Anda di halaman 1dari 1765

MODUL

PELATIHAN DASAR CALON PNS


WAWASAN KEBANGSAAN DAN
NILAI NILAI BELA NEGARA

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA


NATIONAL INSTITUTE of PUBLIC ADMINISTRATION
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945), diperlukan ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik
bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan
kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan nasional seperti
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Kepentingan
nasional adalah bagaimana mencapai tujuan nasional. Setiap ASN harus senantiasa
menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat pegawai negeri
sipil, serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang atau golongan. Kepentingan bangsa dan Negara harus
ditempatkan di atas kepentingan lainnya. Agar kepentingan bangsa dan Negara dapat
selalu ditempatkan di atas kepentingan lainnya dibutuhkan langkah-langkah konkrit,
melalui:

1. Memantapkan wawasan kebangsaan. Pengetahuan tentang wawasan


kebangsaan telah diperoleh para peserta Pelatihan di bangku pendidikan formal
mulai dari pendidikan dasar, menengah maupun pendidikan tinggi. Namun, wawasan
perlu untuk dimantapkan sebagai bekal dalam mengawali pengabdian kepada Negara
dan bangsa.

2. Menumbuhkembangkan kesadaran bela Negara. Kesadaran bela Negara perlu


ditumbuhkembangkan sebagai hak dan sekaligus kewajiban setiap warga Negara.
Sebagai warga Negara terpilih, CPNS diharapkan mampu mengaktualisasikan niali
dasar bela Negara dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengimplementaskani Sistem Administrasi NKRI. System Adminitrasi NKRI


merupakan salah satu satu system nasional guna mencapai kepentingan dan tujuan
nasional. CPNS sebagai calon pengawak sistem tersebut diharapkan mampu
mengimplementasikan wawasan kebangsaan yang mantap dan mengaktualisasikan
kesadaran bela Negara dalam kerangka Sistem Adminitrasi NKRI.

1
Berbagai masalah kebangsaan saat ini mengingatkan kita akan pentingnya
pemantapan wawasan kebangsaan dan penumbuhkembangan kesadaran bela
Negara. sehingga amanat UUD 1945 untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional
dapat diwujudkan. Peran, tugas dan fungsi ASN menempatkan ASN sebagai bagian
dari penyelenggara pemerintahan yang secara langsung bertanggungjawab untuk
menjamin terselenggaranya roda pemerintahan, memiliki tanggungjawab untuk ikut
serta secara langsung mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Dalam berbagai
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, baik ideologi, politik, ekonomi dan sosial
budaya serta pertahanan dan keamanan, peran ASN sangat dominan. Setiap
dinamika ideologi, politik, ekonomi dan sosial budaya serta pertahanan dan
keamanan, akan bersinggungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
peran, tugas dan fungsi ASN.

B. Deskripsi Singkat.

Bahan pembelajaran (Bahan Pembelajaran) kesadaran berbangsa dan bernegara di


susun untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan peserta Pelatihan terhadap
wawasan kebangsaan, kesadaran bela Negara dan Sistem Administrasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

C. Manfaat

Manfaat Bahan Pembelajaran kesadaran berbangsa dan bernegara digunakan untuk


membantu peserta Pelatihan memahami wawasan kebangsaan, kesadaran bela
Negara dan Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

D. Tujuan Pembelajaran

1. Kompetensi Dasar.
Kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari materi Wawasan
Kebangsaan dan Kesadaran Bela Negara adalah peserta Pelatihan mampu
memahami wawasan kebangsaan, kesadaran Bela Negara, serta Sistem
Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Indikator Keberhasilan.
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta Pelatihan diharapkan mampu:
a. Memantapkan wawasan kebangsaan.
b. Menumbuhkembangkan kesadaran bela Negara.
c. Mengimplementaskani Sistem Administrasi NKRI.

2
E. Pokok Bahasan.

Pokok bahasan pada Bahan Pembelajaran Wawasan Kebangsaan dan Kesadaran Bela
Negara meliputi wawasan kebangsaan, kesadaran Bela Negara, serta Sistem
Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

F. Petunjuk Belajar.

Bahan Pembelajaran kesadaran berbangsa dan bernegara ini bersifat pemahaman


atau pengertian yang dapat diimplementasi dalam kehidupan sehari-hari meliputi
wawasan kebangsaan, kesadaran Bela Negara, serta Sistem Administrasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

3
BAB II
WAWASAN KEBANGSAAN

Indikator Keberhasilan.

A. Umum Setelah mempelajari bab ini, peserta pelatihan diharapkan


mampu menjelaskan sejarah pergerakan kebangsaan
Indonesia,
Sejarah pergerakan wawasan Indonesia
kebangsaan kebangsaan, 4 (empat)bahwa
membuktikan konsensus
para pendiri bangsa
dasar dan Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta
(founding fathers) mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
Lagu Kebangsaan Indonesia
kelompok atau golongan. Sejak awal pergerakan nasional, kesepakatan-kesepakatan
tentang kebangsaan terus berkembang hinggga menghasilkan 4 (empat) konsensus
dasar serta n Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
Indonesia sebagai alat pemersatu, identitas, kehormatan dan kebanggaan bersama.

B. Sejarah Pergerakan Kebangsaan Indonesia

Sejarah pergerakan kebangsan perlu secara lengkap disampaikan kepada peserta


Latsar CPNS meskipun pada pendidikan formal sebelumnya sudah mereka peroleh,
namun pemahaman yang dibutuhkan adalah untuk menjadi dasar pemahaman
tentang wawasan kebangsaan secara lebih komprehensif. Fakta-fakta sejarah dapat
dijadikan pembelajaran bahwa Kebangsaan Indonesia terbangun dari serangkaian
proses panjang yang didasarkan pada kesepakatan dan pengakuan terhadap
keberagaman dan bukan keseragaman serta mencapai puncaknya pada tanggal 17
Agustus 1945.

Tanggal 20 Mei untuk pertamakalinya ditetapkan menjadi Hari Kebangkitan Nasional


berdasarkan Pembaharuan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 tahun
1959 tanggal 16 Desember 1959 tentang Hari-Hari Nasional yang Bukan Hari Libur.
Melalui keputusan tersebut, Presiden Republik Indonesia menetapkan beberapa hari
yang bersejarah bagi Nusa dan Bangsa Indonesia sebagai hari-hari Nasional yang
bukan hari-hari libur, antara lain : Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 8 Mei, Hari

4
Kebangkitan Nasional pada tanggal 20 Mei, Hari Angkatan Perang pada tanggal 5
Oktober, Hari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober, Hari Pahlawan pada tanggal
10 Nopember, dan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember.

Penetapan tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional dilatarbelakangi


terbentuknya organisasi Boedi Oetomo di Jakarta tanggal 20 Mei 1908 sekira pukul
09.00. Para mahasiswa sekolah dokter Jawa di Batavia (STOVIA) menggagas sebuah
rapat kecil yang diinisiasi oleh Soetomo. Di depan rekan-rekannya para calon dokter
lainnya, Soetomo menyampaikan gagasan Wahidin Soedirohoesodo tentang
pentingnya membentuk organisasi yang memajukan pendidikan dan kebudayaan di
Hindia Belanda. Beberapa mahasiswa yang hadir saat itu, antara lain : Goenawan
Mangoenkoesoemo, Soeradji, Soewarno, dan lain-lain. Tanpa mereka sadari, rapat
kecil tersebut sesungguhnya menjadi titik awal dimulainya pergerakan nasional
menuju Indonesia Merdeka. Juni 1908, koran Bataviasch Niewsblad mengumumkan
untuk pertamakalinya berdirinya Boedi Oetomo. Dalam maklumat yang
ditandatangani oleh Soewarno selaku Sekretaris diumumkan bahwa : “Boedi Oetomo
berdiri untuk memperbaiki keadaan rakyat kita, terutama rakyat kecil”.

Oktober 1908, kongres pertama Boedi Oetomo di Gedung Sekolah Pendidikan Guru
(Kweekschool) Yogyakarta. Wahidin Soedirohoesodo bertindak selaku pimpinan
sidang. Hanya dalam waktu 5 (lima) bulan saja, Boedi Oetomo sudah beranggotakan +
1.200 orang. Semua koran di Hindia Belanda memberitakan peristiwa tersebut.
Lebih dari 300 orang saat itu, namun dikarenakan politik etis Belanda yang
memberikan perlakuan khusus pada kaum priyayi, kongres tersebut didominasi oleh
para priyayi Jawa. Pemerintah kolonial Belanda menaruh perhatian pada kongres
tersebut dan menyebutnya sebagai “Eerste Javanen Congres” atau kongres pertama
orang Jawa. Tjipto Mangoenkoesomo, kakak dari Goenawan Mangoenkoesoemo
menyampaikan gagasannya agar Boedi Oetomo menjadi partai politik, namun
gagasan tersebut ditolak sebagian besar peserta kongres. Menganggap penolakan
tersebut tidak sesuai dengan tujuan awalnya pendirian Boedi Oetomo, Tjipto
Mangoenkoesomo kemudian memilih aktif di Indische Partij dan dr. Soetomo
kemudian mendirikan Soerabaja Stoedy Cloeb. Pada September 1909, anggota
Boedi Oetomo mencapai + 10.000 orang. Kongres terakhir Boedi Oetomo tercatat
pada bulan Agustus 1912 yang kemudian memilih Pangeran Ario Noto Dirodjo
sebagai ketua.

Pada 1908, beberapa mahasiswa Indonesia di Belanda mendirikan sebuah organisasi


perkumpulan pelajar Indonesia yang bernama Indische Vereeniging (IV). Tujuan
didirikan organisasi ini, menurut Noto Soeroto dalam tulisannya di Bendera Wolanda
tahun 1909, adalah untuk “memajukan kepentingan bersama orang Hindia di Belanda

5
dan menjaga hubungan dengan Hindia Timur Belanda”. Sebagian usul untuk
membentuk perhimpunan yang akan didirikan ini menjadi cabang dari Boedi Oetomo
(BO) ditolak, terutama oleh dokter Apituly dari Ambon. Penolakan ini
memperlihatkan bahwa ada suatu rasa kesamaan asal di antara mahasiswa bahwa
mereka adalah “saudara sebangsa”, karena perkumpulan yang dibentuk hendaknya
tidak hanya beranggotakan orang Jawa saja tetapi semua suku di Hindia Belanda.
Untuk mencapai tujuan dasar dari IV, menurut Noto Soeroto, perhimpunan akan
memperkuat pergaulan antara orang Hindia di Belanda dan mendorong orang Hindia
agar lebih banyak lagi menimba ilmu ke negeri Belanda. Di awal tahun 1925
Indonesische Vereeniging mengubah namanya, menggunakan terjemahan Melayu,
menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Di bawah kepengurusan ketua baru Soekiman
Wirjosandjojo diputuskan bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia yang berusaha
dicapai lewat strategi solidaritas, swadaya, dan nonkooperasi, tidak hanya perlu
memperhatikan aspek “kesatuan nasional” tetapi juga “kesetiakawanan
internasional”. Dalam program kepengurusan baru tersebut disebutkan bahwa untuk
mencapai tujuan dari PI maka propaganda asas-asas PI harus lebih intensif di
Indonesia, selain itu PI menekankan pentingnya propaganda ke dunia internasional
untuk menarik perhatian dunia pada masalah Indonesia dan membangkitkan
perhatian anggota PI pada isu-isu internasional melalui ceramah, berpergian ke
negara lain, atau perjalanan studi. Dengan munculnya inisiatif dari internasionalisasi
jaringan, menurut Ali Sastroamidjojo, “mencerminkan kesadaran PI bahwa
nasionalisme Indonesia tidak berdiri sendiri, faktor internasionalisme disadari
sebagai unsur penting di dalam perjuangan kemerdekaan nasional”. Sementara itu
berpendapat bahwa propaganda luar negeri penting bagi gerakan nasionalis
Indonesia sebab “dunia luar sampai sekarang tidak tahu tentang apa yang terjadi di
tanah air kita, sebagai konsekuensinya secara keliru dipercayai bahwa Indonesia
benar-benar mendapat berkah pemerintah Belanda”.

Sebagaimana Hari Kebangkitan Nasional, tanggal 28 OKtober untuk pertamakalinya


ditetapkan menjadi Hari Sumpah Pemuda berdasarkan Pembaharuan Keputusan
Presiden Republik Indonesia No. 316 tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 tentang
Hari-Hari Nasional yang Bukan Hari Libur. Penetapan tanggal 28 Oktober sebagai
Hari Sumpah Pemuda dilatarbelakangi Kongres Pemuda II yang dilaksanakan pada
tanggal 28 Oktober 1928 di Indonesische Clubgenbouw Jl. Kramat 106 Jakarta. Kongres
Pemuda II sendiri merupakan hasil dari Kongres Pemuda I yang dilaksanakan pada
tanggal 2 Mei 1926 di Vrijmetselaarsloge (sekarang Gedung Kimia Farma) Jalan Budi
Utomo Jakarta Pusat. Kongres tersebut diikuti oleh beberapa perwakilan organisasi
pemuda di Hindia Belanda, antara lain : Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong
Islamieten Bond, Sekar Roekoen, Jong Bataks Bond, Jong Stundeerenden, Boedi
Oetomo, Indonesische Studieclub, dan Muhammadiyah.

6
Muhammad Yamin, seorang pemuda berusia 23 tahun yang saat itu menjadi Ketua
Jong Sumatranen Bond, menyampaikan sebuah resolusi setelah mendengarkan
pidato dari beberapa peserta kongres berupa 3 (tiga) klausul yang menjadi dasar dari
Sumpah Pemuda, yaitu :

Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu tanah Indonesia,

Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.

Kami putra dan putri Indonesia menjunjung Bahasa persatuan, Bahasa Melayu.

Penggunaan Bahasa Melayu yang diusulkan oleh Muhammad Yamin menjadi


kontroversi saat Kongres Pemuda I, barulah setelah diganti menjadi Bahasa Indonesia
pada Kongres Pemuda II, kontroversi tersebut dapat berakhir dan menjadi sebuah
kesepakatan. Muhammad Yamin bukanlah orang pertama yang mengusulkan Bahasa
Melayu sebagai bahasa persatuan, namun memang Muhammad Yamin yang lebih
sering menyampaikan gagasan tersebut. Ki Hadjar Dewantara pernah mengusulkan
Bahasa Melayu sebagai Bahasa persatuan dalam Kongres Pengajaran Kolonial di Den
Haag, Belanda pada tanggal 28 Agustus 1916. Saat Kongres Pemuda II untuk
pertama kalinya, Lagu Kebangsaan Indonesia dikumandangkan. Wage Rudolf
Soepratman, seorang pemuda yang berusia 25 tahun meminta waktu kepada
Soegondo Djojopoespito, pemimpin rapat saat itu, untuk memperdengarkan sebuah
lagu yang berjudul “Indonesia”. Membaca syair Lagu Indonesia, Soegondo
Djojopoespito menjadi khawatir. Polisi Hindia Belanda jelas akan membubarkan
kongres apabila lagu tersebut dikumandangkan lengkap dengan syairnya. Soegondo
Djojopoespito kemudian memutuskan lagu tersebut hanya akan dikumandangkan
secara instrumentalia tanpa syair dan Wage Rudolf Soepratman dapat menerima
untuk kemudian mulai memainkan biolanya mengumandangkan Lagu Indonesia.
Meskipun tanpa syair, lagu tersebut berhasil menggelokan semangat perjuangan para
pemuda peserta kongres. Syair Lagu Indonesia pertama kali dipublikasikan pada
tanggal 10 November 1928 oleh koran Sin Po, koran Tionghoa berbahasa Melayu.

Tanggal 17 Agustus ditetapkan sebagai Hari Proklamasi Kemerdekaan berdasarkan


Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 24 tahun 1953 tanggal 1 Januari 1953
tentang Hari-Hari Libur. Dengan menyimpang dari Pasal 5 Penetapan Pemerintah
tahun 1946 No. 2/Um, menetapkan “Aturan hari-hari libur. Hari-hari yang disebut di
bawah ini dinyatakan sebagai hari libur, antara lain : Tahun Baru 1 Januari,
Proklamasi Kemerdekaan, Nuzulul-Qur’an, Mi’radj Nabi Muhammad S.A.W., Id’l Fitri
(selama 2 hari), Id’l Adha, 1 Muharram, Maulid Nabi Muhammad S.A.W., Wafat Isa Al

7
Masih, Paskah (hari kedua), Kenaikan Isa Al Masih, Pante Kosta (hari kedua), dan
Natal (hari pertama).

Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI diawali dengan menyerah Jepang kepada


Tentara Sekutu. Mendengar Jepang menyerah, tanggal 14 Agustus 1945 pukul
14.00, Sjahrir yang sudah menunggu Bung Hatta di rumahnya menyampaikan
pendapatnya bahwa sebaiknya Bung Karno sendiri yang menyatakan Kemerdekaan
Indonesia atas nama rakyat Indonesia melalui perantaraan siaran radio. Pernyataan
kemerdekaan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) akan dicap oleh
Sekutu sebagai buatan Jepang. Bung Hatta sendiri sesungguhnya sependapat dengan
Sjahrir, namun Bung Hatta ragu, apakah Bung Karno bersedia untuk mengambil
kewenangan PPKI dan sebagai pemimpin rakyat menyatakan Kemerdekaan
Indonesia.

Kemudian Bung Hatta dan Sjahrir datang menemui Bung Karno, apa yang diduga
Bung Hatta ternyata benar, Bung Karno menolak. Bung Karno menyampaikan
pendapatnya : “Aku tidak bertindak sendiri, hak itu adalah tugas PPKI yang aku
menjadi ketuanya. Alangkah janggalnya di mata orang, setelah kesempatan terbuka
aku bertindak sendiri melewati PPKI yang kuketuai”. Tanggal 15 Agustus 1945 pagi
hari, Bung Karno, Bung Hatta, dan Mr. Soebardjo menemui Laksamana Muda Maeda
di kantornya untuk menanyakan tentang berita menyerahnya Jepang. Maeda
membenarkan bahwa Sekutu menyiarkan tentang menyerahnya Jepang kepada
Sekutu, namun Maeda sendiri belum mendapat pemberitahuan resmi dari Tokyo.
Meyakini bahwa Jepang telah menyerah, Bung Hatta mengusulkan kepada Bung
Karno agar pada tanggal 16 Agustus PPKI segera melaksanakan rapat dan semua
anggota PPKI saat itu memang sudah berada di Jakarta dan menginap di Hotel des
Indes. Bung Hatta menginstruksikan kepada Mr. Soebardjo agar seluruh angggota
PPKI hadir di Kantor Dewan Sanyo Kaigi tanggal 16 Agustus 1945 pukul 10.00. Sore
harinya dua orang pemuda, Soebadio Sastrosastomo dan Soebianto menemui Bung
Hatta di rumahnya dan mendesak Bung Hatta sama seperti desakan Sjahrir. Bung
Hatta berusah menjelaskan semua langkah yang akan dilakukan oleh PPKI dan Bung
Karno. Kedua pemuda tersebut tidak mau mendengar sehingga timbul pertengkaran
antara mereka dengan Bung Hatta. Kedua pemuda tersebut bahkan menuduh Bung
Hatta tidak revolusioner, Bung Hatta kemudian memilih untuk tidak menanggapi
kedua pemuda tersebut.

Malam harinya pukul 21.30, saat Bung Hatta sedang mengetik konsep Naskah
Proklamasi untuk dibagikan kepada seluruh anggota PPKI, Mr. Soebardjo datang
menemui Bung Hatta dan mengajak Bung Hatta ke rumah Bung Karno yang sudah
dikepung para pemuda. Yang mendesak agar Bung Karno segera memproklamirkan

8
Kemerdekaan Indonesia. Bung Karno tetap pada pendiriannya dan menolak desakan
para pemuda. Bung Karno menuju kea rah Wikana dan berkata : “Ini leherku, setelah
aku ke pojok sana, dan sudahilah nyawaku malam ini juga, jangan menunggu sampai
besok !”.

Pagi tanggal 16 Agustus 1945, setelah makan sahur, Soekarni dan rekan-rekannya
mendatangi rumah Bung Hatta, mengancam apabila Dwi Tunggal Soekarno-Hatta
tidak memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,
15.00 pemuda, rakyat dan mahasiswa akan melucuti Tentara Jepang, sementara Dwi
Tunggal Soekarno-Hatta akan dibawa ke Rengasdengklok untuk melanjutkan
pemerintahan. Dwi Tunggal Soekarno-Hatta selanjutnya dibawa ke Rengasdengklok.
Namun, sekitar pukul 18.00, Mr. Soebardjo datang untuk menjemput Dwi Tunggal
Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta. Pukul 22.30, Dwi Tunggal Soekarno-Hatta
menemui Mayor Jenderal Nishimura didampingi Laksamana Muda Maeda dan
penterjemah Tuan Miyoshi dengan tujuan untuk memberitahukan tentang rencana
rapat PPKI tanggal 17 Agustus 1945 pukul 13.00 dikarenakan batalnya rapat PPKI
tanggal 16 Agustus 1945. Mayor Jenderal Nishimura menjelaskan bahwa Tentara
Jepang harus tunduk pada perintah Sekutu untuk menjaga Status Quo. Penjelasan
tersebut jelas membuat Dwi Tunggal Soekarno-Hatta marah. Bung Hatta yang
terkenal akan kesantunannya sampai berkata : “Apakah ini janji dan perbuatan
Samurai ? Dapatkah Samurai menjilat musuhnya yang menang untuk mendapatkan
nasib yang kurang jelek ? Apakah Samurai hanya hebat terhadap orang lemah di masa
jayanya, hilang semangatnya waktu kalah ? Baiklah, kami akan jalan terus apa juga
yang akan terjadi. Mungkin kami akan menunjukkan kepada Tuan bagaimana jiwa
Samurai semestinya menghadapi suasana yang berubah”.

Mereka berempat selanjutnya menuju ke rumah Maeda. Di sana sudah banyak yang
menunggu baik anggota PPKI maupun para pemuda. Dwi Tunggal Soekarno-Hatta
kemudian mengadakan rapat kecil bersama-sama dengan Mr. Soebardjo, Soekarni,
dan Sayuti Melik. Tidak seorangpun diantara mereka yang saat itu membawa Teks
Proklamasi yang dibuat pada tanggal 22 Juni 1945 atau yang dikenal dengan Piagam
Jakarta. Bung Karno berkata : ”Aku persilakan Bung Hatta untuk menyusun teks
ringkas itu sebab bahasanya kuanggap yang terbaik. Sesudah itu kita persoalkan
bersama-sama”. Bung Hatta justru menjawab : “Apabila aku mesti memikirkannnya,
lebih baik Bung menuliskan, aku mendiktekan”. Setelah Teks Proklamasi
disepakati panitia kecil, Bung Karno mulai membuka sidang, Bung Karno berulangkali
membacakan Teks Proklamasi dan semua yang hadir menyatakan persetujuan
dengan bersemangat dan raut wajah yang berseri-seri. Bung Hatta kemudian
menyampaikan agar semua hadirin yang hadir saat itu untuk menandatangani Tesk
Proklamasi, menurut Bung Hatta Teks Proklamasi adalah dokumen penting untuk

9
anak cucu mereka suatu saat nanti sehingga semua harus ikut menandatangani. Tiba-
tiba, Soekarni maju ke depan dan dengan lantang berkata : “Bukan kita semua yang
hadir di sini harus menandatangani naskah itu. Cukuplah dua orang saja
menandatangani atas nama Rakyat Indonesia, yaitu Bung Karno dan Bung Hatta”.
Sekitar pukul 03.00, gemuruh tepuk tangan mengisi ruangan rapat. Sebelum menutup
rapat, Bung Karno mengingatkan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00
Teks Proklamasi akan dibacakan di muka rakyat di halaman rumahnya Jl. Pegangsaan
Timur 56. Saat itu Bulan Ramadhan, dimana umat Islam sedang melaksanakan
ibadah puasa Ramadhan. Pukul 10.00 Teks Proklamasi dibacakan, Sang Saka Merah
Putih dikibarkan, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan sebagai
pertanda Indonesia telah menjadi negara merdeka dan berdaulat.

Sore harinya seorang Opsir Kaigun (Angkatan Laut Jepang) datang menemui Bung
Hatta menyampaikan bahwa kalimat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar yang
berbunyi ; “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya” merupakan kalimat yang diskriminatif terhadap kelompok non Muslim.
Opsir tersebut bahkan mengingatkan Bung Hatta : “Bersatu kita teguh dan berpecah
kita jatuh”. Bung Hatta berpendirian bahwa Mr. A.A. Maramis salah satu anggota
Panitia Sembilan yang beragama Kristen tidak mempersoalkan hal tersebut dan ikut
menandatangani naskah tersebut. Karena hanya mengikat pemeluk Agama Islam.
Pagi hari tanggal 18 Agustus 1945 sebelum Sidang PPKI dibuka, Bung Hatta
memanggil 4 (empat) orang Tokoh Islam : Ki Bagoes Hadikoesoemo, K.H. Wahid
Hasyim, Mr Kasman Singodimedjo, dan Mr. Teuku Hasan untuk membahas hal
tersebut. Mereka kemudian bermufakat untuk menghilangkan bagian kalimat yang
dianggap diskrimatif tersebut.

Dari uraian rangkaian sejarah kebangsaan di atas, terlihat bahwa kekuatan para
Tokoh Pendiri Bangsa ini (founding fathers), yaitu saat menjelang kemerdekaan
untuk menyusun suatu dasar negara. Pemeluk agama yang lebih besar (mayoritas
Islam) menunjukan jiwa besarnya untuk tidak memaksakan kehendaknya. Bunyi
Pembukaan (preambule) yang sekarang ini, bukan seperti yang dikenal sebagai
“Piagam Jakarta”. Hal ini juga terjadi karena tokoh-tokoh agama Islam yang dengan
kebesaran hati (legowo) menerimanya. Di samping itu, komitmen dari berbagai
elemen bangsa ini dan para pemimpinnya dari masa ke masa, Orde Lama, Orde Baru,
dan Reformasi yang konsisten berpegang teguh kepada 4 (empat) konsensus dasar,
yaitu Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka
Tunggal Ika.

10
C. Pengertian Wawasan Kebangsaan

Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam rangka


mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa
(nation character) dan kesadaran terhadap sistem nasional (national system) yang
bersumber dari Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,
guna memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan negara demi
mencapai masyarakat yang aman, adil, makmur, dan sejahtera.

Pengertian perlu disampaikan kepada peserta Latsar CPNS agar para peserta
memahami subtansi modul sehingga para peserta memiliki cara pandang sebagai
warga Negara yang berwawasan kebangsaan. Pengetahuan tentang wawasan
kebangsaan yang selama ini telah didapatkan para CPNS melalui pendidikan formal
perlu dimantapkan sebagai konsekwensi menjadi abdi negara.

D. 4 (empat) Konsesus Dasar Berbangsa dan Bernegara

1. Pancasila

Sebelum lahirnya Indonesia, masyarakat yang menempati kepulauan yang


sekarang menjadi wilayah geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dikenal sebagai masyarakat religius dengan pengertian mereka adalah
masyarakat yang percaya kepada Tuhan, sesuatu yang memiliki kekuatan yang
luar biasa mengatasi kekuatan alam dan manusia. Hal ini terbukti dengan
adanya berbagai kepercayaan dan agama-agama yang ada di Indonesia antara
kira-kira tahun 2000 SM zaman Neolitikum dan Megalitikum. Antara lain berupa
“Menhir” yaitu sejenis tiang atau tugu dari batu, kubur batu, punden berundak-
undak yang ditemukan di Pasemah pegunungan antara wilayah wilayah
Palembang dan Jambi, di daerah Besuki Jawa Timur, Cepu, Cirebon, Bali dan
Sulawesi. Menhir adalah tiang batu yang didirikan sebagai ungkapan manusia
atas zat yang tertinggi, yang Tunggal atau Sesuatu Yang Maha Esa yaitu Tuhan.

Rasa kesatuan sebagai sebuah komunitas juga tercermin pada berbagai


ungkapan dalam bahasa-bahasa daerah di seluruh nusantara yang mengandung
pengertian “tanah air” sebagai ekspresi pengertian persataun antara tanah dan
air, kesatuan wilayah yang terdiri atas pulau-pulau, lautan dan udara: “tanah
tumpah darah” yang mengungkapkan persatuan antara manusia dan alam
sekitarnya antara bui dan orang disekitarnya. Ungkapan “Bhinneka Tunggal Ika”
yang mengandung cita-cita kemanusiaan dan perastuan sekaligus, yang juga

11
bersumber dari sejarah bangsa indonesia dengan adanya kerajaan yang dapat
digolongkan bersifat nasional yaitu Sriwijaya dan Majapahit.

Berpangal tolak dari struktur sosial dan struktur kerohanian asli bangsa
indonesia, serta diilhami oleh ide-ide besar dunia, maka pendiri Negara kita
yang terhimpun dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) dan terutama dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI), memurnikan dan memadatkan nilai-nilai yang sudah lama
dimiliki, diyakini dan dihayati kebenarannya oleh manusia indonesia. Kulminasi
dari endapan nilai-nilai tersebut dijadikan oleh para pendiri bangsa sebagai
soko guru bagi falsafah negara indonesia modern yakni pancasila yang
rumusannya tertuang dalam UUD 1945, sebagai ideologi negara, pandangan
hidup bangsa, dasar negara dan sumber dari segala sumber hukum Indonesia.

Pancasila secara sistematik disampaikan pertama kali oleh Ir. Soekarno di


depan sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945. Oleh Bung Karno dinyatakan
bahwa Pancasila merupakan philosofische grondslag, suatu fundamen, filsafaat,
pikiran yang sedalam-dalamnya, merupaan landasan atau dasar bagi negara
merdeka yang akan didirikan. Takdir kemajemukan bangsa indonesia dan
kesamaan pengalaman sebagai bangsa terjajah menjadi unsur utama yang lain
mengapa Pancasial dijadikan sebagai landasan bersama bagi fondasi dan cita-
cita berdirinya negara Indonesia merdeka. Kemajemukan dalam kesamaan rasa
dan pengalaman sebagai anaka jajahan ini menemunkan titik temunya dalam
Pancasila, menggantikan beragam keinginan subyektif beberapa kelompok
bangsa Indonesia yang menghendaki dasar negara berdasarkan paham agama
maupun ideologi dan semangat kedaerahan tertentu. Keinginan-keinginan
kelompok tersebut mendapatkan titik teunya pada Pancasila, yang kemudian
disepakati sebagai kesepakatan bersama sebagai titik pertemuan beragam
komponen yang ada dalam masyarakat Indonesia.

Selain berfungsi sebagai landasan bagi kokoh tegaknya negara dan bangsa,
Pancasila juga berfungsi sebagai bintang pemandu atau Leitstar, sebagai
ideologi nasional, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai perekat atau
pemersatu bangsa dan sebagai wawasan pokok bangsa Indonesia dalam
mencapai cita-cita nasional. Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel,
yang dapat mencakup paham-paham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia,
dan paham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk
memperkembangkan diri. Yang ketiga, karenasila-sila dari Pancasila itu terdiri
dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup
bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak

12
oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama
akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan beragama.

Pentingnya kedudukan Pancasila bagi bangsa Indonesia dalam hidup


bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga gagasan dasar yang berisi
konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila harus berisi
kebenaran nilai yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Dengan demikian
rakyat rela menerima, meyakini dan menerapkan dalam kehidupan yang nyata,
untuk selanjutnya dijaga kokoh dan kuatnya gagasan dasar tersebut agar
mampu mengantisipasi perkembangan zaman. Untuk menjaga, memelihara,
memperkokoh dan mensosialisasikan Pancasila maka para penyelenggara
Negara dan seluruh warga Negara wajib memahami, meyakini dan
melaksankaan kebenaran nilai-nilali Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.

2. Undang-Undang Dasar 1945

Naskah Undang-Undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei sampai 16 Juli 1945
oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada
masa itu Ir Soekarno menyampaikan gagasan dasar pembentukan negara yang
beliau sebut Pancasila. Gagasan itu disampaikan dihadapan panitia BPUPKI
pada siang perdana mereka tanggal 28 Mei 1945 dan berlangsung hingga
tanggal 1 Juni 1945.

Setelah dihasilkan sebuah rancangan UUD, berkas rancangan tersebut


selanjutnya diajukan ke Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan
diperiksan ulang. Dalam siding pembahasan, terlontar beberapa usualn
penyempurnaan. Akhirnya, setelah melali perdebatan, maka dicapai
persetujuan untuk diadakan beberapa perubahan dan tambahan atas rancangan
UUD yang diajukan BPUPKI. Perubahan pertama pada kalimat Mukadimah
adalah rumusan kalimat yang diambil dari Piagam Jakarta, “dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihilangkan.

Gagasan itu berlanjut dengan dibentuknya Panitia 9 yang anggotanya diambil


dari 38 anggota BPUPKI. Panitia 9 dibentuk pada tanggal 22 Juni 1945. Panitia 9
mempunyai tugas untuk merancang sebuah rumusan pembukaan yang disebut
Piagam Jakarta. Pada tanggal 18 Agustus 1945 sehari setelah Proklamasi
kemerdekaan dikumandangkan Piagam Jakarta disahkan menjadi Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 oleh PPKI. Dan kalimat Mukadimah adalah
rumusan kalimat yang diambil dari Piagam Jakarta, “dengan kewajiban

13
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan kalimat
“Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Sejarah kemerdekaan Indonesia yang terlepas dari penjajahan asing


membuktikan bahwa sejak semula salah satu gagasan dasar dalam membangun
sokoguru Negara Indonesia adalah konstitusionalisme dan paham Negara
hukum. Di dalam Negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi
konstitusional, Undang-undang dasar memiliki fungsi yang khas, yaitu
membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa, sehingga penyelenggaraan
kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan hak-
hak warga Negara terlindungi. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme.

Kepustakaan hukum di Indonesia menjelaskan istilah Negara hukum sudah


sangat popular. Pada umumnya istilah tersebut dianggap merupakan
terjemahan yang tepat dari dua istilah yaitu rechtstaat dan the rule of law. Istilah
Rechstaat (yang dilawankan dengan Matchstaat) memang muncul di dalam
penjelasan UUD 1945 yakni sebagai kunci pokok pertama dari system
Pemerintahan Negara yang berbunyi “Indonesia ialah Negara yang berdasar
atas hukum (rechstaat) dan bukan berdasar atas kekuasaan belaka
(machtstaat)”. Kalau kita lihat di dalam UUD 1945 BAB I tentang Bentuk dan
Kedaulatan pasal 1 hasil Amandemen yang ketiga tahu 2001, berbunyi “Negara
Indonesia adalah Negara hukum”. Dari teori mengenai unsur-unsur Negara
hukum, apabila dihubungkan dengan Negara hukum Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dapat ditemukan
unsur-unsur Negara hukum, yaitu :

3. Bhinneka Tunggal Ika

Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa dilontarkan secara lebih
nyata masa Majapahit sebenarnya telah dimulai sejak masa Wisnuwarddhana,
ketika aliran Tantrayana mencapai puncak tertinggi perkembangannya,
karenanya Narayya Wisnuwarddhana didharmakan pada dua loka di Waleri
bersifat Siwa dan di Jajaghu (Candi Jago) bersifat Buddha. Juga putra mahkota
Kertanegara (Nararyya Murddhaja) ditahbiskan sebagai JINA =
Jnyanabajreswara atau Jnyaneswarabajra. Inilah fakta bahwa Singhasari
merupaakn embrio yang menjiwai keberadaan dan keberlangsungan kerjaan
Majapahit. Perumusan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa oleh
Mpu Tantular pada dasarnya adalah sebuah pernyataan daya kreatif dalam paya
mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan keagamaan, sehubungan dengan
usaha bina negara kerajaan Majapahit kala itu. Di kemudian hari, rumusan

14
tersebut telah memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap sistem pemerintahan
pada masa kemerdekaan, dan bahkan telah berhasil menumbuhkan rasa dan
semangat persatuan masyarakat indonesia. Itulah sebab mengapa akhirnya
Bhinneka Tunggal Ika – Kakawin Sutasoma (Purudasanta) diangkat menjadi
semboyan yang diabadikan lambang NKRI Garuda Pancasila.

Mengutip dari Kakawin Sutasoma (Purudasanta), pengertian Bhinneka Tunggal


Ika lebih ditekankan pada perbedaan bidang kepercayaan juga anekaragam
agama dan kepercayaan di kalangan masyarakat Majapahit. Sementara dalam
lambang NKRI, Garuda Pancasila, pengertiannya diperluas, menjadi tidak
terbatas dan diterapkan tidak hanya pada perbedaan kepercayaan dan
keagamaan, melainkan juga terhadap perbedaan suku, bahasa, adat istiadat
(budaya) dan beda kepulauan (antara nusa) dalam kesatuan nusantara raya.

Sesuai makna semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang dapat diuraikan Bhinna-
Ika-Tunggal-Ia berarti berbeda-beda tetapi pada hakekatnya satu. Sebab
meskipun secara keseluruhannya memiliki perbedaan tetapi pada hakekatnya
satu, satu bangsa dan negara Republik Indonesia.

Lambang NKRI Garuda Pancasila dengan Semboyan Bhinneka Tunggal Ika


ditetapkan Peraturan Pemerintah nomor 66 Tahun 1951, pada tanggal 17
Oktober diundangkan pada tanggal 28 Oktober 1951 tentang Lambang Negara.
Bahwa usaha bina negara baik pada masa pemerintahan Majapahit maupun
pemerintah NKRI berlandaskan pada pandangan sama yaitu semangat rasa
persatuan, kesatuan dan kebersamaan sebagai modal dasar dalam menegakkan
negara.

4. Negara Kesatuan Republik Indonesia

Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat


dipisahkan dari persitiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, karena
melalui peristiwa proklamasi tersebut bangsa Indonesia berhasil mendirikan
negara sekaligus menyatakan kepada dunia luar (bangsa lain) bahwa sejak saat
itu telah ada negara baru yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Apabila ditinjau dari sudut hukum tata negara, Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1945 belum sempurna
sebagai negara, mengingat saat itu Negara Kesatuan Republik Indonesia baru
sebagian memiliki unsur konstitutif berdirinya negara. Untuk itu PPKI dalam
sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah melengkapi persyaratan berdirinya

15
negara yaitu berupa pemerintah yang berdaulat dengan mengangkat Presiden
dan Wakil Presiden, sehingga PPKI disebut sebagai pembentuk negara.
Disamping itu PPKI juga telah menetapkan UUD 1945, dasar negara dan
tujuannya.

Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam sejarahnya dirumuskan


dalam sidang periode II BPUPKI (10-16 Juli 1945) dan selanjutnya disahkan
oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Adapun tujuan NKRI seperti tercantuk
dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV, meliputi :

a. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia ;

b. Memajukan kesejahteraan umum;

c. Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan

d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian


abadi dan keadilan sosial (Tujuan NKRI tersebut di atas sekaligus merupakan
fungsi negara Indonesia.)

E. Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan

Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu, kebangsaan Indonesia merupakan
sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol
kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bendera, bahasa, dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi kebudayaanyang
berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan
kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

1. Bendera

Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera


Negara adalah Sang Merah Putih. Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk
empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta
bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua
bagiannya berukuran sama. Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi
Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan
Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih. Bendera

16
Pusaka Sang Saka Merah Putih disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional
Jakarta.

2. Bahasa

Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bahasa


Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakandi seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa
resmi negara dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan
sesuai dengan dinamika peradaban bangsa. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai
jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa,
serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah.) Bahasa Indonesia
sebagai bahasa resmi negara berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan,
pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan
nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.

3. Lambang Negara

Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lambang


Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang
kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang
digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Garuda dengan perisai
sebagaimana dimaksud dalam memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang
mewujudkan lambang tenaga pembangunan. Garuda memiliki sayap yang masing-
masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu
45.

4. Lagu Kebangsaan

Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut


Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya. Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya
yang digubah oleh Wage Rudolf Supratman.

17
F. Rangkuman

Bendera Negara Sang Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Negara Garuda
Pancasila, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya merupakan jati diri bangsa dan
identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat simbol tersebut menjadi
cerminan kedaulatan negara di dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain dan
menjadi cerminan kemandirian dan eksistensi negara Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan demikian, bendera, bahasa, dan
lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia bukan hanya sekadar merupakan
pengakuan atas Indonesia sebagai bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol
atau lambang negara yang dihormati dan dibanggakan warga negara Indonesia.
Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia menjadi
kekuatan yang sanggup menghimpun serpihan sejarah Nusantara yang beragam
sebagai bangsa besar dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahasa Indonesia
bahkan cenderung berkembang menjadi bahasa perhubungan luas. Penggunaannya
oleh bangsa lain yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu menjadi
kebanggaan bangsa Indonesia.

G. Evaluasi

1. Menurut anda, apakah urgensi ASN harus berwawasan kebangsaan sehingga


menjadi bagian kompetensi ASN ?

2. Uraikan secara singkat sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia !

3. Menurut anda, apakah relevansi 4 konsensus dasar kehidupan berbangsa dan


bernegara dalam mewujudkan profesionalitas ASN ?

18
BAB III
NILAI-NILAI BELA NEGARA

Indikator Keberhasilan.
A. Umum
Setelah mempelajari bab ini, peserta pelatihan diharapkan
Agresi Militer II Belanda
mampu yang berhasil
menjelaskan meguasai
sejarah Bela Ibukota
Negara,Yogyakarta
ancaman,dan menwawan
kewaspadaan
Soekarno Hatta tidak dini, pengertian semangat
meluruhkan Bela Negara, nilai dasar Bela
perjuangan Bangsa Indonesia.
Negara, Pembinaan Kesadaran Bela Negara lingkup
Perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dilaksanakan baik dengan hard
pekerjaan, indikator nilai dasar Bela Negara dan aktualisasi
power (perang gerilya)
kesadaran Bela maupun softASN.
Negara bagi power (0emerintahan darurat) di Kota
Buktinggi. Yang menjadi sejarah Bela Negara, Semua Negara dan bangsa memiliki
ancamannya masing-masing, termasuk Indonesia sehingga dibtuhkan kewaspadaan
dini untuk mencegah potensi ancaman menjadi ancaman. Dengan sikap dan perilaku
yang didasarkan pada kesadaran bela Negara dan diaktualisasikan oleh ASN tujuan
nasional dapat tercapai..

B. Sejarah Bela Negara

Tanggal 18 Desember 1948 pukul 23.30, siaran radio antara dari Jakarta
menyebutkan, bahwa besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan
mengucapkan pidato yang penting. Sementara itu Jenderal Spoor yang telah
berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi
kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai penyerangan
terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi Kraai". Seiring
dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari tanggal 19 Desember
1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat
dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan terhadap semua wilayah Republik di Jawa
dan Sumatera, termasuk serangan terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian
dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan
menamakan agresi militer ini sebagai "Aksi Polisional".

19
Pada sore harinya dilaksanakan rapat kabinet yang antara lain menghasilkan
keputusan bahwa Wakil Presiden yang merangkap Menteri Pertahanan
menganjurkan dengan perantaraan radio supaya tentara dan rakyat melaksanakan
perang gerilya terhadap Belanda. Wakil Presiden membuat teks pidato itu yang tidak
perlu panjang, cukup beberapa kalimat saja dan teks itu dibacakan oleh seorang
penyiar radio. Anjuran itu yang dikenal juga sebagai “Order Harian” sebagai berikut :

“Mungkin pemerintah di Yogya terkepung dan tidak dapat melaksanakan tugas dan
kewajibannya, tetapi persiapan telah diadakan untuk meneruskan Pemerintah
Republik Indonesia di Sumatera, juga yang terjadi dengan orang-orang pemerintah di
Yogyakarta, perjuangan diteruskan”. Sebelum meninggalkan Istana Negara, Panglima
Besar Jenderal Soedirman masih sempat mengeluarkan Perintah Kilat No.1. Perintah
Kilat No.1 itu secara langsung kepada seluruh Angkatan Perang RI untuk
melaksanakan siasat yang telah ditentukan sebelumnya, yakni Perintah Siasat No.1
Panglima Besar.Bunyi Perintah Kilat No.1 Panglima Besar sebagaimana sebagai
berikut :

1. Kita telah diserang.


2. Pada tanggal 19 Desember 1948 Angkatan Perang Belanda menyerang
Yogyakarta dan Lapangan Terbang Maguwo.
3. Pemerintah Belanda telah membatalkan persetujuan gencatan senjata.
4. Semua Angkatan Perang menjalankan rencana yang telah ditetapkan untuk
menghadapi serangan Belanda.

Perintah itu dikeluarkan di tempat, artinya di Istana Negara Yogyakarta pada 19


Desember 1948 pukul 08.00 WIB.

Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dibentuk, setelah Yogyakarta jatuh ke


tangan Belanda saat terjadi Agresi Militer II; Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta
ditangkap. Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) adalah penyelenggara
pemerintahan Republik Indonesia periode 22 Desember 1948-13 Juli 1949, dipimpin
oleh . Mr. Syafruddin Prawiranegara yang disebut juga dengan Kabinet Darurat.
Sesaat sebelum pemimpin Indonesia saat itu, Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta
ditangkap Belanda pada tanggal 19 Desember 1948, mereka sempat mengadakan
rapat dan memberikan mandat kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk
membentuk pemerintahan sementara. Tidak lama setelah ibukota RI di Yogyakarta
dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda II, mereka berulangkali menyiarkan
berita bahwa RI sudah bubar. Karena para pemimpinnya, seperti Ir. Soekarno, Drs.
Mohammad Hatta dan Syahrir sudah menyerah dan ditahan. Mendengar berita bahwa
tentara Belanda telah menduduki ibukota Yogyakarta dan menangkap sebagian besar

20
pimpinan Pemerintahan Republik Indonesia, tanggal 19 Desember 1948 sore hari,
Mr. Syafruddin Prawiranegara bersama Kol. Hidayat, Panglima Tentara dan
Teritorium Sumatera, mengunjungi Mr.Teuku Mohammad Hasan, Gubernur
Sumatera/Ketua Komisaris Pemerintah Pusat di kediamannya, untuk mengadakan
perundingan. Malam itu juga mereka meninggalkan Bukittinggi menuju Halaban,
daerah perkebunan teh, 15 Km di selatan kota Payakumbuh.

Sejumlah tokoh pimpinan republik yang berada di Sumatera Barat dapat berkumpul
di Halaban, dan pada 22 Desember 1948 mereka mengadakan rapat yang dihadiri
antara lain oleh Mr. Mr. Syafruddin Prawiranegara, Mr. T. M. Hassan, Mr. Sutan
Mohammad Rasjid, Kolonel Hidayat, Mr.Lukman Hakim, Ir.Indracahya, Ir.Mananti
Sitompul, Maryono Danubroto, Direktur BNI Mr. A. Karim, Rusli Rahim dan Mr. Latif.
Walaupun secara resmi kawat Presiden Ir. Soekarno belum diterima, tanggal 22
Desember 1948, sesuai dengan konsep yang telah disiapkan, maka dalam rapat
tersebut diputuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia
(PDRI).

Sesungguhnya, sebelum Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta ditawan pihak
Belanda, mereka sempat mengetik dua buah kawat. Pertama, memberi mandat
kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk
pemerintahan darurat di Sumatera. Kedua, jika ikhtiar Mr. Syafruddin Prawiranegara
gagal, maka mandat diberikan kepada Mr.A.A.Maramis untuk mendirikan pemerintah
dalam pengasingan di New Delhi, India. Tetapi Mr. Syafruddin Prawiranegara sendiri
tidak pernah menerima kawat itu. Berbulan-bulan kemudian barulah ia mengetahui
tentang adanya mandat tersebut. Menjelang pertengahan 1949, posisi Belanda makin
terjepit. Dunia internasional mengecam agresi militer Belanda. Sedang di Indonesia,
pasukannya tidak pernah berhasil berkuasa penuh. Ini memaksa Belanda
menghadapi RI di meja perundingan. Belanda memilih berunding dengan utusan Ir.
Soekarno-Drs. Mohammad Hatta yang ketika itu statusnya tawanan. Perundingan itu
menghasilkan Perjanjian Roem-Royen. Hal ini membuat para tokoh PDRI tidak
senang, Jenderal Soedirman mengirimkan kawat kepada Mr. Syafruddin
Prawiranegara, mempertanyakan kelayakan para tahanan maju ke meja perundingan.
Tetapi Mr. Syafruddin Prawiranegara berpikiran untuk mendukung dilaksanakannya
perjanjian Roem-Royen.

Pengembalian Mandat Setelah Perjanjian Roem-Royen, M. Natsir meyakinkan


Prawiranegara untuk datang ke Jakarta, menyelesaikan dualisme pemerintahan RI,
yaitu PDRI yang dipimpinnya, dan Kabinet Drs. Mohammad Hatta, yang secara resmi
tidak dibubarkan. Setelah Persetujuan Roem-Royen ditandatangani, pada 13 Juli
1949, diadakan sidang antara PDRI dengan Presiden Ir. Soekarno, Wakil Presiden Drs.

21
Mohammad Hatta serta sejumlah menteri kedua kabinet. Pada sidang tersebut,
Pemerintah Drs. Mohammad Hatta mempertanggungjawabkan peristiwa 19
Desember 1948. Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta menjelaskan 3 soal, yakni hal
tidak menggabungkan diri kepada kaum gerilya, hal hubungan Bangka dengan luar
negeri dan terjadinya Persetujuan Roem-Royen. Sebab utama Ir. Soekarno-Drs.
Mohammad Hatta tidak ke luar kota pada tanggal 19 Desember 1948 sesuai dengan
rencana perang gerilya, adalah berdasarkan pertimbangan militer, karena tidak
terjamin cukup pengawalan, sedangkan sepanjang yang diketahui dewasa itu, seluruh
kota telah dikepung oleh pasukan payung Belanda. Lagi pula pada saat yang genting
itu tidak jelas tempat-tempat yang telah diduduki dan arah-arah yang diikuti oleh
musuh.

Dalam rapat di istana tanggal 19 Desember 1948 antara lain KSAU Suryadarma
mengajukan peringatan pada pemerintah, bahwa pasukan payung biasanya
membunuh semua orang yang dijumpai di jalan-jalan, sehingga jika para dia itu ke
luar haruslah dengan pengawalan senjata yang kuat. Pada sidang tersebut, secara
formal Mr. Syafruddin Prawiranegara menyerahkan kembali mandatnya, sehingga
dengan demikian, Drs. Mohammad Hatta, selain sebagai Wakil Presiden, kembali
menjadi Perdana Menteri. Setelah serah terima secara resmi pengembalian Mandat
dari PDRI, tanggal 14 Juli 1949, Pemerintah RI menyetujui hasil Persetujuan Roem-
Royen, sedangkan KNIP baru mengesahkan persetujuan tersebut tanggal 25 Juli 1949.

Pada tanggal 18 Desember 2006 Presiden Republik Indonesia Dr.H. Susilo Bambang
Yudhoyono menetapkan tanggal 19 Desember sebagai Hari Bela Negara. Dengan
pertimbangan bahwa tanggal 19 Desember 1948 merupakan hari bersejarah bagi
bangsa Indonesia karena pada tanggal tersebut terbentuk Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia dalam rangka mengisi kekosongan kepemimpinan Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka bela Negara serta dalam upaya
lebih mendorong semangat kebangsaan dalam bela negara dalam rangka
mempertahankan kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjunjung tinggi
persatuan dan kesatuan.

C. ANCAMAN

Yang dimaksud dengan ancaman pada era reformasi diartikan sebagai sebuah
kondisi, tindakan, potensi, baik alamiah atau hasil suatu rekayasa, berbentuk fisik
atau non fisik, berasal dari dalam atau luar negeri, secara langsung atau tidak
langsung diperkirakan atau diduga atau yang sudah nyata dapat membahayakan
tatanan serta kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam rangka pencapaian
tujuan nasionalnya. Ancaman adalah adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari

22
dalam negeri maupun luar negeri yang bertentangan dengan Pancasila dan
mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa. usaha dan kegiatan,
baik dari dalam negeri maupun luar negeri dapat mengancam seluruh aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara baik aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial dan
budaya maupun aspek pertahanan dan keamanan. Dalam berbagai bentuk ancaman,
peran kementerian/lembaga Negara sangat dominan. Sesuai dengan bentuk ancaman
dibutuhkan sinergitas antar kementerian dan lembaga Negara dengan keterpaduan
yang mengutamakan pola kerja lintas sektoral dan menghindarkan ego sektoral,
dimana salah satu kementerian atau lembaga menjadi leading sector, sesuai tugas
pokok dan fungsi masing-masing, dibantu kementerian atau lembaga Negara
lainnya. Sebagai contoh : dalam menghadapi ancaman bencana alam, Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (disingkat BNPB), sebagai leading sector sesuai dengan
amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
dan dalam pelaksanaannya juga dibantu kementerian/lembaga lainnya.

Ancaman juga dapat terjadi dikarenakan adanya konflik kepentingan (conflict of


interest), mulai dari kepentingan personal (individu) hingga kepentingan nasional.
Benturan kepentingan di fora internasional, regional dan nasional kerap kali
bersimbiosis melahirkan berbagai bentuk ancaman. Potensi ancaman kerap tidak
disadari hingga kemudian menjelma menjadi ancaman. Dalam konteks inilah,
kesadaran bela Negara perlu ditumbuhkembangkan agar potensi ancaman tidak
menjelma menjadi ancaman.

D. Kewaspadaan Dini

Dalam konteks kesehatan masyarakat dikenal Sistem Kewaspadaan Dini KLB. Sistem
Kewaspadaan Dini KLB (SKD-KLB) merupakan kewaspadaan terhadap penyakit
berpotensi KLB beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan
tekonologi surveilans epidemiologi dan dimanfaatkan untuk sikap tanggap
kesiapsiagaan, upaya-upaya pencegahan dan tindakan penanggulangan kejadian luar
biasa yang cepat dan tepat. Sementara dalam penyelenggaraan pertahanan Negara,
kemampuan kewaspadaan dini dikembangkan untuk mendukung sinergisme
penyelenggaraan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter secara optimal,
sehingga terwujud kepekaan, kesiagaan, dan antisipasi setiap warga negara dalam
menghadapi potensi ancaman. Di sisi lain, kewaspadaan dini dilakukan untuk
mengantisipasi berbagai dampak ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya yang
bisa menjadi ancaman bagi kedaulatan, keutuhan NKRI dan keselamatan bangsa.
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah, kewaspadaan dini adalah serangkaian
upaya/tindakan untuk menangkal segala potensi ancaman, tantangan, hambatan

23
dangan gangguan dengan meningkatkan pendeteksian dan pencegahan dini. Belajar
dari beberapa peristiwa penanganan konflik yang pernah terjadi di beberapa daerah
pada sekitar awal reformasi, maka diperlukan kewaspadaan dini terhadap konflik
sosial yang terjadi dan diatasi melalui paradigma penciptaan integrasi sosial yang
meliputi integrasi bangsa, integrasi wilayah, dan perilaku integratif.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kewaspadaan dini sesungguhnya adalah
kewaspadaan setiap warga Negara terhadap setiap potensi ancaman. Kewaspadaan
dini memberikan daya tangkal dari segala potensi ancaman, termasuk penyakit
menular dan konflik sosial. Peserta Latsar CPNS diharapkan mampu mewujudkan
kepekaan, kesiagaan, dan antisipasi dalam menghadapi berbagai potensi ancaman.
Dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dapat dihindarkan
terjadinya benturan atau konflik kepentingan antar kelompok atau golongan yang
dapat mengancam eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
kelangsungan hidup bangsa. Kewaspadaan dini diimplementasikan dengan kesadaran
temu dan lapor cepat (Tepat Lapat) yang mengandung unsur 5W+1H (When, What,
Why, Who, Where dan How) kepada aparat yang berwenang. Setiap potensi ancaman
di tengah masyarakat dapat segera diantisipasi segera apabila warga Negara memiliki
kepedulian terhadap lingkungannya, memiliki kepekaan terhadap fenomena atau
gejala yang mencurigakan dan memiliki kesiagaan terhadap berbagai potensi
ancaman.

H. Pengertian Bela Negara

Bela Negara adalah tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan warga negara, baik
secara perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan negara, keutuhan
wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai Ancaman.

Secara ontologis bela Negara merupakan tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan
warga negara, baik secara perseorangan maupun kolektif, secara epistemologis fakta-
fakta sejarah membuktikan bahwa bela Negara terbukti mampu menjaga kedaulatan
negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
sementara secara aksiologis bela Negara diharapkan dapat menjamin kelangsungan
hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai Ancaman.

24
Bela negara merupakan sebuah implementasi dari teori kontrak sosial atau teori
perjanjian sosial tentang terbentuknya negara. Dalam pandangan para penganut
kontrak teori sosial dinyatakan bahwa negara terbentuk karena keinginan warga
negara atau masyarakat untuk melindungi hak dan kewajibannya dalam kehidupan
bermasyarakat agar supaya terjalin hubungan yang harmonis, damai, dan tentram.
Setiap warga negara memiliki kepentingan masing-masing, setiap kepentingan pasti
berpotensi menimbulkan konflik kepentingan di tengah masyarakat. Negara
dihadirkan oleh kesepakatan atau perjanjian antara warga negara di tengah
masyarakat untuk melindungi hak dan kewajiban warga negara serta untuk
menjamin tidak adanya konflik kepentingan antar individu di tengah masyarakat
(Agus Subagyo, Hal. 2, 2015). Negara membutuhkan warga negara, sedangkan warga
negara membutuhkan negara, sehingga saling membutuhkan, saling melengkapi, dan
saling mengisi (komplementer). Negara akan kuat apabila warga negaranya bersatu
padu dan kompak membela negara. Sedangkan warga negara akan merasa aman,
nyaman, damai, dan sejahtera apabila negara kuat, karena ada jaminan yang
melindungi warga negara dari negara yang kuat. Negara harus dibela, apabila
memang negara tersebut amanah dalam menjalankan pemerintahannya. Tidak ada
alasan bagi warga negara untuk menghindar dari kewajiban membela negara. Untuk
itu, warga negara harus patuh, taat, loyal, dan tunduk pada setiap regulasi yang
dibuat oleh negara dalam upaya meningkatkan kesadaran bela Negara.

Konsep bela negara modern itu sendiri bukanlah sebuah konsep baru yang
berseberangan dengan pakem yang sudah dibuat, namun di dalam konsep itu
didefinisikan kembali apa itu bela negara masa kini dan bagaimana menghadapi
ancaman per ancaman secara rinci, dan apabila perlu dijelaskan pula lingkungan
strategis dan konteks politik yang menjadi latar belakang ancaman itu, dan
bagaimana ancaman bisa masuk dengan mudah ke tubuh bangsa dan negara
Indonesia. Sebab apabila ancaman itu telah berhasil diidentifikasi, maka negara akan
dengan cepat, tanggap, dan senyap dalam melakukan pengawasan dan tindakan, serta
antisipasi.

F. Nilai Dasar Bela Negara

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber


Daya Nasional untuk Pertahanan Negara Pasal 7 Ayat (3), nilai dasar Bela Negara
meliputi :

a. cinta tanah air;


b. sadar berbangsa dan bernegara;

25
c. setia pada Pancasila sebagai ideologi negara;
d. rela berkorban untuk bangsa dan negara; dan
e. kemampuan awal Bela Negara.

Dari ulasan sejarah pergerakan kebangsaan dan sejarah bela Negara terlihat bahwa
nilai-nilai dasar bela Negara bukanlah nilai-nilai kekinian, namun nilai-nilai yang
diwariskan generasi pendahulu sejak era pergerakan nasional hingga era
mempertahankan kemerdekaan. Ancaman yang dihadapi generasi pendahulu jelas
berbeda dengan ancaman yang kini harus dihadapi oleh bangsa dan Negara
Indonesia.

Kesadaran Bela Negara ditumbuhkan dari kecintaan pada Tanah Air Indonesia, tanah
tumpah darah yang menjadi ruang hidup bagi warga Negara Indonesia. Tanah dan
air, merupakan dua kata yang merujuk pada kepulauan Nusantara, rangkaian
kepulauan yang menjadikan air (lautan) bukan sebagai pemisah namun justru
sebagai pemersatu dalam wilayah yurisdiksi nasional. Tanah Air yang kaya akan
sumber daya alam, indah dan membanggakan sehingga patut untuk disyukuri dan
dicintai. Dari cinta tanah air-lah berawal tekad untuk menjamin kelangsungan hidup
bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai ancaman.

Kesadaran Bela Negara mulai dikembangkan dengan sadar sebagai bagian dari
bangsa dan Negara. Bangsa yang majemuk, bangsa yang mendapatkan
kemerdekaannya bukan karena belas kasihan atau pengakuan dari bangsa-bangsa
penjajah, namun direbut dengan segala pengorbanan seluruh rakyat, mulai dari
pengorbanan harta, hingga pengorbanan jiwa dan raga. Dari kecintaan pada tanah
air, dikembangkan keinginan yang kuat untuk berbuat yang terbaik untuk negeri.
Sadar menjadi bagian dari bangsa dan Negara akan mendorong pada tekad, sikap dan
perilaku untuk menjadi warga Negara yang baik, yang patuh dan taat pada hukum
dan norma-norma yang berlaku. Kepentingan pribadi, kelompok atau golongan
harus diletakkan di bawah kepentingan bangsa dan Negara. Dengan demikian, bangsa
dan Negara ini akan terus berjalan menuju cita-cita dan tujuan nasionalnya. Sikap
dan perilaku yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 merupakan prasyarat utama dalam menjamin kelangsungan
hidup bangsa Indonesia dan Negara.

Hal penting pada pengembangan kesadaran bela Negara berikutnya adalah kesetiaan
pada Pancasila sebagai ideologi Negara, sebagai dasar Negara yang mempersatukan
bangsa yang majemuk dengan kebhinekaanya. Pancasila telah terbukti mampu
menjaga integrasi dan integritas bangsa. Sebagai ideologi, Pancasila telah menjadi

26
landasan idiil dalam penyelenggaraan Negara, yang berarti menjadikan dasar
berpkir, dasar bersikap dan dasar bertindak semua warga Negara terutama para
penyelenggara Negara. Memisahkan Pancasila dari kehidupan berbangsa dan
bernegara akan menjadikan bangsa dan Negara melemah dan mengarah pada
kehancuran.

Berikutnya adalah kerelaan berkorban untuk bangsa dan Negara, yang dikembangkan
dengan aksi nyata, tanpa pamrih dan didasari pada keyakinan bahwa pengorbanan
tersebut tidak akan sia-sia. Tanpa keinginanan untuk berkorban pada bangsa dan
Negara dari seluruh warga negaranya, negeri ini akan mengalami stagnasi, tidak
mampu bersaing dengan bangsa-bangsa dan Negara-negara lainnya di dunia atau
bahkan mengalami kemuduran dikarenakan warga negaranya enggan berkontribusi
demi bangsa dan negaranya.

Terakhir, kesadaran bela Negara perlu diaktualisasikan dengan aksi dan tindakan
nyata berupa kemampuan awal bela Negara. Kemampuan awal bela Negara tidak
dapat diartikan secara sempit, namun harus diartikan secara luas. Di lapangan
pengabdian sesuai profesi masing, kompetensi menjadi awal dari terbentuknya
kemampuan untuk membela Negara menghadapi berbagai bentuk ancaman, bahkan
sejak ancaman tersebut masih berupa potensi ancaman. Dengan kompetensi masing-
masing dan sesuai dengan profesi seluruh warga Negara berhak dan wajib untuk
menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara
yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari
berbagai Ancaman.

G. Pembinaan Kesadaran Bela Negara lingkup pekerjaan

Pembinaan Kesadaran Bela Negara adalah segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau
pelatihan kepada warga negara guna menumbuhkembangkan sikap dan perilaku
serta menanamkan nilai dasar Bela Negara. Pembinaan Kesadaran Bela Negara
diselenggarakan di lingkup : pendidikan, masyarakat, dan pekerjaan.

Pembinaan Kesadaran Bela Negara adalah segala usaha, tindakan, dan kegiatan yang
dilaksanakan dalam rangka memberikan pengetahuan, pendidikan, dan/atau
pelatihan kepada warga negara guna menumbuhkembangkan sikap dan perilaku
serta menanamkan nilai dasar Bela Negara. Pembinaan Kesadaran Bela Negara
lingkup pekerjaan yang ditujukan bagi Warga Negara yang bekerja pada : lembaga

27
Negara, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dan pemerintah daerah,
Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, badan usaha
milik negaralbadan usaha milik daerah, badan usaha swasta, dan badan lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

H. Indikator nilai dasar Bela Negara

1. Indikator cinta tanah air. Ditunjukkannya dengan adanya sikap :

a. Menjaga tanah dan perkarangan serta seluruh ruang wilayahIndonesia.


b. Jiwa dan raganya bangga sebagai bangsa Indonesia
c. Jiwa patriotisme terhadap bangsa dan negaranya.
d. Menjaga nama baik bangsa dan negara.
e. Memberikan konstribusi pada kemajuan bangsa dan negara.
f. Bangga menggunakan hasil produk bangsa Indonesia

2. Indikator sadar berbangsa dan bernegara. Ditunjukkannya dengan adanya


sikap :

a. Berpartisipasi aktif dalam organisasi kemasyarakatan, profesi maupun


politik.
b. Menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Ikut serta dalam pemilihan umum.
d. Berpikir, bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negaranya.
e. Berpartisipasi menjaga kedaulatan bangsa dan negara.

3. Indikator setia pada Pancasila Sebagai ideologi Bangsa. Ditunjukkannya dengan


adanya sikap :

a. Paham nilai-nilai dalam Pancasila.


b. Mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
c. Menjadikan Pancasila sebagai pemersatu bangsa dan negara.
d. Senantiasa mengembangkan nilai-nilai Pancasila.
e. Yakin dan percaya bahwa Pancasila sebagai dasar negara.

28
4. Indikator rela berkorban untuk bangsa dan Negara. Ditunjukkannya dengan
adanya sikap :

a. Bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya untuk kemajuan


bangsa dan negara.
b. Siap membela bangsa dan negara dari berbagai macam ancaman.
c. Berpartisipasi aktif dalam pembangunan masyarakat, bangsa dan negara.
d. Gemar membantu sesama warga negara yang mengalami kesulitan.
e. Yakin dan percaya bahwa pengorbanan untuk bangsa dan negaranya tidak
sia-sia.

5. Indikator kemampuan awal Bela Negara. Ditunjukkannya dengan adanya sikap:

a. Memiliki kecerdasan emosional dan spiritual serta intelijensia.


b. Senantiasa memelihara jiwa dan raga
c. Senantiasa bersyukur dan berdoa atas kenikmatan yang telah diberikan
Tuhan Yang Maha Esa.
d. Gemar berolahraga.
e. Senantiasa menjaga kesehatannya.

I. Aktualisasi Kesadaran Bela Negara bagi ASN

Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4
Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945), diperlukan ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik
bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan
kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Bela Negara dilaksanakan
atas dasar kesadaran warga Negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri yang
ditumbuhkembangkan melalui usaha Bela Negara. Usaha Bela Negara
diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran
secara wajib, pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela
atau secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi. Usaha Bela Negara
bertujuan untuk memelihara jiwa nasionalisme Warga Negara dalam upaya
pemenuhan hak dan kewajibannya terhadap Bela Negara yang diwujudkan dengan
Pembinaan Kesadaran Bela Negara demi tercapainya tujuan dan kepentingan
nasional, dengan sikap dan perilaku meliputi :

29
1. Cinta tanah air bagi ASN, diaktualisasikan dengan sikap dan perilaku, antara
lain :

a. Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah.
b. Mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia.
c. Sesuai peran dan tugas masing-masing, ASN ikut menjaga seluruh ruang
wilayah Indonesia baik ruang darat, laut maupun udara dari berbagai ancaman,
seperti : ancaman kerusakan lingkungan, ancaman pencurian sumber daya
alam, ancaman penyalahgunaan tata ruang, ancaman pelanggaran batas negara
dan lain-lain.
d. ASN sebagai warga Negara terpilih harus menjadi contoh di tengah-tengah
masyarakat dalam menunjukkan kebanggaan sebagai bagian dari Bangsa
Indonesia.
e. Selalu menjadikan para pahlawan sebagai sosok panutan, dan mengambil
pembelajaran jiwa patriotisme dari para pahlawan serta berusaha untuk selalu
menunjukkan sikap kepahlawanan dengan mengabdi tanpa pamrih kepada
Negara dan bangsa.
f. Selalu nenjaga nama baik bangsa dan Negara dalam setiap tindakan dan
tidak merendahkan atau selalu membandingkan Bangsa Indonesia dari sisi
negatif dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia.
g. Selalu berupaya untuk memberikan konstribusi pada kemajuan bangsa
dan Negara melalui ide-ide kreatif dan inovatif guna mewujudkan kemandirian
bangsa sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas masing-masing.
h. Selalu mengutamakan produk-produk Indonesia baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam mendukung tugas sebagai ASN Penggunaan produk-
produk asing hanya akan dilakukan apabila produk tersebut tidak dapat
diproduksi oleh Bangsa Indonesia.
i. Selalu mendukung baik secara moril maupun materiil putra-putri terbaik
bangsa (olahragawan, pelajar, mahasiswa, duta seni dan lain-lain) baik
perorangan maupun kelompok yang bertugas membawa nama Indonesia di
kancah internasional.
k. Selalu menempatkan produk industri kreatif/industri hiburan tanah air
sebagai pilihan pertama dan mendukung perkembangannnya.

2. Kesadaran berbangsa dan bernegara bagi ASN, diaktualisasikan dengan sikap


dan perilaku, antara lain :

a. Menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak.


b. Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian.

30
c. Memegang teguh prinsip netralitas ASN dalam setiap kontestasi politik,
baik tingkat daerah maupun di tingkat nasional.
d. Mentaati, melaksanakan dan tidak melanggar semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia serta menjadi pelopor dalam penegakan peraturan/perundangan di
tengah-tenagh masyarakat.
e. Menggunakan hak pilih dengan baik dan mendukung terselenggaranya
pemilihan umum yang mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka,
proporsional, professional, akuntabel, efektif dan efisien.
f. Berpikir, bersikap dan berbuat yang sesuai peran, tugas dan fungsi ASN.
g. Sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing ikut berpartisipasi
menjaga kedaulatan bangsa dan negara.
h. Menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama.
i. Meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis sebagai
perangkat sistem karier.

3. Setia pada Pancasila sebagai ideologi negara bagi ASN, diaktualisasikan dengan
sikap dan perilaku, antara lain :

a. Memegang teguh ideologi Pancasila.


b. Menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif.
c. Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur.
d. Menjadi agen penyebaran nilai-nilai Pancasila di tengah-tengah
masyarakat.
e. Menjadi contoh bagi masyarakat dalam pegamalan nilai-nilai Pancasila di
tengah kehidupan sehari-hari.
f. Menjadikan Pancasila sebagai alat perekat dan pemersatu sesuai fungsi
ASN.
g. Mengembangkan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai kesempatan dalam
konteks kekinian.
h. Selalu menunjukkan keyakinan dan kepercayaan bahwa Pancasila
merupakan dasar Negara yang menjamin kelangsungan hidup bangsa.
i. Mendorong kesetaraan dalam pekerjaan.

4. Rela berkorban untuk bangsa dan negara bagi ASN, diaktualisasikan dengan
sikap dan perilaku, antara lain :

a. Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat,


akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun.

31
b. Bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya untuk kemajuan
bangsa dan Negara sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
c. Bersedia secara sadar untuk membela bangsa dan negara dari berbagai
macam ancaman.
d. Selalu berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional dan menjadi
pionir pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan nasional.
e. Selalu ikhlas membantu masyarakat dalam menghadapi situasi dan
kondisi yang penuh dengan kesulitan.
f. Selalu yakin dan percaya bahwa pengorbanan sebagai ASN tidak akan sia-
sia.

5. Kemampuan awal Bela negara bagi ASN, diaktualisasikan dengan sikap dan
perilaku antara lain :

a. Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program


pemerintah.
b. Mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi.
c. Mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai.
d. Selalu berusaha untuk meningkatkan kompetensi dan mengembangkan
wawasan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
e. Selalu menjaga kesehatan baik fisik maupun psikis dengan pola hidup
sehat serta menjaga keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari.
f. Senantiasa bersyukur dan berdoa atas kenikmatan yang telah diberikan
Tuhan Yang Maha Esa.
g. Selalu menjaga kebugaran dan menjadikan kegemaran berolahraga
sebagai gaya hidup.
h. Senantiasa menjaga kesehatannya dan menghindarkan diri dari
kebiasaan-kebiasaan yang dapat mengganggu kesehatan.

J. Rangkuman

Sejarah perjuangan Bangsa Indonesia untuk merebut dan mempertahankan


kemerdekaan Indonesia merupakan hasil perjuangan segenap komponen bangsa
yang dilandasi oleh semangat untuk membela Negara dari penjajahan. Perjuangan
tersebut tidak selalu dengan mengangkat senjata, tetapi dengan kemampuan yang
dimiliki sesuai dengan kemampuan masing-masing. Nilai dasar Bela Negara
kemudian diwariskan kepada para generasi penerus guna menjaga eksistensi RI.
Sebagai aparatur Negara, ASN memiliki kewajiban untuk mengimplementasikan
dalam pengabdian sehari hari. Bela Negara dilaksanakan atas dasar kesadaran warga
Negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri yang ditumbuhkembangkan melalui

32
usaha Bela Negara. Usaha Bela Negara diselenggarakan melalui pendidikan
kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai
prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib, dan
pengabdian sesuai dengan profesi. Usaha BelaNegara bertujuan untuk memelihara
jiwa nasionalisme Warga Negara dalam upaya pemenuhan hak dan kewajibannya
terhadap Bela Negara yang diwujudkan dengan Pembinaan Kesadaran Bela Negara
demi tercapainya tujuan dan kepentingan nasional.

K. Evaluasi

1. Menurut anda, apakah nilai-nilai dasar Beala Negara masih relevan saat ini ?
2. Jelaskan menurut pendapat anda, ancaman yang paling mungkin terjadi saat
ini dan mengancam eksistensi NKRI ?

33
BAB IV
SISTEM ADMINISTRASI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

Indikator Keberhasilan.

A. Setelah
Umum mempelajari bab ini, peserta pelatihan diharapkan mampu menjelaskan bentuk
Negara Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, makna Kesatuan
dalam Sistem Penyelenggaraan Negara, perspektif sejarah Negara Indonesia, makna dan
Bentuk Negara kesatuan yang disepakati oleh para pendiri bangsa dan kemudian
Pentingnya Persatuan dan Kesatuan Bangsa, prinsip-Prinsip Persatuan Dan Kesatuan
ditetapkan
Bangsa, berdasarkan
pengamalan UUDPersatuan
Nilai-nilai Negara Republik Indonesia
dan Kesatuan, Tahun 1945
nasionalisme, juga publik
kebijakan memiliki
makna format
dalam pentingnya kesatuandan/atau
Keputusan dalam sistem penyelenggaraan
tindakan Administrasi Negara. Perspektif
Pemerintahan,
sejarah Negara Indonesia mengantrakan pada pemahaman betapa pentingnya
Landasan Idiil
persatuan dan: kesatuan
Pancasila,bangsa
UUD 1945: Landasan konstitusionil
yang didasarkan SANKRI persatuan
pada prinsip-prinsip dan perandan
Aparatur Sipil Negara (ASN) Berdasarkan UU No.5 Tahun 2014 tentang aparatur Sipil
kesatuan bangsa dan nasionalisme. Kebijakan publik dalam format keputusan
dan/atau tindakan administrasi pemerintahan (SANKRI) memiliki landasan idiil yaitu
Pancasila landasan konstitusionil , UUD 1945 sebagai sistem yang mewadahi peran
Aparatur Sipil Negara (ASN) Berdasarkan UU No.5 Tahun 2014 tentang aparatur Sipil
Negara.

B. Perspektif Sejarah Negara Indonesia

Konstistusi dan sistem administrasi negara Indonesia mengalami perubahan sesuai


tantangan dan permasalahan pembangunan negara bangsa yang dirasakan oleh elite
politik dalam suatu masa. Kuntjoro Purbopranoto (1981) menyatakan bahwa sejarah
administrasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1816, dimana setelah pemerintahan
diambilalih oleh Belanda dari pihak Inggris, segera dibentuk suatu dinas
pemerintahan tersendiri. Sehubungan dengan perkembangan yang terjadi, maka
dinas pemerintahan setempat mulai merasakan perlunya diterapkan sistem
desentralisasi dalam pelaksanaan pemerintahan. Desentralisasi mulai dilakukan pada
tahun 1905, dan dibentuklah wilayah-wilayah setempat (locale ressorten) dengan
dewan-dewannya (locale raden) di seluruh Jawa. Namun ternyata, tugas-tugas yang

34
dilimpahkan kepada locale ressorten tersebut sangat sedikit, sehingga desentralisasi
yang direncanakan tersebut dianggap kurang bermanfaat.

Semenjak tanggal 1 Maret 1942, Pasukan Jepang mendarat di beberapa tempat di


Pulau Jawa, yakni Banten serta dekat Kota Indramayu di Pantai Laut Jawa lainnya
antar Tayu dan Juana dan di daerah Kragan. Masa itu merupakan awal masa
pendudukan Jepang, yang diikuti dengan penyerahan diri panglima sekutu dan
penawanan terhadap pembesar - pembesar Belanda.

Perubahan penting dalam perkembangan tata pemerintahan selama jaman


pendudukan Jepang, ditandai dengan ditetapkannya Undang-Undang No.27
yang berlaku secara efektif mulai tanggal 8 Agustus 1942. Menurut Undang–
Undang ini maka tata pemerintahan daerah pada jaman tersebut yang berlaku di
tanah Jawa dan Madura, kecuali Kooti (Swapraja), susunan pemerintah daerahnya
terbagi atas Syuu (Karesidenan), Si (Kota), Ken (Kabupaten), Gun (Kawedanan), Sen
(Kecamatan) dan Ku (Desa). Aturan-aturan tentang tata pemerintahan daerah
terdahulu tidak berlaku lagi, kecuali aturan yang ditetapkan dalam undang-undang
ini serta aturan yang berlaku buat Kooti. Kemudian dalam Undang-Undang No.28
tanggal 11 Agustus 1942 diberikan aturan mengenai pemerintahan Syuu dan
Tokubotu-Si. Sedangkan mengenai ketentuan tentang Kooti disebutkan pada bagian
penjelasan kedua Undang-Undang tersebut yang menerangkan tentang kedudukan
Kooti Surakarta dan Yogyakarta yang dianggap mempunyai keadaan istimewa, akan
ditetapkan aturan tata pemerintahan yang bersifat istimewa juga.

Pada awal masa kemerdekaan, perubahan sistem administrasi negara di Indonesia


masih dalam keadaan darurat, karena adanya transisi pemerintahan. Sehingga
Bangsa Indonesia berusaha sebisa mungkin untuk membentuk piranti–piranti yang
diperlukan dalam rangka penyelenggaraaan negara sebagai suatu negara yang
berdaulat. Pada saat pertama lahirnya negara Republik Indonesia, suasana
masih penuh dengan kekacauan dan ketegangan, disebabkan oleh berakhirnya
Perang Dunia Kedua. Maka belum dapat segera dibentuk suatu susunan
pemerintahan yang lengkap dan siap untuk mengerjakan tugas-tugas pemerintahan
seperti dikehendaki oleh suatu negara yang merdeka dan berdaulat.

Bangsa Indonesia baru memulai sejarah sebagai suatu bangsa yang merdeka dan
berdaulat, semenjak dikumandangkannya Proklamasi Kemerdekaan. Sebagai suatu
Badan Perwakilan seluruh rakyat Indonesia yang mewakili daerah – daerah dan
beranggotakan pemimpin yang terkenal, kepada Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) ditugaskan oleh pasal I Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar
untuk mengatur dan menyelenggarakan perpindahan pemerintahan kepada

35
pemerintah Indonesia. Sebelum hal tersebut terlaksana, untuk sementara waktu
dalam masa peralihan tersebut, pasal IV Aturan peralihan UUD menetapkan bahwa :

“Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan


Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang – Undang Dasar ini, segala
kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional”.

Marbun (2001) menyatakan, pada awal masa berlakunya UUD 1945, seluruh
mekanisme ketatanegaraan belum dapat dikatakan berjalan sesuai dengan amanat
dalam UUD 1945. Semua masih didasarkan pada aturan peralihan yang menjadi kunci
berjalannya roda pemerintahan negara. Pada saat itu lembaga – lembaga kenegaraan
seperti DPR, MA, MPR, DPA maupun BPK belum dapat terbentuk, kecuali Presiden
dan Wakil Presiden yang dipilih untuk pertama kalinya oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945.

Hal ini disebabkan oleh karena proses pengisian atau pembentukan lembaga –
lembaga kenegaraan seperti tersebut diatas memakan waktu yang relatif lama,
karena harus melalui mekanisme perundang – undangan. Sedangkan DPR sebagai
partner Presiden belum juga dapat terbentuk. Menyadari hal ini, maka pembentuk
UUD 1945 memberikan kekuasaan yang besar kepada presiden untuk melaksanakan
penyelenggaraan pemerintahan negara dengan dibantu Komite Nasional (Pasal IV
Aturan Peralihan UUD 1945).

Selanjutnya ditetapkanlah Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 Oktober 1945,


yang meningkatkan maka kedudukan Komite Nasional menjadi badan legislatif yang
berkedudukan sejajar dengan DPR. Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945
tersebut, telah membawa perubahan besar dalam sistem pemerintahan negara.
Perubahan tersebut adalah perubahan Kabinet Presidensiil menjadi Kabinet
Parlementer, yang berarti Menteri-menteri tidak bertanggungjawab kepada Presiden
melainkan kepada parlemen. Perubahan sistem kabinet tersebut menghendaki
dibentuknya partai – partai sebagai wadah politik dalam negara. Namun kabinet
parlementer tersebut tidak dapat berjalan dengan baik, sampai dengan terbentuknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat 1949. Pada saat itu, sistem
pemerintahan saling berganti dari kabinet parlementer ke presidensiil kepada
kabinet parlementer dan sebaliknya dari presidensiil ke parlementer. Mekanisme
pemerintahan negara dapat dikatakan belum menentu atau stabil dan pasal-pasal
dalam aturan tambahan juga tidak dapat dilaksanakan.

Pelaksanaan UUD 1945 masih terbatas pada penataan dan pembentukan lembaga–
lembaga kenegaraan, karena pemerintah Indonesia juga harus menghadapi

36
pergolakan politik dalam negeri. Pembentukan lembaga-lembaga kenegaraan
ternyata juga belum berhasil, mengingat usaha untuk mengokohkan negara kesatuan
mendapat tantangan dari pihak Belanda melalui agresi-agresi yang dilancarkannya
dalam usaha menanamkan kembali imperialisme.

Penyerahan kekuasaan oleh sekutu kepada pemerintah Belanda setelah Perang Dunia
II dijadikan momentum untuk melakukan serangkaian kegiatan untuk
menghancurkan pemerintah negara Republik Indonesia yang sah. Pada tanggal 3 Juli
1946 bertenpat di Yogyakarta, kekuasaan atas Kalimantan, Sulawesi, Sunda Kecil dan
Maluku diserahkan oleh sekutu kepada pemerintahan Hindia Belanda. Demikian juga
pada tanggal 7 – 8 Desember 1946, telah dibentuk Negara Indonesia Timur di bawah
kekuasaan Belanda (Muhamad Yamin, 1960).

Agresi Belanda terus berlanjut dengan tindakan polisional yang pertama dilakukan
pada tanggal 21 Juli 1947 dan yang kedua pendudukan Yogyakarta pada tanggal 19
desember 1948. Selama perang melawan agresi Belanda tersebut, telah dilakukan
beberapa kali persetujuan antara pihak Belanda dengan pihak negara Republik
Indonesia, antara lain persetujuan Linggarjati 25 Maret 1947 dan persetujuan
Renville. Kesemuanya ini berakhir dengan terbentuknya negara-negara bagian yang
bertujuan untuk memperlemah negara Indonesia, sehinga mempermudah
pemerintah Belanda untuk menguasai dan menanamkan kembali kekuasannya.

Dengan terbentuknya negara-negara bagian tersebut sebagai negara boneka, pada


akhirnya terbentuk negara serikat pada tahun 1949. Dengan sendirinya
penyelenggaraan negara berdaasrkan UUD 1945 dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 menjadi terhambat
atau terputus. Pada saat itu, UUD 1945 hanya berlaku dalam negara Republik
Indonesia sebagai salah satu negara bagian yang berkedudukan di Yogaykarta.
Prinsip – prinsip negara hukum Pancasila dan UUD 1945 yang menjadi landasan
mekamisme kenegaraan Indonesia yang juga merupakan landasan pokok bagi
pengembangan administrasi negara tidak berjalan. Pembentukan hukum maupun
pengembangan perundang – undangan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
belum dapat diwujudkan karena tatanan hukum yang berlaku masih tetap diwarnai
oleh hukum pada penjajah Belanda. Produk hukum dan perundang-undangan yang
dibentuk pada masa ini belum banyak yang menyangkut kepentingan umum dalam
usaha mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Hubungan Indonesia-Belanda semakin memburuk setelah agresi kedua tanggal 18


Desember 1948. Atas jasa baik Komisi PBB untuk Indonesia, telah diadakan

37
Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag antara Pemerintah Belanda
dengan pemerintah

Indonesia pada tanggal 23 Agustus-2 November 1949. Hasil KMB tersebut adalah
bahwa Kerajaan Belanda harus memulihkan kedaulatan atas wilayah Indonesia
kepada pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS), sedangkan kekuasaan
pemerintahan akan diserahkan pada tanggal 27 Desember 1949 di Jakarta. Pada saat
itulah negara Indonesia berubah menjadi negara federal yangterdiri dari 16 negara
bagian. Dengan demikian, menurut Ismail Sunny (1977) sejak saat itu, Negara
Indonesia resmi berubah dari negara kesatuan menjadi negara serikat dengan
konstitusi RIS (KRIS) 1949 sebagai Undang-Undang Dasar. Sistem pemerintahan
yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer, dimana pertanggungjawaban
seluruh kebijaksanaan pemerintahan adalah ditangan menteri-menteri sedangkan
presiden tidak dapat diganggu gugat. Akan tetapi, dilain pihak yang dimaksud dengan
pemerintah adalah presiden dengan seorang atau beberapa orang menteri. Tugas
eksekutif adalah menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia, khususnya mengurus
supaya konstitusi, undang – undang federal dan peraturan lain yang berlaku untuk
RIS dijalankan.

Paparan di atas menunjukkan bahwa sekalipun presiden termasuk pemerintah,


namun pertanggungjawabannya ada di tangan menteri. Mengingat DPR yang ada
pada waktu itu bukan DPR hasil pemilihan umum, maka terdapat ketentuan bahwa
parlemen tidak dapat menjatuhkan menteri atau kabinet. Sehingga sistem
pemerintahan parlementer yang dianut KRIS adalah tidak murni (quasi parlementer
cabinet).

Dalam KRIS 1949 juga tidak terdapat ketentuan yang tegas mengenai siapa pemegang
kedaulatan dalam negara RIS. Tetapi dalam KRIS 1949 tersebut secara implisit
disebutkan bahwa pemegang kedaulatan dalamnegara RIS bukan rakyat, melainkan
negara. Dengan kata lain, RIS menganut paham kedaulatan negara dan pelaksanaan
pemerintahan dilakukan oleh menteri-menteri sesuai dengan sistem pemerintahan
parlementer. Tugas-tugas yang menyangkut kepentingan umum dilaksanakan oleh
menteri dengan ketentuan harus dirundingkan terlebih dahulu dalam kabinet yang
didalamnya teradapat menteri-menteri lain dari beberapa partai. Mengingat berbagai
kebijaksanaan harus dirundingkan terlebih dahulu dalam sidang kabinet, maka dalam
pelaksanaannya sering timbul benturan kepentingan dikarenakan perbedaan
pandangan, sehingga sulit ditemukan jalan keluarnya. Kondisi ini menyebabkan
pemerintahan berjalan tidak stabil. Selain itu, kesulitan di bidang ekonomi dan politik
sulit dikendalikan oleh pemerintah dalam suasana sistem multi partai tersebut.

38
Pembentukan negara-negara bagian menimbulkan pertentangan dalam negara,
antara lain terjadi antara golongan federalis dan kaum republik. Struktur negara
federal tidak diterima oleh sebagian besar aliran-aliran politik yang sejak proklamasi
kemerdekaan 1945 menghendaki bentuk negara kesatuan. Pertentangan tersebut
berakhir dengan diadakannya persetujuan antara Negara RIS yang menghasilkan
perubahan kepada bentuk negara kesatuan berdasarkan UUDS 1950 pada tanggal 17
Agustus 1950.

Dari uraian yang dikemukakan diatas, maka tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat Indonesia sesuai dengan amanah mukadimah KRIS tidak dapat terealisasi.
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan yang berumur sekitar tiga bulan tersebut,
pemerintahan diwarnai dengan pertentangan mengenai bentuk negara Indonesia.
Administrasi negara tidak dapat menunjukkan peranan yang menonjol dalam upaya
menegakkan negara hukum kepada terciptanya masyarakat yang sejahtera, karena
pada masa itu aktivitas kenegaraan lebih banyak diwarnai oleh pertentangan politik
khususnya mengenai paham bentuk negara. Dengan demikian, menurut Marbun
(2001), meskipun KRIS 1949 menganut paham negara hukum dengan tujuan
menciptakan kesejahteraan rakyat, tetapi administrasi negara tidak memperoleh
tempat untuk mengambil posisi sebagai sarana hukum yang menjembatani
pemerintah sebagai adminsitratur negara yang bertugas menyelenggarakan
kesejahteraan umum dengan rakyat sebagai sarana dan tujuannya. Atau dapat
dikatakan bahwa dalam bidang administrasi negara telah terjadi kevakuman yang
disebabkan oleh adanya pergolakan dalam bidang politik sebagai usaha untuk
menuju terciptanya kembali bentuk negara kesatuan sebagaimana diamanatkan oleh
Proklamasi 17 Agustus 1945.

Pada tanggal 19 Mei Tahun 1950 telah disepakati bersama untuk mewujudkan
kembali negara kesatuan dengan memberlakukan Undang-Undang Dasar
Sementara (UUDS) 1950. Dengan UU Federal No. 7 Tahun 1970, ditetapkanlah
UUDS 1950 berdasarkan pasal 190 KRIS 1950 untuk kemudian menjadi UUD Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang mulai berlaku efektif sejak tanggal 17 Agustus
Tahun 1950. Dalam Undang-Undang Dasar tersebut, tanpak bahwa pemegang
kekuasaan tertinggi dalam negara berada ditangan rakyat. Akan tetapi
pelaksanaannya dilaksanakan oleh 2 (dua) lembaga yaitu Pemerintah dan DPR.
Kekuasaan di bidang eksekutif tetap merupakan wewenang penuh pihak pemerintah.
Berbeda halnya dengan ketentuan dalam KRIS 1949 yang menyatakan bahwa
pemerintah adalah presiden dengan menteri-menteri, maka dalam UUDS 1950 tidak
terdapat ketentuan semacam itu.

39
Ketidakstabilan pemerintahan pada saat ini disebabkan pula oleh kedudukan
Presiden Soekerno yang menjadi dimbol pemimpin rakyat, disamping sebagai simbol
kenegaraan. Dalam kedudukannya tersebut sering terjadi konsepsi-konsepsi yuridis
yang seharusnya menjadi sendi-sendi negara hukum tidak dilaksanakan sepenuhnya,
karena tindakannya sering melanggar konstitusi. Dalam masa ini, kedudukan hukum
berada di bawah kekuasaan dan kedudukan Presiden sebagai pemimpin besar
revolusi atau rakyat. Bahkan bukan konstitusi melainkan ketokohan (figur) yang
berlaku sebagai pedoman dalam pemerintahan. Sehingga menurut Muhammad
Tolchah Mansoer (1977) keadaan ini bukanlah pemerintahan ruled by the law tetapi
rule by the person. Di samping itu kedudukan Perdana Menteri yang tidak jelas dalam
UUD 1950 juga merupakan salah satu sebab ketidakstabilan pemerintah. Dengan
sistem banyak partai, menteri-menteri secara terang-terangan membela kepentingan
dari golongannya sendiri, sehingga bagi Perdana Menteri sulit untuk menjamin
solidaritas maupun kebulatan suara dalam putusan-putusan kabinet. Akibatnya tidak
pernah tercipta adanya pemerintahan yang relatif lama dalam melaksanakan
tugasnya karena kabinet silih berganti dalam waktu relatif cepat. Adanya banyak
partai cenderung menimbulkan gejala perpecahan diantara Bangsa Indonesia. Karena
itulah negara terus menerus dilanda krisis kabinet yang ditimbulkan oleh koalisi
kabinet multipartai. Inilah yang melatar belakangi dikeluarkannya Konsep Demokrasi
Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1957.

Di bidang parlemen, ketidakstabilan politik timbul karena adanya oppositionisme


terhadap segala aktivitas pemerintahan. Hal ini timbul selain dari akibat paham
demokrasi liberal yang menjiwai percaturan politik pada kurun waktu itu, juga
diakibatkan oleh pengaruh sikap oposisi Bangsa Indonesia terhadap pemerintah
Belanda pada masa lampau. Parpol pada saat itu masih lebih banyak berkisar pada
kepribadian pemimpin-pemimpin daripada ideologinya. Dalam menghadapi
pemerintahan nasional seringkali parpol masih dipengaruhi oleh cara pandang lama
seperti pada saat menghadapi pemerintahan penjajahan. Seperti halnya KRIS 1949,
UUDS 1950 dibentuk dengan sifat sementara. Selain dari namanya, sifat sementara ini
dapat juga dilihat dari pembentukan Konstituante (sidang pembuat UUD) yang
bersama-bersama dengan pemerintah bertugas selekas-lekasnya menetapkan UUD
Republik Indonesia yang akan menggantikan UUD 1950. Konstituante ini diharapkan
cukup representatif untuk menetapkan Undang-Undang Dasar yang permanen
mengingat keanggotaannya akan dipilih melalui pemilihan umum. Akan tetapi, sidang
Konstituante menjadi medan perdebatan dan pertentangan diantara partai-partai dan
pemimpin-pemimpin politik dalam memilih dasar negara. Selama 2,5 tahun sidang
Konstituante tidak menghasilkan UUD sebagaimana diamanatkan oleh UUDS 1950.
Mengingat kebuntuan sidang Konstituante, pemerintah mengusulkan ide”demokrasi
terpimpin” dalam usahanya menuju kembali kepada UUD 1945, untuk mengganti

40
sistem demokrasi liberal. Untuk menyelamatkan bangsa dan negara karena
macetnya sidang Konstituante, maka pada tanggal 5 Juli Tahun 1959
dikeluarkanlah Dekrit Presiden yang berisi pemberlakuan kembali UUD 1945,
membubarkan Konstituante dan tidak memberlakukan UUDS 1950.

Dari uraian di atas, pada masa UUDS 1950, penyelenggaraan pemerintahan


berdasarkan pada sistem parlementer tidak menghasilkan suatu rintisan kearah
tercapainya tujuan negara yang sejahtera sesuai dengan amanat dari konstitusi.
Mewujudkan kesejahteraan Indonesia yang menjadi tugas pemerintah dalam sistem
banyak partai sebagai akibat pengaruh liberal, justru menimbulkan perpecahan
diantara penyelenggara pemerintahan. Kepentingan golongan sebagai aspirasi partai
lebih menonjol daripada kepentingan umum masyarakat Indonesia. Akibatnya
perkembangan Tata Negara tidak jauh berbeda dengan perkembangan didalam
negara liberal yang masih tetap menjunjung tinggi prinsip negara hukum dalam arti
sempit. Dalam perkembangan yang tidak stabil tersebut, negara kesatuan yang
demokratis ternyata menimbulkan perpecahan diantara partai-partai politik yang
ada. Negara hukum (Pancasila) seperti dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950
tidak dapat berjalan seperti yang diharapkan. Bahkan sebaliknya tersisih oleh
mekanisme penyelenggaraan yang bersifat liberal.

Artinya, pada masa UUDS 1950, administrasi negara tidak dapat tumbuh dalam
suatu wadah yang penyelenggaraan negaranya tidak mengindahkan norma-
norma hukum dan asas-asas hukum yang hidup berdasarkan falsafah hukum
atau ideologi, yang berakar kepada faham demokrasi dan berorientasi kepada
penyelenggaraan kepentingan masyarakat.

Kehidupan kenegaraan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dicanangkan kembali


melalui Dekrit Presiden Tahun 1959 dengan diwarnai oleh pertentangan politik
antara parpol-parpol sebagai warisan dari sistem pemerintahan parlementer
berdasarkan UUDS 1950. Dengan dalih untuk mengatasi keadaan negara,
menyelamatkan kelangsungan negara, menyelamatkan kelangsunagn negara dan
kepentingan revolusi,peranan presiden sangatlah besar. Kehidupan demokrasi yang
belum dapat berjalan secara lancar menurut UUD 1945 berimbas terhadap hubungan
antar lembaga-lembaga kenegaraan, seperti MPR, DPR yang ditentukan oleh Presiden
sebagai pengendalinya. Ditambah pula munculnya lembaga inskonstitusional yang
sebenarnya tidak dibutuhkan. Presiden sebagai kepala eksekutif terlalu turut campur
dalam bidang legislatif dengan banyaknya penerbitan peraturan perundangan yang
notabene bertentangan dengan UUD 1945. Demikian pula dalam bidang Yudikatif,
Presiden telah campur tangan dalam masalah peradilan, sehingga dapat dikatakan
bahwa pada masa ini kekuasaan Ekskutif, Legislatif dan Yudikatif terpusat di tangan

41
Presiden. Konsep negara hukum yang menggunakan landasan Pancasila dan UUD
1945 telah diinjak-injak oleh kepentingan politik. Hukum hanya dijadikan sebagai alat
politik untuk memperkokoh kekuasaan yang ada. Hukum telah tergeser bersama-
sama dengan demokrasi dan hak asasi yang justru menjadi ciri dan pilar sebuah
negara hukum.

Puncak kekacauan terjadi pada saat Partai Komunis Indonesia (PKI) menjalankan
dominasi peranannya di bidang pemerintahan yang diakhiri dengan pengkhianatan
total terhadap falsafah Pancasila dan UUD 1945 pada tanggal 30 September Tahun
1965. Kondisi ini memaksa Presiden RI saat itu yaitu Soekarno untuk mengeluarkan
“Surat Perintah 11 Maret” yang ditujukan kepada Letnan Jenderal. Soeharto dengan
wewenang sangat besar dalam usaha untuk menyelamatkan negara menuju
kestabilan pemerintahan. Peristiwa ini menjadikan tonggak baru bagi sejarah
Indonesia untuk kembali melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen serta
tanda dimulainya jaman orde baru.

Keinginan untuk pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen telah
dituangkan dalam bentuk yuridis dalam Pasal 2 Tap MPRS No. XX Tahun 1966 dengan
Pancasila sebagai landasan atau sumber dari segala sumber hukum. Untuk
mewujudkan keinginan tersebut, telah ditetapkan beberapa ketentuan antara lain
tentang Pemilihan tetap satu, tak ada kebenaran yang mendua”. Frasa inilah yang
kemudian diadopsi sebagai semboyan yang tertera dalam lambing negara Garuda
Pancasila.

Semangat kesatuan juga tercermin dari Sumpah Palapa Mahapatih Gajahmada.


Sumpah ini berbunyi: Sira Gajah Mahapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa,
sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring
Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa".

Terjemahan dari sumpah tersebut kurang lebih adalah: Beliau Gajah Mada Patih
Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan
Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram,
Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah
saya (baru akan) melepaskan puasa".

Informasi tentang Kitab Sutasoma dan Sumpah Palapa ini bukanlah untuk
bernostalgia ke masa silam bahwa kita pernah mencapai kejayaan. Informasi ini
penting untuk menunjukkan bahwa gagasan, hasrat, dan semangat persatuan
sesungguhnya telah tumbuh dan berkembang dalam akar sejarah bangsa Indonesia.

42
Namun dalam alam modern-pun, semangat bersatu yang ditunjukkan oleh para
pendahulu bangsa terasa sangat kuat.

Jauh sebelum Indonesia mencapai kemerdekaannya, misalnya, para pemuda pada


tahun 1928 telah memiliki pandangan sangat visioner dengan mencita-citakan dan
mendeklarasikan diri sebagai bangsa yang betbangsa dan bertanah air Indoensia,
serta berbahasa persatuan bahasa Indonesia. Pada saat itu, jelas belum ada bahasa
persatuan. Jika pemilihan bahasa nasional didasarkan pada jumlah penduduk
terbanyak yang menggunakan bahasa daerah tertentu, maka bahasa Jawa-lah yang
akan terpilih. Namun kenyataannya, yang terpilih menjadi bahasa persatuan adalah
bahasa Melayu. Hal ini menunjukkan tidak adanya sentimen kesukuan atau egoisme
kedaerahan. Mereka telah berpikir dalam kerangka kepentingan nasional diatas
kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan. Dengan demikian, peristiwa Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 adalah inisiatif original dan sangat jenius yang
ditunjukkan oleh kalangan pemuda pada masa itu. Peristiwa inilah yang membentuk
dan merupakan kesatuan psikologis atau kejiwaan bangsa Indonesia.

Selain kesatuan kejiwaaan berupa Sumpah Pemuda tadi, bangsa Indonesia juga
terikat oleh kesatuan politik kenegaraan yang terbentuk dari pernyataan
kemerdekaan yang dibacakan Soekarno-Hatta atas nama rakyat Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945. Sejak saat itulah Indonesia secara resmi menjadi entitas
politik yang merdeka, berdaulat, dan berkedudukan sejajar dengan negara merdeka
lainnya.

Makna kesatuan selanjutnya adalah kesatuan geografis, teritorial atau kewilayahan.


Kesatuan kewilayahan ini ditandai oleh Deklarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957
yang menjadi tonggak lahirnya konsep Wawasan Nusantara. Dengan adanya
Deklarasi Juanda tadi, maka batas laut teritorial Indonesia mengalami perluasan
dibanding batas teritorial sebelumnya yang tertuang dalam Territoriale Zee Maritiem
Kringen Ordonantie 1939 (Ordinasi tentang Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim)
peninggalan Belanda. Deklarasi Juanda ini kemudian pada tanggal 18 Februari 1960
dalam Undang-Undang No. 4/Prp/1960 tentang Perairan Indonesia. Konsep
Wawasan Nusantara sendiri diakui dunia internasional pada tahun 1978, khususnya
pada Konferensi Hukum Laut di Geneva. Dan puncaknya, pada 10 Desember 1982
konsep Wawasan Nusantara diterima dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut
Perserikatan Bangsa-Bangsa, atau lebih dikenal dengan UNCLOS (United Nations
Convention on the Law of the Sea), yang kemudian dituangkan dalam Undang-Undang
No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS Dengan penegasan batas kedaulatan
secara kewilayahan ini, maka ide kesatuan Indonesia semakin jelas dan nyata.

43
Konsep kesatuan psikologis (kejiwaan), kesatuan politis (kenegaraan) dan kesatuan
geografis (kewilayahan) itulah yang membentuk “ke-Indonesia-an” yang utuh,
sehingga keragaman suku bangsa, perbedaan sejarah dan karakteristik daerah,
hingga keanekaragaman bahasa dan budaya, semuanya adalah fenomena ke-
Indonesia-an yang membentuk identitas bersama yakni Indonesia. Sebagai sebuah
identitas bersama, maka masyarakat dari suku Dani di Papua, misalnya, akan turut
merasa memiliki seni budaya dari suku Batak, dan sebaliknya. Demikian pula, suku
Betawi dan Jakarta memiliki kepedulian untuk melestarikan dan mengembangkan
tradisi dan pranata sosial di suku Dayak di Kalimantan, dan sebaliknya. Hubungan
harmonis seperti ini berlaku pula untuk seluruh suku bangsa di Indonesia. Ibarat
tubuh manusia, jika lengan dicubit, maka seluruh badanpun akan merasa sakit dan
turut berempati karenanya.

C. Makna Kesatuan dalam Sistem Penyelenggaraan Negara

Sebagai sebuah negara kesatuan (unitary state), sudah selayaknya dipahami benar
makna “kesatuan” tersebut. Dengan memahami secara benar makna kesatuan,
diharapkan seluruh komponen bangsa Indonesia memiliki pandangan, tekat, dan
mimpi yang sama untuk terus mempertahankan dan memperkuat kesatuan bangsa
dan negara. Filosofi dasar persatuan dan kesatuan bangsa dapat ditemukan pertama
kali dalam kitab Sutasoma karya Mpu Tantular. Dalam kitab itu ada tulisan berbunyi
“BhinnekaTunggal Ika tan hana dharma mangrwa”, yang berarti “berbeda-beda tetapi
tetap satu, tak ada kebenaran yang mendua”. Frasa inilah yang kemudian diadopsi
sebagai semboyan yang tertera dalam lambing negara Garuda Pancasila. Semangat
kesatuan juga tercermin dari Sumpah Palapa Mahapatih Gajahmada. Sumpah ini
berbunyi: Sira Gajah Mahapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah
Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun,
ring Seran, Tañ jung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa". Terjemahan dari sumpah tersebut
kurang lebih adalah: Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan
puasa. Ia Gajah Mada, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan)
melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang,
Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan
puasa". Informasi tentang Kitab Sutasoma dan Sumpah Palapa ini bukanlah untuk
bernostalgia ke masa silam bahwa kita pernah mencapai kejayaan. Informasi ini
penting untuk menunjukkan bahwa gagasan, hasrat, dan semangat persatuan
sesungguhnya telah tumbuh dan berkembang dalam akar sejarah bangsa Indonesia.
Namun dalam alam modern-pun, semangat bersatu yang ditunjukkan oleh para
pendahulu bangsa terasa sangat kuat. Jauh sebelum Indonesia mencapai
kemerdekaannya, misalnya, para pemuda pada tahun 1928 telah memiliki pandangan

44
sangat visioner dengan mencita-citakan dan mendeklarasikan diri sebagai bangsa
yang betbangsa dan bertanah air Indoensia, serta berbahasa persatuan bahasa
Indonesia. Pada saat itu, jelas belum ada bahasa persatuan. Jika pemilihan bahasa
nasional didasarkan pada jumlah penduduk terbanyak yang menggunakan bahasa
daerah tertentu, maka bahasa Jawa-lah yang akan terpilih. Namun kenyataannya,
yang terpilih menjadi bahasa persatuan adalah bahasa Melayu. Hal ini menunjukkan
tidak adanya sentimen kesukuan atau egoisme kedaerahan. Mereka telah berpikir
dalam kerangka kepentingan nasional diatas kepentingan pribadi, kelompok, atau
golongan. Dengan demikian, peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928
adalah inisiatif original dan sangat jenius yang ditunjukkan oleh kalangan pemuda
pada masa itu. Peristiwa inilah yang membentuk dan merupakan kesatuan psikologis
atau kejiwaan bangsa Indonesia.

Selain kesatuan kejiwaaan berupa Sumpah Pemuda tadi, bangsa Indonesia juga
terikat oleh kesatuan politik kenegaraan yang terbentuk dari pernyataan
kemerdekaan yang dibacakan Soekarno-Hatta atas nama rakyat Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945. Sejak saat itulah Indonesia secara resmi menjadi entitas
politik yang merdeka, berdaulat, dan berkedudukan sejajar dengan negara merdeka
lainnya.Makna kesatuan se lanjutnya adalah kesatuan geografis, teritorial atau
kewilayahan. Kesatuan kewilayahan ini ditandai oleh Deklarasi Juanda tanggal 13
Desember 1957 yang menjadi tonggak lahirnya konsep Wawasan Nusantara. Dengan
adanya Deklarasi Juanda tadi, maka batas laut teritorial Indonesia mengalami
perluasan dibanding batas teritorial sebelumnya yang tertuang dalam Territoriale Zee
Maritiem Kringen Ordonantie 1939 (Ordinasi tentang Laut Teritorial dan Lingkungan
Maritim) peninggalan Belanda. Deklarasi Juanda ini kemudian pada tanggal 18
Februari 1960 dalam Undang-Undang No. 4/Prp/1960 tentang Perairan Indonesia.
Konsep Wawasan Nusantara sendiri diakui dunia internasional pada tahun 1978,
khususnya pada Konferensi Hukum Laut di Geneva. Dan puncaknya, pada 10
Desember 1982 konsep Wawasan Nusantara diterima dan ditetapkan dalam
Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa, atau lebih dikenal dengan
UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea), yang kemudian
dituangkan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS
Dengan penegasan batas kedaulatan secara kewilayahan ini, maka ide kesatuan
Indonesia semakin jelas dan nyata. Konsep kesatuan psikologis (kejiwaan), kesatuan
politis (kenegaraan) dan kesatuan geografis (kewilayahan) itulah yang membentuk
“ke-Indonesia-an” yang utuh, sehingga keragaman suku bangsa, perbedaan sejarah
dan karakteristik daerah, hingga keanekaragaman bahasa dan budaya, semuanya
adalah fenomena ke-Indonesia-an yang membentuk identitas bersama yakni
Indonesia. Sebagai sebuah identitas bersama, maka masyarakat dari suku Dani di
Papua, misalnya, akan turut merasa memiliki seni budaya dari suku Batak, dan

45
sebaliknya. Demikian pula, suku Betawi dan Jakarta memiliki kepedulian untuk
melestarikan dan mengembangkan tradisi dan pranata sosial di suku Dayak di
Kalimantan, dan sebaliknya. Hubungan harmonis seperti ini berlaku pula untuk
seluruh suku bangsa di Indonesia. Ibarat tubuh manusia, jika lengan dicubit, maka
seluruh badanpun akan merasa sakit dan turut berempati karenanya.

Dengan demikian, Indonesia adalah melting pot atau tempat meleburnya berbagai
keragaman yang kemudian bertransformasi menjadi identitas baru yang lebih besar
bernama Indonesia. Indonesia adalah konstruksi masyarakat modern yang tersusun
dari kekayaan sejarah, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan ideologi yang tersebar di
bumi nusantara. Gerakan separatisme atau upaya-upaya kearah disintegrasi bangsa,
adalah sebuah tindakan ahistoris yang bertentangan dengan semangat persatuan dan
kesatuan tersebut.

Disamping kesatuan psikologis, politis, dan geografis diatas, penyelenggaraan


pembangunan nasional juga harus didukung oleh kesatuan visi. Artinya, ada
koherensi antara tujuan dan cita-cita nasional yang termaktub dalam Pembukaan
UUD 1945 dengan visi, misi, dan sasaran strategis yang dirumuskan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional, Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah, hingga Rencana Strategis
Kementerian/Lembaga dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) baik tingkat
provinsi maupun kabupaten/kota. Dengan demikian, maka program-program
pembangunan di setiap instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, pada
hakekatnya membentuk derap langkah yang serasi menuju kepada titik akhir yang
sama. Bahkan keberadaan lembaga politik, pelaku usaha sektor swasta, hingga
organisasi kemasyarakatan (civil society) sesungguhnya harus bermuara pada tujuan
dan cita-cita nasional tadi. Ini berarti pula bahwa pencapaian tujuan dan cita-cita
nasional bukanlah tanggungjawab dari seseorang atau instansi saja, melainkan setiap
warga negara, setiap pegawai/pejabat pemerintah, dan siapapun yang merasa
memiliki identitas ke-Indonesia-an dalam dirinya, wajib berkontribusi sekecil apapun
dalam upaya mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional.

D. Bentuk Negara Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Sebagaimana disebutkan dalam Bab I, pasal 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945, “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”. Ini berarti
bahwa Organisasi Pemerintahan Negara Republik Indonesia bersifat unitaris,
walaupun dalam penyelenggaraan pemerintahan kemudian terdesentralisasikan.

46
Sejalan dengan hal tersebut, maka Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota.

Pembagian daerah ke dalam provinsi, kemudian kabupaten, kota dan desa tentunya
tidak dimaksudkan sebagai pemisahan apalagi pemberian kadulatan sendiri. Pada
dasarnya bentuk organisasi pemerintahan negara adalah unitaris, namun dalam
penyelenggaraan pemerintahan dapat saja diakukan pendelegasian urusan
pemerintahan atau kewenangan kepada pemerintahan provinsi, kabupaten/kota
maupun desa. Dengan demikian, Indonesia adalah melting pot atau tempat
meleburnya berbagai keragaman yang kemudian bertransformasi menjadi identitas
baru yang lebih besar bernama Indonesia. Indonesia adalah konstruksi masyarakat
modern yang tersusun dari kekayaan sejarah, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan
ideologi yang tersebar di bumi nusantara. Gerakan separatisme atau upaya-upaya
kearah disintegrasi bangsa, adalah sebuah tindakan ahistoris yang bertentangan
dengan semangat persatuan dan kesatuan tersebut.

Disamping kesatuan psikologis, politis, dan geografis diatas, penyelenggaraan


pembangunan nasional juga harus didukung oleh kesatuan visi. Artinya, ada
koherensi antara tujuan dan cita-cita nasional yang termaktub dalam Pembukaan
UUD 1945 dengan visi, misi, dan sasaran strategis yang dirumuskan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional, Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah,
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah, hingga Rencana Strategis
Kementerian/Lembaga dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) baik tingkat
provinsi maupun kabupaten/kota. Dengan demikian, maka program-program
pembangunan di setiap instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, pada
hakekatnya membentuk derap langkah yang serasi menuju kepada titik akhir yang
sama. Bahkan keberadaan lembaga politik, pelaku usaha sektor swasta, hingga
organisasi kemasyarakatan (civil society) sesungguhnya harus bermuara pada tujuan
dan cita-cita nasional tadi. Ini berarti pula bahwa pencapaian tujuan dan cita-cita
nasional bukanlah tanggungjawab dari seseorang atau instansi saja, melainkan setiap
warga negara, setiap pegawai/pejabat pemerintah, dan siapapun yang merasa
memiliki identitas ke-Indonesia-an dalam dirinya, wajib berkontribusi sekecil apapun
dalam upaya mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional.

E. Makna dan Pentingnya Persatuan dan Kesatuan Bangsa.

Demokrasi tidak datang dengan tiba-tiba dari langit. Ia merupakan proses panjang
melalui pembiasan, pembelajaran dan penghayatan. Untuk tujuan ini dukungan sosial
dan lingkungan demokrasi adalah mutlak dibutuhkan. Kesatuan bangsa Indonesia

47
yang kita rasakan saat ini, itu terjadi dalam proses yang dinamis dan berlangsung
lama, karena persatuan dan kesatuan bangsa terbentuk dari proses yang tumbuh dari
unsur-unsur sosial budaya masyarakat Indonesia sendiri, yang ditempa dalam
jangkauan waktu yang lama sekali.Unsur-unsur sosial budaya itu antara lain seperti
sifat kekeluargaan dan jiwa gotong-royong. Kedua unsur itu merupakan sifat-sifat
pokok bangsa Indonesia yang dituntun oleh asas kemanusiaan dan kebudayaan.
Karena masuknya kebudayaan dari luar, maka terjadi proses akulturasi
(percampuran kebudayaan). Kebudayaan dari luar itu adalah kebudayaan Hindu,
Islam, Kristen dan unsur-unsur kebudayaan lain yang beraneka ragam.

Semua unsur-unsur kebudayaan dari luar yang masuk diseleksi oleh bangsa
Indonesia. Kemudian sifat-sifat lain terlihat dalam setiap pengambilan keputusan
yang menyangkut kehidupan bersama yang senantiasa dilakukan dengan jalan
musyawarah dan mufakat. Hal itulah yang mendorong terwujudnya persatuan bangsa
Indonesia. Jadi makna dan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa dapat
mewujudkan sifat kekeluargaan, jiwa gotong-royong, musyawarah dan lain
sebagainya. Tahap-tahap pembinaan persatuan bangsa Indonesia itu yang paling
menonjol ialah sebagai berikut:

1. Perasaan senasib.
2. Kebangkitan Nasional
3. Sumpah Pemuda
4. Proklamasi Kemerdekaan

F. Prinsip-Prinsip Persatuan Dan Kesatuan Bangsa.

Hal-hal yang berhubungan dengan arti dan makna persatuan Indonesia apabila dikaji
lebih jauh, terdapat beberapa prinsip yang juga harus kita hayati serta kita pahami
lalu kita amalkan.

1. Prinsip Bhineka Tunggal Ika

Prinsip ini mengharuskan kita mengakui bahwa bangsa Indonesia merupakan


bangsa yang terdiri dari berbagai suku, bahasa, agama dan adat kebiasaan yang
majemuk. Hal ini mewajibkan kita bersatu sebagai bangsa Indonesia.

2. Prinsip Nasionalisme Indonesia

Kita mencintai bangsa kita, tidak berarti bahwa kita mengagung-agungkan


bangsa kita sendiri. Nasionalisme Indonesia tidak berarti bahwa kita merasa

48
lebih unggul daripada bangsa lain. Kita tidak ingin memaksakan kehendak kita
kepada bangsa lain, sebab pandangan semacam ini hanya mencelakakan kita.
Selain tidak realistis, sikap seperti itu juga bertentangan dengan sila Ketuhanan
Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Prinsip Kebebasan yang Bertanggungjawab

Manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Ia memiliki
kebebasan dan tanggung jawab tertentu terhadap dirinya, terhadap sesamanya
dan dalam hubungannya dengan Tuhan Yang maha Esa.

4. Prinsip Wawasan Nusantara

Dengan wawasan itu, kedudukan manusia Indonesia ditempatkan dalam


kerangka kesatuan politik, sosial, budaya, ekonomi, serta pertahanan keamanan.
Dengan wawasan itu manusia Indonesia merasa satu, senasib sepenanggungan,
sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad dalam mencapai cita-cita
pembangunan nasional.

5. Prinsip Persatuan Pembangunan untuk Mewujudkan Cita-cita Reformasi.

Dengan semangat persatuan Indonesia kita harus dapat mengisi kemerdekaan


serta melanjutkan pembangunan menuju masyarakat yang adil dan makmur.

G. Nasionalisme

Hans Kohn dalam bukunya Nationalism its meaning and History mendefinisikan
nasionalisme sebagai berikut :Suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan
individu tertinggi harus diserahkan pada negara. Perasaan yang mendalam akan
ikatan terhadap tanah air sebagai tumpah darah. Nasionalisme adalah sikap
mencintai bangsa dan negara sendiri. Nasionalisme terbagi atas:

1. Nasionalisme dalam arti sempit, yaitu sikap mencintai bangsa sendiri secara
berlebihan sehingga menggap bangsa lain rendah kedudukannya, nasionalisme ini
disebut juga nasionalisme yang chauvinisme, contoh Jerman pada masa Hitler.

2. Nasionalisme dalam arti luas, yaitu sikap mencintai bangsa dan negara sendiri
dan menggap semua bangsa sama derajatnya.

49
Ada tiga hal yang harus kita lakukan untuk membina nasionalisme Indonesia:

1. Mengembangkan persamaan diantara suku-suku bangsa penghuni nusantara


2. Mengembangka sikap toleransi
3. Memiliki rasa senasib dan sepenanggungan diantara sesama bangsa

Indonesia Empat hal yang harus kita hidari dalam memupuk sermangat

nasionalisme adalah:

1. Sukuisme, menganggap msuku bangsa sendiri paling baik.


2. Chauvinisme, mengganggap bangsa sendiriu paling unggul.
3. Ektrimisme, sikap mempertahankan pendirian dengan berbagai cara kalau
perlu dengan kekerasan dan senjata.
4. Provinsialisme, sikap selalu berkutat dengan provinsi atau daerah sendiri.

Sikap patriotisme adalah sikap sudi berkorban segala-galanya termasuk nyawa


sekalipun untuk mempertahankan dan kejayaan negara. Ciri-ciri patriotisme adalah:

1. Cinta tanah air.


2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Menempatkan persatuan dan kesatuan bangsa di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
4. Berjiwa pembaharu.
5. Tidak kenal menyerah dan putus asa.

Implementasi sikap patriotisme dalam kehidupan sehari hari :

1. Dalam kehidupan keluarga ; Menyaksikan film perjuangan, Membaca buku


bertema erjuangan, dan Mengibarkan bendera merah putih pada hari-hari tertentu.

2. Dalam kehidupan sekolah ; Melaksanakan upacara bendera, mengkaitkan


materi pelajaran dengan nilaiu-nilai perjuangan, belajar dengan sungguh-sungguh
untuk kemajuan.

3. Dalam kehidupan masyarakat ; Mengembangkan sikap kesetiakawanan sosial di


lingkungannya, Memelihara kerukunan diantara sesama warga.
4. Dalam kehidupan berbangsa ; Meningkatkan persatuan dan kesatuan,
Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945, Mendukung kebijakan pemerintah,
Mengembangkan kegiatann usaha produktif, Mencintai dan memakai produk dalam

50
negeri, Mematuhi peraturan hukum, Tidak main hakim sendiri, Menghormati, dan
menjungjung tinggi supremasi hukum, Menjaga kelestarian lingkungan.

H. Kebijakan Publik dalam Format Keputusan dan/atau Tindakan Administrasi


Pemerintahan

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU


AP”) yang diberlakukan sejak tanggal 17 Oktober 2014, memuat perubahan penting
dalam penyelenggaran birokrasi pemerintahan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Mengenai jenis produk hukum dalam administrasi pemerintahan;


2. Pejabat pemerintahan mempunyai hak untuk diskresi;
3. Memperoleh perlindungan hukum dan jaminan keamanan dalam menjalankan
tugasnya

Dalam UU AP tersebut, beberapa pengertian penting yang dimuat di dalamnya adalah


sebagai berikut:

1. Administrasi Pemerintahan adalah tata laksana dalam pengambilan keputusan


dan/atau tindakan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang
melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun
penyelenggara negara lainnya;

2. Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Tata Usaha


Negara atau Keputusan Administrasi Negara adalah ketetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan
pemerintahan;

3. Tindakan Administrasi Pemerintahan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan


atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan
perbuatan kongkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan;

5. Diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan Administrasi Pemerintahan yang


ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi
persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal
peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak
lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.

51
I. LANDASAN IDIIL : PANCASILA

Pancasila sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan pada
tanggal 18 Agustus 1945, merupakan dasar negara Republik Indonesia, baik dalam
arti sebagai dasar ideologi maupun filosofi bangsa. Kedudukan Pancasila ini
dipertegas dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. Artinya,
setiap materi muatan kebijakan negara, termasuk UUD 1945, tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Rumusan nilai-
nilai dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa;


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan ditetapkannya Pancasila yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai
dasar negara sebagaimana diuraikan terdahulu, dengan demikian Pancasila menjadi
idiologi negara. Artinya, Pancasila merupakan etika sosial, yaitu seperangkat nilai
yang secara terpadu harus diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila merupakan suatu sistem, karena keterkaitan antar sila-silanya, menjadikan
Pancasila suatu kesatuan yang utuh. Pengamalan yang baik dari satu sila, sekaligus
juga harus diamalkannya dengan baik sila-sila yang lain. Karena posisi Pancasila
sebagai idiologi negara tersebut, maka berdasarkan Tap MPR No.VI/MPR/2001
tentang Etika Kehidupan Berbangsa yang masih dinyatakan berlaku berdasarkan Tap
MPR No.I/MPR/2003, bersama ajaran agama khususnya yang bersifat universal, nilai-
nilai luhur budaya bangsa sebagaimana tercermin dalam Pancasila itu menjadi “acuan
dasar dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa”.
Etika sosial dimaksud mencakup aspek sosial budaya, politik dan pemerintahan,
ekonomi dan bisnis, penegakkan hukum yang berkeadilan, keilmuan, serta
lingkungan. Secara terperinci, makna masing-masing etika sosial ini dapat disimak
dalam Tap MPR No.VI/MPR/2001.

52
K. UUD 1945: Landasan konstitusionil SANKRI

1. Kedudukan UUD 1945

Dari sudut hukum, UUD 1945, merupakan tataran pertama dan utama dari
penjabaran lima norma dasar negara (ground norms) Pancasila beserta norma-
norma dasar lainnya yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945, menjadi
norma hukum yang memberi kerangka dasar hukum SANKRI pada umumnya,
atau khususnya sistem penyelenggaraan negara yang mencakup aspek
kelembagaan, aspek ketatalaksanaan, dan aspek sumber daya manusianya.
Konstitusi atau UUD, yang bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia disebut
UUD 1945 hasil Amandemen I, II, III dan IV terakhir pada tahun 2002 (UUD
1945) merupakan hukum dasar tertulis dan sumber hukum tertinggi dalam
hierarkhi peraturan perundang-undangan Republik Indonesia.

2. Pembukaan UUD 1945 sebagai Norma Dasar (Groundnorms)

Pembukaan UUD 1945 sebagai dokumen yang ditempatkan di bagian depan


UUD 1945, merupakan tempat dicanangkannya berbagai norma dasar yang
melatar belakangi, kandungan cita-cita luhur dari Pernyataan Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan oleh karena itu tidak akan berubah atau
dirubah, merupakan dasar dan sumber hukum bagi Batang-tubuh UUD 1945
maupun bagi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia apapun yang
akan atau mungkin dibuat. Norma-norma dasar yang merupakan cita-cita luhur
bagi Republik Indonesia dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara
tersebut dapat ditelusur pada Pembukaan UUD 1945 tersebut yang terdiri dari
empat (4) alinea :

Alinea Pertama : “Bahwa sesungguhya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa
dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” Alinea ini merupakan
pernyataan yang menunjukkan alasan utama bagi rakyat di wilayah Hindia
Belanda bersatu sebagai bangsa Indonesia untuk menyatakan hak
kemerdekaannya dari cengkeraman penjajahan Kerajaan Belanda. “Di mana ada
bangsa yang dijajah, maka yang demikian itu bertentangan dengan kodrat
hakekat manusia, sehingga ada kewajiban kodrati dan kewajiban moril, bagi
pihak penjajah pada khususnya untuk menjadikan merdeka atau membiarkan
menjadi bangsa yang bersangkutan”. Norma dasar berbangsa dan bernegara
dari alinea pertama ini adalah asas persatuan, artinya negara Republik
Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 modal utama

53
dan pertamanya adalah bersatunya seluruh rakyat di wilayah eks Hindia
Belanda, dari Sabang hingga ke Merauke, sebagai bangsa Indonesia untuk
memerdekakan diri dari penjajahan Belanda. Dengan demikian alinea pertama
Pembukaan UUD 1945 tersebut tidaklah bermakna sebagai pembenaran bagi
upaya kapanpun sebagian bangsa Indonesia yang telah bersatu tersebut untuk
memisahkan diri dengan cara berpikir bahwa negara Republik Indonesia
sebagai pihak penjajah.

Alinea Kedua : “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah


sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur” Alinea kedua ini
memuat pernyataan tentang keinginan atau cita-cita luhur bangsa Indonesia,
tentang wujud negara Indonesia yang harus didirikan. Cita-cita luhur bangsa
Indonesia tersebut sebagai norma dasar berbangsa dan bernegara pada
dasarnya merupakan apa yang dalam literatur kontemporer disebut visi,
merupakan cita-cita sepanjang masa yang harus selalu diupayakan atau digapai
pencapaiannya.

Alinea Ketiga : “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Alinea
ini merupakan formulasi formil pernyataan kemerdekaan oleh bangsa
Indonesia dengan kekuatan sendiri, yang diyakini (norma dasar berikutnya)
kemerdekaan Republik Indonesia adalah sebagai rahmat Tuhan Yang Maha
Kuasa, dan didukung oleh seluruh rakyat serta untuk kepentingan dan
kebahagiaan seluruh rakyat.

Alinea Keempat : berbunyi “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu


Pemerintah yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam alinea keempat itulah dicanangkan

54
beberapa norma dasar bagi bangunan dan substansi kontrak sosial yang
mengikat segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dalam
kerangka berdirinya suatu negara Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
dapat dirinci dalam 4 (empat) hal :

a. Kalau alinea kedua dikategorikan norma dasar berupa cita-cita luhur atau
visi bangsa Indonesia maka dari rumusan kalimat alinea keempat “Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia … dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”,
ini mengemukakan norma dasar bahwa dalam rangka mencapai visi negara
Indonesia perlu dibentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia dengan misi
pelayanan (a) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, (b) memajukan kesejahteraan umum, (c) mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan (d) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pemerintahan Negara
misi pelayanan tersebut merupakan tugas negara atau tugas nasional, artinya
bukan hanya menjadi kewajiban dan tanggung jawab Preseiden atau lembaga
eksekutif pemerintah saja; kata ‘Pemerintah’ dalam alinea ini harus diartikan
secara luas, yaitu mencakup keseluruhan aspek penyelenggaraan pemerintahan
negara beserta lembaga negaranya;

b. Norma dasar perlu dibuat dan ditetapkan Undang Undang Dasar (UUD),
sebagaimana disimpulkan dari kalimat “… maka disusunlah Kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara
Indonesia”;

c. Norma dasar tentang Bentuk Negara yang demokratis, yang dapat dilihat
pada kalimat “…yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat”;

d. Norma dasar berupa Falsafah Negara Pancasila sebagaimana dirumuskan


dalam kalimat “… dengan berdasar pada Ketuhanan Yang Maha Esa …serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Pancasila yang mencakup lima Sila (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2)
Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan Indonesia,(4) Kerakyatan
yang dipimpin Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / perwakilan,
(5) Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, merupakan norma-norma
dasar filsafat negara bagi rakyat Indonesia dalam berbangsa dan bernegara
yang digali dari pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita

55
moral luhur yang meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia.
Pancasila pada dasarnya merupakan formulasi muara berbagai norma dasar
berbangsa dan bernegara yang termuat pada alinea pertama, kedua dan ketiga
secara terpadu yang harus diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, artinya segenap norma hukum yang dibangun Indonesia dalam
sistem dan hierarkhi peraturan perundang-undangan yang diberlakukan,
rujukan utamanya adalah lima sila dari Pancasila.

K. Peran Aparatur Sipil Negara (ASN) Berdasarkan UU No.5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara

Berdasarkan Penjelasan Umum UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
(UU ASN), dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam
alinea ke-4 Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diperlukan ASN
yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan
mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Untuk mewujudkan tujuan nasional, dibutuhkan Pegawai ASN. Pegawai ASN diserahi
tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas
pembangunan tertentu. Tugas pelayanan publik dilakukan dengan memberikan
pelayanan atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan
Pegawai ASN.

Adapun tugas pemerintahan dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan fungsi


umum pemerintahan yang meliputi pendayagunaan kelembagaan, kepegawaian, dan
ketatalaksanaan. Sedangkan dalam rangka pelaksanaan tugas pembangunan tertentu
dilakukan melalui pembangunan bangsa (cultural and political development) serta
melalui pembangunan ekonomi dan sosial (economic and social development) yang
diarahkan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh masyarakat.

Berdasarkan Pasal 11 UU ASN, tugas Pegawai ASN adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
3. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

56
L. Rangkuman

Pancasila sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan pada
tanggal 18 Agustus 1945, merupakan dasar negara Republik Indonesia, baik dalam
arti sebagai dasar ideologi maupun filosofi bangsa. Kedudukan Pancasila ini
dipertegas dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. Artinya,
setiap materi muatan kebijakan negara, termasuk UUD 1945, tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Dari sudut hukum, UUD 1945, merupakan tataran pertama dan utama dari
penjabaran lima norma dasar negara (ground norms) Pancasila beserta norma-
norma dasar lainnya yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945, menjadi norma
hukum yang memberi kerangka dasar hukum sistem penyelengagaran negara pada
umumnya, atau khususnya sistem penyelenggaraan negara yang mencakup aspek
kelembagaan, aspek ketatalaksanaan, dan aspek sumber daya manusianya.

Konstitusi atau UUD, yang bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia disebut UUD
1945 hasil Amandemen I, II, III dan IV terakhir pada tahun 2002 (UUD 1945)
merupakan hukum dasar tertulis dan sumber hukum tertinggi dalam hierarkhi
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Atas dasar itu, penyelenggaraan
negara harus dilakukan untuk disesuaikan dengan arah dan kebijakan
penyelenggaraan negara yang berlandaskan Pancasila dan konstitusi negara, yaitu
UUD 1945.

Pembukaan UUD 1945 sebagai dokumen yang ditempatkan di bagian depan UUD
1945, merupakan tempat dicanangkannya berbagai norma dasar yang melatar
belakangi, kandungan cita-cita luhur dari Pernyataan Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945, dan oleh karena itu tidak akan berubah atau dirubah, merupakan dasar
dan sumber hukum bagi Batang-tubuh UUD 1945 maupun bagi Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia apapun yang akan atau mungkin dibuat. Norma-
norma dasar yang merupakan cita-cita luhur bagi Republik Indonesia dalam
penyelenggaraan berbangsa dan bernegara tersebut dapat ditelusur pada Pembukaan
UUD 1945 tersebut yang terdiri dari empat (4) alinea.

Dari sudut hukum, batang tubuh UUD 1945 merupakan tataran pertama dan utama
dari penjabaran 5 (lima) norma dasar negara (ground norms) Pancasila beserta
norma-norma dasar lainnya yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945, menjadi
norma hukum yang memberi kerangka dasar hukum sistem administrasi negara
Republik Indonesia pada umumnya, atau khususnya sistem penyelenggaraan

57
pemerintahan negara yang mencakup aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan,
dan aspek sumber daya manusianya.

M. Evaluasi

1. Jelaskan kedudukan Pancasila dalam konteks penyelenggaraan


negara Indonesia
2. Jelaskan kedudukan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dalam konteks penyelenggaraan negara Indonesia
3. Jelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945
4. Jelaskan kedudukan batang tubuh dari UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
5. Jelaskan kedudukan dan peran ASN dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan
Bangsa Indonesia

58
BAB VIII
PENUTUP

Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan
sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan
dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah
perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan
cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengaturan tentang bendera,
bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia diatur di dalam bentuk UU
Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang
Negara, Serta Lagu Kebangsaan.

Peraturan adalah petunjuk tentang tingkah laku yang harus dilakukan atau tidak
boleh dilakukan. Sedangkan Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis
yang dibentuk oleh lembaga Negara atau pejabat yang berwenang dan mempunyai
kekuatan mengikat. Demikian pula dengan undang-undang atau peraturan negara. Tujuan
undang-undang dan peraturan negara adalah untuk mengatur dan menertibkan
perikehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuan dikeluarkannya undang-undang ini
adalah untuk mengatur dan menertibkan pelaksanaan pemerintahan daerah. Peraturan
perundang-undangan dan peraturan memiliki kekuatan yang mengikat, artinya harus
dilaksanakan. Saat ini, mengenai peraturan perundang-undangan diatur berdasarkan UU
No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan
untuk jenis produk hukum yang berbentuk Tindakan Administrasi Pemerintahan diatur
berdasarkan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Kerukunan dalam kehidupan dapat mencakup 4 hal, yaitu: Kerukunan dalam rumah
tangga, kerukunan dalam beragama, kerukunan dalam mayarakat, dan kerukunan dalam
berbudaya. Indonesia yang sangat luas ini terdiri dari berbagai macam suku, ras, dan
agama serta sangat rawan akan terjadinya konflik pertikaian jika seandainya saja setiap
pribadi tidak mau saling bertoleransi. Oleh karena itu, mari memulai dari kita bersedia
berkomitmen untuk mau mengusahakan kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai.

59
Daftar Referensi :

A. Daftar Buku

1. Amrin Imran, Saleh A. Djamhari dan J.R. Chaniago, PDRI (Pemerintah Darurat
Republik Indonesia), Perhimpunan Kekerabatan Nusantara, Jakarta 2003.

2. Mohammad Hatta, Untuk Negeriku, Sebuah Otobiografi, Penerbit Buku Kompas,


Jakarta 2011.

3. Modul Prajab Sistem Administrasi Negara Republik Indonesian (SANKRI),


Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, 2014.

4. Dr. Agus Subagyo, S.I.P., M.Si, Bela Negara, Peluang dan Tantangan di Era
Globalisasi, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2015.

5. Kementerian Pertahanan, Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015, Jakarta 2015.

6. Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan, Buku Tataran Dasar Bela Negara untuk
Kader Bela Negara, Kementerian Pertahanan Jakarta 2016.

7. Deputi VI/Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa, Pemantapan Wawasan


Kebangsaan dan Karakter Bangsa, halaman 1, Kemenko Polhukam RI , Jakarta 2016.

8. Seri Buku Tempo, Muhammad Yamin, Penggagas Indonesia yang Dihujat dan
Dipuji, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) bekerja sama dengan Tempo Publishing,
Jakarta 2018.

9. Seri Buku Tempo, Tjokroaminoto, Guru Para Pendiri Bangsa, KPG (Kepustakaan
Populer Gramedia) bekerja sama dengan Tempo Publishing, Jakarta 2018.

10. Ferry Taufik El Jaquene, Akhirnya Sang Jenderal Mengalah, Jenderal Soedirman
dalam Pusaran Konflik Politik, Penerbit Araska, Yogyakarta 2018.

11. Wildan Sena Utama, J Mempropagandakan Kemerdekaan di Eropa:


Perhimpunan Indonesia danInternasionalisasi Gerakan Antikolonial di Paris urnal
Sejarah. Vol. 1(2), 2018: 25 – 45, Pengurus Pusat Masyarakat Sejarawan Indonesia,
UTAMA/10.26639/js.v1i2.84.

12. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik


Indonesia, Modul Penguatan Partisipasi Perempuan Bela Negara, Jakarta 2018.

60
B. Daftar Peraturan Perundang-undangan

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang


Negara, Serta Lagu Kebangsaan.

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan.

4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil


Negara.

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan


Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara.

7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/MENKES/SK/VIII/2004 tentang


Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB).

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2019


tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
2 tahun 2018 tentang Kewaspadaan Dini di Daerah.

61
MODUL
PELATIHAN DASAR CALON PNS
ANALISIS ISU KONTEMPORER

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA


NATIONAL INSTITUTE of PUBLIC ADMINISTRATION
ANALISIS ISU KONTEMPORER

MODUL II
PELATIHAN DASAR CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
GOLONGAN II, DAN GOLONGAN III

Lembaga Administrasi
Negara Republik Indonesia
2019
Hak Cipta © Pada:
Lembaga Administrasi Negara
Edisi Tahun 2019

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia


Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110
Telp. (62 21) 3868201-06 Ext. 193, 197
Fax. (62 21) 3800188

ANALISIS ISU KONTEMPORER


Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil Golongan II dan
Golongan III

TIM PENGARAH SUBSTANSI:


1. Dr. Adi Suryanto, M.Si
2. Dr. Muhammad Taufiq, DEA

TIM PENULIS MODUL:


1. Prof. Dr. Irfan Idris, M.A;
2. Yogi Suwarno, MA., Ph.D
3. Dr. Bayu Hikmat Purwana, M.Pd;
4. Kolonel Sus Dendi T
5. Said Imran, SH., MH
6. Bogie Setia Perwira Nusa, S.H., S.H.I., M.H., M.Si., M.AP
7. Triatmojo Sejati, ST, SH, M.Si

TIM EDITING:
1. Dr. Bayu Hikmat Purwana, M.Pd;
2. Kolonel Sus Dendi T

REKA CETAK : Siti Tunsiah, S.IP


COVER : Musthofa, S.Kom

Jakarta – LAN – 2019


ISBN : 978-602-7594-37-1
KATA PENGANTAR

Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil


Negara mengamanatkan Instansi Pemerintah untuk wajib memberikan
Pendidikan dan Pelatihan terintegrasi bagi Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS) selama 1 (satu) tahun masa percobaan. Tujuan Pelatihan
terintegrasi ini adalah untuk membangun integritas moral, kejujuran,
semangat dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian
yang unggul dan bertanggungjawab, dan memperkuat profesionalisme serta
kompetensi bidang. Dengan demikian Undang-Undang ASN mengedepankan
penguatan nilai-nilai dan pembangunan karakter dalam mencetak PNS.
Lembaga Administrasi Negara menerjemahkan amanat Undang-
Undang tersebut dalam bentuk Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan yang
tertuang dalam Peraturan Lembaga Administrasi Negara Nomor 12 Tahun
2018 tentang Pelatihan Dasar CPNS. Pelatihan ini memadukan
pembelajaran klasikal dan non klasikal di tempat kerja, yang
memungkinkan peserta mampu untuk menginternalisasi, menerapkan, dan
mengaktualisasikan, serta membuatnya menjadi kebiasaan (habituasi), dan
merasakan manfaatnya, sehingga terpatri dalam dirinya sebagai karakter
PNS yang profesional sebagai wujud nyata bela negara.
Demi terjaga kualitas keluaran Pelatihan dan kesinambungan
Pelatihan di masa depan serta dalam rangka penetapan standar kualitas
Pelatihan, maka Lembaga Administrasi Negara menyusun Modul Pelatihan
Dasar CPNS ini.
Atas nama Lembaga Administrasi Negara, kami mengucapkan
terimakasih dan penghargaan kepada tim penyusun yang telah bekerja
keras menyusun modul ini. Begitu pula halnya dengan instansi dan
narasumber yang telah memberikan review dan masukan, kami ucapkan
terimakasih.
Kami sangat menyadari bahwa modul ini jauh dari sempurna.
Dengan segala kekurangan yang ada pada modul ini, kami mohon kesediaan
pembaca untuk dapat memberikan masukan konstruktif guna
penyempurnaan selanjutnya, semoga modul ini dapat bermanfaat bagi
pembaca sekalian.

Jakarta, Februari 2019


Kepala
Lembaga Administrasi Negara
i
Adi Suryanto
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................. 2
DAFTAR TABEL .............................................................................................................
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Deskripsi Singkat..................................................................................3
C. Tujuan Pembelajaran..........................................................................3
D. Materi Pokok.......................................................................................... 4
E. Media Belajar......................................................................................... 4
F. Waktu........................................................................................................ 4

BAB II PERUBAHAN LINGKUNGAN STRATEGIS..................................5


A. Konsep Perubahan...............................................................................5
B. Perubahan Lingkungan Strategis...................................................8
C. Modal Insani Dalam Menghadapi Perubahan
Lingkungan Strategis..........................................................................10
1. Modal Intelektual...........................................................................10
2. Modal Emosional............................................................................13
3. Modal Sosial.....................................................................................14
4. Modal ketabahan (adversity).....................................................15
5. Modal etika/moral.........................................................................16
6. Modal Kesehatan (kekuatan) Fisik/Jasmani.......................17

BAB III ISU-ISU STRATEGIS KONTEMPORER.......................................18


A. Korupsi..................................................................................................... 19
1. Sejarah Korupsi Dunia.................................................................19
2. Sejarah Korupsi Indonesia..........................................................21
3. Memahami Korupsi.......................................................................29

i
4. Dampak Korupsi.............................................................................37
5. Membangun Sikap Antikorupsi................................................38
B. Narkoba.................................................................................................... 39
1. Pengertian, Penggolongan dan Sejarah Narkoba...............39
2. Tindak Pidana Narkoba...............................................................45
3. Membangun Kesadaran Anti Narkoba...................................57
C. Terorisme dan Radikalisme.............................................................64
1. Terorisme.......................................................................................... 64
2. Radikal dan Radikalisme.............................................................85
D. Money Laundring.................................................................................116
1. Pengertian Pencucian Uang.......................................................116
2. Sejarah Pencucian Uang..............................................................118
3. Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)................................149
E. Proxy War................................................................................................ 179
1. Sejarah Proxy War.........................................................................179
2. Proxy War Modern........................................................................185
3. Membangun Kesadaran Anti-Proxy dengan
mengedepankan Kesadaran Bela Negara melalui
pengamalan nilai-nilai Pancasila............................................190
F. Kejahatan Mass Communication
(Cyber Crime, Hate Speech, Dan Hoax)........................................195
1. Pengantar.......................................................................................... 195
2. Bentuk Tindak Kejahatan dalam Komunikasi Massa.......202
3. Membangun Kesadaran Positif menggunakan
Media Komunikasi........................................................................214

BAB IV TEKNIK ANALISIS ISU...................................................................222


A. Memahami Isu Kritikal.......................................................................222
B. Teknik-Teknik Analisis Isu...............................................................226
1. Teknik Tapisan Isu........................................................................226
2. Teknik Analisis Isu.........................................................................228
3. Analisis Kesenjangan atau Gap Analysis...............................245
BAB VI PENUTUP...........................................................................................246

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................248

i
DAFTAR

Tabel 1. Negara dengan Pengguna Internet Terbesar..............................219

i
DAFTAR

Gambar 1. Model Faktor Perubahan yang mempengaruhi


Kinerja PNS......................................................................................9

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan Reformasi Birokrasi pada tahun 2025 untuk
mewujudkan birokrasi kelas dunia, merupakan respon atas
masalah rendahnya kapasitas dan kemampuan Pegawai Negeri
Sipil dalam menghadapi perubahan lingkungan strategis yang
menyebabkan posisi Indonesia dalam percaturan global belum
memuaskan. Permasalahan lainnya adalah kepedulian PNS dalam
meningkatkan kualitas birokrasi yang masih rendah menjadikan
daya saing Indonesia dibandingkan negara lain baik di tingkat
regional maupun internasional masih tertinggal.

Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014


tentang Aparatur Sipil Negara, secara signifikan telah mendorong
kesadaran PNS untuk menjalankan profesinya sebagai ASN
dengan berlandaskan pada: a) nilai dasar; b) kode etik dan kode
perilaku; c) komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada
pelayanan publik; d) kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugas; dan e) profesionalitas jabatan. Implementasi
terhadap prinsip-prinsip tersebut diwujudkan dengan
meningkatan kepedulian dan partisipasi untuk meningkatkan
kapasitas organisasi dengan memberikan penguatan untuk
menemu-kenali perubahan lingkungan strategis secara
komprehensif pada diri setiap PNS.

1
Melalui pembelajaran pada modul ini, peserta pelatihan
dasar calon PNS diberikan bekal mengenali konsepsi perubahan
dan perubahan lingkungan strategis untuk membangun
kesadaran menyiapkan diri dengan memaksimalkan berbagai
potensi modal insani yang dimiliki. Selanjutnya diberikan
penguatan untuk menunjukan kemampuan berpikir kritis dengan
mengidentifikasi dan menganalisis isu-isu kritikal melalui isu-isu
startegis kontemporer yang dapat menjadi pemicu munculnya
perubahan lingkungan strategis dan berdampak terhadap kinerja
birokrasi secara umum dan secara khusus berdampak pada
pelaksanaan tugas jabatan sebagai PNS pelayan masyarakat.
Kontemporer yang dimaksud disini adalah sesuatu hal yang
modern, yang eksis dan terjadi dan masih berlangsung sampai
sekarang, atau segala hal yang berkaitan dengan saat ini.

Kemampuan mengidentifikasi faktor-faktor yang


mempengaruhi perubahan lingkungan strategis dan analisis isu-
isu kontemporer pada agenda pembelajaran Bela Negara perlu
didasari oleh materi wawasan kebangsaan dan aktualisasi nilai-
nilai bela negara yang dikontektualisasikan dalam pelaksanaan
pekerjaan sehari-hari. Selanjutnya, kemampuan melakukan
analisa isu-isu kontemporer dan perubahaan lingkungan strategis
akan diberikan pada materi kesiapsiagaan bela Negara yang
disajikan dengan aktivitas pembelajaran di luar ruangan kelas.
Keterkaitan ketiga materi agenda bela negara ini
merupakan kebijakan yang telah diatur dalam penyelenggaraan
pelatihan dasar calon PNS pada kurikulum pembentukan karakter

2
PNS Agenda pembelajaran bela negara yang dirancang dan
disampaikan secara terintegrasi. Oleh karena itu, peserta
diharapkan mempelajari ketiga materi sebagai satu kesatuann
pembelajaran agenda bela negara untuk mencapai kompetensi
yang diharapkan yaitu untuk menunjukan sikap perilaku bela
negara.
B. Deskripsi Singkat
Mata Pelatihan ini membekali peserta dengan kemampuan
memahami konsepsi perubahan dan perubahan lingkungan
strategis melalui isu-isu strategis kontemporer sebagai wawasan
strategis PNS dengan menyadari pentingnya modal insani, dengan
menunjukan kemampuan berpikir kritis dalam menghadapi
perubahan lingkungan strategis.

C. Tujuan Pembelajaran
Setelah membaca modul ini, peserta diharapkan mampu
memahami konsepsi perubahan dan perubahan lingkungan
strategis melalui isu-isu strategis kontemporer sebagai wawasan
strategis PNS dengan menyadari pentingnya modal insani, dengan
menunjukan kemampuan berpikir kritis dalam menghadapi
perubahan lingkungan strategis dalam menjalankan tugas jabatan
sebagai PNS profesional pelayan masyarakat.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, ditandai dengan


pencapaian indikator hasil belajar, peserta mampu:
1. Menjelaskan konsepsi perubahan lingkungan strategis;
2. Mengidentifikasi isu-isu strategis kontemporer;

3
3. Menerapkan teknik analisis isu-isu dengan menggunakan
kemampuan berpikir kritis.

D. Materi Pokok
Materi pokok dalam modul ini adalah:
1. Konsepsi perubahan lingkungan strategis;
2. Isu-isu strategis kontemporer;
3. Teknis analisis isu-isu dengan menggunakan kemampuan
berpikir kritis.

E. Media Belajar
Guna mendukung pembelajaran dalam modul ini, dibutuhkan
sejumlah media pembelajaran yang kondusif antara lain: modul
yang menarik, video, berita, kasus yang kesemuanya relevan
dengan materi pokok. Di samping itu, juga dibutuhkan instrument
untuk menganalisis isu-isu kritikal.

F. Waktu
Materi pembelajaran disampaikan di dalam kelas selama 6 jam
pelajaran.

4
BAB II
PERUBAHAN LINGKUNGAN STRATEGIS

A. Konsep Perubahan
Perubahan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dan
menjadi bagian dari perjalanan peradaban manusia. Sebelum
membahas mengenai perubahan lingkungan strategis, sebaiknya
perlu diawali dengan memahami apa itu perubahan, dan bagaimana
konsep perubahan dimaksud. Untuk itu, mari renungkan
pernyataan berikut ini …“perubahan itu mutlak dan kita akan jauh
tertinggal jika tidak segera menyadari dan berperan serta dalam
perubahan tersebut”. Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan
yang patut menjadi bahan renungan bersama:

5
Dengan menyimak pernyataan-pernyataan di atas, dapat
disimpulkan bahwa mulai saat ini kita harus bergegas menentukan
bentuk masa depan, jika tidak maka orang (bangsa) lain yang akan
menentukan masa depan (bangsa) kita. Perubahan yang diharapkan
terjadi bukannya sesuatu yang “berbeda” saja, namun lebih dari
pada itu, perubahan yang diharapkan terjadi adalah perubahan ke
arah yang lebih baik untuk memuliakan manusia/humanity
(memberikan manfaat bagi umat manusia).
Hanya manusia dengan martabat dan harkat hidup yang bisa
melakukan perbuatan yang bermanfaat dan dilandasi oleh nilai-
nilai luhur, serta mencegah dirinya melakukan perbuatan tercela.
Mengutip pepetah dari Minahasa “Sitou timou tumou tou” yang
secara bebas diartikan “orang baru bisa dikatakan hidup apabila
mampu memuliakan orang lain”. Pada sisi yang lain, muncul satu
pertanyaan bagaimana PNS melakukan hal tersebut?. Dalam
konteks PNS, berdasarkan Undang-undang ASN setiap PNS perlu
memahami dengan baik fungsi dan tugasnya, yaitu:
1. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian sesuai dengan peraturan perundang-
undangan,
2. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan
berkualitas, serta
3. memperat persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia

Sepintas seolah-olah terjadi kontradiksi, di satu pihak PNS


harus melayani masyarakat sebaik-baiknya, melakukannya
dengan ramah, tulus, dan profesional, namun dilain pihak semua

6
yang dilakukannya harus sesuai dengan peraturan perundang-
udangan yang berlaku. Menghadapi hal tersebut PNS dituntut untuk
bersikap kreatif dan melakukan terobosan (inovasi) dalam
melaksanakan pelayanan kepada masyarakat. Justru seninya
terletak pada dinamika tersebut, PNS bisa menunjukan perannnya
dalam koridor peraturan perudang- undangan (bending the rules),
namun tidak boleh melanggarnya (breaking the rules). Sejalan
dengan tujuan Reformasi Birokrasi terutama untuk
mengembangkan PNS menjadi pegawai yang transformasional,
artinya PNS bersedia mengembangkan cita-cita dan berperilaku
yang bisa diteladani, menggugah semangat serta mengembangkan
makna dan tantangan bagi dirinya, merangsang dan mengeluarkan
kreativitas dan berupaya melakukan inovasi, menunjukkan
kepedulian, sikap apresiatif, dan mau membantu orang lain.
Menjadi PNS yang profesional memerlukan pemenuhan
terhadap beberapa persyaratan berikut:
1. Mengambil Tanggung Jawab, antara lain dilakukan
dengan menunjukkan sikap dan perilaku yang
mencerminkan tetap disiplin dan akuntabilitas, mengakui
dan memperbaiki kesalahan yang dibuat, fair dan
berbicara berdasarkan data, menindaklanjuti dan
menuntaskan komitmen, serta menghargai integritas pribadi.
2. Menunjukkan Sikap Mental Positif, antara lain diwujudkan
dalam sikap dan perilaku bersedia menerima tanggung jawab
kerja, suka menolong, menunjukkan respek dan membantu
orang lain sepenuh hati, tidak tamak dan tidak arogan, serta
tidak bersikap diskriminatif atau melecehkan orang lain.

7
3. Mengutamakan Keprimaan, antara lain ditunjukkan melalui
sikap dan perilaku belajar terus menerus,
semangat memberi kontribusi melebihi harapan, dan
selalu berjuang menjadi lebih baik.
4. Menunjukkan Kompetensi, antara lain dimanifestasikan
dalam bentuk kesadaran diri, keyakinan diri, dan
keterampilan bergaul, mampu mengendalikan diri,
menunjukkan kemampuan bekerja sama, memimpin, dan
mengambil keputusan, serta mampu mendengarkan dan
memberi informasi yang diperlukan.
5. Memegang Teguh Kode Etik, antara lain menampilkan diri
sesuai profesinya sebagai PNS, menjaga konfidensialitas, tidak
pernah berlaku buruk terhadap masyarakat yang dilayani
maupun rekan kerja, berpakaian sopan sesuai profesi PNS,
dan menjunjung tinggi etika-moral PNS.

Sosok PNS yang bertanggung jawab dan berorientasi pada


kualitas merupakan gambaran implementasi sikap mental positif
PNS yang kompeten dengan kuat memegang teguh kode etik dalam
menjalankan tugas jabatannya berdasarkan tuntutan unit
kerja/organisasinya merupakan wujud nyata PNS menunjukan
sikap perilaku bela Negara. Untuk mendapatkan sosok PNS ideal
seperti itu dapat diwujudkan dengan memahami posisi dan
perannya serta kesiapannya memberikan hasil yang terbaik
mamanfaatkan segala potensi yang dimiliki untuk bersama-sama
melakukan perubahan yang memberikan manfaat secara luas
dalam melaksanakan tugas-tugas pembangunan dan pemerintahan.

8
B. Perubahan Lingkungan Strategis
Ditinjau dari pandangan Urie Brofenbrenner (Perron, N.C.,
2017) ada empat level lingkungan strategis yang dapat
mempengaruhi kesiapan PNS dalam melakukan pekerjaannya
sesuai bidang tugas masing-masing, yakni: individu, keluarga
(family), Masyarakat pada level lokal dan regional (Community/
Culture), Nasional (Society), dan Dunia (Global). Ke empat level
lingkungan stratejik tersebut disajikan dalam gambar berikut ini:

Gambar.1
Model Faktor Perubahan yang mempengaruhi Kinerja PNS

Berdasarkan gambar di atas dapat dikatakan bahwa


perubahan global (globalisasi) yang terjadi dewasa ini, memaksa
semua bangsa (Negara) untuk berperan serta, jika tidak maka arus
9
perubahan tersebut akan menghilang dan akan meninggalkan
semua yang tidak mau berubah. Perubahan global ditandai dengan
hancurnya batas (border) suatu bangsa, dengan membangun
pemahaman dunia ini satu tidak dipisahkan oleh batas Negara. Hal
yang menjadi pemicunya adalah berkembang pesatnya teknologi
informasi global, dimana setiap informasi dari satu penjuru dunia
dapat diketahui dalam waktu yang tidak lama berselang oleh orang
di penjuru dunia lainnya.
Perubahan cara pandang tersebut, telah mengubah tatanan
kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini ditandai dengan
masuknya kepentingan global (negara-negara lain) ke dalam negeri
dalam aspek hukum, politik, ekonomi, pembangunan, dan lain
sebagainya. Perubahan cara pandang individu tentang tatanan
berbangsa dan bernegara (wawasan kebangsaan), telah
mempengaruhi cara pandang masyarakat dalam memahami pola
kehidupan dan budaya yang selama ini dipertahankan/diwariskan
secara turun temurun. Perubahan lingkungan masyarakat juga
mempengaruhi cara pandang keluarga sebagai miniature dari
kehidupan sosial (masyarakat). Tingkat persaingan yang
keblabasan akan menghilangkan keharmonisan hidup di dalam
anggota keluarga, sebaga akibat dari ketidakharmonisan hidup di
lingkungan keluarga maka secara tidak langsung membentuk sikap
ego dan apatis terhadap tuntutan lingkungan sekitar.
Oleh karena itu, pemahaman perubahan dan perkembangan
lingkungan stratejik pada tataran makro merupakan faktor utama
yang akan menambah wawasan PNS. Wawasan tersebut melingkupi
pemahaman terhadap Globalisasi, Demokrasi, Desentralisasi, dan

1
Daya Saing Nasional, Dalam konteks globalisasi PNS perlu
memahami berbagai dampak positif maupun negatifnya;
perkembangan demokrasi yang akan memberikan pengaruh dalam
kehidupan sosial, ekonomi dan politik Bangsa Indonesia;
desentralisasi dan otonomi daerah perlu dipahami sebagai upaya
memperkokoh kesatuan nasional, kedaulatan negara, keadilan dan
kemakmuran yang lebih merata di seluruh pelosok Tanah Air,
sehingga pada akhirnya akan membentuk wawasan strategis
bagaimana semua hal tersebut bermuara pada tantangan
penciptaan dan pembangunan daya saing nasional demi
kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara dalam lingkungan pergaulan dunia yang semakin
terbuka, terhubung, serta tak berbatas.
PNS dihadapkan pada pengaruh yang datang dari eksternal
juga internal yang kian lama kian menggerus kehidupan berbangsa
dan bernegara (pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal
Ika) sebagai konsensus dasar berbangsa dan bernegara. Fenomena-
fenomena tersebut menjadikan pentingnya setiap PNS mengenal
dan memahami secara kritis terkait dengan isu-isu kritikal yang
terjadi saat ini atau bahkan berpotensi terjadi, isu-isu tersebut
diantaranya; bahaya paham radikalisme/ terorisme, bahaya
narkoba, cyber crime, money laundry, korupsi, proxy war. Isu-isu di
atas, selanjutnya disebut sebagai isu-isu strategis kontemporer
yang akan diuraikan lebih jelas pada Bab III.
Dengan memahami penjelasan di atas, maka yang perlu
menjadi fokus perhatian adalah mulai membenahi diri dengan

1
segala kemampuan, kemudian mengembangkan berbagai potensi
yang dimiliki dengan memperhatikan modal insani (manusia).

C. Modal Insani Dalam Menghadapi Perubahan Lingkungan


Strategis
Modal insani yang dimaksud, disini istilah modal atau capital
dalam konsep modal manusia (human capital concept). Konsep ini
pada intinya menganggap bahwa manusia merupakan suatu bentuk
modal yang tercermin dalam bentuk pengetahuan, gagasan (ide),
kreativitas, keterampilan, dan produktivitas kerja.
Modal manusia adalah komponen yang sangat penting di
dalam organisasi. Manusia dengan segala kemampuannya bila
dikerahkan keseluruhannya akan menghasilkan kinerja yang luar
biasa. Ada enam komponen dari modal manusia (Ancok, 2002),
yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Modal Intelektual
Modal intelektual adalah perangkat yang diperlukan untuk
menemukan peluang dan mengelola perubahan organisasi melalui
pengembangan SDMnya. Hal ini didasari bahwa pada dasarnya
manusia memiliki sifat dasar curiosity, proaktif dan inovatif yang
dapat dikembangkan untuk mengelola setiap perubahan
lingkungan strategis yang cepat berubah. Penerapannya dalam
dunia birokrasi/pemerintahan adalah, hanya pegawai yang
memiliki pengetahuan yang luas dan terus menambah
pengetahuannya yang dapat beradaptasi dengan kondisi
perubahan lingkungan strategis.

1
Modal intelektual untuk menghadapi berbagai persoalan
melalui penekanan pada kemampuan merefleksi diri (merenung),
untuk menemukan makna dari setiap fenomena yang terjadi dan
hubungan antar fenomena sehingga terbentuk menjadi
pengetahuan baru. Kebiasaan merenung dan merefleksikan suatu
fenomena yang membuat orang menjadi cerdas dan siap
menghadapi segala sesuatu. Modal intelektual tidak selalu
ditentukan oleh tingkat pendidikan formal yang tinggi, namun
tingkat pendidikan formal yang tinggi sangat menunjang untuk
membentuk kebiasaan berpikir (budaya akademik).

2. Modal Emosional
Kemampuan lainnya dalam menyikapi perubahan
ditentukan oleh kecerdasan emosional. Setiap PNS pasti bekerja
dengan orang lain dan untuk orang lain. Kemampuan mengelola
emosi dengan baik akan menentukan kesuksesan PNS dalam
melaksanakan tugas, kemampuan dalam mengelola emosi
tersebut disebut juga sebagai kecerdasan emosi.
Goleman, et. al. (2013) menggunakan istilah emotional
intelligence untuk menggambarkan kemampuan manusia untuk
mengenal dan mengelola emosi diri sendiri, serta memahami
emosi orang lain agar dia dapat mengambil tindakan yang sesuai
dalam berinteraksi dengan orang lain. Bradberry & Greaves (2006)
membagi kecerdasan emosi ke dalam empat dimensi kecerdasan
emosional yakni: Self Awareness yaitu kemampuan untuk
memahami emosi diri sendiri secara tepat dan akurat dalam
berbagai situasi secara konsisten; Self Management yaitu
kemampuan mengelola emosi secara positif dalam berhadapan

1
dengan emosi diri sendiri; Social Awareness yaitu kemampuan
untuk memahami emosi orang lain dari tindakannya yang tampak
(kemampuan berempati) secara akurat;, dan Relationship
Management yaitu kemampuan orang untuk berinteraksi secara
positif pada orang lain.

3. Modal Sosial
Modal sosial adalah jaringan kerjasama di antara warga
masyarakat yang memfasilitasi pencarian solusi dari
permasalahan yang dihadapi mereka. (rasa percaya, saling
pengertian dan kesamaan nilai dan perilaku yang mengikat
anggota dalam sebuah jaringan kerja dan komunitas). Modal
sosial ditujukan untuk menumbuhkan kembali jejaringan
kerjasama dan hubungan interpersonal yang mendukung
kesuksesan, khususnya kesuksesan sebagai PNS sebagai pelayan
masyarakat, yang terdiri atas:
1. Kesadaran Sosial (Social Awareness) yaitu Kemampuan
berempati terhadap apa yang sedang dirasakan oleh orang
lain, memberikan pelayanan prima, mengembangkan
kemampuan orang lain, memahami keanekaragaman latar
belakang sosial, agama dan budaya dan memiliki kepekaan
politik.
2. Kemampuan sosial (Social Skill) yaitu, kemampuan
mempengaruhi orang lain, kemampuan berkomunikasi
dengan baik, kemampuan mengelola konflik dalam kelompok,
kemampuan membangun tim kerja yang solid, dan
kemampuan mengajak orang lain berubah,

1
Manfaat yang bisa dipetik dengan mengembangkan modal
sosial adalah terwujudnya kemampuan untuk membangun dan
mempertahankan jaringan kerja, sehingga terbangun hubungan
kerja dan hubungan interpersonal yang lebih akrab.

4. Modal ketabahan (adversity)


Konsep modal ketabahan berasal dari Paul G. Stoltz (1997).
Ketabahan adalah modal untuk sukses dalam kehidupan, baik
dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sebuah organisasi
birokrasi. Berdasarkan perumpamaan pada para pendaki gunung,
Stoltz membedakan tiga tipe manusia: quitter, camper dan
climber.
1. Quitter yakni orang yang bila berhadapan dengan masalah
memilih untuk melarikan diri dari masalah dan tidak mau
menghadapi tantangan guna menaklukkan masalah. Orang
seperti ini akan sangat tidak efektif dalam menghadapi tugas
kehidupan yang berisi tantangan. Dia juga tidak efektif sebagai
pekerja sebuah organisasi bila dia tidak kuat.
2. Camper adalah tipe yang berusaha tapi tidak sepenuh hati. Bila
dia menghadapi sesuatu tantangan dia berusaha untuk
mengatasinya, tapi dia tidak berusaha mengatasi persoalan.
Camper bukan tipe orang yang akan mengerahkan segala
potensi yang dimilikinya untuk menjawab tantangan yang
dihadapinya.
3. Climber yang memiliki stamina yang luar biasa di dalam
menyelesaikan masalah. Tipe orang ini adalah pantang
menyerah, sesulit apapun situasi yang dihadapinya. Climber
adalah pekerja yang produktif bagi organisasi tempat dia

1
bekerja. Orang tipe ini memiliki visi dan cita-cita yang jelas
dalam kehidupannya. Kehidupan dijalaninya dengan sebuah
tata nilai yang mulia, bahwa berjalan harus sampai ke tujuan.

5. Modal etika/moral
Kecerdasan moral sebagai kapasitas mental yang
menentukan prinsip-prinsip universal kemanusiaan harus
diterapkan ke dalam tata-nilai, tujuan, dan tindakan kita atau
dengan kata lain adalah kemampuan membedakan benar dan
salah. Ada empat komponen modal moral/etika yakni:
1. Integritas (integrity), yakni kemauan untuk
mengintegrasikan nilai-nilai universal di dalam berperilaku
yang tidak bertentangan dengan kaidah perilaku etis yang
universal.
2. Bertanggung-jawab (responsibility) yakni orang-orang yang
bertanggung-jawab atas tindakannya dan memahami
konsekuensi dari tindakannya sejalan dengan prinsip etik
yang universal.
3. Penyayang (compassionate) adalah tipe orang yang tidak
akan merugikan orang lain.
4. Pemaaf (forgiveness) adalah sifat yang pemaaf. Orang yang
memiliki kecerdasan moral yang tinggi bukanlah tipe orang
pendendam yang membalas perilaku yang tidak
menyenangkan dengan cara yang tidak menyenangkan pula.

Organisasi yang berpegang pada prinsip etika akan


memiliki citra yang baik, citra baik yang di maksud disini adalah

1
produk dari modal moral yang berhasil dicapai oleh individu atau
organisasi.

6. Modal Kesehatan (kekuatan) Fisik/Jasmani


Badan atau raga adalah wadah untuk mendukung
manifestasi semua modal insani yang dibahas sebelumnya, Badan
yang tidak sehat akan membuat semua modal di atas tidak muncul
dengan maksimal. Oleh karena itu kesehatan adalah bagian dari
modal manusia agar dia bisa bekerja dan berpikir secara
produktif. Tolok ukur kesehatan adalah bebas dari penyakit, dan
tolok ukur kekuatan fisik adalah; tenaga (power), daya tahan
(endurance), kekuatan (muscle strength), kecepatan (speed),
ketepatan (accuracy), kelincahan (agility), koordinasi
(coordination), dan keseimbangan (balance).

1
BAB III
ISU-ISU STRATEGIS KONTEMPORER

Saat ini konsep negara, bangsa dan nasionalisme dalam


konteks Indonesia sedang berhadapan dengan dilema antara
globalisasi dan etnik nasionalisme yang harus disadari sebagai
perubahan lingkungan strategis. Termasuk di dalamnya terjadi
pergeseran pengertian tentang nasionalisme yang berorientasi
kepada pasar atau ekonomi global. Dengan menggunakana logika
sederhana, “pada tahun 2020, diperkirakan jumlah penduduk
dunia akan mencapai 10 milyar dan akan terus bertambah,
sementara sumber daya alam dan tempat tinggal tetap, maka
manusia di dunia akan semakin keras berebut untuk hidup, agar
mereka dapat terus melanjutkan hidup”. Pada perubahan ini perlu
disadari bahwa globalisasi dengan pasar bebasnya sebenarnya
adalah sesuatu yang tidak terhindarkan dan bentuk dari
konsekuensi logis dari interaksi peradaban dan bangsa.
Isu lainnya yang juga menyita ruang publik adalah terkait
terorisme dan radikalisasi yang terjadi dalam sekelompok
masyarakat, baik karena pengaruh ideologi laten tertentu,
kesejahteraan, pendidikan yang buruk atau globalisasi secara
umum. Bahaya narkoba merupakan salah satu isu lainnya yang
mengancam kehidupan bangsa. Bentuk kejahatan lain adalah
kejahatan saiber (cyber crime) dan tindak pencucian uang (money
laundring). Bentuk kejahatan saat ini melibatkan peran teknologi
yang memberi peluang kepada pelaku kejahatan untuk beraksi di
dunia maya tanpa teridentifikasi identitasnya dan penyebarannya
bersifat masif.

1
Berdasarkan penjelasan di atas, perlu disadari bahwa PNS
sebagai Aparatur Negara dihadapkan pada pengaruh yang datang
dari eksternal juga internal yang kian lama kian menggerus
kehidupan berbangsa dan bernegara: Pancasila, UUD 1945, NKRI
dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai konsensus dasar berbangsa dan
bernegara. Fenomena tersebut menjadikan pentingnya setiap PNS
mengenal dan memahami secara kritis terkait isu-isu strategis
kontemporer diantaranya; korupsi, narkoba, paham radikalisme/
terorisme, money laundry, proxy war, dan kejahatan komunikasi
masal seperti cyber crime, Hate Speech, dan Hoax, dan lain
sebagainya. Isu-isu yang akan diuraikan berikut ini:
A. Korupsi
1. Sejarah Korupsi Dunia
Korupsi dalam sejarah dunia sebagaimana yang
dikemukakan oleh Hans G. Guterbock, “Babylonia and Assyria”
dalam Encyclopedia Brittanica bahwa dalam catatan kuno telah
diketemukan gambaran fenomena penyuapan para hakim dan
perilaku korup lainnya dari para pejabat pemerintah. Di Mesir,
Babilonia, Ibrani, India, Yunani dan Romawi Kuno korupsi adalah
masalah serius. Pada zaman kekaisaran Romawi Hammurabi dari
Babilonia yang naik tahta sekitar tahun 1200 SM telah
memerintahkan seorang Gubernur provinsi untuk menyelidiki
perkara penyuapan. Shamash, seorang raja Assiria (sekitar tahun
200 sebelum Masehi) bahkan tercatat pernah menjatuhkan
pidana kepada seorang hakim yang menerima uang suap.

Tidak hanya pada zaman kekaisaran Romawi, sejarah juga


mencatat korupsi di Cina kuno. Dalam buku Nancy L. Swann yang

1
berjudul Food and Money in Ancient China sebagaimana dikutip
dari Han Su karya Pan Ku menceritakan bahwa pada awal
berdirinya dinasti Han (206 SM) masyarakat menghadapi
kesulitan pangan, sehingga menyebabkan setengah dari jumlah
penduduk meninggal dunia. Tidak hanya itu, sifat pemerintahan
tirani (turunan) dengan mudahnya melakukan penindasaan
dengan alasan pengutipan pajak sebagai persembahan sehingga
kerapkali muncul pungutan gelap atas nama kaisar. Usaha-usaha
pemberantasan korupsi tidak selalu berjalan mulus, apalagi jika
munculnya situasi pergantian penguasa ataupun tekanan keadaan
seperti paceklik, bencana alam atau pecahnya peperangan. The
History of the Former Han Dinasty yang ditulis oleh Pan ku
menceritakan bahwa korupsi oleh para pejabat pemerintah
berlangsung sepanjang sejarah cina. Salah satu contoh upaya
pemberantasan korupsi yaitu pada saat kaisar Hsiao Ching yang
naik tahta pada tahun 157 SM, dikisahkan bahwa sang kaisar
membatasi keinginannya (pribadi) dan menolak hadiah-hadiah
atau memperkaya diri sendiri.

Pasca perang dunia kedua, dimana terdapat fenomena


mewabahnya korupsi yang menandai periode pasca perang pada
masa kemerdekaan negara-negara Asia dari pemerintahan
kolonial barat. Beberapa gejala umum tumbuh suburnya korupsi
disebabkan oleh hal-hal berikut:

1) membengkaknya urusan pemerintahan sehingga membuka


peluang korupsi dalam skala yang lebih besar dan lebih
tinggi;

2
2) lahirnya generasi pemimpin yang rendah marabat moralnya
dan beberapa diantaranya bersikap masa bodoh; dan
3) terjadinya menipulasi serta intrik-intrik melalui politik,
kekuatan keuangan dan kepentingan bisnis asing.

2. Sejarah Korupsi Indonesia


Penjelasan korupsi di Indonesia dibagi dalam dua fase, yaitu:
fase pra kemerdekaan (zaman kerajaan dan penjajahan) dan fase
kemerdekaan (zaman orde lama, orde baru, dan orde reformasi
hingga saat ini) yang diuraikan sebagai berikut:
1) zaman kerajaan,
Dari beberapa catatan sejarah menggambarkan kehancuran
kerajaan-kerajaan besar di Indonesia disebabkan perilaku
korup sebagian besar tokohnya. Pada zaman ini kasus korupsi
lebih banyak terkait aspek politik/ kekuasaan dan usaha-
usaha memperkaya diri sendiri dan kerabat kaum bangsawan
sehingga menjadi pemicu perpecahan.
Misalnya sejarah hancurnya kerajaan Sriwijaya karena tidak
ada penerus setelah mangkatnya raja Bala Putra Dewa.
Majapahit hancur karena perang saudara (paregreg) setelah
mangkatnya Maha Patih Gajah Mada. Kerajaan Mataram "loyo"
dan semakin melemah karena ditekan dengan politik pecah
belah serta adanya perjanjian Giyanti pada tahun 1755 yang
membelah dua wilayah Mataram menjadi kesultanan
Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Kerajaan Singosari yang
memelihara perang antar saudara bahkan hingga beberapa
generasi saling balas dendam memprebutkkan kekuasaan.
Konflik berkepanjangan antara Joko Tingkir dengan Haryo

2
Penangsang di kerajaan Demak. Kerajaan Banten yang memicu
Sultan Haji merebut tahta dan kekuasaan dari ayahnya, yaitu
Sultan Ageng Tirtoyoso kontribusi fase zaman kerajaan pada
kasus korupsi adalah terbangunnya pola pikir opurtunisme
bangsa Indonesia. Buku History of Java karya Rafles (1816)
menyebutkan karakter orang jawa sangat "nrimo" atau pasrah
pada keadaan, namun memiliki keinginan untuk dihargai
orang lain, tidak terus terang, menyembunyikan persoalan dan
oportunis. Bangsawan Jawa gemar menumpuk harta dan
memelihara abdi dalem hanya untuk kepuasan, selalu bersikap
manis untuk menarik simpati raja atau sultan, perilaku
tersebut menjadi embrio lahirnya generasi opurtunis yang
pada akhirnya juga memiliki potensi jiwa yang korup.
2) zaman penjajahan
Pada zaman penjajahan, praktek korupsi masuk dan meluas ke
dalam sistem budaya, sosial, ekonomi, dan politik. Budaya
korupsi yang berkembang dikalangan tokoh-tokoh lokal yang
diciptakan sebagai budak politik untuk kepentingan penjajah.
Reprsentasi Budak-Budak Politik tersebut dimanisfetasikan
dalam struktur pemerintahan adiministratif daerah, misal
demang (lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau
provinsi), dan pejabat-pejabat lainnya yang nota bene
merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk
menjaga dan mengawasi kepentingan di daerah teritorial
tertentu. Pemerintahan kolonial memberikan tugas untuk
menarik upeti atau pajak dari rakyat dengan menghisap hak
dan kehidupan rakyat, hasilnya diserahkan kepada pemerintah

2
penjajah. Pada pelaksanaannya, sebagian besar digelapkan
untuk memperkaya diri dengan berbagai motif.
Konribusi zaman penjajahan dalam melanggengkan budaya
korupsi adalah dengan mempraktikan hegemoni dan dominasi,
sehingga atas kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki,
mereka tak segan menindas kaumnya sendiri melalui perilaku
dan praktek korupsi.
3) zaman modern
Berdasarkan uraian munculnya budaya korupsi sejak
zaman kerajaan hingga zaan penjajahan, maka di zaman
modern seperti sekarang ini kita perlu menyadari bahwa
korupsi merupakan jenis kejahatan yang terwariskan hingga
saat ini dari perjalanan panjang sejarah kelam bangsa
Indonesia, bahkan telah beranak pinak lintas generasi.
Penanganan kejahatan korupsi secara komprehensif sangat
diperlukan sehingga mampu mengubah cara berpikir dan
bertindak menjadi lebih baik. Penanganan terhadap korupsi di
Indonesia yang pernah tercatat dilakukan sejak periode pasca
kemerdekaan (masa orde lama), masa orde baru, dan masa
reformasi hingga saat ini.
Periode pasca kemerdekaan. Pada masa orde lama di
bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, telah membentuk
dua badan pemberantasan korupsi, yaitu; PARAN (Panitia
Retooling Aparatur Negara) dan Operasi Budhi. PARAN
mengalami kebuntuan, karena semua pejabat tinggi
berlindung di balik kedekatanya dengan presiden. Pada tahun
1963 dikeluarkan Kepres No. 275 tahun 1963 dikenal

2
dengan nama Operasi Budhi (OB), dalam waktu 3 bulan OB
berhasil menyelamatkan uang negara sebesar Rp. 11 miliar,
suatu ukuran yang begitu fantastis waktu itu. Operasi ini pun
akhirnya gagal, karena dianggap nyerempet-nyerempet
kekuasaan presiden. Misalnya untuk menghindari
pemeriksaan, Dirut Pertamina minta ijin kepada presiden
untuk ke luar negeri, sementara direksi yang lain menolak
diperiksa dengan alasan belum ada ijin atasan.
Pada masa Orde Baru mencoba memperbaiki penangan
korupsi dengan membentuk Tim Pemberantasan Korupsi
(TPK). TPK dibentuk sebagai tindak lanjut pidato Pj Presiden
Soeharto di depan DPR/MPR tanggal 16 Agustus 1967. Kinerja
TPK gagal, bagaikan macan ompong maka dibentuk Opstib
(Operasi tertib) yang dikomandani oleh Soedomo, namun
dalam perjlannya Opstib juga hilang ditelan bumi.
Pada masa reformasi, berbagai lembaga telah dibentuk
untuk memberantas korupsi. Korupsi yang pada jaman orde
baru hanya melingkar di pusat kalangan elit kekuasaan, namun
dengan adanya kebijakan desentralisasi maka kasus korupsi
merebak kesemua lini pemerintahan hingga ke Daerah dan
menjalar ke setiap sendi-sendi bidang kehidupan bangsa.
Usaha pemberantasan korupsi dilanjutkan pada zaman
presiden B.J. Habibie, Abdurhaman Wahid, Megawati dan
Susilo Bambang Yudhoyono. Berbagai peraturan dan badan
atau lembaga dibentuk, diantaranya : Komisi Penyelidik
Kekakayaan penyelenggara Negara (KPKPN), Komisi
Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Ombudsmen, Tim

2
Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK).
Dari semua lembaga tersebut, hasilnya tetap tidak mampu
memberantas korupsi. Intinya pelemahan terhadap penegakan
hukum korupsi merupakan bentuk perlawanan dari pihak-
pihak yang merasa terancam. Tampak secara terang dan jelas,
masih banyak pihak yang secara sistematis melindungi
koruptor. Deny Indrayana 2007, menyebutnya dengan
epicentrum korupsi, yaitu: istana, cendana, senjata, dan
pengusaha raksasa.
Kondisi saat ini, tidak hanya kalangan elit pemerintahan,
namun hampir seluruh elemen penyelenggara Negara
terjangkit “virus korupsi” yang sangat ganas. Tak ayal,
Indonesia tercatat pernah menduduki peringkat 5 (besar)
Negara yang pejabatnya paling korup. Untuk kondisi terkini
terkait statistik penindakan korupsi dapat dilihat dilaman
https://kpk.go.id/id/layanan-publik/informasi-publik/daftar-
informasi-publik dan sejak tahun 1995, Transparansi
Internasional telah menerbitkan Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) setiap tahun yang mengurutkan negara-negara
di dunia berdasarkan persepsi (anggapan) publik
terhadap korupsi di jabatan publik dan politis hingga
mencakup 133 negara. Informasi mengenai IPK kekinian baik
di Indonesia yang dapat di lihat pada laman
http://www.ti.or.id/ ataupun dalam cakupan skala yang lebih
luas (global) melalui laman https://www.transparency.org/ .
Langkah-langkah hukum untuk menghadapi masalah
korupsi telah dilakukan melalui beberapa masa perubahan

2
perundang-undangan, dimulai sejak berlakunya kitab undang-
undang hukum pidana 1 januari 1918. KUHP sebagai suatu
kodifikasi dan unifikasi berlaku bagi semua golongan di
Indonesia sesuai dengan asas konkordansi dan diundangkan
dalam Staatblad 1915 nomor 752, tanggal 15 Oktober 1915.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi beserta revisinya
melalui Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001. Secara
substansi Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 telah
mengatur berbagai modus operandi tindak pidana korupsi
sebagai tindak pidana formil, memperluas pengertian pegawai
negeri sehingga pelaku korupsi tidak hanya didefenisikan
kepada orang perorang tetapi juga pada korporasi, dan jenis
penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap
terdakwa tindak pidana korupsi adalah Pidana Mati, Pidana
Penjara, dan Pidana Tambahan. Selain itu Undang-undang ini
pula telah dilengkapi dengan pengaturan kewenangan
penyidik, penuntut umumnya hingga hakim yang memeriksa
di sidang pengadilan. Bahkan, dalam segi pembuktian telah
diterapkan pembuktian terbalik secara berimbang dan sebagai
kontrol, dan yang tidak kalah pentingnya undang-undang ini
juga dilengkapi dengan adanya pengaturan mengenai peran
serta masyarakat yang ditegaskan dengan Peraturan
Pemerintah nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian
Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.

2
Peningkatan kasus tindak pidana korupsi di Indonesia
membuat pemerintah memberikan respon dengan terus
melakukan perbaikan-perbaikan dalam hal pengaturan
tentang tindak pidana korupsi. Tidak hanya dalam perundang-
undangan nasional, bukti keseriusan pemerintah Indonesia
dalam memerangi korupsi pada tahun 2003 dengan turut
berpartisipasi dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
(United Nations Convention Against Corruption/UNCAC)
untuk menentang Korupsi di dunia. UNCAC atau yang sering
disebut Konvensi PBB anti korupsi merupakan suatu Konvensi
anti korupsi yang mencakup ketentuan-ketentuan kriminalisai,
kewajiban terhadap langkah-langkah pencegahan dalam
sektor publik dan privat, kerjasama internasional dalam
penyelidikan dan penegakan hukum, langkah-langkah bantuan
teknis, serta ketentuan mengenai pengembalian asset.
UNCAC ini memuat delapan bagian (chapter) yakni,
Chapter I General Provisions Chapter II Preventive Measures,
Chapter III Criminalization and Law Enforcement, Chapter IV
International Cooperation (Articles 43-50), Chapter V Asset
Recovery, Chapter VI Technical Assistance and Information
Exchange, Chapter VII Mechanisms for Implementation and
Chapter VIII Final Provisions. Konvensi ini dirumuskan
pertama kali di Merida, Meksiko pada tanggal 9-11 Desember
2003, tepat pada 18 April 2006 Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono kemudian menandatangani UU No 7 Tahun 2006
sebagai tanda ratifikasi UNCAC.

2
UNCAC memiliki tujuan untuk memajukan/
meningkatkan/ memperkuat tindakan pencegahan dan
pemberantasan korupsi yang lebih efisien dan efektif; untuk
memajukan, memfasilitasi, dan mendukung kerjasama
internasional dan bantuan teknis dalam mencegah dan
memerangi korupsi terutama dalam pengembalian aset; dan
meningkatkan integritas, akuntabilitas dan manejemen publik
dalam pengelolaan kekayaan negara.
Dalam hal pemberantasan korupsi Ratifikasi UNCAC
memiliki arti penting bagi Indonesia, yaitu:
1. meningkatkan kerjasama internasional khususnya dalam
melacak, membekukan menyita, dan mengembalikan aset-
aset hasil korupsi yang ditempatkan di luar negeri.
2. meningkatkan kerjasama internasional dalam mewujudkan
tata pemerintahan yang baik.
3. meningkatkan kerjasama internasional dalam pelaksanaan
perjanjian ekstradisi, bantuan hukum timbal balik,
penyerahan narapidana, pengalihan proses pidana, dan
kerjasama penegakan hukum.
4. mendorong terjalinnya kerjasama teknik dan pertukaran
informasi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak
pidan korupsi di bawah payung kerjasama pembangunan
ekonomi dan bantuan teknis pada lingkup bilateral,
regional, dan multilateral.
5. harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional
dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi sesuai dengan konvensi ini.

2
3. Memahami Korupsi
Secara etimologis, Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin
“corruptio” (Fockema Andrea: 1951) atau “corruptus” (Webster
Student Dictionary: 1960). Kata “corruptio” berasal dari kata
“corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa
Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt”
(Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/ korruptie”
(Belanda). Secara harfiah korupsi mengandung arti: kebusukan,
keburukan, ketidakjujuran, dapat disuap. Kamus Umum Bahasa
Indonesia karangan Poerwadarminta “korupsi” diartikan sebagai:
“perbuatan yang buruk seperti: penggelapan uang, penerimaan
uang sogok, dan sebagainya”. Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia “korupsi” diartikan sebagai penyelewengan
atau penyalahgunaan uang Negara (perusahaan) untuk
keuntungan pribadi atau orang lain.
Perilaku korupsi dapat digambarkan sebagai tindakan
tunggal yang secara rasional bisa dikategorikan sebagai korupsi.
Euben (1989) menggambarkan korupsi sebagai tindakan tunggal
dengan asumsi setiap orang merupakan individu egois yang hanya
peduli pada kepentingannya sendiri. Asumsi tersebut sejalan
dengan karyanya Leviathan bahwa manusia satu berbahaya bagi
manusia lainnya, namun setiap manusia dapat mengamankan
keberadaan dan memenuhi kepentingan dirinya melalui
kesepakatan bersama sehingga menjadi legitimasi dari hasil
kesepakatan bersama (standar) demi kepentingan seluruh
individu/publik.

2
Pada dasarnya sebab manusia terdorong untuk melakukan
korupsi antara lain:
Faktor Individu
1) sifat tamak,
Korupsi, bukan kejahatan biasa dari mereka yang
membutuhkan makan, tetapi kejahatan profesional orang yang
sudah berkecukupan yang berhasrat besar untuk memperkaya
diri dengan sifat rakus atau serakah.

2) moral yang lemah menghadapi godaan,


Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda
untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan,
teman setingkat, bawahannya, atau pihak yang lain yang
memberi kesempatan korupsi.

3) gaya hidup konsumtif,


Perilaku konsumtif menjadi masalahh besar, apabila tidak
diimbangi dengan pendapatan yang memadai sehingga
membuka peluang untuk menghalalkan berbagai tindakan
korupsi untuk memenuhi hajatnya.

Faktor Lingkungan
Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan lingkungan.
Lingkungan kerja yang korup akan memarjinalkan orang yang
baik, ketahanan mental dan harga diri adalah aspek yang menjadi
pertaruhan. Faktor lingkungan pemicu perilaku korup yang
disebabkan oleh faktor di luar diri pelaku, yaitu:
1) Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi

3
Sikap masyarakat yang berpotensi menyuburkan tindak
korupsi diantaranya:
a) masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang
dimilikinya dibarengi dengan sikap tidak kritis dari mana
kekayaan itu didapatkan.
b) masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama
korupsi. Anggapan umum, korban korupsi adalah kerugian
negara. Padahal bila negara merugi, esensinya yang paling
rugi adalah masyarakat juga, karena proses anggaran
pembangunan bisa berkurang sebagai akibat dari
perbuatan korupsi.
c) masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi.
Setiap perbuatan korupsi pasti melibatkan anggota
masyarakat. Bahkan seringkali masyarakat sudah terbiasa
terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara
terbuka namun tidak disadari.
d) masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa
dicegah dan diberantas dengan peran aktif masyarakat.
Pada umumnya berpandangan bahwa masalah korupsi
adalah tanggung jawab pemerintah semata.
2) Aspek ekonomi, dimana pendapatan tidak mencukupi
kebutuhan. Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan
seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi.
Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk
mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan
korupsi.

3
3) Aspek Politis, instabilitas politik, kepentingan politis, meraih
dan mempertahankan kekuasaan sangat potensi menyebabkan
perilaku korupsi
4) Aspek Organisasi
a) Sikap keteladanan pimpinan mempunyai pengaruh penting
bagi bawahannya, misalnya pimpinan berbuat korupsi,
maka kemungkinan besar bawahnya akan mengambil
kesempatan yang sama dengan atasannya.
b) Kultur organisasi punya pengaruh kuat terhadap
anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola
dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi tidak
kondusif dan membuka peluang terjadinya korupsi.
c) Kurang memadainya sistem akuntabilitas Institusi, belum
dirumuskan visi dan misi dengan jelas, dan belum
dirumuskan tujuan dan sasaran yang harus dicapai
berakibat instansi tersebut sulit dilakukan penilaian
keberhasilan mencapai sasaranya. Akibat lebih lanjut
adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan
sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan
situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.
d) Kelemahan sistim pengendalian dan pengawasan baik
pengawasan internal (pengawasan fungsional dan
pengawasan langsung oleh pimpinan) dan pengawasan
bersifat eksternal (pengawasan dari legislatif dan
masyarakat) membuka peluang terjadinya tindak korupsi.

Perilaku korupsi pada konteks birokrasi dapat disimpulkan


dan digeneralisasi, bahwa tingginya kasus korupsi dapat dilihat

3
berdasarkan beberapa persoalan, yaitu: (1) keteladanan
pemimpin dan elite bangsa, (2) kesejahteraan Pegawai, (3)
komitmen dan konsistensi penegakan hukum, (4) integritas dan
profesionalisme, (5) Mekanisme pengawasan yang internal dan
independen, (6) kondisi lingkungan kerja, kewenangan tugas
jabatan, dan (7) upaya-upaya pelemahan lembaga antikorupsi.
Berikut ini adalah jenis tindak pidana korupsi dan setiap
bentuk tindakan korupsi diancam dengan sanksi sebagaimana
diatur di dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, yaitu bentuk tindakan:
1) Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang
merugikan keuangan/perekonomian negara (Pasal 2)
2) Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan / kedudukan
yang dapat merugikan keuangan / kedudukan yang dapat
merugikan keuangan / perekonomian Negara ( Pasal 3 )
3) Penyuapan (Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 11)
4) Penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10)
5) Pemerasan dalam jabatan (Pasal 12)
6) Berkaitan dengan pemborongan (Pasal 7 )
7) Gratifikasi (Pasal 12B dan Pasal 12C)

SH Alatas dalam bukunya “korupsi” menjelaskan mengenai


korupsi ditinjau dari segi tipologi, yaitu:
1) Korupsi transaktif; yaitu adanya suatu kesepakatan timbal
balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi
keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan

3
tercapainya keuntungan oleh kedua-duanya. Contoh
seseorang diberi proyek melalui tender karena sudah
membayar sejumlah uang.
2) Korupsi yang memeras; adalah jenis korupsi dimana pihak
pemberi dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian
yang sedang mengancam dirinya dan kepentingannya, atau
orang-orang yang dihargainya.
3) Korupsi investif; adalah pemberian barang atau jasa tanpa
ada ikatan langsung dengan keuntungan tertentu. Contoh
bentuk dukungan atau sumbangan tim kampanye tertentu
dengan harapan nanti kalau menang maka akan memberikan
sejumlah proyek.
4) Korupsi perkerabatan; atau biasa disebut dengan nepotisme,
adalah penunjukkan yang tidak sah terhadap teman atau
sanak saudara untuk memegang jabatan dalam
pemerintahan walaupun tidak mempunyai kemampuan dan
pengalaman untuk menduduki suatu jabatan tersebut.
5) Korupsi defensif; yaitu perilaku korban korupsi dengan
pemerasan. Korupsinya adalah dalam rangka
mempertahankan diri dari ancaman-ancaman seperti
pengusaha yang agar kegiatan usahanya lancar dia
membayar orang-orang preman untuk mempengaruhi orang
lain agar tidak mengganggunya.
6) Korupsi dukungan. Korupsi jenis ini tidak langsung
berhubungan dengan uang atau imbalan. Seperti menyewa
penjahat untuk mengusir pemilih yang jujur dari tempat

3
pemilihan suara. Atau membayar konstituen untuk
memilih dirinya.

Contoh lainnya yang sederhana dalam bidang kehidupan.


Seorang petinju yang mau menerima uang suap untuk mengalah,
dokter yang menolak memberi kesaksian atas malpraktik
koleganya, atlet yang menggunakan doping agar menang dalam
perlombaan olahraga, dosen yang menjiplak tulisan orang lain,
ataupun bahkan seseorang yang membohongi teman hidupnya
untuk kepuasan nafsunya sendiri, kesemuanya itu merupakan
kasus yang berpotensi korup. Pada kasus-kasus tersebut, orang
memiliki kekuasaan berdasarkan kepercayaan komunitas
terhadap kemampuan partikular yang dimilikinya untuk
menjalankan peran demi kebaikan bersama (common good).
Ketika kekuasaan itu disalahgunakan untuk kepentingan pribadi
tertentu dengan memanipulasi seolah-olah kekuasaan itu masih
digunakan untuk kebaikan bersama, jelas, korupsi adalah
memanipulasi kebaikan bersama untuk kepentingan tertentu.

Gratifikasi

Dasar hukum gratifikasi adalah; a. Pasal 12 dan Pasal 13


UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi; b. Pasal 12 B dan Pasal 12 C UU No. 20 tahun 2001
tentang Perubahan atau UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan c. Pasal 16, Pasal 17,
dan Pasal 18 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3
Menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 tahun 2001 tentang
Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, "gratifikasi" dalam ayat ini adalah
pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang,
barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan
cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut, baik yang
diterima di dalam maupun di luar negeri dan yang dilakukan
dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana
elektronik.
Menerima gratifikasi tidak diperbolehkan karena akan
mempengaruhi setiap keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat
yang mendapatkannya, sehingga hanya akan menguntungkan
orang yang memberikannya dan melanggar hak orang lain. Selain
itu juga akan menyebabkan seorang pejabat melakukan sesuatu
yang melampaui kewenangannya atau tidak melakukan sesuatu
yang merupakan kewajibannya dalam melayani masyarakat.
Cara yang harus dilakukan untuk menghindar dari ancaman
hukuman akibat menerima gratifikasi adalah; a. Melaporkan
setiap pemberian yang diterima kepada Komisi Pemberantasan
Korupsi; b. Tidak menerima semua pemberian yang dilakukan
oleh orang yang patut diduga akan mendapatkan keuntungan,
akibat kedekatannya dengan seorang pejabat; c. Tidak menerima
semua pemberian yang berkaitan dengan jabatan yang sedang
diembannya.

3
Kita harus melaporkan penerimaan gratifikasi kepada: a.
Pimpinan instansi tempat kita bekerja; b. Komisi Pemberantasan
Korupsi.
Perbedaan gratifikasi dengan suap
Suap dalam Pasal 3 Undang-undang No. 3 Tahun 1980
diartikan: “menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui
atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji
dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat
sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan
atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum.”
Gratifikasi diartikan sebagai pemberian dalam arti luas dan
tidak termasuk “janji”. Gratifikasi dapat dianggap sebagai suap,
apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya.

4. Dampak Korupsi
Korupsi sangat berpengaruh buruk terhadap pembangunan
dan kesejahteraan masyarakat. Korupsi berdampak
menghancurkan tatanan bidang kehidupan masyarakat,
berbangsa dan bernegara, mulai dari bidang sosial budaya,
ekonomi serta psikologi masyarakat. Negara yang sangat kaya,
banyak sumber kekayaan alamnya, namun jika penguasanya
korup dimana sumber kekayaan yang dijual kepada pihak asing,
harga-harga barang pokok semakin membumbung tinggi bahkan
terkadang langka diperedaran atau di pasaran karena ditimbun
dan dimonopoli. Akibatnya banyaknya terjadi kemiskinan dan
kematian di sana-sini. Contoh lain adanya bantuan-bantuan yang
diselewengkan, dicuri oleh orang-orang korup sehingga tidak

3
sampai kepada sasarannya. Ini sangat memprihatinkan sehingga
masyarakat semakin sinis terhadap ketidakpedulian pemerintah,
yang akhirnya membawa efek yang sangat luas kepada sendi-
sendi kehidupan hingga munculnya ketidak percayaan kepada
pemerintah.

5. Membangun Sikap Antikorupsi


Mengingat fenomena korupsi telah memasuki zone Kejadian
Luar Biasa (KLB), maka pendekatan pemberantasan korupsi
dipilih cara-cara yang luar biasa (extra ordinary approach) dan
tepat sasaran. Oleh karena itu, kita wajib berpartisipasi dengan
menunjukan sikap antikorupsi. Tindakan membangun sikap
antikorupsi sederhana, misalnya dengan cara:
1) Bersikap jujur dalam kehidupan sehari-hari dan mengajak
orang-orang di lingkungan sekitar untuk bersikap jujur,
menghindari perilaku korupsi, contoh: tidak membayar uang
lebih ketika mengurus dokumen administrasi seperti KTP,
kartu sehat, tidak membeli SIM, dsb.
2) Menghindari perilaku yang merugikan kepentingan orang
banyak atau melanggar hak orang lain dari hal-hal yang kecil,
contoh: tertib lalu lintas, kebiasaan mengantri, tidak buang
sampah sembarangan, dsb.
3) Menghindari konflik kepentingan dalam hubungan kerja,
hubungan bisnis maupun hubungan bertetangga;
4) Melaporkan pada penegak hukum apabila menjadi korban
perbuatan korupsi contoh: diperas oleh petugas, menerima
pemberian/hadiah dari orang yang tidak dikenal atau diduga
memiliki konflik kepentingan, dsb.

3
B. Narkoba
1. Pengertian, Penggolongan dan Sejarah Narkoba
Pengertian
Di kalangan masyarakat luas atau secara umum dikenal
istilah Narkoba atau Napza, dimana keduanya istilah tersebut
mempunyai kandungan makna yang sama. Kedua istilah tersebut
sama-sama digunakan dalam dunia obat-obatan atau untuk
menyebutkan suatu hal yang bersifat adiktif, yaitu dapat
mengakibatkan ketergantungan (addiction) apabila
disalahgunakan atau penggunaannya tidak sesuai dosis yang
dianjurkan oleh dokter. Narkoba adalah merupakan akronim
Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif lainnya, sedangkan
Napza adalah akronim dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnya. Kedua istilah tersebut juga biasa disebut
narkotika an-sich, dimana dengan penyebutan atau penggunaan
istilah ”narkotika” sudah dianggap mewakili penggunaan istilah
narkoba atau napza. Sebagai contoh ”penamaan” institusi yang
mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk melaksanakan
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba (P4GN) di Indonesia menggunakan Istilah Badan
Narkotika Nasional (BNN). Istilah yang digunakan
bukan ”Narkoba”, melainkan ”Narkotika”, padahal BNN tugasnya
tidak hanya yang terkait dengan Narkotika an-sich, tetapi juga
yang berkaitan dengan Psikotropika dan bahkan Prekursor
Narkotika (Bahan Dasar Pembuatan Narkotika).
Narkotika mengandung pengertian sebagai zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis

3
maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan.
Menurut Online Etymology Dictionary, perkataan narkotika
berasal dari bahasa Yunani yaitu ”Narke” yang berarti terbius
sehingga tidak merasakan apa-apa. Sebagian orang berpendapat
bahwa narkotika berasal dari kata ”Narcissus” yang berarti jenis
tumbuh-tumbuhan yang mempunyai bunga yang membuat orang
tidak sadarkan diri. Penggunaan istilah narkotika memiliki
pengertian yang bermacam-macam. Dikalangan awam maupun
kepolisian dikenal istilah narkoba yang merupakan singkatan dari
Narkotika dan Obat Berbahaya, serta napza (istilah yang biasa
digunakan oleh Kemenkes) yang merupakan singkatan dari
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (Kemenkes, 2010). Kedua
istilah tersebut dapat menimbulkan kebingungan. Dunia
internasional (UNODC) menyebutnya dengan istilah narkotika
yang mengandung arti obat-obatan jenis narkotika, psikotropika
dan zat adiktif lainnya. Sehingga dengan menggunakan istilah
narkotika berarti telah meliputi narkotika, psikotropika, dan
bahan adiktif lainnya. Peneliti dalam penelitian ini merujuk pada
istilah yang digunakan oleh dunia internasional yaitu narkotika
sebagai suatu cara penyebutan terhadap zat narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya.
Menurut Dadang Hawari (Hawari, 2002), berbagai istilah
tentang penyalahgunaan narkotika sering digunakan, sehingga
tidak jarang dapat menimbulkan salah pengertian tidak saja di

4
kalangan medis tapi juga awam. Istilah asing seperti Drug Abuse
diterjemahkan sebagai penyalahgunaan obat, dan Drug
Dependence diterjemahkan sebagai ketergantungan obat. Kata
obat dalam kedua istilah tersebut dimaksudkan sebagai zat atau
bahan narkotika dan lainnya yang sejenis yang berdampak negatif
bagi kesehatan manusia. Jadi pengertian obat disini bukan untuk
pengobatan dalam dunia kedokteran, sedangkan untuk
pengobatan istilah yang tepat adalah medicine bukan drug. Untuk
menghilangkan kerancuan tersebut kini istilah yang lebih tepat
adalah substance Abuse yang diterjemahkan sebagai
penyalahgunaan zat.
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat
dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika
disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar
pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan
bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda.
Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya
yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa
yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.
Secara umum narkotika dan psikotropika diperlukan untuk
mendukung pelayanan kesehatan atau pengobatan. Namun
narkotika dan psikotropika dapat mengakibatkan ketergantungan
jika tidak dibawah pengawasan dokter.

Penggolongan Narkoba
Pengertian narkotika adalah zat atau obat yang dapat berasal
dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi

4
sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Undang-
undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika membedakan
narkotika ke dalam tiga golongan yaitu (RI, 2009):
- Golongan I yang ditujukan untuk ilmu pengetahuan dan bukan
untuk pengobatan dan sangat berpotensi tinggi menyebabkan
ketergantungan. Contoh 1. Opiat: morfin, heroin, petidin,
candu. 2. Ganja atau kanabis, marijuana, hashis. 3. Kokain:
serbuk kokain, pasta kokain, daun koka;
- Golongan II berkhasiat untuk pengobatan dan pelayanan
kesehatan dan berpotensi tinggi menyebabkan
ketergantungan. Contoh morfin dan petidin; serta
- Golongan III berkhasiat untuk pengobatan dan pelayanan
kesehatan serta berpotensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Contoh kodein.

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun


sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika
dibedakan ke dalam empat golongan, yaitu (RI, 2009):
- Golongan I hanya digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan tidak untuk terapi serta sangat berpotensi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh ekstasi, LSD;
- Golongan II berkhasiat untuk pengobatan dan pelayanan
kesehatan serta berpotensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh amfetamin, shabu, metilfenidat atau

4
ritalin;
- Golongan III berkhasiat pengobatan dan pelayanan kesehatan
serta berpotensi sedang mengakibatkan ketergantungan.
Contoh pentobarbital, flunitrazepam;
- Golongan IV berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
untuk pelayanan kesehatan serta berpotensi ringan
mengakibatkan ketergantungan. Contoh diazepam,
bromazepam, fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, dan
nitrazepam.

Zat adiktif lainnya adalah zat yang berpengaruh psikoaktif


diluar narkotika dan psikotropika meliputi:
- Minuman beralkohol, mengandung etanol etil alkohol, yang
berpengaruh menekan susunan saraf pusat;
- Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah
menguap berupa senyawa organik, yang terdapat pada
berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan sebagai
pelumas mesin, yang sering disalahginakan seperti lem,
thinner, cat kuku dll;
- Tembakau, dan lain-lain
UNODC lebih memfokuskan kepada penyalahgunaan
narkotika dan psikotropika. Minuman beralkohol dan tembakau
secara umum tidak digolongkan sebagai zat adiktif, namun
diposisikan sebagai faktor yang berpengaruh atau entry point
terhadap penyalahgunaan narkotika (UNODC, 2009).

4
Sejarah Narkoba
Berbicara narkoba di dunia, sebenarnya bukan hal yang baru
dan juga beragam macam-macam jenisnya. Sebagai contoh,
narkotika (candu = papaver somniferitur) sudah dikenal sekitar
2000 tahun sebelum masehi (SM), Sedangkan di Samaria sudah
mengenal opium. Pada zaman dahulu narkotika digunakan untuk
obat-obatan dan bumbu masakan, dan juga diperdagangkan.
Sedang sekitar tahun 1806 dr. Friedrich Wilhelim menemukan
narkotika jenis morphin, dari hasil modifikasinya dengan
mencampur candu dan amoniak sehingga menghasilkan Morphin
atau Morfin. Sejarah juga mencatat, bagaimana terjadi Perang
Candu I pada tahun 1839 – 1842 dan Perang Candu II pada tahun
1856 – 1860, dimana Inggris dan Perancis (Eropa) melancarkan
perang candu ke China, dengan membanjiri candu (opium).
Perang nirmiliter ini ditandai dengan penyelundupan Candu ke
China. Membanjirnya Candu ke China berdampak melemahnya
rakyat China yang juga berdampak pada Kekuatan Militer China.
Selain itu Pada tahun 1856 narkoba jenis morphin sudah
dipakai untuk keperluan perang saudara di Amerika Serikat,
dimana morphin digunakan militer untuk obat penghilang rasa
sakit apabila terdapat serdadu / tentara yang terluka akibat
terkena peluru senjata api.
Dalam konteks di Indonesia atau nusantara, orang-orang di
pulau Jawa ditengarai sudah menggunakan opium. Pada abad ke-
17 terjadi perang antara pedagang Inggris dan VOC untuk
memperebutkan pasar Opium di Pulau Jawa. Pada tahun 1677
VOC memenangkan persaingan ini dan berhasil memaksa Raja

4
Mataram, Amangkurat II untuk menandatangani perjanjian yng
sangat menentukan, yaitu: “Raja Mataram memberikan hak
monopoli kepada Kompeni untuk memperdagangkan opium di
wilayah kerajaannya.
Pada awal tahun 1800 peredaran opium sudah menjamur di
pesisir utara Pulau Jawa, yang membentang dari Batavia (Jakarta)
hingga Pulau Madura. Pada tahun 1830 Belanda memulai
mendirikan bandar-bandar opium resmi di pedalaman Jawa.
Sudah dikenal sejak dahulu penggunaan narkotika jenis candu
(opium) secara tradisional oleh orang-orang Cina di Indonesia.
Cara menghisap opium dilakukan secara tradisional dengan pipa
panjang. Pemerintah Kolonial menunjuk para pedagang Cina
untuk mengawasi peredaran opium di daerah tertentu.
Pasar opium paling ramai ada di wilayah Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Sejak awal abad 19 – awal abad 20, Surakarta, Kediri,
dan Madiun tertacat sebagai rekor jumlah pengguna opium
dibanding wilayah lain di Pulau Jawa. Selanjutnya diikuti
Semarang, Rembang, Surabaya, Yogyakarta, dan Kedu

2. Tindak Pidana Narkoba


Tindak Pidana Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkoba di Lingkup Global atau Internasional. Seiring dengan
pesatnya perkembangan arus ilmu pengetahuan, teknologi
informasi dan komunikasi, maka timbul pula tatanan kehidupan
yang baru dalam berbagai dimensi. Transisi yang terjadi ini
akhirnya dapat menghubungkan semua orang dari berbagai
belahan dunia. Semuanya dapat terkoneksi. Disadari atau tidak,
hal ini telah membawa pengaruh yang sangat besar dalam

4
hubungan yang terjalin antar negara. Namun perkembangan
globalisasi tidak selamanya membawa dampak yang positif, tetapi
dapat juga menjadi celah dan peluang yang dimanfaatkan untuk
melakukan kejahatan antar negara atau kejahatan lintas batas
diseluruh belahan dunia (Transnational Crime), dimana kejahatan
tersebut diantaranya adalah penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika.
Perkembangan kejahatan penyalahgunan dan peredaran
gelap narkotika dilintas belahan dunia sungguh luar biasa dahsyat
dengan tidak mengenal batas negara (Borderless). Berdasarkan
data dari United Nations Officer On Drug and Criminal (UNODC)
menunjukkan bahwa setiap tahunnya negara-negara diseluruh
dunia dibanjiri narkotika. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi informasi dan komunikasi mendorong semakin
mudahnya perpindahan orang, barang dan jasa dari satu negara
ke negara lain. Perkembangan global telah mengubah
karakteristik kejahatan, dari yang semula domestik bergeser
menjadi kejahatan lintas batas negara atau transnasional
(Transnational Crime).
Bahwa secara “Nature”, kejahatan transnasional, baik yang
Organized Crime maupun yang tidak Organized Crime, tidak dapat
dipisahkan dari fenomena globalisasi yang secara konseptual
dikatakan bahwa Transnational Crime adalah merupakan tindak
pidana atau kejahatan yang melintasi batas negara. Konsep ini
diperkenalkan pertama kali secara internasional pada tahun
1990-an dalam pertemuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
yang membahas pencegahan kejahatan. Pada tahun 1995, PBB

4
mengidentifikasi 18 (delapan belas) jenis kejahatan
transnasional dimana salah satunya adalah kejahatan atau
tindak pidana narkotika. Delpan belas kejahatan tersebut yaitu :
Money Laundering, Terrorism, Theft Of Art And Cultural Objects,
Theft Of Intellectual Property, Illicit ArmsTrafficking, Aircraft
Hijacking, Sea Piracy, Insurance Fraud, Computer Crime,
Environmental Crime, Trafficking In Persons, Trade In Human
Body Parts, Illicit Drug Trafficking, Fraudulent Bankruptcy,
Infiltration Of Legal Business, Corruption And Bribery Of Public Or
Party Officials.
PBB telah mengesahkan United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime (UNCATOC) atau yang dikenal
dengan sebutan Palermo Convention pada plenary meeting ke-62
tanggal 15 November 2000. Konvensi ini memiliki 4 (empat)
Protocol yaitu : 1) United Nations Convention Against
Transnational Organized Crime, 2) Protocol Against The Smuggling
Of Migrants By Land Air And Sea, Supplementing The United
Nations Convention Against Transnational Organized Crime,
3)Protocol To Prevent, Suppress And Punish Trafficking In Persons,
Especially Women And Children, Supplementing The United Nations
Convention Against Transnational Organized Crime, 4) Protocol
Against The Illicit Manufacturing Of And Trafficking In Firearms.
Pengertian “Transnational” meliputi: 1) dilakukan di lebih
dari satu negara, 2) persiapan,perencanaan, pengarahan dan
pengawasan dilakukan di negara lain, 3) melibatkan Organized
Criminal Group dimana kejahatan dilakukan di Iebih satu negara, 4)
Berdampak serius padanegara lain. Organized Criminal Group

4
memiliki karakteristik yaitu: 1) memiliki sturktur grup, 2) terdiri
dari 3 (tiga) orang atau Iebih, 4) dibentuk untuk jangka waktu
tertentu, 5) tujuan dan kejahatan adalah melakukan kejahatan
serius atau kejahatan yang diatur dalam konvensi, 6) bertujuan
mendapatkan uang atau keuntungan materil lainnya. Kriteria
kejahatan serius (Serious Crime ) berdasarkan UNCATOC yaitu: 1)
ditentukan oleh negara yang bersangkutan sebagai kejahatan
(serius), dan 2) diancam pidana pejara minimal 4 (empat) tahun.
Sementara itu, UNCATOC mensyaratkan suatu negara mengatur
empat jenis kejahatan yaitu: 1) peran serta dalam Organized
Criminal Group, 2) Money Laundering, 3) korupsi, dan 4)
Obstruction Of Justice.
Tindak Pidana Narkotika adalah kejahatan induk atau
kejahatan permulaan dan tidak berdiri sendiri, artinya Kejahatan
narkotika biasanya diikuti dengan kejahatan lainnya atau
mempunyai kejahatan turunan. Kejahatan narkotika bisa terkait
dengan kejahatan Terorisme, Kejahatan Pencucian Uang,
Kejahatan Korupsi atau Gratifikasi, Kejahatan Perbankan,
Permasalahan Imigran Gelap atau Kejahatan Penyelupan Manusia
(People Smuggling) atau bahkan terkait dengan Pemberontak atau
gerakan memisahkan dari suatu negara berdaulat (Gerakan
Separatisme) serta sebagai alat untuk melemahkan bahkan
memusnahkan suatu negara yang dikenal dengan Perang Candu.
Ancaman dari pada tindak pidana penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika yang terjadi di Indonesia sudah pada
tingkat yang memperihatinkan, dan apabila digambarkan tingkat
ancamannya sudah tidak pada tingkat ancaman Minor, Moderat,

4
ataupun Serius, tetapi sudah pada tingkat ancaman yang tertinggi,
yaitu tingkat ancaman Kritis. Hal tersebut terlihat dari luas
persebaran tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika yang terjadi hampir diseluruh wilayah Negara Kesatuan
Repubik Indonesia serta jumlah (kuantitas) barang bukti
narkotika yang disitadan berbagai jenis narkotika, dapat
mangancam eksistensi dan kelangsunganhidup bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Dari kondisi tersebut, Presiden Ir. H. Joko Widodo di
Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, tanggal 9 Desember
2014, menyampaikan Kekhawatirannya dengan Menyatakan
“Indonesia Darurat Narkoba” dan kemudian Memerintahkan
Kepada Seluruh Jajaran pemerintahan, baik Kementerian atau
Lembaga, termasuk Pemerintah Daerah (Baik Provinsi maupun
Kabupaten Kota), khususnya Badan Narkotika Nasional Republik
Indonesia (BNN RI) sebagai Agen Pelaksana (Executing Agency)
dan/atau Motor Penggerak (Lidding Sector) dalam Pencegahan
dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkoba (P4GN) di Indonesia, dengan melakukan
Penanggulangan atau Tanggap Darurat sebagai akibat dari
Darurat Narkoba.
Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 1971 Tentang
Bakolak Inpres, Embrio lembaga Pencegahan dan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkotika (P4GN) di Indonesia. Kekhawatiran sebagai dampak
munculnya ancaman tindak pidana penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika di Indonesia, sebenarnya sudah terjadi

4
pada era orde baru, yaitu era Pemerintahan Presiden Soeharto
(Orde Baru). Pada saat itu, Pemerintah mendorong dibentuknya
lembaga atau institusi yang mempunyai kewenangan untuk
penanggulangan bahaya narkotika. Penanganan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika sudah dimulai pada awal orde
baru dengan dibangunnya Wisma Pamardi Siwi (Rumah
Penggemblengan Siswa) di Jl. M.T. Haryono, Cawang, Jakarta
Timur
Dalam rangka pembentukan kelembagaan tersebut, dimulai
tahun 1971 pada saat itu Presiden Soeharto mengeluarkan
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1971
Kepada kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) yang
pada waktu itu Kepala Bakin dijabat oleh Letnan Jenderal TNI
Soetopo Yuwono dan Sekretaris Umum dijabat oleh Brigadir
Jenderal Polisi R. Soeharjono dengan tugas untuk menanggulangi
6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu
pemberantasan Uang Palsu (Upal), Penanggulangan
Penyalahgunaan Narkotika, Penanggulangan Penyelundupan,
Penanggulangan Kenakalan Remaja, Penanggulangan Subversi,
dan Pengawasan Orang Asing (POA).
Berdasarkan Inpres tersebut Kepala BAKIN membentuk
Badan Koordinasi Pelaksanaan (BAKOLAK) Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1971 yang salah satu tugas
dan fungsinya adalah menanggulangi bahaya narkotika. Bakolak
Inpres adalah sebuah Badan Koordinasi kecil yang beranggotakan
wakil-wakil dari kementerian (dahulu Departemen). Diantaranya
adalah Kementarian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementarian

5
Luar Negeri, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM
(dahulu Departemen Kehakiman), dan lain-lain yang berada
dibawah komando dan bertanggung jawab kepada Kepala BAKIN.
Badan Koordinasi tersebut tidak mempunyai wewenang
operasional dan tidak mendapat alokasi anggaran sendiri dari
APBN melainkan disediakan berdasarkan kebijakan internal
Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN). Dalam
perkembangannya dikarenakan Penyalahgunaan Narkotika
merupakan tindak kejahatan, maka BAKIN menyerahkan kepada
Polri karena Polri mempunyai kewenangan penegakan hukum.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 Tentang
Narkotika atau UN Single Convention on Narcotic Drugs 1961
dan diamandemen dengan protocol 1972. Menghadapi
permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
yang cenderung terus meningkat dan belum ada payung hukum
sebagai dasar pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, maka
Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976
Tentang Narkotika, hal ini dapat terlaksana setelah Indonesia
meratifikasi UN Single Convention on Narcotic Drugs 1961 dan
diamandemen dengan protocol 1972 yang diratifikasi oleh DPR.
Dengan terbitnya undang-undang tersebut, maka pelaku
peredaran gelap mendapatkan ancaman hukuman maksimal
dengan pidana mati.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1997 Tentang Psikotropika dan Undang-Undang Republik

5
Indonesia Nomor 22 tahun 1997 Tentang Narkotika. Namun
ternyata undang-undang tersebut tidak sesuai dengan
perkembangan kejahatan narkotika yang semakin meningkat dan
harus diganti dengan undang-undang yang baru. Maka
pemerintah bersama dengan DPR menerbitkan undang-undang
yang baru dengan memisahkan antara narkotika dan psikotropika,
yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
Berdasarkan kedua Undang-Undang tersebut, Pemerintah
(Presiden K.H. Abdurrahman Wahid) membentuk Badan
Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN), dengan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 116 Tahun 1999 Tentang
BKNN. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi Penanggulangan
Narkotika yang beranggotakan 25 (dua puluh lima) instansi
Pemerintah terkait. Dengan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 116 Tahun 1999 Tentang Pembentukan BKNN,
menjadikan BKNN adalah bagian integral atau kompartementasi
dari Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) dan diketuai
oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri)
secara (exofficio), sedangkan pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya dilaksanakan oleh Kepala Pelaksanan Harian (Kalakhar)
BKNN. Sebagai konsekuan dari susunan dan kedudukan yang baru
tersebut, BKNN memperoleh alokasi anggaran dari Markas Besar
Kepolisisan Negara Republik Indonesia (Mabes POLRI).
BKNN sebagai Badan Koordinasi dirasakan tidak dapat
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara maksimal dan
tidak memadai lagi untuk menghadapi ancaman bahaya narkotika

5
yang semakin kritis. Oleh karenanya berdasarkan Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2002 tersebut,
dirubahlah bentuk kelembagaan BKNN menjadi Badan Narkotika
Nasional Republik Indonesia (BNN-RI). Dengan diterbitkannya
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2002
Tentang Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN-RI),
maka susunan dan kedudukan Badan Koordinasi Narkotika
Nasional (BKNN) berubah menjadi Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia (BNN-RI). BNN-RI sebagai sebuah lembaga
forum koordinasi dengan tugas mengkoordinasikan 25 (dua puluh
lima) instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan
kewenangan operasional. Tugas Pokok dan Fungsi BNN-RI
tersebut adalah: 1) Mengkoordinasikan instansi pemerintah
terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional
penanggulangan narkotika; dan 2) Mengkoordinasikan
pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkotika. Mulai
tahun 2003 BNN-RI mendapat alokasi anggaran secara mandiri
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Dengan alokasi anggaran dari APBN tersebut, maka BNN-
RI terus berupaya meningkatkan kinerjanya bersama-sama
dengan Badan Narkotika Provinsi (BNP) dan Badan Narkotika
Kabupaten/Kota (BNK). Namun karena tanpa struktur
kelembagaan yang memiliki jalus komando atau stuktur yang
tegas dari pusat sampai ke daerah (vertikal) dan hanya bersifat
koordinatif (kesamaan fungsional semata), maka BNN-RI dinilai
tidak dapat bekerja secara optimal dan tidak mampu menghadapi

5
permasalahan narkotika yang terus meningkat dan semakin
Kritis.
Oleh karena itu pemerintah sebagai pemegang otoritas
dalam hal ini Presiden segera menerbitkan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2007 Tentang Badan
Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN-RI), Badan
Narkotika Provinsi (BNP), dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota
(BNK) yang memiliki kewenangan operasional. Kewenangan
operasional melalui anggota BNN-RI terkait dalam pelaksanaan
Tugas Pokok dan Fungsi dalam Satuan Tugas (Satgas), yang mana
BNN-RI/BNP/BNK merupakan mitra kerja pada tingkat Nasional,
Provinsi, dan Kabupaten/Kota, yang masing-masing bertanggung
jawab kepada Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota. Masing-
masing tingkatan institusi tersebut tidak mempunyai hubungan
struktural vertikal dengan BNN-RI. Merespon kondisi yang
demikian, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia (MPR-RI)) melalui Sidang Umum Mejelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Tahun
2002 menerbitkan Ketetapan MPR-RI Nomor VI/MPR/2002 yang
isinya merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia (DPR-RI) dan Presiden RI untuk membuat
Undang-Undang Narkotika yang baru atau melakukan perubahan
atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun1997
Tentang Narkotika, yang secara substansi sudah kurang relevan
dengan dinamisasi yang ada dimasyarakat. Dengan terbitnya
Undang-Undang Narkotika yang baru tersebut diharapkan
substansinya Iebih kuat dan Iebih komprehensif integral sebagai

5
landasan dan/atau payung hukum dalam pelaksanaan program
pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika (P4GN) di wilayah NegaraKesatuan Republik
Indonesia.
Diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Sebagai Dasar
Hukum organisasi BNN Vertikal. Upaya yang dilakukan tersebut
akhirnya mambuahkan hasil dengan terbitnya produk hukum
yang baru, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika, sebagai pengganti atau
perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 1997 Tentang Narkotika. Selain secara substansi Iabih kuat
sebagai dasar dan/atau payung hukum dalam pelaksanaan
program P4GN, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika tersebut juga memperkuat susunan dan kedudukan
(susduk) Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN-RI)
sebagai Lembaga Pemerintah yang lebih mandiri dan/atau
independen, dimana yang semula merupakan bagian integral atau
kompartementasi dibawah Kepolisian Negara Republik Indonesia
(POLRI), dan diketuai oleh Kepala Polri (Kapolri) karena
jabatannya (exofficio), sedangkan dalam pelaksanaan tugas pokok
dan fungsinya dijalankan oleh seorang Kepala Pelaksana Harian
(Kalakhar) Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN-
RI).
Dengan terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika tersebut, merubah
struktur/susunan dan kedudukan Badan Narkotika Nasional

5
Republik Indonesia yang semula berbentuk Lembaga Pelaksana
Harian (Lakhar), berubah menjadi Lembaga Pemerintahan Non
Kementerian (LPNK) yang susunan organisasinya vertikal sampai
ke tingkat daerah Provinsi dan bahkan sampaike tingkat daerah
Kabupaten/Kota diseluruh Indonesia. Dengan struktur/susunan
dan kedudukan baru tersebut, secara organisasi “Badan Narkotika
Nasional dipimpin oleh seorang Kepala dan dibantu oleh seorang
Sekretaris Utama dan beberapa Deputi”, hal tersebut sesuai
dengan ketentuan Pasal 67 Ayat (1) Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Kepala
Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia tersebut adalah
pejabat setingkat Menteri yangberkedudukan dibawah dan
bertanggungjawab secara langsung kepada Presiden, hal ini
sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 64 Ayat (2)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika.
Struktur organisasi Badan Narkotika Nasional Republik
Indonesia terdiri dari :1 (satu) Sekretariat Utama, 1 (satu)
Inspektorat Utama, dan 5 (lima) Deputi Bidang yang masing-
masing membidangi urusan: 1) Bidang Pencegahan; 2) Bidang
Pemberantasan; 3) Bidang Rehabilitasi; 4) Bidang Hukum dan
Kerja Sama; dan 5) Bidang Pemberdayaan Masyarakat, hal
tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 67, Ayat (2) Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika. Bahwa diantara Deputi Bidang tersebut yang
mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika

5
dan prekursor narkotika adalah Deputi Bidang Pemberantasan
yang memiliki kewenangan melakukan penyelidikan dan
penyidikan penyalahgunaan narkotika dan prekursor narkotika”,
hal ini ditegaskan dalam Pasal 71 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan
tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 75 huruf a sampai huruf s
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika. Bahwa Deputi Bidang Pemberantasan
dipimpin oleh seorang Deputi, dan merupakan unsur pelaksana
sebagaian tugas dan fungsi Badan Narkotika Nasional Republik
Indonesia di bidang pemberantasan, yang kedudukannya dibawah
dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia, hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal
17 Ayat (1) dan Ayat (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia.

3. Membangun Kesadaran Anti Narkoba


Berdasarkan data hasil Survei BNN-UI (2014) tentang Survei
Nasional Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, diketahui bahwa
angka prevalensi penyalahguna Narkoba di Indonesia telah
mencapai 2,18% atau sekitar 4 juta jiwa dari total populasi
penduduk (berusia 15-59 tahun). Fakta ini menunjukkan bahwa
Jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia telah terjadi
penurunan sebesar 0,05% bila dibandingkan dengan prevalensi
pada tahun 2011, yaitu sebesar 2,23% atau sekitar 4,2 juta orang.
Namun angka coba pakai mengalami peingkatan sebesar 6,6%

5
dibanding tahun 2011.

5
Dari sisi demand (permintaan) narkoba, menurut Survey UI-
BNN (2014) tersebut, prevalensi penyalahguna narkotika pada
kriteria coba-coba sebesar 20,19% (1.624.026 orang) atau
meningkat 6,63% dari hasil survey tahun 2011. Artinya terjadi
peningkatan permintaan narkoba dari tahun ke tahun. Artinya,
terjadi peningkatan permintaan narkoba yang berpotensi
meningkatnya pasokan (sediaan) narkoba.
Peningkatan angka coba pakai dipicu dari banyak faktor
namun faktor utamanya adalah rendahnya lingkungan
mengantisipasi bahaya dini narkoba melalui peningkatan peran
serta (partisipasi) lingkungan melakukan upaya pemberdayaan
secara berdaya (sukarela dan mandiri). Fakta yang terjadi, aksi
coba-coba pakai narkoba telah dimulai sejak usia sekolah dan
beranjut terus menjadi teratur pakai hingga kuliah atau memasuki
dunia kerja, bila di lingkungan sekolah dan kampus kewaspadaan
narkoba tidak dicanangkan. Begitu juga ketika lulusan sekolah dan
kampus tersebut telah bekerja dan kembali ke masyarakat, maka
kecanduan (adiksi) teratur pakai berlanjut menjadi pecandu jika
lingkungan kerja dan masyarakat juga tidak membuat program
kewaspadaan dini tanggap bahaya narkoba di lingkungannya.

Masih Tingginya Angka Kekambuhan (Relapse)


Permasalahan tingginya permintaan, selain disebabkan
meningkatnya angka coba pakai juga tidak bertambahnya minat
korban narkoba pada tempat rehabilitasi. Hal tersebut diperparah
dengan rendahnya partisipasi keluarga dan lingkungan korban
narkoba untuk melaporkan ke saluran informasi call center yang

5
tersedia atau datang langsung untuk melapor ke Institusi
Penerima Wajib Lapor (IPWL).
Seorang penyalah guna adalah orang sakit (OS) ketergantungan
(adiksi) narkoba yang tidak akan sembuh dan bahkan kambuh
kembali jika tidak diputus dari kebiasaan (habit) madat
menyalahgunakan narkoba. Melalui layanan rehabilitasi, hak-hak
penyalah guna diberikan dan dilayani sehingga dengan terapi dan
rehabilitasi yang paripurna angka kekambuhan dapat diminimalisir.
Dengan meningkatnya angka kekambuhan maka penyalah guna
kembali melakukan madat dan memicu pasokan narkoba untuk
mensuplai kebutuhan narkobanya. Hal ini terlihat dengan banyaknya
tersangka yang ditangkap baik sebagai pengguna sekaligus
pengedar dan jumlahnya hingga ribuan yang mendekam dalam
Tahanan dan Lapas.

Peningkatan Sediaan Narkoba


Fenomena masalah narkoba tidak berdiri sendiri namun
saling terkait dan menimbulkan jejaring yang rumit bisa tidak
diputus secara tuntas mata rantai dan akarnya. Begitu juga dengan
pasokan narkoba yang dipicu dengan tingginya angka permintaan
menjadi faktor pengimbang dari hukum pasar narkoba tersebut,
dimana ada permintaan maka akan diimbangi dengan adanya
pasokan.
Sementara jumlah tersangka yang berhasil ditangkat juga
mengalami peningkatan rata-rata sebesar 16,47% yaitu dari 8.651
orang pada tahun 2007 menjadi 15.683 orang pada tahun 2011.
Barang bukti jenis Shabu yang disita mengalami peningkatan yang
sangat tajam yaitu sebesar 208,4% dari 354.065,84 gram (2010)

6
menjadi 1.092.029,09 gram (2011). Demikian juga data dari hasil

6
penyitaan Shabu oleh Ditjen Bea dan Cukai tahun 2011 juga
menunjukkan peningkatan.
Jenis kasus distribusi, konsumsi, dan kultivasi meningkat
pada tahun 2011 yaitu sebesar 14,2% atau 2.418 kasus untuk
jenis kasus distribusi, 7,6% atau 721 kasus untuk jenis kasus
konsumsi, dan 38% atau 19 kasus untuk jenis kasus kultivasi dari
tahun 2010. Sedangkan jenis kasus kultivasi meningkat sangat
tajam pada tahun 2011 yaitu sebesar 66,3% atau 59 kasus dari
tahun 2010.
Barang bukti, jenis narkoba baru, jalur dan modus narkoba
terus berkembang dan meningkat dalam memasok narkoba.
Peredaran gelap narkoba terus menyasar dan melibatkan lingkungan
dan kawasan, dimana manusia melakukan peredaran aktifitasnya
dan pendapatannya. Mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, lingkungan kampus, lingkungan kerja (pemerintah dan
swasta) dan lingkungan masyarakat, baik di kawasan perkotaan,
perdesaan, pinggiran dan perbatasan.

Maraknya Kawasan Rawan Narkoba


Maraknya produksi narkotika, penyelundupan, peredaran gelap
dan bisnis ilegal yang melibatkan masyarakat, semakin
memperparah kondisi penanggulangan narkoba. Masyarakat yang
sebelum menjadi obyek dalam P4GN dengan paradigma baru
P4GN harus menjadi subyek dan obyek sekaligus dalam P4GN.
Kondisi masyarakat yang beragam status sosial, budaya, domisili
dan ekonominya menjadi segmen-segmen peredaran gelap narkoba
yang terus diincar sindikasi narkoba. Kawasan-kawasan rawan dan
pasar narkoba terus diciptakan guna memuluskan lancarnya

6
distribusi dan penyediaan pasokan narkoba. Kawasan narkoba
seperti senjata

6
jaringan sindikat narkoba untuk melemahkan ketahanan dan
keberdayaan masya-rakat serta kepercayaan akan kemampuan
pemerintah dalam upaya P4GN. Kawasan-kawasan rawan narkoba
tersebut seperti ada dan tiada. Ada ketika aksi penggerebe-kan
dan penyitaan terus dilancarkan dan tiada, ketika operasi tersebut
surut kembali peredaran gelap beraksi menjajakan narkoba.
Terhadap kondisi perkembangan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika di Indonesia, Badan Narkotika
Nasional terus meningkatkan intensitas dan ekstensitas upaya
penyelamatan bangsa dari acaman penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba melalui pelaksanaan Program
Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkoba (P4GN) yang melibatkan seluruh komponen
masyarakat, bangsa, dan negara. Upaya tersebut dilakukan
dengan mengedepankan prinsip keseimbangan antara demand
reduction dan supply reduction, juga “common and share
responsibility”.
Sisi Mengurangi Permintaan (Demand Reduction Side).
Dalam upaya meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan
kesadaran masyarakat terutama di kalangan siswa, mahasiswa,
pekerja, keluarga, dan masyarakat rentan/resiko tinggi terhadap
bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba, telah
dilakukan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) P4GN secara
masif ke seluruh Indonesia melalui penggunaan media cetak,
media elektronik, media online, kesenian tradisional, tatap muka
(penyuluhan, seminar, focus group discussion, workshop,
sarasehan, dll), serta media luar ruang. Hal tersebut sebagai

6
wujud pemenuhan keinginan masyarakat berupa kemudahan
akses dalam memperoleh informasi tentang bahaya
penyalahgunaan narkoba. Selain itu, telah dibentuk pula relawan
atau kader atau penggiat anti narkoba dan telah dilakukan
pemberdayaan masyarakat di lingkungan pendidikan, lingkungan
kerja, maupun lingkungan masyarakat di seluruh Indonesia guna
membangun kesadaran, kepedulian dan kemandirian masyarakat
dalam menjaga diri, keluarga, dan lingkungannya dari bahaya
penyalahgunaan narkoba.
Sisi Mengurangi Pasokan (Supply Reduction Side).
Pemberantasan peredaran gelap narkotika bertujuan memutus
rantai ketersediaan narkoba ilegal dalam rangka menekan laju
pertumbuhan angka prevalensi. Ekspektasi masyarakat terhadap
kinerja Badan Narkotika Nasional dalam aspek pemberantasan ini
sangatlah besar. Hal tersebut tampak pada tingginya animo
masyarakat dalam liputan pemberitaan media massa nasional
setiap kali terjadi pengungkapan kasus narkoba. Selama kurun
waktu empat tahun terakhir telah terjadi peningkatan hasil
pengungkapan kasus dan tersangka kejahatan peredaran gelap
narkoba serta pengungkapan tindak pidana pencucian uang yang
berasal dari kejahatan narkoba.
Pelaksanaan Program P4GN oleh Empat Pilar Badan
Narkotika Nasional. Dalam pelaksanaan program P4GN,
dijalankan dengan empat pilar yaitu: Pilar Pencegahan dilakukan
untuk meningkatkan daya tangkal masyarakat terhadap bahaya
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dan meningkatkan
masyarakat yang berprilaku hidup sehat tanpa penyalahgunaan

6
narkoba. Pilar Pemberdayaan Masyarakat dilakukan untuk
meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam
penanganan P4GN dan meningkatkan kesadaran, partisipasi, dan
kemandirian masyarakat dalam upaya pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Pilar Rehabilitasi
dilakukan untuk meningkatkan upaya pemulihan pecandu narkoba
melalui layanan rehabilitasi yang komprehensif dan
berkesinambungan dan meningkatkan pecandu narkoba yang
direhabilitasi pada Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah
maupun Komponen Masyarakat dan mantan pecandu narkoba
yang menjalani pasca rehabilitasi. Pilar Pemberantasan dilakukan
untuk meningkatkan pengungkapan jaringan, penyitaan barang
bukti, dan aset sindikat peredaran gelap narkoba dan
meningkatkan pengungkapan jaringan sindikat kejahatan narkoba
dan penyitaan aset jaringan sindikat kejahatan narkoba.
Penjelasan lebih lanjut terkait dengan sasaran strategis dan
indikatornya, sasaran program dan indikatornya, dan sasaran
kegiatan dan indikatornya dari setiap pilar pelaksanaan program
P4GN dapat di peroleh dengan membuka laman resmi BNN.
Situasi dan kondisi yang terus berkembang, global, regional,
dan nasional yang berkaitan dengan masalah penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan prekursor narkotika
merupakan masalah besar yang dihadapi seluruh bangsa di dunia,
terutama negara miskin. Masing-masing negara telah berusaha
menjawab Ancaman, Gangguan, Hambatan, dan Tantangan
tersebut dengan berbagai pendekatan, metode, dan cara sesuai
dengan situasi dan kondisi serta sitem dan cara pemerintah

6
masing-masing, termasuk Indonesia dengan menggugah
kesadaran ASN khususnya PNS untuk memberikan sumbangsih
pemikiran dan tenaga untuk menyelamatkan negara dari bahaya
Tindak Pidana Narkotika yang pada saat ini Darurat Narkoba.

C. Terorisme dan Radikalisme


A. Terorisme
Di dunia ini terorisme bukan lah hal baru, namun selalu
menjadi aktual. Dimulai dengan terjadinya ledakan bom di gedung
World Trade Center, New york 11 September 2001 dan sebuah
pesawat menubruk pusat keamanan AS Pentagon beberapa menit
kemudian, aksi terorisme yang tak pelak menebar ketakutan di
kalangan berbagai pihak, baik dari pihak AS, maupun masyarakat
internasional. Bom Bali tahun 2002 dengan jutaan korban tidak
bersalah baik asing juga masayarakat domestik, hingga ledakan
bom bunuh diri di jalan Tamrin, Jakarta Indonesia tahun 2017.
Serentetan ini menjadikan tindak aksi terorisme sebagai
extraordinary crime yang begitu meresahkan. Banyak pihak
berspekulasi dan menimbulkan kecurigaan antar masing – masing
dan berpotensi memecah belah sebuah negara dan mengancam
kesejahteraan serta keamanan yang memaksa pemerintah untuk
turun tangan dalam mengatasinya. Untuk itu, sebagai calon PNS
diwajibkan memahami terorisme dan radikalisme secara lebih
dekat dan lebih dalam.

Umum
Terorisme merupakan suatu ancaman yang sangat serius di
era global saat ini. Dalam merespon perkembangan terorisme di

6
berbagai negara, secara internasional Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan Resolusi 60/288 tahun 2006
tentang UN Global Counter Terrorism Strategy yang berisi empat
pilar strategi global pemberantasanterorisme, yaitu: 1)
pencegahan kondisi kondusif penyebaran terorisme; 2) langkah
pencegahan dan memerangi terorisme; 3) peningkatan kapasitas
negara-negara anggota untuk mencegah dan memberantas
terorisme serta penguatan peran sistem PBB; dan 4) penegakan
hak asasi manusia bagi semua pihak dan penegakan rule of law
sebagai dasar pemberantasan terorisme. Selain itu, PBB juga telah
menyusun High-Level Panel on Threats, Challenges, and Change
yang menempatkan terorisme sebagai salah satu dari enam
kejahatan yang penanggulangannya memerlukan paradigma baru.
Kekhawatiran negara-negara yang tergabung sebagai
anggota PBB terhadap terorisme cukup beralasan dikarenakan
terdapat berbagai serangan teror yang terjadi. Kasus teror bom
Kedutaan AS di Nairobi (Kenya) pada tahun 1998 menyebabkan
224 orang tewas dan melukai lebih dari 5.000 orang, kasus
peledakan WTC di New York (USA) 11 September 2001 telah
menewaskan 3.000 orang dan melukai ribuan orang, kasus Bom
Bali I pada tahun 2002 di Indonesia yang menewaskan 202 orang
dan melukai 209 orang, kasus serangan teroris di Mumbai (India)
tahun 2008 yang menewaskan 160 orang. Fakta-fakta ini
menyebabkan kasus terorisme menjadi masalah serius di dunia
dan merupakan agenda pokok yang menjadi prioritas untuk
ditanggulangi dan ditangani oleh hampir semua negara.

6
Untuk memperkuat jaringan dan sumber daya, individu-
individu yang memiliki ideologi yang sepaham dan tujuan yang
sama bergabung ke dalam suatu gerakan. Di Irlandia, terdapat
gerakan The Irish Republican Army (IRA) yang melakukan
perlawanan bersenjata dan serangan terhadap pemerintah
Inggris. Di Amerika Serikat terdapat kelompok-kelompok radikal
di antaranya Ku Klux Klan, Church of Aryan Nations, The Arizona
Patriots, The American Nazi Party. Terdapat juga Red Army
Faction (RAF) di Jerman, Basque di Spanyol, Red Brigades (RB) di
Italia, Action Direct (AD) di Prancis. Di Amerika Latin juga
terdapat The Tupac Amaru Revolutionary Movement dan The
Sendero Luminoso (Shining Path).
Di berbagai belahan dunia terdapat varian kelompok radikal
yang mengatasnamakan agama-agama semisal Kristen, Yahudi,
Sikh, Hindu, Budha, dan Islam. Kelompok radikal keagamaan
tersebut antara lain The Army of God di Amerika Serikat, Kach
and Kahne Chai di Israel, Babbar Khalsa International di India,
Aum Shinrikyio (yang kemudian berganti nama menjadi Aleph) di
Jepang, al-Jamaah al-Islamiyah (di Asia Tenggara), al-Qaeda (yang
berskala internasional), Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir. Untuk
konteks Indonesia, jaringan radikalisme disinyalir terdapat kaitan
secara ideologis dengan Ikhwanul Muslimin (IM) di Mesir, Jamaah
Islamiyah (JI) di Timur Tengah, dan al-Qaedah yang berkolaborasi
dengan Jamaah Islamiyah (JI) Asia Tenggara yang selanjutnya
melahirkan JI Indonesia.
Secara kronologis, penanganan terorisme di Indonesia
diklasifikasi dalam 3 periode, yaitu Orde Lama (1954-1965), Orde

6
Baru (1966-1998), dan Era Reformasi (1998-sekarang). Pada
periode Orde Lama, penanganan secara militer menjadi pilihan.
Pada periode Orde Baru, penyelesaian kasus terorisme dilakukan
berbasis intelijen, di antaranya dengan pembentukan Bakortanas
(Badan Koordinasi Pertahanan Nasional). Sedangkan pada Era
Reformasi, penanganan kasus terorisme dilakukan melalui
kombinasi antara aspek penegakan hukum dan pendekatan lunak.
Paska Bom Bali I tahun 2002, pemerintah Indonesia mulai
menyadari bahwa diperlukan perangkat hukum yang lebih baik
dalam menangani pergerakan kelompok radikal-terorisme di
Indonesia.

Definisi dan Munculnya Terorisme


Definisi terorisme sampai dengan saat ini masih menjadi
perdebatan meskipun sudah ada ahli yang merumuskan dan juga
dirumuskan di dalam peraturan perundang-undangan. Akan
tetapi ketiadaan definisi yang seragam menurut hukum
internasional mengenai terorisme tidak serta-merta meniadakan
definisi hukum terorisme itu. Masing-masing negara
mendefinisikan menurut hukum nasionalnya untuk mengatur,
mencegah dan menanggulangi terorisme.
Kata “teroris” dan terorisme berasal dari kata latin “terrere”
yang kurang lebih berarti membuat gemetar atau menggetarkan.
Kata teror juga bisa menimbulkan kengerian akan tetapi sampai
dengan saat ini belum ada definisi terorisme yang bisa diterima
secara universal. Pada dasarnya istilah terorisme merupakan
sebuah konsep yang memiliki konotasi yang sensitif karena

7
terorisme mengakibatkan timbulnya korban warga sipil yang
tidak berdosa.
Terorisme secara kasar merupakan suatu
istilah yang digunakan untuk penggunaan kekerasan
terhadap penduduk sipil/non kombatan untuk mencapai tujuan
politik, dalam skala lebih kecil dari pada perang. Dari segi bahasa,
istilah teroris berasal dari Perancis pada abad 18. Kata Terorisme
yang artinya dalam keadaan teror (under the terror), berasal dari
bahasa latin ”terrere” yang berarti gemetaran dan ”detererre”
yang berarti takut. Istilah terorisme pada awalnya digunakan
untuk menunjuk suatu musuh dari sengketa teritorial atau
kultural melawan ideologi atau agama yang melakukan aksi
kekerasan terhadap publik. Istilah terorisme dan teroris
sekarang ini memiliki arti politis dan sering digunakan
untuk mempolarisasi efek yang mana terorisme tadinya hanya
untuk istilah kekerasan yang dilakukan oleh pihak musuh, dari
sudut pandang yang diserang. Sedangkan teroris merupakan
individu yang secara personal terlibat dalam aksi terorisme.
Penggunaan istilah teroris meluas dari warga yang tidak puas
sampai pada non komformis politik. Aksi terorisme dapat
dilakukan oleh individu, sekelompok orang atau negara sebagai
alternatif dari pernyataan perang secara terbuka.
Negara yang mendukung kekerasan terhadap penduduk sipil
menggunakan istilah positif untuk kombatan mereka, misalnya
antara lain paramiliter, pejuang kebebasan atau patriot.
Kekerasan yang dilakukan oleh kombatan negara, bagaimanapun
lebih diterima daripada yang dilakukan oleh ”teroris” yang mana

7
tidak mematuhi hukum perang dan karenanya tidak dapat
dibenarkan melakukan kekerasan. Negara yang terlibat dalam
peperangan juga sering melakukan kekerasan terhadap penduduk
sipil dan tidak diberi label sebagai teroris. Meski kemudian
muncul istilah State Terorism, namun mayoritas membedakan
antara kekerasan yang dilakukan oleh negara dengan terorisme,
hanyalah sebatas bahwa aksi terorisme dilakukan secara acak,
tidak mengenal kompromi , korban bisa saja militer atau sipil,
pria, wanita, tua, muda bahkan anak-anak, kaya
miskin, siapapun dapat diserang. Terorisme bukan bagian dari
tindakan perang, sehingga sepatutnya tetap dianggap sebagai
tindakan kriminal. Pada umumnya orang sipil merupakan sasaran
utama terorisme, dengan demikian penyerangan terhadap
sasaran militer tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan
terorisme.
Terorisme merupakan kejahatan luar biasa yang menjadi
musuh dunia karena nyawa manusia menjadi korban, menganggu
stabilitas keamanan, menghancurkan tatanan ekonomi dan
pembangunan, sehingga terorisme berdampak negatif terhadap
masyarakat. Sejauh ini para teroris berasal dari individu-individu
yang masuk ke dalam suatu organisasi tertentu yang tujuan
awalnya berusaha melakukan perubahan sosial. Individu yang
bergabung dalam organisasi teroris adalah individu yang merasa
dirinya termarginalisasi karena hidup dalam kondisi yang sulit,
tidak stabil secara ekonomi, hak-haknya terpinggirkan, dan
suaranya tidak didengarkan oleh pemerintah sehingga merasa
menjadi kaum minoritas. Sebagai minoritas, mereka merasakan

7
krisis tersebut mengakibatkan rendahnya harga diri,
memunculkan rasa takut yang besar, frustasi dalam rangka
pemenuhan kebutuhan, hingga meningkatkan prasangkan kaum
minoritas terhadap mayoritas. Dengan alasan tersebut, kemudian
kelompok minoritas melakukan persuasi terhadap kelompok
mayoritas agar sudut pandangnya dapat diterima. Menurut
mereka cara persuasi yang paling efektif adalah melalui gerakan
menebarkan rasa takut dan teror melalui kekerasan dan
pembunuhan massal.
Dalam melakukan kekerasan kaum minoritas menganut
keyakinan, yang mana dengan keyakinan tersebut mereka dapat
dengan rela melakukan tindakan kekerasan pada dirinya dan
keluarganya, bahkan pada orang lain yang mereka sendiri tidak
kenal. Bentuk-bentuk keyakinan tersebut, diantaranya:
 keyakinan bahwa sah bertindak agresif sebab sudah terlalu
banyak dan sering perlakuan tidak adil (ekonomi, sosial,
politik, budaya) yang diterima.
 Keberhasilan menebar rasa takut di tengah masyarakat,
dipandang sebagai peningkatan harga diri dan tidak
dipandang remeh lagi oleh orang-orang yang telah
memarginalisasikan keberadaannya.
 Kekerasan merupakan satu-satunya cara yang dianggap
efektif untuk mencapai tujuan, sebab dialog sudah dianggap
tidak bermanfaat.
 Ditumbuhkannya harapan yang tinggi bahwa tindak agresif
akan memberikan harapan hidup dimasa depan menjadi

7
lebih baik, dihargai, dan dilibatkan dalam sistem politik dan
kemasyarakatan yang lebih luas.

Indonesia memiliki potensi terorisme yang sangat besar dan


diperlukan langkah antisipasi yang ekstra cermat. Kebijakan-
kebijakan pemerintah yang kadang tidak dipahami oleh orang
tertentu cukup dijadikan alasan untuk melakukan teror. Berikut
ini adalah potensi-potensi terorisme:
 Terorisme yang dilakukan oleh negara lain di daerah
perbatasan Indonesia. Beberapa kali negara lain melakukan
pelanggaran masuk ke wilayah Indonesia dengan
menggunakan alat-alat perang, sebenarnya itu adalah bentuk
terorisme. Lebih berbahaya lagi seandainya negara di
tetangga sebelah melakukan terorisme dengan
memanfaatkan warga Indonesia yang tinggal di perbatasan
yang kurang perhatan dari pemerintah, memliki jiwa
nasionalisme yang kurang dan tuntutan kebutuhan ekonomi.
 Terorisme yang dilakukan oleh warga negara yang tidak
puas atas kebijakan negara. Misalnya bentuk-bentuk teror di
Papua yang dilakukan oleh OPM. Tuntutannya ditarbelakangi
keinginan untuk mengelola wilayah sendiri tanpa campur
tangan pemerintah. Perhatian pemerintah yang dianggap
kurang menjadi alasan untuk memisahkan diri demi
kesejahteraan masyarakat. Terorisme jenis ini disebut juga
aksi separatisme, dan secara khusus teror dilakukan kepada
warga yang bersebrangan dan aparat keamanan.

7
 Terorisme yang dilakukan oleh organisasi dengan dogma dan
ideologi tertentu. Pemikiran sempit dan pendek bahwa
ideologi dan dogma yang berbeda perlu ditumpas menjadi
latar belakang terorisme. Pelaku terorisme ini biasanya
menjadikan orang asing dan pemeluk agama lain sebagai
sasaran.
 Terorisme yang dilakukan oleh kaum kapitalis ketika
memaksakan bentuk atau pola bisnis dan investasi kepada
masyarakat. Contoh nyata adalah pembebasan lahan
masyarakat yang digunakan untuk perkebunan atau
pertambangan tidak jarang dilakukan dengan cara yang tidak
elegan. Terorisme bentuk ini tidak selamanya dengan
kekerasan, tetapi kadang dengan bentuk teror sosial,
misalnya dengan pembatasan akses masyarakat.
 Teror yang dilakukan oleh masyarakat kepada dunia usaha,
beberapa demonstrasi oleh masyarakat yang ditunggangi
oleh provokator terjadi secara anarkis dan menimbulkan
kerugian yang cukup besar bagi perusahaan. Terlepas dari
siapa yang salah, tetapi budaya kekerasan yang dilakukan
oleh masyarakat adalah suatu bentuk teror yang mereka
pelajari dari kejadian-kejadian yang sudah terjadi.

Tindak Pidana Terorisme


Dalam rangka memahami tindak pidana terorisme, perlu
diawali dengan memahami karakteristik dan motifnya. Menurut
Loudewijk F. Paulus karakteristik terorisme dapat ditinjau dari
dua karakteristik, yaitu: Pertama, karakteristik organisasi yang

7
meliputi: bentuk organisasi, rekrutmen, pendanaan dan hubungan
internasional. Karakteristik Operasi yang meliputi: perencanaan,
waktu, taktik dan kolusi. Karakteristik perilaku: motivasi, dedikasi,
disiplin, keinginan membunuh dan keinginan menyerah hidup-
hidup. Karakteristik sumber daya yang meliputi:
latihan/kemampuan, pengalaman perorangan di bidang teknologi,
persenjataan, perlengkapandan transportasi. Motif Terorisme,
teroris terinspirasi oleh motif yang berbeda. Motif terorisme
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori: rasional, psikologi
dan budaya yang kemudian dapat dijabarkan lebih luas menjadi
membebaskan tanah air dan memisahkan diri dari pemerintah
yang sah (separatis).

Terorisme Internasional
Terorisme internasional adalah bentuk kekerasan politik
yang melibatkan warga atau wilayah lebih dari satu negara.
Terorisme internasional juga dapat diartikan sebagai tindakan
kekerasan yang dilakukan di luar ketentuan diplomasi
internasional dan perang. Tindakan teror itu dimotivasi oleh
keinginan mempengaruhi dan mendapatkan perhatian
masyarakat dunia terhadap aspirasi yang diperjuangkan.
Sejak serangan terorisme yang tergabung dalam Al Qaeda
pimpinan Osama Bin Laden telah menunjukkan kemampuan
serangan yang dahsyat langsung ke satu-satunya negara adidaya
yaitu Amerika Serikat dengan meruntuhkan gedung kembar
World Trade Center (WTC) di New York dan sebagian gedung
Pentagon di Washington, D.C. tanggal 11 September 2001, isu
terorisme global menjadi perhatian semua aktor politik dunia

7
baik negara maupun non-negara. Peristiwa ini menandai awal
baru dalam kebijakan luar negeri AS khususnya yang menyangkut
keamanan nasional di mana perang melawan terorisme global
menjadi prioritas utama. kelompok terorisme. AS yang menuduh
rezim Taliban di Afghanistan yang memberikan perlindungan
terhadap Osama Bin Laden langsung memberikan reaksi dengan
melancarkan serangan militer ke negara itu dan menyingkirkan
rezim taliban serta mendukung pemerintahan baru di bawah
pimpinan Presiden Hamid Karzai.
Respon secara militer yang dilakukan oleh AS ternyata tidak
menyurutkan semangat kelompok teroris karena sesudah tahun
2001 rangkain serangan terorisme yang berafiliasi dengan Al
Qaeda terjadi di berbagai negara termasuk Indonesia. Serangan
terorisme di Indonesia diawali dengan serangan bom Bali pada
tanggal 12 Oktober 2002 dan 1 Oktober 2005, pemboman
didepan hotel J.W. Marriott di Jakarta pada Agustus 2003 dan
serangan bom di depan Kedutaan Besar Australia tahun 2004 di
Jakarta, dan terakhir pada Juli 2009 di depan hotel J.W. Marriott,
Jakarta. Serangkain serangan tersebut menyebabkan Indonesia
menjadi salah satu sorotan dunia internasional karena adanya
jaringan terorisme yang aktif dan berbahaya.
Serangan terorisme yang mengatasnamakan agama ini
mendapatkan momentum baru menyusul serangan AS ke Irak
pada tahun 2003. Serangan yang pada awalnya ingin menjatuhkan
rezim Saddam Hussein karena dituduh memiliki senjata
pemusnah massal dan menjalin hubungan dengan Al Qaeda yang
kemudian menjadi tempat persemaian baru bagi kelompok

7
terorisme yang merupakan aksi balas dendam antara kelompok
Syiah dan Sunniyang bertujuan untuk menggagalkan misi dan
kebijakan AS di Irak dan Timur Tengah pada umumnya.
Kelompok terorisme menjadikan pemerintah setempat
sebagai target serangan karena dianggap berkolaborasi dengan
pemerintah asing yang dimusuhi. Misalnya, kelompok Al Qaeda
yang dipimpin oleh Osama Bin Laden menghendaki
ditumbangkannya rezim represif di Arab Saudi karena
kolaborasinya dengan AS yang dilihat sebagai musuh utama.
Negara-negara Arab di Timur Tengah pada umumnya diperintah
oleh rezim otoriter dan represif sehingga kelompok radikal
keagamaan tumbuh dengan subur serta melancarkan aksi
terorisme melawan pemerintahnya dan negara-negara Barat
khususnya AS sebagai pendukung utama rezim yang berkuasa.
Terorisme internasional yang mulai dibentuk dan bergerak
pada tahun 1974 kini sudah berkembang menjadi 27 (dupuluh
tujuh) organisasi yang tersebar di beberapa negara seperti di
negara-negara Timur Tengah, Asia dan Eropa. Terorisme
internasional yang berkembang di negara-negara timur tengah
pada prinsipnya bertujuan untuk menyingkirkan Amerika Serikat
dan pengikutnya dari negara-negara Arab.
Pada umumnya kehadiran terorisme internasional dilatar
belakangi oleh tujuan-tujuan yang bersifat etnis, politis, agama,
dan ras. Tidak ada satupun dari organisasi terorisme intenasional
tersebut yang dilatar belakangi oleh tujuan mencapai keuntungan
materil. Dengan latar belakang tujuan tersebut maka tidaklah
heran jika organisasi terorisme internasional tersebut memiliki

7
karakteristik yang sangat terorganisasi, tangguh, ekstrim, ekslusif,
tertutup, memiliki komitmen yang sangat tinggi, dan memiliki
pasukan khusus serta di dukung oleh keuangan dan dana yang
sangat besar. Organisasi terorisme internasional menciptakan
keadaan chaos dan tidak terkontrol suatu pemerintahan sebagai
sasarannya sehingga pemerintahan itu tunduk dan menyerah
terhadap idealismenya. Berbagai cara pemaksaan kehendak dan
tuntutan yang sering dilakukannya seperti penyanderaan,
pembajakan udara, pemboman, perusakan instalasi strategis dan
fasilitas publik, pembunuhan kepala negara atau tokoh politik
atau keluarganya, dan pemerasan.
Terorisme lintas negara, terorganisasi dan ,mempunyai
jaringan luas sehingga mengancam perdamaian dan keamanan
nasional, kawasan, bahkan internasional dengan pola-pola aksi
yang bertujuan untuk: menciptakan dan menyebarkan rasa takut
yang meluas di tengah masyarakat; menarik perhatian publik dan
sorotan media massa; merusak stabilitas politik dan keamanan
Negara; dan mengubah ideologi dan sistem politik negara.
Pola aksi kelompok teroris lainnya yaitu sering
memanfaatkan konflik-konflik internal pada fenomena failed
states untuk menjalankan aktivitasnya, maka dunia internasional
juga memberikan perhatian yang serius terhadap fenomena failed
states seperti yang terjadi di Somalia, Afghanistan, Irak dan Sudan.
Semua negara ini memiliki ciri yang sama yaitu proses penegakan
hukum yang tidak berjalan dan adanya kelompok yang
menghalalkan kekerasan kepada penduduk sipil untuk mencapai
tujuan politik. Aktivitas terorisme internasional yang meningkat

7
disuatu negara menandakan bahwa di suatu negara tersebut tidak
mampu membuat kesejahteraan yang adil bagi rakyatnya
sehingga menimbulkan separatis yang berubah kemudian
menjadi terorisme. Kemudian membentuk suatu gerakan
terorisme tidak hanya di negara itu tetapi juga sudah tersambung
dengan jaringan terorisme internasional yang luas. seperti
Afghanistan yang negaranya dicap sebagai negara terorisme
membuat negara ini dianggap sebagai negara gagal.
Menurut Audrey Kurth Cronin, saat ini terdapat empat tipe
kelompok teroris yang beroperasi di dunia, yakni:
 Teroris sayap kiri atau left wing terrorist, merupakan
kelompok yang menjalin hubungan dengan gerakan
komunis;
 Teroris sayap kanan atau right wing terrorist,
menggambarkan bahwa mereka terinspirasi dari fasisme
 Etnonasionalis atau teroris separatis, atau
ethnonationalist/separatist terrorist, merupakan gerakan
separatis yang mengiringi gelombang dekoloniasiasi setelah
perang dunia kedua;
 Teroris keagamaan atau “ketakutan”, atau religious or
“scared” terrorist, merupakan kelompok teroris yang
mengatasnamakan agama atau agama menjadi landasan atau
agenda mereka.

Kemudian dalam hal lain pemetaan penyebaran terorisme


internasional dapat dilihat dari sudut pandang levelnya, maka

8
terorisme dapat dibagi menjadi level atau tahapan sebagai
berikut:
 Level negara atau state, kelompok teroris ini berkembang
pada level negara dan keberadaannya mengancam negara
tersebut seperti, Irish Republican Army (IRA) bekerjasama
dengan separatis Basque, Euzkadi Ta Askatasuna (ETA) pada
1969 membajak sebuah skyrocket, Japanese Red Army (JRA)
melakukan serangan bunuh diri pada tahun 1972 di Israel,
pada 1972 terjadi penyaderaan saat Olimpiade di Munich
yang dilakukan oleh kelompok Black September (BS),
adapun kelompok lainnya German Red Army Faction
(gRAF/RAF) dan Italian Red Brigades (iRB/RB);
 Level kawasan atau regional, kelompok teroris ini
berkembang pada level regional dan keberadaanya tidak
hanya mengancam suatu negara tapi juga mengancam negara
lain yang menjalin kerjasama dengan negara tersebut seperti
di Indonesia dalam kurun waktu 2002-2009, terjadi 6 kali
pemboman yang dilakukan oleh anggota Jemaah Islamiyah,
pada April 1983 terjadi pemboman di gedung kedutaan,
berasal dari kelompok Islamic Jihad Organization (IJO), pada
Desember 1975 “Carlos the Jackal” (CJ) menyerang
organisasi OPEC di Austria;
 Level internasional atau global, kelompok teroris yang
berkembang pada level international ini, bukan hanya
mengancam suatu negara tapi juga mengancam kestabilan
dunia internasional, seperti kelompok Al Qaeda.

8
Upaya Memberantas Terorisme Internasional telah
dilakukan melalui kewenangan PBB dengan mengeluarkan
Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1373 pada 28 September
2001, dengan tujuan untuk:
 memantau dan meningkatkan standar dari tindakan
pemerintah terhadap aksi terorisme.
 membentuk Komite Pemberantasan Terorisme yang
didirikan PBB berdasarkan Resolusi Dewan Kemanan PBB
berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No.1373 tahun
2001 dan beranggotakan 15 Anggota Dewan Keamanan.
 memantau pelaksanaan Resolusi 1373 serta meningkatkan
kemampuan negara-negara dalam memerangi terorisme;
 membangun dialog dan komunikasi yang berkesinambungan
antara Dewan Keamanan PBB dengan seluruh negara
anggota mengenai cara-cara terbaikuntuk meningkatkan
kemampuan nasional melawan terorisme.
 mengakui adanya kebutuhan setiap negara untuk melakukan
kerjasama internasional dengan mengambil langkah-langkah
tambahan untuk mencegah dan menekan pendanaan serta
persiapan setiap tindakan-tindakan terorisme dalam wilayah
mereka melalui semua cara berdasarkan hukum yang
berlaku.
 meminta negara-negara untuk menolak segala bentuk
dukungan finansial bagi kelompok-kelompok teroris.
 setiap negara saling berbagi informasi dengan pemerintah
negara lainnya tentang kelompok manapun yang melakukan
atau merencanakan tindakan teroris.

8
 menghimbau setiap negara-negara PBB untuk bekerjasama
dengan pemerintahlainnya dalam melakukan investigasi,
deteksi, penangkapan, serta penuntutanpada mereka yang
terlibat dalam tindakan-tindakan tersebut.
 menentukan hukum bagi pemberi bantuan kepada terorisme
baik pasif maupunaktif berdasarkan hukum nasional dan
membawa pelanggarnya ke mukapengadilan.
 mendesak negara-negara PBB menjadi peserta dari berbagai
konvensi dan protokol internasional yang terkait dengan
terorisme.

PBB juga mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No.


1377 pada November 2001 mengenai bidang-bidang yang perlu
didukung guna meningkatkan efektivitas kinerja Komite
Pemberantasan Terorisme (CTC) dalam memerangi terorisme.
PBB telah mewajibkan setiap negara anggotanya memiliki UU
Antiterorisme dan UU tentang Pencucian uang dan mewajibkan
setiap negara anggotanya memberikan laporan kepada Komite
Pemberantasan Terorisme (The Counter Terrorism
Committe/CTC) mengenai kemajuan-kemajuan yang telah dicapai
dalam mengatasi masalah terorisme di negara masing-masing
berdasarkan Resolusi DK PBB tersebut. Pada intinya, setiap
negara harus memberikan “perhatian khusus” terhadap
penanganan akar dan mekanisme dari terorisme.

8
Terorisme Indonesia
Indonesia dewasa ini dihadapkan dengan persoalan dan
ancaman radikalisme, terorisme dan separatisme yang semuanya
bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, UUD RI 1945, NKRI,
dan Bhineka Tunggal Ika. Peran negara dalam menjamin rasa
aman warga negara menjadi demikian vital dari ancaman
radikalisme, terorisme dan separatisme. Negara harus benar-
benar serius memikirkan upaya untuk melawan radikalisme,
terorisme dan separatisme yang kini kian sering terjadi di
berbagai penjuru dunia.
Keberadaan kelompok dan individu yang menganut paham
radikal terutama yang berafiliasi dengan kelompok radikal
jaringan international cukup mengganggu stabilitas nasional,
sebut saja bagaimana dampak yang dirasakan bangsa Indonesia
Pasca Bom Bali yang merenggut ratusan orang tidak berdosa.
Dalam 2 (dua) tahun terakhir saja, Indonesia juga menjadi korban
aksi teror (di Thamrin, Surakarta, Tangerang, Medan dan
Samarinda), dibalik itu Indonesia juga telah berhasil melakukan
penangkapan sebagai pencegahan aksi teror yang disertai dengan
barang bukti yang kuat, seperti penangkapan di Bekasi,
Majalengka, Tangerang Selatan, Batam, Ngawi, Solo, Purworejo,
Payakumbuh, Deli Serdang, Purwakarta dan penangkapan di
tempat lain oleh Densus 88.
Hal-hal tersebut membuktikan bahwa hingga saat ini,
terorisme merupakan ancaman serius bagi bangsa Indonesia.
Keberadaan ISIS di Irak dan Suriah menjadi pengaruh dominan

8
bagi aksi teror di Indonesia. Namun perlu diakui juga bahwa
kepiawaian BNPT dan Densus 88 dalam melakukan pencegahan
dan penindakan secara signifikan mampu menekan kelompok
radikal untuk melakukan aksi teror.
Indonesia mempunyai beberapa titik rawan terjadinya
ancaman terorisme. Titik rawan pertama, Indonesia adalah
negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sehingga
memicu kelompok radikal untuk menjadikan Indonesia sebagai
pintu masuk menuju penguasaan secara global. Disamping itu,
warga negara Indonesia umumnya mudah digalang dan direkrut
menjadi simpatisan, anggota, bahkan pengantin bom bunuh diri.
Daya tarik inilah yang mendorong kelompok radikal untuk
melakukan aksi teror di Indonesia. Titik rawan kedua adalah celah
keamanan yang bisa dimanfaatkan untuk menjalankan aksi teror.
Indonesia secara geografis dan topografis kepulauan membuka
peluang aksi terorisme, potensi demografi dari penduduk yang
plural dan permisif menjadi celah yang dimanfaatkan oleh
kelompok radikal. Pembiaran aksi-aksi intoleran dan kelompok
yang ingin mengganti ideologi Pancasila juga dimanfaatkan oleh
kelompok radikal untuk eksis dan masuk ke dalam aksi dan
kelompok tersebut. Titik rawan ketiga adalah skala dampak yang
tinggi jika terjadi terorisme. Terorisme yang terjadi di Indonesia
selama ini dampak negatifnya cukup signifikan. Dampak yang
besar tersebut dipublikasikan secara gratis oleh media masa
sehingga menjadi nilai tambah bagi pelaku teror terutama sebagai
sarana pembuktian efektifitas aksi kepada pimpinan
kelompoknya.

8
Aktivitas kelompok teroris di Indonesia juga pernah beralih
dari serangan di wilayah perkotaan dan mereka mulai
membangun jalan masuk untuk memprovokasi konflik antar umat
beragama di wilayah-wilayah konflik misalnya Poso (Sulawesi
Tengah) dan Ambon (Maluku). Kelompok teroris yang sama
melakukan rangkaian pemboman dan pembunuhan di daerah
konflik untuk mengobarkan konflik baru. Kelompok teroris yang
mengatasnamakan agama ini tentu saja merupakan sumber
ancaman yang tidak hanya menodai institusi keagamaan tetapi
juga menggoyahkan sendi-sendi kerukunan bangsa Indonesia
yang majemuk.
Ancaman aksi teror di Indonesia pada tahun 2017
diperkirakan masih sangat kuat. Pelaku teror lone wolf terus
meningkat seiring dengan mudahnya komunikasi dan interaksi
dengan menggunakan teknologi internet yang berdampak pada
self radicalization. Terkait dengan berbagai kasus yang terjadi di
Indonesia, dapat dilihat jejaknya menggunakan laman browser
untuk mengingatkan kita bahwa serangan aksi terorisme di
Indonesia termasuk dalam kategori darurat terorisme dan
radikalisme.
Didalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang
Tindak Pidana Terorisme Bab III Pasal 6 tertulis:
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan
atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau
rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan
korban yang bersifat missal, dengan cara merampas
kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang
lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap
objek-objek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau

8
fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan
pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun.”

Pasal 7 Undang-undang No. 15 Tahun 2003 mengatur


tentang tindak pidana terorisme, pasal 7 menyatakan :
“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan
atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan
teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau
menimbulkan korban yang bersifat missal dengan cara
merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta
benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau
kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, atau
lingkungan hidup, atau fasilitas public, fasilitas internasional
dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup”.

Sejak pertengahan 2010 Pemerintah RI, menetapkan


Peraturan Presiden Nomor 46 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) kemudian diterbitkan
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perubahan
atas Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010 Tentang Badan
Penanggulangan Terorisme sebagai sebuah lembaga pemerintah
nonkementerian (LPNK) yang melaksanakan tugas pemerintahan
di bidang penanggulangan terorisme. Dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya, BNPT dikoordinasikan Menteri Koordinator
Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. BNPT dipimpin oleh
seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada presiden. Kepala BPNT membawahi Sekretariat Utama;
Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi;
Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan; Deputi

8
Bidang Kerjasama Internasional; dan Inspektorat. Berdasarkan
pembagian struktur organisasinya, BNPT mempunyai tugas:
 menyusun kebijakan, strategi, dan program nasional di
bidang penanggulangan terorisme;
 mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam
pelaksanaan dan melaksanakan kebijakan di bidang
penanggulangan terorisme;
 melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan
terorisme dengan membentuk satuan-satuan tugas yang
terdiri dari unsur-unsur instansi pemerintah terkait sesuai
dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.
Bidang penanggulangan terorisme meliputi pencegahan,
perlindungan, deradikalisasi, penindakan, dan penyiapan
kesiapsiagaan nasional.

B. Radikal dan Radikalisme


Umum
Secara etimologis, kata radikal berasal dari radices yang
berarti a concerted attempt to change the status quo (David Jarry,
1991). Pengertian ini mengidentikan term radikal dengan nuansa
yang politis, yaitu kehendak untuk mengubah kekuasaan. Istilah
ini mengandung varian pengertian, bergantung pada perspektif
keilmuan yang menggunakannya. Dalam studi filsafat, istilah
radikal berarti “berpikir secara mendalam hingga ke akar
persoalan”. Istilah radikal juga acap kali disinonimkan dengan
istilah fundamental, ekstrem, dan militan. Istilah ini berkonotasi
ketidaksesuaian dengan kelaziman yang berlaku. Istilah radikal

8
ini juga seringkali diidentikkan dengan kelompok-kelompok
keagamaan yang memperjuangkan prinsip-prinsip keagamaan
secara mendasar dengan cara yang ketat, keras, tegas tanpa
kompromi.
Adapun istilah radikalisme diartikan sebagai tantangan
politik yang bersifat mendasar atau ekstrem terhadap tatanan
yang sudah mapan (Adam Kuper, 2000). Kata radikalisme ini juga
memiliki aneka pengertian. Hanya saja, benang merah dari
segenap pengertian tersebut terkait erat dengan pertentangan
secara tajam antara nilai-nilai yang diperjuangkan oleh kelompok
tertentu dengan tatanan nilai yang berlaku atau dipandang mapan
pada saat itu. Sepintas pengertian ini berkonotasi kekerasan fisik,
padahal radikalisme merupakan pertentangan yang sifatnya
ideologis.
Dalam Buku Deradicalizing Islamist Extremist, Angel Rabasa
menyimpulkan bahwa definisi radikal adalah proses mengadopsi
sebuah sistem kepercayaan ekstrim, termasuk kesediaan untuk
menggunakan, mendukung, atau memfasilitasi kekerasan, sebagai
metode untuk menuju kepada perubahan sosial. Sementara itu
deradikalisasi, disebutkan oleh Angel Rabasa sebagai, proses
meninggalkan cara pandang ekstrim dan menyimpulkan bahwa
cara penggunaan kekerasan tersebut, tidak dapat diterima untuk
mempengaruhi perubahan sosial. (Rabassa, 2010).Penyebaran
radikalisme di Indonesia telah merasuki semua lapisan
masyarakat tanpa dapat dipilah secara kaku, baik dari kategori
usia, strata sosial, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, maupun
jenis kelamin. Kedangkalan pemahaman keagamaan merupakan

8
salah satu faktor penyebaran paham tersebut. Namun, dugaan ini
mengalami peninjauan ulang mengingat banyaknya pesantren
yang notabene sebagai pusat peningkatan pemahaman
keagamaan bahkan memberi kontribusi bagi penyebaran
radikalisme. Beberapa pelaku radikal-terorisme terutama ideolog
mereka, terkenal sebagai pemuka agama. Hal ini menjadi tanda
bahwa mereka memahami agama walau dari sudut pandang
berbeda.
Penyebaran radikalisme juga telah menginfiltrasi berbagai
institusi sosial seperti rumah ibadah, lembaga pendidikan,
lembaga keagamaan, pendidikan tinggi, serta media massa. Dari
berbagai institusi sosial tersebut, media massa berandil besar
karena hadir di setiap waktu dan tempat serta tidak memandang
kelas sosial dan usia. Kelompok teroris memakai media massa
sebagai wahana propaganda, rekruitmen, radikalisasi, pencarian
dana, pelatihan, dan perencanaan. Oleh karena itu, perlu ada
semacam wacana tandingan untuk membendung ide-ide
terorisme yang memanfaatkan keterbukaan informasi. Di sisi lain,
pada level berbeda, media massa sering tidak adil terhadap
kelompok-kelompok tertentu yang justru menjadi biang lahirnya
tindak terorisme itu sendiri.
Perkembangan paham radikalisme terbilang pesat, baik
dalam bentuk kegiatan maupun kreativitas penjaringan yang
dilakukan. Hal ini tentunya menjadi sebuah tantangan besar bagi
setiap negara, khususnya Indonesia dan harus direspon secara
proporsional dan profesional mengingat dampak yang
ditimbulkannya terbilang besar. Terjadinya berbagai kasus teror

9
yang diikuti dengan kasus-kasus terorisme lainnya, telah
mendesak pemerintah untuk mengambil langkah penanganan
strategis dan merumuskan kebijakan penanggulangan yang
sistemik dan tepat sasaran.
Pola penanggulangan terorisme terbagi menjadi dua bidang,
yaitu pendekatan keras (hard approach) dan pendekatan lunak
(soft approach). Pendekatan keras melibatkan berbagai elemen
penegakan hukum, yaitu satuan anti-teror di Kepolisian dan TNI.
Pendekatan secara keras dalam jangka pendek memang terbukti
mampu meredakan tindak radikal terorisme, namun secara
mendasar memiliki kelemahan karena tidak menyelesaikan pokok
permasalahannya, yaitu aspek ideologi.
Atas dasar itu, radikalisme merupakan paham (isme)
tindakan yang melekat pada seseorang atau kelompok yang
menginginkan perubahan baik sosial, politik dengan
menggunakan kekerasan, berpikir asasi, dan bertindak ekstrem
(KBBI, 1998). Penyebutan istilah radikalisme dalam tinjauan
sosio-historis pada awalnya dipergunakan dalam kajian sosial
budaya, politik dan agama. Namun dalam perkembangan
selanjutnya istilah tersebut dikaitkan dengan hal yang lebih luas,
tidak hanya terbatas pada aspek persoalan politik maupun agama
saja. Istilah radikalisme merupakan konsep yang akrab dalam
kajian keilmuan sosial, politik, dan sejarah. Istilah radikalisme
digunakan untuk menjelaskan fenomena sosial dalam suatu
masyarakat atau negara.

9
a. Perkembangan Radikalisme
1) Analisis Regional dan Internasional
Transformasi gerakan terorisme dulu diyakini bergeser dari
sifatnya yang internasional, ke kawasan (regional) dan akhirnya
menyempit ke tingkat nasional, bahkan lebih lokal di suatu negara.
Organisasi Al-Qaeda yang bersifat internasional, misalnya,
mendapat sambutan hangat dari kalangan garis keras di Asia
Tenggara yang kemudian memunculkan Jamaah Islamiyah Asia
Tenggara. Tidak lama berselang, Jamaah Islamiyah juga mendapat
sambutan dari berbagai kelompok di negara-negara Asia
Tenggara. Bahkan, dalam beberapa kasus, aktivitas terorisme
sudah bergerak sendiri-sendiri dengan memanfaatkan sel-sel
jaringan yang sangat kecil dan tidak lagi berhubungan secara
struktural. Semuanya bergerak sendiri-sendiri dan melakukan
aktivitas terorisme di tempat masing-masing. Model pergeseran
ini masih dapat dipahami ketika melihat kasus terorisme di
Amerika Serikat (Twin Tower), atau Indonesia (Bom Bali atau Ritz
Carlton).
Namun, fenomena Islamic State of Iraq and Syria (ISIS)
membalikan penjelasan teoritis itu. Kini, ISIS yang bergerak di
Irak dan Syria justru menjadi magnet yang sangat kuat bagi
kalangan garis keras di seluruh dunia. ISIS dapat mengundang
para ekstremis garis keras dari seluruh dunia untuk datang secara
sukarela, menyatakan baiat (kesetiaan) dan bergabung dengan
aktivitas bersenjata. Terlepas dari teori konspirasi yang
menjelaskan ISIS, fenomena ini telah membalikkan keadaan
sebelumnya. Kini, ekstrimis garis keras justru datang ke Irak dan

9
Syria, dan melakukan aktivitas kekerasan dan terorisme di sana,
tidak lagi di tempat masing-masing.
Sejak diproklamirkan di bulan Juli (Ramadhan) 2014 lalu,
ISIS menjadi perhatian kantor-kantor berita di seluruh dunia.
Bahkan, sejak model kekerasan ISIS dipertontonkan secara vulgar
di berbagai media, ISIS telah menjadi sosok ‘hantu’ yang ditakuti,
tetapi sekaligus selalu dicari-cari. Di dunia akademik, ISIS tiba-
tiba menjadi perhatian riset baru para peneliti. Pemerintah dari
berbagai belahan dunia juga telah menunjukkan sikap dan reaksi
atas ISIS.
ISIS menjadi unik dan berbeda dari model teroris lainnya
karena beberapa hal, di antaranya: 1) ISIS menguasai teritori yang
juga dijawantahkan dengan struktur pemerintahan; 2) ISIS
mendapat dana yang cukup besar minyak mentah, pencurian dan
uang tebusan. Dana yang besar itu digunakan ISIS untuk
memperkuat persenjataan, gaji prajurit, operasional dan
membiayai aksi teror di negara lain; 3) ISIS memiliki tentara yang
cukup baik dari segi kualitas maupun kuantitas; 4) ISIS mampu
menguatkan persepsi mengenai perang akhir zaman yang juga
menjadi tanda-tanda Hari Kiamat di Bumi Syam sehingga
menguatkan minat kelompok radikal Islam untuk datang
berperang ke Suriah. Karenanya, perlu upaya taktis dan strategis
dalam meredam dukungan terhadap ISIS, sekaligus menangkal
radikalisme dalam konteks global. Upaya taktis dan strategis itu
tentu saja akan melibatkan peran banyak pihak, karena gerakan
internasional seperti ISIS mesti dilawan secara kolektif.

9
Seiring berjalannya waktu dan perubahan radikalisme di
dunia, munculnya Gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS/
ISIS) tersebut berpengaruh pada aksi gerakan-gerakan radikal
yang ada di Indonesia. Misalnya kelompok Jamaah Ansharul
Tauhid (JAT) yang telah menyatakan mendukung ISIS melalui
amirnya Abu Bakar Baasyir maupun Aman Abdurahman.
Kelompok lain yang menyatakan diri untuk mendukung ISIS
adalah Mujahiddin Indonesia Timur (MIT), bahkan dikabarkan
terdapat simpatisan dari negara tetangga yang mendukung ISIS
ikut bergabung dalam gerakan MIT ini. Masih pula terdapat friksi
kelompok yang mendukung dan bersimpati pada gerakan ISIS
ini, antara lain kelompok seperti Anshoru Khilaffah, Khilafatul
Islamiyah, dan Anshoru Daulah.
Peran-peran itu misalnya dapat dilakukan oleh lembaga
pendidikan dan perguruan tinggi, media massa, organisasi
keagamaan, para dai, ahli agama, dan tentu saja mesti didukung
oleh pemerintah. Pemerintah Indonesia melalui presiden telah
menekankan tujuh poin instruksi resmi dalam menghadapi
gerakan ISIS. Ketujuh poin itu menginstruksikan pada seluruh
jajaran pemerintah untuk mengantisipasi, memonitor, dan
mencegah bergabungnya rakyat Indonesia pada ISIS. Yang tidak
kalah pentingnya adalah poin mengenai pelibatan organisasi
masyarakat dan elit agama untuk mengoptimalkan soft power
dalam pencegahan radikalisme di Indonesia.
Poin terakhir menjadi krusial mengingat penggunaan soft
power dalam mencegah segala bentuk radikalisme di Indonesia
merupakan pilihan metode deradikalisasi yang diambil oleh

9
pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT).

2) Analisis Nasional
Aksi terorisme merupakan sebuah fenomena global yang
termasuk ke dalam kategori kejahatan luar biasa (extraordinary
crime). Data yang diperoleh dari “US State Department Country
Report on Terrorism 2011” menyebutkan bahwa dalam kurun
2011 telah terjadi sejumlah 10.000 aksi serangan teror di 70
negara yang mengakibatkan 12.500 korban meninggal dunia. Aksi
teror ini dilakukan oleh berbagai macam pelaku (baik kelompok
maupun individu) yang beroperasi di Timur Tengah, Afrika,
Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, Asia Selatan, dan Asia
Tenggara termasuk Indonesia.
Dalam sejarahnya, gerakan radikal khususnya yang berbasis
agama telah lama mengakar di dalam masyarakat Indonesia.
Golongan radikal yang mengatasnamakan agama seringkali
berbeda pendapat dengan kelompok lain, bahkan kelompok
nasionalis sekalipun, dalam rangka memperjuangkan
kemerdekaan bangsa dan negara. Sebagai bangsa yang sedang
mencita-citakan kemerdekaannya, menyatukan elemen bangsa
dan berupaya menghilangkan sekat-sekat suku, agama, ras, dan
golongan adalah sesuatu yang wajib dilakukan. Pada saat itu,
penegasan pemerintah terkait eksistensi umat Islam di Indonesia
sangatlah penting, sebagaimana pernyataan Soekarno dalam
Suluh Indonesia Muda yang dimuat pada tahun 1926 bahwa “Di
negeri manapun orang-orang Islam bernaung, mereka harus

9
mengabdi dan menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat di
sekitarnya”.
Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang dipimpin
oleh Kartosuwiryo merupakan sebuah kelompok dan nama yang
tidak asing bagi masyarakat Indonesia sekaligus dipandang
sebagai titik awal gerakan radikal berbasis agama yang pertama
kali muncul dalam sejarah republik ini. DI/TII muncul setelah
lima tahun menyatakan negeri ini merdeka, dengan tujuan
membentuk sebuah negara berdasarkan syariat Islam dengan
nama Negara Islam Indonesia (NII). Bahkan, Kartosuwiryo
berpendapat bahwa para pemimpin Republik ini telah melakukan
kejahatan terhadap Islam karena tidak menggunakan syariat
Islam sebagai dasar negara.
Di Sulawesi Selatan, sebagai perpanjangan tangan
Kartosuwiryo, Abdul Kahar Muzakkar memimpin DI/TII dengan
jabatan Panglima Divisi IV TII wilayah Sulawesi. Setelah dianggap
berhasil dan berjasa pada NII, ia diangkat sebagai Wakil Pertama
Menteri Pertahanan NII (Van Dijk, 1993). Gerakan ini tercatat
telah melakukan aksinya seperti penyerangan terhadap TNI,
pengerusakan jembatan, penculikan terhadap dokter dan para
pendeta (Chaidar, 1999: 159).
Di Aceh, Daud Beureueh adalah tokoh utama yang terbilang
berpengaruh di DI/TII. Ia menegaskan bahwa Aceh dan daerah-
daerah yang berbatasan langsung dengan Aceh adalah bagian dari
DI/TII. Sikap ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan terhadap
pemerintah yang mengingkari janjinya untuk menerapkan syariat
Islam di Aceh setelah perang kemerdekaan

9
selesai. Di Aceh, bukan hanya faktor agama sebagai sebab
munculnya gerakan radikal, melainkan faktor ekonomi juga
sebagai salah satu pemicu bagi rakyat Aceh untuk mendirikan
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang bertujuan memisahkan diri
dari NKRI.
Ide pendirian sebuah negara berdasarkan syariat Islam
tidaklah padam seiring kematian tokoh-tokoh DI/TII, tetapi terus
berlanjut dari generasi ke generasi selanjutnya. Pasca kematian
Kartosuwiryo, kepemimpinan DI/TII berpindah kepada Kahar
Muzakkar, Daud Beureuh, dan seterusnya. Kelompok-kelompok
ini tidaklah sesolid masa-masa awal. Mereka terurai menjadi
beberapa kelompok kecil dan memunculkan persaingan di antara
tokoh-tokohnya dan saling tidak mengakui eksistensi kelompok
lain.
Patut dicatat bahwa salah satu kelompok yang cukup
berpengaruh di Jawa Tengah adalah kelompok yang dipimpin oleh
Abdullah Sungkar yang dikelola secara bersama-sama oleh Abu
Bakar Baasyir (ABB). Abdullah Sungkar mendirikan sebuah
pondok pesantren di Desa Ngruki, Kabupaten Sukoharjo.
Pesantren tersebut dinamai “al-Mu’min”. Berbagai kegiatan
keagamaan dijalankan oleh Sungkar dan Baasyir untuk
memperluas ajaran dan pengaruh NII. Proses untuk mewujudkan
NII tidak dengan kegiatan keagamaan semata, namun kemampuan
militer juga ditingkatkan. Ketika dalam pelarian Sungkar dan
Baasyir ke Malaysia, mereka mendirikan Madrasah Lukmanul
Hakim di daerah Johor Baru sebagai tempat untuk melakukan
persiapan dan pemberangkatan para pemuda Indonesia, Malaysia,

9
dan Singapura untuk melakukan latihan perang dan jihad di
Afganistan.
Terdapat tiga tahapan yang harus dilaksanakan dalam
perjuangan melanjutkan cita-cita DI/NII, yaitu takwînul jamâ ‘ah
(pembentukan jamaah), takwînul quwwah (pembentukan
kekuatan), dan istikhdâ mul quwwah (penggunaan kekuatan).
Selanjutnya terdapat kegiatan pembinaan yang disebut tanzîm
sirri (organisasi rahasia), bahwa organisasi tersebut bersifat
rahasia dan menerapkan prinsip kerahasiaan.
Pada tahun 1993, Abdullah Sungkar menyatakan keluar dari
NII dan mendeklarasikan al-Jama’ah al-Islamiyah. Kelompok ini
ditengarai menjadi aktor utama aksi-aksi radikal dan terorisme di
Indonesia berupa peledakan bom di Atrium Senen (1998), Masjid
Istiqlal (1999), gereja-gereja di beberapa kota besar pada malam
Natal tahun 2000 dan rumah Dubes Philipina di Jakarta (2000),
Kuta Bali (2002), Hotel J.W. Marriot (2003), Kedubes Australia
(2004), Legian Bali (2005), Hotel J.W. Marriot, dan Ritz Charlton
(2009). Aksi teroris terus berlanjut baik melalui jaringan lama
maupun pembentukan jaringan baru.
Pada tahun 2010, penyelundup senjata api kepada jaringan
radikal dan teror di Indonesia tertangkap. Ia memiliki jaringan
dengan dua tokoh utama, yaitu Abu Roban sebagai Amir
Mujahidin Indonesia Barat dan Santoso sebagai Amir Mujahidin
Indonesia Timur. Abu Robban adalah tokoh di balik jaringan
teroris Bandung, Batang, dan Kebumen. Jaringan mereka telah
ditangkap pada 7-8 Mei 2013. Sementara Santoso adalah dalang
aksi teror di Poso dan Sulawesi Tengah. Peningkatan aktivitas

9
teroris berhubungan dengan suatu pusat pelatihan di Poso, yang
dikelola oleh sebuah komplotan yang menyebut diri sebagai al-
Tauhid wal-Jihad.
Telah terjadi elevasi (peningkatan) dalam modus operandi
dan peta radikalisme dan terorisme di Indonesia. Terjadinya
pergeseran aksi terorisme antara lain ditandai dengan modus
kelompok radikal teror yang dalam mempersiapkan aksinya saat
ini mulai secara terang-terangan bergabung dan berbaur di
tengah-tengah masyarakat (clandestine) dan menjadikan anak
muda sebagai target untuk mempelajari teknis pembuatan bom
secara otodidak (interpretasi personal). Keterlibatan pemuda ini
dapat terlihat dari data pelaku bom bunuh diri sejak Bom Bali I
sampai yang terakhir di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS)
Kepunton Solo. Semuanya dilakukan oleh pemuda dengan rentang
usia 18-31 tahun. Di samping itu, kelompok radikal teroris juga
sudah memiliki kemampuan untuk melakukan propaganda,
pengumpulan pendanaan, pengumpulan informasi, perekrutan
serta pengahasutan dengan menggunakan media internet dan
jejaring media elektronik lain seperti radio untuk kepentingan
kelompok yang tidak bertanggung jawab. Propaganda radikal
teror juga dapat dilihat dengan munculnya ratusan website,
puluhan buku, serta siaran streaming radio yang secara aktif
menyebarkan paham intoleran, menghasut, dan menyebarkan
kebencian di antara sesama anak bangsa.
Para anggota radikal yang telah menjurus pada aksi teroris
ini tidak hanya melakukan teror bom, tetapi sudah melakukan
aksi kriminal lainnya seperti perampokan (fa‘i) sebagai upaya

9
pengumpulan sejumlah uang untuk mendukung aksi teror.
Beberapa perampokan yang tercatat, antara lain perampokan
CIMB Niaga di Medan, senilai 360 juta, BRI di Batang, Jawa Tengah,
senilai Rp. 790 juta, dan BRI Grobokan senilai Rp. 630 juta, serta
BRI Lampung senilai Rp. 460 juta. Berbagai aksi teror dan aksi
kriminal lainnya sebagai dukungan tindakan teror mereka
menjadi ancaman tersendiri bagi NKRI. Di samping itu,
kemampuan kelompok ini bermetamorfosis untuk membentuk
jaringan baru juga menjadi ancaman lain.
Secara garis besar, terdapat 2 (dua) kelompok teroris di
Indonesia, yaitu Darul Islam (DI) dan Jamaah Islamiyah (JI).
Organisasi dan kelompok teroris tersebut mampu berafiliasi
dengan berbagai organisasi masyarakat yang memiliki karakter
yang mendekati ideologi dari organisasi teroris tersebut. Apabila
salah satu organ JI terputus dengan organ induknya, maka
suborganisasi di bawahnya dapat membentuk sel JI baru dengan
jumlah anggota yang sedikit. Hal ini tercermin ketika
tertangkapnya salah satu pemimpin mereka, Zarkasih, Amir
Darurat, Bidang Syariah yang merupakan suborganisasi JI di
bawah pimpinan Abu Dujana, eksistensi JI masih bisa
dipertahankan.
Contoh lain adanya afiliasi kelompok utama teroris dengan
ormas adalah terbentuknya Majelis Mujahidin Indonesia (MMI,
2000) dan Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT, 2008) yang mengusung
agenda JI secara terselubung. Selain itu, JI juga berafiliasi dengan
Laskar Jundullah, Komite Penanggulangan Krisis (KOMPAK),
Forum Anti Pemurtadan (FAKTA) Palembang, Jama’ah Tauhid wal

1
Jihad (JTJ), Kumpulan Mujahidin Indonesia (KMI), Kelompok
Mujahidin Jakarta (KMJ), Hisbah JAT Solo, dan Taliban Malaya.
Seiring berjalannya waktu dan perubahan radikalisme di
Dunia, muncul Gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS/ ISIS).
Fenomena ISIS di Irak dan Syria akhirnya menyebar ke Indonesia.
ISIS telah turut membangunkan para ektremis garis keras dari
tidurnya. Dalam catatan BNPT, sudah terdapat beberapa
penduduk Indonesia telah berangkat ke Irak dan Syria untuk
bergabung dengan ISIS. Selain itu, baiat-baiat yang dinyatakan
oleh beberapa jaringan garis keras akan memberi
ketidaknyamanan dan rasa tidak aman bagi masyarakat Indonesia
secara khusus, dan masyarakat dunia secara umum. Karenanya,
program-program kontra-radikalisme dan deradikalisasi untuk
menghambat laju pemikiran radikalisme atau menumpas gerakan
terorisme menemukan signifikansinya. Gerakan tersebut
berpengaruh pada aksi gerakan-gerakan radikal yang ada di
Indonesia. Terdapat friksi kelompok yang mendukung dan
bersimpati pada gerakan ISIS ini, anatara lain kelompok seperti
Anshoru Khilaffah, Khilafatul Islamiyah, dan Anshoru Daulah.

Pola Penyebaran Radikalisme


Ancaman terbesar terorisme bukan hanya terletak pada
aspek serangan fisik yang mengerikan, tetapi serangan
propaganda yang secara massif menyasar pola pikir dan
pandangan masyarakat justru lebih berbahaya. Penggunaan
agama sebagai topeng perjuangan politik telah berhasil
memperdaya pikiran masyarakat baik dengan iming-iming surga,
misi suci, gaji besar maupun kegagahan di medan perang.

1
Secara garis besar, pola penyebaran radikalisme dapat
dilakukan melalui berbagai saluran, seperti: a) media massa:
meliputi internet, radio, buku, majalah, dan pamflet; b)
komunikasi langsung dengan bentuk dakwah, diskusi, dan
pertemanan; c) hubungan kekeluargaan dengan bentuk
pernikahan, kekerabatan, dan keluarga inti; d) lembaga
pendidikan di sekolah, pesantren, dan perguruan tinggi. Dari
berbagai pola penyebaran radikalisme tersebut, teknik
penyebaran radikalisme melalui internet menjadi media yang
paling sering digunakan. Kelompok radikal memuat secara online
berbagai konten-konten radikal mengenai hakikat jihad dengan
mengangkat senjata, manual pembuatan bom, manual
penyerangan, petunjuk penggunaan senjata dan lain-lain sehingga
siapapun dapat mengakses konten radikal tanpa ada hambatan
ruang dan waktu.
Kelompok radikal-teroris di era globalisasi telah mampu
memanfaatkan kekuatan teknologi dan informasi internet
khususnya media sosial sebagai alat propaganda sekaligus
rekuritmen keanggotaan. Secara faktual banyak sekali elemen
masyarakat baik muda maupun dewasa yang bergabung dengan
kelompok radikal akibat pengaruh propaganda dan jejaring
pertemanan di media online tersebut.

Ragam Radikalisme
Radikalisme memiliki berbagai keragaman, antara lain:
1. Radikal Gagasan: Kelompok ini memiliki gagasan radikal,
namun tidak ingin menggunakan kekerasan. Kelompok ini
masih mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia.

1
2. Radikal Milisi: Kelompok yang terbentuk dalam bentuk milisi
yang terlibat dalam konflik komunal. Mereka masih
mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Radikal Separatis: Kelompok yang mengusung misi-misi
separatisme/ pemberontakan. Mereka melakukan
konfrontasi dengan pemerintah.
4. Radikal Premanisme: Kelompok ini berupaya melakukan
kekerasan untuk melawan kemaksiatan yang terjadi di
lingkungan mereka. Namun demikian mereka mengakui
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Lainnya: Kelompok yang menyuarakan kepentingan
kelompok politik, sosial, budaya, ekonomi, dan lain
sebagainya.
6. Radikal Terorisme: Kelompok ini mengusung cara-cara
kekerasan dan menimbulkan rasa takut yang luas. Mereka
tidak mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
ingin mengganti ideologi negara yang sah dengan ideologi
yang mereka usung.

Hubungan Radikalisme dan Terorisme


Terorisme sebagai kejahatan luar biasa jika dilihat dari akar
perkembangannya sangat terhubung dengan radikalisme. Untuk
memahami Hubungan konseptual antara radikalisme dan
terorisme dengan menyusun kembali definsi istilah-istilah yang
terkait.
Radikalisasi adalah faham radikal yang mengatasnamakan
agama / Golongan dengan kecenderungan memaksakan kehendak,
keinginan menghakimi orang yang berbeda dengan mereka,

1
keinginan keras merubah negara bangsa menjadi negara agama
dengan menghalalkan segala macam cara (kekerasan dan
anarkisme) dalam mewujudkan keinginan.
Radikalisme merupakan suatu sikap yang mendambakan
perubahan secara total dan bersifat revolusioner dengan
menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis lewat
kekerasan (violence) dan aksi-aksi yang ekstrem. Ciri-ciri sikap
dan paham radikal adalah: tidak toleran (tidak mau menghargai
pendapat &keyakinan orang lain); fanatik (selalu merasa benar
sendiri; menganggap orang lain salah); eksklusif (membedakan
diri dari umat umumnya); dan revolusioner (cenderung
menggunakan cara kekerasan untuk mencapai tujuan).
Radikal Terorisme adalah suatu gerakan atau aksi brutal
mengatasnamakan ajaran agama/ golongan, dilakukan oleh
sekelompok orang tertentu, dan agama dijadikan senjata politik
untuk menyerang kelompok lain yang berbeda pandangan.
“Kelompok radikal-teroris sering kali mengklaim mewakili Tuhan
untuk menghakimi orang yang tidak sefaham dengan
pemikiranya,”
Radikalisme memiliki latar belakang tertentu yang sekaligus
menjadi faktor pendorong munculnya suatu gerakan radikalisme.
Faktor-faktor pendorong tersebut, diantaranya adalah:
1) faktor-faktor sosial politik.
Gejala radikalisasi lebih tepat dilihat sebagai gejala sosial-
politik daripada gejala keagamaan. Secara historis, konflik-konflik
yang ditimbulkan oleh kalangan radikal dengan seperangkat alat
kekerasannya dalam menentang dan

1
membenturkan diri dengan kelompok lain ternyata lebih berakar
pada masalah sosial-politik. Aksi dillakukan dengan membawa
bahasa dan simbol serta slogan-slogan agama, kaum radikalis
mencoba menyentuh emosi keagamaan dan menggalang kekuatan
untuk mencapai tujuan politiknya.
2) faktor emosi keagamaan.
Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisasi
adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah
solidaritas keagamaan untuk membantu yang tertindas oleh
kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai
faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang
absolut). Dalam konteks ini yang dimaksud dengan emosi
keagamaan adalah agama sebagai pemahaman realitas yang
sifatnya interpretatif, nisbi, dan subjektif.
3) faktor kultural.
Faktor kultural memiliki andil besar terhadap munculnya
radikalisasi. Hal ini memang wajar, karena secara kultural
kehidupan sosial selalu diketemukan upaya melepaskan diri dari
infiltrasi kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai. Faktor
kultural yang dimaksud di sini adalah spesifik terkait dengan anti
tesa terhadap budaya sekularisme yang muncul dari budaya Barat
yang dianggap sebagai musuh yang harus dihilangkan dari muka
bumi.
4) faktor ideologis anti westernisme.
Westernisme merupakan suatu pemikiran yang memotivasi
munculnya gerakan anti Barat dengan alasan keyakinan
keagamaan yang dilakukan dengan jalan kekerasan oleh kaum

1
radikalisme, hal ini tentunya malah menunjukkan
ketidakmampuan mereka dalam memposisikan diri dalam
persaingan budaya dan peradaban manusia.
5) faktor kebijakan pemerintah.
Ketidakmampuan pemerintahan untuk bertindak
memperbaiki situasi atas berkembangnya frustasi dan kemarahan
disebabkan dominasi ideologi, militer maupun ekonomi dari
negera-negara besar. Dalam hal ini ketidakmampuan elit-elit
pemerintah menemukan akar yang menjadi penyebab munculnya
tindak radikalisasi, sehingga tidak dapat mengatasi problematika
sosial yang dihadapi. Di samping itu, faktor media massa yang
selalu memojokkan juga menjadi faktor munculnya reaksi dengan
kekerasan. Propaganda-propaganda lewat media masa memang
memiliki kekuatan dahsyat dan sangat sulit untuk ditangkis.
Secara umum munculnya radikalisasi ditandai oleh dua
kecenderungan umum, yakni: radikalisme merupakan respon
terhadap kondisi yang sedang berlangsung dalam bentuk evaluasi,
penolakan, atau bahkan perlawanan terhadap ide, lembaga, atau
suatu kondisi yang muncul sebagai akibat suatu kebijakan.
Kelompok paham radikal biasanya tidak berhenti pada upaya
penolakan saja, melainkan terus berupaya untuk mengganti
dengan tatanan lain dengan sikap emosional yang menjurus pada
kekerasan (terorisme).
Kita lihat bisa lihat cara kerja teori ini dengan melihat suatu
kejadian konflik atas nama keyakinannya masing-masing secara
ansih yang ditunjukan dengan cara kekerasan sehingga
menghasilkan kekerasan atau konflik. Di Bosnia misalnya, kaum

1
Ortodoks, Katolik, dan Islam saling membunuh. Di Irlandia Utara,
umat Katolik dan Protestan saling bermusuhan, konflik Israel dan
Palestina. Begitu juga di Tanah Air terjadi konflik antaragama di
Poso dan di Ambon.
Kesemuanya ini memberikan penjelasan betapa radikalisme
yang terkait dengan doktrin agama sering kali menjadi pendorong
terjadi konflik dan ancaman bagi masa depan perdamaian.

Dampak Radikal Terorisme


Dampak radikal terorisme dapat terlihat pada semua aspek
kehidupan masyarakat: ekonomi, keagamaan, sosial dan politik.
Dari segi ekonomi, pelaku ekonomi merasa ketakutan untuk
berinvestasi di Indonesia karena keamanan yang tidak terjamin.
Bahkan mereka yang telah berinvestasi pun akan berpikir untuk
menarik modalnya lalu dipindahkan ke luar negeri.
Dampak yang sangat penting tetapi sulit dikuantifikasi
adalah terhadap kepercayaan pelaku-pelaku ekonomi di dalam
dan di luar negeri. Perubahan tingkat kepercayaan akan
memengaruhi pengeluaran konsumsi, investasi, ekspor dan impor.
Setelah peristiwa Bom Bali, Country Risk Indonesia sangat
meningkat seperti yang dicerminkan oleh risiko dan biaya
transaksi dengan Indonesia (premi asuransi, biaya bunga
pinjaman, dan sebagainya) yang makin mahal, para investor ragu-
ragu dan para pembeli luar negeri bimbang membuka order.
Normalisasi keadaan ini akan memakan waktu. Kepercayaan akan
kembali, secara bertahap, setelah kita dapat menunjukkan
langkah-langkah dan hasil-hasil konkret di bidang keamanan,

1
reformasi hukum, fiskal dan moneter, dan langkah lainnya yang
memperbaiki iklim usaha.
Dari segi keamanan, masyarakat tidak lagi merasa aman di
negerinya sendiri. Segala aktivitas masyarakat tidak berjalan
sebagaimana mestinya karena selalu dihantui oleh kekhawatiran
dan ketakutan terhadap tindakan-tindakan radikal. Setiap orang
curiga kepada orang lain terkait aksi radikal. Hal ini akan
berimplikasi pada persoalan di dalam masyarakat.
Dari segi politik, situasi politik dalam negeri tidak akan stabil
karena persoalan radikalisme. Semua kekuatan politik akan
terkuras energi dan pikirannya dengan persoalan ini.
Pembangunan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bahkan,
secara politik luar negeri pun sangat merugikan karena pihak luar
negeri menganggap bahwa Indonesia adalah sarang radikalis dan
teroris. Hal ini terbukti dengan banyaknya negara mengeluarkan
travel warning kepada warganya berkunjung ke Indonesia.
Dari segi pariwisata, Indonesia akan kehilangan pemasukan
devisa yang tinggi. Hal ini terbukti saat kejadian Bom Bali I dan II,
sektor pariwisata khususnya di Pulau Bali menjadi lesu. Dari segi
ekonomi, pariwisata telah menyumbang kemakmuran bagi rakyat,
karena di bidang ini telah mempekerjakan sejumlah orang di
bidang perhotelan, kuliner, pertokoan, dan sebagainya.
Dampak ekonomi terbesar secara langsung dialami Bali.
Kegiatan pariwisata yang merupakan tulang punggung (sekitar
35%) perekonomian Bali mengalami guncangan. Pembatalan
pesanan hotel oleh para wisatawan, kosongnya restoran dan toko
sejak peristiwa pengeboman, serta turunnya penghasilan pemilik

1
perusahaan kecil yang usahanya bersandar pada sektor
pariwisata telah terjadi secara dramatis.
Peristiwa Bali juga merupakan pukulan bagi sektor
pariwisata di Indonesia yang menyumbang devisa lebih dari USD
5 miliar setiap tahun terhadap neraca pembayaran nasional.
Tahun lalu lebih dari 5 juta turis asing mengunjungi Indonesia.
Dalam jangka pendek diperkirakan kunjungan wisatawan asing
akan berkurang, baik yang bertujuan ke Bali maupun tujuan
wisata lain di Indonesia. Penurunan jumlah wisatawan
memengaruhi banyak kegiatan ekonomi lain. Survei BPS
mengenai wisatawan mancanegara menunjukkan bahwa sektor
yang dipengaruhi itu termasuk: akomodasi (perhotelan),
angkutan udara, angkutan darat, makanan dan minuman
(restoran), hiburan, tour & sightseeing, souvenir (kerajinan),
kesehatan dan kecantikan dan pelayanan (guide). Melalui sektor
ini, Bali terkait dengan daerah lain.
Dari segi agama, agama dipandang sebagai racun. Agama
tidak dilihat dalam kerangka upaya untuk menyelamatkan
manusia di dunia dan akhirat. Radikalisme dan terorisme yang
berkembang di Indonesia adalah yang mengatasnamakan agama
dan moral. Sejumlah ulama dan tokoh agama yang selama ini
menjadi panutan berubah menjadi momok bagi masyarakat
karena dipandang sebagai pihak yang bertanggung jawab
menyebarnya paham radikalisme. Pesantren dan lembaga
pendidikan lain yang selama puluhan tahun, bahkan sebelum
Indonesia merdeka sebagai pusat peradaban dan pendidikan

1
Islam terkemuka di Indonesia ternodai karena dianggap sebagai
tempat bersemainya radikalisme dan terorisme.

Deradikalisasi
Deradikalisasi merupakan semua upaya untuk
mentransformasi dari keyakinan atau ideologi radikal menjadi
tidak radikal dengan pendekatan multi dan interdisipliner (agama,
sosial, budaya, dan selainnya) bagi orang yang terpengaruh oleh
keyakinan radikal. Atas dasar itu, deradikalisasi lebih pada upaya
melakukan perubahan kognitif atau memoderasi pemikiran atau
keyakinan seseorang. Dengan demikian, deradikalisasi memiliki
program jangka panjang. Deradikalisasi bekerja di tingkat ideologi
dengan tujuan mengubah doktrin dan interpretasi pemahaman
keagamaan teroris (Barrett & Bokhari, 2009; Boucek, 2008; Abuza,
2009).
Secara umum, model deradikalisasi dapat mengambil bentuk
collective de-radicalisation and individual de-radicalization. Model
pertama dapat dilakukan dengan bentuk Disarmament (pelucutan
senjata), Demobilisation (pembatasan pergerakan), dan
Reintegration (penyatuan kembali). Model yang biasa disingkat
DDR ini merupakan program yang sudah lama dijalankan oleh
PBB dalam berbagai kasus terorisme di dunia. Objek model
pertama ini adalah kelompok dan jaringan teroris. Sementara itu,
model kedua mengandaikan terciptanya perubahan pemikiran
teroris atau pemutusan mata rantai terorisme bagi teroris secara
individual. Pembedaan-pembedaan seperti ini akan menunjukkan
bahwa ada yang dapat berhenti melakukan aksi kekerasan dan

1
dapat dilepaskan dari kelompok radikalnya, tetapi tetap memiliki
pemikiran dan keyakinan radikal (Rabasa et al 2011: 5).
Dengan membedakan level-level dan objek deradikalisasi,
diperlukan pemaknaan atau pendefinisian ketat antara
deradikalisasi dan disengagement secara berbeda. Deradikalisasi
lebih pada upaya melakukan perubahan kognitif atau memoderasi
pemikiran atau keyakinan seseorang, sedangkan disengagement
lebih pada melepaskan seseorang dari aksi-aksi radikal dan
memutuskan mata rantainya dari kelompok radikalnya. Dalam
disengagement, seorang mantan teroris dapat meninggalkan aksi-
aksi terorismenya (role change) atau melepaskan diri dari
kelompok terorisnya, tetapi ia boleh jadi masih memiliki
pemikiran radikal dalam dirinya. Untuk melakukan perubahan
kognitif atau memoderasi pemikiran dan keyakinannya,
diperlukan upaya deradikalisasi. Dengan demikian, deradikalisasi
memiliki program jangka panjang, sedangkan disengagement
berorientasi jangka pendek. Singkatnya, deradikalisasi lebih luas
dari disengagement; semua disengagement adalah deradikalisasi,
tetapi tidak semua deradikalisasi adalah disengagement.
Konteks deradikalisasi dalam pembahasan ini adalah
terorisme dalam dimensi umum dan khusus. Dalam konteks
dimensi umum, terorisme mencakup segala bentuk kegiatan teror
yang memunculkan rasa ketakutan di masyarakat, termasuk di
dalamnya radikalisme kelompok kanan, begitu pula dengan
terorisme dalam bentuk vandalisme atau separatisme yang
dilakukan oleh mereka yang biasa disebut dengan istilah
‘youngster’ (anak muda dengan kesan berandalan). FORUM di

1
Belanda misalnya telah menerbitkan sebuah kerangka
deradikalisasi bagi ‘youngster’ (Forum 2009; Fink & Ellie 2008).
Sementara itu, dalam dimensi khusus, terorisme merupakan
upaya teror yang dewasa ini memunculkan ketakutan di seluruh
dunia.
Pada dasarnya, deradikalisasi bekerja di tingkat ideologi,
dengan tujuan mengubah doktrin dan interpretasi pemahaman
keagamaan teroris (Barrett & Bokhari 2009; Boucek 2008; Abuza
2009). Karena sifatnya yang abstrak ini, keberhasilan program
deradikalisasi menjadi sulit untuk diukur. Kekhawatiran ini dapat
membesar jika berhadapan dengan elit teroris yang memang sulit
untuk ditolong (di-deradikalisasi) lagi. Karena sifat efektivitasnya
yang tidak terukur, Horgan dan Braddock, keduanya peneliti
terorisme dari University of Maryland lebih senang menyebut
program deradikalisasi sebagai “risk reduction initiatives”. Dari
penelitiannya di lima negara (Arab Saudi, Yaman, Indonesia,
Irlandia Utara, dan Kolombia), mereka berkesimpulan bahwa
program-program itu justru tidak diarahkan untuk mencapai titik
deradikalisasi, tetapi lebih fokus pada upaya pengurangan risiko
dari para teroris (Horgan & Braddock 2009: 4-5).
Semua program deradikalisasi sejatinya dilakukan dengan
menjunjung tinggi beberapa prinsip: a) prinsip pemberdayaan, di
mana semua program dan kegiatan deradikalisasi mengacu pada
tujuan memberdayakan sumber daya manusia; b) prinsip HAM:
bahwa semua program deradikalisasi mesti menghormati dan
menggunakan perspektif HAM, mengingat HAM bersifat universal
(hak yang bersifat melekat dan dimiliki oleh manusia karena

1
kodratnya sebagai manusia), indivisible (tidak dapat dicabut), dan
interelated atau interdependency (bahwa antara Hak Sipil dan
Ekososbud sesungguhnya memiliki sifat saling berhubungan
dan tidak dapat dipisahkan antara hak yang satu dengan yang
lain); c) prinsip supremasi hukum di mana semua program dan
kegiatan deradikalisasi harus menjunjung tinggi hukum yang
berlaku di Indonesia, dalam konteks apa pun; dan d) prinsip
kesetaraan di mana semua program deradikalisasi mesti
dilakukan dengan kesadaran bahwa semua pihak berada di posisi
yang sama, dan saling menghormati satu sama lain.

b. Membangun Kesadaran Antiterorisme


Nilai ancaman dan titik rawan atas aksi teror yang cukup
tinggi di Indonesia perlu disikapi dengan langkah-langkah
tanggap strategi supaya ancaman teror tidak terjadi, dengan cara
pencegahan, penindakan dan pemulihan.

Pencegahan
Unsur utama yang bisa melakukan pencegahan aksi teror
adalah intelijen. Penguatan intelijen diperlukan untuk melakukan
pencegahan lebih baik. Sistem deteksi dini dan peringatan dini
atas aksi teror perlu dilakukan sehingga pencegahan lebih optimal
dilakukan. Pakar intelijen, Soleman B Ponto, menyebutkan bahwa
unsur pembentuk teror ada sembilan. Mantan Kepala BAIS ini
menyebutkan bahwa sembilan unsur tersebut adalah pemimpin,
tempat latihan, jaringan, dukungan logistik, dukungan keuangan,
pelatihan, komando dan pengendalian, rekrutmen, serta daya
pemersatu. Teror akan terjadi jika sembilan unsur tersebut

1
bertemu. Sebaliknya disebutkan bahwa teror tidak akan terjadi
jika salah satu dari unsur pembentuk tersebut tidak ada.
Penguatan intelijen tentu tidak hanya dari sisi teknis tetapi dari
sisi politis. UU tentang Intelijen dan UU tentang Tindak Pidana
Terorisme perlu disesuaikan supaya terorisme ditangani dengan
porsi terbesar pada pencegahan bukan hanya pada penindakan.

Penindakan
Selain upaya pencegahan gerakan terorisme yang dilakukan
masyarakat, pemerintah yang dalam hal ini adalah lembaga
tertinggi dari suatu negara juga melakukan berbagai upaya untuk
mencegah kasus terorisme di Indonesia. Salah satu upaya
pemerintah dalam pemberantasan terorisme adalah mendirikan
lembaga-lembaga khusus anti terorisme seperti:
 Intelijen, Aparat intelijen yang dikoordinasikan oleh Badan
Intelijen Negara (Keppres No. 6 Tahun 2003), yang telah
melakukan kegiatan dan koordinasi intelijen dan bahkan telah
membentuk Joint Analysist Terrorist (JAT) upaya untuk
mengungkap jaringan teroris di Indonesia.
 TNI dan POLRI, Telah meningkatkan kinerja satuan anti
terornya. Namun upaya penangkapan terhadap mereka yang
diduga sebagai jaringan terorisme di Indonesia sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku masih mendapat reaksi
kontroversial dari sebagian kelompok masyarakat dan
diwarnai berbagai komentar melalui media massa yang
mengarah kepada terbentuknya opini seolah-olah terdapat
tekanan asing.

1
Selain membentuk badan khusus penanganan teroris,
pemerintah juga melakukan upaya kerjasama yang telah
dilakukan dengan beberapa negara seperti Thailand, Singapura,
Malaysia, Philipina, dan Australia, bahkan negara-negara seperti
Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Perancis, dan Jepang. Hal ini
dilakukan untuk mencegah para teroris berpindah-pindah negara
dan melaksanakan pencegahan kasus terorisme secara bersama.
Upaya untuk mengurangi jumlah tindakan teroris
membutuhkan diplomasi dan komunikasi yang terus menerus dan
terorganisasi. Untuk mengubah budaya kebencian dan kekerasan
para anggota teroris ini mungkin akan memakan waktu yang lama.
Selain itu, penting pula untuk memelihara pedoman moral dalam
penegakan hukum, good governance dan keadilan sosial.
Perjuangan melawan teroris bukan hanya menjadi tanggungjawab
pemerintah dan militer saja, melainkan perlu keterlibatan seluruh
masyarakat dan kerjasama antar disiplin ilmu. Penilaian terhadap
individu atau suatu kelompok akan teroris haruslah berhati-hati,
perlu dicari tahu secara mendalam apakah benar suatu kelompok
atau individu tersebut telah terdoktrinisasi sebagai teroris atau
tidak.
Kerjasama yang baik antar lembaga seperti BNPT, Polri, BIN,
TNI, PPATK, Kementerian Kominfo, Kementerian Agama, dan
instansi lainnya yang mempunyai kepentingan atas terorisme
perlu lebih dieratkan sehingga menjadi suatu kolaborasi positif
sebagai suatu kerja sama, bukan semata sama-sama kerja.
Terorisme harus dicegah dan dilawan, dengan kerjasama lembaga
yang baik, dan dukungan masyarakat yang positif maka

1
optimisme untuk mencegah terorisme di Indonesia tidak perlu
diragukan.

Pemulihan
Struktur organisasi BNPT yang relevan untuk membangun
kesadaran antiterorisme adalah Direktorat Deradikalisasi di
bawah kedeputian I Bidang Pencegahan, Perlindungan dan
Deradikalisasi.
Deradikalisasi adalah program yang dijalankan BNPT dengan
strategi, metode, tujuan dan sasaran yang dalam pelaksanaannnya
telah melibatkan berbagai pihak mulai dari kementerian dan
lembaga, organisasi kemasyarakatan, tokoh agama, tokoh
pendidik, tokoh pemuda dan tokoh perempuan hingga mengajak
mantan teroris, keluarga dan jaringannya yang sudah sadar dan
kembali ke tengah masyarakat dalam pangkuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Program deradikalisasi diberikan kepada narapidana tindak
pidana terorisme selama menjalani hukuman, sehingga
meminimalisir penguatan radikalisasi dari narapidana lainnya.
Deradikalisasi adalah suatu proses dalam rangka reintegrasi
sosial pada individu atau kelompok yang terpapar paham radikal
terorisme. Tujuannya untuk menghilangkan atau mengurangi dan
membalikkan proses radikalisasi yang telah terjadi, untuk itu
deradikalisasi harus dilakukan di dalam dan di luar lapas. Di
dalam lapas, alurnya adalah identifikasi untuk menghasilkan
database napi, lalu rehabilitasi untuk napi yang memperoleh
kepastian hukum dan ditempatkan di lapas. Reedukasi untuk napi
teroris yang akan habis masa tahanananya dengan penguatan

1
agama dan kebangsaan serta pembinaan kepribadian dan
kemandirian, dan yang terakhir adalah resosialisasi untuk napi
yang lulus program rehabilitasi dan reedukasi agar siap kembali
ke masyarakat sebagai warga yang baik. Sedangkan di luar lapas
dilakukan dengan identifikasi database potensi radikal, mantan
napi terorisme, serta keluarga dan jaringan, dilanjutkan dengan
pembinaan wawasan kebangsaan, agama, dan kemandirian.

Peran serta masyarakat


Upaya menimbulkan peranan aktif individu dan/atau
kelompok masyarakat dalam membangun kesadaran
antiterorisme yang dapat dilakukan adalah, sebagai berikut :
 Menanamkan pemahaman bahwa terorisme sangat
merugikan;
 Menciptakan kolaborasi antar organisasi kemasyarakatan dan
pemerintah untuk mencegah tersebarnya pemahaman ideologi
ekstrim di lingkungan masyarakat;
 Membangun dukungan masyarakat dalam deteksi dini potensi
radikalisasi dan terorisme;
 Mensosialisasikan teknik deteksi dini terhadap serangan
teroris, kepada kelompok-kelompok masyarakat yang terpilih;
 Penanaman materi terkait bahaya terorisme pada pendidikan
formal dan informal terkait dengan peran dan posisi Negara:
 Negara ini dibentuk berdasarkan kesepakatan dan kesetaraan,
di mana di dalamnya tidak boleh ada yang merasa sebagai
pemegang saham utama, atau warga kelas satu.

1
 Aturan main dalam bernegara telah disepakati, dan Negara
memiliki kedaulatan penuh untuk menertibkan anggota
negaranya yang berusaha secara sistematis untuk merubah
tatanan, dengan cara-cara yang melawan hukum.
 Negara memberikan perlindungan, kesempatan, masa depan
dan pengayoman seimbang untuk meraih tujuan nasional
masyarakat adil dan makmur, sejahtera, aman, berkeadaban
dan merdeka
 Melibatkan peran serta media nasional untuk membantu
menyebarkan pemahaman terkait ancaman terorisme dan
upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh masyarakat;
 Membangun kesadaran keamanan bersama yang
terkoordinasi dengan aparat keamanan/pemerintahan yang
berada di sekitar wilayah tempat tinggal.

Gerakan anti radikalisme dan terorisme lainnya sebagai


upaya menghadapi ancaman radikalisme dan terorisme di
Indonesia dilakukan dengan menanamkan dan memasyarakatkan
kesadaran akan nilai-nilai Pancasila serta implementasinya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai Pancasila dan
UUD 1945 yang harus terus diimplementasikan adalah :
Kebangsaan dan persatuan, Kemanusiaan dan penghormatan
terhadap harkat dan martabat manusia, Ketuhanan dan toleransi,
Kejujuran dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan, dan
Demokrasi dan kekeluargaan.
Peran masyarakat tidak dapat diabaikan dalam upaya
pencegahan terorisme. Peran serta masyarakat perlu diapresiasi

1
sebagai kontribusi semangat bersama dalam memutus mata
rantai persebaran terorisme sebagai paham kekerasan yang
merusak. Hal ini dilakukan agar masyarakat tidak sampai
dirugikan oleh aksi kejahatan lantaran terlambat mencegah. Oleh
karena itu, dibutuhkan langkah-langkah strategis untuk
memberdayakan seluruh komponen bangsa sebagai upaya untuk
menanggulangi dan sekaligus mencegah terorisme. Misalnya
dengan memaksimalkan peran lingkungan sosial yang paling kecil
seperti RT/ RW. Sebagai ujung tombak aparat negara, RT/RW bisa
berperan optimal untuk mengontrol setiap aktivitas di lingkungan
masyarakat. Melalui peran lembaga kecil ini, ancaman terorisme
bisa dicegah secara dini, bahkan potensinya sekalipun.
Kewaspadaan masyarakat memainkan peran penting dalam
meredam aksi-aksi kekerasan. Setiap individu saling menjaga
keamanan diri dan lingkungannya dengan cara saling
memperingatkan satu sama lain bila ada potensi kekerasan atau
teror. Masyarakat merupakan pihak pertama yang paling
menyadari apabila ada gejala-gejala mencurigakan di
lingkungannya. Jika ditemukan kecurigaan terkait, diharapkan
masyarakat segera melapor kepada pihak berwajib untuk segera
mendapatkan langkah penanganan selanjutnya atau melaporkan
melalui laman resmi dari BNPT di
https://www.bnpt.go.id/laporan-masyarakat.

D. Money Laundring
1. Pengertian Pencucian Uang
Istilah “money laundering” dalam terjemahan bahasa
Indonesia adalah aktivitas pencucian uang. Terjemahan tersebut

1
tidak bisa dipahami secara sederhana (arti perkata) karena akan
menimbulkan perbedaan cara pandang dengan arti yang populer,
bukan berarti uang tersebut dicuci karena kotor seperti
sebagaimana layaknya mencuci pakaian kotor. Oleh karena itu,
perlu dijelaskan terlebih dahulu sejarah munculnya money
laundering dalam perspektif sebagai salah satu tindak kejahatan.
Dalam Bahasa Indonesia terminologi money laundering ini
sering juga dimaknai dengan istilah “pemutihan uang” atau
“pencucian uang”. Kata launder dalam Bahasa Inggris berarti
“mencuci”. Oleh karena itu sehari-hari dikenal kata “laundry” yang
berarti cucian. Dengan demikian uang ataupun harta kekayaan
yang diputihkan atau dicuci tersebut adalah uang/harta kekayaan
yang berasal dari hasil kejahatan, sehingga diharapkan setelah
pemutihan atau pencucian tersebut, uang/harta kekayaan tadi
tidak terdeteksi lagi sebagai uang hasil kejahatan melainkan telah
menjadi uang/harta kekayaan yang halal seperti uang-uang bersih
ataupun aset-aset berupa harta kekayaan bersih lainnya. Untuk
itu yang utama dilakukan dalam kegiatan money laundering
adalah upaya menyamarkan, menyembunyikan, menghilangkan
atau menghapuskan jejak dan asal-usul uang dan/atau harta
kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana tersebut.
Dengan proses kegiatan money laundering ini, uang yang semula
merupakan uang haram (dirty money) diproses dengan pola
karakteristik tertentu sehingga seolah-olah menghasilkan uang
bersih (clean money) atau uang halal (legitimate money). Secara
sederhana definisi pencucian uang adalah suatu perbuatan
kejahatan yang melibatkan upaya untuk menyembunyikan atau

1
menyamarkan asal usul uang atau harta kekayaan dari hasil
tindak pidana/kejahatan sehingga harta kekayaan tersebut
seolah-olah berasal dari aktivitas yang sah.

2. Sejarah Pencucian Uang


Sejak tahun 1980-an praktik pencucian uang sebagai suatu
tindak kejahatan telah menjadi pusat perhatian dunia barat,
seperti negara-negara maju yang tergabung dalam G-8, terutama
dalam konteks kejahatan peredaran obat-obat terlarang
(narkotika dan psikotropika). Perhatian yang cukup besar ini
muncul karena besarnya hasil atau keuntungan yang dapat
diperoleh dari kejahatan terorganisir dari penjualan obat-obat
terlarang tersebut. Selain itu juga karena adanya kekhawatiran
akan dampak negatif dari penyalahgunaan obat-obat terlarang di
masyarakat serta dampak lain yang mungkin ditimbulkannya.
Keadaan ini kemudian menjadi perhatian serius banyak negara
untuk melawan para pengedar obat-obat terlarang melalui hukum
dan peraturan perundang-undangan agar mereka tidak dapat
menikmati uang ‘haram’ hasil penjualan obat-obat terlarang
tersebut. Sementara itu, pemerintah negara-negara tersebut juga
menyadari bahwa organisasi kejahatan melalui uang haram yang
dihasilkannya dari penjualan obat terlarang bisa
mengkontaminasi dan menimbulkan distorsi di segala aspek baik
pemerintahan, ekonomi, politik dan sosial serta hukum. Saat ini
fakta telah menunjukan bahwa pencucian uang sudah menjadi
suatu fenomena global melalui infrastruktur finansial
internasional yang beroperasi selama 24 jam sehari. Bahkan tidak

1
menutup kemungkinan uang tersebut dapat digunakan pula untuk
mendanai kegiatan-kegiatan dan/atau aksi-aksi terorisme.
Kesadaran akan berbagai dampak buruk yang ditimbulkan
oleh praktik pencucian uang telah mengangkat persoalan
pencucian uang menjadi isu yang lebih penting daripada era
sebelumnya. Kemajuan komunikasi dan transportasi membuat
dunia terasa semakit dekat dan sempit, sehingga penyembunyian
kejahatan dan hasil kejahatan menjadi lebih mudah dilakukan.
Pelaku kejahatan memiliki kemampuan untuk berpindah-pindah
tempat termasuk memindahkan kekayaannya ke negara-negara
lain dalam hitungan hari, jam dan menit, bahkan dalam hitungan
detik sekalipun. Dengan adanya kemajuan teknologi finansial,
dana dapat ditransfer dari suatu pusat keuangan dunia ke tempat
lain secara real time melalui sarana online system.
Laporan PBB tahun 1993 mengungkapkan bahwa ciri khas
mendasar pencucian harta kekayaan hasil kejahatan yang juga
meliputi operasi kejahatan terorganisir dan transnasional adalah
bersifat global, fleksibel dan sistem operasinya berubah-ubah,
pemanfaatan fasilitas yang teknologi canggih serta bantuan
tenaga profesional, kelihaian para operator dan sumber dana yang
besar untuk memindahkan dana-dana haram itu dari satu negara
ke negara lain yang dilakukan oleh para pelaku tertentu dan
posisi yang istimewa. Namun selain itu, satu karakteristik yang
jarang dicermati adalah deteksi secara terus-menerus atas profit
dan ekspansi ke area-area baru untuk melakukan kegiatan
kejahatan. Berdasarkan studi yang dilakukan terhadap arsip-arsip
polisi Kanada menunjukkan bahwa lebih dari 80% dari semua

1
skema pencucian uang memiliki dimensi innternasional.
“Operation Green Ice” yang dilakukan pada tahun 1992 telah
menunjukkan adanya sifat transnasional dari praktik pencucian
uang dalam dunia modern sekarang.
Dengan demikian, money laundering (pencucian uang)
merupakan salah satu bentuk kejahatan “kerah putih” sekaligus
dapat dikategorikan sebagai kejahatan serius (serious crime) dan
merupakan kejahatan lintas batas negara (transnational
crime). Istilah “money laundering” pertama kali muncul pada
tahun 1920-an ketika para Mafia di Amerika Serikat mengakuisisi
atau membeli usaha/bisnis jasa Laundromats (mesin pencuci
otomatis). Kala itu anggota Mafioso telah
memperoleh penghasilan uang dalam jumlah besar dari kegiatan
ilegal seperti pemerasan, prostitusi, perjudian dan
penyelundupan dan penjualan minuman beralkohol serta
perdagangan narkotika. Mereka menginginkan agar uang yang
mereka peroleh tersebut terlihat sebagai uang yang sah (legal).
Para mafia ini kemudian membeli perusahaan yang sah dan resmi
sebagai salah satu strateginya dengan menggabungkan uang
haram hasil kejahatan tersebut dengan uang yang diperoleh
secara sah dari kegiatan usaha mesin pencucian otomatis
(Laundromats) tersebut untuk menutupi sumber dananya agar
seolah-olah berasal dari sumber yang sah. Alasan pemilihan dan
pemanfaatan usaha laundromats karena sejalan dengan hasil
kegiatan usaha laundromats yaitu dengan menggunakan uang
tunai (cash). Cara seperti ini ternyata dapat memberikan
keuntungan yang menjanjikan bagi pelaku kejahatan seperti

1
Alphonse Capone, yang populer dikenal dengan sebutan "Al “The
God Father” Capone.
Praktik dan metode pencucian uang ternyata telah ada baik
sebelum maupun sesudah abad ke-20 sebagaimana diuraikan
pada berbagai contoh di bawah ini.

Pencucian Uang Sebelum dan Sesudah Abad ke-20


Kebanyakan orang berpendapat bahwa pembajak laut atau
perompak dalam menyembunyikan harta kekayaan harta hasil
kejahatan biasanya dengan cara menggali tanah dan mengubur
harta kekayaan hasil rampokannya di suatu tempat yang aman.
Memang mengubur harta karun bukanlah rencana yang buruk
untuk beberapa alasan, setidaknya tidak seorang pun --bahkan
kapten pembajak sekalipun dapat mengetahui harta kekayaan
dimana hasil rampokan itu dikuburkan. Masa kejayaan bajak laut
waktunya relatif cukup singkat, hanya beberapa tahun selama
abad ke-18. Pada masa itu, para pembajak laut pergi ke Spanish
Main di Kepulauan Karibia, kemudian menuju daerah pesisir
Afrika. Pembajak laut hidup dengan berdagang dari Eropa ke
Amerika, Aftika dan India, serta negara-negara kerajaan maritim
Eropa terutama Inggris dan Spanyol. Berbagai upaya serius pun
pada saat itu telah dilakukan oleh berbagai kerajaan untuk
mengatasi para pembajak laut, termasuk melakukan patroli laut
dan sistem berlayar secara beriringan dengan penjagaan kapal-
kapal perang klasik bersenjata. Beberapa pembajak laut terbunuh
dan ditangkap dalam pertempuran di laut, salah satunya seperti
pembajak Edward “Blackbeard” Teach. Sebagian lainnya

1
ditangkap dan dibawa ke Inggris atau negara jajahan Amerka,
kemudian diadili dan dihukum gantung.

Kasus Henry Every (1690-an)


Henry Every adalah pimpinan bajak laut yang cukup
terkenal pada abad ke-17 di daratan Eropa. Dari kegiatan
pembajakan itu, ia dan hasil komplotannya berhasil memperoleh
uang yang cukup banyak. Hasil pembajakan terakhirnya diperoleh
dari kapal Portugis Gung-i-Suwaie, senilai £325.000 atau saat ini
senilai sebesar $400.000.000. Henry Every diduga telah
menawarkan pembayaran hutang nasional Inggris, dan sebagai
imbalannya berupa penghapusan hukuman terhadapnya.
Sehubungan dengan harta kekayaan hasil pembajakan,
Henry Every dan teman-teman sesama pembajak memutuskan
untuk membagi barang rampasan dan menyimpannya di suatu
tempat yang aman. Setelah itu, mereka berubah pikiran untuk
kembali ke Inggris dengan mempertimbangkan bahwa daratan
Eropa pada umumnya dan Inggris pada khususnya memiliki
hubungan emosional dengan Henry Every cs. Disamping itu,
daratan Eropa merupakan tempat yang baik untuk
membelanjakan hartanya. Namun demikian, keputusan itu dapat
berdampak pada terungkapnya masa lalu mereka dan dapat
berakibat hukuman berupa penyerahan harta kekayaan.
Mengetahui hal tersebut, Henry Every dan anak buahnya
berkumpul di kapal untuk membicarakan secara berbeda
pendapat tentang bagaimana cara melepaskan diri dari kejahatan.
Sebagian anak buah Henry Every mendarat dan
memisahkan di Skotlandia, masing-masing membawa bagian hasil

1
kejahatannya. Banyak di antara mereka yang segera
menghabiskan uangnya untuk kepentingan sendiri misalnya
dipergunakan untuk mabuk-mabukan dan bersenang-senang.
Oleh sebab itu, orang-orang mulai menaruh curiga dan
mempertanyakan latar belakang atau asal usul uang mereka.
Kecurigaan orang banyak tersebut membuat mereka panik dan
sampai pada keputusan untuk membawa sejumlah uangnya ke
luar kota. Namun, nasib baik yang tidak berpihak padanya,
sehingga pada akhirnya sebagian dari mereka dihukum dengan
hukuman gantung karena aparat penegak hukum kerajaan
memperoleh bukti bahwa uang mereka diperoleh dari
pembajakan di laut, akan tetapi tidak seorang pun dari mereka
yang tertangkap itu memberitahukan dimana pemimpinnya
berada.
Berdasarkan legenda, Henry Every bergegas pindah ke kota
kecil Davonshire, Bideford, yaitu suatu tempat dengan tradisi
kelautan yang kental. Hingga Henry Ebery menyerahkan harta
bajakannya kepada pedagang Bideford. Meski Henry Every orang
yang dicari-cari oleh aparat penegak hukum Kerajaan Inggris,
perjalanannya ke seluruh dunia membuatnya sangat terkenal di
kampung halamannya. Perjalanan tersebut juga menjadikannya
kaya raya yang nilainya melebihi total kekayaan penduduk di
beberapa kota Inggris. Meskipun Henry every melakukan hal-hal
yang tidak menyenangkan atas harta yang didapatkannya, tetapi
ia menyakini bahwa dengan kekayaan yang dimilikinya itu ia
dapat menghabiskan masa pensiunnya dengan senang. Singkatnya,
ia berpikir bahwa ia akan terbebas dari jeratan hukum.

1
Harapan Every cukup sederhana yakni ingin menjual
beberapa bagian dari berliannya. Kota kecil Delvol adalah tempat
hunian kebanyakan populasinya pelaut, dimana banyak dari
mereka mencari perhiasan dalam perjalanannya keliling dunia.
Adapun yang membedakan komunitas pelaut itu dengan Every
adalah besaran berlian yang ingin dijual. Mantan pelaut yang
diberi gelar “Henry Bridgman” ini jelas memiliki banyak berlian
seberat ratusan pound. Sementara itu, rata-rata para pelaut untuk
memperoleh berlian seberat 500 pound selama seumur hidup
adalah suatu hal yang tidak masuk akal sehingga berlian yang
didapat oleh Henry Every jelas merupakan sesuatu diluar
kewajaran saat itu. Akhirnya oleh pedagang setempat di Bideford
menyarankan untuk memecah-mecah berlian tersebut menjadi
beberapa bagian dan mereka membuat tawaran yang menjanjikan
kepada Every dalam pembayarannya. Namun ternyata pada
akhirnya para pedagang tersebut ingkar janji hingga tidak ada
pembayaran lagi. Ketika Every komplain, para pedagang
menyarankan untuk menghubungi sheriff setempat. Akhirnya
Henry Every, mantan pembajak laut terkenal yang kehilangan
harta karunnya dicuri oleh para pedagang Bideford tahun 1697
jatuh miskin beberapa tahun kemudian, dan meninggal dunia
dengan julukan sebagai “as good Pirates at land as he was at sea.”
Pelaku kejahatan menyadari bahwa tidak masalah
seberapa sukses mereka melakukan kejahatannya seperti Henry
Every di atas, akan tetapi masih terdapat beberapa permasalahan
yang harus diperhatikan yakni menyembunyikan hasil
kejahatannya. Semakin terwujud kekayaan yang diperoleh maka

1
semakin mudah terbongkarnya kejahatan, dan kegagalan pelaku
kejahatan untuk memberi penjelasan atas sumber kekayaannya
merupakan hal yang sangat fatal.

Kasus William Kidd (1680-an)


Meskipun berisiko, pembajak laut pada abad ke-18 cukup
pesat perkembangannya. Banyak para pelaut yang akhirnya
menjadi pembajak laut dengan alasan agar bisa memperoleh uang
dengan cara mudah, mendapatkan kebebasan atau hanya ingin
melepaskan dari disiplin yang terlalu keras yang diterapkan suatu
kapal pedagang (naval). Beberapa pelaut menjadi pembajak laut
hanya karena faktor kebetulan. Kapten William Kidd mulanya
menjadi seorang pemburu bajak laut, yang bertugas menangkap
para pembajak laut yang membajak dan memburu awak kapal-
kapal Inggris, dimana salah satunya pembajak tersebut adalah
Henry Every.
William Kidd akhirnya menjadi “orang jahat”, tetapi cepat
mendapatkan harta karun yang dimiliki sendiri. Meskipun Kidd
diyakini telah menguburkan harta karunnya setidaknya dalam
satu kali, akan tetapi, seperti halnya kebanyakan pembajak laut,
Kidd sebenarnya memiliki skema pencucian uang yang cukup
solid. Berbeda dengan Henry Every sebagai pembajak laut yang
tidak memiliki kemampuan untuk memutihkan uang yang berasal
dari hasil-hasil kejahatannya.
Pemikiran romantis dengan mitos “Fifteen men on a dead
man’s chest” adalah fakta bahwa kebanyakan harta karun para
pembajak laut segera dikonversi menajdi uang tunai untuk dapat
dikonsumsi melalui skema pencucian uang yang melibatkan

1
banyak orang-orang penting di Amerika saat itu. Rute pencucian
uang dilakukan melalui kota Charleston, Carolina Selatan menuju
New York dan Boston, dengan melibatkan para pedagang dan
pejabat pemerintah setempat. Bahkan, beberapa kota di wilayah
tersebut sangat tergantung pada dana-dana dari hasil
penyelundupan atau pembajakan laut.
Pembajakan laut merupakan aktivitas kejahatan yang mahal.
Hal tersebut memerlukan biaya cukup besar untuk pengadaan
kapal meskipun mereka bisa memperolehnya dari hasil
jarahannya. Walaupun sudah memiliki kapal, namun perlu pula
pengeluaran untuk biaya makan dan gaji para awak kapal, biaya
pemeliharaan dan persenjataan. Di pelabuhan-pelabuhan yang
disinggahi, umumnya terdapat pedagang yang menyediakan
perlengkapan melaut, makanan, pakaian, minuman beralkohol
serta amunisi, sementara para pejabat publik yang korup pura-
pura tutup mata akan keberadan para pembajak maupun
perompak di daerah kekuasaannya.
Sebagian besar para pembajak beroperasi di wilayah-wilayah
koloni Amerika dan membajak kapal-kapal Spanyol untuk
menjarah koin perak dan emas dalam bentuk rich capes, piring
gereja dan barang-barang berharga lainnya milik orang kaya. Duta
besar Spanyol pernah mengajukan keluhan atas kejadian tersebut.
Namun para gubernur negara-negara koloni Amerika tidak
menanggapinya karena banyak dari mereka yang telah disuap
oleh para pembajak laut. Dengan adanya dukungan dari para
pejabat publik, upaya untuk mengkonversi semua emas, piring

1
gereja dan barang-barang berharga lainnya hasil jarahan menjadi
lebih mudah dilakukan.
Skema pencucian uang yang dilakukan para pembajak laut
tergantung pada proses penempatan harta kekayaan hasil
kejahatan para pedagang-pedagang Amerika dengan
mengkonversi barang jarahan tersebut menjadi shilling (mata
uang), mahkota, dan guinea (mutiara), ataupun ditukar dengan
barang-barang lain. Kargo kapal-kapal yang dijarah pun akan
dijual di pelabuhan-pelabuhan Amerika kepada para pedagang
yang ingin membeli. Dalam proses ini tidak diperlukan tahapan
layering karena transaksi yang dilakukan secara terbuka dan
cepat. Dalam hal ini, pengintegrasian dana-dana yang dicuci
menjadi penting hanya jika para pembajak laut memutuskan
untuk pensiun seperti yang dilakukan Henry Every. Di Inggris,
Henry Every memiliki sedikit simpanan uang di negara-negara
koloni yang tampaknya sah. Beberapa pembajak lain melakukan
hal yang sama, sementara yang lainnya menikmati perlindungan
dimana uangnya dikirim ke Amerika untuk dapat dinikmati di
kemudia hari.
Pelajaran apa yang ditarik dari kisah-kisah pembajak laut
yang terjadi pada 300 tahun yang lalu tersebut? Pertama,
pencucian uang merupakan suatu cara atau metode untuk
memudahkan pemanfaatan hasil kejahatan sepanjang terdapat
kerjasama dengan dan atas bantuan dari orang-orang di
pemerintahan, bank dan pelaku usaha. Kedua, tanpa proses
pencucian uang yang efektif, para pembajak laut tidak akan bisa

1
melakukan kegiatannya karena tidak memiliki anggaran untuk
membiayai operasionalnya.

Kasus Alphonse Capone (1920-an)


Terungkapnya kejahatan Alponse Gabriel Capone merupakan
momen peringatan yang sangat penting bagi pelaku kejahatan
terorganisir dimana pun di atas dunia ini. Al Capone adalah
sesorang kriminal yang meniti karir hingga sampai pada
kejayaannya dengan mendirikan suatu organisasi yang
menghasilkan keuntungan sekitar US$ 100 juta per tahun.
Tuntutan terhadap Al Capone adalah penggelapan pajak dan
hukuman pidana sebelas tahun di penjara Alcatraz tahun 1932.
Pengungkapan kasus Al Capone merupakan suatu prestasi yang
sangat penting dalam sejarah penegakan hukum. Untuk pertama
kali, pelaku kejahatan dapat dihukum penjara tidak hanya karena
berpartisipasi dalam melakukan pembunuhan, pemerasan, atau
penjualan obat terlarang, akan tetapi hanya karena mereka
mendapatkan uang namun tidak melaporkan kepada pemerintah.
Dari kegiatan usaha ilegalnya tersebut, diperkirakan
memperoleh penghasilan pertahun dari perjudian =
US$ 25,000,000, penjualan minuman keras = US$ 60,000,000,
premanisme = US$ 10,000,000, dan jual beli = US$ 10,000,000.
Pendapatkan Al Capone dalam setahun mencapai sekitar
US$ 105.000.000, pendapatan yang begitu besar tentunya bukan
hasil dari bisnis legal, yaitu didapatkan dari tempat judi, prostitusi,
dan premanisme diperoleh dengan mengharuskan konsumennya
membayar dalam bentuk uang tunai (cash) terutama recehan dan

1
sulit bagi pemerintah setempat saat itu untuk melacak uang-uang
tersebut.
Permasalahan kemudian muncul, bagaimana menyimpan
uang sebanyak itu dalam bentuk cash dirumahnya. Lalu ia
berpikir jika uang tersebut disimpan di bank akan muncul
persoalan terkait dengan sumbernya darimana atau bagaimana
memperolehnya. Pada akhirnya, hasil berpikir kerasnya
membuahkan hasil dan inilah yang menjadi cikal bakal munculnya
istilah money laundering. Al Capone, membeli usaha pencucian
pakaian (laundry). Dasar pemikirannya sangat sederhana, kembali
kepada pendapatan Al Capone dari bisnis ilegal seperti judi
menghasilkan uang koin. Hubungannya dengan tempat usaha
cucian pakaian adalah rata-rata orang menggunakan mesin
pencuci pakaian atau membayar cucian menggunakan uang
recehan. Jadi terdapat argumentasi yang rasional bahwa seolah-
olah uang recehan yang diperoleh berasal dari hasil usaha laundry
sebelum disetor ke bank sebagai hasil dari usaha yang legal.
Karena strategi ini dianggap berhasil maka dilakukan
ekspansi dengan menambah jumlah outlet. Untuk mengantisipasi
kecurigaan, dia membuat terobosan yang kedua yaitu, membeli
properti. Bisnis properti sangat dia pahami dan memberikan
prospek yang sangat menggiurkan (bisa mendapatkan
penghasilan berkali-lipat) dan proses menjualnya juga sangat
mudah. Maka dipilih cara ini dengan cara jual - beli properti.
Dengan demikian, uang yang dihasilkannya adalah uang usaha
legal dari hasil jual beli bidang properti.

1
Orang yang paling menentukan dalam suksesnya kejahatan
Al Capone adalah Meyer Lansky, seseorang asal Polandia yang
kebih dikenal sebagai seorang pembunuh bayaran dan pendiri
“Murder Incorporated”. Lansky mengetahui bagaimana cara
menjalankan suatu perusahaan. Ia bisa mengelola dengan baik
hubungan antara kejahatan terorganisir, perusahaan dan politik.
Salah satu organisasi kejahatan yang menjadi mitra kerja Meyer
Lansky adalah gangster Yahudi di New York yaitu Arnold “The Big
Bankroll” Rothstein.
Disamping itu, Meyer Lansky dikenal juga sebagai
konsultan keuangan Al Capone (dikenal dengan julukan “The
Mob’s Accountant”) yang mengatur keuangan untuk penggelapan
pajak. Dengan pertimbangan bahwa agar nasib yang sama dengan
Al Capone tidak akan menimpanya, maka Lansky mencari cara-
cara lain untuk menyembunyikan uang hasil kejahatan. Sebelum
pidana dijatuhkan terhadap Al Capone karena penggelapan pajak,
Lansky telah menemukan cara untuk menyembunyikan uangnya
dengan memanfaatkan beberapa rekening di Bank Swiss dimana
menganut sistem kerahasiaan bank yang sangat ketat. Lansky
merupakan salah satu pelaku pencuci uang yang paling
berpengaruh kala itu. Melalui fasilitas Bank Swiss, Meyer Lansky
dapat menggunakan cara-cara pemanfaatan ‘fasilitas perolehan
kredit’ yaitu menjadikan uang haramnya disamarkan menjadi
seolah-olah ‘perolehan kredit’ dari bank-bank asing yang
diperlakukan sebagai ‘pendapatan’ jika perlu. Hal ini tentunya
dilakukan guna menghindari kewajiban pajak.

1
Upaya yang dilakukan Meyer Lansky yang menarik untuk
dikaji adalah penemuannya dalam hal teknik pencucian uang
dengan cara mendirikan perusahaan ilegal (front company). Ia
jelas menyadari bahwa sebagai “fronts”, perusahaan tersebut
memang sengaja untuk melakukan usaha ilegal, misalnya
perlanggaran hak kekayaan intelektual dan sekaligus untuk
dijadikan sebagai sarana untuk mencuci uang. Salah satu teman
dekat Lansky, Benjamin “Bugsy” Siegel dikenal karena
prestasainya dalam mendirikan perjudian di Las Vegas –dengan
dukungan finansial dari Lansky. Suatu ketika Meyer Lansky
berkomentar tentang kejahatan terorganisir, “Kami lebih besar
daripada U.S Steel.” Hal ini bukan suatu kebetulan belaka bahwa
ia memiliki suatu korporasi multinasional sebagai perbandingan,
melainkan memang korporasi multinasional ini dibangun untuk
dijadikan basis dukungan kegiatan ilegalnya.
Meyer Lansky dikenal juga sebagai futurolog karena ia
sepenuhnya memahami arti penting penggunaan negara-negara
asing untuk dimanfaatkan dalam mendukung kejahatannya di
kemudian hari. Meskipun ia sangat dikenal atas upayanya
mengambil alih bisnis Kuba pada tahun 1958 sebagai basis untuk
perjudian dan operasi penjualan obat terlarang, namun
sebenarnya Meyer Lansky terlibat jauh dalam kegiatan offshore
sebelum tahun 1920-an. Disamping itu pula, Meyer Lansky cukup
paham bagaimana mengelola hubungan dengan pejabat
pemerintah. Beberapa dari pejabat pemerintah, seperti para
koruptor di rezim Batista, Kuba, diberi dukungan dana guna
meningkatkan karir, dan sebagian pejabat lainnya dipilih

1
berdasarkan kemampuannya guna membantu kepentingan
tertentu untuk melindungi kejahatan terorganisirnya. Untuk hal
ini, Lansky belajar banyak dari Arnold Rothstein yang memiliki
kedekatan secara politis dan dianggap sebagai legendaris.
Tujuan dari keseluruhan upaya yang dilakukan tersebut di
atas adalah untuk mencuci uang ratusan juta dolar. Kegiatan ini
dilakukan Meyer Lansky selama hidupnya hingga akhirnya
meninggal dunia pada tahun 1983. Dia terbebas dari tuntutan
melakukan penggelapan pajak dan tindak pidana terkait lainnya,
dan tidak pernah dipenjara atas tindakannya melakukan
pencucian uang.
Keahlian Meyer Lansky dalam melakukan pencucian uang
untuk kejahatan terorganisir telah memberikan inspirasi dan
contoh yang baik bagi koleha-kolehanya di kemudian hari.
Beberapa dari mereka mengambil pelajaran terutama bagaimana
mereka bisa menyembunyikan uang haramnya dengan aman,
mendirikan jaringan dengan usaha yang sah, dan memindahkan
uangnya ke negara-negara offshore. Namun demikian, sebagian
dari koleganya ada yang tidak berhasil. Seperti Mickey Cohen
yang mendekam di penjara selama 15 tahun pada yahun 1961
atas penggelapan pajak. Frank Costello dipenjara selama 5 tahun
pada tahun 1954. Albert Anastasia, yang seharusnya
berkedudukan sebagai kepala Murder Inc. Syndicate yang
diorganisir oleh Lansky, dipenjara selama setahun atas kasus
Pajak tahun 1955. Tony Accardo yang mengikuti Frank Nitti dan
Paul “The Waiter” Ricca yang menduduki kursi lama Al Capone di

1
Chicago itu dipenjara 6 tahun pada tahun 1960, meskipun
putusan pengadilannya kemudian diajukan banding.
Meskipun tidak bisa hanya berkesimpulan betapa
canggihnya skema pencucian uang yang dilakukan Meyer Lansky
karena sebagian besar tidak pernah terdeteksi dengan jelas, hal
tersebut memberikan inspirasi terhadap kegiatan pencucian uang
yang kemudian semakin besar dan meluas terutama mengenai
bagaimana Meyer Lansky mengintegrasikan uangnya kembali ke
dalam perekonomian Amerika secara menyeluruh dengan adanya
fakta bahwa jutaan dolar hilang selama beberapa abad dan tidak
pernah terungkap. Sehubungan dengan itu, Kongres Amerika
Serikat mengambil langkah penting untuk mengatasi
permasalahan baru tersebut. Salah satunya dengan mengesahkan
UU Rahasia Bank 1970 (Bank Secrecy Act) sebagai respon dalam
mengatasi masalah pergerakan uang haram ke tax heaven country
dan negara-negara yang menerapkan rahasia bank secara ketat.
BSA mengatur tentang sanksi pidana atas jenis-jenis kegiatan
yang menggunakan skema pencucian uang dengan cara
pemindahan dana ke negara offshore penempatan dana di
lembaga keuangan dan rekening bank asing yang tidak diketahui
pemiliknya.
Di Amerika Serikat, UU Federal pertama yang
mengkriminalisasikan pencucian uang diundangkan pada tahun
1986 dengan ancaman pidana yang lebih berat bagi pihak-pihak
yang melakukan transaksi keuangan dengan menggunakan
sumber yang diduga berasal dari uang kotor. Berdasarkan UU
tersebut, beberapa kejahatan tertentu diatur dalam Special

1
Unlawful Activities (SUAs). Transaksi-transaksi yang melibatkan
harta hasil kejahatan sebagaimana diatur dalam SUAs saat ini
termasuk kejahatan itu sendiri (predicate crime) dan kejahatan
lanjutannya (money laundering). Sejak tahun 1986, Kongres AS
telah memperluas sejumlah tindak pidana yang dikategorikan
dalam SUAs termasuk menambahkan bagian konspirasi
melakukan tindak pidana pencucian uang dan secara umum
memperluas cakupan ketentuan UU yang juga mengatur tentang
perampasan aset yang terlibat dengan transaksi pencucian uang.

Kasus Watergate (1970-an)


Penasehat Gedung Putih, John Dean, berpendapat bahwa
kegiatan pencucian uang tidak memerlukan biaya yang banyak
namun cukup berisiko karena mudah dideteksi secara cepat.
Pencucian uang merupakan kegiatan yang biasa dilakukan oleh
Mafia, yang polanya dapat diikuti untuk kegiatan lainnya seperti
kegiatan politik untuk mendukung dana kampanye, seperti kasus
Watergate di AS.
Menurut perspektif Gedung Putih, penahanan atas lima
pelaku kasus Watergate merupakan kabar buruk, namun
permasalahan tersebut tidak terlalu serius. James McCord adalah
salah satu pelaku yang pada saat itu menjadi petugas keamanan
untuk Komite Pemilihan Ulang Presiden, sedangkan keempat
pelaku lainnya adalah orang Amerika keturunan Kuba dari Miami.
Pada awalnya, hasil penyidikan Polisi mengungkap bahwa
para pelaku memiliki keterkaitan satu sama lain yang dibuktikan
dengan penemuan walkie talkie sebagai sarana komunikasi dan
sejumlah uang. Para pelaku tersebut adalah Eugnio Martinez yang

1
memiliki uang dalam dompet sebesar US$ 814 terdiri dari
US$ 700 dalam pecahan lembar 100 dengan nomor seri yang
berurutan, Frank Sturgis memiliki uang senilai US$ 215 dan
Virgilio Martinez serta Bernard Barker masing-masing memiliki
US$ 230. Sebagian dari uang tersebut dalam pecahan 100 yang
banyak ditemukana dibawah tangga. Secara keseluruhan, polisi
mendapatkan uang senilai US$ 4.500 dengan pecahan 100 baru,
yang menurut analisa polisi, uang tersebut digunakan untuk
mendukung kejahatannya. Investigasi atas uang tersebut segera
dilakukan dengan melihat fakta bahwa pada tahun1972 semua
bank AS mendata nomor seri uang pecahan di atas 100 yang
diberikan kepada nasabah. Uang Watergate ditelusuri melalui
Federal Reserve Bank di Atlanta, ke cabang Miami, dan dari sana
ke Republic National Bank, Miami Florida, yang merupakan
daerah asal keempat dari lima pelaku.
Di Miami, investigator menyelidiki bahwa Bernard Barker
telah mengumpulkan uang dalam serangkaian penarikan tunai
dari rekening wali amanat perusahaannya, yaitu Barker and
Associates, Inc., yang bergerak dibidang real estate. Barker telah
melakukan penarikan tunai tiga kali seluruhnya berjumlah
US$ 114.000 dari suatu rekening di Republic National Bank,
Miami, Florida masing-masing berjumlah US$ 25.000 pada tanggal
24 April, US$ 33.000 pada tanggal 2 Mei dan US$ 56.000 pada
tanggal 8 Mei 1972. Selanjutnya, uang hasil penarikan tersebut
disetorkan untuk Committee to Re-Elect the President (CRP) pada
tanggal 15 Mei 1972 namun jumlahnya meningkat menjadi
sebesar US$ 115.000. Pertanyaan logis yang muncul adalah dari

1
mana uang US$ 114.000 berasal? Jawabannya adalah pada tanggal
20 April, Barker telah melakukan penyetoran sebesar
US$ 114.000 yang berasal dari empat bank draft dengan nilai
masing-masing US$ 15.000, US$ 18.000, US$ 24.000 dan
US$ 32.000 yang ditariknya di Banco Internacionale of Mexico
City dan satu cek tunai senilai US$ 25.000. Untuk informasi
tambahan, nama jaksa penuntut umum Meksiko yaitu Manuel
Ogario D’Aguerre muncul dalam bank draft tersebut. Selanjutnya
darimana uang sebesar US$ 25.000 dan US$ 89.000 berasal?
Cek tunai senilai US$ 25.000 di atas diterbitkan oleh
Kenneth Dahlberg di First Bank and Trust Company Boca Raton,
Florida. Investigator melakukan pemeriksaan pertama kali
terhadap cek ini untuk mendapatkan petunjuk tambahan. Dari
hasil penyidikan diketahui bahwa Kenneth Dahlberg adalah
seorang pengusaha yang memiliki sebuah rumah di Boca Raton.
Dalam suatu wawancara, Dahlberg menginformasikan bahwa ia
menerbitkan cek tunai tanggal 8 April 1972 senilai US$ 25.000,
yang uangnya berasal dari Dwayne Andreas. Investigator saat itu
ingin tahu mengapa Andreas memberikan uang kepada Dahlberg,
dan bagaimana uang tersebut didapat dari Dahlberg untuk
diberikan kepada Barker. Dahlberg menjelaskan bahwa dia
terlibat dalam penggalangan dana di Midwest untuk kampanye
pemilihan kembali Presiden Nixon. Dalam penggalangan dana
tersebut, Dwayne Andreas, selaku Presiden Utama Archer Daniels
Midland --sebuah perusahaan konglomerat di bidang agrikultur di
Midwest-- memberikan kontribusi secara tunai untuk kampanye
dimaksud. Namun demikian, Dahlberg telah memberikan cek

1
kepada Maurice Stans yang diketahui sebagai financial chairman
untuk CRP. Oleh karena itu, Kenneth Dahlberg secara jujur
mengatakan bahwa ia tidak mengetahui hubungan antara Maurice
Stans dengan Barker. Setelah melalui penelitian lanjutan,
investigator mengetahui bahwa Maurice Stans adalah pimpinan
dari Trust Account (Barker and Associates Inc.) dimana Bernard
Barker sebagai akuntan di perusahaan ini. Proses pengembangan
informasi tersebut memakan waktu, tetapi investigator saat ini
telah berhasil melacak peruntukan dan sumber uang tersebut,
yang diduga merupakan penggalangan dana dalam pemilihan
presiden.
UU tentang Reformasi Pengalokasian Kampanye telah
ditandatangani oleh Presiden Nixon tanggal 7 Februari 1972 dan
mulai berlaku secara penuh dua bulan kemudian yaitu tanggal 7
April 1972. UU tersebut secara khusus melarang kontribusi untuk
pendanaan kampanye presiden dengan uang tunai dan donasi
menggunakan anonim. Sehingga konspirasi dalam pemberian
sumbangan oleh Dwayne Andreas melalui Kenneth Dahlberg,
Maurice Stans, dan Bernard Barker serta melibatkan entitas Trust
Account pada tanggal 8 April 1972 merupakan bentuk
pelanggaran terhadap UU tersebut karena dilakukan dengan tidak
memberikan informasi mengenai pemilik yang sebenarnya
(anonim).
Dengan adanya regulasi tersebut, pentingnya pembatasan
transaksi tunai dan anonim merupakan instrumen yang efektif
untuk mencegah praktik korupsi dan kolusi, khususnya suap,
gratifikasi dan pencucian uang.

1
Dari dua kasus di abad ke-20 di atas, perlu diketahui
dimana Jeffrey Robinson mengemukakan bahwa istilah pencucian
uang muncul sejak kasus tersebut ada, padahal itu sebagai mitos
belaka. Pencucian uang dikenal demikian karena dengan jelas
melibatkan tindakan penempatan uang haram atau tidak sah
melalui suatu rangkaian transaksi, atau dicuci, sehingga uang
tersebut keluar kembali ke pemiliknya seolah-olah uang yang sah
atau bersih. Artinya dana yang diperoleh dari sumber yang tidak
sah disamarkan atau disembunyikan melalui serangkaian transfer
dan transaksi agar uang tersebut pada akhirnya seakan-akan
merupakana pendapatan yang sah.
Pendapat lain mengatakan bahwa money laundering
sebagai sebutan sebenarnya belum lama dipakai. Billy Steel
mengemukakan bahwa istilah money laundering pertama kali
digunakan pada surat kabar di Amerika Serikat sehubungan
dengan pemberitaan skandal Watergate pada tahun 1973 di
Amerika Serikat. Sedangkan penggunaan sebutan tersebut dalam
konteks pengadilan atau dalam konteks hukum muncul untuk
pertama kalinya tahun 1982 dalam perkara US v $4.255.625,39
(1982) 551 F Supp, 314. Sejak itulah istilah money laundering
diterima dan digunakan secara luas di seluruh dunia.

Rezim Anti Pencucian Uang Global


Pada akhir tahun 1980-an, isu perdagangan narkotika
semakin mengkhawatirkan dan kembali menjadi perhatian
masyarakat internasional. Semakin meluasnya penyebaran
wilayah produksi, jalur distribusi narkotika internasional, dan
kemampuan para pelaku untuk memindahkan uang hasil

1
kejahatan secara lintas batas wilayah jika dibandingkan dengan
keberadaan hukum nasional dan upaya lembaga penegak hukum
dipandang tidak lagi mampu mendeteksi perkembangan modus
kejahatan ini, terutama terkait dengan upaya pengaburan atau
penyamaran dana ilegal yang diperoleh dari hasil perdagangan
gelap narkotika sehingga seolah-olah merupakan hasil yang
legal/sah, maka diperlukan suatu tindakan multinasional oleh
negara-negara untuk mengatasi isu global pencucian uang
maupun tindak kejahatan terorganisir lainnya yang dapat
merusak sistem keuangan internasional. Tindakan bersama yang
diwujudkan dalam bentuk kerjasama internasional selain dapat
membantu upaya penegakan hukum sekaligus memutuskan mata
rantai kejahatan terorganisir seperti perdagangan narkotika dan
pencucian uang.
Pada bulan Juli 1989, tindakan nyata sebagai bentuk respon
masyarakat internasional terhadap isu kejahatan tersebut
ditunjukkan oleh para Pemimpin negara anggota G7 (Amerika
Serikat, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada dan Prancis) yang
pada saat itu sedang melakukan pertemuan di Paris, Prancis. Para
pemimpin negara anggota G7 bersepakat untuk memperkuat
kerjasama internasional dalam upaya memberantas produksi dan
peredaran obat-obatan terlarang, termasuk juga kerjasama dalam
mencegah upaya melegalkan dana kotor yang diperoleh sebagai
hasil kejahatan perdagangan narkotika & psikotropika melalui
tindakan pencucian uang.
Terkait pencucian uang, secara khusus para pemimpin
negara anggota G7 membentuk suatu gugus tugas yang kemudian

1
dikenal dengan sebutan Financial Action Task Force (FATF).
Adapun FATF memiliki mandat utama yaitu mencegah
pemanfaatan sistem perbankan maupun lembaga keuangan
lainnya terhadap kegiatan pencucian uang. Secara spesifik, FATF
memiliki tugas untuk membentuk suatu konsensus internasional
yang dapat membantu mengidentifikasi, melacak dan merampas
hasil kejahatan dari tindak pidana narkotika dan tindak pidana
lainnya.
Sebagai langkah awal dan didasarkan pada analisis kondisi
yang terjadi maka FATF mengembangkan seperangkat
Rekomendasi yang secara spesifik mengatur hal-hal tertentu
termasuk menyesuaikan hukum nasional dengan sistem regulasi
internasional yang berlaku untuk membantu mendeteksi,
mencegah dann menindak penyalahgunaan sistem keuangan
terhadap praktik maupun kegiatan pencucian uang. Awalnya,
sekretariat FATF berada di Organization for Economic Co-
Operation and Development (OECD) di Paris selama kurun waktu
1991-1992, kendatipun demikian FATF tetap merupakan sebuah
organsasi internasional independen. Hingga saat ini, FATF telah
memiliki sekretariat tetap yang berada di Paris, Prancis dengan
jumlah anggota 37 jurisdiksi/negara.
Jika dikaitkan dengan keefektifan implementasi
Rekomendasi FATF oleh seluruh negara, maka diperlukan
perluasan keanggotaan termasuk melalui pembentukan FATF
Style Regional Body (FSRB). Dengan pembentukan FSRB,
jangkauan FATF dapat mencapai hingga negara-negara yang
berada di luar regional negara-negara anggota. Dengan kata lain,

1
FSRB adalah kepanjang-tanganan FATF di wilayah-wilayah
belahan dunia secara regional untuk memastikan terpenuhinya
tujuan FATF melalui standar Rekomendasi yang dikeluarkan
FATF. Hingga kini, FSRB yang telah terbentuk dan memiliki fungsi
yang serupa dengan FATF telah mencapai 9 FSRB, yaitu:
a. Asia/Pasific Group on Money Laundering (APG) berbasis di
Sydney, Australia;
b. Caribbean Financial Action Task Force (CFATF), berbasis di
Port of Spain, Trinidad dan Tobago;
c. Eurasian Group (EAG), berbasis di Moscow, Rusia;
d. Eastern and Southern Africa Anti-Money Laundering Group
(ESAAMLG), berbasis di Dar es Salaam, Tanzania;
e. Task Force on Money Laundering in Central Africa (GABAC),
berbasis di Libreville, Gabon;
f. The Financial Action Task Force of Latin America (GAFILAT),
berbasis di Buenos Aires, Argentina;
g. Intergovernmental Action Group against Money Laundering in
Africa (GIABA), berbasis di Dakar, Senegal;
h. Middle East and North Africa Financial Action Task Force
(MENAFATF), berbasis di Manama, Bahrain; dan
i. Council of Europe Committee of Experts on the Evaluation of
Anti-Money Laundering Measures and the Financing of
Terrorism (MONEYVAL), berbasis di Strasbourg, Prancis.

Selain itu, FATF juga bekerjasama dengan organisasi


internasional lainnya seperti institusi keuangan global yang
memiliki fungsi yang sama dalam mendukung anti pencucian uang
antara lain IMF, World Bank, Asian Development Bank, African

1
Development Bank, European Central Bank, serta ada juga badan
khsusus PBB seperti UNODC dan organisasi pengawas multilateral
atas sektor tertentu yakni the Basel Committee on Banking
Supervision, the Internatiomal Organization of Securities
Comissions dan the International Association Insurance Supervision,
OECD, the Egmont Group of Financial Intelligence Units dan lainnya.
Pada umumnya organisasi-organisasi tersebut hanya berperan
sebagai pengamat (obeserver).
Dalam memfokuskan ancaman pencucian uang terhadap
sistem keuangan global, FATF melakukan proses identifikasi
terhadap negara-negara atau jurisdiksi yang dianggap
mempunyai risiko tinggi (high risk and non-cooperative
countries/jurisdictions) atau tidak dapat bekerjasama dalam
mendukung rezim anti pencucian uang. Negara ataupun jurisdiksi
yang tergolong dalam kategori ini selanjutnya akan terdaftar
dalam Non-Cooperative Countries and Territories List (NCCTs List)
sekarang dikenal dengan sebutan “FATF Public Statement” dan
dipublikasikan secara terbuka kepada dunia internasional melalui
situsnya www.fatf-gafi.org. Berikutnya, FATF melalui
International Cooperation Review Group (ICRG) akan
merekomendasikan tindakan tertentu terhadap negara atau
jurisdiksi yang terdapat dalam daftar tersebut. Daftar ini sungguh
efektif dalam membuat suatu negara atau jurisdiksi kesulitan
untuk melakukan transaksi keuangan internasional.
FATF akan membuat pernyataan yang menekankan
kekhawatiran dan kelemahan yang dimiliki oleh suatu negara
atau jurisdiksi yang disebut dalam daftar NCCT list ataupun Public

1
Statement atas rezim anti pencucian uangnya. Dengan
mendapatkan tekanan seperti itu, maka negara yang terdaftar
dalam NCCT list ataupun Public Statement berupaya untuk
melakukan perubahan dalam mengembangkan sistem anti
pencucian uang di wilayahnya. Adapun dalam merumuskan suatu
keputusan, FATF menyelenggarakan sidang pleno sebanyak tiga
kali pertemuan dalam setahun, yaitu pada bulan Februari, Juni
dan Oktober. Kepemimpinan FATF memiliki periode 1 tahun yang
dimulai pada tanggal 1 Juli hingga 30 Juni tahun berikutnya dan
digilir setiap tahun diantara negara anggota FATF.

Rezim Pencucian Uang di Indonesia


Dalam rangka mendukung rezim anti pencucian uang
internasional, Indonesia bergabung dengan Asia/Pacific Group on
Money Laundering (APG) yang merupakan FSRB yang berada di
kawasan Asia dan Pasifik pada tahun 1999. Akan tetapi tidak
semua anggota APG juga merupakan negara anggota FATF,
termasuk Indonesia --saat ini Indonesia tengah berupaya untuk
menjadi anggota FATF dikarenakan satu-satunya negara anggota
forum G20 yang belum masuk dalam keanggotaan FATF
dibandingkan anggota G20 lainnya (pada dasarnya FATF juga
melaksanakan mandat dari G20). Terlepas dari keanggotaan ini,
seluruh anggota, baik FATF maupun APG memiliki tanggung
jawab dan komitmen yang sama dalam mengadopsi dan
menerapkan Rekomendasi FATF sebagai pedoman standar
internasional dalam pencegahan dan pemberantasan pencucian
uang dan pendanaan terorisme.

1
Indonesia secara resmi menyatakan keputusannya untuk
menjadi anggota APG yaitu pada pertemuan tahunan (annual
meeting) kedua APG yang berlangsung di Manila, Filipina pada
tanggal 4 s/d 6 Agustus 1999. Keanggotaan APG terbuka bagi
setiap negara atau jurisdiksi di kawasaan Asia dan Pasifik yang
mengakui adanya kebutuhan untuk memberantas pencucian uang,
mengakui manfaat dari saling berbagi pengetahuan dan
pengalaman; telah atau sedang mengambil langkah aktif untuk
mengembangkan, mengesahkan, dan menerapkan anti pencucian
uang; berkomitmen untuk melaksanakan keputusan yang dibuat
oleh APG; berpartisipasi dalam program evaluasi bersama
(mutual evaluation); dan berkontribusi dalam pembiayaan
keanggotaan APG.
Berdasarkan keanggotaan dalam APG selaku FSRB,
Indonesia memiliki keterkaitan dan kewajiban untuk mematuhi
40 Rekomendasi + 9 Rekomendasi Khusus FATF (sejak tahun
2012 FATF mengeluarkan standar baru yang disebut “The 40
FATF Recommendations” dengan meleburkan 9 rekomendasi
khusus mengenai pendanaan terorisme menjadi 40 Rekomendasi
yang mencakup seluruh isu tentang pencucian uang, pendanaan
teroris serta proliferasi senjata pemusnah massal). Dengan
demikian, penghubung antara 40 Rekomendasi FATF dan
Indonesia adalah keanggotaan Indonesia dalam APG, sehingga
segala hak, tanggung jawab, komitmen serta sanksi pun melekat
pada Indonesia sama halnya dengan negara anggota FATF
maupun FSRB pada umumnya, dan APG pada khususnya. Apabila
komitmen untuk mematuhi 40 Rekomendasi FATF tidak

1
terpenuhi, maka Indonesia, setara dengan negara anggota lainnya,
juga dapat dikenai sanksi berupa tindakan balasan (counter-
measure) dan dikategorikan dalam ‘daftar hitam FATF’ (black list)
sebagai negara yang tidak kooperatif dalam upaya global
memerangi kejahatan money laundering (NCCTs List).
Indonesia pada bulan Juni 2001 untuk pertama kalinya
dimasukkan ke dalam NCCTs List. Predikat ini diberikan FATF
kepada Indonesia sebagai pertimbangan adanya kelemahan-
kelemahan yang diidentifikasi FATF secara garis besar sebagai
berikut:
 Belum adanya undang-undang yang mengkriminalisasikan
kejahatan pencucian uang;
 Belum dibentuknya financial intelligence unit (FIU);
 Belum adanya kewajiban pelaporan transaksi keuangan
mencurigakan yang disampaikan Penyedia Jasa Keuangan
kepada FIU;
 Mimimnya prinsip mengenal nasabah (know your customer)
yang hanya baru sebatas di sektor perbankan saja;
 Kurangnya kerjasama internasional.
Sebagai bagian dari komitmen Indonesia yang kuat untuk
berpartisipasi aktif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
global tindak pidana pencucian uang, Pemerintah Indonesia
mengambil beberapa langkah strategis diantaranya telah
mempersiapkan RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) di bawah koordinasi Departemen
Kehakiman dan HAM, yang kemudian diundangkan dan disahkan
oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada tanggal 17 April

1
2002 melalui UU No. 15 Tahun 2002. Undang-undang ini secara
formal dan tegas menyatakan praktik pencucian uang adalah
suatu tindak pidana (kriminalisasi pencucian uang). Pada tanggal
tersebut menandai tonggak sejarah terbentuknya rezim Anti
Pencucian Uang dan Kontra Pendanaan Terorisme di Indonesia
dan pendirian suatu lembaga intelijen keuangan sebagai focal
point pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
uang dan pendanaan terorisme, yakni Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atau Indonesian Financial
Transaction Reports and Analysis Centre (INTRAC), yang dikenal
secara generik sebagai financial intelligence unit (FIU) dalam
menangani laporan transaksi keuangan mencurigakan (suspicious
transactions). Langkah-langkah tersebut selanjutnya diikuti
dengan berbagai kebijakan yang meliputi penguatan kerangka
hukum (legal framework), peningkatan pengawasan di sektor
keuangan khususnya yang berkaitan dengan penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah (KYC) dan pelaksanaan UU TPPU,
operasionalisasi PPATK, penguatan kerjasama antar lembaga
domestik dan internasional, serta penegakan hukum.
Selanjutnya dalam rangka mengakomodir Rekomendasi
FATF dan sebagai langkah antisipatif atas berbagai perkembangan
yang terjadi di dalam negeri maupun memenuhi international best
practice, maka dinilai perlu untuk menyempurnakan UU No. 15
Tahun 2002 tentang Pemberantasan TPPU. Upaya perbaikan dan
penyempurnaan UU TPPU tersebut pada akhirnya dapat
diselesaikan oleh Pemerintah RI dengan diundangkannya UU No.
25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas UU No. 15 Tahun 2002

1
tentang TPPU pada tanggal 13 Oktober 2003. Adapun beberapa
perubahan yang mendasar antara lain adalah:
 Penghapusan definisi hasil tindak pidana yang dikaitkan
dengan jumlah uang sebesar Rp. 500 juta;
 Perluasan tindak pidana asal dari 15 jenis menjadi 25 jenis,
termasuk didalamnya tindak pidana lainnya sepanjang
ancaman pidananya 4 tahun atau lebih;
 Perluasan definisi transaksi keuangan mencurigakan, sehingga
termasuk transaksi yang diduga menggunakan dana hasil dari
kejahatan;
 Penambahan ketentuan anti-tipping off;
 Pengurangan masa pelaporan transaksi keuangan
mencurigakan dari 14 hari menjadi 3 hari;
 Penambahan ketentuan mengenai bantuan hukum timbal balik
(MLA).

Meskipun UU TPPU telah diamandemen, akan tetapi


beberapa kalangan mengakui bahwa UU No. 25 Tahun 2003 masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, seiring perkembangan
dinamika standar internasional dan kembali memenuhi
kepatuhan terhadap 40 Rekomendasi FATF maka diperlukan
penyempurnaan menyeluruh dari berbagai aspek baik dalam
maupun luar negeri, sektor hukum dan sektor keuangan,
paradigma baru pencucian uang dan pendanaan terorisme serta
penambahan kerangka hukum di bidang tertentu sehingga
dipandang untuk membuat suatu UU tentang tindak pidana
pencucian uang yang sejati dan baru (bukan merevisi).

1
Dalam rangka merespon berbagai hal di atas, tujuh tahun
kemudian UU No. 8 Tahun 2010 disahkan pada tanggal 22
Oktober 2010 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai
upaya menjawab beberapa tantangan yang dihadapi dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan pencucian uang yang dilakukan
sejak 2003. Adapun materi UU tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP-TPPU)
tersebut terdiri atas beberapa hal yang sangat substansial sebagai
berikut:
1. Redefinisi pengertian/istilah dalam konteks tindak pidana
pencucian uang, antara lain definisi pencucian uang, transaksi
keuangan yang mencurigakan, dan transaksi keuangan tunai;
2. Penyempurnaan rumusan kriminalisasi TPPU;
3. Pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi
administratif;
4. Perluasan pengertian yang dimaksudkan dengan pihak
pelapor (reporting parties) yang mencakup profesi dan
penyedia barang/jasa (designated non-financial business and
professions/DNFBP);
5. Penetapan jenis dan bentuk pelaporan untuku profesi atau
penyedia barang dan jasa;
6. Penambahan jenis laporan PJK ke PPATK yakni International
Fund Transfer Instrruction (IFTI) untuk memantau transaksi
keuangan internasional;
7. Pengukuhan penerapan prinsip mengenal nasabah (KYC)
hingga customer due dilligence (CDD) dan enhanced due
dilligence (EDD);

1
8. Penataan mengenai pengawasan kepatuhan atau audit dan
pengawasan khusus atau audit investigasi;
9. Pemberian kewenangan kepada Pihak Pelapor untuk menunda
mutasi rekening atau pengalihan aset;
10.Penambahan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
dalam hal penanganan pembawaan uang tunai ke dalam atau
ke luar wilayah pabean Indonesia;
11.Pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal
untuk melakukan penyidikan dugaan TPPU
(multiinvestigator);
12.Penataan kembali kelembagaan PPATK;
13.Penambahan kewenangan PPATK untuk melakukan
penyelidikan/ pemeriksaan dan menunda mutasi rekening
atau pengalihan aset;
14.Penataan kembali hukum acara pemeriksaan TPPU
termasuk pengaturan mengenai pembalikan beban
pembuktian secara perdata terhadap aset yang diduga berasal
dari tindak pidana; dan
15. Pengaturan mengenai penyitaan aset yang berasal dari
tindak pidana, termasuk asset sharing.

3. Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)


Beberapa waktu yang lalu dunia dikejutkan oleh
pemberitaan Panama Papers tentang bocornya daftar klien dari
Mossack Fonseca. Jumlahnya ada ribuan, bahkan ada beberapa
nama dari Indonesia. Mossack Fonseca adalah sebuah firma
hukum yang mempunyai banyak klien milyader baik dari
lingkungan pejabat negara, pengusaha, hingga para selebritis yang

1
menyerahkan pengelolaan harta kekayaannya yaitu dengan cara
mendirikan perusahaan perekayasa bebas pajak (offshore) di
negara surga pajak (tax heaven country) seperti Panama. Tujuan
utamanya tentu saja untuk menghindari pajak dari
pemerintahnya masing-masing.
Belajar dari kasus ini, Pemerintah Indonesia
memberlakukan tax amnesty (pengampunan pajak) salah satunya
agar para WNI yang menyimpan dananya di luar negeri bersedia
membawa pulang dananya ke Indonesia. Selain masalah pajak,
kasus Panama Papers ini juga diduga terkait dengan praktik
money laundering.
Kegiatan pencucian uang umumnya dilakukan oleh pihak-
pihak yang ingin memperoleh kekayaan melalui hasil usaha illegal
sehingga seakan-akan terlihat sah, misalnya korupsi, penyuapan,
terorisme, narkotika, prostitusi, kejahatan perbankan,
penyelundupan, perdagangan manusia, penculikan, perjudian,
kejahatan perpajakan, illegal logging dan aneka kejahatan lainnya.
Agar uang/harta yang diperolehnya tersebut terlihat sah maka
mereka berusaha menghindari kecurigaan aparat penegak hukum.
Karenanya, uang/harta kekayaan tersebut harus ‘dicuci’ agar
terlihat bersih.
Peran dan tanggung jawab Indonesia dalam mencegah dan
memberantas tindak pidana pencucian uang memberikan
kontribusi yang riil dalam kancah tata pergaulan internasional.
Tindak pidana ini merupakan persoalan dan perhatian warga
dunia. Untuk itu, berbagai organisasi internasional dan regional
telah dibentuk untuk memeranginya. Menurut perkiraan

1
beberapa lembaga internasional, pencucian uang secara global
diperkirakan mencapai sekitar US$ 1 triliun sampai US$ 2,5 triliun
per tahun. Jumlah ini sangat besar dan fantastik mengingat nilai
keseluruhan produk barang dan jasa yang diproduksi di Indonesia
(PDB Indonesia) pada tahun 2007 mencapai sekitar US$ 435
milyar. Bahkan, Michael Camdessus, mantan managing director
IMF, memperkirakan jumlah uang haram yang menjadi objek
dalam pencucian uang mencapai 2-5 % dari gross domestic
product dunia atau mencapai lebih dari US$ 1,5 triliun. Jika uang
haram dalam jumlah besar ini masuk ke dalam sistem keuangan
dan perdagangan negara berkembang, hal ini akan
mengakibatkan pemerintah negara tersebut kehilangan kendali
atas kebijakan ekonomi negaranya.
Lebih lanjut, menurut penelitian yang dilakukan oleh IMF
bersama dengan Bank Dunia (Jackson, J, The Financial Action Task
Force: An Overview, CRS Report for Congress, March 2005), ada
beberapa indikator yang menyebabkan kegiatan money
laundering marak terjadi, diantaranya:
1. kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah dalam satu
negara, terutama terkait dengan otoritas pengawasan
keuangan dan investigasi di sektor finansial.
2. penegakan hukum yang tidak efektif, disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan dan keterampilan, serta
keterbatasan sumberdaya manusia yang mempunyai
kapasitas dalam menyelidiki adanya praktik money
laundering.

1
3. pengawasan yang masih sangat minim, dikarenakan jumlah
personel yang tidak memadai.
4. sistem pengawasan yang tidak efektif dalam
mengidentifikasi aktivitas yang mencurigakan.
5. kerjasama dengan pihak internasional yang masih terbatas.

Dampak negatif pencucian uang


Adapun dampak negatif pencucian uang secara garis besar
dapat dikategoikan dalam delapan poin sebagai berikut, yakni: (1)
merongrong sektor swasta yang sah; (2) merongrong integritas
pasar-pasar keuangan; (3) hilangnya kendali pemerintah
terhadap kebijakan ekonomi; (4) timbulnya distorsi dan
ketidakstabilan ekonomi; (5) hilangnya pendapatan negara dari
sumber pembayaran pajak; (6) risiko pemerintah dalam
melaksanakan program privatisasi; (7) merusak reputasi negara;
dan (8) menimbulkan biaya sosial yang tinggi.

Proses dan metode pencucian uang


Ada banyak cara dalam melakukan proses pencucian yang
dan metodenya. Misalnya, pembelian dan penjualan kembali
barang mewah (rumah, mobil, perhiasan atau barang/surat
berharga) sampai membawa uang melewati jaringan bisnis sah
internasional yang rumit dan perusahaan-perusahaan cangkang
(shell company), yaitu perusahaan-perusahaan yang ada hanya
sebagai badan hukum yang punya nama tanpa kegiatan
perdagangan atktivitas usaha yang jelas.
Dalam banyak tindak pidana kejahatan, hasil keuntungan
awal berbentuk tunai memasuki sistem keuangan dengan

1
berbagai cara. Misalnya, penyuapan, pemerasan, penebangan liar,
perdagangan manusia, penggelapan, perampokan, dan
perdagangan narkotika di jalan yang hampir selalu melibatkan
uang tunai. Oleh sebab itu, pelaku kejahatan harus
memasukkan uang tunai ke dalam sistem keuangan dengan
berbagai cara sehingga uang tunai tersebut dapat dikonversi
menjadi bentuk yang lebih mudah diubah, disembunyikan,
disamarkan dan dibawa. Ada banyak cara untuk melakukan hal ini
dan metode-metode yang digunakan semakin canggih. Metode-
metode yang biasayan dipakai adalah sebagai berikut:

1. Buy and sell conversion


Dilakukan melalui jual-beli barang dan jasa. Sebagai contoh,
real estate atau aset lainnya dapat dibeli dan dijual kepada co-
conspirator yang menyetujui untuk membeli atau menjual
dengan harga yang lebih tinggi daripada harga yang
sebenarnya dengan tujuan untuk memperoleh fee atau
discount. Kelebihan harga bayar dengan menggunakan uang
hasil kegiatan ilegal dan kemudian diputar kembali melalui
transaksi bisnis. Dengan cara ini setiap aset, barang atau jasa
dapat diubah seolah-olah menajdi hasil yang legal melalui
rekening pribadi atau perusahaan yang ada di suatu bank.
2. Offshore conversion
Dana ilegal dialihkan ke wilayah suatu negara yang
merupakan tax heaven bagi money laundering centers dan
kemudian disimpan di bank atau lembaga keuangan yang ada
di wilayah negara tersebut. Dana tersebut kemudian
digunakan antara lain untuk membeli aset dan investasi (fund

1
investment). Biasanya di wilayah suatu negara yang
merupakan tax heaven terdapat kecenderungan peraturan
hukum perpajakan yang longgar, ketentuan rahasia bank yang
cukup ketat, dan prosedur bisnis yang sangat mudah sehingga
memungkinkan adanya perlindungan bagi kerahasaiaan suatu
transaksi bisnis, pembentukan dan kegiatan usaha trust fund
maupun badan usaha lainnya. Kerahasiaan inilah yang
memberikan ruang gerak yang leluasa bagi pergerakan “dana
kotor” melalui berbagai pusat keuangan di dunia. Dalam hal ini,
para pengacara, akuntan, dan pengelola dana biasanya sangat
berperan penting dalam metode offshore conversion ini dengan
memanfaatkan celah yang ditawarkan oleh ketentuan rahasia
bank dan rahasia perusahaan.
3. Legitimate business conversion
Dipraktikkan melalui bisnis atau kegiatan usaha yang sah
sebagai sarana untuk memindahkan dan memanfaatkan hasil
kejahatan yang dikonversikan melalui transfer, cek atau
instrumen pembayaran lainnya, yang kemudian disimpan di
rekening bank atau ditarik atau ditransfer kembali ke rekening
bank lainnya. Metode ini memungkinkan pelaku kejahatan
untuk menjalankan usaha atau bekerjasama dengan mitra
bisnisnya dengan menggunakan rekening perusahaan yang
bersangkutan sebagai tempat penampungan untuk hasil
kejahatan yang dilakukan.

1
Tahapan pencucian uang
Pencucian uang memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi
dan dilakukan dengan menggunakan berbagai modus operandi
untuk mencapai akhir yang diharapkan oleh pelaku. Modus
operandi ini sangat beragam, mulai dari menyimpan uang di bank,
membeli rumah atau bermain saham hingga semakin kompleks
menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit.
Namun pada dasarnya seluruh modus operandi tersebut dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga jenis tahapan tipologi, yang tidak
selalu terjadi secara bertahap, tetapi bahkan dilakukan secara
bersamaan. Secara umum, ketiga tahapan tipologi tersebut
adalah:
1. Penempatan (placement)
Merupakan upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari
suatu tindak pidana ke dalam sistem perekonomian dan
sistem keuangan.
2. Pemisahan/pelapisan (layering)
Merupakan upaya memisahkan hasil tindak pidana dari
sumbernya melalui beberapa tahap transaksi keuangan untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul dana. Dalam
kegiatan ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa
rekening atau lokasi tertentu ke tempat lain melalui
serangkaian transaksi yang kompleks dan didesain untuk
menyamarkan dan menghilangkan jejak sumber dana
tersebut.

1
3. Penggabungan (integration)
Merupakan upaya menggabungkan atau menggunakan harta
kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati
langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai jenis produk
keuangan dan bentuk material lain, dipergunakan untuk
membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun untuk
membiayai kembali kegiatan tindak pidana.

Pada prinsipnya, ketiga tahapan tersebut menjauhkan atau


memutus (disassociation) tiga mata rantai kejahatan yakni: hasil
kejahatannya, perbuatan pidananya serta pelaku kejahatannya.
Selain menggunakan sistem keuangan yang kompleks, pelaku
pencucian uang seringkali memanfaatkan kelemahan sistem
hukum yang pada umumnya dilakukan dengan
memanfaatkan high risk country, high risk business, dan high risk
product.

Pengaturan tindak pidana pencucian uang


Saat ini pemberantasan pencucian uang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. UU No. 8 Tahun
2010 (UU PP-TPPU) tersebut menggantikan undang-undang
sebelumnya yang mengatur tindak pidana pencucian uang yaitu,
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.
Dalam UU No. 8 Tahun 2010, mengatur berbagai hal
dalam upaya untuk mencegah dan memberantas tindak pidana
pencucian uang, yaitu: (1) Kriminalisasi perbuatan pencucian

1
uang; (2) Kewajiban bagi masyarakat pengguna jasa, Lembaga
Pengawas dan Pengatur, dan Pihak Pelapor; (3) Pengaturan
pembentukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(4) Aspek penegakan hukum; dan (5) Kerjasama.
Adapun terobosan yang diatur dalam UU PP-TPPU ini
antara lain sebagai berikut:
 Penyempurnaan rumusan kriminalisasi TPPU;
 Penguatan Implementasi Know Your Customer Principle –
Customer Due Diligence (Psl 18);
 Pengecualian Rahasia Bank & Kode Etik (Psl 28 & 45);
 Perluasan Pihak Pelapor & Perluasan Jenis Laporan yang
disampaikan oleh Pihak Pelapor (Psl 17);
 Penundaan Transaksi & Pemblokiran Hasil Kejahatan (Psl 26,
Psl 65-66, Psl 70 & Psl 71);
 Sanksi Administratif terhadap pelanggaran Kewajiban
Pelaporan (Psl 25);
 Perluasan Alat Bukti & Perluasan Penyidik TPA (Psl 73 & 74);
 Perluasan Kewenangan PPATK (Psl 41-44);
 Penggabungan Penyidikan TPPU & Tindak Pidana Asal (Psl
75).
 Penguatan Beban Pembuktian Terbalik (Psl 78)
 Perlindungan Saksi dan Pelapor (Psl 83-87);
 Pengawasan Kepatuhan terhadap Pihak Pelapor (Ps. 31-33);
dan
 Adanya Mekanisme Non Conviction Based/NCB Asset
Forfeiture (perampasan aset tanpa pemidanaan) dalam

1
merampas hasil kejahatan dan diputus secara in absensia
(Pasal 64-67, Pasal 70).

Kualifikasi perbuatan delik pencucian uang yang diatur


dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP-TPPU)
dikategorikan menjadi 3 (tiga), yakni : (i) perbuatan oleh pelaku
aktif; (ii) perbuatan oleh pelaku aktif non-pelaku tindak pidana
asal; (iii) perbuatan oleh pelaku pasif. Oleh karenanya, tindak
pidana pencucian uang di Indonesia dapat diklasifikasi ke dalam 3
(tiga) pasal, yaitu:
1. Tindak Pidana Pencucian Uang yang diakomodir di dalam
Pasal 3
Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan
dengan mata uang atau surat berharga, atau perbuatan lain
atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini)
dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul
Harta Kekayaan dipidana karena Tindak Pidana Pencucian
Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah).

Contoh kasusnya adalah Pembelian Saham Maskapai


Penerbangan Nasional oleh si A, dimana pembelian saham yang
dilakukannya hanya perusahaan-perusahaan dilingkungannya
saja dengan tawaran lebih tinggi. A melakukan ini untuk menutupi
perolehan hasil korupsi yang dilakukannya pada tahun lalu yang
disimpannya di suatu Bank XYZ. A kemudian mentransfer
sejumlah uang untuk pembelian sahamnya kepada B yang

1
merupakan salah satu direksi di perusahaan tersebut. A
melakukan ini untuk menyimpan dan menjauhkan uangnya ke
dalam sistem yang lebih aman dan berorientasi untuk
mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda dengan cara
membeli saham tersebut dengan maksud mengaburkan asal usul
uang hasil korupsinya. Perbuatan hal seperti ini dikatakan
sebagai money laundering dengan pelaku aktif.

2. Tindak Pidana Pencucian Uang yang diakomodir di dalam


Pasal 4
Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal
usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak atau
kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dipidana karena Tindak
Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20
(dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

Berlanjut dari contoh poin 1 di atas, B yang mendapat


transfer sejumlah uang dari si A lanjut meneruskan transfer
kepada istrinya, C, untuk dibelikan sebuah rumah di kawasan elit.
Rumah tersebut dibeli atas nama C yang diketahui dari hasil
transfer si A kepada suaminya atas sarannya dengan selisih
beberapa persen dari hasil korupsi yang dilakukan A. Perbuatan C
dalam upaya membeli rumah merupakan usaha menyamarkan
asal usul hasil kejahatan perbuatan korupsi yang dilakukan si A,
meskipun C tidak mengenal A secara pribadi. Kegaitan ini
merupakan tindak pidana money laundering dengan pelaku aktif
non-pelaku tindak pidana asal karena C tidak melakukan korupsi

1
tetapi mengetahui uang yang dibelanjakannya itu adalah hasil dari
perbuatan korupsi A.

3. Tindak Pidana Pencucian Uang yang diakomodir di dalam


Pasal 5
Setiap orang yang menerima, atau menguasai, penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana (sesuai pasal 2 ayat (1) UU ini) dipidana karena Tindak
Pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp 1 milyar.

Melanjutkan contoh kasus dari poin 1 di atas, maka B yang


merupakan pelaku menerima transfer uang haram hasil korupsi A
dan membelikannya sebuah rumah yang dinikmatinya serta
melakukan pembayaran atas pembelian saham penerbangan
nasional tersebut dapat dikenakan sanksi tindak pidana money
laundering sebagai pelaku pasif yang patut diduganya atau
diketahuinya berasal dari perbuatan korupsi si A.
Cakupan pengaturan sanksi pidana dalam UU PP-TPPU
meliputi tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh orang
perseorangan, tindak pidana pencucian uang bagi korporasi, dan
tindak pidana yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang.
TPPU dapat dikelompokan dalam 2 klasifikasi, yaitu TPPU
aktif dan TPPU pasif. Secara garis besar, dasar pembedaan
klasifikasi tersebut, penekanannya pada :
1. TPPU aktif sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 3 dan 4 UU
PP-TPPU, lebih menekankan pada pengenaan sanksi pidana
bagi:

1
a. Pelaku pencucian uang sekaligus pelaku tindak pidana
asal
b. Pelaku pencucian uang, yang mengetahui atau patut
menduga bahwa harta kekayaan berasal dari hasil tindak
pidana
2. TPPU pasif sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 5 UU TPPU
lebih menekankan pada pengenaan sanksi pidana bagi:
a. Pelaku yang menikmati manfaat dari hasil kejahatan
b. Pelaku yang berpartisipasi menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul harta kekayaan.

Tindak pidana asal dari pencucian uang


Sesuai dengan Pasal 2 UU No. 8 Tahun 2010, tindak
pidana yang menjadi pemicu (disebut sebagai “tindak pidana asal”)
terjadinya pencucian uang meliputi: (a) korupsi; (b) penyuapan;
(c) narkotika; (d) psikotropika; (e) penyelundupan tenaga kerja;
(f) penyelundupan imigran; (g) di bidang perbankan; (h) di bidang
pasar modal; (i) di bidang perasuransian; (j) kepabeanan; (k)
cukai; (l) perdagangan orang; (m) perdagangan senjata gelap; (n)
terorisme; (o) penculikan; (p) pencurian; (q) penggelapan; (r)
penipuan; (s) pemalsuan uang; (t) perjudian; (u) prostitusi; (v) di
bidang perpajakan; (w) di bidang kehutanan; (x) di bidang
lingkungan hidup; (y) di bidang kelautan dan perikanan; atau (z)
tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4
(empat) tahun atau lebih.

1
Harta hasil tindak pidana
Harta hasil tindak pidana (proceed of crime) dalam
pengertian formil merupakan harta yang dihasilkan atau
diperoleh dari suatu perbuatan tindak pidana yang disebutkan
sebagai tindak pidana asal pencucian uang sebagaimana disebut
dalam 26 macam jenis tindak pidana asal di atas. Selain harta hasil
tindak pidana asal tersebut, harta lain yang dipersamakan dengan
harta hasil tindak pidana menurut UU PP -TPPU adalah harta yang
patut diduga atau diketahui akan digunakan atau digunakan
secara langsung maupun tidak langsung untuk kegiatan terorisme,
organisasi teroris, ataupun terorisme perorangan.
Untuk menyembunyikan hasil kejahatannya, para pelaku
berusaha mengaburkan asal-usul uang atau harta ilegal tersebut,
antara lain dengan:
 Menempatkannya ke dalam berbagai nomor rekening yang
berbeda.
 Memindahkan kepemilikannya kepada orang lain. Bisa
keluarga ataupun bukan keluarga, tetapi masih bisa dikontrol
oleh yang bersangkutan.
 Diinvestasikan dalam berbagai jenis investasi seperti membeli
property, deposito, asuransi, saham, reksadana.
 Disamarkan lewat organisasi atau yayasan sosial bahkan
keagamaan.
 Diinvestasikan dalam bentuk perusahaan dengan menjalankan
usaha tertentu.
 Mengubah ke dalam mata uang asing (biasanya digabung
dengan bisnis money changer).

1
 Dipindahkan ke luar negeri untuk selanjutnya dikaburkan lagi
dengan cara-cara di atas dan lain sebagainya.
Tindak Pidana Pencucian Uang dianggap sebagai suatu
kejahatan luar biasa yang dilakukan oleh organisasi kejahatan
atau para penjahat yang sangat merugikan masyarakat. Antara
lain merongrong sektor swasta dengan danpak yang sangat besar,
merongrong integritas pasar keuangan, dan mengakibatkan
hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya.
Selain itu TPPU juga dinilai akan menimbulkan ketidakstabilan
ekonomi, mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak,
membahayakan upaya-upaya privatisasi perusahan negara yang
dilakukan oleh pemerintah dan mengakibatkan rusaknya reputasi
negara dan menyebabkan biaya sosial yang tinggi.
Selain tindak pidana pencucian uang, UU PP-TPPU juga
mengatur tindak pidana bagi pelaku yang membocorkan
dokumen dan keterangan yang diterima yang berkaitan dengan
pemberantasan pencucian uang, kecuali dalam rangka
pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam UU PP-
TPPU ( dikenal dengan istilah anti-tipping-off).

Paradigma follow the money


Pendekatan yang dibangun dalam memberantas kejahatan
dalam rezim anti pencucian uang tidak hanya mengedapankan
follow the suspect yang selama ini dilakukan oleh sebagian besar
aparat penegak hukum untuk menangkap pelaku kriminal dan
memproses perkaranya saja, melainkan dengan paradigma
pendekatan baru yakni follow the money. Konsep follow the money
ini tidak hanya mengejar pelaku kejahatannya saja, tetapi juga

1
menelusuri aliran dana dan lokasi keberadaan harta atau aset
yang kemudian ditujukan guna dirampas untuk negara.
Tujuan utama pendekatan follow the money adalah
pengejaran aset (asset tracing) dan penyelematan aset (asset
recovery). Adapun hasil akhir ingin didapatkan dengan
membangun paradigma baru dalam memberantas kejahatan
adalah menurunnya angka kriminalitas, khususnya kejahatan
bermotif ekonomi, hal ini karena pelaku akan menyadari sulitnya
hasil kejahatan untuk dinikmati. Selain itu, dari sisi ekonomi
makro tentunya dapat tercipta integritas dan stabilitas sistem
keuangan dan perekonomian yang baik dan meningkat.
Adapun keunggulan lain dari pengungkapan kasus melalui
pendekatan paradigma follow the money, adalah:
a. Jangkauannya lebih jauh hingga menyentuh aktor
intelektualnya (the man behind the gun), sehingga
dirasakan lebih adil;
b. Memiliki prioritas untuk mengejar hasil kejahatan, bukan
langsung menyentuh pelakunya sehingga dapat dilakukan
secara ‘diam-diam’, lebih mudah, dan risiko lebih kecil
karena tidak berhadapan langsung dengan pelakunya yang
kerap memiliki potensi kesempatan melakukan
perlawanan;
c. Hasil kejahatan dibawa kedepan proses hukum dan disita
untuk negara karena pelakunya tidak berhak menikmati
harta kekayaan yang diperoleh dengan cara-cara yang tidak
sah, maka dengan disitanya hasil tindak pidana akan

1
membuat motivasi seseorang melakukan tindak pidana
menjadi berkurang;
d. Adanya pengecualian tentang tidak berlakunya ketentuan
rahasia bank dan/atau kerahasiaan lainnya sejak pelaporan
transaksi keuangan oleh pihak pelapor sampai kepada
pemeriksaan selanjutnya oleh penegak hukum; dan
e. Harta kekayaan atau uang merupakan tulang punggung
organisasi kejahatan, maka dengan mengejar dan menyita
harta kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan akan
memperlemah mereka sehingga tidak membahayakan
kepentingan umum.

a. Rezim Anti Pencucian Uang Indonesia


Peran Lembaga Pengawas dan Pengatur, Pihak Pelapor dan
Pihak Terkait Lainnya
UU PP-TPPU memberi tugas, kewenangan dan mekanisme
kerja baru bagi PPATK, Pihak Pelapor, regulator/Lembaga
Pengawas dan Pengatur, lembaga penegak hukum, dan pihak
terkait lainnya termasuk masyarakat.

1. Masyarakat
Masyarakat yang dimaksudkan adalah masyarakat
pengguna jasa keuangan atau yang berkaitan dengan keuangan,
seperti nasabah bank, asuransi, perusahaan sekuritas, dana
pensiun dan lainnya termasuk peserta lelang, pelanggan pedagang
emas, properti, dan sebagainya.
Peran masyarakat ini adalah memberikan data dan
informasi kepada Pihak Pelapor ketika melakukan hubungan

1
usaha dengan Pihak Pelapor, sekurang-kurangnya meliputi
identitas diri, sumber dana dan tujuan transaksi dengan mengisi
formulir yang disediakan oleh Pihak Pelapor dan melampirkan
dokumen pendukungnya. Hal ini selaras dengan slogan “Kalau
Bersih Kenapa Risih!”
Di samping itu, masyarakat juga dapat berperan aktif dalam
memberikan informasi kepada aparat penegak hukum yang
berwenang atau PPATK apabila mengetahui adanya perbuatan
yang berindikasi pencucian uang.

2. Pihak Pelapor dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai


Pihak Pelapor adalah pihak yang wajib menyampaikan
laporan kepada PPATK sebagai berikut:
a. Penyedia Jasa Keuangan:
1) bank;
2) perusahaan pembiayaan;
3) perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi;
4) dana pensiun lembaga keuangan;
5) perusahaan efek;
6) manajer investasi;
7) kustodian;
8) wali amanat;
9) perposan sebagai penyedia jasa giro;
10) pedagang valuta asing;
11) penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu;
12) penyelenggara e-money dan/atau e-wallet;
13) koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam;

1
14) pegadaian;
15) perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan
berjangka komoditas; atau
16) penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.
b. Penyedia Barang dan/atau Jasa lain:
1) perusahaan properti/agen properti;
2) pedagang kendaraan bermotor;
3) pedagang permata dan perhiasan/logam mulia;
4) pedagang barang seni dan antik; atau
5) balai lelang.
Laporan yang wajib disampaikan oleh Penyedia Jasa
Keuangan ke PPATK adalah sebagai berikut:
 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM);
 Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT); dan
 Laporan Transaksi Keuangan Transfer Dana dari dan ke Luar
Negeri (LTKL).
Sedangkan, laporan yang wajib disampaikan oleh Penyedia
Barang dan atau jasa ke PPATK adalah:
 Setiap transaksi yang dilakukan oleh Pengguna Jasa dengan
mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya
paling sedikit atau setara dengan Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
Agar bisa melaporkan transaksi ke PPATK, Pihak pelapor wajib
menerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ), dengan
melakukan :
 Identifikasi Pengguna Jasa,
 Verifikasi Pengguna Jasa; dan

1
 Pemantauan Transaksi Pengguna Jasa.
c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berkewajiban membuat
laporan mengenai pembawaan uang tunai dan atau instrumen
pembayaran lain untuk selanjutnya disampaikan kepada PPATK.
Laporan yang disusun tersebut bersumber dari hasil
pengawasan atas pemberitahuan setiap orang yang membawa
Uang Tunai dan Instrumen Pembayaran (bearer negotiable
instrument) lainnya yang keluar atau masuk wilayah pabean RI
senilai Rp. 100 juta atau lebih atau mata uang asing yang setara
dengan nilai tersebut.

3. Lembaga Pengawas dan Pengatur


Lembaga Pengawas dan Pengatur adalah lembaga yang
memiliki kewenangan pengawasan, pengaturan, dan/atau
pengenaan sanksi terhadap Pihak Pelapor.
Lembaga Pengawas dan Pengatur terhadap Pihak Pelapor
dilaksanakan oleh PPATK apabila terhadap Pihak Pelapor yang
bersangkutan belum terdapat Lembaga Pengawas dan
Pengaturnya.
Pihak-pihak yang menjadi Lembaga Pengawas dan
Pengatur terhadap Penyedia Jasa Keuangan antara lain Bank
Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Kemenkominfo), Badan Pengawas Perdagangaan
Berjangka Komoditi (Bappebti), Kementerian Koperasi dan UKM
(Usaha Kecil dan Menengah).

1
4. Lembaga Penegak Hukum
a. Lembaga Penyidikan TPPU
Kewenangan untuk melakukan penyidikan TPPU terdapat
pada 6 lembaga, yaitu: Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan
Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian
Keuangan Republik Indonesia.
Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan
tindak pidana pencucian uang apabila menemukan bukti
permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang
saat melakukan penyidikan tindak pidana asal sesuai
kewenangannya masing-masing. Penyidik tindak pidana asal pun
dapat melakukan penyidikan gabungan dengan tindak pidana
pencucian uang, dan memberitahukannya kepada PPATK.
b. Lembaga Penuntutan TPPU
Lembaga penuntutan utama di Indonesia adalah Kejaksaan
RI, namun sesuai kewenangan yang diberikan oleh UU maka
untuk penuntutan kasus TPPU dapat dilakukan oleh lembaga
penututan di bawah ini:
1. Kejaksaan : melakukan penuntutan atas perkara tindak pidana
pencucian uang dan tindak pidana asal yang berasal dari
pelimpahan berkas perkara oleh penyidik sesuai dengan
kewenangan Kejaksaan sebagaimana diatur di dalam peraturan
perundang-undangan.
2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) : melakukan penuntutan
atas perkara tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal

1
yang berasal dari pelimpahan berkas perkara oleh penyidik KPK
sesuai dengan kewenangan KPK sebagaimana diatur di dalam
peraturan perundang-undangan.
c. Lembaga Peradilan TPPU
Lembaga peradilan di Indonesia untuk memeriksa dan
mengadili perkara tindak pidana pencucian uang adalah:
1) Pengadilan Umum : melakukan pemeriksaan atas perkara
tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal di luar
tindak pidana korupsi.
2) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi : melakukan pemeriksaan di
sidang pengadilan atas perkara tindak pidana pencucian uang dan
tindak pidana korupsi.

5. Pihak terkait lainnya


Berbagai pihak, baik lembaga pemerintah, perusahaan
BUMN dan swasta, maupun masyarakat luas, menjadi bagian yang
saling melengkapi dari sistem rezim anti pencucian uang di
Indonesia.
Disamping itu, dalam rangka meningkatkan koordinasi
antar lembaga terkait dalam pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana Pencucian Uang, UU PP-TPPU mengamanatkan
dibentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pembentukan
Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang diatur dengan Peraturan Presiden
No. 117 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden
Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional

1
Pencegahan dan Pemberantasan TPPU (Komite TPPU). PerPres
tersebut berlaku sejak tanggal diundangkan oleh Menteri Hukum
dan HAM, yaitu pada tanggal 30 Desember 2016.
Adapun formasi susunan Komite TPPU adalah sebagai berikut:
1. Ketua : Menteri Koordinator Bidang Politik,
Hukum dan Keamanan
2. Wakil : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
3. Sekretaris : Kepala PPATK
4. Anggota : Menteri Dalam Negeri, Menteri
Luar Negeri, Menteri Hukum dan
HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika,
Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan,
Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Kepala Badan Intelijen
Negara, Kepala Badan Nasional
Pemberantasan Terorisme, Kepala Badan
Narkotika Nasional, Guburnur Bank
Indonesia dan Ketua Otoritas Jasa
Keuangan

Dalam melaksanakan tugasnya, Komite TPPU memiliki


Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (TPPU & TPPT) di
Indonesia. Strategi Nasional (stranas) ini merupakan :
 Kebijakan nasional sebagai arah pengembangan rezim anti
pencucian uang/pencegahan pendanaan terorisme.
 Kerangka acuan kerja bagi semua pihak yang diharapkan
mampu membuahkan hasil konkrit dan nyata dalam rangka

1
mendukung upaya PP TPPU secara sistematis dan tepat
sasaran.
Stranas memiliki 7 strategi untuk mencapai penguatan
rezim anti pencucian uang/pencegahan pendanaan terorisme guna
mematuhi Rekomendasi FATF, yakni:
Strategi I : Menurunkan tingkat tindak pidana Korupsi,
Narkotika dan Perbankan melalui optimalisasi
penegakan hukum TPPU
Strategi II : Mewujudkan mitigasi risiko yang efektif dalam
mencegah terjadinya TPPU dan TPPT di
Indonesia
Strategi III : Optimalisasi upaya pencegahan dan
pemberantasan TPPT
Strategi IV : Menguatkan koordinasi dan kerja sama antar
instansi: Pemerintah dan/atau lembaga swasta
Strategi V : Meningkatkan pemanfaatan instrumen kerja
sama internasional dalam rangka optimalisasi
asset recovery yang berada di negara lain
Strategi VI : Meningkatkan kedudukan dan posisi Indonesia
dalam forum internasional di bidang
pencegahan dan pemberantasan TPPU & TPPT
Strategi VII : Penguatan regulasi dan peningkatan
pengawasan pembawaan uang tunai dan
instrumen pembayaran lain lintas batas negara
sebagai media pendanaan terorisme

1
Pemenuhan Rekomendasi FATF tidak dapat dilakukan
sendiri oleh PPATK sebab substansi dari Rekomendasi FATF
adalah kepatuhan suatu negara/jurisdiksi yang menyentuh aspek
tugas, fungsi dan kewenangan beragam instansi, khususnya yang
terlibat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU
seperti komponen lembaga keanggotaan Komite TPPU di atas.

6. Lembaga Intelijen Keuangan


Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) yang secara umum dikenal sebagai unit intelijen
keuangan (Financial Intelligence Unit/FIU), dibentuk sejak tahun
2002 melalui Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang, dan secara khusus diberikan
mandat untuk mencegah dan memberantas tindak pidana
pencucian uang di Indonesia.
PPATK merupakan lembaga independen, bertanggung
jawab langsung kepada Presiden, dan melaporkan kinerjanya
setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden, Dewan Perwakilan
Rakyat, dan Lembaga Pengawas dan Pengatur.
Pada prinsipnya, fungsi suatu FIU adalah sebagai badan
nasional yang menerima, menganalisis dan mendesiminasi hasil
laporan transaksi keuangan dari Pihak Pelapor kepada Penegak
Hukum. Kemampuan untuk mendeteksi dan mencegah praktik
pencucian uang merupakan sarana yang efektif untuk
mengidentifikasi pelaku kriminal dan aktivitas yang mendasari
dari mana uang yang mereka peroleh itu berasal. Penerapan
intelijen di bidang keuangan dan penguasaan teknik investigasi
akan menjadi salah satu cara terbaik untuk mendeteksi dan

1
menghambat kegiatan para pelaku pencucian uang, yang
umumnya melibatkan lembaga keuangan (penyedia jasa
keuangan).
Penerapan intelijen keuangan (Hasil Analisis & Hasil
Pemeriksaan) sebagai suatu produk PPATK tidak terlepas dari
penggunaan pendekatan follow the money dengan maksud
menelusuri transaksi sejauh mana uang itu berasal dari pemilik
sebenarnya (ultimate beneficial owner) dan sejauh mana uang itu
dipergunakan untuk menyamarkan hasil tindak pidananya
(placement, layering and integration).

Tugas PPATK
Sebagai lembaga intelijen keuangan, PPATK berperan
mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di
Indonesia, yaitu: (i) Pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana Pencucian Uang; (ii) Pengelolaan data dan informasi; (iii)
Pengawasan kepatuhan Pihak Pelapor; dan (iv)
Analisis/pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan
yang berindikasi TPPU dan TP lain. Kewenangan yang diberikan
antara lain pengelolaan database, menetapkan pedoman bagi
Pihak Pelapor, mengkoordinasikan dan memberikan rekomendasi
kepada Pemerintah, mewakili Pemerintah dalam forum
internasional, menyelenggarakan edukasi, melakukan audit
kepatuhan dan audit khusus, memberikan rekomendasi dan atau
sanksi kepada Pihak Pelapor, dan mengeluarkan ketentuan
Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ).
Di samping peran tersebut, peran utama lainnya adalah
melakukan analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi

1
transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian
uang dan/atau tindak pidana lain, dengan beberapa kewenangan
antara lain meminta dan menerima laporan dan informasi dari
berbagai pihak, meminta penyedia jasa keuangan untuk
menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi, dan
meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik.
Dengan dilakukannya langkah-langkah yang menyeluruh
dan terintegrasi antara seluruh komponen yang dimiliki bangsa
dan negara maka upaya pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang diharapkan dapat terlaksana secara
efektif, berdaya dan berhasail guna. Pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang pada dasarnya
akan mampu memberikan dampak positif yaitu menurunnya
tingkat kejahatan dan meningkatnya perekonomian nasional.

4. Membangun Kesadaran Anti-Pencucian Uang


Upaya pengembangan rezim anti pencucian uang di
Indonesia tidak akan dapat dilaksanakan secara maksimal dan
efektif serta berhasil guna tanpa adanya orientasi dan tujuan yang
jelas mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh serta
pemahaman yang baik atas masalah-masalah yang harus
diselesaikan secara bersama-sama oleh segenap komponen
bangsa Indonesia, tanpa kecuali. Agar pengembangan rezim anti
pencucian uang di Indonesia membuahkan hasil yang nyata dan
sekaligus memberikan manfaat besar bagi negara & bangsa, maka
langkah awal yang perlu dilakukan adalah suatu perencanaan dan
penyusunan program kerja bersama yang baik dan matang agar
arah dan tujuan yang ditetapkan didalamnya dapat dilaksanakan

1
dan diwujudkan oleh semua pemangku kepentingan
(stakeholders).
Pada hakikatnya, tujuan akhir dari pendekatan Anti
Pencucian Uang digabung dengan pendekatan penegakan hukum
di Indonesia adalah untuk memperoleh dua hal utama, yaitu:
pertama, meningkatkan integritas dan stabilitas sistem keuangan
& perekonomian nasional; dan kedua, menurunkan angka
kriminalitas melalui pendekatan ‘follow the money.’
Manfaat paradigma anti pencucian uang (AML) dengan
pendekatan follow the money dapat diketahui sebagai berikut:
 Dapat mengejar hasil kejahatan;
 Dapat menghubungkan kejahatan dengan pelaku intelektual;
 Dapat menembus kerahasiaan bank;
 Dapat menjerat pihak-pihak yang terlibat dalam
menyembunyikan hasil kejahatan; dan
 Dapat menekan nafsu orang untuk melakukan kejahatan
bermotif ekonomi.
 Dapat menjadi alat untuk pemulihan/penyelamatan aset (asset
recovery) untuk negara;
Tindak pidana pencucian uang memang sangat dekat dan
tidak terlepas dengan aneka kejahatan asalnya, sebagaimana
disebutkan di bagian inti tulisan ini. Hubungan keduanya
layaknya suatu lingkaran yang beririsan satu sama lain mengingat
harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana bagaikan darah
yang menghidupi kejahatan itu sendiri (“as a blood of crime”) yang
merupakan titik terlemah dari rantai kejahatan. Dengan kata lain,
untuk menumpas dan mengakhiri kejahatan dalam perspektif anti

1
pencucian uang adalah dengan membuat efek jera dan
menghilangkan motivasi bagi para pelaku kriminal melalui
pemutusan ‘aliran darah’ tersebut. Pelaku kejahatan tidak lagi
dapat secara leluasa menggunakan hasil kejahatannya khususnya
yang berbentuk finansial bagi tujuan-tujuan yang dikehendakinya.
Tidak terdapat lagi kesempatan bagi pelaku kejahatan untuk
dapat menggunakan keuntungan finansial atas kriminalitas yang
dilakukannya karena seluruh komponen bangsa, khususnya
karena pihak-pihak pelaku bisnis baik di sektor keuangan
maupun non-keuangan telah memiliki kesadaran penuh untuk
melakukan upaya preventif dengan melaksanakan kewajiban
pelaporan atas seluruh transaksi keuangan yang tidak memiliki
landasan hukum atau dasar transaksi yang jelas.
Dengan demikian, tidak terdapat lagi celah bagi pelaku
kejahatan untuk dapat “memetik” manfaat dari kejahatan yang
dilakukannya. Karena secara harfiah setiap perbuatan yang
dilakukan manusia adalah termotivasi oleh keuntungan yang
didapat dari perbuatan yang akan atau telah dilakukannya. Tanpa
keuntungan yang bisa diraih, motivasi atas nafsu berbuat jahat
telah dapat diminimalisir. Hingga pada akhirnya, kita semua
berharap bahwa rezim anti pencucian uang memiliki kemampuan
secara nyata untuk menurunkan tingkat kejahatan di Indonesia.
Apabila tidak dicegah, maka hal ini dapat menjadi lahan subur
tumbuhnya tindak pidana lain seperti korupsi, prostitusi,
perdagangan orang, peredaran gelap narkoba, lingkungan hidup,
dan bahkan terorisme serta aneka kejahatan lainnya.

1
Tak terhitung jiwa yang melayang dan kerugian negara
yang diderita setiap tahun akibat berbagai tindak kejahatan
tersebut. Karena itu, sudah menjadi tanggung jawab bersama
seluruh lapisan masyarakat dan aparatur negara untuk mencegah
dan memberantas upaya pencucian uang di Indonesia.
Mengungkap dan mencegah praktik money laundering di sekitar
lingkungan dapat mempersempit ruang gerak dan aset para
pelaku kejahatan dengan melaporkan adanya dugaan tindak
pidana pencucian uang kepada aparat yang berwenang
(kepolisian) atau menjadi bagian whistleblower dan pengaduan
masyarakat pada situs resmi PPATK
(https://pws.ppatk.go.id/wbs/home dan
https://wbs.ppatk.go.id/).
Selaku penjuru rezim anti pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme di Indonesia, PPATK tentu akan bersinergi
dengan berbagai lembaga terkait di sektor keuangan dan sektor
penegak hukum dalam menumpas praktik pencucian uang dan
tidak menjadikan Indonesia sebagai surga pencucian uang bagi
pelaku kejahatan. Sebagai seorang CPNS, jaga integritas dan
komitmen untuk menjaga serta memelihara Indonesia bebas dari
pencucian uang dan pendanaan teroris. Partisipasi aktif Saudara
sangat dibutuhkan dengan menolak berbagai tindakan kejahatan
pencucian uang. Perlu diingat bahwa para pelaku pencucian uang
dapat berupa pelaku aktif maupun pelaku pasif. Oleh karenanya,
serapat mungkin untuk membentengi diri dari perilaku yang
dapat merugikan diri pribadi dan keluarga melalui perteguh iman
dan takwa kepada Tuhan yang Maha Kuasa, Allah SWT, dan

1
mempelajari lebih lanjut perkembangan rezim anti pencucian
uang di Indonesia melalui laman (www.ppatk.go.id) maka
Saudara telah turut berkontribusi pada pembangunan rezim
APU/PPT. “KALO BERSIH KENAPA RISIH !”

E. Proxy War
1. Sejarah Proxy War
Bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa besar yang
mempunyai lata belakang sejarah yang panjang. Sebelum
terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, bangsa
Indonesia adalah bangsa yang masih bersifat kedaerahan ditandai
dengan adanya kerajaan-kerajaan yang menguasai suatu wilayah
tertentu di Nusantara. Hal ini antara lain dibuktikan dari adanya
kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara yang menjadi penguasa
di Asia Tenggara di masa lalu.
Dapat dilihat dari masa Kerajaan Sriwijaya yang
membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung
Malaya menguasai jalur perdagangan Selat Malaka, Selat Sunda,
Laut Jawa, Selat Karimata bahkan sampai ke Laut Cina Selatan.
Dan pada masa Majapahit yang membentang dari Thailand,
Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, Papua serta Timor Timur.
Dimana kekuasaan dari kedua kerajaan tersebut sangat dominan
di wilayan Asia Tenggara. Tetapi kedua kerajaan tersebut runtuh
bukan karena adanya invasi asing namun karena perebutan
kekuasaan yang berujung pada perpecahan yang berakibat pada
pelemahan.
Hal demikian pun terjadi pada masa Kerajaan Banten yang
berjaya dibawah kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa.Yang kala

1
itu para penjajah sudah bersinggah di Nusantara, dimana terjadi
suatu perebutan tahta kerajaan yang kemudian dimanfaatkan
oleh pihak penjajah untuk mengadu domba para keturanan
kerajaan (Politik adu domba bagian Proxy War), dan akhirnya
pertikaianpun tak bisa dihindarkan hingga terjadi suatu
perpecahan yang justru melemahkan hingga menghancurkan
Kerajaan Banten.
Dari serangkaian peristiwa yang terjadi pada bangsa
Indonesia di masa lalu. Dapat kita simpulkan bahwa perjuangan
yang bersifat kelompok tidak akan membawa suatu bangsa
tersebut mencapai tujuannya. Kita harus menyatukan energi serta
keunggulan-keunggulan yang kita miliki untuk memperbesar
bangsa Indonesia. Jika kita terpecah-pecah maka kita tidak akan
menjadi bangsa yang besar dan tidak akan mencapai tujuan.
Kemudian seiring waktu berjalan lahirlah Pancasila sebagai
fundamental bangsa Indonesia yang disusun menurut watak
peradaban Indonesia yang memiliki banyak suku bangsa,
bahasa, adat istiadat, dan agama, maka dengan merumuskan Peri
Kebangsaan, Peri Kemanusian, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan,
dan Peri Kesejahteraan Rakyat. Diharapkan Pancasila dapat
menjadi suatu fondasi bangsa Indonesia sebagai dasar negara dan
pandangan hidup bangsa yang dapat menyelaraskan serta
menyatukan segala macam perbedaan.
Melihat kondisi saat ini, setelah Negara Kesatuan Republik
Indonesia terbentuk maka negara kita akan dihadapkan pada
kondisi yang tak jauh berbeda. Ketika perkembangan teknologi
didunia melaju sangat cepat, kemudian ketersediaan sumber daya

1
alam yang mulai menipis, serta adanya tuntutan kepentingan
kelompok telah menciptakan perang jenis baru, diantaranya
perang asimetris, perang hibrida dan perang proksi (proxy war).
Tentunya di era globalisasi saat ini, dimana hanya negara-
negara adikuasa yang mampu menjadi peran utamanya dengan
memanfaatkan negara-negara kecil sebagai objek permainan
dunia (proxy war) dengan mengeksploitasi sumber daya alamnya
bahkan sampai dengan Ideologinya dengan menanamkan faham-
faham radikalisme, liberalisme, globalisme dll. Sehingga dapat
memicu terjadi gerakan separatis yang dapat memecah belah
suatu bangsa demi tujuan dan kepentingan negara-negara
adikuasa.
Memproklamasikan diri kita sebagai negara merdeka sama
sekali bukan jaminan bahwa Indonesia akan lepas dari gangguan
negara asing. Tidak sedikit pihak yang menilai bahwa Indonesia
saat ini sedang berada dalam kondisi darurat ancaman proxy war.
Indonesia saat ini sedang berada dalam ancaman proxy war atau
perang proksi dari berbagai arah. Ancaman itu ternyata sudah
diprediksi jauh sebelum Indonesia memasuki era pembangunan
di segala bidang. Bapak pendiri bangsa, Ir.Soekarno, yang disebut
telah meramalkan ancaman perang proksi tersebut.
Sejarahnya Perang proksi telah terjadi sejak zaman dahulu
sampai dengan saat ini yang dilakukan oleh negara-negara besar
menggunakan aktor negara maupun aktor non negara.
Kepentingan nasional negara negara besar dalam rangka struggle
for power dan power of influence mempengaruhi hubungan
internasional. Proxy war memiliki motif dan menggunakan

1
pendekatan hard power dan soft power dalam mencapai
tujuannya.
Disparitas atau kesenjangan yang signifikan dalam
kekuatan militer konvensional negara-negara yang berperang
mungkin memotivasi pihak yang lemah, untuk memulai atau
meneruskan konflik melalui negara-negara sekutu atau aktor-
aktor non-negara. Situasi semacam itu muncul selama konflik
Arab-Israel, yang berlanjut dalam bentuk serangkaian perang
proksi.
Hal ini terjadi menyusul kekalahan koalisi Arab melawan
Israel dalam Perang Arab-Israel Pertama, Perang Enam-Hari, dan
Perang Yom Kippur (Perang Ramadhan). Anggota-angota koalisi
yang gagal meraih keunggulan militer lewat perang konvensional
langsung, sejak itu mulai mendanai kelompok perlawanan
bersenjata dan organisasi-organisasi paramiliter, seperti
Hizbullah di Lebanon, untuk melakukan pertempuran iregular
melawan Israel.
Selain itu, pemerintah dari sejumlah negara, khususnya
negara-negara demokrasi liberal, lebih memilih untuk terlibat
dalam perang proksi, meskipun mereka memiliki superioritas
militer. Hal itu dipilih karena mayoritas warga negaranya
menentang keterlibatan dalam perang konvensional. Situasi ini
menggambarkan strategi AS sesudah Perang Vietnam, akibat apa
yang disebut sebagai “Sindrom Vietnam” atau kelelahan perang
yang ekstrem di kalangan rakyat AS.
Hal ini juga menjadi faktor signifikan, yang memotivasi AS
untuk terlibat dalam konflik semacam Perang Saudara Suriah

1
melalui aktor-aktor proksi. Melalui Arab Saudi, AS mendukung
berbagai kelompok perlawanan bersenjata yang ingin
menggulingkan Presiden Bashar al-Assad. Sebelumnya AS sudah
merasa kehabisan tenaga dan membayar harga yang mahal, akibat
serangkaian keterlibatan militer langsung di Timur Tengah. Hal
ini memacu kambuhnya kembali rasa lelah berperang, yang
disebut “sindrom Perang Melawan Teror.”
Perang proksi bisa menghasilkan dampak yang sangat
besar dan merusak, khususnya di wilayah lokal. Perang proksi
dengan dampak signifikan terjadi dalam Perang Vietnam antara
AS dan Soviet. Kampanye pemboman Operation Rolling Thunder
menghancurkan banyak infrastruktur, dan membuat kehidupan
lebih sulit bagi rakyat Vietnam Utara. Bahkan, bom-bom yang
dijatuhkan dan tidak meledak, justru memakan puluhan ribu
korban sesudah perang berakhir, bukan saja di Vietnam, tetapi
juga di Laos dan Kamboja. Kemudian yang juga berdampak
signifikan adalah perang di Afganistan, di mana pasukan Soviet
berhadapan dengan gerilyawan Mujahidin yang didukung AS.
Perang ini memakan jutaan korban jiwa dan menghabiskan
miliaran dollar AS. Perang ini akhirnya membangkrutkan
ekonomi Uni Soviet, dan ikut berperan dalam menyebabkan
runtuhnya rezim komunis Soviet
Saat ini, perang proksi tidak harus dilakukan dengan
menggunakan kekuatan militer. Segala cara lain bisa digunakan
untuk melemahkan atau menaklukkan lawan. Dimensi ketahanan
nasional suatu bangsa bukan hanya ditentukan oleh kekuatan
militernya, tetapi juga ada aspek ideologi, politik, ekonomi, dan

1
sosial-budaya, aspek-aspek ini juga bisa dieksploitasi untuk
melemahkan lawan. Indonesia pernah punya pengalaman pahit
dalam perang proxi ini. Dalam kasus lepasnya provinsi Timor
Timur dari Indonesia lewat referendum, Indonesia sebelumnya
sudah diserang secara diplomatik dengan berbagai isu
pelanggaran HAM (hak asasi manusia) oleh berbagai lembaga
non-pemerintah internasional, serta sekutu-sekutunya di dalam
negeri. Berbagai pemberitaan media asing sangat memojokkan
posisi Indonesia.
Pihak eksternal tampaknya sudah sepakat dengan skenario
bahwa Indonesia harus keluar dari Timor Timur. Ketika akhirnya
diadakan referendum di bawah pengawasan PBB di Timor Timur,
petugas pelaksana referendum yang seharusnya bersikap netral
ternyata praktis didominasi mutlak oleh kubu pro-kemerdekaan.
Sehingga, akhirnya lepaslah Timor Timur dari tangan
Indonesia. Persoalan berikutnya dengan alasan pelanggaran HAM
oleh pasukan TNI di Timor Timur, AS melakukan embargo militer
terhadap TNI. Pesawat-pesawat tempur TNI Angkatan Udara,
yang sebagian besar dibeli dari AS, tidak bisa terbang karena suku
cadangnya tidak dikirim oleh AS.
Isu proxy war berikutnya adalah Isu pertentangan Sunni
versus Syiah di Indonesia, semarak lewat “gerakan anti-Syiah” di
media sosial, hal ini bisa dipandang sebagai wujud perang proxii,
antara Arab Saudi yang Sunni dan Iran yang Syiah. Medan
konfliknya bukan di Arab Saudi dan bukan pula di Iran, tetapi
justru di Indonesia. Konflik ini bisa berkembang menjadi
bentrokan besar terbuka, jika tidak diredam oleh ormas Islam

1
moderat seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Perang
proxi memang sering terjadi dan berlangsung lama bukan di
negara yang berkontestasi. Perang itu justru berkobar (atau
dikobarkan) di negara atau wilayah lain, di antara kelompok yang
pro dan anti masing-masing negara. Mereka menjadi semacam
“boneka” karena mendapat bantuan dana, pelatihan, dan
persenjataan dari negara-negara yang bertarung.

2. Proxy War Modern


Menurut pengamat militer dari Universitas Pertahanan,
Yono Reksodiprojo menyebutkan Proxy War adalah istilah yang
merujuk pada konflik di antara dua negara, di mana negara
tersebut tidak serta-merta terlibat langsung dalam peperangan
karena melibatkan ‘proxy’ atau kaki tangan. Lebih lanjut Yono
mengatakan, Perang Proksi merupakan bagian dari modus perang
asimetrik, sehingga berbeda jenis dengan perang konvensional.
Perang asimetrik bersifat irregular dan tak dibatasi oleh besaran
kekuatan tempur atau luasan daerah pertempuran. “Perang proxy
memanfaatkan perselisihan eksternal atau pihak ketiga untuk
menyerang kepentingan atau kepemilikan teritorial lawannya,”
ujarnya.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu
mengatakan, ancaman Perang Proksi itu sangat berbahaya karena
negara lain yang memiliki kepentingan tidak langsung
berhadapan. Menurut Ryamizard, perang ini menakutkan lantaran
musuh tidak diketahui. Kalau melawan militer negara lain, musuh
mudah dideteksi dan bisa dilawan. “Kalau perang proksi, tahu-
tahu musuh sudah menguasai bangsa ini. Ryamizard

1
menambahkan, perang modern tidak lagi melalui senjata,
melainkan menggunakan pemikiran. “Tidak berbahaya perang
alutsista, tapi yang berbahaya cuci otak yang membelokkan
pemahaman terhadap ideologi negara,” ucapnya.
Mengingat Indonesia kaya akan sumber daya alam, maka
negara ini disebut-sebut darurat terhadap ancaman Proxy War.
Perang prosksi atau proxy war adalah sebuah konfrontasi
antar dua kekuatan besar dengan menggunakan pemain
pengganti untuk menghindari konfrontasi secara langsung dengan
alasan mengurangi risiko konflik langsung yang berisiko pada
kehancuran fatal. Proxy war diartikan sebagai peristiwa saling
adu kekuatan di antara dua pihak yang bermusuhan, dengan
menggunakan pihak ketiga. Pihak ketiga ini sering disebut dengan
boneka, pihak ketiga ini dijelaskan sebagai pihak yang tidak
dikenal oleh siapa pun, kecuali pihak yang mengendalikannya dari
jarak tertentu. Biasanya, pihak ketiga yang bertindak sebagai
pemain pengganti adalah negara kecil, namun kadang juga bisa
non state actors yang dapat berupa LSM, ormas, kelompok
masyarakat, atau perorangan.
Melalui perang proxy ini, tidak dapat dikenali dengan jelas
siapa kawan dan siapa lawan karena musuh mengendalikan
nonstate actors dari jauh. Proxy war telah berlangsung di
Indonesia dalam bermacam bentuk, seperti gerakan separatis dan
lain-lain dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Proxy war
dapat dilakukan pihak asing terhadap Indonesia dalam berbagai
bentuk seperti melakukan investasi besar-besaran ke Indonesia,
menyebarkan black campign, menguasai pembuat kebijakan dan

1
legislatif dengan cara menyuap dan menghasilkan perundang-
undangan yang memihak kepentingan asing, mengadu domba
aparatur negara, membuat fakta-fakta perdagangan guna menekan
produk Indonesia, menguasai dan membeli media massa,
menciptakan konflik domestik, menguasai sarana informasi dan
komunikasi strategis, serta mencoba merusak generasi bangsa
Indonesia dengan berbagai cara mulai dari penyebaran narkoba,
menghasut para pelajar Indonesia dan lain-lain. Dan proxy war
telah berlangsung di Indonesia dalam bermacam bentuk kegiatan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Saat ini sisa cadangan energi dunia hanya bersisa 45
tahun ke depan, dan itu akan habis jika kita semua tak berusaha
menemukan penggantinya, karena konsumsi energi 2025
mendatang akan meningkat juga hingga 45 persen, Selanjutnya,
sekitar 70 persen konflik di dunia ini berlatar belakang energi.
Serta peningkatan energi pada tahun 2007-2009, juga akan
memicu kenaikan harga pangan dunia mencapai 75 persen. Di sisi
lain, hanya ada negara-negara yang dilintasi ekuator yang mampu
bercocok tanam sepanjang tahun negara tersebut adalah Amerika
Latin, Afrika Tengah, dan Indonesia menerangkan data jumlah
penduduk dunia akan mencapai 123 miliar itu akan terjadi di
tahun 2043. Dan jumlah tersebut 3 kali lipat melebihi daya
tampung bumi. Jadi di dunia ini hanya ada 2,5 miliar penduduk
yang tinggal di garis ekuator, sementara untuk sisa penduduknya
ada sejumlah 9,8 miliar yang berada di luar ekuator. Kondisi ini
yang memicu perang untuk mengambil alih energi negara-negara
yang berada di garis ekuator, salah satunya Indonesia.

1
Maka saat ini yang terjadi adalah perang masa kini dengan
latar energi akan mengalami pergeseran menjadi perang pangan,
air, dan energi. "Di mana yang awalnya terjadi di wilayah Timur
Tengah, maka secara otomatis akan bergeser menuju ke Indonesia,
Afrika Tengah, dan Amerika Latin. Maka dunia akan kehabisan
energi. Indonesia ke depannya akan hadapi kondisi seperti itu.
Beberapa indikasi terjadinya proxy war di Indonesia mulai
terlihat ketika muncul gerakan separatis seperti Lepasnya Timor
Timur dari Indonesia yang dimulai dengan pemberontakan
bersenjata, perjuangan diplomasi, sampai munculnya referendum
merupakan contoh proxy war yang nyata. Celah Timor tanpa
diduga menyimpan minyak dan gas bumi dalam jumlah yang
fantastis. Australia pun ingin menguasai kandungan minyak di
celah Timor dengan pembagian yang lebih besar. Setelah
perjanjian celah Timor dengan Indonesia berakhir, Australia
menggunakan isu HAM, menyerukan perlunya penentuan nasib
sendiri untuk rakyat Timor Timur.
Di jalur diplomatik, Australia juga membujuk PBB untuk
mengeluarkan sebuah resolusi Dewan Keamanan agar
mengizinkan pasukan multinasional di bawah pimpinannya
masuk ke Timor Timur dengan alasan kemanusiaan,
menghentikan kekerasan, dan mengembalikan perdamaian.
Terlepasnya Timor Timur yang membuat perpecahan dan
keutuhan NKRI, adalah salah satu dampak besar yang diakibatkan
oleh proxy war. Bahkan Saat ini muncul kembali adanya gerakan
sparatis Papua seperti Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang
membuat kekacauan karena ada yang memanfaatkan. Selain itu,

1
masyarakat Papua berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh
gerakan sparatis, seperti KNPB, dikarenakan oleh beberapa faktor
diantaranya kurangnya pengakuan identitas Papua di NKRI serta
tidak di implementasikan program pembangunan di Papua.
Faktor-faktor itulah dimanfaatkan oleh
kelompok-kelompok tertentu yang mempunyai kepentingan
untuk mendorong gerakan sparatis. Tidak heran diantara mereka
juga mendompleng dari gerakan sparatis di Papua. Bahkan ada
diantara mereka juga yang mendorong munculnya gerakan
speratis. Selain melalui gerakan separatis yang mangancam
keadaluatan dan keutuhan wialayah, serangan proxy war juga
telah mengalami perkembangan yang cukup penting. Perang
pemikiran, perasaan dan kesadaran jauh lebih mematikan
ketimbang perang fisik. Sasaran proxy war adalah mematikan
kesadaran suatu bangsa dengan cara menghilangkan identitas
atau ideologi atau keyakinan suatu bangsa yang pada gilirannya
akan menghilangkan identitas diri. Bangsa tanpa kesadaran,
tanpa identitas, tanpa ideologi sama dengan bangsa yang sudah
rubuh sebelum perang terjadi. Lihat bagaimana Snouckhorgroune
menginfiltrasi Aceh, bagaimana Belanda menjadikan sistem
hukumnya sebagai sistem hukum kita, bagaimana penjajah
melakukan politik adu domba, meningkatkan fanatisme agama,
suku, ras maupun antar kelompok sebagai alat menghancurkan
dari dalam.
Lihat bagaimana kerusakan budaya yang sedang melanda
generasi muda Indonesia saat ini. Munculnya generasi muda yang
hedonis, doyan seks, pornografi, narkoba, mental korup, hipokrit,

1
konsumtif, egois, saling curiga, serta bangga produk dan budaya
asing. Semua sikap dan budaya menyimpang tersebut bertujuan
memuluskan kepentingan asing di Indonesia. Semua pelemahan
sikap dan budaya tersebut sesungguhnya telah dirancang
sedemikian rupa oleh negara dalang. Sehingga investasi negara
asing berlangsung mulus dalam sekala luas, sasarannya tentu saja
sumberdaya alam yang mereka butuhkan. Negara asing bisa
mengontrol perkembangan Iptek di Indonesia dan persenjataan
dan militer Indonesia.

3. Membangun Kesadaran Anti-Proxy dengan mengedepankan


Kesadaran Bela Negara melalui pengamalan nilai-nilai
Pancasila
Pancasila selaku ideologi yang menjadi fundamental bangsa
Indonesia yang terbentuk berdasarkan kondisi bangsa Indonesia
yang multikultural mempunyai keanekaragaman budaya, adat
istiadat, suku bangsa, bahasa, dan agama yang berbeda- beda dari
Sabang sampai Merauke. Dan dari segala perbedaan inilah
Pancasila menjadi pemersatu dari semua kemajemukan bangsa
Indonesia serta menjadi pandangan hidup bangsa yang terdiri
dari kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur untuk mengatur berbagai
aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara guna
tercapainya tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa memperoleh
dukungan dari rakyat Indonesia karena sila-sila serta nilai-nilai
yang secara keseluruhan merupakan intisari dari nilai-nilai
budaya masyarakat yang majemuk. Pancasila memberikan corak
yang khas dalam kebudayaan masyarakat, tidak dapat dipisahkan

1
dari kehidupan masyarakat Indonesia dan merupakan ciri khas
yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain
di dunia. Pengamalan Pancasila untuk membangun kesadaran:
1. Mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan Bela Negara, bangsa
ini akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya
dapat diatasi karena setiap komponen bangsa akan
mengutamakan semangat gotong royong cinta tanah air
memperbesar persamaan dan memperkecil perbedaan demi
persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai NKRI .
2. Mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan Bela Negara yang
dijiwai nilai spiritual Ketuhanan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara maka bangsa Indonesia menyadari dan meyakini
kebhinekaan sebagai keniscayaan kodrat Ilahi untuk saling
menghormati dalam keberagaman serta rela berkorban demi
keberlangsungan NKRI dalam memecahkan masalah-masalah
politik, ekonomi, sosial, dan budaya dll yang timbul dalam gerak
masyarakat yang semakin maju.
3. Dengan berpedoman pada pandangan hidup Pancasila bangsa
Indonesia akan membangun dirinya menuju kehidupan yang
dicita-citakan bangsa, untuk terus mengasah kewaspadaan dini
akan bahaya proxi war yang mengancam semua aspek
kehidupan (Ipoleksosbudhangama) menuju masyarakat adil
dan makmur.
4. Meyakini bahwa Ideologi Pancasila dapat mempersatukan
bangsa Indonesia serta memberi petunjuk dalam masyarakat
yang beraneka ragam sifatnya yang akan menjamin
keberlangsungan hidup bangsa Indonesia.

1
Era globalisasi saat ini dimana seperti tidak ada batas antar
negara dalam suatu perkembangan dunia yang mencakup politik,
ekonomi, sosial, budaya maupun teori, semua proses yang
merujuk kepada penyatuan seluruh warga dunia menjadi sebuah
kelompok masyarakat global. Di sisi lain, ada yang melihat
globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-
negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan
negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini,
globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuknya yang
paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan
mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin
tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi
cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia,
bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya,
politik, dan agama.
Sebagaimana yang telah dideskripsikan di atas, pandangan
negatif terhadap globalisasi ini sangat kompleks sekali bagi
negara-negara kecil didunia. Jika memang globalisasi ini
merupakan sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara
adikuasa. Maka jika melihat perkembangan globalisasi sendiri
mungkin sudah tidak diragukan lagi, bagaimana yang terlihat
dalam perkembangan di Indonesia sendiri dimana aspek
kehidupan politik, ekonomi, sosial serta budaya sudah terkena
imbas dari efek globalisasi. Kemudian jika melihat kondisi sumber
daya alam didunia yang semakin menipis bahkan diperkirakan
bahwa populasi sumber daya alam akan tidak seimbang dengan

1
populasi penduduk dunia dan kebutuhannya. Bukan tak lain jika
globalisasi merupakan suatu proyek yang diusung oleh para
negara-negara adikuasa untuk dapat mengusai negara-negara
kecil sebagai sarana memenuhi kebutuhan dan kepentingan
negara-negara tersebut atau juga bisa dikatakan sebagai proxy
war.
Melihat kondisi Indonesia sebagai negara berkembang
dengan sumber daya alam yang melimpah. Tentu hal ini akan
menjadi suatu tangtangan dan ancaman akibat efek dari
globalisasi yaitu dominasi modernitas global yang berujung
tombak pada kapitalisme ekonomi dunia dan teknologisasi
kehidupan dan di lain pihak tantangan dan ancaman ideologi
keagamaan transnasionalisme yang ingin menghapus paham
kebangsaan dan menyebarkan radikalisme keberagaman yang
sama sekali tidak sesuai dengan Sosio-Nasionalisme Pancasila.
Hal ini akan menjadi suatu tantangan bagaimana efek
globalisasi dan proxy war ini dapat menimbulkan berbagai
macam persoalan-persoalan besar bukan hanya terhadap
memengaruhi aspek politik, ekonomi, sosial, budaya serta teritori.
Tetapi juga dapat merusak tatanan hidup dan pandangan hidup
bangsa yang berpedoman pada Pancasila. Bagaimana globalisasi
dan proxy war ini dapat menimbulkan suatu gerakan-gerakan
separatis, demonstrasi massa, radiakalisme dan gerakan-gerakan
lainnya yang dapat menyebabkan disintegrasi bangsa. Bukan
hanya itu saja efek dari keduanya juga memengaruhi aspek
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang tak
sesuai dengan ideologi dan pandangan hidup Pancasila.

1
Isu keamanan nasional dalam arti luas kini tak hanya
berkutat pada kekuatan ekonomi, militer, dan politik. Ada
elemen-elemen lainnya yang tak kalah penting, yaitu keamanan
informasi, energi, perbatasan, geostrategis, cyber, lingkungan,
etnis, pangan, kesehatan, dan sumber daya. Saat ini keamanan
nasional tidak hanya seputar territorial dan militer semata,
namun terkait pula keamanan masyarakat, pengembangan
manusia dan keamanan sosial ekonomi dan politik. Tentunya
sebagai warga negara Indonesia sudah selayaknya dan menjadi
suatu keharusan untuk mengatisipasi ancaman-ancaman seperti
globalisasi dan proxy war yang dapat menimbulkan permasalahan
yang pelik bagi bangsa Indonesia bahkan dapat menyebabkan
disintegrasi bangsa seperti halnya yang terjadi pada Timor Timur.
Sebagai warga Indonesia sudah seharusnya menjujung
tinggi nilai Nasionalisme sebagai paham yang menciptakan dan
mempertahankan kedaulatan suatu negara dengan mewujudkan
satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Serta
mengaplikasikan dari butir-butir Pancasila dan nilai-nilai bela
negara yang merupakan sebagai pandangan hidup, maka bangsa
Indonesia akan dapat memandang suatu persoalan yang
dihadapinya dan menentukan arah serta dapat memecahkan
persoalannya dengan tepat. Tanpa memiliki suatu pandangan
hidup, bangsa Indonesia akan merasa terombang ambing dalam
menghadapi suatu persoalan besar yang timbul dalam pergaulan
masyarakat bangsa-bangsa di dunia.
Pengamalan Pancasila sebagai dasar falsafah negara harus
benar-benar direalisasikan, sehingga tertanam nilai-nilai

1
Pancasila dalam rangka mencegah terjadinya konflik antar suku,
agama, dan daerah yang timbul akibat dari proxy war serta
mengantispasi menghindari adanya keinginan pemisahan dari
NKRI sesuai dengan symbol sesanti Bhineka Tunggal Ika pada
lambang Negara, Persatuan dan Kesatuan tidak boleh mematikan
keanekaragaman dan kemajemukan sebagaimana kemajemukan
tidak boleh menjadi faktor pemecah belah, tetapi harus menjadi
sumber daya yang kaya untuk memajukan kesatuan dan
persatuan itu.

F. Kejahatan Mass Communication (Cyber Crime, Hate Speech,


Dan Hoax)
1. Pengantar
Sejarah
DeFleur & DeFleur (2016), membagi perkembangan
komunikasi massa dalam lima tahapan revolusi dengan
penggunaan media komunikasi sebagai indikatornya, yaitu (1)
komunikasi massa pada awalnya zaman manusia masih
menggunakan tanda, isyarat sebagai alat komunikasinya, (2) pada
saat digunakannya bahasa dan percakapan sebagai alat
komunikasi, (3) saat adanya tulisan sebagai alat komunikasinya,
(4) era media cetak sebagai alat komunikasi, dan (5) era
digunakannya media massa sebagai alat komunikasi bagi manusia.
Perkembangan tahapan ini menunjukkan bahwa media
merupakan elemen terpenting dalam sebuah bentuk komunikasi.
Dalam perkembangannya media massa adalah sarana yang
menjadi tempat penyampaian hasil kerja aktivitas jurnalistik yang
dilakukan oleh wartawan. Setiap berita dalam jurnalistik menjadi

1
tidak bermakna tanpa mendapat dukungan atau dipublikasikan
melalui media.
Dalam konteks kesejarahan, aktivitas jurnalistik yang
merupakan kegiatan penyebaran informasi kepada masyarakat
dilakukan untuk pertama kalinya oleh Kaisar Amenhotep III di
Mesir (1405-1367 SM) yang mengutus ratusan wartawan ke
seluruh provinsi dalam kekuasaanya untuk membawa surat berita
yang disampaikan kepada seluruh pejabat. Aktivitas jurnalistik ini
juga sudah lazim dilakukan di Nusantara pada jaman kerajaan
Sriwijaya maupun Majapahit ketika para pembawa berita
berkeliling negeri untuk menyampaikan pesan raja atau
pengumuman sayembara.
Milestone penting yang menandai pengembangan media
massa dimulai dari terbitnya surat kabar Jerman, Avisa Relation
Oder Zeitung untuk pertama kalinya pada 15 Januari 1609 untuk
memenuhi kebutuhan informasi masyarakat secara mingguan,
yang kemudian disusul pada tahun 1702, dengan penerbitan Daily
Courant di London yang menjadi pelopor koran harian yang
mewartakan setiap informasi di Inggris.
Di Indonesia, jurnalistik Eropa masuk ke Hindia Belanda
setelah Gubernur Jenderal Belanda, Jan Pieterszoon Coen pada
tahun 1587-1629 memprakarsai penerbitan berita yang
dinamakan Memorie der Nouvelles yang berisi tulisan tangan dan
dicetak untuk disebarkan kepada orang-orang penting di Jakarta.
Barulah satu abad kemudian, terbit surat kabar untuk pertama
kalinya di Indonesia yaitu Bataviasche Nouvelles en Politique
Raisonnementen pada 7 Agustus 1744 dalam ukuran kertas folio.

1
Sedangkan surat kabar hasil prakarsa putera bangsa, Medan
Prijaji, baru terbit pertama kali pada tahun 1902, oleh Raden Mas
Tirtoadisuryo.
Setelah masa kemerdekaan, perkembangan jurnalistik dan
komunikasi massa mengalami pasang surut. Walaupun
penerbitan surat kabar mulai banyak bermunculan seperti
Kedaulatan Rakyat, Merdeka, Waspada, Pedoman, Indonesia Raya,
Suara Merdeka dan lain sebagainya, namun kebebasan pers
sebagai ciri demokrasi mendapatkan ujian terberatnya pada masa
Orde Lama dan Orde Baru. Pada saat itu pers dikontrol secara
ketat oleh pemerintah.
Pasca orde Baru, era reformasi memberi angin segar bagi
dunia pers. Milestone yang menjadi tonggak kebebasan pers di
Indonesia ditandai dengan pengesahan Undang-undang No. 40
Tahun 1999 tentang Pers. Sistem bredel dan sensor pun diakhiri
serta dihapuskan. Perizinan yang dulunya sangat ketat pun
ditiadakan bagi media pers cetak.
Terdapat setidaknya tiga istilah yang perlu dikenali dan
dipahami karena selain selalu digunakan dalam literatur
komunikasi massa, juga merupakan perkembangan terkini dari
komunikasi massa saat ini, yaitu istilah komunikasi massa itu
sendiri, media massa, dan media sosial.

Komunikasi Massa
Komunikasi massa sejatinya merupakan bagian dari
sejarah perkembangan peradaban manusia. Manusia memiliki
kebutuhan untuk berinteraksi satu sama lain, bertukar pesan dan
menyampaikan informasi melalui media tertentu. Adapun yang

2
dimaksud dengan komunikasi massa adalah pesan yang
dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang
(Bittner, 1977). Pengertian lain dari Jalaludin Rahmat (2000) yang
menjelaskan jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah
khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media
cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima
secara serentak dan sesaat.
Adapun ciri-ciri pokok komunikasi massa seperti yang
dijelaskan oleh Noelle-Neumann (1973), adalah sebagai berikut:
1. Tidak langsung (harus melalui media teknis)
2. Satu arah (tidak ada interaksi antar komunikan)
3. Terbuka (ditujukan kepada publik yang tidak terbatas dan
anonim)
4. Publik tersebar secara geografis

Jadi, tanpa media, komunikasi massa tidak mungkin terjadi.


Pemberi pesan memerlukan media yang bisa diakses oleh publik
sebagai penerima pesan. Ciri lainnya dari komunikassi massa
adalah tidak adanya interaksi antar komunikan. Ciri ini yang
membedakan komunikasi massa dalam pengertian tradisional
dengan media sosial saat ini.
Selain berfungsi dalam menyampaikan pesan secara umum
kepada publik, komunikasi massa juga berfungsi dalam
melakukan transmisi pengetahuan, nilai, norma maupun budaya
kepada publik yang menerima pesan. Lebih lanjut Wright (1985)
menjelaskan beberapa sifat pelaku dalam komunikasi massa
sebagai berikut:

2
Elemen Sifat
Khalayak 1. Luas; komunikator tidak dapat
berinteraksi dengan khalayak secara
tatap muka
2. Heterogen; berbagai diverensiasi
masyarakat (horizontal/vertikal)
3. Anonimitas; khalayak secara individual
tidak diketahui oleh komunikator
Bentuk 1. Umum; terbuka bagi setiap orang
komunikasi 2. Cepat; menjangkau khalayak luas
dalam waktu yang relatif singkat
3. Selintas; umumnya untuk dikonsumsi
dengan segera (tidak untuk
diingat-ingat)
Komunikator Dilakukan oleh sebuah organisasi yang
kompleks dan dengan pembiayaan tertentu.

Dari pengertian dan karakteristik tersebut, maka maka


dapat dilihat bahwa komunikasi massa memerlukan adanya
elemen pemberi pesan, media penyampai pesan, penerima pesan
yaitu khalayak, anonimitas, komunikasi satu arah, serta waktu
penyampaian yang bersifat serentak.

Media Massa
Adapun yang dimaksud dengan media dalam komunikasi
massa adalah media massa yang merupakan segala bentuk media
atau sarana komunikasi untuk menyalurkan dan

2
mempublikasikan berita kepada publik atau masyarakat. Media
massa dalam konteks jurnalistik pada dasarnya terbagi atas tiga
jenis media, yaitu:
1. Media cetak, berupa surat kabar, tabloid, majalah, buletin, dan
sebagainya
2. Media elektronik, yang terdiri atas radio dan televisi
3. Media online, yaitu media internet seperti website,
blog, portal berita, dan media sosial.

Dari ketiga jenis media di atas, dapat diketahui bahwa


media massa modern tidak hanya bercirikan penggunaan
perkembangan teknologi baik itu teknologi percetakan, elektronik
maupun online, tetapi juga dari karakteristik pengguna medianya.
Jika secara tradisional jurnalisme merupakan tugas-tugas yang
diemban oleh profesi wartawan dan insan pers lainnya, maka
dalam konteks saat ini, konsumen berita atau khalayak banyak
juga dapat berperan dalam jurnalisme sebagai penyebar berita
melalui media sosial. Hal ini karena media sosial merupakan
bagian dari media massa, sosial media ini termasuk dalam media
massa modern.

Media Massa vs Media Sosial


Walaupun demikian terdapat beberapa karakteristik yang
membedakan media massa dari media sosial, seperti karakter
aktualitas, objektivitas dan periodik. Media massa juga pada
umumnya hanya melakukan komunikasi satu arah, dan para
penerima informasinya tidak dapat berkontribusi secara langsung.
Karakeristik lainnya bahwa komunikatornya pun lazimnya

2
bersifat melembaga. Sifat kelembagaan komunikator dalam
proses komunikasi massa disebabkan oleh melembaganya media
yang digunakan dalam menyampaikan pesan komunikasinya.
Mereka berbicara atas nama lembaga tempat dimana mereka
berkomunikasi sehingga pada tingkat tertentu, kelembagaan
tersebut dapat berfungsi sebagai fasilitas sosial yang dapat ikut
mendorong komunikator dalam menyampaikan pesan-pesannya.
Sedangkan media sosial, baik pemberi informasi maupun
penerimanya seperti bisa memiliki media sendiri. Media
sosial merupakan situs di mana setiap orang bisa membuat web
page pribadi, kemudian terhubung dengan kolega atau publik
untuk berbagi informasi dan berkomunikasi. Media sosial
memfasilitasi adanya komunikasi dua arah antara pemberi pesan
dan penerima pesan dalam waktu yang cepat dan tak terbatas.
Beberapa contoh media sosial diantaranya facebook, blog, twitter,
dsb.
Perbedaan mendasar lainnya adalah ada sifat objektivitas pesan
yang disampaikan dalam media masing-masing. Media massa
cenderung memuat pesan dengan tingkat objektivitas yang lebih
tinggi, walaupun dalam beberapa kasus dimensi subjektifnya juga
kuat. Dalam media sosial setiap penggunanya memiliki hak dan
kebebasan untuk menyuarakan apapun, sekalipun pesan yang
disampaikannya merupakan kritik, keluhan, opini dan bentuk
pesan lainnya yang bersifat sangat subjektif.
Komunikasi massa pada dasarnya melibatkan kedua jenis
media ini, media massa dan media sosial. Media massa sebagai
media mainstream memiliki pengaruh cukup kuat dalam

2
membentuk opini dan perspektif penggunanya dalam satu isu
yang diangkatnya. Namun demikian peran ini juga mulai
dilakukan oleh pengguna media sosial. Keterlibatan masyarakat
dalam penggunaan media sosial sebagai bentuk jurnalisme
(citizen journalism), merupakan bentuk kontribusi masyarakat
biasa dalam berbagi informasi kepada publik. Kontribusi
jurnalisme warga ini dapat dilakukan tanpa membutuhkan
keahlian khusus di bidang jurnalistik seperti yang dimiliki oleh
profesi jurnalis. Fungsi terbesar media sosial dalam konteks
komunikasi massa ini adalah membuat keterlibatan masyarakat
ikut serta menjadi social control.

2. Bentuk Tindak Kejahatan dalam Komunikasi Massa


Kejahatan dan bentuk tindak pidana lainnya sangat bisa
terjadi dalam komunikasi massa. Hal ini karena komunikasi massa
melibatkan manusia sebagai pengguna, dan terutama publik luas
sebagai pihak kemungkinan terdampak. Beberapa tipe kejahatan
yang Calhoun, Light, dan Keller (1995) menjelaskan adanya empat
tipe kejahatan yang terjadi di masyarakat, yaitu:
1. White Collar Crime (Kejahatan Kerah Putih)
Kejahatan ini merujuk pada tindakan melawan hukum yang
dilakukan oleh kelompok orang dengan status sosial yang
tinggi, termasuk orang yang terpandang atau memiliki posisi
tinggi dalam hal pekerjaannya. Contohnya penghindaran
pajak, penggelapan uang perusahaan, manipulasi data
keuangan sebuah perusahaan (korupsi), dan lain sebagainya.

2. Crime Without Victim (Kejahatan Tanpa Korban)

2
Tipe kejahatan ini tidak menimbulkan penderitaan secara
langsung kepada korban sebagai akibat datindak pidana yang
dilakukan. Namun demikian tipe kejahatan ini tetap tergolong
tindak kejahatan yang bersifat melawan hukum. perjudian,
mabuk-mabukan, dan hubungan seks yang tidak sah tetapi
dilakukan secara sukarela.

3. Organized Crime (Kejahatan Terorganisir)


Kejahatan ini dilakukan secara terorganisir dan
berkesinambungan dengan dukungan sumber daya dan
menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan sesuatu
yang diinginkan (biasanya lebih ke materiil) dengan jalan
menghindari hukum. Contohnya penyedia jasa pelacuran,
penadah barang curian, perdagangan anak dan perempuan
untuk komoditas seksual atau pekerjaan ilegal, dan lain
sebagainya.

4. Corporate Crime (Kejahatan Korporasi)


Kejahatan ini dilakukan atas nama organisasi formal dengan
tujuan menaikkan keuntungan dan menekan kerugian. Tipe
kejahatan korporasi ini terbagi lagi menjadi empat, yaitu
kejahatan terhadap konsumen, kejahatan terhadap publik,
kejahatan terhadap pemilik perusahaan, dan kejahatan
terhadap karyawan.

Dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, potensi


tindak pidana dan bentuk kejahatan lainnya sangat dimungkinkan

2
terjadi dalam komunikasi massa. Keempat tipe kejahatan dapat
terjadi dalam komunikasi massa.
Pelaku bisa memasuki ranah pelanggaran pidana manakala
penggunaan media dalam berkomunikasi tidak sesuai dengan
ketentuan norma serta peraturan perundangan yang berlaku.
Beberapa peraturan perundangan yang bisa menjadi rujukan
dalam konteks kejahatan yang terjadi dalam komunikasi massa
adalah:
1. Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
2. Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
3. Undang-undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
4. Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik
5. Undang-undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.
Beberapa pasal kritikal dalam UU ITE, misalnya, terkait
penghinaan, pencemaran nama baik, dan larangan penyebaran
informasi yang menyebarkan kebencian. Pasal 27 ayat 3
mengancam siapa pun yang mendistribusikan dokumen atau
informasi elektronik yang bermuatan penghinaan dan atau
pencemaran nama baik. Sedangkan Pasal 28 UU itu juga memuat
pelarangan penyebaran informasi yang menyebarkan kebencian.
Beberapa contoh kasus yang menyeret para pengguna
media sosial dalam pelanggaran peraturan perundangan terkait
komunikasi massa, pada umumnya merupakan tindakan, sikap
atau perilaku berupa keluhan atas suatu jenis pelayanan, atau

2
hanya berupa opini pribadi yang terlanjur masuk ke ruang
publik. Beberapa kasus dapat dilihat sebagai berikut:
1. Pencemaran nama baik
Pencemaran nama baik adalah kasus yang paling sering
terjadi dalam komunikasi massa. Baik dilakukan secara
sengaja ataupun karena bocor tanpa sengaja ke ruang publik.
Kasus perseteruan Prita Mulyasari dengan RS Omni beberapa
waktu lalu, yang sebenarnya yang bersangkutan hanya
menuliskan keluhan lewat email atas pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit Omni. Namun karena keluhan tersebut menjadi
viral di ruang publik, maka pihak RS tidak menerima dan
menuntut sampai di meja pengadilan.
2. Penistaan agama atau keyakinan tertentu
Kasus penistaan agama oleh mantan Gubernur DKI Basuki
Tjahaja Purnama yang dianggap melakukan penistaan agama
karena pidatonya di Kepulauan Seribu juga menunjukkan
bahwa pelanggaran bisa terjadi tanpa ada inisiatif aktif dari
pelaku dalam menggunakan media. Kasus ini berkembang
setelah masuk ranah media massa dan mendapatkan reaksi
yang luas dari publik. Kasus lainnya seperti Alexander Aan,
yang dianggap melakukan penghinaan agama melalui tulisan
di media sosial dalam suatu grup.
3. Penghinaan kepada etnis dan budaya tertentu
Kasus yang terjadi adalah para pengguna media sosial yang
tidak hati-hati dalam menyampaikan opini terkait etnis
tertentu. Florence Sihombing, sebagai contoh, menghina etnis
jawa dalam media sosial tertentu yang berujung di

2
pengadilan.Florence dijerat Pasal 27 ayat 3 terkait informasi
elektronik yang dianggap menghina dan mencemarkan nama
baik.

Beberapa tips bagaimana cara untuk memahami peraturan


perundangan terkait komunikasi massa, dapat dilakukan dengan
mengikuti petunjuk berikut ini:
1. Cermati dan pilih salah satu dari peraturan perundangan
yang disebutkan diatas
2. Lakukan diskusi dan pendalaman dengan membahas pasal-
pasal kritikal terkait kejahatan dalam komunikasi massa
yang mungkin terjadi.
3. Buatlah poin-poin penting dan kritis terkait kondisi yang
terjadi saat ini.

Kejahatan dalam komunikasi massa tidak hanya dilakukan


oleh pengguna media sosial, tetapi juga dapat terjadi dan
dilakukan oleh institusi pers yang tidak melakukan pemberitaan
secara berimbang atau melanggar prinsip-prinsip jurnalisme.
Sebagai contoh, dalam pemberitaan kasus kriminal tertentu,
media lebih memberikan porsi besar pemberitaan pada profil
korban atau pelaku dari sisi personal, latar belakang atau
kehidupan sosialnya, yang tidak ada hubungannya sama sekali
dengan kasus yang dimuat dalam berita. Pemberitaan seperti ini
akan menimbulkan trauma bagi keluarga atau kerabat serta
teman dari korban atau pelaku yang sebetulnya tidak ada
hubungannya sama sekali. Sehingga mereka menjadi korban oleh

2
media, dan sangat mungkin menjadi korban “bully” dari pengguna
media lainnya.
Contoh pemberitaan yang menyimpang tentang kasus yang
cenderung menyudutkan korban dan dampaknya bagi korban
adalah kasus pembunuhan di kafe sebuah mall bilangan Jakarta
Pusat yang menewaskan seorang perempuan pada tanggal 6
Januari 2016. Kasus ini mencuri perhatian banyak media karena
melibatkan pelaku dan korban yang dari kelas atas. Tim forensik
menemukan adanya kandungan sianida dalam minuman es kopi
yang dibelikan oleh teman korban. Banyak media yang
mengangkatnya menjadi berita yang eksklusif karena daya
jualnya yang tinggi. Media nasional sebut saja sekelas Tempo,
Kompas, Sindonews, Metro TV, Vivanews dan Tribunnews tidak
luput memberitakan kasus ini.
Pertanyaan kritisnya, mengapa kasus pembunuhan seperti
ini mendapatkan porsi pemberitaan begitu masif dan berlangsung
lama? Padahal ada kasus-kasus pembunuhan lain atau kasus
korupsi, tindak kekerasan seksual, human trafficking, narkoba
dan sebagainya yang lebih membutuhkan perhatian banyak pihak.
Lebih dari itu banyak pemberitaan yang sebenarnya tidak
berkaitan dengan kasus pembunuhannya atau proses hukum yang
sedang berjalan, tapi berkaitan dengan informasi-informasi
pribadi yang tentunya tidak ada unsur kepentingan publiknya.
Sebetulnya kegiatan jurnalisme sudah dipagari oleh kode
etik, yang memberikan rambu-rambu apa saja yang harus
diperhatikan. Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dibuat sebagai pedoman
dan pagar bagi pekerja media dalam memberitakan sesuatu. Bagi

2
pekerja televisi pun ada tambahan peraturan lain, Pedoman
Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Dengan
demikian para pekerja media sudah seharusnya memiliki
perspektif korban baik itu korban kekerasan atau tindak
kejahatan lainnya. Sehingga pemberitaan yang ditulis, diliput, atau
dilaporkan tidak menjadikannya korban untuk kedua kalinya.
UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE) pada dasarnya hadir untuk menjaga agar
kejahatan dalam komunikasi massa dapat diminimalisir. Banyak
pengguna media sosial banyak yang khawatir dengan hadirnya UU
ini. Sejatinya UU ini diberlakukan untuk melindungi kepentingan
negara, publik, dan swasta dari kejahatan siber (cyber crime).
Saat itu ada 3 pasal mengenai defamation (pencemaran nama
baik), penodaan agama, dan ancaman online.
Contoh lainnya dalam pasal 45 dalam UU ITE juga
menegaskan setiap muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian,
penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan atau
pengancaman akan menghadapi ancaman hukuman pidana
penjara dan atau denda sesuai tingkatnya masing-masing.
Sayangnya terkait dengan hal tersebut, Southeast Asia
Freedom of Expression Network (SAFEnet) melaporkan bahwa
Freedom House, lembaga pembela hak asasi manusia (HAM) yang
berpusat di Amerika Serikat, menerbitkan Laporan Kebebasan
Internet 2017. Menurut lembaga ini, kebebasan Internet di
Indonesia lebih buruk sepanjang satu tahun terakhir. Hal ini
berdasarkan tiga kategori penilaian yaitu (1) hambatan dalam
mengakses, (2) pembatasan konten, dan (3) pelanggaran

2
terhadap hak-hak pengguna Internet. Kasus pemblokiran
aplikasi Bigo, vimeo serta aplikasi telegram beberapa waktu yang
lalu adalah contohnya. Padahal pemblokiran ini menegaskan
bahwa negara melalui pemerintah memiliki kepentingan dalam
menjaga kondusivitas kehidupan bernegara dan kehiduan sosial
masyarakat, sekaligus mengawal norma-norma lokal, kesusilaan
dan agama agar tetap dihormati dalam kehidupan masyarakat.
Nilai positif dari UU ITE sebenarnya sangat membantu
masyarakat yang menggunakan media sosial. Dalam UU ITE yang
baru telah dijelaskan bagaimana cara menggunakan media sosial
yang benar. Masyarakat sebetulnya akan dengan mudah
memahami hal apa saja yang tidak boleh ditulis dan dibagikan
(share) melalui media sosial. Sehingga masyarakat harus bijak
dalam menggunakan media sosial dengan berpikir ulang atas
informasi apa yang ingin dibagikan ke orang lain yang nantinya
akan dibagikan juga oleh orang lain tersebut.
Perubahan UU ITE justru memberi kelonggaran kepada
masyarakat dikarenakan dua hal, yaitu, pertama, delik aduan yang
semua orang tidak bisa melaporkan dan, kedua, tidak ada
penahanan.
Berangkat dari perkembangan dinamika komunikasi massa
dan peraturan perundangan di atas, maka beberapa jenis
kejahatan yang paling sering terjadi pada konteks komunikasi
massa adalah cyber crime, hate speech dan hoax. Masing-masing
memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap publik,
seperti diraikan berikut ini:

2
Cyber crime
Cyber crime atau kejahatan saiber merupakan bentuk
kejahatan yang terjadi dan beroperasi di dunia maya dengan
menggunakan komputer, jaringan komputer dan internet.
Pelakunya pada umumnya harus menguasai teknik komputer,
algoritma, pemrograman dan sebagainya, sehingga mereka
mampu menganalisa sebuah sistem dan mencari celah agar bisa
masuk, merusak atau mencuri data atau aktivitas kejahatan
lainnya.
Terdapat beberapa jenis cyber crime yang dapat kita
golongkan berdasarkan aktivitas yang dilakukannya seperti
dijelaskan berikut ini yang dirangkum dari berbagai sumber.
1. Unauthorized Access
Ini merupakan kejahatan memasuki atau menyusup ke dalam
suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin,
atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan
komputer yang dimasukinya.

2. Illegal Contents
Kejahatan ini dilakukan dengan cara memasukkan data atau
informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar,
tidak etis, dan dapat dianggap sebagai melanggar hukum atau
menggangu ketertiban pada masyarakat umum, contohnya
adalah penyebaran pornografi atau berita yang tidak benar.
3. Penyebaran virus
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan
menggunakan sebuah email atau media lainnya guna
melakukan penyusupan, perusakan atau pencurian data.

2
4. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
Cyber Espionage merupakan sebuah kejahatan dengan cara
memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan
mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem
jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion
merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat
gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data,
program komputer atau sistem jaringan komputer yang
terhubung dengan internet.

5. Carding
Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri
nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam
transaksi perdagangan di internet.

6. Hacking dan Cracker


Hacking adalah kegiatan untuk mempelajari sistem komputer
secara detail sampai bagaimana menerobos sistem yang
dipelajari tersebut. Aktivitas cracking di internet memiliki
lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account
milik orang lain, pembajakan situs web, probing,
menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran.

7. Cybersquatting and Typosquatting


Cybersquatting merupakan sebuah kejahatan yang dilakukan
dengan cara mendaftarkan domain nama perusahaan orang
lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan
tersebut dengan harga yang lebih mahal. Sedangkan

2
typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain
plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang
lain.

8. Cyber Terorism
Tindakan cybercrime termasuk cyber terorism yang
mengancam pemerintah atau kepentingan orang banyak,
termasuk cracking ke situs resmi pemerintah atau militer.

Hate speech
Hate speech atau ujaran kebencian dalam bentuk provokasi,
hinaan atau hasutan yang disampaikan oleh individu ataupun
kelompok di muka umum atau di ruang publik merupakan salah
satu bentuk kejahatan dalam komunikasi massa. Dengan
berkembangnya teknologi informasi, serta kemampuan dan akses
pengguna media yang begitu luas, maka ujaran-ujaran kebencian
yang tidak terkontrol sangat mungkin terjadi. Apalagi dengan
karakter anonimitas yang menyebabkan para pengguna merasa
bebas untuk menyampaikan ekspresi tanpa memikirkan efek
samping atau dampak langsung terhadap objek atau sasaran
ujaran kebencian.
Biasanya sasaran hate speech mengarah pada isu-isu
sempit seperti suku bangsa, ras, agama, etnik, orientasi seksual,
hingga gender. Ujaran-ujaran yang disampaikan pun biasanya
sangat bias dan tidak berdasarkan data objektif.
Kecenderungannya adalah untuk melakukan penggiringan opini
ke arah yang diinginkan. Dampak yang ditimbulkan menjadi
sangat luas, karena berpotensi memecah belah rasa persatuan,

2
pluralisme dan kebhinekaan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sedemikian bahayanya hate speech, maka perlu
dilakukan upaya untuk mengontrol dan mengendalikan potensi
hate speech yang bisa terjadi kapan saja dan melalui media apa
saja. Oleh karena hate speech merupakan tindakan kejahatan,
maka hate speech ini tergolong peristiwa hukum yang memiliki
dampak atau konsekuensi hukum bagi pelakunya.

Hoax
Hoax adalah berita atau pesan yang isinya tidak dapat
dipertangung jawabkan atau bohong atau palsu, baik dari segi
sumber maupun isi. Sifatnya lebih banyak mengadu domba
kelompok-kelompok yang menjadi sasaran dengan isi
pemberitaan yang tidak benar. Pelaku hoax dapat dikategorikan
dua jenis, yaitu pelaku aktif dan pasif. Pelaku aktif melakukan atau
menyebarkan berita palsu secara aktif membuat berita palsu dan
sengaja menyebarkan informasi yang salah mengenai suatu hal
kepada publik. Sedangkan pelaku pasif adalah individu atau
kelompok yang secara tidak sengaja menyebarkan berita palsu
tanpa memahami isi atau terlibat dalam pembuatannya.
Dewan Pers menyebutkan ciri-ciri hoax adalah
mengakibatkan kecemasan, kebencian, dan permusuhan; sumber
berita tidak jelas. Hoax di media sosial biasanya pemberitaan
media yang tidak terverifikasi, tidak berimbang, dan cenderung
menyudutkan pihak tertentu; dan bermuatan fanatisme atas nama
ideologi, judul, dan pengantarnya provokatif, memberikan
penghukuman serta menyembunyikan fakta dan data. Dampak
hoax sama besarnya dengan cyber crime secara umum dan hate

2
speech terhadap publik yang menerimanya. Oleh karenanya
kejahatan ini juga merupakan sesuatu yang perlu diwaspadai oleh
seluruh elemen bangsa termasuk ASN.

3. Membangun Kesadaran Positif menggunakan Media


Komunikasi
Dengan memperhatikan beberapa kasus yang menjerat
banyak pengguna media, baik sebagai akibat dari kelalaian atau
karena ketidaksengajaan sama sekali, maka perlu diperhatikan
pentingnya kesadaran mengenai bagaimana memanfaatkan
komunikasi massa secara benar dan bertanggung jawab. Mengapa
kesadaran positif harus dibangun dalam komunikasi massa ini?
Beberapa teori dampak media massa dapat menjelaskan
alasannya sebagai berikut:
1. Teori Kultivasi
Teori ini dikembangkan dari penelitian Gerbner pada tahun
1980 untuk menjelaskan dampak menyaksikan televisi pada
persepsi, sikap, dan nilai-nilai orang terhadap sebuah
realitas baru. Hasilnya menunjukkan bahwa TV pada
hakikatnya memonopoli dan memasukkan sumber-sumber
informasi, gagasan, dan kesadaran lain. Dampak dari
keterbukaan pesan tersebut diasumsikan olehnya sebagai
proses kultivasi. Media massa, baik TV maupun media
online memiliki dampak dan pengaruh kuat terhadap
pembentukan persepsi penggunanya. Jika sebuah informasi
yang diedarkan melalui suatu media tidak bisa
dipertanggungjawabkan, maka dampaknya akan terasa
secara luas oleh publik.

2
2. Spiral Keheningan (Spiral of Silence)
Teori yang dikembangkan oleh Noelle-Neumann (1973) itu
mempunyai dampak yang sangat besar pada pembentukan
opini publik. Secara prinsip, mayoritas memiliki karakter
dominan dan menguasai opini publik, sementara minoritas
cenderung menyembunyikan opininya sebagai bentuk
ketakutan akan adanya isolasi dari kelompok masyarakat
yang lebih besar. Dalam teori ini terdapat tiga karakteristik
komunikasi massa. Yakni kumulasi, ubikulasi, dan harmoni.
Ketiga itu digabungkan dan menghasilkan dampak pada
opini publik yang sangat kuat. Hanya saja teori ini lebih
sesuai dengan karakter masyarakat yang kurang terdidik,
miskin, irasional dan tidak berani mengemukakan
pendapat.

3. Teori Pembelajaran Sosial


Teori ini menyatakan bahwa terjadi pembelajaran individu
terjadi melalui pengamatan pada perilaku orang lain, baik
secara langsung maupun melalui media tertentu. Dengan
situasi ini, individu mempunyai kecenderungan untuk
mengimitasi apa yang diamatinya. Tayangan kekerasan atau
asusila di media tertentu, misalnya, dianggap memiliki
peran dalam mendidik dan memberikan contoh kepada
penonton atau pengguna media tersebut.

4. Agenda Setting
Teori ini cenderung membingkai isu-isu dengan berbagai
cara. Bisa juga didefinisikan sebagai gagasan pengaturan

2
pusat untuk isi berita yang memberikan konteks dan
mengajukan isu melalui penggunaan pilihan, penekanan,
pengecualian, dan pemerincian. Teori ini berguna bagi
pengkajian liputan berita media. Sedikit banyak konsep
media menyajikan sebuah paradigma baru untuk mengganti
paradigma lama yang meneliti objektivitas dan prasangka
media. Apakah liputan berita tersebut positif, netral, atau
negatif terhadap calon, gagasan, atau kelembagaan.

5. Determinasi Media
Teori ini menyatakan dampak teknologi tidak terjadi pada
tingkat opini atau konsep, tetapi mengubah rasio indera
atau pola persepsi dengan mantap tanpa adanya
perlawanan. Media komunikasi mempengaruhi kebiasaan
persepsi dan berpikir manusia. Media cetak, misalnya,
dapat menekankan pada penglihatan. Pada gilirannya,
media cetak mempengaruhi pemikiran manusia,
membuatnya linier, berurutan, teatur, berulang-ulang, dan
logis. Hal ini memungkinkan memisahkan pemikiran
manusia dari perasaan.

6. Hegemoni Media
Media massa dipandang dikuasai oleh golongan yang
dominan dalam masyarakat. Mereka menggunakannya
sebagai kekuasaan atas seluruh masyarakat lainnya.
Hegemoni media menyatakan bahwa berita dan isinya
dalam suatu media akan disesuaikan dengan kebutuhan

2
ideologi kapitalis, atau korporat dari pemilik atau penguasa
media tersebut.
Dengan memperhatikan begitu besar pengaruh media
komunikasi dalam membentuk persepsi, opini, sikap maupun
perilaku sampai dengan tindakan, maka kehati-hatian serta
kesadaran dalam menggunakan media menjadi penting. Tips
dalam bermedia sosial (disarikan dari berbagai sumber). Berikut
ini beberapa tips dalam menggunakan media sosial agar terhindar
dari risiko pelanggaran hukum:
1. Memahami regulasi yang ada.
Memahami regulasi atau UU yang terkait dengan IT penting
agar mengetahui dengan pasti mana yang boleh dan mana
yang tidak dalam menggunakan media sosial (The Do’s & the
Don’ts). Perlu memperhatikan secara khusus pada pasal atau
bab tentang jenis pelanggaran dan sangsinya. Pemahaman
regulasi juga termasuk memahami syarat dan ketentuan
yang dibuat oleh masing-masing media social.

2. Menegakan etika ber-media sosial.


Etika ini penting untuk menjaga kepentingan diri dan orang
lain aar tidak terganggu satu sama lain. Biasanya kesulitan
terbesar dalam menegakkan etika adalah ketika pengguna
media lebih suka dengan sifat anonimitas yang
menyembunyikan identitas asli dia dalam bermedia sosial.

3. Memasang identitas asli diri dengan benar.


Walaupun anonimitas merupakan salah satu karakter dunia
maya, namun penting untuk mencantumkan identitas asli

2
sebagai bagian dari etika. Namun demikian informasi yang
cantumkan tidak boleh bersifat pribadi seperti nomor
telepon, alamat email, nomor rekening atau alamat rumah.

4. Cek terlebih dahulu kebenaran informasi yang akan


dibagikan (share) ke publik.
Melakukan pengecekan terhadap kebenaran informasi juga
wajib dilakukan oleh pengguna sosial. Jangan sampai hanya
karena keinginan untuk eksis atau mendapatkan pujian dari
publik, maka kita tidak melakukan filter terhadap berita yang
belum teruji kebenarannya.

5. Lebih berhati-hati bila ingin memposting hal-hal atau data


yang bersifat pribadi.
Postingan hal-hal yang bersifat prbadi merupakan hak dari
pengguna media sosial. Namun demikian perlu kehati-hatian
dalam melakukannya. Terlebih banyaknya pelaku kejahatan
di dunia maya yang menggunakan data pribadi untuk
mengambil keuntungan ilegal.
Dalam beberapa waktu terakhir, terjadi kegaduhan yang
seolah-olah terjadi perang saudara di media sosial. Pelakunya
bukan hanya antar perorangan melainkan juga grup atau
kelompok-kelompok tertentu yang mewakili kepentingan nilai
atau ideologi tertentu dengan kelompok yang berseberangan.
Bentuk penyerangan tidak hanaya dalam kata-kata, tetapi juga
tampilan gambar. Kalimat yang digunakan bernuansa sindiran
bahkan sampai dengan makian atau hujatan. Sedangkan yang

2
menjadi obyek serangan juga beraneka ragam, dari mulai orang
biasa, public figure sampai pejabat.
Tentu ini menjadi keprihatinan tersendiri, mengingat
kontrol atas perliaku ber-media sosial idak bisa sepenuhnya
dikendalikan. Walaupun terdapat kerangka regulasi yang
membatasi seluruh tindakan tersebut. Padahal banyak manfaat
yang sebetulnya bisa diperoleh dari kegiatan di media sosial. Dari
mulai kemudahan membuat akun, jangkauan yang luas, dan
jumlah pengguna yang banyak membuat media sosial diminati
banyak orang. Apalagi banyak gadget yang juga menyediakan fitur
untuk mengakses media sosial. Komunikasi antar individu akan
dengan mudah dilakukan. Inilah salah satu keuntungan sosial
yang didapat dari media sosial, yaitu hubungan komunikasi
dengan orang-orang masih dapat terjaga. Media sosial juga
memberikan peluang dan keuntungan bagi para pelaku bisnis.
Indonesia merupakan pengguna internet terbesar keenam di
dunia, ini merupakan salah satu keunggulan market yang dimiliki.
Jika dibandingkan dengan negara lainnya di tingkat regional,
hanya Filipina yang mendekati di peringkat 13.
Tabel 1
Negara dengan Pengguna Internet Terbesar (dalam jutaan)

No Negara 2013 2014 2015 2016 2017


1 Cina 620,7 643,6 669,8 700,1 736,2
2 Amerika Serikat 246 252,9 259,3 264,9 269,7
3 India 167,2 215,6 252,3 283,8 313,8
4 Brazil 99,2 107,7 113,7 119,8 123,3
5 Jepang 100 102,1 103,6 104,5 105

2
6 Indonesia 72,8 83,7 93,4 102,8 112,6
7 Rusia 77,5 82,9 87,3 91,4 94,3
8 Jerman 59,5 61,6 62,2 62,5 62,7
9 Meksiko 53,1 59,4 65,1 70,7 75,7
10 Nigeria 51,8 57,7 63,2 69,1 76,2
Sumber: diadaptasi dari emarketer.com

Pengguna internet yang berlatar belakang beragam seperti


berasal berbagai bangsa, suku, agama, golongan, dan strata sosial
dengan watak dan karakter yang beraneka ragam, maka potensi
pasar ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Dengan potensi pasar
yang sedemikian besar, maka sudah sewajarnya apabila para
pelaku bisnis lebih bisa mengoptimakan potensi ini untuk meraih
pasar bagi segmen bisnisnya. Media sosial dapat menjadi
alternatif bagi pelaku bisnis untuk mengenalkan diri ke pasar
secara lebuh luas dan biaya yang relatif murah.
Di samping potensi ekonomi yang sedemikian besar, dalam
konteks penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara,
seyogyanya potensi pasar ini juga dapat dimanfaatkan secara
optimal oleh negara melalui pemerintah dalam mengadvokasi
nilai-nilai persatuan, kebangsaan dan kenegaraan. Dalam hal ini
ASN sebagai perekat bangsa harus mampu mengoptimalkan
komunikasi massa baik melalui media massa maupun media
sosial guna mengadvokasi nilai-nilai persatuan yang saat ini
menjadi salah satu isu kritikal dalam kehidupan generasi muda.
Inilah kesadaran-kesadaran positif yang harus dibangun
dalam memanfaatkan media massa, media sosial maupun

2
komunikasi massa secara umum, baik oleh individu warga negara,
pelaku bisnis dari dunia usaha, maupun para ASN dari sektor
pemerintahan yang menjadi agen perubahan dalam masyarakat.

2
BAB IV
TEKNIK ANALISIS ISU

Setelah mengenal dan memahami isu-isu strategis


konteporer pada Bab III, menyadarkan kepada kita bahwa untuk
menghadapi perubahan lingkungan strategis (internal dan
eksternal) akan memberikan pengaruh besar terhadap
keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan, sehingga
dibutuhkan kemampuan berpikir kritis, analitis, dan objektif
terhadap satu persoalan, sehingga dapat dirumuskan alternatif
pemecahan masalah yang lebih baik dengan dasar analisa yang
matang.
Bab ini akan dipelajari oleh peserta Latsar CPNS pada
kegiatan pembelajaran yang dilakukan di luar kelas dengan
mempraktikan salah satu teknik analisis isu yang relevan dengan
kebutuhan pembelajaran.

A. Memahami Isu Kritikal


Pemahaman tentang isu kritikal, sebaiknya perlu diawali
dengan mengenal pengertian isu. Secara umum isu diartikan
sebagai suatu fenomena/kejadian yang diartikan sebagai masalah,
sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia isu adalah
masalah yang dikedepankan untuk ditanggapi; kabar yang tidak
jelas asal usulnya dan tidak terjamin kebenarannya; kabar angin;
desas desus. Selanjutnya Kamus “Collins Cobuild English
Language Dictionary” (1987), mengartikan isu sebagai:
(1). “An important subject that people are discussing or
arguing about” (2). “When you talk about the issue, you are

2
referring to the really important part of the thing that you
are considering or discussing”.

Isu yang tidak muncul di ruang publik dan tidak ada dalam
kesadaran kolektif publik tidak dapat dikategorikan sebagai isu
strategis (kritikal). Sejalan dengan itu Veverka (1994) dalam salah
satu tulisannya menyatakan bahwa isu kritikal dapat didefinisikan
sebagai:
“..topics that deal with resource problems and their need for
solutions that relate to the safety of the visitor at the
resource site or relate to resource protection and
management issues that the public needs to be aware of”

Dalam pengertian ini, isu kritikal dipandang sebagai topik


yang berhubungan dengan masalah-masalah sumber daya yang
memerlukan pemecahan disertai dengan adanya kesadaran
publik akan isu tersebut. Masih banyak pengertian lainnya
tentang isu, Silahkan Anda untuk menemukan pada berbagai
literature dan mendalaminya secara mandiri. Di dalam modul ini
yang perlu ditekankan terkait dengan pengertian isu adalah
adanya atau disadarinya suatu fenomena atau kejadian yang
dianggap penting atau dapat menjadi menarik perhatian orang
banyak, sehingga menjadi bahan yang layak untuk didiskusikan.
Isu kritikal secara umum terbagi ke dalam tiga kelompok
berbeda berdasarkan tingkat urgensinya, yaitu
1. Isu saat ini (current issue)
2. Isu berkembang (emerging issue), dan
3. Isu potensial.

2
Masing-masing jenis isu ini memiliki karakteristik yang
berbeda, baik dari perspektif urgensi atau waktu maupun analisis
dan strategi dalam menanganinya. Isu saat ini (current issue)
merupakan kelompok isu yang mendapatkan perhatian dan
sorotan publik secara luas dan memerlukan penanganan sesegera
mungkin dari pengambil keputusan. Adapun isu berkembang
(emerging issue) merupakan isu yang perlahan-lahan masuk dan
menyebar di ruang publik, dan publik mulai menyadari adanya isu
tersebut. Sedangkan isu potensial adalah kelompok isu yang
belum nampak di ruang publik, namun dapat terindikasi dari
beberapa instrumen (sosial, penelitian ilmiah, analisis intelijen,
dsb) yang mengidentifikasi adanya kemungkinan merebak isu
dimaksud di masa depan. Terdapat 3 (tiga) kemampuan yang
dapat mempengaruhi dalam mengidentifikasi dan/atau
menetapkan isu, yaitu kemampuan Enviromental Scanning,
Problem Solving, dan berpikir Analysis ketiga kemampuan
tersebut akan dipelajari lebih lanjut pada pembelajaran agenda
habituasi materi pokok merancang aktualisasi.
Pendekatan lain dalam memahami apakah isu yang dianalisis
tergolong isu kritikal atau tidak adalah dengan melakukan “issue
scan”, yaitu teknik untuk mengenali isu melalui proses scanning
untuk mengetahui sumber informasi terkait isu tersebut sebagai
berikut:
1. Media scanning, yaitu penelusuran sumber-sumber informasi
isu dari media seperti surat kabar, majalah, publikasi, jurnal

2
profesional dan media lainnya yang dapat diakses publik
secara luas.
2. Existing data, yaitu dengan menelusuri survei, polling atau
dokumen resmi dari lembaga resmi terkait dengan isu yang
sedang dianalisis.
3. Knowledgeable others, seperti profesional, pejabat
pemerintah, trendsetter, pemimpin opini dan sebagainya
4. Public and private organizations, seperti komisi independen,
masjid atau gereja, institusi bisnis dan sebagainya yang
terkait dengan isu-isu tertentu
5. Public at large, yaitu masyarakat luas yang menyadari akan
satu isu dan secara langsung atau tidak langsung terdampak
dengan keberadaan isu tersebut.

Proses issue scan untuk memahami isu-isu kritikal dengan


memetakan dan menganalisa semua pihak yang terlibat secara
komprehensif. Wantannas (2018), menyebutkan bahwa salah satu
pendekatan komprehensif yang dapat digunakan adalah model
Pentahelix. Manfaat dari penggunaan model Pentahelix ini adalah
akan terbangunnya sebuah sinergi antara kerangka berpikir
untuk merumuskan isu dan kerangka bertindak berbagai pihak
secara kolaboratif untuk menyelesaikan isu. Model ini
mengelompokan berbagai pihak dalam beberapa elemen, yaitu
Government (G), Academics (A), Business (B), Community (C), dan
Media (M) atau disingkat GABCM yang dalam Bahasa Indonesia
dapat diterjemahkan sebagai Pemerintah, Dunia Pendidikan,
Dunia Usaha, Komponen Masyarakat atau komunintas, dan Media.

2
Elemen Pemerintah (G) terdiri dari K/L dan Pemda. Elemen
Dunia Pendidikan (A) berasal dari kalangan akademik seperti
sekolah, perguruan tinggi, dan Lembaga penelitian. Elemen Dunia
Usaha (B) terdiri dari aneka bentuk badan usaha. Elemen
Komponen Masyarakat (C) mewakili wadah kemasyarakatan
seperti Organisasi Massa (Ormas) dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) serta tokoh-tokoh masyarakat sendiri baik
formal maupun informal dari kalangan agama hingga pemuda.
Elemen media (M) dewasa ini tidak hanya diwakili oleh media
cetak dan elektronik seperti koran, majalah, televisi, dan radio,
namun juga melibatkan media daring/online, media warga seperti
blog dan youtube, serta media sosial seperti Facebook, Twitter,
dan Instagram.
Pemanfataan model Pentahelix untuk menganalisis isu di
tempat kerja dapat siderhanakan sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi dengan mempersempit pengertian elemen dari model
Pentahelix, misalnya:
(G) : K/L/Pemda atau unit kerja di lingkungan organisasi
(A) : Unit pelatihan atau unit litbang
(B) : Unit usaha di lingkungan organisasi atau mitra usaha
(C) : Kelompok pegawai dalam lingkup organisasi
(M) : Media kehumasan baik yang bersifat organisasi atau
pribadi pegawai
B. Teknik-Teknik Analisis Isu
1. Teknik Tapisan Isu
Setelah memahami berbagai isu kritikal yang dikemukakan
di atas, maka selanjutnya perlu dilakukan analisis untuk

2
bagaimana memahami isu tersebut secara utuh dan kemudian
dengan menggunakan kemampuan berpikir konseptual dicarikan
alternatif jalan keluar pemecahan isu. Untuk itu di dalam proses
penetapan isu yang berkualitas atau dengan kata lain isu yang
bersifat aktual, sebaiknya Anda menggunakan kemampuan
berpikir kiritis yang ditandai dengan penggunaan alat bantu
penetapan kriteria kualitas isu. Alat bantu penetapan kriteria isu
yang berkualitas banyak jenisnya, misalnya menggunakan teknik
tapisan dengan menetapkan rentang penilaian (1-5) pada kriteria;
Aktual, Kekhalayakan, Problematik, dan Kelayakan. Aktual
artinya isu tersebut benar-benar terjadi dan sedang hangat
dibicarakan dalam masyarakat. Kekhalayakan artinya Isu
tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak. Problematik
artinya Isu tersebut memiliki dimensi masalah yang kompleks,
sehingga perlu dicarikan segera solusinya secara komperehensif,
dan Kelayakan artinya Isu tersebut masuk akal, realistis, relevan,
dan dapat dimunculkan inisiatif pemecahan masalahnya.
Alat bantu tapisan lainnya misalnya menggunakan kriteria
USG dari mulai sangat USG atau tidak sangat USG. Urgency:
seberapa mendesak suatu isu harus dibahas, dianalisis dan
ditindaklanjuti. Seriousness: Seberapa serius suatu isu harus
dibahas dikaitkan dengan akibat yang akan ditimbulkan. Growth:
Seberapa besar kemungkinan memburuknya isu tersebut jika
tidak ditangani segera.

2
2. Teknik Analisis Isu
Dari sejumlah isu yang telah dianalisis dengan teknik tapisan,
selanjutnya dilakukan analisis secara mendalam isu yang telah
memenuhi kriteria AKPK atau USG atau teknik tapisan lainnya
dengan menggunakan alat bantu dengan teknik berpikir kritis,
misalnya menggunakan system berpikir mind mapping, fishbone,
SWOT, tabel frekuensi, analisis kesenjangan, atau sekurangnya-
kurangnya menerapkan kemampuan berpikir hubungan sebab-
akibat untuk menggambarkan akar dari isu atau permasalahan,
aktor dan peran aktor, dan alternatif pemecahan isu yang akan
diusulkan.
Beberapa alat bantu menganalisis isu disajikan sebagai
berikut:
a. Mind Mapping
Mind mapping adalah teknik pemanfaatan keseluruhan otak
dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya
untuk membentuk kesan (DePorter, 2009: 153). Mind mapping
merupakan cara mencatat yang mengakomodir cara kerja otak
secara natural.
Berbeda dengan catatan konvensional yang ditulis dalam
bentuk daftar panjang ke bawah. Mind mapping akan mengajak
pikiran untuk membayangkan suatu subjek sebagai satu kesatuan
yang saling berhubungan (Edward, 2009: 63). Teknik mind
mapping merupakan teknik mencatat tingkat tinggi yang
memanfaatkan keseluruhan otak, yaitu otak kiri dan otak kanan.
Belahan otak kiri berfungsi menerapkan fungsi-fungsi logis, yaitu
bentuk-bentuk belajar yang langkah-langkahnya mengikuti

2
urutan-urutan tertentu. Oleh karena itu, otak menerima informasi
secara berurutan. Sedangkan otak kanan cenderung lebih
memproses informasi dalam bentuk gambar-gambar, simbol-
simbol, dan warna. Teknik mencatat yang baik harus membantu
mengingat informasi yang didapat, yaitu materi pelajaran,
meningkatkan pemahaman terhadap materi, membantu
mengorganisasi materi, dan memberi wawasan baru.
Menurut DePorter (2009:172), selain dapat meningkatkan
daya ingat terhadap suatu informasi, mind mapping juga
mempunyai manfaat lain, yaitu sebagai berikut.
1. Fleksibel Anda dapat dengan mudah menambahkan catatan-
catatan baru di tempat yang sesuai dalam peta pikiran tanpa
harus kebingungan dan takut akan merusak catatan yang
sudah rapi.
2. Dapat Memusatkan Perhatian Dengan peta pikiran, Anda
tidak perlu berpikir untuk menangkap setiap kata atau
hubungan, sehingga Anda dapat berkonsentrasi pada
gagasan-gagasan intinya.
3. Meningkatkan Pemahaman Dengan peta pikiran, Anda
dapat lebih mudah mengingat materi pelajaran sekaligus
dapat meningkatkan pemahaman terhadap materi pelajaran
tersebut. Karena melalui peta pikiran, Anda dapat melihat
kaitan-kaitan antar setiap gagasan.
4. Menyenangkan Imajinasi dan kreativitas Anda tidak
terbatas sehingga menjadikan pembuatan dan pembacaan
ulang catatan menjadi lebih menyenangkan. di gunakan
untuk belajar.

2
Dalam melakukan teknik mind mapping, terdapat 7 langkah
pemetaan sebagai berikut.
1. Mulai dari Bagian Tengah. Mulai dari bagian tengah kertas
kosong yang sisinya panjang dan diletakkan mendatar.
Memulai dari tengah memberi kebebasan kepada otak Anda
untuk menyebarkan kreativitas ke segala arah dengan lebih
bebas dan alami.
2. Menggunakan Gambar atau Foto untuk Ide Sentral Gambar
bermakna seribu kata dan membantu Anda menggunakan
imajinasi. Sebuah gambar sentral akan lebih menarik,
membuat Anda tetap terfokus, membantu berkonsentrasi,
dan mengaktifkan otak.
3. Menggunakan Warna Bagi otak, warna sama menariknya
dengan gambar. Warna membuat peta pikiran lebih hidup,
menambah energi pemikiran kreatif, dan menyenangkan.
4. Menghubungkan Cabang-cabang Utama ke Gambar
Pusat Hubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat
kemudian hubungkan cabang-cabang tingkat dua dan tiga ke
tingkat satu dan dua dan seterusnya. Karena otak bekerja
menurut asosiasi. Otak senang mengaitkan dua (atau tiga,
atau empat) hal sekaligus. Jika kita menghubungkan cabang-
cabang, kita akan lebih mudah mengerti dan mengingat.
5. Membuat Garis Hubung yang Melengkung, Bukan Garis
Lurus Garis lurus akan membosankan otak. Cabang-cabang
yang melengkung dan organis, seperti cabang-cabang pohon,
jauh lebih menarik bagi mata.

2
6. Menggunakan Satu Kata Kunci untuk Setiap Garis Kata
kunci tunggal memberi lebih banyak daya dan flesibilitas
kepada peta pikiran. Setiap kata tunggal atau gambar adalah
seperti pengganda, menghasilkan sederet asosiasi dan
hubungannya sendiri.
7. Menggunakan Gambar Seperti gambar sentral, setiap
gambar bermakna seribu kata. Jika anda hanya mempunyai
10 gambar di dalam peta pikiran, maka peta pikiran siswa
sudah setara dengan 10.000 kata catatan (Buzan, 2008:15-
16).

b. Fishbone Diagram
Mirip dengan mind mapping, pendekatan fishbone diagram
juga berupaya memahami persoalan dengan memetakan isu
berdasarkan cabang-cabang terkait. Namun demikian fishbone
diagram atau diagram tulang ikan ini lebih menekankan pada
hubungan sebab akibat, sehingga seringkali juga disebut sebagai
Cause-and-Effect Diagram atau Ishikawa Diagram diperkenalkan
oleh Dr. Kaoru Ishikawa, seorang ahli pengendalian kualitas dari
Jepang, sebagai satu dari tujuh alat kualitas dasar (7 basic quality
tools). Fishbone diagram digunakan ketika kita ingin
mengidentifikasi kemungkinan penyebab masalah dan terutama
ketika sebuah team cenderung jatuh berpikir pada
rutinitas (Tague, 2005, p. 247).
Fishbone diagram akan mengidentifikasi berbagai sebab
potensial dari satu efek atau masalah, dan menganalisis masalah
tersebut melalui sesi brainstorming. Masalah akan dipecah

2
menjadi sejumlah kategori yang berkaitan, mencakup manusia,
material, mesin, prosedur, kebijakan, dan sebagainya. Setiap
kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu diuraikan melalui
sesi brainstorming. Prosedur pembuatan fishbone diagram dapat
dilihat sebagai berikut.
1. Menyepakati pernyataan masalah
 Grup menyepakati sebuah pernyataan masalah (problem
statement) yang diinterpretasikan sebagai “effect”, atau
secara visual dalam fishbone diagram digambarkan seperti
“kepala ikan”.
 Tuliskan masalah tersebut pada whiteboard atau flipchart di
sebelah paling kanan, misal: “Bahaya Radikalisasi”.
 Gambarkan sebuah kotak mengelilingi tulisan pernyataan
masalah tersebut dan buat panah horizontal panjang
menuju ke arah kotak (lihat Gambar 4).

Gambar 2

2
2. Mengidentifikasi kategori-kategori
 Dari garis horisontal utama berwarna merah, buat garis
diagonal yang menjadi “cabang”. Setiap cabang mewakili
“sebab utama” dari masalah yang ditulis. Sebab ini
diinterpretasikan sebagai “penyebab”, atau secara visual
dalam fishbone seperti “tulang ikan”.
 Kategori sebab utama mengorganisasikan sebab sedemikian
rupa sehingga masuk akal dengan situasi. Kategori-kategori
ini antara lain:
- Kategori 6M yang biasa digunakan dalam industri
manufaktur, yaitu machine (mesin atau teknologi),
method (metode atau proses), material (termasuk raw
material, konsumsi, dan informasi), man
Power (tenaga kerja atau pekerjaan fisik) / mind
Power (pekerjaan pikiran: kaizen, saran, dan
sebagainya),measurement (pengukuran atau inspeksi),
dan milieu / Mother Nature (lingkungan).
- Kategori 8P yang biasa digunakan dalam industri jasa,
yaitu product (produk/jasa), price (harga),
place (tempat), promotion (promosi atau
hiburan),people (orang), process (proses), physical
evidence (bukti fisik), dan productivity &
quality (produktivitas dan kualitas).
- Kategori 5S yang biasa digunakan dalam industri jasa,
yaitu surroundings (lingkungan), suppliers (pemasok),
systems (sistem), skills (keterampilan), dan
safety (keselamatan).

2
Gambar 3

3. Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara brainstorming


 Setiap kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu
diuraikan melalui sesi brainstorming.
 Saat sebab-sebab dikemukakan, tentukan bersama-sama di
mana sebab tersebut harus ditempatkan dalam fishbone
diagram, yaitu tentukan di bawah kategori yang mana
gagasan tersebut harus ditempatkan, misal: “Mengapa
bahaya potensial? Penyebab: pendidikan agama tidak
tuntas!” Karena penyebabnya sistem, maka diletakkan di
bawah “system”.
 Sebab-sebab tersebut diidentifikasi ditulis dengan garis
horisontal sehingga banyak “tulang” kecil keluar dari garis
diagonal.

2
 Pertanyakan kembali “Mengapa sebab itu muncul?”
sehingga “tulang” lebih kecil (sub-sebab) keluar dari garis
horisontal tadi, misal: “Mengapa pendidikan agama tidak
tuntas? Jawab: karena tidak diwajibkan” (lihat Gambar).
 Satu sebab bisa ditulis di beberapa tempat jika sebab
tersebut berhubungan dengan beberapa kategori.

Gambar 4

4. Langkah 4: Mengkaji dan menyepakati sebab-sebab yang paling


mungkin
 Setelah setiap kategori diisi carilah sebab yang paling
mungkin di antara semua sebab-sebab dan sub-subnya.

2
 Jika ada sebab-sebab yang muncul pada lebih dari satu
kategori, kemungkinan merupakan petunjuk sebab yang
paling mungkin.
 Kaji kembali sebab-sebab yang telah didaftarkan (sebab
yang tampaknya paling memungkinkan) dan tanyakan ,
“Mengapa ini sebabnya?”
 Pertanyaan “Mengapa?” akan membantu kita sampai pada
sebab pokok dari permasalahan teridentifikasi.
 Tanyakan “Mengapa ?” sampai saat pertanyaan itu tidak
bisa dijawab lagi. Kalau sudah sampai ke situ sebab pokok
telah terindentifikasi.
 Lingkarilah sebab yang tampaknya paling memungkin
pada fishbone diagram.
 Diskusikan pula bukti-bukti yang mendukung pemilihan
sebab-sebab dan sub sebabnya. Jika perlu bisa
menggunakan matriks atau tabel untuk membantu
mengorganisasi ide.
 Fishbone diagram ini dapat diendapkan untuk beberapa
waktu, sehingga memberi kesempatan kepada siapapun
yang membaca untuk menggulirkan ide atau gagasan baru,
sehingga merevisi ulang cara memetakan penyebabnya.

c. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah suatu metoda analisis yang digunakan
untuk menentukan dan mengevaluasi, mengklarifikasi dan
memvalidasi perencanaan yang telah disusun, sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai. Analisis ini merupakan suatu

2
pendekatan memahami isu kritikal dengan cara menggali aspek-
aspek kondisi yang terdapat di suatu wilayah yang direncanakan
maupun untuk menguraikan berbagai potensi dan tantangan yang
akan dihadapi dalam pengembangan wilayah tersebut.
Analisis SWOT bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai
faktor secara sistematis untuk merumuskan suatu strategi.
Sebagai sebuah konsep dalam manajemen strategik, teknik ini
menekankan mengenai perlunya penilaian lingkungan eksternal
dan internal, serta kecenderungan perkembangan/perubahan di
masa depan sebelum menetapkan sebuah strategi. Analisis ini
didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
(Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan
ancaman (Threats).
Adapun tahapan Analisis SWOT tidak dapat dipisahkan dari
proses perencanaan strategik secara keseluruhan. Secara umum
penyusunan rencana strategik melalui tiga tahapan, yaitu:

1. Tahap pengumpulan data;


Pada tahap pengumpulan data, data yang diperoleh dapat
dibedakan menjadi dua yaitu data eksternal dan data
internal. Data eksternal diperoleh dari lingkungan di luar
organisasi, yaitu berupa peluang (Opportunities) dan
ancaman (Threats) terhadap eksistensi organisasi.
Sedangkan data internal diperoleh dari dalam organisasi itu
sendiri, yang terangkum dalam profil kekuatan (Strengths)
dan kelemahan (Weaknesses) organisasi. Model yang dipakai

2
pada tahap ini terdiri atas Matriks Faktor Strategis Eksternal
dan Matriks Faktor Strategis Internal. Secara teknis,
penyusunan Matriks Faktor Strategis Eksternal
(EFAS=External Factors Analysis Summary) pada studi ini
mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
 Buat sebuah tabel yang terdiri atas lima kolom.
 Susun sebuah daftar yang memuat peluang dan
ancaman dalam kolom 1.
 Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai
dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (sangat
tidak penting). Semua bobot tersebut jumlah/skor
totalnya harus 1,00 (100%). Nilai-nilai tersebut secara
implisit menunjukkan angka persentase tingkat
kepentingan faktor tersebut relatif terhadap faktor-
faktor yang lain. Angka yang lebih besar berarti relatif
lebih penting dibanding dengan faktor yang lain.
Sebagai contoh faktor X diberi bobot 0,10 (10%),
sedangkan faktor Y diberi bobot 0,05 (5%). Berarti
dalam analisis lingkungan eksternal organisasi, faktor X
dianggap lebih penting dibandingkan faktor Y dalam
kaitannya dengan kehidupan organisasi atau terhadap
permasalahan yang sedang dikaji.
 Beri rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing
faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (sangat
tinggi) sampai dengan 1 (sangat rendah) berdasar pada
pengaruh faktor tersebut. Pemberian rating untuk
faktor peluang bersifat positif (peluang yang besar di

2
beri rating + 4, sedangkan jika peluangnya kecil diberi
rating+1). Pemberian rating ancaman adalah
kebalikannya, yaitu jika ancamannya sangat besar
diberi rating 1 dan jika ancamanya kecil ratingnya 4.
 Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom
3, untuk memperoleh faktor pembobotan pada kolom 4.
Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-
masing faktor yang nilainya bisa bervariasi mulai dari
4,0 sampai dengan 1,0.
 Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar, catatan,
atau justifikasi atas skor yang diberikan.
 Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk
memperoleh total skor pembobotan.

Setelah faktor-faktor strategis eksternal diidentifikasi


(Matriks EFAS disusun), selanjutnya disusun Matriks Faktor
Strategis Internal (IFAS=Internal Factors Analysis Summary).
Langkah-langkahnya analog dengan penyusunan Matriks
EFAS, yaitu:
 Buat sebuah tabel yang terdiri atas lima kolom.
 Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta
kelemahan kabupaten yang bersangkutan dalam rangka
pengembangan kawasan industri dalam kolom 1.
 Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai
dari 1,0(100%) yang menunjukkan sangat penting
sampai dengan 0,0 (0%) yang menunjukkan hal yang
sangat tidak penting. Namun pada prakteknya nilai-nilai

2
akan terletak diantara dua nilai ekstrim teoritis
tersebut. Hal ini karena dalam analisis faktor-faktor
internal (dan juga analisis lingkungan eksternal),
perencana strategi akan memperhitungkan banyak
faktor, sehingga masing-masing faktor tersebut diberi
bobot yang besarnya diantara kutub 0 dan 1 (dimana
hal itu menunjukkan tingkat kepentingan relatif masing-
masing faktor).
 Beri rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing
faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (sangat
tinggi) sampai dengan 1 (sangat rendah) berdasar pada
pengaruh faktor tersebut terhadap pengembangan
industri. Pemberian rating untuk faktor yang tergolong
kategori kekuatan bersifat positif (kekuatan yang besar
di beri rating +4, sedangkan jika kekuatannya kecil
diberi rating+1). Pemberian rating kelemahan adalah
kebalikannya, yaitu jika kelemahannya sangat besar
diberi rating 1 dan jika kelemahannya kecil ratingnya 4.
 Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom
3, untuk memperoleh faktor pembobotan pada kolom 4.
Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-
masing faktor yang nilainya bias bervariasi mulai dari
4,0 sampai dengan 1,0.
 Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar,
catatan, atau justifikasi atas skor yang diberikan.
 Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk
memperoleh total skor pembobotan.

2
2. Tahap analisis
Setelah mengumpulkan semua informasi strategis, tahap
selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut
dalam model-model kuantitatif perumusan strategi. Pada studi
ini, model yang dipergunakan adalah:
 Matriks Matriks SWOT atau TOWS
 Matriks Internal Eksternal

Matriks SWOT
Matriks SWOT pada intinya adalah mengkombinasikan
peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan dalam sebuah
matriks. Dengan demikian, matriks tersebut terdiri atas empat
kuadran, dimana tiap-tiap kuadran memuat masing-masing
strategi.
Matriks SWOT merupakan pendekatan yang paling sederhana
dan cenderung bersifat subyektif-kualitatif. Matriks ini
menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman
eksternal yang dihadapi organisasi dapat disesuaikan dengan
kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Keseluruhan faktor
internal dan eksternal yang telah diidentifikasi dalam matriks
EFAS dan IFAS dikelompokkan dalam matriks SWOT yang
kemudian secara kualitatif dikombinasikan untuk
menghasilkan klasifikasi strategi yang meliputi empat set
kemungkinan alternatif strategi, yaitu:
 Strategi S-O (Strengths – Opportunities)
Kategori ini mengandung berbagai alternatif strategi yang
bersifat memanfaatkan peluang dengan mendayagunakan

2
kekuatan/kelebihan yang dimiliki. Strategi ini dipilih bila
skor EFAS lebih besar daripada 2 dan skor IFAS lebih besar
daripada 2.
 Strategi W-O (Weaknesses – Opportunities)
Kategori yang bersifat memanfaatkan peluang eksternal
untuk mengatasi kelemahan. Strategi ini dipilih bila skor
EFAS lebih besar daripada 2 dan skor IFAS lebih kecil atau
sama dengan 2.
 Strategi S-T (Strengths –Threats)
Kategori alternatif strategi yang memanfaatkan atau
mendayagunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.
Strategi ini dipilih bila skor EFAS lebih kecil atau sama
dengan 2 dan skor IFAS lebih besar daripada 2.
 Strategi W-T (Weaknesses –Threats)
Kategori alternatif strategi sebagai solusi dari penilaian
atas kelemahan dan ancaman yang dihadapi, atau usaha
menghindari ancaman untuk mengatasi kelemahan.
Strategi ini dipilih bila skor EFAS lebih kecil atau sama
dengan 2 dan skor IFAS lebih kecil atau sama dengan 2.

Matriks TOWS
Pada dasarnya matriks TOWS merupakan pengembangan dari
model analisis SWOT diatas. Model TOWS yang dikembangkan
oleh David pada tahun 1989 ini dikenal cukup komprehensif
dan secara terperinci dapat melengkapi dan merupakan
kelanjutan dari metoda analisis SWOT yang biasa dikenal. Pada
prinsipnya komponen-komponen yang akan dikaji di dalam

2
analisis ini mirip dengan komponen-komponen pada analisis
SWOT, tetapi pada model TOWS, David lebih mengetengahkan
komponen-komponen eskternal ancaman dan peluang
(Threats dan Opportunities) sebagai basis untuk melihat
sejauh mana kapabilitas potensi internal yang sesuai dan
cocok dengan faktor-faktor eksternal tersebut.
Berdasarkan matriks tersebut di atas, maka dapat ditetapkan
beberapa rencana strategis yang dapat dilakukan, yaitu:
 Strategi SO
Strategi SO dipakai untuk menarik keuntungan dari
peluang yang tersedia dalam lingkungan eksternal.
 Strategi WO
Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan
internal dengan memanfaatkan peluang dari lingkungan
yang terdapat di luar. Setiap peluang yang tidak dapat
dipenuhi karena adanya kekurangan yang dimiliki, harus
dicari jalan keluarnya dengan memanfaatkan kekuatan-
kekuatan lainnya yang tersedia.
 Strategi ST
Strategi ST digunakan untuk menghindari, paling tidak
memperkecil dampak negatif dari ancaman atau tantangan
yang akan datang dari luar. Jika ancaman tersebut tidak
bisa diatasi dengan kekuatan internal maupun kekuatan
eksternal yang ada, maka perlu dicari jalan keluarnya, agar
ancaman tersebut tidak akan memberikan dampak negatif
yang terlalu besar.
 Strategi WT

2
Strategi WT adalah taktik mempertahankan kondisi yang
diusahakan dengan memperkecil kelemahan internal dan
menghindari ancaman eksternal, jika sekiranya ancaman
yang akan datang lebih kuat, maka menghentikan
sementara usaha ekspansi dan menunggu ancaman
menjadi hilang atau reda.

Matriks Internal Eksternal (Matriks I-E)


Pada Matriks Internal Eksternal, parameter yang digunakan
meliputi parameter kekuatan internal dan pengaruh eksternal
yang dihadapi. Total skor faktor strategik internal (IFAS)
dikelompokkan ke dalam tiga kelas, yaitu: kuat (nilai skor 3,0 –
4,0), rata-rata/menengah (skor 2,0 – 3,0), dan lemah (skor
1,0 – 2,0). Demikian pula untuk total skor faktor strategik
eksternal (EFAS) juga dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu:
tinggi (nilai skor 3,0 – 4,0), menengah (skor 2,0 – 3,0), dan
rendah (skor 1,0 – 2,0).
Pada prinsipnya kesembilan sel diatas dapat
dikelompokkanmenjadi tiga strategi utama, yaitu:
 Strategi pertumbuhan: Strategi ini dilakukan bila skor EFAS
dan IFAS bertemu pada kuadran I, II, V, VII, atau VIII.
 Strategi stabilitas: Strategi ini dilakukan bila skor EFAS dan
IFAS bertemu pada kuadran IV atau V.
 Strategi penciutan: Strategi ini dilakukan bila skor EFAS
dan IFAS bertemu pada kuadran III, VI, atau IX.

2
3. Tahap pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan dilakukan apabila telah melihat hasil
dari analisis yang dilakukan dengan salah satu teknik yang
dipilih di atas.

3. Analisis Kesenjangan atau Gap Analysis


Gap Analysis adalah perbandingan kinerja aktual dengan
kinerja potensial atau yang diharapkan. Metode ini merupakan
alat evaluasi bisnis yang menitikberatkan pada kesenjangan
kinerja perusahaan saat ini dengan kinerja yang sudah
ditargetkan sebelumnya, misalnya yang sudah tercantum pada
rencana bisnis atau rencana tahunan pada masing-masing fungsi
perusahaan. Analisis kesenjangan juga mengidentifikasi tindakan-
tindakan apa saja yang diperlukan untuk mengurangi kesenjangan
atau mencapai kinerja yang diharapkan pada masa datang. Selain
itu, analisis ini memperkirakan waktu, biaya, dan sumberdaya
yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan perusahaan yang
diharapkan.

2
BAB V
PENUTUP

Perubahan adalah sesuatu keniscayaan yang tidak bisa


dihindari, menjadi bagian yang selalu menyertai perjalanan
peradaban manusia. Cara kita menyikapi terhadap perubahan
adalah hal yang menjadi faktor pembeda yang akan menentukan
seberapa dekat kita dengan perubahan tersebut, baik pada
perubahan lingkungan individu, keluarga (family), Masyarakat
pada level lokal dan regional (Community/ Culture), Nasional
(Society), dan Dunia (Global). Dengan memahami penjelasan
tersebut, maka yang perlu menjadi fokus perhatian adalah mulai
membenahi diri dengan segala kemampuan, kemudian
mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki dengan
memperhatikan modal insani (manusia) yang merupakan suatu
bentuk modal (modal intelektual, emosional, sosial, ketabahan,
etika/moral, dan modal kesehatan (kekuatan) fisik/jasmani) yang
tercermin dalam bentuk pengetahuan, gagasan, kreativitas,
keterampilan, dan produktivitas kerja.
Perubahan lingkungan stratejik yang begitu cepat, massif,
dan complicated saat ini menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia
dalam percaturan global untuk meningatkan daya saing sekaligus
mensejahterakan kehidupan bangsa. Pada perubahan ini perlu
disadari bahwa globalisasi baik dari sisi positif apalagi sisi negatif
sebenarnya adalah sesuatu yang tidak terhindarkan dan bentuk
dari konsekuensi logis dari interaksi peradaban antar bangsa.
Terdapat beberapa isu-isu strategis kontemporer yang telah

2
menyita ruang publik harus dipahami dan diwaspadai serta
menunjukan sikap perlawanan terhadap isu-isu tersebut. Isu-isu
strategis kontemporer yang dimaksud yaitu: korupsi, narkoba,
terorisme dan radikalisasi, tindak pencucian uang (money
laundring), dan proxy war dan isu Mass Communication dalam
bentuk Cyber Crime, Hate Speech, dan Hoax.
Strategi bersikap yang harus ditunjukan adalah dengan cara-
cara objektif dan dapat dipertanggungjawabkan serta
terintegrasi/komprehensif. Oleh karena itu dibutuhkan
kemampuan berpikir kritis, analitis, dan objektif terhadap satu
persoalan, sehingga dapat merumuskan alternatif pemecahan
masalah yang lebih baik dengan dasar analisa yang matang.

2
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Amin Rahayu , Sejarah Korupsi di Indonesia, Amanah No. 55, tahun


XVIII, Oktober
2004 hal 40 -43.
Ancok, D. (2002). Outbound Management Training: Aplikasi Ilmu
Perilaku dalam Pengembangan Sumber Daya Manusia. ULL
Press.
Bittner, J. R. (1977). Mass Communication: An Introduction; Theory
and Practice of Mass Media in Society.
Bradberry, T., & Greaves, J. (2006). The emotional intelligence quick
book: Everything you need to know to put your EQ to work.
Simon and Schuster.
Buzan, T. (2008). Mind Map untuk Meningkatkan Kreativitas. Jakarta:
Gramedia.
Calhoun, C., Light, D., & Keller, S. I. (1995). Understanding sociology.
McGraw-Hill.
Carson-DeWitt,R. (2003). Drugs, Alcohol, and Tobacco: Learning About
Addictive Behavior. Volume 1,2,3. Macmillan Reference USA.
DeFleur, M. L., & DeFleur, M. H. (2016). Mass communication theories:
Explaining origins, processes, and effects. Routledge.
DePorter, B dan Hernacki, M. (2009). Quantum Learning. Bandung:
Kaifa.
DitjenNak. (2000). Panduan pelatihan total quality management dan
meningkatkan sistem-sistem organisasi. Jakarta: Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian
Pertanian Republik Indonesia.
Edward, C. (2009). Mind Mapping untuk anak sehat dan
cerdas. Yogyakarta: Sakti.
Fukuyama, F. (1995). Trust: The social virtues and the creation of
prosperity (No. D10 301 c. 1/c. 2). Free Press Paperbacks.

2
Goleman, D., Boyatzis, R. E., & McKee, A. (2013). Primal leadership:
Unleashing the power of emotional intelligence. Harvard
Business Press.
Hawari, Dadang. (2002). Penyalahgunaan dan Ketergantungan Naza
(Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif). FK UI.
Husein, Yunus. Bunga Rampai Anti Pencucian Uang. Bandung: Books
Terrace & Library, 2007.
Jackson, J. The Financial Action Task Force: An Overview. Paris: CRS
Report for Congress, 2005.
Lembaga Administrasi Negara. 2014. PNS Sebagai Pengawal Negara.
Modul Diklat Prajabatan
Madinger, John dan Sidney A. Zalopany. Money Laundering, A Guide for
Criminal Investigators. Florida: CRC Press LLC, 1999.
Mantovani, Reda dan R. Narendra Jatna. Rezim Anti Pencucian Uang dan
Perolehan Hasil Kejahatan di Indonesia. Jakarta: Malibu, 2011.
Priyanto. et. al (Tim Penyusun PPATK). Rezim Anti Pencucian Uang
Indonesia: Perjalanan 5 Tahun. Jakarta: PPATK, 2007.
Rakhmat, Jalaluddin. (2000). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja
Rosdakarya.
Sjahdeini, Sutan Remi. Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan
Pembiayaan Terorisme. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2004.
Stenssen, Guy. Money laundering, A New International Law Enforcement
Model, Cambridge Studies in International And Comparative Law.
London: Cambridge University Press, 2000.
Wantanas. 2018. Modul Utama Pembinaan Bela Negara, Modul 1 :
Konsepsi Bela Negara dan Modul 2 : Implementasi Bela Negara.
Jakarta : Dewan Ketahanan Nasional RI.
Windura, S. 2008. Mind Mapp Langkah Demi Langkah. Jakarta:
Gramedia.
Yusuf, Muhammad. Kapita Selekta TPPU: Kumpulan Pembahasan
Mengenai Isu-isu Terkini dan Menarik. Jakarta: PPATK, 2016.
. Mengenal, Mencegah, Memberantas Tindak Pidana Pencucian
Uang. Jakarta: PPATK, 2016.

2
Karya Ilmiah/Jurnal/Makalah/Laporan
BNN RI. (2012). Jurnal Data: Pencegahan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) Tahun
2011. Edisi Tahun 2012.
BNN RI. (2013). Laporan Kegiatan Diskusi Panel: Anggota TNI
pengguna Narkotika dipecat atau direhab?. Wisma Antara.
Jakarta.
BNN RI. (2014). Laporan Kegiatan Diskusi Panel: Drug User is not pg.
129 Criminal. Wantimpres. Jakarta.
Catatan Akhir tahun ICW, 24 Januari 2007.
Dewan Ketahanan Nasional, (2018). Sinergitas Antar Lembaga
Merupakan Solusi Bagi Peningkatan Ketahanan Nasional (Materi
Paparan Sesjen Dewan Ketahanan Nasional di Kemendagri),
Jakarta
Ganarsih,Yenti. 2004. Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai Fenomena
“Baru” di Indonesia dan Permasalahannya. Makalah pada
Seminar Sosialisasi (Pemahaman Tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang).
Hidayati, Rahmatul (2001) . Pengaturan Tindak Pidana Korupsi di
Indonesia dari Masa Kolonial sampai Era Reformasi", Dinamika
Hukum Universitas islam Malang : 7 (13) 2001, 20 -25.
Indrayana, Denny (2007). Makalah Seminar : Manajemen
Penanggulangan dan Pengawasan Korupsi di Indonesia, MM-
UTP palembang.
Imran, Said. Tugas Pokok, Fungsi dan Kewenangan Pusat Pelaporan dan
Analisis Transaksi Keuangan dalam Upaya Mencegah dan
Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang. Depok: UI, 2003.
Mahyarni. 2012. Money Laundering di Negara Kita. JESP Vol. 4, No. 1.
NIDA. (2010a). Strategic Plan. National Institutes of Health. U.S.
Department of Health and Human Services.
NIDA. (2010b). Drugs, Brain, and Behaviour. The Science of Addiction.
National Institutes of Health. U.S. Department of Health and
Human Services.

2
NIDA. (2012). Principles of Drug Addiction treatment: A research-
Based Guide. Washington D.C. National Institutes of Health. U.S.
Department of Health and Human Services.
NIDA. (2013). Substance Abuse in the Military. Washington D.C.
National Institutes of Health. U.S. Department of Health and
Human Services.
Noelle-Neumann, E. (1973). Return to the concept of the powerful
mass media. Studies in Broadcasting, 9, 67-112.
Nusa, Bogie Setia Perwira (2017). Analisis Isu Kebijakan Rehabilitasi
Pengguna Narkotika pada Prajurit TNI. Edisi pertama.
Deepublish: Yogyakarta, November 2017.
Purba, H.H. (2008, September 25). Diagram fishbone dari Ishikawa.
Retrieved
from http://hardipurba.com/2008/09/25/diagram-fishbone-da
ri-ishikawa.html
Perron, N. C. (2017). Bronfenbrenner’s Ecological Systems
Theory. College Student Development: Applying Theory to
Practice on the Diverse Campus, 197.
Safitri, Nadia. Penerapan Rekomendasi Financial Action Task Force:
Studi Kasus Upaya Pembangunan Rezim Anti Pencucian Uang di
Indonesia. Depok: UI, 2013.
Schein H. Edgar (1996). Organizational Culture and Leadership, Jossey-
Bass,
S.H. Alatas, 1987, Korupsi, Sifat, Sebab, dan Fungsi, Media Pratama,
Jakarta.
Sinclair, J. (1987). Collins Cobuild English language dictionary. Harper
Collins Publishers.
Stoltz, P. G. (1997). Adversity Quotient: Turning Obstacles Into
Opportunities. John Wiley & Sons.
Sudarmaji. 2002. Esensi dan Cakupan UU tentang Pencucian Uang di
Indonesia, Bahan Seminar Nasional. “Sosialisasi UU No. 15 Tahun
2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang”.

2
Syahdeini, Sutan R. 2003. Pencucian Uang : Pengertian, Sejarah, Faktor-
Faktor Penyebab dan Dampaknya Bagi Masyarakat. Jurnal
Hukum Bisnis, Volume 22 – No. 3.
Tague, N. R. (2005). The quality toolbox. (2th ed.). Milwaukee,
Wisconsin: ASQ Quality Press.
Transperancy International Indonesia (TII), Jakarta, 18 Oktober 2005.
Veverka, J. (1994). Guidelines for Interpreting Critical Issues. Available
on line at
https://portal.uni-freiburg.de/interpreteurope/service/publica
tions/recommen
ded-publications/veverka-interpeting_critical_issues.pdf

Peraturan Perundang-undangan
Indonesia, Republik. Undang-Undang Dasar 1945
Indonesia, Republik. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang.
. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang
Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika.
. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian
Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.

2
. Peraturan Presiden No. 117 Tahun 2016 tentang Perubahan
atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite
Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Artikel dan Internet


Asia/Pacific Group on Money Laundering.
http://www.apgml.org/fatf-and-fsrb/page.aspx?p=a8c3a23c-df
6c-41c5-b8f9-b40cd8220df0.
DHHS. (2006). Detoxification and Substance Abuse Treatment. A
Treatment Improvement Protocol TIP 45. Substance Abuse and
Mental Health Services Administration. Center for Substance
Abuse Treatment. US.
http://www.csamasam.org/sites/default/files/pdf/misc/TIP_4
5.pdf
Durbin, J. K. (2013). International Narco-Terrorism and Non-State
Actors: The Drug Cartel Global Threat. Global Security Studies.
Vol 4, Issue 1. 16-30.
http://globalsecuritystudies.com/Durbin%20Narcotics.pdf
Financial Action Task Force. Basic Fact About Money Laundering.
http://www.fatf-gafi.org/mlaundering-en.html.
. http://www.fatf-gafi.org/countries/.
Hans G. Guterbock, “Babylonia and Assyria” dalam Encyclopedia
Britannica.
https://www.britannica.com/biography/Hans-G-Guterbock
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Situs Resmi.
http://www.ppatk.go.id/.
. Pengaduan TPPU oleh Masyarakat.
https://wbs.ppatk.go.id/home/show?type=d.
. Whistleblowing System PPATK.
https://pws.ppatk.go.id/wbs/home.
. PPATK E-Learning. Modul E-Learning 1: Pengenalan Anti
Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
http://elearning.ppatk.go.id/.
McDowell, John dan Gary Novis. The Consequences of Money and
Financial Crime. www.usteas.gov.

2
United Nations (UN). (1948). United Nations Universal Declaration of
Human Rights. United Nations. (1961). Single Convention on
Narcotic Drugs.
http://www.unodc.org/pdf/convention_1961_en.pdf
United Nations. (1971). Convention on Psychotropic Substances.
United Nations. (1988). Convention against Illicit Traffic in
Narcotic Drugs and Psychotripic Substances.
https://www.unodc.org/pdf/convention_1988_en.pdf
UNODC. (1998). Economic and Social Consequences of Drug Abuse and
Illicit Trafficking. Number 6.
https://www.unodc.org/pdf/technical_series_1998-01-01_1.pdf
UNODC. (2003). Drug Abuse Treatment and Rehabilitation: a
Practical Planning and Implementation Guide. Vienna. New York.
https://www.unodc.org/pdf/report_2003-07-17_1.pdf
Robinson, Jeffrey. The Laundrymen. http://cgi.ebay.com.
Steel, Billy. Money Laundering – A Brief History.
http://www.laundryman.u-net.com.
The Egmont Group of Financial Intelligence Units.
https://www.egmontgroup.org/en/membership/list
United Nations Office of Drugs Control and Crime Prevention.
http://www.unodc.org/odcpp/money_laundering.html.

http://www.adk.gov.my/html/laporandadah/Buku%20Maklum
at%20Dadah %202012.pdf
http://www.agc.gov.my/Akta/Vol.%206/Akta%20283%2020Akta%2
0Pen agih%20Dadah%20%28Rawatan%20dan%20Pemulihan
%29% 201 983.pdf
http://www.apd.army.mil/pdffiles/r600_85.pdf
http://www.drugabuse.gov/sites/default/files/podat_1.pdf
http://www.drugabuse.gov/sites/default/files/stratplan.pdf
http://www.drugs.ie/resourcesfiles/guides/2802-3498.pdf
http://www.fas.org/sgp/crs/row/R41576.pdf

2
http://www.legalise.mondialvillage.com/countries/Singapore/pdf/Mo
DA19 73Singapore.pdf
http://www.murray.senate.gov/public/_cache/files/889efd07-2475-4
0eeb3b0-508947957a0f/final-2011-hrb-active-duty-survey-rep
ort.pdf
http://www.rti.org/brochures/rti-tricare_dlapactive.pdf
http://www.ssu.ac.ir/fileadmin/templates/fa/daneshkadaha/daneshk
adebehdasht/manager_group/upload_manager_group/manabe_
elmi/ebook/english/syasatgozari_mobtani_bar_shavahed/maki
ng_health_ policy.pdf
http://www.unodc.org/pdf/convention_1971_en.pdf
http://www.unodc.org/unodc/secured/wdr/wdr2013/World_Drug_R
eport_ 2013.pdf
http://www.who.int/governance/eb/who_constitution_en.pdf
https://www.unodc.org/docs/treatment/Coercion/From_coercion_to_
cohesi on.pdf
https://www.unodc.org/docs/treatment/treatnet_quality_standards.p
df
https://kpk.go.id/id/layanan-publik/informasi-publik/daftar-informa
si-publik/
http://www.ti.or.id/
https://www.transparency.org/
http://elearning.ppatk.go.id/
http://ppatk.go.id/
http://kpk.go.id/
http://bnpt.go.id/
https://www.bnpt.go.id/laporan-masyarakat.

2
MODUL
PELATIHAN DASAR CALON PNS
KESIAPSIAGAAN BELA

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA


NATIONAL INSTITUTE of PUBLIC ADMINISTRATION
KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA

MODUL III
PELATIHAN DASAR CALON PEGAWAI NEGERI
SIPIL
GOLONGAN II, DAN GOLONGAN III

Lembaga Administrasi
Negara Republik Indonesia
2019

i|Kesiapsiagaan B
Hak Cipta © Pada:
Lembaga
Administrasi
Negara Edisi
Tahun 2019
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia
Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110
Telp. (62 21) 3868201-06 Ext. 193, 197
Fax. (62 21) 3800188

KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA


Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil
Golongan II dan Golongan III
TIM PENGARAH SUBSTANSI:
1. Dr. Adi Suryanto, M.Si
2. Dr. Muhammad Taufiq, DEA

TIM PENULIS MODUL:


1. Kolonel Inf Sammy Ferrijana;
2. Bambang Suhartono, S.Sos, ME;
3. Sandra Erawanto, SSTP, M.Pub. Pol.
TIM EDITING:
1. Letkol Inf Faisal Ahmadani
2. La Mimi, S.Sos., M.Si
3. Mulyanto, S.Sos

REKA CETAK : Anton Sri Pambudi, SAP., M.Si


COVER : Musthofa, S.Kom

Jakarta – LAN – 2019


ISBN: 978-602-7594-38-8

ii | K e s i a p s i a g a a n B
KATA PENGANTAR
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara mengamanatkan Instansi Pemerintah untuk wajib
memberikan Pendidikan dan Pelatihan terintegrasi bagi Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS) selama 1 (satu) tahun masa percobaan.
Tujuan Pelatihan terintegrasi ini adalah untuk membangun integritas
moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan
kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan
bertanggungjawab, dan memperkuat profesionalisme serta
kompetensi bidang. Dengan demikian Undang-Undang ASN
mengedepankan penguatan nilai-nilai dan pembangunan karakter
dalam mencetak PNS.
Lembaga Administrasi Negara menerjemahkan amanat
Undang-Undang tersebut dalam bentuk Pedoman Penyelenggaraan
Pelatihan yang tertuang dalam Peraturan Lembaga Administrasi
Negara Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pelatihan Dasar CPNS.
Pelatihan ini memadukan pembelajaran klasikal dan non klasikal di
tempat kerja, yang memungkinkan peserta mampu untuk
menginternalisasi, menerapkan, dan mengaktualisasikan, serta
membuatnya menjadi kebiasaan (habituasi), dan merasakan
manfaatnya, sehingga terpatri dalam dirinya sebagai karakter PNS
yang profesional sebagai wujud nyata bela negara.
Demi terjaga kualitas keluaran Pelatihan dan kesinambungan
Pelatihan di masa depan serta dalam rangka penetapan standar
kualitas Pelatihan, maka Lembaga Administrasi Negara menyusun
Modul Pelatihan Dasar CPNS ini.
Atas nama Lembaga Administrasi Negara, kami
mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada tim penyusun
yang telah bekerja keras menyusun modul ini. Begitu pula halnya
dengan instansi dan narasumber yang telah memberikan review dan
masukan, kami ucapkan terimakasih.

iii | K e s i a p s i a g a a n B
Kami sangat menyadari bahwa modul ini jauh dari
sempurna. Dengan segala kekurangan yang ada pada modul ini, kami
mohon kesediaan pembaca untuk dapat memberikan masukan
konstruktif guna penyempurnaan selanjutnya, semoga modul ini
dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Jakarta, Februari 2019


Kepala
Lembaga Administrasi

Negara Adi Suryanto

iv | K e s i a p s i a g a a n B
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…...............................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN….........................................................1
A. Latar Belakang................................................................1
B. Deskripsi Singkat….........................................................4
C. Tujuan Pembelajaran…..................................................5
D. Pokok Bahasan…............................................................5
E. Media Pembelajaran…....................................................6
F. Waktu..............................................................................6

BAB II KERANGKA KESIAPSIAGAAN BELA


NEGARA.....................................................................................7
A. Konsep Kesiapsiagaan Bela Negara..............................7
B. Kesiapsiagaan Bela Negara Dalam Latsar CPNS............9
C. Manfaat Kesiapsiagaan Bela Negara.............................13
D. Keterkaitan Modul 1, Modul 2, dan Modul 3................13

BAB III KEMAMPUAN AWAL BELA NEGARA.......................16


A. Kesehatan Jasmani dan Mental.....................................16
B. Kesiapsiagaan Jasmani dan Mental...............................46
C. Etika, Etiket dan Moral...................................................85
D. Kearifan Lokal.................................................................107

BAB IV RENCANA AKSI BELA NEGARA................................113


A. Program Rencana Aksi…................................................114
B. Penyusunan Rencana Aksi Bela Negara.......................125

BAB V KEGIATAN KESIAPSIAGAAN BELA


NEGARA.....................................................................................127
A. Baris Berbaris dan Tata Upacara..................................127
B. Keprotokolan…...............................................................173
C. Kewaspadaan Diri….......................................................212
D. Membangun Tim.............................................................242
E. Caraka Malam dan Api Semangat Bela Negara...............253

BAB VI PENUTUP.....................................................................268

v|Kesiapsiagaan B
REFERENSI................................................................................269

LAMPIRAN-LAMPIRAN…........................................................274

vi | K e s i a p s i a g a a n B
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembangunan Karakter Bangsa diselenggarakan salah
satunya melalui pembinaan kesadaran bela negara bagi setiap
warga negara Indonesia dalam rangka penguatan jati diri
bangsa yang berdasarkan kepribadian dan berkebudayaan
berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI 1945. Komitmen
dan kepatuhan seluruh warga negara dalam membangun
kekuatan bangsa dengan segenap pranata, prinsip dan kondisi
yang diyakini kebenarannya serta digunakan sebagai
instrumen pengatur kehidupan moral, identitas, karakter serta
jatidiri bangsa yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI
1945 merupakan modali dasar yang mampu mendinamisasikan
pembangunan nasional di segala bidang.
Kesiapsiagaan bela negara merupakan aktualisasi nilai-
nilai bela negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara sesuai peran dan profesi warga negara, demi
menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan
segenap bangsa dari segala bentuk ancaman yang pada
hakikatnya mendasari proses nation and character building.
Proses nation and character building tersebut didasari oleh
sejarah perjuangan bangsa, sadar akan ancaman bahaya
nasional yang tinggi serta memiliki semangat cinta tanah air,
kesadaran berbangsa dan bernegara, yakin Pancasila sebagai
idiologi negara, kerelaan berkorban demi bangsa dan Negara.
Kesiapsiagaan Bela Negara merupakan kondisi Warga
Negara yang secara fisik memiliki kondisi kesehatan,
keterampilan dan jasmani yang prima serta secara kondisi
psikis yang memiliki kecerdasan intelektual, dan spiritual yang
baik, senantiasa memelihara jiwa dan raganya memiliki sifat-
sifat disiplin, ulet, kerja keras dan tahan uji, merupakan sikap

1|Kesiapsiagaan BN
mental

2|Kesiapsiagaan BN
dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaan kepada
NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945 dalam
menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.
Kesiapsiagaan bela negara diarahkan untuk menangkal
faham-faham, ideologi, dan budaya yang bertentangan dengan
nilai kepribadian bangsa Indonesia, merupakan kesiapsiagaan
yang terintegrasi guna menghadapi situasi kontijensi dan
eskalasi ancaman sebagai dampak dari dinamika
perkembangan lingkungan strategis yang juga mempengaruhi
kondisi dalam negeri yang dipicu oleh faktor ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan. Dewasa ini
lingkungan strategis berkembang sangat dinamis, penuh
ketidakpastian dan kompleks, sehingga sangat sulit bagi suatu
negara untuk mengetahui potensi dan hakikat ancaman serta
tantangan terhadap kepentingan nasionalnya. Sejalan dengan
perkembangan zaman, proses globalisasi telah mengakibatkan
munculnya fenomena baru yang dapat berdampak positif yang
harus dihadapi bangsa Indonesia, seperti demokratisasi,
penghormatan terhadap hak asasi manusia, tuntutan supremasi
hukum, transparansi, dan akuntabilitas. Fenomena tersebut
juga membawa dampak negatif yang merugikan bangsa dan
negara yang pada gilirannya dapat menimbulkan ancaman
terhadap kepentingan nasional.
Perjuangan bangsa Indonesia telah memberikan
pengalaman berharga dengan nilai-nilai luhur yang masih terus
dipertahankan. Hal ini terwujud melalui perjuangan bangsa
dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia
yang senantiasa melibatkan warga negara. Pemantapan
kesiapsiagaan bela negara bagi warga negara, merupakan
implementasi pencapaian sasaran strategis terhadap nilai-nilai
bela Negara dalam rangka menjaga eksistensi Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

3|Kesiapsiagaan B
Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) sebagai calon
aparatur pemerintahan sudah seharusnya mengambil bagian di
lini terdepan dalam setiap upaya bela negara, sesuai bidang
tugas dan tanggungjawab masing-masing. Kesiapsiagaan bela
negara bagi CPNS adalah kesiapan untuk mengabdikan diri
secara total kepada negara dan bangsa dan kesiagaan untuk
menghadapi berbagi ancaman multidimensional yang bisa saja
terjadi di masa yang akan dating, Kesiapsiagaan bela negara
bagi CPNS menjadi titik awal langkah penjang pengabdian yang
didasari oleh nilai-nilai dasar negara. Ketangguhan mental yang
didasarkan pada nilai-nilai cinta tanah air, kesadaran
berbangsa dan bernegara, yakin Pancasila sebagai idiologi
negara, kerelaan berkorban demi bangsa dan negara akan
menjadi sumber energi yang luar biasa dalam pengabian
sebagai abdi negara dan abdi rakyat.
Cinta Tanah Air Kesadaran Berbangsa dan bernegara,
misalnya yakin terhadap Pancasila sebagai ideologi negara dan
rela berkorban untuk bangsa dan negara, ini adalah contoh
awal kesediaan bela negara. Banyak contoh lain misalnya
melestarikan budaya, mentaati aturan. Beberapa contoh lain
diantaranya adalah kesadaran untuk melestarikan khasanah
budaya bangsa yang adi luhung, terutama kebudayaan daerah
dari sabang sampai merauke yang beraneka ragam.
Jangan sampai terjadi pengakuan dari negara lain yang
menyebutkan kekayaan daerah Indonesia sebagai hasil
kebudayaan asli mereka. Sudah banyak contoh kebudayaan asli
Indonesia yang di klaim sebagai kebudayaan asli mereka,
karena kita tidak pernah mencintai apalagi menjaganya. Sudah
banyak juga contoh orang asing yang belajar habis-habisan
kebudayaan Indonesia dipentaskan di negaranya, kita sebagai
pewarisnya justru sebagai penonton saja.
Hal lain yang bisa dicontohkan adalah adanya kepatuhan
dan ketaatan pada hukum yang berlaku. Hal ini sebagai

4|Kesiapsiagaan B
perwujudan rasa cinta tanah air dan bela bangsa. Karena
dengan taat pada hukum yang berlaku akan menciptakan
keamanan dan ketentraman bagi lingkungan serta mewujudkan
rasa keadilan di tengah masyarakat. Meninggalkan korupsi.
Korupsi merupakan penyakit bangsa karena merampas hak
warga negara lain untuk mendapatkan kesejahteraan. Dengan
meninggalkan korupsi, kita akan membantu masyarakat dan
bangsa dalam meningkatkan kualitas kehidupan.
Kesiapsiagaan bela negara bagi CPNS bukanlah
kesiapsiagaan untuk melaksanaan perjuangan fisik seperti para
pejuang terdahulu, tetapi bagaimana melanjutkan perjuangan
mereka dengan pranata nilai yang sama demi kejayaan bangsa
dan negara Indonesia.

B. DISKRIPSI SINGKAT
Mata pelatihan ini membekali peserta untuk dapat
memahami kerangka bela negara dalam Latsar CPNS dan dasar-
dasar kesiapsiagaan bela negara, menyusun rencana aksi bela
negara dan melakukan kegiatan kesiapsiagaan bela negara
sebagai kemampuan awal bela negara dengan menunjukkan
sikap perilaku bela negara melalui aktivitas di luar kelas
melalui kegiatan praktik peraturan baris berbaris, tata upacara
sipil, dan keprotokolan, bermain peran sebagai badan
pengumpul keterangan, kemudian diakhiri dengan melakukan
kegiatan ketangkasan fisik dan penguatan mental dengan
penekanan pada aspek kedisiplinan, kepemimpinan, kerjasama,
dan prakarsa menggunakan metode-metode pembelajaran di
alam terbuka dalam rangka membangun komitmen dan
loyalitas terhadap negara dalam menjalankan tugas sebagai
PNS profesional pelayan masyarakat.

5|Kesiapsiagaan B
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Kompetensi Dasar:
Kompetensi yang diharapkan setelah mempelajari materi
modul ini, peserta mampu memahami kerangka bela
negara dalam Latsar CPNS dan kemampuan awal
kesiapsiagaan bela negara, menyusun rencana aksi bela
negara dan melakukan kegiatan kesiapsiagaan bela negara.

2. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti mata pelatihan ini para peserta
diharapkan mampu:.
a. Menjelaskan kerangka bela negara dalam Latsar CPNS;
b. Menjelaskan kemampuan awal kesiapsiagaan
bela negara;
c. Menyusun rencana aksi bela negara; dan
d. Melakukan kegiatan kesiapsiagaan bela negara.

D. POKOK BAHASAN
Pokok bahasan pada Modul Kesiapsiagaan Bela Negara ini
meliputi:
1. Kerangka Kesiapsiagaan Bela Negara
a. Konsep Kesiapsiagaan Bela Negara
b. Kesiapsiagaan Bela Negara Dalam Latsar CPNS
c. Manfaatan Kesiapsiagaan Bela Negara
d. Keterkaitan Modul 1, Modul 2, dan Modul 3
2. Kemampuan Awal Bela Negara
a. Kesehatan Jasmani dan Mental
b. Kesiapsiagaan Jasmani dan Mental
c. Etika, Etiket dan Moral
d. Kearifan Lokal
3. Rencana Aksi Bela Negara
a. Program Rencana Aksi
b. Penyusunan Rencana Aksi Bela Negara
4. Kegiatan Kesiapsiagaan Bela Negara

6|Kesiapsiagaan B
a. Baris Berbaris dan Tata Upacara
b. Keprotokolan
c. Kewaspadaan Dini
d. Membangun Tim
e. Caraka Malam dan Api Semangat Bela Negara

E. MEDIA BELAJAR
Guna mendukung pembelajaran dalam modul ini, dibutuhkan
sejumlah media pembelajaran yang kondusif antara lain: modul
yang menarik, video, berita, kasus yang kesemuanya relevan
dengan materi pokok. Disamping itu, juga dibutuhkan
instrument untuk melaksanakan kegiatan dalam kesiapsiagaan
Bela Negara.

F. WAKTU
Materi pembelajaran disampaikan di dalam kelas selama 30
jam pelajaran.

7|Kesiapsiagaan B
BAB II
KERANGKA KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA
DALAM PELATIHAN DASAR CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

A. KONSEP KESIAPSIAGAN BELA NEGARA


Menurut asal kata, kesamaptaan sama maknanya dengan
kata kesiapsiagaan yang berasal dari kata: Samapta, yang
artinya: siap siaga atau makna lainnya adalah siap siaga dalam
segala kondisi. Dari makna ini dapat diartikan dan kita
samakan bahwa makna kesamptaan sama dengan makna
kesiapsiagaan. Selanjutnya menurut Sujarwo (2011:4) ―
Samapta yang artinya siap siaga.
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kesiapsiagaan merupakan suatu keadaan siap siaga yang
dimiliki oleh seseorang baik secara fisik, mental, maupun sosial
dalam menghadapi situasi kerja yang beragam.
Selanjutnya konsep bela negara menurut kamus besar
bahasa Indonesia berasal dari kata bela yang artinya menjaga
baik-baik, memelihara, merawat, menolong serta melepaskan
dari bahaya.
Sedangkan beberapa ahli memberikan konsep negara
sebagai berikut:
1. Professor R. Djokosoetono Negara adalah suatu organisasi
manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah
suatu pemerintahan yang sama.
2. Logemann, Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang
menyatukan kelompok manusia yg kemudian disebut
bangsa.
3. Robert M. Mac. Iver, Negara adalah asosiasi yang berfungsi
memelihara ketertiban dalam masyarakat berdasarkan
sistem hukum yang diselenggarakan oleh pemerintah yang
diberi kekuasaan memaksa.
4. Max Weber, Negara adalah suatu masyarakat yang

8|Kesiapsiagaan B
mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik
secara sah dalam suatu wilayah
5. Hegel, Negara individu merupakan organisasi kesusilaan
yang timbul sebagai sintesis antara kemerdekaan dengan
kemerdekaan universal.
6. Rousseau, kewajiban negara adalah memelihara
kemerdekaan individu dan menjaga ketertiban kehidupan
manusia.
7. George Jellinek, Negara adalah organisasi kekuasaan dari
sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah
tertentu
8. Menurut George H. Sultou, Negara adalah alat atau
wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan
bersama atas nama masyarakat.
9. Menurut Roelof Krannenburg, Negara adalah suatu
organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu
golongan atau bangsanya sendiri.

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa bela


negara adalah adalah kebulatan sikap, tekad dan perilaku
warga negara yang dilakukan secara ikhlas, sadar dan disertai
kerelaan berkorban sepenuh jiwa raga yang dilandasi oleh
kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI 1945 untuk
menjaga, merawat, dan menjamin kelangsungan hidup
berbangsa dan bernegara.
Dasar hukum mengenai bela negara terdapat dalam isi
UUD NKRI 1945, yakni: Pasal 27 ayat (3) yang menyatakan
bahwa semua warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara. Selanjutnya pada Pasal 30 ayat (1)
yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Dari uraian diatas dapat ditarik keseimpulan bahwa

9|Kesiapsiagaan B
Kesiapsiagaan Bela Negara adalah suatu keadaan siap siaga
yang dimiliki oleh seseorang baik secara fisik, mental, maupun
sosial dalam menghadapi situasi kerja yang beragam yang
dilakukan berdasarkan kebulatan sikap dan tekad secara ikhlas
dan sadar disertai kerelaan berkorban sepenuh jiwa raga yang
dilandasi oleh kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI 1945
untuk menjaga, merawat, dan menjamin kelangsungan hidup
berbangsa dan bernegara.

B. KESIAPSIAGAN BELA NEGARA DALAM LATSAR CPNS


Dalam modul ini, kesiapsiagaan yang dimaksud adalah
kesiapsiagan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dalam berbagai
bentuk pemahaman konsep yang disertai latihan dan aktvitas
baik fisik maupun mental untuk mendukung pencapaian tujuan
dari Bela Negara dalam mengisi dan menjutkan cita cita
kemerdekaan.
Adapun berbagai bentuk kesiapsiagaan dimaksud adalah
kemampuan setiap CPNS untuk memahami dan melaksanakan
kegiatan olah rasa, olah pikir, dan olah tindak dalam
pelaksanaan kegiatan keprotokolan yang di dalamya meliputi
pengaturan tata tempat, tata upacara (termasuk kemampuan
baris berbaris dalam pelaksaan tata upacara sipil dan kegiatan
apel), tata tempat, dan tata penghormatan yang berlaku di
Indonesia sesuai peraturan perundangan-undangan yang
berlaku.
Aplikasi kesiapsiagaan Bela Negara dalam Latsar CPNS
selanjutnya juga termasuk pembinaan pola hidup sehat disertai
pelaksanaan kegiatan pembinaan dan latihan ketangkasan fisik
dan pembinaan mental lainnya yang disesuaikan dan
berhubungan dengan kebutuhan serta ruang lingkup pekerjaan,
tugas, dan tanggungjawab, serta hak dan kewajiban PNS di
berbagai lini dan sektor pekerjaan yang bertugas diseluruh

10 | K e s i a p s i a g a a n B
wilayah Indonesia dan dunia.
Selain hal tersebut diatas, pelaksanan kesiapsiagaan bela
negara PNS dalam modul ini juga akan memberikan
pembinaan, pemahaman, dan sekaligus praktek latihan aplikasi
dan impelementasi wawasan kebangsaan dan analisis stratejik
yang meliputi analisis inteilijen dasar dan pengumpulan
keterangan yang akan sangat berguna dalam berbagai
permasalahan yang sering terjadi di lingkungan birokrasi, baik
permasalahan yang sifatnya internal maupun eksternal.
Akhirnya, aplikasi dari latihan kesiapsiagaan Bela Negara
ini juga akan menjadi modal penguatan jasmani, mental dan
spiritual dalam pelaksaaan tugas CPNS yang memiliki fungsi
utama sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, dan
sebagai perekat dan pemersatu Negara bangsa dari segala
Ancaman, Ganguan, Hambatan, dan Tantangan (AGHT) baik
dari dalam maupun luar negeri. Sehingga, setiap Calon Pegawai
Negeri Sipil dapat selalu siap dan memberikan pelayanan yang
terbaik. Oleh karena itu setiap CPNS diharapkan selalu
membawa motto “melayani untuk membahagiakan” dimanapun
dan dengan siapapun mereka bekerja, dalam segala kondisi
apapun serta kepada siapapun mereka akan senantiasa
memberikan pelayanan terbaik dan profesional yang
merupakan implementasi kesiapsiagaan Bela Negara.
Perilaku kesiapsiagaan akan muncul bila tumbuh
keinginan CPNS untuk memiliki kemampuan dalam menyikapi
setiap perubahan dengan baik. Berdasarkan teori Psikologi
medan yang dikemukakan oleh Kurt Lewin (1943) kemampuan
menyikapi perubahan adalah hasil interaksi faktor-faktor
biologis-psikologis individu CPNS, dengan faktor perubahan
lingkungan (perubahan masyarakat, birokrasi, tatanan dunia
dalam berbagai dimensi).
CPNS yang siap siaga adalah CPNS yang mampu
meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan terkait
dengan pelaksanaan kerja. Dengan memiliki kesiapsiagaan
yang baik, maka CPNS akan mampu mengatasi segala

11 | K e s i a p s i a g a a n B
ancaman,

12 | K e s i a p s i a g a a n B
tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG) baik dari dalam
maupun dari luar. Sebaliknya jika CPNS tidak memiliki
kesiapsiagaan, maka akan sulit mengatasi ancaman, tantangan,
hambatan, dan ganguan (ATHG) tersebut. Oleh karena itu
melalui Pelatihan Dasar CPNS ini, peserta diberikan
pembekalan berupa pengetahuan/kesadaran dan praktek
internalisasi nilai- nilai berbagai kegiatan kesiapsiagaan.
Untuk pelatihan kesiapasiagaan bela negara bagi CPNS
ada beberapa hal yang dapat dilakukan, salah satunya adalah
tanggap dan mau tahu terkait dengan kejadian-kejadian
permasalahan yang dihadapi bangsa negara Indonesia, tidak
mudah terprovokasi, tidak mudah percaya dengan barita gosip
yang belum jelas asal usulnya, tidak terpengaruh dengan
penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan permasalahan
bangsa lainnya, dan yang lebih penting lagi ada mempersiapkan
jasmani dan mental untuk turut bela negara.
Untuk melakukan bela negara, diperlukan suatu
kesadaran bela negara. Dikatakan bahwa kesadaran bela
negara itu pada hakikatnya adalah kesediaan berbakti pada
negara dan kesediaan berkorban membela negara. Cakupan
bela negara itu sangat luas, dari yang paling halus, hingga yang
paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama warga negara
sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh
bersenjata. Tercakup didalamnya adalah bersikap dan berbuat
yang terbaik bagi bangsa dan negara. Sebagaimana tercantum
dalam Modul I Pelatihan Dasar CPNS tentang Wawasan
Kebangsaan dan Nilai- Nilai Bela Negara, bahwa ruang lingkup
Nilai-Nilai Dasar Bela Negara mencakup:
1. Cinta Tanah Air;
2. Kesadaran Berbangsa dan bernegara;
3. Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara;
4. Rela berkorban untuk bangsa dan negara; dan
5. Memiliki kemampuan awal bela negara.
6. Semangat untuk mewujudkan negara yang berdaulat, adil
dan makmur.
Beberapa contoh bela negara dalam kehidupan sehari-

13 | K e s i a p s i a g a a n B
hari di zaman sekarang di berbagai lingkungan:
1. Menciptakan suasana rukun, damai, dan harmonis dalam
keluarga. (lingkungan keluarga).
2. Membentuk keluarga yang sadar hukum (lingkungan
keluarga).
3. Meningkatkan iman dan takwa dan iptek (lingkungan
pelatihan) Kesadaran untuk menaati tata tertib pelatihan
(lingkungan kampus/lembaga pelatihan).
4. Menciptakan suasana rukun, damai, dan aman dalam
masyarakat (lingkungan masyarakat).
5. Menjaga keamanan kampung secara bersama-sama
(lingkungan masyarakat).
6. Mematuhi peraturan hukum yang berlaku (lingkungan
negara).
7. Membayar pajak tepat pada waktunya (lingkungan negara).

Terkait dengan Pelatihan Dasar bagi CPNS, sudah


barang tentu kegiatan bela negara bukan memanggul senjata
sebagai wajib militer atau kegiatan semacam militerisasi,
namun lebih bagaimana menanamkan jiwa kedisiplinan,
mencintai tanah air (dengan menjaga kelestarian hayati),
menjaga asset bangsa, menggunakan produksi dalam negeri,
dan tentu ada beberapa kegiatan yang bersifat fisik dalam
rangka menunjang kesiapsiagaan dan meningkatkan kebugaran
sifik saja.
Oleh sebab itu maka dalam pelaksanaan pelatihan dasar
bagi CPNS, peserta akan dibekali dengan kegiatan-kegiatan dan
latihan-latihan seperti :
1. Kegiatan Olah Raga dan Kesehatan Fisik;
2. Kesiapsiagaan dan kecerdasan Mental;
3. Kegiatan Baris-berbaris dan Tata Upacara;
4. Keprotokolan;
5. Pemahaman Dasar Fungsi-fungsi Intelijen dan Badan
Pengumpul Keterangan;
6. Kegiatan Ketangkasan dan Permainan dalam Membangun

14 | K e s i a p s i a g a a n B
Tim;

15 | K e s i a p s i a g a a n B
7. Kegiatan Caraka Malam dan Api Semangat Bela Negara
(ASBN);
8. Membuat dan melaksanakan Rencana Aksi.

C. MANFAAT KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA


Apabila kegiatan kesiapsiagaan bela negara dilakukan
dengan baik, maka dapat diambil manfaatnya antara lain:
1. Membentuk sikap disiplin waktu, aktivitas, dan pengaturan
kegiatan lain.
2. Membentuk jiwa kebersamaan dan solidaritas antar
sesama rekan seperjuangan.
3. Membentuk mental dan fisik yang tangguh.
4. Menanamkan rasa kecintaan pada bangsa dan patriotisme
sesuai dengan kemampuan diri.
5. Melatih jiwa leadership dalam memimpin diri sendiri
maupun kelompok dalam materi Team Building.
6. Membentuk Iman dan taqwa pada agama yang dianut oleh
individu.
7. Berbakti pada orang tua, bangsa, agama.
8. Melatih kecepatan, ketangkasan, ketepatan individu dalam
melaksanakan kegiatan.
9. Menghilangkan sikap negatif seperti malas, apatis, boros,
egois, tidak disiplin.
10. Membentuk perilaku jujur, tegas, adil, tepat, dan
kepedulian antar sesama.

D. KETERKAITAN MODUL 1, MODUL 2 DAN MODUL 3


Ketiga Modul Bela Negara, pada dasarnya menjadi satu
kesatuan yang utuh, karena Modul1, Modul 2 dan Modul 3
saling terkait satu dengan yang lainnya. Di dalam Modul 1 yang
membahas tentang Wawasan Kebangsaan dan Nilai-Nilai Dasar
Bela Negara, modul ini akan membuka pandangan para peserta
Pelatihan Dasar CPNS terkait dengan Bela Negara untuk

16 | K e s i a p s i a g a a n B
memahami bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai pulau
besar dan kecil yang berjajar dari Sabang sampai Merauke, dan
nilai-nilai untuk memahami arti Bela Negara. Modul 2
dikenalkan dengan berbagai isu kontemporer dan cara untuk
melakukan analisis isu strategis kontemporer yang terjadi di
zaman sekarang dan paling hit dan hot yang terjadi secara riil
di lingkungan masyarakat Indonesia saat ini (Zaman Now).
Dengan telah memahami wawasan kebangsaan dan
nilai- nilai bela negara diharapkan dalam menghadapi
perubahan lingkungan pada zaman sekarang sudah dapat
memilah dan memilih perubahan lingkungan yang seperi apa
yang cocok dan sesuai dengan nilai-nilai dasar Pegawai Negeri
Sipil, sebagaimana di amanatkan dalam Undang-Undang Nomor
5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Selanjutnya untuk mempelajari dan mempraktekkan kedua
modul 1 dan 2, maka disusunlah Modul 3 tentang
Kesiapsiagaan Bela Negara. Didalam modul 3 ini dikenalkan
bagaimana cara mendisiplinkan diri sendiri dengan baris
berbaris, tata upacara dan protokol, kegiatan-kegiatan ini
sebagai sarana untuk mendisiplinkan diri termasuk dalam
menghadapi perubahan lingkungan. Selain itu dalam modul 3
ini juga dikenalkan kesiapsiagaan dan kesehatan jasmani dan
mental, ini dikenalkan untuk menghadapi hal-hal yang terjadi
maka diperlukan jasmani dan mental yang kuat dalam
menangkal hal-hal yang buruk yang sangat cepat mengalir ke
Indonesia. Beberapa latihan ketangkasan lainnya juga
diperkenalkan baik dalam berlatih kepemimpinan, kerjasama,
dan berlatih mengasah ide pemikiran dan prakarsa dengan
menggunakan berbagai metode pembelajaran di alam terbuka
dan lebih ditekankan pada aspek fisik. Sedangkan untuk dapat
melaporkan kegiatan yang dilakukan oleh para peserta Latsar
CPNS dalam berlatih dikenalkan pula dengan latihan intilijen
awal untuk menyaring informasi yang benar dan layak

17 | K e s i a p s i a g a a n B
diteruskan atau dilaporkan

18 | K e s i a p s i a g a a n B
kepada pimpinan dan rekan kerja dan dapat memilih mana
informasi yang cukup disimpan saja, dan dibekali pula dengan
ilmu dan latihan membuat telaahan staf atau badan pengumpul
keterangan atau yang disebut Bapulket melalui alat 5W + 1 H,
sebagai implementasi dari kewaspadaan dini, maka lengkaplah
Bela Negara untuk peserta Pelatihan Dasar Calon Pegawai
Negeri Sipil.

19 | K e s i a p s i a g a a n B
BAB III
KEMAMPUAN AWAL BELA NEGARA

Salah satu nilai-nilai dasar bela negara adalah memiliki


kemampuan awal bela negara, baik secara fisik maupun non fisik.
Secara fisik dapat ditunjukkan dengan cara menjaga kesamaptaan
(kesiapsiagaan) diri yaitu dengan menjaga kesehatan jasmani dan
rohani. Sedangkan secara non fisik, yaitu dengan cara menjaga
etika, etiket, moral dan memegang teguh kearifan lokal yang
mengandung nilai-nilai jati diri bangsa yang luhur dan terhormat.
Dengan demikian, maka untuk bisa melakukan internalisasi
dari nilai-nilai dasar bela negara tersebut, kita harus memiliki
kesehatan dan kesiapsiagaan jasmani maupun mental yang
mumpuni, serta memiliki etika, etiket, moral dan nilai kearifan lokal
sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.
Oleh karena itu dalam Bab III ini sebagai wujud bahwa kita
memiliki kemampuan awal bela negara, maka kita akan membahas
tentang Kesehatan Jasmani dan Mental; Kesiapsiagaan Jasmani dan
Mental; Etika, Etiket dan Moral; serta Kearifan Lokal.

A. KESEHATAN JASMANI DAN MENTAL

1. Kesehatan Jasmani
a. Pengertian Kesehataan Jasmani
Kesehatan jasmani menjadi bagian dari definisi
sehat dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009.
Artinya Anda dikatakan sehat salah satunya adalah dengan
melihat bahwa jasmani atau fisik Anda sehat. Kesehatan
jasmani mempunyai fungsi yang penting dalam menjalani
aktifitas sehari-hari. Semakin tinggi kesehatan jasmani
seseorang, semakin meningkat daya tahan tubuh sehingga
mampu untuk mengatasi beban kerja yang diberikan.

20 | K e s i a p s i a g a a n B
Dengan kata lain dengan jasmani yang sehat, produktifitas
kerja Anda akan semakin tinggi.
Kesehatan jasmani atau kesegaran jasmani adalah
kemampuan tubuh untuk menyesuaikan fungsi alat-alat
tubuhnya dalam batas fisiologi terhadap keadaan
lingkungan (ketinggian, kelembapan suhu, dan sebagainya)
dan atau kerja fisik yang cukup efisien tanpa lelah secara
berlebihan (Prof. Soedjatmo Soemowardoyo). Kesehatan
jasmani merupakan kesanggupan dan kemampuan untuk
melakukan kerja atau aktifitas, mempertinggi daya kerja
dengan tanpa mengalami kelelahan yang berarti atau
berlebihan (Agus Mukholid, 2007). Kesehatan jasmani
dapat juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk
menunaikan tugas dengan baik walaupun dalam keadaan
sukar, dimana orang dengan kesehatan jasmani yang
kurang tidak mampu untuk melaksanakan atau
menjalaninya.
Kesehatan jasmani salah satunya dipengaruhi oleh
aktifitas fisik. Dengan kondisi kemajuan teknologi seperti
saat ini, banyak aktifitas kita yang dimudahkan oleh
bantuan teknologi tersebut. Penggunaan lift, remote
control, komputer, kendaraan bermotor dan sebagainya
menyebabkan kita mengalami penurunan aktifitas fisik.
Sebagai akibat dari penurunan aktifitas fisik, aktifitas organ
tubuh juga menurun dan ini disebut kurang bergerak
(hypokinetic). Pada kondisi kurang gerak, organ tubuh
yang biasanya mengalami penurunan aktifitas adalah
organ- organ vital seperti jantung, paru-paru dan otot yang
amat berperan pada kesehatan jasmani seseorang.
Gaya hidup duduk terus menerus dalam bekerja
dan kurang gerak, serta ditambah adanya faktor gaya hidup
yang kurang sehat (makan tidak sehat atau merokok)
dapat menimbulkan penyakit-penyakit tidak menular

21 | K e s i a p s i a g a a n B
seperti penyakit jantung, penyakit tekanan darah tinggi,
penyakit

22 | K e s i a p s i a g a a n B
kencing manis ataupun berat badan yang berlebih. Studi
WHO pada faktor-faktor resiko menyatakan bahwa gaya
hidup duduk terus menerus dalam bekerja adalah 1 dari 10
penyebab kematian dan kecacatan di dunia (Depkes, 2002).
Dalam kehidupan sehari-hari setiap individu
melakukan berbagai aktifitas fisik. Aktifitas fisik tersebut
akan meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi
(pembakaran kalori). Berikut contoh daftar aktifitas fisik
beserta kalori yang dikeluarkannya.

Tabel 1
Aktifitas Fisik Dan Kalori Yang Dikeluarkan
KALORI
NO AKTIFITAS FISIK
YANG DIKELUARKAN
1. Cuci baju 3.56 Kcal/menit

2. Mengemudi Mobil 2.80 Kcal/menit

3. Mengecat rumah 3.50 Kcal/menit

4. Potong Kayu 3.80 Kcal/menit

5. Menyapu rumah 3.90 Kcal/menit

6. Jalan kaki 5.60 – 7.00 Kcal/menit

7. Mengajar 1.70 Kcal/menit

8. Membersihkan jendela 3.70 Kcal/menit

9. Berkebun 5.60 Kcal/menit

10. Menyetrika 4.20 Kcal/menit

23 | K e s i a p s i a g a a n B
Berbagai aktifitas fisik di atas memberi banyak
manfaat baik manfaat bagi fisik maupun bagi psikis /
mental. Lakukan aktifitas fisik sekurang-kurangnya 30
menit per hari dengan baik dan benar agar memberi
manfaat bagi kesehatan. Jika belum terbiasa dapat dimulai
beberapa menit setiap hari dan ditingkatkan secara
bertahap. Aktivitas fisik dapat dilakukan dimana saja baik
di rumah, di tempat kerja, atau di tempat umum dengan
memperhatikan lingkungan yang aman dan nyaman, bebas
polusi, serta tidak beresiko menimbulkan cedera.

b. Kebugaran Jasmani dan Olahraga


Sebagai Aparatur Sipi Negara, anda tidak hanya
membutuhkan jasmani yang sehat, tetapi juga memerlukan
jasmani yang bugar. Kebugaran jasmani ini diperlukan agar
dapat menjalankan setiap tugas jabatan Anda dengan baik
tanpa keluhan. Kebugaran jasmani setiap orang berbeda-
beda sesuai dengan tugas/profesi masing-masing,
tergantung dari tantangan fisik yang dihadapinya.
Contohnya Anda sebagai pegawai kantor tentu
membutuhkan kebugaran jasmani yang berbeda dengan
seorang kuli panggul dimana mereka harus memiliki
kekuatan otot maupun daya tahan otot yang lebih baik.
Sumosardjono (1990) mendefinisikan kebugaran
sebagai kemampuan seseorang untuk melakukan
pekerjaan
/ tugasnya sehari-hari dengan mudah, tanpa merasa
kelelahan yang berlebihan, dan masih mempunyai sisa atau
cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya
untuk keperluan-keperluan yang mendadak. Dari hasil
seminar kebugaran nasional pertama yang dilaksanakan di
Jakarta pada tahun 1971 dijelaskan bahwa fungsi
kebugaran jasmani adalah untuk mengembangkan

24 | K e s i a p s i a g a a n B
kekuatan, kemampuan, dan kesanggupan daya kreasi serta
daya tahan

25 | K e s i a p s i a g a a n B
dari setiap manusia yang berguna untuk mempertinggi
daya kerja dalam pembangunan dan pertahanan bangsa
dan negara. Kebugaran jasmani memberi kesanggupan
kepada seseorang untuk menjalankan hidup yang produktif
dan dapat menyesuaikan diri pada tiap pembebanan fisik
yang layak.
Kebugaran jasmani terdiri dari komponen-
komponen yang dikelompokkan menjadi kelompok yang
berhubungan dengan kesehatan (Health Related Physical
Fitness) dan kelompok yang berhubungan dengan
keterampilan (Skill related Physical Fitness). Komponen
kebugaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan
dan dapat diukur adalah :

1) Komposisi tubuh
Komposisi tubuh adalah persentase lemak dari
berat badan total dan Indeks Massa Tubuh (IMT).
Komposisi tubuh ini memberi bentuk tubuh. Bentuk
tubuh proporsional adalah keadaan di mana komposisi
tubuh seseorang yang terdiri dari lemak dan massa
bebas lemak sesuai dengan kondisi normal serta tidak
terdapat timbunan lemak yang berlebihan di bagian
tubuh tertentu. Penentuan komposisi tubuh ini dapat
dilakukan dengan menggunakan alat Body Composition
Analyzer.

Perhitungan BMI menggunakan rumus sebagai


berikut:

26 | K e s i a p s i a g a a n B
Contoh: Berat badan= 60 kg, Tinggi badan = 160
cm (60 kg) 60
BM =
I
(1,6 m) x (1,6 m) 2,56 = 23,4 kg / m2

Tabel 2
Klasifikasi IMT
IMT (Kg/m2)
KATEGORI
Laki-laki Perempuan
Kurus < 17 kg/m2 < 18 kg/m2
Normal 17 – 23 kg/m2 18 – 25 kg/m2
Kegemukan 23 – 27 kg/m 2 25 – 27 kg/m2
Obesitas > 27 kg/m2 > 27 kg/m2

(Sumber: Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis Departemen


Kesehatan RI, 2003)

2) Kelenturan / fleksibilitas tubuh


Kelenturan / fleksibilitas tubuh adalah luas bidang
gerak yang maksimal pada persendian tanpa
dipengaruhi oleh suatu paksaan atau tekanan.
Kelenturan otot ini dipengaruhi oleh jenis sendi,
struktur tulang, dan jaringan sekitar sendi, otot,
tendon, dan ligamen. Dengan adanya kelenturan /
fleksibilitas tubuh ini Anda dapat menyesuaikan diri
untuk segala aktifitas Anda dengan penguluran tubuh
yang luas. Dengan kelenturan otot ini dapat
mengurangi resiko cedera (orang yang kelenturannya
tidak baik cenderung mudah mengalami cedera).

27 | K e s i a p s i a g a a n B
Pengukuran kelenturan

28 | K e s i a p s i a g a a n B
dapat dengan pengukuran Duduk tegak depan (sit and
reach test), Flexometer.

3) Kekuatan Otot
Kekuatan otot adalah kontraksi maksimal yang
dihasilkan otot, merupakan kemampuan untuk
membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan.
Kekuatan otot ini menggambarkan kondisi fisik
seseorang tentang kemampuannya dalam
menggunakan otot untuk menerima beban sewaktu
bekerja. Untuk kekuatan otot ini dapat diukur dengan
Dinamometer.

4) Daya tahan jantung paru


Daya tahan jantung paru ini merupakan komponen
kebugaran jasmani paling penting. Adalah kemampuan
jantung, paru, dan pembuluh darah untuk berfungsi
secara optimal pada waktu kerja dalam mengambil
oksigen secara maksimal dan menyalurkannya ke
seluruh tubuh terutama jaringan aktif sehingga dapat
digunakan untuk proses metabolisme tubuh. Daya
tahan jantung paru ini menggambarkan kemampuan
seseorang dalam menggunakan sistem jantung paru
dan peredaran darahnya secara efektif dan efisien
untuk menjalankan kerja terus menerus yang
melibatkan kontraksi otot-otot dengan intensitas tinggi
dalam waktu yang cukup lama. Pengukuran daya tahan
jantung paru ini adalah dengan tes Harvard, tes lari 2,4
km (12 menit), Ergocycles test.

5) Daya tahan otot


Daya tahan otot adalah kemampuan seseorang
dalam menggunakan ototnya untuk berkontraksi terus

29 | K e s i a p s i a g a a n B
menerus dalam waktu relatif lama dengan beban
tertentu. Daya tahan otot ini menggambarkan
kemampuan untuk mengatasi
kelelahan. Pengukurannya adalah
dengan push up test, sit up test.
Komponen-komponen kebugaran tersebut dapat
menggambarkan seberapa baik penyesuaian fisik
terhadap beban dan tugas fisik yang dilakukan dan
seberapa cepat proses pulih asal dari kelelahannya.
Semakin baik tingkat penyesuaiannya terhadap tugas
fisik dan kecepatan pulih asalnya, maka semakin baik
pula tingkat kebugaran yang dimilikinya (Saqurin A,
2013).
Untuk mencapai kebugaran dapat dilakukan
dengan melakukan olahraga. Olahraga adalah suatu
bentuk aktifitas fisik yang terencana dan terstruktur,
yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan
ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani
(Depkes, 2002). Adapun konsep olahraga kesehatan
adalah padat gerak, bebas stres, cukup waktu (10 – 30
menit), mudah, murah, meriah dan fisiologis
(bermanfaat bagi kesehatan). Beberapa manfaat
olahraga antara lain :
1) Meningkatkan kerja dan fungsi jantung, paru-paru,
dan pembuluh darah
2) Meningkatkan kekuatan otot dan kepadatan tulang
3) Meningkatkan kelenturan (fleksibilitas) pada
tubuh sehingga dapat mengurangi cedera
4) Meningkatkan metabolisme tubuh untuk
mencegah kegemukan dan mempertahankan berat
badan ideal
5) Mengurangi resiko berbagai macam penyakit
seperti tekanan darah tinggi, kencing manis,

30 | K e s i a p s i a g a a n B
penyakit jantung

31 | K e s i a p s i a g a a n B
6) Meningkatkan sistem hormonal melalui
peningkatan sensitifitas hormon terhadap jaringan
tubuh
7) Meningkatkan aktivitas sistem kekebalan tubuh
terhadap penyakit melalui peningkatan
pengaturan kekebalan tubuh

Selain berbagai manfaat di atas, seseorang yang


melakukan olahraga maka dalam otaknya akan terjadi
perubahan biokimiawi yang menyebabkan seseorang
menjadi gembira dan baik suasana hatinya. Olahraga
yang dilakukan secara teratur dan terukur dapat
menurunkan berat badan, mencegah penyakit, dan
mengurangi stres. Olahraga kesehatan membuat
manusia menjadi sehat jasmani, mental, spiritual, dan
sosial (Suryanto, 2011).
Dengan melakukan olahraga secara teratur
tubuh akan bugar. Dampak yang dihasilkan dari
meningkatnya kualitas kebugaran jasmani adalah
menurunnya angka bolos kerja, masa sembuh sakit
menjadi lebih cepat, waktu pulih asal dari kelelahan
juga lebih singkat, lebih bergairah karena produksi
hormon norepinefrin lebih tinggi, sehingga
memberikan efek pada prestasi kerja, kreatifitas, dan
kecerdasan (Siregar Y.I, 2010).

c. Pola Hidup Sehat


Kebugaran jasmani seseorang dipengaruhi juga
oleh pola hidup sehat. Walaupun aktifitas fisik sudah
dilakukan dengan optimal, tapi jika tidak dibarengi dengan
pola hidup sehat maka tidaklah akan menghasilkan jasmani
yang sehat dan bugar. Pola hidup sehat yaitu segala upaya
guna menerapkan kebiasaan baik dalam menciptakan

32 | K e s i a p s i a g a a n B
hidup

33 | K e s i a p s i a g a a n B
yang sehat dan menghindarkan diri dari kebiasaan buruk
yang dapat mengganggu kesehatan. Pola hidup sehat
diwujudkan melalui perilaku, makanan, maupun gaya
hidup menuju hidup sehat baik itu sehat jasmani ataupun
mental.
Kebiasaan-kebiasaan baik dalam pola hidup sehat
yang perlu Anda laksanakan dalam kehidupan sehari-hari
adalah dengan cara :

1) Makan Sehat
Pola makan kita harus berpedoman pada gizi
seimbang. Pemenuhan gizi seimbang telah
dikembangkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam
Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS), diantaranya
yaitu makanlah beraneka ragam makanan, makanlah
makanan yang mempunyai kecukupan energi,
makanlah makanan sumber karbohidrat ½ dari
kebutuhan energi dan batasi konsumsi lemak &
minyak sampai 1/4 dari kebutuhan energi makanan.
Dalam PUGS juga disampaikan untuk minum air
bersih dalam jumlah yang cukup dan aman. Orang
dewasa di Indonesia disarankan untuk mengkonsumsi
air minum sebanyak 2 liter atau 8 gelas per hari untuk
menjaga kesehaan tubuh serta mengoptimalkan
kemampuan fisiknya (Depkes, 2004). Pengaturan
asupan air yang baik dan benar dapat mencegah atau
mengurangi resiko berbagai penyakit, dan turut
berperan dalam proses penyembuhan penyakit
(Santoso, 2012).
Jangan lupa pula kebutuhan tubuh akan vitamin
dan mineral yang akan memperlancar proses
metabolisme tubuh. Orang dewasa yang telah bekerja
jika tanpa diimbangi dengan makanan bergizi yang

34 | K e s i a p s i a g a a n B
dimakannya setiap hari maka dalam waktu dekat ia

35 | K e s i a p s i a g a a n B
akan menderita kekurangan tenaga, lemas, dan tidak
bergairah untuk melakukan pekerjaannya
(Kartasapoetra & Marsetyo, 2005).
Tabel 3
Rata-rata Kecukupan pada Orang Dewasa Bekerja
Sedang
Menurut Golongan Umur
Golongan Umur Laki-laki 65 kg Wanita 55 kg
(Tahun) (kalori) (kalori)
20 – 39 3000 2200
40 – 49 2850 2090
50 – 59 2700 1980
60 – 69 2400 1760
70 ke atas 2100 1540

Sumber : FAO/WHO (1973) Energy and Protein


Requirement, Genewa

2) Aktifitas Sehat
Aktif bergerak agar tubuh kita jadi bugar. Lakukan
aktifitas fisik dengan teratur. Berperilaku seksual yang
sehat. Hindarkan dari kebiasaan minum beralkohol
dan tidak mengkonsumsi narkoba.

3) Berpikir Sehat
Senantiasa berpikir positif dan mengendalikan
stres. Senantiasa berpikir positif dapat membuat hidup
bahagia serta menyempurnakan kesehatan mental.
Berpikirlah ke depan dan tetap optimis dan tidak lupa
bersyukur atas nikmat Tuhan. Kita tidak mungkin
menghindari stres, namun kita harus mampu untuk
mengendalikan stres. Lebih jauh tentang berpikir sehat

36 | K e s i a p s i a g a a n B
ini akan dijelaskan dalam pembahasan Kesehatan
Mental.

4) Lingkungan Sehat
Lingkungan Anda harus sehat artinya hindari
polusi karena polusi akan melepaskan radikal bebas di
tubuh Anda yang akan merusak sel tubuh. Salah satu
yang tersering melepaskan radikal bebas adalah rokok.
Jadi kalau Anda ingin sehat berhentilah merokok.

5) Istirahat Sehat
Sisihkan waktu untuk istirahat. Istirahat adalah
untuk memulihkan kesegaran tubuh dengan relaksasi
atau tidur. Anda harus tidur yang berkualitas artinya
butuh sekitar 6-8 jam sehari, tidur dalam keadaan
dalam dan pulas. Istirahat wajib bagi kesehatan kita.
Bila Anda mempunyai waktu luang di siang hari
sempatkanlah istirahat sekitar 15 – 30 menit sehingga
akan mengembalikan kesegaran tubuh Anda.
Dengan menjalani kebiasaan-kebiasaan baik
seperti telah disampaikan sebelumnya, akan
didapatkan manfaat yang bisa dirasakan secara
langsung dan tidak langsung bagi yang menjalaninya,
antara lain :
a) Menghindarkan diri dari penyakit
b) Dapat menjaga fungsi tubuh berjalan optimal
c) Meningkatkan mood dan memberi ketenangan
hati, sehingga terhindar dari rasa cemas atau
bahkan depresi
d) Memiliki penampilan sehat / percaya diri
e) Dapat berpikir positif dan sehat
f) Menjaga daya tahan tubuh tetap dalam kondisi fit
(tubuh tidak udah capek)

37 | K e s i a p s i a g a a n B
Apabila Anda sudah membaca dan memahami
tentang pola hidup sehat sebagaimana telah
dikemukakan di atas, coba diskusikan dengan teman
sejawat dan tuliskan dalam lembar terpisah pola hidup
sehat seperti apa yang telah Anda lakukan selama ini.
Apa manfaat yang Anda rasakan setelah menjalani pola
hidup sehat selama ini?

d. Gangguan Kesehatan Jasmani


Sebelum Anda mengenal beberapa gangguan pada
kesehatan jasmani yang bisa mengganggu produktifitas
kerja kita, ada baiknya Anda mengetahui apa saja ciri
jasmani yang sehat. Beberapa ciri jasmani yang sehat
adalah
:
1) Normalnya fungsi alat-alat tubuh, terutama organ-
organ vital (jantung, paru). Tanda-tanda vital normal
tubuh misalnya : tekanan darah sekitar 120/80 mmHg,
frekuensi pernafasan sekitar 12 – 18 nafas per menit,
denyut nadi antara 60 – 80 kali per menit, serta suhu
tubuh antara 360 – 370 Celcius.
2) Punya energi yang cukup untuk melakukan tugas
harian (tidak mudah merasa lelah)
3) Kondisi kulit, rambut, kuku sehat: menggambarkan
tingkat nutrisi tubuh
4) Memiliki pemikiran yang tajam: asupan dan pola hidup
yang sehat akan membuat otak bekerja baik
Ciri-ciri jasmani yang sehat tadi tentu didapat karena
Anda melakukan aktifitas dan pola hidup sehat. Namun jika
pola hidup sehat tidak Anda laksanakan maka muncullah
berbagai gangguan kesehatan jasmani. Gangguan pada
kesehatan jasmani secara tidak langsung akan
menghambat produktifitas kerja kita. Anda menjadi tidak

38 | K e s i a p s i a g a a n B
bisa melaksanakan tugas jabatan dengan baik.

39 | K e s i a p s i a g a a n B
Psikosomatis merupakan salah satu gangguan
kesehatan jasmani. Psikosomatis dapat diartikan sebagai
penyakit fisik / jasmani yang dipengaruhi oleh faktor
psikologis. Kartini Kartono (1989) mendefinisikan
psikosomatis sebagai bentuk macam-macam penyakit fisik
yang ditimbulkan oleh konflik-konflik psikis / psikologis
dan kecemasan-kecemasan kronis. Konflik-konflik psikis
dan kecemasan tersebut bisa juga menjadi penyebab
semakin beratnya suatu penyakit jasmani yang telah ada.
Gangguan kesehatan jasmani lainnya biasa disebut
sebagai penyakit orang kantoran. Di zaman modern
sekarang ini, para pegawai lebih banyak menghabiskan
waktunya di belakang meja. Jumlah pekerjaan yang
menghabiskan aktifitas fisik memang telah berkurang.
Gangguan kesehatan jasmani seperti nyeri punggung, mata
lelah, hingga gangguan tidur bisa ditimbulkan dari gaya
hidup kurang gerak. Selain itu gedung kantor dan peralatan
kantor seperti komputer, pendingin ruangan, lift, serta
pencahayaan ruangan dapat menjadi sumber gangguan
kesehatan jasmani. Beberapa penyakit orang kantoran
lainnya adalah : masalah persendian, nyeri leher, pusing,
nyeri kepala, penyakit kulit, dan gangguan ginjal.
Coba Anda perhatikan dan rasakan apa saja biasanya
keluhan yang biasanya Anda rasakan jika duduk terlalu
lama di depan komputer? Atau misalnya karena terlalu
banyak pekerjaan sehingga Anda lupa untuk minum air
putih atau malah menahan keinginan buang air kecil.
Pernahkah Anda mengalaminya? Apa akibatnya?

2. Kesehatan Mental
a. Pengertian Kesehatan Mental
Dalam kegiatan belajar ini, Anda akan mengkaji
beberapa hal yang berkaitan dengan peranan kesehatan

40 | K e s i a p s i a g a a n B
mental. Setelah mengikuti kegiatan belajar ini Anda
diharapkan dapat: menjelaskan pengertian kesehatan
mental, menjelaskan tentang dua sistem berpikir
(rational thinking dan emotional thinking), menjelaskan
tentang berpikir yang menyimpang (distorted thinking)
dan kesesatan berpikir (fallacy), menjelaskan sistem
kendali diri manusia, menjelaskan manajemen stres,
menjelaskan tentang emosi positif, menjelaskan kaitan
makna hidup bekerja dengan pengabdian pada sang
Pencipta.
Dengan menguasai materi kajian dalam kegiatan
belajar ini, Anda akan lebih bisa membangun kesehatan
mental sehingga Anda sebagai pelayan masyarakat
dapat menghadapi dan memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi Aparatur Sipil Negara dengan penuh
keyakinan diri dan mampu menyesuaikan diri secara
wajar terhadap perkembangan yang terus menerus
berlangsung serta mencintai pekerjaan yang menjadi
tugas jabatannya. Oleh karena itu, sebaiknya Anda
pelajari uraian di bawah ini dengan cermat, kerjakan
tugas-tugas dan diskusikan dengan teman, serta
kerjakan tes formatif untuk mengetahui tingkat
penguasaan Anda terhadap isi modul ini. Kedisiplinan
Anda dalam mengerjakan tugas-tugas yang terintegrasi
dalam uraian modul akan sangat membantu
keberhasilan Anda.
Mental (Mind, Mentis, jiwa) dalam pengertiannya
yang luas berkaitan dengan interaksi antara pikiran dan
emosi manusia. Dalam konteks modul ini, kesehatan
mental akan dikaitkan dengan dinamika pikiran dan
emosi manusia. Kedua komponen inilah yang menjadi
titik penting dari kehidupan manusia. Keduanya dapat
diibaratkan bandul yang saling mempengaruhi naik-

41 | K e s i a p s i a g a a n B
turun bandul tersebut. Pikiran berada di satu sisi dan
emosi berada di sisi lainnya. Keduanya berinteraksi
secara dinamis.
Pikiran mewadahi kemampuan manusia untuk
memahami segala hal yang memungkinkan manusia
bergerak ke arah yang ditujunya, sementara emosi
memberi warna dan nuansa sehingga pikiran yang
bergerak itu memiliki gairah dan energi. Dalam banyak
hal kehidupan manusia diarahkan oleh kedua
komponen ini. Daniel Kahneman menggunakan istilah
sistem 1 (yang cenderung ke emosi) dan sistem 2 (yang
cenderung rasional) (Kahneman, 2011: 20-25). Kerja
sama dinamis kedua sistem inilah yang menjadi dasar
dari kesehatan mental dan spiritual manusia.
Bergantung pada situasi, tantangan yang dihadapi dan
tingkat kesulitan, kedua sistem ini bergerak dalam arah
yang dinamis.
Secara neurobiologis, kedua sistem itu
merepresentasikan dinamika antara cortex prefrontalis
(sistem 2) dan sistem limbik (sistem 1). Hubungan
kesehatan jasmani, mental, sosial dan spiritual,
dilakukan secara neurobiologis oleh 2 (dua) sistem ini.
Dalam konteks modul ini, pengaturan yang tepat dari
kerja kedua sistem ini akan terwujud dalam pengaturan
yang tepat dari kendali diri (self control) manusia.
Inti dari suatu kesehatan mental adalah sistem
kendali diri yang bagus. Itu sebabnya, salah satu cara
mendapatkan kendali diri yang baik adalah dengan
memelihara kesehatan otak (healthy brain) lebih dari
sekadar kenormalan otak (normal brain). Dengan
mempertimbangkan sifat neuroplastisitas otak—
dimana otak dan lingkungan bisa saling pengaruh
memengaruhi—maka kesehatan otak dapat dibangun

42 | K e s i a p s i a g a a n B
melalui kesehatan jasmani, mental, sosial dan spiritual.

43 | K e s i a p s i a g a a n B
Otak merupakan salah satu komponen tubuh penting
yang harus diberikan perhatian yang serius.
Disinilah letak peranan kesehatan jasmani, seperti
makan, berolahraga dan rileksasi, harus mendapat
perhatian. Termasuk juga kemampuan mengelola stres.
Manajemen stres dan kendali diri harus berubah dari
sekadar reaktif menjadi ketrampilan aktif (skill).
Keduanya harus dilatih sedemikian rupa sehingga
seseorang memiliki kemampuan-kemampuan utama
dalam membangun kesehatan mental dan kesehatan
spiritual. Pada gilirannya, dua ketrampilan utama ini
akan berkontribusi dalam pembentukan karakter dan
integritas diri sebagai ASN.

b. Sistem Berpikir
Hubungan kesehatan jasmani, mental, sosial dan
spiritual, dilakukan secara neurobiologis oleh 2 (dua)
sistem yaitu sistem 1 dan sistem 2.

Sistem 1
Jika sistem 1 yang bekerja, maka bagian otak
bernama limbik lah yang mendominasi kinerja otak.
Limbik dikelompokkan sebagai salah satu komponen
“otak tua” (paleocortex). Ini bagian otak yang lebih dulu
ada dalam otak manusia dan dimiliki semua mahluk
dengan bentuk yang berbeda, terutama dimiliki reptil.
Limbik dan batang otak kadang disebut bersama sebagai
reptilian-mammalian brain. Limbik diciptakan oleh
Tuhan untuk membantu manusia merespon sebuah
kejadian yang membutuhkan keputusan cepat.
Pada keadaan panik, limbik bekerja secepat kilat
dan membombardir otak dengan sejumlah zat kimia agar
otak tubuh siaga; nafas memburu, denyut jantung

44 | K e s i a p s i a g a a n B
bertambah cepat, otot mengeras, pupil mata membesar
dan kelenjar keringat melebar. Tubuh yang siaga ini
segera menjadi kuat luar biasa dan siap menerjang lawan
(fight) atau ambil langkah seribu (flight). Boleh dikata,
pada keadaan kalut dan panik seseorang hampir-hampir
tidak ‘memiliki’ otak untuk berpikir dengan waras. Bisa
dibayangkan apabila urusan yang maha penting, seperti
urusan Negara harus diputuskan oleh otak yang seperti
ini.
Menurut teori Daniel Golleman (2004) yang
terkenal karena teorinya tentang kecerdasan emosi; jika
sistem 1 ini bekerja maka kemungkinan terjadi
pembajakan (hijacking) terhadap pikiran rasional
sangatlah besar. Saat ini terjadilah ‘buta pikiran’. “Buta
pikiran” dapat terjadi juga karena data kurang lengkap,
bias dan menyimpang dan saat yang sama keputusan
cepat harus diambil.

Sistem 2
Sistem 2 bekerja lambat, penuh usaha, analitis dan
rasional. Komponen otak yang bekerja adalah cortex
prefrontal yang dikelompokkan sebagai Neocortex (“otak
baru”) karena secara evolusi ia muncul lebih belakangan
pada primata dan terutama manusia. Disinilah, data
dianalisis, dicocokkan dengan memori, dan diracik
kesimpulan yang logis. Karena urut-urutan ini, maka
prosesnya lambat dan lama. Namun, dengan tingkat
akurasi dan presisi yang jauh lebih baik. sistem berpikir-
2 ini ciri khas manusia yang membuat pengambilan
keputusan menjadi sesuatu yang sangat rumit, tetapi
umumnya tepat. Akurasi dan validitas data menjadi salah
satu komponen pentingnya. Lalu, analisis yang tajam dan
berakhir pada kesimpulan yang pas. Pada mereka yang

45 | K e s i a p s i a g a a n B
terlatih dengan baik sistem 2 ini dapat bekerja lebih
cepat dari sistem 1 dengan akurasi dan presisi
kesimpulan yang tepat.

c. Kesehatan Berpikir
Sudah disebut di atas bahwa kesehatan mental
berkaitan dengan—salah satunya—kemampuan
berpikir. Berpikir yang sehat berkaitan dengan
kemampuan seseorang menggunakan logika dan
timbangan-timbangan rasional dalam memahami dan
mengatasi berbagai hal dalam kehidupan. Dalam
memahami pelbagai hal dalam kehidupan seseorang
tidak saja dituntut berpikir logis, tetapi juga kritis dan
kreatif.
Cara yang paling mudah memahami kesehatan
dalam berpikir adalah dengan memahami kesalahan
dalam berpikir. Sejumlah kesalahan berpikir (distorted
thinking) berkontribusi dalam pelbagai masalah mental
manusia. Kesalahan-kesalahan berpikir ini juga bisa
mempengaruhi kemampuan manusia dalam
mengendalikan diri (self control) dan pengelolaan stres
(stress management) karena menjadi sebab hilangnya
rasionalitas manusia dan munculnya interpretasi tidak
realistik terhadap pelbagai kejadian di sekitar.

Kesalahan-kesalahan berpikir itu antara lain :


a) Berpikir ‘ya’ atau ‘tidak’ sama sekali (Should/must
thinking)
b) Generalisasi berlebihan (overgeneralization)
c) Magnifikasi-minimisasi
(magnification- minimization)
d) Alasan-alasan emosional (emotional reasoning)
e) Memberi label (labeling)

46 | K e s i a p s i a g a a n B
f) Membaca pikiran (mind reading)

Pikiran-pikiran yang menyimpang di atas


menjadi dasar dari lahirnya cara berpikir yang salah
atau kesesatan berpikir (fallacy). Berikut sejumlah cara
berpikir yang sesat yang sering tanpa sadar
menghinggapi diri seseorang ketika berinteraksi dengan
pelbagai perstiwa dan dalam hubungan sosial (Pasiak,
2006: 115-122; Pasiak, 2007: 155-168):
a) Barangkali kita adalah seorang yang menguasai suatu
bidang ilmu, suatu gagasan atau konsep suatu
pengetahuan. Maka, kita cenderung merasa paling tahu
dan paling benar. Kita sering menyamakan pendapat
kita sebagai seorang ahli dengan kebenaran itu sendiri.
Ringkasnya, kita akan mengatakan: “Kebenaran adalah
saya dan saya adalah kebenaran.” Kita sering lupa
bahwa sekalipun kepakaran seseorang itu lahir dari
pendidikan dan pengalaman yang panjang, ada juga
peluang orang lain untuk memiliki kepakaran yang
sama dengan kita dengan pengalaman yang berbeda.
Bukan kita saja satu-satunya yang pantas menjadi
rujukan. Orang lain pun bisa juga menjadi rujukan.
Inilah pola sesat pikir yang disebut dengan egocentric
righteousness. Sesat pikir model ini membuat kita
selalu merasa lebih superior dibandingkan dengan
orang lain. Kita selalu menutup telinga dari pendapat
lain. Umumnya sesat pikir ini terjadi di lingkungan
akademik yang dihuni orang-orang yang
berpendidikan tinggi. Jika di lingkungan birokrasi,
sesat pikir ini bisa kita jumpai dalam bentuk arogansi
sektoral.

b) Kita cenderung tidak mau mempelajari, mencari tahu,

47 | K e s i a p s i a g a a n B
atau menambah wawasan mengenai hal-hal lain yang

48 | K e s i a p s i a g a a n B
bertentangan dengan apa yang kita yakini. Jika kita
seorang nasionalis sekuler tulen misalnya, barangkali
kita tidak akan mau tahu atau mempelajari hal-hal
yang berkaitan dengan kapitalisme global, komunisme,
atau bahkan mungkin syariah. Begitu pula sebaliknya.
Dalam kegiatan politik, jika kita seorang partisan dan
tokoh dari partai tertentu yang memakai lambang
warna merah, atau biru, atau hijau, kita akan
cenderung tidak suka warna kuning atau hitam, atau
abu-abu. Begitu juga sebaliknya. Setiap warna yang
bertentangan dengan milik kita akan dianggap tidak
baik atau tidak relevan dan pasti salah. Hal seperti itu
pulalah mungkin yang terjadi antara yang pro poligami
dan anti poligami, yang Islam, Kristen, Hindu, Budha,
Atheis, dsb. Sesat pikir model ini disebut dengan
egocentric myopia.

c) Ini barangkali pola sesat pikir yang seringkali terjadi


pada kita, namanya egocentric memory. Saking
kuatnya memory dalam otak kita yang mendukung
gagasan tertentu, seringkali hal-hal yang salah malah
mendapatkan justifikasi atau pembenaran tanpa kita
sadari. Pikiran kita kehilangan kontrol.

d) Kita cenderung tidak mempercayai fakta atau data


yang menggugat apa yang sudah kita percayai
sebelumnya sekalipun fakta itu akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Jika kita sudah percaya tanpa
reserve bahwa tokoh yang kita puja itu orang baik,
maka sevalid apapun data yang diberikan tentang
keburukannya tidak akan mengubah pendirian kita.
Contoh, ketika seorang ibu guru sudah percaya bahwa
muridnya yang bernama si A itu anak yang pintar dan

49 | K e s i a p s i a g a a n B
manis, data dan fakta bahwa si A menyontek saat ujian

50 | K e s i a p s i a g a a n B
tidak akan dipercayainya. Inilah pola sesat pikir yang
disebut dengan egocentric blindness. Kita dibutakan
oleh kepercayaan membabibuta kita sehingga tidak
bisa melihat hal-hal baru yang menggoyahkan
kepercayaan dan keyakinan kita.

e) Kita cenderung membuat generalisasi (pukul rata)


secepat mungkin atas setiap perasan dan pengalaman
kita. Jika kita merasakan ada sesuatu yang tidak beres
atau kurang menyenangkan dari suatu kejadian, maka
kita menggeneralisasi bahwa sepanjang waktu tertentu
kita pasti menjadi sial atau hidup tanpa kesenangan.
Misalnya jika di pagi hari ini kita mendapat kesialan
karena tiba-tiba diseruduk motor ojek, kita dengan
secepatnya akan menggeneralisasi bahwa hari ini
adalah hari sial kita. Jika kita datang ke suatu tempat
dan disambut dengan tidak ramah, dengan cepat kita
akan menggeneralisasi bahwa tempat tersebut
memang tidak ramah dan tidak cocok dengan kita. Jika
seseorang dengan keyakinan tertentu kebetulan
berbuat tidak baik maka semua orang dengan
keyakinan tersebut atau bahkan keyakinannya secara
keseluruhan akan dianggap tidak baik pula. Pola sesat
pikir ini disebut over-generalization atau egocentric
immediacy.

f) Kita cenderung mengabaikan hal-hal yang terasa rumit


dan kompleks dalam upaya memperbaiki diri.
Sebaliknya, kita lebih suka hal-hal yang sederhana
yang tidak memberatkan pikiran dan mudah
dilakukan. Cari enaknya saja, begitu barangkali
istilahnya. Jika harus memilih antara mengubah
kebiasaan suka memanfaatkan orang lain dan

51 | K e s i a p s i a g a a n B
menghilangkan kebiasaan minum kopi, sebagian kita
akan cenderung

52 | K e s i a p s i a g a a n B
memilih berhenti minum kopi karena itu terasa lebih
sederhana dan mudah. Sesat pikir yang disebut
egocentric over-simplification ini membuat kita
kehilangan stamina mental untuk berubah. Kita
kehilangan kesempatan untuk menguatkan diri dengan
latihan menyelesaikannya.

Dengan menghindari pikiran yang menyimpang


(distorted thinking) tersebut, maka seseorang akan
terpelihara dari kesesatan berpikir (fallacy). Selain itu,
keputusan-keputusan yang dibuat adalah keputusan yang
berbasis pada pikiran yang sehat. Membuat keputusan
(decision making) adalah salah satu kemampuan penting
manusia yang bertumpu pada pikiran-pikiran yang sehat.
Makin mendalam pikiran kita terhadap suatu
masalah, makin baik keputusan yang akan dihasilkan.
Dengan kata lain, keputusan yang diambil dengan
pertimbangan rasional akan lebih baik dari keputusan yang
diambil secara impulsif karena dorongan emosional.
Dinamika berpikir sehat adalah hubungan saling
pengaruh memengaruhi antara bagian cortex prefrontalis
yang terletak di bagian depan otak, dan system limbic yang
tersembunyi dan tertanam di bagian dalam otak. Berpikir
sehat akan berkaitan dengan kendali diri yang bagus. Inilah
inti dari kesehatan mental.

d. Kendali diri (self control atau Self regulation)


Kendali diri adalah tanda kesehatan mental dan
kesehatan spiritual yang paling tinggi. Secara
sederhana, kendali diri adalah kemampuan manusia
untuk selalu dapat berpikir sehat dalam kondisi apapun.
Secara neurobiologis, kendali diri terjadi ketika secara
proporsional cortex prefrontalis otak mengendalikan

53 | K e s i a p s i a g a a n B
system limbic (Ramachandran, 1998, 2012; Amin, 1998;
Cozolino, 2002; LeDoux, 2002; McNamara, 2009; Pasiak,
2012).
Makan terlampau banyak, belanja terlampau
banyak, marah yang luar biasa, mengambil sesuatu yang
bukan hak sendiri, memaksakan kehendak pada orang
lain, adalah beberapa contoh yang berkaitan dengan
kendali diri. Seseorang berada pada suatu situasi
dimana ia harus menentukan putusan dengan tepat,
untuk kepentingan dirinya yang lebih baik tanpa abai
terhadap nilai-nilai (values).
Pada tingkat yang lebih tinggi kendali diri
berkaitan dengan integritas dan karakter. Membangun
integritas pribadi (personal integrity) bermula dari
membangun sistem kendali diri yang baik. Kendali diri
sendiri merupakan titik pertemuan (coordinate) antara
kesehatan mental dan kesehatan spiritual. Dalam
perwujudannya kendali diri tampak sebagai kesehatan
mental, sedangkan dorongan atau motif yang
mendasarinya adalah kesehatan spiritual (Pasiak,
2012). Kendali diri tidak cukup sebatas pengetahuan.
Ia harus menjadi perilaku. Sebagai perilaku, kendali
diri mirip dengan kemampuan seseorang mengendarai
mobil. Untuk dapat mengendarai mobil dengan baik
seseorang harus selalu atau sering mengendarai mobil.
Bahkan, ia harus belajar menghadapi kesulitan di jalan,
entah itu jalan yang buruk, kemacetan, tanda-tanda
lalu lintas atau kebut-kebutan, untuk menjadi seorang
pengendara yang baik. Dengan cara ini, mengendarai
mobil akan menjadi ketrampilan (skill). Kendali diri
juga harus dilatih agar itu menjadi ketrampilan,
bahkan pada tingkat yang sangat tinggi seseorang bisa
menjadi mastery dalam pengendalian diri (Pasiak,

54 | K e s i a p s i a g a a n B
2012).

55 | K e s i a p s i a g a a n B
e. Manajemen Stres
Peneliti stress Hans Selye mendefenisikan
stres sebagai ‘ketidakmampuan seseorang untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi
pada dirinya maupun terhadap lingkungannya’ atau
‘respon tidak spesifik dari tubuh atas pelbagai hal yang
dikenai padanya’ (Greenberg, 2011: 4).
Dengan defenisi ini, stres bisa bersifat positif
(disebut eustress), misalnya kenaikan jabatan yang
membuat seseorang harus beradaptasi; atau bisa juga
bersifat buruk (disebut distress), misalnya kematian
seseorang yang dicintai. Baik eustress maupun distress
menggunakan mekanisme fisiologis yang sama.
Masalah stres banyak terjadi juga di dunia
kerja. Seorang ASN sepanjang menjalankan tugas
jabatannya dimungkinkan akan bersinggungan dengan
banyak permasalahan atau stressor yang akan
memberi perasaan tidak enak atau tertekan baik fisik
ataupun mental yang mengancam, mengganggu,
membebani, atau membahayakan keselamatan,
kepentingan, keinginan, atau kesejahteraan hidupnya.

Coba Anda perhatikan contoh di bawah ini !


Andi dan Budi adalah dua orang pegawai
kantor pemerintah di Jakarta. Mereka sudah 5 tahun
menjadi ASN. Suatu saat terjadi mutasi di kantor. Andi
yang lulusan sarjana ekonomi di pindahkan ke bagian
rumah tangga berbeda jauh dengan tugas yang selama
ini dilakukan. Sedangkan Budi yang lulusan sarjana
teknik dipindahkan ke bagian keuangan. Andi merasa
tidak nyaman di tempat tugas barunya tersebut. Andi
menjadi malas bekerja, menjadi jarang masuk kantor
karena sakit, dan banyak mengeluh. Sedangkan Budi

56 | K e s i a p s i a g a a n B
walaupun dipindahkan ke bagian yang bukan
keahliannya tapi tetap semangat bekerja, mau belajar,
dan optimis.
Pikirkan oleh Anda, apakah perbedaan di
antara dua orang pegawai kantor tersebut? Dan apa
sebabnya kita berkata bahwa Budi adalah individu
yang mampu menyesuaikan diri dengan baik
sedaangkan Andi gagal untuk menyesuaikan diri??
Siapa diantara keduanya yang mengalami stres? Dan
bagaimana seharusnya?

Dikenal 3 hal fase dari stres berdasarkan hasil


penelitian Hans Seyle. Ketiga fase ini diistilahkan
sebagai general adaption syndrome (Greenberg, 2011 :
4).

Fase 1: Alarm reaction. Tubuh memberi tanda-tanda


(alarm) adanya reaksi stres untuk menunjukkan
adanya sesuatu yang bersifat stresor. Tanda-tanda bisa
bersifat biologis (denyut jantung bertambah, suhu
tubuh meningkat, keringat banyak, nafas makin cepat
dll) maupun psikologis (tidak tenang, tidak bisa fokus
bekerja, dll). Ini berkaitan dengan HPA Axis.

Fase 2: stage of resistance. Tubuh menjadi kebal


(resisten) terhadap stressor karena stressor tersebut
terjadi berulang. Tubuh sudah bisa beradaptasi dengan
stressor yang sama. Tanda-tanda alarm sudah
berkurang atau hilang.

Fase 3: stage of exhaustion. Akibat stressor yang sama


berulang terus sepanjang waktu maka tubuh

57 | K e s i a p s i a g a a n B
mengalami kelelahan (exhaust). Tanda-tanda alarm
muncul lagi dan bisa membawa akibat fatal bagi tubuh.

Untuk memudahkan mengidentifikasi stres


dapat digunakan singkatan ABC. A: Activating event
atau pemicu atau hal-hal yang menghasilkan respon
stress. A ini adalah stressor. Kenalilah stressor. B:
Beliefs, kepercayaan atau pikiran atau persepsi tentang
stressor. C: Consequence, akibat yang ditimbulkan
karena persepsi atau pikiran kita tentang stres (Elkin,
2013 : 126).
Lima tanda berikut ini menunjukkan bahwa
pikiran kita sedang bekerja secara berlebihan dan
kemungkinan besar sedang stres (mind is stressed)
(Elkin, 2013 : 233):
a. Pikiran menjadi sangat cepat, seperti sedang balap.
b. Kontrol terhadap pikiran tersebut menjadi sangat
sulit.
c. Menjadi cemas, mudah terangsang dan bingung.
d. Lebih sering dan konsentrasi makin sulit.
e. Menjadi sulit tidur atau sulit tidur kembali.

Dari pelbagai riset diketahui bahwa stres


berkaitan dengan 1) kehidupan keluarga (family
history), 2) kejadian sehari-hari yang penuh stres
(stressful life events), 3) gaya atau cara berpikir
(thinking style), 4) ketakmampuan melakukan koping
(poor coping skills),
1) kepribadian yang khas (individual personality), dan
2) dukungan sosial (social support) (Gladeana, 2011:
13-19).
Sejumlah cara dan metode telah dikemukakan
sebagai cara mengelola stres. Mulai dari meditasi

58 | K e s i a p s i a g a a n B
hingga medikasi (penggunaan obat). Pada prinsipnya,

59 | K e s i a p s i a g a a n B
pengelolaan stres mengacu pada 3 hal berikut
(Gladeana, 2011 : 30-50):
 A : Anticipation. Mengantisipasi aktivitas atau
situasi yang berpeluang memicu stres dan
menyiapkan respon positif untuk pemicu-pemicu
tersebut.
 I : Identification. Mengenal sumber utama stres
dalam kehidupan sehari-hari.
 D: Developing. Mengembangkan suatu mekanisme
stress coping yang dapat digunakan secara teratur
sehingga menjadi biasa dan kapan saja bisa
menggunakannya untuk mengelola stres.

Tiga cara berikut ini dapat dilakukan untuk


mengelola stress: (Elkin, 2013 : 244., Adamson, 2002 :
71-124)
 Mengelola sumber stress (stressor)
 Mengubah cara berpikir, cara merespon stress
(changing the thought)
 Mengelola respon stress tubuh (stress response)

f. Emosi Positif
Kesehatan spiritual terdiri dari 4 komponen: 1)
Makna Hidup, 2) emosi positif, 3) pengalaman spiritual,
dan 4) ritual. (Pasiak, 2009;2012).
Emosi Positif merupakan Manifestasi
spiritualitas berupa kemampuan mengelola pikiran dan
perasaan dalam hubungan intrapersonal sehingga
seseorang memiliki nilai-nilai kehidupan yang
mendasari kemampuan bersikap dengan tepat. Kata
kunci: syukur (atas sesuatu yang given, yang sudah
diberikan oleh Tuhan tanpa melalui usaha sendiri.
Syukur bila diberi keberhasilan setelah melakukan

60 | K e s i a p s i a g a a n B
usaha

61 | K e s i a p s i a g a a n B
adalah syukur yang lebih rendah nilainya dibandingkan
bersyukur atas sesuatu yang diberikan tanpa ada usaha
sama sekali), sabar (membuat segala sesuatu yang pahit
dan tidak nyaman berada di bawah kontrol diri. Jadi,
tidak sekadar “menahan”) dan ikhlas (melepaskan
sesuatu secara sadar tanpa ada penyesalan).
Pengalaman Spiritual merupakan Manifestasi
spiritualitas di dalam diri seseorang berupa pengalaman
spesifik dan unik terkait hubungan dirinya dengan
Tuhan dalam pelbagai tingkatannya. Kata kunci: estetika
(pengalami indrawi biasa yang bersifat estetis), takjub
(pengalaman indrawi yang sensasional; tidak lazim) dan
penyatuan (pengalaman non indrawi). Ritual
Manifestasi spiritualitas berupa tindakan terstruktur,
sistematis, berulang, melibatkan aspek motorik, kognisi
dan afeksi yang dilakukan menutur suatu tata cara
tertentu baik individual maupun komunal. Kata kunci:
kebutuhan (ritual yang didorong oleh kebutuhan. Bukan
oleh sebab-sebab lain), rasa kehilangan sesuatu (jika
tidak melaksanakannya) (Pasiak, 2009;2012).
Pada dasarnya, emosi positif yang disebut di
atas—yakni syukur, sabar dan ikhlas—berkaitan dengan
emosi secara keseluruhan, oleh seorang ahli Martin
Seligman (2002) dibagi menjadi emosi positif menurut
waktu. Emosi positif bisa terkait dengan masa lalu, masa
kini dan masa depan seseorang. Emosi positif yang
berkaitan dengan masa lalu adalah kepuasan,
kesenangan karena kepuasan hati, kelegaan,
kebanggaan dan ketentraman. Emosi positif masa kini
mencakup kebahagiaan, kegembiraan, ketenangan,
semangat, gairah, kenyamanan dan yang terpenting
adalah (flow) aliran dari emosi-emosi tersebut.
Sedangkan emosi positif yang terkait dengan masa

62 | K e s i a p s i a g a a n B
depan yaitu optimisme,

63 | K e s i a p s i a g a a n B
harapan, keyakinan (faith), dan kepercayaan (trust).
Seligman (2002) menyebut kebahagiaan jenis ini
sebagai kebahagiaan otentik (Authentic Happiness).
Kesehatan mental dan kesehatan spiritual akan
berujung pada kehidupan yang bahagia, dan bermula
dari suatu kemampuan mengelola emosi positif. Martin
Seligman (2002, 2008, 2011), mendefinisikan
kebahagiaan sebagai keadaan yang berkaitan dengan
well being manusia. Dia tumbuh dari kemampuan kita
untuk mengidentifikasi dan menggunakan kekuatan
(strengths) yang kita miliki dalam kehidupan sehari-hari
untuk menumbuhkan emosi positif dan pikiran yang
sehat. Emosi positif terdiri dari sejumlah komponen
berikut (Pasiak, 2012):
1) Senang terhadap kebahagiaan orang
lain.
2) Menikmati dengan kesadaran bahwa segala sesuatu
diciptakan atas tujuan tertentu/mengambil hikmah.
3) Bersikap optimis akan pertolongan
Tuhan.
4) Bisa berdamai dengan keadaan
sesulit/separah apapun.
5) Mampu mengendalikan diri.
6) Bahagia ketika melakukan kebaikan

g. Makna Hidup
Diartikan sebagai Manifestasi spiritualitas berupa
penghayatan intrapersonal yang bersifat unik,
ditunjukkan dalam hubungan sosial (interpersonal) yang
bermanfaat, menginspirasi dan mewariskan sesuatu yang
bernilai bagi kehidupan manusia. Kata kunci: inspiring
(menumbuhkan keinginan meneladani dari orang lain)
dan legacy (mewariskan sesuatu yang bernilai tinggi bagi

64 | K e s i a p s i a g a a n B
kehidupan). makna hidup dalam kesehatan spiritual
merupakan perwujudan dari bakti kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa. Makna hidup terdiri dari sejumlah
komponen berikut ini (Pasiak, 2012):
1) Menolong dengan spontan
2) Memegang teguh janji
3) Memaafkan (diri dan orang lain).
4) Berperilaku jujur.
5) Menjadi teladan bagi orang lain.
6) Mengutamakan keselarasan
dan kebersamaan

B. KESIAPSIAGAAN JASMANI DAN MENTAL


1. Kesiapsiagaan Jasmani
a. Pengertian Kesiapsiagaan Jasmani
Salah satu bagian kesiapsiagaan yang wajib
dimiliki dan dipelihara oleh PNS adalah kesiapsiagaan
jasmani. Kesiapsiagaan jasmani merupakan
serangkaian kemampuan jasmani atau fisik yang
dimiliki oleh seorang PNS atau CPNS yang akan
menjadi calon pegawai.
Kesiapsiagaan jasmani adalah kegiatan atau
kesanggupan seseorang untuk melakuksanakan tugas
atau kegiatan fisik secara lebih baik dan efisien.
Komponen penting dalam kesiapsiagaan jasmani, yaitu
kesegaran jasmani dasar yang harus dimiliki untuk
dapat melakukan suatu pekerjaan tertentu baik ringan
atau berat secara fisik dengan baik dengan
menghindari efek cedera dan atau mengalami
kelelahan yang berlebihan.
Kesiapsiagaan jasmani perlu selalu dijaga dan
dipelihara, karena manfaat yang didapatkan dengan
kemampuan fisik atau jasmaniah yang baik maka

65 | K e s i a p s i a g a a n B
kemampuan psikis yang baik juga akan secara otomatis
dapat diperoleh. Ingatkah Anda dengan istilah
“mensana in corporesano” artinya: didalam tubuh
yang kuat terdapat jiwa yang sehat. Berdasarkan istilah
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dengan
memiliki kesiapsiagaan jasmani yang baik sebagai
upaya menjaga kebugaran PNS, maka disaat yang sama
Anda akan memperoleh kebugaran mental atau
kesiapsiagaan mental, atau dapat dikatakan sehat
Jasmani dan Rohani.
Menurut Freund (1991), berdasarkan kutipan the
International Dictionary of Medicine and Biology,
kesehatan adalah suatu kondisi yang dalam keadaan
baik dari suatu organisme atau bagiannya, yang
dicirikan oleh fungsi yang normal dan tidak adanya
penyakit, dengan kata lain kesehatan adalah suatu
keadaan tidak adanya penyakit sebagai salah satu ciri
organisme yang sehat.
Dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 1999
menjelaskan bahwa “kesehatan” adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang produktif secara sosial
dan ekonomis”. Dari definisi tersebut jelas terlihat
bahwa kesehatan bukanlah semata-mata keadaan
bebas dari penyakit, cacat atau kelemahan, melinkan
termasuk juga menerapkan pola hidup sehat secara
badan, sosial dan rohani merupakan hak setiap orang.
Sedangkan yang di maksudkan dengan “pola hidup
sehat” adalah segala upaya guna menerapkan berbagai
kebiasaan baik dalam menciptakan hidup yang sehat
dan menghindarkan diri dari kebiasaan buruk yang
dapat mengganggu kesehatan.
Untuk mengetahui dan memelihara kesiapsiagaan

66 | K e s i a p s i a g a a n B
jasmani yang baik, maka Anda perlu mengetahui
serangkaian bentuk kegiatan kesiapsiagaan dan tes
unutk mengukur tingkat kesiapsiagaan jasmani yang
perlu dimiliki baik pada saat ini Anda sebagai calon
PNS maupun kelak pada saat sudah menjadi PNS.
Tinggi rendahnya, cepat lambatnya, berkembang dan
meningkatnya kesiapsiagaan jasmani seseorang sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari dalam
maupun dari luar tubuh. Pusat Pengembangan
Kesegaran Jasmani Tahun 2003 membaginya kedalam
dua faktor, yaitu:
1) Faktor dalam (endogen) yang ada pada manusia
adalah: Genetik, Usia, dan Jenis kelamin.
2) Faktor luar (eksogen) antara lain: aktivitas fisik,
kebiasaan merokok, keadaan/status kesehatan,
dan Indeks Massa Tubuh (IMT)

b. Manfaat Kesiapsiagaan Jasmani


Manfaat kesiapsiagaan jasmani yang selalu dijaga dan
dipelihara adalah:
1) Memiliki postur yang baik, memberikan
penampilan yang berwibawa lahiriah karena
mampu melakukan gerak yang efisien.
2) Memiliki ketahanan melakukan pekerjaan yang
berat dengan tidak mengalami kelelahan yang
berarti ataupun cedera, sehingga banyak hasil
yang dicapai dalam pekerjaannya.
3) Memiliki ketangkasan yang tinggi, sehingga
banyak rintangan pekerjaan yang dapat diatasi,
sehingga semua pekerjaan dapat berjalan dengan
cepat dan tepat untuk mencapai tujuan.

67 | K e s i a p s i a g a a n B
c. Sifat dan Sasaran Pengembangan Kesiapsiagaan
Jasmani
Pengembangan kesiapsiagaan jasmani pada
prinsipnya adalah dengan rutin melatih berbagai
aktivitas latihan kebugaran dengan cara
mengoptimalkan gerak tubuh dan organ tubuh secara
optimal. Oleh karena itu sifat kesiapsiagaan jasmani
sebagaimana sifat organ tubuh sebagai sumber
kesiapsiagaan dapat dinyatakan, bahwa:
1) Kesiapsiagaan dapat dilatih untuk ditingkatkan.
2) Tingkat kesiapsiagaan dapat meningkat dan/atau
menurun dalam periode waktu tertentu, namun
tidak datang dengan tiba-tiba (mendadak).
3) Kualitas kesiapsiagaan sifatnya tidak menetap
sepanjang masa dan selalu mengikuti
perkembangan usia.
4) Cara terbaik untuk mengembangkan kesiapsiagaan
dilakukan dengan cara melakukannya.

Sasaran latihan kesiapsiagaan jasmani adalah


mengembangkan dan/atau memaksimalkan kekuatan
fisik, dengan melatih kekuatan fisik akan dapat
menghasilkan:
1) Tenaga (Power). Kemampuan untuk mengeluarkan
tenaga secara maksimal disertai dengan
kecepatan.
2) Daya tahan (endurance). Kemampuan melakukan
pekerjaan berat dalam waktu lama.
3) Kekuatan (muscle strength). Kekuatan otot dalam
menghadapi tekanan atau tarikan.
4) Kecepatan (speed). Kecepatan dalam bergerak,
5) Ketepatan (accuracy). Kemampuan untuk
menggerakkan anggota tubuh dengan kontrol yang

68 | K e s i a p s i a g a a n B
tinggi.

69 | K e s i a p s i a g a a n B
6) Kelincahan (agility). Kemampuan untuk
menggerakkan anggota tubuh dengan lincah.
7) Koordinasi (coordination). Kemampuan
mengkoordinasikan gerakan otot untuk
melakukan sesuatu gerakan yang kompleks.
8) Keseimbangan (balance). Kemampuan melakukan
kegiatan yang menggunakan otot secara
berimbang.
9) Fleksibilitas (flexibility). Kemampuan melakukan
aktivitas jasmani dengan keluwesan dalam
menggerakkan bagian tubuh dan persendian

d. Latihan, Bentuk Latihan, dan Pengukuran


Kesiapsiagaan Jasmani

1) Latihan Kesiapsiagaan Jasmani


Latihan secara sederhana dapat didefinisikan
sebagai proses memaksimalkan segala daya untuk
meningkatkan secara menyeluruh kondisi fisik melalui
proses yang sistematis, berulang, serta meningkat
dimana dari hari ke hari terjadi penambahan jumlah
beban, waktu atau intensitasnya.
Tujuannya latihan kesiapsiagaan jasmani adalah
untuk meningkatkan volume oksigen (VO2max) di
dalam tubuh agar dapat dimanfaatkan untuk
merangsang kerja jantung dan paru-paru, sehingga kita
dapat bekerja lebih efektif dan efisien. Makin banyak
oksigen yang masuk dan beredar di dalam tubuh
melalui peredaran darah, maka makin tinggi pula
daya/kemampuan kerja organ tubuh.
Tujuan latihan kesiapsiagaan jasmani adalah untuk
mencapai tingkat kesegaran fisik (Physical Fitness)
dalam kategori baik sehingga siap dan siaga dalam

70 | K e s i a p s i a g a a n B
melaksanakan setiap aktivitas sehari-hari, baik di
rumah, di lingkungan kerja atau di lingkungan
masyarakat.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran latihan
kesiapsiagaan jasmani di atas, Anda perlu
memperhatikan faktor usia/umur. Umur
merupakan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi tingkat kesiapsiagaan Jasmani
seseorang. Oleh karena itu, latihan kesiapsiagaan
perlu diklasifikasikan berdasarkan kelompok umur.
Selain faktor umur, jenis kelamin juga turut
membedakan tingkat kesiapsiagaan seseorang.

2) Bentuk Latihan Kesiapsiagaan Jasmani


Berbagai bentuk latihan kesiapsiagaan Jasmani
yang dilakukan dapat diketahui hasilnya dengan
mengukur kekuatan stamina dan ketahanan fisik
seseorang secara periodik minimal setiap 6 bulan
sekali. Berikut ini beberapa bentuk kesiapsiagaan fisik
yang sering digunakan dalam melatih kesiapsiagaan
jasmani, yaitu; Lari 12 menit, Pull up, Sit up, Push up,
Shutle run (Lari membentuk angka 8), lari 2,4 km atau
cooper test, dan Berenang.
Berikut penjelasan dari beberapa item tes di atas:

a) Lari 12 menit
Lari selama 12 menit dilakukan dengan berlari
mengelilingi lintasan atletik yang berukuran
standar (400 meter). Untuk peserta pria
setidaknya dapat mencapai 6 kali putaran (2400
meter) selama 12 menit. Untuk perempuan
setidaknya mencapai 5 kali putaran (2000 meter).
Agar diperoleh hasil

71 | K e s i a p s i a g a a n B
sesuai dengan kriteria di atas, maka sebaiknya
lakukan latihan lari secara rutin dan bertahap.

b) Pull up (pria), dan Chining (perempuan)


Latihan pull up diperuntukkan bagi laki-laki
dengan cara bergantung pada pegangan tiang
vertikal, kemudian dilanjutkan dengan menarik
badan ke atas sampai dagu melewati tiang dan
kembali turun secara perlahan sampai tangan
lurus. Indikator keberhasilan latihan pull up bagi
laki-laki adalah dapat melakukan gerakan
tersebut sebanyak 10 kali dengan gerakan yang
sempurna. Lebih baik sedikit demi sedikit tetapi
sempurna dari pada banyak tapi gerakannya tidak
sempurna.

Untuk perempuan melakukan chinning dengan


cara berdiri di depan tiang mendatar, kaki tetap
menginjak tanah dan tangan memegang pegangan
tiang, gerakan badan ke balakang kemudian tarik
badan ke depan (posisi berdiri tegak) dan kembali
ke belakang kemudian tarik kembali, Indikator
keberhasilan latihan chinning bagi perempuan
adalah dapat melakukan gerakan tersebut
sebanyak 20 kali secara sempurna.

c) Sit up
Sit Up dilakukan dalam posisi tidur terlentang
dengan kedua kaki rapat dan ditekuk, kemudian
lakukan gerakan duduk bangun. Posisi jari tangan
dianyam di belakang kepala, ketika bangun
upayakan sampai dapat mencium lutut. Lakukan
gerakan ini minimal 35 kali untuk pria dan 30 kali

72 | K e s i a p s i a g a a n B
untuk perempuan. Indikator keberhasilan latihan

73 | K e s i a p s i a g a a n B
sit up adalah dapat melakukan seluruh gerakan
dengan waktu tidak lebih dari 1 menit. Latihan
bertujuan untuk kelentukkan dan memperkuat
otot perut.

d) Push up
Push Up dilakukan dalam posisi tidur terlungkup
kemudian lakukan gerakan naik turun dengan
bertumpu pada kedua tangan dan kaki. Untuk laki-
laki bertumpu pada ujung kaki, dan perempuan
bertumpu pada lutut. Saat turun badan tidak
menyentuh tanah, dan pada saat naik tangan
kembali dalam posisi lurus. Lakukan gerakan ini
minimal 35 kali untuk laki-laki dan 30 kali untuk
perempuan. Indikator keberhasilan latihan push up
adalah dapat melakukan seluruh gerakan tersebut
dengan waktu tidak lebih dari 1 menit.

e) Shutle Run (lari membentuk angka 8)


Shuttle run adalah lari membentuk angka 8
diantara 2 buah tiang yang berjarak 10 meter
sebanyak 3 kali putaran sampai kembali ke tempat
start semula. Latihan ini dilakukan untuk
mengukur akselerasi dan kelincahan tiap peserta.
Indikator keberhasilan latihan shuttle run adalah
dapat melakukan seluruh gerakan tersebut dengan
waktu tidak lebih dari 20 detik.

f) Lari 2,4 km atau Cooper test

74 | K e s i a p s i a g a a n B
Lari 2,4 km dilakukan dengan berlari mengelilingi
lintasan sebanyak 6 kali putaran dengan waktu
yang diharapkan tidak lebih dari 9 menit.

g) Berenang
Latihan kesiapsiagaan dengan berenang dapat
dilakukan dengan gaya berenang apa saja yang
dikuasai. Indikator keberhasilan latihan berenang
adalah jika dapat berenang dengan jarak 25 meter
dan dengan waktu paling cepat.

Ragam latihan kesiapsiagaan lainnya yang dapat


dilakukan untuk meningkatkan kesegaran jasmani,
diantaranya senam, bersepeda, berjalan cepat, dan lari
maraton.
Latihan kesiapsiagaan jasmani berdasarkan ragam
di atas merupakan latihan yang bertujuan untuk melatih
endurance pada jantung dan paru-paru. Untuk mencapai
tingkat kesegaran menyeluruh (Total fitness) perlu
dilakukan latihan kombinasi antara: Pull Ups, Push Ups, Sit
Ups, Squat-thrush, Shuttle Run atau bila memungkinkan
latihan dengan alat dalam bentuk latihan beban. Melalui
latihan ini dapat dihasilkan detak jantung yang berirama
normal dengan daya pompa per menit meningkat,
kemudian akan meningkatkan kapasitas O2 dari paru-paru
yang diangkut, sehingga pada akhirnya pembentukan sel
darah merah akan terpicu dan juga volume darah yang
mengalir kesemua jaringan dan organ tubuh akan
meningkat (Sumosardjuno, 1992)
Melakukan latihan ebagaimana telah dijelaskan di
atas secara teratur dan benar, serta berlangsung dalam
waktu yang lama dapat memberikan pengaruh terhadap
peningkatan level kesiapsiagaan jasmani seseorang. Hal ini

75 | K e s i a p s i a g a a n B
akan bermanfaat untuk memperbaiki dan
mempertahankan serta meningkatkan kesiapsiagaan
jasmani dan juga dapat menimbulkan perubahan (postur)
fisik.
Oleh sebab itu, perubahan fisiologis tubuh akan
terjadi sebagai dampak dari aktivitas olahraga secara
teratur dan berlangsung lama seperti:

1. Perubahan fisik bersifat temporer (sesaat), yaitu reaksi


tubuh setelah melakukan kegiatan fisik yang cukup
berat seperti kenaikan denyut nadi, meningkatnya
suhu tubuh disertai produksi keringat yang lebih
banyak. Namun, perubahan ini hanya sementara
sifatnya dan berangsur akan hilang setelah kegiatan
fisik berakhir.

2. Perubahan fisik tetap dapat berupa perubahan pada:


a) Otot rangka, berupa pembesaran otot rangka dan
peningkatan jumlah mioglobin.
b) Sistem jantung dan paru, didapati pembesaran
ukuran jantung dan disertai penurunan denyut
jantung dan meningkatkan volume per menit.
c) Perubahan lain, peningkatan kekuatan dan
perubahan tulang rawan di persendian. Perubahan
ini sifatnya menetap, sehingga apabila perlu
dipertahankan akan mewujudkan tingkat
kesiapsiagaan jasmani yang baik (Sumosardjuno,
1992).
Pelaksanaan latihan harus disesuaikan dengan
kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang. Setiap orang
yang akan latihan kesiapsiagaan jasmani harus dapat
menyesuaikan dengan tingkat kesegaran yang dimilikinya
dan harus berlatih di zona yang cocok, aturannya adalah

76 | K e s i a p s i a g a a n B
dengan menghitung denyut nadi maksimal. Yasin (2003),
mengelompokkan zona latihan sebagai berikut:

77 | K e s i a p s i a g a a n B
1. Bagi yang belum biasa melakukan latihan secara
teratur, menggunakan daerah latihan dengan
maksimal denyut nadi 70% dari denyut nadi maksimal.
2. Bagi yang telah melakukan latihan secara teratur
dengan nilai kesegaran di bawah 34 (kategori rendah),
maka daerah latihan baginya adalah 70% - 77,5%
denyut nadi maksimal.
3. Bagi yang telah melakukan latihan secara teratur
dengan nilai kesegaran antara 35 – 45 (kategori
sedang), daerah latihan yang cocok adalah antara
77,5%
- 83% denyut nadi maksimal.
4. Bagi yang telah melakukan latihan secara teratur
dengan nilai kesegaran 45 ke atas (kategori baik),
daerah latihan yang cocok antara 83% - 90% denyut
nadi maksimal.

3) Lamanya Latihan
Lamanya waktu latihan sangat tergantung dari
instensitas latihan. Jika intensitas latihan lebih berat,
maka waktu latihan dapat lebih pendek dan sebaliknya
jika intensitas latihan lebih ringan/kecil, maka waktu
latihannya lebih lama sehingga diharapkan dengan
memperhatikan hal tersebut maka hasil latihan dapat
optimal. Agar bisa mendapatkan latihan yang
bermanfaat bagi kesegaran jasmani, maka waktu
latihan minimal berkisar 15 – 25 menit dalam zona
latihan (training zone). Bila intensitas latihan berada
pada batas bawah daerah latihan sebaiknya 20 – 25
menit. Sebaliknya bila intensitas latihan berada pada
batas atas daerah latihan maka latihan sebaiknya
antara 15 – 20 menit.

4) Tahap-tahap latihan:

78 | K e s i a p s i a g a a n B
a) Warm up selama 5 menit; Menaikan denyut nadi
perlahan-lahan sampai training zone.
b) Latihan selama 15 – 25 menit; Denyut nadi
dipertahankan dalam Training Zone sampai
tercapai waktu latihan. Denyut nadi selalu diukur
dan disesuaikan dengan intensitas latihan.
c) Coolling down selama 5 menit; Menurunkan
denyut nadi sampai lebih kurang 60% dari denyut
nadi maksimal.
Frekuensi latihan erat kaitannya dengan intensitas
dan lamanya latihan, hal ini didasarkan atas beberapa
penelitian yang dapat disimpulkan bahwa: 4x latihan
perminggu lebih baik dari 3x latihan, dan 5x latihan
sama baik dengan 4x latihan. Bila melaksanakan
latihan 3x perminggu maka sebaiknya lama latihan
ditambah 5
– 10 menit. Latihan 1-2x perminggu ternyata tidak
efektif untuk melatih sistem kardiovaskular (sistem
peredaran darah). Latihan dengan intensitas/dosis
yang terlalu ringan tidak akan membawa pengaruh
terhadap peningkatan kesegaran jasmani.
Yang perlu Anda perhatikan, apabila terjadi rasa
aneh pada detak jantung seperti detak jantung
berdebar berlebihan, merasa pusing, mendadak keluar
keringat dingin, merasa akan pingsan, merasa mual
atau muntah selama/sesudah latihan, merasa
capai/lelah sekali sesudah latihan, susah tidur pada
malam harinya. Gejala gejala tersebut menunjukkan
bahwa latihan yang dilakukan terlalu berat atau belum
sesuai dengan kondisi fisik, sehingga intensitas latihan
sebaiknya dikurangi sampai lebih kurang 70% denyut
dari denyut nadi maksimal.

79 | K e s i a p s i a g a a n B
e. Pengukuran Kesiapsiagaan Jasmani

80 | K e s i a p s i a g a a n B
Cara penilaian terhadap tingkat kesiapsiagaan
jasmani dengan melakukan test yang benar dan
kemudian menginterpretasikan hasilnya:
cardiorespiratory endurance, berat badan, kekuatan
dan kelenturan tubuh (Musluchatun, 2005).
Cardiorespiratory endurance adalah konsumsi oksigen
maksimal tubuh. Hal ini dapat diukur secara tepat di
laboratorium dengan menggunakan treadmill atau
sepeda ergometer.

Salah satu ukuran yang digunakan untuk


mengukur kesiapsiagaan jasmani diantaranya
mengukur daya tahan jantung dan paru paru dengan
protokol tes lari 12 menit, metode ini ditemukan dari
hasil penelitiannya Kenneth cooper, seorang flight
surgeon yang disebut dengan metode cooper. Beberapa
keuntungan dari metode cooper adalah:
1) Dapat ditakar secara pasti berat latihan yang dapat
memberikan dampak yang baik tanpa ekses yang
merugikan.
2) Mudah dilaksanakan, tidak memerlukan biaya dan
fasilitas khusus serta pelaksanaannya tidak
tergantung oleh waktu. Peralatan dan fasilitas
yang dibutuhkan sederhana dan mudah didapat,
yaitu: lapangan atau lintasan, penunjuk jarak dan
stop watch.
3) Mempunyai sifat universal, tidak terbatas pada
usia, jenis kelamin, dan kedudukan sosial.

Prinsip pelaksanaan metode cooper adalah


sebagai berikut:
1) Peserta harus berlari atau berjalan tanpa berhenti
selama 12 menit untuk mencapai jarak semaksimal
mungkin sesuai kemampuan masing-masing, kalau
lelah dapat diselingi dengan berjalan, namun tidak
boleh berhenti.
2) Setelah sampai finish, dihitung jarak yang berhasil
dicapai kemudian dicatat sebagai prestasi guna
menentukan kategori tingkat kesiapsiagaan jasmani.

81 | K e s i a p s i a g a a n B
3) Apabila waktu telah ditentukan, maka sesuai dengan
golongan umur dan jenis kelamin, hasil akhir dapat
dilihat menurut table Cooper.
4) Cooper membagi tingkat kesiapsiagaan jasmani
menjadi lima kategori Sangat Kurang, Kurang, Cukup,
Baik, Baik Sekali
(Pusat Pengembangan Kesegaran
Jasmani, 2003).

Hasil pengukuran jarak tempuh selama 12 menit tersebut,


kemudian dikonversikan ke dalam tabel dengan memperhatikan
gender, sebagai berikut:

TABEL 4
Tabel Penilaian Metode Cooper pada Laki-Laki
Umur Baik Sekali Baik Cukup Kurang Sangat Kurang
13-14 >2700m 2400-2700m 2200-2399m 2100-2199m
<2100m
15-16 >2800m 2500-2800m 2300-2499m 2200-2299m
<2200m
17-19 >3000m 2700-3000m 2500-2699m 2300-2499m
<2300m
20-29 >2800m 2400-2800m 2200-2399m 1600-2199m
<1600m
30-39 >2700m 2300-2700m 1900-2299m 1500-1999m
<1500m
40-49 >2500m 2100-2500m 1700-2099m 1400-1699m
<1400m
>50 >2400m 2000-2400m 1600-1999m 1300-1599m <1300m

TABEL 5
Tabel Penilaian Metode Cooper pada Perempuan

82 | K e s i a p s i a g a a n B
Umur Baik Sekali Baik Cukup Kurang Sangat Kurang
13-14 >2000m 1900-2000m 1600-1899m 1500-1599m <1500m
15-16 >2100m 2000-2100m 1700-1999m 1600-1699m <1600m
17-19 >2300m 2100-2300m 1800-2099m 1700-1799m <1700m
20-29 >2700m 2200-2700m 1800-2199m 1500-1799m <1500m
30-39 >2500m 2000-2500m 1700-1999m 1400-1699m <1400m
40-49 >2300m 1900-2300m 1500-1899m 1200-1499m <1200m
>50 >2200m 1700-2200m 1400-1699m 1100-1399m <1100m

Selain pengukuran di atas, untuk melihat tingkat


kesiapsiagaan jasmani seseorang dapat juga diukur dengan
melakukan Pull-Up, Sit-Up, Squat Jump, Push-Up, dan Shuttle
Run. Semua latihan tersebut dilakukan maksimal satu
menit kecuali Shuttle Run.

f. Tips Menjaga Kesiapsiagaan Jasmani


Pada bagian akhir pembahasan tentang Kesiapsiagaan
Jasmani pada kegiatan belajar ini, perlu kiranya Anda
mengetahui beberapa langkah sederhana yang dapat
dilakukan untuk menjaga kesiapsiagaan jasmani antara
lain:

a) Makanlah makanan yang bergizi secara teratur dalam


porsi yang cukup.
Terdapat tujuh jenis gizi yang sangat diperlukan oleh
tubuh diantaranya; protein, lemak, karbohidrat,
vitamin, mineral, air, dan serat. Kualitas asupan
makanan yang bergizi ke dalam tubuh dapat diketahui
dengan mengukur berat badan ideal. Salah satu rumus
yang sering digunakan untuk mengukur berat badan
ideal, adalah rumus Brocca:
BB Ideal = (TB-100) - 10% (TB-100)

83 | K e s i a p s i a g a a n B
Hasil pengukuran yang ada dalam batas toleransi
adalah hingga 10% dari berat badan ideal, kelebihan
hingga 10% dapat dikategorikan kegemukan, dan
diatas 20% adalah obesitas.

b) Sediakan waktu yang cukup untuk cukup beristirahat


Istirahat yang terbaik adalah tidur. Waktu normal yang
dibutuhkan untuk tidur adalah sepertiga hari atau
sekitar 7-8 jam. Tidur yang cukup dapat meningkatkan
daya tahan tubuh sehingga menghindarkan dari
berbagai serangan penyakit.

c) Biasakan berolah raga


Biasakanlah berolah raga secara teratur, karena
dengan itu akan membantu memperlancar peredaran
darah, menurunkan kolesterol, mengurangi resiko
darah tinggi dan obesitas dengan proses pembakaran
lemak dan kalori. Hasil riset Daniel Landers
menyatakan bahwa berolah raga yang teratur
bermanfaat bagi kesehatan mental. Peneliti lainnya
dari Duke University, bahwa 60% penderita Depresi
yang melakukan olah raga selama empat bulan dengan
frekuensi 3 kali seminggu dengan lama latihan 30
menit dapat mengatasi gejala depresi tanpa obat. Oleh
karena itu Biasakanlah berolah raga secara rutin,
misalnya 20-30 menit 2 kali dalam seminggu lebih baik
daripada 3 jam berolah raga setiap 2 bulan sekali.

d) Perbanyaklah mengkonsumsi air putih


Air didalam tubuh berfungsi untuk membilas racun
dan membawa nutrisi ke sel seluruh tubuh, dengan
mempertahankan jumlah air dalam tubuh dapat
menjaga metabolisme tubuh tetap stabil. Bagian tubuh

84 | K e s i a p s i a g a a n B
yang sangat memerlukan air adalah otak sebesar 90%
dan darah 95%. Konsumsilah air putih minimal 2 liter
sehari atau kira-kira setara dengan 8 gelas setiap hari.

e) Buang air segera dan jangan ditunda


Buang air besar dan/atau kecil adalah aktivitas yang
dilakukan tubuh untuk mengeluarkan zat-zat beracun
dan zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Dengan
menahan keluarnya air besar/kecil artinya sama
dengan kita menunda-nunda mengeluarkan racun,
kebiasaan jelek ini dapat menimbulkan infeksi kantung
kemih dan dapat menyebabkan tumbuhnya batu ginjal,
dan kebiasaan menahan buang air besar bisa
mengakibatkan wasir.

2. Kesiapsiagaan Mental

a. Pengertian Kesiapsiagaan Mental


Kesiapsiagaan mental adalah kesiapsiagaan
seseorang dengan memahami kondisi mental,
perkembangan mental, dan proses menyesuaikan diri
terhadap berbagai tuntutan sesuai dengan
perkembangan mental/jiwa (kedewasaan) nya, baik
tuntutan dalam diri sendiri maupun luar dirinya
sendiri, seperti menyesuaikan diri dengan lingkungan
rumah, sekolah, lingkungan kerja dan masyarakat.
Anda dapat dikatakan telah memiliki
kesiapsiagaan mental, jika Anda mampu menerima dan
berbagi rasa aman, kasih sayang, kebahagiaan, dan
rasa diterima oleh orang lain dalam melakukan
berbagai aktivitas. Sebaliknya Anda dapat dikatakan
memiliki kesiapsiagaan mental yang rendah, jika Anda
dalam mengikuti atau melakukan suatu aktivitas

85 | K e s i a p s i a g a a n B
merasakan

86 | K e s i a p s i a g a a n B
cemas, sedih, marah, kesal, khawatir, rendah diri,
kurang percaya diri dan lain-lain.
Melalui pembahasan tentang kesiapsiagaan
mental, diharapkan Anda mampu:
1) Terhindar dari gejala-gejala gangguan jiwa
(neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa
(psychose)
2) Menyesuaikan diri dengan diri sendiri, dengan
orang lain dan masyarakat serta lingkungan.
3) Mendapatkan pengetahuan untuk
mengembangkan dan memanfaatkan segala
potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin,
sehingga dapat membawa Anda kepada
kebahagiaan.
4) Mempunyai kesanggupan untuk menghadapi
masalah yang biasa terjadi, dan merasakan secara
positif kebahagiaan dalam menghadapi setiap
permasalahan hidup.

Di bawah ini terdapat beberapa gejala yang umum


bagi seseorang yang terganggu kesiapsiagaan mentalnya,
gejala tersebut dapat dilihat dalam beberapa segi, antara
lain pada segi:
1) Perasaan : Yaitu adanya perasaan terganggu, tidak
tenteram, rasa gelisah, tidak tentu yang digelisahkan,
tapi tidak bisa pula mengatasinya (anxiety); rasa takut
yang tidak masuk akal atau tidak jelas yang ditakuti itu
apa (phobi), rasa iri, rasa sedih, sombong, suka
bergantung kepada orang lain, tidak mau bertanggung
jawab, dan sebagainya.
2) Pikiran : Gangguan terhadap kesehatan mental, dapat
pula mempengaruhi pikiran, misalnya anak-anak
menjadi bodoh di sekolah, pemalas, pelupa, suka bolos,

87 | K e s i a p s i a g a a n B
tidak bisa konsentrasi, dan sebagainya. Demikian pula

88 | K e s i a p s i a g a a n B
orang dewasa mungkin memiliki gangguan terhadap
cara berpikirnya dengan merasa bahwa kecerdasannya
telah merosot, ia merasa bahwa kurang mampu
melanjutkan sesuatu yang telah direncanakannya baik-
baik, mudah dipengaruhi orang, menjadi pemalas,
apatis, dan sebagainya.
3) Sikap Perilaku : Pada umumnya sikap perilaku yang
ditunjukkan tidak wajar seperti kenakalan, keras
kepala, suka berdusta, menipu, menyeleweng, mencuri,
menyiksa orang, menyakiti diri sendiri, membunuh,
dan merampok, yang menyebabkan orang lain
menderita dan teraniaya haknya
4) Kesehatan Jasmani: Kesehatan jasmani dapat
terganggu bukan karena adanya penyakit yang betul-
betul mengenai jasmani itu, akan tetapi rasa sakinya
dapat ditimbulkan akibat jiwa yang tidak tenteram,
penyakit yang seperti ini disebut psychosomatic. Di
antara gejala pada penyakit ini yang sering terjadi
adalah; sakit kepala, lemas, letih, sesak nafas, pingsan,
bahkan sampai sakit yang lebih berat seperti; lumpuh
sebagian anggota jasmani, kelu pada lidah saat
bercerita, dan tidak bisa melihat (buta), atau dengan
kata lain penyakit jasmani yang tidak mempunyai
sebab-sebab fisik sama sekali.

Dalam rangka meningkatkan tingkat


kesiapsiagaan mental, Anda perlu memperhatikan
beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya, yaitu
faktor internal dan eksternal. Untuk itu agar setiap
orang dapat mencapai tingkat kesiapsiagaan mental
yang baik, maka hendaknya:
1) Menerima dan mengakui dirinya sebagaimana
adanya (Ikhlas dan bersyukur).
2) Berpikir positif dan bersikap sportif.
3) Percaya diri dan memiliki semangat hidup.

89 | K e s i a p s i a g a a n B
4) Siap menghadapi tantangan dan berusaha terus
untuk mengatasinya.
5) Terbuka, tenang, tidak emosi bila menghadapi
masalah.
6) Banyak bergaul dan bermasyarakat secara positif.
7) Banyak latihan mengendalikan emosi negatif, dan
membiasakan membangkitkan emosi positif.
8) Memiliki integrasi diri atau keseimbangan fungsi-
fungsi jiwa dalam mengatasi problema hidup
termasuk stress.
9) Mampu mengaktualisasikan dirinya secara optimal
guna berproses mencapai kematangan.
10) Mampu bersosialisasi atau menerima kehadiran
orang lain.
11) Menemukan minat dan kepuasan atas pekerjaan
yang dilakukan.
12) Memiliki falsafah atau agama yang dapat
memberikan makna dan tujuan bagi hidupnya.
13) Pengawasan diri atau memiliki kontrol diri
terhadap segala keinginan yang muncul.
14) Memiliki perasaan benar dan sikap bertanggung
jawab atas perbuatan-perbuatannya.

b. Sasaran Pengembangan Kesiapsiagaan Mental


Sasaran latihan kesiapsiagaan mental adalah dengan
mengembangkan dan/atau memaksimalkan kekuatan
mental dengan memperhatikan modal insani,
diantaranya adalah modal intelektual, modal
emosional, modal sosial, modal ketabahan, dan modal
etika/moral. Untuk penjelasan lebih lanjut tentang
modal insane Anda dapat mempelajari modul ini
pada modul 2, kegiatan belajar dua (KB-2), sabar ya.

90 | K e s i a p s i a g a a n B
c. Pengaruh Kesiapsiagaan Mental
Cara menentukan pengaruh mental memang tidak
mudah, karena mental tidak dapat dilihat, diraba atau
diukur secara langsung. Manusia hanya dapat melihat
bekasnya dalam sikap, tindakan dan cara seseorang
dalam menghadapi persoalan. Ahli jiwa mengatakan
bahwa pengaruh mental itu dapat dilihat pada
perasaan, pikiran, kelakuan, dan kesehatan. Penjelasan
tentang pengaruh kesiapsiagaan mental akan
diuraikan sebagai berikut:

1) Pengaruh Kesehatan Mental terhadap Perasaan


Pengaruh kesehatan mental terhadap perasaan
dapat dilihat dari cara pandang orang menghadapi
kehidupan. Misalnya ada orang yang menghadapi
hal-hal kecil yang mencemaskannya yang oleh
orang lain tidak dirasakan berat, akan tetapi bagi
dirinya hal itu sudah sangat berat sehingga
menyebabkan gelisah, susah tidur, dan hilang
nafsu makan. Namun kadangkala mereka sendiri
tidak mengerti dan tidak dapat mengatasi
kecemasannya. Inilah yang dalam istilah
kesehatan mental dinamakan anxiety dan phobia
atau takut yang tidak pada tempatnya. Jadi di
antara gangguan perasaan yang disebabkan oleh
terganggunya kesehatan mental adalah rasa
cemas (gelisah), iri hati, sedih, merasa rendah diri,
pemarah, dan ragu (bimbang). Hal ini
dapat diantisipasi dengan melatih
kemampuan berperasaan positif.

2) Pengaruh Kesehatan Mental terhadap Pikiran


Pengaruh kesiapsiagaan mental atas pikiran, dapat

91 | K e s i a p s i a g a a n B
dilihat berdasarkan gejala yang bisa diamati yaitu

92 | K e s i a p s i a g a a n B
sering lupa, sulit mengkonsentrasikan pikiran
kepada sesuatu yang penting, kemampuan berfikir
menurun sehingga merasa seolah-olah tidak lagi
cerdas, lambat bertindak, lesu, malas, tidak
bersemangat kurang inisiatif, dan mudah
terpengaruh oleh kritikan-kritikan orang lain.
Semuanya itu bukanlah suatu sifat yang datang
tiba-tiba dan dapat diubah dengan nasehat dan
teguran saja, akan tetapi perlu upaya keras untuk
mengubahnya dengan cara melatih kemampuan
berpikir positif.

3) Pengaruh Kesiapsiagaan Mental terhadap Sikap


Perilaku
Pengaruh kesiapsiagaan mental atas sikap dan
perilaku, dapat dikenali dengan adanya gejala
ketidak-tentraman hati, hal ini dapat
mempengaruhi sikap perilaku dan tindakan
seseorang, seperti sikap nakal, pendusta, senang
menganiaya diri sendiri atau orang lain, dan
berbagai kelakuan menyimpang lainnya.

4) Pengaruh Kesiapsiagaan Mental terhadap


Kesehatan Badan
Pada masa dahulu, penyakit yang sangat
mencemaskan adalah penyakit menular dan
penyakit-penyakit yang mudah menyerang.
Sesungguhnya penyakit tersebut dapat diatasi
dengan obat-obatan dan cara-cara pencegahan
yang telah ditemukan para ahli kesehatan/obat-
obatan. Akan tetapi, pada masyarakat maju muncul
suatu penyakit yang lebih berbahaya dan sangat
menegangkan yaitu penyakit gelisah, cemas, dan

93 | K e s i a p s i a g a a n B
berbagai penyakit yang tidak dapat diobati oleh
ahli pengobatan. Karena penyakit itu timbul bukan
karena kekurangan pemeliharaan kesehatan atau
kebersihan akan tetapi karena hilangannya
ketenangan jiwa.

Dampak yang ditimbulkan dari ketidak-tenangan


jiwa menyebabkan nasfsu makan berkurang, susag
tidur, malas, sehingga timbul suatu sikap tidak
memperdulikan kesehatan dan kebersihan diri dan
lingkungannya. Sikap inilah yang menyebabkab
adanya pengaruh kesiapsiagaan mental terhadap
kesehatan badan.

Berdasarkan pejelasan di atas tentang pengaruh


kesiapsiagaan mental terhadap diri sesorang, maka
setelah Anda memahami materi ini diharapkan muncul
kesimpulan dalam diri Anda, bahwa seseorang yang
memiliki kesiapsiagaan mental dapat:
1) Berperilaku menurut norma-norma sosial yang diakui,
sikap perilaku tersebut digunakan untuk menuntun
tingkah lakunya;
2) Mengelola emosi dengan baik;
3) Mengembangkan berbagai potensi yang dimilik secara
optimal;
4) Mengenali resiko dari setiap perbuatan;
5) Menunda keinginan sesaat untuk mencapai tujuan
jangka panjang, dan,
6) Menjadikan pengalaman (langsung atau tidak
langsung) sebagai guru terbaik.
d. Kecerdasan Emosional
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam
kesiapsiagaan mental adalah bagaimana mengelola

94 | K e s i a p s i a g a a n B
emosi, melalui kecerdasaran emosi. Kata Emosi
berasal dari perkataan emotus atau emovere, yang
artinya mencerca “to strip up”, yaitu sesuatu yang
mendorong terhadap sesuatu. Sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, emosi dapat diartikan
sebagai: (1) luapan perasaan yang berkembang dan
surut diwaktu singkat; (2) keadaan dan reaksi
psikologis dan fisiologis, seperti kegembiraan,
kesedihan, keharuan, kecintaan, keberanian yang
bersifat subyektif.
Sedangkan menurut Crow & Crow (Efendi dan
Praja, 1985:81) mengatakan, bahwa emosi merupakan
suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang
berfungsi atau berperan sebagai inner adjustment,
atau penyesuaian dari dalam terhadap lingkungan
untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan
individu tersebut.
W. James dan Carl Lange (Efendi dan Praja,
1985:82) mengatakan, bahwa emosi ditimbulkan
karena adanya perubahan-perubahan pada sistem
vasomater “otak-otak” atau perubahan jasmaniah
individu. Misalnya, individu merasa senang, karena ia
tertawa bukan tertawa karena senang, dan sedih
karena menangis.
Menurut Harvey Carr, bahwa emosi adalah
penyesuaian organis yang timbul secara otomatis pada
manusia dalam menghadapi situasi-situasi tertentu.
Misalnya, emosi marah timbul jika organisme
dihadapkan pada rintangan yang menghambat
kebebasannya untuk bergerak, sehingga semua tenaga
dan daya dikerahkan untuk mengatasi rintangan itu
dengan diiringi oleh gejala-gejala seperti denyut
jantung yang meninggi, pernafasan semakin cepat, dan

95 | K e s i a p s i a g a a n B
sebagainya.

96 | K e s i a p s i a g a a n B
Sedangkan menurut W.B. Cannon,
bahwa emosi adalah reaksi yang diberikan oleh
organisme dalam situasi emergency “darurat”. Teori
emergency, didasarkan pada pendapat bahwa ada
antagonisme (fungsi yang bertentangan) antara saraf-
saraf simpatis dengan cabang-cabang oranial dan
sacral daripada susunan syaraf otonom. Jadi, apabila
saraf- saraf simpatis aktif, maka saraf otonom non
aktif, dan demikian sebaliknya.
Dari ungkapan teori di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa emosi adalah merupakan warna
afektif yang menyertai setiap keadaan atau perilaku
individu. Yang dimaksud warna afektif, adalah
perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat
menghadapi situasi tertentu, misalnya gembira,
bahagia, putus asa, terkejut, benci (tidak senang), iri,
cemburu, dan sebagainya.
Apabila ditinjau dari psikologi analisa,
maka emosi dapat dijelaskan secara berbeda-beda,
karena ada dua hal yang mendasari
pengertian emosi menurut psikologi analisa, yaitu:
1) Naluri kelamin “sexual instinct”, yang oleh Freud
disebut juga “libido”, yaitu merupakan motif utama
dan fundamental yang menjadi tenaga pendorong
pada bayi-bayi baru lahir.
2) Naluri terdapat pada ego, ini adalah lawan dari
libido, yang menganut prinsip kenyataan, karena
mengawasi dan menguasai libido dalam batas-
batas yang dapat diterima oleh lingkungan. Di lain
pihak ego juga berusaha merumuskan libidonya,
prinsip ini terdapat pada orang-orang yang sudah
lebih dewasa.

97 | K e s i a p s i a g a a n B
Oleh karena itu, apabila seseorang sudah dapat
memanage, mengawasi, mengontrol, dan
mengatur emosinya dengan tepat, baik ketika orang
tersebut berhadapan dengan pribadinya, berhadapan
dengan orang lain, orang tua, teman-teman, atau
masyarakat, berhadapan dengan pekerjaan, atau
masalah-masalah yang muncul, maka orang tersebut
sudah dapat dikatakan
mempunyai kecerdasan emosional.
Karena kecerdasan emosional adalah potensi yang
dimiliki seseorang untuk beradaptasi dengan
lingkungannya.
Menurut Devies dan rekan-rekannya,
bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan
seseorang untuk mengendalikan dirinya sendiri dan
orang lain, dan menggunakan informasi tersebut untuk
menuntun proses berpikir serta perilaku seseorang.
Adapun Eko Maulana Ali Suroso (2004:127)
mengatakan, bahwa kecerdasan emosional adalah
sebagai serangkaian kecakapan untuk memahami
bahwa pengendalian emosi dapat melapangkan jalan
untuk memecahkan persoalan yang dihadapi.
Kecerdasan emosi merupakan kapasitas
manusiawi yang dimiliki oleh seseorang dan sangat
berguna untuk menghadapi, memperkuat diri, atau
mengubah kondisi kehidupan yang tidak
menyenangkan menjadi suatu hal yang wajar untuk
diatasi.
Kecerdasan emosional mencakup
pengendalian diri, semangat dan
ketekunan, kemampuan untuk
memotivasi diri sendiri, dan empati pada perasaan
orang lain. Orang yang cerdas emosinya, akan
menampakkan kematangan dalam pribadinya serta
kondisi emosionalnya dalam keadaan terkontrol.

98 | K e s i a p s i a g a a n B
Kecerdasan emosional merupakan daya

99 | K e s i a p s i a g a a n B
dorong yang memotivasi kita untuk mencari manfaat
dan potensi, dan mengaktifkan aspirasi nilai-nilai kita
yang paling dalam “inner beauty”, mengubahnya dari
apa yang dipikirkan menjadi apa yang kita jalani.
Jadi, kecerdasan emosional adalah gabungan
dari semua emosional dan kemampuan sosial untuk
menghadapi seluruh aspek kehidupan manusia.
Kemampuan emosional meliputi, sadar akan
kemampuan emosi diri sendiri, kemampuan
mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri,
kemampuan menyatakan perasaan orang lain, dan
pandai menjalin hubungan dengan orang lain.
Kemampuan ini, merupakan kemampuan yang unik
yang terdapat di dalam diri seseorang, karenanya hal
ini merupakan sesuatu yang sangat penting dalam
kemampuan psikologi seseorang. Dan apabila
kemampuan untuk memahami dan
mengendalikan emosi Peserta dalam belajar sudah
baik, maka hal itu akan menumbuhkan semangat,
motivasi, dan minat untuk belajar pada diri Peserta.

e. Kompetensi Kecerdasan Emosional


Dalam menelaah kompetensi seseorang yang
didasarkan pada tingkat kecerdasan emosional,
maka dapat dikelompokkan ke dalam empat dimensi,
yaitu:
1) Kesadaran diri sendiri.
Kemampuan seseorang sangat tergantung kepada
kesadaran dirinya sendiri, juga sangat tergantung
kepada pengendalian emosionalnya. Apabila
seseorang dapat mengendalikan emosinya dengan
sebaik-baiknya, memanfaatkan mekanisme
berpikir yang tersistem dan kontruksi dalam
otaknya, maka orang tersebut akan mampu
mengendalikan emosinya sendiri dan menilai

100 | K e s i a p s i a g a a n B
kapasitas dirinya sendiri. Orang dengan kesadaran
diri yang tinggi, akan memahami betul tentang
impian, tujuan, dan nilai yang melandasi perilaku
hidupnya. Apabila seseorang telah mengetahui
akan dirinya sendiri, maka akan muncul pada
dirinya kesadaran akan emosinya sendiri,
penilaian terhadap dirinya secara akurat, dan
percaya akan dirinya sendiri.

2) Pengelolaan diri sendiri


Seseorang, sebelum mengetahui atau menguasai
orang lain, ia harus terlebih dahulu mampu
memimpin atau menguasai dirinya sendiri. Orang
tersebut harus tahu tingkat emosional,
keunggulan, dan kelemahan dirinya sendiri.
Apabila tingkat emosional tidak disadari, maka
orang tersebut akan selalu bertindak mengikuti
dinamika emosinya. Manakala kebetulan
resonansi yang dipancarkan dari amygdale-nya,
maka gelombang positif yang dapat ditangkap oleh
orang lain secara efektif, dan komunikasi pun
dapat berjalan dengan baik. Tetapi manakala yang
terpancar dari amygdale-nya disonansi, maka yang
dapat ditangkap oleh orang lain hanyalah
kemarahan danemosional yang tak terkendali,
akhirnya komunikasi tidak berjalan dengan baik.
Untuk menciptakan tingkat kompetensi
pengelolaan diri sendiri yang tinggi, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan, yaitu pengontrolan
terhadap diri sendiri, transparansi, penyesuaian
diri, pencapaian prestasi, inisiatif, dan optimistis.

3) Kesadaran Sosial

101 | K e s i a p s i a g a a n B
Sebagai makhluk sosial, kita harus dan selalu
berhubungan dan bergesekan dengan orang lain,
baik dalam lingkungan keluarga maupun
lingkungan masyarakat, karena kita tidak akan
dapat hidup sendiri tanpa orang lain.
Oleh karena itu, semua orang harus memiliki
kesadaran sosial, dan apabila seseorang telah
mempunyai kesadaran sosial, maka dalam dirinya
akan muncul empati, kesadaran, dan pelayanan.

f. Manajemen Hubungan Sosial


Apabila seseorang telah memiliki kemampuan
yang tinggi untuk mengendalikan secara
efektif emosionalnya, memanage dirinya sendiri, dan
memiliki kesadaran sosial yang tinggi, maka perlu satu
langkah lagi, yaitu bagaimana memanage hubungan
sosial yang telah berhasil dibangun agar dapat
bertahan bahkan berkembang lebih baik lagi. Hal ini,
yang disebut sebagai manajemen hubungan sosial. Jadi,
manajemen hubungan sosial merupakan muara dari
derajat kompetensi emosional dan intelegensi.
Dalam rangka memanage hubungan sosial
tersebut, seseorang harus memiliki kemampuan
sebagai inspirator, mempengaruhi orang lain,
membangun kapasitas, katalisator perubahan,
kemampuan memanage konflik, dan mendorong
kerjasama yang baik dengan orang lain atau
masyarakat.

102 | K e s i a p s i a g a a n B
g. Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional
Norman Rosenthal, MD, bukunya yang
berjudul “The Emotional Revolution”, menjelaskan
cara untuk meningkatkan kecerdasan emosional, yaitu:
a. Coba rasakan dan pahami perasaan anda. Jika perasaan
tidak nyaman, kita mungkin ingin menghindari karena
mengganggu. Duduklah, setidaknya dua kali sehari dan
bertanya, “Bagaimana perasaan saya?” mungkin
memerlukan waktu sedikit untuk merasakannya.
Tempatkan diri Anda di ruang yang nyaman dan terhindar
dari gangguan luar.
b. Jangan menilai atau mengubah perasaan Anda terlalu
cepat. Cobalah untuk tidak mengabaikan perasaan Anda
sebelum Anda memiliki kesempatan untuk memikirkannya.
Emosi yang sehat sering naik dan turun dalam sebuah
gelombang, meningkat hingga memuncak, dan menurun
secara alami. Tujuannya adalah jangan memotong
gelombang perasaan Anda sebelum sampai puncak.
c. Lihat bila Anda menemukan hubungan antara perasaan
Anda saat ini dengan perasaan yang sama di masa lalu.
Ketika perasaan yang sulit muncul, tanyakan pada diri
sendiri, “Kapan aku merasakan perasaan ini sebelumnya?”
Melakukan cari ini dapat membantu Anda untuk menyadari
bila emosi saat ini adalah cerminan dari situasi saat ini,
atau kejadian di masa lalu Anda.
d. Hubungkan perasaan Anda dengan pikiran Anda. Ketika
Anda merasa ada sesuatu yang menyerang dengan luar
biasa, coba untuk selalu bertanya, “Apa yang saya pikirkan
tentang itu?” Sering kali, salah satu dari perasaan kita akan
bertentangan dengan pikiran. Itu normal. Mendengarkan
perasaan Anda adalah seperti mendengarkan semua saksi
dalam kasus persidangan. Hanya dengan mengakui semua

103 | K e s i a p s i a g a a n B
bukti, Anda akan dapat mencapai keputusan terbaik.
e. Dengarkan tubuh Anda. Pusing di kepala saat bekerja
mungkin merupakan petunjuk bahwa pekerjaan Anda
adalah sumber stres. Sebuah detak jantung yang cepat
ketika Anda akan menemui seorang gadis dan mengajaknya
berkencan, mungkin merupakan petunjuk bahwa ini akan
menjadi “sebuah hal yang nyata.” Dengarkan tubuh Anda
dengan sensasi dan perasaan, bahwa sinyal mereka
memungkinkan Anda untuk mendapatkan kekuatan nalar.
f. Jika Anda tidak tahu bagaimana perasaan Anda, mintalah
bantuan orang lain. Banyak orang jarang menyadari bahwa
orang lain dapat menilai bagaimana perasaan kita.
Mintalah seseorang yang kenal dengan Anda (dan yang
Anda percaya) bagaimana mereka melihat perasaan Anda.
Anda akan menemukan jawaban yang mengejutkan, baik
dan mencerahkan.
g. Masuk ke alam bawah sadar Anda. Bagaimana Anda lebih
menyadari perasaan bawah sadar Anda? Coba asosiasi
bebas. Dalam keadaan santai, biarkan pikiran Anda
berkeliaran dengan bebas. Anda juga bisa melakukan
analisis mimpi. Jauhkan notebook dan pena di sisi tempat
tidur Anda dan mulai menuliskan impian Anda segera
setelah Anda bangun. Berikan perhatian khusus pada
mimpi yang terjadi berulang-ulang atau mimpi yang
melibatkan kuatnya beban emosi.
h. Tanyakan pada diri Anda: Apa yang saya rasakan saat ini.
Mulailah dengan menilai besarnya kesejahteraan yang
anda rasakan pada skala 0 dan 100 dan menuliskannya
dalam buku harian. Jika perasaan Anda terlihat ekstrim
pada suatu hari, luangkan waktu satu atau dua menit untuk
memikirkan hubungan antara pikiran dengan perasaan
Anda.
i. Tulislah pikiran dan perasaan Anda ketika sedang menurun.
104 | K e s i a p s i a g a a n B
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dengan menuliskan
pikiran dan perasaan dapat sangat membantu mengenal
emosi Anda. Sebuah latihan sederhana seperti ini dapat
dilakukan beberapa jam per minggu.
j. Tahu kapan waktu untuk kembali melihat keluar. Ada
saatnya untuk berhenti melihat ke dalam diri Anda dan
mengalihkan fokus Anda ke luar. Kecerdasan emosional
tidak hanya melibatkan kemampuan untuk melihat ke
dalam, tetapi juga untuk hadir di dunia sekitar Anda.

h. Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional


Menurut Goleman terdapat dua faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosional, yaitu: Faktor
internal, yakni faktor yang timbul dari dalam diri
individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak
emosional seseorang. Otak emosional dipengaruhi oleh
amygdala, neokorteks, sistem limbik, lobus prrefrontal
dan hal-hal yang berada pada otak emosional, dan
Faktor Eksternal yakni faktor yang datang dari luar
individu dan mempengaruhi atau mengubah sikap
pengaruh luar yang bersifat individu dapat secara
perorangan, secara kelompok, antara individu
dipengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga dapat
bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara
misalnya media massa baik cetak maupun elektronik
serta informasi yang canggih lewat
jasa satelit.
Sedangkan menurut Agustian (2007) faktor-
faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional,
yaitu: faktor psikologis, faktor pelatihan emosi dan
faktor pendidikan
1) Faktor psikologis
Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal

105 | K e s i a p s i a g a a n B
dari dalam diri individu. Faktor internal ini akan

106 | K e s i a p s i a g a a n B
membantu individu dalam mengelola, mengontrol,
mengendalikan dan mengkoordinasikan keadaan
emosi agar termanifestasi dalam perilaku secara
efektif. Menurut Goleman (2007) kecerdasan
emosi erat kaitannya dengan keadaan otak
emosional. Bagian otak yang mengurusi emosi
adalah sistem limbik. Sistem limbik terletak jauh
dalam hemisfer otak besar dan terutama
bertanggung jawab atas pengaturan emosi dan
impuls. Peningkatan kecerdasan emosi secara
fisiologis dapat dilakukan dengan puasa. Puasa
tidak hanya mengendalikan dorongan fisiologis
manusia, namun juga mampu mengendalikan
kekuasaan impuls emosi. Puasa yang dimaksud
salah satunya yaitu puasa sunah Senin Kamis.

2) Faktor pelatihan emosi


Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang
akan menciptakan kebiasaan, dan kebiasaan rutin
tersebut akan menghasilkan pengalaman yang
berujung pada pembentukan nilai (value). Reaksi
emosional apabila diulang-ulang pun akan
berkembang menjadi suatu kebiasaan.
Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa
dilatih. Melalui puasa sunah Senin Kamis,
dorongan, keinginan, maupun reaksi emosional
yang negatif dilatih agar tidak dilampiaskan begitu
saja sehingga mampu menjaga tujuan dari puasa
itu sendiri. Kejernihan hati yang terbentuk melalui
puasa sunah Senin Kamis akan menghadirkan
suara hati yang jernih sebagai landasan penting
bagi pembangunan kecerdasan emosi.

107 | K e s i a p s i a g a a n B
3) Faktor pendidikan
Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana
belajar individu untuk mengembangkan
kecerdasan emosi. Individu mulai dikenalkan
dengan berbagai bentuk emosi dan bagaimana
mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan
tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di
lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem
pendidikan di sekolah tidak boleh hanya
menekankan pada kecerdasan akademik saja,
memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, serta
menjadikan ajaran agama sebagai ritual saja.
Pelaksanaan puasa sunah Senin Kamis yang
berulang-ulang dapat membentuk pengalaman
keagamaan yang memunculkan kecerdasan emosi.
Puasa sunah Senin Kamis mampu mendidik
individu untuk memiliki kejujuran, komitmen, visi,
kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan,
keadilan, kepercayaan, peguasaan diri atau sinergi,
sebagai bagian dari pondasi kecerdasan emosi

i. Melatih kecerdasan emosional


Ada prinsip-prinsip utama yang perlu dipenuhi untuk
melatih kecerdasan emosional. Silakan simak 9 tips
yang bisa Anda contek berikut ini.

108 | K e s i a p s i a g a a n B
1) Kenali emosi yang Anda rasakan
Selalu tanyakan pada diri Anda sendiri apa
yang sedang Anda rasakan. Baik saat Anda
mengalami kejadian tak mengenakkan, mendapat
kabar baik, bahkan ketika Anda sedang bosan dan
tidak bersemangat. Jangan menyepelekan proses
ini. Mengenal perasaan Anda sendiri bisa
membantu Anda memprediksi tindakan apa yang
akan Anda lakukan ketika menghadapi situasi
tertentu. Anda pun jadi bisa mengendalikan
diri dan mencegah perbuatan-perbuatan yang
akan Anda sesali di kemudian hari.
Misalnya ketika Anda baru saja ditegur oleh
atasan. Cobalah untuk bertanya pada diri sendiri
apakah yang Anda rasakan secara dominan adalah
kecewa pada diri sendiri, marah pada anggota tim
yang lain, atau Anda justru tidak merasakan apa
pun. Dari sini, Anda bisa mencari tahu langkah
selanjutnya dan memastikan kejadian ini tak
terulang lagi.

2) Minta pendapat orang lain


Kadang, Anda butuh pendapat dari orang lain
untuk memahami diri Anda sendiri. Tak masalah,
Anda bisa mencoba bertanya pada orang-orang
terdekat soal pandangan mereka terhadap diri
Anda. Misalnya saat Anda kelelahan, apa yang
biasanya Anda lakukan atau keluhkan? Bagaimana
hal tersebut memengaruhi orang-orang di sekitar
Anda? Ini akan membantu Anda mengenali pola
perilaku Anda sendiri sekaligus memahami
perasaan orang-orang yang dekat dengan Anda.

109 | K e s i a p s i a g a a n B
3) Mengamati setiap perubahan emosi dan mood
Anda.
Biasakan untuk mengamati dan merasakan setiap
perubahan emosi, suasana hati, atau pola perilaku
Anda. Anda pun tak akan lagi mengalami mood
swing yang tidak jelas asal-usulnya. Dengan begitu,
Anda jadi bisa mengatasi masalah-masalah yang
tadinya tidak begitu Anda sadari. Sebagai contoh,
Anda tiba-tiba bangun pagi dalam keadaan uring-
uringan. Jika Anda terbiasa untuk mengamati
dinamika perasaan dan peristiwa dalam hidup
Anda, Anda mungkin menyadari bahwa
penyebabnya adalah rasa gugup lantaran Anda
harus presentasi di depan supervisor Anda siang
ini.
4) Menulis jurnal atau buku harian.
Supaya Anda lebih cepat menguasai berbagai
teknik untuk mengelola emosi, catat segala
aktivitas dan perasaan Anda dalam sebuah jurnal
atau buku harian. Dengan begitu, Anda akan
semakin mahir mendeteksi emosi yang Anda
rasakan, penyebabnya, dan cara menangani emosi
tersebut. Hal ini juga berlaku bagi emosi yang
dirasakan orang lain. Dengan menuliskan
dinamika ketika berhubungan dengan orang lain,
Anda akan melatih diri untuk mencari tahu apa
yang orang lain rasakan, penyebabnya, dan cara
terbaik menghadapi orang tersebut.

110 | K e s i a p s i a g a a n B
5) Berpikir sebelum bertindak.
Untuk melatih kecerdasan emosional Anda, jangan
terburu-buru dalam mengambil keputusan atau
melakukan sesuatu. Anda perlu waktu untuk
mempertimbangkan segala kemungkinan. Selain
itu, Anda juga jadi bisa melihat dampak yang
ditimbulkan tindakan Anda bagi diri sendiri dan
orang lain. Kesannya memang lebih mudah
dikatakan daripada dilakukan, tetapi triknya
adalah dengan belajar lebih banyak mendengarkan
daripada berbicara. Dengan begitu, Anda akan
terbiasa untuk mengendalikan diri sebelum
mengatakan atau berbuat sesuatu.

6) Gali akar permasalahannya


Kadang, tantangan tersulit dalam melatih
kecerdasan emosional adalah memahami orang
lain. Maka, yang perlu Anda lakukan adalah
mengasah empati. Anda bisa mengembangkan
empati dengan menanyakan empat pertanyaan
penting ini:
a) Perasaan apa yang sedang dia sampaikan
lewat tindakan atau kata-katanya?
b) Mengapa dia merasa demikian?
c) Apa yang mungkin dialami atau dipikirkan
olehnya tapi tidak kuketahui?
d) Mengapa aku tidak merasakan apa yang dia
rasakan?

Dengan memahami orang lain, Anda pun bisa


menggali akar permasalahan yang dihadapi oleh
Anda dan orang lain tersebut. Karena itu,

111 | K e s i a p s i a g a a n B
penyelesaian masalah akan jadi lebih mudah dan
lancar.

7) Berintrospeksi saat menerima kritik


Melatih kecerdasan emosional juga penting untuk
dilakukan saat Anda mengalami kejadian yang
kurang mengenakkan seperti dikritik orang lain.
Tanpa Anda sadari, kritik adalah hal yang Anda
perlukan untuk mengembangkan diri. Maka,
daripada berkecil hati atau marah-marah,
sebaiknya gunakan kesempatan ini untuk
berintrospeksi. Meskipun Anda dikritik dengan
cara yang kurang sopan atau tidak menghargai,
usahakan untuk fokus pada isi kritiknya, bukan
cara penyampaiannya. Tanyakan pada diri Anda
sendiri apa yang kira-kira membuat orang lain
mengkritik diri Anda sedemikian rupa? Cobalah
untuk mengesampingkan sejenak rasa sakit hati
atau malu yang menyelimuti Anda dan pikirkan
apakah kritik tersebut ada benarnya. Setelah itu,
pikirkan juga bagaimana cara untuk memperbaiki
diri Anda.

8) Memahami tubuh Anda sendiri


Kecerdasan emosional berkaitan langsung dengan
kondisi tubuh Anda. Ini karena setiap saraf dan sel
dalam tubuh Anda saling berpengaruh. Jika Anda
stres, Anda bisa jadi kehilangan selera
makan atau sulit tidur. Atau jangan-jangan Anda
merasa mual karena sedang gugup. Belajar untuk
memahami tubuh Anda sendiri akan membantu
Anda menyadari perasaan dan reaksi Anda
terhadap situasi tertentu.

112 | K e s i a p s i a g a a n B
9) Terus melatih kebiasaan tersebut
Cara terbaik untuk melatih kecerdasan emosional
adalah dengan terus mempraktekkan langkah-
langkah di atas. Proses melatih kecerdasan
emosional bisa berlangsung sepanjang hidup Anda.
Namun, semakin Anda giat berusaha, hasilnya pun
akan semakin baik dan terasa dalam kehidupan
sehari-hari tanpa harus menunggu bertahun-tahun
lamanya. Anda juga tak perlu susah-susah
mengikuti terapi atau seminar pengembangan diri
yang harganya tidak murah. Jika Anda memang
percaya bahwa kemampuan mengelola emosi
mampu meningkatkan kualitas hidup, Anda hanya
butuh satu kunci sederhana, yaitu terus
mendorong diri sendiri untuk melatih kecerdasan
emosional.

C. ETIKA, ETIKET DAN MORAL


1. Etika
Secara Etimologi Pengertian Etika berasal dari
bahasa Yunani kuno dalam bentuk tunggal yaitu “Ethos”,
yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan
(custom). Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat
tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara
berpikir. Sedangkan bentuk jamaknya yaitu “Ta etha”,
berarti adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah yang
melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh
Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi,
secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti
yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan (Bertens dalam Erawanto, 2013).

113 | K e s i a p s i a g a a n B
Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama
(Poerwadarminta dalam Bertens, 2011), etika mempunyai
arti sebagai: “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak
(moral)”.
Kata ‘etika’ menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan seperti yang dikutip oleh Agoes dan Ardana
(2009) merumuskan sebagai berikut:
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan
tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak;
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat.

Ada juga beberapa pengertian etika lainnya seperti


yang dikutip oleh (Agoes dan Ardana 2011), sebagai
berikut:
a. Menurut David P. Baron, etika adalah suatu
pendekatan sistematis dan penilaian moral yang
didasarkan atas penalaran, analisis, sistesis, dan
reflektif;
b. Menurut Lawrence, Weber, dan Post, etika adalah
suatu konsepsi tentang perilaku benar dan salah. Etika
menjelaskan kepada kita apakah perilaku kita
bermoral atau tidak dan berkaitan dengan hubungan
kemanusiaan yang fundamental, bagaimana kita
berpikir dan bertindak terhadap orang lain dan
bagaimana kita inginkan mereka berpikir dan
bertindak terhadap kita.
Selanjutnya, sesuai standar etika organisasi
pemerintahan, maka seorang aparatur harus dapat
menjadikan dirinya sebagai model panutan tentang

114 | K e s i a p s i a g a a n B
kebaikan dan moralitas pemerintahan terutama yang
berkenaan dengan pelayanan kepada publik (Fernanda,

115 | K e s i a p s i a g a a n B
2006). Dia akan senantiasa menjaga kewibawaan dan citra
pemerintahan melalui kinerja dan perilaku sehari hari
dengan menghindarkan diri dari perbuatan yang tercela
yang dapat merugikan masyarakat dan negara. Jadi etika
pada dasarnya merupakan upaya menjadikan moralitas
sebagai landasan bertindak dan berperilaku dalam
kehidupan bersama termasuk di lingkungan profesi
administrasi. (Ryass Rasyid dalam Fernanda, 2006).
Dengan demikian, etika dapat juga disimpulkan
sebagai suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan
kesediaan dan kesanggupan seorang secara sadar untuk
mentaati ketentuan dan norma kehidupan melalui tutur,
sikap, dan perilaku yang baik serta bermanfaat yang
berlaku dalam suatu golongan, kelompok, dan masyarakat
serta pada institusi formal maupun informal (Erawanto,
2013)

2. Etiket
Etiket berasal dari beberapa bahasa. Namun dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata
“etiket”, yaitu :
a. Etiket (Belanda “etiquette”) adalah secarik kertas kecil
yang ditempelkan pada kemasan barang-barang
(dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya
tentang barang itu.
b. Etiket (Perancis “etiquette”) adalah adat sopan santun
atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam
pergaulan agar hubungan selalu baik.
Namun jika ditelusuri lebih jauh, arti kata etiquette
ini muncul dari tahun 1740 estiquette (ticket,
memorandum) dan pada zaman Raja Perancis Louis XIV
menggunakan istilah ini yang tidak lain adalah secarik
kertas yang ditempelkan agar para pengunjung istana tidak

116 | K e s i a p s i a g a a n B
menginjak rumput dan mematuhi peraturan-peraturan
lainnya.
Dari sekian banyaknya istilah lain yang digunakan
untuk mendefinisikan kata etiket ini, maka dapat kita
pahami bahwa etiket ini sebagai bentuk aturan tertulis
maupun tidak tertulis mengenai aturan tata krama, sopan
santun, dan tata cara pergaulan dalam berhubungan
sesama manusia dengan cara yang baik, patut, dan pantas
sehingga dapat diterima dan menimbulkan komunikasi,
hubungan baik, dan saling memahami antara satu dengan
yang lain.

a. Bentuk Etiket Secara Umum

1) Etiket Kerapihan Diri dan Tata Cara


Berpakaian (Grooming)
Dalam pelaksanaan tugas kedinasan, hal
yang paling utama dan pertama manjadi standar
patokan dan ukuran adalah penampilan diri kita.
Hal ini tercermin dari tampilan dan cerminan
kebersihan, kesehatan, dan sikap (gesture)
tubuh/diri pribadi serta ketepatan pemilihan
busana atau pakaian beserta kelengkapan dan
asesoris yang digunakan.
Sebagai ASN, adalah suatu keharusan
untuk menunjukkan contoh dan gambaran yang
mampu menjadi panutan bagi siapapun dalam
suatu acara. Mengapa demikian? Karena para ASN
yang bertugas sebagai pengatur acara
keprotokolan yang paling pertama dan mencolok
terlihat sebagai sosok paling aktif dalam suatu
acara. Tentunya, dengan posisi yang sangat
penting untuk menjamin kesuksesan dan

117 | K e s i a p s i a g a a n B
kelancaran suatu acara, baik sebagai sebagai
penanggung jawab sekaligus

118 | K e s i a p s i a g a a n B
pengatur (manager), pengarah (guider), dan
pelayan (servant/helper), maka tentunya para
petugas protokol inilah yang akan menjadi posisi
kunci terlaksana dan lancarnya suatu acara sesuai
dengan rencana yang telah disusun atau
direncanakan.

Ada 4 hal yang perlu diperhatikan bagi


seorang ASN yang profesional yaitu:
a) Berpenampilan yang rapi dan menarik (very good
grooming)
b) Postur tubuh yang tepat (correct body posture)
c) Kepercayaan diri yang positif (confidence)
d) Keterampilan komunikasi yang baik (communication
skills)

Sejalan dengan hal tersebut, siapapun


ASN, baik pria maupun wanita, maka kewajiban
untuk menunjukkan bentuk tubuh (posture) dan
sikap tubuh (gesture) serta penampilan terbaik
dalam berpakaian sangat mutlak dan utama (the
first dan foremost). Dengan memiliki penampilan
dan sikap tubuh yang baik dan tepat akan mampu
melahirkan dan menumbuhkan kepercayaan diri
yang positif sehingga mampu memacu dan
mengembangkan diri untuk belajar dan
menambah kompetensi pribadi dalam segala hal
sesuai dengan tuntutan tugas dan pekerjaan.
Pengertian dan istilah Grooming dalam
modul ini mesti dibedakan dengan istilah
grooming yang sering terlihat pada salon atau toko
perawatan hewan. Meskipun sama-sama mengacu
pada

119 | K e s i a p s i a g a a n B
perawatan diri dan kerapihan namun dalam
konteks ini berbeda.\

Adapun hal-hal yang wajib diperhatikan


dalam pemilihan dan penggunaan pakaian adalah
sebagai berikut:
a) pemilihan pakaian sesuai ukuran tubuh, tinggi
badan, dan bentuk postur
b) pilihlah pakaian sesuai dengan jenis acara
yang akan dihadiri
c) Selain pakaian seragam, bagian atasan selalu
memiliki warna yang lebih muda daripada
bagian bawah yang lebih gelap (celana
panjang/rok)
d) Pemilihan bahan pakaian disesuaikan dengan
kondisi tempat acara dilaksanakan (seperti
katun, satin, wooven, sutera, wool, dll) karena
sangat menentukan kenyamanan berpakaian.
e) Gunakan riasan kosmetik dan pewangi yang
tepat dan pas serta tidak berlebihan
f) Gunakan asesoris yang minimalis (bagi pria 3
titik dan wanita berjilbab 5 titik/non jilbab 7
titik)
g) Tinggi hak wanita harian 2 centimeter (cm)
dan 3 cm serta untuk acara tertentu maksimal
5 cm dengan hak bawah yang tebal dan kokoh

120 | K e s i a p s i a g a a n B
h) Sepatu buat bagi pria dan wanita pastikan
selalu hitam untuk acara kedinasan
i) Sepatu pria dan wanita harus selalu dalam
keadaan bersih dan mengkilat.

2) Etiket Berdiri
Dalam ruang lingkup keprotokolan, sikap
dan tingkah laku bagi seorang ASN baikm sebagai
petugas protokol langusng maupun sebagai tamu,
maka sangatlah penting untuk menjaga citra
positif individu, instansi hingga kepada negara asal
petugas ASN maupun petugas protokol tersebut.
Oleh karenanya, memang dibutuhkan
pengorbanan dan kesabarann serta komitmen
yang kuat bagi setiap orang yang melaksanakan,
baik dalam melaksanakan tugas kedinasan
maupun dalam kehidupan pribadi sehari-hari.
Dalam hal berdiri, sudah sepantasnya
untuk berdiri ditempat yang pantas sesuai dengan
jenis pakaian yang digunakan. Selain itu, sangat
penting juga untuk menggunakan pakaian yang
disesuaikan dengan jenis acara dan norma sosial,
budaya, dan agama yang berlaku di lingkungan
pelaksanan suatu acara berlangsung.
Bagi seorang pria, cara berdiri yang
disarankan adalah berdiri dengan tegak, posisi
kaki terbuka dan sejajar dengan lebar bahu,
sedangkan bagi wanita berdiri dengan posisi
badan tegak serta posisi kedua tumit kaki agak
dirapatkan. Kedua tangan sebaiknya tetap
bergantungan dengan santai disamping badan
kecuali sedang memegang alat komunikasi
maupun benda/alat bantu lainnya

121 | K e s i a p s i a g a a n B
yang berhubungan dengan tugas kedinasan yang
sedang dilaksanakan.

3) Etiket Duduk
Pada saat bertugas maupun bertamu,
posisi dan cara duduk juga dapat mencerminkan
kepribadian dan etiket kita. Adapun beberapa tata
cara yang perlu diperhatikan adalah:
a) Sebaiknya duduk dengan tegak ditempat yang
pantas, terutama pada acara resmi;
b) Pada saat duduk, maka sebaiknya kita berdiri
apabila ada orang yang lebih tua atau patut
dihormati mendatangi atau mengajak bicara;
c) Bagi Pria, sebaiknya duduk dengan postur
tubuh yang tegak dan posisi kaki tidak boleh
terbuka lebih lebar daripada lebar bahu;
d) Bagi wanita, selain duduk dengan postur
tubuh yang tegak, posisi kaki ditekuk dengan
kedua paha rapat tidak boleh terbuka lebar.
Bagi wanita yang memakai rok pendek,
disarankan untuk duduk dengan posisi kedua
kaki agak diserongkan ke kiri atau kekanan
dengan posisi pandangan dan tubuh
menghadap kearah lawan bicara;
e) Pada saat duduk kita dapat melipat kaki tidak
diperkenankan sama sekali untuk
memperlihatkan sol sepatu.

4) Etiket Berjalan
Pada saat berjalan, sebaiknya dilakukan
dengan langkah yang wajar, posisi badan tegak
dengan dada sedikit dibusungkan serta menahan
perut agar terlihat kesan yang berwibawa. Tidak

122 | K e s i a p s i a g a a n B
diperkenankan memasukkan tangan ke dalam
saku celana maupun baju serta melakukan sikap
lain yang kurang pantas.
Pada saat berjalan melewati kumpulan
orang, perhatikan sopan santun dan adat istiadat
atau kebiasaan yang berlaku di wilayah/daerah
setempat. Di Indonesia, lazimnya kita mengatakan
”permisi” (baik dengan bahasa Indonesia maupun
dengan bahasa daerah setempat) sembari sedikit
membungkukkan badan pada saat berjalan hingga
melewati kumpulan orang tersebut . Apabila
berjalan bersama orang lain yang lebih tua atau
patut dihormati, sebaiknya kita menempatkan diri
disebelah kiri. Begitu pula sebaliknya apabila kita
berjalan bersama orang yang lebih muda atau
patut untuk dilindungi, maka sebaiknya kita
menempatkan diri dan berjalan disebelah kanan
(Erawanto, 2013).
Dalam cara tertentu, dimana terdapat
sekumpulan orang/penonton di hadapan tamu
penting VIP, maka sebaiknya kita berjalan didepan
untuk membuka jalan sambil dengan sopan dan
simpatik namun tegas untuk meminta jalan kepada
kumpulan orang dihadapan tamu yang dikawal
tersebut untuk mundur atau memberi jalan,
sehingga tamu tersebut dapat dengan mudah
berjalan mencapai pintu ruangan atau kendaraan
yang dituju.
Apabila berjumpa dengan orang lain,
sebaiknya kita menyapa dengan mengucapkan
salam maupun ungkapan umum seperti ”Halo”,
”apa kabar” atau ”selamat pagi/siang/malam”. Hal
ini tidak lain adalah untuk menunjukkan perhatian

123 | K e s i a p s i a g a a n B
dan sikap bersahabat kita kepada siapa saja tanpa
mengenal status, pangkat, dan jabatan.
Perlu juga dihindari untuk tidak berjalan
sambil bermain telepon genggam
(handphone/blackberry) atau
membaca/membalas sms karena terkesan kurang
etis dan bisa membawa akibat yang buruk kepada
yang bersangkutan apabila seandainya tersandung
atau tertahan sesuatu yang tidak dilihatnya akibat
hanya fokus pada telepon genggam. Hal ini juga
berlaku pada saat memasuki mesin pengangkat
(lift) ataupun tangga berjalan (elevator) karena
dapat membahayakan dan mencelakai diri sendiri
maupun membuat perasaan yang tidak nyaman
pada orang lain yang menggunakan fasilitas
tersebut.

5) Etiket Berkenalan dan Bersalaman


Pertemuan pertama akan melahirkan
kesan atau imej tertentu pada masing-masing
individu yang saling berkenalan. Itulah yang
menjadi patokan utama dalam menilai seseorang.
Dalam hal ini, ada tiga hal yang harus
dilakukan saat berkenalan (Uno dalam
Erawanto,2013:
a) Bersalaman/jabat tangan dengan erat;
b) Kontak mata;
c) Ucapkan nama dengan jelas.

Sebagai tambahan, ketika berkenalan


dengan orang lain, perlu juga untuk
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Senyum;

124 | K e s i a p s i a g a a n B
b) Pandai mengendalikan emosi;
c) Tingkah laku yang baik;
d) Nada suara yang jelas dan enak di dengar;
e) Pengucapan kata kata yang jelas, dan mudah
di mengerti;
f) Jabatan tangan yang sopan;
g) Sikap dalam tugas berhadapan dengan tamu.
Selanjutnya, cara yang pantas
memperkenalkan orang lain adalah:
a) Yang lebih muda kepada yang lebih tua;
b) Yang lebih rendah jabatanya kepada yang
lebih tinggi jabatannya;
c) Pria diperkenalkan kepada wanita;
d) Berilah keterangan tentang orang yang anda
perkenalkan.
Pada saat berjabat tangan, haruslah
dilakukan dengan penuh kehangatan dan dengan
genggaman yang erat dan bersemangat penuh
antusiaisme. Genggaman yang tepat (tidak terlalu
keras dan terlalu lemah) akan memberikan efek
psikologis postif pada lawan bicara kita dan hal ini
tentunya akan memberikan kesan positif pada diri
kita tentang.
Bagi pria, sudah sepantasnya bersalaman
dengan penuh semangat apabila bersalaman
dengan sesama pria. Namun pada saat bersalaman
dengan wanita, hendaknya menyesuaikan dan
mengurangi tekanan pada genggaman tangan agar
tidak menyakiti wanita yang disalami.

125 | K e s i a p s i a g a a n B
Di Indonesia dan beberapa negara muslim,
karena alasan pribadi dan agama, maka cara
salaman tidaklah harus dilakukan dengan
bersentuhan langsung. Namun, biasanya cukup
dengan mengangkat kedua tangan dengan seluruh
jari-jari rapat dan diletakkan didepan dada,
bersalaman dengan hanya akan menyentuhkan
ujung-ujung jari maupun dengan hanya seolah-
olah bersalaman dengan jarak jauh yang hanya
dilakukan dengan senyuman dan tatapan mata ke
arah orang yang disalami (Erawanto, 2013).

6) Etiket Berbicara
Pada saat berbicara maupun membuka
pembicaraan, perlu juga diperhatikan beberapa
hal penting mengenai topik/poin pembicaraan
yang akan dibahas sebagai berikut:
a) Yang menarik perhatian lawan bicara;
b) Yang mau membuat ia bercerita tentang
pekerjaanya;
c) Membuat pujian;
d) Membicarakan hobby.
Pada saat berbicara, suara dibuat menarik,
ekspresi wajah yang sesuai dengan topik yang
dibicarakan, serta dibarengi sikap yang
menyenangkan.
Dalam berbicara maupun pada saat
terlibat dalam percakapan, ada baiknya untuk
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Sikap tenang;

126 | K e s i a p s i a g a a n B
b) Kontak mata;
c) Jangan suka memotong pembicaraan;
d) Jangan cepat memberi pernyataan; salah,
bukan begitu;
e) Jangan bertanya kepada seorang wanita
terutama orang asing mengenai: usia, status
menikah atau anak;
f) Percakapan yang menarik yaitu; musik, hobby,
peristiwa aktual, olahraga;
g) Jangan bergosip;
h) Pujian dengan senyum dan terima kasih;
i) Jangan menguraikan kesulitan pribadi atau
mengeluh tentang penyakit;
j) Bila lawan bicara pemalu, buka pembicaraan
tentang hobby, keluarga atau hal yang
menarik;
k) Tiga kalimat ajaib (Three Magic Words) yaitu
tolong, terima kasih, dan maaf.
l) Kunci sukses kita dapat pergaulan dan
menjadi pembicara yang baik seperti nyaman
dipandang, suara dan intonasi yang sopan, dan
erpihan dalam berbusana.
Dengan menjaga sikap dan cara yang baik
dan benar akan menimbulkan kehangatan serta
komunikasi yang baik dengan lawan bicara kita,
sehingga dapat memudahkan kita dalam
melakukan pekerjaan maupun dalam kehidupan
sehari-hari.

127 | K e s i a p s i a g a a n B
7) Etiket dalam Jamuan

Sumber:
Keterangan:
A. Napkin J. Soup Spoon
B. Salad Fork K. Bread Plate
C. Dinner Fork L. Butter Knife
D. Fish Fork M. Dessert Spoon
E. Soup Bowl N. Dessert Fork
F. Soup Plate O. Water Goblet
G. Dinner Plate P. Red Wine Glass
H. Dinner Knife Q. White Wine Glass
I. Fish Knife

Pengetahuan dan keterampilan tentang


Table Manners bagi setiap petugas protokol adalah
mutlak dan wajib dimiliki, karena yang pasti,
keterlibatan dalam pelaksanaan tugas pada acara
jamuan kenegaraan/resmi (state banquet atau
diplomatic function) yang dilaksanakan di instansi
masing-masing maupun di tempat lainnya tidak
dapat dihindari.
Pengertian Table Manners adalah suatu
tata cara makan yang baik dan benar, sesuai
ketentuan dan kelaziman yang berlaku secara
Internasional. Termasuk didalamnya adalah tata

128 | K e s i a p s i a g a a n B
cara menggunakan peralatan makan untuk jenis
makanan yang berbeda.
Adapun manfaat dari pengetahuan
mengenai Table Manners adalah Mengetahui dan
memahami bagaimana seharusnya makan dan
minum yang baik dan benar sesuai tata cara
pergaulan internasional, sehingga dapat
mengangkat harkat dan martabat dari seseorang
untuk menciptakan hubungan yang baik dan
harmonis dengan siapapun juga. Selain itu, dalam
hubungan diplomatik, terdapat beberapa manfaat
lain dari suatu jamuan (PPN, 2005):
a) Negosiasi, lobi, dan untuk mengetahui
sikap/posisi kebijakan pemerintah negara lain
terhadap suatu permasalahan untuk
kepentingan negaranya;
b) Memperoleh infomrasi aktual mengenai
permasalah aktual yang sedang berkembang;
c) Menyampaikan keinginan dalam urusan yang
memerlukan pendapat dan saran dari
berbagai pihak; dan
d) Menampilkan atau mempromosikan cita rasa
dan kebudayaan bangsa.

Secara umum, table manner dilaksanakan di tiga


tempat:
a) Hotel atau restoran;
b) Jamuan makan resmi di kediaman pribadi;
c) Jamuan kenegaraan (State Banquet atau
diplomatic function).

129 | K e s i a p s i a g a a n B
Secara umum dan lazim, menjamu tamu
dengan table manner dilakukan di restoran (selain
jamuan kenegaraan). Dalam hal ini, perlu juga
diketahui tentang dua macam restoran:

a) Formal Restaurant
Apabila pelaksanaan dilakukan di restoran ini,
maka semua tamu harus berbusana resmi dan
lengkap. Begitupun petugas pelayannya,
biasanya berseragam resmi, pelayannya
umunya ready plate atau banquette with fix
menu, makanan yang disajikan mewah dan
mahal. Restoran ini populer untuk menjamu
mitra bisnis, juga dikenal sebagai “Main Dining
Room” atau “Super Club”.

b) Informal Restaurant
Pada pelaksaan jamua ditempat ini, maka
busana yang dikenakan tamu bebas/santai.
Adapun jenis pelayanan yang diberikan adalah
umumnya dengan “American Service”, harga
makannya masih relatih terjangkau (middle to
high class people). Juga lebih dikenal sebagai
Coffe Shop, Fast Food, Cafetaria dll.
Ketika mengadiri acara jamuan formal,
maka sangat perlu untuk memahami etiket
dan tata cara yang berlaku secara universal
untuk menghindari hal-hal yang dapat
merusak suasana dalam jamuan,
mempermalukan dan merusak citra diri
sendiri maupun citra bangsa.

130 | K e s i a p s i a g a a n B
Ada dua jenis jamuan yang berlaku secara
internasional, yaitu jamuan duduk dan jamuan
berdiri. Adapun penjelasan kedua jenis jamuan
tersebut adalah:

a) Jamuan dengan posisi hadirin duduk terbagi


menjadi dua jenis, yaitu:
 fix menu atau d’hote banquettete, adalah
jenis jamuan dengan menu makanan yang
lengkap dan disajikan oleh pelayan secara
teratur satu persatu, mulai dari makanan
pembuka hingga penutup. Formasi tempat
duduk juga sudah diatur sedemikian rupa;
 Buffet yang cara penyajian jamuannya
dilakukan dalam bentuk prasmanan,
dimana para tamu mengambil
makanannya sendiri pada meja yang
disediakan khusus untuk hidangan.
Tempat duduk tamu dapat bebas memilih
di mana saja dan tidak ditentukan secara
formal. Kecuali untuk tuan rumah atau
tamu khusus.

b) Jamuan dengan posisi hadirin berdiri terbagi


menjadi dua jenis pula:
 Standing party atau reception, atau lebih
dikenal juga dengan istilah standing
buffett. Dalam jamuan jenis ini, seluruh
tamu undangan akan berdiri sejak acara di
mulai hingga selesai. Menu makanan yang
disiapkan biasanya sama dengan fix menu.
Dalam jamuan sperti ini, bisanya ada
131 | K e s i a p s i a g a a n B
pelayan yang akan berjalan membawa
makanan kecil atau minuman;
 Kedua adalah cocktail party. Jamuan ini
mirip dengan pola pelayanan pada
standing buffet. Namun, yang lebih
mendominasi adalah aneka minuman
beserta makan kecil (refreshments) dan
tidak ada penyediaan makana dengan fix
menu.

Dalam hal etiket jamuan, ada beberapa hal


yang sangat penting yang semestinya
dipahami dan dilaksanakan untuk menunjang
kelancaran acara jamuan yang dihadiri.
Beberapa hal tersebut adalah sebagai berikut:

Cara berbusana:
Umumnya, ketentuan mengenai cara
berbusana (dress code) tertera dengan jelas
dalam undangan dari tuan rumah (host).
Namun, umumnya, pakaian pria dari kalangan
sipil mengenakan jas lengkap atau Pakaian
Sipil Lengkap (PSL) warna gelap (dark suit).
Pria dari kalangan militer mengenakan
Pakaian Dinas Upacara 2 (PDU 2) atau service
dress.

Khusus di Indonesia atau di kantor perwakiIan


Indonesia di luar negeri, lazimnya dapat
menggunakan batik lengan panjang dan
wanita dengan pakaian nasional (national
dress) berupa kebaya (tergantung jenis acara

132 | K e s i a p s i a g a a n B
dan

133 | K e s i a p s i a g a a n B
undangan). Hadirin wanita pada umunya
menyesuaikan dengan pakaian pria;

Disiplin waktu:
Usahakan untuk datang
di lingkungan/kompleks
acara minimal setengah jam (30 menit) dari
waktu yang ditentukan dalam undangan.
Preseance lebih rendah harus tiba lebih awal
di tempat acara;

Cara berbicara:
Pada saat acara berlangsung, sebaiknya tetap
tenang dan tidak saling berbicara, terutama
saat perwakilan penyelenggara, tamu VIP, atau
tuan rumah sedang berbicara. Pada saat
bersantap, sabaiknya hindari berbicara pada
saat mulut penuh makanan, jangan menyela
pembicaraan orang lain, dan usahakan teman
bicara juga memahami isi pembicaraan pada
saat mengobrol bersama di meja makan;

Cara duduk dan berdiri:


Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
 Dahulukan tamu wanita/istri/pasangan
untuk duduk lalu diikuti oleh pria;
 Duduk dengan tegak namun santai namun
tidak bersandar pada sandra kursi;
 Aturlah posisi duduk agar kursi tidak
berjarak jauh dari meja;
 Letakkan tangan pada sisi dari Table
cover atau di lengan kursi;
134 | K e s i a p s i a g a a n B
 Usahakan agar siku selalu dalam posisi
yang dekat dengan tubuh;
 Matikan atau atur telepon genggam ke
posisi diam (silent)/bergetar saat
memasuki ruangan dan jangan menelpon
saat sedang berada dimeja makan. Apabila
terpaksa harus menerima telepon yang
sangat penting, mintalah ijin kepada rekan
yang ada dimeja makan dan terimalah
telepon di luar ruangan jamuan;
 Gunakan lap yang disesian hanya untuk
membersihakan makanan, bukan untuk
membersihkan wajah;
 Bagi wanita yang membawa tas, biasanya
di sediakan gantungan kecil khusus di
kursi, meja kecil dekat meja/kursi atau
jika tidak disediakan diletakkan di atas
pangkuan;
 Apabila ingin ke kamar kecil, mintalah ijin
kepada tuan/nyonya rumah/rekan di
meja makan. Apabila wanita yang
meminta ijin, maka semua pria harus
berdiri sebelum wanita tersebut
meninggalkan dan kembali ke meja
makan, dan lain sebagainya.

Cara makan dan minum:


 Buka dan letakkan serbet di pangkuan
anda;
 Pergunakan peralatan makan yang
terletak paling luar sebelah kanan

135 | K e s i a p s i a g a a n B
dengan

136 | K e s i a p s i a g a a n B
pasanganya di sebelah kiri (kalau ada)
untuk makanan pertama, dan seterusnya;
 Peralatan makan yang terletak disebelah
atas napkin/show plate adalah untuk
hidangan penutup;
 Minumlah disaat mulut tidak berisi
makanan;
 Tidak menimbulkan suara gaduh saat
cutlery (pisau garpu) beradu dengan
piring;
 Garpu untuk membawa makanan ke
mulut, pisau untuk memotong hendaknya
digunakan secara wajar;
 Hadirin dengan preseance lebih rendah
sebaiknya menyesuaikan diri porsi dan
kecepatan menyantap hidangan terhadap
hadirin dengan preseance lebih tinggi;
 Bila makan hendaknya makanan
digerakkan menuju mulut, bukan
sebaliknya;
 Jangan menimbulkan suara saat memakan
sup;
 Jangan lupakan satu hal yang umum,
jangan lupa untuk selalu mengatakan
‘tolong’ dan ‘terima kasih’ setiap kali anda
meminta bantuan dan lain sebagainya.

Cara toast dan berpamitan:


Pada saat toast diharapkan seluruh hadirin
berdiri. Pada posisi ini, host akan memberikan
kata sambutan singkat yang ditujukan kepada

137 | K e s i a p s i a g a a n B
guest of honor dengan mengajak seluruh
hadirin mengangkat gelas
dan menyentuhkannya dengan
lembut kepada gelas guest of honor dan
dengan hadirin di sebelahnya. Sesudahnya,
guest of honor memberikan balasan untuk
pertama kalinya. Dalam hal berpamitan, guest
of honor beserta pendamping akan
mendapatkan kesempatan pertama. Tuan dan
nyonya rumah akan menerima ucapan terima
kasih dari para tamu/undangan lainnya yang
berpamitan setelahnya sesuai preseance
(Heine 2008; KPN 2005 dalam Nugroho,
Taufik, dan Erawanto, 2013).

3. Moral
Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan
moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin. Istilah
Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata
‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores
yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu
kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata
‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan
kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama
mempunyai arti yaitu kebiasaan, adat.
Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama
dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah
nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa
asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’
dari bahasa Latin (Kanter dalam Agoes dan Ardana, 2011).

138 | K e s i a p s i a g a a n B
Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan
pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita
menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan
norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau
bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat,
artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan
norma-norma yang tidak baik.
Selanjutnya, ‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin
moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan
‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang
“moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu
perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut.
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan
nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

D. KEARIFAN LOKAL
Terkait dengan konsep kearifan lokal penyusun
mengambil sumber dari Buku Modul Utama Pembinaan Bela
Negara tentang Konsepsi Bela Negara (pada bagian yang
membahas tentang kearifan lokal) yang diterbitkan oleh
Dewan Ketahanan Nasional Tahun 2018 yang dijadikan
sebagai referensi utama oleh seluruh Kementerian dan
Lembaga dalam menyusun Modul Khusus sesuai tugas, fungsi
dan kekhasan masing-masing dalam rangka Rencana Aksi
Nasional Bela Negara sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor
7 Tahun 2018 tentang Rencana Aksi Nasional Bela Negara
Tahun 2018-2019.

1. Konsep Kearifan Lokal


Guna memahami arti “kearifan lokal”, dapat
ditelusuri dalam referensi pustaka, seperti hasil penelitian
dari para ahli dan pakar ilmu yang menyampaikan
139 | K e s i a p s i a g a a n B
pendapatnya sebagai berikut:

140 | K e s i a p s i a g a a n B
a. Prof. Haryati Soebadio, Menteri Sosial Republik
Indonesia (1988-1993), yang juga seorang pakar
antropologi menyatakan, bahwa kearifan lokal adalah
identitas atau kepribadian budaya suatu bangsa yang
menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan
mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan
kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986).
b. Antariksa (2009) seorang ahli arsitektur berpendapat,
bahwa kearifan lokal adalah perilaku positif manusia
yang berhubungandenganlingkunganalam dan sosial
di sekitarnya. Kearifan lokal dapat dipahami sebagai
gagasan setempat yang bijaksana, bernilai luhur, dan
ditumbuh-kembangkan oleh masyarakat (Dahliani,
dkk, 2015).
c. Nurma Ali Ridwan (2007) seorang ahli ilmu agama
dan budaya mengemukakan, bahwa kearifan lokal
dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan
menggunakan akal budinya untuk bertindak dan
bersikap terhadap sesuatu, objek atau peristiwa yang
terjadi di dalam ruang tertentu dengan batasan
pengertian kearifan sebagai suatu nilai kebijaksanaan,
dan pengertian local sebagai suatu ruang interaksi dan
sistem nilai yang terbatas.
d. Nakornthap (1996) seorang ahli ilmu sosial
menyatakan, bahwa kearifan lokal adalah
pengetahuan dasar yang dihasilkan oleh manusia
dalam hidup berinteraksi secara seimbang dengan
alam sekitarnya. Kearifan lokal ini dapat berwujud
abstrak dan konkrit, namun keduanya dihasilkan dari
pengalaman nyata atau kebenaran yang diperoleh dari
aktifitas hidup manusia. Kearifan lokal yang diperoleh
dari
141 | K e s i a p s i a g a a n B
pengalaman hidup menandakan adanya pengalaman
jasmani, rohani dan lingkungan sekitar secara
langsung. Kearifan lokal memiliki kecenderungan
untuk menghormati para leluhur dan nilai-nilai moral
di atas nilai material (Mungmachon, 2012).

Merujuk pada penjelasan yang diuraikan


sebelumnya, dapat dinyatakan bahwa kearifan lokal
adalah hasil pemikiran dan perbuatan yang diperoleh
manusia di tempat ia hidup dengan lingkungan alam
sekitarnya untuk memperoleh kebaikan. Kearifan Lokal
dapat berupa ucapan, cara, langkah kerja, alat, bahan dan
perlengkapan yang dibuat manusia setempat untuk
menjalani hidup di berbagai bidang kehidupan manusia.
Kemudian Kearifan Lokal pun dapat berupa karya
terbarukan yang dihasilkan dari pelajaran warga setempat
terhadap bangsa lain di luar daerahnya.

2. Prinsip Kearifan Lokal


Kearifan lokal yang melekat pada setiap bangsa di
dunia ini mengandung nilai-nilai jati diri bangsa yang
luhur dan terhormat; apakah dari satu suku atau gabungan
banyak suku di daerah tempat tinggal suatu bangsa. Lebih
lanjut, kearifan lokal memiliki prinsip- prinsip sebagai
berikut:
a. Bentuk kearifan lokal dapat berupa gagasan, ide,
norma, nilai, adat, benda, alat, rumah tinggal, tatanan
masyarakat, atau hal lainnya yang bersifat abstrak
atau konkrit; sebagai hasil dari budi pekerti
pengetahuan, keterampilan dan sikap mulia manusia
di suatu daerah.

142 | K e s i a p s i a g a a n B
b. Segala bentuk kearifan lokal yang dihasilkan oleh
manusia mengandung nilai kebaikan dan manfaat
yang

143 | K e s i a p s i a g a a n B
diwujudkan dalam hubungannya dengan lingkungan
alam, lingkungan manusia dan lingkungan budaya di
sekitarnya; di tempat manusia itu hidup;
c. Kearifan lokal yang sudah terbentuk akan
berkembang dengan adanya pengaruh kegiatan
penggunaan, pelestarian, dan pemasyarakatan secara
baikdanbenar sesuaiaturan yang berlaku di
lingkungan manusia itu berada;
d. Kearifan lokal dapat sirna seiring dengan hilangnya
manusia atau masyarakat yang pernah
menggunakannya, sehingga tidak lagi dikenal kearifan
lokal tersebut; atau karena adanya pengalihan dan
penggantian bentuk kearifan lokal yang ada dengan
hal-hal baru dalam suatu lingkungan manusia yang
pernah menggunakannya;
e. Kearifan lokal memiliki asas dasar keaslian karya
karena faktor pembuatan oleh manusia setempat
dengan pemaknaan bahasa setempat, kegunaan dasar
di daerah setempat, dan penggunaan yang massal di
daerah setempat.
f. Kearifan lokal dapat berupa pengembangan kearifan
yang berasal dari luar namun telah diadopsi dan
diadaptasi sehingga memiliki ciri baru yang
membedakannya dengan kearifan aslinya serta
menunjukkan ciri-ciri lokal.

3. Urgensi Kearifan Lokal


Keberadaan bentuk-bentuk kearifan lokal bagi
masyarakat setempat yang membuatnya adalah identitas
atau jati diri bagi mereka; yang tidak dimiliki oleh
masyarakat lain dalam wujud yang mutlak sama persisnya;

144 | K e s i a p s i a g a a n B
baik jika ditinjau

145 | K e s i a p s i a g a a n B
dari dimensi bahasa, tempat pembuatan, nilai manfaat dan
penggunaan bentuk kearifan lokal itu di dalam lingkungan
masyarakat.
Suatu tatanan dalam masyarakat tidak mungkin
tidak memiliki kearifan lokal selayaknya jati dirinya
sendiri. Demikian pula dengan bangsa yang besar seperti
Indonesia, ada jati diri bangsa yang dihasilkan dari jati diri
seluruh suku yang ada di dalam bangsa Indonesia. Hal
tersebut tidak mudah dan tidak bisa ditiru oleh bangsa
lain untuk diakui sebagai bentuk kearifan lokal bangsa
lain tersebut.
Analisis urgensi kearifan lokal dapat dibedakan atas
skala makro dan skala mikro. Kearifan lokal skala makro
merupakan analisis dalam kontek negara dalam tataran
internasional. Pernyataan yang berbunyi “bahwa
kemerdekaan adalah hak segala bangsa...” dan “...turut
menciptakan perdamaian dunia...” yang termaktub di
dalam pembukaan UUD NRI 1945 merupakan kearifan
lokal yang bernilai universal khas bangsa Indonesia.
Adapun kearifan lokal skala mikro merupakan
analisis urgensi dalam kontek wilayah dalam satu negara.
Kearifan lokal dalam konteks mikro yang dimiliki bangsa
Indonesia tidak hanya dimanfaatkan dalam perang
melawan penjajah, tetapi juga telah terbukti menjadi
sarana pembentukan bangsa.
Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa sebagai
esensi Sumpah Pemuda yang dinyatakan pada tanggal 28
Oktober 1928 merupakan kearifan lokal dalam tataran
nasional. Sumpah tersebut sarat dengan kearifan lokal,
terutama kesadaran, keikhlasan, dan komitmen untuk
mengutamakan persatuan dan kesatuan daripada
kepentingan individu, kelompok, suku, golongan dan

146 | K e s i a p s i a g a a n B
kerajaan. Dengan demikian

147 | K e s i a p s i a g a a n B
Sumpah pemuda yang dibangun dalam suasana kebatinan
didasarkan pada kearifan lokal, kemudian tumbuh
kembang menjadi keunggulan lokal. Hasilnya, sumpah
pemuda telah menjelma menjadi senjata non fisik sebagai
salah satu modalitas memproklamasikan kemerdekaannya
sebagai bangsa yang besar dan berdaulat pada tanggal 17
Agustus 1945.

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa


dengan menjaga dan melestarikan kearfian lokal yang
mengandung nilai-nilai jati diri bangsa yang luhur dan
terhormat tersebut merupakan sesuatu hal yang tidak bisa
terbantahkan lagi sebagai salah satu modal yang kita miliki
untuk melakukan bela negara.

148 | K e s i a p s i a g a a n B
BAB IV
RENCANA AKSI BELA NEGARA

Dengan mengacu dalam Modul Utama Pembinaan Bela


Negara tentang Implementasi Bela Negara yang diterbitkan oleh
Dewan Ketahanan Nasional Tahun 2018, disebutkan bahwa Aksi
Nasional Bela Negara memiliki elemen-elemen pemaknaan yang
mencakup: 1) rangkaian upaya-upaya bela negara; 2) guna
menghadapi segala macam Ancaman, Gangguan, Hambatan, dan
Tantangan; 3) dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan
negara, 4) yang diselenggarakan secara selaras, mantap, sistematis,
terstruktur, terstandardisasi, dan massif; 5) dengan
mengikutsertakan peran masyarakat dan pelaku usaha; 6) di
segenap aspek kehidupan nasional; 7) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan berdasarkan Pancasila dan
Undang- Undang Dasar 1945, 8) serta didasari oleh Semangat
Mewujudkan Negara yang Berdaulat, Adil, dan Makmur sebagai
penggenap Nilai- Nilai Dasar Bela Negara, 9) yang dilandasi oleh
keinsyafan akan anugerah kemerdekaan, dan; 10) keharusan
bersatu dalam wadah Bangsa dan Negara Indonesia, serta; 11)
tekad untuk menentukan nasib nusa, bangsa, dan negaranya
sendiri.
Aksi Nasional Bela Negara dapat didefinisikan sebagai
sinergi setiap warga negara guna mengatasi segala macam
ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan dengan
berlandaskan pada nilai-nilai luhur bangsa untuk mewujudkan
negara yang berdaulat, adil, dan makmur.
Sebagai bentuk yuridis dalam modul pembelajaran Agenda
Bela Negara ini yang tertuang dalam Inpres No. 7 Tahun 2018
mengamanatkan setiap K/L dan Pemda untuk melaksanakan
program-program Aksi Nasional Bela Negara yang aplikatif sesuai
dengan spesifikasi, tugas dan fungsinya masing-masing dan

149 | K e s i a p s i a g a a n B
melibatkan seluruh komponen bangsa dan mencakup seluruh
segmentasi masyarakat.

A. PROGRAM RENCANA AKSI BELA NEGARA


Terkait dengan penjelasan diatas, maka peserta Latsar
CPNS pada akhir kegiatan diberikan tugas untuk membuat
Rencana Aksi sebagai bentuk dari penjabaran kegiatan bela
negara yang akan dilakukan baik selama on campus di lembaga
diklat maupun selama off campus di instansi tempat bekerja
peserta Latsar CPNS masing-masing.
Sebagai wujud internalisasi dari nilai-nilai Bela Negara,
maka tugas membuat Rencana Aksi tersebut yang diberikan
kepada peserta Latsar CPNS merupakan bagian unsur penilaian
Sikap Perilaku Bela Negara selama mengikuti Pelatihan Dasar
Calon Pegawai Negeri Sipil.
Adapun bentuk kegiatan dan cara membuat Rencana Aksi
tersebut, dapat dilihat pada bagan berikut ini.

150 | K e s i a p s i a g a a n B
Contoh Rencana Aksi Bela Negara

RENCANA AKSI BELA NEGARA


PESERTA LATSAR CPNS

Instansi : Instansi asal peserta Latsar CPNS


Nama : NDH 1, NDH2, NDH3, NDH 4,......dst. ( Nomor Daftar Hadir Peserta Latsar CPNS)
Pendamping : Bayu (Nama Pendamping Peserta Latsar CPNS)
Tempat : Pusdiklat LAN Pejompongan (Lembaga Diklat Penyelenggara Latsar CPNS selama On
Campus).
TEMPAT
NILAI INDIKATOR PENANGGU PARAF
N DAN WAKTU
BELA SIKAP DAN AKSI NG JAWAB PENDAMPI
O PELAKSANA
NEGARA PERILAKU AKSI NG
AN
1 Cinta Mencintai,  Menjaga Di semua NDH 1
Tanah Air menjaga dan kebersihan tempat dan
melestarikan  membuang sampah waktunya NDH 2
Lingkungan pada tempatnya terus NDH 3
hidup  memelihara pohon menerus NDH 4
 Menanam pohon

151 | K e s i a p s i a g a a n B
Jumat, 2
Nopember
2018, Pukul
06.30 WIB,
Tempat
Halaman
Pusdiklat
2 Sadar Menghargai  Mengingatkan Di semua NDH 5
Berbangsa dan kepada teman tempat dan
dan menghormati saat memasuki waktunya
Berrnegar keanekaragam waktu ibadah terus NDH 6
a an suku,  Belajar menari dari menerus
agama, ras dan temen latsar CPNS
antar golongan yang berasal dari
suku lain NDH 16
 Belajar bahasa
daerah dari
temen latsar
CPNS yang NDH 17
berasal dari suku Setiap Hari
lain jumat pada
 Memakai pakaian saat
batik dari daerah pembelajaran,
lain. Tempat di

152 | K e s i a p s i a g a a n B
Lembaga
Diklat.
3 Setia Meyakini  Melakukan Di semua NDH 7
kepada Pancasila musyawarah tempat dan
Pancasila sebagai dasar mufakat pada waktunya
negara serta setiap diskusi terus
Menjadikan dalam mengambil menerus
Pancasila keputusan yang
sebagai disepakati. NDH 8
pemersatu  Membuat
bangsa dan komitmen belajar
negara dalam rangka
menciptakan
suasana kelas
yang koundusif
untuk menjaga
dan memelihara
kekompakan di
kelas.
4. Rela Menyumbangk  Menolong teman Di semua NDH 9
Berkorban an tenaga, apabila tempat dan
untuk pikiran, membutuhkan waktunya
Bangsa kemampuan bantuan. terus
untuk menerus NDH 10

153 | K e s i a p s i a g a a n B
dan kepentingan  Memberi dan
Negara masyarakat, menerima masukan
kemajuan pada saat diskusi di
bangsa dan kelas.
negara
5. Memiliki Senantia  Melakukan olah Di semua NDH 12
kemampu sa raga secara tempat dan
an awal menjaga teratur dan waktunya
bela kesehata terukur. terus NDH 13
negara nnya  Menjaga pola menerus
sehingga makan yang
memiliki sehat.
kesehata
n fisik NDH 14
dan  Melakukan General Di Rumah
mental yang Check Up. Sakit dalam
baik setiap 6 bulan
sekali
6. Semangat Mempraktekka  Tidak memberikan Di semua NDH 15
Mewujudk n Clean and sesuatu kepada tempat dan
an Negara Good panitia waktunya
yang Governance penyelenggara, terus
berdaulat, dalam fasislitator, menerus
bermasyarakat pendamping

154 | K e s i a p s i a g a a n B
adil dan berbangsa dan maupun coach
makmur bernegara dalam bentuk
apapun terkait
dengan nilai
akademik selama NDH 20
mengikuti Latsar
CPNS. NDH 21
 Tidak melakukan
plagiat
 Menyelesaikan
tugas tepat waktu.

155 | K e s i a p s i a g a a n B
Instansi : Instansi asal peserta Latsar CPNS
Nama : NDH 1, NDH2, NDH3, NDH 4,.....dst. (Nomor Daftar Hadir Peserta Latsar CPNS)
Mentor : Budi (nama atasan langsung peserta Latsar CPNS)
Tempat : Lembaga Administrasi Negara (Instansi tempat peserta Latsar CPNS bekerja selama
Off Campus)
TEMPAT DAN
NILAI INDIKATOR PENANGGUN
N WAKTU PARAF
BELA SIKAP DAN AKSI G JAWAB
O PELAKSANAA MENTOR
NEGARA PERILAKU AKSI
N
1 Cinta Mencintai,  Menjaga Di semua NDH 1
Tanah Air menjaga dan kebersihan tempat dan
melestarikan  membuang waktunya NDH 2
Lingkungan hidup sampah terus menerus
pada
tempatnya NDH 3
 memelihara
pohon NDH 4
 Menanam Jumat, 30
pohon Nopember
2018, Pukul
16.00 WIB,
Tempat

156 | K e s i a p s i a g a a n B
Halaman
samping
Kantor LAN
2 Sadar Menghargai dan  Mengingatka Di semua NDH 5
Berbangsa menghormati n kepada tempat dan
dan keanekaragaman rekan kerja waktunya
Berrnegar suku, agama, ras saat terus menerus NDH 6
a dan antar memasuki
golongan waktu
ibadah NDH 16
 Belajar
menari dari
rekan kerja
yang berasal
dari suku Setiap Hari NDH 17
lain jumat pada
 Belajar saat
bahasa pembelajaran,
daerah dari Tempat di
rekan kerja Lembaga
yang berasal Diklat.
dari suku
lain

157 | K e s i a p s i a g a a n B
 Memakai
pakaian
batik dari
daerah lain.
3 Setia Meyakini Pancasila  Melakukan Di semua NDH 7
kepada sebagai dasar musyawarah tempat dan
Pancasila negara serta mufakat waktunya
Menjadikan pada setiap terus menerus
Pancasila sebagai diskusi
pemersatu bangsa dalam
dan negara mengambil
keputusan
yang
disepakati. NDH 8
 Membuat
komitmen
kerja dalam
rangka
menciptakan
suasana
kerja yang
koundusif
untuk
menjaga dan

158 | K e s i a p s i a g a a n B
memelihara
kekompakan
di tempat
kerja.
4. Rela Menyumbangkan  Menolong Di semua NDH 9
Berkorban tenaga, pikiran, teman tempat dan
untuk kemampuan untuk apabila waktunya
Bangsa kepentingan membutuhk terus menerus
dan masyarakat, an bantuan. NDH 10
Negara kemajuan bangsa  Memberi
dan negara dan
menerima
masukan
pada saat
diskusi di
tempat kerja
5. Memiliki Senantiasa  Melakukan Di semua NDH 12
kemampu menjaga olah raga tempat dan
an awal kesehatanny secara waktunya
bela a sehingga teratur dan terus menerus
negara memiliki terukur. NDH 13
kesehatan  Menjaga pola
fisik dan makan yang
mental yang baik sehat.

159 | K e s i a p s i a g a a n B
6. Semangat Mempraktekkan  Tidak Di semua NDH 15
Mewujudk Clean and Good menerima tempat dan
an Negara Governance dalam hadiah atau waktunya
yang bermasyarakat barang atau terus menerus
berdaulat, berbangsa dan sesuatu
adil dan bernegara dalam
makmur bentuk
apapun
terkait
pelayanan
yang
diberikan
dalam NDH 20
pekerjaan di
kantor.
 Menyelesaik
an tugas
tepat waktu.

160 | K e s i a p s i a g a a n B
B. PENYUSUNAN RENCANA AKSI BELA NEGARA

Dalam rangka penyusunan Rencana Aksi Bela Negara bagi


peserta Latsar CPNS secara garis besar terbagi atas dua tahapan,
yaitu:

1. Tahap Pertama.
Tahapan ini dilakukan pada saat On Campus, dimana
masing-masing peserta Latsar CPNS dapat menyusun
Rencana Aksi-nya yang terkait dengan seluruh rangkaian
kegiatan dan tidak terlepas dari Nilai-nilai Dasar Bela Negara
dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan siklus yang
dialami selama pembelajaran di dalam lingkungan
penyelenggaraan diklat (On Campus) selama 21 Hari sejak
hari pertama memasuki lembaga diklat (tempat
penyelenggaraan Latsar CPNS).
Penyusunan Rencana Aksi Bela Negara Tahap Pertama
bagi peserta Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil
(Latsar CPNS) ini dilaksanakan pada saat setelah selesai
mengikuti kegiatan pembelajaran pada Modul I, Modul II,
dan Modul III pada Agenda I Sikap Perilaku Bela Negara dan
sebelum memasuki kegiatan pembelajaran pada Agenda
selanjutnya.
Dalam penyusunan Rencana Aksi Bela Negara Tahap
Pertama ini, masing-masing peserta/secara kolektif per kelas
menunjuk satu orang sebagai penanggung jawab kegiatan
tersebut dan tetap berada dibawah kendali seorang
pendamping yang memliki kewenangan memberikan

1|Kesiapsiagaan BN
pengesahan (paraf) maupun nilai atas kegiatan pada
Rencana Aksi Bela Negara dimaksud.
2. Tahap Kedua.
Tahapan ini dilakukan pada saat Off Campus, dimana
masing-masing peserta Latsar CPNS saat kembali ke
instansinya masing-masing dalam kurun waktu dan tempat
sesuai dengan situasi dan kondisi di lingkungan kerja
masing- masing selama 30 Hari, terhitung sejak Off Campus
sampai On Campus kembali kedua kalinya. Dalam
penyusunan Rencana Aksi ini tidak terlepas dari Nilai-nilai
Dasar Bela Negara dalam kehidupan sehari-hari bagi peserta
Latsar CPNS.
Dalam rangka menyusun Rencana Aksi Bela Negara
selama off campus masing-masing peserta Latsar CPNS,
dapat menuliskan jenis kegiatan/pekerjaan yang
dilaksanakan di instansinya masing-masing sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) maupun tugas-tugas lain
yang diberikan oleh pimpinan maupun atasan langsung.
Dalam penyusunan Rencana Aksi Bela Negara Tahap
Kedua ini, masing-masing peserta/secara kolektif per kelas
menunjuk satu orang sebagai penanggung jawab kegiatan
tersebut dan tetap berada dibawah kendali seorang
mentor/atasan langsung peserta yang memliki kewenangan
memberikan pengesahan (paraf) maupun nilai atas kegiatan
pada Rencana Aksi Bela Negara dimaksud.

2|Kesiapsiagaan B
BAB V
KEGIATAN KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA

A. PERATURAN BARIS BERBARIS

1. Pengertian Baris Berbaris


Pengertian Baris Berbaris (PBB) adalah suatu wujud
latihan fisik, diperlukan guna menanamkan kebiasaan
dalam tata cara hidup dalam rangka membina dan
kerjasama antar peserta Latsar, salah satu dasar
pembinaan disiplin adalah latihan PBB, jadi PBB bertujuan
untuk mewujudkan disiplin yang prima, agar dapat
menunjang pelayanan yang prima pula, juga dapat
membentuk sikap, pembentukan disiplin, membina
kebersamaan dan kesetiakawanan dan lain sebagainya.

Pokok-pokok materi baris berbaris diberikan kepada


peserta Latsar CPNS dalam mengikuti siklus kehidupan
selama on campus maupun out campus termasuk
rangkaian kegiatan apel, upacara dengan melakukan
gerakan ditempat dan berjalan yang dengan tertib guna
mendukung penegakan disiplin dalam pelaksanaan baris
berbaris.

2. Manfaat
Manfaat mempelajari baris berbaris yaitu guna
menumbuhkan sikap jasmani yang tegap dan tangkas, rasa
persatuan, disiplin, sehingga dengan demikian peserta
Latsar CPNS senantiasa dapat mengutamakan kepentingan
tugas diatas kepentingan individu dan secara tidak
langsung juga menanamkan rasa tanggung jawab.

3|Kesiapsiagaan B
Menumbuhkan sikap jasmani yang tegap dan tangkas
adalah mengarahkan pertumbuhan tubuh yang diperlukan
oleh tugas pokok tersebut dengan sempurna. Pengertian
rasa persatuan adalah adanya rasa senasib
sepenanggungan serta terbangunnya ikatan batin yang
sangat diperlukan dalam menjalankan tugas; Disiplin
adalah mengutamakan kepentingan tugas diatas
kepentingan individu yang hakekatnya tidak lain daripada
keikhlasan menyisihkan pilihan hati sendiri; Rasa tanggung
jawab adalah keberanian untuk bertindak yang
mengandung resiko terhadap dirinya tetapi
menguntungkan tugas atau sebaliknya tidak mudah
melakukan tindakan yang akan dapat merugikan kelompok.

Praktik pelaksanaan PBB sangat bermanfaat bagi peserta


Latsar CPNS selama mengikuti Diklat maupun setelah
Diklat, guna mendukung tugas pokok, pembinaan disiplin
dan memupuk rasa kebersamaan antar peserta yang dilatih
melalui kegiatan PBB, dengan melakukan gerakan-gerakan
enerjik berdisiplin yang tinggi, serta penciptaan rasa karsa
dari latihan PBB sebagai bekal dalam pelaksanaan tugas.

Ketentuan umum merupakan segala sesuatu yang mutlak


dipahami oleh pengajar, widyaiswara/fasilitator, pelatih
yang akan memberikan materi, agar proses belajar
mengajar berjalan efektif dan efisien, untuk itu pengajar,
widyaiswara/fasilitator, pelatih harus berpegang teguh
pada ketentuan-ketentuan umum.

3. Aba-aba dan Gerakan dalam Peraturan Baris Berbaris

a) Aba-aba. Aba-aba adalah perintah yang diberikan oleh

4|Kesiapsiagaan B
seorang Ketua Kelas/pemimpin/pejabat tertua/pejabat

5|Kesiapsiagaan B
yang ditunjuk kepada pasukan/sekelompok orang
untuk dilaksanakan pada waktunya secara serentak
atau berturut-turut dengan tepat dan tertib.

Aba-aba petunjuk adalah dipergunakan hanya jika


perlu, untuk menegaskan maksud dari pada aba-aba
peringatan/pelaksanaan. Aba-aba petunjuk
dipergunakan hanya jika perlu untuk menegaskan
maksud dari aba-aba peringatan/pelaksanaan.

Contoh: “UNTUK PERHATIAN”, “KEPADA KOMANDAN


KOMPI” atau “KOMPI A”.
1) Aba-aba peringatan adalah inti perintah yang
harus jelas untuk dapat dilaksanakan tanpa
ragu-ragu. Contoh: “LENCANG KANAN”,
“DUDUK SIAP” atau “ISTIRAHAT DI TEMPAT”.
2) Aba-aba pelaksanaan adalah ketegasan
mengenai saat untuk melaksanakan aba-aba
petunjuk/peringatan dengan cara serentak
atau berturut-turut. Contoh : “GERAK’’,
“JALAN” atau “MULAI”.

b) Ketentuan pemberian aba-aba. Ketentuan


pemberian aba-aba diatur sebagai berikut :
1) Pemberi aba-aba harus berdiri dengan sikap
sempurna menghadap pasukan, kecuali aba-aba
yang diberikan itu berlaku juga bagi pemberi aba-
aba maka pemberi aba-aba tidak perlu
menghadap pasukan. Contoh: Waktu Ketua Kelas
Upacara memberi aba-aba penghormatan kepada
pelatih : “HORMAT = GERAK”. Pelaksanaan: Pada
waktu memberi aba-aba pelatih menghadap ke

6|Kesiapsiagaan B
arah

7|Kesiapsiagaan B
pelatih sambil melakukan gerakan penghormatan
bersama-sama dengan pasukan. Setelah
penghormatan selesai dibalas oleh pelatih maka
dalam sikap “Sedang memberi hormat” pelatih
memberikan aba-aba “TEGAK = GERAK”. dan
setelah aba-aba itu pelatih bersama-sama pasukan
kembali ke sikap sempurna.

2) Aba-aba diucapkan dengan suara lantang, tegas


dan bersemangat.
Ada 4 jenis aba-aba pelaksanaan yang digunakan
dalam Peraturan Baris-Berbaris, yaitu:
a. GERAK adalah aba-aba pelaksanaan untuk
gerakan-gerakan yang menggunakan kaki,
tangan dan anggota tubuh serta alat lainnya
baik dalam keadaan berjalan maupun
berhenti.
b. JALAN adalah aba-aba pelaksanaan untuk
gerakan-gerakan kaki yang dilakukan dengan
meninggalkan tempat.
c. MULAI adalah aba-aba pelaksanaan untuk
gerakan-gerakan pelaksanaan perintah yang
harus dikerjakan berturut-turut.
d. SELESAI adalah suatu aba-aba gerakan akhir
kegiatan yang aba–aba pelaksanaan diawali
dengan “MULAI”.

c) Langkah biasa adalah langkah bergerak maju dengan


panjang langkah dan tempo tertentu dengan cara
meletakan kaki di atas tanah tumit lebih dahulu,
disusul dengan seluruh tapak kaki kemudian ujung
kaki meninggalkan tanah pada waktu membuat

8|Kesiapsiagaan B
langkah berikutnya.

9|Kesiapsiagaan B
d) Langkah tegap adalah langkah yang dipersiapkan
untuk memberikan penghormatan dan diberi hormat
terhadap pasukan, Pos jaga kesatrian, penghormatan
terhadap Pati serta digunakan untuk kegiatan-kegiatan
tertentu.
e) Langkah defile adalah langkah tegap yang
menggunakan aba-aba “LANGKAH DEFILE JALAN”
digunakan pada acara tambahan dari suatu upacara
yang kegiatannya dilaksanakan oleh pasukan dalam
susunan tertentu, dipimpin seorang Ketua Kelas yang
bergerak maju melewati depan Irup dan
menyampaikan penghormatan kepada mereka yang
berhak menerima.
f) Langkah ke samping adalah langkah untuk
memindahkan pasukan/sebagian ke kiri/ke kanan,
menghindarkan aba-aba “Berhenti”, maka jumlah
langkah-langkah maksimal 4 langkah, sekaligus telah
diucapkan pada aba-aba peringatan dimulai melangkah
dengan kaki kiri.
g) Langkah ke belakang adalah langkah untuk
memindahkan pasukan/sebagian ke belakang,
menghindarkan aba-aba “Berhenti”, maka jumlah
langkah-langkah maksimal 4 langkah, sekaligus telah
diucapkan pada aba-aba peringatan, dimulai
melangkah dengan kaki kiri.
h) Langkah ke depan adalah memindahkan
pasukan/sebagian dari pada pasukan sebanyak-
banyaknya 4 langkah ke depan dan cara melangkah
adalah seperti langkah tegap tetapi dengan tempo yang
lebih lambat serta langkah yang lebih pendek, tidak
melenggang.

10 | K e s i a p s i a g a a n B
i) Langkah lari adalah langkah melayang yang dimulai
dengan menghentakkan kaki kiri 1 langkah, telapak
kaki diletakkan dengan ujung telapak kaki terlebih
dahulu, lengan dilenggangkan dengan panjang langkah
80 CM dan tempo langkah 165 tiap menit.
j) Sikap sempurna adalah sikap siap posisi berdiri dan
duduk dalam pelaksanaannya sikap tidak ada gerakan
bagi peserta tubuh/anggota tubuh dengan ketentuan
yang telah diatur pada tiap-tiap bentuk posisi sikap
sempurna.
k) Sikap istirahat adalah sikap posisi berdiri dan duduk
dalam pelaksanaannya sikap rilek bagi peserta
tubuh/anggota tubuh dengan ketentuan yang telah
diatur pada tiap-tiap bentuk posisi sikap istirahat.
l) Periksa kerapihan adalah suatu kegiatan dengan
posisi berdiri yang dilaksanakan dengan dua cara biasa
dan parade dilakukan untuk memperbaiki dan
merapihkan pakaian dan perlengkapan yang melekat
pada tubuh dengan ketentuan yang telah diatur pada
kedua cara yang berbeda. Untuk gerakan
kelompok/pasukan dilaksanakan secara serentak
bersama-sama.

Ketentuan umum dalam sikap sempurna sebagai berikut :


a) Sikap sempurna diawali dari sikap istirahat.
b) Aba-aba dalam sikap sempurna terdiri atas :
1) Pada posisi berdiri “SIAP = GERAK”.
2) Pada posisi duduk “DUDUK SIAP = GERAK”.

Pelaksanaan sikap sempurna posisi berdiri diatur dengan


ketentuan sebagai berikut :
a) Sikap berdiri badan tegak.

11 | K e s i a p s i a g a a n B
b) Kedua tumit rapat dengan kedua telapak kaki
membentuk sudut 45°.
c) Lutut lurus dan paha dirapatkan, tumpuan berat badan
dibagi atas kedua kaki.
d) Perut ditarik dan dada dibusungkan.
e) Pundak ditarik sedikit kebelakang dan tidak dinaikkan.
f) Kedua tangan lurus dan rapat disamping badan,
pergelangan tangan lurus, jari-jari tangan
menggenggam tidak terpaksa dirapatkan pada paha.
g) Punggung ibu jari menghadap kedepan merapat pada
jahitan celana.
h) Leher lurus, dagu ditarik sedikit ke belakang.
i) Mulut ditutup, pandangan mata lurus mendatar
kedepan, bernapas sewajarnya.

4. Pelaksanaan sikap sempurna posisi duduk di kursi


diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Sikap duduk dengan badan tegak, punggung tidak
bersandar pada sandaran kursi.
b) Kedua tumit dirapatkan dengan kedua telapak kaki
membentuk sudut 45°.
c) Berat badan bertumpu pada pinggul.
d) Lutut dan paha dibuka selebar bahu.
e) Khusus Peserta Wanita saat menggunakan rok lutut
dan paha dirapatkan.
f) Perut ditarik dan dada dibusungkan sewajarnya.
g) Kedua tangan menggenggam lurus kedepan diletakkan
di atas lutut dengan punggung tangan menghadap
keatas.
h) Leher lurus, dagu ditarik ke belakang sewajarnya.
i) Mulut ditutup, pandangan mata lurus mendatar
kedepan, bernapas sewajarnya.

12 | K e s i a p s i a g a a n B
5. Pelaksanaan sikap sempurna posisi duduk bersila
diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Sikap duduk bersila dengan badan tegak.
b) Kaki kiri berada di bawah kaki kanan.
c) Berat badan bertumpu pada pinggul.
d) Perut ditarik dan dada dibusungkan sewajarnya.
e) Kedua tangan menggenggam lurus kedepan diletakkan
di atas lutut dengan punggung tangan menghadap
keatas.
f) Leher lurus, dagu ditarik ke belakang sewajarnya.
g) Mulut ditutup, pandangan mata lurus mendatar
kedepan, bernapas sewajarnya.
h) Peserta Wanita yang menggunakan rok, kedua kaki
dilipat dibawah pinggul posisi lutut di depan rapat.

6. Ketentuan umum dalam istirahat sebagai berikut :


a) Sikap istirahat diawali dari sikap sempurna.
b) Aba-aba dalam sikap istirahat adalah :
1) Istirahat biasa “ISTIRAHAT DI TEMPAT =
GERAK”.
2) Istirahat perhatian “UNTUK PERHATIAN,
ISTIRAHAT DITEMPAT = GERAK”.
3) Istirahat Parade “PARADE, ISTIRAHAT
DITEMPAT = GERAK”.
c) Khusus gerakan istirahat perhatian dan parade,
pandangan mata ditujukan kepada yang memberi
perhatian maksimal 45º.

7. Pelaksanaan sikap istirahat posisi berdiri diatur


dengan ketentuan sebagai berikut :

13 | K e s i a p s i a g a a n B
a) Kaki kiri dipindahkan kesamping kiri, dengan jarak
selebar bahu.
b) Kedua belah tangan dibawa kebelakang, tangan kiri
memegang pergelangan tangan kanan dengan ibu jari
dan jari telunjuk tepat dipergelangan tangan kanan.
c) Punggung tangan kiri diletakkan dipinggang/kopelrim.
d) Tangan kanan menggenggam.
e) Pandangan mata tetap lurus ke depan.
f) Khusus istirahat parade posisi kedua kepalan tangan
diletakkan di atas pinggang/kopelrim bagian belakang.

8. Pelaksanaan sikap istirahat posisi duduk di kursi


diatur dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Kedua kaki dibuka selebar bahu.
b) Peserta Wanita yang menggunakan celana panjang
kedua tumit dan lutut tetap dibuka selebar bahu.
Peserta Wanita yang menggunakan rok, tumit dan
lutut tetap rapat.
c) Badan dikendorkan.
d) Lengan dibengkokan/ditekuk, jari-jari tangan
dibuka, punggung tangan menghadap keatas, tangan
kiri diletakkan di atas paha kiri dan tangan kanan di
atas paha kanan.
e) Pandangan mata lurus ke depan.

9. Pelaksanaan sikap istirahat posisi duduk bersila diatur


dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Badan dikendorkan.
b) Kedua lengan dibengkokkan didepan badan, dan kedua
lengan bersandar diatas paha.

14 | K e s i a p s i a g a a n B
c) Tangan kanan memegang pergelangan tangan kiri
dengan ibu jari dan jari telunjuk, punggung kedua
tangan menghadap ke atas.
d) Kedua kaki tetap bersila rapat.
e) Kaki kiri berada di bawah kaki kanan diatas.
f) Tumpuan berat badan bertumpu pada pinggul.
g) Pandangan lurus kedepan.
h) Peserta Wanita yang menggunakan celana panjang
mengikuti ketentuan yang berlaku.
i) Peserta Wanita yang menggunakan rok, kedua kaki
dilipat dibawah pinggul posisi lutut di depan rapat.

10. Ketentuan umum dalam periksa kerapian sebagai


berikut:
a) Diawali dari posisi istirahat.
b) Khusus dilaksanakan pada pasukan yang dalam posisi
berdiri
c) Aba-aba dalam periksa kerapian:
1) Periksa kerapian biasa “PERIKSA KERAPIHAN =
MULAI = SELESAI “.
2) Periksa kerapian parade “PARADE PERIKSA
KERAPIHAN = MULAI = SELESAI “.

11. Tata cara periksa kerapian biasa dan


parade dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut:
a) Saat aba-aba “MULAI” melaksanakan sikap sempurna.
b) Badan dibungkukkan 90 derajat ke depan, kaki lurus.
c) Kedua tangan tergantung lurus kebawah, kelima jari
dibuka.
d) Selanjutnya merapihkan bagian bawah secara
berurutan.

15 | K e s i a p s i a g a a n B
e) Dimulai dari kaki kiri dan kaki kanan (bagian tali
sepatu).
f) Dilanjutkan merapihkan saku celana bagian lutut
sebelah kiri dan kanan (bila menggunakan PDL).
g) Berikutnya menarik ujung baju bagian bawah depan.
h) Menarik ujung baju bagian bawah belakang.
i) Merapihkan lidah/tutup saku dada bagian kiri dan
kanan.
j) Merapihkan kerah baju bagian kiri dan kanan.
k) Membetulkan tutup kepala (topi/baret).
l) Selanjutnya tangan kembali ke sikap sempurna.
m) Setelah ada aba-aba pelaksanaan “SELESAI” kembali ke
sikap istirahat.

12. Berhitung dalam bentuk formasi bersaf.


a) Dari sikap sempurna berdiri
b) Aba-aba: “HITUNG = MULAI”.
c) Pelaksanaan:
1) Setelah ada aba-aba peringatan : ”HITUNG”,
barisan yang berada di saf paling depan
memalingkan kepala secara serentak ke arah
kanan 45º, kecuali Peserta yang bertindak sebagai
penjuru kanan pandangan lurus kedepan.
2) Aba-aba pelaksanaan : ”MULAI” hitungan pertama
(satu) diawali dari penjuru kanan dengan kepala
tidak dipalingkan.
3) Untuk urutan kedua dan seterusnya bersamaan
dengan menyebut hitungan dua dan seterus kepala
dipalingkan ke arah semula (lurus ke depan).
4) Untuk Peserta paling kiri belakang melaporkan
dari tempat jumlah kekurangan “KURANG ...” atau
“LENGKAP”.

16 | K e s i a p s i a g a a n B
13. Berhitung dalam bentuk formasi berbanjar.
a) Dari sikap sempurna berdiri.
b) Aba-aba : “HITUNG = MULAI”
c) Pelaksanaan :
1) Peserta paling depan banjar kanan mengawali
hitungan pertama dan berturut-turut ke belakang
menyebutkan nomornya masing-masing dengan
kepala tetap tegak.
2) Peserta paling kiri belakang melaporkan dari
tempat jumlah kekurangan “KURANG...”atau
“LENGKAP”.

14. Ketentuan umum Lencang Kanan/Kiri setengah lengan


lencang kanan/kiri dan lencang depan sebagai berikut
:
a) Pasukan dalam posisi sikap sempurna.
b) Aba-aba sebagai berikut :
1) Untuk lencang kanan/kiri “LENCANG
KANAN/KIRI = GERAK “.
2) Untuk setengah lengan lencang kanan/kiri
“SETENGAH LENGAN LENCANG KANAN/KIRI =
GERAK “.
3) Untuk lencang depan “LENCANG DEPAN =
GERAK”.
c) Dilaksanakan dalam formasi bersaf dan berbanjar.

15. Tata cara lencang kanan dan atau lencang kiri diatur
dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Dilaksanakan pada saat pasukan dalam formasi bersaf.
b) Pada aba-aba pelaksanaan saf paling depan
mengangkat lurus lengan kanan/kiri mengambil jarak

17 | K e s i a p s i a g a a n B
satu lengan sampai tangan menyentuh bahu orang
yang berada di

18 | K e s i a p s i a g a a n B
sebelahnya. Jari-jari tangan mengenggam dan kepala
dipalingkan ke kanan/kiri dengan tidak terpaksa.
c) Penjuru saf tengah dan belakang, melaksanakan
lencang depan 1 lengan ditambah 2 kepal, setelah lurus
menurunkan tangan secara bersama-sama kemudian
ikut memalingkan muka ke samping kanan/kiri dengan
tidak mengangkat tangan.
d) Masing-masing saf meluruskan diri hingga dapat
melihat dada orang-orang yang berada disebelah
kanan/kiri sampai kepada penjuru kanan/kirinya.
e) Penjuru kanan/kiri tidak berubah tempat.
f) Setelah lurus aba-aba “TEGAK = GERAK”.
g) Kepala dipalingkan kembali ke depan bersamaan
tangan kanan kembali ke sikap sempurna.
16. Tata cara setengah lengan lencang kanan dan atau
setengah lengan lencang kiri diatur dengan ketentuan
sebagai berikut :
a) Secara umum pelaksanannya sama seperti lencang
kanan/kiri.
b) b. Tangan kanan/kiri diletakkan dipinggang
(bertolak pinggang) dengan siku menyentuh lengan
orang yang berdiri disebelah kanan/kirinya,
pergelangan tangan lurus, ibu jari disebelah belakang
dan empat jari lainnya rapat disebelah depan.
c) Pada aba-aba “TEGAK = GERAK” semua serentak
menurunkan lengan memalingkan muka kembali ke
depan dan berdiri dalam sikap sempurna.

17. Tata cara lencang depan diatur dengan ketentuan


sebagai berikut :
a) Dilaksanakan pada saat pasukan dalam formasi
berbanjar.

19 | K e s i a p s i a g a a n B
b) Penjuru tetap sikap sempurna sedangkan banjar kanan
nomor dua dan seterusnya meluruskan ke depan
dengan mengangkat tangan jari-jari tangan
menggenggam, punggung tangan menghadap ke atas
jarak 1 lengan ditambah 2 kepal orang yang di
depannya.
c) Banjar dua dan tiga saf terdepan mengambil antara
satu lengan/ setengah lengan disamping kanan, setelah
lurus menurunkan tangan, serta menegakkan kepala
kembali dengan serentak.
d) Pada aba-aba “TEGAK = GERAK” banjar kanan kecuali
penjuru secara serentak menurunkan lengan dan
berdiri dalam sikap sempurna.

18. Ketentuan umum pelaksanaan perubahan arah


gerakan ditempat tanpa senjata diatur sebagai berikut
:
a) Semua gerakan diawali dari posisi sikap sempurna.
b) Gerakan perubahan arah meliputi :
1) Hadap kanan.
2) Hadap kiri.
3) Serong kanan.
4) Serong kiri.
5) Balik kanan.

19. Urutan kegiatan hadap kanan diatur dengan ketentuan


sebagai berikut :
a) Aba-aba “HADAP KANAN = GERAK”.
b) Saat aba-aba pelaksanaan kaki kiri diajukan melintang
di depan kaki kanan dengan lekukan kaki kiri berada di
ujung kaki kanan, berat badan berpindah ke kaki
kananpandangan mata tetap lurus kedepan.

20 | K e s i a p s i a g a a n B
c) Tumit kaki kanan dan badan diputar ke kanan 90 º
dengan poros tumit kaki kanan.
d) Kaki kiri dirapatkan kembali ke kaki kanan seperti
dalam keadaan sikap sempurna.

20. Urutan kegiatan hadap kiri diatur dengan ketentuan


sebagai berikut :
a) Aba-aba “HADAP KIRI = GERAK”.
b) Saat aba-aba pelaksanaan kaki kanandiajukan
melintang di depan kaki kiri dengan lekukan kaki
kanan berada di ujung kaki kiri, berat badan berpindah
ke kaki kiripandangan mata tetap lurus kedepan.
c) Tumit kaki kiridan badan diputar ke kiri 90º dengan
poros tumit kaki kiri.
d) Kaki kanan dirapatkan kembali ke kaki kiri seperti
dalam keadaan sikap sempurna.

21. Urutan kegiatan hadap serong kanan diatur dengan


ketentuan sebagai berikut:
a) Aba-aba “HADAP SERONG KANAN = GERAK”.
b) Pada aba-aba pelaksanaan kaki kiri digeser sejajar
dengan kaki kanan, berjarak ± 20 cm atau selebar
bahu, posisi badan dan pandangan mata tetap lurus
kedepan.
c) Kaki kanan dan badan diputar ke kanan 45º dengan
poros tumit kaki kanan.
d) Tumit kaki kiri dirapatkan ke tumit kaki kanan dengan
tidak diangkat.

22. Urutan kegiatan hadap serong kiri diatur dengan


ketentuan sebagai berikut :
a) Aba-aba “HADAP SERONG KIRI = GERAK”

21 | K e s i a p s i a g a a n B
b) Pada aba-aba pelaksanaan kaki kanan digeser sejajar
dengan kaki kiri, berjarak ± 20 cm atau selebar bahu,
posisi badan dan pandangan mata tetap lurus kedepan.
c) Kaki kiri dan badan diputar ke kiri 45º dengan poros
tumit kaki kiri.
d) Tumit kaki kanan dirapatkan ke tumit kaki kiridengan
tidak diangkat.

23. Urutan kegiatan balik kanan diatur sebagai berikut :


a) Aba-aba “BALIK KANAN = GERAK”.
b) Kaki kiri diajukan melintang di depan kaki kanan,
lekukan kaki kiri di ujung kaki kanan membentuk
huruf ”T” dengan jarak satu kepalan tangan, tumpuan
berat badan berada di kaki kiri, posisi badan dan
pandangan mata tetap lurus kedepan.
c) Kaki kanan dan badan diputar ke kanan 180º dengan
poros tumit kaki kanan.
d) Tumit kaki kiri dirapatkan ke tumit kaki kanan tidak
diangkat (kembali seperti dalam keadaan sikap
sempurna).

24. Membuka/menutup barisan :


a) Ketentuan Buka barisan.
1) Diawali dari posisi sikap sempurna dengan
formasi berbanjar.
2) Aba-aba adalah “BUKA BARISAN = JALAN”.
3) Pada aba-aba pelaksanaan banjar kanan dan kiri
melangkah satu langkah ke samping kanan dan
kiri, sedangkan banjar tengah tetap ditempat.

22 | K e s i a p s i a g a a n B
b) Ketentuan tutup barisan.
1) Diawali dari posisi sikap sempurna dengan
formasi berbanjar.
2) Aba-aba adalah “TUTUP BARISAN =JALAN”.
3) Pada aba-aba pelaksanaan banjar kanan dan kiri
melangkah satu langkah ke samping kanan dan
kiri, sedangkan banjar tengah tetap di tempat.

25. Gerakan jalan ditempat. Ketentuan umum jalan


ditempat diawali dari posisi berdiri sikap sempurna.
Aba-aba jalan ditempat adalah “JALAN DI TEMPAT =
GERAK”. Urutan pelaksanaan jalan di tempat :
a) Saat aba-aba pelaksanaan kaki kiri dan kanan diangkat
secara bergantian dimulai dengan kaki kiri.
b) Posisi lutut dan badan membentuk sudut 90º
(horizontal).
c) Ujung kaki menuju kebawah.
d) Tempo langkah sama dengan langkah biasa.
e) Badan tegak pandangan mata lurus ke depan.
f) Lengan lurus dirapatkan pada badan dengan tidak
dilenggangkan.

26. Aba-aba “HENTI = GERAK”.


a) Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki
kanan/kiri jatuh di tanah lalu ditambah satu langkah.
b) Selanjutnya kaki kanan/kiri dirapatkan pada kaki
kanan/kiri menurut irama langkah biasa dan
mengambil sikap sempurna.

27. Panjang, tempo dan macam langkah.


a) Langkah biasa 65 cm/103 tiap menit.
b) Langkah tegap/defile 65 cm/103 tiap menit.

23 | K e s i a p s i a g a a n B
c) Langkah perlahan 40 cm/30 tiap menit.
d) Langkah ke samping 40 cm/70 tiap menit.
e) Langkah ke belakang 40 cm/70 tiap menit.
f) Langkah ke depan 60 cm/70 tiap menit.
g) Langkah waktu lari 80 cm/165 tiap menit.

Untuk gerakan kelompok/pasukan dilaksanakan secara


serentak bersama-sama.

28. Gerakan maju jalan.


a) Diawali dari sikap sempurna.
b) Aba-aba : “MAJU = JALAN”.
c) Pelaksanaan :
1) Kaki kiri dilangkahkan ke depan dengan lutut
lurus telapak kaki diangkat sejajar dengan tanah
setinggi ± 20 cm.
2) Tangan kanan dilenggangkan lurus ke depan
membentuk sudut 90º sejajar dengan bahu, jari
tangan kanan menggenggam dengan punggung
ibu jari menghadap ke atas.
3) Tangan kiri dilenggangkan ke belakang dengan
sudut 30º, jari tangan kiri menggenggam dengan
punggung ibu jari menghadap ke bawah.
4) Kaki kiri dihentakkan, selanjutnya kaki kanan
dilangkahkan ke depan setelah kaki kiri tepat
pada posisinya, untuk ayunan tangan setelah
langkah pertama ke depan 45º ke belakang 30
derajat.
5) Demikian seterusnya secara bergantian antara
kaki kiri dan kaki kanan.

29. Langkah biasa.

24 | K e s i a p s i a g a a n B
a) Dari sikap sempurna.

25 | K e s i a p s i a g a a n B
b) Aba-aba : “MAJU = JALAN”.
c) Pelaksanaan.
1) Langkah pertama kaki kiri dihentakkan, kaki lurus,
telapak kaki diangkat ± 20 cm, bersamaan itu
lengan kanan dilenggangkan lurus ke depan
membentuk sudut 90º sejajar dengan bahu,
punggung ibu jari menghadap ke atas, lengan kiri
dilenggangkan ke belakang dengan sudut 30º.
2) Langkah selanjutnya dilakukan secara bergantian,
kaki kanan dilangkahkan ke depan, telapak kaki
diangkat ± 20 cm, bersamaan itu tangan kiri
dilenggangkan lurus ke depan membentuk sudut
45º, punggung ibu jari menghadap ke atas, tangan
kanan dilenggangkan ke belakang dengan sudut
30º.

30. LangkahTegap.
a) Dari sikap sempurna.
b) Aba-aba : “LANGKAH TEGAP MAJU = JALAN”.
c) Pelaksanaan.
1) Langkah pertama kaki kiri dihentakkan, lutut lurus,
telapak kaki rata dan sejajar dengan tanah, diangkat
± 20 cm, bersamaan itu lengan kanan
dilenggangkan lurus ke depan membentuk sudut
90º sejajar dengan bahu, punggung ibu jari
menghadap ke atas, lengan kiri dilenggangkan ke
belakang dengan sudut 30º.
2) Langkah selanjutnya dilakukan secara bergantian,
kaki kanan dihentakkan, lutut lurus, telapak kaki
menghadap ke depan diangkat ± 20 cm, bersamaan
itu lengan kiri dilenggangkan lurus ke depan
membentuk sudut 90º sejajar dengan bahu,

26 | K e s i a p s i a g a a n B
punggung ibu jari menghadap ke atas, lengan kiri
dilenggangkan ke belakang dengan sudut 30º.

27 | K e s i a p s i a g a a n B
31. Langkah Ke Samping.
a) Dari sikap sempurna.
b) Aba-aba : “…… LANGKAH KE KANAN/KIRI = JALAN”.
c) Pelaksanaan. Pada aba-aba pelaksanaan kaki
kanan/kiri dilangkahkan kesamping
kanan/kiri.Selanjutnya kaki kiri/kanan dirapatkan
pada kaki kanan/kiri, sikap akan tetap seperti pada
sikap sempurna.

32. Langkah ke Belakang.


a) Dari sikap sempurna.
b) Aba-aba : “…. LANGKAH KE KEBELAKANG = JALAN”.
c) Pelaksanaan :
1) Pada aba-aba pelaksanaan kaki kiri melangkah
kebelakang sepanjang 40 cm dan sesuai dengan
tempo yang telah ditentukan.
2) Melangkah sesuai jumlah langkah yang
diperintahkan.
3) Lengan tidak boleh dilenggangkan dan sikap badan
seperti dalam sikap sempurna.

33. Langkah ke Depan.


a) Dari sikap sempurna.
b) Aba-aba : “……LANGKAH KEDEPAN = JALAN.”
c) Pelaksanaan :
1) Pada aba-aba pelaksanaan dimulai kaki kiri
melangkah ke depan bergantian dengan kaki
kanan melangkah sesuai jumlah langkah yang
diperintahkan.
2) Lengan tidak boleh dilenggangkan dan sikap badan
seperti dalam sikap sempurna.

28 | K e s i a p s i a g a a n B
34. Gerakan langkah berlari dari sikap sempurna.
a) Aba-aba : ”LARI MAJU = JALAN“.
b) Pelaksanaan :
1) Pada aba-aba peringatan kedua tangan
dikepalkan dengan lemas dan di letakkan
dipinggang sebelah depan, punggung tangan
menghadap keluar.
2) Kedua siku sedikit kebelakang, badan agak
dicondongkan kedepan.
3) Pada aba-aba pelaksanaan, dimulai
menghentakkan kaki kiri dan selanjutnya lari
dengan cara kaki diangkat secara bergantian dan
sedikit melayang, selanjutnya kaki diletakkan
dengan ujung telapak kaki terlebih dahulu, lengan
dilenggangkan secara tidak kaku.

35. Gerakan langkah berlari dari langkah biasa.


a) Aba-aba : ”LARI = JALAN“.
b) Pelaksanaan :
1) Pada aba-aba peringatan kedua tangan
dikepalkan dengan lemas dan diletakkan di
pinggang sebelah depan, punggung tangan
menghadap keluar.
2) Kedua siku sedikit ke belakang, badan sedikit
dicondongkan kedepan.
3) Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki
kanan/kiri jatuh ketanah, kemudian ditambah 1
langkah, selanjutnya berlari.

36. Gerakan langkah berlari ke langkah biasa.


a) Aba-aba : ”LANGKAH BIASA = JALAN“.
b) Pelaksanaan :
1) Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki
kiri jatuh ke tanah ditambah tiga langkah.

29 | K e s i a p s i a g a a n B
2) Kaki kiri dihentakkan,bersamaan dengan itu kedua
lengan dilenggangkan.
3) Berjalan dengan langkah biasa.

37. Gerakan langkah berlari keberhenti.


a) Aba-aba : “HENTI = GERAK”.
b) Pelaksanaan :
1) Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki
kanan/kiri jatuh ditanah ditambah tiga langkah.
2) Selanjutnya kaki dirapatkan kemudian kedua
kepalan tangan diturunkan untuk mengambil sikap
sempurna.

38. Langkah merdeka.


a) Dari langkah biasa.
b) Aba-aba : ”LANGKAH MERDEKA = JALAN“.
c) Pelaksanaan :
1) Peserta berjalan bebas tanpa terikat dengan
ketentuan baik panjang, macam, dan tempo
langkah.
2) Atas pertimbangan Ketua Kelas segera dapat
diijinkan untuk berbuat sesuatu dan dalam
keadaan lain terlarang (antara lain: berbicara,
buka topi, dan menghapus keringat).
3) Langkah merdeka biasanya dilakukan untuk
menempuh jalan jauh/lapangan yang tidak rata.
Peserta tetap dilarang meninggalkan barisan.
4) Kembali ke langkah biasa. Untuk melaksanakan
gerakan ini lebih dahulu harus diberikan
petunjuk “SAMAKAN LANGKAH”.

30 | K e s i a p s i a g a a n B
5) Setelah langkah barisan sama, Ketua Kelas dapat
memberikan aba-aba peringatan dan
pelaksanaan.
6) Aba-aba “LANGKAH BIASA =JALAN”.

39. Ganti langkah.


a) Dari langkah biasa atau langkah tegap.
b) Aba-aba: ”GANTI LANGKAH = JALAN“.
c) Pelaksanaan :
1) Aba-aba pelaksanaan diberikan pada waktu kaki
kanan/kiri jatuh ditanah kemudian ditambah satu
langkah.
2) Sesudah itu ujung kaki kanan/kiri yang sedang
dibelakang dirapatkan pada tumit kaki sebelahnya
bersamaan dengan itu lenggang tangan dihentikan
tanpa dirapatkan pada badan.
3) Selanjutnya disesuaikan dengan langkah baru yang
disamakan langkah pertama tetap sepanjang satu
langkah.

40. Berhimpun.
a) Dari istirahat bebas.
b) Aba-aba : ”BERHIMPUN = MULAI “.“SELESAI”.
c) Pelaksanaan:
1) Pada waktu aba-aba peringatan seluruh Peserta
mengambil sikap sempurna dan menghadap
penuh kepada yang memberi aba-aba.
2) Pada aba-aba pelaksanaan seluruh Peserta
mengambil sikap untuk lari, selanjutnya lari
menuju di depan Ketua Kelas dengan jarak 3
langkah.

31 | K e s i a p s i a g a a n B
3) Pada waktu seluruh Peserta sampai ditempat,
mengambil sikap istirahat.
4) Setelah ada aba-aba “SELESAI”, seluruh Peserta
mengambil sikap sempurna, balik kanan
selanjutnya menuju tempat masing-masing.
5) Pada saat datang ditempat Ketua Kelas serta
kembali tidak menyampaikan penghormatan.

41. Berkumpul.
a) Berkumpul formasi bersaf.
1) Dari istirahat bebas.
2) Aba-aba : ”BERSAF KUMPUL = MULAI
“.“SELESAI”.
3) Pelaksanaan :
a) Ketua Kelas/pemimpin memanggil satu
orang sebagai penjuru. Contohnya: “ ”.
b) Peserta Jefri menghadap penuh ke arah
pemanggil, mengambil sikap sempurna dan
mengulangi katakata pemanggil. “SIAP
PESERTA JEFRI SEBAGAI PENJURU”.
c) Mengambil sikap berlari menuju pemanggil
dan berhenti ± 6 langkah di depannya
menghadap penuh.
d) Ketua Kelas/Pimpinan memberi aba-aba
petunjuk dan peringatan “PELETON I -
BERSAF KUMPUL”, secara serentak
seluruh Peserta mengambil sikap
sempurna dan menghadap penuh.
e) Setelah aba-aba pelaksanaan “MULAI”
seluruh Peserta mengambil sikap berlari
kemudian berlari menuju kepenjuru.
f) Selanjutnya masing-masing Peserta
menempatkan diri di belakang dan
samping kiri penjuru, membentuk formasi

32 | K e s i a p s i a g a a n B
bersaf.

33 | K e s i a p s i a g a a n B
g) Penjuru mengucapkan “LURUSKAN”,
Peserta yang dibelakang penjuru
melaksanakan lencang depan kemudian
tangan diturunkan sedangkan yang dikiri
penjuru secara serentak memalingkan
kepala kekanan untuk meluruskan dengan
melencangkan lengan kanan untuk saf
depan dan memalingkan kepala seluruhnya
kecuali penjuru paling kanan. Penjuru
kanan mengucapkan “LURUS” maka saf
depan menurunkan lengan dan secara
serentak kepala kembali menghadap
kedepan dalam keadaan sikap sempurna.
h) Setelah ada aba-aba “SELESAI”, seluruh
pasukan mengambil sikap istirahat.
b) Berkumpul formasi berbanjar.
1) Dari istirahat bebas.
2) Aba-aba: ”BERBANJAR KUMPUL = MULAI“.
3) Pelaksanaan :
a) Ketua Kelas/pemimpin memanggil satu orang
sebagai penjuru. Contohnya : “PESERTA
DADANG SEBAGAI PENJURU”.
b) Peserta Dadang menghadap penuh ke arah
pemanggil, mengambil sikap sempurna dan
mengulangi kata-kata pemanggil. “SIAP
PESERTA DADANG SEBAGAI PENJURU”.
c) Mengambil sikap berlari kemudianberlari
menujupemanggil dan berhenti ± 6 langkah di
depannya menghadap penuh.
d) Ketua Kelas/Pimpinan memberi aba-aba
petunjuk danperingatan “PELETON I
BERBANJAR KUMPUL”, secara serentak

34 | K e s i a p s i a g a a n B
seluruh Peserta mengambil sikap
sempurnadan menghadap penuh
e) Setelah aba-aba pelaksanaan “MULAI” seluruh
Peserta mengambil sikap berlari kemudian
berlari menuju kepenjuru.
f) Selanjutnya masing-masing Peserta
menempatkan diri di samping kiri dan
belakang penjuru, membentuk formasi
berbanjar.
g) Penjuru mengucapkan “LURUSKAN”, Peserta
yang lainnya secara serentak untuk yang dikiri
penjuru melaksanakan lencang kanan dan
memalingkan kepala kekanan kemudian
menurunkan tangan menghadap kedepan
sedangkan yang dibelakang penjuru
melaksanakan lencang depan untuk
meluruskan.
h) Setelah orang yang paling belakang/banjar
kanan paling belakang melihat barisannya
sudah lurus, maka ia memberikan isyarat
dengan mengucapkan “LURUS”, secara
serentak Peserta yang dibelakang penjuru
menurunkan lengan kanan dan kembali
kesikap sempurna.
i) Setelah ada aba-aba “SELESAI” seluruh
pasukan mengambil sikap istirahat. c. Apabila
lebih dari 9 orang selalu berkumpul dalam
bersyaf 3 atau berbanjar 3, kalau kurang dari 9
orang menjadi bersaf/berbanjar satu.
Meluruskan ke depan hanya digunakan dalam
berbentuk berbanjar. Penunjukan penjuru
tidak berdasarkan golongan kepangkatan.

35 | K e s i a p s i a g a a n B
42. Gerakan perubahan arah dari berjalan ke berhenti :
a) Dari langkah biasa.
1) Dari sedang berjalan.
2) Aba-aba: “HENTI = GERAK”.
3) Pelaksanaan :
a) Pada aba-aba pelaksanaan diberikan pada
waktu kaki kiri/kanan jatuh di tanah
ditambah satu langkah.
b) Selanjutnya berhenti dan sikap sempurna.

b) Posisi sedang jalan ditempat.


1) Aba-aba: “ HENTI = GERAK”.
2) Pelaksanaan: Aba-aba pelaksanaan diberikan pada
waktu kaki kanan/kiri jatuh ditanah ditambah satu
gerakan kemudian kaki kanan/kiridirapatkan
selanjutnya mengambil sikap sempurna.

c) Hadap kanan/kiri berhenti.


1) Dari berjalan.
2) Aba-aba : “HADAP KANAN/KIRI HENTI=GERAK”.
3) Pelaksanaan :
a) Untuk hadap kanan henti, apabila aba-aba
pelaksanaan jatuh pada kaki kiri, ditambah
satu langkah. Selanjutnya apabila dengan
aba-aba pelaksanaan jatuh pada kaki kanan
ditambah dua langkah.
b) Untuk hadap kiri henti, apabila aba-aba
pelaksanaan jatuh pada kaki kiri, ditambah
dua langkah. Selanjutnya apabila dengan
aba-aba pelaksanaan jatuh pada kaki kanan
ditambah satu langkah.

36 | K e s i a p s i a g a a n B
c) Gerakan selanjutnya seperti gerakan hadap
kanan/kiri dan sikap sempurna.

d) Hadap serong kanan/kiri berhenti.


1) Dari berjalan.
2) Aba-aba : “HADAP SERONG KANAN/KIRI HENTI=
GERAK”.
3) Pelaksanaan :
a) Untuk hadap serong kanan henti, apabila
aba-aba pelaksanaan jatuh pada kaki kiri,
ditambah satu langkah. Selanjutnya apabila
dengan aba-aba pelaksanaan jatuh pada kaki
kanan ditambah dua langkah.
b) Untuk hadap serong kirihenti, apabila aba-
aba pelaksanaan jatuh pada kaki kiri,
ditambah dua langkah. Selanjutnya apabila
dengan aba-aba pelaksanaan jatuh pada kaki
kanan ditambah satu langkah.
c) Gerakan selanjutnya seperti gerakan hadap
kanan/kiri dan sikap sempurna.

e) Balik kanan henti.


1) Dari berjalan.
2) Aba-aba: “BALIK KANAN HENTI= GERAK”.
3) Pelaksanaan :
a) Untuk balik kanan aba-aba pelaksanaan
jatuh pada kaki kiri ditambah satu langkah.
Selanjutnya apabila aba-aba pelaksanaan
jatuh pada kaki kanan ditambah dua
langkah.
b) Gerakan selanjutnya seperti gerakan balik
kanan dan sikap sempurna.

37 | K e s i a p s i a g a a n B
43. Hadap kanan/kiri. a. Dari sikap sempurna. b. Aba-aba:
“HADAP KANAN/KIRI MAJU = JALAN”. c. Pelaksanaan: 1.
Membuat gerakan hadap kanan/kiri. 2. Pada hitungan
ketiga kaki kiri/kanan tidak dirapatkan langsung
dilangkahkan seperti gerakan maju jalan.

44. Hadap serong kanan/kiri.


a) Dari Sikap sempurna.
b) Aba-aba: “HADAP SERONG KANAN/KIRI MAJU
=JALAN”.
c) Pelaksanaan :
1) Membuat gerakan hadap serong kiri/ kanan.
2) Pada hitungan ketiga kaki kiri/kanan tidak
dirapatkan langsung dilangkahkan seperti gerakan
maju jalan.

45. Balik kanan.


a) Dari Sikap sempurna.
b) Aba-aba : “BALIK KANAN MAJU =JALAN”.
c) Pelaksanaan :
1) Membuat gerakan balik kanan.
2) Pada hitungan ketiga kaki kiri tidak
dirapatkan langsung dilangkahkan seperti
gerakan maju jalan.

46. Belok kanan/kiri.


a) Dari Sikap sempurna.
b) Aba-aba : “BELOK KANAN/KIRI MAJU =JALAN”.
c) Pelaksanaan :
1) Penjuru depan merubah arah 90º ke kanan/kiri
dan mulai berjalan ke arah tertentu.

38 | K e s i a p s i a g a a n B
2) Peserta-Peserta lainnya belok setibanya di tempat
penjuru belok.

47. Tiap-tiap banjar dua kali belok kanan/kiri.


a) Dari Sikap sempurna.
b) Aba-aba : “TIAP-TIAP BANJAR DUA KALI BELOK
KANAN/KIRI MAJU =JALAN”.
c) Pelaksanaan :
1) Penjuru tiap-tiap banjar melangkah satu langkah
kedepan kemudian melaksanakan dua kali belok
kanan arah 180º.
2) Peserta lainnya belok setibanya di tempat
penjuru belok.

48. Hadap kanan/kiri.


a) Dari berjalan.
b) Aba-aba : “HADAP KANAN/KIRI MAJU=JALAN”.
c) Pelaksanaan :
1) Untuk hadap kanan aba-abapelaksanaan jatuh
pada waktu kaki kiriditambah satu langkah.
Selanjutnya apabila aba-aba pelaksanaan jatuh
pada kaki kiri jatuh ditambah satu langkah.
2) Pada hitungan ke empat kaki kiri/kanan tidak
dirapatkan langsung dilangkahkan seperti
gerakan maju jalan.

49. Hadap serong kanan/kiri.


a) Dari berjalan.
b) Aba-aba:“HADAP SER0NG KANAN/KIRI MAJU=JALAN”.
c) Pelaksanaan :

39 | K e s i a p s i a g a a n B
1) Untuk hadap serong kanan/kiri, Aba-aba
pelaksanaan dijatuhkan pada waktu kaki kiri
jatuh ditanahditambah satu langkah, sedangkan
hadap serong kiri jatuh pada kaki kanan
ditambah satu langkah.
2) Pada hitungan ke empat kaki kiri/kanan tidak
dirapatkan langsung dilangkahkan seperti
gerakan maju jalan.

50. Balik kanan.


a) Dari berjalan.
b) Aba-aba : “BALIK KANAN MAJU=JALAN”.
c) Pelaksanaan :
1) Aba-aba pelaksanaan dijatuhkan pada waktu kaki
kiri jatuh ditanahditambah satu langkah,
sedangkan pada kaki kanan ditambah dua langkah.
2) Pada hitungan ke empat kaki kiri tidak dirapatkan
langsung dilangkahkan seperti gerakan maju jalan.

51. Belok kanan/kiri.


a) Dari berjalan.
b) Aba-aba : “BELOK KANAN/KIRI=JALAN”.
c) Pelaksanaan :
1) Untuk belok kanan aba-aba pelaksanaan
dijatuhkan pada waktu penjuru kaki kiri jatuh
ditanah ditambah satu langkah, sedangkan belok
kiri jatuh pada kaki kanan ditambah satu langkah.
2) Penjuru depan merubah arah 90º ke kanan/kiri
atau hadap kanan /kiri.
3) Pada hitungan ke empat kaki kiri/kanan tidak
dirapatkan langsung dilangkahkan seperti gerakan
maju jalan.

40 | K e s i a p s i a g a a n B
4) Peserta-Peserta lainnya belok setibanya di tempat
penjuru belok.

52. Dua kali belok kanan/kiri.


a) Dari berjalan.
b) Aba-aba : “DUA KALI BELOK KANAN/KIRI=JALAN”.
c) Pelaksanaan :
1) Untuk dua kali belok kanan,aba-aba pelaksanaan
dijatuhkan pada waktu kaki kiri penjuru jatuh
ditanahditambah satu langkah, sedangkan belok
kiri jatuh pada kaki kanan ditambah satu langkah.
2) Penjuru depan merubah arah 90º ke kanan/kiri.
3) Pada hitungan ke empat kaki kiri/kanan tidak
dirapatkan langsung dilangkahkan seperti gerakan
maju jalansetelah dua langkah berjalan kemudian
melakukan gerakan belok kanan/kiri jalan lagi.
4) Peserta-Peserta lainnya belok setibanya di tempat
penjuru belok.

53. Tiap-tiap banjar dua kali belok kanan/kiri.


a) Dari berjalan.
b) Aba-aba : “TIAP-TIAP BANJAR DUA KALI BELOK
KANAN/KIRI=JALAN”.
c) Pelaksanaan :
1) Untuk tiap-tiap banjar dua kali belok kanan,
apabila aba-aba pelaksanaan jatuh pada kaki
kiri,maka pelaksanaan dengan hitungan empat
langkah, sedangkan tiap-tiap banjar dua kali belok
kanan jatuh pada kaki kanan dengan hitungan lima
langkah.

41 | K e s i a p s i a g a a n B
2) Penjuru depan tiap-tiap banjar merubah arah 180º
ke kanan/kiri atau langsung dua kali belok
kanan/kiri.
3) Peserta-Peserta lainnya belok setibanya di tempat
penjuru belok,guna membelokkan pasukan
diruang/lapangan yang sempit.

54. Perubahan arah pada waktu berlari :


a) Hadap kanan/kiri Lari.
1) Dari berlari.
2) Aba-aba : “HADAP KANAN/KIRI MAJU=JALAN”.
3) Pelaksanaan :
a) Untuk hadap kanan aba-aba pelaksanaan
jatuh pada kaki kiri ditambah tiga langkah.
Selanjutnya apabila aba-aba pelaksanaan
jatuh pada kaki kanan ditambah empat
langkah.
b) Untuk hadap kiriaba-aba pelaksanaan jatuh
pada kaki kiri ditambah empat langkah.
Selanjutnya apabila aba-aba pelaksanaan
jatuh pada kaki kanan ditambah tiga
langkah.
c) Pelaksanaan hadapkanan/kirilari kaki tidak
dirapatkan langsung dilangkahkan dan
berlari.

b) Hadap serong kanan/kiri Lari.


1) Dari berlari.
2) Aba-aba : “HADAP SERONG KANAN/KIRI
MAJU=JALAN”.
3) Pelaksanaan :
a) Untuk hadap serong kanan aba-aba

42 | K e s i a p s i a g a a n B
pelaksanaan jatuh pada kakikiri ditambah

43 | K e s i a p s i a g a a n B
tiga langkah. Selanjutnya apabila aba-aba
pelaksanaan jatuh pada kaki kanan
ditambah empat langkah.
b) Untuk hadap serong kiriaba-aba
pelaksanaan jatuh pada kaki kiri ditambah
empat langkah. Selanjutnya apabila aba-aba
pelaksanaan jatuh pada kaki kanan
ditambah tiga langkah.
c) Pelaksanaan hadap serong kanan/kiri lari
kaki tidak dirapatkan langsung
dilangkahkan dan berlari.

c) Balik kanan lari.


1) Dari berlari.
2) Aba-aba : “BALIK KANAN MAJU=JALAN”.
3) Pelaksanaan :
a) Aba-aba pelaksanaan jatuh pada kaki kiri
ditambah tiga langkah. Selanjutnya apabila
aba-aba pelaksanaan jatuh pada kaki kanan
ditambah empat langkah.
b) Membuat gerakan balik kanan.
c) Peserta yang paling belakang menjadi penjuru
depan dan penjuru depan menjadi di belakang.

d) Belok kanan/kiri lari.


1) Dari berlari.
2) Aba-aba : “BELOK KANAN/KIRI=JALAN”.
3) Pelaksanaan :
a) Untuk belok kanan aba-aba pelaksanaan jatuh
pada kaki kiri ditambah tiga langkah.
Selanjutnya apabila aba-aba pelaksanaan jatuh
pada kaki kiri ditambah empat langkah.

44 | K e s i a p s i a g a a n B
b) Penjuru depan mengubah arah 90º
ke kanan/kiri atau hadap kanan/kiri.
c) Kegiatan selanjutnya belok kiri/kanan dan
berlari.
d) Peserta-Peserta lainnya belok setibanya di
tempat penjuru belok.

e) Dua kali belok kanan/kiri lari.


1) Dari berlari.
2) Aba-aba : “DUA KALI BELOK KANAN/KIRI=JALAN”
3) Pelaksanaan :
a) Untuk dua kali belok kanan, Aba-aba
pelaksanaan jatuh pada kaki kiri ditambah
empat langkah. Selanjutnya apabila aba-aba
pelaksanaan jatuh pada kaki kanan ditambah
tiga langkah.
b) Untuk dua kali belok kiri, Aba-aba
pelaksanaan jatuh pada kaki kiri ditambah
tiga langkah. Selanjutnya apabila aba-aba
pelaksanaan jatuh pada kaki kanan ditambah
empat langkah.
c) Penjuru depan merubah arah 180º ke
kanan/kiri atau hadap kanan/kiri.
d) Kegiatan selanjutnya melaksanakan dua kali
belok kanan/kiridan berlari.
e) Peserta-Peserta lainnya melaksanakan dua
kali belok kanan/kiri setibanya di tempat
penjuru belok.

f) Tiap-tiap banjar dua kali belok kanan/kiri lari.


1) Dari berlari.

45 | K e s i a p s i a g a a n B
2) Aba-aba : “TIAP-TIAP BANJAR DUA KALI BELOK
KANAN/KIRI= JALAN”.
3) Pelaksanaan :
a) Untuk dua kali belok kanan, aba-aba
pelaksanaan jatuh pada kaki kiri ditambah
tiga langkah. Selanjutnya apabila aba-aba
pelaksanaan jatuh pada kaki kanan ditambah
tiga langkah.
b) Untuk dua kali belok kiri, aba-aba
pelaksanaan jatuh pada kaki kiri ditambah
tiga langkah. Selanjutnya apabila aba-aba
pelaksanaan jatuh pada kaki kanan ditambah
empat langkah.
c) Penjuru depan tiap-tiap banjar merubah arah
180º ke kanan/kiri atau langsung dua kali
belok kanan/kiri.
d) Kegiatan selanjutnya melaksanakan gerakan
tiap-tiap banjar dua kali belok kanan/kiri dan
berlari.
e) Peserta-Peserta lainnya melaksanakan tiap-
tiap banjar dua kali belok kanan/kiri
setibanya di tempat penjuru membelokkan
pasukan.

55. Gerakan haluan kanan/kiri hanya dilakukan dalam


bentuk bersaf, guna merubah arah tanpa merubah
bentuk.
a) Dari berhenti ke berhenti.
1) Aba-aba : “HALUAN KANAN/KIRI=JALAN”.
2) Pelaksanaan :
a) Pada aba-aba pelaksanaan, penjuru kanan/kiri
berjalan ditempat dengan memutarkan arah

46 | K e s i a p s i a g a a n B
secara perlahan lahan hingga merubah arah
sampai 90º.
b) Bersamaan dengan itu masing-masing saf
mulai maju jalan dengan rapih (dengan tidak
melenggang) sambil meluruskan safnya
hingga merubah arah sebesar 90º, kemudian
berjalan ditempat.
c) Setelah penjuru kanan/kiri depan melihat
safnya lurus maka teriak “LURUS”.
d) Kemudian Ketua Kelas memberi aba-aba :
“HENTI =GERAK”. Pada waktu kaki kiri/kanan
jatuh ditanah ditambah 1 langkah kemudian
seluruh pasukan berhenti dan sikap
sempurna.

b) Dari berhenti ke berjalan.


1) Aba-aba : “HALUAN KANAN/KIRI MAJU=JALAN”.
2) Pelaksanaan :
a) Pada aba-aba pelaksanaan, penjuru
kanan/kiri berjalan ditempat dengan
memutarkan arah secara perlahanlahan
hingga merubah arah sampai 90º.
b) Bersamaan dengan itu masing-masing saf
mulai maju jalan dengan rapih (dengan tidak
melenggang) sambil meluruskan safnya
hingga merubah arah sebesar 90º, kemudian
berjalan ditempat.
c) Setelah penjuru kanan/kiri depan melihat
safnya lurus maka teriak “LURUS”.
d) Kemudian Ketua Kelas memberi aba-aba:
“MAJU = JALAN”. Pasukan maju jalan dengan
gerakan langkah biasa (pasukan tidak

47 | K e s i a p s i a g a a n B
berhenti dulu).

48 | K e s i a p s i a g a a n B
c) Dari berjalan ke berhenti.
1) Aba-aba : “HALUAN KANAN/KIRI=JALAN”.
2) Pelaksanaan :
a) Aba-aba pelaksanaan pada waktu kaki
kanan/kiri jatuh ditanah kemudian
ditambah
1 langkah penjuru kanan/kiri berjalan
ditempat dengan memutarkan arah secara
perlahan-lahan hingga merubah arah
sampai 90º.
b) Bersamaan dengan itu masing-masing saf
mulai maju jalan dengan rapih (dengan tidak
melenggang) sambil meluruskan safnya
hingga merubah arah sebesar 90º, kemudian
berjalan ditempat.
c) Setelah penjuru kanan/kiri depan melihat
safnya lurus maka teriak “LURUS”.
d) Kemudian Ketua Kelas memberi aba-aba:
“HENTI =GERAK”
e) Pada waktu kaki kiri/kanan jatuh ditanah
ditambah 1 langkah kemudian seluruh
pasukan berhenti dan sikap sempurna.

d) Dari berjalan ke berjalan.


1) Aba-aba : “HALUAN KANAN/KIRIMAJU=JALAN”.
2) Pelaksanaan :
a) Aba-aba pelaksanaan pada waktu kaki
kanan/kiri jatuh ditanah kemudian ditambah
1 langkah, penjuru kanan/kiri berjalan
ditempat dengan memutarkan arah secara
perlahan-lahan hingga merubah arah sampai

49 | K e s i a p s i a g a a n B
90º.

50 | K e s i a p s i a g a a n B
b) Bersamaan dengan itu masing-masing saf
mulai maju jalan dengan rapih (dengan tidak
melenggang) sambil meluruskan safnya
hingga merubah arah sebesar 90º, kemudian
berjalan ditempat.
c) Setelah penjuru kanan/kiri depan melihat
safnya lurus maka teriak “LURUS”.
d) Kemudian Ketua Kelas memberi aba-aba:
“MAJU = JALAN”. Pasukan maju jalan dengan
gerakan langkah biasa.

56. Gerakan melintang kanan/kiri hanya dilakukan dalam


bentuk berbanjar guna merubah bentuk pasukan
menjadi bersaf dengan arah tetap.
a) Dari berhenti ke berhenti.
1) Aba-aba : “MELINTANG KANAN/KIRI=JALAN”.
2) Pelaksanaan :
a) Melintang Kanan, pada aba-aba pelaksanaan
hadap kanan kemudian melaksanakan haluan
kiri.
b) Melintang Kiri, pada aba-aba pelaksanaan
hadap kirikemudian melaksanakan haluan
kanan.
c) Pasukan melaksanakan haluan kanan/kiri
yaitu penjuru kanan/kiri berjalan ditempat
dengan memutarkan arah secara perlahan-
lahan hingga merubah arah sampai 90º.
d) Bersamaan dengan itu masing-masing saf
mulai maju jalan dengan rapih (dengan tidak
melenggang) sambil meluruskan safnya
hingga merubah arah sebesar 90º, kemudian
berjalan ditempat.

51 | K e s i a p s i a g a a n B
e) Setelah penjuru kanan/kiri depan melihat
safnya lurus maka teriak “LURUS”.
f) Kemudian Ketua Kelas memberi aba-aba:
“HENTI =GERAK”. Pada waktu kaki
kiri/kanan jatuh ditanah ditambah 1 langkah
kemudian seluruh pasukan berhenti dan
sikap sempurna.

b) Dari berhenti ke berjalan.


1) Aba-aba : “MELINTANG
KANAN/KIRIMAJU=JALAN”.
2) Pelaksanaan :
a) Melintang Kanan, pada aba-aba
pelaksanaan hadap kanan kemudian
melaksanakan haluan kiri.
b) Melintang Kiri, pada aba-aba
pelaksanaan hadap kiri kemudian
melaksanakan haluan kanan.
c) Pasukan melaksanakan haluan
kiri/kanan yaitu penjuru
kiri/kananberjalan ditempat dengan
memutarkan arah secara perlahan-
lahan hingga merubah arah sampai 90º.
d) Masing saf mulai maju jalan dengan
rapih (dengan tidak melenggang) sambil
meluruskan safnya hingga merubah
arah sebesar 90º, kemudian berjalan
ditempat.
e) Setelah penjuru kiri/kanandepan
melihat safnya lurus maka teriak
“LURUS”.

52 | K e s i a p s i a g a a n B
f) Kemudian Ketua Kelas memberi aba-
aba: “MAJU = JALAN”. Pada waktu kaki
kiri/kanan jatuh ditanah ditambah 1
langkah kemudian seluruh pasukan
maju jalan dengan gerakan langkah
biasa. (pasukan tidak berhenti dulu).

c) Dari berjalan ke berhenti.


1) Aba-aba : “MELINTANG KANAN/KIRI=JALAN”.
2) Pelaksanaan :
a) Melintang kanan jalan, aba-aba
pelaksanaan jatuh pada kaki kanan/kiri
ditambah 2/1 langkah, pelaksanaan hadap
kiri kemudian melaksanakan haluan
kanan.
b) Melintang Kiri, aba-aba pelaksanaan jatuh
pada kaki kanan/kiri ditambah 1/2
langkah, pelaksanaan hadap kanan
kemudian melaksanakan haluan kiri.
c) Pasukan melaksanakan haluan kanan/kiri
yaitu penjuru kanan/kiri berjalan
ditempat dengan memutarkan arah secara
perlahan- lahan hingga merubah arah
sampai 90º.
d) Bersamaan dengan itu masing-masing saf
mulai maju jalan dengan rapih (dengan
tidak melenggang) sambil meluruskan
safnya hingga merubah arah sebesar 90º,
kemudian berjalan ditempat.
e) Setelah penjuru kanan/kiri depan melihat
safnya lurus maka teriak “LURUS”.
f) Kemudian Ketua Kelas memberi aba-aba:

53 | K e s i a p s i a g a a n B
“HENTI = GERAK”. Pada waktu kaki

54 | K e s i a p s i a g a a n B
kiri/kanan jatuh ditanah ditambah 1
langkah kemudian seluruh pasukan
berhenti dan sikap sempurna.
d) Dari berjalan ke berjalan.
1) Aba-aba : “MELINTANG KANAN/KIRI MAJU
=JALAN”.
2) Pelaksanaan :
a) Melintang kanan jalan, aba-aba
pelaksanaan jatuh pada kaki kanan/kiri
ditambah 2/1 langkah, pelaksanaan
hadap kanan kemudian melaksanakan
haluan kiri.
b) Melintang Kiri, aba-aba pelaksanaan
jatuh pada kaki kiri/kanan ditambah 2/1
langkah, pelaksanaan hadap kiri.
kemudian melaksanakan haluan kanan.
c) Pasukan melaksanakan haluan
kanan/kiri yaitu penjuru kanan/kiri
berjalan ditempat dengan memutarkan
arah secara perlahan-lahan hingga
merubah arah sampai 90º.
d) Bersamaan dengan itu masing-masing saf
mulai maju jalan dengan rapih (dengan
tidak melenggang) sambil meluruskan
safnya hingga merubah arah sebesar 90º,
kemudian berjalan ditempat.
e) Setelah penjuru kanan/kiri depan melihat
safnya lurus maka teriak “LURUS”.
f) Kemudian Ketua Kelas memberi aba-aba:
“MAJU = JALAN”. Pada waktu kaki
kiri/kanan jatuh ditanah ditambah 1

55 | K e s i a p s i a g a a n B
langkah kemudian seluruh pasukan
berhenti dan sikap sempurna.

Apabila Ketua Kelas/Pelatih memberikan perintah kepada


seseorang yang berada dalam barisan keadaan sikap
sempurna, terlebih dahulu ia memanggil orang itu keluar
barisan untuk diberikan perintah. Orang yang menerima
perintah ini harus mengulangi perintah tersebut sebelum
melaksanakannya dan melaksanakan perintah itu dengan
bersemangat.

a. Cara menghadap.
1) Bila pasukan bersaf :
a) Untuk saf depan, tidak perlu balik kanan
langsung menuju ke arah yang memanggil.
b) Untuk saf tengah dan belakang, balik kanan
kemudian melalui belakang saf paling
belakang selanjutnya memilih jalan yang
terdekat menuju ke arah yang memanggil.
c) Bagi orang yang berada diujung kanan
maupun kiri tanpa balik kanan langsung
menuju arah yang memanggil (termasuk saf 2
dan 3).

2) Bila pasukan berbanjar :


a) Untuk saf depan tidak perlu balik kanan,
langsung menuju ke arah yang memanggil.
b) Untuk banjar tengah, setelah balik kanan
keluar barisan melalui belakang safnya
sendiri terus memilih jalan yang terdekat.
Sedang bagi banjar kanan/kiri tanpa balik

56 | K e s i a p s i a g a a n B
kanan terus memilih jalan yang terdekat
menuju ke arah yang memanggil.
3) Cara menyampaikan laporan dan penghormatan
apabila Peserta dipanggil sedang dalam barisan
dengan menyebut nama/pangkat/golongan
sebagai berikut :
a) Ketua Kelas/Pelatih memanggil “Peserta
Badu tampil ke depan”, setelah selesai
dipanggil Peserta tersebut mengucapkan
kata-kata “Siap tampil ke depan” kemudian
keluar dari barisan sesuai dengan tata cara
keluar barisan dan menghadap kurang lebih
6 langkah di depan Ketua Kelas/Pelatih yang
memanggil.
b) Kemudian mengucapkan kata-kata: “Lapor
siap menghadap”. Selanjutnya menunggu
perintah.
c) Setelah mendapat perintah/petunjuk
mengulangi perintah tersebut. Contoh:
“Berikan aba-aba ditempat”, Mengulangi:
“Berikan aba-aba di tempat”. Selanjutnya
melaksanakan perintah yang diberikan Ketua
Kelas/Pelatih (memberikan aba-aba
ditempat).
d) Setelah selesai
melaksanakan perintah/petunjuk kemudian
menghadap kurang lebih 6 langkah di depan
Ketua Kelas/Pelatih yang memanggil dan
mengucapkan kata-kata: “Memberikan aba-
aba di tempat telah dilaksanakan, laporan
selesai”.
e) Setelah mendapat perintah “Kembali ke

57 | K e s i a p s i a g a a n B
tempat”, Peserta mengulangi perintah

58 | K e s i a p s i a g a a n B
kemudian menghormat, selanjutnya kembali
ke tempat.

4) Cara menyampaikan laporan dan penghormatan


apabila Peserta dipanggil sedang dalam barisan
dengan tidak menyebut nama /pangkat/golongan
sebagai berikut :
a) Ketua Kelas/Pelatih memanggil “Banjar
tengah nomor 3 tampil ke depan”, setelah
selesai dipanggil Peserta tersebut
mengucapkan kata-kata “Siap Peserta Badu
tampil ke depan” kemudian keluar dari
barisan sesuai dengan tata cara keluar
barisan dan menghadap kurang lebih 6
langkah di depan Ketua Kelas/Pelatih yang
memanggil.
b) Kemudian mengucapkan kata-kata: Lapor
“Siap menghadap”. Selanjutnya menunggu
perintah.
c) Setelah mendapat perintah/petunjuk
mengulangi perintah tersebut. Contoh:
“Berikan aba-aba ditempat”, Mengulangi:
“Berikan aba-aba ditempat”. Selanjutnya
melaksanakan perintah yang diberikan Ketua
Kelas/Pelatih (memberikan aba-aba
ditempat).
d) Setelah selesai melaksanakan
perintah/petunjuk kemudian menghadap
kurang lebih 6 langkah di depan Ketua
Kelas/Pelatih yang memanggil dan
mengucapkan kata-kata: “Memberikan aba-
aba di tempat telah dilaksanakan, laporan

59 | K e s i a p s i a g a a n B
selesai”.

60 | K e s i a p s i a g a a n B
e) Setelah mendapat perintah “Kembali ke
tempat”, Peserta mengulangi perintah
“Kembali ke tempat”, kemudian menghormat,
selanjutnya kembali ke tempat.
f) Jika pada waktu dalam barisan salah seorang
meninggalkan barisannya, maka terlebih
dahulu harus mengambil sikap sempurna dan
minta ijin kepada Ketua Kelas dengan cara
mengangkat tangan kirinya ke atas (tangan
dibuka jari-jari dirapatkan). Contoh: Peserta
yang akan meninggalkan barisan mengangkat
tangan. Ketua Kelas bertanya : Ada apa ?.
Peserta menjawab : Ijin ke belakang. Ketua
Kelas memutuskan : Baik, lima menit kembali
(beri batas waktu sesuai keperluan). Peserta
yang akan meninggalkan barisan mengulangi
Lima menit kembali.
g) Setelah mendapat ijin, ia keluar dari
barisannya, selanjutnya menuju tempat
sesuai keperluannya.
h) Bila keperluannya telah selesai, maka Peserta
tersebut menghadap kurang lebih 6 langkah
di depan Ketua Kelas/Pelatih, selanjutnya
laporan sebagai berikut: “Lapor, kebelakang
selesai laporan selesai”. Setelah ada perintah
dari Ketua Kelas “Masuk Barisan”, maka
Peserta tersebut mengulangi perintah
kemudian menghormat, balik kanan dan
kembali ke barisannya pada kedudukan
semula.

61 | K e s i a p s i a g a a n B
5) Cara bergabung masuk barisan
perorangan/pasukan kepada pasukan yang lebih
besar :
a) Perorangan. Peserta menghadap kurang lebih
6 langkah di depan Ketua Kelas/Pelatih,
melaksanakan penghormatan selanjutnya
laporan sebagai berikut : “Lapor, ijin masuk
barisan”. Setelah ada perintah dari Ketua
Kelas “Masuk Barisan”, maka Peserta
tersebut mengulangi perintah kemudian balik
kanan dan masuk barisan.
b) Pasukan. Pimpinan pasukan yang akan
bergabungmenyiapkan pasukannya di suatu
tempat kemudian menghadap kurang lebih 6
langkah di depan Ketua Kelas/Pelatih,
melaksanakan penghormatan selanjutnya
laporan sebagai berikut : “Lapor, orang ijin
bergabung”. Setelah ada perintah dari Ketua
Kelas “Laksanakan/kerjakan....”, maka
pimpinan pasukan tersebut mengulangi
perintah, balik kanan dan membawa pasukan
untuk bergabung.

B. KEPROTOKOLAN

1. KONSEP KEPROTOKOLAN
Dari berbagai literatur dan sumber referensi,
disebutkan bahwa istilah “Protokol” pada awalnya dibawa
ke Indonesia oleh bangsa Belanda dan Inggris pada saat
mereka menduduki wilayah Hindia Belanda, yang
mengambil dari Bahasa perancis Protocole. Bahasa Perancis
mengambilnya dari Bahasa Latin Protokollum, yang aslinya

62 | K e s i a p s i a g a a n B
berasal dari Bahasa Yunani, yaitu dari kata-kata protos dan
kolla. Protos berarti “yang pertama” dan kolla berarti
“Lem” atau “perekat”. Atau perekat yang pertama. Artinya,
setiap orang yang bekerja pada suatu institusi tertentu
akan bersikap dan bertindak mewakili institusi nya jika
yang bersangkutan berada di dalam negeri dan akan
mewakili negara jika ia berada di luar negeri atau forum
internasonal (Rai dan Erawanto, 2017).
Mula-mula perkataan ini digunakan bagi lembaran
pertama dari suatu gulungan papyrus atau kertas tebal
yang ditempelkan atau dilekatkan. Kemudian perkataan
protokol digunakan untuk semua catatan dokumen Negara
yang bersifat nasional dan internasional. Dokumen
tersebut memuat persetujuan-persetujuan antara Negara-
negara kota (city states) dan kemudian antara bangsa-
bangsa. Dengan demikian perkataan protokollum yang
mulanya digunakan untuk istilah gulungan-gulungan
dokumen baru, kemudian digunakan bagi isi dari
persetujuan- persetujuan itu sendiri.
Pada situasi yang berbeda, perkataan protokollum
itu tidak digunakan untuk persetujuan-persetujuan pokok,
melainkan untuk dokumen-dokumen tambahan dari
persetujuan -persetujuan pokok, Perkataan protokol juga
digunakan bagi suatu “proses verbal” yaitu notulen atau
catatan resmi (official minutes) yang mencatat jalannya
perundingan dan kemudian pada tiap akhir sidang
ditandatangani semua peserta. Tiap persetujuan
(agreement) yang akan menjadi perjanjian (treaty) juga
disebut protokol, sepertf Protokol Jenewa, Protokol
Paris, Protokol Kyoto. Pengertian protokol seperti ini
sampai sekarang masih berlaku (Rai dan Erawanto, 2017).

63 | K e s i a p s i a g a a n B
Dari berbagai pengertian tersebut diatas, tampak
bahwa inti dari pengertian keprotokolan adalah
pengaturan yang berisi norma-norma atau
aturan-aturan atau kebiasaan-kebiasaan
mengenai tata cara agar suatu tujuan yang telah
disepakati dapat dicapai. Dengan kata lain protokol dapat
diartikan sebagai tata cara untuk
menyelenggarakan suatu acara agar berjalan tertib, hikmat,
rapi, lancar dan teratur serta memperhatikan ketentuan
dan kebiasaan yang berlaku, baik secara nasional
maupun internasional. Dengan meningkatnya hubungan
antar bangsa, lambat laun orang mulai mencari suatu
tatanan yang dapat mendekatkan satu bangsa dengan
bangsa lainnya dan dapat diterima secara merata oleh
semua pihak.
Esensi di dalam tatanan tersebut antara lain
mencakup :
a. Tata cara, yang menentukan tindakan yang harus
dilakukan dalam suatu acara tertentu.
b. Tata krama, yang menentukan pilihan kata-kata,
ucapan dan perbuatan yang sesuai dengan tinggi
rendahnya jabatan seseorang.
c. Rumus-rumus dan aturan tradisi / kebiasaan yang
telah ditentukan secara universal ataupun di dalam
suatu bangsa itu sendiri.

Pemerintah Indonesia sendiri secara resmi


menjelaskan pengertian “Protokol” dalam Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1987 tentang Protokol yang menjelaskan
bahwa pengertian protokol adalah “serangkaian aturan
dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi
aturan mengenai tata tempat, tata upacara dan tata

64 | K e s i a p s i a g a a n B
penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatannya

65 | K e s i a p s i a g a a n B
atau kedudukannya dalam Negara, Pemerintah atau
masyarakat”.
Selanjutnya, sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan susunan ketatanegaran yang berubah dan
juga perkembangan global, maka kemudian UU No 8 tahun
1987 tersebut disempurnakan melalui Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan yang
memberikan penjelasan bahwa “Keprotokolan “ adalah :
“serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan
dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang
meliputi Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata
Penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada
seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau
kedudukannya dalam negara, pemerintahan, atau
masyarakat.”
Perubahan istilah dari protokol menjadi
keprotokolan ini dapat jelas terlihat bahwa protokol yang
sebelumnya hanya memiliki makna “sempit” dan kaku
sebagai serangkaian aturan, maka ketika terjadi perubahan
istilah menjadi keprotokolan maka maknanya akan
menjadi lebih “luas” sebagai serangkaian kegiatan yang
tidak lepas dan harus menyesuaikan dengan segala aturan
tertulis maupun tidak tertulis yang berhubungan dalam
dunia keprotokolan itu sendiri. Baik yang berlaku secara
lokal di daerah tertentu, lalu secara nasional di Negara
tertentu, hingga kepada cakupan willayah secara
internasional yang telah disepakatai secara bersama
diantara Negara-negara di dunia.
Pengaturan tata upacara merupakan salah satu
bagian utama dari pengertian dan pemahaman tentang
Keprotokolan selain Tata Tempat dan Tata Penghormatan.
Sebagaimana Pemerintah Indonesia secara resmi

66 | K e s i a p s i a g a a n B
menjelaskan pengertian “Protokol” dalam Undang-Undang

67 | K e s i a p s i a g a a n B
Nomor 8 tahun 1987 tentang Protokol yang menjelaskan
bahwa pengertian protokol adalah “serangkaian aturan
dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi
aturan mengenai tata tempat, tata upacara dan tata
penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatannya
atau kedudukannya dalam Negara, Pemerintah atau
masyarakat”.
Dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan susunan ketatanegaran
yang berubah dan juga perkembangan global, maka
kemudian undang-undang nomor 8 tahun 1987 tersebut
disempurnakan melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2010 tentang Keprotokolan yang memberikan penjelasan
bahwa “Keprotokolan “ adalah : “serangkaian kegiatan yang
berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau
acara resmi yang meliputi Tata Tempat, Tata Upacara, dan
Tata Penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada
seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya
dalam negara, pemerintahan, atau masyarakat.”
Konsep keprotokolan dalam modul ini adalah hal
yang lebih difokuskan kepada kemampuan memahami dan
melakukan pengaturan keprotokolan dalam berbagai
bentuk upacara ada bersifat acara kenegaraan atau acara
resmi maupun berupa upacara bendera, atau upacara
bukan upacara bendera serta acara kunjungan. Adapun
Beberapa bentuk upacara yaitu :
a. Upacara Bendera yakni upacara pengibaran Bendera
Kebangsaan yang diselenggarakan dalam rangka
Peringatan Hari-hari Besar Nasional. Hari-hari besar
Nasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden; Hari
Pendidkan Nasional, Hari Kebangkitan Nasional, HUT

68 | K e s i a p s i a g a a n B
Proklamasi Kemerdekaan RI, Hari Kesaktian Pancasila,
Hari Sumpah Pemuda, Hari Pahlawan, dan Hari Ibu;
b. Upacara Bendera Pada Acara Kenegaran; ialah upacara
bendera dalam acara keNegara dalam rangka
peringatan Hari Ulah Tahun Kemerdekaan Republik
Indonesia yang diselenggarakan di Halaman Istana
Merdeka Jakarta;
c. Upacara Bendera Pada Acara Resmi ; ialah upacara
bendera yang dilaksanakan bukan oleh Negara,
melainkan oleh Instansi Pemerintah baik tingkat pusat
maupun tingkat daerah serta oleh Lembaga Negara
lainnya; dan
d. Upacara Bukan Upacara Bendera ; ialah suatu upacara
yang tidak berfokus pada pengibaran bendera
kebangsaan, namun bendera kebangsaan telah
diikatkan pada tiang bendera dan diletakkan ditempat
sebagaimana mestinya. Beberapa macam upacara ini
misalnya ; Upacara Pelantikan Pejabat, Upacara
Pembukaan Raker, Pembukaan Diklat/Seminar,
Upacara Peresmian Proyek dan lain-lain.

Mengacu pada penjelasan diatas, maka setiap peserta


Latsar diharapkan mampu memahami konsep
keprotokolan mulai dari tata upacara melalui pembelajaran
tentang peraturan dan praktek tata upacara baik upacara
bendera dan upacara bukan upacara bendera yang bersifat
Resmi dan/atau Kenegaraan, termasuk pelaksanaan
kegiatan apel, begitu juga dengan pengaturan tata tempat
dan tata penghormatan sesuai kaidah dan peraturan
perundangan- undangan yang berlaku sehingga akan
menghindarkan keraguan dalam melakukan pengaturan
keprotokolan di instansi masing masing.

69 | K e s i a p s i a g a a n B
2. TATA TEMPAT (PRESEANCE)

a. Pengertian umum dan hakekat


Berdasarkan Pasal 1 ayat (7) Peraturan
Pemerintah Nomer 62 Tahun 1990, definisi Tata
Tempat adalah “aturan mengenai urutan tempat bagi
pejabat Negara, Pejabat Pemerintah dan Tokoh
Masyarakat tertentu dalam acara kenegaraan atau
acara resmi”.
Tata tempat pada hakekatnya juga mengandung
unsur-unsur siapa yang berhak lebih didahulukan dan
siapa yang mendapat hak menerima prioritas dalam
urutan tata tempat. Orang yang mendapat tempat
untuk didahulukan adalah seseorang karena jabatan,
pangkat atau derajat di dalam pemerintahan atau
masyarakat.
Lazimya, orang yang mendapat hak untuk
didahulukan dalam urutan ialah seseorang karena
jabatan atau pangkatnya, seperti Pejabat Negara dan
Pejabat Pemerintah mereka disebut VIP (Very
Important Person), dan kadang-kadang pula seseorang
karena derajat dan kedudukannya sosialnya seperti
Pemuka Agama, Pemuka Adat tokoh Masyarakat yang
lainnya, mereka disebut VIC (Very Important
Citizen), IIstilah tata tempat dalam bahasa perancis
adalah “Preseance”, dalam bahasa Inggris disebut
“Precedence” (Rai dan Erawanto, 2017).

70 | K e s i a p s i a g a a n B
Selanjutnya, Rai dan Erawanto (2017)
menambahkan bahwa perolehan tata tempat

71 | K e s i a p s i a g a a n B
(preseance) seseorang didasarkan terhadap hal-hal
sebagai berikut:
1) Penunjukkan/pengangkatan/pemeliharaan dalam
suatu jabatan dalam Negara atau dalam organisasi
pemerintahan.
2) Memperoleh anugerah penghargaan, atau tanda
jasa dari Negara/Pemerintah.
3) Pernikahan, sepertinya halnya seseorang menikah
dengan seseorang yang mempunyai kedudukan
sebagai Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, atau
tokoh Masyarakat tertentu.
4) Kelahiran. Seperti halnya kaum ningrat, dan
penobatan atau mewarisi Kerajaan, khusus yang
ini amat diperhatikan dalam Negara-negara
dengan system kerajaan.
5) Hak Preseance. Berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, maka setiap
Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, dan Tokoh
Masyarakat tertentu dalam acara kenegaraan atau
acara resmi berhak memperoleh penghormatan
preseance sesuai ketentuan tata tempat. (Pasal 4
ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1987),
Manakala yang bersangkutan tidak diperlakukan
sebagaimana mestinya sesuai dengan kedudukan
dan/atau jabatannya, hal ini merupakan
pelangaran dengan tuduhan ”pelecehan jabatan”,
pihak yang bersangkutan dapat mengajukan
tuntutan keberatannya.

b. Aturan Dasar Tata Tempat


1) Orang yang berhak mendapat tata urutan yang
pertama adalah mereka yang mempunyai jabatan

72 | K e s i a p s i a g a a n B
tertinggi yang bersangkutan mendapatkan urutan
paling depan atau paling mendahului.
2) Jika menghadap meja, maka tempat utama adalah
yang menghadap ke pintu keluar dan tempat
terakhir adalah tempat yang paling dekat dengan
pintu keluar.
3) Pada posisi berjajar pada garis yang sama, tempat
yang terhormat adalah:
a) tempat paling tengah;
b) tempat sebelah kanan luar, atau rumusnya
posisi sebelah kanan pada umumnya selalu
lebih terhormat dari posisi sebelah kiri;
c) genap = 4 – 2 – 1 – 3;
d) ganjil = 3 – 1 – 2.

Gambar 1
Contoh Pengaturan Tata Tempat Posisi Berdiri
(Bahan ajar Sandra Erawanto, 2015)

73 | K e s i a p s i a g a a n B
Catatan:
Pengaturan tata tempat dapat pula mengacu pada
situasi dan kondisi tempat, dan sifat acara.
Misalnya untuk kegiatan seminar :
1. Presiden/Menteri atau
Kepala LPNK/Gubernur/Bupati/Walikota
2. Penanggungjawab Kegiatan
3. Pembicara Kunci
4. Pembicara lainnya
Tempat duduk lainnya untuk Menteri atau
Pimpinan Tinggi LPNK dan Tamu Undangan yang
bukan peserta seminar.

Gambar 2:
Contoh pengaturan Tata Tempat Posisi duduk
(Bahan ajar Sandra Erawanto, 2015)

74 | K e s i a p s i a g a a n B
Gambar 3 :
Contoh Pengaturan Tata Tempat Posisi
Duduk Pertemuan Tatap Muka
(Bahan Ajar Sandra Erawanto, 2015)

4) Apabila naik kendaraan, bagi Menteri atau Kepala


LPNK atau seseorang yang mendapat tata urutan
paling utama, maka :
1) di pesawat udara, naik paling akhir turun
paling dahulu;
2) di kapal laut, naik dan turun paling dahulu;
3) di kereta api, naik dan turun paling dahulu;
4) di mobil, naik dan turun paling dahulu.

75 | K e s i a p s i a g a a n B
5) Orang yang paling dihormati selalu datang paling
akhir dan pulang paling dahulu.
6) Jajar Kehormatan (Receiving Line)
a) Orang yang paling dihormati harus datang dari
sebelah kanan dari pejabat yang menyambut.
b) Bila orang yang paling dihormati yang
menyambut tamu, maka tamu akan datang
dari arah sebelah kirinya.

c. Aturan Tata Tempat


1) Aturan Tata Tempat bagi Pejabat Negara dan
Pejabat Pemerintah di Pusat:
a) Presiden
b) Wakil Presiden
c) Pimpinan Lembaga Negara (MPR, DPR, DPD,
BPK, MA, MK, dan KY)
d) Duta Besar Asing untuk RI
e) Menteri
f) Pejabat setingkat Menteri
g) Kepala LPNK
h) Kepala Perwakilan RI di luar Negeri yang
Berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa
dan Berkuasa Penuh
i) Gubernur dan Wakil Gubernur
j) Ketua Muda MA, Anggota MPR, DPR, DPD, BPK,
MA, MK, dan Hakim Agung
k) Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil
Walikota

2) Aturan Tata Tempat bagi Para Menteri

76 | K e s i a p s i a g a a n B
a) Urutan tata tempat para Menteri diatur
menurut urutan Menteri yang ditetapkan
dalam Keputusan Presiden tentang
Pembentukan Kabinet.
b) Dalam hubungan yang berkenaan dengan
Perwakilan Negara Asing, Menteri Luar Negeri
RI diberi tata urutan mendahului anggota
kabinet lainnya.
c) Menteri yang menjadi leading sector suatu
kegiatan mendapat tempat yang utama,
setelah itu diurutkan berdasarkan Keputusan
Presiden tentang Pembentukan Kabinet.
d) Dalam suatu acara, undangan tingkat Menteri
yang hadir hanya satu Menteri Koordinator,
maka Menteri Koordinator tersebut (bila
substansinya terkait) mendapat tempat lebih
utama dari Menteri penyelenggara.

3) Aturan Tata Tempat bagi Pejabat Negara/Duta


Besar/Kepala Perwakilan Negara Asing/Organisasi
Internasional
a) Para Duta Besar/Kepala Perwakilan Negara
Asing mendapat tempat kehormatan yang
utama di antara Pejabat Negara.
b) Tata urutan para Duta Besar/Kepala
Perwakilan Asing ditetapkan berdasarkan
tanggal penyerahan Surat-surat
Kepercayaannya kepada Presiden Republik
Indonesia.
c) Para Kepala Perwakilan Diplomatik
didahulukan dari semua pejabat internasional

77 | K e s i a p s i a g a a n B
karena mewakili negara dan/atau pribadi
Kepala Negaranya.

78 | K e s i a p s i a g a a n B
4) Aturan Tata Tempat bagi Pegawai Negeri Sipil dan
Mantan Pejabat
Negara/Pejabat Pemerintah/Tokoh Masyarakat
Tertentu
a) Urutan tata tempat antar Pegawai Negeri Sipil
diatur menurut senioritas berdasarkan tata
urutan sesuai jabatan.
b) Mantan Pejabat Negara/Pejabat Pemerintah
mendapat tempat setingkat lebih rendah dari
pada yang masih berdinas aktif, tetapi
mendapat tempat pertama dalam
golongan/kelompok yang setingkat lebih
rendah.
c) Mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden
Republik Indonesia mendapat tempat setelah
Wakil Presiden Republik Indonesia sebelum
Ketua Lembaga Negara.
d) Perintis Pergerakan
Kebangsaan/Kemerdekaan mendapat tempat
setelah kelompok Pimpinan Lembaga Negara.
e) Ketua Umum Partai Politik yang mewakili
wakil-wakil di lembaga legislatif mendapat
tempat setelah kelompok Perintis Pergerakan
Kebangsaan/ Kemerdekaan.
f) Pemilik Tanda Kehormatan Republik
Indonesia berbentuk Bintang mendapat
tempat setelah kelompok Ketua Umum Partai
Politik yang mewakili wakil-wakil di lembaga
legislatif.
g) Ketua Umum Organisasi Keagamaan Nasional
(yang diakui oleh pemerintah) mendapat
tempat setelah kelompok Pemilik Tanda

79 | K e s i a p s i a g a a n B
Kehormatan Republik Indonesia.

80 | K e s i a p s i a g a a n B
5) Aturan Tata Tempat bagi Isteri/Suami Pejabat
Negara/Duta Besar/Kepala Perwakilan Negara
Asing
a) Apabila dalam acara kenegaraan/resmi pejabat
didampingi isteri/suami, maka isteri/suami
tersebut mendapat tempat sesuai dengan
urutan tata tempat pejabat tersebut.
b) Isteri/suami Pejabat Negara/Duta
Besar/Kepala Perwakilan Negara Asing
mendapat tempat setingkat pejabat tersebut.
6) Aturan Tata Tempat bagi Pejabat yang Mewakili
a) Dalam hal Pejabat Negara, pejabat pemerintah,
atau tokoh masyarakat tertentu berhalangan
hadir dalam acara kenegaraan/resmi, maka
tempatnya tidak diisi oleh pejabat yang
mewakili.
b) Dalam hal acara dimana undangan yang dapat
diwakili, Pejabat Negara yang mewakili
mendapat tempat sesuai dengan pejabat yang
diwakilinya, sedangkan untuk pejabat
pemerintah, tokoh masyarakat, dan lain-lain
mendapat tempat sesuai dengan kedudukan
sosial dan kehormatan yang diterimanya atau
jabatan yang dipangkunya.
c) Dalam hal Pejabat Negara, pejabat pemerintah,
atau tokoh masyarakat tertentu selaku tuan
rumah berhalangan hadir dalam acara
kenegaraan/resmi, maka tempatnya diisi oleh
pejabat yang mewakili.

81 | K e s i a p s i a g a a n B
7) Aturan Tata Tempat bagi Pejabat Pemangku Status
Darurat Militer/Sipil Dalam hal tertentu daerah
berstatus darurat militer/sipil, pejabat tertinggi
pemangku status darurat tersebut, berhak
mendapatkan tempat di kursi utama di samping
Gubernur selaku tuan rumah.

8) Aturan Tata Tempat bagi Pejabat Negara yang


Memangku Jabatan Lebih dari Satu Dalam hal
Pejabat Negara yang menghadiri suatu
acara/pertemuan memangku jabatan lebih dari
satu yang tidak sama tingkatnya, maka baginya
berlaku tata tempat untuk jabatan/urutan yang
tertinggi.

9) Pengaturan Tata Tempat antara Pejabat


Negara/Pemerintah Bersama-sama dengan Para
Perwakilan Negara Asing
a) Para Duta Besar/Kepala Perwakilan Negara
Asing mendapat tempat kehormatan berada di
sebelah kanan dari tempat Presiden atau
Wakil Presiden, sedangkan para Kepala
Lembaga Negara dan para Menteri mendapat
tempat di sebelah kiri.
b) Para Duta Besar/Kepala Perwakilan Negara
Asing mendapat tempat kehormatan yang
utama setelah Kepala Lembaga Negara dan
sebelum para Menteri/setingkat Menteri
apabila berada dalam satu tempat.
c) Pengaturan untuk di daerah, mengingat ada
tambahan Muspida, disesuaikan dengan

82 | K e s i a p s i a g a a n B
situasi

83 | K e s i a p s i a g a a n B
dan kondisi setelah diadakan konfirmasi
kehadiran.
d) Para Duta Besar RI diberi tata urutan setingkat
Menteri, tetapi diatur setelah Menteri/Pejabat
setingkat Menteri.
e) Pengaturan tempat dalam acara
kenegaraan/resmi tersebut dilaksanakan
berselang, yaitu:
 dalam hal yang menjadi tuan rumah pihak
Pemerintah RI, maka penempatan dimulai
dengan Pejabat Asing;
 dalam hal yang menjadi tuan rumah pihak
Pemerintah Asing, maka penempatan
dimulai dengan Pejabat RI.

d. Acara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di


Daerah
Tata tempat dalam acara kenegaraan/resmi yang
diselenggarakan di daerah, berpedoman pada urutan
tata tempat yang berlaku, dengan ketentuan sebagai
berikut.
1) Pada acara kenegaraan/resmi yang
diselenggarakan oleh Kementerian/ Lembaga
Pemerintah Nonkementerian dan diadakan di
daerah, apabila dihadiri oleh Presiden dan/atau
Wakil Presiden maka Menteri/Pimpinan LPNK
yang bersangkutan mendampingi Presiden/Wakil
Presiden.
2) Pada acara kenegaraan/resmi
yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
bertempat di daerah itu sendiri dan dihadiri oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden, maka yang

84 | K e s i a p s i a g a a n B
mendampingi adalah Gubernur yang bersangkutan
sebagai tuan rumah.

Catatan:
Pengaturan Tata Tempat yang lebih detail mulai
tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota dapat
dilihat dalam UU Nomor 9 tahun 2010 yang
dilampirkan dalam modul ini

3. TATA UPACARA
a. Uraian Materi
Upacara adalah serangkaian kegiatan yang diikuti
oleh sejumlah pegawai/aparatur/karyawan sebagai
peserta upacara, disusun dalam barisan di suatu
lapangan/ruangan dengan bentuk segaris atau bentuk
U, dipimpin oleh seorang Inspektur Upacara dan setiap
kegiatan, peserta upacara melakukan ketentuan-
ketentuan yang baku melalui perintah pimpinan
upacara, dimana seluruh kegiatan tersebut
direncanakan oleh Penanggung Jawab Upacara atau
Perwira Upacara dalam rangka mencapai tujuan
upacara.
Manfaat Tata Upacara adalah sebagai bentuk
pembinaan disiplin. Pembinaan ini dilakukan secara
terus menerus selama mengikuti Latsar CPNS, dengan
semua kegiatan dilakukan serba tertib yakni tertib di
ruang kelas, tertib di ruang tidur, tertib di ruang
makan, tertib di lapangan, tertib pengaturan dan
penggunaan waktu (tepat waktu) dan kegiatan-
kegiatan lain.
Upacara dilakukan secara tertib dan teratur
menurut urut-urutan acara yang telah dilakukan
85 | K e s i a p s i a g a a n B
dengan
gerakan-gerakan dan langkah kaki, tangan serta anggota

86 | K e s i a p s i a g a a n B
tubuh lainya dengan seragam dan serentak sesuai
gerakan/langkah yang ditentukan dalam Peraturan
Baris Berbaris (PBB).
Maka kepada peserta sebelum mendapatkan
pelajaran Tata Upacara ini, Anda harus betul-betul
memahami dan menguasai serta mampu melakukan
ketentuan yang berlaku pada PBB. Karena upacara
yang berdasarkan PBB itu membutuhkan mental yang
kuat, disiplin yang tinggi dan fisik yang bugar dan
tegar, sehingga tercermin suatu kekhidmatan dari
upacara itu. Berbagai macam upacara yang kita
ketahui, secara garis besar dikenal upacara umum yang
biasanya dilaksanakan di lapangan dan upacara khusus
biasanya di dalam ruangan.
Aturan untuk melaksanakan upacara dalam acara
kenegaraan atau acara resmi, mengacu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 62 tahun 1990 tentang Ketentuan
Keprotokolan Mengenai Tata Tempat, Tata Upacara
dan Tata Penghormatan. Dalam pelaksanaan aturan
tersebut merupakan Pedoman Umum Tata Upacara
Sipil yang memuat sebagai perencana dan pelaksanaan
upacara untuk menjawab apa, siapa yang harus
berbuat apa, dimana dan bilamana tata caranya serta
bentuk dan jenisnya.
Sedangkan Pedoman umum pelaksanaan upacara
meliputi kelengkapan dan perlengkapan upacara,
langkah-langkah persiapan, petunjuk pelaksanaan dan
susunan acaranya
Pada dasarnya upacara umum dilaksanakan di
lapangan dan jumlah pesertanya lebih banyak,
sedangkan upacara khusus di ruangan, jumlah
pesertanya lebih sedikit.

87 | K e s i a p s i a g a a n B
b. Manfaat Tata Upacara
Tata Upacara berguna bagi peserta Latsar CPNS
Golongan I, II dan III, terutama dapat dimanfaatkan di
tempat tugas masing-masing sebagai penanggung jawab
upacara sebagai Inspektur Upacara, maupun sebagai
Komandan Upacara, upacara tertentu dan pelaporan
kesiapan mulai belajar atau selesai mengikuti pelajaran
setiap hari kepada Widyaiswara/Fasilitator di dalam/luar
kelas, serta Pendamping Kelas/Pengasuh.

c. Pengertian Tata Upacara


Pengertian Tata Upacara secara umum adalah
suatu kegiatan upacara secara umum dilapangan yang
urut- urutan acaranya telah ditentukan di
instansi/perkantoran resmi pemerintah.
Adapun pengertian Tata upacara sesuai Undang-
undang 9 tahun 2010 tentang Keprotokolan dalam pasal 1
menjelaskan bahwa Tata Upacara adalah aturan
melaksanakan upacara dalam Acara Kenegaraan dan Acara
Resmi. Selanjutnya, definisi Acara Kenegaraan adalah acara
yang diatur dan dilaksanakan oleh panitia negara secara
terpusat, dihadiri oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden,
serta Pejabat Negara dan undangan lain. Sedangkan Acara
Resmi adalah acara yang diatur dan dilaksanakan oleh
pemerintah atau lembaga negara dalam melaksanakan
tugas dan fungsi tertentu dan dihadiri oleh Pejabat Negara
dan/atau Pejabat Pemerintahan serta undangan lain.
Misalnya upacara peringatan hari ulang tahun instansi,
Kemerdekaan Republik Indonesai, Upacara peringatan
hari- hari besar nasional, upacara serah terima jabatan

88 | K e s i a p s i a g a a n B
yang

89 | K e s i a p s i a g a a n B
disaksikan pegawai dan pejabat di instansi masing-masing,
upacara pembukaan dan penutupan pendidikan dan
berbagai upacara lainnya.

d. Kelengkapan Upacara
Mengingat pentingnya upacara dengan cakupan serta
tanggugjawab yang besar di lapangan, maka kelengkapan
upacara yang diatur sesuai, antara lain:
1) Perwira upacara.
2) Komandan upacara.
3) Inspektur upacara.
4) Pejabat lain sesuai dengan kebutuhan, misalnya
perlengkapan, keamanan dan lain-lain sesuai dengan
kebutuhan

e. Tugas Perwira Upacara, Komandan Upacara dan


Inspektur Upacara.
1) Perwira Upacara selaku ketua panitia pelaksana
upacara/penanggung jawab upacara :
a) Sebagai penanggung jawab terhadap
terlaksananya upacara dengan tertib dan khidmat.
b) menyiapkan dan menyusun tata urutan acara
upacara
c) Menyiapkan sarana dan prasarana upacara
(lapangan upacara, perlengkapan upacara dan
lain- lain)
d) Menyiapkan petugas pengerek bendera dan dilatih
terlebih dahulu
e) Menyiapkan petugas pembaca/pengucap
pembukaan UUD tahun 1945 dan Panca prasetya
KORPRI (kalau ada)

90 | K e s i a p s i a g a a n B
f) Menunjuk dan menyiapkan pembawa acara
g) Menghubungi dan berkoordinasi dengan
Komandan upacara
h) Sebelum inspektur upacara memasuki lapangan
upacara, ketua panitia pelaksana
upacara/penanggung jawab upacara
memberitahukan kepada inspektur upacara hal-
hal yang penting dalam upacara sekaligus
memberitahukan bahwa upacara siap dimulai

Catatan:
Istilah TUS (Tata Upacara Sipil) tidak lagi
digunakan, tapi telah diseragamkan menjadi Tata
Upacara baik buruknya pelaksanaan upacara
adalah menjadi tanggung jawab perwira upacara
selaku penanggungjawab penuh pelaksanaan
upacara.

2) Komandan upacara.
a) Menerima laporan dari pemimpin
kelompok/barisan upacara dan mengambil alih
pimpinan seluruh barisan peserta upacara serta
menyiapkan kerapihan kelompok/barisan upacara
(jarak antar barisan yang satu dengan yang lain
diatur sedemikian rupa sehingga terlihat
rapi/teratur dan seimbang).
b) Memimpin penghormatan umum kepada
inspektur upacara dengan aba-aba ‘Kepada
inspektur upacara hormat...grak” (peserta upacara
sudah disiapkan).
c) menyampaikan laporan, kepada inspektur upacara
bahwa upacara siap dimulai, dengan mengucapkan

91 | K e s i a p s i a g a a n B
kata-kata sebagai berikut: Lapor upacara (sebut
upacara apa)..siap dimulai.
d) Memimpin penghormatan kepada bendera Merah
Putih dengan aba-aba : “kepada Sang Merah Putih
hormat......grak” selanjutnya setelah bendera
sampai di puncak/ditempatnya lalu memberikan
aba-aba “tegak ...grak”.
e) Pada waktu inspektur upacara akan
menyampaikan amanat maka komandan upacara
mengistirahatkan barisan upacara (kalau diminta),
dengan aba-aba ”untuk perhatian istirahat di
tempat ... grak”
f) Selanjutnya secara otomatis menyiapkan kembali
barisan upacara setelah inspektur upacara selesai
menyampaikan amanatnya dengan aba-aba “siap ...
grak”.
g) Menyampaikan laporan kepada inspektur upacara
bahwa upacara selesai dengan mengucapkan kata-
kata “Upacara telah selesai dilaksanakan, Laporan
selesai”.
h) Memimpin penghormatan umum kepada
inspektur upacara dengan aba-aba “kepada
inspektur upacara hormat ... grak”
i) Membubarkan barisan peserta upacara.

3) Inspektur upacara
a) Memahami dan menguasai tata urutan acara
upacara
b) Menerima laporan kesiapan upacara dari
penanggung jawab upacara sebelum memasuki
lapangan upacara.

92 | K e s i a p s i a g a a n B
c) Menerima dan membalas penghormatan umum
dari peserta upacara.
d) Memimpin mengheningkan cipta.
e) Memerintahkan kepada Komandan upacara untuk
mengistirahatkan atau membubarkan peserta
upacara.
f) Menerima laporan dari penanggung jawab upacara
bahwa upacara telah selesai.

f. Tata Urutan Upacara Umum


Kegiatan upacara umum di lapangan terdiri dari
persiapan upacara dan pelaksanaan upacara, sebagai
contoh pelaksanaan upacara penaikan bendera.

1) Persiapan Upacara
a) Seluruh peserta upacara diatur dalam
kelompok/barisan, 15 menit sebelum pelaksanaan
upacara dimulai, masing-masing
kelompok/barisan meluruskan barisannya.
b) Petugas-petugas upacara seperti penggerak
bendera, pembaca/pengucap Pembukaan UUD
Tahun 1945 dan Panca Prasetya KORPRI serta
pembawa acara telah menempati tempat yang
telah ditentukan (sesuai kebutuhan dan
kekhasan).
c) Komandan upacara memasuki lapangan upacara.
d) Komandan upacara mengambil alih pimpinan
seluruh barisan peserta upacara.
e) Komandan upacara merapikan/menyempurnakan
susunan barisan peserta upacara.
f) Pembawa acara membacakan urut-urutan upacara.

93 | K e s i a p s i a g a a n B
2) Pelaksanaan Upacara.
1) Penanggung jawab upacara lapor kepada inspektur
upacara bahwa upacara siap dimulai, di luar lapangan
upacara (biasanya dilakukan di ruang VIP) dengan
kata-kata “Lapor, upacara ... (jelaskan upacara apa)
siap dimulai”.
2) pembawa acara mulai membacakan acara upacara
bahwa upacara segera dimulai, inspektur upacara
memasuki lapangan upacara dan barisan disiapkan.
3) Komandan upacara menyiapkan barisan upacara
dengan aba-aba “ Siap ... grak”.
4) Inspektur upacara memasuki lapangan upacara yang
diantar oleh penanggungjawab upacara (biasanya
inspektur upacara didampingi oleh ajudan untuk
membawakan map teks amanat/sambutan).
5) Penghormatan umum kepada inspektur upacara yang
dipimpin oleh komandan upacara dengan aba-aba
“kepada inspektur upacara, hormat ... grak”. Setelah
dibalas oleh inspektur upacara sampaikan aba-aba “
Tegak ... grak”.
6) Laporan komandan upacara kepada Inspektur
upacara bahwa upacara siap dimulai, pelaksanaannya
adalah : Komandan upacara maju menghadap
Inspektur upacara dan langsung menyampaikan
laporan dengan aba-aba “Lapor, (sebutkan upacara
apa) siap dimulai”. Setelah dijawab oleh Inspektur
upacara dengan kata- kata “Lanjutkan/kembali
ketempat”, maka komandan upacara kembali
menjawab: kerjakan/laksanakan” selanjutnya kembali
balik kanan dan kembali ketempat semula.
7) Persiapan Penaikan Bendera.

94 | K e s i a p s i a g a a n B
(a) Petugas penggerak bendera (biasanya 3 (tiga)
orang) membawa bendera mendekati tiang
bendera.
(b) Setelah sampai di tiang bendera, masing-masing
bertugas : satu memegang bendera, satu
mengikat bendera pada tali yang ada di tiang
bendera dan satu lagi memegang tali dan
menaikkan bendera.
(c) Setelah bendera diikat dan dikembangkan, maka
salah seorang melaporkan bahwa bendera siap
untuk dinaikkan, bunyi laporan “Bendera ... Siap”.
(d) Penghormatan kepada Bendera Merah Putih
dipimpin oleh Komandan upacara begitu
mendengar laporan dari petugas penggerek
bendera bahwa bendera siap, langsung
komandan upacara memberikan aba-aba “kepada
sang Merah Putih, hormat ...grak”, (seluruh
peserta upacara melakukan penghormatan).
Setelah bendera sampai ke puncak tiang bendera,
Komandan upacara memberikan aba-aba “ Tegak
... grak (Penghormatan selesai).
(e) Mengheningkan cipta dipimpin oleh inspektur
upacara. Pelaksanaannya inspektur upacara
menyampaikan kata-kata “Mengheningkan
cipta ... dimulai” (semua peserta upacara
menundukkan kepala beberapa detik
(adakalanya diiringi lagu) setelah itu inspektur
upacara mengucapkan “Selesai” dan seluruh
peserta upacara secara serentak kembali
menegakkan kepala.
(f) Pembacaan teks Pancasila. Pelaksanaannya,
ajudan menyampaikan teks Pancasila kepada

95 | K e s i a p s i a g a a n B
inspektur upacara dan langsung dibaca satu

96 | K e s i a p s i a g a a n B
persatu oleh Inspektur upacara serta diikuti oleh
peserta upacara.
(g) Pembacaan Pembukaan UUD tahun 1945 dan
Panca Prasetya KORPRI. Pelaksanaanya adalah :
para pembaca maju menghadap inspektur
upacara (3 atau 4 langkah dimuka inspektur
upacara) dan laporan dengan kata-kata “Lapor
pembaca Pembukaan UUD Tahun 1945 dan Panca
Prasetya KORPRI ...siap”.
Setelah dijawab oleh inspektur upacara
“kerjakan/laksanakan”, langsung masing-masing
secara berurutan membacakan, dimulai dari
pembukaan UUD Tahun 1945.
Setelah selesai membacakan, petugas kembali
melapor kepada inspektur upacara bahwa
pembacaan sudah dilaksanakan dengan kata-kata
“Pembacaan Pembukaan UUD tahun 1945 dan
Panca Prasetya KORPRI telah dilaksankan,
laporan selesai”.
Setelah pembacaan selesai melaporkan, dijawab
oleh inspektur upacara “kembali ke tempat” dan
dijawab lagi oleh pembaca “laksanakan” maka
pembaca langsung balik kanan dan berjalan
menuju ke tempat semula.
(h) Amanat inspektur upacara.
Pelaksanaannya ajudan memberikan teks amanat
atau inspektur upacara akan menyampaikan
amanat tanpa teks, selanjutnya inspektur upacara
menginstruksikan kepada Komandan Upacara
mengistirahatkan barisan upacara dengan kata-
kata “Peserta upacara diistirahatkan”. Begitu
mendengar instruksi diistirahatkan, maka

97 | K e s i a p s i a g a a n B
komandan upacara langsung menyampaikan aba-
aba untuk mengistirahatkan barisan upacara
dengan kata-kata “istirahat ditempat ... grak”
Inspektur upacara membacakan atau
menyampaikan amanatnya. Pada saat inspektur
upacara selesai menyampaikan amanatnya, maka
komandan upacara langsung menyiapkan
kembali barisan upacara dengan aba-aba “siap ...
grak”.
(i) Pembacaan Do’a; Pelaksanaannya adalah petugas
yang membaca do’a (sebelum sudah berdiri
dekat dengan pembawa acara) langsung
memimpin membacakan do’a.
(j) Laporan komandan upacara kepada inspektur
upacara tentang selesainya upacara.
Pelaksanaannya adalah : Komandan upacara
maju menghadap inspektur upacara (3 atau 4
langkah) dan langsung menyampaikan laporan
dengan kata-kata “Upacara telah dilaksanakan,
laporan selesai”.
Setelah dijawab oleh inspektur upacara dengan
kata-kata “Bubarkan”, dan dijawab lagi oleh
komandan upacara dengan kata
“Kerjakan/laksanakan”, maka komandan upacara
balik kanan kembali ke tempat semula”
Penghormatan umum kepada inspektur upacara
yang dipimpin oleh komandan upacara dengan
aba-aba “kepada inspektur upacara, hormat ...
grak”. Setelah penghormatan dibalas oleh
inspektur upacara maka Komandan upacara
mengucapkan aba-aba ”Tegak ... grak”.

98 | K e s i a p s i a g a a n B
(k) Upacara Selesai.
Inspektur upacara berkenan meninggalkan
lapangan upacara, selanjutnya di luar lapangan
upacara, inspektur upacara disambut oleh
perwira upacara dan menerima laporan bahwa
upacara telah dilaksanakan dengan kata-kata
“Upacara telah dilaksanakan laporan selesai”.

3) Formulir Kelengkapan Dalam Upacara


Dalam setiap penyelenggaraan Upacara Bendera selalu
dilengkapi dengan beberapa Formulir agar
penyelenggaran Upacara dapat berjalan dengan lancar
dan khidmat karna adanya pertanggung jawaban
administrasi yang mencakup proses perencanaan,
koordinasi, pembagian tugas siapa dan berbuat apa dan
petunjuk pejabat terkait serta rencana gladi bagi
petugas-petugas upacara terwadahi dalam Formulir
tersebut, adapun Formulir-formulir yang digunakan
dalam penyelenggaraan upacara ada 3 (tiga) sebagai
berikut:
a) Formulir A (terlampir)*
b) Formolir B (terlampir)*
c) Formulir C (terlampir)*
d) Tata Urutan Upacara (yang dibaca MC, terlampir)*

Keterangan: Gambar dan keterangan ada di


lampiran modul

4. TATA PENGHORMATAN
Tata penghormatan meliputi tata cara pemberian
penghormatan dan penyediaan kelengkapan sarana dan

99 | K e s i a p s i a g a a n B
prasarana yang diperlukan untuk tercapainya kelancaran
upacara.
Dalam acara resmi, pejabat negara, pejabat
pemerintah, dan tokoh masyarakat tertentu mendapat
penghormatan berupa:
a) pemberian tata tempat;
b) penghormatan bendera negara;
c) penghormatan lagu kebangsaan;
d) penghormatan jenazah bila meninggal dunia;
e) pemberian bantuan sarana dan prasarana yang
diperlukan.

Ketentuan penghormatan kepada Pejabat


Negara/Pejabat Pemerintah dan Tokoh Masyarakat
tertentu berupa pemberian tata tempat, penghormatan
bendera negara, dan lagu kebangsaan, serta penghormatan
jenazah bila meninggal dunia adalah sebagai berikut.
a. Pemberian Tata Tempat
Pemberian tata tempat adalah sebagaimana telah
dijelaskan pada uraian Ketentuan Keprotokolan
tentang Tata Tempat (Preseance).
b. Penghormatan dengan Bendera Negara dan Lagu
Kebangsaan
Pemberian penghormatan dengan menggunakan
Bendera Negara dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
dalam acara resmi, dilakukan sesuai dengan
kedudukan pejabat yang bersangkutan.
1) Penempatan Bendera Negara dalam acara
internasional yang dihadiri oleh Kepala Negara,
Wakil Kepala Negara, dan Kepala Pemerintahan
dapat dilakukan menurut kebiasaan internasional.

100 | K e s i a p s i a g a a n B
2) Dalam hal penandatanganan perjanjian
internasional antara pejabat Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan pejabat negara lain,
Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan:
- apabila di belakang meja pimpinan dipasang
dua bendera negara pada dua tiang, Bendera
Negara ditempatkan di sebelah kanan dan
bendera negara lain ditempatkan di sebelah
kiri;
- bendera meja dapat diletakkan di atas meja
dengan sistem bersilang atau paralel.
3) Dalam hal Bendera Negara dan bendera negara
lain dipasang pada tiang yang bersilang, Bendera
Negara ditempatkan di sebelah kanan dan
tiangnya ditempatkan di depan tiang bendera
negara lain.
4) Dalam hal Bendera Negara yang berbentuk
bendera meja dipasang bersama dengan bendera
negara lain pada konferensi internasional, Bendera
Negara ditempatkan di depan tempat duduk
delegasi Republik Indonesia.
5) Dalam hal Bendera Negara dipasang bersama
dengan bendera atau panji organisasi, Bendera
Negara dibuat lebih besar dan dipasang lebih
tinggi daripada bendera atau panji organisasi
dengan ketentuan penempatan sebagai berikut:
- apabila ada sebuah bendera atau panji
organisasi, Bendera Negara dipasang di
sebelah kanan;
- apabila ada dua atau lebih bendera atau panji
organisasi dipasang dalam satu baris, Bendera

101 | K e s i a p s i a g a a n B
Negara ditempatkan di depan baris bendera
atau panji organisasi di posisi tengah;
- apabila Bendera Negara dibawa dengan tiang
bersama dengan bendera atau panji organisasi
dalam pawai atau defile, Bendera Negara
dibawa di depan rombongan; dan
- Bendera Negara tidak dipasang bersilang
dengan bendera atau panji organisasi.
6) Dalam hal Kepala LPNK menerima kunjungan
Menteri/Kepala Lembaga Pemerintahan dari
negara lain, lagu kebangsaan negara lain
diperdengarkan lebih dahulu, selanjutnya Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya.
7) Lagu Kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau
dinyanyikan pada acara :
- untuk menghormati Bendera Negara pada
waktu pengibaran atau penurunan Bendera
Negara yang diadakan dalam upacara;
- dalam acara resmi yang diselenggarakan,
seperti pelantikan pejabat, sumpah PNS,
pembukaan dan penutupan diklat, pembukaan
seminar/lokakarya/rapat koordinasi;

c. Penghormatan Jenazah
Penghormatan dalam bentuk pengibaran bendera setengah
tiang diberikan kepada Pejabat setingkat
Presiden/Menteri/Kepala LPNK/Duta Besar aktif, yang
meninggal dunia dalam melaksanakan tugas.
Pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan
selama dua hari berturut-turut dilakukan di kantor pusat
maupun kantor perwakilan jika ada. Dalam hal pejabat
yang
102 | K e s i a p s i a g a a n B
meninggal dunia tersebut berada di luar negeri, pengibaran
Bendera Negara setengah tiang dilakukan sejak tanggal
kedatangan Jenazah di Indonesia.

5. PELAKSANAAN KEGIATAN APEL

1. Uraian Materi.
Apel adalah salah satu praktek dari materi
kegiatan belajar dalam bagian modul ini. Pelaksanaan
kegiatan apel sangat diperlukan baik ditempat
pekerjaan maupun di lingkungan Diklat. Apel adalah
suatu kegiatan berkumpul untuk mengetahui
kehadiran dan kondisi personil dari suatu instansi
perkantoran atau lembaga pendidikan yang
dilaksanakan secara terus menerus (rutin). Apel yang
biasa dilakukan adalah apel pagi (masuk kerja/belajar)
dan apel siang (selesai kerja/belajar), apel pada
umumnya dilaksanakan di lapangan dengan tertib dan
khidmat serta sunguh- sungguh.

2. Tata Cara Pelaksaan Kegiatan Apel


a. barisan dipimpin dan disiapkan oleh seorang dari
barisan itu (biasanya yang tertua atau ditunjuk).
Setelah diluruskan dan dirapihkan, selanjutnya
berdiri disamping kanan barisan (menurut
ketentuan PBB).
b. Setelah penerima apel berdiri ditengah
berhadapan dengan barisan apel dan penerima
apel mengucapkan “Apel pagi/siang ... dimulai”,
maka pemimpin barisan langsung menyampaikan
penghormatan umum dengan aba-aba” kepada

103 | K e s i a p s i a g a a n B
penerima apel (atau disebut jabatannya dan
diucapkan oleh pemimpin yang paling kanan),
hormat ... grak”, dan selanjutnya pemimpin
barisan bersama-sama dengan seluruh peserta
apel memberikan penghormatan.
c. Setelah penghormatan dibalas oleh penerima apel,
langsung pemimpin barisan menyampaikan aba-
aba (diucapkan oleh pemimpin barisan) “Tegak
...grak”, dan seluruh peserta apel serentak
menghentikan penghormatan bersama-sama
dengan pemimpin barisan.
d. Pemimpin barisan, maju menghadap 2 atau 3
langkah dihadapan penerima apel selanjutnya
langsung melapor situasi apel dengan kata-kata
“Lapor, apel pagi/siang disebutkan kelompok apa)
jumlah..., kurang ...,keterangan kurang ...,
siap”
e. Setelah diterima laporan oleh penerima apel, maka
penerima apel mengucapkan kata-kata, “Kembali
ke tempat” dan diulangi oleh pelapor “Kembali ke
tempat atau kerjakan”, selanjutnya langsung balik
kanan, dan kembali menuju ke tempat semula
(disamping barisan).
f. Selanjutnya apabila ada instruksi atau
pengumuman yang akan disampaikan oleh
penerima apel maka penerima apel langsung
mengistirahatkan barisan dengan kata-kata
“Istirahat ditempat ... grak”, lalu menyampaikan
instruksi atau pengumuman, setelah selesai
kembali disiapkan dengan aba-aba “Siap ... grak”.
g. Terakhir penerima apel menyampaikan kata-kata
“Apel pagi/siang selesai, tanpa penghormatan

104 | K e s i a p s i a g a a n B
barisan dapat dibubarkan, kerjakan”,
langsung diulangi oleh pemimpin barisan dengan
kata “Kerjakan”, dan langsung pemimpin barisan
menyampiakan penghormatan perorangan
selanjutnya penerima apel otomatis balik kanan,
sesudah itu pemimpin barisan membubarkan
barisannya.
h. Bila pemimpin apel tidak mengatakan tanpa
penghormatan, maka disampaikan lagi
penghormatan umum yang kegiatan dan aba-
abanya seperti dijelaskan pada point b.

3. Manfaat Kegiatan Apel


a) Dapat selalu mengikuti perkembangan situasi dan
kondisi serta kesiapan personel yang dipimpinnya.
b) Pada saat apel dapat digunakan untuk
menyampaikan perhatian, instruksi dan
pengumuman-pengumuman.
c) menjalin rasa persaudaraan
senasib sepenanggungan, senasib seperjuangan
dan meningkatkan persatuan dan kesatuan
dilingkungan pekerjaan/pendidikan
d) Memupuk rasa kebersamaan dan kesetiakawanan
e) Meningkatkan pembinaan disiplin

6. ETIKA KEPROTOKOLAN
Pemahaman dasar mengenai etika keprotokolan
serta pengembangan kepribadian mutlak diperlukan dan
akan menjadi panduan serta modal dasar keberhasilan
pribadi seorang CPNS dalam memberikan pelayanan prima
untuk mencapai kelancaran dan kesuksesan pelaksanakan

105 | K e s i a p s i a g a a n B
tugas pada setiap acara resmi dan/atau kenegaraan baik di
dalam negeri maupun pada acara internasional.
Secara khusus, materi ini dimaksudkan memiliki
beberapa manfaat utama bagi setiap CPNS sebagai berikut :
a. Untuk meningkatkan pemahaman dan kompetensi
peserta Latsar dalam memberikan pelayanan terbaik
dan profesional kepada seluruh pejabat
negara/pemerintahan, tokoh masyarakat, tamu asing,
dan masyarakat pada saat melaksanakan tugas
keprotokolan sehari-hari;
b. Untuk membantu peserta Latsar memahami secara
kognitif konsep etika, etiket, dan pengembangan
kepribadian secara umum, dalam pelaksanaan tugas
kedinasan baik secara lingkup nasional dan juga
internasional;
c. Mengasah kemampuan afektif dalam mengelola
perasaan, emosi serta nilai-nilai internalisasi diri yang
dapat menjadi pegangan dan kontrol diri dalam
berhubungan dengan orang lain baik dalam
kehidupan pribadi maupun dalam pelaksanaan tugas
kedinasan sebagai petugas protokol;
d. Memberikan bekal kemampuan teknis psikomotor
mengenai aspek etika yang dapat diterapkan dalam
tata laku (tindakan) dan tata bicara (tutur kata) yang
pantas dan baik yang dapat diterapkan dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi sebagai petugas protokol
dalam berbagai Acara Resmi dan/atau Kenegaraan,
formal maupun informal, secara nasional maupun
internasional;

106 | K e s i a p s i a g a a n B
a. Etika Keprotokolan
Dalam pembahasan di atas, telah dibahas
mendalam mengenai definisi etika, moral, dan etiket secara
umum. Selanjutnya, kita akan memahami mengenai definisi
etika keprotokolan yang sangat akrab terdengar di telinga
kita.
Jika sekilas kita kembali mengacu pada sumber
kata protokol yang bersumber pada bahasa Yunani, maka
protokol mempunyai arti "protokollum", yang mengandung
kata, "protos" (pertama) dan "kollo" (diletakkan) atau
biasa juga disebut sebagai perekat yang pertama.
Terkadang juga disebut sebagai jembatan atau
penghubung. Protokol menyangkut kaidah/norma/aturan
yang berlaku, dalam menghadapi acara resmi atau
kenegaraan baik untuk kegiatan-kegiatan di dalam negeri
maupun antar negara secara resmi.
Kehidupan di dalam masyarakat menunjukkan
pentingnya kaidah dan norma yang patut dan pantas yang
harus menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
Demikian juga halnya dalam hubungan antarnegara dan
bangsa diperlukan peratur¬an sopan santun yang
berdasarkan atas pengertian yang fondamen¬tal mengenai
give and take.
Adapun prinsip/nilai dasar yang melandasi etika
dalam pelayanan keprotokolan adalah untuk membuat
setiap orang nyaman, senang, dan merasa penting tanpa
melihat latar belakang status, jabatan, suku, bangsa, agama
dan lain sebagainya.
Sehingga, menurut Erawanto (2013) Etika
Keprotokolan dapat disimpulkan sebagai suatu bentuk
tutur, sikap, dan perbuatan yang baik dan benar
berdasarkan kaidah norma universal yang dilakukan secara
107 | K e s i a p s i a g a a n B
sadar dalam tata pergaulan yang berlaku pada tempat,
waktu, dan ruang lingkup serta situasi tertentu, untuk
menciptakan komunikasi dan hubungan kerja sama yang
positif dan harmonis baik antar individu, kelompok
masyarakat, dan lembaga/organisasi, maupun antar bangsa
dan negara. Etika tersebut diimplementasikan melalui
sikap dan perilaku yang beretiket yang mencerminkan nilai
moral dan budi luhur Indonesia dan ketimuran. Aplikasi
etika dan turunannya melalui aplikasi etiket inilah yang
harus dimiliki oleh setiap CPNS dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari di msayarakat.
Adapun materi Etika Keprotokolan dalam modul
ini berkaitan erat dengan agenda Etika Publik yang
meupakan salah satu mata pelatihan ANEKA yang lain di
dalam pelatihan Dasar CPNS.

b. Komunikasi Efektif dalam Keprotokolan


Komunikasi yang baik adalah kebutuhan mutlak
dalam menjalin hubungan, baik dalam kehidupan keluarga,
masyarakat dan juga kedinasan. Dengan komunikasi, maka
manusia dapat bertukar informasi antara satu dengan yang
lain dan menciptakan hubungan yang baik, harmonis serta
menciptakan suasana damai.
Komunikasi dapat menjadi efektif apabila terjadi
dan berlangsung dalam iklim dan semangat yang benar-
benar komunikatif. Suatu komunikasi dapat dikatakan
efektif apabila terjadinya interaksi timbal balik (two ways)
anata komunikator (pengirim pesan) dan komunikan
(penerima pesan) dimana pesan yang disampaikan dapat
diinterpretasikan dengan tepat tanpa adanya
kesalahpahaman.

108 | K e s i a p s i a g a a n B
Dalam bahas Inggris, Communication berarti sama,
sikap, perilaku peneriman dan melaksanakan apa yang
diinginkan oleh komunikator. Longman Dictionary of
contemporary English memberikan definisi kata
communicate sebagai ”upaya untuk membuat pendapat,
perasaan, menyampaikan informasi dan sebagainya agar
diketahui dan dipahami oleh orang lain”. Sedangkan arti
Communication diartikan sebagai tindakan atau proses
berkomunikasi (LAN, 2011).
Oleh karena itu Effendy dalam Rusady (2007)
menjelaskan bahwa untuk mencapai proses komunikasi
yang baik, maka perlu diperhatikan prinsip etika
komunikator (dikenal juga dengan sebutan orator atau
rethor) yang dikenal sejak zaman Yunani Purba, bentuk
pengetahuan dasar yang harus dimiliki.
Selain itu, untuk mencapai tujuan komunikasi yang
baik dan positif, maka perlu juga untuk menghindari hal-
hal yang kiranya dapat menghambat dan merusak (noise)
proses penyampaian pesan yang diinginkan. Adapun
beberapa hal yang diperlukan untuk dapat berbicara secara
efektif:
a. Berbicara dengan rasa percaya diri yang kuat;
b. Mempunyai persepsi yang tepat terhadap keadaan
lingkungan dan individu yang terlibat dalam interaksi
tersebut;
c. Dapat menguasai situasi dan memilih topik
pembicaraan yang menarik;
d. Mengetahui hasil yang diharapkan dari
interaksi/perbincangan;
e. Menghindari memotong/menyela pembicaraan orang
lain;

109 | K e s i a p s i a g a a n B
f. Sebaiknya tidak memberi penialain negatif sebelum
mendapatkan gambaran yang lengkap;
g. Menghindari memonopoli pembicaraan atau
percakapan, membual tentang diri sendiri;
h. Mengindari pembicaraan tentang hal-hal yang dapat
menimbulkan pertentangan dan pembicaraan tentang
penyakit, kematian, dll.;
i. Menghindari pertanyaan yang menanyakan harga
barang orang lain, masalah yang sifatnya pribadi, dan
gosip/berita yang belum tentu kebenarannya;
j. Pergunakan kata-kata manis dan sopan;
k. Pandai-pandai menarik hikmah/manfaat dari
pembicaraan;
l. Akhiri pembicaraan dengan “damai”, tanpa
meninggalkan “hurt feeling” atau “kekecewaan” pada
lawan bicara yang dihadapi, dan lain sebagainya.

Untuk menghindari hambatan dalam proses


komunikasi, maka setiap orang harus menghindari hal-hal yang
menjadi hambatan dan gangguan dalam komunikasi serta
menguasai tips berkomunikasi yang baik, agar pesan dan
informasi dapat tercapai dan pada akhirnya mampu
menciptakan hubungan yang harmonis dan baik antara
komunikator dan komunikan. Selain itu, setiap ASN wajib
menjaga perkataan yang pantas kepda siapapun karean mereka
adal repreentasi dari pemerintah di lini depan yang
berhubungan langsung dengan masyarakat.

C. KEWASPADAAN DINI
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia, telah mengamantkan tujuan Negara adalah,
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

110 | K e s i a p s i a g a a n B
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, oleh sebab itu maka semua warga
bangsa mempunyai kewajiban yang sama untuk mewujudkan
tujuan Negara bangsa dimaksud, tidak terkecuali bagi para
Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Salah satu pembekalan dasar bagi CPNS adalah
pengetahuan bagaimana cara melakukan bela Negara, dan nilai-
nilai dasar yang ada didalamnya. Sebagai bagian dari cara
melakukan bela Negara CPNS juga diharapkan mempunyai rasa
keingintahuan terhadap berbagai gejala yang dapat
meningkatkan kemajuan bangsa namun juga yang
memungkinkan dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa
bahkan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain pengetahuan dasar Wawasan Kebangsaan dan Nilai-
Nilai Dasar Bela Negara, para Calon Pegawai Negeri Sipil juga
diharapkan mempunyai pengetahuan lain, antara lain
Kewaspadaan Dini. Kemampuan kewaspadaan dini ialah
kemampuan yang dikembangkan untuk mendukung sinergisme
penyelenggaraan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter
secara optimal, sehingga terwujud kepekaan, kesiagaan, dan
antisipasi setiap warga negara dalam menghadapi potensi
ancaman. Di sisi lain, kewaspadaan dini dilakukan untuk
mengantisipasi berbagai dampak ideologi, politik, ekonomi,
sosial, dan budaya yang bisa menjadi ancaman bagi kedaulatan,
keutuhan NKRI dan keselamatan bangsa.

1. PENGERTIAN DASAR INTELIJEN


Secara universal pengertian Intelijen berdasarkan
Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17
tahun 2011 tentang Intelijen Negara meliputi :

111 | K e s i a p s i a g a a n B
a) Pengetahuan, yaitu informasi yang sudah diolah
sebagai bahan perumusan kebijakan dan pengambilan
keputusan. Intelijen sebagai pengetahuan merupakan
dasar dalam perumusan kebijakan dan pengambilan
keputusan melalui sebuah proses intelijen sesuai
lingkaran intelijen (Intelligence cycle) yang merupakan
penerapan dari fungsi intelijen penyelidikan dimana
pengguna (user)menggunakan produk-produk intelijen
dalam setiap perumusan kebijakan dan pengambilan
keputusan. Dengan demikian dapat disimpulkan para
pengguna intelijen (user) sebagai pengetahuan adalah
para pembuat kebijakan (policy makers) dan para
pembuat keputusan (decision makers).
b) Organisasi, yaitu suatu badan yang digunakan sebagai
wadah yang diberi tugas dan kewenangan untuk
menyelenggarakan fungsi dan aktivitas Intelijen.
Semua Negara memiliki badan intelijen yang
melaksanakan fungsi dan aktivitas Intelijen demi
kepentingan nasional. Sebagai contoh di Indonesia
badan intelijen yang melaksanakan fungsi dan aktivitas
Intelijen demi kepentingan nasional adalah Badan
Intelijen Negara (BIN).
c) Aktivitas, yaitu semua usaha, pekerjaan, kegiatan, dan
tindakan penyelenggaraan fungsi penyelidikan,
pengamanan, dan penggalangan. Riyanto dalam
bukunya “Intelijen Vs Terorisme di Indonesia”
menjelaskan bahwa intelijen sebagai aktivitas dibagi
dalam kegiatan intelijen dan operasi intelijen. Kegiatan
intelijen merupakan aktivitas intelijen yang
dilaksanakan secara rutin dan terus menerus,
sementara operasi intelijen merupakan aktivitas
intelijen di luar kegiatan intelijen berdasarkan

112 | K e s i a p s i a g a a n B
perencanaan yang rinci, dalam ruang dan waktu yang
terbatas dan dilakukan atas perintah atasan yang
berwenang.

2. FUNGSI INTELIJEN
3 (tiga) fungsi Intelijen berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen
Negara :
a) Penyelidikan: Terdiri atas serangkaian upaya,
pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan
secara terencana dan terarah untuk mencari,
menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi
menjadi Intelijen, serta menyajikannya sebagai bahan
masukan untuk perumusan kebijakan dan
pengambilan keputusan.
b) Pengamanan: Terdiri atas serangkaian kegiatan yang
dilakukan secara terencana dan terarah untuk
mencegah dan/atau melawan upaya, pekerjaan,
kegiatan Intelijen, dan/atau Pihak Lawan yang
merugikan kepentingan dan keamanan nasional.
c) Penggalangan: Terdiri atas serangkaian upaya,
pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan
secara terencana dan terarah untuk mempengaruhi
Sasaran agar menguntungkan kepentingan dan
keamanan nasional.

Pada prinsipnya semua badan intelijen di dunia


melaksanakan ketiga fungsi ini secara simultan, namun
dalam kegiatan/operasi intelijen salah satu fungsi menjadi
fungsi utama dan kedua fungsi lainnya mendukung fungsi
yang diutamakan didasarkan kepada kepentingan nasional

113 | K e s i a p s i a g a a n B
yang ingin dicapai dan/atau ancaman terhadap keamanan
nasional yang harus dicegah, ditangkal dan ditanggulangi.

a) Fungsi Intelijen Penyelidikan (Intelligence)


Upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan
secara terencana dan terarah untuk mencari, menemukan,
mengumpulkan, dan mengolah informasi menjadi Intelijen,
serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan dapat
dijelaskan oleh Siklus Intelijen (Intelligence Cycle) di bawah
ini :

PENGARAHAN DAN
PERENCANAAN

PENGUMPULAN
PENYAJIAN INFORMASI

PENGOLAHA
N INFORMASI

114 | K e s i a p s i a g a a n B
Pengarahan (Direction) dan Perencanaan (Collecting Plan)

Dalam pengarahan pimpinan yang memberi arahan


mengeluarkan Essential Element of Information (EEI) (Jono
Hatmojo, 2003, 42) atau Unsur Utama Keterangan (UUK)
yang berupa pertanyaan dengan unsur-unsur keterangan
meliputi ; 5W+1H (Who, What, When, Where, Why dan
How) atau Siapa, Apa, Bilamana, Dimana, Bagaimana dan
Mengapa (SIABIDIBAME).

Setelah EEI diterima disusun Collecting Plan (Rencana


Pengumpulan Keterangan), termasuk sumber-sumber
informasi. Dan sarana pengumpulan keterangan, termasuk
diantaranya Bapulket.

Pengolahan (Penilaian dan Penganalisaan)

Penilaian terhadap informasi didasarkan pada Neraca


Penilaian :

a. Kepercayaan terhadap sumber – sumber


keterangan :
A = Dipercaya sepenuhnya
B = Biasanya dapat dipercaya
C = Agak dapat dipercaya
D = Biasanya tidak dapat dipercaya
E = Kepercayaannya tak dapat dinilai

b. Kebenaran isi bahan keterangan :


1 = Kebenarannya ditegaskan oleh sumber lain
2 = Sangat mungkin benar
3 = Mungkin benar

115 | K e s i a p s i a g a a n B
4 = Kebenarannya meragu – ragukan
5 = Tidak mungkin benar
6 = Kebenarannya tidak dapat dinilai

Nilai A-1 merupakan nilai tertinggi, namun nilai A1 hanya


dapat dihasilkan dari Operasi Intelijen dimana sasarannya
adalah Decision Maker (pembuat keputusan). Sementara,
untuk hasil kegiatan atau operasi intelijen di lapangan, nilai
awal yang diberikan adalah B-2. Informasi yang didapat
secara terbuka (mass media) diberikan nilai C-3 (Riyanto,
2004, 15). Nilai terhadap informasi dapat berubah setelah
adanya evaluasi dan umpan balik (feed back). Berdasarkan
hasil umpan balik dari para analis, pegumpul keterangan di
lapangan melalukan pemerikasaan (check), pemeriksaan
ulang (re-check) dan pemeriksaan silang (cross check).

Dalam penganalisaan para analisis biasanya berpedoman


pada kaidah-kaidah analisis intelijen (Supono Soegirman,
2014, 92) yaitu :

a. Early detection (Deteksi Dini). Early Detection pada


dasarnya merupakan sebuah fungsi atau juga
sebuah upaya untuk dapat “menemukan”
terdapatnya “sesuatu” gejala awal atau indikasi
awal, yang walaupun saat ini masih berskala kecil,
tetapi diperkirakan akan dapat berkembang
menjadi sesuatu yang memerlukan perhatian
serius.

b. Early Warning (Peringatan Dini). Early Warning


pada dasarnya adalah sebuah upaya untuk
memberikan gambaran situasi yang bisa menjadi

116 | K e s i a p s i a g a a n B
ancaman yang perlu mendapatkan perhatian.
Sebab bila diabaikan akan mengundang berbagai
implikasi, dampak, risiko. Atau bahaya yang dapat
muncul di masa yang akan datang, berdasarkan
identifikasi masalah, judgement dan early
detection.

Kaidah lain dalam analisis intelijen adalah Forecasting


(Perkiraan) yang pada dasarnya adalah suatu olah pikir
dalam memberikan perkiraan tentang bayangan dari
sebuah gambaran tentang kemungkinan perkembangan
situasi yang bisa terjadi di masa yang akan dating, yang
disusun berdasarkan kaidah :
a. Cyclic Forecasting, penyusunan perkiraan yang
dilakukan dengan mengikuti teori bahwa segala
sesuatu memiliki siklus sendiri dan biasanya
kejadian-kejadian yang selalu mengikutinya selalu
berulang mengikutinya.

b. Causative Forecasting, perkiraan yang disusun


dilakukan dengan cara mengaitkan prinsip sebab
akibat, baik yang bersifat positif maupun yang
bersifat negatif.

Penyampaian Produk intelijen


Sebagaimana dijelaskan di atas, produk inteljen adalah
hasil dari proses intelijen yang berupa forecasting
(perkiraan). Perkiraan ini kemudian disebut sebagai
pengetahuan (knowledge) yang digunakan oleh para
pembuat keputusan (deision makers) dan para pembuat
kebijakan (policy makers) sebagai dasar dalam melakukan
aksi (action) atau tindakan.

117 | K e s i a p s i a g a a n B
b) Fungsi Intelijen Pengamanan (Security)
Pengamanan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
secara terencana dan terarah untuk mencegah dan/atau
melawan upaya, pekerjaan, kegiatan Intelijen, pihak Lawan
yang merugikan kepentingan dan keamanan nasional atau
dengan kata lain Kontra Intelijen baik Kontra Penyelidikan
maupun Kontra Penggalangan, antara lain : kontra
spionase, kontra sabotase, Lawan PUS, Lawan Propaganda
hingga Kontra Subversi. Kegiatan/operasi pengamanan
dapat dilakukan oleh badan-badan intelijen atau badan-
badan yang memang bertugas dalam menjaga keamanan
nasional di suatu Negara.

c) Fungsi Intelijen

Penggalangan Proganda
Propaganda adalah kegiatan yang direncanakan (planned
activity) yang dijabarkan dengan kata (word) atau tindakan
(deed) atau kombinasi dari keduanya, yang bermaksud
mengubah suatu sikap (attitude) dengan tujuan mengubah
tingkah laku (behaviour) secara sukarela ( (willingly) (Jono
Hatmojo, 2003, 182). Propaganda dapat dikenali dari beberapa
ciri khasnya (R.M. Simatupang, 2017, 52) sebagai :

 suatu pernyataan antara manusia dengan manusia lain


(tidak termasuk pernyataan antara manusia dengan
binatang atau manusia dengan mesin atau sebaliknya)
secara sistematis yang kadang kala disertai ancaman dan
paksaan psikologis dengan memakai segala macam alat
media;
 dari individu atau sekelompok kepada individu atau
kelompok lain;
118 | K e s i a p s i a g a a n B
 dengan tujuan mempengaruhi jalannya pemikirin,
pendapat, sikap yang akhirnya akan Nampak pada tindakan
orang atau orang-orang yang dipengaruhi iru, terutama
bekerja atas dasar-dasar psikologis;
 sehingga orang atau orang-orang yang dipengaruhi itu
berbuat/bertindak sesuai dengan yang dikehendaki si
propagandist.

Perang Urat Syaraf (PUS)


Banyak definisi tentang Perang Urat Syaraf (R.M. Simatupang,
2017, 95), namun untuk dapat memahami tentang PUS dapat
menggunakan salah satu definisi dari William E. Daugherty
yang diterjemahkan secara bebas sebagai : “Penggunaan
propaganda secara berencana dan kegiatan-kegiatan lain yang
dirancang untuk mempengaruhi pendapat-pendapat, perasaan-
perasaan, sikap-sikap dan perilaku musuh, pihak netral, pihak
sekutu atau golongan yang bersahabat di luar negeri, dengan
sedemikian rupa, dalam rangka mendukung pencapaian tujuan
dan kepentingan nasional”.

3. KEWASPADAAN DINI DALAM PENYELENGGARAAN


OTONOMI DAERAH
Dalam rangka penyelenggaraan otonomi, daerah
mempunyai kewajiban melindungi masyarakat, menjaga
persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional serta
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepala
daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban
memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat dan
untuk mewujudkan ketenteraman, ketertiban dan
perlindungan masyarakat perlu dilakukan upaya-upaya
kewaspadaan dini oleh masyarakat.

119 | K e s i a p s i a g a a n B
Kewaspadaan dini masyarakat adalah kondisi
kepekaan, kesiagaan dan antisipasi masyarakat dalam
menghadapi potensi dan indikasi timbuinya bencana, baik
bencana perang, bencana alam, maupun bencana karena
ulah manusia. Yang dimaksud dengan bencana : adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
perang, alam, ulah manusia, dan penyebab Iainnya yang
dapat mengakibatkan korban dan penderitaan manusia,
kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan
saranaprasarana, dan fasilitas umum, serta menimbulkan
gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan
masyarakat.
Untuk mewujudkan ketenteraman, ketertiban dan
perlindungan masyarakat yang dilakukan dengan upaya-
upaya kewaspadaan dini oleh masyarakat dibentuklah
Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat yang selanjutnya
disingkat FKDM. FKDM adalah wadah bagi elemen
masyarakat yang dibentuk dalam rangka menjaga dan
memelihara kewaspadaan dini masyarakat, termasuk wakil
—wakil Ormas. Yang dimaksud ormas disini adalah
organisasi kemasyarakatan yang merupakan organisasi
non pemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk oleh
warga negara Republik Indonesia secara sukarela,
berbadan hukum dan telah terdaftar serta bukan
organisasi sayap partai politik.
FKDM dibentuk di provinsi, kabupaten/kota,
kecamatan, dan desa/kelurahan. Pembentukan FKDM
dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah
daerah. FKDM memiliki hubungan yang bersifat konsultatif.
Dalam rangka pembinaan FKDM dibentuk Dewan
Penasehat Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat di

120 | K e s i a p s i a g a a n B
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan kelurahan/desa.
Dewan Penasehat FKDM mempunyai tugas :
1. membantu kepala daerah merumuskan kebijakan dalam
memelihara kewasdaan dini masyarakat.
2. memfasilitasi hubungan kerja antara FKDM dengan
pemerintah daerah dalam memelihara kewaspadaan
dini masyarakat.

a) FKDM provinsi
Keanggotaan Dewan Penasehat FKDM provinsi ditetapkan
oleh gubernur dengan susunan keanggotaan :
1. Ketua : Wakil gubernur;
2. Sekretaris : Kepala badan kesatuan bangsa
dan politik provinsi;
3. Anggota : Instansi terkait termasuk wakil-
wakil Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Tentara
Nasional Indonesia, Kejaksaan,
Pos Wilayah Badan Intelijen
Negara, Satuan Koordinasi
Pelaksana Penanggulangan
Bencana Alam, Kantor Wilayah
Imigrasi dan
Dinas
Kependudukan dan Catatan
Sipil.Keanggotaan FKDM
provinsi terdiri atas wakil-
wakil ormas, perguruan tinggi,
lembaga pendidikan lain,
tokoh masyarakat, tokoh adat,
tokoh agama, tokoh pemuda,
dan elemen masyarakat

121 | K e s i a p s i a g a a n B
Iainnya.
FKDM provinsi mempunyai tugas :

122 | K e s i a p s i a g a a n B
1. menjaring, menampung, mengoordinasikan, dan
mengomunikasikan data dan informasi dari
masyarakat mengenal potensi ancaman keamanan,
gejala atau peristiwa bencana dalam rangka upaya
pencegahan dan penanggulangannya secara dini;
dan
2. memberikan rekomendasi sebagai bahan
pertimbangan bags gubernur mengenai kebijakan
yang berkaitan dengan kewaspadaan dini
masyarakat.

b) FKDM kabupaten/kota
Keanggotaan FKDM kabupaten/kota terdiri atas wakil-
wakil ormas, perguruan tinggi, lembaga pendidikan lain,
tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda,
dan elemen masyarakat Lainnya.
Keanggotaan Dewan Penasehat FKDM kabupaten/kota
ditetapkan oleh bupati/walikota dengan susunan
keanggotaan :
1. Ketua : Wakil bupati/wakil walikota;
2. Sekretaris : Kepala badan kesatuan bangsa
dan politik kabupaten/kota;
3. Anggota : Instansi terkait termasuk wakil-
wakil Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Tentara Nasional Indonesia, Pos Daerah Badan
Intelijen Negara, Satuan Pelaksana Penanggulangan
Bencana Alam, Kejaksaan, Kantor Imigrasi dan
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
FKDM kabupaten/kota mempunyai tugas :
1. menjaring, menampung, mengoordinasikan, dan
mengomunikasikan data dan informasi dari
masyarakat mengenal potensi ancaman keamanan,

123 | K e s i a p s i a g a a n B
gejala atau peristiwa bencana dalam rangka upaya
pencegahan dan penanggulangannya secara dini;
dan
2. memberikan rekomendasi sebagai bahan
pertimbangan bagi bupati/walikota mengenai
kebijakan yang berkaitan dengan kewaspadaan
dini masyarakat.

c) FKDM kecamatan
Keanggotaan FKDM kecamatan terdiri atas wakil-wakil
ormas, lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh adat,
tokoh agama, tokoh pemuda, dan elemen masyarakat
lainnya.
Keanggotaan Dewan Penasehat FKDM kecamatan
ditetapkan oleh bupati/walikota dengan susunan
keanggotaan :
1. Ketua : Camat;
2. Sekretaris : Sekretaris kecamatan;
3. Anggota : Pejabat terkait di tingkat
kecamatan.
FKDM kecamatan mempunyai tugas :
1. menjaring, menampung, mengoordinasikan, dan
mengomunikasikan data dan informasi dari
masyarakat mengenal potensi ancaman keamanan,
gejala atau peristiwa bencana dalam rangka upaya
pencegahan dan penanggulangannya secara dini;
dan
2. memberikan rekomendasi sebagai bahan
pertimbangan bagi camat mengenai kebijakan
yang berkaitan dengan kewaspadaan dini

124 | K e s i a p s i a g a a n B
masyarakat.

125 | K e s i a p s i a g a a n B
d) FKDM desa/kelurahan
Keanggotaan FKDM desa/kelurahan terdiri atas wakil-
wakil ormas, pemuka-pemuka masyarakat dan pemuda,
anggota Satlinmas dan anggota Polmas, serta elemen
masyarakat Iainnya.
Keanggotaan Dewan Penasehat FKDM desa/kelurahan
ditetapkan oleh camat dengan susunan keanggotaan :
1. Ketua : Kepala desa/Iurah;
2. Sekretaris : Sekretaris desa/kelurahan;
3. Anggota : Pejabat terkait
di desa/kelurahan.

FKDM desa/kelurahan mempunyai tugas :


1. menjaring, menampung, mengoordinasikan, dan
mengkomunikasikan data dan Informasi dari
masyarakat mengenai potensi ancaman keamanan,
gejala atau peristiwa bencana dalam rangka upaya
pencegahan dan penanggulangannya secara dini;
dan
2. memberikan rekomendasi sebagai bahan
pertimbangan bagi kepala desa/lurah dalam
penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat.

Pendanaan
Pendanaan bagi penyelenggaraan kewaspadaan dini
masyarakat di provinsi didanai dari dan atas beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi.
Pendanaan bagi penyelenggaraan kewaspadaan dini
masyarakat di kabupaten/kota didanai dari dan atas beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/
kota. Pendanaan terkait dengan pengawasan dan

126 | K e s i a p s i a g a a n B
pelaporan

127 | K e s i a p s i a g a a n B
penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat secara
nasional didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara.

4. DETEKSI DINI DAN PERINGATAN DINI DALAM


PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH
Dalam rangka mengantisipasi ancaman terhadap
integritas nasional dan tegaknya kedaulatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, perlu dilaksanakan deteksi
dini dan peringatan dini di daerah yang perlu didukung
dengan koordinasi yang baik antar aparat unsur intelijen
secara professional yang diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 16 tahun 2011 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun
2006 tentang Komunitas Intelijen Daerah.
Dalam penyelenggaraan otonomi, daerah
mempunyai kewajiban melindungi masyarakat, menjaga
persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional serta
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepala
daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban
memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat.

Jaringan Intelijen
Dalam Permendagri tersebut dijelaskan pengertian
intelijen sebagai berikut : “Intelijen adalah segala usaha,
kegiatan, dan tindakan yang terorganislr dengan
menggunakan metode tertentu untuk menghasilkan
produk tentang masalah yang dihadapi dari seluruh aspek
kehidupan untuk disampaikan kepada pimpinan sebagai
bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan”.
Sementara jaringan Intelijen dijelaskan sebagai : “hubungan
antar perorangan, kelompok maupun instansi tertentu yang

128 | K e s i a p s i a g a a n B
dapat memberikan data dan/atau informasi atau bahan
keterangan untuk kepentingan tugas intelijen”.
Komunitas Intelijen Daerah yang selanjutnya disebut
Kominda adalah forum komunikasi dan koordinasi unsur
Intelijen dan unsur pimpinan daerah di provinsi dan
kabupaten/kota, dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Unsur pimpinan daerah provinsi adalah gubernur,
panglima kodam/komandan korem, kepala kepolisian
daerah, kepala kejaksaan tinggi dan unsur pimpinan
daerah lain yang tertinggi di provinsi.
2. Unsur pimpinan daerah kabupaten/kota adalah
bupati/walikota, komandan kodim, kepala kepolisian
resort, kepala kejaksaan negeri dan unsur pimpinan
daerah lain yang tertinggi di kabupaten/kota.
3. Unsur pimpinan intelijen pusat adalah Direktur Jenderal
Kesatuan Bangsa dan Politik, Asisten Intelijen Panglima
Tentara Nasional Indonesia, Kepala Badan Intelijen
Strategis, Kepala Badan Intelijen Keamanan, Jaksa
Agung Muda Intelijen Kejaksaan dan Direktur Intelijen
Imigrasi.

Kominda dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota.


Pembentukan Kominda provinsi dilakukan oleh gubernur,
pembentukan Kominda kabupaten/kotadilakukan oleh
bupati/walikota. Kominda memiiiki hubungan yang
bersifat koordinatif dan konsultatif secara vertikal dan
horizontal. Hubungan secara vertikal merupakan :
1. hubungan Kominda provinsi untuk berkoodinasi dan
berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri; dan
2. hubungan Kominda kabupaten/kota untuk
berkoodinasi dan berkonsultasi dengan Kominda
Provinsi.

129 | K e s i a p s i a g a a n B
Hubungan secara horizontal merupakan hubungan antar
unsur intelijen daerah.

Kominda Provinsi
Keanggotaan Kominda provinsi ditetapkan oleh gubernur
dengan susunan :
Ketua : Gubernur.
Pelaksana harian : Kepala Badan Intelijen Daerah.
Sekretaris : Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Provinsi.
Keanggotaan : Unsur Intelijen dari Badan Intelijen Negara,
Tentara Nasional Indonesia,
Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Kejaksaan Tinggi,
Imigrasi, Bea dan Cukai, Pajak,
Perbankan dan unsur terkait lainnya.

Kominda provinsi mempunyai tugas :


1. merencanakan, mencari, mengumpulkan,
mengkoordinasikan, dan mengkomunikasikan
informasi/bahan keterangan intelijen dari berbagai
sumber mengenai potensi, gejala, atau peristiwa yang
menjadi ancaman stabilitas nasional di daerah; dan
2. memberikan rekomendasi sebagai bahan
pertimbangan bagi unsur pimpinan daerah provinsi
mengenai kebijakan yang berkaitan dengan deteksi
dini, peringatan dini dan pencegahan dini terhadap
ancaman stabilitas nasional di provinsi.

Kominda kabupaten/kota
Keanggotaan Kominda kabupaten/kota ditetapkan oleh
bupati/walikota dengan susunan :

130 | K e s i a p s i a g a a n B
1. Ketua : Bupati/Walikota.
2. Pelaksana Harian : Unsur Intelijen dari
Kepolisian Republik Indonesia.
3. Sekretaris : Kepala Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik Kabupaten/Kota.
4. Keanggotaan : Unsur intelijen dari
Badan Intelijen Negara, Tentara Nasional Indonesia,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, KeJaksaan
Negeri, Imigrasi, Bea dan Cukai, Pajak, Perbankan dan
unsur terkait Iainnya.

Kominda kabupaten/kota mempunyai tugas :


1. merencanakan, mencari, mengumpulkan,
mengkoordinasikan, dan mengkomunikasikan
informasi atau bahan keterangan dan intelijen dari
berbagai sumber mengenai potensi, gejala, atau
peristiwa yang menjadi ancaman stabilitas nasional di
daerah; dan
2. memberikan rekomendasi sebagai bahan
pertimbangan bagi unsur pimpinan daerah
kabupaten/kota mengenai kebijakan yang berkaitan
dengan deteksi dini dan peringatan dini terhadap
ancaman stabilitas nasional di kabupaten/kota.

Pembinaan, Pengawasan dan pelaporan


Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal
Kesatuan Bangsa dan Politik dan Kepala Badan Intelijen
Negara melalui Deputi Urusan Pemerintahan Dalam Negeri,
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Kominda di provinsi, kabupaten/kota.
Gubernur melakukan pengawasaan terhadap
penyelenggaraan Kominda di kabupaten/kota. Pelaksanaan

131 | K e s i a p s i a g a a n B
penyelenggaraan tugas Kominda di Provinsi dilaporkan
oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri dengan
tembusan kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum dan
Keamanan, Menteri Pertahanan, Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia, Menteri Keuangan, Kepala Badan Intelijen
Negara, Jaksa Agung Republik Indonesia, Panglima Tentara
Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan unsur pimpinan intelijen pusat.
Pelaksanaan penyelenggaraan Kominda di
Kabupaten/Kota dilaporkan oleh Bupati/Walikota kepada
Gubernur dengan tembusan kepada Menteri Koordinator
Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri,
Menteri Pertahanan, Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Menteri Keuangan, Kepala Badan Intelijen
Negara, Jaksa Agung, Panglima Tentara Nasional Indonesia
dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta
unsur pimpinan daerah Provinsi.
Laporan dilakukan secara berkala setiap 6 (enam) bulan
pada bulan Januari dan Juli, dan sewaktu-waktu jika
dipandang perlu. Dalam keadaan mendesak, mekanisme
pelaporan dapat disampaikan secara Iisan serta dapat
melampaui hierarki yang ada, dengan ketentuan tetap
segera menyampaikan laporan dan tembusan tertulis
secara hierarki.

Pendanaan
Pendanaan bagi penyelenggaraan Kominda di provinsi
didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah provinsi, sedangkan pendanaan bagi
penyelenggaraan Kominda dl kabupaten/kota didanai dari
dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota. Terkait dengan pengawasan dan

132 | K e s i a p s i a g a a n B
pelaporan penyelenggaraan tugas Kominda secara nasional
didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.

5. KEWASPADAAN DINI DALAM PENYELENGGARAAN


PERTAHANAN NEGARA
Dalam penyelenggaraan pertahanan Negara,
kemampuan kewaspadaan dini dikembangkan untuk
mendukung sinergisme penyelenggaraan pertahanan
militer dan pertahanan nirmiliter secara optimal, sehingga
terwujud kepekaan, kesiagaan, dan antisipasi setiap warga
negara dalam menghadapi potensi ancaman. Di sisi lain,
kewaspadaan dini dilakukan untuk mengantisipasi
berbagai dampak ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan
budaya yang bisa menjadi ancaman bagi kedaulatan,
keutuhan NKRI dan keselamatan bangsa.
Unsur Utama pertahanan nirmiliter dilaksanakan
oleh K/L sebagai leading sector dalam rangka pengelolaan
dan penyelenggaraan pertahanan nirmiliter sesuai dengan
sifat dan bentuk ancaman yang dihadapi. Unsur Utama
disusun dalam bentuk kekuatan, kemampuan, dan gelar.
Kekuatan Unsur Utama yang disiapkan oleh K/L
disesuaikan ancaman nonmiliter yang dihadapi dan
bersinergi dengan seluruh kekuatan bangsa lainnya. Unsur
Utama menjadi kekuatan utama dalam menghadapi
ancaman nonmiliter, sekaligus menjamin sinergisme
antara pertahanan militer dan nirmiliter dalam
penyelenggaraan pertahanan negara.
Postur pertahanan nirmiliter terdiri atas Unsur
Utama dan Unsur Lain Kekuatan Bangsa yang disusun dan
ditata oleh K/L di luar bidang pertahanan. Penataan Unsur
Utama dan Unsur Lain Kekuatan Bangsa secara terpadu

133 | K e s i a p s i a g a a n B
dapat berperan sesuai dengan fungsinya pada pertahanan
nirmiliter.
Pengembangan kemampuan Unsur Utama K/L
pada pertahanan nirmiliter diarahkan pada kemampuan
kewaspadaan dini, kemampuan bela negara, kemampuan
diplomasi, kemampuan iptek, kemampuan ekonomi,
kemampuan sosial, kemampuan moral dan kemampuan
dukungan penyelenggaraan pertahanan negara.

Kemampuan Intelijen
Pembinaan kemampuan pertahanan militer
dilaksanakan secara bersama oleh Pemerintah, dalam hal
ini Kemhan yang mencakup penetapan kebijakan
penyelenggaraan pertahanan negara, perumusan kebijakan
umum penggunaan kekuatan TNI yang memiliki
kemampuan intelijen. Kemampuan intelijen meliputi
pengembangan kemampuan SDM yang profesional,
didukung penggunaan teknologi yang mampu
melaksanakan tugas-tugas secara terintegrasi dan
bersinergi dengan pertahanan nirmiliter.
Pembangunan kelembagaan pertahanan militer
maupun pertahanan nirmiliter diselenggarakan guna
mewujudkan kekuatan yang terintegrasi dalam
pengelolaan pertahanan negara melalui penguatan dan
penataan ulang serta restrukturisasi kelembagaan dimana
salah satunya adalah penguatan kapasitas lembaga
intelijen dan kontra intelijen untuk pertahanan negara,
termasuk pengembangan pertukaran informasi antar K/L
dalam rangka peningkatan kemampuan deteksi dini dan
peringatan dini.
6. DETEKSI DINI DAN PERINGATAN DINI DALAM SISTEM
KEAMANAN NASIONAL.

134 | K e s i a p s i a g a a n B
Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun dijelaskan
bahwa Pembukaan 1945 alinea keempat menyebutkan
bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia adalah
untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial yang
senantiasa diupayakan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

Sistem Kemanan Nasonal


Untuk mencapai tujuan negara harus dapat
mengembangkan suatu sistem nasional yang meliputi
sistem kesejahteraan nasional, sistem ekonomi nasional,
sistem politik nasional, sistem pendidikan nasional, sistem
hukum dan peradilan nasional, sistem pelayanan kesehatan
nasional, dan sistem keamanan nasional. Keamanan
nasional merupakan kondisi dinamis bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang menjamin keselamatan,
kedamaian, dan kesejahteraan warga negara, masyarakat,
dan bangsa, terlindunginya kedaulatan dan keutuhan
wilayah negara, serta keberlangsungan pembangunan
nasional dari segala ancaman. Secara akademik, keamanan
nasional dipandang sebagai suatu konsep multidimensional
yang memiliki empat dimensi yang saling berkaitan, yaitu
dimensi keamanan manusia, dimensi keamanan dan
ketertiban masyarakat, dimensi keamanan dalam negeri,
dan dimensi pertahanan.

135 | K e s i a p s i a g a a n B
Ancaman
Sejalan dengan perkembangan zaman, proses
globalisasi telah mengakibatkan munculnya fenomena baru
yang dapat berdampak positif yang harus dihadapi bangsa
Indonesia, seperti demokratisasi, penghormatan terhadap
hak asasi manusia, tuntutan supremasi hukum,
transparansi, dan akuntabilitas. Fenomena tersebut juga
membawa dampak negatif yang merugikan bangsa dan
negara yang pada gilirannya dapat menimbulkan ancaman
terhadap kepentingan dan keamanan nasional.
Ancaman memiliki hakikat yang majemuk,
berbentuk fisik atau nonfisik, konvensional atau
nonkonvensional, global atau lokal, segera atau mendatang,
potensial atau aktual, militer atau nonmiliter, langsung
atau tidak langsung, dari luar negeri atau dalam negeri,
serta dengan kekerasan senjata atau tanpa kekerasan
senjata, yang dapat diuaraikan sebagai berikut :
1. Ancaman terhadap keamanan manusia meliputi
keamanan ekonomi, pangan, kesehatan, lingkungan,
personel, komunitas, dan politik.
2. Ancaman terhadap keamanan dan ketertiban
masyarakat meliputi kriminal umum dan kejahatan
terorganisasi lintas negara.
3. Ancaman terhadap keamanan dalam negeri meliputi
separatisme, terorisme, spionase, sabotase, kekerasan
politik, konflik horizontal, perang informasi, perang
siber (cyber), dan ekonomi nasional.
4. Ancaman terhadap pertahanan meliputi perang tak
terbatas, perang terbatas, konflik perbatasan, dan
pelanggaran wilayah.

136 | K e s i a p s i a g a a n B
Perlu diwaspadai bahwa ancaman terhadap
kepentingan dan keamanan nasional tidak lagi bersifat
tradisional, tetapi lebih banyak diwarnai ancaman
nontradisional. Hakikat ancaman telah mengalami
pergeseran makna, bukan hanya meliputi ancaman internal
dan/atau ancaman dari luar yang simetris (konvensional),
melainkan juga asimetris (nonkonvensional) yang bersifat
global dan sulit dikenali serta dikategorikan sebagai
ancaman dari luar atau dari dalam.
Bentuk dan sifat ancaman juga berubah menjadi
multidimensional. Dengan demikian, identifikasi dan
analisis terhadap ancaman harus dilakukan secara lebih
komprehensif, baik dari aspek sumber, sifat dan bentuk,
kecenderungan, maupun yang sesuai dengan dinamika
kondisi lingkungan strategis.

Deteksi Dini dan Peringatan Dini


Upaya untuk melakukan penilaian terhadap
ancaman tersebut dapat terwujud dengan baik apabila
Intelijen Negara sebagai bagian dari sistem keamanan
nasional yang merupakan lini pertama mampu melakukan
deteksi dini dan peringatan dini terhadap berbagai bentuk
dan sifat ancaman, baik yang potensial maupun aktual.
Intelijen Negara berperan melakukan upaya,
pekerjaan, kegiatan, dan tindakan untuk deteksi dini dan
peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan,
dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman
yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan dan
keamanan nasional. Adapun tujuan Intelijen Negara :
adalah mendeteksi, mengidentifikasi, menilai,
menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan Intelijen dalam
rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi

137 | K e s i a p s i a g a a n B
berbagai

138 | K e s i a p s i a g a a n B
kemungkinan bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan
nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan
negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan
keamanan nasional.
Intelijen Negara sebagai penyelenggara Intelijen
sudah ada sejak awal terbentuknya pemerintahan negara
Republik Indonesia dan merupakan bagian integral dari
sistem keamanan nasional yang memiliki wewenang untuk
menyelenggarakan fungsi dan melakukan aktivitas Intelijen
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyelenggaraan fungsi dan kegiatan Intelijen yang
meliputi penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan
menggunakan metode kerja, seperti pengintaian, penjejakan,
pengawasan, penyurupan (surreptitious entry), penyadapan,
pencegahan dan penangkalan dini, serta propaganda dan
perang urat syaraf.

Ruang lingkup
Ruang lingkup Intelijen Negara meliputi :
1. Intelijen dalam negeri dan luar negeri;
2. Intelijen pertahanan dan/atau militer;
3. Intelijen kepolisian dan Intelijen penegakan hukum;
dan
4. Intelijen kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian.

Penyelenggara Intelijen Negara


Penyelenggara Intelijen Negara terdiri atas penyelenggara
Intelijen Negara yang bersifat nasional (Badan Intelijen
Negara), penyelenggara Intelijen alat negara, serta
penyelenggara Intelijen kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian. Untuk mewujudkan sinergi terhadap

139 | K e s i a p s i a g a a n B
seluruh penyelenggara Intelijen Negara dan menyajikan
Intelijen yang integral dan komprehensif, penyelenggaraan
Intelijen Negara dikoordinasikan oleh Badan Intelijen
Negara. Penyelenggara Intelijen Negara terdiri atas:
1. Badan Intelijen Negara;
2. Intelijen Tentara Nasional Indonesia;
3. Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia;
4. Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia; dan
5. Intelijen kementerian/lembaga pemerintah
nonkementerian.

Kerahasiaan dan masa retensi


Keberadaan dan aktivitas Intelijen Negara tidak terlepas
dari persoalan kerahasiaan. Rahasia Intelijen merupakan
bagian dari rahasia negara yang memiliki Masa Retensi.
Rahasia Intelijen merupakan bagian dari rahasia negara.
Rahasia Intelijen dikategorikan dapat :
1. membahayakan pertahanan dan keamanan negara;
2. mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk
dalam kategori dilindungi kerahasiaannya;
3. merugikan ketahanan ekonomi nasional;
4. merugikan kepentingan politik luar negeri dan
hubungan luar negeri;
5. mengungkapkan memorandum atau surat
yang menurut sifatnya perlu dirahasiakan;
6. membahayakan sistem Intelijen Negara;
7. membahayakan akses, agen, dan sumber yang
berkaitan dengan pelaksanaan fungsi Intelijen;
8. membahayakan keselamatan Personel Intelijen
Negara; atau i. mengungkapkan rencana dan
pelaksanaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
fungsi Intelijen.

140 | K e s i a p s i a g a a n B
Masa Retensi berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun
dan dapat diperpanjang setelah mendapat persetujuan dari
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

7. IMPLEMENTASI DAN APLIKASI KEWASPADAAN DINI


BAGI CPNS
Sebagai Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, CPNS
memiliki kewajiban untuk ikut mengantisipasi ancaman
terhadap integritas nasional dan tegaknya kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini dapat
dimplementasikan dengan “kesadaran lapor cepat”
terhadap setiap potensi ancaman, baik di lingkungan
pekerjaan maupun lingkungan pemukiman, menorong
terbentuknya FKDM di lingkungan masing-masing atau
berkontribusi pada Kominda Namun, sebagai warga
Negara kesadaran lapor cepat adalah perwujudan
kewaspadaan dini adalah perwujudan dari kesadaran bela
Negara. Pelaporan dapat dilakukan secara lisan (langsung)
atau tertulis kepada aparat/pejabat terkait sesuai dengan
potensi ancaman yang ditemukan.

Adapun secara aplikatif, pelaporan dilaksanakan


dengan menggunakan Laporan Informasi dengan format
sebagai berikut :

141 | K e s i a p s i a g a a n B
LAPORAN INFORMASI

DARI : …………..
KEPADA : …………..
BIDANG : …………..
SUMBER : …………..
NILAI : …………..

1. FAKTA-FAKTA (5W + 1 H)
………………………………….………………………
……………………………………………………………
……………………………………………………………
2. PENDAPAT PELAPOR
…………………………………………………………
…………………………………………………………
……………………………………….…………………
…..

………………, ………. 20….

PELAPOR

……………………

142 | K e s i a p s i a g a a n B
Cara pengisian :

DARI : Diisi nama pelapor


KEPADA : Diisi aparat/pejabat yang menerima
laporan
BIDANG : Diisi bidang atau perihal ; Kamtibmas,
Ideologi, dan lain-lain
SUMBER : Diisi sumber informasi (hanya 1 orang
sumber)
NILAI : Diisi penilaian menurut anda, sedapatnya
sesuai ketentuan di atas, B-2 atau B-3
mengingat informasi ini masih perlu
diperiksa.
1. FAKTA-FAKTA
Pada paragraf I, diisi fakta-fakta yang sebenarnya dengan unsur-
unsur keterangan 5W=1H (SIABIDIBAME) dari sumber
informasi, apabila ada sumber berikutnya, atau fakta lain, bisa
diisikan pada paragraph-paragraf berikutnya.

2. PENDAPAT PELAPOR
Diisi analisa singkat dan saran/rekomendasi terkait
penanganannya. Analisa harus obyektif sehingga
saran/rekomendasi yang diberikan menjadi logis dan rasional
serta relevan dengan fakta-fakta yang ada.
Kota, tanggal-bulan 20….

PELAPOR

Nama Lengkap dan ditandatangani

143 | K e s i a p s i a g a a n B
D. MEMBANGUN TIM

1. Pendahuluan
PNS yang samapta adalah PNS yang mampu meminimalisir
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan terkait dengan
pelaksanaan kerja. Dengan memiliki kesiapsiagaan yang baik
maka PNS akan mampu mengatasi segala ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan baik dari dalam maupun dari luar.
Sebaliknya jika kesiapsiagaan yang dimiliki oleh PNS akan
mudah sulit mengatasi adanya ancaman, tantangan, hambatan,
dan gangguan. Oleh karena itu melalui Latsar CPNS ini, Anda
diberikan pembekalan berupa pengetahuan dan internalisasi
nilai-nilai kesiapsiagaan melalui berbagai macam permainan
yang berguna untuk membangun tim yang efektif dalam setiap
melaksanakan kegiatan yang memerlukan kerjasama 2 orang
atau lebih.
Dalam modul ini, Anda akan diajak melakukan berbagai
permainan yang didalamnya terkandung berbagai macam
latihan Kesiapsiagaan baik Jasmani maunpun mental. Target
dari materi ini adalah bagaimana Anda dengan dibantu
fasilitator mendapatkan pemaknaan dari setiap permainan
sehingga dapat Anda manfaatkan dalam pelaksanaan tugas.
Oleh karena itu, baca dan pahami terlebih dahulu kompetensi
dasar yang harus Anda kuasai serta sejumlah indikator
keberhasilan untuk mengukur pemahaman Anda tentang
materi modul ini. Semoga berbagai permainan yang disajikan
akan menjadi sumber inspirasi serta semakin menguatkan
motivasi Anda untuk menampilkan kesiapsiagaan sebagai
aparatur negara dan sebagai pelayan masyarakat yang baik.

144 | K e s i a p s i a g a a n B
2. Jenis Permainan Menarik Kesiapsiagaan
Melalui kegiatan belajar ini, Anda akan diajak melakukan
berbagai permainan yang didalamnya terkandung berbagai
macam latihan Kesiapsiagaan baik Jasmani maunpun mental.
Target dari materi ini adalah bagaimana Anda dengan dibantu
fasilitator mendapatkan pemaknaan dari setiap permainan
sehingga dapat Anda manfaatkan dalam pelaksanaan tugas.

Delapan belas (13) jenis permainan yang tercantum dalam


modul ini hanya sebagai contoh dari sekian banyak permainan
yang dapat anda lakukan, diantaranya: Birma Crosser,
Carterpillar Race, Folding Carpet, Hulahoop, Log Line, Flying Fox,
Spider Web, Grass In The Wind, Almost Infinite Circle, Tupai dan
Pemburu, Pipa Bocor, Evakuasi Bambu, dan Blind Walk.

1) BIRMA CROSSER / WALK ON BAMBOO


Tujuan permainan ini adalah melatih tingkat percaya diri
untuk menghadapi segala ujian dan rintangan dalam
kehidupan dengan berjalan di atas titian bambu dengan
ketinggian tertentu. Alat bantu dalam out bound training
permainan ini meliputi bambu, tali karmentel, kong,
snappling, webbing dan helm. Adapun prosedur dalam
permainan Birma Crosser adalah :
1) Setiap peseta diminta meniti bambu yang telah
disediakan dengan ketinggian 2 m dan panjang 15 m
2) Fasilitator memasangkan kelengkapan
pengaman sebelum peserta melaksanakan tugas
tersebut
3) Fasilitator memberikan arahan dan motivasi
agar peserta berhasil melewati bambu dengan
sebaik- baiknya.
4) Fasilitator memegang tali pengaman untuk

145 | K e s i a p s i a g a a n B
menjaga keselamatan peserta.

146 | K e s i a p s i a g a a n B
5) Saat pelaksanaan peserta yang lain menunggu giliran

Pemaknaan dalam permainan ini adalah :


1) Mampukah semua peserta melaksanakan
tugasnya dengan baik ?
2) Adakah peserta yang merasa takut akan ketinggian ?
3) Apa kunci keberhasilan mereka ?
4) Apa yang menjadi penyebab kegagalan ?

2) CARTERPILLAR RACING (BALAP ULAT BULU)


Caterpillar race atau balap ulat bulu dapat dimainkan di
lapangan Peserta dipecah jadi 3 atau 4 regu, terdiri dari 7-
10 orang,

Instruksi
1) Peserta kita minta untuk membentuk formasi berbaris
ke belakang dengan tangan dibahu, atau di pinggang
atau berpelukan.
2) Tugas mereka adalah berjalan dengan teamnya dengan
rute yg kita buatkan sebelumnya, bisa berupa lintasan
dengan tali atau tanda-tanda patokan.
3) Tiap team harus bergerak secepatnya ke garis finish yg
kita tentukan
4) Bagi Team yang barisannya rusak harus mulai lagi dari
garis start.

Peraturan Permainan
1) Team yang menjadi pemenang adalah yang pertama
sampai di garis finish dengan utuh.
2) Larangan utama yaitu bahwa barisan tidak boleh putus.
3) Tidak boleh merusak formasi teamnya, misalnya
tangan terlepas, terjatuh atau tertinggal sebagian.

147 | K e s i a p s i a g a a n B
4) Lintasan dapat dibuat lurus atau berkelok-kelok.
5) Pergerakan bisa juga dibuat maju atau mundur,
6) Bisa juga formasi lainnya, tergantung kondisi lapangan
dan juga tingkat usia peserta

3) FOLDING CARPET (LIPAT KARPET)


Games ini dimainkan dengan alat bantu sebuah karpet atau
terpal plastik yang ukurannya 1meter persegi untuk 8-10
orang. Ukuran karpet dapat disesuaikan dengan jumlah
peserta yang akan ikut bermain maupun tingkat kesulitan
yang ingin diberikan, lebih banyak peserta maka
dibutuhkan karpet yang lebih luas.

Instruksi
Pertama, seluruh peserta diminta naik ke atas karpet dan
Setelah aba-aba dimulai mereka harus dapat membalik
karpet tersebut Kelompok harus bekerja sama dalam
menemukan cara dan kemudian membalik karpet tersebut.

Target
Kelompok yang paling cepat membalik karpet dianggap
sebagai pemenang, dan permainan ini dapat dimainkan di
dalam maupun di luar ruangan.

Larangan dan Hukuman


1) Orang-orang yang berada di atas karpet tersebut tidak
boleh turun ataupun menyentuh tanah.
2) Jika melakukan pelanggaran tersebut maka kelompok
dianggap gagal melakukan tugasnya.
3) Hukuman atas pelanggaran tersebut dapat diberikan
berupa pengurangan nilai atau potongan waktu.

148 | K e s i a p s i a g a a n B
4) HULAHOOP
Games ini dapat dalam kelompok, dengan jumlah anggota
kelompok 6-10 orang. Hulahoop yang digunakan bisa yang
terbuat dari rotan atau dari tali / webbing yang dibuat
melingkar dengan diameter 1-1,5 meter.

Petunjuk
1) Caranya hulahoop diletakkan di pundak salah satu
anggota kelompok
2) Kemudian dengan didahului aba-aba, hulahoop
tersebut harus berpindah dari satu anggota kelompok
ke anggota yang lain sampai ke anggota keloompok
yang terakhir,
3) Anggota kelompok boleh menggerakkan seluruh
badan untuk membuat hulaoop tersebut bergerak,
4) Posisi peserta dapat dibuat melingkar atau berjajar
atau berbaris ke belakang.

Larangan:
Webbing / hulahoop tidak boleh dipegang atau digenggam
oleh tangan anggota kelompok.

Variasi
1) Sebagai variasi, perpindahan hulahoop dapat dibuat
satu arah atau bisa juga bolak-balik.
2) Jika menggunakan tali/webbing, dapat juga
divariasikan dengan menggunakan 2 hulahoop yang
harus berpindah berlawanan arah.
3) Untuk lebih meriah, permainan ini dapat dimainkan
dalam format kompetisi dengan membentuk 2 atau 3
kelompok jika jumlah pesertanya mencukupi, dan
mereka yang paling cepat yang menang.

149 | K e s i a p s i a g a a n B
5) LOG LINE / BERDIRI DI ATAS BALOK PANJANG
Permainan ini dimainkan di luar ruang menggunakan
sebuah balok kayu yang dibuat sedemikian rupa agar tidak
bergerak. Panjang balok tersebut 1,5 hingga 2 meter, dan
sebaiknya yang agak besar agar agak tinggi dari
permukaan tanah ketika dinaiki oleh peserta. Peserta
yang akan bermain terdiri dari 6-10 orang, tergantung
besar dan panjang balok.

Instruksi dan petunjuk permainan


1) Pada awal permainan, kita minta seluruh anggota
kelompok utk naik ke atas balok dan mereka harus
saling membantu agar tidak terjatuh dari balok atau
pun menginjak tanah.
2) Setelah semua naik di atas balok, kita mulai memberi
instruksi dimana mereka harus berdiri berurutan
sesuai instruksi yang kita minta. Misalkan saja,
berdasarkan tanggal lahir,
3) Para Peserta harus mengatur barisan di atas balok
tanpa boleh turun ke tanah, dari angka yg paling kecil
ke angka yg paling besar.
4) Fasilitator menentukan mana yg menjadi bagian
depan. Jika berhasil, lanjutkan dengan instruksi
berikutnya, hingga 3 instruksi dapat mereka selesaikan
dengan baik.

Larangan
Jika terjatuh pada salah satu tugas, maka dianggap gugur
dan dilanjutkan dengan tugas kedua dan seterusnya.

150 | K e s i a p s i a g a a n B
Variasi
Bisa saja instruksinya urutan tinggi badan, nomor rumah dll.
Permainan ini dimainkan di luar ruang

6) FLYING FOX / MELUNCUR ANTAR POHON


Meluncur dari sebuah pohon dengan menggunakan sling
baja. Permainan ini melatih keberanian dan ketegasan
dalam mengambil keputusan, karena sekalipun sudah
menggunakan alat pengamanan yang Optimal peserta akan
bertarung dulu dengan rasa takutnya sebelum akhirnya
memutuskan untuk melompat. Umumnya setelah meluncur
Sensasinya yang luar biasa membuat kebanyakan peserta
ingin mengulanginya lagi

7) SPIDER WEB / BERPINDAH LEWAT JARING LABA-LABA


Seluruh peserta harus berpindah dari satu sisi ke sisi yang
lain melalui sebuah jaring laba-laba raksasa dengan
dibantu rekan yang lain.

Aturan Main :
1) Tidak boleh melalui lobang yang sudah pernah dilalui.
2) Badan dan pakaian tidak boleh menyentuh tali, tiang
atau pohon tempat tali diikat.
3) Tidak boleh melakukan lompatan.

Tipe : Strategic Game


Target : team work dalam mencapai target, inovasi-
kreativitas , disiplin

8) GRASS IN THE WIND


Pada permainan ini peserta secara bergantian akan
bergantian akan merubuhkan diri ke arah rekan kelompok

151 | K e s i a p s i a g a a n B
yang berdiri di sekeliling nya ; dan rekan-rekan yang lain
menahan dan kemudian mendorongnya ke arah yang lain.

Aturan Main :
1) kelompok membuat lingkaran kecil dengan posisi
tangan di depan dada
2) satu anggota kelompok berdiri di pusat lingkaran.
3) peserta yang di tengah menjatuhkan badan seperti
kayu tumbang, dengan kaki yang tidak berpindah dan
tetap rapat.
4) sisa kelompok yang ada bertugas menahan kemudian
mendorongnya ke arah yang lain.

9) ALMOST INFINITE CIRCLE


Peserta diminta untuk dapat melepaskan tali yang terikat
dengan tali pasangannya, dimana tali tersebut masing-
masing terikat di kedua pergelangan tangan masing-masing
orang.

Aturan Main :
a. Tidak boleh memotong tali
b. Tidak boleh membuka simpul yang mengikat ke
pergelangan tangan.

152 | K e s i a p s i a g a a n B
10) PEMBURU DAN TUPAI
Permainan dapat dilakukan di ruangan yang cukup besar
atau pun di halaman, dengan jumlah peserta tidak terbatas,
lebih baik dengan jumlah kelipatan 3 plus 1. Misalnya 13,
16,
22, atau 31…dst

Instruksi dan petunjuk permainan


1) Awalnya kita minta peserta membentuk lingkaran,
2) kemudian secara cepat kita minta mereka membentuk
kelompok-kelompok yang terdiri dari 3 orang,
sehingga pasti akan tersisa satu orang yang tidak
mempunyai kelompok.
3) Dari 3 orang tersebut kita minta satu orang menjadi
tupai yang akan jongkok/merunduk, berada di antara
2 rekan lainnya yang membentuk pohon dengan cara
berpegangan tangan saling berhadapan, seperti pada
permainan “ular naga panjangnya”.
4) Fasilitator akan mulai dengan memberikan cerita, di
mana dalam ceritanya akan diselipkan kata PEMBURU,
ANGIN, dan BADAI.
5) Jika disebut kata PEMBURU, maka semua tupai harus
pindah ke pohon yang lain, jadi berpindah ke
kelompok lainnya, secepatnya. Pohon tetap diam di
tempat.
6) Jika disebut kata ANGIN, maka yang berpindah adalah
pohon, tanpa boleh melepas pegangan tangannya,
mencari tupai yang lain.
7) Namun jika yang disebut adalah BADAI, maka semua
harus berpindah dan berganti peran, boleh jadi tupai
atau pohon dan sebaliknya.
8) Cerita akan dilanjutkan oleh satu orang yang tidak

153 | K e s i a p s i a g a a n B
mendapat tempat/pasangan, dan diteruskan hingga
beberapa kali

154 | K e s i a p s i a g a a n B
9) Pada saat berpindah, orang yang bercerita harus ikut
segera mencari kelompok dan peran sebagai
tupai/pohon yang kosong.

11) PIPA BOCOR


Tujuan dari permainan ini adalah berlatih mengatasi
berbagai masalah. Sedangkan alat yang diperlukan meliputi
pipa bocor, penyangga, gelas aqua, dan bola pimpong.
Adapun prosedur dalam permainan pipa bocor adalah :
1) Masing – masing kelompok diminta untuk berlomba
mengeluarkan bola pimpong dari dalam dengan
menggunakan air.
2) Cara menuangkan air ke dalam pipa hanya boleh
menggunakan gelas aqua yang telah disediakan dengan
waktu yang telah ditentukan.

Pemaknaan :
1) Siapakah yang berhasil melaksanakan tugas
dengan waktu tercepat ?
2) Apa yang dirasakan saat mereka
melaksanakan kegiatan ini ?
3) Apa makna dari kegiatan ini ?

12) EVAKUASI BAMBU


Tujuan permainan ini adalah melatih kerjasama yang
komunikatif.
Alat bantu yang digunakan adalah bambu, air, tali dan bola
pimpong
Prosedur dalam permainan ini adalah :
1) Tiap kelompok berlomba mengeluarkan bola dari
dalam bambu dengan cara menuangkan air ke dalam
bambu.

155 | K e s i a p s i a g a a n B
2) Cara menuangkannya, bambu yang berisi air hanya
boleh diangkat dengan menggunakan tali yang telah
disediakan
3) Saat melakukan evakuasi, anggota badan tidak boleh
melewati batas aman dari daerah yang telah
ditentukan

Pemaknaan dalam permainan ini adalah :


1) Bagaimana langkah peserta dalam melaksanakan
tugas ini
2) Strategi apa saja yang peserta gunakan
untuk menyelesaikan tugas ?
3) Mampukan mereka bekerjasama dengan baik ?
4) Siapakah yang mampu memimpin dan
berkomunikasi dengan baik ?

13) BLIND WALK


Tujuan permainan ini adalah untuk melatih keseimbangan
otak. Langkah yang harus dilakukan oleh peserta adalah
tiap-tiap peserta dalam kelompok diminta berjalan dengan
mata tertutup (kecuali ketua kelompok) mengikuti jalur
yang sudah dibuat. Dengan arahan ketua kelompok yang
berjalan paling belakang, peserta berjalan mengikuti jalur
tanpa menyentuh pembatas. Kelompok yang pertama
memasuki garis finish ditetapkan sebagai pemenang.
Pemaknaan dalam permainan ini adalah bagaimana
kelompok mengatur strategi dan melatih kedisiplinan serta
kerjasama kelompok

156 | K e s i a p s i a g a a n B
E. CARAKA MALAM DAN API SEMANGAT BELA NEGARA
1. CARAKA MALAM
Perjalanan
Malam
Caraka “malam” atau jurit malam bertujuan untuk
menanamkan disiplin, keberanian, semangat serta
loyalitas dan kemampuan peserta Latsar CPNS dalam
melaksanakan tugas dengan melewati barbagai bentuk
godaan, cobaan serta kemampuan
memegang/penyimpanan rahasia organisasi dan
rahasia negara. Selain itu peserta Latsar CPNS bisa
menghafal/ mengingat/ menyimpan berita yang
diberikan pada pos Start, dan akan disampaikan pada
Pos yang telah ditentukan. Peserta mampu melampaui
berbagai rintangan/hambatan peserta bisa/dapat
menyampaikan berita hanya kepada yang dituju di Pos
Finish.

Mekanisme Pelaksanaan Materi Caraka “Malam”:


a. Sebagai awal pelaksaaan Caraka Malam, maka
peserta diberangkatkan dari Daerah Persiapan yang
kegiatannya meliputi pemberian pesan/berita serta
sandi.
Selama pelaksanaan Caraka Malam peseta Latsar CPNS
akan melewati sebanyak 7 Pos, yang terdiri dari:
1. Pos I Pos Cinta Tanah Air (Review Materi
Cinta Tanah Air)
2. Pos II Pos Kesadaran Berbangsa dan
Bernegara (Review Materi Kesadaran
Berbangsa dan Bernegara)
3. Pos III Pos Pancasila Sebagai Ideologi Negara
(Pos Review Materi Pancasila Sebagai

157 | K e s i a p s i a g a a n B
Ideologi Negara)

158 | K e s i a p s i a g a a n B
4. Pos IV Pos Rela Berkorban Demi Bangsa dan
Negara (Pos Review Materi Rela
Berkorban Demi Bangsa dan Negara)
5. Pos V Pos Kemampuan Awal Bela Negara
(Pos Review Kemampuan Awal Bela
Negara)
6. Pos VI Pos Semangat Mewujudkan Negara
Yang Berdaulat Adil Dan Makmur (Pos
Riview Semangat Mewujudkan Negara
Yang Berdaulat Adil Dan Makmur
7. Pos VII Pos Penyampaian pesan yang diterima
dari Pos I

b. Peserta dikumpulkan dalam suatu tempat (lapangan


terbuka) formasi per kelompok dengan jarak masing-
masing kelompok 3 s/d 5 meter.
c. Dalam formasi barisan perkelompok, peserta diberikan
pengarahan secukupnya tentang situsai perjalanan
yang harus dan akan dilalui oleh Koordinator Materi
meliputi :
1) Kerawanan route perjalanan.
2) Rintangan/gangguan yang akan dan harus
dilalui.
3) Tata aturan penyimpanan dan penyampaian
berita.
4) Tata aturan menyikapi hambatan
dan gangguan.
d. Peserta dipersilahkan duduk ditempat untuk
menunggu giliran pemanggilan pemberangkatan
dengan interval 3
-5 menit tiap Peserta Latsar.
e. Pada titik pemberangkatan Peserta dipanggil satu per

159 | K e s i a p s i a g a a n B
satu dan diberikan pesan oleh Koordinator Materi.

160 | K e s i a p s i a g a a n B
f. Disediakan paling sedikit 5-10 pesan/berita yang
berbeda, supaya antar Peserta Latsar terdekat tidak
ada kesamaan berita untuk mengantisipasi saling
bertanya ditengah perjalanan.
g. Bentuk gangguan berfungsi mengacaukan perhatian
Peserta Latsar agar tidak lagi menghafal/mengingat
lagi berita yang diberikan pada saat pemberangkatan,
dan godaan ini akan didapatkan selama perjalanan
antar Pos.

Contoh gangguan meliputi :


1) Gangguan 1: Godaan/gangguan penciuman yang
berbau. Dapat diberikan beberapa macam jenis
bau/aroma yang dilakukan dengan cara mencium
benda yang disiapkan panitia serta menebak
bau/aruma benda tersebut, membujuk peserta
agar mau memakan/meminum
makanan/minuman yang disediakan dengan dalih
perjalanan masih sangat panjang. Minuman yang
disediakan dapat berupa air matang yang diberi
garam.

2) Gangguan 2 : Godaan/gangguan perabaan yang


dapat membuat peserta merasa geli/takut untuk
meraba atau memegangnya. Pos ini dapat
menyediakan berbagai macam bahan/barang yang
dapat diraba/dipegang, diremas,digenggam sesuai
perintah/arahan petugas pos dengan tujuan
menguji keberanian/kemampuan peserta Latsar
CPNS agar berani dan tangguh dalam menghadapi
cobaan selama pelaksanaan tugas.
3) Gangguan 3: Membujuk seakan-akan merupakan
pos akhir untuk menanyakan berita agar bisa
161 | K e s i a p s i a g a a n B
terbongkar oleh lawan.

162 | K e s i a p s i a g a a n B
4) Gangguan 4: Pada Rute ini merupakan rute
rintangan, peserta akan melewati rintangan
berupa titian, jembatan untuk menguji
keterampilan dan ketangkasan serta keberanian
selama melaksaakan perjalanan malam.
5) Gangguan 5: Pada rute ini dilengkapi dengan alat-
alat yang menakutkan misalnya gantungan pocong
yang bisa ditarik naik-turun dari kejauhan yang
dilengkapi bau-bauan minyak serimpi, dupa
(kemenyan) dan sebagainya. Dapat dilengkapi
dengan tulisan-tulisan menyeramkan yang harus
dibaca oleh Peserta Diklat agar melupakan berita
yang diberikan dari pos pemberangkatan.

Pos Akhir (Pos 7) Menanyakan berita yang diberikan


pada pos pemberangkatan. Pada Pos Akhir Peserta
dipersilahkan menempati tempat yang saling
berjauhan antara Peserta Diklat yang satu dengan
yang lain berjarak antara 1 – 2meter (boleh tidur
ditempat) sambil menunggu hadirnya seluruh Peserta
Diklat yang mengikuti Caraka malam.

Jika Peserta terakhir telah diberangkatkan pada pos


pemberangkatan memberikan isyarat yang dapat
diketahui/didengar oleh petugas masing-masing pos
bahwa semua oeserta telah diberangkatkan dari pos
pemberangkatan.
h. Setelah seluruh peserta Latsar CPNS sampai di Pos
Akhir maka petugas pos 7 memberikan instruksi
kepada Peserta Latsar dibentuk dalam formasi barisan
kemudian diberikan penjelasan tentang maksud dan
tujuan kepelatihan dan orientasi pelaksanaan kegiatan
yang telah/baru dilaksanakan, untuk menunjukkan
berhasil atau tidaknya masing-masing personil

163 | K e s i a p s i a g a a n B
melaksanakan tugas penyampaian berita dari
pimpinan yang satu ke pimpinan yang lain.
i. Kegiatan diakhiri dengan pembacaan komitmen
integritas siap melakukan Bela Negara, jika
dimungkinkan dilakukan pada saat api unggun agar
menambah khidmat.

CATATAN:
a. Pelaksanaan seluruh kegiatan permainan dan
aktivitas fisik harus memperhatikan hal-hal
sebagai beirkut:
1) Lokasi kegiatan (alam bebas atau luar ruangan)
2) Usia peserta
3) Kondisi fisik/kesehatan peserta (termasuk
alternatif kegiatan pelatihan fisik dan gerakan
lainnya untuk peserta yang difabel atau
memerlukan perlakuan khusus)
4) Jenis Kelamin peserta
5) Kondisi cuaca, dll

b. Khusus pelaksanaan kegiatan Caraka Malam,


 Kegiatan ini harus dilakukan oleh seluruh
penyelenggara Latsar CPNS pada akhir kegiatan
Agenda I. Dalam pelaksanaannya, masing
penyelenggara dapat melakukan modifikasi atau
penyesuaian tahapan, bentuk, dan jenis permainan
berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi, dan
biaya.
 Pelaksanaannya harus dilakukan pada malam
hari, silahkan disesuaikan dengan situasi dan
kondisi lapangan, serta kesiapan dari tim
penyelenggara yang akan memfasilitasi kegiatan.

2. API SEMANGAT BELA NEGARA (ASBN)

164 | K e s i a p s i a g a a n B
Api unggun adalah api di luar ruang yang didapat
dari sengaja menyalakan kayu bakar, potongan kayu,
atau kumpulan dahan, ranting, jerami, atau daun-daun
kering. Api unggun merupakan salah satu bentuk
kegiatan di alam terbuka khususnya pada malam hari.
Pada mulanya api unggun digunakan sebagai tempat
pertemuan disamping sebagai penghangat badan dan
menjauhkan diri dari gangguan binatang buas. Dalam
kegiatan Latsar CPNS api unggun dilaksanakan dengan
tujuan untuk mendidik dan melatih keberanian dan
kepercayaan pada diri sendiri.
Api unggun dalam keseharian dinyalakan dengan
maksud untuk menghangatkan diri, isyarat keadaan
bahaya, atau sebagai perapian untuk memasak
makanan. Sewaktu berkemah, orang sering berkumpul
di sekitar api unggun untuk menyanyi, menari, atau
bermain kembang api. Bahan makanan seperti ubi
jalar, singkong, atau jagung bisa dimasak dengan cara
dibakar dengan api unggun. Makanan juga bisa ditusuk
dengan ranting kayu atau tongkat besi sebelum
dipanggang. Alat masak seperti panci dan wajan juga
bisa digunakan di atas perapian dengan bantuan
penumpu dari batu atau kayu
Dalam rangka mendukung pelaksanaan Caraka
Malam dan ASBN sangat dianjurkan untuk menyiapkan
tenaga medis dan tenaga pendukung lainnya.

a. Pendahuluan
Sebelum Acara ASBN dimulai, fasilitator
memperkenalkan Acara ASBN kepada seluruh
peserta Latsar CPNS (sebaiknya pada siang hari
sebelum pelaksanaan ASBN) sebagai Acara Resmi

165 | K e s i a p s i a g a a n B
Latsar CPNS dan merupakan bagian tak terpisahkan
dari keseluruhan rangkaian kegiatan Latsar CPNS
Hal ini dilaksananakan agar peserta Latsar CPNS
benar-benar mendapatkan pembelajaran melalui
pengalaman (ekperientasi) dari Acara ASBN yang
kemudian menjadi bagian akhir dari keseluruhan
proses pembentukan Kemampuan Awal Bela
negara kepada seluruh peserta Latsar CPNS.

b. Tehnik Penyusunan Kayu. Potongan kayu atau


ranting disusun ke atas dengan memberi ruang di
antara susunan kayu agar api cukup mendapat
oksigen, dan api unggun bisa menyala hingga kayu
habis. Angin kencang, kabut, kondisi kayu yang
basah, udara yang sangat lembap dan lokasi yang
tipis oksigen merupakan penyebab api unggun sulit
menyala.

c. Macam-Macam Bentuk Api Unggun


1) Api unggun berbentuk piramida.
2) Api unggun berbentuk Pagoda: Di tengah
terdapat kayu besar yang dipancangkan, kayu
lain disandarkan pada tonggak tersebut, di
tengah-tengah diberi kayu yang mudah
terbakar.

Api Unggun yang digunakan dalam ASBN


merupakan bentuk piramida segitiga yang
melambangkan ketulusan, keikhlasan dan
keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

166 | K e s i a p s i a g a a n B
d. Pelaksanaan Api Semangat Bela Negara

167 | K e s i a p s i a g a a n B
1) Tempat diselenggarakannya api unggun adalah
di medan terbuka, berupa lapangan yang cukup
luas, dengan menggunakan alas seng atau tanah
kering dengan permukaanya rata.
2) Bila api unggun dilaksanakan di lapangan
berumput yang tumbuh dengan baik, maka pada
tempat yang direncanakan tersebut, rumputnya
dipindahkan terlebih dahulu, untuk kemudian
ditanam kembali sesudah api unggun selesai.
3) Setelah kegiatan api unggun selesai, lokasi api
unggun harus bersih seperti semula.
4) Tidak merusak lingkungan.

e. Tata Tempat ASBN


1) Pimpinan Acara berada di mimbar yang telah
disiapkan, di tengah-tengah lingkaran peserta
acara.
2) Tamu undangan ditempatkan di sebelah kanan
Pimpinan Acara menghadap ke arah api
unggun.
3) Pembaca Ikrar ditempatkan di luar lingkaran
sebelum dan sesudah pembacaan ikrar, saat
membacakan mengambil posisi di depan
Pemimpin Acara dalam jarak + 6 langkah.
4) Pemimpin Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya”
ditempatkan di luar lingkaran, saat memimpin
lagu maju ke depan api unggun menghadap ke
arah mimbar, tidak di depan pemimpin acara.
Dengan jarak dari api unggun + 6 langkah.
5) Peserta membentuk lingkaran.

168 | K e s i a p s i a g a a n B
6) Pembawa acara, pembaca puisi dan pembaca
do’a berada di luar lingkaran, berdiri sejajar
dengan posisi kedudukan api unggun.

f. Tata Bendera Merah Putih

1) Bendera Merah Putih Utama


Bendera Merah Putih Utama dalam ASBN adalah
Bendera Merah Putih yang ditempatkan di
antara mimbar Pemimpin Acara dengan Api
Unggun. Bendera Merah Putih Utama
merupakan Bendera Merah Putih yang
diperuntukkan bagi Pemimpin Acara dan
Petugas Acara saat penciuman bendera
dilaksanakan.

Bendera Merah Putih Utama ditempatkan di luar


lingkaran dan memasuki tempat acara setelah
Pemimpin Acara menempatkan diri di mimbar,
atau posisi lain yang layak.

2) Bendera Merah Putih Pendamping


Bendera Merah Putih Pendamping adalah
Bendera Merah Putih yang ditempatkan di
depan peserta dalam lingkaran, diperuntukkan
bagi peserta Latsar CPNS saat penciuman
Bendera dilaksanakan. Bendera Putih
Pendamping ditempatkan di luar lingkaran
sebelum acara dimulai, dibawa ke dalam
lingkaran oleh seorang petugas bersamaan
dengan bendera utama. Bendera Merah Putih
dibawa oleh petugas pembawa bendera yang

169 | K e s i a p s i a g a a n B
terdiri dari beberapa orang sesuai jumlah
bendera dan jumlah peserta

170 | K e s i a p s i a g a a n B
Latsar CPNS yang mengikuti acara ASBN.
Pembawa bendera harus meletakkan bendera
seperti membawa pataka yang terikat para tiang
pataka atau sejenisnya yang dirancang khusus.

g. Tata Lagu Kebangsaan Indonesia Raya


1) Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya” dinyanyikan
oleh seluruh peserta upacara termasuk
Pemimpin Acara dan Tamu Undangan tanpa
diiringi musik baik dari suara rekaman, korps
musik atau alat musik instrumentalia yang
berasal dari alat musik elektronik.
2) Lagu Kebangsaan “Indonesia Raya” dinyanyikan
secara terpimpin dan bersamaan dipandu
seorang peminpin lagu, mengingat luasnya
lokasi acara, pemimpin lagu dilengkapi
mikrofon yang terhubung dengan pengeras
suara.

h. Tata Waktu
1) Acara ASBN dilaksanakan mulai pukul 20.00 s.d.
selesai.
2) Dilaksanakan pada hari terakhir (hari ke-5) atau
bisa dilaksanakan pada hari ke-4 menjelang
berakhirnya sesi Agenda Sikap Perilaku Bela
Negara dalam Latsar CPNS (tergantung situasi
dan kondisi).

i. Tata Pakaian
1) Peserta Latsar CPNS memakai pakaian
Seragam Bela Negara yang diberikan oleh
Panitia.
2) Penyelenggara Latsar CPNS memakai Pakaian

171 | K e s i a p s i a g a a n B
Seragam (menyesuaikan).

172 | K e s i a p s i a g a a n B
j. Tata Cahaya
1) Saat acara dimulai, lampu penerangan yang
dinyalakan hanya yang berada di sekitar
tempat acara.
2) Saat api unggun telah dinyalakan oleh
Pimpinan Acara semua lampu penerangan
termasuk yang berada di dalam lingkaran
dipadamkan. Pencahayaan didapatkan dari
nyala api unggun dan obor.
3) Untuk menerangi kelengkapan upacara saat
membaca teks masing-masing, di setiap tiang
mikrofon dipasang lampu LED yang dapat
dinyalakan/dipadamkan secara manual,
terutama di tiang mikrofon yang digunakan
Pimpinan Acara.
4) Penempatan obor :
a) 2 buah Obor Tegak di sisi kanan dan kiri
mimbar
b) 1 buah Obor Tegak di sisi kiri masing-
masing tiang bendera pendamping
c) 3 buah Obor Genggam di depan Api
Unggun, 1 buah obor utama ditempatkan
di tengah dan digunakan oleh Pimpinan
Acara untuk menyalakan Api Unggun.

k. Tata Suara
1) Sound System yang digunakan terintegrasi satu
sama lainnya, ditujukan agar semua rangkaian
acara dapat berjalan secara tertib.
2) Loud Speakers ditempatkan di semua penjuru
(minimal 2 arah yang berhadapan) di instalasi
baik secara paralel maupun seri.

173 | K e s i a p s i a g a a n B
3) Semua kelengkapan acara di alokasikan
mikrofon dengan lampu LED sebagai sumber
penerangan.
4) Khusus untuk pempimpin lagu dan pembaca
ikrar dilengkapi dengan wireless microphone
mengingat kedua petugas tersebut berubah
posisi saat acara berlangsung.
5) Petugas tata suara terdiri atas operator mixer,
operator computer dan teknisi.

l. Tata Musik
1) Regu Genderang Sangkakala (Gersang)
a) Saat pasukan akan memasuki tempat
acara terompet ditiup tanda acara
dimulai.
b) Saat Bendera Merah Putih Utama
diletakkan pada kedudukan di depan
mimbar, genderang dipukul “rouple”
sampai dengan tiang bendera berdiri
dengan sempurna.
c) Saat “Mengheningkan Cipta” Regu
Gersang memperdengarkan “Lagu
Mengheningkan Cipta”.
d) Saat Pimpinan Acara menyalakan api
unggun, sesaat Obor Genggam telah
digenggam oleh Pimpinan Acara,
genderang dipukul “rouple” sampai
dengan Pimpinan Acara meletakkan
kembali Obor Genggam di tempat semula.
e) Setelah pembacaan do’a, Regu Gersang
memperdengarkan “Lagu Syukur”.
f) Saat Petugas pembawa Bendera Merah
Putih Utama mengambil bendera untuk
meninggalkan tempat acara, Genderang
dipukul “rouple” sampai dengan tiang
bendera ditempatkan sempurna di
webbing set yang dikenakan petugas.

174 | K e s i a p s i a g a a n B
2) Grup Band
a) Saat pembacaan puisi, group band
memperdengarkan instrumentalia “Lagu
Syukur” hingga pembacaan puisi selesai.
(Jika tidak ada Group Band bisa dengan
media lain untuk memutar musik).
b) Saat penciuman bendera, setelah “Pidato
Bung Tomo 10 November 1945”
diperdengarkan, group band mengiringi
vokalis menyanyikan “Lagu Gugur Bunga”
hingga peserta terakhir melakukan
penciuman bendera. (Jika tidak ada Group
Band bisa dengan Vocal Group/Kelompok
Paduan Suara)

m. Kelengkapan Acara
Kelengkapan upacara ASBN meliputi :
1) Pemimpin Acara
2) Perwira Acara
3) Peserta Acara
4) Ajudan
5) Pembawa acara
6) Pembaca Puisi
7) Pembaca Do’a
8) Pembaca Ikrar
9) Pemimpin lagu
10) Tim Pembawa Bendera Merah Putih
11) Regu Genderang Sangkakala (bila ada)
12) Grup Musik Pengiring (Kelompok Paduan Suara)
13) Vokalis (dapat ditunjuk dari peserta Latsar CPNS).

N. Perlengkapan Acara
Perlengkapan acara ASBN meliputi :

175 | K e s i a p s i a g a a n B
1) Bendera
2) Tiang bendera
3) Mimbar acara
4) Kedudukan Api Unggun
5) Teks do’a
6) Teks puisi
7) Teks pesan-pesan

O. Susunan Acara
Untuk kelancaran pelaksanaan api unggun perlu
dibentuk tim pelaksana yang bertugas
mempersiapkan, mengatur jalannya api unggun
serta melakukan pembenahan kembali tempat api
unggun setelah acara selesai. Adapun urut-urutan
acara sebagai berikut :
1) Pasukan siap di tempat acara.
2) Petugas siap di tempat acara.
3) Terompet Renungan Malam.
4) Laporan Perwira Acara kepada Pimpinan
Acara.
5) Pimpinan Acara tiba di lapangan acara.
6) Bendera Merah Putih memasuki tempat acara.
7) Menyanyikan Lagu “Kebangsaan Indonesia
Raya”, diikuti oleh seluruh peserta acara.
8) Mengheningkan Cipta dipimpin Pimpinan
Acara.
9) Pesan-pesan oleh Pimpinan Acara.
10) Pengucapan Ikrar.
11) Pembacaan Puisi.
12) Penyalaan Api Semangat oleh Pimpinan Acara.
13) Penciuman Bendera Merah Putih.
14) Menyanyikan Lagu “Bagimu Negeri”.

176 | K e s i a p s i a g a a n B
15) Pembacaan Do’a.
16) Bendera Merah Putih meninggalkan tempat
acara.
17) Laporan Perwira Acara kepada Pimpinan
Acara.
18) Pimpinan Acara meningggalkan Lapangan
Acara.

P. Pelaksanaan ASBN apabila Cuaca Buruk


Apabila keadaan cuaca memburuk pada waktu
yang telah ditentukan, acara ASBN tetap
dilaksanakan di ruangan tertutup dengan
pencahayaan seminimal mungkin. Apabila
penggunaan obor dianggap membahayakan dapat
diganti dengan menggunakan lilin. Api unggun
dapat diganti dengan penyalaan lilin-lilin
berukuran besar dan disusun melingkar
sedemikian rupa. Penyalaan lilin yang
diperanggapkan sebagai api unggun tetap secara
simbolis dilaksanakan oleh Pimpinan Acara untuk
selebihnya dinyalakan oleh petugas yang ditunjuk.
Susunan acara dan ketentuan lain berlaku sama
dengan pelaksanaan di luar ruangan (Taman
Semangat Bela Negara).

177 | K e s i a p s i a g a a n B
BAB VI
PENUTUP

Demikianlah Bahan Pembelajaran Kesiapsiagaan Bela Negara ini


disusun sebagai pedoman bagi penyelenggara, tenaga pengajar, dan
peserta dalam proses belajar mengajar pada Pelatihan Dasar
(Latsar) CPNS. Semoga bermfaat dalam memberikan penanaman
nilai-nilai ke-Indonesiaan kepada seluruh CPNS agar mampu
menjadi abdi negara dan abdi masyarakat yang selalu
mengupayakan pelaksanaan fungsi utama ASN yaitu sebagai
pelayan publik, pelaksana kebijakan publik dan untuk senantiasa
menjadi perekat dan permersatu bangsa dimanapun mereka
bekerja.

178 | K e s i a p s i a g a a n B
REFERENSI

MODUL, BUKU DAN ARTIKEL


1. Modul Utama Pembinaan Bela Negara tentang Konsepsi Bela
Negara, Dewan Ketahanan Nasional, 2018.
2. Modul Utama Pembinaan Bela Negara tentang Implementasi
Bela Negara, Dewan Ketahanan Nasional, 2018.
3. Modul Wawasan Kebangsaan dan Nilai-Nilai Bela Negara,
Lembaga Administrasi Negara, 2017
4. Modul Analisis Isu Kontemporer, Lembaga Administrasi
Negara, 2017
5. Modul Kesiapsiagaan Bela Negara, Lembaga Administrasi
Negara, 2017
6. Agung Rai dan Sandra Erawanto, Keprotokolan (Pengertan
dan Tata cara Melakukannya), PT. Panakom, Bali, 2017
7. Bertens, K. 1993. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
8. Bertens, K. 2012. Etika dan Etiket. Jakarta: Kompas
Online.Diakses melalui:
http://rubrikbahasa.wordpress.com/2012/04/13/etika-dan-
etiket/ pada tanggal 12 Oktober 2017
9. Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015 disahkan dengan
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor :
23 Tahun 2015 tanggal 20 November 2015.
10. Buku Putih Pertahanan Indonesia 2015 disahkan dengan
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor :
23 Tahun 2015 tanggal 20 November 2015.
11. Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler. 2005. Pedoman
Protokol Negara . Jakarta: Departemen Luar Negeri.
12. Fernanda, D. 2006. Etika Organisasi Pemerintah. Jakarta:
Lembaga Administrasi Negara.
13. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
http://kbbi.web.id/tata, diakses 5 Oktober 2017

179 | K e s i a p s i a g a a n B
14. Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Pusat
Pendidikan dan Pelatihan, Modul Etika Keprotokolan,
Sandra Erawanto, Bahan Diklat Teknis Keprotokolan), Jakarta
2012
15. Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Pusat
Pendidikan dan Pelatihan, Modul Tata Upacara, Bambang
Nugroho, Ahmad Taufik, dan Sandra Erawanto, Bahan Diklat
Teknis Keprotokolan. Jakarta 2013.
16. Modul Dinamika Kelompok Pendidikan dan Pelatihan
Prajabatan Golongan III Lembaga Administrasi Negara -
Republik Indonesia 2006
17. Modul Dinamika Kelompok Pendidikan dan Pelatihan
Prajabatan Golongan III Lembaga Administrasi Negara -
Republik Indonesia 2006
18. Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2009. Petunjuk
Pelaksanaan Keprotokolan Presiden dan Wakil Presiden
Republik Indonesia. Jakarta.
19. Uno, Mien R. 2005. Etiket Sukses Membawa Diri di Segala
Kesempatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
20. Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1996)
21. Agustian, A. G. 2007. Rahasia Sukses Membangun
Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ: Emotional Spiritual
Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam.
Jakarta: ARGA Publishing
22. E. Usman Efendi dan Juhaya S. Praja, Pengantar Psikologi,
(Bandung: Angkasa, 1985
23. Eko Maulana Ali Suroso, Kepemimpinan Integratif Berbasis
ESQ, (Jakarta: Bars Media Komunikasi, 2004)
24. Nggermanto, A. 2002. Quantum Quotient (Kecerdasan
Quantum): Cara Cepat Melejitkan IQ, EQ dan SQ Secara
Harmonis. Bandung: Penerbit Nuansa.

180 | K e s i a p s i a g a a n B
25. Jono Hatmojo, Intelijen sebagai Ilmu (Intelligence As A
Science) (Jakarta, Balai Pustaka, 2003).
26. Riyanto, Intelijen VS Teroris di Indonesia (Jakarta, PT
Gunung Agung Tbk, 2004).
27. Supono Soegirman, Etika Praktis Intelijen Dari Sungai
Tambak Beras Hingga Perang Cyber (Jakarta, Penerbit
Media Bangsa, 2014).
28. Moeryanto Ginting Munthe dan R.M. Simatupang,
Propaganda dan Perang Urat Syaraf (Jakarta, Penerbit
Pustaka Kemang, 2017).
29. Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis Departemen Kesehatan
RI, 2003
30. Energy and Protein Requirement, Genewa, FAO/WHO, 1973
31. Sumosardjono Sadoso. Pengetahuan Praktis Kesehatan dan
Olahraga. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 1990
32. Siregar, Yani Indra (2010), Jurnal Peranan Kebugaran
Jasmani dalam Meningkatkan Kinerja. Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat Vol. 16 No. 10 Tahun XVI.
33. Pasiak Taufiq. Tuhan Dalam Otak Manusia. Kesehatan
spiritual dalam perspektif Neurosains. Mizan, 2012

PERATURAN PERUNDANGAN
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2010
tentang Keprotokolan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011
tentang Intelijen Negara.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara
4. UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 62
Tahun 1990 tentang Ketentuan Keprotokolan Mengenai Tata
Tempat, Tata Upacara dan Tata Penghormatan.

181 | K e s i a p s i a g a a n B
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun
2018 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2010 tentang Keprotokolan.
7. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1972 tentang Jenis-
jenis Pakaian Sipil.
8. Keputusan Presiden nomor 50 tahun 1990 tentang
Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1972
tentang Jenis- jenis Pakaian Sipil.
9. Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 2018 tentang Rencana
Aksi Nasional Bela Negara Tahun 2018 – 2019.
10. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor :
19 Tahun 2015 tentang Kebijakan Penyelenggaraan
Pertahanan Negara Tahun 2015 – 2019.
11. Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor :
19 Tahun 2015 tentang Kebijakan Penyelenggaraan
Pertahanan Negara Tahun 2015 – 2019.
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 12 Tahun 2006
tentang Kewaspadaan Dini Masyarakat di Daerah.
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 60 Tahun 2007
tentang Pakaian Dinas Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 16 Tahun 2011
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor : 11 Tahun 2006 tentang Komunitas Intelijen Daerah.
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 16 Tahun 2011
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor : 11 Tahun 2006 tentang Komunitas Intelijen Daerah.
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 12 Tahun 2006
tentang Kewaspadaan Dini Masyarakat di Daerah.

182 | K e s i a p s i a g a a n B
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 11 Tahun 2006
tentang Komunitas Intelijen Daerah.
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor : 11 Tahun 2006
tentang Komunitas Intelijen Daerah.
20. Peraturan Panglima Tentara Nasional Indonesia Nomor : 46
Tahun 2014 tentang Peraturan Baris Berbaris.
21. Peraturan Panglima Tentara Nasional Indonesia Nomor : 46
Tahun 2014 tentang Peraturan Baris Berbaris.
22. Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara
Nomor......Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil

183 | K e s i a p s i a g a a n B
LAMPIRAN-LAMPIRAN

FORMULIR “A”
Persiapan Upacara Pengibaran Bendera

A. Tanggal, Waktu, Dan Tempat


1. Hari :
2. Tanggal :
3. Waktu :
4. Tempat :

B. Kelengkapan Upacara
1. Inspektur upacara :
2. Cadangan Inspektur upacara :
3. Komandan upacara :
4. Cadangan Komandan upacara :
5. Perwira Upacara :
6. Cadangan. Perwira Upacara :
7. Peserta/pasukan Upacara :
a. Kelompok Upacara I :
b. Kelompok Upacara II :
c. Kelompok Upacara III :
8. Pembawa Naskah (Pancasila, Amanat, dll) :
9. Cadangan Pembawa Naskah :

10. Pembaca Naskah :


a. Naskah Pembukaan UUD 1945:
b. Naskah Pancasila :
c. Naskah Do’a :
d. Naskah Amanat Irup, dll :
11. Cadangan Pembaca Naskah :
12. Pembawa Acara :

184 | K e s i a p s i a g a a n B
13. Cadangan Pembawa Acara :

C. Petugas Upacara Lainnya


1. Urusan Undangan :
2. Urusan Komunikasi :
3. Urusan Kesehatan :
4. Pembaca Teks Pembukaan
UUD 1945 :
5. Pembaca Naskah :
Panca Prasetya Korpri :
6. Pembaca Do’a :
7. Petugas Bendera :
8. Pemimpin Lagu :
9. Kelompok Pembawa Lagu :

D. Urutan Acara Upacara


1. Acara Persiapan :
2. Acara Pendahuluan :
3. Acara Pokok :
4. Acara Penutup :
5. Acara Tambahan :

E. Pakaian
1. Inspektur upacara :
2. Komandan Upacara :
3. Perwira Upacara :
4. Petugas Upacara :
5. Peserta/Pasukan Upacara :

F. Perlengkapan Upacara:
1. Bendera
2. Tiang bendera dengan tali;
3. Mimbar upacara;

185 | K e s i a p s i a g a a n B
4. Naskah proklamasi;
5. Naskah pancasila;
6. Naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945; dan
7. Teks doa.

G. Urutan Upacara
1. Acara Persiapan
a. Persiapan Peserta/Pasukan Upacara
b. Danup Memasuki Lapangan
c. Danup Mengambil Alih Komando
d. Latihan-latihan seperlunya
2. Acara Pendahuluan
a. Laporan Perwira upacara kepada Inspektur upacara
b. Inspektur upacara tiba dilapangan upacara

3. Acara Pokok (sesuai dengan tujuan upacara)


a. Penghormatan kepada Inspektur upacara
b. Laporan Komandan upacara
c. .........................
d. .........................
e. ............................
f. Andhika Bhayangkari
g. Laporan Komandan upacara
h. Penghormatan Peserta/Pasukan kepada Inspektur
upacara

4. Acara Penutup
a. Inspektur upacara meninggalkan lapangan upacara
b. Laporan Penanggung jawab upacara
kepada inspektur upacara

186 | K e s i a p s i a g a a n B
H. Denah Lapangan : Terlampir
(kota), (tanggal) (bulan) (tahun)

Inspektur upacara Perwira Upacara

PENJELASAN FORMULIR “A”


Formulir A dikeluarkan dan ditanda tangani oleh pimpinan dari
instansi yang akan melakukan upacara atau oleh orang
memerintahkan terselenggaranya upacara. Formulir A disiapkan
oleh Perwira Upacara.

JUDUL : Sebutkan jenis upacara (misalnya upacara bendera


Setiap Hari Senin atau Upacara Bendera Hari Kesadaran
Nasional setiap Tanggal 17 dalam Bulan berjalan kecuali hari
libur kantor).

1. Hari, Tanggal, : cukup jelas


Waktu dan Tempat

2. Kelengkapan : sebutkan nama-nama


Upacara pejabat
3. Kelompok- : sebutkan semua peserta
kelompok Upacara upacara yang berada
dibawah kendali Pimpinan
Upacara (disebutkan mulai
dari
kelompok upacara paling
kanan ke kiri)

187 | K e s i a p s i a g a a n B
4. Kelengkapan : sebutkan personel upacara
Upacara/Personel lainnya yang dibutuhkan
Upacara Lainnya sebagai pelengkap dalam
upacara misalnya : Pembaca

188 | K e s i a p s i a g a a n B
Prasetya Korpri, Rohaniawan
dll.
5. Pakaian dan : sebutkan jenis pakaian
perlengkapan dinas, seragam yang
ditentukan bagi pejabat-
pejabat upacara dan peserta
upacara.
6. Urutan upacara : sebutkan garis-garis besar
urutan upacara
7. Susunan upacara : Formulir A dilampiri dengan
bagan susunan dan bentuk
upacara
8. Hal-hal lain : segala sesuatu yang belum
tercantum didalam no 1 s.d 7
atau penjelasan/instruksi
lainnya

189 | K e s i a p s i a g a a n B
FORMULIR “B”
DENAH LAPANGAN UPACARA
BARISAN BERBENTUK “U”
13 13

8
10
lk

2 5
6 8
7 lk

4
16
4
lk
4

3
9
9 1 1
6

1 1 1
1
9 9 9
1 1 1
KETERANGAN
1. Posisi Tiang Bendera 7. Pembaca Panca
2. Inspektur Upacara Prasetya KORPRI
3. Komandan Upacara 8. Kelompok
4. Pengibar Bendera Lagu/Paduan suara
5. Pembawa Teks 9. Kelompok Peserta
Pancasila Upacara
6. Pembaca Teks 10. Pembawa Acara
Pembukaan UUD 45
190 | K e s i a p s i a g a a n B
PENJELASAN FORMULIR”B”
BENTUK SEGARIS DAN U

1. Daerah A
a. Didalam daerah ini disediakan tempat duduk (tenda)
untuk tamu/undangan
b. Yang berada dalam daerah ini tidak termasuk sebagai
bagian dari peserta upacara dan mereka berada diluar
komando inspektur upacara dan Komandan upacara.
c. Batas daerah ditetapkan dari tiang bendera sampai
tepi lapangan dan tempat duduk tamu/undangan atau
tenda berada minimal 8 langkah dari sisi belakang
bimbar upacara.

2. Daerah B
a. Daerah B ini harus kosong supaya tidak menghalangi
pandangan umum tamu undangan.
b. Yang diperkenankan berada dalam daerah ini hanya
tiang bendera untuk pengibaran sang merah putih,
ajudan, inspektur upacara atau pejabat lain yang
ditentukan pada upacara tertentu.

3. Daerah C
a. Daerah C adalah daerah antara komandan upacara dan
Inspektur upacara dan dimana terdapat
pejabat/lambang instansi yang termasuk dalam
pengikut upacara tetapi tidak berada di bawah
komando komandan upacara.
b. Mereka yang berada di daerah C dan disebelah kiri dari
Inspektur upacara dalam hal ini kedudukan lambang
instansi adalah lebih tinggi dari pimpinan upacara.

191 | K e s i a p s i a g a a n B
c. Jarak inspektur upacara dan komandan upacara
tergantung dari besarnya jumlah kelompok pejabar
yang berada di dalam daerah C.

4. Daerah D
a. Tempat dari mereka yang termasuk dalam pengikut
upacara sebagai peserta upacara dan berada dibawah
komando komandan upacara.
b. Jarak antara komandan upacara dengan komandan
kelompok peserta upacara minimal 16 langkah
/tergantung dari keadaan lapangan, susunan kelompok
upacara dan besarnya peserta upacara.
c. Satuar korsik, genderang sangkakala berada didalam
daerah D dan berada dibawah komando komandan
upacara.
d. Jarak antara komandan pasukan kelompok dengan
satuan-satuan lainnya lebih kurang 6 langkah
tergantung pada keadaan lapangan, susunan peserta
upacara dan besarnya peserta upacara.

192 | K e s i a p s i a g a a n B
Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 39
Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan UU No 9 Tahun 2010
tentang Keprotokolan

193 | K e s i a p s i a g a a n B
Hak Cipta © pada:
Lembaga Administrasi Negara
Edisi Tahun 2021

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia


Jl. Veteran No. 10 Jakarta Pusat 10110

BERORIENTASI PELAYANAN
Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil

TIM PENGARAH SUBSTANSI:


1. Dr. Muhammad Taufiq, DEA
2. Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm.

PENULIS MODUL:
Andi Adiyat Mirdin, S.H.

EDITOR: Felisia Vestina Santawati, S.Gz., MM.


COVER: Amelia Ayang Sabrina, SIA.
Sumber Foto Cover: http://unsplash.com

Jakarta – LAN – 2021


ISBN
KATA PENGANTAR

Sejalan dengan pengembangan kurikulum Pelatihan Dasar Calon


Pegawai Negeri Sipil (CPNS), CPNS wajib menjalani masa percobaan
yang dilaksanakan melalui proses pelatihan terintegrasi. Pelatihan Dasar
CPNS bertujuan untuk mengembangkan kompetensi CPNS yang
dilakukan secara terintegrasi.
Pembelajaran dalam Pelatihan Dasar CPNS terdiri atas empat
agenda yaitu Agenda Sikap Perilaku Bela Negara, Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS, Agenda Kedudukan dan Peran PNS untuk mendukung
terwujudnya Smart Governance sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan dan Agenda Habituasi. Setiap agenda terdiri dari
beberapa mata pelatihan yang berbentuk bahan ajar. Bahan ajar
Pelatihan Dasar CPNS merupakan acuan minimal bagi para pengajar
dalam menumbuh kembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
peserta Pelatihan Dasar CPNS terkait dengan isi dari bahan ajar yang
sesuai agenda dalam pedoman Pelatihan Dasar CPNS. Oleh karena bahan
ajar ini merupakan produk yang dinamis, maka para pengajar dapat
meningkatkan pengembangan inovasi dan kreativitasnya dalam
mentransfer isi bahan ajar ini kepada peserta Pelatihan Dasar CPNS.
Selain itu, peserta Pelatihan Dasar CPNS dituntut kritis untuk menelaah
isi dari bahan ajar Pelatihan Dasar CPNS ini. Sehingga apa yang
diharapkan penulis, yaitu pemahaman secara keseluruhan dan
kemanfaatan dari bahan ajar ini tercapai.
Akhir kata, kami atas nama Lembaga Administrasi Negara,
mengucapkan terima kasih kepada tim penulis yang telah meluangkan
waktunya untuk melakukan pengayaan terhadap isi dari bahan ajar ini.

i
Kami berharap budaya pengembangan bahan ajar ini terus dilakukan

i
sejalan dengan pembelajaran yang berkelanjutan (sustainable learning)
peserta. Selain itu, kami juga membuka lebar terhadap masukan dan
saran perbaikan atas isi bahan ajar ini. Hal ini dikarenakan bahan ajar ini
merupakan dokumen dinamis (living document) yang perlu diperkaya
demi tercapainya tujuan jangka panjang yaitu peningkatan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia yang berdaya saing.
Kami sangat menyadari bahwa Modul ini jauh dari sempurna.
Dengan segala kekurangan yang ada pada Modul ini, kami mohon
kesediaan pembaca untuk dapat memberikan masukan yang konstruktif
guna penyempurnaan selanjutnya. Semoga Modul ini bermanfaat bagi
pembaca sekalian.

Jakarta, Desember 2021


Kepala LAN,

Adi Suryanto

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

A. Deskripsi Singkat...............................................................................1
B. Tujuan Pembelajaran.........................................................................1
C. Metodologi Pembelajaran..................................................................2
D. Kegiatan Pembelajaran......................................................................3
E. Sistematika Modul.............................................................................7
BAB II MATERI POKOK 1 KONSEP PELAYANAN PUBLIK...................9

A. Uraian Materi.....................................................................................9
B. Rangkuman......................................................................................29
C. Evaluasi Materi Pokok 1..................................................................30
D. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.....................................................33
BAB III MATERI POKOK 2 BERORIENTASI PELAYANAN.................34

A. Uraian Materi...................................................................................34
B. Rangkuman......................................................................................46
C. Evaluasi Materi Pokok 2..................................................................47
D. Umpan Balik dan Tindak Lanjut.....................................................51
BAB IV PENUTUP........................................................................................52

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................54

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat
Mata Pelatihan ini diberikan untuk memfasilitasi pembentukan
nilai Berorientasi Pelayanan pada peserta melalui substansi
pembelajaran yang terkait dengan bagaimana memahami dan
memenuhi kebutuhan masyarakat; ramah, cekatan, solutif, dan dapat
diandalkan; serta melakukan perbaikan tiada henti. Mata Pelatihan ini
merupakan bagian dari Pembelajaran Agenda II Pelatihan Dasar CPNS
yang dalam penyampaiannya dapat dilakuan secara terintegrasi
dengan 6 (enam) Mata Pelatihan Agenda II yang lainnya, baik pada
fase pembejalaran mandiri, jarak jauh, maupun klasikal.
Materi-materi pokok yang disajikan pada modul ini masih
bersifat umum sehingga dapat dikembangkan dan diperinci lebih
lanjut pembahasannya pada saat pelaksanaan pembelajaran dengan
panduan dari pengampu. Untuk membantu peserta memahami
substansi materi, maka pada setiap akhir pembahasan materi pokok
dilengkapi dengan latihan soal dan evaluasi. Latihan dan evaluasi
tersebut hendaknya dikerjakan dengan sebaik-baiknya oleh setiap
peserta.

B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu
mengaktualisasikan nilai Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan
tugas jabatannya, dengan indikator peserta mampu:

1
1. Memahami dan menjelaskan pelayanan publik secara
konseptual/teoretis;
2. Memahami dan menjelaskan panduan perilaku (kode etik) nilai
Berorientasi Pelayanan, serta memberikan contoh perilaku
spesifik yang kontekstual dengan jabatan dan/atau organisasinya;
3. Mengaktualisasikan nilai Berorientasi Pelayanan dalam
pelaksanaan tugas jabatannya masing-masing; dan
4. Menganalisis kasus dan/atau menilai contoh penerapan
Berorientasi Pelayanan secara tepat.

C. Metodologi Pembelajaran
Metodologi pembelajaran pada setiap fase pembelajaran
modul ini adalah sebagai berikut:
1. Pada Pelatihan Klasikal:
Mata Pelatihan (MP) ini merupakan bagian dari
Pembejaran Agenda II Latsar CPNS (Agenda Nilai-Nilai Dasar
PNS), sehingga dalam proses pembelajarannya dilakukan secara
terintegrasi dengan menggunakan beragam metode, diantaranya
ceramah, tanya jawab, curah pendapat, diskusi kelompok dan
presentasi, bermain peran, studi kasus, dan lain-lain.
2. Pada Pelatihan Blended Learning:
a. Fase MOOC:
Pada fase ini metode yang dapat digunakan adalah
belajar mandiri, dengan membaca materi dan mengerjakan
latihan serta evaluasi yang diberikan pada Aplikasi MOOC.
b. Fase E-learning:
1) Synchronous:

2
Pada fase ini metode yang dapat digunakan
diantaranya ceramah, penanyangan film pendek, tanya
jawab, curah pendapat, studi kasus, diskusi kelompok
serta paparan, kuis-kuis interaktif, dan lain-lain, yang
terintegrasi dengan 6 MP lain pada Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS.
2) Asynchronous:
Pada fase ini metode yang dapat digunakan
diantaranya diskusi kelompok dan belajar mandiri, yang
terintegrasi dengan 6 MP lain pada Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS.
c. Fase Klasikal:
Pada fase ini metode yang dapat digunakan
diantaranya ceramah, penanyangan film pendek, tanya jawab,
curah pendapat, studi kasus, diskusi kelompok dan paparan,
kuis-kuis interaktif, dan lain-lain, yang terintegrasi dengan 6
MP lain pada Agenda Nilai-Nilai Dasar PNS.

D. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran pada setiap fase pembelajaran untuk
modul ini adalah sebagai berikut:
1. Pada Pelatihan Klasikal:
Mata Pelatihan ini merupakan bagian dari Pembelajaran
Agenda II Latsar CPNS (Agenda Nilai-Nilai Dasar PNS), sehingga
dalam proses pembejarannya dilakukan secara terintegrasi
dengan 6 Mata Pelatihan lainnya di Agenda ini, secara umum
tahapan kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan

3
diantaranya:

4
a. Menjelaskan tujuan pembelajaran Agenda II dan tujuan
pembelajaran setiap modulnya termasuk modul Berorientasi
Pelayanan.
b. Menjelaskan sistematika materi untuk setiap modul dan
keterkaitan antar modul-modulnya dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran Agenda II.
c. Melakukan curah pendapat tentang urgensi setiap nilai
BerAKHLAK bagi PNS, khususnya untuk nilai Berorientasi
Pelayanan.
d. Memberikan penugasan-penugasan yang relevan sehingga
peserta dapat berdiskusi kelompok secara mandiri, dapat
berupa studi kasus, penugasan bermain peran, dan lain-lain.
e. Memberikan kesempatan peserta untuk mempresentasikan
hasil diskusi kelompoknya.
f. Memberikan penguatan dan pendalaman materi setelah
peserta mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dengan
metode ceramah, tanya jawab, penayangan film pendek, dan
lain-lain.
g. Melakukan evaluasi terhadap penguasaan materi oleh peserta
dengan beragam cara, seperti pemberian soal komprehensif,
kuis-kuis interaktif dan lain sebagainya.

2. Pada Pelatihan Blended Learning:


a. Fase MOOC:
Pada fase ini kegiatan pembelajaran yang dapat
dilakukan peserta adalah dengan mempelajari bahan-bahan
pembelajaran termasuk modul, melakukan latihan-latihan

5
serta mengerjakan evaluasi akademis yang tersedia pada
Aplikasi MOOC.
b. Fase E-learning:
1) Synchronous:
Mata Pelatihan ini merupakan bagian dari
Pembejaran Agenda II Latsar CPNS (Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS), sehingga dalam proses pembejarannya
dilakukan secara terintegrasi dengan 6 MP lainnya di
Agenda ini, secara umum tahapan kegiatan pembelajaran
pada Fase E-learning Synchronous yang dapat dilakukan
diantaranya:
a) Menjelaskan tujuan pembelajaran Agenda II dan
tujuan pembelajaran setiap modulnya termasuk
modul Berorientasi Pelayanan.
b) Menjelaskan sistematika materi untuk setiap modul
dan keterkaitan antar modul-modulnya dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran Agenda II.
c) Mengukur tingkat penguasaan materi peserta setelah
mereka belajar secara mandiri pada aplikasi MOOC
dengan menggunakan beragam cara atau metode,
diantaranya tanya jawab dan kuis-kuis interaktif.
d) Melakukan curah pendapat tentang urgensi setiap
nilai BerAKHLAK bagi PNS, khususnya untuk nilai
Berorientasi Pelayanan.
e) Memberikan penugasan-penugasan yang relevan
sehingga peserta dapat berdiskusi kelompok secara

6
mandiri, dapat berupa studi kasus, penugasan bermain
peran, dan lain-lain.
f) Memberikan kesempatan peserta untuk
mempresentasikan hasil pengerjaan tugasnya.
g) Memberikan penguatan dan pendalaman materi
setelah peserta mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya dengan metode ceramah, tanya jawab,
penayangan film pendek, dan lain-lain.
h) Melakukan evaluasi terhadap penguasaan materi oleh
peserta dengan beragam cara, seperti pemberian soal
komprehensif, kuis-kuis interaktif dan lain sebagainya.
2) Asynchronous:
Pada fase ini kegiatan pembejaran yang dapat
dilakukan peserta adalah melakukan diskusi kelompok
dan belajar mandiri untuk mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan.
c. Fase Klasikal:
Secara umum tahapan kegiatan pembelajaran yang
dapat dilakukan pada fase ini adalah:
1) Menjelaskan tujuan dan skenario pembelajaran Agenda II
fase Klasikal.
2) Mereviu atau mengingatkan peserta terhadap materi-
materi Agenda II termasuk materi tentang Berorientasi
Pelayanan yang telah dipelajari pada fase E-Learning.
3) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk saling
bertukar pengalaman dalam mengatualisasikan nilai

7
BerAKHLAK termasuk nilai Berorientasi Pelayanan
selama masa habituasi.
4) Memberikan penugasan-penugasan yang relevan untuk
memperkuat penguasaan materi dan pengalaman
aktualisasi peserta sehingga dapat memiliki komitmen
yang kuat untuk terus
mengaktualisasikan/menghabituasikan nilai BerAKHLAK
setelah Pelatihan Dasar berakhir. Penugasan-penugasan
tersebut dapat berupa studi kasus, penugasan bermain
peran, membuat video, dan lain-lain.
5) Memberikan kesempatan peserta untuk
mempresentasikan hasil pengerjaan tugasnya.
6) Memberikan penguatan dan pendalaman materi setelah
peserta mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya
dengan metode ceramah, tanya jawab, penayangan film
pendek, dan lain-lain.
7) Melakukan reviu dan evaluasi terhadap penguasaan
materi peserta dengan beragam cara, seperti pemberian
soal komprehensif, kuis-kuis interaktif dan lain
sebagainya.

E. Sistematika Modul
Sistematika modul Berorientasi Pelayanan ini adalah sebagai
berikut:
1. Konsep Pelayanan:
a. Pengertian Pelayanan Publik
b. Membangun Budaya Pelayanan Prima

8
c. ASN sebagai Pelayan Publik

9
d. Nilai Berorientasi Pelayanan dalam Core Values ASN
2. Berorientasi Pelayanan:
a. Panduan Perilaku Berorientasi Pelayanan
1) Memahami dan Memenuhi Kebutuhan Masyarakat
2) Ramah, Cekatan, Solutif, dan Dapat Diandalkan
3) Melakukan Perbaikan Tiada Henti
b. Tantangan Aktualisasi Nilai Berorientasi Pelayanan

1
BAB II
MATERI POKOK 1
KONSEP PELAYANAN PUBLIK

Setelah mempelajari Materi Pokok 1 ini, peserta mampu memahami dan


A. Uraian Materi menjelaskan pelayanan publik secara konseptual/teoretis.
1. Pengertian Pelayanan Publik
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) mengamanatkan bahwa tujuan
didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah untuk
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa. Amanat tersebut mengandung makna negara
berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui
suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya
penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara
atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administrative,
sebagaimana tercantum dalam Penjelasan atas Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU Pelayanan
Publik). Pelayanan publik yang prima dan memenuhi harapan
masyarakat merupakan muara dari Reformasi Birokrasi,
sebagaimana tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun
2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang
menyatakan bahwa visi Reformasi Birokrasi adalah pemerintahan
berkelas dunia yang ditandai dengan pelayanan publik yang
berkualitas.

1
Sebelum melangkah lebih jauh, kita perlu memahami
terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pelayanan publik.
Dalam Oxford Learner’s Dictionary, kata pelayanan (service)
diartikan sebagai “a system that provides something that the public
needs, organized by the government or a private company (sistem
yang menyediakan sesuatu yang dibutuhkan publik, yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau perusahaan swasta)”.
Selain itu, Hardiyansyah (2011:11) mendefinisikan pelayanan
adalah aktivitas yang diberikan untuk membantu, menyiapkan,
dan mengurus. Baik itu berupa barang atau jasa dari satu pihak
kepada pihak yang lain. Istilah lain yang sejenis dengan pelayanan
itu adalah pengabdian dan pengayoman.
Sementara itu, frasa pelayanan publik (public service)
dalam kamus tersebut memiliki arti “a service such as education or
transport that a government or an official organization provides
for people in general in a particular society (layanan seperti
pendidikan atau transportasi yang disediakan oleh pemerintah
atau organisasi resmi untuk orang-orang pada umumnya dalam
masyarakat tertentu)”. Davit McKevitt dalam Modul Pelatihan
Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil “Pelayanan Publik” (2017),
menyatakan bahwa “Core Public Services maybe defined as those
sevices which are important for the protection and promotion of
citizen well-being, but are in are as where the market is in capable
of reaching or even approaching a socially optimal state; heatlh,
education, welfare and security provide the most obvious best know
example”.

1
Definisi dari pelayanan publik sebagaimana tercantum
dalam UU Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara
dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Agus Dwiyanto (2010:21) menawarkan alternatif definisi
pelayanan publik sebagai semua jenis pelayanan untuk
menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang
memenuhi kriteria yaitu merupakan jenis barang atau jasa yang
memiliki eksternalitas tinggi dan sangat diperlukan masyarakat
serta penyediaannya terkait dengan upaya mewujudkan tujuan
bersama yang tercantum dalam konstitusi maupun dokumen
perencanaan pemerintah, baik dalam rangka memenuhi hak dan
kebutuhan dasar warga, mencapai tujuan strategis pemerintah,
dan memenuhi komitmen dunia internasional. Dalam penjelasan
lebih lanjut, Dwiyanto (2010:22) mengatakan bahwa dari segi
mekanisme penyediaannya, pelayanan publik tersebut tidak harus
dilakukan oleh pemerintah sendiri, akan tetapi dapat dilakukan
oleh sektor swasta (mekanisme pasar).
Adapun penyelenggara pelayanan publik menurut UU
Pelayanan Publik adalah setiap institusi penyelenggara negara,
korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan
undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan
hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan
publik. Dalam batasan pengertian tersebut, jelas bahwa Aparatur
Sipil Negara (ASN) adalah salah satu dari penyelenggara

1
pelayanan

1
publik, yang kemudian dikuatkan kembali dalam UU Nomor 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), yang
menyatakan bahwa salah satu fungsi ASN adalah sebagai pelayan
publik.
Asas penyelenggaraan pelayanan publik seperti yang
tercantum dalam Pasal 4 UU Pelayanan Publik, yaitu:
a. kepentingan umum;
b. kepastian hukum;
c. kesamaan hak;
d. keseimbangan hak dan kewajiban;
e. keprofesionalan;
f. partisipatif;
g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
h. keterbukaan;
i. akuntabilitas;
j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;
k. ketepatan waktu; dan
l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Pelayanan publik yang baik juga didasarkan pada prinsip-
prinsip yang digunakan untuk merespons berbagai kebutuhan
dalam penyelenggaraan pelayanan publik di lingkungan birokrasi.
Berbagai literatur administrasi publik menyebut bahwa prinsip
pelayanan publik yang baik adalah:
a. Partisipatif
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dibutuhkan
masyarakat, pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasilnya.

1
b. Transparan
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah sebagai
penyelenggara pelayanan publik harus menyediakan akses
bagi warga negara untuk mengetahui segala hal yang terkait
dengan pelayanan publik yang diselenggarakan tersebut,
seperti persyaratan, prosedur, biaya, dan sejenisnya.
Masyarakat juga harus diberi akses yang sebesar- besarnya
untuk mempertanyakan dan menyampaikan pengaduan
apabila mereka merasa tidak puas dengan pelayanan publik
yang diselenggarakan oleh pemerintah.
c. Responsif
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah wajib
mendengar dan memenuhi tuntutan kebutuhan warga
negaranya. Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis
pelayanan publik yang mereka butuhkan, akan tetapi juga
terkait dengan mekanisme penyelenggaraan layanan, jam
pelayanan, prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayanan.
Birokrasi wajib mendengarkan aspirasi dan keinginan
masyarakat yang menduduki posisi sebagai klien.
d. Tidak diskriminatif.
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah tidak
boleh dibedakan antara satu warga negara dengan warga
negara yang lain atas dasar perbedaan identitas warga negara,
seperti status sosial, pandangan politik, agama, profesi, jenis
kelamin atau orientasi seksual, difabel, dan sejenisnya.
e. Mudah dan Murah

1
Penyelenggaraan pelayanan publik di mana masyarakat harus
memenuhi berbagai persyaratan dan membayar biaya untuk
memperoleh layanan yang mereka butuhkan, harus diterapkan
prinsip mudah, artinya berbagai persyaratan yang dibutuhkan
tersebut masuk akal dan mudah untuk dipenuhi. Murah dalam
arti biaya yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk
mendapatkan layanan tersebut terjangkau oleh seluruh warga
negara. Hal ini perlu ditekankan karena pelayanan publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah tidak dimaksudkan untuk
mencari keuntungan melainkan untuk memenuhi mandat
konstitusi.
f. Efektif dan Efisien
Penyelenggaraan pelayanan publik harus mampu mewujudkan
tujuan-tujuan yang hendak dicapainya (untuk melaksanakan
mandat konstitusi dan mencapai tujuan-tujuan strategis negara
dalam jangka panjang) dan cara mewujudkan tujuan tersebut
dilakukan dengan prosedur yang sederhana, tenaga kerja yang
sedikit, dan biaya yang murah.
g. Aksesibel
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah harus
dapat dijangkau oleh warga negara yang membutuhkan dalam
arti fisik (dekat, terjangkau dengan kendaraan publik, mudah
dilihat, gampang ditemukan, dan lain-lain) dan dapat dijangkau
dalam arti non-fisik yang terkait dengan biaya dan persyaratan
yang harus dipenuhi oleh masyarakat untuk mendapatkan
layanan tersebut.
h. Akuntabel

1
Penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan dengan
menggunakan fasilitas dan sumber daya manusia yang dibiayai
oleh warga negara melalui pajak yang mereka bayar. Oleh
karena itu, semua bentuk penyelenggaraan pelayanan publik
harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada
masyarakat. Pertanggungjawaban di sini tidak hanya secara
formal kepada atasan (pejabat atau unit organisasi yang lebih
tinggi secara vertikal), akan tetapi yang lebih penting harus
dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada masyarakat
luas melalui media publik baik cetak maupun elektronik.
Mekanisme pertanggungjawaban yang demikian sering disebut
sebagai social accountability.
i. Berkeadilan
Penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh
pemerintah memiliki berbagai tujuan. Salah satu tujuan yang
penting adalah melindungi warga negara dari praktik buruk
yang dilakukan oleh warga negara yang lain. Oleh karena itu,
penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dijadikan
sebagai alat melindungi kelompok rentan dan mampu
menghadirkan rasa keadilan bagi kelompok lemah ketika
berhadapan dengan kelompok yang kuat.
Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa
terdapat tiga unsur penting dalam pelayanan publik khususnya
dalam konteks ASN, yaitu 1) penyelenggara pelayanan publik
yaitu ASN/Birokrasi, 2) penerima layanan yaitu masyarakat,
stakeholders, atau sektor privat, dan 3) kepuasan yang diberikan
dan/atau diterima oleh penerima layanan.

1
2. Membangun Budaya Pelayanan Prima
Hingga saat ini, potret birokrasi kita masih belum baik.
Birokrasi lebih banyak berkonotasi dengan citra negatif seperti
rendahnya kualitas pelayanan publik, berperilaku korup, kolutif
dan nepotis, masih rendahnya profesionalisme dan etos kerja,
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat dalam
pengurusan pelayanan publik, proses pelayanan yang berbelit-
belit, hingga muncul jargon “KALAU BISA DIPERSULIT KENAPA
DIPERMUDAH”. Selama ini permasalahan penyelenggaraan
pelayanan publik di Indonesia sangat berkaitan erat dengan
proses pelayanan publik yang diberikan oleh penyelenggara, baik
dari sisi prosedur, persyaratan, waktu, biaya dan fasilitas
pelayanan, yang dirasakan masih belum memadai dan jauh dari
harapan masyarakat.
Budaya paternalisme telah mengakar kuat dalam birokrasi
pelayanan publik di Indonesia. Dalam konteks pelayanan publik,
paternalisme dilihat dari hubungan antara birokrasi sebagai
petugas pelayanan dengan masyarakat pengguna layanan.
Masyarakat pengguna layanan dalam pola paternalisme
mempunyai posisi tawar-menawar yang lemah, artinya
masyarakat pengguna layanan tidak bisa berbuat lebih banyak
jika mendapatkan pelayanan yang tidak memuaskan. Kualitas
pelayanan publik saat ini masih banyak berada di area
bureaucratic paternalism, sehingga mengakibatkan tidak
tercapainya kualitas pelayanan publik yang berorientasi terhadap
kepentingan masyarakat sebagai pengguna layanan.

1
Pelayanan publik yang berkualitas harus berorientasi
kepada pemenuhan kepuasan pengguna layanan. Apabila
dikaitkan dengan tugas ASN dalam melayani masyarakat,
pelayanan yang berorientasi pada customer satisfaction adalah
wujud pelayanan yang terbaik kepada masyarakat atau dikenal
dengan sebutan pelayanan prima. Pelayanan prima didasarkan
pada implementasi standar pelayanan yang dimiliki oleh
penyelenggara.
Budaya pelayanan oleh ASN akan sangat menentukan
kualitas pemberian layanan kepada masyarakat. Menurut
Djamaluddin Ancok dkk. (2014), budaya pelayanan yang baik juga
tentu akan berdampak positif terhadap kinerja organisasi dengan
mekanisme sebagai berikut:
a. Budaya pelayanan akan berjalan dengan baik apabila
terbangun kerja tim di dalam internal organisasi. Melalui kerja
sama yang baik, pekerjaan dalam memberikan pelayanan
dapat diselesaikan dengan hasil terbaik bagi pengguna
layanan. Fokus utama untuk memberikan kepuasan kepada
masyarakat harus menjadi prinsip utama ASN dalam bekerja.
b. Faktor lain adalah pemahaman tentang pelayanan prima.
Budaya berorientasi pada pelayanan prima harus menjadi
dasar ASN dalam penyediaan pelayanan. Pelayanan Prima
adalah memberikan pelayanan sesuai atau melebihi harapan
pengguna layanan. Berdasarkan pengertian tersebut, dalam
memberikan pelayanan prima terdapat beberapa tingkatan
yaitu: (1) memenuhi kebutuhan dasar pengguna, (2)
memenuhi harapan pengguna, dan (3) melebihi harapan

2
pengguna, mengerjakan apa yang lebih dari yang diharapkan.

2
c. Pemberian pelayanan yang prima akan berimplikasi pada
kemajuan organisasi, apabila pelayanan yang diberikan prima
(baik), maka organisasi akan menjadi semakin maju. Implikasi
kemajuan organisasi akan berdampak antara lain: (1) makin
besar pajak yang dibayarkan pada negara, (2) makin bagus
kesejahteraan bagi pegawai, dan (3) makin besar fasilitas yang
diberikan pada pegawai.
Terdapat enam elemen untuk menghasilkan pelayanan
publik yang berkualitas yaitu:
a. Komitmen pimpinan yang merupakan kunci untuk
membangun pelayanan yang berkualitas;
b. Penyediaan layanan sesuai dengan sasaran dan kebutuhan
masyarakat;
c. Penerapan dan penyesuaian Standar Pelayanan di dalam
penyelenggaraan pelayanan publik;
d. Memberikan perlindungan bagi internal pegawai, serta
menindaklanjuti pengaduan masyarakat;
e. Pengembangan kompetensi SDM, jaminan keamanan dan
keselamatan kerja, fleksibilitas kerja, penyediaan
infrastruktur teknologi informasi dan sarana prasarana; dan
f. Secara berkala melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap
kinerja penyelenggara pelayanan publik.
Meningkatkan kualitas pelayanan publik tentunya tidak
lepas dari strategi pelaksanaan kebijakan pelayanan publik.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian PANRB telah
melahirkan beberapa produk kebijakan pelayanan publik sebagai

2
wujud pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik, diantaranya adalah:
a. penerapan Standar Pelayanan dan Maklumat Pelayanan;
b. tindak lanjut dan upaya perbaikan melalui kegiatan Survei
Kepuasan Masyarakat;
c. profesionalisme SDM;
d. pengembangan Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP)
untuk memberikan akses yang seluas-luasnya kepada
masyarakat;
e. mendorong integrasi layanan publik dalam satu gedung
melalui Mal Pelayanan Publik;
f. merealisasikan kebijakan “no wrong door policy” melalui
Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional
(SP4N-LAPOR!);
g. penilaian kinerja unit penyelenggara pelayanan publik melalui
Evaluasi Pelayanan Publik sehingga diperoleh gambaran
tentang kondisi kinerja penyelenggaraan pelayanan publik
untuk kemudian dilakukan perbaikan;
h. kegiatan dialog, diskusi pertukaran opini secara partisipatif
antara penyelenggara layanan publik dengan masyarakat
untuk membahas rancangan kebijakan, penerapan kebijakan,
dampak kebijakan, ataupun permasalahan terkait pelayanan
publik melalui kegiatan Forum Konsultasi Publik; dan
i. terobosan perbaikan pelayanan publik melalui Inovasi
Pelayanan Publik.
Budaya pelayanan prima menjadi modal utama dalam
memberikan kepuasan pelanggan. Pemberian kepuasan kepada

2
pelanggan menjadi salah satu kewajiban dan tanggung jawab
organisasi penyedia pelayanan. Melalui pemberian pelayanan
yang baik, pelanggan atau pengguna layanan kita akan secara
sukarela menginformasikan kepada pihak lain akan kualitas
pelayanan yang diterima, hal ini secara langsung akan
memperomosikan kinerja organisasi penyedia pelayanan publik.
Penilaian positif dari pelanggan menjadi semakin penting
mengingat saat ini pelanggan turut menjadi penilai utama
organisasi penyedia pelayanan publik. Keberhasilan pelayanan
publik akan bermuara pada kepercayaan masyarakat
sebagai subjek pelayanan publik.
Peningkatan kualitas pelayanan publik adalah suatu proses yang
secara terus-menerus guna mewujudkan konsep good governance
yang menjadi dambaan masyarakat sebagai pemegang hak utama
atas pelayanan publik.
Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada
layanan prima sudah tidak bisa ditawar lagi ketika lembaga
pemerintah ingin meningkatkan kepercayaan publik. Apabila
setiap lembaga pemerintah dapat memberikan layanan prima
kepada masyarakat maka akan menimbulkan kepuasan bagi
pihak- pihak yang dilayani. Sebagaimana diamanatkan dalam UUD
1945 dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya, bahwa
layanan untuk kepentingan publik menjadi tanggung jawab
pemerintah. Ditambah lagi, masyarakat semakin menyadari
haknya dan semakin kritis untuk mendapatkan layanan terbaik
dari aparatur pemerintah.

2
3. ASN sebagai Pelayan Publik
Untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, pegawai ASN diserahi
tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas
pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu. Tugas pelayanan
publik dilakukan dengan memberikan pelayanan atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif. Adapun tugas pemerintahan
dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan fungsi umum
pemerintahan yang meliputi pendayagunaan kelembagaan,
kepegawaian, dan ketatalaksanaan. Sedangkan dalam rangka
pelaksanaan tugas pembangunan tertentu dilakukan melalui
pembangunan bangsa (cultural and political development) serta
melalui pembangunan ekonomi dan sosial (economic and social
development) yang diarahkan pada meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran seluruh masyarakat. Selain itu, pembangunan
sumber daya manusia ASN sebagai bagian dari upaya reformasi
birokrasi, diharapkan mampu mengakselerasi pelaksanaan tugas,
fungsi, dan peran ASN sebagaimana dimaksud dalam UU ASN.
Sebagaimana kita ketahui dalam Pasal 10 UU ASN, pegawai
ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik,
serta sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Untuk menjalankan
fungsi tersebut, pegawai ASN bertugas untuk:
a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. memberikan pelayanan publik yang profesional dan
berkualitas; dan

2
c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Selain tugas dan fungsi yang melekat pada pegawai ASN,
pegawai ASN juga berperan sebagai perencana, pelaksana, dan
pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan nasional. Peran tersebut dilaksanakan melalui
pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional,
bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme. Sehingga ASN tentu akan terlibat dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut, yang membutuhkan
kesadaran bersama untuk meningkatkan peran pegawai ASN
khususnya dalam peningkatan kualitas penyelenggaraan
pelayanan publik melalui perbaikan birokrasi di Indonesia untuk
kesejahteraan masyarakat secara umum.
Pasal 34 UU Pelayanan Publik juga secara jelas mengatur
mengenai bagaimana perilaku pelaksana pelayanan publik,
termasuk ASN, dalam menyelenggarakan pelayanan publik, yaitu:
a. adil dan tidak diskriminatif;
b. cermat;
c. santun dan ramah;
d. tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-
larut;
e. profesional;
f. tidak mempersulit;
g. patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar;
h. menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas
institusi penyelenggara;

2
i. tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib
dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
j. terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk
menghindari benturan kepentingan;
k. tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas
pelayanan publik;
l. tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan
dalam menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam
memenuhi kepentingan masyarakat;
m. tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau
kewenangan yang dimiliki;
n. sesuai dengan kepantasan; dan
o. tidak menyimpang dari prosedur.
Dalam mengimplementasikan budaya berorientasi
pelayanan, ASN perlu memahami mengenai beberapa hal
fundamental mengenai pelayanan publik, antara lain:
a. Pelayanan publik merupakan hak warga negara sebagai
amanat konstitusi. Dengan demikian menjadi kewajiban
pemerintah untuk menyelenggarakannya baik dilakukan
sendiri (oleh birokrasi pemerintah) maupun bekerja sama
dengan sektor swasta;
b. Pelayanan publik diselenggarakan dengan pajak yang
dibayar oleh warga negara. Artinya, para birokrat
penyelenggara pelayanan publik harus paham bahwa semua
fasilitas yang mereka nikmati (gedung, peralatan, gaji bagi
ASN, protokoler, dsb.) dibayar dengan pajak yang dibayarkan
oleh warga negara. Oleh karena itu, ASN harus paham bahwa

2
warga

2
negara adalah agent (tuan) dan Saudara adalah client
(pelayan). Konsekuensinya, Saudara sebagai ASN yang harus
mengikuti kehendak masyarakat pengguna layanan, bukan
sebaliknya masyarakat yang harus mengikuti kehendak
Saudara.
c. Pelayanan publik diselenggarakan dengan tujuan untuk
mencapai hal-hal yang strategis bagi kemajuan bangsa di masa
yang akan datang. Karena sifatnya yang demikian, sebagai
seorang ASN Saudara harus paham bahwa kegagalan dalam
berkontribusi untuk menyelenggarakan pelayanan publik
yang berkualitas akan berakibat pada kegagalan kita sebagai
bangsa dalam mewujudkan cita-cita bersama. Dalam konteks
dunia yang dihadapkan pada tantangan globalisasi maka
kegagalan Saudara sebagai ASN dalam membantu
mewujudkan kualitas pelayanan publik yang baik juga berarti
berdampak pada kegagalan Indonesia dalam memenangkan
pertarungan memperebutkan supremasi globalisasi. Jika ini
terjadi, masa dengan bangsa Indonesia menjadi taruhannya.
d. Pelayanan publik memiliki fungsi tidak hanya memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar warga negara sebagai manusia,
akan tetapi juga berfungsi untuk memberikan perlindungan
bagi warga negara (proteksi). Coba Saudara bayangkan ketika
pemerintah tidak memberikan pelayanan yang baik untuk
memberikan perlindungan kepada warga negaranya?
Masyarakat menjadi korban main hakim sendiri karena polisi
tidak hadir. TKI menjadi korban kekejaman para tuan mereka
di negara asing, bahkan ketika menginjakkan kaki di bandara

2
tanah airnya sendiri karena pemerintah gagal memberikan
pelayanan untuk melindungi mereka. Dan banyak contoh lagi
penderitaan warga negara ketika pemerintah gagal
menyelenggarakan pelayanan publik yang baik.
Dengan memahami empat hal pokok tersebut maka
diharapkan Saudara akan memposisikan diri Saudara secara tepat
ketika berhadapan dengan warga yang membutuhkan pelayanan
publik. Mulai saat ini Saudara diharapkan paham bahwa warga
negara yang membutuhkan pelayanan publik perlu Saudara layani
dengan baik dengan memenuhi kebutuhan mereka.

4. Nilai Berorientasi Pelayanan dalam Core Values ASN


Berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri PANRB Nomor 20
Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 tentang Implementasi Core
Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara, disebutkan
bahwa dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu
strategi transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan
berkelas dunia (World Class Government), Pemerintah telah
meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai Dasar) ASN BerAKHLAK dan
Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa).
Pada tanggal 27 Juli 2021, Presiden Joko Widodo
meluncurkan Core Values dan Employer Branding ASN tersebut,
yang bertepatan dengan Hari Jadi Kementerian PANRB ke-62. Core
Values ASN yang diluncurkan yaitu ASN BerAKHLAK yang
merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel,
Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif. Core Values
tersebut seharusnya dapat dipahami dan dimaknai sepenuhnya

3
oleh seluruh ASN serta dapat diimplementasikan dalam
pelaksanaan tugas dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena tugas
pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan pegawai
ASN, sangatlah penting untuk memastikan bahwa ASN
mengedepankan nilai Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan
tugasnya, dimaknai bahwa setiap ASN harus berkomitmen
memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat.
Secara lebih operasional, Berorientasi Pelayanan dapat
dijabarkan dengan beberapa kriteria, yakni:
a. ASN harus memiliki kode etik (code of ethics) untuk
menjabarkan pedoman perilaku sesuai dengan tujuan yang
terkandung dari masing-masing nilai. Kode etik juga
terkadang dibuat untuk mengatur hal-hal apa saja yang secara
etis boleh dan tidak boleh dilakukan, misalnya yang terkait
dengan konflik kepentingan. Dalam menyelenggarakan
pelayanan publik jika terjadi konflik kepentingan maka
aparatur ASN harus mengutamakan kepentingan publik dari
pada kepentingan dirinya sendiri.
b. Untuk mendetailkan kode etik tersebut, dapat dibentuk
sebuah kode perilaku (code of conducts) yang berisi contoh
perilaku spesifik yang wajib dan tidak boleh dilakukan oleh
pegawai ASN sebagai interpretasi dari kode etik tersebut.
Contoh perilaku spesifik dapat juga berupa bagaimana
penerapan SOP dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
c. Pegawai ASN harus menerapkan budaya pelayanan, dan
menjadikan prinsip melayani sebagai suatu kebanggaan.

3
Munculnya rasa kebanggaan dalam memberikan pelayanan
akan menjadi modal dalam melaksanakan pekerjaan. Hal ini
juga sejalan dengan employee value proposition atau employer
branding ASN yakni “Bangga Melayani Bangsa”. Kebanggaan
memberikan pelayanan terbaik membantu kita memberikan
hasil optimal dalam melaksanakan tugas pelayanan. Prinsip
melayani juga menjadi dasar dan perlu diatur dengan
prosedur yang jelas.
Berorientasi Pelayanan sebagai nilai dan menjadi dasar
pembentukan budaya pelayanan tentu tidak akan dengan mudah
dapat dilaksanakan tanpa dilandasi oleh perubahan pola pikir
ASN, didukung dengan semangat penyederhanaan birokrasi yang
bermakna penyederhanaan sistem, penyederhanaan proses bisnis
dan juga transformasi menuju pelayanan berbasis digital.
Sikap pelayanan bagi pegawai ASN berarti pengabdian
yang tulus terhadap bidang kerja dan yang paling utama adalah
kebanggaan atas pekerjaan. Sikap Saudara dapat menggambarkan
instansi/organisasi Saudara, karena sikap pelayanan tersebut
mewakili citra organisasi Saudara secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, budaya pelayanan dalam birokrasi
pemerintahan akan sangat ditentukan oleh sikap pelayanan yang
ditunjukkan oleh pegawai ASN.
Pelayanan yang diberikan aparatur harus merujuk pada
standar yang ditetapkan pemerintah. Standar mutu layanan pada
institusi pemerintah dapat dibedakan dalam dua paradigma,
yaitu:
(1) standar berbasis peraturan perundang-undangan (producer

3
view), dan (2) standar berbasis kebutuhan dan kepuasan
masyarakat sebagai pelanggan (consumer view or public view).
Alasan lain yang mendasari pentingnya nilai Berorientasi
Pelayanan bagi seorang ASN adalah untuk menghasilkan suatu
paradigma berpikir bahwa ASN harus seoptimal mungkin
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Sehingga
diharapkan ada perubahan mindset yang mempengaruhi ASN
dalam bersikap, dan menghasilkan output/outcome atas
perubahan mindset atau paradigma dan perubahan sikap
tersebut. Baik atau buruknya kualitas pelayanan publik di
Indonesia secara nyata akan tercermin juga kepada hasilnya.
Dalam contoh negatif yang sudah/sedang terjadi, misalnya dalam
hal pelayanan dasar, yaitu pelayanan di bidang pendidikan oleh
guru-guru yang tidak berorientasi pelayanan dan tidak memiliki
kompetensi memadai, akan menghasilkan murid-murid yang
kualitasnya juga kurang memadai, sehingga angkatan kerja yang
dihasilkan akan sulit bersaing dengan talenta global lainnya dalam
upaya untuk mengangkat kesejahteraan dirinya maupun bagi
pembangunan bangsa dan negara.
Ke depan, diharapkan nilai berorientasi pelayanan tersebut
dapat menjadi paradigma ASN dalam melaksanakan tugas fungsi
jabatannya termasuk dalam tugas pelayanan, agar mendasari
bagaimana ASN bersikap dan berperilaku, yang secara langsung
akan berdampak pada tujuan unit kerja pada khususnya, dan cita-
cita organisasi pada umumnya yakni menghasilkan birokrasi yang
profesional. Dalam rangka menjabarkan dan mengoperasionalkan
nilai berorientasi pelayanan tersebut, maka Saudara akan

3
mempelajari konsep dari ketiga kode etiknya, yaitu: (1)
memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat, (2) ramah,
cekatan, solutif dan dapat diandalkan, dan (3) melakukan
perbaikan tiada henti.

B. Rangkuman
Definisi pelayanan publik sebagaimana tercantum dalam UU
Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas
barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Terdapat tiga unsur penting dalam pelayanan publik
khususnya dalam konteks ASN, yaitu 1) penyelenggara pelayanan
publik yaitu ASN/Birokrasi, 2) penerima layanan yaitu masyarakat,
stakeholders, atau sektor privat, dan 3) kepuasan yang diberikan
dan/atau diterima oleh penerima layanan.
Pelayanan publik yang prima sudah tidak bisa ditawar lagi
ketika lembaga pemerintah ingin meningkatkan kepercayaan publik,
karena dapat menimbulkan kepuasan bagi pihak-pihak yang dilayani.
Dalam Pasal 10 UU ASN, pegawai ASN berfungsi sebagai
pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta sebagai perekat dan
pemersatu bangsa. Untuk menjalankan fungsi tersebut, pegawai ASN
bertugas untuk:
a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;

3
b. memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas;
dan
c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu
strategi transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan
berkelas dunia (World Class Government), Pemerintah telah
meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai Dasar) ASN BerAKHLAK dan
Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa). Core Values ASN
BerAKHLAK merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan,
Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif. Core
Values tersebut seharusnya dapat dipahami dan dimaknai
sepenuhnya oleh seluruh ASN serta dapat diimplementasikan dalam
pelaksanaan tugas dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena tugas
pelayanan publik yang sangat erat kaitannya dengan pegawai ASN,
sangatlah penting untuk memastikan bahwa ASN mengedepankan
nilai Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan tugasnya, yang
dimaknai bahwa setiap ASN harus berkomitmen memberikan
pelayanan prima demi kepuasan masyarakat.

C. Evaluasi Materi Pokok 1


Untuk membantu mengevalusi/mengukur tingkat pemahaman
Anda terhadap Materi Pokok 1 ini, cobalah Anda kerjakan soal-soal
Pilihan Ganda di bawah ini. Pada setiap soalnya, pilihlah satu jawaban
yang menurut Anda benar.
1. ASN sebagai profesi, salah satunya berlandaskan pada prinsip
Nilai Dasar. Hal tersebut tertuang dalam:

3
a. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014
b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2015
d. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2015
2. Undang-Undang yang mengatur tentang Pelayanan Publik
adalah:
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009
b. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009
c. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
d. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2019
3. Sebutkan yang bukan merupakan fungsi ASN:
a. pelaksana kebijakan publik
b. pelayan publik
c. pengawas kegiatan publik
d. perekat dan pemersatu bangsa
4. Yang dimaksud dengan berorientasi pelayanan adalah
a. Bertanggung jawab terhadap kepercayaan yang diberikan
b. Komitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan
masyarakat
c. Saling peduli dan menghargai perbedaan
d. Terus berinovasi dan antusias dalam menggerakkan serta
menghadapi perubahan
5. Secara sederhana, definisi pelayanan publik berdasarkan Agus
Dwiyanto adalah
a. Semua jenis pelayanan untuk menyediakan barang/jasa
yang dibutuhkan oleh masyarakat yang memenuhi kriteria
yaitu merupakan jenis barang atau jasa

3
b. Pelayanan yang dirasakan melalui loket-loket pelayanan
c. Sumber daya air dan sumber daya mineral yang dikelola
oleh Negara/pemerintah
d. Perintah pimpinan/atasan untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat pada jam-jam pelayanan
6. Yang bukan merupakan unsur penting dalam pelayanan publik
adalah
a. Penyelenggara
b. Penerima layanan
c. Tempat pelayanan
d. Kepuasan pelanggan
7. Yang bukan prinsip pelayanan publik yang baik adalah
a. Partisipatif dan transparan
b. Responsif dan tidak diskriminatif
c. Kompleks namun murah
d. Aksesibel
8. “Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah
tidak boleh dibedakan antara satu warga negara dengan
warga negara yang lain atas dasar perbedaan identitas warga
negara, seperti status sosial, pandangan politik, agama,
profesi, jenis kelamin atau orientasi seksual, difabel, dan
sejenisnya” adalah
prinsip dari …
a. Akuntabel
b. Aksesibel
c. Berkeadilan
d. Tidak diskriminatif

3
9. “Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah
sebagai penyelenggara pelayanan publik harus menyediakan
akses bagi warga negara untuk mengetahui segala hal yang
terkait dengan pelayanan publik yang diselenggarakan
tersebut, seperti persyaratan, prosedur, biaya, dan
sejenisnya”
adalah prinsip dari …
a. Responsif
b. Transparan
c. Efektif dan efisien
d. Tidak diskriminatif
10. Nilai berorientasi pelayanan dijabarkan dalam ... panduan
perilaku
a. 3
b. 4
c. 5
d. 6

D. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Hasil
Belajar Materi Pokok 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini.
Hitunglah jawaban Anda yang benar. Apabila tingkat penguasaan
Anda mencapai 80% atau lebih, berarti Anda telah memahami Materi
Pokok 1 dan Anda dapat meneruskan untuk mempelajari Materi
Pokok 2. Tetapi bila tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi lagi Materi Pokok 1, terutama bagian yang
belum Anda kuasai.

3
BAB III
MATERI POKOK 2
BERORIENTASI PELAYANAN

Setelah mempelajari Materi Pokok 2 ini, peserta mampu memahami dan


A. Uraian Materi
menjelaskan panduan perilaku (kode etik) nilai Berorientasi Pelayanan, serta
memberikan contoh perilaku spesifik yang kontekstual dengan jabatan dan/atau
1. Panduan Perilaku Berorientasi Pelayanan
Sebagaimana kita ketahui, ASN sebagai suatu profesi
berlandaskan pada prinsip sebagai berikut:
a. nilai dasar;
b. kode etik dan kode perilaku;
c. komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada
pelayanan publik;
d. kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. kualifikasi akademik;
f. jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas; dan
g. profesionalitas jabatan.
Dari berbagai sumber, definisi nilai dasar sendiri adalah
kondisi ideal atau kewajiban moral tertentu yang diharapkan dari
ASN untuk mewujudkan pelaksanaan tugas instansi atau unit
kerjanya. Sedangkan kode etik adalah pedoman mengenai
kewajiban moral ASN yang ditunjukkan dalam sikap atau perilaku
terhadap apa yang dianggap/dinilai baik atau tidak baik, pantas
atau tidak pantas baik dalam melaksanakan tugas maupun dalam
pergaulan hidup sehari-hari. Adapun kode perilaku adalah

3
pedoman mengenai sikap, tingkah laku, perbuatan, tulisan, dan
ucapan ASN dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup
sehari-hari yang merujuk pada kode etik.
Penjabaran berikut ini akan mengulas mengenai panduan
perilaku/kode etik dari nilai Berorientasi Pelayanan sebagai
pedoman bagi para ASN dalam pelaksanaan tugas sehari-hari,
yaitu:
a. Memahami dan Memenuhi Kebutuhan Masyarakat
Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan dengan
panduan perilaku Berorientasi Pelayanan yang pertama ini
diantaranya:
1) mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia;
2) menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
3) membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian; dan
4) menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama.
Untuk dapat memahami dan memenuhi kebutuhan
masyarakat (customer needs) sebagai salah satu unsur
penting dalam terciptanya suatu pelayanan publik, terlebih
dahulu kita melihat pengertian Masyarakat atau publik
sebagai penerima layanan. Masyarakat dalam UU Pelayanan
Publik adalah seluruh pihak, baik warga negara maupun
penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun
badan hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat
pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Zulian Yamit (2010:75) mengemukakan, bahwa:
“Pelanggan adalah orang yang membeli dan menggunakan

4
produk atau jasa.” Di era global dengan tingkat persaingan

4
yang semakin tinggi, kinerja organisasi lebih diarahkan pada
terciptanya kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan antara
lain dapat dilihat dari kesenangannya ketika mendapatkan
produk/jasa yang sesuai atau bahkan melebihi harapannya,
sehingga mendorong keinginannya untuk melakukan
pembelian ulang atas produk/jasa yang pernah diperolehnya,
tidak merasa kapok, bahkan mereka akan menganjurkan
kepada pihak lain untuk menggunakan produk/jasa tersebut.
Hal tersebut menunjukkan bahwa efektivitas organisasi tidak
hanya diukur dari performans untuk mencapai target
(rencana) mutu, kuantitas, ketepatan waktu, dan alokasi
sumberdaya, melainkan juga diukur dari kepuasan dan
terpenuhinya kebutuhan pelanggan (customers).
Dalam Quality Management Journal, “Customer
satisfaction is defined as a measurement that determines how
happy customers are with a company’s products, services, and
capabilities. Customer satisfaction information, including
surveys and ratings, can help a company determine how to best
improve or changes its products and services. An organization’s
main focus must be to satisfy its customers.” Selanjutnya
pendapat Ancok (2014) juga menguatkan pandangan bahwa
kepuasan pelanggan alasan utama pentingnya pelayanan
prima.
Siklus pelayanan itu sendiri menurut A. Imanto dalam
Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil “Pelayanan
Publik” (2017) adalah “Sebuah rangkaian peristiwa yang
dilalui pelanggan sewaktu menikmati atau menerima layanan

4
yang diberikan”. Dikatakan bahwa siklus layanan dimulai
pada saat konsumen mengadakan kontak pertama kali
dengan service delivery system dan dilanjutkan dengan
kontak-kontak berikutnya sampai dengan selesai jasa
tersebut diberikan.
Standar mutu pelayanan yang berbasis kebutuhan dan
kepuasan masyarakat sebagai pelanggan (consumer view or
public view), diarahkan untuk memberikan kesejahteraan
kepada setiap warga negara, misalnya: layanan kesehatan,
pendidikan, dan perlindungan konsumen. Kebutuhan dan
harapan tersebut berbeda-beda sesuai dengan karakteristik
individu yang bersangkutan. Oleh sebab itu konsep mutu
dalam konteks ini menuntut sikap responsif dan empati dari
petugas pemberi layanan kepada harapan individu atau
sekelompok individu pengguna layanan. Aparatur harus
menjadi pendengar yang baik atas keluhan ataupun harapan
masyarakat terhadap layanan yang ingin mereka dapatkan.
Dengan demikian kunci pelayanan kesejahteraan adalah
kepuasan para pengguna layanan.
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah
wajib mendengar dan memenuhi tuntutan kebutuhan warga
negaranya. Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis
pelayanan publik yang mereka butuhkan akan tetapi juga
terkait dengan mekanisme penyelenggaraan layanan, jam
pelayanan, prosedur, dan biaya penyelenggaraan pelayanan.
Sebagai klien masyarakat, birokrasi wajib mendengarkan
aspirasi dan keinginan masyarakat.

4
b. Ramah, Cekatan, Solutif, dan Dapat Diandalkan
Adapun beberapa Nilai Dasar ASN yang dapat
diwujudkan dengan panduan perilaku Berorientasi Pelayanan
yang kedua ini diantaranya:
1) memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang
luhur;
2) memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan
dan program pemerintah; dan
3) memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap,
cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan
santun.
Djamaludin Ancok dkk (2014) memberi ilustrasi
bahwa perilaku yang semestinya ditampilkan untuk
memberikan layanan prima adalah:
1) Menyapa dan memberi salam;
2) Ramah dan senyum manis;
3) Cepat dan tepat waktu;
4) Mendengar dengan sabar dan aktif;
5) Penampilan yang rapi dan bangga akan penampilan;
6) Terangkan apa yang Saudara lakukan;
7) Jangan lupa mengucapkan terima kasih;
8) Perlakukan teman sekerja seperti pelanggan; dan
9) Mengingat nama pelanggan.
Dengan penjabaran tersebut, pegawai ASN dituntut
untuk memberikan pelayanan dengan ramah, ditandai
senyum, menyapa dan memberi salam, serta berpenampilan
rapi; cekatan ditandai dengan cepat dan tepat waktu;

4
solutif

4
ditandai dengan mampu memberikan kemudahan bagi
masyarakat untuk memilih layanan yang tersedia; dan dapat
diandalkan ditandai dengan mampu, akan dan pasti
menyelesaikan tugas yang mereka terima atau pelayanan
yang diberikan.
Untuk menghasilkan mutu dalam pelayanan publik
yang bersifat jasa, sangat membutuhkan kerja sama dan
partisipasi masyarakat. Oleh sebab itu, ASN harus mampu
memelihara komunikasi dan interaksi yang baik dengan
masyarakat, bersifat kreatif, proaktif dan inovatif dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat yang berbeda beda. Tidak
hanya itu saja, karena kondisi sosial ekonomi yang terus
membaik, masyarakat pun terus menerus menuntut standard
pelayanan yang semakin tinggi dan semakin responsif
terhadap kemampuan dan kebutuhan yang beragam.
Pelayanan yang baik harus cepat, tepat, dapat diandalkan,
tidak berbelit belit (bertele-tele), dan tidak ditunda-tunda.
Sehingga kode etik ramah, cepat, solutif, dan dapat
diandalkan sebagai penjabaran dari nilai Berorientasi
Pelayanan sangat diharapkan dapat tercermin dari perilaku
Saudara sebagai ASN bukan hanya yang bertanggung jawab di
garis depan (front liner), melainkan menjadi tanggung jawab
semua pegawai ASN pada setiap level organisasi. Ke depan,
citra positif ASN sebagai pelayan publik terlihat dengan
perilaku melayani dengan senyum, menyapa dan memberi
salam, serta berpenampilan rapih; melayani dengan cepat dan
tepat waktu; melayani dengan memberikan kemudahan bagi

4
Anda untuk memilih layanan yang tersedia; serta melayani
dengan dengan kemampuan, keinginan dan tekad
memberikan pelayanan yang prima.

c. Melakukan Perbaikan Tiada Henti


Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan dengan
panduan perilaku Berorientasi Pelayanan yang ketiga ini
diantaranya:
1) mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya
kepada publik; dan
2) mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja
pegawai.
Karakteristik dalam memberikan pelayanan prima
ditunjukkan dengan upaya perbaikan secara berkelanjutan
melalui berbagai cara, antara lain: pendidikan, pelatihan,
pengembangan ide kreatif, kolaborasi, dan benchmark.
Alangkah baiknya apabila seluruh ASN dapat menampilkan
kinerja yang merujuk pada nilai dasar orientasi mutu dalam
memberikan layanan kepada publik. Setiap individu aparatur
turut memikirkan bagaimana langkah perbaikan yang dapat
dilakukan dari posisinya masing-masing. Di lain pihak,
pimpinan melakukan pemberdayaan aparatnya secara
optimal, dan memberikan arah menuju terciptanya layanan
prima yang dapat memuaskan stakeholders dengan
memberikan superior customer value.
Hal ini berarti bahwa memberikan layanan yang
bermutu tidak boleh berhenti ketika kebutuhan masyarakat

4
sudah dapat terpenuhi, melainkan harus terus ditingkatkan
dan diperbaiki agar mutu layanan yang diberikan dapat
melebihi harapan pengguna layanan. Layanan hari ini harus
lebih baik dari hari kemarin, dan layanan hari esok akan
menjadi lebih baik dari hari ini (doing something better and
better).
Dalam perkembangannya budaya pelayanan harus
dipandang sebagai sebuah proses belajar yang menghasilkan
bentuk baru serta pengetahuan dan kepandaian yang baru.
Sebagai sebuah proses belajar budaya pelayanan harus dapat
melakukan perubahan kebiasaan, perubahan nilai, dan
perubahan pola pikir atau paradigma pelayanan.
Dalam Richard L. Daft dalam Tita Maria Kanita (2010:
8), “demikian juga halnya inovasi dalam layanan publik
mestinya mencerminkan hasil pemikiran baru yang
konstruktif, sehingga akan memotivasi setiap individu untuk
membangun karakter dan mind-set baru sebagai apartur
penyelenggara pemerintahan, yang diwujudkan dalam bentuk
profesionalisme layanan publik yang berbeda dari
sebelumnya, bukan sekedar menjalankan atau menggugurkan
tugas rutin”. Sebagaimana dikemukakan oleh Christopher dan
Thor (2001: 65), “They can also organize to encourage and
support creativity and innovation, to do things differently.”
Demikian juga di lingkungan lembaga pemerintahan, aparatur
dapat mengembangkan daya imajinasi dan kreativitasnya,
untuk melahirkan terobosan- terobosan baru dalam
meningkatkan

4
efektivitas dan efisiensi layanan, sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan.

2. Tantangan Aktualisasi Nilai Berorientasi Pelayanan


Visi Reformasi Birokrasi, sebagaimana tercantum dalam
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025, bahwa pada tahun 2025 akan
dicapai pemerintahan kelas dunia, yang ditandai dengan pelayanan
publik yang prima. Pada praktiknya, penyelenggaraan pelayanan
publik menghadapi berbagai hambatan dan tantangan, yang dapat
berasal dari eksternal seperti kondisi geografis yang sulit,
infrastruktur yang belum memadai, termasuk dari sisi masyarakat
itu sendiri baik yang tinggal di pedalaman dengan adat kebiasaan
atau sikap masyarakat yang kolot, ataupun yang tinggal di
perkotaan dengan kebutuhan yang dinamis dan senantiasa
berubah. Tantangan yang berasal dari internal penyelenggara
pelayanan publik dapat berupa anggaran yang terbatas, kurangnya
jumlah SDM yang berkompeten, termasuk belum terbangunnya
sistem pelayanan yang baik. Namun, Pemerintah berkomitmen
untuk terus meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan
untuk memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat serta
mengatasi berbagai hambatan yang ada.
Pandemi COVID-19 yang ada telah menjadikan pola
kehidupan sehari-hari mengalami perubahan yang sangat
signifikan. Momentum ini harus kita manfaatkan secara maksimal
untuk melakukan lompatan kemajuan sebagaimana arahan
Presiden RI. Ada hikmah di balik pandemi COVID-19 yang melanda

4
dunia termasuk Indonesia, utamanya dalam mendorong
percepatan reformasi birokrasi di Indonesia, Pemanfaatan
informasi teknologi dan internet of things menjadi “keterpaksaan”
baru, telah terjadi perubahan secara masif budaya kerja dan cara
berpikir ASN.
Percepatan pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi dalam praktik tata kelola pemerintahan, yang lebih
berorientasi pada hasil dengan mengedepankan pemanfaatan
informasi teknologi dan kecepatannya. Pandemi ini seyogianya
dapat dijadikan momentum bagi ASN dalam mendukung
akselerasi reformasi birokrasi yang tidak hanya sekedar birokrasi
profesional yang mampu melayani raktyat, tapi menjadi faktor
determinan dalam meletakkan fondasi yang diperlukan bangsa
untuk memenangkan persaingan global.
Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta
memenangkan persaingan di era digital yang dinamis, diperlukan
akselerasi dan upaya luar biasa (keluar dari rutinitas dan business
as usual) agar tercipta breakthrough atau terobosan, yaitu
perubahan tradisi, pola, dan cara dalam pemberian pelayanan
publik. Terobosan itulah yang disebut dengan inovasi pelayanan
publik. Konteks atau permasalahan publik yang dihadapi instansi
pemerintah dalam memberikan layanannya menjadi akar dari
lahirnya suatu inovasi pelayanan publik.
Peraturan Menteri PANRB Nomor 91 Tahun 2021
memaknai inovasi pelayanan publik sebagai terobosan jenis
pelayanan baik yang merupakan gagasan/ide kreatif orisinal
dan/atau adaptasi/modifikasi yang memberikan manfaat bagi

5
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan
kata lain, inovasi pelayanan publik tidak harus berupa suatu
penemuan baru (dari tidak ada kemudian muncul gagasan dan
praktik inovasi), tetapi dapat merupakan suatu pendekatan baru
yang bersifat kontekstual berupa hasil perluasan maupun
peningkatan kualitas inovasi yang sudah ada.
Inovasi di sektor publik memiliki poin berbeda dengan
inovasi di sektor swasta yaitu transferabilitas atau sifat mudah
disebarkan. Semakin banyak penyelenggara pelayanan publik lain
yang terinspirasi dan menerapkan suatu inovasi di wilayah kerja
masing-masing, maka akan semakin tinggi nilai inovasi tersebut
karena dampak dan manfaat inovasi dapat dirasakan oleh lebih
banyak pengguna layanan. Dalam perspektif pelayanan publik,
“meniru” suatu inovasi bukanlah hal yang tabu, karena tujuan
berinovasi di sini bukanlah mencari keuntungan pribadi,
melainkan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Proses meniru tersebut, atau dengan kata lain proses transfer
pengetahuan dari suatu inovasi, akan menghasilkan inovasi
dengan nilai kebaruan sesuai dengan konteks masing-masing unit
kerja atau wilayah, sehingga tidak ada inovasi yang benar-benar
sama persis satu dengan lainnya.
Pada perkembangannya, inovasi pelayanan publik juga
berkontribusi untuk mengakselerasi pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan atau yang lebih dikenal dengan SDGs
(Sustainable Development Goals). SDGs saat ini menjadi agenda
bersama dari seluruh negara anggota PBB, termasuk Indonesia.
Inovasi pelayanan publik diarahkan untuk mendukung pencapaian

5
SDGs, dengan berlandaskan pada Peraturan Presiden Nomor 59
Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan.
Namun berdasarkan hasil penelitian World Intellectual
Property Organization (WIPO), Global Innovation Index (GII)
Indonesia berada di posisi ke-85 dari 131 negara anggota, stagnan
sejak tahun 2018 hingga 2020. Kondisi tersebut tertinggal jauh
dari negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, Thailand,
dan Vietnam. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum bisa
maksimal memanfaatkan inovasi sebagai salah satu alat dalam
memberikan pelayanan publik yang berkualitas. Masih banyak
pelayanan publik yang perlu diakselerasi melalui inovasi, perlu
langkah dan metode baru yang diambil terutama dalam
menghadapi era kenormalan baru.
Dalam lingkungan pemerintahan sendiri, banyak faktor
yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya inovasi,
diantaranya komitmen dari pimpinan, adanya budaya inovasi, dan
dukungan regulasi. Instansi pemerintah dituntut untuk lebih jeli
mengamati permasalahan dalam pelayanan publik sehingga
inovasi yang dilahirkan benar-benar sesuai kebutuhan dan tepat
sasaran. Inovasi juga tidak boleh monoton karena setiap daerah
memiliki kebutuhan yang berbeda-beda antara satu sama lain.
Untuk itu, adanya kolaborasi antara pemerintah, partisipasi
masyarakat, dan stakeholders terkait lainnya perlu dibangun
sebagai strategi untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya
inovasi.

5
B. Rangkuman
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah wajib
mendengar dan memenuhi tuntutan kebutuhan warga negaranya.
Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis pelayanan publik yang
mereka butuhkan akan tetapi juga terkait dengan mekanisme
penyelenggaraan layanan, jam pelayanan, prosedur, dan biaya
penyelenggaraan pelayanan. Sebagai klien masyarakat, birokrasi
wajib mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat.
Citra positif ASN sebagai pelayan publik terlihat dengan
perilaku melayani dengan senyum, menyapa dan memberi salam,
serta berpenampilan rapih; melayani dengan cepat dan tepat waktu;
melayani dengan memberikan kemudahan bagi Anda untuk memilih
layanan yang tersedia; serta melayani dengan dengan kemampuan,
keinginan dan tekad memberikan pelayanan yang prima.
Pemberian layanan bermutu tidak boleh berhenti ketika
kebutuhan masyarakat sudah dapat terpenuhi, melainkan harus terus
ditingkatkan dan diperbaiki agar mutu layanan yang diberikan dapat
melebihi harapan pengguna layanan. Layanan hari ini harus lebih
baik dari hari kemarin, dan layanan hari esok akan menjadi lebih baik
dari hari ini (doing something better and better).
Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta
memenangkan persaingan di era digital yang dinamis, diperlukan
akselerasi dan upaya luar biasa (keluar dari rutinitas dan business as
usual) agar tercipta breakthrough atau terobosan, yaitu perubahan
tradisi, pola, dan cara dalam pemberian pelayanan publik. Terobosan
itulah yang disebut dengan inovasi pelayanan publik. Konteks atau
permasalahan publik yang dihadapi instansi pemerintah dalam

5
memberikan layanannya menjadi akar dari lahirnya suatu inovasi
pelayanan publik.
Dalam lingkungan pemerintahan banyak faktor yang
mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya inovasi pelayanan
publik, diantaranya komitmen dari pimpinan, adanya budaya inovasi,
dan dukungan regulasi. Adanya kolaborasi antara pemerintah,
partisipasi masyarakat, dan stakeholders terkait lainnya perlu
dibangun sebagai strategi untuk mendorong tumbuh dan
berkembangnya inovasi.

C. Evaluasi Materi Pokok 2


Untuk membantu mengevalusi/mengukur tingkat pemahaman
Anda terhadap Materi Pokok 2 ini, cobalah Anda kerjakan soal-soal
Pilihan Ganda di bawah ini. Pada setiap soalnya, pilihlah satu jawaban
yang menurut Anda benar.
1. Yang mana kah diantara panduan perilaku berikut yang
merupakan kode etik dari nilai berorientasi pelayanan?
a. Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan
yang selalu berubah
b. Membangun lingkungan kerja yang kondusif
c. Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat
d. Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik
2. Yang mana kah diantara panduan perilaku berikut yang
merupakan kode etik dari nilai berorientasi pelayanan?
a. Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai
tambah
b. Ramah, cekatan, solutif dan dapat diandalkan

5
c. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang
sah
d. Membangun lingkungan kerja yang kondusif
3. Yang mana kah diantara panduan perilaku berikut yang
merupakan kode etik dari nilai berorientasi pelayanan?
a. Menjaga nama baik sesama ASN, Pimpinan, Instansi, dan
Negara
b. Terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas
c. Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan
d. Melakukan perbaikan tiada henti
4. Dalam memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat,
kedudukan masyarakat dalam konteks tersebut adalah sebagai

a. masyarakat sebagai wajib pajak
b. masyarakat sebagai pengawas kinerja pemerintah
c. masyarakat sebagai elemen adanya negara
d. masyarakat sebagai penerima layanan
5. Pengertian masyarakat dalam Undang-Undang Nomor
25/2009 tentang Pelayanan Publik adalah …
a. seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk
sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan
hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat
pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak
langsung
b. warga negara Indonesia sebagai orang-perseorangan,
kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan

5
sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara
langsung maupun tidak langsung
c. seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk
sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan
hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat
pelayanan publik secara langsung
d. warga negara Indonesia sebagai orang-perseorangan,
kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan
sebagai penerima manfaat pelayanan publik secara
langsung
6. Beberapa perilaku pelayanan prima yang perlu dibudayakan
dalam organisasi antara lain sebagai berikut, kecuali …
a. Menyapa dan memberi salam
b. Ramah
c. Cepat dan terlihat sibuk
d. Berpenampilan rapih
7. Karakteristik dalam memberikan pelayanan prima
ditunjukkan dengan upaya perbaikan secara berkelanjutan
melalui berbagai cara berikut ini, kecuali …
a. Pendidikan dan pelatihan
b. Standardisasi dan sertifikasi kompetensi pemberi layanan
c. Pengembangan ide kreatif
d. Kolaborasi dan benchmark
8. Seorang ASN diharapkan dapat diandalkan untuk memberikan
pelayanan prima yang dicontohkan dengan …
a. Melakukan pelayanan maksimal sesuai dengan tugas
fungsinya

5
b. Melakukan pelayanan maksimal untuk kepuasan
masyarakat meskipun dengan menyerobot tugas fungsi
rekan yang lain
c. Melakukan pelayanan maksimal jika diminta oleh
atasan/pimpinan
d. Melakukan pelayanan terbaik jika akan dilakukan evaluasi
eksternal
9. Memberikan layanan melebihi harapan customer ditunjukkan
dengan ...
a. meningkatkan mutu layanan dan tidak boleh berhenti
ketika kebutuhan customer sudah dapat terpenuhi
b. Selalu menanyakan dan melakukan survey kepuasan
masyarakat
c. Mencari tahu ekspektasi customer di masa yang akan
datang tentang layanan apa yang diharapkan
d. Menunggu perintah atasan terkait terobosan baru
10. Tujuan utama dari Nilai Dasar ASN adalah …
a. Menjadi dasar pembentukan peraturan internal tentang
kewajiban masuk kerja
b. Menjadi pedoman perilaku bagi para ASN dan
menciptakan budaya kerja yang mendukung tercapainya
kinerja terbaik
c. Menjadi pertimbangan pimpinan unit kerja dalam
menentukan rekanan dalam proyek strategis
d. Menjadi instrumen pengukuran kinerja ASN oleh
masyarakat

5
D. Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Hasil
Belajar Materi Pokok 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini.
Hitunglah jawaban Anda yang benar. Apabila tingkat penguasaan
Anda mencapai 80% atau lebih, berarti Anda telah memahami Materi
Pokok
2. Tetapi bila tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda
harus mengulangi lagi Materi Pokok 2, terutama bagian yang belum
Anda kuasai.

5
BAB IV
PENUTUP

Berorientasi Pelayanan merupakan salah satu nilai yang terdapat


dalam Core Values ASN BerAKHLAK yang dimaknai bahwa setiap ASN
harus berkomitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan
masyarakat. Materi modul ini diharapkan dapat memberikan gambaran
bagaimana panduan perilaku Berorientasi Pelayanan yang semestinya
dipahami dan dimplementasikan oleh setiap ASN di instansi tempatnya
bertugas, yang terdiri dari:
1. memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
2. ramah, cekatan, solutif dan dapat diandalkan; dan
3. melakukan perbaikan tiada henti.
Oleh karena itu, peserta Pelatihan Dasar diharapkan dapat
mempelajari setiap materi pokok dalam modul ini dengan seksama dan
mengerjakan setiap latihan dan evaluasi yang diberikan. Jika terdapat
hal- hal yang belum dipahami dapat ditanyakan dan didiskusikan dengan
pengampu Mata Pelatihan ini pada saat fase pembelajaran jarak jauh
maupun klasikal.

5
KUNCI JAWABAN

I. MATERI POKOK 1. KONSEP PELAYANAN PUBLIK


No. Jawaban No. Jawaban

1. B 6. C
2. C 7. C
3. C 8. D
4. B 9. B
5. A 10. A

II. MATERI POKOK 2. BERORIENTASI PELAYANAN


No. Jawaban No. Jawaban

1. C 6. C
2. B 7. B
3. D 8. A
4. D 9. A
5. A 10. B

6
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Ancok, D., Hendrojuwono, W., dan Hartanto, F. D. 2014. ”Mengapa Kita
Perlu Memberikan Pelayanan yang Baik‟. Makalah
dipresentasikan dalam Focus Group Discussion, LAN-RI, Jakarta,
Juni.
Daft, Richard L., (2010) Diterjemahkan oleh Tita Maria Kanita. New Era
of Management. Era Baru Manajemen. Buku 1, Edisi 9. Jakarta:
Salemba Empat
Dwiyanto, Agus. 2010. Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif, dan
Kolaboratif. Yogyakarta: Gamapress.
Hardiansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gava Media.
Lembaga Administrasi Negara. 2017. Modul Pelatihan Dasar Calon
Pegawai Negeri Sipil “Komitmen Mutu”.
Lembaga Administrasi Negara. 2017. Modul Pelatihan Dasar Calon
Pegawai Negeri Sipil “Pelayanan Publik”.
Yamit, Zulian. 2010. Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Cetakan kelima.
Yogyakarta: Ekonisia.

Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara.
Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025.

6
Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan
Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

6
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 91 Tahun 2021 tentang Pembinaan Inovasi
Pelayanan Publik.
Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021
tentang Implementasi Core Values dan Employer Branding
Aparatur Sipil Negara.

Web:
ASQ – Customer Satisfaction https://asq.org/quality-
resources/customer-satisfaction diakses pada 11 November
2021
Oxford Learner’s Dictionaries
https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/
definition/english/service_1?q=service diakses pada 20
Desember 2021
Oxford Learner’s Dictionaries
https://www.oxfordlearnersdictionaries.com/
definition/english/public-service?q=public+service diakses pada
20 Desember 2021

6
i
Hak Cipta © pada:
Lembaga Administrasi Negara
Edisi Tahun 2021

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia


Jl. Veteran No. 10 Jakarta Pusat 10110

AKUNTABEL
Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil

TIM PENGARAH SUBSTANSI:


1. Dr. Muhammad Taufiq, DEA
2. Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm.

PENULIS MODUL:
Ramah Handoko, S.Sn, M.Pd.

EDITOR: Amelia Ayang Sabrina, SIA.


COVER: Amelia Ayang Sabrina, SIA.
Sumber Foto Cover: http://unsplash.com

Jakarta – LAN – 2021


ISBN:

i
KATA PENGANTAR
Sejalan dengan pengembangan kurikulum Pelatihan Dasar Calon
Pegawai Negeri Sipil (CPNS), CPNS wajib menjalani masa percobaan
yang dilaksanakan melalui proses pelatihan terintegrasi. Pelatihan Dasar
CPNS bertujuan untuk mengembangkan kompetensi CPNS yang
dilakukan secara terintegrasi.
Pembelajaran dalam Pelatihan Dasar CPNS terdiri atas empat
agenda yaitu Agenda Sikap Perilaku Bela Negara, Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS, Agenda Kedudukan dan Peran PNS untuk mendukung
terwujudnya Smart Governance sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan dan Agenda Habituasi. Setiap agenda terdiri dari
beberapa mata pelatihan yang berbentuk bahan ajar. Bahan ajar
Pelatihan Dasar CPNS merupakan acuan minimal bagi para pengajar
dalam menumbuh kembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
peserta Pelatihan Dasar CPNS terkait dengan isi dari bahan ajar yang
sesuai agenda dalam pedoman Pelatihan Dasar CPNS. Oleh karena bahan
ajar ini merupakan produk yang dinamis, maka para pengajar dapat
meningkatkan pengembangan inovasi dan kreativitasnya dalam
mentransfer isi bahan ajar ini kepada peserta Pelatihan Dasar CPNS.
Selain itu, peserta Pelatihan Dasar CPNS dituntut kritis untuk menelaah
isi dari bahan ajar Pelatihan Dasar CPNS ini. Sehingga apa yang
diharapkan penulis, yaitu pemahaman secara keseluruhan dan
kemanfaatan dari bahan ajar ini tercapai.
Akhir kata, kami atas nama Lembaga Administrasi Negara,
mengucapkan terima kasih kepada tim penulis yang telah meluangkan
waktunya untuk melakukan pengayaan terhadap isi dari bahan ajar ini.
Kami berharap budaya pengembangan bahan ajar ini terus dilakukan
sejalan dengan pembelajaran yang berkelanjutan (sustainable learning)
peserta. Selain itu, kami juga membuka lebar terhadap masukan dan
saran perbaikan atas isi bahan ajar ini. Hal ini dikarenakan bahan ajar ini
merupakan dokumen dinamis (living document) yang perlu diperkaya
demi tercapainya tujuan jangka panjang yaitu peningkatan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia yang berdaya saing.
Kami sangat menyadari bahwa Modul ini jauh dari sempurna.
Dengan segala kekurangan yang ada pada Modul ini, kami mohon
kesediaan pembaca untuk dapat memberikan masukan yang konstruktif

i
guna penyempurnaan selanjutnya. Semoga Modul ini bermanfaat bagi
pembaca sekalian.

Jakarta, Desember 2021


Kepala LAN,

Adi Suryanto

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. DESKRIPSI SINGKAT......................................................................................... 1
B. TUJUAN PEMBELAJARAN................................................................................ 1
C. METODOLOGI PEMBELAJARAN..................................................................... 2
D. KEGIATAN PEMBELAJARAN........................................................................... 3
E. SISTEMATIKA MODUL...................................................................................... 4
BAB II POTRET PELAYANAN PUBLIK NEGERI INI.................................................6
A. Uraian Materi..................................................................................................... 6
1. Potret Layanan Publik di Indonesia........................................................6
2. Tantangan Layanan Publik...................................................................... 10
3. Keutamaan Mental Melayani................................................................... 11
B. Rangkuman....................................................................................................... 14
C. Soal Latihan...................................................................................................... 14
BAB III KONSEP AKUNTABILITAS........................................................................... 15
A. Uraian Materi................................................................................................... 15
1. Pengertian Akuntabilitas....................................................................................... 15
2. Aspek-Aspek Akuntabilitas................................................................................... 16
3. Pentingnya Akuntabilitas...................................................................................... 20
4. Tingkatan Akuntabilitas......................................................................................... 22
B. Rangkuman....................................................................................................... 23
C. Soal Latihan........................................................................................................ 24
BAB IV PANDUAN PERILAKU AKUNTABEL...........................................................25
A. Uraian Materi................................................................................................... 25
1. Akuntabilitas dan Integritas................................................................................. 25
2. Integritas dan Anti Korupsi.................................................................................. 25
3. Mekanisme Akuntabilitas...................................................................................... 29
4. Konflik Kepentingan................................................................................................ 35
5. Pengelolaan Gratifikasi yang Akuntabel..........................................................39

i
6. Membangun Pola Pikir Anti Korupsi.................................................................42
7. Apa yang Diharapkan dari Seorang ASN..........................................................44
B. Rangkuman....................................................................................................... 45
C. Soal Latihan....................................................................................................... 46
BAB V AKUNTABEL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAHAN........49
A. Uraian Materi................................................................................................... 49
1. Transparansi dan Akses Informasi....................................................................49
2. Praktek Kecurangan dan Perilaku Korup........................................................52
3. Penggunaan Sumber Daya Milik Negara..........................................................56
4. Penyimpanan dan Penggunaan dan Informasi Pemerintah....................57
5. Membangun Budaya Anti Korupsi di Organisasi Pemerintahan............59
B. Rangkuman....................................................................................................... 60
C. Soal Latihan....................................................................................................... 61
BAB VI PENUTUP.......................................................................................................... 65
BAB VII KESIMPULAN................................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 67

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. DESKRIPSI SINGKAT

Dalam Mata Diklat Akuntabel, secara substansi pembahasan


berfokus pada pembentukan nilai-nilai dasar akuntabilitas. Peserta
diklat akan dibekali melalui substansi pembelajaran yang terkait
dengan pelaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat,
disiplin dan berintegritas tinggi, penggunaan kekayaan dan barang
milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien serta
tidak menyalahgunakan kewenangan jabatannya.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti mata diklat Akuntabilitas ini, peserta Diklat


diharapkan mampu:

 Menjelaskan akuntabel secara konseptual-teoritis yang


bertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan;
 Menjelaskan panduan perilaku (kode etik akuntabel);
 Memberikan contoh perilaku dengan pelaksanaan tugas
dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan
berintegritas tinggi, penggunaan kekayaan dan barang milik
negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien serta
tidak menyalahgunakan kewenanngan jabatan
 Menganalisis kasus atau menilai contoh penerapan

1
C. METODOLOGI PEMBELAJARAN
Tabel 1. Mata Diklat Akuntabel
Rasionalitas  Peserta diklat adalah
golongan II dan golongan III
 Peserta diklat dipersiapkan
masuk ke dalam sistem
pemerintahan di level
pelaksana atau fungsional
tertentu
 Membantu peserta untuk
menjawab pertanyaan yang
berkaitan dengan masalah
akuntabilitas publik
 Modul ini dibuat untuk
menanamkan nilai-nilai
akuntabilitas yang akan
menjadi dasar
mengatualisasikan dalam
pelaksanaan tugas jabatannya.
Metode  Blended Learning
pembelajaran (self learning dan collaborative
learning)
 Micro learning
(overview video, video
pembelajaran, game)
 Studi kasus
 Praktik di lingkungan kerja

2
D. KEGIATAN PEMBELAJARAN

Kompetensi
Cakupan
Isi Modul yang ingin
Bahasan
dicapai
1. Potret Kemampuan  Potret Layanan
Pelayanan memahami Publik di
Publik Negeri kebutuhan Indonesia
Ini merubah pola  Tantangan
pikir menjadi ASN Layanan Publik
yang baik  Keutamaan
Mental
Melayani

2. Konsep Kemampuan  Pengertian


Akuntabilitas memahami akuntabilitas
akuntabilitas dari  Aspek-aspek
sisi konseptual- akuntabilitas
teoretis sebagai  Pentingnya
llandasan untuk akuntabilitas
mempraktikkan  Tingkatan
perilaku akuntabilitas
akuntabel
3. Panduan  Kemampuan  Akuntabilitas
Perilaku melaksanaan dan Integritas
Akuntabel tugas dengan  Integritas dan
jujur, Antikorupsi
bertanggung  Mekanisme
jawab, cermat, Akuntabilitas
disiplin dan  Konflik
berintegritas kepentingan
tinggi  Pengelolaan
 Kemampuan gratifikasi
menggunakan yang akuntabel
kekayaan dan  Membangun
barang milik pola pikir
negara secara antikorupsi
bertanggung  Apa yang
diharapkan

3
jawab, efektif, dari seorang
dan efisien ASN?
 Kemampuan
menggunakan
Kewenangan
jabatannya
dengan
berintegritas
tinggi
4. Akuntabel Pemahaman atas  Transparansi
dalam ranah dan kasus dan akses
Konteks umum yang informasi
Organisasi terkait dengan  Praktek
Pemerintahan penerapan kecurangan
akuntabilitas dan perilaku
secara korup
menyeluruh  Penggunaan
dalam organisasi sumber daya
milik negara
 Penyimpanan
dan
penggunaan
data dan
informasi
pemerintah
 Membangun
budaya
antikorupsi di
Organisasi
Pemerintahan

E. SISTEMATIKA MODUL
Modul pelatihan disusun sebagai berikut:
BAB I : Pendahulan
BAB II : Potret Pelayanan Publik Negeri Ini
BAB III : Konsep Akuntabilitas
BAB IV : Panduan Perilaku Akuntabel
BAB V : Akuntabel dalam Konteks Organisasi
Pemerintahan

4
BAB VI : Penutup
BAB VII : Kesimpulan

5
BAB II
POTRET PELAYANAN PUBLIK NEGERI INI
A. Uraian Materi
1. Potret Layanan Publik di Indonesia

Romi Gusmadona merupakan ayah dari anak yang


bernama Anta, Sdr. Romi melaporkan kepada Ombudsman RI
Perwakilan Banten perihal pengaduan untuk mendapatkan
pelayanan penegakan hukum oleh Polsek Cadasari, Kepolisian
Resort Pandeglang, dimana pada pukul 18.00 anak Pelapor yang
bernama Anta meninggalkan rumah. Pada pukul 19.00,
seseorang yang memberitahukan Pelapor bahwa anak Pelapor
berada di Desa Cikentrung yang lokasinya sekitar 3 km dari
rumah Pelapor. Pelapor bergegas menjemput anaknya tersebut.
Namun setibanya di sana, Anta justru semakin menjauh masuk
ke dalam hutan. Pelapor kemudian meminta bantuan kepada
adik iparnya untuk untuk mencari Anta. Namun hingga pukul
22.30 WIB belum juga ditemukan. Sedikit informasi bahwa
memang anak pelapor memiliki disabilitas keterbelakangan
mental, tidak seperti anak pada umumnya.
Pada tanggal 26 Maret 2020 pukul 02.00 WIB, Pelapor
dihubungi oleh Sdr. Heri Suherman selaku mantan Kepala Desa
Sanding yang menginformasikan bahwa anak Pelapor telah
ditemukan dan sedang berada di Desa Sukajaya, Kecamatan
Koroncong, Kabupaten Pandeglang. Pelapor beserta Sdr. Heri
Suherman kemudian menuju ke lokasi anak Pelapor ditemukan,
namun yang Pelapor mendapati anaknya dalam keadaan lebam
dan diletakkan di tengah jalan dengan wajah penuh darah.
Pelapor selanjutnya membawa anaknya tersebut ke Puskesmas
Petir untuk diobati. Dan selanjutnya pelapor melaporkan tindak
pidana pengeroyakan terhadap anak Pelapor/korban kepada
Kepolisian Sektor (Polsek) Cadasari dengan Laporan Polisi No.
LP/22/ III/2020/Banten/Res. Pandeglang/ Sek. Cadasari.
Pelapor juga turut menyerahkan foto anak Pelapor pada saat
kejadian sebagai barang bukti.

6
(Lanjutan)

Pada 29 Maret 2020 pelapor menyampaikan bahwa ada


pihak- pihak yang datang dari Desa Cikentrung termasuk di
antaranya Kepala Desa beserta BPD untuk mengajukan damai
kepada Pelapor. Atas pengajuan damai tersebut, Pelapor
bersedia asalkan pelaku yang melakukan pengeroyakan
terhadap anak Pelapor harus mengaku dan meminta maaf.
Namun sampai dengan saat ini, belum ada pihak yang mengaku
telah melakukan perbuatan tersebut. Dua bulan setelahnya
sekitar bulan Mei 2020 Kanit Reskrim Polsek Cadasari sempat
menyarankan damai melalui mediasi dan menawarkan uang
sebesar Rp 5.000.000,00 kepada Pelapor namun pelapor
menolak. Kemudian pelapor meminta Surat Pemberitahuan
Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada Penyidik. Atas
permintaan tersebut, Polsek Cadasari menyampaikan SP2HP
pada tanggal 11 Mei 2020 dengan Nomor: B.18/22/V/2020/
Reskrim yang pada intinya laporan/pengaduan Pelapor telah
diterima dan akan dilakukan penyelidikan atas perkara tersebut.
Bulan Juni 2020 pelapor menanyakan perkembangan laporan
Pelapor kepada anggota Propam Polda Banten karena tidak ada
perkembangan yang signifikan yang dilakukan oleh Polsek
Cadasari, namun tidak terdapat perubahan atas perkembangan
laporan Pelapor. Sebulan setelahnya pada bulan Juli 2020
pelapor bertemu dengan Kapolsek Cadasari dan menanyakan
terkait perkembangan Laporan. Menurut informasi Pelapor,
Kapolsek Cadasari menyarankan mediasi. Polsek Cadasari
menyampaikan surat perihal Pemberitahuan Perkembangan
Penelitian Laporan dengan Nomor: B.18/36/ VII/2020/Reskrim
yang pada intinya menyampaikan Pihak Polsek Cadasari masih
melakukan penyelidikan dengan memintai keterangan para
saksi yang berada di TKP dan sampai saat ini Polsek Cadasari
belum dapat menentukan tersangka dikarenakan tertutupnya
keterangan para saksi di tempat kejadian. Langkah yang
dilakukan sesuai keterangan dan petunjuk hasil gelar perkara di
Polres Pandeglang serta terus melakukan pendalaman. Apabila
semua petunjuk dari Polres Pandeglang telah dilaksanakan
pihak Polsek Cadasari akan melakukan gelar perkara kembali di
Polres Pandeglang.

7
(Lanjutan)

Pada 24 Agustus 2020 pelapor telah dilakukan audiensi


terkait laporan Pelapor di Polda Banten, namun masih belum
terdapat perkembangan penanganan. Kemudian 3 hari
setelahnya Polres Pandeglang menyampaikan surat
Pemberitahuan Perkembangan Penelitian Laporan dengan
Nomor: SP2HP/163/VIII/2020/Reskrim yang pada intinya
memberitahukan bahwa laporan/pengaduan Pelapor yang
merupakan pelimpahan Polsek Cadasari telah diterima oleh
Polres Pandeglang. Namun menurut keterangan Pelapor, bukti
berupa foto kondisi anak Pelapor pada saat ditemukan tidak
termasuk sebagai salah satu bukti yang dilampirkan dalam
berkas pelimpahan dari Polsek Cadasari. Ombudsman Provinsi
Banten disaat pelapor melaporkan hal yang dialaminya
langsung diterima oleh kepala perwakilan, pelapor uga
menyertakan awak media saat melaporkan. Dihadapan awak
media Kepala Perwakilan menyampaikan akan menerima serta
mempelajari dan mendalami laporan yang disampaikan oleh
masyarakat serta melakukan pemeriksaan. Tim pemeriksa
menyimpulkan hasil pemeriksaan ditemukan dugaan penundaan
berlarut dalam penanganan perkara yang dilaporkan oleh Sdr.
Romi, dimana proses laporan di Polsek Cadasari berlarut sampai
kurang lebih 5 bulan dan adanya penawaran “damai” dari
Kasat sebesar Rp.
5.000.000 dimana delik pidana dan bukan delik aduan tidak ada
kata “berdamai”.
Ombudsman melakukan klarifikasi langsung kepada
Kepolisian Daerah Banten yang kebetulan pada saat itu Tim
Substansi Kepolisian dari Ombudsman Pusat sedang melakukan
kunjungan, saat itu dijawab oleh Polres Pandeglang bahwa
sudah ditetapkan 5 Tersangka yang diduga melakukan
penganiayaan terhadap anak disabilitas tersebut, Kapolda
melalui Irwasda melakukan pemeriksaan terhadap penyidik
yang menangani laporan tersebut.

8
(Lanjutan)

Singkat cerita, Sdr Romi berbelas kasihan kepada pada


tersangka yang telah memukuli anaknya, dan menyampaikan
ucapan terima kasih kepada Ombudsman Banten karena telah
sangat membantu mendapatkan pelayanan hukum untuk
mendapatkan keadilan. Dengan demikian bahwa setiap warga
negara berhak mendapatkan pelayanan hukum yang sama dan
jangan khawatir untuk melaporkan jika ada dugaan
penyimpangan penanangan laporan di kepolisian, karena hak
setiap warga negara dilindungi undang- undang. (Dikutip dari
Laporan Tahun 2020 Ombudsman Republik Indonesia, hal.
114)
Dalam konteks kehidupan bermasayarakat, Kita sebagai
individu ataupun ASN pun mungkin sudah bosan dengan
kenyataan adanya perbedaan ‘jalur’ dalam setiap pelayanan.
Proses mengurus sebuah dokumen, dengan harga, misal, 100.000,
membutuhkan waktu 3 hari, tapi pada kenyataanya, banyak orang
yang dapat memperoleh dokumen tersebut dalam hitungan jam
dengan tambahan dana yang ‘beragam’. Di beberapa negara,
konsep ini memang dilakukan dalam konteks pelayanan publik,
namun, dengan format yang lebih terstruktur, transparan dan
akuntabel. Bahkan, sejak kecil, mungkin sebagian Kita tidak sadar
bahwa contoh pelayanan berbeda kelas itu sudah Kita lakukan.
Tiket ‘Terusan’ di objek wisata favorit Dunia Fantasi, Ancol,
Jakarta, adalah contoh kecil yang dapat Kita ambil. Tiket tersebut
memungkinkan Kita menaiki anjungan permainan tanpa
mengikuti antrian orang-orang yang menggunakan Tiket Reguler.
Sebelum era Taksi Online, di Singapura, untuk mendapatkan taksi
tanpa ikut antri di Taxi Line yang cukup panjang di jam-jam
tertentu, Kita dapat menggunakan fasilitas pemesanan melalui
SMS dengan tambahan beberapa dolar. Intinya, format layanan
dengan harga berbeda tersebut memang sudah banyak dilakukan,
namun, dengan terstruktur dan diikuti oleh semua pihak.
Baik sadar atau tidak, kenyataan layanan publik di negeri
ini kerap dimanfaatkan oleh ‘oknum’ pemberi layanan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok. Peribahasa
‘Waktu Adalah Uang’ digunakan oleh banyak ‘oknum’ untuk

9
memberikan layanan spesial bagi mereka yang memerlukan
waktu layanan yang lebih cepat dari biasanya. Sayangnya, konsep
ini sering bercampur dengan konsep sedekah dari sisi penerima
layanan yang sebenarnya tidak tepat. Waktu berlalu, semua pihak
sepakat, menjadi kebiasaan, dan dipahami oleh hampir semua
pihak selama puluhan tahun. Sehinga, di masyarakat muncul
peribahasa baru, sebuah sarkasme, ‘kalau bisa dipersulit, buat apa
dipermudah’. Terminologi ‘oknum’ sering dijadikan kambing
hitam dalam buruknya layanan publik, namun, definisi ‘oknum’
itu seharunya bila hanya dilakukan oleh segelintir personil saja,
bila dilakukan oleh semua, berarti ada yang salah dengan layanan
publik di negeri ini.

2. Tantangan Layanan Publik


Payung hukum terkait Layanan Publik yang baik tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Layanan
Publik. Pasal 4 menyebutkan Asas Pelayanan Publik yang
meliputi:
a. kepentingan Umum, b. kepastian hukum, c. kesamaan hak, d.
keseimbangan hak dan kewajiban, e. keprofesionalan, f.
partisipatif, g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif h.
keterbukaan, i. akuntabilitas, j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi
kelompok rentan, k. ketepatan waktu, dan l. kecepatan,
kemudahan, dan keterjangkauan. Undang-Undang ini dengan
mantab memberikan pijakan sebuah layanan publik, yang
seharusnya dapat tercermin di setiap layanan publik di negeri ini.
Namun, sebuah aturan dan kebijakan di negeri ini kerap hanya
menjadi dokumen statis yang tidak memberikan dampat apapun
ke unsur yang seharusnya terikat. Aturan demi aturan, himbauan
demi himbauan, sosialisasi demi sosialisasi, seperti tidak
memberikan dampak yang kuat ke semua pihak. Aturan lalulintas
untuk wajib menggunakan helm ketika berkendara roda dua,
hanya terlihat dilakukan oleh mayoritas pengendara di pusat-
pusat kota, sedangkan di pinggiran, semua pengendara seperti
menikmati ketidaktegasan aturan tersebut. Di beberapa daerah,
aturan setingkat Peraturan Daerah terkait denda membuang
sampah sembarangan secara tegas menyebutkan nilai dari
500.000 hingga 2.500.000 atau dengan kurungan penjara 1
hingga 3 bulan. Apa yang terjadi di seluruh negeri ini, sampah
1
masih

1
menjadi masalah besar yang dipandang kecil oleh semua pihak.
Sikap permisif semua pihak terhadap seseorang yang membuang
satu puntung rokok atau bekas botol minum sembarangan seperti
tidak menghitung bila dilakukan oleh jutaan orang yang berarti
menghasilkan jutaan puntung rokok ataupun botol bekas
minuman.
Sejak diterbitkannya UU No.25 Tahun 2009 Tentang
Pelayanan Publik, dampaknya sudah mulai terasa di banyak
layanan. Perbaikan layanan tersebut tidak lepas dari upaya
lanjutan yang dilakukan pasca diterbitkannya aturan. Setidaknya,
aturan tersebut tidak lagi menjadi dokumen statis yang hanya
bisa diunduh dan dibaca ketika diperlukan untuk menulis. Ruang-
ruang layanan dasar seperti KTP, Kartu Keluarga, Surat
Keterangan Kehilangan, Pembayaran listrik, air, dan PBB, hingga
kebijakan Zonasi Sekolah dan Keterbukaan Informasi ruang rawat
di Rumah Sakit sudah jauh lebih baik. Belum sempurna, tapi
sudah berjalan di arah yang benar. Hasil ini tidak lain merupakan
hasil kerja dan komitmen semua pihak, baik dari sisi
penyelenggara pelayanan dan masyarakat penerima layanan.
Namun, komitmen ini bukan juga hal yang statis. Perlu upaya
keras semua pihak untuk menjaganya bahkan tantangan untuk
meningkatkannya. Tantangan itu pun tidak statis, godaan dan
mental/pola pikir pihak-pihak yang dahulu menikmati
keuntungan dari lemahnya sektor pengawasan layanan selalu
mencoba menarik kembali ke arah berlawanan. Tugas berat Anda
sebagai ASN adalah ikut menjaga bahkan ikut berpartisipasi
dalam proses menjaga dan meningkatkan kualitas layanan
tersebut. Karena, bisa jadi, secara aturan dan payung hukum
sudah memadai, namun, secara pola pikir dan mental, harus
diakui, masih butuh usaha keras dan komitment yang ekstra kuat.
Sekali lagi, tantangan yang dihadapi bukan hanya di lingkungan
ASN sebagai pemberi layanan, namun juga dari masyarakat
penerima layanan.

3. Keutamaan Mental Melayani


Pelatihan ini tentunya akan membatasi ruang implementasi
langsung di sisi ASN sebagai pembeli layanan publik. Namun,
dengan mental dan pola pikir yang baik, secara tidak langsung
akan memberikan dampak tidak langsung pada sisi masyarakat
1
penerima layanan. Employer Branding yang termaktub dalam
Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021, “Bangga Melayani
Bangsa”, menjadi udara segar perbaikan dan peningkatan layanan
publik. Namun, Mental dan Pola Pikir berada di domain pribadi,
individual. Bila dilakukan oleh semua unsur ASN, akan
memberikan dampak sistemik. Ketika perilaku koruptif yang
negatif bisa memberikan dampak sistemik seperti sekarang ini,
sebaliknya, mental dan pola pikir positif pun harus bisa
memberikan dampak serupa.
Kentjacaraningrat dan Mochtar Lubis memiliki pandangan
ciri-ciri sikap dan mental Bangsa Indonesia secara umum:

Koentjaraningrat Mochtar Lubis


Lima sikap mental bermuatan Ciri manusia Indonesia yang
pola pikir koruptif yang berkonotasi negatif sebagai
merupakan warisan koloni- al warisan zaman penindasan.
yang “hidup” dalam pola pikir Ciri manusia Indonesia yang
manusia bangsa kita. Kelima disebutkan Mochtar Lubis
sikap mental itu adalah: yakni:

 mentalitas yang  mempunyai penampilan


meremehkan mutu; yang berbeda di depan
 mentalitas yang suka dan di belakang;
menerabas (instan);  segan dan enggan
 tidak percaya pada diri bertanggung jawab atas
sendiri; perbuatannya,
 tidak berdisiplin murni; putusannya, kelakuannya,
 mentalitas yang suka pikirannya, dan
mengabaikan tanggung sebagainya;
jawab.  jiwa feodalistik.

Harus Kita akui, ciri-ciri tersebut masih kental terlihat di


masyarakat di semua tingkatan. Tanpa disadari, Kita sudah hidup
dengan melihat ataupun bahkan melakukan hal-hal yang terkait
ciri-ciri di atas. Kombinasi ciri-ciri di atas, bila dimiliki oleh ASN,
akan memberikan dampat yang bukan main buruknya.
Bayangkan, kualitas layanan yang saat ini sudah berada di jalur
yang benar
1
akan kembali ke kondisi di mana praktik Kolusi, Korupsi, dan
Nepotisme masih menjadi hal yang lumrah. Pengurusan KTP yang
menjadi hak paling dasar warga negara dipungli dengan
sewenang-wenang, keluarga yang ingin membuat Kartu Keluarga
dipersulit dengan harapan mendapatkan ‘uang pelicin’ untuk
mempermudah, musibah kehilangan barang atau dokumen yang
sudah membuat sedih masih harus dimintai dana seikhlasnya
ketika mengurus surat kehilangan, mereka yang ingin mencoba
mengurus surat izin secara mandiri kalah dengan mereka yang
memiliki kenalan ‘orang dalam’, keluarga tidak mampu yang
dengan susah payah mendapatkan surat keterangan tidak mampu
harus kalah oleh orang-orang mampu yang memalsukan surat
sejenis untuk menyekolahkan anaknya, dan lain sebagainya.
Semakin parah, ketika, mereka yang salah/tidak sesuai prosedur
merasa benar dan melaporkan balik pihak-pihak yang
menggunakan fasilitas pengaduan sehinga puncak dari kekacauan
itu adalah, mereka yang mencoba mencari keadilan dengan
melaporkan ketidaksesuaian prosedur tersebut justru yang
berurusan dengan hukum. Coba Kita renungkan, mari
berkontempelasi, apakah itu yang Kita inginkan?
Segala yang berkaitan dengan mental dan pola pikir kadang
sering dilemparkan ke pihak lain sebagai penyebab. Seorang
pegawai yang diminta untuk disiplin sering meminta atasannya
melakukannya lebih dulu. Seorang atasan pun akan menggunakan
metode yang sama ketika diminta untuk menjadi individu yang
taat aturan ke atasan di atasnya. Sehingga akhirnya, karena
terlalu sibuk dengan persyaratan dari orang lain, dirinya sendiri
tidak pernah berubah. Pada modul latihan ini, Anda diajak untuk
memulainya dari diri Anda. Aturan dan kode etik tertulis memang
penting, namun, komitment Anda sebagai ASN secara pribadi juga
menjadi hal yang tidak kalah penting. Terlebih, bila Anda
menyadari bahka semua gaji dan fasilitas yang Anda gunakan
nanti berasal dari Pajak yang dibayarkan Masyarakat negeri ini
yang menuntut dilayani dengan layanan yang terbaik. Mari mulai
menunjuk diri sendiri untuk memulai, dari hal-hal kecil di
keseharian, dan di mulai dari sekarang.

1
B. Rangkuman
a. Peribahasa ‘Waktu Adalah Uang’ digunakan oleh banyak
‘oknum’ untuk memberikan layanan spesial bagi mereka yang
memerlukan waktu layanan yang lebih cepat dari biasanya.
Sayangnya, konsep ini sering bercampur dengan konsep
sedekah dari sisi penerima layanan yang sebenarnya tidak
tepat. Waktu berlalu, semua pihak sepakat, menjadi kebiasaan,
dan dipahami oleh hampir semua pihak selama puluhan tahun.
b. Tugas berat Anda sebagai ASN adalah ikut menjaga bahkan ikut
berpartisipasi dalam proses menjaga dan meningkatkan
kualitas layanan tersebut. Karena, bisa jadi, secara aturan dan
payung hukum sudah memadai, namun, secara pola pikir dan
mental, harus diakui, masih butuh usaha keras dan komitment
yang ekstra kuat.
c. Employer Branding yang termaktub dalam Surat Edaran
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021, “Bangga Melayani Bangsa”,
menjadi udara segar perbaikan dan peningkatan layanan
publik. Namun, Mental dan Pola Pikir berada di domain
pribadi, individual. Bila dilakukan oleh semua unsur ASN, akan
memberikan dampak sistemik. Ketika perilaku koruptif yang
negatif bisa memberikan dampak sistemik seperti sekarang ini,
sebaliknya, mental dan pola pikir positif pun harus bisa
memberikan dampak serupa.

C. Soal Latihan
a. Banyak perbaikan yang terjadi di layanan publik yang bisa
ditemukan di keseharian Anda, pilihlah salah satu kasus yang
pernah Anda alami, dan tulislah perubahan/perbaikan yang
terjadi dari kondisi sebelumnya.
b. Masih ada beberapa layanan publik yang belum berubah dari
versi buruknya, pilihlah salah satu layanan yang Anda ketahui
masih belum berubah tersebut, dan tuliskan harapan
perubahan yang Anda inginkan.
c. Lihatlah video unik pada tautan ini yang berakting terkait
sebuah layanan yang sudah berubah dari bentuk
selebelumnya:
https://www.instagram.com/reel/CX3Oa0rJoQ7/?utm_mediu
m=share_sheet dan tuliskan pendapat Anda.

1
BAB III
KONSEP AKUNTABILITAS
A. Uraian Materi
1. Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kata yang seringkali kita
dengar, tetapi tidak mudah untuk dipahami. Ketika
seseorang mendengar kata akuntabilitas, yang terlintas
adalah sesuatu yang sangat penting, tetapi tidak
mengetahui bagaimana cara mencapainya. Dalam banyak
hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan
responsibilitas atau tanggung jawab. Namun pada
dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang
berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban untuk
bertanggung jawab yang berangkat dari moral individu,
sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban untuk
bertanggung jawab kepada seseorang/organisasi yang
memberikan amanat. Dalam konteks ASN Akuntabilitas
adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala
tindak dan tanduknya sebagai pelayan publik kepada
atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik
(Matsiliza dan Zonke, 2017).
Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap
individu, kelompok atau institusi untuk memenuhi
tanggung jawab dari amanah yang dipercayakan
kepadanya. Amanah seorang ASN menurut SE Meneteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya
perilaku yang sesuai dengan Core Values ASN BerAKHLAK.
Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah:
 Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur,
bertanggung jawab, cermat, disiplin dan berintegritas
tinggi
 Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang
milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan
efisien
 Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya
dengan berintegritas tinggi

1
2. Aspek-Aspek Akuntabilitas
 Akuntabilitas adalah sebuah hubungan
(Accountability is a relationship)
Hubungan yang dimaksud adalah hubungan dua
pihak antara individu/kelompok/institusi dengan
negara dan masyarakat. Pemberi
kewenangan bertanggungjawab
memberikan arahan yang memadai, bimbingan, dan
mengalokasikan sumber daya sesuai dengan tugas
dan fungsinya. Dilain sisi,
individu/kelompok/institusi bertanggungjawab
untuk memenuhi semua kewajibannya. Oleh sebab
itu, dalam akuntabilitas, hubungan yang terjadi
adalah hubungan yang bertanggungjawab antara
kedua belah pihak.

Contoh:
Bacalah tautan berikut:
https://nasional.kompas.com/read/2020/12/09
/ 06202471/cerita-penghulu-yang-88-kali-
laporkan-gratifikasi-amplop-ke-kpk?page=all.
Penghulu dari Cimahi Tengah itu menyadari
bahwa dalam tugasnya, terdapat unsur
hubungan tanggung jawab antara dirinya
dengan Lembaga yang diawakilkan oleh
Atasannya ketika memberikan Surat Tugas, dan
hubungan antara dirinya dengan pengguna
layanan, pasangan yang akan menikah. Apabila
dalam konteks moral, Pak Budi Ali Hidayat
terikat relasi baik-buruk dan benar-salah,
namun, dalam konteks Akuntabilitas, Pak Budi
terikat tanggung jawab menyelesaikan tugas
menikahkan pasangan yang menggunakan
layanannya. Apa yang dilakukan dengan
melaporkan gratifikasi kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi setelah Ia terpaksa
menerima ‘amplop’ dari Keluarga mempelai,
adalah sebuah integritas dalam memegang
prinsip aturan dan kode perilaku yang berlaku.

1
 Akuntabilitas berorientasi pada hasil (Accountability
is results-oriented)
Hasil yang diharapkan dari akuntabilitas adalah
perilaku aparat pemerintah yang bertanggung jawab,
adil dan inovatif. Dalam konteks ini, setiap
individu/kelompok/institusi dituntut untuk
bertanggungjawab dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya, serta selalu bertindak dan berupaya
untuk memberikan kontribusi untuk mencapai hasil
yang maksimal.

 Contoh:
Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan
(Accountability requiers
Tontonlah video reporting)
berikut:
Laporan kinerja adalah
Siapa yang Mengisi Bensin perwujudan dari
akuntabilitas. Dengan memberikan laporan kinerja
https://youtu.be/sPbIj3PDVks
berarti mampu menjelaskan terhadap tindakan dan
Pada sebuah
hasil yang penugasan,
telah Saudara akan
dicapai oleh
mendapatkan Surat Tugas dengan
individu/kelompok/institusi, serta perincian
mampu
tugas yang
memberikan akan
bukti nyatadilakukan,
dari hasil lokasi, waktu,
dan proses yang
anggaran
telah dana, Dalam
dilakukan. sebagainya.
duniaApa yang tertulis
birokrasi, bentuk
pada surat tersebut adalah arahan yang
diberikan lembaga melalui atasan Saudara yang
harus dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan.
Apa yang dilakukan Baharuddin Lopa adalah
contoh Akuntabiltas dan Integritas yang
berorientasi pada hasil. Baginya, alokasi bensin
kendaraanya telah direncanakan untuk dapat
digunakan seluruh perjalannya, sehingga, bila
ada pihak lain yang memberikan bantuan
‘bensin’, itu akan mengganggu perencanaan
tugasnya.

1
akuntabilitas setiap individu berwujud suatu laporan
yang didasarkan pada kontrak kerja, sedangkan
untuk institusi adalah LAKIP (Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah).

 Contoh:
Akuntabilitas memerlukan konsekuensi
(Accountability
Masih senada isdengan
meaningless
contohwithout consequences)
sebelumnya terkait
Akuntabilitas menunjukkan tanggungjawab,
Surat Tugas, membuat Laporan Pelaksanaan dan
tanggungjawab menghasilkan konsekuensi.
Tugas (LTP) adalah bagian dari Akuntabiltas. LPT
Konsekuensi
akan terkaittersebut dapat berupa penghargaan
pertanggungjawaban:
atau sanksi.
a. Penggunaan waktu, termasuk di dalamnya
pertanggungjawaban waktu yang
digunakan menuju dan pulang dari lokasi
yang disebutkan dalam Surat Tugas,
sehingga, sejatinya, Pelaksana Tugas tidak
bisa menggunakan waktu tugasnya untuk
keperluan pribadi.
b. Penggunaan anggaran, termasuk di
dalamnya pertanggung jawaban
penggunaan dana terkait biaya operasional
seperti konsumsi rapat, sewa ruangan, dan
sebagainya, dan juga transportasi menuju
dan dari lokasi pelaksanan tugas, dan
c. Hasil pelaksanaan tugas, termasuk
dilaporakan bila ada kendala dan
rekomendasi tindak lanjut.

1
Contoh:
Bacalah tautan Berita berikut ini
https://jateng.tribunnews.com/2021/08/04/75-
pns-kota-tegal-ketahuan-telat-ngantor-begini-
nasibnya?page=2
Akuntablitas memiliki dimensi konsekuensi, oleh
sebab itu, kebiasaan buruk ‘terlambat’ hadir di
tempat kerja pun demikian. Menepati waktu
bukan hanya dalam konteks mematuhi peraturan,
namun, ada unsur moral menghargai waktu orang
lain yang sudah merencanakan dan
mengalokasikan waktunya untuk tidak terlambat.
Apabila dalam sebuah kegiatan, terlambat dimulai
hanya karena menunggu mereka yang terlambat,
berarti ada usaha dan jerih payah mereka yang
tepat waktu menjadi terbuang sia-sia. Contoh lain,
bila Saudara pernah marah ketika mendapatkan
jadwal penerbangan yang tidak sesuai waktu
(delay), yang menyebabkan rencana kegiatan yang
Saudara sudah rencanakan akan dilaksanakan
dengan penerbangan yang tebat waktu pun tidak
dapat dilakuan, kira-kira seperti itu rasa mereka
yang menunggu orang-orang yang terlambat
dalam sebuah kegiatan. Dalam konteks
penerbangan ‘transit’, bahkan Saudara akan
mengalami kerugian kehilangan jadwal
penerbangan lanjutan yang terganggu karena
penerbangan pertama yang terlambat.

 Akuntabilitas memperbaiki kinerja (Accountability


improves performance)
Tujuan utama dari akuntabilitas adalah untuk
memperbaiki kinerja ASN dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Dalam pendekatan
akuntabilitas yang bersifat proaktif (proactive
accountability), akuntabilitas dimaknai sebagai
sebuah hubungan dan proses yang direncanakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sejak

2
awal, penempatan sumber daya yang tepat, dan
evaluasi kinerja. Dalam hal ini proses setiap
individu/kelompok/institusi akan diminta
pertanggungjawaban secara aktif yang terlibat dalam
proses evaluasi dan berfokus peningkatan kinerja.
3. Pentingnya Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah prinsip dasar bagi organisasi yang
berlaku pada setiap level/unit organisasi sebagai suatu
kewajiban jabatan dalam memberikan pertanggungjawaban
laporan kegiatan kepada atasannya. Dalam beberapa hal,
akuntabilitas sering diartikan berbeda-beda. Adanya norma
yang bersifat informal tentang perilaku PNS yang menjadi
kebiasaan (“how things are done around here”) dapat
mempengaruhi perilaku anggota organisasi atau bahkan
mempengaruhi aturan formal yang berlaku. Seperti misalnya
keberadaan PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil, belum sepenuhnya dipahami atau bahkan dibaca
oleh setiap CPNS atau pun PNS. Oleh sebab itu, pola pikir PNS
yang bekerja lambat, berdampak pada pemborosan sumber
daya dan memberikan citra PNS berkinerja buruk. Dalam
kondisi tersebut, PNS perlu merubah citranya menjadi
pelayan masyarakat dengan mengenalkan nilai-nilai
akuntabilitas untuk membentuk sikap, dan prilaku
bertanggung jawab atas kepercayaan yang diberikan.
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama
(Bovens, 2007), yaitu:
 Untuk menyediakan kontrol demokratis (peran
demokrasi);
 untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan
kekuasaan (peran konstitusional);
 untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran
belajar).
Akuntabilitas merupakan kontrak antara pemerintah
dengan aparat birokrasi, serta antara pemerintah yang
diwakili oleh PNS dengan masyarakat. Kontrak antara kedua
belah pihak tersebut memiliki ciri antara lain: Pertama,
akuntabilitas eksternal yaitu tindakan pengendalian yang
bukan bagian dari tanggung jawabnya. Kedua, akuntabilitas
interaksi merupakan pertukaran sosial dua arah antara yang

2
menuntut dan yang menjadi bertanggung jawabnya (dalam
memberi jawaban, respon, rectification, dan sebagainya).
Ketiga, hubungan akuntabilitas merupakan hubungan
kekuasaan struktural (pemerintah dan publik) yang dapat
dilakukan secara asimetri sebagai haknya untuk menuntut
jawaban (Mulgan 2003).
Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu:
akuntabilitas vertikal (vertical accountability), dan
akuntabilitas horizontal (horizontal accountability).
Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas
pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi,
misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas)
kepada pemerintah daerah, kemudian pemerintah daerah
kepada pemerintah pusat, pemerintah pusat kepada MPR.
Akuntabilitas vertikal membutuhkan pejabat pemerintah
untuk melaporkan "ke bawah" kepada publik. Misalnya,
pelaksanaan pemilu, referendum, dan berbagai mekanisme
akuntabilitas publik yang melibatkan tekanan dari warga.
Akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban
kepada masyarakat luas. Akuntabilitas ini membutuhkan
pejabat pemerintah untuk melaporkan "ke samping" kepada
para pejabat lainnya dan lembaga negara. Contohnya adalah
lembaga pemilihan umum yang independen, komisi
pemberantasan korupsi, dan komisi investigasi legislatif.

2
4. Tingkatan Akuntabilitas

Bagan 1 Tingkatan Akuntabilitas

Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan yang berbeda yaitu


akuntabilitas personal, akuntabilitas individu, akuntabilitas
kelompok, akuntabilitas organisasi, dan akuntabilitas
stakeholder.
 Akuntabilitas Personal (Personal Accountability)
Akuntabilitas personal mengacu pada nilai-nilai
yang ada pada diri seseorang seperti kejujuran,
integritas, moral dan etika. Pertanyaan yang
digunakan untuk mengidentifikasi apakah
seseorang memiliki akuntabilitas personal antara
lain “Apa yang dapat saya lakukan untuk
memperbaiki situasi dan membuat perbedaan?”.
Pribadi yang akuntabel adalah yang menjadikan
dirinya sebagai bagian dari solusi dan bukan
masalah.
 Akuntabilitas Individu
Akuntabilitas individu mengacu pada hubungan
antara individu dan lingkungan kerjanya, yaitu
antara PNS dengan instansinya sebagai pemberi
kewenangan. Pemberi kewenangan
bertanggungjawab untuk memberikan arahan yang
memadai, bimbingan, dan sumber daya serta
menghilangkan hambatan kinerja, sedangkan PNS
sebagai aparatur negara bertanggung jawab untuk

2
memenuhi tanggung jawabnya. Pertanyaan penting
yang digunakan untuk melihat tingkat akuntabilitas
individu seorang PNS adalah apakah individu
mampu untuk mengatakan “Ini adalah tindakan
yang telah saya lakukan, dan ini adalah apa yang
akan saya lakukan untuk membuatnya menjadi
lebih baik”.
 Akuntabilitas Kelompok
Kinerja sebuah institusi biasanya dilakukan atas
kerjasama kelompok. Dalam hal ini tidak ada istilah
“Saya”, tetapi yang ada adalah “Kami”. Dalam
kaitannya dengan akuntabilitas kelompok, maka
pembagian kewenangan dan semangat kerjasama
yang tinggi antar berbagai kelompok yang ada
dalam sebuah institusi memainkan peranan yang
penting dalam tercapainya kinerja organisasi yang
diharapkan.
 AkuntabilitasOrganisasi
Akuntabilitas organisasi mengacu pada hasil
pelaporan kinerja yang telah dicapai, baik
pelaporan yang dilakukan oleh individu terhadap
organisasi/institusi maupun kinerja organisasi
kepada stakeholders lainnya.
 Akuntabilitas Stakeholder
Stakeholder yang dimaksud adalah masyarakat
umum, pengguna layanan, dan pembayar pajak yang
memberikan masukan, saran, dan kritik terhadap
kinerjanya. Jadi akuntabilitas stakeholder adalah
tanggungjawab organisasi pemerintah untuk
mewujudkan pelayanan dan kinerja yang adil,
responsif dan bermartabat.
B. Rangkuman
Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan
dengan responsibilitas atau tanggung jawab. Namun pada
dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang berbeda.
Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab,
sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban pertanggungjawaban
yang harus dicapai.
Aspek - Aspek akuntabilitas mencakup beberapa hal
berikut yaitu akuntabilitas adalah sebuah hubungan, akuntabilitas
berorientasi pada hasil, akuntabilitas membutuhkan adanya

2
laporan, akuntabilitas memerlukan konsekuensi, serta
akuntabilitas memperbaiki kinerja.
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens,
2007), yaitu pertama, untuk menyediakan kontrol demokratis
(peran demokrasi); kedua, untuk mencegah korupsi dan
penyalahgunaan kekuasaan (peran konstitusional); ketiga, untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar).
Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu: akuntabilitas
vertical (vertical accountability), dan akuntabilitas horizontal
(horizontal accountability). Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan
yang berbeda yaitu akuntabilitas personal, akuntabilitas individu,
akuntabilitas kelompok, akuntabilitas organisasi, dan
akuntabilitas stakeholder.
C. Soal Latihan
1. Dalam hal penyelenggaraan pemerintahan, sering kita
dengan istilah kata responsibilitas dan akuntabilitas. Kedua
kata tersebut mempunyai arti dan makna yang berbeda.
Apa yang membedakan antara responsibilitas dan
akuntabilitas dilihat dari pengertiannya? Dan berikan
pendapat anda terkait konsep responsibiltas dan
akuntabilitas tersebut?
2. Bacalah kembali pembuka Bab II yang dikutip dari Laporan
Tahun 2020 Ombudsman Republik Indonesia, menurut
Anda, bagaimana kasus itu bila dilihat dari konteks
Akuntabilitas?
3. Dalam hal pelayanan publik, masih sering diketemukan
keluhan dari masyarakat terhadap kinerja pelayan publik.
Masyarakat merasakan kinerja yang lambat, berbelit-belit,
maupun tidak efisien ketika berhadapan dengan pelayan
publik ataupun birokrasi publik. Padahal sejatinya sebagai
abdi negara, birokrasi publik harus memberikan pelayanan
yang baik kepada masyarakat, Menurut anda, seberapa
penting nilai-nilai akuntabilitas publik jika dikaitkan
dengan fenomena tersebut? Jelaskan.

2
BAB IV
PANDUAN PERILAKU AKUNTABEL

A. Uraian Materi
1. Akuntabilitas dan Integritas
Akuntabilitas dan Integritas adalah dua konsep
yang diakui oleh banyak pihak menjadi landasan dasar
dari sebuah Administrasi sebuah negara (Matsiliza dan
Zonke, 2017). Kedua prinsip tersebut harus dipegang
teguh oleh semua unsur pemerintahan dalam memberikan
layanang kepada masyarakat. Aulich (2011) bahkan
mengatakan bahwa sebuah sistem yang memiliki
integritas yang baik akan mendorong terciptanya
Akuntabilitas, Integritas itu sendiri, dan Transparansi.
Bahkan, Ann Everett (2016), yang berprofesi sebagai
Professional Development Manager at Forsyth Technical
Community College mempuplikasikan pendapatnya pada
platform digital LinkedIn bahwa, walaupun Akuntabilitas
dan Integritas adalah faktor yang sangat penting dimiliki
dalam kepimpinan, Integritas menjadi hal yang pertama
harus dimiliki oleh seorang pemimpin ataupun pegawai
negara yang kemudian diikuti oleh Akuntabilitas. Menurut
Matsiliza (2013), pejabat ataupun pegawai negara,
memiliki kewajiban moral untuk memberikan pelayanan
dengan etika terbaik sebagai bagian dari budaya etika dan
panduan perilaku yang harus dimiliki oleh sebuah
pemerintahan yang baik.
2. Integritas dan Anti Korupsi
Integritas adalah salah satu pilar penting dalam
pemberantasan korupsi. Secara harafiah, integritas bisa
diartikan sebagai bersatunya antara ucapan dan
perbuatan. Jika ucapan mengatakan antikorupsi, maka
perbuatan pun demikian. Dalam bahasa sehari-hari di
masyarakat, integritas bisa pula diartikan sebagai
kejujuran atau ketidakmunafikan.
Dengan demikian, integritas yang konsepnya telah
disebut filsuf Yunani kuno, Plato, dalam The Republic
sekitar 25 abad silam, adalah tiang utama dalam
kehidupan bernegara. Semua elemen bangsa harus
memiliki integritas tinggi, termasuk para penyelenggara
2
negara, pihak swasta,

2
dan masyarakat pada umumnya. Siap untuk
mengaktualisasikan integritas dalam memberantas
korupsi? Mari kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan
integritas? Simaklah video pada tautan berikut:

Aksi Integritas untuk Berantas Korupsi:


https://youtu.be/nihUi9xfZRo
Untuk memperkuat pemahaman Anda, silakan pelajari
materi-materi terkait pada tautan berikut:
1. Infografis Pengertian Integritas
https://aclc.kpk.go.id/learning-
materials/education/infographics/definition-of-
integrity
2. Infografis Nilai-Nilai Antikorupsi
https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/sosial-
budaya/infografis/nilai-nilai-antikorupsi
Bangsa besar adalah bangsa yang meneladani integritas
para tokoh bangsanya. Setidaknya, mereka
membuktikan bahwa negeri ini pernah memiliki
pemimpin-pemimpin yang amanah, jujur, sederhana,
dan sangat bertanggung jawab. Mereka adalah fakta
bahwa bangsa kita tidaklah memiliki budaya korupsi
sejak lama. Dari mereka, kita bisa optimistis, menjadi
pribadi berintegritas dan amanah bukanlah
kemustahilan bagi kita. Siapakah para tokoh bangsa
yang dapat kita jadikan sebagai role model
berintegritas? Aktualisasi integritas apa saja yang
dapat

2
kita teladani? Simaklah hingga tuntas video-video
berikut:
 Demi Sebuah Rahasia:
https://youtu.be/JtoFPfcv1To
 Bola dan Abang Becak: https://youtu.be/ks1LB-
HE6SY
 Siapa yang Mengisi Bensin:
https://youtu.be/sPbIj3PDVks
 Surat Tilang untuk Sultan:
https://youtu.be/iM9wo8-qV0c

Pada konteks Aparat Sipil Negara, ditengarai ada


peran sistem dalam pembentukan perilaku seseorang
ASN. Dalam sistem yang korup, memaksa setiap
individu mengikuti sistem tersebut. Menurut Eko
Prasojo, mantan Wakil Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan
RB) dalam tulisannya “Seputar RUU Aparatur Sipil
Negara”(https://lldikti12.ristekdikti.go.id/2013/04/2
9/seputar-ruu-aparatur-sipil-negara-oleh-eko-
prasojo-wamen-kemenpan-rb.html, diakses 27 Januari
2021) menyatakan bahwa persoalan penyakit
kejiwaan birokrasi (psycho-bereaupathology) pada
dasarnya adalah penyakit sistem, bukan penyakit
individu. Oleh sebab itu, Komisi Pemberantasan
Korupsi, melalui UU No.19 Tahun 2019, menggunakan
tiga pilar baru yaitu, Penindakan, Perbaikan Sistem,
dan Pendidikan. Penindakan dilakukan dalam upaya
membuat jera orang untuk melakukan korupsi,
Perbaikan sistem dilakukan untuk membuat orang
tidak bisa melakukan korupsi, dan Pendidikan
dilakukan dalam upaya membuat orang tidak mau
korupsi. Sederhananya, setiap sendi pemberantasan
korupsi di negeri ini sudah dipikirkan dan dilakukan,
namun, tidak bisa dilakukan hanya oleh aparat
penegak hukum, peran masyarakat juga menjadi hal
yang sangat penting.
Sebagai individu, Kita, dapat melakukan gerakan
pemberantasan korupsi yang dimulai dari diri sendiri.
Walaupun diakui kadang sulit melakukannya dalam
sistem di mana semua orang melakukan hal-hal yang
koruptif, paling tidak, Kita bisa memulainya untuk diri
2
Kita sendiri. Contoh dari apa yang dilakukan oleh
Penghulu Abdul Bakri dari KUA Klaten membuktikan
bahwa itu bisa dilakukan. Karena apapun yang Kita
lakukan, pro dan kontra itu tidak dapat dihindari, tapi,
setidaknya, Kita berada di pihak yang benar. Di lain
pihak, melakukan kebaikan, juga dapat menjadi
inspirasi bagi orang-orang di sekitar Kita. Berhentilah
menuntut pihak atasan untuk berintegritas lebih dulu,
jadikan diri kita contoh atau inspirasi bagi diri Kita
sendiri, orang-orang tercinta di sekitar Kita, untuk
anak-anak Kita. Seperti yang dijelaskan sebelumnya,
tidak ada orang tiba-tiba menjadi berintegritas, butuh
peran lingkungan dalam membentuk pola pikir dan
prinsip memegang teguh prinsip kebenaran. Berkaitan
dengan menjadi inspirasi, menjadi teladan, berikut
adalah video tentang keteladanan yang dilakukan
orang-orang di lingkungan pendidikan, dari tingkat
siswa, orang tua, staf sekolah, guru, hingga pimpinan
tertinggi, kepala sekolah. Menjadi teladan adalah salah
satu bagian dari proses pemberantasan korupsi dari
pilar pendidikan, sehingga generasi muda belajar
secara tidak langsung (indirect learning) dari orang-
orang dewasa dan lingkungan di sekitarnya.

Simak Video berikut:


Menjadi Teladan
https://drive.google.com/file/d/149cYwgP6y98goG6
6JVhwTu-31pQb-Hww/view?usp=sharing

3
3. Mekanisme Akuntabilitas
Setiap organisasi memiliki mekanisme akuntabilitas
tersendiri. Mekanisme ini dapat diartikan secara
berbeda- beda dari setiap anggota organisasi hingga
membentuk perilaku yang berbeda-beda pula. Contoh
mekanisme akuntabilitas organisasi, antara lain sistem
penilaian kinerja, sistem akuntansi, sistem akreditasi,
dan sistem pengawasan (CCTV, finger prints, ataupun
software untuk memonitor pegawai menggunakan
komputer atau website yang dikunjungi).
Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor
publik yang akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas
harus mengandung dimensi:
 Akuntabilitas kejujuran dan hukum
(accountability for probity and legality)
Akuntabilitas hukum terkait dengan kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan yang
diterapkan.
 Akuntabilitas proses (process accountability)
Akuntabilitas proses terkait dengan: apakah
prosedur yang digunakan dalam melaksanakan
tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan
sistem informasi akuntansi, sistem informasi
manajemen, dan prosedur administrasi?
Akuntabilitas ini diterjemahkan melalui
pemberian pelayanan publik yang cepat,
responsif, dan murah. Pengawasan dan
pemeriksaan akuntabilitas proses dilakukan
untuk menghindari terjadinya kolusi, korupsi
dan nepotisme.
 Akuntabilitas program (program accountability)
Akuntabilitas ini dapat memberikan
pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan
dapat tercapai, dan Apakah ada alternatif
program lain yang memberikan hasil maksimal
dengan biaya minimal.
 Akuntabilitas kebijakan (policy accountability)
Akuntabilitas ini terkait dengan
pertanggungjawaban pemerintah atas kebijakan
yang diambil terhadap DPR/DPRD dan
masyarakat luas.
3
a. Mekanisme Akuntabilitas Birokrasi Indonesia
Akuntabilitas tidak akan mungkin terwujud
apabila tidak ada alat akuntabilitas. Di Indonesia,
alat akuntabilitas antara lain adalah:
 Perencanaan Strategis (Strategic Plans) yang
berupa Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP-D), Menengah (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah/RPJM-D),
dan Tahunan (Rencana Kerja
Pemerintah/RKP-D), Rencana Strategis
(Renstra) untuk setiap Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dan Sasaran Kerja
Pegawai (SKP) untuk setiap PNS.
 Kontrak Kinerja. Semua Pegawai Negeri Sipil
(PNS) tanpa terkecuali mulai 1 Januari 2014
menerapkan adanya kontrak kerja pegawai.
Kontrak kerja yang dibuat untuk tiap tahun
ini merupakan kesepakatan antara pegawai
dengan atasan langsungnya. Kontrak atau
perjanjian kerja ini merupakan implementasi
dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46
Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja
PNS hingga Peraturan Pemerintah terbaru
Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian
Prestasi Kerja PNS.
 Laporan Kinerja yaitu berupa Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) yang berisi perencanaan dan
perjanjian kinerja pada tahun tertentu,
pengukuran dan analisis capaian kinerja,
serta akuntabilitas keuangan.
b. Menciptakan Lingkungan Kerja yang Akuntabel
1. Kepemimpinan
Lingkungan yang akuntabel tercipta dari
atas ke bawah dimana pimpinan memainkan
peranan yang penting dalam menciptakan
lingkungannya. Pimpinan mempromosikan
lingkungan yang akuntabel dapat dilakukan
dengan memberikan contoh pada orang lain
(lead by example), adanya komitmen yang
tinggi
3
dalam melakukan pekerjaan sehingga
memberikan efek positif bagi pihak lain untuk
berkomitmen pula, terhindarnya dari aspek-
aspek yang dapat menggagalkan kinerja yang
baik yaitu hambatan politis maupun
keterbatasan sumber daya, sehingga dengan
adanya saran dan penilaian yang adil dan
bijaksana dapat dijadikan sebagai solusi.
2. Transparansi
Tujuan dari adanya transparansi adalah:
 Mendorong komunikasi yang lebih besar
dan kerjasama antara kelompok internal
dan eksternal
 Memberikan perlindungan terhadap
pengaruh yang tidak seharusnya dan
korupsi dalam pengambilan keputusan
 Meningkatkan akuntabilitas dalam
keputusan-keputusan
 Meningkatkan kepercayaan dan keyakinan
kepada pimpinan secara keseluruhan.
4. Integritas
Dengan adanya integritas menjadikan suatu
kewajiban untuk menjunjung tinggi dan
mematuhi semua hukum yang berlaku,
undang-undang, kontrak, kebijakan, dan
peraturan yang berlaku. Dengan adanya
integritas institusi, dapat memberikan
kepercayaan dan keyakinan kepada publik
dan/atau stakeholders.
5. Tanggung Jawab (Responsibilitas)
Responsibilitas institusi dan responsibilitas
perseorangan memberikan kewajiban bagi
setiap individu dan lembaga, bahwa ada suatu
konsekuensi dari setiap tindakan yang telah
dilakukan, karena adanya tuntutan untuk
bertanggungjawab atas keputusan yang telah
dibuat.
Responsibilitas terbagi dalam responsibilitas
perorangan dan responsibilitas institusi.

3
a) Responsibiltas Perseorangan
 Adanya pengakuan terhadap
tindakan yang telah diputuskan
dan tindakan yang telah
dilakukan
 Adanya pengakuan terhadap
etika dalam pengambilan
keputusan
 Adanya keterlibatan konstituen
yang tepat dalam keputusan
b) Responsibilitas Institusi
 Adanya perlindungan terhadap
publik dan sumber daya
 Adanya pertimbangan
kebaikan yang lebih besar
dalam pengambilan keputusan
 Adanya penempatan PNS dan
individu yang lebih baik sesuai
dengan kompetensinya
6. Keadilan
Keadilan adalah landasan utama dari
akuntabilitas. Keadilan harus dipelihara dan
dipromosikan oleh pimpinan pada lingkungan
organisasinya. Oleh sebab itu, ketidakadilan
harus dihindari karena dapat menghancurkan
kepercayaan dan kredibilitas organisasi yang
mengakibatkan kinerja akan menjadi tidak
optimal.
7. Kepercayaan
Rasa keadilan akan membawa pada sebuah
kepercayaan. Kepercayaan ini yang akan
melahirkan akuntabilitas. Dengan kata lain,
lingkungan akuntabilitas tidak akan lahir dari
hal- hal yang tidak dapat dipercaya.
8. Keseimbangan
Untuk mencapai akuntabilitas dalam
lingkungan kerja, maka diperlukan adanya
keseimbangan antara akuntabilitas dan
kewenangan, serta harapan dan kapasitas.

3
Setiap individu yang ada di lingkungan kerja
harus dapat menggunakan kewenangannya
untuk meningkatkan kinerja. Adanya
peningkatan kerja juga memerlukan adanya
perubahan kewenangan sesuai kebutuhan
yang dibutuhkan. Selain itu, adanya harapan
dalam mewujudkan kinerja yang baik juga
harus disertai dengan keseimbangan kapasitas
sumber daya dan keahlian (skill) yang dimiliki.
9. Kejelasan
Kejelasan juga merupakan salah satu elemen
untuk menciptakan dan mempertahankan
akuntabilitas. Agar individu atau kelompok
dalam melaksanakan wewenang dan
tanggungjawabnya, mereka harus memiliki
gambaran yang jelas tentang apa yang menjadi
tujuan dan hasil yang diharapkan. Dengan
demikian, fokus utama untuk kejelasan adalah
mengetahui kewenangan, peran dan
tanggungjawab, misi organisasi, kinerja yang
diharapkan organisasi, dan sistem pelaporan
kinerja baik individu maupun organisasi.
10. Konsistensi
Konsistensi menjamin stabilitas. Penerapan
yang tidak konsisten dari sebuah kebijakan,
prosedur, sumber daya akan memiliki
konsekuensi terhadap tercapainya lingkungan
kerja yang tidak akuntabel, akibat
melemahnya komitmen dan kredibilitas
anggota organisasi.

3
c. Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan dalam
Menciptakan Framework Akuntabilitas

Bagan 2 Framework Akuntabilitas

Berikut adalah 5 langkah yang harus dilakukan dalam


membuat framework akuntabilitas di lingkungan
kerja PNS:
 Menentukan tujuan yang ingin dicapai dan
tanggungjawab yang harus dilakukan. Hal ini
dapat dilakukan melalui penentuan tujuan dari
rencana strategis organisasi, mengembangkan
indikator, ukuran dan tujuan kinerja, dan
mengidentifikasi peran dan tanggungjawab
setiap individu dalam organisasi.
 Melakukan perencanaan atas apa yang perlu
dilakukan untuk mencapai tujuan. Cara ini
dapat dilakukan melalui identifikasi program
atau kebijakan yang perlu dilakukan, siapa yang
bertanggungjawab, kapan akan
dilaksanakannya dan biaya yang dibutuhkan.
Selain itu, perlu dilakukannya identifikasi
terhadap sumberdaya yang dimiliki organisasi
serta konsekuensinya, apabila program atau
kebijakan tersebut berhasil atau gagal untuk
dilakukan.

3
 Melakukan implementasi dan memantau
kemajuan yang sudah dicapai. Hal tersebut
penting dilakukan untuk mengetahui hambatan
dari impelementasi kebijakan atau program
yang telah dilakukan.
 Memberikan laporan hasil secara lengkap,
mudah dipahami dan tepat waktu. Hal ini perlu
dilakukan sebagai wujud untuk menjalankan
akuntabilitas dalam menyediakan dokumentasi
dengan komunikasi yang benar serta mudah
dipahami.
 Melakukan evaluasi hasil dan menyediakan
masukan atau feedback untuk memperbaiki
kinerja yang telah dilakukan melalui kegiatan-
kegiatan yang bersifat korektif.
4. Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan secara umum adalah suatu keadaan
sewaktu seseorang pada posisi yang diberi kewenangan
dan kekuasaan untuk mencapai tugas dari perusahaan
atau organisasi yang memberi penugasan, sehingga
orang tersebut memiliki kepentingan profesional dan
pribadi yang bersinggungan. Persinggungan
kepentingan ini dapat menyulitkan orang tersebut untuk
menjalankan tugasnya. Duncan Williamson mengartikan
konflik kepentingan sebagai “suatu situasi dalam mana
seseorang, seperti petugas publik, seorang pegawai,
atau seorang profesional, memiliki kepentingan privat
atau pribadi dengan mempengaruhi tujuan dan
pelaksanaan dari tugas-tugas kantornya atau
organisasinya”.

3
Simak Video berikut : https://www.youtube.com/watch?
v=822SB0PgZSs

Untuk memperkuat pemahaman Anda, silakan pelajari


materi-materi terkait pada tautan berikut:
Infografis
 https://aclc.kpk.go.id/learning-
materials/education/infographics/definition-
about-conflict-of-interest
 https://aclc.kpk.go.id/materi-
pembelajaran/pendidikan/infografis/prinsip-
dasar-penanganan-konflik-kepentingan
 https://aclc.kpk.go.id/materi-
pembelajaran/tata-kelola-
pemerintahan/infografis/tahap-tahap-dalam-
penanganan-konflik-kepentingan
 https://aclc.kpk.go.id/materi-
pembelajaran/politik/infografis/faktor-
pendukung-keberhasilan-penanganan-konflik-
kepentingan

Modul Pengelolaan Konflik Kepentingan :


https://acch.kpk.go.id/images/tema/litbang/modul-
integritas/Modul-7-Pengelolaan-Konflik-
Kepentingan.pdf

3
Tipe-tipe Konflik Kepentingan
Ada 2 jenis umum Konflik Kepentingan:
a. Keuangan
Penggunaan sumber daya lembaga (termasuk
dana, peralatan atau sumber daya aparatur) untuk
keuntungan pribadi.
Contoh :
 Menggunakan peralatan lembaga/ unit/
divisi/ bagian untuk memproduksi barang
yang akan digunakan atau dijual secara
pribadi;
 menggunakan peralatan lembaga/ unit/
divisi/ bagian untuk memproduksi barang
yang akan digunakan atau dijual secara
pribadi;
 menerima hadiah atau pembayaran
mencapai sesuatu yang diinginkan;
 menerima dana untuk penyediaan informasi
pelatihan dan/atau catatan untuk suatu
kepentingan;
 menerima hadiah pemasok atau materi
promosi tanpa otoritas yang tepat
b. Non-Keuangan
Penggunaan posisi atau wewenang untuk
membantu diri sendiri dan / atau orang lain.
Contoh:
 Berpartisipasi sebagai anggota panel seleksi
tanpa menggunakan koneksi, asosiasi atau
keterlibatan dengan calon
 Menyediakan layanan atau sumber daya
untuk klub, kelompok asosiasi atau
organisasi keagamaan tanpa biaya
 Penggunaan posisi yang tidak tepat untuk
 memasarkan atau mempromosikan nilai-
nilai atau keyakinan pribadi
Bagaimana cara mengidentifikasi konflik
kepentingan
 Tugas publik dengan kepentingan pribadi
Apakah saya memiliki kepentingan pribadi
atau swasta yang mungkin bertentangan,
atau
3
dianggap bertentangan dengan kewajiban
publik?
 Potensialitas
Mungkinkah ada manfaat bagi saya sekarang,
atau di masa depan, yang bisa meragukan
objektivitas saya?
Bagaimana keterlibatan saya dalam mengambil
keputusan / tindakan dilihat oleh orang lain?
 Proporsionalitas
Apakah keterlibatan saya dalam keputusan
tampak adil dan wajar dalam semua
keadaan?
 Presence of Mind
Apa konsekuensi jika saya mengabaikan
konflik kepentingan? Bagaimana jika
keterlibatan saya dipertanyakan publik?
 Janji
Apakah saya membuat suatu janji atau
komitmen dalam kaitannya dengan
permasalahan? Apakah saya berdiri untuk
menang atau kalah dari tindakan/keputusan
yang diusulkan?
Konsekuensi Kepentingan Konflik
 Hilangnya/berkurangnya kepercayaan dan
stakeholders
 Memburuknya reputasi pribadi atau Institusi
 Tindakan in-disipliner
 Pemutusan hubungan kerja
 Dapat dihukum baik perdata atau pidana

Perilaku berkaitan dengan Konflik Kepentingan


(Conflicts of Interest):
 ASN harus dapat memastikan kepentingan pribadi
atau keuangan tidak bertentangan dengan
kemampuan mereka untuk melakukan tugas- tugas
resmi mereka dengan tidak memihak;
 Ketika konflik kepentingan yang timbul antara
kinerja tugas publik dan kepentingan pribadi atau
personal, maka PNS dapat berhati-hati untuk
kepentingan umum;

4
 ASN memahami bahwa konflik kepentingan
sebenarnya, dianggap ada atau berpotensi ada di
masa depan. Situasi yang dapat menimbulkan
konflik kepentingan, meliputi:
o Hubungan dengan orang-orang yang
berurusan dengan lembaga-lembaga yang
melampaui tingkat hubungan kerja
profesional;
o Menggunakan keuangan organisasi
dengan bunga secara pribadi atau yang
berurusan dengan kerabat seperti:
a. Memiliki saham atau kepentingan lain yang
dimiliki oleh ASN di suatu perusahaan atau
bisnis secara langsung, atau sebagai anggota
dari perusahaan lain atau kemitraan, atau
melalui kepercayaan;
b. memiliki pekerjaan diluar, termasuk peran
sukarela, janji atau direktur, apakah dibayar
atau tidak; dan
c. menerima hadiah atau manfaat.
 Jika konflik muncul, ASN dapat melaporkan kepada
pimpinan secara tertulis, untuk mendapatkan
bimbingan mengenai cara terbaik dalam mengelola
situasi secara tepat;
 ASN dapat menjaga agar tidak terjadi
konflik kepentingan dalam melaksanakan
tugasnya.

5. Pengelolaan Gratifikasi yang Akuntabel


Gratifikasi merupakan salah satu bentuk tindak
pidana korupsi. Mari kita mempelajari lebih dalam
mengenai gratifikasi. Apakah perbedaannya dengan
hadiah, suap-menyuap dan pemerasan?

4
Simaklah video pada tautan berikut:

https://www.youtube.com/watch?v=w5qojU5vWp8&fe
ature=youtu.be

Perbedaan Hadiah dengan Gratifikasi, Suap, dan


Pemerasan
https://youtu.be/i2YnAk-mjrA
Dalam konteks nilai barang dan uang, ataupun
konteks pegawai/pejabat negara, gratifikasi bisa
dikategorikan sebagai gratifikasi netral dan ilegal,
sehingga harus memutuskan, dilaporkan atau tidak
dilaporkan. Ketika harus dilaporkan, menurut Pasal 12C
UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

4
Tindak Pidana Korupsi, Anda punya waktu hingga 30
hari sejak menerimanya. Namun dalam konteks pola
pikir, gratifikasi kerap memberikan dampak sangat
buruk, yang tidak terpikirkan, oleh Kita sebagai pemberi
atau penerima. Coba Kita simak cerita dari seorang Ibu
berikut ini:

Ani adalah seorang Ibu yang memiliki anak bernama


Wati (keduanya nama samaran), setiap hari, Bu Ani
bertekad untuk membuat Wati tidak terlambat ke
sekolah. Setiap pagi, Bu Ani selalu bangun lebih pagi
untuk mempersiapkan segala kebutuhan sekolah Wati.
Sejak kelas 1 SD, Wati tidak pernah terlambat sampai
sekolah, karena setiap pagi, Ibundanya
mengantarkannya ke sekolah tepat waktu. Hingga
akhirnya, pada suatu pagi, Bu Ani terlambat bangun
dan membuat Wati sedih dan bingung. Hingga kelas 5
SD, Wati tidak pernah datang terlambat di sekolah.
Selama perjalanan, Bu Ani selalu meminta maaf kepada
Wati yang panik, sedih, dan menangis karena
mengetahui akan terlambat. Bu Ani berjanji, tidak akan
terlambat bangun lagi. Hari itu, Bu Ani menyaksikan
Wati berjalan dengan gontai ke arah kelompok siswa
yang datang terlambat di depan gerbang sekolah,
menunggu untuk bisa masuk di jam pelajaran ketiga.
Keesokan harinya, Bu Ani menyiapkan alarm berlapis
untuk memastikan tidak terlambat bangun. Semua
disiapkan seperti hari-hari sebelumnya, namun,
sekarang ada yang berbeda, Wati tidak sigap untuk
bersiap. Wati sulit dibangunkan, lambat untuk mandi,
berpakaian dan sarapan. Hasilnya, walau Bu Ani tidak
terlambat bangun, hari kedua itu Wati terlambat lagi.
Sedih rasanya melihat Wati berjalan menuju kelompok
siswa yang terlambat, dan Bu Ani bergegas pulang
karena tidak tega untuk menyaksikan. Ternyata, hari
ketiga, Wati kembali membuat ulah, sulit
dibangungkan, lamban untuk mandi, berpakaian dan
sarapan, dan kembali terlambat. Di hari ke empat,
ketika Wati terlambat lagi, Bu Ani melakukan analisa
layaknya detektif, setelah Wati diturunkan di depan
gerbang sekolah,

4
Bu Ani tidak langsung pergi pulang, melainkan
mencoba mencari tahu, apa yang terjadi terhadap
anaknya. Seperti disamber petir, Bu Ani menyaksikan,
ternyata Wati tidak bergabung dengan siswa yang
terlambat di depan gerbang sekolah, Pak SATPAM
memberikan izin kepada Wati untuk masuk ke
sekolah walau sudah terlambat.
Ternyata, SATPAM yang memberikan izin kepada
Wati untuk masuk ke dalam sekolah adalah SATPAM
yang selama ini membantu Wati keluar dari mobil
atau turun dari motor ketika diantar Bu Ani sejak
kelas 1 SD. Selama itu Bu Ani memberikan sekedar
uang terima kasih, 1000, 2000 atau 5000 rupiah
kepadanya. Tak disangka, karena “gratifikasi” itu, ada
perubahan pola pikir yang terjadi pada SATPAM dan
Wati anaknya. Tergiang bagaimana Wati menjawab
pertanyaannya, “Kenapa Kamu jadi suka terlambat
sekarang, Nak?”, “Kan ada Ibu yang akan bayar Pak
SATPAM…”
6. Membangun Pola Pikir Anti Korupsi
Pentingnya akuntabilitas dan integritas menurut
Matsiliza (2013) adalah nilai yang wajib dimiliki oleh
setiap unsur pelayan publik, dalam konteks modul ini
adalah PNS. Namun, secara spesifik, Matsiliza
menekankan bahwa nilai integritas adalah nilai yang
dapat mengikat setiap unsur pelayan publik secara
moral dalam membentengi institusi, dalam hal ini
lembaga ataupun negara, dari tindakan pelanggaran etik
dan koruptif yang berpotensi merusak kepercayaan
masyarakat. Di luar kewajiban negara yang telah
membuat kebijakan yang terkait sistem yang
berlandaskan transparansi, akuntabilitas, dan integritas,
peran masing-masing individu dalam mengembangkan
pola pikir akuntabel dan berintegritas, atau sering
dibahasakan sebagai pola pikir antikorupsi sangat
dibutuhkan.
Peran lembaga atau negara dalam membuat regulasi
terkait sistem integritas, dalam hal ini, bisa

4
menggunakan SE Kemenpan-RB Nomor 20 Tahun 2021
tentang Implementasi Core Values dan Employer
Branding Aparatur Sipil Negara, adalah membuat
rambu- rambu bagi semua unsur ASN untuk mengetahui
hal yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Tapi, faktor
individu dalam menyikapi hal yang baik dan buruk
adalah domain moral yang seharusnya dipegang sebagai
prinsip hidup (Shafritz et al., 2011). Terkait dengan pola
pikir antikorupsi, informasi terkait Dampak Masif dan
Dan Biaya Sosial Korupsi bisa menjadi referensi bagi
Kita untuk melakukan kontempelasi dalam menentukan
sikap untuk ikut berpartisipasi dalam gerakan
pemberantasan korupsi negeri ini.
Impian kita semua untuk mewujudkan cita-cita
kemerdekaan, yaitu Indonesia yang adil, makmur, dan
sejahtera tidak akan terwujud selama masih ada
praktek- praktek korupsi di negeri ini. Ya, korupsi
menggerogoti potensi yang seharusnya bisa
dipergunakan untuk memakmurkan negeri ini.
Koruptor yang memakan nangka, rakyat kebagian
getahnya. Anekdot itu rasanya tepat untuk
menggambarkan kenyataan bahwa rakyat harus
menanggung beban biaya sosial yang ditimbulkan oleh
kejahatan para koruptor. Betulkah bahwa korupsi
merupakan biang keladinya?

Simaklah video Dampak Masif dan Biaya Sosial Korupsi


pada tautan berikut: https://youtu.be/X5gBsV8Q7bU

Dalam konteks kehidupan sehari-hari, di


lingkungan tempat tinggal dan lingkungan kerja,
tanggung jawab moral dalam memegang teguh prinsip
akuntabilitas dan integritas adalah bagian dari pola
pikir antikorupsi. Bisa dimulai dari menganalisa hal-hal
4
kecil yang sering

4
banyak diterabas oleh banyak orang, mulai
memperbaikinya, dan dilakukan mulai dari saat ini. Hal
salah yang banyak dilakukan oleh banyak orang tidak
menjadikan hal tersebut menjadi benar, sebaliknya, hal
benar tidak pernah dilakukan oleh banyak orang tidak
menjadikan hal benar itu menjadi salah. Tidak ada
seorang koruptor pun yang tiba-tiba ingin korupsi,
semua sudah dibiasakan dan dicontohkan sejak mereka
kecil, di keluarga, lingkungan, dan bahkan di lingkungan
kerja. Begitu pula sebaliknya, tidak ada satu pun Tokoh-
tokoh Bangsa yang Kita pelajari pola pikir
berintegritasnya di atas yang tiba-tiba menjadi
berintegritas, semua sudah dibiasakan sejak kecil, di
keluarga dan lingkungannya. Sebagai ASN, Anda tidak
punya pilihan untuk memegang teguh aturan dan
prinsip moral yang menjadi landasan negeri ini dalam
konteks bertanggung jawab kepada masyarakat.

7. Apa yang Diharapkan dari Seorang ASN


Perilaku Individu (Personal Behaviour)
 ASN bertindak sesuai dengan persyaratan
legislatif, kebijakan lembaga dan kode etik yang
berlaku untuk perilaku mereka;
 ASN tidak mengganggu, menindas, atau
diskriminasi terhadap rekan atau anggota
masyarakat;
 Kebiasaan kerja ASN, perilaku dan tempat kerja
pribadi dan profesional hubungan berkontribusi
harmonis, lingkungan kerja yang aman dan
produktif;
 ASN memperlakukan anggota masyarakat dan
kolega dengan hormat, penuh kesopanan,
kejujuran dan keadilan, dan memperhatikan
tepat untuk kepentingan mereka, hak-hak,
keamanan dan kesejahteraan;
PNS membuat keputusan adil, tidak memihak
dan segera, memberikan pertimbangan untuk
semua informasi yang tersedia, undang-undang
dan kebijakan dan prosedur institusi tersebut;

4
 ASN melayani Pemerintah setiap hari dengan
tepat waktu, memberikan masukan informasi
dan kebijakan.

B. Rangkuman
Akuntabilitas dan Integritas banyak dinyatakan oleh
banyak ahli administrasi negara sebagai dua aspek yang
sangat mendasar harus dimiliki dari seorang pelayan publik.
Namun, integritas memiliki keutamaan sebagai dasar seorang
pelayan publik untuk dapat berpikir secara akuntabel.
Kejujuran adalah nilai paling dasar dalam membangun
kepercayaan publik terhadap amanah yang diembankan
kepada setiap pegawai atau pejabat negara.
Setiap organisasi memiliki mekanisme akuntabilitas
tersendiri. Mekanisme ini dapat diartikan secara berbeda-
beda dari setiap anggota organisasi hingga membentuk
perilaku yang berbeda-beda pula. Contoh mekanisme
akuntabilitas organisasi, antara lain sistem penilaian kinerja,
sistem akuntansi, sistem akreditasi, dan sistem pengawasan
(CCTV, finger prints, ataupun software untuk memonitor
pegawai menggunakan komputer atau website yang
dikunjungi).
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam membangun
lingkungan kerja yang akuntabel adalah: 1) kepemimpinan, 2)
transparansi, 3) integritas, 4) tanggung jawab
(responsibilitas), 5) keadilan, 6) kepercayaan, 7)
keseimbangan, 8) kejelasan, dan 9) konsistensi. Untuk
memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang
akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus mengandung
3 dimensi yaitu Akuntabilitas kejujuran dan hukum,
Akuntabilitas proses, Akuntabilitas program, dan
Akuntabilitas kebijakan.
Pengelolaan konflik kepentingan dan kebijakan gratifikasi
dapat membantu pembangunan budaya akuntabel dan
integritas di lingkungan kerja. Akuntabilias dan integritas
dapat menjadi faktor yang kuat dalam membangun pola pikir
dan budaya antikorupsi.

4
C. Soal Latihan
1. Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang
akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus mengandung
dimensi Akuntabilitas Kejujuran dan Hukum, Akuntabilitas
Proses, Akuntabilitas Program, serta Akuntabilitas Kebijakan.
Ada Studi Kasus Seperti Berikut :

Pemerintah Pusat maupun daerah sudah memulai


Pertanyaannya, termasuk dimensi akuntabilitas apakah studi
program pengadaan barang dan jasa dengan mekanisme
kasus tersebut? Jelaskan.
secara elektronik yang disebut e-procurement.
Tujuannya
2. Simaklah adalah
video pertama, agar tidak ada main mata
berikut:
antara
Video inipengada proyek
bercerita danSeseorang
tentang pihak yangyang
mengadakan
menang dalam
proyektender
sebuah (Meminimalisir
pengadaanKasus
yangKKN). Kedua,
berniat inginagar
memberikan
pelaksanaan
‘hadiah’ kepadapengadaan
Pejabat barang
Lelang dan jasadianggapkan
yang dapat telah
dilaksanakan
berjasa dengan cepat
atas pemilihan dan teratur
perusahaannya. Namun, dalam
perjalanan memberikan ‘hadiah’ tersebut banyak rintangan
yang dihadapi. Untuk lebih jelasnya, simaklah video tersebut
pada tautan berikut.
https://youtu.be/4Yle_pbs9aA

4
Berdasarkan video yang Anda yang Anda simak, isilah
tabel berikut:

No Poin-poin yang Jawaban


dianalisis

1 Kondisi apa yang


membuat cerita di
video itu berpotensi
menjadi kasus Tindak
Pidana Korupsi?

2 Jenis tindak pidana


korupsi apa yang
relevan dengan cerita
di video itu?

3 Siapa saja pihak di


dalam video itu yang
akan terjerat dalam
kasus korupsi?

4 Kondisi apa yang bisa


menjadikan cerita di
dalam video itu
menjadi sebuah kasus
Tindak Pidana
Korupsi?

5 Apa dampak yang


akan terjadi ke
depannya bila cerita
tersebut menjadi
sebuah kasus Tindak
Pidana Korupsi?

5
6 Apakah menurut
Anda apa yang
dilaukan oleh Pejabat
Lelang sudah benar?
Jelaskan kenapa?

7 Selain Pemenang
Lelang dan Pejabat
Lelang, siapa lagi yang
bisa berperan agak
kasus itu tidak terjadi?

8 Bila Anda harus


memilih salah satu
perang dalam video
itu, Apa yang akan
Anda lakukan?

5
BAB V
AKUNTABEL DALAM KONTEKS ORGANISASI
PEMERINTAHAN

A. Uraian Materi
1. Transparansi dan Akses Informasi
Keterbukaan informasi telah dijadikan standar normatif
untuk mengukur legitimasi sebuah pemerintahan. Dalam payung
besar demokrasi, pemerintah senantiasa harus terbuka kepada
rakyatnya sebagai bentuk legitimasi (secara substantif).
Partisipasi ini dapat berupa pemberian dukungan atau penolakan
terhadap kebijakan yang diambil pemerintah ataupun evaluasi
terhadap suatu kebijakan.
Ketersediaan informasi publik ini nampaknya telah
memberikan pengaruh yang besar pada berbagai sektor dan
urusan publik di Indonesia. Salah satu tema penting yang
berkaitan dengan isu ini adalah perwujudan transparansi tata
kelola keterbukaan informasi publik, dengan diterbitkannya UU
Nomor
14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
(selanjutnya disingkat: KIP). Konteks lahirnya UU ini secara
substansial adalah memberikan jaminan konstitusional agar
praktik demokratisasi dan good governance bermakna bagi
proses pengambilan kebijakan terkait kepentingan publik, yang
bertumpu pada partisipasi masyarakat maupun akuntabilitas
lembaga penyelenggara kebutuhan publik.
Seperti bunyi Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 2008 tercantum
beberapa tujuan, sebagai berikut: (1) Menjamin hak warga negara
untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program
kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik,
serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; (2) Mendorong
partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan
publik; (3) Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik
yang baik; (4) Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik,
yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat
dipertanggungjawabkan; (5) Mengetahui alasan kebijakan publik
yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak; (6)
Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan
kehidupan bangsa; dan/atau (7) Meningkatkan pengelolaan dan

5
pelayanan

5
informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan
layanan informasi.
Semua warga negara Indonesia berhak mendapatkan
informasi publik1 dari semua Badan Publik. Informasi publik
disini adalah “Informasi publik adalah informasi yang dihasilkan,
disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu Badan
Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan
penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan
penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan
Undang-undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan
kepentingan publik” (Pasal 1 Ayat 2). Informasi publik terbagi
dalam 2 kategori:
 Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan.
 nformasi yang dikecualikan (informasi publik yang perlu
dirahasiakan). Pengecualiannya tidak boleh bersifat
permanen. Ukuran untuk menjadikan suatu informasi publik
dikecualikan atau bersifat rahasia adalah: (i) Undang-
undang; (ii) kepatutan; dan (iii) kepentingan umum.
Sedangkan Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif,
yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, atau organisasi nonpemerintah yang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri (Pasal 1
Ayat 3).
Keterbukaan informasi - memungkinkan adanya
ketersediaan (aksesibilitas) informasi bersandar pada beberapa
prinsip. Prinsip yang paling universal (berlaku hampir diseluruh
negara dunia) adalah:
 Maximum Access Limited Exemption (MALE)
Pada prinsipnya semua informasi bersifat terbuka dan bisa
diakses masyarakat. Suatu informasi dapat dikecualikan
hanya karena apabila dibuka, informasi tersebut dapat
merugikan kepentingan publik. Pengecualian itu juga harus
bersifat terbatas, dalam arti : (i) hanya informasi tertentu
yang dibatasi; dan (ii) pembatasan itu tidakberlaku
permanen.
 Permintaan Tidak Perlu Disertai Alasan

5
Akses terhadap informasi merupakan hak setiap orang.
Konsekuensi dari rumusan ini adalah setiap orang bisa
mengakses informasi tanpa harus disertai alasan untuk apa
informasi tersebut diperlukan. Seorang pengacara publik
tidak perlu menjelaskan secara detail untuk apa ia
membutuhkan informasi tentang suatu putusan pengadilan
yang telah berkekuatan hukum tetap. Prinsip ini penting
untuk menghindari munculnya penilaian subjektif pejabat
publik ketika memutuskan permintaan informasi tersebut.
Pejabat publik bisa saja khawatir informasi itu
disalahgunakan. Argumentasi ini sebenarnya kurang kuat,
karena penyalahgunaan informasi tetap bisa dipidanakan.
 Mekanisme yang Sederhana, Murah, dan Cepat Nilai dan
daya guna suatu informasi sangat ditentukan oleh konteks
waktu. Seorang wartawan misalnya, terikat pada deadline
saat ia meminta informasi yang berkaitan dengan berita
yang sedang dia tulis. Dalam kasus lain, seorang penggiat
hak asasi manusia membutuhkan informasi yang cepat,
murah, dan sederhana dalam aktivitasnya. Informasi bisa
jadi tidak berguna jika diperoleh dalam jangka waktu yang
lama, karena bisa tertutup oleh informasi yang lebih baru.
Selain itu, mekanisme penyelesaian sengketa informasi juga
harus sederhana.
 Informasi Harus Utuh dan Benar
Informasi yang diberikan kepada pemohon haruslah
informasi yang utuh dan benar. Jika informasi tersebut tidak
benar dan tidak utuh, dikhawatirkan menyesatkan
pemohon. Dalam aktivitas pasar modal biasanya ada
ketentuan yang melarang pemberian informasi yang tidak
benar dan menyesatkan (misleading information). Seorang
advokat atau akuntan publik biasanya mencantumkan
klausul disclaimer. Pendapat hukum dan pendapat akuntan
dianggap benar berdasarkan dokumen yang diberikan oleh
pengguna jasa.
 Informasi Proaktif
Badan publik dibebani kewajiban untuk menyampaikan
jenis informasi tertentu yang penting diketahui publik.
Misalnya, informasi tentang bahaya atau bencana alam wajib
disampaikan secara proaktif oleh Badan Publik tanpa perlu
ditanyakan oleh masyarakat.
 Perlindungan Pejabat yang Beritikad Baik

5
Perlu ada jaminan dalam undang-undang bahwa pejabat
yang beriktikad baik harus dilindungi. Pejabat publik yang
memberikan informasi kepada masyarakat harus dilindungi
jika pemberian informasi dilandasi itikad baik. Misalnya,
pejabat yang memberikan bocoran dan dokumen tentang
praktik korupsi di instansinya.

Atas dasar prinsip tersebut, maka pada dasarnya semua


PNS berhak memberikan informasi, namun dalam prakteknya
tidak semua PNS punya kemampuan untuk memberikan
informasi berdasarkan berapa prinsip-prinsip diatas (seperti
resiko dampak kerugian yang muncul, utuh dan benar). Pejabat
publik yang paling kapabel dan berwenang untuk memberikan
akses informasi publik dan informasi publik ialah Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Tugas mayoritas
ASN dalam konteks informasi ialah hanya berwenang
memberikan informasi atas apa yang dibutuhkan oleh pimpinan
untuk mendukung pelaksanaan tugasnya.
Perilaku Berkaitan dengan Transparansi dan Akses
Informasi (Transparency and Official Information Access)
 ASN tidak akan mengungkapkan informasi resmi atau
dokumen yang diperoleh selain seperti yang
dipersyaratkan oleh hukum atau otorisas yang
diberikan oleh institusi;
 ASN tidak akan menyalahgunakan informasi resmi
untuk keuntungan pribadi atau komersial untuk diri
mereka sendiri atau yang lain. Penyalahgunaan
informasi resmi termasuk spekulasi saham berdasarkan
informasi rahasia dan mengungkapkan isi dari surat-
surat resmi untuk orang yang tidak berwenang;
 ASN akan mematuhi persyaratan legislatif, kebijakan
setiap instansi dan semua arahan yang sah lainnya
mengenai komunikasi dengan menteri, staf menteri,
anggota media dan masyarakat pada umumnya.

2. Praktek Kecurangan dan Perilaku Korup


Aparat pemerintah dituntut untuk mampu
menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk publik. Hal ini
berkaitan dengan tuntutan untuk memenuhi etika birokrasi yang
berfungsi memberikan pelayanan kepada masyarakat. Etika
pelayanan publik adalah suatu panduan atau pegangan yang
harus
5
dipatuhi oleh para pelayan publik atau birokratuntuk
menyelenggarakanpelayanan yang baik untuk publik. Buruknya
sikap aparat sangat berkaitan dengan etika.
Isu etika menjadi sangat vital dalam administrasi publik
dalam penyelenggaraan pelayanan sebagai inti dari administrasi
publik. Diskresi administrasi menjadi starting point bagi masalah
moral atau etika dalam dunia administrasi publik Rohr (1989: 60
dalam Keban 2008: 166). Sayangnya etika pelayanan publik di
Indonesia belum begitu diperhatikan. Buruknya etika para
aparatur pemerintah Indonesia dapat terlihat dari masih
banyaknya keluhan oleh masyarakat. Laporan Ombudsman
Tahun 2020 terkait kasus dugaan maladministrasi
mengilustrasikan hal tersebut.

Tabel 2. Laporan Masyarakat Berdasarkan Dugaan


Maladministrasi

Dari Tabel diatas terlihat bahwa laporan masyarakat


terbanyak adalah dikarenakan Penundaan Berlarut (31,57%),
Penyimpangan Prosedur (24,77%), dan Tidak Memberikan
Pelayanan (24,39%) dari seluruh laporan yang masuk. Hal ini
menjadi bukti bahwa buruknya layanan publik terus tumbuh di

5
tubuh birokrasi Indonesia yang berkaitan dengan etika para
pelaksananya yaitu aparat pemerintah.
Walaupun data dugaan Penyalahgunaan Wewenang hanya
3.36% dari total keseluruhan laporan, namun, ketiga aspek
teratas juga merupakan bagian dari penyalahgunaan wewenang
yang dimiliki oleh personil pemberi layanan. Penyalahgunaan
wewenang akan berdampak pada praktek kecurangan (fraud).
The Institute of Internal Auditor (“IIA”), mendefinisikan fraud
sebagai “Anarray of irregularities and illegal actscharacterized by
intentional deception”: sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan
dan melanggar hukum yang ditandai dengan adanya unsur
kecurangan yang disengaja. International Standards of Auditing
seksi 240 – The Auditor’s Responsibility to Consider Fraud in an
Audit of Financial Statement paragraph 6 mendefenisikan fraud
sebagai “...tindakan yang disengaja oleh anggota manajemen
perusahaan, pihak yang berperan dalam governance perusahaan,
karyawan, atau pihak ketiga yang melakukan pembohongan atau
penipuan untuk memperoleh keuntungan yang tidak adil atau
illegal”.
Cakupan (tipologi) dari fraud sangat luas. Association of
Certified Fraud Examiners (“ACFE”) di Amerika Serikat menyusun
peta mengenai fraud. Peta ini berbentuk pohon, dengan cabang
dan ranting. Tiga cabang utama dari fraud tree adalah: (1)
kecurangan tindak pidana korupsi, (2) kecurangan penggelapan
asset (assetmisappropriation), dan (3) kecurangan dalam laporan
keuangan (fraudulent statement).
Pada umumnya fraud terjadi karena tiga hal yang dapat
terjadi secara bersamaan, yaitu:
 Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud. Beberapa
contoh pressure dapat timbul karena masalah keuangan
pribadi. Sifat-sifat buruk seperti berjudi, narkoba, berhutang
berlebihan dan tenggat waktu dan target kerja yang tidak
realistis.
 Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.
Hal ini terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas
aktifitasnya yang mengandung fraud. Pada umumnya para
pelaku fraud meyakini atau merasa bahwa tindakannya
bukan merupakan suatu kecurangan tetapi adalah suatu
yang memang merupakan haknya, bahkan kadang pelaku
merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak untuk
organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula
kondisi dimana
5
pelaku tergoda untuk melakukan fraud karena merasa rekan
kerjanya juga melakukan hal yang sama dan tidak menerima
sanksi atas tindakan fraud tersebut.
 Sikap atau rasionalisasi untuk membenarkan tindakan fraud.
Hal ini terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas
aktifitasnya yang mengandung fraud. Pada umumnya para
pelaku fraud meyakini atau merasa bahwa tindakannya
bukan merupakan suatu kecurangan tetapi adalah suatu
yang memang merupakan haknya, bahkan kadang pelaku
merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak untuk
organisasi. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula
kondisi dimana pelaku tergoda untuk melakukan fraud
karena merasa rekan kerjanya juga melakukan hal yang
sama dan tidak menerima sanksi atas tindakan fraud
tersebut.
Keberhasilan pembangunan suatu etika perilaku dan
kultur organisasi yang anti kecurangan dapat mendukung secara
efektif penerapan nilai-nilai budaya kerja, yang sangat erat
hubungannya dengan hal-hal atau faktor-faktor penentu
keberhasilannya yang saling terkait antara satu dengan yang
lainnya, yaitu : 1) Komitmen dari Top Manajemen Dalam
Organisasi; 2) Membangun Lingkungan Organisasi Yang Kondusif:
3) Perekrutan dan Promosi Pegawai; 4)Pelatihan nilai- nilai
organisasi atau entitas dan standar-standar pelaksanaan; 5)
Menciptakan Saluran Komunikasi yang Efektif; dan 6) Penegakan
kedisiplinan.
Seluruh PNS dapat turut serta mengembangkan
lingkungan kerja yang positif untuk membantu pembentukan
suatu etika dan aturan perilaku internal organisasi. Setiap orang
dapat memberikan pandangan-pandangan dalam pengembangan
dan pembaharuan etika dan aturan perilaku (code of conduct)
yang berlaku dalam organisasi; berperilaku yang sesuai dengan
code of conduct; memberikan masukan kepada pimpinan
sebelum mengambil keputusan penting atau yang berhubungan
dengan masalah hukum dan implementasinya terhadap
pelaksanaan sanksi pelanggaran etika dan aturan perilaku
organisasi.
Perilaku berkaitan dengan menghindari perilaku yang
curang dan koruptif (Fraudulent and Corrupt Behaviour):
 ASN tidak akan terlibat dalam penipuan atau korupsi;
 ASN dilarang untuk melakukan penipuan yang menyebabkan
kerugian keuangan aktual atau potensial untuk setiap orang
5
atau institusinya;

6
 ASN dilarang berbuat curang dalam menggunakan posisi dan
kewenangan mereka untuk keuntungan pribadinya;
 ASN akan melaporkan setiap perilaku curang atau korup;
 ASN akan melaporkan setiap pelanggaran kode etik badan
mereka;
 ASN akan memahami dan menerapkan kerangka
akuntabilitas yang berlaku di sektor publik.
3. Penggunaan Sumber Daya Milik Negara
Untuk kelancaran aktivitas pekerjaan, hampir semua
instansi pemerintah dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti
telepon, komputer, internet dan sebagainya. Tidak hanya itu,
bahkan semua instansi pemerintah memiliki aset-aset lain,
seperti rumah dinas, mobil dan kendaraan dinas lainnya.
Kesemuanya itu dimanfaatkan untuk mencapai tujuan organisasi
dalam melayani publik. Oleh karena itu disebut sebagai fasilitas
publik.
Fasilitas publik dilarang pengunaannya untuk kepentingan
pribadi, sebagai contoh motor atau mobil dinas yang tidak boleh
digunakan kepentingan pribadi. Hal-hal tersebut biasanya sudah
diatur secara resmi oleh berbagai aturan dan prosedur yang
dikeluarkan pemerintah/instansi. Setiap PNS harus memastikan
bahwa:
 Penggunaannya diaturan sesuai dengan prosedur yang
berlaku
 Penggunaannya dilaklukan secara bertanggung- jawab dan
efisien
 Pemeliharaan fasilitas secara benar dan bertanggungjawab.
Namun, kadang permasalahannya tidak selalu “hitam dan
putih”. Mari kita ambil contoh kasus.
Contoh Kasus
Seorang PNS mendapat fasilitas mobil dinas. Suatu malam,
anaknya yang balita tiba-tiba panas tinggi, bolehkan dia
menggunakan mobil dinasnya untuk membawa sang anak
ke Rumah Sakit? Bagaimana jika kelurga tetangga yang
sakit meminjam mobil dinas tersebut untuk pergi berobat?
Dalam banyak kasus, penggunaan fasilitas publik sering
terkait dengan masalah etika. Dalam penggunaan fasilitas
publik, pertanyaan-pertanyaan berikut dapat membantu
dalam pengambilan keputusan:
 Apakah penggunaan fasilitas tertentu dapat
merugikan instansi dan negara?
6
 Apakah penggunaan fasilitas tertentu merugikan
reputasi pribadi Anda dan juga yang lain?
 Apakah penggunaan fasilitas menguntung diri
pribadi semata?
4. Penyimpanan dan Penggunaan dan Informasi Pemerintah
Mulgan (1997) mengidentifikasikan bahwa proses suatu
organisasi akuntabel karena adanya kewajiban untuk menyajikan
dan melaporkan informasi dan data yang dibutuhkan oleh
masyarakat atau pembuat kebijakan atau pengguna informasi
dan data pemerintah lainnya.
Informasi ini dapat berupa data maupun
penyampaian/penjelasan terhadap apa yang sudah terjadi, apa
yang sedang dikerjakan, dan apa yang akan dilakukan. Jadi,
akuntabilitas dalam hal ini adalah bagaimana pemerintah atau
aparatur dapat menjelaskan semua aktifitasnya dengan
memberikan data dan informasi yang akurat terhadap apa yang
telah mereka laksanakan, sedang laksanakan dan akan
dilaksanakan. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah akses dan
distribusi dari data dan informasi yang telah dikumpulkan
tersebut, sehingga pengguna/stakeholders mudah untuk
mendapatkan informasi tersebut.
Informasi dan data yang disimpan dan dikumpulkan serta
dilaporkan tersebut harus relevant (relevan), reliable (dapat
dipercaya), understandable (dapat dimengerti), serta comparable
(dapat diperbandingkan), sehingga dapat digunakan
sebagaimana mestinya oleh pengambil keputusan dan dapat
menunjukkan akuntabilitas publik. Untuk lebih jelasnya, data
dan informasi yang disimpan dan digunakan harus sesuai
dengan prinsip sebagai berikut:
 Relevant information diartikan sebagai data dan
informasi yang disediakan dapat digunakan untuk
mengevaluasi kondisi sebelumnya (past), saat ini
(present) dan yang akan datang (future).
 Reliable information diartikan sebagai informasi
tersebut dapat dipercaya atau tidak bias.
 Understandable information diartikan sebagai
informasi yang disajikan dengan cara yang mudah
dipahami pengguna (user friendly) atau orang yang
awam sekalipun.
 Comparable information diartikan sebagai
informasi yang diberikan dapat digunakan oleh
pengguna
6
untuk dibandingkan dengan institusi lain yang
sejenis.

Contoh dari akuntabilitas ini adalah bagaimana suatu


organisasi (sekolah) dapat mengumpulkan dan menyajikan data
dan informasi yang dibutuhkan. Baik data dan informasi yang
dibutuhkan oleh murid, orang tua murid, guru, kepala sekolah,
masyrarakat, pemerintah sebagai bagian dari akunbatilitasnya
terhadap publik. Sekolah memiliki hubungan yang sangat penting
untuk berkewajiban akuntabel pada pemerintah, masyarakat,
guru dan murid. Jadi informasi tentang perkembangan sekolah,
kegiatan- kegiatan dan kebijakannya adalah bagian dari
akuntabilitas. Informasi dan data tersebut meliputi keuangan,
pelayanan, efisiensi dan efektifitas operasional.
Perilaku berkaitan dengan Penyimpanan dan Penggunaan
Data serta Informasi Pemerintah (Record Keeping and Use of
Government Information):
 ASN bertindak dan mengambil keputusan secara
transparan;
 ASN menjamin penyimpanan informasi yang
bersifat rahasia;
 ASN mematuhi perencanaan yang telah ditetapkan;
 ASN diperbolehkan berbagi informasi untuk
mendorong efisiensi dan kreativitas;
 ASN menjaga kerahasiaan yang menyangkut
kebijakan negara;
 ASN memberikan informasi secara benar dan tidak
menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan
informasi terkait kepentingan kedinasan;
 ASN tidak menyalahgunakan informasi intern
negara, tugas, status, kekuasaan, dan jabatannya
untuk mendapat atau mencari keuntungan atau
manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain.

6
5. Membangun Budaya Anti Korupsi di Organisasi Pemerintahan

Gambar 1. Data Penanganan Perkara TPK Juni 2021

Data dari Komisi Pemberantasn Korupsi Bulan Juni 2021,


perkara Tindak Pidana Korupsi masih banyak dilakukan oleh
unsur Swasta (343 kasus), Anggota DPR dan DPRD (282 kasus),
Eselon I, II, III, dan IV (243 kasus), lain-lain (174 kasus), dan
Walikota/Bupati dan Wakilnya (135 kasus). Dari keseluruhan
kasus, 80% adalah kasus suap, gratifikasi, dan PBJ. Aulich (2011)
mengatakan, terkait pemberantasan korupsi, peran negara dalam
menciptakan sistem antikorupsi dapat dilakukan melalui
peraturan perundangan, legislasi, dan perumusan kode etik
ataupun panduan perilaku. Indonesia tidak kekurangan regulasi
yang mengatur itu semua, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
Tentang Admnistrasi Pemerintahan, Surat Edaran Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor
20 Tahun 2021, bahkan Undan-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Tindak Pidana Korupsi.
Bila Kita kembali ke pembahasan terkait ‘tanggung jawab’,
dimensi yang melatar belakangi usaha memenuhi Tanggung
Jawab Individu dan Institusi ada 2, yaitu: 1) dimensi aturan,
sebagai panduan bagi setiap unsur pemerintahan hal-hal yang
dapat dan tidak dapat dilakuan, dan 2) dimensi moral individu.
Sebagai ASN, Anda tidak terlepas dari kedua dimensi tersebut.
Oleh sebab itu, (Shafritz et al., 2011) menekankan bahwa fondasi
paling utama dari unsur pegawai ataupun pejabat negara adalah
integritas.
6
Dengan integritas yang tinggi, dimensi aturan akan dapat dilihat
dengan lurus dan jelas. Tanpa integritas, aturan hanya akan
dipandang sebatas dokumen dan berpotensi dipersepsikan sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi.
Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi
pemerintahan, dapat mengadopsi langkah-langkah yang
diperlukan dalam penanganan Konflik Kepentingan:
https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/tata-kelola-
pemerintahan/infografis/tahap-tahap-dalam-penanganan-
konflik-kepentingan.
 Penyusunan Kerangka Kebijakan,
 Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan,
 Penyusunan Strategi Penangan Konflik
Kepentingan, dan
 Penyiapan Serangkaian Tindakan Untuk Menangani
Konflik Kepentingan.
Penyusunan Kode Etik, Dukungan Lembaga, dan Sangsi
bagi pelaku pelanggaran adalah beberapa hal yang sangat penting
untuk dapat menjadi perhatian. Namun, memegang teguh prinsip
moral, integritas, adalah kunci utama dari terlaksananya sistem
yang disiapkan. Dari beberapa kasus yang dapat diakses pada U4
Expert Answer (diakses: 8 Oktober 2021), Akuntabilitas Pimpinan
Lembaga juga menjadi hal penting untuk menjadi pegangan
tindak dan perilaku pegawai di lingkungan lembaga atau institusi.
Namun, untuk menjadi teladan atau inspirasi, Anda tidak perlu
menunggu untuk menjadi pimpinan terlebih dahulu. Ingat, tidak
ada satu pun Tokoh-Tokoh Bangsa yang berintegritas yang tiba-
tiba memiliki integritas yang tinggi, semua perlu dikomitmenkan,
dilatih, dibiasakan, dan dicontohkan.
B. Rangkuman
 Ketersediaan informasi publik telah memberikan
pengaruh yang besar pada berbagai sektor dan urusan
publik di Indonesia. Salah satu tema penting yang
berkaitan dengan isu ini adalah perwujudan
transparansi tata kelola keterbukaan informasi publik,
dengan diterbitkannya UU Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya
disingkat: KIP).
 Aparat pemerintah dituntut untuk mampu
menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk publik.

6
Hal ini berkaitan dengan tuntutan untuk memenuhi
etika birokrasi yang berfungsi memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Etika pelayanan publik adalah
suatu panduan atau pegangan yang harus dipatuhi oleh
para pelayan publik atau birokrat untuk
menyelenggarakan pelayanan yang baik untuk publik.
Buruknya sikap aparat sangat berkaitan dengan etika.
 Ada 2 jenis umum konflik kepentingan yaitu keuangan
(Penggunaan sumber daya lembaga termasuk dana,
peralatan atau sumber daya aparatur untuk
keuntungan pribadi) dan non-keuangan (Penggunaan
posisi atau wewenang untuk membantu diri sendiri
dan /atau orang lain).
 Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi
pemerintahan, dapat mengadopsi langkah-langkah
yang diperlukan dalam penanganan Konflik
Kepentingan:
 Penyusunan Kerangka Kebijakan,
 Identifikasi Situasi Konflik Kepentingan,
 Penyusunan Strategi Penangan Konflik
Kepentingan, dan
 Penyiapan Serangkaian Tindakan Untuk
Menangani Konflik Kepentingan.

C. Soal Latihan
1. Konflik kepentingan adalah situasi yang timbul di mana
tugas publik dan kepentingan pribadi bertentangan. Ada
dua jenis umum Konflik Kepentingan yaitu Keuangan
(Penggunaan sumber daya lembaga termasuk dana,
peralatan atau sumber daya aparatur untuk keuntungan
pribadi) dan Non-Keuangan (Penggunaan posisi atau
wewenang untuk membantu diri sendiri dan / atau orang
lain). Ada contoh studi kasus seperti berikut: Bahwa ada
seseorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menunjuk
satu pemenang tender proyek pengadaan barang dan jasa
publik tanpa melalui proses yang akuntabel dan
transparan (terindikasi ada permainan atau kongkalikong
antara pemberi dan penerima proyek). Dilihat dari jenis
umum konflik kepentingan, temasuk jenis konflik
kepentingan apakah studi kasus tersebut? Jelaskan.

6
2. Pelajari tulisan berikut:

Selain SPPD Fiktif, BPK Juga Temukan Dugaan Mark


Up Anggaran di Pemko Dumai
DUMAI, RIAULINK.COM - Selain menemukan surat
pertanggungjawaban (SPJ) fiktif pada perjalanan dinas
aparatur sipil negara (ASN) di Pemerintah Kota Dumai,
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Riau
juga menemukan Mark up atau penggelembungan
anggaran di bagian umum.
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) pada
tahun anggaran 2017 lalu, BPK menemukan sejumlah
keanehan di satker tersebut pada kegaiatn penyediaan
makan dan minum yang tak sesuai dengan bukti
kuintansi pembelian.

Bukti kuitansi tersebut dapat ditunjukkan oleh pejabat


pelaksana teknis kegiatan (PPTK) bagian umum selaku
pihak penanggungjawab dalam penyediaan makan
minum rapat, penyambutan tamu dan kegiatan
pemerintah Kota Dumai. Sesuai LHP BPK terdapat selisih
bayar mencapai Rp20.238.622,- antara SPJ makan dan
minum yang dibayarkan Pemko Dumai melalui bagian
keuangan kepada rekan kerja dengan bukti kuitansi
pembelian yang bisa ditunjukkan PPTK kepada BPK RI
saat melakukan pemeriksaan.Selain itu BPK juga
menemukan kejanggalan dalam laporan yang
disampaikan kepada mereka, yakni setiap laporan
bulanan pengadaan makanan dan minuman oleh bagian
umum Sekretariat Daerah Kota Dumai jumlah dan
jenisnya selalu sama.

Dalam laporan BPK juga menunjukkan upaya mark up


anggaran pengadan makan dan minum petugas jaga
rumah dinas Wali Kota dan Wakil Wali Kota Dumai.
Disebutkan ada 25 petugas jaga rumah kediaman dua
pemimpin Kota Dumai ini yang dibagi menjadi tiga shift.
Dimana setiap shift bagian umum menyediakan snack
dan makan bagi petugas jaga. Pada shift pagi, BPK
menemukan adanya pengelembungan jumlah pengadaan
snack. Dimana dari SPJ yang disampaikan bagian umum
menyediakan 25 kotak snack namun bukti pemeriksaan
6
hanya ditemukan sembilan kotak untuk sembilan orang
petugas jaga pagi.

Sementara untuk makan siang petugas juga juga terdapat


selisih yang sangat signifikan. Dimana untuk makan
dalam pemeriksaan hanya menyediakan sembilan kotak
namun dalam SPJ pencairan digelembungkan mencapai
15 kotak. Sementara di lain kesempatan saat media ini
meminta tanggapan dari salah seorang warga Dumai
terkait kabar yang sempat menghebohkan di kalangan
masyarakat ini, Ar sangat mengutuk keras aksi
penyelewengan tersebut. Tindakan tersebut menurutnya
tidak hanya merugikan daerah, namun juga masyarakat.
Sumber:
https://riaulink.com/index.php/news/detail/6531/selai
n-sppd-fiktif-bpk-juga-temukan-dugaan-mark-up-
anggaran-di-pemko-dumai

Berdasarkan tulisan tersebut, isilah tabel berikut:

No Poin-poin yang Jawaban


dianalisis

1 Kondisi apa yang


membuat berita itu
berpotensi menjadi
kasus Tindak Pidana
Korupsi?

2 Jenis tindak pidana


korupsi apa yang
relevan dengan berita
itu?

3 Siapa saja pihak di


dalam berita itu yang

6
akan terjerat dalam
kasus korupsi?

4 Kondisi apa yang bisa


menjadikan cerita di
dalam berita itu
menjadi sebuah kasus
Tindak Pidana
Korupsi?

5 Apa dampak yang


akan terjadi ke
depannya setelah
berita itu terjadi?

6 Bila Anda harus


memilih salah satu
perang dalam berita
itu, Apa yang akan
Anda lakukan?

7 Kondisi apa yang


membuat berita itu
berpotensi menjadi
kasus Tindak Pidana
Korupsi?

8 Jenis tindak pidana


korupsi apa yang
relevan dengan berita
itu?

6
BAB VI
PENUTUP

Dalam dunia pendidikan dan pelatihan, target individu adalah


sebuah keluaran yang menjadi awal dari sebuah tujuan panjang
pembelajaran. Modul Pelatihan ini memberikan banyak informasi dan
data terkait Akuntabilitas, Integritas, dan Antikorupsi dalam konteks
teori, aturan, realitas, dan contoh-contoh kasus. Tantangan terkait
Akuntabilitas di dunia kerja, di ke-ASN-an, di lingkungan masyarakat
masih dapat dilihat di sekitar Anda. Bukalah mata Anda lebar-lebar,
karena itu adalah kesempatan Anda untuk dapat melakukan tindak
lanjut dan Implementasi dari semua materi LATSAR yang diterima.
Akuntabilitas memiliki 5 (lima) tingkatan yang berbeda dimulai dari
personal, individu, kelompok, organisasi, dan stakeholder. Melalui modul
ini, Anda diharapkan dapat memulai Akuntabilitas Personal sebagai ASN.
Bila semua peserta pelatihan dapat komitmen untuk dapat mulai dari
diri sendiri, dari hal yang sederhana, dan mulai dari saat ini, tujuan
pembelarajan secara khusus dan tujuan dari penerapan CORE VALUES
BerAKHLAK akan dengan mudah didapatkan. Tinggalkan semua mental
dan pola pikir ASN yang tidak sesuai dengan konsep Akuntabilitas,
Integritas, dan Antikorupsi. Mulailah dengan semangat baru, semangat
ASN yang menjunjung tinggi kejujuran, tanggung jawab, kecermatan,
kedisiplinan, dan berintegritas tinggi. Pada masa keterpurukkan pelayan
publik, individu-individu yang menjunjung tinggi semua itu mungkin
akan menjadi mahkluk aneh dan minoritas. Ini saatnya bagi generasi
Anda untuk membalik keadaan itu. Masing-masing Anda adalah sebuah
generasi yang dapat merubah keadaan dengan jumlah. Numbers are
matters! Di mulai dari Akuntablitas personal, individu dan kelompok,
Anda dan Teman-Teman akan mampu membangun organisasi yang
Akuntabel suatu saat nanti.

7
BAB VII
KESIMPULAN

Akuntabilitas adalah kata yang seringkali kita dengar, tetapi tidak


mudah untuk dipahami. Ketika seseorang mendengar kata akuntabilitas,
yang terlintas adalah sesuatu yang sangat penting, tetapi tidak
mengetahui bagaimana cara mencapainya. Dalam banyak hal, kata
akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau tanggung
jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep tersebut memiliki arti yang
berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab
yang berangkat dari moral individu, sedangkan akuntabilitas adalah
kewajiban untuk bertanggung jawab kepada seseorang/organisasi yang
memberikan amanat.
Amanah seorang ASN menurut SE Meneteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 adalah
menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai dengan Core Values ASN
BerAKHLAK. Dalam konteks Akuntabilitas, perilaku tersebut adalah:
• Kemampuan melaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung
jawab, cermat, disiplin dan berintegritas tinggi
• Kemampuan menggunakan kekayaan dan barang milik negara
secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien
• Kemampuan menggunakan Kewenangan jabatannya dengan
berintegritas tinggi
Akuntabilitas dan Integritas adalah dua konsep yang diakui oleh
banyak pihak menjadi landasan dasar dari sebuah Administrasi sebuah
negara (Matsiliza dan Zonke, 2017). Kedua prinsip tersebut harus
dipegang teguh oleh semua unsur pemerintahan dalam memberikan
layanang kepada masyarakat. Aulich (2011) bahkan mengatakan bahwa
sebuah sistem yang memiliki integritas yang baik akan mendorong
terciptanya Akuntabilitas, Integritas itu sendiri, dan Transparansi.
Integritas adalah konsepnya telah disebut filsuf Yunani kuno, Plato,
dalam The Republic sekitar 25 abad silam, adalah tiang utama dalam
kehidupan bernegara. Semua elemen bangsa harus memiliki integritas
tinggi, termasuk para penyelenggara negara, pihak swasta, dan
masyarakat pada umumnya.
Akuntabilitas dan Integritas Personal seorang ASN akan
memberikan dampak sistemik bila bisa dipegang teguh oleh semua
unsur. Melalui Kepemimpinan, Transparansi, Integritas, Tanggung
Jawab, Keadilan, Kepercayaan, Keseimbangan, Kejelasan, dan
Konsistensi, dapat membangun lingkungan kerja ASN yang akuntabel.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku
Aulich, C., Batainah, H., and Wettenhall, R. (2010). Autonomy and Control
in Australian Agencies: Data and Preliminary Findings from a Cross-
National Empirical Study, Australian Journal of Public Administration,
69(2), 214-228.
Bovens, M. 2007. Analysing and Assessing Accountability: A Conceptual
Framework’ European Law Journal, Vol. 13(4), pp. 447–468.
Jay M. Shafritz, E. W. Russell, Christopher P. Borick, Albert C. Hyde
(2011). Introducing Public Administration - 7th edition. Longman, Inc.
Maccarthaigh, Muiris & Boyle, Richard. 2014. Civil Service
Accountability: Challenge And Change. An Foras Riarachá in Institute Of
Public Administration
Connors, Roger., Smith, Tom., & Hickman, Craig, 1994, The OZ Principle
Getting Result Through Individual and Organizational Accountability,
Unites States : Prentice Hall Press
Ferrell, Fraedrich, & Ferrell, 2011, Business Ethics Ethical Decision
Making and Cases, United States of America: South-Western Cengage
Learning
Maccarthaigh, Muiris, & Boyle, Richard, 2014, Civil Service
Accountability: Challenge and Change, Institute of Public Administration
Matsiliza, N. S. (2013). Creating a new ethical culture in the South African
local government, The Journal of African & Asian Local Government
Studies, 1(2)
Miller, Brian Cole, 2006, Keeping Employees Accountable For Results
Quick Tips For Busy Managers, New York: American Management
Association
Noluthando Matsiliza and Nyaniso Zonke (2017). Accountability and
integrity as unique column of good governance. Public and Municipal
Finance, 6(1), 75-82. doi:10.21511/pmf.06(1).2017.08
Odugbemi, Sina., & Lee, Taeku, 2011, Accountability Through Public
Opinion From Inerta To Publik Action, Washington DC: The World Bank

7
Public Sector Commision, 2011, A Guide to Accountable and Ethical
Decision Making in the WA Public Sector, Australia: Government of
Western Australia

PBM SIG, 2000, The Performance-Based Management Handbook Volume


2: Establishing An Integrated Performance Measurement System, A
Product of The Performance-Based Management Special Interest
Group/PBM SIG

PBM SIG/2000, The Performance-Based Management Handbook Volume


3: A Six-Volume Compilation of Techniques and Tools for Implementing
the

Government Performance and Results Act of 1993, A Product of The


Performance-Based Management Special Interest Group/PBM SIG

PSITP/International Governance Institute , 2007, Public Service Integrity


Training Program, Nairobi:

PSITP/International Governance Institute Stapenhurst, Rick., & O’Brien,


Mitchell, Accountability of Governments

2. Artikel

https://www.linkedin.com/pulse/accountability-vs-integrity-ann-m-
everett-msm-phr. Diakses pada tanggal 3 Oktober 2021.

U4 Expert Answer. Good practice in strengthening transparency,


participation,
accountability and integrity. https://www.u4.no/publications/good-
practice-in-strengthening-transparency-participation-accountability-
and-integrity.pdf. Diakses tanggal 8 Oktober 2021.

7
1
Hak Cipta © pada:
Lembaga Administrasi Negara
Edisi Tahun 2021

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia


Jl. Veteran No. 10 Jakarta Pusat 10110

KOMPETEN
Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil

TIM PENGARAH SUBSTANSI:


1. Dr. Muhammad Taufiq, DEA
2. Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm.

PENULIS MODUL:
Dr. Ahmad Jalis, MA.

EDITOR: Anton Sri Pambudi, SAP., M.Si


COVER: Amelia Ayang Sabrina, SIA.
Sumber Foto Cover: http://unsplash.com

Jakarta – LAN – 2021


ISBN:
KATA PENGANTAR

Sejalan dengan pengembangan kurikulum Pelatihan Dasar Calon


Pegawai Negeri Sipil (CPNS), CPNS wajib menjalani masa percobaan
yang dilaksanakan melalui proses pelatihan terintegrasi. Pelatihan Dasar
CPNS bertujuan untuk mengembangkan kompetensi CPNS yang
dilakukan secara terintegrasi.

Pembelajaran dalam Pelatihan Dasar CPNS terdiri atas empat


agenda yaitu Agenda Sikap Perilaku Bela Negara, Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS, Agenda Kedudukan dan Peran PNS untuk mendukung
terwujudnya Smart Governance sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan dan Agenda Habituasi. Setiap agenda terdiri dari
beberapa mata pelatihan yang berbentuk bahan ajar. Bahan ajar
Pelatihan Dasar CPNS merupakan acuan minimal bagi para pengajar
dalam menumbuh kembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
peserta Pelatihan Dasar CPNS terkait dengan isi dari bahan ajar yang
sesuai agenda dalam pedoman Pelatihan Dasar CPNS. Oleh karena bahan
ajar ini merupakan produk yang dinamis, maka para pengajar dapat
meningkatkan pengembangan inovasi dan kreativitasnya dalam
mentransfer isi bahan ajar ini kepada peserta Pelatihan Dasar CPNS.
Selain itu, peserta Pelatihan Dasar CPNS dituntut kritis untuk menelaah
isi dari bahan ajar Pelatihan Dasar CPNS ini. Sehingga apa yang
diharapkan penulis, yaitu pemahaman secara keseluruhan dan
kemanfaatan dari bahan ajar ini tercapai.

Akhir kata, kami atas nama Lembaga Administrasi Negara,


mengucapkan terima kasih kepada tim penulis yang telah meluangkan
waktunya untuk melakukan pengayaan terhadap isi dari bahan ajar ini.
Kami berharap budaya pengembangan bahan ajar ini terus dilakukan
sejalan dengan pembelajaran yang berkelanjutan (sustainable learning)
i
peserta. Selain itu, kami juga membuka lebar terhadap masukan dan
saran perbaikan atas isi bahan ajar ini. Hal ini dikarenakan bahan ajar ini
merupakan dokumen dinamis (living document) yang perlu diperkaya
demi tercapainya tujuan jangka panjang yaitu peningkatan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia yang berdaya saing.

Kami sangat menyadari bahwa Modul ini jauh dari sempurna.


Dengan segala kekurangan yang ada pada Modul ini, kami mohon
kesediaan pembaca untuk dapat memberikan masukan yang konstruktif
guna penyempurnaan selanjutnya. Semoga Modul ini bermanfaat bagi
pembaca sekalian.

Jakarta, Desember 2021


Kepala LAN,

Adi Suryanto

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
A. Deskripsi Singkat................................................................................................. 1
B. Tujuan Pembelajaran......................................................................................... 4
C. Metodologi Pembelajaran................................................................................6
D. Kegiatan Pembelajaran...................................................................................... 6
E. Sistimatika Modul................................................................................................ 7
BAB II TANTANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS..................................................1
A. Dunia VUCA............................................................................................................ 1
B. Disrupsi Teknologi.............................................................................................. 2
C. Kebijakan Pembangunan Nasional...............................................................4
D. Ringkasan................................................................................................................ 8
E. Evaluasi.................................................................................................................... 9
BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN APARATUR............................................12
A. Merit Sistem........................................................................................................ 12
B. Pembangunan Aparatur RPJMN 2020-2024..........................................13
C. Karakter ASN....................................................................................................... 16
D. Ringkasan............................................................................................................. 17
E. Evaluasi................................................................................................................. 17
BAB IV PENGEMBANGAN KOMPETENSI..............................................................19
A. Konsepsi Kompetensi...................................................................................... 19
B. Hak Pengembangan Kompetensi................................................................24
C. Pendekatan Pengembangan Kompetensi................................................25
D. Ringkasan............................................................................................................. 28
E. Evaluasi................................................................................................................. 29
BAB V PERILAKU KOMPETEN................................................................................... 32

i
A. Berkinerja dan BerAkhlak.................................................................................32
B. Learn, Unlearn, dan Relearn.........................................................................33
C. Meningkatkan Kompetensi Diri...................................................................37
D. Membantu Orang Lain Belajar.....................................................................43
E. Melaksanakan tugas terbaik.........................................................................46
F. Ringkasan............................................................................................................. 52
G. Evaluasi................................................................................................................. 54
BAB V PENUTUP............................................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 59

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Disadari isu penguatan kualitas Sumber Daya Manusia


(SDM) termasuk aspek pengembangan SDM memanglah penting.
Hal ini tercermin dari prioritas pembangunan nasional jangka
menengah ke 4, tahun 2020-2024, berfokus pada penguatan
kualitas SDM, untuk sektor keAparaturan, pembangunan
diarahkan untuk mewujudkan birokrasi berkelas dunia. Wujud
birokrasi berkelas dunia tersebut dicirikan dengan apa yang
disebut dengan SMART ASN, yaitu ASN yang memiliki
kemampuan dan karakter meliputi: integritas, profesinal,
hospitality, networking, enterprenership, berwawasan global, dan
penguasaan IT dan Bahasa asing.

Penguatan kualitas ASN tersebut sejalan dengan dinamika


lingkungan strategis diantaranya VUCA dan disrupsi teknologi,
fenomena demografik (demographic shifting), dan keterbatasan
sumberdaya. Keadaan ini merubah secara dinamis lingkungan
pekerjaan termasuk perubahan karakter dan tuntutan keahlian
(skills). Kenyataan ini menutut setiap elemen atau ASN di setiap
instansi selayaknya meninggalkan pendekatan dan mindset yang
bersifat rigit peraturan atau rule based dan mekanistik,
cenderung terpola dalam kerutinan dan tidak adapatif dengan
zamannya. ASN diharapkan memiliki sifat dan kompetensi dasar,
utamanya: inovasi, daya saing, berfikir kedepan, dan adaptif.

1
Sifat dan kompetensi dasar ini krusial untuk mewujudkan instansi
pemerintah yang responsif dan efektif.

Dikaitkan dengan profesionalisme ASN, setiap ASN perlu


berlandaskan pada aspek merit, sesuai dengan latar belakang
kualifikasi (antara lain pendidikan, pengalaman, dan pelatihan),
kompeten (sesuai dengan kompetensi teknis, manajerial, dan
social kultural) dan memiliki bukti kinerja yang sesuai serta
memiliki kepatuhan pada etika kerja (nilai-nilai Dasar ASN, dan
kode etik ASN). Seiring dengan telah ditetapkannya ASN Branding
dan nilai-nilai dasar ASN, yaitu: “Bangga Melayani Bangsa” dan
nilai dasar BerAkhlak (Beroreintasi Pelayanan, Akuntabel,
Kompeten, Harmonis, Loyal, Kolaboratif, dan Adaptif), setiap ASN
perlu mengamalkan nilai-nilai tesebut dalam pekerjaannya.

Perubahan lingkungan strategis dan tuntutan


profesionalisme ASN tersebut diharapkan melahirkan produk-
produk kebijakan dan layanan publik yang berkualitas, termasuk
mewujudkan ASN BeraAkhlak. Dalam modul ini diharapkan
sebagai pengantar bagi peserta pelatihan dalam memahami
tantangan dinamika perubahan lingkungan strategis dan era
disrupsi karena faktor kemajuan Teknologi Informasi. Dalam
kaitan ini, modul ini secara singkat menguraikan faktor kritikal,
yang menuntut perubahan mindset dan pendekatan dalam
penyesuaian pengelolaan aparatur, serta kompetensi dan
karakteristik baru, sejalan pula dengan tuntutan nilai dasar ASN
BerAkhlak. Dalam kerangka tersebut, cakupan materi modul ini
meliputi aspek Overview Tantangan Lingkungan Strategis,

2
Kebijakan Pembangunan Aparatur, Pengembangan Kompetensi,
dan Perilaku Kompeten.

Modul ini merupakan bagian materi latsar CPNS untuk


materi BerAkhlak. Materi BerAkhlak adalah nilai-nilai operasional
perilaku ASN sesuai dengan kode etik dan nilai-nilai dasar
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 Undang Undang Aparatur
Sipil Negara (ASN) Nomor 5 Tahun 2014 dan Surat Edaran
PermenpanRB Nomor 20 Tahun 2021 tentang operasional Nilai-
Nilai Dasar ASN BerAkhlak. Untuk menanamkan pemahaman dan
perilaku tersebut salah satunya setiap ASN perlu kompeten.
Modul ini akan membahas upaya pemahaman dan pentingnya
serta perlunya pengamalan nilai kompeten dalam setiap
pelaksanaan tugas bagi peserta latsar CPNS.

Untuk mewujudkan pengamalan tersebut, dalam modul ini


akan diuraikan hal-hal yang dianggap berkaitan dengan
pengamalan nilai kompeten tersebut, meliputi:
1. Pemahaman terkait Tantangan Lingkungan Strategis meliputi
isu-isu utama terkait yaitu Vuca dan disrupsi teknologi, yang
berpengaruh pada seluruh aspek kehidupan termasuk
penyesuaian pekerjaan ASN.
2. Uraian Kebijakan pembangunan jangka menengah ke 4, tahun
2020-2025 termasuk sektor aparatur. Dalam uraian ini akan
ditekankan pada aspek wujud birokrasi birokrasi berkelas
dunia dengan dicirikan SMART ASN. Dengan uraian ini
diharapkan setiap ASN termasuk Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS) memiliki pemahaman dan kesadaran tentang
pentingnya mewujudkan ASN yang profesional dan kompeten,

3
dengan karakteristik SMART ASN yang akan diuraikan lebih
lanjut dalam modul ini.
3.Pengembangan Kompetensi menguraikan tentang kebijakan
pengembangan ASN, program dan pendekatan pengembangan
ASN. Dengan uraian materi ini diharapkan setiap peserta latsar
CPNS memahami tentang arah kebijakan pengembangan yang
berlaku di linkungan ASN, termasuk program serta pendekatan
pengembangan ASN. Dengan demikian setiap ASN diharapkan
secara aktif dapat memutakhirkan kemampuannya dalam
rangka pelaksanaan tugas pekerjaannya.
4. Dalam uraian Perilaku Kompeten akan dijelaskan tentang
aspek- aspek profesonalitas ASN, termasuk pengamalan nilai
kompeten sebagai bagian ciri penting dalam konteks
profesionalisme ASN. Aspek-aspek lain yang dijelaskan dalam
materi ini, yaitu perilaku kompeten sebagai perwujudan nilai
kompeten ASN. Dengan pemahaman materi ini diharapkan
menumbuhkan kebiasaan perilaku dan inisiatif belajar, berbagi
pengetahuan dan pengalaman dalam mewujudkan semangat
bekerja terbaik dari setiap peserta latsar CPNS.

B. Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta mampu


mengaktualisasikan nilai kompeten dalam pelaksanaan tugas
jabatannya. Dengan semangat belajar terus menerus dengan
kepekaan yang relevan dengan melihat dinamika lingkungan
strategis (vuca) dan disrupsi teknologi serta aspek-apsek
lingkungan strategis lainnya. Semangat saling menguatkan
melalui proses berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam
memajukan dan meningkatkan kinerja individu dan organisasi.

4
Demikian halnya dengan semangat kompeten, setiap asn
memiliki karakter yang adaptif sejalan dengan dinamika
lingkungannya. Berharap semakin meneguhkan peserta latsar
cpns dalam menginisiasi perilaku penguatan kompetensinya,
sehingga asn tetap mutakhir dan kompetitif.

Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta diharapkan


dapat:

1. memahami konteks lingkungan strategis yang mempengaruhi


pengelolaan dan tuntutan karakter dan kompetensi ASN yang
sesuai;
2. memahami kebijakan dan pendekatan pengelolaan ASN;
3. memahami dan peka terhadap isu-isu kritikal dalam
merespons penyesuaian kompetensi ASN;
4. memahami pentingnya pengelolaan pengembangan ASN dalam
konteks pembangunan nasional dan tantangan global;
5. Mampu mengajukan pemikiran-pemikiran kritis dalam
penguatan kompetensi ASN di lingkungan instansi dan konteks
nasional serta global;
6. menjelaskan aspek kompeten secara konseptual-teoritis
dengan perilaku terus belajar dan mengembangkan kapabilitas
diri;
7. menjelaskan panduan perilaku kompeten sebagai wujud nilai
kompeten sebagai bagian nilai-nilai dasar ASN, BerAkhlak;
8. memberikan contoh perilaku dengan peningkatan kompetensi
diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah,
membantu orang lain belajar serta pelaksanaan tugas dengan
kualitas terbaik; dan

5
9. menganalisis kasus atau menilai contoh penerapan kompeten
secara tepat.

C. Metodologi Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran materi pelatihan ini dilakukan


sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran


orang dewasa (andragogy).
2. Metode: ceramah, diskusi, penugasan mandiri dan penugasan
kelompok, dan pembahasan studi kasus serta Rencana Tindak
Lanjut.
3. Pemaparan Rencana Tindak Lanjut mewujudkan nilai
Kompeten.
4. Evaluasi kepada peserta berasal dari penilaian sikap perilaku,
hasil tugas individu dan tugas kelompok dan Rencana Tindak
Lanjut mewujudkan nilai Kompeten dan sumber lainnya yang
diberikan.

D. Kegiatan Pembelajaran

Untuk optimalisasi dan efektivitas pembelajaran, melalui


modul ini peserta pelatihan diarahkan untuk melakukan sebagai
berikut:
1. Peserta melakukan belajar mandiri mereview isi modul dan
mengeksplorasi link materi yang direkomendasikan dan
mencatat hal-hal penting yang diserahkan kepada fasilitator
untuk direview, sesui jadual pembelajaran;

6
2. Peserta mengerjakan latihan soal dan tugas mandiri sesuai
dengan perintah pada masing-masing bab (Bab II – Bab VI);
3. Berdiskusi dipandu fasilitator dalam kelas (daring/luring)
mengenai pemahaman peserta terkait materi pada Bab II
sampai dengan Bab VI;
4. Berdiskusi kelompok diarahkan Fasilitator terkait studi
kasus/pembahasan isu nilai Kompeten yang disiapkan
fasilitator;
5. Peserta membuat Rencana Tindak Lanjut mewujudkan nilai
Kompeten diakhir pembelajaran yang diserahkan kepada
fasilitator untuk direview; dan
6. Pada akhir pembelajaran, Peserta memaparkan rencana tindak
lanjut mewujudkan nilai Kompeten dan fasilitator mencatat
feedback dan harapan peserta terkait materi pembelajaran.

E. Sistimatika Modul

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini b er is i deskripsi singkat mata pelajaran,
tujuan pembelajaran, metodologi pembelajaran, dan
sistematika modul pembelajaran.
BAB II TANTANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
Bab ini memuat uraian tentang Dunia Vuca, Disrupsi
Teknologi Informasi, Kebijakan Pembangunan
Apartur, Tugas Kelompok tentang Implikasi
Lingkungan Strategis pada Tuntutan Karakter dan
Kompetensi ASN, Ringkasan dan Evaluasi.
BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN APARATUR
Bab ini menguraikan Sistem Merit, Pembangunan

7
Aparatur 2020-2024, Karakter ASN, Tugas Individu
Mereview Program Pengembangan Kompetensi
Instasni Dalam Kerangka SMART ASN, dan Ringkasan
dan Evaluasi.
BAB IV PENGEMBANGAN KOMPETENSI
Bab ini memuat Konsepsi Kompetensi, Hak
Pengembangan Kompetensi, Pendekatan
Pengembangan Kompetensi, Tugas Individu
Mengidentifikasi Pendekatan Pengembangan
Instansi Masing-Masing, Ringkasan dan Evaluasi.
Bab V PERILAKU KOMPETEN
Bab ini menguraikan Berkinerja Yang BerAkhlak,
Meningkatkan Kompetensi Diri, Memebantu Orang
Lain Belajar, Melaksanakan Tugas Terbaik, Tugas
Kelompok Merumuskan Upaya Mewujudkan
Perilaku Kompeten Secara Nyata, Ringkasan dan
Evaluasi.
Bab VI PENUTUP
Bab ini menjelaskan pokok-pokok materi dan tindak
lanjut setelah mempelajari modul ASN Kompeten.

8
BAB II
TANTANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS

A. Dunia VUCA

Situasi dunia saat ini dengan cirinya yang disebut dengan


“Vuca World”, yaitu dunia yang penuh gejolak (volatility) disertai
penuh ketidakpastian (uncertainty). Demikian halnya situasinya
saling berkaitan dan saling mempengaruhi (complexity) serta
ambiguitas (ambiguity) (Millar, Groth, & Mahon, 2018). Faktor
VUCA menuntut ecosystem organisasi terintegrasi dengan berbasis
pada kombinasi kemampuan teknikal dan generik, dimana setiap
ASN dapat beradaptasi dengan dinamika perubahan lingkungan
dan tuntutan masa depan pekerjaan. Dalam hal ini, berdasarkan
bagian isu pembahasan pertemuan Asean Civil Service
Cooperation on Civil Service Matters (ACCSM) tahun 2018 di
Singapura, diingatkan tentang adanya kecenderungan pekerjaan
merubah dari padat pekerja (labor intensive) kepada padat
pengetahuan (knowledge intensive).

Sementara itu dalam konteks peran pelayanan publik, ia


banyak bergeser orientasinya, dimana pentingnya pelibatan
masyarakat dalam penentuan kebutuhan kebijakan dan pelayanan
publik (customer centric). Antara lain pelibatan masyarakat dalam
proses penentuan kebijakan dan layanan publik telah menjadi
orientasi penyelenggaraan pemerintahan saat ini (Peraturan
Menteri PANRB Nomor 25 Tahun 2020 Tanggal 1 Mei 2020
Tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024).

1
Pada sisi lain implikasi VUCA menuntut diantaranya
penyesuaian proses bisnis, karakter dan tuntutan keahlian baru.
Merujuk pada tren keahlian tahun 2025 (The Future of Jobs Report
2020, World Economic Forum) meliputi: Analytical thinking dan
innovation. Active learning and learning strategies, Complex
problem-solving, Critical thinking and analysis, Creativity,
originality and initiative, Leadership and social influence,
Technology use, monitoring and control, Technology design and
programming, Resilience, stress tolerance and flexibility, Reasoning,
problem-solving and ideation, Emotional intelligence,
Troubleshooting and user experience, Service orientation, Systems
analysis and evaluation, Persuasion and negotiation.
Berdasarkan dinamika global (VUCA) dan adanya tren
keahlian baru di atas, perlunya pemutakhiran keahlian ASN yang
relevan dengan orientasi pembangunan nasional dan aparatur.
Demikian halnya untuk mendukung pemutakhiran keahlian ASN
yang lebih dinamis, diperlukan pendekatan pengembangan yang
lebih adaptif dan mudah diakses secara lebih luas oleh seluruh
elemen ASN.

B. Disrupsi Teknologi

Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap


waktu. Kecenderungan kemampuan memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja organisasi lebih
lambat, dibandikan dengan tawaran perubahan teknologi itu
sendiri, sebagaimana dalam grafik 2.1 tentang Perbandingan
Kemajuan Teknologi dan Produktivitas, menunjukan adanya
kesenjangan tersebut. Perubahan teknologi informasi bergerak

2
lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan banyak pihak
dalam memanfaatkan kemajuan teknologi untuk meningkatkan
produktivitas organisasi.
Grafik 2.1
Perbandingan Kemajuan Teknologi dan Produktivas
Organisasi

Dalam grafik 2.1 tersebut, menunjukan rendahnya


kemampuan memanfaatkan teknolgi tersebut juga tercermin dari
senjangnya kebijakan publik terhadap kemajuan teknologi.
Keadaan ini mengindikasikan terdapat kecenderungn rendahnya
pula daya adaptasi organisasi terhadap dinamika kemajuan
perubahan teknologi tersebut. Secara implisit perlunya penguatan
kompetensi secara luas, yang memungkinkan setiap pegawai
dapat memutakhirkan kompetensi, baik secara individu maupun
secara kolektif organisasi.

3
Dalam konteks ini, akuisisi sejumlah kompetensi dalam
standar kompetensi ASN diperlukan, yang memungkinkan
tumbuhnya perilaku dan kompetensi ASN yang adaptif terhadap
dinamika lingkungannya. Menserasikan standar kompetensi
jabatan dan model pengembangan, dengan pendekatan
pengambangan yang lebih variatif dan individual (seperti dari
klasikal kepada non klasikal), sesuai kebutuhan kesenjangan
kompetensi masing-masing pegawai, selayaknya lebih
diintensifkan.

C. Kebijakan Pembangunan Nasional

Dalam menentukan kebutuhan pengambangan kompetensi


dan karakter ASN penting diselaraskan sesuai visi, misi, dan misi,
termasuk nilai-nilai birokrasi pemerintah. Dalam kaitan visi,
sesuai Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2020 tentang RPJM
Nasional 2020-2024, telah ditetapkan bahwa visi pembangunan
nasional untuk tahun 2020-2024 di bawah kepemimpinan
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin
adalah: Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri,
dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong.
Upaya untuk mewujudkan visi tersebut dilakukan melalui
9 (sembilan) Misi Pembangunan yang dikenal sebagai Nawacita
Kedua, yaitu:
1. peningkatan kualitas manusia Indonesia;
2. struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing;
3. pembangunan yang merata dan berkeadilan;
4. mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan;
5. kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa;

4
6. penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat,
dan terpercaya;
7. perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman
pada setiap warga;
8. pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya;
dan
9. sinergi pemerintah daerah dalam kerangka negara kesatuan.
Tentu saja untuk mewujudkan visi dan misi tersebut,
antara lain, perlu didukung profesionalisme ASN, dengan tatanan
nilai yang mendukungnya. Sesuai dengan Surat Edaran Menteri
Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi Nomor 20
Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 telah ditetapkan ASN
branding, yakni: Bangga Melayani Bangsa, dengan nilai-nilai dasar
operasional BerAkhlak meliputi:

1. Berorietnasi Pelayanan, yaitu komitmen memberikan pelaynan


prima demi kepuasaan masyarakat;
2. Akuntabel, yaitu bertanggungjawab atas kepercayaan yang
diberikan;
3. Kompeten, yaitu terus belajar dan mengembangkan kapabilitas;
4. Harmonis, yaitu saling peduli dan mengharagai perbedaan;
5. Loyal, yaitu berdedikasi dan mengutamakan kepentingan
Bangsa dan Negara;
6. Adaptif, yaitu terus berinovasi dan antuasias dalam
menggerakkan serta menghadapi perubahan; dan
7. Kolaboratif, yaitu membangun kerja sama yang sinergis.
Untuk optimalisasi keseluruhan tatanan di atas, perlu
didukung profil kompetensi dan karakter ASN, baik secara
generik maupun secara sektoral menurut instansinya. Sama
halnya dengan
5
aspek VUCA dan disrupsi teknologi, implikasi aspek
Pembangunan Nasional juga dapat mempengaruhi kebutuhan
kualifikasi dan kompetensi selayaknya juga perlu dikaitkan.
Untuk mewujudkan skema orientasi pembangunan
membutuhkan profil generik kompetensi yang berlaku bagi setiap
elemen ASN.
Demikian halnya dengan berlakunya tatanan nilai
operasional ASN BerAkhlak, sebagaimana dijelaskan di atas,
sesuai dengan ketentuan PermepanRB tersebut, setiap ASN perlu
berperilaku untuk masing-masing aspek BerAkhlak sebagai
berikut:
1. Berorientasi Pelayanan:
a. Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
b. Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan;
c. Melakukan perbaikan tiada henti.
2. Akuntabel:
a. Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab,
cermat, disiplin dan berintegritas tinggi;
b. Menggunakan kelayakan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efesien.
3. Kompeten:
a. Meningkatkan kompetensi diri untuk mengjawab
tantangan yang selalu berubah;
b. Membantu orang lain belajar;
c. Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik.
4. Harmonis:
a. Menghargai setiap orang apappun latar belakangnya;
b. Suka mendorong orang lain;

6
b. Membangun lingkungan kerja yang kondusif.

7
5. Loyal:
a. Memegang teguh ideology Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintahan
yang sah;
b. Menjaga nama baik sesame ASN, pimpinan, insgansi, dan
negara;
c. Menjaga rahasia jabatan dan negara.
6. Adaptif:
a. Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
b. Terus berinovasi dan mengembangakkan kreativitas;
b. Bertindak proaktif.
7. Kolaboratif:
a. Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk
berkontribusi;
b. Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkanersama
nilai tambah;
c. Menggaerakkan pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk
tujuan bersama.

Dari 7 (tujuh) aspek perilaku nilai tersebut diatas, dalam


bab V akan diuraikan terkait dengan bagaimana mewujudkan
perilaku Kompeten bagi setiap ASN, sesuai fokus modul ini.
Dengan demikian nilai-nilai dasar ASN benar-benar wujud dalam
peran dan fungsi ASN secara nyata.

8
D. Ringkasan

 Implikasi VUCA menuntut diantaranya penyesuaian proses


bisnis, karakter dan tuntutan keahlian baru.
 Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu,
sesuai kecenderungan kemampuan memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja organisasi
lebih lambat, dibandikan dengan tawaran perubahan teknologi
itu sendiri.
 Perilaku ASN untuk masing-masing aspek BerAkhlak sebagai
berikut:
Berorientasi Pelayanan:
a. Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
b. Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan;
b. Melakukan perbaikan tiada henti.
Akuntabel:
a. Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab,
cermat, disiplin dan berintegritas tinggi;
b. Menggunakan kelayakan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efesien.
Kompeten:
a. Meningkatkan kompetensi diri untuk mengjawab
tantangan yang selalu berubah;
b. Membantu orang lain belajar;
c. Melaksanakan tugas dengan kualitas
terbaik. Harmonis:
a. Menghargai setiap orang apappun latar belakangnya;
b. Suka mendorong orang lain;
b. Membangun lingkungan kerja yang kondusif.

9
Loyal:
a. Memegang teguh ideology Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintahan
yang sah;
b. Menjaga nama baik sesame ASN, pimpinan, insgansi, dan
negara;
c. Menjaga rahasia jabatan dan
negara. Adaptif:
a. Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
b. Terus berinovasi dan mengembangakkan kreativitas;
b. Bertindak proaktif.
Kolaboratif:
a. Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk
berkontribusi;
b. Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkanersama
nilai tambah;
c. Menggaerakkan pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk
tujuan bersama.

E. Evaluasi

Berikan tanda Benar (B) atau Salah (S) untuk masing-masing


pernyataan dibawah ini, dengan memberikan tanda silang (X)
untuk jawaban yang benar:

1. Implikasi VUCA menuntut diantaranya penyesuaian proses


bisnis, karakter dan tuntutan keahlian baru sesuai dengan tren
keahlian 2025 dari World Economic Forum (B – S).

1
2. Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu,
sesuai kecenderungan kemampuan memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja organisasi
lebih lambat, dibandikan dengan tawaran perubahan teknologi
itu sendiri (B – S).

3. Lingkarilah jawaban paling sesuai, Perilaku ASN untuk masing-


masing aspek BerAkhlak sebagai berikut:
Berorientasi Pelayanan:
a. Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
b. Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan;
c. Melakukan perbaikan tiada
henti. Akuntabel:
a. Menghargai setiap orang apapun latar belakangnya;
b. Suka mendorong orang lain;
c. Membangun lingkungan kerja yang kondusif.
Kompeten:
a. Meningkatkan kompetensi diri untuk mengjawab
tantangan yang selalu berubah;
b. Membantu orang lain belajar;
c. Melaksanakan tugas dengan kualitas
terbaik. Harmonis:
a. Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab,
cermat, disiplin dan berintegritas tinggi;
b. Menggunakan kelayakan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efesien.

1
Loyal:
a. Memegang teguh ideology Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia serta pemerintahan
yang sah;
b. Menjaga nama baik sesame ASN, pimpinan, insgansi, dan
negara;
b. Menjaga rahasia jabatan dan negara.
Adaptif:
a. Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
b. Terus berinovasi dan mengembangakkan kreativitas;
c. Bertindak proaktif.
Kolaboratif:
a. Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk
berkontribusi;
b. Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkanersama
nilai tambah;
c. Menggaerakkan pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk
tujuan bersama.

1
BAB III
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN APARATUR

A. Merit Sistem

Sesuai dengan kebijakan Undang Undang ASN Nomor 5


Tahun 2014, prinsip dasar dalam pengelolaan ASN yaitu berbasis
merit. Dalam hal ini seluruh aspek pengelolaan ASN harus
memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.
Termasuk dalam pelaksanaanya tidak boleh ada perlakuan
diskriminatif, seperti karena hubungan agama, kesukuan atau
aspek-aspek primodial lainnya yang bersifat subyektif.
Perlakuan yang adil dan objektif tersebut di atas meliputi
seluruh unsur dalam siklus manajemen ASN, yaitu:
a. Melakukan perencanaan, rekrutmen, seleksi, berdasarkan
kesesuaian kualifikasi dan kompetensi yang bersifat terbuka
dan kompetitif;
b. Memperlakukan ASN secara adil dan setara untuk seluruh
kegiatan pengelolaan ASN lainnya; dan
c. Memberikan remunerasi setara untuk pekerjaan-pekerjaan
yang juga setara, dengan menghargai kinerja yang tinggi.
Pembinaan dan penempatan pegawai pada jabatan
pimpinan tinggi, jabatan administrasi maupun jabatan fungsional
didasarkan dengan prinsip merit, yaitu kesesuaian kualfikasi,
kompetensi, kinerja, dengan perlakuan tidak diskriminatif dari
aspek-aspek subyektif, seperti kesamaan latar belakang agama,
daerah, dan aspek subjektivitas lainnya. Untuk dapat mengisi
masing-masing jabatan tersebut, dapat dilakukan dengan

1
pemetaan/asesmen dan pengembangan pegawai sesuai hasil
pemetaan tersebut.

B. Pembangunan Aparatur RPJMN 2020-2024

Dalam tahap pembangunan Apartur Rencana


Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024,
sebagaimana Gambar 2.1 Pembangunan Aparatur 2020-2024,
Reformasi Birokrasi diharapkan menghasilkan karakter birokrasi
yang berkelas dunia (world class bureaucracy), dicirikan dengan
beberapa hal, yaitu pelayanan publik yang semakin berkualitas,
dan tata kelola yang semakin efektif dan efisien (Peraturan
MenteriPANRB Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Road Map
Reformasi Birokrasi Aparatur 2020-2024). Disadari oleh
pemerintah reformasi masih menghadapi tantangan yang
semakin kompleks. Ini terjadi karena perubahan besar terutama
yang disebabkan oleh desentralisasi, demokratisasi, globalisasi
dan revolusi teknologi informasi.

Gambar 2.1 Pembangunan Aparatur 2020-2024

Sumber: Peraturan MenteriPANRB Nomor 25 Tahun 2020


Tentang Road Map Reformasi Birokrasi Aparatur 2020-2024

1
Salah satu tantangan yag dihadapi, diantaranya, terkait
dengan profil pendidikan ASN relatif masih rendah. Sebagaimana
Gambar 2.2 Tentang Profil PNS, pegawai yang berlatar belakang
pendidikan SMA ke bawah masih cukup besar (30,22%).
Keadaan ini tentu saja kurang mendukung wujudnya birokrasi
berkelas Dunia, yang dicirikan organisasi dengan tingkat
efesiensi, kecepatan, inovasi, dan keluwesan bergerak cepat
serta kompetitif.
Gambar 2.2 Profil PNS

Sumber: BKN, 2020

Salah satu kunci penting membangun kapabilitas birokrasi


yang adaptif dengan tuntutan dinamika masa depan, antara lain,
pentingnya disusun strategi dan paket keahlian kedepan. Belajar
ke Singapura, sebagaimana diuraikan dalam gambar 2.3 tentang
tuntutan Keahlian Masa Depan, mengindikasikan pengembangan
sumberdaya manusia menjadi bagian titik tumpu pembangunan
Singapura yang sangat kompetitif.

1
Gambar 2.3 Keahlian Masa Depan.

Sumber: Rakorbang Kepegawaian ASN 2019, BKN

Pembelajaran dari model Singapura (gambar 2.3),


menggambarkan kesiapan birokrasi pemerintahan Singapura,
dalam merespon dinamika lingkungan strategis dan kebutuhan
keahlian ke depan. termasuk sejalan (link and match) dengan
prioritas pembangunan pemerintahannya. Antara lain beberapa
cirinya, membangun sistem budaya belajar sepanjang hayat
(lifelong learning) dan responsif dengan tantangan lingkungan
strategisnya (meet enhancing challenges).
Dengan demikian isu pengembangan kompetensi
menjadi bagian penting dalam merespon tantangan lingkungan
strategis, kebijakan pembangunan nasional, termasuk di
dalamnya pembangunan aparatur. Isu pengembangan kompetensi
ini akan diuraikan dalam bab selanjutnya.

1
C. Karakter ASN

Sekurangnya terdapat 8 (delapan) karakateristik yang


dianggap relevan bagi ASN dalam menghadapi tuntutan pekerjaan
saat ini dan kedepan. Kedelapan karakterisktik tersebut meliputi:
integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, IT dan
Bahasa asing, hospitality, networking, dan entrepreneurship.
Kedelapan karakteristik ini disebut sebagai smart ASN
(KemenpanRB. Menciptakan Smart ASN Menuju Birokrasi 4.0.
dipublikasikan 09 Agustus 2019 dalam menpan.go.id). Profil ASN
tersebut sejalan dengan lingkungan global dan era digital,
termasuk pembangunan aparatur 2020-2024, mewujudkan
birokrasi berkelas dunia.

Karakter lain yang diperlukan dari ASN untuk


beradapatasi dengan dinamika lingkungan strategis, yaitu: inovatif
dan kreatif, agility dan flexibility, persistence dan perseverance
serta teamwork dan cooperation (Bima Haria Wibisana, Kepala
BKN, 2020). ASN yang gesit (agile) diperlukan sesuai dinamika
lingkungan strategis dan VUCA. Terdapat kecenderungan
organisasi pemerintahan mulai mengarah dari organisasi hirakhis,
dengan pembagian bidang-bidang yang rijit sektoral (silo). Kini
keadaannya mulai berubah ke arah organisasi yang lebih dinamis,
dengan jenjang hirakhi pendek. Kebijakan ini ditandai dengan
pengalihan dua jenjang jabatan struktural, jabatan administrator
dan pengawas menjadi jabatan fungsional (PermenRB Nomor 28
Tahun 2019 Tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke Jabatan
Fungsional).

Pemangkasan jenjang jabatan tersebut diatas, dianggap


dapat lebih responsif, dengan pendayagunaan pegawai lebih

1
optimal dan efesien. Sistem ini menggambarkan perubahan dari
cara interaksi kerja yang berjenjang, ke suatu interaksi kerja tim,
berlatar belakang keragaman keahlian/profesi (cross functions),
dengan koordinator tim yang dinamis, yang dapat berubah
menyesuaikan tuntutan sektor kerja dan kinerja tim.

D. Ringkasan

 Prinsip pengelolaan ASN yaitu berbasis merit, yakni seluruh


aspek pengelolaan ASN harus memenuhi kesesuaian kualifikasi,
kompetensi, dan kinerja, termasuk tidak boleh ada perlakuan
yang diskriminatif, seperti hubungan agama, kesukuan atau
aspek-aspek primodial lainnya yang bersifat subyektif.
 Pembangunan Apartur sesuai Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, diharapkan
menghasilkan karakter birokrasi yang berkelas dunia (world
class bureaucracy), yang dicirikan dengan beberapa hal, yaitu
pelayanan publik yang semakin berkualitas dan tata kelola
yang semakin efektif dan efisien
 Terdapat 8 (delapan) karakateristik yang dianggap relevan
bagi ASN dalam menghadapi tuntutan pekerjaan saat ini dan
kedepan. Kedelapan karakterisktik tersebut meliputi:
integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, IT
dan Bahasa asing, hospitality, networking, dan
entrepreneurship.

E. Evaluasi

Berikan alasan untuk masing-masing pernyataan di bawah ini:

1. Prinsip pengelolaan ASN yaitu berbasis merit, yaknii seluruh


aspek pengelolaan ASN harus memenuhi kesesuaian kualifikasi,

1
kompetensi, dan kinerja, termasuk tidak boleh ada perlakuan

1
yang diskriminatif, seperti hubungan agama, kesukuan atau
aspek-aspek primodial lainnya yang bersifat subyektif. Jelaskan
secara ringkas, mengapa sistem merit tersebut penting dalam
pengelolaan ASN?
2. Pembangunan Apartur sesuai Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, diharapkan
menghasilkan karakter birokrasi yang berkelas dunia (world
class bureaucracy), yang dicirikan dengan beberapa hal, yaitu
pelayanan publik yang semakin berkualitas dan tata kelola yang
semakin efektif dan efisien. Jelaskan secara ringkas, mengapa
pembangunan birokrasi berkelas dunia tersebut penting?
3. Terdapat 8 (delapan) karakateristik yang dianggap relevan bagi
ASN dalam menghadapi tuntutan pekerjaan saat ini dan
kedepan. Kedelapan karakterisktik tersebut meliputi:
integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, IT
dan Bahasa asing, hospitality, networking, dan
entrepreneurship. Jelaskan secara ringkas, mengapa 8 (delapan)
karakteristik i ini penting bagi ASN?

2
BAB IV
PENGEMBANGAN KOMPETENSI

A. Konsepsi Kompetensi

Kompetensi menurut Kamus Kompetensi Loma (1998) dan


standar kompetensi dari International Labor Organization (ILO),
memiliki tiga aspek penting berkaitan dengan perilaku
kompetensi meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang
diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan. Gambar 4.1 tentang
Aspek Kompetensi menggambarkan terkait aspek-aspek
kompetensi dimaksud.
Gambar 4.1 Aspek Kompetensi

Kompetensi

 Biru=Pengetahuan
 Merah= Keterampilan
 Kuning=Sikap

Sebagaimana Gambar 4.1 Kompetensi merupakan perpaduan


aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap
(attitude) yang terindikasikan dalam kemampuan dan perilaku
seseorang sesuai tuntutan pekerjaan.

2
Pengertian yang sama juga digunakan dalam konteks ASN,
kompetensi adalah deskripsi pengetahuan, keterampilan dan
perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatan
(Pasal 1 PermenpanRB Nomor 38 Tahun 2017), dan kompetensi
menjadi faktor penting untuk mewujudkan pegawai profesional
dan kompetitif. Dalam hal ini ASN sebagai profesi memiliki
kewajiban mengelola dan mengembangkan kompetensi dirinya,
termasuk mewujudkannya dalam kinerja.

Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017


tentang Standar Kompetensi ASN, kompetensi meliputi: 1)
Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan
yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan; 2)
Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk
memimpin dan/atau mengelola unit organisasi; dan 3)
Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan,
dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan
dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan
masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya,
perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan
prinsip, yang harus dipenuhi setiap pemegang Jabatan, untuk
memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.
Pendekatan pengembangan kompetensi ASN sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ASN Nomor 5 Tahun
2014, dapat diuraikan sebagaimana dalam Gambar 4.2
tentang Sistem Pengembangan Kompetensi ASN.

2
Gambar 4.2

Sistem Pengembangan Kompetensi ASN

Sumber:
Modul Bimbingan Teknis Analisis Kebutuhan dan Evaluasi Diklat, Pusbang ASN BKN, 2019.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017,


Pasal 210 sampai dengan pasal 212, Pengembangan kompetensi
dapat dilaksanakan sebagai berikut:
1. Mandiri oleh internal instansi pemerintah yang bersangkutan.
2. Bersama dengan instansi pemerintah lain yang memiliki
akreditasi untuk melaksanakan pengembangan kompetensi
tertentu.
3. Bersama dengan lembaga pengembangan kompetensi yang
independen.

Selanjutnya dalam Pasal 214 peraturan pemerintah yang


sama, dijelaskan bahwa:
1. Pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis dilakukan
melalui jalur pelatihan.

2
2. Pelatihan teknis dilaksanakan untuk mencapai persyaratan
standar kompetensi Jabatan dan pengembangan karier.
3. Pelaksanaan pengembangan kompetensi teknis dapat
dilakukan secara berjenjang
4. Jenis dan jenjang pengembangan kompetensi teknis ditetapkan
oleh instansi teknis yang bersangkutan.
5. Pelatihan teknis diselenggarakan oleh lembaga pelatihan
terakreditasi.
6. Akreditasi pelatihan teknis dilaksanakan oleh masing- masing
instansi teknis dengan mengacu pada pedoman akreditasi yang
ditetapkan oleh LAN.

Sementara itu pengembangan kompetensi untuk jabatan


fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215 peraturan
yang sama, diatur sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pengembangan kompetensi fungsional dilakukan
melalui jalur pelatihan.
2. Pelatihan fungsional dilaksanakan untuk mencapai
persyaratan standar kompetensi Jabatan dan pengembangan
karier.
3. Pengembangan kompetensi fungsional dilaksanakan untuk
mencapai persyaratan kompetensi yang sesuai dengan jenis
dan jenjang JF masing-masing.
4. Jenis dan jenjang pengembangan kompetensi fungsional
ditetapkan oleh instansi pembina JF.
5. Pelatihan fungsional diselenggarakan oleh lembaga pelatihan
terakreditasi.
Akreditasi pelatihan fungsional dilaksanakan oleh masing-
masing instansi pembina JF dengan mengacu pada pedoman
akreditasi yang ditetapkan oleh LAN.
2
Pengembangan kompetensi bagi Pegawai Pemerintah
Dengan Perjanjian Kerja (PPPK), berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 49 Tahun 2018 dalam pasal 39 diatur sebagai
berikut:
1. Dalam rangka pengembangan kompetensi untuk mendukung
pelaksanaan tugas, PPPK diberikan kesempatan untuk
pengayaan pengetahuan.
2. Setiap PPPK memiliki kesempatan yang sama untuk di
ikutsertakan dalam pengembangan kompetensi
3. Pengembangan kompetensi dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan pengembangan kompetensi pada Instansi
Pemerintah.
4. Dalam hal terdapat keterbatasan kesempatan pengembangan
kompetensi, prioritas diberikan dengan memper-hatikan hasil
penilaian kinerja pppK yang bersangkutan.
Sedangkan dalam pasal 40 diatur lebih lanjut yaitu:
1. Pelaksanaan pengembangan kompetensi dilakukan paling lama
24 (dua puluh empat) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun masa
perjanjian kerja.
2. Pelaksanaan pengembangan kompetensi dikecualikan bagi
PPPK yang melaksanakan tugas sebagai JPT Utama tertentu
dan JPT Madya tertentu.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengembangan
kompetensi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Lembaga
Administrasi Negara.

Dengan demikian pengembangan kompetensi meliputi


aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap menjadi dasar dalam
proses pengembangan kompetensi dalam lingkungan pekerjaan

2
ASN. Pengembangan dapat dilakukan dengan pendekatan klasikal
dan non-klasikal, baik untuk kompetensi teknis, manajerial, dan
sosial kultural.

B. Hak Pengembangan Kompetensi

Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang


Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN adanya hak
pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) Jam
Pelajaran bagi PNS dan maksimal 24 (dua puluh empat) Jam
Pelajaran bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
(PPPK). Kebijakan ini tentu saja relevan utamanya dalam
menghadapi dinamika lingkungan global dan kemajuan teknologi
informasi, yang berubah dengan cepat sehingga kemutakhiran
kompetensi ASN menjadi sangat penting.
Sesuai Permenpan dan RB Nomor 38 tahun 2017 tentang
Standar Jabatan ASN, telah ditetapkan bahwa setiap pegawai
perlu kompeten secara Teknis, Manajerial, dan Sosial Kultural.
Dalam ketentuan tersebut kebutuhan kompetensi untuk masing-
masing jabatan telah ditentukan standarnya, yang dalam hal ini
menjadi fondasi dalam penentuan berbagai kebutuhan
pengelolaan kepegawaian, antara lain, pengembangan
kompetensi pegawai. Hak pengembangan tersebut meliputi
pengembangan kompetensi teknis, kompetensi manajerial, dan
kompetensi sosial kultural.
Untuk menentukan kebutuhan pelatihan ASN perlu
dilakukan pemetaan kebutuhannya. Dalam menentukan
kebutuhan pengembangan kompetensi pegawai dapat dilakukan
dengan mengumpulkan data seperti dengan menafaatkan indeks
profesionalitas, asesmen kompetensi manajerial (metode

2
assessment center atau metode lain yang sesuai), seperti survei

2
atau focus group discussion (FGD). Selanjutnya dari hasil
pemetaan tersebut dapat diidentifikasi metode pengembangan
yang sesuai dengan kesenjangan atau gap/kebutuhan masing-
masing pegawai, baik klasikal maupun non klasikal.
Akses pengembangan kompetensi secara luas dapat
memanfaatkan kemudahan teknologi dalam pelaksanaanya. Akses
pengembangan baik melalui e-learning dan instrumen lainnya,
yang memungkinkan pelatihan dapat dilakukan secara efesien dan
menjangkau ASN, yang tersebar di seluruh pelosok tanah air.
Perlunya kemudahan dan kemurahan akses pengembangan
kompetensi tersebut diperlukan, sesuai dengan hak
pengembangan kompetensi bagi setiap ASN.

C. Pendekatan Pengembangan Kompetensi

Terdapat dua pendekatan pengembangan yang dapat


dimanfaatkan pegawai untuk meningkatkan kompetensinya, yaitu
klasikal dan non klasikal. Optimalisasi hak akses pengembangan
kompetensi dapat dilakukan dengan pendekatan pelatihan non
klasikal, diantaranya e-learning, job enrichment dan job
enlargement termasuk coaching dan mentoring. Coaching dan
Mentoring selain efesien karena dapat dilakukan secara masif,
dengan melibatkan antara lain atasan peserta pelatihan sebagai
mentor sekaligus sebagai coach.

Selain itu coaching dan mentoring juga penting terkait


beberapa hal, yaitu: 1) Meningkatan kinerja individu dan kinerja
organisasi; 2) Membangun komitmen dan motivasi yang lebih
tinggi; 3) Menumbuhkan kesadaran dan refleksi diri dalam
pengembangan potensi diri; 4) Menumbuhkan kemampuan
kepemimpinan yang lebih baik; 5) Membuat proses manajemen

2
perubahan yang lebih baik; 6) Memperbaiki komunikasi dan
hubungan antara atasan-bawahan; 7) Mengimplementasikan
keterampilan yang lebih baik; dan 8) Menumbuhkan budaya kerja
yang lebih terbuka dan produktif.

Dalam penentuan kebutuhan pengembangan kompetensi,


ia juga selayaknya mempertimbangkan aspek pengembangan
karier pegawai. Dalam konteks ASN, terdapat dua jalur
pengembangan karir pegawai, yaitu jalur struktural/
kepemimpinan (Jabatan Pimpinan Tinggi dan jabatan
Administrasi) dan jalur fungsional atau profesional. Untuk jalur
struktural, ASN lebih ditekankan memiliki kompetensi view
organisasi yang luas, semakin tinggi jabatannya, kemampuan view
organisasinya harus lebih luas, meliputi kemampuan
kepemimpinan termasuk teknisnya itu sendiri. Sementara itu
untuk jalur fungsional sebagai jalur keahlian profesional, semakin
tinggi jabatannya tuntutan kompetensi teknisnya semakin dalam
(in depth). Dengan kata lain, bagi pemangku jabatan struktural,
yang dituntut yaitu kemampuan kepemimpinan dan kemampuan
teknisnya lebih lebar (generalist), dengan kedalamnya cenderung
lebih rendah, dibandingkan dengan jabatan profesional, karena
yang banyak dituntut lebih kepada kemampuan
kepemimpinannya.

Aspek lain yang diatur dalam sistem pengembangan ASN


yaitu pengembangan talenta. Dalam PeraturanpanRB Nomor 3
Tahun 2020 tentang Manajemen Talenta ASN, antara lain diatur
tentang pemetaan talenta. Sebagaimana dalam Tabel 4.1 tentang
Box Talenta ASN menjelaskan uraian masing penempatan kotak
ASN.

2
Tabel 4.1 Box Talenta ASN

Selanjutnya dalam menentukan pendekatan


pengembangan talenta ASN tersebut, sesuai dengan nine box
di atas, ditetapkan kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai
dengan pemetaan pegawai dalam nine box tersebut. Setiap
pegawai akan dilakukan pengembangannya sesuai dengan
letak yang bersangkutan dalam kotak tersebut. Tabel 4.2
merupakan rekomendasi pengembangan pegawai sesuai
dengan letaknya masing-masing.

3
Tabel 4.2 Rekomendasi Pengembangan Talenta ASN

Dengan Tabel 4.2 menjelaskan pengembangan untuk


masing masing Talenta sesuai dengan kotak pemetaannya.
Pengembangan ini sesuai dengan kebutuhan individual yang
dituangkan dalam rencana pengembangan individu (IDP).

D. Ringkasan

1. Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting


berkaitan dengan perilaku kompetensi meliputi aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam
pelaksanaan pekerjaan.
2. Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017
tentang Standar Kompetensi ASN, kompetensi meliputi: 1)
Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan
yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan; 2)
Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan,
dan
3
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan
untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi; dan 3)
Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur,
dan dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi
dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan
budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai,
moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap
pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai
dengan peran, fungsi dan Jabatan.
3. Pendekatan pengembangan dapat dilakukan dengan klasikal
dan non-klasikal, baik untuk kompetensi teknis, manajerial,
dan sosial kultural.
4. Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN adanya hak
pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh)
Jam Pelajaran bagi PNS dan maksimal 24 (dua puluh empat)
Jam Pelajaran bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK).
5. Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN
ditentukan dengan peta nine box pengembangan, dimana
kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai dengan hasil
pemetaan pegawai dalam nine box tersebut.

E. Evaluasi

Berikan pernyataan Benar (B) atau Salah (S) untuk masing-


masing pernyataan dibawah ini dengan memberikan tanda silang
(X) untuk jawaban yang dianggap sesuai:

3
1. Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting
berkaitan dengan perilaku kompetensi meliputi aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan dalam
pelaksanaan peranan jabatan (B – S).
2. Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017
tentang Standar Kompetensi ASN, kompetensi meliputi: 1)
Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan
yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan; 2)
Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur,
dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit
organisasi; dan 3) Kompetensi Manajerial adalah
pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat
diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan
pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam
hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan,
etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus
dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh
hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan (B – S).
3. Pendekatan pengembangan dapat dilakukan dengan digital
dan non-klasikal, baik untuk kompetensi teknis, manajerial,
dan social kultural
(B – S).
4. Salah satu kebijkan yang penting dengan berlakunya Undang
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN adanya hak
pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh)
Jam Pelajaran bagi PNS dan maksimal 24 (dua puluh empat)

3
Jam Pelajaran bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian
Kerja (PPPK) (B – S).
5. Dalam menentukan pendekatan pengembangan talenta ASN
ditentukan dengan peta nine box pengembangan, dimana
kebutuhan pengembangan pegawai, sesuai dengan pemetaan
pegawai dalam nine box tersebut
(B – S).

3
BAB V
PERILAKU KOMPETEN

A. Berkinerja dan BerAkhlak

Sesuai prinsip Undang-Undang ASN Nomor 5 Tahun


2014 ditegaskan bahwa ASN merupakan jabatan
profesional, yang harus berbasis pada kesesuaian
kualifikasi, kompetensi, dan berkinerja serta patuh pada
kode etik profesinya. Sebagaimana diuraikan dalam
penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2019
tentang Penilaian Kinerja PNS, bahwa salah satu
pertimbangan pembentukan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya
disingkat Undang-Undang ASN adalah untuk mewujudkan
ASN profesional, kompeten dan kompetitif, sebagai bagian
dari reformasi birokrasi. ASN sebagai profesi memiliki
kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan
wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya dan
menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen
ASN.

Selanjutnya dalam bagian penjelasan PermenpanRB


Nomor 8 Tahun 2021 tanggal 17 Maret tahun 2021 tentang
Manajemen Kinjera, antara lain, dijelaskan bahwa penilaian
kinerja dapat dilakukan secara adil dan obyektif sehingga dapat
memotivasi pegawai untuk bekerja lebih baik, meningkatkan
kualitas dan kompetensi pegawai, membangun kebersamaan dan
kohesivitas pegawai dalam pencapaian tujuan dan sasaran
pemerintah dan hasilnya dapat digunakan sebagai dasar
3
penentuan tindak lanjut penilaian kinerja yang tepat.

Dalam kaitan relevansi kode etik profesi ASN dengan


kinerja ASN, dapat diperhatikan dalam latar belakang
dirumuskannya kode etik ASN yang disebut dengan BerAkhlak
(Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomo 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus
2021 tentang Implementasi Core Values dan Employer Branding
ASN). Dalam Surat Edaran tersebut antara lain dijelaskan bahwa
untuk penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi
transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas
dunia (world class government) serta untuk melaksanakan pasal 4
tentang Nilai Dasar dan pasal 5 tentang Kode Etik dan Kode
Perilaku dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN
diperlukan keseragaman nilai-nilai dasar ASN.

Terkait dengan perwujudan kompetensi ASN dapat


diperhatikan dalam Surat Edaran Menteri PANRB Nomor 20
Tahun 2021 dalam poin 4, antara lain, disebutkan bahwa
panduan perilaku (kode etik) kompeten yaitu: a. Meningkatkan
kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubahi;
b. Membantu orang lain belajar; dan c. Melaksanakan tugas
dengan kualitas terbaik. Perilaku kompeten ini sebagaiamana
dalam poin 5 Surat Edaran MenteriPANRB menjadi bagian dasar
penguatan budaya kerja di instansi pemerintah untuk mendukung
pencapaian kinerja individu dan tujuan organisasi/instansi.

B. Learn, Unlearn, dan Relearn

Setiap ASN berpotensi menjadi terbelakang secara


pengetahuan dan kealian, jika tidak belajar setiap waktu seiring

3
dengan perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Hal ini telah
diingatkan seorang pakar masa depan, Alfin Toffler (1971),
menandaskan bahwa: “The illiterate of the 21st century will not be
those who cannot read and write, but those cannot learn, unlearn,
and relearn” (Buta huruf abad ke-21 bukanlah mereka yang tidak
bisa membaca dan menulis, tetapi mereka yang tidak bisa belajar,
melupakan, dan belajar kembali). Sesuaikan cara pandang
(mindset) bahwa aktif meningkatkan kompetensi diri adalah
keniscayaan, merespons tantangan lingkungan yang selalu
berubah.

Penyesuaian paradigma selalu belajar melalui learn,


unlearn dan relearn, menjadi penting. Demikian halnya Margie
(2014), menguraikan bagaimana bisa bertahan dalam kehidupan
dan tantangan kedepan melalui proses learn, unlearn, dan relearn
dimaksud. Bagaimana konsep proses belajar dari learn, unlearn,
dan relearn tersebut. Pertama, learn dimaksudkan bahwa sejak
dini atau sejak keberadaan di dunia, kita dituntut untuk terus
belajar sepanjang hayat. Namun demikian, seringkali kita terjebak
dan asyik dengan apa yang telah kita tahu dan kita bisa, tanpa
merasa perlu mengubah dengan keadaan baru yang terjadi. Jadi
unlearn diperlukan sebagai proses menyesuaikan/meninggalkan
pengetahuan dan keahlian lama kita dengan pengetahuan yang
baru dan atau keahlian yang baru. Selanjutnya relearn adalah
proses membuka diri dalam persepektif baru, dengan pengakuisi
pengetahuan dan atau keahlian baru.

Berikut ini contoh dari Glints yang diuraikan Hidayati


(2020) bagaimana membiasakan proses belajar learn, unlearn,
dan relearn. Berikut langkahnya:

3
1. Learn, dalam tahap ini, sebagai ASN biasakan belajarlah hal-
hal yang benar-benar baru, dan lakukan secara terus-
menerus. Proses belajar ini dilakukan dimana pun, dalam
peran apa apun, sudah barang tentu termasuk di tempat
pekerjaannya masing-masing.
2. Unlearn, nah, tahap kedua lupakan/tinggalkan apa yang
telah diketahui berupa pengetahuan dan atau kehalian.
Proses ini harus terjadi karena apa yang ASN ketahui
ternyata tidak lagi sesuai atau tak lagi relevan. Meskipun
demikian, ASN tak harus benar-benar melupakan semuanya,
untuk hal-hal yang masih relevan. Misalnya, selama ini,
saudara berpikir bahwa satu-satunya cara untuk bekerja
adalah datang secara fisik ke kantor. Padahal, konsep kerja
ini hanyalah salah satunya saja. Kita tak benar-benar
melupakan “kerja itu ke kantor”, namun membuka
perspektif bahwa itu bukanlah pilihan tunggal. Ada cara lain
untuk bekerja, yakni bekerja dari jarak jauh.
3. Relearn, selanjutnya, dalam tahap terakhir, proses relearn,
kita benar-benar menerima fakta baru. Ingat, proses
membuka perspektif terjadi dalam unlearn.

Lebih lanjut diingatkan (Hidayati, 2020) contoh proses


pembalajaran tersebut diatas dilakukan dengan dua hal berikut
ini: pertama, berpikir terbuka, dengan belajar hal yang
berbeda. Kedua, cari perspektif orang lain. Dengan cara ini
menyadarkan kemungkinan pihak lain itu bisa jadi tahu lebih
banyak dari apa yang kita ketahui. Hal ini membuka perspektif
dan belajar dari orang lain.

Dalam membangun perilaku dan proses belajar

3
didasarkan pada hasil adapatasi prinsip dan model Learning by

3
Sharing (Thijssen et.al, 2002), model pembelajaran
sebagaiamana dalam Gambar 5.1 tentang Learning by Shairng.
Dalam proses ini terdapat tiga aspek yang perlu berkesesuaian,
yakni Kebutuhan program pelatihan itu sendiri dengan
harapan publik dan Pusbang/Pusdiklat. Sedangkan peserta
pelatihan bersinergi dengan para praktisi di kantor dan
fasilitator terlibat secara intensif dalam proses belajar dari uji
coba (learning by experimenting), belajar dari
penelahaan/penggalian (learning by investigating), dan belajar
dari praktek (learning by practising).

Melalui proses belajar dari eksperimentasi, peserta


pelatihan dengan fasilitator/peneliti dan praktisi/pegawai
bekerja sama dalam proyek penelitian terkait permasalah
pekerjaan. Caral ini menghasilkan pertukaran informasi yang
berkelanjutan antara pihak-pihak yang terlibat.

Gambar 5.1 tentang Learning by Shairng

Publik

Praktisi

Learning by Sharing

Pe serta
Pes ertaPPPp
Fasilitator

Kebutuhan Learning by Investigating Pusbang/Pusdiklat


Pengembanga

4
Sumber: Adaptasi dari “Learning by Sharing: a Model for Life-Long Learning”,
Thijssen et.al, 2002

Sementara itu proses belajar dengan

fasilitator dan peserta pelatihan serta praktisi berkolaborasi

proyek pekerjaan. Dalam proses kegiatannya, ketiganya

mendapatkan informasi-informasi baru yang relevan

penguatan pengetahuan dan keahlian para pihak yang


C. Meningkatkan Kompetensi Diri
Sedngkan proses belajar melalui praktik diperlukan
Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab
menjembatani pembelajaran dengan tuntutan
tantangan yang selalu berubah adalah keniscayaan.
Teknologi informasi
Melaksanakan belajar dan komunikasi
sepanjang memungkinkan
hayat merupakan sikap yang
bijak.Setiap orang termasuk
pelatihan, fasilitator ASN
dan para selayaknya
praktisi memiliki watak
berbagi
sebagai pembelajar sepanjang hayat, yang dapat bertahan dan
mereka, dimanapun dan kapanpun yang mereka inginkan.
berkembang dalam oreintasi Ekonomi Pengetahuan (Knowledge
Economy). Pembelajar yang relevan saat ini adalah mereka yang
memiliki kemampuan untuk secara efektif dan kreatif
menerapkan keterampilan dan kompetensi ke situasi baru, di
dunia yang selalu berubah dan kompleks.

Orientasi atau ketergantungan pada pendekatan


pengembangan pedagogis, bahkan andragogis, tidak lagi

4
sepenuhnya cukup dalam mempersiapkan kita untuk berkembang
di tempat kerja. Pendekatan yang lebih mandiri dan ditentukan
sendiri diperlukan, yang bersumber dari berbagai sumber
pembelajaran yang tersebar luas dalam dunia internet, di mana
sebagai pembelajar merefleksikan apa yang dipelajari, dan
bagaimana sesuatu yang dipelajari tersebut diwujudkan dalam
konteks pekerjaan. Kemandirian untuk belajar sejalan dengan
perkembangan teknologi yang telah menciptakan kebutuhan
metode pengajaran baru, sumber belajar, dan media digital yang
lebih luas dan masif (Wheeler, 2011 dalam Blaschke, 2014).
Pendekatan pengembangan mandiri ini disebut dengan
Heutagogi atau disebut juga sebagai teori “net-centric”, yang
merupakan pengembangan berbasis pada sumber pembelajaran
utama dari Internet (Anderson, 2010, hlm. 33; Wheeler, 2011
dalam Blaschk,
2014).

Atribut utama ASN pembelajar mandiri (andragogis)


adalah mereka yang memiliki ciri sebagaimana yang diuraikan
Knowles (1975 dalam Blaschek, 2014) yaitu sebagai proses
meliputi hal sebagai berikut: dimana individu mengambil inisiatif,
dengan atau tanpa bantuan orang lain, dalam mendiagnosis
kebutuhan belajarnya; merumuskan tujuan pembelajaran,
mengidentifikasi manusia dan sumber materi untuk belajar;
memilih dan menerapkan strategi pembelajaran yang tepat; dan
mengevaluasi hasil belajar.

Prinsip pembelajar heutagogis lainnya adalah kapabilitas.


Cirinya menurut Stephenson & Weil (1992 dalam Lisa Marie
Blaschke & Stewart Hase) yaitu: orang yang cakap dengan
keyakinan pada kemampuan mereka untuk (1) mengambil
4
tindakan yang efektif dan tepat, (2) menjelaskan tentang diri
mereka, (3) hidup dan bekerja secara efektif dengan orang lain,
dan
(4) melanjutkan belajar dari pengalaman mereka, baik sebagai
individu maupun pergaulan dengan orang lain, dalam masyarakat
yang beragam dan berubah.

Dengan merujuk pada prinsip pembelajar (Blaschke &


Hase, 2019), maka perilaku ASN pembelajar dapat berupai: aktif
belajar sesuai kebutuhannya; belajar sambil melakukan; belajar
sebagai penyangga tuntutan keadaan lingkungan yang dinamis;
mempromosikan konstruksi pengetahuan; termasuk berbagi
perspektif, dan mendukung kolaborasi, percakapan dan dialog;
termasuk melakukan penyelidikan dan pemecahan masalah.
Bandura (1977 dalam Blaschke & Hase, 2019) lebih lanjut
berpendapat bahwa untuk mempertahankan kepercayaan diri
(self-efficacy), dalam mengarahkan diri sendiri terkait
pengelolaan pada potensi ancaman termasuk meningkatkan
keterampilan mengatasi situasi yang menantang, serta dapat
menghasilkan pengalaman sukses yang positif.
Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan
konektivitas dalam basis online network. Dalam konteks ini
mewujudkan akses belajar seperti kursus online terbuka massal
(MOOCs), di mana koneksi dapat dibentuk untuk membentuk
komunitas pengetahuan. Dalam lingkungan berjejaring,
pembelajaran dipandang sebagai proses menemukan makna
dalam proses pembelajaran dan menciptakan koneksi di seluruh
jaringan (Siemens, 2004 dalam Blaschke & Hase, 2019), dan
mengatur diri sendiri, memahami bagaimana pegawai dan

4
organisasi untuk memilih apa yang dipelajari (Dron &
Anderson, 2014; Siemens, 2004 dalam Blaschke & Hase, 2019).
Sumber pembelajaran lain bagi ASN dapat memanfaatkan
sumber keahlian para pakar/konsultan, yang mungkin dimiliki
unit kerja atau instansi tempat ASN bekerja. Para
narasumber/pakar yang didatangkan instansi untuk suatu
kegiatan/projek dapat dimanfaatkan para ASN pembelajar,
sebagai sumber berbagi pengetahuan dengan para pakar atau
menerapkannya pada masalah tertentu dalam pekerjaan. Forum
kegiatan dengan pelibatan pakar merupakan proses transfer
pengetahuan dan keahlian (Thomas H & Laurence, 1998).

Perilaku pembelajar dalam interaksi berbagi


pengetahuan pekerjaan tersebut sebagai media ASN untuk
mendukung suasana organisasi pembelajar secara keseluruhan.
Nonaka dan Takeuchi yang dikutip Thomas H & Laurence (1998)
mengatakan bahwa menyatukan orang-orang dengan
pengetahuan dan pengalaman yang berbeda adalah salah satu
syarat yang diperlukan untuk penciptaan pengetahuan.
Meminjam istilah sibernetika, "keragaman yang diperlukan,"
untuk menggambarkan konflik produktif dari abrasi kreatif,
sebagai "kekacauan kreatif" dan nilai memiliki kumpulan ide yang
lebih besar dan lebih kompleks untuk dikerjakan. Perbedaan di
antara individu mencegah kelompok jatuh ke dalam solusi rutin
untuk masalah. Jangan takut dengan sedikit "kekacauan kreatif".
Hal ini karena kelompok tidak memiliki solusi yang sama,
individu harus mengembangkan ide- ide baru bersama-sama atau
menggabungkan ide-ide lama mereka dengan cara-cara baru.

4
Pengetahuan juga dihasilkan oleh jejaring informal
(networks), yang mengatur diri sendiri dalam interaksi dengan
pegawai dalam organisasi. Komunitas yang disatukan oleh minat
yang sama, biasanya berbicara bersama secara langsung, seperti
melalui telepon, dan melalui email untuk berbagi keahlian dan
memecahkan masalah bersama. Ketika jaringan semacam ini
berbagi cukup pengetahuan yang sama untuk dapat
berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif, percakapan
komunitas pegawai yang berkelanjutan sering kali menghasilkan
pengetahuan baru bagi organisasi.

Meskipun cara jejaring mungkin sulit untuk dikodifikasi,


proses ini dapat menambah pengetahuan bagi organisasi. Oleh
karena itu untuk mengoptimalkan pelaksanaannya, sering kali
membutuhkan bantuan profesional atau fasilitator jaringan, yang
dapat merekam pengetahuan yang seharusnya tetap berada
dalam kepala para ahli. Pemanfaatan media teknologi dapat
diadopsi untuk fasilitasi interaksi berbagi pengetahuan pekerjaan.
Dengan cara itu, praktik ini dapat menjadi bagian dari modal
pengetahuan aktif instansi.

Sebagai ASN pembelajar, ASN juga diharapkan


mengalokasikan dirinya dalam waktu dan ruang yang memadai,
yang dikhususkan untuk penciptaan atau perolehan
pengetahuan. Dalam kaitan ini ASN dapat terlibat dalam
aktivitas seperti laboratorium dan perpustakaan di lingkungan
kantornya, di tempat penemuan pengetahuan baru dapat
dihasilkan, tetapi juga aktivitas laboratorium dan perpustakaan
juga sebagai tempat pertemuan di mana ASN berkumpul dan

4
Contoh bagaimana membangun energi belajar, dapat
Saudara telaah tulisan tentang “Tips dan Trik Meningkatkan
Motivasi Belajar Untuk Diri Sendiri” sebagai berikut:

1. Membuat Agenda Belajar, untuk mengatur waktu dan materi


apa yang harus dipelajari.
2. Menentukan Gaya Belajar, setiap orang memiliki gaya
belajarnya masing-masing. Tentukan apakah Saudara
termasuk seseorang yang bertipe visual, auditori, atau
kinestetik. Dengan mengetahui gaya belajar bisa
menyesuaikan diri dengan materi yang ingin dipelajari.
3. Istirahat, istirahat termasuk salah satu faktor penting dalam
proses belajar. Ketika tubuh lelah, proses belajar tidak akan
maksimal.
4. Hindari Gangguan Belajar, aturlah waktu untuk bermain
gadget, bermain sosial medua, melihat televisi, dan game
online agar tidak mengganggu waktu belajar. Jangan berada
di kumpulan orang atau keramaian.
5. Cari Suasana yang Tepat, semua suasana menjadi tepat jika
kamu berhasil mengontrol diri sendiri. Tentukan suasana
yang tepat untuk diri sendiri.
6. Belajar/sharing Bersama Teman/jejaring, selain akan
menjadi motivasi belajar dan penyemangat, teman akan
membantu saat kamu menemukan kesulitan. Belajar dengan
sistem diskusi biasanya membuat kita lebih mudah
memahami sesuatu (dikutip dari AdminprioritySTAN Jan 5,
2020, link https://prioritystan.com/cara-meningkatkan-
motivasi-belajar-untuk-diri sendiri/).

4
D. Membantu Orang Lain Belajar

Sosialisasi dan Percakapan melalui kegiatan morning


tea/coffee termasuk bersiolisai di ruang istirahat atau di kafetaria
kantor sering kali menjadi ajang transfer pengetahuan. ASN
pembelajar dapat meluangkan dan memanfaatkan waktunya
untuk bersosialisasi dan bercakap pada saat morning tea/coffee
ataupun istirahat kerja. Cara ini selayaknya tidak dianggap
membuang-membuang waktu. Kendatipun pembicaraan
seringkali mengalir tanpa topik terfokus, namun di dalamnya
banyak terselip berbagi pengalaman kegiatan kerja, yang dihadapi
masing-masing pihak. Para pihak saling bertanya tentang
pekerjaan, mereka memantulkan ide satu sama lain, sekaligus
mendapatkan saran tentang bagaimana memecahkan masalah.
Hal ini sejalan dengan apa yang ditekankan Alan Webber (dalam
Thomas H & Laurence, 1998), dalam ekonomi baru (knowledge
economy era), percakapan adalah bentuk pekerjaan yang paling
penting. Percakapan adalah cara pekerja menemukan apa yang
mereka ketahui, membagikannya dengan rekan kerja mereka, dan
dalam prosesnya menciptakan pengetahuan baru bagi organisasi.
Perilaku berbagi pengetahuan bagi ASN pembelajar yaitu
aktif dalam “pasar pengetahuan” (Thomas H.& Laurence, 1998)
atau forum terbuka (Knowledge Fairs and Open Forums). Dalam
forum tersebut merupakan kesempatan bagi pegawai untuk
berinteraksi secara informal. Seperti kegiatan piknik pegawai
memberikan kesempatan untuk pertukaran informasi antara ASN
yang tidak memiliki banyak kesempatan berbicara satu sama lain
dalam pekerjaan sehari-hari di kantor. Sementara itu Pameran
pengetahuan seperti pameran/bursa buku, pameran pendidikan
dan seminar penelitian, adalah forum untuk mendorong

4
pertukaran pengetahuan.

ASN pembelajar dalam beragam profesi seperti guru,


dokter, sekretaris, arspiaris dan lain-lain adalah pengelola dan
sumber pengetahuan yang penting. Mereka semua perlu
membuat, berbagi, mencari, dan menggunakan pengetahuan
dalam rutinitas sehari-hari mereka. Dalam pengertian ini, bekerja
dan mengelola pengetahuan harus menjadi bagian dari pekerjaan
setiap orang (Thomas H.& Laurence, 1998). Mengambil
pengetahuan yang terkandung dalam dokumen kerja seperti
memo, laporan, presentasi, artikel, dan sebagainya dan
memasukkannya ke dalam repositori di mana ia dapat dengan
mudah disimpan dan diambil (Knowledge Repositories). Berikut di
bawah ini contoh kasus Inspiratif seorang guru bernama Taufik
Noor tentang motifnya berbagi pengalaman.

4
Taufik Noor, sang pencerah…

Seorang guru PNS di Jorong yang sampai saat ini masih produktif
menulis untuk membagikan perjuangan dan pandangannya tentang
profesi pengajar.

Meski mengajar di sekolah terpencil, Taufik tak patah arang. Dia


mampu menjadi guru yang menginspirasi banyak pengajar lainnya
lewat tulisan-tulisannya.

Tidak itu saja, puluhan artikel dan ratusan puisi sudah dihasilkan
dari tangan anak nelayan ini.

Sebagai guru, Taufik mendapatkan banyak penghargaan. Salah


satunya adalah Juara I Forum Ilmiah guru 2013.

Taufik mengatakan semua karya yang dihasilkan merupakan


pengalaman pribadi yang dibagikannya sebagai manfaat untuk
orang lain. Dan yang terpenting, dalam hidupnya petuah orang tua
yang disampaikan. “Jadilah orang yang memberikan manfaat bagi
orang lain,” ucapnya (Dikutip dalam modul: Hero ASN, Pusbangpeg
ASN, BKN, 2018).

Cara lain untuk membantu orang lain melalui kegiatan


aktif untuk akses dan transfer Pengetahuan (Knowledge Access
and Transfer), dalam bentuk pengembangan jejaring ahli (expert
network), pendokumentasian pengalamannya/ pengetahuannya,
dan mencatat pengetahuan bersumber dari refleksi pengalaman
(lessons learned) (Thomas H.& Laurence, 1998). ASN pembelajar
dapat juga berpartisipasi untuk aktif dalam jaringan para ahli
sesuai dengan bidang kepakarannya dalam proses transfer
pengetahuan keahlian. Jadi ASN dapat aktif dalam jejaring
pengetahuan tersebut untuk memutakhirkan pengetahuannya
dan dapat juga menyediakan dirinya sebagai ahli/sumber

4
pengetahuan

5
itu sendiri, yang dapat mentrasfer pengetahuannya kepada pihak
lain yang membutuhkannya.

Tugas Individu:
Buka dan baca artikel Energi Baik itu Bernama “Berbagi
Ilmu” ditulis Fifin Nurdiyana, tanggal 3 Agustus 2018, link:
https://www.kompasiana.com/fifinfiqih/5b6416ea5a676f4a
33429e45/energi-baik-itu-bernama-berbagi-ilmu
1. Belajar dari artikel di atas, buatlah dalam kalimat aktif,
tindakan apa yang akan Saudara lakukan dalam upaya berbagi
ilmu pengetahuan di lingkungan pekerjaan Saudara nanti?
Tulis dan ungkapkan dalam kelas!
2. Pelajari contoh lain berbagi ilmu dalam tokoh atau sosok yang
Saudara anggap penting, tuliskan praktek berbagi yang akan
dan atau telah Saudara praktekan dalam kehidupan Saudara!

E. Melaksanakan tugas terbaik

Sumber:
Khoo & Tan, 2004

5
1. Pengetahuan menjadi karya
Sejalan dengan kecenderungan setiap organisasi, baik instansi
pemerintah maupun swasta, bersifat dinamis, hidup dan
berkembang melalui berbagai perubahan lingkungan dan
karya manusia. Saat ini, tuntutan organiasi bergeser dari
struktur hierarkis kepada struktur lebih matriks. Pada masa
lain, tuntutan lingkungan mungkin bisa kembali ke arah yang
lebih hirakhis untuk optimalisasi organisasi. Dalam konteks
ini energi kolektif setiap pegawai merupakan salah satu
elemen penting dalam dinamika perubahan tersebut, untuk
peningkatan kinerja organisasi.

Sumber:
Khoo & Tan, 2004

Kontribusi terbaik dalam pekerjaan berbasis pengetahuan


yang bertumpu pada pelatihan dan pendidikan berkelanjutan

(Aldisert, 2002). Dalam konteks ini sangat relevan jika setiap


ASN dapat mengubah pola pikir pelatihan sebagai biaya
menjadi pelatihan sebagai investasi. Ketika menganggap
modal manusia sebagai fondasi nilai instansi, tidak punya
pilihan selain mengambil tindakan meningkatkan aset modal
insani. Investasikan pada talenta ASN, dengan cara demikian

5
meningkatkan modal organisasi dan nilai instansi tempat ASN bekerja secara
Salah satu kecenderungan suatu organisasi akan mempekerjakan pegawainya

Sumber:
Khoo & Tan, 2004

Oleh karena itu perwujudan pengetahuan dalam karya


terbaik pekerjaan menjadi sangat penting. Hal ini tentu saja
dimensi emosi psikologis merupakan modal penting dalam
upaya mendorong perilaku karya-karya terbaik dalam

5
pekerjaan. Keadaan emosional seperti 'kegembiraan', 'gairah',
'kepercayaan diri', 'kebahagiaan', 'kegembiraan' dapat
membuat setiap pegawai mengambil tindakan dan tampil
dalam keadaan puncak terbaik atau kesuksesan pekerjaan.
Sebaliknya keadaan seperti 'takut', 'kecemasan', 'stres',
'kelembaman', 'depresi', dan 'kelelahan' dapat menahan
tindakan kerja secara maksimal (Khoo & Tan, 2004). Dengan
demikian dimensi emosi sukses yang diperlukan setiap ASN,
antara lain, yaitu: motivasi tinggi, kegembiraan, keyakinan,
gairah, kebahagiaan, energi, dan rasa ingin tahu dengan
menghindarkan stres yang berlebihan, kekhawatiran, dan
kemarahan.

2. Tugas: Identifikasi Tipikal Individu


Tandai daftar tipikal individu yang dapat menahan
kesuksesan pekerjaan Anda:
1. Frustrasi.
2. Ketakutan
3. Kemalasan
4. Penundaan
5. Kegembiraan
6. Kecemasan
7. Kebahagiaan
8. Kelelahan
9. Kantuk
10. Kebosanan
11. Depresi
Bagaimana dalam pengalaman Saudara terkait dengan
tipikal tersebut diatas, jelaskan!

5
Khoo & Tan (2004) menekankan beberapa upaya
membangun keyakinan diri untuk bekerja terbaik, yaitu:
 Pertama, pikirkan saat di masa lalu ketika Anda merasa
benar-benar Percaya Diri;
 Kedua, berdirilah seperti Anda akan berdiri jika Anda
merasa benar-benar Percaya Diri;
 Ketiga, bernapaslah seperti Anda akan bernapas jika Anda
merasa benar-benar Percaya Diri;
 Keempat, miliki ekspresi wajah, fokus di mata Anda ketika
Anda merasa benar-benar Percaya Diri;
 Kelima, beri isyarat seperti yang Anda lakukan jika Anda
merasa benar-benar Percaya Diri; dan
 Terakhir, katakan apa yang kamu mau, katakan pada diri
sendiri jika Anda merasa benar-benar percaya diri (gunakan
volume, nada, dan nada suara yang sama).

30% 30%

menyerah menyerah
Sumber:Khoo & Tan, 2004

5
3. Makna hidup dan bekerja baik
Pentingnya berkarya terbaik dalam pekerjaan selayaknya tidak
dilepaskan dengan apa yang menjadi terpenting dalam hidup
seseorang. Beberapa pertanyaan yang layak untuk direnungkan,
antara lain: Pernahkah Anda bertanya-tanya apa yang
sebenarnya mendorong dalam hidup Anda? Mengapa Anda
melakukan apa yang Anda lakukan? Apa yang mendorong
keputusan Anda dan pilihan yang Anda buat terus-menerus?
Rahasia Kinerja Puncak bahwa perilaku Anda lebih didorong
oleh emosi daripada logika. Apa yang Anda lakukan lebih
didasarkan pada apa yang ingin Anda lakukan daripada apa yang
Anda pikir harus Anda lakukan. Secara logis, Anda tahu bahwa
Anda harus mengambil tindakan dan menindaklanjuti tujuan
Anda, tetapi secara emosional, Anda mungkin tertahan oleh
perasaan lesu atau bahkan takut.

Bagaimana cara menemukan makna nilai yang Anda


anggap penting. Khoo & Tan (2004) menguraikan dalam formula
pertanyaan relfektif, yang dapat membantu menemukan nilai
yang Anda anggap penting, yaitu:
3.1 Apa yang paling penting bagi saya dalam hidup?
Kebahagiaan Pribadi? Keluarga? Kesehatan? Cinta?
Kebebasan? Keamanan? Seru? Popularitas? Pengakuan?
Ingat: Anda harus menemukan nilai (keadaan emosional)
apa yang Anda sayangi dan bukan objek fisik. Jika Anda
mengatakan 'mobil saya', lalu tanyakan apa yang diberikan
mobil Anda kepada Anda? Apakah itu Kenyamanan?
Kekuasaan? Prestise? Tuliskan ini sebagai nilai-nilai Anda
3.2 Atau, keadaan emosi positif apa yang paling ingin saya capai?

5
Anda juga bisa bertanya pada diri sendiri pertanyaan ini
untuk mendapatkan nilai-nilai Anda.
3.3 Atau, apa yang paling penting bagi saya dalam hidup?
Kebahagiaan Pribadi? Keluarga? Kesehatan? Cinta?
Kebebasan? Keamanan? Seru? Popularitas? Pengakuan?
Ingat: Anda harus menemukan nilai (keadaan emosional)
apa yang Anda sayangi dan bukan objek fisik. Jika Anda
mengatakan 'mobil saya', lalu tanyakan apa yang diberikan
mobil Anda kepada Anda? Apakah itu Kenyamanan?
Kekuasaan? Prestise? Tuliskan ini sebagai nilai-nilai Anda.

Selanjutnya, pikirkan terakhir kali Anda sangat


termotivasi untuk melakukan sesuatu. Keadaan emosi positif
apa yang sedang Anda tuju? Misalnya, Anda pernah sangat
termotivasi untuk mengikuti kompetisi pidato atau pencarian
bakat. Tanyakan pada diri sendiri, 'Kondisi emosional apa yang
ingin Anda capai?' Apakah kepuasan yang datang dengan
Ketenaran? Prestasi? Pertumbuhan pribadi atau Kepuasan?
(Khoo & Tan, 2004). Sekali lagi, ini akan menjadi indikasi nilai-
nilai seseorang.

F. Ringkasan

Sesuai hasil uraian dalam bab V, maka berikut di bawah ini


beberapa materi pokok dalam bab ini sebagai berikut:

1. Berkinerja yang BerAkhlak:


 Setiap ASN sebagai profesional sesuai dengan
kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.

5
 Selain ciri tersebut ASN terikat dengan etika profesi
sebagai pelayan publik.
 Perilaku etika profesional secara operasional tunduk
pada perilaku BerAkhlak.
2. Meningkatkan kompetensi diri:
 Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab
tantangan yang selalu berubah adalah keniscayaan.
 Pendekatan pengembangan mandiri ini disebut dengan
Heutagogi atau disebut juga sebagai teori “net-centric”,
merupakan pengembangan berbasis pada sumber
pembelajaran utama dari Internet.
 Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan
konektivitas dalam basis online network.
 Sumber pembelajaran lain bagi ASN dapat memanfaatkan
sumber keahlian para pakar/konsultan, yang mungkin
dimiliki unit kerja atau instansi tempat ASN bekerja atau
tempat lain.
 Pengetahuan juga dihasilkan oleh jejaring informal
(networks), yang mengatur diri sendiri dalam interaksi
dengan pegawai dalam organisasi dan atau luar
organisasi.
3. Membantu Orang Lain Belajar:
 Sosialisasi dan Percakapan di ruang istirahat atau di
kafetaria kantor termasuk morning tea/coffee sering kali
menjadi ajang transfer pengetahuan.
 Perilaku berbagi pengetahuan bagi ASN pembelajar yaitu
aktif dalam “pasar pengetahuan” atau forum terbuka
(Knowledge Fairs and Open Forums).
 Mengambil dan mengembangkan pengetahuan yang
terkandung dalam dokumen kerja seperti laporan,
5
presentasi, artikel, dan sebagainya dan memasukkannya
ke dalam repositori di mana ia dapat dengan mudah
disimpan dan diambil (Knowledge Repositories).
 Aktif untuk akses dan transfer Pengetahuan (Knowledge
Access and Transfer), dalam bentuk pengembangan
jejaring ahli (expert network), pendokumentasian
pengalamannya/pengetahuannya, dan mencatat
pengetahuan bersumber dari refleksi pengalaman
(lessons learned).

4. Melakukan kerja terbaik:


 Pengetahuan menjadi karya: sejalan dengan
kecenderungan setiap organisasi, baik instansi
pemerintah maupun swasta, bersifat dinamis, hidup dan
berkembang melalui berbagai perubahan lingkungan dan
karya manusia.
 Pentingnya berkarya terbaik dalam pekerjaan selayaknya
tidak dilepaskan dengan apa yang menjadi terpenting
dalam hidup seseorang.

G. Evaluasi

1. Sebutkan ciri-ciri yang berkaitan dengan ASN berkinerja yang


berAkhlak dengan memberikan tanda silang (X) pada
pernyataan Benar (B) atau Salah (S):
a. Setiap ASN sebagai profesional sesuai dengan
pelayanan, kompetensi, dan berkinerja (B - S).
b. ASN terikat dengan etika profesi ASN sebagai pelayan
publik (B - S).

5
c. Perilaku etika professional ASN secara operasional
tunduk pada perilaku berAkhlak (B - S).
2. Berikut pernyataan di bawah ini menggambarkan perilaku
kompeten ASN untuk meningkatkan kompetensi diri yang
relevan/tepat dengan memberikan tanda Benar (B) atau Salah
(S):
a. Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab
tantangan yang selalu berubah adalah diperlukan
diutamakan untuk jabatan strategis di lingkungan ASN
(B - S).
b. Pendekatan pengembangan mandiri ini disebut dengan
Heutagogi atau disebut juga sebagai teori “net-centric”,
yang merupakan pengembangan berbasis pada sumber
pembelajaran utama dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (B - S).
c. Perilaku ASN pembelajar yaitu melakukan konektivitas
dalam basis online network (B - S).
d. Sumber pembelajaran bagi ASN antara lain dapat
memanfaatkan sumber keahlian para pakar/konsultan,
yang mungkin dimiliki unit kerja atau instansi tempat
ASN bekerja (B - S).
e. Pengetahuan ASN dihasilkan jejaring informal
(networks), yang mengatur diri sendiri dalam interaksi
dengan pegawai dalam organisasi (B - S).

3. Perilaku kompeten ASN dalam membantu orang lain belajar


yang tepat di bawah ini dengan memberikan tanda Benar (B)
atau Salah (S):

6
a. Sosialisasi dan Percakapan di ruang istirahat atau di
kafetaria kantor sering kali tidak menjadi ajang transfer
pengetahuan, tetapi lebih sebagai obrolan santai kurang
bermakna pengetahuan (B - S).
b. Perilaku berbagi pengetahuan bagi ASN pembelajar
yaitu aktif dalam forum terbuka (Knowledge Fairs and
Open Forums), dimana setiap ASN wajib melanjutkan
kepada pendidikan lebih tinggi (B - S).
c. Mengambil pengetahuan yang terkandung dalam
dokumen kerja seperti memo, laporan, presentasi,
artikel, dan sebagainya dan memasukkannya ke dalam
repositori di mana ia dapat dengan mudah disimpan
dan diambil (Knowledge Repositories) merupakan
bagian perilaku kompeten yang diperlukan (B - S).
d. Aktif untuk akses dan transfer Pengetahuan (Knowledge
Access and Transfer), dalam bentuk pengembangan
jejaring ahli (expert network), pendokumentasian
pengalamannya/pengetahuannya, dan mencatat
pengetahuan bersumber dari refleksi pengalaman
(lessons learned) adalah bagian ciri dari perilaku
kompeten ASN (B - S).

4. Upaya melakukan kerja terbaik sebagai bagian perilaku


kompeten ASN yang sesuai di bawah ini dengan memberikan
pernyataan Benar (B) atau Salah (S):

a. Sejalan dengan kecenderungan setiap organisasi, baik


instansi pemerintah maupun swasta, bersifat dinamis,
hidup dan berkembang melalui adaptasi terhadap

6
perubahan lingkungan dan melakukan karya terbaik
bagi pekerjaannya (B - S).

b. Berkarya terbaik dalam pekerjaan selayaknya tidak


dilepaskan dengan apa yang menjadi terpenting dalam
nilai hidup seseorang (B - S).

6
BAB V
PENUTUP

Pembahasan keseluruhan dalam modul ini menjelaskan


pokok-pokok dan penerapan perilaku pengembangan kompetensi
yaitu: Tantangan Lingkungan Strategis, Kebijakan Pembangunan
Aparatur, Kebijakan dan Program Pengembangan Kompetensi,
dan Perilaku Kompeten. Dengan penguraian keseluruhan aspek
tersebut diharapkan peserta latsar CPNS mendapatkan
pemahaman yang sama tentang perlunya komprehensivitas
dalam melakukan pengembangan kompetensi sesuai dengan
dinamika lingkungan internal dan eksternal organisasi.
Perilaku kompeten sebagaimana dalam uraian modul
ini, diharapkan menjadi bagian ecosystem pembangunan budaya
instansi pemerintah sebagai instansi pembelajar (organizational
learning). Pada ujungnya, wujudnya pemerintahan yang unggul
dan kompetitif, yang diperlukan dalam era global yang amat
dinamis dan kompetitif, sejalan perubahan lingkungan strategis
dan teknologi yang berubah cepat.
Agar pembelajaran ini efektif dalam menguatkan
perilaku kompeten, setiap peserta latsar CPNS agar membuat
Rencana Tindak Lanjut Mewujudkan Perilaku Kompeten di
Tempat Kerja, dengan menuangkannya dalam Formulir Agenda
Rencana Tindak Lanjut Mewujudkan Perilaku Kompeten, dalam
lampiran modul ini.

6
DAFTAR PUSTAKA

Daftar Buku dan Jurnal

Martin, Lexy & Harris, Stacey. Global Human Capital Management Best
Practices, Research and Analytics at Sierra-Cedar, Sierra-Cedar, Inc.,
2015.

Aggarwal, Gunjan dkk. How Digital Transformation Elevates Human


Capital Management, FORBES INSIGHTS, 2016.

Merlevedes, Patrick, Talent Management: A Focus on Excellence:


Managing Human Resources in a Knowledge Economy 1 st edition©
2014.

Pusat Pengembangan Kepegawaian ASN BKN, Implementasi Manajemen


Talenta di Instansi Pemerintah (Modul), 2018.

Jalis, Ahmad. Sistem Merit dan Manajemen ASN (Modul), LAN-KPK, 2021.
Blaschke, Lisa Marie. Heutagogy and Lifelong Learning: A Review of
Heutagogical Practice and Self-Determined Learning. The International
Review of Research in Opern and Distance Learning, May 2014.

Blaschke, Lisa Marie & Hase, Stewart. Heutagogy and digital media
networks: Setting students on the path to lifelong learning. Pacific
Journal of Technology Enhanced Learning, 2019.

Davenport, Thomas H & Prusak, Laurence. Working Knowledge: How


Organizations Manage What They Know. Harvard Business School Press,
1998.

Aldisert, Lisa M. How Human Capital Can Be Your Strongest Asset.


Published by Dearborn Trade Publishing, Kaplan Professional Company,
2002.

Khoo, Adam & Stuart Tan. MASTER YOUR MiND DESIGN YOUR: Proven
Strategies that Empower You to Achieve Anything You Want in Life.
Published by Adam Khoo Learning Technologies Group Pte Ltd10 Hoe
Chiang Road#01-01 Keppel Towers, Singapore, 2004.

Millar, Carla CJM, Groth, Olaf, Mahon, John F, Management Innovation in


a VUCA World: Challenges and Recommendations, October 2018,
6
California

6
Management
Review.https://www.researchgate.net/publication/328158276_Manage
ment_Innovation_in_a_VUCA_World_Challenges_and_Recommendations.

Denton, John, Organisational Learning and Effectiveness, London, the


Taylor & Francis e-Library, USA: 2001.

Thijssen, Thomas P. T., Maes, Rik and Vernooij ,Fons T.J., Learning by
Sharing:a Model for Life-Long Learning, January 2002 (See discussions,
stats, and author profiles for this publication at:
https://www.researchgate.net/publication/254775929).

Margie, Warell. Learn, Unlearn and Relearn: How to Stay Current and Get
Ahead.Forbes.com,tautan:https://www.forbes.com/sites/margieewarrel
l/2014/02/03/learn-unlearn-and-relearn/?sh=bc7f9e5676fe);

AlfinToffler, Future Shock. Bantam Books: New York, 1971.

Khairina F. Hidayati, Tayang 28 Des


2020https://glints.com/id/lowongan/learn-unlearn-
relearn/#.Ydke_xNBw-d

Daftar Perundang-Undangan

Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Manajemen ASN

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Jo 17 Tahun 2020 Tentang


Manajemen PNS

Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen

PPPK Peraturan Presiden 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS

PermenpanRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN

PermenpanRB Nomor 3 Tahun 2020 tentang Manajemen Talenta ASN

PermenpanRB Nomor 8 Tahun 2021 tentang Manajemen Kinerja PNS

Surat Edaran MenpanRB Nomor 21 Tahun 2021 tentang Implementasi


Core Values dan Employer Branding ASN

6
Peraturan BKB Nomor 26 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Penilaian
Kompetensi

Peraturan BKN Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pengembangan Karier PNS

Peraturan LAN Nomor 10 Tahun 2018 tentang Pengembangan


Kompetensi PNS

6
Lampiran:
Formulir Agenda Rencana Tindak Lanjut Mewujudkan Perilaku
Kompeten

Tulis Kaitan
dengan Tiga
Target
No Kegitan Aspek Keterangan
Waktu
Perilaku
Kompeten
1 2 3 4 5
Tulis Tuliskan Tuliskan Tulis target Tuliskan
nomor rencana kaitannya waktunya kaitannya
urut aksinya dengan dengan
kegiatan aspek pekerjaan
perilaku
kompeten

6
1
i
Hak Cipta © pada:
Lembaga Administrasi Negara
Edisi Tahun 2021

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia


Jl. Veteran No. 10 Jakarta Pusat 10110

HARMONIS
Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil

TIM PENGARAH SUBSTANSI:


1. Dr. Muhammad Taufiq, DEA
2. Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm.

PENULIS MODUL:
Jarot Sembodo, S.E., M.Ak., Ak.

EDITOR: Muhammad Rezky Aditya Ardiyan, S.E.


COVER: Amelia Ayang Sabrina, SIA.
Sumber Foto Cover: http://unsplash.com

Jakarta – LAN – 2021

ISBN:
Modul

KATA PENGANTAR

Sejalan dengan pengembangan kurikulum Pelatihan Dasar


Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), CPNS wajib menjalani masa
percobaan yang dilaksanakan melalui proses pelatihan
terintegrasi.Pelatihan Dasar CPNS bertujuan untuk mengembangkan
kompetensi CPNS yang dilakukan secara terintegrasi.
Pembelajaran dalam Pelatihan Dasar CPNS terdiri atas empat
agenda yaitu Agenda Sikap Perilaku Bela Negara, Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS, Agenda Kedudukan dan Peran PNS untuk mendukung
terwujudnya Smart Governance sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan Agenda Habituasi. Setiap agenda terdiri dari
beberapa mata pelatihan yang berbentuk bahan ajar. Bahan ajar
Pelatihan Dasar CPNS merupakan acuan minimal bagi para pengajar
dalam menumbuh kembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
peserta Pelatihan Dasar CPNS terkait dengan isi dari bahan ajar yang
sesuai agenda dalam pedoman Pelatihan Dasar CPNS. Oleh karena
bahan ajar ini merupakan produk yang dinamis, maka para pengajar
dapat meningkatkan pengembangan inovasi dan kreativitasnya dalam
mentransfer isi bahan ajar ini kepada peserta Pelatihan Dasar CPNS.
Selain itu, peserta Pelatihan Dasar CPNS dituntut kritis untuk
menelaah isi dari bahan ajar Pelatihan Dasar CPNS ini. Sehingga apa
yang diharapkan penulis, yaitu pemahaman secara keseluruhan dan
kemanfaatan dari bahan ajar ini tercapai.
Akhir kata, kami atas nama Lembaga Administrasi Negara,
mengucapkan terima kasih kepada tim penulis yang telah meluangkan
waktunya untuk melakukan pengayaan terhadap isi dari bahan ajar
ini. Kami berharap budaya pengembangan bahan ajar ini terus
i
Modul
dilakukan

i
Modul

sejalan dengan pembelajaran yang berkelanjutan (sustainable


learning) peserta. Selain itu, kami juga membuka lebar terhadap
masukan dan saran perbaikan atas isi bahan ajar ini. Hal ini
dikarenakan bahan ajar ini merupakan dokumen dinamis (living
document) yang perlu diperkaya demi tercapainya tujuan jangka
panjang yaitu peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia
yang berdaya saing.
Kami sangat menyadari bahwa Modul ini jauh dari sempurna.
Dengan segala kekurangan yang ada pada Modul ini, kami mohon
kesediaan pembaca untuk dapat memberikan masukan yang
konstruktif guna penyempurnaan selanjutnya. Semoga Modul ini
bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Jakarta, Desember 2021


Kepala LAN,

Adi Suryanto

i
Modul

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
BAB I.................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
A. Deskripsi Singkat Mata Diklat...........................................................1
B. Tujuan Pembelajaran............................................................................1
C. Metodologi Pembelajaran...................................................................2
D. Kegiatan Pembelajaran.............................................................................. 2
E. Sistematika Modul..................................................................................3
BAB II................................................................................................................................ 5
KEANEKARAGAMAN BANGSA DAN BUDAYA DI INDONESIA...................5
A. Keanekaragaman Bangsa dan Budaya Indonesia......................5
B. Pentingnya Membangun Rasa Nasionalisme dan Persatuan
Kebangsaan
7
C. Konsep dan Teori Nasionalisme Kebangsaan..........................10
D. Potensi dan Tantangan dalam Keanekaragaman bagi ASN 14
E. Sikap ASN dalam Keanekaragaman Berbangsa.......................17
F. Latihan dan Tugas................................................................................20
BAB III............................................................................................................................ 21
MEWUJUDKAN SUASANA HARMONIS DALAM LINGKUNGAN
BEKERJA DAN MEMBERIKAN LAYANAN KEPADA MASYARAKAT 21
A. Pengertian Nilai Dasar Harmonis dalam Pelayanan ASN....21
B. Etika Publik ASN dalam Mewujudkan Suasana Harmonis. 25
C. Peran ASN dalam Mewujudkan Suasana dan Budaya
Harmonis
33
D. Latihan dan Tugas................................................................................36
i
Modul

BAB IV............................................................................................................................ 38
STUDI KASUS......................................................................................................... 38
PENERAPAN NILAI HARMONIS DALAM LINGKUNGAN BEKERJA. 38
A. Materi Studi Kasus
.............................................................................................................................
38
B. Latihan dan Tugas................................................................................41
C. Praktik Studi Kasus Mandiri............................................................41
BAB V.............................................................................................................................. 43
KESIMPULAN DAN PENUTUP.........................................................................43
A. Kesimpulan.................................................................................................. 43
B. Penutup......................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 45

v
Modul

BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat Mata Diklat


Perkembangan dan kemajuan zaman memberikan tantangan
bagi pelayan masyarakat dalam pemerintahan untuk memiliki
kemampuan yang mumpuni. Setiap abdi negara perlu memiliki
kempetensi teknis sesuai bidang tugas dan kopetensi manajerial
serta sosio kultral dalam rangka bersinergi dan berkolaborasi
untuk terciptanya layanan prima bagi masyarakat.
Sebagai perwujudan hal tersebut telah di tetapkan nilai dasar
yang menjadi standar kompetensi bagis setiap ASN, dengan
akronim BerAKHLAK, yaitu Beroientasi Pelayanan, Akuntabel,
Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif.
Mata Pelatihan Harmonis dalam Latsar BerAKHLAK ini
mengembangkan pengetahuan dan pemahaman kepada setiap
CPNS dalam Latsar ASN mengenai keberagaman berbangsa, rasa
saling menghormati, dan bagaimana menjad pelayan dan abdi
masyarakat yang baik.
Setelah memperoleh pengetahuan dan pemahaman tersebut
maka ASN akan mampu menunjukkan kemampuan menciptakan
suasana harmonis dilingkungan bekerja, memberikan layanan
yang berkeadilan kepada masyarakat, serta dapat menunjukkan
perilaku yang beretika dan menjadi perekat bangsa dalam segala
aspek kehidupan sebagai warga negara.

B. Tujuan Pembelajaran
Mata pelatihan ini bertujuan membentuk ASN yang mampu

1
Modul

mengaktualisasikan nilai harmonis dalam pelaksanaan tugas dan


jabatannya. Indikator keberhasilan pelatihan sebagai berikut:
1. Memahami dan menjelaskan keanekaragaman bangsa
Indonesia serta dampak, manfaat dan potensi disharmonis
di dalamnya.
2. Menjelaskan dan menerapkan nilai harmonis sesuai kode
etik ASN secara konseptual teoritis yang meliputi saling
peduli dan meghargai perbedaan, serta memberikan contoh
perilaku dengan menghargai setiap orang apapun latar
belakangnya, suka menolong orang lain serta membangun
lingkungan kerja yang kondusiif.
3. Menganalisis kasus atau menilai contoh penerapan
harmonis secara tepat.

C. Metodologi Pembelajaran
Proses pembelajaran menggunakan pendekatan orang dewasa
(andragogy). Pembelajaran di berikan dengan berbagai metode,
meliputi paparan, ceramah, diskusi, latihan dan studi kasus. Hal ini
dilaksanakan dalam rangka mewujudkan ASN yang dapat
menciptakan suasana harmonis dalam lingkungan bekerja,
kehidupan bernegara dan memberikan layanan kepada
masyarakat.
Evaluasi kepada peserta berasal dari penilaian sikap perilaku, hasil
latihan atau studi kasus, dan nilai ujian yang diberikan.

D. Kegiatan Pembelajaran
1. Peserta setelah menerima material pembelajaran dapat
melakukan belajar mandiri membaca dan memahami isi
modul

2
Modul

2. Untuk Bab 2-4 Peserta dapat mengerjakan latihan soal dan


tugas mandiri
3. Faslitator pada pembelajaran di kelas (baik on line ataupun
offline) dapat memaparkan dan berdiskusi di kelas
mengenai pemahaman peserta terkait materi pada Bab 2-5
4. Fasilitator menjelas kan mekanisme studi kasus dan melatih
peserta mengidentifikasi dan menganalisi permasalahan
dalam studi kasus
5. Peserta melakukan praktik mandir mengerjakan studi kasu
yang diberikan
6. Setelah proses pembelajaran fasilitator dapat mengevaluasi
hasil proses pembelajaran.

E. Sistematika Modul
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini ber i s i deskripsi singkat mata pelajaran, tujuan
pembelajaran, metodologi pembelajaran, dan
Sistematika Modul Pembelajaran.

BAB II KEANEKARAGAMAN BANGSA DAN BUDAYA


Bab ini memuat uraian tentang Keanekaragaman Bangsa
dan Budaya Indonesia, Potensi dan Tantangan dalam
Keanekaragaman bagi ASN, Sikap ASN dalam
Keanekaragaman.

BAB III MEWUJUDKAN SUASANA HARMONIS DALAM


PELAYANAN ASN KEPADA MASYARAKAT

3
Modul

Bab ini memuat Pengertian dan arti pentingnya susana


harmonis dalam Pelayanan ASN, Dasar-dasar nilai etika
ASN, Penerapan etika ASN secara individu, Penegakkan
etika ASN dalam Organisasi, Etika ASN dalam
bermasyarakat, serta Upaya ASN Mewujudkan
Keharmonisan.

Bab IV STUDI KASUS


Bab ini memberikan contoh studi kasus potensi
disharmonis pada suatu instansi pemerintahan dalam
melayani masyarakat kemudian melatih kemampuan
untuk menidentifikasi permasalahan, menganalisis
penyabab dan solusi menciptakan suasana harmoni

Bab V KESIMPULAN dan PENUTUP


Bab ini berisi Arti pentingnya susana harmonis dalam
Pelayanan ASN, Tantangan dalam mewujudkan
Keharmonisan, Upaya Mewujudkan Keharmonisan.

4
Modul

BAB II
KEANEKARAGAMAN BANGSA DAN BUDAYA DI INDONESIA

Tujuan Pembelajaran:
Peserta mampu menjelaskan keanekaragaman bangsa Indonesia serta
dampak, manfaat dan potensi disharmonis di dalamnya.

A. Keanekaragaman Bangsa dan Budaya Indonesia


Republik Indonesia (RI) adalah negara di Asia Tenggara yang dilintasi
garis khatulistiwa dan berada di antara daratan benua Asia dan
Australia, serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri
dari
17.504 pulau. Nama alternatif yang biasa dipakai adalah Nusantara.
Dengan populasi mencapai 270.203.917 jiwa pada tahun 2020,
Indonesia menjadi negara berpenduduk terbesar keempat di dunia.
Indonesia juga dikenal karena kekayaan sumber daya alam, hayati,
suku bangsa dan budaya nya. Kekayaan sumber daya alam berupa
mineral dan tambang, kekayaan hutan tropis dan kekayaan dari lautan
diseluruh Indonesia.
Dari Sabang di ujung Aceh sampai Merauke di tanah Papua, Indonesia
terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Berdasarkan
rumpun bangsa (ras), Indonesia terdiri atas bangsa asli pribumi
yakni Mongoloid Selatan/Austronesia dan Melanesia di mana bangsa
Austronesia yang terbesar jumlahnya dan lebih banyak mendiami
Indonesia bagian barat. Secara lebih spesifik, suku bangsa Jawa
adalah suku bangsa terbesar dengan populasi mencapai 42% dari
seluruh penduduk Indonesia. Semboyan nasional Indonesia,

5
Modul
"Bhinneka tunggal ika" ("Berbeda-beda namun tetap satu"),
bermakna

6
Modul

keberagaman sosial-budaya yang membentuk satu kesatuan/negara.


Selain memiliki populasi penduduk yang padat dan wilayah yang
luas, Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat
keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia 30 juta jiwa. Daftar
keberagaman suku bangsa indonesia dapat dilihat dalam Lampiran 1
modul ini.
Keaneka ragaman suku bangsa itu dapat dipahami disebabkan
karena kondisi letak geografis Indonesia yang berada di
persimpangan dua benua dan samudra. Hal tersebut mengakibatkan
terjadinya percampuran ras, suku bangsa, agama, etnis dan budaya
yang membuat beragamnya suku bangsa dan budaya diseluruh
indonesia. Keanekaragaman suku bangsa dan budaya membawa
dampak terhadap kehidupan yang meliputi aspek aspek sebagai
berikut:
1. Kesenian
2. Religi
3. Sistem Pengetahuan
4. Organisasi social
5. Sistem ekonomi
6. Sistem teknologi
7. Bahasa.
Makna nasionalisme secara politis merupakan manifestasi kesadaran
nasional yang mengandung citacita dan pendorong bagi suatu
bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan atau mengenyahkan
penjajahan maupun sebagai pendorong untuk membangun dirinya
maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya. Kita sebagai
warga negara Indonesia, sudah tentu merasa bangga dan mencintai
bangsa dan negara Indonesia. Kebanggaan dan kecintaan kita

7
Modul
terhadap bangsa dan negara tidak berarti kita merasa lebih hebat
dan lebih

8
Modul

unggul daripada bangsa dan negara lain. Kita tidak boleh memiliki
semangat nasionalisme yang berlebihan (chauvinisme) tetapi kita
harus mengembangkan sikap saling menghormati, menghargai dan
bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain.
Nasionalisme dalam arti sempit adalah suatu sikap yang meninggikan
bangsanya sendiri, sekaligus tidak menghargai bangsa lain
sebagaimana mestinya. Sikap seperti ini jelas mencerai-beraikan
bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Keadaan seperti ini sering
disebut chauvinisme. Sedang dalam arti luas, nasionalisme
merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap
bangsa dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain.
Nasionalisme Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan
manusia Indonesia terhadap bangsa dan tanah airnya yang
didasarkan pada nilai-nilai Pancasila.
Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila
yang diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa: menempatkan
persatuan dan kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan
golongan;menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan
bangsa dan negara; bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah
air Indonesia serta tidak merasa rendah diri; mengakui persamaan
derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan
sesama bangsa; menumbuhkan sikap saling mencintai sesama
manusia; mengembangkan sikap tenggang rasa.

B. Pentingnya Membangun Rasa Nasionalisme dan


Persatuan Kebangsaan
Sejarah perjuangan bangsa menunjukkan bahawa pada masa lalu

9
Modul

bangsa kita adalah bangsa yang besar. Pada masa jayanya kepulauan
nusantara pernah berdiri kerajaan besar seperti Sriwijaya dan
Majapahit.
Namun setelah era kejayaan kedua kerajaan besar tersebut,
nusantara terpecah belah sehingga akhirnya jatuh dalam
kolonialisme negara penjajah. Terhitung beberapa negara yang telah
nenjajah kepulauan nusantara. Mulai dari bangsa Portugis dan
Inggris yang meliputi antara lain wilayah Malaka, Demak, Maluku,
Mataram, dan Sunda Kelapa. Kemudian hadirnya VOC/Belanda yang
mengambil alih beberapa wilayah hingga hampir meliputi seluruh
wilayah Indonesia saat ini. Hingga akhirnya pada masa perang dunia
kedua Indonesia jatuh ke tangan Jepang yang menguasai wilayah
Asia.
Perjuangan untuk menjadi bangsa merdeka terus dilakukan pada
beberapa wilayah Indonesia. Perlawanan sampai awal abad ke-20
terhadap Belanda tidak dapat terusir dari tanah air Indonesia.
Beberapa kelemahan perjuangan Bangsa Indonesia yang membuat
gagalnya perlawanan tersebut antara lain :
1. Perlawanan dilakukan secara sporadis dan tidak serentak
2. Perlawanan biasanya dipimpin oleh pimpinan kharismatik
sehingga tidak ada yang melanjutkan
3. Sebelum masa kebangkitan nasional tahun 1908 perlawanan
hanya menggunakan kekuatan senjata
4. Para pejuang di adu domba oleh penjajah (devide et
impera/politik memecah belah bangsa Indonesia)
Sejarah juga memberikan pembelajaran, kelahiran Budi Oetomo Tahun
1908 dianggap sebagai dimulainya Kebangkitan Nasional karena
menggunakan strategi perjuangan yang baru dan berbeda dengan

1
Modul
perjuangan sebelumnya. Kebangkitan nasional mendorong perjuangan

1
Modul

kemerdekaan dapat berhasil jika bangsa Indonesia Bersatu, yang


gelombang nya memuncak pada saat kongres Pemuda dengan
merumuskan Sumpah Pemuda. Dimana istilah satu Indonesia dan untuk
pertama kalinya Lagu Indonesia Raya dikumandangkan.
Konsep Persatuan Bangsa ini sebenarnya merupakan nilai dasar yang
telah dimiliki bangsa Indonesia pada masa lalu. Semboyan Bhineka
tunggal ika telah lama dimiliki bangsa di nusantara.
Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yang dirumuskan oleh para pendiri
bangsa.
Istilah tersebut diadaptasi dari sebuah kakawin peninggalan
Kerajaan Majapahit. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika pertama kali
diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam kitabnya, kakawin Sutasoma.
Dalam bahasa Jawa Kuno kakawin artinya syair. Kakawin Sutasoma
ditulis pada tahun 1851 dengan menggunakan aksara Bali, namun
berbahasa Jawa Kuno. Kutipan frasa 'Bhinneka Tunggal Ika' terdapat
pada pupuh 139 bait 5. Berikut bunyi petikan pupuh tersebut:
"Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinneki rakwa ring apan
kena parwanosen, Mangkang Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal,
Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa".
Kalimat di atas artinya "Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat
yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa
dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal.
Terpecahbelahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan
dalam kebenaran.
Dalam kakawin tersebut, Mpu Tantular mengajarkan makna toleransi
antar umat beragama dan dianut oleh pemeluk agama Hindu dan
Buddha. Semboyan "Bhinneka tunggal ika tan hana dharma

1
Modul
mangrwa"

1
Modul

sendiri digunakan untuk menciptakan kerukunan di antara rakyat


Majapahit dalam kehidupan beragama.
Pada masa perjuangan kemerdekaan dijelaskan, pendiri bangsa yang
pertama kali menyebut frasa Bhinneka Tunggal Ika adalah Moh
Yamin. Dia mengucapkannya di sela-sela sidang BPUPKI. Kemudian I
Gusti Bagus Sugriwa, tokoh yang berasal dari Bali, menyahut dengan
ucapan "tan hana dharma mangrwa".
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun
1951 tentang Lambang Negara, Bhinneka Tunggal Ika ditulis dengan
huruf latin dalam bahasa Jawa Kuno tepat di bawah lambang negara.
Sebagaimana bunyi Pasal 5 sebagai berikut:
"Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan
dalam bahasa Jawa-Kuno, yang berbunyi: BHINNEKA TUNGGAL IKA."
Nampak jelas bahwa para pendiri bangsa sangat peduli dan penuh
kesadaran bahwa bangsa Indonesia merupakan perkumpulan bangsa
yang berbeda dan hanya rasa persatuan, toleransi, dan rasa saling
menghargai yang dapat membuat tegaknya NKRI.
Sejarah kejayaan bangsa dan kelamnya masa penjajahan karena
terpecah belah telah membuktikan hal tersebut.

C. Konsep dan Teori Nasionalisme Kebangsaan


Beberapa aliran besar dalam konsep dan teori mengenai
nasionalisme kebangsaan, yaitu aliran modernis, aliran primordialis,
aliran perenialis, dan aliran etno.
1. Perspektif modernis dipelopori diantaranya oleh Ben Anderson
(1991), J. Breully (1982,1996), C. Calhoun (1998), E. Gellner
(1964, 1983) E. Hobsbawn (1990), E. Kedourie (1960). Perspektif
modernis melihat bahwa bangsa merupakan hasil dari

1
Modul

modernisasi dan rasionalisasi seperti di contohkan dalam Negara


Birokratis, ekonomi industry, dan konsep sekuler tentang
otonomi manusia. Perspektif modernis memandang dunia pra
modern berupa formasia politik yang heterogen (kerajaan, negara
– kota, teritori teokrasi, dilegitimasikan oleh prinsip dinasti,
agama, ditandai keragaman bahasa, budaya, batas territorial yang
cair, dan terpenggal, stratifikasi sosial dan regional, menjadi
lenyap dengan hadirnya Negara bangsa.
Menurut John Hutchison (2005:10-11) dalam aliran modernis,
ada lima aspek utama dalam formasi kebangsaan ;
a. Unit politik sekuler, muncul dari gagasan kedaulatan rakyat
dan mencari wujudnya dalam bentuk Negara yang
independen dan dipersatukan oleh hak hak
kewarganegaraan universal
b. Teritori yang terkonsolidasikan, dengan skala baru
organisasai yang diusung oelh Negara birokratis, ekonomi
pasar, jaringan komunikasi yang lebih intensif
c. Secara etnis lebih homogen dibanding dengan masyarakat
polietnis sebelumnya, berkat kebajikan polisi Negara,
bahasa resmi Negara, pengajaran etos patriotic dan
peminggiran minoritas
d. Unit budaya tertinggi berlandaskan pada standarisasi
budaya baca tulis dan kapitalisme percetakan, dimana
genre baru surat kabar, novel, menyediakan dasar yang
diperlukan bagi keterasingan masyarakat industrial
e. Munculnya kelas menengah baru yang mudah berpindah
(mobile) dan mendominasi kehidupan nasional. Para ahli
perspektif modernis menolak keterkaitan antara komunias

1
Modul

etno-religious dan tradisi masa lalu, karena dianggap


sebagai periode pra politik. Perspektif modernis sangat
menekankan semangat kebaruan (novelty) dari bangsa,
serta munculnya sebagai hasil bentuk organisasi modern.
Menurut John Hutchison, ada beberapa kelemahan dalam
aliran modernis ini yaitu:
f. Pada banyak periode sejarah, etinisitas menyediakan
kerangka penting bagi identitas kolektif dan tindakan
politik kolektif
g. Aliran modernis gagal mengakui adanya keragaman
perbedaan sumber daya yang tidak bisa diprediksi dan
dinamisme dalam era modern yang dapat bertindak
sebagai katalis bagi formasi etnisitas
h. Meski banyak identitas etnisitas yang memudar, akan
tetapi pada bagian lainnya, etnisitas menjelma dan masuk
kedalam sastra, institusi keagamaan, ode kode hukum,
serta mempengaruhi representasi sosial politik yang lebih
luas, dan pada taraf tertentu sama dengan bangsa modern
i. Penekanan yang berlebihan pada karakter statis
daribangsa, akibatnya gagal mengakui kerapuhan dari
negara dalam dunia modern, yang mengarah kepada
kebangkita etno komunal, yang hendak merestrukturisasi
komunitas politik modern, meredefinisi bentangan
territorial, karakter budaya, dan konsep kewargaan,
seperti yang muncul di beberapa Negara Eropa Timur pada
beberapa decade lalu hingga sekarang. Hal ini
membuktikan bahwa etnisitas tidak bisa dipandang
sebagai residuan dan reaktif semata.

1
Modul
j. Prinsip prinsip etnik pada taraf tertentu mendefinisikan

1
Modul

watak dari kebangkitan kembali, dan memiliki efek yang


berbeda dalam formasi Negara modern.
2. Berbeda dengan perspektif modernis, aliran Primordialis dengan
tokohnya Clifford Geertz (1963) melihat bahwa bangsa
merupakan sebuah pemberian historis, yang terus hadir dalam
sejarah manusia dan memperlihatkan kekuatan inheren pada
masa lalu dan generasi masa kini.
3. Berikutnya aliran perspektif perenialis dengan tokohnya Adrian
Hastings (1997) melihat bahwa bangsa bisa ditemukan di
pelbagai zaman sebelum periode modern. Dengan demikian,
dalam perspektif primordialis dan perspektif modernis, bangsa
modern bukanlah sesuatu yang baru, karena dia muncul sebagai
kelanjutan dari periode sebelumnya.
4. Akhirnya aliran etnosimbolis, seperti ditunjukkan dalam karya
John Amstrong (1982) dan Anthony Smith (1986)‘ aliran ini
mencoba menggabung ketiga pendekatan tersebut diatas. Aliran
etnosimbolis melihat bahwa kelahiran bangsa pasca abad ke-18,
merupakan sebuah spesies baru dari kelompok etnis yang
pembentukannya harus dimengerti dalam jangka panjang. Dari
perspektif primordialis, etnosimbolis melihat perlunya
memperhitungkan kekuatan efektif yang berjangka panjang dari
sentiment dan symbolsymbol etnis. Dari perspektif perenialis,
etnosimbolis mengambil sisi perlunyamemperhitungkan
kehadiran dunia politik etnis yang kompleks dalam sejarah, dan
perannya dalam menyediakan blok bangunan modern. Dari
perspektif modernis, etnosimbolis mengambil sisi tentang
perbedaan bangsa yang muncul pasca abad ke-18, serta peran
penting yang dimainkan ideology nasionalisme dan proses sosial

1
Modul

baru seperti sekulerisasi, birokratisasi, industrialisasi.

D. Potensi dan Tantangan dalam Keanekaragaman bagi ASN


Dalam konteks kebangsaan, perspektif etnosimbolis lebih mendekati
kenyataan di Indonesia. Sejarah telah menunjukkan bahwa para
pendiri bangsa yang tergabung dalam BPUPKI, berupaya mencari
titik temu diantara berbagai kutub yang saling berseberangan.
Kebangsaan Indonesia berupaya untuk mencari persatuan dalam
perbedaan. Persatuan menghadirkan loyalitas baru
dan kebaruan dalam bayangan komunitas politik, kode
kode solidaritas, dan institusi sosial politik. Hal ini terutama di
representasikan dengan Negara persatuan
– dengan segala simbolnya- untuk mengatasi faham golongan dan
perseorangan, konstitusi dan perundang undangan, ideology
pancasila, kesamaan warga di depan hukum, dan bahasa persatuan.
Perbedaan dimungkinkan dengan menghormati masa lalu,
keberlanjutan etnisitas, warisan kerajaan, kearifan lokal tradisional,
budaya dan bahasa daerah, penghormatan terhadap hak hak adat,
golongan minoritas, serta kebebasan untuk memeluk dan
mengembangan agama dan keyakinan masing masing.
Kebhinekaan dan Keberagaman suku bangsa dan budaya
memberikan tantangan yang besar bagi negara Indonesia. Wujud
tantangan ada yang berupa keuntungan dan manfaat yang antara lain
berupa:
1. Dapat mempererat tali persaudaraan
2. Menjadi aset wisata yang dapat menghasilkan pendapatan
negara
3. Memperkaya kebudayaan nasional
4. Sebagai identitas negara indonesia di mata seluruh negara

1
Modul
di dunia

2
Modul

5. Dapat dijadikan sebagai ikon pariwisata sehingga para


wisatawan dapat tertaarik dan berkunjung di
Indonesia
6. Dengan banyaknya wisatawan maka dapat menciptkan
lapangan pekerjaan
7. Sebagai pengetahuan bagi seluruh warga di dunia
8. Sebagai media hiburan yang mendidik
9. Timbulnya rasa nasionalisme warga negara terhadap
negara Indonesia
10. Membuat Indonesia terkenal dimata dunia berkat
keberagaan budaya yang kita miliki
Selain memberikan manfaat tersebut keanekaragaman juga
memberikan tantangan kepada negara kita. Keberagaman bangsa
Indonesia juga merupakan tantangan berupa ancaman, karena
dengan adanya kebhinekaan tersebut mudah membuat penduduk
Indonesia berbeda pendapat yang lepas kendali, mudah tumbuhnya
perasaan kedaerah yang amat sempit yang sewaktu bisa menjadi
ledakan yang akan mengancam integrasi nasional atau persatuan dan
kesatuan bangsa. Hal ini Nampak bagaimana dengan mudahnya
bangs akita dimasa lalu di pecah belah oleh bangsa penjajah.
Beberapa potensi tantangan yang muncul dapat ditandai dengan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Tidak adanya persamaan pandangan antarkelompok, seperti
perbedaan tujuan, cara melakukan sesuatu, dan sebagainya.
2. Norma-norma sosial tidak berfungsi dengan baik sebagai alat
mencapai tujuan.
3. Adanya pertentangan norma-norma dalam masyarakat
sehingga menimbulkan kebingungan bagi masyarakat.

2
Modul
4. Pemberlakuan sanksi terhadap pelanggar atas norma yang

2
Modul

tidak tegas atau lemah.


5. Tindakan anggota masyarakat sudah tidak lagi sesuai dengan
norma yang berlaku.
6. Terjadi proses disosiatif, yaitu proses yang mengarah pada
persaingan tidak sehat, tindakan kontroversial, dan
pertentangan (disharmonis)
7. Menguatnya etnosentrisme dalam masyarakatyaitu berupa
perasaan kelompok dimana kelompok merasa dirinya paling
baik, paling benar, dan paling hebat sehingga mengukur
kelompok lain dengan norma kelompoknya sendiri. Sikap
etnosentrisme tidak hanya dalam kolompok suku, namun juga
kelompok lain seperti kelompok pelajar, partai politik,
pendukung tim sepakbola dan sebagainya.
8. Stereotip terhadap suatu kelompok,yaitu anggapan yang
dimiliki terhadap suatu kelompok yang bersifat tidak baik.
Seperti anggapan suatu kelompok identik dengan kekerasan,
sifat suatu suku yang kasar, dan sebagainya.
Kondisi atau tanda-tanda tersebut merupakan gejala yang dapat
menjadi faktor pemicu terjadinya disharmonis atau kejadian
disharmonis di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Tantangan disharmonis dalam masyarakat dapat dikelompokkan
menjadi beberapa kondisi sebagai berikut.
1. Disharmonis antarsuku yaitu pertentangan antara suku yang
satu dengan suku yang lain. Perbedaan suku seringkali juga
memiliki perbedaan adat istiadat, budaya, sistem kekerabatan,
norma sosial dalam masyarakat. Pemahaman yang keliru
terhadap perbedaan ini dapat menimbulkan disharmonis
dalam masyarakat.

2
Modul

2. Disharmonis antaragama yaitu pertentangan antarkelompok


yang memiliki keyakinan atau agama berbeda. Disharmonis ini
bisa terjadi antara agama yang satu dengan agama yang lain,
atau antara kelompok dalam agama tertentu.
3. Disharmonis antarras yaitu pertentangan antara ras yang satu
dengan ras yang lain. Pertentangan ini dapat disebabkan sikap
rasialis yaitu memperlakukan orang berbeda-beda
berdasarkan ras.
4. Disharmonis antargolongan yaitu pertentangan antar
kelompok dalam masyarakat atau golongan dalam masyarakat.
Golongan atau kelompok dalam masyarakat dapat dibedakan
atas dasar pekerjaan, partai politik, asal daerah, dan
sebagainya.

E. Sikap ASN dalam Keanekaragaman Berbangsa


Berdasarkan pandangan dan pengetahuan mengenai kenekaragaman
bangsa dan budaya, sejarah pergerakan bangsa dan negara, konsep
dan teori nasionalisme berbangsa, serta potensi dan tantangannya
maka sebagai ASN harus memiliki sikap dalam menjalankan peran
dan fungsi pelayanan masyarakat. ASN bekerja dalam lingkungan
yang berbeda dari sisi suku, budaya, agama dan lain-lain.
Sejak awal berdirinya Indonesia, agenda membangun bangsa (nation
building) meruapkan sesuatu yang harus terus menerus dibina,
dilakukan dan ditumbuh kembangkan. Dengan demikian, keberadaan
Bangsa Indonesia terjadi karena dia memiliki satu nyawa, satu asal
akal, yang tumbuh dalam jiwa rakyat sebelumnya yang menjalani
satu kesatuan riwayat, yang membangkitkan persatuan karakter dan
kehendak untuk hidup bersama dalam suatu wilayah

2
Modul

geopolitik nyata. Sebagai persenyawaan dari ragam perbedaan suatu


bangsa mestinya memiliki karakter tersendiri yang bisa dibedakan
dari karakter unsur unsurnya.
Selain kehendak hidup bersama, keberadaan bangsa Indonesia juga
didukung oleh semangat Gotong Royong. Dengan Kegotong Royongan
itulan, Negara Indonesia harus mampu melindungi segenap bangsa
dan tumpah darah Nasionalisme Indonesia, bukan membela atau
mendiamkan suatu unsur masyarakat atau bagian tertentu dari
territorial Indonesia.
Negara juga diharapkan mampu memberikan kebaikan bersama bagi
warganya tanpa memandang siapa dan dari etnis mana, apa
agamanya. Semangat gotong royong juga dapat diperkuat dalam
kehidupan masyarakat sipil dan politik dengan terus menerus
mengembangkan Pendidikan kewarganegaraan dan
multikulturalisme yang dapat membangun rasa keadilan dan
kebersamaan dilandasi dengan prinsip prinsip kehidupan public yang
lebih partisipatif dan non diskriminatif. Ada dua tujuan nasionalsime
yang mau disasar dari semangat gotong royong, yaitu kedalam dan
keluar.
 Kedalam, kemajemukan dan keanekaragaman budaya, suku,
etnis, agama yang mewarnai kebangsaan Indonesia, tidak
boleh dipandanga sebagai hal negative dan menjadi ancaman
yang bisa saling menegasikan. Sebaliknya, hal itu perlu
disikapi secara positif sebagai limpahan karunia yang bisa
saling memperkaya khazanah budaya dan pengetahuan
melalui proses penyerbukan budaya.
 Keluar, nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang
memuliakan kemanuiaan universal dengan menjunjung tinggi

2
Modul

persaudaraan, perdamaian, dan keadilan antar umat manusia.


Penanganan masalah akibat keberagaman budaya membutuhkan
pendekatan yang bijak karena masalah keberagaman berhubungan
isu-isu sensitif, seperti suku, agama, ras, dan antargolongan (sara).
Dalam menangani masalah yang ditimbulkan keberagaman budaya
diperlukan langkah dan proses yang berkesinambungan.
 Pertama, memperbaiki kebijakan pemerintah di bidang
pemerataan hasil pembangunan di segala bidang. Hal ini
disebabkan karena permasalahan yang ditimbulkan karena
perbedaan budaya merupakan masalah politis.
 Kedua, penanaman sikap toleransi dan saling menghormati
adanya perbedaan budaya melalui pendidikan pluralitas dan
multikultural di dalam jenjang pendidikan formal. Sejak dini,
warga negara termasuk ASN menanamkan nilai-nilai
kebersamaan, saling menghormati, toleransi, dan solidaritas
sosial sehingga mampu menghargai perbedaan secara tulus,
komunikatif, dan terbuka tanpa adanya rasa saling curiga.
Dengan demikian, model pendidikan pluralitas dan
multikultur tidak sekadar menanamkan nilai-nilai
keberagaman budaya, namun juga memperkuat nilai-nilai
bersama yang dapat dijadikan dasar dan pandangan hidup
bersama.
Sebagai pelayan publik, setiap pegawai ASN senantiasa bersikap adil
dan tidak diskriminasi dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Mereka harus bersikap profesional dan berintegritas
dalam memberikan pelayanan. Tidak boleh mengejar keuntungan
pribadi atau instansinya belaka, tetapi pelayanan harus diberikan
dengan maksud memperdayakan masyarakat, menciptakan

2
Modul
kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Untuk itu integritas

2
Modul

menjadi penting bagi setiap pegawai ASN. Senantiasa menjunjung


tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan, tidak korupsi,transparan,
akuntabel, dan memuaskan publik.
Dalam menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat ASN
dituntut dapat mengatasi permasalahan keberagaman, bahkan
menjadi unsur perekat bangsa dalam menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Itulah sebabnya mengapa peran dan upaya selalu mewujudkan
situasi dan kondisi yang harmonis dalam lingkungan bekerja ASN
dan kehidupan bermasyarakat sangat diperlukan.

F. Latihan dan Tugas

1. Sebutkan dan Jelaskan keanekaragaman sukus bangsa


dan budaya dari tempat anda berasal dan berikan
contohnya?
2. Jelaskan potensi dan tantangan keanekaragaman
dilingkungan anda bekerja?
3. Jelaskan sikap dan perilaku ASN dalam lingkungan yang penuh
dengan keberagaman?

2
Modul

BAB III
MEWUJUDKAN SUASANA HARMONIS DALAM LINGKUNGAN
BEKERJA DAN MEMBERIKAN LAYANAN KEPADA
MASYARAKAT

Tujuan Pembelajaran:
Peserta mampu memahami pentingnya nilai harmonis sesuai kode
etik ASN dan menerapkan nilai tersebut dalam melaksanakan fungsi
dan peran sebagai pelayan publik

A. Pengertian Nilai Dasar Harmonis dalam Pelayanan ASN


1. Pengertian Harmonis
Dalam Kamus Mariam Webster Harmonis (Harmonious)
diartikaan sebagai having a pleasing mixture of notes. Sinonim
dari kata harmonious antara lain canorous, euphonic,
euphonious, harmonizing, melodious, musical, symphonic,
symphonious, tuneful. Sedangkan lawan kata dari harmonious
adalah discordant, disharmonious, dissonant, inharmonious,
tuneless, unmelodious, unmusical.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna dan
tulisan kata ‘harmonis’ yang benar:
 har·mo·nis a bersangkut paut dng (mengenai) harmoni;
seia sekata;
 meng·har·mo·nis·kan v menjadikan harmonis;
 peng·har·mo·nis·an n proses, cara,
perbuatan mengharmoniskan;
 ke·har·mo·nis·an n perihal (keadaan) harmonis;
keselarasan; keserasian: ~ dl rumah tangga perlu

2
Modul

dijaga.
Dari laman Wikipedia, Harmoni (dalam bahasa Yunani:
harmonia) berarti terikat secara serasi/sesuai). Dalam bidang
filsafat, harmoni adalah kerja sama antara berbagai faktor
dengan sedemikian rupa hingga faktor-faktor tersebut dapat
menghasilkan suatu kesatuan yang luhur. Sebagai contoh,
seharusnya terdapat harmoni antara jiwa jasad seseorang
manusia, kalau tidak, maka belum tentu orang itu dapat
disebut sebagai satu pribadi. Dapat dicontohkan, pada bidang
musik, sejak abad pertengahan pengertian harmoni tidak
mengikuti pengretian yang pernah ada sebelumnya, harmoni
tidak lagi menekankan pada urutan bunyi dan nada yang
serasi, tetapi keserasian nada secara bersamaan. Singkatnya
Harmoni adalah ketertiban alam dan prinsip/hukum alam
semesta.
Di lain pihak dalam KBBI juga menyebutkan lawan kata
harmoni yaitu disharmoni/ dis·har·mo·ni/n yang mengandung
arti kejanggalan; ketidakselarasan. Anda dapat menyimak
sebuah lagu berjudul ‘disharmoni’ dari Grup Band Boomerang
yang dirilis pada Tahun 2006. Lagu tersebut dapat disimak
dalam laman you tube berikut
https://www.youtube.com/watch?v=bJ6T0hT-uTk. Semoga
dapat menggambar kan situasi dan kondisi disharmoni
tersebut.
Tentunya kita tidak menginginkan situasi dan kondisi
disharmoni tersebut terjadi dalam kehidupan kita bukan?
Begitu juga saat kita bekerja dan menjalankan tugas sebagai
ASN. Oleh karena itu kita sebisa mungkin mengantisipasi

3
Modul
situasi dan kondisi agar situasi harmonis tercipta dan potensi

3
Modul

disharmoni dapat kita hindari.


2. Pentingnya Suasana Harmonis
Salah satu kunci sukses kinerja suatu organisasi berawal dari
suasana tempat kerja. Energi positif yang ada di tempat kerja
bisa memberikan dampak positif bagi karyawan yang akhirnya
memberikan efek domino bagi produktivitas, hubungan
internal, dan kinerja secara keseluruhan.
Memperhatikan aspek filosofis dari kata pengertian harmonis
diatas, maka jika diibaratkan suatu aliran dalam seni musik
yang membicarakan tentang hubungan antara nada satu
dengan nada yang lain. Kaidah-kaidah yang dikemukakan oleh
seorang komponis dan ahli teori musik bernama Jean Philippe
Rameau (1683—1764) menjadi landasan dasar dalam seni
musik sampai akhir abad ke-19.Pada abad ke-20 tercipta efek-
efek harmoni baru karena adanya penggunaan penadaan baru.
Dalam suatu orkestra, Orkes Harmoni adalah seperangkat
orkes yang secara khusus meliputi alat-alat musik tiup dari
kayu, logam, dan alat musik pukul yang dapat dilengkapi
dengan bas-kontra.
Analogi yang sama dapat diterapkan dalam kehidupan
bermasyarakat, Pola Harmoni merupakan sebuah usaha untuk
mempertemukan berbagai pertentangan dalam masyarakat.
Hal ini diterapkan pada hubungan-hubungan sosial ekonomi
untuk menunjukkan bahwa kebijaksanaan sosial ekonomi
yang paling sempurna hanya dapat tercapai dengan
meningkatkan permusyawaratan antara anggota masyarakat.
Pola ini juga disebut sebagai pola integrasi.
Suasana harmoni dalam lingkungan bekerja akan membuatkan

3
Modul

kita secara individu tenang, menciptakan kondisi yang


memungkinkan untuk saling kolaborasi dan bekerja sama,
meningkatkan produktifitas bekerja dan kualitas layanan
kepada pelanggan.
Brian Scudamore (seorang Founder dan CEO sebuah peruahaan
Brand) menyatakan beberapa hal tentang bagaimana membangun
kultur tempat kerja yang harmonis. Suasana tempat kerja yang
positif dan kondusif juga berdampak bagi berbagai bentuk
organisasi. Ada tiga hal yang dapat menjadi acuan untuk
membangun budaya tempat kerja nyaman dan berenergi positif.
Ketiga hal tersebut adalah:
a. Membuat tempat kerja yang berenergi
Sebagian besar karyawan atau orang dalam organisasi
menghabiskan separuh hidupnya di tempat kerja. Untuk itu
tempat kerja harus dibuat sedemikian rupa agar karyawan
tetap senang dan nyaman saat bekerja. Tata ruang yang baik
dan keberadaan ruang terbuka sangat disarankan. Desain
ruang terbuka dapat meningkatkan komunikasi, hubungan
interpersonal dan kepuasan kerja, sekaligus optimal
mengurangi terjadinya disharmonis yang disebabkan
kurangnya komunikasi.
b. Memberikan keleluasaan untuk belajar dan memberikan
kontribusi
Selalu ingat dalam sebuah organisasi Anda bukan satu-satunya
orang yang menjalankan alur produktivitas. Ketika Anda sudah
"mentok", ada baiknya Anda mencari ide dari orang-orang yang
berada dalam tim. Hal tersebut mampu meningkatkan
keterlibatan dan rasa memiliki karyawan dalam sebuah bisnis

3
Modul

atau organisasi.
c. Berbagi kebahagiaan bersama seluruh anggota organisasi
Tak dapat dielakkan jika pendapatan adalah salah satu
motivator terbaik di lingkungan kerja. Demikian juga rasa
memiliki. dengan membagi kebahagiaan dalam organisasi
kepada seluruh karyawan dapat meningkatkan rasa
kepemilikan dan meningkatkan antusiasme para karyawan.

B. Etika Publik ASN dalam Mewujudkan Suasana Harmonis


1. Pengertian Etika dan kode Etik
Weihrich dan Koontz (2005:46) mendefinisikan etika sebagai
“the dicipline dealing with what is good and bad and with
moral duty and obligation”.
Secara lebih spesifik Collins Cobuild (1990:480)
mendefinisikan etka sebagai “an idea or moral belief that
influences the behaviour, attitudes and philosophy of life of a
group of people”. Oleh karena itu konsep etika sering
digunakan sinonim dengan moral.
Ricocur (1990) mendefinisikan etika sebagai tujuan hidup
yang baik bersama dan untuk orang lain di dalam institusi
yang adil. Dengan demikian etika lebih difahami sebagai
refleksi atas baik/buruk, benar/salah yang harus dilakukan
atau bagaimana melakukan yang baik atau benar, sedangkan
moral mengacu pada kewajiban untuk melakukan yang baik
atau apa yang seharusnya dilakukan.
Kode Etik adalah aturan-aturan yang mengatur tingkah laku
dalam suatu kelompok khusus, sudut pandangnya hanya
ditujukan pada hal-hal prinsip dalam bentuk

3
Modul

ketentuanketentuan tertulis.
Adapun Kode Etik Profesi dimaksudkan untuk mengatur
tingkah laku/etika suatu kelompok khusus dalam masyarakat
melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan dapat
dipegang teguh oleh sekelompok profesional tertentu.
2. Etika publik
Etika Publik merupakan refleksi tentang standar/norma yang
menentukan baik/buruk, benar/salah perilaku, tindakan dan
keputusan untuk mengarahkan kebijakan publik dalam rangka
menjalankan tanggung jawab pelayanan publik. Ada tiga fokus
utama dalam pelayanan publik, yakni:
a. Pelayanan publik yang berkualitas dan relevan.
b. Sisi dimensi reflektif, Etika Publik berfungsi sebagai
bantuan dalam menimbang pilihan sarana kebijakan
publik dan alat evaluasi.
c. Modalitas Etika, menjembatani antara norma moral dan
tindakan faktual.
3. Sumber kode etik ASN antara lain meliputi:
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara (ASN)
b. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1959 tentang
Sumpah Jabatan Pegawai Negeri Sipil dan Anggota
Angkatan Perang
c. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang
Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil
d. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang

3
Modul

Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri


Sipil.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin PNS.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Manajemen PNS
4. Kode Etik ASN
Tuntutan bahwa ASN harus berintegritas tinggi adalah bagian
dari kode etik dan kode perilaku yang telah diatur di dalam UU
ASN. Berdasarkan pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang
ASN ada dua belas kode etik dan kode perilaku ASN itu, yaitu:
a. Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung
jawab, dan berintegritas tinggi;
b. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
c. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa
tekanan;
d. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan
atau Pejabat yang Berwenang sejauh tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan etika pemerintahan;
f. Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan
negara;
g. Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efisien;
h. Menjaga agar tidak terjadi disharmonis kepentingan
dalam melaksanakan tugasnya;

3
Modul

i. Memberikan informasi secara benar dan tidak


menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan
informasi terkait kepentingan kedinasan.
5. Perilaku ASN
Penerapan sikap perbertika ilaku yang menunjukkan ciri-ciri
sikap harmonis. Tidak hanya saja berlaku untuk sesama ASN
(lingkup kerja) namun juga berlaku bagi stakeholders
eksternal. Sikap perilaku ini bisa ditunjukkan dengan:
a. Toleransi
b. Empati
c. Keterbukaan terhadap perbedaan.
Sebagian besar pejabat publik, baik di pusat maupun di
daerah, masih mewarisi kultur kolonial yang memandang
birokrasi hanya sebagai sarana untuk melanggengkan
kekuasaan dengan cara memuaskan pimpinan.
Berbagai cara dilakukan hanya sekedar untuk melayani dan
menyenangkan pimpinan. Loyalitas hanya diartikan sebatas
menyenangkan pimpinan, atau berusaha memenuhi
kebutuhan peribadi pimpinannya. Kalau itu yang dilakukan
oleh para pejabat publik, peningkatan kinerja organisasi tidak
mungkin dapat terwujud.
Oleh karena itu perlu ada perubahan mindset dari seluruh
pejabat publik. Perubahan mindset ini merupakan reformasi
birokrasi yang paling penting, setidaknya mencakup
tiga aspek penting yakni:
a. Pertama, berubah dari penguasa menjadi pelayan;
b. Kedua, merubah dari ’wewenang’ menjadi ’peranan’;
c. Ketiga, menyadari bahwa jabatan publik adalah amanah,

3
Modul

yang harus dipertanggung jawabkan bukan hanya di


dunia tapi juga di akhirat.
Semua pemimpin harus mempertanggung jawabkan
kepemimpinannya di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Perubahan pola pikir yang juga harus dilakukan adalah
perubahan sistem manajemen, mencakup kelembagaan,
ketatalaksanaan, budaya kerja, dan lain-lain untuk mendukung
terwujudnya good governance.
6. Tata Kelola dan Etika dalam Organisasi
Sebagai pelayan, tentu saja pejabat publik harus memahami
keinginan dan harapan masyarakat yang harus dilayaninya.
Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan
hak-haknya sebagai dampak globalisasi yang ditandai revolusi
dibidang telekomunikasi, teknologi informasi, transportasi
telah mendorong munculnya tuntutan gencar yang dilakukan
masyarakat kepada pejabat publik untuk segera
merealisasikan penyelenggaraan tata kelola pemerintahan
yang baik (good governance).
Pola-pola lama dalam penyelenggaraan pemerintahan sudah
tidak sesuai lagi dengan tatanan masyarakat yang telah
berubah. Oleh karena itu tuntutan masyarakat tersebut
merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya ditanggapi
para pejabat publik dengan melakukan perubahan paradigma
dalam penyelenggaraan pembangunan yang terarah bagi
terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Kata ’good’ dalam ’good governance’ mengandung makna:
Pertama, nilai-nilai yang menjunjung tinggi
keinginan/kehendak masyarakat dalam pencapaian tujuan

3
Modul

nasional, kemandirian, pembangunan berkelanjutan, dan


keadilan sosial; Kedua, aspek-aspek fungsional dari
pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugas
untuk mencapai tujuan tersebut. Adapun pengertian
’governance’ menurut UNDP yakni ”The exercise of political,
economic, and administrative authority to manage a country’s
affairs at all levels of society”.
Untuk mewujudkan efektifitas dan efisiensi pembangunan dan
pelayanan publik, para pejabat publik dan seluruh ASN harus
dapat merealisasikan prinsip-prinsip akuntabilitas,
transparansi, kesetaraan, profesionalitas, supremasi hukum,
kesetaraan, dan lain-lain. Realitasnya, hambatan utama dalam
merealisasikan prinsip-prinsip tersebut adalah aspek
”moralitas”, antara lain munculnya fenomena baru dalam
masyarakat berupa lahirnya kebudayaan indrawi yang
materialistik dan sekularistik. Sementara itu perkembangan
moral dan spiritual mengalami pelemahan, kalaupun masih
tumbuh, ia tidak seimbang atau bahkan tertinggal jauh dari
perkembangan yang bersifat fisik, materi dan rasio. Orientasi
materialistik ini menyebabkan ukuran atau indikator
keberhasilan para pejabat publik hanya dilihat dari faktor fisik
semata, dengan mengabaikan moralitas dalam proses
pencapaiannya. Implikasinya, para pejabat publik hanya peduli
terhadap pembangunan fisik saja dengan mengabaikan aspek-
aspek moralitas dan spiritualitas, sehingga semakin sulit
mewujudkan prinsip-prinsip ’good governance’.
7. Etika ASN sebagai pelayan publik
Seperti telah sering diuraikan, norma etika yang berisi berbagai

3
Modul

ketentuan dan kaidah moralitas memiliki perbedaan dalam


sistem sanksi jika dibandingkan dengan norma hukum. Sistem
sanksi dalam norma hukum sebagian besar bersifat paksaan
(coercive) dan karena itu memerlukan aparat penegak hukum
yang dibentuk atau difasilitasi oleh negara. Sebaliknya, sistem
sanksi dalam norma etika tidak selalu bersifat paksaan
sehingga pembebanan sanksi kepada pelanggar norma berasal
dari kesadaran internal, sanksi sosial atau kesepakatan
bersama yang terbentuk karena tujuan dan semangat yang
sama di dalam organisasi.
Supaya etika publik dapat dihayati dan dilaksanakan secara
menyeluruh di dalam organisasi, para pegawai tidak cukup
hanya diberikan definisi atau rumusan-rumusan norma yang
abstrak tanpa rujukan yang jelas mengenai kewajiban dan
larangan yang berlaku. Di sinilah letak pentingnya kode etik
diantara aparat sipil negara atau PNS pada khususnya.
Kode etik adalah rumusan eksplisit tentang kaidah-kaidah atau
norma yang harus ditaati secara sukarela oleh para pegawai di
dalam organisasi publik. Kode etik biasanya
merupakan hasil dari kesepakatan atau konsensus dari sebuah
kelompok sosial dan pada umumnya dimaksudkan untuk
menunjang pencapaian tujuan organisasi.
Maka sebagai aparat pemerintah, para pejabat publik wajib
menaati prosedur, tata-kerja, dan peraturan-peraturan yang
telah ditetapkan oleh organisasi pemerintah. Sebagai
pelaksana kepentingan umum, para pejabat atau pegawai
wajib mengutamakan aspirasi masyarakat dan peka terhadap
kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Dan sebagai manusia yang

4
Modul

bermoral, pejabat dan pegawai harus memperhatikan nilai-


nilai etis di dalam bertindak dan berperilaku. Dengan kata lain,
seorang pejabat dan pegawai pemerintah harus memiliki
kewaspadaan profesional dan
kewaspadaan spiritual. Kewaspadaan profesional berarti
bahwa dia harus menaati kaidah-kaidah teknis dan peraturan-
peraturan yang terkait dengan kedudukannya sebagai seorang
pembuat keputusan. Sementara itu, kewaspadaan spiritual
merujuk pada penerapan nilai-nilai kearifan, kejujuran,
keuletan, sikap sederhana dan hemat,
tanggung-jawab, serta akhlak dan perilaku yang baik.
Etika publik menekankan pada aspek nilai dan norma, serta
prinsip moral, sehingga etika publik membentuk integritas
pelayanan publik. Moral dalam etika publik menuntut lebih
dari kompetensi teknis karena harus mampu mengidentifikasi
masalah-masalah dan konsep etika yang khas dalam pelayanan
publik.
Paham idealisme etik mengatakan bahwa pada dasarnya setiap
manusia adalah baik dan suka hal-hal yang baik. Apabila ada
orang-orang yang menyimpang dari kebaikan, itu semata-mata
karena dia tidak tahu norma untuk bertindak dengan baik atau
tidak tahu cara-cara bertindak yang menuju ke arah kebaikan.
Hal yang diperlukan adalah suatu peringatan dan sentuhan
nurani yang terus-menerus untuk menggugah kesadaran
moral dan melestarikan nilainilai tersebut dalam kehidupan
dan interaksi antar individu. Dengan demikian, para pegawai
dan pejabat perlu terus diingatkan akan rujukan kode etik PNS
yang tersedia. Sosialisasi dari sumber-sumber kode etik itu

4
Modul
beserta

4
Modul

penyadaran akan perlunya menaati kode etik harus dilakukan


secara berkesinambungan dalam setiap jenis pelatihan
kepegawaian untuk melengkapi aspek kognisi dan aspek
profesionalisme dari seorang pegawai sebagai abdi
masyarakat. PNS sebagai ASN diharapkan bekerja baik di
tempat belerja juga menjadi role model di lingkungan
masyarakat. Dengan menegakkan nilai etika maka suasana
harmonis dapat terwujud dilinkungan ditempat bekerja dan
lingkungan masyarakat dimanapun ASN berada.

C. Peran ASN dalam Mewujudkan Suasana dan Budaya Harmonis


1. Peran ASN
Dalam mewujudkan suasana harmoni maka ASN harus memiliki
pengetahuan tentang historisitas ke-Indonesia-an sejak awal
Indonesia berdiri, sejarah proses perjuangan dalam
mewujudkan persatuan bangsa termasuk pula berbagai macam
gerakan gerakan separatism dan berbagai potensi yang
menimbulkan perpecahaan dan menjadi ancaman bagi
persatuan bangsa. Secara umum, menurut Undang-Undang No.
5 Tahun 2014 Pasal 11 tentang ASN, tugas pegawai ASN adalah
sebagai berikut.
a. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
b. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan
berkualitas

4
Modul

c. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan


Republik Indonesia
Beberapa peran ASN dalam kehidupan berbangsa dan
menciptakan budaya harmoni dalam pelaksanaan tugas dan
kewajibannya adalah sebagai berikut:
a. Posisi PNS sebagai aparatur Negara, dia harus bersikap
netral dan adil. Netral dalam artian tidak memihak kepada
salah satu kelompok atau golongan yang ada. Adil, berarti
PNS dalam melaksanakna tugasnya tidak boleh berlaku
diskriminatif dan harus obyektif, jujur, transparan. Dengan
bersikap netral dan adil dalam melaksanakan tugasanya,
PNS akan mampu menciptakan kondisi yang aman, damai,
dan tentram dilingkungan kerjanya dan di masyarakatnya.
Sikap netral dan adil juga harus diperlihatkan oleh PNS
dalam event politik lima tahunan yaitu pemilu dan pilkada.
Dalam pemilu, seorang PNS yang aktif dalam partai politik,
atau mencalonkan diri sebagai anggota legislative (DPR,
DPRD dan DPD), atau mencalonkan diri sebagai kepala
daerah, maka dia harus mundur atau berhenti sementara
dari statusnya sebagai PNS. Tuntutan mundur diperlukan
agar yang bersangkutan tidak menyalahgunakan wewenang
yang dimilikinya untuk kepentingan dirinya dan partai
politiknya. Kalau PNS sudah terlibat dalam kepentingan dan
tarikan politik praktis, maka dia sudah tidak bisa netral dan
obyektif dalam melaksanakn tugas tugasnya. Situasi ini akan
menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap PNS
dan kelembagaan/institusi yang dipimpinnya.
b. PNS juga harus bisa mengayomi kepentingan kelompok

4
Modul

kelompok minoritas, dengan tidak membuat kebijakan,


peraturan yang mendiskriminasi keberadaan kelompok
tersebut. Termasuk didalamnya ketika melakukan
rekrutmen pegawai, penyusunan program tidak
berdasarkan kepada kepentingan golongannya.
c. PNS juga harus memiliki sikap toleran atas perbedaan untuk
menunjang sikap netral dan adil karena tidak berpihak
dalam memberikan layanan.
d. Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban PNS juga harus
memiliki suka menolong baik kepada pengguna layanan,
juga membantu kolega PNS lainnya yang membutuhkan
pertolongan.
e. PNS menjadi figur dan teladan di lingkungan
masyarakatnya. PNS juga harus menjadi tokoh dan panutan
masyarakat. Dia senantiasa menjadi bagian dari problem
solver (pemberi solusi) bukan bagian dari sumber masalah
(trouble maker). Oleh sebab itu , setiap ucapan dan
tindakannya senantiasa menjadi ikutan dan teladan
warganya. Dia tidak boleh melakukan tindakan, ucapan,
perilaku yang bertentangan dengan norma norma sosial dan
susila, bertentangan dengan agama dan nilai local yang
berkembang di masyarakat.
2. Budaya Harmonis
Dalam dunia nyata upaya mewujudkan suasana harmonis tidak
mudah. Realita lingkungan selalu mengalami perubahan
sehingga situasi dan kondisi juga mengikutinya. Ibarat baterai
yang digunakan untuk menggerakkan motor atau mesin suatu
masa akan kehabisan energi dan perlu di ‘charge’ ulang.

4
Modul
Oleh karena itu upaya menciptakan suasana kondusif yang

4
Modul

harmonis bukan usaha yang dilakukan sekali dan jadi untuk


selamanya. Upaya menciptalkan dan menjaga suasana harmonis
dilakukan secara terus menerus.
Mulai dari mengenalkan kepada seluruh personil ASN dari
jenjang terbawah sampai yang paling tinggi, memelihara
suasana harmonis, menjaga diantara personil dan stake holder.
Kemudian yang tidak boleh lupa untuk selalu menyeseuaikan
dan meningkatkan usaha tersebut, sehingga menjadi
habit/kebiasaan dan menjadi budaya hidup harmonis di
kalangan ASN dan seluruh pemangku kepentingannya.
Upaya menciptakan budaya harmonis di lingkungan bekerja
tersebut dapat menjadi salah satu kegiatan dalam rangka
aktualisasi penerapannya.

D. Latihan dan Tugas


1. Jelaskan keberadaan dan pemberlakuan kode etik
dilingkungan tempat anda bekerja?
2. Sebutkan etika ASN yang mendukung terwujudnya
suasana harmonis?
3. Berikan contoh kejadian yang menunjukkan nilai etika dan
pelanggaran etika dilingkungan anda bekerja. Apa upaya yang
dapat anda lakukan untuk mengantisipasi kemungkinan
pelanggaran etika tersebut.
4. Jelaskan pengertian kondisi harmonis dan manfaatnya dalam
bekerja melayani masyarakat?
5. Apakah suasana harmonis telah anda rasakan dilingkungan
anda bekerja saat ini? Jelaskan jawaban anda ? Apa upaya anda
dalam turut mewujudkam suasana harmonis dilingkungan

4
Modul

anda bekerja?

4
Modul

BAB IV
STUDI KASUS
PENERAPAN NILAI HARMONIS DALAM LINGKUNGAN
BEKERJA

Tujuan Pembelajaran:
Peserta mampu menganalisis kasus atau menilai contoh penerapan
harmonis secara tepat

A. Materi Studi Kasus

Atasi Disharmonis Sosial di Wilayah Hutan, KLHK Luncurkan


Simplik

Kompas.com - 09/10/2018, 19:35 WIB BAGIKAN:

Komentar Lihat Foto Peluncuran simplik di LKHK() Penulis Bhakti Satrio


Wicaksono | Editor Shierine Wangsa Wibawa KOMPAS.com –

Disharmonis sosial dalam kawasan hutan produksi masih marak terjadi.


Mulai dari oknum hingga masyarakat adat atau sekitar terlibat
disharmonis di dalam kawasan hutan produksi dengan pemegang izin
usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK). Untuk mengatasi hal ini,
Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL), membuat terobosan
yang disebut dengan Simplik. Simplik adalah sistem informasi pemetaan
disharmonis yang bertujuan untuk dapat melakukan pemetaan dan

4
Modul

resolusi disharmonis pada IUPHHK. Sistem ini berpedoman pada


peraturan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. “Bagi
pemerintah, Simplik ini yang merupakan pengejawantahan (penjelmaan)
Perdirjen PHPL No. P.5 /2016 yang akan membantu mengetahui kinerja
aspek sosial setiap IUPHHK di seluruh Indonesia sehingga hutan
produksi mampu mensejahterakan masyarakat sebagaimana amanat
konstitusi,” ujar Dr. Hilman Nugroho, Dirjen PHPL, saat ditemui pada
kegiatan peluncuran perdana Simplik, Selasa (09/10/2018), di Jakarta.
Baca juga: Penerapan Hutan Sosial untuk Kurangi Deforestasi Punya
Konsekuensi Simplik merupakan platform online yang nantinya akan
menjadi media bagi perusahaan untuk dapat melaporkan segala
disharmonis sosial yang terjadi di lapangan. Perusahaan bahkan
berkewajiban untuk memberikan laporan secara rutin terkait
disharmonis kawasan hutan produksi yang terjadi dan perkembangan
penyeleseaiannya. Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email
kamu. Daftarkan email “Contohnya ada kasus klaim lahan di hutan
tanaman industri. Kemudian kita verifikasi laporan ini. Bener enggak
laporan ini? Siapa yang mengklaim dan apa maunya mereka? Apakah
mereka pendatang atau masyarakat sekitar? Sudah ditangani atau
belum? Lokasi di mana? Siapa saja yang terlibat? Bagaimana solusinya?
Nah, ini yang akan kita tahu perkembangannya,” jelas Istanto, Direktur
Usaha Hutan Produksi, KLHK yang ditemui pada kesempatan yang sama.
Istanto meyakini bahwa disharmonis di kawasan hutan produksi yang
marak terjadi saat ini tidak boleh dihindari dan harus diselesaikan
dengan menyamakan visi antara perusahaan dengan masyarakat sekitar.
Baca juga: 8 Orangutan Jadi Murid Pertama Sekolah Hutan, Belajar Apa?
“Ada beberapa opsi yang ditawarkan sesuai perundangan dan
kesepakatan yang dibangun oleh semua pihak. Tidak ada disharmonis

5
Modul

yang tidak bisa diselesaikan, tergantung bagaimana kita menyikapinya,”


jelasnya. Senada dengan Istanto, Kalimantan Program Director WWF,
Irwan Gunawan, optimis dengan metode Simplik ini. “WWF optimis
dengan Simplik ini. Prosesnya bukan 1-2 bulan. Ini sudah dikaji dari
tahun 2015, meskipun tidak mudah juga untuk meyakinkan bahwa isu
disharmonis sosial ini harus ada payung peraturannya dan
instrumennya. Ini bagian dari knowledge management dalam
memperbaiki disharmonis sosial yang terjadi,” katanya. Ia berharap agar
dengan Simplik ini, pemerintah bisa meninjau kembali peraturan yang
berkaitan dengan penanganan disharmonis sosial atau justru
mengeluarkan peraturan baru yang lebih pro ke masyarakat untuk
mengurangi, bahkan menghilangkan disharmonis sosial ke depan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari
Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News
Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian
join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Baca
berikutnya Ahli Konfirmasi, Rusa Berkeliaran di… Artikel ini merupakan
bagian dari Parapuan. Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan
untuk mencapai mimpinya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Atasi Disharmonis


Sosial di Wilayah Hutan, KLHK Luncurkan Simplik", Klik untuk
baca: https://sains.kompas.com/read/2018/10/09/193500223/atasi-
disharmonis-sosial-di-wilayah-hutan-klhk-luncurkan-simplik.
Penulis : Bhakti Satrio Wicaksono
Editor : Shierine Wangsa Wibawa

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan

5
Modul

cepat:
Android: iOS:

Artikel diatas menunjukkan bagaimana dalam pelaksanaan pemberian


pelayanan publik rentan terjadi situasi disharmonis.
Dalam kondisi tersebut ASN yang baik diharapkan mampu memberikan
solusi untuk mengatasi kondisi dan potensi disharmonis.

B. Latihan dan Tugas


1. Anda diminta mengidentifikasi potensi disharmonis yang terjadi
dalam artikel tersebut.
2. Analisis penyebabnya.
3. Analisis bagaimana solusi yang dilakukan olehentitas untuk
mengatasi permasalahan tersebut.

C. Praktik Studi Kasus Mandiri


1. Sebagai ASN anda diharapkan mampu mengatasi kondisi
disharmoni dilingkungan bekerja
2. Identifikasi permasalahan yang dapat menimbulkan potensi
disharmonis dilingkungan anda bekerja
3. Analisis penyebab dari potensi disharmonis tersebut
4. Analisi solusi yang adapat anda berikan untuk mengatasi
potensi disharmonis tersebut
5. Sebagai alat bantu anda dapat menggunakan matriks berikut:

No Masalah/Potensi Penyebab Alternatif Prosedur


Disharmonis Solusi

5
Modul

5
Modul

BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Keberagaman bangsa Indonesia selain memberikan banyak
manfaat juga menjadi sebuah tantangan bahkan ancaman,
karena dengan kebhinekaan tersebut mudah menimbulkan
perbedaan pendapat dan lepas kendali, mudah tumbuhnya
perasaan kedaerah yang amat sempit yang sewaktu bisa
menjadi ledakan yang akan mengancam integrasi nasional
atau persatuan dan kesatuan bangsa.
2. Terbentuknya NKRI merupakan penggabungan suku bangsa di
nusantara disadari pendiri bangsa dilandasi rasa persatuan
Indonesia. Semboyan bangsa yang dicantumkan dalam
Lambang Negara yaitu Bhineka Tunggal Ika merupakan
perwujudan kesadaran persatuan berbangsa tersebut.
3. Etika publik merupakan refleksi kritis yang mengarahkan
bagaimana nilai-nilai kejujuran, solidaritas, keadilan,
kesetaraan, dan lain-lain dipraktikkan dalam wujud
keprihatinan dan kepedulian terhadap kesejahteraan
masyarakat. Adapun Kode Etik Profesi dimaksudkan untuk
mengatur tingkah laku/etika suatu kelompok khusus dalam
masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang
diharapkan dapat dipegang teguh oleh sekelompok profesional
tertentu. Oleh karena itu, dengan diterapkannya kode etik
Aparatur Sipil Negara, perilaku pejabat publik harus berubah,
a. Pertama, berubah dari penguasa menjadi pelayan;
b. Kedua, berubah dari ’wewenang’ menjadi ’peranan’;

5
Modul

c. Ketiga, menyadari bahwa jabatan publik adalah amanah


4. Membangun budaya harmonis tempat kerja yang harmonis
sangat penting dalam suatu organisasi. Suasana tempat kerja
yang positif dan kondusif juga berdampak bagi berbagai
bentuk organisasi.
5. Identifikasi potensi disharmonis dan analisis strategi dalam
mewujudkan susasana harmonis harus dapat diterapkan
dalam kehidupan ASN di lingkungan bekerja dan
bermasyarakat.

B. Penutup
Dengan membaca dan memahami modul ini peserta dapat memiliki
bekal menajdi ASN yang melayani publik dengan memperhatikan
kondisi yang harmonis dilingkungan bekerja. Keharmonisan dapat
tercipta secara individu, dalam keluarga, lingkungan bekerja dengan
sesama kolega dan pihak eksternal, serta dalam lingkup masyarakat
yang lebih luas.
Semoga kita semua dapat menerapkan dan meciptakan
keharmonisan tersebut bersama kolega rekan sejawat, saat
memberikan pelayanan public, dan kehidupan bermasyarakat.

5
Modul

DAFTAR PUSTAKA

LAN, 2021, Modul Nasionalisme Latsar ASN


LAN, 2021, Modul Etika Publik Latsar ASN
Surat Edaran Menteri PANRB, 2021, No. 20 Tahun 2021, Implementasi
Core values dan Employer Branding ASN
https://en.wikipedia.org/wiki/Indonesia
https://indonesia.go.id/profil
https://www.kitapunya.net/manfaat-keberagaman-budaya-di-
indonesia/
https://www.mikirbae.com/2016/02/permasalahan-keberagaman-
masyarakat.html
https://dailysocial.id/post/membangun-budaya-tempat-kerja-yang-
harmonis
Kompas.com - 09/10/2018, Atasi Disharmonis Sosial di Wilayah
Hutan, KLHK Luncurkan Simplik
https://kateparhamkordsmeier.com/pahami-tugas-dan-fungsi-
pegawai-asn/
https://destyputrinoor.blogspot.com/2014/11/perjuangan-bangsa-
indonesia-sebelum.html
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5711982/sejarah-
semboyan-bhinneka-tunggal-ika-yang-pertama-kali-
diungkapkan-mpu-tantular

5
Modul

Lampiran 1

Perse
No Nama Daerah Jenis Jumlah
ntase
1 Amerika, Asing/Luar 162.772 7%
Arab, Negeri
Australia,
India, Inggris,
Jepang,
Korea,
Malaysia,
Pakistan,
Philipina,
Singapura,
Thailand,
Belanda
2 Bali Bali Bali/Bali Hindu, 3.946.416 167%
Bali Majapahit,
Bali Aga
3 Banjar Kalimantan Banjar 4.127.124 174%
Kuala/Batang
Banyu/Pahuluan,
Banjar
4 Batak Sumatera Batak Angkola, 8.466.969 358%
Batak Karo, Batak
Mandailing, Batak
Pakpak Dairi,

5
Modul

Perse
No Nama Daerah Jenis Jumlah
ntase
Batak Simalungun,
Batak Tapanuli,
Batak Toba, Dair
5 Betawi Jawa Betawi 6.807.968 288%
6 Bugis Sulawesi Bugis 6.359.700 269%
7 Cina, Cina Cina 2.832.510 120%
RRC, Cina
Taiwan
8 Cirebon Jawa Cirebon 1.877.514 79%
9 Dayak Kalimantan Dayak Abai, Dayak 3.009.494 127%
Air Durian/Dayak
Air Upas/Dayak
Batu
Payung/Dayak
Belaban/ Dayak
Kendawangan/Da
yak
Membulu’/Dayak
Menggaling/Daya
k Pelanjau/Dayak
Sekakai/ Dayak
Sempadian, Dayak
Air Tabun/Dayak
Banj
10 Gorontalo Sulawesi Gorontalo 1.251.494 53%

5
Modul

Perse
No Nama Daerah Jenis Jumlah
ntase
11 Jawa Jawa Jawa, Osing/Using, 95.217.022 4022
Tengger, Samin, %
Bawean/ Boyan,
Naga, Nagaring,
Suku-suku lainnya
di Jawa
12 Madura Jawa Madura 7.179.356 303%
13 Makassar Sulawesi Makassar 2.672.590 113%
14 Melayu Sumatera Melayu Asahan, 5.365.399 227%
Melayu Deli,
Melayu Riau,
Langkat/ Melayu
Langkat, Melayu
Banyu Asin,
Asahan, Melayu,
Melayu Lahat,
Melayu semendo
15 Minahasa Sulawesi Bantik, Minahasa, 1.237.177 52%
Pasan/Ratahan,
Ponosakan,
Tombulu,
Tonsawang,
Tonsea/Tosawang
, Tonteboan,
Totembuan,

5
Modul

Perse
No Nama Daerah Jenis Jumlah
ntase
Toulour

16 Minangkabau Sumatera Minangkabau 6.462.713 273%


17 Nias Sumatera Nias 1.041.925 44%
18 Sasak Nusa Sasak 3.173.127 134%
Tenggara
19 Suku Asal Sumatera Aceh/Achin/Akhir 4.091.451 173%
Aceh /Asji/A-
Tse/Ureung Aceh,
Alas, Aneuk
Jamee,Gayo, Gayo
Lut, Gayo Luwes,
Gayo Serbe Jadi,
Kluet,
Sigulai,Simeulue,
Singkil, Tamiang
20 Suku Asal Jawa Banten, 4.657.784 197%
Banten Badui/Baduy
21 Suku Asal Sumatera Jambi, Kerinci, 1.415.547 60%
Jambi Anak Dalam/
Anak Rimbo,
Batin, Kubu,
Pindah

6
Modul

Perse
No Nama Daerah Jenis Jumlah
ntase
22 Suku Asal Kalimantan bai/Tidung/Tinga 1.968.620 83%
Kalimantan lan/Tudung, Abal,
lainnya Ahe, Anas/Toi,
Apalin/Palin, Ata
Kiwan, Auheng,
Ayus/ Bentian/
Karau/ Lemper/
Leo
Arak/Bentian/Kar
au/ Lemper/Leo
Arak, Badeng,
Bahau, Baka,
Bakung Metulang,
Balangan,
23 Suku Asal Sumatera Lampung, 1.381.660 58%
Lampung Penghulu, Abung/
Bunga Mayang/
Sembilan Marga/
Siwo Megou,
Belalau, Buay
Lima, Krui, Megau
Pak Tulang
Bawang,
Melintang
Rajabasa-

6
Modul

Perse
No Nama Daerah Jenis Jumlah
ntase
Peminggir MR,
Nagarigung,
Peminggir
Semangka/ Skala
Brak/ Telu
24 Suku Asal Maluku Alfuru, Alune, 2.203.415 93%
Maluku Amahai, Ambelau,
Ambon, Aputai,
Aru, Asilulu,
Babar, Banda,
Barakai, Bati,
Batuley, Benggoi,
Bobot, Buru,
Dagada, Dai,
Damar, Dawelor,
Dawera, Desite,
Dobel, Eli Elat,
Emplawas, Erai, E
25 Suku Asal Nusa Abui, Adabe, 4.184.923 177%
Nusa Tenggara Alor/Belagar/Kel
Tenggara ong/Manete/
Timur Mauta/Seboda/W
ersin,
Atanfui/Atani/Ato
ni/ Atoni

6
Modul

Perse
No Nama Daerah Jenis Jumlah
ntase
Meto/Dawan,
Babui, Bajawa,
Bakifan,
Barawahing,
Barue, Belu,
Blagar, Boti,
Bunak/ Marae,
Dadua, Deing,
Ende, Fa
26 Suku Asal Papua Abau, Abra, Adora, 2.693.630 114%
Papua Aikwakai, Aiso,
Amabai, Amanab,
Amberbaken,
Arandai, Arguni,
Asienara, Atam,
Hatam, Atori,
Baham, Banlol,
Barau, Bedoanas,
Biga, Buruwai,
Karufa, Busami,
Hattam, Iha,
Kapaur, Inanwa

6
Modul

Perse
No Nama Daerah Jenis Jumlah
ntase
27 Suku Asal Sulawesi Atinggola, 7.634.262 322%
Sulawesi Suwawa, Mandar,
lainnya Babontehu,
Amatoa/
Ammatowa/
Orang Kajang,
Ampana, Anak
Suku Seko,
Aserawanua,
Babongko/Boban
gko, Bada/
Lore/Napu,
Bajao/ Bajau/
Bajo/ Bayo/ Wajo,
Balaesang,
Balantak/Tanuto
28 Suku Asal Sumatera Anak Laut/Laut, 2.204.472 93%
Sumatera Akik/Akit, Bonai,
lainnya Hutan, Kuala,
Rawa, Sakai,
Talang Mamak,
Ulu Muara
Sipongi, Lubu,
Pesisir, Siberut,
Siladang,

6
Modul

Perse
No Nama Daerah Jenis Jumlah
ntase
Mentawai, Belom,
Gumbak
Cadek/Muslim
Gunung Ko, Keme,
Lambai/Lamuri,
Lin
29 Suku Asal Sumatera Palembang, Daya, 5.119.581 216%
Sumatera Enim, Gumai,
Selatan Kayu Agung,
Kikim,
Kisam, Komering,
Lematang,
Lintang, Lom,
Mapur, Sekak,
Meranjat, Musi
Banyuasin, Musi
Sekayu, Sekayu,
Ogan, Orang
Sampan, Pasemah,
Pedamaran,
Pegagan,
30 Suku Nusa Nusa Suku Nusa 1.280.094 54%
Tenggara Tenggara Tenggara Barat
Barat lainnya lainnya
31 Sunda Jawa Sunda 36.701.670 1550
%

6
Modul Harmonis

55
Hak Cipta © pada:
Lembaga Administrasi Negara
Edisi Tahun 2021

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia


Jl. Veteran No. 10 Jakarta Pusat 10110

LOYAL
Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil

TIM PENGARAH SUBSTANSI:


1. Dr. Muhammad Taufiq, DEA
2. Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm.

PENULIS MODUL:
Dwi Rahmanendra, S.Hut., M.Pd.

EDITOR: Handini Mekkawati, S.Kom.


COVER: Amelia Ayang Sabrina, SIA.
Sumber Foto Cover: http://unsplash.com

Jakarta – LAN – 2021


ISBN
Modul

KATA PENGANTAR

Sejalan dengan pengembangan kurikulum Pelatihan Dasar Calon


Pegawai Negeri Sipil (CPNS), CPNS wajib menjalani masa percobaan
yang dilaksanakan melalui proses pelatihan terintegrasi. Pelatihan Dasar
CPNS bertujuan untuk mengembangkan kompetensi CPNS yang
dilakukan secara terintegrasi.
Pembelajaran dalam Pelatihan Dasar CPNS terdiri atas empat
agenda yaitu Agenda Sikap Perilaku Bela Negara, Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS, Agenda Kedudukan dan Peran PNS untuk mendukung
terwujudnya Smart Governance sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan Agenda Habituasi. Setiap agenda terdiri dari
beberapa mata pelatihan yang berbentuk bahan ajar. Bahan ajar
Pelatihan Dasar CPNS merupakan acuan minimal bagi para pengajar
dalam menumbuh kembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
peserta Pelatihan Dasar CPNS terkait dengan isi dari bahan ajar yang
sesuai agenda dalam pedoman Pelatihan Dasar CPNS. Oleh karena bahan
ajar ini merupakan produk yang dinamis, maka para pengajar dapat
meningkatkan pengembangan inovasi dan kreativitasnya dalam
mentransfer isi bahan ajar ini kepada peserta Pelatihan Dasar CPNS.
Selain itu, peserta Pelatihan Dasar CPNS dituntut kritis untuk menelaah
isi dari bahan ajar Pelatihan Dasar CPNS ini. Sehingga apa yang
diharapkan penulis, yaitu pemahaman secara keseluruhan dan
kemanfaatan dari bahan ajar ini tercapai.
Akhir kata, kami atas nama Lembaga Administrasi Negara,
mengucapkan terima kasih kepada tim penulis yang telah meluangkan
waktunya untuk melakukan pengayaan terhadap isi dari bahan ajar ini.

i
Modul

Kami berharap budaya pengembangan bahan ajar ini terus dilakukan


sejalan dengan pembelajaran yang berkelanjutan (sustainable learning)
peserta. Selain itu, kami juga membuka lebar terhadap masukan dan
saran perbaikan atas isi bahan ajar ini. Hal ini dikarenakan bahan ajar ini
merupakan dokumen dinamis (living document) yang perlu diperkaya
demi tercapainya tujuan jangka panjang yaitu peningkatan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia yang berdaya saing.
Kami sangat menyadari bahwa Modul ini jauh dari sempurna.
Dengan segala kekurangan yang ada pada Modul ini, kami mohon
kesediaan pembaca untuk dapat memberikan masukan yang konstruktif
guna penyempurnaan selanjutnya. Semoga Modul ini bermanfaat bagi
pembaca sekalian.

Jakarta, Desember 2021


Kepala LAN,

Adi Suryanto

i
Modul

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i

DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1

A. Deskripsi Singkat.................................................................................................. 1

B. Tujuan Pembelajaran.......................................................................................... 2

C. Metodologi Pembelajaran................................................................................. 2

D. Kegiatan Pembelajaran...................................................................................... 3

E. Sistematika Modul............................................................................................... 7

BAB II MATERI POKOK 1 KONSEP LOYAL.............................................................9

A. Uraian Materi......................................................................................................... 9

B. Latihan................................................................................................................. 244

C. Rangkuman.......................................................................................................... 26

D. Evaluasi Materi Pokok 1.................................................................................. 28

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut..................................................................31

BAB III MATERI POKOK 2 PANDUAN PERILAKU LOYAL...........................322

A. Uraian Materi.................................................................................................... 322

B. Latihan................................................................................................................. 422

C. Rangkuman........................................................................................................ 444

D. Evaluasi Materi Pokok 2...............................................................................455

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut................................................................488

i
Modul

BAB IV MATERI POKOK 3 LOYAL DALAM KONTEKS ORGANISASI


PEMERINTAH.............................................................................................................. 4949

A. Uraian Materi.................................................................................................. 4949

B. Latihan............................................................................................................... 6969

C. Rangkuman........................................................................................................ 711

D. Evaluasi Materi Pokok 3...............................................................................722

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut................................................................766

BAB V PENUTUP........................................................................................................ 7777

KUNCI JAWABAN...................................................................................7978

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 7979

i
Modul

BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat
Mata Pelatihan ini merupakan bagian dari Pembelajaran
Agenda II Pelatihan Dasar CPNS yang dalam penyampaiannya dapat
dilakuan secara terintegrasi dengan 6 (enam) Mata Pelatihan Agenda
II yang lainnya, baik pada fase pembejalaran mandiri, jarak jauh
maupun klasikal. Mata Pelatihan ini diberikan untuk memfasilitasi
pembentukan nilai Loyal, sehingga peserta memiliki dedikasi yang
tinggi dan senantiasa mengutamakan kepentingan bangsa dan negara
pada saat melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai PNS.
Materi-materi Pokok yang disajikan meliputi : 1) Konsep Loyal;
2) Panduan Perilaku Loyal; dan 3) Loyal Dalam Konteks Organisasi
Pemerintah. Materi-materi pokok tersebut masih bersifat general
sehingga dapat dikembangkan dan diperinci lebih lanjut
pembahasannya pada saat pelaksanaan pembelajaran dengan
panduan dari Pengampu Materi.
Untuk membantu peserta memahami substansi materi, maka
pada setiap akhir pembahasan materi pokok dilengkapi dengan
latihan soal dalam bentuk studi kasus (dapat dikembangkan lebih
lanjut oleh Pengampu Materi) dan evaluasi. Latihan dan evaluasi
tersebut hendaknya dikerjakan dengan sebaik-baiknya oleh setiap
peserta.

1
Modul

B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta mampu
mengaktualisasikan nilai loyal (berdedikasi dan mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara) dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai PNS, dengan indikator peserta mampu:
a. Menjelaskan loyal secara konseptual-teoritis yang berdedikasi dan
mengutamakan kepentingan Bangsa dan Negara;
b. Menjelaskan panduan perilaku (kode etik) loyal;
c. Mengaktualisasikan Loyal Dalam Konteks Organisasi Pemerintah;
dan
d. Menganalisis kasus dan/atau menilai contoh penerapan loyal
secara tepat pada setiap materi pokok.

C. Metodologi Pembelajaran
Metodologi pembelajaran pada setiap fase pembelajaran
Modul ini adalah sebagai berikut:
1. Pada Pelatihan Klasikal:
Mata Pelatihan (MP) ini merupakan bagian dari
Pembejaran Agenda II Latsar CPNS (Agenda Nilai-Nilai Dasar
PNS), sehingga dalam proses pembejarannya dilakukan secara
terintegrasi dengan menggunakan beragam metode, diantaranya:
ceramah, tanya jawab, curang pendapat, diskusi kelompok dan
presentasi, bermain peran, studi kasus, dan lain-lain.
2. Pada Pelatihan Blended Learning:
a. Fase MOOC
Pada fase ini metode yang dapat digunakan adalah
belajar mandiri, dengan membaca materi dan mengerjakan
latihan serta evaluasi yang diberikan pada Aplikasi MOOC.
2
Modul

b. Fase E-
learning
1) Synchronous
Pada fase ini metode yang dapat digunakan
diantaranya ceramah, penanyangan film pendek, tanya
jawab, curah pendapat, studi kasus, diskusi kelompok
serta paparan, kuis-kuis interaktif, dan lain-lain, yang
terintegrasi dengan 6 MP lain pada Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS.
2) Asynchronous
Pada fase ini metode yang dapat digunakan
diantaranya diskusi kelompok dan belajar mandiri, yang
terintegrasi dengan 6 MP lain pada Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS.
c. Fase Klasikal
Pada fase ini metode yang dapat digunakan
diantaranya ceramah, penanyangan film pendek, tanya jawab,
curah pendapat, studi kasus, diskusi kelompok dan paparan,
kuis-kuis interaktif, dan lain-lain, yang terintegrasi dengan 6
MP lain pada Agenda Nilai-Nilai Dasar PNS.

D. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran pada setiap fase pembelajaran untuk
Modul ini adalah sebagai berikut:
1. Pada Pelatihan Klasikal:
Mata Pelatihan ini merupakan bagian dari Pembejaran
Agenda II Latsar CPNS (Agenda Nilai-Nilai Dasar PNS), sehingga
dalam proses pembelajarannya dilakukan secara terintegrasi
dengan 6 MP lainnya di Agenda ini, secara umum tahapan

3
Modul
kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan diantaranya:

4
Modul

a. Menjelaskan tujuan pembelajaran Agenda II dan tujuan


pembelajaran setiap modulnya termasuk modul Loyal.
b. Menjelaskan sistematika materi untuk setiap modul dan
keterkaitan antar modul-modulnya dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran Agenda II.
c. Melakukan curah pendapat tentang urgensi setiap nilai
BerAKHLAK bagi PNS, khususnya untuk nilai Loyal.
d. Memberikan penugasan-penugasan yang relevan, baik tugas
kelompok maupun tugas individu sehingga peserta dapat
belajar secara mandiri. Penugasan tesebut dapat berupa studi
kasus, penugasan bermain peran, dan lain-lain.
e. Memberikan kesempatan peserta untuk mempresentasikan
hasil diskusi kelompoknya.
f. Memberikan penguatan dan pendalaman materi setelah
peserta mempresentasikan hasil pengerjaan tugasnya dengan
metode ceramah, tanya jawab, penayangan film pendek, dll.
g. Melakukan revieu dan evaluasi terhadap penguasaan materi
oleh peserta dengan beragam cara, seperti pemberian soal
komprehensif, kuis-kuis interaktif dan lain sebagainya.

2. Pada Pelatihan Blended Learning:


a. Fase MOOC
Pada fase ini kegiatan pembelajaran yang dapat
dilakukan peserta adalah dengan mempelajari bahan-bahan
pembelajaran termasuk modul, melakukan latihan-latihan
serta mengerjakan evaluasi akademis yang tersedia pada
Aplikasi MOOC.

5
Modul

b. Fase E-learning
1) Synchronous
Mata Pelatihan ini merupakan bagian dari
Pembejaran Agenda II Latsar CPNS (Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS), sehingga dalam proses pembejarannya
dilakukan secara terintegrasi dengan 6 MP lainnya di
Agenda ini, secara umum tahapan kegiatan pembelajaran
pada Fase E-learning Synchronous yang dapat dilakukan
diantaranya:
a) Menjelaskan tujuan pembelajaran Agenda II dan
tujuan pembelajaran setiap modulnya termasuk
modul Loyal.
b) Menjelaskan sistematika materi untuk setiap modul
dan keterkaitan antar modul-modulnya dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran Agenda II.
c) Mengukur tingkat penguasaan materi peserta setelah
belajar secara mandiri pada aplikasi MOOC dengan
menggunakan beragam cara atau metode, diantaranya
tanya jawab dan kuis-kuis interaktif.
d) Melakukan curah pendapat tentang urgensi setiap
nilai BerAKHLAK bagi PNS, khususnya untuk nilai
Loyal.
e) Memberikan/menjelaskan penugasan-penugasan yang
relevan, baik tugas kelompok maupun tugas individu
sehingga peserta dapat belajar secara mandiri.
Penugasan tesebut dapat berupa studi kasus, bermain
peran, membuat video dan lain-lain.

6
Modul

f) Memberikan kesempatan peserta untuk


mempresentasikan hasil pengerjaan tugasnya.
g) Memberikan penguatan dan pendalaman materi
setelah peserta mempresentasikan hasil pengerjaan
tugasnya dengan metode ceramah, tanya jawab,
penayangan film pendek, dll.
h) Melakukan evaluasi terhadap penguasaan materi oleh
peserta dengan beragam cara, seperti pemberian soal
komprehensif, kuis-kuis interaktif dan lain sebagainya
2) Asynchronous
Pada fase ini kegiatan pembejaran yang dapat
dilakukan peserta adalah melakukan diskusi kelompok
dan belajar mandiri untuk mengerjakan tugas-tugas yang
diberikan.
c. Fase Klasikal
Secara umum tahapan kegiatan pembelajaran yang
dapat dilakukan pada fase ini adalah:
1) Menjelaskan tujuan dan skenario pembelajaran Agenda II
fase Klasikal.
2) Merevieu atau mengingatkan peserta terhadap materi-
materi Agenda II termasuk materi tentang Loyal yang
telah dipelajarai pada fase E-Learning.
3) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk saling
bertukar pengalaman dalam mengaktualisasikan nilai
BerAKHLAK termasuk nilai Loyal selama masa Habituasi.
4) Memberikan penugasan-penugasan yang relevan untuk
memperkuat penguasaan materi dan pengalaman

7
Modul

aktualisasi, sehingga peserta memiliki komitmen yang


kuat untuk terus mengaktualisasikan/menghabituasikan
nilai-nilai berAKHLAK setelah Pelatihan Dasar berakhir.
Penugasan-penugasan tersebut dapat berupa studi kasus,
bermain peran, membuat video, dan lain-lain.
5) Memberikan kesempatan peserta untuk
mempresentasikan hasil pengerjaan tugasnya.
6) Memberikan penguatan dan pendalaman materi setelah
peserta mempresentasikan hasil pengerjaan tugasnya
dengan metode ceramah, tanya jawab, penayangan film
pendek, dan lain-lain.
7) Melakukan revieu dan evaluasi terhadap penguasaan
materi peserta dengan beragam cara, seperti pemberian
soal komprehensif, kuis-kuis interaktif dan lain
sebagainya.

E. Sistematika Modul
Sistematika Modul Loyal ini adalah sebagai berikut
1. Konsep Loyal:
a. Urgensi Loyalitas ASN
b. Pengertian Loyal dan Loyalitas
c. Loyal dalam Core Values ASN
d. Membangun Perilaku Loyal
1) Dalam Kontek Umum
2) Memantapkan Wawasan Kebangsaan
3) Meningkatkan Nasionalisme

8
Modul

2. Panduan Perilaku Loyal:


a. Panduan Perilaku
1) Memegang Teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Setia
kepada NKRI serta Pemerintahan yang Sah
2) Menjaga Nama Baik Sesama ASN, Pimpinan Instansi
dan Negara
3) Menjaga Rahasia Jabatan dan Negara
b. Sikap Loyal ASN Melalui Aktualisasi Kesadaran Bela Negara
3. Loyal Dalam Konteks Organisasi Pemerintah:
a. Komitmen pada Sumpah/Janji sebagai Wujud Loyalitas PNS
b. Penegakkan Disiplin sebagai Wujud Loyalitas PNS
c. Pelaksanaan Fungsi ASN sebagai Wujud Loyalitas PNS
d. Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila sebagai Wujud Loyalitas PNS

9
Modul

BAB II
MATERI POKOK 1
KONSEP LOYAL

Setelah mempelajari Materi Pokok 1 ini, peserta mampu menjelaskan loyal secara konseptual-teoritis yang berd

A. Uraian Materi
1. Urgensi Loyalitas ASN
Berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021
tanggal 26 Agustus 2021 tentang Implementasi Core Values dan
Employer Branding Aparatur Sipil Negara, disebutkan bahwa
dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi
transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas
dunia (World Class Government), pemerintah telah meluncurkan
Core Values (Nilai-Nilai dasar) ASN BerAKHLAK dan Employer
Branding (Bangga Melayani Bangsa).
Pertanyaan yang cukup menarik untuk dibahas pada awal
uraian modul ini adalah kenapa nilai “Loyal” dianggap penting dan
dimasukkan menjadi salah satu core values yang harus dimiliki
dan diimplementasikan dengan baik oleh setiap ASN. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut kajiannya dapat dilakukan dengan
melihat faktor internal dan faktor eksternal yang jadi
penyebabnya.
a. Faktor Internal
Strategi transformasi pengelolaan ASN menuju
pemerintahan berkelas dunia (World Class Government)

1
Modul

sebagaimana tersebut di atas merupakan upaya-paya yang


harus dilakukan dalam rangka mencapai tujuan nasional
sebagaimana tercantum pada alinea ke-4 Pembukaan UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Cita-cita mulia
tersebut tentunya akan dapat dengan mudah terwujud jika
instansi-instansi pemerintah diisi oleh ASN-ASN yang
profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme yang mampu menyelenggarakan
pelayanan publik bagi masyarakat, melaksanakan kebijakan
publik serta mampu menjadi perekat dan persatuan bangsa
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sesuai dengan fungsinya
sebagai ASN sebagaimana tertuang dalam Pasal 10 UU Nomor 5
Tahun 2010 tentang Aparatur Sipil Negara.
Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang ASN
ideal sebagaimana tersebut di atas adalah sifat loyal atau setia
kepada bangsa dan negara. Sifat dan sikap loyal terhadap
bangsa dan negara dapat diwujudkan dengan sifat dan sikap
loyal ASN kepada pemerintahan yang sah sejauh pemerintahan
tersebut bekerja sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, karena ASN merupakan bagian atau
komponen dari pemerintahan itu sendiri.
Karena pentingnya sifat dan sikap ini, maka banyak
ketentuan yang mengatur perihal loyalitas ASN ini (akan
dibahas lebih rinci pada bab-bab selanjutnya), diantaranya
yang terkait dengan bahasan tentang:
1) Kedudukan dan Peran ASN
2) Fungsi dan Tugas ASN

1
Modul

3) Kode Etik dan Kode Perilaku ASN


4) Kewajiban ASN
5) Sumpah/Janji PNS
6) Disiplin PNS

b. Faktor eksternal
Modernisasi dan globalisasi merupakan sebuah
keniscayaan yang harus dihadapi oleh segenap sektor baik
swasta maupun pemerintah. Modernisasi dan globalisasi ini
salah satunya ditandai dengan perkembangan yang sangat
pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
khususnya teknologi informasi. Perkembangan Teknologi
Informasi ini ibarat dua sisi mata uang yang memilik dampak
yang positif bersamaan dengan dampak negatifnya.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi
yang masif saat ini tentu menjadi tantangan sekaligus peluang
bagi ASN untuk memenangi persaingan global. ASN harus
mampu menggunakan cara-cara cerdas atau smart power
dengan berpikir logis, kritis, inovatif, dan terus
mengembangkan diri berdasarkan semangat nasionalisme
dalam menghadapi tantangan global tersebut sehingga dapat
memanfaatkan teknologi informsasi yang ada untuk membuka
cakrawala berpikir dan memandang teknologi sebagai peluang
untuk meningkatkan kompetensi, baik pengetahuan,
keterampilan, maupun sikap/perilaku.
Selain itu perkembang teknologi informasi dapat
digunakan oleh ASN untuk mendukung Implementasi
Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang saat ini tengah

1
Modul

digalakkan oleh pemerintah. KIP merupakan salah satu alat


ukur untuk melegitimasi pemerintah di mata rakyat. dan
menjadi fondasi penting demokrasi. Melalui pelaksanaan KIP,
diharapkan dapat membangun kepercayaan publik atas
berbagai kebijakan pemerintah, sehingga tercipta tata kelola
pemerintah yang baik (good governance), publik lebih sadar
informasi, serta turut berperan aktif dalam mensukseskan
berbagai program kerja pemerintah.
Bersamaan dengan peluang pemanfaatan teknologi
informasi sebagaimana diuraikan di atas, ASN milenial juga
dihadapkan pada berbagai tantangan yang harus (dan hanya
dapat dihadapi) dengan sifat dan sikap loyal yang tinggi
terhadap bangsa dan negara, seperti information overload, yang
dapat menyebabkan paradox of plenty, dimana informasi yang
ada sangat melimpah namun tidak dimanfaatkan dengan baik
atau bahkan disalahgunakan. Tentunya sebagai seorang ASN
akan banyak mengetahui atau memiliki data dan informasi
penting terkait bangsa dan negara yang tidak boleh
disalahgunakan pendistribusian dan penggunaannya.
Selain itu, masalah lain yang harus dihadapi dengan
loyalitas tinggi oleh seorang ASN adalah semakin besar peluang
masuknya budaya dan ideologi alternatif dari luar ke dalam
segenap sendi-sendi bangsa melalui media informasi yang
dapat dijangkau oleh seluruh anak bangsa yang berpotensi
merusak tatanan budaya dan ideologi bangsa.

1
Modul

2. Makna Loyal dan Loyalitas


Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa
Prancis yaitu “Loial” yang artinya mutu dari sikap setia. Secara
harfiah loyal berarti setia, atau suatu kesetiaan. Kesetiaan ini
timbul tanpa adanya paksaan, tetapi timbul dari kesadaran sendiri
pada masa lalu. Dalam Kamus Oxford Dictionary kata Loyal
didefinisikan sebagai “giving or showing firm and constant support
or allegiance to a person or institution (tindakan memberi atau
menunjukkan dukungan dan kepatuhan yang teguh dan konstan
kepada seseorang atau institusi)”. Sedangkan beberapa ahli
mendefinisikan makna “loyalitas” sebagai berikut:
a) Kepatuhan atau kesetiaan.
b) Tindakan menunjukkan dukungan dan kepatuhan yang
konstan kepada organisasi tempatnya bekerja.
c) Kualitas kesetiaan atau kepatuhan seseorang kepada orang
lain atau sesuatu (misalnya organisasi) yang ditunjukkan
melalui sikap dan tindakan orang tersebut.
d) Mutu dari kesetiaan seseorang terhadap pihak lain yang
ditunjukkan dengan memberikan dukungan dan kepatuhan
yang teguh dan konstan kepada seseorang atau sesuatu.
e) Merupakan sesuatu yang berhubungan dengan emosional
manusia, sehingga untuk mendapatkan kesetiaan seseorang
maka kita harus dapat mempengaruhi sisi emosional orang
tersebut.
f) Suatu manifestasi dari kebutuhan fundamental manusia untuk
memiliki, mendukung, merasa aman, membangun keterikatan,
dan menciptakan keterikatan emosional.

1
Modul

g) Merupakan kondisi internal dalam bentuk komitmen dari


pekerja untuk mengikuti pihak yang mempekerjakannya.

Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat


dimaknai sebagai kesetiaan, paling tidak terhadap cita-cita
organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Loyalitas merupakan suatu hal yang bersifat emosional.
Untuk bisa mendapatkan sikap loyal seseorang, terdapat banyak
faktor yang akan memengaruhinya. Terdapat beberapa
ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk
mengukur loyalitas pegawainya, antara lain:
a. Taat pada Peraturan
Seorang pegawai yang loyal akan selalu taat pada
peraturan. Sesuai dengan pengertian loyalitas, ketaatan ini
timbul dari kesadaran amggota jika peraturan yang dibuat oleh
organisasi semata-mata disusun untuk memperlancar jalannya
pelaksanaan kerja organisasi. Kesadaran ini membuat pegawai
akan bersikap taat tanpa merasa terpaksa atau takut terhadap
sanksi yang akan diterimanya apabila melanggar peraturan
tersebut.
b. Bekerja dengan Integritas
Banyak asumsi menyebutkan bahwa kesetiaan seorang
pegawai dilihat dari seberapa besar ketaatan mereka di
organisasi. Pegawai yang taat dengan peraturan dan gaya kerja
organisasi, punya rasa loyalitas yang besar pula. Sesungguhnya
seorang pegawai yang loyal dapat dilihat dari seberapa besar
dia menunjukkan integritas mereka saat bekerja. Integritas
1
Modul

yang sesungguhnya adalah “melakukan hal yang benar, dengan


mengetahui bahwa orang lain tidak mengetahuinya apakah
Anda melakukannya atau tidak”. Secara konsisten mereka
bekerja dengan melakukan hal yang benar, tidak hanya sekedar
mengikuti paham/kepercayaan pribadi dan tanpa peduli orang
lain tahu atau tidak.

c. Tanggung Jawab pada Organisasi


Ketika seorang pegawai memiliki sikap sesuai dengan
pengertian loyalitas, maka secara otomatis ia akan merasa
memiliki tanggung jawab yang besar terhadap organisasinya.
Pegawai akan berhati-hati dalam mengerjakan tugas-tugasnya,
namun sekaligus berani untuk mengembangkan berbagai
inovasi demi kepentingan organisasi.

d. Kemauan untuk Bekerja Sama


Pegawai yang memiliki sikap sesuai dengan pengertian
loyalitas, tidak segan untuk bekerja sama dengan anggota lain.
Bekerja sama dengan orang lain dalam suatu kelompok
memungkinkan seorang anggota mampu mewujudkan impian
perusahaan untuk dapat mencapai tujuan yang tidak mungkin
dicapai oleh seorang anggota secara invidual.

e. Rasa Memiliki yang Tinggi


Adanya rasa ikut memiliki pegawai terhadap organisasi
akan membuat pegawai memiliki sikap untuk ikut menjaga dan
bertanggung jawab terhadap organisasi sehingga pada
akhirnya akan menimbulkan sikap sesuai dengan pengertian
loyalitas demi tercapainya tujuan organisasi.

1
Modul

f. Hubungan Antar Pribadi


Pegawai yang memiliki loyalitas tinggi akan
mempunyai hubungan antar pribadi yang baik terhadap
pegawai lain dan juga terhadap pemimpinnya. Sesuai dengan
pengertian loyalitas, hubungan antar pribadi ini meliputi
hubungan sosial dalam pergaulan sehari-hari, baik yang
menyangkut hubungan kerja maupun kehidupan pribadi.

g. Kesukaan Terhadap Pekerjaan


Sebagai manusia, seorang pegawai pasti akan
mengalami masa-masa jenuh terhadap pekerjaan yang
dilakukannya setiap hari. Seorang pegawai yang memiliki sikap
sesuai dengan pengertian loyalitas akan mampu menghadapi
permasalahan ini dengan bijaksana.

h. Keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan


Setiap organisasi yang besar dan ingin maju pasti
menciptakan suasana debat dalam internalnya. Debat dalam
hal ini kondisi dimana pegawai dapat mengutarakan opini
mereka masing-masing. Pemimpin yang hebat pasti ingin
pegawainya aktif bertanya, aktif beropini/berpendapat, dan
berhati-hati dalam bekerja. Bahkan tidak jarang mengijinkan
pegawai untuk mengutarakan ketidaksetujuan mereka
terhadap hal apapun di tempat kerja. “Sebuah ketidaksetujuan
(dissagreement) adalah baik untuk organisasi. Justru itu dapat
membantu organisasi dalam mengambil sebuah keputusan”.
Pegawai yang loyal akan berusaha untuk senatiasa men-
sharing-kan opini mereka, bahkan saat mereka tahu bahwa
pimpinan tidak mengapresiasi opini mereka, untuk kemajuan

1
Modul

organisasinya. Bahkan, terkadang mereka “berani melawan”


akan sebuah keputusan yang memang dirasa kurang baik
dengan cara yang arif dan bijaksana.

i. Menjadi Teladan bagi Pegawai Lain


Salah satu ciri loyalitas berikutnya adalah pegawai yang
bisa memberikan contoh bagi pegawai lain, karena mereka
yang bisa menjadi teladan biasanya akan selalu berpegang
teguh pada nilai organisasi, berorientasi pada target,
kemampuan interpersonal yang kuat, cepat adaptasi, selalu
berinisiatif, dan memiliki kemampuan memecahkan masalah
dengan baik.

3. Loyal dalam Core Values ASN


Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (PANRB) menyelenggarakan Peluncuran Core
Values dan Employer Branding Aparatur Sipil Negara (ASN), di
Kantor Kementerian PANRB, Jakarta pada hari Selasa tanggal 27
Juli Tahun 2021. Pada kesempatan tersebut Presiden Joko Widodo
meluncurkan Core Values dan Employer Branding ASN. Peluncuran
ini bertepatan dengan Hari Jadi Kementerian PANRB ke-62. Core
Values ASN yang diluncurkan yaitu ASN BerAKHLAK yang
merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel,
Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif. Core Values
tersebut harus diimplementasikan oleh seluruh ASN di Instansi
Pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam Surat Edaran
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 tentang Implementasi Core
Values dan Employer Branding Aparatus Sipil Negara.

1
Modul

Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam


Core Values ASN yang dimaknai bahwa setiap ASN harus
berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara,
dengan panduan perilaku:
a) Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI
serta pemerintahan yang sah;
b) Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan
negara; serta
c) Menjaga rahasia jabatan dan negara.
Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk
mengaktualisasikan panduan perilaku loyal tersebut di atas
diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Komitmen yang bermakna perjanjian (keterikatan) untuk
melakukan sesuatu atau hubungan keterikatan dan rasa
tanggung jawab akan sesuatu.
b) Dedikasi yang bermakna pengorbanan tenaga, pikiran, dan
waktu demi keberhasilan suatu usaha yang mempunyai tujuan
yang mulia, dedikasi ini bisa juga berarti pengabdian untuk
melaksanakan cita-cita yang luhur dan diperlukan adanya
sebuah keyakinan yang teguh.
c) Kontribusi yang bermakna keterlibatan, keikutsertaan,
sumbangsih yang diberikan dalam berbagai bentuk, baik
berupa pemikiran, kepemimpinan, kinerja, profesionalisme,
finansial atau, tenaga yang diberikan kepada pihak lain untuk
mencapai sesuatu yang lebih baik dan efisien.

1
Modul

d) Nasionalisme yang bermakna suatu keadaan atau pikiran


yang mengembangkan keyakinan bahwa kesetiaan terbesar
mesti diberikan untuk negara atau suatu sikap cinta tanah air
atau bangsa dan negara sebagai wujud dari cita-cita dan tujuan
yang diikat sikap-sikap politik, ekonomi, sosial, dan budaya
sebagai wujud persatuan atau kemerdekaan nasional dengan
prinsip kebebasan dan kesamarataan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
e) Pengabdian yang bermakna perbuatan baik yang berupa
pikiran, pendapat, ataupun tenaga sebagai perwujudan
kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat, atau satu ikatan dan
semua itu dilakukan dengan ikhlas.

4. Membangun Perilaku Loyal


a. Dalam Konteks Umum
Secara umum, untuk menciptakan dan membangun
rasa setia (loyal) pegawai terhadap organisasi, hendaknya
beberapa hal berikut dilakukan:
1) Membangun Rasa Kecintaaan dan Memiliki
Seorang pegawai akan setia dan loyal terhadap
organisasinya apabila pegawai tersebut memiliki rasa cinta
dan yang besar terhadap organisasinya. Rasa cinta ini
dapat dibangun dengan memperkenalkan organisasi secara
komprehensif dan detail kepada para pegawainya. Dengan
rasa cinta yang besar akan mampu penghantarkan pegawai
tersebut mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap
organisasi sehingga akan bersedia menjaga, berkorban dan
memberikan yang terbaik yang dimilikinya kepada
organisasi sebagai wujud loyalitasnya.
2
Modul

2) Meningkatkan Kesejahteraan
Usaha peningkatan kesejahteraan pegawai dapat
menjadi salah satu faktor yang dapat menumbuhkan rasa
dan sikap loyal seorang pegawai. Hal ini sangat
dimungkinkan, karena apabila kesejahteraan pegawai
belum terpenuhi, maka pikiran dan konsentrasinya akan
terpecah untuk berusaha memenuhi kesejahteran yang
dirasa kurang. Sebaliknya, apabila kesejahteraan telah
tercapai, gairah dan motivasi kerja juga akan meningkat,
sehingga produktivitasnya akan meningkat pula. Gairah
dan motivasi kerja memang tidak selalu disebabkan oleh
pendapatan dalam bentuk material, akan tetapi pegawai
yang bekerja demi mendapatkan pemenuhan
kebutuhannya masih tetap mendominasi, sehingga untuk
menumbuhkan gairah dan motivasi kerja dengan
kesejahteraan dalam bentuk materi dapat menjadi salah
satu faktor pendukung timbulnya loyalitas seorang
pegawai dalam bekerja.
Peningkatanan kesejahteraan dapat dilakukan
melalui gaji, tunjangan, atau berbagai jaminan yang bisa
mereka dapat. Sebab, hal-hal yang baru saja disebutkan
merupakan kebutuhan mendasar yang akan sangat
berpengaruh pada kualitas kerja dan kesetiaan pegawai.
3) Memenuhi Kebutuhan Rohani
Maksud dari pemenuhan kebutuhan rohani adalah
kemampuan organisasi untuk memberikan hak pegawai
atas hal yang tidak bersifat materi. Ini bisa dilakukan
dengan menawarkan pengalaman dan pendekatan
emosional dalam pekerjaan.
2
Modul

4) Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir


Setiap dari kita memiliki target yang ingin dicapai.
Salah satu bentuknya adalah pencapaian dalam karir,
seperti posisi atau jabatan. Melalui penempatan yang tepat
atau pemindahan secara berkala. Ini dapat membuat
pegawai merasa mendapatkan keadilan dalam pembagian
tugas, atau memiliki semangat baru karena pekerjaan yang
ia lakukan tidak monoton.
5) Melakukan Evaluasi secara Berkala
Dengan melakukan evaluasi secara berkala
terhadap kinerja, maka setiap pegawai dapat mengetahui
kesalahan atau kekurangannya sebagai acuan untuk terus
melakukan perbaikan dan pengembangan kinerjanya
sebagai wujud loyalitasnya. Selain itu dengan evaluasi
kinerja secara berkala, pegawai akan merasa bahwa hasil
kerjanya diperhatikan dengan baik oleh organisasi
sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja dan
kesetiaannya.

b. Memantapkan Wawasan Kebangsaan


Tujuan nasional seperti tercantum dalam Pembukaan
UUD NRI Tahun 1945 aline ke-4 adalah melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Sedangkan kepentingan nasional adalah bagaimana

2
Modul

mencapai tujuan nasional tersebut. Untuk mencapai tujuan


nasional tesebut diperlukan ASN yang senantiasa menjunjung
tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat pegawai
negeri sipil, serta senantiasa mengutamakan kepentingan
negara daripada kepentingan sendiri, seseorang atau golongan
sebagai wujud loyalitasnya terhadap bangsa dan negara. Agar
para ASN mampu menempatkan kepentingan bangsa dan
Negara di atas kepentingan lainnya dibutuhkan langkah-
langkah konkrit, diantaranya melalui pemantapan Wawasan
Kebangsaan.
Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa
Indonesia dalam rangka mengelola kehidupan berbangsa dan
bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa (nation
character) dan kesadaran terhadap sistem nasional (national
system) yang bersumber dari Pancasila, UUD NRI Tahun 1945,
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, guna memecahkan berbagai
persoalan yang dihadapi bangsa dan negara demi mencapai
masyarakat yang aman, adil, makmur, dan sejahtera.
Pengetahuan tentang Wawasan Kebangsaan sejatinya
telah diperoleh para Peserta Pelatihan di bangku pendidikan
formal mulai dari pendidikan dasar, menengah maupun
pendidikan tinggi. Namun demikian, Wawasan Kebangsaan
tersebut masih perlu terus dimantapkan di kalangan CPNS
untuk meningkatkan kecintaannya kepada bangsa dan negara
guna membangun sikap loyal sebagai bekal dalam mengawali
pengabdiannya kepada bangsa dan negara sebagai seorang
PNS.

2
Modul

c. Meningkatkan Nasionalisme
Setiap pegawai ASN harus memiliki Nasionalisme dan
Wawasan Kebangsaan yang kuat sebagai wujud loyalitasnya
kepada bangsa dan negara dan mampu
mengaktualisasikannya dalam pelaksanaan fungsi dan
tugasnya sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik,
serta perekat dan pemersatu bangsa berlandaskan Pancasila
dan UUD NRI Tahun 1945. Diharapkan dengan nasionalisme
yang kuat, setiap pegawai ASN memiliki orientasi berpikir
mementingkan kepentingan publik, bangsa dan negara.
Dengan demikian ASN tidak akan lagi berpikir sektoral dengan
mental block-nya, tetapi akan senantiasa mementingkan
kepentingan yang lebih besar yakni bangsa dan negara.
Nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa
cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus
menghormati bangsa lain. Sedangkan Nasionalisme Pancasila
adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia
terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-
nilai Pancasila. Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia
dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar bangsa
Indonesia senantiasa : 1) menempatkan persatuan dan
kesatuan, kepentingan serta keselamatan bangsa dan negara
di atas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan; 2)
menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa
dan negara; 3) bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah
air Indonesia serta tidak merasa rendah diri; 4) mengakui
persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara

2
Modul

sesama manusia dan sesama bangsa; 5) menumbuhkan sikap


saling mencintai sesama manusia; dan 6) mengembangkan
sikap tenggang rasa. Oleh karena itu seorang PNS harus selalu
mengamalkan nilai-nilai Luhur Pancasila dalam melaksanakan
tugasnya sebagai wujud nasionalime dan juga loyalitasnya
terhadap bangsa dan negara.

B. Latihan
Untuk membantu Anda memahami uraian materi tentang
Konsep Loyal, cobalah Anda kerjakan soal-soal latihan pada studi
kasus di bawah ini. Soal-soal tersebut dapat Anda jawab secara
perorangan atau dengan mendiskusikannya bersama rekan-rekan
peserta yang lainnya.

2
Modul

Studi Kasus 1: Jadi Tersangka KPK, Anak Buah Walkot “X”: Ini Bentuk
Kesetiaan
Oleh: Faiq Hidayat – detikNews

Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Pemkot “X” Mr. E mengaku hanya membantu
Wali Kota “X” nonaktif Mr. R dalam pengadaan proyek. Apalagi dalam kepegawaian
ada indikator soal loyalitas. "Yang penting ini, bagi orang seperti saya entah nanti
Kementerian “Z” atau bagian yang mengurusi masalah kepegawaian mungkin perlu
ada definisi atau redefinisi atau mungkin pemberian batasan-batasan yang jelas
tentang makna kesetiaan atau loyalitas, yang jadi salah satu indikator bagi pegawai
untuk dinilai tentang kesetiaan dan loyalitasnya itu," ujar Mr. E usai diperiksa
penyidik KPK di Gedung KPK, Jakarta.

"Soalnya kalau tidak ada definisi yang jelas nanti ya, banyak yang seperti saya gitu,"
tambah Mr. E yang menyandang status tersangka kasus suap proyek yang dilakukan
Wali Kota “X” nonaktif Mr. R. Mr. E mengaku melakukan hal tersebut sebagai bentuk
kesetiaan terhadap pimpinannya. Sehingga dia meminta perlu ada definisi yang jelas
soal makna kesetiaan atau loyalitas indikator penilaian pegawai.

"Ya kan saya melakukan ini kan sebagai bentuk kesetiaan saya kepada pimpinan. Nah
ini bener tidak seperti itu, ini tolong didefinisikan yang lebih jelas dan tegas," ucap
Mr. E. Selain itu, Mr. E mengatakan Wakil Wali Kota “X” Mr. P saat diperiksa penyidik
KPK hanya dimintai konfirmasi posisi dirinya di Pemkot “X”. Namun ia mengaku
tidak mengetahui apakah Mr. P mengaku proses pengadaan proyek senilai Rp 5,26
miliar, yang dimenangi “PT. D”

"Itu menjelaskan kedudukan saya mungkin, saya nggak tahu pasti," ujar Mr. E. Dalam
kasus ini, Wali Kota “X” nonaktif Mr. R ditangkap terkait suap proyek senilai Rp 5,26
miliar, yang dimenangi “PT. D”. Mr. R mendapatkan komisi 10 persen atau Rp 500
juta dari proyek yang dianggarkan Kota “X” pada 2017 itu.

Dari OTT tersebut, KPK menyita uang tunai Rp 200 juta yang diberikan kepada Mr. R.
Sedangkan Rp 300 juta sebelumnya diberikan untuk keperluan pelunasan mobil
Toyota Alphard milik Mr. R. KPK juga menyita uang tunai Rp 100 juta yang diberikan
tersangka pengusaha “Mr. F” kepada Kepala Bagian Layanan dan Pengadaan Pemkot
“X” “Mr. S” sebagai panitia pengadaan. Ketiganya kemudian ditetapkan sebagai
tersangka.

Pertanyaan :
1. Dari kasus tersebut, uraikan aspek-aspek yang dapat
mempengaruhi loyalitas seseorang pada sebuah organisasi.
2. Terdapat 3 (tiga) panduan perilaku loyal dalam Core Value ASN,
berikan contoh tindakan yang dapat Anda lakukan di

2
Modul

Instansi/Unit Kerja Anda sebagai perwujudan dari masing-masing


panduan perilaku loyal tersebut.
3. Berdasarkan kasus di atas jelaskan upaya-upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan loyalitas seorang ASN terhadap
bangsa dan negaranya.

C. Rangkuman
Dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu
strategi transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan
berkelas dunia (World Class Government), pemerintah telah
meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai dasar) ASN BerAKHLAK dan
Employer Branding (Bangga Melayani Bangsa). Nilai “Loyal” dianggap
penting dan dimasukkan menjadi salah satu core values yang harus
dimiliki dan diimplementasikan dengan baik oleh setiap ASN
dikarenakan oleh faktor penyebab internal dan eksternal.
Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa
Prancis yaitu “Loial” yang artinya mutu dari sikap setia. Bagi seorang
Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai sebagai kesetiaan,
paling tidak terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terdapat beberapa
ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh organisasi untuk
mengukur loyalitas pegawainya, antara lain:
1. Taat pada Peraturan.
2. Bekerja dengan Integritas
3. Tanggung Jawab pada Organisasi
4. Kemauan untuk Bekerja Sama.
5. Rasa Memiliki yang Tinggi

2
Modul

6. Hubungan Antar Pribadi


7. Kesukaan Terhadap Pekerjaan
8. Keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan
9. Menjadi teladan bagi Pegawai lain
Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core
Values ASN yang dimaknai bahwa setiap ASN harus berdedikasi dan
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dengan panduan
perilaku:
1. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI serta
pemerintahan yang sah
2. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara;
serta
3. Menjaga rahasia jabatan dan negara
Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk
mengaktualisasikan panduan perilaku loyal tersebut di atas
diantaranya adalah komitmen, dedikasi, kontribusi, nasionalisme dan
pengabdian, yang dapat disingkat menjadi “KoDeKoNasAb”.
Secara umum, untuk menciptakan dan membangun rasa setia
(loyal) pegawai terhadap organisasi, hendaknya beberapa hal berikut
dilakukan:
1. Membangun Rasa Kecintaaan dan Memiliki
2. Meningkatkan Kesejahteraan
3. Memenuhi Kebutuhan Rohani
4. Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir
5. Melakukan Evaluasi secara Berkala

2
Modul

Setiap ASN harus senantiasa menjunjung tinggi kehormatan


negara, pemerintah, dan martabat pegawai negeri sipil, serta
senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang atau golongan sebagai wujud loyalitasnya
terhadap bangsa dan negara. Agar para ASN mampu menempatkan
kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan lainnya
dibutuhkan langkah-langkah konkrit, diantaranya melalui
pemantapan Wawasan Kebangsaan. Selain memantapkan Wawasan
Kebangsaan, sikap loyal seorang ASN dapat dibangun dengan cara
terus meningkatkan nasionalismenya kepada bangsa dan negara.

D. Evaluasi Materi Pokok 1


Untuk membantu mengevalusi/mengukur tingkat pemahaman
Anda terhadap Materi Pokok 1 ini, cobalah Anda kerjakan soal-soal
Pilihan Ganda di bawah ini (Pada setiap soalnya, pilihlah satu
jawaban yang menurut Anda benar).
1. Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa Prancis
yaitu “Loial” yang artinya:
a. Mutu dari sikap patuh
b. Mutu dari sikap taat
c. Mutu dari sikap setia
d. Mutu dari sikap hormat
2. Loyalitas seseorang terhadap organisasinya akan timbul melalui :
a. Paksaan
b. Kesadaran sendiri
c. Pelatihan
d. Doktrinasi

2
Modul

3. Loyalitas merupakan kualitas kesetiaan atau kepatuhan


seseorang kepada orang lain atau sesuatu (misalnya organisasi)
yang ditunjukkan melalui:
a. Ide dan pemikiran
b. Sikap dan tindakan
c. Ketaatan dan pemikiran
d. Integritas dan idealisme
4. Terdapat beberapa aspek yang dapat digunakan oleh organisasi
untuk mengukur loyalitas pegawai diantaranya:
a. Tanggung Jawab pada Pimpinan
b. Kemauan untuk Bekerja Sama
c. Rasa Percaya Diri
d. Hubungan Antar Organiasi
5. Ketika seorang pegawai memiliki sikap sesuai dengan pengertian
loyalitas, maka secara otomatis ia akan merasa memiliki tanggung
jawab yang besar terhadap organisasinya, yang ditunjukannya
dengan cara:
a. Berhati-hati dan lambat dalam mengerjakan tugas-tugasnya
b. Mengerjakan banyak tugas dalam waktu yang bersamaan
c. Berani untuk mengembangkan berbagai inovasi demi
kepentingan organisasi
d. Loyal terhadap pimpinan
6. Sesungguhnya seorang pegawai yang loyal dapat dilihat dari
seberapa besar dia menunjukkan integritas mereka saat bekerja.
Integritas yang sesungguhnya adalah:

3
Modul

a. Melakukan hal yang masif, dengan mengetahui bahwa orang


lain tidak mengetahuinya apakah Anda melakukannya atau
tidak.
b. Melakukan hal yang cerdas, dengan mengetahui bahwa orang
lain tidak mengetahuinya apakah Anda melakukannya atau
tidak.
c. Melakukan hal yang benar, dengan mengetahui bahwa orang
lain tidak mengetahuinya apakah Anda melakukannya atau
tidak.
d. Melakukan hal yang inovatif, dengan mengetahui bahwa orang
lain tidak mengetahuinya apakah Anda melakukannya atau
tidak.
7. Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai
sebagai kesetiaan terhadap:
a. Pimpinan
b. Pekerjaan
c. Profesi
d. NKRI
8. Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core
Values ASN yang dimaknai bahwa setiap ASN harus:
a. Berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara
b. Setia dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara
c. Berintegritas dan mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara
d. Berakuntabilitas dan mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara

3
Modul

9. Salah satu tindakan yang merupakan perwujudan dari panduan


perilaku “Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan
negara” adalah:
a. Tidak melaporkan pimpinan yang melakukan pelanggaran
b. Memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan
kebudayaan bangsa
c. Memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila
d. Tidak menyebarluaskan informasi penting instansi secara
sembarangan
10. Secara umum, sikap loyal seorang pegawai terhadap
organisasinya dapat dibangun dengan cara:
a. Membangun rasa kecintaaan dan memiliki serta meningkatkan
ketakwaan
b. Meningkatkan kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan rohani
c. Memberikan kesempatan peningkatan karir dan evalusi
komprehensif
d. Melakukan evaluasi berkala dan meningkatkan kinerja

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Hasil
Belajar Materi Pokok 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini.
Hitunglah jawaban Anda yang benar. Apabila tingkat penguasaan
Anda mencapai 80% atau lebih, berarti Anda telah memahami Materi
Pokok 1 dan dapat meneruskan untuk mempelajari Materi Pokok 2.
Tetapi bila tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda
harus mengulangi lagi Materi Pokok 1, terutama bagian yang belum
dikuasai.

3
Modul

BAB III
MATERI POKOK 2
PANDUAN PERILAKU LOYAL

Setelah mempelajari Materi Pokok 2 ini, peserta mampu menjelaskan panduan perilaku (kode etik) loyal.

A. Uraian Materi
1. Panduan Perilaku Loyal
a. Memegang Teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Setia
kepada NKRI serta Pemerintahan yang Sah
ASN sebagai profesi, salah satunya berlandaskan pada
prinsip Nilai Dasar sebagaimana termuat pada Pasal 4 UU ASN.
Beberapa Nilai-Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan
dengan Panduan Perilaku Loyal yang pertama ini diantaranya:
1) Memegang teguh ideologi Pancasila;
2) Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang
sah;
3) Mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia; dan
4) Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan
program pemerintah.
Dalam UU ASN juga disebutkan bahwa ASN sebagai
profesi berlandaskan pada kode etik dan kode perilaku
sebagaimana tertuang dalam Pasal 5, Ayat 2 UU ASN. Kode
etik dan kode perilaku ASN bertujuan untuk menjaga

3
Modul

martabat dan kehormatan ASN yang dapat diwujudkan


dengan Panduan Perilaku Loyal yang pertama ini diantaranya:
1) Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
2) Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan
atau Pejabat yang Berwenang sejauh tidak bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
etika pemerintahan; dan
3) Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif, dan efisien.
Selain terkait dengan Nilai-Nilai Dasar ASN serta kode
etik dan kode perilaku, nilai Loyal ini sangat terkait erat
dengan Kewajiban ASN. Kewajiban adalah suatu beban atau
tanggungan yang bersifat kontraktual. Dengan kata lain
kewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan.
Kewajiban pegawai ASN yang disebutkan dalam Pasal 23 UU
ASN yang dapat diwujudkan dengan Panduan Perilaku Loyal
yang pertama ini diantaranya:
1) Setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah;
2) Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
3) Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat
pemerintah yang berwenang;
4) Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
5) Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

3
Modul

b. Menjaga Nama Baik Sesama ASN, Pimpinan Instansi dan


Negara
Adapun beberapa Nilai-Nilai Dasar ASN yang dapat
diwujudkan dengan Panduan Perilaku Loyal yang kedua ini
diantaranya:
1) Menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
2) Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian;
3) Menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif;
4) Mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya
kepada publik;
5) Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap,
cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan
santun;
6) Mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi;
7) Menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama;
8) Mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja
pegawai;
9) Mendorong kesetaraan dalam pekerjaan; dan
10)Meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang
demokratis sebagai perangkat sistem karier.
Adapun beberapa Kode etik dan Kode Perilaku ASN
yang dapat diwujudkan dengan Panduan Perilaku Loyal yang
kedua ini diantaranya:
1) Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
2) Memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga
reputasi dan integritas ASN;

3
Modul

3) Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;


4) Melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan
mengenai disiplin Pegawai ASN; dan
5) Menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam
melaksanakan tugasnya.
Sedangkan beberapa Kewajiban ASN yang dapat
diwujudkan dengan Panduan Perilaku Loyal yang kedua ini
diantaranya:
1) Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian,
kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;
2) Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap,
perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di
dalam maupun di luar kedinasan;

c. Menjaga Rahasia Jabatan dan Negara


Sementara itu, Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan
dengan Panduan Perilaku Loyal yang ketiga ini diantaranya:
memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur.
Sedangkan beberapa Kode etik dan Kode Perilaku ASN
yang dapat diwujudkan dengan Panduan Perilaku Loyal yang
ketiga ini diantaranya:
1) Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;
2) Memberikan informasi secara benar dan tidak
menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan
informasi terkait kepentingan kedinasan;
3) Tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas,
status, kekuasaan, dan jabatannya untuk mendapat atau

3
Modul

mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau


untuk orang lain; dan
4) Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab,
dan berintegritas tinggi.
Adapun Kewajiban ASN yang dapat diwujudkan dengan
Panduan Perilaku Loyal yang ketiga, yaitu: Menyimpan
rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia
jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

2. Sikap Loyal ASN Melalui Aktualisasi Kesadaran Bela Negara


Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap
bangsa dan negaranya dapat diwujudkan dengan
mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam
kehidupan sehari-harinya. Pasal 27 Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945
menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan negara. Bela Negara merupakan
tekad, sikap, dan perilaku serta tindakan warga negara, baik
secara perseorangan maupun kolektif dalam menjaga kedaulatan
negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dan negara
yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa Indonesia dan Negara dari berbagai
ancaman sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 UU No 23 Tahun
2019 tentang Pengelolaan Sumberdaya Nasional untuk
Pertahanan Negara. Agar setiap warga dapat berkontribusi nyata

3
Modul

dalam upaya-upaya bela negara tersebut selanjutnya dalam pasal


7-nya dirumuskan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara sebagai berikut:
a) Cinta Tanah Air, dengan contoh aktualisasi sikap dan perilaku
sebagai berikut :
1) Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang
sah.
2) Mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia.
3) Sesuai peran dan tugas masing-masing, ASN ikut menjaga
seluruh ruang wilayah Indonesia baik ruang darat, laut
maupun udara dari berbagai ancaman, seperti: ancaman
kerusakan lingkungan, ancaman pencurian sumber daya
alam, ancaman penyalahgunaan tata ruang, ancaman
pelanggaran batas negara dan lain-lain.
4) ASN sebagai warga Negara terpilih harus menjadi contoh
di tengah-tengah masyarakat dalam menunjukkan
kebanggaan sebagai bagian dari Bangsa Indonesia.
5) Selalu menjadikan para pahlawan sebagai sosok panutan,
dan mengambil pembelajaran jiwa patriotisme dari para
pahlawan serta berusaha untuk selalu menunjukkan sikap
kepahlawanan dengan mengabdi tanpa pamrih kepada
Negara dan bangsa.
6) Selalu nenjaga nama baik bangsa dan Negara dalam setiap
tindakan dan tidak merendahkan atau selalu
membandingkan Bangsa Indonesia dari sisi negatif dengan
bangsa-bangsa lainnya di dunia.

3
Modul

7) Selalu berupaya untuk memberikan konstribusi pada


kemajuan bangsa dan Negara melalui ide-ide kreatif dan
inovatif guna mewujudkan kemandirian bangsa sesuai
dengan kapasitas dan kapabilitas masing-masing.
8) Selalu mengutamakan produk-produk Indonesia baik
dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam mendukung
tugas sebagai ASN Penggunaan produkproduk asing hanya
akan dilakukan apabila produk tersebut tidak dapat
diproduksi oleh Bangsa Indonesia.
9) Selalu mendukung baik secara moril maupun materiil
putra-putri terbaik bangsa (olahragawan, pelajar,
mahasiswa, duta seni dan lain-lain) baik perorangan
maupun kelompok yang bertugas membawa nama
Indonesia di kancah internasional.
10) Selalu menempatkan produk industri kreatif/industri
hiburan tanah air sebagai pilihan pertama dan mendukung
perkembangannya.

b) Sadar Berbangsa dan Bernegara, dengan contoh aktualisasi


sikap dan perilaku sebagai berikut:
1) Menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak.
2) Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian.
3) Memegang teguh prinsip netralitas ASN dalam setiap
kontestasi politik, baik tingkat daerah maupun di tingkat
nasional.
4) Mentaati, melaksanakan dan tidak melanggar semua
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi

3
Modul

pelopor dalam penegakan peraturan/perundangan di


tengah-tengah masyarakat.
5) Menggunakan hak pilih dengan baik dan mendukung
terselenggaranya pemilihan umum yang mandiri, jujur, adil,
berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional,
professional, akuntabel, efektif dan efisien.
6) Berpikir, bersikap dan berbuat yang sesuai peran, tugas
dan fungsi ASN.
7) Sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing ikut
berpartisipasi menjaga kedaulatan bangsa dan negara.
8) Menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama.
9) Meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang
demokratis sebagai perangkat sistem karier.

c) Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara, dengan contoh


aktualisasi sikap dan perilaku sebagai berikut:
1) Memegang teguh ideologi Pancasila.
2) Menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif.
3) Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang
luhur.
4) Menjadi agen penyebaran nilai-nilai Pancasila di tengah-
tengah masyarakat.
5) Menjadi contoh bagi masyarakat dalam pegamalan nilai-
nilai Pancasila di tengah kehidupan sehari-hari.
6) Menjadikan Pancasila sebagai alat perekat dan pemersatu
sesuai fungsi ASN.
7) Mengembangkan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai
kesempatan dalam konteks kekinian.

4
Modul

8) Selalu menunjukkan keyakinan dan kepercayaan bahwa


Pancasila merupakan dasar Negara yang menjamin
kelangsungan hidup bangsa.
9) Mendorong kesetaraan dalam pekerjaan.

d) Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara, dengan contoh


aktualisasi sikap dan perilaku sebagai berikut:
1) Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap,
cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan
santun.
2) Bersedia mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya
untuk kemajuan bangsa dan Negara sesuai tugas dan
fungsi masing-masing.
3) Bersedia secara sadar untuk membela bangsa dan negara
dari berbagai macam ancaman.
4) Selalu berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional
dan menjadi pionir pemberdayaan masyarakat dalam
pembangunan nasional.
5) Selalu ikhlas membantu masyarakat dalam menghadapi
situasi dan kondisi yang penuh dengan kesulitan.
6) Selalu yakin dan percaya bahwa pengorbanan sebagai ASN
tidak akan sia-sia.

e) Kemampuan Awal Bela Negara, dengan contoh aktualisasi


sikap dan perilaku sebagai berikut:
1) Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan
program pemerintah.
2) Mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi.

4
Modul

3) Mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja


pegawai.
4) Selalu berusaha untuk meningkatkan kompetensi dan
mengembangkan wawasan sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
5) Selalu menjaga kesehatan baik fisik maupun psikis dengan
pola hidup sehat serta menjaga keseimbangan dalam
kehidupan sehari-hari.
6) Senantiasa bersyukur dan berdoa atas kenikmatan yang
telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa.
7) Selalu menjaga kebugaran dan menjadikan kegemaran
berolahraga sebagai gaya hidup.
8) Senantiasa menjaga kesehatannya dan menghindarkan diri
dari kebiasaan-kebiasaan yang dapat mengganggu
kesehatan.

4
Modul

B. Latihan
Untuk membantu Anda memahami uraian materi tentang
Panduan Perilaku Loyal, cobalah Anda kerjakan soal-soal latihan
Studi Kasus di bawah ini. Soal-soal tersebut dapat Anda jawab secara
perorangan atau dengan mendiskusikannya bersama rekan-rekan
peserta yang lainnya.
Studi Kasus 2: ASN, Radikalisme, dan Loyalitas Ideologi Negara
Oleh : Trisno Yulianto - detiknews

Paparan paham radikalisme bukan hanya menyasar kalangan mahasiswa di


lingkungan kampus, namun juga pada komunitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
Komunitas ASN yang menjadi ujung tombak pelayanan publik banyak yang
mengalami proses radikalisasi dalam pemikiran dan tindakan.
Tidak mengherankan apabila banyak ASN yang menjadi anggota organisasi
yang berpaham anti Pancasila dan anti NKRI. Saat sebuah Ormas dibubarkan oleh
pemerintah pada 2017, terbongkar "kotak pandora" tentang daftar keanggotaan
Ormas tersebut. Ribuan anggota Ormas itu dari Aceh sampai Papua banyak yang
berstatus ASN. Bukan hanya menjadi anggota Ormas tersebut, banyak ASN dalam
berbagai profesi bergabung dalam organisasi/perkumpulan yang pahamnya radikal
dan intoleran. Organisasi/perkumpulan radikal yang diikuti oleh ASN ada yang legal,
namun kebanyakan illegal sebagai sel organisasi radikal.
Aktualisasi pemikiran radikal ASN tampak kasat mata dalam berbagai unggahan
status mereka melalui laman media sosial pribadi, dan juga pernyataan-pernyataan
yang disampaikan dalam forum sosial-keagamaan. Pemikiran radikal ASN tersebut
bisa dipetakan dalam berbagai jenis. Pertama, pemikiran ASN yang menolak konsepsi
negara Pancasila, dan justru menyepakati konsepsi negara Khilafah atau negara Islam
(teokrasi). Banyak PNS/ASN yang terkontaminasi ajaran radikal menolak eksistensi
negara Pancasila dan enggan melaksanakan kegiatan yang mengekspresikan spirit
nasionalisme. Mereka menolak mengikuti upacara bendera dan melaksanakan ritual
menghormati bendera yang dianggap musyrik.
Kedua, pemikiran ASN yang menyetujui tindakan kekerasan dan atau terorisme
yang berlabel "jihad". Pemikiran ASN tersebut didasari doktrin yang mereka yakini
bahwa kekerasan dan atau terorisme yang bermotivasi jihad sesuai prinsip "teologis"
yang mereka anut. Tidak dipungkiri akhirnya banyak kasus ASN terlibat dalam
kegiatan jaringan kelompok radikalisme dan terorisme. Beberapa tahun yang lalu
puluhan ASN bahkan nekad pergi ke Suriah dan meninggalkan profesi kerja sebagai
ASN dengan dalih memenuhi panggilan jihad.
Ketiga, pemikiran "ambigu" atau paradoks ASN yang membenci pemerintahan
yang sedang berkuasa. Banyak ASN yang kecewa terhadap kepemimpinan presiden
terpilih mengekspos ujaran kebencian terhadap simbol negara (presiden) dan
pemerintah melalui status dan komentar di media sosial. Mereka menerima gaji dan
tunjangan dari negara namun bersikap "oposan" dalam pemikiran terhadap
pemerintahan yang sah dan sedang "berkuasa". ...

4
Modul

Lanjutan…

Sedangkan aktivitas pro radikalisme yang dilakukan "oknum-oknum" ASN memiliki


tendensi sosiologis di antaranya, ASN yang memiliki kemampuan sebagai "pendakwah"
atau "propagandis" justru lebih banyak menyebarkan ujaran intoleran-pro radikalisme
melalui forum-forum pertemuan yang mereka hadiri sebagai narasumber. Banyak ASN
yang menyebarkan virus ajaran radikal dalam berbagai rembuk sosial di lingkungan kerja
dan lingkungan sosial masyarakat.
Berbagai ASN yang memiliki penghasilan besar karena terkait jabatan dan profesi
juga beberapa kali terbukti sebagai penyumbang (pendonor) dana kegiatan radikalisme
dan terorisme. Terungkapnya pengakuan terduga teroris di Palembang bahwa dana
kegiatan mereka disumbang oleh ASN yang menjabat di BUMN, menjadi salah satu bukti
yang tidak terpungkiri.
Terpaparnya ASN dalam paham radikalisme jelas merupakan pengkhianatan
sumpah dan janji ASN. Semua ASN di Indonesia tergabung dalam Korps Pegawai Republik
Indonesia (Korpri), dan ketika diangkat sebagai calon ASN maupun pascadiklat
prajabatan/latsar dilantik sebagai ASN "penuh" mereka diwajibkan menandatangani dan
mengucap sumpah Korpri, yang salah satu pasalnya berbunyi: “Kami anggota Korps
Pegawai Republik Indonesia bersumpah setia dan taat kepada pemerintah dan negara
kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila."
Lebih jauh ASN juga bersumpah senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa, mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan pribadi-
golongan. Undang-Undang No 5 tahun 2014 tentang ASN secara tegas mewajibkan ASN
untuk setia pada ideologi negara yakni Pancasila dan pada konsepsi Negara Kesatuan
Republik Indonesia. ASN sebagai aparatur birokrasi wajib untuk mentaati segala aturan
dan prinsip kerja yang diatur oleh pemerintah. ASN tidak boleh mengkhianati prinsip
dasar ideologi negara dalam pemikiran dan tindakan.
Lantas, bagaimanakah melihat fenomena suburnya radikalisme pemikiran dan
tindakan di kalangan ASN yang secara langsung akan membahayakan eksistensi
kehidupan bernegara? Ada beberapa tindakan yang harus dilakukan oleh pemerintah,
dalam hal ini Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi serta Kemendagri. Pertama,
perlunya reedukasi ideologi negara di kalangan ASN yang telah terpapar paham
radikalisme/terorisme. Reedukasi dilakukan kepada ASN yang terbukti terlibat dalam
kepengurusan organisasi radikal dan/atau terlarang.
Kedua, dibutuhkan penelitian khusus (litsus) terhadap ASN yang berpotensi
terpapar pemikiran dan konsepsi radikalisme. Litsus dilakukan bagi ASN yang nyata-
nyata menolak paham negara Pancasila dalam berbagai sikapnya. Ketiga, mengambil
tindakan tegas --pemberhentian-- bagi ASN yang telah terbukti aktif dalam kegiatan
radikalisme dan terorisme. ASN yang nyata-nyata telah melanggar sumpah Korpri harus
dikeluarkan dari jabatan/status ASN.
ASN di Indonesia memang harus memiliki loyalitas ideologi. ASN di Indonesia
diwajibkan untuk setia dan menjalankan prinsip ideologi Pancasila dalam pekerjaan di
lembaga birokrasi pemerintahan maupun dalam relasi sosial kemasyarakatan. Loyalitas
ASN terhadap ideologi negara dan konstitusi adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar dan
merupakan harga mati. ASN bekerja untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat dan
keutuhan negara.

4
Modul

Pertanyaan:
1. Jelaskan tentang Loyal sebagai Aktualisasi Kesadaran Bela Negara
bagi ASN kaitannya dengan radikalisme dan/atau intoleran.
2. Berdasarkan kasus di atas jelaskan jenis pemikiran radikal ASN
yang tidak mencerminkan keloyalan terhadap bangsa dan negara.
3. Berdasarkan kasus di atas jelaskan beberapa tindakan yang harus
dilakukan oleh pemerintah, terhadap ASN yang telah terpapar
paham radikalisme dan/atau intoleran.

C. Rangkuman
Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang ASN, ASN
sebagai profesi berlandaskan pada prinsip Nilai Dasar (pasal 4) serta
Kode Etik dan Kode Perilaku (Pasal 5, Ayat 2) dengan serangkaian
Kewajibannya (Pasal 23). Untuk melaksanakan dan
mengoperasionalkan ketentuan-ketentuan tersebut maka
dirumuskanlah Core Value ASN BerAKHLAK yang didalamnya
terdapat nilai Loyal dengan 3 (tiga) panduan perilaku (kode etik)-
nya.
Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap
bangsa dan negaranya dapat diwujudkan dengan
mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam
kehidupan sehari-harinya, yaitu:
1. Cinta Tanah Air
2. Sadar Berbangsa dan Bernegara
3. Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara
4. Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara
5. Kemampuan Awal Bela Negara

4
Modul

D. Evaluasi Materi Pokok 2


Untuk membantu mengevalusi/mengukur tingkat pemahaman
Anda terhadap Materi Pokok 2 ini, cobalah Anda kerjakan soal-soal
Pilihan Ganda di bawah ini (Pada setiap soalnya, pilihlah satu
jawaban yang menurut Anda benar).
1. ASN sebagai profesi, salah satunya berlandaskan pada prinsip
Nilai Dasar. Hal tersebut tertuang dalam:
a. PP Nomor 11 Tahun 2017 Pasal 4
b. PP Nomor 11 Tahun 2017 Pasal 5
c. UU Nomor 5 Tahun 2014 Pasal 4
d. UU Nomor 5 Tahun 2014 Pasal 5
2. Loyalitas seorang ASN dapat diwujudkan dengan cara
melaksanakan dengan sebaik-baiknya Kode Etik dan Kode
Perilaku ASN. Kode Etik dan Kode Perilaku tersebut dirumuskan
dengan tujuan untuk:
a. Meningkatkan produktivitas kerja ASN
b. Menjaga martabat dan kehormatan ASN
c. Menjaga wibawa pemerintah
d. Meningkatkan kualitas pelayanan publik
3. Yang tidak termasuk panduan perilaku Loyal dalam Core Values
ASN adalah:
a. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI
serta pemerintahan yang sah
b. Melindungi segenap tumpah darah Indonesia dengan integritas
dan semangat juang yang tinggi
c. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara

4
Modul

d. Menjaga rahasia jabatan dan negara


4. Kode etik dan kode perilaku ASN yang terkait dengan Panduan
Perilaku Loyal “Memegang Teguh ideologi Pancasila, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Setia
kepada NKRI serta Pemerintahan yang Sah” adalah:
a. Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah
b. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau
Pejabat yang Berwenang sejauh tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika
pemerintahan
c. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat
pemerintah yang berwenang;
d. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan
5. Panduan Perilaku Loyal “Menjaga Nama Baik Sesama ASN,
Pimpinan Instansi dan Negara” yang terkait dengan Kewajiban
ASN adalah:
a. Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap,
cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun
b. Memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi
dan integritas ASN
c. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap,
perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di
dalam maupun di luar kedinasan
d. Melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan
mengenai disiplin Pegawai ASN

4
Modul

6. Panduan Perilaku Loyal “Menjaga Rahasia Jabatan dan Negara”


yang terkait dengan Kewajiban ASN adalah:
a. Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara
b. Memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan
kepada pihak lain yang memerlukan informasi terkait
kepentingan kedinasan
c. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan
rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
d. Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur
7. Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa
dan negaranya dapat diwujudkan dengan mengimplementasikan
Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan sehari-harinya.
Pasal 27 Ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan bahwa:
a. Setiap ASN berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.
b. Setiap penduduk Indonesia berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara.
c. Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara.
d. Setiap Aparatur Pemerintah Sipil dan Militer berhak dan wajib
ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
8. Berdasarkan UU No 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan
Sumberdaya Nasional untuk Pertahanan Negara, yang tidak
termasuk Nilai-Nilai Dasar Bela Negara adalah:
a. Cinta Bangsa Indonesia
b. Sadar Berbangsa dan Bernegara
c. Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara
d. Kemampuan Awal Bela Negara
4
Modul

9. Nilai Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara, dapat


diaktualisasikan dengan sikap dan perilaku sebagai berikut:
a. Mentaati, melaksanakan dan tidak melanggar semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi pelopor dalam
penegakan peraturan/perundangan di tengah-tengah
masyarakat
b. Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah
c. Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur
d. Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap,
cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun
10. Nilai Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara, dapat
diaktualisasikan dengan sikap dan perilaku sebagai berikut:
a. Menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak
b. Berpikir, bersikap dan berbuat yang sesuai peran, tugas dan
fungsi ASN
c. Bersedia secara sadar untuk membela bangsa dan negara dari
berbagai macam ancaman
d. Mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Hasil
Belajar Materi Pokok 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini.
Hitunglah jawaban Anda yang benar. Apabila tingkat penguasaan
Anda mencapai 80% atau lebih, berarti Anda telah memahami Materi
Pokok 2 dan dapat meneruskan untuk mempelajari Materi Pokok 3.
Tetapi bila tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80%, Anda
harus mengulangi lagi Materi Pokok 2, terutama bagian yang belum di

4
Modul
kuasai.

5
Modul

BAB IV
MATERI POKOK 3
LOYAL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH

Setelah mempelajari Materi Pokok 3 ini, peserta mampu mengaktualisasikan Loyal Dalam Konteks Organisasi Pe

A. Uraian Materi
1. Komitmen pada Sumpah/Janji sebagai Wujud Loyalitas PNS
Di dalam pasal 66 UU ASN disebutkan bahwa Setiap calon
PNS pada saat diangkat menjadi PNS wajib mengucapkan
sumpah/janji. Dimana dalam bunyi sumpah/janji tersebut
mencerminkan bagaimana Core Value Loyal semestinya dipahami
dan diimplementasikan oleh setiap PNS yang merupakan bagian
atau komponen sebuah organisasi pemerintah. Berikut adalah
petikan bunyi Sumpah/Janji PNS :
"Demi Allah/Atas Nama Tuhan Yang Maha Esa, saya
bersumpah/berjanji:
a) bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, akan
setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara, dan
pemerintah;
b) bahwa saya, akan mentaati segala peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan
yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian,
kesadaran, dan tanggung jawab;
c) bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan
negara, pemerintah, dan martabat pegawai negeri sipil, serta

5
Modul

akan senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada


kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;
d) bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut
sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;
e) bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan
bersemangat untuk kepentingan negara".

2. Penegakkan Disiplin sebagai Wujud Loyalitas PNS


Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk
melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-
nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan (loyalitas), ketenteraman,
keteraturan, dan ketertiban. Sedangkan Disiplin PNS adalah
kesanggupan PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari
larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Dampak negatif yang dapat terjadi jika seorang PNS tidak disiplin
adalah turunnya harkat, martabat, citra, kepercayaan, nama baik
dan/atau mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas Unit Kerja,
instansi, dan/atau pemerintah/negara. Oleh karena itu
pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94
Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Hanya PNS-PNS
yang memiliki loyalitas yang tinggilah yang dapat menegakkan
kentuan-ketentuan kedisiplinan ini dengan baik.
a. PNS Wajib:
1) Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila,
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Pemerintah;

5
Modul

2) Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;


3) Melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat
pemerintah yang berwenang;
4) Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
5) Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian,
kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;
6) Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap,
perilaku, ucapan, dan tindakan kepada setiap orang, baik
di dalam maupun di luar kedinasan;
7) Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat
mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
8) Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
9) Menghadiri dan mengucapkan sumpah/janji PNS;
10) Menghadiri dan mengucapkan sumpah/janji jabatan;
11) Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
12) Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila
mengetahui ada hal yang dapat membahayakan keamanan
negara atau merugikan keuangan negara;
13) Melaporkan harta kekayaan kepada pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
14) Masuk Kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
15) Menggunakan dan memelihara barang milik negara
dengan sebaik-baiknya;

5
Modul

16) Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk


mengembangkan kompetensi; dan
17) Menolak segala bentuk pemberian yang berkaitan dengan
tugas dan fungsi kecuali penghasilan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. PNS Dilarang:
1) Menyalahgunakan wewenang;
2) Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan
pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan
kewenangan orang lain yang diduga terjadi konflik
kepentingan dengan jabatan;
3) Menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain;
4) Bekerja pada lembaga atau organisasi internasional tanpa
izin atau tanpa ditugaskan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian;
5) Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau
lembaga swadaya masyarakat asing kecuali ditugaskan
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian;
6) Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan,
atau meminjamkan barang baik bergerak atau tidak
bergerak, dokumen, atau surat berharga milik negara
secara tidak sah;
7) Melakukan pungutan di luar ketentuan;
8) Melakukan kegiatan yang merugikan negara;
9) Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan;
10) Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;

5
Modul

11) Menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatan


dan/atau pekerjaan;
12) Meminta sesuatu yang berhubungan dengan jabatan;
13) Melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
dapat mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani; dan
14) Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil
Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan
Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan Perwakilan
Ralryat Daerah dengan cara:
a) Ikut kampanye;
b) Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan
atribut partai atau atribut PNS;
c) Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS
lain;
d) Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan
fasilitas negara;
e) Membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan
calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye;
f) Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada
keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi
peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa
kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan,
seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam
lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan
masyarakat; dan/atau

5
Modul

g) Memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu


Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda
Penduduk.

3. Pelaksanaan Fungsi ASN sebagai Wujud Loyalitas PNS


Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara, seorang ASN memiliki 3 (tiga)
fungsi yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik
serta perekat dan pemersatu bangsa. Kemampuan ASN dalam
melaksanakan ketiga fungsi tersebut merupakan perwujudan dari
implementai nilai-nilai loyal dalam konteks individu maupun
sebagai bagian dari Organisasi Pemerintah.
a) ASN sebagai Pelaksana Kebijakan Publik
Fungsi ASN yang pertama adalah sebagai pelaksana
kebijakan publik. Secara teoritis, kebijakan publik dipahami
sebagai apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan
atau tidak dilakukan. Bertolak dari pengertian di atas, ASN
sebagai bagian dari pemerintah atau sebagai aparat sipil
negara memiliki kewajiban melaksanakan kebijakan publik.
Dengan kata lain, ASN adalah aparat pelaksana (eksekutor)
yang melaksanakan segala peraturan perundang-undangan
yang menjadi landasan kebijakan publik di berbagai bidang
dan sektor pemerintahan.
Oleh karena itu setiap pegawai ASN harus memiliki
nilai-nilai kepublikan, berorientasi pada kepentingan publik
dan senantiasa menempatkan kepentingan publik, bangsa dan
negara di atas kepentingan lainnya. Untuk itu pegawai ASN

5
Modul

harus memiliki karakter kepublikan yang kuat dan mampu


mengaktualisasikannya dalam setiap langkah-langkah
pelaksanaan kebijakan publik.
Selain itu, setiap pegawai ASN harus senantiasa
bersikap adil dan tidak diskriminatif dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. ASN harus bersikap profesional
dan berintegritas dalam memberikan pelayanan. Untuk itu,
integritas menjadi penting bagi setiap pegawai ASN dengan
senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan,
tidak korupsi, transparan, akuntabel, dan memuaskan publik.
Hal-hal tersebut tentunya baru akan dilakukan jika ASN
memiliki sikap loyal yang tinggi terhadap bangsa dan negara,
dengan senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip penting
dalam pelaksanaan kebijakan publik sebagai berikut:
1) ASN harus mengutamakan kepentingan publik dan
masyarakat luas dalam mengimplementasikan kebijakan
publik. ASN adalah sebagai ujung tombak dalam membuat
dan mengeksekusi suatu kebijakan dalam merespon suatu
masalah. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, tanpa
ada implementasi maka suatu kebijakan publik hanya
menjadi angan-angan belaka, sehingga karena itu harus
dioperasionalisasikan.
2) ASN harus mengutamakan pelayanan yang berorientasi
pada kepentingan publik. Setiap pegawai ASN harus
menyadari sebagai aparatur profesional yang kompeten,
berorientasi pelayanan publik, dan loyal kepada negara
dan aturan perundangundangan. Karena itu, ASN harus

5
Modul

menjiwai semangat UU ASN yang berupaya untuk


memperbaiki sifat layanan birokrasi yang buruk, yaitu
birokrasi yang berfungsi hanya untuk melayani
kepentingan atasan, bukan untuk kepentingan publik atau
masyarakat yang rekrutmen pegawainya didasarkan atas
kedekatan keluarga atau pertemanan, bukan melalui
sistem merit berdasarkan kompetensi dan kompetsisi.
Dengan demikian, pegawai ASN harus menyadari dirinya
sebagai bagian dari birokrasi yang melayani kepentingan
publik yang berorientasi pada kepuasan pelanggan
(costumer-driven government).
3) ASN harus berintegritas tinggi dalam menjalankan
tugasnya. Yaitu yang memiliki potensi dan kemampuan
yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran sebagai
wujud keutuhan prinsip moral dan etika bangsa dalam
kehidupan bernegara. Di samping itu, ASN juga harus
berpegang pada 12 (dua belas) Kode Etik dan Kode
Perilaku yang telah diatur dalam UU ASN pasal 5.

b) ASN sebagai Pelayan Publik


Pelayanan publik dapat dipahami sebagai kegiatan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi
setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang diselenggarakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.

5
Modul

Fungsi ASN yang kedua adalah sebagai pelayan publik


untuk memberikan pelayanan publik tersebut. Agar fungsi
yang kedua ini dapat terlaksana dengan baik, maka seorang
ASN harus senantiasa berorientasi kepada kepentingan publik
dan memiliki kapasitas untuk pemberikan pelayanan kepada
publik sebagai bagian dari unit kerja publik untuk memenuhi
kepentingan masyarakat umum atau segala sesuatu yang
berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dengan merujuk
pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik. Dengan demikian seorang ASN harus profesional,
kompeten, berorientasi pelayanan publik dan berintegritas
sebagai perwujudan loyalitasnya kepada bangsa dan negara

c) ASN sebagai Perekat dan Pemersatu Bangsa


Fungsi ASN yang ketiga adalah sebagai perekat dan
pemersatu bangsa. Agar ASN dapat melaksanakan fungsi ini
dengan baik maka seorang ASN harus mampu bersikap netral
dan adil. Netral dalam artian tidak memihak kepada salah satu
kelompok atau golongan yang ada. Adil, berarti PNS dalam
melaksanakna tugasnya tidak boleh berlaku diskriminatif dan
harus obyektif, jujur, transparan. Dengan bersikap netral dan
adil dalam melaksanakan tugasnya, ASN akan mampu
menciptakan kondisi yang aman, damai, dan tentram di
lingkungan kerja dan masyarakatnya sehingga dapat
mempererat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.
Selain harus mampu bersikap netral dan adil, seorang
ASN juga harus bisa mengayomi kepentingan kelompok-

5
Modul

kelompok minoritas, dengan tidak membuat kebijakan,


peraturan yang mendiskriminasikan keberadaan kelompok
tersebut. Selanjutnya, seorang ASN juga harus mampu menjadi
figur dan teladan di lingkungan masyarakatnya. PNS juga harus
menjadi tokoh dan panutan masyarakat. Dia senantiasa
menjadi bagian dari problem solver (pemberi solusi) bukan
bagian dari sumber masalah (trouble maker). Oleh sebab itu,
setiap ucapan dan tindakannya senantiasa menjadi ikutan dan
teladan masyarakat di sekitarnya. Dia tidak boleh melakukan
tindakan, ucapan dan perilaku yang bertentangan dengan
norma-norma sosial dan susila, bertentangan dengan agama
dan nilai lokal yang berkembang di masyarakat yang dapat
memicu perpecahan di tengah-tengah masyarakat. Jika
seorang ASN telah mampu melakukan hal-hal tersebut di atas
berarti dia telah mampu mewujudkan panduan perilaku loyal
dalam melaksanakan fungsinya sebagai ASN.

4. Aktualisasi Nilai-Nilai Pancasila sebagai Wujud Loyalitas PNS


Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan
nilai-nilai Pancasila menunjukkan kemampuan ASN tersebut
dalam wujudkan nilai loyal dalam kehidupannya sebagai ASN yang
merupakan bagian/komponen dari organisasi pemerintah
maupun sebagai bagian dari anggota masyarakat. Penjelasan
aktualisasi nilai-nilai pada setiap sila-sila dalam Pancasila dapat
diuraikan sebagai berikut.

6
Modul

a) Sila Ke-1 (Nilai-Nilai Ketuhanan)


Dalam mengimplementasikan nilai-nilai Ketuhanan,
kita perlu mendudukkan Pancasila secara proporsional. Dalam
hal ini, Pancasila bukan agama yang bermaksud mengatur
sistem keyakinan, sistem peribadatan, sistem norma, dan
identitas keagamaan masyarakat. Ketuhanan dalam kerangka
Pancasila bisa melibatkan nilai-nilai moral universal agama-
agama yang ada. Pancasila bermaksud menjadikan nilai-nilai
moral Ketuhanan sebagai landasan pengelolaan kehidupan
dalam konteks masyarakat yang majemuk, tanpa menjadikan
salah satu agama tertentu mendikte negara.
Sila Ketuhanan dalam Pancasila menjadikan Indonesia
bukan sebagai negara sekuler yang membatasi agama dalam
ruang privat. Pancasila justru mendorong nilai-nilai Ketuhanan
mendasari kehidupan bermasyarakat dan berpolitik. Namun,
Pancasila juga tidak menghendaki negara agama, yang
mengakomodir kepentingan salah satu agama. Karena hal ini
akan membawa pada tirani yang memberangus pluralitas
bangsa. Dalam hal ini, Indonesia bukan negara sekuler
sekaligus bukan negara agama.
Adanya nilai-nilai Ketuhanan dalam Pancasila berarti
negara menjamin kemerdekaan masyarakat dalam memeluk
agama dan kepercayaan masing-masing. Tidak hanya
kebebasan dalam memeluk agama, negara juga menjamin
masyarakat memeluk kepercayaan. Namun dalam kehidupan
di masyarakat, antar pemeluk agama dan kepercayaan harus
saling menghormati satu sama lain. Nilai-nilai Ketuhanan yang

6
Modul

dianut masyarakat berkaitan erat dengan kemajuan suatu


bangsa. Ini karena nilai-nilai yang dianut masyarakat
membentuk pemikiran mereka dalam memandang persoalan
yang terjadi. Maka, selain karena sejarah Ketuhanan
masyarakat Indonesia yang mengakar, nilai-nilai Ketuhanan
menjadi faktor penting yang mengiringi perjalanan bangsa
menuju kemajuan.
Nilai-nilai Ketuhanan yang dikehendaki Pancasila
adalah nilai Ketuhanan yang positif, yang digali dari nilai-nilai
keagamaan yang terbuka (inklusif), membebaskan, dan
menjunjung tinggi keadilan dan persaudaraan. Dengan
menempatkan nilai-nilai Ketuhanan sebagai sila tertinggi di
atas sila-sila yang lain, kehidupan berbangsa dan bernegara
memiliki landasan rohani dan moral yang kuat. Sebagai
landasan rohani dan moral dalam berkehidupan, nilai-nilai
Ketuhanan akan memperkuat etos kerja. Nilai-nilai Ketuhanan
menjadi sumber motivasi bagi masyarakat dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari.
Implementasi nilai-nilai Ketuhanan dalam kehidupan
berdemokrasi menempatkan kekuasaan berada di bawah
Tuhan dan rakyat sekaligus. Demokrasi Indonesia tidak hanya
berarti daulat rakyat tapi juga daulat Tuhan, sehingga disebut
dengan teodemokrasi. Ini bermakna bahwa kekuasaan
(jabatan) itu tidak hanya amanat manusia tapi juga amanat
Tuhan. Maka, kekuasaan (jabatan) harus diemban dengan
penuh tanggung jawab dan sungguh-sungguh. Kekuasaan
(jabatan) juga harus dijalankan dengan transparan dan

6
Modul

akuntabel karena jabatan yang dimiliki adalah amanat manusia


dan amanat Tuhan yang tidak boleh dilalaikan.
Nilai-nilai Ketuhanan juga dapat diimplementasikan
dengan cara mengembangkan etika sosial di masyarakat. Nilai-
nilai Ketuhanan menjiwai nilai-nilai lain yang dibutuhkan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti persatuan,
kemanusiaan, permusyawaratan, dan keadilan sosial. Dalam
hal ini nilai-nilai Ketuhanan menjadi sila yang menjiwai sila-
sila yang lain dalam Pancasila. Dengan berpegang teguh pada
nilai-nilai Ketuhanan diharapkan bisa memperkuat
pembentukan karakter dan kepribadian, melahirkan etos kerja
yang positif, dan memiliki kepercayaan diri untuk
mengembangkan potensi diri sebagai ASN yang loyal kepada
bangsa dan negara guna mengelola kekayaan alam yang
diberikan Tuhan untuk kemakmuran masyarakat.

b) Sila Ke-2 (Nilai-Nilai Kemanusiaan)


Embrio bangsa Indonesia berasal dari pandangan
kemanusiaan universal yang disumbangkan dari berbagai
interaksi peradaban dunia. Penjajahan yang berlangsung di
berbagai belahan dunia merupakan upaya masif internasional
dalam merendahkan martabat kemanusiaan. Sehingga
perwujudan Indonesia merdeka merupakan cara dalam
memuliakan nilai-nilai kemanusiaan universal. Kemerdekaan
Indonesia merupakan ungkapan kepada dunia bahwa dunia
harus dibangun berdasarkan kesederajatan antarbangsa dan
egalitarianisme antarumat manusia. Dalam hal ini semangat

6
Modul

nasionalisme tidak bisa lepas dari semangat kemanusiaan,


sehingga belum dapat disebut sebagai seorang yang nasionalis
jika ia belum mampu menunjukkan jiwa kemanusiaan.
Dalam hal ini, para pendiri bangsa bukan hanya sekedar
hendak merintis dan membangun negara, tetapi mereka juga
memikirkan bagaimana manusia Indonesia tumbuh sebagai
pribadi yang berbudaya dan bisa berkiprah di pentas
pergaulan dunia. Pada masa kemerdekaan ini, membangun
bangsa tidak sekedar terlibat dan sibuk dalam pemerintahan
dan birokrasi, tapi juga mempertimbangkan bagaimana
membangun manusia Indonesia yang ada di dalamnya.
Bung Hatta memandang sila kedua Pancasila memiliki
konsekuensi ke dalam dan ke luar. Ke dalam berarti menjadi
pedoman negara dalam memuliakan nilai-nilai kemanusiaan
dan hak asasi manusia. Ini berarti negara menjalankan fungsi
“melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa”. Konsekuensi ke luar berarti
menjadi pedoman politik luar negeri bangsa yang bebas aktif
dalam rangka, “ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial”.
Dalam gempuran globalisasi, pemerintahan yang
dibangun harus memperhatikan prinsip kemanusiaan dan
keadilan dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri
dan pemerintahan global atau dunia. Jangan sampai lebih
memperhatikan kemanusiaan dalam negeri tapi mengabaikan

6
Modul

pergulatan dunia, atau sebaliknya, terlibat dalam interaksi


global namun mengabaikan kemanusiaan masyarakat
bangsanya sendiri. Perpaduan prinsip sila pertama dan kedua
Pancasila menuntut pemerintah dan peyelenggara negara
untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan
memegang cita-cita moral rakyat yang mulia. Dengan
berlandaskan pada prinsip kemanusiaan ini, berbagai tindakan
dan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan tidak sepatutnya mewarnai kebijakan dan
perilaku ASN sebagai perwujudan dari loyalitasnya pada
bangsa dan negara. Fenomena kekerasan, kemiskinan,
ketidakadilan, dan kesenjangan sosial merupakan kenyataan
yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga
ASN dan seluruh komponen bangsa perlu bahu membahu
menghapuskan masalah tersebut dari kehidupan berbangsa.
Di tengah globalisasi yang semakin meluas cakupannya,
masyarakat Indonesia perlu lebih selektif dalam menerima
pengaruh global. Pengaruh global yang positif, yakni yang
sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan tentu lebih diterima
dibanding pengaruh yang negatif, yakni yang merendahkan
nilai-nilai kemanusiaan. Untuk itu, diperlukan pemimpin yang
mampu menentukan kebijakan dan arah pembangunan dengan
mempertimbangkan keselarasan antara kepentingan nasional
dan kemaslahatan global.
c) Sila Ke-3 (Nilai-Nilai Persatuan)
Upaya melaksanakan sila ketiga Pancasila dalam
masyarakat plural seperti Indonesia bukanlah sesuatu hal yang

6
Modul

mudah. Sejak awal berdirinya Indonesia, agenda membangun


bangsa (nation building) meruapkan sesuatu yang harus terus
menerus dibina, dilakukan dan ditumbuhkembangkan. Bung
Karno misalnya, membangun rasa kebangsaan dengan
membangkitkan sentimen nasionalisme yang menggerakkan
suatu i‘tikad, suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat ini adalah
satu golongan, satu bangsa. Soekarno menyatakan bahwa yang
menjadi pengikat manusia menjadi satu jiwa adalah kehendak
untuk hidup bersama, dengan ungkapan khasnya: “Jadi
gerombolan manusia, meskipun agamanya berwarna macam-
macam, meskipun bahasanya bermacam-macam, meskipun asal
turunannya bermacam-macam, asal gerombolan manusia itu
mempunyai kehendak untuk hidup bersama, itu adalah bangsa”.
Selanjutnya Soekarno menyatakan bahwa Semangat
kebangsaan itu mengakui manusia dalam keragaman,
meskipun terbagi dalam golongan-golongan.
Dengan demikian, keberadaan Bangsa Indonesia terjadi
karena dia memiliki satu nyawa, satu asal akal, yang tumbuh
dalam jiwa rakyat sebelumnya yang menjalani satu kesatuan
riwayat, yang membangkitkan persatuan karakter dan
kehendak untuk hidup bersama dalam suatu wilayah
geopolitik nyata. Oleh karena itu sebagai persenyawaan dari
ragam perbedaan suatu bangsa mestinya memiliki karakter
tersendiri yang bisa dibedakan dari karakter unsur-unsurnya.
Selain itu, negara juga diharapkan mampu memberikan
kebaikan bersama bagi warganya tanpa memandang siapa dan
dari etnis mana, apa agamanya, dengan terus memperkuat

6
Modul

semangat gotong royong dalam kehidupan masyarakat sipil


dan politik dengan terus menerus mengembangkan
pendidikan kewarganegaraan dan multikulturalisme yang
dapat membangun rasa keadilan dan kebersamaan dilandasi
dengan prinsip prinsip kehidupan publik yang lebih
partisipatif dan non diskriminatif. Disinilah seorang ASN yang
loyal dapat mengambil peran dan memainkan fungsinya
sebagai perekat dan pemersatu bangsa.

d) Sila Ke-4 (Nilai-Nilai Permusyawaratan)


Kesepahaman para pendiri bangsa untuk membangun
demokrasi yang sesuai dengan karakter bangsa, yakni
demokrasi permusyawaratan, menunjukkan bahwa demokrasi
bukan sekedar alat. Demokrasi permusyawaratan merupakan
cerminan dari jiwa, kepribadian, dan cita-cita bangsa
Indonesia. Dalam pandangan Soekarno, demokrasi bukan
sekedar alat teknis saja, tetapi suatu kepercayaan atau
keyakinan untuk mencapai suatu bentuk masyarakat yang
dicita-citakan.
Karena itu, demokrasi yang diterapkan di Indonesia
mempunyai corak nasional yang sesuai dengan kepribadian
bangsa. Sehingga, demokrasi di Indonesia tidak perlu sama
atau identik dengan demokrasi yang dijalankan oleh negara-
negara lain di dunia. Sila ke-4 Pancasila mengandung ciri-ciri
demokrasi yang dijalankan di Indonesia, yakni kerakyatan
(kedaulatan rakyat), 2) permusyawaratan (kekeluargaan), dan
3) hikmat-kebijaksanaan.

6
Modul

Demokrasi yang berciri kerakyatan berarti adanya


penghormatan terhadap suara rakyat. Rakyat berperan dan
berpengaruh besar dalam proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh pemerintah. Sementara ciri permusyawaratan
bermakna bahwa negara menghendaki persatuan di atas
kepentingan perseorangan dan golongan. Penyelenggaraan
pemerintahan didasarkan atas semangat kekeluargaan di
antara keragaman bangsa Indonesia dengan mengakui adanya
kesamaan derajat.
Hikmat kebijaksanaan menghendaki adanya landasan
etis dalam berdemokrasi. Permusyawaratan dijalankan dengan
landasan sila-sila Pancasila lainnya, yakni Ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, dan keadilan. Landasan Pancasila
inilah yang membedakan model demokrasi di Indonesia
dengan demokrasi di negara-negara lain, termasuk dengan
demokrasi liberal dan demokrasi totaliter. Hikmat
kebijaksanaan juga mensyaratkan adanya wawasan dan
pengetahuan yang mendalam tentang pokok bahasan dalam
musyawarah atau pengambilan keputusan. Pemerintah dan
wakil rakyat diharapkan bisa mengetahui, memahami, dan
merasakan, apa yang diinginkan rakyat dan idealitas apa yang
seharusnya ada pada rakyat, sehingga keputusan yang diambil
adalah keputusan yang bijaksana. Penghayatan terhadap nilai-
nilai permusyawaratan ini diharapkan memunculkan
mentalitas masyarakat yang mengutamakan kepentingan
umum. Adanya mentalitas yang mengutamakan kepentingan
umum ini memudahkan dalam menemukan kata sepakat
dalam pengambilan keputusan bersama.

6
Modul

Untuk itu, dalam segala pengambilan keputusan, lebih


diutamakan diambil dengan cara musyawarah mufakat.
Pemungutan suara (voting) dalam pengambilan keputusan
merupakan pilihan terakhir jika tidak mencapai mufakat,
dengan tetap menjunjung tinggi semangat kekeluargaan.
Demokrasi permusyawaratan dijalankan tidak hanya
dalam bidang politik dan pemerintahan saja. Demokrasi
permusyawaratan juga dijalankan dalam berbagai pilar
kehidupan bernegara. Demokrasi tidak hanya dijalankan
secara prosedural melalui pembentukan lembaga legislatif,
eksekutif, dan yudikatif saja. Demokrasi juga hendaknya
dijalankan dalam bidang ekonomi, sosial, hukum, dan
pelayanan publik. Dalam hal ini, demokrasi dijalankan untuk
memberikan pelayanan dan kesejahteraan pada masyarakat.
Pelayanan publik hendaknya memahami kebutuhan
rakyat sebagai pemegang saham utama pemerintahan. Dalam
demokrasi sosial, pelayanan publik berperan dalam
memastikan seluruh warga negara, tanpa memandang latar
belakang dan golongan serta mendapat jaminan kesejahteraan.
Demokrasi permusyawaratan juga menghendaki adanya
semangat demokrasi dari para penyelenggara negara. Idealitas
sistem demokrasi yang dirancang sangat ditentukan oleh
semangat para penyelenggara negara untuk menyesuaikan
sikapnya menurut nilai-nilai Pancasila dengan sikap loyalitas
yang tinggi.

6
Modul

e) Sila Ke-5 (Nilai-Nilai Keadilan Sosial)


Dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, para
pendiri bangsa menyatakan bahwa negara merupakan
organisasi masyarakat yang bertujuan menyelenggarakan
keadilan. Untuk itulah diperlukan dua syarat yaitu adanya
emansipasi dan partisipasi bidang politik, yang sejalan dengan
emansipasi dan partisipasi bidang ekonomi. Kedua partisipasi
inilah yang oleh Soekarno seringkali disebut dengan istilah
Sosio-Demokrasi. Dengan kedua pendekatan tersebut,
diharapkan akan mampu menghindarkan Negara Indonesia
dari konsep negara liberal, tapi lebih condong pada pada
konsep negara kesejahteraan, yaitu suatu bentuk
pemerintahan demokratis yang menegaskan bahwa negara
bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat dan negara
juga berhak mengatur pembagian kekayaan negara agar rakyat
tidak ada yang kelaparan, rakyat bisa memperoleh jaminan
sosialnya serta negara bertanggung jawab untuk mengawasi
pelaksanaan dari fungsi sosial atas hak milik pribadi sehingga
bisa terwujud kesejahteraan umum.
Keadilan sosial juga merupakan perwujudan imperatif
etis dari amanat Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 pasal 33
yang berbunyi: “Perekonomian berdasar atas demokrasi
ekonomi, kemakmuran bagi semua orang”. Dan dalam
realisasinya usaha mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
sosial harus bersendikan kepada nilai nilai kekeluargaan
Indonesia sebagaimana yang terkandung dalam sila sila
Pancasila.

7
Modul

Komitmen keadilan dalam alam pikiran Pancasila


memiliki dimensi sangat luas. Peran negara dalam
mewujudkan rasa keadilan sosial, setidaknya ada dalam empat
kerangka; (i) Perwujudan relasi yang adil disemua tingkat
sistem kemasyarakatan, (ii) Pengembangan struktur yang
menyediakan kesetaraan kesempatan, (iii) Proses fasilitasi
akses atas informasi, layanan dan sumber daya yang
diperlukan, (iv) Dukungan atas partisipasi bermakna atas
pengambilan keputusan bagi semua orang.
Perwujudan negara kesejahteraan sangat ditentukan
oleh integritas dan mutu penyelenggara negara, disertai
dukungan rasa tanggung jawab dan rasa kemanusiaan yang
terpancar dari setiap ASN yang memiliki loyalitas tinggi. Dalam
visi negara yang hendak mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, berlaku prinsip “berat sama dipikul,
ringan sama dijinjing”.

B. Latihan
Untuk membantu Anda memahami uraian materi tentang
Loyal Dalam Konteks Organisasi Pemerintah, cobalah Anda kerjakan
soal-soal latihan studi kasus di bawah ini. Soal-soal tersebut dapat
Anda jawab secara perorangan atau dengan mendiskusikannya
bersama rekan-rekan peserta yang lainnya.

7
Modul

Studi Kasus 3 : Pengebiran Makna Loyalitas PNS


(Ahmad Turmuzi. Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Pengebiran
Makna Loyalitas PNS”)
Makna umum dari loyalitas adalah kesetiaan atau kepatuhan. Dalam organisasi
modern, termasuk organisasi pemerintahan mengkondisikan loyalitas pada aturan, bukan
person. Tetapi dalam praktiknya loyalitas selalu disimpangkan sebagai kesetiaan pada
person. Pemimpin dalam pemerintahan yang ingin berkuasa kembali, sering kali menuntut
bawahannya untuk loyal kepadanya. Ingin mempertahankan kekuasaannya dengan
mengharap dukungan dari anak buahnya. Misalnya saja seorang presiden dan wakil
presiden, gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil
wali kota yang ingin terpilih kembali dalam pemilu atau pemilukada untuk melanjutkan
kekuasaannya, menuntut agar PNS atau pegawai yang dipimpinnya untuk memilih diri dan
pasangannya. Sering kali tuntutan itu dilakukan dengan cara biasa-biasa saja, sekedar
harapan atau permohonan dukungan. Tetapi, acap kali juga disertai dengan cara yang luar
biasa, misalnya diikuti dengan intimidasi atau memberikan “harapan-harapan” tertentu.
Cara yang biasa dilakukan oleh pemimpin yang sedang berkuasa untuk menggalang
dukungan dari kalangan PNS adalah dengan melibatkannya menjadi tim sukses, dan
memerintahkan PNS tertentu untuk turut mengkampanyekan diri dan pasangannya.
Oknum-oknum PNS yang terlibat, ada yang termotivasi karena “dijanjikan” sesuatu, ada
yang karena ditekan supaya tidak kehilangan jabatan yang sedang disandangnya, dan ada
yang melakukannya dengan sukarela yang didasari oleh sifat fanatisme yang berlebihan.
Mereka ini, secara aktif mencari dukungan di lapangan (masyarakat), baik terang-terangan
atau secara tersembunyi. Mereka manfaatkan organisasi profesi untuk menggalang
dukungan di kalangannya yang seprofesi. Ada juga yang memanfaatkan momen acara atau
pertemuan kedinasan untuk kampanye (kegiatan kampanye yang dibungkus/numpang
dalam kegiatan kedinasan). Yang terakhir ini yang sering penulis alami, mengingat saat ini
di Provinsi “X” sedang berlangsung tahapan-tahapan (proses) pemilukada untuk memilih
Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi “X”, serta Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten “Y”.
Dalam beberapa pertemuan atau rapat dinas yang penulis ikuti, pejabat-pejabat dari SKPD
tertentu selalu menyisipkan kampanye untuk pasangan calon yang sedang berkuasa
(incamben) dalam pidato atau sambutannya, dengan mengatasnamakan (mengedepankan)
loyalitas terhadap pimpinan.
Perlu kembali kita sadari, bahwa PNS terikat oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
53 tahun 2010 tentang disiplin PNS (telah dirubah dengan PP Nomor. 94 Tahun 2021
tentang Disiplin PNS), terutama isi yang terdapat pada pasal 4. Pasal ini berisi tentang
larangan terhadap PNS untuk memberikan dukungan kepada salah satu pasangan calon.
Dengan demikian, upaya mobilisasi dukungan dari kelangan PNS seperti itu, jelas
merupakan cara ilegal, tidak dibenarkan menurut ketentuan yang adaatau melawan
hukum. Bagi pasangan calon yang menempuh cara tersebut, merupakan tindakan
pengecut (tidak kesatria), merasa takut kalah dan tidak percaya diri. Sedangkan bagi
oknum PNS yang tidak netral, berarti yang bersangkutan tidak bisa menahan “hawa
nafsunya” dan tidak bisa mengendalikan rasa takutnya karena akan kihilangan jabatan
atau tidak memperoleh jabatan tertentu. Singkatnya, mereka tidak bisa bersikap
profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai abdi negara dan abdi
masyarakat.
Langkah di atas jelas merupakan upaya untuk mengalihkan atau mengebiri makna
sejati dari loyalitas PNS. Sesungguhnya sebagi bagian dari masyarakat, PNS juga memiliki
hak pilih sendiri. Oleh karena itu setiap PNS bebas menentukan pilihannya dalam pemilu
atau pemilukada. Berarti seorang PNS tidak perlu merasa takut untuk kehilangan atau
tidak mendapat jabatan tertentu, tidak perlu takut dengan intimidasi. Sepanjang berada
7
pada jalur (koridor) kebenaran, dan selalu bersikap profesional dalam menjalankan tugas
dan fungsi.
Modul

Pertanyaan:
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan “Pengebiran Makna Loyalitas
PNS” dan berikan contohnya.
2. Berdasrkan kasus di atas, jelaskan beberapa ciri/karekter
pegawai yang loyal terhadap organisasinya.
3. Terangkanlah bagaimana Penegakkan Disiplin sebagai Wujud
Loyalitas PNS berdasrkan contoh kasus di atas.

C. Rangkuman
Sikap loyal seorang PNS dapat tercermin dari komitmennya
dalam melaksanakan sumpah/janji yang diucapkannya ketika
diangkat menjadi PNS sebagaimana ketentuan perundang-
undangangan yang berlaku.
Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati
kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Hanya PNS-PNS yang memiliki loyalitas
yang tinggilah yang dapat menegakkan kentuan-ketentuan
kedisiplinan ini dengan baik.
Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara, seorang ASN memiliki 3 (tiga) fungsi
yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik serta
perekat dan pemersatu bangsa. Kemampuan ASN dalam
melaksanakan ketiga fungsi tersebut merupakan perwujudan dari
implementai nilai-nilai loyal dalam konteks individu maupun sebagai
bagian dari Organisasi Pemerintah.

7
Modul

Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai-


nilai Pancasila menunjukkan kemampuan ASN tersebut dalam
wujudkan nilai loyal dalam kehidupannya sebagai ASN yang
merupakan bagian/komponen dari organisasi pemerintah maupun
sebagai bagian dari anggota masyarakat.

D. Evaluasi Materi Pokok 3


Untuk membantu mengevalusi/mengukur tingkat pemahaman
Anda terhadap Materi Pokok 3 ini, cobalah Anda kerjakan soal-soal
Pilihan Ganda di bawah ini (Pada setiap soalnya, pilihlah satu
jawaban yang menurut Anda benar).
1. Setiap calon PNS pada saat diangkat menjadi PNS wajib
mengucapkan sumpah/janji. Dimana dalam bunyi sumpah/janji
tersebut mencerminkan bagaimana Core Value Loyal semestinya
dipahami dan diimplementasikan oleh setiap PNS. Ketentuan
mengenai sumpah/janji tersebut diatur dalam UU ASN pasal:
a. 63
b. 64
c. 65
d. 66
2. Dalam sumpah/janjinya PNS berkomitmen untuk:
a. Melaksanakan fungsi ASN dengan baik
b. Menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan
martabat pegawai negeri sipil, serta akan senantiasa
mengutamakan kepentingan negara dari pada kepentingan
saya sendiri, seseorang atau golongan
c. Menjadi PNS yang profesional dan berkompeten
d. Taat kepada Tuhan Yang Maha Esa
7
Modul

3. ASN adalah aparat pelaksana (eksekutor) yang melaksanakan


segala peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan
kebijakan publik di berbagai bidang dan sektor pemerintahan,
oleh karena itu ASN harus memiliki:
a. Nilai-nilai kepublikan
b. Nilai-nilai kelayakan
c. Nilai-nilai kesopanan
d. Nilai-nilai loyal
4. Sebagai wujud loyalitasnya, seorang ASN ketika melaksanakan
berbagai kebijakan publik hendaknya senantiasa:
a. Mengutamakan kepentingan publik dan masyarakat terbatas
b. Mengutamakan pelayanan yang berorientasi pada kepentingan
publik
c. Berintegritas tinggi dalam menjalankan tugasnya sesuai
dengan perintah atasan
d. Mengutamakan mutu pelayanan
5. Berikut ini adalah prinsip-prinsip pelayanan publik yang harus
dipahami dan dipraktikkan oleh setiap Aparatur Sipil Negara yang
berada di garis depan dalam memberikan pelayanan publik bagi
masyarakat:
a. Partisipatif; Transparan; Tidak diskriminatif; serta Mudah dan
murah.
b. Efektif dan efisien; Aksesibel, Akuntabel dan Ramah.
c. Responsif; Berkeadilan; Tepat waktu dan Sabar
d. Tidak diskriminatif; Akuntabel; Jujur dan Berkeadilan.

7
Modul

6. Berikut adalah beberapa contoh persoalan pelayanan publik yang


masih kerap terjadi di Indonesia:
a. Pemberi layanan yang humanis dan diskriminatif
b. Tidak ada kepastian jumlah dan waktu penyelesaian layanan
c. Prosedur yang sulit dipenuhi dan harus melalui tahapan yang
berbelit-belit
d. Tidak responsif terhadap ketersediaan sumberdaya
7. Pegawai ASN harus menerapkan budaya pelayanan, dan
menjadikan prinsip melayani sebagai suatu kebanggaan.
Munculnya rasa kebanggaan dalam memberikan pelayanan akan
menjadi modal dalam melaksanakan pekerjaan. Pernyataan
tersebut merupakan salah satu dari beberapa karakteristik dari:
a. Budaya birokrasi yang berkualitas
b. Budaya birokrasi yang akuntabel
c. Budaya birokrasi yang melayani
d. Budaya birokrasi yang mengayomi
8. Agar seorang ASN dapat menjalankan fungsinya sebagai perekat
dan pemersatu bangsa sebagai wujud loyalitasnya terhadap
bangsa dan negara, maka dia harus mampu untuk:
a. Bersikap netral dan adil sesuai kebutuhan
b. Mengayomi kepentingan kelompok-kelompok mayoritas
c. Menjadi figur dan teladan di dalam keluarga
d. Menjadi bagian dari problem solver (pemberi solusi) bukan
bagian dari sumber masalah (trouble maker)

7
Modul

9. Nilai Kehutanan dalam Pancasila dapat dimaknai sebagai berikut:


a. Bahwa nilai-nilai Ketuhanan juga dapat diimplementasikan
dengan cara mengembangkan etika moral di masyarakat
b. Bahwa nilai-nilai Ketuhanan melengkapi nilai-nilai lain yang
dibutuhkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
seperti persatuan, kemanusiaan, permusyawaratan, dan
keadilan sosial
c. Bahwa kekuasaan (jabatan) itu tidak hanya amanat manusia
tapi juga amanat Tuhan. Maka, kekuasaan (jabatan) harus
diemban dengan penuh tanggung jawab dan sungguh-sungguh
d. Bahwa nilai-nilai Ketuhanan diharapkan bisa memperkuat
pembentukan karakter dan kepribadian, melahirkan etos
kerja yang seadanya, dan memiliki kepercayaan diri untuk
mengembangkan potensi diri sebagai ASN
10. Loyalitas seorang ASN dapat tercermin dari kemampuannya
mengamalkan nilai-nilai yang terkandung pada sila ke-3 Pancasila
dengan cara:
a. Menghargai, mentoleransi dan menseragamkan keberagaman
b. Memberikan pelayanan yang partisipatif, diskriminatif dan
prima
c. Membangun rasa kebangsaan dengan membangkitkan
sentimen nasionalisme
d. Menumbuhkkembangkan semangat gotong royong di kalangan
tertentu

7
Modul

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut


Cocokkan jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Hasil
Belajar Materi Pokok 3 yang terdapat di bagian akhir modul ini.
Hitunglah jawaban Anda yang benar. Apabila tingkat penguasaan
Anda mencapai 80% atau lebih, berarti Anda telah memahami Materi
Pokok 3. Tetapi bila tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi lagi Materi Pokok 3, terutama bagian yang
belum dikuasai.

7
Modul

BAB V
PENUTUP

Loyal merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core


Values ASN BerAKHLAK yang dimaknai bahwa setiap ASN harus
berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Materi
modul ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana panduan
perilaku loyal yang semestinya dipahami dan dimplementasikan oleh
setiap ASN di instansi tempatnya bertugas, yang terdiri dari:
1. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI serta
pemerintahan yang sah;
2. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta
3. Menjaga rahasia jabatan dan negara.
Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk
mengaktualisasikan panduan perilaku loyal tersebut di atas diantaranya
adalah komitmen, dedikasi, kontribusi, nasionalisme dan pengabdian,
yang dapat disingkat menjadi “KoDeKoNasAb”.
Oleh karena itu peserta Pelatihan Dasar diharapkan dapat
mempelajari setiap materi pokok dalam modul ini dengan seksama dan
mengerjakan setiap latihan dan evaluasi yang diberikan. Jika terdapat
hal-hal yang belum dipahami dapat ditanyakan dan didiskusikan dengan
Pengampu Mata Pelatihan ini pada saat fase pembelajaran jarak jauh
maupun klasikal.

Selamat Belajar, Semoga Sukses dan Berkah !!!

7
Modul

KUNCI JAWABAN

I. MATERI POKOK 1. KONSEP LOYAL


No. Jawaban No. Jawaban
1. C 6. C
2. B 7. D
3. B 8. A
4. B 9. B
5. C 10. B

II. MATERI POKOK 2. PANDUAN PERILAKU LOYAL


No. Jawaban No. Jawaban
1. C 6. C
2. B 7. C
3. B 8. A
4. B 9. C
5. C 10. C

III. MATERI POKOK 3. LOYAL DALAM KONTEKS ORGANISASI


PEMERINTAH
No. Jawaban No. Jawaban
1. D 6. C
2. B 7. C
3. A 8. D
4. B 9. C
5. A 10. C

7
Modul

DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Denhardt, J.V dan Denhardt, R.B., 2003. The New Public Service: Serving,
not Steering. York and London: M.E. SharpeNew.
Dwiyanto, Agus. 2010. Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif,
dan Kolaboratif. Yogyakarta: Gamapress.
Lembaga Administrasi Negara RI. 2017. Modul Nasionalisme Pelatihan
Dasar CPNS. Jakarta.
Lembaga Administrasi Negara RI. 2017. Modul Pelayanan Publik
Pelatihan Dasar CPNS. Jakarta.
Subagyo, Agus. 2015. Bela Negara, Peluang dan Tantangan di Era
Globalisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Artikel:
Ahmad Turmuzi. "Pengebiran Makna Loyalitas PNS”.
https://www.kompasiana.com/turmuzi.ahmad/55285a2d6ea834e
f6e8b45d9/pengebiran-makna-loyalitas-pns.
Faiq Hidayat, “Jadi Tersangka KPK, Anak Buah Walkot “X”: Ini Bentuk
Kesetiaan (Loyalitas)”. https://news.detik.com/berita/d-
3698166/jadi-tersangka-kpk-anak-buah-walkot-batu-ini-bentuk-
kesetiaan.
Trisno Yulianto. "ASN, Radikalisme, dan Loyalitas Ideologi Negara".
https://news.detik.com/kolom/d-4036049/asn-radikalisme-dan-
loyalitas-ideologi-negara).

7
Modul

Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan
Sumberdaya Nasional untuk Pertahanan Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 jo Peraturan
Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.
Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 jo Peraturan Pemerintah
Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS.
Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021
tentang Implementasi Core Values dan Employer Branding
Aparatur Sipil Negara.

8
Modul Loyal

1
i
Hak Cipta © pada:
Lembaga Administrasi Negara
Edisi Tahun 2021

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia


Jl. Veteran No. 10 Jakarta Pusat 10110

ADAPTIF
Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil

TIM PENGARAH SUBSTANSI:


1. Dr. Muhammad Taufiq, DEA
2. Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm.

PENULIS MODUL:
Yogi Suwarno, MA. Ph.D.

EDITOR: Mulia Ela Syifaurrohmah, S.IP


COVER: Amelia Ayang Sabrina, SIA.
Sumber Foto Cover: http://unsplash.com

Jakarta – LAN – 2021


ISBN:

i
Kata Pengantar

Sejalan dengan pengembangan kurikulum Pelatihan Dasar Calon


Pegawai Negeri Sipil (CPNS), CPNS wajib menjalani masa percobaan
yang dilaksanakan melalui proses pelatihan terintegrasi. Pelatihan Dasar
CPNS bertujuan untuk mengembangkan kompetensi CPNS yang
dilakukan secara terintegrasi.
Pembelajaran dalam Pelatihan Dasar CPNS terdiri atas empat
agenda yaitu Agenda Sikap Perilaku Bela Negara, Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS, Agenda Kedudukan dan Peran PNS untuk mendukung
terwujudnya Smart Governance sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan dan Agenda Habituasi. Setiap agenda terdiri dari
beberapa mata pelatihan yang berbentuk bahan ajar. Bahan ajar
Pelatihan Dasar CPNS merupakan acuan minimal bagi para pengajar
dalam menumbuh kembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
peserta Pelatihan Dasar CPNS terkait dengan isi dari bahan ajar yang
sesuai agenda dalam pedoman Pelatihan Dasar CPNS. Oleh karena bahan
ajar ini merupakan produk yang dinamis, maka para pengajar dapat
meningkatkan pengembangan inovasi dan kreativitasnya dalam
mentransfer isi bahan ajar ini kepada peserta Pelatihan Dasar CPNS.
Selain itu, peserta Pelatihan Dasar CPNS dituntut kritis untuk menelaah
isi dari bahan ajar Pelatihan Dasar CPNS ini. Sehingga apa yang
diharapkan penulis, yaitu pemahaman secara keseluruhan dan
kemanfaatan dari bahan ajar ini tercapai.
Akhir kata, kami atas nama Lembaga Administrasi Negara,
mengucapkan terima kasih kepada tim penulis yang telah meluangkan
waktunya untuk melakukan pengayaan terhadap isi dari bahan ajar ini.

i
Kami berharap budaya pengembangan bahan ajar ini terus dilakukan

i
sejalan dengan pembelajaran yang berkelanjutan (sustainable learning)
peserta. Selain itu, kami juga membuka lebar terhadap masukan dan
saran perbaikan atas isi bahan ajar ini. Hal ini dikarenakan bahan ajar ini
merupakan dokumen dinamis (living document) yang perlu diperkaya
demi tercapainya tujuan jangka panjang yaitu peningkatan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia yang berdaya saing.
Kami sangat menyadari bahwa Modul ini jauh dari sempurna.
Dengan segala kekurangan yang ada pada Modul ini, kami mohon
kesediaan pembaca untuk dapat memberikan masukan yang konstruktif
guna penyempurnaan selanjutnya. Semoga Modul ini bermanfaat bagi
pembaca sekalian.

Jakarta, Desember 2021


Kepala LAN,

Adi Suryanto

i
Daftar Isi

Kata Pengantar.........................................................................................................i
Daftar Tabel..............................................................................................................v
Daftar Gambar.........................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Deskripsi Singkat............................................................................................. 1
B. Hasil Belajar...................................................................................................... 1
C. Indikator............................................................................................................. 1
D. Kegiatan Pembelajaran.................................................................................. 2
E. Sistematika Modul........................................................................................... 2
BAB II MENGAPA ADAPTIF...................................................................................3
A. Perubahan Lingkungan Strategis................................................................ 3
B. Kompetisi di Sektor Publik........................................................................... 4
C. Komitmen Mutu.............................................................................................. 11
D. Perkembangan Teknologi........................................................................... 12
E. Tantangan Praktek Administrasi Publik................................................14
F. Diskusi............................................................................................................... 18
BAB III MEMAHAMI ADAPTIF............................................................................20
A. Uraian Materi.................................................................................................. 20
B. Kreativitas dan Inovasi................................................................................ 22
C. Organisasi Adaptif......................................................................................... 27
D. Adaptif sebagai nilai dan budaya ASN.....................................................33
E. Rangkuman...................................................................................................... 41
F. Latihan.............................................................................................................. 42
BAB IV PANDUAN PERILAKU ADAPTIF...........................................................43
A. Uraian Materi.................................................................................................. 43
B. Perilaku Adaptif Lembaga/Organisasional...........................................49
C. Perilaku Adaptif Individual........................................................................ 54
D. Panduan Membangun Organisasi Adaptif..............................................56
i
E. Rangkuman...................................................................................................... 61
F. Latihan.............................................................................................................. 62
BAB V ADAPTIF DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH..............63
A. Uraian Materi.................................................................................................. 63
B. Pemerintahan Yang Adaptif....................................................................... 64
C. Pemerintah dalam Pusaran Perubahan yang Dinamis (Dynamic
Governance).............................................................................................................. 65
D. Pemerintah Sebagai Organisasi yang Tangguh....................................70
E. Rangkuman...................................................................................................... 75
F. Latihan.............................................................................................................. 75
BAB VI STUDI KASUS ADAPTIF.........................................................................77
A. Visi Indonesia 2045....................................................................................... 77
B. Aplikasi PeduliLindungi.............................................................................. 80
C. Kasus Ponsel Blacberry dan Nokia...........................................................81
Daftar Pustaka.......................................................................................................84

i
Daftar Tabel
Tabel 1. Perbandingan Governance dan Government.........................................17
Tabel 2 Perbedaan Organisasi Birokrasi dengan Organisasi Adaptif........31
Tabel 3. Perbandingan Perusahaan yang Adaptif dan Budaya Perusahaan
yang Tidak Adaptif......................................................................................................... 50

Daftar Gambar
Gambar 1. Perbandingan Aspek Kreativitas dalam GII 2021..........................7
Gambar 2. Skor DCI Berdasarkan Pulau...................................................................9
Gambar 3. Perbandingan Skor DCI berdasarkan Provinsi.............................10
Gambar 4. Technology-related.......................................................................................12
Gambar 5. Dua Jenis Cara Berpikir..........................................................................24
Gambar 6. Framework Budaya Adaptif..................................................................28
Gambar 7. Kerangka Sistem Dynamic Governance...........................................66

v
Modul

BAB I
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat
Mata pelatihan ini diberikan untuk memfasilitasi
pembentukan nilai-nilai Adaptif kepada peserta melalui substansi
pembelajaran yang terkait dengan cepat menyesuaikan diri
menghadapi perubahan lingkungan, terus berinovasi dan
mengembangkan kreativitas, berperilaku adaptif serta bertindak
proaktif.

B. Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran mata pelatihan ini, peserta
diharapan mampu memahami dan mengaktualisasikan nilai-nilai
adaptif dalam pelaksanaan tugas jabatannya.

C. Indikator
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan dapat:
1. Memahami pentingnya mengapa nilai-nilai adaptif perlu
diaktualisasikan dalam pelaksanaan tugas jabatannya;
2. Menjelaskan adaptif secara konseptual-teoritis yang terus
berinovasi dan antusias dalam menggerakan serta menghadapi
perubahan;
3. Menjelaskan panduan perilaku (kode etik) adaptif;
4. Memberikan contoh perilaku dengan cepat menyesuaikan diri
menghadapi perubahan, terus berinovasi dan mengembangkan
kreativitas, bertindak proaktif; dan
5. Menganalisis kasus atau menilai contoh penerapan adaptif secara
tepat.
1
Modul

D. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran pada mata pelatihan ini merupakan
pembelajaran yang didesain secara klasikal maupun online. Dalam
pembelajaran berbentuk klasikal maupun online akan dilakukan
melalui:
1. Ceramah
2. Diskusi dan Tanya Jawab
3. Simulasi, dan
4. Kerja kelompok dan paparan

E. Sistematika Modul
Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
1. Mengapa Adaptif;
2. Konsep Adaptif;
3. Panduan Perilaku Adaptif
4. Adaptif Dalam Konteks Organisasi Pemerintah; dan
5. Studi Kasus Adaptif

2
Modul

BAB II
MENGAPA ADAPTIF

Adaptif merupakan salah satu karakter penting yang dibutuhkan


oleh individu maupun organisasi untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Terdapat alasan mengapa nilai-nilai adaptif perlu
diaktualisasikan dalam pelaksanaan tugas-tugas jabatan di sektor publik,
seperti di antaranya perubahan lingkungan strategis, kompetisi yang
terjadi antar instansi pemerintahan, perubahan iklim, perkembangan
teknologi dan lain sebagainya.

A. Perubahan Lingkungan Strategis


Lingkungan strategis di tingkat global, regional maupun
nasional yang kompleks dan terus berubah adalah tantangan tidak
mudah bagi praktek-praktek administrasi publik, proses-proses
kebijakan publik dan penyelenggaraan pemerintahan ke depan.
Dalam kondisi di mana perubahan adalah sesuatu yang konstan,
dengan nilai sosial ekonomi masyarakat yang terus bergerak, disertai
dengan literasi publik yang juga meningkat, maka cara sektor publik
dalam menyelenggarakan fungsinya juga memerlukan kemampuan
adaptasi yang memadai. Perubahan lingkungan strategis ini menjadi
sesuatu yang tidak terhindarkan. Tidak ada satu pun negara ataupun
pemerintahan yang kebal akan perubahan ini, pun demikian dengan
Indonesia.
Selain isu pembangunan ekonomi yang mendorong kompetisi
antar negara di atas, kerusakan lingkungan juga merupakan variabel
penting dalam memahami perubahan lingkungan strategis.
Perubahan iklim yang salah satunya menciptakan pemanasan
3
Modul
global adalah isu

4
Modul

lingkungan yang menjadi pekerjaan rumah seluruh negara tanpa


kecuali. Sebagian besar negara-negara industri dan juga negara-
negara berkembang masuk dalam kategori penyumbang emisi
terbesar sudah seharusnya mengambil peran penting dalam
penanganan perubahan iklim ini.
Dalam hal ini diperlukan perubahan cara kerja melalui
adaptasi dunia industri dan sektor terkait dengan cara beralih dari
tradisi industri yang lama. Aktivitas industri yang masih berbasis
kegiatan eksploitasi sumber daya alam, khususnya minyak dan batu
bara misalnya, harus segera dialihkan ke sumber-sumber yang lebih
ramah lingkungan. Adaptasi ini diperlukan untuk mencapai tujuan-
tujuan pembangunan yang lebih ramah terhadap lingkungan.
Negara-negara di dunia juga dihadapkan pada persoalan
global dalam bidang keamanan dan perdamaian dunia. Kasus-kasus
seperti terorisme, radikalisme, konflik regional dan sebagainya yang
cenderung eskalatif dan bertransformasi menjadi cara dan
pendekatan baru akan memaksa negara untuk mengadaptasi juga
cara-cara baru dalam menghadapi dan menyelesaikannya.
Pendekatan lama dalam menangani persoalan keamanan dan
perdamaian tentu menjadi usang dan tidak ampuh lagi, sehingga
negara perlu menemukan pendekatan lain yang lebih sesuai dengan
tantangan isunya.

B. Kompetisi di Sektor Publik


Perubahan dalam konteks pembangunan ekonomi antar
negara mendorong adanya pergeseran peta kekuatan ekonomi, di
mana daya saing menjadi salah satu ukuran kinerja sebuah negara
dalam kompetisi global. Sampai dengan tahun 2000-an, Amerika

5
Modul

Serikat dan Jepang merupakan dua kekuatan ekonomi terbesar di


dunia. Namun satu dekade kemudian, muncul beberapa pemain besar
lain, seperti Tiongkok misalnya, yang terus tumbuh dan berkembang
pesat menjadi kekuatan ekonomi regional, dan bahkan kini
menggeser Jepang dan menjadi pesaing serius Amerika Serikat
sebagai negara adidaya baru. Di tingkat regional, khususnya kawasan
Asia Tenggara, walaupun Indonesia juga memimpin sebagai negara
dengan kekuatan ekonomi terbesar, tetapi negara tetangga seperti
Malaysia, Thailand, Filipina atau Vietnam tentu akan selalu menjadi
pesaing penting di tingkat regional. Persaingan atau kompetisi adalah
kata kuncinya.
Di sektor bisnis, atmosfir persaingan antar pelaku usaha
adalah sesuatu yang lumrah terjadi. Dengan situasi kompetisi, maka
pelaku usaha dipaksa untuk menghasilkan kinerja dan produktivitas
terbaik, agar mampu bertahan hidup dari konsekuensi perubahan
zaman. Pelaku usaha dengan daya saing tinggi akan terus bertahan
dan memenuhi permintaan atau selera pasar. Sebaliknya pelaku
usaha yang tidak mampu bersaing akan mengalami kebangkrutan
atau mati pada akhirnya.
Analog dengan perilaku pelaku usaha yang bersaing satu sama
lain, maka negara pun dihadapkan pada situasi berkompetisi dengan
negara lainnya dalam pencapaian kinerjanya. Walaupun karakteristik
kompetisi antar negara berbeda dengan kompetisi yang terjadi di
sektor bisnis. Sehingga negara pun dituntut untuk memiliki kapasitas
dan daya saing yang memadai dalam berkompetisi agar dapat
menjadi yang terbaik. Dengan demikian, kompetisi menjadi salah
satu karakteristik penting dari perubahan lingkungan strategis,

6
Modul
yang

7
Modul

mendorong dan memaksa negara untuk berperilaku seperti dunia


usaha, bersaing untuk menghasilkan kinerja terbaik.
Bentuk-bentuk kompetisi tidak langsung bagi negara adalah
seperti kriteria kemajuan pembangunan, indeksasi tertentu atau
event-event olahraga dan sebagainya. Beberapa lembaga
internasional ataupun supranasional membuat kriteria negara yang
seringkali digunakan sebagai rujukan keberhasilan kinerja sebuah
negara. PBB, misalnya, mengklasifikasi kategorisasi negara ke dalam
developed economies, economies in transition, atau developing
economies. Sementara IMF membaginya ke dalam advanced economy,
an emerging market and developing economy, atau a low-income
developing country. Adapun Bank Dunia membagi pengelompokan
negara ke dalam high-income economies, upper middle-income
economies, lower middle-income economies, dan low-income
economies, berdasarkan perhitungan PDB per kapitanya.
Indeksasi atau pemeringkatan juga dilakukan oleh berbagai
lembaga internasional untuk dijadikan rujukan umumdalam menilai
keberhasilan kinerja negara, seperti dalam menangani korupsi
dengan Corruption Perception Index oleh Transparency International,
atau pemeringkatan kapasitas penggunaan teknologi informasi
dalam business-process pemerintahan melalui E-government
development index (EGDI) yang dikelola oleh UNDESA. Pun demikian
dengan pengukuran daya saing sebuah negara oleh, misalnya, the
Global Competitiveness Index dari World Economic Forum serta
penilaian kapasitas governance melalui World Governance Index yang
dilakukan secara rutin oleh Bank Dunia.

8
Modul

Sebagai contoh pada Global Innovation Index (GII) merupakan


peringkat tahunan yang diberikan kepada negara-negara
berdasarkan kemampuan tiap negara dalam berinovasi di bidang
ekonomi. Survei dan peringkat ini susun dan dipublikasian oleh salah
satu lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bernama
World Intellectual Property Organization (WIPO) atau organisasi hak
kekayaan intelektual dunia.
Pada tahun 2021 Indonesia menduduki peringkat ke-87 dari
130 negara di dunia. Peringkat tahun ini turun dua poin dari tahun
sebelumnya. Jika pada kelompok negara berpenghasilan menengah
ke atas, Indonesia menempati peringkat ke-27 dari 34 negara. Jika
dibandingkan dengan negara-negara di wilayah Asia Timur, Asia
Tenggara dan Oseania, Indonesia menempati peringkat ke-14 dari 17
negara.
Berikut ini adalah contoh bagaimana kinerja beberapa negara
yang dibandingkan dalam aspek kreativitas:

60.0

40.5 41.1
37.1
40.0 32.5 30.2 30.8
26.4 24.3
21.1
15.214.114.4 15.8
20.0 12.013.9 11.99.3 11.2
1.1 7.4

-
Rata2 aset tak berwujud kreativitas barang kreativitas online
dan jasa

Malaysia Thailand Indonesia Sri Lanka Pakistan

Gambar 1. Perbandingan Aspek Kreativitas dalam GII 2021

Di level pemerintah daerah, salah satu contoh bentuk


indeksasi adalah East Ventures – Digital Competitiveness Index (EV-

9
Modul
DCI) yang

1
Modul

diselenggarakan pada tahun 2020, dengan memetakan kondisi


ekonomi digital berdasarkan 9 pilar terkait perekonomian digital
serta aspek penunjang yang secara tidak langsung mendukung
pengembangan ekonomi digital.
Hasil indeksasi ini menunjukkan pencapaian daerah dalam hal
ekonomi digital yang bervariasi antara satu dengan yang lainnya.
Terdapat daerah-daerah yang memiliki skor yang tinggi, namun
sebagian lainnya masih tertinggal jauh. Ini bermakna bahwa kondisi
ekonomi digital tidaklah merata, di mana hanya daerah-daerah
tertentu yang memiliki kondisi yang baik, sementara yang lainnya
masih memerlukan penanganan dan pembangunan yang lebih
terrencana.
Gambaran ini menunjukkan adanya bentuk persaingan antar
daerah, di mana pemerintah daerah seolah-olah berkompetisi dengan
daerah lainnya untuk mencapai atau menjadi yang terbaik. Para
pimpinan daerah dipaksa atau berusaha untuk menampilkan kinerja
terbaiknya, agar tidak dinilai lamban atau tidak berdaya saing.
Biasanya atmosfir persaingan seperti ini hanya ditemukan secara
normal di dunia usaha.

1
Modul

Gambar 2. Skor DCI Berdasarkan Pulau

Dari grafik di atas diketahui bahwa seluruh daerah di Pulau


Jawa meraih skor EV-DCI paling tinggi. Provinsi dengan skor
terrendah di Jawa pun masih lebih tinggi dibandingkan dengan pulau
atau wilayah lainnya di Indonesia. Hal ini tentunya mengindikasikan
kesenjangan antara Pulau Jawa dengan non Jawa. Skor EV-DCI yang
diraih DKI Jakarta juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
wilayah lain.

1
Modul

Gambar 3. Perbandingan Skor DCI berdasarkan Provinsi

Seluruh bentuk kompetisi di atas akan memaksa dan


mendorong pemerintah baik di tingkat nasional maupun daerah
dengan motor birokrasinya untuk terus bersaing dan beradaptasi
dalam menghadapi setiap perubahan lingkungan yang terjadi.
Adaptasi menjadi kata kunci bagi negara untuk dapat menjadi
kompetitif.
Dapatkah anda mencari contoh lain dari bentuk kompetisi
atau persaingan antar negara (atau antar daerah) dalam
kinerja sektor publiknya? Sampaikan di depan kelas.

1
Modul

C. Komitmen Mutu
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah
melalui kerja ASN di sektornya masing-masing memerlukan banyak
perbaikan dan penyesuaian dengan berbagai tuntutan pelayanan
terbaik yang diinginkan oleh masyarakat. Kurang berkualitasnya
layanan selalu muncul dalam berbagai bentuk narasi, seperti
misalnya
(1) terkait dengan maraknya kasus korupsi, sebagai cerminan
penyelenggaraan pemerintahan yang tidak efisien; (2) banyaknya
program pembangunan sarana fisik yang terbengkalai, sebagai
cerminan ketidak-efektifan roda pemerintahan; (3) kecenderungan
pelaksanaan tugas yang lebih bersifat rule driven dan sebatas
menjalankan rutinitas kewajiban, sebagai cerminan tidak adanya
kreativitas untuk melahirkan inovasi; serta terutama (4) masih
adanya keluhan masyarakat karena merasa tidak puas atas mutu
layanan aparatur, sebagai cerminan penyelenggaraan layanan yang
kurang bermutu.
Standar mutu pelayanan, ASN yang responsif dan cerdas
dalam menyelenggarakan pelayanan, serta literasi publik atas
kualitas layanan yang terus meningkat menjadi faktor-faktor yang
mendorong komitmen mutu yang lebih baik.
Penekanan pada mutu kerja juga secara makna juga tertuang
dalam peran Pegawai ASN sebagaimana ditetapkan pada Pasal 12 UU
No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, yaitu “sebagai perencana, pelaksana,
dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan
pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik,

1
Modul
serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.”

1
Modul

Dalam hubungan itu, maka efektivitas, efisiensi, inovasi dan


mutu menjadi kata kunci bagi ASN agar berkomitmen dalam
memberikan pelayanan yang terbaik. Konsekuensi penting dari
komitmen mutu ini adalah bahwa ASN harus memastikan pelayanan
publik terselenggara sebaik mungkin dengan cara apapun, sekalipun
harus melakukan perubahan, penyesuaian atau “adaptasi” tentunya.

D. Perkembangan Teknologi
Variabel yang tidak kalah pentingnya yaitu perkembangan
teknologi seperti artificial intelligence (AI), Internet of Things (IoT),
Big Data, otomasi dan yang lainnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa
teknologi menjadi salah satu pendorong perubahan terpenting, yang
mengubah cara kerja birokrasi serta sektor bisnis. Pada masa di
mana teknologi sudah menjadi tulang punggung seluruh business
process di sektor bisnis maupun pemerintahan, maka penggunaan
metode konvensional dalam bekerja sudah seyogyanya ditinggalkan.
Peralihan ini tidak saja bertumpu pada pembangunan infrastruktur
teknologi, tetapi juga memastikan SDM, budaya kerja, mentalitas, dan
yang tidak kalah penting yaitu tingkat aksesibilitas yang memastikan
keadilan bagi warga negara untuk mendapatkan hak pelayanan.

Social media
The
Cybersecurity digitization of government services

Technology- Big Data and


AI
related analytics

Gambar 4. Technology-related

1
Modul

AI akan menjadi salah satu bentuk perkembangan teknologi


yang akan mengubah secara masif cara kerja konvensional yang
sangat bergantung pada peran kerja otak manusia dengan cara kerja
yang melibatkan banyak peran kecerdasan buatan yang secara
kualitas dan kapasitas akan sangat mungkin melampaui apa yang
manusia bisa lakukan saat ini. Kondisi ini akan memaksa kita untuk
beradaptasi dengan segala bentuk pengambilalihan mekanisme kerja
oleh mesin.
Dengan semakin intensnya penggunaan internet dalam
hampir semua business process pelayanan publik, isu keamanan atau
cybersecurity menjadi perhatian serius, karena menyangkut
keselamatan dan keamanan individu maupun organisasi. Masyarakat
harus beradaptasi terhadap penggunaan internet ini, bukan hanya
dalam hal penggunaannya saja, tetapi juga harus diiringi dengan
peningkatan kesadaran mengenai pentingnya melindungi diri dan
organisasi dari kejahatan saiber. Adaptasi tidak berhenti di
kemampuan menggunakan, tetapi juga antisipasi dari konsekuensi
yang mungkin timbul dari pelaksanaan cara-cara baru dalam bekerja
dengan teknologi.
Demikian pula dengan perubahan perilaku komunikasi yang
semakin didominasi oleh penggunaan media sosial. Dulu bentuk
komunikasi banyak dilakukan secara konvensional, yaitu seperti
tatap muka atau komunikasi langsung melalui saluran telepon.
Komunikasi masa juga dilakukan melalui media radio atau televisi
dengan bentuk yang terbatas. Bandingkan saat ini di mana
komunikasi dapat dilakukan oleh siapapun melalui media sosial.
Pemilik pesan dengan mudah bisa menyebar luaskan pesannya ke

1
Modul
publik tanpa harus

1
Modul

melalui media mainstream. Pemerintah seyogyanya mengadaptasi


perubahan ini dengan memastikan kompatibilitas metode
komunikasi publik dengan perilaku komunikasi via media sosial ini.
Pelayanan publik berbasis digital menjadi salah satu tuntutan
perkembangan teknologi dan juga kebutuhan kemudahan bagi warga
dalam mengakses dan mendapatkannya. Digitalisasi pelayanan
menjadi keharusan bagi pemerintah untuk menyesuaikan dengan
peningkatan literasi digital masyarakat.
Dalam rangka memahami perkembangan aspirasi dan
kebutuhan masyarakat terkini, pemerintah juga dapat memanfaatkan
serta menganalisis big data, sehingga dapat lebih mudah membaca
dinamikanya. Bahkan tingkat kepercayaan publik pun dapat
dianalisis dari big data. Analisis big data tidak lagi menjadi kebutuhan
marketing saja, tetapi melebar lebih luas pada kebutuhan untuk
melihat respon masyarakat terhadap layanan pemerintah.

E. Tantangan Praktek Administrasi Publik


Dari seluruh contoh perubahan lingkungan strategis, maka
kita dapat melihat bahwa untuk memastikan bahwa negara tetap
dapat menjalankan fungsinya, dan pelayanan publik dapat tetap
berjalan di tengah-tengah perubahan ini, maka kemampuan adaptasi
menjadi penting dan menentukan. Sehingga birokrasi pun dipaksa
untuk turut mengubah cara kerjanya untuk mengimbangi yang
menjadi tuntutan perubahan. Praktek administrasi publik yang terus
berubah dan bercirikan adanya distribusi peran negara dan
masyarakat juga telah dikenal dalam banyak literatur. Literatur
terkait New Public Management dan New Public Service menjadi
rujukan penting bagaimana perubahan praktek administrasi publik

1
Modul
yang lebih

2
Modul

memperhatikan peran dan kebutuhan masyarakat dibandingkan


kondisi peran negara yang dominan pada Old Public Administration.
Praktek administrasi publik sebagai pengejawantahan fungsi
pelayanan publik oleh negara dan pemerintah selalu berhadapan
dengan tantangan yang terus berubah dari waktu ke waktu.
Tantangan ini menjadi faktor yang memaksa pemerintah untuk
melakukan adaptasi dalam menjalankan fungsinya.
Dalam kasus yang berlaku di negara Amerika Serikat,
tantangan bagi administrasi publik menurut Gerton dan Mitchell
(2019) dirumuskan sebagai berikut:
1. Melindungi dan Memajukan Demokrasi
a. Melindungi Integritas Pemilihan dan Meningkatkan Partisipasi
Pemilih
b. Memodernisasi dan Menghidupkan Kembali Pelayanan Publik
c. Mengembangkan Pendekatan Baru untuk Tata Kelola
dan Keterlibatan Publik
d. Memajukan Kepentingan Nasional dalam Konteks Global
yang Berubah
2. Memperkuat Pembangunan Sosial dan Ekonomi
a. Menumbuhkan Keadilan Sosial
b. Hubungkan Individu ke Pekerjaan yang Bermakna
c. Membangun Komunitas Tangguh
d. Memajukan Kesehatan Fiskal Jangka Panjang Bangsa
3. Memastikan Kelestarian Lingkungan
a. Penatalayanan Sumber Daya Alam dan Mengatasi
Perubahan Iklim

2
Modul

b. Ciptakan Sistem Air Modern untuk Penggunaan yang Aman


dan Berkelanjutan
4. Mengelola Perubahan Teknologi
a. Memastikan Keamanan Data dan Hak Privasi Individu
b. Menjadikan Pemerintah yang siap AI

Dapatkan anda menganalisis tantangan praktek administrasi


publik di Indonesia, seperti halnya apa yang dirumuskan Gerton
dan Mitchell pada kasus Amerika Serikat di atas?

Rumusan tantangan perubahan lingkungan juga


diperkenalkan dengan rumusan karakteristik VUCA, yaitu Volatility,
Uncertaninty, Complexity dan Ambiguity. Indonesia dan seluruh
negara di dunia tanpa kecuali menghadapi tantangan yang relatif
sama pada aras global, dengan perubahan lingkungan yang
berkarakteristik VUCA, yaitu:
1. Volatility
Dunia berubah dengan sangat cepat, bergejolak, relative tidak
stabil, dan tak terduga. Tidak ada yang dapat memprediksi bahwa
2020 akan menjadi tahun paling buruk bagi hampir semua sektor
usaha di dunia.
2. Uncertainty
Masa depan penuh dengan ketidakpastian. Sejarah dan
pengalaman masa lalu tidak lagi relevan memprediksi
probabilitas dan sesuatu yang akan terjadi.
3. Complexity
Dunia modern lebih kompleks dari sebelumnya. Masalah dan
akibat lebih berlapis, berjalin berkelindan, dan saling

2
Modul

memengaruhi. Situasi eksternal yang dihadapi para pemimpin


bisnis semakin rumit.
4. Ambiguity
Lingkungan bisnis semakin membingungkan, tidak jelas, dan sulit
dipahami. Setiap situasi dapat menimbulkan banyak penafsiran
dan persepsi.
Pandemi Covid 19 yang menghantam negara-negara di dunia
pada awal tahun 2020 juga turut meningkatkan intensitas tekanan
VUCA khususnya terhadap praktek penyelenggaraan administrasi
publik. Sementara itu pemerintah tetap berkewajiban menjalankan
fungsi pelayanan publiknya dalam situasi aktivitas fisik yang sangat
dibatasi. Sehingga dengan demikian memanfaatkan teknologi
menjadi salah satu pilihan terbaik untuk memastikan semua
pelayanan tetap berjalan.
Infrastruktur pelayanan dan mindset pelayanan juga harus
dirubah total. Tidak ada lagi penyelenggaraan business process dalam
pelayanan publik yang masih menggunakan mentalitas lama. Salah
satu cara pandang fundamental dalam memastikannya adalah
dengan pemahaman konsep governance (kepemerintahan) yang baik.
Governance, yang dibedakan dengan government memiliki
karakteristik perbedaan sebagai berikut:
Tabel 1. Perbandingan Governance dan Government
Government Governance
Aktor Institusi publik sebagai Banyak aktor dalam
aktor proses dan implementasi
kebijakan

2
Modul

Fungsi Melaksanakan Proses konsensus,


keputusan bersifat konsultasi dan kolaborasi
otoritatif dengan banyak aktor
Struktur Bersifat formal, Bersifat non formal,
hirarkis networking,
interdependensi
fungsional
Model Non voluntary, Voluntary actions,
Interaksi dominasi, tertutup kolaboratif
Distribusi Sentralistik terpusat Desentralistik, menyebar
pada kekuasaan pada berbagai aktor yang
negara membentuk hubungan
network
(Schwab and Kü bler, 2001)

Dari sudut pandang governance ini, maka adaptasi dari


praktek-praktek penyelenggaraan negara yang didominasi oleh
peran negara atau pemerintah, menjadi peran-peran yang lebih
terdistribusi kepada aktor negara atau pemerintah dengan aktor
lainnya di luar pemerintah.

F. Diskusi
1. Mendiskusikan perubahan lingkungan strategis yang
berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan publik secara menyeluruh.
2. Mendengarkan pendapat dan pemahaman peserta mengenai
pentingnya karakter adaptif dalam merespon perubahan
lingkungan strategis tersebut.

2
Modul

3. Membahas bagaimana perubahan lingkungan strategis terjadi


dalam konteks Indonesia, dan bagaimana ASN dapat beradaptasi
dengan perubahan dimaksud.

2
Modul

BAB III
MEMAHAMI ADAPTIF

One of the greatest pains to human nature is the pain of a new idea. It
makes you think that after all, your favorite notions maybe wrong, your
firmest belief ill-founded. Naturally, therefore, common men hate a new
idea, and are disposed more or less to ill-treat the original man who
brings it.
(Walter Bagehot)

A. Uraian Materi
Adaptif adalah karakteristik alami yang dimiliki makhluk
hidup untuk bertahan hidup dan menghadapi segala perubahan
lingkungan atau ancaman yang timbul. Dengan demikian adaptasi
merupakan kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan
lingkungan tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan
(keinginan diri). Sejatinya tanpa beradaptasi akan menyebabkan
makhluk hidup tidak dapat mempertahankan diri dan musnah pada
akhirnya oleh perubahan lingkungan. Sehingga kemampuan adaptif
merupakan syarat penting bagi terjaminnya keberlangsungan
kehidupan.
Kebutuhan kemampuan beradaptasi ini juga berlaku juga bagi
individu dan organisasi dalam menjalankan fungsinya. Dalam hal ini
organisasi maupun individu menghadapi permasalahan yang sama,
yaitu perubahan lingkungan yang konstan, sehingga karakteristik
adaptif dibutuhkan, baik sebagai bentuk mentalitas kolektif maupun
individual.
Dalam KBBI diuraikan definisi adaptif adalah mudah
2
Modul
menyesuaikan (diri) dengan keadaan. Sedangkan dalam kamus

2
Modul

Bahasa Inggris, seperti Cambridge menyebutkan bahwa adaptif


adalah “having an ability to change to suit changing conditions”, atau
kemampuan untuk berubah dalam sitauasi yang berubah. Sedangkan
dalam Collins dictionary disebutkan bahwa “adaptive means having
the ability or tendency to adapt to different situations”1, atau adaptif
adalah kemampuan atau kecenderungan untuk menyesuaikan diri
pada situasi yang berbeda . Ini artinya bahwa sebagian besar kamus
bahasa memberi penekanan dalam pengertian adaptif pada hal
kemampuan (ability) untuk menyesuaikan diri.
Soekanto (2009) memberikan beberapa batasan pengertian
dari adaptasi, yakni:
1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.
2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan
3. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang
berubah.
4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan
5. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk
kepentingan lingkungan dan sistem.
6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi
alamiah.
Organisasi maupun individu dituntut untuk menyesuaikan diri
dengan apa yang menjadi tuntutan perubahan. Di dunia usaha hal ini
lebih mudah dimengerti ketika terjadi perubahan pada selera pasar
akan memaksa pelaku usaha untuk menyesuaikan produk mereka
agar sesuai dengan apa yang menjadi keinginan pasar.

1
https://www.collinsdictionary.com/dictionary/english/adaptive
2
Modul

Rumuskan pengertian adaptif menurut pemahaman dan hasil


diskusi anda dalam kelompok, sampaikan di kelas

Banyak persoalan pelayanan publik tidak dapat diselesaikan


secara tuntas, bukan karena persoalan kemampuan adaptabilitasnya
yang rendah, tetapi justru karena peroslan-persoalan kelembagaan
dan kebijakan yang tidak memberi ruang yang cukup untuk
beradaptasi. Brunner et.al (2005) menjelaskan sebagai berikut:
Public officials on the ground face institutionalized incentives
to avoid risks by going by the book, the rules codified in law
and regulations. The threat of lawsuits heightens those
incentives; so do claims of inconsistency and other forms of
controversy (Brunner et. al, 2005).
Ini juga menjadi salah satu masalah klasik ketika pegawai
pemerintah diharapkan untuk mampu beradaptasi dan melakukan
perbaikan pelayaan, namun terbentur oleh aturan atau kebijakan
yang membatasi. Sebelum lebih jauh melihat kasus yang lebih detil,
kita akan pahami dulu apa yang dimaksud dengan konsep kreativitas
dan inovasi.

B. Kreativitas dan Inovasi


Pada umumnya istilah kreativitas dan inovasi kerap
diidentikkan satu sama lain. Selain karena saling beririsan yang
cukup besar, kedua istilah ini memang secara konteks boleh jadi
mempunyai hubungan kasual sebab-akibat. Sebuah inovasi yang baik
biasanya dihasilkan dari sebuah kreativitas. Tanpa daya kreativitas,
inovasi akan sulit hadir dan diciptakan. Menginovasi sebuah barang
atau proses akan memerlukan kemampuan kreatif untuk

2
Modul
menciptakan

3
Modul

inovasi. Inovasi pada tataran ide akan sulit berwujud jika kreativitas
inovatornya tidak bekerja dengan baik. Namun demikian, dalam
kenyataannya, kehadiran inovasi juga tidak mutlak mensyaratkan
adanya kreativitas.
Dalam sejarahnya, kosakata kreatif jauh lebih dulu dikenal
dibandingkan dengan inovasi. Kreatif (creative) baru masuk menjadi
kosakata dalam bahasa Inggris pada akhir abad ke-14. Istilah kreatif
ini lebih ditujukan untuk menjelaskan sifat Creator (atau Tuhan). Jadi
istilah kreatif adalah hal yang berhubungan dengan kapasitas atau
kemampuan Tuhan dalam mencipta. Istilah ini pada masa itu tidak
dilekatkan pada manusia, yang dipandang tidak mempunyai hak
untuk ”mencipta”.
Selanjutnya kreativitas mempunyai pengertian yang lebih
melunak dan melekat pada sifat manusiawi. Kreativitas dapat
dipandang sebagai sebuah kemampuan (an ability) untuk
berimajinasi atau menemukan sesuatu yang baru. Ini artinya
kreativitas sudah mengalami pergeseran makna dari pengertian
”menciptakan” menjadi ”menemukan”. Jadi bukan kemampuan
menciptakan sesuatu dari yang tidak ada (creativity is not the ability
to create out of nothing), tetapi kemampuan memunculkan ide
dengan cara mengkombinasikan, merubah atau memanfaatkan
kembali ide. Dari sini kemudian irisan antara keativitas dan inovasi
menjadi membesar. Karakteristik kreativitas menjadi lebih melekat
dengan keinovativan.
Di sisi lain, kreativitas juga dipandang sebagai sebuah sikap
(an attitude), yaitu kemampuan untuk menerima perubahan dan hal-
hal baru, kesediaan menerima ide baru, fleksibel dalam memandang

3
Modul
suatu

3
Modul

hal, sikap mencari perbaikan. Dengan kata lain, kreativitas juga


menjadi bagian dari mentalitas yang terdapat dalam diri seorang.
Kreativitas juga dipandang sebagai sebuah proses pencarian
hal-hal baru dalam menyelesaikan atau menghadapi suatu masalah.
Ini artinya bahwa kreativitas merupakan kegiatan dengan tujuan
untuk menyelesaikan persoalan yang muncul.
Dengan pemahaman mengenai kreativitas ini juga, lahirlah
konsep yang membedakan cara berfikir kritis dengan cara berfikir
kreatif. Gambar berikut mengilustrasikan karakteristik perbedaan
antara kedua jenis berpikir.

Gambar 5. Dua Jenis Cara Berpikir

Dalam ilustrasi di atas, dapat diketahui bahwa cara berfikir


kreatif sangat berbeda dengan cara berfikir kritis. Kecenderungan
berfikir kritis adalah kecenderungan memandang fenomena secara
objektif, linear dan tidak memberikan pilihan. Sementara
kecenderungan cara berfikir kreatif adalah mencari kemungkinan
lain, sangat subjektif namun memperkaya khazanah yang sudah ada
sebelumnya. Ini artinya apabila seseorang lebih sering kritis dalam
berfikir dan bertindak, maka dia lebih sering menggunakan otak

3
Modul

kirinya daripada otak kanan. Sebaliknya seseorang yang cenderung


kreatif, biasanya lebih sering menggunakan otak kanannya.
Box Kasus 1 Banjir Jakarta
Dalam mensikapi sebuah persoalan publik, misalnya terkait banjir
tahunan di Jakarta, seseorang yang berpikir kritis akan memahami
peristiwa banjir sebagai fenomena faktual yang sebetulnya dapat
dicegah dengan pendekatan-pendekatan tertentu. Kesalahan-
kesalahan kebijakan dalam penanganan banjir akan sangat
nampak dan terlihat oleh orang yang kritis dari sudut pandang
makroskopik sampai yang paling detil. Orang dengan cara berpikir
kritis biasanya akan dengan mudah menemukan dan menganalisis
apa yang salah dengan penanganan banjir Jakarta ini. Dalam hal
ini, peran terbesar dari orang kritis adalah membangun kesadaran
kepada publik dan entitas terkait. Dengan contoh banjir Jakarta,
maka koreksi yang dihasilkan oleh orang berpikir kritis adalah
tertuju pada pengambil keputusan seperti Pemerintah Provinsi
DKI, Dinas Tata Ruang dan Dinas Pekerjaan Umum, atau akademisi
dan organisasi massa. Input dari hasil berpikir kritis ke Dinas Tata
Ruang adalah menunjukan kesalahan kebijakan zonasi dan atau
pemberian izin pembangunan yang salah. Kesalahan Dinas
Pekerjaan Umum dikaji dari kebijakan dan metode pekerjaan yang
tidak memperhatikan keberfungsian sungai dan sebagainya.
Singkat kata, orang yang berfikir kritis akan mampu menunjukan
kesalahan penanganan banjir dan mampu melakukan analisis data
satu per satu. Peneliti dan akademisi pada umumnya memiliki
kapasitas yang dominan dalam menggunakan daya pikir kritis tadi.

3
Modul

Sebaliknya, bagi orang yang berpikir kreatif, banjir Jakarta adalah


fenomena faktual yang harus dicarikan solusinya. Orang dengan
cara berpikir kreatif akan lebih banyak menghabiskan waktu
untuk mencari bagaimana menangani dan mengantisipasi banjir
secara langsung. Misalnya dengan membuat kampanye larangan
membuang sampah sembarangan kepada penduduk sekitar
aliran sungai, atau dalam skala yang lebih besar mampu
menggerakkan dan memobilisasi orang untuk bekerja sama
membersihkan lingkungan untuk mengantisipasi banjir. Input
orang kreatif kepada Dinas Tata Ruang, misalnya, dengan
memberikan alternatif kebijakan tata ruang baru, atau masukan
ke Dinas Pekerjaan Umum untuk membangun seawall yang
ramah lingkungan dan sebagainya. Dalam hal ini seorang analis
kebijakan lebih tepat untuk mengandalkan kapasitas kreatifnya,
sehingga dapat lebih menghasilkan saran kebijakan yang konkrit.

Dari contoh di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya


kedua jenis berfikir ini tidak saling mengungguli satu sama lain.
Masing-masing mempunyai kegunaan atau manfaat sesuai kebutuhan
kontekstual pada saat menghadapi masalah. Kemampuan dalam
memanfaatkan kelebihan otak kiri maupun otak kanan akan
menumbuhkan kombinasi kreativitas, kecerdasan dan estetika,
dalam berinovasi.

Diskusikan contoh lain untuk memahami kasus dalam pelayanan


publik atau penyelenggaraan fungsi pemerintahan dengan
menggunakan cara berpikir kritis dan kreatif

3
Modul

Adapun dimensi-dimensi kreativitas dikenal melingkupi antara lain:


1. Fluency (kefasihan/kelancaran), yaitu kemampuan untuk
menghasilkan banyak ide atau gagasan baru karena
kapasitas/wawasan yang dimilikinya.
2. Flexibility (Fleksibilitas), yaitu kemampuan untuk menghasilkan
banyak kombinasi dari ide-ide yang berbeda
3. Elaboration (Elaborasi), yaitu kemampuan untuk bekerja secara
detail dengan kedalaman dan komprehensif.
4. Originality (Orisinalitas), yaitu adanya sifat keunikan, novelty,
kebaruan dari ide atau gagasan yang dimunculkan.
Sehingga dengan demikian kreativitas adalah sebuah
kemampuan, sikap maupun proses dapat dipandang dalam konteks
tersendiri yang terpisah dari inovasi. Sementara dalam dimensinya,
nampak adanya keterhubungan langsung antara kreativitas dengan
inovasi. Dalam prakteknya, hubungan kausalitas di antara keduanya
seringkali tidak terhindarkan.
Kreativitas yang terbangun akan mendorong pada
kemampuan pegawai yang adaptif terhadap perubahan. Tanpa
kreativitas, maka kemampuan beradaptasi dari pegawai akan sangat
terbatas. Kreativitas bukan hanya berbicara tentang kemampuan
kreatif, tetapi juga bagian dari mentalitas yang harus dibangun,
sehingga kapasitas adaptasinya menjadi lebih baik lagi.

C. Organisasi Adaptif
Fondasi organisasi adaptif dibentuk dari tiga unsur dasar
yaitu lanskap (landscape), pembelajaran (learning), dan
kepemimpinan (leadership). Unsur lanskap terkait dengan
bagaimana memahami adanya kebutuhan organisasi untuk

3
Modul
beradaptasi dengan lingkungan

3
Modul

strategis yang berubah secara konstan. Dinamika dalam perubahan


lingkungan strategis ini meliputi bagaimana memahami dunia yang
kompleks, memahami prinsip ketidakpastian, dan memahami
lanskap bisnis. Unsur kedua adalah pembelajaran yang terdiri atas
elemen- elemen adaptive organization yaitu perencanaan
beradaptasi, penciptaan budaya adaptif, dan struktur adaptasi. Yang
terakhir adalah unsur kepemimpinan yang menjalankan peran
penting dalam membentuk adaptive organization.
Organisasi adaptif esensinya adalah organisasi yang terus
melakukan perubahan, mengikuti perubahan lingkungan
strategisnya. Maragaret Rouse2, mengatakan “An adaptive enterprise
(or adaptive organization) is an organization in which the goods or
services demand and supply are matched and synchronized at all times.
Such an organization optimizes the use of its resources (including its
information technology resources), always using only those it needs
and paying only for what it uses, yet ensuring that the supply is
adequate to meet demand”.

Gambar 6. Framework Budaya Adaptif

2
https://searchcio.techtarget.com/definition/adaptive-enterprise-or-adaptive-organization
3
Modul

Setidaknya terdapat 9 elemen budaya adaptif menurut


Management Advisory Service UK yang perlu menjadi fondasi ketika
sebuah organisasi akan mempraktekkannya, yaitu:
1. Purpose
Organisasi beradaptasi karena memiliki tujuan yang hendak
dicapai. Demikian pula dengan organisasi pemerintah, yang
mempunyai tujuan-tujuan penyelenggaraan fungsinya yang sudah
ditetapkan oleh peraturan perundangan. Penetapan tujuan
organisasi menjadi elemen budaya adaptif pertama yang
diperlukan, di mana pencapaiannya akan sangat dipengaruhi oleh
variabel lingkungan. Perubahan lingkungan tidak serta merta
mengubah tujuan organisasi, tetapi adaptasi akan menyesuaikan
cara organisasi bekerja agar pencapaian tetap dilakukan.
2. Cultural values
Organisasi pemerintah mengemban nilai-nilai budaya
organisasional yang sesuai dengan karakteristik tugas dan
fungsinya. Demikian pula dengan ASN sebagai individu yang
mempunyai nilai-nilai yang tersemat dalam budaya kerjanya,
sehingga dituntut untuk mengaplikasikannya agar dapat
memberikan pelayanan yang maksimal dan berkualitas.
3. Vision
Visi menjelaskan apa yang hendak dituju yang tergambar dalam
kerangka piker dan diterjemahkan dalam kerangka kerja yang
digunakan dalam organisasi.

3
Modul

4. Corporate values
Seperti halnya nilai budaya organisasi di atas, maka nilai-nilai
korporat juga menjadi fodasi penting dalam membangun budaya
adaptif dalam organisasi.
5. Coporate strategy
Visi dan values menjadi landasan untuk dibangunnya strategi-
strategi yang lebih operasional untuk menjalankan tugas dan
fungsi organisasi secara terstruktur, efisien dan efektif.
6. Structure
Struktur menjadi penting dalam mendukung budaya adaptif
dapat diterapkan di organisasi. Tanpa dukungan struktur, akan
sulit budaya adaptif dapat berkembang dan tumbuh di sebuah
organisasi.
7. Problem solving
Budaya adaptif ditujukan untuk menyelesaikan persoalan yang
timbul dalam organisasi, bukan sekedar untuk mengadaptasi
perubahan. Penyelesaian masalah harus menjadi tujuan besar
dari proses adaptasi yang dilakukan oleh organisasi.
8. Partnership working
Partnership memiliki peran penguatan budaya adaptif, karena
dengan partnership maka organisasi dapat belajar, bermitra dan
saling menguatkan dalam penerapan budaya adaptif
9. Rules
Aturan main menjadi salah satu framework budaya adaptif yang
penting dan tidak bisa dihindari, sebagai bagian dari formalitas
lingkungan internal maupun eksternal organisasi.

4
Modul

Hal ini tidak terlepas dari bagaimana organisasi membawakan


karakter yang dominan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Terdapat perbedaan antara organisasi birokrasi - desain mekanistik
dengan organisasi adaptif - desain organik. Perbedaan ciri kedua
organisasi ini tercermin dari seberapa kuat karakter adaptif yang
dimiliki organisasi dimaksud.

Tabel 2 Perbedaan Organisasi Birokrasi dengan Organisasi Adaptif


Organisasi
Perbedaan Organisasi Adaptif
Birokrasi
Desain Mekanistik Organik
Otoritas Sentralisasi Desentralisasi
Peraturan dan Banyak Sedikit
Prosedur
Rentang Manajemen Sempit Luas
Tugas Spesialisasi Terbagi
Tim dan Tekanan Sedikit Banyak
Tugas
Koordinasi Formal Informal

Organisasi birokrasi cenderung mekanistik bercirikan yang


otoritas atau kewenangan yang tersentralisasi atau diselenggarakan
oleh kelompok kecil dalam level elit organisasi. Sebaliknya organisasi
yang adaptif akan lebih cenderung menyebarkan fungsi kewenangan
ke berbagai lini organisasi. Perbedaan ini akan terihat dalam
kecepatan merespon perubahan lingkungan. Fungsi kewenangan
yang melekat di satu figur atau kelompok akan menyulitkan dan
memperlambat pengambilan keputusan, karena organisasi harus

4
Modul

menunggu kata putus dari otoritas di pucuk struktur organisasi.


Sedangkan pengambilan keputusan dalam struktur organisasi adaptif
akan terdistribusi pada fungsi lininya, sehingga lebih pendek
prosesnya dan pada akhirnya lebih cepat pengambilan
keputusannya. Beberapa faktor yang biasanya
mempengaruhi pilihan sentralisasi dan
desentralisasi dalam proses pengambilan keputusan
adalah:
1. Perubahan dan ketidakpastian lingkungan yang lebih besar
biasanya dikaitkan dengan desentraliasasi
2. Jumlah sentralisasi atau desentralisasi harus sesuai dengan
strategi pencapaian tujuan organisasi
3. Pada masa krisis atau saat diujung tanduk, wewenang dapat
dipegang dengan sentralisasi pada jabatan di level elit
Cara kerja birokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan pada
umumnya lebih dominan berbasis peraturan dan prosedur yang
cukup banyak. Hal ini sejalan dengan karakteristik birokrasi ideal
yang digagas Weber, yaitu formalistik dan impersonal. Organisasi
adaptif sebaliknya memiliki prosedur atau peraturan yang lebih
sedikit dan memberi ruang yang lebih untuk berubah dan lincah
dalam membuat keputusan dan mengambil tindakan.
Penerapan budaya adaptif akan mendorong pada
pembentukan budaya organisasi berkinerja tinggi, dengan bercirikan
antara lain3:
1. Organisasi yang memiliki tujuan yang jelas dan tidak ambigu,
dinyatakan sebagai 'gagasan besar' sederhana, sebuah gagasan

4
Modul
3
ibid

4
Modul

yang berhubungan erat dengan semua staf, dan bangga untuk


didiskusikan dengan teman dan kolega.
2. Terbangun suasana kepercayaan berbagi tanggung jawab untuk
kesuksesan masa depan organisasi, di mana semua staf didorong
untuk berpikir secara mandiri, saling memperhatikan, ramah dan
saling mendukung, dan bertindak dengan kemanusiaan.
3. Terdapat perilaku yang menunjukkan Tanggung Jawab Psikologis,
saling menghormati, menghargai pandangan dan pendapat satu
sama lain, bekerja dalam tim yang merupakan tempat saling
mendukung, di mana segala sesuatu diperdebatkan tanpa sedikit
penghinaan, di mana kritik individu dan kerja tim disambut,
dibahas dan di mana pelajaran dipelajari dan diimplementasikan.
4. ASN yang bekerja ekstra dengan memberikan ide, pemikiran,
stimulus yang tidak diminta satu sama lain, dan di mana minat
mereka pada pelanggan mereka menawarkan sesuatu yang lebih
dari yang diharapkan, di luar kesopanan, dan di luar layanan,
menawarkan perhatian dan minat pribadi.
5. Unsur pemimpin yang memberikan tantangan kepada ASN, yang
memberikan kesempatan untuk pengembangan pribadi melalui
pengalaman baru, dan yang memperlakukan semua orang dengan
adil dan pengertian.
6. Sebuah organisasi yang didorong menuju kesuksesan organisasi
dan pribadi - secara intelektual, finansial, sosial dan emosional.

D. Adaptif sebagai nilai dan budaya ASN


Budaya adaptif dalam pemerintahan merupakan budaya
organisasi di mana ASN memiliki kemampuan menerima perubahan,
termasuk penyelarasan organisasi yang berkelanjutan dengan

4
Modul

lingkungannya, juga perbaikan proses internal yang


berkesinambungan.
Dalam konteks budaya organisasi, maka nilai adaptif
tercermin dari kemampuan respon organisasi dalam mengadaptasi
perubahan. Mengutip dari Management Advisory Service UK4, maka
“An Adaptive (Corporate) Culture is one that enables the organisation
to adapt quickly and effectively to internal and external pressures for
change”. Ini menjelaskan bahwa budaya adaptif bisa menjadi
penggerak organisasi dalam melakukan adaptasi terhadap
perubahan-perubahan internal maupun eksternal. Budaya menjadi
faktor yang memampukan organisasi dalam berkinerja secara cepat
dan efektif.
Daya tahan organisasi juga dipengaruhi oleh pengetahuan,
seperti yang digagas oleh Peter F. Drucker pada tahun 1959 melalui
istilah terkenalnya yaitu knowledge worker, sebagai sebutan
terhadap anggota organisasi yang berkontribusi signifikan terhadap
keunggulan organisasi karena pengetahuan yang dimilikinya. Lebih
lanjut, Peter Drucker mengatakan ”bahaya terbesar sewaktu
organisasi menghadapi goncangan, bukanlah pada besarnya
goncangan yang dihadapi, melainkan pada penggunaan pengetahuan
yang sudah kadaluarsa”.
Peter Senge selanjutnya memperkenalkan paradigma
organisasi yang disebutnya Learning Organization, yaitu untuk
menggambarkan bahwa organisasi itu seperti manusia yang butuh
pengetahuan yang perlu terus diperbaharui untuk bertahan hidup,
bahkan leading dalam kehidupan. Untuk memastikan agar organisasi

4
Modul
4
http://www.mas.org.uk/wellbeing-performance/adaptive_corporate_culture.html

4
Modul

terus mampu memiliki pengetahuan yang mutakhir, maka organisasi


dituntut untuk melakukan lima disiplin, yaitu:
1. Pegawainya harus terus mengasah pengetahuannya hingga ke
tingkat mahir (personal mastery);
2. Pegawainya harus terus berkomunikasi hingga memiliki persepsi
yang sama atau gelombang yang sama terhadap suatu visi atau
cita-cita yang akan dicapai bersama (shared vision);
3. Pegawainya memiliki mental model yang mencerminkan realitas
yang organisasi ingin wujudkan (mental model);
4. Pegawainya perlu selalu sinergis dalam melaksanakan kegiatan-
kegiatan untuk mewujudkan visinya (team learning);
5. Pegawainya harus selalu berpikir sistemik, tidak kaca mata kuda,
atau bermental silo (systems thinking).
Lima disiplin ini sangat aplikatif dalam konteks pelaksanaan
tugas dan fungsi ASN di lingkungan kerjanya masing-masing. Dengan
mempraktikkan kelima disiplin tersebut, ada jalan bagi organisasi
untuk selalu mendapat pengetahuan baru. Tanpa pengetahuan yang
selalu diperbarui maka organisasi cenderung menggunakan
pengetahuan lama, atau kadaluwarsa, yang justeru akan menjadi
racun bagi organisasi tersebut.
Tantangan yang berpotensi menjadi penyebab gagalnya
organisasi memperoleh pengetahuan baru adalah tantangan yang
sifatnya adaptif. Karena sifat tantangan ini yang baru yaitu baru
pertama kali dihadapi oleh organisasi, maka tentu saja organisasi
belum memiliki pengetahuan untuk mengatasinya. Dalam situasi
ketiadaan pengetahuan dan mendesaknya pengambilan keputusan,
maka organisasi cenderung menggunakan pengetahuan yang selama

4
Modul

ini dipergunakan untuk mengatasi tantangan teknis. Penggunaan


pengetahuan yang tidak tepat ini menyebabkan terjadinya kesalahan
dalam pengambilan keputusan, kesalahan dalam strategi, yang
akhirnya berujung pada gugurnya organisasi.
Di sektor publik, budaya adaptif dalam pemerintahan ini
dapat diaplikasikan dengan tujuan untuk memastikan serta
meningkatkan kinerja pelayanan publik. Adapun ciri-ciri penerapan
budaya adaptif dalam lembaga pemerintahan antara lain sebagai
berikut:
1. Dapat mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan
lingkungan
Bentuk antisipasi dan kemampuan adaptasi ini diwujudkan dalam
praktek kebijakan yang merespon isu atau permasalahan publik
sesuai dengan tuntutan dan kebutuhannya. (lihat Boks kasus 1)
2. Mendorong jiwa kewirausahaan
Jiwa kewirausahaan merupakan salah satu gagasan penting dari
konsep reinventing government yang dipraktekkan di Amerika
Serikat. Dengan jiwa kewirausahaan ini maka pemerintah dan
birokrasi secara khusus melakukan pengelolaan sumber daya
organisasi secara efisien dan efektif layaknya organisasi bisnis
memaksimalkan tata kelola aset dan modalnya untuk meraih
keuntungan sebesar-besarnya. (lebih lanjut pelajari Boks Kasus
2)
3. Memanfaatkan peluang-peluang yang berubah-ubah
Pemerintah dalam memaksimalkan kinerja pelayanan publik
maupun fungsi-fungsi lainnya seyogyanya mampu memahami
dan memaksimalkan peluang yang ada. (Diskusikan peluang apa

4
Modul
saja yang dapat diidentifikasi dan dimaksimalkan pemerintah
dalam menjalankan fungsinya).

4
Modul

4. Memperhatikan kepentingan-kepentingan yang diperlukan


antara instansi mitra, masyarakat dan sebagainya.
Beradaptasi juga berarti kemampuan untuk memasukan
pertimbangan kepentingan dari mitra kerja maupun masyarakat.
Dalam hal ini tujuan organisasi pemerintah harus dikembalikan
pada fungsi melayani, yang berarti mengedepankan kepentingan
mitra dan masyarakat.
5. Terkait dengan kinerja instansi.
Budaya adaptif seyogyanya diinternalisasi dan diwujudkan ke
dalam organisasi sebagai upaya meningkatkan kinerja instansi.
Budaya adaptif tidak dilakukan untuk menyerah pada tuntutan
lingkungan, tetapi justru untuk merespon dan bereaksi dengan
baik kepada perubahan lingkungan, dengan tujuan untuk
mempertahankan atau bahkan meningkatkan kinerja instansinya.

Box Kasus 2 Pandemi Covid-19


Pandemi Covid 19 yang sudah berlangsung lebih dari satu
tahun telah memaksa pemerintah untuk mengendalikan
mobilitas penduduk dalam beraktivitas. Kondisi tingkat
kerawanan penyebaran virus seperti angka infeksi, tingkat
Bed Occupation Rate (BOR), angka kematian dan angka
kesembuhan menjadi indikator-indikator penting mengenai
level mobilitas apa yang akan diputuskan untuk diterapkan.
Menunggu keputusan oleh pemerintah pusat tentu bukan
pilihan yang taktis, apalagi dengan keragaman kondisi dari
satu daerah ke daerah yang lain. Maka pemerintah daerah

5
Modul

memutuskan level mana yang akan dipilih, yang sesuai


dengan kondisinya masing-masing.
Dengan desentralisasi kewenangan yang dilakukan, maka
pemerintah telah menerapkan praktek-praktek berorganisasi
yang adaptif dalam merespon dan mengendalikan
penyebaran virus corona melalui pendekatan berbasis

Penerapan budaya adaptif dalam organisasi pemerintahan


akan membawa konsekuensi adanya perubahan dalam cara pandang,
cara berpikir, mentalitas dan tradisi pelayanan publik yang lebih
mampu mengimbangi perubahan atau tuntutan jaman.

Bagaimana penerapan budaya adaptif dalam instansi tempat


Jeff Boss dalam Forbes5 menulis ciri-ciri orang yang memiliki
anda bekerja. Elaborasi sejauh pemahaman anda terkait strategi
kemampuan atau karakter adaptif, yang beberapa diantaranya dapat
dalam melakukan penerapan budaya adaptifnya.
diuraikan sebagai berikut:
1. Eksperimen orang yang beradaptasi
Yang dimaksud bahwa untuk beradaptasi, kita harus terbuka
terhadap perubahan, dan harus memiliki kemauan dalam hal
toleransi emosional, ketabahan mental, dan bimbingan spiritual,
untuk tidak hanya menyadari ketidakpastian tetapi juga
menghadapinya dan terus maju.

5
https://www.forbes.com/sites/jeffboss/2015/09/03/14-signs-of-an-adaptable- person/?
sh=7536fafa16ea

5
Modul

2. Melihat peluang di mana orang lain melihat kegagalan


Beradaptasi juga berarti tumbuh, berubah, dan berubah. Sebagai
individu adaptif maka persepsi mengenai apa yang dulu diyakini
sebagai sebuah kebenaran, diklasifikasikan sebagai kesalahan,
dan kemudian mengadopsi apa yang sekarang diyakini sebagai
kebenaran baru. Jika mentalitas mengkoreksi ini tidak dibangun,
maka kita akan stagnan. Ini adalah sesuatu yang tidak hanya
diperjuangkan oleh individu tetapi juga organisasi—kebiasaan
yang telah menentukan kesuksesan mereka di masa lalu daripada
mempertanyakan apakah kebiasaan yang sama akan terus
menentukan kesuksesan di masa depan atau tidak.
Kemungkinannya adalah, mereka tidak akan melakukannya. Jika
mereka melakukannya, maka Blackberry, Nokia, dan setiap
perusahaan lain yang gagal beradaptasi dengan realitas baru akan
tetap beroperasi.
3. Memiliki sumberdaya
Orang yang memiliki dan menguasai sumberdaya tidak akan
terjebak pada satu solusi untuk memecahkan masalah. Orang
yang mudah beradaptasi memiliki rencana darurat ketika
Rencana A tidak berhasil.
4. Selalu berpikir ke depan
Selalu terbuka terhadap peluang, orang yang mudah beradaptasi
selalu mencari perbaikan, karena setiap perbaikan kecil yang
akan mengubah biasa menjadi luar biasa, dan tidak ada
ketergantungan pada satu solusi saja.

5
Modul

5. Tidak mudah mengeluh


Jika mereka tidak dapat mengubah atau memengaruhi keputusan,
mereka akan beradaptasi dan terus maju.
6. Orang yang mudah beradaptasi tidak menyalahkan.
Mereka bukan korban pengaruh eksternal karena mereka
proaktif. Untuk beradaptasi dengan sesuatu yang baru maka kita
harus siap untuk melepaskan yang lama. Orang yang dapat
beradaptasi tidak menyimpan dendam atau menghindari
kesalahan yang tidak perlu, tetapi sebaliknya menyerap,
memahami, dan melanjutkan.
7. Tidak mencari popularitas
Mereka tidak peduli dengan pusat perhatian karena mereka tahu
itu hanya sementara saja. Daripada menyia-nyiakan upaya untuk
masalah sementara, mereka mengalihkan fokus mereka ke
rintangan berikutnya untuk maju dari permainan sehingga ketika
semua orang akhirnya melompat ke papan, mereka sudah pindah
ke tantangan berikutnya.
8. Memiliki rasa ingin tahu
Tanpa rasa ingin tahu, tidak akan ada kemampuan beradaptasi.
Orang yang mudah beradaptasi belajar—dan terus belajar
memiliki keingintahuan yang tinggi. Keingintahuan akan
mendorong pada pertumbuhan.
9. Beradaptasi.
Kemampuan beradaptasi tentunya menjadi kunci pokok dari
karakteristik adaptif
10. Memperhatikan sistem.
Orang-orang yang dapat beradaptasi melihat seluruh hutan

5
Modul
daripada hanya beberapa pohon. Mereka harus melakukannya,

5
Modul

jika tidak, mereka akan kekurangan basis konteks dari mana


mereka mendasarkan keputusan mereka untuk beradaptasi.
11. Membuka pikiran.
Jika Anda tidak mau mendengarkan sudut pandang orang lain,
maka Anda akan terbatas dalam pemikiran Anda, yang berarti
Anda juga akan terbatas dalam kemampuan beradaptasi Anda.
Semakin banyak konteks yang Anda miliki, semakin banyak
pilihan yang memposisikan Anda menuju perubahan.
12. Memahami apa yang sedang diperjuangkan.
Pilihan untuk berubah bukanlah pilihan yang mudah, namun juga
bukan pilihan untuk tetap sama. Memilih untuk beradaptasi
dengan sesuatu yang baru dan meninggalkan yang lama
membutuhkan pemahaman yang kuat tentang nilai-nilai pribadi.

E. Rangkuman
Adaptasi merupakan kemampuan alamiah dari makhluk
hidup. Organisasi dan individu di dalamnya memiliki kebutuhan
beradaptasi selayaknya makhluk hidup, untuk mempertahankan
keberlangsungan hidupnya.
Kemampuan beradaptasi juga memerlukan adanya inovasi
dan kreativitas yang ditumbuhkembangkan dalam diri individu
maupun organisasi. Di dalamnya dibedakan mengenai bagaimana
individu dalam organisasi dapat berpikir kritis versus berpikir
kreatif.
Pada level organisasi, karakter adaptif diperlukan untuk
memastikan keberlangsungan organisasi dalam menjalankan tugas
dan fungsinya. Penerapan budaya adaptif dalam organisasi
memerlukan beberapa hal, seperti di antaranya tujuan organisasi,

5
Modul

tingkat kepercayaan, perilaku tanggung jawab, unsur kepemimpinan


dan lainnya.
Dan budaya adaptif sebagai budaya ASN merupakan
kampanye untuk membangun karakter adaptif pada diri ASN sebagai
individu yang menggerakkan organisasi untuk mencapai tujuannya.

F. Latihan
Dalam kelas, bentuk kelompok kecil, dan ikuti instruksi berikut ini:
1. Diskusikan dalam kelompok bagaimana praktek dari penerapan
adaptasi dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi yang
merespon perubahan lingkungannya, baik dari sudutu pandang
praktek individu maupun organisasi.
2. Paparkan secara singkat dalam kelas, bagaimana persamaan dan
perbedaan yang mungkin muncul dalam praktek penerapan
adaptasi dari organisasi yang berbeda.

5
Modul

BAB IV
PANDUAN PERILAKU ADAPTIF

“A leader is someone who brings about adaptive, as opposed to


technical, change. He makes changes that challenge and upset the
status quo and he must convince the people who are upset that the
changes are for their own good and the good of the organization” Eddie
Teo, mantan permanent secretary singapura (Neo and Chen 2007).

A. Uraian Materi
Seorang pemimpin adalah seseorang yang membawa
perubahan adaptif, bukan teknis. Dia membuat perubahan yang
menantang dan mengacaukan status quo dan dia harus meyakinkan
orang-orang yang marah bahwa perubahan itu untuk kebaikan
mereka sendiri dan kebaikan organisasi” Eddie Teo, mantan
Sekretaris Tetap Singapura (Neo dan Chen, 2007).
Salah satu praktik perilaku adaptif adalah dalam hal
menyikapi lingkungan yang bercirikan ancaman VUCA. Johansen
(2012) mengusulkan kerangka kerja yang dapat digunakan untuk
menanggapi ancaman VUCA, yang disebut VUCA Prime, yaitu Vision,
Understanding, Clarity, Agility. Johansen menyarankan pemimpin
organisasi melakukan hal berikut:
1. Hadapi Volatility dengan Vision
a. Terima dan rangkul perubahan sebagai bagian dari
lingkungan kerja Anda yang konstan dan tidak dapat
diprediksi. Perubahan merupakan keniscayaan, oleh karena
itu perubahan tidak untuk dilawan tetapi perlu ‘diterima dan
dirangkul’ agar menunjang kinerja organisasi.
5
Modul

b. Buat pernyataan yang kuat dan menarik tentang tujuan dan


nilai tim, dan kembangkan visi bersama yang jelas tentang
masa depan. Untuk menghadapi situasi volatility, pastikan
Anda menetapkan tujuan fleksibel yang dapat diubah setiap
saat bila diperlukan. Hal ini akan membantu navigasi situasi
yang tidak menentu.
2. Hadapi Uncertainty dengan Understanding
a. Berhenti sejenak untuk mendengarkan dan melihat sekeliling.
Hal ini membantu Anda memahami dan mengembangkan cara
berpikir dan bertindak baru sebagai respons terhadap
ancaman ketidakpastian. Kemampuan untuk ‘memahami’
sesuatu menjadi salah satu kunci dalam menghadapi
ketidakpastian. Memahami itu sendiri lebih mendalam
dibanding ‘mengetahui’. Dengan mengetahui, seseorang belum
tentu memahami sesuatu yang dimaksud secara mendalam,
hanya sekedar mengetahui tanpa mampu menangkap makna
dan arti dari sesuatu yang dipelajari. Oleh karenanya,
kemampuan memahami ini sangat penting dalam situasi apa
pun, termasuk dalam menghadapi ketidakpastian.
b. Jadikan investasi, analisis dan interpretasi bisnis,
dan competitive intelligence (CI) sebagai prioritas, sehingga
Anda tidak ketinggalan. Tetap up to date dengan berita
industri, dan dengarkan pelanggan Anda untuk mencari tahu
apa yang mereka inginkan. Dalam konteks publik, hal ini
berkaitan dengan pelayanan yang diberikan pemerintah,
bukan hanya melayani sesuai harapan pelanggan tetapi
melebihi ekspektasi pelanggan. Untuk itu, pemerintah perlu

5
Modul

melakukan investasi berupa gedung dan peralatan, melakukan


analisis dan intepretasi kebijakan yang pro rakyat, dan
menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence) guna
meningkatkan pelayanan.
c. Tinjau dan evaluasi kinerja Anda. Pertimbangkan dengan baik
langkah yang akan Anda lakukan. Tujuan evaluasi kinerja
adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja
organisasi melalui peningkatan kinerja SDM organisasi. Secara
lebih spesifik, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana
dikemukakan Sunyoto (1999:1) yang dikutip oleh
Mangkunegara (2005:10) adalah: (a) Meningkatkan saling
pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja; (b)
Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan,
sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik,
atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi
yang terdahulu; (c) Memberikan peluang kepada karyawan
untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan
meningkatkan kepedulian terhadap karier atau pekerjaan
yang diembannya sekarang; (d) Mendefinisikan atau
merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan
potensinya; dan (e) Memeriksa rencana pelaksanaan dan
pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan,
khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu
jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
d. Lakukan simulasi dan eksperimen dengan situasi, sehingga
melatih Anda untuk bereaksi terhadap ancaman serupa di

5
Modul

masa depan. Simulasi dan eksperimen sangat penting karena


dapat memperkaya pengalaman dan mengembangkan sikap
ilmiah. Melalui simulasi dan eksperimen yang valid, maka
diharapkan dapat membantu kita dalam menghadapi
ketidakpastian.
3. Hadapi Complexity dengan Clarity
a. Berkomunikasi secara jelas dengan tim Anda. Dalam situasi
yang kompleks, komunikasi yang jelas membantu mereka
memahami arah tim dan organisasi. Berkomunikasi secara
jelas senada dengan berkomunikasi secara efektif. Untuk
dapat berkomunikasi secara efektif, kita dituntut untuk tidak
hanya memahami prosesnya, tetapi juga mampu menerapkan
pengetahuan kita secara kreatif. Komunikasi dikatakan efektif
apabila komunikasi yang terjadi bersifat dua arah yaitu
dimana makna yang distimulasikan sama atau serupa dengan
yang dimaksudkan oleh komunikator atau pengirim pesan.
b. Kembangkan tim dan dorong kolaborasi. Situasi VUCA
seringkali terlalu rumit untuk ditangani oleh satu orang. Jadi,
bangun tim yang dapat bekerja secara efektif dalam
lingkungan yang bergerak cepat. Membangun dan
mengembangkan tim adalah tugas utama kepemimpinan.
Tanpa keterampilan membangun tim, seorang pemimpin
berisiko membatasi produktivitas pegawai mereka dengan
apa yang dapat dilakukan oleh setiap anggota mereka sendiri,
sedangkan jika Anda membantu membangun tim, Anda dapat
menyatukan tim Anda di sekitar tujuan bersama, yang akan
meningkatkan kinerja organisasi. Terdapat 5 langkah

6
Modul
membangun tim efektif:

6
Modul

(a) tetapkan kepemimpinan; (b) bangun hubungan dengan


pegawai Anda; (c) bangun hubungan di antara pegawai Anda;
(d) menumbuhkan kerjasama-kolaborasi tim; dan (e)
tetapkan aturan dasar untuk tim.
4. Hadapi Ambiguity dengan Agility
a. Dorong fleksibilitas, kemampuan beradaptasi, dan
ketangkasan. Buat rencana ke depan, tetapi bersiaplah untuk
mengubahnya. Era revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan
campur tangan sistem cerdas dan otomasi dalam industri.
Secara singkat, Industry 4.0, pelaku industri membiarkan
komputer saling terhubung dan berkomunikasi satu sama lain
untuk akhirnya membuat keputusan tanpa keterlibatan
manusia. Kombinasi dari sistem fisik-cyber, Internet of Things
(IoT), dan Internet of Systems membuat Industri 4.0 menjadi
mungkin, serta membuat pabrik pintar menjadi kenyataan.
Kenyataannya, sistem cerdas dan otomasi tersebut bukan
hanya di sektor industri, namun merambah ke sektor lain
termasuk sektor pemerintahan, dimana adaptasi dan
kelincahan mejnadi faktor kunci dalam penyelenggaraan
pemerintahan kini dan ke depan.
b. Pekerjakan dan promosikan orang-orang yang berhasil di
lingkungan VUCA. Mereka umumnya kolaboratif dan memiliki
keterampilan berpikir kompleks. Mempekerjakan orang atau
SDM yang teruji dalam VUCA tidak akan salah pilih karena
mereka merupakan SDM bertalenta tinggi dan teruji. Orang
yang terbukti tangguh dalam menghadapi situasi sulit
biasanya

6
Modul

akan lebih bertahan dalam menghadapi tekanan pekerjaan


dan lebih mudah beradaptasi dengan perubahan.
c. Dorong karyawan Anda untuk berpikir dan bekerja di luar
area fungsional mereka. Rotasi pekerjaan dan pelatihan silang
bisa menjadi cara terbaik untuk meningkatkan ketangkasan
tim. Sesekali pegawai perlu mendapat insight di luar
pekerjaan rutin mereka, baik melalui pertukaran pegawai
maupun pelatihan-pelatihan di luar tugas fungsi yang
bersangkutan.
d. Hindari memimpin dengan mendikte atau mengendalikan
mereka. Kembangkan lingkungan kolaboratif dan konsensus.
Dorong debat, perbedaan pendapat, dan partisipasi dari
semua orang. Jenis kepemimpinan yang sedang menjadi
pembicaraan banyak pihak saat ini adalah kepemimpinan
transformatif. Bass pada tahun 1985 mendefinisikan
kepemimpinan transaksional berhubungan dengan kebutuhan
bawahan yang difokuskan pada perubahan, dimana pemimpin
memenuhi kebutuhan bawahan dalam perubahan untuk
meningkatkan kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa pemimpin
transaksional bertindak dengan menghindari resiko dan
membangun kepercayaan diri bawahan agar bawahan mampu
mencapai tujuan. Hal ini jelas bahwa kepemimpinan
transformatif sangat menjunjung tinggi partisipasi dari semua
anggotanya.
e. Kembangkan “budaya ide”. Ini jenis budaya yang energik dan
dapat mengubah tim dan organisasi menjadi lebih kreatif dan
gesit. Hal baru (inovasi) adalah proses atau hasil

6
Modul
pengembangan pemanfaatan/mobilisasi pengetahuan,
keterampilan (termasuk keterampilan teknologis) dan

6
Modul

pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk


(barang dan/atau jasa), proses, dan/atau sistem yang baru,
yang memberikan nilai yang berarti atau secara signifikan,
terutama ekonomi dan sosial.
Apresiasi anggota tim yang menunjukkan
Vision, Understanding, Clarity, Agility. Biarkan orang-orang melihat
perilaku seperti apa yang Anda hargai. Langkah terbaik yang dapat
dilakukan pemimpin adalah memberikan penghargaan, bukan hanya
berupa uang tetapi juga berupa pujian atau compliment yang lain.

Diskusikan dalam kelompok anda, bagaimana cara pemerintah


dalam menyelesaikan kasus pelayanan publik yang menghadapi
tantangan VUCA

B. Perilaku Adaptif Lembaga/Organisasional


Organisasi adaptif yaitu organisasi yang memiliki kemampuan
untuk merespon perubahan lingkungan dan mengikuti harapan
stakeholder dengan cepat dan fleksibel (Siswanto, and Sucipto, Agus
2008 dalam Yuliani dkk, 2020).
Organisasi adaptif sebagaimana disebutkan di atas tidak
terlepas dari budaya adaptif. Budaya adaptif adalah budaya
organisasi di mana karyawan menerima perubahan, termasuk
organisasi penyelamatan yang memelihara lingkungan dan perbaikan
proses internal yang berkelanjutan (McShane & Von Glinow, 2010)
dalam Safitri (2019).
Perbedaan organisasi yang menerapkan budaya adaptif dan
yang tidak menerapkan budaya adaptif sebagai berikut.

6
Modul

Tabel 3. Perbandingan Perusahaan yang Adaptif dan Budaya Perusahaan


yang Tidak Adaptif
Perusahaan yang
Perusahaan yang Adaptif
Tidak Adaptif
Perilaku yang Manajer sangat Manajer cenderung
terlihat memperhatikan seluruh berperilaku tertutup,
konstituen mereka, politis dan birokratis.
khususnya pelanggan Akibatnya, mereka
dan mengawali tidak mengubah
perubahan bila strategi dengan cepat
diperlukan untuk untuk menyesuaikan
mendukung kepentingan diri atau mengambil
yang terlegitimasi, keuntungan dari
meskipun harus perubahan
menanggung risiko. lingkungan bisnis.
Nilai yang Manajer sangat Manajer lebih
diungkapkan memperhatikan memperhatikan diri
pelanggan, pemegang sendiri, kelompok
saham dan karyawan. kerja yang terdekat
Mereka juga sangat dengan beberapa
menghargai orang dan produk (teknologi)
proses yang dapat yang berkaitan
menghasilkan dengan kelompok
perubahan yang dapat kerja. Mereka lebih
menghasilkan menghargai proses
perubahan yang manajemen yang
bermanfaat (inisiatif teratur dan dengan

6
Modul

kepemimpinan ke atas risiko yang berkurang


dan bawah dalam hirarki daripada inisiatif
manajemen). kepemimpinan.
Sumber: Mukhrizal Effendi (2016).

Budaya organisasi merupakan faktor yang sangat penting di


dalam organisasi sehingga efektivitas organisasi dapat ditingkatkan
dengan menciptakan budaya yang tepat dan dapat mendukung
tercapainya tujuan organisasi. Bila budaya organisasi telah disepakati
sebagai sebuah strategi perusahaan maka budaya organisasi dapat
dijadikan alat untuk meningkatkan kinerja. Dengan adanya
pemberdayaan budaya organisasi selain akan menghasilkan sumber
daya manusia yang berkualitas, juga akan menjadi penentu
suksesnya perusahaan. Dengan demikian, budaya organisasi
memiliki dampak yang berarti terhadap kinerja karyawan yang
menentukan keberhasilan dan kegagalan suatu perusahaan.
Terdapat beberapa pengklasifikasian budaya organisasi yang
telah disampaikan oleh para ahli, salah satunya adalah yang
disampaikan oleh Chang dan Lee (2007). Mereka mengadopsi
proposal Denison dan Mishra (1995) dimana terdapat dua poin
referensi, yaitu cara yang stabil dan fleksibel untuk memenuhi
permintaan lingkungan yang kompetitif dan strategi yang fokus pada
dua dimensi elemen karyawan internal dan pelanggan eksternal.
Berdasarkan proposal tersebut, Chang dan Lee (2007)
membagi tipe budaya organisasi menjadi empat, yaitu:
1. Budaya adaptif (adaptive culture). Budaya ini merupakan budaya
yang bersifat fleksibel dan eksternal sehingga dapat memuaskan

6
Modul

permintaan pelanggan dengan memusatkan perhatian utama


pada lingkungan eksternal.
2. Budaya misi (mission culture). Budaya ini merupakan budaya
yang bersifat stabil dan eksternal sehingga menekankan
organisasi dengan tujuan-tujuan yang jelas dan versi-versinya.
Para anggota organisasi dapat mengambil tanggung jawab untuk
secara efisien menyelesaikan tugas yang diberikan. Organisasi
menjanjikan para karyawannya dengan penghargaan khusus.
3. Budaya klan (clan culture). Budaya ini merupakan budaya yang
bersifat fleksibel dan internal sehingga menekankan bahwa para
anggotanya harus memainkan peran mereka dengan tingkat
efisiensi yang tinggi dan mereka juga harus menunjukkan rasa
pertanggungjawaban yang kuat akan pengembangan dan
memperlihatkan komitmen organisasi yang lebih.
4. Budaya birokratik (bureaucratic culture). Budaya ini merupakan
budaya yang bersifat stabil dan internal sehingga organisasi
memiliki tingkat konsistensi yang tinggi akan segala aktivitas-
aktivitasnya. Melalui kepatuhan dan kerja sama dari para
anggotanya, organisasi dapat meningkatkan aktivitas
organisasional dan efisiensi kerja.

6
Modul

Box Kasus 3 Budaya Adaptif Taxi BLUE BIRD


Bagi perusahaan-perusahaan, teknologi benar-benar merubah
cara pandang dan selera pelanggan. Kompetisi semakin ketat.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh perusahaan yang usianya
sudah cukup matang untuk tetap bisa bertahan? Kuncinya ada
pada budaya yang adaptif, selaras dengan kondisi eksternal dan
tren yang terus bergerak. Kasus ini dialami oleh perusahaan taksi
Blue Bird. Perusahaan taksi yang sudah puluhan tahun berdiri
dan gagah memimpin pasar. Sekian lama menjadi andalan
pelanggan, Blue Bird menghadapi turbulensi tahun-tahun
belakangan karena hadirnya moda transportasi baru berbasis
online. Perusahaan taksi lainnya juga mengakui bisnis taksi
konvensional semakin lesu. Imbasnya, PHK massal pun tak
terelakkan.
Apa yang dilakukan Blue Bird? Ternyata kuncinya cerdik
membidik potensi dan menggerakkan kolaborasi. Jika perusahaan
armada taksi lain kalah saing, Blue Bird justru ambil langkah
menjalin kerjasama baik dengan sang kompetitor. Kerjasamanya
dengan Go-Car pada aplikasi Go-Jek menjadi bukti. Pengguna
layanan Go-Car pun bisa dijemput dengan taksi Blue Bird dengan
tarif sama.
Terobosan lainnya adalah Blue Bird bekerjasama dengan
Kementerian Pariwisata. Layanan Blue Bird yang tersebar di
banyak kota besar Indonesia berpotensi membantu misi
Kemenpar untuk mempromosikan pariwisata Indonesia. Armada
Blue Bird diberikan stiker ‘Wonderful Indonesia’ dan peletakan
majalah Mutiara Biru yang mengekspos keindahan Indonesia.

6
Modul

Para pengemudi, terlebih di Bandara juga diberdayakan untuk


memiliki pengetahuan mengenai destinasi pariwisata setempat.
Langkah ini mengangkat peran driver, tak hanya sekedar
mengemudi namun menjadi ‘Service Ambassador’ karena
menjadi orang pertama yang melayani turis setibanya di
bandara. Kolaborasi yang jeli dan menguntungkan kedua pihak.
Apa yang dilakukan Blue Bird menjadi bukti nyata jika budaya
organisasi perlu terus diperbarui. Memegang nilai-nilai
organisasi, sambil terus menyelaraskannya dengan tren dan
kondisi saat ini. Agar mampu efektif, budaya organisasi yang
adaptif juga harus mampu disampaikan ke seluruh elemen
karyawan. Diterjemahkan menjadi kinerja perilaku yang
berdampak pada kinerja organisasi, dan mampu untuk
Sumber: Febrianindya, 2018 dalam Teguh Sriwidadi, 2020.

C. Perilaku Adaptif Individual


Selain berlaku pada lembaga/organisasi, perilaku adaptif juga
berlaku dan dituntut terjadi pada individu. Individu atau sumber
daya manusia (SDM) yang adaptif dan terampil kian dibutuhkan
dunia kerja ataupun industri yang juga semakin kompetitif.
Karenanya, memiliki soft skill dan kualifikasi mumpuni pada
spesifikasi bidang tertentu, serta mampu mentransformasikan
teknologi menjadi produk nyata dengan nilai ekonomi tinggi menjadi
syarat SDM unggul tersebut.
Menurut Mendikbud Nadiem Makarim, revolusi industri 4.0
menciptakan permintaan jutaan pekerjaan baru untuk memenuhi
potensi dan aspirasi masyarakat. Namun, pada saat bersamaan,

7
Modul

perkembangan ini juga mengubah peta pekerjaan dan kebutuhan


kompetensi (2020).
Pergeseran kebutuhan kompetensi ini dijelaskan Nadiem
sebagai salah satu dampak dari dua faktor, yaitu perkembangan
teknologi dalam bentuk digital automasi dan robotisasi, serta resesi
global yang merupakan kombinasi dahsyat atau double
disruption yang mengubah landscape pekerjaan di masa depan. Hal
ini sesuai dengan hasil riset terbaru bertajuk “Future Job Report
2020” yang dirilis oleh World Economic Forum yang mengungkapkan
pergeseran dan perubahan yang terjadi antara manusia, mesin, dan
algoritma membuat 85 juta pekerjaan di dunia akan hilang dalam
waktu lima tahun ke depan. Sementara itu, sebanyak 97 juta
pekerjaan baru yang lebih adaptif akan tumbuh mengisi industri.
Presiden Jokowi mengutarakan bahwa pemerintah telah
menyiapkan berbagai program pembangunan SDM untuk
memastikan bonus demografi menjadi bonus lompatan kemajuan.
"Kita bangun generasi bertalenta yang berkarakter dan mampu
beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Indonesia memiliki
modal awal untuk bersaing di tingkat global”. Pernyataan senada juga
dinyatakan Wapres bahwa sumber daya manusia Indonesia harus
disiapkan untuk mampu bersaing, cepat beradaptasi dengan
perubahan dan perkembangan teknologi informasi yang mendisrupsi
segala bidang.
Terkait amanat UU 5/2014 bahwa UU ASN bisa terlaksana
dengan baik, asal ada upaya penyempurnaan sistem pelayanan oleh
para abdi negara. Tidak hanya menjadikan ASN sebagai pelayan
masyarakat melalui penerapan e-Government saja, tetapi sekaligus

7
Modul
menggerakkan ruhnya sebagai penyelenggara pemerintahan. Jadi,

7
Modul

agar dapat memberikan pelayanan pemerintahan yang excellent,


maka semua PNS harus selalu bersikap adaptif terhadap
perkembangan IT, sehingga dalam kinerjanya dapat memaksimalkan
pemanfaatan pesatnya teknologi informasi untuk menuju reformasi
birokrasi.
Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) harus selalu adaptif atau
mampu menyesuaikan diri terhadap berbagai keadaan. Contonya, di
masa pandemi Covid-19 saat ini, ASN sejatinya tampil di depan dalam
hal pelayanan masyarakat, terutama ASN yang berada pada garda
terdepan pelayanan publik seperti tenaga kesehatan (nakes).

D. Panduan Membangun Organisasi Adaptif


Membangun organisasi adaptif menjadi sebuah keharusan
bagi instansi pemerintah agar dapat menghasilkan kinerja terbaik
dalam memberikan pelayanan publik. Organisasi adaptif baik di
sektor publik maupun bisnis dapat dibangun dengan beberapa
preskripsi yang kurang lebih sama, yaitu antara lain:
1. Membuat Tim yang Diarahkan Sendiri
Landasan dari setiap transformasi dari bawah ke atas
dimulai dengan pemberdayaan tim yang memiliki motivasi dan
pengarahan diri sendiri. Kelimpahan struktur dan penetapan
aturan cenderung menghambat kreativitas dan adaptasi,
terutama ketika strukturnya hierarkis, bentuk organisasi default
bagi banyak orang sebelum era pengetahuan saat ini. Dari
pengalaman banyak pihak, kolaborasi yang paling efektif adalah
sukarela, informal, dan diawasi sendiri. Hubungan pribadi yang
baik mengarah pada kolaborasi yang sukses karena sulit untuk
berkolaborasi dengan orang-orang yang "diperintahkan" untuk

7
Modul
bekerja dengan Anda. Tim “berdasarkan mandat” mengalami

7
Modul

kesulitan melihat lingkungan mereka dengan pikiran terbuka—


asumsi yang sudah dikenal dan pendekatan konvensional muncul
ke permukaan. Kelompok yang lebih kecil dan mandiri lebih
bebas untuk menantang paradigma dominan dan sampai pada
cara baru untuk beradaptasi dengan tantangan dan peluang yang
muncul
2. Menjembatani Silo Melalui Keterlibatan Karyawan
Strategi berikutnya adalah menyerang segmentasi
departemen, divisi, dan unit dalam suatu organisasi. Sebuah
organisasi tidak dapat beradaptasi dengan keadaan baru jika
informasi penting disimpan oleh kelompok mana pun. Hanya
pertukaran wawasan dan ide yang tidak terbatas di antara semua
kelompok dan sub-kelompok dalam organisasi yang dapat
membangun pemahaman yang komprehensif tentang lingkungan
dan menghasilkan adaptasi dan solusi yang tepat. Beberapa jenis
tindakan yang berbeda dapat membantu "menjembatani silo."
Salah satu pendekatannya adalah mengembangkan “standar
terbuka untuk tim” untuk membangun kepercayaan, kolaborasi,
dan berbagi ide di seluruh organisasi. Metode umum komunikasi,
pendekatan untuk pemecahan masalah, dan mode perilaku
diperlukan untuk menghilangkan batasan pada aliran
pengetahuan yang efektif yang sangat penting untuk benar-benar
memahami lingkungan yang berubah dengan cepat dan
beradaptasi dengan tantangan dan peluangnya. Metode dan
standar ini harus mencakup semua tim dalam perusahaan dan
melampaui semua batasan organisasi.
Visi bersama juga membantu menyatukan dan

7
Modul
menginspirasi semua bagian organisasi untuk beradaptasi

7
Modul

bersama menuju tujuan bersama. Seorang peserta menceritakan


kisah tentang bagaimana anggota dari satu perusahaan dengan
cepat bersatu dalam beberapa jam dan hari setelah serangan
9/11 untuk memulihkan komunikasi penting ke sektor keuangan
di Kota New York, disatukan oleh visi "utamakan pelanggan" dan
tanggung jawab perusahaan yang dimanifestasikan secara
berbeda untuk berbagai bagian perusahaan tetapi dimiliki oleh
semua. Ketika sebuah organisasi memiliki visi yang sama,
pemangku kepentingan internal yang berbeda kurang cenderung
membiarkan ekuitas "silo" mereka menjadi penghalang jalan bagi
adaptasi perusahaan secara keseluruhan dalam menghadapi
perubahan yang cepat.
3. Menciptakan Tempat dimana Karyawan dapat Berlatih Berpikir
Adaptif
Kepemimpinan harus menciptakan ruang dan waktu untuk
inovasi. Beberapa peserta mencatat bahwa Anda harus
membentuk struktur organisasi untuk memungkinkan karyawan
"berpikir di luar kotak" dan menciptakan cara baru dalam
melakukan sesuatu. Banyak yang telah menulis dan berkomentar
tentang perlunya menciptakan lingkungan di dalam organisasi di
mana karyawan merasakan keamanan psikologis dan praktis
untuk berkolaborasi dan mengejar ide-ide baru—sebuah
“pelabuhan aman intelektual” di mana perspektif dan pendekatan
yang tidak dikenal diharapkan dan didorong untuk menanggapi,
atau antisipasi, keadaan asing. Seringkali "tempat yang aman
untuk berinovasi" didirikan di dalam organisasi tetapi di luar
bentuk organisasi normal—misalnya, "tim harimau" atau "ladang

7
Modul

hijau". Sama pentingnya dengan menciptakan ruang dan waktu,


eselon atas organisasi (serta supervisor di semua tingkatan)
harus menunjukkan komitmen yang tulus untuk mendengarkan
ide-ide dari atas, bawah, dan di seluruh organisasi, memperkuat
perilaku positif ketika orang menggunakan tempat aman mereka
untuk memunculkan ide-ide baru tentang bagaimana beradaptasi
dengan apa yang berubah di lingkungan.
Menurut Fulmer (2000) dalam dunia bisnis sudah banyak
pemimpin yang sukses melihat perbedaan dan mampu
memanfaatkannya sebagai kunci untuk mengalahkan pesaing.
Sebagai contoh, di saat banyak pihak menilai kemunculan
internet sebagai ancaman bagi bisnis mereka, yang lain
menilainya sebagai peluang besar, dan ketika kebanyakan
bioskop ditandingi televisi, Walt Disney mampu bertahan dan
memanfatkannya.
Untuk membangun sebuah organisasi yang adaptif, yang
dapat terus berkembang dan survive meski berada di lingkungan
yang terus berubah perlu konsep dan strategi sebagai berikut:
1. Landscape
Adaptif erat hubungannya dengan kemampuan untuk
berubah dan terus berupaya antisipatif. Untuk mengetahui kapan
seharusnya organisasi berubah, seorang eksekutif atau pemimpin
bisnis harus melakukan survey pada jangkauan, bentangan yang
ada pada pandangan bisnis mereka. Langkah berikutnya
membuat IFAS (internal factor analysis summaries) berupa
strength dan weakness, serta EFAS (external factor analysis
summaries) berupa opportunity dan strength organisasi yang

7
Modul
mereka pimpin. Seorang pemimpin harus lebih dahulu
memahami organisasi tersebut

7
Modul

sebelum mulai mengubahnya. Memahami landscape organisasi


dari peran perubahan terhadap perusahaan adalah poin utama
untuk memikirkan kembali critical strategies perusahaan: (a)
melihat jauh ke depan; (b) memahami landscape bisnis; (c)
memahami prinsip ketidaktentuan dunia bisnis; dan (d)
memahami rencana strategis pada organisasi yang adaptif.
2. Learning
Perusahaan yang sukses menciptakan sebuah kultur
adaptif adalah yang tidak hanya sekedar mendorong setiap
individunya untuk terus belajar, nanmun juga men-share-nya.
Dengan upaya pembelajaran terus-menerus ini, perusahaan akan
mampu merespon lebih cepat pada perubahan kondisi market.
Upaya learning erat hubungannya dengan knowledge
management yang sangat dibutuhkan sebuah organisasi yang
ingin terus berkembang dan survive. Karena pembelajaran ini
akan meningkatkan kreativitas dan produktivitas anggota yang
otomatis berpengaruh pada reliability organisasi.
3. Leadership
Mengelola sebuah organisasi yang adaptif memerlukan visi
dan skill nontradisional. Disini dibutuhkan jiwa kepemimpinan
tidak hanya sebagai penujuk arah namun pembimbing menuju
keberhasilan dalam melawan kompleksitas dan menciptakan
sebuah organisasi yang ulet (resilient organization). Pemimpin
organisasi harus berpikir tidak hanya dengan siapa mereka
menciptakan hubungan tetapi juga tentang tipe hubungan apa
yang mereka inginkan beserta risiko yang terkait dengan
berbagai relationship.

8
Modul

Dalam hal ini diperlukan juga sebuah adaptive leadership


dalam lingkungan yang kompleks, sehingga pemimpin akan berperan
lebih dari sebagai ‘pahlawan’ yang menjadi figure tersendiri yang
mencoba mengontrol dan mengemudikan organisasi, namun juga
sebagai katalisator dan fasilitator. Dalam buku “Shaping the Adaptive
Organization” Gary Beinger seorang eksekutif e-Bay mengatakan
bahwa organisasi yang adaptif akan mampu bergerak 10 kali lebih
cepat dari organisasi normal. Organisasi adaptif juga cenderung
mempunyai powerful dan mampu mengatasi permasalahan sendiri
dengan cepat.

E. Rangkuman
Perilaku adaptif merupakan tuntutan yang harus dipenuhi
dalam mencapai tujuan – baik individu maupun organisasi – dalam
situasi apa pun. Salah satu tantangan membangun atau mewujudkan
individua dan organisasi adaptif tersebut adalah situasi VUCA
(Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity). Hadapi Volatility
dengan Vision, hadapi uncertainty dengan understanding, hadapi
complexity dengan clarity, dan hadapi ambiguity dengan agility.
Organisasi adaptif yaitu organisasi yang memiliki kemampuan
untuk merespon perubahan lingkungan dan mengikuti harapan
stakeholder dengan cepat dan fleksibel. Budaya organisasi
merupakan faktor yang sangat penting di dalam organisasi sehingga
efektivitas organisasi dapat ditingkatkan dengan menciptakan
budaya yang tepat dan dapat mendukung tercapainya tujuan
organisasi. Bila budaya organisasi telah disepakati sebagai sebuah
strategi perusahaan maka budaya organisasi dapat dijadikan alat
untuk meningkatkan kinerja.

8
Modul

Dengan adanya pemberdayaan budaya organisasi selain akan


menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.

F. Latihan
1. Dari contoh yang sudah didiskusikan, peserta akan diminta untuk
berdialog antar kelompok, dengan pertanyaan “what if”, untuk
menguji dan menstimulasi kemampuan adaptabilitas.
2. Fasilitator akan berkeliling untuk turut mendengarkan dan
berinteraksi dalam kelompok-kelompok dialog tersebut.
3. Fasilitator akan menyampaikan garis besar hasil diskusi di depan
kelas.

8
Modul

BAB V
ADAPTIF DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH

The main challenges today are not technical, but rather ‘adaptive’. Technical
problems are easy to identify, are well-defined, and can be solved by
applying well-known solutions or the knowledge of experts. In contrast,
adaptive challenges are difficcult to define, have no known or clear-cut
solutions, and call for new ideas to bring about change in numerous places.
Sebastian Salicru, 2017.

A. Uraian Materi
Tantangan utama saat ini bukanlah teknis, melainkan 'adaptif'.
Masalah teknis mudah diidentifikasi, didefinisikan dengan baik, dan
dapat diselesaikan dengan menerapkan solusi terkenal atau
pengetahuan para ahli. Sebaliknya, tantangan adaptif sulit untuk
didefinisikan, tidak memiliki solusi yang diketahui atau jelas, dan
membutuhkan ide-ide baru untuk membawa perubahan di banyak
tempat.
Selain itu, Salicru juga menyatakan bahwa kita telah
menyaksikan tiga 3D yaitu ketidakpercayaan (distrust), keraguan
(doubt), dan perbedaan pendapat (dissent). Ini adalah hasil ketika
para pemimpin gagal merespons secara efektif baik konteks
perubahan di mana mereka harus memimpin, dan harapan
pemangku kepentingan mereka (Salicru, 2017).

8
Modul

B. Pemerintahan Yang Adaptif


Pemerintahan adaptif bergantung pada jaringan yang
menghubungkan individu, organisasi, dan lembaga di berbagai
tingkat organisasi (Folke et al, 2005). Bentuk pemerintahan ini juga
menyediakan pendekatan kolaboratif fleksibel berbasis
pembelajaran untuk mengelola ekosistem yang disebut sebagai
"pengelolaan bersama adaptif". Sistem sosial-ekologis selama periode
perubahan mendadak/krisis dan menyelidiki sumber sosial
pembaruan reorganisasi.
Tata kelola semacam itu menghubungkan individu, organisasi,
dan lembaga di berbagai tingkat organisasi. Sistem pemerintahan
adaptif sering mengatur diri sendiri sebagai jejaring sosial dengan
tim dan kelompok aktor yang memanfaatkan berbagai sistem
pengetahuan dan pengalaman untuk pengembangan pemahaman
kebijakan bersama. (Engle, N. L, 2011)
Agar dapat menjembatani organisasi dan menurunkan biaya
kolaborasi, resolusi konflik, dan legislasi memungkinkan adanya
kebijakan pemerintah untuk mendukung swasusun sambil
membingkai kreativitas untuk mewujudkan pengelolaan bersama
yang adaptif. Sistem sosial-ekologis yang tangguh dapat
memanfaatkan krisis sebagai peluang untuk berubah menjadi negara
yang diharapkan. Dalam teori capacity building dan konsep adaptive
governance, Grindle (1997) menggabungkan dua konsep untuk
mengukur bagaimana pengembangan kapasitas pemerintah adaptif
dengan indikator-indikator sebagai berikut:
1. Pengembangan sumber daya manusia adaptif;
2. Penguatan organisasi adaptif;

8
Modul

3. Pembaharuan institusional adaptif.


Pemerintahan adaptif dengan demikian mengacu pada cara-
cara di mana pengaturan kelembagaan berkembang untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan masyarakat dalam lingkungan
yang berubah. Secara lebih formal, tata kelola adaptif didefinisikan
sebagai berikut: mengacu pada evolusi aturan dan norma yang
mempromosikan kepuasan kebutuhan dan preferensi manusia yang
mendasari perubahan yang diberikan dalam pemahaman, tujuan, dan
konteks sosial, ekonomi dan lingkungan.
Dalam kaitan itu terdapat beberapa catatan penting, pertama
adalah bahwa kriteria normatif yang digunakan untuk menilai
apakah perubahan dalam pengaturan tata kelola adalah 'adaptif '
atau 'baik' berasal dari nilai-nilai dan preferensi konstituensi,
daripada dipaksakan oleh analis. Sehingga faktanya penilaian
pencapaian adaptabilitas akan lebih bergantung pada tingkat
kepuasan konstituen daripada hasil analisis objektif.
Kedua, adalah bahwa perubahan aturan dan norma tidak
perlu disadari atau disengaja, atau diartikulasikan dalam istilah
berorientasi tujuan, agar dapat adaptif. Hal ini menyiratkan bahwa
beradaptasi adalah proses yang seharusnya terjadi secara alamiah
sebagai bentuk respon organisasional terhadap perubahan
lingkungan, jadi bukan karena proses yang sengaja didorong untuk
dilakukan adanya perubahan tanpa adanya penyebab yang
mendahuluinya.
C. Pemerintah dalam Pusaran Perubahan yang Dinamis (Dynamic
Governance)
Pencapaian atau kinerja organisasi saat ini bukanlah jaminan

8
Modul
untuk kelangsungan hidup di masa depan, lingkungan yang terus

8
Modul

berubah dan penuh ketidak pastian. Bahkan jika seperangkat prinsip


yang dipilih awal, kebijakan dan praktik yang baik, efisiensi dan tata
kelola statis akhirnya akan menyebabkan stagnasi dan pembusukan.
Tidak ada sejumlah perencanaan yang dilakukan hati-hati dapat
memastikan pemerintah memiliki relevansi yang berkelanjutan dan
efektif jika tidak ada kapasitas kelembagaan yang cukup untuk
belajar, inovasi dan perubahan dalam menghadapi tantangan yang
selalu baru dalam kondisi yang fluktuatif dan lingkungan global yang
tidak terduga. (Neo & Chen, 2007: 1).
Organisasi pemerintah tidak dijamin mampu menghadapi
seluruh perubahan yang terjadi sangat cepat dan dinamis di
sekitarnya, kecuali dirinya pun harus ikut serta bergerak dinamis.
Kata kunci yang digunakan adalah organisasi pemerintah adalah
organisasi pemerintah yang selalu belajar (learning organization),
inovasi, dan perubahan itu sendiri.

Gambar 7. Kerangka Sistem Dynamic Governance


Sumber: Neo & Chen, 2007.

8
Modul

Pada kerangka di atas, dapat dilihat bahwa hasil yang


diinginkan, pemerintahan yang dinamis, ditunjukkan di sebelah
kanan dapat dicapai ketika kebijakan adaptif dijalankan. Dasar dari
pemerintahan yang dinamis adalah budaya kelembagaan suatu
negara, seperti yang ditunjukkan pada dasar Gambar 7. Tiga
kemampuan dinamis berpikir ke depan, berpikir lagi, dan pemikiran
yang mengarah pada kebijakan adaptif ditunjukkan di bagian tengah.
Selain itu terdapat dua modal utama untuk mengembangkan
kemampuan tata kelola yang dinamis, yaitu orang-orang yang
memiliki kemampuan, dan proses yang lincah. Adapun lingkungan
luar mempengaruhi sistem tata kelola melalui ketidakpastian masa
depan dan eksternal praktek yang ditampilkan sebagai persegi
panjang di sebelah kiri.
Tata kelola yang dinamis mencapai relevansi saat ini dan masa
depan dan efektivitas melalui kebijakan yang terus beradaptasi
dengan perubahan di lingkungan. Adaptasi kebijakan tidak hanya
pasif reaksi terhadap tekanan eksternal tetapi pendekatan proaktif
terhadap inovasi, kontekstualisasi, dan eksekusi. Inovasi kebijakan
berarti baru dan ide-ide segar dicoba dan dimasukkan ke dalam
kebijakan sehingga hasil yang lebih baik dan berbeda dapat dicapai.
Ide-ide ini adalah dirancang secara kontekstual ke dalam kebijakan
sehingga warga negara akan menghargai dan menanggapi mereka
dengan baik. Namun ini bukan hanya tentang ide-ide baru dan desain
kontekstual tetapi juga eksekusi kebijakan yang membuat dinamis
pemerintahan menjadi kenyataan (Neo & Chen, 2007: 13).
Tata kelola yang dinamis membutuhkan pembelajaran baru
dan pemikiran, desain pilihan kebijakan yang disengaja, pengambilan

8
Modul

keputusan analitis, pemilihan pilihan kebijakan yang rasional dan


pelaksanaan yang efektif. Kepemerintahan yang baik bukan hanya
soal tindakan cepat, tetapi juga soal pemahaman yang memadai.
Dalam hal ini pemimpin pemerintahan memang harus melihat keras
dan berpikir keras sebelum mereka melompat.
Terdapat tiga kemampuan kognitif proses pembelajaran
fundamental untuk pemerintahan dinamis yaitu berpikir ke depan
(think ahead), berpikir lagi (think again) dan berpikir lintas (think
across). Pertama, pemerintah harus berpikir ke depan untuk
memahami bagaimana masa depan akan mempengaruhi negara dan
menerapkan kebijakan untuk memungkinkan orang-orang mereka
mengatasi potensi ancaman dan mengambil memanfaatkan peluang
baru yang tersedia.
Kedua, lingkungan turbulensi dan perubahan dapat membuat
kebijakan masa lalu menjadi usang dan tidak efektif bahkan jika
mereka telah dipilih dengan cermat dan penuh pertimbangan. Jadi
perlu dipikirkan kembali kebijakan dan program yang ada untuk
menilai apakah masih relevan dengan agenda nasional dan
kebutuhan jangka panjang masyarakat. Kebijakan dan program
kemudian harus direvisi sehingga mereka dapat terus menjadi efektif
dalam mencapai tujuan penting.
Ketiga, dalam ekonomi pengetahuan baru, kelangsungan
hidup membutuhkan pembelajaran dan inovasi yang konstan untuk
menghadapi tantangan baru dan memanfaatkan peluang baru. Hal ini
berarti bahwa pemerintah perlu berpikir lintas mengenai batas-batas
negara dan domain tradisional dalam pencarian ide-ide dan praktik

8
Modul

yang menarik menarik yang dapat disesuaikan dan dikontekstualkan


dengan lingkungan domestik mereka.
Ketika pemerintah mengembangkan kemampuan berpikir
kedepan, berpikir lagi dan berpikir lintas, dan menanamkan ini ke
dalam jalan, kebijakan, orang dan proses lembaga sektor publik,
mereka menciptakan pembelajaran dan inovasi dalam tata kelola
yang memfasilitasi dinamisme dan perubahan di dunia yang tidak
pasti. Intinya, pemerintahan yang dinamis terjadi ketika pembuat
kebijakan terus-menerus berpikir ke depan untuk melihat perubahan
dalam lingkungan, berpikir kembali untuk merenungkan apa yang
sedang mereka lakukan, dan berpikir untuk belajar dari orang lain,
dan terus- menerus menggabungkan persepsi, refleksi, dan
pengetahuan baru ke dalam keyakinan, aturan, kebijakan dan
struktur untuk memungkinkan mereka beradaptasi dengan
mengubah lingkungan.

Box Kasus 4 Kebijakan Transportasi Umum Singapura


Bagaimana kebutuhan untuk memecahkan masalah
kemacetan jalan menghasilkan tigamdekade eksperimen,
pembelajaran coba-coba, dan inovasi Kepemilikan mobil dan
transportasi umum adalah isu sensitif di Singapura kebijakan
publik. Kepemilikan rumah dan mobil20
adalah simbol status, manifestasi
dari "telah tiba", dan bagian dari aspirasi segmen populasi
yang besar. Tapi jika dibiarkan, naik mobil kepemilikan dan
kemacetan yang dihasilkan akan berdampak tidak dapat
diterima biaya tinggi untuk seluruh perekonomian dan dapat

9
Modul

Sebagai Perdana Menteri Goh Chok Tong saat itu secara grafis
menggambarkannya: “Jalan kita seperti arteri kita: mereka
membawa darah ke kita organ vital. Mobil kita seperti
kolesterol dalam darah. Anda membutuhkan kolesterol untuk
berfungsinya tubuh, tetapi terlalu banyak tidak baik untuk Anda
karena itu menyumbat Anda arteri… Di Singapura, seluruh kota
adalah ekonomi. Jika kota Anda macet, produktivitas dan daya
saing kami akan menderita”.
Sumber: Neo & Chen, 2007.

D. Pemerintah Sebagai Organisasi yang Tangguh


Di masa lalu seruan untuk ketahanan (ketangguhan) adalah
undangan tersirat, namun persuasif, untuk transformasi bebas dari
krisis yang melanda. Namun saat ini, ketika kita hampir keluar dari
krisis ekonomi terdalam sejak Depresi tahun 1930-an, ketahanan
telah mengambil urgensi yang sama sekali baru, dan istilah itu juga
harus memperoleh makna baru. Di dunia baru ini, ketahanan akan
kembali berarti kapasitas untuk bertahan dalam jangka panjang —
tidak hanya kesulitannya, tetapi lebih dari itu yang penting juga
godaan untuk bertindak demi keuntungan jangka pendek.
(Vä likangas, L. 2010: 1).

Box Kasus 5 Ringkasan Konsekuensi Racun Dari Kinerja


Masa Lalu Sukses Tinggi
• Terlalu percaya diri (atau kompensasi ketidakamanan)
• Keangkuhan dalam kompetensi seseorang
• Atribusi jasa yang tidak semestinya pada diri sendiri
• Pengerasan struktural, kekakuan

9
Modul

• Penundaan dan eskalasi formula sukses


• Kehilangan kapasitas untuk eksperimen
• Kepuasan penuh perhatian
Performa Biasa Saja
• Pemikiran konvensional
• Orang-orang terbaik pergi
• Aspirasi yang lebih rendah
• Demikian pula kelompok referensi yang tidak ambisius
• Pembentukan kelompok kepentingan untuk melanggengkan
status quo
• Kontrol sumber daya oleh mereka yang mendapat manfaat
dari biasa-biasa saja
Performa Sangat Rendah
• Perangkap kegagalan
• Respons ancaman-kekakuan
• Pengambilan risiko ekstrem jika kelangsungan hidup
terancam
• Perhatian yang terfokus ke dalam
• Tidak ada yang peduli. Semua orang telah menyerah.
Sumber: Vä likangas, L. 2010.

Sebaliknya, menurut Vä likangas, manajemen kinerja masa lalu


tidak boleh terbatas pada keberhasilan saja karena kinerja yang
biasa- biasa saja dan buruk juga memiliki bahaya yang sama bagi
ketahanan organisasi. Pikirkan kinerja masa lalu, tidak peduli
seberapa baik atau buruk, sebagai musuh ketahanan karena di
situlah letak banyak kerentanan perusahaan.

9
Modul

Pembangunan organisasi yang tangguh menyangkut lima


dimensi yang membuat organisasi kuat dan imajinatif: kecerdasan
organisasi, sumber daya, desain, adaptasi, dan budaya (atau sisu, kata
Finlandia yang menunjukkan keuletan):
1. Kecerdasan organisasi: Organisasi menjadi cerdas ketika mereka
berhasil mengakomodasi banyak suara dan pemikiran yang
beragam.
2. Sumber Daya: Organisasi memiliki banyak akal ketika mereka
berhasil mengurangi perubahan atau bahkan lebih baik,
menggunakan kelangkaan sumber daya untuk terobosan inovatif.
3. Desain: Organisasi dirancang dengan kokoh ketika karakteristik
strukturalnya mendukung ketahanan dan menghindari jebakan
sistemik.
4. Adaptasi: Organisasi adaptif dan fit ketika mereka melatih
perubahan.
5. Budaya: Organisasi mengekspresikan ketahanan dalam budaya
ketika mereka memiliki sisu—nilai-nilai yang tidak
memungkinkan organisasi untuk menyerah atau menyerah tetapi
malah mengundang anggotanya untuk bangkit menghadapi
tantangan. (Vä likangas, L. 2010: 92-93).
Prinsip panduan untuk kecerdasan organisasi dari perspektif
ketahanan diilhami oleh hukum klasik tentang variasi yang
diperlukan. Sebagaimana dinyatakan undang-undang, kapasitas
untuk mengakomodasi perubahan lingkungan tergantung pada
variasi yang tersedia di dalam organisasi. Weick & Quinn (1999)
berbicara tentang "jaminan budaya" yang memberikan banyak
interpretasi di dalam sebuah organisasi. Hargai percakapan dengan

9
Modul
yang berbeda suara dan

9
Modul

perspektif! Adakan kontes pembingkaian (atau interpretasi


perdebatan tentang apa yang terjadi) untuk isu-isu strategis yang
penting. Bagaimana perubahan batas peluang? Pemikiran yang
diperlukan harus mengekspresikan sebanyak mungkin kemungkinan
seperti yang terkandung dalam lingkungan (dan mudah-mudahan
sedikit lebih).
Hanya pemikiran yang sangat imajinatif di dalam organisasi
yang dapat mengakomodasi pemikiran seperti itu di luar. (Tidak
semua orang dengan imajinasinya bekerja untuk perusahaan juga!)
Oleh karena itu, dari sudut pandang ketahanan, kuncinya adalah
bukan integrasi dan keselarasan tim eksekutif atau organisasi
anggota secara umum — karakteristik seperti itu mungkin baik
untuk kelancaran dan eksekusi cepat. Dari sudut pandang ketahanan,
itu adalah keragaman dan imajinatif, mencerminkan ancaman dan
peluang lingkungan, yang sangat penting untuk kecerdasan
organisasi. Pemikiran yang diperlukan seperti itu dapat ditingkatkan
dengan hal- hal berikut:
1. Kemampuan untuk bertindak di bawah ambiguitas (ketika Anda
tidak yakin tentang jawaban benar)
2. Jangan pernah menerima jawaban Anda sendiri (siap) begitu saja
(Selalu simpan memeriksa mereka: apakah mereka melayani diri
sendiri?)
3. Menanyakan setting yang diterima dimana masalah dan solusi
dirumuskan: di bawah otoritas siapa, berikut yang rutinitas
pengambilan keputusan, apakah masalah dibingkai? Undang
kontes pembingkaian dan debat strategi.

9
Modul

4. Tambahkan redundansi berpikir/equifinality/ambiguity (makna


ganda) melalui salah satu cara berikut: (a) Memainkan advokat
iblis (Seseorang bertindak sebagai penantang untuk menyetujui
keputusan); (b) Tim eksekutif bayangan (sekelompok anggota
organisasi junior yang mengungkapkan pandangan mereka
tentang keputusan strategis untuk didiskusikan dengan tim
eksekutif "nyata"); (c) Mengembangkan jaringan orang-orang
independen untuk menghibur pandangan yang bertentangan dan
berbeda tentang skenario masa depan; (d) Mempertahankan
hipokrisi atau “kemunafikan”: yaitu memisahkan pembicaraan
dan tindakan untuk memungkinkan organisasi untuk mengatasi
tuntutan masyarakat yang tidak konsisten yang tidak dapat
didamaikan [Brunsson, 1996 (dalam Warglien & Masuch, 1996)];
dan (e) Gunakan humor, atau bahkan "pelawak perusahaan,"
untuk membuat poin yang akan ditolak orang lain (lihat bilah
samping Bab 8, "Catatan tentang Pelawak dan Peran Humor").
Jester adalah, berdasarkan fungsinya dan melalui kejenakaan
mereka, kadang-kadang bisa membuat benar dan bermanfaat
(mungkin menjengkelkan) poin yang membuat orang lain dipecat.
5. Jelajahi masalah dalam hal ekstrem (aneh, misalnya): Apa
kemungkinan kasus terbaik atau terburuk? Apa yang masih
mungkin? (bahkan jika konsekuensinya tidak terpikirkan)?
6. Pertimbangkan hasil yang diharapkan dari keputusan penting,
dan tulis hasilnya turun pada saat pengambilan keputusan.
Bandingkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dengan jalannya
peristiwa yang diharapkan. apa yang perbedaan menyarankan
tentang asumsi keputusan?

9
Modul

E. Rangkuman
Grindle menggabungkan dua konsep untuk mengukur
bagaimana pengembangan kapasitas pemerintah adaptif dengan
indicator-indikator sebagai berikut: (a) Pengembangan sumber daya
manusia adaptif; (b) Penguatan organisasi adaptif dan (c)
Pembaharuan institusional adaptif. Terkait membangun organisasi
pemerintah yang adaptif, Neo & Chan telah berbagi pengalaman
bagaimana Pemerintah Singapura menghadapi perubahan yang
terjadi di berbagai sektornya, mereka menyebutnya dengan istilah
dynamic governance. Menurut Neo & Chen, terdapat tiga kemampuan
kognitif proses pembelajaran fundamental untuk pemerintahan
dinamis yaitu berpikir ke depan (think ahead), berpikir lagi (think
again) dan berpikir lintas (think across).
Selanjutnya, Liisa Vä likangas (2010) memperkenalkan istilah
yang berbeda untuk pemerintah yang adaptif yakni dengan sebutan
pemerintah yang tangguh (resilient organization). Pembangunan
organisasi yang tangguh menyangkut lima dimensi yang membuat
organisasi kuat dan imajinatif: kecerdasan organisasi, sumber daya,
desain, adaptasi, dan budaya (atau sisu, kata Finlandia yang
menunjukkan keuletan.

F. Latihan
1. Dari contoh yang sudah didiskusikan, peserta akan diminta untuk
berdialog antar kelompok, dengan pertanyaa Teknik Moderasi
(Moderation Technic)”, untuk menguji dan menstimulasi
kemampuan adaptabilitas.
2. Langkah-langkah Teknik Moderasi: 1) Bagi peserta ke dalam
kelompok kecil 5-8 orang, 2) tentukan topik yang akan dibahas

9
Modul

oleh setiap kelompok, 3) siapkan peralatan yang diperlukan


(kertas, spidol, papan tulis, dll).
3. Fasilitator akan memandu dan menyampaikan garis besar hasil
diskusi di depan kelas.

9
Modul

BAB VI
STUDI KASUS ADAPTIF

A. Visi Indonesia 2045


Beberapa kasus yang dapat dipelajari dan dijadikan contoh
bagaimana perilaku adaptif individu maupun organisasi dibutuhkan
dan diperlukan untuk mengatasi perubahan lingkungan. Visi
Indonesia Emas 2045 adalah sebuah gagasan dan harapan bahwa
negara Indonesia dapat menjadi negara yang berdaulat, maju, adil,
dan makmur saat memperingati 100 tahun kemerdekaannya. Visi
tersebut disusun dan disampaikan kepada publik pada tnggal 9 Mei
2019 oleh Presiden Joko Widodo. Usia 100 tahun merupakan sebuah
perjalanan panjang dalam proses pembangunan sebuah bangsa dan
negara. Seluruh rakyat Indonesia pasti berharap bahwa negara
Indonesia kelak menjadi negara yang maju dan mampu menjadi
lokomotif peradaban dunia.
Dalam rangka mewujudkan visi tersebut terdapat banyak
tantangan yang akan dihadapi di semua sektor pembangunan.
Kondisi global yang dinamis dan kekurangan yang dimiliki Indonesia
saat ini menuntut upaya perbaikan dan peningkatan pada berbagai
aspek. Pemerintah perlu mempersiapkan strategi khusus dan
terencana untuk mengatasi kendala tersebut. Berdasarkan
pengamatan dan kajian yang dilakukan Bappenas, diperoleh prediksi
tantangan yang akan dihadapi Indonesia seiring tren masyarakat
global pada 25 tahun yang akan datang adalah sebagai berikut:
1. Demografi Global
Penduduk dunia diperkirakan akan mengalami pertambahan
populasi yang diperkirakan terbesar berasal dari wilayah Asia
9
Modul

dan

1
Modul

Afrika. Merujuk pada data dari BPS, Indonesia pada sekitar tahun
2040-an akan mendapatkan bonus demografi berupa angkatan
kerja pada rentang usia 25 s.d. 50 tahun yang cukup banyak. Ini
adalah momentum penting dalam milestone pembangunan
Indonesia yang tidak bisa diabaikan oleh pelaku kebijakan
maupun pelaku dunia usaha.
Bagaimana pendekatan adaptif yang harus dilakukan oleh
pemerintah dalam memaksimalkan bonus demografi tersebut?
Diskusikan dalam kelas, catat ide-ide dasarnya, lalu lanjutkan
ke poin berikutnya.

2. Urbanisasi Global
Arus urbanisasi ini diperkirakan akan terus meningkat yang akan
mempengaruhi kualitas daya saing, pertumbuhan ekonomi dan
kualitas hidup masyarakat. Urbanisasi ini merupakan persoalan
domestic, regional dan bahkan internasional, karena merupakan
kegiatan trans nasional. Berbagai kebijakan buruh migran dan
perdagangan bebas menjadi instrument penting untuk
memastikan momentum urbanisasi ini menjadi pendorong
kesejahteraan, bukan sebaliknya.
Berikan contoh kasus urbanisasi global yang sedang terjadi
saat ini, catat kasusnya, lalu lanjutkan ke poin berikutnya.

3. Perdagangan Internasional
Negara-negara di Asia diperkirakan akan menyumbang
pertumbuhan ekonomi sebanyak 54% dari total pertumbuhan
ekonomi dunia. Hal ini dipengaruhi oleh investasi di bidang SDM
dan infrastruktur, serta reformasi pada birokrasi pemerintah, dan

1
Modul

didukung oleh meningkatnya iklim usaha di negara-negara


tersebut. Perdagangan Internasional diperkirakan akan terjadi
peningkatan pertumbuhan sebanyak 3,4% dan terjadi pergeseran
di perdagangan di wilayah asia pasifik dengan fokus pada antar
negara-negara berkembang.
Bisakah anda memberikan contoh negara di Asia yang berhasil
dalam pembangunan dan perdagangan internasional?
Identifikasi indikatornya apa saja, lalu lanjutkan ke poin
berikutnya.

4. Perubahan Geo Ekonomi Global dan geopolitik


Kekuatan ekonomi Cina di tingkat regional bahkan global sudah
menyaingi pemain lama seperti Amerika Serikat dan Jepang. Peta
ekonomi global telah bergeser dari kawasan yang secara
tradisional dipandang maju ke kawasan Asia yang dipimpin oleh
ekonomi Cina. Hal ini ditandai dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi negara-negara di wilayah Asia Pasifik menjadi salah satu
poros ekonomi global terbaru mengingat sumber daya dan pasar
yang tinggi berada di wilayah ini.
Berikan contoh perbandingan indikator ekonomi Cina dengan
Amerika Serikat, dalam bentuk grafik, lalu lanjutkan ke pin
berikutnya

5. Perubahan Iklim
Perubahan iklim merupakan isu global, tidak mengenal batas-
batas territorial, sehingga setiap negara akan meraskan dampak
yang timbul, baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini turut
mempengaruhi segala aspek kehidupan baik ekomoni, kesehatan

1
Modul

dan lainnya. Penanganan perubahan iklim dilakukan tidak oleh


satu atau beberapa negara saja. Peran dan kontribusi Indonesia
dan negara-negara lain menjadi penting dalam perubahan iklim
sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
Diskusikan peran apa saja yang bisa dilakukan oleh
kementerian dan lembaga terkait, termasuk pemerintah
daerah dalam menangani isu perubahan iklim.

6. Perkembangan Teknologi
Pertumbuhan dan inovasi teknologi di bidang informasi dalam
dua dekade ini memberikan dampak yang luar biasa terhadap
kegiatan ekonomi, dan terutama perubahan cara kerja. Teknologi
ini turut melahirkan ide dan kreativitas baru dalam bidang
perdagangan, kesehatan, dan tatanan kehidupan normal baru
berbasis media sosial.

B. Aplikasi PeduliLindungi
Kondisi pandemik membuat pemerintah berupaya mencari
solusi paling efisien untuk memastikan mobilitas penduduk dapat
terpantau dan dikendalikan dengan baik. PeduliLindungi adalah
aplikasi yang dikembangkan untuk membantu instansi pemerintah
terkait dalam melakukan pelacakan untuk menghentikan penyebaran
Coronavirus Disease (COVID-19).
Aplikasi ini mengandalkan partisipasi masyarakat untuk
saling membagikan data lokasinya saat bepergian agar penelusuran
riwayat kontak dengan penderita COVID-19 dapat dilakukan.
Pengguna aplikasi ini juga akan mendapatkan notifikasi jika
berada di keramaian atau berada di zona merah, yaitu area atau

1
Modul

kelurahan yang sudah terdata bahwa ada orang yang terinfeksi


COVID-19 positif atau ada Pasien Dalam Pengawasan.
Pada saat masyarakat mengunduh PeduliLindungi, sistem
akan meminta persetujuan pengguna untuk mengaktifkan data
lokasi. Dengan kondisi lokasi aktif, maka secara berkala aplikasi akan
melakukan identifikasi lokasi pengguna serta memberikan informasi
terkait keramaian dan zonasi penyebaran COVID-19.
Hasil tracing ini akan memudahkan pemerintah untuk
mengidentifikasi siapa saja yang perlu mendapat penanganan lebih
lanjut agar penghentian penyebaran COVID-19 dapat dilakukan.
Sehingga, semakin banyak partisipasi masyarakat yang
menggunakan aplikasi ini, akan semakin membantu pemerintah
dalam melakukan tracing dan tracking.

Diskusikan dengan teman dalam kelompok, apakah kegunaan dan


kelemahan dari aplikasi PeduliLindungi. Bagaimana adaptasi yang
harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam
memaksimalkan pemanfaatan teknologi ini.

C. Kasus Ponsel Blacberry dan Nokia


Merk ponsel Blackberry pernah merajai pasar ponsel di era
2000 an, sebagai produk high-end. Penggunanya memiliki kesan dan
kepuasan yang sangat tinggi, karena spesifikasi dan teknologi yang
ditawarkan sangat bagus pada masanya. Figur penting yang juga
mendorong popularitas Blackberry ini salah satunya adalah Presiden
Barrack Obama. Pada saat kampanye pemilihan Presiden AS, Barack
Obama selalu terlihat membawa gadget Blackberry sebagai alat

1
Modul

multifungsi yang mendukung aktivitasnya, salah satunya fitur


Blackberry Messenger (BBM).
Saat ini Blackberry sudah tidak lagi diproduksi dan tidak
bermain di segmen pasar tradisionalnya. Selain muncul banyak
pesaing dari merk lain, termasuk naiknya ppularitas layanan pesan
instan baru seperti whatsapp yang lebih menarik pengguna untuk
beralih dari BBM.
Perusahaan Blackberry mundur dari pasar, karena
mengetahui bahwa masyarakat pengguna handphone lebih menyukai
telepon seluler yang berbasis android dan iOS. Konsumen perlahan
mulai meninggalkan Blackberry, karena merk lain menawarkan lebih
banyak fitur dan kemudahan. Perusahan ponsel seyogyanya
menghasilkan produk yang memenuhi kebutuhan konsumen yang
ternyata sangat dinamis. Sekarang Blackberry fokus di segmen pasar
korporat, di mana pesaingnya belum banyak, dan kini berhasil
menjaga kesinambungan bisnisnya.
Di sisi lain, Nokia adalah contoh organisasi yang tidak adaptif.
Dalam Bahasa organisasi, perusahaan ini mengalami learning
disability atau ketidakmampuan belajar. Mereka berpikir bahwa
perusahaan yang sudah leading selama ini tidak mungkin kalah.
Perusahaan terlena oleh kesuksesan masa lalu, sehingga gagal
membaca perkembangan yang terjadi pada lingkungan atau
konsumennya. Secara sederhana Nokia mengalami sindrom success
causes failure: kesuksesan menjadi penyebab kegagalan.
Kedua kasus Blackberry dan Nokia menjadi pelajaran penting
mengenai bagaimana organisasi membutuhkan perubahan dan
adaptasi terhadap lingkungannya. Kesalahan dalam membaca

1
Modul

perubahan lingkungan dan kesalahan dalam merespon perubahan


tersebut akan membawa akibat fatal bagi kelangsungan bisnis
perusahaan. Kesuksesan masa lalu hanya menjadi milestone yang
pada akhirnya harus dijadikan lecutan untuk mencari dan
menciptakan kesuksesan berikutnya. Tidak ada kesuksesan
organisasi yang bertahan dengan pendekatan status quo.

Dapatkan anda mencari contoh keberhasildan dan kesuksesan


organisasi dalam beradaptasi dengan perubahan lingkungan?
Diskusikan dan sampaikan di depan kelas.

Setelah menjawab dan mempelajari dari studi kasus di atas,


diskusikan dalam kelompok, lalu paparkan di kelas rumuskan
bagaimana langkah-langkah organisasi pemerintah dalam
beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Serta pelajaran apa
yang dapat diambil dari kasus di sektor bisnis. Jelaskan juga peran
apa yang harus dikembangkan dari aspek individu ASN untuk
mendorong organisasi menjadi adaptif.

1
Modul

Daftar Pustaka
Brunner, R. D., Steelman, T., Coe-Juell, L., Cromley, C., Tucker, D., &
Edwards, C. (2005). Adaptive governance: integrating science,
policy, and decision making. Columbia University Press.
Chang, S. & Lee, M. (2007). A Study on Relationship Among Leadership,
Organizational Culture, The Operation of Learning Organization
and Employees' Job Satisfaction. The Learning Organization, Vol.
14Iss 2 pp. 155 – 185.
Denison, D. (1997). Corporate culture and Organizational Effectiveness.
Michigan: Denison Consulting.
Effendi, Muhrizal (2016). Budaya Perusahaan yang Adaptif. Diunduh
dari https://www.slideshare.net/banditznero/kuliah-12-budaya-
organisasi
Engle, N. L. (2011). Adaptive capacity and its assessment. Global
environmental change, 21(2), 647-656.
Folke, C., Hahn, T., Olsson, P., & Norberg, J. (2005). Adaptive governance
of social-ecological systems. Annu. Rev. Environ. Resour., 30, 441-473.
Fulmer, W. E. (2000). Shaping the Adaptive Organization: Landscapes,
Learning, and Leadershipin Volatile Times. Amacom.
Gerton, T., & Mitchell, J. P. (2019). Grand challenges in public
administration: Implications for public service education, training,
and research.
Grindle, M. S. (Ed.). (1997). Getting good government: capacity building
in the public sectors of developing countries. Harvard University Press.
Johansen, R. (2012). Leaders make the future: Ten new leadership skills
for an uncertain world. Berrett-Koehler Publishers.
McCarthy, I. P., Collard, M., & Johnson, M. (2017). Adaptive organizational
resilience: an evolutionary perspective. Current opinion in
environmental sustainability, 28, 33-40.
Mitchell, F. H., & Mitchell, C. C. (2015). Adaptive Administration: Practice
Strategies for Dealing with Constant Change in Public
Administration and Policy. Crc Press.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. (2005). Manajemen Sumber daya
Manusia Perusahaan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Neo, Boo Sion & Geraldine Chen. (2007). Dynamic Governance.
Embedding Culture, Capabilities and Change in Singapura.
Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.

1
Modul

Salicru, S. (2017). Leadership results: How to create adaptive leaders and


high-performing organisations for an uncertain world. John Wiley
& Sons.
Senge, Peter. 2008. The Necessary Revolution: How Individuals and
Organizations Are Working Together to Create a Sustainable
World. New York: random House Inc. Hal 140 sd 156.
Sriwidadi, Teguh. (2020). Budaya Perusahaan Adaptif. BINUS University
Online Learning-Business Management.
Schwab, B., & Kü bler, D. (2001, May). Metropolitan governance and the
"democratic deficit": Theoretical issues and empirical findings.
In area-based initiatives in contemporary urban policy conference,
Copenhagen.
Soekanto, Soerjono (2009). Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press
Jakarta
Vä likangas, Liisa. (2010). Resilient Organization. How Adaptive Culture
Thrive Even When Strategy Fails. USA: The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Yuliani, Muh. Isa Ansari, Rulinawaty Kasmad. 2020. “Organisasi Adaptive
Dalam Pengembanan Kebijakan Pariwisata Di Kabupaten
Bulukumba”. Jurnal Unismuh.ac.id, 1(1) p. 259-269.
NN. 2012. Merancang Organisasi Adaptif dalam
http://riskinuridarahmawati. blogspot.com/2012/12/artikel-bab-
9-merancang-organisasi-yang.html
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Warglien, M., & Masuch, M. (Eds.). (1996). The logic of organizational
disorder. W. de Gruyter.
Weick, K. E., & Quinn, R. E. (1999). Organizational change and
development. Annual review of psychology, 50(1), 361-386.

1
Modul Adaptif

1
Kolabora

Hak Cipta © pada:


Lembaga Administrasi Negara
Edisi Tahun 2021

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia


Jl. Veteran No. 10 Jakarta Pusat 10110

KOLABORATIF
Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil

TIM PENGARAH SUBSTANSI:


1. Dr. Muhammad Taufiq, DEA
2. Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm.

PENULIS MODUL:
Tri Atmojo Sejati, S.T., S.H., M.Si.

EDITOR: Andhi Kurniawan, S.Hut., M.Si.


COVER: Amelia Ayang Sabrina, SIA.
Sumber Foto Cover: http://unsplash.com

Jakarta – LAN – 2021


ISBN:

i
Kolabora

KATA PENGANTAR

Sejalan dengan pengembangan kurikulum Pelatihan Dasar


Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), CPNS wajib menjalani masa
percobaan yang dilaksanakan melalui proses pelatihan terintegrasi.
Pelatihan Dasar CPNS bertujuan untuk mengembangkan kompetensi
CPNS yang dilakukan secara terintegrasi.
Pembelajaran dalam Pelatihan Dasar CPNS terdiri atas empat
agenda yaitu Agenda Sikap Perilaku Bela Negara, Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS, Agenda Kedudukan dan Peran PNS untuk mendukung
terwujudnya Smart Governance sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan Agenda Habituasi. Setiap agenda terdiri
dari beberapa mata pelatihan yang berbentuk bahan ajar. Bahan ajar
Pelatihan Dasar CPNS merupakan acuan minimal bagi para pengajar
dalam menumbuh kembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
peserta Pelatihan Dasar CPNS terkait dengan isi dari bahan ajar yang
sesuai agenda dalam pedoman Pelatihan Dasar CPNS. Oleh karena
bahan ajar ini merupakan produk yang dinamis, maka para pengajar
dapat meningkatkan pengembangan inovasi dan kreativitasnya
dalam mentransfer isi bahan ajar ini kepada peserta Pelatihan Dasar
CPNS. Selain itu, peserta Pelatihan Dasar CPNS dituntut kritis untuk
menelaah isi dari bahan ajar Pelatihan Dasar CPNS ini. Sehingga apa
yang diharapkan penulis, yaitu pemahaman secara keseluruhan dan
kemanfaatan dari bahan ajar ini tercapai.
Akhir kata, kami atas nama Lembaga Administrasi Negara,
mengucapkan terima kasih kepada tim penulis yang telah
meluangkan waktunya untuk melakukan pengayaan terhadap isi dari
bahan ajar ini. Kami berharap budaya pengembangan bahan ajar ini
terus dilakukan sejalan dengan pembelajaran yang berkelanjutan
(sustainable learning) peserta. Selain itu, kami juga membuka lebar
terhadap masukan dan saran perbaikan atas isi bahan ajar ini. Hal ini
dikarenakan bahan ajar ini merupakan dokumen dinamis (living
document) yang perlu diperkaya demi tercapainya tujuan jangka
panjang yaitu peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia
yang berdaya saing.

i
Kolabora

Kami sangat menyadari bahwa Modul ini jauh dari sempurna.


Dengan segala kekurangan yang ada pada Modul ini, kami mohon
kesediaan pembaca untuk dapat memberikan masukan yang
konstruktif guna penyempurnaan selanjutnya. Semoga Modul ini
bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Jakarta, Desember 2021


Kepala
Lembaga Administrasi Negara,

Adi Suryanto

i
Kolabora

Daftar Isi
hal

Halaman ISBN .................................................................................... i


Kata Pengantar ....……………….................................................................. ii
Daftar Isi ……………….................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan ………………........................................................................... 1
A. Deskripsi Singkat ………………............................................................... 1
B. Tujuan Pembelajaran ………………....................................................... 2
C. Metodologi Pembelajaran ……………….............................................. 3
D. Kegiatan Pembelajaran ………………................................................... 3
E. Sistematika Modul ………………............................................................ 3
BAB II Konsep Kolaborasi ……………….............................................................. 5
A. Definisi Kolaborasi ………………........................................................... 5
B. Kolaborasi Pemerintahan (Collaborative Governance) ......... 6
C. Whole of Government (WoG); Kongkretisasi Kolaborasi
Pemerintahan ………………..................................................................... 10
BAB III Praktik dan Aspek Normatif Kolaborasi Pemerintah……… 15
A. Panduan Perilaku Kolaboratif ………………..................................... 15
B. Kolaboratif dalam Konteks Organisasi Pemerintah ………….. 17
C. Beberapa Aspek Normatif Kolaborasi Pemerintahan ............. 18
D. Studi kasus kolaboratif ………………................................................... 22
BAB IV Penutup ............................................................................................................. 28
Daftar Pustaka ................................................................................................ 29

i
Kolabora

BAB I

PENDAHULUAN

A. Deskripsi Singkat

Kolaborasi menjadi hal sangat penting di tengah tantang global


yang dihadapi saat ini. Banyak ahli merumuskan terkait tantangan-
tantangan tersebut. Prasojo (2020) mengungkapkan beberapa
tantangan yang dihadapi saat ini yaitu disrupsi di semua kehidupan,
perkembangan teknologi informasi, tenaga kerja milenal Gen Y dan Z,
serta mobilitas dan fleksibilitas. Morgan (2020) mengungkapkan lima
tantangan yang dihadapi yaitu new behaviour, perkembangan
teknologi, tenaga kerja milenial, mobilitas tinggi, serta globalisasi.
Vielmetter dan Sell (2014) mengungkapkan tentang global mega
trend 2013 yaitu Globalization 2.0, environmental crisis,
individualization and value pluralism, the digital era, demographic
change, and technological convergence. Pada tahun 2020, Berger
(2020) melakukan forecasting yang lebih panjang dengan
mengeluarkan konsep tentang global mega trend untill 2050
diantaranya people and society, health and care, environment and
resources, economic and business, technology and Innovation, serta
politic and democracy. World Economic Forum (WEF) (2021) juga
ambil bagian dalam menganalisis tantangan global yang akan
dihadapi yaitu adanya serangan cyber, perubahan iklim secara global,
ketimpangan digitalisasi, kegagalan iklim, adanya senjata pemusnah
masal, krisis mata pencaharian penyakit menular , serta kerusakan
lingkungan yang diakibatkan manusia.

1
Kolabora

Dibalik berbagai tantangan yang dihadapi di atas, birokrasi


Indonesia masih dihadapkan pada fragmentasi dan silo mentality. Hal
tersebut oleh Caiden (2009) dianggap sebagai patologi birokrasi.
Teori parabolic yang dikenalkan oleh caiden (2009), mengungkapkan
bahwa patologi birokrasi muncul karena birokratisasi telah
melampui batas optimalnya. Formalisasi, hierarkhi, imparsonal, serta
spesialisasi, merupakan elemen dari birokrasi weberian yang apabila
diterapkan pada batas optimalnya akan menciptakan keteraturan.
Namun, apabila melampui batas optimalnya akan menciptakan
birokrasi yang lambat dan memunculkan berbagai patologi birokrasi.
Kolaborasi kemudian menjadi solusi dari berbagai fragmentasi dan
silo mentality. Modul ini hadir untuk memberikan pengetahuan
tentang kolaborasi khusunya di birokrasi pemerintah. Internalisasi
materi yang ada dalam modul ini diharapkan dapat membentuk
karakter ASN yang kolaboratif. Fragmentasi dan silo mentality yang
menjadi image negatif dari birokrasi pemerintah pada akhirnya dapat
dikikis. Birokrasi akan berdiri dengan tegak dalam menatap
tantangan global.

B. Tujuan Pembelajaran
Tujuan dari pembelajaran ini untuk membentuk kompetensi
dasar CPNS terkait pelaksanaan kolaborasi. Setelah mengikuti
pembelajaran, peserta diharapkan dapat memiliki pengetahuan serta
mampu membangun kolaborasi untuk mendukung tujuan organisasi.
Indikator hasil belajar dalam pembelajaran adalah diharapkan
peserta dapat:
a. Menjelaskan berbagai konsep kolaborasi, collaborative
governance, serta Whole of Government; dan

2
Kolabora

b. Dapat menganalisis praktik kolaborasi di organisasi pemerintah

3
Kolabora

C. Metodologi Pembelajaran
Metodologi pembelajaran dalam modul ini terdiri dari ceramah
dan diskusi. Ceramah diharapkan dapat memberikan pengetahuan
yang komprehensif tentang kolaborasi pemerintah. Diskusi akan
membawa pada proses pembelajaran dua arah. Proses tersebut juga
bisa digunakan untuk melatih peserta untuk dapat menyampaikan
hasil analisis terhadap praktik-praktik kolaborasi pemerintah.

D. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dalam modul ini menggunakan studi
kasus. Peserta diharapkan dapat menganalisis berbagai praktik-
praktik kolaborasi di organisasi pemerintah.

E. Sistematika Modul
Materi dalam modul ini terdiri dari dua materi pok yaitu : (1)
konsep kolaborasi, dan (2) praktik dan aspek normatif kolaborasi
pemerintah. Sistematika dalam modul ini adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan

A. Deskripsi Singkat

B. Tujuan Pembelajaran
C. Metodologi Pembelajaran
D. Kegiatan Pembelajaran

E. Sistematika Modul
BAB II Konsep Kolaborasi

A. Definisi Kolaborasi

4
Kolabora

B. Kolaborasi Pemerintahan (Collaborative Governance)

C. Whole of Government (WoG); Kongkretisasi Kolaborasi


Pemerintahan
BAB III Praktik dan Aspek Normatif Kolaborasi Pemerintah

A. Panduan Perilaku Kolaboratif


B. Kolaboratif dalam Konteks Organisasi Pemerintah

C. Beberapa Aspek Normatif Kolaborasi Pemerintahan

D. Studi kasus kolaboratif

5
Kolabora

BAB II
KONSEP KOLABORASI

Sub-bab ini menjelaskan kolaborasi dari aspek konseptual.


Collaborative, collaborative governance, dan Pendekatan Whole of
Government (WoG) menjadi dua konsep yang coba dibahas mulai dari
definisi beserta diskursusnya, serta model dalam konsep tersebut.
A. Definisi Kolaborasi
Berkaitan dengan definisi, akan dijelaskan mengenai beberapa
definisi kolaborasi dan collaborative governance. Dyer and Singh
(1998, dalam Celik et al, 2019) mengungkapkan bahwa kolaborasi
adalah “ value generated from an alliance between two or more firms
aiming to become more competitive by developing shared routines”.

Sedangkan Gray (1989) mengungkapkan bahwa :

Collaboration is a process though which parties with


different expertise, who see different aspects of a
problem, can constructively explore differences and
find novel solutions to problems that would have
been more difficult to solve without the other’s
perspective (Gray, 1989).

Lindeke and Sieckert (2005) mengungkapkan bahwa kolaborasi


adalah:

Collaboration is a complex process, which demands


planned, intentional knowledge sharing that
becomes the responsibility of all parties (Lindeke
and Sieckert, 2005).

6
Kolabora

B. Kolaborasi Pemerintahan (Collaborative Governance)


Selain diskursus tentang definisi kolaborasi, terdapat istilah
lainnya yang juga perlu dijelaskan yaitu collaborative governance.
Irawan (2017 P 6) mengungkapkan bahwa “ Collaborative governance
“sebagai sebuah proses yang melibatkan norma bersama dan
interaksi saling menguntungkan antar aktor governance .
Ansen dan gash (2012) mengungkapkan bahwa collaborative
governance adalah:

A governing arrangement where one or more public


agencies directly engage non-state stakeholders in a
collective decision-making process that is formal,
consensus-oriented, and deliberative and that aims to
make or implement public policy or manage public
programs or assets.

Collaborative governance dalam artian sempit merupakan


kelompok aktor dan fungsi. Ansell dan Gash A (2007:559),
menyatakan Collaborative governance mencakup kemitraan institusi
pemerintah untuk pelayanan publik. Sebuah pendekatan
pengambilan keputusan, tata kelola kolaboratif, serangkaian aktivitas
bersama di mana mitra saling menghasilkan tujuan dan strategi dan
berbagi tanggung jawab dan sumber daya (Davies Althea L Rehema
M. White, 2012). Kolaborasi juga sering dikatakan meliputi segala
aspek pengambilan keputusan, implementasi sampai evaluasi.
Berbeda dengan bentuk kolaborasi lainnya atau interaksi
stakeholders bahwa organisasi lain dan individu berperan sebagai
bagian strategi kebijakan, collaborative governance menekankan
semua aspek yang memiliki kepentingan dalam kebijakan membuat
persetujuan

7
Kolabora

bersama dengan “berbagi kekuatan”. (Taylo Brent and Rob C. de Loe,


2012).
Ansel dan Gash (2007:544) membangun enam kriteria penting
untuk kolaborasi yaitu:
1) forum yang diprakarsai oleh lembaga publik atau lembaga;
2) peserta dalam forum termasuk aktor nonstate;
3) peserta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan
bukan hanya '‘dikonsultasikan’ oleh agensi publik;
4) forum secara resmi diatur dan bertemu secara kolektif;
5) forum ini bertujuan untuk membuat keputusan dengan
konsensus (bahkan jika konsensus tidak tercapai dalam praktik),
dan
6) fokus kolaborasi adalah kebijakan publik atau manajemen.
Tata kelola kolaboratif ada di berbagai tingkat pemerintahan, di
seluruh sektor publik dan swasta, dan dalam pelayanan berbagai
kebijakan (Ghose 2005; Davies dan White 2012; Emerson et al. 2012).
Disini tata kelola kolaboratif lebih mendalam pelibatan aktor
kebijakan potensial dengan meninggalkan mestruktur kebijakan
tradisional. Matarakat dan komunitas dianggap layak untuk inovasi
kebijakan, komunitas yang sering kali kehilangan hak atau terisolasi
dari perdebatan kebijakan didorong untuk berpartisipasi dan
dihargai bahkan dipandang sebagai menambah wawasan diagnostik
dan pengobatan kritis (Davies dan White 2012).
Kondisi ini akan mungkin bila didukung kepemimpinan yang
kuat (Weber 2009). Tapi, di sini juga, tidak sembarang gaya
kepemimpinan bisa digunakan. Mereka yang memimpin harus bakat
dan keterampilan yang lebih kompleks daripada mereka yang
memimpin entitas top-down. "Kepemimpinan fasilitatif" mengandung

8
Kolabora

perbedaan tugas dan kewajiban (Bussu dan Bartels, 2011).

9
Kolabora

Pemimpin fasilitatif terutama mementingkan pembangunan dan


pemeliharaan hubungan. Pemimpin dalam konteks kolaboratif fokus
pada perekrutan perwakilan yang tepat, membantu memulihkan
ketegangan yang mungkin ada di antara mitra, mempromosikan
dialog yang efektif dan saling menghormati antara pemangku
kepentingan dan menjaga reputasi kolaboratif di antara para peserta
dan pendukungnya. Ini adalah tugas pemimpin fasilitatif, untuk
menjaga legitimasi dan kredibilitas kolaboratif antara mitra. 1Untuk
itu, pemimpin fasilitatif harus membantu mitra tidak hanya untuk
merancang strategi untuk mencapai yang substantif konsensus tetapi
juga untuk mengidentifikasi bagaimana mengelola kolaboratif. Peran
pentingnya harus mampu klarifikatif, membangun transparansi dan
menyusun strategi berkelanjutan untuk evaluasi dan menyelesaikan
ketidaksesuaian di antara pemangku kepentingan.
Pada collaborative governance pemilihan kepemimpinan harus
tepat yang mampu membantu mengarahkan kolaboratif dengan cara
yang akan mempertahankan tata kelola stuktur horizontal sambil
mendorong pembangunan hubungan dan pembentukan ide. Selain
itu, Kolaboratif harus memberikan kesempatan kepada berbagai
pihak untuk berkontribusi, terbuka dalam bekerja sama dalam
menghasilkan nilai tambah, serta menggerakan pemanfaatan
berbagai sumber daya untuk tujuan bersama

1 Bambang Kusbandrijo, Dalam tulisannya tentang collaborative


governance https://publik.untag-sby.ac.id/berita-76-apa-itu-
collaborative-governance-.html.

1
Kolabora

Ratner (2012) mengungkapkan terdapat mengungkapkan tiga


tahapan yang dapat dilakukan dalam melakukan assessment
terhadap tata kelola kolaborasi yaitu :
1) mengidentifikasi permasalahan dan peluang;
2) merencanakan aksi kolaborasi; dan
3) mendiskusikan strategi untuk mempengaruhi.
Hal tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar Kerangka Pikir dalam melakukan Assessment Tata Kelola


Kolaborasi

Ansen dan Gash 2012 p 550) menjelaskan terkait model


collaborative governance. Menurutnya starting condition
mempengaruhi proses kolaborasi yang terjadi, dimana proses
tersebut terdiri dari membangun kepercayaan, face to face dialogue,
commitment to process, pemahaman bersama, serta pengambangan
outcome antara. Desain kelembagaan yang salah satunya proses
transparansi serta faktor kepemimpinan juga mempengaruhi proses

1
Kolabora

kolaborasi yang diharapkan menghasilkan outcome yang diharapkan.


Hal tersebut diilustrasikan dalam gambar berikut ini.

Gambar 2. Model Collaborative Governance


Sumber: Ansen dan gash (2012 p 550)

C. Whole of Government (WoG); Kongkretisasi Kolaborasi


Pemerintahan
1) Mengenal Whole-of-Government (WoG)
WoG adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan
pemerintahan yang menyatukan upaya-upaya kolaboratif
pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang lingkup
koordinasi yang lebih luas guna mencapai tujuan- tujuan
pembangunan kebijakan, manajemen program dan pelayanan
publik. Oleh karenanya WoG juga dikenal sebagai pendekatan
interagency, yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah
kelembagaan yang terkait dengan urusan-urusan yang relevan.
Pendekatan WoG ini sudah dikenal dan lama berkembang
terutama di negara-negara Anglo-Saxon seperti Inggris,
Australia dan Selandia Baru. Di Inggris, misalnya, ide WoG
dalam mengintegrasikan sektor-sektor ke dalam satu cara

1
Kolabora

pandang dan

1
Kolabora

sistem sudah dimulai sejak pemerintahan Partai Buruhnya Tony


Blair pada tahun 1990-an dengan gerakan modernisasi
program pemerintahan, dikenal dengan istilah „joined-up
government‟ (Bissessar, 2009; Christensen & L\a egreid, 2006).
Di Australia, WoG dimotori oleh Australian Public Service (APS)
dalam laporannya berjudul Connecting Government: Whole of
Government Responses to Australia's Priority Challenges pada
tahun 2015. Namun demikian WoG bukanlah sesuatu yang baru
di Australia. Fokus pendekatan pada kebijakan. pembangunan
dan pemberian layanan publik. Sementara di Selandia Baru
WoG juga dikembangkan melalui antara lain integrasi akunting
pemerintahan, pengadaan barang dan jasa, ICT, serta sektor-
sektor lainnya.
Pendekatan WoG di beberapa negara ini dipandang
sebagai bagian dari respon terhadap ilusi paradigma New Public
Management (NPM) yang banyak menekankan aspek
efisiensi dan cenderung mendorong ego sektoral dibandingkan
perspektif integrasi sektor. Pada dasarnya pendekatan WoG
mencoba menjawab pertanyaan klasik mengenai koordinasi
yang sulit terjadi di antara sektor atau kelembagaan sebagai
akibat dari adanya fragmentasi sektor maupun eskalasi
regulasi di tingkat sektor. Sehingga WoG sering kali dipandang
sebagai perspektif baru dalam menerapkan dan
memahami koordinasi antar sector
2) Pengertian WoG
Definisi WoG yang dinyatakan dalam laporan APSC
sebagai:

1
Kolabora

“[it] denotes public service agencies working across


portfolio boundaries to achieve a shared goal and an
integrated government response to particular issues.
Approaches can be formal and informal. They can focus
on policy development, program management and
service delivery” (Shergold & others, 2004).
Dalam pengertian ini WoG dipandang menunjukkan atau
menjelaskan bagaimana instansi pelayanan publik bekerja
lintas batas atau lintas sektor guna mencapai tujuan bersama
dan sebagai respon terpadu pemerintah terhadap isu-isu
tertentu. Untuk kasus Australia berfokus pada tiga hal yaitu
pengembangan kebijakan, manajemen program dan pemberian
layanan.
Dari definisi ini diketahui bahwa WoG merupakan
pendekatan yang menekankan aspek kebersamaan dan
menghilangkan sekat-sekat sektoral yang selama ini terbangun
dalam model NPM. Bentuk pendekatannya bisa dilakukan dalam
pelembagaan formal atau pendekatan informal.
Definisi lain yang juga mempunyai kesamaan fitur dari
United States Institute of Peace (USIP) menjelaskannya sebagai
berikut: “An approach that integrates the collaborative efforts of
the departments and agencies of a government to achieve unity
of effort toward a shared goal. Also known as interagency
approach. The terms unity of effort and unity of purpose are
sometimes used to describe cooperation among all actors,
government and otherwise” (“Whole-of-government approach
(Glossary of Terms for Conflict Management and Peacebuilding,”
n.d.).

1
Kolabora

Dalam pengertian USIP, WoG ditekankan pada


pengintegrasian upaya-upaya kementerian atau lembaga
pemerintah dalam mencapai tujuan-tujuan bersama. WoG juga
dipandang sebagai bentuk kerjasama antar seluruh aktor,
pemerintah dan sebaliknya.
Pengertian dari USIP ini menunjukkan bahwa WoG tidak
hanya merupakan pendekatan yang mencoba mengurangi
sekat-sekat sektor, tetapi juga penekanan pada kerjasama guna
mencapai tujuan-tujuan bersama. Dari dua pengertian di atas,
dapat diketahui bahwa karakteristik pendekatan WoG dapat
dirumuskan dalam prinsip-prinsip kolaborasi, kebersamaan,
kesatuan, tujuan bersama, dan mencakup keseluruhan aktor
dari seluruh sektor dalam pemerintahan.
Dalam banyak literatur lainnya, WoG juga sering
disamakan atau minimal disandingkan dengan konsep policy
integration, policy coherence, cross-cutting policy- making,
joined- up government, concerned decision making, policy
coordination atau cross government. WoG memiliki kemiripan
karakteristik dengan konsep-konsep tersebut, terutama
karakteristik integrasi institusi atau penyatuan pelembagaan
baik secara formal maupun informal dalam satu wadah. Ciri
lainnya adalah kolaborasi yang terjadi antar sektor dalam
menangani isu tertentu. Namun demikian terdapat pula
perbedaannya, dan yang paling nampak adalah bahwa WoG
menekankan adanya penyatuan keseluruhan (whole) elemen
pemerintahan, sementara konsep-konsep tadi lebih banyak
menekankan pada pencapaian tujuan, proses integrasi
institusi, proses kebijakan

1
Kolabora

dan lainnya, sehingga penyatuan yang terjadi hanya berlaku


pada sektor-sektor tertentu saja yang dipandang relevan.

1
Kolabora

BAB III
PRAKTIK DAN ASPEK NORMATIF KOLABORASI
PEMERINTAH

Sub-bab ini menjelaskan tentang praktik kolaborasi pemerintah


serta beberapa aspek normatif kolaborasi pemerintah.Praktik
kolaborasi memberikan gambaran tentang panduan perilaku
kolaboratif, hasil penelitian praktik kolaborasi pemerintah, serta
studi kasus praktik kolaborasi pemerintah. Selain itu, sub-bab ini juga
mendeskripsikan tentang aspek normatif kolaborasi pemerintah dari
beberapa peraturan perundang-undangan.
A. Panduan Perilaku Kolaboratif
Menurut Pérez Ló pez et al (2004 dalam Nugroho, 2018),
organisasi yang memiliki collaborative culture indikatornya sebagai
berikut:
1) Organisasi menganggap perubahan sebagai sesuatu yang alami
dan perlu terjadi;
2) Organisasi menganggap individu (staf) sebagai aset berharga dan
membutuhkan upaya yang diperlukan untuk terus menghormati
pekerjaan mereka;
3) Organisasi memberikan perhatian yang adil bagi staf yang mau
mencoba dan mengambil risiko yang wajar dalam menyelesaikan
tugas mereka (bahkan ketika terjadi kesalahan);
4) Pendapat yang berbeda didorong dan didukung dalam organisasi
(universitas) Setiap kontribusi dan pendapat sangat dihargai;
5) Masalah dalam organisasi dibahas transparan untuk menghindari
konflik;

1
Kolabora

6) Kolaborasi dan kerja tim antar divisi adalah didorong; dan


7) Secara keseluruhan, setiap divisi memiliki kesadaran terhadap
kualitas layanan yang diberikan.
Brenda (2016) dalam penelitiannya menggunakan indikator
“work closely with each other” untuk menggambarkan perilaku
kolaboratif.
Esteve et al (2013 p 20) mengungkapkan beberapa aktivitas
kolaborasi antar organisasi yaitu:

(1) Kerjasama Informal;

(2) Perjanjian Bantuan Bersama;

(3) Memberikan Pelatihan;

(4) Menerima Pelatihan;

(5) Perencanaan Bersama;

(6) Menyediakan Peralatan;

(7) Menerima Peralatan;

(8) Memberikan Bantuan Teknis;

(9) Menerima Bantuan Teknis;

(10) Memberikan Pengelolaan Hibah; dan

(11) Menerima Pengelolaan Hibah.

Ansen dan gash (2012 p 550) mengungkapkan beberapa proses


yang harus dilalui dalam menjalin kolaborasi yaitu:
1) Trust building : membangun kepercayaan dengan stakeholder
mitra kolaborasi

1
Kolabora

2) Face tof face Dialogue: melakukan negosiasi dan baik dan


bersungguh-sungguh;
3) Komitmen terhadap proses: pengakuan saling
ketergantungan; sharing ownership dalam proses; serta
keterbukaan terkait keuntungan bersama;
4) Pemahaman bersama: berkaitan dengan kejelasan misi,
definisi bersama terkait permasalahan, serta mengidentifikasi
nilai bersama; dan
5) Menetapkan outcome antara.

B. Kolaboratif dalam Konteks Organisasi Pemerintah


Penelitian yang dilakukan oleh Custumato (2021) menunjukkan
bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi
antar lembaga pemerintah adalah kepercayaan, pembagian
kekuasaan, gaya kepemimpinan, strategi manajemen dan formalisasi
pada pencapaian kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas
publik.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Astari dkk (2019)
menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menghambat
kolaborasi antar organisasi pemerintah. Penelitian tersebut
merupakan studi kasus kolaborasi antar organisasi pemerintah
dalam penertiban moda transportasi di Kota Makassar. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi mengalami beberapa
hambatan yaitu: ketidakjelasan batasan masalah karena perbedaan
pemahaman dalam kesepakatan kolaborasi. Selain itu, dasar hukum
kolaborasi juga tidak jelas.

2
Kolabora

C. Beberapa Aspek Normatif Kolaborasi Pemerintahan


Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur
bahwa “Penyelenggaraan pemerintahan yang melibatkan
Kewenangan lintas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
dilaksanakan melalui kerja sama antar-Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang terlibat, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan
peraturan perundang- undangan”
Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan diatur juga mengenai Bantuan Kedinasan
yaitu kerja sama antara Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan guna
kelancaran pelayanan Administrasi Pemerintahan di suatu instansi
pemerintahan yang membutuhkan.
Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban memberikan
Bantuan Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang meminta bantuan untuk melaksanakan penyelenggaraan
pemerintahan tertentu
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat memberikan
Bantuan Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang meminta dengan syarat:
a. Keputusan dan/atau Tindakan tidak dapat dilaksanakan sendiri
oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta
bantuan
b. penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dilaksanakan sendiri
oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan karena kurangnya
tenaga dan fasilitas yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan;

2
Kolabora

c. dalam hal melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan, Badan


dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk melaksanakannya sendiri;
d. apabila untuk menetapkan Keputusan dan melakukan kegiatan
pelayanan publik, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
membutuhkan surat keterangan dan berbagai dokumen yang
diperlukan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya;
dan/atau
e. jika penyelenggaraan pemerintahan hanya dapat dilaksanakan
dengan biaya, peralatan, dan fasilitas yang besar dan tidak
mampu ditanggung sendiri oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan tersebut.
Dalam hal pelaksanaan Bantuan Kedinasan menimbulkan biaya,
maka beban yang ditimbulkan ditetapkan bersama secara wajar oleh
penerima dan pemberi bantuan dan tidak menimbulkan pembiayaan
ganda. Yang dimaksud dengan “secara wajar” adalah biaya yang
ditimbulkan sesuai kebutuhan riil dan kemampuan penerima
Bantuan Kedinasan
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat menolak
memberikan Bantuan Kedinasan apabila:
a. mempengaruhi kinerja Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
pemberi bantuan;
b. surat keterangan dan dokumen yang diperlukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan bersifat rahasia; atau
c. ketentuan peraturan perundang-undangan tidak
memperbolehkan pemberian bantuan.
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menolak untuk
memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat

2
Kolabora

Pemerintahan tersebut harus memberikan alasan penolakan secara


tertulis. Penolakan Bantuan Kedinasan hanya dimungkinkan apabila
pemberian bantuan tersebut akan sangat mengganggu pelaksanaan
tugas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang diminta bantuan,
misalnya: pelaksanaan Bantuan Kedinasan yang diminta
dikhawatirkan akan melebihi anggaran yang dimiliki, keterbatasan
sumber daya manusia, mengganggu pencapaian tujuan, dan kinerja
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
Jika suatu Bantuan Kedinasan yang diperlukan dalam keadaan
darurat, maka Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib
memberikan Bantuan Kedinasan.
Tanggung jawab terhadap Keputusan dan/atau Tindakan dalam
Bantuan Kedinasan dibebankan kepada Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang membutuhkan Bantuan Kedinasan, kecuali
ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan
perundangundangan dan/atau kesepakatan tertulis kedua belah
pihak.
Berdasarkan ketentuan Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, diatur bahwa
“Hubungan fungsional antara Kementerian dan lembaga pemerintah
nonkementerian dilaksanakan secara sinergis sebagai satu sistem
pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan”
Berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor
39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara Dalam melaksanakan
tugasnya, Kementerian yang melaksanakan urusan dalam rangka
penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah,
menyelenggarakan fungsi:

2
Kolabora

a. perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya;


b. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
c. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi
tanggung jawabnya; dan
d. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya
Berdasarkan ketentuan Pasal 76 Peraturan Presiden Nomor 68
Tahun 2019 tentang Organisasi Kementerian Negara diatur bahwa
Menteri dan Menteri Koordinator dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya harus bekerja sama dan menerapkan sistem akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah.
Berdasarkan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, agar tercipta sinergi
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian berkewajiban membuat norma, standar,
prosedur, dan kriteria (NSPK) untuk dijadikan pedoman bagi Daerah
dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang diserahkan ke
Daerah dan menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga
pemerintah nonkementerian untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan
Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Bagian Ketiga Pasal 176
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,
Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan
konkuren berwenang untuk:
a. menetapkan NSPK dalam rangka penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan
Penetapan NSPK ini mengacu atau mengadopsi praktik yang baik
(good practices); dan

2
Kolabora

b. melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap


penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah.
Kewenangan Pemerintah Pusat ini dibantu oleh kementerian dan
lembaga pemerintah nonkementerian. Pelaksanaan kewenangan
yang dilakukan oleh lembaga pemerintah nonkementerian
tersebut harus dikoordinasikan dengan kementerian terkait
Terkait kerja sama daerah, berdasarkan ketentuan Pasal 363
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah diatur bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
rakyat, Daerah dapat mengadakan kerja sama yang didasarkan pada
pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik serta saling
menguntungkan.
Kerja sama dimaksud dapat dilakukan oleh Daerah dengan:
a. Daerah lain
Kerja sama dengan Daerah lain ini dikategorikan menjadi kerja
sama wajib dan kerja sama sukarela;
b. pihak ketiga; dan/atau
c. lembaga atau pemerintah daerah di luar negeri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

D. Studi Kasus Kolaboratif


1. Hampir semua model kerangka kerja collaborative governance,
kepemimpinan selalu memiliki peran yang utama dan strategis,
namun kajian spesifik terkait hal tersebut cenderung terbatas.

Salah satunya terkait kepemimpinan Bupati Kulon Progo dan


Banyuwangi yang dipandang dapat menjadi contoh keberhasilan

2
Kolabora

dalam tata kelola kolaboratif. 2 Praktik tata kelola kolaborasi yang


berlangsung di Kulon Progo diinisiasi melalui inovasi program
dan kolaborasi eksternal multistakeholders sedangkan di
Banyuwangi diawali dengan keberhasilan kolaborasi internal dan
inovasi program. Keluaran jangka panjang praktik tata kelola
kolaboratif terwujud dalam bentuk pengurangan jumlah
penduduk miskin, peningkatan indeks pembangunan manusia
dan produk domestik brutonya.

Ansell dan Gash hanya menempatkan kepemimpinan fasilitatif


berelasi dengan dimensi proses kolaborasi dari kerangka model
yang dikembangkannya. Dalam penelitinya ditemukan bahwa
sosok pemimpin memiliki peran yang sangat penting pada
dimensi kondisi awal (starting condition). Temuan baru dalam
penelitian ini menempatkan unsur latar belakang pemimpin
(leader’s individual background) bersama dengan asimetri
kekuasaan dan sejarah kerjasama/konflik sebagai dasar yang
dapat menghambat atau mendukung proses kolaborasi yang
terbangun. Dalam rangka menjaga keberlanjutan capaian kinerja
di masa mendatang, maka pemimpin perlu mempersiapkan
suksesor, membangun sistem, regulasi, serta nilai-nilai atau
budaya. “Keberhasilan kepemimpinan dalam tata kelola
kolaboratif di Kulon Progo dan Banyuwangi baiknya disusun
dalam bentuk cerita sukses penanggulangan kemiskinan sebagai
explicit knowledge sehingga program inovasi dan proses tata

2 Muh. Aziz Muslimin, Disertasi yang berjudul “Kepemimpinan Bupati dalam


Collaborative Governance untuk Penanggulangan Kemiskinan di Daerah
(Studi atas Praktik-Praktik Terbaik di Kulon Progo dan Banyuwangi)

2
Kolabora

kelola kolaboratifnya dapat menjadi rujukan dan pembelajaran


bagi daerah lain.”

Selain itu, keberhasilan pemerintah daerah dalam menanggulangi


kemiskinan tidak akan optimal tanpa kemitraan dengan
pemangku kepentingan lain. Oleh karena itu perlu adanya
peningkatan kapasitas warga masyarakat serta membangun
kepemilikan bersama (share ownership) atas masalah kemiskinan
sehingga terbangun kesadaran dan kepedulian untuk
menyukseskan program penanggulangan kemiskinan dengan
membuka partisipasi secara luas kepada semua pihak.
Perkembangan kepemimpinan pada saat ini ditandai oleh model
kolaborasi bukan lagi hierarki. Model kepemimpinan kolaboratif
ini memberikan kesempatan yang luas kepada seluruh
stakeholders baik di dalam maupun di luar organisasi untuk
menciptakan berbagai inovasi dan kebaikan bagi masyarakat.

Ada tiga karakter utama yang dimiliki oleh Bupati Banyuwangi


dan Bupati Kulonprogo sebagai pemimpin kolaboratif yaitu:
semangat entrepreneur, membangun tata Kelola berjejaring dan
bersifat transformasional. Kepemimpinan dan tata Kelola
kolaboratif ini ternyata mampu menjadi ekosistem pemerintahan
untuk mengurangi angka kemiskinan di kedua daerah yang
diteliti secara signifikan. Praktik baik kepemimpinan kolaboratif
ini memiliki potensi untuk dibentuk, diperluas dan dilaksanakan
di pemerintahan daerah lainnya

2. Salah satu contoh kolaboratif yang dapat digunakan menjadi


studi kasus adalah kerjasama yang dilakukan oleh Kabupaten
Sleman,

2
Kolabora

Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta yang membentuk sebuah


Sekretariat bersama Kartamantul (Sekber kartamantul).

KARTAMANTUL adalah Lembaga bersama pemerintah kota


Yogyakarta, kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul dalam
bidang pembangunan beberapa sektor sarana dan prasana yang
meliputi persampahan, penanganan limbah air, ketersediaan air
bersih, jalan, transportasi dan drainase.

KARTAMANTUL menjadi lembaga yang menjembatani


terwujudnya kerjasama yang setara, adil, partisipatf, transparan
dan demokratis, untuk mewujudkan perkotaan yang nyaman ,
indah dan sehat yang diukung olah sarana-prasarana dan
pelayanan yang memadai, kesadaran dan peran serta masyarakat
yang tinggi.

Pejabat yang menduduki struktur Sekber Kartamantul dilakukan


perubahan setiap 2 Tahun sekali. Saat ini Sekber Kartamantul
diduduki oleh Para Pejabat dari Kabupaten Bantul. Hal tersebut
sesuai dengan Tabel 1 berikut:
Tabel Struktur Sekber Kartamantul

Struktur Jabatan
Pengurus Harian Ketua Sekber Kartamantul
(Sekda Kabupaten Bantul)
Sekretaris Sekber Kartamantul
Bendahara Sekber Kartamantul
Verifikator Sekber Kartamantul
BKAD Kabupaten bantul
Pelaksana Kantor Manajer Kantor

2
Kolabora

Asisten Bidang Program & Teknis


Asisten Bidang Administrasi &
Keuangan
Staf Bidang Program & Teknis
Staf Bidang Administrasi &
Keuangan
Supporting Staff Pramu kantor
Driver
Keamanan
http://kartamantul.jogjaprov.go.id/tim/

Cakupan Kerjasama dalam Sekber Kartamantul dapat dilihat pada


Gambar 3

Gambar Cakupan Kerjasama KARTAMANTUL


Sumber : http://kartamantul.jogjaprov.go.id/tim/

2
Kolabora

LATIHAN EVALUASI
1. Jelaskan Konsep Collaborative Governance dan Pendekatan Whole
of Government!
2. Buatlah rancangan pelaksanaan kolaborasi antar unit kerja
Saudara dengan unit kerja lainnya di instansi Saudara !
3. Jelaskan permasalahan kolaborasi di instansi Saudara!
4. Presiden Jokowi sangat fokus pada pembangunan infrastruktur
yang salah satunya adalah pembangunan jalan tol di daerah pantai
utara Jawa (PANTURA). Bagaimanakah langkah kolaborasi yang
bisa dilakukan oleh daerah-daerah (dapat mengambil contoh 3
Kabupaten/Kota) di area jalan tol tersebut guna meningkatkan
ekonomi daerahnya?Jelaskan!

3
Kolabora

BAB IV

PENUTUP

Kolaboratif merupakan nilai dasar yang harus dimiliki oleh


CPNS. Sekat-sekat birokrasi yang mengkungkung birokrasi
pemerintah saat ini dapat dihilangkan. Calon ASN muda diharapkan
nantinya menjadi agen perubahan yang dapat mewujudkan harapan
tersebut. Pendekatan WoG yang telah berhasil diterapkan di
beberapa negara lainnya diharapkan dapat juga terwujud di
Indonesia. Semua ASN Kementerian/Lembaga /Pemerintah Daerah
kemudian akan bekerja dengan satu tujuan yaitu kemajuan bangsa
dan negara Indonesia.

3
Kolabora

DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Esteve March; Boyne, George; Sierra, Vicenta; Ysa, Tamyco. 2013.
Organizational Collaboration in the Public Sector: Do Chief
Executives Make a Difference?. Journal of Public
Administration Research and Theory · October 2013.
Ratner. 2012. Collaborative Governance Assessment. Malaysia:
CGIAR.
Suradinata, Ermaya, (1998), Manajemen Pemerintahan dan
Otonomi Daerah, Bandung, Ramadan.

2. Jurnal/Artikel
Ansell, Chris & Gash, Alison. 2012.Collaborative Governance in
Theory and Practice. Jurnal JPART 18: 543-571.
Astarai Mahadin Moh; Mahsyar, Abdul; dan Parawangi, Anwar.
2019. KOLABORASI ANTARORGANISASI PEMERINTAH
DALAM PENERTIBAN MODA TRANSPORTASI DI KOTA
MAKASSAR (STUDI KASUS KENDARAAN BECAK MOTOR).
JPPM: Journal of Public Policy and Management Volume 1
Nomor 1 | Mei 2019.
Costumato, L. (2021), "Collaboration among public organizations: a
systematic literature review on determinants of
interinstitutional performance", International Journal of
Public Sector Management, Vol. 34 No. 3, pp. 247-
273. https://doi.org/10.1108/IJPSM-03-2020-0069
Irawan denny. 2017. COLLABORATIVE GOVERNANCE (Studi
Deskriptif Proses Pemerintahan Kolaboratif Dalam
Pengendalian Pencemaran Udara di Kota Surabaya).
Kebijakan dan Manajemen Publik. Volume 5, Nomor 3,
September – Desember 2017.
Mahendra Adhi Nugroho, (2018) "The effects of collaborative
cultures and knowledge sharing on organizational
learning", Journal of Organizational Change Management,
https://doi.org/10.1108/ JOCM-10-2017-0385

3
Kolabora

3. Website
Celik, A. K., Haddoud, M. Y., Onjewu, A.-K. E., & Jones, P.
(2019). Managerial Attributes and Collaborative Behaviours
as Determinants of Export Propensity: Evidence from
Turkish SMEs. Contemporary Issues in Entrepreneurship
Research, 33–49. doi:10.1108/s2040-724620190000010004
Brenda Ghitulescu. 2016. "Psychosocial effects of proactivity: the
interplay between proactive and collaborative behavior",
Personnel Review, https://doi.org/10.1108/PR-08-2016-0209
http://kartamantul.jogjaprov.go.id/tim/ diakses 2 November 2021

3
Kolaboratif

1
1
Hak Cipta © pada:
Lembaga Administrasi Negara
Edisi Tahun 2021

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia


Jl. Veteran No. 10 Jakarta Pusat 10110

BERORIENTASI PELAYANAN
Modul Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil

TIM PENGARAH SUBSTANSI:


1. Dr. Muhammad Taufiq, DEA
2. Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm.

PENULIS MODUL:
Rizki Amelia, SS, M.Si

EDITOR: Ratno Budihartono, S.Kom


COVER: Amelia Ayang Sabrina, SIA.
Sumber Foto Cover: http://unsplash.com

Jakarta – LAN – 2021


ISBN:
KATA PENGANTAR

Sejalan dengan pengembangan kurikulum Pelatihan Dasar Calon


Pegawai Negeri Sipil (CPNS), CPNS wajib menjalani masa percobaan
yang dilaksanakan melalui proses pelatihan terintegrasi.Pelatihan Dasar
CPNS bertujuan untuk mengembangkan kompetensi CPNS yang
dilakukan secara terintegrasi.

Pembelajaran dalam Pelatihan Dasar CPNS terdiri atas empat


agenda yaitu Agenda Sikap Perilaku Bela Negara, Agenda Nilai-Nilai
Dasar PNS, Agenda Kedudukan dan Peran PNS untuk mendukung
terwujudnya Smart Governance sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan dan Agenda Habituasi. Setiap agenda terdiri dari
beberapa mata pelatihan yang berbentuk bahan ajar. Bahan ajar
Pelatihan Dasar CPNS merupakan acuan minimal bagi para pengajar
dalam menumbuh kembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
peserta Pelatihan Dasar CPNS terkait dengan isi dari bahan ajar yang
sesuai agenda dalam pedoman Pelatihan Dasar CPNS. Oleh karena bahan
ajar ini merupakan produk yang dinamis, maka para pengajar dapat
meningkatkan pengembangan inovasi dan kreativitasnya dalam
mentransfer isi bahan ajar ini kepada peserta Pelatihan Dasar CPNS.
Selain itu, peserta Pelatihan Dasar CPNS dituntut kritis untuk menelaah
isi dari bahan ajar Pelatihan Dasar CPNS ini. Sehingga apa yang
diharapkan penulis, yaitu pemahaman secara keseluruhan dan
kemanfaatan dari bahan ajar ini tercapai.

Akhir kata, kami atas nama Lembaga Administrasi Negara,


mengucapkan terima kasih kepada tim penulis yang telah meluangkan

i
waktunya untuk melakukan pengayaan terhadap isi dari bahan ajar ini.

i
Kami berharap budaya pengembangan bahan ajar ini terus dilakukan
sejalan dengan pembelajaran yang berkelanjutan (sustainable learning)
peserta. Selain itu, kami juga membuka lebar terhadap masukan dan
saran perbaikan atas isi bahan ajar ini. Hal ini dikarenakan bahan ajar ini
merupakan dokumen dinamis (living document) yang perlu diperkaya
demi tercapainya tujuan jangka panjang yaitu peningkatan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia yang berdaya saing.

Kami sangat menyadari bahwa Modul ini jauh dari sempurna.


Dengan segala kekurangan yang ada pada Modul ini, kami mohon
kesediaan pembaca untuk dapat memberikan masukan yang konstruktif
guna penyempurnaan selanjutnya. Semoga Modul ini bermanfaat bagi
pembaca sekalian.

Jakarta, Desember 2021


Kepala LAN,

Adi Suryanto

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
Kompetensi Dasar.......................................................................................... 2
Indikator Keberhasilan................................................................................. 3
Panduan Penggunaan Modul......................................................................3
BAB II KEGIATAN BELAJAR: LITERASI DIGITAL........................................5
Kegiatan Belajar 1: Literasi Digital...........................................................5
1. Uraian Materi..................................................................................................................... 7
a. Percepatan Transformasi Digital..........................................................................8
b. Pengertian Literasi Digital....................................................................................11
c. Peta Jalan Literasi Digital.......................................................................................19
d. Lingkup Literasi Digital.......................................................................................... 22
e. Implementasi Literasi Digital...............................................................................26
2. Rangkuman...................................................................................................................... 29
3. Soal Latihan..................................................................................................................... 30
4. Kasus.................................................................................................................................. 31
BAB 3 KEGIATAN BELAJAR 2: PILAR LITERASI DIGITAL.....................33
Kegiatan Belajar 2: Pilar Literasi Digital..............................................33
1. Uraian Materi.................................................................................................................. 36
a. Etika Bermedia Digital............................................................................................ 37
b. Budaya Bermedia Digital.......................................................................................54
c. Aman Bermedia Digital........................................................................................... 73
d. Cakap Bermedia Digital.......................................................................................... 92
2. Rangkuman................................................................................................................... 109
3. Soal Latihan................................................................................................................... 112
4. Kasus................................................................................................................................ 114

i
BAB 4 KEGIATAN BELAJAR 3: IMPLEMENTASI LITERASI DIGITAL
DAN IMPLIKASINYA....................................................................................... 115
Kegiatan Belajar 3: Implementasi Literasi Digital dan
Implikasinya................................................................................................ 115
1. Uraian Materi............................................................................................................... 123
a. Lanskap Digital........................................................................................................ 124
b.Mesin Pencarian Informasi, Cara Penggunaan dan Pemilahan Data 132
c. Aplikasi Percakapan, dan Media Sosial..........................................................141
d.Aplikasi Dompet Digital, Loka Pasar (marketplace), dan Transaksi
Digital.............................................................................................................................. 152
e. Etika Berinternet (Nettiquette)............................................................................160
f. Informasi Hoax, Ujaran Kebencian, Pornografi, Perundungan, dan
Konten Negatif Lainnya............................................................................................ 167
g. Pengetahuan Dasar Berinteraksi, Partisipasi, dan Kolaborasi di Ruang
Digital yang Sesuai dengan Kaidah Etika Digital dan Peraturan yang
Berlaku............................................................................................................................ 176
h.Berinteraksi dan Bertransaksi secara Elektronik di Ruang Digital
Sesuai dengan Peraturan yang Berlaku.............................................................181
i. Fitur Proteksi Perangkat Keras.........................................................................189
j. Proteksi Identitas Digital dan Data Pribadi di Platform Digital............202
k.Penipuan Digital..................................................................................................... 207
l. Rekam Jejak Digital di Media..............................................................................223
m. Minor Safety (Catfishing).......................................................................................232
n.Nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai Landasan
Kecakapan Digital dalam Kehidupan Berbudaya, Berbangsa, dan
Bernegara...................................................................................................................... 238
o.Digitalisasi Kebudayaan melalui Pemanfaatan TIK..................................243
p.Mendorong Perilaku Mencintai Produk dalam Negeri dan Kegiatan
Produktif Lainnya....................................................................................................... 247
q. Digital Rights (Hak Digital Warganegara)....................................................250
2. Rangkuman................................................................................................................... 256
3. Soal Latihan................................................................................................................... 256
v
4. Kasus................................................................................................................................ 257

BAB 5 KESIMPULAN...................................................................................... 260


DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 263

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Capaian Pembelajaran Kegiatan Belajar 1.......................................................6


Tabel 1. 2 Karakteristik Transformasi Digital....................................................................8
Tabel 1. 3 Tinjauan Umum Kompetensi Literasi Digital..............................................14
Tabel 1. 4 Kompetensi UNESCO Digital Literacy Framework 2018........................15
Tabel 1. 5 Elaborasi Kompetensi Literasi Digital dari Japelidi..................................16
Tabel 1. 6 Kompetensi Literasi Digital dari Tular Nalar..............................................17
Tabel 1. 7 Tabel 4. Kompetensi Literasi Digital dari Badan Siber dan Sandi
Negara (Monggilo, Z.M.Z dkk., 2020)...................................................................................18
Tabel 1. 8 Beberapa Program Penguatan Literasi Digital di Indonesia.................24
Tabel 1. 9 Indikator Literasi pada Berbagai Basis..........................................................27

Tabel 2. 1 Capaian Pembelajaran Kegiatan Belajar 2....................................................34


Tabel 2. 2 Tujuan Bahasan Netiket.......................................................................................41
Tabel 2. 3 Menyeleksi Perilaku Netiket.............................................................................42
Tabel 2. 4 Tujuan Bahasan Waspada Konten Negatifabel 2.4. Tujuan Bahasan
Waspada Konten Negatif.......................................................................................................... 44
Tabel 2. 5 Beberapa Jenis Konten Negatif..........................................................................46
Tabel 2. 6 Tujuan Bahasan Interaksi Bermakna di Ruang Digital............................48
Tabel 2. 7 Beberapa Etika Berinteraksi di Dunia Digital.............................................50
Tabel 2. 8 Etika Bertransaksi di Dunia Digital.................................................................52
Tabel 2. 9 Pengamalan Pancasila dalam Literasi Digital..............................................60
Tabel 2. 10 Pengamalan Nilai Pancasila dalam Aktivitas Dunia Digital.................63
Tabel 2. 11 Jenis Kompetensi Budaya Digital dan Pemahamannya........................66
Tabel 2. 12 Ragam Hak Digital (SAFENET, 2019 dalam Astuti dan
Prananingrum, 2021)................................................................................................................. 71
Tabel 2. 13 Beberapa Jenis Penipuan di Dunia Digital..................................................86
Tabel 2. 14 Beberapa Jenis Perangkat Digital (Wempen, 2015 dalam Monggilo
dan Kurnia 2021)......................................................................................................................... 96
Tabel 2. 15 Beberapa Jenis Perangkat dan Kelebihannya (Namira, 2021 dalam
Monggilo dan Kurnia 2021).................................................................................................. 100
Tabel 2. 16 Kelebihan dan Kekurangan Beberapa Media Sosial............................104

Tabel 3. 1 Capaian Pembelajaran Kegiatan Belajar.....................................................115


Tabel 3. 2 Beberapa Jenis Perangkat dan Kelebihannya (Namira, 2021 dalam
Monggilo dan Kurnia 2021).................................................................................................. 133
Tabel 3. 3 Kelebihan dan Kekurangan Beberapa Media Sosial...............................143
Tabel 3. 4 Tujuan Bahasan Netiket.................................................................................... 160
Tabel 3. 5 Tips Menyeleksi Perilaku Netiket (Limbong, 2018)..............................163

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Penetrasi Internet di Indonesia...................................................................23


Gambar 1. 2 Persentase Masyarakat yang Belum Mendapat Layanan Internet 23

Gambar 2. 1 Ruang Lingkup Etika Digital..........................................................................38


Gambar 2. 2 Indikator dan Sub-Indikator Kecakapan Digital....................................95

Gambar 3. 1 Traffic Share Situs Berdasarkan Perangkat, Usia dan Gender Tahun
2020............................................................................................................................................... 133
Gambar 3. 2 Infografik Jumlah Pengguna Aktif Bulanan Aplikasi Pesan Instan
................................................................................................................................................................... 144
Gambar 3. 3 Perbedaan Media Sosial dan Aplikasi Percakapan............................145
Gambar 3. 4 Pengaturan pada Aplikasi WhatsApp......................................................146
Gambar 3. 5 Setelan Informasi yang Tidak Diinginkan dalam Telegram...........147
Gambar 3. 6 Setelan Mendasar WhatsApp......................................................................148
Gambar 3. 7 Langkah Aktivasi, Verifikasi, dan Penggunaan Dompet Digital
(Monggilo & Kurnia, 2021)................................................................................................... 155
Gambar 3. 8 Perbedaan Etika dan Etiket Berinternet................................................162
Gambar 3. 9 Infografis Etika Bermedia Digital..............................................................164
Gambar 3. 10 Basis dan Register dalam Menentukan Ruang Alamat Logis......192
Gambar 3. 11 Jenis-Jenis Fitur Proteksi Perangkat keras (kiri) dan perangkat
lunak (kanan)............................................................................................................................. 198
Gambar 3. 12 Jenis Data Pribadi......................................................................................... 204
Gambar 3. 13 Tips Perlindungan Data Pribadi..............................................................204
Gambar 3. 14 Modus Penipuan Digital di Media Sosial.............................................208
Gambar 3. 15 Kerugian dari Kejahatan Dunia Maya yang Dilaporkan IC3 2014-
2018............................................................................................................................................... 209
Gambar 3. 16 Contoh Pameran Virtual di Ruang Digital...........................................245
Gambar 3. 17 Empat Aspek Kesejahteraan Digital Individu yang Dikelilingi oleh
Delapan Prinsip Praktik Digital yang Baik......................................................................251
Gambar 3. 18 Empat Konteks Kesejahteraan Digital..................................................252

v
Smart

BAB I
PENDAHULUAN

Pandemi Covid-19 telah mengantarkan dunia pada sebuah masa


revoulusioner dengan berpindahnya sebagian kehidupan manusia
menuju dunia tanpa batas, yakni dunia digital. Kita dipaksa untuk masuk
dan mengikuti segala perkembangan yang ada di dunia digital atau
sering disebut dengan istilah Mendadak Digital. Kondisi “Mendadak Digital”
ini telah mengguncang Ekonomi, Sosial, dan Budaya masyarakat Abad
21. Berbagai berkah dan bencana di ruang digital silih berganti
menghampiri seluruh profesi tak terkecuali Aparatur Sipil Negara (ASN).

Era Teknologi Informasi saat ini memberikan kemudahan dalam


melakukan segala hal. Banyak manfaat yang diperoleh dari kemajuan
teknologi informasi, salah satunya perkembangan pesat bidang
komunikasi. Saat ini, perilaku manusia dalam berkomunikasi menjadi
semakin kompleks. Dahulu, manusia berkomunikasi dengan cara
bertemu, namun kini dengan adanya teknologi, tersedia media baru
dalam berkomunikasi, yaitu melalui jejaring sosial. Jejaring sosial ini
membuat manusia terhubung satu sama lain tanpa harus bertatap muka.
Dengan media baru ini, informasi juga dapat disebarluaskan dengan
cepat.

Komunikasi yang bersifat serba digital menjadikan literasi digital


sebagai salah satu kebutuhan wajib di era serba teknologi seperti
sekarang. Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia diprediksi akan naik
mencapai US$ 133 miliar pada 2030 (eConomy SEA 2019). Namun,
Indonesia, berdasarkan World Digital Competitiveness Ranking, berada

1
Smart
pada urutan 56 dari 62 negara di dunia. Dengan kondisi ini, Indonesia

2
Smart

terancam hanya menjadi pasar dan dapat kehilangan kesempatan


memetik dampak baik dari trend perkembangan teknologi yang ada.
Daya saing digital yang rendah, yang disebabkan diantaranya rendahnya
literasi digital, juga membuat Indonesia menghadapi sejumlah ancaman;
mulai dari penyebaran konten negatif, konten berbau hoaks, ujaran
kebencian atau hate speech, perundungan, ragam praktik penipuan,
hingga radikalisme.

Berbagai tantangan di ruang digital harus diimbangi dengan


literasi digital yang mumpuni. Modul ini bukan hanya sebagai buku
panduan semata, namun diharapkan para peserta CPNS mampu
mengikuti dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi secara cepat.
Sehingga terwujudlah kinerja yang bukan hanya cakap di dunia nyata
namun juga cakap di dunia digital.

Dalam modul ini, peserta akan diajak untuk berpikir secara kritis
terkait pemahaman konsep efektivitas, efisiensi, inovasi, dan mutu di
bidang komunikasi. Oleh karena itu, pahamilah setiap dasar kompetensi
yang harus peserta kuasai, beserta indikator keberhasilan dan sejumlah
capaian belajar untuk mengukur pemahaman peserta tentang modul.
Melalui modul ini, peserta akan dinilai kemampuannya dalam
mengaktualisasikan nilai-nilai dasar literasi digital.

Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar yang ingin dicapai melalui modul ini adalah
pembentukan karakter yang efektif, efisien, inovatif, dan memiliki
kinerja yang bermutu, dalam penyelenggaraan program pemerintah,
khususnya program literasi digital, pilar literasi digital, sampai
implementasi dan implikasi literasi digital dalam kehidupan bersosial

3
Smart
dan dunia kerja.

4
Smart

Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari isi modul dan mengikuti
kegiatan pembelajaran di dalamnya, peserta diharapkan
dapat:

a. Memiliki pemahaman mengenai literasi digital;


b. Mengenali berbagai bentuk masalah yang ditimbulkan akibat
kurangnya literasi digital;
c. Mampu mengimplementasikan materi literasi digital pada
kehidupan sehari-hari bagi peserta;
d. Mampu mengaplikasikan materi literasi digital dana kehidupan
sehari-hari bagi peserta;
e. Menunjukkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan kecakapan,
keamanan, etika, dan budaya dalam bermedia digital.

Panduan Penggunaan Modul


Untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan Modul Literasi Digital,
Modul ini dilengkapi dengan bahan pendukung berupa: 1) Bahan bacaan;
2) Kasus; 3) Data; dan 4) Grafik. Untuk memperoleh hasil belajar yang
optimal, peserta perlu mengikuti serangkaian pengalaman belajar, yaitu:
membaca materi Literasi Digital secara e-learning; melakukan kegiatan
yang mengandung unsur pembelajaran tentang substansi Literasi Digital;
melakukan refleksi terhadap pengalaman tersebut; mendengar,
berdiskusi dan bersimulasi dalam membahas kasus; menginternalisasi
nilai-nilai dasar literasi digital.

Mata Diklat ini terdiri dari tiga kegiatan belajar, yakni sebagai
berikut:

5
Smart
1. Pengantar Literasi Digital

6
Smart

2. Pilar Literasi Digital


3. Implementasi dan Implikasi Literasi Digital
Untuk membantu Saudara dalam mempelajari modul ini, ada
baiknya diperhatikan beberapa petunjuk belajar berikut ini:
a. Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai
Saudara memahami secara tuntas tentang apa, untuk apa, dan
bagaimana mempelajari modul ini.
b. Baca sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci
dari kata-kata yang dianggap baru. Carilah dan baca pengertian
kata-kata kunci tersebut.
c. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui
pemahaman sendiri dan tukar pikiran dengan peserta diklat lain
atau dengan narasumber/fasilitator Saudara.
d. Untuk memperluas wawasan, baca dan pelajari sumber-sumber
lain yang relevan Saudara dapat menemukan bacaan dari
berbagai sumber, termasuk dari internet.
e. Mantapkan pemahaman Saudara dengan mengerjakan latihan
dalam modul serta mengikuti kegiatan diskusi dalam kegiatan
tutorial dengan peserta diklat lain.
f. Jangan dilewatkan untuk mencoba menjawab soal-soal yang
dituliskan pada setiap akhir kegiatan belajar.

Hal ini berguna untuk mengetahui apakah Saudara sudah


memahami dengan benar kandungan modul ini. Selamat belajar!

7
Smart

BAB II
KEGIATAN BELAJAR: LITERASI DIGITAL

Kegiatan Belajar 1: Literasi Digital


Sesuai dengan 5 arahan presiden dalam upaya percepatan
transformasi digital, pengembangan SDM merupakan salah satu fokus
Presiden. Berdasarkan petunjuk khusus dari Presiden pada Rapat
Terbatas Perencanaan Transformasi Digital, bahwa transformasi digital
di masa pandemi maupun pandemi yang akan datang akan mengubah
secara struktural cara kerja, beraktivitas, berkonsumsi, belajar,
bertransaksi yang sebelumnya luring dengan kontak fisik menjadi lebih
banyak ke daring yang akan dihadapi oleh semua lapisan masyarakat
termasuk ASN. Peserta CPNS memiliki peluang serta tanggungjawab
yang sangat besar sebagai aparatur negara, dimana anak-anak terbaik
bangsa inilah yang memiliki peran bukan hanya bagi instansi namun
lebih luas lagi bagi Indonesia. Presiden Jokowi juga telah menekankan 5
hal yang perlu menjadi perhatian dalam menangani transformasi digital
pada masa pandemi COVID-19. Literasi digital menjadi kemampuan
wajib yang harus dimiliki oleh peserta CPNS dan diharapkan para
peserta mampu mengikuti dan beradaptasi dengan perubahan
transformasi digital yang berlangsung sangat cepat.
Materi literasi digital terdiri dari percepatan transformasi digital
di Indonesia, definisi literasi digital, peta jalan program literasi digital,
ruang lingkup program dan implementasi literasi digital. Setelah
mempelajari modul dan mengikuti instruksi dalam kegiatan belajar ini,
diharapkan tercapai tujuan pembelajaran sebagai berikut:

8
Smart

Tabel 1. 1 Capaian Pembelajaran Kegiatan Belajar 1

Capaian Capaian Pembelajaran Khusus


Pembelajaran
Umum

Memahami Peserta dapat - Peserta dapat menjelaskan dengan bahasanya


memahami ruang sendiri mengenai urgensi transformasi digital di
lingkup literasi Indonesia
digital serta - Peserta dapat mengklasifikasikan komponen-
urgensi komponen yang termasuk dalam ruang lingkup
transformasi literasi digital
digital bagi - Peserta dapat menjelaskan dengan bahasanya
pembangunan sendiri mengenai peran tiap elemen dalam peta
Indonesia jalan (roadmap) literasi digital di Indonesia
- Peserta dapat menjelaskan dengan bahasanya
sendiri mengenai kerangka kerja literasi digital
di Indonesia dan bagian-bagian yang tercakup di
dalamnya

Menerapkan Peserta dapat - Peserta dapat memberikan contoh nyata


mengilustrasikan bagaimana literasi digital berperan dalam
aplikasi nyata dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia
literasi digital - Peserta dapat mendemonstrasikan contoh
dalam kehidupan kolaborasi antar elemen dalam peta jalan
sehari-hari bagi (roadmap) literasi digital di Indonesia
masyarakat - Peserta dapat mengaitkan antara masing-
Indonesia masing bagian dalam kerangka kerja literasi
digital di Indonesia dan kasus nyata yang dapat
diamati di kehidupan masyarakat Indonesia
sehari-hari
Menganalisis Peserta dapat - Peserta dapat merincikan pihak-pihak yang
menganalisis memiliki peran vital bagi transformasi literasi
masalah yang digital di Indonesia, serta bagaimana pihak-
muncul berkaitan pihak tersebut saling terkait satu dengan
dengan lainnya
transformasi - Peserta dapat merincikan beberapa sudut
literasi digital di pandang yang dapat digunakan bagi
Indonesia

9
Smart

penyelesaian permasalahan literasi digital di


Indonesia

Mengevaluasi Peserta dapat - Peserta dapat merincikan hal-hal yang


memberi penilaian sudah baik dari program literasi digital di
dan evaluasi Indonesia
terhadap program - Peserta dapat memberikan kritik
transformasi mengenai hal-hal yang masih harus
digital di Indonesia ditingkatkan dari program literasi digital di
Indonesia
Menciptakan Peserta dapat - Peserta dapat berkolaborasi menyusun contoh
berkolaborasi program transformasi digital baru di Indonesia
menyusun solusi yang melibatkan elemen-elemen dalam peta
baru bagi jalan (roadmap) literasi digital di Indonesia
tercapainya - Peserta dapat berkolaborasi menyusun contoh
transformasi program transformasi digital baru di Indonesia
digital di Indonesia yang melibatkan setidaknya salah satu
komponen dalam kerangka kerja literasi digital
di Indonesia

1. Uraian Materi
Kompetensi literasi digital diperlukan agar seluruh masyarakat
digital dapat menggunakan media digital secara bertanggung jawab. Hal
ini termasuk dalam visi misi Presiden Jokowi untuk meningkatkan
Sumber Daya Manusia (SDM). Penilaiannya dapat ditinjau dari etis dalam
mengakses media digital (digital ethics), budaya menggunakan digital
(digital culture), menggunakan media digital dengan aman (digital
safety), dan kecakapan menggunakan media digital (digital skills).

1
Smart

a. Percepatan Transformasi Digital


Menurut Vial (2019), transformasi digital memberikan lebih
banyak informasi, komputasi, komunikasi, dan konektivitas yang
memungkinkan berbagai bentuk kolaborasi baru di dalam jaringan
dengan aktor yang terdiversifikasi. Realitas baru ini menawarkan
potensi luar biasa untuk inovasi dan kinerja dalam organisasi. Beberapa
karakteristik transformasi digital dapat diamati dalam tabel berikut:

Tabel 1. 2 Karakteristik Transformasi Digital

Karakteristik Keterangan

Dorongan Masyarakat dan tren industri; keputusan organisasi.

Entitas Target Organisasi, platform, ekosistem, industri, masyarakat.


Jangkauan Transformasi dapat bersifat mendalam dan memiliki
implikasi di luar jaringan nilai langsung organisasi
(misalnya, masyarakat, pelanggan).

Sarana Kombinasi teknologi digital (misalnya analitik, seluler,


dan
aplikasi).

Hasil yang Proses bisnis diubah dan fokus model bisnis organisasi
Diharapkan diubah; dalam beberapa kasus proses bisnis
dioptimalkan.
Lokus Eksternal (pertama): terletak di luar organisasi.
ketidakpastian Internal (kedua): terletak di dalam organisasi.

Di Indonesia, percepatan transformasi digital didukung


sepenuhnya oleh pemerintah. Dalam visi misi Presiden Jokowi tahun
2019-2024, disebutkan bahwa masa pemerintahan yang kedua berfokus
pada pembangunan SDM sebagai salah satu visi utama.

1
Smart

5 visi Presiden untuk Indonesia:


1. Pembangunan infrastruktur
2. Pembangunan SDM
3. Keterbukaan Investasi
4. Reformasi Birokrasi
5. Penggunaan APBN fokus & tepas sasaran

Berdasarkan petunjuk khusus dari Presiden pada Rapat Terbatas


Perencanaan Transformasi Digital, bahwa transformasi digital di masa
pandemi maupun pandemi yang akan datang akan mengubah secara
struktural cara kerja, beraktivitas, berkonsumsi, belajar, bertransaksi
yang sebelumnya luring dengan kontak fisik menjadi lebih banyak ke
daring. Presiden Jokowi juga telah menekankan 5 hal yang perlu menjadi
perhatian dalam menangani transformasi digital pada masa pandemi
COVID-19

5 arahan presiden untuk percepatan transformasi digital:


1. Perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital.
2. Persiapkan betul roadmap transportasi digital di sektor-sektor
strategis, baik di pemerintahan, layanan publik, bantuan sosial,
sektor pendidikan, sektor kesehatan, perdagangan, sektor
industri, sektor penyiaran.
3. Percepat integrasi Pusat Data Nasional sebagaimana sudah
dibicarakan.
4. Persiapkan kebutuhan SDM talenta digital

1
Smart

5. Persiapan terkait dengan regulasi, skema-skema pendanaan dan


pembiayaan transformasi digital dilakukan secepat-cepatnya
(Oktari, 2020)

Pandemi COVID-19 telah mempercepat transformasi digital.


Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate,
percepatan transformasi digital yang berkelanjutan menjadi elemen
kunci dalam upaya pemulihan pasca pandemi COVID-19. Percepatan ini
juga sekaligus menjadi komponen pendorong dalam membangun bangsa
yang lebih tangguh dan berdaya.
Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika
Indonesia, Pemerintah Indonesia dan perusahaan telekomunikasi telah
menggelar jaringan kabel serat optik sepanjang 342.000 kilometer di
darat dan laut. Jaringan ini merupakan tulang punggung atau backbone
konektivitas teknologi informasi dan komunikasi. Ditambah lagi, ada
lebih dari 12.000 kilometer dibangun di bawah proyek nasional jaringan
Palapa Ring. Selain itu, upaya pemerataan pembangunan infrastruktur
digital yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia juga meliputi
penggelaran jaringan serat optik backbone, pengembangan jaringan
fiber-link dan microwave-link, peluncuran 9 satelit telekomunikasi, dan
pembangunan
559.000 stasiun pemancar sinyal (base-transceiver stations/BTS).
Percepatan transformasi digital juga diprioritaskan untuk
penguatan ekonomi digital. Menurut Menkominfo, transformasi digital
dapat mendorong perubahan model usaha, meningkatkan peluang yang
menghasilkan nilai tambah, dan mendorong perubahan lintas sektoral
dalam pola pikir bisnis yang didorong secara digital. Di posisi hilir,
infrastruktur digital akan berujung pada penguatan potensi ekonomi
1
Smart

digital, sehingga pemanfaatan infrastruktur digital untuk terus


mendorong penguatan dan manfaat ekonomi digital terus dilakukan.
Karena saat ini tulang punggung perekonomian Indonesia adalah UMKM
dan Ultra Mikro yang menjadi penyumbang 61,07% dari PDB Indonesia,
Kominfo telah memfasilitasi 30 juta UMKM/UMi agar dapat masuk
secara digital atau digitally onboarded pada tahun 2024. Hal ini
mengingat kontribusinya terhadap PDB Indonesia. Di tahun 2020, PDB
Indonesia bernilai lebih dari US$ 1.06 triliun, atau 40% dari total ukuran
ekonomi ASEAN.
b. Pengertian Literasi Digital
Konsep Literasi Digital
Ruang digital adalah lingkungan yang kaya akan informasi.
Keterjangkauan (affordances) yang dirasakan dari ruang ekspresi ini
mendorong produksi, berbagi, diskusi, dan evaluasi opini publik melalui
cara tekstual (Barton dan Lee, 2013). Affordance berarti alat yang
memungkinkan kita untuk melakukan hal-hal baru, berpikir dengan cara
baru, mengekspresikan jenis makna baru, membangun jenis hubungan
baru dan menjadi tipe orang baru. Affordance dalam literasi digital
adalah akses, perangkat, dan platform digital. Sementara pasangannya
yaitu kendala (constraint), mencegah kita dari melakukan hal-hal lain,
berpikir dengan cara lain, memiliki jenis lain dari hubungan. Constraint
dalam literasi digital bisa meliputi kurangnya infrastruktur, akses, dan
minimnya penguatan literasi digital (Jones dan Hafner, 2012). Menurut
Jones dan Hafner (2012), literasi disini bukan sekadar cara untuk
membuat makna, tetapi juga cara berhubungan dengan orang lain dan
menunjukkan siapa kita. Literasi juga terkait cara melakukan sesuatu di

1
Smart

dunia dan cara mengembangkan ide-ide baru tentang dan solusi untuk
masalah yang dihadapi kita.
Konsep literasi digital telah lama berkembang seiring dengan
perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Menurut
Gilster (1997) literasi digital mengacu kepada kemampuan untuk
memahami, mengevaluasi dan mengintegrasi ke dalam berbagai format
(multiple formats) dalam bentuk digital. Titik berat dari literasi digital
adalah untuk mengevaluasi dan menginterpretasi informasi yang ada.
Sementara itu, Lankshear dan Knobel (dalam Bawden, 2008)
mendefinisikan literasi digital sebagai analisis praktik sosial yang
mengidentifikasi poin-poin penting untuk pembelajaran yang efektif.
Aktivitas literasi digital ini terjadi dalam sistem pembelajaran sosio-
teknis yang efisien serta prinsip-prinsip pembelajaran dasar yang dapat
disesuaikan dan dimanfaatkan untuk pembelajaran pendidikan yang adil.
Buckingham (2010) menambahkan bahwa literasi digital lebih dari
sekadar masalah fungsional belajar bagaimana menggunakan komputer
dan keyboard, atau cara melakukan pencarian secara daring. Literasi
digital juga mengacu pada mengajukan pertanyaan tentang sumber
informasI, kepentingan produsennya, dan cara-cara di mana ia
merepresentasikan realita di dunia; dan memahami bagaimana
perkembangan teknologi ini terkait dengan kekuatan sosial, politik dan
ekonomi yang lebih luas.
Konsep literasi digital pun semakin berkembang seiring zaman.
Menurut definisi UNESCO dalam modul UNESCO Digital Literacy
Framework (Law, dkk., 2018) literasi digital adalah...
“...kemampuan untuk mengakses, mengelola, memahami,
mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan menciptakan

1
Smart

informasi secara aman dan tepat melalui teknologi digital untuk


pekerjaan, pekerjaan yang layak, dan kewirausahaan. Ini mencakup
kompetensi yang secara beragam disebut sebagai literasi komputer,
literasi TIK, literasi informasi dan literasi media.”

Kompetensi Literasi Digital


Berdasarkan arahan Presiden pada poin pembangunan SDM dan
persiapan kebutuhan SDM talenta digital, literasi digital berfungsi untuk
meningkatkan kemampuan kognitif sumber daya manusia di Indonesia
agar keterampilannya tidak sebatas mengoperasikan gawai. Secara
umum, literasi digital memang sering dianggap sebagai kecakapan
menggunakan internet dan media digital. Namun begitu, acap kali ada
pandangan bahwa kecakapan penguasaan teknologi adalah kecakapan
yang paling utama. Padahal, literasi digital adalah sebuah konsep dan
praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk
menguasai teknologi. Lebih dari itu, literasi digital juga banyak
menekankan pada kecakapan pengguna media digital dalam melakukan
proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif (Kurnia &
Wijayanto, 2020; Kurnia & Astuti, 2017). Seorang pengguna yang
memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu
mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan
penuh tanggung jawab. Literasi digital juga merupakan kemampuan
untuk secara kreatif terlibat dalam praktik sosial tertentu, untuk
mengasumsikan identitas sosial yang tepat, dan untuk membentuk atau
mempertahankan berbagai hubungan sosial di ruang digital. Literasi
digital juga mencakup kemampuan untuk menyesuaikan aspek
keterjangkauan dan kendala yang muncul dalam bermedia digital
dengan berbagai dengan keadaan tertentu.

1
Smart

Seiring tumbuhnya inovasi TIK di Indonesia, literasi digital pun


menjadi bagian penting dalam kurikulum, sehingga menjadi penting
untuk diketahui konsep literasi digital dengan kompetensinya.
Kompetensi adalah keterampilan yang dapat dipahami sebagai disposisi
yang memungkinkan seseorang untuk mengatasi tuntutan situasional
tertentu (Klieme dan Leutner, 2006). Dan secara umum, perkembangan
konsep literasi digital berikut kompetensinya telah diadaptasi dari dan
ke dalam program-program berikut:

Tabel 1. 3 Tinjauan Umum Kompetensi Literasi Digital

Kompetensi Literasi Digital

UNESCO Japelidi Tular Nalar Badan Siber Kementerian


dan Sandi Komunikasi
Negara dan
Informatika &
Deloitte

1. Literasi 1. Akses 1. Mengakses Kelola Data Digital Skills


informasi dan 2. Paham 2. Mengelola Informasi Digital Culture
data 3. Seleksi Informasi Komunikasi Digital Ethics
2. Komunikasi 4. Distribusi 3. MendesainP dan Digital Safety
dan 5. Produksi esan Kolaborasi
kolaborasi 6. Analisis 4. Memproses Kreasi
3. Pembuatan 7. Verifikasi 5. Informasi Konten
konten digital 8. Evaluasi 6. Berbagi Keamanan
4. Keamanan 9. Partisipasi Pesan Digital
5. Pemecahan 10. Kolabora 7. Membangun Partisipasi
masalah si 8. Ketangguha dan Aksi
n Diri
9. Perlindunga
n Data
10. Kolaborasi

1
Smart

Elaborasi dari UNESCO Digital Literacy Framework adalah


sebagai berikut:

Tabel 1. 4 Kompetensi UNESCO Digital Literacy Framework 2018

Kompetensi Kunci Luaran Kompetensi

1. Literasi Informasi 1.1 Menjelajah, mencari dan memfilter data,


dan Data informasi dan konten digital
1.2 Mengevaluasi data, informasi dan konten
digital
1.3 Mengelola data, informasi dan konten
digital

2. Komunikasi Dan 2.1 Berinteraksi melalui teknologi digital


Kolaborasi 2.2 Berbagi melalui teknologi digital
2.3 Terlibat dalam kewarganegaraan melalui
teknologi digital
2.4 Kolaborasi melalui teknologi digital
2.5 Netiket
2.6 Mengelola identitas digital

3. Pembuatan Konten 3.1 Mengembangkan konten digital


Digital 3.2 Mengintegrasikan dan menguraikan kembali
konten digital
3.3 Hak Cipta dan lisensi
3.4 Pemrograman

4. Keamanan 4.1 Melindungi perangkat


4.2 Melindungi data pribadi dan privasi 4.3
Melindungi kesehatan dan kesejahteraan
4.4 Melindungi lingkungan

5. Pemecahan 5.1 Memecahkan masalah teknis


Masalah 5.2 Mengidentifikasi kebutuhan dan respons
teknologi
5.3 Menggunakan teknologi digital secara kreatif
5.4 Mengidentifikasi kesenjangan kompetensi
digital

1
Smart

Elaborasi dari 10 kompetensi literasi digital Japelidi adalah


sebagai berikut (Kurnia, dkk, 2020):

Tabel 1. 5 Elaborasi Kompetensi Literasi Digital dari Japelidi

No. Kompetensi Keterangan

1 Akses Kompetensi dalam mendapatkan informasi dengan


mengoperasikan media digital.

2 Paham Kompetensi dalam mendapatkan informasi dengan


mengoperasikan media digital.

3 Seleksi Kompetensi memahami informasi yang sudah


diseleksi
sebelumnya.

4 Distribusi Kompetensi menganalisis dengan melihat plus


minus
informasi yang sudah dipahami sebelumnya.

5 Produksi Kompetensi melakukan konfirmasi silang


dengan informasi sejenis.

6 Analisis Kompetensi dalam mempertimbangkan mitigasi


risiko
sebelum mendistribusikan informasi dengan
mempertimbangkan cara dan platform yang akan
digunakan.

7 Verifikasi Kompetensi dalam membagikan informasi dengan


mempertimbangkan siapa yang akan mengakses
informasi tersebut.

8 Evaluasi Kompetensi dalam menyusun informasi baru yang


akurat, jelas, dan memperhatikan etika.

9 Partisipasi Kompetensi untuk berperan aktif dalam berbagi


informasi yang baik dan etis melalui media sosial
maupun kegiatan komunikasi daring lainnya.
10 Kolaborasi Kompetensi untuk berinisiatif dan mendistribusikan

1
Smart

informasi yang jujur, akurat, dan etis dengan


bekerja sama pemangku kepentingan lainnya.

Kompetensi menurut situs tularnalar.id, dielaborasikan dalam


tabel berikut:

Tabel 1. 6 Kompetensi Literasi Digital dari Tular Nalar

No. Kompetensi Keterangan

1 Mengakses Mengeksplorasi media digital untuk mencari


informasi, data dan konten sesuai dengan
kebutuhan.

2 Mengelola Mampu mengambil data, informasi dan konten


Informasi dalam lingkungan digital.

3 Mendesain Mengembangkan dan memodifikasi informasi, data,


Pesan dan konten.

4 Memproses Mampu melakukan verifikasi sumber data,


Informasi informasi, dan konten digital.

5 Berbagi Pesan Mampu berbagi data, informasi dan konten digital


dengan orang lain melalui teknologi digital yang
tepat.

6 Membangun Mampu mengembangkan diri lewat penggunaan


Ketangguhan media digital. Hal ini berkaitan dengan diri sendiri
Diri sesuai dengan passion, minat, hobi, profesi, dll

7 Perlindungan Mampu melindungi data dan privasi diri dalam


Data lingkungan digital

8 Kolaborasi Mampu menggunakan media digital dan teknologi


untuk membangun jejaring secara daring.

Kompetensi dari Badan Siber dan Sandi Negara, dijabarkan dalam


tabel berikut ini:

2
Smart

Tabel 1. 7 Tabel 4. Kompetensi Literasi Digital dari Badan Siber dan


Sandi Negara (Monggilo, Z.M.Z dkk., 2020)

No. Kompetensi Keterangan

1 Kelola Data Mengakses dan mengevaluasi data dan informasi


Informasi dari media digital secara cermat dan bijak.

2 Komunikasi Berkomunikasi dan berkolaborasi secara etis


dan Kolaborasi dengan warganet lainnya.

3 Kreasi Konten Menyunting dan memproduksi konten digital untuk


tujuan baik.

4 Keamanan Melindungi privasi dan keamanan diri dari berbagai


Digital ancaman digital.

5 Partisipasi dan Memanfaatkan media digital untuk berdaya dan


Aksi bernilai lebih secara bersama-sama.

Kominfo sendiri menjabarkan literasi digital ke dalam 4


kompetensi yaitu kecakapan menggunakan media digital (digital skills),
budaya menggunakan digital (digital culture), etis menggunakan media
digital (digital ethics), dan aman menggunakan media digital (digital
safety). Perumusan kerangka kerja literasi digital digunakan sebagai
basis dalam merancang program dan kurikulum literasi digital Indonesia
pada tahun 2020-2024. Kerangka kurikulum literasi digital ini juga
digunakan sebagai metode pengukuran tingkat kompetensi kognitif dan
afektif masyarakat dalam menguasai teknologi digital. Digital skill
merupakan kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan
menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem
operasi digital dalam kehidupan sehari-hari. Digital safety merupakan
kemampuan user dalam mengenali, mempolakan, menerapkan,
menganalisis, menimbang dan meningkatkan kesadaran perlindungan
data pribadi dan keamanan
2
Smart

digital dalam kehidupan sehari-hari. Digital culture merupakan


kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan,
memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan
Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari dan digitalisasi
kebudayaan melalui pemanfaatan TIK. Sementara itu, digital ethics
merupakan kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan,
menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan
mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan
sehari-hari.

c. Peta Jalan Literasi Digital


Terdapat tiga pilar utama dalam Indonesia Digital Nation, yaitu
masyarakat digital yang dibarengi pula dengan pemerintah digital dan
ekonomi digital. Masyarakat digital meliputi aktivitas, penggunaan
aplikasi, dan penggunaan infrastruktur digital. Pemerintah digital
meliputi regulasi, kebijakan, dan pengendalian sistem digital. Sementara
itu, ekonomi digital meliputi aspek SDM digital, teknologi penunjang, dan
riset inovasi digital.
Indikator yang dipakai dalam menentukan keberhasilan
terwujudnya Indonesia Digital Nation melalui peta jalan literasi digital
diantaranya yaitu dari ITU, IMD, dan Katadata.
● International Telecommunication Union (ITU) → ICT
Development Index
ICT Development Index (IDI) menggunakan pendekatan 3
kategori (ICT Access, ICT Skills, ICT Use) dan 11 kriteria indikator.
Pada tahun 2017, peringkat IDI Indonesia masih cukup rendah
dibandingkan dengan negara tetangga lain, yaitu berada di posisi
7
2
Smart

dari 11 negara di Asia Tenggara. Meskipun demikian, Indonesia


mencatat kenaikan skor yang cukup tinggi (+0,47) dalam waktu 1
tahun. Laporan ini belum diperbarui di tahun 2018-2019 karena
data yang kurang memadai.
● Institute of International Management Development (IMD) → IMD
Digital Competitiveness Ranking
IMD Digital Competitiveness menggunakan 3 kategori
(Technology, Knowledge,
Future Readiness) dengan 9 sub-faktor dan 52 kriteria indikator.
Peringkat Indonesia menunjukkan peningkatan dari tahun
sebelumnya, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan
negara lain di kawasan Asia Tenggara seperti Singapura,
Thailand, dan Malaysia. Pada tahun 2020, peringkat Indonesia
ada di peringkat 56 dari 63 negara.
● Katadata Insight Center → Status Literasi Digital Indonesia Survei
di 34 Provinsi
Survei ini dilakukan untuk mengukur tingkat literasi digital
dengan menggunakan kerangka “A Global Framework of
Reference on Digital Literacy Skills” (UNESCO, 2018). Melalui
survei ini, responden diminta untuk mengisi 28 pertanyaan yang
disusun menjadi 7 pilar, 4 sub-indeks menjadi sebuah Indeks
Literasi Digital.

Guna mendapat perspektif komprehensif, Kominfo juga telah


mengadakan Survei Status Literasi Digital Indonesia (2020). Survey ini
dilakukan untuk mengukur tingkat literasi digital dengan menggunakan
kerangka A Global Framework of Reference on Digital Literacy Skills dari

2
Smart

UNESCO. Melalui survei ini, responden diminta untuk mengisi 28


pertanyaan yang disusun menjadi 7 pilar, 4 sub-indeks menjadi sebuah
Indeks Literasi Digital. Hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata skor
indeks Literasi Digital masyarakat Indonesia masih ada di kisaran 3,3.
Sehingga, literasi digital terkait Indonesia dari kajian, laporan, dan survei
harus diperkuat.
Peta Jalan Literasi Digital 2021-2024 yang disusun oleh Kominfo,
Siberkreasi, dan Deloitte pada tahun 2020 menjadi panduan
fundamental untuk mengatasi persoalan terkait percepatan transformasi
digital dalam konteks literasi digital. Dalam peta jalan ini, dirumuskan
kurikulum literasi digital yang terbagi atas empat area kompetensi yaitu:
kecakapan digital (digital skills), budaya digital (digital culture), etika
digital (digital ethics) dan keamanan digital (digital safety). Keempat area
kompetensi ini menawarkan berbagai indikator dan sub-indikator yang
bisa digunakan untuk meningkatkan kompetensi literasi digital
masyarakat Indonesia melalui berbagai macam program yang ditujukan
pada berbagai kelompok target sasaran. Telah disusun pula 4 modul
yang dibuat untuk menunjang percepatan transformasi digital yaitu:
1. Cakap Bermedia Digital
2. Budaya Bermedia Digital
3. Etis Bermedia Digital
4. Aman Bermedia Digital
Meskipun 4 modul dari Seri Modul Literasi Digital Kominfo-Japelidi-
Siberkreasi ini mempunyai fokus yang berbeda dan ditulis oleh tim
penyusun yang tak sama, namun keempatnya menyajikan modul yang
utuh. Tak hanya memaparkan konsep, problematika, dan strategi yang
bisa digunakan baik pengguna media digital maupun pengajar atau
pegiat
2
Smart

literasi digital, keempat modul ini juga dilengkapi dengan rekomendasi


solusi dan evaluasi untuk mengukur kompetensi literasi digital. Namun
sebagai upaya awal dan singkat menerjemahkan Peta Jalan Literasi
Digital 2021-2024, tentu masih terdapat kelemahan di sana sini yang
akan diperbaiki di waktu mendatang, sehingga dibutuhkan kolaborasi
dari semua pihak.
Satu hal yang menarik, pemetaan memperlihatkan ragam mitra
kegiatan literasi digital yang tidak semata-mata bersandar pada sekolah.
Banyak pihak lain juga telah dilibatkan. Ini bermakna, banyak pihak yang
sama-sama menganggap literasi digital adalah isunya juga, bukan
semata- mata permasalahan inisiator kegiatan. Namun, seperti telah
diungkapkan sebelumnya, lebih dari 50% kegiatan literasi digital
dilangsungkan tanpa mitra. Namun dari perspektif literasi digital yang
menekankan pentingnya kolaborasi, keberadaan mitra dan jejaring
mesti diupayakan (Kurnia dan Astuti, 2017).
d. Lingkup Literasi Digital
Dalam mencapai target program literasi digital, perlu
diperhitungkan estimasi jumlah masyarakat Indonesia yang telah
mendapatkan akses internet berdasarkan data dari APJII dan BPS.
Identifikasi Target User dan Total Serviceable Market penting untuk
menentukan target spesifik program literasi digital.
Saat ini, tingkat penetrasi internet di Indonesia sebesar 73,7%

2
Smart

Gambar 1. 1 Penetrasi Internet di Indonesia

Sementara itu, persentase masyarakat Indonesia yang masih


belum mendapatkan layanan internet yaitu sebesar 26,3%.

Gambar 1. 2 Persentase Masyarakat yang Belum Mendapat Layanan Internet

Tantangan Kesenjangan Digital


Dalam hal lingkup literasi digital, kesenjangan digital (digital
divide) juga menjadi hal yang perlu dipahami. Kesenjangan digital
merupakan konsep yang telah lama ada. Pada awal mulanya, konsep
kesenjangan digital ini berfokus pada kemampuan memiliki (ekonomi)
dan mengoperasikan perangkat digital (komputer) dan akses (Internet).
Namun, konsep ini telah berkembang menjadi beberapa aspek yang
lebih komprehensif. Manfaat dan akses dari dunia informasi digital

2
Smart

menjadi indikasi semua warga negara mendapatkan manfaatnya seperti


halnya pada negara-negara maju (Rahmawati, dkk. 2020).
Contoh terbaik bisa ditengok dalam penelitian Lumakto dan
Syuamsudin (2020) tentang kesenjangan digital terlihat pada usia
pengguna Internet di Indonesia. Menurut penelitian mereka, para
Penyuluh Agama Islam di Kementerian Agama termasuk ke dalam
Generasi X dan Baby Boomer. Mereka adalah digital immigrant yang
kurang mengapresiasi kecakapan digital seperti halnya digital native.
Karakteristik yang umum dijumpai pada digital immigrant adalah
gagap dengan teknologi. Di satu sisi, mereka senang akan inovasi
teknologi. Tetap, kompetensi digital tidak dimiliki, dipelajari, dan
diaplikasikan dengan baik, sehingga masih diperlukan penguatan literasi
digital oleh berbagai pihak.

Penguatan Literasi Digital


Di Indonesia, sejak lama sudah dilakukan upaya penguatan
literasi digital. Pada Kurikulum 2006, mata pelajaran TIK (Teknologi
Informasi dan Komunikasi) sempat menjadi bagian penting di bangku
sekolah menengah dan atas. Namun dihapus pada Kurikulum 2013,
untuk kemudian direstorasi di Kurikulum 2013 terbaru. Namun,
penguatan literasi digital tidak hanya datang dari Kemendikbud selaku
otoritas pendidikan beberapa lembaga pemerintah, akademisi, dan non-
pemerintah juga turut serta, seperti terangkum di tabel berikut:

Tabel 1. 8 Beberapa Program Penguatan Literasi Digital di Indonesia

No. Instansi Program Deskripsi

1. Kominfo Siberkreasi Melalui berbagai program, literasi

2
Smart

digital diimplementasikan dengan


berfokus pada aktivisme sosial,
konten digital, dan pelatihan
literasi digital.

2. Kemendikbud Gerakan Literasi Literasi digital menjadi bagian dari


Nasional roadmap Gerakan Literasi
Nasional.
3. BSSN Edukasi dan Pelatihan, semiloka, dan
Literasi penyediaan bahan ajar dan kajian
terkait isu dunia digital terkait
keamanan diri dan data pribadi.

4. Japelidi (Jaringan Penelitian dan Digagas oleh kurang lebih 86


Peneliti Digital penerbitan peneliti dan 50 universitas di
Indonesia) Indonesia, Japelidi berfokus pada
kajian, publikasi, dan pengayaan
fundamental literasi digital.

5. Vokasi Penelitian dan Program pengabdian masyarakat


Universitas Pelatihan dari Departemen Vokasi
Indonesia Universitas Indonesia yang
berfokus pada literasi digital di
berupa penelitian dan pelatihan.

6. Aspikom Penelitian Berdiri sejak 2007, Aspikom yang


(Asosiasi merupakan konsorsium beberapa
Pendidikan Tinggi universitas berfokus pada
Ilmu Komunikasi) penelitian dengan penerbitan
jurnal Aspikom yang telah
terakreditasi

7. Mafindo Pelatihan dan Berdiri sejak 2018, Mafindo telah


(Masyarakat Anti Pengabdian menjadi organisasi cek fakta dan
Fitnah Indonesia) masyarakat pengembangan literasi media dan
digital dengan jangkauan nasional
dan internasional

8. Elsam Penelitian dan Elsam berfokus pada penguatan


semiloka literasi digital untuk iklim
demokrasi yang lebih baik baik di

2
Smart

dunia nyata dan maya dengan


penelitian dan semiloka di
berbagai daerah.

9. Sejiwa Pelatihan Melalui gerakan pengembangan


literasi secara umum yang
menyasar sekolah dan komunitas,
Sejiwa juga telah lama mendukung
penguatan literasi digital di
Indonesia

Sehingga lingkup literasi digital berfokus pada pengurangan


kesenjangan digital (digital divide) dan penguatan literasi digital. Kedua hal ini
terkait erat dengan peta penguatan literasi digital dari Presiden dan Gerakan
Literasi Digital dari Kominfo.

e. Implementasi Literasi Digital


Transformasi digital di sektor pendidikan di Indonesia bukanlah
suatu wacana yang baru. Berbagai perbincangan, regulasi pendukung,
dan upaya konkret menerapkan transformasi digital di lingkungan
perguruan tinggi dan semua tingkat sekolah di Indonesia telah
dilakukan. Jika sebelumnya berbagai wacana, kebijakan pendukung,
serta sosialisasi tentang era industri 4.0 belum berhasil membuat
industri pendidikan universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik,
akademi, hingga sekolah dasar dan menengah mencapai progress
signifikan pada transformasi digital pendidikan Indonesia, terjadinya
pandemi COVID-19 justru memberikan dampak luar biasa dalam aspek
ini (Suteki, 2020).
Sejalan dengan perkembangan ICT (Information, Communication
and Technology), muncul berbagai model pembelajaran secara daring.
Selanjutnya, muncul pula istilah sekolah berbasis web (web-school) atau
2
Smart

sekolah berbasis internet (cyber-school), yang menggunakan


fasilitas internet. Bermula dari kedua istilah tersebut, muncullah
berbagai istilah baru dalam pembelajaran yang menggunakan internet,
seperti online learning, distance learning, web-based learning, dan e-
learning (Kuntarto dan Asyhar, 2016). Gerakan Literasi Nasional dalam
Materi Pendukung Literasi Digital dari Kemendikbud 2017
(Kemendikbud, 2017) juga telah menggariskan beberapa indikator
terkait penguatan literasi digital di basis sekolah, masyarakat dan
keluarga, yaitu:

Tabel 1. 9 Indikator Literasi pada Berbagai Basis

No Basis Indikator

Kelas a. Jumlah pelatihan literasi digital yang diikuti oleh


kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan;
b. Intensitas penerapan dan pemanfaatan literasi
digital dalam kegiatan pembelajaran; dan
c. Tingkat pemahaman kepala sekolah, guru, tenaga
kependidikan, dan siswa dalam menggunakan media
digital dan internet.

Budaya a. Jumlah dan variasi bahan bacaan dan alat peraga


Sekolah berbasis digital;
b. Frekuensi peminjaman buku bertema digital;
c. Jumlah kegiatan di sekolah yang memanfaatkan
teknologi dan informasi;
d. Jumlah penyajian informasi sekolah dengan
menggunakan media digital atau situs laman;
e. Jumlah kebijakan sekolah tentang penggunaan dan
pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di
lingkungan sekolah; dan
f. Tingkat pemanfaatan dan penerapan teknologi
informasi dan komunikasi dan komunikasi dalam hal
layanan sekolah

2
Smart

Masyarakat a. Jumlah sarana dan prasarana yang mendukung


literasi digital di sekolah; dan
b. Tingkat keterlibatan orang tua, komunitas, dan
lembaga dalam pengembangan literasi digital.
c. Meningkatnya jumlah dan variasi bahan bacaan
literasi digital yang dimiliki setiap fasilitas publik;
d. Meningkatnya frekuensi membaca bahan bacaan
literasi digital setiap hari;
e. Meningkatnya jumlah bahan bacaan literasi digital
yang dibaca oleh masyarakat setiap hari;
f. Meningkatnya jumlah partisipasi aktif komunitas,
lembaga, atau instansi dalam penyediaan bahan
bacaan literasi digital;
g. Meningkatnya jumlah fasilitas publik yang
mendukung literasi digital;
h. Meningkatnya jumlah kegiatan literasi digital yang
ada di masyarakat
i. Meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dalam
kegiatan literasi digital;
j. Meningkatnya jumlah pelatihan literasi digital yang
aplikatif dan berdampak pada masyarakat;
k. Meningkatnya pemanfaatan media digital dan
internet dalam memberikan akses informasi dan
layanan publik;
l. Meningkatnya pemahaman masyarakat terkait
penggunaan internet dan UU ITE;
m. Meningkatnya angka ketersediaan akses dan
pengguna (melek) internet di suatu daerah; dan
n. Meningkatnya jumlah pelatihan literasi digital yang
aplikatif dan berdampak pada masyarakat.

Keluarga a. Meningkatnya jumlah dan variasi bahan bacaan


literasi digital yang dimiliki keluarga;
b. Meningkatnya frekuensi membaca bahan bacaan
literasi digital dalam keluarga setiap harinya;
c. Meningkatnya jumlah bacaan literasi digital yang
dibaca oleh anggota keluarga;
d. Meningkatnya frekuensi akses anggota keluarga
terhadap penggunaan internet secara bijak;

2
Smart

e. Meningkatnya intensitas pemanfaatan media digital


dalam berbagai kegiatan di keluarga; dan jumlah
pelatihan literasi digital yang aplikatif dan
berdampak pada keluarga.

2. Rangkuman
Berdasarkan arahan Presiden pada poin pembangunan SDM dan
persiapan kebutuhan SDM talenta digital, literasi digital berperan
penting untuk meningkatkan kemampuan kognitif sumber daya manusia
di Indonesia agar keterampilannya tidak sebatas mengoperasikan gawai.
Kerangka kerja literasi digital terdiri dari kurikulum digital skill, digital
safety, digital culture, dan digital ethics. Kerangka kurikulum literasi
digital ini digunakan sebagai metode pengukuran tingkat kompetensi
kognitif dan afektif masyarakat dalam menguasai teknologi digital.
a. Guna mendukung percepatan transformasi digital, ada 5
langkah yang harus dijalankan, yaitu:
● Perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital.
● Persiapkan betul roadmap transportasi digital di sektor-
sektor strategis, baik di pemerintahan, layanan publik,
bantuan sosial, sektor pendidikan, sektor kesehatan,
perdagangan, sektor industri, sektor penyiaran.
● Percepat integrasi Pusat Data Nasional sebagaimana sudah
dibicarakan.
● Persiapkan kebutuhan SDM talenta digital.
● Persiapan terkait dengan regulasi, skema-skema
pendanaan dan pembiayaan transformasi digital dilakukan
secepat-cepatnya
b. Literasi digital lebih dari sekadar masalah fungsional belajar
bagaimana menggunakan komputer dan keyboard, atau cara
melakukan pencarian online. Literasi digital juga mengacu
pada mengajukan pertanyaan tentang sumber informasi itu,
kepentingan produsennya, dan cara-cara di mana ia mewakili
dunia; dan memahami bagaimana perkembangan teknologi ini

2
Smart

terkait dengan kekuatan sosial, politik dan ekonomi yang lebih


luas.
c. Menurut UNESCO, literasi digital adalah kemampuan untuk
mengakses, mengelola, memahami, mengintegrasikan,
mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan menciptakan
informasi secara aman dan tepat melalui teknologi digital
untuk pekerjaan, pekerjaan yang layak, dan kewirausahaan.
Ini mencakup kompetensi yang secara beragam disebut
sebagai literasi komputer, literasi TIK, literasi informasi dan
literasi media.
d. Hasil survei Indeks Literasi Digital Kominfo 2020
menunjukkan bahwa rata-rata skor indeks Literasi Digital
masyarakat Indonesia masih ada di kisaran 3,3. Sehingga
literasi digital terkait Indonesia dari kajian, laporan, dan
survei harus diperkuat. Penguatan literasi digital ini sesuai
dengan arahan Presiden Joko Widodo.
e. Roadmap Literasi Digital 2021-2024 yang disusun oleh
Kominfo, Siberkreasi, dan Deloitte pada tahun 2020 menjadi
panduan fundamental untuk mengatasi persoalan terkait
percepatan transformasi digital, dalam konteks literasi digital.
Sehingga perlu dirumuskan kurikulum literasi digital yang
terbagi atas empat area kompetensi yaitu:
● kecakapan digital,
● budaya digital,
● etika digital
● dan keamanan digital.

3. Soal Latihan
1) Peserta diminta menjelaskan secara singkat program literasi
digital yang ada di Indonesia
2) Peserta diminta menjelaskan tentang digital skill, digital ethics,
digital culture, dan digital safety
3) Peserta diminta menjelaskan contoh implementasi literasi digital
dalam kehidupan bermedia digital

3
Smart

4. Kasus
Dalam kelompok berisi 5-6 orang, peserta diminta untuk menyelesaikan
contoh kasus berikut.

Studi Kasus:

Anda dan kelompok telah diutus untuk melakukan kegiatan pendampingan


masyarakat di Desa Kuta Paya, salah satu desa di pelosok Sumatera yang selama ini
belum tersentuh internet. Baru-baru ini, pembangunan infrastruktur yang semakin
menyentuh daerah pelosok akhirnya mendatangkan sinyal internet ke desa tersebut.
Dengan dana bantuan, Desa Kuta Paya juga kini difasilitasi dengan ruang komputer
yang dapat digunakan untuk keperluan bersama. Namun, warga desa masih
membutuhkan banyak adaptasi untuk bisa menggunakan layanan internet dengan
optimal untuk keperluan mereka.

Di desa tersebut, Anda dan kelompok diminta untuk membuat program atau
memfasilitasi kegiatan dalam rangka menyelesaikan permasalahan-permasalahan
yang dihadapi warga desa menggunakan dasar-dasar literasi digital dan konsep
percepatan transformasi digital. Kelompok Anda dijadwalkan untuk melakukan
kunjungan ke desa tersebut selama 3 kali dalam setahun untuk mengamati dan
mengontrol berjalannya program yang Anda susun, tidak termasuk satu kali
kunjungan survei lapangan di awal.

Dalam kunjungan survei lapangan, Anda dan kelompok melakukan wawancara pada
beberapa warga desa dan memperoleh informasi berikut:

- Menurut Kepala Desa, ruang komputer jarang sekali ada yang menggunakan
sejak dibangun. Anak muda di desa masih belum memiliki ketertarikan untuk
menggunakan fasilitas yang ada dengan optimal

- Desa memiliki usaha kerajinan kain tenun buatan tangan. Salah satu pengrajin
mengaku mengalami kesulitan untuk menjual produk karena jarak desa yang
cukup jauh dari kota dan kurangnya minat beli di kota terdekat

- Warga desa atas nama Ibu B mengeluhkan sulitnya mendapat layanan


pencatatan sipil di desa. Menurut Ibu B, masih banyak keluarga di desa yang
belum memiliki catatan sipil seperti Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, dan
sebagainya

3
Smart

Secara berkelompok, buatlah contoh susunan kegiatan/program yang akan Anda


dan kelompok lakukan di Desa Kuta Paya. Rincikan pula perencanaan susunan
kegiatan yang akan Anda dan kelompok lakukan pada kunjungan pertama, kedua,
dan ketiga. Fokuslah membentuk kemandirian digital warga desa secara jangka
panjang setelah kegiatan pendampingan selesai. Presentasikan rekomendasi yang
telah dibuat, dan jika memungkinkan, tampilkanlah role-play singkat berdasarkan
rekomendasi yang telah dibuat!

3
Smart

BAB 3
KEGIATAN BELAJAR 2: PILAR LITERASI DIGITAL

Kegiatan Belajar 2: Pilar Literasi Digital


Peran dan tanggung jawab para peserta CPNS sangatlah besar,
sehingga kemampuan menggunakan gawai saja tidaklah cukup,
diperlukan kemampuan lainnya yakni literasi digital. Literasi digital
memiliki 4 pilar wajib yang harus dikuasai oleh para peserta CPNS yang
terdiri dari etika, keamanan, budaya, dan kecakapan dalam bermedia
digital.
Tingginya angka penipuan, berita negative, berita hoaks, hingga
pencurian data di Indonesia
Setelah mempelajari modul dan mengikuti instruksi dalam kegiatan
belajar ini, diharapkan tercapai tujuan pembelajaran sebagai berikut:

3
Smart

Tabel 2. 1 Capaian Pembelajaran Kegiatan Belajar 2

Capaian Capaian Pembelajaran Khusus


Pembelajaran
Umum

Memahami Peserta dapat - Peserta dapat mengidentifikasi perilaku-


memahami perilaku yang menunjukkan ada-tidaknya
keempat pilar kecakapan dalam bermedia digital
literasi digital - Peserta dapat menjelaskan dengan
beserta esensi yang bahasanya sendiri mengenai perbedaan
terkandung di kompetensi keamanan digital secara
dalamnya kognitif, afektif, dan konatif
- Peserta dapat mengambil kesimpulan
mengenai urgensi, prinsip-prinsip yang
berlaku, serta tantangan-tantangan yang
dihadapi dalam membangun budaya dan
etika dalam bermedia digital

Menerapkan Peserta dapat - Peserta dapat memberikan contoh baru


mengilustrasikan perilaku sehari-hari yang menunjukkan
aplikasi nyata dari ada-tidaknya kecakapan dalam bermedia
keempat pilar digital
literasi digital - Peserta dapat memberikan contoh
dalam kehidupan permasalahan yang dapat muncul
sehari-hari bagi diakibatkan kurangnya keamanan dalam
masyarakat bermedia digital
Indonesia - Peserta dapat mengaitkan antara
fenomena yang ditemui di masyarakat
Indonesia dengan budaya dan etika dalam
bermedia digital

3
Smart

Capaian Capaian Pembelajaran Khusus


Pembelajaran
Umum

Menganalisis Peserta dapat - Peserta dapat berdiskusi mengenai


menganalisis permasalahan yang terjadi di
permasalahan yang masyarakat digital Indonesia dari sudut
terjadi di pandang masing-masing pilar literasi
masyarakat digital
Indonesia dengan - Peserta dapat menentukan skala
menggunakan prioritas masing-masing pilar literasi
konsep keempat digital dalam penyelesaian berbagai
pilar literasi digital permasalahan yang berbeda di masyarakat
digital Indonesia
Mengevaluasi Peserta dapat - Peserta dapat merincikan hal-hal yang
memberi penilaian sudah baik dari implementasi masing-
dan evaluasi masing pilar literasi digital di Indonesia
terhadap - Peserta dapat memberikan kritik
implementasi mengenai hal-hal yang masih harus
masing-masing ditingkatkan dari implementasi masing-
pilar literasi digital masing pilar literasi digital di Indonesia
di Indonesia - Peserta dapat merincikan tantangan
yang ada dalam usaha peningkatan
masing- masing pilar literasi digital di
Indonesia
Menciptakan Peserta dapat - Peserta dapat berkolaborasi merancang
berkolaborasi kegiatan yang dapat dilakukan di kelompok
untuk merancang masyarakat tertentu dalam usaha untuk
program yang meningkatkan setidaknya salah satu pilar
menargetkan literasi digital
peningkatan pilar- - Peserta dapat berkolaborasi
pilar literasi digital memerankan role-play singkat untuk
bagi masyarakat mengilustrasikan kegiatan yang telah
Indonesia dirancang

3
Smart

1. Uraian Materi

Terdapat dua poros yang membagi area setiap domain


kompetensi yang termasuk dalam pilar-pilar literasi digital. Poros
pertama, yaitu domain kapasitas ‘single–kolektif’ memperlihatkan
rentang kapasitas literasi digital sebagai kemampuan individu untuk
mengakomodasi kebutuhan individu sepenuhnya hingga kemampuan
individu untuk berfungsi sebagai bagian dari masyarakat
kolektif/societal. Sementara itu, poros berikutnya adalah domain ruang
‘informal–formal’ yang memperlihatkan ruang pendekatan dalam
penerapan kompetensi literasi digital. Ruang informal ditandai dengan
pendekatan yang cair dan fleksibel, dengan instrumen yang lebih
menekankan pada kumpulan individu sebagai sebuah kelompok
komunitas/masyarakat. Sedangkan ruang formal ditandai dengan
pendekatan yang lebih terstruktur dilengkapi instrumen yang lebih
menekankan pada kumpulan individu sebagai ‘warga negara digital.’
Blok-blok kompetensi semacam ini memungkinkan kita melihat
kekhasan setiap modul sesuai dengan domain kapasitas dan ruangnya.
Kerangka kerja literasi digital merupakan dasar perancangan
program serta kurikulum literasi digital Indonesia 2020-2024. Oleh
sebab itu, pada bagian ini, akan dipelajari tentang empat pilar literasi
digital yang terdiri dari etika, keamanan, budaya, dan kecakapan
dalam bermedia digital. Dalam hal ini, Digital Ethics (Etika Bermedia
Digital) sebagai panduan berperilaku terbaik di ruang digital
membawa individu untuk bisa menjadi bagian masyarakat digital,
berada di domain ‘kolektif, informal’; Digital Culture (Budaya
Bermedia Digital) sebagai wujud kewarganegaraan digital dalam

3
Smart
konteks keindonesiaan

3
Smart

berada pada domain ‘kolektif, formal’ di mana kompetensi digital


individu difungsikan agar mampu berperan sebagai warganegara
dalam batas-batas formal yang berkaitan dengan hak, kewajiban, dan
tanggung jawabnya dalam ruang ‘negara’; Digital Safety (Aman
Bermedia Digital) sebagai panduan bagi individu agar dapat menjaga
keselamatan dirinya berada pada domain ‘single, formal’ karena
sudah menyentuh instrumen-instrumen hukum positif; dam Digital
Skills (Cakap Bermedia Digital) merupakan dasar dari kompetensi
literasi digital, berada di domain ‘single, informal’. Keempat pilar
tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat kompetensi kognitif
dan afektif masyarakat dalam menguasai teknologi digital.

a. Etika Bermedia Digital

Kerangka Kerja

Etika bermedia digial adalah kemampuan individu dalam


menyadari, mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan,
mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital
(netiquette) dalam kehidupan sehari-hari

Dasar

● Dasar 1: Pengetahuan dasar akan peraturan, regulasi yang


berlaku, tata krama, dan etika berinternet (netiquette)

● Dasar 2: Pengetahuan dasar membedakan informasi apa saja


yang mengandung hoax dan tidak sejalan, seperti: pornografi,
perundungan, dll.

● Dasar 3: Pengetahuan dasar berinteraksi, partisipasi dan


kolaborasi di ruang digital yang sesuai dalam kaidah etika

3
Smart
digital

3
Smart

dan peraturan yang berlaku

● Dasar 4: Pengetahuan dasar bertransaksi secara elektronik dan


berdagang di ruang digital yang sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Topik
Etika tradisional adalah etika berhubungan secara langsung/tatap
muka yang menyangkut tata cara lama, kebiasaan, dan budaya yang
merupakan kesepakatan bersama dari setiap kelompok masyarakat,
sehingga menunjukkan apa yang pantas dan tidak pantas sebagai
pedoman sikap dan perilaku anggota masyarakat. Etika kontemporer
adalah etika elektronik dan digital yang menyangkut tata cara,
kebiasaan, dan budaya yang berkembang karena teknologi yang
memungkinkan pertemuan sosial budaya secara lebih luas dan global.
Maka, ruang lingkup etika dalam dunia digital menyangkut
pertimbangan perilaku yang dipenuhi kesadaran, tanggung jawab,
integritas (kejujuran), dan nilai kebajikan. Baik itu dalam hal tata kelola,
berinteraksi, berpartisipasi, berkolaborasi dan bertransaksi elektronik.

Gambar 2. 1 Ruang Lingkup Etika Digital

Kesadaran maksudnya adalah melakukan sesuatu dengan sadar


atau memiliki tujuan. Media digital yang cenderung instan seringkali
membuat penggunanya melakukan sesuatu dengannya ‘tanpa sadar’
4
Smart

sepenuhnya. Kesadaran adalah kondisi individu yang menyediakan


sumber daya secara penuh ketika menggunakan media digital, sehingga
individu tersebut memahami apa saja yang sedang dilakukannya
dengan perangkat digital. Tanggung jawab berkaitan dengan dampak
atau akibat yang ditimbulkan dari suatu tindakan. Maka bertanggung
jawab artinya adalah kemauan menanggung konsekuensi dari tindakan
dan perilakunya dalam bermedia digital. Sementara itu, kebajikan
menyangkut hal-hal yang bernilai kemanfaatan, kemanusiaan, dan
kebaikan serta prinsip penggunaan media digital untuk meningkatkan
derajat sesama manusia atau kualitas kehidupan bersama, dan
integritas adalah prinsip kejujuran sehingga individu selalu terhindar
dari keinginan dan perbuatan untuk memanipulasi, menipu,
berbohong, plagiasi, dan sebagainya, saat bermedia digital (Frida dkk,
2021 dalam Frida dan Astuti, 2021). Empat prinsip etika tersebut
menjadi ujung tombak self-control setiap individu dalam mengakses,
berinteraksi, berpartisipasi, dan berkolaborasi di ruang digital,
sehingga media digital benar-benar bisa dimanfaatkan secara kolektif
untuk hal-hal positif.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
menimbang urgensi penerapan etika bermedia digital. Pertama,
penetrasi internet yang sangat tinggi dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Indonesia. Bukan saja jumlah dan aksesnya yang
bertambah. Durasi penggunaannya pun meningkat drastis. Kedua,
perubahan perilaku masyarakat yang berpindah dari madia
konvensional ke media digital. Karakter media digital yang serba cepat
dan serba instan, menyediakan kesempatan tak terbatas dan big data,
telah mengubah perilaku masyarakat dalam segala hal, mulai dari

4
Smart
belajar, bekerja, bertransaksi, hingga berkolaborasi. Ketiga, situasi

4
Smart

pandemi COVID-19 yang menyebabkan intensitas orang berinteraksi


dengan gawai semakin tinggi, sehingga memunculkan berbagai isu dan
gesekan. Semua ini tak lepas dari situasi ketika semua orang
berkumpul di media guna melaksanakan segala aktivitasnya, tanpa
batas.
Dalam lanskap informasi, media digital menyatukan pengguna
Internet dari beragam budaya dan kelompok usia. Media digital juga
digunakan oleh siapa saja yang berbeda latar pendidikan dan tingkat
kompetensi. Karena itu, dibutuhkan panduan etis dalam menghadapi
jarak perbedaan-perbedaan tersebut. Selain itu, diperlukan kontrol diri
(self-controlling) dalam menggunakan media digital, yang disebut
dengan Etika Digital.
Salah satu bentuk tantangan muncul dari keragaman
kompetensi setiap individu yang bertemu di ruang digital. Ada
generation gap yang menunjukkan perbedaan perilaku antara native
generation dan migrant generation dalam kecakapan digital. Generasi
ini juga berbeda budaya karena memiliki pengalaman etiket yang
berbeda antara luring dan daring. Keragaman kecakapan digital dan
budaya membawa konsekuensi perbedaan dalam berinteraksi,
berpartisipasi, dan berkolaborasi di ruang digital. Tantangan
selanjutnya adalah banyaknya konten negatif di media digital yang
disikapi secara tidak sepantasnya oleh netizen Indonesia. Laporan
Digital Incivility Index 2021 menempatkan Indonesia pada posisi
paling rendah—yang artinya, tingkat ketidaksopanan netizen Indonesia
paling tinggi di Kawasan Asia Tenggara.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, maka rencana
pengembangan modul Etis Bermedia Digital adalah sebagai berikut:

4
Smart
1. Mengembangkan modul dengan secara khusus membidik

4
Smart

kelompok-kelompok minoritas atau yang termarjinalkan seperti


difabel, anak, perempuan, lansia, dan masyarakat 3T. Fokusnya
pada pelatihan dan pendampingan, sehingga mereka cakap
bermedia digital, sekaligus mampu menerapkan etika bermedia
digital dalam berinteraksi, berpartisipasi, berjejaring, dan
berkolaborasi.
2. Revisi dan upgrading modul berdasarkan riset proses dan efek
dari penerapan modul ini.
3. Perluasan Kurikulum Etika Media di luar empat etika
dasar. Tabel 2. 2 Tujuan Bahasan Netiket

Tujuan Penjelasan

Memahami etika Memahami adalah kemampuan menjelaskan etiket


berinternet dalam ruang digital.

Mengevaluasi etika Mengevaluasi adalah kemampuan memberi penilaian


berinternet atas pelaksanaan dan pelanggaran etiket di ruang
digital. Baik yang dilakukan sendiri maupun orang
lain.

Menerapkan etika Menerapkan adalah selalu menjadikan etika sebagai


berinternet panduan dalam pengalaman sehari-hari saat
beraktivitas di ruang digital.

Sedang urgensi dari netiket bagi netizen adalah karena kita


semua manusia bahkan sekalipun saat berada di dunia digital, jadi
ikutilah aturan seperti dalam kehidupan nyata. Pengguna internet

4
Smart
berasal dari

4
Smart

bermacam negara yang memiliki perbedaan bahasa, budaya dan adat


istiadat. Pengguna internet merupakan orang yang hidup dalam
anonymous, yang mengharuskan pernyataan identitas asli dalam
berinteraksi. Bermacam fasilitas di internet memungkinkan seseorang
untuk bertindak etis atau tidak etis (Hartanto, 2019 dalam Frida dan
Astuti, 2021). Sehingga kita dapat menyeleksi perilaku sesuai dengan
netiket. Seperti terangkum dalam tabel berikut:

Tabel 2. 3 Menyeleksi Perilaku Netiket

Seleksi dan analisis informasi Sesuai Seleksi dan Analisis Informasi Tidak
netiket Sesuai netiket

Ingatlah akan keberadaan orang lain di Menyebarkan Berita Hoaks atau berita
dunia maya bohong dan palsu

Taat kepada standar perilaku online Ujaran Kebencian (provokasi, hasutan


yang sama dengan yang kita jalani atau hinaan)
dalam kehidupan nyata

Tidak melakukan hal-hal yang dapat Pornografi (konten kecabulan dan


eksploitasi seksual)
merugikan para pengguna internet
lainnya

Membentuk citra diri yang positif Pencemaran Nama Baik

Menghormati privasi orang lain Penyebaran Konten Negatif

4
Smart

Memberi saran atau komentar yang Modus Penipuan Online (voucher diskon,
baik penipuan transaksi shopping online)

Hormati waktu dan bandwith orang Cyber Bullying (pelecehan,


lain mempermalukan, mengejek)

Mengakses hal -hal yang baik dan Perjudian Online (judi bola online,
bersifat tidak dilarang blackjack, dan casino online)

Tidak melakukan seruan atau ajakan Cyber Crime, yaitu ancaman keamanan
ajakan yang sifatnya tidak baik siber (pencurian identitas, pembobolan
kartu kredit, pemerasan, hacking)

Ketidakpahaman atas netiket bisa menimbulkan dampak negatif


yang sangat merugikan, karena internet memiliki jejak digital yang tidak
mudah dihapus. Jejak digital atau yang disebut IDC (International Data
Corp) sebagai “digital shadow” merupakan suatu kapsul yang
menampung segala informasi aktivitas pengguna internet (Zaenudin,
2018).

Waspada Konten Negatif

Saat ini kita dapat memperoleh informasi dengan sangat mudah.


Dengan bantuan gawai atau telepon seluler di genggaman yang
terhubung internet, kita bisa mendapatkan berbagai informasi yang kita
kehendaki maupun yang tidak kita kehendaki.

4
Smart

Selain itu dengan bantuan teknologi kita juga bisa menciptakan


dan menyebarkan informasi ke banyak orang. Hal tersebut dipermudah
setelah media sosial hadir di tengah kita. Media sosial adalah media yang
memungkinkan penggunanya berpartisipasi dalam menerima dan
mengirim informasi (Maning, 2016 dalam Frida dan Astuti, 2021).

Soal akses memang terpecahkan berkat adanya teknologi, namun


akses ini tidak hanya soal keahlian mencari atau menyebarkan informasi,
namun juga terkait aspek etika, di mana kita memiliki tanggung jawab
moral dalam penggunaan informasi. Tanggung jawab ini harus berdasar
pada nilai respek atau penghargaan terhadap harkat-martabat manusia
dan hak asasi manusia.

Ada dua hal penting saat berinteraksi di dunia digital. Pertama,


penghargaan pada diri sendiri akan menjaga kepentingan kita di dunia
digital. Kita akan bijak mengekspos diri kita melalui pesan yang kita buat
dan bagikan. Kedua, penghargaan pada orang lain bisa kita lihat contoh
penerapan prinsip tersebut pada media sosial. Perkembangan media
sosial yang awalnya untuk mempererat hubungan antar pengguna, lalu
mulai bergeser ketika ada ada pihak-pihak yang memiliki kepentingan
ekonomi, politik, dan SARA. Sehingga ada baiknya kita memahami
konten negatif dan mewaspadainya.

Tabel 2. 4 Tujuan Bahasan Waspada Konten Negatifabel 2.4.


Tujuan Bahasan Waspada Konten Negatif

Tujuan Penjelasan

Memahami konten Bisa membedakan hoaks, perundungan, ujaran


kebencian, dan konten negatif lainnya dengan

4
Smart
yang

5
Smart

negatif di media digital bukan.

Mampu menganalisis Kemampuan menjelaskan hoaks, perundungan,


konten negatif di ujaran kebencian, perundungan, dan konten
media digital. negatif lainnya dalam konteks etika.

Bertindak etis atas Menunjukkan perilaku tidak menyebar,


adanya konten negatif memproduksi, dan meneruskan konten hokas,
di media digital. ujaran kebencian, perundungan, dan konten
negatif lainnya.

Definisi konten negatif jelas tertulis dalam UU ITE. Konten negatif


ada dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik yang telah diubah melalui UU Nomor 19 Tahun
2016 (UU ITE) sebagai informasi dan/atau dokumen elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian, penghinaan atau
pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman, penyebaran
berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian
pengguna.

Konten negatif muncul karena motivasi-motivasi pembuatnya


yang memiliki kepentingan ekonomi (mencari uang), politik
(menjatuhkan kelompok politik tertentu), mencari kambing hitam, dan
memecah belah masyarakat (berkaitan suku agama ras dan
antargolongan/SARA) (Posetti & Bontcheva, 2020 dalam Frida dan
Astuti, 2021). Beberapa fenomena konten negatif adalah sebagai berikut:

5
Smart

Tabel 2. 5 Beberapa Jenis Konten Negatif

Konten Fenomena

Hoaks Hoaks, sebuah kata yang tidak asing lagi bagi kita. Kata ini
sangat populer belakangan ini di Indonesia. Berbagai peristiwa
besar sering diiringi oleh kemunculan hoaks, misalnya seperti
peristiwa politik, bencana alam, ekonomi, sosial dan kesehatan

Cyberbullying Bentuk perundungan ini dapat berupa doxing (membagikan


data personal seseorang ke

dunia maya); cyberstalking (mengintip dan memata-matai


seseorang di dunia maya);

dan revenge porn (membalas dendam melalui penyebaran


foto/video intim seseorang).

Hate speech Pengertian ujaran kebencian atau hate speech adalah


ungkapan atau ekspresi yang menganjurkan ajakan untuk
mendiskreditkan, menyakiti seseorang atau sekelompok orang
dengan tujuan membangkitkan permusuhan, kekerasan, dan
diskriminasi kepada orang atau kelompok.

Cara melawan konten negatif diantaranya adalah memverifikasi


informasi. Kita wajib melakukan cross check untuk menguji kebenaran
suatu informasi. Langkah verifikasi akan mengurangi resiko menjadi

5
Smart

korban dari konten negatif. Kita menguji kebenarannya dengan mencari


informasi dari sumber-sumber lain yang kredibel. Lainnya adalah
memegang prinsip kehati-hatian yang kita lakukan agar secara tidak
langsung juga dapat berimbas pada orang-orang yang mengirimkan
informasi yang salah.

Apakah kita perlu menyebarkan setiap informasi yang kita miliki?


Kita perlu memiliki beberapa pertimbangan sebelum menyebarkan
suatu informasi. Apakah informasi ini benar? Apakah informasi ini
penting? Apakah informasi ini bermanfaat bagi keselamatan dan
perbaikan situasi masyarakat jika disebarkan? Gunakan kreatifitas kita
untuk memproduksi/membuat konten yang bermanfaat, yang tidak
merugikan orang lain dan diri kita.

Membanjirnya konten negatif tidak boleh didiamkan. Kita bisa


berpartisipasi dengan memproduksi dan menyebarkan konten positif di
internet. Hal ini untuk membuat konten positif mudah ditemukan di
internet oleh masyarakat. Perilaku ini menjadikan kita sebagai orang
yang peduli untuk menciptakan komunikasi yang sehat di internet
(daring), seperti juga di dunia nyata (luring).

Interaksi Bermakna di Ruang Digital

Proses interaksi yang terjadi di media sosial ini merupakan


bagian dari komunikasi sosial, bahkan semakin kompleks dan dapat
menimbulkan masalah jika tidak dikelola dengan baik. Permasalahan
yang biasanya muncul terkait dengan privasi, hak cipta karya,
pornografi, kekerasan online, dan isu etika lainnya. UGC dapat menjadi
dilema bagi pengguna dalam partisipasi di media digital, karena karya
kreatif di media

5
Smart

sosial itu baik namun jika tidak diimbangi dengan pengetahuan, etika,
dan tanggung jawab sosial yang tinggi, maka hasilnya dapat menjadi
negatif.

Tabel 2. 6 Tujuan Bahasan Interaksi Bermakna di Ruang Digital

Tujuan Penjelasan

Mengetahui cara berinteraksi, Dapat mengidentifikasi berbagai cara


partisipasi, dan kolaborasi di berinteraksi, partisipasi, dan kolaborasi di
ruang digital berbagai platform digital.

Memahami ragam peraturan Dapat menganalisis interaksi, partisipasi, dan


yang berlaku ketika kolaborasi di berbagai platform digital yang
berinteraksi, partisipasi, dan sesuai dan yang tidak sesuai dengan peraturan
kolaborasi di ruang digital. yang berlaku.

Dengan kompleksnya informasi pada media digital, maka


interaksi pun dapat berdampak negatif. Misalnya, memberi komentar
negatif terhadap berita khususnya gosip artis di media sosial, seperti
berikut ini. Pengikut beberapa akun Instagram populer memberikan
kata-kata hujatan terkait selebgram yang mengklarifikasi berita dirinya
foto berdua dianggap selingkuh. Hal ini disebut interaksi negatif.
Interaksi negatif lainnya adalah ujaran kebencian atau hate speech.

Dalam mencegah hate speech demi menciptakan interaksi


bermakna di ruang digital, partisipasi dan kolaborasi dibutuhkan.
Partisipasi merupakan proses terlibat aktif dalam berbagi data dan
informasi yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Proses ini
5
Smart

berakhir pada menciptakan konten kreatif dan positif untuk


menggerakkan lingkungan sekitar. Kolaborasi merupakan proses
kerjasama antar pengguna untuk memecahkan masalah bersama
(Monggilo, 2020 dalam Frida dan Astuti, 2021).

Kolaborasi positif, dapat menjadi sistem pendukung bagi kita


dalam menghadapi berbagai serangan informasi di dunia internet.
Sebaliknya kolaborasi negatif dapat menjebloskan kita pada pusaran
perspektif yang salah bahkan ranah hukum. Kolaborasi positif seperti
menciptakan konten yang baik. Pada dasarnya, konten pada media
digital adalah produksi budaya, karena terdapat interaksi, partisipasi,
dan kolaborasi antar pengguna di dalamnya.

Namun dalam interaksi terkait konten digital, perlu diingat


pertimbangan etis. Pertimbangan etis didasarkan triangle subjek,
pencipta karya, dan audiens. Penjelasannya pertimbangnnya adalah
sebagai berikut:

1. Subjek: Apakah subjek berkenan untuk masuk dalam konten yang kita
buat (consent)? Apakah subjek bebas dalam berpartisipasi atau ada
paksaan (free will)?
2. Pencipta karya: Apakah pencipta karya memiliki maksud baik
terhadap subjek (intentionality)? Apakah pencipta karya
mempertimbangkan konsekuensi dari aksinya terhadap subjek?
(consequences), apakah efek yang akan muncul kedepannya bagi
masyarakat, khususnya terkait menjalin hubungan sosial yang sehat
(social good)?
3. Audiens: Apakah audiens mendapatkan maksud baik dari yang
disampaikan pencipta karya (intentionality)? Apakah audiens dapat

5
Smart
berkontribusi bagi hubungan sosial yang sehat (social good)?
Interaksi dan Transaksi Bijak

5
Smart

Berdasarkan data yang iPrice dan Jakpat kumpulkan, 26% dari


total 1000 responden menyebutkan mereka memilih untuk
menggunakan e-wallet/e-money sebagai metode pembayaran saat
melakukan online shopping di e-commerce (Devita, 2020 dalam Frida
dan Astuti, 2021). Sehingga jelas bahwa volume dan nilai transaksi uang
elektronik di Indonesia meningkat. Maka kita sebagai pengguna media
digital harus bijak dan waspada dalam bertransaksi, karena apabila
tidak, akan dapat berdampak negatif bagi kita ketika melakukan
transaksi daring di sosial media.

Sebelum memahami lebih jauh, perlu dipahami interaksi dan


transaksi elektronik. Interaksi adalah sebuah kebutuhan dan seiring
perkembangan teknologi informasi interaksi dapat dilakukan tidak
hanya bertatap muka secara langsung tetapi juga melalui atau termediasi
oleh komputer atau perangkat sejenis. Sedang menurut UU ITE No 11
tahun 2008, transaksi elektronik adalah dengan menggunakan
komputer, jaringan komputer, dan media elektronik lainnya.
Berdasarkan UU ITE persyaratan para pihak yang bertransaksi
elektronik harus dilakukan dengan sistem elektronik yang disepakati
oleh para pihak.

Tabel 2. 7 Beberapa Etika Berinteraksi di Dunia Digital

Jejaring Pertemenan Aplikasi Percakapan

5
Smart
● Bertemanlah dengan orang ● Menjaga privasi satu sama
yang kita kenal sebelumnya lain, tidak memberikan nomor orang
● Apabila teman baru, lebih lain kepada siapapun
baik kita telusuri dahulu informasi ● tanpa izin
tentang dia melalui ● Apabila mengontak orang lain

5
Smart

● browser atau dari teman yang belum mengenal kita


kita lainnya sebelumnya sebaiknya
● Apabila mencari teman ● didahului dengan
baru, sebaiknya teman tersebut memperkenalkan diri dan
memiliki kesamaan menyebutkan mendapatkan nomor
● pertemanan atau minat ● kontak orang tersebut dari
dengan kita siapa.
● Bertemanlah dengan orang ● Apabila membuat grup atau
yang menggunakan identitas asli akan memasukkan seseorang ke
dalam grup, maka
● sebaiknya menanyakan
terlebih dahulu kesediaannya untuk
bergabung dalam grup.
● Jangan meneruskan pesan bila
pesan tersebut bila belum dapat
dipastikan
● Kebenarannya

Setelah kita memahami bagaimana berinteraksi yang etis, kini


mari kita tingkatkan manfaat media digital dengan melakukan transaksi.
Menurut GlobalWebIndex, Indonesia adalah negara dengan tingkat
adopsi e-commerce atau transaksi daring paling tinggi di dunia pada
tahun 2019. Hal ini menggambarkan bahwa sebanyak 90% pengguna
internet yang berada pada usia 19 hingga 60 tahun pernah melakukan
pembelian produk atau jasa secara daring.

5
Smart

Media sosial dimanfaatkan oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan


menengah (UMKM) sebagai wadah mengembangkan bisnis. Berikut
beberapa keunggulan penggunaan media sosial untuk UMKM, antara
lain:

1. Biaya operasional lebih efektif dan efisien


2. Toko dapat beroperasi 24 jam/hari selama 7 hari/minggu
3. Potensi pasar lebih luas hingga ke internasional/global
4. Katalog produk bisa selalu up-to-date
5. Tidak memerlukan toko offline/ toko fisik untuk memasarkan
produknya
6. Modal lebih kecil untuk memulai usaha
7. Dapat dengan mudah mengenali competitor
Secara garis besar, sebaiknya kita kenali etika bertransaksi daring dan
etika pelapak. Beberapa poin dirangkum di tabel berikut ini:

Tabel 2. 8 Etika Bertransaksi di Dunia Digital

Bertransaksi Sebagai Pelapak Sebagai Pembeli

6
Smart
● Daftarkan diri ● Jadilah ● Melihat
baik penjual dan penjual/pelapak keprofesionalan lapak dan
pembeli sesuai dengan barang/jasa yang tidak profil penjual
ketentuan yang melanggar hukum. ● Membaca respon
disyaratkan platform ● Jujur dan tanggapan di barang
belanja daring yang mendeskripsikan yang akan dikonsumsi
diinginkan. Informasi mengenai ● Melihat latar
● Kenali dengan produk yang dijual belakang dan riwayat
baik seluruh fitur yang (tulisan, gambar/foto berjualan
tersedia. Fitur-fitur ● produk). ● Mempelajari

6
Smart

utama yang perlu ● Informasi variasi cara transaksi dan


dipelajari adalah mengenai harga produk pembayaran
kebijakan penjualan, yang akan dijual sesuai ● Membaca testimoni
detail produk, dengan aslinya atau komentar pelanggan
keamanan akun, proses ● Selalu berusaha sebelumnya
pembayaran dan membalas calon pembeli ● Mengecek
pengembalian produk yang bertanya atau statusnya apakah
yang dijual, pengiriman memberi komen keanggotaan sudah
produk. ● Melakukan diverifikasi?
● Pastikan unggahan dengan kata- ● Melihat apakah ada
perangkat digital yang kata sopan dan tidak dukungan dan
digunakan untuk mengandung SARA rekomendasi dari pihak
transaksi daring sudah ● Balasan terhadap lain
aman. komen tetap sopan dan ● Apakah mematok
● Baik penjual tidak menyinggung harga yang masuk akal
maupun pembeli ● Bila memberikan ● Tidak masuk dalam
sebaiknya memberikan promosi, diberitahukan blacklist
dan dapat mengakses dengan jelas dan masuk ● Lakukan survei
layanan akal harga pembanding dengan
● bantuan yang ● Barang/jasa penjual yang lain
disediakan e- sebaiknya dijelaskan pada ● Dapat mengadukan
commerce. spesifikasi produk pengelola platform belanja
● Tidak memaksakan daring jika ada informasi
pembeli untuk memberi yang tidak
umpan balik yang baik. ● sesuai atau
meragukan.

6
Smart

● Baca informasi
mengenai produk dalam
platform belanja dengan
teliti dan hati-hati.

b. Budaya Bermedia Digital

Kerangka Kerja

Kemampuan individu dalam membaca, menguraikan,


membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.

Dasar

● Dasar 1: Pengetahuan dasar akan Pancasila dan Bhineka


Tunggal Ika sebagai landasan kehidupan berbudaya, berbangsa
dan berbahasa Indonesia

● Dasar 2: Pengetahuan dasar membedakan informasi mana saja


yang tidak sejalan dengan nilai Pancasila di mesin telusur,
seperti perpecahan, radikalisme, dll.

● Dasar 3: Pengetahuan dasar menggunakan Bahasa Indonesia


baik dan benar dalam berkomunikasi, menjunjung nilai
Pancasila, Bhineka Tunggal Ika

● Dasar 4: Pengetahuan dasar yang mendorong perilaku konsumsi


sehat, menabung, mencintai produk dalam negeri dan kegiatan
produktif lainnya.

6
Smart

Topik

Bangsa Indonesia diwajibkan untuk memiliki sikap dan perilaku


yang menjunjung nilai nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Keduanya menjadi landasan yang kuat dalam bersosialisasi di
masyarakat baik secara tatap muka maupun melalui kegiatan dalam
jaringan (daring). Manusia harus memiliki mental yang tangguh dan
memiliki prinsip dalam menjalankan tugas tugas berkomunikasi
dengan orang lain. Sikap Pancasila ditunjukkan dalam berkegiatan
kemanusiaan dalam berbagai kegiatan, salah satu aplikasinya melalui
media sosial yaitu melalui penggunaan nilai nilai Pancasila dalam
berkomunikasi antar sesama manusia. Terutama dalam menjalankan
tugas tugas sebagai duta bangsa dalam kesenian dan teknologi serta
dalam menjalankan tugas sebagai duta pariwisata untuk
mempromosikan produk dalam negeri.

Masyarakat yang modern saat ini hidupnya sangat dipengaruhi


oleh internet. Kehidupan masyarakat sangat tergantung dengan adanya
internet. Kesukaan dan minat masyarakat melalui dalam
berkomunikasi melalui ruang digital, khususnya mempergunakan
gadget harus sesuai dengan konten yang bermanfaat bagi
pengembangan diri, kecerdasan yang positif dan pengembangan relasi
mereka dengan lingkungannya. Masyarakat memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi agar tetap melaksanakan kegiatan, karena
fasilitas dan fitur dari teknologi informasi dan komunikasi yang
memiliki keunggulan dan kemudahan untuk dipergunakan oleh
berbagai kalangan masyarakat (Astuti, dan Prananingrum, 2021).

Perubahan media komunikasi yang digunakan oleh masyarakat

6
Smart

Indonesia tidak terlepas dengan perubahan teknologi komunikasi.


Ketika media komunikasi beranjak cepat menuju digital, maka praktek
budaya kita pun mau tak mau mengalami perubahan. Tantangan dalam
menghadapi era digital adalah terbukanya akses, proses yang cepat dan
instan, serta kemudahan akses. Satu hal yang harus diakui: kecanggihan
teknologi digital hanya memperkaya pengetahuan dan keterampilan
para pengguna. Namun, tanpa dibingkai oleh nilai budaya dan karakter,
semua itu sia-sia belaka.

Bangsa yang sukses dan berkualitas adalah bangsa yang


berbudaya dan bermartabat. Seyogyanya, saat dunia bertransformasi
menjadi budaya digital, maka budaya baru yang terbentuk harus dapat
menciptakan manusia yang berkarakter dan warga digital yang
memiliki nilai-nilai kebangsaan untuk memperkuat bangsa dan
negaranya. Kehadiran media dan teknologi digital, dengan kata lain,
harus menjadi sarana memperkuat budaya bangsa dan karakter
warganegara. Modul ini lahir dari sebuah cita-cita untuk menjadikan
budaya digital yang tumbuh pesat, tidak lepas dari nilai-nilai
kewarganegaraan dan budaya Indonesia. Perhatian terhadap
perkembangan karakter harus menjiwai setiap unsur yang terkait
dengan literasi digital, mulai dari konsep hingga aplikasinya dalam
kehidupan masyarakat Nusantara.

Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan modul budaya


bermedia digital adalah menyesuaikan dan mengakomodasi panduan
ini dengan keragaman budaya daerah. Pada dasarnya, Indonesia
memiliki modal kearifan lokal yang luar biasa. Kearifan lokal inilah
yang perlu diintegrasikan ke dalam budaya digital Indonesia sehingga
memperkaya kita semua. Tantangan lain adalah bagaimana

6
Smart
mengajarkan dan mengaplikasikan budaya digital kepada target

6
Smart

sasaran yang bukan hanya berbeda budaya, tetapi juga memiliki


keragaman variabel sosioekonomi. Tidak kalah penting adalah
bagaimana menyentuh kelompok-kelompok minoritas supaya tidak
tertinggal dalam pengembangan budaya digital, yaitu warga difabel,
masyarakat di Kawasan 3T, lansia, anak-anak, dan perempuan.

Diperlukan peran berbagai pihak dalam masyarakat untuk


mengedukasi budaya digital yang bermartabat. Diperlukan sinergi
dari siapa saja, mulai dari pejabat di lingkungan pemerintah, pemuka
agama, para pendidik, tokoh masyarakat serta para public figure yang
memberikan teladan nilai positif di tengah masyarakat. Rencana
pengembangan modul terarah pada satu tujuan, yaitu membantu
berbagai pihak untuk pendidikan penguatan karakter, sehingga
menghasilkan warga negara Indonesia di dunia digital yang unggul.
Satu pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa Kemajuan dan
Martabat Suatu Bangsa tergantung dari Pelestarian Nilai Budaya
Bangsa tersebut. Budaya digital hadir untuk memperkuat karakter
budaya bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebangsaan Indonesia
dalam penggunaan media digital, bukan untuk memecah belah
kesatuan warna di dunia maya.
Budaya Digital dan Penguatan Karakter

Sebagai bangsa Indonesia diwajibkan untuk memiliki sikap dan


perilaku yang menjunjung nilai nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal
Ika. Keduanya menjadi landasan yang kuat dalam bersosialisasi di
masyarakat baik secara tatap muka maupun melalui kegiatan dalam
jaringan (daring). Manusia harus memiliki mental yang tangguh dan
memiliki prinsip dalam menjalankan tugas tugas berkomunikasi
dengan orang lain. Sikap Pancasila ditunjukkan dalam berkegiatan
6
Smart
kemanusiaan

6
Smart

dalam berbagai kegiatan, salah satu aplikasinya melalui media sosial


yaitu melalui penggunaan nilai nilai Pancasila dalam berkomunikasi
antar sesama manusia. Terutama dalam menjalankan tugas tugas
sebagai duta bangsa dalam kesenian dan teknologi serta dalam
menjalankan tugas sebagai duta pariwisata untuk mempromosikan
produk dalam negeri.

Masyarakat yang modern saat ini hidupnya sangat dipengaruhi


oleh internet. Kehidupan masyarakat sangat tergantung dengan adanya
internet. Kesukaan dan minat masyarakat melalui dalam
berkomunikasi melalui ruang digital, khususnya mempergunakan
gadget harus sesuai dengan konten yang bermanfaat bagi
pengembangan diri, kecerdasan yang positif dan pengembangan relasi
mereka dengan lingkungannya. Masyarakat memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi agar tetap melaksanakan kegiatan, karena
fasilitas dan fitur dari teknologi informasi dan komunikasi yang
memiliki keunggulan dan kemudahan untuk dipergunakan oleh
berbagai kalangan masyarakat (Astuti, dan Prananingrum, 2021).

Nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika di Dunia Digital

Indikator pertama dari kecakapan dalam Budaya Digital (Digital


Culture) adalah bagaimana setiap individu menyadari bahwa ketika
memasuki Era Digital, secara otomatis dirinya telah menjadi warga
negara digital. Dalam konteks keIndonesiaan, sebagai warga negara
digital, tiap individu memiliki tanggung jawab (meliputi hak dan
kewajiban) untuk melakukan seluruh aktivitas bermedia digitalnya
berlandaskan pada nilai-nilai kebangsaan, yakni Pancasila dan
Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini karena Pancasila dan Bhinneka

6
Smart
Tunggal Ika

7
Smart

merupakan panduan kehidupan berbangsa, bernegara dan berbudaya


di Indonesia. Sehingga jelas, kita hidup di dalam negara yang
multikultural dan plural dalam banyak aspek.

Pemahaman multikulturalisme dan pluralisme membutuhkan


upaya pendidikan sejak dini. Apalagi, kita berhadapan dengan generasi
masa kini, yaitu para digital native (warga digital) yang lebih banyak
‘belajar’ dari media digital. Meningkatkan kemampuan membangun
mindfulness communication tanpa stereotip dan pandangan negatif
adalah juga persoalan meningkatkan kemampuan literasi media dalam
konteks budaya digital.

Melandasi diri ketika berpartisipasi dan berkolaborasi dengan


nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika akan mengarahkan kita pada
komunitas digital yang Pancasilais dalam pilihan kegiatannya. Telah
menjadi kewajiban kita untuk memastikan tidak memproduksi dan
menyebarluaskan informasi yang tidak benar, sekaligus memproduksi
konten positif. Selain partisipasi, kita juga diharapkan memiliki
kecakapan berkolaborasi, dalam hal ini secara aktif menginisiasi,
menggerakkan dan mengelola kegiatan bermedia digital yang positif.

Nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang dimasukkan


dalam kerangka literasi digital dapat diklasifikasikan menjadi dua
pokok besar, yaitu:

1. Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai


Landasan Kecakapan Digital Dalam Kehidupan Berbudaya, Berbangsa
dan Bernegara. Adapun kompetensi yang dibutuhkan adalah Cakap
Paham.

7
Smart

2. Internalisasi (Penerapan) Nilai-Nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal


Ika di Ruang Digital. Adapun kompetensi yang dibutuhkan adalah
Cakap Produksi, Cakap Distribusi, Cakap Partisipasi dan Cakap
Kolaborasi.
Setiap materi muatan kebijakan negara, termasuk UUD 1945,
tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Dengan penjabaran dalam konteks literasi digital sebagai
berikut:

Tabel 2. 9 Pengamalan Pancasila dalam Literasi Digital

Sila Bunyi Konteks Pemahamannya dalam Literasi


Digital

1 Ketuhanan Yang Maha Di ruang digital, kecakapan budaya digital


Esa terkait nilai Ketuhanan Yang Maha Esa
dimulai dengan kemampuan untuk
mengakses, mengeksplorasi dan sekaligus
menyeleksi informasi tentang agama dan
kepercayaan dari sumber yang kredibel, dan
memungkinkan adanya kajian multi
perspektif.

7
Smart
2 Kemanusiaan Yang Adil Di ruang digital, kecakapan budaya digital
Dan Beradab terkait nilai Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab dimulai dengan kesadaran bahwa
setiap kita adalah setara. Tidak ada
pembedaan jenis kelamin, ras, agama, status
sosial, kelompok politik, disabilitas fisik dan
pembedaan lainnya dalam hal akses

7
Smart

memperoleh informasi di ruang digital. Kita


diharapkan memiliki pengetahuan yang
cukup tentang definisi konten yang berisi
penghinaan, perendahan, pengucilan,
perundungan terhadap kelompok tertentu.

3 Persatuan Indonesia Di ruang digital, kecakapan budaya digital


terkait nilai Persatuan Indonesia dimulai
dengan kesadaran untuk bangga menjadi
warga negara Indonesia. Kita harus mampu
mengakses, mengeksplorasi, menyeleksi dan
mengelaborasi pengetahuan tentang
Indonesia. Hal ini ditujukan agar pemahaman
tentang Indonesia yang kita miliki
menumbuhkan rasa cinta kepada Tanah Air.
Kita juga diharapkan memiliki pengetahuan
yang cukup tentang batasan ujaran kebencian
(hate speech) yang memprovokasi
polarisasi/perpecahan.

4 Kerakyatan yang Di ruang digital, kecakapan budaya digital


Dipimpin oleh Hikmat terkait nilai Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Kebijaksanaan dalam Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Permusyawaratan Perwakilan, dimulai
Perwakilan dengan kesadaran untuk mengetahui,
mengeksplorasi,menyeleksi dan
mengelaborasi informasi publik yang berhak

7
Smart

diakses dari lembaga publik sebagai


pertanggungjawaban transparansi dan
akuntabilitasnya. Demokrasi digital juga
menjamin adanya prinsip egaliter, sehingga
kita harus belajar untuk memberi ruang bagi
setiap orang untuk bebas berekspresi.

5 Keadilan Sosial Bagi Di ruang digital, kecakapan budaya digital


Seluruh Rakyat terkait nilai Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Indonesia Rakyat Indonesia, dimulai dengan kesadaran
untuk memahami regulasi dan kebijakan
tentang ranah digital, di Indonesia ditetapkan
UU ITE yang telah mengalami revisi di tahun
2016, juga UU Kebebasan Memperoleh
Informasi. Selain itu di ruang digital kita
harus memahami netiquette, sebuah panduan
etika berperilaku sebagai warga negara
digital.

Memahami konsep dasar nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal


Ika adalah kunci agar mampu menginternalisasikannya dalam berbagai
ruang, termasuk ruang digital. Terdapat sejumlah implikasi yang
muncul jika kita tidak cukup memiliki pemahaman atas hal tersebut.

1. Tidak mampu memahami batasan kebebasan berekspresi dengan


perundungan siber, ujaran kebencian, pencemaran nama baik atau
provokasi yang mengarah pada segregasi sosial
(perpecahan/polarisasi) di ruang digital
7
Smart

2. Tidak mampu membedakan keterbukaan informasi publik dengan


pelanggaran privasi di ruang digital
3. Tidak mampu membedakan misinformasi, disinformasi dan
malinformasi
Pemahaman konsep nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal
menjadi landasan kecakapan digital dalam beraktivitas di ruang digital.
Untuk mempraktikkannya, berikut adalah beberapa bentuk kecakapan
digital yang mewujudkan nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika,
yaitu

Tabel 2. 10 Pengamalan Nilai Pancasila dalam Aktivitas Dunia Digital

No Pengamalan Aktivitas

1 Produksi Konten Berlandaskan Baik proses produksi maupun


Pancasila dan Bhinneka Tunggal konten yang dihasilkan dilandasi
Ika dengan nilai-nilai Pancasila dan
Bhinneka Tunggal Ika yakni cinta
kasih, kesetaraan, harmoni dalam
keberagaman, demokrasi dan
kekeluargaan (kegotongroyongan)
juga kesadaran mematuhi hukum
di Indonesia.

7
Smart
2 Distribusi Konten Berlandaskan Distribusi tidak hanya terkait
Pancasila dan Bhinneka Tunggal aktivitas berbagi, namun sekaligus
Ika penyertaan sikap yang
mengamplifikasi pesan,
direpresentasikan dalam

7
Smart

simbol/emoticon, komentar,
subscribe, follow, mengunggah
ulang (repost, regram, retweet,
repath) kepada jejaring di media
sosial, atau media percakapan
digital seperti WhatsApp, Line,
Telegram, dan aplikasi percakapan
lainnya.

3 Partisipasi Aktif dalam Aktivitas Penerapannya bisa dilihat dari


Digital Berlandaskan Pancasila dan keterlibatan dalam komunitas
Bhinneka digital atau kampanye digital yang
memperluas jejaring program
Tunggal Ika
maupun target sasaran yang
beragam entitasnya secara intens.
Dari satu kegiatan, dapat
melahirkan kegiatan-kegiatan lain
yang tak kalah penting.

4 Kolaborasi Aktif dalam Komunitas Penerapannya dapat dilihat dari


Digital yang berlandaskan nilai jumlah komunitas digital dan atau
Pancasila aktivitas digital yang diinisiasi,
dikelola dan dipimpin. Selain itu,
dan Bhinneka Tunggal Ika
penerapan kecakapan kolaborasi
bisa dilihat dari cakupan (scope)
komunitas digital, keberagaman
entitas dan aktivitas digital yang

7
Smart

diinisiasi, dikelola dan dipimpin.

Setelah mampu mengamalkan beberapa poin di atas, maka kita bisa


menjadi warga digital yang Pancasilais, yaitu:

1. Berpikir kritis; Berpikir kritis melatih kita untuk tidak sekedar sharing,
namun mempertimbangkan apakah konten yang akan kita produksi
dan distribusikan selaras dengan nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal
Ika. Dasar utamanya adalah pertanyaan apakah konten kita benar
(objektif, sesuai fakta), penting, dibutuhkan (inspiratif) dan memiliki
niatan baik untuk orang lain (tidak memihak, tidak merugikan).
2. Meminimalisir Unfollow, Unfriend dan Block untuk menghindari Echo
Chamber dan Filter Bubble: Sangat penting kiranya melatih
kematangan bermedia. Salah satunya adalah dengan belajar untuk
tidak mudah memutuskan pertemanan (unfollow, unfriend, block atau
blokir) di media sosial dan media percakapan online. Baik echo
chamber maupun bubble filter menciptakan situasi yang membuat kita
berhadapan dengan keseragaman- seragam sama dengan kita.
Akibatnya, kerap kita merasa paling benar atas pemikiran kita sendiri,
karena terhalangi untuk melihat realitas yang lebih beragam di luar
sana. Hal ini tentu berlawanan denga nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika.
3. Gotong Royong Kolaborasi Kampanye Literasi Digital: Menjadi warga
digital yang Pancasilais berarti memiliki inisiatif untuk berpartisipasi
dan berkolaborasi aktif dalam aktivitas dan komunitas digital. Pada
konteks ini, nilai- nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika tercermin
dalam kesediaan kita untuk berkolaborasi dengan beragam entitas
7
Smart
untuk mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara.

8
Smart

Digitalisasi Kebudayaan dan TIK

Budaya digital yang akan kita pelajari bersama ini akan memberi
wawasan kritis tentang tantangan dan peluang sosial, politik, dan
ekonomi yang ditimbulkan oleh teknologi digital itu sendiri. Sebuah
budaya memberi masyarakatnya gagasan tentang cara mendekati
keputusan hidup, mulai dari bangun hingga tidur. Sekaligus, memberi
ide tentang semua pelajaran hidup yang dapat diterima. Melalui media,
termasuk media digital, gagasan masyarakat tentang kehidupan
disampaikan kepada masyarakat luas.

Di antara kita, ada saja pihak-pihak yang menganggap budaya


tertentu lebih tinggi daripada budaya lainnya, yang berujung pada
upaya penyeragaman budaya. Tentu saja, kita tidak menginginkan
penyeragaman budaya, karena keragaman seni budaya adalah
kekayaan Indonesia. Persoalannya, bagaimana ruang digital dapat
mempertahankan keragaman budaya Indonesia yang menghormati
perbedaan dan menciptakan ruang debat nan sehat? Nah, pada bagian
ini, kita akan mempelajari proses memahami, produksi, distribusi,
partisipasi, dan kolaborasi ruang digital dalam isu keberagaman
budaya kita.

Secara umum, dalam isu budaya, ada 5 kompetensi yang dapat


dipahami dan diterapkan dalam kehidupan bernegara, yaitu:

Tabel 2. 11 Jenis Kompetensi Budaya Digital dan Pemahamannya

Jenis Kompetensi Literasi Pemahaman Kompetensi

Memahami Budaya di Memahami adalah kompetensi yang

8
Smart

Ruang Digital mengacu pada kemampuan individu untuk


memahami makna dari konten budaya
yang ada di media digital pada tingkat
literal. Contohnya kemampuan untuk
menangkap pesan orang lain, juga ide-ide
individu tentang budaya yang
dipublikasikan pada platform yang
berbeda (misalnya buku, video, blog,
Facebook, dll). Termasuk, menafsirkan
makna dalam bentuk pendek baru atau
emoticon.

Produksi Budaya di Kecakapan produksi ini melibatkan


kemampuan untuk menduplikasi
Ruang Digital
(sebagian atau seluruhnya) konten budaya.
Tindakan produksi budaya dalam format
digital, di antaranya memproduksi klip
video dengan menggabungkan gambar dan
materi audio, atau menulis pada beragam
media daring, termasuk media sosial.
Kecakapan ini mengacu pada kemampuan
untuk berinteraksi secara mendalam
dengan beragam perangkat, termasuk
untuk menangani alur informasi budaya
dan narasi budaya di beberapa jenis
konten berikut sumber medianya.

8
Smart

Distribusi Budaya di Kompetensi mendistribusikan berkaitan


dengan kemampuan individu untuk
Ruang Digital
menyebarkan informasi budaya yang ada
di tangan mereka. Dibandingkan dengan
kecakapan prosumsi (produksi dan
konsumsi), kecakapan ini melibatkan
proses berbagi. Contohnya, kemampuan
individu untuk berbagi perasaan (misalnya
setuju atau tidak setuju), untuk berbagi
pesan, dan untuk mengapresiasi konten
budaya. Kecakapan ini juga berfokus pada
“kemampuan untuk mencari, mensintesis,
dan menyebarkan informasi dengan
konten budaya” dalam jaringan yang
dimilikinya.

Partisipasi Budaya di Kecakapan ini adalah wujud budaya


partisipatif yang mengacu pada
Ruang Digital
kemampuan untuk terlibat secara
interaktif dan kritis dalam lingkungan
media baru. Misalnya, individu diharapkan
untuk aktif membangun dan
mendiskusikan ide-ide orang lain
mengenai
-isu isu budaya dalam beragam platform
media platform digital (Youtube, FB,
Instagram, Twitter, Skype, Blog, dan
sebagainya). Kecakapan ini menyatukan

8
Smart
pengetahuan yang dimiliki dan

8
Smart

membandingkan catatan orang lain untuk


mencapai tujuan bersama. Berpartisipasi
membutuhkan keterlibatan individu yang
terus-menerus dan interaktif agar bisa
menulis, menyusun, dan mengembangkan
konten budaya. Di sini, ada aspek koneksi
sosial (keterhubungan) yang menghargai
kontribusi masing-masing individu.

Kolaborasi Budaya di Ruang Digital Kecakapan ini mengacu pada kemampuan


untuk membuat konten budaya di media
digital bersama-sama pihak lain.
Kecakapan kolaborasi ini biasanya
membutuhkan inisiatif dari diri kita
sendiri dibandingkan dengan
mengandalkan inisiatif pihak lain.

Budaya adalah produk, praktik dan perspektif hasil pemikiran,


gagasan, dan tindakan manusia. Ruang digital sebagai buah kemajuan
teknologi, dengan demikian, adalah bagian dari budaya. Kendati
demikian, kehadiran ruang digital memberikan sejumlah tantangan
bagi pelestarian budaya nasional maupun daerah. Menyikapi hal ini,
bahasan tentang Digitalisasi Kebudayaan dan Teknologi Informasi
Komunikasi telah memperlihatkan cara menyiasati tantangan dan
peluang tersebut melalui kompetensi literasi digital berupa
pemahaman terhadap aspek budaya di ruang digital, produksi,

8
Smart
distribusi, partisipasi, dan kolaborasi.

8
Smart

Cintai Produk dalam Negeri

Potensi Indonesia bukan saja bertitik tolak pada jumlah


penduduknya tapi hasil-hasil karya anak bangsa yang sebenarnya
banyak dilirik kalangan mancanegara. Seperti contoh batik, songket,
ulos, kain tenun dan lain sebagainya termasuk barang aksesoris,
perhiasan, tas, sepatu dan lain-lain. Aneka karya anak bangsa itu dilirik
karena pengerjaannya masih berbasis pekerjaan tangan manusia
bukan pabrik. Kecintaan pada produksi dalam negeri sebenarnya bukti
dari bela negara secara ekonomi (Siswanto 2017 dalam Astuti dan
Prananingrum, 2021). Bela negara dimaksudkan sebagai upaya untuk
menumbuhkan semangat patriotisme dan cinta tanah air kepada
seluruh warga negara Indonesia (Akmadi, 2017 dalam Astuti dan
Prananingrum, 2021).

Artinya bela negara adalah langkah-langkah untuk membangun nilai-


nilai rela berkorban untuk Indonesia. Hal ini dipandang penting karena
di era globalisasi, arus informasi dan nilai-nilai luar masuk dengan
deras dan berpengaruh kepada perilaku masyarakat. Namun yang
perlu dipahami bahwa bela negara dalam konteks kekinian tidak
mengutamakan wajib militer, tetapi lebih mengutamakan dimensi
kreativitas, sosial media, dan acara-cara hiburan yang edukatif. Lebih
lanjut, gerakan bela negara melibatkan Badan Ekonomi Kreatif.

Jadi sudah selayaknya, warga negara Indonesia melakukan bela


negara yang lebih nyata dengan selalu menggunakan barang-barang
yang diproduksi di dalam negeri. Juga selalu mengkonsumsi hasil-hasil
pertanian dan perikanan asli Indonesia. Langkah ini dilakukan untuk

8
Smart

meningkatkan daya beli masyarakat sektor pertanian dan perikanan


juga tidak menghabiskan devisa negara karena karena memenuhi
kebutuhan makan-minum yang sebenarnya tersedia di dalam negeri.
Gerakan kampanye mencintai produksi dalam negeri harus selalu
digalakkan tanpa henti dengan menggunakan platform yang ada
dengan berbagai lapisan masyarakat.

Hak-Hak Digital

Hak-Hak Digital (Digital Rights) merupakan isu yang cukup


kompleks. Dalam ranah kewargaan digital, hak-hak digital tak pernah
bisa dilepaskan dari tanggungjawab. Baik hak maupun tanggung jawab
berbicara mengenai kebebasan, sekaligus batasan-batasan dari
kebebasan tersebut. Dalam area Budaya Digital (Digital Culture), hak
dan tanggungjawab digital menempati posisi terakhir setelah indikator
lainnya dikuasai. Indikator Hak Digital mencakup persoalan akses,
kebebasan berekspresi, perlindungan atas data privasi, dan hak atas
kekayaan intelektual di dunia digital.

Hak Digital adalah hak asasi manusia yang menjamin tiap warga
negara untuk mengakses, menggunakan, membuat, dan
menyebarluaskan media digital. Hak Digital terdiri dari hak untuk
mengakses, hak untuk berekspresi, dan hak untuk merasa aman.
Dirangkum dalam tabel berikut, adalah penjabaran hak-hak digital
tersebut:

Tabel 2. 12 Ragam Hak Digital (SAFENET, 2019 dalam Astuti


dan Prananingrum, 2021)

HAK UNTUK HAK UNTUK HAK UNTUK

8
Smart

MENGAKSES BEREKSPRESI MERASA AMAN

(right to access) (right to express) (right on safety)

Kebebasan Jaminan atas Bebas dari


mengakses Internet, keberagaman konten, penyadapan massal
seperti ketersediaan bebas menyatakan dan pemantauan
infrastruktur, pendapat, dan tanpa landasan
kepemilikan dan penggunaan Internet hukum, perlindungan
kontrol layanan dalam menggerakkan atas privasi, hingga
penyedia Internet, masyarakat sipil. aman dari
kesenjangan digital, penyerangan secara
kesetaraan akses daring.
antar-gender,
penapisan dan blokir.

Mengakses bukan sekadar kemampuan, melainkan juga sebuah hak.


Belajar menghargai hak setiap orang untuk memiliki akses ke teknologi
informasi, serta berjuang untuk mencapai kesetaraan hak dan
ketersediaan fasilitas untuk mengakses teknologi informasi merupakan
dasar dari Kewargaan Digital. Di ruang digital, kemampuan mengakses
akan menghindarkan pengguna dari berbagai permasalahan. Elaborasi
dari kemampuan mengakses bisa didasarkan pada konsep berikut:

● Mengakses sumber informasi yang valid dapat membuat kita


terhindar dari jebakan hoaks, membantu kita dalam mengambil

8
Smart

keputusan, hingga menyelamatkan orang lain ataupun kita


sendiri dari fitnah atau tuduhan palsu.
● Mengakses perangkat secara legal, jelas melindungi kita dari
perbuatan yang melawan hukum karena melanggar hak cipta
milik orang lain.
● Mengakses program sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan,
dapat membantu kita mengoptimalkan fungsi program atau
alat, serta menghindari kerusakannya.

Kebebasan berekspresi adalah salah satu hak asasi manusia yang


menjadi ciri negara demokrasi. Dengan berkembangnya teknologi,
berkembang pula jenis-jenis media massa. Dari media tradisional yang
bersifat analog, menjadi media baru yang bersifat digital. Maka, ruang
berekspresi publik pun menjadi lebih beragam. Sehingga, kebebasan
berekspresi mewujudkan kecakapan digital, khususnya pada indikator
cara menggunakan atau mempraktikkan ragam pengetahuan dasar
yang telah dimiliki, mulai dari pengetahuan dasar mengenai lanskap
digital, mesin pencarian informasi, hingga aplikasi percakapan dan
media sosial. Inilah pembeda antara kebebasan berekspresi sebagai
kecakapan digital dengan kebebasan berekspresi sebagai aspek
kewargaan digital.

c. Aman Bermedia Digital

Kerangka Kerja

Kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan,


menerapkan, menganalisis, menimbang dan meningkatkan kesadaran

9
Smart

keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari

Dasar

● Dasar 1: Pengetahuan dasar fitur proteksi perangkat keras (kata


sandi, fingerprint) Pengetahuan dasar memproteksi identitas
digital (kata sandi)

● Dasar 2 Pengetahuan dasar dalam mencari informasi dan data


yang valid dari sumber yang terverifikasi dan terpercaya,
memahami spam, phishing.

● Dasar 3 Pengetahuan dasar dalam memahami fitur keamanan


platform digital dan menyadari adanya rekam jejak digital
dalam memuat konten sosmed

● Dasar 4 Pengetahuan dasar perlindungan diri atas penipuan


(scam) dalam transaksi digital serta protokol keamanan seperti
PIN dan kode otentikasi

Topik

Membahas tentang keamanan digital berarti membahas berbagai


aspek keamanan, mulai dari menyiapkan perangkat yang aman hingga
menyediakan panduan untuk berperilaku di media digital yang rendah
risiko. Ada lima indikator atau kompetensi yang perlu ditingkatkan
dalam membangun area kompetensi keamanan digital, yaitu:
1. Pengamanan perangkat digital
2. Pengamanan identitas digital
3. Mewaspadai penipuan digital
4. Memahami rekam jejak digital
5. Memahami keamanan digital bagi anak

9
Smart

Perangkat digital memiliki peran vital dalam melakukan


aktivitas digital. Misalnya ketika kita melakukan komunikasi seringkali
kita menggunakan gawai yang terkoneksi dengan jaringan internet
pada keseharian kita, sehingga dalam menggunakan perangkat digital
kita perlu melakukan proteksi terhadap perangkat digital yang kita
miliki. Sebuah perangkat digital selalu terdiri dari dua kelompok
komponen utama: perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat
keras adalah perangkat yang secara fisik bisa kita lihat dan pegang,
seperti layar ponsel, monitor, keyboard, hard disk, dan kartu
penyimpanan. Sedangkan perangkat lunak merupakan aplikasi dan
program yang ditanamkan di dalam perangkat untuk membuatnya
mampu bekerja dengan baik. Kedua komponen ini saling terkait
sehingga upaya pengamanannya pun dilakukan secara
berkesinambungan.
Perkembangan teknologi informasi dan pandemi COVID-19
memaksa masyarakat dunia dan Indonesia untuk mengadaptasi gaya
hidup baru yang mengandalkan dukungan teknologi Internet.
Perubahan ini menghasilkan lonjakan jumlah pengguna media digital
sekaligus meningkatkan risiko keamanan digital. Modul Aman
Bermedia Digital membahas secara detail berbagai aspek seputar
pengamanan dan keamanan digital. Perkembangan teknologi digital
yang semakin cepat berpengaruh juga pada perkembangan berbagai
hal yang berkaitan dengannya, baik dalam bentuk perangkatnya,
platform di dunia digitalnya, maupun peluang dan tantangannya. Hal
yang sama terjadi pada konteks keamanan digital. Perkembangan
teknologi juga membuka peluang lahirnya berbagai modus kejahatan
baru yang mengancam keamanan digital. Namun, pada saat yang
bersamaan, tindakan pengamanan digital, baik yang bersifat teknis
9
Smart
seperti pengamanan

9
Smart

perangkat digital maupun yang bersifat penguatan resiliensi diri dalam


menghadapi tantangan dunia digital juga turut berkembang mengikuti
tren yang terjadi.

Kompetensi keamanan digital dalam modul ini didefinisikan


sebagai kecakapan individual yang bersifat formal dan mau tidak mau
bersentuhan dengan aspek hukum positif. Secara individual, terdapat
tiga area kecakapan keamanan digital yang wajib dimiliki oleh
pengguna media digital. Pertama, kecakapan keamanan digital yang
bersifat kognitif untuk memahami berbagai konsep dan mekanisme
proteksi baik terhadap perangkat digital (lunak maupun keras)
maupun terhadap identitas digital dan data diri. Hanya dengan
penguasaan pengetahuan yang memadai, maka pengguna media digital
bisa melindungi diri beragam ancaman keamanan digital. Misalnya,
memiliki pengetahuan yang memadai tentang berbagai strategi untuk
melakukan proteksi terhadap perangkat keras maupun lunak akan
membantu meningkatkan keamanan perangkat digital yang kita
gunakan.
Kedua, kecakapan keamanan digital yang bersifat afektif, yang
pada dasarnya bertumpu pada empati agar pengguna media digital
punya kesadaran bahwa keamanan digital bukan sekadar tentang
perlindungan perangkat digital sendiri dan data diri sendiri, melainkan
juga menjaga keamanan pengguna lain sehingga tercipta sistem
keamanan yang kuat. Jika pengguna ruang digital telah memiliki
perasaan, empati dan kesadaran untuk bersama-sama membentuk
ruang digital yang aman, maka pengguna tersebut dapat dianggap
sebagai warga digital yang bertanggung jawab.
Area kecakapan ketiga yaitu kecakapan keamanan digital yang

9
Smart
bersifat konatif atau behavioral. Aspek ini meliputi langkah-langkah

9
Smart

praktis untuk melakukan perlindungan identitas digital dan data diri.


Contohnya adalah selalu memastikan menggunakan sandi yang kuat
dan memperbaharuinya secara berkala.
Perangkat digital memiliki peran vital dalam melakukan aktivitas
digital. Misalnya ketika kita melakukan komunikasi seringkali kita
menggunakan gawai yang terkoneksi dengan jaringan internet pada
keseharian kita, sehingga dalam menggunakan perangkat digital kita
perlu melakukan proteksi terhadap perangkat digital yang kita miliki.
Sebuah perangkat digital selalu terdiri dari dua kelompok komponen
utama: perangkat keras dan perangkat lunak.

Perangkat keras adalah perangkat yang secara fisik bisa kita lihat
dan pegang, seperti layar ponsel, monitor, keyboard, hard disk, dan kartu
penyimpanan. Sedangkan perangkat lunak merupakan aplikasi dan
program yang ditanamkan di dalam perangkat untuk membuatnya
mampu bekerja dengan baik. Kedua komponen ini saling terkait
sehingga upaya pengamanannya pun dilakukan secara
berkesinambungan.

Proteksi perangkat digital pada dasarnya merupakan


perlindungan yang bertujuan untuk melindungi perangkat digital dari
berbagai ancaman malware. Malware, singkatan dari malicious software,
adalah perangkat lunak yang dirancang untuk mengontrol perangkat
secara diam-diam, bisa mencuri informasi pribadi milik kita atau uang
dari pemilik perangkat. Perangkat lunak perusak telah digunakan untuk
mencuri sandi dan nomor akun dari ponsel, komputer, tablet dengan
cara membebankan biaya palsu pada akun pengguna, dan bahkan
melacak lokasi dan aktivitas pengguna tanpa sepengetahuan mereka
(Lookout.com, 2020 dalam Adikara dan Kurnia, 2021).
9
Smart

Proteksi Perangkat Digital

Pemahaman mengenai proteksi perangkat digital harus dimiliki


oleh pengguna perangkat seperti telepon pintar, tablet, dan komputer
karena aktivitas penggunaan perangkat tersebut sangat rentan dan
memiliki banyak risiko yang kemudian bisa terjadi dikemudian hari.
Risiko lainnya yang mungkin saja terjadi pada perangkat digital yang kita
miliki jika tidak diproteksi dengan benar adalah kegiatan mengakses
data dan dokumen pribadi yang bisa dilakukan oleh orang yang paham
teknologi dan informasi.

Jika dirasa perlu ditambahkan, kita juga bisa menambahkan fitur


proteksi perangkat digital ekstra untuk memperkuat proteksi perangkat
digital yang kita miliki. Sebagai contoh, kita bisa menggunakan fitur
remote wipe, backup data, antivirus, enkripsi full disk dan shredder.
Patut diingat, fitur ini bersifat opsional, artinya jika kita tidak terlalu
banyak menggunakan perangkat digital untuk aktivitas yang berisiko,
perangkat tambahan ini tidak terlalu dibutuhkan.

Figur 3. Jenis Fitur Proteksi Perangkat keras (kiri) dan perangkat lunak
(kanan) (Adikara dan Kurnia, 2021)

Cara pengaturan kata sandi biasanya bisa ditemui pada menu


pengaturan pada setiap perangkat. Setiap perangkat digital memiliki
pola pengaturan yang berbeda sehingga ada baiknya kita merujuk pada

9
Smart
buku

9
Smart

panduan pengguna atau mencari solusi di Internet maupun bertanya


langsung pada layanan pelanggan. Pastikan kata sandi yang kita buat
menggunakan kombinasi angka dan huruf agar kata sandi lebih kuat.
Berikut cara aman untuk menghindari kata sandi kita diketahui oleh
orang lain. Beberapa tips mengamankan sandi yang bisa diterapkan
langsung seperti:

● Pastikan di sekeliling kita tidak ada orang lain ketika akan


membuka kata sandi
● Menutup layar saat memasukkan kata sandi
● Rutin mengganti kata sandi secara berkala
Fitur Kunci Pencocokan sidik jari (fingerprint authentication)
merupakan fitur perlindungan perangkat ponsel dengan sistem deteksi
sidik jari. Fitur ini merupakan salah satu fitur proteksi perangkat digital
yang memiliki proteksi yang cukup baik. Fitur ini bekerja dengan cara
menyesuaikan sidik jari pengguna ponsel agar bisa membuka ponsel,
sehingga orang lain tidak mudah untuk membuka ponsel karena sidik
jari setiap orang tentunya berbeda.

Pencocokan wajah (face authentication) merupakan fitur kunci


ponsel dengan mencocokkan wajah pengguna untuk membuka kunci
perangkat mereka. Proteksi menggunakan fitur ini memiliki tingkat
keamanan yang tinggi karena pada beberapa teknologi terkini fitur ini
tidak bisa ditembus dengan foto wajah atau wajah orang yang mirip.
Fitur ini bekerja dengan mendeteksi wajah pengguna menggunakan
kamera depan ponsel.

Fitur Cari Perangkat Saya (Find My Device) ini merupakan fitur


yang bisa diaktifkan untuk mencari perangkat digital yang hilang,

9
Smart

mengunci file, bahkan melakukan remote wipe atau penghapusan jarak


jauh. Fitur remote wipe ini bisa diakses dengan menghubungi pusat
bantuan masing-masing perangkat. Harus diingat, beberapa perangkat
tipe lama memerlukan langkah tambahan untuk mengaktifkan fitur ini.
Seperti fitur-fitur lainnya, pengaturan fitur ini akan berbeda untuk setiap
perangkat

Pertahanan utama perangkat digital terhadap malware adalah


menggunakan perangkat lunak yang baik untuk melindungi sistem
perangkat digital. Meskipun ada sejumlah program antivirus di pasaran,
program yang kita pilih harus memiliki reputasi yang baik. Perangkat
lunak harus fokus pada jenis perlindungan ini, dan bukan program yang
menyertakan fitur antivirus sebagai pertimbangan. Dalam memilih
proteksi antivirus, biaya tidak harus menjadi perhatian (Sammons &
Cross, 2016 dalam Adikara dan Kurnia, 2021). Antivirus menjadi
perlindungan bagi berbagai perangkat komputer, termasuk ponsel
pintar. Aplikasi antivirus sangat banyak dan mudah untuk diakses selain
itu beberapa ponsel juga sudah memiliki antivirus yang langsung ada
tanpa harus menginstal.

Full disk encryption memungkinkan seluruh kapasitas hard drive


computer untuk dienkripsi, mencakup sistem, program, dan semua data
yang tersimpan di dalamnya. Enkripsi adalah proses penyandian pesan
sehingga hanya mereka yang berwenang untuk melihat data yang dapat
membacanya. Tanpa enkripsi, pesan disebut sebagai teks biasa. Sedang
fitur shredder merupakan fitur yang mampu memusnahkan data secara
total sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh pihak lain, sebab

1
Smart

menghapus data saja tidak menjamin data terhapus sepenuhnya, data


tersebut tetap bisa dimunculkan kembali dengan perangkat lunak
tertentu.

Perlindungan Identitas dan Data Pribadi Digital

Sebagai pengguna platform digital, kita pasti menyimpan dan


mengelola identitas digital dan data pribadi ke dalam platform tersebut.
Persoalannya, perlindungan terhadap identitas digital dan data pribadi
ini masih jadi persoalan di berbagai belahan dunia (Sammons & Cross,
2017 dalam Adikara dan Kurnia, 2021). Apalagi, belum semua negara,
termasuk Indonesia, mempunyai regulasi yang mengatur perlindungan
data pribadi supaya hak warga negara di dunia digital bisa dijamin aspek
hukumnya. Terdapat dua jenis identitas digital baik yang terlihat
maupun tidak terlihat sebagaimana dijelaskan

Figur 4. Jenis Identitas Digital

Berbeda dengan identitas di dunia nyata, identitas digital


bukanlah suatu kesatuan karakteristik melainkan gabungan beragam
identitas parsial (Monggilo, dkk, 2020, dalam Adikara dan Kurnia, 2021).
Artinya ada identitas digital yang sama dengan identitas kita di dunia
nyata, ada yang berbeda. Misalnya saja, orang bisa mencantumkan nama,
alamat, tempat tanggal lahir di platform digital sesuai aslinya, ada

1
Smart
yang tidak.

1
Smart

Bahkan ada yang meramu identitas digitalnya dengan sebagian identitas


asli sebagian samaran.

Tak heran jika kemudian kita mendapatkan beberapa akun media


sosial yang dimiliki orang yang sama namun dengan identitas yang
berbeda, sebab seorang pengguna bisa memiliki banyak persona. Kondisi
seperti ini bisa terjadi karena identitas digital biasanya tidak
membutuhkan konfirmasi dengan kartu identitas formal seperti KTP
atau KK. Sehingga ada baiknya kita melakukan tips berikut untuk
melindungi identitas digital, yaitu:

● Pastikan memilih atau menggunakan identitas asli atau


samaran saat mengelola akun platform digital serta
bertanggung jawab atas pilihan tersebut
● Amankan identitas utama yakni alamat surat elektronik
(email) yang kita gunakan untuk mendaftar suatu platform
digital
● Lindungi dan konsolidasikan identitas digital dalam berbagai
platform digital yang dimiliki
Hindari untuk menampilkan identitas digital yang seolah aman
tapi tidak seperti tanggal lahir kita dan nama ibu kandung. Sebab,
identitas tersebut biasanya digunakan dalam transaksi perbankan yang
tentu hanya kita saja yang boleh menggunakannya. Selain itu, sebelum
bergabung dalam platform digital tertentu (application admission),
pastikan kita memahami identitas digital kita akan dikelola dengan baik
dan aman.

Kita juga wajib membaca syarat yang harus kita sepakati saat
mendaftar akun platform digital dengan detail serta sadar akan

1
Smart
risikonya.

1
Smart

Pastikan juga kita melindungi identitas digital kita di berbagai akun


platform digital yang kita gunakan. Konsolidasikan keamanannya
misalnya dengan tidak menggunakan sandi sama namun hubungkan satu
akun dengan lainnya dengan perlindungan yang maksimal untuk saling
mengunci. Beberapa tips berikut bisa dilakukan untuk melindungi data
pribadi di dunia digital yaitu:

● Gunakan password (kata sandi) yang kuat dan gunakan secara


berbeda di setiap akun platform digital yang dimiliki serta
perbaharui secara berkala
● Hindari untuk membagikan data pribadi seperti tempat tanggal
lahir, nama ibu kandung, dan password
● Pahami dan pilih aplikasi yang dipasang di gawai hanya untuk
mengakses data yang dibutuhkan dan bukan data pribadi
● Pahami dan pastikan pengaturan privasi di setiap akun yang
dimiliki sesuai dengan tingkat keamanan yang dibutuhkan
● Hindari berbagi data pribadi orang lain, keluarga, teman dan
kenalan sebab ini adalah privasi mereka
● Selalu lakukan pembaruan perangkat lunak yang digunakan
dalam gawai guna meminimalisir resiko celah kebocoran data
● Hati-hati mengunggah data pribadi di platform digital karena
tidak selalu terjalin aman
● Hindari memasukkan data pribadi penting dalam platform
digital saat menggunakan WiFi publik/gratis
● Waspada jika ada komunikasi/aktivasi mencurigakan dari akun
dengan identitas yang tidak dikenal
Untuk menjaga keamanan identitas digital dan data pribadi kita,
kemampuan kita juga dalam menggunakan PIN (Personal Identification

1
Smart

Number) menjadi kemampuan dasar yang selalu bisa kita asah. PIN
adalah angka sandi yang hanya diketahui oleh pengguna platform digital
dan sistem autentikasi platform digital tersebut. Biasanya PIN yang
terdiri dari 4 hingga 6 digit angka digunakan sebagai cara sistem
melakukan identifikasi terhadap pengguna agar akses ke sistem tersebut
terbuka (Raharja & Setyabudi, 2019 dalam Adikara dan Kurnia, 2021).
Hindari memilih kombinasi angka yang mudah ditebak, misalnya tanggal
dan tahun lahir. Pilihlah kombinasi angka yang potensi keamanannya
tinggi dengan selalu membuat PIN yang susah untuk diprediksi orang
lain. Kedua, sebaiknya kita tidak menuliskan PIN di kartu identitas kita
ataupun secarik kertas yang ditaruh di dompet.

Perlindungan lain adalah dengan proses autentikasi dua faktor


(Two-factor authentication, 2FA). 2FA adalah keamanan penggunaan
sistem digital yang membutuhkan dua faktor identifikasi (Susianto &
Yulianti, 2015 dalam Adikara dan Kurnia, 2021). 2FA ini dilakukan
dengan cara identifikasi pengguna berdasarkan dua faktor sebagai
komponen informasi yang hanya diketahui oleh pengguna dan sistem.
Biasanya langkah pertama adalah pengguna login melalui username atau
email untuk masuk ke sistem. Langkah berikutnya, pengguna
dikonfirmasi lagi dengan beberapa faktor sebagai langkah tambahan
untuk memastikan.

Selain 2FA, juga ada OTP atau One-time Password. OTP adalah
sandi yang dimiliki oleh pengguna platform digital yang diubah secara
teratur oleh sistem sehingga seorang pengguna selalu login dengan
menggunakan salah satu sandi dari daftar sandi yang dimilikinya.
Kelebihan OTP adalah keamanan yang tinggi sehingga kemungkinannya
kecil untuk diretas. Sedangkan kelemahannya adalah pengguna harus
1
Smart
menjaga agar daftar sandi tersebut selalu aman jangan sampai tercuri

1
Smart

atau hilang. OTP biasanya berisi 6-8 digit angka melalui SMS atau email
yang dijaga hanya digunakan sekali pakai oleh seorang pengguna (Yusuf,
2008 dalam Adikara dan Kurnia, 2021).

Awas Penipuan di Dunia Digital

Dari data 2.259 yang dilaporkan ke Kepolisian dari Januari s/d


September 2020, sebanyak 649 kasus yang dilaporkan merupakan kasus
penipuan daring, dengan posisi urutan kedua terbanyak kasusnya. Kasus
ini adalah yang terdata dan dilaporkan untuk penipuan digital,
sementara ada juga yang tertipu tetapi tidak melaporkan bahkan kadang
mengikhlaskan saja, dianggap sebagai musibah. Penipuan digital yang
dilaporkan banyak menyasar ketika kita melakukan aktivitas belanja dan
bertransaksi secara daring melalui beragam layanan lokapasar (e-
commerce).

Penipuan daring memanfaatkan seluruh aplikasi pada platform


media internet untuk menipu para korban dengan berbagai modus.
Penipuan jenis ini menggunakan sistem elektronik (komputer, internet,
perangkat telekomunikasi) yang disalahgunakan untuk menampilkan
upaya menjebak pengguna internet dengan beragam cara. Strateginya
biasanya dilakukan secara bertubi-tubi tanpa diminta dan sering kali
tidak dikehendaki oleh korbannya (Sitompul, 2012; Elsina, 2015 dalam
Adikara dan Kurnia, 2021). Beberapa modus yang ditemui dalam
penipuan daring adalah

● Penipuan harga diskon atau produk yang ditawarkan


● Identitas pelaku usaha atau konsumen fiktif

1
Smart

● Ketidaksesuaian barang atau produk yang diterima atau


dipesan

Kemampuan analisis, verifikasi, dan evaluasi berkaitan dengan


pemahaman awal mengapa terjadi penipuan digital Selanjutnya apa saja
jenis dari penipuan digital termasuk mengenali dan memahami cara
kerja penipuan digital. Setidaknya pemahaman tentang penipuan digital
dengan berbagai kerugian serta aspek dan aturan hukum yang berkaitan
dengan penipuan digital sebagaimana tersebut di atas dapat membantu
kita semua untuk tahu secara dasar mengenai penipuan digital. Tren
serangan siber pada berbagai platform media digital semakin meningkat,
bahkan pada masa pandemi COVID-19.

Beberapa ragam jenis penipuan lain, selain di e-commerce dirangkum


dalam tabel berikut

Tabel 2. 13 Beberapa Jenis Penipuan di Dunia Digital

No Jenis Penjelasan

1 Scam Scam merupakan bentuk penipuan digital yang paling


umum. Strateginya dengan memanfaatkan empati dan
kelengahan pengguna. Metodenya beragam, bisa
menggunakan telepon, SMS, WhatsApp, email, maupun surat
berantai. Beberapa varian scam diantaranya romance scam
yang dikembangkan dari Nigerian Scam. Istilah nigerian
scam lahir karena penipuan ini awalnya tersebar melalui
email dengan modus seorang pengusaha kaya mencari
partner untuk

1
Smart

memindahkan kekayaannya ke negeri tersebut.

2 Spam Spam bisa terjadi dalam beragam bentuk, informasi


mengganggu yang berbentuk iklan secara halus, informasi
yang menjadi titik masuk bagi kejahatan siber seperti
pemalsuan data, penipuan atau pencurian data. Email spam,
selain berisi informasi tidak penting atau tidak relevan, tak
jarang pula email spam menggiring penerima untuk
mengklik tautan atau URL (Unique Related Location)
tertentu.

3 Phishing Phishing adalah istilah penipuan yang menjebak korban


dengan target menyasar kepada orang-orang yang percaya
bahwa informasi yang diberikannya jatuh ke orang yang
tepat. Biasanya, phishing dilakukan dengan menduplikat
situs web atau aplikasi bank atau provider. Ketika kita
memasukkan informasi rahasia, uang kita akan langsung
dikuras oleh cracker tadi. Informasi yang diperoleh pelaku
dapat digunakan untuk mengakses akun penting yang kita
miliki dan mengakibatkan pencurian identitas hingga
kerugian finansial.

4 Hacking Hacking merupakan tindakan dari seorang yang disebut


sebagai hacker yang sedang mencari kelemahan dari sebuah
sistem komputer. Di mana hasilnya dapat berupa program
kecil yang dapat digunakan untuk masuk ke dalam sistem
komputer ataupun memanfaatkan sistem tersebut untuk

1
Smart

suatu tujuan tertentu tanpa harus memiliki user account.

Melaporkan penipuan digital menjadi langkah tepat untuk mendapatkan


solusi dan mencegah terulangnya penipuan. Beberapa hal yang berkaitan
dengan pelaporan penipuan digital baik melalui situs resmi maupun
laporan secara langsung ke kepolisian terdekat. Adapun pelaporan dan
pengecekan secara digital diantaranya:

1. Langkah yang dapat dilakukan adalah Laporkan kejahatan


siber di sekitar kita melalui www.patrolisiber.id
2. Laporkan SMS spam ke Badan Regulasi Telekomunikasi
Indonesia (BRTI) dengan cara melakukan tangkapan layar
pada SMS spam dan nomor pengirim dengan menyertakan
identitas ponsel kita yang telah teregistrasi NIK dan KK atau
kirim aduan ke Twitter BRTI @aduanBRTI melalui direct
message (DM).
3. Kita dapat melakukan pengecekan dan pelaporan rekening
penipu mulai dari nama pemilik, nama bank, hingga rekaman
transaksi sehingga nomor rekening penipu dapat dibekukan
melalui:
a. CekRekening.id yang merupakan situs yang dimiliki oleh
Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan cara buka
situs, pilih bank, masukkan nomor rekening dan klik periksa
tombol rekening. Jika terindikasi melakukan penipuan klik
”tambah laporan” dan isi kolom-kolom yang diperlukan.
CekRekening.id juga merupakan situs yang dapat kita gunakan

1
Smart

untuk melaporkan jika terdapat investasi palsu maupun


kejahatan lainnya.
b. Kredibel.co.id yang merupakan situs untuk mengecek rekam
jejak nomor rekening dan kredibilitas nomor rekening.
c. Melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui layanan
pengaduan ke 1-500-655 atau email ke konsumen@ojk.go.id.
4. Kita juga dapat melapor ke situs lapor.go.id merupakan situs
Kepolisian Republik Indonesia dengan cara kita membuat
akun terlebih dahulu dan laporkan penipuan yang kita alami.
Selain situs resmi Lapor.go.id dapat juga mengadu melalui
SMS ke 1708, aplikasi LAPOR! atau melalui akun
Twitter@LAPOR1708 dengan menyematkan #lapor.
Lindungi Rekam Jejak Digital

Dalam aktivitas sehari-hari, setiap dari kita secara sadar atau


tidak sadar telah meninggalkan banyak jejak di dunia maya. Penggunaan
teknologi yang melekat dengan kehidupan sehari- hari kita juga telah
meningkatkan kejahatan di maya dengan mengakses perangkat lunak,
gawai, dan terlebih menyambungkan diri kita dengan internet, kita telah
memberikan akses pada pihak lain untuk mengetahui kebiasaan kita
sehari-hari. Kemudahan teknologi pun ternyata memiliki sisi yang perlu
kita waspadai, yakni jejak-jejak kita di dunia maya. Jejak-jejak inilah yang
disebut dengan jejak digital (digital footprints).

Jejak digital memiliki sisi positif dan juga sisi negatif yang perlu
kita waspadai. Jejak digital dan keberadaan fisik orang-orang sekarang
dapat dilacak dengan mudah sehingga seseorang kini harus melindungi
anonimitas mereka secara daring dan juga luring dengan lebih
menyeluruh (Madden, 2012 dalam Adikara dan Kurnia, 2021). Cara
1
Smart

termudah mengetahui jejak digital kita adalah dengan mengetikkan


nama kita pada search engine/mesin pencari digital seperti Google,
Yahoo, Altavista, Yandex, dan sebagainya. Cara lain adalah dengan
melakukan pencarian barang pada situs belanja daring.

Jejak digital dikategorikan dalam dua jenis, yakni jejak digital


yang bersifat pasif dan jejak digital yang bersifat aktif.

1. Jejak digital pasif adalah jejak data yang kita tinggalkan secara
daring dengan tidak sengaja dan tanpa sepengetahuan kita.
Biasanya digunakan untuk mencari tahu profil pelanggan,
target iklan, dan lain sebagainya. Jejak ini tercipta saat kita
mengunjungi situs web tertentu dan server web mungkin
mencatat alamat IP kita, yang mengidentifikasi penyedia
layanan Internet dan perkiraan lokasi.
2. Jejak digital aktif mencakup data yang dengan sengaja kita
kirimkan di internet atau di platform digital. Contohnya
seperti mengirim email, mempublikasikan di media sosial,
mengisi formulir daring, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut
berkontribusi pada jejak digital aktif kita karena kita
memberikan data untuk dilihat dan/atau disimpan oleh orang
lain. Semakin banyak email yang kita kirim, semakin banyak
jejak digital kita (Vonbank, 2019 dalam Adikara dan Kurnia,
2021).
Jejak digital pun bisa disalahgunakan. Penyalahgunaan jejak
digital adalah pemanfaatan jejak digital secara negatif. Netsafe mencatat
beberapa hal negatif yang muncul dari penyalahgunaan jejak digital yang
paling sering dilaporkan oleh pengguna internet, antara lain:
mempublikasikan informasi pribadi yang mengarah ke penindasan atau
1
Smart

pelecehan daring, serta menerbitkan informasi pribadi atau bisnis yang


digunakan untuk serangan manipulasi psikologis.
Modus penyalahgunaan jejak digital lain yang juga sering
dilakukan adalah menerbitkan atau berbagi informasi yang merusak
reputasi, seperti kehilangan pekerjaan. Modus lain adalah dengan
menerbitkan atau berbagi gambar atau video yang digunakan untuk
sexting, pemerasan, pelecehan berbasis gambar (terkadang disebut
revenge porn) atau insiden pemerasan. Untuk perilaku semacam ini
ancaman hukumannya bisa berlapis dan menyentuh hukum tentang
pencemaran nama baik bahkan juga pemerasan.

Namun bagi aparat keamanan, jejak digital akan sangat


membantu dalam mengungkap kasus-kasus kriminal, baik yang berbasis
dunia daring (cybercrime) maupun yang terjadi di dunia luring
Bentuknya beragam. Mulai dari aktivitas sinyal seluler pada ponsel,
riwayat login akun media sosial, sampai dengan jejak pengiriman SMS
atau panggilan telepon. Bahkan, jika seseorang meretas sebuah situs web
atau aplikasi berbasis Internet, sejatinya jejak digital itu akan tertinggal
dan bisa dilacak (Kumparan.com, 2017 dalam Adikara dan Kurnia,
2021).

Meskipun media sosial seseorang tidak selalu menggambarkan


keadaan sebenarnya dari orang tersebut, namun seringkali media sosial
menjadi patokan untuk menilai. Banyak orang mengambil kesimpulan
tentang orang lain hanya berdasarkan unggahan yang ia tinggalkan pada
media sosialnya. Saat ini jejak digital sudah menjadi rujukan banyak
lembaga atau perusahaan untuk merekrut tenaga kerja. Hal ini dapat
terlihat dari salah satu syarat dimana pelamar wajib mencantumkan
identitas media sosial mereka. Bukan tanpa alasan, perusahaan atau
1
Smart

lembaga tersebut akan menelusuri kepribadian calon pekerjanya melalui


rekam jejak di media sosial.

Dalam konteks kehidupan digital, kita tidak pernah hidup sendiri.


Di luar sana ada orang-orang yang mungkin sudah menangkap tampilan
layar atau mengarsipkan dokumen pribadi yang pernah kita unggah. Jika
kejadiannya seperti ini, maka hampir mustahil untuk menghapus jejak
ini secara utuh. Untuk itu, kita harus berhati-hati ketika melakukan
sesuatu di dunia digital. Di masa sekarang, dengan media sosial yang
sudah menjadi keseharian, kita menjadi sangat mudah memberikan
komen dan mempublikasikan sesuatu.

Terdapat banyak cara untuk meminimalisir terjadinya hal-hal


yang negatif dengan cara melindungi jejak digital kita. Salah satu yang
paling sederhana adalah dengan selalu menyempatkan untuk membaca
syarat dan ketentuan aplikasi, media sosial dan juga situs web yang kita
akses. Bagian ini memang terasa menjemukan untuk dibaca, tetapi
mencermatinya bisa berguna di kemudian hari. Jika ada pilihan untuk
tidak merekam jejak digital dan membagikannya ke pihak ketiga, kita
bisa memilih opsi tersebut sehingga jejak digital kita aman. Kebiasaan
lain yang patut diasah adalah kebiasaan untuk membatasi jenis data
yang Anda bagikan. Jangan mengunggah informasi sensitif atau data
pribadi seperti

KTP, SIM, Paspor, PIN dan lainnya di media sosial.

d. Cakap Bermedia Digital


Kerangka Kerja
Kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan

1
Smart

menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem


operasi digital dalam kehidupan sehari-hari
Dasar
● Dasar 1: Pengetahuan dasar menggunakan perangkat keras
digital (HP, PC)
● Dasar 2: Pengetahuan dasar tentang mesin telusur (search
engine) dalam mencari informasi dan data, memasukkan kata
kunci dan memilah berita benar
● Dasar 3: Pengetahuan dasar tentang beragam aplikasi chat dan
media sosial untuk berkomunikasi dan berinteraksi, mengunduh
dan mengganti Settings
● Dasar 4: Pengetahuan dasar tentang beragam aplikasi dompet
digital dan e-commerce untuk memantau keuangan dan
bertransaksi secara digital

Topik
Pemahaman terhadap lanskap digital tidak dapat dilepaskan dari
kompetensi literasi digital. Dunia digital merupakan lingkungan yang
tidak asing bagi banyak dari kita. Kita mungkin sudah sangat akrab
dengan dunia digital. Namun, selayaknya dunia fisik di sekitar kita, ada
beberapa hal yang perlu kita ketahui dan pahami agar tidak tersesat
dalam dunia digital. Setiap generasi dapat memiliki praktik dan
pengalaman yang berbeda terhadap dunia digital. Oleh karena itu,
pemahaman fundamental terhadap lanskap digital semakin penting
mengingat semakin beragamnya generasi yang mengakses dunia
digital. Pengetahuan dasar mengenai lanskap digital meliputi berbagai
perangkat keras dan perangkat lunak. Fungsi perangkat keras dan

1
Smart

perangkat lunak saling berkaitan sehingga tidak bisa lepas satu sama
lain. Kita tidak bisa mengakses dunia digital tanpa fungsi jadi keduanya.
Dengan demikian, kita perlu mengetahui dan memahami fungsi
perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam
mengakses dunia digital.
Berdasarkan data survei indeks literasi digital nasional 2020 di
34 provinsi di Indonesia, akses terhadap internet ditemukan kian cepat,
terjangkau, dan tersebar hingga ke pelosok (Kominfo, 2020). Dalam
survei tersebut, terungkap pula bahwa literasi digital masyarakat
Indonesia masih berada pada level sedang (Katadata Insight Center &
Kominfo, 2020). Adapun, indeks literasi digital yang diukur dibagi ke
dalam 4 subindeks, yaitu subindeks 1 terkait informasi dan literasi
data, subindeks 2 terkait komunikasi dan kolaborasi, subindeks 3
tentang keamanan, dan subindeks 4 mengenai kemampuan teknologi,
dengan skor terbaik bernilai 5 dan terburuk bernilai 1. Dari
keempatnya, subindeks dengan skor tertinggi adalah subindeks
informasi dan literasi data serta kemampuan teknologi (3,66), diikuti
dengan subindeks komunikasi dan kolaborasi (3,38), serta informasi
dan literasi data (3,17) (Kominfo, 2020).
Data tersebut nyatanya selaras dengan laporan indeks
pembangunan teknologi informasi dan komunikasi (ICT Development
Index) yang dirilis oleh International Telecommunication Union (ITU)
per tahun 2017. Indonesia menempati posisi 114 dunia atau kedua
terendah di G20 setelah India dalam rilis tersebut (Jayani, 2020). Data-
data tersebut menunjukkan masih terdapat ruang pengembangan
untuk peningkatan literasi digital di Indonesia. Salah satunya adalah
kecakapan digital sebagai salah satu area kompetensi literasi digital
bagi
1
Smart

setiap individu di era digital.

Gambar 2. 2 Indikator dan Sub-Indikator Kecakapan Digital


Sumber: Kominfo, Siberkreasi, & Deloitte (2020)

Masing-masing sub indikator yang membentuk pilar kecakapan


bermedia digital yaitu kecakapan terkait penggunaan perangkat
keras dan lunak, mesin pencarian informasi, aplikasi percakapan dan
media sosial, serta dompet digital, loka pasar, dan transaksi digital.
Walaupun terlihat cukup sepele, peningkatan kecakapan mendasar
dalam bermedia digital ini dapat memberi pengaruh yang luas di
tengah masyarakat. Sama halnya dengan pengembangan modul
untuk keperluan pendidikan dan pelatihan, keempat kecakapan
dapat diajarkan kepada kelompok masyarakat spesifik dengan
pertimbangan penekanan yang berbeda-beda. Selain itu, perlu
diperhatikan juga tantangan yang harus dihadapi dalam usaha untuk
terus memperbaharui kecakapan bermedia digital, mengingat betapa

1
Smart

cepat dan dinamisnya perkembangan dunia digital baik dari segi


perangkat maupun sistem.

Lanskap Digital
Pemahaman terhadap lanskap digital tidak dapat dilepaskan dari
kompetensi literasi digital. Dunia digital merupakan lingkungan yang
tidak asing bagi banyak dari kita. Kita mungkin sudah sangat akrab
dengan dunia digital. Namun, selayaknya dunia fisik di sekitar kita, ada
beberapa hal yang perlu kita ketahui dan pahami agar tidak tersesat
dalam dunia digital. Setiap generasi dapat memiliki praktik dan
pengalaman yang berbeda terhadap dunia digital. Olehnya itu,
pemahaman fundamental terhadap lanskap digital semakin penting
mengingat semakin beragamnya generasi yang mengakses dunia digital.

Pengetahuan dasar mengenai lanskap digital meliputi berbagai


perangkat keras dan perangkat lunak. Fungsi perangkat keras dan
perangkat lunak saling berkaitan sehingga tidak bisa lepas satu sama
lain. Kita tidak bisa mengakses dunia digital tanpa fungsi jadi keduanya.
Dengan demikian, kita perlu mengetahui dan memahami fungsi
perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam mengakses
dunia digital. Beberapa jenis perangkat digital yang umum diketahui
antara lain.

Tabel 2. 14 Beberapa Jenis Perangkat Digital (Wempen, 2015 dalam


Monggilo dan Kurnia 2021)

No Perangkat Penjelasan

1
Smart
1 Komputer Desktop Komputer pribadi yang biasa diletakkan di atas

1
Smart

meja kerja atau meja belajar dan jarang dipindah-


pindahkan. Komputer ini terdiri dari kotak besar
yang disebut unit sistem yang berisi berbagai
komponen penting agar komputer ini dapat
bekerja. Kemudian komputer desktop ini
dihubungkan juga dengan perangkat keras lain
seperti monitor, keyboard, dan mouse.

2 Notebook Notebook merupakan istilah lain dari laptop.


Notebook merupakan komputer yang didesain
agar bisa dilipat dan mudah dibawa kemana-
mana. Dalam perangkat keras ini sudah terdapat
monitor, keyboard, dan keypad yang merangkai
jadi satu dengan unit sistemnya. Karena
kemudahannya dibawa kemana-mana, maka
notebook menjadi perangkat keras yang populer.

3 Netbook Netbook merupakan singkatan dari internet


notebook. Perangkat keras ini biasanya lebih kecil
ukurannya dan kemampuannya juga tidak
sehandal notebook. Faktor kemampuan ini
membuat netbook mungkin tidak dapat
mengoperasikan perangkat lunak tertentu. Dari
segi harga netbook lebih terjangkau.

4 Tablet Tablet merupakan komputer portabel yang terdiri


dari layar sentuh dengan komponen komputer di

1
Smart

dalamnya. Perangkat keras ini tidak memiliki


keyboard. Fungsi keyboard dapat kita jumpai
dalam layar sentuh tersebut. Perangkat keras ini
sangat simpel dan mudah dibawa kemana-mana.
Namun, perangkat ini biasanya tidak dapat
mengoperasikan beberapa aplikasi perangkat
lunak tertentu karena keterbatasan
kemampuannya.

5 Telepon Pintar Telepon pintar merupakan perangkat telepon


yang memiliki kemampuan untuk mengoperasikan
berbagai aplikasi perangkat lunak dan mengakses
internet. Sama seperti tablet, telepon pintar
biasanya dilengkapi dengan layar sentuh. Telepon
pintar dapat mengoperasikan berbagai perangkat
lunak namun tidak sehandal komputer desktop
atau notebook.

Salah satu hal yang sering kita jumpai dalam dunia digital dalam
banyak perangkat digital adalah internet. Internet merupakan jaringan
komputer yang memungkinkan satu komputer saling berhubungan
dengan komputer lain. Karena hal tersebut, maka pengguna komputer
dapat berkomunikasi dengan pengguna komputer lainnya. Internet telah
menghubungkan manusia dari berbagai lokasi. Internet juga semakin
mudah diakses oleh banyak manusia. Pendahulu dari internet adalah
ARPANET, sebuah proyek dari United States of America Department of

1
Smart

Defense (Kementerian Pertahanan Amerika Serikat) pada 1969 sebagai


eksperimen terkait teknologi jejaring yang reliabel (Levine & Young,
2010 dalam Monggilo dan Kurnia 2021).

Komputer yang kita gunakan tidak terhubung secara langsung


dengan internet. Komputer kita dapat terkoneksi karena adanya
perusahaan penyedia jasa internet (internet service provider) yang
menyediakannya. Kita perlu mendaftar agar memperoleh jasa koneksi
internet dari penyedia jasa internet di sekitar. Internet biasanya dapat
kita akses dengan perangkat keras koneksi bernama modem. Perangkat
ini terhubung langsung dengan komputer kita atau dengan
menggunakan router jaringan tanpa kabel (Miller, 2016 dalam Monggilo
dan Kurnia 2021).

Jaringan publik bisa saja tidak seaman jaringan pribadi yang


memerlukan kata kunci untuk mengaksesnya. Karena semua orang dapat
mengakses jaringan publik, bisa saja ada kemungkinan pengguna yang
berniat buruk. Pengguna ini secara tidak bertanggung jawab dapat
mencegah sinyal yang dikirimkan dari komputer kita ke situs di internet.
Jadi sebaiknya jangan mengirimkan informasi pribadi dan sensitif
dengan menggunakan koneksi publik. Hal lain yang perlu diwaspadai
dalam dunia digital lainnya adalah malware. Malware adalah istilah
umum bagi segala perangkat lunak yang dibuat secara spesifik untuk
menyebabkan masalah bagi komputer (Wempen, 2015 dalam Monggilo
dan Kurnia 2021).

Mesin Pencarian Informasi

Penggunaan mesin pencarian informasi menjadi salah satu hal


yang krusial untuk dipahami. Aktivitas pencarian informasi di internet

1
Smart
melalui mesin pencarian informasi akrab dikenal dengan istilah

1
Smart

‘searching’ atau ‘googling’. Walaupun aktivitas ini sering dilakukan


sehari- hari, tetapi berbagai permasalahan mendasar masih sering
dihadapi oleh pengguna mesin pencarian informasi.

Mesin pencarian informasi adalah situs yang memiliki


kemampuan untuk mencari halaman situs web di internet berdasarkan
basis data dengan bantuan kata kunci. Google, Yahoo, Bing, Baidu, dan
Yandex adalah beberapa jenis mesin pencarian informasi yang populer
di dunia. Beberapa kelebihan dari masing-masing mesin pencari
ditampilkan di tabel berikut:

Tabel 2. 15 Beberapa Jenis Perangkat dan Kelebihannya (Namira, 2021


dalam Monggilo dan Kurnia 2021)

No Mesin Pencari Kelebihan

1 Google ● Memiliki waktu penyediaan informasi yang


cepat Menyediakan informasi dari berbagai
sumber sekaligus
● Memiliki banyak fitur pendukung untuk
optimalisasi pencarian informasi
● Terkoneksi dengan pihak ketiga sehingga dapat
menyediakan informasi lebih detail
● Menyediakan pencarian dengan berbagai bahasa

2 Bing ● Menyediakan informasi dalam berbagai jenis


(gambar, foto, video, dan berita)
● Memiliki fasilitas instant answer

3 Yahoo ● Menyediakan informasi dalam berbagai jenis

1
Smart

(gambar, foto, video, dan berita)


● Memiliki fitur news feed di halaman utama
pencarian

4 Baidu ● Menyediakan informasi berdasarkan rating


situs web
● Menyediakan layanan pencarian lagu dengan
format mp4

5 Yandex ● Menyediakan informasi dalam berbagai jenis


(gambar, foto, video, dan berita)
● Menyediakan pencarian dengan berbagai bahasa

6 DuckDuckGo ● Menyediakan informasi pencarian dari berbagai


sumber
● Tidak melakukan penyimpanan IP address
● Iklan ditempatkan sesuai kata kunci yang dicari,
bukan berdasarkan algoritma pengguna

Mesin pencarian informasi memiliki tiga tahapan kerja sebelum


menyajikan informasi yang kita butuhkan. Pertama, penelusuran
(crawling), yaitu langkah ketika mesin pencarian informasi yang kita
akses menelusuri triliunan sumber informasi di internet. Penelusuran
tersebut tentu mengacu pada kata kunci yang diketikkan pada mesin
pencarian informasi. Kedua, pengindeksan (indexing), yakni pemilahan
data atau informasi yang relevan dengan kata kunci yang kita ketikkan.
Ketiga, pemeringkatan (ranking), yaitu proses pemeringkatan data atau
informasi yang dianggap paling sesuai dengan yang kita cari.

1
Smart

Mesin pencarian informasi seperti Google juga memberikan saran


beberapa kata kunci lain yang mendekati. Google menyebut fitur ini
dengan Google Suggest atau Autocomplete. Misalnya jika kita
mengetikkan ‘covid’ maka muncul beberapa saran kata kunci seperti
’covid 19’, ’covid-19’, ’covid indonesia’, ‘covid hari ini’, ‘covid 19 vaccine’.
Kita dapat memilih kata kunci yang paling sesuai dengan yang apa yang
kita cari.

Selain berbagai kegunaan dari fitur-fitur mesin pencarian


informasi yang telah dipaparkan sebelumnya, Google dan Microsoft juga
melengkapi layanannya khusus untuk keperluan akademis dengan basis
data yang spesifik. Layanan Google Scholar atau Google Cendekia
memungkinkan kita untuk mencari referensi berupa teks dengan cepat
dan menyimpannya dalam 'perpustakaan pribadi' kita.

Untuk meningkatkan kompetensi kritis dalam memanfaatkan


mesin pencari serta mencegah kita untuk terlempar dalam pusaran
hoaks, terlebih dahulu kita perlu mengetahui dan memahami tiga
gangguan informasi. Pertama, misinformasi adalah informasi yang tidak
benar. Namun, orang yang menyebarkannya percaya bahwa informasi
tersebut adalah benar tanpa bermaksud membahayakan orang lain.
Kedua, disinformasi adalah informasi yang tidak benar dan orang yang
menyebarkannya juga tahu bahwa informasi itu tidak benar. Ketiga, mal-
informasi adalah sepenggal informasi benar namun digunakan dengan
niat untuk merugikan seseorang atau kelompok tertentu.

Untuk itu kita dapat melakukan langkah-langkah preventif


sebagai pengguna mesin pencarian informasi. Pertama, percayai
informasi hanya dari sumber atau media yang kredibel. Kedua, cek

1
Smart
nama domain; situs

1
Smart

resmi jarang menggunakan domain gratis seperti blogspot.com dan


lainnya. Ketiga, bandingkan informasi dari berbagai sumber yang
berbeda.

Aplikasi Percakapan dan Medsos

Aplikasi percakapan dan media sosial adalah salah satu bagian


dari perkembangan teknologi yang disebut sebagai tolok ukur yang
sangat menarik yang memiliki kaitan dengan berbagai aspek (Sun, 2020
dalam Monggilo dan Kurnia 2021). Aplikasi percakapan adalah
penunjang komunikasi kita dalam jaringan. Aplikasi percakapan menjadi
salah satu garda terdepan terjadinya komunikasi daring, terlebih di masa
pandemi COVID-19. Komunikasi kini lebih banyak terjadi dalam jaringan
sehingga akses pada aplikasi percakapan sangat tinggi.

Kita kadang mengeluhkan pesan yang lambat atau bahkan tidak


terkirim yang berakibat pada terhambatnya proses komunikasi. Tidak
jarang juga kita terganggu dengan informasi yang diterima tetapi
nyatanya tidak kita butuhkan. Lantas, bagaimana cara untuk
menyiasatinya?

Pertama, mengenali kelebihan dan kekurangan dari aplikasi


percakapan yang kita gunakan. Kedua, memperbarui aplikasi
percakapan yang digunakan. Hal ini karena fitur-fitur terbaru biasanya
akan dibenamkan ketika aplikasi kita perbarui secara berkala. Ketiga,
menonaktifkan fitur untuk mengendalikan informasi yang tidak
diinginkan pada setting aplikasi.

1
Smart

Salah satu fitur yang memperkaya nuansa percakapan adalah


simbol visual selain teks yang kerap dikenal dengan emoticon/emoji.
Walau begitu, penggunaannya bisa menimbulkan perbedaan
pemahaman antara pengguna dan tak ayal bisa menjadi asal mula
perpecahan. Simbol emoticon/emoji biasanya bermakna ganda dan
kadang kala lebih kompleks dari yang dipikirkan oleh penggunanya.
Misalnya saja contoh emoji tertawa sampai menangis ini. Jika tidak awas,
penerima bisa saja mengira kita sedang menangis.

Dengan durasi akses rata-rata lebih dari tiga jam, membuktikan


eksistensi media sosial yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-
hari. Media sosial mengalami perkembangan sangat cepat, tercatat
hingga kini media sosial memiliki pengguna aktif sebanyak 106 juta
pengguna di Indonesia, di mana angka tersebut sebanyak 40% dari total
populasi yang ada (Indonesia Baik, 2017 dalam Monggilo dan Kurnia
2021).

Tabel 2. 16 Kelebihan dan Kekurangan Beberapa Media Sosial

No Media Sosial Kelebihan Kekurangan

1 Facebook Jumlah pengguna Pengguna terlalu


menduduki peringkat heterogen sehingga
pertama. informasi yang muncul
terlalu beragam

2 Instagram Memiliki fitur menarik Jenis unggahan terbatas


untuk meningkatkan gambar dan video
kualitas gambar maupun

1
Smart

No Media Sosial Kelebihan Kekurangan

video yang diunggah

3 Twitter Mendistribusikan Karakter huruf dibatasi.


informasi dengan cepat
dan ringkas.

4 YouTube Menyajikan informasi Konten video yang terlalu


berupa video dengan beragam serta pop-up
durasi yang tidak iklan.
terbatas.

Dompet Digital, Lokapasar, dan Transaksi Digital

Dari data jumlah penduduk Indonesia per September 2020,


sebanyak 270,20 juta jiwa (BPS, 2020) atau hampir 90% di antaranya
sudah pernah melakukan aktivitas pembelian barang atau jasa secara
daring. Angka tersebut kian menegaskan bahwa aktivitas transaksi jual
beli daring atau yang kita kenal dengan e-commerce sungguh digemari
oleh masyarakat. Sebagai pembeli, kita dimanjakan dengan kemudahan
dan kenyamanan. Sementara itu, sebagai penjual, tidak perlu
menghabiskan biaya operasional untuk meningkatkan pendapatan
penjualan mereka (Kurnia dkk., 2020 dalam Monggilo dan Kurnia 2021).

Transaksi digital cenderung lebih aman dilakukan bilamana


penjual bergabung dengan lokapasar yang sudah menyediakan metode
pembayaran resmi. Salah satunya dengan memanfaatkan fitur dompet

1
Smart

digital. Namun, sebelum dompet digital hadir seperti saat ini, terdapat
sejumlah metode pembayaran yang cukup sering digunakan, yaitu
pembayaran dengan kartu kredit, kartu debit, transfer bank, rekening
bersama (virtual account), cash on delivery (COD), dan tunai melalui
gerai retail. Hingga kini, metode pembayaran tersebut masih eksis dan
digunakan sebagai alternatif metode transaksi selain dompet digital
(Tumbuh Usaha, 2019 dalam Monggilo dan Kurnia 2021). Secara umum,
langkah untuk mengaktifkan dompet digital adalah sebagai berikut:

Aktivasi

Verifikasi

Penggunaan

1
Smart

Figur 2. Langkah Aktivasi, Verifikasi, dan Penggunaan Dompet


Digital (Monggilo dan Kurnia 2021)

Sedang berikut adalah tips-tips untuk memilih dompet digital guna


menghindari kebingungan.

1. Kenali masing-masing karakteristik dari setiap dompet


digital yang ada. Masing- masing dompet digital memiliki
layanan yang berbeda-beda.
2. Tentukan peruntukkan dan kebutuhannya. Jika kebutuhan
yang akan dipenuhi untuk segala hal, seperti untuk
pembelian pulsa/data, pembayaran listrik, pembayaran TV
Kabel, pembayaran kartu pascabayar, isi ulang e-money,
pembayaran PDAM, pembayaran transportasi umum, dan
pembayaran tiket bioskop, maka Dana adalah dompet
digital yang tepat.
3. Tentukan kebutuhan-kebutuhan apa saja yang memang
diprioritaskan. Dengan demikian, kita dapat terhindari
dari kebiasaan berbelanja berlebihan hanya karena untuk
memenuhi keinginan ketimbang kebutuhan.

1
Smart

Lokapasar (marketplace), adalah satu platform yang menawarkan


produk dan layanan dari banyak penjual yang dapat dibeli oleh
klien/pembeli. Sebagian besar produk dan layanan yang dijual berasal
dari perusahaan eksternal, meskipun beberapa platform juga dapat
menawarkan produk mereka sendiri (Kawa & Wałęsiak, 2019 dalam
Monggilo dan Kurnia 2021). Hadirnya lokapasar seperti saat ini sungguh
memudahkan kita sebagai pengguna dalam melakukan transaksi jual beli
dari mana dan kapan saja (Rosusana, 2008 dalam Monggilo dan Kurnia
2021). Selain itu, melalui lokapasar, pembeli dapat menemukan penjual
yang menyediakan barang-barang yang belum dijual di toko-toko pada
umumnya.

Berikut langkah-langkah mendasar yang dapat dilakukan agar Anda


tidak keliru saat bertransaksi melalui lokapasar:

1. Temukan produk yang diinginkan dengan menjelajahi


berbagai kategori dan subkategori menggunakan fitur
pencarian.
2. Pilih produk yang diinginkan dari hasil pencarian.
3. Jika ingin membuat penawaran dengan penjual,
kebanyakan lokapasar menyediakan fitur chat untuk
memudahkan pembeli berkomunikasi langsung dengan
penjual. Jika penawaran selesai dilakukan, ikon keranjang
digunakan untuk memasukkan produk ke keranjang
belanja untuk membuat pesanan.
4. Apabila produk yang diinginkan memiliki variasi ukuran,
jenis, warna, dan model yang harus dipilih, setelah klik
ikon keranjang pembeli harus menentukan pilihan terlebih
dahulu sebelum melanjutkan ke proses checkout.
1
Smart

5. Selanjutnya kita akan diarahkan ke halaman keranjang


belanja. Pilih produk yang ingin dibeli dan pilih voucher
yang ingin digunakan jika ada. Apabila kita memiliki
voucher dan bonus-bonus lainnya, kita dapat
menggunakannya untuk mengurangi total belanja. Lalu
klik Checkout.
6. Pada halaman checkout, pastikan alamat pengiriman
sudah benar, kemudian pilih jasa kirim dan tentukan jam
pengiriman: pengiriman setiap saat atau pengiriman pada
jam kantor.
7. Pilih metode pembayaran yang diinginkan.
8. Apabila pembayaran sudah berhasil dilakukan pembeli
akan mendapatkan konfirmasi dari lokapasar secara
langsung dan produk yang kita beli akan otomatis ada di
halaman pesanan dengan menunjukan status-status dari
proses pengiriman. Beberapa lokapasar juga menyediakan
fitur Hubungi Penjual Jika kita sebagai pembeli masih
memiliki pertanyaan terkait pesanan Anda.

2. Rangkuman

Literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan


menggunakan internet dan media digital. Namun begitu, acap kali ada
pandangan bahwa kecakapan penguasaan teknologi adalah kecakapan
yang paling utama. Padahal literasi digital adalah sebuah konsep dan
praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk
menguasai teknologi. Lebih dari itu, literasi digital juga banyak
menekankan pada kecakapan pengguna media digital dalam

1
Smart
melakukan

1
Smart

proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif (Kurnia


& Wijayanto, 2020; Kurnia & Astuti, 2017). Seorang pengguna yang
memiliki kecakapan literasi digital yang bagus tidak hanya mampu
mengoperasikan alat, melainkan juga mampu bermedia digital dengan
penuh tanggung jawab.
Keempat pilar yang menopang literasi digital yaitu etika,
budaya, keamanan, dan kecakapan dalam bermedia digital. Etika
bermedia digital meliputi kemampuan individu dalam menyadari,
mencontohkan, menyesuaikan diri, merasionalkan,
mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital
(netiquette) dalam kehidupan sehari-hari. Budaya bermedia digital
meliputi kemampuan individu dalam membaca, menguraikan,
membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
Keamanan bermedia digital meliputi kemampuan individu dalam
mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang dan
meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-
hari. Sementara itu, kecakapan bermedia digital meliputi Kemampuan
individu dalam mengetahui, memahami, dan menggunakan perangkat
keras dan piranti lunak TIK serta sistem operasi digital dalam
kehidupan sehari-hari.

a. Dalam Cakap di Dunia Digital perlu adanya penguatan pada:


● Pengetahuan dasar menggunakan perangkat keras digital (HP, PC)
● Pengetahuan dasar tentang mesin telusur (search engine) dalam
mencari informasi dan data, memasukkan kata kunci dan memilah
berita benar

1
Smart

● Pengetahuan dasar tentang beragam aplikasi chat dan media sosial


untuk berkomunikasi dan berinteraksi, mengunduh dan mengganti
Settings
● Pengetahuan dasar tentang beragam aplikasi dompet digital dan e-
commerce untuk memantau keuangan dan bertransaksi secara
digital

b. Dalam Etika di Dunia Digital perlu adanya penguatan pada:


● Pengetahuan dasar akan peraturan, regulasi yang berlaku, tata
krama, dan etika berinternet (netiquette)
● Pengetahuan dasar membedakan informasi apa saja yang
mengandung hoax dan tidak sejalan, seperti: pornografi,
perundungan, dll.
● Pengetahuan dasar berinteraksi, partisipasi dan kolaborasi di ruang
digital yang sesuai dalam kaidah etika digital dan peraturan yang
berlaku
● Pengetahuan dasar bertransaksi secara elektronik dan berdagang di
ruang digital yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

c. Dalam Budaya di Dunia Digital perlu adanya penguatan pada:


● Pengetahuan dasar akan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika sebagai
landasan kehidupan berbudaya, berbangsa dan berbahasa Indonesia
● Pengetahuan dasar membedakan informasi mana saja yang tidak
sejalan dengan nilai Pancasila di mesin telusur, seperti perpecahan,
radikalisme, dll.

1
Smart

● Pengetahuan dasar menggunakan Bahasa Indonesia baik dan benar


dalam berkomunikasi, menjunjung nilai Pancasila, Bhineka Tunggal
Ika
● Pengetahuan dasar yang mendorong perilaku konsumsi sehat,
menabung, mencintai produk dalam negeri dan kegiatan produktif
lainnya.

d. Dalam Aman Bermedia Digital perlu adanya penguatan pada:


● Pengetahuan dasar fitur proteksi perangkat keras (kata sandi,
fingerprint) Pengetahuan dasar memproteksi identitas digital (kata
sandi)
● Pengetahuan dasar dalam mencari informasi dan data yang valid
dari sumber yang terverifikasi dan terpercaya, memahami spam,
phishing.
● Pengetahuan dasar dalam memahami fitur keamanan platform
digital dan menyadari adanya rekam jejak digital dalam memuat
konten sosmed
● Pengetahuan dasar perlindungan diri atas penipuan (scam) dalam
transaksi digital serta protokol keamanan seperti PIN dan kode
otentikasi

3. Soal Latihan
1) Peserta diminta mengaitkan fenomena-fenomena di media sosial
sesuai dengan 4 pilar literasi digital
2) Peserta diminta menganalisis perilaku masyarakat Indonesia di
dunia digital

1
Smart

3) Peserta diminta mengelaborasi cara-cara menerapkan 4 pilar


literasi digital dalam kehidupan bermedia digital

Bahan Diskusi

Kini mari kita berdiskusi dengan isu-isu terkini terkait etika berinteraksi
dan bertransaksi.

1. Apakah pernah nomor atau akun anda ter-hack atau


disalahgunakan orang lain? Atau mendengar kisah ini?
Kemudian apa yang dilakukan hacker tersebut? Kira- kira
mengapa hal ini bisa terjadi?
2. Kejahatan atau penipuan dalam transaksi daring semakin
beragam, mari kita berdiskusi bersama apa saja motif-motif
terbaru dalam penipuan atau kisah negatif dari berbelanja
daring!
3. Apakah dari peserta ada yang menjadi penjual melalui media
daring? Mari kita berdiskusi mengenai bagaimana memulai dan
permasalahan apa yang sering ditemui sebagai
pelapak/penjual!

1
Smart

4. Kasus
Dalam kelompok berisi 5-6 orang, peserta diminta untuk menyelesaikan
contoh kasus berikut.

Studi Kasus:

SMA Sinar Bulan di Kota A baru-baru ini ramai dibicarakan di media sosial karena
tragedi cyberbullying yang terjadi di SMA tersebut. Pasalnya, siswa di SMA tersebut
telah membuat sistem pengiriman pesan secara anonymous di akun sosial media
atas nama sekolah yang dikelola bersama oleh siswa. Meski pada awalnya sistem
pengiriman pesan tersebut bermanfaat bagi banyak siswa untuk saling berbagi
keluh kesah, semakin lama semakin banyak bermunculan pesan yang berbau
perundungan dan mengarah pada cyberbullying. Naasnya, kejadian ini telah
menyebabkan salah seorang siswa mengalami tekanan mental yang sangat berat
hingga harus berhenti bersekolah.

Anda dan kelompok ditugaskan untuk memberi intervensi terkait pilar-pilar literasi
digital di SMA Sinar Bulan. Susunlah perencanaan kegiatan intervensi yang akan
Anda dan kelompok lakukan di SMA tersebut! Kegiatan intervensi yang dilakukan
bisa dalam bentuk seminar, workshop, atau bentuk lainnya yang menurut Anda

1
Smart

BAB 4
KEGIATAN BELAJAR 3: IMPLEMENTASI LITERASI DIGITAL
DAN IMPLIKASINYA

Kegiatan Belajar 3: Implementasi Literasi Digital dan Implikasinya

Fenomena dan permasalahan di dunia digital semakin marak dan


semakin canggih. Peran dan tanggung jawab para peserta CPNS
sangatlah besar. Modul ini membantu para peserta CPNS mampu
beradaptasi dan juga memberikan solusi bagi permasalah yang ada di
dunia digital. Pada bab ini akan membahas mengenai berbagai bentuk
implementasi literasi digital beserta implikasinya. Setelah mempelajari
modul dan mengikuti instruksi dalam kegiatan belajar ini, diharapkan
tercapai tujuan pembelajaran sebagai berikut:

Tabel 3. 1 Capaian Pembelajaran Kegiatan Belajar

Capaian Capaian Pembelajaran Khusus


Pembelajaran
Umum

Memahami Peserta dapat - Peserta dapat menjelaskan dengan


memahami bahasanya sendiri tujuan penggunaan
berbagai bentuk berbagai perangkat keras yang umum dipakai
implementasi di tengah masyarakat
literasi digital - Peserta dapat menjelaskan dengan
beserta bahasanya sendiri cara kerja mesin pencarian
implikasinya informasi
- Peserta dapat merangkum dimensi-dimensi
penting dalam persiapan penggunaan aplikasi
percakapan dan media sosial

1
Smart

Capaian Capaian Pembelajaran Khusus


Pembelajaran
Umum

- Peserta dapat mendeskripsikan fenomena


berkembangnya tren penggunaan dompet
digital, loka pasar (marketplace), dan
transaksi digital di Indonesia
- Peserta dapat menjelaskan dengan
bahasanya sendiri mengenai transaksi
elektronik dan keunggulannya, beserta
kompetensi akses (alat dan lapak transaksi
elektronik) dan kompetensi verifikasi (bijak
dalam bertransaksi elektronik)
- Peserta dapat membedakan antara etika
dan etiket dalam berinternet
- Peserta dapat merangkum kriteria-kriteria
yang dapat dijadikan pegangan dalam
mengenali konten negatif di internet seperti
hoaks, ujaran kebencian, serta perundungan
- Peserta dapat menjelaskan dengan
bahasanya sendiri mengenai ciri-ciri dinamika
interaksi, partisipasi, dan kolaborasi di ruang
digital yang ideal
- Peserta dapat menerangkan
pentingnya perlindungan perangkat
keras dan lunak beserta contoh fitur-
fiturnya
- Peserta dapat menerangkan risiko
kebocoran identitas dan data diri di dunia
digital beserta langkah-langkah
pencegahannya
- Peserta dapat membedakan antara
beragam jenis penipuan digital
- Peserta dapat mengenali catfishing
dan risikonya
1
Smart

Capaian Capaian Pembelajaran Khusus


Pembelajaran
Umum

- Peserta dapat membedakan antara


penggunaan rekam jejak digital untuk tujuan
positif dan negatif, serta langkah-langkah
untuk memastikan rekam jejak tidak
digunakan untuk tujuan negatif
- Peserta dapat menjelaskan dengan
bahasanya sendiri bagaimana semangat
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika
dapat tetap hidup dalam perilaku
masyarakat Indonesia di media digital
- Peserta dapat menerangkan keuntungan dan
tantangan dari digitalisasi kebudayaan melalui
teknologi informasi dan komunikasi
- Peserta dapat menerangkan bagaimana
media digital dapat mendorong perilaku
mencintai produk dalam negeri dan kegiatan
produktif lainnya
- Peserta dapat menjelaskan dengan
bahasanya sendiri hal-hal yang termasuk
dalam ruang lingkup hak-hak digital warga
negara

Menerapkan Peserta dapat - Peserta dapat menggunakan mesin


mengaplikasikan pencarian informasi secara efektif dan efisien
berbagai bentuk untuk memperoleh informasi yang lengkap
literasi digital dalam dan akurat
penggunaan sehari- - Peserta dapat mendemonstrasikan contoh
hari perilaku penggunaan aplikasi percakapan
atau media sosial untuk tujuan tertentu
- Peserta dapat memberi contoh bagaimana
penggunaan dompet digital, loka pasar

1
Smart

Capaian Capaian Pembelajaran Khusus


Pembelajaran
Umum

(marketplace), dan transaksi digital dapat


mempermudah kehidupan sehari-hari
- Peserta dapat memaparkan contoh
permasalahan yang mungkin muncul dalam
bertransaksi elektronik
- Peserta dapat memberikan contoh kasus
pelanggaran etika dan etiket dalam
berinternet dalam kehidupan sehari-hari
- Peserta dapat mengidentifikasi konten-
konten yang dapat dikategorikan sebagai
konten negatif seperti hoaks, ujaran
kebencian, serta perundungan dari beberapa
contoh yang disajikan
- Peserta dapat memberikan contoh nyata
dinamika interaksi, partisipasi, dan kolaborasi
di ruang digital yang dapat membawa dampak
positif di masyarakat
- Peserta dapat memberikan contoh
bagaimana penggunaan salah satu fitur
perlindungan perangkat keras dan/atau lunak
dapat meningkatkan keamanan pengguna
dalam bermedia digital
- Peserta dapat memberi contoh nyata
bagaimana kebocoran identitas dan data diri di
dunia digital dapat digunakan untuk tujuan-
tujuan negatif
- Peserta mengidentifikasi penipuan digital
dan/atau catfishing dalam contoh kasus nyata
yang diberikan

1
Smart

Capaian Capaian Pembelajaran Khusus


Pembelajaran
Umum

- Peserta dapat memberikan contoh baru


penggunaan rekam jejak digital untuk tujuan
positif maupun negatif
- Peserta dapat memberikan contoh positif
maupun negatif dari ada-tidaknya aplikasi
nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika
dalam perilaku masyarakat Indonesia di media
digital
- Peserta dapat membuat prediksi
mengenai bagaimana digitalisasi
kebudayaan akan berkembang dalam 10-20
tahun ke depan
- Peserta dapat memberi contoh kasus nyata
dimana media digital mendorong tumbuhnya
perilaku mencintai produk dalam negeri dan
kegiatan produktif lainnya
- Peserta dapat memberikan contoh kasus
pelanggaran hak-hak digital warga negara
Menganalisis Peserta dapat - Peserta dapat mengidentifikasi perbedaan
menganalisis jenis informasi yang diperoleh dengan
bentuk-bentuk menggunakan mesin pencarian informasi yang
implementasi berbeda atau metode pencarian berbeda
literasi digital - Peserta dapat mengidentifikasi perbedaan
beserta peran berbagai aplikasi percakapan dan
implikasinya dari media sosial untuk mencapai satu tujuan yang
berbagai sudut sama
pandang - Peserta dapat mengidentifikasi aspek-aspek
yang berperan penting dalam memastikan
implementasi dompet digital, loka pasar
(marketplace), dan transaksi digital berjalan
lancar di Indonesia

1
Smart

Capaian Capaian Pembelajaran Khusus


Pembelajaran
Umum

- Peserta dapat mengidentifikasi penyebab


dan akibat dari permasalahan yang mungkin
muncul dalam bertransaksi elektronik
- Peserta dapat berdiskusi dan memberikan
berbagai sudut pandang terkait terbentuknya
etika dan etiket dalam berinternet di Indonesia
- Peserta dapat memilah aspek-aspek
yang menjadi ciri konten negatif seperti
hoaks, ujaran kebencian, serta
perundungan dari beberapa contoh yang
disajikan
- Peserta dapat menelaah peran tiap pihak
yang terlibat dalam interaksi, partisipasi, dan
kolaborasi di ruang digital
- Peserta dapat memilih untuk menggunakan
fitur perlindungan perangkat keras dan lunak
yang tepat dalam menghadapi masalah
tertentu
- Peserta dapat mengidentifikasi aspek-aspek
atau pihak-pihak yang terlibat dalam
kebocoran identitas dan data diri di dunia
digital
- Peserta dapat menganalisis faktor-faktor
risiko terjadinya penipuan digital dan/atau
catfishing
- Peserta dapat mengidentifikasi berbagai
pihak yang mungkin memiliki akses dan dapat
menggunakan rekam jejak untuk tujuan
negatif
- Peserta dapat menunjukkan bagaimana
kurangnya semangat Pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika dapat menjadi akar dari
1
Smart
berbagai

1
Smart

Capaian Capaian Pembelajaran Khusus


Pembelajaran
Umum

permasalahan dalam bermedia digital di


Indonesia
- Peserta dapat merincikan pihak-pihak yang
memiliki peran penting dalam digitalisasi
kebudayaan melalui teknologi informasi dan
komunikasi dan bagaimana bentuk kerja
sama yang semestinya muncul antar pihak-
pihak tersebut
- Peserta dapat merincikan alur kerja sama
antar berbagai pihak dalam mendorong
perilaku mencintai produk dalam negeri dan
kegiatan produktif lainnya melalui platform
media digital
- Peserta dapat mengidentifikasi penyebab
dan akibat terjadinya masalah pelanggaran
hak- hak digital warga negara

Mengevaluasi Peserta dapat - Peserta dapat menilai kualitas informasi yang


memberi penilaian didapat dari mesin pencarian informasi
dan evaluasi - Peserta dapat merincikan kekurangan dan
terhadap berbagai kelebihan dari aplikasi percakapan dan
bentuk media sosial tertentu
implementasi - Peserta dapat merincikan tantangan yang
literasi digital serta dihadapi dalam implementasi dompet digital,
implikasinya dari loka pasar (marketplace), dan transaksi digital
berbagai sudut di Indonesia
pandang - Peserta dapat memberikan rekomendasi
untuk meningkatkan kualitas dan keamanan
transaksi elektronik di Indonesia
- Peserta dapat memberikan tanggapan dan
rekomendasi mengenai apa yang masih harus

1
Smart

Capaian Capaian Pembelajaran Khusus


Pembelajaran
Umum

ditingkatkan dari etika dan etiket berinternet


di Indonesia
- Peserta dapat memberikan tanggapan dan
rekomendasi mengenai maraknya konten
negatif seperti hoaks, ujaran kebencian,
serta perundungan di dunia digital Indonesia
- Peserta dapat memberi kritik konstruktif
untuk meningkatkan kualitas interaksi,
partisipasi, dan kolaborasi di ruang digital
pada salah satu contoh yang sebelumnya telah
dipaparkan
- Peserta dapat merincikan kekurangan
dan kelebihan dari contoh fitur
perlindungan perangkat keras dan lunak
yang ada
- Peserta dapat memberikan tanggapan
mengenai hal-hal yang masih kurang disadari
masyarakat terkait keamanan identitas dan
data diri di internet
- Peserta dapat memberikan rekomendasi dari
berbagai sudut pandang mengenai
pencegahan penipuan digital dalam berbagai
bentuk
- Peserta dapat menilai dan memilah konten
rekam jejak yang berpotensi digunakan untuk
tujuan negatif
- Peserta dapat menilai perilaku-perilaku
positif maupun negatif dalam bermedia digital
dan mengaitkannya dengan semangat
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika
- Peserta dapat merincikan apa yang sudah
baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan
1
Smart
dari praktik digitalisasi budaya yang ada

1
Smart

Capaian Capaian Pembelajaran Khusus


Pembelajaran
Umum

- Peserta dapat merincikan apa yang sudah


baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan
dari praktik penggunaan media digital untuk
mendorong perilaku mencintai produk dalam
negeri dan kegiatan produktif lainnya
- Peserta dapat memaparkan argumentasi
mengenai perlindungan hak-hak digital yang
semestinya lebih ditingkatkan lagi

Menciptakan Peserta dapat - Peserta dapat berkolaborasi merancang


berkolaborasi kegiatan yang berdampak positif bagi
untuk merancang masyarakat luas dengan memanfaatkan
program yang pemahaman mengenai bentuk-bentuk
menargetkan implementasi literasi digital yang telah
peningkatan dijabarkan
kesadaran dan - Peserta dapat berkolaborasi memerankan
pengetahuan role-play singkat untuk mengilustrasikan
masyarakat akan kegiatan yang telah dirancang
berbagai bentuk
implementasi
literasi digital
beserta
implikasinya

1. Uraian Materi
Pada bagian ini, akan dipelajari lebih mendalam mengenai
penerapan dari masing-masing keempat pilar literasi digital, yakni etika,
keamanan, budaya, dan kecakapan dalam bermedia digital. Selain itu,

1
Smart

pembahasan ini dilengkapi pula dengan kondisi terkini di Indonesia


serta tips praktis yang membuat kita dapat memaknai lebih jauh
keempat pilar tersebut.

a. Lanskap Digital
Pengetahuan dasar mengenai lanskap digital meliputi berbagai
perangkat keras dan perangkat lunak karena lanskap digital merupakan
sebutan kolektif untuk jaringan sosial, surel, situs daring, perangkat
seluler, dan lain sebagainya. Fungsi perangkat keras dan perangkat lunak
saling berkaitan sehingga tidak bisa lepas satu sama lain. Kita tidak bisa
mengakses dunia digital tanpa fungsi dari keduanya.
Dengan demikian, kita perlu mengetahui dan memahami fungsi
perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam mengakses
dunia digital. Salah satu perangkat keras yang sering kali digunakan
dalam dunia digital adalah komputer. Komputer yang paling dekat
dengan kehidupan kita adalah komputer pribadi. Komputer merupakan
istilah yang digunakan untuk menyebut komputer yang didesain untuk
penggunaan individu (Wempen, 2015).
Jadi, komputer yang kita jumpai di rumah, sekolah, atau kafe
internet seringkali diasosiasikan sebagai komputer pribadi. Akan tetapi,
bentuk komputer pribadi bermacam-macam. Variasi bentuk ini bisa juga
berkaitan dengan perbedaan fungsi dan kemampuan. Berikut ini
beberapa kategori untuk mesin komputer yang sering kita jumpai
(Wempen, 2015):
- Komputer
Komputer pribadi yang biasa diletakkan di atas meja kerja atau
meja belajar dan jarang dipindah-pindahkan. Komputer ini terdiri dari
kotak besar yang disebut unit sistem yang berisi berbagai komponen

1
Smart

penting agar komputer ini dapat bekerja. Kemudian komputer desktop


ini dihubungkan juga dengan perangkat keras lain seperti monitor,
keyboard, dan mouse. Perangkat keras tersebut disambungkan dengan
unit sistem menggunakan kabel atau teknologi wireless. Kelebihan
komputer desktop ini adalah kita meningkatkan performa dan fungsi
komputer dengan mudah. Contohnya adalah menambah kapasitas
kemampuan memori komputer hingga kapasitas penyimpanan data.
- Notebook
Notebook merupakan istilah lain dari laptop. Notebook
merupakan komputer yang didesain agar bisa dilipat dan mudah dibawa
kemana- mana. Dalam perangkat keras ini sudah terdapat monitor,
keyboard, dan keypad yang merangkai jadi satu dengan unit sistemnya.
Notebook dapat mengoperasikan berbagai perangkat lunak yang juga
dioperasikan oleh komputer desktop. Karena kemudahannya dibawa
kemana-mana, maka notebook menjadi perangkat keras yang populer.
Walau begitu, kita perlu usaha ekstra jika ingin meningkatkan performa
perangkat keras ini.
- Netbook
Netbook merupakan singkatan dari internet notebook. Perangkat
keras ini biasanya lebih kecil ukurannya dan kemampuannya juga tidak
sehandal notebook. Faktor kemampuan ini membuat netbook mungkin
tidak dapat mengoperasikan perangkat lunak tertentu. Dari segi harga,
netbook lebih terjangkau.
- Tablet
Tablet merupakan komputer portabel yang terdiri dari layar
sentuh dengan komponen komputer di dalamnya. Perangkat keras ini
tidak memiliki keyboard. Fungsi keyboard dapat kita jumpai dalam layar
sentuh tersebut. Perangkat keras ini sangat simpel dan mudah dibawa
1
Smart

kemana-mana. Namun, perangkat ini biasanya tidak dapat


mengoperasikan beberapa aplikasi perangkat lunak tertentu karena
keterbatasan kemampuannya.
- Telepon Pintar
Telepon pintar merupakan perangkat telepon yang memiliki
kemampuan untuk mengoperasikan berbagai aplikasi perangkat lunak
dan mengakses internet. Sama seperti tablet, telepon pintar biasanya
dilengkapi dengan layar sentuh. Telepon pintar dapat mengoperasikan
berbagai perangkat lunak namun tidak sehandal komputer desktop atau
notebook.

Dari kelima mesin komputer tersebut, telepon seluler merupakan


salah satu gawai paling populer di Indonesia. Per tahun 2019, 63,3%
penduduk memiliki telepon pintar dan diprediksi dapat mencapai 89,2%
dari populasi pada tahun 2025 (Pusparisa, 2020). Telepon pintar kerap
dikaitkan dengan penggunaan internet. Sebuah lembaga riset
internetlivestats (2016) menyebutkan bahwa Indonesia menduduki
peringkat ke 12 pengguna internet terbanyak. Lembaga ini mengestimasi
bahwa lebih dari 53 juta penduduk Indonesia sudah mengakses internet,
angka ini menunjukkan peningkatan pengguna internet sebanyak 6,5%
dari tahun 2014. Penetrasi internet Indonesia juga meningkat, di tahun
2014 hanya 17% meningkat menjadi 20% di tahun 2016.

Mengetahui dan Memahami Internet


Salah satu hal yang sering kita jumpai dalam dunia digital adalah
internet. Internet merupakan jaringan komputer yang memungkinkan
satu komputer saling berhubungan dengan komputer lain (Levine &

1
Smart

Young, 2010). Karena hal tersebut, maka pengguna komputer dapat


berkomunikasi dengan pengguna komputer lainnya. Komunikasi yang
bisa dilakukan antar pengguna ini juga bersifat timbal balik. Jika
komputer A mengirimkan sebuah pesan ke komputer B, maka komputer
B dapat membalas pesan tersebut ke komputer A (Levine & Young,
2010). Internet telah menghubungkan manusia dari berbagai lokasi.
Internet juga semakin mudah diakses oleh banyak manusia. Pendahulu
dari internet adalah ARPANET, sebuah proyek dari Departement of
Defense (DOD) pada 1969 sebagai eksperimen terkait teknologi jejaring
yang reliabel (Levine & Young, 2010). Teknologi ini kemudian semakin
berkembang sehingga bisa diakses oleh banyak orang. Beberapa
perkembangan dari waktu ke waktu adalah peralatan koneksi yang
semakin murah dan ringan (Levine & Young, 2010). Hal ini tentu dapat
mempermudah pengguna dalam mengaksesnya.
Menurut Levine dan Young (2010), ada beberapa hal yang perlu
disiapkan untuk mengakses internet, yaitu komputer, modem, akses ke
penyedia jasa internet, dan berbagai perangkat lunak. Pertama adalah
komputer. Mesin pintar ini menjadi perangkat yang perlu dimiliki dalam
mengakses internet. Kita tidak perlu memiliki perangkat komputer yang
sangat canggih, asalkan memiliki kemampuan mengakses internet. Tidak
harus berupa komputer pribadi, kita juga dapat mengakses internet
dengan gawai yang lebih ringan seperti ponsel.
Selanjutnya adalah modem. Perangkat ini memungkinkan
komputer tersambung dengan sistem jaringan. Ketiga adalah akses ke
penyedia jasa internet. Akses ini bisa merupakan kombinasi setelan
perangkat lunak dan perangkat keras yang menyambungkan komputer
ke jaringan internet. Terakhir adalah berbagai perangkat lunak yang

1
Smart

menunjang akses internet. Kita perlu memasang berbagai perangkat


lunak di komputer agar bisa mengakses internet dengan baik.

Mengetahui dan Memahami Koneksi Internet


Komputer yang kita gunakan tidak terhubung secara langsung
dengan internet. Komputer kita dapat terkoneksi karena adanya
perusahaan penyedia jasa internet (internet service provider) yang
menyediakannya (Miller, 2016). Kita perlu mendaftar agar memperoleh
jasa koneksi internet dari penyedia jasa internet di sekitar.
Internet biasanya dapat kita akses dengan perangkat keras
koneksi bernama modem. Perangkat ini terhubung langsung dengan
komputer kita atau dengan menggunakan router jaringan tanpa kabel
(Miller, 2016). Biasanya penyedia jasa internet ini mengerjakan
pemasangannya, termasuk juga perangkat lunak yang menyertainya.

Tips Memilih Penyedia Jasa Internet


Ada beberapa pertimbangan dalam memilih jasa internet yang bisa kita
gunakan.
1. Kecepatan akses. Kita perlu mengetahui kecepatan akses internet
yang bisa kita dapatkan.
2. Stabilitas. Kita perlu memastikan bahwa penyedia jasa internet
tersebut menyediakan akses internet yang stabil, terutama di
lokasi tempat kita berada.
3. Pelayanan terhadap pelanggan. Kita perlu mengetahui bagaimana
pelayanan yang diberikan terhadap kendala yang mungkin kita
temui saat mengakses internet (Handayani, 2020).

1
Smart

4. Selain tips tersebut, tentu kita perlu menyesuaikan biaya jasa


internet dengan kemampuan dan kebutuhan kita.

Koneksi dengan Wi-Fi di Ruang Publik


Dengan mendaftar ke penyedia jasa internet, kita bisa mengakses
internet secara personal dengan teknologi kabel atau Wi-Fi. Wi-Fi,
singkatan dari wireless fidelity, merupakan istilah bagi koneksi standar
tanpa kabel (Miller, 2016). Kita bisa terhubung dengan internet dengan
menggunakan Wi-Fi lewat penyedia jasa internet yang kita gunakan.
Tidak hanya di rumah, berbagai kafe, restoran, hotel, bandara, dan ruang
publik lainnya yang menyediakan akses Wi-Fi baik gratis maupun
berbayar (Miller, 2016). Agar dapat terhubung dengan jaringan Wi-Fi,
kita perlu mengetahui proses kerjanya. Komputer pribadi biasanya
sudah dapat mengidentifikasi akses Wi-Fi apa saja yang bisa terhubung.
Jika kita menggunakan komputer pribadi seperti notebook atau netbook,
kita bisa mengetahui jaringan Wi-Fi yang bisa terhubung di bagian
koneksi yang ada di taskbar.
Selanjutnya, kita bisa klik nama Wi-Fi yang terbaca oleh
komputer kita. Kemudian biasanya kita diminta untuk mengisi kata
sandi. Beberapa Wi-Fi bisa langsung kita akses tanpa memerlukan kata
sandi. Kata sandi ini biasanya diatur oleh pihak yang menyediakan jasa
Wi-Fi tersebut. Kita bisa menanyakan kata sandi kepada pihak penyedia
jasa tersebut. Setelah mengisi kata sandi, kita kemudian dapat
mengakses jaringan Wi-Fi (Miller, 2016).
Kita bisa juga mengakses Wi-Fi dengan menggunakan perangkat
telepon pintar. Caranya adalah dengan menggeser ke bawah mulai dari
bagian atas layar. Setelah itu kita cari ikon Wi-Fi yang ada di sebelah atas

1
Smart

layar. Kemudian kita bisa klik dan tahan ikon Wi-Fi tersebut untuk
mengetahui jaringan Wi-Fi apa saja yang terbaca oleh perangkat kita.
Selanjutnya kita bisa klik salah satu jaringan Wi-Fi. Sama seperti
perangkat notebook atau netbook, akses Wi-Fi bisa kita peroleh langsung
atau dengan mengisi kata sandi terlebih dahulu (Miller, 2016). Setelah
terkoneksi dengan jaringan Wi-Fi, kita bisa terhubung dengan akses
internet lewat gawai yang kita gunakan.

Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Terkait Wi-Fi di Ruang Publik


Jaringan publik bisa saja tidak seaman jaringan pribadi yang
memerlukan kata kunci untuk mengaksesnya. Karena semua orang dapat
mengakses jaringan publik, bisa saja ada kemungkinan pengguna yang
berniat buruk. Pengguna ini secara tidak bertanggung jawab dapat
mencegat sinyal yang dikirimkan dari komputer kita ke situs di internet.
Jadi sebaiknya jangan mengirimkan informasi pribadi dan sensitif
dengan menggunakan koneksi publik (Miller, 2016).
Setelah dapat mengakses internet, maka kita perlu menyeleksi
dan memahami berbagai hal berkaitan dengan internet. Istilah yang
sering kita dengar adalah web. Web adalah kumpulan halaman yang
menghubungkan satu informasi dengan informasi lainnya (Levine &
Young, 2010). Setiap halaman informasi ini bisa berisi berbagai tulisan,
gambar, suara, video, animasi, atau hal lain (Levine & Young, 2010). Kita
bisa mengunjungi berbagai halaman tersebut dengan menuliskan alamat
web yang sesuai. Untuk dapat mengakses web, maka kita perlu browser.
Browser adalah program dalam komputer yang dapat menemukan dan
menyajikan halaman web di layar gawai kita (Levine & Young, 2010).

1
Smart

Selain web, kita juga perlu mengenal electronic mail (email) atau
surel. Surel merupakan layanan dalam jaringan internet yang
memungkinkan kita mengirimkan pesan kepada pengguna surel lain di
seluruh dunia (Levine & Young, 2010). Selain memiliki jaringan internet,
untuk dapat melakukan hal tersebut, maka kita perlu memiliki alamat
surel. Alamat surel dapat diibaratkan seperti alamat pos atau bahkan
nomor telepon (Levine & Young, 2010: 208). Kita mengirimkan pesan
sesuai dengan alamat surel yang kita ketikkan dalam program layanan
surel. Hal ini membuat pesan yang kita kirimkan dapat diterima oleh
pengguna yang memiliki alamat surel yang kita tuju.

Ayo Membaca Perkayalah informasi dengan membaca artikel dan modul berikut:
- https://www.internetlivestats.com/internet-users-by-country/
- https://www.statista.com/topics/5020/smartphones-in-
indonesia/#dossierKeyfigures
- https://edu.gcfglobal.org/en/computerbasics/mobile-
devices/1/
- Modul Cakap Bermedia Digital

Ayo Menonton Cobalah menyaksikan video berikut untuk menambah wawasanmu


What is a Gadget? | History
PENGGUNA SMARTPHONE DI INDONESIA

Ayo Berdiskusi Bagi peserta menjadi kelompok diskusi yang terdiri dari 4-5 orang,
cobalah untuk berdiskusi mengenai poin-poin di bawah ini,
kemudian presentasikan hasil diskusi dalam waktu 3 menit!
a. Apa saja gawai yang dimiliki oleh setiap anggota?
b. Berapa rata-rata waktu yang digunakan masing-masing
anggota untuk mengoperasikan gawai-gawai tersebut
dalam sehari?
c. Apa Gawai yang paling sering digunakan? Mengapa?
d. Apa fitur yang paling sering digunakan dalam
gawai tersebut? Mengapa?

1
Smart

b. Mesin Pencarian Informasi, Cara Penggunaan dan Pemilahan


Data Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita.
Berbagai fasilitas dan aplikasi yang tersedia pada gawai sering kita
gunakan untuk mencari informasi bahkan solusi dari permasalahan kita
sehari-hari. Durasi penggunaan internet harian masyarakat Indonesia
hingga tahun 2020 tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59 menit (APJII, 2020).
Angka ini melampaui waktu rata-rata masyarakat dunia yang hanya
menghabiskan 6 jam 43 menit setiap harinya. Bahkan menurut hasil
survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun
2020, selama pandemi COVID-19 mayoritas masyarakat Indonesia
mengakses internet lebih dari 8 jam sehari. Pola kebiasaan baru untuk
belajar dan bekerja dari rumah secara daring ikut membentuk perilaku
kita
berinternet.
Dalam menggunakan internet, salah satu aktivitas yang sering
kita lakukan adalah menggunakan mesin pencarian informasi untuk
menunjang kegiatan. Hasil survei yang dikeluarkan oleh Hootsuite dan
We are Social di tahun 2020 menunjukkan bahwa Google menempati
peringkat pertama sebagai mesin pencarian informasi yang paling
banyak diakses. Ia lebih banyak diakses secara mobile dibandingkan
melalui komputer. Situs ini digunakan oleh semua kelompok usia hampir
secara merata. Pengguna terbanyak ada pada kelompok usia 25-34 tahun
yaitu sebesar 32%. Sedangkan penggunaan Google pada kelompok usia
lainnya berkisar antara 9 hingga 17% (Hootsuite & We Are Social, 2021).

1
Smart

Gambar 3. 1 Traffic Share Situs Berdasarkan Perangkat, Usia dan


Gender Tahun 2020
Sumber: Hootsuite & We Are Social (2021)

Google masih berada pada peringkat pertama mesin pencarian


informasi terfavorit, baik di dunia maupun Indonesia. Dilansir dari
Statcounter (2021) sebanyak 98,32% masyarakat Indonesia memilih
menggunakan Google. Hanya kurang dari 2% populasi masyarakat
Indonesia yang menggunakan Yahoo, Bing, Yandex, DuckDuckGo, dan
Ecosia.

Tabel 3. 2 Beberapa Jenis Perangkat dan Kelebihannya (Namira, 2021


dalam Monggilo dan Kurnia 2021)

No Mesin Kelebihan
Pencari

1
Smart

Google ● Memiliki waktu penyediaan informasi yang


cepat Menyediakan informasi dari berbagai
sumber sekaligus
● Memiliki banyak fitur pendukung untuk
optimalisasi pencarian informasi
● Terkoneksi dengan pihak ketiga sehingga dapat
menyediakan informasi lebih detail
● Menyediakan pencarian dengan berbagai bahasa

Bing ● Menyediakan informasi dalam berbagai jenis


(gambar, foto, video, dan berita)
● Memiliki fasilitas instant answer

Yahoo ● Menyediakan informasi dalam berbagai jenis


(gambar, foto, video, dan berita)
● Memiliki fitur news feed di halaman utama
pencarian

Baidu ● Menyediakan informasi berdasarkan rating


situs web
● Menyediakan layanan pencarian lagu dengan
format mp4

Yandex ● Menyediakan informasi dalam berbagai jenis


(gambar, foto, video, dan berita)
● Menyediakan pencarian dengan berbagai bahasa

DuckDuckGo ● Menyediakan informasi pencarian dari berbagai


sumber
● Tidak melakukan penyimpanan IP address
● Iklan ditempatkan sesuai kata kunci yang dicari,
bukan berdasarkan algoritma pengguna

Mesin pencarian informasi memiliki tiga tahapan kerja sebelum


menyajikan informasi yang kita butuhkan. Pertama, penelusuran
(crawling), yaitu langkah ketika mesin pencarian informasi yang kita
akses menelusuri triliunan sumber informasi di internet. Penelusuran
tersebut tentu mengacu pada kata kunci yang diketikkan pada mesin

1
Smart

pencarian informasi. Kedua, pengindeksan (indexing), yakni pemilahan


data atau informasi yang relevan dengan kata kunci yang kita ketikkan.
Ketiga, pemeringkatan (ranking), yaitu proses pemeringkatan data atau
informasi yang dianggap paling sesuai dengan yang kita cari.
Cara penggunaan mesin pencarian informasi dapat dilakukan
dengan mengetik kata kunci (keyword) di kolom pencarian, kata kunci
dapat berupa satu kata atau lebih. Kemudian klik enter, maka berbagai
hasil pencarian yang relevan akan muncul. Jika belum menemukan
informasi yang dibutuhkan, maka kita dapat kembali ke laman pencarian
dan mengubah kata kunci yang lebih sesuai. Mesin pencarian informasi
juga menyediakan saran pencarian yang membantu kita menemukan
informasi yang dibutuhkan.
Ada kemungkinan kita tidak menemukan informasi yang
diharapkan. Hal ini mengindikasikan adanya kemungkinan informasi
tersebut memang tidak tersedia atau kata kunci yang kita gunakan
kurang sesuai. Untuk menggunakan mesin pencarian informasi yang
lebih sesuai, kita dapat menggunakan tips berikut ini (Gibbs, 2016 &
Goodwill Community Foundation, n.d.):
1. Menggunakan karakter tanda hubung (-) untuk menghilangkan
kata khusus yang tidak diinginkan, misalnya kita ingin mencari
informasi resep masakan selain ayam. Maka setelah mengetik
‘resep masakan -ayam’, seluruh resep selain masakan berbahan
ayam akan muncul.

1
Smart

2. Menggunakan karakter tanda petik (“ ”) untuk mencari kata atau


frasa yang lebih spesifik. Misalnya, kita ingin mencari informasi
resep masakan soto ayam. Maka setelah mengetik ‘resep “soto
ayam”’, seluruh resep berbagai soto ayam akan muncul, bukan
seluruh masakan yang mengandung kata ‘soto’ maupun ‘ayam’
saja.

3. Menggunakan istilah OR untuk menemukan salah satu informasi


yang dibutuhkan. Misalnya, kita mengetik ‘soto ayam OR soto

1
Smart

daging’, maka resep yang muncul adalah soto ayam dan soto
daging.

4. Menggunakan sinonim dari kata kunci. Ketika kita masih ragu


dengan istilah yang digunakan, kita dapat menggunakan sinonim
dari kata tersebut dengan diawali tanda baca tilde (~). Misalnya,
kita ingin mencari gula merah namun tidak yakin apakah harus
mencari gula merah atau gula kelapa, maka dapat menuliskan
‘gula
~kelapa’, maka hasil yang muncul juga akan menampilkan
sinonim kata tersebut.

5. Mencari dalam sebuah situs. Misalnya kita ingin mencari


informasi mengenai status gizi balita Indonesia, agar

1
Smart
data tersebut valid maka kita ingin mencari dari
Kementerian

1
Smart

Kesehatan RI, maka kita dapat mengetik ‘site:kemkes.go.id status


gizi balita indonesia’ dan seluruh data yang relevan dari situs
Kemenkes RI akan muncul.

6. Menggunakan tanda bintang (*) untuk informasi yang tidak


lengkap. Sebagai contoh, kita lupa bagian dari sebuah
pribahasa, maka kita dapat mencarinya dengan mengetik ‘sekali
* dua tiga pulau terlampaui’

7. Mencari informasi diantara dua nilai menggunakan simbol dua


titik (..) dan diakhiri dengan spasi. Contohnya, ketika ingin

1
Smart

mencari sejarah Indonesia dari tahun 1945 hingga 1980 maka


kita dapat menuliskan ‘sejarah RI tahun 1945.. 1980’ dan hasilnya
akan menunjukkan berbagai peristiwa sejarah Republik
Indonesia dalam periode tersebut.

Ayo Membaca Perkayalah informasi mengenai berbagai teknik pencarian


informasi yang lebih efektif dari bahan bacaan berikut
- https://mclennan.libguides.com/searchingInternet/searchInter
net/effective
- http://eprints.rclis.org/8317/1/Internet_Search_Engines.pdf
- https://sites.cs.ucsb.edu/~tyang/papers/bookchaptersearch.p
df
- Modul Cakap Bermedia Digital

Ayo Menonton Cobalah menyaksikan video berikut untuk menambah wawasanmu


How search engines work12 Cool Google Search Tricks You Should
Be Using!

Ayo Berdiskusi Bagi peserta menjadi kelompok diskusi yang terdiri dari 3-4 orang,
cobalah untuk berdiskusi mengenai salah satu dari topik di bawah
ini, setiap orang harus mengumpulkan informasi sebanyak-
banyaknya menggunakan mesin pencarian informasi serta metode
pencarian yang berbeda, lalu rangkum informasi menjadi satu
paragraf yang padat informasi. Kemudian, salah satu anggota

1
Smart

diminta untuk menjabarkan mekanisme pencarian materi,


perbedaan informasi yang didapat, dan rangkuman hasil diskusi.
Daftar tema:
a. Sejarah Soto Nusantara
b. Perkembangan Media Sosial Masyarakat Indonesia
c. Permainan Anak Indonesia dan Dunia
d. Penggunaan Gawai Masyarakat Indonesia dari Dulu hingga
Kini

1
Smart

c. Aplikasi Percakapan, dan Media Sosial


Aplikasi percakapan dan media sosial adalah salah satu bagian
dari perkembangan teknologi yang disebut sebagai tolok ukur yang
sangat menarik yang memiliki kaitan dengan berbagai aspek (Sun,
2020). Kita sering tidak menyadari bahwa kemampuan penggunaan
aplikasi percakapan dapat memunculkan beragam permasalahan jika
tidak diikuti dengan kompetensi penggunanya. Kompetensi tersebut,
yakni: mengakses, menyeleksi, memahami, menganalisis, memverifikasi,
mengevaluasi, mendistribusikan, memproduksi, berpartisipasi, dan
berkolaborasi (Kurnia dkk., 2020). Di antara kompetensi tersebut,
terdapat tujuh kompetensi yang berkaitan langsung dengan penggunaan
aplikasi percakapan, yakni: mengakses, menyeleksi, memahami,
memverifikasi, memproduksi, mendistribusikan, berpartisipasi, serta
berkolaborasi.
Akses sebagai kompetensi dasar pertama memiliki peranan kunci
sebab ketidakmampuan pengguna dalam mengakses aplikasi tertentu
akan menghambat penggunaan aplikasi tersebut. Akses percakapan
biasanya diperoleh secara personal maupun atas saran dari kelompok
tertentu, seperti kelompok kaum perempuan yang mengakses grup
WhatsApp untuk memperoleh informasi (Monggilo, dkk., 2020; Wenerda
& Supenti, 2019). Kebebasan untuk mengakses aplikasi percakapan dan
media sosial perlu diimbangi dengan kemampuan pengguna untuk
mengakses sebuah aplikasi percakapan. Pengguna perlu setidaknya
memahami empat dimensi persiapan, yaitu: pertama, akses terhadap
internet. Aplikasi percakapan dan media sosial bagaimanapun adalah
platform digital yang membutuhkan internet agar bisa beroperasi.

1
Smart

Internet ini bisa didapatkan jika menggunakan gawai yang kompatibel


serta tersedia paket data yang bisa dibeli.
Kedua, syarat dan ketentuan penggunaan aplikasi. Ia merupakan
sekumpulan peraturan yang dibuat oleh pembuat aplikasi percakapan
dan media sosial yang harus disetujui dan dipenuhi oleh calon pengguna
sebelum menggunakan aplikasi tersebut. Maka dari itu, sangat penting
untuk membaca syarat dan ketentuan yang diberikan oleh aplikasi
sebelum menekan tombol setuju (Monggilo dkk., 2020). Selain itu, dalam
sebuah grup percakapan, admin biasanya memiliki ketentuan atau
aturan, maka sangat penting untuk memahami siapa saja yang menjadi
anggota grup tersebut, agar menjadi filter dalam menerima berbagai
informasi yang ada di dalam grup-grup aplikasi percakapan (Monggilo
dkk., 2020).
Ketiga, membuat dan/atau membuka akun. Setelah memahami
ketentuan penggunaannya, hal yang perlu dilakukan berikutnya adalah
masuk (sign in) menggunakan akun yang dimiliki. Jika belum
memilikinya, maka perlu mendaftar terlebih dahulu (sign up).
Mendaftarkan akun membutuhkan data-data pribadi tertentu,
misalnya nama lengkap, nomor telepon, surel, usia, jenis kelamin, tanggal
lahir, asal negara, dan lainnya. Proses inilah yang harus diwaspadai,
terutama bila data-data pribadi tersebut terhubung dengan data bank
maupun dompet digital.
Keempat, metode akses. Umumnya dua metode dalam mengakses
sebuah aplikasi, yaitu melalui aplikasi mobile yang dipasang ke
perangkat kita dan/atau browser. Untuk mengakses melalui aplikasi
gawai pengguna hanya perlu membuka aplikasi gawai yang telah
dipasang. Sedangkan melalui browser, pengguna perlu membuka
alamat laman dari aplikasi
1
Smart

yang ingin diakses terlebih dulu. Pilihannya dapat disesuaikan dengan


kebutuhan kita masing-masing.

Mengenal Media Sosial


Dengan durasi akses rata-rata lebih dari tiga jam, membuktikan
eksistensi media sosial yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-
hari. Media sosial mengalami perkembangan sangat cepat, tercatat
hingga kini media sosial memiliki pengguna aktif sebanyak 106 juta
pengguna di Indonesia, di mana angka tersebut sebanyak 40% dari total
populasi yang ada (Indonesia Baik, 2017 dalam Monggilo dan Kurnia
2021).

Tabel 3. 3 Kelebihan dan Kekurangan Beberapa Media Sosial

No Media Sosial Kelebihan Kekurangan

1 Facebook Jumlah pengguna Pengguna terlalu


menduduki peringkat heterogen sehingga
pertama. informasi yang muncul
terlalu beragam

2 Instagram Memiliki fitur menarik Jenis unggahan terbatas


untuk meningkatkan gambar dan video
kualitas gambar maupun
video yang diunggah

3 Twitter Mendistribusikan Karakter huruf dibatasi.


informasi dengan cepat
dan ringkas.

4 YouTube Menyajikan informasi Konten video yang terlalu


berupa video dengan beragam serta pop-up
durasi yang tidak iklan.
terbatas.

1
Smart

Mengulik Aplikasi Percakapan


Aplikasi percakapan adalah penunjang komunikasi kita dalam
jaringan. Menurut data Hootsuite & We Are Social pada bulan Oktober
2020, aplikasi pesan terbesar masih dikuasai oleh WhatsApp, disusul
Facebook Messenger, WeChat, QQ, Snapchat, dan Telegram.

Gambar 3. 2 Infografik Jumlah Pengguna Aktif Bulanan Aplikasi Pesan


Instan
Sumber: Databoks (2020)

Aplikasi percakapan menjadi salah satu garda terdepan terjadinya


komunikasi daring, terlebih di masa pandemi COVID-19. Komunikasi kini

1
Smart

lebih banyak terjadi dalam jaringan sehingga akses pada aplikasi


percakapan sangat tinggi.

Gambar 3. 3 Perbedaan Media Sosial dan Aplikasi Percakapan


Sumber: Susanto (2020) & Batic Media (2020)

Setelan Mendasar Aplikasi Percakapan


Kita kadang mengeluhkan pesan yang lambat atau bahkan tidak
terkirim yang berakibat pada terhambatnya proses komunikasi. Tidak
jarang juga kita terganggu dengan informasi yang diterima tetapi
nyatanya tidak kita butuhkan. Lantas, bagaimana cara untuk
menyiasatinya?
1. Kenali kelebihan dan kekurangan dari aplikasi percakapan yang
kita gunakan.
2. Perbaharui aplikasi percakapan yang digunakan. Hal ini karena
fitur-fitur terbaru biasanya akan dibenamkan ketika aplikasi kita
perbarui secara berkala.
3. Nonaktifkan fitur untuk mengendalikan informasi yang tidak
diinginkan pada setting aplikasi.

1
Smart

Gambar 3. 4 Pengaturan pada Aplikasi WhatsApp

Sumber: Modul Cakap Bermedia Digital

1
Smart

Gambar 3. 5 Setelan Informasi yang Tidak Diinginkan dalam Telegram

Sumber: Modul Cakap Bermedia Digital

Selain itu, penting juga mengetahui fitur-fitur untuk


mengoptimalkan penggunaan aplikasi. Caranya ialah pertama, kenali
fitur dasar aplikasi percakapan yang berhubungan dengan profil akun
agar sebagai pengguna kita dapat dikenali. Kedua, kenali dan gunakan
dengan baik fitur pemberitahuan pesan baru (notifikasi). Ketiga,
gunakan setelan yang sesuai (baik ukuran huruf, background,
wallpaper, maupun
1
Smart

pengaturan serta backup pesan) untuk aplikasi chat yang dipasang pada
perangkat seluler.

Gambar 3. 6 Setelan Mendasar WhatsApp

Sumber: Modul Cakap Bermedia Digital

Cara Melaporkan Akun Media Sosial (Kominfo, 2021)


Facebook:
1
Smart

1. Jalankan aplikasi Facebook atau buka situs Facebook.


2. Pergi ke profil akun Facebook yang ingin direport.
3. Setelah itu tekan tombol dengan ikon tiga titik.
4. Pilih opsi Cari Dukungan atau Laporkan Profil.
5. Pilih Berpura-pura Menjadi Orang Lain > Saya.
6. Lalu tekan tombol Selanjutnya.
7. Pilih opsi Laporkan profil.
8. Berikan centang lalu tekan tombol Laporkan.
Instagram
1. Tap pada ikon titik tiga yang berada di ujung unggahan Instagram
2. Kemudian pilih opsi Laporkan.
3. Jika memiliki unsur spam, pilih opsi Ini Spam.
4. Sedangkan jika berunsur yang lainnya, pilih opsi ini tidak pantas.
5. Apabila anda memilih tidak pantas, Anda harus memilih pilihan
yang sesuai dengan permasalahan dari unggahan tersebut.
Twitter
Melaporkan Akun:
1. Buka profil akun tersebut dan klik atau sentuh ikon luapan.
2. Pilih Laporkan.
3. Pilih Mereka melakukan tindakan yang bersifat menghina atau
membahayakan.
4. Selanjutnya, kami akan meminta Anda untuk memberikan
informasi tambahan tentang masalah yang dilaporkan. Kami
mungkin juga akan meminta Anda untuk memilih Tweet dari
akun tersebut sehingga kami memiliki gambaran yang lebih jelas
untuk mengevaluasi laporan.

1
Smart

5. Kami akan menyertakan teks dari Tweet yang dilaporkan di surel


dan notifikasi tindak lanjut kami. Untuk berhenti menerima
informasi ini, hapus centang pada kotak di samping. Pembaruan
tentang laporan ini dapat menampilkan Tweet ini.
6. Setelah Anda mengajukan laporan, kami akan memberikan saran
tindakan tambahan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
pengalaman ber-Twitter Anda.

Melaporkan twit:
1. Telusuri twit yang ingin Anda laporkan di Twitter.com atau dari
aplikasi Twitter untuk iOS atau Twitter untuk Android.
2. Klik atau sentuh ikon.
3. Pilih Laporkan.
4. Pilih Ini menghina atau berbahaya.
5. Selanjutnya, kami akan meminta Anda untuk memberikan
informasi lainnya tentang masalah yang dilaporkan. Kami
mungkin juga akan meminta Anda untuk memilih twit lainnya
dari akun yang dilaporkan sehingga kami memiliki gambaran
yang lebih jelas untuk mengevaluasi laporan.
6. Kami akan menyertakan teks dari twit yang dilaporkan di surel
dan notifikasi tindak lanjut kami. Untuk berhenti menerima
informasi ini, hapus centang pada kotak di samping Pembaruan
tentang laporan ini dapat menampilkan twit ini.
7. Setelah Anda mengajukan laporan, kami akan memberikan saran
tindakan tambahan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
pengalaman ber-Twitter Anda.
Youtube:

1
Smart

1. Pilih Laporkan di menu pemutar video.


2. Akan muncul menu untuk memilih alasan pelaporan video
tersebut.
3. Setelah memilih alasannya, Anda akan melihat pesan konfirmasi.

Ayo Membaca Perkayalah informasi dengan membaca modul berikut:


- Modul Cakap Bermedia Digital

Ayo Menonton Cobalah menyaksikan video berikut untuk menambah wawasanmu


Media Sosial Dari Masa ke Masa

Ayo Bermain Persiapan : Seluruh peserta diminta untuk berdiri di depan kursi
masing-masing tanpa membawa barang apapun

Cara Bermain :
1. Pembicara akan menyebutkan berbagai contoh sosial media
atau aplikasi percakapan satu per satu secara berurutan
seperti di bawah ini:
a. Whats App
b. Facebook
c. Instagram
d. Tiktok
e. Telegram
f. Twitter
g. Friendster
h. Snapchat
i. We Chat
j. QQ
k. Plurk
2. Jika peserta merasa memiliki akun di media sosial atau
aplikasi percakapan tersebut maka peserta diminta
tetap berdiri, jika tidak memiliki salah satunya, maka
peserta dipersilakan duduk (sistem gugur)
3. Ketika jumlah peserta tinggal 2-3 orang, peserta diminta
untuk maju ke depan dan menjawab pertanyaan berikut ini:
a. Apa tujuan membuat media sosial tersebut?
b. Apa saja pertimbangan sebelum membuat akun di
media sosial atau aplikasi percakapan tersebut?

1
Smart

(kaitkan dengan empat dimensi persiapan)

d. Aplikasi Dompet Digital, Loka Pasar (marketplace), dan


Transaksi Digital
Sejak kemunculannya di kehidupan kita, beragam aktivitas sosial,
ekonomi, dan politik yang kita lalui tidak terlepas dari koneksi internet.
Anggaran untuk internet selalu diprioritaskan bahkan cenderung
semakin besar (APJII, 2020). Contohnya saja dalam transaksi jual beli.
Dengan koneksi internet, kita tak harus datang ke toko luring. Sebagai
pembeli, kita dimanjakan dengan kemudahan dan kenyamanan.
Sementara itu, sebagai penjual, tidak perlu menghabiskan biaya
operasional untuk meningkatkan pendapatan penjualan mereka (Kurnia
dkk., 2020).
Alasan lain dari tingginya transaksi digital adalah harga
cenderung lebih murah dibandingkan toko-toko konvensional karena
banyaknya diskon dan promo yang ditawarkan (APJII, 2020). Apalagi di
masa pandemi COVID-19 saat ini, segala mobilitas fisik sangat dibatasi.
Sebagai penggantinya, transaksi jual beli banyak kita lakukan dari rumah
agar terhindar dari kontak langsung dengan kerumunan maupun dari
kontaminasi virus melalui benda sekitar sebab metode pembayaran
dilakukan secara non-tunai (cashless).
Jika ditelisik dari data jumlah penduduk Indonesia per September
2020, sebanyak 270,20 juta jiwa (BPS, 2020) atau hampir 90% di
antaranya sudah pernah melakukan aktivitas pembelian barang atau jasa
secara daring. Angka tersebut kian menegaskan bahwa aktivitas
transaksi jual beli daring atau yang kita kenal dengan e-commerce
sungguh digemari oleh masyarakat. Sebagai pembeli, kita dimanjakan

1
Smart
dengan kemudahan

1
Smart

dan kenyamanan. Sementara itu, sebagai penjual, tidak perlu


menghabiskan biaya operasional untuk meningkatkan pendapatan
penjualan mereka (Kurnia dkk., 2020 dalam Monggilo dan Kurnia 2021).
Transaksi digital cenderung lebih aman dilakukan bilamana
penjual bergabung dengan lokapasar yang sudah menyediakan metode
pembayaran resmi. Salah satunya dengan memanfaatkan fitur dompet
digital. Namun, sebelum dompet digital hadir seperti saat ini, terdapat
sejumlah metode pembayaran yang cukup sering digunakan, yaitu
pembayaran dengan kartu kredit, kartu debit, transfer bank, rekening
bersama (virtual account), cash on delivery (COD), dan tunai melalui
gerai retail. Hingga kini, metode pembayaran tersebut masih eksis dan
digunakan sebagai alternatif metode transaksi selain dompet digital
(Tumbuh Usaha, 2019 dalam Monggilo dan Kurnia 2021). Dompet digital
hadir sebagai upaya dalam mewujudkan metode pembayaran nontunai
untuk berbagai keperluan ataupun kebutuhan. Berdasarkan data iPrice
dan Jakpat pada Kuartal 2 2019-2020, terdapat 26% dari total 1.000
responden yang memilih untuk menggunakan dompet digital sebagai
metode pembayaran saat mereka melakukan transaksi digital (Devita,
n.d.).
Tahun 2007, DOKU ID hadir sebagai perusahaan penyedia
layanan pembayaran elektronik pertama di Indonesia. DOKU merupakan
dompet digital pertama di Indonesia pada tahun 2013. Pada Mei 2020,
jumlah mitra bisnis DOKU mencapai 150.000 merchant. Sementara itu,
pengguna DOKU telah mencapai 3 juta pengguna (Fadilla, 2020). Hingga
saat ini, selain DOKU Wallet sebagai perintis dompet digital di Indonesia,
sekurang-kurangnya terdapat lima dompet digital yang populer dan
digemari oleh masyarakat Indonesia, yaitu ShopeePay, OVO, GoPay,
Dana,
1
Smart

dan LinkAja. Kelima dompet digital tersebut bersaing meraih perhatian


masyarakat Indonesia dalam rangka memenuhi transaksi selama
pandemi COVID-19.
Mengacu laporan Populix, pemenuhan kebutuhan konsumsi hari
meningkat menggunakan dompet digital sebanyak 29,67% selama
pandemi COVID-19 (Jati, 2020). Alih-alih menerapkan segala aktivitas
dengan protokol kesehatan, dompet digital justru menjadi pilihan aman
dan nyaman selama pandemi. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh
Snapcart, per Desember 2020 lalu, ShopeePay digadang-gadang sebagai
dompet digital dengan jumlah transaksi tertinggi, yaitu sebanyak 32%
dari total transaksi dompet digital di Indonesia. Transaksi ShopeePay
melonjak melampaui GoPay dan OVO sejak Juni 2020 lalu. Jika
dibandingkan dengan pengguna dompet digital lainnya (survei terhadap
1.0 responden), pengguna ShopeePay ada sebanyak 72%, kemudian
disusul OVO (55%), GoPay (52%), Dana (40%) dan LinkAja (21%)
(Husaini, 2020). ShopeePay banyak melakukan kerja sama dengan mitra
dagang di seluruh Indonesia sebagai metode pembayaran nontunai. Hal
ini disadari dan dilakukan oleh ShopeePay agar dapat menyaingi posisi
dompet digital OVO dan GoPay yang banyak digunakan saat
bertransportasi daring.
Secara umum, langkah untuk mengaktifkan dompet digital adalah
sebagai berikut:

1
Smart

Aktivasi

Verifikasi

Penggunaan

Gambar 3. 7 Langkah Aktivasi, Verifikasi, dan Penggunaan Dompet


Digital (Monggilo & Kurnia, 2021)

Sedang berikut adalah tips-tips untuk memilih dompet digital


guna menghindari kebingungan:
1. Kenali masing-masing karakteristik dari setiap dompet
digital yang ada. Masing- masing dompet digital memiliki
layanan yang berbeda-beda.

1
Smart

2. Tentukan peruntukkan dan kebutuhannya. Jika kebutuhan


yang akan dipenuhi untuk segala hal, seperti untuk
pembelian pulsa/data, pembayaran listrik, pembayaran TV
Kabel, pembayaran kartu pascabayar, isi ulang e-money,
pembayaran PDAM, pembayaran transportasi umum, dan
pembayaran tiket bioskop, maka Dana adalah dompet
digital yang tepat.
3. Tentukan kebutuhan-kebutuhan apa saja yang memang
diprioritaskan. Dengan demikian, kita dapat terhindari
dari kebiasaan berbelanja berlebihan hanya karena untuk
memenuhi keinginan ketimbang kebutuhan.

Selanutnya, lokapasar (marketplace), adalah satu platform yang


menawarkan produk dan layanan dari banyak penjual yang dapat dibeli
oleh klien/pembeli. Sebagian besar produk dan layanan yang dijual
berasal dari perusahaan eksternal, meskipun beberapa platform juga
dapat menawarkan produk mereka sendiri (Kawa & Wałęsiak, 2019
dalam Monggilo dan Kurnia 2021). Hadirnya lokapasar seperti saat ini
sungguh memudahkan kita sebagai pengguna dalam melakukan
transaksi jual beli dari mana dan kapan saja (Rosusana, 2008 dalam
Monggilo & Kurnia, 2021). Selain itu, melalui lokapasar, pembeli dapat
menemukan penjual yang menyediakan barang-barang yang belum
dijual di toko-toko pada umumnya.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh iPrice, Shopee menempati
posisi sebagai lokapasar terbanyak yang digunakan oleh masyarakat
Indonesia dengan rata-rata kunjungan sebanyak 93,4 juta per bulannya
(Jayani, 2020). Indonesia sendiri memiliki kontribusi mencapai 30% dari

1
Smart

total pasar yang diraih oleh Shopee (Shopee, 2021). Posisi lokapasar
berikutnya diikuti oleh Tokopedia dengan rata-rata kunjungan sebanyak
86,1 juta per bulannya.
Berikut langkah-langkah mendasar yang dapat dilakukan agar
Anda tidak keliru saat bertransaksi melalui lokapasar:
1. Temukan produk yang diinginkan dengan menjelajahi
berbagai kategori dan subkategori menggunakan fitur
pencarian.
2. Pilih produk yang diinginkan dari hasil pencarian.
3. Jika ingin membuat penawaran dengan penjual,
kebanyakan lokapasar menyediakan fitur chat untuk
memudahkan pembeli berkomunikasi langsung dengan
penjual. Jika penawaran selesai dilakukan, ikon keranjang
digunakan untuk memasukkan produk ke keranjang
belanja untuk membuat pesanan.
4. Apabila produk yang diinginkan memiliki variasi ukuran,
jenis, warna, dan model yang harus dipilih, setelah klik
ikon keranjang pembeli harus menentukan pilihan terlebih
dahulu sebelum melanjutkan ke proses checkout.
5. Selanjutnya Kita akan diarahkan ke halaman keranjang
belanja. Pilih produk yang ingin dibeli dan pilih voucher
yang ingin digunakan jika ada. Apabila Anda memiliki
voucher dan bonus-bonus lainnya, Anda dapat
menggunakannya untuk mengurangi total belanja. Lalu
klik Checkout.
6. Pada halaman checkout, pastikan alamat pengiriman
sudah benar, kemudian pilih jasa kirim dan tentukan jam

1
Smart

pengiriman: pengiriman setiap saat atau pengiriman pada


jam kantor.
7. Pilih metode pembayaran yang diinginkan
Apabila pembayaran sudah berhasil dilakukan pembeli akan
mendapatkan konfirmasi dari lokapasar secara langsung dan produk
yang kita beli akan otomatis ada di halaman pesanan dengan
menunjukan status-status dari proses pengiriman. Beberapa lokapasar
juga menyediakan fitur Hubungi Penjual Jika kita sebagai pembeli masih
memiliki pertanyaan terkait pesanan Anda.

Ayo Membaca Perkayalah informasi dengan membaca artikel berikut:


- https://cdn1.katadata.co.id/media/filespdf/2020/09/11/2020
_09_11-
09_43_49_dompet_digital_dan_masa_depan_ekonomi_indonesia.
pdf
- https://www.ipsos.com/sites/default/files/ct/news/document
s/2020-02/ipsos_media_conferennce_-_e-wallet_-_id_0.pdf
- https://www.ukmindonesia.id/baca-artikel/376
- Modul Cakap Bermedia Digital

Ayo Menonton Cobalah menyaksikan video berikut untuk menambah wawasanmu


Tren penggunaan dompet digital Indonesia
Cara menggunakan Google Trends untuk strategi konten dan SEO

Ayo Bermain Cara Bermain :


1. Pembicara menanyakan siapa peserta yang sudah
melakukan transaksi menggunakan aplikasi dompet digital,
loka pasar (marketplace), maupun transaksi digital hari ini.
Jika tidak ada, maka periode waktu dapat diubah menjadi
sejak kemarin, seminggu terakhir, maupun sebulan terakhir.
2. Pilih 2-3 orang untuk maju ke depan.
3. Tanyakan beberapa pertanyaan di bawah ini:
a. Aplikasi dompet digital atau loka pasar
(marketplace) apa yang terakhir digunakan?
b. Mengapa memilih aplikasi tersebut?

1
Smart

c. Berapa kali dalam sebulan bertransaksi


menggunakan aplikasi tersebut?
d. Apa barang/jasa yang sering dibeli melalui aplikasi
tersebut?
4. Ajak peserta lain untuk ikut berpartisipasi dengan
menanyakan, “siapa pengguna aplikasi yang sama?” sambil
sesekali memberikan kesempatan kepada peserta lain yang
sedang duduk untuk berpendapat/menjawab pertanyaan.

1
Smart

e. Etika Berinternet (Nettiquette)


Di mana bumi dipijak, di situlah langit dijunjung, artinya
dimanapun kita berada kita tetap harus menghormati aturan yang
berlaku. Pepatah di atas sudah sering kita dengar dari semenjak kita
masih kecil hingga sekarang ya, tentunya ini dapat menjadi pegangan
agar kita tidak salah langkah dalam menjaga sikap dan perilaku di dalam
masyarakat, tidak terkecuali ketika berinteraksi di dalam ruang digital
bersama dengan masyarakat digital. Castells (2010) menyebutnya
sebagai sebuah bentuk masyarakat baru akibat maraknya penggunaan
internet baik melalui PC, Laptop maupun smartphone.
Internet hadir bagai pisau bermata dua yaitu dapat memberikan
manfaat positif sekaligus memberikan dampak negatif sehingga
diperlukan pengetahuan serta kedewasaan. Demikian pula ragam
informasi yang didapatkan juga semakin terbuka baik konten positif
maupun konten negatif. Sehingga kita butuh tahu dan terapkan netiket.
Di dunia digital kita juga mengenal etika berinternet atau yang lebih
dikenal dengan Netiquette (Network Etiquette) yaitu tata krama dalam
menggunakan Internet. Hal paling mendasar dari netiket adalah kita
harus selalu menyadari bahwa kita berinteraksi dengan manusia nyata
di jaringan yang lain, bukan sekedar dengan deretan karakter huruf di
layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya (Pane,
2016, dalam Firda dan Astuti 2021). Sedang tujuan dari memahami
netiket adalah sebagai berikut:

Tabel 3. 4 Tujuan Bahasan Netiket

Tujuan Penjelasan

Memahami etika Memahami adalah kemampuan menjelaskan etiket

1
Smart

berinternet dalam ruang digital.

Mengevaluasi etika Mengevaluasi adalah kemampuan memberi penilaian


berinternet atas pelaksanaan dan pelanggaran etiket di ruang
digital. Baik
yang dilakukan sendiri maupun orang lain.
Menerapkan etika Menerapkan adalah selalu menjadikan etika sebagai
berinternet panduan dalam pengalaman sehari-hari saat
beraktivitas di ruang digital.

Dalam beraktivitas di internet, terdapat etika dan etiket yang


perlu diikuti oleh pengguna. Keduanya wajib dipahami, ditaati, dan
dilaksanakan oleh pengguna selama mengakses layanan internet
(Pratama, 2014: 383). K.Bertens (2014: 470) mendefinisikan etika
sebagai sistem nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya.
Berbeda dengan etiket yang didefinisikan sebagai tata cara individu
berinteraksi dengan individu lain atau dalam masyarakat (Pratama,
2014: 471). Jadi, etiket berlaku jika individu berinteraksi atau
berkomunikasi dengan orang lain. Sementara etika berlaku meskipun
individu sendirian. Hal lain yang membedakan etika dan etiket ialah
bentuknya, etika pasti tertulis, misal kode etik Jurnalistik, sedangkan
etiket tidak tertulis (konvensi). Bab ini membahas tentang etiket
berinternet yang akan diawali dengan penjabaran perbedaan antara
etika dan etiket agar diperoleh kejelasan perbedaan antara konsep
keduanya sebagaimana yang terlihat dalam bagan di bawah ini.

1
Smart

Gambar 3. 8 Perbedaan Etika dan Etiket Berinternet


Sumber: Laquey (1997), Yuhefizar (2008)

Urgensi Netiket
Kita semua manusia bahkan sekalipun saat berada di dunia
digital, jadi ikutilah aturan seperti dalam kehidupan nyata Pengguna
internet berasal dari bermacam negara yang memiliki perbedaan bahasa,
budaya dan adat istiadat. Pengguna internet merupakan orang yang
hidup dalam anonymous, yang mengharuskan pernyataan identitas asli
dalam berinteraksi. Bermacam fasilitas di internet memungkinkan
seseorang untuk bertindak etis / tidak etis. Berikut ini merupakan tips
untuk menyeleksi perilaku netiket:

1
Smart

Tabel 3. 5 Tips Menyeleksi Perilaku Netiket (Limbong, 2018)

Seleksi dan Analisis Informasi Seleksi dan Analisis Informasi


Sesuai Netiket Tidak Sesuai Netiket

Ingatlah akan keberadaan orang lain di Menyebarkan berita hoaks atau berita
dunia maya bohong dan palsu

taat pada standar perilaku daring yang Ujaran kebencian (provokasi, hasutan,
sama dengan yang kita jalani di atau hinaan)
kehidupan nyata

Tidak melakukan hal-hal yang dapat pornografi (konten kecabulan dan


merugikan para pengguna internet eksploitasi seksual)
lainnya

Membentuk citra diri yang positif Pencemaran nama baik

Menghormati privasi orang lain penyebaran konten negatif

Memberi saran atau komentar yang baik Modus penipuan online (voucher diskon,
penipuan transaksi shopping online)

Hormati waktu dan bandwidth orang lain Cyberbullying (pelecehan,


mempermalukan, mengejek)

Mengakses hal-hal yang baik dan bersifat Perjudian online (judi bola online,
tidak dilarang blackjack, casino online)

Tidak melakukan seruan atau ajakan- Cyber Crime, yaitu ancaman keamanan
ajakan yang sifatnya tidak baik siber (pencurian identitas, pembobolan
kartu kredit, pemerasan, hacking)

1
Smart

Gambar 3. 9 Infografis Etika Bermedia Digital

Sumber: https://lpmp-
papuabarat.kemdikbud.go.id/2019/10/16/aparatur-sipil-negara-
diharapkan-bijak-dalam-bermedia-sosial

Terdapat dua macam jenis netiket jika dilihat dari konteks ruang
digital dimana kita berinteraksi dan berkomunikasi, yaitu one to one
communications dan one to many communication. Jenis netiket tersebut
diadopsi dari sebuah badan bernama IETF (The Internet Engineering
Task Force) yang menetapkan standar netiket (IETF, 2016).

1
Smart

1. One to one communications adalah komunikasi yang terjadi antara


satu individu dengan individu lainnya. Contohnya adalah ketika
mengirim email.
2. One to many communication adalah komunikasi yang terjadi antar
individu dengan beberapa orang atau kelompok atau sebaliknya,
contohnya adalah media sosial, blog, komunitas, situs web, dan
lain-lain.

Sebagaimana hakikat etiket, netiket ada untuk mengatur perilaku


pengguna internet secara normatif. Netiket berlaku ketika seorang
warganet berinteraksi dengan warganet lain. Atau dengan kata lain,
netiket tidak mutlak dilakukan jika seorang pengguna internet hanya
melakukan kegiatan individual seperti searching dan browsing saja.
Netiket diperlukan untuk memanajemen interaksi pengguna internet
yang berasal dari seluruh dunia. Kita semua manusia bahkan sekalipun
saat berada di dunia digital, jadi ikutilah aturan seperti dalam kehidupan
nyata. Pengguna internet berasal dari bermacam negara yang memiliki
perbedaan bahasa, budaya dan adat istiadat. Pengguna internet
merupakan orang yang hidup dalam anonymouse, yang mengharuskan
pernyataan identitas asli dalam berinteraksi. Bermacam fasilitas di
internet memungkinkan seseorang untuk bertindak etis / tidak etis
sehingga dibutuhkan pedoman atau petunjuk

Ayo Membaca Perkayalah informasi dengan membaca artikel berikut:


- https://www.cybersmile.org/what-we-do/advice-
help/netiquette/examples-of-bad-netiquette
- Modul Etika Bermedia Digital

Ayo Menonton Cobalah menyaksikan video berikut untuk menambah wawasanmu

1
Smart

Partner l Social Media Etiquette: 5 Rules To Follow | The Quint


SOCIAL MEDIA NETIQUETTE (INFOMERCIAL) 💻💻💻💻💻💻
https://drive.google.com/file/d/11YR6n-
AsFLneIEggsm8bp0HKFaQWZkfa/view

Ayo Berdiskusi Bagi peserta menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5
orang,
masing-masing anggota kelompok bertugas untuk mencari sebuah
contoh kasus pelanggaran etika dan etiket dari sosial media
maupun aplikasi lain (yang relevan) dari akun yang dimiliki, baik
yang terjadi padanya maupun tidak. Diskusi dilakukan selama 10
menit, kemudian salah satu anggota kelompok memaparkan satu
contoh kasus yang telah didiskusikan selama 1-2 menit.

1
Smart

f. Informasi Hoax, Ujaran Kebencian, Pornografi, Perundungan, dan


Konten Negatif Lainnya
Konten negatif yang membarengi perkembangan dunia digital
tentu menyasar para pengguna internet, termasuk di Indonesia. Konten
negatif atau konten ilegal di dalam UU Nomor 19/2016 tentang
Perubahan Atas UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik dijelaskan sebagai informasi dan/atau dokumen elektronik
yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, perjudian,
penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau
pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga
mengakibatkan kerugian pengguna. Selain itu, konten negatif juga
diartikan sebagai substansi yang mengarah pada penyebaran kebencian
atau permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan.
Konten negatif muncul karena motivasi-motivasi pembuatnya
yang memiliki kepentingan ekonomi (mencari uang), politik
(menjatuhkan kelompok politik tertentu), mencari kambing hitam, dan
memecah belah masyarakat (berkaitan suku agama ras dan
antargolongan/SARA) (Posetti & Bontcheva, 2020). Beberapa konten
negatif dibeberkan secara singkat di bawah ini.

Apa itu Hoaks?


Salah satu konten negatif yang mendapat perhatian adalah hoaks.
Hoaks, sebuah kata yang tidak asing lagi bagi kita. KBBI mengartikan
hoaks sebagai informasi bohong. Kata ini sangat populer belakangan ini
di Indonesia. Berbagai peristiwa besar sering diiringi oleh kemunculan
hoaks, misalnya seperti peristiwa politik, bencana alam, ekonomi, sosial
dan kesehatan. Jika kita kilas balik, kehadiran hoaks kita rasakan pada

1
Smart

tahun 2016-2017 saat pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Jakarta


(Rahayu, Utari, & Wijaya, 2019; Supriatma, 2017; Utami, 2018). Pada
masa Pilkada tersebut, hoaks banyak beredar untuk menjatuhkan dan
memenangkan masing-masing calon pemimpin kepala daerah.
Pergerakan hoaks dipermudah oleh penggunaan media sosial
yang masif oleh masyarakat. Menurut Utami (2018), pergerakan hoaks
ditentukan oleh keberadaan media sosial. Sebelum ada media sosial,
kontrol informasi ada di media massa sehingga ada pihak resmi yang
menyaring isi informasi. Namun di era media sosial, kontrol informasi ini
sepenuhnya ada di tangan masyarakat. Sayangnya kebebasan akses ini
tidak diimbangi oleh kemampuan pengguna informasi. Supriatma (2017)
mengatakan bahwa hoaks memanfaatkan masyarakat yang tidak
memiliki pengetahuan atau awam dalam mengelola informasi. Maraknya
hoaks mendorong Masyarakat Telematika (Mastel) melakukan survei di
tahun 2017 yang mengungkapkan bahwa dari 1.146 responden, 44,3%
menerima hoaks setiap hari. Sedangkan 17,2% menerima lebih dari satu
kali dalam sehari.
Hoaks yang beredar di masyarakat juga datang dari media massa
yang semestinya bisa menjadi acuan untuk menangkal penyebaran
hoaks. Kini hoaks tersebar juga melalui situs web (34,90%), Whatsapp,
Line, Telegram (62,80%), Facebook, Twitter, Instagram, dan Path
(92,40%). Soal awam dalam mengenali hoaks nampaknya tercermin
dalam sikap tidak kritis atas informasi yang diterima. Latar belakang
pengirim membuat hoaks dianggap sumber yang kredibel. Berikut ini
merupakan tips untuk melindungi diri dari berita hoaks menurut
LibGuides at University of West Florida ( 2021):
a. Evaluasi, Evaluasi, Evaluasi

1
Smart

Gunakan kriteria berikut ini untuk mengevaluasi sumber:


1) Currency (keterbaruan informasi): Apakah informasi
terkini? Bisa saja, misalnya, di Facebook, kita akan
mengklik sebuah cerita dan melihat bahwa tanggalnya
berasal dari beberapa bulan atau tahun yang lalu, tetapi
teman kita memberikan komentar emosional seolah-olah
itu baru saja terjadi.
2) Relevance (relevansi): Kriteria ini berlaku jika kita mencari
informasi. Apakah informasi yang kita temukan sesuai
dengan apa yang dibutuhkan? Sudahkah kita melihat
berbagai sumber sebelum memilih informasi ini?
3) Authority (Penulis): Siapa penulis/penerbit/sponsor
berita? Apakah penulis memiliki maksud tertentu di balik
tulisannya?
4) Accuracy (Akurasi/Ketepatan): Apakah informasi
didukung oleh bukti? Apakah penulis mengutip sumber
yang kredibel? Apakah informasi tersebut dapat
diverifikasi di tempat lain?
5) Purpose (Tujuan): Apa tujuan dari berita tersebut?
Provokasi? Untuk menginformasikan? Untuk menjual? Ini
dapat memberi kita petunjuk tentang bias yang mungkin
terjadi.
b. Google It!
Jika kita menemukan sesuatu melalui media sosial, cobalah untuk
mencari di mesin pencari informasi, seperti google, terlebih
dahulu! Cobalah telusuri apakah mesin pencari menunjukkan tiga
hal berikut:

2
Smart

1) Ada/tidaknya situs berita terkemuka lainnya melaporkan


hal yang sama
2) Ada/tidaknya situs web cek fakta telah membantah klaim
tersebut
3) Jika hanya oknum tertentu yang melaporkan klaim
tersebut, maka dalam kasus ini, mungkin diperlukan lebih
banyak penggalian.
c. Dapatkan Berita dari Sumber Berita
Salah satu cara termudah untuk menghindari jebakan berita palsu
adalah dengan membuka langsung situs web berita yang kredibel
mengenai berita tersebut. Mengandalkan media sosial untuk
melihat apa yang sedang tren semakin mewajibkan kita untuk
memverifikasi setiap meme atau artikel berita yang ditemui.
d. Bedakan Opini dengan Fakta
Opini sekarang banyak digunakan dalam sumber berita. Kita
mungkin setuju dengan pendapat yang disajikan atau penulis
mungkin hanya mengkontekstualisasikan fakta. Namun, kita
harus memahami bahwa penulis menyajikan fakta dengan cara
yang sesuai dengan agenda mereka dan pikirkan mereka sendiri
untuk menarik perhatian pembaca sebanyak mungkin

Apa itu Perundungan di Dunia Maya (cyberbullying)?


Pernah mendengar kata cyberbullying? Di antara kita sudah ada
yang pernah mendengarnya. Kata tersebut diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia sebagai perundungan di dunia maya. Pengertiannya,
tindakan agresif dari seseorang atau sekelompok orang terhadap orang
lain yang lebih lemah (secara fisik maupun mental), dengan
menggunakan
2
Smart

media digital. Tindakan ini bisa dilakukan terus menerus oleh yang
bersangkutan (UNICEF, n.d.). Kita mungkin kesulitan untuk
membedakan mana yang disebut sebagai perundungan dan mana yang
hanya candaan. UNICEF (n.d) menjelaskan jika suatu ujaran membuat
kita merasa sakit hati dan membuat orang lain menertawai kita (bukan
kita ikut serta tertawa bersama mereka) maka candaan tersebut telah
melewati batas. Ketika kita meminta lawan bicara untuk berhenti namun
mereka tetap mengutarakan candaan tersebut kita merasa tidak
nyaman, artinya ini tergolong bullying. Sementara jika hal tersebut
terjadi di dunia maya, maka disebut sebagai cyberbullying.
Korbannya bisa mengalami depresi mental. Bentuk perundungan
ini dapat berupa doxing (membagikan data personal seseorang ke dunia
maya); cyberstalking (mengintip dan memata-matai seseorang di dunia
maya); dan revenge porn (membalas dendam melalui penyebaran
foto/video intim/vulgar seseorang. Selain balas dendam, perundungan
ini juga dapat bertujuan untuk memeras korban. Perundungan ini bisa
memunculkan rasa takut si korban, bahkan dapat terjadi kekerasan fisik
di dunia nyata/offline (Dhani, 2016).
Perundungan ini sering kita temui di dunia maya dan ini
merupakan masalah serius bagi kesehatan dan keselamatan para
pengguna internet. Menurut Polda Metro Jaya, tahun 2018 di Indonesia
tercatat 25 kasus perundungan ini muncul di dunia maya. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia menyatakan terdapat 22,4% anak korban
perundungan. Ditengarai hal ini terjadi karena tingginya penggunaan
internet (Putra, 2019). Mengapa perundungan ini mencemaskan?
Perundungan di dunia maya berpotensi semakin tinggi jika dibiarkan
mengingat semakin tingginya penggunaan internet di Indonesia dari

2
Smart

tahun ke tahun. Sehingga perlu dilakukan tindakan sedini mungkin.


Salah satu caranya adalah dengan melakukan literasi digital ke
masyarakat, khususnya anak-anak dan remaja. Kekuatiran terhadap
perundungan di dunia maya tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga
di dunia internasional. Laporan tentang tingginya perundungan tanpa
wajah, demikian disebutnya karena terjadi di dunia maya, dapat dilihat
pada tulisan Dhiraj tentang negara-negara yang memiliki tingkat
perundungan di dunia maya (2018). Walau Indonesia tidak tercantum
dalam daftar tersebut, bukan berarti kita tidak perlu waspada.
Jika kita mengalami perundungan terjadi di media sosial, maka
kita dapat melaporkan posting tersebut di sosial media karena seluruh
media sosial berkewajiban menjaga penggunanya tetap nyaman
berinteraksi. Bahkan, jika perundungan tersebut membahayakan,
segeralah menghubungi polisi. Cobalah mengambil gambar (screen
capture) bukti perundungan jika sewaktu-waktu dibutuhkan saat
melapor.

Apa itu Ujaran Kebencian?


Pengertian ujaran kebencian atau hate speech adalah ungkapan
atau ekspresi yang menganjurkan ajakan untuk mendiskreditkan,
menyakiti seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan
membangkitkan permusuhan, kekerasan, dan diskriminasi kepada orang
atau kelompok tersebut (Gagliardone, Gal, Alves, & Martinez, 2015). Pada
banyak kasus, ujaran kebencian ini dapat membakar massa untuk
melakukan kekerasan fisik terhadap sasaran dari ujaran tersebut.
Penghasut membuat konten ujaran kebencian dengan sengaja
mengubah fakta-fakta atau disinformasi. Kata-kata atau gambar, video,
audio dipilih yang bersifat memojokkan kelompok atau seseorang.
2
Smart
Konten

2
Smart

tersebut bisa bertahan lama di dunia maya karena ada peran pengguna
internet yang terhasut. Para pengguna ini akan meneruskan konten ini
ke orang-orang lain, dan seterusnya menggelinding ke mana-mana,
bahkan viral. Konten tersebut lalu dibicarakan di dunia nyata (offline)
secara intensif, bahkan disertai provokasi.
Jadi bermula dari hasutan yang terus-menerus di dunia maya,
akhirnya dapat bermuara pada tindakan kekerasan fisik. Mengapa
banyak ujaran kebencian dan mengapa banyak orang melakukan hal itu?
Kita bisa melihat pada apa yang dikatakan Drew Boyd, Director of
Operations at The Sentinel Project. Ia mengatakan bahwa pengguna
internet merasa bebas melakukan itu karena mereka berpikir bahwa di
internet mereka tidak akan diketahui. Hal ini membuat mereka merasa
jauh lebih nyaman untuk mengutarakan kebencian dibanding jika
mereka di dunia nyata (Gagliardone et al., 2015). Orang-orang seperti ini
berperan menggelindingkan ujaran kebencian di internet bagai bola
salju, yang semakin lama semakin membesar. Supaya tidak membesar,
maka gelindingan ujaran kebencian harus dihentikan. Salah satunya
dengan peran aktif kita melalui literasi digital.
Ketika kita menemukan konten yang mengandung ujaran
kebencian terhadap seseorang/organisasi/kelompok tertentu, Damar
Juniarto dari Forum Demokrasi Digital yang dilansir dalam BBC.com
(2015) menyampaikan bahwa kita dapat berperan aktif untuk
menyampaikan kepada pengunggah bahwa konten yang disebarkan
mengandung ujaran kebencian yang akan menyulut emosi banyak pihak
dan tidak menyelesaikan masalah yang dimaksud. Selanjutnya kita juga
dapat mengingatkan bahwa ia bisa dijerat UU ITE, UU No. 40 Tahun 2008
tentang Diskriminasi Rasial, dan aturan lain yang relevan. Jika tidak

2
Smart

digubris juga, maka kita dapat melaporkan dan memastikan bahwa


orang lain mengetahui bahwa akun tersebut merupakan akun penyebar
ujaran kebencian (bisa dengan mengambil gambar bukti (screenshot)
dan menginfokan pada orang lain).

Ayo Membaca Perkayalah informasi dengan membaca artikel berikut:


- https://www.kominfo.go.id/content/detail/8629/asal-mula-
situs-hoax-berkembang-di-indonesia/0/sorotan_media
- https://kominfo.go.id/content/detail/12008/%20ada-
800000-situs-penyebar-hoax-di-indonesia/0/sorotan_media
- https://www.unicef.org/indonesia/id/child-protection/apa-
itu-cyberbullying
- https://arpap.kku.ac.th/index.php/arpap/article/view/132/
63
- https://bssn.go.id/cara-mengatasi-cyberbullying/
- https://ketik.unpad.ac.id/posts/3012/fenomena-
cyberbullying-di-indonesia-4
- https://kominfo.go.id/content/detail/8993/perkuat-
pertahanan-diri-kunci-memutus-mata-rantai-hoax-dan-
radikalisme/0/sorotan_media
- https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/08/15082
6_trensosial_hatespeech

Ayo Menonton Cobalah menyaksikan video berikut untuk menambah wawasanmu


Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial
Kenapa Hoax Mudah Tersebar? (Cara Mudah Identifikasi Hoax dan Berita
Palsu)
Cyberbullying Motion Graphic (Indonesia)
Fakta Cyberbullying di Indonesia
Blurred Lines between Hate Speech and Freedom of Speech | Aurelia Vizal
| TEDxYouth@SWA
Hate Speech Media Sosial - By Era.Id
https://drive.google.com/file/d/1xyXJXtAPBU_FNhUuTC56uVAdn7
32mz2k/view
https://drive.google.com/file/d/11w46s8fC5ww77_bU_aYCHykPgQ
ONc_nj/view

Ayo Bermain Cara Bermain :


Persiapan : 4 halaman A4 yang berisi contoh bentuk perundungan

2
Smart

di media sosial, misalnya


1. Percakapan di grup WhatsApp yang menjelek-jelekkan salah
satu anggota grup dengan maksud bercanda. Contoh: Hahaha
kamu mandi ga sih sebelum ke kantor? Kok bau-nya sampai ke
meja aku?
2. Komentar seseorang di Facebook yang mengkritik orang lain
dengan bahasa yang menyakitkan. Contoh: Kok ibunya masih
gendut ya padahal anaknya sudah 3 tahun?
3. Unggahan Instastory yang menampilkan dua dengan caption
sindiran pedas. Contoh: Bisa-bisanya dia masih pakai baju
yang sama seperti baju zaman SMA dulu, warnanya dulu
putih sekarang sampai coklat gini hahaha
4. Reply Instagram dari berbagai teman yang mengomentari
fisik setelah mengunggah wajah pribadi. Contoh: Eh, pipinya
mau tumpah tuh!/ Kok jadi jerawatan ya sekarang?/Gamau
mulai diet, nih? Awas nggak dilirik doi
Mekanisme Diskusi:
1. Bagi peserta ke dalam kelompok yang terdiri dari 3-4 orang
2. Masing-masing kelompok diberikan satu lembar A4 yang
berisi foto contoh kasus perundungan di media sosial
3. Minta setiap kelompok untuk mendiskusikan hal berikut :
a. Mengapa kasus tersebut tergolong cyberbullying?
b. Apa yang harus dilakukan jika terjadi pada kita?
c. Apa makna dari diskusi ini?

2
Smart

g. Pengetahuan Dasar Berinteraksi, Partisipasi, dan Kolaborasi di


Ruang Digital yang Sesuai dengan Kaidah Etika Digital dan
Peraturan yang Berlaku
Sekarang zamannya kolaborasi, bekerja menghasilkan karya
bersama, tidak sendiri-sendiri. Sehingga, dapat menghasilkan karya yang
kreatif dan orisinil. Hal ini dipicu oleh penggunaan dunia digital yang
semakin masif serta karakteristik media digital sebagai web 2.0, yaitu
media yang digunakan dengan cara kolaborasi dan berbagi data antara
individu. Seperti contohnya, media sosial sebagai media yang kontennya
diciptakan dan didistribusikan melalui interaksi sosial. Misalnya, berbagi
opini di Twitter, mengelola tampilan profil di Facebook, mengunggah
video di YouTube, dsb (Straubhaar, LaRose, and Davenport, 2012).
Proses interaksi yang terjadi di media sosial ini merupakan
bagian dari komunikasi sosial, bahkan semakin kompleks dan dapat
menimbulkan masalah jika tidak dikelola dengan baik. Permasalahan
yang biasanya muncul terkait dengan privasi, hak cipta karya,
pornografi, kekerasan online, dan isu etika lainnya. Misalnya,
penggunaan foto unggahan dari pihak lain
tanpa izin atau pengutipan yang tidak layak, opini yang merugikan,
penyebaran video porno, dll. Khususnya yang saat ini sedang menjadi
permasalahan utama di dunia internet Indonesia adalah terkait
pembuatan dan penyebaran berita palsu atau hoaks. Sifat media digital
yang user generated content yaitu siapapun dapat memproduksi konten
dalam berbagai bentuk (audio, video, gambar, teks) dan
menyebarkannya di media. Hal ini menjadi dilema bagi pengguna dalam
partisipasi di media digital, karena karya kreatif di media sosial itu baik
namun jika tidak diimbangi dengan pengetahuan, etika, dan tanggung
jawab sosial yang
2
Smart

tinggi, maka hasilnya dapat menjadi negatif. Sehingga, dibutuhkan


peningkatan kompetensi terkait interaksi, partisipasi dan kolaborasi
aktif di ruang digital.
Hasil penelitian Joint Research Centre (JRC) European Commission
dengan program yang bernama The European Digital Competence
Framework for Citizens atau disingkat DigComp 2.1 mencetuskan lima
kompetensi literasi media yaitu kelola data dan informasi, komunikasi
dan kolaborasi, kreasi konten, keamanan digital, serta partisipasi dan
aksi. Maka, bab ini fokus membahas mengenai kompetensi komunikasi
dan kolaborasi serta partisipasi dan aksi.
Interaksi merupakan proses komunikasi dua arah antar pengguna
terkait mendiskusikan ide, topik, dan isu dalam ruang digital. Pada media
digital, interaksi bersifat sosial. Hasil yang diharapkan adalah interaksi
yang sehat dan menghangatkan seperti menjalin relasi atau pertemanan
pada umumnya (Straubhaar et al., 2012). Bahkan, dari proses interaksi
ini dapat mendiskusikan ide, topik, dan menghasilkan karya bersama.
Contohnya, menjalin pertemanan di Facebook, menciptakan ide
membuat video atau gambar yang dapat berpengaruh positif bagi orang
lain, memunculkan ide startup bersama melalui komunikasi secara
digital misalnya dengan mengadakan rapat daring, mengirim hasil
diskusi melalui email, dan menyimpan semua data di cloud storage.
Namun, dengan kompleksnya informasi pada media digital, maka
interaksi pun dapat
berdampak negatif. Misalnya, memberi komentar negatif terhadap berita
khususnya gosip artis di media sosial, seperti berikut ini. Pengikut akun
Instagram @lambe_turah yang memberikan kata-kata hujatan terkait
selebgram yang mengklarifikasi berita dirinya foto berdua dianggap

2
Smart

selingkuh. Komentar ini tentu saja bentuk interaksi yang kurang pantas
di media sosial, karena lontaran kata-kata negatif dapat mempengaruhi
persepsi orang lain dalam menyikapi berita tersebut, misalnya dapat
memancing emosi komentar lainnya yang negatif dan bahkan bagi yang
membaca dan tidak memberi komentar.
Interaksi negatif lainnya adalah ujaran kebencian atau hate
speech. Berdasarkan definisi dari United Nations, hate speech adalah
berbagai jenis komunikasi dalam bentuk lisan, tulisan, maupun perilaku
yang menggunakan bahasa merendahkan atau diskriminasi kepada
orang atau kelompok tertentu berdasarkan agama, etnis, warga negara,
RAS, warna kulit, keturunan, gender, dan identitas lainnya.
Interaksi negatif ini dapat memiliki konsekuensi secara hukum
pidana yang diatur pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) dengan ancaman pidana: Bahkan yang menghujat
pemerintah, seperti yang dilansir dari hukumonline.com
(09/02/2017), pelaku diancam pidana dari pasal 207 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana
(KUHP)

Apa itu Partisipasi?


Partisipasi merupakan proses terlibat aktif dalam berbagi data
dan informasi yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Proses
ini berakhir pada menciptakan konten kreatif dan positif untuk
menggerakkan lingkungan sekitar. Kompetensi ini mengajak peserta
untuk berperan aktif dalam berbagi informasi yang baik dan etis melalui
media sosial maupun kegiatan komunikasi daring lainnya (Kurnia,
2020). Contohnya, kampanye dari Jaringan Pegiat Literasi Digital
(Japelidi)
2
Smart

dengan membuat poster berbagai pesan salah satunya protokol


kesehatan, kemudian dicetak dan ditempel di tempat-tempat umum,
seperti di papan pengumuman RT, warung nasi, penjual jamu, dsb.

Apa itu Kolaborasi?


Kolaborasi merupakan proses kerjasama antar pengguna untuk
memecahkan masalah
bersama (Monggilo, 2020). Kompetensi ini mengajak peserta untuk
berinisiatif dan mendistribusikan informasi yang jujur, akurat, dan etis
dengan bekerja sama dengan kelompok masyarakat dan pemangku
kepentingan lainnya (Kurnia, 2020).
Berdasarkan catatan dari Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Kominfo), selama krisis pandemi (Maret 2020-Januari
2021) terdapat 1.387 hoaks beredar di dunia internet Indonesia.
Berdasarkan survei dari Kominfo tentang literasi digital nasional 2020
kepada 1670 responden di 34 provinsi, sebesar 68,4 persen menyatakan
pernah menyebarkan informasi tanpa mengecek kebenarannya, dan
sebesar 56,1 persen tidak mampu mengenali informasi hoaks.
Maka, dibutuhkan kemampuan untuk berkolaborasi dengan
berbagai komunitas dan elemen masyarakat untuk membantu
mengurangi kasus tersebut. Misalnya, Japelidi berkolaborasi dengan
organisasi pemerintah, komunitas, media, dan warga untuk melakukan
kampanye melawan hoaks COVID-19 termasuk dengan membuat konten
dalam 42 bahasa daerah.

Ayo Membaca Perkayalah informasi dengan membaca artikel berikut:


- https://www.nfer.ac.uk/media/1772/futl08.pdf

2
Smart

- https://www.iriss.org.uk/resources/esss-outlines/digital-
inclusion-exclusion-and-participation
- https://www.kominfo.go.id/content/detail/33929/gubernu
r-jatim-modul-literasi-digital-tingkatkan-partisipasi-
masyarakat/0/berita_satker

Ayo Menonton Cobalah menyaksikan video berikut untuk menambah wawasanmu


Explaining digital communication, collaboration and participation
Re-thinking Digital Participation | Sabrina Sterling | TEDxEustis

Ayo Bermain Persiapan:


1. Bola plastik berbagai warna
2. Dua buah ember kecil untuk masing-masing kelompok, satu
berisi bola plastik, satu ember kosong
Cara Bermain :
1. Bagi peserta ke dalam kelompok yang terdiri atas 3-4 orang
2. Pada Babak Pertama, setiap kelompok mengutus satu orang.
Orang tersebut bertugas untuk memisahkan warna bola di
luar ember, dan memasukkan semua bola berwarna merah
ke ember lainnya dalam waktu 10 detik.
3. Pada babak kedua, setiap kelompok bekerja sama
melakukan tugas yang sama dalam waktu 10 detik.
4. Pembicara menanyakan pertanyaan berikut:
a. Bagaimana kesan orang pertama yang diutus sendiri
menyelesaikan tugas?
b. Bagaimana kesan kelompok mengerjakan
tugas bersama-sama?
c. Bagaimana metode pembagian peran yang terjadi
dalam kelompok?
d. Apa makna permainan ini jika dikaitkan dengan
penyebaran informasi? (Jawaban: bola diibaratkan
sebagai informasi, ember yang berisi bola
merupakan kumpulan informasi (fakta maupun
hoaks), seluruh masyarakat berperan untuk memilah
dan menyebarkan fakta serta menghentikan dan
membuang konten hoaks, yang dalam permainan ini
diibaratkan sebagai bola berwarna merah)

2
Smart

h. Berinteraksi dan Bertransaksi secara Elektronik di Ruang Digital


Sesuai dengan Peraturan yang Berlaku
Bank Indonesia (Ridhoi, 2020) mencatat volume dan nilai
transaksi uang elektronik di
Indonesia terus meningkat dalam lima tahun ke belakang. Lonjakan
tertinggi tercatat dalam rentang 2017-2018. Secara volume,
pertumbuhan sebesar 209,8% dari 943,3 juta transaksi menjadi 2.922,7
miliar. Nominalnya tumbuh 281,4% dari Rp 12,4 triliun menjadi Rp 47,2
triliun. Kemudian berdasarkan data yang iPrice dan Jakpat kumpulkan,
26% dari total 1000 responden menyebutkan mereka memilih untuk
menggunakan e-wallet/e-money sebagai metode pembayaran saat
melakukan online shopping di e-commerce (Devita, 2020).
Dari dua fenomena di atas diketahui bahwa volume dan nilai
transaksi uang elektronik di Indonesia meningkat. Maka kita sebagai
pengguna media digital harus bijak dan waspada dalam bertransaksi,
karena apabila tidak, akan dapat berdampak negatif bagi kita ketika
melakukan transaksi daring di sosial media.
Untuk itu kita sepatutnya mengenal bagaimana karakteristik
media sosial. Media sosial memiliki lima karakteristik yakni
(Banyumurti, 2019):
a. Terbuka. Siapapun dimungkinkan untuk dapat memiliki akun
media sosial dengan batasan tertentu, seperti usia.
b. Memiliki halaman profil pengguna. Tersedia menu profil yang
memungkinkan setiap pengguna menyajikan informasi tentang
dirinya sebagai pemilik akun.

2
Smart

c. User Generated Content. Terdapat fitur bagi setiap pengguna


untuk bisa membuat konten dan menyebarkannya melalui
platform media sosial.
d. Tanda waktu di setiap unggahan. Setiap unggahan yang dibuat
diberi tanda waktu, sehingga bisa diketahui kapan unggahan
tersebut dibuat.
e. Interaksi dengan pengguna lain. Media sosial menyediakan fitur
agar kita dapat berinteraksi dengan pengguna lainnya.

Transaksi Elektronik
Transaksi elektronik atau dikenal sebagai transaksi daring adalah
transaksi atau pertukaran barang/jasa atau jual beli yang berlangsung di
ranah digital. Berdasarkan UU ITE No 11 tahun 2008, transaksi
elektronik adalah dengan menggunakan komputer, jaringan komputer,
dan media elektronik lainnya. Berdasarkan UU ITE persyaratan para
pihak yang bertransaksi elektronik harus dilakukan dengan sistem
elektronik yang disepakati oleh para pihak. Transaksi elektronik terjadi
pada saat penawaran transaksi yang dikirim oleh pengirim telah
diterima dan disetujui oleh penerima. Alat transaksi daring adalah
metode pembayaran saat kita melakukan pembelanjaan daring. Jenis
pembayaran atau transaksi daring diantaranya ialah transfer bank,
dompet digital/e-money, COD (Cash on Delivery) atau pembayaran di
tempat, pembayaran luring, kartu debit, kartu kredit.
Menurut GlobalWebIndex, Indonesia adalah negara dengan
tingkat adopsi e-commerce atau transaksi daring paling tinggi di dunia
pada tahun 2019. Hal ini menggambarkan bahwa sebanyak 90%
pengguna internet yang berada pada usia 19 hingga 60 tahun pernah
melakukan pembelian
2
Smart

produk atau jasa secara daring (CNN, 2020). Euromonitor mencatat total
penjualan daring yang terjadi di Indonesia sepanjang 2014 hingga 2019
sebesar US$ 1,1 milliar. Bahkan Exabytes (Koeno, 2020 mencatat di masa
pandemi Covid-19, dari Januari hingga Juli 2020, jumlah pelaku bisnis di
media digital ini di Indonesia meningkat 38,3%. Tidak hanya penjual,
namun tingkat pembelian daring juga meningkat terutama di masa
pandemi. Survei McKinsey (Annur, 2020) menunjukkan 34% warga
Indonesia meningkatkan pembelian makanan melalui daring selama
pandemi, 30% lebih banyak membeli kebutuhan rumah tangga secara
daring. Data menarik lainnya adalah, 72% responden menyatakan akan
tetap melakukan transaksi daring pasca pandemi.
Namun, terdapat berbagai kasus dalam transaksi daring, pihak
yang dirugikan pun dapat keduanya, baik penjual maupun pembeli. Kita
sering mendengar kasus-kasus seperti barang yang dipesan tidak sesuai
dengan informasi yang tertulis, ukuran atau warna yang berbeda.
Memesan villa namun ternyata aslinya tidak seindah di foto. Sedangkan
dari pembeli, sering kali tertipu dengan transfer fiktif sehingga tidak ada
dana yang masuk padahal barang telah terkirim. Modus lainnya adalah
rekayasa sosial, akun palsu, menjual barang di bawah harga normal,
promosi-promosi yang tidak masuk akal, hingga melakukan pemblokkan
kolom komentar guna menutupi jejak keluhan orang-orang yang telah
tertipu.
Managing Director Southeast Asia dan Emerging Markets
Experian Asia Pacific menyebutkan rata-rata 25% orang Indonesia
pernah mengalami tindak penipuan melalui beragam platform dan
layanan transaksi daring (Liputan6, 2018). Salah satu yang kerap terjadi
adalah tertipu ulasan fiktif atau testimoni yang menipu. Penjual dinilai
sering
2
Smart

melakukan praktik menuliskan informasi produk yang tidak sesuai


dengan kenyataan atau tidak lengkap (Debora, 2016).
Data di Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mencatat dalam
kurun waktu 2016 hingga September 2020, rata-rata laporan terhadap
penipuan transaksi daring mencapai lebih dari 1500 kasus per tahunnya.
Polri juga mencatat bahwa kejahatan transaksi daring ini menempati
posisi kedua teratas dalam laporan kejahatan siber di Indonesia yakni
sebesar 28,7% (Katadata, 2020).

Penggunaan Internet untuk Transaksi


Media sosial dimanfaatkan oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM) sebagai wadah mengembangkan bisnis. Mungkin
Anda tertarik? Berikut beberapa keunggulan penggunaan media sosial
untuk UMKM, antara lain (ICT Watch, 2020; Karyati, 2019):
a. Biaya operasional lebih efektif dan efisien
b. Toko dapat beroperasi 24 jam/hari selama 7 hari/minggu
c. Potensi pasar lebih luas hingga ke internasional/global
d. Katalog produk bisa selalu up to date
e. Tidak memerlukan toko offline/ toko fisik untuk memasarkan
produknya
f. Modal lebih kecil untuk memulai usaha
g. Dapat dengan mudah mengenali competitor

Kompetensi Akses: Mari Mengenal Alat Transaksi Daring


Alat transaksi daring adalah metode pembayaran saat kita
melakukan pembelanjaan daring. Jenis pembayaran atau transaksi
daring diantaranya transfer bank, dompet digital/e-money, COD (Cash
on
2
Smart

Delivery) atau pembayaran di tempat, pembayaran luring, kartu debit,


kartu kredit. Dari tujuh jenis metode pembayaran, yang menarik dan
berkembang adalah e-wallet dan e-money. Berdasarkan data Katadata,
konsumen lebih sering menggunakan e-wallet ketimbang e-money.
Bahwa 11,1% responden menggunakan Dana setiap hari. Dana adalah
salah satu jenis e-wallet yang beredar di masyarakat. Sementara,
konsumen yang memanfaatkan e-money setiap hari berada di urutan
kedua dengan 9,1%. Riset ini menggolongkan e-money pada merek Flazz
BCA, e-money Mandiri, dan Brizzi.

Kompetensi Akses: Mengenal Lapak


Platform atau medium untuk melakukan transaksi beragam.
Bahkan hampir di seluruh platform media sosial atau aplikasi chat telah
disediakan fitur untuk transaksi atau fitur-fitur bisnis. Di antaranya fitur
Whatsapp Business, Facebook Marketplace, Instagram Shopping. Selain
yang berbasis aplikasi chat dan media sosial terdapat beragam aplikasi
transaksi daring di internet. TrenAsia.com (Ihsan, 2020) pada Agustus
2020, mencatat terdapat 10 pelapak transaksi daring yang paling banyak
dikunjungi oleh konsumen di Indonesia yakni Shopee, Tokopedia,
Bukalapak, Lazada, Blibli, JD.ID, Orami, Bhinneka, Zalora dan Matahari.
Asosiasi Pelayanan Jasa Internet Indonesia (APJII) (2020) menyebutkan
Shopee sebagai toko daring yang paling sering dikunjungi oleh warganet
di Indonesia.

Kompetensi Verifikasi: Mari Bijak Bertransaksi


Survey yang diselenggarakan Sea Insights menunjukkan 54%
responden pengusaha UMKM selama pandemi Covid-19 lebih adaptif

2
Smart

dalam menggunakan media sosial untuk meningkatkan penjualan.


Bahkan pendapatan rata-rata UMKM Indonesia yang telah mengadopsi
ecommerce meningkat lebih dari 160% (Alika, 2020).
Data APJII (2020) mengungkapkan walau 43,2% pengguna
internet tidak pernah melakukan transaksi online, namun tercatat
produk yang paling sering dibeli secara daring adalah fashion dan
kecantikan (25%), Produk rumah tangga (6,5%), produk elektronik
(6,4%), tiket (4,4%) dan lainnya. Dalam survei Jakpat, lebih dari
setengah responden berharap minimarket dapat menerima metode
pembayaran dompet digital. Hal itu diakui 52,3% responden. Sementara
para penjual di media sosial juga berkemauan bisa memanfaatkan
layanan tersebut, sebab 48,3% responden mengharapkan penggunaan
dompet digital.
Di balik kemudahan bertransaksi daring, terdapat bahaya yang
mengintai, misalnya . Oleh sebab itu, kita sebagai pengguna harus lebih
bijak dalam menggunakan transaksi ini dengan menjalankan tips dari
Young Americans : Centre for Financial Education (n.d) dan Goodwill
Foundation (n.d) berikut ini:
a. Periksalah koneksi https, artinya situs web menggunakan
koneksi yang aman bagi data pribadi yang kita masukkan
b. Meneliti akun penjual. Kita dapat meneliti dari nomor
telepon yang mungkin dapat dihubungi jika kita
mengalami kendala saat bertransaksi. Selain itu, kita juga
dapat menelitinya dari ulasan pembeli sebelumnya
c. Menggunakan metode pembayaran yang aman. Sebaiknya
hindari pembayaran transfer langsung ke rekening
penjual. Kartu kredit dapat menjadi pilihan yang paling
aman, jika kita tidak mau membagikan nomor kartu ke
2
Smart
banyak

2
Smart

penjual, maka kita bisa menggunakan jasa pembayaran


seperti Paypal, Google Wallet, dan sebagainya.
d. Simpan riwayat transaksi, termasuk diantaranya tanggal,
nomor transaksi, deskripsi, harga produk, hingga riwayat
surel transaksi. Hal ini mungkin berguna saat terjadi
kendala.
e. Hindari memberikan password, kode OTP, dan data
penting lainnya kepada siapapun.
f. Jangan gunakan tanggal lahir, nomor ponsel, nama
teman/hewan/saudara sebagai kata sandi.
g. Berhati-hati dengan pesan scam melalui surel (yang
terkadang disertai tautan tertentu) dan situs web yang
mencurigakan.
h. Berhati-hati menggunakan komputer umum yang
digunakan untuk transaksi online. Pastikan tidak
meninggalkan komputer tanpa pengawasan saat traksasi
dan segera log out akun setelah bertransaksi.

Ayo Membaca Perkayalah informasi dengan membaca artikel berikut:


- https://www.ojk.go.id/Files/box/buku%20bijak%20ber-
ebanking.pdf
- https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/205
33
- https://katadata.co.id/anshar/infografik/615a880f79d70/c
ara-aman-melakukan-transaksi-online

Ayo Menonton Cobalah menyaksikan video berikut untuk menambah wawasanmu


Mengenal Lebih Dekat dengan E-Commerce
Online Shopping Advice
7 Steps to Smart Online Shopping!
Bijak Menggunakan Dompet Digital

2
Smart

Ayo Bermain Persiapan:


Bagi peserta menjadi 4 kelompok besar. Tuliskan peran di bawah ini
menggunakan kertas kecil yang lipat, kemudian acak kertas-kertas
tersebut, lalu berikan satu kertas kepada masing-masing perwakilan
kelompok. Pembagian peran kelompok adalah sebagai berikut:
1. Pembeli
2. Penjual Palsu/Penipu
3. Penjual Palsu/Penipu
4. Penjual Asli
Cara Bermain:
1. Buatlah satu akun media sosial (misalnya instagram) untuk
berjualan sebuah produk.
2. Setiap kelompok penjual harus posting berbagai konten yang
dapat meyakinkan pembeli bahwa mereka ada penjual asli.
Aktivitas dilakukan selama 10 menit. (pembicara dapat
memberikan tips, “misalnya mau pakai chat admin atau
bikin video singkat, dsb”)
3. Setelah 10 menit, kelompok pembeli menelusuri ketiga
akun penjual untuk memastikan maan penjual yang asli dan
yang palsu. Penelusuran dilakukan selama 5-7 menit.
(pembicara dapat memberikan tips, “misalnya mau coba
chat nomor admin atau minta foto realpict, dsb”)
4. Kelompok pembeli menentukan mana kelompok
penjual palsu dan penjual asli disertai alasan dan
metode pengecekan yang dilakukan
5. Seluruh kelompok mengungkapkan mana yang penjual palsu
dan mana yang asli
6. Pembicara membahas permainan dan memberikan
umpan balik

2
Smart

i. Fitur Proteksi Perangkat Keras


Kita tahu bahwa sebuah sistem komputer berisi perangkat keras
seperti prosesor, monitor, RAM dan banyak lagi, dan satu hal yang sistem
operasi memastikan bahwa perangkat tersebut tidak dapat diakses
langsung oleh pengguna. Pada dasarnya, perlindungan perangkat keras
dibagi menjadi 3 kategori: perlindungan CPU, Perlindungan Memori, dan
perlindungan I/O. Hal-hal tersebut dijelaskan sebagai berikut di bawah
ini.
1. CPU Protection
Perlindungan CPU harus diperhatikan karena kita tidak dapat
memberikan CPU ke suatu proses selamanya, itu harus untuk beberapa
waktu yang terbatas jika tidak, proses lain tidak akan mendapatkan
kesempatan untuk menjalankan proses. Maka untuk itu, timer digunakan
untuk mengatasi situasi ini. yang pada dasarnya memberikan waktu
tertentu untuk suatu proses dan setelah timer dieksekusi, sebuah sinyal
akan dikirim ke proses untuk meninggalkan CPU. maka proses tidak
akan menahan CPU lebih lama.
Kita harus memastikan bahwa sistem operasi mempertahankan
kendali. Kita harus mencegah program pengguna terjebak dalam infinite
loop atau tidak memanggil layanan sistem, dan tidak pernah
mengembalikan kontrol ke sistem operasi. Untuk mencapai tujuan ini,
kita dapat menggunakan timer. Timer dapat diatur untuk menginterupsi
komputer setelah jangka waktu tertentu. Periodenya bisa tetap atau
berubah-ubah. Pengatur waktu variabel umumnya diimplementasikan
oleh jam tingkat tetap dan penghitung. Sistem operasi mengatur
penghitung. Setiap kali jam berdetak, penghitung dikurangi. Ketika
penghitung mencapai 0, interupsi terjadi.

2
Smart

Sebelum menyerahkan kendali kepada pengguna, sistem operasi


memastikan bahwa pengatur waktu diatur untuk menyela. Jika
penghitung waktu menyela, kontrol ditransfer secara otomatis ke sistem
operasi, yang dapat memperlakukan interupsi sebagai kesalahan fatal
atau dapat memberi program lebih banyak waktu. Jelas, instruksi yang
mengubah operasi timer adalah hak istimewa. Dengan demikian, kita
dapat menggunakan timer untuk mencegah program pengguna berjalan
terlalu lama. Teknik sederhana adalah menginisialisasi penghitung
dengan jumlah waktu yang diizinkan untuk dijalankan oleh suatu
program. Program dengan batas waktu 7 menit, misalnya,
penghitungnya akan diinisialisasi ke 420. Setiap detik, penghitung waktu
terputus dan penghitung dikurangi 1. Selama penghitung positif, kontrol
dikembalikan ke program pengguna . Ketika penghitung menjadi negatif,
sistem operasi menghentikan program karena melebihi batas waktu
yang ditentukan.
Penggunaan timer yang lebih umum adalah untuk
mengimplementasikan pembagian waktu. Dalam kasus yang paling
sederhana, pengatur waktu dapat diatur untuk menginterupsi setiap N
milidetik, di mana N adalah irisan waktu yang diizinkan untuk dieksekusi
oleh setiap pengguna sebelum pengguna berikutnya mendapatkan
kendali atas CPU. Sistem operasi dipanggil pada akhir setiap irisan waktu
untuk melakukan berbagai tugas pemeliharaan, seperti menambahkan
nilai N ke catatan yang menentukan (untuk tujuan akuntansi) jumlah
waktu yang telah dijalankan oleh program pengguna sejauh ini. Sistem
operasi juga menyimpan register, variabel internal, dan buffer, dan
mengubah beberapa parameter lain untuk mempersiapkan program
berikutnya untuk dijalankan. Prosedur ini dikenal sebagai saklar
konteks.
2
Smart

Mengikuti saklar konteks, program berikutnya melanjutkan eksekusinya


dari titik di mana ia tinggalkan (ketika irisan waktu sebelumnya habis).
Penggunaan lain dari timer adalah untuk menghitung waktu saat
ini. Interupsi pengatur waktu memberi sinyal berlalunya beberapa
periode, memungkinkan sistem operasi menghitung waktu saat ini
dengan mengacu pada beberapa waktu awal.
2. Memory Protection
Jadi pada dasarnya Bare register menyimpan alamat awal
program dan membatasi register menyimpan ukuran proses, sehingga
ketika suatu proses ingin mengakses memori maka diperiksa apakah
dapat mengakses atau tidak dapat mengakses memori.
Untuk memastikan operasi yang benar, kita harus melindungi
vektor interupsi dari modifikasi oleh program pengguna. Selain itu, kita
juga harus melindungi rutin layanan interupsi di sistem operasi dari
modifikasi. Bahkan jika pengguna tidak mendapatkan kontrol yang tidak
sah dari komputer, memodifikasi rutinitas layanan interupsi mungkin
akan mengganggu operasi yang tepat dari sistem komputer dan spooling
dan bufferingnya.
Kita kemudian melihat bahwa kita harus memberikan
perlindungan memori setidaknya untuk vektor interupsi dan rutinitas
layanan interupsi dari sistem operasi. Secara umum, kami ingin
melindungi sistem operasi dari akses oleh program pengguna, dan, di
samping itu, untuk melindungi program pengguna dari satu sama lain.
Perlindungan ini harus disediakan oleh perangkat keras.
Untuk memisahkan ruang memori setiap program, kita
memerlukan kemampuan untuk menentukan kisaran alamat resmi yang
dapat diakses oleh program, dan untuk melindungi memori di luar ruang

2
Smart

tersebut. Kita dapat memberikan perlindungan ini dengan menggunakan


dua register, Dalam perlindungan memori, kita berbicara tentang situasi
itu ketika dua atau lebih proses berada dalam memori dan satu proses
dapat mengakses memori proses lainnya. dan untuk mencegah situasi ini
kami menggunakan dua register sebagai:
a. Bare Register
b. Limit Register

Gambar 3. 10 Basis dan Register dalam Menentukan Ruang Alamat


Logis

Sumber: https://qu.edu.iq/cm/wp-content/uploads/2014/12/lec7.pdf

Register dasar menyimpan alamat memori fisik legal terkecil;


register batas berisi ukuran rentang. Misalnya, jika register dasar
menampung 300040 dan register batas adalah 120900, maka program
dapat secara legal mengakses semua alamat dari 300040 hingga 420940
inklusif.

2
Smart

Perlindungan ini dilakukan oleh perangkat keras CPU yang


membandingkan setiap alamat yang dihasilkan dalam mode pengguna
dengan register. Upaya apapun oleh program yang mengeksekusi dalam
mode pengguna untuk mengakses memori monitor atau memori
pengguna lain menghasilkan jebakan ke monitor, yang memperlakukan
upaya tersebut sebagai kesalahan fatal. Skema ini mencegah program
pengguna memodifikasi kode atau struktur data baik sistem operasi atau
pengguna lain.
Register dasar dan batas dapat dimuat hanya oleh sistem operasi,
yang menggunakan instruksi istimewa khusus. Karena instruksi yang
diistimewakan dapat dieksekusi hanya dalam mode monitor, dan karena
hanya sistem operasi yang mengeksekusi dalam mode monitor, hanya
sistem operasi yang dapat memuat register dasar dan batas. Skema ini
memungkinkan monitor untuk mengubah nilai register, tetapi mencegah
program pengguna mengubah isi register.
Sistem operasi, yang dijalankan dalam mode monitor, diberikan
akses tak terbatas ke monitor dan memori pengguna. Ketentuan ini
memungkinkan sistem operasi untuk memuat program pengguna ke
dalam memori pengguna, membuang program tersebut jika terjadi
kesalahan, untuk mengakses dan mengubah parameter panggilan sistem,
dan seterusnya.
3. I/O Protection
Jadi ketika kita memastikan perlindungan I/O maka beberapa
kasus tidak akan pernah terjadi di sistem seperti:
a. Terminasi I/O dari proses lain
b. Lihat I/O dari proses lain
c. Memberikan prioritas pada proses tertentu I/O

2
Smart

Program pengguna dapat mengganggu operasi normal sistem


dengan mengeluarkan instruksi I/O ilegal, dengan mengakses lokasi
memori di dalam sistem operasi itu sendiri, atau dengan menolak
melepaskan CPU. Kami dapat menggunakan berbagai mekanisme untuk
memastikan bahwa gangguan tersebut tidak dapat terjadi di sistem.
Untuk mencegah pengguna melakukan I/O ilegal, kami
mendefinisikan semua instruksi I/O sebagai instruksi yang
diistimewakan. Dengan demikian, pengguna tidak dapat mengeluarkan
instruksi I/O secara langsung; mereka harus melakukannya melalui
sistem operasi. Agar perlindungan I/O menjadi lengkap, kita harus yakin
bahwa program pengguna tidak akan pernah bisa mengendalikan
komputer dalam mode monitor. Jika bisa, proteksi I/O bisa
dikompromikan.
Pertimbangkan komputer yang mengeksekusi dalam mode
pengguna. Ini akan beralih ke mode monitor setiap kali interupsi atau
jebakan terjadi, melompat ke alamat yang ditentukan dari vektor
interupsi. Jika program pengguna, sebagai bagian dari eksekusinya,
menyimpan alamat baru dalam vektor interupsi, alamat baru ini dapat
menimpa alamat sebelumnya dengan alamat dalam program pengguna.
Kemudian, ketika jebakan atau interupsi yang sesuai terjadi, perangkat
keras akan beralih ke mode monitor, dan akan mentransfer kontrol
melalui vektor interupsi (dimodifikasi) ke program pengguna! Program
pengguna dapat mengontrol komputer dalam mode monitor. Bahkan,
program pengguna dapat mengontrol komputer dalam mode monitor
dengan banyak cara lain. Sistem operasi, mengeksekusi dalam mode
monitor, memeriksa apakah permintaan itu valid, dan (jika permintaan

2
Smart

itu valid) melakukan I/O yang diminta. Sistem operasi kemudian kembali
ke pengguna.
Urgensi Melindungi Perangkat Digital
Perangkat digital seperti gawai atau peranti komputer yang kita
miliki adalah alat utama yang bisa digunakan untuk mengakses internet
dan berselancar di dunia maya. Secara
standar perangkat ini sudah dirancang dengan segudang fitur pengaman
untuk memastikan aktivitas kita saat bermedia digital aman dan
nyaman. Namun setiap teknologi memiliki beragam celah yang bisa
dimanfaatkan orang yang tidak bertanggung jawab. Faktanya, salah satu
celah terbesar dalam teknologi digital ada pada pengguna, baik karena
pengguna lalai dalam mengoperasikan perangkat maupun lupa
mengaktifkan fitur pengaman.
Perangkat digital memiliki peran vital dalam melakukan aktivitas
digital. Misalnya ketika kita melakukan komunikasi seringkali kita
menggunakan gawai yang terkoneksi dengan jaringan internet pada
keseharian kita, sehingga dalam menggunakan perangkat digital kita
perlu melakukan proteksi terhadap perangkat digital yang kita miliki.
Sebuah perangkat digital selalu terdiri dari dua kelompok komponen
utama: perangkat keras dan perangkat lunak.
Perangkat keras adalah perangkat yang secara fisik bisa kita lihat
dan pegang, seperti layar ponsel, monitor, keyboard, hardisk, dan kartu
penyimpanan. Sedangkan perangkat lunak merupakan aplikasi dan
program yang ditanamkan di dalam perangkat untuk membuatnya
mampu bekerja dengan baik. Kedua komponen ini saling terkait
sehingga upaya pengamanannya pun dilakukan secara
berkesinambungan.

2
Smart

Mengapa penting melakukan proteksi perangkat digital?


Perangkat digital yang kita miliki saat ini menjadi kunci untuk berbagai
aktivitas digital. Tidak hanya mencari hiburan, melainkan juga
bertransaksi secara daring. Di dalam perangkat digital kita tersimpan
beragam informasi penting. Mulai dari galeri foto dan video pribadi,
daftar kontak, sampai data-data keuangan yang diperlukan bertransaksi
termasuk uang digital. Karena pentingnya isi di dalam perangkat digital,
teknologi ini sering menjadi incaran upaya peretasan. Jika upaya
tersebut berhasil maka pengguna perangkat digital akan mengalami
kerugian atas berbagai kebocoran data pribadi yang bisa mengakibatkan
keamanan privasi kita menjadi terganggu. Proteksi perangkat digital juga
bertujuan agar perangkat digital yang kita gunakan tidak disalahgunakan
oleh orang lain misalnya ketika ponsel pintar kita dilengkapi dengan
proteksi seperti kata sandi atau fingerprint maka ponsel kita tidak bisa
digunakan oleh orang lain.

Memproteksi Perangkat Digital


Proteksi perangkat digital pada dasarnya merupakan
perlindungan yang bertujuan untuk melindungi perangkat digital dari
berbagai ancaman malware. Malware, singkatan dari malicious software,
adalah perangkat lunak yang dirancang untuk mengontrol perangkat
secara diam-diam, bisa mencuri informasi pribadi milik kita atau uang
dari pemilik perangkat.
Perangkat lunak perusak telah digunakan untuk mencuri sandi
dan nomor akun dari ponsel, komputer, tablet dengan cara
membebankan biaya palsu pada akun pengguna, dan bahkan melacak
lokasi dan aktivitas pengguna tanpa sepengetahuan mereka
(Lookout.com, 2020). Penelitian
2
Smart

status yang dilakukan Lookout menunjukkan bahwa perilaku pengguna


dan geografi sangat mempengaruhi risiko dalam menghadapi perangkat
lunak jahat. Cara paling aman untuk menghindari program semacam itu
adalah dengan mengunduh aplikasi yang sudah banyak digunakan, serta
terpercaya dengan cara melihat ulasan dari pengunduh aplikasi tersebut.
Beberapa aplikasi yang terpercaya tersebut adalah Google Play atau App
Store (Lookout.com, 2020).
Dalam menjalankan upaya penipuan, peretas biasanya
menyamarkan malware sebagai aplikasi seluler yang tampak aman di
toko aplikasi dan situs web. Misalnya kita selama ini mengenal aplikasi
permainan Angry Birds sebagai aplikasi yang aman. Peretas kemudian
berusaha membuat program tiruan yang berisi malware dengan iming-
iming semua level yang berbayar bisa terbuka secara gratis. Aplikasi
tiruan ini biasanya diedarkan di luar toko aplikasi resmi. Ketika
pengguna mengunduhnya, tanpa dia sadari pengguna itu tengah
memasukkan aplikasi tiruan yang membahayakan perangkat digital dan
data yang ada di dalamnya (Lookout.com, 2020).
Meskipun sudah ada upaya untuk menghindari mengunduh
perangkat dari luar situs resmi, ternyata, pengunduhan aplikasi yang
cermat dan teliti tidak selalu meminimalkan risiko. Hal ini disebabkan
karena ada situs-situs yang dengan curang memaksa perangkat untuk
melakukan unduh otomatis ketika situs tersebut diakses aplikasi-
aplikasi peramban (browser) masa kini seperti Google Chrome atau
Mozilla Firefox sebenarnya sudah mengantisipasi hal ini dan akan
memberikan deteksi bila pengguna masuk ke situs yang berbahaya.
Namun kita tetap harus berhati-hati dan tidak disarankan untuk
menginstal unduhan secara acak dari pengelola unduhan.

2
Smart

Data menunjukkan bahwa tingkat kasus malware di Indonesia


termasuk yang tertinggi. Microsoft telah meluncurkan hasil riset Asia
Pasifik di edisi terbaru Security Endpoint Threat Report 2019 yang
mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki tingkat malware tertinggi di
kawasan Asia. Temuan ini berasal dari analisis dari berbagai sumber
data Microsoft, termasuk delapan triliun sinyal ancaman yang diterima
dan dianalisis oleh Microsoft setiap hari, mencakup periode 12 bulan,
dari Januari hingga Desember 2019 (Microsoft Indonesia, 2019).

Gambar 3. 11 Jenis-Jenis Fitur Proteksi Perangkat keras (kiri) dan


perangkat lunak (kanan)
Setiap perangkat lunak umumnya memiliki cara melindungi
penggunanya masing-masing sesuai kebijakan perusahaan
pengembangnya. Sistem operasi dalam gawai yang kita gunakan pun
memiliki kebijakan masing-masing. Berikut ini merupakan tips untuk
melindungi gawai kita dari virus, peretas, maupun pengintai (State of
California Department of Justice, n.d):
a. Perbarui sistem operasi dan aplikasi penting secara
berkala, kegiatan ini dapat meminimalisir kecacatan
aplikasi yang mempermudah peretas mencuri data kita.

2
Smart

b. Gunakan antivirus secara rutin untuk menelusuri seluruh


file dalam gawai kita dan memeriksa apakah ada dokumen
yang mencurigakan
c. Gunakan antispyware untuk melindungi aktivitas gawai
kita. Beberapa antivirus sudah memasukkan fitur ini.
Tanda bahwa gawai kita terkena spyware yakni, tiba-tiba
gawai kita dipenuhi banyak iklan, terpindah ke websita
yang tidak kita inginkan, dan kecepatan beroperasi gawai
yang semakin melambat
d. Gunakan firewall untuk memutuskan komunikasi ke dan
dari sumber yang tidak kita setujui (misalnya telepon
iseng).
e. Gunakan kata sandi yang kuat, misalnya menggunakan
huruf pertama dari sebuah frase yang mudah kita ingat,
contoh It@tTd--Indonesia tanah airku tanah tumpah
darahku. Gunakan kata sandi yang unik khususnya untuk
transaksi, sosial media, dan surel.
f. Gunakan verifikasi tambahan, misalnya pemindai sidik jari
dan wajah
g. Berhati-hati dengan apa yang kita klik. Misalnya, jika kita
mendapat surel yang menyatakan bahwa akun perbankan
kita terkunci dan meminta kita memasukkan kata sandi,
segera pikir ulang untuk mengikuti perintah surel
tersebut. Hubungi bank melalui nomor resmi dan pastikan
kebenaran surel tersebut karena, umumnya, bank tidak
pernah meminta kata sandi maupun data pribadi secara
langsung.

2
Smart

h. Berhati-hati saat belanja daring, pastikan situs belanja


tersebut aman dan terpercaya sebelum memasukkan data
pribadi dan nomor kartu kredit.
i. Berhati-hati dengan apa yang kita publikasikan. Bisa saja
saat mengunggah sebuah konten, kita tidak sengaja
mempublikasikan informasi personal.
j. Merespon informasi data bocor. Data kita bisa jadi bocor
ke pihak yang tidak bertanggung jawab. Misalnya, jika kita
mendapatkan informasi kebocoran data yang mengandung
nomor kartu kredit kita, segera bekukan akun untuk
menghindari peretas menggunakan kartu kredit kita.

Ayo Membaca Perkayalah informasi dengan membaca artikel berikut:


- https://support.google.com/android/answer/9459346?hl=e
n
- https://www.apple.com/uk/privacy/control/
- https://safety.google/security/security-tips/
- https://oag.ca.gov/privacy/facts/online-privacy/protect-
your-computer

Ayo Menonton Cobalah menyaksikan video berikut untuk menambah wawasanmu


Former NSA Hacker Reveals 5 Ways To Protect Yourself Online
How hackers take over your accounts using social engineering
(Marketplace)
How to protect your privacy with Android
How To Make A Super-Secure Password

Ayo Bermain Cara Bermain :


bentuk 5 kelompok yang beranggotakan 3 orang. Masing-masing
kelompok akan mendapatkan kotak harta karun yang menyimpan
semua misi rahasia anggota kelompok. Setiap kelompok wajib
menyembunyikan dan menjaga kotak tersebut agar tidak diketahui
oleh kelompok.

Aturan main:

2
Smart

1. Semua kelompok akan mendapatkan misi rahasia untuk


mendapatkan diamond, mereka akan mendapatkan clue
untuk melanjutkan perjalanan mereka.
2. Misi setiap kelompok yaitu memecahkan semua clue dan
menjaga kotak mereka (yang tersembunyi)
3. Jika kotak ditemukan oleh kelompok lain, maka kelompok
tersebut akan langsung mendapatkan diamond dan bisa
memerintahkan apa saja kepada kelompok yang kalah

Pertanyaan:
1. Apa kaitan permainan ini password
2. Sepenting kotak yang harus dijaga tersebut, mengapa yang
berhasil menemukan bisa memerintahkan apa saja ke
kelompok yang kalah? kaitkan dengan fenomena pencurian
password (jawaban: sama halnya dengan password yang
harus dijaga, jika password kita berhasil dibobol orang, maka
segala identitas, akun, tgl lahir, dll bisa dengan mudah
mereka dapatkan, dan itu yang dimanfaatkan orang-orang,
misal untuk peminjaman online dll)

2
Smart

j. Proteksi Identitas Digital dan Data Pribadi di Platform Digital


Pertama, sebagai pengguna platform digital, kita bisa
menggunakan identitas asli atau
samaran, namun kita wajib bertanggung jawab atas pilihan tersebut.
Pastikan juga hanya menampilkan identitas digital yang “aman”. Hindari
untuk menampilkan identitas digital yang seolah aman tapi tidak seperti
tanggal lahir kita dan nama ibu kandung. Sebab, identitas tersebut
biasanya digunakan dalam transaksi perbankan yang tentu hanya kita
saja yang boleh menggunakannya.
Kedua, pastikan keamanan surat elektronik kita sebagai identitas
digital utama yang kita gunakan untuk mengakses berbagai platform
digital dengan secara rutin memastikan sandi diperbaharui. Selain itu,
sebelum bergabung dalam platform digital tertentu (application
admission), pastikan kita memahami identitas digital kita akan dikelola
dengan baik dan aman. Kita juga wajib membaca syarat yang harus kita
sepakati saat mendaftar akun platform digital dengan detail serta sadar
akan risikonya. Kita juga harus memastikan memahami seluruh jaminan
privasi dan keamanan platform tersebut.
Ketiga, pastikan kita melindungi identitas digital kita di berbagai
akun platform digital yang kita gunakan. Konsolidasikan keamanannya
misalnya dengan tidak menggunakan sandi sama namun hubungkan satu
akun dengan lainnya dengan perlindungan yang maksimal untuk saling
mengunci.
Ketiga langkah di atas penting untuk melindungi identitas digital
yang kita miliki agar tidak terjadi kerugian di masa mendatang. Namun
begitu, kita juga perlu melindungi identitas digital milik orang lain baik
keluarga atau teman maupun orang lain dengan cara menghargai privasi

2
Smart

mereka serta tidak melakukan invasi ke dalam sistem keamanan platform


digital mereka.

Memahami dan Melindungi Data Pribadi


Jika identitas digital adalah karakter kita di platform digital baik
yang terlihat maupun tidak terlihat, maka data pribadi merupakan
konsep yang lebih luas. Data pribadi adalah data yang berupa identitas,
kode, simbol, huruf atau angka penanda personal seseorang yang
bersifat pribadi (Latumahina, 2014). Data pribadi bisa juga diartikan
sebagai data atau informasi perseorangan yang disimpan, dikelola dan
dilindungi kerahasiaannya karena bersifat privat.
General Data Protection Regulation (GDPR), regulasi
perlindungan data pribadi yang disahkan Uni Eropa pada tahun 2016,
merumuskan bahwa data pribadi adalah segala informasi yang bisa
digunakan sebagai penanda rasional untuk mengenali seseorang. Contoh
data pribadi yang biasanya dikaitkan dengan platform digital adalah
alamat surat elektronik, alamat Internet Protocol (IP address), nomor
telepon genggam, dan data lokasi peta.
Di Indonesia, Rancangan Undang-undang Perlindungan Data
Pribadi (RUUPDP) mendefinisikan data pribadi sebagai setiap data
tentang seseorang yang teridentifikasi dan atau dapat diidentifikasi
secara tersendiri atau dikombinasikan dengan informasi lainnya baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik
dan/atau non elektronik (dalam Monggilo, Kurnia & Banyumurti 2020).

2
Smart

Gambar 3. 12 Jenis Data Pribadi


Sumber: Monggilo, Kurnia & Banyumurti (2020)

Gambar 3. 13 Tips Perlindungan Data Pribadi

Sumber: diolah dari Monggilo, Kurnia & Banyumurti (2020), Tirto.id.


(2019, Desember 10)
2
Smart

Ayo Membaca Perkayalah informasi dengan membaca artikel berikut:


- https://www.consumer.ftc.gov/articles/what-know-about-
identity-theft
- https://consumerfed.org/wp-
content/uploads/2011/03/Ten%20Easy%20Steps.pdf
- https://edri.org/files/paper06_datap.pdf
- https://www.cnil.fr/sites/default/files/atoms/files/cnil_gui
de_securite_personnelle_gb_web.pdf

Ayo Menonton Cobalah menyaksikan video berikut untuk menambah wawasanmu


Your Personal Data, Your Choice
How to protect your personal data from hackers
Seri Ekonomi Digital: Pentingnya Perlindungan Data Pribadi di Indonesia

Ayo Bermain Cara Bermain :


Bentuk kelompok beranggotakan 10 orang. Setiap orang mengambil
bola yang berisikan peran untuk setiap orang. Peran tersebut terdiri
dari:
1 moderator
1 seer/peramal
3 werewolf
5 penduduk biasa

Aturan main:
1. Diantaranya peran tersebut, hanya moderator yang boleh
memberitahukan perannya kepada yang lain, sedangkan 9
yang lain wajib merahasiakan peran yang didapatkan.
Hanya moderator yang mengetahui semua peran 9 orang
tersebut. Moderator bertugas memimpin jalannya
permainan dan mengumumkan pemenang di akhir
permainan
2. Werewolf memiliki kesempatan untuk membunuh semua
orang kecuali moderator
3. Seer/peramal memiliki kesempatan untuk mengetahui siapa
werewolf sebenarnya dan bisa memilih untuk memihak pada
warga atau werewolf
4. Peran warga adalah sebagai pihak yang harus mengetahui
siapa musuh dalam selimut diantara mereka, mereka
tidak mengetahui siapa yang berperan sebagai warga yang
lain (sekawan), disinilah peran werewolf untuk
2
Smart
memanipulatif

2
Smart

identitas mereka dengan cara menfitnah warga yang lain


5. Orang yang tertuduh paling banyak di siang hari, dia
akan mati
6. Orang yang dipilih oleh werewolf di malam hari juga
akan mati
7. Pemenang dari game ini adalah jika jumlah warga lebih
banyak dibanding werewolf, maka warga menang, namun
jika jumlah werewolf lebih banyak, maka werewolf menang.

Pertanyaan:
1. Coba kaitkan dengan materi pentingnya menjaga
identitas dan data pribadi
2. Menurut anda peran werewolf di dunia digital bagaikan?
3. Menurut anda peran warga di dunia digital bagaiman?
4. Jika anda sebagai bermedia digital, peran apa yang cocok
bagi anda?
5. Menurut Anda apa yang akan terjadi jika kita
menjadi individu yang terlalu terbuka dengan orang
lain
6. Siapakah kawan dan lawan di permainan ini, kaitkan
dengan identitas dan data pribadi di dunia digital
7. Apakah anda mengetahui siapa yang sedang anda hadapi di
dunia digital?

2
Smart

k. Penipuan Digital
Kemajuan teknologi internet memudahkan berbagai hal mulai
dari berbagi informasi hingga proses jual beli barang atau jasa melalui
berbagai macam aplikasi. Namun demikian, terdapat oknum-oknum
yang memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut dengan melakukan
kejahatan siber/kejahatan digital. Berbelanja daring rentan menjadi
incaran para pelaku kejahatan digital karena aktivitas ini memiliki
beragam celah yang bisa dimanfaatkan, terutama dengan memanfaatkan
kelengahan pengguna teknologi digital.
Penipuan daring memanfaatkan seluruh aplikasi pada platform
media internet untuk menipu para korban dengan berbagai modus.
Penipuan jenis ini menggunakan sistem elektronik (komputer, internet,
perangkat telekomunikasi) yang disalahgunakan untuk menampilkan
upaya menjebak pengguna internet dengan beragam cara. Strateginya
biasanya dilakukan secara bertubi-tubi tanpa diminta dan sering kali
tidak dikehendaki oleh korbannya (Sitompul, 2012; Elsina, 2015).
Modus penipuan digital lebih mengarah pada penipuan yang
menimbulkan kerugian secara finansial. Salah satu contoh yang sering
terjadi adalah penipuan produk secara daring. Modusnya dengan
mengirimkan barang yang berbeda dengan yang dijanjikan saat
transaksi dilakukan atau bahkan tidak mengirimkan barang sama sekali.
Penipuan digital ini tidak hanya menimbulkan kerugian pada pembeli
saja, karena terdapat pula bentuk penipuan yang merugikan penjual.
Misalnya pembeli yang melakukan transfer fiktif dan penjual lalai
melakukan pengecekan kembali sehingga tertipu dengan mengirimkan
produk yang dijualnya. Jika dipetakan, maka setidaknya terdapat dua
kerugian yang dialami konsumen seperti digambarkan dalam bagan di
bawah ini.
2
Smart

Modus penipuan digital dilakukan dengan target awal adalah


melakukan pencurian data digital, sehingga perlindungan terhadap
identitas digital dan data pribadi menjadi bagian
yang penting pada berbagai dunia (Sammons & Cross, 2017). Identitas
digital ini tentu saja tidaklah selalu sama dengan identitas kita dalam
kehidupan nyata yang merupakan rangkuman karakteristik kita baik
yang bersifat tetap maupun tidak tetap (Monggilo, Kurnia & Banyumurti,
2020). Informasi lebih detail tentang hal ini dapat dibaca di Bab III
tentang perlindungan identitas digital dan data pribadi. Selanjutnya
pencurian data pribadi menjadi target dalam melakukan penipuan
digital dan umumnya berkaitan dengan keuangan data-data yang dijual,
biasanya didapat dari perusahaan maupun bank, dengan berisikan nama
lengkap, tempat tinggal, tanggal lahir, Nomor Induk Kependudukan
(NIK), nomor telepon rumah, email, alamat kantor, jabatan, hingga nama
ibu kandung (Nurdiani, 2020).
Penipuan digital ini marak terjadi melalui media sosial. Modusnya
pun berbeda-beda, mulai dari rekayasa sosial (social engineering),
menjual produk di bawah harga pasar hingga membatasi komentar pada
unggahan terkait.

Gambar 3. 14 Modus Penipuan Digital di Media Sosial

Sumber: Modul Keamanan Digital

2
Smart

Kita juga dapat memperhatikan bahwa cukup banyak kerugian


yang dimunculkan dari kejahatan digital ini dengan kriteria penipuan
digital yang mana dalam lima tahun terakhir sejak 2014 sampai dengan
2018 bahwa kerugian yang ditimbulkan kejahatan digital ini mencapai
US$7.450,6 juta dengan rincian kerugian pada tahun 2014 sebesar
US$800,49 juta. Pada tahun 2015 kerugian mencapai US$1070,71 juta,
kemudian pada tahun 2016 kerugian mencapai US$1450,7 juta, tahun
2017 kerugian mencapai US$1418,7 juta, dan pada tahun 2018 kerugian
mencapai US$2.710 juta.

Gambar 3. 15 Kerugian dari Kejahatan Dunia Maya yang Dilaporkan


IC3 2014-2018
Sumber: Statista, 9 Juli 2019

Untuk menangkal kejahatan digital khususnya penipuan digital


dengan berbagai modus sebagaimana tersebut di atas, maka kita perlu
pemahaman dan peningkatan literasi digital dalam kerangka ketahanan

2
Smart

keamanan digital dengan minimal kompetensi yang dimiliki adalah


kemampuan analisis, kemampuan verifikasi dan kemampuan evaluasi.

Ragam Penipuan Digital


Dalam berbagai kasus serangan siber di atas, penipuan digital
menjadi salah satu bentuk kejahatan digital yang cukup rentan dan
banyak dialami oleh masyarakat. Setidaknya ada empat bentuk penipuan
digital, yaitu scam, spam, phising, dan hacking. Secara teknis, penipuan
dapat bersifat social engineering dengan ragam bentuk yang kita terima
mulai dari SMS, telepon, email bahkan dalam bentuk virus serta
pembajakan/peretasan akun dan cloning platform yang kita miliki.
1. Scam
Merupakan permainan atau tindakan untuk menipu kepercayaan
seseorang yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan
dengan cepat. Beberapa tipe dari scam yaitu:
a. Upaya mendapatkan informasi pribadi
Upaya dalam mendapatkan informasi pribadi dengan cara:
1. Hacking
Peretasan terjadi ketika scammer memperoleh
akses ke informasi pribadi kita dengan
menggunakan teknologi untuk membobol
komputer, perangkat seluler, atau jaringan kita.
Mereka akan menggunakan informasi yang mereka
peroleh untuk melakukan aktivitas penipuan,
seperti pencurian identitas atau mereka dapat
memperoleh akses langsung ke detail perbankan
dan kartu kredit kita.

2
Smart

2. Identity Theft
Pencurian identitas adalah jenis penipuan yang
melibatkan penggunaan identitas orang lain untuk
mencuri uang atau mendapatkan keuntungan lain.
3. Phishing
Penipuan phishing adalah upaya penipu untuk
mengelabui kita agar memberikan informasi
pribadi seperti nomor rekening bank, kata sandi,
dan nomor kartu kredit kita. Penipu menghubungi
kita dengan berpura-pura dari bisnis yang sah, dan
pesan phishing dirancang agar terlihat asli, dan
sering kali menyalin format yang digunakan oleh
organisasi yang berpura-pura diwakili oleh
scammer, termasuk merek dan logo mereka.
4. Remote Access Scams.
Penipuan akses jarak jauh mencoba meyakinkan
kita bahwa kita memiliki masalah komputer atau
internet dan kita perlu membeli perangkat lunak
baru untuk memperbaiki masalah tersebut. Penipu
berpura - pura menjadi penyedia jasa layanan
service, dan membuat kita berpikir bahwa benar
ada virus, sehingga meminta akses jarak jauh ke
komputer kita
b. Buying or Selling
1. Classified Scams
Penipuan rahasia menipu pembeli online di situs
web rahasia untuk berpikir bahwa mereka

2
Smart

berurusan dengan kontak yang sah tetapi


sebenarnya itu adalah scammer.
2. False Billing
Penipuan penagihan palsu meminta kita atau bisnis
kita untuk membayar faktur palsu untuk daftar
direktori, iklan, pembaruan nama domain, atau
perlengkapan kantor yang tidak kita pesan.
3. Health & Medical Products
Penipuan produk kesehatan dan medis dapat
menjual produk perawatan kesehatan kepada kita
dengan harga rendah yang tidak pernah kita terima,
atau membuat janji palsu tentang produk, obat-
obatan, dan perawatan mereka.
4. Mobile Premium Service
Scammers membuat kompetisi SMS atau penipuan
trivia untuk menipu kita agar membayar tarif
panggilan atau teks yang sangat tinggi saat
membalas pesan teks yang tidak diminta di ponsel
atau ponsel pintar kita.
5. Online Shopping Scams
Penipuan belanja online melibatkan scammer yang
berpura-pura menjadi penjual online yang sah, baik
dengan situs web palsu atau iklan palsu di situs
pengecer asli.
6. Overpayment Scams
Penipuan kelebihan pembayaran bekerja dengan
membuat kita 'mengembalikan' scammer yang
telah
2
Smart

mengirimi kita terlalu banyak uang untuk barang


yang kita jual
7. Psychic & Clairvoyant
Penipuan psikis dan peramal dirancang untuk
menipu kita agar memberikan uang anda, biasanya
menawarkan 'bantuan' dengan imbalan biaya.
c. Dating/Romance
Penipu memanfaatkan orang yang mencari pasangan,
seringkali melalui situs kencan, aplikasi, atau media sosial
dengan berpura-pura menjadi calon teman. Mereka
memainkan pemicu emosional untuk membuat kita
memberikan uang, hadiah, atau detail pribadi.
d. Fake Charities
Scammers menyamar sebagai badan amal asli dan
meminta sumbangan atau menghubungi kita dan mengaku
sedang mengumpulkan uang/dana setelah bencana alam
atau peristiwa besar.
e. Investasi
1. Betting & Sports Investments Scam
Penipuan taruhan dan investasi olahraga mencoba
meyakinkan kita untuk berinvestasi dalam sistem
dan perangkat lunak yang di klaim 'sangat mudah'
yang dapat 'menjamin' kita mendapat untung dari
acara olahraga.
2. Investment Scam
Penipuan investasi melibatkan janji pembayaran
besar, uang cepat atau pengembalian yang dijamin.

2
Smart

Selalu curiga terhadap setiap peluang investasi


yang menjanjikan pengembalian tinggi dengan
sedikit atau tanpa risiko – jika tampaknya terlalu
bagus untuk menjadi kenyataan, mungkin memang
demikian – dan kemungkinan besar adalah
penipuan.
f. Jobs

1. Jobs & Employment Scams


Pekerjaan dan penipuan pekerjaan menipu kita
untuk menyerahkan uang kita dengan menawarkan
cara 'terjamin' untuk menghasilkan uang cepat atau
pekerjaan bergaji tinggi dengan sedikit usaha.
2. Pyramid Scams
Skema piramida adalah skema 'cepat kaya' yang
ilegal dan sangat berisiko yang pada akhirnya dapat
menghabiskan banyak uang.
g. Ancaman & Pemerasan
1. Malware & Ransomware
Malware menipu kita untuk menginstal perangkat
lunak yang memungkinkan scammers mengakses
file dan melacak apa yang kita lakukan, sementara
ransomware menuntut pembayaran untuk
'membuka kunci' komputer atau file kita.
2. Threats to Life, Arrest or Other
Ancaman terhadap nyawa, penangkapan, atau
lainnya melibatkan tuntutan scammers untuk

2
Smart

membayar uang yang seharusnya anda bayar dan


ancaman jika kita tidak bekerja sama.
h. Unexpected money
1. Inheritance Scams
Penipuan ini menawarkan janji warisan palsu
untuk menipu kita agar berpisah dengan uang kita
atau membagikan detail bank atau kartu kredit kita
sendiri.
2. Unexpected Money Scams
Penipuan uang tak terduga melibatkan seseorang di
luar negeri yang menawarkan kita bagian dalam
jumlah besar uang atau pembayaran dengan syarat
kita harus membantu mereka mentransfer uang ke
luar negara mereka.
3. Rebate Scams
Penipuan rabat mencoba meyakinkan kita bahwa
kita berhak atas rabat atau penggantian biaya dari
pemerintah, bank, atau organisasi tepercaya.

i. Unexpected winnings
1. Scratchie Scams
Scratchie scam berbentuk kartu scratchie palsu
yang menjanjikan semacam hadiah, dengan syarat
'pemenang' membayar biaya penagihan.
2. Travel Prize Scams
Penipuan hadiah perjalanan adalah upaya untuk
menipu kita agar berpisah dengan uang kita untuk

2
Smart

mengklaim 'hadiah' seperti liburan gratis atau


diskon.
3. Unexpected Price & Lottery Scams
Penipuan hadiah dan lotere yang tidak terduga
bekerja dengan meminta kita membayar semacam
biaya untuk mengklaim hadiah atau kemenangan
kita dari kompetisi atau lotre yang tidak pernah
kita ikuti.
2. Spam

Spam adalah segala jenis komunikasi digital yang tidak diinginkan


dan tidak diminta yang dikirim secara massal. Seringkali spam
dikirim melalui email, tetapi juga dapat didistribusikan melalui
pesan teks, panggilan telepon, atau media sosial. Spammer
menggunakan banyak bentuk komunikasi untuk mengirim pesan
yang tidak diinginkan secara massal. Beberapa di antaranya
adalah:
a. Phising Email
Email phishing adalah jenis spam yang dikirim oleh
penjahat dunia maya ke banyak orang, berharap untuk
"mengaitkan" beberapa orang. Email phishing menipu
korban agar memberikan informasi sensitif seperti login
situs web atau informasi kartu kredit.
b. Email Spoofing
Email palsu meniru, atau menipu, email dari pengirim yang
sah, dan meminta anda untuk mengambil tindakan. Spoof
yang dijalankan dengan baik akan berisi branding dan

2
Smart

konten yang sudah dikenal, seringkali dari perusahaan


besar yang terkenal seperti PayPal atau Apple.
c. Tech Support Scam
Dalam penipuan dukungan teknis, pesan spam
menunjukkan bahwa kita memiliki masalah teknis dan kita
harus menghubungi dukungan teknis dengan
menghubungi nomor telepon atau mengklik tautan dalam
pesan.
d. Current Event
Topik hangat dalam berita dapat digunakan dalam pesan
spam untuk menarik perhatian kita. Pada tahun 2020
ketika dunia menghadapi pandemi Covid-19 dan ada
peningkatan pekerjaan dari rumah, beberapa scammer
mengirim pesan spam yang menjanjikan pekerjaan jarak
jauh yang dibayar dalam Bitcoin.
e. Advance - Fee
Jenis spam ini menjanjikan hadiah finansial jika kita
pertama kali memberikan uang muka. Pengirim biasanya
menunjukkan bahwa uang muka ini adalah semacam biaya
pemrosesan atau uang yang sungguh-sungguh untuk
membuka jumlah yang lebih besar, tetapi begitu anda
membayar, uang itu menghilang.
f. Malspam
Malspam adalah pesan spam yang mengirimkan malware
ke perangkat kita. Pembaca yang tidak curiga yang
mengklik tautan atau membuka lampiran email berakhir
dengan beberapa jenis malware termasuk ransomware,

2
Smart

Trojan, bot, pencuri info, cryptominers, spyware, dan


keyloggers.
g. Call & Text
Apakah anda pernah menerima robocall? Itu panggilan
spam. Pesan teks dari pengirim yang tidak dikenal yang
mendesak kita untuk mengklik tautan yang tidak dikenal?
Itu disebut sebagai spam pesan teks atau "smishing",
kombinasi SMS dan phishing.
3. Phising
Phising adalah salah satu ancaman yang paling membuat frustasi
yang kita hadapi. Sebagian besar tahu apa itu dan bagaimana cara
kerjanya, tapi kita masih terjebak. Penipuan, yang melibatkan
penjahat mengirim pesan yang menyamar sebagai organisasi
yang sah, menargetkan ratusan juta organisasi setiap hari. Pesan
mengarahkan penerima ke situs web palsu yang menangkap
informasi pribadi mereka atau berisi lampiran berbahaya.
Diantaranya:
a. Email Phising
Sebagian besar serangan phishing dikirim melalui email.
Penjahat akan mendaftarkan domain palsu yang meniru
organisasi asli dan mengirimkan ribuan permintaan
umum. Ada banyak cara untuk menemukan email
phishing, tetapi sebagai aturan umum, kita harus selalu
memeriksa alamat email dari pesan yang meminta kita
untuk mengklik link atau mendownload lampiran.
b. Spear Phising

2
Smart

Ada dua jenis phishing lain yang lebih canggih yang


melibatkan email. Yang pertama, spear phishing,
menjelaskan email berbahaya yang dikirim ke orang
tertentu. Penjahat yang melakukan ini sudah memiliki
beberapa atau semua informasi tentang korban.
c. Whaling
Serangan perburuan paus bahkan lebih bertarget,
membidik para eksekutif senior. Meskipun tujuan akhir
penangkapan “ikan paus” sama dengan jenis serangan
phishing lainnya, tekniknya cenderung jauh lebih halus.
Penipuan yang melibatkan pengembalian pajak palsu
adalah jenis perburuan “paus” yang semakin umum.
Formulir pajak sangat dihargai oleh penjahat karena berisi
sejumlah informasi yang berguna: nama, alamat, nomor
Jaminan Sosial dan informasi rekening bank.
d. Smishing & Vishing
Smishing melibatkan penjahat mengirim pesan teks (yang
isinya hampir sama dengan email phishing), dan vishing
melibatkan percakapan telepon. Penipuan vishing umum
melibatkan penjahat yang menyamar sebagai penyelidik
penipuan (baik dari perusahaan kartu atau bank) memberi
tahu korban bahwa akun mereka telah dilanggar. Penjahat
kemudian akan meminta korban untuk memberikan
rincian kartu pembayaran untuk memverifikasi identitas
mereka atau untuk mentransfer uang ke rekening 'aman' –
yang mereka maksud adalah rekening penjahat.
e. Angler Phising

2
Smart

Sebagai vektor serangan yang relatif baru, media sosial


menawarkan sejumlah cara bagi penjahat untuk
mengelabui orang. URL palsu; situs web kloning, posting,
dan tweet; dan pesan instan (yang pada dasarnya sama
dengan smishing) semuanya dapat digunakan untuk
membujuk orang agar membocorkan informasi sensitif
atau mengunduh malware.
4. Hacking
Peretasan tidak selalu merupakan tindakan jahat, tetapi
paling sering dikaitkan dengan aktivitas ilegal dan pencurian data
oleh penjahat dunia maya. Peretasan mengacu pada
penyalahgunaan perangkat seperti komputer, ponsel cerdas,
tablet, dan jaringan untuk menyebabkan kerusakan atau sistem
yang rusak, mengumpulkan informasi tentang pengguna, mencuri
data dan dokumen, atau mengganggu aktivitas terkait data.
Biasanya ada empat pendorong utama yang menyebabkan
pelaku jahat meretas situs web atau sistem: (1) keuntungan
finansial melalui pencurian rincian kartu kredit atau dengan
menipu layanan keuangan, (2) spionase perusahaan, (3) untuk
mendapatkan ketenaran atau rasa hormat terhadap mereka.
bakat peretasan, dan (4) peretasan yang disponsori negara yang
bertujuan untuk mencuri informasi bisnis dan intelijen nasional.
Selain itu, ada peretas bermotivasi politik—atau peretas—yang
bertujuan menarik perhatian publik dengan membocorkan
informasi sensitif, seperti Anonymous, LulzSec, dan WikiLeaks.
Beberapa jenis peretas paling umum yang melakukan aktivitas ini
meliputi:

2
Smart

a. Black Hat Hackers


Peretas topi hitam adalah "orang jahat" dari adegan
peretasan. Mereka berusaha keras untuk menemukan
kerentanan dalam sistem komputer dan perangkat lunak
untuk mengeksploitasinya untuk keuntungan finansial
atau untuk tujuan yang lebih jahat, seperti untuk
mendapatkan reputasi, melakukan spionase perusahaan,
atau sebagai bagian dari kampanye peretasan negara-
bangsa. Tindakan individu ini dapat menimbulkan
kerusakan serius pada pengguna komputer dan organisasi
tempat mereka bekerja. Mereka dapat mencuri informasi
pribadi yang sensitif, membahayakan komputer dan
sistem keuangan, dan mengubah atau menghapus
fungsionalitas situs web dan jaringan penting.
b. White Hat Hackers
Peretas topi putih dapat dilihat sebagai "orang baik" yang
berusaha mencegah keberhasilan peretas topi hitam
melalui peretasan proaktif. Mereka menggunakan
keterampilan teknis mereka untuk membobol sistem
untuk menilai dan menguji tingkat keamanan jaringan,
yang juga dikenal sebagai peretasan etis. Ini membantu
mengekspos kerentanan dalam sistem sebelum peretas
topi hitam dapat mendeteksi dan mengeksploitasinya.
Teknik yang digunakan peretas topi putih mirip atau
bahkan identik dengan peretas topi hitam, tetapi orang-
orang ini disewa oleh organisasi untuk menguji dan
menemukan lubang potensial dalam pertahanan
keamanan mereka.
2
Smart

c. Grey Hat Hackers


Peretas topi abu-abu duduk di suatu tempat antara orang
baik dan orang jahat. Tidak seperti peretas topi hitam,
mereka berusaha melanggar standar dan prinsip tetapi
tanpa bermaksud merugikan atau mendapatkan
keuntungan finansial. Tindakan mereka biasanya
dilakukan untuk kebaikan bersama. Misalnya, mereka
mungkin mengeksploitasi kerentanan untuk
meningkatkan kesadaran bahwa kerentanan itu ada, tetapi
tidak seperti peretas topi putih, mereka melakukannya
secara publik. Ini memperingatkan aktor jahat tentang
keberadaan kerentanan.
Berikut ini merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk
melindungi diri dari scam, spam, phising, maupun hacking.
a. Jangan pernah membagikan ataupun mengunggah alamat email
ke publik. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko pengiriman
email spam maupun peretasan apabila kata sandinya lemah dan
mudah ditebak.
b. Berpikir sebelum meng-klik tautan link maupun mengunduh
dokumen dari sumber yang tidak jelas.
c. Jangan membalas pesan spam karena pengirim pesan dapat
mengetahui bahwa alamat surel tersebut aktif dan
meningkatkan risiko surel tersebut menjadi target penipuan
lainnya.
d. Gunakan aplikasi penyaring spam dan antivirus untuk
menurunkan risiko
e. Hindari penggunaan email pribadi maupun perusahaan untuk
mendaftar aplikasi yang tidak terlalu penting
2
Smart

Ayo Membaca Perkayalah informasi dengan membaca artikel berikut:


- https://www.ageuk.org.uk/globalassets/age-
uk/documents/information-
guides/ageukig05_avoiding_scams_inf.pdf
- https://www.consumer.ftc.gov/articles/how-avoid-scam

Ayo Menonton Cobalah menyaksikan video berikut untuk menambah wawasanmu


Webinar Digital Safety: “Waspada terhadap Spamming, Hacking, Phishing,
dan Penipuan di Dunia Online”
TIPS TERHINDAR DARI PENIPUAN BELANJA ONLINE - SINIAR
Waspada Penipuan Pembayaran Digital

Ayo Bermain Cara Bermain :


Bagi peserta ke dalam kelompok berisi 4-5 orang. Peserta dalam
kelompok kemudian diminta untuk memilih salah satu jenis
penipuan digital yang telah dibahas pada uraian di atas. Setiap
kelompok lalu akan mendapatkan satu lembaran kosong yang akan
diisi secara bergiliran oleh setiap anggota kelompok. Masing-masing
anggota kelompok memiliki waktu 1 menit untuk mengisi lembar
tersebut dengan segala informasi tentang bentuk penipuan digital
yang telah disepakati kelompok. Hal yang dituliskan dapat berupa
pemahaman yang dimiliki, contoh pengalaman atau kasus, opini dan
tanggapan, tips-tips untuk mencegah, maupun rekomendasi solusi
untuk menyelesaikan bentuk penipuan digital tersebut. Setelah
semua anggota kelompok mendapat giliran menulis, kelompok akan
berdiskusi selama 5 menit untuk membahas bagian-bagian yang
masih perlu ditambahkan atau menyepakati poin-poin yang masih
diperdebatkan. Beberapa kelompok terpilih kemudian
mempresentasikan hasil diskusinya di depan teman-teman yang
lain

l. Rekam Jejak Digital di Media


Dua Sisi Jejak Digital
Penyalahgunaan jejak digital adalah pemanfaatan jejak digital
secara negatif. Netsafe mencatat beberapa hal negatif yang muncul dari
penyalahgunaan jejak digital yang paling sering dilaporkan oleh
pengguna
2
Smart

internet, antara lain: mempublikasikan informasi pribadi yang mengarah


ke penindasan atau pelecehan daring, serta menerbitkan informasi
pribadi atau bisnis yang digunakan untuk serangan manipulasi
psikologis. Modus penyalahgunaan jejak digital lain yang juga
sering dilakukan adalah menerbitkan atau berbagi informasi yang
merusak reputasi, seperti kehilangan pekerjaan. Selain ketiga modus
tersebut, Netsafe juga mencatat modus lain dengan menerbitkan atau
berbagi gambar atau video yang digunakan untuk sexting, pemerasan,
pelecehan berbasis gambar (terkadang disebut revenge porn) atau
insiden pemerasan. Untuk perilaku semacam ini ancaman hukumannya
bisa berlapis dan menyentuh hukum tentang pencemaran nama baik
bahkan
juga pemerasan.
Pemanfaatan jejak digital adalah penggunaan jejak digital secara
positif. Jejak digital yang ditinggalkan seringkali digunakan oleh aparat
penegak hukum. Bagi mereka, jejak digital tersebut akan sangat
membantu dalam mengungkap kasus-kasus kriminal, baik yang berbasis
dunia daring (cyber crime) maupun yang terjadi di dunia luring
Bentuknya beragam. Mulai dari aktivitas sinyal seluler pada ponsel,
riwayat login akun media sosial, sampai dengan jejak pengiriman SMS
atau panggilan telepon. Bahkan, jika seseorang meretas sebuah situs web
atau aplikasi berbasis Internet, sejatinya jejak digital itu akan tertinggal
dan bisa dilacak (Kumparan.com, 2017).
Kita pun sebenarnya bisa merancang jejak digital yang baik.
Misalnya dengan meninggalkan catatan karya atau prestasi di berbagai
platform digital seperti media sosial maupun blog pribadi. Jejak-jejak
digital positif yang kita tinggalkan ini di kemudian hari akan menjadi
catatan diri kita di media digital. Harapannya ketika seseorang
2
Smart

mengetikkan nama kita di mesin pencari maka seluruh karya berkualitas


yang pernah kita buat bisa muncul dan menjadi catatan nama baik.
Data is the new oil. Terminologi mengenai data sebagai tambang
baru nampaknya dipahami betul oleh perusahaan-perusahaan yang
menggunakan internet sebagai basisnya. Saat ini data menjadi hal yang
diperjual belikan (Tirto.id, 2019). Kita pasti pernah menerima telepon
atau SMS tentang informasi togel, jual nomor HP yang mirip dengan
nomor kita, penawaran asuransi, dan lain sebagainya. Pernahkah kita
bertanya, dari mana mereka mendapatkan nomor ponsel kita? Hal ini
memberikan kita gambaran, bahwa jejak digital kita yang tertinggal
seringkali disalahgunakan oleh orang lain. Mungkin ketika kita masuk ke
sebuah web, dan mendaftarkan akun, atau ketika kita masuk ke situs
belanja daring dan mengisi data diri. Website pun semakin canggih
sehingga saat ini website telah dapat membaca kebiasaan kita.
Cookie adalah salah satu cara untuk menghubungkan beberapa
tindakan oleh satu pengguna ke dalam satu aliran yang terhubung.
Cookie berupa rangkaian huruf dan angka yang berubah-ubah sesuatu
tanpa makna yang melekat yang dikirimkan situs web ke browser web
kita. Jejak digital dalam bentuk cookie digunakan untuk membuat
Internet lebih bermanfaat, dan juga dapat membantu membuat transaksi
individu lebih aman karena situs tersebut telah mendapatkan informasi
spesifik tentang perilaku kita.

Rekam Jejak Digital Sulit Dihilangkan


Beberapa dari kita pasti bertanya, bagaimana cara menghapus
jejak digital? Jawabannya adalah tidak ada. Kita bisa saja meminta
penyedia platform media digital untuk menghapus data yang kita miliki.

2
Smart

Kita juga bisa menghapus atau menutup akun. Namun, dalam konteks
kehidupan digital, kita tidak pernah hidup sendiri. Di luar sana ada
orang- orang yang mungkin sudah menangkap tampilan layar atau
mengarsipkan dokumen pribadi yang pernah kita unggah. Jika
kejadiannya seperti ini, maka hampir mustahil untuk menghapus jejak
ini secara utuh. Cara lain untuk mengelola jejak digital kita adalah
dengan mempelajari dan menerapkan prinsip-prinsip literasi digital.
Japelidi (Jaringan Pegiat Literasi Digital), telah mengembangkan 10
Kompetensi Digital untuk memudahkan kita mengelola jejak digital.
Pertama, kemampuan mengakses sudah melekat pada setiap
orang yang secara aktif menggunakan sarana internet dalam
kehidupannya sehari-hari. Setiap saat, setiap detik ketika kita membuka
internet, maka di saat itu pula kita sudah meninggalkan jejak kita di
dunia digital, tanpa terkecuali.
Kedua, setelah kita memiliki kemampuan kompetensi mengakses
media digital, maka pemahaman kita harus lebih diasah. Di sinilah
tahapan kompetensi memahami kita jalankan. Apabila sebelumnya kita
hanya mengetahui sedikit tentang rekam jejak digital, maka kompetensi
memahami ini membawa kita untuk mendalami dan mencari tahu lagi
lebih banyak tentang jejak digital. Apabila kita telah memahami, maka
akan lebih mudah bagi kita untuk mengetahui apa yang harus dilakukan
selanjutnya.
Ketiga, mengetahui bentuk-bentuk rekam jejak digital
merupakan salah satu tahapan dari kompetensi menganalisis dalam
literasi digital. Kita harus cermat dan jeli menganalisis setiap kegiatan
daring kita yang pasti meninggalkan jejak digital. Menerbitkan blog dan
memposting pembaruan media sosial adalah cara populer lainnya untuk
memperluas
2
Smart

jejak digital kita. Setiap tweet yang kita posting di Twitter, setiap
pembaruan status yang kita publikasikan di Facebook, dan setiap foto
yang kita bagikan di Instagram berkontribusi pada jejak digital kita.
Semakin banyak kita menghabiskan waktu di situs jejaring sosial,
semakin besar jejak digital kita. Bahkan mengklik "menyukai" halaman
atau kiriman Facebook menambah jejak digital kita, karena datanya
disimpan di server Facebook.
Keempat, setelah kemudian kita tahu dan memahami lebih dalam
tentang jejak digital, maka kita harus mulai menyeleksi apa saja yang kita
unggah. Proses ini harus dilakukan agar kita waspada atas setiap jejak
digital yang kita tinggalkan. Setiap orang yang menggunakan Internet
memiliki jejak digital, jadi itu bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan.
Namun, sebaiknya pertimbangkan jejak data apa yang hendak kita
tinggalkan. Misalnya, dengan menyeleksi, kita dapat mencegah mengirim
email yang kurang sopan, yang terlalu “pedas”, dan lain sebagainya,
karena pesan tersebut mungkin tetap daring selamanya. Ini juga dapat
membuat kita lebih berhati-hati dengan apa yang kita publikasikan di
situs web serta media sosial. Meskipun kita sering kali dapat menghapus
konten dari situs media sosial, setelah data digital dibagikan secara
daring tidak ada jaminan bahwa kita dapat menghapusnya dari Internet.
Kelima, verifikasi harus kita lakukan untuk memastikan apakah
Langkah yang akan kita lakukan dapat berpotensi meninggalkan jejak
digital yang berdampak buruk atau tidak. Dengan memverifikasi
informasi yang keluar dan masuk, kita dapat memastikan bahwa
informasi yang kita sebarkan adalah informasi yang baik. Selain itu,
perlu juga dilakukan verifikasi terhadap situs atau aplikasi yang kita
gunakan. Hal ini diperlukan untuk menghindari kita menggunakan
website atau
2
Smart

aplikasi yang telah disusupi sehingga jejak digital kita di curiga atau
bahkan digunakan untuk kejahatan.
Keenam, evaluasi atas berbagai kegiatan daring kita menjadi
bagian tak terpisahkan ketika kita membahas beragam contoh kasus
yang berkaitan erat dengan jejak digital di media daring. Tak bisa
dipungkiri, seringkali orang cenderung abai atau menganggap remeh
kegiatan daring yang sangat umum dan sehari-hari kita lakukan. Seolah
kita lupa bahwa setiap Langkah kita mengklik apapun di internet akan
meninggalkan jejak yang menetap dan sulit dihapus begitu saja. Evaluasi
secara berkala terhadap data-data yang kita tinggalkan, akun yang kita
miliki dan hal-hal lain terkait dengan keberadaan digital kita dapat
melindungi kita dari penyalahgunaan jejak digital oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab.
Ketujuh, saat ini, ketika kita mendistribusikan informasi dengan
menggunakan perangkat digital, kita juga telah meninggalkan jejak
digital. Contohnya ketika kita meneruskan pesan di WhatsApp, muncul
tanda panah yang menandakan kita meneruskan pesan. Atau proses
mencuitkan kembali di Twitter, repost di Instagram dan lain-lain. Untuk
itu, kita perlu mengetahui bahwa proses distribusi yang kita lakukan pun
tidak terlepas dari jejak digital kita sehingga kita dapat berhati-hati
dalam melakukan proses distribusi.
Kedelapan, kemampuan kita dalam memproduksi rekam jejak
digital yang baik perlu untuk ditingkatkan. Tidak dapat dipungkiri
bahwa jejak berupa data yang telah kita produksi akan tertinggal lama di
internet. Meskipun kita telah menghapusnya, internet telah
menduplikasi jejak kita dan membuatnya tetap ada. Oleh karenanya, kita
perlu memperhatikan serta waspada akan jejak yang kita hasilkan.

2
Smart

Kesembilan, pengetahuan yang telah kita dapatkan tentang


rekam jejak digital ini akan semakin bermanfaat bila dapat kita bagikan
pada orang lain. Kompetensi partisipasi mengajak kita untuk dapat turut
serta dalam melindungi jejak digital kita dan juga orang lain. Tidak hanya
melindungi, namun juga memperindah jejak digital kita. Partisipasi
dapat dilakukan dengan tidak turut menyebarkan jejak digital orang lain,
tidak menyalahgunakan jejak digital, serta melakukan pengecekan jejak
digital kita masing-masing secara berkala.
Kolaborasi, adalah kompetensi yang paling akhir dicapai dalam
10 kompetensi literasi digital Japelidi. Sangat sederhana, kolaborasi yang
dimaksud adalah bagaimana kita sebagai orang orang yang memiliki
rekam jejak digital, berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam rangka
partisipasi kita menjaga rekam jejak digital kita. Banyak hal dapat kita
kerjakan sendirian. Namun akan semakin besar dampaknya bila kita
mengerjakannya Bersama-sama. Untuk itu diperlukan kolaborasi.
Selain itu, dikenal pula manajemen jejak digital yang membantu
kita lebih mengontrol apa yang kita bagikan di dunia maya. Berikut ini
beberapa tips manajemen jejak digital yang bisa kita lakukan menurut
Australian Digital Health Agency (2020):
a. Mengidentifikasi jejak digital. Cari nama kita di mesin
pencarian informasi dan identifikasi apa saja informasi
yang terlihat secara publik
b. Perbarui informasi. Pastikan data personal dan data
mengenai pekerjaan kita sudah menunjukkan informasi
terkini. Kita bisa menelusuri mana informasi yang ingin
kita tampilkan dan mana yang tidak. Pada tahap ini,
mungkin

2
Smart

kita membutuhkan bantuan admin untuk mengubah


informasi tertentu.
c. Pikirkan sebelum mengunggah konten. Sebelum
membagikan data personal dan pekerjaan secara daring,
pastikan kita memahami apakah yang kita bagikan penting
dan apakah akan membahayakan kita sendiri atau orang
lain di masa depan?
d. Pelajari aturan privasi. Pahami data apa saja data yang
dikumpulkan oleh platform yang kita gunakan.
e. Cek pengaturan konfigurasi di gawai yang kita gunakan
dan pelajari apakah aplikasi tertentu dapat mengakses
informasi seperti foto, lokasi, kalender, dan kontak.
f. Gunakan kata sandi yang unik dan kuat di setiap gawai,
aplikasi, dan akun daring. Pertimbangkan pula untuk
menggunakan verifikasi lain seperti pemindai sidik jari
dan wajah.
g. Bersihkan histori pencarian setelah digunakan.
h. Ingat bahwa orang lain, termasuk keluarga, teman,
organisasi profesional, dapat mengunggah informasi
mengenai kita secara daring. Jelaskan sejauh mana kita
mau orang lain mengunggah data kita.
i. Rencana masa depan. Pertimbangkan untuk membagikan
daftar akun media sosial yang kita gunakan dan bagikan
kepada orang yang kita percaya apabila terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan di masa depan.
j. Tinjau secara berkala untuk memperbarui seluruh
informasi dan pengaturan privasi akun media sosial kita.

2
Smart

Ayo Membaca Perkayalah informasi dengan membaca artikel berikut:


- https://www.researchgate.net/publication/350121118_Kol
aborasi_Sebagai_Kunci_Membumikan_Kompetensi_Literasi_D
igital_Japelidi
- https://aptika.kominfo.go.id/2020/06/urgensi-literasi-
digital-bagi-masa-depan-ruang-digital-indonesia/
- https://www.digitalhealth.gov.au/sites/default/files/2020-
11/Manage_your_digital_footprint.pdf
- https://students.shu.ac.uk/lits/it/documents/pdf/Digital_Fo
otprint.pdf

Ayo Menonton Cobalah menyaksikan video berikut untuk menambah wawasanmu


Understanding Digital Tracking
What is a Digital Footprint?
5 Ways to Make a Positive Digital Footprint!

Ayo Bermain Cara Bermain :


Saat mengunjungi situs di internet untuk pertama kalinya,
pengunjung seringkali dihadapkan pada notifikasi yang berbunyi
“This website uses cookies to ensure you get the best experience on
our website” atau jika diterjemahkan kira-kira“Situs ini
menggunakan cookies untuk menjamin Anda mendapat
pengalaman terbaik selama menggunakan situs”, yang diikuti
dengan opsi untuk menerima cookies (“Accept”) atau tidak. Secara
berpasangan (2 orang), peserta diminta untuk berdiskusi mengenai
opsi apa yang sebaiknya dipilih, dengan mempertimbangkan
pengetahuan yang telah dipelajari mengenai rekam jejak digital.
Jika masing-masing pasangan telah sepakat, dua pasangan berbeda
akan dipertemukan dalam kelompok berisi 4 orang dan berdiskusi
kembali mengenai topik yang sama hingga mencapai kata sepakat.
Lanjutkan aktivitas mempertemukan kelompok (pembentukan
kelompok berikutnya akan berisi 8 orang, 16 orang, dan
seterusnya) hingga akhirnya seluruh peserta dapat mencapai
kesepakatan mengenai topik tersebut

2
Smart

m. Minor Safety (Catfishing)


Istilah catfish mulai muncul dari sebuah tayangan dokumenter
asal Amerika Serikat berjudul sama yang diproduseri oleh Henri Joost
dan Ariel Schulman pada 2010 tentang para korban yang memiliki
hubungan dengan seseorang yang memiliki identitas fiktif - identitas
yang tidak pernah ada di dunia nyata (Van Dijck, 2013). Kemunculan
catfish sendiri biasanya disebabkan oleh kebebasan individu untuk
membuat akun pribadi sebagai cerminan identitas yang mereka ingin
tampilkan. Selain itu, pengguna SNS juga bisa memiliki lebih dari satu
akun. Istilah catfish sendiri digunakan untuk menggambarkan seseorang
yang melakukan penipuan identitas diri terhadap orang lain terutama
pasangannya yang sebelumnya tidak pernah bertemu (Adam, 2017).
Catfish juga memiliki arti sebagai seseorang yang menggunakan profil
personal palsu pada SNS untuk melakukan kecurangan atau melakukan
penipuan (Catfish Definition, n.d.).
Pada awalnya, catfish secara apabila diartikan ke dalam bahasa
Indonesia secara langsung berarti ‘ikan lele’. Namun, istilah ini kemudian
bergeser di masyarakat modern menjadi seorang yang berpura–pura
menjadi orang lain dengan menciptakan identitas baru di internet,
terutama di SNS. Adapun tujuan untuk melakukan catfishing adalah
untuk menjalin hubungan romantik via media daring (Prastyphylia,
2014). Pada dasarnya, walaupun sama-sama berada dalam kategori
menggunakan informasi palsu, catfish sendiri berbeda dengan
impersonation dan juga poser karena catfish lebih condong kepada
online dating scams (Ahmad et al., 2017).
Catfish muncul dan berusaha menarik perhatian individu lain
dengan identitas palsu yang digunakannya. Identitas palsu ini digunakan

2
Smart

untuk kepentingan menjalin hubungan dengan orang lain. ‘Kebebasan


untuk menjadi apa di SNS merupakan salah satu penyebab dari
munculnya catfish. Kebebasan inilah yang digunakan oleh para pelaku
catfish untuk mengonstruksi identitas digital yang akan mereka gunakan
(Magdy et al., 2017). Konstruksi identitas merupakan sebuah komponen
integral dalam kehidupan manusia yang telah diteliti dan diperiksa
dengan berbagai sudut pandang. Identitas dikonstruksi sesuai dengan
keinginan apa yang ingin ditampilkan di publik (Dowling, 2011).
Identitas pun sering dikonstruksikan di SNS. Catfish masuk ke kategori
pelanggaran di dalam SNS karena menipu dengan cara berpura–pura
menjadi orang lain dengan menciptakan identitas baru secara virtual.
Hal ini berarti orang tersebut melakukan penipuan identitas (Smith et
al., 2017).
Penipuan sendiri merupakan suatu tindakan seseorang ataupun
sekelompok orang dengan membuat kesan bahwa sesuatu itu benar
adanya dan tidak palsu sehingga mengakibatkan orang lain
memberikan kepercayaan pada realitas tersebut. Penipuan juga dapat
didefinisikan sebagai sebuah bujukan kepada orang lain dengan
menipu, merangkai kata–kata bohong, menggunakan nama palsu, dan
keadaan palsu sehingga keadaan tersebut memaksa korban untuk
memberikan sesuatu sebagai umpan balik atas tindakan yang dilakukan
oleh pelaku. Dampaknya bagi korban sendiri adalah berupa kerugian,
baik dari sisi psikologis, finansial, maupun fisik (Rusmana, 2015). Salah
satu korban yang mengalami tindakan catfish adalah Bayu Eko Moektito,
atau biasa dikenal sebagai YouTuber Bayu Skak. Dalam video unggahan
nya di platform Youtube, dia menjelaskan mengenai penipuan identitas
yang dialaminya. Kedekatannya dengan seseorang bernama Dara

2
Smart

Fleisher Cohen atau biasa disebut Dara, berawal dari direct message
Instagram yang dikirimkan oleh Dara, yang mengaku sebagai seorang
calon dokter yang sedang melakukan Pendidikan di Singapura.
Perkenalan tersebut berlanjut ke ikatan yang lebih serius yaitu pacaran.
Namun, tanpa dia sadari bahwa sosok yang dia kenal sebagai Dara itu
tidak pernah ada. Foto maupun video yang diunggah di SNS milik Dara
ternyata merupakan foto dan video milik artis India bernama Dipshika
(Rizka, 2018).
Catfish sebagai bentuk Konstruksi Identitas Daring. Apabila
berbicara mengenai catfish, maka sangat erat kaitannya dengan
pembentukan identitas yang dibangun secara virtual. Pembentukan
identitas menempatkan seseorang untuk menampilkan diri mereka
dengan cara-cara tertentu yang mereka anggap ideal. Hal ini juga erat
kaitannya dengan interaksi kehidupan di dunia nyata dari pengguna
tersebut, dimana mereka dituntut untuk dapat memainkan peranan dan
menyajikan tampilan dari apa yang ingin mereka tampilkan agar dapat
sesuai dengan hubungan sosial tertentu. Hal ini biasanya didukung
dengan penggunaan narasi fiktif sebagai penggambaran diri dan
menampilkannya kepada orang lain sehingga orang tersebut memiliki
keyakinan terhadap identitas yang dibangun (Goffman, 1959). Agar
dapat menampilkan sesuai dengan apa yang diharapkan, seseorang
memiliki kecenderungan untuk mengonstruksi identitasnya. Adapun
empat komponen penting dalam konstruksi sebuah identitas yaitu:
Input, Standard Identity, Comparator, dan Output.
Input merupakan sebuah persepsi yang diterima oleh seseorang.
Hal ini dianggap vital terhadap proses pembentukan identitas. Persepsi
yang diterima memberitahukan hal–hal yang terjadi di lingkungan

2
Smart

sekitar individu tersebut. Tiap individu sering kali berpikir untuk


mengatur lingkungan sekitarnya dengan cara memanipulasi objek fisik
dan sosial: dia mencoba untuk berinteraksi dengan yang lainnya.
Sehingga hubungan persepsi dengan identitas adalah sebagai input,
dimana persepsi ini sebagai alat untuk mengidentifikasi lingkungan
sekitar. Standard Identity adalah rangkaian makna yang mana setiap
identitas memiliki makna masing–masing. Hal ini dapat dilihat sebagai
definisi dari karakter sebuah identitas. Comparator adalah sesuatu yang
membandingkan antara persepsi makna yang diterima oleh individu
terhadap identitas dengan makna ingatan dari Standard Identity. Output
adalah sebuah sistem dari identitas yang mana merupakan hasil dari
situasi atau lingkungan. Output biasanya berupa perilaku pada sebuah
situasi (Burke & Stets, 2009), Sama halnya dengan apa yang dialami oleh
BS mengenai catfish, pada kasus ini, DFC mengonstruksi identitas yang
dia tampilkan sebagai sosok yang cantik, pintar, cerdas dan memiliki
keluarga yang berkecukupan sehingga dapat diterima oleh orang lain.
Kecantikan di dalam diri seseorang selalu dikaitkan dengan
kebahagiaan yang akan dia dapatkan. Pada dasarnya, wajah seseorang
menjadi titik berat penilaian di masyarakat. Wajah yang cantik
memiliki arti kebenaran, kebaikan, sifat positif seseorang. Wajah
merupakan penampilan pertama supaya kita dapat diterima oleh
masyarakat dimana hal ini nantinya membawa interaksi bagi individu
tersebut sehingga mereka dapat membawa dan menyajikan peran yang
ingin ditampilkan agar dapat sesuai dengan hubungan sosial yang
diharapkan (Goffman, 1959; Synnott, 2003).
“Catfish sendiri menjadi salah satu bentuk penipuan yang
memanfaatkan teknologi. Kali ini, penipuan itu dilakukan lewat dunia

2
Smart

digital yang merupakan ruang virtual sendiri. Ada avatar di dalamnya,


dan kebebasan dalam memilih identitas avatar apapun. Ya, catfish
merupakan ancaman bagi user” (Dyah Erawaty, komunikasi personal,
Maret 2020). Berkembangnya SNS di era digital saat ini turut
mendukung kebebasan tiap individu dalam mengekspresikan diri.
Namun, terlepas dari berbagai manfaat yang ditimbulkan oleh SNS, ada
hal yang dapat mengancam para penggunanya apabila tidak diedukasi
dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai hal ini.
Kemudahan memilih identitas di internet kerap kali dimanfaatkan
pihak– pihak yang tidak bertanggung jawab sebagai media untuk
melakukan kejahatan seperti penipuan identitas (Wani Ahmad et al.,
2017). Berkembangnya penipuan identitas, dalam hal ini catfish, juga
didukung oleh penggunaan narasi fiktif untuk menggambarkan diri dari
seorang pengguna dan menampilkannya kepada khalayak (pengguna
lain). Narasi fiktif yang dimaksud adalah penggunaan nama palsu,
penggunaan avatar, display picture, profile picture palsu, dan lain
sebagainya. Sebagai pengguna internet, kita harus berhati-hati dalam
penggunaannya.

Ayo Membaca Perkayalah informasi dengan membaca artikel berikut:


- https://www.researchgate.net/publication/349360205_Reg
ulasi_terhadap_Penipuan_Identitas_Studi_Fenomena_'Catfish'
_pada_Social_Networking_Sites_SNS

Ayo Menonton Cobalah menyaksikan video berikut untuk menambah wawasanmu


Online identity victim: Digital theif stole my face
How To Spot A Catfish | Online Dating | Reality
Check
Ayo Diskusi Bagi peserta menjadi 2-3 orang/kelompok kemudian bacalah artikel
berikut ini:
- https://www.tagar.id/sisi-gelap-role-play

2
Smart

- https://tirto.id/sibuknya-penggemar-roleplay-di-ruang-
maya-kpop-f4MM
- https://kumparan.com/melinda-theodora/roleplayer-korea-
dan-beberapa-istilah-yang-sering-digunakan-
1uyL9QWn3dY/1
Setelah membaca, setiap kelompok mendiskusikan ketiga fenomena
tersebut untuk menjawab pertanyaan berikut ini:
1. Apakah role play termasuk tindakan catfishing?
2. Mengapa role play termasuk/tidak termasuk tindakan
catfishing?
3. Apakah kamu/teman/kenalanmu pernah melakukan
role play?
4. Apa tujuan kamu/teman/kenalanmu melakukan role play?
5. Bagaimana pendapatmu tentang fenomena ini? (sisi
positif/negatif)
Pilih satu orang untuk mewakilkan kelompok menjelaskan hasil
diskusi dan buatlah sebuah kesimpulan umum dari seluruh
pendapat kelompok.

2
Smart

n. Nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai Landasan


Kecakapan Digital dalam Kehidupan Berbudaya, Berbangsa, dan
Bernegara
Internet saat ini sudah menjadi kebutuhan primer bagi semua
orang, tidak terkecuali
masyarakat Indonesia. Sebagai salah satu negara yang terletak di
wilayah Asia Pasifik, Indonesia merupakan negara dengan populasi
muda di antara negara-negara di dunia. Berdasarkan peringkat yang ada,
rata-rata penduduk di Indonesia berusia 29,7 tahun. Angka ini di bawah
rata-rata dunia yang berusia 30,9 tahun. Populasi yang sangat muda
tentu memberikan peluang bagi bangsa Indonesia untuk terus lebih
berkembang di dunia teknologi digital karena mayoritas penggunanya
adalah anak-anak muda atau yang lebih sering disebut generasi milenial.
Tetapi yang perlu diperhatikan adalah penggunaan internet dalam benar
sesuai dengan kecakapan yang berlandaskan dengan Pancasila dan
Bhinneka Tunggal Ika.
Arus informasi yang datang dapat mempengaruhi pola pikir
dalam diri seseorang. Salah satu tantangan masyarakat pada masa saat
ini adalah dengan kemampuannya untuk mencerna informasi yang
masuk dari lingkungan yang ada di sekitarnya. Kemampuan mencerna
informasi yang positif yang masuk dalam diri seseorang dipengaruhi
oleh pendidikan karakter.
Pendidikan karakter turut memberikan andil yang kuat dalam
penanaman nilai-nilai nasionalisme pada anak-anak, seperti yang
disebutkan dalam kompas penanaman semangat kebangsaan dan
pemahaman akan kebhinekaan digiatkan di sekolah. Sebagai bangsa
Indonesia diwajibkan untuk memiliki sikap dan perilaku yang

2
Smart

menjunjung nilai nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Keduanya


menjadi landasan yang kuat dalam bersosialisasi di masyarakat baik
secara tatap muka maupun melalui kegiatan dalam jaringan (daring).
Manusia harus memiliki mental yang tangguh dan memiliki
prinsip dalam menjalankan tugas tugas berkomunikasi dengan orang
lain. Sikap Pancasila ditunjukkan dalam berkegiatan kemanusiaan dalam
berbagai kegiatan, salah satu aplikasinya melalui media sosial yaitu
melalui penggunaan nilai nilai Pancasila dalam berkomunikasi antar
sesama manusia. Terutama dalam menjalankan tugas tugas sebagai duta
bangsa dalam kesenian dan teknologi serta dalam menjalankan tugas
sebagai duta pariwisata untuk mempromosikan produk dalam negeri.
Kesadaran semua pihak dalam memberikan peran serta yang terbaik
bagi bangsa dan negara dalam berbagai hal yang mendukung manusia
menjadi manusia sosial berbudaya dalam dunia digital, bukan malah
sebaliknya menjadi manusia yang asosial dalam era digital.
Indikator pertama dari kecakapan dalam Budaya Digital (Digital
Culture) adalah bagaimana setiap individu menyadari bahwa ketika
memasuki Era Digital, secara otomatis dirinya telah menjadi warga
negara digital. Dalam konteks ke-Indonesiaan, sebagai warga negara
digital, tiap individu memiliki tanggung jawab (meliputi hak dan
kewajiban) untuk melakukan seluruh aktivitas bermedia digitalnya
berlandaskan pada nilai-nilai kebangsaan, yakni Pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika. Hal ini karena Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika
merupakan panduan kehidupan berbangsa, bernegara dan berbudaya di
Indonesia. Pertama, konsep dasar nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika sebagai landasan kecakapan digital dalam kehidupan
berbudaya, berbangsa, dan bernegara. Kedua, Internalisasi nilai-nilai

2
Smart

Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbudaya,


berbangsa, dan bernegara. Kedua penjelasan ini akan disertai berbagai
ilustrasi dan contoh-contoh yang relevan dan terkini.

Konteks Ke-Indonesiaan Warga Negara Digital


Menjadi Indonesia, sebagai warga negara digital adalah
menyadari bahwa setiap kita merupakan bagian dari negara MAJEMUK,
MULTIKULTURAL, sekaligus DEMOKRATIS. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik dalam “Statistik Indonesia 2020”, Indonesia adalah
negara kepulauan dengan jumlah pulau tercatat sebanyak 16.056 pulau,
dimana 111 pulau diantaranya adalah pulau terluar yang harus dijaga
serta dikelola dengan baik karena menjadi penentu batas dengan negara
lain. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dalam pengelolaan
pemerintahannya terbagi menjadi 34 provinsi.
Pemerintahan Indonesia menganut sistem presidensial
berdasarkan Pancasila. Memasuki era The Death of Expertise dimana
Internet memungkinkan kita untuk menjadi produsen informasi, peran
partisipatif warga negara digital yang baik sangat diperlukan. Artinya,
menjadi kewajiban kita untuk memastikan tidak memproduksi dan
menyebarluaskan informasi yang tidak benar, sekaligus memproduksi
konten positif. Selain partisipasi, kita juga diharapkan memiliki
kecakapan berkolaborasi, dalam hal ini secara aktif menginisiasi,
menggerakkan dan mengelola kegiatan bermedia digital yang positif.
Melandasi diri ketika berpartisipasi dan berkolaborasi dengan
nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika akan mengarahkan kita pada
komunitas digital yang Pancasilais dalam pilihan kegiatannya. Untuk
mempermudah pemahaman modul ini, kita akan mengelaborasi

2
Smart

kompetensi literasi digital, merujuk pada 10 Kompetensi Literasi


Japelidi, dengan konseptualisasi nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika. Ada 5 kompetensi dasar yang digunakan yakni Cakap
Paham, Cakap Produksi, Cakap Distribusi, Cakap Partisipasi dan Cakap
Kolaborasi.

Ayo Membaca Perkayalah informasi dengan membaca artikel berikut:


- https://bpip.go.id/bpip/berita/1035/942/jaga-persatuan-
di-era-digital-nilai-nilai-pancasila-perlu-semakin-
diterapkan.html
- https://wantimpres.go.id/wp-
content/uploads/2018/11/Warta-Wantimpres-Ed-3-Tahun-
2018.pdf
- https://aptika.kominfo.go.id/2021/02/literasi-digital-jadi-
sarana-peningkatan-nasionalisme-di-era-digital/

Ayo Menonton Cobalah menyaksikan video berikut untuk menambah wawasanmu


Pentingnya Ideologi Pancasila di Era Digital
Pancasila, Globalisasi, dan Era Digital

2
Smart
Ayo Diskusi Bagi peserta menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3-4
orang. Setiap kelompok harus mendiskusikan sebuah
permainan/kegiatan/ program sederhana dengan tema “Pancasila
dan Era Digital”. Masing-masing kelompok memiliki sasaran yang
berbeda,
1. Pelajar usia SD
2. Pelajar usia SMP
3. Pelajar usia SMA
4. Mahasiswa sederajat
5. Kelompok usia kerja
6. Kelompok lansia
Setiap kelompok berdiskusi hal-hal berikut dalam waktu 10-15
menit:
a. Apa permainan/kegiatan/program yang sesuai
dengan kelompok usia tersebut?
b. Apa tujuan permainan/kegiatan/program tersebut?
c. Bagaimana mekanisme permainan/kegiatan/program
tersebut?
d. Apa keluaran yang diharapkan melalui

2
Smart

permainan/kegiatan/program tersebut?
Pilih satu orang untuk mewakilkan kelompok menjelaskan hasil
diskusi.

2
Smart

o. Digitalisasi Kebudayaan melalui Pemanfaatan TIK


Beragam sajian dalam bentuk foto, video, maupun tulisan, saat ini
tersebar di semua lini media digital kita. Pada tahapan ini, kita
sebenarnya sudah punya modal untuk memproduksi konten budaya
dalam kehidupan sehari-hari. Di sinilah tantangan yang kita hadapi
menjadi lebih kompleks. Di satu sisi, kita dituntut untuk menghargai
segala perbedaan. Di lain pihak, kita juga dituntut memprioritaskan
upaya menjaga konten budaya yang diproduksi. Dalam proses produksi
konten, jangan lupa ada pihak lain, atau orang lain dalam konteks budaya
yang berbeda, yang mungkin tidak nyaman ketika kegiatan ritual budaya
maupun ibadah kepercayaan/keagamaannya diekspos. Saat kita hendak
membuat foto maupun video tentang pemeluk Kong Hu Cu yang sedang
berdoa di Klenteng, misalnya, belum tentu mereka berkenan untuk
diabadikan kegiatannya. Maka, menjadi kewajiban pihak yang
memproduksi konten budaya tersebut untuk mendapatkan ijin dari
individu individu yang hendak diekspos kegiatannya.
Partisipasi literasi digital dalam seni budaya tradisional dan
kontemporer bisa dilakukan dengan banyak cara. Salah satu cara yang
paling manjur adalah bergabung dengan berbagai kelompok seni budaya
tradisional & kontemporer, serta menjadi bagian dari kelompok penjaga
dan pelestari bahasa daerah di masing-masing daerah. Setiap
Kota/Kabupaten di Indonesia biasanya memiliki lembaga pusat
kebudayaan daerah. Nah, kita dapat berpartisipasi dengan cara
bergabung dalam jaringan-jaringan tersebut. Harus diakui, ini tidak
mudah, karena tidak semua pusat kebudayaan daerah memiliki media
digital. Sehingga, menjalin jaringan tidak begitu saja mudah dilakukan.
Namun, apabila kita bisa mengembangkan jaringan tersebut,

2
Smart

berpartisipasilah dengan mendorong agar lembaga budaya atau


komunitas ini memiliki media digital, sehingga mampu menghadirkan
seni, budaya dan bahasa daerah mereka dalam ruang digital yang lebih
luas.

Kolaborasi Budaya Visual: Lembaga, Pameran, Intervensi Budaya.


Kompetensi kolaborasi adalah lanjutan dari kompetensi
partisipasi yaitu kolaborasi budaya visual: lembaga, pameran,
intervensi budaya. Tentu saja, sebagai kompetensi dengan tingkat
keterampilan yang lebih kompleks, tidak mudah untuk melakukannya.
Namun, jika kita betul-betul berminat pada isu budaya, kita tetap bisa
menjalankannya, karena terdapat banyak pilihan kategori kegiatan,
maupun tingkatan yang dimiliki. Kegiatan kolaborasi budaya visual ini
tentunya harus tetap merujuk pada praktik, produk dan perspektif
budayanya. Pada bagian sebelumnya kita sudah membahas bagaimana
kita dapat berpartisipasi pada lembaga-lembaga budaya. Langkah ini
dapat dilanjutkan dengan kegiatan kolaborasi.
Bentuk kolaborasi paling sederhana adalah melakukan pameran-
pameran di bidang budaya. Kegiatan pameran ini dapat dikemas dalam
bentuk visual digital yang bisa diakses dan dinikmati oleh seluruh
masyarakat Indonesia. Pameran digital bisa dilakukan dengan berbagai
aplikasi pameran virtual, seperti Artstep.com, Acute Art, Accelevents,
Communiqué, Hexafair, InxPo, vFairs, dan lain-lain. Sayangnya, semua
aplikasi merupakan produk luar negeri. Menjadi tantangan selanjutnya
untuk memproduksi aplikasi pameran virtual karya anak bangsa.
Pameran virtual bisa juga dilakukan dengan metode hibrida. Di sini,
ruang pamerannya secara fisik ada, kemudian direkam secara audio
visual, dan
2
Smart

ditayangkan dalam bentuk rekaman digital. Jadi, tersedia berbagai


alternatif yang bisa disesuaikan dengan kemampuan kita sebagai pihak
penyelenggara kegiatan pameran budaya tersebut.

Gambar 3. 16 Contoh Pameran Virtual di Ruang Digital

Sumber foto:
https://bali.tribunnews.com/2020/08/12/dibuka-hari-ini-inilah-
keistimewaan-pameranvirtual-seni-rupa-literacy-across-cultures

Ayo Membaca Perkayalah informasi dengan membaca artikel berikut:


- https://fti.uajy.ac.id/sentika/publikasi/makalah/2015/13.p
df
- https://media.neliti.com/media/publications/166899-ID-
berbudaya-melalui-media-digital.pdf

Ayo Menonton Cobalah menyaksikan video berikut untuk menambah wawasanmu


How Culture and Technology Create One Another: Ramesh Srinivasan at
TEDxUCLA
SMTOWN: New Culture Technology, 2016

Ayo Diskusi Bagi peserta menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 3-4

2
Smart

orang. Setiap kelompok mendiskusikan selam 10-15 menit


mengenai bagaimana metode digitalisasi kebudayaan dari produk
kebudayaan di bawah ini agar lebih dikenal di mancanegara:
a. Angklung
b. Tari Sekapur Sirih
c. Wayang Kulit
d. Saloi
e. Koteka
Pilih satu orang untuk mewakilkan kelompok menjelaskan hasil
diskusi.

2
Smart

p. Mendorong Perilaku Mencintai Produk dalam Negeri dan


Kegiatan Produktif Lainnya
Fenomena jual-beli di dunia maya semakin marak ketika
menyebarnya penyakit baru bernama Covid-19 di dunia sehingga
menyebabkan WHO mencetuskan pandemi di dunia akibat penyakit ini.
Penyebaran penyakit menggunakan media udara yang menyerang organ
pernapasan manusia, meskipun belakang virus juga menyerang bagian
pencernaan manusia. Di saat pandemi ini, ketika ada pembatasan
manusia untuk keluar rumah dan bahkan semuanya disarankan untuk
bekerja dari rumah, ada kewajiban melakukan jaga jarak sehingga para
para produsen kecil sampai besar memutar otak dan mencari solusi
dengan memanfaatkan media sosial dalam memasarkan produk-
produknya.
Media sosial seperti Facebook, Instagram, Whatsapp Grup
menjadi pilihan yang paling diminati para pengusaha home industri yang
didominasi dari kalangan ibu-ibu rumah tangga, dari berjualan aneka
makanan, pakaian, kosmetik, dan lain sebagainya. Banyak grup-grup jual
beli yang akhirnya bermunculan mengikuti perilaku konsumen.
Sedangkan para pengusaha menengah ke atas telah menggunakan
fasilitas yang lebih baik lagi seperti fasilitas web.
Menurut Engel (1994) perilaku konsumen adalah suatu tindakan
yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan
menghabiskan produk dan jasa, termasuk
keputusan mendahului dan menyusuli tindakan ini. Terdapat dua elemen
penting dari perilaku konsumen, yaitu (1) Proses pengambilan
keputusan,
(2) Kegiatan fisik yang melibatkan individu dalam menilai dan
mendapatkan barang dan jasa.
2
Smart

Menariknya dalam fakta yang ada, terlihat minat besar dari pihak
asing ingin menguasai pasar dalam negeri Indonesia dengan jumlah
penduduk lebih dari 250 juta jiwa. Peluang-peluang ini yang terus dilirik
pihak asing, dengan berbagai produk yang mereka miliki, yang ingin
dijualnya di Indonesia. Sementara, produsen dalam negeri cukup banyak,
bahkan Indonesia juga dikenal sebagai pengekspor barang-barang
tertentu yang bisa bersaing di luar negeri.
Kita tahu bersama banyak perusahaan-perusahaan luar negeri
berbasis online terus melirik potensi pasar yang dimiliki Indonesia
dengan lebih dari 250 juta warganya. Contoh masuknya perusahaan Air
Asia milik Malaysia, perusahaan transportasi dan jasa pengantaran Grab
yang kantor pusatnya di Malaysia yang kemudian berpindah di
Singapura, perusahaan fashion Salora milik Singapura, dan masih banyak
lagi usaha- usaha lain yang terus melirik keberadaan Indonesia dengan
potensi pasarnya.
Potensi Indonesia bukan saja bertitik tolak pada jumlah
penduduknya tapi hasil-hasil karya anak bangsa yang sebenarnya
banyak dilirik kalangan mancanegara. Seperti contoh batik, songket,
ulos, kain tenun dan lain sebagainya termasuk barang aksesoris,
perhiasan, tas, sepatu dan lain-lain. Aneka karya anak bangsa itu dilirik
karena pengerjaannya masih berbasis pekerjaan tangan manusia bukan
pabrik.
Kecintaan pada produksi dalam negeri sebenarnya bukti dari bela
negara secara ekonomi. Siswanto (2017). Bela negara dimaksudkan
sebagai upaya untuk menumbuhkan semangat patriotisme dan cinta
tanah air kepada seluruh warga negara Indonesia. (Akmadi, 2017).
Artinya bela negara adalah langkah-langkah untuk membangun nilai-
nilai rela berkorban untuk Indonesia. Hal ini dipandang penting karena
2
Smart
di era

2
Smart

globalisasi, arus informasi dan nilai-nilai luar masuk dengan deras dan
berpengaruh kepada perilaku masyarakat. Namun yang perlu dipahami
bahwa bela negara dalam konteks kekinian tidak mengutamakan wajib
militer, tetapi lebih mengutamakan dimensi kreativitas, sosial media, dan
acara-cara hiburan yang edukatif. Lebih lanjut, gerakan bela negara
melibatkan Badan Ekonomi Kreatif.

Ayo Membaca Perkayalah informasi dengan membaca artikel berikut:


- http://ikk.fema.ipb.ac.id/id/wp-
content/uploads/2019/10/Buku-Saku_-CINTAI-PRODUK-
INDONESIA_Dept-IKK-FEMA-IPB.pdf
- https://www.cnbcindonesia.com/entrepreneur/202105051
80831-25-243502/5-langkah-buktikan-cinta-produk-
indonesia
- https://bisnis.tempo.co/read/1438680/jokowi-gaungkan-
cinta-produk-indonesia-benci-produk-luar-negeri

Ayo Menonton Cobalah menyaksikan video berikut untuk menambah wawasanmu


Mari Cintai Produk Dalam Negeri (Animasi)Mari Cintai Produk Lokal...
Cintai Produk Dalam Negeri!

Ayo Diskusi Pembicara menanyakan hal-hal berikut ini kepada seluruh peserta
1. Siapa yang dalam sebulan terakhir membeli tas/sepatu/baju
buatan luar negeri?
2. Apa alasan membeli barang tersebut? (minta 2-3 orang yang
menunjuk tangan untuk berpendapat)
3. Siapa yang dalam sebulan terakhir membeli tas/sepatu/baju
buatan Indonesia?
4. Apa alasan membeli barang tersebut? (minta 2-3 orang yang
menunjuk tangan untuk berpendapat)
5. Menurutmu, bagaimana upaya yang bisa dilakukan untuk
menumbuhkan rasa cinta terhadap produk dalam negeri?
Kemudian pembicara memberikan umpan balik kepada peserta atas
jawaban yang diberikan.

2
Smart

q. Digital Rights (Hak Digital Warganegara)


Hak digital adalah hak asasi manusia yang menjamin tiap warga
negara untuk mengakses, menggunakan, membuat, dan
menyebarluaskan media digital. Hak Digital meliputi hak untuk
mengakses, hak untuk berekspresi dan hak untuk merasa nyaman. Hak
harus diiringi dengan tanggung jawab. Tanggung jawab digital, meliputi
menjaga hak-hak atau reputasi orang lain, menjaga keamanan nasional
atau atau ketertiban masyarakat atau kesehatan atau moral publik.
Hak dan kewajiban digital dapat memengaruhi kesejahteraan
digital setiap pengguna. Kesejahteraan digital merupakan istilah yang
merujuk pada dampak dari layanan teknologi dan digital terhadap
kesehatan mental, fisik, dan emosi seseorang. Siapa yang bertanggung
jawab untuk menciptakan kesejahteraan digital? jawabannya adalah
setiap individu. Terdapat empat aspek kesejahteraan individu yang
digambarkan dalam piramida dan delapan prinsip praktik digital yang
baik yang digambarkan pada lingkaran (Jisc, n.d).

2
Smart

Gambar 3. 17 Empat Aspek Kesejahteraan Digital Individu yang


Dikelilingi oleh Delapan Prinsip Praktik Digital yang Baik

Sumber: Jisc, n.d

Pada bagian dasar piramida, terdapat dua segitiga yang


menggambarkan dampak positif dan negatif dari teknologi terhadap
kesejahteraan individu. Segitiga di tengah mengilustrasikan potensi dari
teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan pada individu dan segitiga
di puncak menekankan bahwa seorang individu perlu kesadaran dan
kemampuan untuk merubah aktivitas digitalnya. Dampak teknologi
maupun aktivitas digital dapat berupa dampak positif maupun negatif,
tergantung konteks personal, kondisi, dan kemampuan untuk
menanggulangi dampak tersebut. Kesejahteraan digital ini dapat ditinjau

2
Smart

dari empat konteks; sosial, personal, kegiatan belajar, dan pekerjaan


seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. 18 Empat Konteks Kesejahteraan Digital

Sumber: Jisc, n.d

Sementara delapan prinsip praktik digital yang baik diantaranya (Jisc,


n.d),

2
Smart

a. Menyediakan pelayanan inklusif dan responsif yang mendorong


pekerjaan digital maupun aktivitas pembelajaran
b. Menyertakan aspek kesejahteraan digital dalam kebijakan yang
sudah ada, khususnya yang berkaitan dengan kebijakan
aksesibilitas dan inklusi
c. Menyediakan lingkungan fisik dan daring yang aman. Prinsip ini
termasuk penyediaan pencahayaan ruangan yang memadai, akses
WiFi, dsb dan memastikan setiap individu mematuhi peraturan
mengenai kesehatan dan keselamatan.
d. Mematuhi petugas yang bertanggung jawab mengenai aktivitas
digital (misalnya penanggung jawab aktivitas digital di kantor
maupun dalam aktivitas belajar di sekolah).
e. Penuhi tanggung jawab etik dan hukum yang berhubungan
dengan aksesibilitas, kesehatan, kesetaraan, dan inklusi (misalnya
peraturan ketenagakerjaan mengenai lembur, UU ITE, dsb)
f. Menyediakan pelatihan, kesempatan belajar, pendampingan, dan
bantuan partisipasi dalam kegiatan digital (misalnya peningkatan
kapasitas kemampuan digital bagi pekerja maupun siswa)
g. Memahami potensi dampak positif maupun negatif dari aktivitas
digital pada kesejahteraan individu
h. Menyediakan sistem, perlengkapan, dan konten digital yang
inklusif dan mudah diakses

Oleh sebab itu, kita sebagai subjek dalam dunia digital memiliki hak dan
kewajiban berupa (Council of Europe, n.d):

a. Akses dan tidak diskriminatif, artinya kita memiliki hal untuk


terhubung dengan internet (kecuali jika diputuskan oleh

2
Smart

pengadilan). Selain itu, akses internet juga harus terjangkau dan


tidak diskriminatif
b. Kebebasan berekspresi dan mendapatkan informasi
i. Kita berhak untuk berekspresi, mengakses informasi, dan
opini di dunia maya namun tetap berkewajiban
menghormati privasi orang lain.
ii. Pihak berwajib juga berkewajiban menghormati dan
melindungi hak kebebasan berekspresi dan mendapatkan
informasi iin
iii. Kita bisa memilih untuk tidak menunjukkan identitas diri
secara daring, namun kita berkewajiban mengikuti
peraturan mengenai sejauh mana kita harus menunjukkan
identitas diri pada hukum
c. Kebebasan berkumpul, berkelompok, dan partisipasi. Kita bebas
menggunakan situs web, aplikasi, atau layanan lain untuk
berhubungan dengan rekan dalam sebuah kelompok. Kita juga
berhak untuk mengajukan protes daring secara damai. Namun,
kita harus tetap memahami bahwa kita bisa berhadapan dengan
hukum jika merugikan pihak lain.
d. Perlindungan privasi dan data. Data pribadi kita hanya bisa
digunakan atas persetujuan kita atau jika dikehendaki pengadilan.
Kita harus diinformasikan jika data pribadi kita diproses atau
dipindahtangankan oleh pihak tertentu, kapan, oleh siapa, dan
untuk tujuan apa.
e. Pendidikan dan literasi. Kita berhak memiliki akses ke pendidikan
dan pengetahuan untuk melatih hak dan kebebasan kita di dunia
maya.

2
Smart

f. Perlindungan terhadap anak. Jika kita tergolong anak-anak, maka


kita memiliki perlindungan dan panduan khusus untuk
melakukan aktivitas di dunia maya.
g. Hak mendapatkan pertolongan terhadap pelanggaran hak asasi.
Hal ini tidak selalu jalur hukum, bisa dari kebijakan penyedia
layanan internet, pihak berwajib, institusi HAM, dan sebagainya
tergantung dari pelanggaran yang dilakukan, hasilnya dapat
berupa penjelasan, permintaan maaf, kompensasi, dan
sebagainya.

Ayo Membaca Perkayalah informasi dengan membaca artikel berikut:


- https://media.neliti.com/media/publications/131004-ID-
digital-rights-management-sebagai-solusi.pdf
- https://digitalcapability.jiscinvolve.org/wp/2020/02/13/ex
ploringdigitalwellbeing/
- https://sumberbelajar.seamolec.org/Media/Dokumen/59c4
5759865eac9a35e3cd28/b7f6153450053b7c4d3a2004502d
499f.pdf
- https://id.safenet.or.id/wp-
content/uploads/2021/04/Laporan-Situasi-Hak-hak-Digital-
2021-Daring-02.pdf

Ayo Menonton Cobalah menyaksikan video berikut untuk menambah wawasanmu


DIGITAL RIGHTS MANAGEMENT - #KOMINFOPEDIA
Why Are Digital Rights So Important? (with Cory Doctorow)
Human Rights in the digital age

2
Smart
Ayo Diskusi Pembicara menanyakan hal-hal berikut ini kepada seluruh peserta
1. Siapa yang pernah menerima pesan “kami menawarkan
pinjaman online, syarat mudah, dan proses cepat?” atau
“Buah mangga buah anggur, enak dimakan dingin-dingin,
daripada BPKB nganggur, mending titip di kami untuk
disekolahin”?
2. Berapa kali biasanya dalam sehari menerima pesan tersebut?
3. Kira-kira mengapa hal tersebut bisa terjadi?
4. Apa kaitan fenomena tersebut dengan hak dan kewajiban

2
Smart

kita sebagai warga digital?


Setelah berdiskusi 10-15 menit, pembicara dapat memberikan
umpan balik.

2. Rangkuman
Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita.
Berbagai fasilitas dan aplikasi yang tersedia pada gawai sering kita
gunakan untuk mencari informasi bahkan solusi dari permasalahan kita
sehari-hari. Durasi penggunaan internet harian masyarakat Indonesia
hingga tahun 2020 tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59 menit (APJII, 2020).
Angka ini melampaui waktu rata-rata masyarakat dunia yang hanya
menghabiskan 6 jam 43 menit setiap harinya. Bahkan menurut hasil
survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun
2020, selama pandemi COVID-19 mayoritas masyarakat Indonesia
mengakses internet lebih dari 8 jam sehari. Pola kebiasaan baru untuk
belajar dan bekerja dari rumah secara daring ikut membentuk perilaku
kita berinternet. Literasi Digital menjadi kemampuan wajib yang harus
dimiliki oleh masyarakat untuk saling melindungi hak digital setiap
warga negara.

3. Soal Latihan
1) Peserta diminta mengelaborasi cara-cara memutus rantai
penyebaran hoaks
2) Fenomena pinjaman online yang marak di Indonesia sangat
merugikan masyarakat, bukan hanya kerugian materi namun juga
pencurian identitas korban. Peserta diminta menyikapi fenomena
tersebut

2
Smart

3) Peserta diminta memberi pendapat tentang makna bijak dalam


bermedia digital

4. Kasus
Dalam kelompok berisi 5-6 orang, peserta diminta untuk menyelesaikan
contoh kasus berikut.

Studi Kasus 1:

Bacalah potongan berita berikut!

“Pada pertengahan Agustus 2019, terjadi kerusuhan di beberapa daerah di Papua.


Insiden tersebut terjadi pasca-adanya dugaan tindakan rasisme di asrama mahasiswa
Papua di Surabaya. Tindakan rasisme yang terlanjur menyebar melalui media sosial
tersebut akhirnya memicu aksi unjuk rasa di Manokwari, Sorong, Jayapura, dan
beberapa daerah lain di Papua dan Papua Barat. Aksi tersebut diwarnai kericuhan,
blokade jalan, dan pembakaran. Akibatnya gedung DPRD, lembaga pemasyarakatan,
sejumlah tempat usaha, fasilitas umum, dan kendaraan yang berada di sekitar lokasi
kejadian, rusak diamuk massa. Kemkominfo menyebutkan bahwa terdapat lebih dari
230.0 URL hoax di Papua yang diviralkan melalui media sosial, terutama
melalui Twitter. Konten tersebut bersifat masif, menghasut, bahkan mengadu
domba (news.detik.com, 26 Agustus 2019).”

Diskusikanlah fenomena ini dalam kelompok. Posisikan diri Anda dan kelompok
sebagai pihak yang dapat membuat kebijakan untuk menanggapi situasi tersebut.
Kemudian, buatlah rekomendasi untuk kemungkinan penyelesaian masalah tersebut
berdasarkan sudut pandang dan pemahaman yang telah Anda miliki mengenai literasi
digital.

2
Smart

Studi Kasus 2: Kasus Jejak Digital


Diskusikan dalam grup fenomena berikut. Lalu jawab dan diskusikan
pertanyaan di bawahnya.
Seorang gadis gagal magang di Badan Antariksa milik Amerika Serikat
(NASA) karena berkomentar kasar di Twitter. Singkat cerita, NASA
menarik kesempatan magang gadis tersebut setelah banyak warganet
yang menangkap layar kata-kata kasarnya, dan menyebarkannya di
media sosial dengan tagar NASA. Sumber:

https://www.liputan6.com/citizen6/read/3626399/gara-gara-nge-twit-
kasar-di-twitter-gadis-ini-gagal-magang-di-nasa

● Terkait berita di atas, apakah jejak digital begitu penting saat ini?
Seberapa penting untuk kehidupan pribadi, keluarga, teman, dan
pekerjaan? Uraikan masing-masing.
● Jika kamu berada dalam berita viral yang mengungkap jejak
digital diri yang memalukan, apa yang akan kamu lakukan?
Temukan solusi yang dianggap praktis sekaligus komprehensif?
● Apa yang kamu lakukan dengan jejak digital pribadimu? Bagikan
tips kamu dengan teman kelompok.

2
Smart

Studi Kasus 3: Kasus Scam Romance

Bacalah dan telaah berita berikut, kemudian diskusikan dalam forum. Jawablah p
Pemilik akun FB mendapat video mesum setelah menerima permintaan pertemana

Mengapa banyak orang tertipu dengan scam romance? Apakah ada keluarga/tem
Apa yang bisa kamu pelajari dari kasus tersebut? Bagaimana tips

mengenalidan menghindari scamromancemenurutmu?


Diskusikan.

2
BAB 5
KESIMPULAN

Berdasarkan arahan bapak presiden pada poin pembangunan


SDM dan persiapan kebutuhan SDM talenta digital, Literasi digital
berfungsi untuk meningkatkan kemampuan kognitif sumber daya
manusia di Indonesia agar keterampilannya tidak sebatas
mengoperasikan gawai. Kerangka kerja literasi digital untuk kurikulum
terdiri dari digital skill, digital culture, digital ethics, dan digital safety.
Kerangka kurikulum literasi digital digunakan sebagai metode
pengukuran tingkat kompetensi kognitif dan afektif masyarakat dalam
menguasai teknologi digital
Digital skill merupakan Kemampuan individu dalam mengetahui,
memahami, dan menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK
serta sistem operasi digital dalam kehidupan sehari-hari. Digital culture
merupakan Kemampuan individu dalam membaca, menguraikan,
membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari dan
digitalisasi kebudayaan melalui pemanfaatan TIK. Digital ethics
merupakan Kemampuan individu dalam menyadari, mencontohkan,
menyesuaikan diri, merasionalkan, mempertimbangkan, dan
mengembangkan tata kelola etika digital (netiquette) dalam kehidupan
sehari-hari. Digital safety merupakan Kemampuan User dalam
mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, menimbang dan
meningkatkan kesadaran pelindungan data pribadi dan keamanan
digital dalam kehidupan sehari-hari.

Literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan

2
internet dan media digital. Namun begitu, acap kali ada pandangan bahwa

2
kecakapan penguasaan teknologi adalah kecakapan yang paling utama.
Padahal literasi digital adalah sebuah konsep dan praktik yang bukan
sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai teknologi.
Lebih dari itu, literasi digital juga banyak menekankan pada
kecakapan penggunamedia digital dalam melakukan proses mediasi
media digital yang dilakukan secara produktif (Kurnia & Wijayanto, 2020;
Kurnia & Astuti, 2017). Seorang pengguna yang memiliki kecakapan
literasi digital yang bagus tidak hanya mampu mengoperasikan alat,
melainkan juga mampu bermedia digital dengan penuh tanggung
jawab.

Terdapat dua poros yang membagi area setiap domain kompetensi.


Poros pertama, yaitu domain kapasitas ‘single–kolektif’ memperlihatkan
rentang kapasitas literasi digital sebagai kemampuan individu untuk
mengakomodasi kebutuhan individu sepenuhnya hingga kemampuan
individu untuk berfungsi sebagai bagian dari masyarakat
kolektif/societal. Sementara itu, poros berikutnya adalah domain ruang
‘informal–formal’ yang memperlihatkan ruang pendekatan dalam
penerapan kompetensi literasi digital. Ruang informal ditandai dengan
pendekatan yang cair dan fleksibel, dengan instrumen yang lebih
menekankan pada kumpulan individu sebagai sebuah kelompok
komunitas/masyarakat. Sedangkan ruang formal ditandai dengan
pendekatan yang lebih terstruktur dilengkapi instrumen yang lebih
menekankan pada kumpulan individu sebagai ‘warga negara digital.’
Blok-blok kompetensi semacam ini memungkinkan kita melihat

2
kekhasan setiap modul sesuai dengan domain kapasitas dan ruangnya.

3
Digital Skills (Cakap Bermedia Digital) merupakan dasar dari
kompetensi literasi digital, berada di domain ‘single, informal’. Digital
Culture (Budaya Bermedia Digital) sebagai wujud kewarganegaraan
digital dalam konteks keindonesiaan berada pada domain ‘kolektif,
formal’ di mana kompetensi digital individu difungsikan agar mampu
berperan sebagai warganegara dalam batas-batas formal yang berkaitan
dengan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam ruang ‘negara’.
Digital Ethics (Etis Bermedia Digital) sebagai panduan berperilaku
terbaik di ruang digital membawa individu untuk bisa menjadi bagian
masyarakat digital, berada di domain ‘kolektif, informal’. Digital Safety
(Aman Bermedia Digital) sebagai panduan bagi individu agar dapat
menjaga keselamatan dirinya berada pada domain ‘single, formal’ karena
sudah menyentuh instrumen-instrumen hukumpositif.
Dunia digital saat ini telah menjadi bagian dari keseharian kita.
Berbagai fasilitas dan aplikasi yang tersedia pada gawai sering kita
gunakan untuk mencari informasi bahkan solusi dari permasalahan
kita sehari-hari. Durasi penggunaan internet harian masyarakat
Indonesia hingga tahun 2020 tercatat tinggi, yaitu 7 jam 59 menit
(APJII, 2020. Angka ini melampaui waktu rata-rata masyarakat dunia
yang hanya menghabiskan 6 jam 43 menit setiap harinya. Bahkan
menurut hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII) tahun 2020, selama pandemi COVID-19 mayoritas masyarakat
Indonesia mengakses internet lebih dari 8 jam sehari. Pola kebiasaan
baru untuk belajar dan bekerja dari rumah secara daring ikut
membentuk perilaku kita berinternet. Literasi Digital menjadi
kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh masyarakat untuk saling
melindungi hak digital setiap warga negara.

3
DAFTAR PUSTAKA

Abdulahi, A., Samadi, B., & Gharleghi, B. (2014). A Study on the Negative
Effects of Social Networking Sites Such as Facebook among Asia
Pacific University Scholars in Malaysia Sustainable entrepreneurs:
who they are? View project E Commerce Implementation on Iranian
SMEs View project A Study on the Nega. International Journal of
Business and Social Science, 5(10), 133–145.
Adam, A. (2017). Catfishing: Tipu Muslihat Gebetan Khayalan. Tirto.Id.
Alshenqeeti, H. (2014). Interviewing as a Data Collection Method:
A Critical Review. English Linguistics Research, 3(1).
https://doi.org/10.5430/elr.v3n1p39
Adikara, J.,G., & Kurnia, N.,. (2021). Modul Aman Bermedia Digital.
Kominfor-Japelidi, Siberkreasi. 2021. Jakarta
Anwar, F. (2017). Perubahan dan Permasalahan Media Sosial. Jurnal
Muara Ilmu Sosial, Humaniora Dan Seni, 1(1), 137–144.
Astuti, S.,I., Prananingrum, N., (2021). Modul Budaya Bermedia Digital.
Kominfo-Japelidi, Siberkreasi. 2021. Jakarta
APJII (2020). Laporan survei internet APJII 2019-2020 (Q2). Didapat dari
https://apjii.or.id/survei2019x.
Australian Digital Health Agency. (2020, September). Supporting a Positive
Security Culture: MANAGING YOUR DIGITAL FOOTPRINT.
Australian Digital Health Agency.
https://www.digitalhealth.gov.au/sites/default/files/2020-
11/Manage_your_digital_footprint.pdf
Badan Pusat Statistik (BPS). (2019). Indeks pembangunan teknologi,
informasi, dan komunikasi/ict development index 2018. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
Barton, D. & Lee, C.. 2013. “Language Online: Investigating Digital Texts
and Practices”. Oxford: Routledge.
Bawden, D. (2008). Origins and concepts of digital literacy. Digital
literacies: Concepts, policies and practices, 30(2008), 17-32.
BBC.com. (2015, Agustus). #TrenSosial: Bagaimana menghadapi para
penebar kebencian di medsos? BBC.com.
https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/08/150826_trensosial
_hatespeech

Boyd, D. M., & Ellison, N. B. (2007). Social network sites: Definition,


history, and scholarship. Journal of Business and Management, 1–
23. https://doi.org/https://doi.org/10.9790/487X-0124852

3
Buchanan, T., & Whitty, M. T. (2014). The online dating romance scam:
causes and consequences of victimhood. Psychology, Crime and
Law, 20(3), 261–283.
https://doi.org/10.1080/1068316X.2013.772180 Burke, P.
Buckingham, D. (2010). Defining digital literacy. In Medienbildung in neuen
Kulturräumen (pp. 59-71). VS Verlag für Sozialwissenschaften.
Burke, P. J., & Stets, J. E. (2009). Identity Theory (1st ed.). Oxford
University Press. Catfish Definition. (n.d.). Mirriam Webster.
CNN (2020, Desember 1). Polri tangani 4.250 kejahatan siber saat pandemi.
Diperoleh dari
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201201141213-12-
576592/polritangani- 4250-kejahatan-siber-saat-pandemi
Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. (2018). The SAGE Handbook of Qualitative
Reasearch. In Synthese (Vol. 195, Issue 5).
https://doi.org/10.1007/s11229-017-1319-x Diandra. (2017).
Pemerintah ingin media sosial dimanfaatkan untuk hal produktif
Duhita, S. (2018). Pengakuan ’ Faker ’ Online , Sanggup Memperdaya
Orang Agar Mau Pacaran Tanpa Ketemuan. Vice Indonesia.
Ellison, N., Heino, R., & Gibbs, J. (2006). Managing Impressions Online:
Self-Presentation Processes in the Online Dating Environment.
Journal of Computer-Mediated Communication, 11(2), 415–441.
https://doi.org/10.1111/j.1083-6101.2006.00020.x Federal Trade
Commision. (n.d.). Online Dating Scams Infographic.
Finkel, E. J., Eastwick, P. W., Karney, B. R., Reis, H. T., & Sprecher, S.
(2012). Online Dating: A Critical Analysis From the Perspective
of Psychological Science. In Psychological Science in the Public
Interest, Supplement (Vol. 13, Issue 1).
https://doi.org/10.1177/1529100612436522
Frida, K & Astuti, S.,I. (2021). Modul Etis Bermedia Digital. Kominfo-
Japelidi, Siberkreasi. 2021. Jakarta
Frost-Arnold, K. (2016). Social Media, Trust, and the Epistemology of
Prejudice. Social Epistemology, 30(5–6), 513–531.
https://doi.org/10.1080/02691728.2016.1213326
Gibbs, J. L., Ellison, N. B., & Lai, C. H. (2011). First comes love, then
comes google: An investigation of uncertainty reduction strategies
and self-disclosure in online dating. Communication Research,
38(1), 70–100. https://doi.org/10.1177/0093650210377091
Gibbs, S. (2016, January Friday). How to use search like a pro: 10 tips and
tricks for Google and beyond. TheGuardian.com. Retrieved
November Tuesday, 2021, from
https://www.theguardian.com/technology/2016/jan/15/how-to-use-
search-like-a-pro-10-tips-and-tricks-for-google-and-beyond

3
Gilster, P. (1997). Digital literacy. John Wiley & Sons, Inc.
Goffman, E. (1959). The Presentation of Self in Everyday Life (Issue 1).
Anchor Books. https://doi.org/10.5465/amr.1989.4279016
Goodwill Community Foundation. (n.d.). Internet Basic: Using Search
Engine. GCFLearnFree. Retrieved November Tuesday, 2021, from
https://edu.gcfglobal.org/en/internetbasics/using-search-engines/1/
Goodwill Foundation. (n.d.). Belanja online dengan aman.
edu.gcfglobal.org. https://edu.gcfglobal.org/en/tr_id-internet-
safety/belanja-online-dengan-aman/1/
Google Support. (2021). Do an Advanced Search on Google. Diperoleh dari
https://support.google.com/websearch/answer/35890?co=GENIE.Pl
atform%3DAndroid&hl=en
Google, Temasek, Bain & Company (2020). At full velocity: Resilient and
racing ahead. Diperoleh dari https://economysea.withgoogle.com/
https://news.microsoft.com/wpcontent/uploads/prod/sites/421/2020/
02/Digital-Civility-2020-Global-Report.pdf
IMD, W. (2020). IMD World Digital Competitiveness Ranking
2020. Internetlivestats. (2016). Internet Users By Country (2016).
https://www.internetlivestats.com/internet-users-by-country/
ITU. International Telecommunication Union . (2017). Measuring the
information society report 2017 (Vol. 1). Geneva, Switzerland:
Author. www.itu.int/en/ITU-
D/Statistics/Documents/publications/misr2017/MISR2017_Volume
1.pdf Diakses November 2021
Jayani, D. H. (2020). Pembangunan teknologi Indonesia tertinggal di negara
G20. Katadata. Diperoleh dari
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/28/pembanguna
n- teknologiindonesiatertinggaldinegarag20#:~:text=ICT
%20Develop ment%20Index%202017&text=Angka%20ini
%20berada%20di%20 posisi,terendah%20di%20G20%20setelah
%20India.&text=Pada%2 010%20Februari%202020%2C
%20Indonesia,prinsip%20Counterva iling%20Duty
%20(CVD).&text=Pada%202020%2C%20PDB%20p er
%20kapita,atau%20terendah%20kedua%20di%20G20.
Jones, R. & Hafner, C. (2012) Understanding Digital Literacies. London:
Routledge
Katadata Insight Center & Kominfo. (2020). Status literasi digital Indonesia
2020: Hasil survei di 34 provinsi. Jakarta: Katadata Insight Center
& Kominfo.
Kemendikbud. (2017). Modul Gerakan Literasi Nasional: Materi Pendukung
Literasi Digital. https://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/wp-

3
content/uploads/2017/10/literasi-DIGITAL.pdf Diakses November
2021
Kominfo dan Katadata. (2020). Survei Literasi Digital Nasional 2020.
https://aptika.kominfo.go.id/wp-content/uploads/2020/11/Survei-
Literasi-Digital-Indonesia-2020.pdf Diakses November 2021
Kominfo, Siberkreasi, & Deloitte. (2020). Roadmap literasi digital 2021-
2024. Jakarta: Kominfo, Siberkreasi, & Deloitte.
Kominfo.go.id. (2021). Menkominfo: Percepatan Transformasi Digital Kunci
Pemulihan Pascapandemi. SIARAN PERS
NO.266/HM/KOMINFO/08/2021
https://kominfo.go.id/content/detail/36171/siaran-pers-
no266hmkominfo082021-tentang-menkominfo-percepatan-
transformasi-digital-kunci-pemulihan-pascapandemi/0/siaran_per.
Diakses November 2021
Kuntarto, E., & Asyhar, R. (2016). Pengembangan Model Pembelajaran
Blended Learning Pada Aspek Learning Design Dengan Platform
Media Sosial Online Sebagai Pendukung Perkuliahan Mahasiswa.
Repository Unja.
Kurnia, N., Nurhajati, L., dan Astuti S., I. (2020). KOLABORASI LAWAN
(HOAKS) COVID-19: Kampanye, Riset dan Pengalaman Japelidi
di Tengah Pandemi. Japelidi dan Fisipol UGM. Yogyakarta.
Kurnia, N., & Astuti, S.,I. (2017). Peta gerakan literasi digital di Indonesia:
studi tentang pelaku, ragam kegiatan, kelompok sasaran dan mitra.
Informasi, 47(2), 149-166.
Law, N. & Woo, David & Wong, Gary. (2018). A Global Framework of
Reference on Digital Literacy Skills for Indicator 4.4.2. UNESCO
Institute for Statistics.
LibGuides at University of West Florida Libraries. (2021, August). Tips for
Avoiding Fake News. University Library of University of West
Florida. Retrieved November, 2021, from
https://libguides.uwf.edu/c.php?g=609513&p=4274530
Lumakto, G., & Syamsuddin, A. (2020). A Fact Checking Perception and
Behavior Study of Ministry of Religious Affair Islamic Trainers.
Jurnal Bimas Islam, 13(2), 235-258.
Microsoft TRG. (2021) Civility, Safety & Interaction Online February 2020
[PowerPoint slides].
Monggilo, Z.,M.,Z, Kurnia., N., Banyumurti, I.,. (2020) Muda, Kreatif, Dan
Tangguh Di Ruang Siber. Direktorat Pengendalian Informasi,
Investigasi, dan Forensik Digital Badan Siber dan Sandi Negara
Monggilo, Z.,M.,Z, Kurnia., N. (2021). Modul Cakap Bermedia Digital.
Kominfo-Japelidi, Siberkreasi. 2021. Jakarta

3
Oktari, R. (2020). 5 Langkah Percepatan Transformasi Digital.
https://indonesiabaik.id/infografis/5-langkah-percepatan-
transformasi-digital Diakses November 2021

Rahmawati, D., Lumakto, G., & Kesa, D. D. (2020). Generasi Digital


Natives dalam Praktik Konsumsi Berita di Lingkungan Digital.
Communications, 2(2), 74-98.

State of California Department of Justice. (n.d.). Protect Your Computer


From Viruses, Hackers, and Spies. Office of The Attorney
General: State of California Department of
Justice.
https://oag.ca.gov/privacy/facts/online-privacy/protect-your-
computer
Suteki. (2020). Covid-19 Picu Percepatan Transformasi Digital Pendidikan
Indonesia. https://suteki.co.id/covid-19-picu-percepatan-
transformasi-digital-pendidikan-indonesia/ Diakses November 2021
Vial, G. (2019). Understanding digital transformation: A review and a research
agenda. The Journal of Strategic Information Systems, (),
S0963868717302196–. doi:10.1016/j.jsis.2019.01.003
Young Americans : Centre for Financial Education. (n.d.). Benefits and Risk
of Online Banking. Young Americans : Centre for Financial
Education. https://yacenter.org/young-americans-bank/internet-
banking/benefits-risk-online-banking/

3
268
MODUL
PELATIHAN DASAR CALON PNS
MANAJEMEN APARATUR SIPIL NEGARA

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA


NATIONAL INSTITUTE of PUBLIC ADMINISTRATION
MODUL
PELATIHAN DASAR CALON PNS
MANAJEMEN APARATUR SIPIL
NEGARA

Dra. Elly Fatimah, M.Si


Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA


Hak Cipta © Pada : Lembaga Administrasi Negara
Edisi Revisi Februari Tahun 2017

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia


Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110
Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800188

“MANAJEMEN ASN”
Modul Pelatihan Dasar Calon PNS

TIM PENGARAH SUBSTANSI:


1. Dr. Adi Suryanto, M.Si
2. Dr. Muhammad Idris, M.Si

TIM PENULIS MODUL:


1. Dra. Elly Fatimah, M.Si
2. Erna Irawati, S.Sos., M.Pol.Adm

Cover: Yeyen Sukrilah, S.Pd

Jakarta-LAN-2017
iii + 70 hlm : 16.5 x 21.59
ISBN : 978-602-7594-27-2
Kata Pengantar

Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara


mengamanatkan Instansi Pemerintah Untuk wajib memberikan
Pendidikan dan Pelatihan terintegrasi bagi Calon Pegawai Negeri
Sipil (CPNS) selama satu (satu) tahun masa percobaan. Tujuan dari
Pelatihan terintegrasi ini adalah untuk membangun integritas
moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan
kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan
bertanggungjawab, dan memperkuat profesionalisme serta
kompetensi bidang. Dengan demikian UU ASN mengedepankan
penguatan nilai-nilai dan pembangunan karakter dalam mencetak
PNS.
Lembaga Administrasi Negara menterjemahkan amanat Undang-
Undang tersebut dalam bentuk Pedoman Penyelenggaraan
Pelatihan yang tertuang dalam Peraturan Kepala Lembaga
Administrasi Negara Nomor 21 Tahun 2016 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan III dan
Nomor 22 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan I dan II. Pelatihan ini
memadukan pembelajaran klasikal dan non-klasikal di tempat
Pelatihan serta di tempat kerja, yang memungkinkan peserta
mampu untuk menginternalisasi, menerapkan, dan
mengaktualisasikan, serta membuatnya menjadi kebiasaan
(habituasi), dan merasakan manfaatnya, sehingga terpatri dalam
dirinya sebagai karakter PNS yang professional.
Demi terjaganya kualitas keluaran Pelatihan dan kesinambungan
Pelatihan di masa depan serta dalam rangka penetapan standar
kualitas Pelatihan, maka Lembaga Administrasi Negara berinisiatif
menyusun Modul Pelatihan Dasar Calon PNS ini.
Atas nama Lembaga Administrasi Negara, kami mengucapkan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada tim penyusun yang
telah bekerja keras menyusun Modul ini. Begitu pula halnya
dengan instansi dan narasumber yang telah memberikan review
dan masukan, kami ucapkan terimakasih.
Kami sangat menyadari bahwa Modul ini jauh dari sempurna.
Dengan segala kekurangan yang ada pada Modul ini, kami mohon
kesediaan pembaca untuk dapat memberikan masukan yang
konstruktif guna penyempurnaan selanjutnya, semoga modul ini
dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Jakarta, Februari 2017
Kepala Lembaga Administrasi Negara

ttd

Dr. Adi Suryanto, M.Si


DAFTAR ISI

Daftar Isi........................................................................................... i
A. PENDAHULUAN.................................................................1
1. Deskripsi Singkat.............................................................1
2. Hasil Belajar....................................................................5
3. Indikator Hasil Belajar.....................................................5
4. Materi Pokok...................................................................6
5. Waktu..............................................................................6
B. KEGIATAN BELAJAR.............................................................7
Kegiatan Belajar I : Kedudukan, Peran, Hak dan Kewajiban,
dan Kode Etik ASN..................................................................7
1. Uraian Materi......................................................................7
a. Kedudukan ASN..........................................................7
b. Peran ASN.................................................................10
c. Hak dan Kewajiban ASN...........................................12
d. Kode Etik dan Kode Perilaku ASN.............................14
2. Rangkuman....................................................................16
3. Latihan/Tugas...................................................................17

Kegiatan Belajar 2 : Konsep Sistem Merit Dalam Pengelolaan


ASN.......................................................................................18
1. Uraian Materi.................................................................18
a. Pengantar..................................................................18

i
Manajemen i

b. Konsep Sistem Merit dalam Pengelolaan ASN..........20


c. Kelembagaan dan Jaminan Sistem Merit dalam
Pengelolaan ASN......................................................29
2. Rangkuman...................................................................30
3. Soal Latihan..................................................................31

Kegiatan Belajar 3 : Mekanisme Pengelolaan ASN...............31


1. Uraian Materi.............................................................31
a. Manajemen PNS dan PPK.....................................32
1. Manajemen PNS............................................... 32

2. Manajemen PPPK............................................. 47
b. Pengelolaan Jabatan Pimpinan Tinggi..................53
c. Organisasi.............................................................64
d. Sistem Informasi ASN............................................65
e. Penyelesaian Sengketa.........................................66
2. Rangkuman...............................................................67

3. Latihan/Tugas............................................................69
1 Manajemen

MODUL 1
MODUL MANAJEMEN ASN

A. PENDAHULUAN

1. Deskripsi Singkat
Aparatur Sipil Negara mempunyai peran yang
amat penting dalam rangka menciptakan masyarakat
madani yang taat hukum, berperadaban modern,
demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi dalam
menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat
secara adil dan merata, menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa dengan pebuh kesetiaan kepada
Pancasila dan Undang Undang Dasar Tahun 1945.
Kesemuanya itu dalam rangka mencapai tujuan yang
dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
Berbagai tantangan yang dihadapi oleh
aparatur sipil negara dalam mencapai tujuan tersebut
semakin banyak dan berat, baik berasal dari luar
maupun dalam negeri yang menuntut aparatur sipil
negara untuk meningkatkan profesionalitasnya dalam
menjalankan tugas dan fungsinya serta bersih dan
bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Manajemen 2

Perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi


menjadikan aksesibilitas semakin mudah untuk berhubungan
dari suatu negara ke negara lain, globalisasi ekonomi
menjadi semakin nyata yang ditandai dengan persaingan
yang tinggi di tingkat internasional. Ketentuan-ketentuan
yang berlaku secara internasional harus dapat diikuti oleh
birokrasi kita dengan baik jika kita ingin dapat memenangkan
persaingan tersebut.
Namun dalam kenyataannya birokrasi kita masih
menjadi hambatan dalam pembangunan, yang ditandai
dengan masih rendahnya kinerja pelayanan birokrasi dan
masih tingginya angka korupsi di Indonesia. Hal ini
tergambar dari beberapa laporan kinerja pemerintahan
seperti The Global Competitiveness Report 2014-2015
(World Economic Forum, 2014) dimana Indonesia
menempati peringkat 37 dari 140 negara, dan laporan Bank
Dunia melalui Worlwide Governance Indicators yang
menunjukkan bahwa efektivitas pemerintahan (Government
Effectiveness) Indonesia masih sangat rendah, dengan nilai
indeks di tahun 2014 adalah – 0, 01.
Selain itu Indeks Persepsi Korupsi (The Corruption
Perceptions Index) Indonesia berdasarkan data dari
Transparency International juga masih rendah pada nilai
indeks 34 ( dari nilai indeks bersih korupsi 100 ) dan
berada pada ranking 107 dari 175 negara pada tahun
3 Manajemen

2014. Hal ini tentunya menjadi kendala karena


pembangunan nasional dalam era persaingan global
menuntut adanya birokrasi yang efisien, berkualitas,
transparan, dan akuntabel, terutama terhadap prospek
bidang investasi di Indonesia.
Selain menghadapi permasalahan internasional,
birokrasi kita juga masih dihadapkan kepada permasalahan-
permasalahan dalam negeri seperti pelayanan kepada
masyarakat yang kurang baik, politisasi birokrasi terutama
terjadi semenjak era desentralisasi dan otonomi daerah,
yang kadang dapat mengancam keutuhan persatuan dan
kesatuan bangsa. Dengan kata lain birokrasi kita belum
professional untuk dapat menjalankan tugas dan fungsinya
dengan baik.
Untuk mewujudkan birokrasi yang professional dalam
menghadapi tantangan-tantangan tersebut, pemerintah
melalui UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara telah bertekad untuk mengelola aparatur sipil negara
menjadi semakin professional. Undang-undang ini
merupakan dasar dalam manajemen aparatur sipil negara
yang bertujuan untuk membangun aparat sipil negara yang
memiliki integritas, profesional dan netral serta bebas dari
intervensi politik, juga bebas dari praktek KKN, serta mampu
menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas bagi
masyarakat.
Manajemen 4

UU ASN mencoba meletakkan beberapa perubahan


dasar dalam manajemen SDM. Pertama, perubahan dari
pendekatan personel administration yang hanya berupa
pencatatan administratif kepegawaian kepada human
resource management yang menganggap adalah sumber
daya manusia dan sebagai aset negara yang harus dikelola,
dihargai, dan dikembangkan dengan baik. Kedua,
perubahan dari pendekatan closed career system yang
sangat berorientasi kepada senioritas dan kepangkatan,
kepada open career system yang mengedepankan kompetisi
dan kompetensi ASN dalam promosi dan pengisian jabatan.
UU ASN juga menempatkan pegawai ASN sebagai sebuah
profesi yang harus memiliki standar pelayanan profesi, nilai
dasar, kode etik dan kode perilaku profesi, pendidikan dan
pengembangan profesi, serta memiliki organisasi profesi
yang dapat menjaga nilai-nilai dasar profesi.
Modul ini akan membahas tentang konsep dan
kebijakan manajemen aparatur sipil negara, dan bagaimana
kebijakan tersebut diimplementasikan di instansi pemerintah,
dan termasuk di dalamnya adalah hal-hal apa yang harus
diperhatikan agar manajemen aparatur sipil Negara dapat
mencapai tujuannya yaitu untuk menciptakan
profesionalisme aparatur sipil negara.
5 Manajemen

Melalui modul ini Saudara diharapkan bisa memahami


secara utuh konsep dan kebijakan tersebut. Secara lebih
spesifik, Saudara diharapkan bisa:
a. Memahami dan menjelaskan bagaimana kedudukan,
peran, hak dan kewajiban, dan kode etik ASN
b. Konsep sistem merit dalam pengelolaan ASN
c. Mekanisme pengelolaan ASN

2. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata Pelatihan ini, peserta diharapkan
mampu memahami kedudukan, peran, hak dan kewajiban,
dan kode etik ASN, konsep sistem merit dalam pengelolaan
ASN, dan pengelolaan ASN.

3. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan
dapat:
a. menjelaskan kedudukan, peran, hak dan kewajiban, kode
etik dank ode perilaku ASN;
b. menjelaskan konsep sistem merit dalam pengelolaan
ASN;
c. menjelaskan mekanisme pengelolaan ASN.
Manajemen 6

4. Materi Pokok
Materi pokok mata Pelatihan ini adalah :
a. kedudukan, peran, hak dan kewajiban, dan kode etik
ASN;
b. konsep sistem merit dalam pengelolaan ASN; dan
c. mekanisme pengelolaan ASN.

5. Waktu
Alokasi waktu: 4 sesi (12 JP)
7 Manajemen

B. KEGIATAN BELAJAR
Kegiatan Belajar I : Kedudukan, Peran, Hak dan
Kewajiban, dan Kode Etik ASN

1. Uraian Materi
Dalam kegiatan belajar I Anda akan diajak mendiskusikan
tentang kedudukan, peran, hak dan kewajiban, dan kode etik
ASN. Setelah mendiskusikan konsep ini, Saudara
diharapkan bisa memahami dan menjelaskan bagaimana
kedudukan, peran, hak dan kewajiban, dan kode etik ASN.
Untuk itu Saudara diminta membaca dengan cermat
sebelum mengikuti diklat dan mendiskusikan dengan detail
di kelas dengan instruktur dan teman serta mencoba
mengerjakan soal-soal yang sudah ada.

a. Kedudukan ASN
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk
menghasilkan Pegawai ASN yang professional, memiliki nilai
dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen ASN
lebih menekankan kepada pengaturan profesi pegawai
sehingga diharapkan agar selalu tersedia sumber daya
aparatur sipil Negara yang unggul selaras dengan
perkembangan jaman.
Manajemen 8

Kedudukan atau status jabatan PNS dalam system


birokrasi selama ini dianggap belum sempurna untuk
menciptakan birokrasi yang professional. Untuk dapat
membangun profesionalitas birokrasi, maka konsep yang
dibangun dalam UU ASN tersebut harus jelas. Berikut
beberapa konsep yang ada dalam UU No. 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara.
Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN terdiri atas:
1) Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan
2) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
PNS merupakan warga negara Indonesia yang memenuhi
syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap
oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki
jabatan pemerintahan, memiliki nomor induk pegawai secara
nasional.
Sedangkan PPPK adalah warga Negara Indonesia yang
memenuhi syarat tertentu, yang diangkat oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian berdasarkan perjanjian kerja sesuai
dengan kebutuhan Instansi Pemerintah untuk jangka waktu
tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.
Dengan kehadiran PPPK tersebut dalam manajemen
ASN, menegaskan bahwa tidak semua pegawai yang
bekerja untuk pemerintah harus berstatus PNS, namun
dapat berstatus sebagai pegawai kontrak dengan jangka
waktu tertentu. Hal ini bertujuan untuk menciptakan budaya
9 Manajemen

kerja baru menumbuhkan suasana kompetensi di kalangan


birokrasi yang berbasis pada kinerja.
Pegawai ASN berkedudukan sebagai aparatur negara
yang menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan
instansi pemerintah serta harus bebas dari pengaruh dan
intervensi semua golongan dan partai politik. Pegawai ASN
dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Selain untuk menjauhkan birokrasi dari pengaruh partai
politik, hal ini dimaksudkan untuk menjamin keutuhan,
kekompakan dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan
segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang
dibebankan kepadanya. Oleh karena itu dalam pembinaan
karier pegawai ASN, khususnya di daerah dilakukan oleh
pejabat berwenang yaitu pejabat karier tertinggi.
Kedudukan ASN berada di pusat, daerah, dan luar negeri.
Namun demikian pegawai ASN merupakan satu kesatuan.
Kesatuan bagi ASN ini sangat penting, mengingat dengan
adanya desentralisasi dan otonomi daerah, sering terjadi
adanya isu putra daerah yang hampir terjadi dimana-mana
sehingga perkembangan birokrasi menjadi stagnan di
daerah-daerah. Kondisi tersebut merupakan ancaman bagi
kesatuan bangsa.
Manajemen 1

b. Peran ASN
Untuk menjalankan kedudukannya tersebut, maka
Pegawai ASN berfungsi sebagai berikut:
1) Pelaksana kebijakan public;
2) Pelayan public; dan
3) Perekat dan pemersatu bangsa
Selanjutnya Pegawai ASN bertugas:
1) Melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
2) Memberikan pelayanan public yang professional dan
berkualitas, dan
3) Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Selanjutnya peran dari Pegawai ASN: perencana,
pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan nasional melalui
pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang
professional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari
praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk
melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh pejabat pembina
kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Untuk itu ASN harus mengutamakan
kepentingan publik dan masyarakat luas dalam menjalankan
1 Manajemen

fungsi dan tugasnya tersebut. Harus mengutamakan


pelayanan yang berorientasi pada kepentingan publik.
ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk
memberikan pelayanan publik yang professional dan
berkualitas. Pelayanan publik merupakan kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai peraturan
perundang-undangan bagi setiap warganegara dan
penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang diselenggarakan oleh penyelenggara
pelayanan publik dengan tujuan kepuasan pelanggan. Oleh
karena itu ASN dituntut untuk professional dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk
mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. ASN senantiasa dan taat sepenuhnya
kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah. ASN
senantiasa menjunjung tinggi martabat ASN serta
senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada
kepentingan diri sendiri, seseorang dan golongan. Dalam UU
ASN disebutkan bahwa dalam penyelenggaraan dan
kebijakan manajemen ASN, salah satu diantaranya asas
persatuan dan kesatuan. ASN harus senantiasa
mengutamakan dan mementingkan persatuan dan kesatuan
bangsa (Kepentingan bangsa dan Negara di atas
segalanya).
Manajemen 1

c. Hak dan Kewajiban ASN


Hak adalah suatu kewenangan atau kekuasaan yang
diberikan oleh hukum, suatu kepentingan yang dilindungi
oleh hukum, baik pribadi maupun umum. Dapat diartikan
bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau layak diterima.
Agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
dengan baik dapat meningkatkan produktivitas, menjamin
kesejahteraan ASN dan akuntabel, maka setiap ASN
diberikan hak. Hak PNS dan PPPK yang diatur dalam UU
ASN sebagai berikut
PNS berhak memperoleh:
1) gaji, tunjangan, dan fasilitas;
2) cuti;
3) jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
4) perlindungan; dan
5) pengembangan kompetensi
Sedangkan PPPK berhak memperoleh:
1) gaji dan tunjangan;
2) cuti;
3) perlindungan; dan
4) pengembangan kompetensi
Selain hak sebagaimana disebutkan di atas, berdasarkan
pasal 70 UU ASN disebutkan bahwa Setiap Pegawai ASN
memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan
1 Manajemen

kompetensi. Berdasarkan Pasal 92 UU ASN Pemerintah


juga wajib memberikan perlindungan berupa:
1) jaminan kesehatan;
2) jaminan kecelakaan kerja;
3) jaminan kematian; dan
4) bantuan hukum.
Sedangkan kewajiban adalah suatu beban atau
tanggungan yang bersifat kontraktual. Dengan kata lain
kewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan.
Kewajiban pegawai ASN yang disebutkan dalam UU ASN
adalah:
1) setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah;
2) menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
3) melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat
pemerintah yang berwenang;
4) menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
5) melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh
pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;
6) menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap,
perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik
di dalam maupun di luar kedinasan;
Manajemen 1

7) menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat


mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
8) bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

d. Kode Etik dan Kode Perilaku ASN


Dalam UU ASN disebutkan bahwa ASN sebagai
profesi berlandaskan pada kode etik dan kode perilaku.
Kode etik dan kode perilaku ASN bertujuan untuk menjaga
martabat dan kehormatan ASN.
Kode etik dan kode perilaku berisi pengaturan perilaku
agar Pegawai ASN:
1) melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggungjawab,
dan berintegritas tinggi;
2) melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
3) melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa
tekanan;
4) melaksnakan tugasnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
5) melaksnakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan
atau Pejabat yang Berwenang sejauh tidak bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
etika pemerintahan;
1 Manajemen

6) menjaga kerahasian yang menyangkut kebijakan Negara;


7) menggunakan kekayaan dan barang milik Negara secara
bertanggungjawab, efektif, dan efisien;
8) menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam
melaksanakan tugasnya;
9) memberikan informasi secara benar dan tidak
menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan
informasi terkait kepentingan kedinasan;
10) tidak menyalahgunakan informasi intern Negara,
tugas, status, kekuasaan, dan jabatannya untuk
mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi
diri sendiri atau untuk orang lain;
11) memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu
menjaga reputasi dan integritas ASN; dan
12) melaksanakan ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai disiplin Pegawai ASN.

Kode etik dan kode perilaku yang diatur dalam UU ini


menjadi acuan bagi para ASN dalam penyelenggaraan
birokrasi pemerintah. Fungsi kode etik dan kode perilaku ini
sangat penting dalam birokrasi dalam menyelenggarakan
pemerintahan. Fungsi tersebut, antara lain:
1) Sebagai pedoman, panduan birokrasi public/aparatur sipil
negara dalam menjalankan tugas dan kewanangan agar
tindakannya dinilai baik.
Manajemen 1

2) Sebagai standar penilaian sifat, perilaku, dan tindakan


birokrasi public/aparatur sipil negara dalam menjalankan
tugas dan kewenangannya
Etika birokrasi penting sebagai panduan norma bagi
aparat birokrasi dalam menjalankan tugas pelayanan pada
masyarakat dan menempatkan kepentingan publik di atas
kepentingan priabdi, kelompok dan organisasinya. Etika
diarahkan pada kebijakan yang benar-benar mengutamakan
kepentingan masyarakat luas

2. Rangkuman
a. Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk
menghasilkan Pegawai ASN yang professional, memiliki
nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik,
bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
b. Manajemen ASN lebih menekankan kepada pengaturan
profesi pegawai sehingga diharapkan agar selalu
tersedia sumber daya aparatur sipil Negara yang unggul
selaras dengan perkembangan jaman.
c. Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN terdiri atas: a)
Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan b) Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
d. Pegawai ASN berkedudukan sebagai aparatur negara
yang menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh
pimpinan instansi pemerintah serta harus bebas dari
1 Manajemen

pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai


politik
e. Untuk menjalankan kedudukannya tersebut, maka
Pegawai ASN berfungsi sebagai berikut: a) Pelaksana
kebijakan public; b) Pelayan public; dan c) Perekat dan
pemersatu bangsa
f. Agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dengan baik dapat meningkatkan
produktivitas, menjamin kesejahteraan ASN dan
akuntabel, maka setiap ASN diberikan hak. Setelah
mendapatkan haknya maka ASN juga berkewajiban
sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya.
g. ASN sebagai profesi berlandaskan pada kode etik dan
kode perilaku. Kode etik dan kode perilaku ASN
bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan
ASN. Kode etik dan kode perilaku yang diatur dalam UU
ASN menjadi acuan bagi para ASN dalam
penyelenggaraan birokrasi pemerintah.

3. Latihan/Tugas
Agar Anda bisa lebih memahami apa yang sudah Anda
baca dan pelajari dari modul ini, latihan berikut bisa
memperkuat pemahaman Anda tentang Kedudukan, Peran,
Hak dan Kewajiban, dan Kode Etik dan Kode Perilaku ASN.
Manajemen 1

Anda dapat mengerjakan latihan berikut sendiri atau


mendiskusikan dengan teman Anda.
a. Coba jelaskan esensi penting dari manajemen aparatur
sipil negara sesuai dengan UU ASN dan apa impilkasi
esensi tersebut terhadap Anda sebagai pegawai ASN
b. Coba jelaskan kedudukan dan peran dari aparatur sipil
negara dan apa yang perlu dilakukan oleh Anda sebagai
pegawai ASN.
c. Coba jelaskan dengan singkat hak dan kewajiban ASN
dan bagaimana Anda harus bersikap agar hak dan
kewajiban tersebut seimbang
d. Coba jelaskan kode etik dan kode perilaku ASN dan
bagaimana Anda dapat melaksanakan kode etik dan kode
perilaku tersebut.

Kegiatan Belajar 2 : Konsep Sistem Merit Dalam


Pengelolaan ASN

1. Uraian Materi
a. Pengantar
Pengelolaan SDM harus selalu berkaitan dengan tujuan dan
sasaran organisasi (strategic alignment), dalam konteks ini
aktivitas dalam pengelolaan SDM harus mendukung misi
utama organisasi. Pengelolaan SDM/ASN dilakukan untuk
1 Manajemen

memotivasi dan juga meningkatkan produktivitas pegawai


dalam melaksanakan tugasnya sehingga mampu
berkontribusi pada pencapaian tujuan dan sasaran
organisasi. Organisasi membutuhkan pegawai yang jujur,
kompeten dan berdedikasi.
Untuk mendapatkan profil pegawai yang produktif,
efektif dan efisien tersebut diperlukan sebuah sistem
pengelolaan SDM yang mampu memberikan jaminan
„keamanan‟ dan „kenyamanan‟ bagi individu yang bekerja
didalamnya. Sebuah sistem yang efisien, efektif, adil,
terbuka/transparan, dan bebas dari kepentingan
politik/individu/kelompok tertentu. Kondisi ini memberikan
lingkungan yang kondusif bagi pegawai untuk bekerja dan
berkinerja karena merasa dihargai dan juga diperhatikan
oleh organisasi.
Sistem merit yang berdasarkan pada obyektivitas dalam
pengelolaan ASN menjadi pilihan bagi berbagai organisasi
untuk mengelola SDM. Kualifikasi, kemampuan,
pengetahuan dan juga ketrampilan pegawai yang menjadi
acuan dalam pengelolaan ASN berdasar sistem merit
menjadi fondasi untuk memiliki pegawai yang kompeten dan
„bahagia‟ dalam organisasi karena mereka memiliki
kepercayaan diterapkannya keadilan dalam organisasinya.
Manajemen 2

b. Konsep Sistem Merit dalam Pengelolaan ASN


Konsep Sistem Merit menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam pengelolaan ASN. Apa sebenarnya arti
sistem merit itu? Mengapa dibutuhkan? Adalah pertanyaan-
pertanyaan yang sering muncul terkait sistem ini. Sistem
merit pada dasarnya adalah konsepsi dalam manajemen
SDM yang menggambarkan diterapkannya obyektifitas
dalam keseluruhan semua proses dalam pengelolaan ASN
yakni pada pertimbangan kemampuan dan prestasi individu
untuk melaksanakan pekerjaanya (kompetensi dan kinerja).
Pengambilan keputusan dalam pengelolaan SDM
didasarkan pada kemampuan dan kualifikasi seseorang
dalam atau untuk melaksanakan pekerjaan dan tidak
berdasarkan pertimbangan subyektif seperti afiliasi politik,
etnis, dan gender. Obyektifitas dilaksanakan pada semua
tahapan dalam pengelolaan SDM (rekruitmen,
pengangkatan, penempatan, dan promosi). Sistem ini
biasanya disandingkan dengan spoil sistem, dimana dalam
penerapan manajemen SDM-nya lebih mengutamakan
pertimbangan subyektif.
Bagi organisasi sistem merit mendukung keberadaan
prinsip akuntabilitas yang saat ini menjadi tuntutan dalam
sektor publik. Ketika organisasi mengetahui apa tujuan
keberadaannya (visi, misi, dan program yang akan
dilakukan) organisasi dapat mengarahkan SDM-nya untuk
2 Manajemen

dapat mempertanggungjawabkan keberadaannya. Dengan


kata lain organisasi dapat mempertanggungjawabkan
bagaimana mereka menggunakan SDM-nya secara efektif
dan efisien. Sedangkan bagi pegawai, sistem ini menjamin
keadilan dan juga menyediakan ruang keterbukaan dalam
perjalanan karir seorang pegawai.
UU ASN secara jelas mengakomodasi prinsip merit
dalam pelaksanaan manajemen ASP. Aparatur Sipil Negara
(ASN) merupakan motor penggerak pemerintahan, pilar
utama dalam melaksanakan tugas sebagai pelayan publik
yang secara langsung maupun tidak langsung
bersinggungan dengan masyarakat. Oleh karena itu kinerja
ASN menjadi indikator utama yang menentukan kualitas
ASN itu sendiri. Untuk mendapatkan ASN yang memiliki
kinerja tinggi diperlukan suatu regulasi yang mampu
mendorong ASN bertanggung jawab terhadap tugasnya dan
mau melakukannya dengan sepenuh hati. Merit sistem
adalah salah satu strategi untuk mendorong produktivitas
kerja lebih tinggi karena ASN dijamin obyektivitasnya dalam
perjalanan kariernya. Manajemen menyediakan kondisi
dimana berbagai kebijakan dan manajemen SDM dilakukan
dan didasari pada pertimbangan kualifikasi, kompetensi, dan
kinerja secara adil dan wajar, tanpa membedakan latar
belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis
Manajemen 2

kelamin, status pernikahan, umur ataupun kondisi


kecacatan.
Undang-undang ASN memandang bahwa sumber daya
manusia (SDM) adalah aset yang harus dikembangkan.
Dengan dasar tersebut maka setiap ASN memiliki
kesempatan yang sama untuk meningkatkan kualitas diri
masing-masing. Oleh karenanya setiap ASN dimotivasi
untuk memberikan yang terbaik. Sistem merit merupakan
salah satu bentuk motivasi bagi ASN yang ingin
meningkatkan kualitas dirinya.
Peningkatan kualitas ASN ini akan mendukung
upaya peningkatan kualitas pelayanan publik menjadi
tanggung jawab sektor publik. Langkah awal dalam
memperbaiki kinerja pelayan publik harus dimulai dari
memperbaiki kinerja ASN secara individual. Manajemen
yang baik bagi ASN adalah kunci untuk memulai perubahan
ke arah yang lebih baik dan diharapkan mampu menciptakan
suatu tata kelola pemerintahan yang baik pula. Melalui merit
sistem, ASN akan mendapatkan bentuk rewards dan
punishment sebagai dampak dari produktivitas kerjanya dan
diharapkan mampu memenuhi aspek equity dikalangan
ASN.
Dalam berbagai praktek penyelenggaraan di
Indonesia, kita masih sering menjumpai mekanisme
penilaian kinerja yang tidak didisain berdasarkan pada
2 Manajemen

kontribusi kinerja pegawai tapi lebih mengedepankan aspek


„kesamaan‟ atau pun pertimbangan lain seperti senioritas.
Kondisi ini seringkali menimbulkan frustasi dan dismotivasi
bagi pegawai yang berkontribusi tinggi. Ketidakpuasan
pegawai berprestasi dan pembiaran terhadap pegawai yang
berkinerja rendah ini, akan mempengaruhi kualitas
pelayanan sektor publik. Penyimpangan, ketidakadilan
pelayanan, perilaku tidak ramah, pembiaran adalah wujud
pelayanan yang seringkali kita jumpai sebagai representasi
dari ketidakpuasan pegawai.
Dalam sistem merit berbagai keputusan dalam
manajemen SDM didasari pada kualifikasi, kompetensi dan
kinerja. Dalam recruitment, kualifikasi dan kompetensi
menjadi pertimbangan seseorang untuk menjadi pegawai
ASN. Sistem CAT (computer-assisted testing) yaitu model
assessment atau penilaian dimana kandidat/ calon
menjawab pertanyaan (atau menyelesaikan latihan) dengan
menggunakan komputer (menjadi bagian dalam program
komputer), mampu menjamin transparansi, efisiensi serta
efektifitas dalam rekruitmen pegawai karena pengolahan
sampai dengan pengumuman sepenuhnya berdasarkan
program dalam komputer. Intervensi dan preferensi
personal dapat dikurangi bahkan dapat dihilangkan dengan
sistem ini, sehingga kita mendapatkan calon PNS yang
berkualitas.
Manajemen 2

Dalam sistem merit, penggajian, promosi, mutasi,


pengembangan kompetensi dan lain-lain keputusan juga
didasarkan sepenuhnya pada penilaian kinerja, uji
kompetensi, dan juga pertimbangan kualifikasi dan tidak
berdasarkan pada kedekatan dan rasa kasihan. Penilaian
kinerja menjadi titik kritis di Indonesia saat ini ketika
dikaitkan dengan pemberian tunjangan kinerja (dilevel
pemerintah daerah terdapat berbagai istilah yang digunakan
misalnya istilah tunjangan daerah). Penerapan konsepsi
Performance Related to Pay masih harus diperjuangkan dan
juga membutuhkan komitmen tinggi baik dari yang dinilai
maupun yang menilai. Aspek lain pengelolaan SDM yakni
promosi juga menjadi perhatian besar dalam pelaksanaa
reformasi manajemen ASN di Indonesia. Open recruitment,
talent management, fair assessment adalah berbagai
strategi yang didorong untuk dilakukan sebagai terjemahan
konsepsi merit sistem ini. Potret promosi sektor publik di
Indonesia masih dibayangi dengan praktek spoil sistem
seperti pemilihan pejabat berdasarkan afiliasi politik,
keterbatasan akses informasi mengenai promosi, dan
ketidakjelasan indikator dalam pelaksanaan promosi.
Kehadiran UU ASN menjadi tonggak penting dan harapan
penerapan merit sistem ini dalam pengelolaan SDM di
Indonesia untuk mewujudkan aparat yang profesional dan
berkualitas. Jaminan penerapan sistem merit ini dapat kita
2 Manajemen

jumpai dalam semua tahapan manajemen ASN. Pasal 1


tentang Ketentuan Umum memuat cakupan sistem merit
dalam pengelolaan ASN:
“ Sistem merit adalah kebijakan dan manajemen ASN yang
berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi dan kinerja secara
adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang
politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin,
status pernikahan, umur, atau kondisi kecatatan”.
Pencantuman sistem merit ini mengindikasikan
keseriusan pemerintah untuk menerapkan obyektifitas
dalama manajemen ASN dan juga keharusan semua
isntansi pemerintah untuk menerapkan sistem merit dalam
pengelolaan ASN-nya. Prinsip keadilan dan kewajaran yang
ada dalam pasal di atas harus diterapkan untuk menjamin
karir ASN yang jelas dan juga untuk tujuan peningkatan
akuntabilitas kinerja pemerintah.
Karena ASN di Indonesia terdiri atas dua komponen
yaitu PNS dan PPPK maka prinsip merit ini juga diterapkan
pada kedua jenis komponen tersebut.
Bagaimana menerapkan sistem merit dalam
pengelolaan ASN? Sistem merit harus diterapkan pada
semua komponen atau fungsi dalam manajemen ASN.
Semua fungsi dan komponen dalam manajemen ASN
sebagaimana tercantum dalam Pasal 55 (mengatur tentang
Manajemen 2

manajemen PNS) dan pasal 93 (mengatur manajemen


PPPK) UU ASN harus menerapkan sistem merit ini.
Pasal 55 menyebutkan bahwa “ Manajemen PNS
meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan,
pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola karier,
promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan
tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan
pensisun dan hari tua, dan perlindungan.
Pasal 93: Manajemen PPPK meliputi: penetapan
kebutuhan, pengadaan, penilaian kinerja, penggajian dan
tunjangan, pengembangan kompetensi, pemberian
penghargaan, disiplin, pemutusan hubungan kerja,
perlindungan.
Dalam pengelolaan ASN, organisasi memiliki tugas
untuk memaksimalisasikan efektivitas pegawai dalam
organisasi dan juga memenuhi kepuasan pegawai melalui
berbagai hal seperti kompensasi, kesempatan berkembang,
jaminan karir dan juga kepuasan dalam melaksanakan
pekerjaan.
Modul ini akan memberikan gambaran mengenai
pelaksanaan sistem merit dalam beberapa komponen
pengelolaan ASN sebagaimana di atas khususnya dalam
penyusunan dan penetapan kebutuhan (perencanaan
kebutuhan pegawai/planning), penilaian kinerja (monitoring
2 Manajemen

dan penilaian), pengembangan kompetensi, promosi,


mutasi, penghargaan.
1) Perencanaan
Pasal 56 menyebutkan bahwa setiap instansi pemerintah
dalam menyusun dan menetapkan kebutuhan pegawai
harus didasarkan pada analisis jabatan dan analisis beban
kerja. Pasal ini mengisyaratkan:
a) perencanaan kebutuhan pegawai harus mendukung
sepenuhnya tujuan dan sasaran organisasi. Jumlah dan
kualifikasi pegawai yang dibutuhkan adalah sepenuhnya
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pencapaian tujuan
dan sasaran organisasi.
b) Proses pengadaan dilakukan untuk mendapatkan
pegawai dengan kualitas yang tepat dan berintegritas
untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Pegawai yang
terseleksi untuk menjadi ASN memiliki pengetahuan,
ketrampilan dan perilaku yang dibutuhkan
jabatan/organisasi.
c) Pegawai ditempatkan sesuai dengan perencanaannya
(untuk memenuhi kebutuhan organisasi) dan tidak
berdasarkan preferensi individu/kelompok atau
pertimbanyan subyektif lainnya.
Untuk mendapatkan pegawai yang tepat dibutuhkan
sebuah sistem yang transparan dan adil bagi semua orang.
Manajemen 2

Dalam penerapannya dibutuhkan beberapa kondisi dalam


formasi pegawai:
a) Pengisian formasi sampai dengan pengangkatan pegawai
dilakukan sesudah dilakukan penilaian yang terbuka dan
adil. Pasal 62 UU ASN memberikan pedoman untuk
penilaian ini.
b) Untuk menjamin keadilan dan transparansi, formasi
pegawai harus diinformasikan kepada semua orang tidak
terkecuali. Pasal 60 dan 61 menjamin ketentuan tersebut
dengan ketentuan bagi setiap instansi pemerintah untuk
mengumumkan secara terbuka kepada masyarakat
tentang kebutuhan jabatan dan juga jaminan bahwa
semua warga negara diberi kesempatan yang sama untuk
menjadi pegawai ASN.

2) Monitoring, Penilaian dan Pengembangan


Disatu sisi, kegiatan monitoring pegawai didasarkan
sepenuhnya untuk memastikan bahwa pegawai digunakan
secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan
organisasi (pegawai memberikan kontribusi pada kinerja dan
produktivitas organisasi). Disisi lain pegawai dijamin
keberadaan dan kariernya berdasarkan kontribusi yang
diberikan.
Jaminan merit sistem dalam monitoring dan penilaian
antara lain dapat diwujudkan dengan:
2 Manajemen

a) Pangkat dan jabatan dalam ASN diberikan berdasarkan


kompetensi, kuaifikasi dan persyaratan jabatan.
b) Pengembangan karier ASN dilakukan berdasarkan
kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja yang
mencerminkan kebutuhan instansi masing-masing.
c) Mutasi pegawai dilakukan dengan mempertimbangkan
kualifikasi, kompetensi dan kebutuhan isntansi.
d) Penilaian kinerja dilakukan dengan dasar kinerja
sesungguhnya dari seorang pegawai. Sistem penilaian
kienrja yang digunakan harus bisa membedakan pegawai
berkinerja dan tidak berkinerja. Penilaian kinerja
memberikan kesempatan kepada pegawai yang tidak
berkinerja baik untuk diperbaiki, dan juga mengapresiasi
pegawai yang berkinerja tinggi (sebagai wujud pengakuan
organisasi terhadap orang berkinerja tinggi/reward).
e) Promosi pegawai dilakukan dengan berdasarkan pada
kinerja pegawai dan bukan pada pertimbangan subyektif.

c. Kelembagaan dan Jaminan Sistem Merit dalam


Pengelolaan ASN
Sistem merit menjadi prinsip uatma dalam UU ASN,
bahkan UU ini juga menyediakan aturan kelembagaan untuk
menjamin keberadaan sistem merit dalam pengelolaan ASN.
Lembaga-lembaga tersebut adalah:
Manajemen 3

1) Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang diberikan


kewenangan untuk melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan kebijakan dan manajemen ASN untuk
menjamin perwujudan atau pelaksanaan sistem merit ini
pada instansi pemerintah.
2) Kementrian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara
(yang saat ini di sebut Kementrian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi/kemen PAN
dan RB) yang bertugas emberikan pertimbangan kepada
Presiden dalam penindakan Pejabat yang Berwenang
dan Pejabat Pembina Kepegawaian atas penyimpangan
Sistem merit dalam pengelolaan ASN.

2. Rangkuman
Penerapan sistem merit dalam pengelolaan ASN
mendukung pencapaian tujuan dan sasaran organisasi dan
memberikan ruang bagi tranparansi, akuntabilitas,
obyektivitas dan juga keadilan. Beberapa langkah nyata
dapat dilakukan untuk menerpakan sistem ini baik dari sisi
perencanaan kebutuhan yang berupa transparansi dan
jangkauan penginformasian kepasa masyarakat maupun
jaminan obyektifitasnya dalam pelaksanaan seleksi.
Sehingga instansi pemerintah mendapatkan pegaway yang
tepat dan berintegritas untuk mencapai visi dan misinya.
3 Manajemen

Pasca recruitment, dalam organisasi berbagai sistem


pengelolaan pegawai harus mencerminkan prinsip merit
yang sesungguhnya dimana semua prosesnya didasarkan
pada prinsip-prinsip yang obyektif dan adil bagi pegawai.
Jaminan sistem merit pada semua aspek pengelolaan
pegawai akan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
pembelajaran dan kinerja. Pegawai diberikan penghargaan
dan pengakuan atas kinerjanya yang tinggi, disisi lain bad
performers mengetahui dimana kelemahan dan juga
diberikan bantuan dari organisasi untuk meningkatkan
kinerja.

3. Soal Latihan
a. Jelaskan makna dan keuntungan penerapan sistem
merit?
b. Berikan contoh penerapan sistem merit dalam
penilaian kinerja pegawai?

Kegiatan Belajar 3 : Mekanisme Pengelolaan ASN

1. Uraian Materi
Pengelolaan atau manajemen ASN pada dasarnya
adalah kebijakan dan praktek dalam mengelola aspek
manusia atau sumber daya manusia dalam organisasi
Manajemen 3

termasuk dalam hal ini adalah pengadaan, penempatan,


mutasi, promosi, pengembangan, penilaian dan
penghargaan. UU No 5 tentang ASN secara detail
menyebutkan pengelolaan pegawai ini baik untuk PNS
maupun PPPK seperti disebutkan pada bagian Merit sistem.
Manajemen ASN, terdiri dari Manajemen PNS dan
Manajemen PPPK, Pengelolaan Jabatan Pimpinan Tinggi,
Organisasi dan Sistem Informasi.
a. Manajemen PNS dan PPK.
1. Manajemen PNS
Meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan,
pengadaan, pangkat dan jabatan, pengembangan karier,
pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian
dan tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian,
jaminan pensisun dan hari tua, dan perlindungan.
Manajemen PNS pada Instansi Pusat dilaksanakan oleh
pemerintah pusat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Manajemen PNS pada Instansi
Daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
a) Penyusunan dan Penetapan Kebutuhan
Setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun
kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS berdasarkan
analisis jabatan dan analisis beban kerja. Penyusunan
3 Manajemen

kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS dilakukan untuk


jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun
berdasarkan prioritas kebutuhan. Berdasarkan penyusunan
kebutuhan tersebut, Menteri menetapkan kebutuhan jumlah
dan jenis jabatan PNS secara nasional.
b) Pengadaan
Pengadaan PNS merupakan kegiatan untuk mengisi
kebutuhan Jabatan Administrasi dan/atau Jabatan
Fungsional dalam suatu Instansi Pemerintah. Pengadaan
PNS di Instansi Pemerintah dilakukan berdasarkan
penetapan kebutuhan yang ditetapkan oleh Menteri.
Pengadaan PNS dilakukan melalui tahapan perencanaan,
pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman
hasil seleksi, masa percobaan, dan pengangkatan menjadi
PNS.
(1) Setiap Instansi Pemerintah merencanakan
pelaksanaan pengadaan PNS.
(2) Setiap Instansi Pemerintah mengumumkan secara
terbuka kepada masyarakat adanya kebutuhan
jabatan untuk diisi dari calon PNS.
(3) Setiap warga negara Indonesia mempunyai
kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PNS
setelah memenuhi persyaratan
(4) Penyelenggaraan seleksi pengadaan PNS oleh
Instansi Pemerintah melalui penilaian secara objektif
Manajemen 3

berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan


lain yang dibutuhkan oleh jabatan. Penyelenggaraan
seleksi pengadaan PNS terdiri dari 3 (tiga) tahap,
meliputi seleksi administrasi, seleksi kompetensi
dasar, dan seleksi kompetensi bidang.
(5) Peserta yang lolos seleksi diangkat menjadi calon
PNS. Pengangkatan calon PNS ditetapkan dengan
keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian.
(6) Calon PNS wajib menjalani masa percobaan. Masa
percobaan dilaksanakan melalui proses pendidikan
dan pelatihan terintegrasi untuk membangun
integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi
nasionalisme dan kebangsaan, karakter kepribadian
yang unggul dan bertanggung jawab, dan
memperkuat profesionalisme serta kompetensi
bidang. Masa percobaan bagi calon PNS
dilaksanakan selama 1 (satu) tahun. Instansi
Pemerintah wajib memberikan pendidikan dan
pelatihan kepada calon PNS selama masa
percobaan.
(7) Calon PNS yang diangkat menjadi PNS harus
memenuhi persyaratan:
a) lulus pendidikan dan pelatihan; dan
b) sehat jasmani dan rohani.
3 Manajemen

Calon PNS yang telah memenuhi persyaratan


diangkat menjadi PNS oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan. Calon PNS yang tidak
memenuhi ketentuan diberhentikan sebagai calon
PNS. Setiap calon PNS pada saat diangkat menjadi
PNS wajib mengucapkan sumpah/janji.
c) Pangkat dan Jabatan
PNS diangkat dalam pangkat dan jabatan tertentu
pada Instansi Pemerintah. Pengangkatan PNS dalam
jabatan tertentu ditentukan berdasarkan perbandingan
objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang
dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan
persyaratan yang dimiliki oleh pegawai.
Setiap jabatan tertentu dikelompokkan dalam klasifikasi
jabatan PNS yang menunjukkan kesamaan karakteristik,
mekanisme, dan pola kerja. PNS dapat berpindah antar dan
antara Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrasi, dan
Jabatan Fungsional di Instansi Pusat dan Instansi Daerah
berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan penilaian kinerja.
PNS dapat diangkat dalam jabatan tertentu pada lingkungan
instansi Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia. PNS yang diangkat dalam jabatan
tertentu pangkat atau jabatan disesuaikan dengan pangkat
Manajemen 3

dan jabatan di lingkungan instansi Tentara Nasional


Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pangkat, tata cara
pengangkatan PNS dalam jabatan, kompetensi jabatan,
klasifikasi jabatan, dan tata cara perpindahan antar Jabatan
Administrasi dan Jabatan Fungsional diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
d) Pengembangan Karier
Pengembangan karier PNS dilakukan berdasarkan
kualifikasi, kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan
Instansi Pemerintah. Pengembangan karier PNS dilakukan
dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas.
Kompetensi meliputi: (1) kompetensi teknis yang diukur dari
tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis
fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis; (2)
kompetensi manajerial yang diukur dari tingkat pendidikan,
pelatihan struktural atau manajemen, dan pengalaman
kepemimpinan; dan (3) kompetensi sosial kultural yang
diukur dari pengalaman kerja berkaitan dengan masyarakat
majemuk dalam hal agama, suku, dan budaya sehingga
memiliki wawasan kebangsaan.
Integritas sebagaimana diukur dari kejujuran, kepatuhan
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,
kemampuan bekerja sama, dan pengabdian kepada
3 Manajemen

masyarakat, bangsa dan negara. Moralitas diukur dari


penerapan dan pengamalan nilai etika agama, budaya, dan
sosial kemasyarakatan.
Setiap Pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk
mengembangkan kompetensi. Pengembangan kompe-tensi
antara lain melalui pendidikan dan pelatihan, seminar,
kursus, dan penataran. Pengembangan kompetensi harus
dievaluasi oleh Pejabat yang Berwenang dan digunakan
sebagai salah satu dasar dalam pengangkatan jabatan dan
pengembangan karier. Dalam mengembangkan kompetensi
setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun rencana
pengembangan kompetensi tahunan yang tertuang dalam
rencana kerja anggaran tahunan instansi masing-masing.
Dalam mengembangkan kompetensi PNS diberikan
kesempatan untuk melakukan praktik kerja di instansi lain di
pusat dan daerah dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun
dan pelaksanaannya dikoordinasikan oleh LAN dan BKN.
Selain pengembangan kompetensi pengembangan
kompetensi dapat dilakukan melalui pertukaran antara PNS
dengan pegawai swasta dalam waktu paling lama 1 (satu)
tahun dan pelaksanaannya dikoordinasikan oleh LAN dan
BKN.
e) Pola Karier
Manajemen 3

Untuk menjamin keselarasan potensi PNS dengan


kebutuhan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan
pembangunan perlu disusun pola karier PNS yang
terintegrasi secara nasional. Setiap Instansi Pemerintah
menyusun pola karier PNS secara khusus sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan pola karier nasional.
f) Promosi
Promosi PNS dilakukan berdasarkan perbandingan
objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang
dibutuhkan oleh jabatan, penilaian atas prestasi kerja,
kepemimpinan, kerja sama, kreativitas, dan pertimbangan
dari tim penilai kinerja PNS pada Instansi Pemerintah, tanpa
membedakan jender, suku, agama, ras, dan golongan.
Setiap PNS yang memenuhi syarat mempunyai hak yang
sama untuk dipromosikan ke jenjang jabatan yang lebih
tinggi. Promosi Pejabat Administrasi dan Pejabat Fungsional
PNS dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian setelah
mendapat pertimbangan tim penilai kinerja PNS pada
Instansi Pemerintah. Tim penilai kinerja PNS dibentuk oleh
Pejabat yang Berwenang.
g) Mutasi
Setiap PNS dapat dimutasi tugas dan/atau lokasi
dalam 1 (satu) Instansi Pusat, antar-Instansi Pusat, 1 (satu)
Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah, antar-Instansi Pusat
3 Manajemen

dan Instansi Daerah, dan ke perwakilan Negara Kesatuan


Republik Indonesia di luar negeri.
1. Mutasi PNS dalam satu Instansi Pusat atau Instansi
Daerah dilakukan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian.
2. Mutasi PNS antarkabupaten/kota dalam satu provinsi
ditetapkan oleh gubernur setelah memperoleh
pertimbangan kepala BKN.
3. Mutasi PNS antarkabupaten/kota antarprovinsi, dan
antar provinsi ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam
negeri setelah memperoleh pertimbangan kepala
BKN.
4. Mutasi PNS provinsi/kabupaten/kota ke Instansi
Pusat atau sebaliknya, ditetapkan oleh kepala BKN.
5. Mutasi PNS antar-Instansi Pusat ditetapkan oleh
kepala BKN.
Mutasi PNS dilakukan dengan memperhatikan prinsip
larangan konflik kepentingan. Pembiayaan sebagai dampak
dilakukannya mutasi PNS dibebankan pada anggaran
pendapatan dan belanja negara untuk Instansi Pusat dan
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk Instansi
Daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan
Manajemen 4

karier, pengembangan kompetensi, pola karier, promosi, dan


mutasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
h) Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja PNS bertujuan untuk menjamin
objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan sistem
prestasi dan sistem karier. Penilaian kinerja PNS dilakukan
berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan
tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target,
capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai, serta perilaku
PNS. Penilaian kinerja PNS dilakukan secara objektif,
terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan. Penilaian
kinerja PNS berada di bawah kewenangan Pejabat yang
Berwenang pada Instansi Pemerintah masing-masing.
Penilaian kinerja PNS didelegasikan secara berjenjang
kepada atasan langsung dari PNS. Penilaian kinerja PNS
dapat mempertimbangkan pendapat rekan kerja setingkat
dan bawahannya.
Hasil penilaian kinerja PNS disampaikan kepada tim
penilai kinerja PNS. Hasil penilaian kinerja PNS digunakan
untuk menjamin objektivitas dalam pengembangan PNS,
dan dijadikan sebagai persyaratan dalam pengangkatan
jabatan dan kenaikan pangkat, pemberian tunjangan dan
sanksi, mutasi, dan promosi, serta untuk mengikuti
pendidikan dan pelatihan.
4 Manajemen

PNS yang penilaian kinerjanya tidak mencapai target


kinerja dikenakan sanksi administrasi sampai dengan
pemberhentian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai
penilaian kinerja diatur dengan Peraturan Pemerintah.
i) Penggajian dan Tunjangan
Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak
kepada PNS serta menjamin kesejahteraan PNS. Gaji
dibayarkan sesuai dengan beban kerja, tanggungjawab, dan
resiko pekerjaan. Gaji pelaksanaannya dilakukan secara
bertahap. Gaji PNS yang bekerja pada pemerintah pusat
dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara.
Gaji PNS yang bekerja pada pemerintahan daerah
dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Selain gaji PNS juga menerima tunjangan dan fasilitas.
Tunjangan meliputi tunjangan kinerja dan tunjangan
kemahalan. Tunjangan kinerja dibayarkan sesuai
pencapaian kinerja. Tunjangan kemahalan dibayarkan
sesuai dengan tingkat kemahalan berdasarkan indeks harga
yang berlaku di daerah masing-masing. Tunjangan PNS
yang bekerja pada pemerintah pusat dibebankan pada
anggaran pendapatan dan belanja negara. Tunjangan PNS
yang bekerja pada pemerintahan daerah dibebankan pada
anggaran pendapatan dan belanja daerah. Ketentuan lebih
Manajemen 4

lanjut mengenai gaji, tunjangan kinerja, tunjangan


kemahalan, dan fasilitas diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
j) Penghargaan
PNS yang telah menunjukkan kesetiaan,
pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi
kerja dalam melaksanakan tugasnya dapat diberikan
penghargaan Penghargaan dapat berupa pemberian:
1. tanda kehormatan;
2. kenaikan pangkat istimewa;
3. kesempatan prioritas untuk pengembangan
kompetensi; dan/atau
4. kesempatan menghadiri acara resmi dan/atau acara
kenegaraan.
PNS yang dijatuhi sanksi administratif tingkat berat berupa
pemberhentian tidak dengan hormat dicabut haknya untuk
memakai tanda kehormatan berdasarkan Undang-Undang
ini. Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan terhadap
PNS dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
k) Disiplin
Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam
kelancaran pelaksanaan tugas, PNS wajib mematuhi disiplin
PNS. Instansi Pemerintah wajib melaksanakan penegakan
4 Manajemen

disiplin terhadap PNS serta melaksanakan berbagai upaya


peningkatan disiplin. PNS yang melakukan pelanggaran
disiplin dijatuhi hukuman disiplin. Ketentuan lebih lanjut
mengenai disiplin diatur dengan Peraturan Pemerintah.
l) Pemberhentian
PNS diberhentikan dengan hormat karena:
1. meninggal dunia;
2. atas permintaan sendiri;
3. mencapai batas usia pensiun;
4. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah
yang mengakibatkan pensiun dini; atau
5. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak
dapat menjalankan tugas dan kewajiban

PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak


diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang
dilakukan tidak berencana. PNS diberhentikan dengan
hormat tidak atas permintaan sendiri karena melakukan
pelanggaran disiplin PNS tingkat berat.
PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena:
Manajemen 4

1. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan
jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada
hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana
umum;
3. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik;
atau
4. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana dengan pidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang
dilakukan dengan berencana.

PNS diberhentikan sementara, apabila:


1. diangkat menjadi pejabat negara;
2. diangkat menjadi komisioner atau anggota lembaga
nonstruktural; atau
3. ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana.
4 Manajemen

Pengaktifan kembali PNS yang diberhentikan sementara


dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian,
pemberhentian sementara, dan pengaktifan kembali PNS
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Batas usia pensiun yaitu:
1. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi Pejabat
Administrasi;
2. 60 (enam puluh) tahun bagi Pejabat Pimpinan Tinggi;
3. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan bagi Pejabat Fungsional.
m) Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua
PNS yang berhenti bekerja berhak atas jaminan
pensiun dan jaminan hari tua PNS sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
PNS diberikan jaminan pensiun apabila:
1. meninggal dunia;
2. atas permintaan sendiri dengan usia dan masa kerja
tertentu;
3. mencapai batas usia pensiun;
4. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah
yang mengakibatkan pensiun dini; atau
5. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak
dapat menjalankan tugas dan kewajiban.
Manajemen 4

Jaminan pensiun PNS dan jaminan hari tua PNS


diberikan sebagai perlindungan kesinambungan penghasilan
hari tua, sebagai hak dan sebagai penghargaan atas
pengabdian PNS. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua
PNS mencakup jaminan pensiun dan jaminan hari tua yang
diberikan dalam program jaminan sosial nasional.
Sumber pembiayaan jaminan pensiun dan jaminan hari
tua PNS berasal dari pemerintah selaku pemberi kerja dan
iuran PNS yang bersangkutan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan program
jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
n) Perlindungan
Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa:
1. jaminan kesehatan;
2. jaminan kecelakaan kerja;
3. jaminan kematian; dan
4. bantuan hukum.
Perlindungan berupa jaminan kesehatan, jaminan
kecelakaan kerja, dan jaminan kematian mencakup jaminan
sosial yang diberikan dalam program jaminan sosial
nasional. Bantuan hukum, berupa pemberian bantuan
hukum dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait
4 Manajemen

pelaksanaan tugasnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai


perlindungan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

2. Manajemen PPPK
Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan,
pengadaan, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan,
pengembangan kompetensi, pemberian penghargaan,
disiplin, pemutusan hubungan perjanjian kerja dan
perlindungan.
a) Penetapan Kebutuhan
Jenis jabatan yang dapat diisi oleh PPPK diatur
dengan Peraturan Presiden. Setiap Instansi Pemerintah
wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK
berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja.
Penyusunan kebutuhan jumlah PPPK sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk jangka waktu 5
(lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan
prioritas kebutuhan. Kebutuhan jumlah dan jenis jabatan
PPPK ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
b) Pengadaan
Setiap warga negara Indonesia mempunyai
kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon PPPK
setelah memenuhi persyaratan. Pengadaan calon PPPK
merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pada
Manajemen 4

Instansi Pemerintah. Pengadaan calon PPPK dilakukan


melalui tahapan perencanaan, pengumuman lowongan,
pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan
pengangkatan menjadi PPPK.
Penerimaan calon PPPK dilaksanakan oleh Instansi
Pemerintah melalui penilaian secara objektif berdasarkan
kompetensi, kualifikasi, kebutuhan Instansi Pemerintah, dan
persyaratan lain yang dibutuhkan dalam jabatan.
Pengangkatan calon PPPK ditetapkan dengan keputusan
Pejabat Pembina Kepegawaian. Masa perjanjian kerja paling
singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai
kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja. PPPK tidak
dapat diangkat secara otomatis menjadi calon PNS. Untuk
diangkat menjadi calon PNS, PPPK harus mengikuti semua
proses seleksi yang dilaksanakan bagi calon PNS dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja PPPK bertujuan menjamin
objektivitas prestasi kerja yang sudah disepakati
berdasarkan perjanjian kerja antara Pejabat Pembina
Kepegawaian dengan pegawai yang bersangkutan.
Penilaian kinerja PPPK dilakukan berdasarkan perjanjian
kerja di tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi
dengan memperhatikan target, sasaran, hasil, manfaat yang
4 Manajemen

dicapai, dan perilaku pegawai. Penilaian kinerja PPPK


dilakukan secara objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan
transparan. Penilaian kinerja PPPK berada di bawah
kewenangan Pejabat yang Berwenang pada Instansi
Pemerintah masing-masing. Penilaian kinerja PPPK
didelegasikan secara berjenjang kepada atasan langsung
dari PPPK. Penilaian kinerja PPPK dapat
mempertimbangkan pendapat rekan kerja setingkat dan
bawahannya. Hasil penilaian kinerja PPPK disampaikan
kepada tim penilai kinerja PPPK. Hasil penilaian kinerja
PPPK dimanfaatkan untuk menjamin objektivitas
perpanjangan perjanjian kerja, pemberian tunjangan, dan
pengembangan kompetensi.
PPPK yang dinilai oleh atasan dan tim penilai kinerja
PPPK tidak mencapai target kinerja yang telah disepakati
dalam perjanjian kerja diberhentikan dari PPPK.
d) Penggajian dan Tunjangan
Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak
kepada PPPK. Gaji diberikan berdasarkan beban kerja,
tanggung jawab jabatan, dan resiko pekerjaan. Gaji
dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara
untuk PPPK di Instansi Pusat dan anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk PPPK di Instansi Daerah. Selain gaji
PPPK dapat menerima tunjangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Manajemen 5

e) Pengembangan Kompetensi
PPPK diberikan kesempatan untuk pengembangan
kompetensi. Kesempatan untuk pengembangan kompetensi
direncanakan setiap tahun oleh Instansi Pemerintah.
Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud harus
dievaluasi oleh Pejabat yang Berwenang dan dipergunakan
sebagai salah satu dasar untuk perjanjian kerja selanjutnya.
f) Pemberian Penghargaan
PPPK yang telah menunjukkan kesetiaan,
pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi
kerja dalam melaksanakan tugasnya dapat diberikan
penghargaan. Penghargaan dapat berupa pemberian:
1. tanda kehormatan;
2. kesempatan prioritas untuk pengembangan
kompetensi; dan/atau
3. kesempatan menghadiri acara resmi dan/atau acara
kenegaraan.
PPPK yang dijatuhi sanksi administratif tingkat berat
berupa pemutusan hubungan perjanjian kerja tidak dengan
hormat dicabut haknya untuk memakai tanda kehormatan
berdasarkan Undang-Undang ini.
g) Disiplin
Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam
kelancaran pelaksanaan tugas, PPPK wajib mematuhi
5 Manajemen

disiplin PPPK. Instansi Pemerintah wajib melaksanakan


penegakan disiplin terhadap PPPK serta melaksanakan
berbagai upaya peningkatan disiplin. PPPK yang melakukan
pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin.
h) Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja
Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK
dilakukan dengan hormat karena:
1. jangka waktu perjanjian kerja berakhir;
2. meninggal dunia;
3. atas permintaan sendiri;
4. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah
yang mengakibatkan pengurangan PPPK; atau
5. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak
dapat menjalankan tugas dan kewajiban sesuai
perjanjian kerja yang disepakati.

Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan


dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena:
1. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan tindak
pidana tersebut dilakukan dengan tidak berencana;
Manajemen 5

2. melakukan pelanggaran disiplin PPPK tingkat berat;


atau
3. tidak memenuhi target kinerja yang telah disepakati
sesuai dengan perjanjian kerja.
Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan tidak
dengan hormat karena:
1. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan
jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada
hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana
umum;
3. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik;
atau
4. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau
lebih dan tindak pidana tersebut dilakukan dengan
berencana.
5 Manajemen

i) Perlindungan
Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa:
1. jaminan hari tua;
2. jaminan kesehatan;
3. jaminan kecelakaan kerja;
4. jaminan kematian; dan
5. bantuan hukum.
Perlindungan berupa jaminan hari tua, jaminan
kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian
dilaksanakan sesuai dengan sistem jaminan sosial nasional.
Bantuan hukum berupa pemberian bantuan hukum dalam
perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan
tugasnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai manajemen PPPK
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
b. Pengelolaan Jabatan Pimpinan Tinggi
1. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada
kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga
nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka
dan kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan
syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan
latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan
Manajemen 5

lain yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan.
a) Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya
dilakukan pada tingkat nasional.
b) Pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan
secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan
memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi,
kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak
jabatan, dan integritas serta persyaratan jabatan lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c) Pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan
secara terbuka dan kompetitif pada tingkat nasional atau
antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.
d) Jabatan pimpinan tinggi utama dan madya tertentu dapat
berasal dari kalangan non-PNS dengan persetujuan
Presiden yang pengisiannya dilakukan secara terbuka
dan kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan
Presiden.
e) Jabatan Pimpinan Tinggi dapat diisi oleh prajurit Tentara
Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia setelah mengundurkan diri dari dinas
aktif apabila dibutuhkan dan sesuai
5 Manajemen

f) dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses


secara terbuka dan kompetitif.
g) Jabatan Pimpinan Tinggi di lingkungan Instansi
Pemerintah tertentu dapat diisi oleh prajurit Tentara
Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia sesuai dengan kompetensi
berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.

h) Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi dilakukan oleh


Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu
membentuk panitia seleksi Instansi Pemerintah. Dalam
membentuk panitia seleksi Pejabat Pembina
Kepegawaian berkoordinasi dengan KASN. Panitia
seleksi Instansi Pemerintah terdiri dari unsur internal
maupun eksternal Instansi Pemerintah yang
bersangkutan. Panitia seleksi dipilih dan diangkat oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian berdasarkan
pengetahuan, pengalaman, kompetensi, rekam jejak,
integritas moral, dan netralitas melalui proses yang
terbuka. Panitia seleksi melakukan seleksi dengan
memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi,
kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak
jabatan, integritas, dan penilaian uji kompetensi melalui
Manajemen 5

pusat penilaian (assesment center) atau metode penilaian


lainnya.
i) Panitia seleksi menjalankan tugasnya untuk semua
proses seleksi pengisian jabatan terbuka untuk masa
tugas yang ditetapkan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian.
Ketentuan mengenai pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi
dapat dikecualikan pada Instansi Pemerintah yang telah
menerapkan Sistem Merit dalam pembinaan Pegawai ASN
dengan persetujuan KASN.
Instansi Pemerintah yang telah menerapkan Sistem Merit
dalam pembinaan Pegawai ASN wajib melaporkan secara
berkala kepada KASN untuk mendapatkan persetujuan baru.

2. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Instansi Pusat


Untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan/atau
madya, panitia seleksi Instansi Pemerintah memilih 3 (tiga)
nama calon untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan. Tiga
nama calon pejabat pimpinan tinggi utama dan/atau madya
yang terpilih disampaikan kepada Pejabat Pembina
Kepegawaian. Pejabat Pembina Kepegawaian mengusulkan
3 (tiga) nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
kepada Presiden.
5 Manajemen

Presiden memilih 1 (satu) nama dari 3 (tiga) nama calon


yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai pejabat
pimpinan tinggi utama dan/atau madya.
Pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu
membentuk panitia seleksi. Panitia seleksi memilih 3 (tiga)
nama calon pejabat pimpinan tinggi pratama untuk setiap 1
(satu) lowongan jabatan. Tiga nama calon pejabat pimpinan
tinggi pratama yang terpilih disampaikan kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian melalui Pejabat yang Berwenang.
Pejabat Pembina Kepegawaian memilih 1 (satu) dari 3 (tiga)
nama calon yang diusulkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dengan memperhatikan pertimbangan Pejabat yang
Berwenang untuk ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi
pratama.

3. Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi di Instansi Daerah


Pengisian jabatan pimpinan tinggi madya di tingkat
provinsi dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi. Panitia
seleksi memili 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan tinggi
madya untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan. Tiga calon
nama pejabat pimpinan tinggi madya yang terpilih
disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian.
Manajemen 5

Pejabat Pembina Kepegawaian mengusulkan 3 (tiga) nama


calon pejabat pimpinan tinggi madya kepada Presiden
melalui menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dalam negeri.
Presiden memilih 1 (satu) nama dari 3 (tiga) nama calon
yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai pejabat
pimpinan tinggi madya. Pengisian jabatan pimpinan tinggi
pratama dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi.
Panitia seleksi memilih 3 (tiga) nama calon pejabat
pimpinan tinggi pratama untuk setiap 1 (satu) lowongan
jabatan. Tiga nama calon pejabat pimpinan tinggi pratama
yang terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian melalui
Pejabat yang Berwenang.Pejabat Pembina Kepegawaian
memilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) untuk ditetapkan dan dilantik
sebagai pejabat pimpinan tinggi pratama.
Khusus untuk pejabat pimpinan tinggi pratama yang
memimpin sekretariat daerah kabupaten/kota sebelum
ditetapkan oleh bupati/walikota dikoordinasikan dengan
gubernur.
5 Manajemen

4. Penggantian Pejabat Pimpinan Tinggi


Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti
Pejabat Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun terhitung
sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali Pejabat
Pimpinan Tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat
jabatan yang ditentukan.
Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya
sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan Presiden. Jabatan Pimpinan Tinggi hanya dapat
diduduki paling lama 5 (lima) tahun.
Jabatan Pimpinan Tinggi dapat diperpanjang berdasarkan
pencapaian kinerja, kesesuaian kompetensi, dan
berdasarkan kebutuhan instansi setelah mendapat
persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian dan
berkoordinasi dengan KASN.
Pejabat Pimpinan Tinggi harus memenuhi target kinerja
tertentu sesuai perjanjian kinerja yang sudah disepakati
dengan pejabat atasannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pejabat Pimpinan Tinggi yang tidak memenuhi kinerja
yang diperjanjikan dalam waktu 1 (satu) tahun pada suatu
Manajemen 6

jabatan, diberikan kesempatan selama 6 (enam) bulan untuk


memperbaiki kinerjanya.
Dalam hal Pejabat Pimpinan Tinggi tidak menunjukan
perbaikan kinerja maka pejabat yang bersangkutan harus
mengikuti seleksi ulang uji kompetensi kembali.
Berdasarkan hasil uji kompetensi Pejabat Pimpinan
Tinggi dimaksud dapat dipindahkan pada jabatan lain sesuai
dengan kompetensi yang dimiliki atau ditempatkan pada
jabatan yang lebih rendah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pejabat Pimpinan Tinggi yang Mencalonkan sebagai
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota, dan Wakil
Bupati/Wakil Walikota Pejabat pimpinan tinggi madya dan
pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri
menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan
wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran
diri secara tertulis dari PNS sejak mendaftar sebagai calon.

5. Pengawasan dalam Proses Pengisian Jabatan Pimpinan


Tinggi
Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat
Pembina Kepegawaian memberikan laporan proses
pelaksanaannya kepada KASN. KASN melakukan
pengawasan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi baik
6 Manajemen

berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Pejabat


Pembina Kepegawaian maupun atas inisiatif sendiri. Dalam
melakukan pengawasan proses pengisian jabatan pimpinan
tinggi utama dan jabatan pimpinan tinggi madya di Instansi
Pusat dan jabatan pimpinan tinggi madya di Instansi Daerah
KASN berwenang memberikan rekomendasi kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian dalam hal:
1. pembentukan panitia seleksi;
2. pengumuman jabatan yang lowong;
3. pelaksanaan seleksi; dan
4. pengusulan nama calon.
Dalam melakukan pengawasan pengisian jabatan pimpinan
tinggi pratama di Instansi Pusat dan Instansi Daerah KASN
berwenang memberikan rekomendasi kepada Pejabat
Pembina Kepegawaian dalam hal:
1. pembentukan panitia seleksi;
2. pengumuman jabatan yang lowong;
3. pelaksanaan seleksi;
4. pengusulan nama calon;
5. penetapan calon; dan
6. pelantikan.
Manajemen 6

Rekomendasi KASN bersifat mengikat. KASN


menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Presiden.

6. Pegawai ASN yang menjadi Pejabat


Pegawai ASN dapat menjadi pejabat negara. Pejabat
negara yaitu:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat;
c. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan
Perwakilan Daerah;
d. Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada
Mahkamah Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim
pada semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc;
e. Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
f. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa
Keuangan;
g. Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial;
h. Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
i. Menteri dan jabatan setingkat menteri;
6 Manajemen

j. Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri


yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa
dan Berkuasa Penuh;
k. Gubernur dan wakil gubernur;
l. Bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota; dan
m. Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-
Undang.
Pegawai ASN dari PNS yang diangkat menjadi ketua,
wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi; ketua, wakil
ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan; ketua,
wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial; ketua dan wakil
ketua Komisi Pemberantasan Korupsi; Menteri dan jabatan
setingkat menteri; Kepala perwakilan Republik Indonesia di
Luar Negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar
Biasa dan Berkuasa Penuh diberhentikan sementara dari
jabatannya dan tidak kehilangan status sebagai PNS.
Pegawai ASN dari PNS yang tidak menjabat lagi
sebagai pejabat negara diaktifkan kembali sebagai PNS.
Pegawai ASN dari PNS yang mencalonkan diri atau
dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden; ketua,
wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua,
wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah;
gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil
bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri
Manajemen 6

secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.


PNS yang tidak menjabat lagi sebagai pejabat negara dapat
menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi, Jabatan Administrasi,
atau Jabatan Fungsional, sepanjang tersedia lowongan
jabatan. Dalam hal tidak tersedia lowongan jabatan dalam
waktu paling lama 2 (dua) tahun PNS yang bersangkutan
diberhentikan dengan hormat.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan,
pemberhentian, pengaktifan kembali, dan hak kepegawaian
PNS yang diangkat menjadi pejabat negara dan pimpinan
atau anggota lembaga nonstruktural diatur dalam Peraturan
Pemerintah.

c. Organisasi
Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi
Pegawai ASN Republik Indonesia. Korps profesi Pegawai
ASN Republik Indonesia memiliki tujuan:
1. menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi
ASN; dan
2. mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa.

Dalam mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) korps profesi ASN Republik Indonesia memiliki fungsi:
1. pembinaan dan pengembangan profesi ASN;
6 Manajemen

2. memberikan perlindungan hukum dan advokasi kepada


anggota korps profesi ASN Republik Indonesia terhadap
dugaan pelanggaran Sistem Merit dan mengalami
masalah hukum dalam melaksanakan tugas;
3. memberikan rekomendasi kepada majelis kode etik
Instansi Pemerintah terhadap pelanggaran kode etik
profesi dan kode perilaku profesi; dan
4. menyelenggarakan usaha untuk peningkatan
kesejahteraan anggota korps profesi ASN Republik
Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai korps profesi Pegawai ASN
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

d. Sistem Informasi ASN


Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi
pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN diperlukan
Sistem Informasi ASN. Sistem Informasi ASN
diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar-
Instansi Pemerintah. Untuk menjamin keterpaduan dan
akurasi data dalam Sistem Informasi ASN, setiap Instansi
Pemerintah wajib memutakhirkan data secara berkala dan
menyampaikannya kepada BKN. Sistem Informasi ASN
berbasiskan teknologi informasi yang mudah diaplikasikan,
Manajemen 6

mudah diakses, dan memiliki sistem keamanan yang


dipercaya.
Sistem Informasi ASN memuat seluruh informasi dan data
Pegawai ASN. Data Pegawai ASN paling kurang memuat:
1. data riwayat hidup;
2. riwayat pendidikan formal dan non formal;
3. riwayat jabatan dan kepangkatan;
4. riwayat penghargaan, tanda jasa, atau tanda
kehormatan;
5. riwayat pengalaman berorganisasi;
6. riwayat gaji;
7. riwayat pendidikan dan latihan;
8. daftar penilaian prestasi kerja;
9. surat keputusan; dan kompetensi.

e. Penyelesaian Sengketa
Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya
administratif. Upaya administratif terdiri dari keberatan dan
banding administratif. Keberatan diajukan secara tertulis
kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum
dengan memuat alasan keberatan dan tembusannya
disampaikan kepada pejabat yang berwenang menghukum.
6 Manajemen

Banding administratif diajukan kepada badan pertimbangan


ASN.
Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya administratif dan
badan pertimbangan ASN diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

2. Rangkuman
a. Manajemen ASN terdiri dari Manjemen PNS dan
Manajemen PPPK
b. Manajemen PNS meliputi penyusunan dan penetapan
kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan,
pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi,
penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan,
penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensisun
dan hari tua, dan perlindungan
c. Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan;
pengadaan; penilaian kinerja; penggajian dan
tunjangan; pengembangan kompetensi; pemberian
penghargaan; disiplin; pemutusan hubungan perjanjian
kerja; dan perlindungan.
d. Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada
kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga
nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara
terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan
Manajemen 6

memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi,


kepangkatan, pendidikan dan latihan, rekam jejak
jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang
dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
e. Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti
Pejabat Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun terhitung
sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali Pejabat
Pimpinan Tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat
jabatan yang ditentukan.
f. Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya
sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan Presiden. Jabatan Pimpinan Tinggi hanya
dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun
g. Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat
Pembina Kepegawaian memberikan laporan proses
pelaksanaannya kepada KASN. KASN melakukan
pengawasan pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi baik
berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian maupun atas inisiatif sendiri
h. Pegawai ASN dapat menjadi pejabat Negara. Pegawai
ASN dari PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara
diberhentikan sementara dari jabatannya dan tidak
kehilangan status sebagai PNS.
6 Manajemen

i. Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi


Pegawai ASN Republik Indonesia. Korps profesi Pegawai
ASN Republik Indonesia memiliki tujuan: menjaga kode
etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN; dan
mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa.
j. Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi
pengambilan keputusan dalam Manajemen ASN
diperlukan Sistem Informasi ASN. Sistem Informasi ASN
diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar-
Instansi Pemerintah
k. Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya
administratif. Upaya administratif terdiri dari keberatan
dan banding administrative

3. Latihan/Tugas
Agar Anda bisa lebih memahami apa yang sudah Anda
baca dan pelajari dari modul ini, latihan berikut bisa
memperkuat pemahaman Anda tentang Mekanisme
Pengelolaan ASN. Anda dapat mengerjakan latihan berikut
sendiri atau mendiskusikan dengan teman Anda.
a. Coba jelaskan perbedaan antara manajemen PNS dan
Manajemen PPPK
b. Bagaimana perbedaan mekanisme pengisian jabatan
pimpinan tinggi ASN dan penggantian jabatan pimpinan
tinggi ASN
Manajemen 7

c. Coba diskusikan peranan sistem informasi ASN dalam


pengelolaan ASN
MODUL
PELATIHAN DASAR CALON PNS
HABITUASI

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA


NATION INSTITUTE of PUBLIC ADMINISTRATION
Hak Cipta © Pada : Lembaga Administrasi Negara
Edisi Revisi April Tahun 2017

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia


Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110
Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800188

“AKTUALISASI”
Modul Pelatihan Dasar Calon PNS

TIM PENGARAH SUBSTANSI:


1. Dr. Adi Suryanto, M.Si
2. Dr. Muhammad Idris, M.Si

TIM PENULIS MODUL:


1. Dr. Tri Widodo W Utomo, SH, MA
2. Dr. Basseng, M.Ed
3. Dr. Bayu Hikmat Purwana, M.Pd

Reka Cetak : Rudy Masthofani, S.Kom


COVER : Musthopa, S.Kom

Jakarta - LAN - 2017


iii + 19 hlm: 15 x 21 cm

ISBN: 978-602-7594-21-0
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR

Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara


mengamanatkan Instansi Pemerintah Untuk wajib memberikan
Pendidikan dan Pelatihan terintegrasi bagi Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS) selama satu (satu) tahun masa percobaan. Tujuan dari Pelatihan
terintegrasi ini adalah untuk membangun integritas moral, kejujuran,
semangat dan motivasi nasionalisme dan kebangsaan, karakter
kepribadian yang unggul dan bertanggungjawab, dan memperkuat
profesionalisme serta kompetensi bidang. Dengan demikian UU ASN
mengedepankan penguatan nilai-nilai dan pembangunan karakter
dalam mencetak PNS.

Lembaga Administrasi Negara menterjemahkan amanat Undang-


Undang tersebut dalam bentuk Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan
yang tertuang dalam Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara
Nomor 21 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan
Dasar Calon PNS Golongan III dan Nomor 22 Tahun 2016 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan I dan
II. Pelatihan ini memadukan pembelajaran klasikal dan non-klasikal di
tempat Pelatihan serta di tempat kerja, yang memungkinkan peserta
mampu untuk menginternalisasi, menerapkan, dan mengaktualisasikan,
serta membuatnya menjadi kebiasaan
(habituasi), dan merasakan manfaatnya, sehingga terpatri dalam dirinya
sebagai karakter PNS yang professional.

Demi terjaganya kualitas keluaran Pelatihan dan kesinambungan


Pelatihan di masa depan serta dalam rangka penetapan standar kualitas
Pelatihan, maka Lembaga Administrasi Negara berinisiatif menyusun
Modul Pelatihan Dasar Calon PNS ini.

Atas nama Lembaga Administrasi Negara, kami mengucapkan


penghargaan yang setinggi-tingginya kepada tim penyusun yang telah
bekerja keras menyusun Modul ini. Begitu pula halnya dengan instansi
dan narasumber yang telah memberikan review dan masukan, kami
ucapkan terimakasih.

Kami sangat menyadari bahwa Modul ini jauh dari sempurna. Dengan
segala kekurangan yang ada pada Modul ini, kami mohon kesediaan
pembaca untuk dapat memberikan masukan yang konstruktif guna
penyempurnaan selanjutnya, semoga modul ini dapat bermanfaat bagi
pembaca sekalian.

Jakarta, April 2017

Kepala
Lembaga Administrasi Negara,

ttd

Adi suryanto
DAFTAR ISI

hal
Kata Pengantar............................................................................i
Daftar isi....................................................................................ii
Daftar Gambar...........................................................................iii
Daftar Formulir.........................................................................iv

Bab I. Pendahuluan....................................................................1
A. Latar belakang..............................................................1
B. Deskripsi singkat..........................................................5
C. Tujuan Pembelajaran....................................................5
D. Indikator Keberhasilan..................................................6
E. Materi pokok dan sub materi pokok..............................6

Bab II. Konsepsi Pembelajaran Aktualisasi...............................7


A. Konsep Habituasi..........................................................7
B. Konsep Pembelajaran Aktualisasi...............................13

Bab III. Tahap Pembelajaran Aktualisasi................................35


A. Merancang Aktualisasi...............................................36
B. Mempresentasikan Rancangan Aktualisasi.................53
C. Melakukan Aktualisasi...............................................55
D. Melaporkan Aktualisasi..............................................59
E. Mempersentasikan Laporan Aktualisasi.....................61
F. Latihan........................................................................63
G. Rangkuman.................................................................64
H. Evaluasi......................................................................65
I. Umpan Balik dan Tindak lanjut..................................65

Bab IV. Penutup......................................................................67

Daftar Istilah............................................................................69
Daftar Pustaka.........................................................................71
DAFTAR GAMBAR

hal
Gambar 1: The Power of Goals Setting............................12
Gambar 2: Keterkaitan Habituasi dan Akatualisasi.................13
Gambar 3: Paradigma Pengertian Aktualisasi.........................16
Gambar 4: Kerangka Pikir Pemilihan Isu................................20
Gambar 5: Keterkaitan Isu, Kegiatan dan Output dengan Mata
Pelatihan (1).........................................................24
Gambar 6: Keterkaitan Isu, Kegiatan dan Output dengan Mata
Pelatihan (2).........................................................24
Gambar 7: Tahapan Pembelajaran Aktualisasi........................35
DAFTAR FORMULIR

hal
Formulir 1: Rancangan Aktualisasi.........................................37
Formulir 2: Pengendalian Aktualisasi Oleh Mentor................57
Formulir 3: Pengendalian Aktualisasi Oleh Coach..................58
Daftar Tabel.......................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sistem pembelajaran Pelatihan Dasar Calon PNS
pada kurikulum yang menekankan pada pembentukan karakter
PNS, setiap peserta pelatihan dituntut untuk mampu
mengaktualisasikan substansi materi pembelajaran yang telah
dipelajari melalui proses pembiasaan diri yang difasilitasi dalam
pembelajaran agenda Habituasi. Pembelajaran Agenda
Habituasi memfasilitasi peserta melakukan kegiatan
pembelajaran aktualisasi mata-mata Pelatihan khususnya pada
pembelajaran agenda kedudukan dan peran PNS dalam NKRI
dan pembelajaran agenda nilai-nilai dasar PNS yang telah
dipelajari.
Pengalaman belajar pada agenda habituasi dirancang agar
peserta mendapatkan pemahaman tentang konsepsi habituasi
melalui kegiatan pembelajaran aktualisasi di tempat kerja dan
penjelasan tentang kegiatan pembelajaran aktualisasi sehingga
peserta akan memiliki kemampuan mensintesakan substansi
mata Pelatihan ke dalam rancangan aktualisasi, pembimbingan
pembelajaran aktualisasi, melaksanakan seminar rancangan
aktualisasi, melaksanakan aktualisasi di

1
tempat kerja dan menyusun laporan aktualisasi, menyiapkan
rencana presentasi laporan pelaksanaan aktualisasi, dan
melaksanakan seminar aktualisasi. Khusus bagi peserta
Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan III dituntut suatu
kemampuan untuk mendeskripsikan analisis dampak apabila
nilai-nilai dasar PNS tidak diterapkan dalam pelaksanaan tugas
jabatan yang dituangkan di dalam laporan aktualisasinya.
Pembelajaran agenda habituasi didalam struktur
kurikulum pembentukan karakter PNS merupakan pembelajaran
agenda ke-IV (terakhir), namun dalam pelaksanaanya terdapat
satu sesi pembelajaran yang disampaikan sebelum pembelajaran
agenda I, II, dan III dipelajari peserta. Sesi pembelajaran
dimaksud adalah penjelasan konsepsi aktualisasi. Sesi
pembelajaran ini ditempatkan lebih awal dengan tujuan
memberikan bekal kemampuan berpikir konseptual kepada
peserta tentang keterkaitan konsepsi habituasi dan aktualisasi,
tuntutan kemampuan peserta mensintesakan substansi mata-
mata pelatihan yang telah dipelajari khususnya pada
pembelajaran agenda III dan agenda II ke dalam suatu
rancangan aktualisasi. Disamping itu, disampaikan juga tentang
tahapan pembelajaran aktualisasi dan taget tujuan
pembelajaranya, peran dan tugas pembimbing (coach dan
mentor), dan diberikan penekanan tentang
persentase bobot penilaian sebesar 50% (persen) yang akan
menentukan kelulusan peserta.
Pembelajaran agenda habituasi selanjutnya diberikan
setelah peserta menyelesaikan seluruh agenda pembelajaran
secara berurutan (agenda I, II, dan III), melalui sesi
pembelajaran penjelasan aktualisasi dengan tujuan
mengingatkan kembali sesi pembelajaran penjelasan konsepsi
aktualisasi dan mengarahkan peserta menyiapkan diri untuk
melakukan setiap tahapan pembelajaran aktualisasi. Selanjutnya
peserta akan dibimbing menyusun rancangan aktualisasi dan
“mensintesakan” substansi mata-mata pelatihan agenda
kedudukan dan peran PNS dalam NKRI dan nilai-nilai dasar
PNS ke dalam rancangan aktualisasi.
Kemampuan peserta melaksanakan pembelajaran
aktualisasi dapat peroleh melalui proses pembimbingan dari
coach (pembimbing yang ditunjuk dari lembaga pelatihan) dan
mentor (atasan peserta atau pegawai lainnya yang ditujuk oleh
pejabat pembina kepegawaian instansi peserta), sehingga
peserta mampu menyusun kertas kerja rancangan aktualisasi,
melaksanakan seminar rancangan aktualisasi, menerapkan
rancangan aktualisasi dan menyusun laporan aktualisasi selama
masa pembelajaran non klasikal (off campus) di tempat kerja,
menyiapkan rencana presentasi laporan aktualisasi,
melaksanakan seminar aktualisasi, dan di penghujung
pembelajaran peserta mampu melaksanakan pekerjaan sebagai
pelayan publik secara profesional.
Pada saat pembelajaran non klasikal (off campus) di
tempat kerja untuk menerapkan rancangan aktualisasi, peserta
dimungkinkan akan difasilitasi untuk belajar pada kurikulum
penguatan kompetensi teknis bidang tugas sesuai dengan
tuntutan kompetensi teknis jabatan peserta
pada satu tahun masa percobaan. Pembelajaran tersebut
dilakukan melalui proses pembimbingan dari coach di tempat
kerja yang ditunjuk oleh pejabat pembina kepegawaian instansi
peserta dan mentor yang telah ditunjuk. Keduanya
bertugas membimbing peserta
melakukan kegiatan pembelajaran pada kurikulum
penguatan kompetensi teknis bidang tugas. Dalam
kondisi tertentu coach yang dimaksud pada paragraf ini,
peran dan tugasnya dapat dirangkap oleh mentor peserta.
Selanjutnya, terkait dengan system perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi pembelajaran pada kurikulum penguatan
kompetensi teknis bidang tugas sesuai
dengan tuntutan kompetensi teknis jabatan peserta dalam
1 (satu) tahun masa percobaan, akan dijelaskan lebih lanjut
pada pedoman teknis khusus diluar modul aktualisasi ini.
B. Deskripsi Singkat
Mata Pelatihan aktualisasi membekali peserta tentang
konsepsi aktualisasi dan habituasi, tahapan pembelajaran
aktualisasi, penyusunan dan penyajian rancangan aktualisasi,
melaksanakan aktualisasi, dan penyajian hasil aktualisasi. Mata
Pelatihan ini disajikan dengan metode penulisan kertas kerja,
dengan pendekatan pembelajaran experiential learning, dan
presentasi yang bersifat mandiri. Keberhasilan peserta dinilai
dari kemampuan menyusun dan menyajikan rancangan,
melaksanakan aktualisasi di tempat kerja, menyusun laporan,
dan menyajikan hasil aktualisasi.

C. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta
Pelatihan Dasar Calon PNS diharapkan mampu :
1. Memahami konsepsi pembelajaran aktualisasi dan
habituasi;
2. Memahami tahapan pembelajaran aktualisasi; dan
3. Melaksanakan tahapan pembelajaran aktualisasi:
a. menyusun rancangan aktualisasi
b. mempresentasikan rancangan aktualisasi;
c. melaksanakan aktualisasi;
d. menyusun laporan aktualisasi;
e. mempresentasikan laporan aktualisasi.
D. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta
mampu:
1. menjelaskan konsepsi aktualisasi dan habituasi;
2. menjelaskan tahapan pembelajaran aktualisasi;
3. menyusun rancangan aktualisasi;
4. mempresentasikan rancangan aktualisasi;
5. melaksanakan aktualisasi di tempat kerja;
6. menyusun laporan pelaksanaan aktualisasi;
7. menyiapkan rencana presentasi laporan aktualisasi; dan
8. mempresentasikan laporan aktualisasi.

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


1. Konsepsi aktualisasi dan habituasi;
2. Tahapan pembelajaran aktualisasi;
3. Pembimbingan penulisan rancangan aktualisasi;
4. Seminar rancangan aktualisasi;
5. Aktualisasi di tempat kerja;
6. Laporan aktualisasi;
7. Pembimbingan persiapan pra seminar aktualisasi; dan
8. Seminar aktualisasi.
BAB II
KONSEPSI PEMBELAJARAN AGENDA HABITUASI

A. Konsepsi Habituasi
Habituasi secara harfiah diartikan sebagai sebuah proses
pembiasaan pada/atau dengan “sesuatu” supaya menjadi
terbiasa atau terlatih untuk melakukan “sesuatu” yang bersifat
instrisik pada lingkungan kerjanya.
Mengadaposi pendapatnya Samani dan haryanto
(2011:239) tentang habituasi, peserta Pelatihan Dasar Calon
PNS dalam pembelajaran agenda habituasi difasilitasi untuk
menghasilkan suatu penciptaan situasi dan kondisi
(persistence life situation) tertentu yang memungkinkan
peserta melakukan proses pembiasaan untuk berperilaku sesuai
kriteria tertentu. Penciptaan tersebut diarahkan pada
pembentukan karakter sebagai karakter diri ideal melalui proses
internalisasi dan pembiasaan diri melalui intervensi (stimulus)
tertentu yang akan dilakukan pada pelaksanaan tugas jabatan di
tempat kerja.
Intervensi diciptakan agar bisa memicu timbulnya suatu
respon berupa tindakan tertentu yang diawali dari hal-hal kecil
atau yang paling mendasar dibutuhkan di tempat kerja,
khususnya untuk mendukung pelaksanaan tugas jabatan
peserta. Hal-hal kecil atau mendasar yang

1
dimaksud adalah sebagai upaya untuk mendekatkan peserta
dengan tuntutan lingkungan kerja, misalnya aktivitas rutin
dalam menyelesaikan pekerjaan, kualitas kerja, jam kerja,
kedisiplinan, cara dan etika memberikan pelayanan kepada
konsumen/tamu/stakeholders, strategi komunikasi dengan
sesama pegawai atau dengan pimpinan, situasi atau lingkungan
budaya kerja, atau hal- hal lainnya yang dapat menarik
perhatian dan layak dibicarakan/didiskusikan.
Indikator keberhasilan pembelajaran agenda Habituasi
adalah teridentifikasinya suatu kondisi nyata yang terjadi di
dalam lingkungan kerja dan secara spesifik terkait dengan
tuntutan pelaksanaan tugas jabatannya, sebagai suatu isu yang
muncul dan harus dipecahkan. Berdasarkan kondisi tersebut
peserta menunjukkan prakarsa kreatif untuk berkontribusi
memecahkan isu dengan menginisiasi kegiatan-kegiatan
pemecahan isu dan melakukannya secara konsisten, sebagai
suatu kebiasaan untuk selalu melakukan aktivitas yang
menghasilkan manfaat yang dapat dirasakan oleh
unit/organisasi, stakeholders atau sekurang-kurangnya oleh
individu peserta, sehingga terbentuk menjadi karakter dalam
mendukung pelaksanaan tugas dan jabatan secara profesional
sebagai pelayan masyarakat.
Faktor-faktor yang berperan dalam menentukan kualitas
mengidentifikasi isu adalah kepekaan peserta terhadap tuntutan
dan kondisi lingkungan kerja, konsistensi dan keakraban
terhadap motif bekerja lebih baik, dan kemampuan peserta
menunjukannya ditempat kerja. Untuk menjaga
keberlangsungan proses habituasi, sangat disarankan peserta
menemukan role model yang akan dijadikan figure atau
contoh teladan atau model mirroring. Tidak menutup
kemungkinan role model yang ditemukan dan ditetapkan
peserta dapat lebih dari satu orang. Terkait dengan hal tersebut
di atas, muncul dua pertanyaan besar, yaitu: (1) Siapa yang
dimaksud role model tersebut?, maka jawabannya yaitu
pegawai atau siapa saja. sosok tokoh yang akan dijadikan
panutan sebaiknya adalah orang yang bekerja di unit kerja atau
instansi peserta, yang menurut peserta layak menjadi contoh
atau teladan berdasarkan materi-materi yang telah dipelajari
pada pembelajaran agenda nilai-nilai dasar PNS dan agenda
kedudukan dan peran PNS dalam NKRI.
Pertanyaan selanjutnya adalah (2) apa yang akan ditiru?.
jawabannya adalah contoh sikap dan perilaku yang
menggambarkan sosok pegawai ideal, yang karena karakter
kepribadian dan/atau kompetensinya dalam menyelesaikan
pekerjaan mendekati kondisi ideal dan sangat dibutuhkan di
tempat kerja, sehingga dipandang
layak untuk dijadikan teladan. Memang perlu diakui, bahwa
tidak mudah menemukan role model seperti itu, namun peserta
harus yakin bahwa akan ada seseorang atau pegawai yang
menurut penilaian peserta atau berdasarkan rekomendasi dari
pihak tertentu layak untuk dijadikan role model. Hal terpenting
yang perlu ditegaskan, siapa pun role model yang akan dipilih,
maka dia harus bersifat (eksis) ada dalam kondisi nyata bukan
tokoh imaginative terlepas dari berbagai kelemahannya.
Dalam menetapkan role model, langkah yang harus
dilakukan peserta adalah mendalami atau menggali data atau
informasi tentang kriteria pegawai tersebut, sehingga layak
mendapatkan predikat pegawai yang ideal/terbaik dan layak
ditiru. Langkah mendalami atau menggali data atau informasi
tentang kriteria pegawai tersebut, penting dilakukan peserta
agar dalam menetapkan kriteria atau indikator yang akan ditiru
sesuai dengan substansi materi mata pelatihan yang telah
dipelajari. Kriteria atau indikator tersebut kemudian dijadikan
alat atau kriteria penentu keberhasilan peserta melakukan
habituasi bersama partner atau role model yang telah dipilih,
disamping pembimbingnya.
Pentingnya peserta mendapatkan role model yang akan
dijadikan partner dalam pembelajaran agenda habituasi dan
pentingnya peran role model sebagai
partner pembelajaran agenda habituasi, didasarkan atas konsep
penelitian yang diadopsi dari teori the power of goals setting
dari Locke & Latham (1994). Konsep tersebut digambarkan
sebagai berikut:

Gambar 1
The Power of Goals Setting

Gambar di atas secara garis besar menunjukkan, bahwa


jika peserta memiliki tujuan yang ingin dicapai, kemudian
menuliskan tujuan tersebut dalam satu rumusan kalimat yang
terukur maka keberhasilan mencapai tujuan sebesar 25-30%,
jika kemudian peserta mendiskusikan rumusan tujuan tersebut
dan strategi pencapaian tujuan tersebut dengan pihak-pihak
yang relevan maka keberhasilan mencapai tujuan sebesar 55-
60%, dan jika peserta mendapatkan rekan kerja yang
“berakuntabilitas” untuk bersama-sama mencapai tujuan
tersebut maka kemungkinan keberhasilan peserta mencapai
tujuan lebih dari 85 %.
B. Konsepsi Pembelajaran Aktualisasi
Setelah Peserta memahami tentang konsepsi
pembelajaran habituasi, maka selanjutnya akan dijelaskan
bagaimana penciptaan suatu intervensi yang akan digunakan
dalam pembelajaran habituasi yaitu konsep (intervensi)
AKTUALISASI.
Keterkaitan habituasi dengan Aktualisasi digambarkan
sebagai berikut:

Role Models

Gambar 2
Keterkaitan Habituasi dan Aktualisasi
Pembelajaran aktualisasi pada Pelatihan Dasar Calon
PNS terbagi kedalam dua kegiatan pembelajaran utama yaitu;
pembelajaran merancang aktualisasi dan pembelajaran
melaksanakan rancangan aktualisasi. Kedua kegiatan
pembelajaran tersebut, tandai dengan kemampuan yang harus
dikuasai peserta berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. merancang aktualisasi yang akan diukur berdasarkan
kemampuan peserta mendeskripsikan; kualitas penetapan
isu, jumlah kegiatan pemecahan isu, kualitas rencana
kegiatan, relevansi rencana kegiatan dengan aktualisasi,
dan kemampuan menyampaikan rancangan aktualisasi
kepada penguji (teknik komunikasi).
2. melaksanakan rancangan aktualisasi yang akan diukur
berdasarkan kemampuan peserta mendeskripsikan kualitas
pelaksanaan kegiatan, kualitas aktualisasi, dan kemampuan
menyampaikan rancangan aktualisasi kepada penguji
(teknik komunikasi).
3. Disamping kemampuan yang perlu dikuasai peserta
berdasarkan dua kriteria di atas, khusus bagi Peserta
Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan III dituntut untuk
mampu menganalisis dampak apabila nilai-nilai
dasar PNS tidak diaplikasikan dalam pelaksanaan tugas
jabatannya yang dituangkan pada laporan aktualisasi.

Untuk
Pemahamanlebihmendalam
memudahkan Peserta
terkait ketiga memahami
kemampuan yang
harus dikuasai dalam pembelajaran aktualisasi
pembelajaran aktualisasi, terlebih dahulu peserta perlu tersebut,
akan duiraikan lebih lanjut pada Bab III tentang tahapan
memahami esensi kata
pembelajaran ‘aktualisasi’.
aktualisasi.
‘Aktualisasi’ berasal dari kata dasar ‘aktual’ yang berarti
nyata/ benar-benar terjadi/ sesungguhnya ada. Dengan mengacu
kepada pengertian tersebut, maka aktualisasi memiliki
pengertian sebagai suatu proses untuk menjadikan pengetahuan
dan pemahaman yang telah dimiliki terkait substansi mata
pelatihan yang telah dipelajari dapat menjadi aktual/ nyata/
terjadi/ sesungguhnya ada. Proses yang perlu dilakukan
berdasarkan pengertian aktualisasi dalam suatu proses
pembelajaran atau pelatihan adalah bentuk kemampuan Peserta
dalam menerjemahkan teori ke dalam praktik, mengubah
konsep menjadi konstruk, menjadikan gagasan sebagai
kegiatan (realita) memperhatikan tuntutan pembelajaran yang
telah dipelajari. Penjelasan tersebut digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 3
Paradigma Pengertian Aktualisasi

Berdasarkan pengertian aktualisasi di atas dan


kontekstualisasi dalam Pelatihan Dasar Calon PNS khususnya
pada pembelajaran aktualisasi agenda habituasi, maka dapat
disimpulkan bahwa kemampuan mengaktualisasikan substansi
mata pelatihan yang telah dipelajari adalah hal utama yang perlu
ada dalam suatu rancangan aktualisasi.
Dalam belajar menyusun rancangan aktualisasi, terdapat
beberapa pertanyaan-pertanyaan pokok yang
perlu dijawab peserta. Dengan menjawab pertanyaan-
pertanyaan di bawah ini secara berurutan, dapat memandu
peserta lebih mudah merancang aktualisasi. Pertanyaan-
pertanyaan yang dimaksud tersebut adalah:
1. Isu-isu apa yang dapat diidentifikasi di tempat kerja?
2. Isu apa yang berkenaan erat dengan pelaksanaan tugas
jabatan dan layak dijadikan isu?
3. apa yang akan diaktualisasikan pada pembelajaran agenda
III di dalam proses mengidentifikasi dan menetapkan isu
yang akan dipecahkan?
4. Gagasan “kreatif” apa yang akan diusulkan untuk
memecahkan isu?
5. Kegiatan “kreatif” apa yang akan diusulkan untuk dapat
memecahkan isu?
6. bagaimana tahapan kegiatan yang perlu dilakukan dalam
menyelesaikan setiap kegiatan secara terukur untuk dapat
memecahkan isu?
7. Apakah hasil kegiatan (output) telah memberikan
kontribusi terhadap penyelesaian isu?
8. apa yang akan diaktualisasikan pada pembelajaran agenda
II dalam proses pelaksanaan kegiatan dalam rangka
penyelesaian isu?,
9. bagaimana cara mengaktualisasikannya?, dan
10. bagaimana membuktikan bahwa telah terjadi aktualisasi?.
Aktivitas peserta berdasarkan jawaban dari setiap
pertanyaan di atas dan dilakukan berulang-ulang maka pada
akhirnya akan menggambarkan adanya proses habituasi.
Habituasi yang diharapkan muncul sehingga terbentuk menjadi
karakter pada pembelajaran aktualisasi adalah:
1. kepedulian peserta terhadap permasalahan yang terjadi di
lingkungan kerjanya, baik pada level organisasi, unit kerja,
atau sekurang-kurangnya dalam pelaksanaan tugas
jabatannya; dan
2. kemampuan peserta untuk berkontribusi/berpartisipasi
dengan melakukan aktivitas yang memberikan manfaat atas
dasar keyakinan kuat terhadap sesuatu yang ideal atau
seharusnya terjadi.

Peserta Pelatihan Dasar Calon PNS perlu menyadari


bahwa, kemampuan mengidentifikasi dan menetapkan isu
adalah hal pertama yang harus ditunjukkan atau sebagai pintu
gerbang pertama menuju keberhasilan menyusun rancangan
aktualisasi. Oleh karena itu, untuk menjaga kesamaan
penyamaan persepsi tentang apa yang dimaksud dengan isu,
maka selanjutnya akan diuraikan tentang pengertian isu.
Pengertian isu secara umum adalah suatu
phenomena/kejadian yang diartikan sebagai masalah.
Pengertian isu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
masalah yang dikedepankan untuk ditanggapi; kabar yang tidak
jelas asal usulnya dan tidak terjamin kebenarannya; kabar
angin; desas desus. Selanjutnya Kamus “Collins Cobuild
English Language Dictionary” (1993), mengartikan issue
sebagai :
(1). “An important subject that people are discussing
or arguing about” (2). “When you talk about the issue,
you are referring to the really important part of the thing
that you are considering or discussing”.

Masih banyak pengertian lainnya tentang isu, Peserta


dipersilahkan untuk menemukan pada berbagai literature
lainnya dan mendalaminya secara mandiri atau dengan bantuan
pembimbing. Di dalam modul ini yang perlu ditekankan terkait
dengan pengertian isu adalah adanya/disadarinya suatu
fenomena atau kejadian yang dianggap penting atau dapat
menjadi menarik perhatian orang banyak, sehingga menjadi
bahan yang layak untuk didiskusikan.
Terdapat 3 (tiga) kemampuan yang mempengaruhi dalam
mengidentifikasi dan/atau menetapkan isu dan perlu
mendapatkan perhatian dari peserta, yaitu kemampuan
melakukan:
1. Enviromental Scanning  peduli terhadap masalah
dalam organisasi dan mampu memetakan hubungan
kausalitas
2. Problem Solving  mampu mengembangkan dan
memilih alternatif, dan mampu memetakan aktor terkait
dan perannya masing-masing
3. Analysis  mampu berpikir konseptual (mengkaitkan
dengan substansi Mata Pelatihan), mampu
mengidentifikasi implikasi / dampak / manfaat dari sebuah
pilihan kebijakan / program / kegiatan/ tahapan kegiatan.

Ketiga kemampuan tersebut dalam penerapannya dapat


dianalogikan dalam kerangka berpikir sebagai berikut:

Gambar 4 Kerangka
Pikir Pemilihan Isu
Perlu dipahami, bahwa dalam penetapan isu di tempat
kerja perlu mendapatkan dukungan konseptual dari mata
pelatihan yang telah dipelajari pada agenda Kedudukan dan
Peran PNS dalam NKRI. Setiap mata Pelatihan yang telah
dipelajari memiliki keterkaitan, baik secara keseluruhan atau
masing-masing mata pelatihan sesuai konteks isu. Kemampuan
peserta mengenali dan memahami dengan baik tuntutan
pelaksanaan pekerjaan dan lingkungan kerja, dibantu dengan
inspirasi dari pengampu mata pelatihan, dan proses
pembimbingan dari pembimbing yang berkualitas akan dapat
membantu peserta menggambarkan dengan jelas kesesuaian
atau ketidaksesuaian antara situasi nyata di tempat kerja dengan
tuntutan situasi yang seharusnya terjadi sehingga menjadi isu
yang layak diajukan dan harus segera ditangani.
Pada saat peserta melakukan enviromental scanning
dalam organisasi dan memetakan hubungan kausalitas aktor dan
peran aktor, tidak menutup kemungkinan peserta mampu
menemukan isu lebih dari satu. Untuk kebutuhan menyusun
rancangan aktualisasi, peserta cukup memilih satu isu yang
disebut core isu untuk dijadikan bahan pembelajaran
merancang
aktualisasi dengan persetujuan mentor dan dikonsultasikan
kepada coach. Isu lainnya yang belum dipilih dapat digunakan
untuk menyusun rancangan aktualisasi pada sisa waktu masa off
campus atau pasca pelatihan sebagai bentuk komitmen peserta
melakukan habituasi.
Langkah selanjutnya, setelah peserta menetapkan core
isu, maka selanjutnya mengusulkan rumusan gagasan kreatif
dalam bentuk kegiatan yang dapat dilakukan dan diyakini
gagasan atau kegiatan tersebut dapat memecahkan isu. Pada
kondisi tertentu dimungkinkan ada peserta yang merumuskan
gagasan berdasarkan isu yang diangkat, namun tidak dapat
diselesaikan/dilakukan terkait dengan keterbatasan “tetap”
dalam jabatan peserta dan posisinya sebagai CPNS. Kepada
peserta tersebut sangat disarankan untuk melakukan dua hal
(lihat gambar 3):
1. tetap menyelesaikan gagasan pemecahan isu tersebut,
melalui penulisan atau penggambaran penyelesaian isu
secara komprehensif dan dapat dipertanggung jawabkan. Di
dalam modul ini masuk pada kategori inisiatif pemikiran
konseptual; dan
2. menetapkan isu kedua yang gagasan pemecahan isunya yang
aktivitas-aktivitasnya dapat diselesaikan.
Gagasan pemecahan isu dan penetapan kegiatan untuk
mewujudkan gagasan tersebut sangat dituntut adanya aspek
kreatifitas sehingga akan memberikan hasil berbeda dan
memberikan manfaat atau manfaat yang lebih dari biasanya.
Kegiatan yang diusulkan sebagai langkah pemecahan isu perlu
dirumuskan hasil capaian kegiatannya, untuk mengukur
ketercapaian hasil kegiatan maka disusun tahapan kegiatan
untuk dapat menjelaskan bagaimana melakukan kegiatan
tersebut. Pelaksanaan usulan kegiatan dan/atau tahapan kegiatan
yang diusulkan dalam rangka pemecahan isu yang diangkat
harus mengaktualisasikan substansi mata pelatihan agenda
Internalisasi Nilai-Nilai Dasar PNS yang telah dipelajari.
Untuk memudahkan peserta memahami penjelasan
tentang aktualisasi substansi mata pelatihan agenda kedudukan
dan peran PNS dalam NKRI sebagai dasar penetapan isu dan
aktualisasi substansi mata pelatihan agenda nilai-nilai dasar
PNS dalam pelaksanaan kegiatan yang akan dituangkan dalam
kertas kerja rancangan aktualisasi, harap perhatikan kedua
gambar berikut ini:
Gambar 5
Keterkaitan Isu, Kegiatan dan Output dengan
Mata Pelatihan (1)

Gambar 6
Keterkaitan Isu, Kegiatan dan Output dengan
Mata Pelatihan (2)
Aplikasi kedua gambar tersebut dalam situasi nyata,
dijelaskan dengan contoh berikut ini:
Misalnya ditempat kerja Peserta terdapat situasi dimana
para pegawai selalu patuh (disiplin) untuk datang setiap hari
sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini Peserta dapat
menyimpulkan telah terjadi kesesuaian situasi nyata di tempat
kerja, antara materi yang dipelajari pada agenda sikap dan
perilaku dan/atau nilai-nilai dasar PNS. Kesimpulan tersebut
tidak salah, namun tidak sesuai dengan tuntutan pembelajaran
aktualisasi yaitu harus mengkaitkan dengan aktualisasi agenda
kedudukan dan peran PNS dalam NKRI, strategi yang perlu
dilakukan peserta adalah dengan menelaah lebih dalam terkait
motif kepatuhan tersebut, sehingga peserta akan mendapatkan
data lain, yaitu bahwa kepatuhan yang ditunjukkan
pegawai/beberapa pegawai tersebut hanya terkait dengan
kedisplinan datang tepat waktu, namun tidak didukung dengan
profesionalitas penyelesaian pekerjaan, dan hal ini tidak relevan
dengan mata manajemen ASN dan pelayanan publik, dst.
Contoh lainnya, misalnya Peserta bekerja pada unit kerja
yang menangani pekerjaan mengolah data akreditasi, Peserta
melihat atau mungkin merasakan adanya konflik kepentingan
dimana ada ‘keinginan’
pimpinan lembaga Pelatihan baik pusat ataupun daerah
(pengusul akreditasi) yang subyektif dengan kepentingan
obyektifitas pengolahan data yang merupakan tugas dan
tanggungjawabnya, dan hal ini juga telah melibatkan kolega dan
pimpinan. Berdasarkan situasi tersebut, maka Peserta
mendapatkan dilema dari ketidaksesuaian antara situasi yang
terjadi dilihat dari mata Pelatihan Akuntabilitas dan
Antikorupsi. Kesimpulan tersebut tidak salah, namun tidak
sesuai dengan tuntutan pembelajaran aktualisasi yaitu harus
mengkaitkan dengan aktualisasi agenda kedudukan dan peran
PNS dalam NKRI, strategi yang perlu dilakukan peserta adalah
dengan menelaah lebih dalam terkait motif tersebut sehingga
mendapatkan simpulan bahwa hal tersebut akan mengganggu
proses layanan dan menimbulkan motif ketidak percayaan
stakeholders terhadap layanan dan wibawa organisasi dan hal
ini terkait dengan mata pelatihan Pelayanan Publik dan Whole
of Government, dst.
Masih banyak contoh-contoh lain yang dapat peserta gali
di dalam diskusi bersama peserta lainnya atau dengan
pembimbing atau dengan Pengampu materi (pengajar) agenda
III.
Dengan memperhatikan kedua contoh di atas,
sesungguhnya Peserta sedang melakukan langkah
mensintesakan materi dengan menjadikan konsep mata-
mata Pelatihan sebagai landasan dalam menemukan isu atau
permasalahan yang sedang terjadi atau diprediksi akan terjadi di
tempat kerja.
Agar mampu melakukannya, setiap peserta
Pelatihan Dasar Calon PNS dituntut untuk memiliki
kepekaan dan kepedulian terhadap masalah yang terjadi, baik
berasal dari kinerja individu/ unit kerja/ organisasi,
selanjutnya peserta dituntut untuk mampu memetakan
hubungan kausalitas dan menjadikannya sebagai isu yang
diangkat. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, untuk
kebutuhan merancang aktualisasi, peserta cukup memilih
satu isu yang berkualitas dan menyelesaikannya dengan
memperhatikan masa off campus di tempat kerja. Didalam
proses penetapan isu yang berkualitas, sebaiknya peserta
menggunakan kemampuan berpikir kiritis yang ditandai
dengan penggunaan alat bantu penetapan kriteria kualitas isu.
Alat bantu penetapan kriteria isu yang
berkualitas, misalnya dapat menggunakan
kriteria; Aktual, Kekhalayakan,
Problematik, dan Kelayakan. Aktual artinya Benar-benar
terjadi dan sedang hangat dibicarakan dalam masyarakat.
Kekhalayakan artinya Isu yang menyangkut hajat hidup
orang banyak. Problematik artinya Isu yang memiliki
dimensi masalah yang kompleks, sehingga perlu
dicarikan segera solusinya, dan Kelayakan artinya Isu
yang masuk akal dan realistis serta relevan untuk dimunculkan
inisiatif pemecahan masalahnya.
Alat bantu lainnya, misalnya menggunakan kriteria
analisis USG dengan menetapkan rentang penilaian (1-5) dari
mulai sangat USG atau tidak sangat USG. Urgency: seberapa
mendesak suatu isu harus dibahas, dianalisis dan ditindaklanjuti.
Seriousness: Seberapa serius suatu isu harus dibahas
dikaitkan dengan akibat yang akan ditimbulkan. Growth:
Seberapa besar kemungkinan memburuknya isu tersebut jika
tidak ditangani segera.
Alat bantu lainnya misalnya menggunakan system
berpikir mine map, fishbone, SWOT, tabel frekuensi, analisis
kesenjangan, atau sekurangnya-kurangnya menerapkan
kemampuan berpikir hubungan sebab- akibat. Alat-alat bantu
tersebut digunakan sebagai bukti telah menunjukan kemampuan
berpikir analisis dalam diri peserta yang didukung data atau
fakta yang relevan dan dapat dipertanggung jawabkan.
Jika isu telah ditetapkan dengan persetujuan mentor
dan dikonsultasikan kepada coach, maka langkah selanjutnya
adalah merumuskan isu dalam suatu pernyataan yang ditulis
secara singkat dan jelas dengan memuat focus dan locus.
Contoh:

Masih lambatnya proses pemberian nomor registrasi


Langkah selanjutnya adalah mengidentifkasi akar
STTPP Diklat Prajabatan pada Sub Bidang Diklat
permasalahan berdasarkan sumber utama isu, aktor yang
Prajabatan Pusat P3D LAN RI
terlibat, dan peran dari setiap aktor, kemudian dideskripsikan
keterkaitannya dengan mata Pelatihan yang relevan (langsung
dan/atau tidak langsung) berdasarkan konteks isu.
Isu yang dipilih tersebut, kemudian diuraikan dengan
menggunakan formulir alat bantu rancangan aktualisasi, namun
yang perlu diketahui peserta untuk strategi penulisan rancangan
aktualisasi dapat disusun sesuai contoh atau dengan sistem
casecade, atau jika ada bentuk lain yang dianggap lebih
sederhana dan komunikatif dipersilahkan untuk
mengembangkannya.
Selanjutnya peserta mengusulkan gagasan kreatif
pemecahan isu dan strateginya melalui pikiran konseptual
dan/atau aktivitas-aktivitas kegiatan (sangat disarankan) yang
tujuannya sebagai upaya peserta untuk memberikan kontribusi
terhadap pencapaian tujuan organisasi dan memberikan nilai
manfaat dengan terciptanya suatu “peningkatan,
penyederhanaan, penyempurnaan,
perbaikan, dll”. Usulan tersebut disampaikan kepada coach dan
meminta validasi dann persetujuan dari mentor sebagi
pembimbing pembelajaran aktualisasi. Kegiatan kreatif yang
diusulkan didasarkan atas pertimbangan sesuai dengan lingkup
pekerjaan peserta dan secara realistis dapat dilaksanakan selama
masa aktualisasi di tempat kerja dengan persetujuan atasan
peserta.
Telah disinggung pada penjelasan sebelumnya, bahwa
disadari kondisi peserta sebagai CPNS memiliki keterbatasan
menyelesaikan gagasan karena faktor dukungan anggaran,
sarana dan prasarana, juga otoritas (kewenangan/tanggung
jawab), namun hal tersebut tidak berarti menjadi penghambat
bagi peserta untuk berpikir dan bertindak kreatif dan inovatif.
Peserta dapat mengusulkan kegiatan operasional sesuai dengan
konteks dan cakupan isu yang peserta akan mencoba untuk
dipecahkan, walaupun menurut sebagian orang hal itu
sederhana atau mungkin sangat sederhana sehingga tidak
diperhitungkan, namun yakinlah kesederhanaan (simplifikasi)
adalah dasar keterukuran sebuah proses.
Berikut ini disajikan beberapa contoh, bagaimana
kesederhaan gagasan mampu memberikan kontribusi terhadap
pelaksanaan tugas pada unit kerja.
Contoh
Pertama, Peserta bekerja pada unit pelayanan, dan Peserta
menyaksikan di ruang tunggu terjadi antrian yang panjang
setiap harinya, serta tidak ada informasi kepastian pelayanan.
Peserta memiliki gagasan agar masyarakat selama mengantri
merasakan nyaman dan disampaikan kepada pimpinan untuk;
membagi ruang tunggu bagi masyarakat perokok dan bukan
perokok, memaksimalkan penempatan kursi di ruang tunggu,
membuat tulisan yang terang dan sederhana tentang jenis dan
proses pelayanan yang akan ditempatkan pada tempat-tempat
strategis di ruang tunggu, dan seterusnya.

Kedua, Peserta yang berkerja di unit pelayanan, menyaksikan


masyarakat yang datang ke tempat pelayanan namun tidak
bisa terlayani karena waktu pendaftaran pelayanan sudah
tutup, hal ini Peserta pahami penyebabnya karena jauhnya
jarak antara tempat tinggal masyarakat dengan tempat
pelayanan dan mereka tidak mungkin menginap. Peserta
memiliki gagasan dan disampaikan kepada pimpinan untuk;
mengantisipasi hal tersebut dengan menyiapkan box
sederhana penerimaan permohonan atau pendaftaran yang
dilengkapi dengan berbagai informasi persyaratan dan proses
pelayanan yang akan dilakukan, sehingga bagi masyarakat
yang datang jauh dapat memanfaatkkan box tersebut. Formulir
didalam box tersebut akan menjadi pekerjaan prioritas ada
keesokan harinya.

Masih banyak contoh-contoh lainnya, Peserta dapat


menggali contoh-contoh lain termasuk gagasan-gagasan
lainnya dengan mendiskusikan hal tersebut dengan sesama
peserta dan/atau dengan pembimbing.
Gagasan kreatif pemecahan isu kemudian disebut dengan
kegiatan. Kegiatan (beberapa kegiatan) langkah selanjutnya
diuraikan ke dalam tahapan-tahapan kegiatan yang terukur dan
dapat diamati, sehingga menghasilkan output kegiatan yang
relevan dengan pemecahan isu. Pada saat menetapkan hasil
kegiatan, Peserta diminta mengaktualisasikan nilai-nilai dasar
PNS yang menurut Peserta relevan dengan pelaksanaan
kegiatan atau tahapan kegiatan di bawah bimbingan coach
sehingga menjadikan nilai-nilai dasar tersebut berwujud dan
kaya makna. Dengan kata lain penerapan (aktualisasi) nilai-
nilai dasar PNS pada pelaksanaan kegiatan atau tahapan
kegiatan akan menggambarkan kualitas output kegiatan atau
gambaran kualitas proses tahapan kegiatan.
Simak contoh pertama di atas, kegiatan yang diusulkan
adalah:
1). membagi ruang tunggu bagi masyarakat perokok
dan bukan perokok. Aktivitas yang akan dilakukan adalah;
berkonsultasi dengan pimpinan, mendesain layout ruang
pelayanan, berkoordinasi dengan pihak- pihak terkait.
Selanjutnya Peserta merencanakan nilai- nilai dasar yang
relevan dengan pelaksanaan tahapan kegiatan tersebut, misalnya
menerapkan nilai-nilai yang terdapat pada mata pelatihan Etika
publik, komitmen mutu, dan nasionalisme dalam
menyampaikan gagasan
dan berkoordinasi dengan pimpinan atau pihak-pihak terkait
lainnya.
2). memaksimalkan penempatan kursi di ruang
tunggu. Misalnya tahapan yang akan dilakukan adalah;
berkonsultasi dengan pimpinan, berkoordinasi dengan pihak-
pihak terkait, bersam-sama dengan pegawai lainnya menata
ruang tunggu. Selanjutnya Peserta merencanakan nilai-nilai
dasar yang relevan dengan pelaksanaan kegiatan tersebut,
misalnya menerapkan nilai-nilai yang terdapat pada mata
pelatihan Akuntabilitas PNS, etika publik, komitmen mutu,
dan nasionalisme dalam menyampaikan gagasan, berkoordinasi
dengan pimpinan atau pihak-pihak terkait lainnya, dan pada saat
melakukan penataan kursi.
3). membuat tulisan yang terang dan sederhana
tentang jenis dan proses pelayanan yang akan
ditempatkan pada tempat-tempat strategis di ruang
tunggu. Misalnya tahapan yang akan dilakukan adalah;
berkonsultasi dengan pimpinan, berkoordinasi dengan pihak-
pihak terkait, membuat tulisan (poster sederhana),
menempatkannya di tempat yang mudah dilihat. Selanjutnya
Peserta merencanakan nilai-nilai dasar yang relevan, misalnya
menerapkan nilai-nilai yang terdapat pada mata pelatihan
Akuntabilitas PNS, etika publik, komitmen mutu, dan anti
korupsi dalam menghasilkan dan menyimpan tulisan tersebut.

Contoh diatas merupakan akumulasi kemampuan yang


telah ditunjukan peserta dalam melakukan
1. Enviromental Scanning yaitu sikap peduli terhadap
isu/masalah dalam organisasi dan sekaligus bentuk
kemampuan memetakan hubungan kausalitas yang terjadi.
2. Problem Solving yaitu kemampuan peserta
mengembangkan dan memilih alternatif pemecahan
isu/masalah, dan kemampuan memetakan aktor terkait dan
perannya masing-masing dalam penyelesaian isu/masalah.
3. Analysis bentuk kemampuan peserta berpikir konseptual
yaitu kemampuan mengkaitkan dengan substansi Mata
Pelatihan dan bentuk kemampuan mengidentifikasi implikasi
/ dampak / manfaat dari sebuah pilihan kegiatan/ tahapan
kegiatan yang dilakukan.

Hasil kegiatan atau tahapan kegiatan yang dilandasi oleh


agenda nilai-nilai dasar PNS untuk memecahkan isu/masalah
yang dilandai oleh agenda kedudukan dan peran PNS dalam
NKRI akan membantu Peserta mendapatkan inspirasi dan
menunjukkan kebiasaan menjadi pelopor atau keteladanan
untuk menjadikan dirinya sebagai PNS Profesional pelayan
masyarakat sebagai perwujudan 3 fungsi ASN sebagai
pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, dan perekat dan
pemersatu bangsa.
BAB III
TAHAPAN PEMBELAJARAN AKTUALISASI

Tahapan pembelajaran aktualisasi sebagaimana diatur didalam


pedoman penyelenggaran peltihan latsar, dapat digambarkan sebagai
berikut:

Gambar 7
Tahapan Pembelajaran Aktualisasi

Uraian lebih jelas tentang tahapan pembelajaran aktualisasi


pada setiap tahapan pembelajaranya akan diuraikan di bawah ini.
Perlu Peserta ingat:
Kualitas pembelajaran tentang tahapan aktualisasi sangat
ditentukan oleh pemahaman tentang konsepsi pembelajaran
agenda habituasi dan pembelajaran Aktualisasi, jika Peserta
belum memiliki pemahaman yang baik terkait kedua hal
tersebut, silahkan dipelajari kembali Bab I dan BAB II sampai
paham dan berdiskusi dengan sesama peserta atau dengan
pengampu materi dan coach.

A. Merancang Aktualisasi
Rancangan aktualisasi merupakan dokumen kertas kerja
sebagai salah satu produk pembelajaran aktualisasi yang
dihasilkan oleh peserta Pelatihan Dasar Calon PNS bagi CPNS.
Rancang aktualisasi memuat aktivitas peserta dalam hal: a)
mengidentifikasi, menyusun dan menetapkan isu atau
permasalahan yang terjadi dan harus segera dipecahkan, b)
mengajukan gagasan pemecahan isu/ masalah dengan
menyusunnya dalam daftar rencana, tahapan, dan output
kegiatan, c) mendeskripsikan keterkaitan antara isu dan
kegiatan yang diusulkan dengan substansi persfektif mata
pelatihan Manajemen ASN, Pelayanan Publik, dan Whole of
Government, secara terpisah atau keseluruhan mata pelatihan,
baik secara langsung ataupun tidak langsung,
d) mendeskripsikan rencana pelaksanaan kegiatan dan
konstribusi hasil kegiatan yang didasari aktualisasi nilai- nilai
dasar PNS, serta e) mendeskripsikan prediksi hasil
kegiatan yang akan dilandasi oleh substansi mata pelatihan
agenda nilai-nilai dasar PNS terhadap pencapaian visi, misi,
tujuan organisasi, dan penguatan nilai-nilai organisasi.
Dalam menyusun rancangan aktualisasi selama masa off
campus, peserta dapat menggunakan formulir alat bantu
berikut ini untuk menuangkannya dalam dokumen kertas kerja
rancangan aktualisasi, dan jika dalam proses pembelajaran
peserta dan/atau bersama dengan pembimbing dapat
menemukan format yang lebih sederhana dan komunikatif,
maka dipersilahkan untuk melakukan perubahan atau
penyempurnaan.
:
Unit Kerja:
Identifikasi Isu :
Isu yang Diangkat :
Gagasan Pemecahan Isu :

Keterkaitan Kontribusi
Penguatan
Kegia- Tahapan Output/ Substansi Terhadap
No Nilai
tan Kegiatan Hasil Mata Visi-Misi
Organisasi
pelatihan Organisasi
1 2 3 4 5 6 7

Formulir 1: Rancangan Aktualisasi


Berikut ini adalah petunjuk pengisian formulir 1 rancangan
aktualisasi:
Unit Kerja : Diisikan identitas unit kerja (jabatan peserta
hingga unit kerja) tempat bekerja dan akan
melaksanakan aktualisasi
Contoh:
Pelaksana Pengelola Program Diklat,
Subbid Diklat Prajabatan Pusat
Pengembangan Program dan
Pembinaan Diklat LAN.

Identifikasi : Diisikan rumusan isu/ list isu


Isu Contoh:
1. Masih lambatnya proses pemberian
nomor KRA
2. Layanan Konsultasi yang tidak
terstandar
3. Pelaksanaan Monev Diklat Prajab
yang bervariasi
4. Penyajian data alumni Prajab yang
kurang responsif
5. dst
Isu yang : Diiskan satu rumusan isu yang akan
Diangkat diusulkan yang memuat fokus dan lokus
atas pertimbangan sesuai
dengan lingkup pekerjaan peserta dan
secara realistisdapat dilaksanakan
selama masa aktualisasi di tempat kerja
dengan persetujuan mentor Contoh:
Masih lambatnya proses pemberian
nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan pada Sub Bidang Diklat
Prajabatan LAN

Gagasan : Diisikan gagasan kreatif pemecahan isu


Pemecahan yang diangkat dalam bentuk
Isu kegiatan yang perlu mendapat dukungan
mata pelatihan agenda III dengan
pertimbangan sesuai lingkup pekerjaan
peserta dan secara realistis dapat
dilaksanakan selama masa aktualisasi di
tempat kerja dengan persetujuan atasan
peserta
Contoh:
Percepatan proses pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan
pada Sub Bidang Diklat Prajabatan
LAN
Kolom 1 : Diisi nomor urut kegiatan yang diusulkan
untuk memecahkan isu. Nomor urut
kegiatan ini tidak saja dapat diartikan
sebagai urutan pelaksanaan kegiatan,
karena dalam kondisi tertentu
dimungkinkan ada kegiatan yang
dilaksanakan secara paralel.
Kolom 2 : Diisi kegiatan pemecahan isu atau aktivitas
yang akan dilakukan dan telah mendapat
persetujuan mentor.
Kegiatan harus mengedepankan munculnya
gagasan kreatif yang kemudian menjadi
pembeda dengan kegiatan yang selama ini
ada.
Contoh:
1. melakukan telaahan SOP dan
kebijakan pelayanan pemberian
nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan pada Sub Bidang Diklat
Prajabatan LAN;
2. mengusulkan draft SOP dan
Perangkat Pengendalian Pelayanan
pemberian nomor registrasi STTPP
Diklat Prajabatan pada Sub Bidang
Diklat Prajabatan LAN;
3. melakukan sosialisasi draft SOP,
perangkat pengendalian pelayanan
dan pembagian tugas pelayanan
pemberian nomor registrasi STTPP
Diklat Prajabatan kepada seluruh
pelaksana pada Sub Bidang Diklat
Prajabatan LAN;
4. melakukan ujicoba pemberian
Pelayanan pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan
pada Sub Bidang Diklat Prajabatan
LAN
5. melakukan reveiew hasil ujicoba
pelaksanaan pemberian Pelayanan
pemberian nomor registrasi STTPP
Diklat Prajabatan pada Sub Bidang
Diklat Prajabatan LAN;
6. melakukan telaahan efektivitas
kegiatan percepatan pemberian
nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan dengan membandingkan
pada sistem kerja yang selama ini
berjalan
7. menyusun laporan kegiatan
8. Pengusulan proses percepatan
pemberian nomor registrasi STTPP
Diklat Prajabatan dalam kegiatan
pengembangan Sistem Informasi
Diklat Aparatur (www.sida.lanri.info).

(Kegiatan 6 dan 7 adalah kegiatan yang


mencerminkan isu terpecahkan sedangkan
kegiatan 8 adalah inisiasi memperluas
cakupan penyelesaian isu melalui kegiatan
pengembangan SIDA yang sudah lintas
Bidang dan memerlukan penanganan
khusus)
Kolom 3 : Diisi uraian tahapan kegiatan yang telah
mendapatkan persetujuan mentor, mengacu
pada kegiatan yang telah diisi dari kolom 2.
Contoh:
Isian kolom 3 dengan kegiatan 1:
Tahapan Kegiatan:
1. meminta dokumen SOP pemberian
nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan ke bagian administrasi
Pusat P3D;
2. melakukan telaahan dokumen SOP
pemberian nomor registrasi STTPP
Diklat Prajabatan dari bagian
administrasi Pusat P3D;
3. mengumpulkan informasi tentang
kebijakan dan harapan atas
pelayanan pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan
kepada pimpinan dan kolega pada
Sub Bidang Diklat Prajabatan LAN,
serta stakeholders terkait (PIC);
4. melakukan telaahan tentang
kebijakan pelayanan pemberian
nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan pada Sub Bidang Diklat
Prajabatan LAN dikaitkan dengan
informasi yang dikumpukan pada
tahap ke 3;
5. menyusun draft SOP dan perangkat
kerja pelaksanaan SOP pelayanan
pemberian nomor registrasi STTPP
Diklat Prajabatan pada Sub Bidang
Diklat Prajabatan LAN.

(tahapan kegiatan ke 5 sebagai penghubung


pada kegiatan ke 2)
Kolom 4 : Diisi uraian target capaian kegiatan atau
target capaian pada setiap tahapan kegiatan
yang dapat diamati dan diukur, dan
mendapatkan
persetujuan dari mentor.
Kolom 5 : Diisi mata pelatihan agenda II dan nilai
dasar yang relevan untuk menunjukan
keterkaitan konseptual sehingga akan
mewarnai pelaksanaan kegiatan berbasis
nilai-nilai dasar.
Contoh:
Isian kolom 5 dengan tahap kegiatan 1:
Agenda III:
WoG dan Pelayanan Publik

Agenda II”
Akuntabilitas: teliti, detail, akurat,
bertanggung jawab,
Nasionalisme: mengedepankan
kepentingan umum,
Etika Publik: sopan, ramah
Komitmen Mutu: orientasi mutu, efektif
dan efisien
Anti Korupsi: terbuka, peduli, jujur.
Kolom 6 : Diisi uraian tentang kontribusi kualitas hasil
kegiatan terhadap pencapaian visi, misi
dan/atau tujuan organisasi.
Contoh:
Isian kolom 6 dengan kegiatan 1:
dengan melakukan telaahan SOP dan
kebijakan pelayanan pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan
pada Sub Bidang Diklat Prajabatan
LAN maka kualitas pelaksanaan kerja
akan teridentifikasi dengan baik
sehingga mendukung pencapaian Visi
& Misi LAN dalam menjalankan
pembinaan dan penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan aparatur
Negara dan misi Pusat P3D LAN
sebagai penjaminan kualitas
pelaksanaan NSPK Pengembangan
kompetensi bagi CPNS dapat terwujud.
Kolom 7 : Diisi uraian tentang kontribusi hasil
kegiatan terhadap penguatan nilai
organisasi.
Contoh:
Isian kolom 7 dengan kegiatan 1:
Penelaahan SOP dan kebijakan terkait
dengan pelayanan pemberian nomor
registrasi bertujuan sebagai langkah
awal untuk memahami kebijakan
pelayanan pemberian nomor registrasi
STTPP Diklat Prajabatan yang selama
ini dianggap kurang responsif terhadap
kebutuhan seluruh pemangku
kepentingan sehingga menjadi jelas
dan terukur akan menguatkan nilai-
nilai organisasi LAN yaitu integritas,
profesional, inovatif, dan peduli.

(nilai-nilai organisasi LAN RI ada 4


(empat, yaitu: integritas, profesional,
inovatif, dan peduli)

Kemampuan peserta mengisi formulir 1 di atas, maka


peserta dianggap telah berhasil menyusun kertas kerja
rancangan aktualisasi. Keuntungan penggunaan formulir 1
sebagai alat bantu dalam merancang aktualisasi adalah
penyajian dan penulisanya sederhana
dapat disajikan secara komprehensif, namun kekuranganya,
kemampuan peserta untuk meng-eksplore tidak terlihat. Hal ini
terjadi karena, pertama adanya keterbatasan ruang kepada
peserta untuk memberikan uraian atau deskripsi yang
menunjukan kemampuan peserta melakukan: environmental
scanning, problem solving, berpikir kritis sebagai media
melakukan aktualisasi agenda III melalui aktivitas peserta
mengidentifikasi, menetapkan isu, dan menentukan gagasan
pemecahan isu, dan kedua adanya keterbatasan ruang untuk
memberikan uraian atau deskripsi yang penuh makna terhadap
kualitas pelaksanaan kegiatan pemecahan isu yang sarat dengan
aktualisasi nilai-nilai dasar.
Oleh karena itu, di dalam modul ini disajikan contoh
lainnya yang disajikan dalam bentuk narasi sederhana dengan
menggunakan contoh yang telah dikemukakan di atas, sebagai
berikut:
Jabatan:
Pelaksana pengelola pengembangan program Diklat Prajabatan pada Subbid
Diklat Prajabatan Pusat P3D LAN

Identifikasi Isu:
Pekerjaan : 1. membuat draft surat balas ijin prinsip
penyelenggaraan pelatihan,
2. memberikan layanan konsultasi penyelenggaraan
pelatihan,
3. memberikan KRA,
4. monev penyelenggaraan pelatihan,
5. menjadi pengawas ujian,
6. menghadiri rapat persiapan dan evaluasi
penyelenggaraan pelatihan,
7. menyajikan data alumni,
8. dst .
List Isu

:
Berdasarkan pengalaman bekerja selama 4 bulan membantu pimpinan
dirasakan adanya hal yang bisa diperbaiki / disempurnakan / ditingkatkan atau
sebutan lainnya, dalam pelaksanaan tugas jabatannya (dengan menyusun
list isu) sebagai berikut:
1. Masih lambatnya proses pemberian nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan
2. Layanan Konsultasi yang tidak terstandar
3. Pelaksanaan Monev yang bervariasi
4. Penyajian data alumni yang responsif
5. Dst

Isu Yang Diangkat:


Langkah selanjutnya mendeskripskan tentang proses memetakan
aktor dan peran aktor baik di internal maupuan eksternal yang terlibat
dalam setiap daftar isu yang telah ditetapkan dengan menggunakan teknik
berpikir tertentu untuk memilih dan menetapkan isu yang yang akang
diangkat. Berdasarkan list isu dan teknik berpikir (contoh:analisis kausalitas)
yang digunakan, disimpulkan isu lambatnya proses pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan dengan analisis dampak jika isu tidak
segera dipecahkan akan menyebabkan:
1. keluhan lemdik atas lambatnya proses pemberian nomor registrasi terus
terjadi;
2. lambatnya penyajian data alumni,
3. sulitnya proses verifikasi data alumni,
4. tidak ada alat kontrol/ kendali kerja,
5. pembagian kerja tidak merata, dan
6. respon PIC Lemdik akan terus lambat.
Gagasan Pemecahan Isu:
Pelayanan pemberian nomor registrasi STTPP Diklat Prajabatan pada
Sub Bidang Diklat Prajabatan LAN merupakan tugas LAN berdasakan
amanah UU ASN Pasal 44 huruf (c) yaitu merencanakan dan mengawasi
kebutuhan pendidikan dan pelatihan Pegawai ASN secara nasional.
Pelaksanaan tugas tersebut salah satunya dilakukan melalui pengendalian
Kode Registrasi Alumni khususnya Prajabatan. Ketentuan mengenai KRA
telah diatur didalam Peraturan Kepala LAN yang mengatur tentang Pedoman
Penyelenggaraan Diklat Prajabatan di Indonesia yang didalamnya mengatur
secara teknis bagaimana KRA yang dimohonkan dari lembaga
penyelenggara pemerintah terakreditasi kepada LAN sehingga berbekal
KRA yang dibubuhkan pada halaman STTPP nantinya akan digunakan
Pejabat Pembina Kepegawaian sebagai syarat untuk memproses
pengangkatan CPNS menjadi PNS.
Pemberian layanan yang cepat dan tepat serta memberikan kejelasan
proses yang mudah diakses oleh pengguna merupakan bagian yang harus
diperhatikan dalam pelaksanaan tugas jabatan pelaksana khususnya di subbid
Diklat Prajabatan LAN. Maka gagasan pemecahan isu yang usulkan adalah
Percepatan Layanan Pemberian Nomor Registrasi STTPP
Diklat Prajabatan pada Subbid Diklat Prajabatan LAN.
Kegiatan, Tahapan Kegiatan, Output, Keterkaitan Substansi Mata
pelatihan, Kontribusi Terhadap Visi-Misi dan tujuan Organisasi, dan
Penguatan Nilai Organisasi, akan dijelaskan berikut ini. Menyadari bahwa
core isu ini bersifat complicated atau tidak bersifat tunggal, sehingga
diusulkan berapa kegiatan pemecahan masalah sebagai satu rangkaian
kegiatan besar, Kegiatan yang diusulkan untuk memecahkan isu adalah
sebagai berikut:
1. melakukan telaahan SOP dan kebijakan pelayanan pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan pada Sub Bidang Diklat Prajabatan
LAN;
kegiatan ini penting dilakukan untuk mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangan dari kebijakan yang ada saat ini, sehingga dapat dipetakan
usulan penyempurnaan kebijakan agar terjadi keterpaduan antara
kebijakan dan kejelasan/keterukuran proses layanan pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan
pada subbid Diklat Prajabatan sehingga percepatan pemberian layanan
nomor registrasi dapat terwujud, hal ini sejalan dengan subtansi mata
pelatihan agenda yang telah dipelajari yaitu: WoG secara mikro yang
menitik beratkan pada pentingnya sinergitas, koordinasi, dan kolaborasi
antara kebijakan dengan system layanan yang terpadu sehingga dapat
meningkatkan efektivitas pelayanan yang diberikan, dan Pelayanan
Publik yang menitik beratkan pada kejelasan dan keterukuran proses
pelayanan….. dst.
Pada saat pelaksanaan menelaah SOP dan kebijakan pelayanan saya
akan mengaktualisasikan nilai-nilai dasar yang telah dipelajari pada agenda
II dengan memperhatikan aspek ketelitian, detail, akurat, dan
bertanggung jawab sebagai aktualisasi dari mata pelatihan Akuntabilitas,
sehingga akan menjawab tuntutan seluruh pemangku kepentingan dengan
mengedepankan kepentingan umum dan dituangkan melalui telaahan
staf yang ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar (baku) sebagai aktualisasi dari mata pelatihan Nasionalisme.
Telaahan staf yang ditulis merupakan simpulan dari kebijakan yang ada
saat ini dan disarankan untuk adanya penyempurnaan yang
berorientasi mutu sehingga menggambarkan adanya efektifitas proses
dan efisien waktu layanan sebagai aktualisasi dari mata pelatihan
Komitmen Mutu. Secara subtansi penyempurnaan yang diusulkan
secara terbuka, jujur, dan mencerminkan kepedulian dalam pelaksanaan
tugas jabatan atas beragai keluhan yang selama ini muncul, hal tersebut
merupakan aktualisasi nilai dasar pada mata pelatihan anti korupsi. Pada
saat melakukan telaahan, pada dasarnya diakui tidak bisa dilakukan
mandiri, oleh karena itu saya akan bertanya dan berkomunikasi dengan
pihak-pihak terkait dengan sopan dan ramah sebagai aktualisasi nilai
dasar pada mata pelatihan Etika Publik sehingga banyak infomasi yang
dapat diperoleh.
Media yang digunakan untuk mengaktualisaikan nilai-nilai dasar
sebagai mana dijelaskan di atas, dilakukan pada tahapan-tahapan kegiatan
sebagai berikut:
a. meminta dokumen SOP pemberian nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan ke bagian administrasi Pusat P3D;
b. melakukan telaahan dokumen SOP pemberian nomor registrasi STTPP
Diklat Prajabatan dari bagian administrasi Pusat P3D;
c. mengumpulkan informasi tentang kebijakan dan harapan atas
pelayanan pemberian nomor registrasi STTPP Diklat Prajabatan
kepada pimpinan dan kolega pada Sub Bidang Diklat Prajabatan
LAN, serta stakeholders terkait (PIC);
d. melakukan telaahan tentang kebijakan pelayanan pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan pada Sub Bidang Diklat
Prajabatan LAN dikaitkan dengan informasi yang dikumpukan
pada tahap ke 3;
e. menyusun draft SOP dan perangkat kerja pelaksanaan SOP
pelayanan pemberian nomor registrasi STTPP Diklat Prajabatan
pada Sub Bidang Diklat Prajabatan LAN.

Dengan melakukan telaahan SOP dan kebijakan pelayanan pemberian


nomor registrasi STTPP Diklat Prajabatan pada Sub Bidang Diklat
Prajabatan LAN maka kualitas pelaksanaan kerja akan teridentifikasi
dengan baik sehingga mendukung pencapaian Visi & Misi LAN dalam
menjalankan pembinaan dan penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan aparatur Negara dan misi Pusat P3D LAN sebagai
penjaminan kualitas pelaksanaan NSPK Pengembangan kompetensi bagi
CPNS dapat terwujud.
Penelaahan SOP dan kebijakan terkait dengan pelayanan pemberian
nomor registrasi bertujuan sebagai langkah awal untuk memahami
kebijakan pelayanan pemberian nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan yang selama ini dianggap kurang responsif terhadap
kebutuhan seluruh pemangku kepentingan sehingga menjadi jelas dan
terukur akan menguatkan nilai-nilai organisasi LAN yaitu integritas,
profesional, inovatif, dan peduli.
2. mengusulkan draft SOP dan Perangkat Pengendalian Pelayanan
pemberian nomor registrasi STTPP Diklat Prajabatan pada Sub Bidang
Diklat Prajabatan LAN;
……….dilanjutkan dengan deskripsi sebagaimana dicontohkan pada
kegiatan nomor 1 di atas yang disesuaikan dengan konteks
kegiatannya.
3. melakukan sosialisasi draft SOP, perangkat pengendalian pelayanan
dan pembagian tugas pelayanan pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan kepada seluruh pelaksana pada Sub
Bidang Diklat Prajabatan LAN;
……….dilanjutkan dengan deskripsi sebagaimana dicontohkan pada
kegiatan nomor 1 di atas yang disesuaikan dengan konteks
kegiatannya.
4. melakukan ujicoba pemberian Pelayanan pemberian nomor registrasi
STTPP Diklat Prajabatan pada Sub Bidang Diklat Prajabatan LAN
……….dilanjutkan dengan deskripsi sebagaimana dicontohkan pada
kegiatan nomor 1 di atas yang disesuaikan dengan konteks
kegiatannya.
5. melakukan reveiew hasil ujicoba pelaksanaan pemberian Pelayanan
pemberian nomor registrasi STTPP Diklat Prajabatan pada Sub Bidang
Diklat Prajabatan LAN;
……….dilanjutkan dengan deskripsi sebagaimana dicontohkan pada
kegiatan nomor 1 di atas yang disesuaikan dengan konteks
kegiatannya.
6. melakukan telaahan efektivitas kegiatan percepatan pemberian nomor
registrasi STTPP Diklat Prajabatan dengan membandingkan pada
sistem kerja yang selama ini berjalan;
……….dilanjutkan dengan deskripsi sebagaimana dicontohkan pada
kegiatan nomor 1 di atas yang disesuaikan dengan konteks
kegiatannya.
7. menyusun laporan kegiatan
……….dilanjutkan dengan deskripsi sebagaimana dicontohkan pada
kegiatan nomor 1 di atas yang disesuaikan dengan konteks
kegiatannya.
8. Pengusulan proses percepatan pemberian nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan dalam kegiatan pengembangan Sistem Informasi Diklat Aparatur
(www.sida.lanri.info) melalui gagasan konseptual;
……….dilanjutkan dengan deskripsi sebagaimana dicontohkan pada
kegiatan nomor 1 di atas yang disesuaikan dengan konteks
kegiatannya.

Kedelapan kegiatan tersebut digambarkan dalam diagram alur sebagai


berikut:
Kegiatan kegiatan tersebut akan dilakukan selama masa off campus
dengan jadwal sebagai berikut:
Bulan
No Kegiatan 1 2 3 4
1 melakukan telaahan SOP dan kebijakan pelayanan
pemberian nomor registrasi STTPP Diklat Prajabatan
pada Sub Bidang Diklat Prajabatan LAN;
2 mengusulkan draft SOP dan Perangkat Pengendalian
Pelayanan pemberian nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan pada Sub Bidang Diklat Prajabatan LAN
3 melakukan sosialisasi draft SOP, perangkat
pengendalian pelayanan dan pembagian tugas pelayanan
pemberian nomor registrasi STTPP Diklat Prajabatan
kepada seluruh pelaksana pada Sub
Bidang Diklat Prajabatan LAN
4 melakukan ujicoba pemberian Pelayanan pemberian
nomor registrasi STTPP Diklat Prajabatan pada Sub
Bidang Diklat Prajabatan LAN
5 melakukan reveiew hasil ujicoba pelaksanaan pemberian
Pelayanan pemberian nomor registrasi STTPP Diklat
Prajabatan pada Sub Bidang Diklat
Prajabatan LAN;
6 melakukan telaahan efektivitas kegiatan percepatan
pemberian nomor registrasi STTPP Diklat Prajabatan
dengan membandingkan pada sistem kerja yang
selama ini berjalan
7 menyusun laporan kegiatan
8 Pengusulan proses percepatan pemberian nomor registrasi
STTPP Diklat Prajabatan dalam kegiatan
pengembangan Sistem Informasi Diklat Aparatur
(www.sida.lanri.info) pasca pelatihan.

Dari kedua contoh diatas, peserta dapat lebih memahami


bagaimana membuat rancangan aktualisasi dimulai dari
aktivitas melakukan identifikasi dan penetapan isu yang terjadi
ditempat kerja dalam pelaksanaan tugas jabatannya.
Merumuskan langkah- langkah secara sistematis sehingga
menggambarkan satu kemampuan berpikir kritis yang inovatif
tanpa harus melampaui kewenangan peserta sebagai CPNS di
lingkungan kerjanya. Coba simak usulan kegiatan terakhir,
kegiatan tersebut dirasakan tidak mampu dikerjakan tanpa
dukungan organisasi, namun peserta tersebut tetap mengusulkan
gagasannya untuk mengembangkan dan menyempurnakan
desain system pelayanan penerbitan nomor registrasi yang saat
ini disebut dengan Kode Registrasi Alumni (KRA) melalui
laman Sistem Informasi Diklat Aparatur LAN.
Contoh rancangan aktualisasi pada desain yang kedua
menggunakan casecading sebagaimana disampaikan dalam
formulir 1 sebagai alat bantu dengan pola narasi, peserta
bersama pembimbing (coach) dapat menentukan atau
mengembangkan sistematika penyajian atau penulisan yang
dianggap lebih sederhana penulisannya dan mudah dipahami.
Keberhasilan peserta dalam membuat rancangan
aktualisasi adalah: memahami komponen-komponen utama
yang harus ada dalam rancangan aktualisasi dan dapat
mendeskripsikan/ menjelaskan/mengisi setiap komponen
rancangan aktualisasi tersebut, sehingga dapat dipahami oleh
peserta dan tim peguji seminar rancangan aktualisasi.

Alami, Kemukakan, Olah, Simpulkan, Aplikasikan (AKOSA) dan terus seperti

“SELAMAT MENCOBA”
B. Mempresentasikan Rancangan Aktualisasi
Setelah merampungkan rancangan aktualisasi, peserta
dituntut untuk mempresentasikan rancangan aktualisasi tersebut
dalam suatu forum seminar. Tujuan presentasi ini adalah untuk
mendapatkan masukan agar rancangan aktualisasi tersebut
layak dan logis dapat diterapkan.
Dalam seminar rancangan aktualisasi, setiap peserta
diberi kesempatan selama 15-20 menit untuk mempresentasikan
rancangan aktualisasinya. Komponen utama yang harus
dipresentasikan peserta adalah:
1. argumentasi terhadap core isu yang dipilih bersifat aktual
didukung konsep pokok mata pelatihan pada agenda
kedudukan dan peran PNS dalam NKRI yang melandasi
pemilihan core isu dengan menggunaan teknik berpikir
kritis analitis dan penetapan gagasan pemecahan core isu
yang dipilih, serta prediksi level dampak (individu, unit
kerja, atau cakupan yang lebih luas) pemecahan core isu
tersebut;
2. jumlah usulan-usulan inisiatif baik berupa pikiran
konseptual dan/atau kegiatan beserta pentahapan kegiatan
yang mengandung unsur kreatif sehingga menghasilkan
ouput kegiatan dalam rangka memecahkan core isu dengan
mengaktualisasikan agenda nilai-nilai dasar PNS;
3. keberlangsungan inisiatif (proses dan kualitas)
dengan mengelola dan menjalankan inisiatif;
4. kontribusi hasil kegiatan atau pemecahan isu
terhadap pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi;
5. kontribusi hasil kegiatan atau pemecahan isu
terhadap penguatan nilai-nilai organisasi; dan
6. komitmen menyelesaikan seluruh kegiatan dalam rangka
pemecahan isu

Terdapat dua pihak di dalam seminar rancangan


aktualisasi yang akan memberikan masukan, yaitu pembimbing
peserta (Mentor dan coach) dan Penguji. Pertanyaan dan
masukan dari mentor dan penguji serta komentar dari coach
dilaksanakan selama 20-25 menit. Di samping memberi
masukan, Penguji juga bertugas memberi penilaian yang
bersifat kuantitatif dan kualitatif, Mentor dan Coach bertugas
memberi penilaian bersifat deskriptif terkait dengan komponen
penilaian; kualitas penetapan isu, jumlah rencana kegiatan,
kualitas rencana kegiatan, relevansi rencana kegiatan dengan
aktualisasi, dan teknik komunikasi, sesuai dengan instrumen
penilaian yang telah ditetapkan LAN.
Berdasarkan masukan yang telah diberikan dalam
seminar, setiap peserta dituntut untuk melakukan
penyempurnaan rancangan aktualisasi, dibawah
bimbingan Coach dan mentor. Hasil penyempurnaan ini
kemudian menjadi pegangan peserta, Coach dan mentor, serta
penyelenggara Pelatihan dalam pelaksanaan aktualisasi di
tempat kerja selama masa off campus.

C. Melakukan Aktualisasi
Setelah berada di tempat kerja, peserta dituntut untuk
segera melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan
dengan penuh disiplin dan tanggung jawab, sesuai dengan
jadual yang juga telah direncanakan. Apabila terjadi perubahan
jadual atau perubahan kegiatan yang disetujui mentor, maka
peserta wajib menyampaikan perubahan-perubahan tersebut
kepada Coach.
Coach dan Mentor berkewajiban memandu dan
mengawasi pelaksanaan kegiatan, ketepatan aktualiasi substansi
materi pokok mata pelatihan, kualitas capaian hasil kegiatan,
kontribusi hasil kegiatan terhadap visi, misi, dan tujuan
organisasi, dan kontribusi hasil kegiatan terhadap penguatan
nilai organisasi, untuk kegiatan- kegiatan yang mengalami
perubahan.
Terdapat tiga aktivtas mendasar yang perlu dilakukan
peserta Pelatihan Dasar Calon PNS pada saat off campus yaitu:
1. Melakukan pendalaman terhadap core issue yang dipilih
(jika berubah/bertambah), dan dukungan
konsep pokok mata pelatihan yang melandasi pemilihan
core issue dan penetapan inisiatif pemecahan core issue
yang dipilih,
2. Melakukan penerapan terhadap usulan-usulan inisiatif
baik berupa pikiran konseptual dan/atau aktivitas-aktivitas
dalam rangka memecahkan core issue tersebut, dan
proses dan kualitas mengelola dan menjalankan inisitaif,
dan
3. Melakukan analisis terhadap dampak hasil inisiatif,
(dampak yang terjadi baik pada level individu, unit, atau
organisasi), dan menjaga keberlangsungan inisiatif yang
telah dilakukan.

Untuk memastikan proses aktualisasi di tempa kerja


berjalan dengan lancar selama masa off campus, maka Coach
dan Mentor akan mengendalikan peserta bimbingannya melalui
proses pembimbingan yang terstruktur. Mekanisme
pengendalian Coach dan Mentor dalam mengendalikan
pembelajaran aktualisasi peserta di tempat kerja dapat
menggunakan formulir berikut ini:
KARTU BIMBINGAN AKTUALISASI

Nama :
NIP ………………………………
Unit …
Kerja :
Jabatan ………………………………
Isu …

Kegiatan :
Catatan Paraf
Penyelesaian Kegiatan
Mentor Mentor
 Tahapan Kegiatan;
 Output kegiatan terhadap
pemecaha isu;
 Keterkaitan Substansi Mata
pelatihan;
 Kontribusi Terhadap Visi-
Misi Organisasi ;
 Penguatan Nilai Organisasi;

Kegiatan 2 : …………(dst)………………………
Catatan Paraf
Penyelesaian Kegiatan
Mentor Mentor
 Tahapan Kegiatan;
 Output kegiatan terhadap
pemecaha isu;
 Keterkaitan Substansi Mata
pelatihan;
 Kontribusi Terhadap Visi-
Misi Organisasi ;
 Penguatan Nilai Organisasi;

Formulir 2: Pengendalian Akutualisasi oleh


KARTU BIMBINGAN AKTUALISASI

Nama :
NIP ………………………………
Unit …
Kerja :
Jabatan ………………………………
Isu …

Kegiatan :
Waktu dan
Catatan
Penyelesaian Kegiatan Media
Coaching
Coaching
 Tahapan Kegiatan;
 Output kegiatan terhadap
pemecaha isu;
 Keterkaitan Substansi Mata
pelatihan;
 Kontribusi Terhadap Visi-
Misi Organisasi ;
 Penguatan Nilai Organisasi;

Kegiatan 2 : …………(dst)………………………
Waktu dan
Catatan
Penyelesaian Kegiatan Media
Coaching
Coaching
 Tahapan Kegiatan;
 Output kegiatan terhadap
pemecaha isu;
 Keterkaitan Substansi Mata
pelatihan;
 Kontribusi Terhadap Visi-
Misi Organisasi ;
 Penguatan Nilai Organisasi;

Formulir 3: Pengendalian Akutualisasi oleh


Dalam pelaksanaan kegiatan, setiap peserta dituntut
untuk mendokumentasikan kegiatan-kegiatan tersebut, dalam
bentuk output kegiatan, foto sewaktu melaksanakan kegiatan,
video, dan dokumen lain yang terkait dengan pelaksanaan
kegiatan. Dokumen-dokumen tersebut merupakan bukti belajar
yang harus dilampirkan berdasarkan isian yang dituliskan pada
formulir 2 dan 3 di atas.

D. Melaporkan Aktualisasi
Pada saat melaksanakan pembelajaran aktualisasi di
tempat kerja selama masa off campus, peserta menyusun atau
membuat laporan aktualisasi harian atau mingguan atau periode
tertentu sesuai kesepakatan bimbingan dengan Coach dan
Mentor dengan memanfaatkan berbagai media komunikasi
yang dapat diakses untuk mempermudah proses pembimbingan.
Pelaksanaan pembimbingan aktualisasi dimulai dari hari
pertama peserta kembali ke tempat kerja hingga peserta kembali
ke tempat Pelatihan dengan menggunakan format yang
sederhana dan komunikatif di bawah bimbingan coach.
Muatan laporan aktualisasi adalah deskripsi core issue
yang terjadi dan strategi pemecahannya, proses menerapkan
inisiatif gagasan kreatif yang telah dirancang
dan dilakukan yang didukung dengan dukungan bukti- bukti
pembelajaran baik berupa dokumen, notulensi, foto, rekaman,
video, dsb, serta mendeskripsikan analisis terhadap dampak dari
isu yang ditimbulkan jika tidak segera diselesaikan.
Khusus bagi Peserta Pelatihan Dasar Calon PNS
Golongan III ditambahkan substansi laporannya dengan
mendeskripsikan analisis dampak jika nilai-nilai dasar PNS
tidak diterapkan dalam pelaksanaan tugas jabatannya terkait
dengan gagasan pemecahan isu yang diangkat.
Note:
Selain laporan pelaksanaan aktualisasi, peserta juga
diminta untuk membuat laporan sederhana dengan
mendeskripsikan kegiatan pembelajaran yang telah diikuti
berdasarkan kurikulum penguatan kompetensi teknis
bidang tugas, sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas
dan jabatan dan melampirkan dokumen-dokumen yang
terkait, di bawah bimbingan coach yang ditunjuk di
tempat kerja dan mentor peserta.
Selain laporan dan pendukung lainnya, peserta juga
atau mungkin melalui mentor-nya akan dititipi rekapitulasi
nilai pelaksanaan pembelajaran penguatan kompetensi
teknis bidang tugas dari unit yang membidangi
pengelolaan SDM Instansi Peserta untuk diserahkan
kepada penyelenggara pelatihan

Pada saat peserta kembali ke tempat Pelatihan, peserta


diberikan bimbingan oleh coach yang ditunjuk di
tempat pelatihan untuk melakukan finalisasi laporan hasil
pelaksanaan aktualisasi dan melakukan berbagai persiapan
untuk mempersentasikan laporan aktualisasi melalui
pelaksanaan seminar pada kegiatan evaluasi pelaksanaan
aktualisasi.

E. Mempresentasikan Laporan Aktualisasi


Setelah merampungkan laporan aktualisasi, peserta
Pelatihan Dasar Calon PNS dituntut untuk mempresentasikan
hasil aktualisasi tersebut dalam suatu forum seminar. Tujuan
presentasi ini adalah untuk mendapatkan penilaian atas
aktualisasi yang telah dilakukan dan mendapatkan masukan
agar ke depan kualitas aktualisasi dapat dilanjutkan dalam
pelaksanaan tugas dan jabatannya.
Dalam seminar pelaksanaan aktualisasi, setiap peserta
diberi kesempatan selama 20 menit untuk mempresentasikan
laporan aktualisasinya. Komponen utama yang yang harus
dipresentasikan peserta adalah:
1. konsistensi pelaksanaan kegiatan dalam rangka pemecahan
isu dan aspek kreatifnya dalam pelaksanaan kegiatan;
2. tingkat kemanfaatan pelaksanaan kegiatan dalam rangka
pemecahan isu dengan mengaktualisasikan mata-mata
pelatihan yang diakui oleh stakeholder
dan/atau pimpinannya dengan didukung bukti-bukti belajar
yang relevan;
3. pemikiran konseptual kaitan aktualisasi mata-mata
pelatihan dalam penyelesaian isu terhadap pencapaian visi,
misi, dan tujuan organisasi, serta penguatan terhadap nilai-
nilai organisasi; dan
4. khusus bagi CPNS Golongan III menyampaikan pemikiran
konseptual terkait “analisis dampak” jika nilai-nilai dasar
PNS tidak dialikasikan dalam pelaksanaan tugas dan
jabatannya.

Terdapat dua pihak di dalam seminar pelaksanaan


aktualisasi yang akan memberikan masukan, yaitu pembimbing
peserta (Mentor dan coach) dan Penguji. Pertanyaan dan
masukan dari mentor dan penguji serta komentar dari coach
dilaksanakan selama 20-25 menit. Di samping memberi
masukan, Penguji juga bertugas memberi penilaian yang
bersifat kuantitatif dan kualitatif, Mentor dan Coach bertugas
memberi penilaian bersifat deskriptif terkait dengan komponen
penilaian; kualitas pelaksanaan kegiatan, kualitas aktualisasi,
dan teknik komunikasi, sesuai dengan instrumen penilaian
yang telah ditetapkan LAN.
Berdasarkan masukan yang telah diberikan dalam
seminar, peserta dituntut menunjukan komitmen untuk
melakukan pembiasaan diri dengan mengaktualisasikan
substansi mata-mata pelatihan yang telah dipelajari sebagai
bentuk penguasaan kompetensi yang telah dikuasai oleh
peserta. Komitmen tersebut kemudian menjadi pegangan bagi
peserta Pelatihan Dasar Calon PNS dan atasan peserta dalam
melaksanakan aktualisasi dalam setiap pelaksanaan tugas
jabatannya di tempat kerja, serta dimanfaatkan oleh
penyelenggara Pelatihan dalam melaksanakan evaluasi pasca
Pelatihan.

F. Latihan
Buatlah kelompok kecil sebanyak 4-5 peserta, disarankan
pengelompokan berdasarkan kelompok instansi, atau
kesamaan/kedekatan bidang tugas peserta.
1. Identifikasi isu yang dapat terjadi di tempat kerja dan
lakukan analisis pemetaan dan pemilihan isu?
2. Lakukan analisis keterkaitan substansi mata-mata pelatihan
dengan isu yang dipilih?
3. Kemukakan gagasan kreatif baik dalam bentuk berpikir
konseptual atau berupa kegiatan yang akan dilakukan
untuk menyelesaikan isu yang dipilih!
4. Buatlah dalam desain rancangan aktualisasi?
G. Rangkuman
Melalui berbagai kegiatan pada dua agenda pembelajaran
yaitu agenda nilai-nilai dasar PNS, dan agenda kedudukan dan
peran PNS dalam NKRI, peserta Pelatihan Dasar Calon PNS
diharapkan mampu mengaktualisasikannya dalam pelaksanaan
tugas dan jabatannya.
Aktualisasi diartikan sebagai suatu proses untuk
menjadikan substansi mata pelatihan yang telah dipelajari
tersebut menjadi aktual/nyata/terjadi/sesungguhnya ada. Oleh
karena itu, Modul Panduan Aktualisasi ini disusun sebagai
acuan dalam penyamaan persepsi baik peserta Pelatihan Dasar
Calon PNS maupun bagi mentor dan coach termasuk
penyelenggara Pelatihan dalam memberikan bimbingan dan
penilaian aktualisasi.
Oleh karena itu dalam melaksanakan setiap tahap
pembelajaran aktualisasi hingga menghasilkan produk- produk
pembelajaran (learning products) kertas kerja pada setiap
tahap pembelajaran aktualisasi, yaitu mulai dari merancang
aktuliasi, mempresentasikannya dalam suatu seminar,
mengaktualisasikan di tempat kerja, menyusun laporan
aktualisasi dan menyampaikan pelaksanaan aktualisasi dalam
suatu seminar.
H. Evaluasi
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini secara
singkat. Saudara dapat mendiskusikan jawabannya dengan
sesama peserta:
1. Jelaskan bagaimana proses pembuatan rancangan
aktualisasi?
2. Di tempat aktualisasi, Saudara akan melaksanakan
berbagai kegiatan. Dari mana Saudara mendapatkan
informasi tentang kegiatan-kegiatan tersebut?
3. Seminar aktualisasi dapat dianggap sebagai ajang
penentuan keberhasilan peserta Pelatihan Dasar Calon PNS
dalam aktualisasi. Jelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam kegiatan seminar rancangan maupun seminar
pelaksanaan aktualisasi!

I. Umpan Balik dan Tindak lanjut


Rancangan aktualisasi merupakan rencana setiap peserta
Pelatihan Dasar Calon PNS dalam pelaksanaan tugas dan
jabatannya. Semakin komprehensif rancangan aktualisasi, maka
semakin memudahkan peserta Pelatihan Dasar Calon PNS
dalam melaksanakan aktualisasinya.
Kualitas kegiatan aktualisasi dapat ditentukan dari
kemampuan peserta memahami konspesi dan tahap
pembelajaran aktualisasi, mempresentasikan rancangan
akualisasi dan juga laporan aktualisasinya yang berisi
perenungan-perenungan yang bersumber dari fakta di sekeliling
yang pada gilirannya akan terus menerus menginspirasi untuk
selalu menunjukan jati diri Peserta sebagai PNS profesional
berkarater sebagai pelayan masyarakat. Fokus utama kegiatan
aktualisasi adalah tugas sebagai pelayan masyarakat dimana
kepentingan masyarakatlah yang menjadi tujuan utama.
Substansi materi pokok yang diaktualisasikan pada pelaksanaan
kegiatan bertujuan untuk meningkat efektifitas, efisiensi dan
produktifitas, serta akuntabilitas pelayanan kepada masyarakat.
Kontrol terhadap efektifitas sistem kerja internal dengan
tujuan untuk mempertahankan, meningkatkan,
menyempurnakan, bahkan menghentikan sekalipun, semuanya
berada di tangan Anda.
Peserta dituntut untuk terus melihat ke depan dengan
sikap kreatif, inovatif, dan optimisme yang kuat dan
berintegritas. Peserta perlu meyakinkan diri bahwa sistem
internal dan eksternal ketetanegaraan akan tumbuh dan
berkembang selama Peserta meniti karier sebagai PNS. Sistem
tersebut akan membantu Peserta menghadapi dan mengalahkan
berbagai macam godaan berbagai macam kepentingan yang
mengancam kepentingan publik.
BAB III
PENUTUP

Tahapan pembelajaran aktualisasi Pelatihan Dasar Calon


PNS yang telah diuraikan di atas merupakan langkah nyata
untuk mewujudkan PNS Profesional berkarakter sebagai
pelayan masyarakat melalui aktualisasi substansi materi pokok
yang telah dipelajari pada setiap tahap pembelajaran, sehingga
yang awalnya bersifat konseptual, inivisible menjadi nyata,
visible atau terlihat. Sebagai bagian dari pembelajaran, tentulah
pembelajaran aktualisasi tersebut belumlah cukup untuk
menghasilkan karya yang sempurna. Langkah-langkah nyata ini
membutuhkan konsistensi yang dilengkapi dimensi afektif atau
kepekaan dan kepedulian terhadap masalah yang terjadi, baik
berasal dari kinerja individu/ unit kerja/ organisasi.
Peserta Pelatihan Dasar Calon PNS dituntut untuk peka
terhadap lingkungan organisasinya. Mereka perlu dibiasakan
untuk melihat, mengamati, merefleksi, dan menemukan
gagasan-gasan kreatif dalam berbagai praktik dan hasil-hasil
penyelenggaraan kegiatan di unit/organisasi khususnya dalam
konteks pelayanan publik.
Perenungan-perenungan yang bersumber dari fakta di
sekeliling Peserta pada gilirannya akan terus menerus menjadi
menginspirasi untuk mengaktualisasikan materi- materi yang
diperoleh selama mengikuti Pelatihan Dasar Calon PNS.
Perpaduan antara dimensi kognitif, dan dimensi afektif inilah
yang dapat menjadikan aktualisasi lebih hidup dan kaya makna.
Selanjutnya, bagaimana Peserta memiliki motivasi yang
tinggi untuk menerapkan kompetensi tersebut, tentunya sangat
tergantung pada diri Peserta. Memang di instansi Peserta telah
dibangun suatu sistem agar setiap pegawai menerapkan
kompetensi tersebut melalui mekanisme reward/ imbalan dan
punishment/ hukuman. Tetapi sistem ini belumlah cukup.
Dalam diri Anda, juga perlu dibangun suatu sistem untuk
memunculkan motivasi dari dalam atau kesadaran dari dalam.
Untuk membangun sistem ini, Peserta perlu mengolah
dan memperdalam pengetahuan pada dimensi kognitif, dan
mengolah dan memperdalam rasa pada dimensi afektif. Hal
tersebut sudah sesuai dengan profesi Anda sebagai PNS yaitu
sebagai pelayan masyarakat dimana kepentingan masyarakatlah
yang menjadi tujuan utama Anda bekerja.
DAFTAR ISTILAH

AKOSA : Akronim dalam Alami, Kemukakan, Olah,


Simpulkan, Aplikasikan, merupakan
adopsi dari pendekatan experiencial
learning cycle yang
berangkat dari pengalaman yang terus
diolah untuk disempurnakan.
Tempat Kerja : Tempat CPNS bekerja berdasarkan
keputusan penempatan dari pengelola
kepegawaian instansi peserta.
Coach ditempat : Coach yang ditunjuk oleh pimpinan
lembaga penyelenggara pelatihan
Pelatihan
pemerintah terakreditasi adalah
widyaiswara/pegawai ASN lainnya pada
Lembaga Pelatihan Pemerintah
Terakreditasi yang memiliki kompetensi
menggali potensi pengembangan diri
peserta dalam
melaksanakan pembelajaran agenda
habituasi.
Mentor : atasan langsung peserta atau pegawai ASN
lainnya yang ditunjuk oleh PPK Instansi
peserta sebagai pembimbing yang
memiliki kompetensi dalam memberikan
dukungan, bimbingan dan masukan, serta
berbagi pengalaman
keberhasilan/kegagalan kepada peserta
untuk melaksanakan
pembelajaran agenda habituasi.
Penguji : Narasumber pada seminar rancangan
aktualisasi dan seminar aktualisasi
Presentasi : Penyajian oleh peserta Diklat kepada
narasumber, mentor dan coach pada
seminar rancangan dan aktualisasi.
Isu : Kejadian-kejadian nyata atau tersamar di
tempat kerja yang diperoleh melalui
enviromental scanning terhadap
masalah yang terjadi, baik berasal dari
kinerja individu/ unit kerja/ organisasi,
(aktual dan perlu segera di atasi).
Kegiatan : Gagasan pemecahan isu melalui aktivitas-
aktivitas penyederhanaan,
penyempurnaan, perbaikan, dll”
didasarkan atas pertimbangan sesuai
dengan lingkup pekerjaan peserta dan
secara realistis dapat dilaksanakan selama
masa aktualisasi di tempat
kerja dengan persetujuan mentor.
DAFTAR PUSTAKA

Courtney, James et al. 2005. Inquiring Organizations, Hersey: Idea


Group Publishing.

Harvard Business School. 2007. Giving Presentation. Boston: Harvard


Business School Publication.

Peraturan Kepala LAN Nomor 21 Tahun 2016 tentang Pedoman


Penyelenggaraan Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan III.
Jakarta: Lembaga Admintrasi Negara.

Peraturan Kepala LAN Nomor 22 Tahun 2016 tentang Pedoman


Penyelenggaraan Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan I
dan Golongan II. Jakarta: Lembaga Admintrasi Negara.

Muchlas Samani & Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan


Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Modul Aktualisasi Nilai-Nilai Dasar PNS. 2014. Lembaga Administrasi


Negara
PELATIHAN DASAR
CPNS Agenda 4 –
HABITUASI

AKTUALISASI
Posisi Anda dalam Materi

Pembelajaran Latsar CPNS

Apakah anda sudah membaca dan memaham


KURIKULUM DAN PENYELENGGARAAN
PNS PROFESIONAL
Agenda YANG
IV BERKARAKTER
Habituasi SEBAGAI PELAYAN
MASYARAKAT
Agenda II:
Evaluasi
Nilai-Nilai Akhir
Dasar PNS Agenda III:
1. Pembentukan karakter
Kedudukan & PNS
Peran PNS 2. Penguatan
Agenda I: dalam NKRI Kompetensi Teknis
Sikap
Perilaku Bela
Negara
1. Teknis Umum/Administrasi; dan
Oreintasi Peserta 2. Teknis Substantif.

Waktu Pelaksanaan Pelatihan Penguatan Kompetensi


Teknis Bidang Tugas Coach di tempat kerja
MATA PELATIHAN

1 Konsepsi Aktualisasi (Habituasi)

2 Penjelasan Aktualisasi

Fasilitator 3 Pembimbingan Rancangan Aktualisasi


+
Coach 4 Evaluasi Rancangan Aktualisasi dan Pembekalan

5 Aktualisasi dan Habituasi Di tempat Kerja

6 Pembimbingan pra evaluasi aktualisasi

7 Evaluasi Aktualisasi
HABITUASI
proses pembiasaan pada atau dengan sesuatu
penyesuaian supaya menjadi terbiasa
(terlatih) melakukan sesuatu yang bersifat
instrisik pada lingkungan kerjanya.

penciptaan situasi dan kondisi (persistence life


situation)tertentuuntukmembiasakan diri
berperilakusehinggaterbentukkarakter diri
melalui proses internalisasi dan dipersonifikasi
(pengumpamaan) melalui intervensi tertentu.
HABITUASI

• Saat kepala Kura-Kura dibelai pertama kali, ia akan


menyembunyikan kepalanya dibalik tempurungnya.
Namun jika dilakukan berulang-ulang, ia akan terbiasa
dan tidak lagi menganggap sebagai ancaman.
HABITUASI

Tinggal di perumahan samping bandara, tentu


sangat menggangu waktu tidur. Namun karena
kebiasaan juga, kenyamanan tidur di pinggir
bandara tiada beda dengan tidur di kamar hotel
bintang 5 yang kedap.
KONSEPSI HABITUASI
• Habituasi : pembiasaan
dan bersifat instrisik

• peserta pelatihan membiasakan


diri untuk berperilaku sesuai
nilai sehingga terbentuk karakter
diri ideal melalui proses
internalisasi dan dipersonifikasi
(pengumpamaan) melalui
intervensi tertentu di tempat
kerja.
Seminar Rancangan dan Pelaksanaan
PENGERTIAN AKTUALISASI

MENERJEMAHKAN

TEOR KONSEP GAGASAN


PRAKTEK KONSTRUK KEGIATAN
I
AKTUALISASI

• Aktualisasi sebagai intervensi agenda


habituasi. Aktualisasi bersifat ekstrinsik.
• Kemampuan yang harus dikuasai peserta pada
pembelajaran :
1. isu, jumlah kegiatan, kualitas rencana
kegiatan, relevansi rencana kegiatan dengan
aktualisasi, dan teknik komunikasi.
2. melaksanakan aktualisasi yaitu; kualitas
pelaksanaan kegiatan, kualitas aktualisasi,
dan teknik komunikasi.
TAHAP PEMBELAJARAN
AKTUALISASI
SI
DALAM MERANCANG
AKTUALISA
1. Isu apa yang Saudara (Peserta) temukan?
2. Kegiatan “kreatif” apa yang digagas untuk dapat
memecahkan isu?
3. bagaimana tahapan kegiatannya yang perlu dilakukan
dalam menyelesaikan isu secara terukur?
4. Apakah hasil kegiatan atau tahapan kegiatan benar-benar
memberikan dampak terhadap penyelesaian isu?
5. apa yang akan diaktualisasikan dalam proses
pelaksanaan kegiatan dalam rangka penyelesaian isu?,
6. bagaimana cara mengaktualisasikannya?., dan
7. bagaimana membuktikan bahwa telah terjadi aktualisasi
dalam pelaksanaan kegiatan.
PENGERTIAN ISU

Subjek penting yang didiskusikan atau diperdebat

Ketika Anda berbicara tentang masalah itu, Anda mengacu p

(Kamus Colins Cobuild English Language Dictionary, 1993)


KEMAMPUAN MENETAPKAN ISSU
1. Enviromental Scanning
peduli terhadap masalah dalam organisasi dan mampu memetakan
hubungan kausalitas.
2. Problem Solving
mampu mengembangkan dan memilih alternatif, dan mampu
memetakan aktor terkait dan perannya masing-masing.
3. Analysis
mampu berpikir konseptual (mengkaitkan dengan substansi Mata
Pelatihan), mampu mengidentifikasi implikasi / dampak /
manfaat dari sebuah pilihan kebijakan program,Kegiatan tahapan
kegiatan.
CONTO KASU
Saudara bekerja pada unit pelayanan, dan Saudara
menyaksikan di ruang tunggu terjadi antrian yang
panjang setiap harinya, serta tidak ada informasi
kepastian pelayanan. Saudara memiliki gagasan agar
masyarakat selama mengantri merasakan nyaman dan
disampaikan kepada pimpinan untuk; membagi ruang
tunggu bagi masyarakat perokok dan bukan perokok,
memaksimalkan penempatan kursi di ruang tunggu,
membuat tulisan yang terang dan sederhana tentang
jenis dan proses pelayanan yang akan ditempatkan pada
tempat-tempat strategis di ruang tunggu, dan
seterusnya.
PEMILIHAN ISU
KETERKAITAN MATA DIKLAT :
PELAYANAN PUBLIK.
WHOLE OF GOVERNMENT.
MANAGEMEN ASN.

SUMBER : INISIATIF :
1.INDIVIDU. 1.PEMIKIRAN KONSEPTUAL.
2.UNIT KERJA.
3.ORGANISASI.
CORE ISSU 2.AKTIVITAS - AKTIVITAS

MENGELOLA DAN MEJALANKAN INISIATIF

ANALIISIS :
1.DAMPAK HASIL ANALISIS.
2.LEVEL DAMPAK.
3.KEBERLANGSUNGAN DAMPAK INISIATIF
PENILAIAN KUALITAS ISSU
CONTOH
Teknik analisis yang digunakan :
URGENCY
Seberapa mendesak suatu isu harus dibahas, dianalisis dan
ditindaklanjuti.
SERIOUSNESS
Seberapa serius suatu isu harus dibahas dikaitkan dengan akibat
yang ditimbulkan.
GROWTH
Seberapa besar kemungkinan memburuknya isu tersebut jika
tidak ditangani sebagaiamana mestinya.

Setiap isu dinilai dengan memberikan skor antara 1-5.


1 = sangat tidak urgent 5 = sangat urgent.
MERUMUSKAN ISSU
RUMUSAN ISU (Issue statement)
 Pernyataan mengenai suatu isu yang ditulis
secara singkat dan jelas.
 Memuat focus
 Memuat locus

CONTOH ISU :
Masih lambatnya penyusunan Laporan Evaluasi Penyelengga
PRODUK PEMBELAJARAN
AKTUALISASI
MODUL
HABITUASI
HALAMAN
35

 MINIMAL 3 KEGIATAN
 SETELAH MATRIK DIISI, MAKA SELANJUTNYA MEMBUAT NARASI/DESKRIPSI
DARI APA YANG TELAH DITULIS DI MATRIK.
 SELANJUTNYA MEMBUAT POWER POINT.
KONSEPSI

1.Kegiatan adalah gagasan/aktivitas kreatif yang


diusulkan peserta untuk mendapatkan persetujuan
mentor dalam rangka memecahkan isu.
2.Pemecahan isu dapat dilakukan dalam beberapa
kegiatan yang saling mempengaruhi
3.Kegiatan, diurai dalam tahapan kegiatan yang terukur
untuk menghasilkan output kegiatan merupakan
media peserta untuk mengaktualisasikan nilai-nilai
dasar PNS,
KONSEPSI

4. Sumber kegiatan dapat bersumber dari SKP,


penugasan pimpinan, atau inisiatif dengan persetujuan
mentor atau kombinasi dari ketiga sumber kegiatan
tersebut.
5. Sumber-sumber kegiatan tersebut berada dalam
posisi/derajat yang sama, karena yang dinilai
bukan kegiatannya tetapi pemikiran kreatif dan
aktualisasi nilai-nilai dasar pada pelaksanaan
kegiatan.
Contoh:
Scaning Environmental
Peserta ditempatkan sebagai pelaksana Sub Bidang Evaluasi
Pusdiklat Mapim dengan pekerjaan membantu pimpinan :
1) membuat surat kepada penyelenggara untuk penyusunan
laporan penyelenggara, 2) memberikan draft penilaian
widyaiswara, 3) memberikan acuan atau standart dalam
penyusunan laporan, 4) monev penyelenggaraan
pelatihan,
5) menjadi pengawas ujian, 6) menghadiri rapat
persiapan dan evaluasi penyelenggaraan pelatihan, 7)
menyajikan data alumni, 8) dst .
Contoh: (lanjutan)
Scaning Environmental
Peserta berdasarkan pengalamannya bekerja membantu pimpinan merasakan
adanya hal yang bisa diperbaiki/disempurnakan/ditingkatkan, dalam pelaksanaan
tugas jabatannya.

Isu
Core Isu ANALISIS
Masih lambatnya penyusunan Laporan Evaluasi Bentuk Laporan yang tidak te
Pelaksanaan Monev yang bervariasi

AKTOR DAN
PERAN AKTOR

Penyajian data alumni yang responsif

dst
PENENTUAN JUDUL

Dari Isu yang telah dipilih melalui analisis isu


(USG) tiap Materi dalam Agenda III, selanjutnya
ditentukan isu yang paling urgent dari semua
Agenda III melalui analisa isu (USG).
Setelah didapat isu yang paling urgent, di
tetapkan judul dengan kalimat yang
positif.
Contoh: Optimalisasi,
Peningkatan, Mewujudkan, dll
Nama : …………………………………
NIP : ………………………………… CONTOH Formulir 2:
Unit Kerja : ………………………………… Pengendalian Aktualisasi
Jabatan : ………………………………… oleh coach/mentor
Isu : …………………………………
Kegiatan 1 : …………………………………

Penyelesaian Kegiatan Catatan Paraf


Mentor Mentor
 Tahapan Kegiatan;
 Output kegiatan terhadap pemecahan isu;
 Keterkaitan Substansi Mata pelatihan;
 Kontribusi Terhadap Visi-Misi Organisasi ;
 Penguatan Nilai Organisasi;

Kegiatan 2 : …………(dst)………………………
Penyelesaian Kegiatan Catatan Paraf
Mentor Mentor
 Tahapan Kegiatan;
 Output kegiatan terhadap pemecahan isu;
 Keterkaitan Substansi Mata pelatihan;
 Kontribusi Terhadap Visi-Misi Organisasi ;
 Penguatan Nilai Organisasi;
Nama : …………………………………
NIP : ………………………………… CONTOH Formulir 2:
Unit Kerja : ………………………………… Pengendalian Aktualisasi
Jabatan : ………………………………… oleh coach/mentor
Isu : …………………………………
Kegiatan 1 : …………………………………

Penyelesaian Kegiatan Catatan Waktu dan media


Coach coaching
 Tahapan Kegiatan;
 Output kegiatan terhadap pemecahan isu;
 Keterkaitan Substansi Mata pelatihan;
 Kontribusi Terhadap Visi-Misi Organisasi ;
 Penguatan Nilai Organisasi;

Kegiatan 2 : …………(dst)………………………
Penyelesaian Kegiatan Catatan Waktu dan media
Coach coaching
 Tahapan Kegiatan;
 Output kegiatan terhadap pemecahan isu;
 Keterkaitan Substansi Mata pelatihan;
 Kontribusi Terhadap Visi-Misi Organisasi ;
 Penguatan Nilai Organisasi;
AKTUALISASI DI TEMPAT
KERJA
Melakukan pendalaman terhadap :
1. core issue yang dipilih (berubah/bertambah)
2. Dukungan konsep pokok mata Diklat yang melandasi
pemilihan core issue dan penetapan inisiatif pemecahan core
issue yang dipilih,

Melakukan penerapan terhadap:


1. Usulan-usulan inisiatif baik berupa pikiran konseptual
dan/atau aktivitas-aktivitas dalam rangka memecahkan core
issue tersebut,
2. proses dan kualitas mengelola dan menjalankan inisitaif, dan
AKTUALISASI DI TEMPAT KERJA
(lanjutan)
Melakukan analisis terhadap:
1. dampak hasil inisiatif,
2. dampak yang terjadi baik pada level individu, unit, atau
organisasi), dan
3. Menjaga keberlangsungan inisiatif yang telah dilakukan.
LAPORAN AKTUALISASI
Muatan laporan aktualisasi adalah deskripsi core issue
yang terjadi dan strategi pemecahannya, proses
menerapkan inisiatif gagasan kreatif yang telah
dirancang yang didukung dengan dukungan bukti-bukti
pembelajaran baik berupa dokumen, notulensi, foto,
rekaman, video, dsb, serta mendeskripsikan analisis
terhadap dampak yang ditimbulkan
BAHAN PERSIAPAN
PRESENTASI HASIL
AKTUALISASI
Komponen utama yang harus dipresentasikan adalah:

Hasil pendalaman :
1. core issue yang dipilih (perubahan/penambahan)
2. Dukungan konsep pokok mata Diklat yang melandasi pemilihan
core issue dan penetapan inisiatif pemecahan core issue,
Penerapan :
1. Usulan-usulan inisiatif baik berupa pikiran konseptual
dan/atau aktivitas-aktivitas dalam rangka memecahkan core
issue,
2. proses dan kualitas mengelola dan menjalankan inisiatif, dan
BAHAN PERSIAPAN
PRESENTASI HASIL AKTUALISASI
Komponen(lanjutan)
utama yang harus dipresentasikan adalah:
Analisis :
1. dampak hasil inisiatif,
2. dampak yang terjadi baik pada level individu/unit/organisasi).
3. menjaga keberlangsungan inisiatif yang telah dilakukan.
PRESENTASI
PELAKSANAAN
1. argumentasi terhadap core issue yang dipilih yang
didukung konsep pokok mata pelatihan dan
penetapan inisiatif pemecahan core issue yang dipilih
baik berupa pikiran konseptual dan/atau aktivitas-
aktivitas dalam rangka memecahkan core issue
tersebut,
2. proses dan kualitas mengelola dan menjalankan
inisitaif, dan identifikasi dampak hasil inisiatif, level
dampak (individu, unit, atau organisasi), dan
keberlangsungan inisiatif,
PRESENTASI
PELAKSANAAN
3. kontribusi hasil kegiatan terhadap visi, misi, dan
tujuan organisasi,
4. kontribusi hasil kegiatan terhadap penguatan nilai-
nilai organisasi,
5. khusus bagi CPNS Golongan III menyampaikan hasil
analisis konseptual dampak apabila nilai-nilai dasar
PNS tidak diaplikasikan dalam pelaksanaan tugas dan
jabatannya.
PIHAK YG MEMBERI
MASUKAN
1. Mentor (atasan langsung)
2. Nara sumber ( penguji)

Alokasi presentasi laporan aktualisasi : 25 menit

Nara sumber (Penguji) memberi nilai kuantitatif


Mentor memberi nilai deskriptif
Coach Sebagai Moderator (boleh memberi masukan)
EVALUASI AKTUALISASI

A. RANCANGAN AKTUALISASI

B. PELAKSANAAN AKTUALISASI
A. PENILAIAN
RANCANGAN
AKTUALISASI
NO Indikator Bobot (20%)
Kualitas penetapan
1. 5%
isu
Jumlah rencana
2. 3%
kegiatan
Kualitas rencana
3. 5%
kegiatan
Relevansi rencana
4. kegiatan dengan 5%
Aktualisasi
5. Teknik Komunikasi 2%
Jumlah 20%
B. PENILAIAN
PELAKSANAAN AKTUALISASI

No. Indikator Bobot (30%)

Kualitas pelaksanaan
1. 5%
kegiatan

2. Kualitas aktualisasi 20%

3. Teknik komunikasi 5%

Jumlah 30%
UNSUR PENILAIAN LAINNYA

Disamping penilaian tersebut, Pembimbing


(Coach dan Mentor) memberikan penilaian
deskriptif mengenai kemampuan peserta
Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan III
selama proses pembelajaran aktualisasi di
tempat kerja. Penilaian deskriptif
rancangan aktualisasi dan evaluasi
aktualisasi.
Nilai indikator rancangan aktualisasi dan
pelaksanaan aktualisasi yang diperoleh
pada setiap level nilai ditetapkan melalui
nilai konversi dari masing-masing level
sebagai berikut:

Level Nilai
4 80,1 – 100
3 70,1 – 80
2 60,1 – 70
1 0 – 60
DARI INSPIRASI KE HABITUASI

INSPIRASI IDEASI AKTUALISASI HABITUASI

 Menempatkan
 ANEKA substansi Mata  Memilih issu  Terus
 Pembelajar Diklat dalam / situasi berpikir kritis
an Mata konteks problematik  Memastikan
Diklat organisasi. yg ingin kelanjutan
 Ordinary  Tanggap dianalisis. gagasan
teacher lingkungan/  Merencanak hingga
can tell, peduli organisasi an kegiatan implementasi.
good  Memahami yang sesuai.  Berani
teacher keterkaitan antar  Mengusulkan mengasingkan
can faktor. metode untuk yg biasa &
explain,  Memberi mewujudkan. membiasakan
excellent gagasan/ yg asing
teacher alternatif solusi.
can
demonstrat
Perlunya ... SINERGI
MENTOR

WIDYAISWARA COACH

INSTITUSI
PENYELENGGAR
Apakah Anda sudah memahami materi pembelaj

Jika ya, silahkan kerjakan latihan soal yang terdap


TERIM
Humas LAN
@humas_la
swajar-asnpintar.lan.go.id
@humas_la

A
kolabjar-asnpintar.lan.go.id
HaloDiklat: sipka.lan.go.id

Anda mungkin juga menyukai