Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN EKSPERIMEN FISIKA III

TEKNIK PEMBUATAN FILM TIPIS DAN KARAKTERISASI SEL


SURYA

oleh

Achmad Qoddri, Isep Robi Awaludin, Kemal Rizky Fadhlurrohman


10219078, 10219058, 10219113

LABORATORIUM FISIKA LANJUT


PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2021-2022
ABSTRAK

Eksperimen ini terdiri dari dua percobaan yaitu pembuatan film tipis dan
karakterisasi sel surya. Metode yang digunakan pada eksperimen pembuatan
film tipis adalah teknik spin coating. Metode ini beroperasi menggunakan prinsip
pemutaran laurutan diatas substrat dengan kecepatan sudut (𝜔) tertentu. Terdapat
empat tahapan yang dilakukan pada metode spin coating yaitu deposisi, spin-up,
spin-down, dan evaporasi pelarut. Larutan yang digunakan pada pembentukan
lapisan tipis adalah P3HT dan Dye-Ruthenium. Percobaan dilakukan dengan variasi
kecepatan sudut 500, 1000, 2000, 3000 dan 4000 rpm. Selain itu dilakukan juga
variasi terhadap jumlah lapisan yang digunakan yaitu untuk larutan P3HT sebanyak
1, 3, dan 5 lapis sedangkan untuk larutan Dye-Ruthenium dilakukan variasi
sebanyak 3, 5 dan 7 lapis. Terdapat tiga model yang digunakan pada eksperimen
kali ini untuk mendapatkan relasi antara kecepatan sudut dengan ketebalan lapisan
fil tipis yang diperoleh yaitu Model Emslie-Bonner-Peck (EBP), Meyerhofer, dan
Empirik. Pada eksperimen karakterisasi sel surya digunakan tiga sampel sel surya
yaitu DSSC, DSSC(+AgSC8 14,89 wt) dan konvensional. Percobaan dilakukan
pada keadaan gelap dan terang. Data yang diperoleh berupa nilai Arus listrik dan
tegangan untuk masing-masing sampel dalam setiap keadaan. Data tersebut
kemudian diolah hingga diperoleh nilai fill factor (FF) dan efisiensi. Hasil yang
diperoleh pada eksperimen ini, model EBP paling cocok untuk kurva fitting larutan
P3HT dan Dye-Ruthenium, ketebalan film tipis berbanding terbalik terhadap
waktu, dan nilai parameter karakterisasi sel surya yang didapat berbeda-beda.

Kata Kunci : Emslie-Bonner-Peck, empirik, meyerhofer, sel surya, spin coating


DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI ............................................................ iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... v
Bab I Pendahuluan .......................................................................................... 1
Bab II Dasar Teori ............................................................................................ 4
II.1 Teknik Spin Coating ..................................................................... 4
II.1.1 Model Emslie, Bonner, Peck ............................................. 5
II.1.2 Model Meyerhofer............................................................. 5
II.1.3 Model Empirik .................................................................. 6
II.2 Prinsip Kerja dan Karakterisasi Sel Surya .................................... 6
Bab III Metode dan Hipotesis .......................................................................... 10
III.1 Metode......................................................................................... 10
III.2 Hipotesis...................................................................................... 11
Bab IV Hasil dan Pembahasan........................................................................ 13
IV.1 Hasil Eksperimen ........................................................................ 13
IV.1.1 Spin Coating .................................................................... 13
IV.1.2 Karakterisasi Sel Surya ................................................... 21
IV.2 Pembahasan ................................................................................. 23
IV.2.1 Analisis ............................................................................ 23
IV.2.2 Open Problem ................................................................. 26
Bab V Kesimpulan .......................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 28

ii
DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI

Gambar II.1 Tahapan pada proses spin coating (gambar kiri) dan hasil film
tipis polimer denganmenggunakan teknik spin coating (gambar
kanan). ........................................................................................ 4
Gambar II.2 Struktur dasar sel surya konvensional. ....................................... 7
Gambar II.3 Struktur sel surya tersensitisasi pewarna (DSSC) ...................... 8
Gambar II.4 Kurva karakterisasi J – V sel surya. ............................................ 8
Gambar III.1 Susunan Alat Solar Simulator ................................................... 11
Gambar IV.1 Fitting P3HT dengan model Emslie, Bonner, Peck .................. 13
Gambar IV.2 Fitting P3HT dengan model Meyerhofer .................................. 14
Gambar IV.3 Fitting P3HT dengan model Empirik ....................................... 14
Gambar IV.4 Fitting Dye-Ruthenium dengan model Emslie, Bonner, Peck .. 15
Gambar IV.5 Fitting Dye-Ruthenium dengan model Meyerhofer ................. 16
Gambar IV.6 Fitting Dye-Ruthenium dengan model Empirik ....................... 16
Gambar IV.7 Hasil film tipis P3HT dengan variasi kecepatan sudut ............. 17
Gambar IV.8 Hasil film tipis Dye-Ruthenium dengan berbagai variasi
kecepatan sudut ......................................................................... 17
Gambar IV.9 Hasil film tipis P3HT 1 lapisan ................................................ 18
Gambar IV.10 Hasil film tipis P3HT 3 lapisan ................................................ 18
Gambar IV.11 Hasil film tipis P3HT 5 lapisan ................................................ 19
Gambar IV.12 Hasil film tipis Dye-Ruthenium 3 lapisan. ............................... 19
Gambar IV.13 Hasil film tipis Dye-Ruthenium 5 lapisan. ............................... 20
Gambar IV.14 Hasil film tipis Dye-Ruthenium 7 lapisan. ............................... 20
Gambar IV.15 Kurva karakteristik sel surya konvensional keadaan terang
(utama) dan gelap (kanan atas) ................................................. 21
Gambar IV.16 Kurva karakteristik sel surya DSSC dan DSSC (+AgSC8 14,89
wt) keadaan terang (utama) dan gelap (kanan atas) .................. 22

iii
DAFTAR TABEL

Tabel IV.1 Data nilai dari parameter karakterisasi sel surya dalam keadaan
terang ........................................................................................ 22

iv
DAFTAR LAMPIRAN

v
Bab I Pendahuluan

Dalam suatu industri, lapisan tipis sangat banyak digunakan terutama di industri
polimer yang dipicu akan bahan-bahan mikroelektronika. Rata-rata ketebalan
lapisan yang terbentuk mencapai satuan mikrometer hingga nanometer. Terdapat
beberapa metode untuk membuat lapisan tipis. Salah satunya adalah spin coating,
metode tersebut merupakan metode yang paling umum digunakan untuk melakukan
fabrikasi lapisan tipis. Metode ini disebut sebagai teknik pemutaran lapisan yang
pada dasarnya dilakukan dengan cara melakukan pemutaran pada larutan dengan
menggunakan kecepatan rotasi yang sangat tinggi. Terdapat beberapa kelebihan
yang dimiliki oleh metode spin coating yaitu relatif mudah untuk mengatur jumlah
lapisan yang digunakan, menghasilkan lapisan tipis yang homogen, dan mampu
untuk memiliki kecepatan putaran yang tinggi sehingga proses pengeringan sangat
cepat. Proses spin coating terdiri dari empat tahapan yaitu deposisi, spin-up, spin-
off, dan evaporasi pelarut.

Teknologi sel surya saat ini mengalami perkembangan yang cukup signifikan baik
dari struktur penyusunnya ataupun janis material aktif yang digunakan. Sel surya
merupakan suatu device yang dapat mengubah energi cahaya matahari (foton)
menjadi energi listrik dengan menggunakan prinsip efek fotovoltaik. Efek tersebut
merupakan suatu fenomena munculnya tegangan listrik karena kontak antraa dua
elektroda yang dihubungkan dengan sistem padatan atau cairan daat mendapatkan
energi cahaya matahari. Material yang digunakan adalah semikonduktor (silikon)
dimana pada material tersebut terdapat dua daerah yaitu tipe-N dan tipe-P. Pada
daerah antara kedua tipe tersebut akan terdapat energi yang mendorong elektron
dan hole untuk bergerak ke arah yang berlawanan. Jika daeran P-N junction tersebut
dberikan sebuah beban perangkat listrik, maka akan timbul arus listrik. Salah satu
generasi sel surya yang banyak digunakan saat ini adalah sel surya tersentisasi
pewarna atau DSSC (Dye Sensitized Solar Cell). Prinsip kerja sel surya jenis
tersebut melibatkan tiga operasi yaitu penerapan cahaya, transport elektron dan
transport hole.

1
Tujuan dari eksperimen ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan grafik ketebalan lapisan terhadap kecepatan sudut untuk


larutan P3HT dan Dye-Ruthenium menggunakan model Emslie-
Bonner-Peck, Meyerhofer, dan Empirik.
2. Menentukan grafik gabungan rapat arus terhadap tegangan pada
percobaan karakterisasi sel surya untuk semua sampel dalam keadaan
gelap dan terang.
3. Menentukan nilai 𝐽𝑠𝑐 , 𝑉𝑜𝑐 , 𝐹𝐹 dan efisiensi (𝜂) dari masing-masing
sampel dalam keadaan terang.

Batasan-batasan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah sebagai berikut:

1. Sampel yang digunakan untuk pembuatan lapisan tipis adalah lautan


P3HT dengan konsentrasi 5 mg/mL dan Dye-Ruthenium dengan
konsentrasi 0,5 mg/mL.
2. Variasi kecepatan rotasi yang digunakan untuk pembuatan lapisan tipis
adalah 500, 1000, 2000, 3000, dan 4000 rpm.
3. Jumlah sampel yang diteteskan di atas substrat untuk pembuatan lapisan
tipis adalah 100 𝜇L.
4. Pemanasan untuk larutan P3HT dilakukan pada suhu 135°𝐶 sedangkan
untuk larutan Dye-Ruthenium dilakukan pada suhu 80°𝐶.
5. Ukuran substrat kaca yang digunakan untuk pembuatan lapisan tipis
adalah 2,5 cm × 1,25 cm.
6. Luas permukaan DSSC dan konvensional yang digunakan untuk
percobaan karakterisasi sel surya secara berturut-turut adalah 0,25 𝑐𝑚2
dan 0,09 𝑐𝑚2.
7. Sel surya yang digunakan pada percobaan adalah DSSC, DSSC (+
AgSC8 14,89 wt) dan Konvensional.
8. Daya yang digunakan untuk menyalakan lampu polikromatik pada
pengukuran intensitas cahaya sumber adalah 130 W.

2
9. Rentang tegangan pada pengukuran pengukuran karakteristik J-V dan
efisiensi DSSC adalah -0,2 hingga 0,7 V

Asumsi yang digunakan dalam eksperimen ini adalah:

1. Substrat kaca yang digunakan untuk pembuatan lapisan tupis telah


dipreparasi dengan baik.
2. Arah polaritas pada pada pengukuran pengukuran karakteristik J-V dan
efisiensi tidak terbalik.
3. Daya yang digunakan untuk percobaan karakterisasi sel surya tidak
melebihi 130 Watt.

3
Bab II Dasar Teori

II.1 Teknik Spin Coating


Spin coating merupakan metode yang umum digunakan untuk menghasilkan film
tipis dengan ketebalan pada orde nanometer hingga mikrometer di atas sebuah
substrat. Kelebihannya yaitu menghasilkan film tipis yang homogen dengan proses
yang relatif sederhana, kemampuan untuk memiliki kecepatan putaran yang tinggi
menyebabkan waktu pengeringan berlangsung cepat karena aliran udara yang tinggi
pada gilirannya menghasilkan konsistensi tinggi pada skala panjang makroskopik
dan nano, biaya yang dikeluarkan sangat rendah untuk memproses substrat individu
secara batch dibandingkan dengan metode lain.

Proses spin coating terdiri dari empat tahapan, yaitu tahapan tahapan deposisi, spin-
up, spin-off dan evaporasi pelarut. Proses spin coating dapat digambarkan seperti
berikut:

Gambar II.1 Tahapan pada proses spin coating (gambar kiri) dan hasil film tipis
polimer denganmenggunakan teknik spin coating (gambar kanan).

Pertama, substrat kaca ditetesi dengan suatu material yang telah dilarutkan dalam
pelarut tertentu. Selanjutnya, substrat diputar dengan kecepatan sudut yang tinggi
sehingga larutan akan tersebar di permukaan substrat dan sebagian larutan akan
terlempar ke luar area substrat. Kemudian, aliran udara kemudian akan
mengeringkan sebagian besar pelarut yang digunakan, sehingga akan menyisakan

4
film plastis. Terakhir, film akan kering sempurna dan hanya menyisakan material
di permukaan substrat.

Secara umum, ketebalan film hasil spin coating berbanding terbalik dengan
kecepatan putar. Terdapat beberapa model yang dijelaskan terkait hubungan antara
ketebalan film tipis yang dihasilkan dengan kecepatan sudut yang digunakan
sebagaimana berikut ini.

II.1.1 Model Emslie, Bonner, Peck


Model Emslie, Bonner, Peck menjelaskan bahwa proses penguapan pelarut tidak
memberikan kontribusi besar dalam pembentukan film tipis, sehingga proses
penguapan tersebut dapat diabaikan. Dengan mengacu pada kesetimbangan antara
gaya viskositas dan gaya sentrifugal persatuan volume, maka akan dihasilkan
hubungan seperti berikut

ℎ0
ℎ= 1
4𝜌𝜔 2 2 2 (II.1)
(1 +
3𝜂 ℎ0 𝑡)

ℎ menyatakan ketebalan film tipis setiap saat, ℎ0 adalah ketebalan awal film, 𝜌
merupakan densitas dari larutan, 𝜂 menujukkan viskositas larutan, sementara 𝜔 dan
𝑡 masing-masing ialah kecepatan sudut dan waktu lama putaran.

II.1.2 Model Meyerhofer


Model Meyerhofer menjelaskan bahwa pembentukan film tipis pada proses spin
coating dengan menganggap bahwa mekanisme spinning berperan dominan pada
saat awal, namun kemudian pada saat akhir proses penguapan berperan lebih
dominan. Dengan mengibaratkan laju penguapan adalah konstan diperoleh
hubungan

1
3𝜂0 𝐸 3
(II.2)
ℎ=( )
2(1 − 𝐶0 )𝜌𝜔 2

5
ℎ menyatakan ketebalan akhir film tipis, 𝜂0 adalah viskositas awal larutan, 𝐸
menunjukkan laju penguapan konstan dalam satuan volume pelarut yang menguap
per satuan waktu per satuan luas, 𝐶0 adalah konsentrasi awal larutan, sedangkan 𝜌
dan 𝜔 masing-masing yaitu densitas larutan dan kecepatan sudut yang digunakan.

II.1.3 Model Empirik


Secara empirik dari hasil eksperimen, hubungan yang diperoleh antara ketebalan
film yang dihasilkan (ℎ) dengan kecepatan sudut yang digunakan (𝜔) adalah
sebagai berikut.

1
ℎ = 𝛼𝜔 −2 (II.3)

Meskipun model yang dibangun untuk menjelaskan proses spin coating tidak unik,
namun seluruh model tersebut memiliki kesamaan yaitu menyatakan bahwa
ketebalan film tipis yang dihasilkan berbanding terbalik dengan kecepatan sudut
yang digunakan.

II.2 Prinsip Kerja dan Karakterisasi Sel Surya


Sel surya merupakan suatu sel yang terbuat dari semikonduktor dan berfungsi untuk
mengkonversi cahaya matahari menjadi energi listrik. Konversi energi listrik yang
dihasilkan dari iradiansi cahaya pada suatu sel semikonduktor diketahui sebagai
efek fotovoltaik. Efek fotovoltaik merupakan suatu fenomena munculnya tegangan
listrik karena adanya kontak dua elektroda yang dihubungkan dengan sistem
padatan atau cairan saat mendapatkan energi cahaya matahari. Energi foton cahaya
matahari yang diterima material semikonduktor (silikon) divais sel surya akan
menimbulkan energi yang cukup besar untuk memisahkan elektron dari struktur
atomnya. Elektron yang terpisah akan bebas bergerak pada daerah pita konduksi
dari material semikonduktor. Atom yang kehilangan elektron tersebut akan terjadi
kekosongan pada strukturnya yang dinamakan dengan “hole”. Daerah
semikonduktor dengan elektron bebas ini disebut semikonduktor tipe N (N-type),
sedangkan daerah semikonduktor dengan hole disebut semikonduktor tipe P (P-

6
type). Pada persimpangan daerah Positif dan Negatif (PN Junction), akan
menimbulkan energi yang mendorong elektron dan hole untuk bergerak ke arah
yang berlawanan. Elektron akan bergerak menjauhi daerah negatif sedangkan hole
akan bergerak menjauhi daerah positif. Ketika diberikan sebuah beban berupa
perangkat listrik di daerah P-N Junction ini, maka akan menimbulkan arus listrik.
Sebagai contoh divais sel surya yang terbuat dari bahan semikonduktor silikon
mampu menghasilkan tegangan setinggi 0,5V dan arus setinggi 0,1A saat disinari
cahaya matahari. Berikut ini adalah gambar simbol dan struktur dasar sel surya
konvensional yakni sebagai berikut:

Gambar II.2 Struktur dasar sel surya konvensional.

Salah satu generasi sel surya yang saat ini banyak dikembangkan dikarenakan
proses fabrikasi yang mudah dan murah adalah sel surya tersensitasi pewarna (Dye
Sensitized Solar Cell, DSSC) yang disebut juga sebagai sel Graetzel karena pertama
kali ditemukan oleh O’Regan dan Grӓtzel tahun 1991. Prinsip kerja DSSC
melibatkan tiga operasi yaitu penyerapan cahaya oleh dye-sensitizer, transpor
elektron oleh semikonduktor oksida, dan transpor hole oleh pasangan redoks dalam
elektrolit. Berikut merupakan gambar yang menunjukan struktur sel surya DSSC:

7
Gambar II.3 Struktur sel surya tersensitisasi pewarna (DSSC)

Performansi dari sel surya pada umumnya dapat dilakukan dengan pengukuran
rapat arus- tegangan (J-V) pada keadaan divais disinari oleh cahaya matahari,
dengan kurva J-V seperti gambar berikut:

Gambar II.4 Kurva karakterisasi J – V sel surya.

Adapun efisiensi konversi daya dalam sel surya dihitung berdasarkan rumus
berikut.

𝑃𝑚𝑎𝑥 𝐽𝑠𝑐 × 𝑉𝑜𝑐 × 𝐹𝐹


𝜂= × 100% = × 100% (II.4)
𝑃𝑖𝑛 𝑃𝑖𝑛

8
𝑃𝑚𝑎𝑥 𝑉𝑚𝑎𝑥 × 𝐼𝑚𝑎𝑥
𝐹𝐹 = = (II.5)
𝑉𝑜𝑐 × 𝐽𝑠𝑐 𝑉𝑜𝑐 × 𝐽𝑠𝑐

yaitu perbandingan daya listrik yang dihasilkan sel surya dengan daya dari sinar
matahari yang masuk ke dalam sel surya. Daya maksimum yang dihasilkan sel
surya adalah sebagai berikut

𝑃𝑚𝑎𝑥 = 𝑉𝑚𝑎𝑥 × 𝐼𝑚𝑎𝑥 (II.6)

Sedangkan daya total sinar cahaya dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai
berikut.

ℎ𝑐
𝑃𝑖𝑛 = 𝐴 ∫ 𝑁(𝜆) 𝑑𝜆 (II.7)
𝜆

Dengan 𝑁(𝜆) adalah jumlah foton per unit luas, A adalah luas penampang, dan ℎ𝑐/𝜆
adalah energi foton. Untuk sinar matahari, yang disimulasikan dengan berkas sinar
cahaya AM1.5, daya totalnya adalah 100 mW/cm2.

9
Bab III Metode dan Hipotesis

III.1 Metode
Dalam pembuatan lapisan tipis terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan,
diantaranya yaitu, pertama preparasi substrat kaca, potong substrat kaca dengan
ukuran 2,50 cm × 1,25 cm, lalu dicuci dengan menggunakan deterjen khusus (aquet)
dan dibilas dengan aquades berkali-kali. Substrat selanjutnya ditempatkan didalam
steany jar untuk disonifikasi dengan menggunakan pelarut organik seperti ethanol
dan propanol. 2) Pembuatan film tipis dengan teknik spin coating dapat dilakukan
dengan cara: a) Menyalakan power dari spin coater dan membersihkan area sekitar
holder substrat. b) Kemudian atur kecepatan putar dan waktu yang akan digunakan
untuk membuat film tipis. Pada percobaan ini larutan P3HT (c = 5 mg/mL) dan dye
Ruthenium (c = 0,5 mg/mL) diputar dengan variasi kecepatan putarnya adalah 500,
1000, 2000, 3000 dan 4000 rpm. c) Tempatkan substrat kaca pada holder dari spin
coater dan rekatkan dengan menggunakan selotip dibagian tepinya. d) Tutup area
holder spin coater dan pada lubang yang tepat berada di atas subtrat teteskan larutan
sampel sebanyak 100 μL menggunakan mikropipet lalu dengan cepat tekan tombol
“start” dan substrat yang telah tertutupi larutan sampel akan berputar sesuai dengan
kecepatan putar dan waktu yang telah diatur. e) Setelah tanda “stop”, lapisan film
tipis sudah tampak terlihat lalu segera ambil dari holder dan dilanjutkan dengan
proses pemanasan untuk menghilangkan pelarutnya secara sempurna dengan
menggunakan hot plate. Untuk film tipis P3HT pemanasan dilakukan pada 135oC
dan sedangkan untuk dye pada 80oC.

Adapun langkah-langkah untuk mengukur intensitas cahaya sumber diantaranya: 1)


Siapkan power meter dan tempatkan pada berkas sinar yang tabung keluarnya
cahaya (gunakan skala automatis). 2) Nyalakan lampu polikromatik dengan daya
130 W melalui pengaturan pada power supply. Jangan melebihi karena akan
membuat lampu terbakar. 3) Ukur intensitas cahaya tersebut pada posisi di mana
sel surya akan diletakkan.

10
Untuk pengukuran karakteristik J-V dan efisiensi sel surya, dilakukan langkah-
langkah seperti berikut ini: Periksa terlebih dahulu apakah susunan alat sudah benar
dan sudah dihidupkan seperti gambar berikut.

Gambar III.1 Susunan Alat Solar Simulator.

Bukalah aplikasi “I-V Characterization” pada komputer. Lalu masukkan nilai


rentang tegangan pengukuran (untuk DSSC biasanya sekitar -0.2 – 0.7 V).
Kemudian, hubungkan kedua kutub sel surya ke keluaran dari power supply (digital
electrometer atau source meter). Perhatikan juga polaritasnya, jangan sampai
terbalik. Ukur terlebih dahulu untuk dalam keadaan gelap. Jalankan aplikasi
tersebut dan simpanlah data dalam folder yang telah ditentukan. Kemudian ukurlah
untuk keadaan terang (disinari) dan simpanlah datanya. Ulangi untuk beberapa
sampel yang telah disediakan.

III.2 Hipotesis

Hipotesis untuk percobaan pembuatan film tipis adalah nilai ketebalan lapisan yang
diperoleh dari larutan P3HT dan Dye-Ruthenium akan berbanding terbalik dengan
nilai kecepatan sudut yang digunakan. Pemodelan yang paling cocok adalah model
Emsli-Bonner-Peck. Hipotesis untuk percobaan pengukuran karakteristik J-V dan

11
efisiensi sel surya adalah semakin besar intensitas cahaya maka akan dihasilkan
nilai 𝐽𝑠𝑐, 𝑉𝑜𝑐, 𝐹𝐹 dan efisiensi (𝜂) yang semakin besar pula.

12
Bab IV Hasil dan Pembahasan

IV.1 Hasil Eksperimen

Hasil eksperimen yang diperoleh pada percobaan spin coating adalah data ketebalan
film tipis dan kecepatan sudut yang digunakan. Hasil eksperimen yang diperoleh
dari percobaan karakterisasi sel surya adalah data arus dan tegangan.

IV.1.1 Spin Coating


Berikut adalah gambar kurva fitting film tipis larutan P3HT yang dihasilkan dari
aplikasi MATLAB untuk ketiga model pengukuran ketebalan

Gambar IV.1 Fitting P3HT dengan model Emslie, Bonner, Peck.

13
Gambar IV.2 Fitting P3HT dengan model Meyerhofer.

Gambar IV.3 Fitting P3HT dengan model Empirik.

14
Berikut adalah gambar kurva fitting film tipis larutan Dye-Ruthenium yang
dihasilkan dari aplikasi MATLAB untuk ketiga model pengukuran ketebalan.

Gambar IV.4 Fitting Dye-Ruthenium dengan model Emslie, Bonner, Peck.

15
Gambar IV.5 Fitting Dye-Ruthenium dengan model Meyerhofer.

Gambar IV.6 Fitting Dye-Ruthenium dengan model Empirik.

16
Terlihat bahwa setelah dilakukan fitting data pada sampel larutan P3HT dan Dye-
Ruthenium dengan ketiga metode yang digunakan, diperoleh bahwa hasil fitting
data yang paling mendekati data eksperimen adalah model EBP. Dengan demikian,
asumsi yang digunakan pada model EBP yaitu efek penguapan tidak berpengaruh
besar terhadap proses spin coating cocok diterapkan pada larutan P3HT dan Dye-
Ruthenium.

Berikut adalah tampilan film tipis yang dihasilkan dengan menggunakan larutan
P3HT dan Dye-Ruthenium dengan variasi kecepatan sudut 𝜔 yaitu 500, 1000, 2000,
3000, dan 4000 rpm.

Gambar IV.7 Hasil film tipis P3HT dengan variasi kecepatan sudut.

Gambar IV.8 Hasil film tipis Dye-Ruthenium dengan variasi kecepatan sudut.

Berikut adalah gambar tampilan foto film tipis dengan menggunakan larutan P3HT
dan variasi jumlah lapisan yaitu 1, 3, dan 5 lapis

17
Gambar IV.9 Hasil film tipis P3HT 1 lapisan.

Gambar IV.10 Hasil film tipis P3HT 3 lapisan.

18
Gambar IV.11 Hasil film tipis P3HT 5 lapisan.

Berikut adalah gambar tampilan foto film tipis dengan menggunakan larutan Dye-
Ruthenium dengan variasi jumlah lapisan yaitu 3, 5, dan 7 lapis.

Gambar IV.12 Hasil film tipis Dye-Ruthenium 3 lapisan.

19
Gambar IV.13 Hasil film tipis Dye-Ruthenium 5 lapisan.

Gambar IV.14 Hasil film tipis Dye-Ruthenium 7 lapisan.

20
IV.1.2 Karakterisasi Sel Surya

Pada percobaan ini digunakan tiga sampel sel surya yaitu DSSC, DSSC(+AgSC8
14,89 wt) dan konvensional. Masing-masing percobaan dilakukan dalam dua
keadaan yaitu gelap dan terang. Data yang diperoleh berupa nilai tegangan dan nilai
arus listrik, kemudian data tersebut diolah sehingga diperoleh nilai rapat arus dan
nilai daya untuk setiap percobaan. Selanjutnya dilakukan plot grafik antara rapat
arus dengan tegangan untuk setiap sampel dan tiap keadaan sebagai berikut

Gambar IV.15 Kurva karakteristik sel surya konvensional keadaan terang (utama)
dan gelap (kanan atas).

21
Gambar IV.16 Kurva karakteristik sel surya DSSC dan DSSC (+AgSC8 14,89 wt)
keadaan terang (utama) dan gelap (kanan atas).

Pengolahan data selanjutnya adalah penentuan nilai 𝐽𝑠𝑐 dan 𝑉𝑜𝑐 untuk tiap sampel
dalam keadaan terang saja. Nilai 𝐽𝑠𝑐 ditentukan dengan cara memilih data yang
berpotongan dengan sumbu-y. Sedangkan nilai 𝑉𝑜𝑐 ditentukan dengan cara memilih
data yang berpotongan dengan sumbu-x. Kedua nilai tersebut digunakan untuk
menentukan nilai parameter dalam penentuan karakterisasi sel surya yaitu nilai fill
factor (𝐹𝐹) dan efisiensi (𝜂) yang besarnya dihitung menggunakan persamaan
(II.4) dan (II.5). Berikut adalah data yang diperoleh untuk setiap sampel dalam
keadan terang.

Tabel IV.1 Data nilai dari parameter karakterisasi sel surya dalam keadaan terang
Sampel 𝑉𝑜𝑐 (𝑉) 𝐽𝑠𝑐 (𝑚𝐴/𝑐𝑚2 ) 𝐹𝐹 𝜂 (%)
DSSC 0.7109 8.1149 0.58 3.37
DSSC (+AgSC8 14,89 wt) 0.7106 12.461 0.55 4.85
Konvensional 0.5211 21.577 0.51 5.76

22
IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Analisis

Foto film tipis yang diperoleh menggunakan variasi lapisan untuk larutan P3HT
pada Gambar IV.9, IV.10, dan IV.11. Ffilm tipis yang dihasilkan dengan
menggunakan 3 lapisan terjadi penggumpalan larutan pada daerah tepi film.
Sedangkan film tipis yang yang dihasilkan dengan menggunakan 5 lapisan terjadi
penggumpalan larutan pada daerah tengah film tipis. Hasil film tipis untuk larutan
Dye-Ruthenium dapat dilihat pada Gambar IV.12, IV.13, dan IV.14 dapat dilihat
bahwa film tipis yang dihasilkan dengan menggunakan 3 lapisan dan 7 lapisan tidak
tersebar merata ke seluruh permukaan substrat sehingga terdapat bagian yang tidak
terkena larutan. Sedangkan film tipis yang yang dihasilkan dengan menggunakan 5
lapisan terlihat tersebar merata ke seluruh permukaan susbtrat yang digunakan.

Secara kualitatif film tipis yang dihasilkan oleh Dye-Ruthenium saat percobaan
dengan variasi jumlah lapisan tipis yang digunakan menghasilkan visualisasi yang
lebih baik daripada film tipis yang dihasilkan oleh larutan P3HT. Hasil film tipis
larutan P3HT terdapat penggumpalan larutan di bagian tepi permukaan substrat saat
menggunakan 3 lapis dan penggumpalan pada bagian tengah substrat saat
digunakan variasi lapisan sebanyak 5 lapis. Cacat tersebut diakibatkan karena nilai
kecepatan sudut yang digunakan pada teknik spin coating yang tidak langsung
kontan. sehingga menyebabkan larutan tidak cukup mudah untuk terlempar. Selain
itu waktu sebelum diputar dan laju penguapan juga berpengaruh terhadap distribusi
ketebalan film tipis yang dihasilkan. Dengan demikian akan terjadi penggumpalan
di beberapa bagian permukaan substrat atau dengan kata lain larutan tidak tersebar
secara merata di permukaan substrat tersebut.

Grafik ketebalan lapisan tipis terhadap kecepatan sudut untuk sampel larutan
P3HT dapat dilihat pada Gambar IV.1 hingga Gambar IV.3 sedangkan grafik antara
ketebalan lapisan tipis terhadap kecepana sudut untuk sampel larutan Dye-
Ruthenium dapat dilihat pada Gambar IV.4 hingga Gambar IV.6. dari grafik
tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan antara ketebalan lapisan tipis yang
dihasilkan akan berbanding terbalik dengan kecepatan rotasi yang digunakan,
artinya semakin besar kecepatan rotasi yang digunakan maka semakin tipis lapisan

23
yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena jika kecepatn rotasi besar maka larutan
akan terpenta ke seluruh permukaan substrat akibat gaya sentrifugal sehingga
lapisan yang dihasilkan akan semakin tipis.

Kurva fitting untuk masing-masing sampel menggunakan Model Emslie-Bonner-


Peck, Meyerhofer dan Empirik dapat dilihat pada Gambar IV.1 hingga Gambar
IV.3 untuk larutan P3HT dan Gambar IV.4 hingga Gambar IV.6 untuk larutan Dye-
Ruthenium. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model yang paling cocok
untuk setiap sampel adalah model Emslie-Bonner-Peck karena memiliki nilai R2
terbesar untuk larutan P3HT dan larutan Dye-Ruthenium. Nilai tersebut berasal dari
adanya pengaruh terhadap viskositas dan gaya sentrifugal serta tidak adanya
pengaruh besar dari proses penguapan yang terjadi. Sesuai dengan asumsi pada
model Emslie-Bonner-Peck.

Nilai konstanta hasil fitting dapat dilihat pada kurva gambar IV.1 sampai gambar
IV.6. Dapat dilihat bahwa setiap model yang digunakan akan menghasilkan nilai
konstanta yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena nilai dari besaran lain
yang nilainya tidak dijadikan variabel dalam eksperimen ini, besaran tersebut
adalah ketebalan awal, densitas larutan, kecepatan sudut, viskositas larutan, lama
waktu putaran, laju penguapan dan konsentrasi awal larutan yang digunakan.

Tujuan dilakukannya pemanasan pada tahap akhir dari proses spin coating adalah
untuk menghilangkan pelarut yang tersisa pada permukaan substrat secara
sempurna. Besarnya suhu yang digunakan dalam pemanasan tiap larutan berbeda
bergantung pada nilai titik didih dari pelarut yang digunakan. Untuk larutan P3HT
digunakan pelarut Chlorobenzena yang memiliki titik didih 132℃ sedangkan untuk
larutan Dye-Ruthenium digunakan pelarut ethanol yang memiliki nilai titik didih
78,37℃. Pemanasan tersebut dilakukan tidak tepat pada nilai titik didih pelarut, hal
ini bertujuan agar spektrum absorbansi yang dihasilkan oleh larutan tidak bergeser.

Pada eksperimen ini tidak terjadi interferensi hal ini disebabkan karena film tipis
yang dihasilkan merupakan kumpulan partikel sehingga cahaya yang terpantul dari
sampel tidak koheren. Syarat untuk terjadinya interferensi adalah koherensi antara

24
gelombang yang akan berinterferensi, artinya gelombang tersebut memiliki panjang
gelombang, dan frekuensi yang sama.

Kurva karakterisasi J-V dari sel surya konvensional dalam keadaan gelap dan terang
dapat dilihat pada Gambar IV.15, dan sel surya DSSC serta DSSC(+AgSC8 14,89
wt) dapat dilihat pada Gambar IV.16. Dari gambar tersebut terlihat bahwa untuk
setiap sel surya dan setiap keadaan yang digunakan akan menghasilkan kurva
karakterisasi yang berbeda. Dapat dilihat bahwa kurva hasil pengukuran sel surya
konvensional, DSSC, dan DSSC(+AgSC8 14,89 wt) dalam keadaan gelap tidak
dapat dilihat dengan jelas karena kurva tersebut berada di skala yang paling kecil
dan mendekati nol. Hal ini disebabkan karena nilai intensitas pada keadaan gelap
sangat kecil. Sehingga kurva pada keaadan gelap hanya digunakan untuk
pembanding saja dengan kurva terang.

Nilai 𝐽𝑠𝑐 , 𝑉𝑜𝑐 , 𝐹𝐹, dan efisiensi (𝜂) dari masing-masing percobaan sel surya secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel IV.1 terlihat bahwa nilai tersebut berbeda untuk
masing-masing sel surya. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa perbedaan
device sel surya yang digunakan maka berbeda pula nilai 𝐽𝑠𝑐 , 𝑉𝑜𝑐 , 𝐹𝐹, dan efisiensi
(𝜂) yang diperoleh untuk setiap percobaan. Perbedaan nilai 𝑉𝑜𝑐 dan 𝐹𝐹 tidak terlalu
signifikan. Tetapi perbedaan nilai 𝐽𝑠𝑐 cukup signifikan, dengan nilai 𝐽𝑠𝑐 dari sel
surya konvensional adalah yang terbesar. Nilai dari efisiensi dari sel surya
konvensional juga yang terbesar.

Faktor yang mempengaruhi nilai 𝐽𝑠𝑐 adalah luas device sel surya yang digunakan
dimana luas untuk percobaan konvensional yaitu sebesar 0,09 cm2 sedangkan untuk
luas percobaan DSSC adalah sebesar 0,25 cm2. Semakin sempit luas permukaan
maka nilai 𝐽𝑠𝑐 akan semakin besar, dapat dilihat bawah nilai 𝐽𝑠𝑐 dari sel surya
konvensional paling besar dengan dibandingkan dengan sel surya DSSC.
Penambahan AgSC8 juga mempengaruhi nilai 𝐽𝑠𝑐 dapat dilihat bahwa nilai 𝐽𝑠𝑐 dari
sel surya DSSC + AgSC8 lebih besar dari sel surya DSSC biasa. Sedangkan faktor
yang mempengaruhi nilai 𝑉𝑜𝑐 adalah tegangan input yang digunakan, dan faktor
yang mempengaruhi nilai FF adalah besar daya maksimum yang diperoleh dari

25
perkalian antara rapat arus dengan tegangan, nilai 𝐽𝑠𝑐 dan nilai 𝑉𝑜𝑐 yang diperoleh.
Data nilai parameter secara lengkap dapat dilihat pada tabel IV.1.

IV.2.2 Open Problem

Eksperimen ini dilakukan menggunakan teknik static dispense yaitu awalnya


substrat diam kemudian ditetesi sampel diatasnya baru kemudian diputar dengan
kecepatan sudut tersentu. Terdapat teknik lain yang mampu menghasilkan film tipis
yaitu teknik dynamic dispense . Dalam teknik dynamic dispense substrat kaca
diputar terlebih dahulu hingga kecepatan yang diinginkan setelah itu sampel
diteteskan di atas substrat. Dengan teknik tersebut larutan sampel diteteskan di atas
substrat dengan cepat sehingga larutan akan mengalami peningkatan kecepatan
yang bersifat linier terhadap waktu (Ossila, 2020). Sehingga mesin spin coating
yang baik adalah mesin yang dapat mengatur profil peningkatan kecepatan sudut
substrat meningkat secara linier terhadap waktu.

Pengukuran forward adalah pengukuran yang dilakukan dengan memasang


tegangan forward bias ke sel surya dalam kondisi gelap. Sel surya diletakkan pada
kondisi gelap agar tidak ada arus listrik akibat cahaya. Arus ini berjenis reverse bias
sehingga akan mengganggu arus forward dari tegangan forward bias. Hasil
pengukuran yang didapat adalah informasi mengenai fill factor (𝐹𝐹) dari sel surya.
Pengukuran backward adalah pengukuran yang dilakukan dengan memasang
tegangan forward bias ke sel surya dalam kondisi terang. Pengukuran ini bertujuan
untuk mendapatkan informasi arus listrik akibat cahaya atau photocurrent (𝐽𝑠𝑐 ), dan
open-circuit voltage (𝑉𝑜𝑐 ). Sebenarnya arus yang dihasilkan dari cahaya matahari
atau photocurrent berjenis reverse bias. Ketika sel surya diberi tegangan forward
bias, arus forward akan melawan arus reverse dari photocurrent sampai mencapai
nol. Tegangan saat arus nol adalah open-circuit voltage (𝑉𝑜𝑐 ). Pengukuran
photocurrent dapat dilakukan dengan melepas sumber tegangan forward bias
sehingga arus yang berada pada sel hanya photocurrent. Arus ini konstan selama
intensitas cahaya yang digunakan juga konstan.

26
Bab V Kesimpulan

1. Grafik ketebalan lapisan terhadap kecepatan sudut untuk larutan P3HT dan
Dye-Ruthenium menggunakan model Emslie-Bonner-Peck, Meyerhofer dan
Empirik terdapat pada Gambar IV.1 sampai Gambar IV.6. Terlihat bahwa untuk
masing-masing model dihasilkan grafik yang berbeda namun perbedaan
tersebut kurang signifikan. model yang paling baik adalah model Emslie-
Bonner-Peck.
2. Grafik rapat arus terhadap tegangan pada percobaan karakterisasi sel surya
untuk masing-masing divais dalam setiap keadaan dapaf dilihat pada Gambar
IV.15 dan Gambar IV.16. Kurva hasil pengukuran DSSC, konvensional dan
DSSC(+AgSC8 14,89 wt) dalam keadaan gelap terletak di pojok kanan atas
kurva terang karena hanya untuk membandingkan saja. Bentuk kurva gelap
tidak dapat diketahui dengan jelas. Sehingga tidak dapat dicari nilai parameter
karakteristiknya. Karena kurva tersebut berada di skala yang paling kecil dan
mendekati nol. Hal ini disebabkan karena nilai intensitas yang sangat kecil.
3. Nilai 𝐽𝑠𝑐 , 𝑉𝑜𝑐 , 𝐹𝐹, dan efisiensi (𝜂) dari masing-masing sampel dalam keadaan
terang secara lengkap dapat dilihat pada Tabel IV.1. Dapat dilihat bahwa
masing-masing sampel dalam keadaan terang menghasilkan nilai parameter
yang berbeda. Penambahan AgSC8 pada DSSC tidak berpengaruh signifikan
pada nilai 𝑉𝑜𝑐 dan 𝐹𝐹. Efisiensi terbesar dihasilkan oleh sel surya konvensional.
Perbedaan nilai nilai 𝐽𝑠𝑐 , 𝑉𝑜𝑐 , 𝐹𝐹, dan efisiensi (𝜂) secara berturut-turut
dipengaruhi oleh luas divais tegangan input yang digunakan. saat pengolahan
data.

27
DAFTAR PUSTAKA

Agus, S., dkk., Surakarta : Fabrikasi Dye sensitized solar cell (DSSC)
menggunakan ekstraksi bahan-bahan organis alam celosia argentums dan
lagerstomia sp. Diunduh melalui
https://media.neliti.com/media/publications/173711-IDfabriksi-dye-
sensitized-solar-cellsdsscm.pdf

Hardani, M.si., 2019 : Dye-sensitized solar cell (DSSC). Diunduh melalui


https://www.researchgate.net/publication/339676335_DyeSensitized_Sol
ar_Cell_Teori_dan_Aplikasinya

Khoirul. H., Asrofi, dkk: Penerapan spin coating untuk lapisan tipis dengan MMA.
Diunduh melalui
https://www.Academia.edu/1960578/penerapanspin-coating-untuk-
lapisan-tipis-dengan-MMA

Ossila Spin Coating: Complete Guide to Theory and Techniques Spin Coating:
Complete Guide to Theory and Techniques 2020,
https://www.ossila.com/pages/spin-coating

Sukma, Maya, W.K., Drs. Prajitno, Gontjang., 2012 : Studi awal fabrikasi Dye
sensitized solar cell (DSSC) dengan menggunakan ekstraksi daun bayam
(amaranthus hybridus L.) sebagai dye sensitized dengan variasi jarak
sumber cahaya pada DSSC. Diunduh melalui
http://digilib.its.ac.id/public/ITSpaper-22068-1108100017-Paper.pdf

28
Lampiran I Data Mentah

Silahkan dimasukkan apapun yang dikira penting tetapi terlalu panjang untuk
dimasukkan ke laporan utama.

29
Lampiran II Data Mentah Lainnya

Silahkan dimasukkan apapun yang dikira penting tetapi terlalu panjang untuk
dimasukkan ke laporan utama.

30

Anda mungkin juga menyukai