DISUSUN OLEH
KELOMPOK IX :
MUHAMMADIYAH MANADO
T/A 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah Kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
EMPIEMA” ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai asuhan keperawatan pada pasien
Empiema ini. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Kelompok IX
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PENUTUP
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Empiema merupakan salah satu penyakit yang sudah lama ditemukan dan
berat. Saat ini terdapat 6.500 penderita di USA dan UK yang menderita empiema
dan efusi parah pneumonia tiap tahun, dengan mortalitas sebanyak 20% dan
menghabiskan dana rumah sakit sebesar 500 juta dolar. Di indonesia terdapat 5 –
10 % kasus anak dengan empiema toraks. Empiema toraks didefinisikan sebagai
suatu infeksi pada ruang pleura yang berrhubungan dengan pembentukan cairan
yang kental da purulen baik terlokalisasi atau bebas dalam ruang pleura yang
disebabkan karena adanya dead space, media biakan pada cairan pleura dan
inokulasi bakteri.
Empiema juga dapat terjadi akibat dari keadaan – keadaan seperti septikemia,
sepsis, tromboflebitis, pneumotoraks spontan,mediastinitis, atau ruptur esofagus.
Infeksi ruang pleura turut mengambil peran pada terjadinya empiema sejak zaman
kuno. Aristoteles menemukan peningkatan angka kesakitan dan kematian
berhubung dengan empiema dan menggambarkan adanya drainase cairan pleura
setelah dilakukan insisi. Sebagian dari terapi empiema masih diterapkan dalam
penngobatan modern. Dalam tulisan yang dibuaut pada tahun 1901 yang berjudul
The Principles and Practice of Medicines, William Osler, mengemukakan bahwa
sebaiknya empiema ditangani selayaknya abses pada umumnya yakni insisi dan
penyaliran.
1
sebagai perawat profesional dalam pelayanan pasien gangguan hisprung.
Pemberian asuhan keperawatan pada tingkat anak, remaja, dewasa, hingga
lanjut usia hingga bagaimana kita menerapkan manajemen asuhan keperawatan
secara tepat dan ilmiah diharapkan mampu meningkatkan kompetensi perawat
khususnya.
1.3 Tujuan
2
7. Mampu menjelaskan Patogenesis Empiema
8. Mampu menjelaskan Patofisiologi Empiema
9. Mampu menjelaskan Pathway dari Empiema
10. Mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang dari Empiema
11. Mampu menjelaskan penatalaksanaan dari Empiema
12. Mampu menjelaskan komplikasi dari Empiema
3
BAB II
Pada empiema terdapat cairan pleura yang mana pada kultur dijumpaibakteri
atau sel darah putih > 15.000 / mm3 dan protein > 3 gr/ dL. Suatu keadaan
dimana nanah dan cairan dari jaringan yang terinfeksi terkumpul di suatu rongga
tubuh.
Kata ini berasal dari bahasa Yunani empyein yang artinya menghasilkan
nanah (supurasi). Empyema paling sering digunakan sebagai pengumpulan nanah
di dalam rongga di sekitar paru-paru (rongga pleura). Tapi, kadang juga
digunakan sebagai pengumpulan nanah di kandung empedu atau rongga pelvic.
Empyema di rongga pleural biasanya dikenal dengan empyema thoraks, untuk
membedakan dengan empyema di rongga tubuh lain.
Pada awalnya,cairan pleura encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering
kali menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada keadaan dimana
paru-paru tertutup oleh membran eksudat yang kental. Meskipun empiema sering
kali disebabkan oleh komplikasi dari infeksi pulmonal, namun tidak jarang
penyakit ini terjadi karena pengobatan yang terlambat.
Empiema merupakan salah satu penyakit yang sudah lama ditemukan dan
berat. Di India terdapat 5 – 10% kasus anak dengan empiema toraks.
