Oleh:
Andri Affandi
Pembimbing
-
i
- 2021
ii
LEMBAR PENGESAHAN
TINJAUAN PUSTAKA
Oleh:
Andri Affandi
Pembimbing
dr.
i
ABSTRAK
Nama :-
Program Studi :-
Pembimbing :-
ii
ABSTRACT
Name :-
Study Program :-
Consellor :-
iii
DAFTAR ISI
Contents
Halaman Orisinalitas.................................................................................................i
ABSTRAK................................................................................................................ii
BAB I........................................................................................................................5
1.2 Tujuan.............................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................6
BAB III...................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................27
iv
DAFTAR GAMBAR
v
Gambar 14. Pencitraan neurologis otak yang sehat vs pengidap Alzheimer.
Pencitraan saraf dengan (a) MRI struktural, (b) FDG-PET, (c) PET amiloid dengan
PiB dan (d) tau PET dengan 18F-AV1451 pada otak yang sehat dan Alzheimer.
Dikutip dari kepustakaan 9......................................................................................33
Gambar 15. Perubahan temuan CT pada penyakit Alzheimer berdasarkan waktu.
Dikutip dari kepustakaan 16.....................................................................................34
Gambar 16. MRI pada penyakit Alzheimer. Dikutip dari kepustakaan 16.............35
Gambar 17. Gambar aliran darah otak yang diambil dengan metode
autoradiografi 123 I-IMP SPECT pada demensia dengan berbagai penyebab.
Dikutip dari kepustakaan 16.....................................................................................37
Gambar 18. Gambar Z-score 123 I-IMP SPECT dianalisis oleh 3D-SSP pada
penyakit Alzheimer (Gambar mencerminkan area reduksi aliran darah otak).
Dikutip dari kepuistakaan 16....................................................................................37
Gambar 19. Perawatan nonfarmakologis, dikutip dari kepustakaan 17..................41
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Gejala yang terkait dengan suspek penyakit Alzheimer tahap awal,
dikutip dari kepustakaan 12......................................................................................26
Tabel 2. Kriteria Diagnostik dari Penyakit Alzheimer Probabel, dikutip dari
kepustakaan 4...........................................................................................................27
Tabel 3. Contoh pertanyaan-pertanyaan untuk dokter yang melakukan penilaian
awal terhadap pasien dan pengasuh/pendamping pasien. Dikutip dari kepustakaan
12
..............................................................................................................................27
Tabel 4. Infografis bertahap untuk menyoroti tahapan utama dalam proses
diagnostik, bersama dengan beberapa tes yang direkomendasikan untuk
mendukung setiap langkah tersebut, dikutip dari kepustakaan 12...........................29
Tabel 5. Beberapa biomarker cairan serebrospinal dan darah yang digunaka dalam
penyakit Alzheimer. Dikutip dari kepustakaan 15...................................................32
Tabel 6. Daftar beberapa gen relevan yang terlibat dalam patogenesis penyakit
Alzheimer. Dikutip dari kepustakaan 7...................................................................33
Tabel 7. Keuntungan dan keterbatasan teknik pencitraan yang saat ini digunakan
dalam diagnosis dini dan pemantauan penyakit Alzheimer. Dikutip dari
kepustakaan 9...........................................................................................................40
Tabel 8. Sifat Farmakologis dari Tatalaksana Penyakit Alzheimer yang Disetujui
Secara Luas. Dikutip dari kepustakaan 19...............................................................45
vii
DAFTAR SINGKATAN
ACh : Asetilkolin
AD : Alzheimer’s disease
APOE : Apolipoprotein E
ApoEe4 : Apolipoprotein E4
COX-2 : Siklooksigenase 2
CT : Computed Tomography
8
NMDA : N-Methyl-D-Aspartate
PSEN1 : Presenilin 1
PSEN2 : Presenilin 2
9
BAB I
PENDAHULUAN
Patofisiologi Alzheimer sangat kompleks dan pada sebagian besar kasus sering
disalahpahami. Alzheimer diduga dimulai dengan adanya akumulasi beta-amiloid
(Aβ) yang mengarah pada terjadinya pengendapan plak neuritik atau senilis yang
tidak larut. Peristiwa sekunder dalam "kaskade amiloid" ini termasuk
hiperfosforilasi protein Tau menjadi neurofibrillary tangle, inflamasi, oksidasi, dan
eksitotoksisitas yang akhirnya menyebabkan aktivasi apoptosis, kematian sel dan
defisit neurotransmitter.
1.2 Tujuan
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Alzheimer adalah salah satu tantangan tatalaksana medis terbesar abad
ini dan merupakan penyebab utama terjadinyua demensia. Secara total, 40 juta
orang diperkirakan menderita demensia di seluruh dunia, dan jumlah ini
diperkirakan menjadi dua kali lipat setiap 20 tahun, hingga sekitar tahun 2050.1
Penyakit Alzheimer, yang mana dinamai seperti nama penemunya, yaitu psikiater
Jerman Alois Alzheimer, merupakan jenis demensia yang paling serking terjadi
dan dapat didefinisikan sebagai penyakit neurodegeneratif progresif onset lambat.
Alzheimer ditandai dengan adanya plak neuritik dan neurofibrillary tangles, yang
terjadi akibat dari akumulasi amyloid-beta peptide's (Aβ) pada area otak yang
paling terpengaruh, lobus temporal medial dan struktur neokorteks.2
11
20% antara 75 dan 84 tahun
50% dari populasi di atas 85 tahun
Penyakit Alzheimer saat ini menjangkiti lebih dari 5,2 juta orang di Amerika,
termasuk sekitar 200.000 pasien di bawah usia 65 tahun. Jumlah mereka yang
menderita meningkat setiap tahun seiring dengan bertambahnya populasi
penduduk. Mengikuti penuaan dari generasi baby boomer, prevalensi dari
Alzheimer akan meningkat dengan cepat dan diperkirakan akan berlipat ganda
pada tahun 2020.5
Mutasi dominan autosomal pada tiga gen – gen APP, presenilin 1 (PSEN1), dan
presenilin 2 (PSEN2) – menyebabkan terjadinya Alzheimer onset dini (sebelum
usia 65). Bentuk penyakit senilis, atau Alzheimer onset lambat, lebih sering
terjadi, dimana alel kerentanan penting dalam jenis Alzheimer ini, dengan
melibatkan apolipoprotein E4 (ApoEe4); homozigositas penyebab peningkatan
delapan kali lipat dalam risiko terjadinya Alzheimer.6
12
Gambar 1. Representasi dari histologi dasar Penyakit Alzheimer. Dikutip dari
kepustakaan 7.
Gambar 2. Struktur fisiologis otak dan neuron pada (a) otak yang sehat dan (b)
otak penyakit Alzheimer, dikutpi dari kepustakaan 2.
13
Secara historis, gen pertama yang diidentifikasi menyebabkan Alzheimer adalah
APP, di mana peptida Ab dihasilkan. Mutasi pada gen yang mengkode APP atau
presenilin menyebabkan disregulasi pemrosesan APP dengan adanya peningkatan
jumlah Ab yang diproduksi.8
Gambar 3. Sekuens asam amino PS-1 (lingkaran biru) dan bagian terminal-C dari
APP (lingkaran hijau) menghasilkan Ab. Mutasi pada PS-1 dan APP yang
diketahui menyebabkan Alzheimer familial yang digambarkan dengan warna
merah, dikutip dari kepustakaan 8.
Tempat pembelahan b, a, g, dan e yang ditunjukkan dengan gunting kecil. Dua
asam amino yang terlibat dalam pembelahan endoproteolitik PS-1 ditunjukkan
dengan warna biru tua. Dua residu aspartat dari situs katalitik PS-1 ditunjukkan
dengan warna kuning. Persimpangan ekson juga ditampilkan.8
14
2.4.1 Hipotesis Terjadinya Alzheimer
2.4.1.1 Hipotesis Amiloid
15
degradasi amiloid yang tidak tepat, dan dengan demikian dapat
disimpan pada kadar yang lebih tinggi. Apolipoprotein E memiliki
peran penting dalam transportasi dan pembersihan lipid. Ia juga
berperan dalam mielinisasi, dan dalam plastisitas neuron. Jaringan
otak memiliki mRNA APOE tingkat tinggi. Di sisi lain, konsentrasi
lipoprotein tersebut di dalam cairan serebrospinal (CSF) jauh lebih
tinggi dari apa yang diharapkan, berdasarkan difusi sederhana
melalui sawar darah-otak, menunjukkan bahwa APOE dapat
disintesis dan disekresikan oleh astrosit pada gangguan SSP dan
cedera saraf perifer.
16
APP matur dimetabolisme oleh dua jalur yang bersaing, yaitu jalur sekretase yang
menghasilkan sAPPα dan C83 (juga dikenal sebagai CTFα), dan jalur b-sekretase
yang menghasilkan sAPPβ dan C99. Fragmen carboxyterminal C99 dibelah oleh
g-sekretase untuk menghasilkan Aβ dan domain intraseluler APP. Fragmen
carboxyterminal C83 juga dipecah oleh g-sekretase untuk sekresi peptida p3. Aβ
agregat menjadi multimer kecil (dimer, trimer, dan sebagainya), yang dikenal
sebagai oligomer. Oligomer ditenggarai merupakan neurotoksin yang paling poten,
sedangkan plak senilis stadium akhir relatif inert.8
17
endoproteolisis yang menghasilkan dua heterodimer yang masing-masing
mempresentasikan residu aspartat.8
18
Protein lain pada penyakit Alzheimer menunjukkan distribusi yang
abnormal, seperti badan Hirano, dan degenerasi granuovacuolar.
Degenerasi neurofibrilar lebih besar pada hipokampus dan di inti
subkortikal, serta di area asosiatif neokorteks lapisan ke-3 dan ke-5.
19
Kejadian ini juga mengaktifkan proses metabolisme enzimatik
dengan peroksidasi lipid dan pembentukan radikal oksigen bebas.
Kehadiran protein beta A-4 juga mengaktifkan enzim yang
melepaskan oksigen. Radikal bebas merusak organel dan membran
neuron, menjadikannya sebagai suatu proses neurodegeneratif.
Radikal bebas juga membantu dalam proses deposit amiloid.
20
enzim yang mensintesis asetilkolin telah ditemukan berkurang pada
otak pasien dengan Alzheimer.
21
Kromosom mengkode mutasi protein APP yang mengarah pada
pembentukan amiloid beta A-4 yang tidak larut.
Presenilin 1 dan 2 adalah gen homolog dalam kromosom 1 dan 14.
Mereka berperan pada saluran ionik membran, transportasi protein
intraseluler dan penentuan nasib sel yang berdiferensiasi.
Presenilin 1 dapat dikaitkan dengan kasus afasia, mioklonus, kejang
awal, dan dengan evolusi cepat dari defisit kognitif. Sebaliknya,
Presenilin 2 bertanggung jawab atas variasi Alzheimer "Volga-
Jerman".
Anomali apolipoprotein E-4 (APOE-4) dikodekan dalam kromosom
19, terkait dengan onset lambat awal dari Alzheimer.
Terdapat penelitian yang menunjukkan fungsi neurotropik,
imunomodulator, dan antioksidan dari APOE. APOE-4 saat ini
dianggap sebagai salah satu faktor risiko yang diketahui untuk
penyakit Alzheimer.
Apolipoprotein E (APOE) memiliki tiga alel: APOE-2, APOE-3
dan APOE-4 dengan 6 kemungkinan kombinasi. APOE-2 dan 3
akan mencegah protein Tau dari hiperfosforilasi, dan mereka akan
bersifat protektif dalam kasus ini.
22
penuh menyebabkan akumulasi Aβ dan pembentukan inklusi
neurofilamen. Ekspresi APP berlebih juga diamati pada otak orang-
orang yang selamat dari tembakan dan pada domba dengan cedera
kepala. Kadar Aβ dalam cairan serebrospinal juga meningkat pada
pasien yang mengalami cedera kepala traumatik dan pada hewan
yang mengalami trauma otak.
23
Gambar 9. Skema yang menggambarkan kemungkinan peran kolesterol dalam
pemrosesan APP. Diktuip dari kepustakaan 8.
2.4.2.3 Peningkatan homosistein, folat, dan vitamin B12
2.4.2.4 Alkohol
24
Pada penyakit Alzheimer, perubahan neuropatologis terjadi hingga tiga puluh
tahun sebelum manifestasi klinis penyakit terjadi. Peristiwa patologis awal pada
Alzheimer adalah terjadinya deposisi Aβ, yang berkontribusi pada pembentukan
plak senilis. Juga, hiperfosforilasi menghasilkan neurofibrillary tangles (NFT),
yang menyebabkan hilangnya neuron, atrofi otak, neurotoksisitas, dan pada
akhirnya penurunan kognitif. 9
Pada tahun 1991, Braak et al. mengkarakterisasi penyebaran NFT di seluruh otak
dan mendefinisikan enam stadium yang berbeda. Stadium versi Braak ini sesuai
dengan perluasan NFT dari daerah transentorhinal (stadium I/II) ke daerah limbik
(stadium III/IV) dan daerah neokorteks (stadium V/VI) sebagai bentuk dari
progresi Alzheimer.9
Gambar 10. Pola penyebaran Tau di setiap stadium Braak. Pola penyebaran tau ke
seluruh otak dari stadium Braak I-II sampai stadium III-IV (daerah limbik) dan
stadium V-VI (daerah isokortikal). Dikutip dari kepustakaan 9
2.5 Klasifikasi Alzheimer
Untuk tahapan Alzheimer, terdapat 3 stadium yang diusulkan oleh Morley et al:3
25
protein Tau yang meningkat di CSF berfungsi sebagai biomarker, tetapi
tidak spesifik untuk penyakit Alzheimer.
b) Gangguan Kognitif Ringan
Pada tahap ini, pasien mengalami gangguan baik dalam memori atau
domain non-memori, seperti kemampuan eksekutif atau fungsi bahasa.
Orang-orang ini tetap bekerja, bersosialisasi, dan berfungsi secara mandiri.
Pasien dengan gangguan kognitif ringan berkembang menjadi demensia
sebanyak 10% per tahun. Faktor risiko untuk perkembangan demensia
termasuk tingkat keparahan gangguan pada saat diagnosis di samping
faktor risiko lain untuk penyakit Alzheimer.
c) Demensia
Pada tahap ini, pasien mengalami gangguan memori yang bersifat
melumpuhkan. Perubahan bahasa termasuk anomia, kesalahan parafrase,
penurunan output verbal spontan dan kecenderungan untuk menghindari
kata-kata yang terlupakan. 20-40% pasien akan mengalami delusi.
Halusinasi visual lebih sering terjadi, meskipun pasien juga dapat
mengalami halusinasi pendengaran dan penciuman. Perilaku mengganggu
terjadi pada hampir 50% pasien. Pasien juga kehilangan pola tidur-bangun
yang normal dan tidur mereka menjadi terfragmentasi.
Edisi kelima dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5)
memberikan kerangka umum dalam mendiagnosis gangguan neurokognitif,
pertama dengan menggambarkan sindrom kognitif utama, dan kemudian
mendefinisikan kriteria untuk menggambarkan subtipe etiologi spesifik dari
neurokognitif ringan dan mayor, yang mana berguna dalam menegakkan diagnosis
Alzheimer.10
26
Gambar 11. Domain neurokognitif pada DSM-5. Dikutip dari kepustakaan 10.
Pada tahun 1984, National Institute of Neurological and Communicative Disorders
and Stroke (NINCDS) dan Alzheimer's disease and Related Disorders Association
(ADRDA), menjelaskan empat kriteria dalam mendiagnosis "Alzheimer
probabel".4
Setiap orang dengan penyakit Alzheimer akan mengalami beberapa fase dalam
progresi perjalanan penyakitnya. Perubahan emosi, perilaku dan kognitif juga akan
bervariasi seiring berjalannya waktu. Berikut adalah beberapa fase Alzheimer:11
27
perburukan memori. Disorientasi tempat, kesulitan menemukan kata dan
perubahan bicara lainnya mungkin akan terlihat.
