PERKEMBANGAN PENGATURAN
FORMAT DEKONSENTRASI DI INDONESIA
(THE EVOLUTION OF DECONCENTRATION
FORM ARRANGEMENTS IN INDONESIA)
Abstrak
Pelaksanaan dekonsentrasi telah berlangsung lama di Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari beberapa praktik
pemerintahan yang terjadi seperti adanya peran ganda terhadap Gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat/
kepala wilayah dan kepala daerah otonom, penerapan konsep wilayah adminstrasi, dan keberadaan instansi
vertikal sebagai kantor cabang kementerian negara. Dalam rejim Orde Baru, melalui Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, dekonsentrasi amat dominan dalam menentukan
sinergi hubungan pusat dan daerah. Namun, saat ini, dengan berakhirnya rejim tersebut, dekonsentrasi
tampaknya hanya sebagai perangkat pelengkap untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi yang luas.
Kata kunci : dekonsentrasi, prinsip, format, desentralisasi.
Abstract
Deconcentration policy has long been applied in Indonesia. It can be seen from several practices such as the dual
role of governor as a representative of central government/territory officials and head of autonomous region, the
existence of administrative area concept, and the establishment of vertical institutions as regional branch offices
of central ministry. In New order regime, by Law No. 5/1974, deconcentration was very dominant to determine the
synergy of centraland local relationship. But, currently, when the regime came to an end, deconcentration seems
only to be a complementary device to support the extensive decentralization process.
Keywords: deconcentration, principle, forms, decentralization.
A. Pendahuluan
Salah satu persoalan yang cukup pelik dalam juga memiliki banyak keterbatasan. Diperlukan
konteks penyelenggaraan pemerintahan yaitu instrumen manajemen pemerintahan yang
bagaimana mengusahakan agar penyelenggaraan mampu menyeimbangkan proses desentralisasi
pemerintahan sinergis antara pusat dan dengan peran sentral pemerintah pusat2 , salah
daerah. Salah satunya adalah bagaimana satunya melalui format dekonsentrasi.
mengkombinasikan prinsip desentralisasi Penyelenggaraan urusan pemerintahan di
dengan prinsip efektifitas dalam penyelenggaraan daerah melalui kebijakan dekonsentrasi sudah
pemerintahan.1 Era demokratisasi (terutama dilakukan jauh sebelum rejim Undang-Undang
di Indonesia) saat ini menghendaki pemberian Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
otonomi yang lebih luas bagi pemerintahan Daerah berlaku. Bahkan pada saat rejim
daerah, sehingga kewenangan pemerintah pusat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
harus dibagi. Pemerintahan Daerah yang dipandang amat
Di sisi lain, pemerintah menyadari bahwa desentralistik, dekonsentrasi juga digunakan.
penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat Praktik penyelenggaraan di jaman orde baru
semua diserahkan kepada daerah, sebab daerah (melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
1 Cheema, G. Shabbir et al., 2007. Decentralizaing Governance: Emerging Concepts and Practices, Brookings Institution Press,
Washington D.C., hlm. 1.
2 Utomo, Tri Widodo Wahyu, 2015. Relevansi Dekonsentrasi di Era Desentralisasi: Sebuah Studi Efektifitas Manajemen dalam Program
Dekonsentrasi Bidang Sosial, Disertasi, FISIP Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 4.
199
Vol. 14 No. 02 - Juni 2017 : 199 - 210
3 Cohen, John M. & Stephen B. Peterson, 1999. Administrative Decentralization: Strategies for Developing Countries, Kumarian Press,
Connecticut, hlm. 52-53.
4 Fesler, James W., Agustus 1965, “Approaches to the Understanding of Decentralization”, The Journal of Politics, Vol. 27, No. 3, hlm.
536-566
5 Katorobo, James, 2005, “Decentralization and Local Autonomy for Participatory Democracy”, 6th Global Forum on Reinventing
Government Towards Participatory and Transparent Governance, Seoul.
