Anda di halaman 1dari 68

1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha ternak kambing di Indonesia banyak dilakukan di pedesaan yang

sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah bertani. Beternak kambing

dilakukan oleh kebanyakan masyarakat di indonesia khususnya di daerah pedesaan

sebagai tabungan yang dapat dipergunakan saat diperlukan. Beternak kambing mudah

dilakukan karena tidak membutuhkan ruang atau kandang yang luas dan pakan

mudah didapatkan. Pakan ternak kambing juga dapat diambil dari limbah pertanian

dan pakan hijauan yang tersedia di alam. Kambing juga digemari oleh masyarakat

karena ukuran tubuhnya yang tidak terlalu besar dan pertumbuhan anak yang cepat,

serta memiliki daya adaptasi yang tinggi dengan agroekosistem suatu tempat.

Kambing di Kabupaten Gunungkidul memiliki populasi yang cukup besar

yaitu sebesar 148.751 ekor, yang tersebar di 18 kecamatan dengan populasi terbesar

di Kecamatan Tepus, yaitu 15.172 ekor. Kambing berkembang sangat pesat di

Gunungkidul karena kondisi alam sangat cocok dengan karakter dan sifat kambing,

yaitu iklim kering, daerah berbukit dan banyak tersedia pakan rambanan (Dinas

Peternakan Gunungkidul, 2011).

Kambing adalah salah satu ternak yang tergolong dalam ruminansia kecil,

yang telah lama dibudidayakan dan diternakan di Indonesia. Ternak kambing menjadi
2

komoditas unggulan dikarenakan memiliki prospek yang baik, relatife lebih cepat

berkembang biak, mudah beradaptasi dengan lingkungan setempat, pemeliharaan

tidak memerlukan lahan yang luas, dagingnya relatif digemari masyarakat, serta

memiliki harga yang relatif lebih stabil bahkan cenderung meningkat. Ternak

kambing berkontribusi cukup tinggi dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi daging

serta pemenuhan gizi masyarakat. Selain itu kambing juga menghasilkan produk lain

seperti susu, kulit, urin dan feses yang bermanfaat.

Kambing Bligon atau Jawarandu merupakan salah satu jenis kambing lokal

yang banyak dipelihara oleh masyarakat pedesaan Yogyakarta, khususnya di

Kabupaten Gunungkidul (Murdjito dkk., 2011). Kambing Bligon merupakan

keturunan kambing Ettawa dengan kambing Kacang, namun persentase darah

kambing kacang lebih dari 50%. Kambing Bligon dapat beranak tunggal maupun

kembar (Prawirodigdo dkk., 2003), dan menurut Sitepoe (2008) rata-rata litter size 2

ekor.

Pertumbuhan yang cepat merupakan tolak ukur dari keberhasilan produksi

ternak kambing. Pertumbuhan yang baik dipengaruhi oleh banyak hal yang terdiri

dari bangsa, jenis kelamin dan pakan.

Peternakan kambing merupakan salah satu usaha peternakan yang umum

dilakukan oleh peternak rakyat baik sebagai pekerjaan sampingan maupun sebagai

pekerjaan pokok. Penentuan produksi kambing pedaging bisa dilakukan melalui


3

penimbangan untuk mengetahui bobot badan ternak tersebut sehingga peternak dapat

menentukan harga jual ternak yang dipelihara.

Harga merupakan salah satu penentu keberhasilan suatu perusahaan karena

harga menentukan seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh perusahaan dari

penjualan produknya baik berupa barang maupun jasa. Menetapkan harga terlalu

tinggi akan menyebabkan penjualan akan menurun, namun jika harga terlalu rendah

akan mengurangi keuntungan yang dapat diperoleh organisasi perusahaan (Kotler,

2004). Harga jual ternak biasanya ditentukan berdasarkan penampilan luar dari ternak

tersebut yang dinilai sebagai penentu harga jual ternak adalah dilihat dari lingkar

dada, panjang badan dan tinggi pundak ternak kambing tersebut, dimana peternak

hanya menggunakan ilmu penaksiran dalam penjualan ternak kambing di lapangan

karena peternak tidak menggunakan alat timbang untuk mengukur ternak kambing

yang akan di jualnya.

Peternak atau pedagang yang curang terkadang memberikan pakan sebanyak

mungkin untuk meningkatkan bobot badan ternak sebelum dijual. Oleh karena itu

perlu dilakukan pendugaan bobot badan melalui ukuran–ukuran tubuh ternak untuk

mengetahui bobot badan ternak yang sesungguhnya. Ukuran-ukuran tubuh menjadi

penting diketahui sebagai kriteria dalam mendapatkan bobot badan ternak secara

efisien dan akurat. Menurut Isroli (2001), ukuran tubuh mempunyai sumbangan

penting untuk memperkirakan bobot tubuh ternak yang cukup besar yaitu ± 90% dari

bobot badan ternak sebenarnya, karena tubuh ternak diibaratkan sebuah silinder.
4

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan maka dilakukan penelitian tentang

“Hubungan Antara Ukuran-Ukuran Tubuh dengan Bobot Badan Kambing Bligon

Jantan di Kabupaten Gunungkidul”.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan, serta menjadi tolak ukur dalam

menentukan harga jual kambing Bligon di Kabupaten Gunungkidul.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang pendugaan

bobot badan dan harga jual menggunakan ukuran-ukuran tubuh kambing Bligon

kepada peternak, peneliti, maupun pemerintah dan memberikan informasi bagi

peneliti selanjutnya.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Letak Geografis Kabupaten Gunungkidul

Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten yang terdapat di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan ibu kotanya Wonosari. Wilayah

Kabupaten Gunungkidul terletak antara 7o 46’- 8o 09’ Lintang Selatan dan 110o 21’

- 110o 50’ Bujur Timur, wilayah bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Klaten,

Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah di sebelah

timur. Samudra Indonesia di sebelah selatan dan Kabupaten Bantul, Kabupaten

Sleman, DI Yogyakarta di sebelah barat.

Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul tercatat 1.485,36 Km2 atau kurang

lebih 46% dari luas seluruh Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang meliputi 18

kecamatan dan 144 desa/kelurahan, Kabupaten Gunungkidul merupakan kabupaten

yang memiliki wilayah paling luas dan Kecamatan Semanu merupakan kecamatan

terluas dengan luas sekitar 108,39 Km2 atau sekitar 7,30 persen luas Kabupaten

Gunungkidul. Jumlah penduduk Kabupaten Gunungkidul tahun 2011 berjumlah

677.998 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 327.841 jiwa dan perempuan

sebanyak 350.157 jiwa. Dengan luas wilayah 148.536 Ha yang didiami 677.998 jiwa

maka rata-rata kepadatan penduduk Gunungkidul adalah sebesar 456 jiwa/km2, laju

pertambahan penduduk sebesar 0,38% pertahun.


6

Pada sektor peternakan di Kabupaten Gunungkidul, populasi ternak sapi potong

pada tahun 2017 sebesar 148.586 ekor, domba sebesar 11.983 ekor, kambing sebesar

175.767 ekor yang tersebar di 18 kecamatan dengan populasi terbesar di Kecamatan

Tepus yaitu 15.172 ekor , kerbau sebesar 3 ekor, kuda sebesar 6 ekor, babi sebesar 73

ekor,ayam kampong sebesar 1.113.152, ayam petelur sebesar 241.425, ayam

pedaging sebesar 1.498.857, dan itik sebesar 12.634 (Badan Pusat Statistik, 2017).

Kambing berkembang sangat pesat di Gunungkidul karena kondisi alam sangat

cocok dengan karakter dan sifat kambing, yaitu iklim kering, daerah berbukit dan

banyak tersedia pakan rambanan (Dinas Peternakan Gunungkidul, 2011).

Gunungkidul adalah daerah terluas dan penghasil kambing terbesar di DIY.

Ternak kambing tersebar hampir merata di semua kecamatan. Bangsa kambing yang

dipelihara di Gunungkidul sebagian besar adalah kambing Bligon (Budisatria dkk.,

2009).

Ternak Kambing

Pada tahun 2015, jumlah populasi kambing di Indonesia adalah 18.879.596

ekor, sedangkan di Provinsi D.I.Y. adalah 411.209 ekor. Kenaikan tingkat populasi

kambing nasional pada periode 2010-2015 adalah rata-rata 1,29%/tahun. Pada

periode yang sama, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki tingkat

pertumbuhan populasi kambing yang lebih tinggi daripada tingkat nasional yaitu rata-

rata 4,68%/tahun (Ditjen PKH, 2016).


7

Ternak kambing mempunyai peran strategis dalam kehidupan petani rakyat.

Demikian juga di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kambing merupakan tabungan

bagi peternak, penyedia pupuk kandang yang berkualitas tinggi dan pemanfaat lahan

pekarangan. Ternak kambing juga merupakan ternak yang relatif mudah dipelihara

sehingga banyak digunakan untuk program pengentasan kemiskinan di DIY

(Budisatria dkk., 2009).

Kambing berdasarkan sistem pencernaan dan bentuknya termasuk kedalam

ternak ruminansia kecil. Karena kambing merupakan hewan herbivora yang

memamah biak atau memakan kembali makanannya yang telah berada di lambung

(rumen) dengan tanda kuku-kuku terbelah, tanduk berongga dan mempunyai lambung

ganda (rumen, reticulum, omasum dan abomasum). Kambing sengaja dipelihara

untuk mendapatkan keuntungan dari usaha tersebut berupa bahan makanan, bahan

pakaian dan tenaga.

Ternak kambing (Capra aegagrus hircus) adalah subspesies kambing liar

yang secara alami tersebar di Asia Barat Daya (daerah “Bulan sabit yang subur” dan

Turki) dan Eropa. Kambing liar jantan maupun betina memiliki kelenjar bau di

keempat kakinya. Bau tersebut sangat kuat (prengus) khususnya pada kambing

jantan. Umumnya, kambing mempunyai jenggot, dahi cembung, tidak ada celah pada

bagian bibir atas, ekor mencuat ke atas, kebanyakan berbulu lurus dan kasar.

Kambing jantan maupun betina memiliki sepasang tanduk namun tanduk pada

kambing jantan lebih besar dan tanduknya berputar ke kiri. Kambing liar tersebar dari
8

Spanyol ke arah timur sampai India, dan dari India ke utara sampai ke Mongolia dan

Siberia. Habitat yang disukai adalah daerah pegunungan yang berbatuan.

Klasifikasi ilmiah kambing :


Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Bovidae
Subfamili : Caprinae
Genus : Capra
Spesies : Capra aegagrus
Supspesies : Capra aegagrus hircus

Ternak kambing merupakan salah satu ternak yang dikenal secara luas oleh

masyarakat karena sangat potensial untuk berkembang, selain dapat menghasilkan

daging dan kulit, kambing juga dapat menghasilkan susu yang nilai bergizi lebih

tinggi dibanding dengan susu dari ternak lainnya. Ternak kambing yang banyak

terdapat di Indonesia adalah kambing kacang dan kambing lokal. Kambing kacang

merupakan kambing asli dengan ukuran badan kecil, sedangkan kambing lokal

diduga merupakan percampuran antara kambing kacang dengan berbagai jenis

kambing pendatang. Semua kambing peliharaan itu dimanfaatkan untuk penghasil

daging dan kulit (Suparman, 2007). Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten

Gunungkidul.
9

Tabel 1. Jumlah populasi kambing di kabupaten Gunungkidul tahun 2017

Kecamatan Jumlah Kambing


1. Panggang 11 111
2. Purwosari 5 808
3. Paliyan 5 211
4. Saptosari 9 775
5. Tepus 20 674
6. Tanjungsari 10 074
7. Rongkop 12 127
8. Girisubo 12 917
9. Semanu 6 119
10. Ponjong 9337
11. Karangmojo 2 332
12. Wonosari 16 312
13. Playen 15 972
14. Patuk 4 732
15. Gedangsari 7 100
16. Nglipar 8 470
17. Ngawen 7 662
18. Semin 10 034
Gunungkidul 175 767

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Gunungkidul (2017).

Berbagai macam jenis kambing yang dipelihara oleh peternak di Indonesia

antaranya adalah kambing Kacang, kambing Ettawa, kambing Peranakan Ettawa

(PE), kambing Jawarandu, kambing Boer, kambing Saenen dan kambing Marica

Atmojo, (2007) yang disitasi oleh Rini, (2012). Kambing Kacang merupakan

kambing asli dari Indonesia. Kelebihan dari kambing Kacang adalah dapat hidup

dengan baik meskipun kualitas pakan dan lingkungan kurang baik, sebagai ternak

penghasil daging dan kulit, memiliki tingkat kesuburan reproduksi yang tinggi serta

tahan terhadap penyakit. Namun, kambing Kacang juga memiliki kekurangan yaitu
10

ukuran badan relatif kecil dan pendek (Maisir, 2018). Hasil persilangan antara

kambing Ettawa dari India dengan kambing Kacang adalah kambing Peranakan

Etawa (PE). Kambing Peranak Ettawa (PE) bersifat dwiguna, sehingga dapat

menghasilkan susu dan daging Mulyono dan Sarwono, (2010) yang disitasi oleh

Hidayat, (2018). Kambing Peranakan Ettawa (PE) memiliki beberapa tipe ras yaitu

Peranakan Etawa Kaligesing, Peranakan Etawa Senduro dan Peranakan Etawa

Jawarandu Kaleka dan Haryadi, (2013) yang disitasi oleh Rini, (2012). Kambing

Jawarandu memiliki karakteristik secara fisik diantaranya adalah profil muka agak

cembung, telinga agak menggantung, tubuhnya memiliki warna belang antar coklat,

hitam dan putih serta, memiliki tanduk pada jantan maupun betina Purbowati, dkk.

(2015) yang telah disitasi oleh Al-Afkari, dkk. (2017).

Jenis Dan Macam – Macam Kambing Yang Ada Di Indonesia

Menurut Atmojo (2007) bahwa Jenis Dan Macam – Macam Kambing Yang

Ada Di Indonesia :

Kambing Kacang

Kambing kacang merupakan kambing asli Indonesia. Kambing ini memiliki

badan yang kecil. Tinggi gumba pada kambing jantan 60 sentimeter hingga 65

sentimeter, sedangkan yang betina 56 sentimeter. Bobot pada kambing jantan

mencapai 25 kilogram, sedang kambing betina 20 kilogram. Telinganya tegak,

berbulu lurus dan pendek pada seluruh tubuh kecuali ekor dan dagu, pada kambing

jantan juga tumbuh bulu panjang sepanjang garis leher, pundak dan punggung sampai
11

ekor dan pantat. Memiliki warna bulu tunggal putih, hitam, coklat, atau kombinasi

ketiganya. Baik kambing jantan maupun betina memiliki dua tanduk yang pendek.

Kambing Ettawah

Kambing Ettawah atau dikenal juga dengan nama Kambing Jamnapari,

merupakan jenis kambing unggul tipe dwiguna karena sebagai kambing penghasil

susu dan penghasil daging. Badannya besar, tinggi gumba kambing jantan 90

sentimeter hingga 127 sentimeter dan kambing betina hanya mencapai 92 sentimeter.

Bobot yang jantan mencapai 91 kilogram, sedangkan betina hanya mencapai 63

kilogram. Telinga panjang dan terkulai ke bawah. Dahi dan hidunngnya cembung.

Baik jantan maupun betina bertanduk pendek. Kambing jenis ini mampu

menghasilkan susu hingga tiga liter per hari.

Kambing Peranakan Ettawah (PE)

Kambing Peranakan Ettawah (PE) merupakan hasil persilangan (hibrida)

antara kambing Ettawah (asal India) dengan kambing kacang, yang penampilannya

mirip Ettawah tetapi lebih kecil. Namun, lebih adaptif terhadap lingkungan lokal

Indonesia. Kambing PE termasuk tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan

susu (perah) karena mampu menghasilkan susu sebanyak 3 liter per hari. Memiliki

warna bulu belang hitam, putih, dan coklat. Padda daerah nelakang ekor dan dagu

berbulu panjang. Bobot badan kambing jantan mencapai 91 kilogram, sedangkan

betina mencapai 63 kilogram. Telinganya panjang dan terkulai ke bawah, bergelambir


12

yang cukup besar, dahi dan hidung cembung. Kambing jantan maupun betina

memiliki tanduk kecil atau pendek.

Kambing Jawarandu

Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing

Kacang dengan kambing Peranak Ettawah. Namun, sifat fisik kambing kacang lebih

dominan daripada kambing Peranakan Ettawah. Kambing ini mampu menghasilkan

susu sebanyak 1,5 liter per hari. Bobot badan kambing jantan mencapai lebih dari 40

kilogram, sedangkan kambing betina mencapai 40 kilogram. Baik kambing jantan

maupun betina bertanduk. Memiliki telinga lebar terbuka, panjang dan terkulai.

Kambing Boer

Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak ter-

regristrasi lebih dari 65 tahun. Kambing Boer merupakan kambing peghasil daging

dikarenakan persentase karkas daging kambing Boer mencapai 40 sampai 50 persen

dari berat tubuhnya. Kambing Boer memiliki tubuh yang panjang dan lebar, berbulu

putih, berkaki pendek, berhidung cembung, bertelinga panjang menggantung, warna

kepala coklat kemerahan atau coklat muda hingga cklat tua. Beberapa kambing Boer

memiliki garis putih ke bawah wajah.

Kambing Saenen

Kambing Saenen berasal dari Saenen, Swiss. Baik kambing jantan maupun

betinanya tidak memliki tanduk. Warna bulunya putih atau krem pucat. Hidung,
13

telinga dan kambingnya berwarna belang hitam. Dahinya lebar, sedangkan telinganya

berukuran sedang dan tegak. Kambing ini merupakan jenis kambing penghasil susu.

Kambing Marica

Kambing Marica yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan

salah satu genotipe kambing asli Indonesia yang menurut laporan FAO sudah

termasuk kategori langka dan hampir punah (endargement). Daerah populasi kambing

Marica dijumpai di sekitar Kabupaten Maros, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten

Sopeng dan daerah Makassar di Propinsi Sulawesi Selatan.

Kambing banyak dipelihara oleh penduduk pedesaan (Basuki, 1996).

Dijelaskan lebih lanjut, alasannya pemeliharaan kambing lebih mudah dilakukan

daripada ternak ruminansia besar. Kambing cepat berkembang biak dan pertumbuhan

anaknya juga tergolong cepat besar.

Kambing Bligon Atau Jawarandu

Kambing Bligon adalah sebutan untuk kambing di daerah Gunungkidul.

Kambing ini termasuk kambing Peranakan Ettawa (PE), tetapi bentuknya cenderung

ke arah kambing Kacang dengan badan yang lebih kecil dibanding kambing PE

(Hartatik, 2014). Pemerintah setempat, melalui Dinas Pertanian provinsi DIY

melakukan pengembangan terhadap ternak Kambing di DIY, termasuk Gunungkidul.

Tujuan pengembangan komoditas kambing Bligon di Gunungkidul dalam rangka

menciptakan kemandirian pangan dan sarana optimalisasi sumberdaya lokal. Hal ini
14

ditunjang dengan sumberdaya alam yang melimpah di musim penghujan berupa

legum, rerumputan dan tanaman pohon penghasil pakan ternak (Budisatria dkk.,

2008). Namun, kendala yang sering dihadapi oleh peternak yaitu keterbatasan pakan

ternak di musim kemarau, sehingga diperlukan formula yang tepat untuk mengatasi

permasalahan tersebut.

Kambing bligon merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing

Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Bligon merupakan hasil persilangan

pejantan Ettawa dengan kambing Kacang sebagai upaya peningkatan produktivitas

ternak lokal juga menjelaskan bahwa kambing Bligon di Indonesia nenek moyangnya

berasal dari India yaitu kambing Ettawa (Sarwono,2008). Sutama dan Budiarsana

(2010) menyatakan bahwa kambing Bligon merupakan kambing hasil persilangan

antara kambing lokal (kambing kacang) dengan kambing Peranakan Ettawa (PE).

Kambing hasil persilangan ini memiliki moncong lancip, telinganya tebal dan lebih

panjang daripada kepalanya, lehernya tidak bersurai, tubuhnya terlihat tebal dan bulu

tubuhnya kasar. Ciri khas kambing Bligon antara lain bentuk muka cembung dan

dagu berjanggut, di bawah leher terdapat gelambir yang tumbuh berawal dari sudut

janggut, telinga panjang, lembek, menggantung dan ujungnya agak berlipat, tanduk

berdiri tegak mengarah ke belakang, panjang 6,5-24,5 cm, tinggi tubuh (gumba) 70-

90 cm, tubuh besar dan pipih, bentuk garis punggung seolah-olah mengombak ke

belakang, bulu tubuh tampak panjang dibagian leher, pundak, punggung dan paha.

Sutama dan Budiarsana (2010) yaitu kambing Bligon memiliki bentuk tubuh yang
15

agak kompak dan perototan yang cukup baik. Kambing jenis ini mampu tumbuh 50

sampai 100 g/hari.

Kambing Bligon memiliki sifat antara kambing Ettawah dengan kambing

Kacang. Spesifikasi dari kambing ini adalah hidung agak melengkung, telinga agak

besar dan terkulai, dengan berat badan antara 35-45 kg pada betina, sedangkan pada

kambing jantan berkisar antara 40-60 kg dan produksi susu berkisar 1-1,5 l/hari.

Kambing ini merupakan jenis kambing perah dan dapat pula menghasilkan daging.

Kambing Bligon termasuk kambing yang prolifik (subur) dengan menghasilkan anak

1-3 ekor per kelahiran, tergantung dari kualitas bibitdan manajemen

pemeliharaannya. Kambing Bligon dapat beranak tiga kali setiap dua tahun dengan

jumlah anak setiap kelahiran 2-3 ekor dengan pengelolaan budi daya secara intensif.

Hal ini sependapat dengan Prawirodigdo (2008) bahwa kambing Bligon dapat

beranak tunggal maupun kembar dan menurut Sitepoe (2008) rata-rata litter size

kambing Bligon 2 ekor. Sarwono (2008) menyatakan bahwa sebagai kambing

peliharaan, kambing Bligon memiliki dua kegunaan yaitu sebagai penghasil susu

(perah) dan pedaging. Kambing Bligon termasuk ternak yang mudah dipelihara

karena dapat mengkonsumsi berbagai hijauan, termasuk rumput lapangan. Kambing

ini cocok dipelihara sebagai kambing potong karena anak yang dilahirkan cepat besar

(Sarwono, 2008).

Kambing Bligon juga merupakan kambing yang lazim dipelihara masyarakat

petani ternak di Indonesia. Kambing Bligon sangat dikenal dan potensial


16

dikembangkan karena memiliki laju reproduksi dan produktifitas induk yang baik

(Utomo dkk. , 2008). Prawirodigdo, dkk. (2008) menyatakan bahwa kambing Bligon

banyak dibudidayakan di daerah pesisir pantai utara, contohnya di Brebes, Tegal, dan

Pekalongan. Kambing Bligon berpotensi sebagai tipe kambing dwiguna (perah dan

pedaging), pemanfaatannya lebih dominan sebagai kambing tipe pedaging. Kambing

Bligon lebih cocok diusahakan di dataran sedang (500-700 m dpl) sampai dataran

rendah yang panas.

Pertumbuhan Kambing

Pertumbuhan merupakan proses pertambahan jumlah sel dan peningkatan

sel yang menjadi semakin besar seiring terjadinya proses asimilasi materi dari

luar (Hakim, 2010). Selama masa pertumbuhan terdapat dua hal yang terjadi yaitu

adanya kenaikan bobot badan atau komponen tubuh sampai mencapai ukuran

dewasa yang disebut pertumbuhan, serta adanya perubahan bentuk konformasi

yang disebabkan oleh perbedaan laju pertumbuhan jaringan atau bagian tubuh

yang disebut dengan perkembangan. Proses penggemukan termasuk kedalam

perkembangan (Hammond dkk., 1976). Salah satu faktor penting yang dapat

mempengaruhi laju pertumbuhan kambing yaitu ukuran tubuh dewasa (mature

size). Ukuran dewasa pada kambing beragam, mulai dari bobot 20 kg pada

kambing Kacang hingga 100 kg pada kambing Improved Boer. Setiadi (1996)

menyatakan bahwa secara umum anak kambing yang berasal dari bangsa kambing
17

tipe besar akan tumbuh lebih cepat dibandingkan anak kambing yang berasal dari

bangsa tipe kecil.

Kurva pertumbuhan bobot badan kambing Kacang jantan membentuk

pola sigmoid (S). Pada umur 8 bulan, pertumbuhan bobot kambing Kacang

jantan mengalami kenaikan yang sangat cepat karena pada umur tersebut

kambing belum dewasa kelamin, sedangkan pada rentang umur 9 hingga 42

bulan pertumbuhannya mengalami perlambatan yang dikarenakan ternak

sudah dewasa tubuh serta pertumbuhan ternak saat itu tidak hanya digunakan

untuk pertambahan bobot badan saja melainkan untuk kebutuhan reproduksi

juga (Septian dkk., 2015). Kurva pertumbuhan bobot badan kambing Kacang tersaji

pada Ilustrasi 1.

Menurut Murthi dkk (2014) pertumbuhan dan perkembangan ternak muda

lebih banyak mengaruh ke pertumbuhan tulang, sedangkan pada ternak dewasa

pertumbuhan dan perkembangan lebih mengarah kepada otot dan lemak. Septian dkk

(2015) menyatakan bahawa pertumbuhan tinggi badan menunjukkan tulang penyusun

kaki depan mengalami pertumbuhan yang berfungsi menyangga tubuh ternak. Hakim

(2010) menyatakan bahwa pertambahan berat badan umumnya mengalami tiga

tingkat kecepatan yang berbeda-beda, yang pertama adalah pertumbuhan tulang

diikuti pertumbuhan otot dan yang terakhir prtumbuhan jaringan lemak. Perbedaan

kecepatan itulah yang menyebabkan terjadinya perbedaan pengaruh masing-masing

tubuh terhadap bobot badan.


18

Otot merupakan komponen pada karkas yang tumbuh setelah tulang yang

berkembang paling awal pada masa pertumbuhan, sedangkan lemak adalah

jaringan yang tumbuh terakhir. Menurut Soeparno (2005), laju pertumbuhan otot

menurun dan deposisi lemak meningkat setelah ternak mengalami pubertas.

Pertumbuhan tulang yang relatif cepat terjadi di bagian tulang kepala, paha,

kaki depan dan belakang.

Pertumbuhan tulang yang relatif sedang terjadi di bagian tulang rongga

dada dan bahu, sedangkan yang relatif lambat terdapat pada bagian tulang pinggang,

dada dan pinggul (Sutiyono dkk., 2006).

Ilustrasi 1. Kurva Pertumbuhan Bobot Kambing Kacang (Septian dkk., 2015).


19

Pendugaan Bobot Hidup Berdasarkan Ukuran Tubuh

Dinyatakan oleh Williamson dan Payne (1993), bahwa pengukuran bagian-

bagian tertentu dari badan dapat memberi petunjuk untuk dipakai memperkirakan

bobot badan seekor ternak ruminansia seperti kambing. Ukuran tubuh yang sering

digunakan untuk mengestimasi bobot badan yaitu lingkar dada, panjang badan dan

tinggi pundak (Basbeth dkk., 2015). Lingkar dada, tinggi pundak, dalam dada dan

panjang badan berkorelasi positif dengan bobot hidup (Utami, 2008). Lingkar dada

adalah bagian tubuh yang mengalami perbesaran ke arah samping. Pertambahan

bobot badan ternak menyebabkan ukuran tubuh ternak bertambah besar dan diikuti

dengan pertambahan dan perkembangan otot yang ada di daerah dada sehingga

ukuran lingkar dada semakin meningkat.

Pertambahan bobot badan pada ternak menyebabkan ternak tersebut menjadi

lebih besar dandiikuti dengan bertambahnya kekuatan dan kesuburan otot-otot

penggantung Musculus serratus ventralis dan Musculus pectoralis yang terdapat

didaerah dada, sehingga pada gilirannya ukuran lingkar dada semakin meningkat

(Doho, 1994).

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Fourie dkk. (2002) bahwa lingkar dada

dan panjang badan mempunyai pengaruh besar pada bobot badan. Lingkar dada

meningkat seiring dengan umur ternak. Menurut Rahman (2007) kambing bengal

hitam memiliki panjang badan dengan korelasi 0,84 sedangkan tinggi pundak dengan

korelasi 0,79 dan lingkar dada dengan korelasi hasil 0,86 menjadikan persamaan
20

regresi yaitu, pada panjang badan y= 16.06+0.59x, tinggi pundak y= 14,50+0,58x dan

lingkar dada y=14.65+0.54x. Untuk kambing lokal memiliki panjang badan dengan

korelasi 0,42 dan lingkar dada dengan korelasi hasil 0,37 menjadikan persamaan

regresi yaitu, pada panjang badan y=2,048+0,223x dan lingkar dada y=2,655+0,192x

(Hakim, 2010). Kambing jawarandu sendiri memiliki korelasi panjang badan, tinggi

pundak dan lingkar dada yang berbeda yaitu, panjang badan dengan korelasi 0,87,

tinggi pundak 0,90 dan lingkar dada 0,90 (Basbeth dkk, 2015).

Pola pertumbuhan Tingggi Pundak kambing Bligon jantan pada umur 1-7

bulan mengalami pertumbuhan cepat, setelah itu pertumbuhan akan menjadi lambat.

Hal ini disebabkan tulang penyusun kaki depan yang berhubungan dengan tinggi

pundak, mengalami pertumbuhan awal dibandingkankan dengan komponen lainnya,

tulang ini mengalami pertumbuhan yang paling cepat, sesuai dengan fungsinya untuk

menyangga tubuh. Dinyatakan oleh Syawal dkk. (2013) bahwa setelah dilahirkan,

bagian kepala dan kaki berkembang lebih awal, sedangkan badan terutama bagian

punggung berkembang lambat dan merupakan bagian yang tumbuh paling akhir

dalam mencapai ukuran dewasa. Pertumbuhan tulang yang relatif cepat terjadi pada

tulang kepala, paha, kaki depan dan belakang, pertumbuhan tulang yang relatif

sedang terjadi pada tulang rongga dada dan bahu, sedangkan pertumbuhan tulang

yang relatif lambat terjadi pada tulang pinggang, dada, dan pinggul (Sutiyono dkk.,

2006).
21

Pola pertumbuhan Panjang Badan kambing Bligon jantan pada umur 1-8

bulan panjang badan mengalami pertumbuhan cepat, setelah itu pertumbuhan akan

menjadi lambat sampai umur 13-48 bulan. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan

ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya bangsa, jenis kelamin, pakan,

kesehatan, berat lahir, berat sapih, faktor lingkunagna serta manajemen

pemeliharaan. Dinyatakan oleh Wahyono dkk. (2013) kondisi lingkungan yang

berbeda, kesehatan ternak dan pemberian pakan berbeda menyebabkan pertumbuhan

mengalami perbedaan.

Pola pertumbuhan Lingkar Dada Laju kambing Bligon jantan pada umur 1-8

bulan berlangsung cepat, setelah itu laju pertumbuhan menjadi lambat. Menurut

Nasution dkk. (2010) suhu yang tinggi pada musim panas yang panjang dapat

mempengaruhi pertumbuhan, sebab suhu udara yang tinggi akan memperlambat

proses metabolisme (pertukaran zat) di dalam tubuh sehingga mengganggu

pertumbuhan ternak. Menurut Tahuk dkk. (2008) menyatakan bahwa kecepatan

pertumbuhan dipengaruhi kualitas pakan yang dikonsumsi, kandungan Protein dalam

ransum yang tinggi meningkatkan konsumsi bahan kerin yang selanjutnya digunakan

untuk pertumbuhan. Menurut Syawal dkk. (2013) bahwa faktor pakan sangat penting

dalam pemenuhan kebutuhan pertumbuhan, sedangkan kekurangan pakan merupakan

kendala besar dalam proses pertumbuhan.

Lingkar dada merupakan gambaran dari pertumbuhan tulang rusuk dan

pertumbuhan jaringan daging yang melekat pada tulang dan berjalan lambat.
22

Pertumbuhan lingkar dada merupakan perkembangan dari otot yang melekat pada

tulang rusuk (Permatasari dkk., 2013). Menurut Sutiyono dkk. (2006), lingkar dada

mengalami pertumbuhan ke arah samping. Lebih lanjut dijelaskan bahwa

pertambahan bobot badan menyebabkan ternak bertambah besar dan diikuti dengan

pertambahan dan perkembangan otot yang ada didaerah dada sehingga ukuran lingkar

dada semakin tinggi. Semakin panjang tulang rusuk, maka otot yang melekat pada

tulang rusuk makin banyak, sehingga lingkar dada makin besar.

Menurut Soeparno (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran-ukuran

tubuh adalah umur, bangsa, jenis kelamin, pakan, bobot lahir, lingkungan dan

tata laksana pemeliharaan. Perubahan bentuk tubuh seperti pertambahan ukuran-

ukuran tubuh ternak mempunyai hubungan yang erat dengan umur ternak

tersebut. Korelasi antara bobot hidup dan ukuran tubuh akan lebih tinggi apabila

diterapkan pada ternak dengan umur muda dibandingkan ternak dengan umur tua.

Ternak berjenis kelamin jantan juga akan memiliki akurasi pendugaan yang

lebih tinggi jika dibandingkan ternak betina (Tsegaye dkk., 2013).

Ukuran-Ukuran Ternak Kambing

Ukuran-ukuran tubuh merupakan faktor yang banyak berhubungan dengan

performance ternak. Penggunaan ukuran-ukuran badan, sangat baik untuk berat badan

maupun untuk mengetahui sifat keturunan dan produksi, sehingga dengan memakai

ukuran-ukuran badan dapat menilai performance ternak (Setiadi, 2003).


23

Cara pengukuran lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak pada ternak

kambing adalah sebagai berikut:

1. Lingkar dada : diukur dengan pita meter melingkar dada kambing

tepat dibelakang kaki depan

2. Panjang badan : diukur secara lurus dengan tongkat ukur dari siku

sampai benjolan tulang tapis

3. Tinggi pundak : diukur lurus dengan tongkat ukur dari titik tertinggi

puncak sampai tanah

Hasil yang didapat oleh Kumianto dkk, (2012) bahwa rata-rata ukuran tubuh

kambing bligon yaitu, panjang badan 49,4±5,9cm, tinggi pundak 57,3±7,3cm dan

lingkar dada 64,4±6,1cm. Menurut Batubara dkk, (2011) kambing bligon memiliki

rata-rata ukuran tubuh dengan panjang badan 53,06±11,29cm, tinggi pundak

52,47±7,69cm dan lingkar dada 64,28±9,62cm.

Pola Pertambahan Bobot Badan

Bobot badan kambing kacang jantan pada umur 1-3 dan 4-6 bulan terlihat

bahwa pertambahan bobot badan kambing kacang jantan mengalami pertumbuhan

yang cepat, karena pada umur tersebut kambing kacang jantan belum dewasa

kelamin. Pada umur 7-12 bulan pertumbuhanya mulai melambat, namun masih terus

meningkat sedangkan pada umur 13-24 bulan 25-36 dan umur 37-48 bulan

pertumbuhanya mengalami perlambatan. Siregar (1990) menyatakan bahwa

pertumbuhan yang cepat terjadi pada periode lahir hingga usia penyapihan dan
24

pubertas, namun setelah usia pubertas hingga usia dewasa, laju pertumbuhan mulai

menurun dan akan terus menurun hingga usia dewasa. Menurut Sampurna dan Suatha

(2010), bahwa pertumbuhan mempunyai tahap-tahap yang cepat dan lambat, tahap

cepat terjadi pada saat ternak belum dewasa kelamin, dan tahap lambat terjadi pada

saat dewasa tubuh. Menurut Soeparno (2009) kambing mencapai dewasa kelamin

pada umur 6-10 bulan. Hormon testosteron yang mulai diproduksi setelah dewasa

kelamin mempengaruhi laju pertambahan bobot badan. Hormon testosteron

menstimulasi sintesis protein otot (Utomo dkk., 2006).

Penentu Harga Ternak Kambing

Penetapan harga telah memiliki fungsi yang sangat luas di dalam program

pemasaran. Menetapkan harga berarti bagaimana mempertautkan produk kita dengan

aspirasi sasaran pasar, yang berarti pula harus mempelajari kebutuhan, keinginan, dan

harapan konsumen. Berbicara harga berarti bicara tentang citra kualitas dan seberapa

tinggi ekslusifitasnya. Tinggi rendahnya harga sangat berpengaruh terhadap persepsi

kualitas, sehingga ikut menentukan citra terhadap sebuah merek atau produk. Dalam

persepsi konsumen sering berlaku logika bahwa harga yang mahal berarti kualitas

bagus dan harga yang murah berarti kualitasnya kurang. Pada tingkat tertentu

menetapkan harga berarti juga berbicara mengenai ekslusifitas. Walaupun harus

mempertimbangkan berbagai faktor lain terkait, secara kasar dapat dikatakan bahwa

makin tinggi harga yang ditetapkan secara relatif terhadap kompetitor, makin

eksklusif pula konsumen sasarannya. Seolah seperti piramida. Makin ke puncak


25

makin kecil, makin tinggi harga yang ditetapkan makin sedikit konsumen yang

disasar (Kotler, 1990) yang disitasi oleh (Rini, 2012).


26

BAB III

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama ± 2 bulan yaitu pada bulan Maret sampai

April 2019. Tempat pelaksanan penelitian adalah di peternak yang ada di kecamatan

Playen, Paliyan dan Saptosari.

Materi Penelitian

Materi penelitian terdiri dari ternak kambing Bligon jantan yang berumur ± 8

bulan yang dipelihara oleh peternak sebanyak 100 ekor yang terletak di kecamatan

Sabtosari, Playen dan Paliyan. Peternak yang dipilih yang sudah memiliki

pengalaman beternak kambing selama minimal 2 tahun dan penjual yang sudah

memiliki pengalaman berdagang selama ninimal 2 tahun. Peralatan yang digunakan

dalam penelitian meliputi timbangan gantung merk Morizt dengan kapasitas 100 Kg

dan ketelitian 1 Kg, pita ukur dan tongkat ukur dengan ketelitian masing-masing 1

mm.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei melalui peternak

dengan melakukan pengukuran statistik vital dan penimbangan bobot badan sebagai

tolak ukur harga jual, penentuan harga jual dilakukan secara survei melalui penjual

kambing, sedangkan pengambilan sampel dilakukan secara purposif sampling.


27

Penetapan Sampel

Penentuan lokasi pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan

melihat data yang didapatkan melalui Dinas Peternakan Kabupaten Gunungkidul,

BPS Gunungkidul untuk mengetahui jumlah ternak kambing Bligon yang dipelihara

di Kecamatan Saptosari, Playen dan Paliyan Kabupaten Gunungkidul.

Tabel 2. Populasi kambing tiga kecamatan di Gunungkidul

Kecamatan Kambing
1. Saptosari 9.775
2. Playen 15.972
3. Paliyan 5.211
Jumlah 30.958

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Gunungkidul (2017).

Jumlah total ternak kambing yang dipelihara di Kabupaten Gunungkidul

sebanyak 175.767 ekor pada tahun 2017 dan di ambil tiga kecamatan yaitu Saptosari,

Playen dan Paliyan sebanyak 30.958 ekor. Kemudian, menetapkan jumlah sampel

dengan perhitungan rumus Slovin (Hidayat, 2018) sebagai berikut :

N
n=
1+ N d 2

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d² = Presisi yang ditetapkan


28

Diketahui jumlah populasi kambing yaitu N = 30.958 dan tingkat toleransi

kesalahan yang ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan 90%.

Berdasarkan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel (n) sebagai berikut :

N 30.958 30.958
n= = = =99.6
1+ N e 1+30.958 x 0 ,1² 1+30.958(0,01)
2

Jumlah sampel dalam penelitian ini dibulatkan menjadi 100 ekor. Jadi, jumlah

sampel yang sudah dianggap mewakili dari populasi ternak kambing yang dipelihara

di Kabupaten Gunungkidul adalah 100 ekor yang diambil dari tiga kecamatan di

Kabupaten Gunungkidul.

Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung hasil pencatatan

harga jual ternak kambing dan pengukuran ternak kambing dipasar hewan.

Pengukuran yang dilakukan meliputi lingkar dada, panjang badan, tinggi pundak,

panjang tanduk dan panjang telinga.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung untuk

mendapatkan informasi atau keterangan objek yang diteliti. Biasanya data tersebut

diperoleh dari tangan kedua, baik dari objek secara individual maupun dari suatu

badan atau instansi yang dengan sengaja melakukan pengumpulan data untuk

keperluan penelitian dari para pengguna (Hidayat, 2018). Kesimpulannya, data


29

sekunder dalam penelitian ini merupakan data yang bersumber dari lembaga

pemerintah dan publikasi yang berupa hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan

penelitian ini.

Pengukuran Variabel

Pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Lingkar Dada (LD, cm) adalah melingkari dada body of sternum dibelakang

sendi bahu. Pengukuran ini dilakukan dengan pita ukur dalam satuan cm

(Sosromidjojo dan Soeradji, 1978) yang disitasi oleh (Hidayat, 2018).

2. Panjang Badan adalah mengukur jarak dan tepi depan luar tulang scapula

sampai benjolan tulang tapis (tulang duduk atau os ischium) dengan

menggunakan tongkat ukur (Malewa, 2009) yang disitasi oleh (Hidayat,

2018).

3. Tinggi Pundak diukur menggunakan tongkat ukur dari titik tertinggi pundak

sampai tanah (Rini, 2012).

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara melakukan pengukuran

langsung di lapangan. Setelah data yang diperoleh kemudian dilakukan pengolahan

data dan menyampaikan hasil dari penelitian tersebut.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisa menggunakan analisis korelasi (Sudjana, 1996).

n ∑ XY − ∑ X ∑ Y
r=
√ (𝑛 ∑ X2- (∑ X)2) (𝑛 ∑ Y2− (∑ Y)2)
30

Keterangan:

r : Korelasi

X : Statistik Vital (lingkar dada, panjang badan, tinggi badan)

Y : Bobot badan

n : Jumlah sampel

Menurut Supranto (1996), keeratan hubungan antara dua variabel ditentukan

berdasarkan besarnya koefisien korelasi (r) dengan kriteria sebagai berikut :

1. r = +1, menunjukkan ada hubungan sempurna dan positif antara 2

variabel yang diukur.

2. r = -1, menunjukkan ada hubungan sempurna dan negatif antara 2

variabel yang diukur.

3. r = mendekati +1, menunjukkan adanya hubungan sangat kuat dan

positif antara 2 variabel.

4. r = mendekati -1, menunjukkan adanya hubungan sangat kuat dan

negatif antara 2 variabel yang diukur.

Besarnya pengaruh ukuran statistik vital terhadap bobot badan kambing

Bligon jantan dapat diketahui dari koefisien determinasi dengan rumus sebagai

berikut :

R2= r2 x 100%
31

Analisa regresi digunakan untuk mengetahui hubungan dari statistik vital

(lingkar dada, panjang badan, tinggi badan) dengan bobot badan kambing Bligon

jantan menggunakan persamaan sebagai berikut:

Y = a + bX

Keterangan:

Y : Bobot badan

X : Statistik Vital (lingkar dada, panjang badan, tinggi badan)

a : Konstanta

b : Koefisien regresi

Persentase penyimpangan pendugaan bobot badan ternak melalui persamaan

regresi dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:

BB Duga − BB Nyata
% Penyimpangan= x 100%
BB Nyata
32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Letak Geografis Kabupaten Gunungkidul

Berdasarkan data sekunder dari Badan Pusat Statistik (2018), Luas wilayah

Kabupaten Gunungkidul tercatat 1.485,36 km2 atau kurang lebih 46% dari luas

seluruh Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang meliputi 18 kecamatan dan 144

desa/kelurahan, Kabupaten Gunungkidul merupakan kabupaten yang memiliki

wilayah paling luas dan Kecamatan Semanu merupakan kecamatan terluas dengan

luas sekitar 108,39 km2 atau sekitar 7,30% luas Kabupaten Gunungkidul.

Jumlah penduduk Kabupaten Gunungkidul tahun 2011 berjumlah 677.998

jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 327.841 jiwa dan perempuan sebanyak

350.157 jiwa. Dengan luas wilayah 148.536 Ha yang didiami 677.998 jiwa maka

rata-rata kepadatan penduduk Gunungkidul adalah sebesar 456 jiwa/km 2, laju

pertambahan penduduk sebesar 0,38% pertahun.

Pada tabel 1 sektor peternakan di Kabupaten Gunungkidul, populasi ternak sapi

potong pada tahun 2017 sebesar 148.586 ekor, domba sebesar 11.983 ekor, kambing

sebesar 175.767 ekor yang tersebar di 18 kecamatan dengan populasi kambing

terbesar di Kecamatan Tepus yaitu 15.172 ekor , kerbau sebesar 3 ekor, kuda sebesar

6 ekor, babi sebesar 73 ekor, ayam kampung sebesar 1.113.152, ayam petelur sebesar
33

241.425, ayam pedaging sebesar 1.498.857 dan itik sebesar 12.634 (Badan Pusat

Statistik, 2018).

Gunungkidul adalah daerah terluas dan penghasil kambing terbesar di DIY.

Ternak kambing tersebar hampir merata di semua kecamatan. Bangsa kambing yang

dipelihara di Gunungkidul sebagian besar adalah kambing Bligon (Budisatria dkk.,

2009).

Hubungan antara Panjang Badan, Tinggi Badan, dan Lingkar Dada Terhadap
Bobot Badan
Koefisien korelasi antara Panjang Badan (PB), Tinggi Badan (TB), dan

Lingkar Dada (LD) dengan bobot badan ditampilkan pada Tabel 3, dimana berbagai

ukuran tubuh tersebut berkolerasi sangat nyata (P<0,01). Hal ini dapat diartikan, jika

Panjang Badan, Tinggi Badan, atau Lingkar Dada meningkat, maka Bobot Badan

Kambing Bligon Jantan di Kabupaten Gunungkidul akan mengalami peningkatan.

Hasil ini sesuai dengan penelitian Victori dkk. (2015) yang menunjukkan hubungan

yang sangat positif antara lingkat dada, panjang badan tinggi badan pada bobot badan

kambing. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Tama ddk. (2015)

yang menyatakan bahwa panjang badan, tinggi badan dan lingkar dada mempunyai

pengaruh signifikan terhadap Bobot Badan Kambing Senduro Jantan di Kecamatan

Senduro, Kabupaten Lumajang.

Menurut Gunawan dkk. (2009) koefisien kolerasi yang berpengaruh kuat

dalam pendugaan bobot badan domba Garut adalah panjang badan, tinggi badan dan
34

lingkar dada. Basbeth dkk. (2015) menyatakan bahwa perbedaan ukuran dimensi

tubuh dipengaruhi pada ukuran tubuh, ketebalan dan bobot tubuh. Berdasarkan hasil

tersebut maka dapat dijelaskan bahwa keeratan angka korelasi yang signifikan pada

ukuran-ukuran tubuh kambing bligon jantan dapat digunakan sebagai parameter

pendugaan bobot badan, oleh karena itu kemudian dilanjutkan dengan analisis

regresi.

Tabel 3. Hubungan antara statistik vital dengan bobot badan kambing Bligon
jantan

Variable N r R2
PB 100 0,889a 0,790
TB 100 0,811a 0,658
a
LD 100 0,956 0,915
Keterangan: N = jumlah sempel; r = koefisien korelasi; R2 = koefisien determinasi;
a
= berkolerasi sangat nyata (p<0,01)
Sumber = Hasil Olah Data Primer, 2019

Hasil nilai koefisien korelasi secara berurutan dari yang tertinggi ke rendah

yaitu lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan, dengan koefisien korelasi

masing-masing 0,956; 0,889; 0,811 (Tabel 3). Koefisien kolerasi ukuran-ukuran

tubuh yang memiliki hubungan dengan bobot badan pada kambing Bligon jantan

pada penelitian ini menunjukakan bahwa Lingkar Dada (LD) dan Panjang Badan

( PB) memiliki pengaruh yang kuat dibandingkan Tinggi Badan (TB) hal ini

disebabkan karena ukuran lingkar dada bertambah mengikuti pertumbuhan dan

perkembangan jaringan otot yang ada di daerah dada (Tabel 3). Setiawan dkk. (2013)

menyatakan bahwa lingkar dada memperlihatkan pertumbuhan tulang rusuk dan otot
35

yang berada pada tulang rusuk. Olatunji-akioye dan Adeyemo (2009) menyatakan

bahwa lingkar dada adalah persamaan prediktif terbaik untuk menduga bobot badan

pada ternak.

Panjang badan memiliki nilai koefisien korelasi yang kuat dengan bobot

badan, yaitu sebesar 0,889 (Tabel 3) karena panjang badan berada pada area dada

depan hingga pinggul serta tulang belakang yang terus tumbuh seiring dengan

bertambahnya umur yang mengakibatkan semakin dewasa kambing tersebut maka

semakin panjang juga tulang belakangnya dan semakin meningkatnya bobot badan

kambing tersebut sampai tubuh maksimal. Pendapat ini didukung oleh Trisnawanto

dkk. (2012) yang menyatakan panjang badan ternak merupakan pencerminan adanya

pertumbuhan tulang belakang yang terus meningkat seiring dengan pertambahan

umur. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, antara lain

Pesmen dan Yardimici (2008) yang melaporkan bahwa panjang badan memiliki nilai

korelasi yang sangat kuat yaitu sebesar 0,86; Adeyinka dan Mohammed (2006) pada

kambing di Nigeria Utara sebesar 0,88; Shirzeyli, dkk. (2013) pada domba Macoei di

Iran yaitu sebesar 0,95; Mahmud, dkk. (2014) pada domba jantan yang berumur 13-

24 bulan di Nigeria yaitu sebesar 0,948 serta hasil penelitian Sowande dan Sobala

(2008) pada domba West African Dwarf (WAD) berumur antara 13-36 bulan yaitu

sebesar 0,91. Perbedaan hasil nilai korelasi disebabkan oleh perbedaan bangsa ternak

yang digunakan. Cam, dkk. (2010) menyatakan bahwa perbedaan breed, jenis

kelamin, aktifitas serta kondisi lingkungan akan menghasilkan respon yang berbeda.
36

Tinggi badan memiliki nilai koefisien korelasi dengan bobot badan, yaitu

sebesar 0,811 (Tabel 3) paling rendah jika dibandingkan dengan lingkar dada dan

panjang badan, hal ini disebabkan ukuran tinggi badan dipengaruhi oleh pertumbuhan

tulang penyusun kaki depan dan tidak berhubungan langsung dengan ruang abdomen

dimana tulang kaki depan hanya sebagai alat gerak saja. Selain itu, jaringan otot yang

melekat di daerah kaki lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah jaringan otot

yang melekat pada daerah dada dan sepanjang tulang penyusun panjang badan,

sehingga tinggi badan memiliki nilai korelasi yang paling rendah. Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian Sutiyono, dkk. (2006) bahwa tinggi badan dipengaruhi oleh

tulang-tulang penyusun kaki depan dan tidak berhubungan langsung dengan ruang

abdomen dimana tulang-tulang kaki depan hanya sebagai penunjang aktifitas gerak

ternak. Nilai korelasi tinggi badan pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan

dengan hasil-hasil penelitian lainnya yakni Trisnawanto, dkk. (2012) pada domba

Dombos jantan; Isroli (2001) pada domba Priangan, yaitu masing-masing 0,63; 0,64

dan lebih rendah jika di bandingkan dengan hasil penelitian Afolayan, dkk. (2006)

pada domba Yakansa sebesar 0,84; Sowande dan Sobala (2008) pada domba WAD

(West African Dwarf) dengan umur antara 13-36 bulan yaitu sebesar 0,89 serta

Mahmud, dkk. (2014) pada domba jantan yang berumur 13-24 bulan di Nigeria yaitu

sebesar 0,986. Perbedaan nilai korelasi antara tinggi badan dan bobot badan ini

disebabkan oleh perbedaan jenis ternak serta kondisi lingkungan dalam penelitian.
37

Lingkar dada dengan bobot badan memiliki nilai koefisien korelasi yang

sangat kuat jika dibandingkan dengan panjang badan dan tinggi badan, yaitu sebesar

0,956 (Tabel 3). Hal ini karena lingkar dada berhubungan langsung dengan dada dan

ruang abdomen dimana sebagian besar bobot badan ternak berasal dari bagian dada

hingga pinggul, sehingga semakin besar ukuran lingkar dada maka bobot badan

semakin berat. Hal ini sesuai dengan penelitian Malewa (2009) pada domba

Donggala; Basbeth, dkk (2015) pada kambing Jawarandu; Afolayan, dkk. (2006)

pada domba Yakansa yang melaporkan bahwa lingkar dada memiliki nilai koefisien

korelasi yang tertinggi dan sangat kuat yaitu masing-masing 0,91; 0,93; 0,94. Setiap

kenaikan ukuran tubuh maka akan diikuti kenaikan ukuran tubuh lainnya. Ternak

ruminansia memiliki saluran-saluran pencernaan yang berada dalam abdomen

menyumbang 10-25% dari bobot hidup.

Tabel 4. Kriteria nilai koefisien korelasi (r)

Interval Koefisien Korelasi Tingkat Hubungan


0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat kuat
Sumber: Sugiyono (2010)

Berdasarkan tabel 3 diperoleh nilai r (koefisien korelasi) pada lingkar dada,

panjang badan dan tinggi badan, masing-masing 0,956; 0,889; 0,811. Hal ini

menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang sangat kuat antara lingkar dada, panjang

badan dan tinggi badan pada kambing bligon jantan terhadap bobot badan. Hal ini
38

menunjukkan bahwa variabel yang dipakai sudah tepat untuk melakuakn pendugaan

bobot badan dimana sesuai dengan penelitian Permatasari, dkk. (2013) menunjukakan

bahawa pada kambing kacang jantan, penggunaan ukuran-ukuran tubuh (panjang

muka, panjang telinga, lingkar dada, lebar dada, panjang badan, tinggi pundak, tinggi

pinggul, lebar pinggul, panjang kaki depan dan panjang kaki belakang) secara

bersama-sama memiliki kontribusi sebesar 81,4%.

Persamaan antara Ukuran-Ukuran Tubuh dengan Bobot Badan Kambing


Bligon Jantan
Persamaan regresi linear tunggal antara panjang badan (PB), tinggi badan

(TB), dan lingkar dada (LD) ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 5. Pendugaan bobot badan melalui persamaan regresi, lambourne serta


penyimpangan pendugaan

Variabel Pendugaan Persamaan/Rumus Penyimpangan (%)


Persamaan Regresi PB BB = -21,353+0,757PB 15,740
Persamaan Regresi TB BB = -19,922+0,677TB 15,959
Persamaan Regresi LD BB = -26,379+0,719LD 15,323
Lambourne BB = (LD)2x(PB)/10050 10,02
Ardjodarmoko BB = (LD)2x(PB)/104 6,00
Sumber: Hasil Olah Data Primer, 2019

Berdasarkan tabel 5 hasil perhitungan dengan menggunakan program statistik

komputer SPSS for Windows diperoleh hasil persamaan Regresi Linier Tunggal pada

kambing bligon jantan sebagai berikut:

1. Persamaan Regresi Panjang Badan (PB) BB= -21,353+0,757PB yang artinya

koefisien regresi positif (searah), jika Panjang Badan (PB) meningkat 1 cm,
39

maka Bobot Badan Kambing Bligon Jantan di Kabupaten Gunungkidul akan

meningkat sebesar 0,757 kg.

2. Persamaan Regresi Tinggi Badan (TB) BB= -19,922+0,677TB yang artinya

koefisien regresi positif (searah), jika Tinggi Badan (TB) meningkat 1 cm,

maka Bobot Badan Kambing Bligon Jantan di Kabupaten Gunungkidul akan

meningkat sebesar 0,677 kg.

3. Persamaan Regresi Lingkar Dada (LD) BB= -26,379+0,719LD yang artinya

koefisien regresi positif (searah), jika Lingkar Dada (LD) meningkat 1 cm,

maka Bobot Badan Kambing Bligon Jantan di Kabupaten Gunungkidul akan

meningkat sebesar 0,719 kg.

Hasil analisis Regresi Linier Tunggal menunjukkan bahwa variabel panjang

badan, tinggi badan dan lingkar dada mempunyai pengaruh signifikan terhadap Bobot

Badan Kambing Bligon Jantan di Kabupaten Gunungkidul.

Pendugaan Bobot Badan Kambing Bligon Jantan

Bobot badan merupakan salah satu tolak ukur tingkat produktivitas ternak

yang dapat digunakan sebagai pedoman dasar pemilihan bibit maupun bakalan, oleh

karena itu menduga bobot badan merupakan keterampilan yang harus dikuasai

peternak. Utami (2008) menyatakan bahwa apabila penimbangan ternak tidak dapat

dilakukan, maka pendugaan bobot badan ternak dapat dilakukan menggunakan

ukuran tubuh ternak. Hal ini diperkuat oleh Pesmen dan Yardimci (2008) yang
40

menyatakan bahwa ukuran-ukuran tubuh dapat digunakan untuk menduga bobot

badan.

Hasil penelitian ini diperoleh persamaan untuk menduga bobot badan

kambing Bligon jantan melalui masing-masing persamaan regresi ukuran tubuh

dengan bobot badan, rumus Schoorl dan rumus Lambourne serta tingkat

penyimpangan pendugaan bobot badan kambing Bligon jantan seperti yang terlihat

pada Tabel 5.

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa pendugaan bobot badan

menggunakan persamaan regresi lingkar dada memiliki nilai penyimpangan sebesar

15,323% lebih rendah jika dibandingkan dengan panjang badan dan tinggi badan

yang memiliki nilai penyimpangan sebesar 15,740% dan 15,959%. Nilai

penyimpangan pada persamaan regresi lingkar dada dapat dijadikan persamaan/rumus

terbaik dalam menduga bobot badan kambing Bligon jantan dibandingkan dengan

panjang badan dan tinggi badan karena lingkar dada berhubungan langsung dengan

ruang abdomen dimana sebagian besar bobot badan berasal dari bagian dada hingga

pinggul. Hal ini sesuai dengan Cam, dkk. (2010) yang menyatakan bahwa persamaan

regresi dapat digunakan untuk menduga bobot badan secara akurat. Zurahmah dan

Enos (2011) menyatakan bahwa ukuran lingkar dada merupakan penduga terbaik

bobot badan ternak, serta didukung oleh Olatunji dan Adeyemo (2009) yang

menyatakan bahwa lingkar dada memiliki tingkat keakuratan yang tinggi sehingga

dapat digunakan untuk menduga bobot badan ternak. Mayaka, dkk. (1995)
41

melaporkan bahwa pendugaan bobot badan melalui persamaan regresi lingkar dada

memiliki tingkat penyimpangan yang rendah yaitu sebesar 5% pada kambing di

Afrika Barat.

Pendugaan bobot badan berdasarkan persamaan regresi lingkar dada pada

penelitian ini memiliki tingkat penyimpangan yang lebih tinggi jika dibandingkan

dengan rumus Lambourne dan Ardjodarmoko . Perbedaan hasil penelitian ini diduga

disebabkan oleh jenis ternak, manajemen pemeliharaan ternak serta kondisi

lingkungan yang berbeda. Sedangkan Wahyudin (2007) yang disitasi oleh Malewa

(2009) menyatakan bahwa hasil rumus Lambourne lebih mendekati berat sebenarnya

dengan tingkat kesalahan di bawah 10%.

Harga Kambing Bligon Jantan

Berdasarkan hasil yang diperoleh di pasar Munggi Kabupaten Gunungkidul

menunjukkan bahwa rata-rata bobot badan ternak kambing bligon jantan adalah 15,80

kg/ekor dengan rata-rata harga Rp 1.133.000,00. Harga ternak kambing mengalami

peningkatan seiring usia dari muda hingga dewasa.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peningkatan harga kambing

jantan dikarenakan usia ternak. Pertumbuhan ternak pada usia muda belum maksimal

sehingga harganya relatif lebih rendah dibandingkan dengan ternak dewasa. Beberapa

hal yang dapat mempengaruhi harga kambing di pasaran menjadi rendah adalah

tingginya angka penjualan kambing sebagai modal usaha pada saat musim tanam,
42

adanya suatu wabah penyakit yang mematikan bagi ternak dan biaya sekolah. Hal

tersebut mengakibatkan banyak petani atau peternak menjual ternak kambingnya

sebelum mencapai umur optimum, misalnya 2 atau 3 bulan (Suyono, 2015). Harga

kambing akan mengalami kenaikan kembali pada saat acara-acara tertentu seperti

acara adat, pernikahan dan pada saat hari raya idul adha.
43

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa ukuran lingkar dada, panjang badan
dan tinggi badan kambing Bligon jantan memiliki hubungan yang sangat kuat dengan
bobot badan dengan nilai koefisien korelasi secara berurutan yaitu: 0,956; 0,889; dan
0,811 dan nilai koefisien determinasi secara berurutan yaitu: 0,915; 0,790 dan 0,658.
Rumus persamaan untuk menghitung bobot badan dengan ukuran lingkar dada BB =
-26,379+0,719LD dapat digunakan sebagai pendugaan bobot badan karena memiliki
nilai penyimpangan terendah sebesar 15,323%.

Saran

Untuk menduga bobot badan kambing bligon jantan dapat menggunakan

ukuran-ukuran lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan.


44

DAFTAR PUSTAKA

Adeyinka, I. A. and I. D. Mohammed. 2006. Relationship of liveweight and linear


body mesurement in two breeds of goat of Northen Nigeria. Journal Of
Animal and Veterinary Advances. 5(11): 891-893.
Afolayan, R. A., I. A. Adeyinka and C. A. M. Lakpini. 2006. The esti-mation of live
weight from body measurements in Yankasa sheep. Czech J. Anim. Sci.,
51(8): 343–348.
Atmojo, A, T. 2007. Apa Khasiat Susu dan Daging Kambing.
http://triatmojo.wordpress.com/2007/01/15/apa-khasiat-susu-dan-daging-
kambing/.

Basbeth, A.H. W.S. Dilaga dan A. Purnomoadi. 2015. Hubungan antara ukuran
ukuran tubuh terhadap bobot badan kambing jawarandu jantan umur muda di
Kabupaten Kendal. Animal Agriculture Journal Vol 4 (1): 35-40.

Basuki, N. 1996. Tingkat Penawaran Ternak Kambing Rakyat Pada Tingkat Petani
Peternak di Kecamatan Bontomateng Kabupaten Wojo. Skripsi Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin.

BPS Gunungkidul. 2017. Kabupaten Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Gunungkidul.

Budisatria, I. G. S., D. T. Widayati, B. Suhartanto, Kustantinah, H. Mulyadi, dan K.


A. Santosa. 2009. Bangsa-Bangsa Kambing dan Sejarah Perkembangannya di
Indonesia. Subbagian Plasma Nutfah Kambing di Indonesia. Fakultas
Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. P.9.Ditjen PKH. 2016.
Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementrian Pertanian Republik
Indonesia. Jakarta.
Cam, M. A., M. Olfaz and E. Soydan. 2010. Body measurements reflect body
weights and carcass yields in Karayaka sheep. Asian Journal of Animal and
Veterinary Advances. 5(2):120-127.
Doho, S.R. 1994. Parameter fenotipik beberapa sifat kualitatif dan kuantitatif pada
domba Ekor Gemuk.Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Fourie, P.J., F.W.C. Neser, J.J.Olivierand Van Der Westhuizen.2002. Relationship
between production performance,visual appraisal and body measurement of
young Dorper Rams. SouthAfrican J. Anim. Sci.32(4) : 256-262.
45

Gatot Murdjito, I Gede Suparta Budisatria, Panjono, Nono Ngadiyono Dan Endang
Baliarti. 2011. Kinerja Kambing Bligon Yang Dipelihara Peternak Di Desa
Giri Sekar, Panggang, Gunungkidul. Buletin Peternakan. 35(2):86-95.
Gunawan, A., K. Jamal, dan C. Sumantri. 2008. Pendugaan Bobot Badan melalui
Analisis Morfometrik dengan Pendekatan Regresi Terbaik Best – Subset pada
Domba Garut Tipe Pedaging, Tangkis dan Persilangannya. Majalah Ilmiah
Peternakan 11 (1): 1-6.
Hakim A, 2010, Hubungan Antara Ukuran Tubuh, Bobot Badan Dan Bobot Karkas
Kambing Lokal Betina Di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Kambing
Surakarta. Skripsi Sarjana Peternakan. Jurusan Program Studi Peternakan
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Hammond, J. Jr., J. C. Bowman, and T.R. Robinson. 1984. Hammond’s Farm
Animal. 5th Ed. Butler and Tanner Ltd, London.
Hidayat, F. 2018. Pengaruh Lingkar Dada, Panjang Badan, Dan Tinggi Gumba
Terhadap Bobot Badan Kambing Peranakan Etawa Di Kecamatan
Kaligesing Kabupaten Purworejo, Skripsi. Universitas Mercu Buana
Yogyakarta.
Indah Hartatik Puji, 2014. Buku Praktis Mengembangkan SDM, Cetakan Pertama,
Laksana, Jogjakarta, Hal. 182
Isroli. 2001. Evaluasi terhadap pendugaan bobot badan domba Priangan
berdasarkan ukuran tubuh. Saintek 8(2): 90-94.
Kotler. P. 2004. Manajemen Pemasaran. Analisis. Alih Bahasa oleh Hendra Teguh,
dkk. Erlangga, Jakarta.
Mahmud, M. A., P. Shaba, W. Abdulsalam, H. Y. Yisa, J. Gana, S. Ndagi and R.
Ndagimba. 2014. Live body weight estimation using cannon bone length and
other body linear measurements in Nigerian breeds of sheep. J. Adv. Vet.
Anim. Res., 1(4): 169-176.
Malewa, A. 2009. Penaksiran bobot badan berdasarkan lingkar dada dan panjang
badan domba Donggala. J. Agroland. 16 (1): 91 – 97.
Murti, Y.A, Septian A.D, Rahardian A, Purbowati E, Lestari CMS, Rianto E, Arifin
M, Purnomoadi A, 2014. Korelasi Antara Ukuran-Ukuran Tubuh Dengan
Bobot Badan Kambing Kacang Jantan Di Jawa Tengah. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan Dan Veteriner 2014.
Nasution, S., F. Mahmalia. dan M. Doloksaribu. 2010. Pengaruh musim terhadap
pertumbuhan kambing Kacang prasapih di stasiun percobaan loka penelitian
46

kambing potong Sei Putih. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan


Veteriner. Hlm. 621-625.
Olatunji, A. A. O. and O. K. Adeyemo. 2009. Liveweight and chest girth correlation
in commercial sheep and goat herds in Southwestern Nigeria. Int. J. Morphol.
27(1):49-52.
Permatasari, T., E. Kurnianto. dan E. Purbowati. 2013. Hubungan ukuran-ukuran
tubuh dengan bobot badan pada kambing Kacang jantan di kabupaten
Grobogan, Jawa Tengah. Animal Agriculture Journal. 2 (1): 28-34.
Pesmen, G and M. Yardimici. 2008. Estimating the live weight using some body
measurements in Saanen goats. Archiva Zootechnica 11(4): 30-40.
Prawirodigdo, S., T. Herawati dan B. Utomo. 2003. Penampilan Peternakan
Kambing dan Potensi Bahan Pakan Lokal sebagai Komponen
Pendukungnya di Wilayah Propinsi Jawa Tengah. Lokakarya Nasional
Kambing Potong. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Hal: 157-164.
Prawirodigdo, S., T. Herawati dan B. Utomo. 2008. Penampilan peternakan kambing
dan potensi bahan pakan lokal sebagai komponen pendukungnya di wilayah
Propinsi Jawa Tengah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Lokal Karya Nasional Kambing Potong. P: 157-163.
Rini. 2012. Pengaruh performance eksterior sebagai penentu harga jual ternak
kambing pada pedagang pengecer di Makassar. Skripsi Sarjana
Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanudin.

Sarwono, B. 2009. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.


Septian AD, Arifin M, Rianto E. 2015. Pola Pertumbuhan Kambing Kacang Jantan
Di Kabupaten Grobogan. Animal Agriculture Journal 4(1): 1-8.

Shirzeyli, F. H., A. Lavvaf and A. Asadi. 2013. Estimation of body weight from body
measurements in four breeds of Iranian sheep. Songklanakarin Journal
Science Technology. 35(5): 507-511.

Sitepoe, M. 2008. Cara Memelihara Domba dan Kambing Organik. PT. Indeks,
Jakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging, Cetakan III. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
47

Sowande, O. S. and O. S. Sobala. 2008. Body measurements of West African dwarf


sheep as parameter for estimation of live weight. Trop. Anim. Health Prod.
40: 433-439.
Sudjana, M. A. 1996. Metode Statistika. Edisi Keenam. Penerbit Tarsito, Bandung.
Suparman. 2007. Beternak Kambing. Azka Press. Jakarta.
Supranto, J. 1996. Statistik :Teori & Aplikasi. Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sutama, I. K dan Budiarsana I. G. M. 2010. Panduan Lengkap Kambing dan Domba.
Cetakan ke-2. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sutiyono, B., N. J. Widyani. dan E. Purbowati. 2006. Studi performans induk


kambing Peranakan Etawa berdasarkan jumlah anak sekelahiran di desa
Banyuringin kecamatan Singosaari Kabupaten Kendal. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hlm. 537-543.
Suyono, I., 2015. Analisis Penjualan Ternak Kambing Berdasarkan Musin dan
Harga Jual di Desa Borongtala Kecamatan Tamalatea Kabupaten
Jeneponto. Skripsi, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Syawal, S., B. P. Purwanto dan I. G. Permana. 2013. Studi hubungan respon ukuran
tubuh dan pemberian pakan terhadap pertumbuhan sapi pedet dan dara. JITP.
2 (3): 175-188.

Tahuk, P.K., E. Baliarti dan H. Hartadi. 2008. Kinerja kambing Bligon pada
penggemukan dengan level protein pakan berbeda. Buletin Peternakan 32 (2):
121-135.

Tama, Wahyu adhi, moch. Nasich dan sri wahyuningsih. 2015. Hubungan antara
Lingkar Dada, Panjang Badan dan Tinggi Badan dengan Bobot Badan
Kambing Senduro Jantan di Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang,
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 26 (1): 37-42.

Trisnawanto, R., Adiwinarti dan W. S. Dilaga. 2012. Hubungan antara Ukuran


Ukuran Tubuh dengan Bobot Badan Dombos Jantan. Animal Agriculture
Journal, 1(1); 653-668.

Utami, T. 2008. Pola Pertumbuhan Berdasarkan Bobot Badan dan Ukuran-Ukuran


Tubuh Domba Lokal di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol.
Skripsi Sarjana Peternakan. Program Studi Teknologi Produksi Ternak
Institut Pertanian Bogor.
48

Utomo, B., S. Prawirodigdo, T. Sarjana dan Sudjatmogo. 2006. Performans pedet


sapi perah dengan perlakuan induk saat masa akhir kebuntingan. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hlm 76-81.

Victori, Andi, Endang Purbowati, dan C. M. Sri Lestari. 2015. Hubungan antara
Ukuran-Ukuran Tubuh dengan Bobot Badan Kambing Peranakan Etawah
Jantan di Kabuparen Klaten, Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 26 (1): 23-28.

Wahyono, T., Kusumaningrum, Widiawati dan Suharyono. 2013. Penampilan


produksi kambing Kacang jantan yang diberi pakan siap saji (PSS) berbasis
silase tanaman jagung. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. Hlm. 363-367.

Williamson .G dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar peternakan di Daerah Tropis.


Diterjemahkan oleh Darmadja, D. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Zurahmah, N dan T. Enos. 2011. Pendugaan bobot badan calon pejantan sapi Bali
menggunakan dimensi ukuran tubuh. Buletin Peternakan. 35(3): 160-164.
49

RINGKASAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada sektor peternakan di Kabupaten

Gunungkidul, populasi ternak sapi potong pada tahun 2017 sebesar 148.586 ekor,

domba sebesar 11.983 ekor, kambing sebesar 175.767 ekor yang tersebar di 18

kecamatan dengan populasi kambing terbesar di Kecamatan Tepus yaitu 15.172 ekor ,

kerbau sebesar 3 ekor, kuda sebesar 6 ekor, babi sebesar 73 ekor, ayam kampung

sebesar 1.113.152, ayam petelur sebesar 241.425, ayam pedaging sebesar 1.498.857

dan itik sebesar 12.634 (Badan Pusat Statistik, 2018).

Hasil nilai koefisien korelasi secara berurutan dari yang tertinggi ke rendah

yaitu lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan, dengan koefisien korelasi

masing-masing 0,956; 0,889; 0,811. Koefisien kolerasi ukuran-ukuran tubuh yang

memiliki hubungan dengan bobot badan pada kambing bligon jantan pada penelitian

ini menunjukakan bahwa Lingkar Dada (LD) dan Panjang Badan ( PB) memiliki

pengaruh yang kuat dibandingkan Tinggi Badan (TB) hal ini disebabkan karena

ukuran lingkar dada bertambah mengikuti pertumbuhan dan perkembangan jaringan

otot yang ada di daerah dada. Setiawan dkk. (2013) menyatakan bahwa lingkar dada

memperlihatkan pertumbuhan tulang rusuk dan otot yang berada pada tulang rusuk

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan program statistik

komputer SPSS for Windows diperoleh hasil persamaan Regresi Linier Tunggal pada

kambing bligon jantan sebagai berikut:


50

1. Persamaan Regresi Panjang Badan (PB) BB= -21,353+0,757PB yang artinya

koefisien regresi positif (searah), jika Panjang Badan (PB) meningkat 1 cm,

maka Bobot Badan Kambing Bligon Jantan di Kabupaten Gunungkidul akan

meningkat sebesar 0,757 kg.

2. Persamaan Regresi Tinggi Badan (TB) BB= -19,922+0,677TB yang artinya

koefisien regresi positif (searah), jika Tinggi Badan (TB) meningkat 1 cm,

maka Bobot Badan Kambing Bligon Jantan di Kabupaten Gunungkidul akan

meningkat sebesar 0,677 kg.

3. Persamaan Regresi Lingkar Dada (LD) BB= -26,379+0,719LD yang artinya

koefisien regresi positif (searah), jika Lingkar Dada (LD) meningkat 1 cm,

maka Bobot Badan Kambing Bligon Jantan di Kabupaten Gunungkidul akan

meningkat sebesar 0,719 kg.

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa pendugaan bobot badan

menggunakan persamaan regresi lingkar dada memiliki nilai penyimpangan sebesar

15,323% lebih rendah jika dibandingkan dengan panjang badan dan tinggi badan

yang memiliki nilai penyimpangan sebesar 15,740% dan 15,959%. Nilai

penyimpangan pada persamaan regresi lingkar dada dapat dijadikan persamaan/rumus

terbaik dalam menduga bobot badan kambing Bligon jantan dibandingkan dengan

panjang badan dan tinggi badan karena lingkar dada berhubungan langsung dengan

ruang abdomen dimana sebagian besar bobot badan berasal dari bagian dada hingga

pinggul. Hal ini sesuai dengan Cam, dkk. (2010) yang menyatakan bahwa persamaan
51

regresi dapat digunakan untuk menduga bobot badan secara akurat. Zurahmah dan

Enos (2011) menyatakan bahwa ukuran lingkar dada merupakan penduga terbaik

bobot badan ternak, serta didukung oleh Olatunji dan Adeyemo (2009) yang

menyatakan bahwa lingkar dada memiliki tingkat keakuratan yang tinggi sehingga

dapat digunakan untuk menduga bobot badan ternak. Mayaka, dkk. (1995)

melaporkan bahwa pendugaan bobot badan melalui persamaan regresi lingkar dada

memiliki tingkat penyimpangan yang rendah yaitu sebesar 5% pada kambing di

Afrika Barat.

Berdasarkan hasil yang diperoleh di pasar Munggi Kabupaten Gunungkidul

menunjukkan bahwa rata-rata bobot badan ternak kambing bligon jantan adalah 15,80

kg/ekor dengan rata-rata harga Rp 1.133.000,00. Harga ternak kambing mengalami

peningkatan seiring usia dari muda hingga dewasa.

.
52

LAMPIRAN
Lampiran 1. Ukuran - ukuran tubuh kambing Bligon jantan

Ukuran- Ukuran Tubuh


(cm) Bobot
No Lingk Badan %pen Ardjodar %penyi
Panjang Tinggi ar Nyata Lambourne yimpa moko mpanga
Badan Badan Dada (kg) (kg) ngan (kg) n
1 49 53 58 15.05 16.40 0.09 16.48 0.10
2 59 53 60 19.35 21.13 0.09 21.24 0.10
3 40 45 52 9.92 10.76 0.08 10.82 0.09
4 42 41 50 9.65 10.45 0.08 10.50 0.09
5 54 53 58 16.12 18.08 0.12 18.17 0.13
6 51 55 69 22.10 24.16 0.09 24.28 0.10
7 58 56 64 21.75 23.64 0.09 23.76 0.09
8 57 54 64 21.22 23.23 0.09 23.35 0.10
9 53 50 62 18.68 20.27 0.09 20.37 0.09
10 46 49 56 13.30 14.35 0.08 14.43 0.08
11 41 45 52 10.17 11.03 0.08 11.09 0.09
12 49 52 60 16.26 17.55 0.08 17.64 0.08
13 43 49 52 10.70 11.57 0.08 11.63 0.09
14 51 54 60 16.93 18.27 0.08 18.36 0.08
15 53 62 66 21.28 22.97 0.08 23.09 0.08
16 48 41 55 13.22 14.45 0.09 14.52 0.10
17 51 58 59 16.32 17.66 0.08 17.75 0.09
18 47 52 54 12.60 13.64 0.08 13.71 0.09
19 49 54 57 14.65 15.84 0.08 15.92 0.09
20 45 50 49 9.85 10.75 0.09 10.80 0.10
53

21 41 44 53 10.60 11.46 0.08 11.52 0.09


22 42 41 54 11.27 12.19 0.08 12.25 0.09
23 52 58 62 18.40 19.89 0.08 19.99 0.09
24 51 53 64 19.25 20.79 0.08 20.89 0.09
25 50 58 60 16.57 17.91 0.08 18.00 0.09
26 44 51 57 13.16 14.22 0.08 14.30 0.09
27 42 41 50 9.65 10.45 0.08 10.50 0.09
28 46 43 50 10.20 11.44 0.12 11.50 0.13
29 55 57 65 21.41 23.12 0.08 23.24 0.09
30 55 50 60 18.25 19.70 0.08 19.80 0.08
31 51 57 66 20.47 22.11 0.08 22.22 0.09
32 46 55 59 14.75 15.93 0.08 16.01 0.09
33 44 50 55 12.23 13.24 0.08 13.31 0.09
34 51 58 67 20.12 22.78 0.13 22.89 0.14
35 53 63 63 19.38 20.93 0.08 21.04 0.09
36 51 51 59 16.35 17.66 0.08 17.75 0.09
37 45 48 50 10.32 11.19 0.08 11.25 0.09
38 42 45 50 9.66 10.45 0.08 10.50 0.09
39 41 49 62 10.22 15.68 0.53 15.76 0.54
40 49 48 64 18.50 19.97 0.08 20.07 0.08
41 51 55 68 21.73 23.47 0.08 23.58 0.09
42 57 59 70 25.76 27.79 0.08 27.93 0.08
43 51 56 60 16.80 18.27 0.09 18.36 0.09
44 51 54 58 15.80 17.07 0.08 17.16 0.09
54

45 51 56 51 12.20 13.20 0.08 13.27 0.09


46 40 45 56 11.55 12.48 0.08 12.54 0.09
47 58 61 69 25.45 27.48 0.08 27.61 0.09
48 46 54 59 14.70 15.93 0.08 16.01 0.09
49 40 43 46 7.80 8.42 0.08 8.46 0.09
50 48 49 50 11.06 11.94 0.08 12.00 0.08
51 52 58 64 19.62 21.19 0.08 21.30 0.09
52 52 57 65 20.26 21.86 0.08 21.97 0.08
53 56 53 59 17.97 19.40 0.08 19.49 0.08
54 51 57 62 18.05 19.51 0.08 19.60 0.09
55 49 48 54 13.15 14.22 0.08 14.29 0.09
56 45 47 51 10.77 11.65 0.08 11.70 0.09
57 40 47 52 9.95 10.76 0.08 10.82 0.09
58 43 49 50 9.90 10.70 0.08 10.75 0.09
59 54 58 61 18.52 19.99 0.08 20.09 0.08
60 42 48 52 10.46 11.30 0.08 11.36 0.09
61 50 58 66 20.05 21.67 0.08 21.78 0.09
62 50 51 60 16.58 17.91 0.08 18.00 0.09
63 46 52 55 12.80 13.85 0.08 13.92 0.09
64 47 48 62 16.64 17.98 0.08 18.07 0.09
65 53 49 58 16.42 17.74 0.08 17.83 0.09
66 43 54 56 12.40 13.42 0.08 13.48 0.09
67 35 44 46 6.83 7.37 0.08 7.41 0.08
68 38 44 49 8.40 9.08 0.08 9.12 0.09
55

69 38 46 47 7.74 8.35 0.08 8.39 0.08


70 58 67 68 24.74 26.69 0.08 26.82 0.08
71 51 61 68 21.73 23.47 0.08 23.58 0.09
72 43 52 59 13.78 14.89 0.08 14.97 0.09
73 44 55 52 10.95 11.84 0.08 11.90 0.09
74 43 52 53 10.33 12.02 0.16 12.08 0.17
75 49 54 56 14.15 15.29 0.08 15.37 0.09
76 56 60 63 20.45 22.12 0.08 22.23 0.09
77 53 56 61 18.14 19.62 0.08 19.72 0.09
78 45 47 45 8.40 9.07 0.08 9.11 0.08
79 51 49 50 11.73 12.69 0.08 12.75 0.09
80 58 62 70 26.18 28.28 0.08 28.42 0.09
81 40 45 52 9.92 10.76 0.08 10.82 0.09
82 42 41 50 9.65 10.45 0.08 10.50 0.09
83 51 55 69 22.10 24.16 0.09 24.28 0.10
84 58 56 64 21.75 23.64 0.09 23.76 0.09
85 41 45 52 10.17 11.03 0.08 11.09 0.09
86 49 52 60 16.26 17.55 0.08 17.64 0.08
87 52 58 62 18.40 19.89 0.08 19.99 0.09
88 44 50 55 12.23 13.24 0.08 13.31 0.09
89 40 45 56 11.55 12.48 0.08 12.54 0.09
90 43 48 50 9.88 10.70 0.08 10.75 0.09
91 57 60 68 24.30 26.23 0.08 26.36 0.08
92 41 46 51 9.80 10.61 0.08 10.66 0.09
56

93 45 48 53 11.64 12.58 0.08 12.64 0.09


94 48 44 58 14.87 16.07 0.08 16.15 0.09
95 55 50 58 17.05 18.41 0.08 18.50 0.09
96 53 60 62 18.75 20.27 0.08 20.37 0.09
97 48 50 52 11.96 12.91 0.08 12.98 0.09
98 43 49 51 10.30 11.13 0.08 11.18 0.09
99 48 49 51 11.50 12.42 0.08 12.48 0.09
10
0 46 55 60 15.25 16.48 0.08 16.56 0.09

rat
a-
rat
a 48.09 51.67 57.62 15.07 16.38 0.089 15.97 0.06
8.90% 6.00%
57

Lampiran 2. Analisis koefisien korelasi dan persamaan

Model Summary

Change Statistics

Mod R R Adjust Std. R F df df2 Significan


el Square ed R Error of Square Chan 1 ce
Square the ge
Estimate Change F change

1 .889a .790 .788 2.19533 .790 369. 1 98 .000


263

a. Predictors: (constant) Panjang Badan

ANOVAb

Model Sum of Df Mean F Significance


Squares Square

1 Regression 1779.658 1 1779.658 369.263 .000a

Residual 472.310 98 4.819

Total 2251.968 99

a. Predictors: (constant) Panjang Badan


b. Dependent Variable: Bobot Badan

Coefficientsa

Model Unstandardized Standardize T Significance

Coefficients Coefficients

B Std. error Beta


58

1 -21.353 1.908 -11.190 .000


(Constant)
.757 .039 .889 19.216 .000
Panjang Badan

a. Dependent Variable: Bobot Badan

Model Summary

Change Statistics

Mod R R Adjust Std. R F df df2 Significan


el Square ed R Error of Square Chan 1 ce
Square the ge
Estimate Change F change

1 .956a .914 .913 1.40932 .914 1035 1 98 .000


.821

a. Predictors: (constant) Lingkar Dada

ANOVAb

Model Sum of Df Mean F Significance


Squares Square

1 Regression 2057.323 1 2057.323 1035.821 .000a

Residual 194.645 98 1.986

Total 2251.968 99

a. Predictors: (constant) Lingkar Dada


b. Dependent Variable: Bobot Badan

Coefficientsa

Model Unstandardized Standardize t Significance


59

Coefficients

Coefficients

B Std. error Beta

1 -26.379 1.296 -20.360 .000


(Constant)
.719 .022 .956 32.184 .000
Lingkar Dada

a. Dependent Variable: Bobot Badan

Model Summary

Change Statistics

Mod r R Adjust Std. R F df df2 Significan


el Square ed R Error of Square Chan 1 ce
Square the ge
Estimate Change F change

1 .811a .658 .654 2.80388 .658 188. 1 98 .000


446

a. Predictors: (constant) Tinggi Badan

ANOVAb

Model Sum of Df Mean F Significance


Squares Square

1 Regression 1481.516 1 1481.516 188.446 .000a


60

Residual 770.452 98 7.862

Total 2251.968 99

a. Predictors: (constant) Tinggi Badan

b. Dependent Variable: Bobot Badan

Coefficientsa

Model Unstandardized Standardize t Significance

Coefficients Coefficients

B Std. error Beta

1 -19.922 2.564 -7.768 .000


(Constant)
.677 .049 .811 13.728 .000
Tinggi Badan

a. Dependent Variable: Bobot Badan


Lampiran 3. Lokasi penelitian
61
62

Lampiran 4. Kambing Bligon jantan


63

Lampiran 5. Pengukuran panjang badan


64

Lampiran 6. Pengukuran lingkar dada


65

Lampiran 7. Pengukuran tinggi badan


66
67

Lampiran 8. Penimbangan berat badan


68

Anda mungkin juga menyukai