Anda di halaman 1dari 6

TUGAS TUTORIAL KE-1

ADPU4334/ KEPEMIMPINAN/ 3
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA

Skor Sumber Tugas


No Tugas Tutorial
Maksimal Tutorial
Gaya Kepemimpinan Demokratis menempatkan ADPU4334/
manusia sebagai factor terpenting dalam KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan yang dilakukan berdasarkan dan Modul 5
berorientasi pada hubungan anggota dengan organisasi.
Filsafat Demokratis yang mendasari pandangan tipe
dan gaya kepemimpinan ini adalah pengakuan dan
1. 3
penerimaan bahwa manusia merupakan makhluk
bermartabat dan berharkat.
Pertanyaannya :
Jelaskan dan uraikan filsafat demokratis tersebut yang
diimplementasikan dalam nilai-nilai demokratis tipe
kepemimpinan !
Dalam melaksanakan suatu kegiatan memimpin ADPU4334/
organisasi tentunya seorang Pemimpin harus KEPEMIMPINAN
menguasai dan mampu beradaptasi dengan anak buah/ Modul 5
bawahan dan juga organisasi. Tentunya dalam
pelaksanaannya pasti mempunyai dampak sebagai
2. 3
akibat dari kepemimpinannmya.
Pertanyaannya :
Jelaskan dan uraikan secara rinci tentang Dampak dari
Kepemimpinan Otoriter yang dilaksanakan pada titik
ekstrim tertentu dalam berorganisasi !
Weber membedakan tiga macam tipe dasar otoritas ADPU4334/
dalam kekuasaan. KEPEMIMPINAN
3. Pertanyaannya : 3 Modul 6
a. Sebutkan dan jelaskan tentang tipe dasar kekuasan
tersebut !
Menurut Bass terdapat perbedaan dalam Potensi ADPU4334/
Kepemimpinan dari Laki-Laki dan Wanita dalam KEPEMIMPINAN
4. 3
memimpin suatu organisasi. Uraikan dan jelaskan hal Modul 7
tersebut !
Secara Umum nilai selalu diletakkan dalam dua kutub ADPU4334/
yang dikotomus. Sebutkan dan uraikan secara rinci KEPEMIMPINAN
5.. 3
perbedaan budaya dikaitkan dengan nilai-nilai Modul 7
kepemimpinan !
Jumlah Skor Maksimal Jumlah Skor
15
Maksimal

Tutor,

Gamal Arfan Afandie, S.STP, M.Si

1
NAMA : PI’UT SUWARNO
NIM : 041802579
KELAS :A
JAWAB :

1. Pemimpin pada hakekatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk


mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan
dan juga mempengaruhi sesamanya untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan. Dan
pemimpin yang demokratis merupakan pemimpin yang mempunyai gaya
kepemimpinan yang di mana pemimpin suatu organisasi maupun kelompok menerima
pendapat atau saran dari setiap anggotanya untuk menentukan suatu keputusan bersama
dalam organisasi demi mencapai suatu tujuan.
Kepemimpinan yang demokratis pada umumnya mengedepankan rakyat, sesuai dengan
slogan “Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”, di mana setiap tujuan dan
keputusan yang diambil adalah untuk kepentingan rakyat. Seperti yang diterapkan oleh
Indonesia
Ciri-ciri kepemimpinan yang demokratis :
a. Wewenang pimpinan tidak mutlak (Dalam mengambil keputusan, dapat
dipengaruhi oleh bawahan dalam bentuk masukan pada saat musyawarah).
b. Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan (Dalam membuat dan
mengambil keputusan, dilakukan terlebih dahulu musyawarah antara atasan dan
bawahan hingga mencapai kesepakatan).
c. Komunikasi antara pimpinan dan bawahan berjalan dengan baik (Dalam
melakukan komunikasi tidak terhalang rasa takut, malu, dsb yang disebabkan oleh
jabatan)
d. Adanya kebebasan mengemukakan pendapat (Bawahan mempunyai hak untuk
mengemukakan pendapat mereka secara bebas sesuai dengan asas demokrasi)
e. Pimpinan membagi wewenang kepada bawahannya (Tidak semua tugas dan
tanggungjawab harus diemban oleh pemimpin seorang, melainkan boleh dibagikan
kepada bawahan selama masih dalam batas wajar)
Dari pengertian dan ciri-ciri kepemimpinan yang demokratis di atas, maka kita juga
dapat mengimplementasikan dengan bertindak secara adil dan benar saat mengambil
keputusan bersama, tidak mengambil keputusan sendiri, memberikan kesempatan
untuk berpendapat dan menerima apapun pendapat orang tersebut, menjunjung
kesetaraan, berkomunikasi baik dengan orang lain juga berhubungan dengan
memberikan kesempatan untuk berpendapat.

