PENDAHULUAN
1
dengan cepat di Sumatera Utara, kemudian menyebar ke Sumatra Barat, Jakarta,
Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Bali (Pandarangga, 2016)
Hog cholera terjadi sepanjang tahun, namun peningkatan yang signifikan
hanya ada pada saat terjadi outbreak. Penyebaran penyakit hampir merata di seluruh
kabupaten di Bali dan lebih banyak terjadi pada peternakan tradisional yang belum
dikelola secara baik. Kandang ternak babi masih sederhana beralaskan tanah,
pembersihan kandang hampir tidak ada, upaya penanggulangan penyakit baik dengan
vaksinasi maupun pengobatan penyakit jarang dilakukan. Penyakit ini dikenal sebagai
penyakit yang paling merugikan pada babi sehingga sangat ditakuti terutama oleh
peternak babi. Virus menular dengan cepat pada babi yang dapat berlangsung
subakut, akut, atau kronik dengan gejala penyakit yang parah atau tanpa
menunjukkan gejala sama sekali tergantung pada berbagai faktor virus dan inang
seperti usia hewan, virulensi virus, dan waktu infeksi (prenatal atau postnatal). Babi
dewasa biasanya menunjukkan tanda klinis yang kurang parah bila dibandingkan babi
muda dan memiliki peluang 2 bertahan yang lebih baik. Babi bunting yang terjangkit
Hog cholera dapat menulari embrio.
Hal yang paling mendukung untuk terjadinya penyakit ini adalah kandang
yang kotor, udara sekitar kandang lembab dan manajemen pemeliharaan yang tidak
hieginis. Upaya pengendalian ledakan kasus Hog cholera pada peternakan rakyat
hingga saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan oleh
pengelolaan ternak babi tidak berdasarkan pada kaidah atau manajemen pemeliharaan
ternak juga adanya anggapan beternak babi merupakan usaha sampingan. Tindakan
nyata yang sudah dilakukan pada daerah endemik penyakit Hog cholera untuk
mengurangi kerugian yang lebih tinggi melakukan tindakan vaksinasi secara sistemik.
2
1.2 RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang diangkat dalam pembuatan laporan ini adalah sebagai
berikut:
1. Berapa jumlah kasus dan prevalensi kejadian Hog cholera pada ternak babi
di Kabupaten Klungkung?
2. Apa saja tindakan pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan yang
dapat dilakukan penyakit Hog cholera pada ternak babi?
1.3 TUJUAN
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui prevalensi
penyakit Hog cholera pada ternak babi di Kabupaten Klungkung. Tujuan lainnya
adalah untuk mengetahui pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan yang sudah
dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung untuk meminimalisir
tersebarnya penyakit Hog cholera pada ternak babi di Kabupaten Klungkung, Bali.
1.4 MANFAAT
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan
penulis maupun pembaca tentang penyakit yang tingkat kejadian tinggi pada hewan
khususnya penyakit Hog cholera pada ternak babi, serta mengetahui cara yang tepat
untuk melakukan tindakan pengobatan dan pencegahan penyakit Hog cholera pada
ternak babi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
dalam pengembangan usaha peternakan baik usaha kecil yang bersifat tradisional
maupun skala besar yang sudah bersifat komersial, sehingga luas lahan, status, dan
pola penggunaan lahan yang ada harus saling terkait dan terpadu dengan arah
pengembangan komoditas peternakan. Kabupaten Klungkung termasuk beriklim
tropis. Bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering antara Kecamatan Nusa Penida dan
Kabupaten Klungkung daratan sangat berbeda
5
dan memberikan fokus pada penyusunan kegiatan yang bersifat spesifik, terinci,
terukur dan dapat dicapai. Adapun sasaran jangka menengah Dinas Pertanian
Kabupaten Klungkung adalah meningkatnya optimalisasi lahan dan air, tercapainya
target produksi dan produktivitas pertanian, dan meningkatknya unit-unit usaha
rumah tangga petani.
6
sering sulit ditegakkan dengan hanya menggunakan antibodi poliklonal. Virus Hog
cholera memiliki ukuran 40-50 nm, dengan nukleokapsid berukuran 29 nm. Virus
Hog cholera merupakan virus RNA rantai tunggal bersifat infeksius dan memiliki dua
macam glikoprotein yang terletak pada selubung virus. Penyakit ini biasanya
menyebabkan angka kesakitan dan kematian tinggi, sedangkan infeksi dengan virus
virulensi rendah dapat tidak teramati (Dulac, 2004 ; Terpstra, 1991).
Virus Hog cholera termasuk virus yang resisten terhadap lingkungan yang
buruk. Akan tetapi viabilitasnya sangat tergantung pada media dimana virustersebut
berada. Pada media yang sederhana seperti supernatan kultur sel, virus dapat
diinaktivasi dengan pemanasan pada suhu 56oC selama 1 jam, atau pada suhu 60oC
selama 10 menit, sedangkan dalam darah yang didefibrinasi infektivitas virus masih
bertahan setelah mengalami pemanasan selama 1 jam pada suhu 60oC atau selama 30
menit pada suhu 680C. Virus juga stabil dalam kisaran pH yang panjang (antara pH 4
- pH 11). Karena selubung atau envelopenya mengandung lipid, virus sangat rentan
terhadap pelarut lemak seperti eter, chloroform, dan detergent seperti desoxycholate,
nonidet P40 dan saponin (Terpstra, 1991).
2.3.2 Epidemiologi
Hog cholera ditemukan di Amerika Tengah dan Selatan, Eropa, dan Asia dan
sebagian Afrika. Amerika Utara, Australia dan Selandia Baru saat ini bebas dari
penyakit. Pada tahun 1990-an besar wabah Hog cholera terjadi di Belanda (1997),
7
Jerman (1993-2000), Belgia (1990, 1993, 1994) dan Italia (1995, 1996, 1997) (OIE,
2018. Sebelum tahun 1995 Hog cholera atau Classical Swine Fever masih merupakan
penyakit eksotik di Indonesia. Hal ini didasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian
tanggal 31 Januari 1994, yaitu Indonesia bebas dari 11 macam penyakit hewan
menular, diantaranya Hog cholera atau Classical Swine Fever. Kasus Hog cholera ini
muncul pada awal 1995 berawal dari kasus di propinsi Sumatera Utara dan akhirnya
menyebar dengan cepat melalui perdagangan babi di Indonesia ke daerah Sumatera
Barat, Riau, DKI Jakarta, Jawa tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan dan Bali ditetapkan oleh Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
888/Kpts/Tn.560/9/1997 tentang Pernyataan berjangkitnya Wabah Penyakit Sampar
Babi (Hog cholera atau Classical Swine Fever) pada beberapa propinsi di Seluruh
Indonesia pada tanggal 9 September 1997.
2.3.3 Cara Penularan
CSFV (Classical Swine Fever Virus) terkait erat dengan Pestivirus yang
ditemukan di ruminansia. CSFV tampaknya mampu menginfeksi sebagian besar atau
semua anggota keluarga babi (Suidae). Kasus klinis terjadi pada babi peliharaan dan
babi hutan Eurasia. Infeksi eksperimental tanpa adanya tanda klinis telah dilaporkan
pada sapi, domba, kambing dan rusa, akan tetapi tidak ada bukti bahwa spesies ini
dapat menginfeksi di alam. Strain CSFV juga bisa diinfeksikan pada kelinci. Potensi
zoonosis; tidak ada bukti bahwa CSFV menginfeksi manusia (Institute for
International Coorperation in Animal Biologics, 2015)
Penularan virus Hog cholera atau CSFV terjadi akibat pergerakan babi-babi
yang sakit, daging babi dan produk babi lainnya. Perpindahan babi yang sakit ini
mungkin merupakan cara penularan penyakit yang paling menonjol dimana virus ini
menyebar dari satu peternakan ke peternakan lain dari satu daerah ke daerah lainnya.
Virus diketahui stabil dalam daging dan produk daging dalam jangka waktu yang
panjang oleh karena itu sampah yang mengandung daging babi yang tertular
merupakan sumber penularan yang potensial. Virus CSF juga dapat dikeluarkan lewat
semen dan dapat menular secara mekanis lewat jarum suntik, sepatu, peralatan dan
vaksin yang terbuka serta botol- botol antibiotika dimana petugas berpindah dari
8
peternakan yang satu kepeternakan yang lain tanpa melakukan pencucian atau adanya
hubungan kerjasama dengan sejumlah peternakan. Dokter Hewan juga berperan
penting dalam penularan Hog cholera dari peternakan satu ke peternakan lain. Dalam
hal ini Dokter Hewan harus hati-hati menggunakan dan melakukan prosedur standar
penanganan yang kemungkinan menyebabkan mudahnya penyebaran penyakit. Ada
beberapa laporan dari literatur bahwa Hog cholera dapat ditularkan oleh serangga
sebagai vektor mekanis, meskipun hal ini bukan dipandang sebagai mekanisme paling
penting dalam penularan virus.
2.3.4 Patogenesis
Virus yang masuk kedalam tubuh babi yang secara alamiah melalui rute
oronasal, mengalami proses absorbsi dan multiplikasi awal pada sel epitel tonsil,
kemudian menyebar ke bagian jaringan limforetikuler dari target organ primer ini.
(Ressang, 1973). Setelah mengalami replikasi pada tonsil, virus menyebar ke
limfoglandula regional (limfoglandula mandibula, retrofaringeal, parotid dan
cervical). Setelah mengalami replikasi di limfoglandula ini, virus masuk kedalam
peredaran darah yang mengakibatkan terjadinya viremia awal . Virus tertahan dan
mengalami multiplikasi yang cepat pada limpa yang merupakan target organ
sekunder. Multiplikasi virus yang cepat ini berakibat viraemia bertambah hebat .
Selanjutnya virus tertahan dan menginvasi limfoglandula visceral dan superficial,
sumsum tulang dan jaringan-jaringan limfoid lain di mukosa usus. Virus mencapai
seluruh tubuh 5-6 hari setelah inokulasi peroral . Pada akhir stadium viramia, virus
menetap dan menginvasi seluruh organ tubuh yang sering berakibat kematian (Wood
et al., 1988).
Selain menginvasi sel limfold, virus ini juga menyebabkan degenerasi dan
nekrosa pada sel endotel pembuluh darah. Kerusakan pada pembuluh darah,
trombositopenia dan gangguan sintesa fibrinogen mengakibatkan perdarahan berupa
pteckie dan echymosa yang meluas, yang merupakan salah satu kelainan patologis
yang menonjol pada penyakit ini.
Babi bunting yang terkena Hog cholera dapat menulari embrio atau fetus yang
dikandungnya. Virus Hog cholera dapat menembus barier plasenta pada semua umur
9
kehamilan. Virus menyebar secara hematogenous pada plasenta kemudian menyebar
kesemua fetus (Van Oirschot, 1979). Akibat infeksi in utero pada fetus tergantung
pada saat terjadinya infeksi dan virulensi dari virus. Fetus yang terinfeksi pada saat
45 hari pertama kebuntingan lebih mudah mengalami kematian prenatal dibandingkan
dengan fetus yang terinfeksi saat umur kebuntingan 65 hari atau lebih . Disamping
itu, fetus yang terinfeksi oleh virus virulensi sedang pada kehamilan 45 hari terakhir
kebuntingan berpeluang lebih besar untuk memperlihatkan gejala klinis Hog cholera
pada saat atau beberapa saat setelah kelahiran. Sedangkan, fetus yang terinfeksi oleh
virus virulensi rendah pada saat kebuntingan yang sama biasanya tidak berakibat buruk
karena fetus dapat mengeliminasi virus tersebut (Van Oirschot, 1979).
2.3.5 Tanda Klinis dan Perubahan Patologi Anatomi
Beberapa perbedaan manifestasi tanda klinis Hog cholera yang dikenal
(Terpstra, 1991) :
1. Bentuk Per akut Bentuk per akut ditandai dengan kematian mendadak. Tidak
ada tanda klinis sebelumnya dan pada pemeriksaan paska mati tidak ada
perubahan patologis.
2. Bentuk akut Bentuk akut yang paling mudah dikenali dan ada hubungannya
dengan gejala klinis mayor dan menurunnya produksi. Hog cholera
merupakan penyakit yang ditandai dengan demam, suhu tubuh meningkat
sampai dengan 42°C. Tingkat kematian tinggi bisa mencapai 100%. Babi-babi
terserang memperlihatkan gejala gangguan pernafasan dan batuk-batuk,
disentri atau diare dengan atau tanpa muntah, disamping konjungtivitis,
hiperemia kulit dengan bercak-bercak warna ungu pucat, gerakan kaki tidak
koordinasi dan konvulsi dimana hewan tidak bisa bangun. Pada babi bunting
mengalami keguguran.
3. Bentuk Sub Akut Bentuk sub akut menunjukkan tanda klinis yang ringan, suhu
tubuh sedikit lebih ringan, suhu tubuh sedikit lebih rendah, berkisar 40-
40,5°C. Tingkat kematian kasus rendah dan berlangsungnya penyakit lebih
lama. Keguguran juga dapat terjadi pada hewan yang bunting atau terjadi
10
mumifikasi fetus, lahir dini atau keadaan lemah dan anak babi yang terlihat
gemetar.
4. Bentuk kronik Bentuk kronik Hog cholera terutama ditandai dengan ill thrift .
Ada pneunomonia disertai batuk-batuk, menurunnya nafsu makan, suhu tubuh
turun naik, beberapa babi mengalami diare dan dermatitis atau penyakit yang
tidak memperlihatkan gejala klinis (asimtomatis).
Gambar 2. Kulit babi yang mengalami multiple infarcts dengan formasi necrotic
“button” ulcers
(Sumber: http://www.afrivip.org/education/livestock/high-impact/contagious-
diseases/classical-swine-fever/2013/highlights)
Lesi dari penyakit CSF sangat bervariasi, selama wabah ada baiknya untuk
melakukan nekropsi pada empat atau lima babi. Pada penyakit akut, lesi yang paling
umum adalah pendarahan. Kulit akan berwarna ungu dan kelenjar getah bening juga
berwarna ungu, membengkak dan hemorrhagic. Petekie atau perdarahan ekimose
sering terlihat pada serosa dan permukaan serosa, terutama di ginjal, kantong kemih,
epikardium, epiglottis, laring, trakea, usus, jaringan subkutan dan limpa. Di usus, lesi
yang terlihat adalah lesi hemorrhagic, terjadi katarrhal enteritis dari ringan sampai
sedang di usus kecil. Terdapat cairan pada rongga peritoneal dan thoraks dan kantung
perikardial. Amandel berat, dan terkadang terdapat foci necrotic. Infark pada limpa
juga hanya terlihat sesekali (Tarigan et al, 1997). Paru mungkin akan mengalami
sesak dan hemorrhagic, dan ensepalitis terjadi pada otak. Beberapa kasus akut, lesi
mungkin tidak ada atau tidak mencolok.
11
Gambar 3 Button Ulcers pada mukosa usus babi
(Sumber : The Center for Food Security & Public Health)
(http://www.cfsph.iastate.edu/DiseaseInfo/clinical-signs-photos.php?
name=classical-swine-fever)
12
Swine Fever (ASF), salmonellosis, pasteurellosis, streptococosis, erysipelas dan
infeksi Haemophilus somnu.
2.3.7 Kontrol dan Pengendalian
Tidak ada pengobatan untuk penyakit Hog cholera, dan hanya dapat diberikan
perawatan supportif. Pengendalian dan kontrol dapat dilakukan melalui vaksinasi.
Vaksin aktif strain Cina (C-strain) adalah jenis vaksin yang paling banyak digunakan.
Strain ini diperoleh dari isolat virus yang virulen yang diatenuasi pada kelinci. Vaksin
ini sangat efektif, menginduksi kekebalan dengan cepat dan bertahan lama.
Kekebalan terjadi 1 minggu setelah vaksinasi, dan bertahan selama 2-3 tahun (van
OIRCHOT, 1986). Anak babi dari induk yang divaksin terlindungi tehadap infeksi
Hog cholera selama 5-8 minggu (Terpstra dan Robijns, 1977). Selain strain C, vaksin
aktif seperti Japanese GPE-strain dan French Thiverval strain juga banyak digunakan
(Van Oirchot, 1986). Kedua vaksin terakhir ini diatenuasi pada tissue culture. Vaksin
inaktif yang diproduksi dengan menginaktifkan virus virulen dengan crystal violet
dipakai secara luas di Eropa Barat pada tahun 1961-1968. Akan tetapi pemakaian
vaksin ini malah menghambat usaha pemberantasan penyakit (Terpstra dan Robijns,
1977). Hal ini disebabkan inaktivasi virus kadang-kadang tidak sempurna sehingga
babi yang divaksin menjadi terkena Hog cholera. Disamping itu kekebalan yang
diinduksi vaksin inaktif tebentuknya lama (2 minggu setelah vaksinasi) dan bertahan
tidak lama. Oleh karena itu vaksin inaktif tidak dipakai lagi.
Pelaporan penyakit dan respon cepat sangat penting untuk kejadian wabah.
Vaksin bisa digunakan untuk melindungi hewan dari tanda-tanda klinis, dan juga
diharapkan dapat mengurangi prevalensi infeksi selama program pemberantasan.
Wabah di wilayah bebas CSFV atau VHC umumnya diberantas dengan pembantaian
ternak terinfeksi dan hewan kontak dengan hewan yang terinfeksi. Melakukan
pembersihan dan desinfeksi tempat yang terinfeksi, pembuangan karkas yang aman,
kontrol gerakan/karantina dan pengawasan. Penyembelihan hewan di dekat
peternakan dan/atau vaksinasi darurat juga dapat digunakan. Karena virus yang
beredar saat ini seringkali kurang mudah terdeteksi oleh tanda-tanda klinis, beberapa
negara melakukan surveilans virologi rutin untuk CSFV, seperti secara periodik
13
melakukan pengambilan contoh amandel dari babi mati. Mengontrol infeksi endemik
pada populasi liar adalah sulit. Vaksinasi oral digunakan pada babi hutan di Eropa.
Kontak antara kawanan ternak dan babi hutan juga harus dilakukan dihindari.
Sesuai dengan peraturan International Terrestial Animal Health Code (OIE)
dan European Community (EC) negara pengekspor babi dan hasil olahannya ke
negara bebas Hog cholera harus menunjukkan pernyataan bebas swine fever
berdasarkan investigasi serologis. Hewan yang menderita CSF tidak dianjurkan untuk
dipotong, tetapi dimusnahkan.
2.3.8 Mortalitas dan Morbiditas
Tingkat keparahan CSF atau Hog cholera dipengaruhi oleh strain virus, usia
dan status kekebalan babi, dan faktor lain seperti kesehatan umum dan dosis virus.
Strain CSFV yang sangat ganas dapat muncul pada satu waktu, menyebabkan wabah
dengan morbiditas dan tingkat kematian yang bisa mendekati 100%. Namun,
sebagian besar wabah sekarang disebabkan oleh strain yang agak ganas, dan strain
yang kurang ganas juga beredar. Beberapa strain dengan tingkat virulensi rendah
menyebabkan hanya 20% kematian pada babi yang terinfeksi secara eksperimental.
Tingkat kematian kasus juga berbeda dengan bentuk penyakitnya, dan sangat tinggi
di bentuk akut, tapi lebih rendah pada kasus subakut. Kematian cenderung terjadi
lebih rendah pada babi dewasa, dibandingkan dengan hewan muda, terutama dengan
strain yang kurang ganas (IICAB, 2015).
14
BAB III
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
4.1.1 Rekapitulasi Situasi Umum Penyakit Hewan Menular Strategis di
Kabupaten Klungkung Tahun 2012-2016
Rekapitulasi situasi umum penyakit hewan menular strategis yang diperoleh
dari Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung pada tahun 2012 sampai dengan 2016
telah dilaporkan terdapat 10 jenis penyakit hewan menular yang tejadi di Kabupaten
Klungkung dengan tingkat infeksi pada ternak unggas, sapi, anjing, kambing dan
babi. Kejadian infeksi penyakit hewan menular tersebut terjadi berbeda-beda pada
setiap tahunnya. Data penyakit pada Kabupaten Klungkung tahun 2012 hingga tahun
2016 adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Daftar Penyakit Strategis di Kabupaten Klungkung Tahun 2012-2016
No Penyakit Jenis Jumlah Kasus pada Tahun Jumlah
Strategis Hewan 2012 2013 2014 2015 2016 Total Kasus
1 Hog cholera Babi 27 11 9 5 0 52
2 Streptococcosis Babi 485 324 346 588 412 2155
3 BEF Sapi 722 684 759 924 756 3845
4 Colibacillosis Babi 2499 1331 1408 1408 905
7572
Sapi 7 2 7 0 5
5 Coccidiosis Sapi 558 342 429 633 502
2471
Anjing 1 0 3 3 0
6 Scabies Babi 883 449 509 524 347
Kambing 131 39 23 124 155
3429
Anjing 0 24 84 37 29
Sapi 18 6 18 26 3
7 Heminth Sapi 799 558 1297 1186 687 7677
Babi 1097 466 523 412 272
Kambing 17 11 31 122 125
16
Anjing 0 3 67 13 1
8 Rabies Anjing 8 2 1 10 23 44
9 Avian Unggas 100 48 113 0 11 272
Influenza
10 Lain-lain Sapi 167 225 371 405 224
Babi 1112 232 68 92 49
2995
Kambing 0 0 18 32
Anjing 0 0 0 0 0
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung (2017)
Berdasarkan data tentang rekapitulasi umum penyakit hewan menular
strategis yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung, dapat dijelaskan
pula data tersebut dalam bentuk diagram batang seperti yang tersaji dalam gambar 4
sebagai berikut:
0 52 44 272
ra is F sis sis bies th es a in
o le c os BE illo io a in a bi e nz -la
oc d m u n
Ch pt ac ci Sc He
R
In
fl
La
i
g re ib oc
Ho St
Co
l C ia
n
Av
17
4.1.2 Persentase Secara Umum Kejadian Penyakit Hewan Menular Strategis di
Kabupaten Klungkung Tahun 2012-2016
Kasus penyakit hewan menular yang terdapat di Kabupaten Klungkung
dilaporkan terdapat 10 kasus diantaranya Hog cholera, Streptococcosis, BEF,
Colibacillosis, Coccidiosis, Scabies, Helminth, Rabies, Avian Influenza dan lain-lain.
Kasus penyakit tersebut terlapor dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 dengan
total jumlah kasus penyakit seperti pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2. Total Jumlah Kasus dan Persentase Secara Umum Penyakit Hewan Menular
Strategis di Kabupaten Klungkung Tahun 2012-2016.
No. Penyakit Hewan Menular Jumlah Kasus Persentase (%)
Strategis (ekor)
1 Hog cholera 52 0,17
2 Streptococcosis 2155 7,06
3 BEF 3845 12,6
4 Colibacillosis 7572 24,81
5 Coccidiosis 2471 8,09
18
Gambar 5. Diagram Lingkaran Persentase Secara Umum Kasus Penyakit Hewan
Menular Strategis di Kabupaten Klungkung Tahun 2012-2016.
0.17
0.9
9.81 7.06
0.13
Hog Cholera
12.6 Streptococcosis
BEF
Colibacillosis
25.2 Coccidiosis
Scabies
Helminth
24.81 Rabies
Avian Influenza
Lain-lain
11.23
8.09
19
Berdasarkan data tentang populasi ternak babi yang diperoleh dari Dinas
Peternakan Kabupaten Klungkung, dapat dijelaskan pula populasi tersebut dalam
bentuk grafik seperti yang tersaji pada gambar sebagai berikut:
4.1.4 Distribusi Kasus Infeksi Penyakit Hog cholera Pada Ternak Babi di
Kabupaten Klungkung Berdasarkan Bulan Pada Tahun 2012-2016
Dari data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung pada
tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 telah dilaporkan pada ternak babi. Distribusi
kasus infeksi penyakit tersebut tersebar dari bulan Januari hingga Desember. Data
tersebut tersaji pada tabel 4 sebagai berikut:
20
Tabel 4 Distribusi Kasus Infeksi Penyakit Hog cholera Pada Ternak Babi di
Kabupaten Klungkung Berdasarkan Bulan Pada Tahun 2012-2016.
Babi
No
2012 2013 2014 2015 2016
Januari 0 0 0 0 0
Febuari 0 0 0 0 0
Maret 0 0 0 2 0
April 11 0 0 1 0
Mei 6 1 1 1 0
Juni 3 2 0 0 0
Juli 0 2 1 0 0
Agustus 3 2 0 0 0
September 0 2 1 1 0
Oktober 0 0 4 0 0
November 3 2 2 0 0
Desember 1 0 0 0 0
Berdasarkan data tentang distribusi penyakit Hog cholera pada ternak babi
berdasarkan bulan dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 yang tersaji dalam
tabel diatas, dapat dijelaskan pula data tersebut dalam bentuk diagram garis sederhana
pada gambar 7 sebagai berikut:
21
Gambar 7. Diagram Kejadian Kasus Hog cholera pada Babi di Kabupaten
Klungkung Tahun 2012-2016
30
27
25 Kasus
Hog Cholera
20 pada babi di
Kabupaten
15 Klungkung
11
10 9
5
5
0
0
1 2 3 4 5
2012 2013 2014 2015
2016
4.1.5 Persentase Kasus Penyakit Hog Chplera Pada Ternak Babi di Kabupaten
Klungkung Tahun 2012-2016.
Berdasarkan data tentang kasus penyakit Hog cholera pada ternak babi yang
diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung, dapat dijelaskan bentuk kasus
tersebut dalam persentase seperti yang tersaji pada tabel sebagai berikut:
Tabel 5. Persentase Kasus Penyakit Colibacillosis Pada Ternak Babi di
Kabupaten Klungkung Tahun 2012-2016.
22
Berdasarkan hasil persentase terhadap kasus Hog cholera pada ternak babi seperti
yang tersaji pada tabel tersebut di atas, dapat dijelaskan pula persentase tersebut
dalam bentuk diagram lingkaran seperti yang tersaji pada gambar 8 sebagai berikut:
Gambar 8. Diagram Lingkaran Persentase Kasus Penyakit Hog cholera Pada Babi di
Kabupaten Klungkung Tahun 2012-2016.
10%
18%
1
51% 2
3
4
5
Berdasarkan dari tabel diatas, dapat dihitung Prevalensi Hog cholera pada babi
21%
Keterangan (1) 2012 (2) 2013 (3) 2014 (4) 2015 (5) 2016
23
Prevalensi infeksi Hog cholera dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 berturut-turut
sebesar 0,22%, 0,032%, 0,031%, 0,023%, dan 0%. Adapun perhitungan prevalensinya
sebagai berikut :
= 0,22%
= 0,032%
= 0,031%
24
0
= x 100%
17350
= 0%
Gambar 9. Diagram Garis Prevalensi Kasus Hog cholera pada Babi di Kabupaten
Klungkung Tahun 2012-2016
0.25
0.22
0.2
angka
0.15 prevalensi
Hog Cholera
0.1 di Kabupaten
Klungkung
0.05 0.032 0.031 0.023
0
0
1
2012 2 2013 3 2014 4 2015 5
2016
4.2 Pembahasan
Total jumlah kasus Hog cholera pada babi tahun 2012 hingga tahun 2016
adalah 52, dimana ini merupakan 0,17% dari seluruh kejadian penyakit strategis di
Kabupaten Klungkung. Terdapat 3 jenis babi yang diusahakan masyarakat di
kabupaten klungkung yakni babi lokal, saddleback dan landrace. Ketiganya
merupakan jenis babi yang termasuk populasi rentan terhadap penyakit Hog cholera.
Populasi babi pada Kabupaten Klungkung dari tahun 2012 hingga tahun 2016 secara
berurutan adalah 12165, 34418, 28219, 26205, dan 17350 dengan jumlah populasi
terbesar ada pada tahun 2013 dengan jumlah babi 34418.
25
Populasi babi di Kabupaten Klungung mulai tahun 2012-2016
mengalami kenaikan pada tahun 2013 yakni sebesar 34418 dan tahun selanjutnya
mengalami penurunan namun tidak sedrastis tahun 2012 dengan angka populasi
sebesar 12165. Hog cholera adalah salah satu penyakit yang terjadi pada ternak babi
yang terdapat di Kabupaten Klungkung dengan tingkat kejadian yang rendah
dibandingkan dengan penyakit hewan strategis lainnya. Selain itu penyakit Hog
cholera ini juga menjadi penyakit yang terendah kedua setelah Rabies di Kabupaten
Klungkung.
Berdasarkan hasil data kejadian kasus Hog cholera pada babi di Kabupaten
Klungkung yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung dari tahun
2012-2016, jumlah kejadian kasus secara berturut-turut sebagai berikut 27, 11, 9, 5,
dan 0 kasus. Dari data tersebut kasus Hog cholera terendah terjadi pada tahun 2016
dengan jumlah kasus 0 kasus. Kasus Hog cholera tertinggi pada tahun 2012 dan
angkanya terus menurun hingga tahun 2016. Turunnya kasus Hog cholera pada babi
tersebut tidak berpengaruh terhadap populasi babi selama lima tahun yaitu dari tahun
2012 sampai dengan tahun 2016. Penurunan angka kejadian penyakit Hog cholera
dari tahun ketahun dapat diasumsikan bahwa peternak babi di Kabupaten Klungkung
sudah mulai menyadari pentingnya manajemen kandang yang baik seperti
menyediakan lingkungan kandang yang higenis, kering dan hangat (32 – 34º C) dan
didukung oleh pemberian pakan yang mampu memenuhi kebutuhan tubuh hewan
yang nantinya akan menunjang pembentukan kekebalan tubuh baik induk maupun
anak. Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit Hog cholera pada
ternak babi di Kabupaten Klungkung oleh Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung
adalah juga dengan memberikan sosialisasi tentang bagaimana manajemen dan
sanitasi yang baik dalam peternakan serta menghimbau para peternak untuk selalu
melaporkan kejadian penyakit yang terjadi pada ternak mereka baik penyakit Hog
cholera ataupun penyakit lainnya. Tindakan pengendalian dan kontrol dilakukan
dengan serius melalui vaksinasi yang diberikan secara rutin.
Prevalensi kejadian infeksi Hog cholera pada ternak babi berdasarkan data
yang didapat dari Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung, selama lima tahun terakhir
26
dari tahun 2012-2016 yaitu 0,22% tahun 2012, 2013 (0,032%), 2014 (0,031%), 2015
(0,023%), dan 0% tahun 2016. Prevalensi kejadian infeksi Hog cholera pada ternak
babi mengalami ketidakstabilan disetiap tahunnya. Naik turunnya angka prevalensi
tersebut pada Kabupaten Klungkung dapat disebabkan dari adanya perubahan iklim
dan cuaca tiap tahun yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi sistem pertahanan
tubuh ternak babi yang sangat rentan. Angka prevalensi tersebut masih terbilang
kecil. Dapat disimpulkan tidak terjadi wabah Hog cholera pada daerah di Kabupaten
Klungkung. Selain itu faktor-faktor lain yang menjadi penyebab dari hal tersebut
adalah adanya peningkatan pencegahan penyakit tiap tahun yang berbeda-beda.
27
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Berdasarkan pengamatan lapangan, tabulasi data sekunder, dan sitasi
artikel ilmiah, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi kejadian
outbreak Hog cholera di Kabupaten Klungkung. Angka kejadian kasus
Hog cholera dari tahun 2012 hingga 2016 secara berturut-turut adalah
27, 11, 9, 5, dan 0. Total jumlah kasus Hog cholera pada babi tahun
2012 hingga tahun 2016 adalah 52, dimana ini merupakan 0,17% dari
seluruh kejadian penyakit strategis di Kabupaten Klungkung.
2. Upaya yang perlu dilakukan adalah dengan menerapkan manajemen
lalu lintas hewan yang baik, sosialisasi kepada peternak tentang
penyakit tersebut, vaksinasi, sanitasi, dan disarankan kepada peternak
jika pada ternaknya ditemukan gejala penyakit yang mengarah ke Hog
cholera agar segera melapor kepada dinas peternakan atau dokter
hewan setempat supaya dapat dilakukan tindakan sesegera mungkin.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan sosialisasi kepada peternak tentang penyakit tersebut, dan
disarankan kepada peternak jika pada ternaknya ditemukan gejala penyakit
yang mengarah ke Hog cholera agar segera melapor kepada dinas
peternakan atau dokter hewan setempat supaya dapat dilakukan tindakan
sesegera mungkin.
2. Disarankan menerapkan manajemen lalulintas hewan, bahan asal hewan,
hasil bahan asal hewan antar daerah untuk mencegah terjadinya Hog
cholera, dan didukung oleh pemberian pakan yang mampu memenuhi
kebutuhan tubuh hewan
28
29