Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH MANAJEMEN OPERASIONAL

“Mengelola Kualitas”

Kelompok 2 :

Yogi Nur Rahmadani C1B021005

Nabila Anindita Khairunnisa C1B021017

Niken Putri Sagita C1B021027

Muhammad Raihan Rafi C1B021051

Winola Farhani C1B021069

Kawaiba Alayya Mafaaza C1B021087

Safira Dwi Wurianti C1B021094

KELAS MANAJEMEN C

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Mengelola Kualitas” untuk
memenuhi tugas mata kuliah manajemen operasional dengan tepat waktu. Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas dari Ibu Dra. Suci Indriati, M.si. pada mata kuliah manajemen
operasional di Universitas Jenderal Soedirman. Selain itu penulisan makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang cara mengelola kualitas bagi kami dan para pembaca.

Kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Suci
Indriati, M.si. selaku dosen mata kuliah manajemen operasional. Tugas yang diberikan ini
dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami terhadap materi yang diberikan. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam mendukung
dan membantu penyelesaian pembuatan makalah ini. Harapan kami, semoga makalah ini bisa
memberikan manfaat bagi berbagai pihak.

Dalam penulisan makalah ini kami sadar masih banyak kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi
membangun kesempurnaan makalah ini.

Purwokerto, 24 Februari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................................ii
BAB I ...............................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................1
1.3 Tujuan ....................................................................................................................1
BAB II ..............................................................................................................................2
2.1 Kualitas dan Strategi..............................................................................................2
2.2 Total Quality Manajemen ......................................................................................6
2.3 Alat Dari Total Quality Management (TQM) .......................................................18
2.4 Peranan Dalam Inspeksi .......................................................................................24
2.5 Total Quality Management Dalam Jasa ................................................................25
2.6 Studi Kasus ...........................................................................................................26
BAB II .................................................................................................................................30
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................30
3.2 Saran ......................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengelolaan kualitas dalam manajemen operasional merupakan salah satu hal
yang sangat penting. Produk atau jasa yang ditawarkan harus memiliki kualitas yang baik
sehingga kepuasan pelanggan akan dapat tercapai. Dengan begitu perlu adanya strategi
dalam mengelola produk atau jasa agar memiliki kualitas yang bagus. Banyak orang yang
berkata bahwa perusahaan dengan kualitas yang baik lima kali lebih produktif
dibandingkan perusahaan yang memiliki kualitas rendah.

Ketika perusahaan memperbaiki atau membenahi kualitas produk atau jasa


mereka, maka hal tersebut akan membantu perusahaan dalam meningkatkan keuntungan
serta bisa memperluas pangsa pasar. Tentunya para konsumen juga mencari produk atau
jasa yang mereka ingin dengan kualitas yang baik.

Pengendalian kualitas yang dilakukan secara optimal akan memberikan dampak


terhadap mutu produk yang dihasilkan berdasarkan pada ukuran dan karakteristik yang
telah ditentukan perusahaan. Pengendalian kualitas sangat dibutuhkan untuk menjaga agar
produk yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas yang berlaku.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu pengelolaan kualitas dan strategi nya?
2. Bagaimana cara manajemen kualitas total bekerja?
3. Apa saja alat-alat yang bisa di gunakan dalam Total Management Quality (TQM)
4. Apa saja peran dari Inspeksi dalam mengelola kualitas?
5. Bagaimana cara kerja Total Management Quality (TQM) dalam jasa?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui cara pengelolaan kualitas dan strateginya?
2. Mengetahui cara manajemen kualitas total bekerja?
3. Mengetahui alat-alat yang bisa di gunakan dalam Total Management Quality
(TQM)
4. Mengetahui peran dari Inspeksi dalam mengelola kualitas?
5. Mengetahui cara kerja Total Management Quality (TQM) dalam jasa?
1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KUALITAS DAN STRATEGI


A. Pengertian Kualitas Strategi

Menurut Arnold Parmer Hospital mengatakan bahwa kualitas adalah hal yang
sangat bagus untuk meningkatkan operasional. Pengelolaan kualitas dapat membantu
dalam membangun strategi yang berhasil dalam diferesiasi, biaya rendah, dan respon.
Sebagai contoh, Bose Corp berhasil membuat ekspetasi kualitas yang baik kepada
pelanggan, sehingga mendeferensisasikan stereo speaker-nya sebagai yang terbaik di
dunia. Nucor telah mempelajari cara produksi baja yang berkualitasdengan biaya yang
rendah dengan mengembangkan proses yang efisien dan menghasilkan kualitas yang
konsisten. Dell Computers secara cepat meresponspemesanan pelanggan karena system
kualitas, dengan sedikit pengolahan kembali, telah membuatnya memperoleh throughpul
di pabriknya. Kualitas memang menjadi factor kunci sukses bagi perusahaan-perusahaan
tersebut.
Perbaikan pada kualitas membantu perusahaan meningkatkan penjualan dan
mengurangi biaya-biaya, dimana keduanya dapat meningkatkan profitabilitas. Peningkatan
pada penjualan biasanya terjadi sebagai kecepatan perusahaan merespons, peningkatan
atau penurunan harga jual, dan meningkatkan reputasi mereka untuk produk yang
berkualitas. Sama halnya peningkatan kualitas dapat menurunkan biaya saat perusahaan
meningkatkan produktivitas dan menurunkan pengerjaan kembali, scrap (barang sisa), dan
biaya garansi. Suatu penelitian menemukan bahwa perusahaan dengan kualitas terbaik
adalah lima kali produktif (diukur dengan unit yang diproduksi per jam kerja) dari
perusahaan dengan kualitas yang buruk. Memang, saat implikasi biaya jangka panjang dan
potensi peningkatan penjualan perusahaan dipertimbangkan, total biaya mungkin juga akan
pada nilai minimum saat 100% barang atau jasa sempurna dan bebas cacat.
Kualitas yang baik atau buruk mempengaruhi keseluruhan organisasi mulai dari
pemasok sampai pelanggan dan mulai dari desain produk sampai ke pemeliharaan.
Mungkin lebih penting lagi, membangun sebuah organisasi yang dapat mencapai sebuah
kualitas adalah sebuah tugas yang diharuskan. Strategi kualitas yang berhasil dimulai dari
budaya organisasi yang menumbuhkan kualitas, diikuti dengan pemahaman atas prinsip –
prinsip kualitas, kemudian melibatkan karyawan dalam aktivitas-aktivitas tertentu untuk
2
mengimplementasikan kualitas. Saat cara-cara ini dilakukan secara benar, organisasi
biasanya memuaskan pelanggannya dan memperoleh keunggulan kompetitif.
Kualitas menjadi faktor dasar keputusan konsumen dalam banyak produk dan jasa.
Suatu produk dikatakan berkualitas apabila produk tersebut mempunyai kecocokan
pengunaan bagi dirinya (konsumen). Jika perusahaan melakukan suatu hal yang tidak
sesuai dengan harapan konsumen berarti perusahaan tersebut tidak memberikan kualitas
yang baik. Kualitas Produk (Product Quality) adalah kemampuan suatu produk untuk
melaksanakan fungsinya meliputi, daya tahan keandalan, ketepatan kemudahan operasi dan
perbaikan, serta atribut bernilai lainnya.

B. Pendefinisian Kualitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kualitas berarti tingkat baik buruknya
sesuatu, derajat atau taraf mutu. Berkualitas diartikan bahwa sesuatu mempunyai kualitas
atau mutu yang baik. Terdapat juga beberapa definisi mengenai kualitas :
1. Berdasarkan pada pengguna, mereka mengusulkan kualitas tersebut “ terlihat pada
mata yang melihatnya. “ Orang pemasaran menyukai pendekatan ini begitu pula
pelanggan. Bagi mereka kualitas yang tinggi berarti kinerja yang lebih baik, fitur yang
bagus, dan peningkatan lainnya.
2. Bagi manajer produksi, kualitas adalah berdasarkan pada manufacturing. Mereka
percaya bahwa kualitas berarti sesuai dengan standar dan “ membuat pelanggan enak
pada kali pertama. “
3. Yang ketiga berdasarkan pada produk. Yang melihat kualitas sebagai variabel yang
tepat dan dapat diukur.

C. Implikasi dari kualitas


Selain menjadi elemen yang penting dalam operasional, kualitas memiliki implikasi
lain. Berikut tiga alasan lain mengapa kualitas penting :
1. Reputasi Perusahaan. Sebuah organisasi dapat mengharapkan reputasinya sebagai
kualitas – menjadi baik atau jahat – untuk mengikutinya. Kualitas akan muncul dalam
presepsi mengenai produk baru perusahaan, praktik kerja, hubungan pemasok,
promosi diri bukanlah sebagai subsitusi untuk produk yang berkualitas.
2. Kewajiban Produk. Pengadilan semakin menahan organisasi yang merancang,
memproduksi, atau mendistribusikan barang dan jasa yang rusak yang bertanggung
jawab atas kerusaan atau cedera yang dihasilkan dari penggunaanya. Perundang –

3
undangan seperti undang – undang perlindungan produk konsumen menyusun dan
mendorong standar produk dan melarang produk yang tidak memenuhi standar
tersebut.
3. Implikasi global. Pada era teknologi, kualitas menjadi perhatian internasional, begitu
pula OM. Untuk kedua perusahaan dannegara untuk bersaing secara efektif dalam
ekonomi global, produk harus dapat memenuhi kualitas, rencangan, dan ekspetasi
harga global . Produk inferior merusak profitabilitas perusahaan dan neraca
pembayaran negara.
D. Penghargaan Kualitas Nasional Malcolm Baldrige
Penghargaan ini diberikan oleh Kongres USA kepada organisasi – organisasi yang
telah mampu menerapkan manajemen kualitas untuk memberikan peningkatan nilai kepada
pelanggan dan meningkatkan performasi organisasi secara keseluruhan. Penghargaan
diberi nama dari mantan sekertaris perdagangan Malcolm Baldrige. Pemenang termasuk
perusahaan, seperti Motorola, Milik iken, FedEx, Ritz-Chalton Hotels, AT&T, Cadillac,
dan Texas Instuments. Baldrige Award diciptakan sebagai motivator dan keinginan setiap
organisasi untuk bersaing secara sehat dalam hal peningkatan mutu. Baldrige Award
menilai suatu organisasi dari 7 aspek, yaitu :
a. Kepemipinan
b. Perencanaan strategis
c. Konsumen dan fokus pasar
d. Informasi dan anlisis
e. Fokus sumber daya manusia
f. Manajemen proses
g. Hasil
E. Standar Kualitas Internasional ISO 9000
Pergerakan menuju rantai pasokan global telah menempatkan banyak perhatian pada
kualitas dimana dunia harus menyatukan standar kualitas tunggal, ISO 9000. ISO 9000
adalah standar kualitas dengan pengakuan internasional. Fokusnya adalah menambah sukses
melalui delapan prinsip pengelolaan kualitas : (1) Kepemimpinan manajemen strategi. (2)
Kepuasan pelanggan. (3) Perbaikan berkelanjutan. (4) Melibatkan manusia. (5) Analisa
proses. (6) Menggunakan dukungan data ( data driven) untuk pengambilan keputusan. (7)
Pendekatan sistem untuk manajemen, dan (8) Hubungan pemasok yang saling
menguntungkan.
F. Biaya Kualitas

4
Empat kategori dari biaya berkaitan dengan kualitas. Disebut biaya kualitas ( cost
of quality – COQ), yaitu sebagai berikut :
• Biaya pencegahan: biaya yang terkait dengan pengurangan potensi barang atau jasa
cacat ( contoh: pelatihan, program peningkatan kualitas).
• Biaya penilaian: biaya yang tekaitan dengan evaluasi barang, proses, bagian, dan jasa (
contoh: percobaan lab, pemeriksaan/pengawas )
• Biaya kegagalan internal: biaya yang diakibatkan dari produksi barang atau jasa yang
cacat sebelum dikirim ke pelanggan ( contoh: pengerjaan kembali, bahan sisa,
penghentian)
• Biaya kegagalan eksternal: biaya yang terjadi setelah pengiriman barang atau jasa yang
cacat ( contoh: pengerjaan kembali, retur barang, tanggung jawab, kehilangan goodwill,
biaya untuk masyarakat (cost of society)

Pengamat pengelolaan kualitas mempercayai bahwa, pada kondisi seimbang, biaya


atas barang yang berkualitas hanya merupakan bagian kecil dari keuntungan. Mereka
berpikir bahwa kerugian sesungguhnya adalah organisasi yang gagal untuk bekerja secara
agresif pada kualitas. Sebagai contoh, Philip Crosby menyatakan kualitas adalah garis.

G. Pengelolaan Kualitas dan Etika


Bagi manajer operasional, pekerjaan yang paling penting adalah untuk memberikan
kesehatan keamanan, dan barang atau jasa yang berkualitas kepada pelanggan.
Pengembangan produk dengan kualitas buruk, disebabkan rencangan dan proses produksi
yang tidak memadai, mengakibatkan tidak hanya biaya produksi yang lebih tinggi, tetapi
juga menyebabkan cedera, perkara hukum, dan meningkatkan regulasi pemerintah.
Jika perusahaan percaya telah memperkenalkan produk yang dipertanyakan,
tindakan yang etis harus dapat menentukan tindakan tanggung jawab. Ini dapat berupa
penarikan kembali di seluruh negara, seperti yang dilakukan oleh Johnson ( untuk Tyleno )
dan Perrier ( untuk air murni soda), saat masing-masing dari produk tersebut ditemukan
terkoontaminasi. Pabrik harus menerima tanggung jawab atas segala produk yang
berkualitas buruk yang dilepas kemasyarakat. Dalam hal etika, setiap perusahaa harus
mengembangkan nilai inti yang menjadi panduan sehari-hari untuk semua orang.

2.2 MANAJEMEN KUALITAS TOTAL


A. Total Quality Management (TQM)

Manajemen kualitas total (total quality management-TQM) merujuk pada penekanan


5
mutu yang terdiri atas organisasi secara keseluruhan mulai dari pemasok sampai ke pelanggan.
TQM menekankan pada komitmen oleh manajemen untuk memiliki secara terus-menerus
untuk menuju keunggulan dalam segala aspek barang dan jasa yang penting bagi pelanggan.
Ahli kualitas W. Edwards Deming menggunakan 14 poin untuk mengindikasi bagaimana dia
mengimplementasikan TQM. Ada tujuh konsep untuk mengembangkan program TQM yang
efektif:
1. Perbaikan Berkesinambungan
Manaiemen kualitas total mewajibkan proses perbaikan yang secara kontinu
yang mencakup orang, peralatan, pemasok, material, dan prosedur. Dasar
falsafahnya adalah setiap aspek sebuah operasional dapat diperbaiki. Tujuan akhir
adalah kesempurnaan, yang tidak akan pernah tercapai, akan tetapi selalu dicari.
Walter Shewhart, pencetus lain dalam pengelolaan kualitas,
mengembangkan model melingkar yang dikenal sebagai PDCA (plan
(perencanaan], do (pelaksanaan], check [pengecekan], act [tindakan]) sebagai
versinya dari perbaikan berkelanjutan. Siklus PDCA ini (juga dikenal lingkaran
Deming atau lingkaran Shewing) sebagai lingkaran untuk menekankan sifat
kontinuitas dari proses perbaikan.
• Plan, kegiatan yang dilakukan adalah mengindentifikasi masalah dan
membuat rencana

• Do, kegiatannya adalah menguji rencana


• Check, kegiatannya adalah memeriksa apakah rencananya berjalan dengan
benar
• Act, kegiatannya adalah mengoreksi hasil untuk membuat perbaikan yang
diperlukan. Ini berarti juga meninjau seluruh langkah dan memodifikasi
proses untuk memperbaikinya sebelum implementasi berikutnya.

6
2. Six Sigma
Istilah Six Sigma (Sigma Enam), diperkenalkan oleh Motorola, Honeywell,
dan General Electric, yang memiliki dua arti dalam TQM. Dalam arti statistik,
menggambarkan proses, barang, atau jasa dengan kapabiliatas yang sangat tinggi
(99,9997%). Pengertian TQM yang kedua dari Six Sigma adalah program yang
direncanakan untuk mengurangi kecacatan, mengurangi biaya, mengnemat waktu,
dan meningkatkan kepuasan pelanggan. Six Sigma adalah sistem yang
komprehensif-sebuah strategi, sebuah disiplin, dan seperangkat alat-untuk meraih
dan mempertahankan kesuksesan bisnis. Semakin tinggi suatu nilai sigma, maka
akan semakin kecil kemungkinan kecacatan pada suatu proses. Tujuannya adalah
demi meningkatkan kinerja dan meminimalisir adanya potensi kesalahan.
Metode Six Sigma:
• DMAIC
DMAIC adalah suatu metode yang bersifat data-driven. Tujuan adalah
untuk mengembangkan produk atau jasa yang sudah ada demi meningkatkan
kepuasan konsumen atau pelanggan. Pada umumnya, DMAIC dipergunakan oleh
perusahaan manufaktur produk atau perusahaan jasa pengiriman atau logistik.
Lima tahapan dalam metode ini, yakni:
o Define: Menentukan masalah, tujuan, dan proses.
o Measure: Menilai masalah, kinerja yardstick, dan evaluasi sistem
pengukuran.
o Analyze: Menganalisa efektivitas dan juga efisiensi proses demi mencapai
suatu tujuan.
o Improve: Melakukan identifikasi cara perbaikan atau mengembangkan
suatu proses.
o Control: Suatu upaya dalam mengukur kinerja implementasi pada berbagai
tahapan strategi sebelumnya.
• DMADV
DMADV adalah suatu metode yang bisa gunakan untuk menciptakan atau
membuat ulang suatu proses manufaktur produk yang baru. Metode ini sangat
cocok dipilih jika suatu proses produk yang dilakukan perusahaan saat ini tidak
mampu memuaskan pelanggan walaupun sudah semaksimal mungkin.
Perbedaan antara DMAIC dengan DMADV ada pada dua huruf sebagai
tahapan. Dalam DMADV, D diartikan sebagai design dan V untuk verify. Design,

7
diperlukan untuk mendesain proses-proses agar memenuhi kebutuhan dan
persyaratan pelanggan. Sementara, Verify diperlukan untuk melaksanakan
verifikasi terhadap kinerja proses, terlebih lagi dalam kaitannya dengan pemenuhan
kebutuhan dan persyaratan pelanggan.
Kedua metode ini sama-sama mengambil konsep siklus PDCA (Plan-do-
check-act) dari W. Edwards Deming. Namun dalam penerapannya, DMAIC dipakai
untuk memperbaiki proses bisnis yang sedang berjalan, sedangkan DMADV
dipakai untuk menciptakan produk baru atau desain proses bagi kinerja bebas-cacat.
3. Pemberdayaan Karyawan
Pemberdayaan (empowerment) karyawan merupakan upaya yang dilakukan
oleh perusahaan atau pimpinan dalam memberikan kesempatan, kepercayaan,
tanggung jawab dan wewenang kepada karyawan untuk merencanakan,
melaksanakan, dan mengendalikan rencana pekerjaan menjadi komitmen dari
karyawan itu sendiri. Tujuan dari pemberdayaan karyawan ialah untuk
mengembangkan kinerja individu dan untuk membantu karyawan dalam mencapai
tujuan mereka dengan otorisasi karyawan untuk berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan.
• Tahapan Pemberdayaan Karyawan
Menurut Rokhman (2003), model pemberdayaan karyawan dapat
dikembangkan dalam suatu organisasi melalui beberapa tahapan berikut
o Desire
Tahap pertama dalam model empowerment adalah adanya keinginan
dari manajemen untuk mendelegasikan dan melibatkan pekerjaan. Hal-hal
termasuk dalam desire yaitu:
▪ Pekerja diberi kesempatan untuk mengidentifikasikan permasalahan
yang sedang berkembang.
▪ Memperkecil directive personality dan memperluas keterlibatan
pekerja.
▪ Mendorong terciptanya perspektif baru dan memikirkan strategi
kerja.
▪ Menggambarkan keahlian tim dan melatih karyawan untuk
mengawasi sendiri (selfcontrol).
o Trust
Setelah adanya keinginan dari manajemen untuk melakukan

8
pemberdayaan, langkah selanjutnya adalah membangun kepercayaan antara
manajemen dan karyawan. Adanya saling percaya di antara anggota
organisasi akan tercipta kondisi yang baik untuk pertukaran informasi dan
saran adanya rasa takut. Hal-hal yang termasuk dalam trust yaitu:
▪ Memberi kesempatan pada karyawan untuk berpartisipasi dalam
pembuatan kebijakan.
▪ Menyediakan waktu dan sumber daya yang mencukupi bagi
karyawan dalam menyelesaikan kerja.
▪ Menyediakan pelatihan yang mencukupi bagi kebutuhan kerja.
▪ Menghargai perbedaan pandangan dan menghargai kesuksesan yang
diraih oleh karyawan.
▪ Menyediakan akses informasi yang cukup.
o Confident
Langkah selanjutnya setelah adanya saling percaya adalah
menimbulkan rasa percaya diri karyawan dengan menghargai terhadap
kemampuan yang dimiliki oleh karyawan. Hal-hal yang termasuk tindakan
yang dapat menimbulkan confident antara lain yaitu:
▪ Mendelegasikan tugas yang penting kepada karyawan.
▪ Menggali ide dan saran dari karyawan.
▪ Memperluas tugas dan membangun jaringan antara departemen.
▪ Menyediakan jadwal job instruction dan mendorong penyelesaian
yang baik.
o Credibility
Langkah keempat menjaga kredibilitas dengan penghargaan dan
mengembangkan lingkungan kerja yang mendorong kompetisi yang sehat
sehingga terciptanya organisasi yang memiliki performance yang tinggi.
Hal-hal yang termasuk credibility antara lain yaitu:
▪ Memandang karyawan sebagai partner strategis.
▪ Peningkatan target di semua bagian pekerjaan.
▪ Memperkenalkan inisiatif individu untuk melakukan perubahan
melalui partisipasi.
▪ Membantu menyelesaikan perbedaan-perbedaan dalam penentuan
tujuan dan prioritas.
o Accountability

9
Tahap dalam proses pemberdayaan selanjutnya adalah pertanggung
jawaban karyawan pada wewenang yang diberikan. Dengan menetapkan
secara konsisten dan jelas tentang peran, standar dan tujuan tentang
penilaian terhadap kinerja karyawan, tahap ini sebagai sarana evaluasi
terhadap kinerja karyawan dalam penyelesaian dan tanggung jawab
terhadap wewenang yang diberikan. Hal-hal yang termasuk accountability
antara lain yaitu:
▪ Menggunakan jalur training dalam mengevaluasi kinerja karyawan.
▪ Memberikan tugas yang jelas dan ukuran yang jelas.
▪ Melibatkan karyawan dalam penentuan standar dan ukuran.
▪ Memberikan bantuan kepada karyawan dalam penyelesaian beban
kerja.
▪ Menyediakan periode dan waktu pemberian feedbeck.
o Communication
Langkah terakhir adalah adanya komunikasi yang terbuka untuk
menciptakan saling memahami antara karyawan dan manajemen.
Keterbukaan ini dapat diwujudkan dengan adanya kritik dan saran terhadap
hasil dan prestasi yang dilakukan pekerja. Hal-hal yang termasuk dalam
communication antara lain yaitu:
▪ Menetapkan kebijakan open door communication.
▪ Menyediakan waktu untuk mendapatkan informasi dan
mendiskusikan permasalahan secara terbuka.
▪ Menciptakan kesempatan untuk cross training.
4. Tolok Ukur
Benchmarking adalah suatu standar atau tolak ukur yang dimanfaatkan
untuk membandingkan antara satu hal dengan hal lainnya yang sejenis. Dalam
bidang ilmu manajemen, pengertian benchmarking atau tolok ukur adalah suatu
upaya mengukur kebijakan dalam suatu perusahaan, produk, strategi, program, dan
hal lainnya dengan cara membandingkannya dengan kompetitor lain yang bergerak
pada bidang yang sama, agar bisa mendapatkan informasi tentang bagaimana dan
bagian apa saja yang harus di evaluasi dalam upaya meningkatkan performa
perusahaan. Tujuan dari melakukan benchmarking adalah untuk meningkatkan
nilai lebih perusahaan dengan cara memperbaiki performa usaha, meningkatkan
produktivitas, memperbaiki kualitas produk dan pelayanan, serta hal lainnya

10
dengan memanfaat performa dari kompetitor lain yang dianggap lebih baik.
• Jenis-jenis Benchmarking
o Benchmarking Berdasarkan Subjeknya
▪ Internal Benchmarking
Internal benchmarking adalah suatu kegiatan membandingkan
kegiatan atau proses yang sama dalam suatu koperasi. Biasanya, kegiatan
ini dilakukan pada perusahaan yang sudah memiliki anak perusahaan atau
cabang agar setiap perusahaan di dalamnya memiliki standarisasi yang sama
dengan induk perusahaan.
▪ Exsternal Benchmarking
External benchmarking adalah suatu kegiatan benchmarking yang
dikerjakan dengan membandingkan perusahaan miliknya dengan
perusahaan lain yang bergerak pada bidang industri yang sejenis. Dalam
jenis benchmarking eksternal pun terbagi lagi menjadi dua, yaitu:
➢ Competitive Benchmarking
Competitive benchmarking adalah suatu perusahaan yang
membandingkan perusahaan tersebut dengan kompetitor atau
perusahaan lain yang dianggap sebagai kompetitor utama.
➢ Non-competitive Benchmarking
Non-competitive benchmarking adalah suatu perusahaan
yang membandingkan perusahaan tersebut dengan perusahan lain,
namun dalam bidang industri yang berbeda. Jenis non-competitive
benchmarking ini pun dibagi lagi menjadi dua, yaitu:
✓ Functional Non-competitive Benchmarking, adalah kegiatan
membandingkan fungsi yang sama dari perusahaan yang
berbeda pada berbagai bidang industri
✓ Generic Non-competitive Benchmarking, adalah kegiatan
membandingkan proses fundamental bisnis yang dinilai sama
pada setiap perusahan.
o Benchmarking Berdasarkan Objeknya
Berdasarkan objeknya, benchmarking terbagi menjadi lima jenis, yaitu:
▪ Strategic Benchmarking
Strategic benchmarking adalah suatu upaya pengamatan tentang
bagaimana perusahaan lain mampu lebih unggul dari kompetitor lainnya

11
pada bidang yang sama.
▪ Process Benchmarking
Process benchmarking adalah suatu upaya dalam mengamati dan
juga membandingkan berbagai kegiatan operasional atau sistem operasional
dalam suatu perusahaan, seperti sistem pembayaran, pelayanan pelanggan,
dan perekrutan tenaga kerja.
▪ Functional Benchmarking
Functional benchmarking adalah suatu proses dalam mengamati dan
membandingkan fungsionalitas kerja pada kompetitor pada bidang industri
yang sama agar mampu meningkatkan fungsionalitas kerja pada
perusahaannya.
▪ Performance Benchmarking
Performance benchmarking adalah suatu kegiatan mengamati dan
membandingkan performa produk barang atau jasa dari kompetitor lain,
seperti harga, fitur produk, kualitas teknis, dll.
▪ Product Benchmarking
Product benchmarking adalah suatu kegiatan mengamati dan
membandingkan produk dari perusahaannya dengan produk dari kompetitor
lain untuk bisa mendapatkan informasi terkait kekuatan dan kelemahan dari
produk kompetitor.
▪ Financial Benchmarking
Financial benchmarking adalah suatu kegiatan mengamati dan
membandingkan kondisi keuangan dari perusahaan lain untuk mendapatkan
informasi tentang daya saing kompetitor.

• Langkah-Langkah Dalam Melakukan Benchmarking


o Memilih produk, layanan atau departemen di dalam perusahaan untuk bisa
dijadikan sebagai tolak ukur.
o Tentukanlah skala bisnis yang mana melakukan perbandingan, atau
organisasi mana yang ingin dibandingkan dengan bisnis yang dimiliki.
o Himpunlah seluruh informasi terkait performa internal kompetitor.

12
o Lakukanlah perbandingan data antara perusahaan yang dimiliki dengan
perusahaan kompetitor untuk bisa mendapatkan informasi tentang
kesenjangan yang ada dalam performa perusahaan yang dimiliki.
o Terapkanlah seluruh proses dan kebijakan yang dilakukan oleh kompetitor
yang dinilai paling baik.
• Manfaat Melakukan Benchmarking
Ada beberapa manfaat utama yang bisa dirasakan, yaitu:
o Analisis Kompetitif
Dengan membandingkan performa perusahaan saat ini dengan
performa kompetitor lain, maka perusahaan akan mampu mengidentifikasi
bagian mana yang harus ditingkatkan atau diperbaiki. Selain itu, perusahaan
juga akan mendapatkan manfaat yang sangat strategis dari kompetitor, serta
mampu meningkatkan rata-rata perkembangan perusahaan yang dimiliki.
o Memantau Performa
Perusahaan akan mampu mendapatkan tren saat ini dengan
melakukan kegiatan benchmarking sehingga akan memungkinkan
perusahaan untuk menerapkan tren tersebut dan mendapatkan hasil yang
maksimal. Untuk itu, kegiatan benchmarking ini perlu dilakukan secara
berkala untuk dapat memantau keberhasilan perusahaan dalam mencapai
tujuannya.
o Perencanaan dan Penetapan Sasaran
Setelah berhasil melakukan benchmarking, maka perusahaan
nantinya akan mampu menentukan tujuan dan metrik performa untuk bisa
meningkatkan kinerja perusahaan. Nantinya, sasaran tersebut akan menjadi
target baru yang lebih kompetitif, tetapi perusahaan tetap harus menetapkan
target yang realistis.

o Meningkatkan Rasa Kepemilikan


Kegiatan benchmarking ini harus dilakukan dengan melibatkan
setiap karyawan agar bisa memperoleh seluruh jawaban yang diperlukan.
Dengan mendengarkan pendapat karyawan, maka perusahaan akan
mendapatkan pemahaman yang baik terkait peran dari setiap individu
sehingga akan meningkatkan rasa memiliki dalam diri karyawan. Nantinya,
akan timbul rasa bangga dari para karyawan karena pekerjaan mereka bisa

13
memberikan dampak yang lebih baik pada perusahaan.
o Memahami Kelebihan Perusahaan
Kegiatan benchmarking mampu membantu mengidentifikasi posisi
suatu perusahaan dalam suatu bidang industri. Untuk itu, jika ingin
meningkatkan bidang apapun dalam suatu perusahaan, maka benchmarking
adalah salah satu cara yang efektif untuk mempelajari bagaimana
kompetitor lain bisa lebih unggul dan lebih sukses.
5. Tepat Waktu (Just In Time)
Dasar dibalik konsep tepat waktu adalah memproduksi produk yang
diperlukan, pada waktu yang dibutuhkan oleh pelanggan dalam jumlah sesuai
kebutuhan pelanggan pada setiap tahap proses dalam sistem produksi dengan cara
yang paling ekonomis atau paling efisien melalui eliminasi pemborosan dan
perbaikan terus-menerus.
• Tujuan Penerapan Just In Time (JIT)
Menurut Arman Hakim Nasution dan Yudha Prasetyawan (2008:315),
tujuan penerapan sistem Just In Time adalah meningkatkan keuntungan dengan
mereduksi biaya dan meningkatkan kualitas. Manfaat yang paling jelas dari
penggunaan Just In Time adalah pengurangan dalam persediaan Work In Proses
(WIP). Menurut Zulian Yamit (2011:194), tujuan utama dari penerapan Just In
Time secara umum adalah sebagai berikut:
o Zero defects (meniadakan produk cacat)
o Zero inventories (meniadakan persediaan dalam pabrik)
o Zero setup time (meniadakan waktu persiapan)
o Zero handling (meniadakan penanganan bahan)
o Zero queues (meniadakan antrian)
o Zero breakdowns (meniadakan kerusakan mesin)
o Zero lead time (meniadakan waktu tunggu)
o Zero lot excesses (meniadakan kelebihan lot)
o Zero schedule interruptions (meniadakan gangguan pada jadwal produksi)
• Kelebihan dan Kekurangan Just In Time (JIT)
o Kelebihan :
▪ Tingkat persediaan yang rendah sehingga menghemat tempat
penyimpanan dan biaya-biaya terkait seperti biaya sewa tempat dan
biaya asuransi.

14
▪ Bahan-bahan produksi hanya diperoleh saat diperlukan saja
sehingga hanya memerlukan modal kerja yang rendah.
▪ Dengan tingkat persediaan yang rendah, kemungkinan pemborosan
akibat produk yang ketinggalan zaman, lewat kadaluarsa dan rusak
atau using akan menjadi rendah.
▪ Menghindari penumpukan produk jadi yang tidak terjual akibat
perubahan permintaan.
▪ Memerlukan penekanan pada mutu bahan-bahan produksi yang
dipasok oleh supplier sehingga dapat mengurangi waktu
pemeriksaan dan pengerjaan ulang.
o Kelemahan:
▪ Sistem produksi Just In Time tidak memiliki toleransi terhadap
kesalahan atau “ Zero Tolerance for Mistake” sehingga akan sulit
untuk melakukan perbaikan/pengerjaan ulang pada bahan-bahan
produksi ataupun produk jadi yang mengalami kecacatan. Hal ini
dikarenakan tingkat persediaan bahan-bahan produksi dan produk
jadi yang sangat minimum.
▪ Ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pemasok baik dalam
kualitas maupun ketepatan pengiriman yang pada umumnya diluar
lingkup perusahaan manufakturing yang bersangkutan.
Keterlambatan pengiriman oleh satu pemasok akan mengakibatkan
terhambatnya semua jadwal produksi yang telah direncanakan.
▪ Biaya transaksi akan relative tinggi akibat frekuensi transaksi yang
tinggi.
▪ Perusahaan manufakturing yang bersangkutan akan sulit untuk
memenuhi permintaan yang mendadak tinggi karena kenyataannya
tidak ada produk jadi yang lebih.
▪ Keterbatasan sumber daya manusia yang multifungsi, sedangkan
dalam penerapan Just In Time sangat membutuhkan sumber daya
manusia yang multifungsi untuk mendukung kelancaran dalam
produksi yang disebabkan permintaan yang mendadak tinggi.
• Prinsip Dasar Just In Time (JIT)
Menurut Evan Jaelani (2009) terdapat delapan prinsip yang harus dijadikan
dasar pertimbangan di dalam menentukan sistem strategi produksi dengan metode

15
Just In Time sebagai berikut :
o Berproduksi sesuai dengan pesanan jadwal produksi induk
Sistem manufaktur baru akan dioperasikan untuk menghasilkan
produk menunggu setelah diperoleh kepastian adanya order dalam jumlah
tertentu masuk. Tujuan utamanya untuk memproduksi finished goods tepat
waktu dan sebatas pada jumlah yang ingin dikonsumsikan saja, untuk itu
proses produksi akan menghasilkan sebanyak yang diperlukan dan
secepatnya dikirim ke pelanggan yang memerlukan untuk menghindari
terjadinya stok serta untuk menekan biaya penyimpanan.
o Produksi dalam jumlah kecil
Produksi dilakukan dalam jumlah lot yang kecil untuk menghindari
perencanaan dan jeda waktu yang kompleks seperti halnya dalam produksi
jumlah besar. Fleksibilitas aktivitas produksi akan bisa dilakukan, karena
hal tersebut memudahkan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian
dalam rencana produksi terutama menghadapi perubahan-perubahan
permintaan pasar.
o Mengurangi pemborosan
Pemborosan harus dieliminasi dalam setiap area operasi yang ada.
Semua pemakaian sumber-sumber input (material, energi, jam, kerja mesin
atau orang, dan lainlain) tidak boleh melebihi batas minimal yang
diperlukan untuk mencapai taerget produksi.
o Perbaikan aliran produk secara terus-menerus
Tujuan pokoknya adalah menghilangkan proses-proses yang tidak
produktif yang bisa menghambat kelancaran aliran produksi.
o Penyempurnaan kualitas produk
Kualitas produk merupakan tujuan dari aplikasi Just In Time dalam
sistem produksi. Disini selalu diupayakan untuk mencapai kondisi “zero
defects” dengan cara melakukan pengendalian secara total dalam setiap
langkah proses yang ada. Segala bentuk penyimpangan haruslah bisa
diidentifikasi dan dikoreksi sedini mungkin.
o Respek terhadap semua orang / karyawan
Dengan metode Just In Time dalam sistem produksi setiap pekerja
akan diberi kesempatan dan otoritas penuh untuk mengatur dan mengambil
keputusan apakah suatu aliran operasi bisa diteruskan atau harus dihentikan

16
karena dijumpai adanya masalah serius dalam satu stasiun kerja tertentu.
o Mengurangi segala bentuk ketidakpastian
Persediaan yang ide dasarnya diharapkan bisa mengantisipasi
permintaan yang berfluktuasi dan segala kondisi yang tidak terduga, justru
akan berubah menjadi pemborosan jika tidak segera digunakan. Begitu pula
rekruitmen tenaga kerja dalam jumlah besar secara tidak terkendali seperti
halnya yang umum dijumpai dalam aktivitas proyek akan menyebabkan
terjadinya pemborosan jika tidak dimanfaatkan pada waktunya. Oleh karena
itu dalam perencanaan dan penjadwalan produksi harus bisa dibuat dan
dikendalikan secara teliti. Segala bentuk yang memberi kesan
ketidakpastian harus bisa dieliminasi dan harus sudah dimasukkan dalam
pertimbangan.
o Perhatian dalam jangka panjang
Ketujuh prinsip pelaksanaan Just In Time dalam sistem produksi di
atas bukanlah suatu komitmen perusahaan yang diaplikasikan dalam jangka
waktu pendek. Melainkan harus dibangun secara berkelanjutan dan
merupakan komitmen semua pihak dalam jangka panjang. Dalam jangka
pendek, ada kemungkinan aplikasi Just In Time dalam sistem produksi
justru akan menambah biaya produksi mengikuti konsekuensi proses
terbentuknya kurva belajar.

6. Konsep Taguchi
Metode Taguchi dicetuskan oleh Genichi Taguchi pada tahun 1949 saat
mendapat tugas untuk memperbaiki sistem komunikasi di Jepang. Tujuan metode
tersebut ialah untuk meningkatkan kualitas dari hasil produksi manufaktur,
engineering, marketing, biotechnology, dan edvertising. Ada tiga konsep yang
ditunjukan untuk memperbaiki, baik produk maupun proses kualitas:
• Produk berkualitas tangguh (quality robust)
Produk berkualitas tangguh (quality robust) adalah produk yang dapat
diproduksi secara beragam dan konsisten dalan segala kondisi manufaktur dan
lingkungan yang kurang baik dan bukan menghilangkan penyebabnya. Tujuan dari
Quality Robust adalah untuk meningkatkan produktivitas selama penelitian dan
pengembangan dilakukan sehingga dapat menghasilkan produk berkualitas tinggi
dengan cepat dan dengan biaya yang rendah.

17
• Fungsi Kerugian Kualitas (quality loss function)
Kerugian Kualitas (quality loss function) mengidentifikasikan semua biaya
yang berkaitan dengan kualitas rendah dan menunjukan bagaimana biaya ini
meningkat jika kualitas produk semakin jauh dengan keinginan pelanggan. Biaya
ini tidak hanya meliputi ketidakpuasan pelanggan, tetapi juga biaya garansi dan
jasa, biaya pemeriksaan internal, perbaikan, scrap, dan biaya-biaya yang dianggap
sebagai biaya bagi masyarakat.
• Kualitas berorientasi sasaran (target-oriented quality)
Kualitas berorientasi sasaran merupakan sebuah filosofi perbaikan terus
menerus untuk membuat kualitas produk tepat sesuai dengan sasaran. Kerugian
kualitas digunakan dalam mengukur performansi karakteristik kualitas dalam
pencapaian nilai target (target value) yaitu suatu nilai yang ideal dari performansi
karakteristik tersebut. Semakin dekat penyimpangan produk dari nilai target yang
telah ditetapkan maka semakin baik mutunya.

2.3 ALAT DARI TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)

Untuk memberdayakan karyawan dan menerapkan TQM (Total Quality


Management) sebagai suatu usaha yang bekelanjutan setiap orang dalam organisasi harus
dilatih teknik-teknik TQM. Berikut dibahas beberapa alat TQM yang bisa digunakan.
Alat untuk membangkitkan ide, yakni:
1. Lembar pengecekan (check sheet)
Lembar pengecekan adalah suatu metode terorganisir, atau formulir, yang
didesain untuk mencatat data. Dalam banyak kasus, pencatatan dilakukan sehingga
pada saat data diambil pola dapat dilihat dengan mudah. Lembar pengecekan
membantu analisis dalam menentukan fakta atau pola yang mungkin dapat membantu
analisis selanjutnya.
Contoh di bawah ini menunjukkan suatu perhitungan jumlah daerah dimana cacat
terjadi. Cacat terbanyak terjadi pada jenis produk C pada jam kedelapan, yakni
sebanyak empat kali. Kemudian, pada jenis produk A pada jam pertama dan ketujuh,
serta produk B pada jam kedelapan.

Jam
Cacat 1 2 3 4 5 6 7 8
A III I I I I III I
B II I I I II III
18
C I II II IIII

2. Diagram sebar (scatter diagram)


Diagram sebar menunjukkan hubungan antar-dua perhitungan. Ia merupakan
sebuah grafik nilai sebuah variabel dihadapkan dengan variabel lain. Jika dua
hal/variabel tersebut berhubungan dekat, titik-titik data akan membentuk sebuah pita
yang ketat. Jika pita tersebut naik dari sisi kiri bawah ke kanan atas, berarti hubungan
tersebut berbanding lurus. Jika turun dari sisi kiri atas kelas kanan bawah, hubungan
tersebut bebanding terbalik. Sedangkan jika hasilnya adalah sebuah pola yang acak,
maka hal tersebut tidak berhubungan.
Sebagai contoh adalah hubungan berbanding lurus antara lama jam kerja dan
tingkat penjualan. Artinya, tingkat penjualan tinggi jika jam kerja lama, begitupun
sebaliknya.

Contoh lain misalnya dari data yang ada, diagram sebar yang muncul dari
hubungan antara harga produk dan pembelian ulang konsumen ternyata tidak berpola
(acak). Halini menunjukkan kedua faktor tersebut tidak berhubungan.

3. Diagram sebab-akibat

19
Alat lain untuk mengidentifikasi masalah kualitas dan titik inspeksi adalah diagram
sebab-akibat (cause-and-effect diagram), yang juga dikenal sebagai diagram Ishikawa
atau diagram tulang ikan (fish-bone diagram). Diagram ini merupakan sebuah alat, atau
teknik skematis, untuk mengenali atau mengidentifikasi lokasi yang mungkin pada
permasalahan kualitas, atau elemen proses (penyebab) yang mungkin memberikan
pengaruh pada hasil.

Misalkan diagram menggambarkan masalah pengendalian kualitas sehari-hari


pelanggan perusahaan yang tidak puas. Setiap “tulang” mewakili kemungkinan sumber
kesalahan atau sumber ketidakpuasan.
Diagram sebab-akibat ini dimulai dengan menggunakan empat kategori: material
(bahan-bahan untuk produksi), mesin/peralatan, manusia/tenaga kerja, dan metode
kerja. 4M inilah yang merupakan “sebab”. 4M tersebut memberikan dasar yang baik
untuk analisis awal. Bila diagram seperti itu dapat dikembangkan secara sistematik,
maka masalah-masalah mutu yang mungkin terjadi dan tempat pemeriksaan dapat
diketahui.
Penyebab masing-masing dikaitkan dalam setiap kategori yang diikat dalam
tulang yang terpisah sepanjang cabang tersebut, seringkali melalui proses
brainstorming.
Alat untuk mengatur data, yakni:
4. Diagram Pareto
Diagram pareto merupakan sebuah metode untuk mengelola kesalahan, masalah,
atau cacat untuk membantu memusatkan perhatian pada usaha penyelesaian masalah.
Diagram pareto adalah sebuah grafik untuk mengenali dan memetakan masalah atau
cacat dalam urutan frekuensi menurun, atau untuk mengidentifikasi masalah tertentu
yang sedikit tetapi kritis dibandingkan dengan masalah yang banyak tetapi tidak
penting.
Diagram ini didasarkan pada hasil kerja Alfredo Pareto, seorang ahli ekonomi
20
abad 19. Joseph M. Juran mempopulerkan akibat kerja Pareto ini saat ia mengemukakan
bahwa 80% masalah-masalah yang dihadapi perusahaan merupakan akibat dari hanya
20% penyebabnya.
Contoh: Custom Wine Glasses di Leadville, Colorado, baru saja mengumpulkan
data dari 75 kerusakan produk dalam satu hari produksi. Pimpinannya memutuskan
untuk menyiapkan analisis Pareto atas kerusakan produk. Data yang diperoleh adalah
goresan, 54; keropos, 12; takik, 4; kontaminasi, 3; dan lain-lain, 2.

Diagram Pareto yang ditunjukkan mengindikasikan bahwa 72% kerusakan produk


merupakan hasil/akibat dari satu sebab tertentu, yakni goresan. Keluhan utama akan
dapat dihilangkan jika satu penyebab ini diperbaiki. Dari temuan ini, perusahaan
membuat rencana pengurangan aktivitas-aktivitas yang dinilai bisa menyebabkan
goresan pada produk sebesar 24% dalam setahun. Hasilnya bisa dihemat dana sejumlah
US$6 juta.

5. Diagram proses/diagram alir (flow chart)


Diagram alir atau diagram proses dirancang untuk memahami serangkaian
kejadian yang dilalui suatu produk. Diagram alir adalah diagram yang menjelaskan
langkah- langkah dalam sebuah proses atau sistem dengan menggunakan kotak dan garis
yang saling berhubungan. Diagram proses membuat grafik atas tahap-tahap tersebut.
Diagram ini cukup sederhana, tetapi merupakan alat yang sangat baik untuk mencoba
memahami sebuah proses atau menjelaskan sebuah proses.

Di bawah ini adalah contoh diagram alir yang menunjukkan proses pada departemen

21
pengepakan dan pengiriman sebuah pabrik pemrosesan ayam.
Tempat Tempat
Penyegelan, penyimpana
Stasiun penyimpa Tempat
penimbangan& n
pengepakan nan (4 pengiriman
pemberian pembekuan hingga 6
label (60 menit) jam)

Manfaat analisis ini adalah:


a. Membantu mengidentifkasi lokasi pengumpulan data yang terbaik.
b. Mengisolasi dan melacak asal-usul terjadinya masalah.
c. Mengidentifikasi tempat pemeriksaan proses yang terbaik.
d. Mengidentifikasi kemungkinan melakukan pengurangan jarak tempuh produk.

Alat untuk mengidentifikasi masalah,


6. Histogram
Histogram menunjukkan cakupan nilai sebuah pehitungan dan frekuensi dari
setiap nilai yang terjadi, dengan kata lain histogram merupakan sebuah distribusi yang
menunjukkan frekuensi kejadian sebuah variabel. Histogram menunjukkan peristiwa
yang paling sering terjadi dan juga variasi dalam pengukuran. Penjelasan statistik,
seperti rata-rata dan standar deviasi, dapat dihitung untuk menjelaskan distribusi.
Walaupun demikian, data harus selalu dipetakan sehingga bentuk distribusi dapat
terlihat. Sebuah penggambaran visual distribusi dapat membantu memberikan
pengetahuan mengenai penyebab terjadinya variasi/penyimpangan.
Contoh berikut ini adalah histogram dari hubungan antara beberapa faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja.

7. Pengendalian Proses secara Statistik atau Statisstical Process Control (SPC)


22
yakni diagram untuk memetakan nilai sebuah statistik waktu pada sumbu
horizontal. SPC melakukan pengawasan standar, membuat pengukuran, dan mengambil
tindakan perbaikan, selagi sebuah produk atau jasa sedang diproduksi.

SPC berkaitan dengan usaha memonitor standar, penentuan cara mengukur


kinerja, dan usaha mengambil tindakan pada saat barang/jasa sedang diproduksi. Sampel
produk dari suatu proses diuji; apabila proses berada dalam batas-batas yang dapat
diterima, proses dapat dilanjutkan. Bila proses berada di luar batas spesifik tertentu,
proses harus diberhentikan dan, biasanya, penyebabnya akan berusaha diteimukan dan
selanjutnya dihilangkan.
Diagram SPC merupakan grafik yang menunjukkan batas atas dan batas bawah
dari proses yang ingin dikendalikan. Diagram pengendalian proses merupakan presentase
grafik data selama kurun waktu tertentu. Diagram kendali proses dibentuk dengan cara
tertentu yang memungkinkan data baru dapat dengan cepat dibandingkan dengan apa
yang pernah dilakukan. Batas atas dan batas bawah dari diagram kendali proses dapat
berupa unit suhu, berat,panjang, dan lain-lain. Sampel diambil dari produk (output) proses
dan memplot rata-rata dari sampel tersebut kelas dalam sebuahdiagram yang mempunyai
batas atas dan batas bawah. Bila rata-rata sampel berada di antara batas kendali atas dan
batas bawah dan tidak ada pola tertentu, proses itu dianggap berada dalam kendali.
Sebaliknya, jika tidak, proses itu disebut berada di luar kendali atau di luar penyesuaian.
Dalam contoh diagram di atas, proses dikatakan masih berada dalam kendali sehingga
bisa dilanjutkan.
2.4 PERANAN DALAM INSPEKSI
Inspeksi meliputi pengukuran, perasaan, perabaan, penimbangan, atau pemeriksaan
produk dengan tujuan menemukan proses yang buruk sesegera mungkin. Perlu diingat,
inspeksi tidak memperbaiki kekurangan dalam sistem atau atau cacat pada produk atau
mengubah suatu produk dan meningkatkan nlainya. Inspeksi hanya berfungsi menemukan
23
kekurangan atau cacat. Inspeksi utamanya berfokus pada dua masalah besar, yaitu kapan
dan inspeksi dilakukan. Memutuskan kapan dan dimana inspeksi dilakukan bergantung
pada jenis proses dan nilai tambah pada setiap tahap. Inspeksi dapat dilakukan pada salah
satu berikut:
1. Di pabrik pemasok saat pemasok melakukan proses produksi
2. Saat menerima produk dari pemasok (supplier)
3. Sebelum melakukan proses yang mahal dan tidak dapat dikembalikan
4. Selama tahap-tahap proses produksi
5. Saat produk selesai dibuat
6. Sebelum pengantaran ke konsumen
7. Pada titik kontak dengan pelanggan
Meski begitu, inspeksi bukanlah solusi sempurna yang tidak memiliki
kekurangan.Karena itu, proses yang baik dan pemberdayaan pekerja merupakan solusi
yang lebih baik daripada melakukan inspeksi. Inspeksi terbaik adalah inspeksi yang
dilakukan pada sumber produksi. Hal ini disebut inspeksi sumber. Idenya adalah setiap
pemasok, proses, dan pekerja memperlakukan langkah berikutnya dalam proses sebagai
pelanggan sehingga memastikan produknya tiba dengan sempurna di pelanggan
sebenarnya.
Inspeksi juga dapat dibantu dengan penggunaan daftar periksa dan pengendalian
seperti perangkat yang aman dari kesalahan yang disebut poka-yoke. Poka-yoke metode
yang digunakan untuk mencegah terjadinya kesalahan sederhana akibat adanya human
error yang baik setiap saat. Contohnya adalah konektor usb yang dibuat tidak dapat
dipasang terbalik, pemakaian sensor line dalam prdokusi manufaktur .
Pada organisasi berorientasi jasa, titik inspeksi ditetapkan pada lokasi yang luas.
Inspeksi terbagi dua berdasarkan karakteristik kualitas.
1. Inspeksi atribut adalah inspeksi yang menggolongkan barang cacat atau
baik tanpa mencantumkan keterangan derajat kecatatan.
2. Inspeksi variabel adalah inspeksi yang menggolongkan barang ke dalam
suatu kontinum seperti dimensi, ukuran, berat, kecepatan, dan kekuatan.
2.5 TQM DALAM JASA
Komponen dari perusahaan jasa akan lebih susah dan rumit untuk diukur daripada
kualitas dari komponen yang berwujud. Manajer operasional berperan penting dalam
mengatasi beberapa aspek umum dari kualitas jasa yaitu :

24
1. komponen tak berwujud dari layanan jasa adalah penting. contohnya seperti seberapa
lengkap dan akurat tagihan checkout di hotel, seberapa hangat makanan di restoran, dan
seberapa bagus kecepatan mobil anda setelah mendapat perbaikan dari bengkel.
2. Aspek lain dari jasa dan kualitas jasa adalah proses. Manajer operasional dapat
merancang proses (produk jasa) dan dapat memastikan kualitasnya melalui teknik
TQM.
3. Manajer operasional seharusnya menyadari bahwa ekspektasi pelanggan adalah standar
terhadap penilaian jasa. Dengan kata lain, kualitas jasa dinilai atas dasar apakah
pelayanan jasa tersebut memenuhi ekspektasi pelanggan. Manggar mungkin dapat
memengaruhi, baik kualitas dari jasa maupun ekspektasi. Sehingga perlu disadari
bahwa tidak boleh menjanjikan lebih dari apa yang dapat perusahaan berikan.
4. Manajer harus memiliki alternatif lain. Seperti teller bank yang menangani transaksi.
Pasti disana terdapat “ekspektasi” dan "masalah" yang di miliki oleh pelanggan atau
oleh kondisi Operasional (contoh kerusakan komputer). Ini berarti bahwa sistem
pengendalian kualitas harus mengenali dan memiliki serangkaian rencana alternatif
untuk mengatasi kondisi ini.

Dalam hal ini perusahaan yang baik adalah perusahaan yang memiliki strategi
pemulihan pelayanan jasa, dengan begitu karyawan akan dilatih secepatnya dalam
menyelesaikan masalah. Contohnya staff di Hotel Marriot menerapkan prinsip yang diberi
nama LEARN yaitu Listen (Mendengarkan), Emphase (Menekankan), Apologize
(Meminta maaf), React (Menanggapi), Notify (Memberitahukan). Kemudian staff juga
dilatih untuk tidak hanya mengucapkan kata “maaf” tetapi “mohon diterima permintaan
maaf saya”.

25
2.5 STUDI KASUS
A. KASUS
PT. X Pharma merupakan perusahaan farmasi nasional yang terletak di jalan
Semarang-Demak KM.9 Sayung Demak merupakan perusahaan yang bergerak dibidang
farmasi. Perusahaan ini telah berdiri sejak tahun 2007, merupakan perusahaan yang
bergabung dengan TSA Group salah satu perusahaan farmasi besar di Indonesia. Dalam
proses produksi, perusahaan telah berupaya untuk dapat menghasilkan produk yang
berkualitas. Sebagai perusahaan farmasi PT. X Pharma dituntut untuk menghasilkan obat
yang berkualitas tinggi yang efektif untuk menyembuhkan penyakit dan menjaga
kesehatan. Dalam kegiatan produksi pun pengendalian kualitas yang dilakukan harus lebih
intens karena menyangkut kesehatan, kesembuhan dan apabila terjadi kesalahan yang fatal
dapat menyebabkan kematian
Setiap perusahaan dalam menjalankan produksi memiliki kendala yang berbeda.
Kendala yang dialami oleh PT. X Pharma adalah dengan meningkatnya produk cacat
(reject) atau TMS (Tidak Memenuhi Syarat) pada salah satu hasil obat kemasan strip
produk Cefixime 200 mg yang berpengaruh terhadap pemborosan perusahaan karena harus
melakukan pengemasan ulang (repack) dan waktu yang digunakan menjadi tidak efisien
dan efektif sehingga perlu diminimalisasi dengan meningkatkan pengendalian kualitas
produk.

B. ANALISIS :
a. Faktor Manusia/Operator/Tenaga Kerja (Man)
Adapun faktor penyebab kerusakan yang berasal dari operator karena :
1. Settingan awal operator kurang tepat
2. Operator tidak mengikuti dengan benar metode kerja yang digunakan
3. Operator kurang mengawasi jalannya proses
b. Faktor Bahan kemas (Materials)
Adapun faktor penyebab kerusakan yang berasal dari bahan kemas karena :
1. Bahan kemas alumunium terlalu tipis/tebal
2. Cetakan tulisan tidak terbaca karena hilang ataupun warna terlalu pekat
c. Faktor Mesin (Machines)
Adapun kerusakan yang berasal dari mesin karena :
1. Usia mesin sudah tua
2. Pisau cuttingan tumpul

26
d. Faktor Metode Kerja (Methods)
Berkaitan dengan tidak jelasnya metode kerja yang digunakan sehingga operator
tidak dapat memahami metode kerja tersebut
e. Faktor Lingkungan (Environment/Media)
Adapun faktor penyebab kerusakan yang berasal dari lingkungan karena :
1. Kurang bersihnya gudang penyimpanan materials (bahan baku/bahan
kemas) dan barang jadi
2. Kebersihan ruangan proses produksi yang kurang terjaga
3. Tingkat suhu dan kelembaban ruangan produksi yang tidak stabil

C. UPAYA PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK PADA PT. X PHARMA


1. Training operator secara berkala (Mans)
Pengendalian kualitas yang dilakukan perusahaan adalah training secara berkala
untuk memberikan informasi mengenai tugas dan tanggungjawab operator agar operator
dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan metode kerja yang telah ditentukan, operator
mengawasi jalannya proses stripping dan operator harus mengawasi keadaan mesin (menjaga
suhu mesin) untuk kualitas produk yang baik.
2. Bahan Kemas yang baik (Materials)
Aktivitas pengendalian kualitas yang dilakukan perusahaan adalah dengan melakukan
pencegahan, yaitu dengan pengecekan yang dilakukan oleh staff QC saat penerimaaan bahan
kemas secara sampling untuk memastikan bahan kemas yang diterima adalah bahan kemas
yang baik dan sesuai dengan standar yang ditetapkan.
3. Perawatan/Perbaikan Mesin (Machines)
Aktivitas pengendalian kualitas yang dilakukan dari faktor mesin adalah dengan
melakukan perawatan dan pembersihan secara rutin, penggantian sparepart secara berkala
agar mesin dapat beroperasional dengan baik untuk menjaga kualitas produk
4. Pembuatan metode kerja yang baik (Methods)
Metode kerja yang digunakan dalam perusahaan juga sangat berpengaruh terhadap
kelancaran proses produksi. Maka saat pembuatan metode kerja harus diperhatikan agar hasil
dari metode kerja yang digunakan dapat mudah dimengerti oleh operator sehingga operator
dapat melaukan pekerjaan dengan baik dan benar.

5. Menjaga kondisi ruangan agar selalu baik (Environment)

27
Aktivitas pengendalian yang dilakukan perusahaan adalah dengan menjaga
kebersihan ruangan yang berhubungan langsung dengan produk, baik dari bahan baku/bahan
kemas, ruang produksi, tempat penyimpanan produk jadi serta pemantauan suhu ruangan
tempat penyimpanan bahan kemas maupun produk jadi yang dilaukan secara rutin.

6. Pengendalian terhadap produk jadi


Pengendalian kualitas produk jadi dilakukan dengan cara memeriksa tampilan luar
dari obat kemasan strip yang sudah jadi saat proses pengemasan sekunder secara sampling
oleh inspektor QA (Quality Assurance). Produk jadi yang telah dinyatakan lolos maka
produk jadi tersebut akan disimpan dalam gudang obat jadi untuk menunggu proses
pendistribusian.

D. SOLUSI
1. Faktor Manusia (Mans)
• Operator harus melakukan setting awal sebelum menjalankan proses produksi dengan
tepat sesuai metode kerja yang digunakan.
• Operator harus mengikuti tiap-tiap langkah yang tertulis dalam metode kerja secara
berurutan serta dilakukan dengan baik dan benar.
• Operator harus mengawasi jalannya proses dengan baik serta dapat tanggap apabila
terjadi gangguan dalam proses sehingga apabila ada penyimpangan dapat diperbaiki
sedini mungkin dan dilaporkan kepada supervisor.
• Operator harus melakukan prosedur pengoperasian mesin dengan benar
• Memberikan pemahaman mengenai pentingnya kualitas produk yang dihasilkan, agar
setiap operator yang menjalankan proses memiliki tanggung jawab untuk
mempertahankan kualitas yang baik.
• Mengadakan pelatihan untuk operator secara periodik baik untuk operator lama
maupun operator yang baru.
• Melakukan evaluasi berdasarkan penilaian kerja.
• Memberikan kesadaran operator untuk menjaga kesehatan agar dapat bekerja dengan
baik dan tidak lalai dalam bekerja.
• Memberikan reward kepada operator yang kinerjanya baik atau meningkat dalam
periode tertentu.

28
2. Faktor Bahan Kemas (Materials)
• Memeriksa bahan kemas yang diterima dari pemasok dengan lebih hati-hati dan teliti
agar bahan kemas yang diterima sesuai dengan standar yang tetapkan.
• Melakukan evaluasi terhadap kinerja pemasok dari segi kualitas dan ketepatan waktu
datangnya bahan kemas yang telah dipesan. Apabila kinerja yang ditunjukkan oleh
pemasok buruk, maka dapat dipertimbangkan untuk mengganti pemasok yang lama
dengan yang baru.
• Apabila ditemukan ada kerusakan dari bahan kemas yang dikirim saat pemeriksaan
barang datang dapat dilakukan komplain dan meminta penggantian dengan bahan
kemas yang baik.
3. Faktor Mesin (Machines)
• Melakukan pembersihan dan perawatan mesin seara rutin.
• Melakukan perbaikan mesin secara berkala dengan mendatangkan teknik.
• Menyediakan suku cadang mesin yang penggantian komponennya cukup sering.
4. Faktor Metode (Methods)
• Metode kerja menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh operator, ditulis
secra rinci dan mencantumkan hal-hal yang mendapatkan perhatian khusus
• Apabila ada revisi metode kerja pihak supervisor dapat melakukan training kepada
operator, dengan hal tersebut operator mendapat penjelasan secara langsung, dan
apabila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan.
• Mengembangkan komunikasi yang lebih baik dan lancar baik antar operator maupun
dengan atasan.
5. Faktor Lingkungan (Environment)
• Meningkatkan dan menjaga kebersihan linkungan perusahaan, terutama yang
berhubungan langsung dengan produk seperti : gudang pneyimpanan bahan
baku/bahan kemas, area proses produksi, gudang penyimpanan produk jadi serta
ruangan pendukung lainnya.
• Memberikan pengarahan pentingnya kebersihan lingkungan kepada seluruh tenaga
kerja.
• Menjaga tingkat suhu dan kelembaban agar produk dapat terjaga kualitasnya.

29
BAB III
PENUTUP

3.2 Kesimpulan
Kualitas yang baik atau buruk mempengaruhi keseluruhan organisasi mulai dari
pemasok sampai pelanggan dan mulai dari desain produk sampai ke pemeliharaan. Mungkin
lebih penting lagi, membangun sebuah organisasi yang dapat mencapai sebuah kualitas adalah
sebuah tugas yang diharuskan. Para konsumen tentunya akan memilih produk yang memiliki
kualitas baik, sehingga sudah merupakan kewajiban perusahaan untuk melakukan berbagai
strategi dalam meningkatkan kualitas produk dan jasanya. Salah satu strategi nya adalah
menerapkan TQM (Total Management Quality)ke dalam proses produksi nya dan didalam
TQM ini terdapat cara-cara dan alat yang dapat perusahaan pakai untuk memperbaiki kualitas.
Ketika kualitas produk atau jasa perusahaan baik maka keuntungan akan semakin banyak
didapatkan.

3.3 Saran
Sebaiknya saat ini perusahaan harus mulai banyak berbenah mengenai kualitas produk
dan jasanya, karena lebih baik mengutamakan kualitas ketimbang kuantitas. Hal ini akan lebih
mengutamakan kepuasan konsumen, karena kepuasan konsumen inilah yang membuat
perusahaan menerima profibilitas.

30
DAFTAR PUSTAKA

Haizer, Jay dan Render, Barry. 2014. Manajemen Operasi. Jakarta. Kurnia, Hirson.2015.
Salemba Empat: Jakarta.

Albertusada.my.id. Di unduh pada hari Rabu 23 Februari 2022, dari


http://www.albert-usada.my.id/2016/06/siklus-pdca-w-edwards-deming.html
Kompasiana.com. Diunduh pada hari Rabu 23 Februari 2022, dari
https://www.kompasiana.com/cakrajati/5512a8bca333113960ba7d3c/pdca-versi-
sederhana
Accurate.id. Di unduh pada hari Rabu 23 Februari 2022, dari
https://accurate.id/marketing-manajemen/six-sigma-adalah/
Shiftindonesia.com. di unduh pada hari Rabu 23 Februari, dari
http://shiftindonesia.com/beda-lean-six-sigma-dmaic-dengan-dmadv/
Kajianpustaka.com. di unduh pada hari Rabu 23 Februari 2022, dari
https://www.kajianpustaka.com/2021/07/pemberdayaan-karyawan.html
Eprints.umpo.ac.id. di unduh pada hari Rabu 23 Februari 2022, dari
http://eprints.umpo.ac.id/4093/3/BAB%20II.pdf
Repository.unri.ac.id. diundur pada hari Rabu 23 Februari 2022, dari
https://repository.unri.ac.id/bitstream/handle/123456789/3667/jurnal%20veni.pdf?seque
nce=1&isAllowed=y

31

Anda mungkin juga menyukai