3. Fase ketiga, 'fase demensia': ditandai dengan kurangnya tujuan dalam
perilaku seseorang yang tampak terputus-putus dan terkadang aneh.
Kemampuan intelektual dan perawatan diri yang tersisa memerlukan
pengawasan secara terus-menerus, karena orang-orang dalam fase ini
mengalami penurunan lebih lanjut dalam hal kapasitas memori,
kemampuan menghitung (diskalkulia) dan aspek bahasa sangat terpengaruh
dan akhirnya hilang. Bantuan secara konstan diperlukan untuk merawat
mereka, seperti bantuan perawatan diri, berpakaian, dan toileting serta
untuk makan. Pengecilan fisik (wasting) yang progresif juga dapat terlihat.
Kondisi dalam satu hingga dua tahun ke depan bahkan bisa memasuki fase
vegetatif, hingga kematian. Faktor lingkungan juga mungkin memiliki
peran dalam memicu penyakit Alzheimer terhadap individu-individu yang
rentan.
Tabel 1. Gejala yang terkait dengan suspek penyakit Alzheimer tahap awal,
dikutip dari kepustakaan 12.
Seorang pasien yang diduga menderita Alzheimer harus menjalani beberapa tes,
termasuk pemeriksaan neurologis, pencitraan resonansi magnetik (MRI) untuk
neuron-neuron mereka, pemeriksaan laboratorium seperti vitamin B12, dan tes lain
selain riwayat medis dan keluarga pasien.2
28
2.6 Diagnosis Alzheimer
Penyakit Alzheimer adalah penyakit heterogen yang menimbulkan gejala kognitif
yang inheren pada demensia, tetapi bersifat progresif dan berbahaya. Gejala
pertama yang muncul adalah perubahan memori. Gejala-gejala lainnya adalah:4
Disorientasi
Afasia
Apraksia
Agnosia
Kesulitan konstruktif
Defisit visual/spasial
Gangguan penilaian dan kinerja.
29
Tabel 2. Kriteria Diagnostik dari Penyakit Alzheimer Probabel, dikutip dari
kepustakaan 4.
NINCDS-ADRDA DSM-IV
1) Dua atau lebih area yang a) Defisit kognitif multipel.
terlibat. b) Kemunduran sosial dan
2) Adanya demensia progresif. pekerjaan.
3) Tidak adanya perubahan c) Awal kemunduran
kesadaran. (deterioration) secara bertahap.
4) Dimulai antara 40 dan 90 tahun. d) Tidak dapat dijelaskan dengan
5) Tidak dapat dijelaskan dengan penyebab lain.
penyebab lain.
30
Riwayat Medis Apakah pasien memiliki
penyakit akhir-akhir ini?
Apakah pasien baru saja
mengalami cedera kepala?
Apakah pasien baru-baru ini
menggunakan obat-obatan yang
dapat menyebabkan kehilangan
ingatan?
Apakah pasien pernah
menggunakan atau terpapar
obat-obatan terlarang?
Apakah ada riwayat epilepsi?
Faktor Risiko Apakah ada riwayat demensia
dalam keluarga?
Apakah pasien memiliki kondisi
medis lain, seperti penyakit
kardiovaskular atau obesitas?
Apakah pasien perokok atau
mantan perokok?
Perubahan kognitif dan perilaku Seperti apa kesehariannya bagi
Anda (pasien)?
Apakah pasien memperhatikan
bahwa mereka melupakan
sesuatu atau salah menaruh
barang baru-baru ini?
Apakah pasien memperhatikan
adanya perubahan mood atau
merasa tidak berdaya baru-baru
ini?
31
Apakah pasien memiliki
masalah dengan keuangan?
Fisik Apakah pasien pernah jatuh
baru-baru ini?
Apakah pasien memperhatikan
adanya masalah dengan
keseimbangannya?
Lain-lain Apakah pasien memiliki
masalah penglihatan atau
pendengaran?
Apakah ada hal-hal lain yang
dikhawatirkan oleh pasien atau
pengasuh?
Jika Alzheimer masih dicurigai setelah penilaian secara klinis, diperlukan adanya
rujukan ke spesialis untuk dilakukan pemeriksaan diagnostik lebih lanjut, termasuk
pencitraan dan biomarker cairan.12
32
Terdapat beberapa tes kognisi yang banyak digunakan oleh dokter. Tes yang
paling banyak diteliti dan paling banyak digunakan hingga saat ini adalah mini-
mental state Examination (MMSE) dan Montreal Cognitive Assessment (MoCA).
Tes ini cukup mudah dilakukan, hanya berlangsung sekitar 10-15 menit saja dan
dapat dilakukan di mana saja.14
Biomarker untuk penyakit Alzheimer dapat dikategorikan ke dalam tiga kelas yang
berbeda berdasarkan jenis patofisiologi jejak biomarker, yang disebut sebagai
sistem “A/T/N”, “A” mengacu pada biomarker yang mengukur deposisi Aβ, “T”
menunjukkan biomarker yang sensitif terhadap Tau dan “N” nilai biomarker yang
perseptif untuk neurodegenerasi.9
33
Sistem A/T/N ini menggunakan tiga kategori dan menilai setiap kategori sebagai
positif atau negatif. Misalnya, skor dapat berupa A+/T+/N-, yang menunjukkan
bahwa orang tersebut positif untuk patologi Aβ dan Tau, tetapi negatif untuk
penanda cedera saraf atau degenerasi saraf.15
34
Selain tiga biomarker yang berasal dari cairan serebrospinal, Aβ42, T-tau, dan p-
tau, biomarker yang mencerminkan neurodegenerasi aksonal, hilangnya sinaps,
dan aktivasi sel glial juga telah dieksplorasi secara ekstensif dalam beberapa
penelitian.16
Selain biomarker yang berasal dari cairan serebrospinal, saat ini kita dapat
memeriksa marker Alzheimer dari sediaan yang berasal dari darah pasien.
Beberapa indeks tes darah, seperti kolesterol darah, trigliserida, kolesterol
lipoprotein densitas tinggi, dan kolesterol lipoprotein densitas rendah, telah banyak
digunakan untuk memprediksi risiko arteriosklerosis dan penyakit serebrovaskular
serta kardiovaskular pada populasi yang sehat dan tanpa gejala.16
Tabel 5. Beberapa biomarker cairan serebrospinal dan darah yang digunaka dalam
penyakit Alzheimer. Dikutip dari kepustakaan 16
35
2.6.1.2 Pemeriksaan Radiologi (Pencitraan)
Tabel 6. Daftar beberapa gen relevan yang terlibat dalam patogenesis penyakit
Alzheimer. Dikutip dari kepustakaan 7.
36
Gambar 13. Daerah otak yang terpapar penyakit Alzheimer.Dikutip dari
kepustakaan 9.
Beberapa teknik pencitraan diagnostik seperti computed tomography (CT) otak,
magnetic resonance imaging (MRI), positron emission tomography (PET), dan
single-photon emission computed tomography (SPECT) mampu membantu dalam
menegakkan diagnosa Alzheimer.17
37
Gambar 14. Pencitraan neurologis otak yang sehat vs pengidap Alzheimer.
Pencitraan saraf dengan (a) MRI struktural, (b) FDG-PET, (c) PET amiloid dengan
PiB dan (d) tau PET dengan 18F-AV1451 pada otak yang sehat dan Alzheimer.
Dikutip dari kepustakaan 9.
CT-Scan
o CT Scan otak cukup mudah dan gampang untuk dilakukan. CT
mampu mendeteksi perubahan morfologi pada otak. Atrofi serebral,
yang merupakan temuan patologis makroskopik pada penyakit
Alzheimer, dapat dideteksi dengan CT, meskipun tidak spesifik
untuk diagnosis penyakit Alzheimer.
38
Gambar 15. Perubahan temuan CT pada penyakit Alzheimer berdasarkan waktu.
Dikutip dari kepustakaan 17.
MRI
o MRI mampu mengobservasi atrofi serebri, sama seperti CT. MRI
dapat memberikan gambar irisan paralel pada axis hipokampus dan
bagian koronal, sehingga atrofi lobus temporal medial termasuk
hipokampus yang terkait dengan memori, dapat dievaluasi. MRI
mampu mengevaluasi atrofi hipokampus dan amigdala pada
gambar potongan koronal T1, dengan sensitivitas sebesar 83%, dan
spesifisitas 80% pada individu sehat dan 87% pada pasien depresi.
39
Gambar 16. MRI pada penyakit Alzheimer. Dikutip dari kepustakaan 17.
Dalam kasus stadium I dengan demensia ringan, atrofi lobus temporal medial
termasuk hipokampus tidak tampak jelas, namun pada kasus stadium II dengan
demensia sedang dan kasus stadium III dengan demensia berat, ditemukan adanya
atrofi yang berbeda dari lobus temporal medial.
40
kuat dengan jumlah neuron, menunjukkan validitas pengukuran
MRI volumetrik secara anatomis. Selain itu, penelitian lain
menemukan bahwa reduksi volume di hipokampus merupakan
indikasi awal untuk patologi Alzheimer, yang juga dapat diukur
dengan MRI.9
SPECT
o SPECT memungkinkan pencitraan aliran darah otak dan
pengukuran terhadap aliran darah otak. Area aliran darah yang
mengalami pengurangan, tergantung pada stadium patologis
penyakit, dapat dideteksi oleh SPECT. Sementara hanya temuan
atrofi nonspesifik yang mampu diamati oleh CT dan MRI. Reduksi
aliran darah serebral di area yang membentang dari lobus temporal
ke lobus parietal adalah temuan yang mendukung diagnosis
penyakit Alzheimer dengan digunakannya SPECT.
41
Gambar 17. Gambar aliran darah otak yang diambil dengan metode
autoradiografi 123 I-IMP SPECT pada demensia dengan berbagai penyebab.
Dikutip dari kepustakaan 17.
PET
o PET mencerminkan tingkat konsumsi oksigen otak dan tingkat
metabolisme glukosa otak, selain aliran darah otak. Mirip dengan
SPECT, area penurunan aliran darah dan metabolisme otak dapat
diamati, tergantung pada tahap patologis penyakit. Telah
diindikasikan bahwa 18 F-fluorodeoxy-glucose-PET (18 FDG-
PET) berguna dalam membedakan penyakit Alzheimer dari
penyakit Lewy-body difus. Metode diagnosis PET ini menunjukkan
sensitivitas 92% dan spesifisitas 92%, untuk mendiagnosis banding
kedua penyakit.
Gambar 18. Gambar Z-score 123 I-IMP SPECT dianalisis oleh 3D-SSP pada
penyakit Alzheimer (Gambar mencerminkan area reduksi aliran darah otak).
Dikutip dari kepuistakaan 17.
Pada gambar di atas, kolom atas menunjukkan gambar aliran darah pada
permukaan otak stereotaktik tiga dimensi. Kolom ke-2 menunjukkan gambar Z-
42
score; Skor Z dihitung dengan menggunakan nilai untuk seluruh otak (kolom ke-
2), talamus (kolom ke-3), serebellum (kolom ke-4), dan pons (kolom ke-5) sebagai
nilai referensi. Aliran darah berkurang di lobus temporal lateral, lobus parietal, dan
girus cingulate posterior.
43
Tabel 7. Keuntungan dan keterbatasan teknik pencitraan yang saat ini digunakan
dalam diagnosis dini dan pemantauan penyakit Alzheimer. Dikutip dari
kepustakaan 9.
44
2.7 Tatalaksana Alzheimer
Tujuan pengobatan yang tepat dan rencana yang memenuhi semua kebutuhan
pasien hanya dapat dikembangkan melalui penilaian yang komprehensif terhadap
pasien, keluarga, dan lingkungan rumah pasien itu sendiri.5
45
Gambar 19. Perawatan nonfarmakologis, dikutip dari kepustakaan 18.
Pilihan terapi telah difokuskan pada perbaikan gejala serta mengurangi tingkat
perkembangan kerusakan. Tatalaksana terkini untuk penyakit Alzheimer
didasarkan pada inhibitor kolinesterase dan antagonis glutamat, yang mana hanya
meringankan gejala simptomatik.18
Inhibitor asetilkolinesterase.
46
Inhibitor kolinesterase meningkatkan transmisi kolinergik yang menghambat
enzim secara reversibel, pseudoreversibel, maupun ireversibel. Obat inhibitor
kolinesterase adalah: tacrine, rivastigmine, donepezil dan galantamine. Mereka
harus digunakan secara hati-hati pada pasien dengan riwayat bradikardia, blokade
jantung, ulkus peptikum atau asma.4
a) Tacrine
o Tacrine atau tetra-hidro-aminoacridine (THA) adalah inhibitor
reversibel dari kolinesterase. Efek samping tacrine adalah mual,
muntah, sakit perut, anoreksia, bradikardia, mialgia, ataksia dan
peningkatan enzim hati terutama transaminase glutamic-oxalacetic
pada 40% kasus yang telah diteliti. Tacrine tidak dapat digunakan
pada pasien dengan defisiensi hati.
b) Donepezil
o Donepezil merupakan inhibitor reversibel dari kolinesterase yang
lebih kuat daripada tacrine. Donepezil diserap hampir 100% secara
oral, puncaknya antara 3 atau 4 jam setelah meminumnya.
Donepezil dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 oleh 2D6, dan
3A4 secara lambat, dan tidak tersaturasi. Efek samping Donepezil
adalah: mual, muntah, diare, anoreksia, insomnia, kelelahan dan
kram. Bradikardia, sinkop, peningkatan mulas lambung,
bronkospasme, serta kejang lebih jarang terjadi.
c) Rivastigmin
o Rivastigmin adalah inhibitor asetilkolinesterase karbamat selektif
otak. Fungsinya pseudoireversibel dan membuat inhibisi
asetilkolinesterase menjadi persisten, meskipun obat telah
dieliminasi. Waktu paruhnya adalah 1 jam dan durasi efeknya
adalah 10 jam. Rivastigmin diserap secara oral dalam waktu 1 jam
setelah pemberiannya dan terasimilasi dengan protein plasma dan
dengan mudah melewati sawar hematoensefalik. Metabolismenya
47
terjadi secara hidrolisis oleh esterase yang terlibat dalam
mekanisme kerjanya. 90% dieliminasi dalam 24 jam melalui ginjal.
Karena dimetabolisme di hati, ia memiliki indeks interaksi
farmakologis yang rendah. Efek sampingnya kecil, meliputi mual,
muntah, diare, anoreksia, migrain, pusing, gemetar, kelelahan,
agitasi, dan insomnia.
d) Galantamine
o Galantamine merupakan inhibitor reversibel terbaru dari
kolinesterase yang memiliki aksi modulasi alosterik pada reseptor
nikotin. Ia memiliki waktu paruh 7 jam. Galantamine
dimetabolisme oleh sitokrom P450 dan glukuronidasi, dan juga
diekskresikan dalam urin tanpa perubahan. Efek samping
negatifnya adalah: mual, muntah, anoreksia dan rasa gemetar. Obat
ini ditoleransi dengan baik ketika dosis ditingkatkan secara
bertahap.
48
apoptosis neuron. Stimulasi berlebihan ini dapat dihambat oleh antagonis reseptor
NMDA seperti memantine, yang disetujui pada tahun 2003 oleh Food and Drug
Administration (FDA) sebagai pengobatan Alzheimer derajat sedang hingga berat,
dengan efek benefisial marginal terhadap fungsi kognisi pada pasien dengan
Alzheimer derajat ringan hingga sedang.18
49
nabilone (cannabinoid). Studi-studi ini menunjukkan bahwa intervensi yang tepat
dapat mengurangi agitasi.21
e) Pseudodemensia
f) Demensia Lewy-Body
g) Demensia vaskular
h) Degenerasi lobus fronto-temporal.
50
Polifarmasi
Komposisi tipe sel akan berubah pada saat penuaan, tidak terkecuali pada pasien
dengan alzheimer. Perbedaan signifikan antara penuaan dan penyakit alzheimer
adalah jumlah neuron tidak banyak berubah selama penuaan, tetapi hilangnya
neuron dan sinaps merupakan sebuah tanda spesifik dari terjadinya alzheimer.22
51
Plak amiloid juga merupakan temuan yang tidak biasa pada penuaan otak normal.
Fenotipe alzheimer lainnya termasuk:22
Distrofi neuron
Astrogliosis reaktif
Hilangnya sinaps
Alterasi vaskular
Wojzel et al. pada tahun 2020 melakukan suatu penelitian mengenai demensia dan
perawatan pasien geriatrik di bangsal rawat inap. Dalam penelitian ini, 1/3 dari
orang yang dirawat di bangsal geriatri didiagnosis dengan demensia. Frekuensi ini
jauh lebih tinggi daripada penelitian sebelumnya yang dilakukan pada orang tua
yang tinggal di komunitas di Polandia atau negara lainnya. Dalam penelitian
Gabrylewicz et al, prevalensi demensia spesifik terjadi pada kelompok usia 65-69,
70-74, 75-79, 80-84 yang masing-masing presentasi prevalensinya sebesar 1,9%,
5,8%, 8,6%, dan 16,5%.23
52
Studi oleh Wojzel et al tersebut juga mengkonfirmasi bahwa sebanyak 72% orang
dewasa yang berusia lanjut, yang hidup dengan demensia, tidak didiagnosis secara
formal sebelum masuk rumah sakit dan sebagai konsekuensinya mereka tidak
menerima obat anti-demensia. Gangguan memori atau gangguan perilaku diamati
pada 82,4% di antaranya dan 50% dari mereka mengalami penurunan fungsi
kognitif sedang. Namun, hanya 47,4% dari kasus-kasus ini yang diduga demensia
oleh dokter yang merujuk pasien-pasien tersebut ke departemen geriatri. Jadi,
untuk 50 pasien (37,9% kasus demensia), dokter yang merawat tidak menyadari
masalah tersebut, meskipun skor MMSE pada pasien ini serupa dengan yang
diamati pada kasus yang didiagnosis.23
Metilasi DNA diketahui menyimpang secara ekstrim dari metilasi atau demetilasi
lengkap pada orang tua, tidak hanya intraindividu tetapi juga antarindividu. "Jam
epigenetik", di mana usia diperkirakan dari data metilasi DNA didasarkan pada
53
fakta bahwa usia epigenetik (yang diperkirakan dari tingkat metilasi DNA
menggunakan algoritma mesin) sangat berkorelasi dengan usia kronologis.
Sehingga, penyimpangan epigenetik usia dari usia kronologis ditemukan terkait
dengan derajat keparahan penurunan kognitif pada pasien dengan Alzheimer.22
Catatan penting terkait profil metilasi DNA pada alzheimer dan penuaan otak
adalah bahwa metilom darah mungkin tidak tampak secara langsung
mencerminkan metilom otak.22
Histon merupakan blok pembangun dasar dari kromatin eukariotik, sebuah sistem
pengemasan DNA kompleks yang membantu dalam mengatur genom dalam ruang
nuklir tiga dimensi. Tanda histon adalah modifikasi kimia yang ditambahkan ke
histon, meliputi:22
Metilasi
Asetilasi
Fosforilasi
Ubiquitinasi
(ADP)-ribosilasi
Krotonilasi
Hidroksilasi
Isomerisasi prolin
Sumoylasi
Semua ini bertujuan untuk mengontrol ekspresi gen dan merombak kromosom.
Perubahan kromatin selama penuaan sel ditandai dengan hilangnya heterokromatin
dan histon. Pada alzheimer, perubahan kromatin ini juga ditemukan menurun
drastis.22
2.8.1.4 RNA
54
Kumpulan miRNA telah ditemukan terkait dengan penyakit alzheimer pada setiap
langkah patologinya, atau dapat berfungsi sebagai biomarker sirkulasi dalam
diagnostik, downregulated miR‐ 132, 212 serta upregulated miR‐34a and 125b.22
Sebuah studi awal oleh Rasmussen et al. tahun 1996, menggunakan tikus berusia
dua tahun (setara dengan kelompok usia manusia 65 tahun) dengan dua
subkelompok (5 tikus di setiap kelompok) yang mewakili kinerja terburuk dan
terbaik di labirin air Morris, menemukan bahwa tidak ada kehilangan neuron
hipokampus dan subicular yang signifikan.22
Sebuah studi yang lebih baru oleh Fabricius et al. tahun 2013 pada manusia juga
menunjukkan bahwa individu yang sangat tua memiliki jumlah neuron neokorteks
yang sebanding dengan individu yang lebih muda, sementara terdapat perbedaan
yang signifikan dalam jumlah total oligodendrosit neokorteks di antara mereka.22
Bjorklund et al, pada tahun 2012, melakukan penelitian kasus khusus pada
keberhasilan penuaan adalah kognitif utuh lansia dengan patologi alzheimer, yang
diyakini memiliki mekanisme resisten terhadap oligomer Aβ, dan oligomer Aβ
tidak ditemukan pada post sinapsis hipokampus, sementara kadar Zn2+ lebih
rendah dalam kasus tersebut.22
Hilangnya sinaptik terkait Alzheimer terjadi di awal proses penyakit dan sangat
berkorelasi dengan penurunan fungsi kognitif. Kadar Aβ yang tinggi telah terbukti
mengurangi transmisi sinaptik glutamatergik dan menyebabkan hilangnya sinaptik,
55
seperti yang ditunjukkan oleh bukti dari studi in vivo dan in vitro oleh Palop dan
Mucke di tahun 2010.22
2.8.2.2 Glia
Dikotomi sederhana neuron dan glia berasal dari sejarah pemisahan materi abu-
abu dan putih (white and grey matter otak) berdasarkan penampilannya. Dengan
nama yang berasal dari kata Yunani untuk lem, glia selama bertahun-tahun
dipandang hanya sebagai bahan pengepakan otak, yang berfungsi menahan neuron
di tempatnya. Meskipun terdapat beberapa laporan tentang setiap jenis glia dalam
patogenesis Alzheimer, astrosit, yang merupakan sekitar 30% sel dalam sistem
saraf pusat mamalia, dan oligodendrosit, hampir tidak dipelajari dalam proses
penuaan.22
Penurunan fungsi kognitif terkait usia dikaitkan dengan penurunan jumlah sel
induk saraf. Namun, dua penelitian oleh Boldrini et al., 2018 dan Sorrells et al.,
2018 saling bertentangan tentang apakah neurogenesis endogen terdapat pada
hippocampus manusia dewasa dan teknik baru perlu dikembangkan untuk melacak
neuron yang baru dihasilkan.22
Terapi berbasis sel punca (stem sel), baik eksogen (transplantasi) dan endogen
(melalui faktor-faktor seperti faktor pertumbuhan yang merangsang sel punca),
dapat memiliki implikasi penting untuk penuaan dan Alzheimer.22
Sel punca sebenarnya hanya memainkan peran terbatas dalam Alzheimer, sehingga
bagian dari kerusakan saraf yang diamati selama penyakit dapat dikaitkan dengan
hilangnya kemampuan sel punca untuk membelah.22
56
Meskipun sebagian besar peradangan pada alzheimer dikaitkan dengan disfungsi
glia, terutama pada mikroglia dan astrosit, inflamasi sistemik memliki hubungan
yang kuat dengan terjadinya alzheimer.22
Kristic et al. pada tahun 2012 melakukan penelitian, di bawah tantangan imunitas
sistemik oleh viral mimic polyriboinosinic–polyribocytidilic acid, tikus percobaan
menunjukkan adanya perubahan fenotipe alzheimer sporadis termasuk plak A dan
fosforilasi Tau.22
2.8.3.3 Mikrobioma
Mikrobioma pada usus manusia sejauh ini belum diteiliti lebih lanjut apakah
terkait dengan penyakit alzheimer.22
Hal yang paling sering terjadi pada usia tua adalah penurunan kualitas tidur, di
mana gerakan bola mata melambat/non‐rapid eye movement (NREM) slow wave
sleep (SWS) mengalami penurunan yang sangat signifikan. Penurunan kualitas
tidur NREM lebih cepat terjadi pada pasien dengan alzheimer dibandingkan
57
dengan orang normal yang sesuai usia. Selain itu, peningkatan gejala alzheimer
yang terkait dengan penurunan kualitas tidur, juga berhubungan dengan terjadinya
penurunan fungsi kognitif berdasarkan penelitian di tahun 2015 oleh Liguori et al.
Pada penelitian ini, kadar protein Tau dan Aβ yang tinggi yang dapat diukur dalam
cairan serebrospinal berkorelasi dengan gangguan tidur. Selain itu, gangguan tidur
secara klinis juga sangat mempengaruhi angka komorbiditas terhadap gangguan
kognitif ringan dan alzheimer. Lebih dari 60% orang dengan gangguan tidur
ringan dan alzheimer memiliki satu atau lebih gangguan tidur.
2.8.4.2 Olahraga
2.8.4.3 Metabolisme
58
sehingga mengurangi kerusakan di otak akibat penuaan, dan memberikan fungsi
preservasi yang lebih besar dari berbagai fungsi otak.
59
BAB III
KESIMPULAN
60
DAFTAR PUSTAKA
3. Morley JE, Farr SA, Nguyen AD. Alzheimer Disease. Clin Geriatr Med.
2018;34(4):591–601.
10. Sachdev PS, Blacker D, Blazer DG, Ganguli M, Jeste D V., Paulsen JS, et
61
al. Classifying neurocognitive disorders: The DSM-5 approach. Nat Rev
Neurol [Internet]. 2014;10(11):634–42.
12. Porsteinsson AP, Isaacson RS, Knox S, Sabbagh MN, Rubino I. Diagnosis
of Early Alzheimer’s Disease: Clinical Practice in 2021. J Prev Alzheimer’s
Dis. 2021;8(3):371–86.
15. Turner RS, Stubbs T, Davies DA, Albensi BC. Potential New Approaches
for Diagnosis of Alzheimer’s Disease and Related Dementias. Front Neurol.
2020;11(June):1–10.
19. Thomas SJ, Grossberg GT. Memantine: a review of studies into its safety
and efficacy in treating Alzheimer’s disease and other dementias. Clin
Interv Aging. 2009;4:367–77.
62
20. Massoud F, Gauthier S. Update on the Pharmacological Treatment of
Alzheimers Disease. Curr Neuropharmacol. 2010;8(1):69–80.
22. Xia X, Jiang Q, McDermott J, Han JDJ. Aging and Alzheimer’s disease:
Comparison and associations from molecular to system level. Aging Cell.
2018;17(5):1–14.
23. Wojszel ZB. Dementia diagnoses and treatment in geriatric ward patients: A
cross-sectional study in poland. Clin Interv Aging. 2020;15:2183–94.
63