Anda di halaman 1dari 21

TUGAS

PRAKTIKUM FISIKA LANJUT

LIMA ALAT KESEHATAN

Nama : Wirda Hayati

NIM : ETE10190122

PROGRAM STUDI D-III TEKNIK ELEKTROMEDIK

POLITEKNIK UNGGULAN KALIMANTAN

BANJARMASIN

2020
1. PULSE OXIMETER
a. Pengertian Pulse Oximeter
Oksigen adalah salah satu unsur kimia yang sangat dibutuhkan
oleh manusia demi kelangsungan hidupnya. Di dalam tubuh manusia
pun oksigen diedarkan secara terus menerus oleh darah maupun
pembuluh darah untuk menunjang sistem tubuh lainnya. Walaupun
sejatinya oksigen selalu ada di dalam sistem tubuh khususnya dalam
darah atau pembuluh darah, namun pada kondisi-kondisi tertentu dapat
saja kadar oksigen dalam darah menurun atau berkurang. Jika demikian,
maka keperluan suatu alat yang dapat mengukur kecukupan kadar
oksigen tubuh, sehingga seseorang yang mengalami penurunan kadar
oksigen dalam darah dapat langsung diberikan pertolongan sesuai
dengan indikasinya.
Pulse oximeter adalah sebuah alat yang sangat sesuai untuk
menunjang kondisi tersebut. Bagi orang awam mungkin alat ini
memang belum familiar, tetapi di dunia medis alat ini tentunya sudah
dikenal. Pulse oximeter atau biasa disebut dengan pulse oximetry
merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengukur kadar
oksigen maupun kepekatan oksigen (saturasi oksigen) dalam darah
tanpa perlu memasukkan alat apapun ke dalam tubuh. Alat ini mampu
melakukan deteksi cepat saturasi oksigen secara non invasif sehingga
akan cukup canggih untuk diandalkan dalam menangani kasus-kasus
gawat darurat.
Dalam pengukuran menggunakan pulse oximeter, kadar
oksigen dalam darah dilambangkan dengan SpO2 dan hasil
pengukurannya ditampilkan dalam bentuk persentase. Alat sensor dari
pulse oximeter ini berupa finger sensor yang memiliki bentuk seperti
penjepit dan dapat diletakkan pada jari tangan. Finger sensor ini
dilengkapi dengan infrared (inframerah) sehingga sensornya sangat
sensitif untuk mengukur kadar oksigen dalam tubuh seseorang.

1
b. Cara Kerja Pulse Oximeter
Pulse oximeter memiliki bagian-bagian (komponen) sehingga
dapat berfungsi sebagai pendeteksi kadar oksigen dalam darah. Berikut
bagian-bagian (komponen) dalam alat pulse oximeter :
1) Sumber cahaya inframerah (pemancar inframerah)
2) Sensor penangkap cahaya (Light Emitting Diode)
3) Komponen mikroprosesor
4) Layar LCD Display

Cara kerja pulse oximeter ialah dengan memanfaatkan sifat


dari hemoglobin yang dapat menyerap cahaya inframerah dan denyut
alami di dalam arteri untuk mengukur kadar oksigen dalam tubuh.
Secara elektronik alat ini menggunakan sumber cahaya inframerah dan
cahaya merah yang berbeda panjang gelombangnya, pendeteksi cahaya
(sensor), dan mikroprosesor yang berfungsi untuk membandingkan dan
menghitung perbedaan hemoglobin yang kaya oksigen dan hemoglobin
yang kekurangan oksigen, untuk kemudian membandingkan perbedaan
tersebut dan menampilkan kadar oksigen dan pulse rate.

2
c. Pengukuran Pulse Oximeter
Pulse oximeter diciptakan dengan menggunakan Hukum Beer-
Lambert yang menemukan bahwa frekuensi cahaya yang berbeda
diserap dalam volume yang berbeda pula. Hukum Beer-Lambert ini
diterapkan oleh alat pulse oximeter di mana cahaya infrared lebih
diserap oleh darah kaya oksigen, sedangkan cahaya merah lebih diserap
oleh darah yang kurang akan oksigen. Kedua cahaya ini kemudian
dipantulkan kembali atau ditransmisikan ke sebuah detektor yang
terdapat di dalam pulse oximeter. Sementara itu mikroprosesor pada
alat ini dapat berguna untuk menghitung perbedaan kadar oksigen dan
mengubah informasi tersebut ke dalam nilai digital.
Pengukuran penyerapan cahaya relatif dibuat beberapa kali
setiap detiknya. Pengukuran tersebut kemudian diproses oleh mesin
untuk memberikan gambaran baru setiap 0.5 hingga 1 detik. Gambaran
selama 3 detik terakhir ialah nilai rata-rata yang akan muncul.
Untuk dapat mengukur nilai SpO2 harus dihitung terlebih
dahulu nilai ratio (R0), yaitu perbandingan amplitudo pulse sinyal PPG
IR dan R. Sesuai dengan persamaan 1, nilai R 0 dinyatakan sebagai
berikut :
A A C ∕ A DC
R0 = R R

A A C ∕ A DC
IR IR

dengan A A C ialah amplitudo sinyal AC merah, A D C ialah amplitudo


R R

sinyal DC merah, A A C ialah amplitudo sinyal AC inframerah, dan


IR

A D C ialah amplitudo sinyal DC inframerah.


IR

Nilai R0 ini berkorelasi dengan SpO2 dengan persamaan


empirik sebagai berikut :
SpO2 = 110 – 25 R0
Persamaan empirik (2) ini merupakan pendekatan linear yang
digunakan untuk mengkoreksi kesalahan pada nilai terukur. Kesalahan
ini ialah akibat pengambilan asumsi bahwa hanya dua zat saja yang

3
berinteraksi dengan cahaya R (Red) dan IR (Infrared), yaitu HbO2 dan
Hb.

d. Keadaan-keadaan yang Menyebabkan Inakurasi Pulse Oximeter


1) Perfusi rendah
Prinsip kerja alat ini ialah melakukan perhitungan
komponen pulsatil cahaya oksihemoglobin dan deoksihemoglobin
yang berada di pembuluh darah tepi yang diabsorpsi. Oleh
karenanya, gangguan perfusi ke jaringan akan mengakibatkan
inkonsistensi pembacaan dan penghitungan alat. Akibatnya, perfusi
ke jaringan yang rendah ini akan menyebabkan ketidakakuratan
dalam pembacaan SpO2 (saturasi oksigen kapiler perifer).
Kurangnya perfusi ke jaringan dapat disebabkan oleh
vasokonstriksi dan/atau hipotensi yang dapat terjadi akibat berbagai
penyebab, misalnya syok, hipovolemik, hipotermia, penggunaan
obat-obatan vasokonstriktor, serta curah jantung yang rendah akibat
gagal pompa atau disritmia. Penggunaan tourniquet yang terletak
proksimal terhadap pulse oximetry juga dapat menyebabkan
obstruksi pada pembuluh darah dan mengganggu pembacaan SpO2.
2) Dishemoglobinemia
Ikatan karbon monoksida dengan hemoglobin yang
membentuk karboksihemoglobin juga perlu diwaspadai pada
penggunaan pulse oximetry karena karboksihemoglobin memiliki
penyerapan cahaya yang serupa dengan oksihemoglobin sehingga
dapat memberikan pembacaan SpO2 yang tinggi.
Sebuah study menemukan bahwa hasil SpO2 pada pasien
keracunan karbon monoksida cenderung lebih tinggi dibandingkan
saturasi dari hasil analisis gas darah. Study lain yang meneliti
mengenai selisih pembacaan saturasi oksigen dari analisis gas
darah dengan pulse oximetry menunjukkan bahwa pulse oximetry
gagal mendeteksi adanya penurunan dari konsentrasi
oksihemoglobin dan saturasi yang terbaca pada pulse oximetry

4
cenderung tetap tinggi dengan adanya karboksihemoglobin,
sedangkan oksihemoglobin yang terbaca pada analisis gas darah
menurun.
Ketidakakuratan hasil pulse oximetry pada pasien
keracunan karbon monoksida penting untuk diketahui karena terapi
dari kondisi ini ialah terapi oksigen. Jika dokter mengandalkan
hasil saturasi oksigen untuk pemantauan terapi oksigen yang
diberikan, hal ini dapat menyebabkan terjadinya underdiagnosis
dan undertreatment.
Selain karboksihemoglobin, methemoglobin juga
memberikan sifat yang sama karena memiliki penyerapan terhadap
sinar merah yang mirip dengan deoksihemoglobin, namun
menyerap sinar inframerah lebih dari baik oksihemoglobin maupun
deoksihemoglobin. Sifat methemoglobin yang menyerap sinar
merah dan inframerah dengan sama baik ini mengakibatkan
pembacaan pulse oximetry yang berkisar pada angka SpO2 80-85%
sehingga dapat menyebabkan inakurasi hasil. Methemoglobinemia
ini dapat terjadi secara herediter atau didapat. Methemoglobinemia
ini dapat terjadi secara herediter atau didapat. Methemoglobinemia
didapat, terjadi diantaranya akibat konsumsi obat yang
mengandung nitrat, penggunaan anestetik lokal seperti lidocaine
atau benzocaine, dan penggunaan dapson.
3) Pewarna intravena
Pewarna intravena berpigmen, khususnya methylene biru
juga terbukti menggangu akurasi pulse oximetry karena penyerapan
sinar yang menyerupai deoksihemoglobin, sehingga dapat terjadi
pembacaan SpO2 yang lebih rendah dari seharusnya. Jenis pewarna
lain seperti indigo carmine dan hijau indocyanine tidak memiliki
penyerapan sinar merah yang baik, sehingga tidak terlalu
mengganggu akurasi pulse oximetry. Pewarna intravena ini

5
umumnya digunakan untuk prosedur pembedahan, misalnya untuk
bedah saraf atau bedah urologi.
4) Anemia berat
Kondisi anemia secara teoritis seharusnya tidak
mempengaruhi akurasi pulse oximetry. Namun, anemia berat
dengan tingkat hematokrit di bawah 10% terbukti menyebabkan
inakurasi pulse oximetry sehingga terjadi pembacaan SaO2 yang
rata-rata lebih rendah 5.4% dari nilai seharusnya. Kondisi anemia
berat dengan hipoksemia dapat mengganggu keakuratan pulse
oximetry. Keadaan hematokrit di bawah 10% mengakibatkan
turunnya keakuratan pulse oximetry dan menyebabkan terjadinya
pembacaan SaO2 yang lebih rendah, engan rata-rata 5.4% dari nilai
yang seharusnya.
5) Saturasi oksigen yang rendah
Saturasi oksigen yang rendah mengganggu keakuratan
pulse oximetry karena algoritma program alat yang
menghubungkan dengan saturasi oksigen dengan sinyal yang
diabsorpsi. Oleh karenanya, study oleh Thoracic Society of
Australia and New Zealand (TSANZ) menyimpulkan bahwa nilai
pulse oximetry di bawah 70% tidak dapat diandalkan dan harus
dikonfirmasi ulang dengan analisis gas darah.
6) Pulsasi vena
Pulsasi vena yang mungkin terjadi juga dapat
mengkibatkan pembacaan SpO2 dengan pulse oximetry menjadi
lebih rendah dari semestinya karena saturasi oksihemoglobin vena
juga diukur oleh pulse oximetry ini. Beberapa kondisi di mana
pulsasi vena dapat terbaca dengan pulse oximetry ini misalnya pada
saat probe dipasang terlalu kencang pada jari, pada pasien-pasien
dengan regurgitasi trikuspid berat, serta pada syok distributif di
mana vasodilatasi luas berujung pada shunt arteriovenosa
fisiologis.

6
7) Pergerakan berlebih pada pasien
Pergerakan yang berlebihan pada pasien juga dapat
menyebabkan terdapatnya artefak pergerakan yang mengakibatkan
pembacaan SpO2 yang lebih rendah dari seharusnya. Desaturasi
hingga di bawah 50% pernah dilaporkan. Pergerakan yang
berlebihan juga dapat menyebabkan pembacaan SpO2 lebih tinggi
dari seharusnya, meskipun lebih jarang terjadi. Beberapa keadaan
yang dapat mengakibatkan pergerakan pada pasien misalnya pada
pasien dengan tremor atau dengan konvulsi.
8) Warna kulit
Warna kulit tidak mempengaruhi keakuratan SpO2 pada
kadar oksigen normal, namun pada saturasi oksigen yang rendah
(di bawah 90%), warna kulit yang sangat gelap mungkin dapat
mengakibatkan pembacaan SpO2 yang lebih tinggi dari sebenarnya.
Adanya clubbing finger juga memberikan pembacaan SpO 2 yang
lebih rendah dari sesungguhnya.
9) Faktor lainnya
Beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan kurang
akuratnya pembacaan hasil SpO2 oleh pulse oximetry seperti
kelainan hemoglobin turunan dan anemia sel sabit dengan krisis
vasooklusif. Beberapa penelitian juga mengatakan bahwa
penggunaan pewarna kuku dan kuku akrilik mengakibatkan
pembacaan SpO2 yang lebih rendah, khususnya penggunaan warna-
warna gelap. Hal ini dapat diperbaiki dengan memutar probe
oximeter atau menghapus pewarna.
Faktor-faktor teknis seperti kalibrasi, gangguan dari
pencahayaan sekitar, serta daya baterai dan memori juga dapat
mengganggu keakuratan penggunaan dan hasil yang didapat.
Faktor-faktor teknis ini perlu diperhatikan untuk menjaga
keakuratan alat.

7
2. SPIROMETER
a. Pengertian
Spirometer adalah alat tes fisiologi yang mengukur volume
udara dimana udara dihirup dan dihembuskan menurut waktu.
Spirometer berfungsi untuk mengukur ventilasi, pergerakan udara
masuk dan keluar paru-paru. Spirometer juga berfungsi untuk
mendeteksi adanya kelainan pada pernapasan seperti asma, bronkitis
kronis, emfisema, dan fibrosis paru.

Spirometer juga berperan penting dalam penyakit paru


obstruktif kronis (PPOK) mulai dari saat penyakit ini didiagnosis
hingga sepanjang pengobatan serta pengendaliannya. Untuk lebih detail
lagi mengenai fungsi spirometer, dapat diulas sebagai berikut :
1) Mengukur kondisi (kemampuan) paru-paru.
2) Membantu mendiagnosa penyakit paru obstruktif dan bagaimana
kondisinya (kronis, restriksi, normal, atau campuran serta berbagai
macam penyakit paru-paru yang lainnya).
3) Memprediksi kemungkinan penyakit paru di masa mendatang.
4) Mengetahui progres dan seberapa efektif pengobatan yang telah
dilakukan.
5) Monitoring dan evaluasi penyakit lain yang berhubungan dengan
penyakit paru.
Lebih jauh lagi, dengan pengukuran menggunakan alat
spirometer ini diharapkan dapat mencapai tujuan tertentu yakni sebagai
berikut :
1) Menyaring individu yang memiliki risiko penyakit paru.

8
2) Mengetahui seberapa jauh efek terhadap penyakit paru-paru yang
diderita.
3) Melakukan penilaian terhadap status kesehatan seseorang sebelum
bekerja pada bidang tertentu.
4) Monitoring seseorang yang terpapar zat berbahaya di tempat
kerjanya.
5) Mengetahui efektifitas obat-obatan yang digunakan dalam
pengobatan.
6) Sebagai sumber penelitian klinis dan epidemiologi terhadap
kesehatan masyarakat.

b. Jenis dan Tipe


1) Whole body plethysmograph
Jenis spirometer ini memberikan pengukuran yang lebih
akurat untuk komponen volume paru-paru dibandingkan dengan
spirometer konvensional lainnya. Seseorang berada di ruangan
kecil yang tertutup ketika pengukuran dilakukan.
2) Pneumotachometer
Spirometer ini mengukur laju aliran gas dengan
mendeteksi perbedaan tekanan di fine mesh. Salah satu keuntungan
dari spirometer ini adalah bahwa subjek dapat menghirup udara
segar selama percobaan.
3) Fully electronic spirometer
Spirometer elektronik telah dikembangkan yang
menghitung tingkat/laju aliran udara di saluran tanpa perlu
sambungan halus atau bagian yang bergerak. Mereka beroperasi
dengan mengukur kecepatan aliran udara dengan teknik seperti
transduser ultrasonik, atau dengan mengukur perbedaan tekanan di
saluran. Spirometer ini memiliki akurasi yang lebih besar dengan
menghilangkan kesalahan momentum dan resistensi terkait dengan
bagian yang bergerak seperti kincir angin atau katup aliran untuk
pengukuran aliran. Mereka juga memungkinkan meningkatkan

9
kesehatan pasien dengan memungkinkan saluran aliran udara
dibuang sepenuhnya (sekali pakai).
4) Insentif spirometer
Spirometer ini dirancang khusus untuk meningkatkan
fungsi paru-paru seseorang.
5) Peak flow meter
Perangkat ini berguna untuk mengukur seberapa baik
paru-paru seseorang mengeluarkan udara.
6) Windmill-type spirometer
Jenis spirometer ini digunakan khusus untuk mengukur
kapasitas vital paksa tanpa menggunakan air dan memiliki
pengukuran luas mulai dari 1000 ml hingga 7000 ml. hal ini lebih
portabel dan lebih ringan daripada spirometer tipe tangki air
tradisional. Spirometer ini harus dipegang secara horizontal saat
melakukan pengukuran karena keberadaan disc yang berputar.
7) Tilt-kompensasi spirometer
Tilt-kompensasi spirometer atau lebih dikenal sebagai
AME Spirometer EVOLVE. Spirometer baru ini dapat
diselenggarakan secara horizontal saat melakukan pengukuran,
namun pasien harus bersandar terlalu jauh ke depan atau mundur
3D-tilt mengkompensasi penginderaan spirometer dan
menunjukkan posisi pasien.

c. Prinsip Kerja
Spirometer menggunakan prinsip salah satu hukum dalam
fisika yaitu hukum Archimedes. Hal ini tercermin pada saat spirometer
ditiup, ketika itu tabung yang berisi udara akan naik turun karena
adanya gaya dorong ke atas akibat adanya tekanan dari udara yang
masuk ke spirometer. Spirometer juga menggunakan hukum newton
yang diterapkan dalam sebuah katrol. Katrol ini dihubungkan kepada
sebuah bandul yang dapat bergerak naik turun. Bandul ini kemudian

10
dihubungkan lagi dengan alat pencatat yang bergerak diatas silinder
berputar.

d. Cara Kerja
Sebenarnya cara kerja spirometer cukup mudah, yaitu sesorang
disuruh bernapas (menarik napas dan menghembuskan napas) di mana
hidung orang itu ditutup. Tabung yang berisi udara akan bergerak naik
turun, sementara itu drum pencatat bergerak putar (sesuai jarum jam)
sehingga pencatat akan mencatat sesuai dengan gerak tabung yang
berisi udara. Hasil pencatatan akan terlihat seperti gambar di bawah ini.

Pada waktu istirahat, spirogram menunjukkan volume udara


paru-paru 500 ml. Keadaan ini disebut tidal volume. Pada permulaan
dan akhir pernapasan terdapat keadaan reserve; akhir dari suatu
inspirasi dengan suatu usaha agar mengisi paru-paru dengan udara,
udara tambahan ini disebut inspiratory reserve volume, jumlahnya
sebanyak 3000 ml. Demikian pula akhir dari suatu respirasi, usaha
dengan tenaga untuk mengeluarkan udara dari paru-paru, udara ini
disebut dengan expiratory reserve volume yang jumlahnya kira-kira
1100 ml. Udara yang tertinggal setelah ekspirasi secara normal disebut
fungtional residual capacity (FRC). Seorang yang bernapas dalam
keadaan baik inspirasi maupun ekspirasi, kedua keadaan yang ekstrim
ini disebut vital capacity.

11
Dalam keadaan normal, vital capacity sebanyak 4500 ml.
Dalam keadaan apapun paru-paru tetap mengandung udara, udara ini
disebut residual volume (kira-kira 1000 ml) untuk orang dewasa.
Untuk membuktikan adanya residual volume, penderita
disuruh bernafas dengan mencampuri udara dengan helium, kemudian
dilakukan pengukuran fraksi helium pada waktu ekspirasi. Di klinik
biasanya dipergunakan spirometer. Penderita disuruh bernapas dalam
satu menit yang disebut respiratory minute volume. Maksimum volume
udara yang dapat dihirup selama 15 menit disebut maximum voluntary
ventilation. Maksimum ekspirasi setelah maksimum inspirasi sangat
berguna untuk mengetes penderita emphysema dan penyakit obstruksi
jalan pernapasan. Penderita normal dapat mengeluarkan udara kira-kira
70% dari vital capacity dalam 0.5 detik.; 85% dalam satu detik; 94%
dalam 2 detik; 97% dalam 3 detik. Normal peak flow rate 350-500
liter/menit.

e. Kalibrasi
Kalibrasi alat spirometer dilakukan dengan menggunakan alat
syringe calibration, yaitu sebuah syringe yang dirancang untuk menguji
perangkat pengukur aliran. Syringe untuk kalibrasi spirometer
dijalankan secara manual menghisap masuk dan keluar dari silinder
syringe. Kemudian syringe akan diuji dengan perangkat adapter yang
kemudian hasilnya dibandingkan dengan sistem sensor aliran dalam alat
spirometer.

12
f. Uji Validitas dan Reliabilitas
N ∑ −( Σ x ) ( Σ y )
xy
r xy =


2 2
{N ∑ −( Σ x )2 }{N ∑ −( Σ y )2 }
x y

Keterangan :
r xy : koefisien validitas
x : skor pernyataan tiap nomor
y : skor total
N : jumlah respoden
Reliabilitas diuji dengan rumus alpha, yaitu :

r 11 =
k
k −1 [ ][
∑ σ 2b
1− 2
σ1 ]
Keterangan :
r 11 : reliabilitas instrumen
k : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
2
∑ σ b : jumlah varians butir
2
σ 1 : varians total

3. AUDIOMETER
a. Pengertian

13
Audiometer adalah perangkat elektronik yang berguna untuk
menguji tingkat pendengaran manusia. Audiometer dapat menentukan
pada frekuensi berapa seseorang dapat mulai mendengar suara. Hal ini
sangat penting untuk menyatakan seberapa berat gangguan pendengaran
yang diderita oleh seseorang. Oleh karena itu, alat ini menjadi salah
satu bagian dalam proses medical check up karyawan karena gangguan
pendengaran bisa jadi mengganggu produktivitas karyawan.
Frekuensi suara yang dapat didengar oleh manusia berkisar
antara 20 sampai 20000 Hz. Namun, suara percakapan yang kita dengar
sehari-hari berkisar antara 300-3000 Hz. Frekuensi yang di tes pada
audiometer berkisar antara 125-8000 Hz. Hasil pengukuran dicatat pada
lembaran kertas dengan grafik yang biasa disebut audiogram. Pada versi
lebih mutakhir, pencatatan sudah dilakukan dengan software yang juga
sekaligus menyimpan data pengguna serta tren hasil pengukuran dari
waktu ke waktu sebagai bahan monitoring.

b. Prinsip Kerja
Prinsip kerja audiometer ialah dengan menghasilkan nada
tunggal pada intensitas nada yang berbeda-beda. Intensitas nada atau
derajat kebisingan yang dapat didengar oleh kebanyakan orang dewasa
ialah 0-20 desibel (db). Hasil dari pemeriksaan audiometer akan dicetak
dalam bentuk audiogram. Audiometer dapat mengidentifikasi jenis
ketulian yang dialami oleh seseorang. Apakah seseorang tersebut tuli
konduktif atau tuli syaraf (sensorineural) beserta derajat ketuliannya.
Terdapat beberapa jenis pemeriksaan telinga yang dapat dilakukan

14
dengan audiometer tetapi salah satu yang paling mendasar adalah
pengukuran kemampuan mendengarkan bunyi melalui media rambatan
udara (pengukuran air conduction).

c. Perhitungan
n

1) Nilai rata-rata (Mean) =


∑ Vi = V 1+V 2+V 3 … … Vn
i=1
n
n


n
1
2) Standar deviasi (Stdv) = ∑ (Vi−Mean)2
n−1 i=1
3) Koreksi = Setting pada DUT – Penunjukan STANDARD
4) Perhitungan ketidakpastian
a) Ketidakpastian kemampuan daya ulang pembacaan (Ua)
Stdev
Ua =
√ n−1
b) Ketidakpastian kemampuan baca STANDARD (Ub1)
i) Ketidakpastian kemampuan baca STANDARD diestimasi
mempunyai semi range
a = 0.5 × resolusi STANDARD
ii) Dengan asumsi distribusi rectangular maka ketidakpastian
kemampuan daya baca STANDARD ialah :
a
Ub1 =
√3
5) Ketidakpastian bentangan (Uexp)
Ketidakpastian baku gabungan (Uc) DUT ialah :
Uc = √(Ua 2 +Ub12 )
Dengan asumsi distribusi normal, maka ketidakpastian bentangan
(Uexp) dengan cakupan k = 2, sehingga :
Uexp = 2 × Uc

4. TERMOMETER
a. Pengertian

15
Termometer adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur
suhu (temperatur), dan perubahan suhu. Istilah termometer berasal dari
bahasa latin thermo yang berarti suhu dan meter yang berarti mengukur.
Suhu adalah sifat yang menentukan apakah sistem setimbang termal
dengan sistem lain atau tidak bila dua sistem atau lebih dalam
setimbang termal dengan sistem lain atau tidak, bila dua sitem atau
lebih dalam setimbang termal maka sistem ini dikatakan mempunyai
suhu yang sama. Suhu menunjukan derajat panas suatu benda.
Mudahnya, semakin tinggi suatu benda, semakin panas benda tersebut,
sebaliknya semakin rendah suatu benda semakin dingin benda tersebut.
Secara mikroskopis, suhu menunjukan energi yang dimiliki oleh suatu
benda. Setiap atom dalam suhu benda masing – masing bergerak, baik
itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan ditempat berupa
getaran.
Konsep suhu (termperature) berasal dari ide dan kualitatif
panas dan dingin yang berdasarkan pada indera sentuhan kita. Suatu
benda yang terasa panas umumnya memiliki suhu yang lebih tinggi dari
pada benda serupa yang lebih dingin. Hal ini tidak cukup jelas, dan
indra dapat dikelabui. Tetapi banyak sifat benda yang dapat diukur
tergantung kepada suhu. Maka dari itu alat untuk mengukur suhu adalah
termometer.

b. Prinsip Kerja
Mekanisme kerja dari termometer sebenarnya, ketika anda
menyentuhkan bagian ujung termometer (yang di dalamnya terdapat
cairan alkohol atau merkuri) anda membuat cairan tersebut dan badan
anda mencapai suatu kesetimbangan termal. Keseimbangan termal
terjadi ketika cairan yang anda lihat tidak lagi beranjak naik dan
menunjukan skala tertentu. Secara fisik, kesetimbangan termal adalah
suatu keadaan dimana kedua zat yang melakukan kontak, tidak lagi
mengalami pertukaran kalor yang berarti kedua zat bertemperatur sama.
Sebagaimana diketahui bahwa jika benda yang bertemperatur lebih

16
tinggi dicampurkan (disentuhkan) dengan benda lain yang
temperaturnya lebih rendah, maka akan terjadi perubahan kalor terus
menerus, hingga kedua benda memiliki kalor yang sama.
Ketika kita mengukur temperatur sebuah zat, yang kita lakukan
sesungguhnya adalah membuat kontak zat tersebut dengan cairan
khusus yang ada dalam termometer, kalor yang terdapat pada tubuh kita
“mengalir” pada cairan termometer karena terdapat perbedaan
temperatur, sehingga cairan mengembang dan naik melalui saluran
kapiler, kemudian setelah beberapa saat terjadi keseimbangan termal
yang ditunjukkan salah satu skala pada kolom termometer. Karena
termometer sudah dirancang sebelumnya untuk dijadikan sebagai
acuan, maka kita dapat dengan mudah melihat skala yang tertera pada
termometer untuk mengetahui temperatur zat tersebut.

c. Konsep Fisika
Termodinamika adalah ilmu yang membahas hubungan
(pertukaran) antara panas dengan kerja. Hubungan ini didasarkan pada
dua hokum-hukum dasar termodinamika, yaitu hukum termodinamika
pertama dan hukum termodinamika kedua.
1) Hukum Termodinamika Pertama
Hukum ini merupakan satu dari hukum-hukum fisika yang
hebat, dan validitasnya terletak pada percobaan (seperti percobaan
joule) dimana tidak ada pengecualian yang terlihat. Berarti, hukum
termodinamika pertama merupakan pernyataan hukum kekekalan
energi.
Q = ∆ ∪+ ¿ W
Keterangan :
∆ ∪ = Perubahan energi dalam sistem (J)
Q = Kalor yang diterima ataupun dilepas sistem (J)
W = Usaha (J)
2) Hukum Termodinamika Kedua

17
Hukum termodinamika kedua akhirnya dinyatakan secara
umum yaitu dalam besaran yang disebut Entropi yang
diperkenalkan oleh Clausius pada 1860-an. Entropi tidak seperti
kalor, merupakan fungsi keadaan sistem.
a) Entropi pada proses temperatur konstan
Jika suatu sistem pada suhu mutlak T mengalami proses
reversibel dengan menyerap sejumlah kalor Q maka kenaikan
entropi ∆ S dapat dituliskan sebagai berikut :
Q
∆ S = S 2 – S1 =
T
Keterangan :
∆ S = Perubahan entropi (J/K)
S1 = Entropi mula-mula (J/K)
S2 = Entropi akhir (J/K)
b) Entropi pada proses temperatur berubah
Pada proses yang mengalami perubahan temperatur,
entropi dituliskan sebagai berikut :
T2
∆ S = mc∈¿ ( )
T1
Keterangan :
∆ S = Perubahan entropi (J/K)
c = Kalor jenis (J/Kg K)
m = Massa (Kg)
T 1 = Suhu mula-mula (K)
T 2 = Suhu akhir (K)

5. TENSIMETER
a. Pengertian
Tensimeter adalah perangkat yang digunakan untuk mengukur
tekanan darah. Alat ini dapat digunakan untuk mengetahui seberapa
besar tekanan darah, sehingga kita dapat menilai apakah tekanan darah

18
kita normal atau tidak. Tekanan darah normal manusia berkisar 100
hingga 130 mmHg untuk tekanan sistolik, sedangkan untuk tekanan
diastolik normalnya ialah 60–90 mmHg. Sistolik adalah tekanan darah
di saat terjadi kontraksi otot jantung.

b. Prinsip Kerja
Prinsip kerja tensimeter sama dengan U-Tube Manometer. U-
Tube manometer dapat digunakan untuk mengukur tekanan dari cairan
dan gas. Nama U-Tube diambil dari bentuk tabungnya yang
menyerupai huruf U seperti pada gambar di bawah ini. Tabung tersebut
akan diisi dengan cairan yang disebut cairan manometrik. Cairan yang
tekanannya akan diukur harus memiliki berat jenis yang lebih rendah
dibanding cairan manometrik, oleh karena itu pada alat pengukur
tekanan darah dipilih air raksa sebagai cairan manometrik karena air
raksa memiliki berat jenis yang lebih besar dibandingkan dengan berat
jenis darah. Berikut skema pengukuran tekanan menggunakan
manometer.

19
Tekanan dalam fluida statis adalah sama pada setiap tingkat
horizontal (ketinggian) yang sama sehingga:

Tekanan pada B = Tekanan pada C


PB = PC

Untuk lengan tangan kiri manometer

Tekanan pada B = Tekanan pada A + Tekanan pada tinggi h1 dari cairan yang diukur

PB = PA + ρ gh1

Untuk lengan tangan kanan manometer

Tekanan pada C = Tekanan pada D + Tekanan pada tinggi h2 dari cairan manometrik

PC = PAtmosfer + ρ mangh2

Karena disini kita mengukur tekanan tolok (gauge pressure), kita dapat
menghilangkan PAtmosfer sehingga:

PB = PC
PA + ρ gh1 = ρ mangh2
PA = ρ mangh2 - ρ gh1

Dari persamaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa


tekanan pada A sama dengan tekanan cairan manometrik pada
ketinggian h2 dikurangi tekanan cairan yang diukur pada ketinggian h1.
Dalam kasus alat pengukur tekanan darah yang menggunakan air raksa,
berarti tekanan darah dapat diukur dengan menghitung berat jenis air
raksa dikali gravitasi dan ketinggian air raksa kemudian dikurangi berat
jenis darah dikalikan gravitasi dan ketinggian darah.

20

Anda mungkin juga menyukai