Anda di halaman 1dari 17

CRITICAL JURNAL REVIEW

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fonologi


Bahasa Indonesia

Oleh:
Janto Sihite
(2192510012)

Dosen Pengampu :
Dr. Malan Lubis.,
M.Hum

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA


INDONESIA PROGRAM STUDI SASTRA
INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1. LATAR BELAKANG..............................................................................................1
2. TUJUAN...................................................................................................................1
3. MANFAAT...............................................................................................................1

BAB II URAIAN ISI............................................................................................................2


1. IDENTITAS JURNAL............................................................................................2
2. RINGKASAN JURNAL I.......................................................................................3
3. RINGKASAN JURNAL II......................................................................................7

BAB III KELEBIHAN DAN KEKURANGAN JURNAL................................................12


BAB IV PENUTUP..............................................................................................................14
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat dan karunian-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas CJR ini.. Adapun yang
menjadi judul tugas saya adalah “Critical Journal Review”.Tujuan saya menyelesaikan tugas ini
adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Fonologi Bahasa Indonesia

Saya sadar bahwa tugas yang saya selesaikan ini masih banyak kekurangan, baik dari segi
penulisan maupun dari segi materi yang dituangkan pada tugas ini, karena keterbatasan ilmu
yang saya miliki, saya memohon maaf atas segala kekurangan dari tugas yang saya kerjakan.

Mudah – mudahan dengan adanya pembuatan tugas ini dapat memberikan berupa manfaat
berupa ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi saya sebagai penulis mapun bagi pembaca.

Medan, 5 Mei 2020

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya CJR


Disaat kita membutuhkan sebuah referensi, yaitu jurnal sebagai sumber bacaan kita selain
buku dalam mempelajari mata kuliah keterampilan bahasa reseptif, sebaiknya kita terlebih
dahulu mengkritisi jurnal tersebut agar kita mengetahui jurnal mana yang lebih relevan untuk
dijadikan sumber bacaan.

B. Tujuan Penulisan CJR

1. Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah keterampilan bahasa reseptif.

2. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam meringkas, menganalisa, dan membandingkan


serta memberi kritik pada jurnal.

3. Memperkuat pemahaman pembaca terhadap pentingnya membaca dalam kehidupan.

C. Manfaat CJR

1. Sebagai rujukan bagaimana untuk menyempurnakan sebuah jounal dan mencari sumber
bacaan yang relevan.

2. Membuat saya sebagai penulis dan mahasiswa lebih terasah dalam mengkritisi sebuah jurnal.

3. Untuk menambah pengetahuan tentang keterampilan bahasa reseptif.


BAB II
URAIAN ISI
1. IDENTITAS JURNAL
1) Jurnal I

Judul jurnal : “PASANGAN MINIMAL” FONEM DASAR PEMBELAJARAN


MATERI FONOLOGI BAHASA INDONESIA
ISSN :-
Penulis : Ary Setyadi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro
Volume 13
Nomor 4
Tahun 2018
Jenis jurnal : Jurnal Penelitian
Halaman : 521-532
2) Jurnal II
Judul jurnal : POLA-POLA PERUBAHAN FONEM VOKAL DAN KONSONAN
DALAM PENYERAPAN KATA-KATA BAHASA ASING KE DALAM
BAHASA INDONESIA: KAJIAN FONOLOGI

ISSN :-

Penulis : Asisda Wahyu Asri Putradi

Volume 3

Nomor 2

Tahun 2010

Jenis jurnal : jurnal

Penelitian Halaman : 13

Halaman
2. RINGKASAN JURNAL

I Pendahuluan

Satu di antara sekian satuan ranah kajianfonologi adalah fonemik (Kentjono (Ed.), 1982:
31), sehingga keberadaan fonemik merupakan bagian materi pembelajaran fonologi. Sebab
fonologi sebagai cabang linguistik mempunyai dua subcabang, yaitu fonetik dan fonemik.
Pembedaan kedua subcabang tersebut sebenarnya saling melengkapi.

Bertolak dari kutipan tersebut, tampak jelas bahwa permasalahan pembelajaran materi
fonologi berpangkal pada fonem; dan apa yang disebut fonem adalah, “Satuan bunyi bahasa
terkecil yang menunjukkan kontras makna; ...” (Kridalaksana, 2001: 55-56). Dengan demikian
permasalahan fonemik berkorelasi langsung dengan `prosedur penentuan fonem bahasa`; dan
permasalahan fonem berkait dengan `satuan bunyi bahasa (terkecil) yang secara langsung
sebagai penanda pembeda/pengkontras makna`. Oleh sebab itu sangat beralasan jika pengkajian
persoalan penentuan kepastian unsur bunyi bahasa terkecil (fonem) dikatakan benar-benar
sebagai fonem (bahasa Indonesia) harus bertolak dari prosedur yang ada, salah satunya adalag
dengan dimanfaatkannya “pasangan minimal” sebagai alat. Sebab berdasarkan beberapa sumber
bacaan/referensi yang ada, keberadaan “pasangan minimal” hanya diposisikansebatas sebagai
alat pembuktian fonem. Adapun apa yang disebut “pasangan minimal” adalah “Kemampuan
pengubahan bentuk dan beda/kontras makna kata sebagai akibat adanya penggantian satu atau
lebih fonem dalam struktur internal kata atas pasangan kata.” (Setyadi dan Djoko Wasisto, 2018:
28).

Berdasarkan pada fakta bahwa keberadaan “pasangan minimal” hanya sebatas dipakai
sebagai alat (pembuktian fonem), dan sajian kutipan pengertian “pasangan minimal” tersebut,
maka sangat beralasan jika keberadaan “pasangan minimal” dalam pembelajaran fonologi bahasa
Indonesia harus ditempatkan pada dasar/awal pijakan sebelum dibicarakan materi lebih
lanjut.Dengan demikian akhirnya dapat dikedepankan tujuan yang hendak dicapai atas kajian
“pasangan minimal” sebagai dasar pembelajaran fonologi (bahasa) Indonesia adalah:
menemukan dan/atau menentukan alasan/argumentasi bahwa “pasangan minimal” sebagai materi
dasar pembelajaran fonologi (sebelum dibicarakan materi lebih lanjut/jauh).
Metode Penelitian
Penerapan metode penelitian sehubungan tujuan bahwa keberadaan “pasangan mnimal”
fonem sudah semestinya dijadikan dasar/awal pembelajaran fonologi bahasa Indonesia sebelum
dibicarakan materi (lain) lebih lanjut/jauh lagiberlaku sebagaimana penelitian linguistik pada
umumnya, yaitu bertumpu pada tiga tahap(an) strategis: 1. penyediaan/pengumpulan data, 2.
klasifikasi dan analisis data, dan 3. penulisan/penyusunan laporan (Sudaryanto, 1981: 26-34).
Tahap(an) penyediaan/pengumpulan data, secara langsung berkait dengan data sekunder,
sebab temuan data lebih mendasarkan pada sumber bacaaan yang secara langsung atau tidak
membicrakan fonologi bahasa Indonesia.
Tahap(an) pengklasifikasian bertolak dari kemampuan macam fonem: vokal, diftong,
konsonan sebagai penyebab adanya beda/kontras makna, sehingga dari sifat kemampuan yang
ada – yaitu akibat dari penggantian fonem dalam struktur internal kata berpengaruh terhadap
beda/kontras makna – dijadikan sebagai dasar klasifikasi data. Adapun analisis databertolak pada
penarapan teori linguistik bidang fonologi (subbidang fonemik) dan semantik (leksikal).
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data yang ada akhirnya dapat dijelaskan bahwa keberadaan
“Pasangan minimal” fonem merupakan dasar/awal pembelajaran fonologi bahasa Indonesia.
Adapun temuan sehubungan tujuan yang hendak capai, sebab keberadaan “pasangan minimal”
fonem dalam pembelajaran fonologi bahasa Indonesia berkait dengan:
a. sifat fungsional “pasangan minimal” fonem;
b. kepastian ucapan dan simbol fonem;
c. kepastian macam dan jumlah fonem;
d. fonem sebagai penyebab beda/kontras makna (kata);
e. bentuk lain Pembentukan antonim(i).
1. Pengertian Fonem
Keenam temuan alasan mengapa “pasangan minimal” seharusnya dijadikan dasar/awal
pembelajaran fonologi bahasa Indonesia sebelum dibicarakan lebih lanjut, terlebih dahulu
dijelaskan permasalahan yang berkait dengan fonem. Sebab analisis keenam temuan yang
dimaksud berkait secara langsung dengan apa yang disebut fonem.
Ramlan dalam buku Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksissecara jelas menjelaskan bahwa bahasa
terdiri atas dua lapis, yaitu: 1. lapis bunyi dan 2. lapis bentuk. (1985: 57)). Lapis bunyi berkait
dengan satuan terkecil yaitu fonem, sedang lapis bentuk berkait dengan gabungan unsur bunyi
(dalam pola struktur (kalimat) tertentu) yang berakhir dengan makna. Oleh sebab itu sangat
beralasan jikabentuk (makna) bermula dari adanya unsur bunyi (bahasa), yaitu fonem.
2. Pengertian “Pasangan Minimal”
Pengertian “pasangan minimal” juga sebagaimana telah dijelaskan di atas, yaitu,
“Kemampuan pengubahan bentuk dan beda/kontras makna kata akibat adanya penggantian satu
atau lebih fonem dalam struktur internal pada pasangan kata.” (Setyadi dan Djoko Wasisto,
2018: 28).
Bertolak dari sajian kutipan “pasangan minimal” tersebut data berikut menjelaskan persoalan
yang dimaksud: gula x gila,jari x mari; papa x mama, nenek x bebek. Dengan demikian tampak
jelas bahwa persoalan “pasangan minimal” berunsur satuan terkecil, yaitu fonem.Bahkan
keberadaan fonem dalam “pasangan minimal” merupakan dasar penyebab adanya beda/kontras
makna kata yang dipasangkan.

3. “Pasangan Minimal” Fonem Dasar/Awal Pembelajaran Fonologi Bahasa Indonesia

Sajian alasan “pasangan minimal” fonem sebagai dasar/awal pembelajaran fonologi bahasa
Indonesia bertolak pada:

a. sifat fungsional “pasangan minimal” fonem;


b. kepastian ucapan dan simbol fonem;
c. kepastian macam dan jumlah fonem;
d. fonem sebagai penyebab beda/kontas makna (kata); dan
e. bentuk lain pembentukan antonim(i).

Masing-masing alasan yang ada dibicarakan tersendiri sebagaimana dapat diikuti pada sajian di
bawah ini.

a. Kepastian Ucapan dan Simbol Fonem

Kepastian ucapan dan simbol fonem merupakan satu kesatuan yang melekat (tidak dapat
dipisahkan). Sebab adanya simbol merupakan lambang/gambar atas ucapan fonem, dan ucapan
fonem mengacu pada lambang/gambar atas simbol fonem. Pernyataan tersebut berlaku berbeda
dengan apa yang disebut dengan huruf dengan fonem. Huruf adalah simbol/lambang/gambar
fonem, sedang fonem adalah ucapan bunyi bahasa terkecil sebagai penanda pembeda
arti(sebagaimana telah disinggung di atas); sehingga jumlah fonem lebih banyak jika dibanding
dengan jumlah huruf.

b. Kepastian Macam dan Jumlah Fonem

Kepastian fonem dalam bahasa Indonesia, sebagaimana telah disinggung di atas mencakup:
fonem vokal, fonem diftong, dan fonem konsonan. Adapun jumlah fonem vokal ada tujuh
mencakup: /a, é, è, ê, i, o, u/, jumlah fonem diftong ada tiga mencakup: /ai, ou, oi/, dan jumlah
fonem konsonan ada 25 mencakup: /b, c, d, f, g, h, j, k, kh, l, m, n, ŋ, ɲ, p, q, r, s, ʃ, t, v, w, x, y,
z/.

c. Fonem sebagai Penyebab Beda/Kontras Makna (Kata)

Bertolak dari macam dan jumlah fonem bahasa Indonesia di atas, akhirnya dapat dibuktikan
bahwa unsur utama penentuan fonem benar-benar bersifat fonemis harus berlaku: akibat adanya
penggantian fonem dalam struktur internal kata, maka hasil penggantian fonem sebagai
penyebab adanya beda/kontras makna (kata), yang kemudian berakhir pada dasar penentuan
fonem benar-benar bersifat fonemis.

d. Sifat Fungsional “Pasangan Minimal” Fonem

Bertolak bahwa “pasangan minimal” fonem dari beberapa sumber bacaan secara pasti dikatakan
sebagai alat pembuktian fonem yang benar-benar bersifat fonemis (sebagaimana telah
disinggung dalam sajian Tinjauan Pustaka, maka keberadaan “pasangan minimal” fonem secara
pasti pula dapat dikatakan bersifat fungsional.

e. Bentuk Lain Antonim(i)

Pengertian antonim(i)dari beberapa sumber dikatakan, “n. 1. Kata yang berlawanan makna
dengan kata yang lain: “buruk” adalah – dr “baik”; 2. ... “ (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2001: 58); atau, “(lat) dikatakan kepada kata yang berlawanan artinya, misalnya kaya lawan
miskin, baik lawan buruk, dsb.” (Badudu, 2003: 24), dan, “Oposisi makna dalam pasangan
leksikal yang dapat dijenjangkan, misalnya dalam tinggi : rendah ...” (Kridalaksana, 2001:5).

Simpulan
Berdasarkan sajian analisis data dalam Pembahasan di atas, terbukti bahwa keberadaan
“pasangan minimal” fonem yang bersifat fungsional sebagai alat pembuktian bahwa suatu fonem
dapat dikatan benar-benar fonem jika bersifat fonemis, sehingga sangat beralasan jika
keberadaan “pasangan minimal” fonem sudah semestinya jika dijadaikan dasar/awal
pembelajaran fonologi bahasa Indonesia sebelum diajarkan materi lebih lanjut/jauh lagi.

3. RINGKASAN JURNAL II
1. Pendahuluan

Sebuah bahasa akan menunjukkan eksistensi suatu bangsa karena suatu bangsa dapat
diketahui dari bahasanya. Salah satu fakta yang terdapat dalam bahasa Indonesia adalah adanya
kata-kata serapan dari bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia. Kata-kata asing
tersebut ada yang diserap secara utuh, ada pula yang mengalami modifikasi, terutama perubahan
penulisan fonem vokal atau konsonan. Adanya penyerapan kata-kata asing ini tidak dapat
dihindari karena bahasa Indonesia merupakan salah satu bahasa yang dipakai dalam pergaulan di
dunia internasional. Saling interaksi dalam komunikasi inilah yang menyebabkan bahasa
Indonesia mengalami kemajuan yang pesat, terutama dalam penambahan kosakata.

2. Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat kajian pustaka. Data yang diperoleh merupakan data tertulis yang
terdapat dalam kamus. Data dalam kamus dikelompokkan berdasarkan bahasa asing tertentu.
Data kemudian dianalisis sesuai konsep fonologi.

3. Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul sebagaimana dilakukan dalam teknik pengumpulan data, diolah
dalam kerangka sistematis dan dijabarkan secara deskriptif. Selanjutnya, data tersebut dijabarkan
dalam kategori data tertentu. Data kemudian dikategorikan sebagai berikut: (1) Pola penyerapan
satu dan dua vokal, (2) Pola penyerapan satu konsonan, (3) Pola penyerapan dua konsonan, (4)
Pola penyerapan tiga konsonan, (5) Pola penyerapan vokal dan konsonan, dan (6) Penafsiran
data. Data ditafsirkan berdasarkan konsep dan teori yang berkesesuaian.

4. Kajian Teori
Dalam proses penghasilan bunyi bahasa, terdapat tiga sarana yang memegang peranan
penting. Tiga sarana itu akan menjadi salah satu dasar klasifikasi atau pengelompokan bunyi
bahasa. Sarana-sarana itu adalah arus udara, titik artikulasi (hambatan), bergetar tidaknya pita
suara.

Pada umumnya, bunyi bahasa itu dihasilkan dengan adanya embusan atau arus udara.
Arus udara ini dialirkan dari paruparu melalui gerakan kembang kempis. Arus udara dan paru-
paru dialirkan ke pangkal tenggorokan melalui batang tenggorokan dan menggetarkan pita suara.
Udara di dalam faring ikut bergetar dengan bergetarnya pita suara. Udara dalam faring
melakukan resonansi. Daerah tabung udara di bawah pita suara (faring) disebut juga kotak suara
atau voice box. Getaran pita suara itu dialirkan ke rongga mulut. Di dalam rongga mulut, arus
udara itu ada yang mendapat hambatan, ada pula yang tidak. Arus udara ada yang melalui rongga
mulut dan ada juga yang melalui rongga hidung. Di dalam rongga mulut, arus udara dihambat
oleh artikulasi atau striktur, yaitu titik temu antara artikulator aktif dan pasif.

5. Pembahasan

Bahasa Indonesia terus berkembang dan dalam perkembangannya bahasa Indonesia mengalami
pengaruh, terutama dalam bidang kosakata. Pengaruh bahasa itu disebut dengan unsur serapan.
Menurut Mansoer Pateda dan Yennie, dijelaskan bahwa unsur yang berasal dari bahasa yang
bukan bahasa Indonesia disebut dengan unsur serapan. Pengaruh itu ada yang berwujud imbuhan
dan kosakata. Kosakata inilah yang disebut dengan kata serapan. Hal ini sejalan dengan pendapat
J.S. Badudu y atau pemungutan atau peminjaman kata (kosakata), kata yang diambil dari bahasa
lain itu bisa disebut kata pungut atau kata lanjut bahwa kata serapan adalah katakata yang
diambil dari bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Dengan kata lain, yang
menjadi sumber kata serapan adalah bahasa daerah dan bahasa asing.

Kata serapan yang berasal dari bahasa lain itu kaidahnya disesuaikan dengan bahasa Indonesia.
Hal tersebut sejalan dengan - tan ialah kata-kata yang dipungut dari bahasa luar atau bahasa lain
yang sedikit banyak disesuaikan dengan bahasa senKata serapan yang terbentuk bukan begitu
saja terbentuk melainkan melalui proses penyerapan, yaitu (1) adopsi, (2) adaptasi, (3)
penghibridaan, dan (4) serapan terjemahan.
1. Adopsi adalah serapan utuh, tanpa perubahan atau penyesuaian.

2. Hibrida adalah kata kompleks yang bagian-bagiannya berasal dari bahasabahasa yang
berbeda.
Contoh:
Alihbahasa (Ind. + Skt)
Alihkode (Ind. + Ing)
Prakata (Skt. + Ind.)
3. Serapan terjemahan adalah serapan yang dihasilkan dengan menerjemahkan kata atau
istilah tanpa mengubah makna konsepnya. Bentuk yang dihasilkan ada dua macam, yaitu
sama dan tidak sama.
1. Sama Bentuk Asli Kata Serapan Setting Latar Plot Alur Rate Laju
2. Tidak sama Bentuk Asli Kata Serapan Up to date Mutakhir Replace Saji Ulang Catering
Jasa Boga

4. Adaptasi adalah serapan yang disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Penyesuaian itu
terjadi pada tataran fonologi, morfologi, dan sintaksis. Penyesuaian diusahakan agar bentuk
Indonesia masih bisa dibandingkan dengan bentuk aslinya sehingga ejaannya hanya diubah
seperlunya.
Jadi, penelitian ini berfokus kepada bentuk adaptasi terutama dalam tataran fonologi, yaitu

dalam kajian fonetiknya. Beberapa alasan terjadinya penyerapan kata-kata daerah atau kata-
kata asing:
1. Penyerapan kata untuk berbahasa halus, sopan, hormat (eufimisme), dan juga ada
kecenderungan untuk lebih berprestise (ameliorasi).
2. Penyerapan kata yang berkaitan dengan sifat komunikasi ilmiah atau nonilmiah.
3. Penyerapan kata untuk mengisi kekosongan kosakata bahasa Indonesia.
4. Penyerapan kata-kata yang berkaitan dengan ihwal keagamaan, kedokteran, keolahragaan,
politik, ekonomi, teknik, dan sebagainya secara langsung sesuai dengan aslinya dianggap
lebih baik daripada terjemahannya.
5. Penyerapan kata yang berkaitan dengan kecenderungan pemakai bahasa untuk bergengsi.

Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa kata serapan adalah kata
yang diambil dari bahasa lain yang berupa bahasa asing maupun bahasa daerah kemudian
disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia.
Kata serapan terbentuk melalui proses penyerapan yang berupa adopsi, adaptasi,
penghibridaan, dan serapan terjemahan. Kata serapan adalah kata-kata yang berasal dari
bahasa asing atau bahasa daerah, kemudian digunakan dalam bahasa Indonesia. Menurut
Kridalaksana (2008:112), yang kemudian menamakan kata pinjaman menyatakan bahwa
kata pinjaman adalah kata yang dipinjam dari bahasa lain yang kemudian sedikit banyaknya
disesuaikan dengan bahasa sendiri. Kata pungut (juga kata serapan atau kata pinjam) adalah
kata yang berasal dari bahasa asing yang sudah diintegrasikan ke dalam suatu bahasa dan
Jurnal Arbitrer diterima pemakaiannya secara umum. Ruskhan (2007: 14) menyatakan
pemungutan merupakan suatu proses pengambilan pola-pola atau unsur-unsur bahasa lain
yang tidak dapat dipisahkan dengan pola-pola yang dtiru. Pola itu berlaku juga dalam bahasa
penerima.
Dilihat dari tahap penyerapannya, ada 3 macam kata serapan, yaitu:
1. Kata-kata yang sudah sepenuhnya diserap ke dalam Indonesia. Kata-kata ini sudah
lazim dieja secara Indonesia sehingga sudah tidak dirasakan lagi kehadirannya sebagai kata
serapan. Misalnya, kata sabar, sirsak, iklan, perlu, hadir, badan, waktu, botol, dan ember.
2. Kata-kata yang masih asing, tetapi digunakan dalam konteks bahasa Indonesia. Ejaan
dan pengucapannya masih mengikuti cara asing. Misalnya, shuttle cock, knock out, time out,
check in, dan door to door.
3. Dalam kelompok ini, termasuk katakata yang dipertahankan keasingannya karena sifat
keinternasionalannya, seperti istilah-istilah music andante, moderate, dan adagio.
4. Kata-kata asing yang untuk kepentingan peristilahan, ucapan, dan ejaannya
disesuaikan dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia. Perubahan ejaan itu dibuat seperlunya
saja sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk bahasa aslinya.

Kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa asing yang sudah diintegrasikan ke
dalam suatu bahasa dan diterima pemakaiannya secara umum. Kemudian, ejaan, ucapan, dan
tulisannya disesuaikan dengan penuturan masyarakat Indonesia untuk memperkaya kosakata.
Setiap masyarakat bahasa memiliki cara yang digunakan untuk mengungkapkan gagasan dan
perasaan untuk menyebutkan atau mengacu ke benda-benda di sekitarnyaSelain karena
faktor sejarah penjajahan, hubungan agama juga menjadi faktor penting yang memperkaya
kosakata bahasa Indonesia. Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa yang juga banyak
kosakatanya diserap secara utuh maupun langsung ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini tidak
dapat dilepaskan dari faktor agama atau ibadah, sehingga banyak kosakata baru yang diambil
secara apa adanya. Hal lainnya yang turut memperkaya kosakata bahasa Indonesia adalah
kemajuan teknologi. Banyak kosakata baru yang muncul dari dunia teknologi ini.

6. Kesimpulan

Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa (1) terdapat lima pola fonetik pola-
pola fonetik penyerapan kata-kata bahasa asing dalam bahasa Indonesia, yaitu pola penyerapan
satu dan dua vokal, pola penyerapan satu konsonan, pola penyerapan dua konsonan, pola
penyerapan tiga konsonan, dan pola penyerapan vokal dan konsonan; (2) bahasa Indonesia juga
banyak mengadopsi kata-kata dari bahasa asing secara utuh, misalnya yang berkaitan dengan
bidang keagamaan (Arab), bidang seni budaya (Tionghoa, Jepang, Sansekerta), hingga bidang
teknologi (Inggris); dan (3) setiap bunyi bahasa saling pengaruh-mempengaruhi karena posisi
atau lingkungan yang sama, maupun terdapatnya pola simetri bunyi yang saling berkaitan satu
dengan yang lain.
BAB III
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN JURNAL
A. Kelebihan
a) Kedalaman Atau Kelengkapan Isi Materi

Kedua jurnal ini sama – sama membahas tentang ulasan Fonologi. Pada jurnal yang
pertama membahas“Pasangan Minimal” Fonem Dasar Pembelajaran Materi Fonologi Bahasa
Indonesia. Sedangkan pada jurnal yang kedua membahas mengenai Pola-Pola Perubahan Fonem
Vokal Dan Konsonan Dalam Penyerapan Kata-Kata Bahasa Asing Ke Dalam Bahasa Indonesia: Kajian
Fonologi. Kedua jurnal ini sudah memiliki kelengkapan isi materi jika dilihat dari struktur
penulisan jurnal yang lengkap dimulai dari abstrak, pendahuluan, metode, hasil, pembahasan,
dan kesimpulan. Dibagian abstrak telah merangkum tujuan, metode, hasil dan kesimpulan dari
jurnal sehingga muda untuk memahami secara singkat isi keseluruhan jurnal. Selanjutnya pada
bagian metode telah menyajikan secara rinci dan jelas jenis penelitian yang akan dilakukan serta
tahap-tahapan yang akan dikerjakan. Hasil penelitian juga disajikan dalam bentuk tabel beserta
penjelasannya.

b) Kegayutan Antar Elemen

Kelebihan karya tulis seperti halnya jurnal pasti tersebar di berbagai tulisannya, namun
pastinya ada beberapa kelebihan yang menonjol pada setiap karya tulis. Kegayutan antar elemen
dalam kedua jurnal ini sangat runut dan sistematis dimulai dari pendahuluan, konsep dasar,
metode, aplikasi dan improvisasi dari penelitian tersebut. Data yang disajikan menarik disertai
dengan tabel yang jelas yang menggambarkan penjelasan pada jurnal tersebut. Kedua jurnal ini
saling berkaitan dan berkesinambungan.

c) Keterkaitan Antar Konsep

Dalam kedua jurnal sudah memiliki keterkaitan antar konsep dimana dipaparkan secara padu,
teratur dan sistematis sehingga penjelasan dalam tiap paragraf memiliki hubungan yang sinkron
dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baku, baik dan benar sehingga dapat dikatakan
bahwa jurnal ini memiliki ketelitian yang baik dalam memperhatikan isi jurnal.

d) Kemutakhiran Uraian Materi dan Referensinya


Pada kedua jurnal ini kemutakhiran uraian materinya sudah baik karena sudah terbit pada tahun
2010 keatas. Referensi dari jurnal sudah bagus karena referensi yang diambil dari berbagai buku
dan jurnal yang sudah dipercaya akan kebagusan dari referensi tersebut.

B. Kelemahan
a) Kedalaman Atau Kelengkapan Isi Materi

Pada jurnal pertama memiliki sedikit kelemahan dalam bagian abstrak. Dimana pada abstraknya
berbahasa inggris dan tidak menyertakan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sedangkan
keseluruhan isi materi jurnal menggunakan bahasa Indonesia. Namun dalam jurnal kedua sudah
memiliki kelengkapan isi materi dan abstraknya ada dalam bentuk bahasa Inggris dan bahasa
Indonesia.

b) Kegayutan Antar Elemen

Dalam kedua jurnal ini kegayutan antar konsep hampir tidak memiliki kelemahan sebab di
dalam jurnal sudah sangat runut dan sistematis namun ada beberapa elemen yang kurang
lengkap. Dimana pada jurnal pertama tidak dicantumkan kesimpulan dari hasil penelitian.

c) Keterkaitan Antar Konsep

Pada jurnal yang pertama sudah memiliki keterkaitan antar konsep yang menggunakan bahasa
Indonesia yang baik, hanya saja terdapat kesalahan penulisan kata-kata dalam isi materinya
sehingga membuat pembaca bingung sedangkan dalam jurnal kedua tidak ada kesalahan dalam
penulisan kata-kata dan sudah memiliki keterkaitan antar konsep.

d) Kemutakhiran Uraian Materi dan Referensinya

Pada jurnal yang pertama sudah memiliki kemutakhiran yang baik karena terbit pada tahun
2018 sedangkan jurnal yang kedua terbit pada tahun 2010. Tapi kedua jurnal ini memiliki
kelemahan karena tidak memiliki ISSN. Jika dibandingkan kedua jurnal ini, maka jurnal yang
kedua lebih mutakhir dibandingkan jurnal yang pertama karena terbit pada tahun 2010.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kedua jurnal ini membahas membahas tentang ulasan Fonologi Bahasa Indonesia. Pada
jurnal yang pertama membahas“Pasangan Minimal” Fonem Dasar Pembelajaran Materi Fonologi
Bahasa Indonesia. Sedangkan pada jurnal yang kedua membahas mengenai Pola-Pola Perubahan
Fonem Vokal Dan Konsonan Dalam Penyerapan Kata-Kata Bahasa Asing Ke Dalam Bahasa Indonesia:
Kajian Fonologi. Berdasarkan hasil review yang telah saya lakukan,secara umum sistematika
dalam kedua jurnal ini dinilai sangat baik dan memiliki keakuratan data yang baik sehingga
dapat dijadikan sebagai rujukan bagi para peneliti selanjutnya.

B. Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan referensi yang up to date
karena perkembangan pengetahuan selalu mengalami kemajuan seiring berkembangnya
teknologi dan juga review jurnal ini bisa dijadikan sebagai rujukan namun harus mencari
referensi lainnya yang lebih mutakhir mengenai teks ulasan buku.

Anda mungkin juga menyukai