Anda di halaman 1dari 6

REVIEW MANHAJ TUGAS BACA

IJTIHAD DALAM MEMBANGUN BASIS GERAKAN

OLEH : MUNA WARAH

PD KAMMI BANDA ACEH

2022
REVIEW BUKU
IJTIHAD MEMBANGUN BASIS GERAKAN
Buku yang berjudul Ijtihad Membangun Basis Gerakan ini ditulis oleh seorang
aktivis yang bernama Amir Sudarsono. Buku ini memiliki jumlah halaman 223 yang sudah
diterbitkan oleh Penerbit Muda Cendekia. Buku ini berisi tentang pengalaman dan penyatuan
atas serpihan-serpihan pikiran penulis. Semua gagasan disatukan untuk menjadi pokok pikiran
dan fondasi dari suatu gerakan mahasiswa yang bernama KAMMI.
Judul buku ini adalah Ijtihad Membangun Basis Gerakan. Ijtihad berarti usaha untuk
menggali pikir dan memutuskan yang didasari dengan logika hukum islam, dimana penulis
mengharapkan adanya pahala yang terus mengalir dari tulisan ini dan gagasan-gagasan ini
menjadi penguat landasan dari sebuah gerakan
Pada bab pertama, penulis menceritakan tentang sejarah terbentuknya KAMMI dengan
pengalaman-pengalaman yang ada dari para penggerak organisasi tersebut. Diawali dengan
sejarah-sejarah bangsa Indonesia ini sendiri, hingga pengalaman sejarah gerakan pemuda yang
penuh perjuangan baik saat pemuda disekap sampai saat Islam dikudeta
Pada bab kedua, penulis menjabarkan tentang penuangan gagasan fundamental tentang
Islam, politik, ideologi dan konsep-konsep resmi KAMMI, yaitu intelektual profetik dan
muslim negarawan. Pada bab ketiga, penulis membahas persoalan teknis. Kemampuan dasar
berorganisasi, yaitu berpartai di kampus, teknis propaganda, fikih demonstrasi dan manajemen
siding. Penulis juga memberikan pengantar advokasi anggaran. Pada bab selanjutnya, penulis
memberikan kata-kata penyemangat yang penuh makna, sehingga diharapkan pembacanya
tersentuh dan semakin menambah semangat perjuangan dalam dakwah ini.
Buku ini idealnya ditambahi dengan cerita dan pengalaman sendiri. Sebuah cerita yang
berasal dari kenyataan yang dibangun teman-teman aktivis di lapangan, sehingga menambah
isi nya semakin original dan terpercaya. Para pembaca dapat mengambil manfaat dan hikmah
dari pengalaman yang ada untuk kemudian dijadikan inspirasi dan semangat dalam berjuang.
Para aktivis gerakan juga diharapkan mengerti dan paham tentang tujuan dan urgensi organisasi
ini sehingga tujuannya tercapai.
Amin mengklasifikasikan basis gerakan tersebut melalui dua spektrum: software dan
hardware. Pembahasan mengenai “software” gerakan dimulai pada aspek yang paling
mendasar yaitu ideologi. Menurut penulis, ideologi memiliki fungsi mempolakan,
mengkonsolidasikan dan menciptakan arti dalam tindakan masyarakat. Ideologi yang dianutlah
yang pada akhirnya akan sangat menentukan bagaimana seseorang atau sekelompok orang
memandang sebuah persoalan dan harus berbuat apa untuk mensikapi persoalan tersebut.
Ideologi seakan-akan menjadi kacamata hidup.
Selanjutnya penulis mengurai keharusan seorang pemuda dalam membangun software
basis pergerakannya menjadi seorang yang mempunyai intelektual atau dalam kata lain
menjadi pemuda yang intelek, intelek berarti istilah psikologi tentang daya atau proses pikiran
yang lebih tinggi yang berkenan dengan pengetahuan; daya akal budi; kecerdasan berfikir.
Software gerakan pemuda selanjutnya adalah bagaimana seorang pemuda mengerti
akan perannya sebagai seorang negarawan dalam berpandangan secara politik. Terlebih
sebagai muslim, pemuda harus mengetahui karakter-karakter apa saja yang dibutuhkan untuk
menjadi seorang Muslim negarawan yang akan melakukan perubahan sosial dalam umat, dan
bagaimana menghadapi tantangan Ghozwul Fikr dan kesetaraan Gender yang benar-benar
menjadi salah satu faktor kemunduran umat saat ini.
Pada tahapan berikutnya, software tersebut harus dijalankan dalam bentuk-bentuk aksi
nyata. Itulah yang kemudian disebut oleh Amin Sudarsono sebagai “hardware” gerakan. Kita
tidak bisa memungkiri bahwa kampus adalah tempat lahirnya cadangan pemimpin masa depan
bangsa. Sejarah telah membuktikan bahwa tokoh-tokoh besar dan berpengaruh pernah
digembleng di kampus. Soekarno-Hatta, misalnya. Kedua tokoh ini menjadi founding father
bangsa ini, kampus adalah miniatur suatu negara, menjadi tempat yang layak, karena
didalamnya terdapat proses kaderisasi untuk menyemai benih-benih pemimpin bangsa. Maka
mahasiswa harus dapat memanfaatkan potensi kampus ini untuk menjadikannya sebuah basis
gerakan, tentunya dengan mengoptimalkan perannya di ranah politik kampus.
Amin Sudarsono menyebutkan beberapa keuntungan memasuki arena politik kampus,
seperti kesempatan untuk menyuarakan kepentingan kita dan mayoritas mahasiswa konstituen
dalam partai kampus, selanjutnya adalah kebijakan kampus dapat kita awasi, kontrol, dan
rekomendasikan karena kita punya wakil mahasiswa yang duduk di senat mahasiswa, dan yang
terpenting adalah terciptanya kultur jujur dan amanah sehingga pengelolaan lembaga
mahasiswa menghasilkan kultur positif.
Selain dengan aksi, hardware gerakan ini juga bias didapat dengan cara pengambilan
keputusan melalui forum dan persidangan, dan disinilah seorang mahasiswa harus dapat
menyuarakan aspirasinya dengan diskusi dan debat. Seperti apa yang dicontohkan Rasululloh
SAW dalam tata cara bermusyawarah, dan dalam mengelola sebuah organisasi, mahasiswa
dituntut untuk dapat berkomunikasi atau kurang lebih bagaimana caranya mahasiswa
menyampaikan propagandanya beserta pesan-pesannya kempada publik. Penulis menyebut
berbagai cara berkomunikasi seperti dengan komunikasi persuasif, cara pembuatan
propaganda, memilih pesan yang disampaikan, strategi pencitraan, dan bagaimana
memanfaatkan media massa.
Di akhir buku ini penulis mengelaborasi tentang pengamatan global terhadap realitas
sosial religius di tengah masyarakat. Gagasan yang diungkapkan penulis secara komperehensif
pada intinya adalah pembahasan tentang software dan teknis hardware gerakan itu sendiri dari
sekian banyak gagasan yang ditawarkan oleh buku ini, terdapat sedikit kekurangan, yaitu
kurangnya sistematisasi penulisan buku terutama di bagian akhir. Potongan-potongan gagasan
yang ada masih terkesan “tidak berkesinambungan” dari satu gagasan ke gagasan lainnya,
walaupun masih dapat dipahami sebagai sebuah kesatuan ide.
Akan tetapi, dengan wacana dan gagasan kontekstual yang ditawarkan oleh penulisnya,
kita masih bisa membaca buku ini secara utuh. Walaupun buku ini ditulis oleh seorang pemikir
sekaligus aktivis KAMMI dan isinya lebih kurang ditunjukan bagi para mahasiswa agar mereka
kembali terjun sebagai penggiat dan penggerak yang akan membawa perubahan ke arah yang
lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai