Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN EMPIEMA”

Dosen Pengampuh : Ns.Hj. Zainar Kasim, S.Kep, M.Kes

DISUSUN OLEH

KELOMPOK IX :

1. ARFIAH BUGIS (2001031)


2. FARADILA MAMONTO (2001037)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESESEHATAN (STIKES)

MUHAMMADIYAH MANADO

T/A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah Kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
EMPIEMA” ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai asuhan keperawatan pada pasien
Empiema ini. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Manado, 16 November 2021

Kelompok IX

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 2

BAB II KONSEP DASAR EMPIEMA

2.1 Pengertian Empiema ................................................................................. 4


2.2 Anatomi Fisiologi Pleura .......................................................................... 5
2.3 Epidemiologi Empiema ............................................................................. 6
2.4 Etiologi Empiema ..................................................................................... 7
2.5 Tanda dan Gejala Empiema ...................................................................... 9
2.6 Klasifikasi Empiema ............................................................................... 10
2.7 Patogenesis Empiema ............................................................................. 12
2.8 Patofisiologi Empiema ............................................................................ 12
2.9 Pathway ................................................................................................... 14
2.10 Pemeriksaan Penunjang ……..………………...…….…………. 14
2.11 Penatalaksanaan …………………………...…………………… 16
2.12 Komplikasi ……………………………...……………………… 18

BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


EMPIEMA

3.1 Pengkajian ............................................................................................... 19


3.2 Diagnosa .................................................................................................. 24
3.3 Intervensi ……………………………………………….……………… 25

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ……………………………………………………………. 33


iii
4.2 Saran …………………………………………………………………… 33

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................


35

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Empiema merupakan salah satu penyakit yang sudah lama ditemukan dan
berat. Saat ini terdapat 6.500 penderita di USA dan UK yang menderita empiema
dan efusi parah pneumonia tiap tahun, dengan mortalitas sebanyak 20% dan
menghabiskan dana rumah sakit sebesar 500 juta dolar. Di indonesia terdapat 5 –
10 % kasus anak dengan empiema toraks. Empiema toraks didefinisikan sebagai
suatu infeksi pada ruang pleura yang berrhubungan dengan pembentukan cairan
yang kental da purulen baik terlokalisasi atau bebas dalam ruang pleura yang
disebabkan karena adanya dead space, media biakan pada cairan pleura dan
inokulasi bakteri.

Empiema juga dapat terjadi akibat dari keadaan – keadaan seperti septikemia,
sepsis, tromboflebitis, pneumotoraks spontan,mediastinitis, atau ruptur esofagus.
Infeksi ruang pleura turut mengambil peran pada terjadinya empiema sejak zaman
kuno. Aristoteles menemukan peningkatan angka kesakitan dan kematian
berhubung dengan empiema dan menggambarkan adanya drainase cairan pleura
setelah dilakukan insisi. Sebagian dari terapi empiema masih diterapkan dalam
penngobatan modern. Dalam tulisan yang dibuaut pada tahun 1901 yang berjudul
The Principles and Practice of Medicines, William Osler, mengemukakan bahwa
sebaiknya empiema ditangani selayaknya abses pada umumnya yakni insisi dan
penyaliran.

Melakukan asuhan keperawatan (askep) pada pasien dengan empiema


merupakan aspek legal bagi seorang perawat walaupun format model asuhan
keperawatan di berbagai rumah sakit berbeda – beda. Seorang perawat
profesional di dorong untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan seoptimal
mungkin, memberikan informasi secara benar dengan memperhatikan aspek
legal etik yang berlaku. Metode perawatan yang baik dan benar merupakan salah
satu aspek yang dapat menentukan kualitas “Asuhan Keperawatan” (askep) yang
diberikan secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan brand kita

1
sebagai perawat profesional dalam pelayanan pasien gangguan hisprung.
Pemberian asuhan keperawatan pada tingkat anak, remaja, dewasa, hingga
lanjut usia hingga bagaimana kita menerapkan manajemen asuhan keperawatan
secara tepat dan ilmiah diharapkan mampu meningkatkan kompetensi perawat
khususnya.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan uraian diatas adalah :

1. Apa pengertian dari Empiema?


2. Bagaimana Anatomi Fisiologi Pleura?
3. Bagaimana Epidemiologi Empiema?
4. Apa saja Etiologi Empiema?
5. Bagaimana Tanda dan Gejala Empiema?
6. Apa saja Klasifikasi Empiema?
7. Bagaimana Patogenesis Empiema?
8. Bagaimana Patofisiologi Empiema?
9. Bagaimana Pathway dari Empiema?
10. Apa saja pemeriksaan penunjang dari Empiema?
11. Bagaimana penatalaksanaan dari Empiema?
12. Apa saja komplikasi dari empiema?

1.3 Tujuan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah:

1. Mampu menjelaskan pengertian dari Empiema


2. Mampu menjelaskan Anatomi Fisiologi Pleura
3. Mampu menjelaskan Epidemiologi dari Empiema
4. Mampu menjelaskan Etiologi dari Empiema
5. Mampu menjelaskan Tanda dan Gejala Empiema
6. Mampu menjelaskan Klasifikasi Empiema

2
7. Mampu menjelaskan Patogenesis Empiema
8. Mampu menjelaskan Patofisiologi Empiema
9. Mampu menjelaskan Pathway dari Empiema
10. Mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang dari Empiema
11. Mampu menjelaskan penatalaksanaan dari Empiema
12. Mampu menjelaskan komplikasi dari Empiema

3
BAB II

KONSEP DASAR EMPIEMA

2.1 Pengertian Empiema

Empiema adalah kondisi ketika kumpulan nanah terbentuk di ruang pleura,


yaitu area yang terletak di antara paru-paru dan permukaan bagian dalam dinding
dada. Empiema biasanya terjadi setelah seseorang mengalami infeksi jaringan
paru-paru (pneumonia). Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal
pleural (Hudak dan Gallo, 1997). Empiema adalah suatu efusi pleura eksudat
yang disebabkan oleh infeksi langsung pada rongga pleura yang menyebabkan
cairan pleura menjadi purulen atau keruh.

Pada empiema terdapat cairan pleura yang mana pada kultur dijumpaibakteri
atau sel darah putih > 15.000 / mm3 dan protein > 3 gr/ dL. Suatu keadaan
dimana nanah dan cairan dari jaringan yang terinfeksi terkumpul di suatu rongga
tubuh.

Kata ini berasal dari bahasa Yunani empyein yang artinya menghasilkan
nanah (supurasi). Empyema paling sering digunakan sebagai pengumpulan nanah
di dalam rongga di sekitar paru-paru (rongga pleura). Tapi, kadang juga
digunakan sebagai pengumpulan nanah di kandung empedu atau rongga pelvic.
Empyema di rongga pleural biasanya dikenal dengan empyema thoraks, untuk
membedakan dengan empyema di rongga tubuh lain.

Pada awalnya,cairan pleura encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering
kali menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada keadaan dimana
paru-paru tertutup oleh membran eksudat yang kental. Meskipun empiema sering
kali disebabkan oleh komplikasi dari infeksi  pulmonal, namun tidak jarang
penyakit ini terjadi karena pengobatan yang terlambat.

Empiema merupakan salah satu penyakit yang sudah lama ditemukan dan
berat. Di India terdapat 5 – 10% kasus anak dengan empiema toraks.

 Empiema toraks didefinisikan sebagai  suatu infeksi pada ruang pleura yang
berhubungan dengan pembentukan cairan yang kental dan  purulen baik
4
terlokalisasi atau bebas dalam ruang pleura yang disebabkan karena adanya dead
space, media biakan pada cairan pleura dan inokulasi bakteri.

 Empiema paling banyak ditemukan pada anak usia 2 – 9 tahun. Empiema
adalah akumulasi pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya (ruang
pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeks. Pus ini berisi sel sel
darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel  polimorfonuklear)
dan juga berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). Ketika
pus terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru
sehingga  pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya
perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi
kantong kantong (lokulasi). Pembentukan  jaringan parut dapat membuat
sebagian paru tertarik dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen.

2.2 Anatomi Fisiologi Pleura

Paru kanan normalnya terdiri dari tiga lobus (atas, tengah, dan bawah) dan
merupakan 55% bagian paru. Paru kiri normalnya terdiri dari dua lobus (atas dan
bawah). Pada lobus atas  paru kiri pada bagian bawahnya terdapat lingula yang
merupakan analog dari lobus tengah paru kanan. Paru mengalami perkembangan
yang hebat, saat lahir, bayi memiliki 25 juta alveoli ;  jumlah ini bertambah
menjadi 300 juta setelah dewasa. Pertumbuhan paling sering terjadi saat usia 8
tahun. Pertumbuhan tercepat pada usia 3 – 4 tahun.

Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan
parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan
ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis.

 Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis,


sedangkan membran serosa yang melapisi dinding toraks, diafragma, dan
mediastinum disebut pleura  parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan
dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi
sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini  bersatu pada hilus
paru.
5
Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis,
diantaranya pleura viseralis memiliki ciri ciri permukaan luarnya terdiri dari
selapis sel mesotelial yang tipis < 30mm, diantara celah-celah sel ini terdapat sel
limfosit, di bawah sel-sel mesotelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit
dan histiosit, di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan
serat-serat elastik, lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang
banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari arteri pulmonalis dan arteri
brakhialis serta pembuluh limfa, menempel kuat pada jaringan paru, fungsinya
untuk mengabsorbsi cairan pleura.

Volume cairan pleura selalu konstan, dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik


sebesar 9 mmHg , diproduksi oleh pleura parietalis, serta tekanan koloid osmotik
sebesar 10 mmHg yang selanjutnya akan diabsorbsi oleh pleura viseralis.

Penyebab akumulasi cairan pleura adalah sebagai berikut :

1. Menurunnya tekanan koloid osmotik (hipolbuminemia)


2. Meningkatnya permeabilitas kapiler (radang, neoplasma)
3. Meningkatnya tekanan hidrostatik (gagal jantung)
4. Meningkatnya tekanan negatif intrapleura (atelektasis)

2.3 Epidemiologi Empiema

Empiema dapat mengenai semua kelompok usia, jenis kelamin dan etnis dan
lebih dari 65.000 pasien menderita infeksi pleura setiap tahun di Inggris dan
Amerika Serikat, dengan perkiraan biaya rumah sakit sekitar 500 juta USD.1

Kejadian secara keseluruhan infeksi pleura meningkat. juga diakui bahwa


infeksi pleura paling sering terjadi pada anak-anak dan populasi tua dan studi
kohort skala besar baru-baru ini setuju dengan temuan ini. Farjah et al studi pada
4424 pasien dengan infeksi pleura dan mengamati peningkatan insidensi sebesar
2,8% per tahun (95% CI 2.2 3,4%). Demikian pula, dalam sebuah studi populasi
11294, antara tahun 1995 – 2003 Finley et al menemukan peningkatan infeksi

6
pleura incidence rate ratio (IRR) 2.2 (95% CI 1,56 untuk 3,10) pada pasien yang
berusia < 19 tahun dan 1,23 (1.14 - 1.34) pada orang yang berusia > 19 tahun.

Di Skotlandia, insiden dari empiema meningkat 10 kali pada anak-anak usia 1


– 4 tahun sejak 1998, dengan laporan serupa dari Amerika Serikat, Kanada dan
Eropa, dan begitu juga pada orang dewasa.1 Angka kematian dari empiema tinggi
dan berkisar antara 6% – 24%.

2.4 Etiologi Empiema

Penyebab Empiema biasanya disebabkan oleh infeksi yan menyebar dari paru
– paru. Ini menyebabkan penumpukan nanah di ruang pleura. Adanya terdapat
setengah liter ataulebih dari cairan yanng terinfeksi. Cairan ini memberikan
tekanan pada paru – paru. Faktor resik meliputi : bakeri, pneumonia, operasi dada
trauma atau cedera.

1. Berasal dari Paru


a. Pneumonia

Infeksi paru seperti pneumonia dapat menyebar secara langsung ke


pleura, penyebaran melaluisistem limfatik atau penyebaran secara
hematogen. Penyebaran juga bisa terjadi akibat adanyanekrosis jaringan
akibat pneumonia.

b. Abses Paru

Abses akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen posterior


lobus atas dan segmen apikal lobus bawah, dan sering terjadi pada paru
kanan, karena bronkus utama kanan lebih lurus dibanding kiri. Abses
bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus, dengan isinya
diekspektorasikan keluar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air
dan udara, kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi
empiema.

c. Adanya fistel pada paru


d. Bronchiektasis
7
e. TB
f. Infeksi fungidal paru

2. Infeksi Diluar Paru


a. Trauma Pembedahan

Pembedahan thorak yang tidak steril dapat mengakibatkan masuknya


kuman ke rongga pleura sehingga terjadi peradangan di rongga pleura
yang dapat menimbulkan empiema. Akibat instrument bedah, rupturnya
esophagus, bocornya anastomis esophagus dan fistula bronko pleural
yang diikuti dengan pneumonektomi.

b. Thorakocentesis
c. Subfrenik abses
d. Abses hati karena amuba

3. Bakteriologi
a. Staphilococcus aureus

Bakteri ini adalah bakteri gram positif dengan sifatnya yang dapat
menghemolisa darah danmengkoagulasi plasma. Bakteri ini tumbuh
dalam keadaan aerob, bakteri ini dapat memproduksi eksotoksin yang
dapat menghemolisis eritrosit, kemudian leukocidin yang dapat
membunuh leukosit, dan menyebabkan peradangan pada rongga pleura.

b. Pneumococcus

Salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan infeksi serius


seperti radang paru-paru (pneumonia),meningitis (radang selaput otak)
dan infeksi darah (sepsis). Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman
pneumokokus, tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit
gawat. Bentuk kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus atau kapsul.
Bungkus inilah yang menentukan apakah si kuman akan berbahaya atau
tidak.

c. Streptococcus.
8
Sebelum antibiotik berkembang, pneumokokus (streptococus
pneumoniae) dan streptococus b hemolyticus (streptococus pyogenes)
adalah penyebab empiema yang terbesar di bandingkan sekarang. Basil
gram negatif seperti Escherichia Coli,Pseudomonas aeruginosa,Proteus
species dan Klebsiella pneumoniae merupakan grup yang terbesar dan
hampir 30% dijumpai pada hasil isolasi setelah berkurangnya kejadian
empiema sebagai komplikasi pneumonia pneumokokus.

2.5 Tanda dan Gejala Empiema


1. Tanda dan gejala empiema secara umum adalah :
a. Demam
b. Keringat malam
c. Nyeri pleural
d. Dispnea
e. Anoreksia dan penurunan berat badan
f. Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas
g. Perkusi dada, suara flatness
h. Palpasi, ditemukan penurunan fremitus

2. Tanda dan gejala empiema berdasarkan klasifikasi


a. Empiema akut
 Panas tinggi dan nyeri pleuretik
 Adanya tanda – tanda cairan dalam rongga pleura
 Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan
menimbulkan toksemia, anemia, dan clubbing finger.
 Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan
fistel bronco-pleural.
 Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif
bercampur dengan darah dan nanah banyak sekali.
b. Empiema kronis
 Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan

9
 Badan lemah, kesehatan semakin menurun
 Pucat, clubbing finger
 Dada datar, karena tanda – tanda adanya cairan pleura
 Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik ke arah
yang sakit
 Pemeriksaan radiologi menujukkan cairan.

2.6 Klasifikasi Empiema

Empiema dibagi menjadi dua stadium :

1. Empiema akut

Terjadi akibat infeksi sekunder dari tempat lain, bukan primer dari
pleura.Bila pada stadium ini dibiarkan beberapa minggu, maka akan
timbul toksemia ,anemia, dan clubbing finger.Jika pus tidak segera
dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleural.

2. Empiema Kronis

Empiema disebut kronik bila paru sudah tidak bisa mengempis lagi
ketika rongga pleura dibukaatau ketika dibuat hubungan langsung dengan
dunia luar, umumnya keadaan ini disebabkan oleh terbentuknya fibrin
yang merupakan pembukus tebal (sampai 1 cm) dan keras yang
disebutkorteks empiema. Karena adanya korteks ini paru tidak dapat
menguncup bila rongga pleura dibuka. Kadang empiema menembus
dinding dada sampai menyebabkan fistel kulit. Keadaan ini disebut
empiema nesesitasis.

Apabila pleura parietalis dan viseralis menyatu pada tempat tertentu


terjadi yang disebut lakunasi, sehingga empiema terdapat dibeberapa
ruang. Karena kronik ini dapat terjadi karena penyebab empiema tidak
dihilangkan, mungkin juga karena adanya benda asing.

10
Sedangkan, the American thoracis society membagi empyema thoraks
menjadi tiga :

a. Eksudatif atau stadium akut, yang terjadi pada hari-hari


pertama saat efusi. Inflamasi pleura menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan terjadi penimbunan cairan pleura namun
masih sedikit. Cairan yang dihasilkan mengandung
elemenseluler yang kebanyakan terdirir atas neutrofil. Stadium
ini terjadi selama 24 – 72 jam dankemudian berkembang
menjadi stadium fibropurulen. Cairan pleura mengalir bebas
dan dikarakterisasi dengan jumlah darah putih yang rendah dan
enzim laktat dehidrogenase (LDH)yang rendah serta glukosa
dan pH yang normal, drainase yang dilakukan sedini mungkin
dapat mempercepat perbaikan.
b. Fibropurulen atau stadium transisional yang dikarakterisasi
dengan inflamasi pleura yang meluas dan bertambahnya
kekentalan dan kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi banyak
leukosit polimorfonuklear, bakteri dan debrisseluler.
Akumulasi protein dan fibrin disertai pembentukan membrane
fibrin, yang membentuk bagian atau lokulasi dalam ruang
pleura. Saat stadium ini berlanjut, pH cairan pleura dan
glukosamenjadi rendah sedangkan LDH meningkat. Stadium
ini berakhir setelah 7 – 10 hari dan sering membuntuhkan
penanganan yang lanjut seperti torakostomi dan pemasangan
tube.
c. Organisasi (kronik). Terjadi pembentukan kulit fibrinosa
padamembrane pleura, membentuk jaringan yang mencegah
ekspansi pleura dan membentuk lokulasi intrapleura yang
menghalangi jalannya tuba torakostomi untuk drainase. Kulit
pleura yang kental terbentuk dari resorpsi cairan dan
merupakan hasil dari proliferasi fibroblast. Parenkim paru
menjadi terperangkap dan terjadi pembentukan fibrotoraks.

11
Stadium ini biasanya terjadi selama 2 – 4 minggu setelah
gejala awa

2.7 Patogenesis Empiema

Empiema dapat terjadi akibat traumatik atau non traumatik. Non traumatik
sering disebabkan infeksi paru. Aspirasi pneumonia membentuk suatu subgrup
yang penting dan jumlah penderita yang alkoholik. Obstruksi bronkus seperti
pada kanker paru atau terhisap benda asing sering mendasari proses pneumonia
penyakit paru supuratif seperti bronkiektase atau abses paru yang merupakan
penyebab yang jarang dibandingkan pneumonia. Penderita dengan penyakit
reumatik secara khusus mudah terkena.

Trauma pembedahan merupakan penyebab kedua yang paling sering setelah


infeksi paru. Kelompok ini termasuk akibat instrumen-instrumen bedah,
rupturnya esofagus, bocornya anastomosis esofagus dan fistula bronkopleural
yang diikuti dengan pneumonektomi. Organisme-organisme dapat juga masuk
melalui aspirasi pleura dari efusi atau melalui pipa drain dari efusi.

Infeksi adalah komplikasi yang paling sering terjadi. Sumber infeksi yang
paling jarang termasuk sepsis abdomen, yang mana pertama sekali dapat
membentuk abses subfrenik sebelum menyebar ke rongga pleura melalui aliran
getah bening. Abses hati yang disebabkan Entamoeba histolytica mungkin juga
terlibat dan infeksi pada faring, tulang toraks atau dinding toraks dapat menyebar
ke pleura, baik secara langsung maupun melalui jaringan mediastinum.

2.8 Patofisiologi Empiema

Akibat invasi basil piogenik ke pleura maka akan timbul peradangan akut
yang diikuti pembentukan eksudat serosa. Dengan banyaknya sel PMN baik yang
hidup maupun yang mati serta meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi
keruh dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantong-
kantong yang melokalisasi nanah tersebut.Apabila nanah menembus bronkus

12
maka timbul fistel bronkopleural yang menembus dinding thorak dan keluar
melalui kulit yang disebut empiema nessensiatis. Stadium ini masih disebut
empiema akut yang lama kelamaan menjadi kronis.

Mekanisme penyebaran infeksi sehingga mencapai rongga pleura :

1. Infeksi paru, infeksi paru seperti pneumonia dapat menyebar secara


langsung ke pleura,penyebaran melalui sistem limfatik atau
penyebaran secara hematogen. Penyebaran juga bisaterjadi akibat
adanya nekrosis jaringan akibat pneumonia atau adanya abses yang
ruftur kerongga pleura.
2. Mediastinum, kuma-kuman dapat masuk ke rongga pleura melalui
tracheal fistula, esofagealfistula, asanya abses di kelenjar
mediastinum.
3. Subdiafragma, asanya proses di peritoneal atau di visceral dapat juga
menyebar ke rongga pleura
4. Inokulasi langsung, inokulasi langsung dapat terjadi akibat trauma,
iatrogenik, pasca operasi.Pasca operasi dapat terjadi infeksi dari
hemotoraks atau adanya leak dari bronkus . Proses infeksi di paru
seperti pneumonia, abses paru, sering mengakibatkan efusi
parapneumonik yang merupakan awal terjadinya empiema.
Ada tiga fase perjalan efusi parapneumonik :
a. Fase pertama atau fase eksudatif yang ditandai dengan
penumpukan cairan pleura yang steril dengan cepat dirongga
pleura. Peumpukan cairan tersebut akibat peninggian
permeabilitas kapiler di pleura visceralis yang diakibatkan
pneumonitis. Cairan ini memiliki karakteristik rendah lekosit,
rendah LDH, normal glukosa, dan normal pH.
b. Bila pemberian antibiotik tidak tepat, bakteri yang berasal dari
proses pneumonitis tersebut akan menginvasi cairan pleura
yang akan mengawali terjadinya fase kedua yaitu fase
fibropurulen pada fase ini cairan pleura mempunyai
karakteristik PMN lekosit tinggi, dijumpai bakteri dandebris

13
selular, pH dan glukosa rendah dan LDH tinggi. Pasa fase ini,
penanganan tidak cukup hanya dengan antibiotik tetapi
memerlukan tindakan lain seperti pemasangan selang dada.
c. Bila penanganan juga kurang baik, penyakit akan memasuki
fase akhir yaitu fase organization. Pada fase ini fibroblas akan
berkembang ke eksudat dari permukaan pleura visceralis dan
parietalis dan membentuk membran yang tidak elastis yang
dinamakan pleural feel. Pleural feel ini akan menyelubungi
paru dan menghalangi paru untuk mengembang. Pada fase ini
eksudat sangat kental dan bila penanganan tetap tidak baik,
penyakit dapat berlanjut menjadi empiema.

2.9 Pathway

Skema Pathway empiema

Sumber : (Amin, 1998)


14
2.10 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang
menunjukkan adanya cairan dengan atau tanpa kelainan paru. Bila
terjadi fibrothoraks, trakea di mediastinum tertarik ke sisi yang
sakit dan juga tampak adanya penebalan.
b. Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di
sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau lateral.
c. Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral
dengan gambaran opak yang konveks pada bagian anterior yang
disebut dengan D-shaped shadow yang mungkin disebabkan oleh
obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada gambaran
posteroanterior.
d. Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang
berlawanan dengan efusi.
e. Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks,
fistula bronkopleural.
2. Pemeriksaan Pus (nanah)

Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus di dalam rongga


dada(pleura). Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi , bakteriologi,
jamur dan amoeba. Untuk selanjutnya, dilakukan jkultur (pembiakan)
terhadap kepekaan antobiotik

3. Pemeriksaan Ultrasonografi
a. Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada
suatu empiema yang terlokalisir.
b. Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak
empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa
drain.
4. Pemeriksaan CT Scan
a. Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan
dari pleura.

15
b. Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT
scan.
5. Sinar X

Mengidentifikasi distribusi struktural, menyatakan abses luas/infiltrate,


empiema (strafilokokus). Infiltrat menyebar atau terlokalisir (bacterial).

6. GDA /nadi oksimetri.

Tidak normal mungkin terjadi,tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada.

7. Tes fungsi paru.

Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk menentukan


apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,untuk
memperkirakan derajat disfungsi.

8. Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah

Dapat diambil dengan biopsy jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopi


fiberoptik atau biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme
penyebab. Lebih dari satu tipe organisme ada: bakteri yang umum meliputi
diplokokus pneumonia,strafilokokus aureus, A-hemolitik streptokokus,
haemophilus influenza: CMV. Catatan: kultur sputum dapat tak
mengidentifikasi semua organisme yang ada,kultur darah dapat
menunjukkan bakterimia sementara.

9. EKG latihan, tes stress

Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru perencanaan/evaluasi


program latihan.

2.11 Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan empiema adalah sebagai berikut:

1. Pengosongan nanah

16
Dilakukan pada abses untuk mencegah efek toksiknya.

a. Closed Drainase – tube toracostorry water sealed drainase dengan


indikasi :
 Nanah sangat kental dan susah diaspirasi
 Nanah terus terbentuk setlah 2 minggu
 Terjadinya piopneumotorak
WSD juga dapat dibantu dengan penghisapan negatif sebesar
10 – 20 cmH2O. jika setelah 3 – 4 minggu tidak ada
kemajuan, harus ditempuh cara lain seperti pada empiema
kronis.
b. Drainase terbuka (open drainage)

Dilakukan dengan menggunakan kateter karet yang besar, oleh karena


disertai juga dengan reseksi tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada
empiema kronis, hal ini biasa terjadi akibat pengobatan yang lambat atau
tidak adekuat, misalnya aspirasi yang terlambat/tidak adekuat atau harus
sering mengganti/membersihkan drain.

2. Antibiotik

Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosis detegakkan dan


dosisnya harus adekuat. Pemilihan antibiotik didasarkan pada hasil
pengecatan gram dan apusan nanah. Pengobatan selanjutnya bergantung pada
hasil kultur dan sensivitasnya. Antibiotika dapat diberikan secara sistematik
atau topikal. Biasanya diberikan Penicilin.

3. Penutupan rongga Empiema

Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup


karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilakukan
pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.

a. Dekortikasi

Tindakan ini termasuk operasi besar, dilakukan dengan indikasi :

17
 Drain tidak berjalan baik karena banyak kantong – kantong
 Letak empiema sukar dicapai oleh drain
 Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura viseralis
b. Torakoplasti

Alternatif Torakoplasti diambil jika empiema tidak kunjung sembuh


karena adanya fistel bronkopleural atau tidak mungkin dilakukan
dekortikasi. Pada pembedahan ini segmen tulang iga dipotong
subperiostal. Dengan demikian dinding torak jatuh kedalam rongga pleura
karena tekanan atmosfir.

4. Pengobatan Kausal

Misalnya pada subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi


spesifik pada amoebiasis dan sebagainya.

5. Pengobatan tambahan

Perbaiki keadaan umum, fisioterapi untuk membebaskan jalan nafas.

2.12 Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi adalah :

 Fibrosis pleura
 Kolaps paru akibat penekanan cairan pada paru-paru
 Panyakit paru restriktif
 Pergeseran organ-organ mediastinum
 Piopneumotorak.

18
BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN


DENGAN EMPIEMA

3.1 Pengkajian
1) Biodata

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pakerjaan, agama, suku


bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor registrasi

2) Keluhan utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah


sesak nafas.

3) Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan yang sering muncul antara lain:

a. Sesak napas
b. Nyeri dada
c. Panas tinggi
d. Lemah

4) Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi

Pada klien dengan empiema, jika akumulasi pus lebih dari 300 ml,
perlu di usahahkan peningkatan upaya dan frekuensi pernapasan,
serta penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan pernapasan
ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi
yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi
ang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum purulen.
Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
19
b. Palpasi

Taktil fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di samping itu, pada
palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang teringgal pada
dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar-iga dapat kembali
normal atau melebar.

c. Perkusi

Terdengar suara ketok pada sisi yang sakit, redum sampai pekak
sesuai banyaknya akumulasi pus di rongga pleura. Batas jantung
terdorong ke arah thoraks yang sehat. Hal ini terjadi apabila tekanan
intrapleura tinggi.

d. Auskultasi

Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. suara
pernapasan menunjukkan intensitas yang rendah, biasanya ekspirasi
memanjang, vocal fremitus menurun, suara pernapasan tambahan
kadang-kadang terdengar sonor dan atau ronchi, rale halus pada akhir
inspirasi.

5) Pola aktivitas/istirahat
a. Data : keletihan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur.
b. Tanda : keletihan, gelisah, insomnia, lemah.

6) Sirkulasi
a. Data : tampak lemah, jantung berdebar-debar.
b. Tanda : peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi
jantung, pucat.

7) Pola hygiene
a. Data : penurunan kemampuan/peningkatan aktivitas sehari-hari.
20
b. Tanda : kebersihan buruk, bau badan.

8) Pola nutrisi
a. Data : mual, muntah, nafsu makan buruk, penurunan berat badan.
b. Tanda : turgor kulit buruk, edema, berkeringat.

9) Rasa nyaman
a. Data : nyeri, sesak.
b. Tanda : gelisah, meringis.

10) Keadaan fisik


a. Data : badan terasa panas, pusing.
b. Tanda : suhu, nadi, nafas, dan tekanan darah meningkat,
hipertermia.

11) Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Radiologis
 Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di
sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau lateral.
 Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang
berlawanan dengan efusi.
b. Pemeriksaan Ultrasonografi
 Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada
suatu empiema yang terlokalisir.
 Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak
empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa
drain
c. Pemeriksaan CT scan
 Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu
penebalan dari pleura.

21
3.2 Analisa Data

No. DATA MASALAH ETIOLOGI

1. DS : Bersihan Jalan Nafas Peradangan akut diikuti


tidak efektif pembentukan eksudat
1. Dispnea

DO :
Sel PMN meningkat
1. Batuk tidak efektif
2. Mengi, wheezing
dan/atau ronkhi Cairan keruh dan kental
kering
3. Sianosis
4. Frekuensi napas Ada endapan fibrin
berubah
5. Pola napas berubah
Membentuk kantong yang
melokalisasi nanah

Menembus bronkus

Fistel bronkopleura

Empiema akut

Empiema Kronis

Hipersekresi meningkat

22
Dispnea

Ronchi

Bersihan jalan nafas tidak


efektif

2. DS : Gangguan Pertukaran Peradangan akut diikuti


Gas pembentukan eksudat
1. Dispnea
2. Pusing

DO : Sel PMN meningkat

1. Gelisah
2. Sianosis Cairan keruh dan kental
3. Pola napas abnormal
(cepat/lambat,
regular/iregular,dala Ada endapan fibrin
m/dangkal)
4. Warna kulit
Membentuk kantong yang
abnormal (mis.pucat,
melokalisasi nanah
kebiruan)

Menembus bronkus

Fistel bronkopleura

Empiema akut

23
Empiema Kronis

Hipersekresi meningkat

Dispnea

Gangguan Pertukaran Gas

3. DS : Nyeri Akut Peradangan akut diikuti


pembentukan eksudat
1. Mengeluh Nyeri

DO :
Sel PMN meningkat
1. Tampak meringis
2. Pola nafas berubah
3. Gelisah Cairan keruh dan kental
4. Tekanan darah
meningkat
5. Nafsu makan Ada endapan fibrin
berubah
6. Sulit tidur
Membentuk kantong yang
melokalisasi nanah

Menembus bronkus

Fistel bronkopleura

Empiema akut

24
Empiema Kronis

Infeksi bakteri stafilococus


dan pneumococus

Nyeri pleura

4. DS : Hipertermia Peradangan akut diikuti


pembentukan eksudat
-

DO :
Sel PMN meningkat
1. Suhu tubuh di atas
nilai normal

Cairan keruh dan kental

Ada endapan fibrin

Membentuk kantong yang


melokalisasi nanah

Menembus bronkus

Fistel bronkopleura

Empiema akut

25
Empiema Kronis

Infeksi bakteri stafilococus


dan pneumococus

Infeksi saluran napas

Hipertermia

5. DS : Intolerasi Aktifitas Peradangan akut diikuti


pembentukan eksudat
1. Mengeluh lelah
2. Dispnea saat/setelah
beraktivitas
Sel PMN meningkat
3. Merasa Lemah

DO :
Cairan keruh dan kental
1. Sianosis
2. Frekuensi jantung
meningkat Ada endapan fibrin
3. Peningkatan tekanan
darah
Membentuk kantong yang
melokalisasi nanah

Menembus bronkus

Fistel bronkopleura

26
Empiema akut

Empiema Kronis

Hipersekresi meningkat

Dispnea

Intolerasi Aktifitas

6. DS : Defisit Nutrisi Peradangan akut diikuti


pembentukan eksudat
1. Nafsu makan
menurun

DO : Sel PMN meningkat

1. Berat badan
menurun Cairan keruh dan kental

Ada endapan fibrin

Membentuk kantong yang


melokalisasi nanah

Menembus bronkus

27
Fistel bronkopleura

Empiema akut

Empiema Kronis

nafsu makan menurun

Defisit Nutrisi

4. DS : Resiko Infeksi Peradangan akut diikuti


pembentukan eksudat
-

DO :
Sel PMN meningkat
-

Cairan keruh dan kental

Ada endapan fibrin

Membentuk kantong yang


melokalisasi nanah

Menembus bronkus

Fistel bronkopleura

28
Empiema akut

Empiema Kronis

Infeksi bakteri stafilococus


dan pneumococus

Produksi pus meningkat

Pemasangan WSD

Resiko Infeksi

3.3 Diagnosa
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d hipersekret meningkat terhadap
infeksi pada rongga pleura d.d dispnea
2) Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane kapiler-alveolar,
ketidakseimbangan perfusi-ventilasi d.d dispnea
3) Nyeri akut b.d infeksi bakteri d.d nyeri pada pleura
4) Hipertermi b.d proses penyakit d.d suhu tubuh diatas nilai normal
5) Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen d.d dispnea
6) Defisit nutrisi berhubungan dengan Intake nutrisi yang tidak adekuat
d.d nafsu makan menurun
7) Resiko infeksi d.d pemasangan WSD

29
3.4 Intervensi

No. DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

KRITERIA HASIL

1. Bersihan jalan nafas Tujuan : setelah Manajemen Jalan 1. Bunyi nafas menurun
tidak efektif b.d dilakukan tindakan Napas (I.01011) atau tak ada bila jalan
hipersekret meningkat keperawatan 2×24 jam nafas obstruksi
Observasi :
terhadap infeksi pada bersihan jalan nafas terhadap kolaps jalan
rongga pleura d.d menjadi efektif dengan 1. Monitor pola nafas kecil. ronchi dan
dispnea kriteria hasil : napas (frekuensi, wheezing menyertai
kedalaman, obstruksi jalan nafas.
DS : 1. Batuk efektif
usaha napas) 2. Takipnea biasanya ada
meningkat
1. Dispnea 2. Monitor bunyi pada beberapa derajat
2. Dispnea membaik
napas tambahan ( dan dapat ditemukan
DO : 3. Ronchi menurun
mis. pada penerimaan atau
1. Batuk tidak 4. Sianosis membaik
Gurgling,mengi, selama stress/ adanya
efektif 5. Frekuensi napas
wheezing, ronkhi proses infeksi akut
2. Mengi, membaik
kering) 3. Kongesti alveolar
wheezing 6. Pola napas
3. Monitor sputum mengakibatkan batuk
dan/atau membaik
(jumlah, warna, kering. Sputum darah
ronkhi kering aroma) dapat diakibatkan oleh
3. Sianosis
Terapeutik : kerusakan jaringan.
4. Frekuensi
4. Nafas dalam
napas berubah 1. Berikan terapi
memudahkan ekspansi
5. Pola napas oksigen
maksimum paru atau
berubah 2. Berikan minum
jalan lebih kecil. Batuk
hangat
adalah mekanisme
3. Lakukan terapi
pembersihan jalan
fisik dada seperti
nafas yang alami,
clapping,
membantu silia untuk
vibrating, batuk
mempertahankan jalan
efektif.
nafas paten. Penekanan
4. Lakukan
30
penghisapan menurunkan
lendir (suction) ketidaknyamanan dada
jika tidak ada dan posisi duduk
infeksi memungkinkan upaya
nafas lebih dalam dan
Edukasi :
lebih kuat.
1. Ajarkan teknik 5. Merilekskan otot halus
batuk efektif dan menurnkan

Kolaborasi : kongesti local,


menurunkan spasme
1. Kolaborasi
jalan napas, mengi, dan
pemberian
produksi mucus.
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik,jika
perlu
2. Kolaborasi
dengan dokter
dalam pemberian
obat antibiotik
(penicilin,
sefalosporin).

2. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Pemantauan 1. Meningkatkan


gas b/d perubahan tindakan keperawatan Respirasi (I.01014) kemampuan ekspansi
membrane kapiler- 2×24 jam kebutuhan paru. Jika klien dalam
Observasi :
alveolar, pasien terpenuhi posisi duduk,
ketidakseimbangan dengan kriteria hasil : 1. Monitor kemampuan ekspansi
perfusi-ventilasi d.d frekuensi,, paru akan meningkat.
1. Dispnea
dispnea irama, 2. Membantu drainase
menurun
kedalaman postural, mencega
DS : 2. Bunyi napas
dan upaya depresi jaringan paru
menurun
1. Dispnea napas atau dada untuk
2. Monitor pola
31
2. Pusing 3. Pusing menurun napas (seperti pernapasan.
4. Gelisah bradipnea, 3. Meningkatkan
DO :
menurun takipnea, ekspansi paru dan
1. Gelisah 5. Sianosis hiperventilasi asupan oksigen
2. Sianosis membaik kussmaul, kedalam paru dan
3. Pola napas 6. Pola napas cheyne – sistem peredaran
abnormal membaik stokes, biot, darah.
(cepat/lambat, 7. Warna kulit ataksik)
regular/iregula membaik 3. Monitor
r,dalam/dangk adanya
al) sumbatan jalan
4. Warna kulit napas
abnormal 4. Palpasi
(mis.pucat, kesimetrisan
kebiruan) ekspansi paru
5. Auskultasi
bunyi napas

3. Nyeri akut b.d infeksi Setelah dilakukan Manajemen Nyeri 1. Nyeri dada biasanya
bakteri d.d nyeri pada tindakan keperawatan (I.08238) dada dalam beberapa
pleura selama 2x24 jam, derajat pada
Observasi :
diharapkan pasien pneumonia seperti
DS :
dapat: 1. Identifikasi pericarditis dan
1. Mengeluh Karakteristik endokarditis.
1. Keluhan nyeri
Nyeri nyeri, misal : 2. Untuk
menurun
tajam, konstan, mengidentifikasi
DO : 2. Meringis
ditusuk. Selidiki kemajuan – kemajuan
1. Tampak menurun
perubahan atau penyimpangan
meringis 3. Gelisah menurun
karakter/lokasi/in dari sasaran yang
2. Pola nafas 4. Nafsu makan
tensitas nyeri. diharapkan. Tindakan
berubah membaik
2. Identifikasi skala tersebut akan
3. Gelisah 5. Pola tidur
nyeri meningkatkan
4. Nafsu makan membaik

32
berubah Terapeutik : relaksasi
5. Sulit tidur 3. Analgesik membantu
1. Berikan tindakan
mengontrol nyeri
untuk
dengan memblok jalan
memberikan rasa
rangsang nyeri. Nyeri
nyaman.
pleuritik yang berat
2. Fasilitasi
sering kali
istirahat dan
memerlukan analgetik
tidur
narkotik untuk
Edukasi : mengontrol nyeri lebih

1. Jelaskan efektif. Hal tersebut

penyebab, merupakan tanda

periode, dan berkembangnya

pemicu nyeri komplikasi.

2. Berikan 4. Antibiotik diperlukan

analgetik sesuai untuk mengatasi

dengan anjuran infeksi, efek

untuk mengatasi maksimum dapat

nyeri jika perlu dicapai jika kadar obat

dan evaluasi dalam darah konsisten

keefektifannya. dan dapat


dipertahankan.
Kolaborasi :
Interaksi satu obat
1. Kolaborasi dengan yang lain dapat
pemberian mengurangi
antibiotik keefektifan
pengobatan.

4. Hipertermi b.d proses Dalam waktu 2x24 jam Manajemen 1. Untuk


penyakit d.d suhu diharapkan pasien Hipertermia mengidentifikasi
tubuh diatas nilai dapat: (I.15506) kemajuan – kemajuan
normal atau penyimpangan
1. Pucat menurun Observasi :
dari sasaran yang
33
DS : 2. Suhu tubuh 1. Monitor diharapkan.
membaik penyebab 2. Gunakan matras dingin
-
hipertermia memungkinkan
DO : 2. Monitor suhu terjadinya pelepasan

1. Pucat tubuh panas secara konduksi

2. Suhu tubuh di 3. Monitor dan evaporasi

atas nilai tekanan darah, (penguapan).

normal nadi, dan


pernapasan.

