Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENDAHULUAN

RECURRENT STROKE + RESPIRATORY FAILURE

Disusun Oleh :
Melati Ananda S.Kep

NIM : 2114901023

Preceptor Akademik Preceptor Akedemik

() ()
Preceptor Akademik Preceptor Klinik

() ()

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI


ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG
TAHUN AJARAN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanallah wa Ta’ala

atas berkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan

Pendahuluan dalam rangka memenuhi tugas Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Alifah Padang degan judul “Laporan Pendahuluan Recurrent Stroke

+ Respiratory Failure”.

Pada kesempatan ini, kelompok hendak menyampaikan terimakasih

kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materil

sehingga Laporan Pendahuluan ini dapat selesai. Ucapan terima kasih ini

penulis tujukan kepada :

1. Ibu selaku Preceptor Akademik dan dosen keperawatan medikal bedah

STIKes Alifah Padang

2. Ibu selaku Preceptor Akademik dan dosen keperawatan medikal bedah

STIKes Alifah Padang

3. Ibu selaku Preceptor Klinik ICU RSUP Dr M Jamil Padang

Penulis menyadari bahwa Laporan ini masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para

pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan ini.

Padang, 26 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1
B. Tujuan Penelitian............................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi......................................................................................................5
2. Anatomi dan Fisiologi...............................................................................7
3. Etiologi......................................................................................................9
4. Manifestasi Klinik...................................................................................13
5. Klasifikasi...............................................................................................15
6. Patofisiologi............................................................................................16
7. Patway.....................................................................................................18
8. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................19
9. Penatalaksanaan......................................................................................20
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. Pengkajian Keperawatan.........................................................................21
2. Diagnosa Keperawatan...........................................................................24
3. Intervensi Keperawatan..........................................................................30
4. Implementasi Keperawatan.....................................................................35
5. Evaluasi Keperawatan.............................................................................40
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................................70
B. Saran.............................................................................................................72
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan kebutuhan

dasar yang diberikan kepada individu yang sehat maupun sakit yang mengalamí gangguan

fisik, psikis, dan sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal. Bentuk

pemenuhan kebutuhan dasar dapat berupa meningkatkan kemampuan yang ada pada

individu, mencegah, memperbaiki, dan melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan yang

dipersepsikan sakit oleh individu (Nursalam, 2017).

Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti merawat atau

memelihara. Menurut Kusnanto (2013), perawat adalah seseorang (seorang profesional)

yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan

pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan keperawatan.

Wardhono (2018) mendefinisikan perawat adalah orang yang telah menyelesaikan

pendidikan professional keperawatan, dan diberi kewenangan untuk melaksanakan peran

serta fungsinya. Perawat adalah suatu profesi yang mempunyai fungsi autonomi yang

didefinisikan sebagai fungsi profesional keperawatan. Fungsi profesional yaitu membantu

mengenali dan menemukan kebutuhan pasien yang bersifat segera. Itu merupakan

tanggung jawab perawat untuk mengetahui kebutuhan pasien dan membantu

memenuhinya. Dalam teorinya tentang disiplin proses keperawatan mengandung elemen

dasar, yaitu perilaku pasien, reaksi perawat dan tindakan perawatan yang dirancang untuk

kebaikan pasien (Suwignyo, 2017). Kasus kelolahan pada karya ilmiah ini adalah stroke

hemoragic dengan intervensi Rom.


Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda

klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan

gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapatmenyebabkan kematian,

tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler (Israr, 2017).

Berdasarkan data terbaru dan hasil Riset Kesehatan Dasar 2019 stroke merupakan

penyebab kematian utama di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang

mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia

produktif maupun usia lanjut (Junaidi, 2015). Berdasarkan data 10 besar penyakit

terbanyak di Indonesia tahun 2014, prevalensi kasus stroke di Indonesia berdasarkan

diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mill dan 12,1 per mill untuk yang terdiagnosis

memiliki gejala stroke. Prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi

Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa Tengah

sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki dengan perempuan hampir sama

(Kemenkes, 2018).

Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke, dan stroke

mengakibatkan hampir 150.000 kematian. Di Amerika Serikat tercatat hampir setiap 45

detik terjadi kasus stroke, dan setiap 4 detik terjadi kematian akibat stroke. Pada suatu

saat, 5,8 juta orang di Amerika Serikat mengalami stroke, yang mengakibatkan biaya

kesehatan berkenaan dengan stroke mendekati 70 miliar dolar per tahun. Pada tahun 2010,

Amerika telah menghabiskan $ 73,7 juta untuk menbiayai tanggungan medis dan

rehabilitasi akibat stroke. Selain itu, 11% orang Amerika berusia 55-64tahun mengalami

infark serebral silent; prevalensinya meningkat sampai 40% pada usia 80 tahun dan 43%

pada usia 85 tahun (Medicastore, 2017).

Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di

Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti


Jawa Timur sebesar 16 per mil. Terjadi peningkatan prevalensi stroke berdasarkan

wawancara juga meningkat dari 8,3 per1000 (2016) menjadi 12,1 per1000 (2016)

(Riskesdas 2016).Organisasi Stroke Dunia mencatat hampir 85% orang yang mempunyai

faktor resiko dapat terhindar dari stroke bila menyadari danmengatasi faktor resiko

tersebut sejak dini. Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke

akan meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih

6 juta pada tahun 2016 menjadi 8 juta di tahun 2030 (Yastroki, 2019).

Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans

yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus

menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis

dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik, sehingga

sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1 mm.

Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya

aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa

mendorong struktur otak dan merembas kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam

ventrikel atau ke ruang intrakranial. Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh

karena ruptur arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau

subaraknoid, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah

ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada

arteri di sekitar perdarahan.(Sylvia & Lorraine 2017).

Berdasarkan pembahasan diatas, penulis tertarik dalam membuat laporan

pendahuluan dengan judul “Laporan Pendahuluan Kepetawatan Pasien Chronic Kidney

Diasese (CKD)”

A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Untuk dapat memberikan gambaran “Asuhan Keperawatan Recurrent Stroke

+ Respiratory Failure”

2. Tujuan Khusus

1. Mampu menjelaskan mengenai pengertian stroke

2. Mampu menjelaskan mengenai anatomi fisiologi stroke

3. Mampu menjelaskan mengenai etiologi stroke

4. Mampu menjeaslakan mengenai manfestasi stroke

5. Mampu menjelaskan mengenai patofisiologi stroke

6. Mampu menjelaskan mengenai komplikasi stroke

7. Mampu menjelaskan mengenai penatalaksanaan stroke

8. Mampu menjelaskan dan memhami konsep asuhan keperawatn stroke


BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian Stroke

1. Pengertian

Stroke merupakan gangguan peredaran darah di otak yang mengakibatkan defisit

neurologis secara mendadak akibat lanjunya akan terjadi hemoragi atau iskemia

sirkulasi saraf otak (Sudoyo, 2009).

Stroke adalah gangguan peredaran darah di otak yang dapat terjadi secara

mendadak dan menyebabkan defisit fungsi neurologis yang biasanya terjadi pada

rentang usia 45-80 tahun, yang lebih sering terjadi pada laki- laki (Rasyid, 2007).

Stroke hemoragik adalah kondisi otak yang mengalami kerusakan karena aliran

darah atau suplai darah ke otak terhambat oleh pendarahan (Arum, 2015). Stroke

hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah di otak sehingga aliran darah menjadi

tidak normal dan darah yang keluar merembes masuk ke dalam suatu daerah di otak

dan merusaknya (Amanda, 2018).

Stroke hemoragik yaitu perdarahan intrakanial berdasarkan tempat perdarahannya

yakni dirongga subarakhnoid atau didalam parenkim otak (intraserebral) ada juga

perdarahan yang terjadi bersamaan pada kedua tempat seperti perdarhan subarakhoid

yang bocor kedalam otak atau sebaliknya (Rahmayanti, 2019).

B. Anatomi Fisiologi

Anatomi fisiologi otak menurut (Muttaqin, 2008) yaitu:

1. Otak

Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat

pengontrol semua alat tubuh yang terdiri atas: serebrum, cerebellum, dan batang otak.
Gambar 2.1 Anatomi Otak

Sumber : (Muttaqin, 2008)

a. Serebrum

Serebrum terdiri dari emapat lous yaitu lobus frontal, parietal, temporal dan

oksipital. Serebrum juga dikenal sebagai otak besar yang mengisi penuh rongga

tengkorak.

b. Cerebellum

Cerebellumn dikenal juga dengan otak kecil yang terletak pada bagian

belakang tengkora. Cerebellum dipisahkan dengan cerebrum oleh fisura transversalis

dan berada diatas medulla oblongata.

c. Batang Otak

1) Diensefalon, merupakan bagian batang otak paling atas terdapat diantara

serebelum dengan mesensefalon. Adapun fungsi dari diensefalon yaitu untuk

mengecilkan pembuluh darah, membantu proses persarafan, mengontrol kegiatan

reflek, dan membantu kerja jantung.

2) Mesensefalon dikenal juga dengan otak tengah yang menghubungkan pons

dengan serebelum dengan sereblum.


3) Medulla oblongata adalah bagian otak yang paling bawah menghubungkan pons

varoli dengan medulla spinalis. Ada beberapa bagian untuk menjalankan fungsi

otak antara lain :

a) Meningen

Merupakan selaput yang melindungi otak dan sum sum tulang belakang,

selain itu meningen juga berfungsi untuk membawa pembuluh darah dan

cairan serebrospinal serta mengurangi jika terjadi benturan atau getaran pada

otak. Lapisan meningen terdiri dari tiga bagian:

(1) Durameter: merupakan lapisan terluar yang terdiri dari jaringan ikat yang

tebal dan kuat.

(2) Arakhroid: merupakan lapisan yang memisahkan durameter dan piameter,

pada arakhnoid membentuk kantong yang berisi cairan otak.

(3) Piameter: merupakan lapisan terdalam yang bertemu langsung dengan

jaringan otak.

b) Sistem Ventrikel

Terdiri dari rongga-rongga yang terdapat dalam otak yang berkaitan satu sama

lainnya, sistem ini menghasilkan cairan yang disebut dengan cairan

serebrospinal.

c) Cairan Serebrospinal

Cairan Serebrospinal adalah cairan yang dihasilkan oleh pleksus koroid.

Cairan tersebut bersifat alkalis transparan yang menyerupai plasma.

4) Medula Spinalis

5) Medula Spinalis berada pada kanalis vertebralis berdampingan dengan ganglion

radiks posterior. Medula Spinalis terdiri dari susunan saraf pusat yang terluar

yang merupakan tempat keluarnya 31 pasang saraf yaitu 8 pasang servikal, 12


pasang torakal, 5 pasang lumbal, 5 pasang sakral dan 1 pasang saraf koksigial.

6) Saraf Perifer

Saraf perifer terdiri dari saraf somatik dan saraf otonom. Saraf somatik

adalah susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengatur aktivitas

otot sadar atau serat lintang. Sedangkan saraf otonom adalah saraf - saraf yang

bekerjanya tidak dapat disadari dan bekerja secara otomatis

2. Susunan Saraf Manusia

a. Sistem Saraf Pusat

Pada daerah di antara piameter dan arachnoid, terdapat rongga yang berisi

cairan serebrospinal.

Selaput ini terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut:

1) Piamater merupakan selaput paling dalam yang menyelimuti sistem saraf pusat.

Lapisan ini banyak sekali mengandung pembuluh darah

2) Arakhnoid lapisan ini berupa selaput tipis yang berada di antara piamater dan

duramater

3) Duramater lapisan paling luar yang terhubung dengan tengkorak. Daerah di

antara piamater dan arakhnoid diisi oleh cairan yang disebut cairan serebrospinal.

Dengan adanya lapisan ini, otak akan lebih tahan terhadap goncangan dan

benturan dengan kranium. Kadangkala seseorang mengalami infeksi pada lapisan

meninges, baik pada cairannya ataupun lapisannya yang disebut meningitis.

b. Otak

1) Otak depan

2) Otak tengah

3) Otak belakang
Batas antara medula oblongata dan sumsum tulang belakang tidak jelas. Oleh

karena itu, medula oblongata sering disebut sebagai sumsum lanjutan.

c. Sumsum Tulang Belakang (Medula Spinalis)

Sumsum tulang belakang (medulla spinalis) merupakan perpanjangan dari

sistem saraf pusat. Seperti halnya dengan sistem saraf pusat yang dilindungi oleh

tengkorak kepala yang keras, sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh ruas-

ruas tulang belakang. Sumsum tulang belakang memanjang dari pangkal leher,

hingga ke selangkangan. Bila sumsum tulang belakang ini mengalami cidera

ditempat tertentu, maka akan mempengaruhi sistem saraf disekitarnya, bahkan bisa

menyebabkan kelumpuhan di area bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak bawah

(kaki).

Secara anatomis, sumsum tulang belakang merupakan kumpulan sistem saraf

yang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Sumsum tulang belakang atau biasa

disebut medulla spinalis ini, merupakan kumpulan sistem saraf dari dan keotak.

Secara rinci, ruas-ruas tulang belakang yang melindungi sumsum tulang belakang ini

adalah sebagai berikut:

Sumsum tulang belakang terdiri dari 31 pasang saraf spinalisyang terdiri dari 7

pasangdari segmen servikal, 12 pasangdari segmen thorakal, 5 pasangdari segmen

lumbalis, 5 pasangdari segmen sacralisdan 1 pasang dari segmen koxigeus.


a. Vertebra Servikalis (ruas tulang leher)

b. Vertebra Torakalis (ruas tulang punggung)

c. Vertebra Lumbalis (ruas tulang pinggang)

d. Vertebra Sakralis (ruas tulang kelangkang)

e. Vertebra koksigeus (ruas tulang tungging)

d. Sistem saraf Perifer

Sistem saraf tepi dibagi menjadi dua, berdasarkan cara kerjanya, yaitu sebagai

berikut:

1) Sistem Saraf Sadar

Saraf-saraf spinal tersebut terdiri atas gabungan saraf sensorik dan motorik.

Dua belas pasang saraf kranial tersebut, antara lain sebagai berikut:

a) Saraf olfaktori, saraf optik, dan saraf auditori. Saraf-saraf ini merupakansaraf

sensori

b) Saraf okulomotori, troklear, abdusen, spinal, hipoglosal. Kelima saraf tersebut

merupakan saraf motorik

c) Saraf trigeminal, fasial, glossofaringeal, dan vagus. Keempat saraf tersebut

merupakan saraf gabungan dari saraf sensorik dan motorik. Agar lebih

memahami tentang jenis-jenis saraf kranial

2) Sistem Saraf Tak Sadar (Otonom)

Sistem saraf ini bekerja tanpa disadari, secara otomatis, dan tidak di bawah

kehendak saraf pusat. Contoh gerakan tersebut misalnya denyut jantung,

perubahan pupil mata, gerak alat pencernaan, pengeluaran keringat, dan lain-lain.

otonom ini dibedakan menjadi dua.

a) Sistem Saraf Simpatik


Saraf ini terletak di depan ruas tulang belakang. Fungsi saraf ini terutama

untuk memacu kerja organ tubuh, walaupun ada beberapa yang malah

menghambat kerja organ tubuh. Fungsi memacu, antara lain mempercepat

detak jantung, memperbesar pupil mata, memperbesar bronkus. Adapun fungsi

yang menghambat, antara lain memperlambat kerja alat pencernaan,

menghambat ereksi, dan menghambat kontraksi kantung seni.

b) Sistem Saraf Parasimpatik

Saraf ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika dibandingkan

dengan saraf simpatik. Saraf parasimpatik memiliki fungsi, antara lain

menghambat detak jantung, memperkecil pupil mata, memperkecil bronkus,

mempercepat kerja alat pencernaan, merangsang ereksi, dan mepercepat

kontraksi kantung seni. Karena cara kerja kedua saraf itu berlawanan,

makamengakibatkan keadaan yang normal.

C. Etiologi

Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah, darah akan keluar

mengisi ruang tengkorak kepala sehingga terjadi peningkatan tekanan di dalam otak yang

akibatnya terjadi penurunan kesadaran secara tiba-tiba. Keadaan seperti ini disebabkan

karena tekanan darah yang mengalami peningkatan cukup tinggi (Arum, 2015).

Selain hal–hal yang disebutkan diatas, ada fakor–faktor lain yang menyebabkan

stroke hemoragik (Pudiastuti, 2015), diantaranya :

1. Faktor resiko medis

Faktor resiko medis seperti migrain, hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi),

diabetes, kolesterol, aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), gangguan jantung,

riwayat stroke keluarga, penyakit ginjal, dan penyakit vaskuler perifer. 80% pemicu

stroke hemoragik disebabkan karena hipertensi dan Aterosklerosis.


2. Faktor resiko perilaku

Faktor resiko perilaku seperti kurang olahraga, merokok /aktif dan pasif,

makanan tidak sehat (junk food, fast food), kontrasepsi oral, mendengkur, narkoba,

obesitas, stress, dan cara hidup. Akibatnya terjadi penurunan kesadaran secara tiba-tiba.

Keadaan seperti ini disebabkan karena tekanan darah yang mengalami peningkatan

cukup tinggi (Arum, 2015). Selain hal–hal yang disebutkan diatas, ada fakor–faktor lain

yang menyebabkan stroke hemoragik (Pudiastuti, 2015), diantaranya :

3. Faktor lain Data statistik 93% pengidap penyakit trombosis ada hubungannya dengan

penyakit tekanan darah tinggi.

a. Ttombosis serebral

Terjadi pada pembuluh darah dimana oklusi terjadi trombosis dapat menyebabkan

iskemik jaringan otak, edema dan kongesti di area sekitarnya.

b. Emboli serebral

Penyumbatan pada pembuluh darah otak karena bekuan darah, lemak atau udara.

Kebanyakan emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat

sistem arteri serebral.

c. Perdarahan intra serebral

Pembuluh darah otak bisa pecah, terjadi karena Aterosklerosis dan hipertensi.

Pecahnya pembuluh arah otak akan menyebabkan penekanan, pergeseran, dan

pemisahan jaringan otak yang berdekatan akibat otak akan bengkan, jaringan otak

internal tertekan sehingga menyebabkan infark otak, edema dan mungkin terjadi

herniasi otak.

1) Migren

2) Trombosis sinus dura

3) Diseksi arteri karotis atau vertebralis

4) Kondisi hiperkoagulasi
5) Vaskulitis sistem saraf pusat

6) Penyakit moya–moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)

7) Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia, atau leukemia)

8) Miksoma atrium.

D. Patofisiologi

Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans

yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus menuju

parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat

terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik, sehingga sepanjang

arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan

darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat

terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembas

kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.Perdarahan

intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri. Ekstravasasi darah

terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan

tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat

mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan.(Sylvia & Lorraine 2017).

Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya

ruptur, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma. Gangguan neurologis tergantung

letak dan beratnya perdarahan. Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat

cepat dan konstan, berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari.

Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain; sakit kepala berat, leher bagian belakang

kaku, muntah, penurunan kesadaran, dan kejang. 90% menunjukkan adanya darah dalam

cairan serebrospinal (bila perdarahan besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua

pasien ini 70-75% akan meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena
meluasnya perdarahan sampai ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan

penekanan mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena perembasan darah ke pusat-

pusat yang vital (Hieckey, 2017; Smletzer & Bare, 2019).

E. Pathway
Sumber : Hieckey, 2017; Smletzer & Bare, 2019

F. Klasifikasi

1. Perdarahan Intraserebral

Perdarahan Intra Serebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah

intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke dalam

jaringan otak. Pada stroke jenis ini pembuluh darah pada otak pecah dan darah

membasahi jaringan otak. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak sehingga

menyebabkan spasme atau menyempitnya arteri di sekitar tempat perdarahan. Sel- sel

otak yang berada jauh dari tempat perdarahan juga akan mengalami kerusakan karena

aliran darah terganggu. Selain itu, jika volume darah yang keluar lebih dari 50 ml maka

dapat terjadi proses desak ruang yakni rongga kepala yang luasnya tetap,

“diperebutkan” oleh darah “pendatang baru” dan jaringan otak sebagai “penghuni

lama”. Biasanya pada proses desak ruang ini, jaringan otak yang relatif lunak

mengalami kerusakan akibat penekanan oleh jendela darah.

2. Perdarahan Subarakhnoid

Perdarahan subarakhnoid adalah masuknya darah ke ruang subarachnoid baik dari

tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari

rongga subarachnoid itu sendiri/perdarahan subarachnoid primer. Perdarahan yang

terjadi di pembuluh darah yang terdapat pada pembungkus selaput pembungkus otak.

Selanjutnya, darah mengalir keluar mengisi rongga antara tulang tengkorak dan otak.

Sama seperti perdarahan intraserebral, darah yang keluar dapat menyebabkan spasme

arteri sekitar tempat perdarahan, serta menyebabkan proses desak ruang. (Indrawati ett.,

(2016)
G. Manifestasi Klinis

1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) atau hemiplegia

(paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan terjadi akibat adanya kerusakan

pada area motorik di korteks bagian frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral artinya

jika terjadi kerusakan pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri.

Pasien juga akan kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak

dapat melakukan ekstensi maupun fleksi

2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan Gangguan sensibilitas

3. Penurunan kesadaran (Konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma) Terjadi akibat

perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang otak atau terjadinya gangguan

metabolik otak akibat hipoksia

4. Penurunan kesadaran (Konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma) Terjadi akibat

perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang otak atau terjadinya gangguan

metabolik otak akibat hipoksia

5. Afasia (kesulitan dalam berbicara) Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi

bicara, termasuk dalam membaca, menulis memahami bahasa. Afasia terjadi jika

terdapat kerusakan pada area pusat bicara primer yang berada pada hemisfer kiri dan

biasanya terjadi pada stroke dengan gangguan pada arteri middle serebral kiri. Afasia

dibagi menjadi tiga bagian yaitu afasia motorik, sensorik dan afasia global. Afasia

motorik atau ekpresif terjadi jika area pada Area Broca, yang terletak pada lobus frontal

otak.

6. Disatria (bicara cadel atau pelo) merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi

sehingga ucapannya menjadi tidak jelas. Namun demikian pasien dapat memahami
pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun membaca. Disatria terjadi karena

kerusakan nervus kranial sehingga terjadi kelemahan dari otot bibir, lidah dan laring.

Pasien juga terdapat kesulitan dalam mengunyah dan menelan.

7. Gangguan penglihatan (diplopia) dimana pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga

pandangan menjadi ganda, gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini

terjadi karena kerusakan pada lobus temporal atau pariental yang dapat

8. Menghambat serat saraf optik ada korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat

disebabkan karena kerusakan pada saraf kranial 2, 4 dan 6.

9. Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus kranial 9. Selama

menelan bolus didorong oleh lidah dan gluteus menutup kemudian makanan masuk ke

esophagus.

10. Inkontenesia baik bowel maupun bladder serng terjadi hal ini karena tergangguanya

saraf yang mensyarafi bladder dan bowel.

11. Vertigo seperti mual, muntah, dan nyeri kepala, terjadi karena peningkatan tekanan

intrakranial, edema serebri. (Tarwoto, 3013; Nugraha, 2018)

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Angiografi serebral. Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya

pertahanan atau sumbatan arteri, meperlihatkan secara tepat letak oklusi atau ruptur.

2. Scan tomografi komputer (Computer Tomography scan-CT scan). Mengetahui adanya

tekanan normal dan adanya trombosis, emboli serebral, dan tekanan intrakranial (TIK).

Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan

subarakhnoid dan perdarahan intrakranial.

3. Fungsi lumbal. Pemeriksaan ini menunjukkan terlihatnya darah atau siderofag secara

langsung pada cairan serebrospinal.


4. Magnetic Resonance Imaging (MRI). Menunjukkan daerah infark, perdarahan,

malformasi arteriovena (MAV)

5. Ultrasonografi doppler (USG doppler). Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah

sistem arteri karotis/aliran darah atau timbulnya plak) dan arterioklerosis (Munir,

2015). Pemeriksaan sinar x kepala dapat menunjukkan perubahan pada glandula pineal

pada sisi yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis internal yang

dapat dilihat pada trombosis serebral, klasifikasi parsial pada dinding aneurisme pada

perdarahan subaraknoid

6. Elektroensefalogram (Electroencephalogram-EEG). Mengidentifikasi masalah pada

gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. (Wati (2019))

I. Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan gula darah: gula darah bisa meningkat karena keadaan hiperglikemia.

2. Faktor risiko stroke hemoragik yang dapat dimodifikasi, sebagian besar pasien

memiliki hipertensi (82,30%), kadar gula darah meningkat (63,54%), LDL meningkat

(65,63%), triglserida meningkat (64,58%), dan kholesterol total meningkat (69,79%),

pasien dengan kadar HDL normal lebih banyak (48,96).

J. Penatalaksanaan

1. Terapi Stroke Hemoragik Pada Serangan akut

a. Saran operasi diikuti dengan pemeriksaan

b. Masukan klien ke unit perawatan saraf untuk dirawat I bagian bedah saraf

c. Pada stroke hemoragik, terutama disebabakan SAH, manajemen cairan merupakan

prioritas, sehingga pasien berada dalam status euvolemi dengan pemberian cairan

isotonik. Tidak dianjurkan menggunakan cairan hipotonik karena dapat mencetuskan


atau memperberat edema serebral yang terjadi, dan larutan yang mengandung

glukosa sebaiknya tidak diberikan kecuali pasien berada dalam keadaan

hipoglikemik

d. Penatalaksanaan umum di bagian saraf

Neuroprotektor yang umum digunakan pada pasien stroke adalah citicolin dan

piracetam. Berdasarkan penelitian penggunaan neuroprotektor memberikan luaran

yang signifikan terhadap kesadaran, fungsi kognitif, dan motorik pada pasien stroke.

Citicolin dengan dosis 2 x 250 mg maupun 2 x 500 mg memberikan nilai GCS yang

tidak jauh berbeda baik pada pasien stroke iskemik maupun stroke hemoragik.

e. Penatalaksanaan khusus pada kasus

1) Subarachnoid hemorrhage dan intraventricular hemorrahage,

2) Kombinasi antara parenchymatous dan subarachnoid hemorrhage,

Parenchymatous hemorrhage.

f. Neurologis

1) Pengawasan tekanan darah dan konsentrasinya. American Heart Association

(AHA) merekomendasikan pengelolaan tekanan darah pada pasien perdarahan

intraserebral, dengan konsep memilih target tekanan darah sesuai dengan faktor-

faktor yang ada pada pasien, yaitu tekanan darah awal, penyebab dicurigai

perdarahan, usia, dan peningkatan tekanan intrakranial. Alasan utama untuk untuk

menurunkan tekanan darah adalah untuk menghindari perdarahan akibat rupture

aneurisma atau malformasi arteriovenosa, dimana terjadi peningkatan risiko

perdarahan berlanjut atau perdarahan berulang. Pemberian antihipertensi jika

didapatkan tekanan darah yang tinggi (hipertensi emergensi) diberikan dengan

pertimbangan bukan hanya terhadap otak saja, tetapi juga terhadap kerusakan

organ lain misalnya jantung dan ginjal. Meskipun demikian jika tekanan darahnya
rendah pada pasien yang mempunyai riwayat hipertensi pada fase akut serangan

stroke, hal tersebut mungkin menandakan deteriorasi neurologis dini atau

peningkatan volume infark, dan merupakan outcome yang buruk pada bulan

pertama saat serangan, khususnya penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 20

mmHg.

2) Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak.

g. Terapi perdarahan dan perawatan pembuluh darah

1) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil.

2) Natrii Etamsylate

3) Kalsium

4) Profilaksis vasopasme

h. Kontrol adanya edema yang dapat menyebabkan kematian jaringan otak.

i. Pengawasan tekanan darah dan kosentrasinya.

j. Perawatan Umum Klien Dengan Serangan Stroke Akut

k. pengaturan suhu, atur suhu ruangan menjadi 18-200C.

l. Pemantauan (monitoring) keadaan umum klien (EKG, nadi, saturasi O2 PO2, PCO2).

m. Pengukuran suhu tiap dua jam. (Wati (2019)

K.
BAB III

TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan pada klien stroke hemoragik adalah sebagai berikut:

a. Pengkajian Primer

1) Airway

Kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan obstruksi jalan nafas, adanya benda

asing, adanya suara nafas tambahan.

2) Breathing

Frekuensi nafas, apakah tampak terjadi penggunaan otot bantu pernafasan,

terjadi retraksi dinding dada, terjadinya sesak nafas, saat di palpasi teraba

pengembangan pada kedua parukanan dan kiri, kaji adanya suara nafas

tambahan.

3) Circulation

Pengkajian ini mengenai volume dalam darah serta adanya perdarahan.

pengkajian juga meliputi warna kulit, nadi, dan status hemodinamik,

4) Disability

Pengkajian meliputi tingkat kesadaran compos mentis (E4M6V5) GCS 15, pupil

isokor, muntah tidak ada, ekstremitas atas dan bawah normal, tidak ada

gangguan menelan.

5) Exsposure

Pengkajian meliputi untuk mengetahui adanya kemungkinan cidera yang lain,

dengan cara memeriksa semua tubuh pasien harus tetap dijaga dalam kondisi

hangat supaya untuk mencegah terjadinya hipotermi.


6) Foley Chateter

Pengkajian meliputi adanya komplikasi kecurigaan ruptur uretra jika ada tidak

dianjurkan untuk pemasangan kateter, kateter dipasang untuk memantau

produksi urin yang keluar.

7) Gastric tube

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengurangi distensi lambung dan mengurangi

resiko muntah.

8) Monitor EKG

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kondisi irama dan denyut jantung.

b. Anamnesis Sekunder

1) Identitas Klien

a) Umur

Stroke dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering dijumpai pada

populasi usia tua. Setelah berumur 55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap

kurun waktu sepuluh tahun. Pada stroke hemoragik dengan perdarahan

intraserebral lebih sering ditemukan pada usia 45-60 tahun, sedangkan stroke

hemoragik dengan perdarahan subarachnoid lebih sering ditemukan pada usia

20-40 tahun.

b) Jenis Kelamin

Laki-laki lebih cenderung terkena stroke lebih tinggi dibandingkan

wanita, dengan perbandingan 1,3 : 1, kecuali pada usia lanjut laki-laki dan

wanita hampir tidak berbeda. Laki-laki yang berumur 45 tahun bila bertahan

hidup sampai 85 tahun kemungkinan terkena stroke 25%, sedangkan risiko

bagi wanita hanya 20%. Pada laki-laki cenderung terkena stroke iskemik

sedangkan wanita lebih sering menderita stroke hemoragic subarachnoid dan


kematiannya 2 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

c) Pekerjaan

Stroke dapat menyerang jeis pekerjaan lainnya dan beberapa ahli

menyebutkan bahwa stroke cenderung diderita oleh golongan dengan sosial

ekonomi yang tinggi karena berhubungan dengan pola hidup, pola makan,

istirahat dan aktivitas. Hasil penelitian menunjukkan sebagaian besar (50%)

berpendidikan sarjana, yang memiliki kecenderungan adanya perubahan gaya

dan pola hidup yang dapat memicu terjadinya stroke

2) Keluhan Utama

Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota

gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala,

gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran (Gefani, 2017).

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak pada

saat pasien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,

muntah bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh

badan atau gangguan fungsi otak yang lain (Rahmayanti, 2019).

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung,

anemia, trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat

antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. Selain itu, pada

riwayat penyakit dahulu juga ditemukan riwayat tinggi kolesterol, merokok,

riwayat pemakaian kontrasepsi yang disertai hipertensi dan meningkatnya kadar

estrogen, dan riwayat konsumsi alcohol (Khaira, 2018).

5) Riwayat Penyakit Keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes

mellitus atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu (Khaira, 2018).

6) Pola Fungsi Kesehatan (Wati, 2019)

a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Kesehatan

Berkaitan dengan fungsi peran yang tergambar dari penyesuaian atau

pencerminan diri yang tidak adekuat terhadap peran baru setelah stroke serta

masih menerapkan pola tidak sehat yang dapat memicu serangan stroke

berulang. Pengkajian perilaku adaptasi interdependen pada pasien paska stroke

antara lain identifikasi sistem dukungan sosial pasien baik dari keluarga,

teman, maupun masyarakat

b) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pasien stroke sering mengalami disfagia yang menyebabkan gangguan

intake dan pola nutisi. Respons adaptasi tidak efektif yang sering ditunjukkan

pasien antara lain mual, muntah, penurunan asupan nutrisi dan perubahan pola

nutrisi. Stimulus fokal yang sering menyebabkan respons adaptasi tidak efektif

pada pola nutrisi pasien stroke yaitu disfagia dan penurunan kemampuan

mencerna makanan. Stimulus konstekstual yaitu kelumpuhan saraf kranial,

faktor usia dan kurangnya pengetahuan tentang cara pemberian makanan pada

pasien stroke yang mengalami disfagia. Stimulus residual yaitu faktor budaya

serta pemahaman pasien dan keluarga tentang manfaat nutrisi bagi tubuh.

c) Pola Eliminasi

Pengkajian eliminasi meliputi BAB dan BAK, konsistensi feses, jumlah

dan warna urin, inkontinensia urin, inkontinensia bowel, dan konstipasi.

Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik steril.

Inkontinensia urin yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.


d) Pola Aktivitas dan Latihan

Sulit beraktivitas, kehilangan sensasi penglihatan, gangguan tonus otot,

gangguan tingkat kesadaran.

e) Pola Tidur dan Istirahat

Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).

f) Pola Hubungan dan Peran

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran

untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara

g) Pola Persepsi Dan Konsep Diri

Konsep diri merupakan pandangan individu tentang dirinya yang

terbentuk dari persepsi internal dan persepsi berdasarkan reaksi orang lain

terhadap dirinya. Konsep diri terbagai menjadi dua aspek yaitu fisik diri dan

personal diri. Fisik diri adalah pandangan individu tentang kondisi fisiknya

yang meliputi atribut fisik, fungsi tubuh, seksual, status sehat dan sakit, dan

gambaran diri. Personal diri adalah pandangan individu tentang karakteristik

diri, ekspresi, nilai yang meliputi konsistensi diri, ideal diri, dan moral etika

spiritual diri

h) Pola Sensori dan Kognitif

Sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala, penglihatan berkurang atau

ganda, hilang rasa sensorik kontralateral, afasia motorik, reaksi pupil tidak

sama

i) Pola Penanggulangan Stress

Dalam hubungannya dengan kejadian stroke, keadaan stress dapat

memproduksi hormone kortisol dan adrenalin yang berkonstribusi pada proses

aterosklerosis. Hal ini disebabkan oleh kedua hormon tadi meningkat jumlah
trombosit dan produksi kolestrol. Kortisol dan adrenalin juga dapat merusak

sel yang melapisi arteri, sehingga lebih mudah bagi jaringan lemak untuk

tertimbun di dalam dinding arteri

j) Pola Tata Niai dan Kepercayaan

Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak

stabil, kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh

7) Pemeriksaan Fisik (Amanda, 2018)

a) Keadaan Umum

Tingkat kesadaran menurun karena terjadinya perdarahan yang

menyebabkan kerusakan otak kemudian menekan batang otak. Evaluasi

tingkat kesadaran secara sederhana dapat dibagi atas

(1) Compos mentis : kesadaran baik

(2) Apatis : perhatian kurang

(3) Samnolen : kesadaran mengantuk

(4) Stupor : kantuk yang dalam pasien dibangunkan dengan rangsangan nyeri

yang kuat

(5) Soparokomatus : keadaan tidak ada respon verbal

(6) Tidak ada respon sama sekali

b) Tanda-Tanda Vital

(1) Tekanan darah : pasien stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah

dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80 mmHg

(2) Nadi : pasien stroke nadi terhitung normal

(3) Pernapasan : pasien stroke mengalami nafas cepat dan terdapat gangguan

pada bersihan jalan napas

(4) Suhu tubuh : pada pasien stroke tidak ada masalah suhu pada pasien denga
stroke hemoragik

c) Pemeriksaan Head To Toe

(1) Pemeriksaan Kepala

(a) Kepala : Pada umumnya bentuk kepala pada pasien stroke

normocephalik

(b) Rambut : Pada umumnya tidak ada kelainan pada rambut pasien

(c) Wajah : Biasanya pada wajah klien stroke terlihat miring kesalah

satu sisi.

(2) Pemeriksaan Integumen

(a) Kulit : Biasanya pada klien yang kekurangan O2 kulit akan tampak

pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek.

(b) Kuku : Biasanya pada pasien stroke hemoragik ini capilarry refill

timenya < 3 detik bila ditangani secara cepat dan baik

(3) Pemeriksaan Dada

Pada inspeksi biasanya didapatkan klien batuk, peningkatan

produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan

peningkatan frekuensi pernafasan. Pada auskultasi biasanya terdengar

bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada klien dengan peningkatan

produksi sekret dan kemampuan batuk menurun yang sering didapatkan

pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien

dengan tingkat kesdaran compos mentis, pada pengkajian inspeksi

biasanya pernafasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan


fremitus kiri dan kanan, dan pada ausklutasi tidak didapatkan bunyi nafas

tambahan

(4) Pemeriksaan Abdomen

Biasanya pada klien stroke didapatkan distensi pada abdomen,

dapatkan penurunan peristaltik usus, dan kadang-kadang perut klien

terasa kembung.

(5) Pemeriksaan Genitalia

Biasanya klien stroke dapat mengalami inkontinensia urinarius

sementara karena konfusi dan ketidakmampuan mengungkapkan

kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena

kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang- kadang kontrol sfingter

urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan

kateterisasi intermiten dengan teknik steril, inkontenesia urine yang

berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

(6) Pemeriksaan Ekstremitas

(a) Ekstremitas Atas

Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT

biasanya normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI

(aksesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan

tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek,

biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak

fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep

respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan

pada pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak

mengembang ketika diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)).


(b) Ekstremitas Bawah

Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan

bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat

telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky

(+)). Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak

beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut dari

atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek

openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat biasanya

pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat

dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat di

ketukkan (reflek patella (+)).

(7) Pemeriksaan Neurologis

(a) Pemeriksaan Nervus Cranialis

1) Nervus I (Olfaktorius). Biasanya pada klien stroke tidak ada

kelainan pada fungsi penciuman

2) Nervus II (Optikus). Disfungsi persepsi visual karena gangguan

jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan

hubungan visual-spasial biasanya sering terlihat pada klien

hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa

bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke

bagian tubuh.

3) Nervus III (Okulomotoris), IV(Troklearis), dan VI (Abdusen).


Pemeriksaan ini diperiksa secara bersamaan, karena saraf ini

bekerjasama dalam mengatur otot-otot ekstraokular. Jika akibat

stroke menyebabkan paralisis, pada satu sisi okularis biasanaya

didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral

disisi yang sakit.

4) Nervus V (Trigeminus). Pada beberapa keadaan stroke

menyebabkan paralisis saraf trigeminus, penurunan kemampuan

koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke

sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi pterigoideus internus dan

eksternus.

5) Nervus VII (Fasialis). Pada keadaan stroke biasanya persepsi

pengecapan dalam batas normal, namun wajah asimetris, dan otot

wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.

6) Nervus VIII (Vestibulokoklearis/Akustikus). Biasanya tidak

ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

7) Nervus IX (Glosofaringeus) dan X (Vagus). Secara anatomi dan

fisisologi berhubungan erat karena glosofaringeus mempunyai

bagian sensori yang mengantarkan rangsangan pengecapan,

mempersyarafi sinus karotikus dan korpus karotikus, dan mengatur

sensasi faring. Bagian dari faring dipersarafi oleh saraf vagus.

Biasanya pada klien stroke mengalami penurunan kemampuan

menelan dan kesulitan membuka mulut.

8) Nervus XI (Aksesoris). Biasanya tidak ada atrofi otot

sternokleisomastoideus dan trapezius

9) Nervus XII (hipoglosus). Biasanya lidah simetris, terdapat deviasi


pada satu sisi dan fasikulasi serta indra pengecapan normal.

(b) Pemeriksaan Motorik

Biasanya didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)

karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparise atau

kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Juga biasanya

mengalami gangguan keseimbangan dan koordinasi karena

hemiplegia dan hemiparese. Pada penilaian dengan menggunakan

kekuatan otot, tingkat kekuatan otot pada sisi yang sakit adalah 0.

(c) Pemeriksaan Refleks

Pada pemerikasaan refleks patologis. Biasanya pada fase akut

reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa

hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan reflek

patologis.

8) Pemeriksaan Pada Penderita Koma

a) Gerakan penduler tungkai

Pasien tetap duduk di tepi tempat tidur dengan tungkai tergantung,

kemudian kaki diangkat ke depan dan dilepas. Pada waktu dilepas akan ada

gerakan penduler yang maikn lama makin kecil dan biasanya berhenti 6 atau 7

gerakan. Beda pada rigiditas ekstrapiramidal akan ada pengurangan waktu,

tetapi tidak teratur atau tersendat-sendat.

b) Menjatuhkan tangan

Tangan pasien diangkat kemudian dijatuhkan. Pada kenaikan tonus

(hipertoni) terdapat penundaan jatuhnya lengan ke bawah. Sementara pada

hipotomisitas jatuhnya cepat.


c) Tes menjatuhkan kepala

Pasien berbaring tanpa bantal, pasien dalam keadaan relaksasi, mata

terpejam. Tangan pemeriksa yang satu dilektakkan di bawah kepala pasien,

tangan yang lain mengangkat kepala dan menjatuhkan kepala lambat. Pada

kaku kuduk (nuchal rigidity) karena iritasi meningeal terdapat hambatan dan

nyeri pada fleksi leher.


Intervensi Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI

1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Monitorang neurologis


Perfusi jaringan keperawatan selama 3 x 24 jam,  Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk 
serebral diharapkan suplai aliran darah pupil
keotak lancar dengan kriteria  Monitor tingkat kesadaran klien
hasil:  Monitir tanda-tanda vital
 Nyeri kepala / vertigo
 Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah
berkurang sampai de-ngan
 Monitor respon klien terhadap pengobatan
hilang
 Hindari aktivitas jika TIK meningkat
 Berfungsinya saraf dengan
 Observasi kondisi fisik klien
baik
Terapi oksigen
 Tanda-tanda vital stabil
 Bersihkan jalan nafas dari sekret
 Pertahankan jalan nafas tetap efektif
 Berikan oksigen sesuai intruksi
 Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem
humidifier
 Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
 Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
 Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
 Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen
selama aktifitas dan tidur
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
efektif keperawatan ...x... jam, maka pola 1. Observasi
nafas tidak efektif menigkat  Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha
dengan kriteria hasil : nafas)
 Penggunaan otot bantu
 Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling,
nafas menurun
 Dispnea menurun mengi, wheezing, ronkhi)
 Pemanjangan fase 2. Terapeutik
ekspirasi menurun  Posisikan semi fowler
 Frekuensi nafas membaik  Berikan minuman hangat
 Kedalaman nafas
 Berikan oksigen
membaik
3. Edukasi
 Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Pemantauan respirasi

1. Observasi
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
nafas
 Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, ataksisk)
 Monitor saturasi oksigen
 Auskultasi bunyi nafas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray thoraks
2. Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
3. Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan asuhan  Manajemen Energi
keperawatan selama 3 x 24 jam  Observasi
diharapkan Toleransi Aktivitas  Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang
meningkat, kriteria hasil : mengakibatkan kelelahan
a. Kemudahan dalam melakukan  Monitor kelelahan fisik dan emosional
aktivitas sehari-hari meningkat  Monitor pola dan jam tidur
b. Kekuatan tubuh atas dan  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
bawah meningkat melakukan aktivitas
c. Keluhan lelah menurun  Terapeutik
d. Dispenea menurun  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
(mis. cahaya, suara, kunjungan)
 Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
 Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
 Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
TERAPI AKTIVITAS
Observasi
 Identifikasi deficit tingkat aktivitas
 Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam
aktivotas tertentu
 Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang
diinginkan
 Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam
aktivitas
 Identifikasi makna aktivitas rutin (mis. bekerja) dan
waktu luang
 Monitor respon emosional, fisik, social, dan
spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik
 Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan deficit
yang dialami
 Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi
danrentang aktivitas
 Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan
aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan social
 Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
 Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas,
jika sesuai
 Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan
lingkungan untuk mengakomodasikan aktivitas
yang dipilih
 Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulansi,
mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan
 Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energy, atau gerak
 Fasilitasi akvitas motorik kasar untuk pasien
hiperaktif
 Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
 Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
 Fasilitasi aktivitas dengan komponen memori
implicit dan emosional (mis. kegitan keagamaan
khusu) untuk pasien dimensia, jika sesaui
 Libatkan dalam permaianan kelompok yang tidak
kompetitif, terstruktur, dan aktif
 Tingkatkan keterlibatan dalam aktivotasrekreasi
dan diversifikasi untuk menurunkan kecemasan
( mis. vocal group, bola voli, tenis meja, jogging,
berenang, tugas sederhana, permaianan sederhana,
tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri, dan
teka-teki dan kart)
 Libatkan kelarga dalam aktivitas, jika perlu
 Fasilitasi mengembankan motivasi dan penguatan
diri
 Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
 Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
 Berikan penguatan positfi atas partisipasi dalam
aktivitas
Edukasi
 Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika
perlu
 Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
 Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif, dalam menjaga fungsi dan
kesehatan
 Anjurka terlibat dalam aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
 Anjurkan keluarga untuk member penguatan positif
atas partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program aktivitas,
jika sesuai
 Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Arif M,(2014) Kapita Seleksa Kedokteran .Jakarta ; Media Aescuapalius

Arum, Sheria Puspita. (2015). Stroke kenali cegah & obati, Yogyakarta: Notebook.

BeeBe,JA& Lang,CE (2017).Active rane of motion predicts upperextremity Function Theree


Mounthd Post sroke ,1772-1779 Fundamental Keperawatan : konsep, proses dan
praktik Ed. 4 Vol. 1. Jakarta : EGC

Geofani, Putri. (2017). ‘Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke Hemoragik Di
Bangsal Syaraf RSUP Dr. M. Djamil Padang’. Karya Tulis Ilimiah, Prodi D-III
Keperawatan. Padang : Poltekkes Kemenkes RI Padang.

Junaidi, Dr. Iskandar .(2011) .Sroke Waspadai Ancamannya.Yogyakarta. Andi Ofset

Lewis. (2018). Medical surgical nursin .edition:Missouri.MosBy-Year

Maghfiroh, Ervi. (2018). ‘Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragik Pada Ny. T dan Tn. S
Dengan Masalah Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik Di Ruang Melati RSUD Dr.
Haryoto Lumajang Tahun 2017’. Study Literatur, Prodi D-III Keperawatan. Lumajang :
Universitas Jember.Medicastore (2017) Stroke Pembunuh No 3 Di Indonesia

Nugraha, Alan Yudha. (2018). ‘Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Stroke Hemoragik

Di Ruang Rawat Inap Syaraf RSUP Dr.M.Djamil Padang’. Karya Tulis Ilimiah, Prodi

D-III Keperawatan. Padang : Poltekkes Kemenkes RI Padang.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan

Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan

Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai