LP Risdia Spondialisis TB
LP Risdia Spondialisis TB
DISUSUN OLEH :
2019
LAPORAN PENDAHULUAN SPONDILITIS TUBERCULOSA
A. Pengertian
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa
infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium
tuberculosa yang mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa
infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium
tuberculosa yang mengenai tulang vertebra.
Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau
defisit neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-
L3 dan paling jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai
korpus vertebra, sehingga jarang menyerang arkus vertebra (Brunner &
Suddarth, 2012).
Spondilitis tuberkulosa adalah infeksi tuberkulosis ekstra pulmonal
yang bersifat kronis berupa infeksi granulomatosis disebabkan oleh kuman
spesifik yaitu Mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra
sehingga dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia
(Tandiyo, 2010).
B. Etiologi
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari
tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium
tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10%
oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang,
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat
mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
dorman, tertidur lama selama beberapa tahun(Tandiyo, 2010).
C. Manifestasi Klinis
D. Patofiiologi
Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus
respiratorius. Pada saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang
buruk maka dapat terjadi basilemia. Penyebaran terjadi secara hematogen.
Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan tulang. Enam hingga
delapan minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus tadi dapat
mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin
sembuh sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit
tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang korpus vertebra.
Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal
dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra.
Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan
perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus
intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus
ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus.
Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang
bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di dekatnya
(Alfarisi, 2011)
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang
yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah
ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di
dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke
berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah (Alfarisi, 2011).
Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia
paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus
sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan
menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat
berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau kavum
pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah
toraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang
menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla
spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat
menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah
ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar
ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah
femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea (Qittun, 2008).
Abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah vertebra torakalis atas
dan tengah, tetapi yang paling sering pada vertebra torakalis XII. Bila
dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan nonparaplegia maka
paraplegia biasanya pada vertebra torakalis X sedang yang non paraplegia
pada vertebra lumbalis. Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri
induk yang mempengaruhi medulla spinalis segmen torakal paling sering
terdapat pada vertebra torakal VIII sampai lumbal I sisi kiri. Trombosis arteri
yang vital ini akan menyebabkan paraplegia. Faktor lain yang perlu
diperhitungkan adalah diameter relatif antara medulla spinalis dengan kanalis
vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi
vertebra torakalis X, sedang kanalis vertebralis di daerah tersebut relatif kecil.
Pada vertebra lumbalis I, kanalis vertebralisnya jelas lebih besar oleh karena
itu lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior
(Qittun, 2008).
E. Pathway Spondialisis TB
MK : GANGGUAN
Sumber ; Alfarisi, 2011 CITRA TUBUH
F. Klasifikasi Perjalanan Infeksi TB
Fase reaktivasi dapat terjadi di paru atau diluar paru. Pada paru, reaktifasi
penyakit ini dapat sembuh tanpa bekas, sembuh dengan fibrosis dan kalsifikasi
atau membentuk kaverne dan terjadi bronkiektasi. Reaktivasi sarang infeksi
dapat menyerang berbagai organ selain paru. Ginjal merupakan organ kedua
yang paling sering terinfeksi ; selanjutnya kelenjar limfe, tulang, sendi, otak,
kelenjar adrenal, dan saluran cerna. Tuberkulosa kongenital dapat ditemukan
pada bayi, ditularkan melalui vena umbilical atau cairan amnion ibu yang
terinfeksi(Agrawal, Patgaonkar, & Nagariya, 2010) .
G. Komplikasi
Komplikasi yang paling serius dari spondilitis TB adalah Pott’s
paraplegia. Pada stadium awal spondilitis TB, munculnya Pott’s paraplegia
disebabkan oleh tekanan ekstradural pus maupun sequester atau invasi
jaringan granulasi pada medula spinalis dan jika Pott’s paraplegia muncul
pada stadium lanjut spondilitis TB maka itu disebabkan oleh terbentuknya
fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang ( ankilosing ) di atas
kanalis spinalis.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses
paravertebra torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema
tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot
iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abcess (Alfarisi,
2011).
H. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Peningkatan laju endapan darah (LED) dan mungkin disertai
mikrobakterium
2. Uji mantoux positif
3. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan
mikrobakterium
4. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regional
5. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkelPemeriksaan
Radiologis
b. Pemeriksaan Radiologis
1. Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru
2. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai penyempitan
diskus intervertebralis yang berada di korpus tersebut
3. Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala
penekanan sumsum tulang
4. Foto CT Scan dapat memberikan gambaran tulangsecara lebih detail
dari lesi, skelerosisi, kolap diskus dan gangguan sirkumferensi tulang
5. Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervetebra dan
osteomielitis tulang belakang dan adanya menunjukan penekanan
saraf (Brunner & Suddarth, 2012).
I. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus
dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta
mencegahparaplegia.
Prinsip pengobatan paraplegia Pott adalah:
1. Pemberian obat antituberkulosis
2. Dekompresi medulla spinalis
3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)
Penatalaksanaan pada pasien spondilitis TB terdiri atas:
1. Terapi konservatif berupa:
Tirah baring (bed rest)
Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak
vertebra
Memperbaiki keadaan umum penderita
Pengobatan antituberkulosa
Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :
a. Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-) / rontgen (+), diberikan
dalam 2 tahap:
Tahap 1:
Rifampisin 450 mg + Etambutol 750 mg + INH 300 mg +
Pirazinamid 1500 mg
Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
Tahap 2:
Rifampisin 450 mg + INH 600 mg
Diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4 bulan (54 kali).
b. Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama
sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang
diberikan dalam 2 tahap yaitu :
Tahap I
Streptomisin 750 mg + INH 300 mg + Rifampisin 450 mg +
Pirazinamid 1500mg + Etambutol 750 mg
Obat ini diberikan setiap hari. Untuk Streptomisin injeksi hanya 2
bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
Tahap 2
INH 600 mg + Rifampisin 450 mg + Etambutol 1250 mg
Obat ini diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66
kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita
bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis
berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan
adanya union pada vertebra.
2. Terapi operatif
Indikasi dilakukannya tindakan operasi adalah:
Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau
malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi
dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat
tuberkulostatik.
Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara
terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft.
Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi
ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan
langsung pada medulla spinalis.
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi
penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih
memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses
(abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
a. Abses Dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh
karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian
tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah. Ada
tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:
a. Debrideman fokal
b. Kosto-transveresektomi
c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian
depan.
Paraplegia
b. Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
b. Laminektomi
c. Kosto-transveresektomi
d. Operasi radikal
e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang
c. Kifosis
Operasi pada pasien kifosis dilakukan dengan 2 cara:
1. Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,.
Kifosis mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada
anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau
melalui operasi radikal.
2. Operasi PSSW
Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan
pengobatan tbc tulang belakang yang disebut total treatment.
Metode ini mengobati tbc tulang belakang berdasarkan masalah dan
bukan hanya sebagai infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh semua dokter.
Tujuannya, penyembuhan TBC tulang belakang dengan tulang belakang
yang stabil, tidak ada rasa nyeri, tanpa deformitas yang menyolok dan
dengan kembalinya fungsi tulang belakang, penderita dapat kembali ke
dalam masyarakat, kembali pada pekerjaan dan keluarganya (Alfarisi, 2011).
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan
1. Pengkajian.
diagnosa keperawatan.
a. Pengumpulan data.
dan auskultasi.
sosialisai penderita.
d. Pola aktivitas.
hubungan interpersonal.
dilaksanakan.
mengurangi stres.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan.
pada tuhannya.
7) Pemeriksaan fisik.
a. Inspeksi.
b. Palpasi.
mengalami infeksi.
c. Perkusi.
ketok.
d. Auskultasi.
kelainan.
b. Laboratorium
c. Tes tuberkulin.
b. Analisa.
subjektif yaitu data yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi
atau data verbal dan objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan,