Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Paru merupakan organ vital yang berhubungan dengan dunia luar dan
lingkungan. Fungsi paru adalah untuk proses pernapasan atau respirasi yang
merupakan proses penting dalam kehidupan manusia.1 Bernapas mempunyai
peran atau fungsi menyediakan oksigen serta mengeluarkan karbon dioksida
dari tubuh.² Oksigen merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus
dipasok terus-menerus, sedangkan karbon dioksida merupakan bahan toksik
yang harus segera dikeluarkan dari tubuh.2 Tujuan dari bernapas ini dapat
tercapai melalui tiga peristiwa fungsional utama yaitu ventilasi paru, difusi
oksigen dan karbon dioksida serta perfusi atau transportasi oksigen dan
karbon dioksida.1,2

Respirasi pada tubuh manusia terdiri atas dua macam yaitu respirasi internal
dan respirasi eksternal. Respirasi internal adalah pertukaran gas yang terjadi
antara darah dan jaringan sedangkan respirasi eksternal adalah pertukaran gas
yang terjadi antara darah dan udara sekitar.1,3 Perbandingan isi oksigen dan
kapasitas oksigen disebut saturasi oksigen (SaO2). Oksigen di dalam darah
terbagi dua yaitu terlarut dalam plasma dan terikat dengan hemoglobin. Kita
dapat menilai kadar oksigen di dalam hemoglobin dengan melihat nilai dari
saturasi oksigen dalam tubuh manusia.1,2

Oksigen yang terikat oleh hemoglobin lebih banyak jumlahnya dibandingkan


yang terlarut di dalam plasma pada keadaan normal. Kebutuhan jaringan akan
oksigen dan pengambilan oleh paru sangat tergantung pada hubungan afinitas
oksigen terhadap hemoglobin.1,2 Saturasi oksigen di dalam darah sangat di
pengaruhi oleh daya ikat hemoglobin terhadap oksigen. Hubungan ini dapat
kita lihat dalam kurva yang dinamakan kurva disosiasi oksigen. 1,2 Keadaan
kekurangan oksigen di dalam tubuh disebut dengan keadaan hipoksia.
Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang saturasi oksigen serta
hubungannya dengan tekanan oksigen dalam darah sehingga dapat digunakan
untuk membantu menegakkan diagnosis dan tatalaksana dengan cepat serta
tepat pasien yang mengalami hipoksia.

1
SATURASI OKSIGEN

Saturasi oksigen (SO2) adalah kadar hemoglobin yang berikatan dengan


oksigen dalam arteri yang nilai normalnya adalah antara 95 % sampai 100
%.2,4 Saturasi oksigen di bawah 90% disebut dengan keadaan hipoksia dan
dapat mengganggu oksigenasi organ di dalam tubuh.5 Hipoksia merupakan ke
adaan terjadi defisiensi oksigen yang mengakibatkan kerusakan sel akibat pen
urunan respirasi oksidatif aerob sel. Hipoksia merupakan penyebab penting da
n umum dari cedera dan kematian sel yang dapat mengakibatkan kegagalan
fungsi organ sampai dapat mengakibatkan kematian sehingga harus
ditatalaksana segera .2,4

Pemeliharaan oksigenasi jaringan tergantung pada 3 sistem organ yaitu sistem


kardiovaskuler, hematologi dan respirasi.6 Saat terjadi perubahan oksigen aka
n terjadi juga perubahan hematokrit, angka eritrosit dan hemoglobin karena fu
ngsi dari ketiganya adalah mengangkut oksigen. Hemoglobin merupakan prot
ein respiratori yang berperan penting menjalankan fungsi utamanya yaitu men
gangkut oksigen ke jaringan dan membawa karbon dioksida kembali ke paru.
Hemoglobin diangkut oleh eritrosit ke dalam sirkulasi yang dalam darah seba
gian besar oksigen bergabung dengan hemoglobin (97%) dan sisanya larut dal
am plasma (3% ).2,6

Penilaian terhadap pengukuran gas darah yang berhubungan dengan oksigen d


apat diidentifikasi dengan penilaian oksigen dalam plasma, jumlah oksigen ya
ng terikat pada hemoglobin dan total oksigen dalam darah arteri.6 Pengukuran
saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu secara invasif
dan secara tidak invasif.6,8 Pengukuran saturasi oksigen yang dilakukan secara
invasif yaitu dengan pemeriksaan analisis gas darah. Hasil dari pemeriksaan
analisis gas darah tidak memerlukan waktu yang lama sedangkan tidak invasif
dengan menggunakan alat pulse oximetry.

Pulse oximetry telah digunakan secara luas untuk pemantauan oksigenasi pad
a pasien terutama pasien dengan sakit kritis dengan memberikan peringatan le
bih awal kepada klinisi terhadap keadaan hipoksemia. Penggunaan pulse
oxymetry merupakan cara yang efektif untuk memantau pasien terhadap

2
perubahan saturasi oksigen yang kecil atau mendadak dan bersifat tidak
invasif.
Alat ini menampilkan frekuensi denyut jantung dan saturasi oksigen dengan
cara meletakkan pulse oximetry ini pada ujung jari pasien. Parameter ini menj
adi andalan dan sangat berguna untuk mengetahui kondisi pasien saat pemerik
saan.4,6 Cara penggunaan alat ini dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Pulse Oxymetry


Dikutip dari (5)

Sensor pulse oximetry menggunakan cahaya dalam analisis spektral untuk pen
gukuran saturasi oksigen yaitu melalui proses deteksi dan kuantifikasi kompo
nen (hemoglobin) dalam larutan. Pulse Oximetry menggabungkan dua teknolo
gi spektrofotometri dan plethysmography optik (mengukur denyut perubahan
volume darah di arteri). Sensor Pulse Oximetry dibuat dari dua Light emitting
diode (LED) yang masing-masing memancarkan panjang gelombang cahaya.
Probe umumnya ditempatkan di jari atau di daun telinga. Foto detektor pada s
isi lain mengukur intensitas cahaya yang berasal dari transmisi sumber cahaya
yang menembus jari. Transmisi cahaya melalui arteri adalah denyutan yang di
akibatkan pemompaan darah oleh jantung.6,9

Pemeriksaan saturasi oksigen juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan


analisis gas darah. Analisis gas darah adalah pemeriksaan penilaian saturasi
oksigen secara invasif yang dapat melihat kadar saturasi oksigen dan
keseimbangan asam basa di dalam tubuh yang merupakan penilaian penting
dalam penatalaksanaan pasien. Pemeriksaan ini sering dilakukan untuk
menilai status oksigenasi khususnya pada pasien kritis yang membutuhkan
hasil cepat agar dapat segera diambil tindakan medis. Analisis gas darah
memberi informasi mengenai dua sistem yaitu sistem respiratorik dan sistem

3
metabolik.6

Gangguan pada salah satu sistem respiratorik atau metabolik akan


dikompensasi oleh sistem lainnya untuk menjaga power of hydrogen (pH)
darah tetap normal.6 Pemeriksaan analisis gas darah tidak seperti pemeriksaan
darah lain pada umumnya. Analisis gas darah menilai enam komponen yang
harus diinterpretasikan sebagai satu kesimpulan. Hal ini bisa menjadi
kesulitan apabila tidak ada algoritma yang sistematis untuk menilai setiap
komponen tersebut.4,8 Saat menginterpretasikan hasil analisis gas darah harus
disesuaikan dengan keadaan klinis dan etiologi penyakit pasien.10 Komponen
yang dinilai dan nilai normal pada analisis gas darah dapat dilihat pada tabel
1.

Tabel 1. Nilai normal komponen analisis gas darah

Komponen analisis gas darah Nilai normal

pH 7.35 - 7.45

PO2 80 – 100 mmHg

PCO2 35 – 45 mmHg

HCO3 22 – 26 mmol/L

Base excess - 2 sampai +2 mmol/L

SaO2 95 – 98 %
Dikutip dari (1)

Pengambilan sampel analisis gas darah membutuhkan keahlian khusus yang


dapat dilihat pada gambar 2 karena arteri berada lebih ke dalam di tubuh
manusia, lebih terasa nyeri pada pasien serta darah arteri yang mudah
membeku. Sebelum arteri ditusuk lakukan pemeriksaan Allen’s test, jika kolat
eral cukup darah arteri diambil sebanyak 3 ml pada spuit yang sebelumnya tel
ah diberikan heparin 0,2 ml. Sampel darah yang telah diambil harus terbebas
dari gelembung udara dan dianalisa secepatnya. Hal ini disebabkan komponen

4
seluler pada sampel masih aktif bermetabolisme, sehingga akan mempengaruh
i tekanan gas.1,9 Kualitas dari pengambilan sampel darah sangat
mempengaruhi interpretasi dari hasil. Arteri yang paling sering diambil untuk
sampel analisis gas darah adalah arteri radialis, arteri brachialis dan arteri
femoralis. 11

Arteri Radialis

Gambar 2. Pengambilan darah arteri


Dikutip dari (9)

HEMOGLOBIN

Oksigen dari paru akan dibawa dan dilepaskan ke sel-sel dalam darah
menggunakan molekul hemoglobin. Hemoglobin merupakan pigmen merah y
ang terdapat di dalam sel darah merah. Fungsi utama hemoglobin ialah mengi
kat dan membawa oksigen dari paru untuk diedarkan ke seluruh sel di jaringa
n. Hemoglobin yang berada di dalam sel darah merah sangat penting dalam m
engalirkan pasokan oksigen ke seluruh tubuh bahkan yang paling terpencil da
n terisolasi sekalipun akan terjamin jika kadar sel darah merah dalam batas
normal.11

Hemoglobin adalah sejenis protein dengan berat molekul 64.500 dalton, terdir
i dari empat rantai polipeptida yaitu alfa, beta, gamma dan delta. Setiap rantai
mengandung satu pigmen non-protein berbentuk seperti cincin yang disebut s
ebagai kelompok heme aktif.8 Satu ion ferrous yang berada pada bagian
tengah cincin heme dapat mengikat satu molekul oksigen, lalu setiap satu mol

5
ekul hemoglobin akan berikatan dengan empat molekul oksigen. Heme adalah
senyawa besi-porfirin, rantainya terdiri dari 2 jenis yaitu alfa dan beta.
Gambaran molekul hemoglobin dalam sel darah merah dapat dilihat pada
gambar 3.7,11

Perbedaan pada urutan asam amino menghasilkan berbagai tipe hemoglobin


manusia. Batas normal nilai hemoglobin untuk seseorang sukar ditentukan kar
ena kadar hemoglobin bervariasi di antara setiap suku bangsa. Kadar hemoglo
bin juga dipengaruhi oleh berbagai macam faktor lain, di antaranya adalah usi
a, jenis kelamin, asupan zat besi (status gizi), keadaan demografis (pantai dan
gunung), gaya hidup (minuman alkohol, kafein), pola makan, penyakit kronis
(malaria, infeksi cacing tambang, dll) serta penyakit – penyakit gangguan
darah.10,11,13

Gambar 3. Hemoglobin
Dikutip dari (9)

Respiratory motion of hemoglobin adalah proses pengikatan dan pelepasan


molekul oksigen dari hemoglobin yang melibatkan perubahan spesifik pada
struktur molekulernya. Pada keadaan tertentu hemoglobin akan berubah dari
bentuk deoxyhemoglobin menjadi bentuk oxyhemoglobin. Hal ini menyebabkan
karbon dioksida, karbon monoksida dan 2,3 Diphosphoglycerat (2,3DPG) akan
terlepas dari posisi asalnya yaitu di antara rantai β- globin lalu membuka
molekul heme untuk menerima oksigen kemudian oksigen yang berikatan
dengan salah satu kelompok heme akan meningkatkan afinitas dari kelompok

6
heme yang lain terhadap oksigen. Interaksi inilah yang menyebabkan terjadinya
bentuk ”sigmoid” pada kurva disosiasi oksigen.10,13

TRANSPOR GAS OKSIGEN

Oksigen di dalam darah dibagi menjadi dua yaitu oksigen yang larut dalam
plasma dan yang terikat dalam hemoglobin. Ikatan oksigen dengan
hemoglobin bersifat ikatan oksigenasi (ikatan kompleks) seperti asam lemah s
ehingga proses ikatannya bertahap.1.2
Hb4 + O2 Hb4O2-
Hb4O2- + O2 Hb4O4-
Hb4O4- + O2 Hb4O6-
Hb4O6- + O2 Hb4O8-
Reaksi ini bersifat bolak balik sehingga dapat dilihat jika oksigen diperlukan
oleh jaringan maka reaksi itu akan berbalik ke kiri dengan melepas oksigen. T
ranspor oksigen dimulai dari difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveol
dan eritrosit pembawa oksigen. Oksigen berikatan pada hemoglobin sehingga
jumlah yang terikat akan ditentukan oleh kadar hemoglobin dalam darah dan
daya ikat hemoglobin dengan oksigen. Daya ikat hemoglobin maksimal adala
h 1,34 ml/gram, jika kadar hemoglobin =150 gram/liter maka jumlah oksigen
yang terikat hemoglobin adalah 1,34 ml/gram x 150 gram/liter = 200 ml oksig
en/liter darah (angka ini disebut kapasitas oksigen).1,2,10

Daya ikat hemoglobin terhadap oksigen tergantung pada tekanan oksigen dal
am darah. Tekanan oksigen dalam darah bergantung pada jauh dekatnya dara
h yang membawa oksigen dari alveoli. Semakin jauh jarak dari alveoli maka
akan semakin rendah tekanan oksigen dalam darah yang artinya semakin kec
il daya ikat hemoglobin terhadap oksigen.1,2,11 Pada kondisi tertentu seperti
demam, berada pada tempat ketinggian dan berolahraga juga dapat
mempengaruhi tekanan oksigen dalam darah. Hubungan antara saturasi oksige
n dan tekanan oksigen dalam darah dapat dilihat pada kurva disosiasi oksige
n.1,11

KURVA DISOSIASI OKSIGEN

7
Kurva disosiasi oksigen adalah hubungan antara kadar saturasi hemoglobin
(percent saturation of hemoglobin) dengan tekanan parsial oksigen. Tekanan
parsial oksigen merupakan faktor penting dalam menentukan kuantitas
oksigen yang berikatan dengan hemoglobin.5 Semakin tinggi tekanan parsial
oksigen semakin banyak oksigen yang berikatan dengan hemoglobin.
Hemoglobin dikatakan tersaturasi penuh jika hemoglobin yang tereduksi
(reduced hemoglobin) berubah menjadi oxyhemoglobin. Kadar saturasi
hemoglobin adalah saturasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen.1,12

Kondisi normal darah arteri memasuki semua jaringan dalam tubuh dengan te
kanan parsial oksigen 95 mmHg dan saturasi hemoglobin yang melebihi 97
%.5 Selain tekanan parsial oksigen terdapat beberapa faktor lain yang juga me
mpengaruhi afinitas hemoglobin terhadap oksigen yaitu dapat dilihat seperti
gambar 4. Faktor ini akan memberikan dampak terhadap kurva disosiasi hemo
globin-oksigen secara keseluruhan dengan menyebabkan kurvanya bergeser k
e arah kiri (afinitas hemoglobin meningkat) atau ke arah kanan (afinitas hemo
globin berkurang).,6,12,14

Faktor yang mempengaruhi afinitas hemoglobin terhadap oksigen terdiri dari


banyak faktor. Faktor yang pertama yaitu suhu yang nilai normalnya adalah
37 celcius. Peningkatan suhu akan menyebabkan afinitas oksigen terhadap
hemoglobin akan menurun sehingga terjadi pelepasan oksigen. Keadaan ini
menyebabkan kurva disosiasi akan bergeser ke kanan dan sebaliknya kurva
disosiasi akan bergeser ke kiri jika terjadi penurunan suhu. Saat beraktivitas
akan terjadi peningkatan suhu tubuh dan kebutuhan oksigen di jaringan akan
meningkat, tetapi pada gambaran kurva disosiasi oksigen tidak tampak adanya
pergesaran. Hal ini terjadi karena tubuh dapat mengkompensasi keadaan
tersebut.12,15

8
Gambar 4. Kurva disosiasi Oksigen
Dikutip dari (2)

Faktor yang ke dua adalah power of hydrogen (pH) darah. Nilai pH darah
dapat mempengaruhi pergeseran dari kurva disosiasi oksigen. Saat pH darah
menurun, kurva disosiasi hemoglobin-oksigen akan bergeser ke kanan. Hal ini
menunjukkan bahwa hemoglobin kurang tersaturasi walaupun berada di tekan
an parsial oksigen tinggi. Perubahan ini dinamakan sebagai efek Borh yaitu he
moglobin bertindak sebagai penyangga. Efek Borh bekerja melalui dua
mekanisme, yang pertama yaitu peningkatan ion H+ dalam darah akan
menyebabkan oksigen terlepas dari hemoglobin dan yang ke dua yaitu
oksigen yang berikatan dengan hemoglobin akan menyebabkan ion H+
terlepas dari hemoglobin.11,14

Faktor yang ke tiga adalah tekanan oksigen (PO 2). Tekanan oksigen yang
rendah dalam darah menggambarkan kondisi hipoksemia. Jika kadar PO2
meningkat seperti pada kapiler paru maka hemoglobin akan berikatan dengan
sejumlah besar oksigen yang mendekati 100% jenuh dan menyebabkan
afinitas Hb terhadap oksigen bertambah sehingga kurva disosiasi oksigen
akan bergeser ke kiri. Apabila PO2 menurun seperti pada kapiler sistemik
yang menyebabkan sejumlah besar oksigen dilepas dari Hb yang
mengakibatkan afinitas Hb terhadap oksigen berkurang sehingga kurva
disosiasi oksigen akan bergeser ke kanan.12,115

Faktor yang ke empat adalah karbon dioksida. Karbon dioksida memiliki sifat
asam sehingga jika berikatan dengan hemoglobin akan terjadi dampak yang sa
ma pada kurva disosiasi (kurva begeser ke kanan). Hemoglobin akan lebih
mudah untuk melepaskan oksigen pada kondisi tekanan parsial karbon

9
dioksida meningkat. Tekanan parsial karbon dioksida (PCO2) dan pH darah m
erupakan faktor yang berhubungan karena pH darah yang rendah adalah peng
aruh dari peningkatan tekanan parsial karbon dioksida. Peningkatan ini akan
menyebabkan kurva disiosiasi bergeser ke kanan. 6,16

Faktor yang ke lima adalah karbon monoksida. Karbon monoksida dapat


berikatan dengan Hb menjadi karboksihemoglobin. Karbon monoksida dalam
keadaan normal dihasilkan dari proses penghancuran sel darah merah namun
jumlahnya kecil dan kurang dari 1 % yang berikatan dengan hemoglobin.
Jumlah karbon monoksida akan meningkat pada perokok sekitar 5 %. Ikatan
karbon monoksida dengan hemoglobin lebih kuat 20 sampai 250 kali
dibandingkan ikatan oksigen dengan hemoglobin. Peningkatan jumlah karbon
monoksida akan menyebabkan kurva disosiasi oksigen bergeser ke kiri.
Keadaan kadar karboksihemoglobin lebih dari 30 % akan menyebabkan
terjadinya asidosis metabolik dengan hiperlaktamia yang akan meningkatkan
resiko kematian.6,17

Faktor yang ke enam adalah Diphosphoglycerat 2,3 (2,3-DPG). Molekul 2,3


DPG adalah bahan yang terdapat di dalam sel darah merah yang berfungsi unt
uk menurunkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen, sehingga membantu pe
lepasan oksigen dari hemoglobin. Produksi 2,3-DPG akan meningkat apabila t
erjadinya desaturasi hemoglobin seperti hipoksia, gagal jantung atau anemia.
Peningkatan intraselular 2,3-DPG akan menyebabkan kurva disosiasi bergeser
ke kanan dan menyediakan mekanisme kompensasi yang bagus untuk anemia
kronis dan hipoksia. Metabolisme 2,3-DPG juga dipengaruhi oleh asidosis ata
u alkalosis sistemik. Perubahan awal berupa pergeseran kurva disosiasi ke kan
an pada pasien asidosis akan diperbaiki dalam batas waktu 12-36 jam yaitu
dengan pengurangan kadar 2,3-DPG.6,18

Efek Borh akan dibalikkan oleh kadar 2,3-DPG yang rendah dan menyebabka
n kurva disosiasi kembali menjadi normal. Selain faktor di atas yang
disebutkan sebelumnya ada beberapa keadaan lain yang dapat mempengaruhi
afinitas hemoglobin terhadap oksigen seperti berada pada tempat ketinggian
di atas permukaan laut atau berada di bawah laut yang sangat dalam. Kondisi

10
ini menyebabkan terjadinya peningkatan 2,3-DPG sehingga kemampuan
hemoglobin untuk mengikat oksigen akan menurun dan melepaskan oksigen
meningkat. Hal ini menyebabkan pergeseran kurva disosiasi ke arah kanan
sebagai respon kompensasi terhadap keadaan ini. Kondisi ini bersifat
mendadak dan bisa membahayakan, oleh karena itu dibutuhkan adaptasi
tubuh apabila berada pada tempat ketinggian ataupun di dalam laut.19,20

HIPOKSIA

Hipoksia adalah keadaan jaringan tidak cukup adekuat menerima oksigen


untuk proses metabolisme aerob normal. Hal ini bisa terjadi akibat
hipoksemia atau gangguan suplai darah ke jaringan (iskemia) seperti yang
terlihat pada gambar 5. Berdasarkan jenis hipoksia dibagi menjadi empat, yan
g pertama adalah hipoksia hipoksik yaitu keadaan hipoksia yang disebabkan
karena kurangnya oksigen yang masuk ke dalam paru akibat terganggunya ali
ran udara yang menyebabkan pertukaran oksigen dan karbon dioksida tergan
ggu. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan ventilasi dan difusi paru sehingg
a dapat menyebabkan terjadinya gagal napas. Gagal napas dibagi menjadi dua,
pertama adalah gagal napas tipe satu yaitu kadar oksigen di dalam darah
menurun (PO2 < 60 mmHg) dan karbon dioksida normal atau menurun. Gagal
napas yang ke dua adalah gagal napas tipe dua yaitu kadar oksigen dalam
darah menurun (PO2 < 60 mmHg) dan karbon dioksida meningkat (PCO2 > 45
mmHg).9

11
Gambar 5. Penyebab Hipoksia

Dikutip dari (9)

Jenis hipoksia kedua adalah hipoksia anemik yang disebabkan oleh karena he
moglobin dalam darah tidak dapat mengikat dan membawa oksigen yang cuk
up untuk metabolisme seluler.5 Jenis ketiga adalah hipoksia stagnan yang dise
babkan karena kurangnya aliran darah ke jaringan sehingga jaringan
kekurangan suplai oksigen. Kondisi ini sering terjadi pada pasien dengan
penyakit jantung. Jenis yang ke empat yaitu hipoksia histotoksik yaitu keadaa
n hipoksia yang disebabkan oleh karena jaringan yang tidak mampu menyerap
oksigen. Salah satu contohnya pada keracunan sianida. Sianida dalam tubuh a
kan mengaktifkan beberapa enzim oksidatif seluruh jaringan secara radikal
bebas, terutama sitokrom oksidase yang mengakibatkan terjadinya hambatan
pada eenzim terminal dalam rantai respirasi, rantai transpor elektron dan
oksidasi fosforilasi.9

Kondisi hipoksia dengan tekanan parsial oksigen < 60 mmHg atau saturasi
oksigen < 90 % dengan penyebab apapun harus segera diberikan terapi agar
fungsi organ tidak mengalami kerusakan. Terapi yang dianjurkan pada
kondisi tersebut adalah dengan terapi oksigen. Pemberian terapi oksigen harus
mempertimbangkan apakah pasien memang membutuhkan oksigen atau tidak
karena pemberian oksigen yang tidak sesuai dapat mengakibatkan keracunan
oksigen. Terapi oksigen dibagi menjadi terapi oksigen jangka pendek dan jang
ka panjang dengan cara pemberian terbagi menjadi arus tinggi dan arus renda
h.6,9

Oksigen yang diberikan harus diatur dalam jumlah yang tepat dan harus dieva
luasi agar mendapat manfaat terapi dan menghindari keracunan. Teknik
pemberian terapi oksigen dan alat yang akan digunakan dalam terapi oksigen
disesuaikan dengan kondisi penyakit pasien. Kriteria teknik dan alat terapi
oksigen adalah mampu mengatur konsentrasi atau fraksi oksigen udara
inspirasi, tidak menyebabkan akumulasi karbon dioksida, tahanan terhadap
pernapasan minimal, irit serta efisien dalam penggunaan oksigen dan nyaman

12
digunakan oleh pasien.6,9 Pemilihan alat terapi oksigen berdasarkan fraksi oksi
gen dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Pemilihan terapi oksigen berdasarkan fraksi


Aliran Oksigen (O2) Fraksi Oksigen (O2)
100% (Flo2)
Sistem Arus Rendah
Nasal Kanul
1 Liter/ menit 24
2 Liter/ menit 28
3 Liter/ menit 32
4 Liter/ menit 36
5 Liter/ menit 40
6 Liter/ menit 44
Transtrakeal
0,5-4 Liter/ menit 24-40
Sungkup Oksigen (O2)
5-6 Liter/ menit 40
6-7 Liter/ menit 50
7-8 Liter/ menit 60
Sungkup dengan
Reservoir
6 Liter/ menit 60
7 Liter/ menit 70
8 Liter/ menit 80
9 Liter/ menit 90
10 Liter/ menit >99
Nonrebreathing
4-10 Liter/ menit 60-100
Sistem Arus Tinggi
Sungkup Venturi
3 Liter/ menit 24
6 Liter/ menit 28
9 liter / menit 40
12 liter/ menit 40
15 liter/ menit 50
Dikutip dari
(6)

13
KESIMPULAN

1. Saturasi oksigen adalah kadar oksigen yang berikatan dengan hemoglobin


dalam darah, saturasi oksigen normal adalah antara 95 – 100 %.
2. Kurva disosiasi oksigen menggambarkan hubungan antara saturasi oksige
n dan tekanan oksigen dalam darah. Semakin tinggi tekanan parsial
oksigen maka semakin banyak oksigen yang berikatan dengan
hemoglobin.
3. Kurva disosiasi oksigen bergeser ke kanan jika afinitas hemoglobin
terhadap oksigen menurun dan kurva disosiasi oksigen bergeser ke kiri
jika afinitas hemoglobin terhadap oksigen meningkat
4. Penurunan saturasi oksigen dapat mengakibatkan hipoksia yang
memerlukan penanganan segera.

Pembimbing

dr Sri Indah Indriani Sp. P

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Yunus, F. Ventilasi Paru. In: Rasmin, M, Jusuf, A, Amin, M, Taufik,


Nawas, M.A dan Rai IBN, et al. Buku Ajar Pulmonologi dan Kedokteran
Respirasi. Kolegium Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. UI Press.
Jakarta; 2017. p.260-304.
2. Alsagaf H, Mukty A. Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi 6. Surabaya
Airlangga Press; 2009. p.24-46.
3. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edi
si II. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002. p.29-40.
4. Andriani A, Hartono R, Saturasi Oksigen Dengan Pulse Oximetry Dalam
24 Jam Pada Pasien Dewasa Terpasang Ventilator di Ruang ICU Rumah
Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. ejournal NMC; 2019. p.257-9.
5. Mallo.P.Y Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Hemoglobin dan Oksigen
Dalam Darah dengan Sensor Oximeter Secara Non- Invasive. Clinical
aproach. Manado. UNSRAT; 2012. p.22-4.
6. Sucandra, Maskoen T. Indeks Cadangan Oksigen. Anesthesia & critical ca
re journal. Bali. Universitas Udayana; 2017. p.36-9.
7. Wilkin, Sheldon, Krider, Clinical Assesment in Respiratory Care. fifth
edition. Philadhelphia. United State of America; 2005. p.122-8.
8. Anatriera AR, Pengaruh Aktivitas Spesifik Pada Dataran Tinggi
Terhadap Kadar Oksigen Dalam Tubuh. Jurnal Kedokteran FK UI; 2009.
p.6-10.
9. Hennessey I, Japp AG. Arterial Blood Gases Made Easy. Elsevier.
Liverpool. UK; 2016. p.9 & 53-70.
10. Hillman, Robert, Kenneth A. Rinder, Henry M. Hematology in Clinical P
ractice: A Guide to Diagnosis and Management (edisi ke-4), McGraw-Hil
l Professional, Boston; 2012. p.129-46.
11. Fitriany J. Saputri AI. Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Averrous. Aceh.
Universitas Malikussaleh. Vol 4 NO 2; 2018. p.13-6.

15
12. West, J.B. and Luks, A.W. Respiratory Physiology: Philadhelphia
Lippincott Williams & Wilkins, a Wolter Kluwer Business. 10th edition
United States of America; 2016. p.2-10, p.74-90.

15
13. Permana A,Susanto H,Sugeng Y. Gambaran Kadar Hemoglobin Sebelum
dan Sesudah Operasi Bypass Jantung di RSPAD Gatot Subroto Jakarta:
jurnal Ilmiah kesehatan Vol 6 No 1; 2019. p.103-05.
14. Malter H & lykkeboe. The Bohr/Haldane effect: a model-based
uncovering of the full extent of its impact on O 2 delivery to and
CO2 removal from tissues. Arrhus – Denmark. Journal applied physiology;
2018. p.58-9.
15. Davies A, Moores C, The Respiratory System Basic Science And Clinical
Condition. Philadhelpia. United state Of America; 2003. p.110-15.
th
16. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 12 ed.
New Jersey: Wiley; 2009. p.79-85.
17. Sugijanto KW. Perbandingan Keadaan Saturasi Oksigen Pada Inhalasi
Halotan dan Isofluran .Tesis. UNS; 2012. p.21-5.
18. Reinhart RO. Basic Flight Physiology. Edisi 3. New York: The McGraw
Hill Companies; 2008. p.145-9.
19. Gradwell DP. Hypoxia and hyperventilation. Ernsting’s Aviation
Medicine. Edisi 4. London: Hodder Arnold; 2006. p.41–56.
20. West, J.B Respiratory Pathopysiology. Philadhelphia: Lippincott Williams
& Wilkins, a Wolter Kluwer Business. 6 th edition. United States of
America; 2010. p.22-9.

16

Anda mungkin juga menyukai