MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah manajemen peningkatan
mutu terpadu dengan dosen pengampu:
Prof. Dr. Sudadio, M.Pd.
Disusun Oleh :
Kristin Agustina 7772210018
Muhajir 7772210008
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2022
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga berhasil menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya yang berjudul “Konsep Total Quality Management &
Perkembangan Pemikiran Mengenai Kualitas” sebagai tugas kelompok, dosen
pengampu Prof. Dr. Sudadio, M.Pd. mata kuliah Manajemen Peningkatan Mutu
Pendidikan.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan dalam proses penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembacanya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
3.1 Kesimpulan ............................................................................. 22
3.2 Saran ........................................................................................ 23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan TQM
4. Untuk mengetahui latar belakang perlunya TQM
5. Untuk mengetahui perbedaan TQM dengan metode manajemen
lainnya
6. Untuk mengetahui prinsip dan unsur pokok dalam TQM
7. Untuk mengetahui faktor yang dapat menyebabkan kegagalan TQM
8. Untuk mengetahui Perkembangan Pemikiran Mengenai Kualitas
9. Untuk mengetahui Perspektif Terhadap Kualitas.
10. Untuk mengetahui Dimensi Kualitas
11. Untuk mengetahui Sejarah Singkat Mengenai Kualitas
12. Untuk mengetahui Sumber Kualitas.
13. Untuk mengetahui Definisi Dan Pandangan Terhadap Biaya Kualitas
14. Untuk mengetahui Pengukuran Kualitas
15. Untuk mengetahui Pemikiran Pakar Kualitas
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Dari berbagai definisi yang telah diungkapkan sebelumnya, penulis
menyimpulkan bahwa kualitas adalah suatu keadaan untuk memenuhi
harapan pelanggan, baik saat ini dan masa depan yang secara tidak langsung
berhubungan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan.
4
dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau
prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
5
meningkatkan 'rasa memiliki' dan tanggung jawab karyawan
terhadap keputusan yang telah dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat
memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang
diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak.
9. Kesatuan Tujuan
Supaya TQM dapat diterapkan dengan baik maka perusahaan harus
memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat
diarahkan pada tujuan yang sama. Akan tetapi kesatuan tujuan ini
tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan/kesepakatan antara
pihak manajemen dan karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang
penting dalam penerapan TQM. Usaha untuk melibatkan karyawan
membawa 2 manfaat utama. Pertama, hal ini akan meningkatkan
kemungkinan dihasilkannya keputusan yang baik, rencana yang
lebih baik, atau perbaikan yang lebih efektif karena juga mencakup
pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung
berhubungan dengan situasi kerja. Kedua, keterlibatan karyawan
juga meningkatkan 'rasa memiliki' dan tanggungjawab atas
keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus
melaksanakannya.
6
Seiring dengan meningkatnya volume dan kompleksitas
pemanufakturan, kualitas juga menjadi hal yang semakin sulit. Volume dan
kompleksitas mendorong timbulnya quality engineering pada tahun 1920-
an dan reliability engineering pada tahun 1950-an. Quality engineering
sendiri mendorong timbulnya penggunaan metode-metode statistik dalam
pengendalian kualitas, yang akhirnya mengarah pada konsep control charts
dan statistical process control. Kedua konsep terakhir ini merupakan aspek
fundamental dari total quality management.
Dari asal negaranya berasal, TQM bersumber di Amerika yang
kemudian berkembang di Jepang. Perkembangan tersebut diantaranya:
a. Manajemen ilmiah, yaitu berupaya menemukan satu cara baik dalam
melakukan suatu pekerjaan.
b. Dinamika kelompok, yaitu mengupayakan dan mengorganisasikan
kekuatan pengalaman kelompok.
c. Pelatihan dan pengembangan yang merupakan investasi dalam
sumber daya manusia.
d. Motivasi berprestasi
e. Keterlibatan karyawan
f. Sistem sosioteknikal, di mana organisasi beroperasi sebagai sistem
yang terbuka.
g. Pengembangan organisasi
h. Budaya organisasi, yakni menyangkut keyakinan, mitos, dan nilai-
nilai yang mengarahkan perilaku setiap orang dalam organisasi.
i. Teori kepemimpinan baru, yakni menginspirasikan dan
memberdayakan orang lain untuk bertindak,
j. Konsep linking-pin dalam organisasi, yaitu membentuk tim
fungsional silang.
k. Perencanaan strategik
7
Amerika Serikat pernah menikmati situasi di mana standar hidupnya
paling tinggi di dunia untuk jangka waktu lebih dari 100 tahun. Mereka
pernah menjadi pelopor dan pemimpin dalam perkembangan faktor-faktor
pendorong utama bagi peningkatan standar hidup, yaitu dalam perbaikan
produktivitas, pertumbuhan, dan inovasi. Kemampuan pemanufakturan
Amerika saat itu memberikan basis ekonomi yang memungkinkan mereka
membangun masyarakat yang berstandar hidup terbaik di dunia. Akan tetapi
semenjak tahun 1980-an terjadi perubahan besar. Dominasi Amerika
semakin tergerogoti. Amerika mulai kehilangan pasamya, produktivitasnya
tertinggal dari Jepang, dan tingkat pengangguran meningkat dalam sektor
manufaktur dan posisi kompetitifnya semakin terkikis dalam pasar global.
Semua ini merupakan gejala dari penurunan sektor industri Amerika. Para
Pesaingnya, terutama Jepang, telah merebut banyak pasar di mana
sebelumnya didominasi Amerika.
Pada awalnya, kualitas produk yang dihasilkan Jepang masih kurang
baik untuk bersaing dalam pasar intemasional. Satu-satunya keunggulan
yang dimiliki Jepang saat itu adalah harga yang murah, perusahaan-
perusahaan Amerika memandang bahwa ancaman potensial dari produk-
produk Jepang adalah aspek biaya, bukan kualitas. Kemudian, perusahaan-
perusahaan Jepang menyadari bahwa kunci sukses di masa mendatang
adalah kualitas. Oleh karena itu mereka sangat menaruh perhatian terhadap
kualitas. Sementara perusahaan-perusahaan Amerika dan negara-negara
Barat lainnya memusatkan perhatian pada biaya, secara bertahap dan terus-
menerus perusahaan-perusahaan Jepang berusaha menciptakan
infrastruktur sebagai dasar kualitas, yaitu aspek manusia, proses, dan
fasilitas.
Berkat usaha-usaha tersebut, maka pada pertengahan 1970an
kualitas barang-barang manufaktur Jepang, seperti mobil dan produk
elektronika, melampaui kualitas yang dihasilkan para pesaingnya dari Barat.
Sebagai akibatnya, ekspor Jepang mengalami peningkatan drastis sementara
ekspor negara-negara Barat mengalami penurunan. Di samping itu dominasi
8
Amerika dalam beberapa industri kunci seperti baja, otomotif, mesin
industri, dan elektronika, mulai digantikan oleh Jepang.
Dasar pemikiran perlunya TQM sangatlah sederhana bahwa cara
terbaik agar dapat bersaing dan unggul dalam persainan global adalah
dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Untuk menghasilkan kualitas
terbaik diperlukan upaya perbaikan berkesinambungan terhadap
kcmampuan manusia, proses. dan lingkungan, Cara terbaik agar dapat
memperbaiki kemampuan komponen-komponen tersebut secara
berkesinambungan dengan menerapkan TQM.
Penerapan TQM dalam suatu perusahaan dapat memberikan
beberapa manfaat utama yang pada gilirannya meningkatkan laba serta daya
saing perusahaan yang bersangkutan. Dengan melakukan perbaikan kualitas
secara terus-menerus maka perusahaan dapat meningkatkan labanya
melalui dua rute. Rute pertama, yaitu rute pasar. Perusahaan dapat
memperbaiki posisi persaingannya sehingga pangsa pasarnya semakin besar
dan harga jualnya dapat lebih Kedua hal ini mengarah pada meningkatnya
penghasilan sehingga laba yang diperoleh juga semakin besar. Sedangkan
pada rute kedua, perusahaan dapat meningkatkan output yang bebas dari
kerusakan melalui upaya perbaikan kualitas. Hal ini menyebabkan biaya
operasi perusahaan berkurang. Dengan demikian laba yang diperoleh akan
meningkat.
9
Pengendalian Proses Statistikal (SPC/ Statistical Process Control) yang
didasarkan pada sampling dan analisis varians.
Perbedaan kedua yakni sumber inovasinya. Bila sebagian besar ide
dan teknik manajemen bersumber dari sekolah bisnis dan perusahaan
konsultan manajemen terkemuka, maka inovasi TQM sebagian besar
dihasilkan oleh para pionir yang pada umumnya adalah insinyur teknik
industri dan ahli fisika yang bekerja di sektor industri dan pemerintah.
Perbedaan ketiga yakni asal negara kelahirannya. Kebanyakan
konsep dan teknik dalam manajemen keuangan, pemasaran, manajemen
strategik, dan desain organisasi berasal dari Amerika Serikat dan kemudian
tersebar ke seluruh dunia.
Sebaliknya TQM semula berasal dari Amerika serikat, lebih banyak
dikembangkan di Jepang dan kemudian berkembang ke Amerika Utara dan
Eropa. Jadi TQM mengintegrasikan keterampilan teknikal dan analisis dari
Amerika, keahlian implementasi dan pengorganisasian Jepang, serta tradisi
keahlian dan integritas Eropa dan Asia.
Sedangkan perbedaan keempat yakni proses diseminasi atau
penyebaran. Penyebaran sebagian besar manajemen modern bersifat
hirarkis dan top-down yang dipelopori oleh perusahaan besar. Sedangkan
gerakan perbaikan kualitas merupakan proses bottom up, yang dipelopori
perusahaan-perusahaan kecil. Dalam implementasi TQM, penggerak
utamanya tidaklah selalu CEO, tetapi seringkali malah manajer departemen
atau manąier divisi.
10
Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas.
Kualitas tidak lagi hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-
spesifikåsi tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh
pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan internal dan
pelanggan eksternal. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan
sama dengan nilai (value) yang diberikan dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Semakin nilai
yang diberikan, maka semakin besar pula kepuasan pelanggan.
2. Respek Terhadap Setiap Orang
Dalam perusahaan yang kualitasnya kelas dunia, setiap karyawan
dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas
tersendiri yang unik. Dengan demikian karyawan merupakan
sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu setiap
orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi
kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil
keputusan.
3. Manajemen Berdasarkan Fakta
4. Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta. Maksudnya bahwa
setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada
perasaan (feeling). Ada dua konsep pokok berkaitan dengan hal ini.
Pertama, prioritisasi (prioritization) yakni suatu konsep bahwa
perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang
bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh
karena itu dengan menggunakan data maka manajemen dan tim
dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu
yang vital. Konsep kedua, variasi (variation) atau variabilitas kinerja
manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai
variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari setiap sistem
organisasi. Dengan demikian manajemen dapat memprediksi hasil
dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
5. Perbaikan Berkesinambungan
11
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses secara
sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan.
Konsep yang berlaku di sini adalah siklus PDCA (plan-do-check-
act), yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan
rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan
korektif terhadap hasil yang diperoleh.
12
Ada organisasi yang mengembangkan inisiatif kualitas tanpa secara
berbarengan mengembangkan rencana untuk menyatukannya ke dalam
seluruh elemen organisasi (misalnya operasi, pemasaran, dan lain- lain),
Seharusnya pengembangan inisiatif tersebut juga melibatkan para
manajer, serikat pekerja, pemasok, dan bidang produksi lainnya, karena
usaha itu meliputi pemikiran mengenai struktur, penghargaan, pengem
bangan keterampilan, pendidikan, dan kesadaran.
4. Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis
Ada pula organisasi yang hanya menggunakan pendekatan Deming,
pendekatan Juran, atau pendekatan Crosby dan hanya menerapkan
prinsip-prinsip yang ditentukan di situ. Padahal tidak ada satu pun
pendekatan yang disarankan oleh ketiga pakar tersebut maupun pakar-
pakar kualitas lainnya yang merupakan satu pendekatan yang cocok
untuk segala situasi. Bahkan para pakar kualitas mendorong organisasi
untuk menyesuaikan program-program kualitas dengan kebutuhan
mereka masing-masing.
5. Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis.
Bila hanya mengirim karyawan untuk mengikuti suatu pelatihan selama
beberapa hari, bukan berarti telah membentuk keterampilan mereka.
Masih dibutuhkan waktu untuk mendidik, mengilhami dan membuat
para karyawan sadar akan pentingya kualitas. Selain itu dibutuhkan
waktu yang cukup lama pula untuk mengimplementasikan perubahan-
perubahan proses baru, bahkan seringkali perubahan tersebut memakan
waktu yang sangat lama untuk sampai terasa pengaruhnya terhadap
peningkatan kualitas dan daya saing perusahaan.
6. Empowerment yang bersifat prematur.
Banyak perusahaan yang kurang memahami makna dari pemberian
empowerment kepada para karyawan. Mereka mengira bahwa bila
karyawan telah dilatih dan diberi wewenang baru dalam mengambil
suatu tindakan, maka para karyawan tersebut akan dapat menjadi self-
ciirected dan memberikan hasil-hasil positif. Seringkali dalam praktik,
13
karyawan tidak tahu apa yang harus dikerjakan setelah suatu pekerjaan
diselesaikan. Olch karena itu sebenarnya mereka membutuhkan sasaran
dan tujuan yang jelas sehingga tidak salah dalam melakukan sesuatu.
14
Beraneka ragamnya definisi mengenai kualitas ini dikarenakan perbedaan
perspektif atau pandangan yang digunakan. Untuk jelasnya dapat kita perhatikan
pada bagian berikut.
David Garvin (dalam Lovelock, 1994, pp. 98-99: Ross, 1993, Pp. 97-98)
mengidentifikasi adanya lima alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan,
yaitu:
1. Transcendental Approach
Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit
didefinisikan dan dioperasionalkan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam
seni musik, drama, seni tari, dan seni rupa. Selain itu perusahaan dapat
mempromosikan produknya dengan pernyataan pernyataan seperti tempat
berbelanja yang menyenangkan (supermarket), elegan (mobil), kecantikan wajah
(kosmetik), kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), dan lain-lain. Dengan
demikian fungsi perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali
menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas.
2. Product-based Approach
3. User-based Approach
15
tinggi. Perspektif yang subjektif dan demand-oriented ini juga menyatakan bahwa
pelanggan yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula,
sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang
dirasakannya.
4. Manufacturing-based Approach
5. Value-based Approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga Dengan
mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan
sebagai "affordable excellence”. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif,
sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang
paling bernilai. Akan tetapi yang paling bernilai adalah produk atau jasa yang paling
tepat dibeli (best-buy).
Ada delapan dimensi kualitas yang dikembangkan Garvin dan dapat digunakan
sebagai kerangka perencanaan strategis dan analisis, terutama untuk produk
manufaktur. Dimensi-dimensi tersebut adalah:
16
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karak. termasuk sekunder
atau pelengkap.
5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat
terus digunakan.
8. Kualitas yang dipersepsikan. yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab
perusahaan terhadapnya.
Dalam buku "Managing Quality", Garvin (dalam Bounds, et al., 1994, pp.
46-84; Lovelock, 1994, pp. 101-107) mengungkapkan bahwa kualitas sebagai suatu
konsep sudah lama dikenal, tetapi kemunculannya sebagai fungsi manajemen baru
terjadi akhir-akhir ini. la membagi pendekatan modern terhadap kualitas ke dalam
empat era kualitas, yaitu inspeksi, pengendalian kualitas statistikal, jaminan
kualitas, dan manajemen kualitas strategik.
Inspeksi
17
pemanufakturan yang dilengkapi dengan pengembangan peralatan, yang dirancang
untuk menjamin operasi mesin-mesin agar menghasilkan bagian-bagian yang
identik sehingga dapat saling menggantikan. Inspeksi terhadap output dilakukan
langsung dan dapat pula dengan bantuan alat tertentu, yang dirancang untuk
mengukur output fisik dibandingkan dengan standar yang seragam. Sejak awal abad
ke 20, kegiatan inspeksi dikaitkan secara lebih formal dengan pengendalian
kualitas, dan kualitas itu sendiri dipandang sebagai fungsi manajemen yang
berbeda.
Jaminan Kualitas
18
Dalam era ini terdapat pengembangan empat konsep baru yang penting,
yaitu biaya kualitas, pengendalian kualitas terpadu (total quality control), reliability
engineering, dan zero defects.
Biaya kualitas merupakan istilah yang diciptakan oleh Joseph Juran untuk
menjawab pertanyaan "seberapa besar kualitas dirasa cukup?" Menurut Juran, biaya
untuk mencapai tingkat kualitas tertentu dapat dibagi menjadi biaya yang dapat
dihindari dan biaya yang tidak dapat dihindari. Biaya yang tidak dapat dihindari
dikaitkan dengan inspeksi dan pengendalian kualitas yang dirancang untuk
mencegah terjadinya kerusakan (defects). Biaya yang dapat dihindari adalah biaya
kegagalan produk yang meliputi bahan baku yang rusak, jam kerja yang
dipergunakan untuk pengerjaan ulang dan perbaikan.
Reliability engineering muncul pada tahun 1950 an, yang di dor crg oleh
keutuhan Angkatan Bersenjata Amerika untuk memiliki peralatan elektronik dan
senjata udara yang dapat diandalkan, bekerja dengan baik, serta menghindari
kebutuhan untuk penggantian suku cadang yang mahal.
Zero defects pertama kali dimunculkan oleh Martin Company pada tahun
1961-1962, Konsep ini timbul karena kebutuhan pelanggan militer akan produk
yang tidak hanya bekerja baik saat pertama kali, tetapi juga diserahkan tepat waktu.
Konsep zero defects lebih dipusatkan pada harapan manajemen dan hubungan antar
pribadi daripada keterampilan rekayasa. Tujuan utamanya adalah mengharapkan
19
kesempurnaan pada saat pertama dan fokusnya pada identifikasi masalah pada
sumbernya dengan perhatian khusus untuk memprediksi penyebab umum
kesalahan karyawan seperti:
Era ketiga manajemen kualitas ini menandai titik balik yang menentukan. Konsep
ini menaruh perhatian utama pada pelanggan dan inisiatif karyawan sebagai
masukan penting bagi program peningkatan kualitas. Gerakan manajemen kualitas
dengan penekanan pada karyawan muncul bersamaan dengan pemikiran baru
manajemen sumber daya manusia. Konsep seperti Teori Y dan Scanlon Plan,
mendorong manajer untuk menawarkan wewenang yang lebih besar kepada
karyawan, seperti halnya strategi zero defect yang berfokus pada motivasi dan
inisiatif karyawan.
20
2.12 SUMBER KUALITAS
Paling tidak ada lima sumber kualitas yang biasa dijumpai, yaitu:
Biaya kualitas adalah biaya yang terjadi atau mungkin akan terjadi karena kualitas
yang buruk. Jadi, biaya kualitas adalah biaya yang berhubungan dengan penciptaan,
pengidentifikasian, perbaikan, dan pencegahan kerusakan.
Biaya Pencegahan
Riaya ini merupakan biaya yang terjadi untuk mencegah kerusakan produk yang
dihasilkan. Biaya ini meliputi biaya yang berhubun. gan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pemeliharaan sistem kualitas.
14
Ada beberapa macam biaya yang termasuk dalam kelompok biaya pencegahan,
yaitu:
4. Pengendalian Proses
5. Pelatihan
6.Audit kualitas
15
Biaya biaya yang dikeluarkan untuk mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan
terhadap rencana kualitas keseluruhan.
Biaya deteksi adalah biaya yang terjadi untuk menentukan apakah produk dan jasa
sesuai dengan persyaratan-persyaratan kualitas. Tujuan utama fungsi deteksi ini
adalah untuk menghindari terjadinya kesalahan dan kerusakan sepanjang proses
perusahaan, misalnya mencegah pengiriman barang-barang yang tidak sesuai
dengan persyaratan kepada para pelanggan.
1. Pemeriksaan dan pengujian bahan baku yang dibeli Biaya ini merupakan biaya
yang dikeluarkan untuk memeriksa dan menguji kesesuaian bahan baku yang dibeli
dengan kualifikasi yang tercantum dalam pesanan.
Biaya ini meliputi biaya yang terjadi untuk meneliti kesesuaian hasil produksi
dengan standar perusahaan, termasuk meneliti pengepakan dan pengiriman. '
4.Evaluasi persediaan Biaya ini meliputi biaya yang terjadi untuk menguji produk
di gudang, dengan. tujuan untuk mendeteksi terjadinya penurunan kualitas produk.
Biaya kegagalan internal adalah biaya yang terjadi karena ada ketidaksesuaian
dengan persyaratan dan terdeteksi sebelum barang atau jasa tersebut dikirimkan ke
pihak luar (pelanggan). Pengukuran biaya kegagalan internal dilakukan dengan
menghitung kerusakan produk sebelum meninggalkan pabrik.
16
Biaya kegagalan internal terdiri atas beberapa terus biaya, yaitu:
Biaya ini adalah kerugian yang ditimbulkan karena adanya sisa bahan baku yang
tidak terpakai dalam upaya memenuhi tingkat kualitas yang dikehendaki. Bahan
baku atau material yang tersisa karena alasan lain ‘inisialnya keusangan, overrun,
dan perubahan desain produk) tidak termasuk dalam kategori biaya
2. Pengerjaan ulang
Biaya ini meliputi biaya ekstra yang dikeluarkan untuk melakukan proses
pengerjaan ulang agar dapat memenuhi standar kualitas yang disyaratkan.
Biaya ini meliputi biaya-biaya tambahan yang timbul karena adanya aktivitas
menangani penolakan (rejects) dan pengaduan (complaints) terhadap bahan baku
yang telah dibeli.
Biaya ini merupakan biaya yang berhubungan dengan waktu yang digunakan oleh
para ahli produk atau produksi yang terlibat dalam masalah-masalah produksi yang
menyangkut kualitas, Misalnya bila komponen atau bahan baku suatu produk tidak
memenuhi spesifikasi kualitas, maka ahli produk atau produksi akan diminta untuk
menilai kelayakan perubahan spesifikasi produk.
Biaya kegagalan eksternal adalah biaya yang terjadi karena produk atau jasa gagal
memenuhi persyaratan-persyaratan yang diketahui setelah produk tersebut
dikirimkan kepada para pelanggan. Biaya ini merupakan biaya yang paling
membahayakan, karena dapat menyebabkan reputasi yang buruk, kehilangan
pelanggan, dan penurunan pangsa pasar.
17
Biaya kegagalan eksternal terdiri atas beberapa macam biaya, di antaranya adalah:
Biaya ini meliputi semua biaya yang ditimbulkan karena adanya keluhan-keluhan
tertentu, sehingga diperlukan pemeriksaan, reparasi, atau penggantian/penukaran
produk.
Biaya ini merupakan biaya-biaya berkaitan dengan keluhan keluhan yang timbul
setelah berlalunya masa garansi.
Biaya ini adalah keseluruhan biaya servis produk yang diakibatkan oleh usaha
untuk memperbaiki ketidaksempurnaan atau untuk pengujian khusus, atau untuk
memperbaiki cacat yang bukan disebabkan oleh adanya keluhan pelanggan. Biaya
jasa . instalasi atau kontrak pemeliharaan tidak termasuk dalam kategori biaya ini.
4. Product liability
Biaya ini merupakan biaya yang timbul sehubungan dengan jaminan atau
pertanggungjawaban atas kegagalan memenuhi standar kualitas {quality failures).
Biaya ini timbul karena adanya penarikan kembali: suatu produk atau
komponen produk tertentu.
Selain melalui perhitungan biaya, kualitas juga dapat diukur melalui penelitian
konsumen mengenai persepsi pelanggan terhadap kualitas suatu produk atau
perusahaan. Penelitian konsumen tersebut menggunakan berbagai macam metode,
18
misalnya sistem keluhan dan saran, ghost shopping, lost customer analysis, maupun
dengan survei pelanggan.
Dimensi yang dapat digunakan beraneka ragam, diantaranya adalah dimensi yang
dikemukakan David Garvin untuk kualitas produk dan dimensi dari Parasuraman
dan kawan-kawan untuk
Pada hakikatnya pengukuran kualitas suatu jasa atau produk hampir sama dengan
pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu diten. tukan oleh variabel harapan dan
kinerja yang dirasakan (perceived performance). Parasuraman, Zeithaml, dan Berry
(1985) merumus. kan model kualitas jasa yang menyoroti persyaratan-persyaratan
utama untuk memberikan kualitas jasa yang diharapkan. Model ini
mengidentifikasi 5 gap yang menyebabkan kegagalan delivery jasa. Kelima gap
tersebut adalah:
Manajemen tidak sekali' dapat merasakan apa yang diinginkan _ para pelanggan
secara tepat. Contohnya: pengelola rumah sakit — mungkin mengira para
pasiennya menginginkan makanan yang lebih baik, padahal pasien-pasien tersebut
mungkin lebih memperhatikan daya tanggap para juru rawat.
Mungkin manajemen mampu merawikan secara tepat apa yang diinginkan oleh
para pelanggan, tetapi pihak manajemen tersebut tidak menyusun suatu standar
kinerja tertentu Mualnya pengelola rumah sakit mungkin meminta para juru
rawatnya untuk memberikan pelayanan secara "cepat" tanpa menentukan secara
kuantitatif seberapa lama suatu pelayanan dapat dikategorikan cepat.
Karyawan perusahaan mungkin kurang dilatih atau bekerja melampaui batas dan
atau tidak mau untuk memnuhi standar. atau mereka mungkin dihadapkan
19
padastandar-standar yang bertentangan, misalnya mereka harus meluangkan waktu
untuk mendengarkan terlihat Atau masalah para pelanggan dan melayani mereka
dengan cepat
Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan pernyataan yang dibuat oleh wakil
(representatives) dan Iklan perusahaan Bila brosur suatu rumah sakit
menggambarkan suatu ruangan yang indah, tetapi pasien yang tiba dan merasakan
bahwa ruang tersebut berkicau murahan dan kotor, maka komunikasi eksternal telah
mendistorsi harapan pelanggan.
Gap ini terjadi bila konsumen mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan
cara yang berlainan dan salah dalam mempersepsikan kualitas jasa tersebut,
1. W. Edwards Deming
Banyak yang menganggap bahwa Deming adalah bapak dari gerakan total
quality management. Deming mencatat kesuksesan dalam memimpin revolusi
kualitas di Jepang, yaitu dengan memperkenalkan penggunaan teknik pemecahan
masalah dan pengendalian proses statistik (statistical process control). Atas jasanya
yang besar bagi industri Jepang, maka setiap tahun diberikan penghargaan bernama
Deming Prize kepada setiap perusahaan yang berprestasi dalam hal kualitas.
Deming Prize sendiri terbagi dalam dua kategori, yaitu Hadiah Deming bagi
individu yang berjasa dalam pengendalian kualitas dan metode statistika Jepang
serta Deming Application Freeze yang diberikan kepada perusahaan yang
melaksanakan dengan baik pengendalian kualitas perusahaannya dan pengendalian
mutu statistiknya.
20
Deming menganjurkan penggunaan SPC (yang dikembangkan pertama kali oleh
Shewhart) agar perusahaan dapat membedakan penyebab sistematik dan penyebab
khusus dalam menangani kualitas. la berkeyakinan bahwa perbedaan atau variasi
merupakan suatu fakta yang tidak dapat dihindari dr' um kehidupan industri
Kontribusi utama yang membuatnya terkenal adalah Deming Cycle Deming
Fourteen Points, dan Seven Deadly Diseases.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Kualitas adalah suatu keadaan untuk memenuhi harapan pelanggan, baik
saat ini dan masa depan yang secara tidak langsung berhubungan produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungan.
2. Total quality management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan
usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui
perbaikan terus-menepus atas produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungannya. Adapun cara untuk mencapainya sebagai berikut:
• Fokus pada Pelanggan
• Obsesi terhadap Kualitas
• Pendekatan Ilmiah
• Komitmen Jangka Panjang
• Kerja Sama Tim ( Teamwork)
• Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
• Pendidikan dan Pelatihan
• Kebebasan yang Terkendali
• Kesatuan Tujuan
• Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
3. Evolusi gerakan total quality dimulai dari masa studi waktu dan gerak oleh
Bapak Manajemen Ilmiah Frederick Taylor pada tahun 1920-an. Aspek
yang paling fundamental dari manajemen ilmiah adalah adanya pemisahan
antara perencanaan dan pelaksanaan. Sampai akhirnya konsep control
charts dan statistical process control yang bersumber dari quality
engineering merupakan aspek fundamental dari total quality management.
4. Latar belakang perlunya TQM dimulai dari Amerika yang menguasai
pangsa pasar yang menekankan biaya dibandingkan kualitas. Sampai
akhirnya jepang mengambil alih pangsa pasar dengan menekankan kualitas
dan segala bentuk inovatif lainnya.
22
5. 4 perbedaan pokok antara TQM dengan metode manajemen lainnya yakni
asal intelektualnya, sumber inovasinya, asal negara kelahirannya dan proses
diseminasi atau penyebaran.
6. 4 prinsip utama dalam TQM adalah kepuasan pelanggan, respek terhadap
setiap orang, manajemen berdasarkan fakta dan perbaikan
berkesinambungan.
7. Faktor yang dapat menyebabkan kegagalam TQM diantaranya:
• Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior.
• Team mania.
• Proses penyebarluasan (deployment).
• Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis
• Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis.
• Empowerment yang bersifat prematur.
3.2 Saran
Saran dari penulis untuk perusahaan adalah jika ingin menerapkan TQM, harus
disesuaikan kembali dengan kondisi perusahaan yang bersangkutan. Apakah
sesuai atau tidak, karena terdapat beberapa case yang tidak sesuai jika
menerapkan TQM dalam perusahaannya.
23
DAFTAR PUSTAKA
Fandy, T., & Diana, A. (2003). Total Quality Management. edisi revisi.
Yokyakarta: Penerbit ANDI.
24