LP Cedera Kepala Ringan
LP Cedera Kepala Ringan
I. DEFINISI
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disetai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas jaringa otak (Brunner and Suddart, 2001).
Cedera kepala ringan adalah kehilangan kesadaran sesaat setelah traumatik, pasien
bangun orientasi baik, tidak ada defisit neurologis (Satya Negara, 1998).
II. ETIOLOGI
Penyebab cedera kepala adalah karena adanya trauma rudapaksa yang
dibedakan menjadi 2 faktor yaitu:
a. Trauma primer : Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung
(akselerasi dan deselerasi).
b. Trauma sekunder : Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas,
hipertensi, peningkatan intrakranial , hipoksia, hiperapnea, atau hipotensi
sistemik.
III. KLASIFIKASI
Berdasarkan mekanisme ada 2 yaitu tertutup dan penetrans.
Berdasarkan beratnya meliputi:
a. Ringan : GCS 13-15; Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia
(kurang dari 30 menit); Tidak ada fraktur tengkorak; Tidak ada kontusio serebral
dan hematoma.
b. Sedang : GCS 9-12; Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30
menit < 24 jam; Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat : GCS 3-8; Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 24 jam;
Meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma intrakranial.
V. PATOFISIOLOGI
Trauma pada kepala menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar,
kerusakan yag terjadi tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin
besar kesusahan yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju ganglia
aponeurotika sehingga banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak. Hal ini
menyebabkan pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan hematoma
epidural, subdural, maupun intrakranial, perdarahan tersebut juga akan
mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun. Sehingga suplai oksigen dan
terjadi hipoksia jaringan aka menyebabkan edema serebral. Akibat dari hematoma di
atas akan menyebabkan distorsia pada otak, karena isi otak terdorong ke arah yang
berlawanan yang berakibat pada kenaikan TIK merangsang kelenjar pituitari dan
steroid adrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat mengakibatkan timbul
rasa mual dan muntah dan anoreksia sehingga masukan nutrisi kurang (Satya
Negara, 1998).
VII. KOMPLIKASI
a. Edema serebri dan herniasi
b. Defisit neurologik dan psikologik
c. Infeksi sistemik
d. Oksifikasi heterotrofik
VIII. PENATALAKSANAAN
Survei primer
Jalan nafas. Memaksimalkan oksigenasi dan ventilasi. Daerah tulang servikal
harus diimobilisasi dalam posisi etral menggunakan stiffneck collar, head
block dan diikat pada alas yang kaku pda kecurigaan fraktur servikal.
Pernafasan. Pernafasan dinilai dengan menghitung laju pernafasan,
memperhatikan kesimetrisan gerakan dinding dada, penggunaan otot-otot
pernafasan tambahan, dan auskultasi bunyi nafas di kedua aksila.
Sirkulasi. Resusitasi cairan intravena, yaitu cairan isotonik, seperti RL atau
NS (20 ml/kg BB) jika pasien syok, transfusi darah 10-15 ml/kgBB harus
dipertimbangkan.
Defisit neurologis. Status neurologis dinilai dengan menilai tingkat kesadaran,
ukuan dan reaksi pupil. Tingkat kesadaran dapat diklasifikasikan
menggunakan GCS. Anak dengan kelainan neurologis berat seperti GCS ≤8
harus diintubasi. Hiperventilasi menurukan PCO2 dengan sasaran 35-40
mmHg, sehingga terjadi vasokontriksi pembuluh darah di otak yang
menurunkan aliran darah ke otak dan menurunkan tekanan intrakranial.
Penggunaan manitol dapat menurunkan tekanan intrakranial.
Kontrol pemaparan/ lingkungan. Semua pakaian harus dilepas sehingga
semua luka dapat terlihat.
Survei sekunder
Observasi ketat penting pada jam-jam pertama sejak kejadian cedera. Bila
telah dipastikan CKR tidak memiliki masalah dengan jalan nafas, pernafasan dan
sirkulasi darah, maka tindakan selanjutnya adalah penanganan luka yang dialami
akibat cedera disertai observasi tanda vital dan defisit neurologis. Selain itu,
pemakaian penyangga leher di indikasika jika:
Cedera kepala berat, terdapat fraktur klavikula dan jejas di leher
Nyeri pada leher atau kekakuan pada leher
Rasa baal pada lengan
Gangguan keseimbangan atau berjalan
Kelemahan umum
Bila setelah 24 jam tidak ditemukan kelainan neurologis berupa:
Penurunan kesadaran menurut GCS
Gangguan daya ingat
Nyeri kepala hebat
Muntah dan mual
Kelainan neurologis fokal (pupil anisokor, refleks patologis)
Fraktur melalui foto kepala maupun CT scan
Abnormalitas anatomi otak berdasarkan CT scan
Bila pada CT scan kepala ditemukan hematom epidural (EDH) atau hematom
subdural (SDH) maka indikasi bedah adalah:
Indikasi bedah pada perdaraha EDH
EDH simptomatik
EDH asimptomatik akut berukuran paling tebal > 1 cm
EDH pada pasien pediatrik
Indikasi bedah pada perdarahan SDH
SDH simptomatik
SDH dengan ketebalan > 1 cm pada dewasa atau > 5 mm pada pediatrik.
ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA RINGAN
PENGKAJIAN PRIMER
Keadaan Umum: GCS 13-15, dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.
B1 (breathing) : inspeksi klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, peningkatan frekuensi nafas. Palpasi fremitus menurun
jika melibatkan trauma rongga thorak, perkusi suara redup sampai pekak jika ada
trauma thorak, auskultasi stridor, ronkhi.
B2 (blood) : ada tidaknya syok hipovolemia, takikadia, aritmia, bradikardia, kulit pucat.
B3 (brain) : tingkat kesadaran pada tingkat somnolen, apatis.
B5 (bowel) : keluhan utama, kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut. Mual dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung.
B6 (bone) : kelemahan pada ekstremitas, sianosis pada ujung kuku, ekstrmitas, telinga,
hidung, bibir, dan membran mukosa, telinga.
RENCANA KEPERAWATAN
1. Risiko peningkatan TIK b.d desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi peningkatan
TIK.
a. Kaji faktor penyebab dari situasi/ keadaan individu/ penyebab koma/ penurunan
perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
b. Memonitor TTV tiap 1 jam.
c. Evaluasi pupil, amati ukuran, ketajaman, dan reaksi terhadap cahaya.
d. Monitor suhu dan lingkungan.
e. Pertahankan kepala pada posisi netral. Hindari penggunaan bantal lyang tinggi.
f. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
g. Berikan oksigen sesuai indikasi.
h. Berikan cairan IV sesuai indikasi
i. Berikan sterod untuk menurunkan inflamasi, analgesik kodein untuk mengurangi
nyeri, manitor atau furoscide untuk mengurangi edema serebri.
2. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema
serebral
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik dan sensorik
Intervensi :
a. Kaji faktor penyebab penurunan kesadaran dan peningkatan TIK
b. Monitor status neurologis
c. Pantau tanda-tanda vital dan peningkatan TIK
d. Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap cahaya
e. Letakkan kepala dengan posisi 15-45 derajat lebih tinggi untuk mencegah peningkatan
TIK
f. Kolaburas pemberian oksigen sesuai dengan indikasi, pemasangan cairan IV, persiapan
operasi sesuai dengan indikasi
3. Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan
otak, kerusakan persepsi /kognitif)
Tujuan : pola nafas pasien efektif
Intervensi :
a. Kaji pernafasan (irama, frekuensi, kedalaman) catat adanya otot bantu nafas
b. Kaji reflek menelan dan kemampuan mempertahankan jalan nafas
c. Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan bantu perubahan posisi secara berkala
d. Lakukan pengisapan lendir, lama pengisapan tidak lebih dari 10-15 detik
e. Auskultasi bunyi paru, catat adanya bagian yang hipoventilasi dan bunyi
tambahan(ronchi, wheezing)
f. Catat pengembangan dada
g. Kolaburasi : awasi seri GDA, berikan oksigen tambahan melalui kanula/ masker sesuai
dengan indikasi
h. Monitor pemakaian obat depresi pernafasan seperti sedatif
i. Lakukan program medik
4. Kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan
tujuan : pasien mempertahankan oksigenasi adekuat
intervensi :
- Kaji irama atau pola nafas
- Kaji bunyi nafas
- Evaluasi nilai AGD
- Pantau saturasi oksigen
5. Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret, obstruksi jalan nafas
Tujuan : mempertahankan potensi jalan nafas
intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misal krekels, mengi, ronchi
b. Kaji frekuensi pernafasan
c. Tinggikan posisi kepala tempat tidur sesuai dengan indikasi
d. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat warna lendir yang keluar
e. Kolaburasi : monitor AGD
6. Resiko cedera b.d penurunan kesadaran
tujuan : tidak terjadi cedera pada pasien selama kejang, agitasi atu postur refleksif
intervensi :
a. Pantau adanya kejang pada tangan, kaki, mulut atau wajah
b. Berikan keamanan pada pasien dengan memberikan penghalang tempat tidur
c. Berikan restrain halus pada ekstremitas bila perlu
d. Pasang pagar tempat tidur
e. Jika terjadi kejang, jangan mengikat kaki dan tangan tetapi berilah bantalan pada area
sekitarnya. Pertahankan jalan nafas paten tapi jangan memaksa membuka rahang
f. Pertahankan tirah baring
7. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan
kesadaran
Tujuan : tidak terjadi kekurangan kebutuhan nutrisi tepenuhi
Intervensi :
- Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa lambung setiap akan
memberikan makanan
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat untuk mencegah terjadinya
regurgitasi dan aspirasi
- Catat makanan yang masuk
- Kaji cairan gaster, muntahan
- Kolaburasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang sesuai dengan kondisi pasien
- Laksanakan program medik
8. Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya control volunter pada kandung kemih
tujuan : mempertahankan urin yang adekuat, tanpa retensi urin
intervensi :
a. Kaji pengeluaran urin terhadap jumlah, kualitas dan berat jenis
b. Periksa residu kandung kemih setelah berkemih
c. Pasang kateter jika diperlukan, pertahankan teknik steril selama pemasangan untuk
mencegah infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2.
Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Doengoes Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Satya Negara. 1998. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.