2. Gaya kepemimpinan otoriter merupakan salah satu gaya kepemimpinan yang masih
ada sampai sekarang. Di Negara timur tengah banyak negara yang masih menggunakan
gaya kepemimpinan otoriter. Pada Gaya kepemimpin yang otoriter kekuasaan
sepenuhnya dipegang oleh kepala negara (raja) tentu bertolak belakang dengan gaya
kepemimpinan demokrasi yang mana porok kekuasaan berada ditangan rakyat
Adapun kelebihan dan kekurangan dari gaya kepemimpinan otoriter sbb:
a. Kelebihan : keputusan akan mudah diambil karena kekuasaan berada ditangan
rakya, pemimpin yang otoriter tegas, sehingga kalau ada bawahan yang salah
maka tak segan-segan akan di berikan sanksi, dan dalam pemerintahannya mudah
untuk diawasi
b. Kekurangan : suasana kaku karena kekuasaaan monoton ditangan pemimpin,
bawahan akan merasa tertekan dan kreaktifitas bawahan munim, mudah
melahirkan kubu oposisi karena dominasi pemimpin yang berlebihan, pengawasan

2
dari pemimpin hanya bersifat mengintrol, apakah perintahnya sudah dijalankan
dengan baik oleh anggotanya
sebagai manusia yang berfikir, janganlah kita menyalahkan gaya kepmimpinan yang
digunakan. Karena tidak ada gaya kepemimpina yang sempurna, semua mempunyai
kekurangan dan kelebihan. Selama dalam memimpin tidak melanggar hak-hak rakyat,
maka semua jenis gaya kepemimpinan kita hormati dan hargai

3. Pengelompokan tipe otoritas ini didasarkan pada penerimaan individu terhadap


peraturan-peraturan yang diberlakukan oleh sistem pemerintahan yang berlaku,
sehingga aturan tersebut dapat diterima maupun diterapkan dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Peraturan ini biasanya dibuat sesuai dengan keinginan dan harapan dari
masyarakat sendiri
Pembagian tipe otoritas ini juga tergantung pada kerelaan bawahan untuk patuh pada
perintah orang yang memiliki otoritas. Max Weber mengidentifikasi tiga dasar
legitimasi yang utama dalam hubungan otoritas, ketiganya dibuat berdasarkan tindakan
sosial yang dilakukan oleh para bawahan terhadap perintah orang yang memilliki
otoritas.
Tipe-tipe otoritas menurut Max Weber antara lain :
a. Otoritas Tradisional
Tipe otoritas ini berlandaskan pada suatu kepeercayaan yang mapan terhadap
kekudusan tradisi-tradisi zaman dulu serta legitimasi status mereka yang
menggunakan otoritas yang dimilikinya. Salah satu alasan orang taat pada otoritas
ini karena orang tersebut menganggap bahwa hal itu sudah selalu ada dan aturan-
aturan yang dibuat oleh pihak yang memiliki otoritas merupakan peraturan yang
telah ada sejak lama dan dihormati sepanjang waktu secara turun temurun.
Tipe otoritas tradisional ini merupakan suatu otoritas yang dimiliki seorang
pemimpin karena adanya hubungan keluarga dengan pemimpin terdahulu dari para
pengikutnya, sehingga para pengikut yang telah memiliki rasa patuh terhadap
pemimpinya terdahulu secara otomatis akan mengikuti dan patuh terhadap otoritas
yang dibuat oleh pemimpin mereka yang baru. Walaupun aturan-aturan yang
dibuat oleh pemimpin tersebut tidak sesuai dengan keinginan dan harapan para
pengikutnya, namun mereka tetap akan menghormati atau bahkan melaksanakan
aturan-aturan tersebut meskipun dengan rasa terpaksa. Sistem otoritas tradisonal
ini dapat kita temukan pada masyarakat tradisional ataupun masyarakat yang
menganut sistem feodalisme.
b. Otoritas Karismatik
Otoritas ini didasarkan pada mutu luar biasa yang dimiliki oleh seorang pemimpin.
Otoritas ini berbeda dengan otoritas tradisional yang diperoleh seorang pemimpin
melalui hubungan keluarga dari pemimpin sebelumnya. Otoritas ini muncul akibat
adanya sikap luar biasa yang muncul dari dalam diri seorang pemimpin yang
memiliki sifat kepemimpinan atau sering disebut dengan “karisma”. Karisma
sendiri memiliki makna yang menunjuk pada daya tarik pribadi yang ada pada
orang sebagai pemimpin, sehingga sikap luar biasa yang dimiliki seorang
pemimpin tersebut mampu memberikan inspirasi maupun motivasi terhadap
mereka yang akan menjadi calon pengikutnya. Sehingga dapat dikatan bahwa
dalam sistem otoritas karismatik ini para pengikutnya dengan sukarela mengikuti
aturan-aturan yang dibuat oleh pemimpin. Dalam hal ini pemimpin yang memiliki
otoritas akan menjadi sangat mudah dalam mengendalikan dan memimpin para
pengikutnya, karena dengan sikap yang dimiliki pemimpin tersebut akan menjadi
orang yang sangat disegani dan dipatuhi atau bahkan dapat menjadi sebuah

3
panutan bagi para pegikutnya. Seruan atau perintah yang diberikan oleh seorang
pemimpin dalam sistem otoritas karismatik ini biasanya didasarkan pada watak
atau sifat pribadinya yang memberikan contoh atau yang bersifat pahlawan bagi
para pengikutnya. Sifat karismatik seorang pemimpin ini muncul dan terlihat jelas
ketika para pengikutnya sedang mengalami kesulitan dan mereka memerlukan
bimbingan, nasehat, maupun motivasi dari pemimpin mereka. Maka tidak heran
jika kita menemui sistem otoritas karismatik ini pada saat krisis sosial yang besar
sedang terjadi. Krisis sosial ini mungkin muncul karena disebabkan oleh beberapa
hal , antara lain kemrosotan ekonomi, kekalahan perang, kegoncangan politik,
ataupun bancana alam
Karisma seorang pemimpin ini akan memudar dan perlahan menghilang ketika
krisis sosial tersebut sudah dapat teratasi dan para pengikutnya sudah mulai
menenmukan gaya hidup yang mapan, sehingga sikap luar biasa yang tadinya
dimiliki oleh pemimpin tersebut sudah tidak nampak dimata para pengikutnya.
Seiring dengan menghilangnya sifat karisma yang dimiliki oleh pemimpin tersebut
maka otoritas pemimpin yang tadinya sangat disegani dan dihormati pada akhirnya
akan kehilangan kewibawaanya dalam mempengaruhi para pengikutnya. Sistem
otoritas karismatik ini juga akan menghilang ketika pemimpin tersebut meninggal
dunia dan digantikan oleh pemimpin yang baru. Sehingga gejala karismatik ini
hanya berlaku untuk satu generasi pemimpin saja.
c. Otoritas Legal-Rasional
Dalam sistem otoritas ini orang yang sedang malaksanakan otoritas Legal-rasional
adalah kerana dia memiliki suatu posisi sosial yang menurut peraturan yang sah
dia memiliki posisi otoritas. Dalam seleksi pemilihan orang yang berhak
mendapatkan dan menduduki posisi otoritas tersebut telah diatur dalam sebuah
peraturan yang sah dan telah diakui oleh sebuah organisasi birokrasi. Bawahan
atau yang pada sistem otoritas ini sering disebut dengan rakyat akan tunduk
terhadap otoritas pemimpin karena posisi sosial mereka diatur dan dipaksa oleh
aturan dalam bidang-bidang tertentu untuk tunduk terhadap kebijakan otoritas
yang dibuat oleh pemimpin dalam sistem otoritas Legal-rasional. Pelaksanaan
sistem otoritas Legal-rasional ini tentu tidak lepas dari adanya sebuah birokrasi
yang telah memiliki struktur pemerintahan dan birokrasi pada sitem otoritas ini
mampu menciptakan sebuah undang-undang yang mengatur dan mengikat semua
anggota yang termasuk didalam keanggotaan birokrasi tersebut. Tingkah laku dan
kegiatan anggotanya telah diatur didalam undang-undang tersebut, sehingga dapat
dikatakan bahwa dalam sistem otoritas ini birokrasi memiliki kedudukan yang
lebih tinggi daripada pemimpin otoritas legal-rasional. Hal ini sesuai dengan
argumen yang dikemukakan oleh Max Weber:
Dari suatu sudut pandang teknis belaka, suatu birokrasi mampu mencapai derajat
efisiensi tertinggi, dan dalam pengertian itu secara formal birokrasi adalah alat
paling rasional yang diketahui bagi pelaksanaan otoritas atas umat manusia.
Birokrasi lebih unggul dibanding setiap bentuk pelaksanaan otoritas lainya dalam
hal presisi, stabilitas, keketatan disiplinya, dan dalam keandalanya. Oleh sebab itu,
birokrasi memungkinkan derajat kalkulabilitas hasil yang sangat tinggi untuk para
kepala organisasi dan untuk orang-orang yang bertindak terkai dengannya.
Akhirnya birokrasi lebih unggul baik dalam hal efisiensi intensif maupun dalam
hal cakupan kegiatannya dan secara formal dapat diterapkan kepada segala jenis
tugas administratif.

4
4. Bass menerima pandangan bahwa kepemimpinan pada dasarnya adalah melakukan apa
yang pemimpin ingin lakukan. Pemimpin adalah agen perubahan, yaitu seseorang yang
bertindak mempengaruhi orang lain lebih dari tindakan orang lain mempengaruhi
dirinya. Kepemimpinan terjadi ketika satu anggota kelompok mengubah motivasi atau
kompetensi orang lain dalam kelompoknya tersebut.
Bass (1990) membagi kepemimpinan menjadi dua, yaitu kepemimpinan
transformasional dan kepemimpinan transaksional. Berikut ini adalah karakteristik-
karakteristik yang dapat disimpulkan dari kedua kepemimpinan tersebut:
1. Kepemimpinan Transaksional
a. Imbalan kontingensi, yaitu adanya kontrak pertukaran imbalan untuk berbagai
upaya yang dilakukan bawahan, seperti menjanjikan imbalan untuk kinerja
yang baik dalam menyelesaikan tugas-tugas
b. Manajemen dengan pengecualian secara aktif (active management by
exception), yaitu kecenderungan pemimpin untuk mengamati dan mencari
berbagai penyimpangan dari standar dan prosedur, dan untuk mengambil
tindakan koreksi untuk kelompok yang dipimpinnya
c. Manajemen dengan pengecualian secara pasif (passive management by
exception), yaitu kecenderungan dari pemimpin untuk turun tangan atau
mengintervensi hanya ketika prosedur dan standar tidak terpenuhi.
d. Laissez-faire, yaitu perilaku para pemimpin untuk menghindari pembuatan
keputusan atau melepaskan tanggung jawab mereka
2. Kepemimpinan Transformasional
a. Karisma atau pengaruh ideal, di mana pemimpin memberi sense of mission
dan sense of vision, menanamkan rasa bangga dan memperoleh rasa hormat
dan kepercayaan
b. Kepemimpinan inspirasional, di mana pemimpin memberikan ide-ide yang
jelas dan harapan yang tinggi, menyimbulkan upaya sebagai fokus, dan
memiliki kemampuan untuk mengekspresikan tujuan-tujuan penting dalam
berbagai cara yang sederhana
c. Stimulasi intelektual, di mana pemimpin mendorong kecerdasan, rasionalitas
dan penyelesaian masalah.
d. Pertimbangan individual, di mana pemimpin memberikan perhatian personal,
melatih, menasihati para pengikut, dan memperlakukan setiap pengikut secara
individual.
Bass (1999) menulis bahwa perempuan cenderung untuk lebih transformasional
dibanding laki-laki. Berdasarkan pada penelitian, pemimpin perempuan memberikan
efektivitas dan kepuasan lebih jika dibandingkan dengan laki-laki menurut para
bawahan.
Berdasarkan pada dua tipe kepemimpinan yang dikemukakan oleh Bass tersebut,
kepemimpinan transformasional sepertinya lebih teraplikasi pada diri penulis
dibandingkan kepemimpinan transaksional, karena kepemimpinan transformasional
memberi nilai-nilai yang sama yang sudah penulis miliki dan pelihara sebagai seorang
Jawa dan seorang perempuan. Meskipun demikian, penulis yakin bahwa
kepemimpinan transformasional tidak dapat diterapkan secara pasti pada setiap
kelompok atau organisasi penulis sendiri. Seperti yang disampaikan oleh Bass (1985)
bahwa kepemimpinan transaksional dan transformasional secara konseptual berbeda,
akan tetapi keduanya tidak saling eksklusif sehingga seorang pemimpin dapat
menggunakan gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional pada waktu dan
situasi yang berbeda. Oleh karena itu, menurut penulis bisa jadi kepemimpinan yang
terbaik adalah kepemimpinan yang transaksional sekaligus transformasional.

5
Kepemimpinan transformational menambah efektivitas kepemimpinan transaksional,
kepemimpinan transformasional melengkapi kepemimpinan transaksional dan
kepemimpinan transformasional tidak menggantikan atau meniadakan kepemimpinan
transaksional.

5. Perbedaan budaya menciptakan nilai untuk menentukan alternatif yang dapat sama ±
sama diterima oleh masing-masing budaya di setiap kelompok. Pemahaman akan
perbedaan budaya merupakan bentuk interaksi antara satu budaya dengan budaya yang
lain yang memberikan dampak atau pengaruh terhadap budaya lainnya. Pemahaman
perbedaan budaya sangat diperlukan bagi para pemimpin internasional yang sedang
bertugas di tempat yang bukan negara asalnya guna mempermudah pembauran dengan
bawahan maupun rekan kerja yang lain
Gaya kepemimpinan merupakan pola sikap dan perilaku yang ditunjukkan dalam
proses mempengaruhi orang (Matondang, 2008:5). Djanaid (2004: 202) menyatakan
bahwa gaya kepemimpinan adalah norma yang digunakan oleh seseorang saat sedang
mempengaruhi perilaku orang lain Gaya kepemimpinan dapat dikatakan sebagai
aturan, nilai, ataupun norma yang dijadikan pedoman untuk berperilaku dalam proses
mempengaruhi tindakan orang lain. Berikut terdapat tiga gaya kepemimpinan menurut
Studi IOWA :
1. Gaya Kepemimpian Otoriter
Seorang pemimpin otoriter bertindak sangat direktif dan selalu memberikan
pengarahan
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Pimpinan melibatkan kelompok dalam mengambil keputusan dan berusaha untuk
bersikap lebih obyektif dalam memuji atau mengkritik
3. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
Seorang pemimpin yang memberikan kebebasan kepada bawahan ataupun
kelompok

Anda mungkin juga menyukai