Keadaan afektif :
Gangguan mood : - unipolar : corak hanya 1. Dibagi dua euphoria atau depresi
JAWAB
Keadaan afektif :
- Hyperthymia
Keadaan afektif yang meninggi. Ini berarti penderita memperlihatkan suatu
keadaan afektif yang “gembira di luar batas”, seolah-olah ia berbesar hati tanpa
sebab-sebab yang obyektif atau jelas.
a. euphoria : kegembiraan,kesejahteraan,kebahagiaan yg
abnormal.
Setidak tidaknya kegembiraan diperlihatkan yg bersangkutan itu
tidak cocok dengan factor obyektif yg ada pada individu
tersebut.
- Parathymia : keadaan afektif yg tdk sesuai dgn keadaan lingkungan dri pasien.
(exp: menceritakan kematian ibu dengan tertawa)
- Paniek : suatu keadaan cemas yg luar biasa dan menimbulkan disorganisasi dari
fungsi ego.
Gejala:
Kecemasan luar biasa
Perasaan tidak aman yg luar biasa
Perasaan curiga
Timbul tendensi untuk memproyeksikan persaannya trhdap sekitarnya
Integrasi kepribadian mnjadi kacau
SIMTOMATOLOGI FK UNDIP
PPDGJ – III
Faktor
JAWAB
Etiologi
Penyebabnya merupakan Interaksi antara factor biologis,faktor genetik,faktro
psikososial.Kelainan metabolik amin biogenik seperti 5-hydroxyindoleacetic acid
(5 HIAA),homovanilic acid (HVA), 3 metoksi-4-hidrosifenilgliokol (MHPG) dalam
darah, urin, dancairan serebrospinal dilaporkan ditemukan pada pasien.Pola
penurunan genetikl terjadi melalui mekanisme yang kompleks.
Penyebab gagguan mood adalah
• Faktor biologis,
• Faktor genetika, dan
• Faktor psikososial.
• Kemungkinan ketiga faktor juga dapat berinteraksi. Contohnya
adalah:
Faktor psikososial dan genetika dapat mempengaruhi faktor
biologi (konsentrasi neurotransmiter tertentu) dalam menimbulkan
gangguan mood.
Faktor biologis dan psikososial juga dapat mempengaruhi
ekspresi gen.
Faktor biologis dan genetika juga dapat mempengaruhi respon
seseorang terhadap stresor psikososial
Faktor Biologi
Amin biogenik. neurotransmiter amin biogenik adalah: norepinefrin,
serotonin, dopamin, GABA dan neuroendokrin.
NOREPINEFRIN.
Reseptor adrenergik-alfa2, karena aktivasi reseptor tersebut =>
↓ jumlah norepinefrin yang di lepaskan.
Reseptor adrenergik-alfa2 juga berlokasi pada neuron
serotonergik dan mengatur jumlan serotonin yang dilepaskan.
SEROTONIN.
Tempat
- di hipotalamus, thalamus, sistem limbik, korteks serebral,
serebelum , medulla spinalis
Implikasi pada penyakit jiwa :
- Menurunkan derajat depresi dan
- meningkatkan gangguan cemas
serotonin => depresi, dan beberapa pasien yang bunuh diri
memiliki konsentrasi metabolit serotonin di dalam cairan
serebrospinalis yang rendah dan konsentrasi tempat ambilan
serotonin yang rendah di trombosit, seperti yang diukur oleh
imipramin (Tofranil) yang berikatan dengan trombosit..
DOPAMIN.
Tempat : frontal korteks, siistem limbik, basal ganglia,
thalamus,hipofisis posterior, medulla spinalis
Implikasi pada penyakit jiwa
- menurunkan derajat parkinson dan depresi ;
- meningkatkan derajat mania dan skizofrenia
Aktivitas dopamin pada depresi dan pada mania.
penelitian tentang hubungan antara dopamin dan gangguan
mood.
bahwa jalur dopamin mesolimbik mengalami disfungsi pada
depresi dan bahwa reseptor dopamin tipe 1 (DI) hipoaktif pada
depresi.
FAKTOR NEUROKIMIAWI LAIN.
Neurotransmiter asam amino, khususnya gamma-aminobutyric
acid (GABA) dan peptida neuroaktif (khususnya vasopresin dan
opiat endogen) => patofisiologi gangguan mood.
Beberapa peneliti telah menyatakan bahwa sistem pembawa
kedua (second-messenger), seperti: adenylate cyclase,
phosphotidylinositol, dan regulasi kalsium—juga memiliki
relevansi penyebab.
REGULASI NEUROENDOKRIN.
Hipotalamus sebagai pusat regulasi sumbu neurohormonal dan
hipotalamus menerima banyak masukan (input) neuronal yang
menggunakan neurotransmiter amin biogenik.
Sumbu neuroendokrin utama ggn mood adalah: sumbu
adrenal, tiroid, dan hormon pertumbuhan.
Kelainan neuroendokrin lainnya adalah:
↓ sekresi nokturnal melantonin, ↓ pelepasan prolaktin
terhadap pemberian tryptophan, ↓ kadar follicle-stimulating
hormone (FSH) dan luteinzing hormone (LH), dan ↓
testosteron pada laki-laki.
Faktor Genetika
Penelitian keluarga.
• saudara derajat pertama penderita ggn bipolar I => 8 - 18 kali >
saudara derajat pertama subjek kontrol untuk menderita
gangguan bipolar I & 2-10 kali lebih menderita ggn depresif
berat.
• saudara derajat pertama penderita ggn depresif berat => 1,5-
2,5 kali > saudara derajat pertama subjek kontrol untuk
menderita gangguan bipolar I dan 2-3 kali lebih mungkin
menderita gangguan depresif berat.
Hubungan antara gangguan mood khususnya gangguan bipolar I dengan
petanda genetik telah dilaporkan pada kromosom 5, 11 dan X. Gen
reseptor D1 terletak pada kromosom 5 dan gen untuk tiroksin hidroksilase
yaitu enzim yang membatasi kecepatan sintesis katekolamin berlokasi di
kromosom 11.2
Depresi itu sendiri bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
FAKTOR BIOLOGIS
Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang
penting dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi
biokimiawi yaitu neurotransmitter yang berfungsi sebagai pembawa pesan
komunikasi antar neuron di otak. Jika neurotransmiter ini berada pada
tingkat yang normal, otak akan bekerja secara harmonis. Berdasarkan riset,
kekurangan neurotransmiter serotonin, norepinefrin dan dopamin dapat
menyebabkan depresi. Di satu sisi, jika neurotransmiter ini berlebih dapat
menjadi penyebab gangguan manik. Selain itu antidepresan trisiklik dapat
memicu mania.4
Serotonin adalah neurotransmiter aminergic yang paling sering
dihubungkan dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan
depresi. Pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi
metabolit serotonin yang rendah di cairan serebrospinalnya. Pada
penggunaan antidepresan jangka panjang terjadi penurunan jumlah tempat
ambilan kembali serotonin.2
Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi.
Data menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan
meningkat pada mania. Obat yang menurunkan kadar dopamin seperti
reserpine dan pada penyakit yang mengalami penurunan dopamin seperti
parkinson disertai juga dengan gejala depresi. Obat-obat yang
meningkatkan kadar dopamin seperti tyrosine, amphetamine dan
bupropion menurunkan gejala depresi. Disfungsi jalur dopamin mesolimbik
dan hipoaktivitas reseptor dopamin tipe 1 (D1) terjadi pada depresi.2
Obat-obatan yang mempengaruhi sistem neurotransmiter seperti kokain
akan memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk mania
termasuk L-dopa, yang berpengaruh pada reuptake dopamin dan serotonin.
Calsiumchannel blocker yang digunakan untuk mengobati mania dapat
mengganggu regulasi kalsium di neuron. Gangguan regulasi kalsium ini
dapat menyebabkan transmisi glutaminergik yang berlebihan dan iskemia
pembuluh darah.5
Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti
vasopresin dan opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan
mood. Beberapa penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua
(second messenger) seperti adenylate cyclase, phosphatidylinositol dan
regulasi kalsium mungkin memiliki relevansi dengan penyebab gangguan
mood.2
Regulasi abnormal pada sumbu neuroendokrin mungkin dikarenakan fungsi
abnormal neuron yang mengandung amine biogenik. Secara teoritis,
disregulasi pada sumbu neuroendokrin seperti sumbu tiroid dan adrenal
terlibat dalam gangguan mood. Pasien dengan gangguan mood mengalami
penurunan sekresi melatonin nokturnal, penurunan pelepasan prolaktin,
penurunan kadar FSH dan LH serta penurunan kadar testosteron pada laki-
laki.2
Dexamethasone adalah analog sintetik dari kortisol. Pada
DexamethasoneSuppression Test, 50% dari pasien yang menderita depresi
memiliki respon yang abnormal terhadap dexamethasone dosis tunggal.
Banyak penelitian menemukan bahwa hiperkortisolemia dapat merusak
neuron pada hipokampus.2
Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian telah
mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien dengan
gangguan mood. Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif berat
memiliki pelepasan tirotropin yang tumpul. Penelitian terakhir melaporkan
kira-kira 10% pasien dengan gangguan mood khususnya gangguan bipolar I
memiliki antibodi antitiroid yang dapat dideteksi.2
Beberapa penelitian menemukan terdapat perbedaan pengaturan
pelepasan hormon pertumbuhan antara pasien depresi dengan orang
normal. Penelitian juga telah menemukan bahwa pasien dengan depresi
memiliki penumpulan respon terhadap peningkatan sekresi hormon
pertumbuhan yang diinduksi clonidine.2
Gangguan tidur adalah gejala yang sering ditemukan pada pasien depresi.
Menurunnya kebutuhan tidur adalah gejala klasik dari mania. Penelitian
telah mengungkapkan bahwa elektroensefalogram (EEG) saat tidur pada
orang yang menderita depresi menunjukkan kelainan. Kelainan tersebut
antara lain perlambatan onset tidur, pemendekan latensi rapid eye
movement (REM), peningkatan panjang periode REM pertama dan tidur
delta yang abnormal. Pada depresi terjadi regulasi abnormal dari irama
sirkadian. Beberapa penelitian pada binatang menyatakan bahwa terapi
antidepresan efektif untuk mengubah jam biologis.2
Penelitian melaporkan adanya kelainan imunologis pada pasien depresi dan
pada orang yang berdukacita karena kehilangan sanak saudara, pasangan
atau teman dekat. Kemungkinan proses patofisiologi yang melibatkan
sistem imun menyebabkan gejala psikiatrik dan gangguan mood pada
beberapa pasien.2
Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood terdapat sekumpulan
pasien dengan gangguan bipolar I terutama pasien laki-laki memiliki
ventrikel serebral yang membesar. Pembesaran ventrikel lebih jarang pada
pasien dengan gangguan depresif berat. Pencitraan dengan MRI juga
menyatakan bahwa pasien dengan gangguan depresif berat memiliki
nukleus kaudatus yang lebih kecil dan lobus frontalis yang lebih kecil.
Banyak literatur menjelaskan penurunan aliran darah pada korteks serebral
dan area korteks frontalis pada pasien depresi berat.2
Hipotesis menyatakan gangguan mood melibatkan patologis pada sistem
limbik, ganglia basalis dan hipotalamus. Gangguan pada ganglia basalis
dan sistem limbik terutama pada hemisfer yang dominan dapat ditemukan
bersamaan dengan gejala depresif. Disfungsi pada hipotalamus
dihubungkan dengan perubahan pola tidur, nafsu makan dan perilaku
seksual pada pasien dengan depresi. Postur yang membungkuk,
terbatasnya aktivitas motorik dan gangguan kognitif minor adalah beberapa
gejala depresi yang juga ditemukan pada penderita dengan gangguan
ganglia basalis seperti penyakit Parkinson dan demensia subkortikal
lainnya.2
FAKTOR GENETIK
Seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan mood memiliki resiko
lebih besar menderita gangguan mood daripada masyarakat pada
umumnya. Tidak semua orang yang dalam keluarganya terdapat anggota
keluarga yang menderita depresi secara otomatis akan terkena depresi,
namun diperlukan suatu kejadian atau peristiwa yang dapat memicu
terjadinya depresi. Pengaruh gen lebih besar pada depresi berat
dibandingkan depresi ringan dan lebih berpengaruh pada individu muda
dibanding individu yang lebih tua. Penelitian oleh Kendler (1992) dari
Departemen Psikiatri Virginia Commonwealth University menunjukkan
bahwa resiko depresi sebesar 70% karena faktor genetik, 20% karena faktor
lingkungan dan 10% karena akibat langsung dari depresi berat.4
Pada penelitian keluarga ditemukan bahwa keluarga derajat pertama dari
penderita gangguan bipolar I kemungkinan 8 sampai 18 kali lebih besar
untuk menderita gangguan bipolar I dan 2 sampai 10 kali lebih besar untuk
menderita gangguan depresi berat dibanding kelompok kontrol. Keluarga
derajat pertama pasien dengan gangguan depresif berat kemungkinan 1,5
sampai 2,5 kali lebih besar untuk menderita gangguan bipolar I dan 2
sampai 3 kali lebih besar untuk menderita gangguan depresif berat
dibanding kelompok kontrol.2
Kemungkinan untuk menderita gangguan mood menurun jika derajat
hubungan keluarga melebar. Contohnya, keluarga derajat kedua seperti
sepupu lebih kecil kemungkinannya daripada keluarga derajat pertama
seperti kakak misalnya untuk menderita gangguan mood. Sekitar 50%
pasien dengan gangguan bipolar I memiliki orang tua dengan gangguan
mood terutama depresi. Jika orang tua menderita gangguan bipolar I maka
kemungkinan anaknya menderita gangguan mood sebesar 25%. Jika kedua
orang tua menderita gangguan bipolar I maka kemungkinan anaknya
menderita gangguan mood adalah 50-75%.2
Pada penelitian adopsi, anak biologis dari orang tua dengan gangguan
mood tetap beresiko terkena gangguan mood walaupun mereka telah
dibesarkan oleh keluarga angkat yang tidak menderita gangguan mood.
Orang tua biologis dari anak adopsi dengan gangguan mood mempunyai
prevalensi gangguan mood yang sama dengan orang tua dari anak dengan
gangguan mood yang tidak diadopsi. Prevalensi gangguan mood pada orang
tua angkat sama dengan prevalensi pada populasi umumnya.2
Pada penelitian saudara kembar, angka kejadian gangguan bipolar I pada
kedua saudara kembar monozigot adalah 33-90% dan untuk gangguan
depresif berat, angka kejadian pada kedua saudara kembar monozigot
adalah 50%. Pada kembar dizigot angkanya berkisar 5-25% untuk menderita
gangguan bipolar I dan 10-25% untuk menderita gangguan depresif berat. 2
Hubungan antara gangguan mood khususnya gangguan bipolar I dengan
petanda genetik telah dilaporkan pada kromosom 5, 11 dan X. Gen
reseptor D1 terletak pada kromosom 5 dan gen untuk tiroksin hidroksilase
yaitu enzim yang membatasi kecepatan sintesis katekolamin berlokasi di
kromosom 11.2
Sekitar 25% dari kasus penyakit bipolar dalam keluarga terkait lokus
dekat sentromer pada kromosom 18 dan sekitar 20% terkait lokus pada
kromosom 21q22.3. Tidak ada penyebab tunggal untuk gangguan bipolar
namun gangguan ini biasanya merupakan hasil dari kombinasi faktor
keluarga, biologis, psikologis dan faktor sosial.7
FAKTOR PSIKOSOSIAL
Telah lama diamati bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress
sering mendahului episode pertama pada gangguan mood. Beberapa klinisi
mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memainkan peranan penting
dalam depresi.2
Beberapa artikel menjelaskan hubungan antara fungsi keluarga dengan
onset serta perjalanan gangguan mood khususnya gangguan depresif berat.
Ada bukti bahwa individu yang kehilangan ibu saat masih muda memiliki
resiko lebih besar terkena depresi. Pada pola pengasuhan, orang tua yang
menuntut dan kritis, menghargai kesuksesan dan menolak semua
kegagalan membuat anak mudah terserang depresi di masa depan. Anak
yang menderita penyiksaan fisik atau seksual membuat seseorang mudah
terkena depresi sewaktu dewasa.4
Aspek-aspek kepribadian juga mempengaruhi kerentanan terhadap depresi
dan tinggi rendahnya depresi yang dialami seseorang. Tipe kepribadian
tertentu seperti dependen, obsesif kompulsif, histerikal, antisosial dan
paranoid beresiko mengalami depresi.2 Menurut Gordon Parker, seseorang
yang mengalami kecemasan tingkat tinggi, mudah terpengaruh, pemalu,
suka mengkritik diri sendiri, memiliki harga diri yang rendah, hipersensitif,
perfeksionis dan memusatkan perhatian pada diri sendiri (self focused)
memiliki resiko terkena depresi.4
Sigmund Freud menyatakan suatu hubungan antara kehilangan objek
dengan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien
depresi diarahkan secara internal karena identifikasi terhadap objek yang
hilang. Menurut Melanie Klein, siklus manik depresif merupakan
pencerminan kegagalan pada masa kanak-kanak untuk mendapat introjeksi
mencintai. Pasien depresi menderita karena mereka memiliki objek cinta
yang dihancurkan oleh mereka sendiri. Klein memandang mania sebagai
tindakan defensif yang disusun untuk mengidealisasi orang lain,
menyangkal adanya agresi atau destruktivitas terhadap orang lain dan
mengembalikan objek cinta yang hilang.2
E Bibring memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal dari
ketegangan dalam ego antara aspirasi seseorang dengan kenyataan yang
ada. Pasien yang terdepresi menyadari bahwa mereka tidak hidup dengan
ideal sehingga mereka merasa putus asa dan tidak berdaya. Menurut Heinz
Kohut, orang yang terdepresi merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus
asa kerena tidak menerima respon yang diinginkan.2
Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru dalam menilai pengalaman
hidup, penilaian diri yang negatif, pesimis dan keputusasaan yang terus-
menerus berhubungan dengan depresi. Pandangan negatif yang terus
dipelajari selanjutnya akan menimbulkan perasaan depresi.2
Teori neurobiologik
Teori biologik memfokuskan pada abnormalitas norepinefrin (NE) dan
serotonin (5-HT). Hipotesis katekolamin menyatakan bahwa depresi
disebabkan oleh rendahnya kadar NE otak, dan peningkatan NE
menyebabkan mania. Pada beberapa pasien kadar MHPG (metabolit utama
NE rendah). Hipotesis indolamin menyatakan bahwa rendahnya
neurotransmiter serotonin (5-HT) otak menyebabkan depresi dan
peningkatan serotonin (5-HT) dapat menyebabkan mania. Hipotesis lain
menyatakan bahwa penurunan NE menimbulkan depresi dan peningkatan
NE menyebabkan mania, hanya bila kadar serotonin 5-HT rendah.
Mekanisme kerja obat antidepresan mendukung teori ini – antidepresan
klasik trisiklik memblok ambilan kembali (reuptake) NE dan 5-HT dan
menghambat momoamin oksidase inhibitor mengoksidasi NE. Penelitian
terbaru menyatakan bahwa mungkin terdapat hipometabolisme otak di
lobus frontalis menyeluruh pada depresi atau beberapa abnormalitas
fundamental ritmik sirkadian pada pasien-pasien depresi.
Neurotransmiter dan sinapsis
Jaringan otak terdiri atas berjuta-juta sel otak yang disebut neuron. Sel ini
terdiri atas badan sel, ujung axon dan dendrit. Antara ujung sel neuron satu
dengan yang lain terdapat celah yang disebut celah sinaptik atau sinapsis.
Satu neuron menerima berbagai macam informasi yang datang, mengolah
atau mengintegrasikan informasi tersebut, lalu mengeluarkan responsnya
yang dibawa suatu senyawa neurokimiawi yang disebut neurotransmiter.
Terjadi potensial aksi dalam membran sel neuron yang memungkinkan
dilepaskannya molekul neurotransmiter dari axon terminalnya (prasinaptik)
ke celah sinaptik lalu ditangkap reseptor di membran sel dendrit dari
neuron berikutnya. Terjadilah loncatan listrik dan komunikasi neurokimiawi
antar dua neuron. Pada reseptor bisa terjadi “supersensitivitas” dan
“subsensitivitas”. Supersensitivitas berarti respon reseptor lebih tinggi dari
biasanya, yang menyebabkan neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik
lebih banyak jumlahnya yang berakibat naiknya kadar neurotransmiter di
celah sinaptik tersebut. Subsensitivitas reseptor adalah bila terjadi
sebaliknya. Bila reseptor di blok oleh obat tertentu maka kemampuannya
menerima neurotransmiter akan hilang dan neurotransmiter yang ditarik ke
celah sinaptik akan berkurang yang menyebabkan menurunnya kadar
(jumlah) neurotransmiter tertentu di celah sinaptik.
Suatu kelompok neurotransmiter adalah amin biogenik, yang terdiri
atas enam neurotransmiter yaitu dopamin, norepinefrin, epinefrin,
serotonin, asetilkholin dan histamin. Dopamin, norepinefrin, dan epinefrin
disintesis dari asam amino yang sama, tirosin, dan diklasifikasikan dalam
satu kelompok sebagai katekolamin. Serotonin disintesis dari asam amino
triptofan dan merupakan satu-satunya indolamin dalam kelompok itu.
Serotonin juga dikenal sebagai 5-hidroksitriptamin (5-HT).
Selain kelompok amin biogenik, ada neurotransmiter lain dari asam
amino. Asam amino dikenal sebagai pembangun blok protein. Dua
neurotransmiter utama dari asam amino ini adalah gamma-aminobutyric
acid (GABA) dan glutamate. GABA adalah asam amino inhibitor
(penghambat), sedang glutamate adalah asam amino eksitator. Kadang
cara sederhana untuk melihat kerja otak adalah dengan melihat
keseimbangan dari kedua neurotransmiter tersebut.
Bila oleh karena suatu hal, misalnya subsensitivitas reseptor-
reseptor pada membran sel paskasinaptik, neurotransmiter epinefrin,
norepinefrin, serotonin, dopamin menurun kadarnya pada celah sinaptik,
terjadilah sindrom depresi. Demikian pula bila terjadi disregulasi
asetilkholin yang menyebabkan menurunnya kadar neurotransmiter
asetilkolin di celah sinaptik, terjadilah gejala depresi.
Serotonin
Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang
otak ke korteks serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan
hipokampus. Proyeksi ke tempat-tempat ini mendasari keterlibatannya
dalam gangguan-gangguan psikiatrik. Ada sekitar 14 reseptor serotonin, 5-
HT1A dst yang terletak di lokasi yang berbeda di susunan syaraf pusat.
Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan
libido. Sistem serotonin yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma
hipotalamus berfungsi mengatur ritmik sirkadian (siklus tidur-bangun,
temperatur tubuh, dan fungsi axis HPA). Serotonin bersama-sama dengan
norepinefrin dan dopamin memfasilitasi gerak motorik yang terarah dan
bertujuan. Serotonin menghambat perilaku agresif pada mamalia dan
reptilia.
Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian
dengan alat pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap
5-HT1A dan 5-HT2A pada pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan
serotonin dapat menjadi tanda kerentanan terhadap kekambuhan depresi.
Dari penelitian lain dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di
daerah prefrontal dan temporoparietal pada penderita depresi yang tidak
mendapat pengobatan. Kadar serotonin rendah pada penderita depresi
yang agresif dan bunuh diri.
Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun
pada pasien depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan
mood pada pasien depresi yang remisi dan individu yang mempunyai
riwayat keluarga menderita depresi. Memori, atensi, dan fungsi eksekutif
juga dipengaruhi oleh kekurangan triptofan. Neurotisisme dikaitkan dengan
gangguan mood, tapi tidak melalui serotonin. Ia dikaitkan dengan fungsi
kognitif yang terjadi sekunder akibat berkurangnya triptofan.
Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA (hidroxyindolaceticacid).
Terdapat penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal pada penderita depresi.
Penurunan ini sering terjadi pada penderita depresi dengan usaha-usaha
bunuh diri.
Penurunan serotonin pada depresi juga dilihat dari penelitian EEG
tidur dan HPA aksis. Hipofontalitas aliran darah otak dan penurunan
metabolisme glukosa otak sesuai dengan penurunan serotonin. Pada
penderita depresi mayor didapatkan penumpulan respon serotonin
prefrontal dan temporoparietal. Ini menunjukkan bahw adanya gangguan
serotonin pada depresi.
Noradrenergik
Badan sel neuron adrenergik yang menghasilkan norepinefrin
terletak di locus ceruleus(LC) batang otak dan berproyeksi ke korteks
serebri, sistem limbik, basal ganglia, hipotalamus dan talamus. Ia
berperan dalam mulai dan mempertahankan keterjagaan (proyeksi ke
limbiks dan korteks). Proyeksi noradrenergik ke hipokampus terlibat dalam
sensitisasi perilaku terhadap stressor dan pemanjangan aktivasi locus
ceruleus dan juga berkontribusi terhadap rasa ketidakberdayaan yang
dipelajari. Locus ceruleus juga tempat neuron-neuron yang berproyeksi ke
medula adrenal dan sumber utama sekresi norepinefrin ke dalam sirkulasi
darah perifer.
Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi aktivasi
fungsi LC, fungsi vegetatif seperti makan dan tidur menurun. Persepsi
terhadap stressor ditangkap oleh korteks yang sesuai dan melalui talamus
diteruskan ke LC, selanjutnya ke komponen simpatoadrenalsebagai respon
terhadap stressor akut tsb. Porses kognitif dapat memperbesar atau
memperkecil respon simpatoadrenal terhadap stressor akut tersebut.
Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di
otak) meningkat pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang
bertujuan. Stressor yang menetap dapat menurunkan kadar norepinefrin di
forbrain medial. Penurunan ini dapat menyebabkan anergia, anhedonia,
dan penurunan libido pada depresi.
Hasil metabolisme norepinefrin adalah 3-methoxy-4-
hydroxyphenilglycol (MHPG). Penurunan aktivitas norepinefrin sentral
dapat dilihat berdasarkan penurunan ekskresi MHPG. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa MHPG mengalami defisiensi pada penderita depresi.
Kadar MHPG yang keluar di urin meningkat kadarnya pada penderita
depresi yang di ECT (terapi kejang listrik).
Dopamin
Ada sindrom depresi vegetatif; mis. Sering haus, tremor, pusing2, gejala psikis :
tukut, tertawa seperlunya
Sindrom depresi psikogenik, krna trauma psikologik, contoh krna putus cinta dgn
gejala gangguan psikis berkurang
Sindrom involusi : keluhan scra berlebihan, ada trias depresi : berfikir lambat,
tingkah laku lambat, prsaan hati yg sedih (negativisme)
Sindrom depresi Melankolik : adanya trias depresi dan gejala tambahan seperti
sering takut, ada nafsu utk bunuh diri, waham dll
Gejala lain: konsen dan prhatian menurun, bersalah dan tdk berguna, gangguan
tidur, nafsu makan menurun, pesimistik, keperpercayaan diri berkurang, bunuh
diri
Gejala patologi: disforia, perasaan tdk senang, euphoria dan elasi, marah
Gejala tambahan :
Depresi ringan adanya 2 gejala utama dan 2 gejala lain. Dari setiap gejala tdk
boleh ada yg berat. Episodik 2 minggu. Sosial msh bsa tpi sedikit
Tanpa gejala psikotik: episodik bsa kurang dri 2 minggu. Kegiatan sosial
sdh berkurang, tanpa waham
Dysthymia
Sindrom mani
JAWAB
Menurut PPDGJ III, gangguan suasana perasaan (mood [afektif])
dibagimenjadi:
F30EPISODE MANIK
F30.0Hipomania
•Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania (F30.1),afek yang meninggi
atau berubah disertai peningkatan aktivitas,menetap selama sekurang-
kurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat intensitas dan
yang bertahan melebihiapa yang digambarkan bagi siklotimia (F34.0), dan
tidak disertai halusinasi atau waham.
F32.Episode Depresi
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat) :
afek depresif
Gejala Lainnya :
f. Tidur terganggu
1. KRITERIA DIAGNOSIS
F32.0 Episode Depresif Ringan
- tidak boleh ada gejala yang berat dan keinginan untuk bunuh diri
- hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa
dilakukannya
(PPGDJ III)
F 32.8 Episode Depresif Lainnya
F 32.9 Episode Depresif YTT
Tanyakan kpn dy pny ide utk bunuh diri, bila dlm wktu 2 minggu gagasan
bunuh diri masih adadepresi berat (indikasi untk rawat inap), bila stlh 2
minggu tdk ada ide bunuh diri depresi ringan/sedang dengan gejala
somatik.
F34.0Siklotimia
F34.1Distimia
•Ciri esensial adalah afek depresif yang berlangsung sangatlama yang tidak
pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria gangguan
depresif berulang ringan atausedang (F33.0 atau F33.1).
•Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung
sekurang-kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu
tidak terbatas.
•Kategori sisa untuk gangguan afektif menetap yang tidak cukup parah atau
tidak berlangsung cukup lama untuk memenuhi kriteria siklotimia (F34.0)
atau distimia (F34.1),namun secara klinis bermakna.
•Untuk dipakai hanya sebagai langkah terakhir jika tak ada istilah lain yang
dapat digunakan.
Sumber :
Rusdi M. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2001. p. 58-69.2.
Pathogenesis
Teori neurotransmiter
Gangguan mood disebabkan karena ketidakseimbangan neurotransmiter di
SSP. Kelebihan senyawa amin (NE dan dopamin) mania; kekurangan NE,
Dopamin, 5-HT depresi.ketidakseimbangan antara aktivitas/rasio DA dan
NE perubahan mood dari depresi ke mania. Jika NE turun dopamin
mendominasi switch ke hipomania atau mania
Teori Kation dan Membran
perubahan keseimbangan elektrolit, terutama Ca dan Na, diduga terkait dgn
fluktuasi mood pada bipolar. perubahan [Ca] ekstrasel dan intrasel dpt
mempengaruhi pelepasan dopamin, NE dan 5-HT. eksitabilitas saraf
mempengaruhi variasi perasaan dan switch dari depresi ke mania atau
sebaliknya. Pasien bipolar yang tidak diobati memiliki konsentrasi Ca intrasel
yang lebih tinggi pada limfosit dan plateletnya dibanding orang normal,
aplikasi farmako :
Obat-obat Ca bloker: memblok kanal Ca (L-type) menurunkan Ca intraseluler
memblok aktivitas 5-HT, dopamin, dan endorphin mengurangi mania
Lamotrigin : memblok kanal Na menghambat pelepasan glutamate dan
aspartat, danmenurunkanaktivitas Ca
Manifestasi Klinis
Perjalanan penyakit :
a. Episode depresi berat
Lebih dari 2 minggu mengalami perasaan depresi dan kehilangan interes
atau kesenangan pada aktivitas normal
Gejala-gejala sama dengan diagnosis PPDGJ III
b. Episode manik
suatu periode di mana perasaan “meningkat” secara abnormal.
Pada mania akut gejala umumnya terjadi secara tiba-tiba dlm beberapa
hari.
perubahan musim, antidepresan, cahaya terang, dan ECT dapat
menyebabkan terjadinya mania
Tahap parah episode manik menyerupai skizoprenia paranoid dengan gejala
halusinasi, khayalan. Sampai 20 % pasien bipolar memiliki gangguan pikiran,
dan 5% di antaranya akan didiagnose skizoprenia
c. Episode hipomanik
hipomania menggambarkan bentuk mania yang tidak terlalu parah
Terjadi peningkatan perasaan yang abnormal, sedikitnya dalam 4 hari
tanda-tandanya sama dengan mania, tetapi belum sampai menyebabkan
gangguan sosial maupun fungsional mungkin mirip pada penggunaan
kokain, antidepresan atau doping
Dalam episode hipomanik pasien mungkin justru berfungsi lebih baik, lebih
kreatif, dan produktif
Kadang-kadang status hipomania ini justru mrpk sesuatu yang diharapkan
karena pasien merasa gembira, merasa lebih bertenaga dan produktif, dan
energi meningkat tapi harus dimonitor karena 5-15 % pasien dengan status
hipomania dapat berubah (switch) menjadi mania
d. Episode campuran
dikatakan episode campuran jika gejala depresi dan mania terjadi
bergantian hampir setiap hari dalam waktu satu minggu terjadi kelabilan
emosi yang cukup parah dan dapat menyebabkan gangguan fungsi sosial
dan pekerjaan dan memerlukan perawatan diRS
penderita dengan episode campuran seringkali sulit didiagnosa dan diobati
karena adanya fluktuasi gambaran klinik
prognosis umumnya tidak baik, angka bunuh diri lebih besar, dan kurang
berespon terhadap mood stabilizer
e. Siklus cepat (rapid cycling)
Terjadi perubahan mood yang fluktuasi sangat cepat
Diagnosis
F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania
harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik,manik,depresif,atau campuran)di masa lampau
F31.1 Gangguan afektif bipolar episode kini manik tanpa gejala psikotik
episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa
gejala psikotik, dan
harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
lain(hipomanik,manik,depresif,atau campuran)di masa lampau
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala
psikotik.
harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain
(hipomanik,manik,depresif,atau campuran)di masa lampau
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
episode yangs ekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
ringan ataupun sedang dan
harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik,manik,atau campuran dimasa lampau
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat tanpa gejala psikotik
harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik,manik,atau campuran dimasa lampau.
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik
episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
deperesif berat dengan gejala psikotik
harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik,manik,atau campuran dimasa lampau.
F31.6 Gangguan afektif bipolar episode kini campuran
episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik,hipomanik,dan
depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala
mania/hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa
terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung
sekurang-kurangnya 2minggu)
harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik,manik,atau campuran di masa lampau.
10.Terapi.?
JAWAB
Mekanisme antidepresan menghambat aminergik neurotransmiter ,
menghambat enzim mono amine oxidase pembawa impuls semakin
banyak bisa kembali normal
Gol. TCA menghambat re-uptake serotonin & norepinefin
Amitriptilin
Doksepin
Desipramin
Imipramin
Gol. Tetrasiklik :
Mirtazapin
PENATALAKSANAAN / TERAPI MANIA
ANTI MANIA
Haloperidol
Carbamazepine
Valproic acid
MANIA AKUT
Litium carbonat
PROFILAKSIS MANIA
Litium carbonat
Tablet (300mg)
Sirup (8 mEq/5ml)
Tegretol, 400’’
Tablet 200 mg
Carbamazepin Bamgotil
e Sirup 100 mg/5ml
Depakene Kapsul 250 mg
TERAPI
PENATALAKSANAAN DEPRESI
Perlu pemeriksaan medis dan psikiatris untuk menyisihkan depresi sekunder dan
berusaha untuk mengidentifikasi sindrom afektif.Selalu tanyakan tentang
gambaran-gambaran vegetatif dan evaluasi potensi untuk bunuh diri.
Rawatlah pasien-pasien yang :
mengalami ketidakmampuan akibat gangguan ini
mempunyai lingkungan rumah yag destruktif atau dukungan lingkungan yang
terbatas
berisiko bunuh diri
mempunyai penyakit medik terkait yang memerlukan penatalaksanaan
Semua pasien deprsei harus mendapatkan psikoterapi dan beberapa
memerlukan tambahan terapi fisik.Kebutuhan terapi khusus bergantung pada
diagnosis, berat penyakit, umur pasien, dan respon terhadap terapi sebelumnya.
1. Terapi Psikologik
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan.
Berikan kehangatan, empati, pengertian dan opimistik.
Bantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan hal-hal yang
membuatnya prihatin dan melontarkannya.
Bantulah memecahkan problem eksternal (misal, pekerjaan, menyewa
rumah)-arahkan pasien, terutama selama episode akut dan bila pasien
aktif bergerak.
Latih pasien untuk mengenal tanda-tanda dekompesasi yang akan
datang
Temui pasien sesering mungkin (mula-mula 1-3 kali per minggu) dan
secara teratur tetapi jangan sampai tidak berakhir atau untk selamanya.
Kenalilah bahwa beberapa pasien depresi dapat memprovokasi
kemarahan anda (melalui kemarahan, hostilitas, dan tuntutan yang tak
masuk akal, dll)
Psikoterapi berorientasi tilikan jangka panjang dapat berguna pada
pasien depresi minor kronis tertentu dan beberapa pasien dengan
depresi mayor yang mengalami remisi tetapi mempunyai konflik.
Terapi kognitif perilaku dapat sangat bermanfaat pada pasien depresi
sedang dan ringan
Depresi diterapi dengan memberikan pasien latihan keterampilan dan
pengelaman -pengalaman sukses.
Dari perspektif kognitif, pasien dilatih untuk mengenal dan
menghilangkan pikian -pikiran negatif dan harapan – harapan negatif.
Terapi ini mencegah kekambuhan.
Deprivasi tidur parsial (bangun mulai di pertengahan malam dan tetap
terjaga sampai malam berikutnya), dapa membantu mengurangi gejala –
gejala depresi mayor buat sementara.
Latihan fisik (berlari,berenang) dapat memperbaiki depresi, dengan
mekanisme bilologik yang belum dimengerti dengan baik.
2. Terapi Fisik
Litium efektif dalam membuat remisi gangguan bipolar, mania dan
mungkin bermanfaat dalam pengobatan depresi bipolar akut dan
beberapa depresi unipolar.
Antikonvulsan juga sama baik dengan litium untuk mengobati
kondisi akut, meskipun kurang efektif untuk rumatan. Antidepresan
dan litium dapat dimulai bersama – sama dan litium diteruskan
setelah remisi.
Antipsikotik diperlukan bagi pasien psikotik, paranoid, atau pasien
yang sangat agitasi, tunggal atau bersama – sama dengan
antidepresan, litium, atau ECT-anti depresan yang baru juga
terlihat efektif.
ECT mungkin merupakan terapi terpilih :
bila obat tidak berhasil setelah satu atau lebih dari 6 minggu
pengobatan,
bila kondisi pasien menuntut remisi segera (misal, bunuh diri yang akut)
pada beberapa depresi psikotik
pada pasien yang tak dapat mentoleransi obat (misal, pasien tua yang
berpenyakit jantung). Lebih dari 90% pasien memberikan respons.
Sumber: Buku Saku Psikiatri, David A tomb