Anda di halaman 1dari 5

Legenda Pulau Kemaro

Asal usul Pulau Kemaro Sumatera Selatan.

Sungai Musi terletak di Provinsi Sumatera Selatan. Sungai Musi memiliki panjang 750 meter,
dan menjadi sungai terpanjang di Sumatera Selatan. Pada aliran sungai yang melintasi kota
Palembang, sungai ini memilki ciri khas sebuah jembatan yang dikenal dengan nama Jembatan
Ampera. Pada bagian aliran sungai Musi yang melintasi kota Palembang terdapat sebuah pulau
yang dikenal dengan nama Pulau Kemaro.

Pulau Kemaro sebenarnya adalah sebuah data disungai Musi. Jarak pulau ini hanya sekitar 6 km
dari jembatan Ampera yang terkenal. Sebagai mana tempat-tempat lainnya di nusantara, pulau
Kemaro juga memiliki cerita asal usul nya.

Bagaimana kisahnya? Mari kita simak dalam pertunjukkan teater berikut ini.

Prolog
Pada zaman dahulu kala di wilayah sekitar sungai Musi berdiri kerajaan yang bernama Kerajaan
Sriwijaya. Kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang raja yang sudah berusia lanjut. Raja tersebut
memiliki seorang putri yang cantik jelita, putri tersebut bernama Siti Fatimah. Sayangnya para
pangeran dan pemuda di Sriwijaya tidak ada yang berani meminangnya, karena sang raja
menginginkan anaknya menikah dengan putra raja yang kaya raya.

Suatu hari sebuah kapal dagang dari China datang kepelabuhan yang terletak di sungai Musi
dekat dengan istana Kerajaan Sriwijaya. Kapal dagang tersebut ternyata milik dari seorang
pedagang China yang bernama Tan Bun An. Selain pedagang, Tan Bun An juga merupakan anak
dari seorang Raja China.

Dialog
Setelah menepikan kapalnya di dermaga, kemudian pangeran Tan Bun An segera masuk ke
kerajaan untuk meminta izin kepada Raja Sriwijaya untuk berdagang

Pangeran Tan Bun An (Gading) : (setelah berada dihadapan raja, satukan kedua tangan
sebagai pemberian salam lalu duduk, kemudian berbicara lembut dengan intonasi yang
rendah) Perkenalkan nama hamba Tan Bun An. Hamba merupakan putra dari Raja China,
maksud kedatangan hamba disini adalah untuk memohon agar Yang Mulia Panduka Raja
Sriwijaya berkenan memberikan izin kepada hamba untuk berdagang di Sriwijaya
Raja Sriwijaya (Wahyu) : (menjawab dengan pelan tetapi penuh wibawa) Hmmm, negeri ini
terbuka bagi siapa saja yang ingin berdagang. Kamu boleh berdagang disini dengan syarat kamu
harus membayar pajak sebesar 20% dari keuntunganmu berdagang setiap bulannya.

Pangeran Tan Bun An (Gading) : Terima kasih Yang Mulia. Syarat Yang Mulia akan hamba
penuhi, hamba mohon undur diri. (berdiri, kemudian satukan kedua tangan sebagai
pemberian salam lalu keluar dari panggung)

Setelah mendapatkan izin Raja Sriwijaya, Tan Bun segera menjalankan perdagangannya di
pelabuhan. Perdagangan Tan Bun sangat pesat, sehingga mendatangkan keuntungan yang
besar. Sesuai dengan syarat yang diberikan oleh Raja Sriwijaya, maka setiap bulannya Tan Bun
menyerahkan pajak sebesar 20% dari keuntungannya. Setelah berbulan-bulan datang
menghadap Raja Sriwijaya dan beberapa kali bertemu dengan Putri Siti Fatimah, timbul rasa
suka pada diri mereka dan pada akhirnya merekapun saling jatuh cinta. Kemudian mereka
menjalin kasih dan ingin kejenjang yang lebih serius.

Pada suatu hari, Tan Bun datang menghadap Raja Sriwijaya untuk menyerahkan uang pajak,
namun kali ini kedatangan Tan Bun tidak hanya untuk menyerahkan pajak tetapi juga memiliki
maksud lain.

Pangeran Tan Bun An (Gading) : (duduk menghadap raja lalu berkata) Yang Mulia, sebagai
bulan-bulan sebelumnya hamba datang untuk menyerahkan pajak keuntungan perdagangan
hamba.

Raja Sriwijaya (Wahyu) : Terima kasih Tan Bun, kamu pedagang yang sangat jujur
perdaganganmu sepertinya semakin maju. (berbicara dengan penuh rasa bangga)

Pangeran Tan Bun An (Gading) : Terima kasih untuk pujiannya Yang Mulia, tapi kedatangan
hamba kali ini tidak hanya untuk menyerahkan pajak. Hamba juga ada tujuan lainnya.

Raja Sriwijaya (Wahyu) : Tujuan apakah itu Tan Bun?

Pangeran Tan Bun An (Gading) : Hamba bermaksud untuk melamar Tuan Putri Siti Fatimah.

Raja sriwijaya pun terkejut mendengar ucapan Tan Bun, beliau berfikir sejenak. Meskipun
datang ke Sriwijaya sebagai pedagang, namun Tan Bun juga seorang dari Raja China.

Raja Sriwijaya (Wahyu) : Aku bisa menerima pinanganmu untuk putriku, tapi dengan satu
syarat.

Pangeran Tan Bun An (Gading) : Apakah syaratnya Yang Mulia?

Raja Sriwijaya (Wahyu) : Kamu harus menyediakan 9 guci berisi emas sebagai mas kawinnya.
Pangeran Tan Bun An (Gading) : Baiklah Yang Mulia (berdiri, lalu pergi keluar istana menemui
pengawal)

Tanpa berfikir panjang, Tan Bun segera memenuhi syarat yang diajukan oleh Raja Sriwijaya.
Setelah itu, Tan Bun memerintahkan pengawalnya untuk mengirim surat kepada keluarganya di
negeri China.

Pangeran Tan Bun An (Gading) : Pengawal (memanggil pengawal)

Pengawal (Ariiq) : Iya, ada apa Tuanku?

Pangeran Tan Bun An (Gading) : Cepat kau kembali ke negeri China, sampaikanlah surat ini
kepada keluargaku. Jika kau telah selesai cepatlah kembali kesini.

Pengawal (Ariiq) : Baiklah Tuanku.

Kemudian beberapa pengawal Tan Bun An kembali ke China untuk menyampaikan pesan
tersebut.

Pengawal (Ariiq) : (datang menghadap ratu, setelah sudah berada dihadapan Ratu, bungkuk
kan badan sebagai pemberian salam,lalu duduk) Maaf kan saya Yang Mulia Ratu, saya datang
kemari hanya untuk menyampaikan surat dari Pangeran Tan Bun An.

Ratu China (Agnes) : Surat apa itu? Tolong bacakan kepada ku

Pengawal (Ariiq) : (membuka surat tersebut)

Ratu China (Agnes) : Saya menyetujui anakku menikah dengan Siti Fatimah, namun aku tidak
bisa datang keacara tersebut. Tetapi aku akan mengirimkan 9 guci berisi emas ke Sriwijaya.

Pengawal (Ariiq) : Baiklah Yang Mulia Ratu, saya akan menyampaikan pesan anda. (berdiri, lalu
bungkuk kan badan, kemudian keluar panggung)

Setelah mengirim surat kekeluarganya di China, sebuah kapal yang mengangkut 9 guci emas
berangkat menuju Sriwijaya. 9 guci emas tersebut bagian atas nya ditutupi dengan daun sawi
agar keberadaan emas tersebut tidak diketahui oleh bajak laut. Bahkn guci-guci tersebut
disembunyikan pada sebuah ruang kapal yang tersembunyi. Kapal yang mengangkut emas
tersebut akhirnya tiba di Srwijaya. Tan Bun yang sudah tidak sabar segera naik keatas kapal
hendak melihat 9 guci emas.

Pangeran Tan Bun An (Gading) : Dimana guci-guci emas itu?

Pengawal (Ariiq) : Hamba simpan dibagian kapal yang rahasia Tuan.


Pangeran Tan Bun An (Gading) : Tunjukkan dimana tempatnya.

Tan Bun pun dengan diantar seorang pengawal masuk kedalam sebuah bagian kapal yang agak
gelap.

Pangeran Tan Bun An (Gading) : bukalah jendela kapal itu, agar bisa lebih terang.

Pengawal (Ariiq) : (membuka jendela)

Pangeran Tan Bun An (Gading) : Nah sekarang lebih terang. Mana guci-guci emas itu?

Pengawal (Ariiq) : Itu Tuanku, semua guci emas tersebut ditutup oleh kain berwarna hitam

Pangeran Tan Bun An (Gading) : Baiklah, sekarang keluar lah aku akan memeriksa guci-guci
emas itu.

Tan Bun segera membuka kain hitam yang menutupi guci. Namun, alangkah terkejutnya dia
setelah melihat guci-guci tersebut.

Pangeran Tan Bun An (Gading) : Yang aku minta adalah emas, kenapa yang dikirim malah
sayuran busuk ini. Apa kata Raja Sriwijaya jika yang dikirim ternyata hanyalah sayuran busuk
bukan emas, sungguh aku sangat malu dan raja Sriwijaya pasti akan sangat terhina

Karena tertekan oleh perasaan malu. Tan Bun tanpa berfikir panjang dan tidak memeriksa
terlebih dahulu segera melemparkan guci-guci tersebut kedalam sungai Musi. Ketika
mengangkat guci terakhir, Tan Bun tersandung dan guci tersebut jatuh hingga pecah. Tan Bun
seperti tidak percaya dengan yang dilihatnya, dibawah sayuran yang busuk tersebut ternyata
tersimpan emas. Tan Bun segera naik ke gelada kapal untuk berbicara kepada prajurit
pengawalnya.

Pangeran Tan Bun An (Gading) : Pengawal, kenapa kamu tidak bilang bahwa emas-emas itu
ditutupi oleh sawi dan aku sudah terlanjur membuang 8 guci dalam sungai

Pengawal (Agnes) : Maafkan hamba Tuan ku

Pangeran Tan BunnAn (Gading) : Sudahlah, ayo kita menyelam dan kita ambil 8 guci emas itu.

Tan Bun dan prajurit pengawalnya itu segera melompat kedalam sungai Musi dan menyelam.
Sementara itu, Siti Fatimah yang diberi kabar tentang Tan Bun yang menyelam kedalam sungai
menunggu calon suaminya tersebut dari atas kapal. Hari semakin sore, namun Tan Bun dan
pengawalnya belum juga muncul dari dalam sungai musi.

Siti Fatimah (Darin) : Dayang, selama ini kamu sudah setia menemaniku. Kemana saja aku pergi
kamu selalu mau mengawalku, namun kali ini aku akan menyusul calon suamiku menyelam
kedalam sungai. Kamu tidak perlu menemaiku lagi, doa kan saja semoga aku selamat, namun
jika suatu saat nanti ada tumpukan tanah disungai ini berarti itu kuburanku.

Belum sempat dayang mencegahnya, Siti Fatimah sudah melompat kedalam sungai. Dayang
yang setia itu menunggu sampai malam tiba hingga keesokan harinya, namun Siti Fatimah
belum juga muncul hingga ayam jantan telah berkokok dan matahari muncul diufuk timur. Baik
Tan Bun dan pengawalnya serta Siti Fatimah belum juga muncul.

epilog
Tiba-tiba dayang melihat gundukan tanah muncul dari dalam sungai musi. Itu artinya Siti
Fatimah telah meninggal dunia. Gundukan tanah tersebut lama kelamaan menjadi sebuah
pulau. Masyarakat disekitarnya menyebut pulau tersebut dengan nama Pulau Kemaro, dalam
bahasa Indonesia Kemaro artinya adalah kemarau. Dinamakan Kemaro karena pulau tersebut
tidak pernah tergenang air meskipun sungai Musi sedang banjir.

Anda mungkin juga menyukai