Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Pendidikan Kampus Bertauhid dalam Penelitian

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah pendidikan Kampus Bertauhid

Disusun Oleh :

1. Novita Ingdarti H.1810950


2. Vega velia azhari H.1810959

Dosen Pembimbing :
Dr. Amir Mahrudin, M.Pd.I

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan


Universitas Djuanda
Jl. Toll Kiwi No. 1, Kiwi-Bogor, Jaw Barat, Indonesia
Tell. 0251-8240773, website //www.unida.ac.id
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas anugerah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang Pengelompokan Media
Pembelajaran.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Makalah ini selain untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh Dosen pengajar, juga untuk lebih memperluas pengetahuan para
mahasiswa khususnya bagi penulis. Penulis telah berusaha untuk dapat menyusun Makalah ini
dengan baik, namun penulis pun menyadari bahwa kami memiliki akan adanya keterbatasan
kami sebagai manusia biasa. Oleh karena itu jika didapati adanya kesalahan-kesalahan baik dari
segi teknik penulisan, maupun dari isi, maka kami memohon maaf dan kritik, serta saran dari
dosen pengajar bahkan semua pembaca  sangat diharapkan oleh kami untuk dapat
menyempurnakan makalah ini terlebih juga dalam pengetahuan kita bersama.

Bogor, 30 September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.......................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah..................................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan Makalah........................................................................................ 4

BAB II ISI

A. Tauhid sebagai Azas Pendidikan ....................................................................... 5


B. Strategi pendidikan berbasis Tauhid................................................................... 6
C. Konsep Pendidikan Tauhid................................................................................. 8
D. Hasil Penelitian Motto Kampus Bertauhid......................................................... 10
E. Klaim Hasil Penelitian ( Taddaru dan Tawadlu )............................................... 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 18

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di zaman yang serba modern dan canggih saat ini, manusia tidak boleh terlena. Sebagai
ancaman, ternyata globalisasi tidak hanya mempengaruhi tatanan kehidupan pada tataran
makro namun juga tataranmikro, misalnya dalam kehidupan sosial fenomena disintegrasi
sosial,hilangnya nilai tradisi, lunturnya adat-istiadat, sopan santun dan sebagainya. 1
Berpegang teguh pada keimanan dan ketakwaan bisa menjadi perisai bagi seorang Muslim
dalam menghadapi berbagai problematika sekaligus tantangan, sehingga semua itu akan
menjadikan imannya semakin berkualitas. Seperti yang kita ketahui bahwa ujian bertujuan
meningkatkan kualitas keimanan seseorang.2 Namun demikian, dalam kenyataanya tak dapat
dipungkiri bahwa kemajuan di bidang keduniawian, berupa teknologi modern selain
menimbulkan kemajuan juga membawa dampak problematis, tantangan serta risiko bagi
keimanan dan ketakwaan seseorang. Ibarat sebuah pabrik yang mengeluarkan limbah dan
polusi, modernitas juga bisa mengeluarkan sampah yang harus dihindari, diantara polusi
modernitas adalah kian terbukanya pornografi, pornoaksi, free sex, perilaku hedonis dan
materialistik, premanisme, white collar crime, eksploitasi sumber daya alam, bentuk-bentuk
kekerasan, sampai pada peperangan.Semua itu harus diwaspadai, dibutuhkan sarana
pembersih dari sampah modernitas bisa berupa upaya melestarikan nilai-nilai budaya, adat
istiadat, kemanusiaan yang beradab, dan lebih dari itu adalah agama (Islam). 3 Seorang yang
meyakini adanya Allah Swt. tentu tidak akan mudah terpengaruh oleh ajaran-ajaran yang
dapat menyesatkan keyakinannya. Ketaatan kepada Allah Swt., rasul-rasul Allah Swt., kitab
suci, malaikat,dan hari pembalasan adalah unsur-unsur utama yang harus diyakini
kebenarannya.4 Bagi umat Islam yang sungguh-sungguh berpegang teguh pada prinsip,
tujuan, dan syariat Islam, ia tidak diperbolehkan menyekutukan Allah Swt., tidak terdapat

1
Zubaedi,Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm.54
2
Djaja Saefullah,Pengantar Filsafat, (Bandung: Refika Aditama, 2004), hlm.199-200.
3
Abd. Rachman Assegaf,Filsafat Pendidikan Islam Paradigma Baru PendidikanHadhari Berbasis Integratif-
Interkonektif.(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011), cet.2, hlm.40-41.

4
M. Rizal Qosim,Pengamalan Fikih 1 Untuk Kelas X Madrasah Aliyah,(Yogyakarta:Tiga serangkai Pustaka
Mandiri, 2008), hlm. 10

