Anda di halaman 1dari 32

PENGGUNAAN MEDIA PERMAINAN ULAR TANGGA UNTUK

MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA KELAS IV DI SDIT AL-


QUR’ANIYYAH TAHUN PELAJARAN 2021/2022 TENTANG
BILANGAN ROMAWI

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Oleh :

FINKHAN MAYASARI

NIM . 836298807
BAB I

PENDAHULUAN

I.I Latar Belakang Masalah

Semua guru atau siswa harus selalu berharap untuk mencapai hasil belajar yang
terbaik dalam setiap proses belajar mengajar. Guru berharap siswa dapat memahami
setiap topik. Siswa juga berharap agar guru dapat mengkomunikasikan atau
menjelaskan pelajaran dengan baik agar tercapai hasil belajar yang memuaskan.
Namun, harapan tersebut tidak selalu terwujud. Masih banyak siswa yang kurang
memahami penjelasan guru. Ada siswa yang nilainya selalu jelek, bahkan ada siswa
yang gagal menjawab atau tidak menjawab soal dengan serius. Semua ini
menunjukkan bahwa guru perlu terus meningkatkan kemampuan belajarnya agar
dapat mengatasi masalah hambatan belajar siswa dan agar hasil belajar siswa
mencapai tujuan yang diharapkan.
Masalah belajar siswa tidak hanya terjadi, tetapi juga faktor penyebab
terjadinya masalah tersebut. Jika guru dapat menemukan sumber masalah siswa, ia
dapat memberikan pengobatan yang tepat untuk memecahkan masalah pembelajaran.
Contoh Masalah umum dalam pembelajaran adalah siswa tidak memahami penjelasan
guru, dan siswa tidak memahami kata, kalimat, pola kalimat, bahasa lisan atau tulisan.
Ini mungkin karena pernyataan guru tidak memiliki alat peraga, atau bahan ajar tidak
ada atau tidak mencukupi.

Sebetulnya, kalaupun ada alat peraga, guru SD jarang atau hampir tidak
pernah menggunakan alat peraga dalam pembelajaran matematika di SD. Pada
akhirnya, alat peraga ini hanya pajangan kantor atau disembunyikan rapi di lemari.
Alat peraga matematika tidak harus mahal, kita bisa menemukannya di sekitar kita,
seperti taman sekolah, sawah, sungai dan segala sesuatu yang kita lihat di alam
semesta ini.

Oleh karena itu, tugas PTK yang kami lakukan mencoba “menggunakan
media permainan ular tangga untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang bilangan
romawi di SDIT IV ALQur`aniyyah tahun pelajaran 2021/2022”. Tentunya bahan ajar
yang baik harus didukung dengan metode yang profesional.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pertanyaan di atas, peneliti dapat mengajukan pertanyaan sebagai


berikut:
- Apakah permainan Ular Tangga dapat meningkatkan pemahaman bilangan
romawi kelas IV SDIT ALQur`aniyyah?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman bilangan romawi di


kelas IV SDIT ALQur`aniyyah Jumput melalui penggunaan permainan ular tangga.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini mempunyai manfaat sebagai berikut:


a) Bagi guru, yaitu kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan serta menanamkan rasa percaya diri, agar selalu bersemangat
dan bersemangat untuk terus meningkatkan pembelajarannya.
b) Bagi siswa, dapat meningkatkan pemahamannya ketika menyerap materi
yang telah dipelajarinya, sehingga meningkatkan proses dan hasil belajarnya.
c) Selain membina guru profesional yang berpengalaman dan mendapatkan
kepercayaan dari orang tua, masyarakat dan pemerintah, sekolah juga dapat
membantu sekolah mengembangkan dan menciptakan lembaga pendidikan
yang berkualitas bagi sekolah.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 LANDASAN TEORITIS

1. Hakikat Pembelajaran Matematika di SD


Pembelajaran matematika bagi siswa merupakan alat untuk memahami atau
menyampaikan informasi, seperti persamaan atau tabel ketika belajar matematika.
Belajar matematika adalah membentuk suatu keadaan pikiran dalam memahami,
memahami dan memperdebatkan hubungan. Matematika berasal dari bahasa Yunani
atau Latin “Thanein” atau “Mathein”, yang berarti sesuatu yang dipelajari atau
dipelajari, sedangkan dalam bahasa Belanda berarti “Wiskunde” atau ilmu pasti, yang
menghubungkan segala sesuatu dengan berpikir (Depdiknas, 2006: 2).
Ruseffendi (Tim MKPBM, 2001:18) mengemukakan bahwa “terbentuknya
matematika adalah hasil olah pikir manusia tentang berpikir, proses dan nalar”.
Matematika tahap awal dibentuk berdasarkan pengalaman manusia dalam dunia
empirisnya, karena matematika merupakan aktivitas manusia. Kemudian pengalaman
tersebut diolah, melalui analisis dan sintesis, dan melalui penalaran dalam berpikir
kognitif, sehingga dapat ditarik kesimpulan berupa konsep-konsep matematika.
Karso (2007: 1.4) mengemukakan bahwa “matematika adalah bahasa simbolik
yang deduktif, aksiomatik, formal, hierarkis, abstrak, dan bermakna, dsb”. Seorang
matematikawan dapat mengembangkan sistem matematika. Mengingat perbedaan
karakteristik tersebut, guru perlu memiliki kemampuan khusus untuk menyiapkan
dunia siswa yang belum melakukan pemikiran deduktif agar dapat memahami dunia
deduktif matematika.
Dari segi etimologi, Elea Tinggih (Tim MKPBM, 2001:18) mengemukakan
bahwa “kata matematika berarti pengetahuan yang diperoleh melalui argumentasi”. Ini
bukan untuk mengatakan bahwa ilmu-ilmu lain tidak diperoleh dengan penalaran,
tetapi matematika menekankan aktivitas dunia relasional (penalaran). Dalam ilmu-
ilmu lain, selain penalaran, lebih ditekankan pada hasil pengamatan atau eksperimen.
Dapat disimpulkan dari beberapa pernyataan di atas bahwa matematika
merupakan ilmu yang menekankan pada pemikiran manusia, dan terbentuk dari
pengalaman aktivitas manusia. Dalam hal pembelajaran matematika, banyak negara
yang mengembangkan dan mengembangkan banyak tren baru, karena inovasi dan
reformasi model pembelajaran diharapkan dapat menjawab tantangan saat ini dan
masa depan.
“Beberapa model matematika di antaranya : Contextual Learning, Cooperative
Learning, Realistic Mathematic Education (RME), Problem Solving, Mathematical
Investigation, Guided Discovery, Open-Ended (Multiple Solutions, multiple method
solution), Manipulative material, Concept Map, Quantum Teaching and Learning, and
Writing in Mathematics (Muhsetyo, 2009 : 12)”.
Sebagai pengetahuan, matematika memiliki sifat-sifat khusus seperti abstraksi,
deduksi, konsistensi, hierarki, dan logika. Soedjadi (dalam Muhsetyo, 2009:12)
mengatakan: “Matematika abstrak, karena benda-benda dasarnya bersifat abstrak,
yaitu fakta, konsep, operasi dan prinsip”. Ciri-ciri matematika yang abstrak, maupun
ciri-ciri tidak sederhana lainnya, membuat matematika sulit dipelajari, sehingga
banyak siswa yang tidak terlalu tertarik dengan matematika.
Pencarian dan pemilihan model pembelajaran matematika harus didasarkan pada
perkembangan teknologi terkini di dunia. Model pembelajaran matematika yang
dikembangkan didasarkan pada teori pembelajaran. Esensi teori pembelajaran yang
sejalan dengan pembelajaran matematika harus diperhatikan secara serius agar tidak
disalahgunakan. Guru matematika yang profesional dan kompeten memiliki
pengetahuan dasar yang dapat digunakan untuk merencanakan dan menyelenggarakan
kursus matematika. Pengetahuan ada dalam bentuk landasan teori pembelajaran dan
diterapkan untuk pengembangan atau peningkatan pembelajaran matematika.
Kelas matematika merupakan ilmu deduktif dan abstrak.Dalam pelaksanaan
kelas matematika, perkembangan kognitif siswa perlu lebih spesifik dan umum,
namun perlu beradaptasi dengan penggunaan strategi, model dan media terkait kelas
matematika agar siswa dapat memahaminya. materi yang disajikan. Guru harus
mampu mereduksi abstraksi mata pelajaran matematika, sehingga memudahkan siswa
dalam memahami matematika pada akhirnya.
Untuk merencanakan, merumuskan dan melaksanakan struktur hierarki
pembelajaran matematika di sekolah dasar yang efektif, dan sesuai dengan struktur
hierarki pembelajaran matematika, materi matematika, tujuan pembelajaran
matematika, sumber belajar, strategi pra-penilaian, strategi belajar mengajar, dan
strategi retensi harus dipertimbangkan.
Pengajaran matematika sekolah dasar bertujuan untuk melatih siswa menguasai
perubahan-perubahan dalam kehidupan dan dunia yang sedang berkembang.
Tujuan pengajaran kurikulum matematika sekolah dasar adalah membekali siswa
dengan berpikir logis, berpikir analitis, berpikir sistematis, berpikir kritis dan kreatif,
serta kemampuan bekerjasama. Selain itu, Kurikulum 2006 menyebutkan bahwa
tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar siswa dapat
memperoleh, mengelola, dan menggunakan informasi agar dapat bertahan dalam
lingkungan yang terus berubah, tidak pasti, dan kompetitif (Depdiknas, 2006: 109).
Sebagai dasar untuk mempelajari bagaimana mengembangkan keterampilan
tersebut, standar kompetensi dan kemampuan matematika dasar telah dikembangkan
dalam kurikulum. Selain itu, simbol, tabel, bagan, dan media lainnya dapat digunakan
untuk mengembangkan kemampuan menerapkan matematika dalam pemecahan
masalah dan bertukar pikiran. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah, perlu ditumbuhkan kemampuan memecahkan masalah, memecahkan
masalah, dan menjelaskan solusi.
Pembelajaran matematika di sekolah dasar selalu menjadi kajian yang menarik
karena adanya perbedaan karakteristik, terutama perbedaan antara sifat anak/siswa dan
sifat matematika. Matematika siswa sekolah dasar berguna untuk hidup di lingkungan
sekitar, mengembangkan cara berpikir, dan mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Kegunaan
atau manfaat matematika bagi siswa sekolah dasar sudah jelas dan tidak perlu
dipertanyakan lagi, apalagi di era perkembangan ilmu pengetahuan.
Menurut Karso (2007, 1.4) “Ketika mempelajari matematika di sekolah dasar, sifat
siswa adalah:
1. Anak dalam pembelajaran matematika di SD.
2. Anak sebagai individu yang berkembang.
3. Kesiapan intelektual anak.
Ruseffendi (MKPBM-Team, 2001: 24) mengemukakan: “Setiap konsep abstrak
yang baru dipahami dalam matematika akan segera dikuatkan, sehingga tertanam,
kokoh dan permanen tertanam dalam diri anak, sehingga dapat berinteraksi dengannya
dalam pikiran dan pikirannya. Tindakan Relevansi... Untuk itu, pembelajaran harus
dilakukan melalui tindakan dan pemahaman, bukan hanya melalui menghafal dan
mengingat fakta, yang tentu saja mudah dilupakan siswa dan sulit dimiliki.
2. Menurut Syarif (2010), kami mengemukakan bahwa “konsep-konsep dalam mata kuliah
matematika dasar dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu penanaman konsep dasar,
pemahaman konsep, dan pengembangan keterampilan”. Tujuan akhir dari pengajaran
matematika sekolah dasar adalah agar siswa dapat menerapkan berbagai konsep
matematika dalam kehidupan sehari-hari. Namun, untuk mencapai tingkat keterampilan,
Anda perlu melakukan langkah-langkah yang benar berdasarkan kemampuan dan
lingkungan siswa. Fokus pada pembelajaran deskripsi konsep matematika, yaitu: 1.
Penanaman konsep dasar, 2. Pemahaman konsep, 3. Pengembangan kemampuan".

3. Karakteristik Siswa kelas IV SD/MI


Piaget dalam Isjoni (2010:36) mengemukakan bahwa perkembangan kognitif anak
melalui empat tahap, yaitu: (1) tahap sensorimotor, yang terjadi pada usia 2 tahun; (2)
tahap praoperasi, yaitu 27 tahun; (3) spesifik. Tahap manajemen, yaitu 7-11 tahun;
(4) Tahap operasi formal, dimulai dari usia 11 tahun. Menurut ungkapan Piaget
tentang tahap perkembangan, siswa sekolah dasar berada pada tahap operasi tertentu.
Pada tahap ini, kemampuan berpikir logis anak akan meningkat. Selama objek yang
dijadikan sebagai sumber pemikiran adalah objek nyata atau konkrit. Karakteristik
anak usia sekolah dasar tidak hanya itu. Menurut Sumantri dan Sukmadinata dalam
Wardani (2012), karakteristik anak usia sekolah dasar yaitu: (1) senang bermain; (2)
senang bergerak; (3) senang bekerja dalam kelompok; dan (4) senang merasakan atau
melakukan sesuatu secara langsung.
Kualitas pertama adalah bersenang-senang. Siswa sekolah dasar, terutama yang
duduk di bangku kelas bawah, biasanya masih suka bermain. Oleh karena itu, guru
sekolah dasar dihadapkan pada tantangan untuk mengembangkan model
pembelajaran termasuk permainan, terutama untuk siswa di kelas bawah.
Fitur kedua adalah mudah dipindahkan. Siswa SD berbeda dengan orang dewasa
karena mereka dapat duduk dengan tenang selama berjam-jam dan mendengarkan
ceramah. Anda sangat aktif dan hanya bisa duduk diam selama sekitar 30 menit. Oleh
karena itu, guru harus merancang model pembelajaran yang mendorong anak untuk
aktif atau berjalan-jalan.
Fitur ketiga adalah kesenangan dari kerja tim. Oleh karena itu, guru harus
membagi siswa menjadi kelompok-kelompok yang terdiri dari 3 sampai 5 siswa
untuk menyelesaikan tugas dalam kelompok. Melalui kegiatan kelompok, siswa
dapat belajar bersosialisasi, bekerja sama, belajar setia kepada teman, dan menaati
aturan bersama.
Ciri terakhir siswa sekolah dasar adalah merasakan atau melakukan sesuatu
secara langsung. Berdasarkan tahap perkembangan kognitif Piaget yang telah
dijelaskan sebelumnya, siswa sekolah dasar berada pada tahap operasi tertentu. Anda
mencoba untuk menggabungkan konsep yang telah Anda pelajari dengan konsep
yang baru saja Anda pelajari. Jika anak terlibat langsung dalam praktik mengajar,
mereka juga akan cepat memahami suatu konsep. Oleh karena itu, guru harus
merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpartisipasi secara
langsung dalam proses pembelajaran.

4. Konsep Pemahaman
a.    Definisi Pemahaman Secara Umum
Pemahaman mendefinisikan proses berpikir dan belajar. Alasan untuk
mengatakan ini adalah bahwa untuk memahaminya, seseorang harus belajar dan
berpikir. Pengertian dalam belajar mengacu pada kemampuan seseorang untuk
memahami arti atau konsep, situasi, dan fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini, dia
tidak hanya melafalkan secara lisan, tetapi juga memahami konsep masalah atau
fakta yang sedang dibahas, sehingga operasinya dapat membedakan, mengubah,
mempersiapkan, menyajikan, mengatur, menjelaskan, menjelaskan, menunjukkan,
memberi contoh, dan memperkirakan. , Konfirmasi, dan buat keputusan. Dari sini
dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah proses berpikir untuk memahami
makna bukan sekedar menghafalnya.
b.    Definisi Pemahaman Menurut Para Ahli
Pengertian pemahaman menurut Anas Sudijono, adalah kemampuan
seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan
diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui mengetahui tentang
sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Pemahaman merupakan jenjang
kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan dan hafalan.
Sedangkan menurut Yusuf Anas, yang dimaksud dengan pemahaman adalah
kemampuan untuk menggunakan pengetahuan yang sudah diingat lebih-kurang
sama dengan yang sudah diajarkan dan sesuai dengan maksud penggunaannya. Jadi
dapat disimpulkan bahwa dengan memahami sesuatu berarti seseorang dapat
mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan, menafsirkan,
memerkirakan, menentukan, memperluas, menyimpulkan, menganalisis, memberi
contoh, menuliskan kembali, mengklasifikasikan, dan mengikhtisarkan.
5. Pengertian dan Manfaat Alat Peraga dalam Matematika
Alat ini digunakan untuk operasi (menghitung atau mengukur). Yang dimaksud
dengan alat peraga matematika adalah alat untuk penjelasan konkrit atau realisasi
konsep-konsep abstrak.

Manfaat dari alat peraga adalah sebagai berikut:

 Dengan adanya alat peraga siswa lebih banyak aktif


 Dengan disajikan konsep abstrak ke konkrit pemahaman siswa akan lebih baik
 Dengan alat peraga, dapat membantu daya tilik ruang siswa karena tidak hanya
membayangkan
 Siswa akan menyadari bahwa konsep yang dipelajari banyak terdapat di
sekitarnya.
William Burton (2006:32) memberikan petunjuk bahwa dalam pemilihan alat
peraga yang akan digunakan hendaknya kita memperhatikan:
         Alat yang dipilih harus tepat, memadai dan mudah digunakan
         Harus direncanakan dengan teliti dan diperiksa terlebih dahulu
         Sesuai dengan batas kemampuan biaya.

6. Permainan Edukasi Ular Tangga


Melalui pembelajaran aksi langsung belajar permainan edukatif, konsep-konsep
matematika abstrak yang diajarkan menjadi lebih kontekstual dan dapat
meningkatkan daya ingat siswa. Game ini bertujuan untuk meningkatkan semangat
siswa dalam mempelajari materi bilangan romawi dan membantu siswa belajar
secara mandiri. Perancangan game edukasi ular tangga ini menggunakan bahan
dan peralatan yang mudah ditemukan dan tersedia di lingkungan tempat tinggal
siswa, serta dimodifikasi oleh guru peneliti dengan materi yang akan dipelajari
yaitu bilangan romawi.

7. Bilangan Romawi
Bilangan Romawi adalah sistem penomoran yang berasal dari Roma kuno.
Sistem penomoran ini menggunakan huruf latin untuk merepresentasikan angka.
Simbol Hasil

I 1 (satu) (unus)

V 5 (lima) (quinque)

X 10 (sepuluh) (decem)

L 50 (lima puluh) (quinquaginta)

C 100 (seratus) (centum)

D 500 (lima ratus) (quingenti)

M 1000 (seribu) (mille)

Untuk angka yang lebih besar (≥5.000), sebuah garis ditempatkan diatas simbol indikator
perkalian dengan 1.000

Simbol Hasil

V 5000 (lima ribu)

X 10.000 (Sepuluh ribu)

L 50.000 (lima puluh ribu)

C 100.000 (seratus ribu)

D 500.000 (lima ratus ribu)

M 1.000.000 (satu juta)

2.2 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis tindakan yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: Jika media berbentuk ular dan trapesium digunakan pada
saat pembelajaran angka romawi maka hasil belajar siswa akan meningkat.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian

Peningkatan pembelajaran terjadi di Kelas IV SDIT ALQur`aniyyah, Pd. Aren,


Kota Tangerang Selatan. Ada 10 siswa di empat kelas, termasuk 2 siswa laki-laki dan 8
siswa perempuan, berusia antara 9-10 tahun. Beberapa orang tua siswa adalah pekerja
migran dan beberapa bekerja. Peneliti adalah guru kelas IV SDIT ALQur`aniyyah, dan
observer adalah Bapak M.Pd.I. Abdul Azis. SDIT ALQur`aniyyah.
3.2 Rencana Tindakan

1. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam bulan November 2021 .
2. Deskripsi persiklus
Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilaksanakan dengan jadwal sebagai berikut.
Tabel kegiatan persiklus.

Siklus Pert SD/ Kelas Hari/Tanggal Waktu

SDIT AL-
1 Senin, 8 November 2021 08.05- 09.45
Qur’aniyyah
I
SDIT AL-
2 Selasa, 9 November 2021 08.05- 09.45
Qur’aniyyah

SDIT AL-
1 Rabu, 10 November 2021 08.05- 09.45
Qur’aniyyah
II
SDIT AL-
2 Kamis, 11 November 2021 08.05- 09.45
Qur’aniyyah

3.3 Prosedur penelitian


Penelitian tindakan kolektif ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

3.3.1 Siklus I
a. Perencanaan
Pada tahap ini penulis membuat Rencana Pembelajaran dan Pelaksanaan
(RPP) pada bilangan romawi dengan topik dengan indikator:
- Siswa dapat mengenal lambang bilangan romawi
- Siswa dapat menjumlahkan, mengurangkan dan menggabungkan aturan
penjumlahan pengurangan bilangan romawi
b. Pelaksanaan
Pada pembelajaran putaran pertama, peneliti menggunakan angka
romawi untuk memperjelas mata pelajaran dan mengatasi kebosanan siswa.
Putaran pertama penelitian tindakan kelas dibagi menjadi dua bagian berikut:

I. Pertemuan 1 (dilaksanakan pada tanggal 8 November 2021)


Kegiatan pada pelajaran 1 meliputi:
1. Siswa menyelesaikan soal pre-test.
2. Guru menyiapkan alat peraga berupa gambar Bilangan romawi.
3. Siswa diwajibkan mempelajari terlebih dahulu materi Bilangan
romawi pada Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dimiliki masing-
masing siswa.
4. Guru menjelaskan aturan penjumlahan Bilangan Romawi dan
aturan pengurangan Bilangan romawi.
5. Guru dan siswa melakukan tanya jawab tentang Bilangan
Romawi.
II. Pertemuan 2 (dilaksanakan pada tanggal 9 November 2021)
1. Guru dan siswa mengingat materi yang dipelajari pada
pertemuan terakhir.
2. Guru menggunakan bilangan romawi untuk
menjelaskan aturan majemuk.
3. Guru mencontohkan aturan penjumlahan dan pengurangan
Bilangan Romawi.
4. Siswa menuliskan Bilangan Romawi 1-50.
5. Siswa menyelesaikan soal post-test.
c. Pengamatan
Pengamat mengamati kegiatan pembelajaran melalui tabel observasi untuk
mengamati.

d. Refleksi
Lakukan untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan proses dan hasil
dari tindakan yang dilakukan. Melalui analisis kendala, kekurangan dan
kelemahan pelaksanaan siklus I, hasil survei tersebut dijadikan sebagai
masukan untuk siklus II.
3.3.2 Siklus II
a. Perencanaan
Pada tahap ini, penulis membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
pada topik Bilangan Romawi dengan Indikator :
- Siswa dapat membaca dan menulis bilangan Romawi dengan
benar.
- Siswa dapat menggunakan simbol angka romawi dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Pelaksanaan
Saat melaksanakan pembelajaran siklus II, peneliti menggunakan metode
kontekstual untuk belajar melalui berbagai metode pembelajaran dan
menggunakan alat peraga ular tangga. Penelitian tindakan kelas tahap kedua
dibagi menjadi 2 bagian, sebagai berikut:
I. Pertemuan 1 (dilaksanakan pada tanggal 10 November 2021 )
Kegiatan yang dilakukan pada Bagian 1 meliputi:

1. Guru meminta siswa menyiapkan bahan yang dibawa dari rumah.


2. Guru meminta siswa membuat media permainan ular tangga.
3. Guru menjelaskan aturan permainan Ular Tangga dan
memodifikasi materi pembelajaran angka romawi untuk
memudahkan siswa mengingat materi secara berulang-ulang.
4. Guru dan siswa bermain ular tangga.
II. Pertemuan 2 (dilaksanakan pada tanggal 11 November 2021)
1. Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok.
2. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk
menemukan contoh-contoh angka romawi yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti: B.
Penggunaan angka romawi pada papan nama sekolah.
3. Siswa mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
4. Siswa mengikuti post-test atau tes akhir dari materi pembelajaran.

c. Pengamatan
Dalam proses pembelajaran, peneliti mengamati siswa, dan pengamat (staf)
mengamati peneliti dan belajar siswa, proses pembelajaran dan hasil belajar.
d. Refleksi

Dalam kegiatan refleksi ini, peneliti memberikan kesempatan kepada siswa


untuk mengungkapkan perasaannya di dalam kelas. Peneliti juga
memberikan kesempatan kerjasama guru (pengamat) untuk memberikan
pendapat atas kekurangan dalam proses pembelajaran.
3.4 Teknik pengumpulan dan Analisis Data

1. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang dilakukan ada 3 cara, yaitu : Tes Unjuk kerja,
Observasi dan wawancara.
a. Tes Unjuk Kerja
Tes adalah ujian tertulis, lisan atau wawancara untuk mengetahui pengetahuan,
kemampuan, bakat dan kepribadian seseorang (KBBI,2001: 1186)
Yang dimaksud tes unjuk kerja dalam penelitian ini yaitu siswa diberi tugas
secara tertulis maupun praktik. Unjuk kerja dilakukan untuk mengetahui
kemampuan setelah siswa mengikuti proses pembelajaran pada setiap siklus.
b. Observasi
Penelitian ini mengamati kondisi dan kondisi partisipasi siswa dalam proses
pembelajaran, prestasi siswa, dan penyusunan buku ajar dan kemampuan
mengajar guru.
c. Wawancara
Peneliti melakukan wawancara dengan siswa untuk mengkaji minat dan
pengalaman mereka saat mengikuti pembelajaran. Wawancara juga dapat
dilakukan oleh pengamat (staf) untuk memperoleh pendapat atau informasi
tentang proses pembelajaran dan minat siswa dalam proses pembelajaran.
2. Alat pengumpulan Data
Instrumen atau instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari
beberapa instrumen, yaitu:
1. Butir soal tes unjuk kerja.
Melakukan hingga tes pada materi tes pada akhir setiap siklus berupa tes
kemampuan awal untuk mengetahui kemampuan penguasaan materi setelah
dilakukan tindakan.

2. Daftar observasi kedua.

Digunakan untuk mengamati proses pembelajaran dalam bentuk lembar


refleksi siswa dan lembar observasi pengamat.

3. Panduan Wawancara

Panduan Wawancara mewawancarai siswa dan pengamat dalam bentuk


pertanyaan untuk memahami proses pembelajaran yang berlangsung.

3. Validasi Data
Verifikasi data dilakukan dalam bentuk proses pembelajaran, dengan
menggunakan berbagai alat untuk mengamati dan menanyai siswa dan pengamat
(karyawan). Oleh karena itu, proses verifikasi pembelajaran diperoleh melalui
triangulasi sumber dan triangulasi metode.
4. Analisis Data

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah analisis data hasil belajar, dan
hasil belajar menggunakan analisis deskriptif komparatif, yaitu perbandingan antara
hasil penilaian keterampilan awal dengan hasil penilaian keterampilan setelah tes
tahap pertama dan kedua.
Analisis didasarkan pada observasi dan refleksi hasil belajar, analisis kualitatif
data dan hasil wawancara, serta penilaian klasik terhadap tingkat aktivitas siswa.
4. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan pembelajaran di kelas adalah jumlah siswa yang lulus
standar KKM sebanyak 80 orang.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 DESKRIPSI HASIL PENELITIAN PER SIKLUS

1.      Pra Siklus

a.      Proses Pembelajaran

Penelitian pertama peneliti pada proses pembelajaran difokuskan pada

pemahaman siswa terhadap pembelajaran matematika dan penggunaan media

pembelajaran serta standar pemahaman:

1)      Siswa memahami materi yang disajikan.

2)      Siswa aktif merespon media pembelajaran.

3)      Jika peneliti meminta penjelasan, siswa dapat menafsirkannya kembali.

Pada penelitian pertama ini dikatakan bahwa siswa telah memiliki pemahaman terhadap

pembelajaran matematika tentang bilangan romawi di kelas VI. Kelas masih sangat minim,

karena pembelajaran di kelas hanya transfer ilmu dan biasanya dilakukan dengan melewatkan

materi sebanyak-banyaknya tanpa memperhitungkan kebutuhan siswa atau menggunakan

sarana dan prasarana yang kurang optimal. Selain itu, peneliti tidak melakukan penelitian

tindakan kelas (PTK).

b.     Hasil Belajar

Prestasi akademik siswa tingkat pertama matematika bilangan romawi di kelas empat masih

sangat rendah, yang belum memenuhi harapan peneliti. Hal ini bisa dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Nilai Pra Siklus
No Nama siswa Jenis Nilai Keterangan
Kelamin Prasiklus
1. Ahmad Indra L 70 T
2. Agia Andini P 40 BT
3. Alia Nur Cahya P 50 BT
4. Bobi Maulana L 40 BT
5. Duwi Rahwati P 50 BT
6. Dylani Meiputri P 60 BT
7. Elsa Dwi Cahya P 65 T
8. Lita Nurlita P 65 T
9. Maya Diningsih P 40 BT
10. Rina Wigunawan P 50 BT

Jumlah 530
KKM 65
Rata-rata Kelas 53
Persentase Ketuntasan 30%
Persentase Belum tuntas 70%

Keterangan
T            : Tuntas
BT         : Belum Tuntas

Grafik 4.1 Nilai  Studi Awal

Pra Siklus
80
70
60
50
40
30 Pra Siklus
20
10
0
a i ya tri
dr in h ana ati u ya rli
ta
gs
ih
wa
n
In nd
Ca ul h w ip Cah u in a
ad A r a a e i N n n
ia Nu iM iR iM Dw ita Di igu
h m Ag a b u w
lan a L ya W
A Al
i Bo D
Dy Els M
a na
Ri

Berdasarkan Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 dapat diperoleh informasi dari 10 siswa kelas IV yang

mengalami ketuntasan belajar sebanyak 7 siswa yaitu standar keutuhan belajar (KKM) minimal

mata pelajaran matematika kelas IV SDIT AlQur `aniyyah adalah 65 (70%) di bawah KKM. ,
Sisanya 3 siswa telah menempuh studi tuntas lebih dari 30% atau setara dengan KKM,

berdasarkan batas kelulusan yang diharapkan guru, yaitu 95%. Siswa memiliki skor minimal 40

poin dan skor maksimum 70 poin, rata-rata kelas adalah 53 poin. Nilainya lebih rendah dari

rata-rata kelas 6 siswa, dan nilai lebih tinggi dari kelas 4 siswa.

Dari paparan informasi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar pada studi awal atau

presiklus masih sangat rendah, maka dari itu sebagai tindak lanjut untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran Matematika maka peneliti melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

2.      Hasil Penelitian Siklus I

a.      Proses Pembelajaran

Karena tindak lanjut proses pembelajaran dan hasil belajar baseline study sedikit, maka peneliti

melakukan PTK dengan melakukan proses pembelajaran siklus I. Sesuai jadwal yang telah

ditentukan, proses pembelajaran tahap pertama akan berlangsung dari tanggal 6 hingga 13 April

2016.

Peneliti memberikan soal-soal pretest yang disampaikan secara lisan dan peneliti

menuliskannya dipapan tulis kemudian siswa secara bergantain menjawab pertanyaan dari

peneliti. Dilanjutkan dengan peneliti meminta siswa secara berpasangan dengan teman

sebangkunya untuk mempelajari Materi yang ada di Buku BSE Matematika tentang Aturan

penjumlahan , aturan pengurangan bilangan romawi.

Selanjutnya peneliti secara singkat memperkenalkan aturan penjumlahan dan pengurangan

angka romawi disertai contoh dan menggunakan media visual bilangan romawi.

Selama proses pembelajaran, peneliti melakukan patroli terhadap siswa yang mengalami

kesulitan dan memberikan bimbingan atau bimbingan. Siswa bertanya dan menjawab

pertanyaan bersama dengan teman sekelasnya, ada yang antusias dan aktif, dan ada juga yang

tidak aktif bertanya.

Di akhir pembelajaran, guru memberikan pekerjaan rumah kepada siswa dan meminta mereka

untuk berdiskusi dengan teman satu kelompok yang baru, setiap kelompok terdiri dari 5 siswa,

tergantung jumlah peserta.

Pertemuan kedua merupakan lanjutan dari pertemuan pertama, dan siswa menyelesaikan

pekerjaannya di meja diskusi. Dalam kegiatan pembelajaran ini, siswa diminta untuk

mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas pada pertemuan pertama.


Siswa masih terlihat malu-malu dan belum terbiasa mempresentasikan hasil diskusinya di depan

kelas, namun dengan bimbingan dan bimbingan peneliti akhirnya siswa menjadi lebih percaya

diri dan lebih baik dalam mendemonstrasikan hasil diskusi kelompoknya. Setelah

menyelesaikan presentasi hasil diskusi, peneliti memperdalam konsep membaca dan menulis

angka romawi, serta mengajukan pertanyaan evaluasi siswa.

Pada siklus I siswa meningkatkan pemahamannya tentang angka romawi di kelas IV, yang

dapat dilihat pada tabel dan bagan di bawah ini.

Tabel 4.2 Data Penilaian Proses Pembelajaran Siklus I


No Nama Siswa Aspek yang dinilai Ket
Ketekunan Keaktifan Keingintahuan
1. Ahmad Indra √ √ √ T
2. Agia Andini √ √ √ T
3. Alia Nur Cahya - √ √ S
4. Bobi Maulana - √ √ S
5. Duwi Rahwati √ - √ S
6. Dylani Meiputri - √ - R
7. Elsa Dwi Cahya √ √ √ T
8. Lita Nurlita √ √ √ T
9. Maya Diningsih - √ - R
10. Rina Wigunawan √ √ - S

Jumlah motivasi tinggi 4 (40%)


Jumlah motivasi sedang 4 (40%)
Jumlah motivasi rendah 2 (20%)

Keterangan

T   : Motivasi tinggi (memenuhi 3 indikator)

S   : Motivasi sedang (memenuhi 2 indikator)

R  : Motivasi rendah (memenuhi 1 indikator)

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa 4 siswa (40%) bermotivasi tinggi, 4 siswa (40%) bermotivasi

sedang, dan 2 siswa (20%) bermotivasi rendah.

b.      Hasil Belajar

Setelah menyelesaikan siklus I pemahaman siswa mengalami peningkatan, namun sedikit

meningkat. Hal ini dapat dilihat dari data nilai rating berikut ini:
Tabel 4.3 Daftar Nilai Evaluasi Siklus I
No Nama siswa Jenis Nilai Keterangan
Kelamin Siklus I
1. Ahmad Indra L 85 T
2. Agia Andini P 60 BT
3. Alia Nur Cahya P 70 T
4. Bobi Maulana L 60 BT
5. Duwi Rahwati P 60 BT
6. Dylani Meiputri P 75 T
7. Elsa Dwi Cahya P 80 T
8. Lita Nurlita P 80 T
9. Maya Diningsih P 75 T
10. Rina Wigunawan P 60 BT

Jumlah 705
KKM 65
Rata-rata Kelas 70.5
Persentase Ketuntasan 60%
Persentase Belum tuntas 40%

Keterangan

T          : Tuntas

BT       : Belum Tuntas

Grafik 4.2 Nilai Evaluasi Siklus I

SIKLUS 1
90
80
70
60
50
40
SIKLUS 1
30
20
10
0
dr
a ni hy
a a ati ut
ri
hy
a
lit
a sih an
In n di a ul an
h w ip a u r ng aw
A C a a e C N i n
ad ia r
iM
R
iM
i a Di
n
igu
h m Ag a Nu b u wi n a Dw Lit y a W
A i o la
Al B D
Dy Els M
a na
Ri
Informasi berikut dapat diperoleh dari tabel dan grafik di atas:

1)        Pada siklus I, nilai rata-rata kategori ini adalah 70,5 .

2)        Jumlah mahasiswa yang telah mencapai studi penuh adalah 6 mahasiswa atau 60.000

mahasiswa.

3)        Siswa yang belum tuntas belajar ada 4 atau 40%.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penguasaan materi mengalami peningkatan, jika

bukan yang terbaik, yaitu 6 dari 10 siswa (60%) telah memperoleh kemahiran belajar.

3.      Hasil Penelitian Siklus II

a.      Proses Pembelajaran

Siklus II dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari proses pembelajaran, dan hasil belajar siklus I

belum ideal. Siklus II terjadi dari tanggal 20-27 April 2016.

Peneliti membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5 orang. Peneliti

mengajak siswa untuk membuat media permainan ular tangga, kemudian memberikan petunjuk

permainan. Selama 50 menit kegiatan inti pembelajaran, peneliti memantau dan mengamati,

serta memberikan dukungan dan semangat kepada kelompok yang mengalami kesulitan.

Siswa berdiskusi bersama dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan soal kuis yang terdapat

dalam permainan. Pada siklus II ini, mereka antusias dan aktif. Saat mengamati proses, peneliti

didukung oleh rekan sejawat sebagai pengamat.

Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 27 April 2016. Merupakan lanjutan dari pertemuan

pertama, siswa dibagi menjadi dua kelompok yang masing-masing terdiri dari 5 siswa. Dalam

kegiatan pembelajaran ini, mendiskusikan kegiatan yang dilakukan siswa, dan mengamati

secara langsung penggunaan angka romawi dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekolah,

dan mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas.

Pada siklus II siswa tampil sangat percaya diri. Siswa mungkin sudah memahami beberapa

pertanyaan peneliti dan terbiasa mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Setelah

selesai penyajian hasil diskusi, peneliti memberikan penyempurnaan konseptual, mengajukan

pertanyaan evaluasi, mendiskusikan evaluasi bersama, dan merangkum materi pembelajaran.


Pada siklus II peningkatan proses pembelajaran siswa kelas IV dalam pemahaman dan motivasi

matematika bilangan romawi dengan media pembelajaran ular tangga cukup memuaskan. Hal

ini dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah ini

Tabel 4.4 Data Penilaian Proses Pembelajaran Siklus II


No Nama Siswa Aspek yang dinilai Ket
Ketekunan Keaktifan Keingintahuan
1. Ahmad Indra √ √ √ T
2. Agia Andini √ √ √ T
3. Alia Nur Cahya √ √ √ T
4. Bobi Maulana - √ √ S
5. Duwi Rahwati √ √ √ T
6. Dylani Meiputri √ √ √ T
7. Elsa Dwi Cahya √ √ √ T
8. Lita Nurlita √ √ √ T
9. Maya Diningsih - √ √ S
10. Rina Wigunawan √ √ √ T

Jumlah motivasi tinggi 8 (80%)


Jumlah motivasi sedang 2 (20%)
Jumlah motivasi rendah 0 (0%)

Keterangan

T   : Motivasi tinggi (memenuhi 3 indikator)

S   : Motivasi sedang (memenuhi 2 indikator)

R  : Motivasi rendah (memenuhi 1 indikator)

Seperti terlihat pada Tabel 4.3 di atas, terdapat

(80%) siswa yang sangat giat, 2 siswa yang cukup giat (20%), dan tidak ada siswa yang

berjiwa rendah (0%). Hal ini dikarenakan siswa sangat antusias menggunakan media game

untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah dipelajarinya.

b.      Hasil Belajar

Setelah pelaksanaan siklus II, prestasi akademik siswa meningkat sangat baik, dan tidak ada

siswa yang tidak lulus atau berada di bawah KKM. Hal ini terlihat dari data nilai evaluasi

periode II berikut ini:


Tabel 4.5 Daftar Nilai Evaluasi Siklus II
No Nama siswa Jenis Nilai Keterangan
Kelamin Siklus II
1. Ahmad Indra L 95 T
2. Agia Andini P 80 T
3. Alia Nur Cahya P 85 T
4. Bobi Maulana L 75 T
5. Duwi Rahwati P 85 T
6. Dylani Meiputri P 90 T
7. Elsa Dwi Cahya P 95 T
8. Lita Nurlita P 95 T
9. Maya Diningsih P 80 T
10. Rina Wigunawan P 80 T

Jumlah 860
KKM 65
Rata-rata Kelas 86
Persentase Ketuntasan 100%
Persentase Belum tuntas 0%

Keterangan

T          : Tuntas
BT       : Belum Tuntas

Grafik 4.3 Nilai Evaluasi Siklus II

Dari tabel dan grafik di atas dapat diperoleh keterangan sebagai berikut:

1)        Nilai rata-rata pada periode kedua 86.

2)        Jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar ada 10 siswa atau 100% dari jumlah

siswa.

3) dan Tidak ada 0% siswa yang belum menyelesaikan studinya.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penguasaan materi mengalami peningkatan

dibandingkan dengan sebelumnya. Pada siklus II tingkat ketuntasan belajar klasikal mencapai
100% yang berarti tingkat ketuntasan belajar melebihi standar yang diharapkan yaitu 85%

ketuntasan belajar klasikal, sehingga peneliti tidak menyelesaikan pembelajaran siklus III.

B.            Pembahasan Hasil Penelitian

1.      Siklus I

a.      Proses Pembelajaran

Dibandingkan dengan pembelajaran awal, proses pembelajaran pada siklus I mengalami

peningkatan. Proses pembelajaran pada studi pendahuluan aktivitas dan motivasi siswa belum

terjalin karena pembelajaran masih bersifat tradisional. Informasi diberikan hanya melalui

perkuliahan, tanpa pengelolaan kelas, yaitu melalui diskusi kelompok, aktivitas mahasiswa

menjadi tidak terlihat.

Proses pembelajaran putaran pertama aktivitas siswa terlihat jelas, dan semangat belajar siswa

juga meningkat. Hal ini disebabkan adanya perubahan metode pembelajaran, penggunaan

media pembelajaran dan pengelolaan kelas yang baik. Selain mengajar, peneliti juga

menggunakan metode kontekstual, tanya jawab, dan diskusi kelompok, kelompok besar 5 siswa

menampilkan gambar untuk meningkatkan pemahaman siswa. Selama proses pembelajaran,

peneliti juga mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan dalam diskusi kelompok.

Pendekatan kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep

pembelajaran yang membantu guru menghubungkan materi yang diajarkan dengan situasi siswa

yang sebenarnya, dan mendorong siswa untuk menghubungkan pengetahuannya dengan

penerapannya dalam kehidupan keluarga, dan Menciptakan anggota dalam masyarakat

( Departemen Pendidikan AS). , 2001). Dengan keadaan ini, siswa akan menyadari bahwa ilmu

yang telah dipelajari berguna untuk kehidupan masa depan, dan memposisikan diri sebagai

kebutuhan untuk menyediakan barang-barang yang berguna untuk kehidupan masa depan,

siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan menggunakan metode ini,

kegiatan belajar menjadi lebih bermakna dan bermakna, siswa lebih aktif, lebih kreatif, dan

lebih termotivasi untuk belajar.


Peningkatan aktivitas dan motivasi belajar pada siklus I meningkat, namun menurut peneliti

peningkatan tersebut belum optimal, sehingga PT 4.444 peneliti dilanjutkan pada siklus II.

b.      Hasil Belajar

Dibandingkan dengan penelitian pembelajaran awal, hasil belajar siswa pada siklus I

mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah ini.

Tabel 4.6 Perbandingan Nilai Evaluasi Studi Awal dan Siklus I


No Nama siswa Jenis Nilai Nilai Siklus I
Kelamin Prasiklus
1. Ahmad Indra L 70 85
2. Agia Andini P 40 60
3. Alia Nur Cahya P 50 70
4. Bobi Maulana L 40 60
5. Duwi Rahwati P 50 60
6. Dylani Meiputri P 60 75
7. Elsa Dwi Cahya P 65 80
8. Lita Nurlita P 65 80
9. Maya Diningsih P 40 75
10. Rina Wigunawan P 50 60

Jumlah 530 705


KKM 65 65
Rata-rata Kelas 53 70.5
Persentase Ketuntasan 30% 60%
Persentase Belum tuntas 70% 40%

Grafik 4.4 Perbandingan Nilai Evaluasi Studi Awal dan Siklus I


90
80
70
60
50
40
30 Pra Siklus
Siklus I
20
10
0
dr
a ni hy
a a ti
ut
ri
hy
a ta ih n
In ndi a ulan h wa ip a urli n gs awa
A C a a e C N ni n
ad ia ur iM iR iM wi ita Di igu
h m Ag ia
N b w n D L a W
A Al Bo Du la
Els
a ay na
Dy M Ri

Dapat dilihat dari Tabel 4.6 dan Gambar 4.6 bahwa hasil belajar siswa pada siklus I mengalami

peningkatan dibandingkan dengan hasil belajar siswa pada pembelajaran awal. Jika pada siswa

klasikal derajat pertama hanya 30% yang menyelesaikan studinya atau jumlah siswa yang telah

menyelesaikan sarjana paling banyak 3 dari 10 siswa, maka 7 siswa lainnya belum

menyelesaikan gelar atau 70%, dan pada siklus pertama Bahkan 6 dari 10 siswa telah

menyelesaikan gelar atau 60,n siswa belum menyelesaikan gelar, 4 siswa atau 40%.

Peningkatan hasil belajar pada siklus I dipicu oleh perubahan model pembelajaran yang

awalnya hanya tradisional atau transfer pengetahuan, dan bergeser ke pendekatan situasional

yang juga memasukkan aktivitas siswa menjadi proses pembelajaran yang lebih bermakna,

yaitu melalui pembelajaran kecil. kelompok. Bekerja sama dengan kelompok, ada 5 siswa di

setiap kelompok. Peneliti berpendapat bahwa hasil pada siklus I belum ideal, sehingga peneliti

melanjutkan lagi pada pembelajaran siklus II.

2.      Siklus II

a.      Proses Pembelajaran

Pada proses pembelajaran awal, analisis data yang dilakukan peneliti pada Siklus I dan Siklus II

berangsur-angsur membaik. Hal ini dapat kita lihat pada tabel dan grafik di bawah ini.Tabel 4.7

Perbandingan Prosentase Peningkatan Motivasi Siswa


Tingkat Motivasi Siklus I Siklus II

Banyak Prosentase Banyak Prosentase


siswa siswa
Motivasi Tinggi 4 40% 8 80%

Motivasi Sedang 4 40% 2 20%

Motivasi Rendah 2 20% 0 0%

Terlihat dari data pada tabel di atas bahwa antusiasme siswa pada siklus II mengalami

peningkatan, hanya 40% siswa yang bermotivasi tinggi pada siklus I atau 4 dari 10 siswa

mencapai 80% atau sebanyak 10 siswa 8. Pada siklus I terdapat 4 siswa atau 40% siswa

bermotivasi sedang, dan pada siklus II hanya 2 siswa atau hanya 20%. Pada saat yang sama,

jika ada 2 siswa, maka 0% orang dengan motivasi rendah pada siklus kedua, atau 20% sebelum

siklus pertama. Hal ini dikarenakan tingkat perkembangan siswa juga dipengaruhi oleh

lingkungan yaitu penggunaan teman lain dan media permainan bilangan romawi.

Menurut Winataputra (2005:2.7) motivasi ada dua macam yaitu, motivasi intrinsik dan motivasi

ekstrinsik. Motivasi intrinsik muncul dari dalam diri siswa. Sedangkan motivasi ekstrinsik

berasal dari luar misalnya pujian, nasehat dari guru atau orang tua, bisa juga dari suasana

belajar yang menyenangkan.

Menggunakan metode situasional yang digunakan peneliti pasti akan meningkatkan motivasi

intrinsik siswa, karena pembelajaran, melalui penggunaan metode situasional, menghubungkan

materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa untuk

menggunakan pengetahuan dan penerapannya dalam pembentukan. .Menjalin hubungan antara.

Kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Demikian pula munculnya

motivasi ekstrinsik siswa juga sangat didukung oleh suasana belajar siswa yang menyenangkan,

dalam hal ini diskusi kelompok, tanya jawab, dan penggunaan media permainan sangat

bermanfaat bagi siswa untuk menciptakan suasana belajar yang lebih menarik dan menarik

lebih bermakna.

b.      Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pebelajar setelah mengalami

aktivitas belajar. Oleh karena itu pebelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep. Maka

perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Tujuan pembelajaran

merupakan deskripsi tentang perubahan tingkah laku yang diinginkan atau deskripsi produk

yang menunjukkan bahwa belajar telah terjadi. ( gerlach dan Ely, 1980 dalam Ani 2007 : 5 - 6).
Penguasaan konsep dalam proses pembelajaran tercermin dalam evaluasi siswa. Penggunaan

media juga berpengaruh signifikan terhadap laju pertumbuhan pemahaman siswa dalam proses

pembelajaran. Dikatakan dibandingkan dengan Siklus I, hasil belajar Siklus II mengalami

peningkatan. Peningkatan tersebut dapat kita lihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.8 Perbandingan Nilai Evaluasi Studi Awal, Siklus I, dan Siklus II
NO Nama siswa Jenis Nilai Nilai Nilai
Kelamin Prasiklus Siklus I Siklus
II
1. Ahmad Indra L 70 85 95
2. Agia Andini P 40 60 80
3. Alia Nur Cahya P 50 70 85
4. Bobi Maulana L 40 60 75
5. Duwi Rahwati P 50 60 85
6. Dylani Meiputri P 60 75 90
Elsa Dwi Cahya
7. Lita Nurlita P 65 80 95
8. Maya Diningsih P 65 80 95
9. Rina Wigunawan P 40 75 80
10. Ahmad Indra P 50 60 80

Jumlah 530 710 860


KKM 65 65 65
Rata-rata Kelas 53 71 86
Persentase Ketuntasan 30% 60% 100%
Persentase Belum tuntas 70% 40% 0%
Grafik 4.5 Perbandingan Nilai Evaluasi Studi Awal, Siklus I, dan Siklus II

100
90
80
70
60
50
40
30 PRA SIKLUS
20 SIKLUS I
10 SIKLUS II
0
dr
a ni hy
a a ti tri a a
hy urlit ngsi awa
h n
In ndi a ulan hwa ipu a
ad gia A ur
C a Ra e iC N ni n
m N i M wi i M Dw Lita a Di igu
h A b n
A Al
ia Bo Du la
Els
a ay na W
Dy M Ri

Gambar 4.8 menunjukkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Pembelajaran

klasikal meningkat dari 30%, 60% menjadi 100% pada pembelajaran awal, periode I dan

periode II, siswa yang belum tuntas atau belum tuntas pembelajaran klasikal menurun dari 70%,

40%, dan 0%.

Peningkatan hasil belajar pada siklus II dipicu oleh penggunaan permainan ular tangga yang
membuat siswa lebih termotivasi dan termotivasi dalam belajar.Pengelola kelas melakukan
diskusi kelompok berdasarkan kedekatan pertemanan siswa, melibatkan aktivitas dan
kreativitas siswa yang lebih tinggi. dan generalitas Instruksikan peneliti kepada siswa.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data pada pembahasan sebelumnya dan hasil penelitian kelas,

peneliti mencapai kesimpulan sebagai berikut:

1.         Penggunaan media permainan ular tangga dapat meningkatkan motivasi belajar

angka romawi SDIT. Siswa kelas empat Al-Qur'aniyyah dalam matematika. Daftar

pantauan motivasi siswa membuktikannya. Pada siklus I motivasi tinggi sebesar 40%,

motivasi sedang 40% dan motivasi rendah 20%, pada siklus II motivasi tinggi 80n dan

motivasi sedang 20%.

2.         Penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar matematika

angka romawi siswa kelas IV SDIT AlQur`aniyyah. Peningkatan hasil belajar dapat

ditunjukkan dengan integritas hasil belajar siswa. Jika pada pembelajaran awal
ketuntasan belajar klasikal hanya mencapai 30% maka pada siklus I meningkat menjadi

60%, pada siklus II ketuntasan belajar klasikal mencapai 100%.

Oleh karena itu, penggunaan media permainan angka romawi ular tangga dapat

meningkatkan pemahaman dan hasil belajar matematika pada angka romawi siswa kelas

IV SDIT AlQur`aniyyah.

B. SARAN TINDAK LANJUT

 Untuk Guru

Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti memberikan berbagai saran yang sebaiknya

dilakukan guru untuk meningkatkan keberhasilan belajar siswa pada khususnya dan

meningkatkan kualitas pembelajaran pada umumnya.

a. Guru harus menggunakan pendekatan, media, dan metodologi yang tepat agar

pembelajaran lebih bermakna dan meningkatkan kemampuan mengelola

pembelajaran.

b. Guru harus melakukan penelitian tindakan sekolah untuk meningkatkan pelayanan

profesional kepada siswa.

c. Guru harus meningkatkan kinerja dalam proses pembelajaran agar proses

pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan.


d. Guru harus mampu mengembangkan rasa percaya diri terutama saat mengajar siswa.

 Untuk Siswa

a. Siswa dapat aktif menggunakan media pembelajaran yang tersedia.

b. Siswa dapat menguasai materi yang diajarkan oleh guru untuk membuat

pembelajaran lebih efektif.

c. Siswa dapat meningkatkan inisiatif sesuai SKBM/KKM.

d. Menumbuhkan sikap kritis untuk meningkatkan hasil belajar.

 Bagi sekolah

a. Sekolah menghasilkan lulusan yang berkualitas dengan potensi tinggi di bidang

matematika

b. Meningkatnya peran serta guru dan siswa dalam pembelajaran Matematika.

Anda mungkin juga menyukai