Edukasi :

1. Sediakan
lingkungan yang
dingin
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Berikan oksigen,
jika perlu.

5. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Manajemen Energi 1. Pasien mungkin


b.d tindakan keperawatn (I.05178) nyaman dengan posisi
ketidakseimbangan 2×24 jam intoleransi kepala tinggi, tidur di
Observasi :
antara suplai dan aktivitas dapat teratasi kursi atau menunuduk
kebutuhan oksigen d.d dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi ke depan meja.
dispnea gangguan 2. Menurunkan stress dan
1. Keluhan lelah
fungsi tubuh rangsangan berlebih,
DS : menurun
yang meningkatkan istirahat
2. Dispnea
1. Mengeluh mengakibatkan 3. Tirah baring
saat/setelah
lelah kelelahan dipertahankan selama
beraktivitas
2. Dispnea 2. Monitor fase akut untuk
menurun
saat/setelah respon pasien menurunkan kebutuhan
3. Perasaan lemah
beraktivitas terhadap metabolik, menghemat
menurun
3. Merasa Lemah aktivitas. Catat energi untuk
4. Sianosis
34
DO : menurun laporan penyembuhan.
5. Frekuensi dypsnea, Pembatasan aktivitas
1. Sianosis
jantung peningkitan ditentukan dengan
2. Frekuensi
membaik kelemahan, respon individual
jantung
6. Tekanan darah dan perubahan terhadap aktivitas dan
meningkat
membaik tanda-tanda perbaikan kegagalan
3. Peningkatan
vital. pernafasan.
tekanan darah
4. Meminimalkan
Terapeutik :
kelelahan dan
1. Sediakan membantu
lingkungan keseimbangan suplai
nyaman dan dan kebutuhan
rendah oksigen.
stimulus (mis.
Cahaya, suara,
kunjungan)
7. aktivitas
selama fase
penyembuhan.

6. Defisit Nutrisi b/d Dalam waktu 2x24 jam Manajemen Nutrisi 1. Untuk mengidentifikasi
Intake nutrisi yang diharapkan pasien dapat (I.03119) kemajuan – kemajuan
tidak adekuat : atau penyimpangan dari
Observasi :
sasaran yang
DS : 1. Menunjukkan
1. Monitor asupan diharapkan.
peningkatan berat
1. Nafsu makan makanan 2. Bau yang tidak
badan menuju
menurun 2. Monitor berat menyenangkan dapat
tujuan yang tepat.
badan mempengaruhi nafsu
DO : 2. Menunjukkan
Terapeutik : makan.
1. Berat badan perilaku/perubaha
3. Makanan porsi sedikit
menurun n pola hidup untuk 1. Sajikan
tapi sering memerlukan
meningkatkan atau makanan yang
lebih sedikit energi.
mempertahankan menarik dan

35
berat yang tepat. suhu yang 4. Ahli gizi ialah
sesuai spesialisasi dalam hal
2. Berikan nutrisi yang dapat
makanan membantu pasien
tinggi kalori memilih makanan yang
dan tinggi memenuhi kebutuhan
protein kalori dan kebutuhan
nutrisi sesuai dengan
Kolaborasi :
keadaan sakitnya, usia,
1. Kolaborasi TB & BB kebanyakan
dengan ahli pasien lebih suka
gizi untuk mengkonsumsi makanan
menentukan yang merupakan pilihan
jumlah kalori sendiri.
dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan

7. Resiko infeksi d.d


pemasangan WSD

36
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Empiema adalah suatu penyakit yang menyerang sistem Respirasi, dimana


pengertian penyakit Empiema tersebut adalah suatu gangguan pada paru-paru
karena terkumpulnya pus/nanah pada rongga pleura, yang dapat megisi satu
lokasi pleura maupun seluruh rongga pleura.

Penyebap empiema dibagi menjadi 3 berdasarkan asalnya yaitu yang berasal


dari paru- paru itu sendiri seperti Pneumonia dan abses paru, kemudian yang
kedua berasal dari adanya infeksi dari luar, misalnya trauma dari tumor, dan
pembedahan otak, yang terakhir berasal dari bakteri, misalnya Streptococcus
pyogenes, bakteri gram negative, dan bakteri anaerob.

Penatalaksanaan Empiem dapat berupa intervensi keperawatan maupun medis.


Selain itu dapat juga dari kolaborasai dengan tim kesehatan yang lainnya.

Mengetahui konsep asuhan keperawatan Empiema dan konsep Empiema itu


sendiri sangat penting untuk mengetahui tindakan apa yang sebaiknya dilakukan
baik oleh perawat maupun tim kesehatn lainya

B. Saran

Kepada tim kesehatan, terutam perawat diharpakan untuk lebih mencermati


keadaan pasien sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Kesalahan kecil, dapat
berimbas kepada kesalahan-kesalahan yang lain.

Memperluas wawasan mengenai konsep asuhan keperawatan yang tepat


terhadap berbagai penyakit, dalam hal ini penyakit yang menyerang sistem
Respirasi, menjadi hal yang wajib untuk diketahui dan dilakukan oleh perawat
professional.

37
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai makalah Asuhan keperawatan
pada klien dengan empiema yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini,
tentunya masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada dengan
judul makalah ini.

Kami banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik
dan saran yang membangun demi sempurnanya makalah ini dan penulisan
makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.

38
DAFTAR PUSTAKA

Bactiar,Meta.2019. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Empiema”

https://www.scribd.com/doc/224871247/Asuhan-Keperawatan-Pada-
Klien-Dengan-Empiema , di akses pada 17 November 2021 pukul 16.55

Latisyha.2017. "Askep Empiema"

https://id.scribd.com/doc/259031123/ASKEP-EMPIEMA ,di akses pada


21 November 2021 pukul 16.55

Pranata K, Andy.2012. "Tugas Makalah Empiema"

https://id.scribd.com/doc/110896558/TUGAS-MAKALAH-EMPIEMA ,
di akses pada 21 November 2021 pukul 17.25

39

Anda mungkin juga menyukai