6 Litvack, Jennie, et al., 1998. Rethinking Decentralization in Developing Countries, IBRD, Washington D.C., hlm. 12.
7 Ibid.
200
Perkembangan Pengaturan Format Dekonsentrasi di Indonesia( Dinoroy Marganda )
201
Vol. 14 No. 02 - Juni 2017 : 199 - 210
pegawai dari instansi vertikal pemerintah pemerintah.22 Hal inilah yang menjadi salah
pusat yang bekerja di lingkungan daerah satu alasan negatif mengapa “prefectoralism”
(local jurisdiction). Keberadaan mereka sering dipandang sebagai kecenderungan utama
merupakan diskresi dan pengawasan langsung kearah authoritarianisme.23
dari pemerintah pusat. Sedangkan local Secara empiris, dekonsentrasi amat kental
administration menunjukkan bahwa pemerintah dengan peranan dan keberadaan pemerintah
daerah dalam suatu wilayah merupakan “agen/ pusat di daerah. Karena itu, banyak pihak
wakil” dari pemerintah pusat biasanya institusi mengganggap bahwa dekonsentrasi selayaknya
eksekutif daerah. tidak dikategorikan sebagai bagian sub-konsep
Menurut Smith18, secara konseptual pola desentralisasi namun sebagai sentralisasi
dekonsentrasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu yang sifatnya lunak. Pendekatan politis dan
Functional Systems dan Prefectoral Systems. administratif memang menjadi dua pendekatan
Prefectoral Systems kemudian dibagi lagi utama dalam mempertimbangkan desentralisasi
kedalam dua tipe yaitu Integrated System dan dan dekonsentrasi (sentralisasi) dalam bandul
Unintegrated System. Hal tersebut cukup mirip yang seimbang.24
dengan pembagian yang diungkapkan oleh
B.3. Perkembangan Pengaturan Dekonsentrasi
Cheema dan Rondinelli19 yang membagi local
di Indonesia
administration kedalam dua tipe yaitu integrated
dan unintegrated local administration.20 B.3.1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965
Dalam model sistem fungsional yang dianut tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Smith21, perwakilan senior dari pemerintah pusat Daerah
di tingkat propinsi hanya menjalankan fungsi- Meskipun dibuat dalam kondisi
fungsi spesifik dari kewenangan yang dikelola pemerintahan yang belum stabil Undang-
oleh pemerintah seperti pendidikan, kesehatan, Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-
industri, pembangunan atau pertanian. Model Pokok Pemerintahan Daerah dapat dikatakan
ini dapat juga didesain bersama dengan/tanpa bersifat desentralistik. Undang-undang tersebut
prefectoral system. lebih mengutamakan prinsip desentralisasi
Model prefectoral system melibatkan adanya dalam membagi urusan pemerintahan kepada
seorang general representative yang mewakili daerah. Model desentralisasi yang hendak dituju
pemerintah pusat di tingkat wilayah subnasional yaitu tercapainya desentralisasi teritorial yang
(seperti propinsi). General representative meletakkan tanggung jawab teritorial riil dan
tersebut disebut juga sebagai “the prefect” yang seluas-luasnya kepada Pemerintah Daerah,
merupakan pejabat paling senior di wilayah disamping menjalankan politik dekonsentrasi
tersebut. Dalam sistem prefectoral yang berciri sebagai komplemen yang vital.25
integrated, the prefect merupakan pejabat Sebagai konsekuensinya, urusan-urusan
lapangan yang paling tinggi (superior) yang yang masih ada dalam kekuasaan Pemerintah
mana setiap pejabat lapangan (field officers) yang Pusat secara berangsur-angsur harus dialihkan
merupakan perwakilan dari setiap kementerian menjadi tugas dan kewenangan Daerah. Daerah-
di daerah berada di bawah koordinasi the daerah dibagi menjadi daerah besar dan daerah
prefect tersebut. The prefect bertindak untuk kecil yang berhak mengatur dan mengurus
mewakili kepentingan nasional, negara, dan rumah tangganya sendiri (daerah otonom).26
202
Perkembangan Pengaturan Format Dekonsentrasi di Indonesia( Dinoroy Marganda )
Pengutamaan penerapan desentralisasi juga dominan. Hal tersebut amat logis jika melihat
ditegaskan dengan tidak dikenalnya daerah atau politik hukum dari undang-undang tersebut
wilayah administratif (wilayah yang menjadi yaitu demi terjaminya tertib pemerintahan;
bagian dari daerah tertentu) dan dihapuskannya keseragaman struktur dan kedudukan
wilayah administratif yang dahulu terbentuk pemerintahan daerah; dan kestabilan politik
sebelum Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 serta kesatuan bangsa untuk mendukung
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah penyebaran pelaksanaan pembangunan di
ditetapkan. seluruh wilayah.29
Secara kewilayahan, daerah memang Dekosentrasi dalam undang-undang ini
tidak dianggap sebagai bagian dari politik adalah adalah pelimpahan wewenang dari
dekonsentrasi pemerintah pusat. Begitu juga Pemerintah Pusat atau Kepala Wilayah atau
dengan tidak adanya pengaturan mengenai Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada
kedudukan dan keberadaan instansi vertikal Pejabat-pejabatnya di daerah.30 Dalam rangka
kementerian/departemen atau LPND yang melaksanakan prinsip dekosentrasi, wilayah
melaksanakan politik dekonsentrasi di daerah. Negara dibagi dalam Wilayah-wilayah Propinsi
Namun secara jabatan, kedudukan Kepala daerah dan Ibu kota Negara. Kemudian Propinsi dibagi
tidak murni sebagai pejabat daerah otonom yang dalam Kabupaten dan Kota madya sedangkan
hanya berkewajiban untuk melaksanakan fungsi Wilayah Kabupaten dan Kotamadya dibagi dalam
otonomi daerah tetapi juga sebagai perwakilan Kecamatan.
atau alat pemerintah pusat di daerah. Selain jenis wilayah tersebut, dikenal juga
Sebagai alat Pemerintah Pusat Kepala Daerah, wilayah administratif yang berfungsi sebagai
kepala daerah berwenang:27 lingkungan kerja perangkat Pemerintah Pusat
a. memegang pimpinan kebijaksanaan politik di yang menyelenggarakan pelaksanaan tugas
daerahnya terutama terkait dengan urusan pemerintahan umum di daerah. Tugas tersebut
ketertiban dan keamanan umum. antara lain urusan pemerintahan dalam bidang
b. sebagai pemegang pimpinan kebijaksanaan ketentraman dan ketertiban, politik, koordinasi,
umum didaerahnya melalui koordinasi pengawasan, dan urusan pemerintahan lainnya
antara jawatan-jawatan Pemerintah Pusat di yang tidak termasuk dalam tugas lnstansi vertikal
Daerah dengan Pemerintah Daerah. dan urusan rumah tangga Daerah Otonom.31
c. melakukan pengawasan atas jalannya Selain dilahirkannya kembali konsep wilayah
Pemerintah Daerah; administratif yang dahulu pernah dihapus melalui
d.
menjalankan tugas-tugas lain yang Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang
diserahkan oleh Pemerintah Pusat.28 Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang
B.3.2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Pemerintahan di Daerah juga melahirkan konsep
Daerah jabatan kepala wilayah yang menempelkannya
kepada Gubernur hingga camat.32
Pada masa rejim Undang Nomor 5 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Kuatnya arus dekosentrasi atau pendekatan
Daerah, penyerahan urusan pemerintahan di pembagian daerah secara kewilayahan, dapat
daerah pada prinsipnya menggunakan 3 (tiga) terlihat juga dengan kuatnya kedudukan dan
konsep yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan peranan Menteri Dalam Negeri dalam mengangkat
tugas pembantuan. Namun demikian, kebijakan dan memberhentikan perangkat kepala wilayah
dekonsentrasi merupakan pilihan yang amat di tingkat kota administratif dan kecamatan.
203
Vol. 14 No. 02 - Juni 2017 : 199 - 210
Kepala Wilayah merupakan Wakil Pemerintah B.3.3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
Pusat. Jabatan tersebut merupakan penguasa tentang Pemerintahan Daerah
tunggal di bidang pemerintahan dalam Perubahan situasi politik pada tahun 1999
wilayahnya dalam arti memimpin pemerintahan turut mengubah pola hubungan pemerintah
di daerah, mengkordinasikan pembangunan pusat dan daerah dengan lahirnya Undang-
dan membina kehidupan masyarakat di segala Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
bidang. Oleh karena itu, Gubernur menjadi amat Pemerintahan Daerah. Amat berbeda dengan
sentral di daerah kabupaten/kota. UU sebelumnya, Undang-Undang Nomor 22
Meskipun titik berat Otonomi Daerah Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah lebih
sebenarnya dimaksudkan pada Daerah Tingkat bersifat desentralistik.
II, namun hal tersebut tidak terlaksana Penyelenggaraan urusan pemerintahan
karena kedudukan hirarkis yang kuat antara dilaksanakan melalui desentralisasi,
Propinsi (Daerah Tingkat I) dengan Kabupaten/ dekonsentrasi, dan tugas pembantuan dengan
Kota (Daerah Tingkat II). Ditambah pula dominan pada penguatan desentralisasi
kewajiban pertanggungjawaban dan adanya melalui pemberian otonomi daerah. Sedangkan
pembinaan langsung terhadap penyelenggaraan dekonsentrasi hanya diletakkan pada wilayah
pemerintahan daerah kota/kabupaten pada propinsi dengan Gubernur berkedudukan
Gubernur. sebagai Kepala Daerah tingkat Propinsi sekaligus
Wewenang, tugas dan kewajiban Kepala sebagai kepala wilayah.35 Pelaksanaan asas
Wilayah secara umum antara lain:33 pembinaan dekonsentrasi yang diletakkan pada Daerah
ketentraman dan ketertiban di wilayahnya, Propinsi dalam kedudukannya sekaligus sebagai
pembinaan ideologi negara dan kesatuan Wilayah Administrasi untuk melaksanakan
bangsa, koordinasi instansi vertikal dan kewenangan pemerintahan tertentu.36 Yang
dinas daerah, pengawasan penyelenggaraan menjadi persoalan adalah tugas atau kewenangan
pemerintahan daerah, penegakan peraturan pemerintahan tertentu tersebut tidak diatur
nasional dan daerah, serta menjamin kelancaran dengan jelas dalam UU tersebut.
penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu, rantai pelaksanaan dekonsentrasi
Selain penerapan kota administratif dan terputus hanya sampai tingkat propinsi sebagai
kepala wilayah yang melekat pada kepala wilayah administratif dengan penegasan bahwa
daerah, kebijakan dekonsentrasi juga diterapkan Daerah Propinsi bukan merupakan Pemerintah
melalui keberadaan berbagai instansi vertikal di atasan dari Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
daerah. Instansi Vertikal merupakan perangkat Sehingga, Daerah Otonom Propinsi dan Daerah
dari Departemen/Kementerian atau LPND yang Kabupaten dan Daerah Kota tidak mempunyai
mempunyai lingkungan kerja di Wilayah Propinsi hubungan hierarkis.37
dan Kabupaten/Kota. Selain untuk pelaksanaan fungsi di atas,
Meskipun kepala dan perangkat instansi pemberian kedudukan Propinsi sebagai
vertikal merupakan pegawai dari pemerintah daerah otonom dan sekaligus sebagai wilayah
pusat, namun dalam menjalankan tugasnya, administrasi dilakukan dengan maksud untuk
Kepala Instansi Vertikal berada dibawah memelihara hubungan yang serasi antara pusat
kordinasi Kepala Wilayah yang bersangkutan.34 dan daerah dalam kerangka negara kesatuan
204
Perkembangan Pengaturan Format Dekonsentrasi di Indonesia( Dinoroy Marganda )
dan menyelenggarakan otonomi daerah yang dan kabupaten/kota menjadi tidak efektif dan
bersifat lintas daerah kabupaten/kota serta efisien.
melaksanakan kewenangan otonomi daerah Yang dimaksud dengan harmonisasi
yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/ hubungan yakni bahwa pengelolaan bagian
kota.38 urusan pemerintah yang dikerjakan oleh tingkat
Penyelenggaraan wewenang yang dilimpahkan pemerintahan yang berbeda, harus bersifat saling
oleh Pemerintah kepada Gubernur selaku berhubungan (inter-koneksi), saling tergantung
wakil Pemerintah dalam rangka dekonsentrasi (interdependensi), dan saling mendukung sebagai
dilaksanakan oleh Dinas Propinsi dengan satu kesatuan sistem dengan memperhatikan
koordinasi oleh Sekretaris Daerah Propinsi cakupan kemanfaatan.
sebagai Sekretaris Wilayah Administrasi. Dalam undang-undang ini urusan
Selain keberadaan Gubernur sebagai pemerintahan dilaksanakam dengan
kepala wilayah, kewenangan dekonsentrasi menggunakan asas desentralisasi, tugas
juga dilaksanakan oleh instansi vertikal yang pembantuan, dan dekonsentrasi sesuai dengan
ada di daerah. Jenis fungsi dan kewenangan peraturan perundang-undangan. Sedangkan
dekonsentrasi yang dilaksanakan disesuaikan dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan
dengan jenis kewenangan absolut pemerintah daerah, pemerintahan daerah menggunakan asas
pusat, yaitu: bidang politik luar negeri, otonomi dan tugas pembantuan. Dekonsentrasi
pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan masih menjadi pelengkap dari prinsip
fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. desentralisasi. Dekonsentrasi dilaksanakan
Dalam rejim undang-undang ini, dekosentrasi melalui pelimpahan wewenang pemerintahan
hanyalah sebagai pelengkap dari pelaksanaan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil
desentralisasi meskipun tetap vital. pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal
di wilayah tertentu. Gubernur selain sebagai
B.3.4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014
Kepala Daerah tingkat Propinsi juga bertindak
tentang Pemerintahan Daerah
sebagai wakil pemerintah pusat di daerah yang
Rejim Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 bertanggung jawab kepada Presiden terkait
tentang Pemerintahan Daerah berakhir setelah pelaksanaan tugas dalam hal pembinaan/
digantikan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun pengawasan dan koordinasi di daerah. Namun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. Penggantian dalam melaksanakan tugas sebagai wakil
tersebut dilakukan dengan pertimbangan tersebut Gubernur tidak lagi disebut sebagai
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan Kepala Wilayah.
pemerintahan daerah yang perlu ditingkatkan.
Selain Gubernur, pelaksanaan kewenangan
Selain itu, aspek-aspek hubungan antar-
dekonsentrasi juga dilaksanakan oleh instansi
susunan pemerintahan dan antar-pemerintahan
vertikal yang ada di daerah. Instansi vertikal
daerah, potensi dan keanekaragaman daerah,
merupakan perangkat departemen dan/atau
peluang dan tantangan persaingan global juga
lembaga pemerintah non departemen yang
menjadi perhatian.
melaksanakan urusan pemerintahan yang tidak
Penguatan lain dalam undang-undang diserahkan kepada daerah dalam wilayah tertentu.
tersebut yaitu harmonisasi hubungan antara Urusan-urusan tersebut yaitu politik luar negeri,
pusat dan daerah yang sempat terputus pada rejim pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang nasional, dan agama. Namun pelaksanaannya
Pemerintahan Daerah akibat dihilangkannya urusan pemerintahan tersebut tidak terbatas pada
kedudukan hirarkis antara propinsi dengan pola dekosentrasi apabila hendak diselenggarakan
kabupaten/kota. Sehingga rentang kendali (span di daerah, Urusan kewenangan tersebut dapat
of control) dari pusat kepada daerah menjadi juga dilaksanakan dengan pola lain, yaitu melalui
tidak berfungsi. Akibatnya hubungan kerja dan penugasan kepada pemerintahan daerah dan/
koordinasi antara pemerintah pusat, propinsi, atau pemerintahan desa.
205
Vol. 14 No. 02 - Juni 2017 : 199 - 210
206
Perkembangan Pengaturan Format Dekonsentrasi di Indonesia( Dinoroy Marganda )
207
Vol. 14 No. 02 - Juni 2017 : 199 - 210
Gubernur selaku wakil pemerintah pusat di Clemson, Marc. 2012. Human Rights and the
daerah. Environment: Access to Energy. New Zealand
Undang-undang yang terakhir yaitu Undang- Journal of Environmental Law 16: 39-81.
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan. 4
Pemerintahan Daerah dapat dianggap lebih Februari 2016. Kebijakan Pemerintahdalam
sistematis dan rijid. Peran gubernur sebagai Pembangunan Infrastruktur Penyediaan
Pembina dan pengawas penyelenggaraan Tenaga Listrik: Percepatan Akses
pemerintahan daerah di daerah kabupaten/ Energi Di Indonesia: Opsi Peluang Dan
kota menjadi lebih kuat dimana Gubernur Tantanagannya, Jakarta: Direktorat Jenderal
menjadi atasan dari Bupati/Walikota meskipun Ketenagalistrikan.
sifatnya terbatas. Selain itu, sebagai bagian
Gaye, A. 2007. Access to Energy and Human
pelaksanaan urusan pemerintahan umum maka
Development, Human Development
kepada kabupaten/kota dilekati kembali status
Report 2007/2008. 2007. United Nations
sebagai Wilayah Administratif. Hal yang sudah
Development Program Human Development
dihapus sejak rejim Undang-Undang Nomor 22 Report Office Occasional Paper.
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Holland, Max and Juan Ordonez. 2015. The
Pemerintahan Daerah dimana hanya propinsi Human Rigts to Energy In The Brazilian
yang disebut sebagai wilayah administratif. Context. Revista Juridica 4: 57-77.
Dapat disimpulkan pula bahwa rejim International Energy Agency (IEA). 2004. World
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Energy Outlook 2004. International Energy
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor Agency. http://www.worldenergyoutlook.org/
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah media/weowebsite/2008-1994/weo2004.pdf
menggunakan pendekatan keseimbangan, dan
efisiensi serta efektifitas dalam membangun International Energy Agency (IEA). 2006. World
energy outlook 2006. Paris: Internasional Energy
tatanan hubungan pemerintah pusat dan daerah.
Agency. http://www.worldenergyoutlook.org/
media/weowebsite/2008-1994/weo2006.pdf
Daftar Pustaka (accessed 26 October 2016)
Anton, Donald K. and Dinah L. Shelton. 2011. International Energy Agency (IEA). 2011.
Environmental Protection and Human Rights. Energy For All: Financing Access For The
New York: Cambridge University Press. Poor. Paris: International Energy Agency.
https://www.iea.org/media/ weowebsite/
Bradbrook, Adrian J. and Judith G. Gardam.
energydevelopment/presentation_oslo_oct11.
2006. Access To Energy Services In A Human
pdf (accessed 26 October 2016)
Rights Framework. Human Rights Quarterly
28: 389-415. J. Masud, Sharan D, dan Lohani BN. 2007. Energy
for All: Addressing the Energy, Environment,
Cecelski, E. 2003. Enabling Equitable Access and Poverty Nexus in Asia. Manila: Asian
to Rural Electrification: Current Thinking Development Bank.
and Major Activities in Energy, Poverty and
Gender. Washington D.C.: International Bank Osiatynski, Wiktor. 2009. Human Rights and
For Reconstruction And Development and Their Limits. New York: Cambridge University
World Bank. Press.
208
Perkembangan Pengaturan Format Dekonsentrasi di Indonesia( Dinoroy Marganda )
209
Vol. 14 No. 02 - Juni 2017 : 199 - 210
210