Paru merupakan organ vital yang berhubungan dengan dunia luar dan
lingkungan. Fungsi paru adalah untuk proses pernapasan atau respirasi yang
merupakan proses penting dalam kehidupan manusia.1 Bernapas mempunyai
peran atau fungsi menyediakan oksigen serta mengeluarkan karbon dioksida
dari tubuh.² Oksigen merupakan sumber tenaga bagi tubuh yang harus
dipasok terus-menerus, sedangkan karbon dioksida merupakan bahan toksik
yang harus segera dikeluarkan dari tubuh.2 Tujuan dari bernapas ini dapat
tercapai melalui tiga peristiwa fungsional utama yaitu ventilasi paru, difusi
oksigen dan karbon dioksida serta perfusi atau transportasi oksigen dan
karbon dioksida.1,2
Respirasi pada tubuh manusia terdiri atas dua macam yaitu respirasi internal
dan respirasi eksternal. Respirasi internal adalah pertukaran gas yang terjadi
antara darah dan jaringan sedangkan respirasi eksternal adalah pertukaran gas
yang terjadi antara darah dan udara sekitar.1,3 Perbandingan isi oksigen dan
kapasitas oksigen disebut saturasi oksigen (SaO2). Oksigen di dalam darah
terbagi dua yaitu terlarut dalam plasma dan terikat dengan hemoglobin. Kita
dapat menilai kadar oksigen di dalam hemoglobin dengan melihat nilai dari
saturasi oksigen dalam tubuh manusia.1,2
1
SATURASI OKSIGEN
Pulse oximetry telah digunakan secara luas untuk pemantauan oksigenasi pad
a pasien terutama pasien dengan sakit kritis dengan memberikan peringatan le
bih awal kepada klinisi terhadap keadaan hipoksemia. Penggunaan pulse
oxymetry merupakan cara yang efektif untuk memantau pasien terhadap
2
perubahan saturasi oksigen yang kecil atau mendadak dan bersifat tidak
invasif.
Alat ini menampilkan frekuensi denyut jantung dan saturasi oksigen dengan
cara meletakkan pulse oximetry ini pada ujung jari pasien. Parameter ini menj
adi andalan dan sangat berguna untuk mengetahui kondisi pasien saat pemerik
saan.4,6 Cara penggunaan alat ini dapat dilihat pada gambar 1.
Sensor pulse oximetry menggunakan cahaya dalam analisis spektral untuk pen
gukuran saturasi oksigen yaitu melalui proses deteksi dan kuantifikasi kompo
nen (hemoglobin) dalam larutan. Pulse Oximetry menggabungkan dua teknolo
gi spektrofotometri dan plethysmography optik (mengukur denyut perubahan
volume darah di arteri). Sensor Pulse Oximetry dibuat dari dua Light emitting
diode (LED) yang masing-masing memancarkan panjang gelombang cahaya.
Probe umumnya ditempatkan di jari atau di daun telinga. Foto detektor pada s
isi lain mengukur intensitas cahaya yang berasal dari transmisi sumber cahaya
yang menembus jari. Transmisi cahaya melalui arteri adalah denyutan yang di
akibatkan pemompaan darah oleh jantung.6,9
3
metabolik.6
pH 7.35 - 7.45
PCO2 35 – 45 mmHg
HCO3 22 – 26 mmol/L
SaO2 95 – 98 %
Dikutip dari (1)
4
seluler pada sampel masih aktif bermetabolisme, sehingga akan mempengaruh
i tekanan gas.1,9 Kualitas dari pengambilan sampel darah sangat
mempengaruhi interpretasi dari hasil. Arteri yang paling sering diambil untuk
sampel analisis gas darah adalah arteri radialis, arteri brachialis dan arteri
femoralis. 11
Arteri Radialis
HEMOGLOBIN
Oksigen dari paru akan dibawa dan dilepaskan ke sel-sel dalam darah
menggunakan molekul hemoglobin. Hemoglobin merupakan pigmen merah y
ang terdapat di dalam sel darah merah. Fungsi utama hemoglobin ialah mengi
kat dan membawa oksigen dari paru untuk diedarkan ke seluruh sel di jaringa
n. Hemoglobin yang berada di dalam sel darah merah sangat penting dalam m
engalirkan pasokan oksigen ke seluruh tubuh bahkan yang paling terpencil da
n terisolasi sekalipun akan terjamin jika kadar sel darah merah dalam batas
normal.11
Hemoglobin adalah sejenis protein dengan berat molekul 64.500 dalton, terdir
i dari empat rantai polipeptida yaitu alfa, beta, gamma dan delta. Setiap rantai
mengandung satu pigmen non-protein berbentuk seperti cincin yang disebut s
ebagai kelompok heme aktif.8 Satu ion ferrous yang berada pada bagian
tengah cincin heme dapat mengikat satu molekul oksigen, lalu setiap satu mol
5
ekul hemoglobin akan berikatan dengan empat molekul oksigen. Heme adalah
senyawa besi-porfirin, rantainya terdiri dari 2 jenis yaitu alfa dan beta.
Gambaran molekul hemoglobin dalam sel darah merah dapat dilihat pada
gambar 3.7,11
Gambar 3. Hemoglobin
Dikutip dari (9)
6
heme yang lain terhadap oksigen. Interaksi inilah yang menyebabkan terjadinya
bentuk ”sigmoid” pada kurva disosiasi oksigen.10,13
Oksigen di dalam darah dibagi menjadi dua yaitu oksigen yang larut dalam
plasma dan yang terikat dalam hemoglobin. Ikatan oksigen dengan
hemoglobin bersifat ikatan oksigenasi (ikatan kompleks) seperti asam lemah s
ehingga proses ikatannya bertahap.1.2
Hb4 + O2 Hb4O2-
Hb4O2- + O2 Hb4O4-
Hb4O4- + O2 Hb4O6-
Hb4O6- + O2 Hb4O8-
Reaksi ini bersifat bolak balik sehingga dapat dilihat jika oksigen diperlukan
oleh jaringan maka reaksi itu akan berbalik ke kiri dengan melepas oksigen. T
ranspor oksigen dimulai dari difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveol
dan eritrosit pembawa oksigen. Oksigen berikatan pada hemoglobin sehingga
jumlah yang terikat akan ditentukan oleh kadar hemoglobin dalam darah dan
daya ikat hemoglobin dengan oksigen. Daya ikat hemoglobin maksimal adala
h 1,34 ml/gram, jika kadar hemoglobin =150 gram/liter maka jumlah oksigen
yang terikat hemoglobin adalah 1,34 ml/gram x 150 gram/liter = 200 ml oksig
en/liter darah (angka ini disebut kapasitas oksigen).1,2,10
Daya ikat hemoglobin terhadap oksigen tergantung pada tekanan oksigen dal
am darah. Tekanan oksigen dalam darah bergantung pada jauh dekatnya dara
h yang membawa oksigen dari alveoli. Semakin jauh jarak dari alveoli maka
akan semakin rendah tekanan oksigen dalam darah yang artinya semakin kec
il daya ikat hemoglobin terhadap oksigen.1,2,11 Pada kondisi tertentu seperti
demam, berada pada tempat ketinggian dan berolahraga juga dapat
mempengaruhi tekanan oksigen dalam darah. Hubungan antara saturasi oksige
n dan tekanan oksigen dalam darah dapat dilihat pada kurva disosiasi oksige
n.1,11
7
Kurva disosiasi oksigen adalah hubungan antara kadar saturasi hemoglobin
(percent saturation of hemoglobin) dengan tekanan parsial oksigen. Tekanan
parsial oksigen merupakan faktor penting dalam menentukan kuantitas
oksigen yang berikatan dengan hemoglobin.5 Semakin tinggi tekanan parsial
oksigen semakin banyak oksigen yang berikatan dengan hemoglobin.
Hemoglobin dikatakan tersaturasi penuh jika hemoglobin yang tereduksi
(reduced hemoglobin) berubah menjadi oxyhemoglobin. Kadar saturasi
hemoglobin adalah saturasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen.1,12
Kondisi normal darah arteri memasuki semua jaringan dalam tubuh dengan te
kanan parsial oksigen 95 mmHg dan saturasi hemoglobin yang melebihi 97
%.5 Selain tekanan parsial oksigen terdapat beberapa faktor lain yang juga me
mpengaruhi afinitas hemoglobin terhadap oksigen yaitu dapat dilihat seperti
gambar 4. Faktor ini akan memberikan dampak terhadap kurva disosiasi hemo
globin-oksigen secara keseluruhan dengan menyebabkan kurvanya bergeser k
e arah kiri (afinitas hemoglobin meningkat) atau ke arah kanan (afinitas hemo
globin berkurang).,6,12,14
8
Gambar 4. Kurva disosiasi Oksigen
Dikutip dari (2)
Faktor yang ke dua adalah power of hydrogen (pH) darah. Nilai pH darah
dapat mempengaruhi pergeseran dari kurva disosiasi oksigen. Saat pH darah
menurun, kurva disosiasi hemoglobin-oksigen akan bergeser ke kanan. Hal ini
menunjukkan bahwa hemoglobin kurang tersaturasi walaupun berada di tekan
an parsial oksigen tinggi. Perubahan ini dinamakan sebagai efek Borh yaitu he
moglobin bertindak sebagai penyangga. Efek Borh bekerja melalui dua
mekanisme, yang pertama yaitu peningkatan ion H+ dalam darah akan
menyebabkan oksigen terlepas dari hemoglobin dan yang ke dua yaitu
oksigen yang berikatan dengan hemoglobin akan menyebabkan ion H+
terlepas dari hemoglobin.11,14
Faktor yang ke tiga adalah tekanan oksigen (PO 2). Tekanan oksigen yang
rendah dalam darah menggambarkan kondisi hipoksemia. Jika kadar PO2
meningkat seperti pada kapiler paru maka hemoglobin akan berikatan dengan
sejumlah besar oksigen yang mendekati 100% jenuh dan menyebabkan
afinitas Hb terhadap oksigen bertambah sehingga kurva disosiasi oksigen
akan bergeser ke kiri. Apabila PO2 menurun seperti pada kapiler sistemik
yang menyebabkan sejumlah besar oksigen dilepas dari Hb yang
mengakibatkan afinitas Hb terhadap oksigen berkurang sehingga kurva
disosiasi oksigen akan bergeser ke kanan.12,115
Faktor yang ke empat adalah karbon dioksida. Karbon dioksida memiliki sifat
asam sehingga jika berikatan dengan hemoglobin akan terjadi dampak yang sa
ma pada kurva disosiasi (kurva begeser ke kanan). Hemoglobin akan lebih
mudah untuk melepaskan oksigen pada kondisi tekanan parsial karbon
9
dioksida meningkat. Tekanan parsial karbon dioksida (PCO2) dan pH darah m
erupakan faktor yang berhubungan karena pH darah yang rendah adalah peng
aruh dari peningkatan tekanan parsial karbon dioksida. Peningkatan ini akan
menyebabkan kurva disiosiasi bergeser ke kanan. 6,16
Efek Borh akan dibalikkan oleh kadar 2,3-DPG yang rendah dan menyebabka
n kurva disosiasi kembali menjadi normal. Selain faktor di atas yang
disebutkan sebelumnya ada beberapa keadaan lain yang dapat mempengaruhi
afinitas hemoglobin terhadap oksigen seperti berada pada tempat ketinggian
di atas permukaan laut atau berada di bawah laut yang sangat dalam. Kondisi
10
ini menyebabkan terjadinya peningkatan 2,3-DPG sehingga kemampuan
hemoglobin untuk mengikat oksigen akan menurun dan melepaskan oksigen
meningkat. Hal ini menyebabkan pergeseran kurva disosiasi ke arah kanan
sebagai respon kompensasi terhadap keadaan ini. Kondisi ini bersifat
mendadak dan bisa membahayakan, oleh karena itu dibutuhkan adaptasi
tubuh apabila berada pada tempat ketinggian ataupun di dalam laut.19,20
HIPOKSIA
11
Gambar 5. Penyebab Hipoksia
Jenis hipoksia kedua adalah hipoksia anemik yang disebabkan oleh karena he
moglobin dalam darah tidak dapat mengikat dan membawa oksigen yang cuk
up untuk metabolisme seluler.5 Jenis ketiga adalah hipoksia stagnan yang dise
babkan karena kurangnya aliran darah ke jaringan sehingga jaringan
kekurangan suplai oksigen. Kondisi ini sering terjadi pada pasien dengan
penyakit jantung. Jenis yang ke empat yaitu hipoksia histotoksik yaitu keadaa
n hipoksia yang disebabkan oleh karena jaringan yang tidak mampu menyerap
oksigen. Salah satu contohnya pada keracunan sianida. Sianida dalam tubuh a
kan mengaktifkan beberapa enzim oksidatif seluruh jaringan secara radikal
bebas, terutama sitokrom oksidase yang mengakibatkan terjadinya hambatan
pada eenzim terminal dalam rantai respirasi, rantai transpor elektron dan
oksidasi fosforilasi.9
Kondisi hipoksia dengan tekanan parsial oksigen < 60 mmHg atau saturasi
oksigen < 90 % dengan penyebab apapun harus segera diberikan terapi agar
fungsi organ tidak mengalami kerusakan. Terapi yang dianjurkan pada
kondisi tersebut adalah dengan terapi oksigen. Pemberian terapi oksigen harus
mempertimbangkan apakah pasien memang membutuhkan oksigen atau tidak
karena pemberian oksigen yang tidak sesuai dapat mengakibatkan keracunan
oksigen. Terapi oksigen dibagi menjadi terapi oksigen jangka pendek dan jang
ka panjang dengan cara pemberian terbagi menjadi arus tinggi dan arus renda
h.6,9
Oksigen yang diberikan harus diatur dalam jumlah yang tepat dan harus dieva
luasi agar mendapat manfaat terapi dan menghindari keracunan. Teknik
pemberian terapi oksigen dan alat yang akan digunakan dalam terapi oksigen
disesuaikan dengan kondisi penyakit pasien. Kriteria teknik dan alat terapi
oksigen adalah mampu mengatur konsentrasi atau fraksi oksigen udara
inspirasi, tidak menyebabkan akumulasi karbon dioksida, tahanan terhadap
pernapasan minimal, irit serta efisien dalam penggunaan oksigen dan nyaman
12
digunakan oleh pasien.6,9 Pemilihan alat terapi oksigen berdasarkan fraksi oksi
gen dapat dilihat pada tabel 2.
13
KESIMPULAN
Pembimbing
14
DAFTAR PUSTAKA
15
12. West, J.B. and Luks, A.W. Respiratory Physiology: Philadhelphia
Lippincott Williams & Wilkins, a Wolter Kluwer Business. 10th edition
United States of America; 2016. p.2-10, p.74-90.
15
13. Permana A,Susanto H,Sugeng Y. Gambaran Kadar Hemoglobin Sebelum
dan Sesudah Operasi Bypass Jantung di RSPAD Gatot Subroto Jakarta:
jurnal Ilmiah kesehatan Vol 6 No 1; 2019. p.103-05.
14. Malter H & lykkeboe. The Bohr/Haldane effect: a model-based
uncovering of the full extent of its impact on O 2 delivery to and
CO2 removal from tissues. Arrhus – Denmark. Journal applied physiology;
2018. p.58-9.
15. Davies A, Moores C, The Respiratory System Basic Science And Clinical
Condition. Philadhelpia. United state Of America; 2003. p.110-15.
th
16. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 12 ed.
New Jersey: Wiley; 2009. p.79-85.
17. Sugijanto KW. Perbandingan Keadaan Saturasi Oksigen Pada Inhalasi
Halotan dan Isofluran .Tesis. UNS; 2012. p.21-5.
18. Reinhart RO. Basic Flight Physiology. Edisi 3. New York: The McGraw
Hill Companies; 2008. p.145-9.
19. Gradwell DP. Hypoxia and hyperventilation. Ernsting’s Aviation
Medicine. Edisi 4. London: Hodder Arnold; 2006. p.41–56.
20. West, J.B Respiratory Pathopysiology. Philadhelphia: Lippincott Williams
& Wilkins, a Wolter Kluwer Business. 6 th edition. United States of
America; 2010. p.22-9.
16