Anda di halaman 1dari 14

PEREKONOMIAN INDONESIA (EKU307A CP7)

“KEBIJAKAN MONETER INDONESIA”

Dosen Pengampu: Dr. I Gusti Wayan Murjana Yasa, S.E.,M.Si

Oleh:
Kelompok 1

Ni Putu Riska Antari 2007531001/01


Anak Agung Putu Galih Widari 2007531004/02
Agustina Marsella Klau Seran 2007531006/03
Risma Julkismayana 2007531008/04
Ni Made Devi Tania Putri 2007531016/05

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2022
PEMBAHASAN

1. Pilihan Kebijakan Moneter

a. Operasi pasar terbuka di pasar uang rupiah maupun valuta asing

Dalam hal ini Bank Indonesia bertindak sebagai pembeli atau penjual di pasar surat
berharga atau di pasar devisa. Instrumen yang meliputi yaitu Sertifikat Bank Indonesia dan
sertifikat Bank Indonesia Syariah, surat-surat berharga, penempatan berjangka oleh bank dan
atau pihak lain dan valuta asing. Jika suatu ketika diperkirakan akan terjadi kelebihan
likuiditas perekonomian yang mana indikator salah satunya itu adalah tingkat bunga di pasar
uang antar bank turun dengan drastis maka Bank Indonesia akan melaksanakan operasi pasar
terbuka kontraksi yakni menyerap likuiditas dari bank dan pihak lain yang mengalami
kelebihan likuiditas. Kebijakannya yaitu menerbitkan dan kemudian menjual SBI atau SBIS
kepada peserta bursa, fine tune kontraksi yakni kegiatan menarik likuiditas yang berlebihan di
bank umum atau masyarakat, menerbitkan dan menjual surat utang negara atau reverse repo
SUN, dan sterilisasi valuta asing dengan membeli USD di pasar spot USD dalam rupiah.

b. Penetapan cadangan wajib minimum

Penetapan cadangan wajib minimum biasanya dalam bentuk giro sehingga dikenal
juga dengan nama Giro Wajib Minimum (GWM) yang tidak lain daripada simpanan minimum
yang harus dipelihara oleh bank dalam bentuk saldo rekening giro pada bank Indonesia yang
besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia. Apabila Bank Indonesia atau pemerintah
memperkirakan akan terjadinya kekurangan likuiditas perekonomian yang salah satu
indikatornya yaitu tingkat bunga di pasar uang antar bank naik dengan drastis maka Bank
Indonesia akan menurunkan GWM, dengan turunnya GWM ini maka bank umum mampu
memberikan kredit lebih besar atau likuiditas perekonomian akan meningkat. Semua bank
harus memiliki GWM dalam rupiah sedangkan Bank devisa selain harus mempunyai GWM
dalam rupiah juga harus mempunyai GWM dalam valuta asing. Bank juga mempunyai
kewajiban memelihara tambahan GWM dalam rupiah berdasarkan besarnya LDR. LDR ini
maksudnya adalah rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam rupiah dan valuta
asing.
c. Politik diskonto

Dalam rangka mencapai sasaran akhir kebijakan moneter, Bank Indonesia juga
menerapkan kerangka kebijakan moneter melalui pengendalian suku bunga. Dalam tataran
operasional, BI rate tercermin dari pergerakan suku bunga pasar uang antar bank overnight.
Pasar uang antar bank adalah kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bank dengan bank
lainnya. Suku bunga merupakan harga yang terbentuk dari kesepakatan pihak yang meminjam
dan meminjamkan dana. Kegiatan di PUAB dilakukan tidak melalui lantai bursa dan dikenal
dengan istilah over the counter dengan jangka waktu antara 1 hari kerja sampai dengan 1
tahun. BI pada umumnya akan menaikkan BI rate apabila inflasi ke depan diperkirakan
melampaui sasaran yang telah ditetapkan dan sebaliknya.

d. Pengaturan kredit atau pembiayaan

Kredit adalah aktivitas utama dari lembaga keuangan bank sehingga menjamin kredit
merupakan hal yang sangat penting. Tujuan dari peraturan kredit ini adalah untuk tindakan
berhati-hati menghindari penyalahgunaan kredit dengan tujuan akhir meminimumkan kredit
macet.

e. Kebijaksanaan lain
 Bujukan moral

Adanya hubungan pribadi dan saling kenal antar para manajer bank dan dengan para
nasabah besar, bujukan moral dari Bank Indonesia merupakan alat kebijaksanaan moneter
yang efektif.

 Sanering

Kebijakan moneter yang dilakukan pada zaman pemerintahan Soekarno sekitar tahun
1950. Caranya yaitu adalah dengan menggunting uang kertas yang beredar menjadi dua
bagian. Satu bagian atau setengah dari nilai nominal uang itu diganti dengan uang kertas baru
sedangkan setengah yang lainnya diganti dengan obligasi negara.

 Pergantian uang

Yaitu mengganti uang lama dengan uang baru dengan perbandingan uang lama dengan
nilai Rp 1.000 diganti dengan uang baru dengan nominal Rp 1 hal ini dilaksanakan pada masa
akhir pemerintahan Soekarno atau awal pemerintahan Soeharto.
 Devaluasi
Devaluasi berkaitan dengan kebijaksanaan pemerintah untuk menurunkan nilai uang
dalam negeri terhadap nilai uang luar negeri.

2. Aspek Kelembagaan dan Penerapannya pada Kebijakan Moneter

Kebijakan Moneter di Indonesia adalah suatu kebijakan yang diambil untuk mengatasi
inflasi yang ada di Indonesia. Untuk membuat kebijakan tersebut, hanya ada 2 instrument
utama yang memiliki kekuasaan. Dalam hal ini kebijakan moneter yang ada di Indonesia
yang dimaksud adalah Bank Indonesia. Bank Sentral adalah bank yang mempunyai hak
monopoli untuk mencetak dan mengedarkan uang sebagai alat pembayaran yang sah dalam
suatu Negara. Tujuan Bank Sentral untuk mencapai dan memelihara kestabilan rupiah.
Adapun fungsi dari Bank Sentral yaitu:
1. Banker’s bank
2. Sebagai Bank pemerintah
3. Mencetak Uang dan Penyediaan Uang bagi perekonomian
4. Mengatur Pasar Uang dan Pasar Modal
5. Mengawasi Bank – Bank dan lembaga Keuangan

Melaksanakan kebijakan Moneter di Indonesia, contohnya :

Rasio cadangan wajib mulanya hanya 10%, maka untuk setiap unit deposito yang
diterima, perbankan dapat mengalirkan pinjaman sebesar 90% dari deposito yang diterima
perbankan. Dengan demikian angka multiplier uang dari system perbankan adalah 10. Namun
bila pemerintah menetapkan rasio cadangan wajib sebesar 20%, maka dari setiap deposito
yang diterima, perbankan hanya dapat mengalirkan pinjaman sebesar 80% dari deposito yang
diterima oleh perbankan. Untuk pertama kalinya sejak Pakto 1998, Bank Indonesia
menggunakan rasio cadangan wajib guna mengerem pertumbuhan besar-besaran moneter
yang masih tinggi, yaitu dengan menetapkan menetapkan rasio menjadi 3% pada Februari
1996. Sejak April 1997 besarnya rasio cadangan wajib adalah sebesar 5%.
Tujuan Kebijakan Moneter
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai
Rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, yang sebagaimana diubah melalui UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun
2009 pada pasal 7. Kestabilan Rupiah yang dimaksud mempunyai dua dimensi. Dimensi
pertama kestabilan nilai Rupiah adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang
tercermin dari perkembangan laju inflasi. Sementara itu, dimensi kedua terkait dengan
kestabilan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara lain. Indonesia menganut sistem nilai
tukar mengambang (free floating).
Namun, peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga
dan sistem keuangan. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia sejak 1 Juli
2005 menerapkan kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting Framework (ITF).
Kerangka kebijakan tersebut dipandang sesuai dengan mandat dan aspek kelembagaan yang
diamanatkan oleh Undang-Undang. Dalam kerangka ini, inflasi merupakan sasaran yang
diutamakan (overriding objective). Bank Indonesia terus melakukan berbagai penyempurnaan
kerangka kebijakan moneter, sesuai dengan perubahan dinamika dan tantangan perekonomian
yang terjadi, guna memperkuat efektivitasnya.