3
lagi kitab suci bagi umat Islam selain Al-Qur’an.Demikian pula, tidak terdapat lagi seorang
rasul, kecuali Muhammad, Rasulullah Saw. sebagai nabi yang terakhir. Umat Islam haruslah
berhati-hati mengingat terdapat banyak aliran atau kelompok ajaran yang saat ini
berkembang di lingkungan sosial kita,yang dapat menyesatkan akidah umat Islam.
Ketahuilah, bahwa tujuan tauhid adalah untuk memuliakan manusia. Kehormatan manusia
begitu tinggi sehingga terhinalah dia jika menyerah kepada kekuatan lain (selain Allah Swt).
5
Proses terbentuknya iman dalam diri seseorang di dahului oleh pengetahuan (knowledge)
seseorang tentang Sang Pencipta jagad raya ini, yakni Allah Swt. Artinya, bahwa iman itu
dapat diperoleh lewat proses berpikir, perenungan mendalam, survei atau penelitian terhadap
alam semesta. Dengan demikian, iman seseorang tidak tumbuh dengan sendirinya, melainkan
diasah dan dipertebal dengan cara terus-menerus menggali rahasia kekuasaan Allah Swt.
yang tersedia di alam semesta (burhan kauniyah) melalui proses belajar atau pendidikan,
disamping melalui taat, takwa, dan beribadah kepada-Nya.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tauhid sebagai azas pendidikan?
2. Bagaimana strategi pendidikan berbasis tauhid?
3. Bagaimana konsep pendidikan tauhid?
4. Bagaimana hasil penelitian kampus bertauhid?
5. Bagaimana klaim hasil penelitian kampus bertauhid?
C. Tujuan penulisan masalah
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan tauhid sebagai azas pendidikan.
2. Mengetahui dan memahami strategi pendidikan berbasis tauhid.
3. Mengetahui dan memahami konsep pendidikan tauhid.
4. Mengetahui hasil penelitian kampus bertauhid.
5. Mengetahui klaim hasil penelitian kampus bertauhid.

5
Sayid Ali Khamene’i,Mendaras Tauhid Mengeja Kenabian, (Jakarta: Al-Huda, 2011),hlm.28.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tauhid sebagai Azas Pendidikan

Dari sudut pandang Islam, problematika besar yang melanda kemanusiaan di abad ini disebabkan
oleh gerakan pemujaan akal dan pengabaian secara sengaja terhadap mu’jizat akhir zaman yakni
al-Qur’an. Atas situasi tersebut Prof. Dr. M. Naquib Al-Attas menjabarkan secara cermat dan
menyeluruh, perlunya penerapan gagasan Islamisasi Ilmu.

Ilmu yang hari ini ada tidak saja telah rusak tetapi juga sangat berperan dalam menggiring
manusia pada kesesatan berpikir yang sangat berbahaya. Kesesatan yang berakibat pada
hilangnya dasar-dasar kemanusiaan dan menjadikan manusia hidup dalam hukum kebinatangan.

Secara historis-normatif, apa yang terjadi hari ini merupakan satu keberhasilan upaya Iblis,
musuh nyata seluruh umat manusia dalam menjauhkan mereka semua dari jalan wahyu.

Sejak pertama kali diciptakan sebagai seorang khalifah, Allah telah memberikan penegasan
kepada Adam bahwa Iblis adalah musuh yang nyata baginya dan seluruh keturunan umat
manusia. Bahkan dalam al-Qur’an telah jelas sekali mengapa Iblis yang lebih senior daripada
Adam, justru terlempar dari surga dan hidup dalam kutukan Allah. Tiada lain dan tiada bukan
karena Iblis gagal memanfaatkan akalnya dengan baik.

Akal yang diberikan Allah kepada Iblis ia gunakan untuk mendebat perintah Allah. Dengan
argumentasi rasionalitasnya, Iblis berkeyakinan protesnya kepada Allah untuk tidak hormat
kepada Adam akan dibenarkan. Ternyata tidak, Allah langsung murka kepada Iblis dan
mengutuknya hingga akhir zaman, kemudian akan disiksa selama-lamanya di dalam neraka.

paparan Allah dalam al-Qur’an itu mengindikasikan satu kehendak kuat bahwa semestinya
manusia benar-benar tunduk, patuh, dan taat kepada Allah semata, seperti apapun akal
memandang perintah tersebut. Suka tidak suka, perintah Allah harus dilaksanakan dan segala
larangan harus ditinggalkan.

5
Termasuk dalam dunia pendidikan. Tujuan pendidikan hendaknya tidak direduksi hanya pada
aspek material semata. Pendidikan seharusnya justru mengintegrasikan kekuatan besar manusia,
yaitu akal dan jiwa. Akal membutuhkan informasi, dan jiwa sangat membutuhkan petunjuk
(wahyu). Oleh karena itu kita perlu satu konsep pendidikan yang berbasis tauhid.

Sebuah konsep pendidikan yang mengantarkan peserta didik mengenal dirinya sekaligus
mengenal Allah, tumbuh spirit belajarnya, tampil dengan semangat etos kerja yang
membanggakan, dengan niat semata-mata karena Allah demi umat Islam.

B. Strategi Konsep Pendidikan Berbasis Tauhid

Tugas membangun pendidikan berbasis tauhid ini bukan monopoli atau tanggung jawab para
guru semata. Ini adalah tugas kita bersama. Bagaimana kita mewujudkannya? Beberapa langkah
berikut diharapkan mampu memberikan satu jawaban konsepsional dan praktik sekaligus.

Pertama, bermujahadah dalam mentadabburi, mentafakkuri kandungan kitab suci al-Qur’an dan
mengamalkannya secara massal bahkan kolossal. Tidak bisa hanya pribadi, atau kelompok
semata. Tetapi harus serempak dan sinergis berkesinambungan.

“Mujahadah” adalah ber-sungguh-sungguh memerangi dan menundukkan hawa nafsu (nafsu


ammarah bis-suu’) untuk diarahkan kepada kesadaran “FAFIRRUU ILALLOOH
WAROSUULIHI”, ”
MUJAHADAH WAHIDIYAH adalah pengamalan Sholawat Wahidiyah atau bagian dari
padanya menurut adab, cara dan tuntunan yang dibimbingkan oleh Muallif Sholawat Wahidiyah
sebagai penghormatan kepada Rosululloh  dan sekaligus merupakan do’a permohonan kepada
Alloh
Metaddaburi artinya adalah memikiran tentang ayat-ayat al-Qur’an. Tadabbur adalah berusaha
memahami kandungan makna di dalam ayat-ayat al-Qur’an.
“Apabila kita mentadabbur al-Qur’an itulah bukti kita mencintai Rasulullah Shalallahu alaihi
wassalam. Tadabbur al Qur’an mampu mengobati hati, membersihkannya dari syirik dan
memperbaiki akidah kita.”
Mentafakkuri berkaitan dengan ayat-ayat kauniyah, yaitu merenungi dengan melihat,
menganalisa, meyakini secara pasti tanda-tanda ke-Maha Kuasaan Allah dalam menciptakan,
mengatur dan membinasakan alam semesta beserta seisinya, juga manfaat-manfaatnya,
berdasarkan akal pikiran dan perasaan atau hati yang suci dan lurus, sehingga menghasilkan
sebuah keyakinan yang mendalam bahwa hanya Allah Swt.

6
Kedua, meninggalkan paham anthroposentris dan segera menuju pada paham tauhidi.
Sebagaimana atsar sayyidina Ali bahwa, akal dan wahyu ibarat dua tanduk yang tidak bisa
dipisahkan apalagi dipertentangkan. Maka, tidak ada ruang bagi jargon, agama jangan pakai akal,
atau pun akal tidak perlu agama, sebagaimana kampanye para pemikir Barat kontemporer yang
dipelopori oleh Rene Descartes dengan cogito ergo sum-nya.

Ketiga, seluruh umat Islam berkewajiban meningkatkan kepekaan atau sensitivitas terhadap
kondisi umat Islam secara menyeluruh, sehingga lahir kepedulian yang tinggi untuk bersama-
sama mengambil peran dalam menjawab tantangan zaman.

Keempat, mulailah satu gerakan walau kecil untuk mencintai dan memakmurkan masjid.
Setidaknya dengan cara meramaikan pelaksanaan sholat jama’ah di masjid lima waktu,
meningkatkan kuantitas dan kualitas kegiatan keilmuan di masjid, bahkan mungkin kegiatan
ekonomi di masjid.

Kelima, setiap muslim hendaknya meningkatkan kualitas diri dengan mempertajam bekal
keilmuan ukhrowi dan duniawi sekaligus. Kita tidak boleh hanya paham satu ilmu dan lupa
terhadap ilmu yang lain. Bukankah para nabi kita adalah orang yang ahli dalam ilmu-ilmu
ukhrowi dan duniawi sekaligus?

Nabi Nuh ahli perkapalan. Nabi Ibrahim seorang arsitek pembangunan. Nabi Yusuf seorang
pakar ekonomi yang berhasil menyelamatkan umatnya dari ancaman kelaparan. Nabi Isa juga
ahli kesehatan. Dan, nabi kita, rasulullah Muhammad saw juga seorang pakar ekonomi, pakar
bisnis, bahkan pakar dalam segala bidang.

Begitu pula para alim ulama kita di masa lalu. Ibn Sina pakar kesehatan juga ahli hadis.
Fakhruddin al-.Razi pakar sastra, tafsir, bahkan juga logika. Imam Ghzali pakar filsafat sekaligus
seorang sufi. Nah, saatnya beralih menuju pendidikan berbasis tauhid.

7
C. Konsep Pendidikan Tauhid

1. Pengertian Pendidikan dan Tauhid Pendidikan merupakan hal yang penting bagi
kehidupan manusia. Dengan demikian itulah manusia dapat maju dan berkembang
dengan baik, melahirkan kebudayaan dan peradaban positif yang membawa kebahagiaan
dan kesejahteraan hidup mereka. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang makin tinggi pula tingkat kebudayaan dan peradabannya.Kata pendidikan
berasal dari kata dasar didik atau mendidik,yang secara harfiah berarti memelihara dan
memberi latihan.6

Dalam bahasa Arab kata pendidikan juga berasal dari katarabba-yurabbi-tarbiyatan, berarti
mendidik, mengasuh dan memelihara.7 Dengan demikian, ada tiga istilah pendidikan dalam
konteks Islam yang digunakan untuk mewakili kata pendidikan, yaitu tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, kata tarbiyah dipandang tepat untuk mewakili kata
pendidikan, karena kata tarbiyah mengandung arti memelihara, mengasuh dan mendidik yang
kedalamnya sudah termasuk makna mengajar atau ‘allama dan menanamkan budi pekerti
(addab).8 Walaupun demikian, baik tarbiyah, ta’lim,dan ta’dib, semua merujuk kepada
Allah.Tarbiyah ditengarai sebagai kata bentukan darikata Rabb, yang mengacu kepada Allah
sebagai Rabbal ‘alamiin.Ta’lim yang berasal dari kata‘allama,juga menuju kepada Allah sebagai
Zat Yang Maha Alim. Selanjutnya kata ta’dib memperjelas bahwa sumber utama pendidikan
adalah bertujuan untuk mendapatkan ilmu yang merujuk kepada keridoan Allah swt.Terdapat
dua istilah yang hampir sama berkenaan dengan pendidikan, yakni paedagogie dan paedagogiek.
Paedagogie artinya pendidikan, sedangkan paedagogiek berarti ilmu pendidikan.Paedagogik atau
ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan merenungkan gejala-gejala
perbuatan mendidik. Paedagogos berasal dari katapaedos (anak) danagoge (saya membimbing,

6
Muhibin Syah, M. Ed.,Psikologi Pendidikan, Editor :Anang Solihin Wardan, PT.RemajaRosdakarya,
Bandung, 200), hlm 32

7
Ahmad Warson Munawwir,Kamus Al Munawwir,(Yogyakarta : PP. Al Munawwir,1989),hlm. 504

8
Abdul Halim (ed.),Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis danPraktis,(Jakarta : Ciputat Pers,
2002), hlm. 25

8
memimpin).Paedagoog (pendidik atau ahli didik) ialah seseorang yang bertugas membimbing
anak dalam pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri.9 Adapun arti pendidikan menurut
rumusan Al-Ghazali yaitu proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir
hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara
bertahap. dimana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat
menuju pendekatan diri kepada Allah sehingga menjadi manusia yang sempurna. 10 Dalam
Dictionary of Education, pendidikan merupakan :
(a) proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah
lakulainnya dalam masyarakat tempat dia hidup,
(b) proses sosial yang menghadapkan seseorang pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan
terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga mereka dapat memperoleh dan
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individual yang
optimum.11

Konsep tentang budaya kerja syariah didasarkan pada nilai Tauhid, yaitu sebagai sumber
semangat kerja. Para ahli mengungkapkan kata syariah sebagai kata bahasa Arab yang
menunjukkan jalan yang harus diikuti. Syariah dalam definisi terbatas adalah hukum Islam
seperti yang dinyatakan dalam al-qur’an dan al-Sunnah. Al-qur’an adalah firman Allah yang
tidak dapat dirubah. Al-Qur’an mengandung konsep hukum yang berisi sebagian besar aturan-
aturan, nilai-nilai moral yang mengharuskan umat Islam untuk mengikuti dan melaksanakannya.
Maka dari itu, syariah merupakan norma utama atau prinsip inti atau aturan yang bersifat global
didefinisikan sebagai seperangkat aturan. (Martin Roestamy & Muhammad Emnis Anwar, 2014)
Syariah dalam Encyclopedia of Islam memiliki pengertian sebagai interpretasi hukum Islam oleh
manusia. Hukum didalam islam dapat dipelajari dari hukum fiqih. Pemahaman syariah jika
dikaitkan dengan budaya kerja, maka budaya kerja syariah disini adalah budaya kerja yang
berlandaskan pada nilai-nilai tauhid yang sumber utamanya adalah ayat-ayat qauliyah atau
wahyu, yakni al-qur'an dan al-hadits yang shohih (perkataan Nabi yang sumbernya benar).
Sebagaimana dikatakan oleh Tasmara (2002), bahwa Inti atau sumber inspirasi budaya kerja
syariah adalah al-qur'an dan Sunnah Rasulullah yang diikat dalam satu kata yaitu akhlak.
9
M. Ngalim Purwanto,Ilmu Pendidikan: Teori dan Praktis, (Bandung: Rosda Karya,2007), Cet, 18, hlm. 3.
10
Abidin Ibnu Rusn,Pemikiran Al Ghazali tentang Pendidikan,(Yogyakarta : PustakaPelajar,1998), hlm. 56
11
Udin Syaefudin & Abin Syamsuddin Makmun,Perencanaan Pendidikan: SuatuPendekatan Komprehensif,
(Bandung: Rosdakarya, 2007), Cet. 3, hlm. 6.

9
Definisi terminologis Muchsin Qiroati (1992) disimpulkan bahwa tauhid berarti mengesakan
Allah dari segi uluhiyah, rububiyah, asma dan sifat-sifatNya secara murni dan konsekuen serta
menolak segala pemikiran, sikap, tindakan dan ucapan yang bertentangan dengan keesaan-Nya.
Terminologis tauhid, bila dijabarkan secara rinci, tentu memiliki kandungan makna yang luas.
Akan tetapi tauhid memiliki kalimat yang singkat, padat, dan jelas. Kalimat tauhid itu adalah La
ilaha illa Allah wa Asyhadu anna Muhammad al-Rasulullah. Artinya, "Tidak ada Tuhan kecuali
Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah". Muhammad Said al-Qahthani
(1984) menyatakan bahwa makna kalimat tauhid ini adalah tidak ada yang berhak disembah
kecuali Allah dan menafikan ilah-ilah selain-Nya serta menetapkan bahwa Allah adalah Esa.
Filosofi Kerja adalah perintah Tuhan, selain untuk mendapatkan penghasilan (income), kerja
juga merupakan bentuk pengabdian kepada Allah (ibadah) jika dilandasi keikhlasan. Nilai-nilai
yang diyakini bersumber dari pijakan agama (ayat-ayat qauliyah), yaitu al-Qur’an dan As-
Sunnah (perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad ). Norma dan aturan yang berlaku
disesuaikan dengan nilai-nilai dasar al-Qur’an dan Sunnah. Tujuan dari penelitian ini adalah
pengungkapan secara comprehensive mengenai budaya kerja syariah di Universitas Djuanda
Bogor Jawa Barat pada tahun 2014. Latar – latar (setting) yang membuat implementasi budaya
kerja syariah akan terungkap dalam penelitian ini. Dosen sebagai agen perubahan memiliki peran
penting dalam budaya kerja syariah di Universitas Djuanda.

D. Hasil Penelitian Motto kampus bertauhid

Dengan jargon kebangkitan Islam sudah ada sejak Universitas Djuanda didirikan oleh
pendirinya yaitu Alamsyah Ratoe Perwiranegara, mantan Menteri Agama Republik Indonesia
ke-12, kabinet pembangunan III, periode: 1978-1983. Menurut Martin Roestamy, Rektor
Universitas Djuanda Bogor menjelaskan, pada awal Pak Alamsjah membangun universitas ini
visinya adalah “menjadi universitas berkualitas, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang
menyatu dalam tauhid”, sementara tidak dijabarkan oleh Rektor yang lama, sehingga dalam
penyelenggaraan akademik pada saat itu Universitas Djuanda tidak Islami Direktur Lembaga
Pengkajian dan Penerapan Tauhid (LP2T) Dr.Amir Mahrudin mengatakan, “Penajaman visi
UNIDA sebagai kampus bertauhid direalisasikan mulai tahun 2006, setelah terpilihnya Bapak
Dr. H. Martin Roestamy, SH., MH sebagai Rektor. Sebenarnya dari pertama berdiri juga kampus

10
UNIDA visinya Tauhid. Visi tauhid tersebut telah menjadi akar budaya kerja pegawai dan
kemudian dijabarkan secara luas, sebagaimana dijelaskan Rektor UNIDA bahwa bertauhid
berarti melakukan Tauhid, menegakkan Tauhid, memfokuskan diri menjadikan Tauhid sebagai
tujuan hidup, tujuan kita bekerja, jadi kalau kita mau ambil ayat al-qur’an, dijelaskan “Inna
shalati wa nusukii wa mahyaaya wa mamaati lillahi rabbil ‘alamin”.

Budaya kerja bertauhid sebagaimana dikemukakan oleh Ketua Yayasan Pusat Studi
Pengembangan Islam Amaliyah Indonesia (PSPIAI) bahwa budaya kerja bertauhid adalah
budaya kerja yang baik dan positif, itu semuanya dinilai oleh Allah dan dihasilkan, dinikmati
oleh yang melakukan. Artinya, di sini dengan niat untuk mendapatkan ridha Allah , bahwasanya
itu bisa melakukan pekerjaan itu dengan baik, tuntas, produktif, efisien. Jadi tidak ada sama
sekali nilai-nilai yang mengurangi produktivitas kalau seandainya pekerjaan itu dilakukan
dengan niat karena Allah dan untuk mendapatkan ridha Allah. Itulah sebenarnya sasaran budaya
kerja tauhid. Filosofi kerja secara formal oleh institusi UNIDA, bahwa kerja harus sebagai
ibadah dalam proses optimalisasi sosialisasi ke semua pegawai. Jadi ada yang sudah mengacu
pada penerapan nilai-nilai tauhid, ada juga yang memang masih berproses, namun secara
mayoritas sudah mengacu prinsip tauhid. Setiap pegawai UNIDA memiliki perilaku dalam
kehidupan sebagai sifat dasar acuan seperti beriman dan bertakwa kepada Allah , menjalankan
perintah Allah dan RasulNya serta menjauhi larangan Allah . Mencontoh dan melaksanakan
sifat-sifat kerasulan dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya, yakni Shiddiq (benar,
jujur, bersih), Istiqamah (konsisten), Tabligh (komunikatif), Amanah (dipercaya), Fathanah
(cerdas) sehingga menjadi sikap pribadi yang bersih, transparan, profesional dan berkah. Budaya
kerja setiap pegawai disesuaikan dengan prinsip syariah yang diimplementasikan dalam rangka
melaksanakan tugas yang diamanahkan kepada diri pegawai, bila tidak sesuai dengan perilaku di
atas maka pegawai akan dikenakan sangsi sampai pada pemutusan kerja. Dalam upaya
menciptakan budaya kerja syariah, para pimpinan universitas senantiasa memberikan
contoh/keteladanan yang menunjukkan etos kerja syariah yang bermuara pada prinsip tauhid.
Setiap dosen dan karyawan diarahkan untuk senantiasa memelihara kesadaran, semangat,
motivasi dan niat kerja cerdas, kerja keras, kerja berkualitas dan kerja ikhlas untuk menghasilkan
pelayanan kerja terbaik. Kompetensi dosen berbasis Tauhid didasarkan pada kompetensi
kepribadian, paedagogik, profesional, sosial dan kompetensi khusus. Kompetensi dosen
merupakan kemampuan yang terintegritas, harmonis, selaras dengan pengetahuan, terampil dan

11
tanggungjawab dalam tindakan nyata sehingga mampu menyampaikan ilmu pengetahuan
(qouliyah), memiliki keahlian dalam praktek (fi’liyah) dan berkemampuan dalam penataan diri
(qolbiyah). Kepribadian dosen memiliki akhlak karimah dan diwujudkan dalam tindakan yang
terintegrasi secara harmonis dalam tugas dan fungsi sebagai pendidik dan pengajar. Indikatornya
konsisten dalam amar ma’ruf nahi munkar sebagai kerangka kerja bertauhid, motivasi kerja
adalah ibadah, pribadi yang mantap dan stabil, tidak ragu-ragu dalam menegakan kebenaran,
perilaku selaras dengan nilai dan norma hukum Allah dan Rasul-Nya. Produk syariah
menghasilkan dosen dan mahasiwa yang memiliki sikap tawadhu (rendah hati), baik budi, sopan
santun, ramah, berbusana sesuai tuntunan agama, memiliki ilmu terpuji (mahmudah), jauh dari
ilmu tercela (madzmumah), memiliki sifat malu, adil, proporsional, plagiat, korupsi, tidak
memperlihatkan aurat, disiplin, sabar dan tawakal. Hal ini tercermin dalam lingkungan kampus
bertauhid. Budaya kerja syariah berbasis tauhid antara lain memuat konsep manajerial, pengatur
sosial dan pengatur jalannya institusi perguruan tinggi atas manifestasi nilai-nilai yang diacu,
filosofi dasar dalam bekerja, sistem nilai yang diacu, keyakinankeyakinan yang dianut, norma-
norma yang berlaku, dan aturan-aturan yang digunakan oleh dosen dalam melaksanakan tugas
tridharma agar dapat meningkatkan kualitas kinerja, baik dalam kreativitas, produktivitas kerja
maupun prestasi kerjanya. Budaya kerja syariah dibangun dengan kesadaran akan pentingnya
penerapan nilainilai Tauhid (syariah) yang disosialisasikan secara terus-menerus (continue)
kepada civitas akademika melalui berbagai program-program akademik dan keagamaan. Aturan-
aturan yang telah dibuat universitas, tidak lain guna mewujudkan tatanan kehidupan kampus
yang bermartabat, berkualitas, dan mencerdaskan kehidupan masyarakat, bangsa yang menyatu
dalam tauhid. Bentuk dukungan pimpinan dalam upaya mewujudkan budaya kerja syariah di
lingkungan UNIDA dilakukan secara berjenjang. Secara manajerial, penerapan budaya kerja
syariah diwarnai adanya keterlibatan peran rektor secara langsung. Rektor memiliki ghirah
(semangat) Tauhid yang kuat. Kebijakan rektor membentuk LPPT pada tanggal 18 Maret 2010
merupakan wujud konkrit kepeduliannya akan pentingnya penerapan nilai-nilai Tauhid bagi
warga kampus Universitas Djuanda.

12
E. klaim hasil penelitian ( tadharu dan tawadlu keilmuan )

Tadharru’ adalah sebuah istilah yang berarti ketundukan diri yang sangat dan rasa malu yang
disebabkan oleh rasa putus asa dan ia diekspresikan ketika seseorang mencapai keadaan kritis.
Imam Ahmed ibn Hambal menjelaskan dengan mengatakan, ”Bayangkan seseorang yang
tenggelam di tengah lautan dan yang dimilikinya hanyalah sebatang kayu yang digunakannya 
supaya terapung. Ia menjadi semakin lemah dan gelombang air asin mendorongnya semakin
dekat pada kematian. Bayangkanlah ia dengan tatapan matanya yang penuh harapan menatap ke
arah langit dengan putus asa sambil berteriak Ya Tuhanku, Tuhanku!!!!! Bayangkanlah betapa
putus asanya dia dan betapa tulusnya ia meminta  pertolongan Tuhan. Itulah yang disebut dengan
tadharru di hadapan Tuhan”.

Dalam al-Qur’an, Allah mengajarkan kita bahwa tadharru adalah sebuah bentuk pengabdian
yang dilakukan oleh seorang mukmin ketika ia berada pada keadaan darurat   dan  krisis.
Tadharru mengharuskan seseorang untuk menghilangkan tabir kesombongan dan rasa ego yang 
menutupi hatinya. Ia melibatkan rasa butuh yang  tulus kepada Tuhan semesta alam. Hal ini
menunjukkan bahwa seseorang itu telah menyadari betapa lemahnya ia dan betapa perkasanya
Tuhan kita. Terkadang ketika Allah melihat hamba-Nya begitu tenggelam dalam kehidupan
dunia, Ia memberi cobaan pada mereka agar mereka menyadari kelemahan mereka dan kembali
meminta perlindungan Allah. Karena  itu, musibah yang menimpa seorang Muslim adalah untuk
menyadarkannya dan  membuatnya kembali kepada Allah. Kita  harus  memiliki cukup
kesadaran dan pengertian untuk memahami pesan ini dan menindaklanjutinya.

Allah SWT mengatakan, dalam surah al an’am ayat 42 :

َ َ‫ض َّرا ِء لَ َعلَّ ُه ْم يَت‬


َ‫ض َّرعُون‬ َ ‫س ْلنَا ِإلَ ٰى ُأ َم ٍم ِمنْ قَ ْبلِ َك فََأ َخ ْذنَا ُه ْم بِا ْلبَْأ‬
َّ ‫سا ِء َوال‬ َ ‫َولَقَ ْد َأ ْر‬

“Dan sungguh Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelummu, lalu Kami
siksa mereka  (sebagai ujian)  dengan kesengsaraan dan kemelaratan supaya mereka tunduk

13
(kepada Allah) (QS 6:42). Ayat ini  menunjukkan bahwa Allah SWT menggunakan
musibah sebagai  metode  rutin untuk menyadarkan orang dan mendorong mereka untuk
meminta pertolongan pada-Nya. Musibah  ini ibarat obat yang pahit supaya kita menjadi mukmin
yang lebih baik.  Allah melakukan hal ini untuk kebaikan kita sendiri karena kita  harus menjaga
hubungan baik dengan-Nya. Allah menyatakan bahwa kita membutuhkan ‘obat ‘ ini dalam ayat
berikut, “Dan kalau sekiranya Kami mengasihi mereka dan Kami hilangkan bencana yang ada
(menimpa) mereka, niscaya mereka terus-menerus terombang-ambing dalam kesesatan mereka”
(QS 23:75).

Allah SWT mengatakan, “Katakanlah, ‘Siapakah yang dapat melepaskan kamu dari kegelapan
(bencana) di darat dan di laut yang kamu berdoa kepada-Nya dengan merendahkan diri dan
dengan pelan; sungguh jika Dia menyelamatkan kami dari (bahaya) ini, tentulah kami menjadi
orang-orang yang bersyukur!’, Katakanlah, ‘Allah menyelamatkan kamu daripadanya  dan dari
segala kesusahan, kemudian kamu kembali mempersekutukan-Nya’” (QS 6:63-64). Tidak ada
seorangpun yang akan menyelamatkan kita dari kegelapan yang kita alami sekarang ini kecuali
Allah SWT, namun sebelumnya, kita harus menyerunya dengan penuh ketundukan.

Pengertian tawadlu

Secara etimologi, kata tawadhu berasal dari kata wadh‟a yang berarti merendahkan, serta juga
berasal dari kata “ittadha‟a” dengan arti merendahkan diri. Disamping itu, kata tawadhu juga
diartikan dengan rendah terhadap sesuatu. Sedangkan secara istilah, tawadhu adalah
menampakan kerendahan hati kepada sesuatu yang diagungkan. Bahkan, ada juga yang
mengartikan tawadhu sebagai tindakan berupa mengagungkan orang karena keutamaannya,
menerima kebenaran dan seterusnya.Pengertian Tawadhu Secara Terminologi berarti rendah
hati, lawan dari sombong atau takabur.Tawadhu menurut Al-Ghozali adalah mengeluarkan
kedudukanmu atau kita dan menganggap orang lain lebih utama dari pada kita.12 Tawadhu
menurut Ahmad Athoilahadalah sesuatu yang timbul karena melihat kebesaran Allah, dan
terbukanya sifat-sifat Allah.13 Tawadhu yaitu perilaku manusia yang mempunyai watak rendah
12
Imam Ghozali, Ihya Ulumudin, jilid III, terj. Muh Zuhri, (Semarang: CV. As-Syifa, 1995), hal. 343

13
Syekh Ahmad Ibnu Atha‟illah, Al-Hikam: Menyelam ke Samudera Ma‟rifat dan Hakekat,(Surabaya: Penerbit
Amelia, 2006), hal. 448

14
hati, tidak sombong, tidak angkuh, atau merendahkan diri agar tidak kelihatan sombong,angkuh,
congkak, besar kepala atau kata-kata lain yang sepadan dengan tawadhu.14 Tawadhu artinya
rendah hati, tidak sombong, lawan dari kata sombong. Yaitu perilaku yang selalu menghargai
keberadaan oranglain, perilaku yang suka memuliakan orang lain, perilaku yang selalu suka
mendahulukan kepentingan orang lain, perilaku yang selalu sukamenghargai pendapat orang
lain.Tawadhu artinya rendah hati, lawan dari kata sombong atau takabur. Orang yang rendah hati
tidak memandang dirinya lebih dari orang lain, sementara orang yang sombong menghargai
dirinya secara berlebihan. Rendah hati tidaksama dengan rendah diri, karenarendah diri berarti
kehilangan kepercayaandiri. Sekalipun dalam praktiknya orang yang rendah hati cenderung
merendahkan dirinya dihadapan orang lain, tapisikap tersebut bukan lahir dari rasa tidak percaya
diri. Sikap tawadhu terhadap sesama manusia adalah sifat mulia yang lahir dari kesadaran akan
ke-mahakuasa-an Allah SWT atas segala hamba-Nya.Manusia adalah makhluk lemah yang tidak
berarti apa-apa di hadapan Allah SWT. Manusia membutuhkan karunia, ampunan dan rahmat
dari Allah.Tanpa rahmat, karunia dan nikmat dari Allah SWT, manusia tidak akan bisa bertahan
hidup, bahkan tidak akan pernah ada diatas permukaan bumi ini. Orang yang tawadhumenyadari
bahwa apa saja yang dia miliki, baik bentuk rupa yang cantik atau tampan, ilrnu pengetahuan,
harta kekayaan, maupunpangkat dan kedudukan dan lain-lain sebagainya, semuanyaitu adalah
karunia dari Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Q.S An-Nahl : 53, yang artinya:

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka adalah ia dari Allah(datangnya), dan bila kamu
ditimpa oleh kesusahan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” 15Dengan
kesadaran seperti itu sama sekali tidak pantas bagi dia untuk menyombongkan diri sesama
manusia, apalagi menyombongkan diri terhadap Allah SWT.

14
Syekh Ahmad Ibnu Atha‟illah, Al-Hikam: Menyelam ke Samudera Ma‟rifat dan Hakekat,(Surabaya: Penerbit
Amelia, 2006), hal. 448
15
Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta:Lentera Hati, 2002), hal.252-
253

15
BAB III

KESIMPULAN

Akar budaya kerja syariah yang dibangun di lingkungan Universitas Djuanda berpijak dari visi
dan misi institusi yaitu menjadi universitas berkualitas dalam mencerdaskan kehidupan bangsa
yang sesuai syariah agama Islam dan diwujudkan dalam bentuk kampus bertauhid. Sistem nilai
tauhid dijadikan panduan dan penunjuk arah seluruh proses dan komponen pendidikan secara
komprehensif dan holistik yang menekankan aspek akademik (values reasoning),
ideologispiritual dan aspek perilaku (values action). Keyakinan tauhid yaitu meng-Esa-kan
tuhan, Allah dalam setiap kegiatan. Norma yang diterapkan menjadikan kampus bertauhid
diterapkan dalam budaya kampus yang religius. Aturan kampus disesuaikan dengan semangat
nilai Tauhid sehingga perilaku budaya kerja syariah dapat diterapkan dalam kehidupan akademik
baik mahasiswa, dosen dan pegawai. Sistem nilai dan keyakinan yang diyakini sebagai dasar
pijakan dalam pelaksanaan tugas kerja bersumber dari ayat/dalil naqliyah, yakni al-qur’an dan
asSunnah. Proses pembentukan dan penerapan budaya kerja syariah berbasis Tauhid dilakukan
dengan doktrinasi secara terstruktur dan sistemik yang didelegasikan pimpinan universitas
kepada lembaga pengkajian dan penerapan tauhid (LPPT) dan berbagai aktivitas pembinaan,
baik di tingkat universitas maupun di tingkat fakultas. Adapun implementasi nilai-nilai tauhid
terhadap mahasiswa terjadi melalui proses sintesa sistem akademik yang menyatu dalam konsep
Tauhid, sistem Ma'had (Rusunawa Bina Tauhid). Proses budaya kerja berbasis Tauhid masuk
dalam tata tertib kehidupan kampus yang bernuansa religi, menjadi pengendali sosial, pengatur
jalannya institusi perguruan tinggi atas manifestasi nilai-nilai syariah. Akhlak merupakan hasil
pembentukan budaya syariah yang dituangkan dalam konsep Tauhid, dimana konsep ini
menghasilkan kecerdasan spiritual berdasar konsep keesaan kepada Allah . Kondisi lingkungan
kerja dosen sangat mendukung bagi terwujudnya budaya kerja syariah dan mengadopsi hukum
Islam dalam perilaku/adab kehidupan islami di kampus UNIDA. Dukungan pimpinan sangat
berperan penting dalam mengkondisikan iklim kampus bertauhid. Kebijakan, peraturan dan
perilaku pimpinan menjadi dorongan yang sangat besar dalam implementasi budaya kerja
syariah di kampus bertauhid. Aplikasi budaya kerja syariah dalam pelaksanaan tugas Tri
Dharma Perguruan Tinggi oleh para dosen mendatangkan keberkahan kerja terhadap
produktifitas dan hasil kinerjanya. Hal ini dapat dilihat dan terbukti pada aspek kinerja dosen
menunjukkan adanya peningkatan secara kontinuitas meskipun realisasinya belum maksimal
sebagaimana ditetapkan dalam renstra dan renop. Kinerja dosen di bidang akademik dalam tiga
tahun terakhir menunjukkan katagori baik dan menunjukkan ada peningkatan dari tahun ke
tahun. Kinerja dosen pada kegiatan seminar, penulisan makalah, dan jurnal ada kenaikan sekitar
10 % dari tahun sebelumnya. Kinerja dosen di bidang riset dan pengembangan, juga ada
kenaikan, baik secara kuantitas penelitian maupun dari kualitas proposal penelitian yang
diajukan para dosen ke universitas melalui LPPM. Adapun kinerja dosen dalam kegiatan
pengabdian masyarakat secara kuantitas menunjukkan ada peningkatan dilihat dari jumlah dan

16
program kegiatan pengabdian yang dilakukan oleh dosen yang manfaatnya sangat dirasakan oleh
masyarakat, diantaranya dalam bentuk pembinaan, penyuluhan, dan pemberdayaan masyarakat.

17
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.unisnu.ac.id/597/1/131310000289%20Izun%20Ni%27mah%20%28Upload%29.pdf

https://jurnal.staialhidayahbogor.ac.id/index.php/ei/article/view/48

http://eprints.unisnu.ac.id/597/1/131310000289%20Izun%20Ni%27mah%20%28Upload%29.pdf

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/8262/5/Bab%20II.pdf

https://aljaami.wordpress.com/2011/04/07/tadharru/

18

Anda mungkin juga menyukai