Anda di halaman 1dari 59

TOOLS DALAM MANAJEMEN MUTU DAN DALAM PROSES

PERBAIKAN BERKESINAMBUNGAN
MATA KULIAH MANAJEMEN MUTU TERPADU

Disusun Oleh :
Alethea Prameswari Setia Wahyudy (1905511052)
Komang Trimedia Septiasih (1905511053)
Shyfani Rachma Fitri (1905511062)
Muhammad Raka Givari Prayudhanto (1905511072)

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2022

25
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan yang Maha Esa atas Rahmat-
Nya yang berlimpah dalam penyusunan Laporan Manajemen Mutu Terpadu:
“Tools dalam Manajemen Mutu dan Dalam Proses Perbaikan Berkesinambungan”
ini. Tugas ini merupakan syarat wajib dalam menyelesaikan tugas mata kuliah.
Dengan keterbatasan penulis dalam membuat tugas, maka cukup banyak
bantuan yang penulis dapatkan dari beberapa pihak. Jika tugas ini pada akhirnya
bisa diselesaikan dengan baik, tentu karena bantuan dan dukungan dari banyak
pihak.
Untuk itu penulis sampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu, diantaranya:
1. Bapak I Putu Ari Sanjaya, S.T., M.T., M.T. sebagai dosen pengajar di mata
kuliah ini.
2. Semua pihak yang telah memberikan informasi, bantuan, dorongan, dan
perhatian kepada penulis yang turut membantu dan mendukung kami dalam
menyelesaikan tugas ini.
Tak ada yang bisa penulis berikan selain doa dan rasa terima kasih yang
tulus kepada para pendukung. Namun tidak lupa juga masukan yang berguna
seperti saran atau kritik dari para pembaca sangat diharapkan oleh penulis. Penulis
sangat berharap bahwa Laporan ini akan sangat bermanfaat bagi siapa saja yang
membaca dan menambah pengetahuan bagi kita semua.
Denpasar, 17 Maret 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................4
1.1. Latar Belakang...........................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah......................................................................................5
1.3. Tujuan Penulisan.......................................................................................5
1.4. Metode Penulisan......................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................6
2.1 Kualitas.......................................................................................................6
2.2 Pengendalian Kualitas................................................................................6
2.3 Pengertian Perbaikan Berkesinambungan..................................................6
2.4 Pengertian 7 QC Tools................................................................................7
2.5 Jenis-Jenis 7 QC Tools...............................................................................7
2.6 Penerapan 7 QC Tools pada manajemen mutu dan dalam proses perbaikan
berkesinambungan............................................................................................23
2.7 Contoh Studi Kasus I..................................................................................26
2.8 Contoh Studi Kasus II.................................................................................44
BAB III PENUTUP..........................................................................................58
3.1. Kesimpulan................................................................................................58
3.2. Saran..........................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................59

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persaingan bisnis di dunia kini menjadi semakin ketat sehingga menuntut
keahlian kita dalam manajemen sehingga dapat mengantisipasi setiap perubahan
yang terjadi dalam aktivitas bisnis dunia. Persaingan bukan hanya mengenai
seberapa tinggi tingkat produktivitas perusahaan dan seberapa rendahnya tingkat
harga produk maupun jasa, namun lebih pada kualitas produk atau jasa tersebut,
kenyamanan, kemudahan, serta ketepatan dan kecepatan waktu dalam
pencapaiannya. Oleh sebab itu, perusahaan perlu menjaga kualitas dari produk
maupun prosesnya. Sehingga, untuk menjaga konsistensi kualitas produk dan jasa
yang dihasilkan dan sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar, perlu dilakukan
pengendalian kualitas (quality control) atas aktivitas proses yang dijalani.
Untuk menghadapi persaingan tersebut, Selain memanajemen untuk
menjaga kualitas produk yang dihasilkan, dunia usaha juga dituntut untuk mampu
mengadakan perubahan. Perubahan yang dapat dilakukan dapat dimulai dari
pembenahan atau perbaikan segala aspek dalam perusahaan secara
berkesinambungan. Adapun perbaikan berkesinambungan meliputi penentuan
masalah dan pemecahan masalah, pemilihan dan pemecahan masalah yang paling
efektif dan efisien, serta evaluasi ulang, standarisasi, dan juga pengulangan
proses. Jadi, perbaikan berkesinambungan ini merupakan usaha berkelanjutan
untuk melakukan perbaikan suatu proses yang ada pada suatu perusahaan.Konsep
perbaikan berkesinambungan menjadi faktor utama yang membuat perusahaan
dapat mempertahankan eksistensinya agar tetap bisa bertahan dalam dunia bisnis
yang sangat pesat ini.
Di dalam menerapkan manajamen mutu dan kualitas produk serta dalam
melakukan perbaikan berkesinambungan terdapat alat atau teknik yang digunakan
dalam membantu hal tersebut. Alat ini biasanya disebut sebagai 7 Quality Control
tools atau 7 QC Tools Adapun 7 QC tools, merupakan salah satu alat statistik
untuk mencari akar permasalahan sehingga dapat mengetahui akar permasalahan
terhadap kesalahan, dan dapat mengetahui penyebab-penyebab terjadinya suatu

4
kesalahan, serta dapat memutuskan cara memperbaikinya atau menghilangkan
kesalahan-kesalahan tersebut. Sehingga perusahaan dapat mengetahui apa yang
akan dilakukan untuk menjaga kualitas produk atau jasa yang dihasilkan, serta
dapat mengetehaui keefektifan dari perbaikan berkesinambungan yang selama ini
dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1.Apa yang dimaksud dengan kualitas?
1.2.2. Apa yang dimaksud pengendalian kualitas?
1.2.3. Apa yang dimaksud perbaikan berkesinambungan?
1.2.4. Apa yang dimaksud dengan 7 QC tools?
1.2.5. Apa jenis-jenis dari 7 QC tools ?
1.2.6. Bagaimana penerapan 7 QC Tools pada manajemen mutu dan dalam proses
perbaikan berkesinambungan?
1.2.7. Bagaimana contoh kasus dari penerapan 7 QC Tools?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1.Untuk mengetahui Pengertian dari kualitas
1.3.2.Untuk mengetahui Pengertian dari pengendalian kualitas
1.3.3. Untuk mengetahui pengertian dari perbaikan berkesinambungan.
1.3.4. Untuk mengetahui pengertian dari 7 QC Tools
1.3.5. Untuk mengetahui jenis-jenis dari 7 QC Tools.
1.3.6. Untuk mengetahui penerapan 7 QC Tools pada manajemen mutu dan dalam
proses perbaikan berkesinambungan
1.3.7.Untuk mengetahui contoh kasus dari penerapan 7 QC Tools?

1.4 Metode Penulisan


Pada penulisan laporan ini penulis menggunakan metode observasi dan
kepustakaan.
Cara yang digunakan dalam penulisan laporan ini adalah :
Studi pustaka, dalam metode ini penulis membaca buku-buku dan mencari sumber
di internet yang berkaitan dengan penulisan laporan ini.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kualitas
Menurut Tjiptono (2012) yang mengutip dari Goetsch dan Davis (1994)
mengatakan bahwa kualitas merupakan sebuah kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan. Menurut Sunyoto (2012) menyatakan bahwa kualitas
merupakan suatu ukuran untuk menilai bahwa suatu barang atau jasa telah
mempunyai nilai guna seperti yang dikehendaki atau dengan kata lain suatu
barang atau jasa dianggap telah memiliki kualitas apabila berfungsi atau
mempunyai nilai guna seperti yang diinginkan. Berdasarkan definisi tersebut
kualitas adalah hubungan antara produk dan pelayanan atau jasa yang diberikan
kepada konsumen dengan tujuan produk maupun jasa tersebut sudah memenuhi
harapan dan kepuasan konsumen.

2.2 Pengendalian Kualitas


Pengendalian kualitas secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu
sistem yang mempertahankan tingkat kualitas yang diinginkan, melalui umpan
balik pada karakteristik produk/jasa dan pelaksanaan tindakan perbaikan,
memupuk sifat-sifat seperti itu dari standar yang ditetapkan. Pengendalian ini
mencegah agar segala sesuatunya tidak menjadi lebih buruk.
Pengendalian kualitas juga dapat diartikan sebagai pengawasan proses
produksi untuk menjaga standar produk agar sesuai dengan apa yang sudah
direncanakan dan melakukan perbaikan terhadap penyimpangan yang ada.

2.3 Pengertian Perbaikan Berkesinambungan


Perbaikan berkesinambungan merupakan usaha atau upaya berkelanjutan
yang dilakukan untuk mengembangkan dan memperbaiki produk, pelayanan,
maupun proses. Usaha-usaha tersebut dilakukan memiliki tujuan untuk mencari
dan mendapatkan bentuk terbaik dari perbaikan yang telah dilakukan,

6
menciptakan solusi dari masalah yang ada, sehingga akan mendapatkan hasil yang
terus berkembang menjadi lebih baik lagi.
Pada dasar perbaikan berkesinambungan mengacu pada prinsip kaizen.
Kaizen merupakan istilah dalam bahasa jepang dari perbaikan berkesinambungan,
yang memfokuskan diri pada pengembangan dan penyempurnaan secara terus
menerus atau berkesinambungan dalam perusahaan bisnis. Kaizen berasal dari
Bahasa Jepang yaitu kai artinya perubahan dan zen artinya baik. Jadi, Kaizen
adalah usaha terus menerus untuk memperbaiki proses yang terjadi dalam sebuah
organisasiatau perusahaan.

2.4 Pengertian 7 QC Tools


7 QC tools merupakan alat-alat bantu yang bermanfaat untuk memetakan
lingkup persoalan, menyusun data dalam diagram-diagram agar lebih mudah
untuk dipahami, menelusuri berbagai kemungkinan penyebab persoalan dan
memperjelas kenyataan atau fenomena yang otentik dalam suatu persoalan.
Kemampuan 7 QC tools dalam mengungkapkan fakta atau fenomena inilah yang
menyebabkan para pakar dalam setiap proses kegiatan mutu tergantung pada alat-
alat bantu ini. Meskipun demikian, keberhasilan dalam menggunakan 7 QC tools
sangat dipengaruhi oleh seberapa massif pengetahuan si pengguna akan alat bantu
yang dipakainya. Semakin baik pengetahuan yang dimiliki, akan semakin tepat
dalam memilih alat bantu yang akan digunakan. Itulah sebabnya, ada 2 hal pokok
yang perlu menjadi pedoman, sebelum menggunakan 7 QC tools, yaitu efektif dan
efisien.

2.5 Jenis-Jenis 7 QC Tools


Alat yang dapat digunakan untuk membantu mewujudkan kualitas dikenal
dengan nama “Seven Basic Tools of Quality”, dan “Seven New Tools of Quality”
yang masing-masing dilengkapi dengan “Seven Steps Methodology” atau bila
digabung dikenal dengan nama “7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7
langkah”. 7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah adalah alat-
alat bantu yang bermanfaat untuk memetakan lingkup persoalan, menyusun data
dalam diagram-diagram agar lebih mudah untuk dipahami, menelusuri berbagai

7
kemungkinan penyebab persoalan dan memperjelas kenyataan atau fenomena
yang otentik dalam suatu persoalan.
2.5.1 Seven Basic Tools
Seven Basic Tools of Quality terdiri dari beberapa jenis alat yang lebih
bersifat eksploratif kuantitatif. Alat-alat tersebut yakni:

a. Check Sheet
Check sheet adalah alat yang sering digunakan untuk menghitung
seberapa sering sesuatu itu terjadi dan sering digunakan dalam
pengumpulan dan pencatatan data. Check sheet adalah alat bantu yang
digunakan pada saat suatu proses/kegiatan berlangsung. Bentuk dan
isinya disesuaikan dengan kebutuhan maupun kondisi kerja yang ada.
Tujuan pembuatan check sheet adalah menjamin bahwa data
dikumpulkan secara teliti dan akurat oleh karyawan operasional untuk
diadakan pengendalian proses dan penyelesaian masalah. Data dalam
check sheet tersebut nantinya akan digunakan dan dianalisis secara cepat
dan mudah.
Untuk mempermudah proses pengumpulan data maka penlu dibuat
suatu lembar isian (check sheet), dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
 Maksud pembuatan harus jelas
 Informasi apa yang ingin diketahui
 Apakah data yang nantinya diperoleh cukup lengkap sebagai dasar
untuk mengambil tindakan
 Stratifikasi harus sebaik mungkin
 Mudah dipahami dan diisi
 Memberikan data yg lengkap tentang apa yg ingin diketahui.
 Dapat diisi dengan cepat, mudah dan secara otomatis bisa segera
dianalisa. Kalau perlu dicantumkan gambar dan produk yang akan
dicheck.
Ada beberapa jenis lembar isian yang dikenal dan umum
dipergunakan untuk keperluan pengumpulan data, salah satunya :

8
o Production Process Distribution Check Sheet.
Lembar isian jenis ini dipergunakan untuk mengumpulkan data yang
berasal dari proses produksi atau proses kerja lainnya. Output kerja
sesuai dengan klasifikasi yang telah ditetapkan untuk dimasukkan dalam
lembar kerja, sehingga akhirnya akan dapat diperoleh pola distribusi
yang terjadi. Seperti halnya dengan histogram, maka bentuk distribusi
data berdasarkan frekuensi kejadian yg diamati akan menunjukkan
karakteristik proses yang terjadi
Berikut ini adalah contoh dari check sheet :
Tabel 2.1. Tabel Check Sheet
Kesalahan Jumlah Kesalahan Dalam Satu Semester Total
cara mengajar IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII 30
pelayanan administrasi IIIII IIIII IIIII IIIII 20
pelayanan perpustakaan IIIII IIIII IIIII 15
buku teks kuno IIIII IIIII III 13
tidak ada dukungan IIIII IIIII IIIII IIIII II 22
Sumber Goetsch dan Davis (1995)

b. Histogram
Histrogram adalah alat yang digunakan untuk menunjukkan variasi
data pengukuran dan variasi setiap proses. Digunakan untuk menganalisa
mutu dari sekelompok data (hasil produksi). Meski sekelompok data
memiliki standar mutu yang sama, tetapi bila penyebaran data semakin
melebar ke kiri atau ke kanan, maka dapat dikatakan bahwa mutu hasil
produksi pada kelompok tersebut kurang bermutu. Sebaliknya, semakin
sempit sebaran data pada kiri dan kanan nilai tengah, maka hasil produksi
dapat dikatakan lebih bermutu, karena mendekati spect yang telah
ditetapkan.
Contoh penggunaan histogram adalah sebagai berikut, sumbu X
memperlihatkan waktu yang digunakan (dalam interval) untuk kunjungan
rutin pasien rawat jalan, sedangkan sumbu Y memperlihatkan jumlah
seluruh kunjungan rutin di dalam masing-masing interval waktu.

9
Dari contoh diatas, adapun langkah-langkah pembuatannya sebagai
berikut
o Pertama mengumpulkan data dengan membuat sebuah tabel kolom
kunjungan pasien menurut waktu yang digunakan (dalam menit) di
bagian pasien rawat jalan.
o Kemudian kita membagi-bagi waktu menjadi interval yang sama
bergantung pada rentang waktu yang digunakan dalam menit.
o Langkah berikutnya adalah membuat sebuah daftar titik yang berisi
jumlah kunjungan pasien yang masing-masing berada pada suatu
interval waktu yang diidentifikasi.
o Lalu, kita membuat sebuah histogram menggunakan informasi di atas
dengan menempatkan jumlah kunjungan pasien pada sumbu Y,
sedangkan interval-interval waktu ditempatkan pada sumbu X. Tiap-
tiap interval waktu akan mewakili lebar batang, sedangkan jumlah
kunjungan pasien akan menentukan tinggi batang.

Gambar 2.1.Histogram Jumlah Kunjungan Rawat Jalan

Jumlah Kunjungan Rawat Jalan


30
25
20 jumlah pasien
15
10
5
0
jam 8 - jam 12 jam 12 - jam 4 jam 4 - jam 8 jam 8 - jam 12

c. Scatter Diagram / Diagram Pencar


Scatter diagram adalah gambaran yang menunjukkan kemungkinan
hubungan (korelasi) antara pasangan dua macam variabel dan
menunjukkan keeratan (tingkat) hubungan antara dua variabel tersebut
(kuat atau lemah) yang diwujudkan dengan koefisien korelasi. Scatter
diagram juga dapat digunakan untuk mengecek apakah suatu variabel
dapat digunakan untuk mengganti variabel yang lain. Dalam

10
pemanfaatannya, scatter diagram membutuhkan data pasangan sebagai
bahan baku analisisnya, yaitu sekumpulan nilai x sebagai faktor yang
independen berpasangan dengan sekumpulan nilai y sebagai faktor
dependen. Diagram ini paling tidak menghubungkan paling tidak dua
variabel, X dan Y yang menunjukkan keeratannya, sehingga dapat dilihat
apakah kesalahan dapat disebut berhubungan atau terkait dengan masalah
atau kesalahan lain.

Gambar 2.2. Scatter Diagram


d. Pareto Diagram
Omachonu (1991), Alfredi Pareto (1897) yang merupakan seorang
ahli ekonomi Italia, dan M.C. Lorenz (1907), yaitu seorang ahli ekonomi
Amerika membangun suatu konsep yang menyatakan bahwa sebagian
besar proporsi pendapatan total pada suatu populasi hanya dinikmati oleh
beberapa anggota populasi tersebut. Ahli mutu yang bernama J. Juran
menerapkan prinsip tersebut pada masalah-masalah mutu yang
dikelompokkan menjadi masalah-masalah yang banyak tetapi tidak
penting, dengan kata lain kebanyakan masalah disebabkan oleh hanya
sedikit penyebab. Prosedur yang mengelompokkan masalah-masalah
mutu ini disebut sebagai Analisis Pareto.

Konsep pareto lebih jauh lagi dikenal sebagai hukum 80-20.


Konsep ini dapat diterapkan dalam layanan kesehatan, misalnya dari 80%
kesalahan pencatatan, 20% disebabkan oleh staf. Contoh lain, 80%
kesalahan pengobatan 20%nya disebabkan oleh staf perawat dan
seterusnya. Dengan menggunakan grafik batang dan grafik garis, data
dapat dianilisis lebih lanjut menurut prinsip Pareto tersebut. Untuk
melakukannya, ada beberapa langkah yang perlu diikuti untuk
menyajikan data dalam bentuk grafik yang sesuai dengan prinsip Pareto:

11
1. Identifikasi suatu masalah mutu yang akan dipelajari. Contohnya
keluhan pasien dalam layanan pemberian makanan.
2. Tentukan dan laksanakan suatu metode pengumpulan data. Misalnya
survey melalui surat.
3. Kelompokkan keluhan pasien menurut jenisnya, misalahnya suhu,
rasa, ketepatan waktu layanan, estetika dan lain-lain.
4. Hitunglah frekuensi keluhan menurut kategori tertentu, misalnya
suhu 74 keluhan, rasa 43 keluhan, dan seterusnya
5. Letakkan frekuensi setiap kategori keluhan pada grafik batang dan
susunlah kategori-kategori itu menurut frekuensi yang terbanyak
hingga terkecil dari kiri ke kanan pada sumbu horizontal (sumbu X).
Dua sumbu vertikal harus dibuat, sumbu vertikal sebelah kiri (sumbu
Y) akan dibagi menurut interval tertentu hingga mencapai jumlah
frekuensi tertinggi (contohnya 74), sementara garis vertikal ke kanan
dibagi menjadi besaran persentase dari 0% hingga 100%.
6. Jumlahkan nilai-nilai persentase grafik batang dan hitung nilai total
kumulatif di seluruh tiap-tiap grafik batang. Letakkan nilai totalnya
pada grafik yang sama, tetapi dalam bentuk grafik garis.

Diagram Pareto sangat diperlukan, tidak hanya untuk menampilkan


penyebab suatu masalah mutu tetapi juga menyediakan suatu alat
diagnostik dan pemantauan bagi tim mutu yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi dan memantau kemajuan langkah-langkah perbaikan
mutu yang sedang dilakukan. Signifikansi diagram Pareto semakin
terbukti ketika digunakan sebagai motivasi untuk mencapai bentuk akhir
diagram batang mengenai keluhan pasien yang menjadi lebih datar.

12
Gambar 2.3 Diagram Pareto

e. Fish Bone Diagram / Diagram Sebab Akibat


Diagram sebab akibat adalah sebuah alat yang berguna untuk
mengidentifikasi penyebab dan sub penyebab masalah, disebut juga
sebagai “diagram tulang ikan” atau “diagram Ishikawa”. Diagram ini
adalah diagram yang menampilkan akar penyebab suatu masalah pada
situasi dalam beberapa kategori penyebab terkait. Tiap-tiap kategori
tersebut selanjutnya menampilkan beberapa subkategori yang masing-
masingnya dapat bercabang lagi dan menjadi lebih banyak subkategori
yang menampilkan sejumlah penyebab yang terkait dengan masalah.
Untuk membuat diagram tulang ikan, digunakan beberapa alat perbaikan
mutu lainnya, contohnya brainstorming, survey dan lain-lain.
Diagram sebab-akibat dibuat oleh tim perbaikan mutu dalam
beberapa langkah, yaitu
 Begitu suatu masalah terjadi, masalah tersebut kemudian dicatat.
 Catatan tersebut selanjutnya diperbaiki agar dapat mencerminkan
realistis dan penyebab yang dapat ditelusuri untuk dipelajari lebih
mendalam.
 Sejumlah penyebab yang telah dicatat tersebut kemudian
dikelompokkan menjadi beberapa kategori (dan subkategori) dan

13
ditampilkan pada sebuah diagram dengan panah-panah yang
diarahkan ke masalah utama. Berbagai kategori untuk
mengelompokkan penyebab dapat ditentukan sendiri oleh tim atau
dapat mengacu pada daftar baku yang berisi berbagai kemungkinan
penyebab masalah menurut kategori. Sebuah daftar penyebab yang
berbeda dapat dibuat melalui penggunaan setiap kategori berikut ini :
manusia, material, mesin, metode dan tindakan.

Gambar 2.4 Fish Bone Diagram

f. Control Chart/ Grafik


Diagram kendali merupakan alat yang dirancang untuk memantau
suatu proses selama suatu periode waktu untuk mempelajari
kecenderungan dan variasinya. Diagram ini dirancang untuk
menampilkan kestabilan proses di sekitar kecenderungan yang telah
terjadi sebelumnya (yang dapat diterima). Diagram ini dapat mengukur
perubahan kecil di dalam proses yang dipantau. Dengan diagram kendali,
kita dapat melakukan analisis pada suatu perubahan proses dan dapat
mengetahui jika ada faktor yang mempengaruhi kecenderungan proses
yang dipantau.

14
Diagram kendali dapat membantu upaya proses perbaikan yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi saat-saat ketika proses berada di
luar kendali, yaitu diluar batas yang diperhitungkan. Oleh karena itu
diagram kendali dapat digunakan untuk mengidentifikasi peluang untuk
memperbaiki suatu proses. Diagram ini juga berguna untuk menentukan
apakah menyimpangnya suatu proses dari jalur yang seharusnya (rata-
ratanya) disebabkan oleh penyebab-penyebab khusus atau umum.
Penyebab khusus memiliki kecenderungan terjadi secara sporadis dan
akut sehingga membutuhkan kewaspadaan tim manajemen. Di pihak lain,
penyebab umum merupakan penyebab jangka panjang yang tidak
memiliki kemampuan mengacaukan kestabilan sebuah proses, namun
dapat menghasilkan dampak kecil, yaitu menyimpangkan suatu proses
dari seharusnya. Penyebab umum penyimpangan pelaksanaan suatu
proses merupakan hasil dari interaksi beberapa penyebab selama suatu
periode waktu. Penyebab umum harus dipelajari oleh tim perbaikan mutu
yang tepat pada sebuah organisasi. Diagram kendali berguna untuk
mengendalikan penyimpangan agar tetap berada pada nilai pengukuran
yang masih dapat diterima
Diagram kendali pada dasarnya adalah diagram tren dengan
tambahan tiga garis horizontal. Satu garis mewakili nilai rata-rata yang
digambarkan antara garis batas kendali atas (rata-rata +2 simpangan
baku) dan garis batas kendali bawah (rata-rata – 2 simpangan baku).
Sebuah proses dikatakan terkendali jika garis kecenderungannya terletak
diantara garis batas atas dan garis batas bawah di sekitar rata-rata. Dalam
kasus tersebut, penyimpangan yang terjadi disebabkan oleh penyebab
umum sehingga diperlukan intervensi yang dilakukan oleh tim mutu.
Namun jika garis kecenderungan berada di luar garis batas kendali atas
dan garis batas kendali bawah, prosesnya dinyatakan di luar kendali.
Dalam kasus ini, penyebab yang membuat proses berada di luar batas
kendali dianggap sebagai penyebab khusus sehingga merupakan
tanggung jawab pihak manajemen untuk menyelesaikannya.

15
Namun terdapat unsur tambahan pada konsep ini. Proses juga
dianggap berada di luar kendali jika paling sedikit ada tiga titik yang
letaknya berurutan pada garis kecenderungan proses yang terletak di
bawah atau paling sedikit ada tiga titik yang berurutan terletak di atas
garis rata-rata, walaupun garis kecenderungan proses masih berada di
antara garis batas kendali atas dan batas kendali bawah. Sekali lagi,
penyebab khusus dikaitkan pada tipe kecenderungan seperti ini.
Garis batas kendali bukan merupakan suatu standar atau suatu
ambang batas. Batas kendali adalah ukuran yang menggambarkan
perjalanan atau karakter suatu proses. Oleh karena itu, suatu proses yang
dikendalikan tidak selalu berarti merupakan suatu proses yang baik, dan
suatu proses yang tidak dikendalikan tidak selalu merupakan suatu proses
yang buruk.
Salah satu jenis diagram kendali atau control chart yang sering
digunakan yaitu P-Chart yang merupakan diagram kontrol yang
digunakan di dunia industry atau bisnis untuk memonitor proporsi dari
ketidaksesuaian yang ditentukn sebagai rasio unit yang memiliki
ketidaksesuaian dibandingkan dengan jumlah sampel.

Gambar 2.5 Control Chart

g. Flow Chart
Flow chart atau diagram alir merupakan diagram yang
menunjukkan seluruh langkah dalam suatu proses dan menunjukkan
bagaimana langkah itu saling berinteraksi satu sama lain. Flow chart

16
digambarkan dengan simbol-simbol, dan setiap simbol menggambarkan
proses tertentu dan hubungan antar proses digambarkan dengan garis
penghubung. Flow chart menunjukkan langkah-langkah atau urutan
proses dalam suatu organisasi. Sehingga dengan urutan tersebut, akan
memudahkan dalam menggambaran suatu sistem, mengidentifikasi
masalah, dan melakukan tindakan pengendalian. Namun alat ini masih
harus didukung dengan tahapan alat lain untuk melihat frekuensi
kesalahan yang terjadi pada setiap tahapan proses tersebut. Berikut ini
adalah contoh gambar dari flow chart :

Gambar 2.6. Gambar Flow Chart


2.5.2 7 New Tools
7 New Tools atau dikenal juga dengan 7 management tools mulai
diperkenalkan pertama kali sekitar tahun 1972 ketika sekelompok insinyut
dan ilmuwan Jepang yang tergabung dalam JUSE (Union of Japanese
Scientists and Engineers) melihat perlunya alat untuk memetakan
permasalahan secara terstruktur pada tingkatan manajemen menengah ke atas
sehingga membantu pengambilan keputusan dan kelancaran komunikasi tim
kerja di lapangan yang sering berhadapan dengan permasalahan yang terjadi
karena komplektibilitas 7 Basic Quality Tools, seperti check sheet,scatter
diagram, fishbone diagram,pareto chart,flow charts,dan histogram.
7 New tools ini dikembangkan untuk dapat mengorganisasikan data-
data verbal secara terstruktur. Berbeda dengan 7 basic tools yang digunakan
untuk mengorganisasikan data numerik. Penggunaan 7 new tools ini tidak

17
bertentangan dengan 7 basic tools melainkan saling mendukung. Ketujuh alat
manajemen kualitas yang masuk kelompok ini antara lain:

a. Interrelationship Diagram
Disebut juga sebagai diagram keterkaitan masalah, adalah alat
untuk menganalisis hubungan sebab dan akibat dari berbagai masalah
yang kompleks sehingga kita dapat dengan mudah membedakan
persoalan apa yang merupakan driver (pemicu terjadinya masalah) dan
persoalan apa yang merupakan outcome (akibat dari masalah).

Gambar 2.7. Interrelationship Diagram

b. Affinity Diagram
Affinity diagram adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan
sejumlah besar gagasan, opini, masalah, solusi, dan sebagainya yang
bersifat data verbal melalui sesi curah pendapat (brainstorming),
kemudian mengelompokkannya ke dalam kelompok-kelompok yang
sesuai dengan hubungan naturalnya. Metode ini diciptakan pada tahun
1960-an oleh Jiro Kawakita, seorang antropolog Jepang, sehingga sering
disebut juga metode KJ (sesuai inisial penemunya, Kawakita Jiro).
Metode ini biasa digunakan untuk menentukan dengan akurat
(pinpointing) masalah dalam situasi yang kacau (chaotic) dengan harapan
dapat menghasilkan strategi solusi untuk penyelesaian masalah tersebut.
Oleh karena itu, metode ini membutuhkan keterlibatan semua pihak
dalam organisasi. Affinity diagram selanjutnya dapat dijadikan masukan
untuk membuat sebuah fishbone diagram.

18
Gambar 2.8. Affinity Diagram

c. Tree Diagram
Tree diagram adalah teknik yang digunakan untuk
memecahkan konsep apa saja, seperti kebijakan, target, tujuan, sasaran,
gagasan, persoalan, tugas-tugas, atau aktivitas-aktivitas secara lebih rinci
ke dalam sub-subkomponen, atau tingkat yang lebih rendah dan rinci.
Tree Diagram dimulai dengan satu item yang bercabang menjadi dua atau
lebih, masing-masing cabang kemudian bercabang lagi menjadi dua atau
lebih, dan seterusnya sehingga nampak seperti sebuah pohon dengan
banyak batang dan cabang.
Tree Diagram  telah digunakan secara luas  dalam perencanaan,
desain, dan pemecahan masalah tugas-tugas yang kompleks. Alat ini
biasa digunakan ketika suatu perencanaan dibuat, yakni untuk
memecahkan sebuah tugas ke dalam item-item yang dapat dikelola
(manageable) dan ditugaskan (assignable). Penyelidikan suatu masalah
juga menggunakan tree diagram untuk menemukan komponen rinci dari
setiap topik masalah yang kompleks. Penggunaan alat ini disarankan jika
risiko-risiko dapat diantisipasi tetapi tidak mudah diidentifikasi. Tree
diagram lebih baik ketimbang interrelationship diagram untuk memecah
masalah, yang  mana masalah tersebut bersifat hirarkis. Oleh karena itu,
gunakan alat  ini hanya untuk masalah-masalah yang  dapat dipecahkan
secara hirarkis.

19
Gambar 2.9 Tree Diagram

d. Matrix Diagram
Matrix diagram adalah alat yang sering digunakan untuk
menggambarkan tindakan yang diperlukan untuk suatu perbaikan proses
atau produk. Matrix diagram selalu terdiri dari baris dan kolom yang
menggambarkan hubungan dua atau lebih faktor untuk mendapatkan
informasi tentang sifat dan kekuatan dari masalah sehingga kita bisa
mendapatkan ide-ide untuk memecahkan masalah.

Gambar 2.10. Matrix Diagram

20
e. Matrix Data Analysis
Matrix data analysis adalah alat yang digunakan untuk mengambil
data yang ditampilkan dalam  matrix diagram dan mengaturnya sehingga
dapat lebih mudah diperlihatkan dan menunjukkan kekuatan hubungan
antar variabel.  Hubungan antara variabel data yang ditampilkan pada
kedua sumbu diidentifikasi dengan menggunakan simbol-simbol untuk
derajat kepentingan atau data numerik untuk evaluasi.

Gambar 2.11. Gambar Matrix Data Analysis

f. Arrow Diagram / Activity network diagram


Activity network diagram adalah alat yang digunakan untuk
merencanakan atau menjadwalkan proyek. Untuk menggunakannya, kita
harus mengetahui urutan tugas-tugas beserta durasinya. Beberapa versi
activity network diagram yang luas pemakaiannya adalah: CPM (critical
path method), PERT (program evaluation and review technique), dan
PDM (precedence diagram method)

Gambar 2.12 Arrow Diagram

21
g. PDPC (Process Decision Program Chart)
PDPC adalah diagram untuk memetakan rencana kegiatan beserta
situasi yang mungkin terjadi sehingga PDPC bukan saja dibuat untuk
tujuan pemecahan akhir dari suatu masalah, tetapi juga untuk
menanggulangi kejutan risiko yang mungkin terjadi. Dengan kata
lain PDPC digunakan untuk merencanakan skenario, jika pada situasi
tertentu terjadi masalah, kita telah merencanakan bagaimana
kemungkinan penyelesaian masalahnya sehingga kita siap untuk
menanganinya.

Gambar 2.13 Gambar Process Decision Program Chart

Selanjutnya Methodology of Seven Steps terdiri dari:

1. Menentukan Pokok Masalah


2. Memahami Situasi dan Menentukan Target/ Sasaran/ Tujuan
3. Menyusun Rencana Aktvitas
4. Menganalisa Faktor-Faktor  dengan tahapan Investigasi Penyebab dan
Efek, Investigasi Kondisi saat ini dan masa lalu, Percobaan Stratifikasi,
Melihat perubahan dengan berjalannya waktu, Melihat Keterkaitan
5. Menyusun dan Mengimplementasikan Aktivitas perbaikan
6. Memastikan efektivitas dan efisiensi
7. Melakukan Standardisasi dan Pola Kontrol
Setiap tahapan dalam metodologi 7 langkah membutuhkan analisa-
analisa yang bisa dibantu oleh tools-tools ini. Perbedaan keduanya adalah jika

22
7 basic tools lebih ke eksplorasi kuantitatif (statistik) sedangkan 7 new tools
lebih ke eksplorasi kualitatif.
Kemampuan 7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7
langkah yang dahsyat dalam mengemukakan fakta/fenomena inilah yang
menyebabkan para pakar dalam setiap proses kegiatan mutu sangat tergantung
pada alat-alat bantu ini. Meskipun demikian, keberhasilan dalam menggunakan
7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah sangat dipengaruhi
oleh seberapa massif pengetahuan si pengguna akan alat bantu yang
dipakainya. Semakin baik pengetahuan yang dimiliki, akan semakin tepat
dalam memilih alat bantu yang akan digunakan.
Itulah sebabnya, ada 2 hal pokok yang perlu menjadi pedoman,
sebelum menggunakan 7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7
langkah, yaitu : efisien (tepat) dan efektif (benar). Efisien, maksudnya adalah
ketepatan dalam memilih alat bantu yang sesuai dengan karakteristik persoalan
yang akan dibahas. Efektif, artinya bahwa penggunaan alat bantu tersebut
dilakukan dengan “benar”, sehingg persoalan menjadi lebih jelas, mudah
dimengerti dan memberikan peluang untuk diperbaiki.
Pengelompokkan 7 alat pertama dapat dikatakan brillian, karena
mempermudah proses analisa dengan tetap mengacu kepada prinsip
manajemen kualitas yaitu berbicara dengan fakta. 7 basic tools merupakan
koleksi alat-alat statistik yang berbasis matematika, tetapi masih mudah untuk
diajarkan, sehingga 7 alat kualitas bisa diimplementasikan ke bidang non-
engineering dan diajarkan tanpa harus membutuhkan tingkat pendidikan tinggi.
Pengelompokkan 7 alat kedua (7 New Tools) timbul karena adanya
kebutuhan untuk memecahkan permasalahan kualitatif pada tingkatan
manajemen. Contoh permasalahan kualitatif, yaitu :

 Ketidaksamaan cara pandang yang berujung kepada perdebatan yang


berlebihan, dapat menggunakan affinity diagram
 Perlunya alat bantu untuk mengelompokkan permasalahan atau solusi,
dapat menggunakan affinity diagram
 Untuk mengetahui resiko pelaksanaan, dapat menggunakan PDPC

23
 Untuk mengetahui apakah ada pekerjaan yang paralel dan ada pekerjaan
yang genting sehingga tidak boleh mundur, dapat menggunakan arrow
diagram
 Untuk menegetahui apakah permasalahan ini berdiri sendiri atau
berhubungan yang lain , dapat menggunakan interrelationship diagram
dan matrix diagram

2.5.3 Perbedaan 7 Basic Tools dan 7 New Tools


Adapun Perbedaan antara 7 Basic Tools dengan 7 New Tools adalah 7
Basic Tools berorientasi data fokus pada pengukuran dan penghitungan data
numerik secara kuantitatif sedangkan 7 New Tools dalam analisisnya dilakukan
secara kualitatif dengan menggabungkan verbal dengan numerik dengan tujuan
untuk mencari akar permasalahan, mengklarifikasi, memprioritaskan tujuan dan
jadwal, serta melibatkan semua orang dalam kerjasama penuh.

2.6 Penerapan 7 QC Tools pada Manajemen Mutu dan Perbaikan


Berkesinambungan
Dalam keberhasilan penerapan alat kualitas, sistem manajemen mutu yang
diterapkan merupakan keuntungan. Prinsip-prinsip manajemen mutu merupakan
titik awal bagi manajemen perusahaan yang berupaya untuk meningkatkan
efisiensi secara berkelanjutan dalam jangka waktu yang lama dan kepuasan
pelanggan. Sistem manajemen mutu didasarkan pada integritas semua produksi
dan sumber daya pendukung perusahaan tertentu. Ini memungkinkan aliran proses
yang sempurna dalam memenuhi kontrak, standar, dan persyaratan kualitas pasar
terkait.
Penerapan sistem manajemen mutu selalu menjadi bagian dari proses
identifikasi dan/atau analisis proses pengembangan perusahaan. Perbaikan
berkelanjutan sebagai prinsip kelima SMM (ISO 9001:2000) tidak dapat
diwujudkan tanpa alat kualitas yang disajikan melalui empat kelompok kegiatan
siklus kualitas Deming atau siklus PDCA. Siklus deming merupakan siklus
manajemen yang bertujuan untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan
secara berkelanjutan dalam pengendalian kualitas. Siklus deming telah
diekmbangkan menjadi siklus berkesinambungan yaitu Siklus PDCA. Siklus

24
PDCA merupakan bagian integral dari manajemen proses dan dirancang untuk
digunakan sebagai model dinamis karena satu siklus mewakili satu langkah
perbaikan yang lengkap. Siklus PDCA digunakan untuk mengoordinasikan upaya
perbaikan berkelanjutan. Ini menekankan dan menunjukkan bahwa program
peningkatan harus dimulai dengan perencanaan yang cermat, harus menghasilkan
tindakan yang efektif, dan harus beralih lagi ke perencanaan yang cermat dalam
siklus berkelanjutan atau siklus kualitas Deming tidak pernah berakhir. Ini adalah
strategi yang digunakan untuk mencapai peningkatan terobosan dalam
keselamatan, kualitas, moral, biaya pengiriman, dan tujuan bisnis penting lainnya.
Penyelesaian satu siklus berlanjut dengan awal berikutnya. Siklus PDCA terdiri
dari empat langkah atau fase berurutan, sebagai:
berikut:
• Plan, analisis tentang apa yang perlu ditingkatkan dengan mempertimbangkan
bidang-bidang yang memiliki peluang untuk berubah. Keputusan tentang apa yang
harus diubah.
• Do, implementasi perubahan yang diputuskan dalam langkah Rencana.
• Check, Mengontrol dan mengukur proses dan produk sesuai dengan perubahan
yang dilakukan pada langkah sebelumnya dan sesuai dengan kebijakan, tujuan dan
persyaratan pada produk. Laporan hasil.
• Action, Adopsi atau reaksi terhadap perubahan atau menjalankan siklus PDCA
lagi. Menjaga perbaikan terus-menerus.

Gambar 2.14 Hubungan PDCA Cycle dengan 7 Basic Tools

2.7 Contoh Studi Kasus I


Dalam rangka melakukan perbaikan mutu produk guna melakukan
perbaikan secara berkesinambungan dengan meningkatkan efisiensi secara

25
berkelanjutan dalam jangka waktu yang lama dan kepuasan pelanggan maka
dilakukan pengontrolan mutu produk dengan mengidentifikasi seberapa besar
tingkat kerusakan produk yang terjadi pada PT. Semen Tonasa di Kabupaten
Pangkep dengan menggunakan P Chart yang merupakan salah satu jenis dari
control chart. Dengan menggunakan P Chart maka akan ditemukan proporsi
sampel yang masih berada pada dalam batas kontrol dan berada diluas batas
kontrol sehingga dapat diketahui apakah cacat produk yang dihasilkan msasih
dalam batas yang diisyaratkan. Adapun penelitian yang dilakukan sebagai berikut

2.7.1 Desain dan Pendekatan Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan
metode penelitian kuantitatif. kuantitatif adalah penelitian yang banyak
menggunakan angka-angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap
data serta penampilan dari hasilnya Arikunto, (2010). Mengacu dari definisi
tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat
kerusakan produk yang terjadi pada PT. Semen Tonasa di Kabupaten Pangkep.

2.7.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di PT. Semen Tonasa bergerak dibidang
produksi semen, berlokasi di Desa Biringere Kecamatan Bungoro Kabupaten
Pangkep. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini kurang lebih tiga bulan
dimulai dari bulan Maret sampai dengan Mei tahun 2017.

2.7.3 Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah :


 Data kualitatif, yaitu data dalam bentuk kalimat baik lisan maupun tulisan
yang mempunyai arti dan nilai tersendiri yang berperan sebagai
pendukung analisis lebih lanjut seperti jenis produk yang dijual, tugas dan
tanggung jawab karyawan bagian produksi, serta aliran proses produksi.
 Data kuantitatif, yaitu data dalam bentuk angka-angka yang dapat dihitung
seperti jumlah produksi per hari, jumlah produk semen yang cacat, dan
lainlain yang relevan dengan penulisan ini.

26
Sumber data dalam penulisan ini berasal dari :
 Data Internal
Data internal adalah data yang diperoleh dari dalam perusahaan yang
diteliti, dapat berupa :
 Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari perusahaan dengan
cara melakukan pengamatan dan wawancara langsung kepada pimpinan
perusahaan, staf, dan para karyawan.
 Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui catatan atau dokumen
yang dimiliki oleh perusahaan yang berhubungan dengan tujuan
penelitian.
 Data eksternal adalah data yang diperoleh dari luar perusahaan misalnya
buku literatur, bahan kuliah dan karangan ilmiah lainnya yang ada
hubungannya dengan masalah penelitian.

2.7.4 Definisi Operasional Variabel

 P-chart merupakan sebuah peta untuk pengendalian yang menggunakan


pecahan kerusakan sebagai sebuah sampel.
 Upper control limit merupakan batas atas pengerjaan kualitas produk
semen.
 Lower control limit merupakan batas bawa pengendalian kualitas produk
semen.
 Produk cacat adalah produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang tidak
memenuhi standar kualitas yang dihasilkan oleh perusahaan dalam proses
produksi.

2.7.5 Metode Analisis Data

Peralatan analisis yang digunakan dalam membahas permasalahan yang


dihadapi oleh perusahaan adalah dengan menggunakan pemeriksaan proses
produksi. Pemeliharaan terhadap proses produksi diperlukan untuk mencegah atau
mengurangi terjadinya produk cacat yang disebabkan oleh proses produksi yang
tidak berjalan dengan semestinya. Proses kontral ini terdiri atas dua bagian, yaitu

27
variabel dan atribut. Dalam perusahaan ini ditentukan penggunaan pada metode
proses kontrol untuk atribut, metode ini menggunakan pemeriksaan produk ketika
barang tersebut masih sedang diproduksi.
Untuk keperluan menganalisis data yang diperoleh, maka peralatan analisis
yang digunakan adalah :
1) Bagan P-Chart adalah bagan yang digunakan untuk meneliti jumlah suatu
kejadian atau keadaan produk seperti cacat, hilang dan ringan dari sejumlah
sampel yang diamati secara periodik dengan rumus :
X
P=
N
Di mana :
P = Proporsi cacat rata-rata dari total sampel yang diamati
X = Jumlah produk cacat
N = Jumlah seluruh produk yang diperiksa
Dalam menyusun P-Chart akan digunakan sebanyak 40 sampel yang
dihasilkan selama 25 hari.
2) Standar deviasi yaitu penyimpangan dari proporsi produk yang diamati dalam
sejumlah contoh maka digunakan rumus.
Dimana :

s P=
√ p (1− p)
n
Dimana:
s P = Standar deviasi proporsi produk cacat
n = Jumlah produk setiap sampel
3) Batas pengendalian (control limits). Penyimpangan kualitas terdiri atas batas
pengendalian atas (upper control limits, UCL) dan batas pengendalian bawah
(Lower control limits = LCL) digunakan rumus :
UCL = P + 3 SP
LCL = P – 3 SP
Berdasarkan rumus di atas menjelaskan bahwa apabila proporsi sampel yang
diamati masih berada dalam batas control, ini berarti bahwa proses produksi
masih berjalan normal. Apabila ternyata ada proporsi sampel yang berada

28
diluar batas control, berarti proses kegiatan perusahaan sudah tidak berjalan
normal.

2.7.6 Hasil dan Pembahasan

1). Analisis
Masalah produksi adalah merupakan bagian yang terpenting dalam
perusahaan, sebab dengan adanya kegiatan produksi maka perusahaan akan
memperoleh pendapatan guna dapat mempertahankan kontinuitas daripada usaha
yang akan dikelola. Oleh karena itulah salah satu cara yang dilakukan oleh
perusahaan adalah dengan meningkatkan produksi dengan mutu produk yang
memadai. Dimana dalam meningkatkan atau mempertahankan mutu produk serta
dalam rangka perbaikan berkesinambungan dengan meningkatkan efesiensi mutu
produk secara berkelanjutan maka perlu adanya pengendalian kualitas
Pengendalian kualitas merupakan suatu tindakan yang dilakukan dalam
upaya untuk memenuhi standar atau spesifikasi produk yang dapat diterima
konsumen. Pengendalian kualitas adalah merupakan kegiatan yang perlu
dilakukan oleh setiap perusahaan, agar kualitas produk yang dihasilkan sesuai
dengan harapan.
Dalam upaya melakukan pengendalian kualitas hasil produksi, perusahaan
perlu melakukan sistem pengendalian kualitas mulai dari bahan baku, proses
produksi sampai barang jadi. Masing-masing perusahaan mempunyai cara sendiri
di dalam melakukan pengendalian kualitas, dimana cara ini terkadang menjadi
sangat rahasia bagi pihak lain. Pengendalian kualitas dilakukan agar tujuan
perusahaan untuk memproduksi produk sesuai dengan harapan dan dengan sedikit
mungkin memghasilkan produk cacat.
Demikian halnya dengan perusahaan PT Semen Tonasa, yang merupakan
salah satu perusahaan yang bergerak di bidang industri semen Tonasa, dimana
dalam melakukan kegiatan produksi maka perusahaan sebagai perusahaan industri
semen perlu memproduksi produk dengan mutu yang sesuai dengan yang
diharapkan oleh perusahaan. Dalam pelaksanaan produksi Semen Tonasa maka
akan disajikan data produksi Semen Tonasa.

29
Berkaitan dengan pentingnya masalah pengendalian kualitas SemenTonasa, maka
selanjutnya akan disajikan data produksi Semen Tonasa dari bulan Januari s/d
bulan Desember tahun 2016 untuk menentukan jumlah sampel yang akan diambil
dalam pengendalian kualitas Semen Tonasa yang dapat dilihat pada tabel berikut
ini :

Tabel 2.2 Data Produksi Semen Tonasa Bulan Januari S/d Desember tahun 2016
Bulan Jumlah Produksi Semen Tonasa
(Ton)
Januari 208.187
Pebruari 212.765
Maret 210.178
April 211.312
Mei 212.456
Juni 205.672
Juli 207.123
Agustus 213.875
September 212.765
Oktober 216.712
November 211.654
Desember 215.678

Total 1 tahun 2.538.377


Rata-rata perbulan 211.531
Sumber : Data diolah dari PT Semen Tonasa Kabupaten Pangkep

Berdasarkan tabel 2.2 yakni data produksi Semen Tonasa maka jumlah
produksi Semen Tonasa dalam tahun 2016 sebesar 2.538.377 Ton atau perbulan
sebesar 211.531 Ton. Sedangkan jumlah produksi Semen Tonasa perhari adalah
sebesar 8.461 Ton (211.531 Ton : 25 hari), sehingga penentuan sampel dapat
ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

30
n=√ 2 NP
n=√ 2 x 211,531 x 25
n=650 ton
Dengan demikian maka jumlah sampel yang akan diambil dalam pengendalian
kualitas Semen Tonasa per hari sebesar 650 Ton, sehingga jumlah sampel dengan
jumlah yang cacat yang akan dianalisis dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.3. Jumlah Kemasan Semen Tonasa Yang Cacat dan Tingkat Proporsinya
dari 25 Sampel dengan n = 25
No Jumlah produksi Jumlah yang
Proporsi
Sampel cacat
1 650 12 0,02
2 650 22 0,03
3 650 27 0,04
4 650 32 0,05
5 650 65 0,10
6 650 12 0,02
7 650 17 0,03
8 650 49 0,08
9 650 22 0,03
10 650 26 0,04
11 650 29 0,04
12 650 30 0,05
13 650 32 0,05
14 650 37 0,06
15 650 39 0,06
16 650 40 0,06
17 650 42 0,06
18 650 12 0,02
19 650 11 0,02
20 650 10 0,02
21 650 19 0,03

31
22 650 78 0,12
23 650 82 0,13
24 650 78 0,12
25 650 67 0,10
Jumlah 16.250 890 0,05

Sumber : Data diolah dari PT Semen Tonasa di Kabupaten Pangkep


Dari tabel 2.3. dapat terlihat perbandingan jumlah Semen Tonasa yang cacat
dengan jumlah produksi diketahui bahwa jumlah produksi yang cacat sebesar 890
Ton dari 16.250 Ton yang dianalisis, sehingga tingkat prosentase Semen Tonasa
yang cacat dapat dihitung sebagai berikut :
890
P=
25 hari x 650 ton
= 0,0548 atau 5,48 %

SP=
√ 0,0548(1−0,0548)
650

SP=
√ 0,0518
650
= 0,0089
3SP = 3 x 0,0089
=0,027
Dari perhitungan tersebut di atas, maka dapat diketahui batas pengendalian
atas (UCL) dan batas pengendalian bawah (LCL), sebagaimana terlihat
perhitungan berikut ini :
UCL = 0,0548 + 0,027 = 0,0818
LCL = 0,0548 – 0,027 = 0,028
Dari hasil perhitungan standar kualitas Semen Tonasa khususnya pada perusahaan
PT Semen Tonasa di Kabupaten Pangkep nampak bahwa batas pengendalian atas
(UCL) adalah sebesar 0,0818 atau 8,18%, sedangkan batas bawah dalam
pengendalian kualitas sebesar 0,028 atau 2,8%.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat digambarkan pada control chart
yang disebut p chart, dengan memasukkan semua perhitungan pada gambar 2.15
maka p chart dapat digambarkan sebagai berikut :

32
Gambar 2.15 Bagan Pengendalian Kualitas Semen Tonasa Sebelum Revisi

Sumber : Hasil olahan data


Dari hasil analisis mengenai bagan pengawasan kualitas Semen Tonasa
pada perusahaan PT Semen Tonasa di Kabupaten Pangkep, menunjukkan bahwa
dari 25 sampel Semen Tonasa yang diobservasi atau diteliti, maka besarnya UCL
dalam pengendalian kualitas sebesar 0,0818 atau 8,18% dan LCL sebesar 0,028
atau 2,8% serta control limit (T) sebesar 0,0548 atau 5,48%, dan dari hasil
pengawasan selama 25 hari, ternyata jumlah semen Tonasa yang cacat berada di
luar dari UCL (batas atas) yakni pada hari ke 5, 22, 23, 24, 25.
Salah satu cara yang dilakukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi
oleh perusahaan adalah dengan cara menghilangkan jumlah observasi produk
Semen Tonasa yang cacat yaitu yang melewati batas atas (UCL), dimana jumlah
semen yang cacat dan melewati batas UCL adalah pengamatan pada hari ke 5, 22,
23, 24 dan 25, sehingga jumlah observasi yang tersisa adalah berjumlah 20 hari
yang dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.4 Jumlah Semen Tonasa yang Cacat dan Proporsinya Dari 20 Observasi
Dengan n = 20

No Jumlah produksi Jumlah yang cacat


Proporsi
sampel
1 650 12 0,02

33
2 650 22 0,03
3 650 27 0,04
4 650 32 0,05
5 650 12 0,02
6 650 17 0,03
7 650 49 0,08
8 650 22 0,03
9 650 26 0,04
10 650 29 0,04
11 650 30 0,05
12 650 32 0,05
13 650 37 0,06
14 650 39 0,06
15 650 40 0,06
16 650 42 0,06
17 650 12 0,02
18 650 11 0,02
19 650 10 0,02
20 650 19 0,03
Jumlah 13.000 520 0,04

Sumber : PT Semen Tonasa di Kabupaten Pangkep


Dari data pengamatan Semen Tonasa sebanyak 20 hari, maka untuk
mengetahui besarnya UCL dan LCL setelah revisi (n = 20), maka besarnya UCL
dan LCL dapat dihitung sebagai berikut :

520
P=
20 hari x 650 ton
= 0,04

SP=
√ 0,04(1−0,04)
650

SP=
√ 0,0384
650

34
= 0,0000591
3SP = 3 x 0,00768
=0,023
Dari perhitungan tersebut di atas maka dapat diketahui nilai batas
pengendalian kualitas atas dan batas pengendalian kualitas bawah yaitu sebagai
berikut :
UCL = 0,04 + 0,023 = 0,063
LCL = 0,04 – 0,023 = 0,017
Berdasarkan hasil perhitungan batas atas dalam pengendalian kualitas (UCL) yaitu
sebesar 0,063 atau sebesar 6,30% dan batas bawah (LCL) sebesar 0,0017 atau
1,70%, hal ini dapat dilihat pada grafik/bagan pengendalian kualitas Semen
Tonasa setelah revisi ke-1 yang dapat dilihat pada gambar 2.16 yaitu sebagai
berikut :
Gambar 2.16 Bagan Pengendalian Kualitas Semen Pada PT. Semen Tonasa di
Kabupaten Pangkep (Setelah Revisi ke-1)

Sumber : Hasil olahan data


Berdasarkan gambar/grafik 2.16 yaitu pengendalian kualitas dengan
jumlah pengamatan selama 20 hari (setelah revisi pertama) maka terlihat dalam
bagan bahwa jumlah Semen Tonasa terdapat 2 sampel yang cacat yaitu pada hari
ke 7 dan hari ke 16, sehingga cara yang dilakukan adalah melakukan perhitungan

35
tanpa jumlah observasi sampel ke 7 dan ke 16,. Oleh karena itulah maka jumlah
observasi sisa 18 hari yang dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut ini :

Tabel 2.5 Jumlah Produksi Semen Tonasa Yang Cacat dan Proporsinya Dengan
18 hari Pengamatan (n = 18) Revisi ke 2
No Jumlah produksi Jumlah yang cacat
Proporsi
sampel
1 650 12 0,02
2 650 22 0,03
3 650 27 0,04
4 650 32 0,05
5 650 12 0,02
6 650 17 0,03
7 650 22 0,03
8 650 26 0,04
9 650 29 0,04
10 650 30 0,05
11 650 32 0,05
12 650 37 0,06
13 650 39 0,06
14 650 40 0,06
15 650 12 0,02
16 650 11 0,02
17 650 10 0,02
18 650 19 0,03

Jumlah 11.700 429 0,04


Sumber : Hasil olahan data
Dari data pengamatan Semen Tonasa sebanyak 18 hari, maka untuk
mengetahui besarnya UCL dan LCL setelah revisi kedua (n = 18), maka besarnya
UCL dan LCL dapat dihitung sebagai berikut :
429
P=
18 hari x 650 ton

36
= 0,037

SP=
√ 0,037(1−0,037)
650

SP=
√ 0,0356
650
= 0,0070
3SP = 3 x 0,0070
=0,021
Dengan demikian maka perhitungan UCL dan LCL dapat dihitung sebagai berikut
:
UCL = 0,037 + 0,021 = 0,06
LCL = 0,037 - 0,0721 = 0,016
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas maka terlihat bahwa batas
limit atas (UCL) sebesar 0,06 atau 6% dan batas limit bawah sebesar 0,016 atau
1,6%, sehingga dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 2.17 Bagan Pengendalian Kualitas Semen Pada PT. Semen Tonasa di
Kabupaten Pangkep (Setelah revisi ke-2)

37
Dapat terlihat pada gambar/bagan 2.17 terlihat bahwa dari 18 hari yang
diobservasi nampak masih terdapat sampel yang melewati batas UCL yaitu pada
hari 13 dan hari ke 14, sehingga dilakukan dengan menghilangkan jumlah
observasi yang melewati UCL yaitu hari ke 13 dan hari ke 14 yang dapat dilihat
pada tabel 2.7 yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.7 Jumlah Produksi Semen Tonasa Yang Cacat Serta Proporsinya Dengan
Jumlah Observasi 16 hari ( n = 16 ) setelah revisi ke 3
No Jumlah produksi Jumlah yang cacat
Proporsi
sampel
1 650 12 0,02
2 650 22 0,03
3 650 27 0,04
4 650 32 0,05
5 650 12 0,02
6 650 17 0,03
7 650 22 0,03
8 650 26 0,04
9 650 29 0,04

38
10 650 30 0,05
11 650 32 0,05
12 650 37 0,06
13 650 12 0,02
14 650 11 0,02
15 650 10 0,02
16 650 19 0,03

Jumlah 10.400 350 0,03


Sumber : Hasil olahan data
Dari data tersebut di atas, maka selanjutnya dapat disajikan gambar/bagan
pengendalian kualitas Semen Tonasa yang dapat dilihat melalui skema berikut ini:
Gambar 2.18 Bagan Pengendalian Kualitas Semen Pada PT. Semen Tonasa di
Kabupatan Pangkep (Setelah Revisi ke-3)

Berdasarkan gambar/bagan 2.18 yaitu pengendalian kualitas Semen


Tonasa ( n = 16) terlihat masih terdapat jumlah observasi yang melewati UCL
yaitu hari ke 12. Kemudian jumlah yang diobservasi melewati UCL maka
observasi ke 12, sehingga jumlah yang diobservasi masih terdapat 15 hari
pengamatan, sehingga data produksi dari jumlah observasi 15 hari pengamatan
dapat dilihat pada tabel berikut ini :

39
Tabel 2.8 Jumlah Produksi Semen Tonasa Dengan Cacat Serta Proporsinya
Dengan Jumlah Observasi 15 hari ( n = 15 ) Setelah Revisi ke 4
No Jumlah produksi Jumlah yang cacat
Proporsi
sampel
1 650 12 0,02
2 650 22 0,03
3 650 27 0,04
4 650 32 0,05
5 650 12 0,02
6 650 17 0,03
7 650 22 0,03
8 650 26 0,04
9 650 29 0,04
10 650 30 0,05
11 650 32 0,05
12 650 12 0,02
13 650 11 0,02
14 650 10 0,02
15 650 19 0,03

Jumlah 9.750 313 0,03


Sumber : Hasil olahan data

Berdasarkan tabel 2.8 maka selanjutnya akan dilihat perhitungan P-chart yaitu
sebagai berikut :
313
P=
16 hari x 650 ton
= 0,032

SP=
√ 0,032(1−0,032)
650

SP=
√ 0,031
650
= 0,007

40
3SP = 3 x 0,007
= 0,021
= 0,021
Sehingga batas limit atas (UCL) dan batas limit bawah (LCL) dapat dihitung
sebagai berikut :
UCL = 0,032 + 0,021 = 0,053
LCL = 0,037 - 0,0721 = 0,011
Untuk lebih jelasnya dapat disajikan gambar/bagan 2.19 yang dapat dilihat
sebagai berikut :
Gambar 2.19 Bagan Pengendalian Kualitas Pada PT. Semen Tonasa di Kabupaten
Pangkep (Setelah Revisi ke-4)

Sumber : Hasil olahan data


Berdasarkan gambar/bagan 2.19 terlihat bahwa P (central line) sebesar
0,032 atau 3,2% dan batas limit (UCL) atas sebesar 0,053 atau 5,3% dan batas
limit bawah (LCL) sebesar 0,011 atau 1,1%. Dari bagan/gambar tersebut terlihat
bahwa jumlah pengawasan produksi Semen Tonasa yang cacat tidak ada lagi yang
melewati batas atas (UCL).
2). Evaluasi atas Pengendalian Kualitas

Adapun evaluasi atas pengendalian kualitas Semen Tonasa dapat disajikan sebagai
berikut :

41
 Pengendalian kualitas Semen Tonasa yang dilaksanakan oleh perusahaan
PT Semen Tonasa di Kabupaten Pangkep bersifat pengawasan,
pemeriksaan dan pencatatan saja. Sebelumnya tidak diadakan
pengendalian kualitas yang berbentuk bagan (Quality Control Chart)
sehingga belum dapat diketahui sampai dimana tingkat variasi sesuai
dengan proses dan standar, dan belum mampu melihat apakah proses
produksi Semen Tonasa dalam keadaan stabil dan kontinyu serta kapan
diadakan tindakan pencegahan, bila terjadi variasi yang melampaui batas
yang dapat ditolerir.
 Berdasarkan hasil evaluasi mengenai pengendalian kualitas Semen Tonasa
sebelum direvisi menunjukkan bahwa batas pengendalian kualitas atas
UCL sebesar 0,0818 atau sebesar 8,18% sedangkan batas pengendalian
kualitas bawah LCL sebesar 0,028 atau 2,8%. Kemudian standar kualitas
semen setelah revisi menunjukkan bahwa batas pengendalian kualitas atas
UCL sebesar 0,053 atau 5,30% dan batas pengendalian kualitas bawah
LCL sebesar 0,011 atau 1,1%.
 Hasil analisis mengenai pengenalian kualitas produk semen yang
dilakukan oleh PT. Semen Tonasa di Kabupaten Pangkep terlihat bahwa
pelaksanaan pengendalian kualitas yang dilakukan sudah dapat
mengurangi produk yang cacat. Hal ini dapat disajikan data produksi
semen yang cacat periode 2013 s/d 2016 dan produksi yang cacat yang
dapat dilihat pada tabel 5.8 yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.9 Data Produksi Semen dan Produk Yang Cacat Tahun 2013 s/d Tahun
2016
Tahun Jumlah Produksi Semen Jumlah Produski Pertumbuhan
(Ton) yang Cacat (Ton) (%)
2013 1.976.256 13.680 -
2014 2.161.070 12.071 -11,76
2016 2.538.377 10.680 -11,52

Rata-rata 2.252.234 12.144 -11,64


Sumber : PT. Semen Tonasa di Kabupaten Pangkep (2017)

42
Pada tabel 2.9 yang sebagaimana telah diuraikan, nampak bahwa jumlah produksi
semen meningkat untuk setiap tahun, namun dari data mengenai tingkat produksi
semen yang cacat karena pengantongan semen terlihat bahwa dalam 2 tahun
terakhir mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat bahwa jumlah produk semen
yang cacat dalam tahun 2015 menurun sebesar 11,76% sedangkan untuk tahun
2016 menurun sebesar 11,52%. Sehingga dari data yang telah dikemukakan pada
tabel 5.8 maka dapat dikatakan bahwa pengendalian kualitas produk semen sudah
efektif karena sudah dapat mengurangi produk semen yang cacat.

2.7.7 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil analisis mengenai pengendalian kualitas
Semen Tonasa pada perusahaan PT Semen Tonasa di Kabupaten Pangkep dengan
menggunakan p-chart maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dari keseluruhan
hasil analisis yaitu sebagai berikut :
Dari hasil analisis mengenai pengendalian kualitas Semen Tonasa sebelum
dilakukan revisi menunjukkan bahwa batas pengendalian kualitas atas UCL
sebesar 0,0818 atau sebesar 8,18% sedangkan batas pengendalian kualitas bawah
LCL sebesar 0,028 atau 2,8% dengan jumlah observasi sampel yang mengalami
yang melewati batas UCL ( Upper Control Limit) sebanyak 4
Setelah direvisi, menunjukkan bahwa batas pengendalian kualitas atas (UCL)
sebesar 0,053 sedangkan batas pengendalian kualitas bawah (LCL) diperoleh hasil
sebesar 0,011 dan sudah tidak ada yang melewati batas UCL ( Upper Control
Limit)
Hal ini berarti pelaksanaan pengendalian kualitas dalam bentuk bagan p-
chart berperan untuk membantu perusahaan dalam mengetahui keadaan hasil
produksi dan mengetahui dari kualitas yang telah dispesifikasikan dan ditunjukan
dalam prosentase yang cacat dalam pengendalian kualitas, serta penggunaan
Control P Chart dengan metode sampel, dapat menekan pengeluaran biaya dan
penggunaan waktu.

2.8 Contoh Studi Kasus II

43
Dalam rangka melakukan pengendalian kualitas produk guna melakukan
perbaikan secara berkesinambungan dengan meningkatkan efisiensi secara
berkelanjutan dalam jangka waktu yang lama dan kepuasan pelanggan maka
dilakukan identifikasi penyebab-penyebab kecacatan produk dengan mengunakan
histogram dan 7 new tools sehingga dapat ditemukan hubungan dan penyebab dari
kecacatan produk yang terjadi untuk selanjutnya dilakukan perbaikan. Adapun 7
new tools yang digunakan yaitu affinity diagram, interrelationship diagram,
matriks diagram, tree diagram, diagram panah, dan PDPC(Process Decision
Program Chart).

2.8.1 Lokasi Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di CV. Arga Reyhan bergerak dibidang produksi
paving block, berlokasi di Bahari Sumatera Utara.

2.8.2 Metodologi Penelitian

44
Gambar 2.20 Metologi Penelitian

2.8.3 Data
Dari data yang diperoleh dengan melakukan survey langsung pada CV.
maka diperoleh jumlah produksi paving block selama 1 bulan adalah 125.662 unit
dan yang cacat berjumlah 3944 unit. Jenis kecacatan yang biasanya ditemukan
dalam produk paving block terdiri dari tiga jenis antara lain ialah
 Cacat sompel , merupakan cacat produk yang tampak gompal dan
seperti berlubang pada beberapa bagian. Adapun jumlah cacat
produk yang mengalami cacat sompel sebanyak 1663 bush.

45
 Cacat retak, merupakan cacat produk yang tampak bergaris pada
produk yang menandakan akan pecah . Adapun jumlah cacat
produk yang mengalami cacat retak sebanyak 1481buah
 Cacat permukaan tidak rata, merupakan cacat pada permukaan
produk sehingga tampak tidak beraturan dan tidak rata antar satu
bagian dengan bagian lainnya . Adapun jumlah cacat produk yang
mengalami cacat retak sebanyak 800 buah
Berdasarkan kecacatan tersebut diketahui kecacatan terbesar terjadi pada
jenis sompel (42,17%) kemudian retak (37,55%) dan permukaan tidak rata
(20,28%).
Adapun penyebab dari kecacatan produk adalah sebagai berikut paving
block yang mengalami retak, yang disebabkan oleh produk saling berbenturan,
komposisi material yang tidak sesuai perbandingan, penumpukan langsung
pada permukaan, kondisi mesin kurang baik, belum layak diangkat tapi diangkat
dan lokasi penjemuran yang tidak merata. Paving block mengalami sompel, yang
disebabkan oleh Pembongkaran terlalu cepat, operator meletakkan produk tidak
berlahan, tekanan freis hidrolik, tidak normal dan supir forklift kurang hati-hati
membawa produk dan paving block mengalami sisi permukaan tidak rata, yang
disebabkan oleh hujan ketika paving block kurang kering, tempat
penjemuran terbuka, penumpukan susunan, produk tidak padat.

2.8.4 Hasil dan Pembahasan


Dari jumlah data yang diperoleh dapat dibuat bagan histogram yang tampak
seperti gambar berikut.

Gambar 2.21 Histogram Cacat Produksi

46
Dari gambar 2.21 diatas dapat terlihat bahwa kecacatan sompel menempati urutan
pertama yaitu sebanyak 1663 unit sehingga kecacatan jenis ini menjadi prioritas
utama dalam melakukan perbaikan.
Adapun analisis penyebab kecacatan produk dengan menggunakan 7 new tools
adalah sebagai berikut.

1. Affinity Diagram

Gambar 2.22 Affinity Diagram Cacat Produksi


Dari gambar 2.22 diatas diketahui bahwa penyebab terjadinya kecacatan ada 5
yaitu manusia, mesin, metode, material, lingkungan dimana masing-masing
mempunyai variabel- variabel tersebut selanjutnya akan dicari hubungannya
antara satu variabel dengan yang lainnya.

2. Interrelationship Diagram

47
Gambar 2.23 Interrelationship Diagram Cacat Sompel

Gambar 2.24 Interrelationship Diagram Cacat Permukaan Tidak Rata

48
Gambar 2.25 Interrelationship Diagram Cacat Retak

Dari diagram diatas, terdapat beberapa variabel yang berkaitan dengan penyebab-
penyebab kecacatan produk paving block . anak panah pada diagram tersebut
menunjukkan sebab akibat dari variabel, dimana panah berarah dari penyebab
menuju ke akibatnya. Didapat kesimpulan untuk ketiga jenis cacat tersebut
ternyata masih ada hubungan satu sama lain yang kemungkinan nantinya
perbaikan juga sama.

3. Matriks Diagram
Diagram matriks ini bertujuan untuk menunjukkan keeratan atau kekuatan
hubungan antara dua atau lebih kelompok informasi. Dalam permasalahan
tingginya cacat pada produk paving block menggunakan matriks bentuk T yang
mengidentifikasi hubungan antara aktivitas perbaikan dengan aktivitas spesifik dan
faktor – faktor yang berpengaruh pada jenis cacat produk paving block. Didalam
pembuatan analisa masalah terbesar yang ada yaitu untuk item kecacatan Sompel,
retak dan permukaan tidak rata.

49
Tabel 2.10 Matriks Diagram untuk Cacat Sompel

Tabel 2. 11 Matriks Diagram untuk Cacat Retak

50
Tabel 2. 12 Matrix Diagram untuk Cacat Permukaan Tidak Rata

Dari matriks diagram diatas dapat terlihat bahwa aktivitas perbaikan


dibagi menjadi 3 tindakan yaitu melakukan preventive maintenance pada mesin
freis hidrolik, meningkatkan kinerja operator ,dan perbaikan lingkungan
produksi,sedangkan untuk aktifitas spesifik yang dilakukan dibagi dalam 5
tindakan yaitu Sebaiknya operator memiliki job desc tetap agar pokus
mengerjakan pekerjaan tersebut, melakukan pengecekan mesin setelah
digunakan secara rutin, melakukan pengawasan maksimal, meratakan lokasi
penjemuran, dan membuat tempat penjemuran setengah terbuka, serta dari
matriks diagram diatas juga dapat terlihat faktor-faktor yang menyebabkan
cacat permukaan serta hubungan antara faktor,aktivitas perbaikan,serta
aktivitas spesifik .

51
4. Tree Diagram
Tree diagram digunakan untuk memecahkan suatu konsep atau
aktivitasaktivitas secara lebih terperinci ke dalam sub-sub komponen atau tingkat
yang lebih rendah dan terperinci lagi. Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi
dengan pihak operator di bagian produksi didapatkan beberapa informasi mengenai
beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka kecacatan
produk “paving block”. Berikut ini adalah gambar tree diagram terkait dengan
beberapa alternatif pencapaian yang dapat dilakukan untuk mengurangi kecacatan
produk untuk setiap alternatif berdasarkan levelnya.

Gambar 2.26 Tree Diagram Kecacatan pada Produk Paving Block


Dari diagram di atas tergambarkan untuk mengurangi kecacatan produk
terdapat beberapa alternatif pencapaian yaitu melakukan preventive maintenance
pada mesin freis hidrolik, meningkatkan kinerja operator dan Perbaikan
lingkungan produksi. Dimana dari setiap alternatif tersebut dikembangkan lagi
menjadi beberapa level yang merupakan solusi untuk melakukan improvement.

52
5. Diagram Panah

Tabel 2.13 Diagram Panah Aktivitas untuk mengendalikan cacat paving block

Berdasarkan tabel 2.13 dapat dibuat sebuah diagram panah yang menunjukkan
urutan proses kerjanya secara lebih jelas. Diagram panah dari aktifitas tersebut
dapat dilihat pada gambar 2. 27

Gambar 2.27 Diagram Panah Aktivitas untuk proses kerja paving block

Dari gambar 2.27 dapat disimpulkan bahwa dalam mengendalikan cacat paving
block pada aktivitas melakukan proses pencetakan dengan mesin freis hidrolik,
pengangkatan produk ke tempat penyortiran, dan pengangkatan produk ke tempat
penjemuran adalah rawan cacat produk yang perlu diawasi dan bila perlu ada satu
operator yang khusus memonitoring jalannya proses aktivitas tersebut. Karena pada
proses sebelumnya, jalannya proses tidak ada yang memonitoring sehingga ketika
ada proses yang berjalan tidak semestinya , hasil reject sudah terlanjur banyak.

53
6. PDPC

Gambar 2.28 PDPC Cacat Sompel, Cacat Retak dan Permukaan Tidak Rata
Dari hasil penganalisaan dengan menggunakan metode Process Decision Program
Chart (PDPC) dapat disimpulkan bahwa bisa digambarkan untuk mencapai suatu
target yang diinginkan maka hubungan komunikasi atau hubungan antara proses/
aktifitas lain yang mendukungnya sehingga bisa mengerti dan perbaikan dapat
terlaksana.

2.5.3 Kesimpulan
Berdasarkan dari pengolahan data dan analisa hasil dapat diambil kesimpulan
bahwa:
A. Analisa New Seven Tools
1. Pada affinity diagram disebutkan beberapa faktor yang menyebabkan cacatnya
produk paving block tersebut diantaranya adalah:
 Cacat Sompel
a. Manusia, meliputi : Operator tidak meletakkan produk jadi paving block
secara berlahan.
b. Mesin , meliputi: Pada saat produksi berlangsung mesin sering rusak.

54
c. Metode, meliputi: Belum adanya SOP dalam pengoperasiannya.
d. Material, meliputi: Tidak melakukan penakaran bahan baku yang sesuai
e. Lingkungan, meliputi: Lokasi penyimpanan material kurang rata.

 Cacat retak
a. Manusia, meliputi: Operator forklift tidak meletakkan produk jadi paving
block secara hati-hati.
b. Mesin, meliputi: Pada saat produksi berlangsung mesin sering rusak.
c. Metode, meliputi: Tidak ada QC (quality control) dalam pengoperasiannya.
d. Material, meliputi: Takaran untuk bahan baku tidak menggunakan ukuran.
e. Lingkungan, meliputi: Areal penyimpanan kurang luas.

 Cacat permukaan tidak rata


a. Manusia, meliputi: Kurang teliti dalam mengkondisikan produk akhir.
b. dimana mesin yang di gunakan pada pembuatan paving block sudah tua.
c. Metode, meliputi: Tidak ada QC (quality control) dalam pengoperasiannya
sehingga produk tetap banyak yang cacat.
d) Material, meliputi: Tidak melakukan penakaran row material yang sesuai.
e. Lingkungan, meliputi: Tempat penyimpanan produk jadi tidak tertutup.

2. Penggunaan Interrelationship
Pada diagram Interrelationship Diagram diketahui bahwa faktor-faktor penyebab
cacat produk tersebut adalah sebagai berikut:
1.Cacat sompel, diakibatkan oleh pembongkaran terlalu cepat, operator
meletakkan produk tidak perlahan, tekanan freis hidrolik, tidak normal dan supir
forklift kurang hati-hati membawa produk
2.Cacat retak, diakibatkan oleh produk saling berbenturan, komposisi material
yang tidak sesuai perbandingan, penumpukan langsung pada permukaan, kondisi
mesin kurang baik, belum layak diangkat tapi diangkat dan lokasi penjemuran
yang tidak merata.
3.Cacat permukaan tidak rata diakibat oleh hujan ketika paving block kurang
kering, tempat penjemuran terbuka, penumpukan susunan, produk tidak padat.

55
3. Penggunaan Matriks Diagram
Pada pengolahan data menggunakan diagram matrik dapat terlihat bahwa
aktivitas perbaikan yang dilakukan dibagi menjadi 3 tindakan yaitu melakukan
preventive maintenance, merupakan tindakan pencegahan dengan pada melakukan
tindakan pemeliharaan pada mesin freis hidrolik, meningkatkan kinerja operator
dan perbaikan lingkungan produksi. Sedangkan untuk aktifitas spesifik yang
dilakukan dibagi dalam 5 tindakan yaitu Sebaiknya operator memiliki job desc
tetap agar pokus mengerjakan pekerjaan tersebut, Melakukan pengecekan mesin
setelah digunakan secara rutin, Melakukan pengawasan maksimal, Meratakan
lokasi penjemuran, Mebuat tempat penjemuran setengah terbuka.
Adapun faktor yang paling berpengaruh terhadap aktifitas perbaikan untuk jenis
kecacatan sebagai berikut :
 Cacat sompel,
Faktor yang paling berpengaruh terhadap aktifitas perbaikan adalah
tekanan freis hidrolik tidak normal, kemudian operator meletakkan produk
tidak berlahan, serta supir forklift kurang hati-hati membawa produk,
sehingga produk saling berbenturan.
 Cacat retak
Faktor yang paling berpengaruh terhadap aktifitas perbaikan adalah
kondisi mesin kurang baik serta lokasi penjemuran yang tidak merata
sehingga produk jadi ditimpa-timpa atau produk saling berbenturan
 Cacat permukaan tidak rata
Faktor yang paling berpengaruh terhadap aktifitas perbaikan adalah tempat
penjemuran terbuka, kemudian produk tidak padat, lalu disusul
hujan ketika paving block kurang kering.

4. Penggunaan Tree Diagram


Tree Diagram terkait dengan beberapa alternatif pencapaian yang dapat
dilakukan untuk mengurangi kecacatan produk beserta breakdown untuk setiap
alternatif berdasarkan levelnya diantaranya adalah melakukan preventive
maintenance pada mesin freis hidrolik, meningkatkan kinerja operator dan
perbaikan lingkungan produksi.

56
5. Penggunaan Diagram Panah
Pada pengolahan data untuk tools diagram panah terlihat pada urutan
aktivitas Melakukan proses pencetakan dengan mesin freis hidrolik, Pengangkatan
produk ke tempat penyortiran, dan Pengangkatan produk ke tempat penjemuran
adalah rawan cacat produk yang penting untuk di awasi ketat dan perlu ada satu
operator yang khusus memonitoring jalannya proses aktivitas tersebut.

6. Penggunaan Diagram PDPC (Process Decision program Chart)


Diagram PDPC (Process Decision program Chart) dapat disimpulkan
bahwa bisa digambarkan untuk mencapai suatu target yang diinginkan maka
hubungan komunikasi atau hubungan antara proses/ aktifitas lain yang
mendukungnya sehingga bisa mengerti dan perbaikan dapat terlaksana.
Dari penggunaan 7 new tools dapat diketahui penyebab dan hubungan
yang menyebabkan produk mengalami kecacatan sehingga dapat ditemukan
usulan perbaikan yang cocok untuk mencegah kecatatan yang terjadi pada produk
paving block di CV. Arga Reyhan Bahari sehingga nantinya kualitas produk dapat
ditingkatkan
Adapun usulan perbaikan kecacatan produk paving block di CV. Arga Reyhan
Bahari yaitu:
1. Melakukan pengecekan material yang digunakan.
2. Melakukan pengecekan lokasi penjemuran serta membangun ruangan
setengah terbuka di daerah penjemuran.
3. Membeli mesin baru.
4. Melakukan pengecekan dan perawatan mesin secara berkala.
5. Meletakkan SOP pengguaan mesin didekat mesin yang bersangkutan.
6. Melakukan training kepada operator baru terkait pembuatan mesin dan
proses inspeksi material.
7. Mengurangi sistem multyskill agar setiap operator mahir pada
bidangnya.

57
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perbaikan berkesinambungan merupakan usaha atau upaya berkelanjutan
yang dilakukan untuk mengembangkan dan memperbaiki produk, pelayanan,
maupun proses. Usaha-usaha tersebut dilakukan memiliki tujuan untuk mencari
dan mendapatkan bentuk terbaik dari perbaikan yang telah dilakukan.menciptakan
solusi dari masalah yang ada, sehingga akan mendapatkan hasil yang terus
berkembang menjadi lebih baik lagi.Adapun usaha yang dapat dilakukan salah
satunya dengan meningkatkan mutu kualitas secara berkelanjutan. Dalam
mengontrol mutu kualitas secara berkelanjutan tersebut dibutuhkan alat yang
dapat membantu, yaitu dengan menggunakan 7 QC Tools.
7 QC tools itu sendiri merupakan alat-alat bantu yang bermanfaat untuk
memetakan lingkup persoalan, menyusun data dalam diagram-diagram agar lebih
mudah untuk dipahami, menelusuri berbagai kemungkinan penyebab persoalan
dan memperjelas kenyataan atau fenomena yang otentik dalam suatu persoalan. 7
QC tools terdiri dari dua yaitu 7 Basic Tools dan 7 New Tools, dimana 7 basic
tools lebih mengarah ke pengukuran menggunakan metode kuantitatif dan 7 new
tools mengarah ke pengukuran metode kualitatif,dan dari kedua jenis alat kita
dapat memilih sesuai tujuan yang ingin dicapai serta, disesuaikan dengan data-
data yang ada sehingga, perusahaan dapat menganalisis masalah melalui alat-alat
tersebut serta mendapatkan solusi yang tepat guna melakukan perbaikan secara
berkesinambungan sehingga mutu produk dapat ditingkatkan.

3.2 Saran
Diharapkan kepada berbagai lembaga perusahaan pada umumnya, untuk
mengimplementasikan tools yang ada, dalam upaya untuk meningkatkan kualitas
mutu diperusahaan serta dalam rangka perbaikan proses berkesinambungan.

58
DAFTAR PUSTAKA

Achmad,Fauzan,dkk,2018-2019.” Pengendalian Mutu Terpadu (TQM) “ .


Bandung :Universitas Widyatama.

Geoge,Josy,dkk.(2018).A Study of Basic Quality Contro Tools and Techniques


for Continous Improvement,Vol 05,115-118
Magar,Varsha.(2014). Application of 7 Quality Control (7 QC) Tools for
Continuous Improvement of Manufacturing Processes ,Vol 2,370
Merdiyanti,Angelia.7 New Quality Tools.Diakses pada 17 Maret 2022,dari
http://e-learning.stmi.ac.id/assets/uploads/blog_dosen/50c43-7-New-Quality-
Tools-(1).pdf
Mulyati,D.S.2017.”PERBAIKAN PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN
MENGGUNAKAN SEVEN QUALITY CONTROL TOOLS DAN METODA
FMEA ( FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS).Bandung:Universitas
Islam Bandung
Mungnay,Kristiana.2016”ANALISIS KECACATAN PRODUK DENGAN
METODE SEVEN TOOLS DI PT OCEAN ASIA INDUSTRY CIKANDE-
SERANG”.Skripsi.Banten:Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bina Bangsa.
Neyestani,Behnam.(2017).Seven Basic Tools of Quality Control:The Approproate
Techniques for Solving Quality Problems in Organizations,1-9
Ratnawati.2017” ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK PADA
PT. SEMEN TONASA DI KABUPATEN PANGKEP”.Skripsi.Makassar:
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
R,Dyah Rachmawati.Aplikasi Metode Seven Tools dan Analisis 5w+1H Untuk
Mengurangi Produk Cacat Pada PT.Berlina,TBK,2-3.
Septyana,Y.I,2014.”Makalah Seven Tools :,Yogyakarta: Universitas Islam Negeri
Sultan Kalijaga
Suci,F.B.(2017).Penggunaan Metode Seven New Quality Tools dan Metode
DMAIC Six Sigma Pada Penerapan Pengendalian Kualitas Produk ( Studi Kasus :
Roti Durian Panglima Produksi PT. Panglima Roqiiqu Group Samarinda.Vol
8,27-28
Yusnita,Erni & Pupsita, Riana(2020). Analisa Pengendalian Kualitas Paving
Block dengan Metode New Seven Tools di CV. Arga Reyhan Bahari Sumatera
Utara.Vol 4 139-146

59

Anda mungkin juga menyukai