhadap penyakit tersebut. Sebaliknya, para pendatang dapat
terjangkit penyakit yang bersumber dari hutan untuk pertama kalinya. Hal ini
menyebabkan peningkatan resiko kesehatan bagi kedua populasi tersebut. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa pada saat hutan ditebang untuk pertanian dan peternakan, kesehatan
penduduk yang hidup di hutan pada umumnya mengalami gangguan, setidaknya dalam
jangka pendek.

C. Kebutuhan Nutrisi untuk Masyarakat Daerah Pesisir dan hutan tropis


1. Kebutuhan Nutrisi Masyarakat Daerah Pesisir
Di wilayah pesisir pantai . Dalam memenuhi kebutuhan pangan yang dikonsumsi
sehari-hari, masyarakat pesisir lebih cenderung dengan memanfaatkan hasil dari laut dan
tambang seperti ikan, udang dan kepiting, serta hasil laut lainnya. Biasanya Beras
merupakan makanan pokok di daerah pesisir pantai di lihat pada susunan yang tersedia
pada Tabel 1.
Frekuensi makan masyarakat pesisir berdasarkan Tabel 1. 3 kali dalam sehari
sebanyak 87%, 2 kali dalam sehari sebanyak 13% dan 1 kali dalam sehari 0%. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar frekuensi makan rumah tanggga masyarakat pesisir
adalah 3 kali per hari.
Masyarakat pesisir memiliki pola konsumsi yang berbeda dengan masyarakat
lainnya, hal tersebut dipengaruhi oleh lingkungan dan mata pencaharian. Masyarakat
pesisir karangsong sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dan petani tambak, hal ini
dikarenakan lingkungan tersebut merupakan daerah pesisir pantai yang memungkinkan
masyarakat berprofesi sebagai nelayan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Khomsan (2006) dan Mapandin (2006) bahwa pola konsumsi kelompok masyarakat
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya lingkungan, mata pencaharian, budaya,
perbedaan etnis, tingkat sosial ekonomi, geografi, iklim, agama dan kepercayaan serta
tingkat kemajuan teknologi.
Salah satu pengaruh pola konsumsi makanan masyarakat yaitu ketersediaan bahan
pangan di suatu daerah. Suatu daerah akan menggunakan hasil alamnya untuk mencukupi
semua kebutuhan masyarakatnya. Kebutuhan pangan masyarakat antara satu daerah
dengan daerah lain memiliki berbagai macam perbedaan (Margareta, 2014), termasuk
masyarakat pesisir memiliki pola konsumsi yang berbeda. Oleh karena itu, pola konsumsi
makanan yang mengandung antioksidan pada masyarakat juga bergantung pada faktor-
faktor yang mempengaruhi pola konsumsi.Sebagian besar masyarakat pesisir memiliki
pola makan yang sama yaitu 3 kali dalam sehari dengan lauk sebagaian besar berasal dari
hasil laut seperti, ikan, udang, cumi, dan kerang dan makanan pokok berupa beras.
Masyarakat pesisir memasak beras menjadi nasi putih rata-rata sekitar 1kg untuk satu hari
dengan frekuensi makan dalam sehari berdasarkan Tabel 4 dan 5 yaitu 3 kali (87%) dan 2
kali dalam sehari (13%) dari sampel 100 rumah tangga. Frekuensi makan akan
menentukan jumlahmakanan yang masuk ke dalam tubuh seseorang sehingga akan
menentukan tingkat kecukupan gizi.
Namun, frekuensi makan yang banyak tidak menentukan kebutuhan gizi
tercukupi. Kebutuhan gizi tercukupi dilihat dari zat makanan yang terkadung dari
makanan yang dikonsumsi oleh suatu masyarakat.Masyarakat yang kurang memahami
tentang gizi dari suatu makanan menyebabkan rendahnya konsumsi makanan yang
bergizi. Biasanya masyarakat mengkonsumsi suatu makanan terutama masyarakat yang
pengetahuan gizinya kurang, mereka mengkonsumsi makanan agar tidak merasa lapar.
Dengan demikian konsumsi makan suatu masyarakat dipengaruhi oleh faktor
pengetahuan atau pendidikan, hal ini sesuai dengan pendapat Khomsan (2006) bahwa
salah satu faktor yang mempengaruhi pola konsumsi makan masyarakat yaitu pendidikan.

2. Kebutuhan Nutrisi Masyarakat Hutan Tropis

Sistem pangan global menyempitkan fokus pada tanaman kaya kalori yang miskin
nutrisi, mendegradasi ekosistem dan membahayakan kesehatan manusia.Antara tahun 2000
dan 2010, pertanian komersial dan subsisten berkontribusi pada kehilangan hutan tropis
hingga 73 persen, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO). Statistik seperti itu
tampaknya menunjukkan bahwa tujuan global keamanan pangan, konservasi pohon dan
hutan tidak kompatibel.

Kebutuhan untuk sebuah pergeseran mendasar sistem pangan dan pertanian global dari
fokus pada kuantitas pangan menuju penyediaan diet sehat semakin diakui.Hutan, sistem
wanatani dan bentang alam polikultur – kawasan dengan beragam jenis tanaman –
menyediakan beragam pangan bergizi untuk mendukung diet sehat, seraya membuka peluang
penghidupan.Bentang alam berbasis pohon sangat ideal ditempatkan untuk melayani
beragam kemanfaatan dan mendukung nutrisi, selain penghidupan masyarakat yang tinggal
di dalamnya, tanpa lebih jauh merongrong pohon dan konservasi hutan.

Dalam rangka mendukung tujuan-tujuan tesebut, Pusat Penelitian Kehutanan


Internasional (CIFOR) dan Pusat Penelitian Wanatani Dunia (ICRAF) membentuk Wahana
Kemitraan Transformatif Bentang-nutrisi (TPP) sebagai upaya mengembangkan bentang
alam yang terpusat pada nutrisi serta secara simultan dapat mendukung keamanan pangan,
penghidupan dan konservasi keragaman hayati.

D. Sumber nutrisi yang tersedia di daerah pesisir dan hutan tropis


1. Sumber nutrisi yang tersedia di daerah pesisir
sumberdaya laut baik di pesisir, di permukaan air, di kolong maupun di bawah
laut sudah berlangsung sejak dahulu kala, bahkan ketika ummat manusia belum mengenal
peradaban maju seperti saat ini. Laut dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi
berbagai jenis kebutuhannya. Laut menjadi sumber pangan bagi manusia dan sekaligus
menjadi penghubung antara satu daratan dengan daratan lainnya. Hal inilah yang
mungkin menyebabkan kawasan yang paling dominan disenangi oleh manusia untuk
bermukim pada awalnya juga adalah pinggir laut. Tidak heran jika kota-kota besar di
dunia bahkan di Nusantara pada umumnya berada di pinggir laut. Kondisi ini
menyebabkan jumlah populasi manusia terbanyak juga cenderung berada di pemukiman
dekat laut.Manfaat yang diperoleh manusia dari laut di antaranya manfaat dari segi
pangan. Laut memberikan ikan dalam berbagai jenis dan ukuran yang dapat ditangkap
oleh manusia sesuai dengan alat yang dipergunakannya. Selain ikan, laut juga
menyediakan udang, kepiting, kerang-kerangan, dan berbagai spesies yang bisa
dikonsumsi. Laut juga menyediakan bahan pangan dari tumbuhan laut yakni rumput laut,
alga dan anggur laut. Bahan pangan tersebut ada yang bisa langsung dikonsumsi oleh
manusia, ada pula yang dikonsumsi dalam berbagai bentuk olahan.
sumberdaya perairan khususnya laut terbagi atas pemanfaatan ekstraktif dan non
ekstraktif. Pengambilan manfaat dengan cara mengambil sumberdaya dikenal dengan
istilah pemanfaatan ekstraktif, sedangkan pengambilan manfaat non-ekstraktif tidak
dilakukan dengan mengambil sumberdaya, tetapi memanfaatkan nilai-nilai dan fungsi
yang diberikan oleh sumberdaya tersebut, (CTC, 2016)
 Pengambilan batu karang
Masyarakat pesisir sejak dahulu sudah dekat dengan keberadaan karang di laut.
Bagi masyarakat pesisir, batu karang merupakan bahan bangunan yang ekonomis untuk
membangun rumah, jembatan dan sebagainya. Selain untuk bangunan, kapur batu karang
di sebagian masyarakat pesisir digunakan sebagai cat pemutih pada dinding rumah dan
bangunan lainnya, seperti yang terjadi di beberapa daerah di Maluku dan Papua. Di
sebagian daerah batu karang diambil kapurnya untuk dikonsumsi (sebagian masyarakat
Papua senang mengkonsumsi sirih dan pinang yang dibumbui kapur yang sebagian
berasal dari karang laut). Pengambilan batu karang terus berlangsung sampai saat ini di
berbagai daerah pesisir, dan terus meningkat seiring bertambahnya alasan
pengambilannya. Belakangan ini sebagian nelayan mengambil batu karang dengan tujuan
mengambil ikan hias yang terdapat di dalam sela-sela karang tersebut. Bahkan awal tahun
2017 terjadi penyelundupan karang di Lombok dalam jumlah ribuan kantong terumbu
karang dalam berbagai jenis dengan nilai jual tinggi (Mataramnews, 2017).
 Penangkapan ikan
Penangkapan ikan merupakan aktivitas yang paling umum ditemui di pesisir dan
laut. Nelayan menggunakan berbagai alat untuk menangkap ikan. Berbagai jenis ikan
ditangkap oleh nelayan untuk tujuan konsumsi dan dijual. Alat-alat tangkap dioperasikan
oleh nelayan dalam berbagai jenis dan ukuran. Tombak adalah alat tangkap ikan yang
paling tua dan sudah digunakan sejak zaman berburu. Pancing merupakan teknologi yang
sudah cukup maju, sedangkan jaring adalah teknologi yang lebih maju lagi. Pada era
modern, teknologi penangkapan ikan semakin berkembang pesat, ditandai dengan
munculnya berbagai modivikasi alat tangkap ikan, semisal jaring dikembangkan menjadi
pukat, pancing dikembangkan menjadi rawai dan longline. Seiring dengan perkembangan
alat tangkap, armada penangkapan juga semakin meningkat dalam kapasitasnya. Abad 21
penangkapan ikan memasuki kondisi memprihatinkan, dimana terjadi penangkapan
berlebihan (overfishing) di mana-mana. Overfishing tersebut disebabkan oleh upaya
penangkapan ikan yang berlebihan baik dalam jumlah alat, jumlah armada penangkapan,
maupun jenis-jenis alat tangkap ikan yang dioperasikan.
 Budidaya ikan
Budidaya ikan sangat potensial dilakukan di perairan laut karena laut merupakan
tempat hidup yang sangat baik untuk ikan. Ikan yang potensial dibudidayakan di laut
sangat banyak jenisnya tergantung kemampuan biaya dari pembudidaya untuk pengadaan
sarana dan prasarana budidaya. Komoditas yang banyak dibudidayakan saat ini di
antaranya beberapa jenis kerapu, kuwe, lobster, dan beberapa jenis ikan hias laut.
Komoditas ikan tuna juga sudah mulai dibudidayakan oleh masyarakat. Budidaya ikan di
laut mengambil manfaat dari sumberdaya dengan cara mengambil sumberdaya berupa
ikan tersebut. Dari aktivitas budidaya ikan di laut tersebut, masyarakat bisa memperoleh
keuntungan ekonomis yang sangat besar dan mendukung pertumbuhan ekonomi keluarga
melalui penjualan ikan hasil budidaya.
 Pengambilan teripang
Teripang merupakan salah satu komoditas perairan pantai yang banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat. Teripang diambil sebagai bahan pangan, untuk
dikonsumsi masyarakat, atau dijual di pasar lokal sampai pasar global. Teripang dikenal
mengandung berbagai nutrisi tinggi sehingga belakangan dimanfaatkan juga untuk bahan
kosmetik dan obat-obatan. Di berbagai daerah populasi teripang telah mengalami
penurunan jumlah populasi. Penurunan populasi teripang di antaranya disebabkan oleh
penangkapan berlebihan dan karena kerusakan habitatnya, baik oleh pengeboman atau
penggunaan bahan penangkapan yang merusak maupun karena kerusakan ekosistem oleh
adanya reklamasi pantai.
 Budidaya rumput laut
Rumput laut terdapat dalam beberapa jenis yang umumnya dibudidayakan oleh
masyarakat pesisir seperti Gracillaria dan Euchema Cottonii. Komoditas rumput laut
memiliki nilai jual yang cukup tinggi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
masyarakat. Sumberdaya rumput laut berada di perairan sejak dari bibit sampai panen.
Pertumbuhan rumput laut banyak dipengaruhi oleh nutrisi yang terbawa oleh arus air laut.
Rumput laut yang dibudidayakan masyarakat merupakan sumber pangan yang memiliki
manfaat beragam, utamanya untuk dikonsumsi dalam bentuk makanan jadi. Rumput laut
juga diolah menjadi bahan kosmetik dan obat-obatan.
 Pengambilan pasir laut
Pasir laut banyak dimanfaatkan masyarakat untuk digunakan dalam pembangunan
rumah, jembatan dan berbagai bangunan lainnya. Sampai pada titik tertentu, pengambilan
pasir sudah sampai pada ambang kritis. Terbukti dengan terkikisnya pesisir pantai di
beberapa daerah karena pengambilan pasir yang terus dilakukan. Di beberapa wilayah,
pasir laut bahkan diambil secara beramai-ramai oleh berbagai pihak sehingga perubahan
ketinggian pasir sudah mengalami penurunan mencapai 3 meter. Sebagian masyarakat
mengambil pasir untuk memenuhi kebutuhan sendiri, dan sebagian lagi mengambil untuk
dijual kepada pihak yang membutuhkan pasir laut.

2. Sumber Nutrisi tersedia di Tropis

sumber sumber nutrisi didaerahTropis terbaik untuk tubuh, buah dan sayur selalu menjadi
jawaban. Memang, keduanya sangat penting untuk kesehatan. Namun, ada beberapa kebutuhan
nutrisi lain yang terkadang belum bisa terpenuhi jika Anda hanya mengonsumsi buah dan sayur.
Berikut ini beberapa sumber nutrisi terbaik yang diperlukan oleh tubuh.
1. Sayur dan buah

Sayur dan buah merupakan sumber vitamin dan mineral alami, terutama folat, vitamin C,
dan kalium. Dengan mengonsumsi keduanya, Anda juga akan mendapatkan asupan serat yang
menyehatkan pencernaan dan mengurangi risiko terjadinya kanker usus. Tak hanya itu. Sayur
dan buah juga bisa membantu mengurangi risiko terjadinya penyakit jantung serta stroke.
Dengan mengonsumsi sayur dan buah secara teratur, maka Anda bisa menjalani pola makan
yang sehat dan seimbang.

2. Jamur

Tak banyak yang tahu, jamur merupakan makanan yang sangat baik untuk membantu
mencegah kanker. Kemampuan ini didapatkan dari kandungan salah satu mineral antikanker
bernama selenium. Lagipula, jamur juga rendah kalori, sehingga cocok untuk ditambahkan ke
berbagai bahan makanan, termasuk tumis-tumisan dan sup. Tak sampai disitu, jamur merupakan
sumber dapat menjadi sumber vitamin D alami untuk tubuh. Mineral seperti tembaga dan kalium
yang banyak tersedia dalam jamur, adalah nutrisi yang dibutuhkan untuk menjaga fungsi saraf,
produksi sel darah merah, dan irama jantung tetap normal.

3. Kacang-kacangan

Kacang-kacangan adalah salah satu sumber nutrisi terbaik bagi tubuh. Meski ukurannya
kecil, tapi sumber makanan ini kaya akan serat dan tinggi akan protein rendah lemak.Kacang
juga mengandung nutrien dan fitonutrien, yang dapat melindungi tubuh dari berbagai penyakit
berbahaya seperti diabetes, penyakit jantung, hingga kanker. Tentu, manfaat-manfaat di atas
hanya bisa didapatkan apabila Anda mengonsumsi kacang dengan olahan yang sehat.

E. Evidancebased masyarakat daerah pesisir dan hutan tropis.


1. Evidancebased masyarakat daerah pesisir.
Diare merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena morbiditas
dan mortalitasnya tinggi. Faktorkebersihan menjadi risikotejadinya diare. Balita juga
sangat rentan terkena diare dikarenakan sistem imun belum terbentuk sempurna.
Dibutuhkan partisipasi keluarga yang optimal dalam memperhatikan perilaku hidup sehat
dalam penatalaksanaan dan pencegahan penyakitnya. Diare merupakan masalah yang
dapat menggangu fungsi dasar dari keluarga tersebut.Dibutuhkan partisipasi dari
keluargayang optimal dalam memperhatikan perilaku hidup sehat dalam penatalaksanaan
danpencegahan penyakitnya
evidence based medicine dengan mengidentifikasi faktor risiko, masalah klinis,
sertapenatalaksanaan pasienberdasarkan kerangka penyelesaian masalah pasien dengan
pendekatan patient centred dan family approach. Studi inimerupakan laporan kasus. Data
primer diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan kunjungan ke rumah.
Datasekunder didapat dari rekam medis pasien.
Pada pasien didapatkan risiko internal yaitu pengetahuan yang kurang tentang
perilaku hidup bersih dan sehat, usia balita dan tidak mengkonsumsi ASI sejak lahir.
Risiko eksternal pada pasien yaitu kurangnya pengawasan keluarga terhadap kebersihan
makanan, perilaku personal hygiene keluarga yang kurang baik, lingkungan rumah dekat
dengan hewan ternak. Pada keluarga pasien dilakukan intervensi mengenai pentingnya
upaya pencegahan diare dan penerapan PHBS dalam 3 kali kunjungan rumah. Saat
evaluasi didapatkan pengetahuan yang cukup terhadap penyakit dan penerapan PHBS
yang cukup baik.
Diare biasanya dapat pulih sendiri tanpa terapi. Penatalaksanaan kasus
diaremempunyai tujuan mengembalikan cairan yang hilang akibat diare. Kegagalan
dalam pengobatan diare dapat menyebabkan infeksi berulang atau gejala berulang dan
bahkan timbulnya resistensi. Untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut, WHO
telah merekomendasikan pengobatan diare berdasarkan penyebabnya.
Faktor risiko penyebab terjadinya diare akut pada balita antara lain faktor
lingkungan,tingkat pengetahuan ibu, sosial ekonomi masyarakat, makanan atau minuman
yang dikonsumsi dan perilaku atau kebiasaan cuci tangan. Kesehatan yang kurang baik
dari dalam diri anak maupun ibu dapat memicu timbulnya penyakit diare. Maka
pentingnya mengedukasikan kepada pasien tentang kebersihan diri dan lingkungan untuk
menjaga kesehatan. Kekambuhan dan komplikasi diaredapat dicegah dengan
penatalaksanaan yang tepat.
berupa terapi medika mentosa yaitu oralit sach (bila BABcair saja), zinc 1 x 20
mg (diteruskan selama 10 hari), paracetamol syr 3 x 1 cth bila demam,lacto B 3x1 sachet
dan cotrimoxazole 2 x 1 cth.Intervensi family focused berupa edukasi kepada keluarga
pasien bahwa dengan penatalaksanaan yang tepat maka BAB cair dirasakan dapat
berkurang dan komplikasi akibat diare dapat dicegah, edukasi kepada anggota keluarga
mengenai faktor risiko yang ada pada keluarga dan pentingnya melakukan perilaku hidup
bersih dan sehat, edukasi kepada keluarga untuk melakukan tindakan pencegahan
penyakit diare dengan cara cuci tangan setiap sebelum makan, setelah dari kamar mandi
dan saat menyiapkan makanan.
2. Evidancebased masyarakat daerah hutas tprosi
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue yang ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
merupakan vektor yang paling utama, namun spesies lain seperti Ae.Albopictus juga
dapat menjadi vektor penular. Nyamuk penular dengue ini terdapat hamper diseluruh
pelosok Indonesia, kecuali di tempat yang memiliki ketinggian lebih dari 1000 meter di
atas permukaan laut. Penyakit DBD banyak dijumpai terutama di daerah tropis dan sering
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Beberapa faktor yang mempengaruhi
munculnya DBD antara lain rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat dan
kepadatan populasi nyamuk penular karena banyak tempat perindukan nyamuk yang
biasanyaterjadi pada musim penghujan.
Upaya-upaya pencegahan penyakit DBD telah dilaksanakan dari pihak DKK
Demak maupun puskesmas Mangunjiwan baik melalui media berupa leafleat, brosur,
lembar balik maupun penyuluhan kesehatan namun belum berjalan secara optimal
dikarenakan kurang aktifnya partisipasi masyarakat,kader kesehatan setempat yang susah
untuk diberdayakan sehingga, perilaku PSN di Kelurahan Mangunjiwan masih dikatakan
rendah dan kebiasaan. Cara penggulangan DBD
1. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
2. Menggunakan obat anti nyamuk.
3. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
4. Gotong royong membersihkan lingkungan.
5. Periksa tempat-tempat penampungan air.
6. Meletakkan pakaian bekas pakai dalam wadah tertutup.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. . Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan
kesejahteraan manusia dimana tingkat status gizi optimal akan tercapai apabila kebutuhan
zat gizi optimal terpenuhi (Sari, 2010)
2. . Gizi buruk adalah kondisi kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan
protein (KEP) dalam asupan makanan seharihari.

B. saran
Dari materi di atas saya menyarankan agar pemerintah agar lebih memperhatikan
masyarakat khusunya di bagian pesisir. Agar masyarakat pesisir semua gizinya bisa mencukupi
dan tidak lagi mengalami gizi kurang ataupun gizi buruk.
DAFTAR FUSTAKA
1. Asian Development Bank.

Draft design and monitoring framework: Project number 38117: Nutrition improvement through
community empowerment. Manila: Asian Development Bank; 2006.

2. UNICEF. Achieving MDGs through RPJMN. Paper Presented at Nutrition Workshop.


Jakarta : Bappenas;2009. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN). Rencana Aksi
Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010. Jakarta: BPPN; 2007.

3. Muljati S, Heryudarini S, Irawati A, Sudjasmin. Faktor– Faktor yang Mempengaruhi


Perkembangan Mental dan Psikomotor Pada Anak Batita Gizi Kurang. Jurnal Penelitian Gizi dan
Makanan 2002; 25(2): 31-7.9.

4. Anonim. 2012. Profil Kecamatan Tallo Kota Makassar. [Online].


http://kecamatantallo.blogspot.com/2012/10/profilKelurahantallo.hml[diakses 11 Januari 2013].

5. Bogue, J. 2007. Parental Perceptions Of Feeding Practices In Five European Countries: An


Exploratory Study. European Journal of Clinical Nutrition, 61, p. 946-956.

6. Deba, Umar. 2007. Perbedaan Status Gizi Antara Bayi Yang Diberi ASI Eksklusif Dengan
Bayi Yang Diberi MPASI Dini Di Puskesmas Perumnas Kota Kendari.Jurnal SELAMI IPS.
2007. 02(21): ISSN 1410-2323.

7. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.

8. Ferreira, A, et al.2012. Nutritional Status And Growth Of Indigenous Xavante Children,


Central Brazil. Nutrition Jurnal, 11 (3), p. 1-9.

9. Fatimah.2010. Pengetahuan Dan Praktek Keluarga Sadar Gizi Ibu Balita. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 4 (4), hal 23-25.

10. http://www.artikelsiana.com/2015/01/pengertian-gizi-zat-gizi-fungsimanfaat.html

11. https://idtesis.com/pengertian-gizi-kurang/

Anda mungkin juga menyukai