3. Analisis Kasus Capital Flight Dan Cara Mencegahnya

Capital Flight sebenarnya bukan hal baru dikalangan para ekonomi. Secara teoritis
capital flight telah banyak dibicarakan. Namun sampai saat ini belum ada definisi capital
flight yang dapat diterima secara umum. Tetapi beberapa tahun ini penggunaan kata capital
flight sering dikaitkan pada negara-negara sedang berkembang, dimana terjadi sejumlah
besar modal keluar (capital outflow) yang diiringi oleh adanya peningkatan hutang luar
negeri. (Capital flight atau pelarian modal proses keluarnya mata uang nasional atau asing
dari suatu negara melalui transaksi komersial atau transaksi keuangan di luar negeri).
Hampir tidak mungkin tidak memastikan jumlah capital flight dari suatu negara,
terutama bagi negara-negara yang menganut sistem devisa bebas. Bahkan untuk negara yang
menganut devisa ketat sekalipun, seperti Taiwan, arus modal tetap saja keluar tanpa diketahui
oleh otoritas moneter negara tersebut. Oleh karena itu, metode yang lebih tepat untuk
menggrafikkan besarnya capital flight dari suatu negara adalah dengan melakukan estimasi.
Adapun untuk melakukan estimasi mengenai capital flight dapat dilakukan dengan
menggunakan 3 pendekatan yakni:
a. Pendekatan Komputasi Neraca Pembayaran
b. Pendekatan Residual
c. Pendekatan Deposito Bank

Untuk mengatasi masalah capital flight tersebut, dapat dilakukan beberapa cara agar
capital flight dapat diredam di Indonesia. Jika capital flight tidak dapat diredam lajunya, maka
Indonesia akan menjadi terpuruk karena kurangnya investasi yang terjadi. Cara yang dapat
dilakukan adalah:

a. Kebijakan yang tidak terlalu mengontrol tingkat suku bunga tetapi menjamin
kepemilikan modal dan aset milik orang asing.
b. Kebijakan yang menjamin stabilitas politik dan makroekonomi secara umum. (inflasi
yang terkendali, pengangguran rendah, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan nilai
tukar yang stabil).
c. Penetapan pajak yang tidak terlalu tinggi dan adanya asuransi bagi investor
4. Devaluasi
Devaluasi adalah kebijakan moneter yang diambil oleh pemerintah untuk melakukan
penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri khususnya pada mata
uang asing yang sangat berpengaruh dalam perdagangan internasional. Tujuan dari kebijakan
moneter yang diambil oleh pemerintah dengan melakukan intervensi agar nilai mata uang
dalam negeri tetap stabil dan menjaga nilai ekspor dan impor serta menjaga nilai devisa
negara. Naik atau turunnya nilai satu mata uang relatif terhadap mata uang lainnya yang
ditentukan berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran disebut mata uang tersebut
mengalami apresiasi atau depresiasi.
Perubahan nilai suatu mata uang itu didasarkan atas kebijaksanaan pemerintah dalam
hal mana dikatakan terjadi devaluasi atau revaluasi. Keadaan devaluasi adalah lebih umum
terjadi dibandingkan dengan revaluasi. Ada dua cara dalam menentukan kurs valuta asing ya
ini pariti kandungan jaminan dan pariti daya beli,yaitu :
a. Cara pertama, semua jaminan yang terkandung di dalam satu mata uang sama artinya
dengan kandungan logam mulia pada uang yang bersangkutan.
b. Cara kedua dengan membandingkan daya beli mata uang dalam negerinya masing-
masing yang ditunjukkan oleh indeks harga konsumen jadi membandingkan indeks
harga konsumen dua negara akan memperoleh kurs mata uang 1 negara relatif terhadap
mata uang lainnya ini disebut dengan pariti daya beli. Kebijaksanaan pemerintah untuk
menurunkan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri disebut
kebijaksanaan devaluasi.
5. Kebijakan Moneter Orde Lama dan Orde Baru
a. Kebijakan Moneter Orde Lama
 Periode 1945 – 1952
Pada awal kemerdekaan, untuk pertama kalinya pemerintah Indonesia mengambil
keputusan untuk mendirikan bank sirkulasi berbentuk bank milik negara, dan dalam
pelaksanaannya berupa pendirian Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank rakyat Indonesia
(BRI) pada tahun 1946. Kedua bank milik negara tersebut dan beberapa bank swasta yang
ditunjuk pemerintah melaksanakan penukaran mata uang Hindia Belanda dan Jepang dengan
mata uang Republik Indonesia (ORI) yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Tujuan
pengeluaran/pengedaran ORI tersebut adalah untuk menggantikan peranan mata uang Hindia
Belanda dan Jepang dalam perekonomian Indonesia. Dalam perjalanannya, penggunaan ORI
hanya mencapai usia 3 tahun 5 bulan, sebelum akhirnya ditarik dari peredaran dan diganti
dengan uang De Javasche Bank. De Javasche Bank akhirnya diputuskan sebagai bank sentral
pada penyerahan kedaulatan Indonesia pada pemerintah Republik Indonesia Serikat. Beberapa
waktu setelah pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dilakukan
nasionalisasi terhadap De Javasche Bank melalui Undang-Undang Nasionalisasi De Javasche
Bank pada tanggal 6 Desember 1951.
 Periode tahun 1953 – 1967
Dalam perkembangan selanjutnya, pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No.11
Tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia sebagai pengganti Javasche Bank wet tahun 1922.
Dengan undang-undang tersebut dibentuklah Dewan Moneter, dan Menteri Keuangan
bertindak sebagai Ketua, sementara Menteri Ekonomi dan Gubernur Bank Indonesia bertindak
sebagai anggota. Dewan Moneter mempunyai berbagai tugas dan kewenangan yang terkait
erat dengan upaya-upaya untuk mengendalikan kondisi moneter, antara lain menentuan
kebijakan moneter secara umum, mengatur dan menstabilkan mata uang, serta memajukan
urusan kredit dan perbankan pada umumnya.
Dengan diberlakukannya UU No.11 Tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia,
tuntutan yang sangat besar diarahkan kepada Bank Indonesiauntuk ikut serta secara aktif
dalam menata dan mengembangkan perekonomian nasional yang pada waktu itu mengalami
banyak permasalahan. Fokus dari peran yang diinginkan banyak terkait dengan fungsi Bank
Indonesia sebagai bank sirkulasi. Tantangan terbesar pada masa ini adalah menyatukan mata
uang yang pada waktu telah banyak beredar dan berbeda-beda di berbagai wilayah Indonesia.
Karena itu, Bank Indonesia dituntut untuk menerbitkan mata uang baru, rupiah, sebagai satu-
satunya alat pembayaran yang sah di seluruh wilayah Negara Indonesia menggantikan mata-
mata uang yang ada di masing-masingdaerah.
Satu hal yang menarik adalah bahwa nilai pembanding atau paritas yang digunakan
untuk penukaran mata uang suatu daerah dengan matauang rupiah didasarkan pada perkiraan
jumlah uang beredar sesuai dengan kebutuhan perekonomian daerah yang bersangkutan.
Inilah merupakan contoh kongkrit bagaimana peran bank sirkulasi dan kebijakan moneter
yang dilakukan Bank Indonesia, yang tidak saja sesuai dengan kondisi perekonomian yang
pada waktu itu masih relatif tradisional, tetapi juga diarahkan untuk mendukung persatuan dan
kesatuan negara yang baru merdeka.
Perkembangan politik pada waktu itu telah cenderung menimbulkan ketimpangan
dalam pelaksanaan kebijakan moneter, yang dicerminkan oleh peningkatan yang berlebihan
pencetakan uang untuk pembiayaan defisit anggaran sebgai akibat kebijakan fiskal yang
ekspansif. Keinginan yang kuat untuk menyenangkan rakyat telah mendorong
pemerintahmenempuh kebijakan fiskal tanpa mengindahkan prinsip-prinsip kehati-hatian,
yang cenderung membutuhkan pengeluaran anggaran yang besardan menyebabkan
membengkaknya defisit anggaran pemerintah.
Demikian pula, pembangunan proyek-proyek mercusuar atau pengeluaran untuk
militer merupakan contoh konkrit yang terjadi pada waktu itu. Kondisi seperti ini telah
menimbulkan melonjaknya uang beredar jauh melebihi dari kebutuhan riil perekonomian
sehingga mendorong naiknya harga-harga secara tajam. Akibatnya, laju inflasi membumbung
tinggi hingga mencapai sekitar 600% pada tahun 1965, yang dikenal dengan periode
hyperinflation.
b. Kebijakan Moneter Orde Baru (Periode tahun 1968-1997)
 Periode stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi (1968 – 1972)
Pengalaman selama periode sejak awal kemerdekaan sampai denganpertengahan tahun
1960-an memberikan pelajaran penting mengenai pentingnya prinsip kehati-hatian dalam
pelaksanaan kebijakan moneterdan fiskal. Pertama, bahwa kebijakan fiskal harus mampu
mengendalikan defisit anggaran pada batas-batas yang wajar. Untuk itu, pengeluaran anggaran
harus diseleksi secara ketat dan diprioritaskan pada jenis-jenis pengeluaran yang mampu
mendorong kegiatan ekonomi riil, dan karenanya pengeluaran-pengeluaran yang cenderung
kurang strategis dan berlebihan harus dihindarkan. Kedua, bahwa kebijakan moneter tidak
boleh dipergunakan untuk membiayai defisit anggaran pada sisi kebijakan fiskal.
Kebijakan moneter harus tetap difokuskan pada pengendalian inflasi, dan karenanya
pencetakan uang untuk membiayai defisit anggaran pemerintah akan mengancam kestabilan
harga dan kestabilan monetersecara keseluruhan. Ketiga, bahwa kebijakan fiskal dan
kebijakan moneterperlu dikoordinasikan secara baik, dengan tetap berpegang pada prinsipin
dependensi masing-masing instansi, agar terjadi sinergi kedua kebijakantersebut dalam
menjaga stabilitas ekonomi untuk berlangsungnyapembangunan secara berkelanjutan.
Pada masa selanjutnya, yaitu sejak akhir tahun 1960-an, perkembangan ekonomi dan
keuangan terus berkembang. Pada awalnya, kebijakanm pemerintah lebih diprioritaskan untuk
pemulihan stabilitas ekonomi yang sempat terancam pada pertengahan tahun 1960-an.
Pengeluaran anggaran diseleksi secara ketat, defisit anggaran pemerintah dikendalikan, dan
pembiayaan diupayakan dari pinjaman lunak luar negeri sehingga tidak mengancam stabilitas
ekonomi, khususnya untuk pengendalian inflasi.
Di sisi moneter, pencetakan uang untuk pembiayaan defisit anggaran pemerintah
dihentikan dan jumlah uang beredar dikendalikan. Upaya ini dibarengi dengan penyediaan
barang dan jasa yang sangat dibutuhkan masyarakat. Dengan penegakan disiplin baik di sisi
fiskal maupun disisi moneter tersebut, stabilitas ekonomi dapat secara cepat dipulihkan,
seperti terlihat dengan menurunnya secara drastis laju inflasi hingga di bawah 10%, sehingga
kepercayaan untuk pemulihan kegiatan ekonomi dapat terbangun dengan baik. Dengan
keberhasilan pemulihan stabilitas ekonomi ini, pemerintah kemudian mulai melakukan
perencanaan pembangunan nasional, baik dalam jangka panjang, menengah, dan pendek,
sehingga kegiatan perekonomian nasional secara berangsur-angsur mulai tertata dan
mengalami peningkatan.
Penataan ekonomi, khususnya di sektor moneter dan perbankan lebih dimantapkan
dengan dikeluarkannya UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. Dalam hal ini, tugas
Bank Indonesia adalah membantu pemerintah dalam dua hal, yaitu: Pertama mengatur,
menjaga, dan memelihara stabilitas nilai rupiah, dan Kedua mendorong kelancaran produksi
dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
Kebijakan moneter dirumuskan oleh Dewan Moneter dan Bank Indonesia melakukan tugas
kebijakan monetersesuai dengan keputusan Dewan Moneter.
 Periode pertumbuhan ekonomi dengan hasil minyak (1973 – 1982)
Peningkatan kegiatan perekonomian nasional kemudian mengalami dorongan lebih
lanjut dengan hasil minyak yang meningkat khususnya pada awal dekade 1970-an.
Ditemukannya ladang-ladang minyak diIndonesia telah memberikan sisi positif dan negatif.
Di satu sisi, hasil minyak telah memberikan limpahan rezeki bagi penerimaan negar sehingga
dapat dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan di sisi
fiskal. Dengan peran aktif dancenderung dominan oleh pemerintah, kebijakan fiskal telah
memungkinkan untuk mendorong kegiatan ekonomi riil. Namun, disisi lain peningkatan
penerimaan devisa hasil minyak dan pengeluaran pemerintah telah menyebabkan ekspansi
jumlah uang beredar dari sisi fiskal. Kondisi ini mengharuskan kebijakan moneter untuk
melakukan penyerapan ekspansi moneter dari sisi fiskal tersebut agar tidak menimbulkan
kelebihan likuiditas dalam perekonomian yang dapat meningkatkan laju inflasi.
Dengan latar belakang tersebut, pada tahun 1974 Pemerintah mulai menempuh
kebijakan kredit selektif dari sisi moneter. Tujuannya adalah agar jumlah uang beredar tetap
terkendali sehingga laju inflasi dapat tetapterjaga. Hal ini terutama dilakukan dengan
pengaturan terhadap besarnya ekspansi kredit yang diperbolehkan oleh perbankan, atau yang
sering dikenal dengan pagu ekspansi aktiva neto. Jadi, setiap tahun Bank Indonesia menyusun
rencana ekspansi kredit secara nasional dengan menghitung berapa jumlah uang beredar yang
sesuai dengan perkiraanlaju inflasi dan pertumbuhan output. Kemudian bank-bank diminta
untuk menyampaikan rencana kredit kepada Bank Indonesia untuk kemudian ditetapkan pagu
kredit setahun ke depan untuk masing-masing bank. Pagu individual bank tersebut pada
akhirnya akan menjadi dasar untuk penyaluran kredit likuiditas yang disediakan Bank
Indonesia sesuai dengan sektor/program yang sudah ditetapkan.
Meskipun kehidupan sektor perbankan kurang bergairah akibat kelangkaan sumber
dana karena menurunnya penghimpunan dana masyarakat dan adanya pembatasan dalam
pemberian kredit, kegiatan investasi terus berlanjut, khususnya yang dilakukan oleh
pemerintah. Selanjutnya, untuk memberikan ruang gerak yang lebih besar kepada bank-bank
dalam pemanfaatan dana terutama dalam pemberian kreditnya kepada sektor swasta, Bank
Indonesia pada tahun 1978 menurunkan reserve requirement bank-bank dari 30% menjadi
15%.
 Periode deregulasi, debirokratisai, dan liberalisasi ekonomi (1983 – 1997)
Pada awal dekade 1980-an terjadi kemerosotan harga minyak di pasar dunia sebagai
akibat adanya kecenderungan terjadinya resesi dunia. Ha ini telah menyebabkan terbatasnya
penerimaan negara untuk pembiayaan Anggaran Penrimaan dan Belanja Negara (APBN).
Dominasi Pemerintah dalam menopang peningkatan kegiatan ekonomi tidak dapat lagi
dipertahankan, dan akibatnya kelangsungan pembangunan nasional terancam. Karena itu,
Pemerintah kemudian menempuh serangkaian kebijakan reformasi di bidang ekonomi untuk
mengatasi ancaman krisis karena merosotnya harga minyak tersebut.
Tujuannya adalah untuk menumbuhkan, mendorong, dan meningkatkan peran sektor
swasta dalam setiap aspek kehidupan ekonomi untuk menggantikan peran Pemerintah dalam
rangka mempertahankan pembangunan nasional. Karena itu, sejak awal dekade 1980-an
Pemerintah menempuh kebijakan deregulasi,debirokratisasi, dan bahkan liberalisasi di
berbagai sektor ekonomi, baik sektor perbankan dan keuangan, perdagangan, investasi, dan
sebagainya.
6. Analisis Mengenai Krisis Moneter dan Cara Mengatasinya

Krisis Moneter adalah krisis keuangan yang menerpa beberapa wilayah hampir di
seluruh Asia Timur. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1997 silam dan tengah mengakibatkan
kepanikan. Tak hanya itu, krisis moneter yang menimpa hampir seluruh Asia Timur ini
bahkan menyebabkan ekonomi dunia akan runtuh akibat terjadinya penularan keuangan. Pada
saat itu, hampir seluruh negara di bagian Asia Timur, tak terkecuali Indonesia terpukul oleh
fenomena krisis moneter sehingga perekonomian dan usaha di Indonesia terkena dampaknya.
Adanya hal tersebut membuat banyak sekali perusahaan yang terpaksa menghentikan
karyawannya dengan alasan lantaran tak dapat membayar upah. Selain itu pemerintah akan
kesulitan dalam menutup APBN. Harga barang naik cukup tinggi sehingga masyarakat sangat
sulit mendapat kebutuhan pokok. Utang luar negeri melonjak dengan harga bbm yang terus
naik. Ketika krisis, banyak perusahaan yang meminjam uang pada perusahaan negara asing
dengan bunga yang tinggi pula. Beberapa negara yang mengalami krisis moneter akan
biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, yakni:
a. Stok utang luar negeri swasta yang besar serta berjangka pendek. Yang pada nantinya
kondisi tidak akan stabil. Hal tersebut bisa terjadi karena para menteri di bidang
ekonomi maupun perbankan memiliki rasa terlalu percaya diri dengan syarat utang
swasta.
b. Melemahnya sistem perbankan di suatu negara. Sehingga membuat masalah utang
swasta eksternal dapat beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
c. Ketergantungan pada utang luar negeri yang berkaitan dengan perilaku pelaku bisnis
cenderung memobilisasi dana dalam bentuk mata uang asing.
d. Perubahan politik yang tidak jelas maka akan menjadi persoalan dalam segi ekonomi.
e. Berkembangnya situasi politik yang menghangat sehingga berakibat dan berdampak
besar pada perekonomian.
f. Terjadinya kesenjangan produktifitas lantaran melemahnya alokasi aset atau faktor
produksi - Struktur dalam sektor produksi yang tak seimbang.

Cara pemerintah mengatasi krisis moneter, yaitu :


a. Memberikan semua layanan bagi pertumbuhan ekonomi dan memperbanyak tenaga
kerja , terutama di bidang pembangunan infrastruktur baik fisik maupun nonfisik.
b. Meningkatkan potensi ekonomi yang dirasa mampu bersaing dengan produk lain
dengan cara meningkatkan pemanfaatan teknologi, informasi digital, dan e-commerce.
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
Kebijakan Moneter adalah setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah atau oleh Bank
Indonesia atau bersama-sama di dalam bidang keuangan atau bidang moneter dengan harapan
mempengaruhi sektor riil, khususnya menunjang pembangunan ekonomi. Untuk alat
kebijakan moneter dapat menggunakan instrumen-instrumen seperti operasi pasar terbuka di
pasar uang rupiah maupun valuta asing, penetapan cadangan wajib minimum, penetapan
tingkat diskonto, pengaturan kredit atau pembiayaan, serta kebijakan lain yang dianggap
perlu.
Kelembagaan Kebijakan moneter yang ada di Indonesia yang dimaksud adalah Bank
Indonesia. Dalam hal Devaluasi adalah kebijaksanaan pemerintah untuk menurunkan nilai
mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri. Dari masa orde lama hingga masa
orde baru pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan moneter untuk mengatasi
masalah-masalah ekonomi yang timbul. Diantaranya seperti program pinjaman nasional dan
Trilogi Pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA

Nehen, I K. 2012. Perekonomian Indonesia. Denpasar: Udayana University Press.

“Devaluasi”. Wikipedia. Ensiklopedia Gratis. Wikipedia. Ensiklopedia Gratis. 11 Februari


2022. Web.11 Februari 2022. https://id.wikipedia.org/wiki/Devaluasi

Warjiyo, P. 2003. Kebijakan Moneter di Indonesia. Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan (PPSK) BI

Lepi T. Tarmidi, 2003. Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan saran. Di
akses pada tanggal 26 Maret 2022.

https://www.researchgate.net/publication/228723786_Krisis_Moneter_Indonesia_Sebab_Da
mpak_Peran_IMF_dan_Saran.

Bank Indonesia. 2020. Moneter. Diakses pada https://www.bi.go.id/id/fungsi-


utama/moneter/default.aspx#floating-1. Diakses 9 April 2022.

Anda mungkin juga menyukai