Empiema toraks didefinisikan sebagai suatu infeksi pada ruang pleura yang
berhubungan dengan pembentukan cairan yang kental dan purulen baik
4
terlokalisasi atau bebas dalam ruang pleura yang disebabkan karena adanya dead
space, media biakan pada cairan pleura dan inokulasi bakteri.
Empiema paling banyak ditemukan pada anak usia 2 – 9 tahun. Empiema
adalah akumulasi pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya (ruang
pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeks. Pus ini berisi sel sel
darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear)
dan juga berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). Ketika
pus terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru
sehingga pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya
perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi
kantong kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat
sebagian paru tertarik dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen.
Paru kanan normalnya terdiri dari tiga lobus (atas, tengah, dan bawah) dan
merupakan 55% bagian paru. Paru kiri normalnya terdiri dari dua lobus (atas dan
bawah). Pada lobus atas paru kiri pada bagian bawahnya terdapat lingula yang
merupakan analog dari lobus tengah paru kanan. Paru mengalami perkembangan
yang hebat, saat lahir, bayi memiliki 25 juta alveoli ; jumlah ini bertambah
menjadi 300 juta setelah dewasa. Pertumbuhan paling sering terjadi saat usia 8
tahun. Pertumbuhan tercepat pada usia 3 – 4 tahun.
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan
parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan
ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis.
Empiema dapat mengenai semua kelompok usia, jenis kelamin dan etnis dan
lebih dari 65.000 pasien menderita infeksi pleura setiap tahun di Inggris dan
Amerika Serikat, dengan perkiraan biaya rumah sakit sekitar 500 juta USD.1
6
pleura incidence rate ratio (IRR) 2.2 (95% CI 1,56 untuk 3,10) pada pasien yang
berusia < 19 tahun dan 1,23 (1.14 - 1.34) pada orang yang berusia > 19 tahun.
Penyebab Empiema biasanya disebabkan oleh infeksi yan menyebar dari paru
– paru. Ini menyebabkan penumpukan nanah di ruang pleura. Adanya terdapat
setengah liter ataulebih dari cairan yanng terinfeksi. Cairan ini memberikan
tekanan pada paru – paru. Faktor resik meliputi : bakeri, pneumonia, operasi dada
trauma atau cedera.
b. Abses Paru
b. Thorakocentesis
c. Subfrenik abses
d. Abses hati karena amuba
3. Bakteriologi
a. Staphilococcus aureus
Bakteri ini adalah bakteri gram positif dengan sifatnya yang dapat
menghemolisa darah danmengkoagulasi plasma. Bakteri ini tumbuh
dalam keadaan aerob, bakteri ini dapat memproduksi eksotoksin yang
dapat menghemolisis eritrosit, kemudian leukocidin yang dapat
membunuh leukosit, dan menyebabkan peradangan pada rongga pleura.
b. Pneumococcus
c. Streptococcus.
8
Sebelum antibiotik berkembang, pneumokokus (streptococus
pneumoniae) dan streptococus b hemolyticus (streptococus pyogenes)
adalah penyebab empiema yang terbesar di bandingkan sekarang. Basil
gram negatif seperti Escherichia Coli,Pseudomonas aeruginosa,Proteus
species dan Klebsiella pneumoniae merupakan grup yang terbesar dan
hampir 30% dijumpai pada hasil isolasi setelah berkurangnya kejadian
empiema sebagai komplikasi pneumonia pneumokokus.
9
Badan lemah, kesehatan semakin menurun
Pucat, clubbing finger
Dada datar, karena tanda – tanda adanya cairan pleura
Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik ke arah
yang sakit
Pemeriksaan radiologi menujukkan cairan.
1. Empiema akut
Terjadi akibat infeksi sekunder dari tempat lain, bukan primer dari
pleura.Bila pada stadium ini dibiarkan beberapa minggu, maka akan
timbul toksemia ,anemia, dan clubbing finger.Jika pus tidak segera
dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleural.
2. Empiema Kronis
Empiema disebut kronik bila paru sudah tidak bisa mengempis lagi
ketika rongga pleura dibukaatau ketika dibuat hubungan langsung dengan
dunia luar, umumnya keadaan ini disebabkan oleh terbentuknya fibrin
yang merupakan pembukus tebal (sampai 1 cm) dan keras yang
disebutkorteks empiema. Karena adanya korteks ini paru tidak dapat
menguncup bila rongga pleura dibuka. Kadang empiema menembus
dinding dada sampai menyebabkan fistel kulit. Keadaan ini disebut
empiema nesesitasis.
10
Sedangkan, the American thoracis society membagi empyema thoraks
menjadi tiga :
11
Stadium ini biasanya terjadi selama 2 – 4 minggu setelah
gejala awa
Empiema dapat terjadi akibat traumatik atau non traumatik. Non traumatik
sering disebabkan infeksi paru. Aspirasi pneumonia membentuk suatu subgrup
yang penting dan jumlah penderita yang alkoholik. Obstruksi bronkus seperti
pada kanker paru atau terhisap benda asing sering mendasari proses pneumonia
penyakit paru supuratif seperti bronkiektase atau abses paru yang merupakan
penyebab yang jarang dibandingkan pneumonia. Penderita dengan penyakit
reumatik secara khusus mudah terkena.
Infeksi adalah komplikasi yang paling sering terjadi. Sumber infeksi yang
paling jarang termasuk sepsis abdomen, yang mana pertama sekali dapat
membentuk abses subfrenik sebelum menyebar ke rongga pleura melalui aliran
getah bening. Abses hati yang disebabkan Entamoeba histolytica mungkin juga
terlibat dan infeksi pada faring, tulang toraks atau dinding toraks dapat menyebar
ke pleura, baik secara langsung maupun melalui jaringan mediastinum.
Akibat invasi basil piogenik ke pleura maka akan timbul peradangan akut
yang diikuti pembentukan eksudat serosa. Dengan banyaknya sel PMN baik yang
hidup maupun yang mati serta meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi
keruh dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantong-
kantong yang melokalisasi nanah tersebut.Apabila nanah menembus bronkus
12
maka timbul fistel bronkopleural yang menembus dinding thorak dan keluar
melalui kulit yang disebut empiema nessensiatis. Stadium ini masih disebut
empiema akut yang lama kelamaan menjadi kronis.
13
selular, pH dan glukosa rendah dan LDH tinggi. Pasa fase ini,
penanganan tidak cukup hanya dengan antibiotik tetapi
memerlukan tindakan lain seperti pemasangan selang dada.
c. Bila penanganan juga kurang baik, penyakit akan memasuki
fase akhir yaitu fase organization. Pada fase ini fibroblas akan
berkembang ke eksudat dari permukaan pleura visceralis dan
parietalis dan membentuk membran yang tidak elastis yang
dinamakan pleural feel. Pleural feel ini akan menyelubungi
paru dan menghalangi paru untuk mengembang. Pada fase ini
eksudat sangat kental dan bila penanganan tetap tidak baik,
penyakit dapat berlanjut menjadi empiema.
2.9 Pathway
1. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang
menunjukkan adanya cairan dengan atau tanpa kelainan paru. Bila
terjadi fibrothoraks, trakea di mediastinum tertarik ke sisi yang
sakit dan juga tampak adanya penebalan.
b. Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di
sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau lateral.
c. Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral
dengan gambaran opak yang konveks pada bagian anterior yang
disebut dengan D-shaped shadow yang mungkin disebabkan oleh
obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada gambaran
posteroanterior.
d. Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang
berlawanan dengan efusi.
e. Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks,
fistula bronkopleural.
2. Pemeriksaan Pus (nanah)
3. Pemeriksaan Ultrasonografi
a. Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada
suatu empiema yang terlokalisir.
b. Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak
empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa
drain.
4. Pemeriksaan CT Scan
a. Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan
dari pleura.
15
b. Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT
scan.
5. Sinar X
Tidak normal mungkin terjadi,tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada.
2.11 Penatalaksanaan
1. Pengosongan nanah
16
Dilakukan pada abses untuk mencegah efek toksiknya.
2. Antibiotik
a. Dekortikasi
17
Drain tidak berjalan baik karena banyak kantong – kantong
Letak empiema sukar dicapai oleh drain
Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura viseralis
b. Torakoplasti
4. Pengobatan Kausal
5. Pengobatan tambahan
2.12 Komplikasi
Fibrosis pleura
Kolaps paru akibat penekanan cairan pada paru-paru
Panyakit paru restriktif
Pergeseran organ-organ mediastinum
Piopneumotorak.
18
BAB III
3.1 Pengkajian
1) Biodata
2) Keluhan utama
a. Sesak napas
b. Nyeri dada
c. Panas tinggi
d. Lemah
4) Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Pada klien dengan empiema, jika akumulasi pus lebih dari 300 ml,
perlu di usahahkan peningkatan upaya dan frekuensi pernapasan,
serta penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan pernapasan
ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi
yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi
ang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum purulen.
Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
19
b. Palpasi
Taktil fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di samping itu, pada
palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang teringgal pada
dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar-iga dapat kembali
normal atau melebar.
c. Perkusi
Terdengar suara ketok pada sisi yang sakit, redum sampai pekak
sesuai banyaknya akumulasi pus di rongga pleura. Batas jantung
terdorong ke arah thoraks yang sehat. Hal ini terjadi apabila tekanan
intrapleura tinggi.
d. Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. suara
pernapasan menunjukkan intensitas yang rendah, biasanya ekspirasi
memanjang, vocal fremitus menurun, suara pernapasan tambahan
kadang-kadang terdengar sonor dan atau ronchi, rale halus pada akhir
inspirasi.
5) Pola aktivitas/istirahat
a. Data : keletihan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur.
b. Tanda : keletihan, gelisah, insomnia, lemah.
6) Sirkulasi
a. Data : tampak lemah, jantung berdebar-debar.
b. Tanda : peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung, pucat.
7) Pola hygiene
a. Data : penurunan kemampuan/peningkatan aktivitas sehari-hari.
20
b. Tanda : kebersihan buruk, bau badan.
8) Pola nutrisi
a. Data : mual, muntah, nafsu makan buruk, penurunan berat badan.
b. Tanda : turgor kulit buruk, edema, berkeringat.
9) Rasa nyaman
a. Data : nyeri, sesak.
b. Tanda : gelisah, meringis.
21
3.2 Analisa Data
DO :
Sel PMN meningkat
1. Batuk tidak efektif
2. Mengi, wheezing
dan/atau ronkhi Cairan keruh dan kental
kering
3. Sianosis
4. Frekuensi napas Ada endapan fibrin
berubah
5. Pola napas berubah
Membentuk kantong yang
melokalisasi nanah
Menembus bronkus
Fistel bronkopleura
Empiema akut
Empiema Kronis
Hipersekresi meningkat
22
Dispnea
Ronchi
1. Gelisah
2. Sianosis Cairan keruh dan kental
3. Pola napas abnormal
(cepat/lambat,
regular/iregular,dala Ada endapan fibrin
m/dangkal)
4. Warna kulit
Membentuk kantong yang
abnormal (mis.pucat,
melokalisasi nanah
kebiruan)
Menembus bronkus
Fistel bronkopleura
Empiema akut
23
Empiema Kronis
Hipersekresi meningkat
Dispnea
DO :
Sel PMN meningkat
1. Tampak meringis
2. Pola nafas berubah
3. Gelisah Cairan keruh dan kental
4. Tekanan darah
meningkat
5. Nafsu makan Ada endapan fibrin
berubah
6. Sulit tidur
Membentuk kantong yang
melokalisasi nanah
Menembus bronkus
Fistel bronkopleura
Empiema akut
24
Empiema Kronis
Nyeri pleura
DO :
Sel PMN meningkat
1. Suhu tubuh di atas
nilai normal
Menembus bronkus
Fistel bronkopleura
Empiema akut
25
Empiema Kronis
Hipertermia
DO :
Cairan keruh dan kental
1. Sianosis
2. Frekuensi jantung
meningkat Ada endapan fibrin
3. Peningkatan tekanan
darah
Membentuk kantong yang
melokalisasi nanah
Menembus bronkus
Fistel bronkopleura
26
Empiema akut
Empiema Kronis
Hipersekresi meningkat
Dispnea
Intolerasi Aktifitas
1. Berat badan
menurun Cairan keruh dan kental
Menembus bronkus
27
Fistel bronkopleura
Empiema akut
Empiema Kronis
Defisit Nutrisi
DO :
Sel PMN meningkat
-
Menembus bronkus
Fistel bronkopleura
28
Empiema akut
Empiema Kronis
Pemasangan WSD
Resiko Infeksi
3.3 Diagnosa
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekret meningkat terhadap
infeksi pada rongga pleura d.d dispnea
2) Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler-alveolar,
ketidakseimbangan perfusi-ventilasi d.d dispnea
3) Nyeri akut b.d infeksi bakteri d.d nyeri pada pleura
4) Hipertermi b.d proses penyakit d.d suhu tubuh diatas nilai normal
5) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen d.d dispnea
6) Defisit nutrisi berhubungan dengan Intake nutrisi yang tidak adekuat
d.d nafsu makan menurun
7) Resiko infeksi d.d pemasangan WSD
29
3.4 Intervensi
KRITERIA HASIL
1. Bersihan jalan nafas Tujuan : setelah Manajemen Jalan 1. Bunyi nafas menurun
tidak efektif b.d dilakukan tindakan Napas (I.01011) atau tak ada bila jalan
hipersekret meningkat keperawatan 2×24 jam nafas obstruksi
Observasi :
terhadap infeksi pada bersihan jalan nafas terhadap kolaps jalan
rongga pleura d.d menjadi efektif dengan 1. Monitor pola nafas kecil. ronchi dan
dispnea kriteria hasil : napas (frekuensi, wheezing menyertai
kedalaman, obstruksi jalan nafas.
DS : 1. Batuk efektif
usaha napas) 2. Takipnea biasanya ada
meningkat
1. Dispnea 2. Monitor bunyi pada beberapa derajat
2. Dispnea membaik
napas tambahan ( dan dapat ditemukan
DO : 3. Ronchi menurun
mis. pada penerimaan atau
1. Batuk tidak 4. Sianosis membaik
Gurgling,mengi, selama stress/ adanya
efektif 5. Frekuensi napas
wheezing, ronkhi proses infeksi akut
2. Mengi, membaik
kering) 3. Kongesti alveolar
wheezing 6. Pola napas
3. Monitor sputum mengakibatkan batuk
dan/atau membaik
(jumlah, warna, kering. Sputum darah
ronkhi kering aroma) dapat diakibatkan oleh
3. Sianosis
Terapeutik : kerusakan jaringan.
4. Frekuensi
4. Nafas dalam
napas berubah 1. Berikan terapi
memudahkan ekspansi
5. Pola napas oksigen
maksimum paru atau
berubah 2. Berikan minum
jalan lebih kecil. Batuk
hangat
adalah mekanisme
3. Lakukan terapi
pembersihan jalan
fisik dada seperti
nafas yang alami,
clapping,
membantu silia untuk
vibrating, batuk
mempertahankan jalan
efektif.
nafas paten. Penekanan
4. Lakukan
30
penghisapan menurunkan
lendir (suction) ketidaknyamanan dada
jika tidak ada dan posisi duduk
infeksi memungkinkan upaya
nafas lebih dalam dan
Edukasi :
lebih kuat.
1. Ajarkan teknik 5. Merilekskan otot halus
batuk efektif dan menurnkan
3. Nyeri akut b.d infeksi Setelah dilakukan Manajemen Nyeri 1. Nyeri dada biasanya
bakteri d.d nyeri pada tindakan keperawatan (I.08238) dada dalam beberapa
pleura selama 2x24 jam, derajat pada
Observasi :
diharapkan pasien pneumonia seperti
DS :
dapat: 1. Identifikasi pericarditis dan
1. Mengeluh Karakteristik endokarditis.
1. Keluhan nyeri
Nyeri nyeri, misal : 2. Untuk
menurun
tajam, konstan, mengidentifikasi
DO : 2. Meringis
ditusuk. Selidiki kemajuan – kemajuan
1. Tampak menurun
perubahan atau penyimpangan
meringis 3. Gelisah menurun
karakter/lokasi/in dari sasaran yang
2. Pola nafas 4. Nafsu makan
tensitas nyeri. diharapkan. Tindakan
berubah membaik
2. Identifikasi skala tersebut akan
3. Gelisah 5. Pola tidur
nyeri meningkatkan
4. Nafsu makan membaik
32
berubah Terapeutik : relaksasi
5. Sulit tidur 3. Analgesik membantu
1. Berikan tindakan
mengontrol nyeri
untuk
dengan memblok jalan
memberikan rasa
rangsang nyeri. Nyeri
nyaman.
pleuritik yang berat
2. Fasilitasi
sering kali
istirahat dan
memerlukan analgetik
tidur
narkotik untuk
Edukasi : mengontrol nyeri lebih
Edukasi :
1. Sediakan
lingkungan yang
dingin
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Berikan oksigen,
jika perlu.
6. Defisit Nutrisi b/d Dalam waktu 2x24 jam Manajemen Nutrisi 1. Untuk mengidentifikasi
Intake nutrisi yang diharapkan pasien dapat (I.03119) kemajuan – kemajuan
tidak adekuat : atau penyimpangan dari
Observasi :
sasaran yang
DS : 1. Menunjukkan
1. Monitor asupan diharapkan.
peningkatan berat
1. Nafsu makan makanan 2. Bau yang tidak
badan menuju
menurun 2. Monitor berat menyenangkan dapat
tujuan yang tepat.
badan mempengaruhi nafsu
DO : 2. Menunjukkan
Terapeutik : makan.
1. Berat badan perilaku/perubaha
3. Makanan porsi sedikit
menurun n pola hidup untuk 1. Sajikan
tapi sering memerlukan
meningkatkan atau makanan yang
lebih sedikit energi.
mempertahankan menarik dan
35
berat yang tepat. suhu yang 4. Ahli gizi ialah
sesuai spesialisasi dalam hal
2. Berikan nutrisi yang dapat
makanan membantu pasien
tinggi kalori memilih makanan yang
dan tinggi memenuhi kebutuhan
protein kalori dan kebutuhan
nutrisi sesuai dengan
Kolaborasi :
keadaan sakitnya, usia,
1. Kolaborasi TB & BB kebanyakan
dengan ahli pasien lebih suka
gizi untuk mengkonsumsi makanan
menentukan yang merupakan pilihan
jumlah kalori sendiri.
dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan
36
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
37
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai makalah Asuhan keperawatan
pada klien dengan empiema yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini,
tentunya masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada dengan
judul makalah ini.
Kami banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik
dan saran yang membangun demi sempurnanya makalah ini dan penulisan
makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.
38
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/doc/224871247/Asuhan-Keperawatan-Pada-
Klien-Dengan-Empiema , di akses pada 17 November 2021 pukul 16.55
https://id.scribd.com/doc/110896558/TUGAS-MAKALAH-EMPIEMA ,
di akses pada 21 November 2021 pukul 17.25
39