Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN OBSERVASI

PERUBAHAN SISTEM PERKAWINAN

Disusun Oleh:
1. PRAMESWARI MUTIARA INDONESIA 06151181823011
2. AGIL WISNUOTOMO 06151281823017
3. RIKI IRAWAN PRATAMA 06151281823023
4. NORSYAIDINA ROHUS 06151281823044
5. DELLA AFRITARITANTI 06151381823027

DOSEN PENGAMPUH : Dr. DIDI TAHYUDIN, M.Pd

PRODI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA

2019
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Desa Tanjung Pering terletak di Kecamatan Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir,
Sumsel. Memiliki batas sebelah utara yang berbatasan dengan Payakabung, sebelah selatan
yang berbatasan dengan Indralaya Raya, sebelah timur yang berbatasan dengan Timbangan,
dan sebelah barat yang berbatasan dengan Sejaro Sakti.

Akses jalan menuju desa ini bisa menggunakan sepeda motor ataupun mobil. Rute untuk
menuju desa ini sangatlah mudah jika kalian berada di Universitas Sriwijaya Inderalaya,
kalian bisa menggunakan beberapa kendaraan seperti motor, mobil maupun bentor. Nah
kebetulan kami menggunakan motor pribadi menuju kesana.

Jika kita mengambil langkah awal dari Universitas Sriwijaya maka kita menuju gerbang
depan Unsri lalu belok kiri, lalu lurus saja melewati SPBU Romi Herton, kemudian lurus lagi
dan kita juga akan melewati Stasiun Kereta Api sampai ketemu sebuah Gapura bewarna
merah bertuliskan Desa Tanjung Pering. Masuk ke sana dan lurus saja sampai melewati SMA
Negeri 1 Unggulan Indralaya. Terus sampai ketemu dengan Masjid bewarna Hijau Muda
bernama Masjid Alhidayah. Nah dari situ kita sedikit lagi akan sampai ketempat tujuan,
rumah Pemangku adat itu berada kurang lebih 200 Meter dari masjid itu di sebelah kanan,
dibelakang Tempat Usaha Kemplang milik Penduduk Lokal.

Alasan kenapa kami memilih Desa Tanjung Pering ini adalah selain cukup dekat dengan
Unsri dan juga akses jalan kesana cukup mudah di jangkau. Selain itu di sana juga kami
mempunyai teman yang berasal dari desa itu, jadi tidak terlalu sulit untuk mencari lokasi dan
menemui pemangku adat disana.
B. Metode Pengumpulan Data
Ada 2 Metode yang kami gunakan dalam mencari dan mengumpulkan informasi. salah
satu metode pengumpulan data yang kami gunakan adalah Observasi yaitu dengan
mengamati atau meninjau secara cermat dan langsung di lokasi penelitian untuk mengetahui
kondisi yang terjadi atau membuktikan kebenaran dari sebuah penelitian. Dan metode yang
kedua adalah Wawancara yaitu percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini
peneliti dan responden berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi
secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan
penelitian secara lebih mendetail.

C. Rumusan Masalah
 Apa saja adat perkawinan yang dulu yang digunakan di desa tanjung Pering
 Bagaimana tahapan-tahapan penyelenggaraan adat perkawinan tersebut dari
zaman dulu dan sekarang?
 Apa saja perbedaan perkawinan pada zaman dahulu dengan sekarang?
BAB II

Pembahasan

A. Hasil Observasi

Narasumber
Nama : Bpk. Bukhori M Sholeh S.Ag
Umur : 60 Tahun
Pewawancara : Riki Irawan Pratama
Agil Wisnutomo
Nursyaidina Rohus
Prameswari Mutiara Indonesia
Della

Hasil Wawancara
Berdasarkan apa yang sudah kelompok kami teliti dan pahami lewat wawancara
dengan Bapak Bukhori , beliau mengatakan bahwa di tanjung pering ini terdiri dari 2
adat perkawinan/pernikahan yang pertama disebut belarian, jadi lelaki membawa si
perempuan ke rumah pemerintah/kepala dusun/pemangku adat tanpa sepengetahuan
orang tua, kedua sejoli tadi menghadap ke pemerintah dan mengatakan keinginan mereka
untuk menikah sekaligus mereka memutuskan mas kawin dan uang jujur nya, setelah itu
baru perwakilan dari pihak pemerintah datang ke kedua orang tua bahwa anak mereka
sekarang berada di rumah mereka (Pemerintah). kemudian calon mempelai wanita tadi
tinggal dirumah pemerintah sampai ada keputusan dari kedua belah pihak apakah setuju
atau tidak dengan keinginan kedua anak mereka, Baru boleh dibawa pulang oleh orang
tuanya. Nahh selama tinggal di rumah pemerintah itu dibawakanlah pakaian oleh orang
tua si cewek.
Tetapi walaupun ia tinggal di rumah pemerintah ada juga disebut uang kerohanian
kepada pemerintah tempat calon mempelai belarian atau bahasa desa sini disebut dengan
Uang Pallayan. Misalnya seminggu ataupun 4 hari tinggal disana dan biaya selama 1 hari
itu 50.000 mencakup makan pagi, siang, malam dan lain-lain. Tinggal kita kalikan saja
jumlah total sehari 50.000 itu dengan berapa hari ia tinggal semisal 4 hari, berarti uang
pallayan yang harus diberikan ialah sebesar 200,000 sebagai ganti biaya hidup mempelai
perempuan selama di rumah itu.

Lalu kemudian semisal dari musyawarah kedua belah pihak antar keluarga
perempuan dan laki-laki ini mencapai kesepakatan tidak setuju maka pernikahan tidak
terjadi, tetapi jika mencapai kesepakatan setuju maka setelah beberapa hari setelah
keputusan itu di ambil ada tradisi adat yang namanya Nyuruk Kesalahan atau nebus
kesalahan yaitu pihak laki-laki meminta maaf kepada pihak perempuan bahwa anak laki-
lakinya telah membawa lari anak perempuannya, di mana dalam adat perkawinan
Belarian ini Nyuruk Kesalahan ini diwajibkan oleh karena alasan yang tadi saya
sebutkan.

Setelah itu sesuai dengan kemufakatan dan musyawarah antar 2 keluarga ini baru lah
sesi hantar-hantar an pintak an dan lamaran tergantung dari Pintakan dan Negoisasi
kedua belah pihak. Semisal emas berapa suku atau yang lainnya kemudian uang jujur
sesuai dengan zaman, kalo zaman bapak dulu 150.000 tahun 1995 kalo maharnya uang
jujur 300.000. tapi kalo sekarang mahar biasanya emas 2 suku/ 3 suku. Kemudian setelah
acara hantar-hantaran itu calon mempelai perempuan akan dipakaikan pakaian daerah
semisal songket maupun baju adat yang lain untuk dikenalkan kepada pihak calon
keluarga laki-laki tadi walaupun mereka satu kampung dan sudah saling mengenal,
sekaligus penentuan kapan akad nikah akan dilangsungkan. Setelah itu barulah pulang
kerumah perempuan tadi.
Ada juga sebelum acara H tahun 2000 kebawah itu ada Ziarah Puyang Pendiri Dusun
ini di Ulu dan Ilir lalu Ziarah Keluarga. Dengan tujuan meminta izin melangsungkan
pernikahan itu. Lalu sebelum hari H-1 biasanya akan di adakan lah acara masak-masak
bersama karena di desa ini hubungan antara tetangga sangat erat sehingga gotong royong
dalam hal pernikahan itu sudah hal yang sangat wajar.
Baru tahapan selanjutnya ialah Akad nikah nya. Akad nikah ini sama seperti akad
nikah pada zaman sekarang, tidak ada beda nya. Mulai dari doa-doa sampai dengan
kalimat sah yang menandakan bahwa 2 pasangan ini sudah muhrim.
di adat Belarian ini ada juga suatu tradisi tambahan karenakan pernikahan
dilangsungkan di kediaman laki-laki biasanya jadi si perempuan tadi langsung tingggal di
rumah pihak keluarga laki-laki jadi ada saat pihak keluarga laki-laki bersama menantu
baru nya itu datang mengunjungi kediaman pihak keluarga perempuan untuk mengambil
pakaian atau Ngambek Salinan si perempuan itu, nah disitu juga pihak laki-laki
membawa sebuah cerek berisi air yang tidak terlalu penuh dengan tujuan mengisyaratkan
kepada pihak perempuan apakah anak nya masih perawan atau sudah di jamah orang lain
dengan cara menutup corong cerek itu menggunakan daun pisang jika menantu nya itu
masih perawan. tetapi jika tidak ditutup, itu menandakan bahwa menantunya itu sudah
tidak perawan lagi. Jadi pihak perempuan itu khususnya ibu dan bapaknya tau dan
menjadi pukulan berat jika pihak laki-laki mebawa cerek tanpa penutup karena pada
zaman dahulu orang-orang memegang erat adat istiadat dan norma-norma masih sangat
kental sehingga orang zaman dahulu menggunakan isyarat untuk menghormati dan
menghargai pihak keluarga perempuan. Jadi jika terjadi sesuatu ke depannya semisal
perceraian, pihak perempuan sudah paham bahwa salah satu alasannnya ialah itu.

Lalu yang kedua adalah adat perkawinan Rasan Tuo yang artinya Musyawarah
antar kedua belah pihak calon mempelai, yang pertama kali datang ialah pihak laki-laki,
jumlahnya tidak terlalu banyak mungkin sekitar 2/3 orang saja. Kalau dulu sebelum ada
listrik dan penerangan masih menggunakan obor sebagai alat penerangan. Saking tidak
mau orang tahu, zaman dulu tidak boleh pakai penerangan layaknya tentara yang sedang
bergerilya. Dengan tujuan jika semisal permohonan Rasan ini tidak diterima oleh pihak
perempuan jadi kabar ini tidak menyebar dan menimbulkan malu bagi pihak keluarga
laki-laki. Tetapi jika permintaan Rasan ini diterima maka langsung disepakati perihal
mahar, Pintak an, maupun uang jujur. Tahapannya hampir sama dengan Belarian tadi,
yang membedakan nya ialah di awali dengan permintaan maaf/Nebus Kesalahan atau
Nyuruk Kesalahan tetapi kalo di Rasan Tuo ini tidak lagi digunakan karena kan kita tidak
ada kesalahan. Tetapi tahapan Hantar-hantar an sampai ke akad nikah semua nya sama
saja. tapi kalo zaman sekarang Rasan tuo pada tahap lamaran agak berbeda karena kalo
zaman dahulu kan tidak ada penerangan jadi mudah untuk diam-diam ke rumah pihak
perempuan, tapi karena sekarang penerangan sudah ada yaitu lampu maka proses itu tidak
dilakukan lagi tetapi secara terang-terangan datang bersama orang tua pihak laki-laki
untuk melamar anak perempuan yang di maksud.

Kemudian untuk masalah Resepsi Pernikahan baik Rasan tuo maupun Belarian semua
nya tergantung dari keputusan kedua belah pihak apakah mau menyelenggarakan atau
langsung di rayakan saat akad nikah saja. Tetapi perhitungan orang zaman dahulu adalah
bukan hanya terpaku pada pernikahan yang sekarang tetapi pernikahan anak yang lain
juga, karena apa? Karena jika semisal anak pertama di adakan resepsi atau diramaikan
sedangkan anak yang lain tidak, maka akan menimbulkan iri hati atau cemburu, sehingga
jaman dulu hukumnya wajib semisal anak pertama di ramaikan maka, anak yang lain pun
harus diramaikan. Karena orang tua nya tidak mau nanti kedepannya bakal diungkit oleh
anak nya, jadi jaman dahulu orang tua ada atau gak ada nya uang bahkan tahan ngutang
jual sapi, kerbau jual tanah maupun padi untuk biaya resepsi itu. Tapi kalo jaman
sekarang mungkin sudah agak maklum kan. Jadi jaman dulu musim kawin itu ada di saat
bulan-bulan panen jadi jarang-jarang pernikahan itu terjadi di pertengahan tahun.
Lalu setelah menikah baik adat Rasan Tuo maupun Belarian ada 1 adat lagi yang
bernama Tanam Sujud yang dilakukan malam hari. sehari atau dua hari setelah akad
nikah. Si pengantin baru ini datang ke kediaman saudara bapak, saudara ibuk, mamang,
bibik dan kerabat yang lainnya untuk mengucapkan Terima Kasih atas bantuannya, lalu
dari pihak keluargapun datang juga ke Pemerintah atau Kepala Dusun untuk berterima
kasih juga. Nah mereka semua yang didatangi pengantin baru ini harus memberikan oleh-
oleh sekecil apapun itu walaupun hanya seribu rupiah ataupun hanya satu buah sabun.
Nah semasa Bulan Madu, artinya adalah baru menyelesaikan pernikahan. Di desa ini
tugas berat menanti menantu baru itu dirumah, jadi katakanlah 90% pekerjaan rumah di
kediaman laki-laki dia yang mengerjakan seperti masak, nyuci piring, maupun mencuci
seluruh baju anggota keluarga di rumah itu dia yang mengerjakan. Hal itu seperti sebuah
ujian apakah ia itu istri yang baik atau tidak menurut pihak keluarga laki-laki, semisal
kan baru menyelesaikan pernikahan sudah pasti rumah menjadi kotor berantakan
semuanya dikerjakan oleh menanti baru itu. Belum lagi mencuci nya di Sungai dan
memasak pun msh memakai kayu bakar. Tetapi hal itu bukan masalah malahan menjadi
kebanggaan dari pihak keluarga perempuan, mereka bangga jika anaknya punya penilaian
yang positif dari pihak keluarga laki-laki. Selayaknya ujian tidak selamanya si menantu
itu yang mengerjakan semuanya tetapi ada jangka waktu, semisal 1 minggu saja, selepas
dari itu baru pekerjaan akan di bagi-bagi ke anggota keluarga yang lain seperti biasa. Tapi
kalo zaman sekarang berbeda, jika menantu diperlakukan seperti itu. Mereka mungkin
marah karena mengganggap bahwa anak nya di perlakukan seperti seorang Babu atau
Kacung, Bukan malah jadi kebanggaan seperti orang tua pada zaman dahulu.

Itulah penjelasan singkat tahapan-tahapan Rasan tuo dan Belarian tadi. Dari segi
kapan adat ini dipakai dan mulai ditinggalkan. Perkawinan adat belarian ini trend pada
tahun 90-an kebawah baik di dalam dusun maupun keluar dusun, umpamanya kan dulu
bujang gadis 17 agustus-an, lebaran ke Palembang. Mungkin karena takut atau sudah
direncanakan yah dia belari ke desa lain. Kalo Rasan tuo itu sudah ada di jaman itu juga
tetapi baru mulai banyak yang menggunakan tahun 90-an kebawah sampai sekarang
termasuk bapak Bukhori juga menikah lewat adat Rasan Tuo. Tetapi kalo Belarian sudah
jarang dipakai tahun 90 ke atas, sudah sangat jarang sekali kecuali kalo ada permasalahan
pribadi mereka berdua semisal Bunting. Biasanya hal-hal itulah yang memicu sejoli tadi
takut tidak direstui sehingga mencari jalan satu-satunya yaitu Belarian. Sehingga dari
dulu persis setiap orang yang menikah menggunakan adat Belarian selalu diselimuti
Tanda Tanya.
Di desa ini juga ada istilah nya Bersih Dusun, ada 2 jenis yaitu :
 Bersih Dusun Rutin
Ialah Jalan ke Puyang itu zaman-zaman dahulu karena itu leluhur jadi dari
jalan desa ke jalan Puyang itu lebih kurang 50 meter jadi dibersihkan sama
bujang gadis, setelah itu baru harus menyediakan hasil pertanian dari 9 hasil
Bumi yang berbeda, kalo di jawa itu di Yogya namanya gunungan jadi hasil
bumi itu dibuat seperti gunung. Tapi kalo disini Bersih Dusun itu harus
dimasak seperti Ubi jalar, Kacang panjang DLL. Airnya pun harus macam-
macam, ada air putih, air teh, air kopi DLL. Yang ini rutin 1 tahun sekali.
 Bersih Dusun Denda
Nah kalo bersih dusun yang satu ini kami menetapkan denda untuk mereka,
yaitu menyembelih 1 ekor kambing dan uang Rp 1.500.000 kalo untuk
sekarang, tapi kalo zaman dahulu versinya lain.
Semisal ada kasus perceraian di antara kedua mempelai Biasanya 90% hak asuh anak
akan diserahkan ke ibu, karena beberapa factor seperti pendidikan, ibu yang telah
melahirkan, dan biasanya ibu yang pandai mengurus anak dibandingkan ayah. Tetapi jika
ayah ini ingin mengasuh sang anak biasanya harus melalui jalur hukum atau pengadilan,
tetapi kalo secara adat hak asuh anak secara otomatis berada ke pihak ibu di karenakan
adat yang ada di desa ini baik Rasan Tuo maupun Belarian, dan pihak laki-laki pun
sudah mengetahui hukum adat yang ada didesa ini tentang hak asuh itu, jadi semisal ia
ingin menceraikan istrinya, otomatis ia juga menyetujui bahwa hak asuh anak akan
diserahkan kepada pihak ibu. Nah kalo dari segi pembagian harta pihak ibu lebih banyak
mendapatkan warisan karena memiliki tanggungan anak itu karena pada dasarnya
warisan itu diperuntukkan untuk si anak.
Kesimpulan

Di desa Tanjung Pering terdapat 2 sistem perkawinnan yaitu Belarian dan Rasan Tuo,
antara belarian dan rasan tuo memiliki tahapan yang sama tetapi memiliki bagian yang
sedikit berbeda, tetapi kalo sekarang adat belarian sudah mulai ditinggalkan karena hal itu
sudah menjadi hal yang tabu dan memunculkan pandangan yang negatif. Dan kalo untuk
sekarang adat perkawinan yang di gunakan adalah rasan tuo tetapi yang membedakannya
adalah pada saat lamaran bukan hanyak orang tua saja yyangg datang tetapi, anak laki-laki
nya pun ikut datang sekaligus melamar anak perempuan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai